Hubungan Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif Pada Remaja

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hubungan Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif Pada Remaja"

Transkripsi

1 Hubungan Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif Pada Remaja Ni Made Taganing, SPsi., MPsi Fini Fortuna, Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Ii + 50, 10 tabel, Daftar Pustaka, Lampiran, 2008 ABSTRAKSI Aksi-aksi kekerasa terjadi dimana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, bahkan di kompleks-kompleks perumahan. Aksi-aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan non verbal (memukul, meninju). Agresivitas yang dilakukan oleh individu akan berdampak terhadap dirinya juga. Bahaya agresivitas terhadap individu itu sendiri adalah orang lain akan menjauhi pelaku yang hanya akan menyakiti orang lain tanpa berfikir panjang akibat yang akan di dapat setelah menyakiti orang lain. Agresi menurut Berkowitz (1995) adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara verbal maupun non verbal. Salah satu factor yang mempengaruhi agresivitas adalah pola asuh. Hurlock (1993) menyatakan bahwa setiap orang tua berbeda di dalam menerapkan pola sikap dan perilaku mereka terhadap anak. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa sikap yang mereka pelajari di dalam mengasuh dan mendidik anak antara lain adanya pengalaman awal dengan anak, adanya nilai budaya mengenai cara terbaik dalam memperlakukan anak baik secara otoriter, demokratis maupun permisif. Santrock (2002) menyatakan bahwa pola asuh otoriter adalah suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menerapkan batas-batas yang tegas dan tidak member peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji ada tidaknya hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada remaja. Sarwono (1997) berpendapat bahwa perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tuannya. Orang tua yang terlalu menuntut anaknya untuk selalu mengikuti segala kemauannya akan membuat anak frustasi sehingga anak bila berada di luar rumah akan berindak seenaknya dan berperilaku agresif. Dari hasil penelitian diketahui dari 30 item skala perilaku agresif yang diuji cobakan terdapat 19 item yang valid dengan nilai korelasi antara 0,306 sampai dengan 0,604 dengan koefisien reliabilitas 0,856. Sedangkan skala pola asuh otoriter dari hasil analisis penelitian diketahui dari 30 item yang diuji cobakan terdapat 16 ietm yang valid dengan nilai korelasi antara 0,315 sampai dengan 0,600 dengan koefisien reliabilitas 0,819. Berdasarkan analisis product moment pearson (N=46) diketahui r = 0,303 dengan nilai signifikansi 0,041 (p<0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada remaja. Pemaksaan dan kontrol yang sangat ketat dapat menyebabkan kegagalan dalam berinisiatif pada anak dan memiliki keterampilan komunikasi yang sangat rendah. Anak akan menjadi seorang yang sulit untuk bersosialisasi dengan temantemannya sehingga anak akan mempunyai rasa sepi dan ingin diperhatikan oleh orang lain dengan cara berperilaku agresif. Orang tua yang sering memberikan hukuman fisik pada anaknya dikarenakan kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh orang tua akan membuat anak marah dan kesal kepada orang tuanya tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahannya itu dan melampiaskan kepada orang lain dalam bentuk perialku agresif. Dengan pola asuh orang tua yang tidak terlalu mengekang, anak akan menjadi anak yang berinisiatif, percaya diri dan mampu menjalin hubungan interpersonal yang positif. Kata kunci : Pola Asuh Otoriter, Perilaku Agresi.

2 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Bagi warga Jakarta, aksi aksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian. Saat ini beberapa televisi bahkan membuat program program khusus yang menyiarkan berita berita tentang aksi kekerasan. Aksi aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan jalan, di sekolah, bahkan di kompleks kompleks perumahan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/massal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok ( Berkowitz (1995) mendefinisikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang di maksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. Agresi yang dilakukan berturutturut dalam jangka lama yang terjadi pada anak anak atau sejak masa anakanak akan berdampak terhadap perkembangan kepribadian anak yang makin lama dikenal oleh masyarakat sebagai suatu kriminal. Sikap agresif merupakan penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar hal orang lain. Salah satu faktor penyebab agresi yang pertama adalah frustasi. Frustasi dapat menimbulkan kemarahan dan emosi marah inilah yang dapat memicu seseorang melakukan perilaku agresi. Frustasi itu sendiri adalah hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan (Sarwono, 2002). Frustasi dapat disebabkan oleh pola asuh otoriter. Sikap orang tua yang terlalu menuntut dapat membuat anak frustasi. Frustasi dapat ditimbulkan oleh orang tua yang menginginkan anaknya tunduk dan patuh serta selalu menuruti semua kehendak orang tuanya. Orang tua yang terlalu keras serta tidak responsif pada kebutuhan anak akan membuat anak cenderung menjadi takut serta murung. Kondisi kondisi itu bisa melandasi perilaku agresif. Orang tua yang sering memberikan hukuman fisik pada anaknya dikarenakan kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh orang tua akan membuat anak marah dan kesal kepada orang tuanya tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahannya itu dan melampiaskannya kepada orang lain

3 dalam bentuk perilau agresif (Sarwono, 2002). Esensi hubungan antara orang tua dengan anak sangat ditentukan oleh sikap orang tua dalam mengasuh anak, bagaimana perasaan dan apa yang dilakukan orang tua. Hal ini bercermin pada pola asuh orang tua, yakni suatu kecenderungan cara cara yang dipilih dan dilakukan oleh orang tua dalam mengasuh anak. Siti Meichati (dikutip Dayakisni, 1988) mengemukakan bahwa pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari hari. Hubungan baik yang tercipta antara anak dan orang tua akan menimbulkan perasaan aman dan kebahagiaan dalam diri anak. Sebaliknya hubungan yang buruk akan mendatangkan akibat yang sangat buruk pula, perasaan aman dan kebahagiaan yang seharusnya dirasakan anak tidak lagi dapat terbentuk, anak akan mengalami trauma emosional yang kemudian dapat ditampilkan anak dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti menarik diri dari lingkungan, bersedih hati, pemurung, temper dan sebagainya (Hurlock, 1994). Jadi pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dan lain lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang, dan lain lain), tetapi juga mengajarkan norma norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan. Pola asuh otoriter adalah suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menetapkan batas batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada anak anak untuk berbicara (bermusyawarah) (Santrock, 2002). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa, pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang amat besar dalam membentuk kepribadian anak yang tangguh sehingga anak berkembang menjadi pribadi yang percaya diri, berinisiatif, berambisi, beremosi stabil, bertanggung jawab, mampu menjalin hubungan interpersonal yang positif dan lain lain. Kepribadian tersebut dapat dikembangkan dalam keluarga. Pola asuh yang salah dapat menyebabkan seorang anak melakukan perilaku agresif. Orang tua yang terlalu mendominasi akan membuat anak tidak dapat mengembangkan kreativitasnya

4 yang akhirnya anak akan melakukan perilaku agresif diluar lingkungan keluarga. Sehingga pertanyaan pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada remaja. TINJAUAN TEORITIS A. Agresivitas 1. Definisi Agrsivitas Berkowitz (1995) mendefinisikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. 2. Jenis jenis Agresivitas Berkowitz (1995) membagi agresi ke dalam dua bentuk, yaitu: 1. Agresi Instrumental (Instrumental Agression) 2. Agresi benci (Hostile Agression) atau Agresi Emosional Buss dan Durkee (dalam Edmuds&Kendrick, 1980) menggolongkan beberapa bentuk tindakan agresif yang secara operasional dapat digunakan untuk mengukur agresi, yaitu sebagai berikut: 1. Penyerangan: kekerasan fisik terhadap manusia termasuk perkelahian, tidak termasuk pengerusakan properti. 2. Agresi tidak langsung: menyebarkan gosip yang berkonotasi negatif, gurauan (yang negatif). 3. Negativisme: tingkah laku menantang, termasuk penolakan untuk bekerja sama, menolak untuk patuh dan pembangkangan. 4. Agresi verbal: berdebat, berteriak, menjerit, mengancam dan memaki. 5. Irritability: kesiapan untuk marah meliputi temper yang cepat dan kekasaran. 6. Resentment: iri dan rasa benci terhadap orang lain. 7. Kecurigaan: ketidakpercayaan dan proyeksi permusuhan terhadap orang lain, bentuk ekstrim dari kecurigaan ini adalah paranoia. 3. Tipe tipe Agresi Pembagian agresi diajukan oleh Moyer (dalam Sarwono, 1988) yang merinci agresi menjadi ke dalam tujuh tipe agresi, sebagai berikut: a. Agresi predatori b. Agresi antar jantan c. Agresi ketakutan d. Agresi tersinggung e. Agresi pertahanan f. Agresi maternal

5 g. Agresi instrumental 4. Faktor faktor yang Mempengaruhi Agresi Sikap agresif merupakan penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar hak orang lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku agresi, diantaranya: a. Frustasi b. Media kekerasan c. Faktor Lingkungan Fisik d. Social Modeling (Observational Learning) e. Arousal yang Bersifat Umum 5. Teori teori Agresi a. Teori Bawaan Teori bawaan atau bakat terdiri atas teori naluri dan teori biologi. 1). Teori Naluri Freud dalam teori psikoanalisis klasiknya mengemukakan bahwa agresi adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Jika naluri seks berfungsi untuk melanjutkan keturunan, naluri agresi berfungsi mempertahankan jenis. Kedua naluri tersebut berada dalam alam ketidaksadaran, khususnya pada bagian dari kepribadian yang disebut id yang pada prinsipnya selaku ingin agar kemauannya dituruti (prinsip kesenangan atau pleasure principle). Akan tetapi, tidak semua keinginan id dapat terpenuhi. Kendalinya terletak pada bagian lain dari kepribadian yang dinamakan super-ego yang mewakili norma-norma yang ada dalam masyarakat dan ego yang berhadapan dengan kenyataan. 2). Teori Biologi Moyer (dalam Sarwono, 1997) berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Demikian pula hormon laki-laki (testoteron) dipercaya sebagai pembawa sifat agresif. b. Teori Lingkungan 1). Teori Frustasi-Agresi Klasik 2) Teori Frustasi-Agresi Baru c. Teori Belajar Sosial Berbeda dari teori bawaan dan teori frustasi agresi yang menekankan faktor-faktor dorongan dari dalam, teori belajat sosial lebih memperhatikan faktor tarikan dari luar. Bandura (dalam Sarwono, 1997) mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari pun perilaku agresif dipelajari dari model yang dilihat dalam keluarga, dalam lingkungan kebudayaan setempat atau melalui media massa. B. Pola Asuh 1. Definisi Pola Asuh Kenny & Kenny (1991)menyatakan bahwa pola asuh merupakan segala sesuatu yang dilakukan orang tua untuk membentuk

6 perilaku anak-anak mereka meliputi semua peringatan dan aturan, pengajaran dan perencanaan, contoh dan kasih sayang serta pujian dan hukuman. 2. Jenis-jenis Pola Asuh Berikut tiga pola asuh yang biasa diterapkan orang tua pada anak menurut Santrock (1998): a. Pola asuh authoritarian, yaitu pola asuh yang penuh pembatasan dan hukuman (kekerasan) dengan cara orang tua memaksakan kehendaknya, sehingga orang tua dengan pola asuh authoritarian memegang kendali penuh dalam mengontrol anak-anaknya. b. Pola asuh authoritative, yaitu pola asuh yang memberikan dorongan pada anak untuk mandiri namun tetap menerapkan berbagai batasan yang akan mengontrol perilaku mereka. Adanya saling memberi dan saling menerima, mendengarkan dan didengarkan. c. Pola asuh permissive Pola asuh permissive, Maccoby dan Martin (dalam Santrock, 1998) membagi pola asuh ini menjadi dua: neglectful parenting dan indulgent parenting. Pola asuh yang neglectful yaitu bila orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak (tidak peduli). Pola asuh ini menghasilkan anak-anak yang kurang memiliki kompetensi social terutama karena adanya kecenderungan kontrol diri yang kurang. Pola asuh yang indulgent yaitu bila orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak, namun hanya memberikan kontrol dan tuntutan yang sangat minim (selalu menuruti atau terlalu membebaskan) sehingga dapat mengakibatkan kompetensi sosial yang tidak adekuat karena umumnya anak kurang mampu untuk melakukan kontrol diri dan menggunakan kebebasannya tanpa rasa tanggung jawab serta memaksakan kehendaknya. 3. Dimensi Pola Asuh Kenny & Kenny (1991) mengemukakan ada tujuh dimensi dalam pola asuh, yaitu: a. Pusat Perhatian (Negatif lawan Positif) b. Campur Tangan Orang Tua (Hukuman lawan Hadiah) c. Akibat Yang Diinginkan (Keadilan lawan Hasil) d. Prinsip-prinsip (Mutlak lawan Relatif) e. Sasaran-sasaran Disiplin (Sikap lawan Tingkah laku) f. Tujuan Perkembangan (Ketaatan lawan Kemandirian) g. Sumber Kekuatan (Otoriter lawan Demokrasi) 4. Ciri-ciri Pola Asuh Hurlock (1993) mengemukakan ciriciri pola asuh, yaitu: a. Pola asuh otoriter mempunyai ciri:

7 1) Anak harus tunduk dan patuh pada kehendak orang tua 2) Pengontrolan orang tua pada tingkah laku anak sangat ketat hampir tidak pernah memberi pujian 3) Sering memberikan hukuman fisik jika terjadi kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan orang tua 4) Pengendalian tingkah laku melalui kontrol eksternal b. Pola asuh demokratis mempunyai ciri: 1) Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal 2) Anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan 3) Menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak. c. Pola asuh permisif mempunyai ciri: 1) Kontrol orang tua kurang 2) Bersifat longgar atau bebas 3) Anak kurang dibimbing dalam mengatur dirinya 4) Hampir tidak menggunakan hukuman 5) Anak diijinkan membuat keputusan sendiri dan dapat berbuat sekehendaknya sendiri 5. Karakteristik Anak Berdasarkan Pola Asuh a. Pola asuh demokratis mempunyai karakteristik anak mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengna teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap halhal baru, dan kooperatif terhadap orang lain. b. Pola asuh otoriter mempunyai karakteristik anak penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri. c. Pola asuh permissif mempunyai karakteristik anak impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial. C. Remaja 1. Definisi Remaja Mappiare (1986) berpendapat bahwa ada saat usia seseorang genap tahun, maka ia mulai menginjak pada masa remaja awal, masa remja muda berakhir pada usia tahun, dan rentang usia yang biasa terjadi dalam masa remaja akhir antara tahun (wanita) dan tahun (pria). 2. Ciri-ciri Masa Remaja Menurut Hurlock (1994) ciri-ciri masa remaja, sebagai berikut: a. Masa remaja sebagai periode penting, b. Masa remaja sebagai peride peralihan,c. Masa remaja sebagai peride perubahan, d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, e.

8 Masa remaja sebagai masa mencari identitas, f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, h. Masa remaja sebagai ambang masa depan. 3. Perubahan-perubahan Pada Masa Remaja a. Perubahan Biologis b. Perubahan Kognitif c. Perubahan Sosisoemosional D. Hipotesis Berdasarkan uraian diatas dapat diajukan hipotesis penelitian bahwa ada hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada remaja. METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Dalam penelitian ini, ada beberapa variabel yang akan diuji, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Prediktor : Pola Asuh Otoriter 2. Kriterium : Agresivitas B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter akan diukur dengan skala pola asuh otoriter yang dikemukakan oleh Kenny & Kenny (1991), yaitu: pusat perhatian yang negatif, campur tangan orang tua berupa hukuman, akibat yang diinginkan berupa keadilan, prinsip-prinsip yang absolut, sasaran disiplin berupa sikap, tujuan perkembangan yang membentuk ketaatan, sumber kekuatan berupa otoriter. Semakin tinggi skor yang di dapat maka semakin tinggi tingkat pola asuh otoriter. 2. Agresi Perilaku agresi akan diukur dengan skala agresi yang dikemukakan oleh Buss dan Durkee (dalam Edmunds & Kendrick, 1980), yaitu: penyerangan, agresi tidak langsung, negativisme, agresi verbal, irritability, resentment, dan kecurigaan. Semakin tinggi skor yang didapat maka semakin tinggi tingkat agresivitas. C. Subjek Penelitian Pada penelitian ini, subjek yang akan diambil adalah remaja pria maupun wanita. Usia subjek penelitian ini berkisar antara tahun, pendidikan SMU. D. Teknik Analisa Data Analisa data dilakukan dengan statistik deskriptif untuk menggambarkan variabel pola asuh otoriter dengan perilaku agresif dengan menggunakan mean. Untuk menguji hipotesis yang diajukan sesuai dengan tujuan penelitian, maka metode statistik yang digunakan korelasi Product Moment Karl Pearson, yaitu analisis hubungan pola asuh otoriter sebagai prediktor (X) dengan perilaku agresif sebagai kriterium (Y). Analisis dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi for Windows.

9 PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Pola Asuh Otoriter a. Uji Validitas Menurut Azwar (2005) koefisien validitas dapat dianggap memuaskan apabila melebihi 0,300. Dari hasil uji coba pada Skala Pola Asuh Otoriter diperoleh hasil bahwa dari 30 item yang diujicobakan terdapat 16 item yang dinyatakan valid dan 14 item yang dinyatakan gugur. Dari 16 item yang valid tersebut, memiliki korelasi total item antara 0,315 sampai dengan 0,600. b. Uji Reliabilitas Untuk mengetahui konsistensi alat ukur, maka dilakukan uji reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk mendapatkan nilai konsistensi dari alat ukur ini adalah dengan teknik Alpha Cronbach. Dari hasil uji reliabilitas alat ukur tersebut, diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0, Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Perilaku Agresi a. Uji Validitas Menurut Azwar (2005) koefisien validitas dapat dianggap memuaskan apabila melebihi 0,300. Dari hasil uji coba pada Skala Perilaku Agresi diperoleh hasil bahwa dari 30 item yang diujicobakan terdapat 19 item yang dinyatakan valid dan 11 item yang dinyatakan gugur. Dari 19 item yang valid tersebut, memiliki korelasi total item antara 0,306 sampai dengan 0,604. b. Uji Reliabilitas Untuk mengetahui konsistensi alat ukur, maka dilakukan uji reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk mendapatkan nilai konsistensi dari alat ukur ini adalah dengan teknik Alpha Cronbach. Dari hasil uji reliabilitas alat ukur tersebut, diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0, Hasil Uji Normalitas dan Linearitas Skala Pola Asuh Otoriter dan Skala Perilaku Agresi a. Uji Normalitas Untuk uji normalitas digunakan uji Kolmogorov Smirnov dan Shapiro-Wilk untuk menguji normalitas sebaran skor. Berdasarkan pengujian normalitas pada variabel Pola Asuh Otoriter diperoleh nilai signifikansi pada Kolmogorov Smirnov sebesar 0,165 (p> 0,05), dan Shapiro-Wilk sebesar 0,192 (p>0,05). Berdasarkan pengujian normalitas pada variabel Perilaku Agresi diperoleh nilai signifikansi pada Kolmogorov Smirnov sebesar 0,200 (p> 0,05), dan Shapiro-Wilk sebesar 0,373 (p>0,05). Dengan demikian dapat

10 dikatakan bahwa distribusi skor Pola Asuh Otoriter dan skor Perilaku Agresi pada sampel yang telah diambil adalah normal. b. Uji Linearitas Berdasarkan uji Linearitas diketahui nilai F sebesar 4,446 sehingga diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,041 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hasil pola asuh otoriter dan perilkau agresif yang diukur linear. 4. Hasil Uji Hipotesis Skala Pola Asuh Otoriter dan Skala Perilaku Agresi Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis Pearson Correlationt, didapat skor untuk Pearson Correlation sebesar 0,303 dengan nilai signifikansi sebesar 0,041 (p<0,05). Sehingga R square yang diapat sebesar 9,2% yang menyatakan bahwa pola asuh otoiter dengan perilaku agresif memiliki pengaruh sebesar 9,2%, selebihnya disebabkan oleh factorfaktor lain diluar pembahasan ini. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan pola asuh otoriter dan perilaku agresi pada remaja adalah diterima. DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2007). Agresivitas Pada Remaja. Azwar, S. (2005). Tes Prestasi: Fungsi & Pengembangan Prestasi Belajar. Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Berkowitz, L. (1995). Agresi: Sebab & Akibatnya. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Edmunds, G. & Kendrick, D. C. (1980). The Measurement of Human Agressiveness. International Edition: John Willey & Sans. Dayakisni, T. (1988). Perbedaan Intensi Prososial Siswa-siswi Ditinjau Dari Pola Asuh Orang tua. Jurnal Psikologi. No 1 Tahun Ke- XVI. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Hurlock, E. B. (1993). Psikologi Perkembangan Anak. Edisi 6. Alih Bahasa: dr. Med. Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Edisi 5. Jakarta: Erlangga. Kenny, J., & Kenny, M. (1991). Dari Bayi Sampai Dewasa. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Mappiare, A. (1986). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Santrock, J. W. (2002). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 1: Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Sarwono, S. W. (1988). Agresi Manusia. Bandung: PT Eresco. Sarwono, S. W. (1997). Psikologi Sosial: Individu & Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT Balai Pustaka.

11

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

AUTHORITARIAN PARENTING RELATION WITH AGGRESSION IN ADOLESCENT

AUTHORITARIAN PARENTING RELATION WITH AGGRESSION IN ADOLESCENT AUTHORITARIAN PARENTING RELATION WITH AGGRESSION IN ADOLESCENT Fini Fortuna, Ni Made Taganing K, M.Psi., Ps Undergraduate Program, 2008 Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id Key Words: authoritarian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil penelitian sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan diawali dengan memberikan gambaran subjek penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL Dwi Rezka Kemala Ira Puspitawati, SPsi, Msi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun masal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

AGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

AGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I AGRESI Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 13 61016 Abstract Materi tentang pengertian agresi, teoriteori dan cara menguranginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Menurut Arikunto (2010), penelitian korelasional merupakan penelitian untuk mengetahui ada atau tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Identifikasi variabel yang terdapat dalam sebuah penelitian berfungsi untuk menentukan alat pengumpulan data dan teknik analisis yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia, berdampak pada psikologis anak, anak tidak mampu berteman dengan anak lain atau bermain dengan

Lebih terperinci

Hubungan kematangan Emosi dan Kebahagiaan Pada Remaja yang Mengalami Putus Cinta. Dini Amalia Ulfah Dr. Intaglia Harsanti

Hubungan kematangan Emosi dan Kebahagiaan Pada Remaja yang Mengalami Putus Cinta. Dini Amalia Ulfah Dr. Intaglia Harsanti Hubungan kematangan Emosi dan Kebahagiaan Pada Remaja yang Mengalami Putus Cinta Dini Amalia Ulfah 12512192 Dr. Intaglia Harsanti BAB 1: Latar Belakang Masa remaja adalah masa dimana individu mulai menyukai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami perubahan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa perubahan ini terjadi diantara usia 13 dan 20 tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi harus terlebih dahulu dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis. Uji asumsi ini terdiri dari uji normalitas, uji linieritas, dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN PT. X. Disusun Oleh. : Dyah Anggraini NPM :

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN PT. X. Disusun Oleh. : Dyah Anggraini NPM : HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN PT. X Nama Disusun Oleh : Dyah Anggraini NPM : 10507067 Jurusan : Psikologi Dosen Pembimbing : Intaglia Harsanti, S.Psi., M.Si Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya anak-anak. Anak menghabiskan hampir separuh harinya di sekolah, baik untuk kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA

BAB IV HASIL PENELITIAN. remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA BAB IV HASIL PENELITIAN A. Orientasi dan Kancah Penelitian Penelitian ini dilakukan pada remaja berusia 17-21 tahun. Para remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA Ksatrian dan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric (angka)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Shafique Dunia Pendidikan. Jakarta: PT. Pustaka Binaan.

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Shafique Dunia Pendidikan. Jakarta: PT. Pustaka Binaan. 54 DAFTAR PUSTAKA Ali, Shafique. 2010. Dunia Pendidikan. Jakarta: PT. Pustaka Binaan. Azwar, S. 2005. Tes Prestasi: Fungsi & Pengembangan Prestasi Belajar. Berkowits. 2003. Perilaku agresif. Yogyakarta:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Arikunto (2003) mengemukakan bahwa penelitian korelasional bertujuan untuk menemukan ada tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak merupakan harta yang tak ternilai bagi suatu keluarga, dan menjadi aset yang berharga bagi suatu bangsa. Tak dapat dipungkiri bahwa kondisi anak saat ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang berkualitas. Maka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini masih terdapat orang - orang tidak mampu untuk menyatakan pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 2. Variabel Bebas : Pola Asuh Orangtua

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 2. Variabel Bebas : Pola Asuh Orangtua BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Tergantung : Alienasi 2. Variabel Bebas : Pola Asuh Orangtua 3. Variabel Mediator : Konsep

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU DELIKUEN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU DELIKUEN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU DELIKUEN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam melakukan penelitian, metode penelitian sangat erat kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

Lebih terperinci

BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG)

BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG) 33 BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG) Oleh : Detria Nurmalinda Chanra 1 Prof. Dr. Dr. dr. Th. I. Setiawan 2 Herdi, M.Pd 3 Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tipe Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tipe Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Pendekatan BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan di uraikan tentang tipe penelitian, identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional variabel penelitian, populasi dan teknik pengambilan sampel, metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 2013). Oleh karena itu, peneliti telah menetapkan dua variabel dalam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 2013). Oleh karena itu, peneliti telah menetapkan dua variabel dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah pengelompokan yang logis dari dua atau lebih atribut (Machfoedz, 010). Variabel disebut juga sebagai objek penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA

HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA Lita Afrisia (Litalee22@gmail.com) 1 Yusmansyah 2 Ratna Widiastuti 3 ABSTRACT The research objective was to determine

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresi 2.1.1 Definisi Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental (Aziz & Mangestuti, 2006). Perilaku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescere juga mempunyai arti yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescere juga mempunyai arti yang 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Agresif Remaja 1. Remaja a. Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata latin adolescere, yang berarti Tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescere juga mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pola asuh otoriter) dan variabel terikat (perilaku bullying) sehingga

BAB III METODE PENELITIAN. pola asuh otoriter) dan variabel terikat (perilaku bullying) sehingga 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Gambaran umum subyek penelitian ini diperoleh dari data yang di isi subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel Variabel penelitian pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siswa 1. Pengertian Siswa Siswa adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses di dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualiatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa waktu yang lalu, kita semua tertegun melihat berita di sebuah stasiun televisi swasta, di mana dua kelompok remaja yang masih mengenakan seragam putihbiru

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN Penetapan metode dalam suatu penelitian merupakan langkah yang sangat penting. Sebab terjadinya kesalahan dalam pengambilan data, analisis data, dan pengambilan kesimpulan,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. hipotesis yang telah disusun. Dalam penelitian yang bersifat kuantitatif ini, maka

BAB III METODE PENELITIAN. hipotesis yang telah disusun. Dalam penelitian yang bersifat kuantitatif ini, maka BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dalam usaha menguji hipotesis yang telah disusun. Dalam penelitian yang bersifat kuantitatif ini, maka proses

Lebih terperinci

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS SKRIPSI DIAN SAVITRI 99.40.3019 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2005 PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN INTENSI AGRESI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YAYASAN KEJURUAN TEKNOLOGI BARU (SMK YKTB) 2 KOTA BOGOR Oleh: Amalina Ghasani 15010113130113 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. komparatif, yaitu suatu penelitian yang bersifat membandingkan atau perbedaan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. komparatif, yaitu suatu penelitian yang bersifat membandingkan atau perbedaan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian komparatif, yaitu suatu penelitian yang bersifat membandingkan atau perbedaan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian

Lebih terperinci

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena itu, periode remaja dapat

BAB I PENDAHULUAN. mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena itu, periode remaja dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentangan kehidupan manusia, dimana individu meninggalkan masa anak-anaknya dan mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi MODUL PERKULIAHAN AGRESI Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 61119

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. interpretasi data dan kesimpulan berdasarkan angka-angka yang

BAB III METODE PENELITIAN. interpretasi data dan kesimpulan berdasarkan angka-angka yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang mempunyai tata cara, yaitu pengambilan keputusan, interpretasi data dan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT This study was aimed to investigate the relationship between social

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel kriterium: Penyesuaian diri terhadap lawan jenis. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel kriterium: Penyesuaian diri terhadap lawan jenis. B. Definisi Operasional digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan tiga variabel, yaitu satu variabel kriterium dan dua variabel prediktor, sebagai berikut: 1. Variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, Metode kuantitatif menurut Sugiono (2008) adalah metode penelitian yang berlandaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas dan kewajiban orang tua bukan hanya memberikan kewajiban secara jasmani anak melainkan juga secara rohani yaitu dengan memberikan pendidikan akhlak yang baik,yaitu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI Nama : Kartika Pradita Andriani NPM : 13510847 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Prof. Dr. AM. Heru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah data terkumpul dan siap diolah dan dianalisis, maka dilanjutkan dengan melakukan uji asumsi yaitu uji normalitas dan uji linearitas. Jika asumsi telah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diterapkan oleh orang tua subjek, dan tingkat sbling rivalry subjek.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diterapkan oleh orang tua subjek, dan tingkat sbling rivalry subjek. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Dari jumlah 76 sampel yang layak di analisis dari nilai beda minimal 3 pada tiap pola asuh berjumlah 62. Berikut ini akan diuraikan gambaran subjek

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI AKUNTANSI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI AKUNTANSI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PENGARUH BIMBINGAN KONSELING DAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI PADA SMA NEGERI I JATISRONO WONOGIRI TAHUN AJARAN 2011/2012 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian SMU N 1 Getasan adalah salah satu sekolah yang ada di Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan yang beralamat di Jl. Raya Kopeng KM. 08 Getasan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan teknik regresi ganda. Menurut Arikunto (2002:23) Penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Amallia Putri, Sri Lestari dan Yulline (2015) tentang Korelasi Pola Asuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Amallia Putri, Sri Lestari dan Yulline (2015) tentang Korelasi Pola Asuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian terkait dengan pola asuh dan tingkat agresivitas sudah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu, diantaranya adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah Singkat MA Muhammadiyah 2 Kedungkandang Malang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah Singkat MA Muhammadiyah 2 Kedungkandang Malang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat MA Muhammadiyah 2 Kedungkandang Malang Sejarah keberadaan MA Muhammadiyah 2 Kedungkandang Malang, bermula dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dimanipulasi atau diubah ubah. Dengan teknik regresi linier sederhana, peneliti

BAB III METODE PENELITIAN. dimanipulasi atau diubah ubah. Dengan teknik regresi linier sederhana, peneliti BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian regresi. Menurut Sugiyono (2007) regresi adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERNYATAAN i ABSTRAK. ii KATA PENGANTAR. iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI. viii

DAFTAR ISI. PERNYATAAN i ABSTRAK. ii KATA PENGANTAR. iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI. viii DAFTAR ISI Hal PERNYATAAN i ABSTRAK. ii KATA PENGANTAR. iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI. viii BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Latar Belakang Masalah.. 1 B. Identifikasi dan Rumusan Masalah. 6 C. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan. Di kalangan pelajar khususnya pelajar SMP problema sosial moral ini dicirikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. numeric (angka) yang diolah dengan metode statistik (Azwar, 2001:5).

BAB III METODE PENELITIAN. numeric (angka) yang diolah dengan metode statistik (Azwar, 2001:5). 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric (angka)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode korelasi untuk mengetahui hubungan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, yang suatu penelitian dituntut menggunakan angka mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang di buat keluarganya dapat mempengaruhi anak begitupun

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang di buat keluarganya dapat mempengaruhi anak begitupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga, umumnya anak ada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Agama merupakan faktor penting yang dapat membimbing manusia agar berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran agama yang dianut

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian dimulai dengan mempersiapkan alat ukur, yaitu menggunakan satu macam skala untuk mengukur self esteem dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. suatu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. suatu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik korelasi. Penelitian dengan teknik korelasi bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH OTORITER DAN INTENSITAS MENONTON FILM KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESIF

HUBUNGAN POLA ASUH OTORITER DAN INTENSITAS MENONTON FILM KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESIF HUBUNGAN POLA ASUH OTORITER DAN INTENSITAS MENONTON FILM KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESIF Zabrina Wibowo; Y. Bagus Wismanto, M. Yang Roswita Magister Sains Psikologi Program Pasca Sarjana

Lebih terperinci