: 1. Obat, dosis dan jadwal pemberian dalam preskripsi 2. Obat tradisional dan pengembangan obat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ": 1. Obat, dosis dan jadwal pemberian dalam preskripsi 2. Obat tradisional dan pengembangan obat"

Transkripsi

1 Lampiran 2 Topik/Pokok Bahasan : 1. Obat, dosis dan jadwal pemberian dalam preskripsi 2. Obat tradisional dan pengembangan obat Pengampu : Dra. Mae Sri Hartati W., MSi., Apt Universitas Gadjah Mada 1

2 OBAT, DOSIS DAN JADWAL PEMBERIAN DALAM PRESKRIPSI DOKTER Dra. Mae Sri Hartati Wahyuningsih, Msi. Apt PENDAHULUAN Suatu kenyataan bahwa obat merupakan pilihan terbanyak yang digunakan oleh masyarakat untuk mengatasi hampir seluruh kasus penyakit baik yang terdiagnosis maupun yang tidak terdiagnosis oleh dokter. Pemberian obat oleh dokter kepada penderita dalam upaya menyembuhkan penyakit, akan ditulis dalam secarik kertas yang disebut dengan Resep dokter. Penulisan obat dalam resep dokter membutuhkan pengertian yang cukup mendalam tentang obat baik secara umum maupun secara khusus terutama yang berkaitan dengan dosis dan jadwal pemberian obat. PENGERTIAN UMUM MENGENAI OBAT Secara umum obat didefinisikan sebagai suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rokhaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok badan atau bagian badan manusia. Pada hakekatnya semua obat adalah racun dan hanya dengan cara pemberian serta dosis yang tepatlah obat dapat bermanfaat untuk pengobatan. Obat merupakan komoditas dagang yang menyangkut kesehatam masyarakat sebagai pengguna, sehingga peredarannya hams diatur oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan khusus mengenai obat. OBAT DALAM PRESKRIPSI DOKTER Bagian terpenting dalam preskripsi dokter adalah jenis, bahan dan jumlah obat (inscriptio). Obat yang dipakai dalam preskripsi dokter merupakan obat pilihan dan disusun sendiri oleh dokter serta disesuaikan dengan kondisi pasien yang dihadapi. Jumlah obat yang ditulis dalam resep dapat berupa obat pokok (remidium cardinale) yang tunggal atau kombinasi beberapa obat pokok, dengan atau tanpa obat penunjang ( remidium ajuvant), dan bahan tambahan (remidium corrigen). Berikut ini adalah jenis dan bahan obat dalam preskripsi dokter : 1. Bahan Baku. Bahan ini dapat berbentuk serbuk, kristal, atau cairan tergantung dari sifat-sifat fisikakimia obat. Penulisan nama bahan obat pada preskripsi dokter dapat menggunakan Universitas Gadjah Mada 2

3 nama resmi dalam Farmakope Indonesia (FI) atau sesuai dengan nomenklatur international (INN) 2. Obat formula standard Jenis obat tersebut merupakan formula baku/standard dengan nama sesuai dalam Farmakope Indonesia atau buku resmi lain. Sediaan obat jenis ini dapat berupa serbuk (pulveres) atau padat lain (tablet, kapsul), cairan (solutio, suspensi dll), dan setengah padat (salep, krim dan pasta). Pada scat ini pemerintah melalui BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) mengembangkan obat jadi standard yaitu Obat Generik Berlogo. Obat tersebut mempunyai mutu yang baik karena cara pembuatannya harus juga memenuhi criteria cara pembuatan obat yang baik dan benar. Harganya juga relatif murah bila dibandingkan dengan obat paten pada umumnya. Macam obat standard tersebut dapat dilihat dalam Daftar Obat Generik Berlogo yang dikeluarkan oleh BPOM. 3. Obat paten Jenis obat tersebut merupakan obat jadi (dalam bentuk sediaan padat, cair atau setengah padat) dengan nama dagang (brand name) dari pabrik yang memproduksi obat jadi tersebut. Saat ini banyak sekali beredar obat paten di pasaran dengan berbagai macam nama, bentuk dan harga. Umumnya harga obat paten lebih mahal dibandingkan dengan OGB. DOSIS OBAT DALAM PRESKRIPSI DOKTER Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan dosis obat adalah sejumlah obat (satuan berat, isi atau unit international) yang memberikan efek terapi pada penderita dewasa. Untuk dapat menetapkan dosis obat yang tepat, maka diperlukan pemahaman tentang macam-macam dosis (dosis awal, dosis pemeliharaan dan dosis maksimal), cara penetapan dosis dan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan dosis obat bagi penderita. Dosis yang tertulis dalam resep merupakan jumlah obat yang diperlukan penderita secara individual agar obat memberikan efek yang diharapkan (dosis terapi). Besarnya dosis setiap obat yang tercantum dalam pustaka merupakan dosis lazim obat untuk memberikan efek terapi pada individu, sehingga dosisnya harus disesuaikan. Faktor yang sering dipertimbangkan untuk penentuan individual dosis terutama sifat (fisika, kimia dan toksisitas) obat, bioavailabilitas obat dalam sediaan, kondisi penyakit (kronis dan akut), kondisi penderita (anak, lansia, obesitas dll) serta cara pemberian (oral, parenteral dan rectal). Kadangkala seorang dokter memerlukan dosis obat yang akan ditulis dalam resep melebihi dosis maksimal dalam pustaka. Untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan dalam Universitas Gadjah Mada 3

4 pelayanan resep di apotek khususnya obat-obat yang memerlukan dosis maksimal, maka dibelakang jumlah obat yang tertulis dalam resep diberi tanda seru (!) disertai dengan paraf. Dalam praktek sehari-hari banyak sekali kendala mengenai cara penentuan dosis yang dihadapi oleh dokter terutama dalam menghadapi penderita anak-anak. Hal ini disebabkan karena organ-organ tubuh anak (hepar, ginjal dan susunan syaraf pusat) masih sangat labil dan belum berfungsi secara sempurna, sehingga penentuan dosisnya harus benar-benar disesuaikan dengan kondisi anak tersebut. Disamping itu banyaknya cara/rumus yang dapat dipakai sebagai pendekatan dalam menghitung dosis obat untuk anak juga merupakan bukti bahwa pada hakekatnya tidak ada satupun cara perhitungan dosis yang dapat memuaskan hasilnya untuk dipakai menghitung dosis bagi semua obat, sehingga perlu dicermati oleh pars praktisi medik. Pada prinsipnya perhitungan dosis obat untuk anak menggunakan dasar pendekatan seperti tersebut di bawah ini: CARA PERHITUNGAN DOSIS ANAK 1. Dihitung berdasarkan atas ukuran fisik anak secara individual. a. Perhitungan dengan ukuran Berat Badan anak. Contoh : Diketahui dosis terapi parasetamol 10mg/kgBB/kali, maka untuk anak umur 2 tahun dengan berat badan 10 kg, dapat diberikan dosis per kali sebesar: 10 x 10 mg = 100 mg. b. Perhitungan dengan ukuran LPT anak. Contoh : Diketahui dosis pemeliharaan metotreksat untuk penderita leukemia 15 mg/m 2 LPT/minggu, maka untuk anak umur 12 tahun dengan LPT 1,20 m 2 dapat diberikan dosis sebesar: 1,20/1,73 x15 mg = 10,4 mg. 2. Dihitung berdasarkan atas perbandingan dengan dosis obat untuk orang dewasa. a. Perhitungan atas dasar perbandingan umur (umur dewasa tahun) n Rumus Young Da = Dd (mg) --> Untuk anak umur < 8 tahun n+12 n * Rumus Dilling Da = Dd (mg) --> Untuk anak umur > 8 tahun 20 Keterangan : Da = Dosis obat untuk anak Dd = Dosis obat untuk dewasa n = Umur anak dalam tahun Universitas Gadjah Mada 4

5 Contoh Perhitungan : Diketahui dosis terapi dewasa Phenobarbital untuk Hipnotik-sedative = mg/dose maka dosis terapi untuk anak umur 4 tahun : 4/4+12 x (15-30) mg/kali = 3,75-7,5 mg/kali (Rumus young) Untuk anak umur 8 tahun : 8/20 x (15-30) mg/kali = 6 12 mg/kali (Rumus Dilling) b. Perhitungan atas dasar perbandingan berat badan (BB dewasa 70 kg) BBa Rumus Clark = Dd (mg) -- >Bba (kg) 70 Contoh Perhitungan : Diketahui dosis terapi dewasa Phenobarbital untuk Hipnotik-sedative = mg/dose maka dosis terapi untuk anak umur 8 tahun (berat badan 21 kg) : 21/70 x (15-30) mg/kali = 4,5 9 mg/kali. c. Perhitungan atas dasar perbandingan luas permukaan tubuh (LPT dws 1,73 m 2 ) LPT (anak) Rumus (Crawford-Terry-Rourke) = Dd (mg) 1,73 Contoh Perhitungan : Diketahui dosis terapi dewasa Phenobarbital untuk Hipnotik-sedative = mg/dose maka dosis terapi untuk anak umur 8 tahun (LPT = 0,9 m 2 ) 0,9/1,73 x (15-30) mg/kali = 7,80 15,61 mg/kali d. Perhitungan atas dasar tabel J. Hahn Contoh Perhitungan : Diketahui dosis terapi dewasa Phenobarbital untuk Hipnotik-sedative = mg/dose maka dosis terapi untuk anak umur 5 tahun (berat badan 14,2-17,8 kg) dapat diberikan 25% (1/4) dosis dewasa adalah : 1/4 x (15-30 mg) = 3,75-7,5 mg/kali Universitas Gadjah Mada 5

6 JADWAL PEMBERIAN OBAT DALAM PRESKRIPSI DOKTER Jadwal pemberian obat adalah cara, frekuensi, waktu dan lama pemberian obat yang diberikan pada penderita melalui resep dokter. Jumlah obat yang menunjukkan lama pemberian termasuk dalam unsur inscriptio, sedangkan frekuensi dan waktu pemberian termasuk unsur signatura dalam preskripsi dokter. Jadwal pemberian tersebut harus dipilih secara tepat agar memberikan pengobatan yang aman, manjur dan akseptable bagi penderita. CARA PEMBERIAN OBAT Pemberian obat kepada penderita dapat melalui beberapa cara yaitu peroral, parenteral, perektal, topical dll. Pemberian obat harus dipilih secara tepat agar efek obat atau basil pengobatan sesuai dengan yang diinginkan. Disamping itu perlu difahami dan dilaksanakan secara benar oleh penderita. Oleh karenanya dokter penulis resep hams menjelaskan secara lesan kepada penderita dan ditulis secara jelas dalam resep. FREKUENSI PEMBERIAN OBAT Berapa kali obat diberikan dalam preskripsi dokter harus ditulis secara tepat agar efeknya sesuai dengan yang diharapkan. Dalam menuliskan frekuensi obat yang diberikan perlu mempertimbangkan factor farmakokinetika obat, bentuk sediaan, dan mudah dilakukan oleh penderita, agarpenderitasemakin taat mengikuti jadwal pemberian obat. Perkembangan teknologi kefarmasian saat ini dapat merubah obat-obat yang mempunyai waktu paruh (T '/2) pendek, diformulasi sedemikian rupa sehingga pemberian obat hanya 1-2 kali/hari. WAKTU PEMBERIAN OBAT Untuk mencapai efek terapi yang optimal, waktu pemberian obat yang tepat perlu mendapat perhatian khusus yang harus mudah diikuti oleh penderita. Bila absorpsi obat dalam lambung memerlukan kondisi kosong agar dapat memberikan konsentrasi obat dalam darah memadai, maka obat harus diberikan sebelum makan (1/2 1 h.a.c), sedangkan untuk obat-obat yang mengiritasi lambung sebaiknya diberikan pada waktu perut tidak kosong (d.c. ; p.c.) Untuk obat-obat yang diberikan hanya sekali dalam sehari, maka harus dijelaskan kapan obat tersebut diminum (pagi, siang atau sore hari), agar efek optimal obat dapat tercapai. Oleh karena itu perlunya dipahami secara benar jenis obat-obat yang membutuhkan waktu tepat dalam penggunaannya. Universitas Gadjah Mada 6

7 LAMA PEMBERIAN OBAT Lama perjalanan suatu penyakit dapat digunakan untuk menentukan lama pemberian obat, hal ini juga sering digariskan dalam pedoman pengobatan baku, antara lain seperti tersebut di bawah ini: Obat-obat yang masuk dalam kelas terapi antibiotika pemberian obatnya dalam waktu tertentu (2 hari setelah gejala hilang), untuk menghindari resistensi. Obat-obat yang bekerja secara simtomatis pemberiannya apabila gejala muncul (p.r.n), kalau gejala sudah hilang dapat segera dihentikan. Pemberian obat yang terus menerus atau sepanjang hayatnya diperlukan untuk penderita penyakit kronis (hipertensi, asma dan diabetes dll) Universitas Gadjah Mada 7

8 DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Ed. V., Jakarta 2. Anonim, 1992, Undang-undang Kesehatan RI No. 32, Jakarta 3. Ansel, H. C., 1990, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Lea and Febiger. 4. Nanizar, Z, J., 1990, Ars Prescribendi Resep yang Rasional, Jilid 1, 2 & 3. Airlangga University Press, Surabaya 5. Reynold, J. E. F. & Prasad, 1996, Martindale the Extra Pharmacopoea, 31st. Ed. The Pharmaceutical Press Universitas Gadjah Mada 8

9 OBAT TRADISIONAL DAN PENGEMBANGAN OBAT Dra. Mae Sri Hartati Wahyuningsih, MSi. Apt PENDAHULUAN Penggunaan obat tradisional secara empiris berdasarkan pengalaman telah dilakukan oleh masyarakat sejak jaman nenek moyang terdahulu. Bahan obat tersebut dapat berasal dari bahan nabati (tumbuhan), hewani dan mineral. Dengan perkembangan pengetahuan masyarakat khususnya obat tradisional, maka penggunaan praktis sebagai seduhan yang dulu banyak digunakan, sekarang beralih menjadi preparat ekstrak yang dibuat dalam sediaan yang menarik. Perkembangan obat tradisional tersebut diatas, tentunya ditujukan untuk lebih mendayagunakan obat tradisional yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Pengetahuan masyarakat semakin bertambah, seiring dengan munculnya berbagai jenis penyakit dan tingkat keganasan penyakit tertentu. Oleh karenanya semakin banyak pertanyaan seputar kandungan senyawa yang bertanggung jawab atas aktivitas tersebut. Pada decade terakhir ini, sebagian peneliti banyak yang menekuni bidang penemuan obat berasal dari tumbuhan yang mampu mengatasi penyakit, kemudian mengisolasi dan menentukan struktur senyawa yang bertanggung jawab atas aktivitas itu. Sejalan dengan hal tersebut pada Repelita keempat, pengembangan obat tradisional termasuk dalam Skala prioritas utama Kebijakan Obat Nasional. OBAT TRADISIONAL (OT) : Secara umum obat tradisional didefinisikan sebagai bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. SISTEM PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL Masukan Proses 9 Luaran Calon Obat Uj i Produk Obat Asal : Kriteria : Tumbuhan Kimia & farmasetik Manjur Hewan Praklinik Aman Mineral Klinik Dapat diterima Universitas Gadjah Mada 9

10 Perkembangan terakhir ini telah menegaskan bahwa obat tradisional Indonesia dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan jamu dan fitofarmaka. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan di dalam upaya kesehatan, maka fitofarmaka perlu mendapat prioritas dan perlu dibuktikan manfaat klinik pada manusia. Pengembangan obat tradisional yang dapat dipertanggung jawabkan secara medis tertuang dalam Permenkes No.760/92 tentang "Fitofarmaka" FITOFARMAKA Fitofarmaka merupakan sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. PERBEDAAN OBAT TRADISIONAL DAN FITOFARMAKA OBAT TRADISIONAL FITOFARMAKA 1. Dasar pengalaman dari nenek 1. Dasar penelitian ilmiah, khasiat & moyang keamanan 2. Preventif 2. Kuratif 3. Indikasi tradisional 3. Indikasi medis Parameter tak jelas Parameter jelas - Cabe puyang - Antirematik - Beras kencur - Antihipertensi - Jamu bersalin - Antidiabetes 4. Bahan baku belum terstandarisasi 4. Bahan baku terstandarisasi (FI, MMI) PEDOMAN FITOFARMAKA Kep. Men. Kes.R1. (761/92) PRIORITAS PEMILIHAN 1. Bahan baku relatif mullah diperoleh 2. Didasarkan pada pola penyakit di Indonesia 3. Perkiraan manfaat terhadap penyakit tertentu cukup besar 4. Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita 5. Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan Fitofarmaka harus didukung oleh hasil pengujian, dengan protocol pengujian yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Pengujian meliputi uji toksisitas, uji efek farmakologik, uji klinik, uji kualitas dan pengujian lain yang dipersyaratkan. Universitas Gadjah Mada 10

11 TAHAP PENGEMBANGAN FITOFARMAKA 1. Seleksi bahan tanaman 2. Pengujian farmakologi (in vivo) - Penapisan aktivitas (belum ada petunjuk aktivitas) - Langsung pemastian khasiat (ada petunjuk) 3. Pengujian toksisitas (akut, subakut, kronik, spesifik) - Spesifik (Toksik pada janin, mutagenisitas, karsinogen) 4. Pengujian farmakodinamika (in vitro & in vivo) (Praklinik??) 5. Pengembangan sediaan (formulasi) 6. Penapisan fitokimia dan standarisasi sediaan 7. Pengujian klinik?? PRINSIP EVALUASI HASIL UJI PRAKLINIK & KLINIK Hasil uji praklinik dapat memperoleh gambaran : o Indikasi awal suatu obat o Perkiraan dosis efektif yang akan dogunakan o Perkiraan Batas aman suatu obat Hasil uji klinik dapat memperoleh gambaran : Fase I : Menegaskan keamanan & profit farmakokinetik obat pada manusia sehat (farmakologi klinik) Tolerabilitas dan perkiraa dosis Universitas Gadjah Mada 11

12 Fase II : Menegaskan kemanjuran & keamanan pada penderita skala sedang ( ) Kemanjuran & keamanan Fase III: Menegaskan kemanjuran & keamanan pada penderita skala besar ( ) Manfaat klinis lebih absolut Bandingkan manfaat dan resiko * Fase IV: Menegaskan keamanan obat (Survei pasca pasar) Resiko penggunaan Fitofarmaka sangat memberatkan produsen obat tradisional sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam Rakernas tahun 1995 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Formal (UPKF). UPKF hanya menyarankan uji praklinik (toksisitas) dan uji klinik pasaran. Untuk meringankan produsen dikeluarkanlah kebijakan pemerintah mengenai pembuatan obat tradisional "BENAR & BERSIH". Benar (Formula sesuai yang tertera) dan Bersih (Mengikuti CPOTB, penanganan pasca panen, pengurangan cemaran) OBAT TRADISIONAL BAGI DOKTER Mengatasi krisis obat modern Amanat GBHN dan masuk UPKF Dasar ilmiah dengan indikasi medis Parameter khasiat bisa diuji Uji farmakologis, toksisitas, klinis dan standarisasi Kandungan kimia aktif, mekanisme efek. Data ilmiah disajikan DOKTER DIBERI KEBEBASAN MENILAI DAN MEMILIH OBAT TRADISIONAL DAN PENEMUAN OBAT BARU Sejarah telah menunjukkan bahwa banyak obat jadi berasal dari obat tradisional. Obat yang berasal dari kulit kayu Cinchona ledgeriana yang dipakai untuk mengobati malaria, kemudian diisolasi dan dimurnikan menjadi obat jadi kinin. Demikian Pula papaverin, kodein dan morfin yang berasal dari tanaman Papaver somniferum. Juga serpentina dan reserpin yang berasal dari tanaman Rauwolfia serpentina. Masih banyak obat jadi yang sekarang digunakan untuk pengobatan berasal dari obat tradisional yaitu: Podophyllotoxin (Podophyllum peltatum ), Vincristine dan vinblastine (Chatarantus roseus ), Universitas Gadjah Mada 12

13 Digitalin & digoksin (Digitalis lanata), Thymol (Thymus vulgaris ), Efedrin (Ephedra vulgaris), Atropin (Atropa Belladonna) Secara garis besar penemuan obat baru dari bahan alam meliputi beberapa langkah antara lain pengumpulan bahan, pengeringan, penyerbukan, ekstraksi, partisi, fraksinasi, isolasi yang semuanya termonitor dengan uji aktivitas (bioassay) dan penentuan potensi senyawa aktif (skema 1). Metode penemuan obat barn dari bahan alam berbasis teknologi mutakhir berkembang pada dekade terakhir dengan mengaplikasikan metode bioassay pada tingkat molekuler. Dengan penemuan obat Baru dari bahan alam yang berpotensi mengatasi suatu penyakit akan memudahkan seorang dokter untuk memakai obat basil kekayaan alam kits. Hal tersebut karena obat yang digunakan telah didukung dengan penelitian yang handal dan berkualitas oleh para peneliti, sehingga tuduhan bahwa obat tradisional hanyalah seduhan tanaman dan para dokter enggan untuk memakai akan semakin memudar. Universitas Gadjah Mada 13

14 Skema 1. Garis besar penemuan obat Baru dari bahan alam. Universitas Gadjah Mada 14

15 DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes RI Undang-undang Kesehatan RI No. 23/1992. Jakarta 2. Ditwasot Fitofarmaka dan Pedomannya. Jakarta 3. Dep. Kes. RI., Direktorat Pengawasan Obat Tradisional Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional. Jakarta 4. Dep. Kes. RI: Obat Kelompok Fitoterapi. Jakarta 5. Pramono, S Reformulasi Obat Tradisional, pada Seminar Reevaluasi dan reformulasi Obat Tradisional Indonesia, Yogyakarta. 6. Wahyuono, S., 2002, Penemuan Obat Baru Dari Bahan Alam, pada Seminar sehari Peran Kimia Medisinal Dalam Penemuan Obat" Yogyakarta 7. WHO Research guidelines for evaluating the savety and efficacy of herbal medicines, WHO for the Western Pasific Manila 8. WHO General guidelines for methodologies on research and evaluation of traditional medicine, WHO: Geneva Universitas Gadjah Mada 15

: 1. OBAT, DOSIS DAN JADWAL PEMBERIAN DALAM PRESKRIPSI 2. OBAT TRADISIONAL DAN PENGEMBANGAN OBAT

: 1. OBAT, DOSIS DAN JADWAL PEMBERIAN DALAM PRESKRIPSI 2. OBAT TRADISIONAL DAN PENGEMBANGAN OBAT : 1. OBAT, DOSIS DAN JADWAL PEMBERIAN DALAM PRESKRIPSI 2. OBAT TRADISIONAL DAN PENGEMBANGAN OBAT Lampiran 2 Topik/Pokok Bahasan : 1. Obat, dosis dan jadwal pemberian dalam preskripsi 2. Obat tradisional

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah : Ilmu Farmasi Kedokteran Kode Mata Kuliah/SKS : KUC 350/1 SKS Prasyarat : - Status Mata Kuliah : Wajib

Nama Mata Kuliah : Ilmu Farmasi Kedokteran Kode Mata Kuliah/SKS : KUC 350/1 SKS Prasyarat : - Status Mata Kuliah : Wajib Nama Mata Kuliah : Ilmu Farmasi Kedokteran Kode Mata Kuliah/SKS : KUC 350/1 SKS Prasyarat : - Status Mata Kuliah : Wajib Deskripsi Mata Kuliah Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai praktisi

Lebih terperinci

Obat tradisional 11/1/2011

Obat tradisional 11/1/2011 Disampaikan oleh: Nita Pujianti, S.Farm.,Apt.,MPH Obat tradisional Bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik (sarian) atau campuran bahan-bahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

: Mahasiswa sudah mengikuti Farmasi Kedokteran I

: Mahasiswa sudah mengikuti Farmasi Kedokteran I Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah/SKS Prasyarat Status Mata Kuliah : Ilmu Farmasi Kedokteran II : KUC 351/1 SKS : Mahasiswa sudah mengikuti Farmasi Kedokteran I : Wajib Deskripsi Mata Kuliah Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara terbesar ketiga yang mempunyai hutan tropis terluas di dunia dan menduduki peringkat pertama di Asia Pasifik. Hal ini membuat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara internasional obat dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa

Lebih terperinci

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN 5390033 POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG JURUSAN DIII FARMASI TAHUN 205 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. karena

Lebih terperinci

DOSIS OBAT. Dra. Helni. MKes, Apt

DOSIS OBAT. Dra. Helni. MKes, Apt DOSIS OBAT Dra. Helni. MKes, Apt DOSIS OBAT Jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam satuan berat atau satuan isi atau unit-unit lainnya Satuan berat : mikrongram (µg), miligram (mg), gram (g)

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat tanggal 15 Juni 2016 RANCANGAN

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 760/MENKES/ PER/ lx/1992 TENTANG FITOFARMAKA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 760/MENKES/ PER/ lx/1992 TENTANG FITOFARMAKA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 760/MENKES/ PER/ lx/1992 TENTANG FITOFARMAKA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Kontroversi Pemakaian Obat Alami Untuk Diabetes

Kontroversi Pemakaian Obat Alami Untuk Diabetes Kontroversi Pemakaian Obat Alami Untuk Diabetes Pengantar Obat Alami Untuk Diabetes Sejak dahulu kala, obat herbal atau obat diabetes yang berasal dari alam paling ampuh dan banyak dipakai oleh orang tua

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : HAPSARI MIFTAKHUR ROHMAH K 100 050 252 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecenderungan gaya hidup Back to Nature menyebabkan penggunaan obat tradisional, obat herbal, maupun suplemen makanan cenderung meningkat, yang terjadi di Negara maju

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

Resep Alam, Warisan Nenek Moyang. (Jamu untuk Remaja, Dewasa, dan Anak-anak)

Resep Alam, Warisan Nenek Moyang. (Jamu untuk Remaja, Dewasa, dan Anak-anak) Resep Alam, Warisan Nenek Moyang. (Jamu untuk Remaja, Dewasa, dan Anak-anak) Slogan back to nature membuat masyarakat berbondong-bondong memanfaatkan produk bersumber alam dalam upaya menjaga kesehatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan suatu sindrom terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitan deskriptif dengan data primer yang bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitan deskriptif dengan data primer yang bertujuan untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitan deskriptif dengan data primer yang bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Masyarakat Terhadap Penggunaan Antasida

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PRINSIP PENULISAN RESEP DOKTER Oleh : Wiwik Kusumawati

PRINSIP PENULISAN RESEP DOKTER Oleh : Wiwik Kusumawati Pendahuluan PRINSIP PENULISAN RESEP DOKTER Oleh : Wiwik Kusumawati Penulisan resep dokter dilaksanakan setelah dokter melakukan suatu rangkaian tindakan yaitu pemeriksaan, menentukan diagnosa klinis diikuti

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN PRODUK HERBAL BERBASIS RISET

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN PRODUK HERBAL BERBASIS RISET KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN PRODUK HERBAL BERBASIS RISET oleh : Dra. Kustantinah, Apt., M.App.Sc Kepala Badan POM RI Disampaikan Pada : Kuliah Umum Program Magister Herbal Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obat Obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Obat dalam arti luas ialah setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian herbal sebagai obat tradisional telah diterima luas di negara-negara maju maupun berkembang sejak dahulu kala, bahkan dalam 20 tahun terakhir perhatian dunia

Lebih terperinci

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa PENGGOLONGAN OBAT Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa penggolongan obat yang lain, dimana penggolongan

Lebih terperinci

PEMBERIAN OBAT RASIONAL (POR) dr. Nindya Aryanty, M. Med. Ed

PEMBERIAN OBAT RASIONAL (POR) dr. Nindya Aryanty, M. Med. Ed PEMBERIAN OBAT RASIONAL (POR) dr. Nindya Aryanty, M. Med. Ed PRE TEST 1. Sebutkan macam-macam bentuk sediaan obat! 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan formula magistralis, formula officinalis, dan formula

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

Lebih terperinci

2. Bentuk setengah Padat contohnya salep,krim,pasta,cerata,gel,salep mata. 3. Bentuk cair/larutan contohnya potio,sirop,eliksir,obat tetes,dan lotio.

2. Bentuk setengah Padat contohnya salep,krim,pasta,cerata,gel,salep mata. 3. Bentuk cair/larutan contohnya potio,sirop,eliksir,obat tetes,dan lotio. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

PERATURAN OBAT ASLI INDONESIA

PERATURAN OBAT ASLI INDONESIA PERATURAN OBAT ASLI INDONESIA A. Obat Asli Indonesia Obat tradisional adalah obat yang berasal dari bahan baku alam yang dikeringkan yang dibuat secara turun temurun yang biasanya dikemas dalam wadah yang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1384 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apoteker Indonesia, masih belum dapat menerima jamu dan obat herbal terstandar

BAB I PENDAHULUAN. apoteker Indonesia, masih belum dapat menerima jamu dan obat herbal terstandar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia obat herbal 1 diklasifikasikan ke dalam 3 kategori, yaitu jamu 2, obat herbal terstandar 3, dan fitofarmaka 4. Akan tetapi para dokter dan apoteker Indonesia,

Lebih terperinci

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN : KESEHATAN PROGRAM STUDI KEAHLIAN : KESEHATAN KOMPETENSI KEAHLIAN : 1. FARMASI (079) 2. FARMASI INDUSTRI

Lebih terperinci

Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis Kerusakan genetik Pertumbuhan tumor Kejadian cacat waktu lahir.

Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis Kerusakan genetik Pertumbuhan tumor Kejadian cacat waktu lahir. Uji Pra-Klinik Uji Pra-Klinik dimaksudkan untuk mengetahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan ataukah tetap aman dipakai. Karena itulah penelitian toksisitas merupakan cara potensial

Lebih terperinci

DRA. HELNI, APT, M.KES

DRA. HELNI, APT, M.KES DRA. HELNI, APT, M.KES 1.Obat Bebas 2.Obat bebas terbatas 3. Obat Keras 4. Obat narkotika Obat bebas adalah obat yang dijual bebas tanpa resep dokter. Obat bebas ditandai dengan lingkaran hitam warna hijau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia, dan menduduki urutan kedua setelah Brazil.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN OBAT BARU

PENGEMBANGAN OBAT BARU PENGEMBANGAN OBAT BARU Pengembangan dan penemuan obat baru diperlukan untuk menjawab tantangan pelayanan kesehatan, baik untuk tujuan promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Obat modern dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

Observasi Klinik Jamu Sebagai Dasar Ilmiah Terapi Kedokteran Modern

Observasi Klinik Jamu Sebagai Dasar Ilmiah Terapi Kedokteran Modern Observasi Klinik Jamu Sebagai Dasar Ilmiah Terapi Kedokteran Modern dr. Danang Ardiyanto Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu, Badan Litbangkes Kementeriann

Lebih terperinci

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk indonesia banyak

Lebih terperinci

Biodiversitas adalah berbagai variasi yang ada di antara makhluk hidup dan lingkungannya Sekitar 59% daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis

Biodiversitas adalah berbagai variasi yang ada di antara makhluk hidup dan lingkungannya Sekitar 59% daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis Indah Solihah Biodiversitas adalah berbagai variasi yang ada di antara makhluk hidup dan lingkungannya Sekitar 59% daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis atau sekitar 10% dari luas hutan yg ada

Lebih terperinci

terhadap masalah kesehatan melalui pengobatan tradisional sangat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya yaitu menggunakan ramuan-ramuan

terhadap masalah kesehatan melalui pengobatan tradisional sangat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya yaitu menggunakan ramuan-ramuan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia memiliki keanekaragaman sumber alam hayati yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan. Pemanfaatan dan pengelolaan

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

Obat. Written by bhumi Thursday, 15 March :26 -

Obat. Written by bhumi Thursday, 15 March :26 - Dalam keseharian hidup kita, kita sangat dekat dengan obat-obatan, apakah karena suatu sakit menahun yang diderita atau yang membantu meringankan rasa sakit saat kita sedang dalam keadaan tidak fit. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pemasaran, distribusi, resep, dan penggunaan obat-obatan dalam masyarakat, dengan penekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang dilaporkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai faktor risiko global penyebab kematian nomor satu pada tahun 2009

Lebih terperinci

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU 2015 SEMESTER II Khusnul Diana, S.Far., M.Sc., Apt. Obat Farmakodinamis : bekerja terhadap fungsi organ dengan jalan mempercepat/memperlambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat generik sering diasumsikan sebagai obat dengan kualitas yang rendah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi, hingga

Lebih terperinci

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek 2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion

Lebih terperinci

Bagian Pertama PENDAHULUAN UMUM

Bagian Pertama PENDAHULUAN UMUM Bagian Pertama PENDAHULUAN UMUM Bioanalisis merupakan salah satu ilmu terapan yang bermanfaat dan memberikan dukungan yang cukup besar terhadap kemajuan berbagai aspek ilmu yang lain, diantaranya untuk

Lebih terperinci

J. Ind. Soc. Integ. Chem., 2013, Volume 5, Nomor 2 UJI KESERAGAMAN VOLUME SUSPENSI AMOKSISILIN YANG DIREKONSTITUSI APOTEK DI KOTA JAMBI.

J. Ind. Soc. Integ. Chem., 2013, Volume 5, Nomor 2 UJI KESERAGAMAN VOLUME SUSPENSI AMOKSISILIN YANG DIREKONSTITUSI APOTEK DI KOTA JAMBI. UJI KESERAGAMAN VOLUME SUSPENSI AMOKSISILIN YANG DIREKONSTITUSI APOTEK DI KOTA JAMBI Helni Bagian Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jambi, Jl. Letjen Soeprapto Telanaipura Jambi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik dengan tingkat keparahan ringan, sedang atau berat. Luka adalah hilangnya atau rusaknya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI - JUNI 2007 SKRIPSI Oleh : WAHYU

Lebih terperinci

LAMPIRAN HANDOUT TOPIK/POKOK BAHASAN MATA KULIAH ILMU FARMASI KEDOKTERAN. Universitas Gadjah Mada 1

LAMPIRAN HANDOUT TOPIK/POKOK BAHASAN MATA KULIAH ILMU FARMASI KEDOKTERAN. Universitas Gadjah Mada 1 LAMPIRAN HANDOUT TOPIK/POKOK BAHASAN MATA KULIAH ILMU FARMASI KEDOKTERAN Universitas Gadjah Mada 1 Lampiran 1 Topik/Pokok Bahasan : Pengantar Ilmu Farmasi Kedokteran & resep dokter Pengampu : Dra. Sri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan suatu negara tropis di dunia yang kaya akan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan ini memiliki berbagai macam manfaat, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU Monompia Kotamobagu. Apotek RSU Monompia merupakan satu-satunya Apotek

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Oleh: Isnaini Tujuan Instruksional: Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu: 1.menjelaskan definisi obat sesuai SK. Menkes RI No.193/Kab/B.VII/71 dan memahami 5 macam pengertian obat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dari latar belakang masalah di atas, maka pada bab ini akan dibahas lebih lanjut tentang ketaatan pasien dan obat serta resep dokter yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Kepatuhan menyatakan kesesuaian perilaku dan pelaksanaan kegiatan terhadap ketentuan atau standar yang berlaku. Kepatuah dokter menulis resep dipengaruhi faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pemberian Obat. Basyariah Lubis, SST, MKes

Konsep Dasar Pemberian Obat. Basyariah Lubis, SST, MKes Konsep Dasar Pemberian Obat Basyariah Lubis, SST, MKes PENGERTIAN OBAT Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau menyembuhkan penyakit. JENIS DAN BENTUK OBAT 1. Obat obatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diare merupakan penyakit yang umum dialami oleh masyarakat. Faktor

BAB I PENDAHULUAN. Diare merupakan penyakit yang umum dialami oleh masyarakat. Faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diare merupakan penyakit yang umum dialami oleh masyarakat. Faktor penyebab terjadinya diare antara lain infeksi kuman penyebab diare (Escherichia coli,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

MATERIA MEDIKA HERBAL

MATERIA MEDIKA HERBAL MATERIA MEDIKA HERBAL MATERIA MEDIKA HERBAL Tujuan Mampu mengenali berbagai simplisia tanaman obat, yang banyak terdapat di Indonesia, penyebaran dan manfaat, serta persyaratan-persyaratan baku serta kualitas

Lebih terperinci

BAB 1: ILMU KEFARMASIAN

BAB 1: ILMU KEFARMASIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 1: ILMU KEFARMASIAN Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB I ILMU KEFARMASIAN

Lebih terperinci

JURNAL PRAKTIKUM ILMU RESEP II

JURNAL PRAKTIKUM ILMU RESEP II JURNAL PRAKTIKUM ILMU RESEP II NAMA NIM Mira Ria Andriani J1E111036 TANGGAL PRETEST TANGGAL PRAKTIKUM KELOMPOK VI NILAI LAPORAN AWAL PERCOBAAN KE I NILAI REVISI NO RESEP ASISTEN 1 ACC ASISTEN Fadlillaturrahmah,

Lebih terperinci

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 1197/MENKES/ SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH WONOGIRI BULAN JUNI 2008

Lebih terperinci

Aspek CPOTB/CPKB Pengawasan Mutu

Aspek CPOTB/CPKB Pengawasan Mutu Aspek CPOTB/CPKB Pengawasan Mutu Better Ridder, S.Si., Apt., M.Buss. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen AGENDA 1. Tujuan dan Indikator BPOM 2015-2019 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan sendiri. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami

Lebih terperinci

Preskripsi dokter perlu disusun secara benar dan rasional. Benar artinya ditulis secara jelas dapat dibaca,lengkap dan memenuhi peraturan perundangan

Preskripsi dokter perlu disusun secara benar dan rasional. Benar artinya ditulis secara jelas dapat dibaca,lengkap dan memenuhi peraturan perundangan Preskripsi dokter perlu disusun secara benar dan rasional. Benar artinya ditulis secara jelas dapat dibaca,lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta kaidah yg berlaku Rasional yaitu berpedoman pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR Oleh : Surya Yuliawati A14103058 Dosen : Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, M.Ec PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

Dept.Farmakologi dan Terapeutik, Universitas Sumatera Utara

Dept.Farmakologi dan Terapeutik, Universitas Sumatera Utara Dept.Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENGANTAR OBAT D.S. Hidayat PERIHAL OBAT 1. Obat 2. Bahan Obat 3. Penamaan Obat 4. Bentuk Sediaan Obat 5. Cara Pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seperti tumbuhan yang sudah dibudidayakan maupun tumbuhan liar. Obat herbal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seperti tumbuhan yang sudah dibudidayakan maupun tumbuhan liar. Obat herbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat herbal didefinisikan sebagai obat-obat yang dibuat dari bahan alami seperti tumbuhan yang sudah dibudidayakan maupun tumbuhan liar. Obat herbal adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

OBAT Definisi dan Penggolongannya. Indah Solihah,S.Farm.,M.Sc.,Apt

OBAT Definisi dan Penggolongannya. Indah Solihah,S.Farm.,M.Sc.,Apt OBAT Definisi dan Penggolongannya Indah Solihah,S.Farm.,M.Sc.,Apt Apa itu Obat? Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan a.diagnosis b. Mencegah

Lebih terperinci

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS R Faris Mukmin Kalijogo C2C016007 PASCA SARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS JENDRAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker ditetapkan sebagai penyebab utama kematian di dunia dengan angka yang mencapai 7,6 juta atau (sekitar 13% dari semua kematian setiap tahunnya) pada tahun

Lebih terperinci

BIOFARMASI Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika

BIOFARMASI Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika 10/3/2012 BIOFARMASI 1 Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed @Dhadhang_WK SEJARAH BIOFARMASI Pada akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960- an bermunculan laporan, publikasi dan diskusi

Lebih terperinci

Perhitungan Dosis Obat

Perhitungan Dosis Obat Perhitungan Dosis Obat Definisi dosis Dosis atau takaran obat adalah banyaknya suatu obat yg dapat dipergunakan atau diberikan kepada seorang pasien, baik untuk obat dalam maupun obat luar. Dosis obat

Lebih terperinci

Evaluasi penerapan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) di industri obat tradisional di Jawa Tengah

Evaluasi penerapan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) di industri obat tradisional di Jawa Tengah Marchaban Majalah Farmasi Indonesia, 15(2), 75 80, 2004 Evaluasi penerapan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) di industri obat tradisional di Jawa Tengah Evaluation of the implementation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian jamu dalam Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian jamu dalam Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamu adalah obat tradisional berbahan alami warisan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi untuk kesehatan. Pengertian jamu dalam

Lebih terperinci

Sejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran

Sejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran Uji Klinik Sejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran Konsep dasar pemikiran Bahan yang dipakai Pemikiran/metode 2000 SM Magis, sakral Bahan alam Kepercayaan 0 Empiris primitif

Lebih terperinci

BAB 8: UJI KLINIS SEDIAAN OBAT

BAB 8: UJI KLINIS SEDIAAN OBAT SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 8: UJI KLINIS SEDIAAN OBAT Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB VIII UJI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu serta pemerataan

Lebih terperinci

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh : IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN BAGIAN ANAK RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE JANUARI - JUNI 2007 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : DWI RETNO MURDIYANTI K 100 050 127 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari. BAB I PENDAHULUAN Saat ini banyak sekali penyakit yang muncul di sekitar lingkungan kita terutama pada orang-orang yang kurang menjaga pola makan mereka, salah satu contohnya penyakit kencing manis atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia, pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia, pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional xx BAB I PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang Akhir-akhir ini di Indonesia, pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional cenderung meningkat, terlebih disebabkan menurunnya daya beli masyarakat karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap masyarakat atau suku bangsa pada umumnya memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap masyarakat atau suku bangsa pada umumnya memiliki berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap masyarakat atau suku bangsa pada umumnya memiliki berbagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang pada mulanya berbasis pada sumber daya

Lebih terperinci