Ensefalopati Hepatik:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ensefalopati Hepatik:"

Transkripsi

1 Leading article Ensefalopati Hepatik: Apa, Mengapa dan Bagaimana? Irsan Hasan, Abirianty P. Araminta Divisi Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo PENDAHULUAN Dengan memberatnya penyakit hati, risiko terjadinya ensefalopati hepatik semakin besar. Hal ini memicu pesatnya perkembangan pengetahuan terkait masalah ensefalopati hepatik serta kemajuan dalam diagnosis dan tata laksananya. Beragam studi terkait diagnosis, tata laksana, serta pencegahan enefalopati hepatik menjadi dasar penatalaksanaan ensefalopati hepatik di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Saat ini, Indonesia telah memiliki panduan penatalaksanaan ensefalopati hepatik yang diterbitkan oleh Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) pada tahun APA ITU ENSEFALOPATI HEPATIK? Ensefalopati hepatik (EH) merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi pada penyakit hati akut dan kronik berat dengan beragam manifestasi, mulai dari ringan hingga berat, mencakup perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran tanpa adanya kelainan pada otak yang mendasarinya. 2 Di Indonesia, prevalensi EH minimal (grade 0) tidak diketahui dengan pasti karena sulitnya penegakan diagnosis, namun diperkirakan terjadi pada 30%-84% pasien sirosis hepatis. 3 Data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mendapatkan prevalensi EH minimal sebesar 63,2% pada tahun Data pada tahun 1999 mencatat prevalensi EH stadium 2-4 sebesar 14,9%. 5 Angka kesintasan 1 tahun dan 3 tahun berkisar 42% dan 23% pada pasien yang tidak menjalani transplantasi hati. 6 EH terbagi menjadi tiga tipe terkait dengan kelainan hati yang mendasarinya; tipe A berhubungan dengan gagal hati akut dan ditemukan pada hepatitis fulminan, tipe B berhubungan dengan jalur pintas portal dan sistemik tanpa adanya kelainan intrinsik jaringan hati, dan tipe C yang berhubungan dengan sirosis dan hipertensi portal, sekaligus paling sering ditemukan pada pasien dengan gangguan fungsi hati. 7,8 Klasifikasi EH berdasarkan gejalanya dibagi menjadi EH minimal (EHM) dan EH overt. EH minimal merupakan istilah yang digunakan bila ditemukan adanya defisit kognitif seperti perubahan kecepatan psikomotor dan fungsi eksekutif melalui pemeriksaan psikometrik atau elektrofisiologi, 9,11 sedangkan EH overt terbagi lagi menjadi EH episodik (terjadi dalam waktu singkat dengan tingkat keparahan yang befluktuasi) dan EH persisten (terjadi secara progresif dengan gejala neurologis yang kian memberat). 2,9-11 PATOFISIOLOGI ENSEFALOPATI HEPATIK Beberapa kondisi berpengaruh terhadap timbulnya EH pada pasien gangguan hati akut maupun kronik, seperti keseimbangan nitrogen positif dalam tubuh (asupan protein yang tinggi, gangguan Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 1

2 ginjal, perdarahan varises esofagus dan konstipasi), gangguan elektrolit dan asam basa (hiponatremia, hipokalemia, asidosis dan alkalosis), penggunaan obat-obatan (sedasi dan narkotika), infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih atau infeksi lain) dan lain-lain, seperti pembedahan dan alkohol. Faktor tersering yang mencetuskan EH pada sirosis hati adalah infeksi, dehidrasi dan perdarahan gastrointestinal berupa pecahnya varises esofagus. 8 Terjadinya EH didasari pada akumulasi berbagai toksin dalam peredaran darah yang melewati sawar darah otak. 7 Amonia merupakan molekul toksik terhadap sel yang diyakini berperan penting dalam terjadinya EH karena kadarnya meningkat pada pasien sirosis hati. 7,12 Beberapa studi lain juga mengemukakan faktor pencetus lain penyebab EH seperti pada gambar 1 berikut. Gambar 1. Patofisiologi ensefalopati hepatik 12 Seperti yang digambarkan pada gambar 2, amonia diproduksi oleh berbagai organ. Amonia merupakan hasil produksi koloni bakteri usus dengan aktivitas enzim urease, terutama bakteri gram negatif anaerob, Enterobacteriaceae, Proteus dan Clostridium. 12 Enzim urease bakteri akan memecah urea menjadi amonia dan karbondioksida. Amonia juga dihasilkan oleh usus halus dan usus besar melalui glutaminase usus yang memetabolisme glutamin (sumber energi usus) menjadi glutamat dan amonia. 12,13 Pada individu sehat, amonia juga diproduksi oleh otot dan ginjal. Secara fisiologis, amonia akan dimetabolisme menjadi urea dan glutamin di hati. Otot dan ginjal juga akan mendetoksifikasi amonia jika terjadi gagal hati dimana otot rangka memegang peranan utama dalam metabolisme amonia melalui pemecahan amonia menjadi glutamin via glutamin sintetase. 12 Ginjal berperan dalam produksi dan eksresi amonia, terutama dipengaruhi oleh keseimbangan asam-basa tubuh. Ginjal memproduksi amonia melalui enzim glutaminase yang merubah glutamin menjadi glutamat, bikarbonat dan amonia. Amonia yang berasal dari ginjal dikeluarkan melalui urin dalam bentuk ion amonium (NH4+) dan urea ataupun diserap kembali ke dalam tubuh yang dipengaruhi oleh ph tubuh. Dalam kondisi asidosis, ginjal akan mengeluarkan ion amonium dan urea melalui urin, sedangkan dalam kondisi alkalosis, penurunan laju filtrasi glomerulus dan penurunan perfusi perifer ginjal akan menahan ion amonium dalam tubuh sehingga menyebabkan hiperamonia. 2 MEDICINUS Vol. 27, No.3, Desember 2014

3 Gambar 2. Metabolisme amonia oleh berbagai organ dalam tubuh 14 Amonia akan masuk ke dalam hati melalui vena porta untuk proses detoksifiaksi. Metabolisme oleh hati dilakukan di dua tempat, yaitu sel hati periportal yang memetabolisme amonia menjadi urea melalui siklus Krebs-Henseleit dan sel hati yang terletak dekat vena sentral dimana urea akan digabungkan kembali menjadi glutamin. 8,12 Pada keadaan sirosis, penurunan massa hepatosit fungsional dapat menyebabkan menurunnya detoksifikasi amonia oleh hati ditambah adanya shunting portosistemik yang membawa darah yang mengandung amonia masuk ke aliran sistemik tanpa melalui hati. 15 Peningkatan kadar amonia dalam darah menaikkan risiko toksisitas amonia. Meningkatnya permebialitas sawar darah otak untuk amonia pada pasien sirosis menyebabkan toksisitas amonia terhadap astrosit otak yang berfungsi melakukan metabolisme amonia melalui kerja enzim sintetase glutamin. Disfungsi neurologis yang ditimbulkan pada EH terjadi akibat edema serebri, dimana glutamin merupakan molekul osmotik sehingga menyebabkan pembengkakan astrosit. Amonia secara langsung juga merangsang stres oksidatif dan nitrosatif pada astrosit melalui peningkatan kalsium intraselular yang menyebabkan disfungsi mitokondria dan kegagalan produksi energi selular melalui pembukaan pori-pori transisi mitokondria. Amonia juga menginduksi oksidasi RNA dan aktivasi protein kinase untuk mitogenesis yang bertanggung jawab pada peningkatan aktivitas sitokin dan repson inflamasi sehingga mengganggu aktivitas pensignalan intraselular. 16 BAGAIMANAKAH GEJALA DAN CARA MENDIAGNOSIS ENSEFALOPATI HEPATIK? Ensefalopati hepatik menghasilkan suatu spektrum luas manifestasi neurologis dan psikiatrik nonspesifik. Pada tahap yang paling ringan, EH memperlihatkan gangguan pada tes psikometrik terkait dengan atensi, memori jangka pendek dan kemampuan visuospasial. Dengan berjalannya penyakit, pasien EH mulai memperlihatkan perubahan tingkah laku dan kepriba- Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 3

4 dian, seperti apatis, iritabilitas dan disinhibisi serta perubahan kesadaran dan fungsi motorik yang nyata. Selain itu, gangguan pola tidur semakin sering ditemukan. Pasien dapat memperlihatkan disorientasi waktu dan ruang yang progresif, tingkah laku yang tidak sesuai dan fase kebingungan akut dengan agitasi atau somnolen, stupor, dan pada akhirnya jatuh ke dalam koma. 17 Kriteria West Haven membagi EH berdasarkan derajat gejalanya (Tabel 1). Stadium EH dibagi menjadi grade 0 hingga 4, dengan derajat 0 dan 1 masuk dalam EH covert serta derajat 2-4 masuk dalam EH overt, seperti pada tabel 1. Tabel 1. Stadium ensefalopati hepatik sesuai kriteria West Haven 18 Pemeriksaan Mini Mental Status Examination (MMSE) dapat digunakan sebagai deteksi dini dalam menegakkan diagnosis EH. Pemeriksaan Number Connecting Test (NCT), NCT-A dan NCT-B, maupun Critical Flicker Frequency (CFF) merupakan pemeriksaan lain untuk mendiagnosis EH. Namun, pemeriksaan MMSE, NCT, CFF masih sulit untuk dilakukan secara merata di Indonesia. Oleh karena itu, para klinisi diharapkan memberi penjelasan terhadap pasien beserta keluarganya mengenai tanda-tanda EH, seperti komunikasi, perubahan pola tidur, penurunan aktivitas sehari-hari pasien hingga tanda-tanda seperti asteriksis, klonus maupun penurunan kesadaran yang jelas. Pemeriksaan radiologis berupa magnetic resonance imaging (MRI) serta elektroensefalografi (EEG) dapat menjadi pilihan pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan lain pada otak. Elektroensefalografi akan menunjukkan perlambatan (penurunan frekuensi gelombang alfa) aktivitas otak pada pasien dengan EH. 2,8 Pemeriksaan kadar amonia tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis pasti EH. Peningkatan kadar amonia dalam darah (> 100 mg/100 ml darah) dapat menjadi parameter keparahan pasien dengan EH. 18 Pemeriksaan kadar amonia darah belum menjadi pemeriksaan standar di Indonesia mengingat pemeriksaan ini belum dapat dilakukan pada setiap rumah sakit di Indonesia. Gambar 3 menunjukkan alur diagnosis pasien dengan kecurigaan EH. TERAPI TERKINI ENSEFALOPATI HEPATIK Tatalaksana EH diberikan sesuai dengan derajat EH yang terjadi. Dasar penatalaksanaan EH adalah: identifikasi dan tatalaksana faktor presipitasi EH, pengaturan keseimbangan nitrogen, pencegahan perburukan kondisi pasien, dan penilaian rekurensi ensefalopati hepatik. Tatalaksana Faktor Presipitasi Beberapa faktor presipitasi dapat mencetuskan terjadinya EH, seperti dehidrasi, infeksi, obat-obatan sedatif dan perdarahan saluran cerna. Pencegahan dan penatalaksanaan terhadap faktor-faktor tersebut berperan penting dalam perbaikan EH. Pemberian laktulosa dan konsumsi cairan perlu dipantau untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Pemberian antibiotik spektrum luas diindikasikan pada keadaan infeksi, sebagai faktor presipitasi tersering, baik pada saluran cerna maupun organ lain. Konsumsi alkohol dan obat-obatan sedatif harus dihentikan sejak awal timbulnya manifestasi 4 MEDICINUS Vol. 27, No.3, Desember 2014

5 EH. Ligasi sumber perdarahan, observasi cairan dan penurunan tekanan vena porta perlu dilakukan dengan tepat dan cepat bila ditemukan perdarahan saluran cerna, terutama pecahnya varises esofagus. Gangguan elektrolit juga menjadi salah satu pencetus EH pada pasien sirosis sehingga membutuhkan penanganan yang adekuat. 12,19 Ditemukannya faktor presipitasi EH pada pasien semakin menguatkan diagnosis EH. Faktor presipitasi dapat diidentifikasi pada hampir semua kasus EH episodik tipe C dan sebaiknya dievaluasi secara aktif dan ditatalaksana segera saat ditemukan. Tabel 2 memperlihatkan pembagian faktor presipitasi dengan EH yang ditimbulkan. Tatalaksana Farmakologis Penurunan kadar amonia merupakan salah satu strategi yang diterapkan dalam tatalaksana EH. Beberapa modalitas untuk menurunkan kadar amonia dilakukan dengan penggunaan laktulosa, antibiotik, L-Ornithine L-Aspartate, probiotik, dan berbagai terapi potensial lainnya. - Non-absorbable Disaccharides (Laktulosa) Laktulosa merupakan lini pertama dalam penatalaksanaan EH. 7 Sifatnya yang laksatif menyebabkan Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 5

6 penurunan sintesis dan uptake amonia dengan menurunkan ph kolon dan juga mengurangi uptake glutamin. 12,18,20 Selain itu, laktulosa diubah menjadi monosakarida oleh flora normal yang digunakan sebagai sumber makanan sehingga pertumbuhan flora normal usus akan menekan bakteri lain yang menghasilkan urease. Proses ini menghasilkan asam laktat dan juga memberikan ion hidrogen pada amonia sehingga terjadi perubahan molekul dari amonia (NH3) menjadi ion amonium (NH4+). Adanya ionisasi ini menarik amonia dari darah menuju lumen. Dari metaanalisis yang dilakukan, terlihat bahwa laktulosa tidak lebih baik dalam mengurangi amonia dibandingkan dengan penggunaan antibiotik. 12 Akan tetapi, laktulosa memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mencegah berulangnya EH dan secara signifikan menunjukkan perbaikan tes psikometri pada pasien dengan EH minimal. Dosis laktulosa yang diberikan adalah 2 x ml sehari dan dapat diberikan 3 hingga 6 bulan. Efek samping dari penggunaan laktulosa adalah menurunnya persepsi rasa dan kembung. Penggunaan laktulosa secara berlebihan akan memperparah episode EH, karena akan memunculkan faktor presipitasi lainnya, yaitu dehidrasi dan hiponatremia Antibiotik Antibiotik dapat menurunkan produksi amonia dengan menekan pertumbuhan bakteri yang bertanggung jawab menghasilkan amonia, sebagai salah satu faktor presipitasi EH. 7,12,18 Selain itu, antibiotik juga memiliki efek anti-inflamasi dan downregulation aktivitas glutaminase. 12 Antibiotik yang menjadi pilihan saat ini adalah rifaximin, berspektrum luas dan diserap secara minimal. 13,23 Dosis yang diberikan adalah 2 x 550 mg dengan lama pengobatan 3-6 bulan. 12,21 Rifaximin dipilih menggantikan antibiotik yang telah digunakan pada pengobatan HE sebelumnya, yaitu neomycin, metronidazole, paromomycin, dan vancomycin oral karena rifaximin memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan antibiotik lainnya L-Ornithine L-Aspartate (LOLA) LOLA merupakan garam stabil tersusun atas dua asam amino, bekerja sebagai substrat yang berperan dalam perubahan amonia menjadi urea dan glutamine. LOLA meningkatkan metabolisme amonia di hati dan otot, sehingga menurunkan amonia di dalam darah. 7 Selain itu, LOLA juga mengurangi edema serebri pada pasien dengan EH. LOLA, yang merupakan subtrat perantara pada siklus urea, menurunkan kadar amonia dengan merangsang ureagenesis. L-ornithine dan L-aspartate dapat ditransaminase dengan α-ketoglutarate menjadi glutamat, melalui ornithine aminotrasnferase (OAT) dan aspartate aminotransferase (AAT), berurutan. Molekul glutamat yang dihasilkan dapat digunakan untuk menstimulasi glutamine synthetase, sehingga membentuk glutamin dan mengeluarkan amonia. Meskipun demikian, glutamin dapat dimetabolisme dengan phosphate-activated glutaminase (PAG), dan menghasilkan amonia kembali. Suatu RCT double blind menunjukkan pemberian LOLA selama 7 hari pada pasien sirosis dengan EH menurunkan amonia dan memperbaiki status mental. Akan tetapi, penurunan amonia pada pasien EH yang mendapatkan LOLA diperkirakan hanya sementara. 18 Beberapa penelitian RCT (Kirchets dkk, 1997 dan Ahmad dkk, 2008) menunjukkan bahwa penggunaan LOLA 20 g/hari secara intravena dapat memperbaiki kadar amonia dan EH yang ada. 22,23 Studi metaanalisis terkini (Jiang Q, 2009 dan Bai M, 2013) menunjukkan manfaat LOLA pada pasien EH overt dan EH minimal dalam perbaikan EH dengan menurunkan konsentrasi amonia serum. 24,25 6 MEDICINUS Vol. 27, No.3, Desember 2014

7 - Probiotik Probiotik didefinisikan sebagai suplementasi diet mikrobiologis hidup yang bermanfaat untuk nutrisi pejamu. Amonia dan substansi neurotoksik telah lama dipikirkan berperan penting dalam timbulnya EH. Amonia juga dihasilkan oleh flora dalam usus sehingga manipulasi flora usus menjadi salah satu strategi terapi EH. Mekanisme kerja probiotik dalam terapi EH dipercaya terkait dengan menekan substansi untuk bakteri patogenik usus dan meningkatkan produk akhir fermentasi yang berguna untuk bakteri baik. 26,27 Liu, et al., melakukan studi terhadap feses pasien EH minimal dan menemukan pemberian suplementasi sinbiotik (serat dan probiotik) berhubungan dengan menurunnya jumlah bakteri patogenik Escherichia coli, Fusobacterium, dan Staphylococcus dengan peningkatan pada Lactobacillus penghasil nonurease. 28 Penelitian metaanalisis dari 9 laporan penelitian menunjukkan prebiotik, probiotik dan sinbiotik mempunyai manfaat pada pasien EH. 29 Meskipun demikian, penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan dalam penggunaan probiotik pada tatalaksana dan prevesi sekunder EH overt. 30 Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 7

8 TERAPI POTENSIAL LAINNYA Beberapa obat lain saat ini masih dalam penelitian, antara lain ammonia scavenger, activated charcoal, dan L-Ornithine Phenylacetate (OP). Ammonia scavenger (natrium benzoat, natrium fenilasetat, natrium fenilbutirat) digunakan untuk memintas siklus urea yang telah tersaturasi penuh. Obat ini diberikan secara intravena dan baru digunakan pada pasien dengan gangguan siklus urea dan hiperamonemia, namun belum disetujui untuk digunakan pada pasien EH. Activated charcoal bekerja menyerap molekul kecil, diantaranya amonia, lipopolisakarida dan sitokin. AST-120, karbon berbentuk sferis saat ini sedang diteliti efikasinya pada pasien dengan EH. Pada pilot study terlihat bahwa AST-120 memiliki efikasi yang sama dengan laktulosa namun dengan efek samping yang lebih sedikit. 12 L-Ornithinge Phenylacetate (OP) bekerja menurunkan kadar amonia dengan berfungsi sebagai substrat pebentukan glutamin dari amonia pada otot rangka. 8 PENUTUP Ensefalopati hepatik merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai pada pasien dengan sirosis hati. Tatalaksana optimal EH akan memperpanjang survival dan memperbaiki kualitas hidup pasien sirosis. Prinsip tatalaksana EH adalah mengidentifikasi dan mengatasi pencetus serta terapi medikamentosa. daftar pustaka 1. Lesmana LA, Nusi IA, Gani RA, Hasan I, Sanityoso A, Lesmana CRA, et al. Panduan praktik klinik penatalaksanaan ensefalopati hepatik di Indonesia Jakarta: Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Ferenci P, Lockwood A, Mullen K, Tarter R, Weissenborn K, Blei AT. Hepatic encephalopathy Definition, nomenclature, diagnosis, and quantification: Final report of the Working Party at the 11th World Congresses of Gastroenterology, Vienna, Hepatology. 2002;35(3): Hartmann IJ, Groeneweg M, Quero JC, Beijeman SJ, de Man RA, Hop WC, et al. The prognostic significance of subclinical hepatic encephalopathy. Am J Gastroenterol. 2000;95(8): Iskandar M, Ndraha S, Hasan I. Prevalensi Ensefalopati Hepatik Minimal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada Bulan Mei - Agustus 2009: KO- PAPDI; Zubir N. Koma hepatik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Mullen KD. The Treatment of Patients With Hepatic Encephalopathy: Review of the Latest Data from EASL Gastroenterol Hepatol. 2010;6(7): Riggio O, Ridola L, Pasquale C. Hepatic encephalopathy therapy: An overview. World J Gastrointest Pharmacol Ther. 2010;1(2): Wakim FJ. Hepatic encephalopathy: suspect it early in patients with cirrhosis. Cleve Clin J Med. 2011;78(9): Amodio P, Montagnese S, Gatta A, Morgan M. Characteristics of Minimal Hepatic Encephalopathy. Metab Brain Dis. 2004;19(3-4): Groeneweg M, Moerland W, Quero JC, Hop WCJ, Krabbe PF, Schalm SW. Screening of subclinical hepatic encephalopathy. J Hepatol. 2000;32(5): Quero JC, Hartmann IJ, Meulstee J, Hop WC, Schalm SW. The diagnosis of subclinical hepatic encephalopathy in patients with cirrhosis using neuropsychological tests and automated electroencephalogram analysis. Hepatology. 1996;24(3): Frederick RT. Current concepts in the pathophysiology and management of hepatic encephalopathy. Gastroenterol Hepatol. 2011;7(4): Perazzo JC, Tallis S, Delfante A, Souto PA, Lemberg A, Eizayaga FX, et al. Hepatic encephalopathy: An approach to its multiple pathophysiological features. World J Hepatol. 2012;4(3): Cordoba J, Minguez B. Hepatic Encephalopathy. Semin Liver Dis. 2008;28(1): Chatauret N, Butterworth RF. Effects of liver failure on inter-organ trafficking of ammonia: implications for the treatment of hepatic encephalopathy. J Gastroenterol Hepatol. 2004;19:S Norenberg MD, Rama Rao KV, Jayakumar AR. Signaling factors in the mechanism of ammonia neurotoxicity. Metab Brain Dis. 2009;24(1): Vilstrup H, Amodio P, Bajaj J, Cordoba J, Fereni P, Mullen KD, et al. Hepatic encephalopathy in chronic liver disease: 2014 practice guideline by the European Association for the Study of the Liver and the American Association for the Study of Liver Diseases. J Hepatol (2014), org/ /j.hep Zhan T, Stremmel W. The diagnosis and treatment of minimal hepatic encephalopathy. Dtsch Arztebl Int. 2012;109(10): Córdoba J. New assessment of hepatic encephalopathy. J Hepatol.54(5): Sanyal A, Bass N, Mullen K, Poordad F, Shaw A, Merchant K, et al. Recent advances in the diagnosis and treatment of hepatic encephalopathy. Gastroenterol Hepatol. 2010;6(7): Wright G, Chatree A, Jalan R. Management of Hepatic Encephalopathy. Int J Hepatol. 2011; Kircheis G, Nilius R, Held C, Berndt H, Buchner M, Gortelmeyer R, et al. Therapeutic efficacy of L-ornithine-L-aspartate infusions in patients with cirrhosis and hepatic encephalopathy: Results of a placebo-controlled, double-blind study. Hepatology. 1997;25(6): Ahmad I, Khan AA, Alam A, Dilshad A, Butt AK, Shafqat F, et al. L-ornithine- L-aspartate infusion efficacy in hepatic encephalopathy. Journal of the College of Physicians and Surgenons--Pakistan:JCPSP. 2008;18(11): Jiang Q, Jiang X-H, Zheng M-H, Chen Y-P. l-ornithine-l-aspartate in the management of hepatic encephalopathy: A meta-analysis. J Gastroenterol Hepatol. 2009;24(1): Bai M, Yang Z, Qi X, Fan D, Han G. l-ornithine-l-aspartate for hepatic encephalopathy in patients with cirrhosis: A meta-analysis of randomized controlled trials. J Gastroenterol Hepatol. 2013;28(5): Solga, SF. Probiotics can treat hepatic encephalopathy. Med Hypothesses 2003;61: Bongaerts G, Severijnen R, Timmerman H. Effect of antibiotics, prebiotics and probiotics in the treatment for hepatic encephalopathy. Med Hypotheses 2005;64: Liu Q, Duan ZP, Ha DK, et al. Synbiotic modulation of gut flora: Effect on minimal hepatic encephalopathy in patients with cirrhosis. Hepatology 2004;39: Shukla S, Shukla A, Mehboob S, Guha S. Meta-analysis: the effects of gut flora modulation using prebiotics, probiotics and synbiotics on minimal hepatic encephalopathy. Aliment Pharmacol Ther. 2011;33(6): Sharma V, Garg S, S A. Probiotics and Liver Disease. Perm J. 2013;17(4): MEDICINUS Vol. 27, No.3, Desember 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan memberatnya penyakit hati, risiko terjadinya ensefalopati hepatik semakin besar. Hal ini memicu pesatnya perkembangan pengetahuan terkait masalah ensefalopati

Lebih terperinci

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada masa kini semakin banyak penyakit-penyakit berbahaya yang menyerang dan mengancam kehidupan manusia, salah satunya adalah penyakit sirosis hepatis. Sirosis hepatis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan,

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit hati kronis termasuk sirosis telah menjadi masalah bagi dunia kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang komplek, meningkatnya

Lebih terperinci

Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 1

Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 1 Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 1 BOARD OF EDITORIAL contents Chief Editor: Dr. Raymond R. Tjandrawinata, MBA, PhD, FRSC Executive Editor: dr. Ratna Kumalasari. Editorial Staff: Liana W Susanto,

Lebih terperinci

Encephalopaty Hepatic Patient With Chirrosis Hepatic

Encephalopaty Hepatic Patient With Chirrosis Hepatic Ensefalopati Hepatik pada Pasien Sirosis Hepatik Prayudo Prio A, Adityo Wibowo Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Ensefalopati hepatik (EH) merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi

Lebih terperinci

EVIDENCE BASED CLINICAL REVIEW PERAN ZINC DALAM PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIK

EVIDENCE BASED CLINICAL REVIEW PERAN ZINC DALAM PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIK EVIDENCE BASED CLINICAL REVIEW PERAN ZINC DALAM PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIK Disusun oleh: dr. Yusuf Aulia Rahman NPM. 1006767525 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM-DIVISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

Peran Rifaximin dalam Penatalaksanaan Ensefalopati Hepatik Akut

Peran Rifaximin dalam Penatalaksanaan Ensefalopati Hepatik Akut EVIDENCE BASED CLINICAL RESEARCH Peran Rifaximin dalam Penatalaksanaan Ensefalopati Hepatik Akut Disusun oleh: dr. Alisa Nurul Muthia PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

Lebih terperinci

Ensefalopati Hepatik et causa Sirosis Hepatis Dekompensata pada Laki-Laki Usia 57 Tahun

Ensefalopati Hepatik et causa Sirosis Hepatis Dekompensata pada Laki-Laki Usia 57 Tahun Ensefalopati Hepatik et causa Sirosis Hepatis Dekompensata pada Laki-Laki Usia 57 Tahun Asih Sulistiyani, Dwi Indria Anggraini Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Abstrak Ensefalopati hepatik (EH)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari struktur

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang cukup banyak terjadi di dunia ini. Jumlah penderita PGK juga semakin meningkat seiring dengan gaya hidup saat ini

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA 1 LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA I Deskripsi Perdarahan pada saluran cerna terutama disebabkan oleh tukak lambung atau gastritis. Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diare adalah peningkatan frekuensi dan penurunan konsistensi debit tinja dibandingkan dengan pola usus normal individu, merupakan gejala dari suatu penyakit sistemik

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Dengan prevalensi 15% di negara berkembang, dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang kurang dari 60 ml. Penyakit ginjal kronik

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

PERANAN LAKTULOSA PADA PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIKUM

PERANAN LAKTULOSA PADA PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIKUM LAPORAN KASUS BERBASIS BUKTI PERANAN LAKTULOSA PADA PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIKUM Oleh: dr. Segal Abdul Aziz PPDS Ilmu Penyakit Dalam Januari 2011 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DIVISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebagian besar kematian terjadi akibat komplikasi dehidrasi. Sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebagian besar kematian terjadi akibat komplikasi dehidrasi. Sejak tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diare masih merupakan penyebab kematian paling utama pada anak-anak, dimana sebagian besar kematian terjadi akibat komplikasi dehidrasi. Sejak tahun 1978, saat World

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit ginjal adalah salah satu penyebab paling penting dari kematian dan cacat tubuh di banyak negara di seluruh dunia (Guyton & Hall, 1997). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

Ensefalopati Hepatikum Minimal

Ensefalopati Hepatikum Minimal CONTINUING MEDICAL EDUCATION CONTINUING MEDICAL EDUCATION Akreditasi PB IDI 2 SKP Ensefalopati Hepatikum Minimal Suzanna Ndraha Ahli Penyakit Dalam, Konsultan Gastroenterohepatologi, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Angka kejadian penyakit ginjal kronik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati (cirrhosis hati / CH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hati yang ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu kondisi dimana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO pada tahun 2002, memperkirakan 783 000 pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling banyak disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah 5 tahun tapi ada beberapa daerah dengan episode 6-8 kali/tahun/anak. 1 Hasil

BAB I PENDAHULUAN. bawah 5 tahun tapi ada beberapa daerah dengan episode 6-8 kali/tahun/anak. 1 Hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Diare akut merupakan masalah utama kesehatan anak di seluruh dunia. Di negara berkembang rata-rata 3 episode per anak per tahun pada anak berusia di bawah 5 tahun tapi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya

Lebih terperinci

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN Niken Andalasari PENGERTIAN Hipoglikemia merupakan keadaan dimana didapatkan penuruan glukosa darah yang lebih rendah dari 50 mg/dl disertai gejala autonomic dan gejala neurologic.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis merupakan suatu penyakit hati kronis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik, peradangan, nekrosis atau kematian sel-sel hati, dan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI OLEH: Vita Wahyuningtias 07.70.0279 Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan...1 Bab 2 Tujuan...2 Bab 3 Pembahasan...3 1. Pengertian...3 2. Etiologi...4 3. Patofisiologi...4 4. Gejala dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu alasan utama pasien datang ke layanan kesehatan adalah karena nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia. Prevalensi nyeri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. coco. Berikut data mortalitas uji pendahuluan: Jumlah Ikan (ekor)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. coco. Berikut data mortalitas uji pendahuluan: Jumlah Ikan (ekor) A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Uji Pendahuluan Variasi Kadar Limbah (% vol.) Uji pendahuluan dilakukan untuk memperoleh kadar ambang atas (LC 100-24 jam) dan ambang bawah

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Hepatitis D

Asuhan Keperawatan Hepatitis D Asuhan Keperawatan Hepatitis D Hepatitis D (sering disebut Hepatitis Delta) adalah suatu peradangan pada sel-sel hati yang disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV). Virus Hepatitis D (HDV) adalah virus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak sakit kritis Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan terhadap kegagalan fungsi organ vital yang dapat menyebabkan kematian, dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI

Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Email : andri@ukrida.ac.id Pendahuluan Pasien gagal ginjal kronis adalah salah

Lebih terperinci

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS I. DEFINISI Hipoglikemia adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa (true glucose) adalah 60 mg %, dengan dasar tersebut maka penurunan kadar glukosa darah

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik merupakan perkembangan dari gagal ginjal akut yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun. Gagal Ginjal Kronik menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis adalah suatu keadaan patologik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan salah satu penyakit yang mulai mendapat perhatian dari penduduk dunia. NAFLD adalah istilah yang digunakan untuk

Lebih terperinci

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai ASERING JENIS-JENIS CAIRAN INFUS Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteriis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma. Komposisi:

Lebih terperinci

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph Dr. MUTIARA INDAH SARI NIP: 132 296 973 2007 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN.......... 1 II. ASAM BASA DEFINISI dan ARTINYA............ 2 III. PENGATURAN KESEIMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS dr HM Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Farmakologi FK UNLAM Banjarbaru PENGGUNAAN OBAT PADA ANAK Perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh, maupun enzim yang bertanggung

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat kemoterapi vinkristin Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari tanaman Vinca Rosea yang memiliki anti kanker yang diberikan secara intravena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan kumpulan gangguan hati yang ditandai dengan adanya perlemakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dalam mengatur kadar cairan dalam tubuh, keseimbangan elektrolit, dan pembuangan sisa metabolit dan obat dari dalam tubuh. Kerusakan

Lebih terperinci

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ BIPOLAR oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ Definisi Bipolar Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron ginjal, mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Ekstrak Daun Kepel terhadap Kadar Amonia Kadar amonia dalam feses mencit yang diberi ekstrak daun kepel cenderung mengalami penurunan pada hari ke 4 (Gambar 2).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kadar Enzim SGPT dan SGOT Pada Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki Tabel 1. Kadar Enzim SGPT pada mencit betina setelah pemberian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bau yang dihasilkan tubuh melalui feses dapat dihitung melalui perhitungan kadar senyawa odoran seperti amonia, trimetilamin dan fenol dalam feses. Pemberian serbuk buah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan masalah terbanyak pada neonatus (50%-80% neonatus mengalami ikterus neonatorum) dan menjadi penyebab dirawat kembali dalam 2 minggu pertama

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mempertahankan volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh merupakan fungsi esensial untuk kesejahteraan, yang berarti keselamatan dari seluruh makhluk hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk minuman sachet, tidak hanya dari kalangan anak-anak tetapi banyak juga remaja bahkan orang tua yang gemar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit akibat infeksi dan sisi yang lain banyak ditemukan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah mampu merubah gaya hidup manusia. Manusia sekarang cenderung menyukai segala sesuatu yang cepat, praktis dan

Lebih terperinci

Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway).

Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway). I. Memahami dan menjelaskan gout arthritis 1.1.Memahami dan menjelaskan definisi gout arthritis Arthritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi Kristal asam urat pada jaringan

Lebih terperinci

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu : Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekarang ini hampir semua orang lebih memperhatikan penampilan atau bentuk tubuh, baik untuk menjaga kesehatan ataupun hanya untuk menjaga penampilan agar lebih menarik.

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM HANDOUT klik di sini LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina (4301414032) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 PENGERTIAN LARUTAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otak, biasanya akibat pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh

BAB I PENDAHULUAN. otak, biasanya akibat pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Menurut World Health Organization (WHO), stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan/atau global

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI Diajukan Oleh : ARLIS WICAK KUSUMO J 500060025

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ginjal punya peran penting sebagai organ pengekresi dan non ekresi, sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah

KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah 126070100111044 Latar Belakang: Metabolisme merupakan suatu proses (pembentukan dan penguraian) zat-zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parasetamol merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri

Lebih terperinci

G R A C I A C I N T I A M A S S I E P E M B I M B I N G : D R. A G U S K O O S H A RT O R O, S P. P D

G R A C I A C I N T I A M A S S I E P E M B I M B I N G : D R. A G U S K O O S H A RT O R O, S P. P D HIPOKALEMIA GRACIA CINTIA MASSIE PEMBIMBING : DR. AGUS KOOSHARTORO, SP.PD DEFINISI Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah dibawah 3.5 meq/l yang disebabkan oleh berkurangnya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare Akut dan Tata Laksananya Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi 3x/hari disertai perubahan konsistensi tinja (lembek atau cair) dengan

Lebih terperinci

SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI

SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI Skrining nutrisi adalah alat yang penting untuk mengevaluasi status nutrisi seseorang secara cepat dan singkat. - Penilaian nutrisi merupakan langkah yang peting untuk memastikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Adonis Fitness pada tanggal 2-9 Agustus 2016 dan dilakukan di Sanggar Senam Adinda pada tanggal 16-30 Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di dunia yang menyebabkan

Lebih terperinci