SEMINAR NASIONAL 2017

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEMINAR NASIONAL 2017"

Transkripsi

1 Prosiding SEMINAR NASIONAL 2017 Buku 2 Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Prosiding Padi 2018-Jilid indd 1 11/28/19 8:54 AM

2 Seminar Nasional (2018 : Sukamandi) Prosiding Seminar Nasional 2017 : Dukungan Inovasi Teknologi Padi Untuk Mewujudkan Indonesia Sebagai Lumbung Pangan Dunia / Zarwazi...(et al.) ---Sukamandi : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, jil.: 18 cm x 25 cm Isi: 1. Budidaya dan pemuliaan 2. Hama dan penyakit, sosial ekonomi dan pascapanen ISBN (jilid 1) ISBN (jilid 2) ISBN (jilid lengkap) 1. Padi --- Kongres I. Judul II Editor: Rahmini Suprihanto Bambang Nuryanto N Usyati Nur Aini Herawati Bram Kusbiantoro Doddy D Handoko Shinta A Ade Ruskandar Widyantoro Editor Pelaksana: Suharna Mutya

3 PENDAHULUAN Indonesia Lumbung Pangan Dunia pada tahun 2045 merupakan target jangka panjang sektor pertanian. Target ini sudah mulai diwujudkan secara bertahap oleh Kementerian Pertanian. Keberhasilan Indonesia dalam mewujudkan swasembada beras pada tahun 2016 melalui program nasional UPSUS telah diakui dan mendapat apresiasi dari FAO. Keberhasilan ini berlanjut hingga tahun 2017, dengan kebijakan tanpa impor beras karena produksi padi nasional telah melampaui target sebesar 81.4 juta ton. Capaian ini merupakan hasil kerja keras dari semua pihak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi padi yang dibutuhkan untuk mendukung terwujudnya cita-cita menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Salah satu hal penting dalam rangkaian kegiatan penelitian dan pengembangan inovasi teknologi adalah penyebarluasan hasil-hasil penelitian. Tujuan penyelenggaraan Seminar Nasional dan Gelar Teknologi Varietas Unggul Padi Terbaru ini adalah untuk menyampaikan informasi teknologi terkini kepada pengguna dan petani, sekaligus menghimpun berbagai gagasan, ide dan hasil hasil penelitian terbaru untuk melahirkan inovasi teknologi padi yang mampu menunjang kesuksesan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun Saya berharap melalui kegiatan ini dapat terjadi alih informasi dan inovasi teknologi kepada petani/penangkar, juga kepada peneliti/pemerhati pertanian padi sehingga mampu memberikan manfaat kepada semua pihak dan menunjang kesuksesan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun Saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan andil atas terselenggaranya Seminar Nasional Padi dan terbitnya prosiding ini. Jakarta, Desember 2018 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Dr. Ir. Muhammad Syakir, M.S. i 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd 1 11/28/19 8:54 AM

4 ii 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd 2 11/28/19 8:54 AM

5 KATA PENGANTAR Keberhasilan Pemerintah dalam meningkatkan produksi beras nasional memberikan optimisme terhadap tercapainya program jangka panjang Kementerian Pertanian untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Dukungan inovasi teknologi padi mutlak dibutuhkan dalam mewujudkan misi tersebut. Seminar Nasional dan Gelar Teknologi Varietas Unggul Padi Terbaru telah dilaksanakan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, pada tanggal 21 November 2017, sebagai upaya untuk menghimpun berbagai gagasan pemikiran dan hasil-hasil penelitian terkini yang diharapkan dapat mendukung terwujudnya Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Prosiding ini berisikan makalah-makalah yang telah dipresentasikan pada Seminar Nasional Padi tahun 2017 yang berasal dari berbagai lembaga penelitian lingkup Kementerian Pertanian, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian Non-Kementerian. Prosiding terbagi menjadi 2 buku dan berisikan sebanyak 83 makalah hasil penelitian bidang budidaya (agronomi), pemuliaan dan perbenihan, proteksi tanaman, pasca panen, dan sosial ekonomi. Saya sampaikan terima kasih kepada seluruh pemakalah atas partisipasi dan dukungan yang diberikan, dan kepada tim editor yang telah bekerja keras dalam penyusunan prosiding ini. Semoga hasil-hasil penelitian yang terhimpun dalam prosiding ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi kemajuan pertanian di Indonesia. Sukamandi, Desember 2018 Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Dr. Ir. Priatna Sasmita, M.Si iii 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd 3 11/28/19 8:54 AM

6 iv 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd 4 11/28/19 8:54 AM

7 SAMBUTAN DAN LAPORAN PANITIA SEMINAR NASIONAL PADI 2017 OLEH KEPALA BBPADI Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh, Yang kami hormati: Bapak Kepala Badan Litbang Pertanian Kepala Dinas Propinsi dan Kabupaten Para Pejabat Eselon II, III dan IV lingkup Badan Litbang Pertanian Para Narasumber, Pemakalah dan Moderator, Profesor riset dari Balitbangtan Akademisi dari Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Peneliti, penyuluh, petani dan praktisi pertanian serta seluruh peserta Gelar inovasi teknologi Balitbangtan 2017 Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kesehatan dan kemudahan kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul bersama pada hari ini untuk mengikuti Gelar Inovasi Teknologi Balitbangtan. Pertama-tama, saya mengucapkan selamat datang di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, di Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Gelar inovasi teknologi Balitbangtan bertujuan untuk menyampaikan informasi teknologi terkini kepada pengguna dan petani, sekaligus menghimpun berbagai gagasan, ide dan hasil hasil penelitian terbaru untuk melahirkan inovasi teknologi padi yang mampu menunjang kesuksesan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Hadirin yang berbahagia, Acara kita hari ini terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan, yaitu : Temu Informasi Teknologi, yang dihadiri oleh 550 petani/penangkar dari beberapa provinsi di Indonesia, launching varietas-varietas terbaru BB-Padi yang khusus dikembangkan untuk kondisi agroekosistem tertentu. Inpago 12 Agritan sesuai untuk lahan kering masam, dengan potensi hasil 10.2 ton/ha; Rindang-1 dan Rindang-2 tahan naungan yang sesuai untuk penanaman padi di antara tanaman industri umur muda; Inpara 8 dan Inpara 9 sesuai untuk lahan pasang surut; Luhur-1 dan Luhur-2 yang sesuai untuk dataran tinggi diatas 750 meter diatas permukaan laut, serta satu-satunya varietas Japonica, dengan nama Tarabas yang memiliki mutu beras premium dan tekstur nasi sangat pulen dan lengket, seperti beras Jepang. Di samping itu, akan dilakukan launching dan demonstrasi mesin-mesin pertanian antara lain riding rice transplanter, mesin tanam padi 6 baris jajar legowo; power weeder untuk penyiangan gulma, dan farming bulldozer untuk pengolahan tanah. Sedangkan Seminar Nasional Padi 2017 mengambil tema v 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd 5 11/28/19 8:54 AM

8 Dukungan Inovasi Teknologi Padi Untuk Mewujudkan Indonesia Sebagai Lumbung Pangan Dunia diikuti oleh 200 peserta berasal dari instansi pemerintah, Universitas, perwakilan dari dinas pertanian tanaman pangan, penyuluh pertanian maupun pelaku agribisnis. Saudara sekalian yang saya hormati, Perkenan saya pada kesempatan ini menyampaikan apresiasi dan terimakasih kepada seluruh peserta yang telah meluangkan waktu untuk hadir pada acara Temu Informasi Teknologi maupun Seminar Nasional. Kami mohon maaf jika dalam penyelenggaraan acara, ada hal-hal yang kurang berkenan bagi Bapak/Ibu. Selanjutnya, kami mohon kepada Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk berkenan memberikan arahan, membuka acara dan me-launching varietas-varietas unggul padi dan mesin-mesin pertanian. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan bimbingannya, sehingga kegiatan kita pada hari ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi kemajuan inovasi teknologi padi di masa yang akan datang. Terima kasih dan Wassalamu alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Dr. Ir. Moh. Ismail Wahab, MP vi 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd 6 11/28/19 8:54 AM

9 DAFTAR ISI Pendahuluan... Kata Pengantar... Sambutan Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada Pembukaan Acara Seminar Nasional Padi Sambutan dan Laporan Panitia Seminar Nasional Padi 2016 oleh Plt Kepala Bbpadi... Makalah Utama : Sasaran Produksi Tanaman Pangan : Strategi dan Operasional... Hasil Sembiring Daftar Isi... i iii v vi vii xvii Sumbangan Varietas Lokal Sebagai Tetua Tahan Penyakit Blas (Pyricularia Grisea Sacc.) Anggiani Nasution, Santoso, Rahmini dan Nani Yunani Jenis Dan Intensitas Serangan Hama Penyakit Pada Tanaman Padi Diluar Jadwal Tanam Di Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah Hertina Artanti, Yahumri, dan Yulie Octavia Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Beberapa Daerah Di Indonesia Menggunakan Marka Spesifik Tasliah, Fensi Amalina, Mahrup, dan Joko Prasetiyono Verifikasi Ketahanan Varietas Unggul Padi Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri Dini Yuliani dan Sudir Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae) Celvia Roza, Triny S. Kadir, N. Usyati, dan Ade Ruskandar Karakterisasi Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Penyakit Tungro Dede Kusdiaman, Celvia Roza, Suprihanto, N. Usyati1, dan Oco Rumasa vii 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd 7 11/28/19 8:54 AM

10 Studi Ketahanan Galur-Galur Padi Sawah Potensi Hasil Tinggi Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri Dan Blas Daun Santoso dan Anggiani Nasution Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Beberapa Daerah Di Indonesia Dengan Rep-Pcr Fatimah, Tria Wulan, Mahrup, dan Laksmi Ambarwati Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Dalam Pengendalian Hama Tanaman Padi N. Usyati, Nia Kurniawati, dan Oco Rumasa Tanggap Keparahan Penyakit Padi Pada Fenotipe Varietas Padi Yang Berbeda Di Kebun Percobaan Sukamandi Musim Tanam Laila Nur Milati dan Bambang Nuryanto Ketahanan Galur Padi Persilangan Varietas Populer Dan Varietas Conde Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri Patotipe Iv Dan Viii Aris Hairmansis, Celvia Roza, Warsono, dan Suwarno Ketahanan Wereng Batang Coklat Dan Hawar Daun Bakteri Tetua Padi Hibrida Dan Hibrida Baru Bayu Pramono Wibowo, Satoto, I. A. Rumanti, Y. Widyastuti, dan Nita Kartina Persepsi Petani Menentukan Keberhasilan Implementasi Ptt Di Cikedung Indramayu Atang Muhammad Safei1, dan Anna Sinaga1 Pendampingan Pengembangan Kawasan Pangan Padi Di Kabupaten Cianjur Dan Upaya Tindak Lanjutnya Oswald Marbun dan Nurnayetti Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Kabupaten Cianjur Bhakti Priatmojo, Ikhwani dan I Putu Wardhana Produktivitas Dan Nilai Ekonomis Varietas Unggul Baru Padi Sawah Di Kabupaten Bogor Kurnia, Bambang Sunandar dan Anna Sinaga Peningkatan Produksi Padi Dan Analisis Kelayakan Usaha Tani Melalui Penerapan Teknologi Jajar Legowo (Jarwo) Super Di Lahan Pasang Surut Pratiwi viii 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd 8 11/28/19 8:54 AM

11 Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Baru Padi I Nyoman Widiarta Display Varietas Unggul Baru (Vub) Potensi Hasil Tinggi Meningkatkan Sebaran Varietas Padi Di Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Ntb Sabar Untung, Saleh Mohktar, I Putu Cakra P.A. dan Didin Wahyudin Analisis Titik Impas Usahatani Padi Sawah Irigasi Tiga Kabupaten Di Sulawesi Selatan Andi Faisal Suddin, Apresus Sinaga, dan I.U. Firmansyah Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi - Padi - Kacang Hijau Ip 300 Di Kabupaten Karawang Dan Cilacap Widyantoro dan Putu Wardana Kajian Usahatani Padi Pada Beberapa Sistem Tanam Legowo Di Sukamandi Ade Ruskandar, T.Purnawan, Widyantoro, Nurwulan A., Swisci M, dan Sujinah Motivasi Petani Menanam Varietas Lokal; Studi Kasus Di Kabupaten Ogan Komering Ilir Yuana Juwita, Kgs. Abdul Kodir, Maulida Surayya, dan Priatna Sasmita Menjembatani Kesenjangan Kemajuan Iptek Dan Rendahnya Tingkat Pendidikan Petani Melalui Pendekatan Sdmc (Spectrum Dissemination Multichannel) Mendukung Terwujudnya Lumbung Pangan Dunia Nia Rachmawati dan Wage Ratna Rohaeni Rendemen Dan Mutu Fisik Beras Giling Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Sigit Nugraha, Resa Setia Adiandri, dan Mulyana Hadipernata Seputar Mutu Beras Kemasan Dody Dwi Handoko, Suhartini dan Mohamad Ismail Wahab Potensi Pengembangan Perangkat Lunak Untuk Menunjang Analisis Sensori Di Laboratorium Organoleptik Bb Padi Septian D.W. Putra, Dody D. Handoko, Zahara Mardiah Komponen Volatil Beras Mentikwangi Dan Rojolele Dan Karakteristik Mutunya Siti Dewi Indrasari, S.D. Ardhiyanti, Dody D. Handoko, dan Bram Kusbiantoro Karakterisasi Sifat Fisikokimia Beras Hasil Penyosohan Dengan Perlakuan Enzymatic Pre-Treatment Selama Penyimpanan Nikmatul Hidayah, Resa Setia Adiandri, dan Sigit Nugraha ix 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd 9 11/28/19 8:54 AM

12 Mutu Fisik Dan Mutu Giling Beras Merah Segreng Dan Mandel Asal Di Yogyakarta Muhammad Fajri dan Nurdeana Cahyaningrum Dampak Proses Pencucian Beras Dan Pemasakan Dengan Rice Cooker Terhadap Senyawa Antosianin Dan Fenolik Total Pada Beras Hitam Zahara Mardiah Optimasi Ekstraksi Antosianin Beras Hitam Dengan Metode Maserasi Dan Gelombang Ultrasonik Zahara Mardiah x 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd 10 11/28/19 8:54 AM

13 SUMBANGAN VARIETAS LOKAL SEBAGAI TETUA TAHAN PENYAKIT BLAS (PYRICULARIA GRISEA SACC.) (DONATION OF LOCAL VARIETIES AS BLAS-RESISTANT PARENT (PYRICULARIA GRISEA SACC.) Anggiani Nasution, Santoso, Rahmini dan Nani Yunani Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang 41256, Jawa Barat anggianina@gmail.com ABSTRAK Plasma nutfah merupakan aset nasional yang perlu dilestarikan karena merupakan bahan pokok pemuliaan tanaman. Untuk mendukung program pemuliaan tanaman dalam menciptakan varietas padi unggul diperlukan sumber gen yang tahan terhadap organisme pengganggu tanaman dan toleran terhadap cekaman lingkungan serta mempunyai potensi hasil tinggi dengan mutu baik. Untuk itu diperlukan plasma nutfah dengan keragaman genetik yang luas (Silitonga, 1988). Penggunaan varietas lokal dalam program pemuliaan telah sering dianjurkan, dengan tujuan untuk memperluas latar belakang genetik varietas unggul yang akandihasilkan (Cooperet al. 2001, Spoor and Simmonds 2001,Berthaud et al. 2001). Penggunaan gen-gen tahan terhadap berbagai cekaman yang dimiliki varietas lokaldalam pemuliaan tanaman dapat meningkatkan keunggulan varietas unggul yang akan dihasilkan.nafisah et al. (2007) Penyakit blas yang disebabkan Pyricularia grisea merupakan penyakit penting pada tanaman padi di Indonesia terutama pada padi gogo di lahan kering. Akhirakhir ini penyakit blas dilaporkan banyak ditemukan padapadi sawah irigasi, Sejumlahvarietas unggul yang ditargetkanuntuk mengendalikan penyakit blas di suatu lingkunganhanyadapat berkembang selama dua sampai tiga musimsaja (Amir et al. 2000), oleh karena itu tujuan dari penelitiaan ini adalah mencari tetua tetua baru dari varietas local yang tahan terhadap penyakit blas. Adapun hasil dari percobaan ini 100 varietas lokal yang diuji dengan 4 ras blas ternyata ada 25 varietas yang tahan terhadap 1 ras blas, 58 varietas tahan terhadap 2 ras blas dan 4 varietas tahan 3 ras blas yaitu Talun Bagang, Umbang BuluhPulang Pisang, Padi Pandan dan Si Bujang Banu. Kata kunci: varietas lokal, penyakit blas,ras blas, Pyricularia grisea Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

14 ABSTRACT Germplasm is a national asset that needs to be preserved because it is a staple plant breeding ingredient. To support the plant breeding program in creating resistant rice varieties, gene sources that are resistant to plant diseases and tolerant to environmental stress and have high yield potential with good quality. Therefore, germplasm is required with wide genetic diversity.the use of local varieties in breeding programs has often been advocated, with of extending the genetic background of the improved varieties that are produced. The use of resistant genes against the various stresses of local varieties in plant breeding may enhance the improvity of improved varieties to be generated. Blast disease caused by Pyricularia grisea is an important disease in rice plants in Indonesia, especially in upland rice in upland. In recent years, blast disease has been widely reported in irrigated rice fields. A number of improved varieties targeted to control blast disease in an environment can develop for two to three seasons,therefore of this research is to seek out new parent from local varieties that is resistant to blast disease. As for the results of this experiment, 100 local varieties tested with 4 races of blast were 25 varieties resistant to 1 race blast, 58 varieties resistant to 2 races blast and 4 varieties resistant 3 races blast ie: Talun Bagang, Umbang BuluhPanan Banana, Pandan and The Bujang Banu. Keywords: local varieties, blast disease, race blast, Pyricularia grisea PENDAHULUAN Indonesia memiliki kekayaan plasma nutfah padi yang cukup besar berupa varietas lokal dan atau spesies liar. Kepulauan Nusantara di zaman dahulu kala menjadi satu dengan benua Asia, merupakan Pusat AsalTanaman (Center of Species Origin) padi. India, menurut Vavilov (1926) merupakan Pusat Asal Primertanaman padi dan Indonesia diperkirakan sebagai Pusat Asal Sekunder (Secondary of Species Origin).Varietas lokal padi telah berabad-abad dibudidayakan secara turun-temurun oleh sekelompok masyarakatpada agroekosistem spesifik, sehingga varietas lokal masing-masing memiliki sifat tahan/toleran terhadap cekaman biotik maupun abiotik yang terjadi pada agroekosistem spesifik terkait. Sebelum tahun 1970 sebagian besar petani padi di Indonesia menggunakan varietas lokal yang jumlahnya ribuan dan penyebarannya meliputi areal yang sempit sesuai dengan keadaan lingkungan yang berbeda. Varietas-varietas lokal ini telah ditanam oleh petani secara turun temurun sejak berabad-abad yang lampau dan telah beradaptasi pada berbagai kondisi lahan dan iklim. Selain itu, varietas lokal secara alami telah teruji ketahanannya terhadap berbagai tekanan lingkungan 668 Anggiani Nasution et al: Sumbangan Varietas Lokal Sebagai Tetua Tahan Penyakit Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

15 serta hama dan penyakit sehingga merupakan kumpulan sumberdaya genetik yang tak ternilai harganya. (Siwi dan Kartowinoto, 1989). Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat berkurang karena usaha manusia untuk menanam atau memperluas jenis-jenis unggul baru sehingga jenisjenis lokal yang amat berguna akan terdesak bahkan dapat lenyap. Keadaan ini dapat menimbulkan bahaya cukup serius karena mengurangi ragam genotipa yang penting artinya bagi pemuliaan (Poespodarsono, 1988). Plasma nutfah merupakan aset nasional yang perlu dilestarikan karena merupakan bahan pokok pemuliaan tanaman. Untuk mendukung program pemuliaan tanaman dalam menciptakan varietas padi unggul diperlukan sumber gen yang tahan terhadap organisme pengganggu tanaman dan toleran terhadap cekaman lingkungan serta mempunyai potensi hasil tinggi dengan mutu baik. Untuk itu diperlukan plasma nutfah dengan keragaman genetik yang luas (Silitonga, 1988). Penggunaan varietas lokal dalam program pemuliaan telah sering dianjurkan, dengan tujuan untuk memperluas latar belakang genetik varietas unggul yang akandihasilkan (Cooperet al. 2001, Spoor and Simmonds 2001,Berthaud et al. 2001). Penggunaan gen-gen tahan terhadap berbagai cekaman yang dimiliki varietas lokaldalam pemuliaan tanaman dapat meningkatkan keunggulan varietas unggul yang akan dihasilkan.nafisah et al. (2008) Di beberapa wilayah tertentu varietas lokal masih ditanam petani karena mutu berasnya yang baik dengan harga jual yang tinggi. Erosi genetik tanaman padi akan semakin kritis apabila tidak dilakukan upaya pelestarian varietas lokal yang masih ada.varietas lokal belum intensif digunakan sebagai tetuadalam program pemuliaan. Pemuliaantanaman padi dengan memanfaatkanvarietas lokal dengan memperhatikan keunggulan spesifikyang dimiliki varietas lokal tersebut diharapkan dapat meningkatkan keunggulan varietas padi yang dibudidayakan di lokalita spesifik. Penyakit blas yang disebabkan Pyricularia grisea merupakan penyakit penting pada tanaman padi di Indonesia terutama pada padi gogo di lahan kering. Akhirakhir ini penyakit blas dilaporkan banyak ditemukan padapadi sawah irigasi, terutama di Jawa Barat (Subang,Karawang, dan Indramayu), Jawa Tengah (Pemalang,Pekalongan, Batang, Demak, Jepara, dan Blora), danjawa Timur (Lamongan, Jombang, Mojokerto, Pasuruan,Probolinggo, dan Lumajang) (Sudir et al. 2014). Hal inikemungkinan disebabkan oleh munculnya jamur P.grisearas baru yang mampu beradaptasi dan berkembang padapadi sawah irigasi.jamur P. grisea mempunyaikeragaman genetik yang tinggi dan sifat perkembanganseluler dan morfologi yang sangat adaptif pada tanamanpadi yang diinfeksi (Koizumi 2009). Kerugian hasil akibat penyakit blas sangatbervariasi tergantung kepada varietas yang ditanam,lokasi, musim, dan teknik budi daya. Pada stadiumvegetatif penyakit blas dapat menyebabkan tanaman matidan pada stadium generatif Anggiani Nasution et al: Donation Of Local Varieties As Blas-Resistant Parent Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

16 dapat menyebabkankegagalan panen hingga 100% (Sobrizal et al. 2007).Cara pengendalian penyakit blas dapat dilakukandengan berbagai cara di antaranya dengan teknik budidaya, penanaman varietas tahan, dan penggunaanfungisida. Penggunaan varietas tahan merupakan carayang paling efektif, ekonomis, dan mudah dilakukan. Namun, penggunaan teknologi ini berhadapan dengan patogen penyakit blas yang memiliki keragaman genetikdan kemampuan beradaptasi yang tinggi sehingga dengancepat membentuk ras baruyang dapat mematahkanketahanan varietas yang baru diperkenalkan (Santoso,et al. 2007, Fukuta et al. 2009, Lestari et al. 2011).Penyebab terbentuknya populasi bersifat dinamis iniantara lain adalah adanya kemampuan dalam melakukanrekombinasi baik secara seksual maupun aseksual(zeigler 1998). Sejumlahvarietas unggul yang ditargetkanuntuk mengendalikan penyakit blas di suatu lingkunganhanyadapat berkembang selama dua sampai tiga musimsaja (Amir et al. 2000), oleh karena itu tujuan dari penelitiaan ini adalah mencari tetua tetua baru dari varietas local yang tahan terhadap penyakit blas. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah kaca Inlitpa Bogor MT 2017 Materi genetik yang diuji sebanyak 100 varietas lokal dan 2 varietas kontrol rentan Kencana Bali. Ras cendawan P. grisea yang digunakan adalah ras,033, 073, 133, dan 173 Varietas/galur ditanam pada pot-pot plastik persegi panjang dengan ukuran 20x10x10 cm, ditanam secara gogo dengan pemupukan 5 g Urea, 1,3 g TSP dan 1,2 g KCl untuk setiap 10 kg tanah kering. Percobaan dilakukan dengan 2 ulangan. Masing-masing ras P. grisea diperbanyak pada media kentang dekstrose agar pada cawan petri selama 7 hari. Biakan murni selanjutnya dipindahkan ke media tepung gandum agar selama 12 hari. Pada hari ke-10 setelah pemindahan diadakan penggosokan koloni cendawan dengan menggunakan air steril yang ditambah 0.01 g streptomycin/liter. Setelah digosok disimpan dalam inkubator bercahaya dengan lampu neon 20 watt selama 48 jam. Pada hari ke-12 diadakan penggosokan ulang dengan menggunakan kuas gambar no.10 dan air steril yang mengandung Tween 20 sebanyak 0.02% untuk mendapatkan larutan spora. Kerapatan spora yang digunakan sebesar 2 x 10 5 spora/ml. Inokulasi dilakukan dengan cara penyemprotan pada tanaman berumur 18 hari atau stadia 4-5 daun. Tanaman yang telah diinokulasi diinkubasikan selama 24 jam dalam ruang lembab, kemudian dipindahkan ke rumah kaca. Untuk memelihara kelembaban selama di rumah kaca dilakukan pengembunan. Pengamatan evaluasi ketahanan dilakukan mulai hari ke-7 setelah inokulasi dengan menggunakan standar evaluasi IRRI (2014) yaitu : Tabel 1. Skala pengamatan IRRI, Anggiani Nasution et al: Sumbangan Varietas Lokal Sebagai Tetua Tahan Penyakit Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

17 Skala Keterangan 0 Tidak ada gejala serangan 1 Terdapat bercak-bercak sebesar ujung jarum 2 Bercak nekrotik keabu-abuan, berbentuk bundar dan agak lonjong, panjang 1-2 mm dengan tepi coklat 3 Bercak khas blas, panjang 1-2 mm 4 luas daun terserang kurang dari 4% luas daun 5 Bercak khas blas luas daun terserang 4-10% 6 Bercak khas blas luas daun terserang 11-25% 7 Bercak khas blas luas daun terserang 26-50% 8 Bercak khas blas luas daun terserang 51-75% 9 Bercak khas blas luas daun terserang % HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan dari 100 varietas lokal yang diuji dengan 4 ras blas ternyata ketahannya bervariasi antar varietas dari yang tahan (T) sampai dengan rentan (R) (Lampiran 1). Tahan terhadap 1 ras blas ada sebanyak 25 varietas, yang terdiri dari 9 varietas tahan terhadap ras 033, 8 varietas tahan terhadap ras 073, 7 varietas lokal tahan terhadap ras 133 dan 1 varietas lokal tahan terhadap ras 173 (Tabel 2). Tabel 2. Varietas lokal yang tahan terhadap 1 ras blas di KP Muara MT1 tahun 2017 No. No Reaksi Pyricularia grisea Nama Aksesi Urut Aksesi Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras Ketan Bujuk 3 AT 1 T 3 AT 3 AT Lahatan Jambu 3 AT 3 AT 1 T 3 AT Ketan Lokal Keriting 5 R 1 T 1 T 3 AT Padi Sawah Palui 5 R 5 R 5 R 1 T Talun Bintik 3 AT 1 T 3 AT 3 AT Padi Sawah Kardil 3 AT 1 T 3 AT 3 AT Garagai Bukit Gunung 3 AT 1 T 3 AT 3 AT Mas Rejono 3 AT 3 AT 1 T 5 R Anggiani Nasution et al: Donation Of Local Varieties As Blas-Resistant Parent Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

18 No. Urut No Aksesi Nama Aksesi Reaksi Pyricularia grisea Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras Tampai 5 R 1 T 3 AT 5 R Ringgit 1 T 3 AT 5 R 5 R Padi Jarum emas 1 T 3 AT 3 AT 5 R Kaya Terabah 1 T 5 R 5 R 5 R Krawang 5 R 5 R 1 T 5 R Padi Wi 1 T 5 R 3 AT 3 AT Padi Sibur 3 AT 5 R 1 T 3 AT Serepet Tinggi 5 R 3 AT 1 T 3 AT Serepet Rendah 5 R 1 T 3 AT 5 R Pelempung Jambi 5 R 3 AT 1 T 3 AT Serai 3 AT 1 T 5 R 5 R Dupa 1 T 3 AT 3 AT 3 AT Pulut Kemuken 3 AT 5 R 1 T 3 AT Padi Buyung 1 T 3 AT 3 AT 5 R Geragai/Mayang 1 T 3 AT 5 R 5 R Ketan Siam 1 T 3 AT 5 R 5 R Si Buyung Pendek 1 T 5 R 5 R 5 R Keterangan ;T: Tahan; R:Rentan; AT:Agak Tahan Tahan terhadap 2 ras blas ada sebanyak 58 varietas lokal yang terdiri dari tahan terhadap ras 033 dan 073 ada sebanyak 19 varietas local, tahan terhadap ras 033 dan 133 ada sebanyak 10 varietas local, tahan terhadap ras 033 dan 173 ada sebanyak 6 varietas local, tahan terhadap ras 073 dan 133 ada sebanyak 16 varietas, tahan terhadap ras 073 dan 1`73 ada sebanyak 6 varietas dan tahan terhadap ras 133 dan 173 ada 1 varietas local (Tabel 3). Tabel 3. Varietas lokal yang tahan terhadap 2 ras blas di KP Muara MT1 tahun 2017 No. No Reaksi Pyricularia grisea Nama Aksesi Urut Aksesi Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras Sawah Beling 3 AT 1 T 3 AT 1 T Sawah Belut I 1 T 3 AT 1 T 3 AT Boneng 3 AT 1 T 1 T 5 R 672 Anggiani Nasution et al: Sumbangan Varietas Lokal Sebagai Tetua Tahan Penyakit Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

19 No. Urut No Aksesi Nama Aksesi Reaksi Pyricularia grisea Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras Sido Muncul 3 AT 3 AT 1 T 1 T Siam Salaka 1 T 3 AT 3 AT 1 T Angkara 3 AT 1 T 1 T 3 AT Pulut Unggul 1 1 T 1 T 5 R 5 R Pandan Harum 1 T 1 T 3 AT 5 R Kumpang Mas 3 AT 1 T 1 T 3 AT Sintang Pulau Pisau 3 AT 1 T 1 T 5 R Haji Bila Kuala Kurun 1 T 3 AT 1 T 5 R Sampui Pulau Pisau 1 T 3 AT 1 T 5 R Padi Durian B 5 R 1 T 1 T 3 AT Padi Cina 5 R 1 T 1 T 3 AT Ringkak Putih 3 AT 1 T 1 T 5 R Ketupat Kalbar 3 AT 1 T 1 T 3 AT Si Rendah 5 R 1 T 1 T 5 R Gedabung 5 R 1 T 1 T 5 R Padi Beringin 1 T 3 AT 5 R 1 T Padi Serai 1 T 3 AT 1 T 5 R Selasih 1 T 5 R 3 AT 1 T Palao Bantanan 3 AT 1 T 1 T 5 R Jambai 1 T 1 T 5 R 5 R Padi Jambai 1 T 1 T 3 AT 5 R Teratai 1 T 1 T 3 AT 3 AT Padi Tempunak 1 T 1 T 3 AT 5 R Randah Betung 1 T 1 T 3 AT 5 R Ketupat Kaltim 1 T 1 T 3 AT 3 AT Palut Lango 1 T 1 T 3 AT 3 AT Pulut Mayang 1 T 1 T 5 R 3 AT Rendah 3 AT 1 T 3 AT 1 T Angkara 3 AT 1 T 5 R 1 T Paringan 1 T 3 AT 1 T 3 AT Raden Kuning 3 AT 1 T 3 AT 1 T Anggiani Nasution et al: Donation Of Local Varieties As Blas-Resistant Parent Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

20 No. Urut No Aksesi Nama Aksesi Reaksi Pyricularia grisea Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras Padi Putih 1 T 1 T 3 AT 3 AT Puluk Bolong 1 T 1 T 3 AT 3 AT Ranggong 3 AT 1 T 1 T 5 R Pontianak 1 T 3 AT 1 T 5 R Ketan 1 T 1 T 5 R 5 R Penyulu Jambu 3 AT 1 T 1 T 5 R Popot 1 T 1 T 3 AT 3 AT Keriting 3 AT 1 T 3 AT 1 T Padi Gogo 1 T 3 AT 3 AT 1 T Padi Kawan 5 R 1 T 3 AT 1 T Blukus 1 T 1 T 3 AT 3 AT Pulut Cantung 5 R 1 T 1 T 5 R Merayang Kuning 1 T 1 T 5 R 3 AT Gadis Kuning 1 T 1 T 3 AT 5 R Pulut Lompet 1 T 1 T 3 AT 5 R Pulut Lewok 1 T 3 AT 1 T 3 AT Jalu Briwit 1 T 1 T 3 AT 3 AT Pulu Tiwak 1 T 3 AT 3 AT 1 T Jalu Niung 1 T 3 AT 1 T 3 AT Pulut Kerimpang 5 R 1 T 1 T 5 R Muntai 3 AT 1 T 1 T 5 R Sabai Kecil 1 T 5 R 1 T 5 R Lantik Bambam 1 T 5 R 1 T 5 R Padi Kucing 1 T 5 R 3 AT 1 T Keterangan ;T: Tahan; R:Rentan; AT:Agak Tahan Varietas tahan terhadap 3 ras blas ada sebanyak 4 varietas lokal yang terdiri dari, tahan terhadap ras 033, 073 dan ras 133 ada sebanyak 3 varietas dan 1 varietas tahan terhadap ras 073, 133 dan ras 173 (Tabel 4). Tabel 4. Varietas lokal yang tahan terhadap 3 ras blas di KP Muara MT1 tahun Anggiani Nasution et al: Sumbangan Varietas Lokal Sebagai Tetua Tahan Penyakit Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

21 No. Urut No Aksesi Nama Aksesi Reaksi Pyricularia grisea Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras Talun Bagang 1 T 1 T 1 T 5 R Umbang Buluh Pulang 1 T 1 T 1 T 5 R Pisang Padi Pandan 1 T 1 T 1 T 5 R Si Bujang Banu 3 AT 1 T 1 T 1 T Keterangan ;T: Tahan; R:Rentan; AT:Agak Tahan KESIMPULAN Dari 100 varietas lokal yang diuji dengan 4 ras blas ternyata diperoleh 25 varietas yang tahan terhadap 1 ras blas, 58 varietas tahan terhadap 2 ras blas dan 4 varietas tahan 3 ras blas yaitu Talun Bagang, Umbang Buluh Pulang Pisang, Padi Pandan dan Si Bujang Banu. DAFTAR PUSTAKA Amir, M., A. Nasution, dan Santoso Inventarisasiras P. grisea di daerah Sukabumi Jawa Barat musimtanam hlm DalamSoedarmono, Arwiyanto, T., Donowidjojo, S.,Djatmiko, H.A., Utami, D.S., Prihatiningsih, N.,Pramono, A., dan E. Mugiastuti (Ed.). ProsidingKongres Nasional XV. PFI. Purwokerto. Berthaud, S., J.C. Clement, L. Emperaire, D. Louette, F. Pinton, J. Sanow, and S. Second The role of local-level geneflow in enhancing and maintaining genetic diversity. H.D. Cooper, C. Spillene, and Hodgken (eds.). Broadening the Genetic Base of Crops. IGRI, FAO, CABI Publishing. UK. Fukuta, Y., Xu, D., Kobayashi, N., Jeanie, M., Yanoria, T., Hairmansis, A., and N. Hayashi Genetic characterization of universal differential varieties for blast resistance developed under the IRRI-Japan Collaborative Research Project unsing DNA markers in rice (Oryza sativa L.). p In Yoshimichi Fukuta, Casiana M. Vera Crus and N. Kabayashi (Ed.). Development and Characterization of Blast Resistance Using Differential Varieties in Rice. JIRCAS Working report No. 63. Tsukuba, Japan. IRRI Standard Evaluation System for Rice (SES). 5th edition. Los Banos, Philippines. International Rice Research Institute. 57 pages. Anggiani Nasution et al: Donation Of Local Varieties As Blas-Resistant Parent Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

22 Koizumi, S Monitoring of blas races to ensuredurability of blast resistance in Japanese ricecultivars. p.1-9. In Yoshimichi Fukuta, Casiana M.Vera Crus and N. Kabayashi (Ed.). Development andcharacterization of Blast Resistance UsingDifferential Varieties in Rice. JIRCAS Working reportno. 63. Tsukuba, Japan Nafisah, A.A.Daradjat, dan S. Silitonga Keragaman Genetik dan Upaya Pemanfaatannya dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional dalam Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumberdaya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Subang. Lestari, P., Trijatmiko, R.T., Reflinur, Warsun, A., Tasliah,Ona, I., Vera Cruz, C., and M. Bustaman.2011.Mapping quantitative trait loci conferring blastresistance in upland indica rice (Oryza sativa L.). J.Crop Sci. Biotech. 14(1): Santoso, A. Nasution, D.W. Utami, I. Hanarida, A.D. Ambarwati, S. Mulyopawiro, dan D. Tharreau Variasi genetik dan spectrum virulensi pathogen blas pada padi asal Jawa Barat dan Sumatera. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 26(3): Silitonga, T.S Pengelolaan dan pemanfaatan plasma nutfah padi di Indonesia. Buletin Plasma Nutfah 10(2): Sobrizal, Santoso, Anggiani, and Suwarno Rice blast disease in Indonesia. p In Yoshimichi Fukuta, Casiana M. Vera Crus and N. Kabayashi (Ed.). A Differential System for Blast Resistance for Stable Rice Production Environment. JIRCAS Working report No. 53. Tsukuba, Japan. Spoor, W. and N.W. Simmonds Base-broadening introgression and incorporation. Pp H.D. Cooper, C. Spillene, and Hodgken (Eds). Broadening the genetic base of crops. IGRI, FAO, CABI Publishing. UK. Silitonga, T.S Konservasi dan Pemanfaatan Plasma Nutfah Padi dalam Padi Buku 1. Badan Penelitian dan Pengemabangan pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Siwi, B.H. dan S. Kartowinoto Plasma Nutfah Padi dalam Padi Buku 2. Badan Penelitian dan Pengemabangan pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Sudir, A. Nasution, Santoso, dan B. Nuryanto (2014) Penyakit Blas Pyricularia grisea pada Tanaman Padi dan Strategi Pengendaliannya. Iptek Tanaman Pangan vol. 9 no Poespodarsono, S Dasar-Dasar Ilmu Pemulian Tanaman. Pusat Antar Universitas IPB Bogor. 676 Anggiani Nasution et al: Sumbangan Varietas Lokal Sebagai Tetua Tahan Penyakit Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

23 Vavilov, N.I Studies on origin of cultivated plants. Bull. Appl. Bot. 16(2): 248. Ziegler, R.S Recombination in Magnaporthe grisea.ann. Phytopathology 36: Lampiran 1. Reaksi ketahanan varietas lokal terhadap 4 ras blas di KP Muara MT1 tahun 2017 No. Urut No Aksesi Nama Aksesi Reaksi Pyricularia grisea Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras Ketan Bujuk 3 AT 1 T 3 AT 3 AT Ketan Abang 5 R 3 AT 3 AT 3 AT Sawah Beling 3 AT 1 T 3 AT 1 T Sawah Kanyut II 3 AT 5 R 3 AT 5 R Sawah Belut I 1 T 3 AT 1 T 3 AT Boneng 3 AT 1 T 1 T 5 R Srakap 3 AT 5 R 3 AT 5 R Ketan Unggul 5 R 5 R 3 AT 3 AT Sido Muncul 3 AT 3 AT 1 T 1 T Lahatan Jambu 3 AT 3 AT 1 T 3 AT Siam Salaka 1 T 3 AT 3 AT 1 T Angkara 3 AT 1 T 1 T 3 AT Jalu Niung 2 3 AT 3 AT 3 AT 5 R Pulut Unggul 1 1 T 1 T 5 R 5 R Pandan Harum 1 T 1 T 3 AT 5 R Ketan Lokal Keriting 5 R 1 T 1 T 3 AT Talun Bagang 1 T 1 T 1 T 5 R Padi Gunung Tampeko 3 AT 5 R 5 R 3 AT Padi Sawah Palui 5 R 5 R 5 R 1 T Talun Bintik 3 AT 1 T 3 AT 3 AT Padi Sawah Kardil 3 AT 1 T 3 AT 3 AT Padi Sawah Ngale 5 R 3 AT 5 R 5 R Kumpang Mas 3 AT 1 T 1 T 3 AT Anggiani Nasution et al: Donation Of Local Varieties As Blas-Resistant Parent Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

24 No. Urut No Aksesi Nama Aksesi Umbang Buluh Pulang Pisang Garagai Bukit Gunung Mas Reaksi Pyricularia grisea Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras T 1 T 1 T 5 R 3 AT 1 T 3 AT 3 AT Sintang Pulau Pisau 3 AT 1 T 1 T 5 R Ilat Lahan Kering Gunung 3 AT 3 AT 3 AT 5 R Mas Haji Bila Kuala Kurun 1 T 3 AT 1 T 5 R Sampui Pulau Pisau 1 T 3 AT 1 T 5 R Padi Pandan 1 T 1 T 1 T 5 R Padi Durian B 5 R 1 T 1 T 3 AT Padi Cina 5 R 1 T 1 T 3 AT Ringkak Putih 3 AT 1 T 1 T 5 R Pulut Sedau Hitam 1 T 1 T 1 T 3 AT Ketupat Kalbar 3 AT 1 T 1 T 3 AT Si Rendah 5 R 1 T 1 T 5 R Gedabung 5 R 1 T 1 T 5 R Rejono 3 AT 3 AT 1 T 5 R Tampai 5 R 1 T 3 AT 5 R Ringgit 1 T 3 AT 5 R 5 R Padi Jarum emas 1 T 3 AT 3 AT 5 R Padi Beringin 1 T 3 AT 5 R 1 T Padi Serai 1 T 3 AT 1 T 5 R Selasih 1 T 5 R 3 AT 1 T Palao Bantanan 3 AT 1 T 1 T 5 R Kaya Terabah 1 T 5 R 5 R 5 R Jambai 1 T 1 T 5 R 5 R Padi Jambai 1 T 1 T 3 AT 5 R Teratai 1 T 1 T 3 AT 3 AT Padi Tempunak 1 T 1 T 3 AT 5 R Randah Betung 1 T 1 T 3 AT 5 R 678 Anggiani Nasution et al: Sumbangan Varietas Lokal Sebagai Tetua Tahan Penyakit Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

25 No. Urut No Aksesi Nama Aksesi Reaksi Pyricularia grisea Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras Krawang 5 R 5 R 1 T 5 R Ketupat Kaltim 1 T 1 T 3 AT 3 AT Palut Lango 1 T 1 T 3 AT 3 AT Pulut Mayang 1 T 1 T 5 R 3 AT Pulut Kuning 5 R 5 R 5 R 3 AT Padi Hungkai 3 AT 1 T 5 R 1 T Rendah 3 AT 1 T 3 AT 1 T Padi Wi 1 T 5 R 3 AT 3 AT Angkara 3 AT 1 T 5 R 1 T Padi Sibur 3 AT 5 R 1 T 3 AT Si Bujang Banu 3 AT 1 T 1 T 1 T Serepet Tinggi 5 R 3 AT 1 T 3 AT Serepet Rendah 5 R 1 T 3 AT 5 R Paringan 1 T 3 AT 1 T 3 AT Raden Kuning 3 AT 1 T 3 AT 1 T Pelempung Jambi 5 R 3 AT 1 T 3 AT Padi Putih 1 T 1 T 3 AT 3 AT Puluk Bolong 1 T 1 T 3 AT 3 AT Ranggong 3 AT 1 T 1 T 5 R Pontianak 1 T 3 AT 1 T 5 R Serai 3 AT 1 T 5 R 5 R Ketan 1 T 1 T 5 R 5 R Penyulu Jambu 3 AT 1 T 1 T 5 R Popot 1 T 1 T 3 AT 3 AT Keriting 3 AT 1 T 3 AT 1 T Padi Gogo 1 T 3 AT 3 AT 1 T Padi Kawan 5 R 1 T 3 AT 1 T Blukus 1 T 1 T 3 AT 3 AT Pulut Cantung 5 R 1 T 1 T 5 R Nongkong Jambu 3 AT 5 R 5 R 5 R Dupa 1 T 3 AT 3 AT 3 AT Anggiani Nasution et al: Donation Of Local Varieties As Blas-Resistant Parent Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

26 No. Urut No Aksesi Nama Aksesi Reaksi Pyricularia grisea Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras Merayang Kuning 1 T 1 T 5 R 3 AT Gadis Kuning 1 T 1 T 3 AT 5 R Pulut Lompet 1 T 1 T 3 AT 5 R Pulut Lewok 1 T 3 AT 1 T 3 AT Pulut Kemuken 3 AT 5 R 1 T 3 AT Jalu Briwit 1 T 1 T 3 AT 3 AT Pulu Tiwak 1 T 3 AT 3 AT 1 T Jalu Niung 1 T 3 AT 1 T 3 AT Libu Banjar 5 R 5 R 3 AT 5 R Pulut Kerimpang 5 R 1 T 1 T 5 R Muntai 3 AT 1 T 1 T 5 R Padi Buyung 1 T 3 AT 3 AT 5 R Geragai/Mayang 1 T 3 AT 5 R 5 R Ketan Siam 1 T 3 AT 5 R 5 R Si Buyung Pendek 1 T 5 R 5 R 5 R Sabai Kecil 1 T 5 R 1 T 5 R Lantik Bambam 1 T 5 R 1 T 5 R Padi Kucing 1 T 5 R 3 AT 1 T Keterangan ;T: Tahan; R:Rentan; AT:Agak Tahan 680 Anggiani Nasution et al: Sumbangan Varietas Lokal Sebagai Tetua Tahan Penyakit Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

27 JENIS DAN INTENSITAS SERANGAN HAMA PENYAKIT PADA TANAMAN PADI DILUAR JADWAL TANAM DI KECAMATAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH TYPE AND PEST DISEASES INTENSITY ATTACKS ON RICE CROPS OUTSIDE PLANTING SCHEDULE IN TABA PENANJUNG BENGKULU TENGAH REGENCY Hertina Artanti, Yahumri, dan Yulie Octavia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jalan Irian km. 6,5 Kelurahan Semarang Bengkulu hertina_artanti@yahoo.comhp : ABSTRAK Tanaman padi merupakan komoditas pangan utama yang harus terpenuhi ketersediaannya bagi masyarakat di Bengkulu. Dalam teknik budidaya terdapat faktor yang menjadi penghambat dalam meningkatkan hasil produksinya, salah satunya yaitu adanya serangan hama dan penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan intensitas serangan hama penyakit pada tanaman padi yang ditanam di luar jadwal tanam musim kemarau (MK) Penelitian dilakukan di lahan petani kooperator Desa Surau, Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah. Penelitian dilakukan dengan cara mengidentifikasi jenis dan menghitung intensitas serangan hama penyakit yang ada dipertanaman padi pada tiga varietas yaitu Inpari 15, Inpari 22 dan Inpari 25. Pengamatan dilakukan pada tanaman padi berumur 18 HST, 24 HST dan 45 HST. Pengambilan sampel menggunakan metode puposive sampling pada 10 rumpun tanaman padi dengan 3 kali ulangan. Hasil pengamatan diidentifikasi jenis serangga yang ditemukan dan dihitung intensitas serangan hama penyakit menggunakan rumus intensitas serangan. Hasil penelitian menunjukkan jenis hama dan predator yang ditemukan pada yaitu ulat jengkal hijau (Naranga aenescense), keong mas (Pomacea canaliculata) dan kumbang Coccinella sp, sedangkan intensitas hama tertinggi sebesar 73,33% yang disebabkan serangan ulat Naranga aenescense dan intensitas penyakit tertinggi sebesar 57,50% yang disebabkan oleh penyakit blas daun (Pyricularia grisea). Kata kunci : hama penyakit, identifikasi, intensitas serangan, padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

28 ABSTRACT Paddy is main food commodities that must be fulfilled it is availability community in Bengkulu. On cultivation technique there are factors that hampered in raising production results, which one pests and diseases attacks. This research aims to know type and intensity pest and disease attacks in rice plant planted outside planting schedule on summer Research was conducted at farmer s land in Surau village, Taba Penanjung, Bengkulu Tengah. Research done by identifying type and intensity pest and disease attacks count existing rice planted on three varieties, namely Inpari 15, Inpari 22 and Inpari 25. Observation is done at rice plant 18, 45 and 24 days after planting (DAP). Sampling method using puposive sampling at 10 clump rice plant with 3 times repeats. Observations identified types of insects are found and calculated the intensity pest and diseases attack using formula intensity attack. Results showed that kind of pests and predators found there are Naranga aenescense, Pomacea canaliculata and Coccinella sp, whereas the highest pest intensity is 73.33% caused by Naranga aenescense attack and the highest disease intensity is 57.50% caused by Pyricularia grisea. Keywords: pests and diseases, identification, intensity attacks, rice PENDAHULUAN Kebutuhan pangan semakin hari semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Oleh karena itu, produksi pangan harus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu menanam padi di luar jadwal tanam. Dalam upaya peningkatan produksi dengan menanam padi di luar jadwal tanam pasti akan dihadapkan pada beberapa kendala, salah satunya yaitu serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit tanaman bersifat dinamis dan perkembangannya dipengaruhi oleh lingkungan biotik seperti fase pertumbuhan tanaman dan populasi organisme lain, serta lingkungan abiotik seperti iklim, musim, dan agroekosistem. Pada dasarnya semua organisme dalam keadaan seimbang (terkendali) jika tidak terganggu keseimbangan ekologinya. Perubahan iklim, stadia tanaman, budidaya, pola tanam, keberadaan musuh alami, dan cara pengendalian mempengaruhi dinamika perkembangan hama dan penyakit (Makarim et al., 2003). Padi merupakan tanaman semusim sehingga keadaan ekologinya sering berubah-ubah, sehingga mengakibatkan tidak stabilnya keseimbangan antara populasi hama dan predator (predator, parasit dan patogen), karena pada tanaman semusim sering terjadi pemutusan masa bertanam yang akan mengakibatkan tidak berkembangnya predator dan perkembangan hama meningkat terus tanpa ada faktor pembatas dari alam (Tjahyadi, 1997). Tanaman padi merupakan inang yang ideal untuk beberapa spesies Arthropoda herbivor. Keseluruh bagian tanaman 682 Hertina Artanti et al: Jenis Dan Intensitas Serangan Hama Penyakit Pada Tanaman Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

29 dapat dimakan antara lain cairan bulir padi muda, daun, batang dan akar (Jumar, 2000). Menurut Anggraini et al., (2014), serangga hama yang menyerang tanaman padi yang ditanam diluar jadwal tanam di sawah lebak yaitu penggerek batang padi (Schirpophaga sp.), hama putih palsu (Cnaphalocrocis medinalis), belalang (Locusta sp.), wereng coklat (Nilaparvata lugens), wereng zigzag (Recillia dorsalis), wereng hijau (Nephotettix spp.), walang sangit (Leptocorisa acuta) dan kepinding tanah (Scotinophora coarctata). Musim kemarau terjadi antara bulan April September. Berdasarkan prediksi Kalender Tanam versi 2.5 untuk Bengkulu Tengah, serangan hama dan penyakit masih menjadi ancaman budidaya padi di musim kemarau. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi jenis dan intensitas serangan hama penyakit pada tiga varietas padi yang ditanam di luar jadwal. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan pada lahan petani kooperator di Desa Surau, Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, periode tanam April-September (MK 2016). Pada penelitian ini dilakukan pengamatan jenis hama yang ditemukan secara langsung dan menghitung intensitas serangan pada tiga varietas padi yaitu Inpari 15, Inpari 22 dan Inpari 25. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling pada 10 rumpun tanaman padi dengan 3 kali ulangan pada petak sawah yang berbeda. Luasan lahan yang diamati seluas 2 ha. Pengamatan dilakukan pada tanaman padi berumur 18 HST, 24 HST dan 45 HST. Intensitas serangan penyakit dihitung dengan rumus (Suganda et al., 2016): Keterangan : I : intensitas serangan (%) v : nilai skala tiap kategori kerusakan n : jumlah tanaman dalam setiap kategori kerusakan N : jumlah tanaman contoh yang diamati (10) Z : nilai skala tertinggi dari kategori kerusakan Tabel 1. Kriteria Penilaian Intensitas Serangan Skala Persentase Kerusakan Kategori 0 0 Normal 1 1<x 25 Ringan 2 25<x 50 Sedang 3 50<x 75 Berat 4 x 75 Sangat Berat Sumber : Leatimia dan Rumthe (2011) Sedangkan intensitas serangan hama dihitung dengan rumus (Pribadi, 2010) : Hertina Artanti et al: Type And Pest Diseases Intensity Attacks On Rice Crops Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

30 Keterangan : I : Intensitas serangan (%) n : Jumlah rumpun yang terserang N : Jumlah sampel yang diamati HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Hama dan Intensitas Serangan pada Pertanaman Padi di Luar Jadwal Jenis hama yang dominan ditemukan saat pengamatan pada ketiga varietas yang diamati yaitu Naranga aenescens dan Pomacea canaliculata yang merupakan hama utama pada fase vegetatif awal tanaman padi. Naranga aenescens dan Pomacea canaliculata mulai menunjukkan gejala serangan pada umur 24 HST, hal ini disebabkan adanya peningkatan populasi hama pada umur padi 24 HST sehingga tingkat kerusakan akibat hama tersebut meningkat. Intensitas serangan akibat Naranga aenescens termasuk berat dan Pomacea canaliculata termasuk ringan. Tabel 2. Populasi, jenis hama dan intensitas serangan Waktu Pengamatan Varietas Hama/Musuh Alami yang Ditemukan 18 HST 24 HST Jumlah (ekor) Intensitas Serangan (%) Kategori Serangan Inpari 15 Naranga aenescens 1 0 Normal Pomacea canaliculata 1 0 Normal Inpari 22 Naranga aenescens 2 0 Normal Pomacea canaliculata 1 0 Normal Inpari 23 Naranga aenescens 3 0 Normal Pomacea canaliculata 1 0 Normal Inpari 15 Naranga aenescens 7 70 Berat Pomacea canaliculata 5 10 Ringan Coccinella sp. 1 - Inpari 22 Naranga aenescens 8 60 Berat Pomacea canaliculata 6 46,67 Sedang Inpari 23 Naranga aenescens 7 73,33 Berat 684 Hertina Artanti et al: Jenis Dan Intensitas Serangan Hama Penyakit Pada Tanaman Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

31 Waktu Pengamatan Varietas Hama/Musuh Alami yang Ditemukan Jumlah (ekor) Intensitas Serangan (%) Kategori Serangan 45 HST Inpari 15 Naranga aenescens 6 30 Sedang Leptocorisa acuta 5 10 Ringan Scotinophara coarctata Sedang Rattus argentiventer - 10 Ringan Inpari 22 Naranga aenescens 4 46,67 Sedang Scotinophara coarctata 34 43,33 Sedang Pomacea canaliculata 1 3,33 Ringan Inpari 23 Naranga aenescens 1 10 Ringan Scotinophara coarctata Sedang Serangan hama yang ditemukan pada umur 45 HST atau fase generatif yaitu akibat serangan Naranga aenescens, Pomacea canaliculata, Leptocorisa acuta, Scotinophara coarctata, dan Rattus argentiventer. Intensitas serangan hama-hama tersebut termasuk dalam kategori ringan sampai sedang. Terdapat hama yang merupakan hama utama pada fase vegetatif masih muncul pada fase generatif yaitu Naranga aenescens dan Pomacea canaliculata. Intensitas serangan tikus yang ditemukan termasuk ringan. Selain itu terdapat serangan hama Leptocorisa acuta dan Scotinophara coarctata dengan intensitas ringan - sedang. Hama ini muncul pada awal berbunga dan pengisian bulir, akibat hama ini dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas padi. Kepinding tanah (Scotinophara coarctata) merupakan hama penghisap, jika menyerang pada fase anakan menyebabkan anakan berkurang dan pertumbuhan terhambat, bila menyerang pada fase bunting menyebabkan malai kerdil, exkresi malai tidak lengkap, dan gabah hampa. Jika populasi tinggi menyebabkan hopperburn (Paendong, Pelealu, dan Rimbing, 2011). Walang sangit (Leptocorisa acuta) merupakan hama penting pada pertanaman padi sawah. Walang sangit menyerang malai tanaman padi pada saat bunting dan masak susu. Walang sangit menghisap cairan bulir padi yang baru terbentuk. Akibatnya bulir padi menjadi berwarna putih dan hampa. Serangan yang berat pada malai yang masak susu akan menyebabkan bercak hitam pada bulir padi. Bercak hitam terus terlihat sampai bulir padi menguning. Gangguan hama walang sangit yang demikian dapat menyebabkan kualitas beras menurun (Irsan, Harun dan Saleh, 2014). Hertina Artanti et al: Type And Pest Diseases Intensity Attacks On Rice Crops Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

32 Tabel 3. Penyakit yang Muncul dan Intensitas Serangan Waktu Pengamatan 18 HST 24 HST 45 HST Varietas Penyakit yang Ditemukan Intensitas Serangan (%) Kategori Serangan Inpari 15-0 Normal Inpari 22-0 Normal Inpari 23-0 Normal Inpari 15-0 Normal Inpari 22-0 Normal Inpari 23-0 Normal Inpari 15 Pyricularia grisea 57,5 Berat Inpari 22 Pyricularia grisea 14,16 Ringan Hawar Daun Jingga 6,67 Ringan Inpari 23 Hawar Daun Jingga 10 Ringan Berdasarkan (Tabel 3) penyakit tanaman padi mulai muncul pada fase generatif. Penyakit yang teridentifikasi yaitu blas daun yang disebabkan oleh Pyricularia grisea dan hawar daun jingga. Intensitas serangan penyakit blas daun berat pada varietas Inpari 15 dan intensitas penyakit hawar daun ringan pada varietas Inpari 22 dan Inpari 23. Penyakit blas memiliki 2 macam jenis yaitu blas daun dan blas leher. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi. Menurut Suganda (2016) potensi kehilangan hasil akibat penyakit ini berkisar 3,65 ton/ha pada padi varietas Ciherang dengan potensi produksi sebesar 8,5 ton/ha. Penyakit blas daun memiliki ciri khas terdapat bercak coklat kehitaman berbentuk belah ketupat, dengan pusat bercak berwarna putih. Patogen ini memiliki kemampuan membentuk strain baru dengan cepat sehingga menjadikan penyakit ini sulit dikendalikan. Penyakit hawar daun jingga memiliki gejala serangan yang diawali dengan titik kecil berwarna jingga pada helaian daun, dari titik tersebut terbentuk garis lurus berwarna jingga menuju ujung daun. Gejala berkembang menjadi hawar yang mirip dengan hawar yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit ini menyebabkan gabah tidak terisi penuh sampai hampa (Syam et al., 2008). Pada musim hujan, hama dan penyakit yang biasa merusak tanaman padi adalah tikus, wereng batang coklat, penggerek batang, kepinding tanah, penyakit tungro, blas, dan hawar daun bakteri, serta berbagai penyakit yang disebabkan oleh jamur. Dalam keadaan tertentu, hama dan penyakit yang berkembang dapat terjadi di luar kebiasaan, misalnya pada musim kemarau basah, wereng batang coklat menjadi masalah pada varietas rentan. Sedangkan pada musim kemarau, hama dan penyakit yang merusak tanaman padi yaitu tikus, penggerek batang dan walang sangit (Hendarsih et al., 1999). 686 Hertina Artanti et al: Jenis Dan Intensitas Serangan Hama Penyakit Pada Tanaman Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

33 KESIMPULAN DAN SARAN Jenis hama yang teridentifikasi pada tiga varietas padi yang ditanam di luar jadwal yaitu Naranga aenescens, Pomacea canaliculata, Leptocorisa acuta, Scotinophara coarctata, dan Rattus argentiventer, sedangkan penyakit tanaman padi yang teridentifikasi yaitu blas daun dan hawar daun jingga. Intensitas serangan hama tertinggi sebesar 73,33% yang disebabkan serangan ulat Naranga aenescense dan intensitas penyakit tertinggi sebesar 57,50% yang disebabkan oleh penyakit blas daun (Pyricularia grisea). DAFTAR PUSTAKA Anggraini, S. Herlinda, S. Irsan, C dan Umayah, A Serangan Hama Wereng dan Kepik pada Tanaman Padi di Sawah Lebak Sumatera Selatan. Palembang: Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal. Hendarsih, S., N. Usyati, dan D. Kertoseputro Perkembangan Hama Padi pada Tiga Pola Tanam. Dalam Darajat, et al. (penyunting). Prosiding Hasil Penelitian Teknologi Tepat Guna Menunjang Gema Palagung. Balitpa Sukamandi; hlm. Irsan, C., Harun, M.U., dan Saleh, E Pengendalian Tikus dan Walang Sangit di Padi Organik Sawah Lebak. Palembang : Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal. Jumar Entomologi Pertanian. Rieneka Cipta. Jakarta. Leatimia, J. A., dan Rumthe, R. Y Studi Kerusakan Akibat Serangan Hama Pada Tanaman Pangan di Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur, Propinsi Maluku. Jurnal Agroforestri VI (1): Makarim, A.K., I.N. Widiarta, Hendarsih, S., dan S. Abdulrachman Petunjuk Teknis Pengelolaan Hara dan Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Padi Secara Terpadu. Kementerian Pertanian. Jakarta. 38 hlm. Paendong, E., Pelealu, J., dan Rimbing, J Penyebaran Hama Kepinding Tanah dan Musuh Alaminya Pada Pertanaman Padi Sawah di Sulawesi Utara. Eugenia 17 (3) : Pribadi, Avry Serangan Hama dan Tingkat Kerusakan Daun Akibat Hama Defoliator pada Tegakan Jabon (Anthocephalus cadamba miq.). J. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 7 (4): Suganda, T., Endah, Y., Fitri W., dan Hersanti Intensitas Penyakit Blast (Pyricularia oryzae Cav.) pada Padi Varietas Ciherang di Lokasi Endemik dan Pengaruhnya terhadap Kehilangan Hasil. Jurnal Agrikultura 27 (3): Syam, M., Suparyono, Hermanto, dan Wuryandari, D.S Masalah Lapang Hama Penyakit Hara Pada Padi. Puslitbang Pertanian Tanaman Pangan. Bogor. Hertina Artanti et al: Type And Pest Diseases Intensity Attacks On Rice Crops Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

34 Tjahyadi, N Hama dan Penyakit Tanaman Cetakan ke 6. Kanisius. Yogyakarta 688 Hertina Artanti et al: Jenis Dan Intensitas Serangan Hama Penyakit Pada Tanaman Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

35 KERAGAMAN GENETIK BAKTERI XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE DARI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA MENGGUNAKAN MARKA SPESIFIK GENETIC DIVERSITY OF XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE BACTERIA FROM SOME PLACES IN INDONESIA USING SPECIFIC MARKER Tasliah, Fensi Amalina, Mahrup, dan Joko Prasetiyono 1. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Jalan Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111, Jawa Barat, Indonesia 2. Program Studi Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung 40132, Jawa Barat, Indonesia HP: ABSTRAK Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan bakteri yang sering menyerang daun padi. Di Indonesia, banyak lahan padi yang terserang bakteri ini sehingga menimbulkan penyakit yang bernama hawar daun bakteri (HDB). Penelitian ini bertujuan untuk mengarakterisasi isolat-isolat Xoo dari beberapa wilayah di Indonesia menggunakan marka molekuler. Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) diisolasi dari daun padi hingga didapatkan kultur murni bakteri Xoo. Untuk memastikan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri Xoo maka dilakukan identifikasi menggunakan marka Xoo2976, setelah itu dilakukan isolasi DNA bakteri Xoo dan diamplifikasi menggunakan marka Je1 dan Jel2 pada mesin PCR. Hasil PCR diseparasi dalam elektroforesis menggunakan gel agarosa 2%. Skoring Pola pita DNA dilakukan dengan membuat bilangan biner dan menggunakan program NTSys untuk membentuk dendrogram. Hasil dari penelitian ini menunjukkan identifikasi bakteri Xoo dengan menggunakan marka molekuler sangat efektif dan menyingkat waktu dibanding dengan metode Postulat Koch. Kesamaan genetik bakteri Xoo di Indonesia lebih disebabkan oleh inang yang sama, walaupun berada pada daerah yang berbeda dan dipisahkan oleh laut. Isolat Xoo yang diperoleh di lapangan menunjukkan variasi ras yang tinggi, berbeda dengan ras V, ras Xa7, dan ras VIII. Kata kunci: Xanthomonas oryzae pv. oryzae, HDB, Jel1 Jel2, Ras Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

36 ABSTRACT Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) is a bacteria that often infects the leaves of rice. In Indonesia. In Indonesia, many field rice is attacked by these bacteria, causing the disease called bacterial leaf blight (BLB). This study aimed to characterize isolates of Xoo derived from some places in Indonesia using molecular marker. Xoos were isolated from the rice leaves to obtain pure cultures of them. To ensure they were Xoo, those Xoos then be identified using Xoo2976 marker. The pure Xoos were amplified using Jel1 and Jel2 markers in PCR machine, then separated by 2% agarose gel. Scoring pattern of DNA bands was done by creating a binary number and used the NTSYS program to form a dendrogram. This study showed identification of Xoo bacterial using molecular marker highly effective and save time compared with the method of Koch s postulates. The genetic similarity of Xoo bacterial in Indonesia was caused by the same host, although located in different areas and were separated by the sea. Xoo isolates in the field showed a high variation race, different with race V, race Xa7, and race VIII. Key words: Xanthomonas oryzae pv. oryzae, BLB, Jel1 Jel2, Ras PENDAHULUAN Hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. Oryzae (Xoo) merupakan penyakit penting pada pertanaman padi sawah. Penyakit HDB dapat mengurangi hasil panen padi dan kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit ini lebih tinggi pada daerah tropis dibandingkan dengan daerah subtropis. Di Indonesia, penyakit ini menyebabkan kerugian hasil panen rata-rata sebesar 21 36% pada musim hujan dan sebesar 18 28% pada musim kemarau (Wahyudi et al., 2011). Deteksi dini untuk menentukan apakah bakteri yang diperoleh adalah Xoo atau bukan dapat dilakukan dengan metode PCR menggunakan markamarka spesifik (Lang et al., 2010; Osananya et al., 2010). Metode konvensional untuk menentukan bakteri Xoo biasanya dilakukan dengan Postulat Koch yang memerlukan beberapa waktu yang lama (Kadir 2009). Untuk menentukan keragaman genetik bakteri Xoo juga telah didesain marka molekuler yang berbasis pada sekuen berulang (repetitive sequence) yang dimiliki oleh bakteri Xoo. Sebelum ditemukan primer-primer yang bisa digunakan di dalam teknik PCR untuk melihat keragaman genetik antar isolat Xoo digunakan teknik shoutern blot (RFLP) dengan menggunakan probe sebagai pelacak. Misalnya Leach et al. (1990, 1992) yang menggunakan probe pjel101 untuk mendeteksi isolat HDB dari berbagai negara. Analisis keragaman genetik isolat Xoo di Indonesia pernah dilakukan oleh Bustamam et al. (1997) dengan menggunakan metoda RFLP dengan probe pelacak 690 Tasliah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

37 IS1113 terhadap 551 isolat HDB yang dikoleksi dari 23 kabupaten di Pulau Jawa dan 7 kabupaten di Pulau Bali. Dari 551 isolat tersebut dihasilkan 15 macam tipe profil DNA. Probe/marka IS1113 merupakan elemen repetitif/berulang di dalam genom Xoo dan juga merupakan elemen loncat/transposable element. Selain IS1113, ada juga pelacak IS1112 yang telah dibuat primer untuk PCR, yang dikenal dengan marka Jel1 dan Jel2, sehingga pengerjaannya lebih cepat, efisien, dan ekonomis dibanding dengan RFLP (George et al., 1996; Jalaluddin et al., 2005). Pada penelitian yang dilakukan di Vietnam selatan (Furuya et al., 2012) dilaporkan bahwa elemen berulang IS1112 ini dapat digunakan untuk menganalisis ras dari bakteri Xoo tersebut. Identifikasi ras ini dilakukan dengan menggunakan isolat bakteri yang telah diketahui rasnya sebagai standar/acuan. Identifikasi ras ini penting untuk menjadi rekomendasi padi apa saja yang dapat ditanam di daerah tersebut agar tidak terserang penyakit HDB. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengarakterisasi isolat-isolat Xoo dari beberapa wilayah di Indonesia menggunakan marka molekuler. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor, pada bulan Juni s.d. Desember Bahan Bakteri yang digunakan adalah koleksi bakteri Xoo yang disimpan dalam agar miring yang sebelumnya telah dilakukan isolasi dari daun padi yang terserang Xoo. Adapun koleksi dengan kode Xoo14 diambil dari daun padi di lapangan dan merupakan koleksi terbaru (Tabel 1), kemudian diidentifikasi menggunakan marka spesifik Xoo2976 (Lang et al., 2010). Tabel 1. Daftar koleksi bakteri Xoo yang digunakan pada penelitian ini No Kode isolat Inang Lokasi 1 Xoo Unknown Ds. Kalimanggis, Kec.Subah, Kab. Batang- Jateng 2 Xoo Asetona Ds. Bolang-Bolang, Kec. Bonto Morano, Kab.Gowa-Sulsel 3 Xoo Unknown Ds. Kalimanggis, Kec.Subah, Kab. Batang- Jateng 4 Xoo Unknown Ds. Kalimanggis, Kec, Subah, Kab, Batang- Jateng Tasliah et al: Genetic Diversity Of Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Bacteria From Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

38 No Kode isolat Inang Lokasi 5 Xoo Ciherang Ds. Warung Nangka, Kec. Ciasem, Kab. Subang-Jabar 6 Xoo Unknown Ds. Kauman, Kec. Batang, Kab. Batang- Jateng 7 Xoo Asetona Ds. Bolang-Bolang, Kec. Bonto Morano, Kab.Gowa-Sulsel 8 Xoo Ciherang Ds. Cigadung, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 9 Xoo Unknown Ds. Kalimanggis, Kec.Subah, Kab. Batang- Jateng 10 Xoo Ciherang Ds. Bayuning, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jabar 11 Xoo Ciherang Ds. Karang Tawang, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 12 Xoo Ciherang Ds. Cimeong, Kec. Banjaran, Kab. Majalengka-Jabar 13 Xoo Ciherang Ds. Kadugede, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jabar 14 Xoo Ciherang Ds. Jatipamon, Kec. Talaga, Kab. Majalengka- Jabar 15 Xoo Ciherang Ds. Cigadung, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 16 Xoo Ciherang Ds. Cimeong, Kec. Banjaran, Kab. Majalengka-Jabar 17 Xoo Unknown Ds. Kalimanggis, Kec.Subah, Kab. Batang- Jateng 18 Xoo Ciherang Ds. Cigadung, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 19 Xoo Ciherang Ds. Bayuning, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jabar 20 Xoo Inpari-13 Balai Besar Pelatihan Pertanian Batang Kaluku Gowa-Sulsel 21 Xoo Unknown Ds. Kalimanggis, Kec.Subah, Kab. Batang- Jateng 22 Xoo Ciherang Ds. Kadugede, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jateng 692 Tasliah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

39 No Kode isolat Inang Lokasi 23 Xoo Ciherang Ds. Bayuning, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jabar 24 Xoo Ciherang Ds. Karang Tawang, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 25 Xoo Ciherang Ds. Cigadung, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 26 Xoo Ciherang Ds. Bayuning, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jabar 27 Xoo Ciherang Ds. Bayuning, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jabar 28 Xoo Ciherang Ds. Cigadung, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 29 Xoo Ciherang Ds. Bayuning, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jabar 30 Xoo Ciherang Ds. Karang Tawang, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 31 Xoo Unknown Ds. Sudiang, Kec. Bringkanaya, Makassar- Sulsel 32 Xoo Asetona Ds. Bolang-Bolang, Kec. Bonto Morano, Kab.Gowa-Sulsel 33 Xoo Inpari-13 Balai Besar Pelatihan Pertanian Batang Kaluku Gowa-Sulsel 34 Xoo Unknown Ds. Duwet, Kec. Pekalongan Selatan, Kab. Pekalongan-Jateng 35 Xoo Unknown Ds. Sudiang, Kec.Bringkanaya, Makassar- Sulsel 36 Xoo Ciherang Ds. Warung Nangka, Kec. Ciasem, Kab. Subang-Jabar 37 Xoo IR-64 Ds. Sawahan, Kec. Tulis, Kab. Batang-Jateng 38 Xoo Ciherang Ds. Karang Tawang, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 39 Xoo Ciherang Ds. Karang Tawang, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 40 Xoo Ciherang Ds. Jatipamon, Kec. Talaga, Kab. Majalengka- Jabar 41 Xoo IR-64 Ds. Sawahan, Kec. Tulis, Kab. Batang-Jateng Tasliah et al: Genetic Diversity Of Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Bacteria From Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

40 No Kode isolat Inang Lokasi 42 Xoo Asetona Ds. Bolang-Bolang, Kec. Bonto Morano, Kab.Gowa-Sulsel 43 Xoo Unknown Ds. Kalimanggis, Kec.Subah, Kab. Batang- Jateng 44 Xoo Unknown Ds. Sudiang, Kec. Bringkanaya, Makassar- Sulsel 45 Xoo IR-64 Ds. Sawahan, Kec. Tulis, Kab. Batang-Jateng 46 Xoo Ciherang Kab Cianjur-Jabar 47 Xoo Unknown Ds. Kalimanggis, Kec.Subah, Kab. Batang- Jateng 48 Xoo Unknown Ds. Sudiang, Kec. Bringkanaya, Kab. Makasar-Sulsel 49 Xoo Sidenok lokal Ds. Cimeong, Kec. Banjaran, Kab. Majalengka-Jabar 50 Xoo Kuriak Putiah Maninjau-Sumbar 51 Xoo Kuriak Putiah Maninjau-Sumbar 52 Xoo Unknown Ds. Sudiang, Kec. Bringkanaya, Makassar- Sulsel 53 Xoo IR-64 Ds. Sawahan, Kec. Tulis, Kab. Batang-Jateng 54 Xoo Sidenok lokal Ds. Cimeong, Kec. Banjaran, Kab. Majalengka-Jabar 55 Xoo Ciherang Ds. Kadugede, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jabar 56 Xoo Ciherang Ds. Karang Tawang, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 57 Xoo Ciherang Ds. Kadugede, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jabar 58 Xoo Ciherang Ds. Banjaransari, Kec. Cikijing, Kab. Majalengka-Jabar 59 Xoo Ciherang Ds. Bayuning, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jabar 60 Xoo Sidenok lokal Ds. Cimeong, Kec. Banjaran, Kab. Majalengka-Jabar 61 Xoo Ciherang Ds. Cigadung, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 694 Tasliah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

41 No Kode isolat Inang Lokasi 62 Xoo Ciherang Ds. Kadugede, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jabar 63 Xoo Ciherang Ds. Bayuning, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan-Jabar 64 Xoo Ciherang Ds. Cigadung, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 65 Xoo Ciherang Ds. Karang Tawang, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 66 Xoo Ciherang Ds. Karang Tawang, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan-Jabar 67 Xoo RAS V 68 Xoo RAS Xa7 69 Xoo RAS VIII Metode Identifikasi bakteri dari lapang (kode Xoo14, Tabel 1) Sampel daun dari lapang diisolasi bakterinya menggunakan media tumbuh Wakimoto Agar (WA) (Bustamam et al., 1997). Setelah diperoleh koloni tunggal kemudian dipindahkan ke media WA miring untuk proses pemurnian. Koloni tunggal yang berwarna kuning selanjutnya dipindahkan ke agar miring untuk selanjutnya digunakan untuk molekuler. Identifikasi bakteri dilakukan dengan menggunakan sel bakteri sebagai cetakan PCR. Marka yang digunakan untuk deteksi dini ini adalah: Xoo2976F (5 -GCCGTTTTTCTTCCTCAGC-3 ) dan Xoo2976R (3 -AGGAAAGGGTTTGTGG-AAGC-5 ) (Lang et al., 2010). Sekitar 100 μl suspensi bakteri dipanaskan sampai suhu 98 o C selama 8 menit dan disentrifugasi pada rpm selama 3 menit. Supernatan inilah yang dipakai untuk cetakan DNA (Furuya et al., 2012). Kondisi PCR dilakukan untuk deteksi dini ini adalah 20 μl, yang berisi 2 μl 10 bufer PCR, 0,4 μl 10 μm dntp mix, 1 μl 5 μm primer mix (F+R), 1 μl GC rich dan 1 unit enzim Taq DNA polimerase. Profil PCR yang digunakan mengikuti prosedur Lang et al. (2010), yaitu denaturasi awal pada suhu 94 o C selama 3 menit, pengulangan siklus selama 31 kali, yakni denaturasi pada suhu 94 o C selama 30 detik, penempelan primer pada suhu 60 o C selama 30 detik, dan perpanjanganprimer pada suhu 68 o C selama 2 menit. Perpanjangan akhir dilakukan pada suhu 68 o C selama 10 menit. Hasil PCR diwarnai bersama-sama dengan 1 kb ladder DNA dipisahkan dalam elektroforesis gel agarosa 2% dalam bufer 1 TAE. Koloni yang Tasliah et al: Genetic Diversity Of Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Bacteria From Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

42 menghasilkan pita berukuran 337 bp berarti positif bakteri Xoo (Lang et al., 2010). Koloni bakteri ini selanjutnya dimurnikan lagi pada agar miring dan diperbanyak untuk kemudian diisolasi DNAnya untuk digunakan bersama koloni bakteri Xoo yang lain (kode selain Xoo14). Isolasi DNA bakteri Xoo (untuk marka Jel1Jel2) Isolasi DNA dilakukan mengikuti metode George et al. (1996) dan IRRI (1995). Bakteri Xoo ditumbuhkan pada 10 ml Nutrient Broth (NB) selama semalam. Sel bakteri kemudian dipanen dengan menggunakan alat sentrifugasi. Sel yang sudah dikoleksi kemudian dilisis menggunakan 650 µl bufer ekstrak (100 mm Tris-HCl ph 8, 100 mm EDTA, 250 mm NaCl, 1% SDS, 1% Polyvinilpyrolidone) pada suhu 65 C selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 100 µl 5M Potasium asetat lalu divortek agar tercampur rata. Setelah itu, dilakukan sentrifugasi g selama 5 menit. Supernatan hasil sentrifugasi ditransfer ke dalam tabung mikro baru sebanyak 700 µl dan dipresipitasi dengan isopropanol dingin. Endapan/ pelet yang terbentuk kemudian dilarutkan dengan 1 bufer TE dan RNAse 100 µl kemudian diinkubasi pada suhu 37 C. Larutan DNA selanjutnya ditambahkan Proteinase K 100 µl dengan konsentrasi 50 µg/ml kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37 C. Larutan DNA disentrifugasi pada rpm selama 5 menit, kemudian larutan dipindahkan ke tabung mikro baru. Proses PCR Amplifikasi PCR dilakukan dengan komposisi sbb: 5 µl (±50 ng) DNA sampel, 10 bufer PCR 2 µl, 10 mm dntp mix 0,24 µl, 5 µm primer Jel1 1 µl, 5 µm primer Jel2 1 µl, GC Rich 1 µl, Kapa Taq 2 µl, dan dd H 2 O 9,56 µl. Profil PCR yang digunakan adalah suhu awal 94 C selama 3 menit, kemudian 30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 94 C selama 10 detik, penempelan primer pada suhu 62 C selama 1 menit, perpanjangan primer pada suhu 65 C selama 8 menit, dan perpanjangan akhir pada suhu 65 C selama 8 menit (George et al., 1996; Arif et al., 2008). Hasil PCR diwarnai dengan loading dye dan selanjutnya bersamasama dengan 1 kb ladder DNA kemudian dipisahkan pada gel agarosa 2% berukuran panjang. Gel diwarnai dengan Ethidium bromida dan divisualisasikan di bawah sinar UV pada alat Chemidoc Bio- Rad. Analisis menggunakan NTSys (Rohlf, 2005) Keragaman genetik dianalisis menggunakan software NTSys versi 2.2. Hasil elektroforesis diskor berupa nilai 1 untuk keberadaan pita DNA yang muncul, dan 0 untuk ketiadaan pita DNA. Setelah itu data diolah menggunakan software NTSys. 696 Tasliah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

43 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi bakteri Xoo dengan menggunakan marka molekuker sudah mulai dipraktekkan oleh karena apabila menggunakan prosedur Postulat Koch akan memerlukan waktu yang lama. Berdasarkan penelitian Tasliah et al. (2013), penggunaan tiga marka spesifik (Xoo2967, Xoo80, dan Xoo) untuk mengidentifikasi bakteri HDB dari beberapa wilayah di Indonesia ternyata memberikan hasil yang sama persis, sehingga dapat disimpulkan menggunakan salah satu marka spesifik tersebut cukup untuk mengidentifikasi isolat Xoo yang diperoleh. Pada umumnya bakteri hawar daun setelah ditumbuhkan di media buatan akan berwarna kuning, namun koloni yang berwarna kuning belum tentu bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzicola (Xoc), Pseudomonas fuscovaginae, P. syringae pv. syringae, Ralstonia solanacearum, Burkholderia andropogonis, dan Erwinia herbicola juga membentuk koloni kuning ketika dimurnikan (Lang et al., 2010; Onasanya et al., 2010). Untuk mengetahui apakah koloni kuning tersebut benar-benar Xoo perlu diujikan ke tanaman diferensial dari IRRI dan Indonesia (Kadir, 2009). M bp 337 bp M Gambar 1. Identifikasi dini isolat Xoo kode Xoo14 dengan primer spesifik Xoo2976. M = ladder DNA 1 kb, 1 = Xoo14-114, 2 = Xoo14-136, 3 = Xoo14-122, 4 = Xoo14-156, 5 = Xoo14-146, 6 = Xoo14-080, 7 = Xoo14-116, 8 = Xoo14-152, 9 = Xoo14-189, 10 = Xoo14-119, 11 = Xoo14-138, 12 = Xoo14-148, 13 = Xoo14-021, 14 = Xoo14-130, 15 = Xoo14-200, 16 = Xoo14-132, 17 = Xoo14-024, 18 = Xoo14-018, 19 = Xoo14-131, 20 = Xoo14-126, 21 = Xoo14-125, 22 = Xoo14-006, 23 =Xoo14-114, 24 = Xoo14-163, 25 =Xoo14-135, 26 = Xoo14-167, 27 = Xoo14-150, 28 = Xoo14-001, 29 = Xoo14-145, 30 = Xoo14-087, 31 = Xoo14-140, 32 = Xoo14-164, 33 = Xoo14-113, 34 = Xoo14-147, 35 = Xoo14-139, 36 = Xoo14-079, 37 = Xoo14-007, 38 = Xoo Dari sekitar 200-an daun yang terkena infeksi HDB, hanya diperoleh sekitar 36 isolat HDB yang positif sebagai Xoo. Hasil identifikasi isolat Xoo berdasarkan Tasliah et al: Genetic Diversity Of Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Bacteria From Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

44 marka spesifik Xoo2976 disajikan dalam Gambar 1. Kesulitan dalam pelaksanaan metode ini adalah menjaga kemurnian isolat Xoo yang dihasilkan. Pola serangan yang terjadi pada tanaman diferensial akan menunjukkan bakteri yang diperoleh benar-benar Xoo atau bukan. Berdasarkan Gambar 1 dari 38 isolat yang dimurnikan ternyata hanya dua isolat yang bukan Xoo (Xoo [13] dan Xoo [23]). Ketiga puluh enam isolat yang diamplifikasi menggunakan marka spefisik Xoo2967 dinyatakan positif isolat Xoo karena menghasilkan pita dengan ukuran 337 bp, sesuai dengan Lang et al. (2010). Pita selain ukuran tersebut atau tidak muncul menunjukkan isolat yang digunakan bukan Xoo. Kedua isolat yang bukan Xoo tersebut tidak diikutkan di dalam PCR menggunakan marka Jel1 dan Jel2. Hasil PCR menggunakan marka Jel1 dan Jel2 yang mengamplifikasi elemen berulang IS1112 pada isolat Xoo menunjukkan bahwa terdapat 23 posisi pita (Gambar 2). Jumlah pita hasil dari PCR dan elektroforesis pada agarosa 2% adalah 557 pita. Terdapat sedikitnya 2 hingga 13 posisi pita yang berbasis elemen berulang pada suatu isolat Xoo. Posisi pita tersebar dari ukuran 100 bp hingga bp. Hasil pengelompokan isolat-isolat Xoo dari berbagai wilayah di Indonesia (Gambar 3) dihasilkan dari program NTSys menggunakan koefisien kesamaan Dice, dan metode pengelompokan UPGMA. Oleh karena terdapat kelompok-kelompok kecil di dalam dendrogram maka dilakukan tabulasi pada tingkat kesamaan 25%, 50%, dan 75%. M M bp 1000 bp 500 bp Gambar 2. Elektroforesis isolat-isolat Xoo dengan marka Jel1 dan Jel2 M = ladder DNA 1 kb (1 kb DNA ladder), 1 19 dan = isolat Xoo yang merujuk pada Tabel 1 Pita DNA yang dihasilkan tiap isolat Xoo setelah diamplifikasi menggunakan marka Jel1 dan Jel2 berjumlah banyak, lebih dari satu pita (Gambar 2), mirip yang dihasilkan oleh marka RAPD atau AFLP. Genom Xoo yang hanya 4 5 juta bp 8 (Lee et al., 2005; Ochiai et al., 2005), dibanding dengan genom padi yang Tasliah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

45 juta bp. Salzbreg et al. (2008) sudah berhasil mensekuen genom bakteri Xoo asal Filipina menyebutkan elemen berulang IS1112 (dasar penyusunan sekuen marka Jel1 dan Jel2) berjumlah sangat banyak. Oleh karena itulah hasil amplifikasi pada bakteri Xoo pada penelitian ini menghasilkan pita yang sangat banyak. Hasil analisis kekerabatan menggunakan koefisien kesamaan Dice dan metode UPGMA pada program NTSys versi 2.2 menghasilkan banyak kelompok (Gambar 3). Pada tingkat kesamaan 25% isolat Xoo terbagi ke dalam 3 kelompok, pada tingkat 50% terbagi ke dalam 9 kelompok, dan pada tingkat 75% terbagi ke dalam 29 kelompok. Apabila dilihat berdasarkan daerah Xoo yang diambil ternyata ketiga tingkat kesamaan tersebut tidak ada yang terdistribusi spesifik lokasi. Misal, tidak ada satu kelompok berisi Xoo dari Makasar saja, atau berisi dari Jawa Barat saja. Ternyata Xoo yang diperoleh dari Makasar bisa terkelompok bersama Xoo dari Jawa Barat. Hal ini memberikan gambaran sebaran genetik Xoo di wilayah Indonesia adalah sama, walaupun masing-masing pulau di Indonesia dipisahkan oleh lautan yang luas. Penyebaran Xoo dengan tingkat kesamaan genetik yang sama barangkali disebabkan oleh penyebaran benih yang berlaku secara nasional dan iklim antarpulau yang tidak jauh berbeda. Indonesia hanya mengenal dua musim, yakni musim kemarau dan penghujan. Antara ujung barat dan ujung timur, utara dan selatan juga tidak memiliki perbedaan iklim yang ekstrim. Di samping itu, pertanaman padi di seluruh wilayah Indonesia tidak mengacu pada varietas lokal, tetapi varietas dengan skala nasional, misal Ciherang. Benih sumber yang dihasilkan oleh BB Padi dan dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia apabila terkontaminasi oleh bakteri Xoo, walaupun hanya satu sel akan membantu penyebarluasan Xoo dari satu tempat ke seluruh wilayah Indonesia. Pada penelitian Xoo antarnegara dengan iklim yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan Xoo secara ekstrim. Hal ini dibuktikan oleh Jalaluddin et al. (2005) dalam penelitiannya yang berhasil memisahkan antara isolat-isolat Xoo dari Bangladesh dan dari Jepang dengan menggunakan marker Jel1 dan Jel2. Terdapat dua kelompok besar yang berisi isolat Xoo dari masing-masing negara. Beberapa Xoo yang diambil dari padi lokal menunjukkan perbedaan dengan Xoo dari Ciherang. Misal, Xoo dari padi lokal Kuriak Putiah (Maninjau, Sumbar) mengelompok tersendiri terpisah dengan Xoo dari padi Ciherang pada tingkat kesamaan 75%, demikian pula Xoo dari padi lokal Sidenok (Majalengka, Jabar) terkelompok tersendiri. Hal ini menunjukkan tipe Xoo dari padi lokal berbeda dengan Xoo dari varietas nasional. Namun, pada padi lokal Asetona isolat yang diambil ternyata tidak terkelompok ke dalam satu kelompok, tapi menyebar ke beberapa kelompok. Apabila dilihat berdasarkan Ras terdapat tiga kelompok, yakni (i) kelompok ras V yang terdiri dari satu dan identik 100%, yakni Xoo dari padi Asetona (Kab. Gowa, Sulsel), (ii) kelompok ras Xa7 yang terdiri dari Xoo yang tidak diketahui nama padinya (Makasar, Sulsel), Xoo dan Xoo Tasliah et al: Genetic Diversity Of Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Bacteria From Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

46 (identik 100%) yang berasal dari satu kabupaten (Kuningan, Jabar), dan (iii) kelompok ras VIII terdiri dari lima Xoo (Xoo14-139, Xoo14-189, Xoo14-131, Xoo14-024, dan Xoo14-121) yang berasal dari Kuningan, Jabar. Isolat-isolat tersebut dapat digunakan sebagai sumber inokulum untuk masing-masing ras. Ras VIII Ras Xa7 Ras V 0,00 0,25 0,50 0,75 1, Tasliah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

47 Menurut Gupta et al. (2001) metode DNA fingerprinting menggunakan marka Jel1 dan Jel2 tersebut memang sangat efektif untuk pengelompokan berdasarkan ras sehingga saat terdapat isolat yang belum teridentifikasi ras, akan memudahkan bakteri Xoo tersebut dalam pengklasifikasian ras pada penelitian selanjutnya. Hasil penelitiannya menunjukkan pada tingkat kesamaan 57% dihasilkan 5 kelompok dengan masing-masing kelompok berisi isolat yang sudah diketahui ras nya dengan uji terhadap padi diferensial sebelumnya. Dalam kelompok tersebut masing-masing berisi isolat dengan ras yang sama. Pada penelitian ini, sebagian besar isolat Xoo belum diketahui ras-nya, sehingga diharapkan dengan pengelompokan ini dapat menjadi acuan untuk diuji terhadap satu set padi diferensial dan dibuktikan apakah pengelompokan berdasarkan elemen berulang IS1112 ini bisa menjadi acuan identifikasi ras dengan fingerprint elemen berulang IS1112 seperti yang telah dilakukan di Negara, India, Filipina, Korea, dan Jepang. KESIMPULAN 1. Identifikasi bakteri Xoo dengan menggunakan marka molekuler sangat efektif dan menyingkat waktu dibanding dengan metode Postulat Koch. 2. Kesamaan genetik bakteri Xoo di Indonesia lebih disebabkan oleh inang yang sama, walaupun berada pada daerah yang berbeda dan dipisahkan oleh laut. 3. Isolat Xoo yang diperoleh di lapangan menunjukkan variasi ras yang tinggi, berbeda dengan ras V, ras Xa7, dan ras VIII. DAFTAR PUSTAKA Arif, M., M. Jaffar, M. Babar, M.A. Sheikh, S. Kousar, A. Arif and Y. Zafar Identification of bacterial blight resistance genes Xa4 in Pakistani rice germplasm using PCR. African Journal of Biotechnology 7(5): Bustamam, M., M. Yunus, A. Warsun, Suwarno, H.R. Hifni dan T.S. Kadir Penggunaan marka molekuler dalam perbaikan ketahanan varietas padi terhadap penyakit hawar daun bakteri di Indonesia. Dalam: S. Moeljopawiro, M. Herman, S. Saono, B. Purwantara, dan H. Kasim (Editor). Prosiding Seminar Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, Surabaya, Maret Halaman: Furuya, N., S. Taura, T. Goto, B.T. Thuy, P.H. Ton, K. Tsuchiya and A. Yoshimura Diversity in virulence of Xanthomonas oryzae pv. oryzae from Northern Vietnam. Japan Agricultural Research Quarterly 46(4): George, M.L.C., M. Bustamam, W.T. Cruz, J.E. Leach and R.J. Nelson Movement of Xanthomonas oryzae pv. oryzae in Southeast Asia detected using PCR-based DNA fingerprinting. Phytopathology 87(3): Tasliah et al: Genetic Diversity Of Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Bacteria From Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

48 Gupta, V.S., M.D. Rajebohsale, M. Sodhi, S. Singh, S.S. Gnanamanickam, H.S. Dhaliwal and P.K. Ranjekar Assessment of genetic variability and strain identification of Xanthomonas oryzae pv. oryzae using RAPD-PCR and IS1112-based PCR. Current Science 80(8): International Rice Research Institute. 18 Agustus The Importance of Rice. htm. Jalaluddin, M., T. Yamamoto, H. Nakai and S. Tsuyumu Pathogenic variability and DNA fingerprinting of Xanthomonas oryzae pv. oryzae from Bangladesh. Sabrao Journal of Breeding and Genetics 37(1):1-10. Japan International Research Center for Agricultural Sciences (JIRCAS). 23 Juni Xanthomonas oryzae pv. oryzae genetic database. affrc.go.jp/xanthomonas/xantho/. Lang, J.M., J.P. Hamilton, M.G.Q. Diaz, M.A.V. Sluys, M.R.G. Burgos, C.M.V. Cruz, C.B. Buell, N.A. Tiserat and J.E. Leach Genomics-based diagnostic marker development for Xanthomonas oryzae pv. oryzae and X.oyzae pv. oryzicola. Plant Disease 94: Leach, J.E., F.F. White, M.L. Rhoads and H. Leung A repetitive DNA sequence differentiates Xanthomonas campestris pv. oryzae from other pathovar of X. campestris. Molecular Plant-Microbe Interactions Journal 3(4): Leach, J.E., M.L. Rhoads, C.M. Vera Cruz, F.F. White, T.W. Mew and H. Leung Assesment of genetic diversity and population structure of Xanthomonas oryzae pv. oryzae with repetitive DNA element. Applied and Environmental Microbiology 58(7): Lee, B.M., Y.J. Park, D.S. Park, H.W. Kang, J.G. Kim, E.S. Song, I.C. Park, U.H. Yoon, J.H. Hahn, B.S. Koo, G.B. Lee, H. Kim, H.S. Park, K.O. Yoon, J.H. Kim, C.H. Jung, N.H. Koh, J.S. Seo and S.J. Go The genome sequence of Xanthomonas oryzae pathovar oryzae KACC10331, the bacterial blight pathogen of rice. Nucleic Acids Research 33(2): Kadir, T.S Menangkal HDB dengan menggilir varietas. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31(5):1-3. Ochiai, H., V. Inoue, M. Takeya, A. Sasaki and H. Kaku Genome sequence of Xanthomonasoryzae pv. oryzae suggests contribution of large numbers of effector genes and insertion sequences to its race diversity. Japan Agricultural Research Quarterly 39: Onasanya, A., A. Basso, E. Somado, E.R. Gasore, F.E. Nwilene, I. Ingelbrecht, J. Lamo, K..Wydr, M.M. Ekperigin, M. Langa, O. Oyelakin, Y. Sete, S. Winter and R.O. Onasanya Development of combined molecular diagnostic and DNA fingerprinting technique for rice bacteria pathogens in Africa. Biotechnology 9(2): Tasliah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

49 Rohlf, F.J NTSYS-pc: Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System, Version 2.2. Exeter Software, Setauket, NY. Salzberg, S.L., D.D. Sommeri, M.C. Schatzi, A.M. Philippy, P.D. Rabinowicz, S. Tsuge, A. Furutani, H. Ochiai, A.L. Delcher, D. Kelley, R. Madupu, D. Puiu, D. Radune, M. Shumway, C. Trapnell, G. Aparnas, G. Jha, A. Pandeys, P.B. Patils, H. Ishihara, D.F. Meyer, B. Szureki, V. Verdier, R. Koebnik, J.M. Dow, R.P. Ryan, H. Hirata, S. Tsuyumu, S.W. Lee, P.C. Ronald, R.V. Sontis, M.V. Sluyo, J.E. Leach, F.F. White and A.J. Bogdanove Genome sequence and rapid evolution of the rice pathogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae PXO99A. BMC Genomics 9(204):1-16. Shanti, M.L., M.L.C. George, C.M. Vera Cruz, A. Bernardo, R.J. Nelson and H. Leung Identification of resistance genes effective against rice bacterial blight pathogen in Easten India. Plant Disease 85(5): Tasliah, Mahruf dan J. Prasetiyono Identifikasi molekuler bakteri hawar daun (Xanthomonas oryzae pv. Oryzae) dan uji patogenisitasnya pada galurgalur padi iosgenik. Jurnal AgroBiogen 9(2): Wahyudi, A.T., S. Meliah dan A.A. Nawangsih Xanthomonas oryzae pv. Oryzae bakteri penyebab hawar daun pada padi: Isolasi, karakterisasi, dan telaah mutagenesisdengan transposon. Makara Sains 15(1): Tasliah et al: Genetic Diversity Of Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Bacteria From Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

50 704 Tasliah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

51 VERIFIKASI KETAHANAN VARIETAS UNGGUL PADI TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI (THE VERIFICATION OF RESISTANCE OF NEW HIGH YIELDING VARIETIES TO BACTERIAL LEAF BLIGHT DISEASE) Dini Yuliani dan Sudir Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya IX Sukamandi Subang HP: ABSTRAK Salah satu komponen pengendalian dari penyakit hawar daun bakteri (HDB) adalah varietas tahan. Namun varietas dapat patah ketahanannya karena patogen HDB memiliki banyak kelompok patotipe dan mampu membentuk patotipe yang lebih virulen.tujuan penelitian untuk verifikasi ketahanan varietas unggul padi terhadap penyakit HDB. Penelitian dilaksanakan di Screen Field Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi Subang pada musim kemarau (MK) 2016 dan musim hujan (MH) 2016/2017. Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama adalah tiga patotipe Xoo dominan di Indonesia, yaitu: patotipe III, patotipe IV, dan patotipe VIII. Anak petak adalah 14 varietas tahan HDB, yaitu: Inpari 1, Inpari 6, Inpari 11, Inpari 17, Inpari 25, Inpari 32, Inpari HDB, Angke, Conde, Java 14, Ciherang, IR64, Chandra (Hibrida), dan Hipa Jatim 2. Evaluasi ketahanan varietas tahan terhadap HDB di lapangan pada MK 2016 dan MH 2016/2017 diperoleh tingkat ketahanan varietas mulai dari tahan hingga agak rentan. Hasil pengujian 14 varietas padi terhadap tiga patotipe Xoo dominan diperoleh varietas Java 14 dan Inpari 32 yang konsisten bereaksi tahan selama musim kemarau 2016 dan musim hujan 2016/2017. Empat belas varietas padi tahan HDB berpengaruh nyata terhadap intensitas penyakit padi diantaranya busuk batang, hawar daun jingga, bercak daun sempit pada dua musim tanam kecuali hawar pelepah. Intensitas penyakit padi tidak berpengaruh secara langsung terhadap hasil padi. Bobot gabah kering panen (BGKP) tertinggi pada MK 2016 dijumpai pada varietas Inpari 32. Pada MH 2016/2017, BGKP tertinggi pada 14 varietas uji adalah Inpari 1. Pada kedua musim dijumpai varietas dengan BGKP terendah yaitu Java 14. Kata Kunci: Hawar Daun Bakteri, Varietas Unggul, Verifikasi Ketahanan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

52 ABSTRACT One of the control components of bacterial leaf blight (BLB) disease is resistant varieties. However, the resistance of varieties can be fracture because the pathogen of BLB have many patotype groups which capable to forming more virulent pathotypes. The research purposes was to verify the resistance of improved rice varieties to BLB disease. The research was conducted at Screen Field of Indonesian Center for Rice Research, Sukamandi Subang in the dry season (DS) of 2016 and wet season (WS) of 2016/2017. The research was arranged in a split plot design with three replications. The main plots were the three dominant Xoo pathotypes in Indonesia, namely: patothype III, patothype IV, and patothype VIII. The sub-plots were 14 BLB resistant varieties, namely: Inpari 1, Inpari 6, Inpari 11, Inpari 17, Inpari 25, Inpari 32, Inpari HDB, Angke, Conde, Java 14, Ciherang, IR64, Chandra (Hybrid), and Hipa Jatim 2. Resistance evaluation of resistant varieties to BLB in the field at DS 2016 and WS 2016/2017 obtained resistance level of varieties ranging from resistant to moderately susceptible. The test results of 14 rice varieties on three dominant of Xoo pathotypes obtained the varieties of Java 14 and Inpari 32 which consistently reacted resistant during the dry season of 2016 and rainy season of 2016/2017. Fourteen resistant rice varieties to BLB significantly affected the intensity of rice disease such as stem rot, red stripe, narrow brown leaf spot on two growing seasons except sheath blight. The intensity of rice disease has no direct effect on rice yields. The highest of weight of dry grain harvest (WDGH) in DS 2016 was found in Inpari 32 varieties. At WS 2016/2017, the highest of WDGH on 14 test varieties were Inpari 1. In both seasons found varieties with the lowest WDGH that is Java 14. KeyWords: Bacterial Leaf Blight, New High Yielding Varieties, Resistance Verification PENDAHULUAN Hawar daun bakteri (HDB) merupakan salah satu penyakit yang sangat merusak tanaman padi. Penyakit ini dapat mengurangi produksi padi sebesar 20-50%. Patogen yang menyebabkan Penyakit HDB yang terkarakterisasi melalui uji patogenisitas dan tes biokimia adalah Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) (Sattari et al., 2014). Patogen Xoo dapat menginfeksi tanaman padi pada semua fase pertumbuhan, mulai dari persemaian sampai menjelang panen. Varietas padi dan fase pertumbuhan berpengaruh terhadap perkembangan penyakit HDB, semakin muda fase pertumbuhan tanaman terinfeksi maka semakin cepat perkembangan penyakit HDB (Khaeruni et al., 2014). Patogen Xoo menginfeksi pada bagian daun dengan cara melalui luka daun atau lubang alami berupa stomata dan merusak klorofil daun sehingga menurunkan kemampuan tanaman untuk 706 Dini Yuliani dan Sudir: Verifikasi Ketahanan Varietas Unggul Padi Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

53 berfotosintesis. Apabila hal ini terjadi pada fase generatif maka proses pengisian gabah kurang sempurna (Sudir et al., 2012). Keparahan penyakit HDB dan penurunan hasil gabah mempunyai korelasi positif. Ambang kerusakan tanaman pada musim kemarau sekitar 10% dan pada musim hujan 16%. Setelah ambang kerusakan tersebut, setiap kenaikan keparahan penyakit sebesar 10% menyebabkan kehilangan hasil 5,8% dan 3,7% berturutturut pada MK 2008 dan MH 2008/2009 (Sudir dan Sutaryo, 2011). Keparahan penyakit berkaitan dengan masa inkubasi patogen HDB. Masa inkubasi patogen pada beberapa patotipe Xoo asal isolat Sulawesi Tenggara adalah 2,94 hari hingga 4,28 hari, sedangkan masa inkubasi pada berbagai varietas padi komersial 2,67 hari hingga 4,50 hari pada umur padi 73 hari dengan tingkat keparahan penyakit HDB yaitu agak rentan (Rahim et al., 2012). Pengendalian penyakit HDB harus dilakukan secara terpadu. Penanaman varietas tahan merupakan komponen utama pengendalian. Namun penanaman satu jenis varietas tahan secara terus menerus dalam jangka panjang tidak dianjurkan karena akan memacu terbentuknya patotipe baru yang lebih virulen (Sudir et al., 2012). Menurut sistem Kozaka, patogen Xoo terbagi ke dalam 12 kelompok patotipe. Namun Xoo yang mendominasi pertanaman padi di Indonesia hanya patotipe III, IV, dan VIII. Tiga patotipe dominan Xoo umumnya dijumpai di Provinsi Jawa Barat, Jawa tengah, dan Yogyakarta selama musim hujan tahun 2000 (Suparyono et al., 2004). Hasil penelitian Sudir dan Yuliani (2016), telah mengkoleksi isolat Xoo dari 10 provinsi diperoleh komposisi 30% patotipe III, 36% patotipe IV, dan 34% patotipe VIII. Komposisi dan sebaran patotipe Xoo di 10 propinsi di Indonesia dapat digunakan sebagai acuan pengendalian penyakit HDB dengan varietas tahan berdasarkan kesesuaian antara sifat ketahanan varietas dengan patotipe Xoo di lapangan. Distribusi dan dominasi patotipe Xoo bervariasi baik di dalam maupun di seluruh provinsi. Dalam suatu provinsi, variasi disebabkan oleh ketinggian tempat yang menentukan suhu dan kelembaban relatif, sedangkan variasi antar provinsi berkaitan dengan keragaman varietas padi yang ditanam (Suparyono et al., 2004). Sejak tahun 1980-an, pemuliaan padi untuk ketahanan terhadap penyakit HDB telah berkembang pesat di China (Zhang Qi, 2009). Di Indonesia, telah dirilis varietas yang tahan terhadap penyakit HDB yaitu Cisadane pada tahun Pada satu dekade tersebut dirilis juga varietas yang memiliki ketahanan terhadap HDB diantaranya Cisokan, Dodokan, dan IR66. Ketiga varietas tersbut merupakan hasil rakitan pemulia padi Indonesia (Suprihatno et al., 2010). Seiring dengan waktu, varietas padi dapat patah ketahanannya karena patogen telah beradaptasi dan virulensinya berubah. Perubahan ketahanan varietas terhadap Xoo dapat terjadi setelah inokulasi Xoo tiga kali secara beruntun, seperti yang ditunjukkan oleh varietas Java 14, tingkat ketahanannya berubah dari tahan menjadi agak Dini Yuliani dan Sudir: The Verification Of Resistance Of New High Yielding Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

54 rentan hingga rentan dengan tingkat keparahan penyakit 12,6-33,4% (Sudir dan Suprihanto, 2006). Oleh karena itu, perlu dirakit varietas yang memiliki ketahanan yang dapat berlangsung lama di lapangan. Tujuan penelitian ini untuk verifikasi durabilitas ketahanan varietas terhadap penyakit hawar daun bakteri yang telah dirilis dan diadopsi oleh petani. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Screen Field Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi Subang pada musim kemarau (MK) 2016 dan musim hujan (MH) 2016/2017. Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah (Split Plot) dengan tiga ulangan. Petak utama adalah tiga patotipe Xoo dominan di Indonesia, yaitu: patotipe III, patotipe IV, dan patotipe VIII. Anak petak adalah 14 varietas tahan HDB, yaitu: Inpari 1, Inpari 6, Inpari 11, Inpari 17, Inpari 25, Inpari 32, Inpari HDB, Angke, Conde, Java 14, Ciherang, IR64, Chandra (Hibrida), dan Hipa Jatim 2. Tabel 1. Nama varietas, tahun dirilis, ketahanan varietas terhadap Hawar Daun Bakteri berdasarkan deskripsi varietas padi. Varietas Sumber Varietas Tahun dirilis Patotipe III Ketahanan terhadap: Patotipe IV Patotipe VIII Literatur Inpari 1 BB Padi 2008 T T T Wahab et al., 2017 Inpari 6 BB Padi 2008 T T T Wahab et al., 2017 Inpari 11 BB Padi 2010 T AT AT Wahab et al., 2017 Inpari 17 BB Padi 2011 T T T Wahab et al., 2017 Inpari 25 BB Padi 2012 T AT AT Wahab et al., 2017 Inpari 32 BB Padi 2013 T AT AT Wahab et al., 2017 Inpari HDB BB BioGen 2013 T R T Yuriyah et al., 2013 Angke BB Padi 2001 T T T Suprihatno et al., 2010 Conde BB Padi 2001 T T T Suprihatno et al., Dini Yuliani dan Sudir: Verifikasi Ketahanan Varietas Unggul Padi Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

55 Varietas Java 14 Sumber Varietas Chugoku National Agriculture Experimental Station, Jepang Tahun dirilis Patotipe III Ketahanan terhadap: Patotipe IV Patotipe VIII Literatur 1988 T T T Ogawa et al., 1991 Ciherang BB Padi 2000 T - T Wahab et al., 2017 IR64 BB Padi AT - Suprihatno et al., 2010 Chandra (Hibrida) Hipa Jatim 2 PT. Nusantara Surya Benih Komunikasi Pribadi BB Padi 2011 AR R R Wahab et al., 2017 Ket.: T= Tahan, AT= Agak tahan, AR= Agak rentan, R= Rentan. Bibit masing-masing varietas padi yang digunakan berumur 21 hari setelah sebar. Bibit padi dipindah tanam pada petak berukuran 2 m x 2,5 m dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Tanaman padi dipupuk nitrogen dalam bentuk urea sesuai dosis rekomendasi diaplikasikan tiga kali, masing-masing 1/3 bagian pada saat hari setelah tanam (HST), pembentukan anakan aktif, dan primordia. Seluruh petak diberi pupuk P sesuai dengan dosis rekomendasi dan diaplikasikan seluruhnya pada pemupukan pertama. Penyiangan gulma dilakukan secara manual pada umur tanaman padi 21 dan 42 HST. Inokulasi bakteri Xoo patotipe III, IV dan VIII dilakukan pada 10 rumpun tanaman sampel per petak. Inokulasi dilakukan pada saat tanaman padi menjelang stadium primordia dengan metode gunting. Ujung daun padi pada rumpun sampel tiap varietas dipotong sepanjang kira-kira 5 cm dengan gunting inokulasi yang berisi suspensi bakteri Xoo. Pengamatan intensitas penyakit HDB dilakukan pada 10 rumpun tanaman sampel per petak yang telah diinokulasi Xoo. Pengamatan dilakukan dengan mengukur lima daun bergejala terpanjang tiap rumpun sampel pada umur dua, tiga, dan empat minggu setelah inokulasi. Intensitas penyakit adalah rasio dari panjang gejala HDB dibagi panjang daun yang diinokulasi dikali 100%. Reaksi ketahanan varietas padi dikelompokkan berdasarkan intensitas penyakit pada pengamatan terakhir (empat MSI) berdasarkan Standard Evaluation Sytem for Rice (IRRI, 2014) menggunakan skala intensitas 0, 1, 3, 5, 7, dan 9 tersaji pada Tabel 2. Dini Yuliani dan Sudir: The Verification Of Resistance Of New High Yielding Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

56 Tabel 2. Tingkat ketahanan varietas padi terhadap penyakit hawar daun bakteri berdasarkan Standard Evaluation System untuk padi (IRRI, 2014). Nilai Skala Luas gejala/intensitas penyakit (%) Tingkat ketahanan 1 Intensitas 1-5% Tahan (T) 3 Intensitas 6-12% Agak Tahan (AT) 5 Intensitas 13-25% Agak Rentan (AR) 7 Intensitas 26-50% Rentan (R) 9 Intensitas % Sangat Rentan (SR) Untuk mengetahui pengaruh varietas padi dan patotipe Xoo terhadap intensitas penyakit HDB, data di analisis secara statistik dengan uji F pada taraf 5%. Jika terdapat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range test (DMRT) pada taraf 5% (Gomez and Gomez, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Ketahanan Varietas terhadap Hawar Daun Bakteri Hasil analisis ragam pada MK 2016 dan MH 2016/2017 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara patotipe Xoo dengan varietas padi terhadap intensitas penyakit HDB. Namun patotipe Xoo dan varietas padi masing-masing berpengaruh nyata terhadap intensitas penyakit HDB. Intensitas penyakit menentukan tingkat ketahanan suatu varietas. Evaluasi ketahanan varietas terhadap HDB di lapangan pada MK 2016 dan MH 2016/2017 diperoleh tingkat ketahanan mulai dari tahan hingga agak rentan. Patotipe Xoo berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit HDB pada 14 VUB padi pada MK 2016 dan MH 2016/2017. Patotipe IV menunjukan keparahan penyakit HDB tertinggi dibandingkan patotipe VIII dan patotipe III (Tabel 3). Hal ini sejalan dengan pernyataan Suparyono et al., (2003), bahwa Xoo patotipe IV merupakan patotipe yang paling virulen diantara patotipe HDB lainnya berdasarkan reaksi ketahanan satu set varietas differensial terhadap isolat Xoo. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Susanto dan Sudir (2012), bahwa ketahanan genotipe padi terhadap Xoo patotipe IV cenderung diikuti oleh ketahanan terhadap patotipe III dan VIII, meskipun tidak berlaku secara mutlak. Pada MK 2016, uji ketahanan varietas terhadap tiga patotipe dominan Xoo diperoleh empat varietas bereaksi tahan yaitu Inpari 31, Angke, Conde, dan Java 14. Enam varietas bereaksi agak tahan yaitu Inpari 17, Inpari 25, Inpari HDB, IR64, Chandra, dan Hipa Jatim 2. Empat varietas bereaksi agak rentan yaitu Inpari 1, Inpari 6, Inpari 11, Ciherang (Tabel 3). Pada MH 2016/2017, uji ketahanan varietas terhadap patotipe Xoo diperoleh dua varietas bereaksi tahan yaitu Inpari 710 Dini Yuliani dan Sudir: Verifikasi Ketahanan Varietas Unggul Padi Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

57 31 dan Java 14. Enam varietas bereaksi agak tahan yaitu Inpari 25, Inpari HDB, Angke, Conde, Chandra, dan Hipa Jatim 2. Begitupun diperoleh sebanyak enam varietas bereaksi agak rentan yaitu Inpari 1, Inpari 6, Inpari 11, Inpari 17, Ciherang, dan IR64 (Tabel 3). Varietas tahan yang ditanam secara terus menerus dapat patah ketahanannya. Oleh karena itu, verifikasi ketahanan suatu varietas diperlukan untuk mengetahui efektifitas varietas tahan terhadap patogen HDB dari musim ke musim hingga tahun ke tahun. Varietas tahan yang diuji merupakan varietas lama seperti IR64 yang dirilis tahun 1986 dan 10 varietas unggul baru (VUB) tahan HDB yang dirilis oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi dari tahun 2000 hingga tahun 2013, selebihnya varietas yang dirilis oleh BB Biogen (Inpari HDB) dan PT. Nusantara Surya Benih (Chandra) (Tabel 1). Tabel 3. Reaksi ketahanan 14 varietas terhadap penyakit hawar daun bakteri, Sukamandi MK 2016 dan MH 2016/2017. Perlakuan Intensitas Penyakit HDB (%) MK 2016 Reaksi MH 2016/2017 Reaksi Patotipe: III 5,15 c 6,58 c IV 13,01 a 21,10 a VIII 8,57 b 13,39 b Varietas: Inpari 1 13,36 bc AR 21,21 a AR Inpari 6 19,22 a AR 22,05 a AR Inpari 11 13,96 b AR 21,41 a AR Inpari 17 11,51 bcd AT 16,93 b AR Inpari 25 8,72 de AT 12,88 c AT Inpari 32 2,89 f T 4,69 de T Inpari HDB 9,89 cde AT 12,40 c AT Angke 3,45 f T 7,79 d AT Conde 2,48 f T 6,79 d AT Java 14 2,43 f T 2,53 e T Ciherang 14,52 b AR 19,99 ab AR IR64 8,55 de AT 20,13 ab AR Dini Yuliani dan Sudir: The Verification Of Resistance Of New High Yielding Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

58 Perlakuan Intensitas Penyakit HDB (%) MK 2016 Reaksi MH 2016/2017 Reaksi Chandra (Hibrida) 6,20 ef AT 10,98 c AT Hipa Jatim 2 7,57 de AT 11,87 c AT Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. T= Tahan, AT= Agak Tahan, dan AR= Agak Rentan. Hasil pengujian 14 varietas padi terhadap tiga patotipe Xoo dominan diperoleh varietas Java 14 dan Inpari 32 yang konsisten bereaksi tahan selama musim kemarau 2016 dan musim hujan 2016/2017. Varietas yang konsisten bereaksi agak tahan pada dua musim tanam adalah Inpari 25, Inpari HDB, Chandra, dan Hipa Jatim 2 (Tabel 3). Baik varietas yang konsisten bereaksi tahan maupun agak tahan pada dua musim tanam dapat ditanam di lapangan untuk mengendalikan penyakit HDB. Kesesuaian penanaman varietas dengan keadaan patotipe patogen yang ada akan berdampak terhadap peningkatan efektifitas pengendalian penyakit HDB, sehingga serangan penyakit HDB dapat ditekan, umur ketahanan terhadap varietas terhadap penyakit HDB dapat diperpanjang, kehilangan hasil dapat ditekan, pendapatan petani dapat ditingkatkan (Sudir et al., 2009). Dari hasil pengujian diperoleh varietas IR64 bereaksi agak tahan pada MK 2016, namun bereaksi agak rentan pada MH 2016/2017 (Tabel 3). Hal ini mengingat varietas IR64 yang telah dirilis 31 tahun yang lalu hingga saat ini masih ditanam petani karena keunggulannya, menunjukkan varietas IR64 masih memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB pada musim kemarau. Namun pada musim hujan, tiadak dianjurkan untuk menanam varietas IR64 karena bereaksi rentan. Selain itu, teridentifikasi empat varietas yang memiliki ketahanan yang tinggi terhadap HDB yaitu Angke, Conde, Inpari 32, dan Java 14. Angke dan Conde yang dirilis oleh BB Padi pada tahun 2001 masing-masing merupakan persilangan antara IR64 dengan IRBB 5 dan IR64 dengan IRBB 7 sehingga memiliki ketahanan terhadap HDB yang baik karena mengandung masing-masing gen tahan xa5 dan Xa7 (Suprihatno et al., 2010). Hasil pengujian menunjukkan Angke dan Conde bereaksi tahan terhadap semua patotipe Xoo pada MK 2016 (Tabel 3) dan sesuai dengan deskripsi varietas padi (Tabel 1). Angke dan Conde merupakan varietas yang dirilis BB Padi yaitu 16 tahun yang lalu. Namun pada MH 2016/2017, kedua varietas mengalami pergeseran ketahanan menjadi agak tahan terhadap HDB (Tabel 3). Inpari 32 adalah varietas unggul baru merupakan hasil persilangan Ciherang dengan IRBB 64 yang memiliki gen tahan Xa4 + xa5 + Xa7 + Xa21 (Tasliah, 2013; Jamil et al. 2015) sehingga memiliki ketahanan yang tinggi terhadap penyakit HDB 712 Dini Yuliani dan Sudir: Verifikasi Ketahanan Varietas Unggul Padi Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

59 pada beberapa musim. Dari hasil pengujian pada dua musim tanam teridentifikasi varietas dengan ketahanan yang sangat tinggi dan berlangsung cukup lama yaitu Java 14 yang dirilis sejak tahun 1988 oleh Chugoku National Agriculture Experimental Station, Jepang. Varietas Java 14 memiliki gen tahan terhadap HDB Xa1+Xa2 +Xa12 (Suparyono et al., 2004). Java 14 merupakan varietas differensial penguji patotipe Xoo menunjukkan reaksi tahan pada dua musim tanam terhadap semua patotipe Xoo. Intensitas Penyakit Padi Lainnya Selain penyakit HDB, dijumpai penyakit-penyakit padi lainnya yaitu busuk batang Helminthosporium sigmoideum, hawar pelepah Rhizoctonia solani, hawar daun jingga, dan bercak daun sempit Cercospora oryzae pada MK Hasil analisis ragam pada MK 2016 dan MH 2016/2017 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara patotipe Xoo dengan varietas padi terhadap intensitas penyakit-penyakit padi lainnya kecuali HDB. Patotipe Xoo tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas penyakit padi, sedangkan varietas padi berpengaruh nyata terhadap intensitas penyakit padi. Intensitas penyakit busuk batang tertinggi dijumpai pada varietas Inpari 17, sedangkan Intensitas penyakit terendah dijumpai pada varietas Inpari 32, Java 14, Chandra, dan Hipa Jatim 2 (Tabel 4). Penyakit busuk batang padi merupakan penyakit yang endemis dan selalu terdapat di daerah pertanaman padi yang intensif. Tingkat keparahan penyakit ini berkaitan erat dengan cara budidaya yang diterapkan oleh petani (Nuryanto, 2011). Varietas Inpari 32 menunjukkan intensitas penyakit hawar pelepah relatif lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya kecuali dengan Hipa Jatim 2 (Tabel 4). Keparahan penyakit hawar pelepah tinggi pada varietas padi tipe pendek dengan anakan banyak, dan lebih rendah pada varietas padi tipe tanaman tinggi dengan anakan sedikit (Nuryanto, 2014). Varietas Inpari 32 memiliki tinggi tanaman sebesar 97 cm dan jumlah anakan yang cukup banyak sekitar anakan/rumpun (Wahab et al., 2017). Tabel 4. Rata-rata intensitas penyakit busuk batang, hawar pelepah, hawar daun jingga, dan bercak daun sempit pada 14 varietas tahan, Sukamandi MK Perlakuan Busuk Batang Intensitas Penyakit (%) Hawar Pelepah Hawar Daun Jingga Bercak Daun Sempit Patotipe: III 27,25 a 3,94 a 9,44 a 17,12 a IV 27,49 a 4,55 a 9,44 a 16,56 a Dini Yuliani dan Sudir: The Verification Of Resistance Of New High Yielding Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

60 VIII 28,23 a 4,20 a 7,91 a 16,96 a Varietas: Inpari 1 29,13 b 3,82 a 11,73 bcd 8,27 cd Inpari 6 30,62 ab 4,82 a 16,54 a 0,00 e Inpari 11 30,86 ab 3,95 a 9,38 d 55,56 a Inpari 17 34,07 a 4,57 a 15,31 ab 39,26 b Inpari 25 29,13 b 4,81 a 13,95 ab 34,82 b Inpari 32 20,74 c 4,93 a 13,95 ab 6,92 d Inpari HDB 29,13 b 4,56 a 0,00 e 0,00 e Angke 30,37 ab 3,95 a 11,97 bcd 11,24 cd Conde 30,37 ab 4,19 a 13,46 abc 12,35 c Java 14 22,47 c 4,44 a 0,00 e 0,00 e Ciherang 31,36 ab 4,56 a 8,64 d 56,30 a IR64 31,11 ab 4,19 a 10,12 cd 11,61 cd Chandra (Hibrida) 19,13 c 3,95 a 0,00 e 0,00 e Hipa Jatim 2 18,64 c 2,47 b 0,00 e 0,00 e Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Varietas Inpari 6 menunjukkan intensitas penyakit hawar daun jingga (HDJ) tertinggi dibandingkan varietas lainnya sebesar 16,54%. Namun diantara varietas uji teridentifikasi varietas yang tidak terserang penyakit HDJ yaitu Inpari HDB, Java 14, Chandra, dan Hipa jatim 2 (Tabel 4). Penyakit HDJ berkembang dengan baik secara alamiah di lapangan danterdapat perbedaan reaksi yang sangat jelas diantara genotipe padi terhadap penyakit HDJ (Sudir dan Suparyono, 1996). Intensitas penyakit bercak daun sempit (BDS) tertinggi diperoleh pada varietas Inpari 11 dan Ciherang. Varietas Ciherang sering dijumpai terserang penyakit BDS dengan skor keparahan 5 hingga 7. Namun diantara varietas uji teridentifikasi varietas yang tidak terserang penyakit BDS yaitu Inpari 6, Inpari HDB, Java 14, Chandra, dan Hipa jatim 2 (Tabel 4). Intensitas serangan BDS tertinggi ditemukan pada fase generatif. Penyakit BDS banyak dijumpai pada lahan yang miskin hara dan pemupukan nitrogen yang kurang dari dosis rekomendasi. Menurut Ginting (2008), gejala serangan mulai tampak di lapangan setelah 5 minggu setelah tanam. Penyakit padi yang diperoleh pada MH 2016/2017 adalah busuk batang dan 714 Dini Yuliani dan Sudir: Verifikasi Ketahanan Varietas Unggul Padi Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

61 bercak daun sempit. Varietas Inpari HDB menunjukkan intensitas penyakit busuk batang tertinggi diantara varietas lainnya. Berbeda halnya dengan varietas Java 14 menunjukkan intensitas penyakit busuk batang terendah diantara varietas lainnya. Penyakit bercak daun sempit dengan intensitas tertinggi dijumpai pada varietas Inpari 11, sedangkan varietas yang tidak terserang sama sekali oleh penyakit ini adalah Inpari 6, Inpari HDB, Java 14, Chandra, dan Hipa Jatim 2. Kelima varietas tersebut konsisten tidak terserang oleh penyakit bercak daun sempit selama dua musim tanam (Tabel 5). Tabel 5. Rata-rata intensitas penyakit busuk batang dan bercak daun sempit pada 14 varietas tahan, Sukamandi MH 2016/2017. Perlakuan Intensitas Penyakit (%) Busuk Batang Bercak Daun Sempit Patotipe: III 38,04 a 16,30 a IV 42,54 a 16,11 a VIII 45,56 a 16,90 a Varietas: Inpari 1 37,53 c 5,55 e Inpari 6 42,22 bc 0,00 f Inpari 11 44,20 abc 49,88 a Inpari 17 47,41 ab 29,88 d Inpari 25 40,74 bc 37,78 c Inpari 32 36,05 c 2,47 ef Inpari HDB 51,85 a 0,00 f Angke 40,74 bc 5,79 e Conde 43,46 bc 5,92 e Java 14 25,43 d 0,00 f Ciherang 47,90 ab 48,15 ab IR64 46,17 ab 44,69 b Chandra (Hibrida) 44,20 abc 0,00 f Hipa Jatim 2 40,74 bc 0,00 f Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Dini Yuliani dan Sudir: The Verification Of Resistance Of New High Yielding Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

62 Empat belas varietas padi tahan HDB berpengaruh nyata terhadap intensitas penyakit padi diantaranya busuk batang, hawar daun jingga, bercak daun sempit pada dua musim tanam kecuali hawar pelepah. Suatu varietas memiliki reaksi intensitas penyakit yang cukup parah terhadap penyakit tertentu, namun menunjukkan intensitas penyakit yang rendah pada penyakit lainnya (Tabel 4 dan 5). Tingkat keparahan penyakit dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetik. Faktor genetik berperan cukup besar terhadap tingkat ketahanan tanaman padi dari penularan penyakit. Hasil pengujian ketahanan dari beberapa genotipe padi terhadap busuk batang, hawar daun bakteri, bercak daun cercospora, dan hawar daun jingga menunjukkan adanya perbedaan intensitas penularan yang nyata antar varietas (Sudir et al., 2001). Hasil Padi Hasil analisis ragam pada MK 2016 dan MH 2016/2017 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara patotipe Xoo dengan varietas padi terhadap komponen hasil padi. Patotipe Xoo tidak berpengaruh nyata terhadap komponen hasil padi, sedangkan varietas padi berpengaruh nyata terhadap komponen hasil padi. Bobot gabah kering panen (BGKP) merupakan indikator untuk menghitung hasil panen padi yang terdiri dari bobot gabah isi dan bobot gabah hampa. Pada MK 2016 diperoleh BGKP tertinggi pada varietas Inpari 32, sedangkan BGKP terendah diperoleh pada varietas Java 14. Selain itu, terdapat dua varietas yang memiliki BGKP yang tidak berbeda nyata dengan Inpari 32 yaitu Inpari 1 dan Inpari HDB. Namun sebelas varietas lainnya berbeda nyata pada terhadap Inpari 32 (Tabel 6). Pada MH 2016/2017, BGKP tertinggi dijumpai pada Inpari 1. Namun terdapat sembilan varietas yang memiliki BGKP tidak berbeda nyata dengan Inpari 1 yaitu Inpari 32, Inpari HDB, Angke, IR64, dan Chandra. Sama halnya dengan hasil pada MK 2016, BGKP terendah dijumpai pada varietas Java 14 pada MH 2016/2017 (Tabel 7). Tabel 6. Bobot gabah kering panen pada 14 varietas uji, Sukamandi MK Perlakuan Bobot Gabah Kering Panen (gram/plot) Bobot Gabah Isi (gram/plot) Bobot Gabah Hampa (gram/plot) Patotipe: III 1.781,7 a a 163,5 a IV 1.877,2 a a 150,0 a VIII 1.749,4 a a 123,6 a 716 Dini Yuliani dan Sudir: Verifikasi Ketahanan Varietas Unggul Padi Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

63 Perlakuan Bobot Gabah Kering Panen (gram/plot) Bobot Gabah Isi (gram/plot) Bobot Gabah Hampa (gram/plot) Varietas: Inpari ,2 ab 1.946,7 ab 78,3 f Inpari ,8 de 1.525,6 de 159,4 c Inpari ,1 bc 1.773,3 abc 111,4 de Inpari ,9 e 1.542,2 de 123,7 d Inpari ,0 de 1.382,2 e 184,4 c Inpari ,0 a 1.961,1 a 111,8 de Inpari HDB 2.083,3 abc 1.906,1 abc 88,4 ef Angke 2.011,1 bcd 1.828,9 abc 66,9 f Conde 1.850,0 cde 1.536,7 de 176,5 c Java ,8 g 472,8 g 118,0 de Ciherang 2.002,8 bcd 1.736,7 bcd 114,3 de IR ,2 de 1.701,1 cd 86,8 ef Chandra (Hibrida) 2.012,8 bcd 1.392,2 e 280,8 b Hipa Jatim ,4 f 693,3 f 339,2 a Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Tujuh varietas menunjukkan hasil panen yang lebih tinggi pada musim kemarau diantaranya Inpari 6, Inpari 11, Inpari 17, Inpari 32, Java 14, Ciherang, dan Chandra (Tabel 6). Sedangkan tujuh varietas lainnya menunjukkan hasil panen yang lebih tinggi pada musim hujan diantaranya Inpari 1, Inpari 25, Inpari HDB, Angke, Conde, IR64, dan Hipa Jatim 2 (Tabel 7). Selain itu, intensitas penyakit padi tidak berpengaruh secara langsung terhadap hasil padi karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Satoto et al. (2013), perbedaan hasil gabah antarmusim pada tanaman padi bersifat kompleks dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan seperti teknik budidaya, kondisi iklim, dan potensi serangan hama/penyakit. Varietas spesifik musim dan lokasi perlu dilengkapi dengan ketahanan terhadap hama/penyakit yang beresiko muncul di setiap musim tanam di tiap lokasi. Dini Yuliani dan Sudir: The Verification Of Resistance Of New High Yielding Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

64 Tabel 7. Bobot gabah kering panen pada 14 varietas uji, Sukamandi MH 2016/2017. Perlakuan Bobot Gabah Kering Panen (gram/plot) Bobot Gabah Isi (gram/plot) Bobot Gabah Hampa (gram/ plot) Patotipe: III 1.861,3 a 1.847,0 a 128,0 a IV 1.870,7 a 1.675,6 a 119,1 a VIII 1.714,3 a 1.525,0 a 122,0 a Varietas: Inpari ,3 a 2.091,7 ab 66.7 d Inpari ,6 e 1.450,0 bc 177,8 ab Inpari ,2 cde 1.697,2 abc 119,4 c Inpari ,4 f 1.363,9 bc 158,3 b Inpari ,6 bcd 1.691,7 abc 163,9 ab Inpari ,7 abc 1.911,1 abc 83,3 d Inpari HDB 2.152,8 ab 2.022,2 ab 77,8 d Angke 2.077,8 abc 1.930,6 abc 88,9 d Conde 2.000,0 bcd 1.741,7 abc 188,9 a Java ,0 g 452,8 d 86,1 d Ciherang 1.805,6 de 1.600,0 abc 125,0 c IR ,2 ab 2.038,9 ab 63,9 d Chandra (Hibrida) 1.758,3 e 2.477,8 a 161,1 ab Hipa Jatim ,7 f 1.086,1 cs 161,1 ab Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Ketahanan pada inang tanaman merupakan pendekatan hemat biaya dan ramah lingkungan untuk mengurangi kehilangan hasil yang disebabkan oleh bakteri patogen. Prospek ke depan adalah penelitian dasar genetik molekuler dari mekanisme ketahanan yang teridentifikasi dan terkarakterisasi pada varietas unggul padi, sebagai prasyarat untuk pengembangan kultivar baru yang dapat beradaptasi secara lokal terhadap patogen dengan ketahanan ganda dan tahan lama untuk digunakan oleh petani (Wonni et al., 2016). 718 Dini Yuliani dan Sudir: Verifikasi Ketahanan Varietas Unggul Padi Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

65 Berdasarkan hasil verifikasi ketahanan varietas yang telah dirilis oleh institusi pelepas varietas dan telah diadopsi oleh petani diperoleh dua varietas yang konsisten bereaksi tahan terhadap semua patotipe Xoo di dua musim tanam yaitu Inpari 32 dan Java 14. Inpari 32 merupakan varietas unggul baru yang dirilis tahun 2013 oleh BB Padi merupakan persilangan varietas Ciherang dengan IRBB 64. IRRBB 64 merupakan varietas yang dirilis oleh International Rice Research Institute (IRRI) yang memiliki gen ketahanan piramiding terhadap HDB yaitu Xa4; xa5; Xa7; dan Xa21 (Vera Cruz, 2002; Tasliah et al., 2013). Sedangkan Java 14 merupakan varietas differensial penentu patotipe Xoo yang dirilis oleh Chugoku National Agriculture Experimental Station, Jepang pada tahun 1988 memiliki gen tahan piramiding yaitu Xa1+Xa2 +Xa12 (Suparyono et al., 2004). Ketahanan tanaman inang telah digunakan secara ekstensif untuk pengendalian penyakit pada berbagai spesies tanaman. Oleh karena itu, durabilitas gen tahan sangat penting bagi pengelolaan penyakit berkelanjutan. Untuk mencegah patahnya ketahanan tanaman sekaligus menanggulangi perubahan cepat pada populasi patogen (Vera Cruz et al., 2000). Selain itu, ketahanan suatu varietas di lapangan dipengaruhi oleh faktor genetik (gen tahan) maupun faktor lingkungan (suhu, kelembaban, curah hujan) antarmusim tanam. KESIMPULAN Patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) dan varietas padi masingmasing berpengaruh nyata terhadap intensitas penyakit hawar daun bakteri (HDB). Intensitas penyakit HDB menentukan tingkat ketahanan suatu varietas terhadap penyakit HDB. Varietas tahan yang ditanam secara terus menerus dapat patah ketahananya. Oleh karena itu, verifikasi ketahanan suatu varietas diperlukan untuk mengetahui efektifitas varietas tahan terhadap patogen HDB dari musim ke musim hingga tahun ke tahun. Evaluasi ketahanan varietas tahan terhadap HDB di lapangan pada MK 2016 dan MH 2016/2017 diperoleh tingkat ketahanan varietas mulai dari tahan hingga agak rentan. Hasil pengujian 14 varietas padi terhadap tiga patotipe Xoo dominan diperoleh varietas Java 14 dan Inpari 32 yang konsisten bereaksi tahan selama musim kemarau 2016 dan musim hujan 2016/2017. Empat belas varietas padi berpengaruh nyata terhadap intensitas penyakit padi diantaranya busuk batang, hawar daun jingga, bercak daun sempit pada dua musim tanam kecuali hawar pelepah. Intensitas penyakit padi tidak berpengaruh secara langsung terhadap hasil padi. Bobot gabah kering panen (BGKP) tertinggi pada MK 2016 dijumpai pada varietas Inpari 32. Pada MH 2016/2017, BGKP tertinggi pada 14 varietas uji adalah Inpari 1. Pada kedua musim dijumpai varietas dengan BGKP terendah yaitu Java 14. Dini Yuliani dan Sudir: The Verification Of Resistance Of New High Yielding Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

66 DAFTAR PUSTAKA Ginting MS Intensitas serangan penyakit bercak daun sempit (Cercospora janseana) (Rocib) O. Const pada beberapa varietas padi sawah (Oryzae sativa L) dengan jarak tanam yang berbeda di lapangan. Departemen Hama dan Penyakit Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. 54 Hal. Gomez, A.K., and A.A. Gomez Prosedur Statistika Untuk Penelitian Pertanian. (Terjemahan oleh Enang Sjamsudin & Justika Baharsjah). Edisi 11. UI Press, Jakarta. 687 Hal. IRRI Standard Evaluation System for Rice. 5th Edition. IRRI, Los Banos, Philippines. 57p. Jamil A, Satoto, P Sasmita. Y Baliadi, A Guswara, dan Suharna Deskripsi varietas unggul baru padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. 77 Hlm. Khaeruni, A., M. Taufik, T. Wijayanto, dan E.A. Johan Perkembangan penyakit hawar daun bakteri pada tiga varietas padi sawah yang diinokulasi pada beberapa fase pertumbuhan. Jurnal Fitopatologi 10 (4): Nuryanto B Varietas, kompos, dan cara pengairan sebagai komponen pengendali penyakit hawar upih. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yoyakarta. Nuryanto B, Priyatmojo A, Hadisutrisno B Pengaruh tinggi tempat dan tipe tanaman padi terhadap keparahan penyakit hawar pelepah. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 33 (1): 1-8. Ogawa, T., T. Yamamoto, G.S. Khush, and T.W. Mew Breeding of nearisogenic lines of rice with single genes fo rresistance to bacterial blight pathogen (Xanthomonas campestris pv. oryzae). Japan Journal of Breeding 41: Rahim, A., A.R. Khaeruni, dan M. Taufik Reaksi ketahanan beberapa varietas padi komersial terhadap patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae isolat Sulawesi Tenggara. Berkala Penelitian Agronomi 1 (2): Satoto, Y. Widyastuti, U. Susanto, dan M.J. Mejaya Perbedaan hasil padi antarmusim di lahan sawah irigasi. Buletin IPTEK Tanaman Pangan 8 (20: Sattari, A., B. Fakheri, M. Noroozi, and K.M. Gudarzi Leaf blight resistance in rice: a review of breeding and biotechnology. International Journal of Farming and Allied Sciences 3 (8): Sudir dan Suparyono Keparahan penyakit hawar daun jingga pada beberapa galur dan varietas padi. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 2(1): Dini Yuliani dan Sudir: Verifikasi Ketahanan Varietas Unggul Padi Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

67 Sudir, Suprihanto, dan Suparyono Pengaruh pupuk, varietas, dan fungisida terhadap perkembangan beberapa penyakit padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 20 (1): Sudir dan Suprihanto Perubahan virulensi strain Xanthomonas oryzae pv. oryzae, penyebab penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25 (2): Sudir, Suprihanto, dan T.S. Kadir Identifikasi patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae, penyebab penyakit hawar daun bakteri padi di daerah sentra produksi padi di Jawa. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 28 (3): Sudir, dan B. Sutaryo Reaksi padi hibrida introduksi terhadap penyakit hawar daun bakteri dan hubungannya dengan hasil gabah. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 30 (2): Sudir, B. Nuryanto, dan T.S. Kadir Epidemiologi, patotipe, dan strategi pengendalian penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi. Buletin IPTEK Tanaman Pangan 7 (2): Sudir, and D. Yuliani Composition and distribution of Xanthomonas oryzae pv. oryzaepathotypes, the pathogen of rice bacterial leaf blight in Indonesia. Agrivita Journal of Agricultural Science 38 (2): Suparyono, Sudir, dan Suprihanto Komposisi patotipe patogen hawar daun bakteri pada tanaman padi stadium tumbuh berbeda. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 22 (1): Suparyono, Sudir, dan Suprihanto Pathotype profile of Xanthomonas campestris pv. oryzae, isolates from the rice ecosystem in Java. Indonesian Jurnal of Agricultural Science 5 (2): Suprihatno, B., A.A. Daradjat, Satoto, S.E. Baehaki, Suprihanto, A. Setyono, S.D. Indrasari, I.P. Wardana, dan H. Sembiring Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. 114 Hal. Susanto, U., dan Sudir Ketahanan genotipe padi terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae patotipe III, IV, dan VIII. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 31 (2): Tasliah, Mahrup, J. Prasetyono Identifikasi molekuler hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) dan uji patogenisitasnya pada galur-galur padi isogenik. Jurnal Agro Biogen 9 (2): Vera Cruz, C.M., J. Bai, I. Ona, H. Leung, R.J. Nelson, T.W. Mew, and J.E. Leach Predicting durability of a disease resistance gene based on an assessment of the fitness loss and epidemiological consequences of avirulence gene mutation. PNAS 97 (25): Dini Yuliani dan Sudir: The Verification Of Resistance Of New High Yielding Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

68 Vera Cruz, Casiana Breeding for rice disease. Rice breeding course. IRRI. Los Banos. Philippines. Wahab, M.I., Satoto, R. Rachmat, A. Guswara, dan Suharna Deskripsi varietas unggul baru padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. 87 Hal. Wonni, I., M. Hutin, L. Ouedrago, I. Somda, V. Verdier, and B. Szurek Evaluation of elite rice varieties unmasks new sources of bacterial blight and leaf streak resistance for Africa. Journal of Rice Research 4 (1): 1-8. Yuriyah, S., D.W. Utami, dan I. Hanarida Uji ketahanan galur-galur harapan padi terhadap penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) ras III, IV, dan VIII. Buletin Plasma Nutfah 19 (2): Zhang, Qi Genetics and improvement of bacterial blight resistance of hybrid rice in China. Rice Science 16 (2): Dini Yuliani dan Sudir: Verifikasi Ketahanan Varietas Unggul Padi Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

69 KETAHANAN VARIETAS PADI LOKAL TERHADAP HAWAR DAUN BAKTERI (XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE) Celvia Roza, Triny S. Kadir, N. Usyati, dan Ade Ruskandar Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Subang, Jawa Barat Penulis untuk korespondensi. ABSTRAK Ketahanan varietas padi lokal terhadap hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae). Hawar Daun Bakteri (HDB) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan salah satu penyakit penting tanaman padi. Salah satu pengendalian yang efektif yaitu dengan penggunaan varietas tahan. Perakitan varietas unggul baru yang membawa gen tahan terhadap HDB terus dilakukan melalui persilangan dengan memanfaatkan keragaman sumber genetik padi yang ada. Penelitian dengan tujuan mengidentifikasi tingkat ketahanan varietas padi lokal koleksi plasma nutfah BB Padi terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB) telah dilakukan di rumah kasa BB Padi Sukamandi pada MT-1/ MT-2 Tahun Materi genetik yang digunakan adalah 60 aksesi varietas padi lokal dan biakan murni bakteri Xoo patotipe III, IV,dan VIII. Metode inokulasi dilakukan dengan pengguntingan daun dan skoring ketahanan berdasarkan SES IRRI tahun Hasil penelitian menunjukkan ada varietas padi lokal (aksesi) yang tahan terhadap satu patotipe HDB (Xoo) saja dan ada yang tahan terhadap dua patotipe HDB (Xoo). Aksesi yang tahan terhadap patotipe III saja yaitu : Beras Hitam Melik (8770), Ketan Lomah Hitam (8791), Ketan Lomak (8792), Ketan Bayong (8804), Waren (8806), Ketan Hideung (8807), Karia (8815), Nemol (8822), dan Cireh Gudang (8823). Aksesi yang memiliki ketahanan terhadap dua patotipe HDB (Xoo) yaitu patotipe III dan VIII adalah Cantik Lembayung (aromatik) (8218), Mansur (8221), Ketan Bayong (046) (8804), dan Nemol (056) (8822), sementara aksesi yang memiliki sifat ketahanan terhadap patotipe III dan IV adalah Ketan Hideung (047) (8807) dan Cireh Gudang (051) (8823). Kata kunci: ketahanan, varietas padi lokal, Xanthomonas oryzae pv. oryzae, HDB ABSTRACK Resistance of local rice varieties against bacterial leaf blight (Xanthomonas oryzae pv. oryzae). Bacterial Leaf Blight (BLB) is caused by the bacteria Xanthomonas Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

70 oryzae pv. oryzae (Xoo) is an important disease of rice plants. One of the effective controls is with the use of resistant varieties. The assembly of new improved varieties carrying genes resistant to BLB continues through crossbreeding by utilizing the diversity of existing genetic sources of rice. The research has been done at the green house of ICRR in Sukamandi on wet season and dry season 2014 with the aim to identify the level of resistance of local rice varieties of rice germplasm collection of ICRR on bacterial leaf blight disease (BLB). The genetic material used was 60 accessions of local rice varieties and pure culture of Xoo patotype III, IV, and VIII bacteria. Inoculation method was performed by leaf cutting and resistance scoring based on SES IRRI The results showed that there are local rice varieties (accessions) that are resistant to one HDB (Xoo) patotype only and some are resistant to two BLB (Xoo) patotypes. Accession resistant to patotype III only: Beras Hitam Melik (8770), Ketan Lomah Hitam (8791), Ketan Lomak (8792), Ketan Bayong (8804), Waren (8806), Ketan Hideung (8807), Karia (8815), Nemol (8822), and Cireh Gudang (8823). The accessions that have resistance to two patotype BLB (Xoo) patotypes III and VIII are Cantik Lembayung (aromatic) (8218), Mansur (8221), Ketan Bayong (046) (8804), and Nemol (056) (8822), while accession which have resistance properties against the patotypes III and IV are Ketan Hideung (047) (8807) and Cireh Gudang (051) (8823). Keywords: Resistance, local rice varieties, Xanthomonas oryzae pv. oryzae,, BLB PENDAHULUAN Hawar Daun Bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan salah satu penyakit penting tanaman padi. HDB (Xoo) tersebar di Asia, Afrika, Australia, Amerika Utara, Amerika Tengah, Karibia, Amerika Selatan serta Oseania. Namun bakteri ini paling banyak terdapat di Asia dan sebagian Afrika Barat, terutama di India, Cina, dan Indonesia (Liu et al., 2006). Pada tahun 2014 luas serangan HDB menempati posisi teratas yaitu sebesar ha dibandingkan dengan penyakit utama lainnya seperti blas dan tungro dengan masing-masing luas serangan sebesar ha dan ha (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2015). Suparyono dan Sudir (1992) melaporkan bahwa ambang kerusakan penyakit HDB adalah 20% pada dua minggu sebelum panen. Di atas ambang tersebut setiap kenaikan keparahan penyakit 10% akan meningkatkan kehilangan hasil 5-7%. Salah satu cara untuk menanggulangi penyakit HDB adalah dengan menanam varietas unggul yang tahan. Ketahanan yang dimiliki oleh suatu varietas biasanya merupakan ketahanan vertikal yang dikontrol oleh satu gen. Ketahanan seperti ini tidak stabil, karena Ras patogen yang mampu mengatasi gen tahan pada varietas tersebut akan berkembang dan menjadi Ras yang dominan. Oleh 724 Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

71 karena itu, dianjurkan untuk melakukan pergiliran varietas yang pada hakekatnya merupakan penggantian gen tahan. Adanya pergiliran varietas tahan menyebabkan tingkat seleksi terhadap populasi Ras yang virulen akan tetap rendah (Yuriyah et al., 2013). Perakitan varietas unggul baru yang membawa gen tahan terhadap HDB terus dilakukan melalui persilangan dengan memanfaatkan keragaman sumber genetik padi yang ada (Djafarudin, 1994). Perakitan varietas tahan memerlukan ketersediaan plasma nutfah padi dengan keragaman genetik yang luas untuk dapat digunakan sebagai tetua persilangan. Keragaman genetik merupakan faktor penting dalam pemuliaan tanaman. Sebelum digunakan dalam perakitan varietas, sifat-sifat gen dari koleksi plasma nutfah padi perlu diketahui melalui kegiatan karakterisasi morfologi, fisiologi, dan evaluasi toleransi terhadap cekaman biotik maupun abiotik (Bustamam et al., 2004). Plasma nutfah padi yang berupa varietas lokal merupakan donor gen dalam membentuk keragaman genetik. Ketersediaan plasma nutfah yang berfungsi sebagai donor gen untuk karakter tanaman yang menjadi target perbaikan varietas mutlak diperlukan (Sitaresmi et al., 2013). Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat ketahanan varietas padi lokal (koleksi plasma nutfah BB Padi) terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB). METODOLOGI Identifikasi ketahanan varietas padi lokal terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB) dilakukan di rumah kasa BB Padi Sukamandi pada MT-1/MT-2 tahun 2014 dengan jumlah varietas padi lokal sebanyak 60 nomor aksesi. Identifikasi dilakukan pada stadia bibit dan stadia dewasa. Patotipe bakteri Xoo yang digunakan adalah patotipe III, IV, dan VIII. Persiapan Inokulum HDB (Xoo) Pembuatan media Wakimoto Agar (WA). Bakteri Xoo patotipe III, IV, dan VIII ditumbuhkan pada media WA. Media WA terbuat dari 250 gram kentang dipotong kecil-kecil kemudian direbus dengan 1 liter aquadest hingga air mendidih. Air saringan kentang dimbil dan ditambahkan dengan aquadest lagi sehingga menjadi 1 liter, kemudian dimasak dan dicampur dengan 20 gram sukrosa, 20 gram agar dipco, 5 gram pepton, 1 gram Fe (SO4) 5, 1 gram Ca 3 (NO 3 ) sampai semua bahan larut. Setelah dingin diukur ph (7). Media WA yang sudah jadi sebanyak 10 ml dimasukkan dalam tabung reaksi untuk pembuatan agar miring, kemudian ditutup dengan kapas. Selanjutnya sterilisasi media yang sudah dipindah ke tabung reaksi dilakukan selama menit dengan suhu C pada tekanan 1 atm. Perbanyakan bakteri Xoo pada agar miring. Perbanyakan bakteri Xoo pada agar miring dilakukan dengan mengambil 1 ose koloni bakteri lalu distrik Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

72 pada agar miring, kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama jam. Perbanyakan dilakukan pada masing-masing patotipe III, IV, dan VIII. Skrining ketahanan varietas padi lokal terhadap HDB pada stadia bibit di rumah kaca Aksesi ditanam dalam kotak plastik berukuran 35 x 26 x 10 cm menggunakan tanah dari Sukamandi. Setiap aksesi uji ditanam dalam barisan, setiap baris berisi 20 tanaman. Pada setiap pengujian disertakan varietas diferensial IRBB5 dan IRBB7 sebagai cek tahan serta IR64 dan TNI sebagai cek rentan. Varietas cek tahan (IRBB5 dan IRBB7) ditanam di tengah dan cek rentan (IR64 dan TN1) ditanam di tengah dan di pinggir. Pada hari ke-15 dilakukan penjarangan dengan menyisakan 10 batang tanaman. Semua perlakuan diulang 3 kali. Tanaman diinokulasi pada umur hari setelah sebar (untuk stadia bibit) dengan menggunakan suspensi Xanthomonas oryzae pv. oryzae konsentrasi 10 8 cfu (colony forming unit). Inokulasi dilakukan dengan metode gunting menggunakan gunting yang dicelup pada larutan inokulum. Pengamatan dilakukan pada saat TN1 menunjukkan keparahan maksimum atau pada 14 HSI (hari setelah inokulasi). Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang luka dan panjang daun dan dihitung persentasenya. Penentuan ketahanan (reaksi) dilakukan dengan skoring berdasarkan Standard Evaluation System for Rice (IRRI, 2002) yang telah dimodifikasi sebagai berikut: Skala hawar daun Luas luka (%) Kriteria bakteri di rumah kaca ST = Sangat Tahan T = Tahan AT = Agak Tahan AR = Agak Rentan R = Rentan R = Rentan SR = Sangat Rentan SR = Sangat Rentan SR = Sangat Rentan Skrining ketahanan varietas padi lokal terhadap HDB pada stadia dewasa di rumah kaca Aksesi uji disemai dalam nampan plastik, kemudian dipindah tanam pada pot berdiameter 15 cm sebanyak 1 batang/pot, untuk setiap patotipe ditanam 2 pot dan diulang 3 kali. Pada setiap pengujian disertakan varietas diferensial IRBB5, IRBB7 (cek tahan), IR64 dan TN1 (cek rentan). Pada saat primordia tanaman diinokulasi dengan inokulum bakteri Xoo patotipe III, IV, dan VIII dengan konsentrasi 10 8 cfu menggunakan metode gunting. Pengamatan dilaksanakan 726 Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

73 pada 14 HSI. Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang luka dan panjang daun dan dihitung persentasenya. Penentuan ketahanan (reaksi) dilakukan dengan skoring berdasarkan Standard Evaluation System for Rice (IRRI, 2002) yang telah dimodifikasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian terhadap 60 nomor varietas padi lokal (aksesi) koleksi plasma nutfah BB Padi diperoleh 9 aksesi yang tahan terhadap satu patotipe HDB (Xoo) saja yaitu patotipe III, dan 6 aksesi yang memiliki sifat ketahanan terhadap 2 patotipe HDB (Xoo), yaitu 4 aksesi yang memiliki ketahanan terhadap HDB (Xoo) patotipe III dan VIII dan 2 aksesi terhadap patotipe III dan IV. Aksesi yang tahan terhadap HDB (Xoo) patotipe III saja yaitu : Beras Hitam Melik (8770), Ketan Lomah Hitam (8791), Ketan Lomak (8792), Ketan Bayong (8804), Waren (8806), Ketan Hideung (8807), Karia (8815), Nemol (8822), dan Cireh Gudang (8823). Keempat aksesi yang memiliki ketahanan terhadap HDB (Xoo) patotipe III dan VIII adalah Cantik Lembayung (aromatik) (8218), Mansur (8221), Ketan Bayong (046) (8804), dan Nemol (056) (8822). Untuk 2 aksesi yang memiliki sifat ketahanan terhadap patotipe HDB (Xoo) III dan IV adalah Ketan Hideung (047) (8807) dan Cireh Gudang (051) (8823) (Tabel 1 dan 2). Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

74 Tabel 1. Reaksi varietas padi lokal (aksesi) terhadap hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) patotipe III, IV, dan VIII pada stadia vegetatif. Sukamandi, MT-1/MT-2 Tahun 2014 No No. Aksesi Nama Aksesi Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Cantik Lembayung (aromatik) 18,28 4 AR 62,2 6 R 28,6 5 R Mansur 23,76 4 AR 57,05 6 R 33,93 5 R Solbi 19,31 4 AR 57,58 6 R 26,7 5 R Ciherang Malaysia 16,68 4 AR 48,29 5 R 20,55 4 AR Sigambir Shonda 16,37 4 AR 44,53 5 R 32,84 5 R BERAS HITAM MELIK 16,02 4 AR 47,96 5 R 24,65 4 AR BERAS HITAM (PARI IRENG) 19,98 4 AR 49,71 5 R 29,76 5 R BERAS HITAM BANTUL 15,53 4 AR 51,24 6 R 27,65 5 R MENTA 15,15 4 AR 52,04 6 R 25,13 5 R PADI JAWA 18,48 4 AR 32,43 5 R 17,05 4 AR SIBOSUR 16,13 4 AR 32,56 5 R 23,16 4 AR SIREMET 11,75 3 AT 50,27 6 R 29,03 5 R REGOL 11,18 3 AT 46,96 5 R 32 5 R CERE TERONG 9,73 3 AT 46,88 5 R 23,23 4 AR JEDAH NANGKA 13,46 4 AR 44,21 5 R 27,26 5 R LOKCAN 10,63 3 AT 56,78 6 R 24,71 4 AR BEPAK BEUREUM 11,67 3 AT 59,19 6 R 20,22 4 AR 728 Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

75 No No. Aksesi Nama Aksesi Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan WARNENG 11,36 3 AT 37,89 5 R 19,51 4 AR BEPAK BODAS 10,17 3 AT 37,04 5 R 16,87 4 AR DIMPIT TERONG 19,28 4 AR 42,23 5 R 30,36 5 R KETAN LOMAH HITAM 19,04 4 AR 35,14 5 R 26,86 5 R KETAN LOMAK 10,52 3 AT 42,91 5 R 30,39 5 R PADI 99 11,19 3 AT 48,58 5 R 16,19 4 AR Cere Bereum 12,16 3 AT 39,68 5 R 26,53 5 R Pare Emas 15,31 4 AR 30,98 5 R 27,34 5 R Ketan Bayong(046) 15,3 4 AR 31,18 5 R 26,28 5 R Padi Merah 15,91 4 AR 51,03 6 R 15,82 4 AR Waren (012) 20,88 4 AR 56,03 6 R 29,94 5 R Ketan Hideung (047) 13,61 4 AR 38,75 5 R 20,28 4 AR Padi Halaka (k 3) 16,44 4 AR 49 5 R 22,68 4 AR Padi Sia (K 3) 7,58 3 AT 35,89 5 R 32,48 5 R Padi Raki 14,73 4 AR 35,11 5 R 37,29 5 R Pancasila (Beras Merah) 10 3 AT 36,2 5 R 26,56 5 R Karia 8,66 3 AT 36,2 5 R 26,56 5 R Kamba Bulili 11,9 3 AT 39,74 5 R 36,76 5 R Padi Kamba Mete 10,22 3 AT 35 5 R 35,59 5 R Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

76 No No. Aksesi Nama Aksesi Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Kamba Kalori 9,69 3 AT 41,58 5 R 28,87 5 R Kamba Wuasa 12,03 3 AT 30,67 5 R 27,64 5 R Marlen(049) 12,4 3 AT 27,96 5 R 29,79 5 R Nemol (056) 17,12 4 AR 40,16 5 R 28,47 5 R Cireh Gudang (051) 23,58 4 AR 44,26 5 R 33,03 5 R Kapundung (054) 16,99 4 AR 45,35 5 R 21,64 4 AR Ketan Hideung (052) 24,18 4 AR 40,91 5 R 38,21 5 R Tampai Beureum (057) 25,52 5 R 34,45 5 R 35,72 5 R Sri Kuning (053) 21,22 4 AR 39,82 5 R 34,79 5 R Batu Bara 12,13 3 AT 39,82 5 R 34,79 5 R Jembar (Beras Putih) 15,94 4 AR 39,27 5 R 35,57 5 R Padi Siarang 14,39 4 AR 37,43 5 R 22,9 4 AR Sri Agung 11,37 3 AT 30,33 5 R 33,76 5 R Awan Kuning 11,63 3 AT 34,06 5 R 35,46 5 R Banih Kuning 18,28 4 AR 41,1 5 R 32,97 5 R Bayar Pahit 16,75 4 AR 33,49 5 R 25,24 5 R Belut 13,74 4 AR 40,98 5 R 32,55 5 R Betek 13,71 4 AR 45,14 5 R 29,89 5 R Biduin 12,54 3 AT 39,19 5 R 34,85 5 R 730 Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

77 No No. Aksesi Nama Aksesi Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Bonai Tinggi 14,53 4 AR 39,19 5 R 27,9 5 R Cempak Merah 14,19 4 AR 33 5 R 26,52 5 R Cemurai 22,76 4 AR 26,11 5 R 24,23 4 AR Datu 10,39 3 AT 37,8 5 R 29,21 5 R Garagai 13,15 3 AT 28,89 5 R 34,36 5 R IR64 (cek rentan) 19,46 4 AR 50,78 6 R 22,29 4 AR IRBB5 (cek tahan) 4,93 2 T 5,76 2 T 5,76 2 T IRBB7 (cek tahan) 3,3 2 T 4,55 2 T 3,85 2 T TN1 (cek rentan) 23,87 4 AR 87,9 7 SR 61,64 6 R Keterangan :T=Tahan AT=Agak Tahan AR=Agak Rentan R=Rentan Tabel 2. Reaksi varietas padi lokal (aksesi) terhadap hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) patotipe III, IV, dan VIII pada stadia generative Sukamandi, MT-1/MT-2 Tahun 2014 No No, Aksesi Nama Aksesi Ratarata Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Cantik Lembayung (aromatik) 7,66 3 AT 14,11 4 AR 8,94 3 AT Mansur 9,99 3 AT 31,31 5 R 9,13 3 AT Solbi 7,66 3 AT 28,41 5 R 16,92 4 AR Ciherang Malaysia 7,45 3 AT 38,75 5 R 15,99 4 AR Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

78 No No, Aksesi Nama Aksesi Ratarata Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Sigambir Shonda 12,64 4 AR 39,28 5 R 23,55 4 AR BERAS HITAM MELIK 5,43 2 T 34 5 R 20,54 4 AR BERAS HITAM (PARI IRENG) 7,55 3 AT 30,72 5 R 14,16 4 AR BERAS HITAM BANTUL 12,25 4 AR 37,62 5 R 20,37 4 AR MENTA 8,77 3 AT 44,3 5 R 14,65 4 AR PADI JAWA 8,58 3 AT 38,59 5 R 16,17 4 AR SIBOSUR 9,73 3 AT 28,59 5 R 21,1 4 AR SIREMET 16,35 4 AR 35,88 5 R 18,22 4 AR REGOL 7,46 4 AR 40,52 5 R 26,32 5 R CERE TERONG 11,21 3 AT 41,6 5 R 24,52 4 AR JEDAH NANGKA 7,8 3 AT 38,88 5 R 20,89 4 AR LOKCAN 7,2 3 AT 36,34 5 R 20,11 4 AR BEPAK BEUREUM 7,76 3 AT 32,9 5 R 16,56 4 AR WARNENG 7,06 3 AT 29,15 5 R 21,43 4 AR BEPAK BODAS 7,82 3 AT 42,58 5 R 20,44 4 AR DIMPIT TERONG 6,95 3 AT 32,93 5 R 28,37 5 R KETAN LOMAH HITAM 5,85 2 T 38,98 5 R 24,26 5 R KETAN LOMAK 4,39 2 T 32,2 5 R 19,29 4 AR PADI 99 7,68 3 AT 30,89 5 R 18,17 4 AR 732 Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

79 No No, Aksesi Nama Aksesi Ratarata Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Cere Bereum 7,92 3 AT 31,76 5 R 21,67 4 AR Pare Emas 6,84 3 AT 39,45 5 R 28,46 5 R Ketan Bayong(046) 4,65 2 T 9,89 3 AT 9,04 3 AT Padi Merah 6,11 3 AT 50,41 6 R 29,51 5 R Waren (012) 6,08 2 T 44,09 5 R 26,15 5 R Ketan Hideung (047) 4,23 2 T 10,42 3 AT 9,69 4 AR Padi Halaka (k 3) 12,05 3 AT 25,01 5 R 13,4 4 AR Padi Sia (K 3) 13,46 4 AR 26,72 5 R 16,13 4 AR Padi Raki 13,2 4 AR 39,55 5 R 26,07 5 R Pancasila (Beras Merah) 30,51 4 AR 39,77 5 R 32,4 5 R Karia 5,89 2 T 32,53 5 R 25,02 5 R Kamba Bulili 6,45 3 AT 25,08 5 R 25,68 5 R Padi Kamba Mete 6,86 3 AT 32,72 5 R 21,31 4 AR Kamba Kalori 6,92 3 AT 35,06 5 R 24,87 5 R Kamba Wuasa 8,97 3 AT 38,5 5 R 19,34 4 AR Marlen(049) 8,13 3 AT 44,28 5 R 27,01 5 R Nemol (056) 5,01 2 T 12,49 3 AT 10,84 3 AT Cireh Gudang (051) 6,07 2 T 36,06 5 R 22,66 4 AR Kapundung (054) 8,42 3 AT 42,17 5 R 27,96 5 R Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

80 No No, Aksesi Nama Aksesi Ratarata Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Ketan Hideung (052) 6,57 3 AT 29,04 5 R 23,47 4 AR Tampai Beureum (057) 7,9 3 AT 31,64 5 R 22,83 4 AR Sri Kuning (053) 8,79 3 AT 33,9 5 R 24,05 4 AR Batu Bara 10,6 3 AT 54,08 5 R 30,59 5 R Jembar (Beras Putih) 10,33 3 AT 42,66 5 R 23,17 4 AR Padi Siarang 8,74 3 AT 41,22 5 R 25,44 5 R Sri Agung 14,54 4 AR 84,37 7 SR 24,31 4 AR Awan Kuning 9,9 3 AT 60,71 6 R 29,28 5 R Banih Kuning 8,68 3 AT 62,08 6 R 31,12 5 R Bayar Pahit 7,21 3 AT 47,12 5 R 31,81 5 R Belut 7,53 3 AT 38,25 5 R 23,53 4 AR Betek 7,11 3 AT 40,7 5 R 30,4 5 R Biduin 6,87 3 AT 37,77 5 R 29,38 5 R Bonai Tinggi 7,65 3 AT 45,78 5 R 34,9 5 R Cempak Merah 7,32 3 AT 32,97 5 R 14,48 4 AR Cemurai 6,72 3 AT 31,21 5 R 22,47 4 AR Datu 9,25 3 AT 31,93 5 R 23,19 4 AR Garagai 8,93 3 AT 42,13 5 R 32,12 5 R IR64 (cek rentan) 8,68 3 AT 25,83 5 R 16,61 4 AR 734 Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

81 No No, Aksesi Nama Aksesi Ratarata Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan Ratarata skor Ketahanan IRBB5 (cek tahan) 2,03 1 ST 5,74 2 T 3,53 2 T IRBB7 (cek tahan) 1,49 1 ST 3,65 1 ST 2,52 1 ST TN1 (cek rentan) 31,31 5 R 47,59 5 R 33,89 5 R Keterangan :ST= Sangat Tahan T=Tahan AT=Agak Tahan AR=Agak Rentan R=Rentan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua varietas padi lokal (aksesi) yang diuji menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap setiap patotipe HDB (Xoo) yang digunakan dalam pengujian, Keragaman reaksi yang ditunjukkan oleh varietas padi lokal tersebut terjadi karena perbedaan gen tahan yang dimiliki, Gen ketahanan terhadap patotipe Xoo dikendalikan oleh gen R mayor, dan suatu tanaman akan menjadi tahan karena tanaman tersebut menghasilkan fitoaleksin sebagai hasil interaksi inang-patogen yang berfungsi untuk menghambat perkembangan bakteri (Liu et al,, 2006), Secara genetik ketahanan varietas dapat dibagi menjadi 2 bagian ketahanan yaitu horizontal dan vertikal, Ketahanan vertikal adalah ketahanan varietas terhadap satu ras atau satu haplotipe suatu pathogen, sedangkan ketahanan horizontal adalah ketahanan suatu varietas yang tersusun atas banyak gen, ketahanan yang tidak spesifik terhadap ras tertentu, Ketahanan horizontal memiliki sifat ketahanan yang lebih stabil (Parlevliet, 1997), Varietas padi lokal yang bereaksi tahan diasumsikan mengandung gen tahan yang dapat menghambat perkembangan bakteri HDB (Xoo), Ketahanan varietas ditentukan oleh gen pembawa sifat tahan yang dimilikinya, Gen yang mengendalikan ketahanan terhadap HDB ada yang bersifat dominan seperti Xa7 dan ada yang bersifat resesif seperti Xa5 (Yusida et al,, 1994), Plasma nutfah padi yang berupa varietas padi lokal merupakan donor gen dalam membentuk keragaman genetik, Ketersediaan plasma nutfah padi yang berfungsi sebagai donor gen untuk karakter tanaman yang menjadi target perbaikan varietas mutlak diperlukan (Sitaresmi et al,, 2013), Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

82 KESIMPULAN Dari 60 varietas padi lokal (aksesi) yang diuji ketahanannya terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB) patotipe III, IV, dan VIII diperoleh 9 aksesi yang tahan terhadap patotipe III saja, dan 6 aksesi yang memiliki sifat ketahanan terhadap 2 patotipe HDB (Xoo), yaitu 4 aksesi yang memiliki ketahanan terhadap HDB (Xoo) patotipe III dan VIII, dan 2 aksesi terhadap HDB (Xoo) patotipe III dan IV, Aksesi yang tahan terhadap HDB (Xoo) patotipe III saja yaitu : Beras Hitam Melik (8770), Ketan Lomah Hitam (8791), Ketan Lomak (8792), Ketan Bayong (8804), Waren (8806), Ketan Hideung (8807), Karia (8815), Nemol (8822), dan Cireh Gudang (8823), Keempat aksesi yang memiliki ketahanan terhadap HDB (Xoo) patotipe III dan VIII adalah Cantik Lembayung (aromatik) (8218), Mansur (8221), Ketan Bayong (046) (8804), dan Nemol (056) (8822), Untuk 2 aksesi yang memiliki sifat ketahanan terhadap patotipe III dan IV adalah Ketan Hideung (047) (8807) dan Cireh Gudang (051) (8823), DAFTAR PUSTAKA Bustamam, M,, M, Yunus, A, Warsun, Suwarno, H,R, Hifni, dan T,S, Kadir, 1997, Penggunaan markah molekuler dalam perbaikan ketahanan padi terhadap penyakit hawar daun bakteri di Indonesia, Dalam S, Moeljopawiro, M, Herman, S, Saono, I, Mariska, B, Purwantara, dan H, Kasim (eds,) Prosiding Seminar Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, Surabaya, Maret 1997, hlm, , Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2015, Luas serangan OPT utama pada tanaman padi tahun dan rerata , Unpublish, Djafarudin, 1994, Prospek pengendalian penyebab penyakit secara hayati suatu harapan atau kenyataan, Makalah Seminar Regional FFI Wilayah Sumatera Barat, Balittan Sukaramai Solok, 17 Desember 1994, 36 hlm, IRRI, 2002, Standard Evaluation System for Rice, IRRI, Philippines, Liu, D,N,, P,C, Ronald, and A,J, Bogdanove, 2006, Xanthomonas oryzae pathovars: Model pathogens of a model crop, Mol, Plant Pathol, 7: , Parlevliet JE, 1997, Plant pathosystems: An attempt to elucidate horizontal resistance, Euphytica 26 (3): Sitaresmi,T,Rina,H,W, Ami, T,R,Nani, dan Untung,S, 2013, Pemanfaatan plasma nutfah padi varietas lokal dalam perakitan varietas unggul, Jurnal Penelitian Pertanian 8 (1): 22 30, Suparyono dan Sudir, 1992, Perkembangan penyakit bakteri hawar daun pada stadia tumbuh yang berbeda dan pengaruhnya terhadap hasil padi, Media Penelitian Sukamandi 12: 6-9, 736 Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

83 Yuriyah, S,, D,W, Utami, dan I, Hanarida, 2013, Uji ketahanan galur-galur harapan padi terhadap penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv, oryzae) ras III, IV, dan VIII, Bul, Plasma Nutfah 19(2):53 60, Yusida, S, Miharja, H,R, Hifni, dan T, Soewito, 1994, Identifikasi gen ketahanan pada varieties padi IRBBN yang efektif terhadap strain Xanthomonas oryzae pv, oryzae Kelompok III dan IV, Dalam M, Machmud dan Y, Suryadi (eds,) Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan No, 3, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor, hlm, , Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

84 738 Celvia Roza et al: Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Hawar Daun Bakteri Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

85 KARAKTERISASI KETAHANAN VARIETAS PADI LOKAL TERHADAP PENYAKIT TUNGRO Dede Kusdiaman, Celvia Roza, Suprihanto, N. Usyati1, dan Oco Rumasa 1) Peneliti Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2) Litkayasa Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya 9, Sukamandi, Subang, Jawa Barat celvia.roza@gmail.com ABSTRAK Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi dua virus yang berbeda, yaitu Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan Rice tungro spherical virus (RTSV), yang keduanya hanya dapat ditularkan oleh wereng hijau (vektor) secara semipersisten. Kisaran kehilangan hasil pada stadia yang terinfeksi 2 12 minggu setelah tanam (mst) antara 20-90%. Penelitian telah dilakukan di rumah kasa BB Padi Sukamandi pada MT-1/MT-2 tahun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi varietas padi lokal (aksesi plasma nutfah padi) yang memiliki ketahanan terhadap penyakit tungro. Materi genetik yang digunakan adalah 100 nomor varietas padi lokal (aksesi), inokulum tungro varian Garut dan Purwakarta, dan wereng hijau. Metode inokulasi dilakukan dengan mengakuisisi wereng hijau sebagai vektor pada tanaman sumber inokulum Garut dan Purwakarta, kemudian diinfestasikan ke tanaman uji supaya menularkan virus tungro. Pengamatan dilakukan pada 2 minggu setelah inokulasi atau setelah TN1 sebagai kontrol rentan menunjukkan reaksi rentan. Karakterisasi ketahanan dilakukan dengan cara skoring berdasarkan SES IRRI 2014 dan dihitung indek penyakitnya. Hasil penelitian menunjukkan 1 aksesi yang bereaksi agak tahan terhadap inokulum Garut, dan 3 aksesi bereaksi agak tahan terhadap inokulum Purwakarta, selebihnya bereaksi rentan terhadap inokulum Garut maupun Purwakarta. Aksesi yang bereaksi agak tahan terhadap inokulum Garut adalah Kuriak (9582) yang bereaksi agak tahan pada skala 6. Tiga aksesi yang bereaksi agak tahan terhadap inokulum Purwakarta adalah Cungkring (9523) yang bereaksi agak tahan pada skala 5, Oseg (9529) yang bereaksi agak tahan pada skala 6, dan Muncul (9547) yang bereaksi agak tahan pada skala 4. Kata Kunci: RTBV, RTSV, vektor, tungro Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

86 ABSTRACK Tungro is a found in rice crop disease caused by an infection of two different viruses, namely Rice tungro bacilliform virus (RTBV) and Rice tungro spherical virus (RTSV). These two viruses can only be transmitted by green leafhoppers (vectors) semipersisten. The range of result loss in infected stadia 2-12 weeks after planting (wap) between 20-90%. The research had been done at the house of ICRR Sukamnadi at dry season and rainy season in The purpose of this research was to characterize local rice varieties (rice germplasm accession) which resistant to tungro disease. Genetic materials used were 100 numbers of local rice varieties (accession), inoculum tungro used variant were Garut and Purwakarta, and green leafhoppers. Inoculation method was conducted by acquiring green leafhoppers as vector for the plant of inoculum source Garut and Purwakarta. The green leafhoppers infested to the test plant for transmitting tunro virus. Observations was performed at 2 weeks after inoculation or after TN1 as susceptible check to show a susceptible reaction. Characterization resistance was performed by scoring according to SES IRRI 2014 and calculating the disease index. The results showed that 1 accession reacted moderate resistant to Garut inoculum, and 3 accessions reacted moderate resistant to Purwakarta inoculum, the rest were susceptible to Garut inoculum and Purwakarta. The accession that reacts moderate resistant to the Garut inoculum has Kuriak (9582) which reacts somewhat resistant on a scale of 6. The three accessions that react moderate resistant to the Purwakarta inokulum were Cungkring (9523) which reacts moderate resistance on a scale of 5, Oseg (9529) which reacts moderate resistant on scale 6, and Muncul (9547) which reacts moderate resistant on a scale of 4. Keywords: RTBV, RTSV, vectors, tungro PENDAHULUAN Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi dua virus yang berbeda, yaitu Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan Rice tungro spherical virus (RTSV), yang keduanya hanya dapat ditularkan oleh wereng hijau (vektor) secara semipersisten. Hingga saat ini serangan tungro masih terjadi di beberapa daerah, seperti Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Bali, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah (Praptana et al., 2013). RTBV menginduksi gejala serta pengkerdilan, sedangkan RTSV berperan dalam penularan RTBV melalui wereng hijau (Dahal et al., 1990). Infeksi penyakit tungro pada tanaman padi dapat terjadi sejak tanaman di persemaian. Pada daerah pertanaman padi yang ditanam serempak, infeksi penyakit tungro sebagian besar mulai terjadi setelah tanam. Kehilangan hasil akibat infeksi penyakit tungro bervariasi tergantung pada periode pertumbuhan 740 Dede Kusdiaman et al: Karakterisasi Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

87 tanaman saat terinfeksi, lokasi dan titik infeksi, musim tanam, dan varietas. Semakin muda tanaman terinfeksi, maka semakin besar persentase kehilangan hasil yang ditimbulkan (Hasanuddin, 2009). Kisaran kehilangan hasil pada stadia yang terinfeksi 2 12 minggu setelah tanam (mst) antara 20-90%. Kehilangan hasil pada intensitas serangan ringan diperkirakan mencapai 15%, intensitas serangan sedang mengakibatkan kehilangan hasil lebih kurang 35% sedangkan intensitas serangan berat mengakibatkan kehilangan hasil lebih kurang 59%. Apabila kehilangan hasil mencapai 79% ke atas maka daerah serangan dinyatakan sebagai puso (Thamrin et al., 2012). Tiga komponen utama dalam pengendalian tungro ialah penggunaan varietas tahan dan tanam serempak, eradikasi sumber inokulum, serta keputusan dalam pemilihan varietas dan pengaturan waktu tanam. Penggunaan varietas tahan merupakan komponen pengendalian tungro yang ramah lingkungan serta sesuai dan mudah diterima oleh petani karena tidak memerlukan biaya tambahan (Praptana et al., 2013). Penanaman varietas tahan terbukti efektif mencegah terjadinya ledakan penyakit tungro. Penggunaan varietas tahan dapat mengurangi kuantitas sumber infeksi maupun perbanyakan virus di dalam tanaman sehingga proporsi vektor yang mendapatkan virus berkurang (Widiarta, 2003). Varietas lokal yang merupakan plasma nutfah padi berupa memiliki keunggulan genetik tertentu. Padi lokal telah dibudidayakan secara turun-temurun sehingga genotipe telah beradaptasi dengan baik pada berbagai kondisi lahan dan iklim spesifik di daerah pengembangannya. Padi lokal secara alami memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit, toleran terhadap cekaman abiotik, dan memiliki kualitas beras yang baik sehingga disukai oleh banyak konsumen di tiap lokasi tumbuh dan berkembangnya. Oleh karena itu, varietas lokal dengan sifatsifat unggulnya perlu dilestarikan sebagai aset sumber daya genetik nasional dan dimanfaatkan dalam program pemuliaan (Sitaresmi et al., 2013). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi varietas padi lokal (aksesi plasma nutfah padi) yang memiliki ketahanan terhadap penyakit tungro. METODOLOGI Karakterisasi ketahanan varietas padi lokal terhadap penyakit tungro dilakukan di rumah kasa BB Padi Sukamnadi pada MT-1/MT-2 tahun Varietas padi lokal (aksesi) yang diuji berasal dari koleksi plasma nutfah padi BB Padi sebanyak 100 nomor aksesi. Varietas padi lokal dikarakterisasi ketahanannya terhadap penyakit tungro inokulum Garut dan Purwakarta. Persiapan Inokulum. Inokulum virus tungro diperoleh dari daerah Garut dan Purwakarta. Inokulum yang diperoleh dari lapangan ditanam dalam pot kemudian disungkup untuk menjaga kemurnian inokulum. Dede Kusdiaman et al: Karakterisasi Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

88 Perbanyakan Serangga Vektor. Perbanyakan wereng cokelat Nephotettix virescens dilakukan di rumah kasa. Dua puluh pasang imago setelah periode praoviposisi dimasukkan ke dalam kurungan plastik mika dengan ukuran 30 cm x 28 cm x 25 cm yang berisi bibit tanaman padi varietas IR 64 umur 15 hari setelah sebar sebagai sumber makanan. Pasangan serangga dibiarkan meletakkan telur selama seminggu, kemudian dipindahkan ke dalam kotak yang lain untuk peneluran berikutnya. Setelah telur menetas, serangga dipelihara untuk digunakan sebagai penular virus tungro. Karakterisasi Ketahanan. Benih yang akan dikarakter ketahanannya ditanam di dalam baki plastik di rumah kasa. Penanaman masing-masing benih uji dilakukan dalam barisan, satu baris untuk satu benih uji. Sebagai pembanding pada tiap baki ditanam pula varietas TN-1 sebagai pembanding rentan dan varietas Tukad Petanu sebagai pembanding tahan. Infeksi virus tungro dilakukan pada tanaman berumur 7-10 hari dengan menggunakan wereng hijau. Imago wereng hijau diberi kesempatan makan untuk mendapatkan virus pada inokulum penyakit tungro selama 24 jam, lalu diinokulasikan pada tanaman uji selama 24 jam. Makan akuisisi dan inokulasi tersebut dilakukan dalam kurungan inokulasi. Dalam setiap baki yang yang berisi 10 baris tanaman uji digunakan sebanyak 400 ekor wereng hijau, sehingga lebih kurang setiap tanaman mendapat 2 ekor wereng hijau. Setelah diinokulasi tanaman dipelihara di dalam rumah kasa bebas serangga. Pengamatan. Pengamatan ketahanan tungro dilakukan pada umur dua minggu setelah inokulasi buatan. Pengamatan penyakit tungro dikerjakan terhadap semua tanaman dengan cara diskoring dan kemudian dihitung indeks penyakit (IP) mengikuti standard evaluation system for rice (SES IRRI, 2014). Selanjutnya respon ketahanan tanaman digolongkan berdasarkan perhitungan indeks penyakit, dengan kriteria tahan jika IP = 0-3, agak tahan jika IP = 4-6, dan rentan jika IP = 7-9. Perbedaan respon tanaman uji dapat digunakan untuk membedakan respon ketahanan tanaman yang diuji. Tabel 1. Skoring berdasarkan Standard Evaluation System for Rice (IRRI, 2014) Skala Gejala Serangan penyakit tungro 0. 0% tidak ada gejala (sehat) % pemendekan dan daun tidak berwarna kuning % pemendekan dan daun tidak berwarna kuning % pemendekan dan daun berwarna kuning % pemendekan dan daun berwarna kuning % pemendekan dan daun berwarna kuning Data hasil skoring gejala penyakit tungro digunakan untuk menghitung indek penyakit (IP) berdasarkan rumus sebagai berikut: 742 Dede Kusdiaman et al: Karakterisasi Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

89 IP = n(3) + n(5) + n(7) + n(9) tn Dengan n(3), n(5), n(7), dan n(9) adalah jumlah tanaman yang menunjukkan reaksi pada skala 3, 5, 7, dan 9; tn adalah jumlah total tanaman yang diskor. Kriteria ketahanan berdasarkan nilai IP sebagai berikut: Tahan (T) = 0 3, Agak Tahan (AT) = 4 6, dan Rentan (R)= 7 9. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil karakterisasi ketahanan 100 varietas padi lokal (aksesi) terhadap penyakit tungro diperoleh 1 aksesi yang bereaksi agak tahan terhadap inokulum Garut, dan 3 aksesi bereaksi agak tahan terhadap inokulum Purwakarta, selebihnya bereaksi rentan terhadap inokulum Garut maupun Purwakarta. Aksesi yang bereaksi agak tahan terhadap inokulum Garut adalah Kuriak (9582) yang bereaksi agak tahan pada skala 6. Tiga aksesi yang bereaksi agak tahan terhadap inokulum Purwakarta adalah Cungkring (9523) yang bereaksi agak tahan pada skala 5, Oseg (9529) yang bereaksi agak tahan pada skala 6, dan Muncul (9547) yang bereaksi agak tahan pada skala 4 (Tabel 2). Tabel 2. Karakterisasi ketahanan varietas padi lokal (aksesi) terhadap penyakit tungro inokulum Garut dan Purwakarta. No No. Aksesi Sampel Inokulum Garut Inokulum Purwakarta Ratarata Skala Ketahanan Ratarata Skala Ketahanan Kwatek Padang Luas R R Saba R R Siam R R Siam Rendah R R Siam unus Kuning R R Tanbak Sariah Unus R R Unus Birayang R R Monsua R R Terong Ulang R R Tambleg R 7 7 R Padi Terong R R Pisitan Gundul R 7 7 R Dede Kusdiaman et al: Karakterisasi Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

90 No No. Aksesi Sampel Ratarata Inokulum Garut Skala Ketahanan Ratarata Inokulum Purwakarta Skala Ketahanan Pare Sariendah R R Ketan Hitam R R Pare Salak R R Cere dota R R Genjah Welut R R Rembang R R Ciherang (tahan blb) R R Beras Hitam (2) R R Beras Hitam 9 9 R R Beras hitam R R Beras Hitam (1) R R Obor Laut R R Ranting Merah R R Gombal R R Si Udang R R Srijaya (Bulat) R R Darma ayu(ciherang/ R R Sri putih) Basmati Sukamandi 8 8 R R Semapati(Ciherang/Sri R R putih) Merdeka R R Pae Loio R R Pae Ndina Ana R R Gundil R R Kantuna R R Itum R R Yoing R R HS R R Djambon R R Djedah R R 744 Dede Kusdiaman et al: Karakterisasi Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

91 No No. Aksesi Sampel Ratarata Inokulum Garut Skala Ketahanan Ratarata Inokulum Purwakarta Skala Ketahanan Padi Burungan R R Srijaya Panjang R R SOPONJONO R R Lamdaur Ekor Hitam R R Kewal Beureum R R Lamdaur Ekor Putih R R Cere Manggu R R Inul R R Enud-rawa Bogo R R Morneng/Dasneng R R Jembar Lokal R R Jembar Batan R R Cungkring R AT Nengsih R R Cere Beureum R R Jembar R R Cere R R Menyan 8 8 R R Oseg R AT Cere R R Cere R R Ketan Pecut R R wulung R R Hawara kapas R R Hawara Kapas R R Lokcan Empok R R Wulung R R Cere R R Ketan Putih R R Ketan Putih R R Dede Kusdiaman et al: Karakterisasi Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

92 No No. Aksesi Sampel Ratarata Inokulum Garut Skala Ketahanan Ratarata Inokulum Purwakarta Skala Ketahanan Muncul R 4 4 AT Si Denok R R Angkok R R Kebo R R Kebo Super R R Muncul-Jati Barang R R Borang R R Sabo R R Padi Ngaos R R Padi Sigading Merah R R Padi Bau R R Padi Sigading Putih R R Padi Gading Tinggi R R Padi Ketik Nibung R R Padi Pulut Hitam R R Cekow R R Padi Bujang Berinai R R Cekow R R Padi Pulut Belanda R R Padi Anak Ulat R R Burung R R Kuriak 6 6 AT R Padi Napal R R Kuro R R Padi Karia R R Mekar Sari R R Padi KKB R R Padi Mayang Sari R R Padi Karan Duku 7 7 R R Tukad Petanu 1 1 T 1 1 T TN R R 746 Dede Kusdiaman et al: Karakterisasi Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

93 Kejadian dan keparahan penyakit tungro merupakan hasil interaksi antara beberapa faktor, di antaranya isolat/galur virus, varietas padi, dan kondisi lingkungan di pertanaman termasuk keberadaan serangga vektor. Galur-galur padi berbeda yang diinokulasi dengan isolat/galur virus tungro yang berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan respons yang sama atau berbeda (Manzila et al., 2013). Kuantitas sumber infeksi tungro dapat dikurangi dengan penggunaan varietas tahan yang dapat mengurangi infeksi maupun perbanyakan virus di dalam tanaman sehingga proporsi vektor yang mendapatkan virus berkurang (Suprihanto et al., 2010). Varietas tahan adalah salah satu komponen utama PHT yang sangat menentukan keberhasilan pengendalian. Untuk itu perakitan galur-galur padi tahan penyakit utama padi perlu dilakukan. Perakitan varietas tahan memerlukan ketersediaan plasma nutfah padi dengan keragaman genetik yang luas agar dapat digunakan sebagai tetua persilangan. Keragaman genetik merupakan faktor penting dalam pemuliaan tanaman. Sebelum digunakan dalam perakitan varietas, sifat-sifat gen dari koleksi plasma nutfah padi perlu diketahui melalui kegiatan karakterisasi morfologi, fisiologi, dan evaluasi toleransi terhadap cekaman biotik maupun abiotik (Suhartini et al., 2003). Plasma nutfah yang berupa varietas lokal merupakan donor gen dalam membentuk keragaman genetik. Ketersediaan plasma nutfah yang berfungsi sebagai donor gen untuk karakter tanaman yang menjadi target perbaikan varietas mutlak diperlukan (Sitaresmi et al., 2013). Varietas padi lokal (aksesi) yang bereaksi agak tahan dan tahan terhadap penyakit tungro memiliki potensi sebagai tetua yang tahan terhadap penyakit tungro. KESIMPULAN Dari 100 varietas padi lokal (aksesi) yang dikarakterisasi ketahanannya terhadap penyakit tungro diperoleh 1 aksesi yang bereaksi agak tahan terhadap inokulum Garut, dan 3 aksesi bereaksi agak tahan terhadap inokulum Purwakarta, selebihnya bereaksi rentan terhadap inokulum Garut maupun Purwakarta. Aksesi yang bereaksi agak tahan terhadap inokulum Garut adalah Kuriak (9582) yang bereaksi agak tahan pada skala 6. Tiga aksesi yang bereaksi agak tahan terhadap inokulukm Purwakarta adalah Cungkring (9523) yang bereaksi agak tahan pada skala 5, Oseg (9529) yang bereaksi agak tahan pada skala 6, dan Muncul (9547) yang bereaksi agak tahan pada skala 4. DAFTAR PUSTAKA Dahal G, H. Hibino, and R.C. Saxena Assosiation of leafhopper feeding behavior with transmission of rice tungro to susceptible and resistant rice cultivar. Phytopathology 80: Dede Kusdiaman et al: Karakterisasi Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

94 Hasanuddin. A Status tungro di Indonesia, penelitian dan strategi penggelolaan ke depan. Disampaikan pada orasi purnabakti Puslitbangtan, Bogor 31 Maret IRRI Standard Evaluation System for Rice 5 th edition. IRRI, Philippines. Manzila. I, Tri. P.P, dan Ida. H Ketahanan galur padi hibrida potensi hasil tinggi terhadap penyakit tungro. Jurnal Fitopatologi Indonesia 9(3): Praptana. RH, YB. Sumardiyono, Sedyo. H, YA. Trisyono Patogenisitas virus tungro pada varietas tetua padi tahan tungro. Jurnal Fitopatologi Indonesia 9(6): Sitaresmi,T.Rina,H,W. Ami, T,R.Nani,N dan Untung,S Pemanfaatan plasma nutfah padi varietas lokal dalam perakitan varietas unggul. Jurnal Penelitian Pertanian 8 (1): Suhartini, T. dan I.H. Somantri. B. Abdullah Rejuvenasi dan karakterisasi plasma nutfah spesies padi liar. Buletin Plasma Nutfah 9(1): Suprihanto, I.N. Widiarta, D. Kusdiaman Evaluasi virulensi virus tungro dari beberapa daerah endemik dan uji ketahanan plasmanutfah padi. Jurnal Perlindungan Tanaman 16 (1): Thamrin. T, Imelda. S.M, Syahri Produktivitas dan ketahanan galur harapan padi terhadap penyakit tungro di Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal 1(20): Widiarta IN, Kusdiaman D, Daradjat AA, Hasanuddin Identifikasi variasi virulensi inokulum tungro. (Unpublished). Balai Penelitian Tanaman Padi. Kumpulan Makalah Seminar Hasil Penelitian 2002/2003, Buku II: 13 p. 748 Dede Kusdiaman et al: Karakterisasi Ketahanan Varietas Padi Lokal Terhadap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

95 STUDI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI SAWAH POTENSI HASIL TINGGI TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI DAN BLAS DAUN (THE RESISTANCE STUDY OF HIGH YIELD RICE LINES TO BACTERIAL LEAF BLIGHT AND LEAF BLAST DISEASES) Santoso dan Anggiani Nasution 1. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi Subang Jalan Raya 9, Sukamandi, Ciasem Subang, Jawa Barat Indonesia HP/Telp: / ABSTRAK Penyakit hawar daun bakteri dan blas merupakan salah satu penyakit utama tanaman padi di Indonesia. Kerugian hasil yang disebabkan penyakit ini bervariasi tergantung stadia tanaman terjadinya penyakit dan dapat menyebabkan gagal panen. Pendekatan pengendalian penyakit hawar daun bakteri dan blas dapat dilakukan melalui penggunaan varietas tahan. Penelitian dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Kebun Percobaan Muara Bogor, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi tahun Evaluasi dilakukan dengan skoring berdasarkan SES IRRI. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi terhadap penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) patotipe III, IV dan VIII, dan penyakit blas daun ras 033, 073, 133 dan 173. Hasil penelitian menunjukkan adanya ketahanan yang berbeda pada galurgalur padi sawah potensi hasil tinggi terhadap penyakit hawar daun bakteri dan blas. Galur-galur padi yang menunjukkan respon agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe III adalah galur B13793E-MR , B14664E-MR-7-5, B14664E-MR-25-3 dan B14667E-MR-8-1. Galur-galur padi yang mempunyai respon agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe IV yaitu galur B13257B- 5-MR-2-PN-4-MR dan B14492E-MR Galur-galur padi yang mempunyai respon agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe VIII terdiri dari galur B14492E-MR dan B E-MR Galur B13793E- MR merupakan galur padi yang mempunyai respon agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe III, IV dan VIII. Galur UDHL yang tahan dan agak tahan terhadap penyakit blas daun 3 ras yaitu B13824E-MR dan B13824E- MR , dan galur yang mempunyai respon tahan dan agak tahan terhadap 4 ras adalah B13823E-MR SKI-3, B13813D-RS*1-1-MR-8-1 dan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

96 B14667E-MR-95 Kata kunci: ketahanan, penyakit hawar daun bakteri, penyakit blas, galur padi sawah potensi hasil tinggi. ABSTRACT Bacterial leaf blight and blast diseases are two important diseases on crop in riceproducing countries, including Indonesia. Yield losses due to the diseases varied depending on the crop stadia when the diseases occurred. Resistant varieties are considered to be the main component in an integrated disease control of bacterial leaf blight and blast. The experiment was conducted in laboratory and greenhouse of Muara Experimental Station of Indonesian Centre for Rice Research (ICRR) in Evalution on resistance were done recording to International Rice Research Institute (IRRI) method. The objective of this study was to investigate the resistance of high yield rice lines against bacterial leaf blight (pathotypes of III, IV and VIII) and leaf blast diseases (races of 033, 073, 133 and 173). The result showed that the high yield rice lines have different resistance to bacterial leaf blight and blast diseases. The rice lines performed moderate resistance to bacterial leaf blight pathotype of III were B13793E-MR , B14664E- MR-7-5, B14664E-MR-25-3 and B14667E-MR-8-1. The lines of B13257B-5- MR-2-PN-4-MR and B14492E-MR were moerately resistant to bacterial leaf blight pathotype of IV, while B14492E-MR and B E-MR were moderately resistant to pathotype of VIII. B13793E- MR was moderately resistant to pathotypes of III, IV and VIII. Advanced yield trial lines which resistant and moderately resistant to three races of leaf blast were B13824E-MR dan B13824E-MR , while B13823E-MR SKI-3, B13813D-RS*1-1-MR-8-1 and B14667E-MR-95 were resistant and moderately resistant to four races. Keywords: Resistance, bacterial leaf blight, blast, high yield rice line PENDAHULUAN Salah satu tujuan perakitan pemuliaan tanaman padi adalah mendapatkan varietas atau galur dengan potensi hasil tinggi (Harahap dan Silitonga, 1993). Selain potensi hasil tinggi, galur-galur yang dihasilkan seharusnya mempunyai ketahanan terhadap hama penyakit utama, sehingga potensi hasil dapat secara stabil teraktualisasikan di lapang. Penyakit utama tanaman padi di Indonesia diantaranya adalah penyakit hawar daun bakteri dan blas. Penyakit hawar daun bakteri disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) dan penyakit 750 Santoso dan Anggiani Nasution: Studi Ketahanan Galur-Galur Padi Sawah Potensi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

97 blas disebabkan cendawan Pyricularia grisea (sinonim Pyricularia oryzae). Penyakit hawar daun bakteri dan blas dapat menginfeksi tanaman padi pada semua fase pertumbuhan, mulai dari pesemaian sampai menjelang panen. Kehilangan hasil padi akibat penyakit hawar daun bakteri bervariasi antara 15-80%, bergantung pada stadia tanaman saat terjadinya penyakit (Mew 1989; Lalitha et al. 2010). Suparyono dan Sudir (1992) menyatakan bahwa ambang kerusakan penyakit hawar daun bakteri 20% pada dua minggu sebelum panen. Kerugian hasil akibat penyakit blas sangat bervariasi tergantung pada varietas yang ditanam, lokasi, musim, dan teknik budi daya. Pada fase vegetatif, varietas rentan dan kondisi lingkungan yang sesuai, penyakit blas dapat menyebabkan tanaman mati dan pada fase generatif dapat menyebabkan kegagalan panen hingga 100% atau puso (Sobrizal et al. 2007). Kerugian hasil oleh penyakit blas pada varietas Ciherang sebesar 3,65 ton/ha atau setara dengan 61% kehilangan hasil jika dibandingkan terhadap rata-rata produksi varietas Ciherang (Suganda et al. 2016). Pengendalian penyakit hawar daun bakteri dan blas dapat dilakukan melalui penggunaan varietas tahan (Mew, 1989). Pengendalian penyakit hawar daun bakteri dan blas dengan varietas tahan sangat efektif dan mudah diterapkan. Namun penerapan teknologi ini terkendala dengan adanya pembentukan berbagai patotipe patogen Xoo, yang pada suatu saat mampu mematahkan sifat tahan yang ada (Suparyono et al. 2003), sedangkan cendawan penyakit blas mempunyai keragaman genetik dan kemampuan beradaptasi yang tinggi sehingga dengan cepat membentuk ras baru yang dapat mematahkan ketahanan varietas yang baru dilepas (Santoso et al. 2007; Fukuta et al. 2009). Evaluasi dan pengujian ketahanan galur-galur padi yang dihasilkan oleh pemulia tanaman terhadap penyakit hawar daun bakteri dan blas merupakan kegiatan penelitian yang harus dilakukan secara terus menerus untuk mendapatkan varietas padi yang tahan terhadap penyakit tersebut. Beberapa hasil penelitian ketahanan galur-galur padi terhadap penyakit hawar daun bakteri dan blas diantaranya adalah varietas Ciherang yang dilepas tahun 2000 memiliki respon tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri patotipe III, namun rentan terhadap patotipe IV dan VIII (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2011). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2016) melaporkan bahwa varietas Inpari 19 menunjukkan respon tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri patotipe III, agak tahan terhadap patotipe IV dan rentan patotipe VIII. Inpari 24 Gabusan mempunyai respon tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri patotipe III, agak tahan terhadap patotipe IV dan agak rentan patotipe VIII. Varietas Inpari 33 memiliki respon tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri patotipe III, agak tahan patotipe VIII, serta agak tahan penyakit blas daun ras 033 dan tahan terhadap ras 073. Varietas Ciherang merupakan varietas yang telah patah ketahanannya terhadap penyakit blas maupun penyakit hawar daun bakteri. Santoso dan Anggiani Nasution: The Resistance Study Of High Yield Rice Lines To Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

98 Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi terhadap (1) penyakit hawar daun bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) patotipe III, IV dan VIII, dan (2) penyakit blas daun ras 033, 073, 133 dan 173. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Kebun Percobaan Muara Bogor, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Galur atau varietas yang diuji sebanyak 62 yang merupakan galur-galur uji daya hasil pendahuluan (UDHP) dan uji daya hasil lanjutan (UDHL) padi sawah potensi hasil tinggi. Penelitian dilaksanakan pada MT I tahun Ketahanan galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi terhadap penyakit hawar daun bakteri. Galur ditanam di pot (ukuran diameter 16 cm; tinggi 19 cm) berisi tanah sawah, satu pot terdiri dari 3 tanaman, dengan ulangan 3 kali. Pemupukan dilakukan 3 kali yaitu pupuk dasar 1 gr N + 1 gr K 2 O+ 1 gr P 2 O 5 per pot, kemudian pupuk susulan masing-masing pada 1 dan 2 bulan setelah tanam dengan 2 gr N per pot. Inokulasi bakteri HDB patotipe III, IV dan VIII dilakukan secara buatan pada tanaman berumur hst dengan pengguntingan (clipping method), yaitu dengan menggunting pada daun bendera yang mengembang penuh. Inokolum yang digunakan merupakan biakan Xanthomonas oryzae pv. oryzae berumur 2 hari yang ditumbuhkan pada medium Wakimoto. Pengamatan dilakukan pada 2 dan 3 minggu setelah inokulasi (MSI) dengan skoring berdasarkan S.E.S (IRRI, 2014) Kriteria serangan hawar daun bakteri (HDB) berdasarkan SES IRRI Skala Luas serangan (%) Keterangan 1 0 SangatTahan(ST) 2 < 1 Tahan(T) Agak Tahan(AT) Agak Rentan(AR) Rentan(R) Rentan(R) Rentan(R) Sangat Rentan(SR) Sangat Rentan(SR) 752 Santoso dan Anggiani Nasution: Studi Ketahanan Galur-Galur Padi Sawah Potensi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

99 2. Ketahanan galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi terhadap penyakit blas daun. Galur atau varietas padi ditanam pada pot-pot plastik persegi panjang dengan ukuran 30 cm x 20 cm x 10 cm. Media tanah yang digunakan diberi pupuk urea, TSP dan KCl masing-masing sebanyak 5 gr, 1,3 gr, 1,2 gr untuk setiap 10 kg tanah. Tanaman dipelihara dengan melakukan penyiraman dan penyiangan terhadap rumput yang tumbuh. Ras P. grisea yang digunakan adalah ras 033, 073, 133 dan 173. Ras-ras tersebut merupakan ras-ras utama yang ditemukan di lapang dengan tingkat virulensi yang berbeda. Masing-masing ras P. grisea diperbanyak pada media kentang dekstrose agar pada cawan petri selama 7 hari. Biakan murni selanjutnya dipindahkan ke media tepung gandum agar selama 12 hari. Pada hari ke-10 dilakukan penggosokan koloni cendawan dengan menggunakan air steril yang ditambah 0.01 g streptomycin/liter. Setelah digosok diletakkan dalam inkubator bercahaya dengan lampu neon 20 watt selama 48 jam. Pada hari ke-12 diadakan penggosokan ulang dengan menggunakan kuas gambar no.10 dan air steril yang mengandung Tween 20 sebanyak 0.02% untuk merekatkan spora pada tanaman. Kerapatan spora yang digunakan sebesar 2 x 10 5 spora/ml. Inokulasi dilakukan dengan cara penyemprotan pada tanaman berumur hari atau stadia 4-5 daun. Tanaman yang telah diinokulasi diinkubasikan selama 24 jam dalam ruang lembab, kemudian dipindahkan ke rumah kasa. Untuk memelihara kelembaban selama di rumah kasa dilakukan pengembunan. Pengamatan evaluasi ketahanan terhadap penyebab blas dilakukan pada hari ke-7 setelah inokulasi dengan menggunakan standar evaluasi IRRI (2014) yaitu : Skala Keterangan 0 Tidak ada gejala serangan 1 Terdapat bercak-bercak sebesar ujung jarum 2 Bercak nekrotik keabu-abuan, berbentuk bundar dan agak lonjong, panjang 1-2 mm dengan tepi coklat 3 Bercak khas blas, panjang 1-2 mm 4 luas daun terserang kurang dari 4% luas daun 5 Bercak khas blas luas daun terserang 4-10% 6 Bercak khas blas luas daun terserang 11-25% 7 Bercak khas blas luas daun terserang 26-50% 8 Bercak khas blas luas daun terserang 51-75% 9 Bercak khas blas luas daun terserang % Santoso dan Anggiani Nasution: The Resistance Study Of High Yield Rice Lines To Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

100 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Ketahanan galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi terhadap penyakit hawar daun bakteri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengamatan 2 minggu setelah inokulasi (MSI) galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi menunjukkan respon yang beragam terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB) patotipe III, IV dan VIII (Tabel 1). Patotipe tersebut merupakan patotipe bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae yang dominan di beberapa tempat di Indonesia. Menurut Suparyono et al. (2004) dan Sudir et al. (2009), berdasarkan reaksi virulensinya terhadap set varietas diferensial (Kinmase, Kogyoku, Tetep, Wase Aikoku dan Java 14) di sentra produksi padi di Jawa ditemukan tiga patotipe bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae yang dominan, yaitu patotipe III, IV, dan VIII dengan komposisi dan dominasi bervariasi. Gejala kresek maupun hawar, penyakit hawar daun bakteri dimulai dari tepi daun, berwarna keabu-abuan dan lama-lama daun menjadi kering. Pada pengamatan 2 MSI, pada umumnya galur-galur padi yang diuji menunjukkan respon tahan dan atau agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe III, IV dan VIII (Tabel 1). Tabel 1. Respon ketahanan galur padi sawah potensi hasil tinggi terhadap bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae patotipe III, IV dan VIII pada 2 MSI. KP Muara2017. No. Galur Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Skala Respon Skala Respon Skala Respon Uji Daya Hasil Pendahuluan 1 B13793C- 4 AR 4 AR 3 AT MR B14485E-MR R 4 AR 4 AR 3 B14947F-MR AR 4 AR 4 AR KN-2-MR-3 4 B12743-MR AR 3 AT 3 AT PN KN-2-MR-3 5 B13823E-MR AT 2 T 3 AT 6 B14493E-MR AT 3 AT 5 R 7 B13794C-MR KN-6-MR AR 4 AR 3 AT 754 Santoso dan Anggiani Nasution: Studi Ketahanan Galur-Galur Padi Sawah Potensi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

101 No. Galur Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Skala Respon Skala Respon Skala Respon 8 B E-MR AR 4 AR 5 R 9 B MR-2-Si-2-4 AR 4 AR 4 AR MR PN-4-KN-4- MR B13257B-5-MR-2-PN-4-3 AT 3 AT 4 AR MR B13793E-MR AT 3 AT 3 AT 12 B13793E- 3 AT 4 AR 4 AR MR B E-MR AR 4 AR 4 AR 14 B14941C-MR AT 4 AR 4 AR 15 B14941C-MR AR 3 AT 3 AT 16 B14931D-MR-19 4 AR 4 AR 4 AR 17 B14484E-MR AR 5 R 4 AR 18 B14484E-MR AT 4 AR 3 AT 19 B14492E-MR AT 3 AT 3 AT 20 B14492E-MR AT 2 T 3 AT 21 B E- 3 AT 4 AR 2 T MR B E- 3 AT 3 AT 2 T MR B E- 5 R 4 AR 3 AT MR B E- 4 AR 4 AR 4 AR MR B E- 4 AR 4 AR 4 AR MR B F-MR T 3 AT 2 T 27 B13813D-RS* AT 4 AR 4 AR MR B13813D-RS* AT 4 AR 4 AR MR B13824D-RS*1-2- MR AT 3 AT 3 AT Santoso dan Anggiani Nasution: The Resistance Study Of High Yield Rice Lines To Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

102 No. Galur 31 B13826D-RS*1-2- MR B13826D-RS*1-3- MR B13829D-RS*1-1- MR B13830D-RS*1-1- MR B13830D-RS*1-2- MR B E- MR Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Skala Respon Skala Respon Skala Respon 4 AR 4 AR 4 AR 3 AT 3 AT 3 AT 3 AT 4 AR 4 AR 4 AR 4 AR 4 AR 3 AT 3 AT 4 AR 2 T 3 AT 4 AR 37 B14664E-MR AT 2 T 4 AR 47 Ciherang 3 AT 5 R 5 R 48 Inpari 19 4 AR 4 AR 4 AR 49 Inpari 24 3 AT 4 AR 4 AR 50 Inpari 33 3 AT 4 AR 4 AR Uji Daya Hasil Lanjutan 51 B12531D-RS* PN AR 4 AR 5 R 52 B13727C-MR AT 4 AR 4 AR 53 B13784C-MR KN-3 3 AT 3 AT 3 AT 54 B13803C-MR AT 4 AR 4 AR 55 B13824E-MR AR 4 AR 4 AR 56 B13823E-MR SKI-3 4 AR 4 AR 4 AR 57 B13813D-RS*1-1- MR AT 3 AT 3 AT 58 B14667E-MR-95 2 T 4 AR 3 AT 59 B13724C-MR AR 4 AR 4 AR 756 Santoso dan Anggiani Nasution: Studi Ketahanan Galur-Galur Padi Sawah Potensi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

103 No. Galur Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Skala Respon Skala Respon Skala Respon 60 B14484E-MR-10-KN-3 4 AR 4 AR 4 AR 61 Ciherang 3 AT 4 AR 4 AR 62 Inpari 24 3 AT 2 T 3 AT Keterangan : T = Tahan; AT = Agak Tahan; AR = Agak Rentan; R = Rentan Galur-galur padi UDHP yang mempunyai respon tahan atau agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe III, IV dan VIII adalah galur B13823E-MR , B13793E-MR , B14492E-MR , B14492E-MR , B E-MR , B F-MR-7-1-1, B13824D-RS*1-2-MR , B13826D-RS*1-3-MR , B F-MR Galur-galur padi UDHL yang menunjukkan respon tahan atau agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe III, IV dan VIII adalah galur B13784C-MR KN-3, B13813D-RS*1-1- MR-8-1 dan varietas pembanding Inpari 24 (Tabel 1). Gejala penyakit hawar daun bakteri masih berkembang setelah pengamatan 2 MSI. Dengan demikian ketahanan galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi yang menunjukkan respon tahan atau agak tahan pada pengamtan 2 MSI dapat berubah ketahanannya pada pengamatan 3 MSI. Respon perkembangan ketahanan suatu varietas padi terhadap penyakit hawar daun bakteri dipengaruhi oleh adanya gen ketahanan pada varietas itu sendiri dan faktor lingkungan. Varietas padi yang ditanam sangat menentukan perkembangan penyakit hawar daun bakteri. Penyakit hawar daun bakteri berkembang sangat cepat pada varietas-varietas rentan apabila didukung faktor lingkungan khususnya kelembaban yang tinggi dan pemupukan N dosis tinggi tanpa diimbangi oleh pupuk K, (Sudir et al. 2002). Respon ketahanan galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi pada pengamatan 3 MSI sebagian menunjukkan respon rentan dan agak rentan terhadap penyakit HDB patotipe III, IV dan VIII (Tabel 2). Tidak ada satupun galur-galur padi yang diuji mempunyai respon tahan terhadap penyakit HDB patotipe III, IV dan VIII. Khusus galur-galur padi UDHL yang diuji tidak ada yang menunjukkan respon tahan atau agak tahan. Semua galur padi mempunyai respon rentan dan agak rentan terhadap penyakit HDB patotipe III, IV dan VIII. Galur-galur padi UDHP yang menunjukkan respon agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe III adalah galur B13793E-MR , B14664E- MR-7-5, B14664E-MR-25-3 dan B14667E-MR-8-1. Galur-galur padi yang mempunyai respon agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe IV yaitu galur B13257B-5-MR-2-PN-4-MR dan B14492E-MR Galur-galur Santoso dan Anggiani Nasution: The Resistance Study Of High Yield Rice Lines To Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

104 padi yang mempunyai respon agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe VIII terdiri dari galur B14492E-MR dan B E-MR Galur B13793E-MR merupakan galur padi yang mempunyai respon agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe III, IV dan VIII (Tabel 2). Varietas pembanding Ciherang dan Inpari 24 menunjukkan respon agak tahan terhadap patotipe III, sedangkan terhadap patotipe IV dan VIII mempunyai respon agak rentan dan rentan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2011), menyatakan bahwa varietas Ciherang memiliki respon tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri patotipe III, namun rentan terhadap patotipe IV dan VIII. Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2016), bahwa Inpari 24 Gabusan mempunyai respon tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri patotipe III, agak tahan terhadap patotipe IV dan agak rentan patotipe VIII. Tabel 2. Respon ketahanan galur padi sawah potensi hasil tinggi terhadap Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae patotipe III, IV dan VIII pada 3 MSI. KP Muara No. Galur Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Skala Respon Skala Respon Skala Respon Uji Daya Hasil Pendahuluan 1 B13793C- MR AR 5 R 4 AR 2 B14485E-MR R 5 R 5 R 3 B14947F-MR AR 5 R 5 R KN-2-MR-3 4 B12743-MR PN KN-2-MR-3 6 R 4 AR 4 AR 5 B13823E-MR AR 5 R 4 AR 6 B14493E-MR R 4 AR 5 R 7 B13794C-MR AR 4 AR 4 AR KN-6-MR B E-MR R 6 R 7 R 9 B MR-2-Si-2-5 R 5 R 6 R MR PN-4-KN-4- MR B13257B-5-MR-2-PN-4- MR AR 3 AT 4 AR 758 Santoso dan Anggiani Nasution: Studi Ketahanan Galur-Galur Padi Sawah Potensi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

105 No. Galur Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Skala Respon Skala Respon Skala Respon 11 B13793E-MR AT 3 AT 3 AT 12 B13793E- 3 AT 4 AR 4 AR MR B E-MR AR 4 AR 4 AR 14 B14941C-MR AR 4 AR 5 R 15 B14941C-MR R 4 AR 4 AR 16 B14931D-MR-19 5 R 6 R 4 AR 17 B14484E-MR AR 6 R 5 R 18 B14484E-MR AR 4 AR 4 AR 19 B14492E-MR AR 5 R 3 AT 20 B14492E-MR AR 3 AT 4 AR 21 B E- 4 AR 4 AR 5 R MR B E- 4 AR 4 AR 3 AT MR B E- 5 R 5 R 5 R MR B E- 4 AR 4 AR 5 R MR B E- 5 R 5 R 4 AR MR B F-MR AR 4 AR 4 AR 27 B13813D-RS* R 4 AR 5 R MR B13813D-RS* AR 4 AR 4 AR MR B13824D-RS* AR 4 AR 6 R MR B13824D-RS* R 4 AR 4 AR MR B13826D-RS*1-2- MR R 5 R 4 AR Santoso dan Anggiani Nasution: The Resistance Study Of High Yield Rice Lines To Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

106 No. Galur 32 B13826D-RS*1-3- MR B13829D-RS*1-1- MR B13830D-RS*1-1- MR B13830D-RS*1-2- MR B E- MR Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Skala Respon Skala Respon Skala Respon 4 AR 4 AR 4 AR 6 R 5 R 4 AR 6 R 5 R 6 R 4 AR 5 R 5 R 4 AR 4 AR 4 AR 37 B14664E-MR AT 5 R 4 AR 38 B14664E-MR AT 6 R 4 AR 39 B14667E-MR AR 5 R 5 R 40 B14667E-MR AT 4 AR 4 AR 46 B13840E- MR R 5 R 6 R 47 Ciherang 3 AT 5 R 4 AR 48 Inpari 19 5 R 5 R 5 R 49 Inpari 24 3 AT 6 R 6 R 50 Inpari 33 5 R 4 AR 4 AR Uji Daya Hasil Lanjutan 51 B12531D-RS* R 5 R 6 R PN B13727C-MR AR 4 AR 5 R 53 B13784C-MR KN-3 4 AR 4 AR 4 AR 54 B13803C-MR AR 4 AR 4 AR 55 B13824E-MR R 6 R 6 R 56 B13823E-MR SKI-3 4 AR 4 AR 5 R 760 Santoso dan Anggiani Nasution: Studi Ketahanan Galur-Galur Padi Sawah Potensi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

107 No. Galur Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Skala Respon Skala Respon Skala Respon 57 B13813D-RS*1-1- MR AR 4 AR 4 AR 58 B14667E-MR-95 4 AR 5 R 4 AR 59 B13724C-MR AR 6 R 5 R 60 B14484E-MR-10-KN-3 4 AR 4 AR 5 R 61 Ciherang 3 AT 5 R 6 R 62 Inpari 24 3 AT 4 AR 4 AR Keterangan : T = Tahan; AT = Agak Tahan; AR = Agak Rentan; R = Rentan 2. Ketahanan galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi terhadap penyakit blas daun. Respon ketahanan galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi terhadap penyakit blas daun ras 033, 073, 133 dan 173 sangat beragam. Beberapa galur menunjukkan ketahanan terhadap 1, 2, 3 dan 4 ras P. oryzae (Tabel 3). Ou (1985), menyatakan bahwa ketahanan suatu varietas padi terhadap penyakit blas sangat dipengaruhi oleh adanya gen ketahanan Pi pada suatu varietas, tingkat virulensi patogen blas dan faktor lingkungan terutama kelembaban dan temperatur yang sesuai untuk perkembangan penyakit blas. Tabel 3. Ketahanan galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi terhadap penyakit blas daun ras 033, 073, 133 dan 173. Rumah Kaca KP Muara Bogor 2017 No. Galur Cendawan Pyricularia oryzae Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras 173 S K S K S K S* K** Uji Daya Hasil Pendahuluan 1 B13793C-MR R 1 T 1 T 5 R 2 B14485E-MR AT 5 R 3 AT 5 R 3 B14947F-MR KN-2-1 T 1 T 3 AT 1 T MR-3 4 B12743-MR PN R 1 T 5 R 5 R 4-KN-2-MR-3 5 B13823E-MR R 3 AT 3 AT 5 R Santoso dan Anggiani Nasution: The Resistance Study Of High Yield Rice Lines To Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

108 No. Galur Cendawan Pyricularia oryzae Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras 173 S K S K S K S* K** 6 B14493E-MR R 3 AT 3 AT 3 AT 7 B13794C-MR KN-6-5 R 1 T 5 R 3 AT MR B E-MR R 1 T 1 T 5 R 9 B MR-2-Si-2-MR AT 3 AT 3 AT 5 R 14-PN-4-KN-4-MR B13257B-5-MR-2-PN-4-3 AT 3 AT 1 T 1 T MR B13793E-MR R 1 T 5 R 5 R 12 B13793E-MR R 1 T 5 R 1 T 13 B E-MR R 7 R 5 R 5 R 14 B14941C-MR AT 3 AT 5 R 1 T 15 B14941C-MR R 3 AT 3 AT 1 T 16 B14931D-MR-19 5 R 1 T 3 AT 1 T 17 B14484E-MR AT 1 T 3 AT 1 T 18 B14484E-MR AT 1 T 5 R 1 T 19 B14492E-MR AT 1 T 5 R 1 T 20 B14492E-MR AT 5 R 5 R 1 T 21 B E-MR R 3 AT 5 R 3 AT 22 B E-MR T 1 T 3 AT 1 T 23 B E-MR T 5 R 1 T 3 AT 24 B E-MR T 7 R 3 AT 3 AT 25 B E-MR T 7 R 5 R 5 R 26 B F-MR R 5 R 5 R 5 R 27 B13813D-RS*1-1-MR T 1 T 5 R 3 AT 28 B13813D-RS*1-1-MR T 3 AT 3 AT 3 AT 29 B13824D-RS*1-2-MR R 5 R 5 R 1 T 30 B13824D-RS*1-2-MR R 5 R 1 T 3 AT 31 B13826D-RS*1-2-MR R 5 R 5 R 3 AT 762 Santoso dan Anggiani Nasution: Studi Ketahanan Galur-Galur Padi Sawah Potensi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

109 No. Galur Cendawan Pyricularia oryzae Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras 173 S K S K S K S* K** 32 B13826D-RS*1-3-MR T 5 R 3 AT 3 AT 33 B13829D-RS*1-1-MR R 3 AT 1 T 3 AT Uji Daya Hasil Pendahuluan 34 B13830D-RS*1-1-MR T 1 T 3 AT 3 AT 35 B13830D-RS*1-2-MR R 5 R 5 R 5 R 36 B E-MR R 3 AT 3 AT 5 R 37 B14664E-MR R 1 T 3 AT 3 AT 38 B14664E-MR T 3 AT 3 AT 3 AT 39 B14667E-MR T 3 AT 1 T 5 R 40 B14667E-MR T 1 T 1 T 1 T 41 B14667E-MR T 1 T 1 T 1 T 42 B F-MR AT 7 R 3 AT 5 R 43 B14671E-MR T 5 R 3 AT 5 R 44 B14671E-MR T 5 R 5 R 3 AT 45 B14672E-MR AT 3 AT 3 AT 1 T 46 B13840E-MR T 5 R 1 T 5 R 47 Ciherang 5 R 5 R 1 T 5 R 48 Inpari 19 1 T 1 T 3 AT 3 AT 49 Inpari 24 1 T 5 R 5 R 5 R 50 Inpari 33 1 T 1 T 1 T 3 AT Uji Daya Hasil Lanjutan 51 B12531D-RS*1-1-1-PN R 7 R 5 R 5 R 52 B13727C-MR AT 5 R 1 T 5 R 53 B13784C-MR KN-3 5 R 1 T 5 R 5 R 54 B13803C-MR R 5 R 5 R 5 R 55 B13824E-MR T 1 T 5 R 1 T 56 B13823E-MR SKI-3 1 T 1 T 3 AT 1 T 57 B13813D-RS*1-1-MR T 1 T 1 T 1 T Santoso dan Anggiani Nasution: The Resistance Study Of High Yield Rice Lines To Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

110 No. Galur Cendawan Pyricularia oryzae Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras 173 S K S K S K S* K** 58 B14667E-MR-95 1 T 1 T 1 T 1 T 59 B13724C-MR R 5 R 3 AT 1 T 60 B14484E-MR-10-KN-3 1 T 1 T 5 R 1 T 61 Ciherang 5 R 5 R 5 R 3 AT 62 Inpari 24 3 AT 5 R 3 AT 5 R Keterangan : T = Tahan; AT = Agak Tahan; AR = Agak Rentan; R = Rentan *S= Skala Penyakit ; **K = Respon Ketahanan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi baik yang merupakan galur UDHP maupun UDHL mempunyai potensi yang besar sebagai sumber ketahanan terhadap penyakit blas daun. Tabel 4 menunjukkan galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi yang menunjukkan respon tahan dan agak tahan terhadap 3 dan 4 ras. Galur padi UDHP yang mempunyai respon tahan dan agak tahan terhadap 3 dan 4 ras masing-masing adalah 14 dan 12 galur, termasuk di antaranya merupakan varietas Tabel 4. Galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi yang mempunyai respon tahan atau agak tahan terhadap 3 dan 4 ras P. oryzae. Rumah Kaca KP. Muara Bogor Cendawan Pyricularia oryzae No. Galur Ras 033 Ras 073 Ras 133 ras 173 S K S K S K S* K** Uji Daya Hasil Pendahuluan Respon Agak Tahan - Tahan 3 ras 1 B14493E-MR R 3 AT 3 AT 3 AT 2 B MR-2-Si-2-MR AT 3 AT 3 AT 5 R 14-PN-4-KN-4-MR B14941C-MR AT 3 AT 5 R 1 T 4 B14941C-MR R 3 AT 3 AT 1 T 5 B14931D-MR-19 5 R 1 T 3 AT 1 T 6 B14484E-MR AT 1 T 5 R 1 T 7 B14492E-MR AT 1 T 5 R 1 T 8 B E-MR T 5 R 1 T 3 AT 764 Santoso dan Anggiani Nasution: Studi Ketahanan Galur-Galur Padi Sawah Potensi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

111 No. Galur Cendawan Pyricularia oryzae Ras 033 Ras 073 Ras 133 ras 173 S K S K S K S* K** 9 B E-MR T 7 R 3 AT 3 AT 10 B13813D-RS*1-1-MR T 1 T 5 R 3 AT 11 B13826D-RS*1-3-MR T 5 R 3 AT 3 AT 12 B13829D-RS*1-1-MR R 3 AT 1 T 3 AT 13 B14664E-MR R 1 T 3 AT 3 AT 14 B14667E-MR T 3 AT 1 T 5 R Agak Tahan - Tahan 4 ras 1 B14947F-MR KN-2-1 T 1 T 3 AT 1 T MR-3 2 B13257B-5-MR-2-PN-4-3 AT 3 AT 1 T 1 T MR B14484E-MR AT 1 T 3 AT 1 T 4 B E-MR T 1 T 3 AT 1 T 5 B13813D-RS*1-1-MR T 3 AT 3 AT 3 AT 6 B13830D-RS*1-1-MR T 1 T 3 AT 3 AT 7 B14664E-MR T 3 AT 3 AT 3 AT 8 B14667E-MR T 1 T 1 T 1 T 9 B14667E-MR T 1 T 1 T 1 T 10 B14672E-MR AT 3 AT 3 AT 1 T 11 Inpari 19 1 T 1 T 3 AT 3 AT 12 Inpari 33 1 T 1 T 1 T 3 AT Uji Daya Hasil Lanjutan Respon Agak Tahan - Tahan 3 ras 1 B13824E-MR T 1 T 5 R 1 T 2 B13824E-MR T 1 T 5 R 1 T Agak Tahan - Tahan 4 ras 1 B13823E-MR SKI-3 1 T 1 T 3 AT 1 T 2 B13813D-RS*1-1-MR T 1 T 1 T 1 T 3 B14667E-MR-95 1 T 1 T 1 T 1 T Keterangan : T = Tahan; AT = Agak Tahan; AR = Agak Rentan; R = Rentan *S= Skala Penyakit ; **K = Respon Ketahanan Santoso dan Anggiani Nasution: The Resistance Study Of High Yield Rice Lines To Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

112 Pembanding Inpari 19 dan Inpari 33, sedangkan galur padi UDHL yang mempunyai respon tahan dan agak tahan terhadap 3 dan 4 ras berturut-turut adalah 2 dan 3 galur. Galur-galur padi sawah potensi hasil tinggi menunjukkan respon tahan atau agak tahan terhadap 3 dan 4 ras P. oryzae diduga mempunyai ketahanan yang bersifat horisontal. Ketahanan horisontal dikendalikan oleh banyak gen atau merupakan ekspresi dari banyak gen (poligenik) dan mampu mengatasi beberapa ras cendawan P. oryzae. Ketahanan horisontal ini bersifat tidak spesifik terhadap ras tertentu. Ketahanan horisontal tidak sepenuhnya memberikan pertahanan tanaman yang tinggi terhadap suatu ras tetapi mencegah perkembangan lanjut dari berbagai ras suatu patogen (Jean Guyot 1994). Ketahanan galur-galur padi terhadap penyakit blas leher di daerah endemis penyakit blas perlu dilakukan, khususnya yang menunjukkan tahan dan agak tahan terhadap 3 dan 4 ras penyakit blas daun. Hal ini disebabkan karena kehilangan hasil yang disebabkan penyakit blas leher berpengaruh sangat nyata. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN 1. Galur-galur padi yang menunjukkan respon agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe III adalah galur B13793E-MR , B14664E-MR-7-5, B14664E-MR-25-3 dan B14667E-MR Galur-galur padi yang mempunyai respon agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe IV yaitu galur B13257B-5-MR-2-PN-4-MR dan B14492E-MR Galur-galur padi yang mempunyai respon agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe VIII terdiri dari galur B14492E-MR dan B E-MR Galur B13793E-MR merupakan galur padi yang mempunyai respon agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe III, IV dan VIII. 5. Galur padi UDHP dan UDHL yang mempunyai respon tahan dan agak tahan terhadap 3 dan 4 ras penyakit blas daun masing-masing adalah 14 galur ; 12 galur dan 2 galur ; 3 galur. 6. Galur UDHL yang tahan dan agak tahan terhadap penyakit blas daun 3 ras yaitu B13824E-MR dan B13824E-MR , dan yang tahan dan agak tahan terhadap 4 ras adalah B13823E-MR SKI-3, B13813D-RS*1-1-MR-8-1 dan B14667E-MR Santoso dan Anggiani Nasution: Studi Ketahanan Galur-Galur Padi Sawah Potensi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

113 Saran Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi ketahanan galur-galur padi terhadap penyakit blas leher di daerah endemis penyakit blas, khususnya yang menunjukkan tahan dan agak tahan terhadap 3 dan 4 ras penyakit blas daun. DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Deskripsi varietas padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 118 hal Fukuta, Y., Xu, D., Kobayashi, N., Jeanie, M., Yanoria, T., Hairmansis, A., and N. Hayashi Genetic characterization of universal differential varieties for blast resistance developed under the IRRI-Japan Collaborative Research Project unsing DNA markers in rice (Oryza sativa L.). p In Yoshimichi Fukuta, Casiana M. Vera Crus and N. Kabayashi (Ed.). Development and Characterization of Blast Resistance Using Differential Varieties in Rice. JIRCAS Working report No. 63. Tsukuba, Japan. Harahap Z dan TS Silitonga Perbaikan varietas padi. Dalam Ismunadji M, S Partohardjono, M Syam, dan A Widjono (Eds.). Padi buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. pp 652. IRRI Standard Evaluation System for Rice (SES). 5th edition. Los Banos, Philippines. International Rice Research Institute. 57 pages. Jean Guyot M Rice blast and its control. Memories Et Travanx deu IRAT. No. 3 : Lalitha, M.S., G. Lalitha Devi, G. Naveen Kumar, and H.E. Shashidhar Molecular marker-assisted selection: A tool for insulating parental lines of hybrid rice against bacterial leaf blight. Int. Jour. of Plant Pathology 1: Mew, T.W An overview of the world bacterial leaf blight situation. In p Bacterial blight of rice. IRRI. Manila Philippines. Ou SH Rice diseases. 2nd ed. Kew, England: Commonw. Mycology institute, Surrey, England. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Deskripsi varietas unggul tanaman pangan Bogor. 151 hal. Santoso, A. Nasution, D.W. Utami, I. Hanarida, A.D. Ambarwati, S. Mulyopawiro, dan D. Tharreau Variasi genetik dan spectrum virulensi pathogen blas pada padi asal Jawa Barat dan Sumatera. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 26(3): Santoso dan Anggiani Nasution: The Resistance Study Of High Yield Rice Lines To Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

114 Sobrizal, Santoso, Anggiani, and Suwarno Rice blast disease in Indonesia. p In Yoshimichi Fukuta, Casiana M. Vera Crus and N. Kabayashi (Ed.). A Differential System for Blast Resistance for Stable Rice Production Environment. JIRCAS Working report No. 53. Tsukuba, Japan. Sudir, Suprihanto, A. Guswara, dan H.M. Toha Pengaruh pemupukan, varietas padi, dan kerapatan tanaman terhadap beberapa penyakit padi. Jurnal Agrikultura, 13 (2): Sudir, T.S. Kadir, dan Suprihanto Identifikasi patotipe Xanthmonas oryzae pv. oryzae, penyebab penyakit hawar daun bakteri padi di sentra produksi padi di Jawa. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 28(3): Suganda T, Yulia E, Widantini F, Hersanti Intensitas penyakit blas (Pyricularia oryzae Cav.) pada padi varietas Ciherang dan pengaruhnya terhadap kehilangan hasil. Jurnal Agrikultura. 27 (3): Suparyono dan Sudir Perkembangan penyakit bakteri hawar daun pada stadia tumbuh yang berbeda dan pengaruhnya terhadap hasil padi. Media Penelitian Sukamandi 12: 6-9. Suparyono, Sudir, dan Suprihanto Komposisi patotipe patogen hawar daun bakteri pada tanaman padi stadium tumbuh berbeda. Jurnal Penelitian Pertanian 22(1): Suparyono, Sudir, dan Suprihanto Pathotype profile of Xanthomoas campestris pv.oryzae,isolates from the rice ecosystem in Java. Indonesian Jurnal of Agricultural Science 5(2): Santoso dan Anggiani Nasution: Studi Ketahanan Galur-Galur Padi Sawah Potensi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

115 KERAGAMAN GENETIK BAKTERI XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE DARI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA DENGAN REP-PCR GENETIC DIVERSITY OF XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE FROM DIFFERENT REGION OF INDONESIA USING REP-PCR Fatimah, Tria Wulan, Mahrup, dan Laksmi Ambarwati 1. Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian 2. Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian. Jl. Tentara Pelajar no.3a Bogor, Jawa Barat Departemen Biokimia Institut Pertanian Bogor Jalan Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat korespodensi: HP/Telp: ABSTRAK Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae merupakan bakteri penyebab penyakit hawar daun pada padi. Sebanyak 27 isolat Xoo yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia, dianalisis keragaman genetiknya menggunakan teknik Rep-PCR (Repetitive PCR). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik bakteri Xanthomonas oryzae dengan menggunakan metode Repetitive PCR berupa primer BOXA1R dan ERIC serta primer (GTG) 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa polimorfisme yang tinggi dihasilkan dari primer ERIC 93,75%. Keragaman genetik berdasarkan primer BOXA1R, terbentuk 5 klaster dengan koefisien kesamaan 0,86, pada primer (GTG) 5 membentuk 4 klaster dengan koefisien kesamaan 0,87, dan pada primer ERIC membentuk 6 klaster pada koefisen kesamaan 0,80. Gabungan dari ketiga primer tersebut membentuk 3 klaster pada koefisien kesamaan 0,75. Dengan menggunakan analisis komponen utama, primer BOXA1R dan (GTG) 5 menghasilkan 5 klaster dan primer ERIC menghasilkan 6 klaster. Kata kunci: keragaman genetik, Xanthomonas oryzae, Rep-PCR Upay antar men men alam ketid khus (rest bertu pena trap perc di K tahu 6 tit ekol perla ekol seran pane dian seca dan p kuni mam perp Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

116 ABSTRACT Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) causes bacterial leaf blight (BLB) of rice. Twenty seven Xoo from several regions in Indonesia were analyzed their genetic diversity by using Rep-PCR (Repetitive PCR). The aim of this analysis is to determine the genetic diversity of Xoo isolates with Rep-PCR method using BOXA1R, ERIC and (GTG) 5 primers. High polymorphism resulted from ERIC primer 93,75%. The genetic diversity based on those primers formed 3 clusters with similarity coefficient of 0,75. Whereas using principal component analysis, primer BOXA1R and (GTG) 5 formed 5 clusters and ERIC formed 6 clusters. Keywords: genetic diversity, Xanthomonas oryzae, Rep-PCR PENDAHULUAN Salah satu penyakit utama padi sawah di Indonesia dan di Asia adalah hawar daun bakteri atau kresek yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) (IRRI, 2010). Di Indonesia kehilangan hasil yang diakibatkan oleh penyakit kresek mencapai 70 80% sehingga menyebabkan kerugian yang besar secara ekonomi (Yasin et al., 2005). Informasi keberadaan populasi ras patogen di suatu daerah dapat digunakan untuk memilih dan membudidayakan plasma nutfah tahan terhadap Xoo pada tahap awal. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Djatmiko dan Fatichin (2007) menunjukkan bahwa di daerah pertanaman padi di Karesidenan Banyumas untuk wilayah Banjarnegara, Purbalingga, dan Purwokerto terserang berat oleh Xoo hingga mencapai 45% dan sampai saat ini patotipe dan genotipenya belum diketahui. Berdasarkan hasil penelitian Djatmiko dan Prakoso (2008) menunjukkan bahwa adanya perbedaan keragaman genetik Xoo yang berasal dari berbagai ketinggian tempat di Karesidenan Banyumas. Kemajuan teknik marka molekuler telah menghasilkan metode-metode potensial untuk mempelajari keragaman spesies bakteri melalui pendekatan genetik. Repetitive PCR (Rep-PCR) merupakan metode amplifikasi dengan menggunakan primer tunggal yang mengandalkan urutan nukleotida berulang pada genom bakteri (Schneegurt dan Kulpa, 1998). Setiap mikroorganisme memiliki sekuen yang berulang (repetitive sequence) dengan jumlah dan jarak yang bervariasi (Prihantoro et al., 2012). Dengan teknik marka molekuler ini dapat memonitor, menemukan dan mengidentifikasi bakteri dengan cepat dan akurat (Widada et al., 2002). Cruz et al. (1996) melaporkan studi keragaman pada Xanthomonas oryzae pv oryzae dengan primer BOX untuk mendeteksi polimorfisme di dalam populasi Xoo namun pada primer REP lebih baik dalam mendeteksi polimorfisme. Popovic et al. (2013) telah mengkarakterisasi secara genetik bakteri Xanthomonas 770 Fatimah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

117 campestris menggunakan PCR ERIC dan (GTG) 5 dan dihasilkan pola Xcc yang berbeda dan sangat efektif membedakan strain-strain dari tanaman inang yang berbeda. Asgarani et al. (2015) menggunakan primer ERIC pada bakteri Xanthomonas spp dan diperoleh bahwa hasil pola PCR-ERIC tidak saja dapat membedakan Xanthomonas campestris dengan Xanthomonas translucent namun dapat membedakan strain Xanthomonas ke dalam tiga klaster dengan 40% kemiripan berdasarkan koefisien Jaccard s coefficient. Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaman genetik dari isolat Xoo yang diperoleh dari beberapa daerah di Indonesia dengan menggunakan metode Repetitive PCR dan mempelajari efektivitas dari primer yang digunakan. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pembentukan varietas padi yang tahan penyakit HDB. BAHAN DAN METODE Bakteri Xoo yang digunakan berasal dari koleksi BB Biogen (Tabel 1). Bakteri tersebut ditumbuhkan pada medium Wakimoto Agar (20 g sukrosa, 5 g pepton, 0.5 g Ca(NO 3 ) 4 H 2 O, 1.82 g Na 2 HPO 4 7H 2 O, 0.05 g FeSO 4 7H 2 O, 18 g bakto agar). Bakteri yang telah tumbuh diinokulasikan ke dalam media cair NB (Nutrient Broth) lalu diinkubasi semalam dan selanjutnya digunakan untuk tahapan isolasi DNA. Tabel 1. Daftar isolat Xoo yang digunakan dalam penelitian ini. No. Kode Isolat Varietas Sumber Lokasi 1 Xoo7608 Lokal Cibadak-Jawa Barat 2 Xoo7624 Lokal Bogor- Jawa Barat 3 Xoo8021 Lokal Subang- Jawa Barat 4 Xoo8024 Lokal Cianjur- Jawa Barat 5 Xoo Lokal Harjobinangun-Jawa Tengah 6 Xoo Ciherang Cianjur-Jawa Barat 7 Xoo Ciherang Cianjur- Jawa Barat 8 Xoo Kuriak Putiah Maninjau-Sumatera Barat 9 Xoo Kuriak Putiah Maninjau-Sumatera Barat 10 Xoo Kuriak Putiah Maninjau-Sumatera Barat 11 Xoo Tidak Diketahui Sudiang-Biringkanaya, Sulawesi Selatan 12 Xoo Tidak Diketahui Sudiang-Biringkanaya, Sulawesi Selatan 13 Xoo Tidak Diketahui Kauman-Batang, Jawa Tengah Fatimah et al: Genetic Diversity Of Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Fromv Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

118 No. Kode Isolat Varietas Sumber Lokasi 14 Xoo Tidak Diketahui Kauman-Batang, Jawa Tengah 15 Xoo Tidak Diketahui Kauman-Batang, Jawa Tengah 16 Xoo Tidak Diketahui Kalimanggis, Subah, Batang 17 Xoo Tidak Diketahui Kalimanggis, Subah, Batang 18 Xoo Tidak Diketahui Kalimanggis, Subah, Batang 19 Xoo Tidak Diketahui Kalimanggis, Subah, Batang 20 Xoo Tidak Diketahui Kalimanggis, Subah, Batang 21 Xoo Tidak Diketahui Duwet-Pekalongan, Jawa Tengah 22 Xoo IR-64 Sawahan, Tulis-Batang, Jawa Tengah 23 Xoo IR-64 Sawahan, Tulis-Batang, Jawa Tengah 24 Xoo Ciherang Ds. Wr. Nangka Subang Jawa Barat 25 Xoo Ciherang Ds. Wr. Nangka Subang Jawa Barat 26 Xoo Inpari-13 BBPP Btg. Kaluku, Sulawesi Selatan 27 Xoo Inpari-13 BBPP Btg. Kaluku, Sulawesi Selatan Isolasi DNA Genom Xoo Isolasi DNA genom dilakukan dengan metode Shanti et al. (2001). Verifikasi DNA genom dilakukan dengan uji kualitatif DNA menggunakan 0,8% gel agarosa dan pewarnaan dengan etidium bromida. Gel agarosa yang telah selesai dielektroforasi kemudian divisualisasi dengan Chemidoc UV-Illuminator (Biorad) dan uji kuantitatif dengan Nanodrop (Thermo Fisher Scientific, 2009). Amplifikasi DNA dengan PCR Proses amplifikasi DNA dari bakteri Xoo menggunakan mesin PCR Biorad. Reaksi PCR mengandung 10 mm Tris HCl (ph 8,3), 50 mm KCl, 25 ng DNA genomik, 10 pmol untuk setiap primer, 1,5 mm MgCl 2, 0,2 mm untuk setiap dntp, dan 0.2 units DNA Taq polymerase (Fermentas). Primer Rep PCR yang digunakan dalam penelitian ini adalah primer BOXA1R :5 - CTACGGCAAGGCGACGCT GACG-3, ERIC1R : 5 - ATGTAAGCTCCTGGGGATTCAC - 3, ERIC2 : 5 - AAG TAAGTGACTGGGGTGAGCG - 3, dan (GTG) 5 : 5 - GTGGTGGTGGTGGTG -3 (Gevers et al., 2001; Li et al., 2011). Program PCR terdiri atas tahapan: predenaturasi 94 C selama 5 menit; denaturasi pada suhu 94 C selama 1 menit, penempelan primer (BOXAIR dan (GTG) 5 pada 53 C, ERIC 43 C) selama 1 menit, pemanjangan primer 65 C selama 8 menit. Proses tersebut diulang sebanyak 35 siklus. Selanjutnya 772 Fatimah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

119 pendinginan pada suhu 65ºC selama 15 menit. Profil PCR yang digunakan untuk primer adalah pre-denaturasi pada suhu 94 C selama 7 menit (awal pemanasan), denaturasi pada suhu 94 C selama 60 detik, penempelan primer pada suhu 53 C selama 1 menit, dan pemanjangan primer pada suhu 65 C selama 8 menit. Proses tersebut diulang sebanyak 35 siklus. Tahap terakhir ditambah 15 menit pada suhu 65 o C. Setelah proses amplifikasi selesai kemudian gel divisualisasi dengan proses elektroforesis. Analisis Data Hasil visualisasi berupa pita-pita hasil PCR dijadikan data biner terhadap pola pita yang terbentuk dan dibuat hubungan kekerabatan dengan metode unweighted pair group method arithmetic mean (UPGMA). Kemudian dilakukan juga analisis komponen utama dengan menggunakan program NTSYS 2.10 (Rohlf, 1998). HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Hasil Amplifikasi Pita Polimorfik DNA Bakteri Xoo Perhitungan polimorfisme secara kualitatif dilakukan dengan menganalisis semua pita hasil amplifikasi PCR yang diperoleh (Gambar 1). Tingkat polimorfisme diantara dua individu diskor atas dasar ditemukan atau tidaknya pita DNA yang diamplifikasi. Jumlah pita yang dihasilkan dari amplifikasi dengan primer rep- PCR (BOXA1R, ERIC, (GTG) 5 ) yaitu sebanyak 37 pita dari 27 isolat Xoo (Tabel 2). Pita terbanyak dihasilkan oleh primer ERIC yaitu sebanyak 16 pita, sedangkan pita yang paling sedikit dihasilkan oleh primer BOXA1R sebanyak 8 pita. Jumlah pita polimorfik paling banyak dihasilkan oleh primer ERIC dengan persentase pita polimorfik sebesar 93,75%, sedangkan untuk persentase pita polimorfik yang paling sedikit dihasilkan oleh primer (GTG) 5 sebesar 76,92% (Tabel 2). Fatimah et al: Genetic Diversity Of Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Fromv Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

120 Gambar 1. Elektroforegram hasil amplifikasi dengan primer Rep-PCR. Berturut-turut dari atas ke bawah: Primer BOX AIR, (GTG) 5 dan ERIC. Tabel 2. Hasil jumlah pita polimorfik dan persentase pita polimorfik dengan primer Rep-PCR dari 27 isolat Xoo. Primer Jumlah Pita Pita Polimorfik % Pita Polimorfik BOXA1R ,5 (GTG) ,92 ERIC ,75 Perhitungan statistik dengan menggunakan program Cervus untuk mengetahui hasil perhitungan jumlah alel per lokus yang dihasilkan dari tiap primer, nilai heterozigositas (He) untuk menggambarkan ukuran variasi genetik yang dihasilkan diperoleh nilai He terbesar pada primer ERIC, sedangkan Polymorphism Information Content (PIC) untuk mengetahui seberapa tingkat polimorfisme yang dihasilkan dari suatu marka molekular. Untuk nilai PIC terbesar diperoleh oleh primer ERIC yang memiliki nilai sebesar 0,34 (Tabel 3). 774 Fatimah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

121 Tabel 3. Hasil perhitungan statistik pada primer Rep-PCR Primer Jumlah alel/lokus He* PIC** BOXA1R 3 0,3126 0,27 (GTG) 5 3 0,2624 0,23 ERIC 2,4 0,4489 0,34 *) Heterozigositas **) Polymorphism Information Content Berdasarkan analisis pita polimorfik hasil amplifikasi DNA dari 27 isolat Xoo (Tabel 2) yang menggunakan primer BOXA1R, (GTG) 5, dan ERIC diketahui bahwa persentase pita polimorfik terbanyak diperoleh dengan primer ERIC yaitu sebesar 93,75%. Jumlah pita yang dihasilkan sebanyak 16 pita dan jumlah pita polimorfik yang dihasilkan sebanyak 15 pita. Hal ini menandakan bahwa terdapat 1 pita yang monomorfik dengan ukuran pita sebesar 900 bp. Pita monomorfik ini berguna untuk identitas spesies sebagai penanda genetik (Munif et al., 2004). Primer dengan persentase pita polimorfik yang paling sedikit yaitu (GTG) 5 sebesar 76,92% dengan menghasilkan jumlah pita sebanyak 13 pita dengan pita polimorfik sebanyak 10 pita. Hal ini menandakan terdapat 3 pita monomorfik yang dihasilkan, terdapat pada ukuran 300 bp, 700 bp, dan 970 bp. Jumlah pita yang dihasilkan dari amplifikasi dengan primer BOXA1R sebanyak 8 pita dan pita polimorfik sebanyak 7 pita dengan persentase pita polimorfik yang dihasilkan sebesar 87,5%. Terjadinya perbedaan tingkat polimorfisme tersebut karena primer mengamplifikasi DNA genom yang bervariasi. Semakin banyak variasi daerah DNA genom yang diamplifikasi oleh primer maka semakin tinggi juga tingkat polimorfisme suatu organisme (Nuryani, 2003). Analisis Keragaman Genetik Bakteri Xoo Analisis klaster dilakukan berdasarkan hasil amplifikasi DNA Xoo dengan gabungan primer BOXA1R, (GTG) 5, dan ERIC menghasilkan dendrogram dengan 3 klaster pada koefisien kesamaan 0,75 (Gambar 2). Dua klaster utama terdiri atas klaster 1 yaitu isolat Xoo11-030, Xoo12-183, Xoo11-003, Xoo11-020, Xoo12-231, Xoo12-012, Xoo12-200, Xoo Xoo11-022, dan Xoo Klaster II yaitu isolat Xoo12-177, , Xoo11-021, Xoo12-198, Xoo12-011, Xoo12-195, Xoo8021, Xoo12-286, Xoo8024, Xoo7624 dan Xoo7608, dan klaster III yaitu Xoo dan Xoo Isolat lain yang tidak termasuk klaster yaitu isolat Xoo12-253, Xoo12-285, Xoo12-303, dan Xoo Nilai kofenetik yang diperoleh sebesar r=0,96. Berdasarkan pengelompokan yang terbentuk dari dendrogram dari BOXA1R dan (GTG) 5, terbentuk klaster yang terdiri atas isolat yang memiliki koefisien Fatimah et al: Genetic Diversity Of Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Fromv bp 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

122 kesamaan yang mencapai nilai 1. Hal ini disebabkan karena pita yang terbentuk tidak bervariasi dan banyak memiliki pita pada ukuran yang sama. Fenomena yang menarik dari hasil pengelompokan tersebut adalah mengelompoknya individu dari lokasi yang berlainan ke dalam satu kelompok. Dendrogram yang diperoleh dari amplifikasi dengan primer ERIC tidak ada isolat yang mencapai koefisien kesamaan sebesar 1 antar individu yang diisolasi. Menurut Poerba dan Martanti (2008), hal tersebut mengindikasikan adanya keragaman genetik yang disebabkan oleh rekombinasi genetik. Karuniawan et al. (2008) menambahkan, populasi dari habitat yang sama belum tentu memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat. Hubungan kekerabatan yang dekat, terdapat juga pada genotipe-genotipe yang berbeda asalnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau adanya interaksi genotip dengan lingkungan. Xoo12207 Xoo12177 Xoo93229 Xoo11021 Xoo12198 Xoo12011 Xoo12195 Xoo8021 Xoo12286 Xoo8024 Xoo7624 Xoo7608 Xoo12190 Xoo12302 Xoo12253 Xoo12285 Xoo12303 Xoo Coefficient Gambar 2 Dendrogram UPGMA hasil amplifikasi DNA 27 isolat Xoo dengan primer Rep-PCR. Xoo11030 Xoo12183 Xoo11003 Xoo11020 Xoo12231 Xoo12012 Xoo12200 Xoo12225 Xoo Dim Gambar 3 Plot dua dimensi analisis komponen utama 27 isolat Xoo berdasarkan primer ERIC Rep-PCR Dim Fatimah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

123 Louws et al. (1994) menyatakan bahwa genus Xanthomonas yang diamplifikasi dengan primer ERIC dapat menghasilkan pola sidik jari yang kompleks karena menghasilkan pita yang lebih banyak dan bervariasi ukurannya. Jika dibandingkan dengan amplifikasi dengan primer BOXA1R dan (GTG) 5, jumlah pita yang dihasilkan tidak banyak dan ukuran yang kurang bervariasi. Versalovic et al. (1994) menyatakan bahwa primer BOXA1R cukup baik untuk membedakan spesies dari E.coli, Salmonella, dan Streptococcus. Li et al. (2011) juga menyatakan bahwa isolat Xoo tidak dapat dibedakan secara genetik dengan primer (GTG) 5, namun primer ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies pada Lactobacillus, Enterococci, dan bakteri asam asetat. Pengelompokkan yang dilakukan pada primer ERIC lebih baik dibanding dengan primer BOXA1R dan (GTG) 5 karena dapat mengelompokkan isolat Xoo berdasarkan daerah yang sama. Klaster 2 terdapat isolat yang memiliki kekerabatan yang cukup dekat yaitu isolat Xoo dan Xoo yang berasal dari daerah yang sama yaitu Jawa Barat, serta klaster 6 terdiri atas isolat yang berasal Jawa Tengah yaitu Xoo dan Xoo Menurut Indriani (2000), genotipegenotipe yang berasal dari satu wilayah cenderung mengelompok pada jarak genetik yang kecil. Hal ini disebabkan adanya kisaran geografi yang rendah, secara genetika lebih seragam dibandingkan dengan populasi yang tersebar luas. Analisis komponen utama pada primer BOXA1R membagi menjadi 5 klaster. Sebagian besar klaster terdiri atas anggota yang sama seperti pada klaster pada dendrogram. Pada isolat yang memiliki koefisien kesamaan yang nilainya sama, terlihat menumpuk pada satu titik. Hal ini juga terlihat pada analisis komponen utama pada primer (GTG) 5 dan ERIC. Namun pada komponen utama ERIC tidak ada isolat yang memiliki koefisien kesamaan yang sama, maka tampilan plot semuanya tampak menyebar (Gambar 3). Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Sebanyak 27 isolat Xoo yang diuji dari beberapa daerah di Indonesia, secara genetik menunjukkan keragaman genetik yang cukup bervariasi dengan hasil amplifikasi Rep-PCR. Polimorfisme yang paling tinggi dihasilkan dari primer ERIC sebesar 93,75%. Keragaman genetik berdasarkan primer BOXA1R, terbentuk 5 klaster dengan koefisien kesamaan 0,86, pada primer (GTG) 5 membentuk 4 klaster dengan koefisien kesamaan 0,87, dan pada primer ERIC membentuk 6 klaster pada koefisen kesamaan 0,80. Gabungan dari ketiga primer tersebut membentuk 3 klaster pada koefisien kesamaan 0,75. Dengan menggunakan analisis komponen utama, primer BOXA1R dan (GTG) 5 menghasilkan 5 klaster dan primer ERIC menghasilkan 6 klaster. Fatimah et al: Genetic Diversity Of Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Fromv Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

124 Saran Identifikasi molekuler yang cepat dan mudah dengan teknik Rep-PCR perlu menambahkan jumlah isolat Xoo agar lebih menyeluruh dan penggunaan primer ERIC sebagai primer yang cukup baik untuk membedakan diantara spesies Xanthomonas oryzae pv. oryzae. DAFTAR PUSTAKA Asgarani E. T. Ghashghaei, M.R. Soudi, dan N. Alimadadi Enterobacterial repetitive intergenic consensus (ERIC) PCR based genetic diversity of Xanthomonas spp. and its relation to xanthan production. Iranian Journal of Microbiology. 7 (1): Cruz V.C.M, E.Y. Ardales, D.Z. Skinner, J. Talag, R.J. Nelson, F.J. Louws, H. Leung, T.W. Mew, and J.E. Leach Measurement of haplotypic variation in Xanthomonas oryzae pv. oryzae within a single field by rep-pcr and RFLP analyses. Genetics Phytopathology 86(12): Djatmiko HA dan Fatichin Ketahanan 20 varietas padi terhadap penyakit hawar daun bakteri. Laporan Penelitian. Purwokerto (ID): Universitas Soedirman. Djatmiko HA dan Prakoso Keragaman patotipe dan genotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada tanaman padi dari berbagai ketinggian tempat. Laporan Penelitian. Purwokerto (ID): Universitas Soedirman. Gevers D., G. Huys, dan J. Swings Applicability of rep-pcr fingerprinting for identification of Lactobacillus species. FEMS Microbiol Lett. 205(1):31-6. Indriani FC Keragaman Genetik Plasma Nutfah Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) dan beberapa Spesies yang Sekerabat Berdasarkan Analisis Isozim. Tesis. Malang (ID): Universitas Brawijaya. [IRRI]. International Rice Research Institute Mei Bacterial leaf blight [terhubung berkala]. ricedoctor_mx/ Fact_Sheets/ Diseases/Bacterial_Leaf_Blight.htm Karuniawan A. B. Sahala, dan A. Ismail Keanekaragaman genetik Mucuna berdasarkan karakter morfologi dan komponen hasil. Jurnal Zuriat 19 (1): Li B., R. Yu, Y. Shi, T. Su, F. Wang, M. Ibrahim, G. Xie, YWang, dan G. Sun Reclassification of Xanthomonas isolates causing bacterial leaf spot of Euphorbia pulcherrima. Plant Pathol. J. 27(4): doi.org/ / PPJ Fatimah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

125 Louws F.J., D.W. Fullbright, C.J. Stephens, and F. de Bruijn Use of repetitive sequences and PCR technique to classify genetically related Bradyrhizobium japonicum seroklaster 1, 2, 3, strains. Appl. Environ. Microbiol. 59: Munif A, M. Sudomo, Soelaksono, R. Maelita, dan D.P. Agus Polimorfisme genetik dari Anopheles barbirostris kaitannya dengan prevalensi malaria di Kecamatan Cinema, Kabupaten Tasikmalaya. Bul. Penel. Kesehatan 32:1-16. Nuryani D Analisis Keseragaman Genetik Tanaman Teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) asal Kultur Jaringan, Setek, dan Biji dengan Teknik RAPD. Skripsi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Poerba YS dan D. Martanti Keragaman genetik berdasarkan marka Random Amplified Polymorphic DNA pada Amorphopallus muelleri Blume di Jawa. Jurnal Biodiversitas 9 (4): Popovic T., D. Josic, M. Starovic, P. Milovanovic, N. Dolovac, D. Postic dan S. Stankovic Phenotypic and genotypic characterization of Xanthomonas campestris strains isolated from cabbage, kale and broccoli. Archives of Biological Sciences. Belgrade, 65 (2), , DOI: / ABS P. Prihantoro I., T. Toharmat, D. Evvyernie, Suryani dan L. Abdullah Kemampuan isolat bakteri pencerna serat asal rumen kerbau pada berbagai sumber hijauan pakan. JITV. 17 (3): Rohlf F.J NTSYSpc: Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System Version 2.0 User Guide. New York (NY): Applied Biostatistics Inc. Schneegurt M.A. dan C.F. Kulpa Review: The application of molecular techniques in environmental biotechnology for monitoring microbial systems. J. Biotechnol. Appl. Biochemis 27:73-79 Shanti et al Identification of resistance genes effective against rice bacterial blight pathogen in Eastern India. Plant Disease 85: Thermo Fisher Scientific Nanodrop 2000/200c Spectrpphotometer V1.0 User Manual. Wilmington (US): Thermo Fischer Scientific. Versalovic J., S. Maria, J. Frans, dan R. James Genomic fingerprinting of bacteria using repetitive sequence-based polymerase chain reaction. Methods in molecular and cellular biology 5: Widada J., H. Nojiri, dan T. Omori Recent development in molecular techniques for identification and monitoring of xenobiotic-degrading bacteria and their catabolic genes in bioremediation. J. Appl. Microbiol. Biotechnol 60: Fatimah et al: Genetic Diversity Of Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Fromv Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

126 Yasin S.I., T.U.Z. Khan, M. Ayub, J.A. Shah, dan M. Anwar Economic evaluation of bacterial leaf blight (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) disease of rice. Mycopath 3: Fatimah et al: Keragaman Genetik Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dari Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

127 EFEKTIVITAS PERPADUAN REKAYASA EKOLOGI DAN PENGGUNAAN LIGHT TRAP DALAM PENGENDALIAN HAMA TANAMAN PADI N. Usyati, Nia Kurniawati, dan Oco Rumasa Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya 9, Sukamandi 41256, Subang - Jawa Barat n_usyati06@yahoo.co.id ABSTRAK Upaya peningkatan produksi padi dihadapkan pada kendala dan masalah, antara lain serangan hama. Untuk mengendalikan hama, saat ini petani masih menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida secara berlebihan akan mengakibatkan terjadinya biological explosion dan terganggunya keseimbangan alami dengan berbagai konsekuensi negatif lainnya, bahkan juga mengakibatkan ketidakstabilan ekosistem. Untuk memperbaiki kondisi ketidakstabilan ekosistem khususnya agroekosistem perlu adanya upaya yang mengarah pada pemulihan (restore) agroekosistem, salah satunya dengan rekayasa ekologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas perpaduan rekayasa ekologi (dengan penanaman bunga wijen dan penggunaan pupuk organik) dan penggunaan light trap dalam pengendalian hama tanaman padi. Penelitian dilakukan di kebun percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi dan lahan petani di Kecamatan Patok Beusi, Kabupaten Subang Jawa Barat pada bulan Mei tahun Penelitian ditata dalam bentuk display dalam kawasan 1 ha dengan 6 titik tempat pengamatan. Untuk mempelajari efektivitas perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap dalam pengendalian hama tanaman padi, maka perlakuan tersebut dibandingkan dengan perlakuan petani yang non rekayasa ekologi dalam luasan 1 ha. Variabel yang diamati adalah populasi dan tingkat serangan hama yang ada di pertanaman padi, populasi musuh alami, dan hasil panen. Data populasi dan tingkat serangan hama serta musuh alami yang diperoleh dianalisis dengan T test, sedangkan hasil panen dan biaya usaha tani dianalisis secara ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap efektif menekan serangan hama penggerek batang padi kuning dan hama wereng punggung putih; hasil panen padi lebih tinggi; serta mampu meningkatkan populasi musuh alami Paederus dan Ophionea. Selain itu, perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap memberikan sisa hasil usaha (SHU) lebih tinggi (Rp ) dibandingkan dengan perlakuan non Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

128 rekayasa ekologi (cara petani). Secara keseluruhan perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap memberikan 2 keuntungan yaitu secara ekologi dan ekonomi. Secara ekologi, perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap mampu memulihkan ketidakstabilan ekosistem; dan secara ekonomi memberikan keuntungan bagi petani yang berdampak pada meningkatnya pendapatan petani. Kata kunci: efektivitas, perpaduan rekayasa ekologi dan light trap, pengendalian hama tanaman padi ABSTRACT Efforts to increase rice production are confronted with obstacles and problems, including pests. Farmers have been using insecticides to control pests. Excessive use of insecticides leads to biological explosion and disturbance of natural balance with other negative consequences and even leads to instability of ecosystems. To improve the ecosystem instability, especially agro-ecosystem, there should to be an effort to recover the agro-ecosystem, one of them with ecological engineering. This study aimed to determine the effectiveness of integrated ecological engineering (planting of sesame flowers and using of organic fertilizers) and the use of light trap for rice pest control. The research was conducted in ICRR research station, Sukamandi and farmer fields in Patok Beusi, Subang - West Java in May The research was arranged in a display 1 ha area with 6 points of observation. The integrated ecological engineering then was compared a 1 ha of non integrated ecological engineering of farmer field. The variables observed were population and level of pest attack on rice crop, natural enemy population, and yield. The data on pest population, the level of its attack and the natural enemies population were analyzed by T test, while the yield and farming cost were analyzed economically. The results showed that integrated ecological engineering and the use of light trap effectively suppressed yellow rice stem borer pest attacks and white-backed potted, and increased the natural enemies population Paederus and Ophionea. In addition, integrated ecological engineering and the use of light trap provided rest of business results higher than that of non-engineered ecological treatment. The difference of the rest of the business results was Rp 923,500 higher on integrated ecological engineering and the use of light trap treatments. Overall integrated ecological engineering and the use of light trap performed two advantages, namely ecologically and economically. Ecologically, integrated ecological engineering and the use of light trap was able to restore ecosystem instability; and economically, provided more benefits for the farmers which then led to an increase of farmer income. Keywords: effectiveness, integrated of ecological engineering and light trap, pest control rice plants 782 N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

129 PENDAHULUAN Upaya peningkatan produksi padi dihadapkan pada kendala dan masalah, antara lain serangan hama. Untuk mengendalikan hama, saat ini petani masih menggunakan insektisida. Aplikasi insektisida efektif mengendalikan hama secara parsial, tetapi secara bersamaan juga membunuh musuh alami seperti predator dan parasitoid yang sebenarnya berpotensi sebagai pengendali hama secara hayati (Kartohardjono, 2011). Penggunaan insektisida secara berlebihan akan mengakibatkan terjadinya biological explosion dan terganggunya keseimbangan alami dengan berbagai konsekuensi negatif lainnya bahkan juga mengakibatkan ketidakstabilan ekosistem. Ketidakstabilan ekosistem ini ditandai dengan sering terjadinya ledakan hama (Untung, 2006). Untuk memperbaiki kondisi ketidakstabilan ekosistem khususnya agroekosistem diperlukan upaya yang mengarah pada pemulihan (restore) agroekosistem, salah satunya dengan rekayasa ekologi. Heong (2012) telah menetapkan tiga langkah dalam rekayasa ekologi untuk meningkatkan biodiversitas dan kelimpahan komunitas musuh alami, yaitu penggunaan insektisida yang moderat, meningkatkan mangsa detritivor untuk predator, dan meningkatkan parasitoid serta predator dengan nektar dan shelter. Beberapa peneliti juga melaporkan bahwa di Cina terjadi peningkatan kelimpahana parasitoid pada tanaman wijen yang banyak mengandung nektar yang ditanam di pematang. Di Vietnam, tanaman berbunga yang ditanam di pematang dapat meningkatkan parasitisasi telur wereng coklat dan di Thailand, spesies parasitoid meningkat ketika sekeliling lahan ditanami dengan tanaman berbunga. Di Indonesia beberapa rekayasa ekologi telah dilakukan seperti pemberian bahan organik (Baehaki et al., 2003; Baehaki dan Djuniadi, 2004; Widiarta et al., 2006), pengaturan pola tanam (padi-padi-palawija) (Herlinda, 2000), dan sistem integrasi pertanaman padi dan palawija (Baehaki et al., 2003; Baehaki dan Djuniadi, 2004). Rekayasa ekologi lainnya telah dilakukan dengan menanam tanaman berbunga dan palawija di pematang sawah pada bulan April dan Oktober 2012 di lahan koperasi BB Padi Sukamandi, Subang Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rekayasa ekologi dengan menanam tumbuhan berbunga dan palawija di pematang perannya tidak konsisten dalam menekan populasi hama wereng coklat, wereng punggung putih, dan lembing batu, bahkan tidak berdampak dalam menekan hama penggerek batang padi kuning. Selain itu, rekayasa ekologi tersebut tidak berpengaruh dalam meningkatkan hasil padi dan belum meningkatkan parasitisasi dari parasitoid. Tingkat parasitisasi parasitoid masih rendah berkisar antara 39,57 55,34% (April 2012) dan 30,67 64,50% (Oktober 2012) (Usyati N et al., 2012). Atas dasar penelitian tersebut, maka perlu diidentifikasi model rekayasa ekologi lain yang mampu menekan populasi hama dan meningkatkan populasi musuh alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas perpaduan N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

130 rekayasa ekologi (dengan penanaman bunga wijen dan penggunaan pupuk organik) dan penggunaan light trap dalam pengendalian hama tanaman padi. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di kebun percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi dan lahan petani di Kecamatan Patok Beusi, Kabupaten Subang Jawa Barat pada bulan Mei tahun Penelitian ditata dalam bentuk display dalam kawasan 1 ha dengan 6 titik tempat pengamatan. Perlakuan yang diuji adalah perpaduan rekayasa ekologi (dengan penanaman bunga wijen dan penggunaan pupuk organik (kompos jerami)) dan penggunaan light trap. Light trap dipasang di tengah-tengah lahan penelitian seluas 1 ha. Tanaman bunga wijen ditanam di pematang sawah dengan jarak tanam 50 cm dan pupuk organik diberikan pada saat olah tanah pertama dengan dosis 2 ton/ha. Varietas padi yang digunakan dalam penelitian adalah Sintanur dan varietas tanaman bunga wijen yang digunakan adalah Sumberejo-1. Tanaman penelitian dipelihara tanpa penggunaan insektisida. Untuk melihat efektivitas perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap dalam pengendalian hama tanaman padi, maka perlakuan tersebut dibandingkan dengan perlakuan petani yang non rekayasa ekologi dalam luasan 1 ha. Pada perlakuan petani ini baik cara budidaya maupun pemeliharaan tanaman padi sesuai dengan cara petani setempat seperti menggunakan pupuk kimia dan insektisida, tanpa penggunaan light trap, tanpa tanaman bunga wijen, dan tanpa pupuk organik (kompos jerami). Variabel yang diamati adalah populasi dan tingkat serangan hama yang ada di pertanaman padi, populasi musuh alami, dan hasil panen. Pengamatan hama dan musuh alami dilakukan setiap 2 minggu sekali, sejak 2 minggu setelah tanam sampai 10 hari menjelang panen. Populasi dan tingkat serangan hama, serta populasi musuh alami yang ada di pertanaman padi diamati secara visual pada 40 rumpun secara acak. Data populasi dan tingkat serangan hama serta musuh alami yang diperoleh dianalisis dengan T test, sedangkan hasil panen dan biaya usaha tani dianalisis secara ekonomi. Intensitas dan Populasi Hama HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis T test terlihat bahwa intensitas serangan maupun populasi hama pada pengamatan 2 MST tidak berbeda antara perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) (P=0,0982; P=0; P=0,5612; P=0) (Tabel 1). 784 N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

131 Tabel 1. Intensitas dan populasi hama pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) pada pengamatan 2 MST. Subang, Mei Tahun 2013 Perlakuan Penggerek batang padi (%) Rata-rata intensitas dan populasi hama * Wereng coklat (ekor/40 rumpun) Wereng punggung putih (ekor/40 rumpun) Lembing batu (ekor/40 rumpun) Rekayasa ekologi dan 0,00 a 0,00 a 2,17 a 0,00 a light trap Non rekayasa ekologi (cara petani) 1,88 a 0,00 a 1,50 a 0,00 a *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masingmasing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji T test. MST- minggu setelah tanam. Pada pengamatan 4 MST mulai terlihat adanya perbedaan antar perlakuan, terutama pada populasi hama wereng punggung putih (wpp). Populasi hama wereng punggung putih (wpp) terlihat nyata lebih rendah pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani) (P=0,0307). Namun untuk serangan hama penggerek batang padi kuning dan populasi hama wereng coklat serta lembing batu tidak terlihat adanya perbedaan antar perlakuan (P=0,4852; P=0; P=0,1099) (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap efektif menekan serangan hama wereng punggung putih (wpp) pada awal pertanaman. Tabel 2. Intensitas dan populasi hama pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) pada pengamatan 4 MST. Subang, Mei Tahun 2013 Rata-rata intensitas dan populasi hama * Perlakuan Rekayasa ekologi dan light trap Non rekayasa ekologi (cara petani) Penggerek batang padi (%) Wereng coklat (ekor/40 rumpun) Wereng punggung putih (ekor/40 rumpun) Lembing batu (ekor/40 rumpun) 5,42 a 0,17 a 25,67 b 1,17 a 6,91 a 0,00 a 35,00 a 0,00 a N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

132 *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masingmasing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji T test. MST- minggu setelah tanam. Berdasarkan hasil analisis T test terlihat bahwa intensitas serangan maupun populasi hama pada pengamatan 6 MST tidak berbeda antara perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) (P=0,8624; P=0,0808; P=0,3386; P=0). Namun khusus untuk hama wereng coklat, walaupun hasil analisis tidak berbeda nyata, tetapi secara rata-rata tercapai kecenderungan bahwa populasi wereng coklat pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani) (Tabel 3). Tabel 3. Intensitas dan populasi hama pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) pada pengamatan 6 MST. Subang, Mei Tahun 2013 Rata-rata intensitas dan populasi hama * Perlakuan Penggerek batang padi (%) Wereng coklat (ekor/40 rumpun) Wereng punggung putih (ekor/40 rumpun) Lembing batu (ekor/40 rumpun) Rekayasa ekologi dan 0,78 a 6,83 a 48,83 a 0,00 a light trap Non rekayasa ekologi (cara petani) 0,67 a 10,50 a 45,83 a 0,00 a *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masingmasing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji T test. MST- minggu setelah tanam. Pada pengamatan 8 MST terlihat adanya perbedaan antar perlakuan, terutama pada intensitas serangan hama penggerek batang padi kuning. Intensitas serangan hama penggerek batang padi kuning terlihat nyata lebih rendah pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani)(p=0,0026). Namun untuk hama lain tidak terlihat adanya perbedaan antar perlakuan (P=0,2950; P=0,4678; P=0,0583)(Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap efektif menekan serangan hama penggerek batang padi kuning. 786 N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

133 Tabel 4. Intensitas dan populasi hama pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) pada pengamatan 8 MST. Subang, Mei Tahun 2013 Perlakuan Penggerek batang padi (%) Rata-rata intensitas dan populasi hama * Wereng coklat (ekor/40 rumpun) Wereng punggung putih (ekor/40 rumpun) Lembing batu (ekor/40 rumpun) Rekayasa ekologi dan 3,68 b 2,50 a 3,67 a 1,17 a light trap Non rekayasa ekologi (cara petani) 16,28 a 3,33 a 4,67 a 0,00 a *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masingmasing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji T test. MST- minggu setelah tanam. Hal serupa terjadi pada pengamatan 8 MST dan pengamatan 10 MST yang terlihat adanya perbedaan antar perlakuan, terutama pada intensitas serangan hama penggerek batang padi kuning. Intensitas serangan hama penggerek batang padi kuning terlihat nyata lebih rendah pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani) (P=0,0333). Namun untuk hama lain tidak terlihat adanya perbedaan antar perlakuan (P=0,0679; P=0,4582; P=0). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap efektif menekan serangan hama penggerek batang padi kuning. Khusus untuk hama wereng coklat, walaupun hasil analisis tidak berbeda nyata, tetapi secara rata-rata populasi wereng coklat pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani) (Tabel 5). Tabel 5. Intensitas dan populasi hama pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) pada pengamatan 10 MST. Subang, Mei Tahun 2013 N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

134 Perlakuan Penggerek batang padi (%) Rata-rata intensitas dan populasi hama * Wereng coklat (ekor/40 rumpun) Wereng punggung putih (ekor/40 rumpun) Lembing batu (ekor/40 rumpun) Rekayasa ekologi dan 14,35 b 8,83 a 1,50 a 0,00 a light trap Non rekayasa ekologi (cara petani) 19,44 a 12,00 a 0,67 a 0,00 a *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masingmasing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji T test. MST- minggu setelah tanam. Populasi Musuh Alami Berdasarkan hasil analisis T test terlihat bahwa populasi musuh alami pada pengamatan 2 MST tidak berbeda antara perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani), kecuali populasi Coccinella (P=0,7840; P=0,2197; P=0,3632). Populasi Coccinella terlihat nyata lebih rendah pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani)(p=0,0429) (Tabel 6). Rendahnya populasi Coccinella pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap disebabkan oleh perilaku Coccinella dalam mencari makanan tambahan. Makanan tambahan Coccinella adalah pollen dari bunga padi. Pada pengamatan 2 MST, tanaman padi masih mencapai stadia vegetatif awal dan belum berbunga. Oleh karena itu Coccinella lebih banyak mencari makanan tambahan di luar plot perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap. Tabel 6. Populasi musuh alami pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) pada pengamatan 2 MST. Subang, Mei Tahun 2013 Perlakuan Rekayasa ekologi dan light trap Non rekayasa ekologi Rata-rata populasi musuh alami (ekor/40 rumpun)* Laba-laba Coccinella Paederus Ophionea 32,50 a 0,00 b 0,17 a 0,00 a 33,17 a 1,33 a 0,67 a 0,17 a (cara petani) *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masingmasing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji T test. MST- minggu setelah tanam. 788 N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

135 Pada pengamatan 4 MST, populasi musuh alami terlihat tidak berbeda antara perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) (P=0,7248; P=0,9274; P=0,9300; P=0,2009)(Tabel 7). Tabel 7. Populasi musuh alami pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) pada pengamatan 4 MST. Subang, Mei Tahun 2013 Perlakuan Rekayasa ekologi dan light trap Non rekayasa ekologi Rata-rata populasi musuh alami (ekor/40 rumpun)* Laba-laba Coccinella Paederus Ophionea 40,00 a 10,67 a 9,50 a 0,50 a 39,33 a 10,83 a 9,67 a 1,83 a (cara petani) *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masingmasing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji T test. MST- minggu setelah tanam. Pada pengamatan 6 MST terlihat adanya perbedaan antar perlakuan, terutama pada populasi musuh alami Coccinella dan Paederus. Populasi Coccinella terlihat lebih rendah secara nyata pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani)(p=0,0001). Rendahnya populasi Coccinella pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap disebabkan Coccinella lebih banyak mencari makanan tambahan di luar plot perlakuan tersebut. Namun sebaliknya pada pengamatan 6 MST, populasi Paederus terlihat lebih tinggi secara nyata pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani) (P=0,0098). Untuk musuh alami lain tidak terlihat adanya perbedaan antar perlakuan (P=0,3159; P=0,3632)(Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap mampu meningkatkan populasi musuh alami Paederus. Tabel 8. Populasi musuh alami pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) pada pengamatan 6 MST. Subang, Mei Tahun 2013 Perlakuan Rekayasa ekologi dan light trap Non rekayasa ekologi (cara petani) Rata-rata populasi musuh alami (ekor/40 rumpun)* Laba-laba Coccinella Paederus Ophionea 45,50 a 6,83 b 10,33 a 0,17 a 43,17 a 25,50 a 4,33 b 0,00 a N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

136 *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masingmasing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji T test. MST- minggu setelah tanam. Pada pengamatan 8 MST, populasi musuh alami terlihat tidak berbeda antara perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) (P=0,1804; P=0,0828; P=0,5131; P=0,0756)(Tabel 9). Tabel 9. Populasi musuh alami pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) pada pengamatan 8 MST. Subang, Mei Tahun 2013 Perlakuan Rekayasa ekologi dan light trap Non rekayasa ekologi (cara petani) Rata-rata populasi musuh alami (ekor/40 rumpun)* Laba-laba Coccinella Paederus Ophionea 42,00 a 8,17 a 16,00 a 0,00 a 45,50 a 6,67 a 14,67 a 0,50 a *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masingmasing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji T test. MST- minggu setelah tanam. Pada pengamatan 10 MST terlihat adanya perbedaan antar perlakuan, terutama pada populasi musuh alami Ophionea. Populasi Ophionea terlihat nyata lebih tinggi pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani) (P=0,0446). Namun untuk musuh alami lain tidak terlihat adanya perbedaan antar perlakuan (P=0,0831; P=0,0834; P=0,0828) (Tabel 10). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap mampu meningkatkan populasi musuh alami Ophionea. Tabel 10. Populasi musuh alami pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani) pada pengamatan 10 MST. Subang, Mei Tahun 2013 Rata-rata populasi musuh alami (ekor/40 rumpun)* Perlakuan Laba-laba Coccinella Paederus Ophionea Rekayasa ekologi dan 36,00 a 6,17 a 14,50 a 1,50 a light trap Non rekayasa ekologi 31,50 a 3,83 a 10,50 a 0,00 b (cara petani) *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masingmasing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji T test. MST- minggu setelah tanam. 790 N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

137 Hasil Panen Berdasarkan hasil analisis T test terhadap hasil panen tanaman padi terlihat bahwa hasil panen pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani)(p=0,0392) (Tabel 11). Tingginya hasil panen tersebut disebabkan oleh penerapan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap yang berdampak pada terkendalinya hama penggerek batang padi dan hama wereng punggung putih sehingga mengurangi kehilangan hasil akibat serangan hama tersebut. Tabel 11. Hasil panen tanaman padi pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani). Subang, Mei Tahun 2013 Perlakuan Rata-rata hasil panen (GKP) (kg/ha)* Rekayasa ekologi dan light trap 5320 a Non rekayasa ekologi (cara petani) 5000 b *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masingmasing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji T test. Analisis Ekonomi Berdasarkan hasil analisis ekonomi terhadap ke-2 perlakuan yang diuji terlihat bahwa sisa hasil usaha (SHU) pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani). Selisih SHU yang diperoleh adalah sebesar Rp lebih tinggi pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap (Tabel 12). Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan menunjukkan bahwa perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap efektif menekan serangan hama penggerek batang padi kuning dan hama wereng punggung putih, meningkatkan hasil panen padi, serta mampu meningkatkan populasi musuh alami Paederus dan Ophionea. Selain itu, berdasarkan hasil analisis ekonomi terlihat bahwa perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap memberikan sisa hasil usaha (SHU) lebih tinggi (Rp ) dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap memberikan 2 keuntungan yaitu secara ekologi dan ekonomi. Secara ekologi, perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap mampu memulihkan ketidakstabilan ekosistem; dan secara ekonomi, perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap memberikan keuntungan bagi petani yang berdampak pada meningkatnya pendapatan petani. N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

138 KESIMPULAN Perpaduan rekayasa ekologi (dengan penanaman bunga wijen dan penggunaan pupuk organik) dan penggunaan light trap: 1. Efektif menekan serangan hama penggerek batang padi kuning dan hama wereng punggung putih, hasil panen padi lebih tinggi, serta mampu meningkatkan populasi musuh alami Paederus dan Ophionea. 2. Memberikan sisa hasil usaha (SHU) lebih tinggi (Rp ) dibandingkan dengan perlakuan non rekayasa ekologi (cara petani). 3. Memberikan 2 keuntungan yaitu secara ekologi dan ekonomi. Secara ekologi, perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap mampu memulihkan ketidakstabilan ekosistem; dan secara ekonomi, perpaduan rekayasa ekologi dan penggunaan light trap memberikan keuntungan bagi petani yang berdampak pada meningkatnya pendapatan petani. DAFTAR PUSTAKA Baehaki, SE, Arifin K, dan KL Heong Perbaikan pengendalian hama terpadu (PHT) berdasar pemahaman biodiversitas arthropoda pada berbagai pola pertanaman padi. Laporan hasil penelitian. Balai Penelitian Tanaman Padi Bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif Pusat/PAATP. 46 hal. Baehaki, SE dan D Djuniadi Peningkatan teknologi pengendalian hama terpadu dalam kawasan system integrasi pertanaman padi dan palawija (SIP3) sebagai metode baru pengembangan pertanian modern. Laporan hasil penelitian. Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif Pusat/ PAATP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kerjasama dengan P.T. Bayer Indonesia. 38 hal. Heong K.L Three planks in ecological engineering for rice pest management. (diakses 2 Desember 2012). Herlinda, S Analisis komunitas artropoda predator penghuni lansekap persawahan di daerah Cianjur, Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kartohardjono, A Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama padi berbasis ekologi. Untung K Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 348 hal. Usyati, N, Ratna SD, Baehaki Peran tumbuhan berbunga untuk pengendalian hama penggerek batang padi kuning, perkembangan musuh alami, dan nilai tambahnya secara ekonomi. Laporan Akhir Tahun ROPP DIPA Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 792 N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

139 Widiarta, IN., D Kusdiaman, dan Suprihanto Keragaman arthropoda pada padi sawah dengan pengelolaan tanaman terpadu. J HPT Tropika 6(2): N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

140 Tabel 12. Hasil analisis ekonomi pada perlakuan perpaduan rekayasa ekologi dan light trap dengan non rekayasa ekologi (cara petani). Subang, Mei Tahun 2013 Rekayasa ekologi dan light trap Hasil panen (kg/ha) Biaya operasional SHU Jenis Volume Harga satuan Hasil Harga Pendapatan Pengeluaran Light trap: - Alat light trap 1 unit Lampu 2 buah Kantong plastik 6 buah Upah pengamat 4 bulan Benih padi 20 kg Benih wijen 2 kg Olah tanah 1 ha Tanam 1 ha Pupuk organik : - Upah 60 HOK pengangkutan jerami sampai proses pengomposan - Decomposer 3 botol EM-4 - Upah aplikasi kompos jerami di lapangan 2 orang x 2 hari Penyiangan 8 HOK Rekayasa ekologi dan light trap Hasil panen (kg/ha) Biaya operasional SHU 794 N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

141 Non rekayasa ekologi (cara petani) Selisih Hasil panen (kg/ha) Biaya operasional SHU SHU Jenis Volume Harga satuan Hasil Harga Pendapatan Pengeluaran Benih padi 20 kg Olah tanah 1 ha Tanam 1 ha Pupuk urea 250 kg Pupuk TSP 100 kg Pupuk KCl 50 kg Penyiangan 8 HOK Insektisida: Demolis 8 kali (Amamektrin) Destar (Dimehypo) 8 kali Non rekayasa ekologi (cara petani) Selisih Hasil panen (kg/ha) Biaya operasional SHU SHU N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

142 Jenis Volume Harga satuan Hasil Harga Pendapatan Pengeluaran N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

143 Jenis Volume Harga satuan Asmek (Abamectin) Nativo (Trifloksistrobin; Tebukanazol) Upah aplikasi insektisida Hasil Harga Pendapatan Pengeluaran 8 kali kali kali x 2 orang N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

144 798 N. Usyati et al: Efektivitas Perpaduan Rekayasa Ekologi Dan Penggunaan Light Trap Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

145 TANGGAP KEPARAHAN PENYAKIT PADI PADA FENOTIPE VARIETAS PADI YANG BERBEDA DI KEBUN PERCOBAAN SUKAMANDI MUSIM TANAM 2016 PERCEPTIVE OF RICE DISEASE DENSITY ON DIFFERENT VARIETIES PHENOTYPE IN INDONESIAN CENTER FOR RICE RESEARCH FIELD STATION 2016 Laila Nur Milati dan Bambang Nuryanto Balai Besar Penelitian Tanaman Padi ABSTRAK Berbagai varietas padi ditanam di lahan sawah Kebun Percobaan Sukamandi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, termasuk di antaranya Ciherang, Batutegi, dan Hibrida Mapan. Respon ketahanan tiap varietas terhadap penyakit yang berkembang sangat beragam. Monitoring perkembangan penyakit penting dilakukan baik pada musim hujan maupun musim kemarau untuk mengetahui tingkat ketahanan suatu varietas. Informasi ini berfungsi sebagai data base yang dapat dimanfaatkan oleh petani dan pengguna lain dalam mendukung peningkatan produksi padi. Penelitian dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau tahun 2016 dengaan teknik sampling acak bertingkat (stratified random sampling). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ditemukan lebih banyak penyakit yang berkembang pada musim hujan,, sedangkan pada musim kemarau perkembangan hanya terbatas pada penyakit tertentu. Tipe varietas padi pendek anak banyak seperti Ciherang, umumnya mendapat gangguan penyakit lebih parah. Faktor lingkungan terutama suhu dan kelembapan yang tinggi, didukung oleh curah hujan dan angin kencang menyebabkan penyakit berkembang baik dengan kategori parah. Pemilihan varietas yang sesuai dan waktu tanam yang tepat menjadi modal dasar teknik pengendalian penyakit tanaman padi yang dapat dikombinasikan dengan cara pengendalian yang lain. Kata Kunci : waktu tanam, varietas, iklim, keparahan penyakit ABSTRACT Various rice varieties were grown at ICRR field station including Ciherang, Batutegi, and Mapan hybrids. Response of each variety resistance to the disease Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

146 is varied. Monitoring of the important rice diseases growth has been done in the rainy season and dry season of Sampling technique was done by stratified random sampling. Based of the observations indicated`that during the rainy season more diseases were grown, while in the dry season the growth was limited to certain diseases. Rice varities which have many tillers and perform higher morphological character of standing crop such as Ciherang, generally got more severe disease. Physical environmental factors particularly high temperatures and humidity, supported by rainfall and strong winds led to the disease grow very well with severe categories. Selection of adaptable varieties and accurate planting time would be a basis for development of plant disease control techniques which can be combined with other control methods. Keywords: planting time, varieties, climate, disease severity PENDAHULUAN Peningkatan produksi padi terus diupayakan dari tahun ke tahun oleh pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Sebanyak 63% kalori dan 38% kebutuhan protein dapat dipenuhi dari padi/beras. Oleh karena itu, peranan beras sebagai pangan utama masih sulit tergantikan oleh komoditas pangan yang lain (Suprihatno et al., 2005). Biro Pusat Statistik (2015), menyebutkan bahwa di Indonesia konsumsi beras sebesar 98 kilogram per kapita per tahun. Pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi padi dari tahun ke tahun untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Produksi padi tahun 2015 adalah 75,40 juta ton gabah kering giling (GKG) meningkat 4,55 juta ton dari tahun Peningkatan produksi padi diupayakan terus meningkat pada tahun Prediksi pemerintah berdasarkan data Pra Angka Ralaman (Aram) BPS, produksi padi 2016 meningkat 4,96% dari tahun 2015 menjadi 79,14 juta ton GKG (Dirjen Tanaman Pangan, 2017). Hingga saat ini, padi atau beras masih berperan sebagai pangan utama dan bahkan sebagai sumber perekonomian sebagian besar penduduk pedesaan (Anonim, 2006). Praktik budidaya padi di lapangan sering dihadapkan pada gangguan berbagai jenis penyakit. Perubahan iklim global mengakibatkan terjadinya anomali, yang dapat mendorong peningkatan perkembangan organisme penganggu tumbuhan (OPT). Dampak perkembangan OPT dengan intensitas tinggi semakin terasa terhadap penurunan produksi padi. Di Indonesia, ragam penyakit padi yang sering di temukan akhir-akhir ini adalah hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae), penyakit tungro (rice tungro virus), blas (Pyricularia grisea), busuk batang (Helminthosporium sigmoideum), hawar pelepah (Rhizoctonia solani), dan kerdil hampa (Reged stunt virus) serta kerdil rumput (rice grassy stunt virus) (Nuryanto, 2003). 800 Laila Nur Milati et al: Tanggap Keparahan Penyakit Padi Pada Fenotipe Varietas Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

147 Teori segitiga penyakit (triangle disease) menjelaskan bahwa suatu penyakit tanaman yang berkembang di alam merupakan hasil interaksi antara patogen penyebab penyakit, tanaman inang, dan lingkungan yang mendukungnya. Peran manusia dalam agroekosistem, mempunyai peluang besar untuk memanipulasi ketiga komponen dalam sistem budidaya, oleh karena itu teorinya berubah menjadi tetrahedron penyakit. Dalam tetrahedron penyakit, manusia ditempatkan sebagai komponennya dominan dalam mempengaruhi perubahan ketiga komponen yang lain (Koesmaryono & Sugiarto, 2011). Pengendalian penyakit yang berlandaskan komponen epidemik dapat disesuaikan dengan kondisi dan masalah yang terjadi di setiap lokasi, sehingga lebih menekankan pada proses pengelolaan dan mekanisme ekologi setempat (Untung, 2000). Beberapa kegiatan petani dapat digunakan sebagai strategi pengelolaan komponen epidemik penyakit, di antaranya adalah pemilihan varietas yang tahan, penentuan waktu tanam, dan praktik budidaya lainnya. Varietas tanaman yang tahan dapat mengurangi populasi inokulum awal patogen karena mampu menekan perkembangan patogen, sehingga patogen berangsur-angsur menurun kemampuannya dalam melakukan infeksi (Nuryanto, 2011). Namun demikian, di lapangan masih terdapat beberapa penyakit yang belum dapat dikendalikan dengan varietas tahan, karena penyakit ini disebabkan oleh patogen yang mempunyai inang luas, sehingga sifat ketahanannya secara genetik sulit ditemukan pada suatu tanaman. Penyakit tanaman padi yang tidak dapat dikendalikan dengan sifat genotipik tahan suatu tanaman, dapat dikendalikan dengan sifat fenotipik tanaman. Ketahanan varietas terhadap suatu penyakit secara fenotipik berkaitan dengan tipe tanaman yang dapat menyebabkan lingkungan fisik di sekitarnya tidak mendukung perkembangan penyakit. Perlindungan tanaman dari gangguan penyakit merupakan bagian usaha yang tidak dapat dipisahkan dari praktek budidaya pertanian. Pengelolaan penyakit tanaman padi mempunyai arti penting dalam menjaga kesetabilan pangan, karena perkembangan penyakit dapat menyebabkan tanaman padi rusak dan produksi menurun. Monitoring keparahan penyakit tiap musim tanam sangat diperlukan untuk melihat kesesuaian teknologi pengendalian penyakit, terutama yang berkaitan dengan pemilihan varietas padi. Dari kegiatan monitoring diharapkan diperoleh informasi perkembangan penyakit dan tingkat ketahanan suatu varietas. Informasi ini berfungsi sebagai data base yang dapat dimanfaatkan oleh petani dan pengguna lain dalam mendukung peningkatan produksi padi. BAHAN DAN METODE Pengamatan terhadap keparahan penyakit penting padi dilakukan di Kebun Percobaan Sukamandi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, pada musim hujan dan musim kemarau tahun Teknik sampling dilakukan dengan cara acak Laila Nur Milati et al: Perceptive Of Rice Disease Density On Different Varieties Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

148 bertingkat (stratified random sampling). Tiga varietas padi dipilih untuk diamati yaitu: 1) Ciherang, mewakili tipe tanaman pendek ( cm) anakan banyak (14-17 batang). Varietas ini sebagai kontrol karena banyak ditanam oleh petani. 2) Batutegi, mewakili tipe tanaman tinggi ( cm). Batutegi memiliki jumlah anakan sedikit (8-12 batang) sehingga iklim mikro di sekitarnya diharapkan dapat menekaan perkembangan penyakit. dan 3) Hibrida Mapan merupakan varietas padi produksi tinggi yang mulai banyak diminati petani. Teknik pengambilan sampel dilakukan pada hamparan tanaman padi seluas 0,5-1,0 ha yang dibagi menjadi tiga bagian, masing-masing bagian ditarik garis transek pengamatan untuk penentuan tanaman sampel. Tanaman sampel ditentukan 20 rumpun tiap bagian petak sawah dengan cara acak sistematik yaitu mulai jarak 2 m dari tepi pematang berjalan mengikuti garis transek, setiap 15 langkah berhenti untuk mengamati rumpun sampel, kemudian dengan cara yang sama diteruskan berjalan untuk menentukan rumpun sampel berikutnya, sampai diperoleh sebanyak 20 rumpun sampel. Pengamatan dengan cara yang sama diteruskan pada petak ulangan yang lain, dengan jumlah ulangan 3 kali. Pengamatan keparahan penyakit diamati berdasarkan skoring Standard Evaluation System (SES) untuk masingmasing penyakit (IRRI, 2014). Pengamatan dilakukan juga terhadap faktor lingkungan yang kemungkinan berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit. Keadaan lingkungan fisik di sekitar kebun percobaan diambil dari data pencatatan iklim di stasiun meteorologi kebun percobaan Sukamandi. Keparahan penyakit dikaitkan dengan data rata-rata iklim harian selama pertanaman berlangsung. Data hasil pengamatan dianalisis dengan program Statistical Analysis System (SAS). Pengaruh perlakuan dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), dan perlakuan yang berpengaruh nyata dianalisis lanjut dengan uji berganda Duncan pada derajat kesalahan 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Penyakit yang ditemukan pada musim hujan tahun 2016 di kebun percobaan Sukamandi adalah busuk batang (stem rot), hawar pelepah (sheath blight), hawar daun bakteri (bacterial leaf blight), bakteri daun bergaris (bacterial leaf streak), hawar daun jingga (red stripe), dan bercak coklat sempit (Narrow brown leaf spot). Keparahan penyakit yang ditemukan pada musim hujan tahun 2016 disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Keparahan penyakit pada beberapa tipe varietas padi, musim hujan tahun Laila Nur Milati et al: Tanggap Keparahan Penyakit Padi Pada Fenotipe Varietas Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

149 Varietas Busuk batang Hawar pelepah Keparahan penyakit (%) Hawar daun bakteri Bakteri daun bergaris Hawar daun jingga Bercak daun sempit Ciherang 34,7 a 27,5 a 12,3 a 0,0 b 0,0 b 30,2 a Batutegi 32,6 a 24,0 a 12,4 a 26,7 a 0,0 b 0,0 b Mapan 32,8 a 26,6 a 6,0 b 33,3 a 20,9 a 5,4 b CV (%) 8,27 8,11 23,36 15,83 17,75 14,75 Angka dalam satu kelompok yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5% Penyakit busuk batang yang menginfeksi varietas Ciherang, Batutegi, dan Mapan secara statistik tidak berbeda nyata. Kondisi yang sama untuk penyakit hawar pelepah. Hal ini menunjukkan bahwa ke tiga varietas tersebut tidak mempunyai sifat tahan terhadap busuk batang dan hawar pelepah. Busuk batang disebabkan oleh jamur Helminthosporium sigmoideum sedangkan hawar pelepah disebabkan oleh jamur Rhizoctonia solani. Kedua patogen ini merupakan jamur tanah yang berasosiasi dengan residu tanaman padi di lapangan. Penyebaran penyakit ini melalui sklerosia yaitu badan buah dari jamur patogen yang berfungsi sebagai alat pertahanan hidup dan pemencaran. Sklerosia banyak dibentuk oleh jamur pada tumpukan jerami sisa panen (Nuryanto, 2011). Inokulum awal penyakit ini tersedia dengan melimpah di lahan sawah sepanjang tahun. Oleh karena itu, tiap musim tanam penyakit ini akan muncul dan berkembang pesat didaerah yang cukup air. Penyakit hawar daun bakteri dan bakteri daun bergaris disebabkan oleh patogen kelompok bakteri Xanthomonas. Kedua penyakit ini menginfeksi tanaman dan gejalanya muncul di bagian jaringan daun. Pada musim hujan 2016, perkembangan bakteri daun bergaris terlihat lebih dominan dengan tingkat keparahan yang mencapai 33,26%, sedangkan hawar daun bakteri hanya mencapai 12,29%. Selama pertumbuhan tanaman sering terjadi angin kencang yang disertai hujan, menyebabkan ujung daun padi banyak mengalami gesekan atau benturan sehingga terjadi luka, kondisi ini sangat memicu perkembangan dan keparahan penyakit bakteri daun bergaris. Hujan yang terjadi pada malam hari dapat meningkatkan kelembapan pada pertanaman sehingga semakin memperparah perkembangan penyakit bakteri daun bergaris. Penyakit yang ditemukan berkembang pada musim kemarau tahun 2016 di kebun percobaan Sukamandi adalah busuk batang, hawar pelepah, bakteri daun bergaris, dan hawar daun jingga (Tabel 2). Keparahan dan keberadaan penyakit padi pada musim kemarau secara umum lebih rendah dibanding pada musim hujan. Laila Nur Milati et al: Perceptive Of Rice Disease Density On Different Varieties Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

150 Tabel 2. Keparahan penyakit pada beberapa tipe varietas padi, musim kemarau tahun 2016 Varietas Busuk batang Hawar pelepah Keparahan penyakit (%) Hawar daun bakteri Bakteri daun bergaris Hawar daun jingga Bercak daun sempit Ciherang 24,0 a 41,4 a - 16,2 a 21,8 a - Batutegi 24,6 a 40,7 a - 0 c 20,6 a - Mapan 24,3 a 20,6 b - 7,71 b 22,9 a - CV (%) 2,93 13,20-7,75 5,21 - Angka dalam satu kelompok yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5% Penyakit busuk batang dan hawar pelepah merupakan jamur tular tanah (seed borne) yang berkembang baik pada musim kemarau. Sumber inokulum tersedia sepanjang tahun di areal persawahan. Inokulum awal penyakit ini berupa sklerosia yang tersimpan di tanah sawah, inokulum akan menyebar luas pada saat pengolahan tanah. Di samping itu, patogen ini mempunyai inang luas termasuk rumput-rumputan yang tumbuh di pematang sawah. Patogen tersebut dapat menginfeksi 20 jenis gulma yang berasal dari 11 famili (Ou, 1985; Nagaraj, 2017)). Singh (2012) melakukan pengujian dari 28 spesies gulma terdapat 24 gulma yang terinfeksi R. solani. Gulma tersebut antara lain Puspalum distichum, Dactiloctenium aegypticum, Echinochloa colona, E.. crussgalli, Cynodon dactylon, Cyperus rotundus,, C. difformis, C. iria, Leptochloa chinensis, Amaranthus viridis, Euphorbia microphylla, Eichhornia crassipes, Cassia obtusifolia, Alternathera sessilis,, Convolvulus arvensis, Dicanthium annulatum, Caesulia axillaries, Sida sp., Xanthium strumarium, Parthenium hysterophorus, Euphorbia hirta, Chenopodium album, Typha aungustata, dan Trianthema portulacastrum. Oleh karena itu, hampir tiap musim ke dua penyakit ini mudah ditemukan di pertanaman padi dengan pola sebaran sporadis. Kondisi lingkungan saat musim kemarau dengan cuaca yang panas dan kering sangat membatasi perkembangan beberapa penyakit padi. Penyakit bakteri daun bergaris dan hawar daun jingga masih ditemukan berkembang pada semua varietas sampel, kecuali pada varietas Batutegi. Kelembapan dan suhu tinggi di lingkungan pertanaman akan memicu perkembangan penyakit yang menginfeksi bagian pelepah dan batang padi (Nuryanto, 2018). Kanopi tanaman pada varietas Batutegi lebih terbuka sehingga lingkungan di sekitar tanaman kurang cocok untuk perkembangan penyakit bakteri daun bergaris (Nuryanto. 2017). 804 Laila Nur Milati et al: Tanggap Keparahan Penyakit Padi Pada Fenotipe Varietas Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

151 Faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit tanaman adalah kondisi lingkungan yang sesuai untuk reproduksi, penyebaran, dan infeksi patogen. Faktor lingkungan ini terutama suhu, kelembapan, curah hujan, dan angin (Wiyono, 2007). Keadaan lingkungan di sekitar lokasi pengamatan dapat diketahui melalui pencatatan data iklim di stasiun meteorologi kebun percobaan Sukamandi (Tabel 3). Penyebaran penyakit terjadi selama banyak angin dan hujan, tetapi sering kali juga sering melalui aliran irigasi terutama untuk patogen tular tanah (Merliyuanti, 2013). Penyakit tanaman muncul karena adanya varietas yang rentan terhadap patogen dan didukung oleh pengaruh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembapan yang sesuai. Patogen berkembang baik pada suhu o C (Ou, 1985; Wiyono, 2007). Iklim di kebun percobaan Sukamandi sangat cocok untuk perkembangan patogen baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Suhu rata-rata pada musim hujan adalah 27,73 o C dan pada musim kemarau 27,65 o C. suhu terendah dan tertinggi baik pada musim hujan maupun musim kemarau mendukung perkembangan patogen (Gambar 1 dan Gambar 2). Gambar 1. Iklim di kebun percobaan Sukamandi musim hujan Curah hujan mencapai 150,67 mm pada musim hujan dan pada musim kemarau sebanyak 69,20 mm. Hujan yang terjadi hanya sesekali menyebabkan daerah sekitar pertanaman menjadi lembab. Hal tersebut menjadikan iklim mikro di sekitar pertanaman mendukung untuk perkembangan penyakit. Sopialena (2015) menjelaskan bahwa kondisi tanaman yang semakin rapat menyebabkan kelembapan tinggi di sekitar pertanaman padi, sehingga dapat memicu perkembangan penyakit. Curah hujan dan kelembapan tinggi didukung dengan Laila Nur Milati et al: Perceptive Of Rice Disease Density On Different Varieties Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

152 adanya angin yang kencang semakin mempecepat penyebaran patogen (Ou, 1985; Sudir et al., 2012). Kecepatan angin yang relatif tinggi dapat menerbangkan inokulum penyakit berupa daun terinfeksi dengan jarak lebih jauh. Ekosistem sawah daerah rendah yang ditanami secara intensif dengan tanaman sejenis (monokultur) yaitu padi, menyebabkan genetik tanaman lebih seragam dan penyakit dapat berkembang dengan pesat (Nuryanto et al., 2011; Nuryanto et al., 2014). Gambar 2. Iklim di kebun percobaan Sukamandi musim kemarau Kelembapan udara mempengaruhi perkecambahan spora patogen. Infeksi oleh patogen yang bersifat air borne (terbawa angin) biasanya paling baik terjadi jika ada air hujan, kabut maupun embun. Keberadaan embun meskipun dalam waktu yang singkat menyebabkan udara cukup lembab sehingga mempercepat perkecambahan spora. Kelembapan udara pada musim hujan dalah 71,77% dan pada musim kemarau73,75%. Kelembapan yang cukup tinggi akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman inang yaitu menjadi sukulen, sehingga ketahanannya terhadap patogen juga menjadi berkurang. Kelembapan yang tinggi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain; kerapatan pertanaman, cara pengairan, adanya pohon pelindung, kecepatan angin, topografi, dll (Ou, 1985; Sudir et al., 2012; NS 2015). KESIMPULAN Penyakit tanaman padi yang berkembang pada musim hujan lebih beragam jenisnya, sedangkan pada musim kemarau penyakit lebih seragam tetapi dengan 806 Laila Nur Milati et al: Tanggap Keparahan Penyakit Padi Pada Fenotipe Varietas Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

153 kategori lebih parah. Penyakit busuk batang dan hawar pelepah berkembang baik pada semua musim dan lebih parah pada musim kemarau. Penyakit hawar daun bakteri berkembang lebih parah pada musim hujan. Penyakit padi umumnya berkembang lebih parah pada varietas padi tipe pendek anakan banyak. Penggunaan varietas padi tipe tinggi anakan sedikit dapat menekan perkembangan penyakit. Curah hujan dan kelembapan tinggi didukung dengan adanya angin semakin mempercepat penyebaran patogen dan meningkatkan keparahan penyakit. DAFTAR PUSTAKA Anonim Direktori Padi Indonesia. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 360p. Badan Pusat Statistik Angka Ramalan II Tahun Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik Berita resmi statistik Produksi padi, jagung, dan kedelai Badan Pusat Statistik. Jakarta. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Padi Tahun Jakarta. Koesmaryono Y, Y Sugiarto Dampak variabiltas dan perubahan iklim terhadap perkembangan hama dan penyakit tanaman padi. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi Nasional Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Hlm : Merliyuanti TS Pemanfaatan data curah hujan untuk prediksi sebaran penyakit hawar daun bakteri menggunakan model smce (spatial multi criteria evaluation) Studi kasus: tanaman padi di kabupaten karawang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nagaraj BT, Gururaj S, D Pramesh, MK Naik, MB Patil Host range studies of rice sheath blight fungus Rhizoctonia solani (Kuhn). Int. J. Curr. Microbiol. App. Sci. Vol. 6 (11): NS Khodijah Hubungan antara perubahan iklim dan produksi tanaman padi di lahan rawa Sumatera Selatan. Enviagro. Vol. 8 (2) : Nuryanto B, A Priyatmojo, B Hadisutrisno, BH Sunarminto Perkembangan penyakit hawar upih padi (Rhizoctonia solani Kuhn.) di sentra-sentra penghasil padi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. J. Budidaya Pertanian. Vol. 7 (1) : 1 7. Nuryanto B, A Priyatmojo, B Hadisutrisno Pengaruh tinggi tempat dan tipe tanaman padi terhadap keparahan penyakit hawar pelepah. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol. 33 (1) : 1 8. Laila Nur Milati et al: Perceptive Of Rice Disease Density On Different Varieties Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

154 Nuryanto B Pengelolaan komponen epidemic untuk menekan hawar pelepah daun padi (Rhizoctonia solani). Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Boogor. 157p. Nuryanto B Pengendalian penyakit tanaman padi berwawasan lingkungan melalui pengelolaan komponene epidemik. J. Litbang Pertanian. Vol. 37 (1): Ou SH Rice Disease. Commonwealth Mycological Institute. USA. Singh R, S Sunder, DS Dodan Status and weed hosts of Rhizoctonia solani Kuhn, the incitantof sheath blight of rice in Haryana. Pl. Dis. Res. Vol. 27 (2): Sopialena Kajian faktor iklim terhadap dinamika populasi Pyricularia oryzae pada beberapa varietas padi sawah (Oryza sativa). J. AGRIFOR. Vol. 14 (2) : Sudir, B Nuryanto, TS Kadir Epidemiologi, patotipe, dan strategi pengendalian penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi. Iptek Tanaman Pangan. Vol. 7 (2) : Suprihatno, B., A.K. Makarim, I.N. Widiarta, Hermanto, A.S. Yahya Inovasi Teknologi Padi, Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 247p. Untung K Pelembagaan pengendalian hama terpadu Indonesia. J. Perl. Tanam. Indon. Vol 6(1): 1 8. Press. Yogyakarta. Wiyono S Perubahan iklim dan ledakan hama dan penyakit tanaman. Pros. Sem. Nas. Keanekaragaman hayati ditengah perubahan iklim: tantangan masa depan Indonesia. 808 Laila Nur Milati et al: Tanggap Keparahan Penyakit Padi Pada Fenotipe Varietas Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

155 KETAHANAN GALUR PADI PERSILANGAN VARIETAS POPULER DAN VARIETAS CONDE TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PATOTIPE IV DAN VIII (THE RESISTANCE OF RICE LINES DERIVED FROM THE CROSSES BETWEEN POPULAR RICE VARIETIES AND VARIETY CONDE AGAINST BACTERIAL LEAF BLIGHT PATHOTYPE IV AND VIII) Aris Hairmansis, Celvia Roza, Warsono, dan Suwarno Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jalan Raya 9 Sukamandi Subang, Jawa Barat a.hairmansis@gmail.com Telp ABSTRAK Stabilitas produksi padi khususnya di lahan sawah irigasi sangat dipengaruhi oleh intesitas serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit utama di lahan sawah irigasi adalah hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Upaya pengendalian yang paling efektif untuk menekan kehilangan hasil akibat penyakit ini adalah dengan menanam varietas tahan. Varietas Conde, salah satu varietas unggul tahan HDB yang membawa gen ketahanan Xa7, hingga saat ini masih menunjukkan respon tahan terhadap strain-strain utama penyakit HDB yang ada di Indonesia. Sejumlah galur telah dihasilkan dari persilangan varietas unggul populer dan varietas Conde. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan galur-galur hasil persilangan varietas populer dan Conde terhadap penyakit HDB patotipe IV dan VIII. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah irigasi di Sukamandi,Subang, Jawa Barat pada MK Inokulasi penyakit HDB dilakukan dengan cara pengguntingan daun dan dilakukan pada fase generatif. Hasil pengujian menunjukkan HDB strain IV memiliki tingkat virulensi yang lebih tinggi terhadap galur-galur turunan Conde dibandingkan strain VIII. Hasil penelitian menunjukkan dari 17 galur yang diinokulasi dengan Xoo strain IV, terdapat dua galur yang tahan dan empat galur agak tahan. Sementara terhadap HDB strain VIII, terdapat 7 galur yang tahan dan 11 galur yang agak tahan. Terdapat dua galur yang menunjukkan respon tahan terhadap strain IV dan VIII yaitu galur B15227-MR-4-2 dan B15227-MR-5-3 yang merupakan hasil silang balik varietas Inpari 30 Ciherang Sub1 dan varietas Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

156 Conde. Galur-galur yang tahan potensial untuk dievaluasi lebih lanjut sebagai calon-calon varietas yang dapat dikembangkan di daerah endemik penyakit HDB. Kata kunci: hawar daun bakteri, Xa7, silang balik ABSTRACT Yield stability of rice cultivation in irrigated area is affected by the intensity of pest and disease. One of major disease of rice is bacterial leaf blight (BB) caused by bacteria Xanthomonas oryzae pv. oryzae. The disease could be effectively controlled by using resistant rice varieties. Rice variety Conde is one of BB resistant variety which has been shown effective for controlling BB in different area of Indonesia. The variety has been used as donor for BB improvement of other high yielding rice variety. The objective of this study to evaluate the BB resistance of 17 rice breeding lines derived from the cross between popular rice varieties and resistant variety Conde. The experiment was conducted in irrigated lowland area of Sukamandi, Subang, West Java. Two virulence Xoo patotypes, IV and VIII, were used for BB inoculation using clipping method. Result from this study showed there were two lines which were resistant, and four lines were moderately resistant to Xoo strain IV. There were seven lines which were resistant and 11 lines were moderately resistant to Xoo strain VIII. This study has identified two lines which were resistant to both Xoo IV and VIII namely B15227-MR-4-2 dan B15227-MR-5-3. These two lines were developed through backcrossing submergence tolerant rice variety Inpari 30 Ciherang Sub1 as recurrent parent and BB resistant variety Conde as donor parent. Resistant varieties identified from this study is potential to be further evaluated for the development of BB resistant rice varieties in Indonesia. Keywords: bacterial leaf blight, Xa7, backcross PENDAHULUAN Pemerintah mengarahkan pembangunan pertanian kedepan untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Hal tersebut didukung oleh potensi besar sumber daya alam dan sumber daya genetik yang dimiliki oleh negara Indonesia yang berada di daerah tropis. Namun demikian upaya tersebut juga dihadapkan berbagai tantangan dinamika lingkungan seperti hama dan penyakit yang relatif tinggi di daerah tropis. Berbagai hama penyakit padi diketahui berkembang luas di Indonesia salah satunya adalah penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). 810 Aris Hairmansis et al: Ketahanan Galur Padi Persilangan Varietas Populer Dan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

157 Penyakit HDB dapat menyerang tanaman padi dari fase vegetatif hingga fase generatif dan menyebar di semua ekosistem padi di Indonesia (Suparyono et al. 2004, Sudir et al. 2013). Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini bervariasi tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan stadi tanaman yang diserang (Sudir et al. 2013). Penyakit ini berkembang cepat pada fase vegetative awal dengan tingkat keparahan penyakit pada varietas peka seperti IR64 pada fase ini dapat mencapai 90% (Khaeruni et al. 2014). Pengendalian penyakit HDB yang paling efektif adalah dengan menanam varietas yang tahan. Sekitar 38 gen ketahanan terhadap HDB telah diidentifikasi dan sebagian juga telah diklon dan dikarakterisasi (Khan et al. 2014). Sejumlah varietas tahan HDB juga telah dilepas di Indonesia seperti Angke, Conde dan Inpari 32. Varietas Conde merupakan perbaikan dari varietas populer IR64 yang ditambahkan gen ketahanan Xa7 dari IRBB7 dengan menggunakan metode silang balik (Suwarno et al. 1999). Upaya perbaikan ketahanan HDB pada varietas popular IR64 juga telah dilakukan dengan mengintroduksikan gen ketahanan terhadap HDB dari padi liar Oryza rufipogon (Kadir et al. 2009). Persilangan tersebut menghasilkan galur-galur yang tahan terhadap Xoo strain III dan IV. Selanjutnya, beberapa varietas lokal juga teridentifikasi memiliki ketahanan yang baik terhadap Xoo strain IV seperti Pulu Bolong, Pelopor, Gombal, Barito dan Kapuas (Herlina dan Silitonga, 2011) Hingga saat ini gen Xa7 diketahui masih cukup efektif untuk mengendalikan penyakit HDB yang berasal dari sejumlah daerah di Indonesia (Tasliah et al. 2016). Dengan latar belakang genetik varietas unggul populer IR64, varietas Conde sangat potensial untuk dijadikan sebagai donor untuk memperbaiki ketahanan HDB varietas-varietas unggul yang lain. Melalui persilangan antara varietas unggul dan varietas Conde, sejumlah galur generasi menengah telah dihasilkan dan berpeluang untuk dikembangkan sebagai varietas tahan HDB. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan HDB galur-galur hasil persilangan varietas unggul dengan varietas tahan Conde sebagai dasar dalam pemilihan galur unggul yang dapat dikembangkan untuk pengendalian penyakit HDB. BAHAN DAN METODE Sebanyak 17 galur padi dievaluasi ketahanannya terhadap penyakit HDB. Galur-galur yang diuji merupakan turunan hasil persilangan antara varietas unggul populer baik padi sawah, padi gogo, maupun padi rawa dengan varietas tahan HDB Conde yang membawa gen ketahanan Xa7. Tiga varietas unggul dijadikan sebagai varietas pembanding yaitu Conde dan Inpari 32 sebagai pembanding varietas tahan HDB dan Ciherang sebagai pembanding varietas peka HDB. Percobaan dilaksanakan di sawah irigasi berlokasi di Kebun Percobaan Padi, Sukamandi, Subang, Jawa Barat, pada ketinggian 16 m diatas permukaan laut. Aris Hairmansis et al: The Resistance Of Rice Lines Derived From The Crosses Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

158 Masing-masing galur padi dan varietas pembanding disemai pada persemaian basah selama 21 hari. Tanam pindah dilakukan dengan menanam satu bibit per lubang dengan jarak tanam 25 cm x25 cm. Tiap galur ditanam pada plot percobaan tanpa ulangan berukuran 1 m x 5 m. Pertanaman dikelola secara intensif mengikuti prinsip pengelolaan tanaman terpadu untuk padi sawah. Tanaman dipelihara hingga fase generatif untuk kemudian diinokulasi dengan bakteri Xanthomonas oryzae (Xoo). Dua strain bakteri Xoo digunakan pada penelitian ini yaitu Xoo patotipe IV dan VIII. Bakteri ditumbuhkan pada media Wakimoto Agar. Tanaman diinokulasi dengan metode gunting (clipping method). Tanaman digunting pada saat stadia primordia. Pengamatan dilakukan 15 hari setelah inokulasi dengan cara skoring berdasarkan metode yang telah dibakukan seperti pada Tabel 1 (IRRI, 2014). Tabel 1. Kriteria ketahanan galur terhadap serangan HDB skala lapang (IRRI, 2014) Skala Persentase Keparahan Kriteria Ketahanan 1 1 s/d 5 Tahan 3 6 s/d 12 Agak Tahan 5 13 s/d 25 Rentan 7 26 s/d 50 Sangat Rentan 9 51 s/d 100 Sangat Rentan Pengamatan agronomi dilakukan pada fase generatif hingga menjelang panen terhadap karakter-karakter umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan hasil gabah (kadar air 14%). Pengukuran karakter-karakter tersebut mengacu pada sistem evaluasi yang telah baku (IRRI, 2014). Data ditampilkan dalam bentuk statistik deskriptif menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. HASIL DAN PEMBAHASAN Ketahanan galur-galur padi terhadap penyakit HDB dievaluasi menggunakan dua strain yang tergolong virulen yaitu strain IV dan VIII. Galur-galur yang diuji merupakan hasil perbaikan ketahanan galur padi terhadap penyakit HDB. Galurgalur tersebut sebagian besar dirakit dengan metode silang balik menggunakan Conde sebagai donor tahan HDB dan varietas unggul populer sebagai tetua berulang. Dari hasil pengujian ketahanan 17 galur terhadap Xoo strain IV diperoleh dua galur yang tahan dan empat galur agak tahan (Gambar 1). Sementara terhadap Xoo strain VIII, terdapat 7 galur yang tahan dan 10 galur yang agak tahan (Gambar 1). Kecenderungan tersebut mengindikasikan strain IV lebih virulen dibandingkan strain VIII terhadap galur-galur yang diuji. Bakteri Xoo strain IV merupakan 812 Aris Hairmansis et al: Ketahanan Galur Padi Persilangan Varietas Populer Dan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

159 patotipe yang virulen terhadap semua varietas diferensial yang digunakan dalam studi patotipe HDB (Sudir et al. 2013). Gambar 1. Frekuensi respon galur padi hasil persilangan VUB dan varietas Conde terhadap penyakit HDB strain IV dan VIII pada fase generative di KP Sukamandi, MK 2017 Sumber ketahanan terhadap HDB yang dimiliki oleh galur-galur padi yang diuji berasal dari donor yang sama yakni Conde. Namun demikian respon galur padi terhadap strain Xoo IV dan VIII beragam baik antar galur dengan tetua berulang yang berbeda maupun antar galur yang berasal dari tetua berulang yang sama (Tabel 2). Diantara galur yang diuji terhadap HDB strain IV, hanya dua galur yang berasal dari persilangan Inpari 30 Ciherang Sub1 dan Conde yang berespon tahan, sama dengan respon yang ditunjukkan oleh donor Conde (Tabel 2). Varietas Inpari 32 yang dilepas sebagai varietas tahan HDB berespon agak tahan terhadap Xoo strain IV. Diantara galur yang diuji terdapat empat galur yang berespon sama dengan Inpari 32, satu galur dengan latar belakang genetik Batutegi, dua galur asal Inpara 5, dan satu galur asal Inpari 13 (Tabel 2). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa efektifitas gen pengendali ketahanan terhadap HDB seperti Xa7 yang diturunkan dari varietas Conde memberikan pengaruh yang berbeda pada latar belakang genetik yang berbeda. Dapat diduga bahwa terdapat gen ketahanan lain terhadap HDB yang ada dalam tetua yang digunakan (Bonman et al. 1992). Hal menarik adalah pada galur-galur dengan latar belakang genetik yang sama, gen ketahanan HDB juga dapat memberikan efek yang berbeda. Sebagai contoh adalah galur-galur turunan persilangan varietas padi gogo Batutegi dan Conde, dari empat galur yang dievaluasi terhadap HDB strain IV terlihat hanya Aris Hairmansis et al: The Resistance Of Rice Lines Derived From The Crosses Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

160 satu galur yang berespon agak tahan yakni B14958-MR , sementara galur lain rentan atau sangat rentan (Tabel 2). Dari persilangan kedua varietas tersebut juga terlihat hanya satu yang berespon tahan yakni galur B14908C- MR , sedangkan ketiga galur lain turunan Batutegi dan Conde berespon agak tahan terhadap Xoo strain VIII. Hal yang sama terjadi pada galur-galur hasil persilangan Inpara 5 dan Conde (Tabel 2). Tabel 2. Respon galur-galur padi hasil persilangan VUB dan varietas Conde terhadap penyakit hawar daun bakteri strain IV dan VIII pada fase generative di KP Sukamandi, MK 2017 No Galur/Varietas 1 B MR Asal Persilangan Inpago 8*4/ Conde 2 B14957-MR Batutegi*5/ Conde 3 B MR B MR B14908C- MR B15407B- MR Batutegi*4/ Conde Batutegi*4/ Conde Batutegi *2/ Conde Inpari29*5/ Conde 7 B14950-MR-17-1 Inpara 5*4/ Conde 8 B14950-MR-24-1 Inpara 5*4/ Conde 9 B14949-MR Inpara 5*5/ Conde 10 B14949-MR Inpara 5*5/ Conde 11 B14949-MR Inpara 5*5/ Conde 12 B MR Inpara 2*4/ Conde 13 B14954-MR-3-2 Inpari 13*4/ Conde HDB strain IV HDB Strain VIII Skala Ketahanan Skala Ketahanan 5 R 3 AT 5 R 3 AT 3 AT 3 AT 7 SR 3 AT 5 R 1 T 5 R 3 AT 3 AT 3 AT 3 AT 3 AT 7 SR 3 AT 7 SR 3 AT 5 R 1 T 5 R 1 T 5 R 3 AT 814 Aris Hairmansis et al: Ketahanan Galur Padi Persilangan Varietas Populer Dan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

161 No Galur/Varietas Asal Persilangan 14 B14954-MR-5-1 Inpari 13*4/ Conde 15 B15227-MR-4-2 Inpari 30*4/ Conde 16 B15227-MR-5-3 Inpari 30*4/ Conde 17 B15056C-MR-1-1 Sintanur/ Conde HDB strain IV HDB Strain VIII Skala Ketahanan Skala Ketahanan 3 AT 1 T 1 T 1 T 1 T 1 T 5 R 1 T 18 Conde 1 T 1 T 19 Inpari 32 HDB 3 AT 1 T 20 Ciherang 5 R 3 AT Diantara 17 galur yang diuji, teridentifikasi dua galur yang menunjukkan respon tahan terhadap Xoo strain IV dan VIII yaitu galur B15227-MR-4-2 dan B15227-MR-5-3 (Tabel 2). Kedua galur tersebut merupakan perbaikan dari varietas toleran rendaman Inpari 30 Ciherang Sub1 (Septiningsih et al. 2015). Galur tersebut dirakit dengan silang balik menggunakan Conde sebagai donor Xa7 dan Inpari 30 Ciherang Sub1 sebagai tetua berulang. Salah satu kendala pengembangan varietas Inpari 30 Ciherang Sub1 adalah varietas tersebut peka terhadap penyakit HDB. Silang balik dilakukan sebanyak 4 kali terhadap tetua Inpari 30 Ciherang Sub1 sehingga dapat diasumsikan bahwa galur tersebut membawa sekitar 96.8% segmen genetik Inpari 30 Ciherang Sub1. Galur perbaikan Inpari 30 Ciherang Sub1 yang tahan HDB seperti yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan untuk menggantikan tetuanya. Pengamatan terhadap karakter-karakter agronomi galur-galur hasil persilangan varietas unggul dengan varietas tahan HDB Conde menunjukkan adanya variasi dalam hal tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur berbunga serta hasil gabahnya. Tinggi tanaman galur bervariasi dari 88 cm hingga 142 cm. Galur-galur yang memiliki bentuk tanaman tinggi umumnya yang berasal dari persilangan padi gogo seperti Inpago 8 dan Batutegi (Tabel 3). Galur-galur tersebut juga menunjukkan kecenderugan jumlah anakan produktif yang lebih sedikit dibandingkan galur-galur yang dihasilkan dari persilangan padi sawah atau padi rawa. Aris Hairmansis et al: The Resistance Of Rice Lines Derived From The Crosses Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

162 Tabel 2. Karakter agronomi galur-galur padi hasil persilangan VUB dan varietas Conde di KP Sukamandi, MK 2017 No Galur/Varietas 1 B MR Kombinasi Persilangan Inpago 8*4/ Code 2 B14957-MR Batutugi*5/ Code 3 B MR B MR B14908C- MR Batutugi*4/ Code Batutugi*4/ Code Batutugi *2/Code 6 B15407B-MR Inpari29*5/ Code 7 B14950-MR-17-1 Inpara 5*4/ Code 8 B14950-MR-24-1 Inpara 5*4/ Code 9 B14949-MR Inpara 5*5/ Code 10 B14949-MR Inpara 5*5/ Code 11 B14949-MR Inpara 5*5/ Code 12 B MR Inpara 2*4/ Code 13 B14954-MR-3-2 Inpari 13*4/Code 14 B14954-MR-5-1 Inpari 13*4/Code 15 B15227-MR-4-2 Inpari 30*4/Code Tinggi tanaman (cm) Anakan produktif per rumpun (batang) Umur berbunga 50% (hss) GKG (t/ha) Aris Hairmansis et al: Ketahanan Galur Padi Persilangan Varietas Populer Dan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

163 No Galur/Varietas Kombinasi Persilangan Tinggi tanaman (cm) Anakan produktif per rumpun (batang) Umur berbunga 50% (hss) GKG (t/ha) 16 B15227-MR-5-3 Inpari *4/Code 17 B15056C-MR-1-1 Sintanur/ Code 18 Code VUB Inpari 32 HDB VUB Ciherang VUB Hasil gabah dari galur-galur yang diuji juga menunjukkan rentang yang lebar dari yang terendah 2.62 ton/ha hingga yang tertinggi 6.04 ton/ha. Namun demikian pengukuran karakter hasil pada penelitian ini dilakukan tanpa ulangan sehingga menyulitkan dalam pengambilan kesimpulan terhadap performa agronomis galurgalur yang teridentifikasi tahan terhadap penyakit HDB. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mempelajari keragaan agronomi dari galur-galur tersebut dengan menggunakan percobaan berulangan di beberapa lokasi. Studi lebih lanjut juga diperlukan untuk mengkonfirmasii keberadaan gen Xa7 pada masing-masing galur yang menunjukkan respon tahan. KESIMPULAN Ketahanan galur-galur padi hasil persilangan varietas unggul populer dengan varietas tahan Conde terhadap penyakit HDB dipengaruhi oleh latar belakang genetik tetua. Dari penelitian ini teridentifikasi dua galur yang tahan dan empat galur agak tahan terhadap Xoo strain IV. Diperoleh tujuh galur yang tahan dan 11 galur yang agak tahan terhadap Xoo strain VIII. Dua galur teridentifikasi tahan terhadap strain IV dan VIII yaitu galur B15227-MR-4-2 dan B15227-MR-5-3 yang merupakan hasil silang balik varietas Inpari 30 Ciherang Sub1 dan varietas Conde. Galur-galur yang tahan HDB potensial untuk dievaluasi lebih lanjut sebagai caloncalon varietas yang dapat dikembangkan di daerah endemik penyakit HDB. DAFTAR PUSTAKA Bonman, J.M., Khush, G.S. and Nelson, R.J Breeding rice for resistance to pests. Annual Review of Phytopathology 30(1): Aris Hairmansis et al: The Resistance Of Rice Lines Derived From The Crosses Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

164 Herlina L., Silitonga, T.S., Seleksi lapang ketahanan beberapa varietas padi terhadap infeksi hawar daun bakteri strain IV dan VIII. Buletin Plasma Nutfah 17(2): IRRI Standard Evaluation System for Rice (SES). IRRI. Los Banos, Manila Kadir T.S., Hanarida I., Utami D.W., Koerniati S., Ambarwati A.D., Apriana A., Sisharmini A., Evaluasi ketahanan populasi haploid ganda silangan IR64 dan Oryza rufipogon terhadap hawar daun bakteri pada stadia bibit. Buletin Plasma Nutfah 15(1): Khaeruni A., Taufik M., Wijayanto T., Johan E.A., Perkembangan penyakit hawar daun bakteri pada tiga varietas padi sawah yang diinokulasi pada beberapa fase pertumbuhan. Jurnal Fitopatologi Indonesia 10(4): Khan, M.A., Naeem, M. and Iqbal, M., Breeding approaches for bacterial leaf blight resistance in rice (Oryza sativa L.), current status and future directions. European Journal of Plant Pathology 139(1): Septiningsih, E.M., Hidayatun, N., Sanchez, D.L., Nugraha, Y., Carandang, J., Pamplona, A.M., Collard, B.C., Ismail, A.M., Mackill, D.J Accelerating the development of new submergence tolerant rice varieties: the case of Ciherang-Sub1 and PSB Rc18-Sub1. Euphytica 202(2): Sudir, Yogi Y.A., Syahri Komposisi dan sebaran patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae di sentra produksi padi di Sumatera Selatan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 32(2): Suparyono, Sudir, Suprihanto Pathotype profile of Xanthomonas campestris pv.oryzae, isolates from the rice ecosystem in Java. Indonesian Journal of Agricultural Science 5(2): Suwarno, Lubis E., Hifni H.R., Bustaman M., Yunus M Perbaikan ketahanan varietas padi IR64 terhadap penyakit hawar daun bakteri. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 18(1):1-5. Tasliah T., Mahrup M., Prasetiyono, J Identifikasi molekuler hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) dan uji patogenisitasnya pada galur-galur padi isogenik. Jurnal AgroBiogen 9(2): Aris Hairmansis et al: Ketahanan Galur Padi Persilangan Varietas Populer Dan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

165 KETAHANAN WERENG BATANG COKLAT DAN HAWAR DAUN BAKTERI TETUA PADI HIBRIDA DAN HIBRIDA BARU Bayu Pramono Wibowo, Satoto, I. A. Rumanti, Y. Widyastuti, dan Nita Kartina ABSTRAK Ketahanan Galur Tetua dan F 1 Padi Hibrida terhadap Hama/Penyakit dilaksanakan di Sukamandi dan Bogor Jawa Barat. Penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi dan mendapatkan informasi ketahanan galur-galur tetua padi hibrida terhadap wereng batang coklat dan hawar daun bakteri. Kegiatan skrining terhadap hawar daun bakteri dilaksanakan di KP. Muara Bogor. Skrining terhadap hawar daun bakteri dilaksanakan pada bulan agustus 2016, skrining terhadap wereng batang coklat dilaksanakan bulan juli tahun 2016, dari 150 galur yang diuji didapatkan yang tahan terhadap patotipe IV ada 10 galur bereaksi agak rentan (AR), 4 galur agak tahan (AT) yaitu galur PK-123, GMJ15/CRS1082, A7/BH4D-MR-2-1-2, A7/ BH32D-MR-5-1-3, serta 1 galur bereaksi tahan yaitu galur GP505-1, sedang pada patotipe VIII hanya ada 1 galur tahan yaitu galur A7/BH4D-MR dan 9 galur bereaksi agak rentan. Galur mandul jantan yang bereaksi agak tahan terhadap WBC biotipe 1 adalah A7 dan GMJ 10A, galur restorer yang bereaksi agak tahan terhadap WBC biotipe 1 antara lain: GP 151-1, GP 249-1, PED 462, CRS 1168, CRS 1170, CRS 1269, CRS 1270, CRS 1271, CRS 1275, CRS 1276, dan CRS 1277, adapaun CRS 1167 bereaksi agak tahan terhadap WBC biotipe 1. Kata kunci: skrining, tetua padi hibrida, wereng batang coklat, hawar daun bakteri ABSTRACT Screening Parental lines and F 1 Hybrid Rice to pest and deseases were conducted in Sukamandi and Bogor West Java. The research aimedto evaluate the resistancy of parental lines and F 1 hybrid rice to brown plant hopper, bacterial leaf blight. Screening activity for bacterial leaf blight was carried out in Bogor experimental station in august 2016, while the screening of blasts in october or november Screening for tungro and brown plant hopper will held in Sukamandi experimental station.. Of the 150 strains tested obtained which are resistant to group IV there are 10 strains reacted vulnerable (AR), 4 lines moderately resistant (AT) is a strain PK-123, GMJ15/CRS1082, A7/BH4D-MR-2-1-2, A7/BH32D-MR-5-1-3, and 1 strain reacts hold that GP505-1 strain, was in the group VIII only 1 strain that is Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

166 resistant strains A7/BH4D-MR and 9 strains reacted somewhat vulnerable. CMS that react slightly to WBC biotype 1 are A7 and GMJ 10A, reactor strains reacting somewhat resistant to WBC biotype 1 include: GP 151-1, GP 249-1, PED 462, CRS 1168, CRS 1170, CRS 1269, CRS 1270, CRS 1271, CRS 1275, CRS 1276, and CRS 1277, as CRS 1167 reacts somewhat resistant to WBC biotype 1 Key words: screening, parental lines of hybrid, brown plant hopper, bacterial leaf PENDAHULUAN Perakitan varietas padi hibrida dikembangkan dengan memanfaatkan eksploitasi heterosis atau yang disebut vigor hibrida. Pada kondisi optimum, padi hibrida mampu memberikan hasil 1-1,5 t/ha atau 20-30% lebih tinggi dibanding varietas konvensional (Ma & Yuan 2003).Padi hibrida di Indonesia dikembangkan melalui sistem 3 galur, melibatkan tiga galur tetua: galur mandul jantan sitoplasma (GMJ/CMS/A), galur pelestari (Maintainer/B) dan galur pemulih kesuburan (Restorer/R). Untuk mendapatkan varietas padi hibrida yang baik dengan sifatsifat yang diinginkan seperti berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama serta penyakit utama, perlu dilakukan perbaikan terhadap galur-galur tetuanya, terutama galur mandul jantan yang merupakan tetua betina (seed parent) dan menjadi kunci dalam komersialisasi padi hibrida. Wereng batang coklat dan hawar daun bakteri merupakan hama dan penyakit utama pada padi. Serangan WBC menyebabkan tanaman padi menjadi kering dan mati atau puso, selain itu wereng juga dapat menjadi vektor penyakit kerdil rumput (grassy stunt virus) dan kerdil hampa (rugged stunt virus). Kedua penyakit ini menyebabkan tanaman padi tidak mampu membentuk malai produktif. Penyakit hawar daun bakteri (HDB) (Xanthomnas oryzae pv. oryzae= Xoo), merupakan salah satu penyakit utama di negara-negara penghasil padi, termasuk di Indonesia (Ou, 1985; Suparyono, et al. 2004). Penyakit ini tersebar di berbagai ekosistem dan stadium tumbuh tanaman padi. Pada tanaman padi stadium muda Xoo menyebabkan gejala kresek, sedangkan pada stadium anakan, stadium berbunga, dan stadium masak menghasilkan gejala yang disebut hawar atau blight. Gejala Kresek merupakan bentuk gejala paling destruktif dari penyakit HDB, sementara hawar adalah yang paling umum dijumpai (Suparyono, 1982). Bila tanaman padi terkena kresek, daun-daun padi berubah menjadi kuning pucat, seluruh tanaman menjadi layu, dan akhirnya mati (Mew, 1989). BAHAN DAN METODE Penelitian ini meliputi evaluasi atau skrining ketahanan galur-galur tetua dan F1 padi hibrida yang memiliki ketahanan sifat terhadap wereng batang coklat, hawar daun bakteri. Adapun seluruh kegiatannya merupakan kegiatan penelitian 820 Bayu Pramono Wibowo et al: Ketahanan Wereng Batang Coklat Dan Hawar Daun Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

167 di skala rumah kasa dan laboratorium. Kegiatan penelitian ini secara bertahap akan menghasilkan galur-galur tetua padi hibrida dengan sifat-sifat yang diinginkan agar dapat digunakan untuk membentuk kombinasi hibrida baru dengan sifat yang diharapkan. Skrining galur tetua dan F 1 padi hibrida terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB) dilakukan di rumah kasa Muara-Bogor pada tahun 2016 dengan jumlah sebanyak kurang lebih 100 genotipe. Skrining dilakukan pada stadia bibit dan stadia dewasa.untuk pengujian patotipe digunakan varietas differential Indonesia. Patotipe yang digunakan untuk skrining HDB adalah patotipe III, IV, dan VIII. Perbanyakan isolat Xoo dilakukan menggunakan media Wakimoto. Skrining ketahanan galur tetua padi hibrida terhadap penyakit HDB pada stadia bibit di rumah kasa. Genotipe yang dievaluasi ditanam dalam kotak plastik berukuran 35 x 26 x 10 cm. Setiap genotipe ditanam dalam barisan, setiap baris berisi 20 tanaman.pada setiap pengujian disertakan varietas differensial IRBB5 dan IRBB7 sebagai cek tahan serta IR64 dan TNI sebagai cek rentan.varietas cek tahan (IRBB5 dan IRBB7) ditanam di tengah dan cek rentan (IR64 dan TN1) ditanam di tengah dan dipinggir. Pada hari ke-15 dilakukan penjarangan dengan menyisakan 10 batang/rumpun. Semua perlakuan diulang 3 kali dengan keputusan penilaian diambil skor tertinggi. Tanaman diinokulasi pada saat umur hari setelah sebar (untuk stadia bibit) dengan menggunakan suspensi Xanthomonas oryzae pv. Oryzae konsentrasi 10 8 cfu (colony forming unit). Inokulasi dilakukan dengan metode gunting menggunakan gunting yang dicelup pada larutan inokulum. Pengamatan dilakukan pada saat TN1 sebagai cek rentan menunjukkan keparahan maksimum atau pada 14 HSI (hari setelah inokulasi). Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang luka dan panjang daun dan dihitung persentasenya. Penentuan ketahanan (reaksi) dilakukan dengan skoring berdasarkan Standard Evaluation System for Rice (IRRI 2014). Skrining ketahanan galur tetua padi hibrida terhadap penyakit HDB pada stadia dewasa (generatif) dilakukan di rumah kaca. Genotipe yang diuji disemai dalam nampan plastik, kemudian dipindah tanam pada pot berdiameter 15 cm sebanyak 1 batang/pot, untuk setiap patotipe ditanam 2 pot dan diulang 3 kali. Pada setiap pengujian perlu disertakan varietas differensial IRBB5, IRBB7 (cek tahan), IR64 dan TN1 (cek rentan).pada saat primordia tanaman diinokulasi dengan patotipe Xoo dengan konsentrasi 10 8 cfu menggunakan metode gunting. Pengamatan dilaksanakan 14 hari setelah inokulasi.pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang luka dan panjang daun dan dihitung persentasenya.penentuan ketahanan (reaksi) dilakukan dengan skoring berdasarkan Standard Evaluation System for Rice (IRRI 2014). Skrining ketahanan galur padi hibrida terhadap wereng coklat dilakukan di RK Sukamandi pada MT1/MT dengan jumlah genotipe sebanyak 100 galur. Setiap genotipe diskrining secara massal dalam bak berukuran 200 x 75 Bayu Pramono Wibowo et al: Ketahanan Wereng Batang Coklat Dan Hawar Daun Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

168 x 20 cm dengan menggunakan wereng coklat biotipe 1,2 dan 3. Setiap nomor aksesi ditanam dalam satu baris yang berisi 20 tanaman dengan jarak antar baris 5 cm.pada skrining massal ini diikutsertakan varietas differensial TN1, Mudgo, ASD7, Rathu Heenati, Babawee, Pokkali dan PTB33. Infestasi nimfa wereng coklat instar 2-3 dilakukan pada saat bibit berumur 5 hari sebanyak 8 ekor per tanaman. Skoring kerusakan dilakukan pada 7-10 hari setelah infestasi, pada saat 90% varietas pembanding rentan TN1 mati atau mati seluruhnya.skor dilakukan berdasarkan modifikasi Standard Evaluation System for Rice (2014) dari IRRI. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi ketahanan tetua padi hibrida terhadap penyakit HDB menunjukkan adanya variasi ketahanan. Pada pengamatan tiga minggu setelah inokulasi galur yang menunjukan reaksi tahan (T) terhadap Xoo kelompok IV hanya ada 1 galur yaitu galur GP505-1 dengan skor 2 dengan luas serangan sebesar 07%. Agak tahan (AT) ada sebanyak 4 galur yaitu galur PK-123, GMJ15/ CRS1082, UDHL 17, dan UDHL 18 dengan luas serangan bekisar antara 1,1 % - 3,7%. Agak rentan (AR) ada sebanyak 10 galur yaitu galur GP 247-4,CRS 1167,CRS 1170, CRS 1278, PK-115, GMJ12/CRS1083,GMJ15/CRS1089, GP272-1, dan galur GP273-1 (Tabel 1). Tabel 1. Galur-galur tetua dan F 1 hibrida yang menunjukan reaksi tahan terhadap Xoo kelompok IV. Reaksi Xanthomonas oryzae No Galur/Varietas Kelompok IV Kelompok VIII % Skor Ket % Skor Ket 1 GP AR R 2 CRS AR R 3 CRS AR R 4 CRS AR AR 5 CRS AR R 6 PK AT AR 7 PK AR AR 8 GMJ15/CRS AT R 9 GMJ12/CRS AR R 10 GMJ15/CRS AR R 11 A7/BH4D-MR AT T 12 A7/BH32D-MR AT R 822 Bayu Pramono Wibowo et al: Ketahanan Wereng Batang Coklat Dan Hawar Daun Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

169 No Galur/Varietas Reaksi Xanthomonas oryzae Kelompok IV Kelompok VIII % Skor Ket % Skor Ket 13 GP AR AR 14 GP AR R 15 GP T AR Conde cek tahan AT AT Ket: R=Rentan;T=Tahan;AT=Agak Tahan; AR=Agak Rentan Galur tahan terhadap Xoo kelompok VIII ada hanya 1 galur yaitu A7/ BH4D-MR dengan luas serangan sebesar 0,9% sedang yang agak rentan (AR) ada 9 galur yaitu galur CRS 1270, CRS 1271, CRS 1275, PK-123, PK-115, GMJ12/PK63, GMJ15/CRS1133, GP272-1 dan galur GP505-1, sedang galur yang tahan terhadap 2 kelompok yaitu kelompok IV dan VIII tidak didapatkan. Tabel 2. Galur-galur hibrida yang menunjukan reaksi tahan terhadap Xoo kelompok VIII Reaksi Xanthomonas oryzae No Galur/Varietas Kelompok IV Kelompok VIII % Skor Ket % Skor Ket 1 CRS AR AR 2 CRS R AR 3 CRS R AR 4 PK AT AR 5 PK AR AR 6 GMJ12/PK R AR 7 GMJ15/CRS R AR 8 A7/BH32D-MR AT T 9 GP AR AR 10 GP T AR Conde (cek tahan) AT AT Ket: R=Rentan;T=Tahan;AT=Agak Tahan; AR=Agak Rentan Kegiatan skrining galur tetua dan kombinasi padi hibrida terhadap wereng batang coklat dilakukan di rumah kasa KP. Sukamandi Subang- Jawa Barat. Bayu Pramono Wibowo et al: Ketahanan Wereng Batang Coklat Dan Hawar Daun Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

170 Skrining dilakukan terhadap 150 nomor baru yang dilakukan pada akhir bulan juli Tabel 3 menunjukkan reaksi beberapa galur dan F 1 hibrida yang memiliki ketahanan terhadap WBC. Galur mandul jantan yang bereaksi agak tahan terhadap WBC biotipe 1 adalah A7 dan GMJ 10A, galur restorer yang bereaksi agak tahan terhadap WBC biotipe 1 antara lain: GP 151-1, GP 249-1, PED 462, CRS 1168, CRS 1170, CRS 1269, CRS 1270, CRS 1271, CRS 1275, CRS 1276, dan CRS 1277, adapaun CRS 1167 bereaksi agak tahan terhadap WBC biotipe 1 dan 2. Terseleksi 2 hibrida yaitu GMJ15/CRS1133 dan A7/CRS1164 yang bereaksi tahan terhadap WBC biotipe 1. Tabel 3. Reaksi galur-galur tetua dan F 1 hibrida terhadap 3 biotipe wereng batang coklat. Wereng batang coklat No Nama galur Biotipe 1 Biotipe 2 Biotipe 3 Skor Kriteria Skor Kriteria Skor Kriteria 1 A7 3 AT 5 AR 7 R 2 GMJ 10A 3 AT 5 AR 5 AR 3 GP AT 5 AR 7 R 4 GP AT 5 AR 5 AR 5 PED AT 5 AR 5 AR 6 CRS AT 3 AT 5 AR 7 CRS AT 5 AR 5 AR 8 CRS AT 5 AR 5 AR 9 CRS AT 5 AR 5 AR 10 CRS AT 5 AR 5 AR 11 CRS AT 5 AR 5 AR 12 CRS AT 5 AR 5 AR 13 CRS AT 5 AR 7 R 14 CRS AT 5 AR 7 R 15 GMJ15/CRS AT 5 AR 7 R 16 A7/CRS AT 5 AR 7 R 17 TN 1 9 SR 9 SR 9 SR 18 R H 1 T 1 T 1 T Keterangan: AT: agak tahan; T: tahan; AR: agak rentan; R: rentan, dan SR: sangat rentan. 824 Bayu Pramono Wibowo et al: Ketahanan Wereng Batang Coklat Dan Hawar Daun Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

171 KESIMPULAN DAN SARAN Dari 150 galur yang diuji didapatkan yang tahan terhadap patotipe IV ada 10 galur bereaksi agak rentan (AR), 4 galur agak tahan (AT) yaitu galur PK-123, GMJ15/CRS1082, A7/BH4D-MR-2-1-2, A7/BH32D-MR serta 1 galur bereaksi tahan yaitu galur GP505-1, sedang pada kelompok VIII hanya ada 1 galur tahan yaitu galur A7/BH4D-MR dan 9 galur bereaksi agak rentan. Galur mandul jantan yang bereaksi agak tahan terhadap WBC biotipe 1 adalah A7 dan GMJ 10A, galur restorer yang bereaksi agak tahan terhadap WBC biotipe 1 antara lain: GP 151-1, GP 249-1, PED 462, CRS 1168, CRS 1170, CRS 1269, CRS 1270, CRS 1271, CRS 1275, CRS 1276, dan CRS 1277, adapaun CRS 1167 bereaksi agak tahan terhadap WBC biotipe 1 DAFTAR PUSTAKA Ma GH, Yuan LP Hybrid rice achievements and development in China. In: Virmani SS, Mao CX, Hardy B (eds) Hybrid rice for food security, poverty alleviation, and environmental protection. Proceedings of the 4th International Symposium on Hybrid Rice, Hanoi, Vietnam, May International Rice Research Institute, Manila, Philippines. Hlm Mew, T.W An overview of the world bacterial leaf blight situation.in p Bacterial blight of rice.irri. Manila Philippines Ou, S.H Rice diseases (2nd ed) CMI Kew.380 pp. Standard Evaluation System For Rice International Rice Research Institute. Los Banos. Philippines. Suparyono Pathotype shifting of Xanthomonas campestris pv.oryzae, the cause of bacterial leaf blight in West Java. Indonesian J. of Crop Science Volume berapa??? Suparyono, Sudir, dan Suprihanto Pathotype profile of Xanthomoas campestris pv.oryzae, isolates from the rice ecosystem in Java. Indonesian Jurnal of agricultural Science, Vol. 5(2): Bayu Pramono Wibowo et al: Ketahanan Wereng Batang Coklat Dan Hawar Daun Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

172 826 Bayu Pramono Wibowo et al: Ketahanan Wereng Batang Coklat Dan Hawar Daun Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

173 PERSEPSI PETANI MENENTUKAN KEBERHASILAN IMPLEMENTASI PTT DI CIKEDUNG INDRAMAYU (FARMERS PERCEPTION AFFECTS THE IMPLEMENTATION OF PTT IN CIKEDUNG INDRAMAYU) Atang Muhammad Safei, dan Anna Sinaga Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa barat Jalan Kayuambon No. 80 Lembang, Bandung Barat atangbptpjabar@yahoo.com ; HP: ABSTRAK Komponen teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sudah lama dikenalkan kepada petani. Penerapan PTT padi mampu meningkatkan produktivitas padi. Persepsi petani mempengaruhi tingkat penerapan PTT padi di tingkat lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi petani terhadap penerapan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi. Karakteristik yang dilihat pada persepsi penerapan PTT padi adalah keuntungan relative penerapan PTT, kesesuaian penerapan PTT, tingkat kerumitan penerapan jarwo, tingkat kemudahan untuk dicoba penerapan PTT dan kemudahan observasi untuk dilihat hasil dari penerapan PTT padi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Penelitian menggunakan data primer dan sekunder. Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, yaitu kelompok tani yang terlibat dalam kegiatan display varietas dengan jumlah sampel 35 orang. Data primer dianalisis menggunakan skala likert yang didasarkan pada jawaban responden untuk mengukur persepsi petani. Hasil analisis menunjukkan bawah tingkat persepsi petani terhadap penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi termasuk dalam kategori baik. Petani merasakan adanya keuntungan relatif dalam penerapan PTT padi, petani merasa PTT sesuai kondisi lahan dan petani, penerapan PTT tidak membutuhkan keahlian khusus (rumit), petani mudah dalam menerapkan PTT padi di lapangan, serta petani merasa penerapan PTT mudah diobservasi oleh petani sehingga diseminasi lebih luas. Kata Kunci : Persepsi, Petani, PTT Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

174 PENDAHULUAN Pencapaian target peningkatan produktivitas padi dilakukan dengan implementasi inovasi pertanian. Inovasi pertanian yang dikembangkan sejak tahun 2008 salah satunya berupa Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah. Penerapan inovasi PTT padi sawah memberikan dampak positif pada perubahan pendapatan usahatani (Bananiek dan Abidin, 2013). Namun demikian akselerasi serta tingkat adopsi PTT padi sawah cenderung masih berjalan lambat (Nurasa dan Supriadi, 2012; Sembiring et al., 2012). Diadopsinya inovasi sangat berkaitan dengan persepsi seorang petani dalam menilai inovasi tersebut. Menurut Slameto, et al (2014) persepsi petani padi etnis Lampung, Jawa dan Bali terhadap karakteristik inovasi PTT padi sawah pada kategori sedang mempengaruhi secara nyata efektivitas proses pembelajaran sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT). Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu telah mendiseminasikan PTT kepada petani di wilayah Kecamatan Cikedung melalui berbagai metode penyuluhan. Dalam diseminasi PTT padi sawah di tingkat lapangan, penyuluh menemui banyak kendala seperti keterbatasan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Menurut Kulsum dan Jauhar (2014) persepsi merupakan proses diterimanya rangsang (stimulus) melalui panca indra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun di dalam diri individu. Persepsi merupakan tahap kedua dalam proses adopsi. Pada tahap pertama adalah petani telah memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai PTT padi sawah ( Fachrista, dan Sarwendah, 2014). Ditjentan (2010) menyatakan PTT padi sawah merupakan penggabungan semua komponen usahatani terpilih guna mendapatkan hasil panen yang optimal dan memelihara kelestarian lingkungan. Nurbaeti et al (2008) dalam Fachrista, I.A dan Sarwendah, M (2014) menyatakan bahwa PTT Padi sawah terdiri atas dua komponen, yaitu komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan. Komponen teknologi dasar terdiri atas penggunaan varietas unggul, benih bermutu dan berlabel, peningkatan populasi tanam dengan jajar legowo, pemupukan berimbang dan tepat lokasi, pengendalian OPT dengan prinsip PHT, pemberian bahan organik. Komponen teknologi pilihat terdiri atas pengolahan lahan tepat, tanam bibit muda, tanam 1-3 bibit per lubang, pengairan berselang, penyiangan dengan landak atau gasrok dan panen tepat waktu. Penelitian persepsi petani terhadap penerapan PTT padi sawah ini diperlukan guna memberikan gambaran dan saran peningkatan penerapan pengelolaan tanaman terpadu PTT Padi sawah di Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi petani terhadap penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah. 828 Atang Muhammad Safei et al: Persepsi Petani Menentukan Keberhasilan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

175 Waktu dan Lokasi Penelitian BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Lokasi penelitian berada di Desa Mundakjaya, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini menggunakan metode survei. Data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani berdasarkan daftar pertanyaan (kuesioner). Data sekunder diperoleh dari BPP Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu. Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu kelompok tani yang terlibat dalam kegiatan display varietas dengan jumlah sampel 35 orang. Konsep Pengukuran Variabel Konsepsi pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Karakteristik petani, yang meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur dan luas lahan. 2. Pengukuran yang diambil untuk mengukur persepsi petani terhadap penerapan PTT adalah metode self report yang merupakan suatu metode yang dapat mengukur sikap seseorang terhadap obyek yang diteliti dalam hal ini penerapan PTT Padi sawah. Penilaian persepsi petani terhadap penerapan PTT padi sawah didasarkan pada lima dimensi, yaitu 1) keuntungan relative penerapan PTT, 2) kesesuaian penerapan PTT, 3) tingkat kerumitan penerapan jarwo, 4) tingkat kemudahan untuk dicoba penerapan PTT dan 5) kemudahan observasi untuk dilihat hasil dari penerapan PTT padi. Daftar jawaban pertanyaan yang digunakan untuk mengukur persepsi petani dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata berikut (Riduwan, 2008) : SS : Sangat Setuju Skor : 4 S : Setuju Skor : 3 TS : Tidak Setuju Skor : 2 STS : Sangat Tidak Setuju Skor : 1 Atang Muhammad Safei et al: Farmers Perception Affects The Implementation Of Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

176 Dengan cara perhitungan skor sebagai berikut : Jumlah skor tiap kriterium = Capaian Skor X Jumlah Responden Untuk : Intepretasi skor : S 4 = 4x35 = = Sangat Setuju S 3 = 3x35 = = Setuju S 2 = 2x35 = = Tidak Setuju S 1 = 1x36 = = Sangat Tidak Setuju Jumlah skor ideal untuk setiap item pertanyaan (skor tertinggi) = 140 (Sangat Setuju) Jumlah skor terendah = 36 (Sangat Tidak Setuju) HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Berdasarkan analisa data karakteristik petani (Tabel 1), terlihat bahwa mayoritas responden adalah laki-laki yang mencapai 86%. Umur petani antara tahun adalah sebesar 49%, dan tahun adalah sebesar 28%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia produktif sehinggga masih bisa diharapkan mampu memberikan kinerja optimal dalam berusaha tani. Tingkat pendidikan responden termasuk dalam kategori rendah, yaitu SD sebesar 37% dan SLTP sebesar 35%. Hal ini menunjukkan bahwa petani kurang mempunyai pengetahuan yang cukup untuk dapat memahami permasalahan mereka dan kurang tepat dalam menyelesaikan permasalahan. Oleh karena itu, peran pemerintah sangat diperlukan untuk memfasilitasi petani (yang berpendidikan rendah) agar ditingkatkan kemampuan manajerialnya dalam mengelola usaha tani melalui berbagai kegiatan pendidikan non formal (pelatihan dan pendampingan). Rata-rata luas lahan yang digarap oleh petani > 0,5 ha sebesar 49%. Luas lahan usaha tani menentukan pendapatan, taraf hidup dan derajat kesejahteraan rumah tangga petani. Luas penguasaan lahan akan berpengaruh pada adopsi inovasi karena semakin luas lahan maka akan semakin tinggi hasil produksi sehingga turut meningkatkan pendapatan petani (Hermanto, 1993). Tabel 1. Karakteristik responden penelitian persepsi petani terhadap penerapan PTT Padi 830 Atang Muhammad Safei et al: Persepsi Petani Menentukan Keberhasilan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

177 Jenis Kelamin Proporsi Responden (%) Umur Proporsi Responden (%) Pendidikan Proporsi Responden (%) Luas Lahan Proporsi Responden (%) Laki-laki SD 37 0,1-0, SLTP 35 0,26-0,5 23 Perempuan SLTA 17 0,51-1, S1 11 >1 45 Persepsi Petani terhadap Penerapan PTT Padi Sawah Hasil analisis penilaian persepsi petani terhadap penerapan PTT padi sawah di Desa Mundakjaya, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan analisis tersebut dapat dilihat persepsi petani terhadap penerapan PTT Padi Sawah di lokasi pengkajian pada umumnya baik. Gambar 1. Persepsi Petani terhadap Penerapan PTT Padi Sawah Persepsi Petani terhadap Keuntungan Relative Penerapan PTT Padi Sawah Keuntungan relative suatu inovasi adalah tingkatan dimana suatu ide baru dapat dianggap suatu hal yang lebih baik dari pada ide-ide yang ada sebelumnya dan secara ekonomis menguntungkan. Penerapan PTT padi sawah mampu memberikan keuntungkan jika terjadi peningkatan produksi hasil usaha tani, efisiensi biaya usaha tani. Atang Muhammad Safei et al: Farmers Perception Affects The Implementation Of Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

178 Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa persepsi petani terhadap keuntungan relative penerapan PTT padi sawah tergolong baik. Sebanyak 77% responden beranggapan bahwa penerapan PTT lebih efisien, mampu meningkatkan produksi padi dan tidak memberatkan petani. Salah satu komponen PTT adalah penggunaan varietas unggul baru yang bermutu. Salah satu VUB yang relative tahan terhadap hama dan penyakit dan mempunyai produktivitas tinggi adalah Inpari 13, Inpari 31, Inpari 32 dan Inpari 33. Inpari 13, Inpari 31 dan Inpari 33 tahan terhadap Wereng Batang Coklat (WBC). Inpari 32 merupakan varietas yang mempunyai ketahanan terhadap Hawar Daun Bakteri (HDB). Implementasi VUB dapat mengefisiensikan biaya usaha tani padi. Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan lebih efektif karena serangan hama wereng dan penyakit HDB relative ringan. Penggunaan VUB Inpari 32 mulai menyebar di wilayah Kabupaten Indramayu. Hal ini senada dengan Arsyad dan Jamal (2011) yang menyatakan bahwa VUB berpeluang tinggi diadopsi karena penggunaan VUB mudah dilakukan, daya hasil tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit tertentu. Persepsi Petani terhadap Kesesuaian Penerapan PTT Padi Sawah Persepsi petani mengenai penerapan PTT padi sawah dilihat dari kesesuaian dengan penerapan PTT Padi sawah tergolong baik. Kesesuaian merupakan derajat dimana inovasi teknologi PTT Padi sawah dianggap konsisten dengan nilainilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Gambar 1 menunjukkan bahwa lebih dari 83% responden merasakan PTT padi sawah bisa dikembangkan di wilayahnya karena sesuai dengan tingkat keinginan dan kemampuan petani. Perbedaan teknis penerapan PTT dengan cara petani tidak terlalu besar. Secara teknis, implementasi PTT tidak membutuhkan ketrampilan khusus. Selain itu, penyuluh di Kecamatan Cikedung melakukan pendampingan budidaya padi petani secara intensif. Petani biasa menggunakan benih bermutu dan berlabel. Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) sesuai dengan harapan petani, yaitu menekan biaya produksi terutama dalam penggunaan pestisida kimia. Petani membajak sawah sebanyak 2 kali dan memberikan sumber bahan organik. Akan tetapi, petani sering kali mengalami kesulitan mendapatkan pupuk organik. Saat ini, petani lebih banyak menggunakan pupuk organik buatan pabrik dari pada memanfaatkan pupuk kandang. Persepsi Petani Terhadap Tingkat Kerumitan Penerapan Jajar Legowo. Kerumitan penerapan PTT padi sawah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada penerapan jajar legowo. Di tingkat lapangan, jajar legowo terdiri dari beberapa tipe, yaitu 2:1, 4:1, 6:1 dan 8:1. Jajar legowo merupakan teknologi untuk 832 Atang Muhammad Safei et al: Persepsi Petani Menentukan Keberhasilan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

179 meningkatkan produktivitas tanaman padi dengan menambah jumlah populasi melalui modifikasi jarak tanam. Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi ini di sosialisasikan kepada petani, akan tetapi penerapan jajar legowo belum maksimal di tingkat petani. Persepsi petani terhadap tingkat kerumitan penerapan jajar legowo dilihat dari kebutuhan keahlian khusus pada penerapan jajar legowo dan kesulitan dalam melakukan penanaman sistem tanam jajar legowo termasuk dalam kategori baik. Responden merasa penerapan jajar legowo tidak rumit dan mudah dilakukan. Akan tetapi, Gambar 1 menunjukkan bahwa sebanyak 20% responden berangggapan penerapan jajar legowo memerlukan keahlian khusus dan penanaman jajar legowo tidak mudah dilaksanakan. Di tingkat lapangan, petani mengalami kendala dalam penerapan jajar legowo, di antaranya kuantitas jasa tanam legowo terbatas dan teknologi jajar legowo merupakan hal yang baru bagi petani. Penerapan sistem tanam jajar legowo mengharuskan biaya tambahan untuk upah jasa tanam. Untuk mengantisipasi kekurangan tenaga jasa tanam, pemerintah telah meluncurkan mesin rice transplanter. Akan tetapi dalam operasional di lapangan, rice transplanter menemui berbagai kendala seperti solum tanah yang dalam sehingga mesin sering amblas dan pembuatan persemaian dapog yang memerlukan ketelatenan. Persepsi Petani terhadap Tingkat Kemudahan untuk Dicoba Penerapan PTT Padi Sawah Tingkat kemudahan untuk dicoba pada penerapan PTT Padi sawah merupakan derajat dimana hasil komponen teknologi PTT dapat dicoba oleh petani. Persepsi petani mengenai tingkat kemudahan dicoba pada penerapan PTT Padi sawah termasuk dalam kategori baik. Gambar 1 menunjukkan bahwa sebanyak 80% responden beranggapan bahwa penerapan PTT padi sawah mudah untuk dicoba. Berbagai komponen teknologi PTT padi sawah telah dicoba oleh petani. Petani mendapatkan VUB dari kios tani dan bantuan pemerintah. Penerapan pemupukan berimbang dan tepat lokasi dapat dilakukan oleh petani dengan bantuan dari peneliti dan penyuluh setempat. Dosis pemupukan yang tepat dapat diperoleh melalui Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), Kalender tanam (Katam) terpadu dan Bagan Warna Daun (BWD). Petani memperoleh informasi mengenai tingkat serangan OPT dan teknik pengendaliannya melalui POPT, peneliti dan penyuluh yang melakukan pendampingan di tingkat petani. Penerapan PTT padi sawah bisa dipraktekkan dalam skala yang kecil. Suatu inovasi teknologi yang dapat dicoba sedikit demi sedikit akan lebih cepat dipakai oleh pengguna dari pada inovasi yang tidak dapat dicoba sedikit demi sedikit (Sugarda, et al, 2001). Atang Muhammad Safei et al: Farmers Perception Affects The Implementation Of Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

180 Persepsi Petani terhadap Kemudahan Observasi untuk Dilihat Hasil dari Penerapan PTT Padi Sawah Kemampuan PTT padi sawah untuk diobservasi merupakan derajat dimana hasil teknologi dapat diamati oleh orang lain. Persepsi petani mengenai tingkat kemudahan untuk melihat hasil dari penerapan PTT padi sawah termasuk dalam kategori baik. Gambar 1 menunjukkan bahwa 94% responden merasakan adanya keterlibatan petani dalam implementasi PTT padi sawah di lokasi demplot. Petani lebih memahami kelebihan dan kekurangan komponen PTT. Hal ini dapat mendorong kreativitas petani untuk menyesuaikan komponen PTT dengan kondisi lingkungan. Seperti penggunaan caplak dan kenca dalam penerapan sistem tanam legowo 2:1. Penggunaan kenca dilakukan apabila lahan sawah tidak bisa dikeringkan. Penyuluh pendamping melakukan demplot penerapan PTT padi sawah di lokasi yang strategis yaitu di pinggir jalan dan di depan balai desa Mundakjaya. Petani dan masyarakat mudah menjangkau lokasi untuk mengamati hasil-hasil penerapan PTT padi. Dengan melihat sendiri orang menjadi lebih percaya dan cepat dalam mengimplementasikan PTT di lahan sawahnya. KESIMPULAN DAN SARAN Petani mempunyai persepsi baik terhadap implementasi PTT padi sawah. Petani menganggap penerapan PTT padi sawah menguntungkan, sesuai dengan keinginan dan kemampuan petani, tidak memerlukan keahlian khusus, mudah dipraktekkan serta mudah diamati karena lokasi mudah dijangkau dan pelaksanannya melibatkan petani. Persepsi yang baik terhadap implementasi PTT padi sawah dapat mempercepat dan mempermudah adopsi PTT padi sawah oleh petani. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, D.M dan E. Jamal Kajian Karakter Inovasi Teknologi Padi Sawah Guna Percepatan Adopsinya. Prosiding. Seminar Nasional Pengkajian dan Diseminasi Inovasi Pertanian mendukung Program Strategis Kementerian Pertanian: Bananiek, S dan Z. Abidin Faktor-faktor social ekonomi yang mempengaruhi Adopsi teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah di Sulawesi Tenggaran. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol. 16 No. 2 Juli 2013.p: Fahhrista, I.A dan Sarwendah, M Persepsi dan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Inovasi Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. Agriekonomika. Vol.3No. 1. Universitas Trunojoyo. Madura. 834 Atang Muhammad Safei et al: Persepsi Petani Menentukan Keberhasilan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

181 Hermanto. F Ilmu Usahatani. Jakarta; Penebar Swadaya Kulsum, U., dan Mohammad Jauhar Pengantar Psikologi Sosial. Prestasi Pustaka Publisher. Nurasa, T dan H. Supriadi Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi (Kinerja dan Antisipasi Kebijakan mendukung Swasembada Pangan Berkelanjutan). Analisis Kebijakan 10(4): Riduwan Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Penerbit Alphabet. Bandung. Sembiring, H., L. Hakim, I. Nyoman, dan Z. Zaini Evaluasi Adopsi Pengelolaan Tanaman Terpadu dalam Sekolah Lapang pada Program Nasional Peningkatan Produksi Tanaman Pangan. Seminar Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Medan. Slameto, Haryadi, F. Trisakti., Subejo Pengaruh Persepsi Karakteristik Inovasi terhadap Efektivitas Pembelajaran Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah pada beberapa Komunitas Etnis Petani di Lampung. Jurnal Penyuluhan Pertanian. Vol. 9 No. 1: Sugarda., Tarya, D., Sudarmanto., dan Samedi Sumintaredja Penyuluhan Pertanian. Jakarta : Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Atang Muhammad Safei et al: Farmers Perception Affects The Implementation Of Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

182 836 Atang Muhammad Safei et al: Persepsi Petani Menentukan Keberhasilan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

183 PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN PADI DI KABUPATEN CIANJUR DAN UPAYA TINDAK LANJUTNYA Oswald Marbun dan Nurnayetti BPTP Jawa Barat ABSTRAK Pendampingan pengembangan kawasan pangan di Jawa Barat dalam upaya pemenuhan kebutuhan benih dan peningkatan produktivitas padi pada suatu lokasi, dilakukan di desa Sukasari, kecamatan Cilaku,kabupaten Cianjur. Tujuan pengkajian ini adalah untuk meningkatkan produktivitas padi dengan pendekatan PTT dan mengupayakan ketersediaan benih bagi petani di daerah itu. Pendampingan Pengembangan Kawasan dilakukan pada MT I 2016 melalui serangkaian kegiatan sosialisasi kegiatan, pelaksanaan percontohan demplot padi dengan varietas Mekongga dan Inpari 31(berlabel ungu/benih pokok), masing masing 0.75 ha, dengan pendekatan PTT padi. Hasil pendampingan menunjukkan bahwa produktivitas varietas Mekongga pada lokasi demplot adalah 6.2 ton/ha, sedangkan varietas Inpari 31 adalah 6.3 ton/ha; lebih tinggi dari produktivitas para petani sekitar, yaitu 5.0 ton/ha. Hasil evaluasi kegiatan menunjukkan bahwa sekitar 1 ton dari produksi padi hasil demplot akan di tanam kembali oleh para anggota kelompoktani di wilayah itu pada musim berikutnya. Dengan demikian diharapkan dapat terjadi penyebaran benih padi Inpari 31 pada lahan seluas kurang lebih 40 ha. Kata kunci: Pendampingan Pengembangan Kawasan, Inpari 31, penyebaran benih padi, PENDAHULUAN Pendampingan pengembangan model kawasan pangan padi di Jawa Barat (Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2015) dilakukan salah satunya di kabupaten Cianjur, dengan pertimbangan bahwa produktivitas padinya masih dapat ditingkatkan. Pendampingan pengembangan kawasan pangan padi bertujuan untuk mencukupi kebutuhan benih di daerah/cluster yang bersangkutan, meningkatkan produktivitas padi, dan peningkatan penerapan teknologi budidaya padi melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi (Kementerian Pertanian, 2012; 2014; 2015). Pelaksanaan pendampingan kawasan pangan padi yang dilakukan oleh Balitbangtan tahun 2015 terkonsentrasi pada satu kabupaten, yaitu Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

184 kabupaten Sukabumi, dengan pelaksanaan beberapa gelar teknologi dan display pada beberapa desa (BPTP Jawa Barat, 2015). Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produktivitas padi pada lokasi gelar teknologi padi, tetapi hasil evaluasi menunjukkan bahwa penerapan teknologi untuk meningkatkan produktivitas padi belum diikuti secara optimal oleh para petani sekitarnya. Salah satu penyebabnya adalah ketidaktersediaan benih padi pada musim berikutnya, dan adanya budaya petani pada pembelian benih dari luar. Salah satu solusinya adalah perbaikan system usahatani ( Bachrein, et. al, 1997). Oleh karena itu, pada tahun 2016, Balitbangtan memutuskan untuk memperluas lokasi pendampingan pengembangan kawasan pangan padi pada sembilan kabupaten di Jawa Barat, sesuai Surat keputusan Mentan no.03 tahun 2015 tentang Penetapan Pendampingan Kawasan Pangan Pertanian Nasional (Kementerian Pertanian 2014;2015). Ruang Lingkup METODOLOGI Berdasarkan desk study dan koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Hortikultura serta BP4K provinsi Jawa Barat dan konsultasi dengan Dinas Pertanian kabupaten Cianjur, salah satu lokasi pendampingan pengembangan kawasan pangan padi adalah di kabupaten Cianjur (Diperta Provinsi Jawa Barat, 2015). Metode pendampingan yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi kegiatan pada beberapa tingkatan, pembuatan display/demplot, dan sosialisasi hasil pendampingan. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan pendampingan kawasan pangan padi dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Desember Program Dinas Pertanian kabupaten Cianjur pada tahun 2016 untuk komoditas padi adalah program intensifikasi padi sawah ha (target ha), ekstensifikasi sawah ha (target ha) dan lahan kering ha (target ha), dan padi organik 20 ha. Untuk Kecamatan Cilaku program pangan komoditi padi hanya intensifikasi padi dengan luas 950 ha. Sosialisasi dilakukan beberapa kali di BPP Kecamatan Cilaku, tentang program pendampingan kawasan pangan Badan Litbang Pertanian, teknologi PTT, KATAM serta teknologi produksi benih padi. Pada saat itu juga didapat informasi bahwa petani di Kecamatan Cilaku belum intensif melaksanakan teknologi PTT, misalnya penggunaan benih berlabel, pemupukan berimbang, penggunaan pupuk organik, sistem tanam jajar legowo 2:1, sehingga rata-rata produktivitas tahun 2016 yang dicapai hanya 5,5-6 ton per hektar. Oleh sebab itu perlu dilakukan demplot VUB padi. 838 Oswald Marbun dan Nurnayetti: Pendampingan Pengembangan Kawasan Pangan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

185 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Lokasi Pendampingan Kawasan Padi di Kabupaten Cianjur Kegiatan pendampingan kawasan padi di Kabupaten Cianjur dilaksanakan di Desa Sukasari Kecamatan Cilaku khususnya pada kelompok tani Bina Mandiri dengan ketua kelompok Bapak Eep Saepul Bahri. Secara geografis Kecamatan Cilaku terletak diantara 6 o Lintang Selatan dan 107 o 07 36,5 Bujur Timur, dengan jarak dari ibukota kabupaten adalah 8 km dan dengan ibukota propinsi lebih kurang 60 km. Batas wilayah Kecamatan Cilaku adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara : Kecamatan Cianjur - SebelahTimur : Kecamatan Sukaluyu - Sebelah Selatan : Kecamatan Cibeber - Sebelah Barat : Kecamatan Warung Kondang Kecamatan Cilaku terdiri dari sepuluh desa yaitu Sukasari, Sukakerta, Sindangsari, Mulyasari, Ciharashas, Cibinonghilir, Sirnagalih, Rahong, Munjul dan Rancagoong. Wilayah Kecamatan Cilaku terletak pada ketinggian m di atas permukaan laut. Jenis tanah di Kecamatan Cilaku didominasi Andisol dan sebagian kecil Alluvial dengan ciri-ciri: Solum agak tebal, tekstur berdebu, struktur tanah remah lapisan bawah agak menggumpal, dengan ph 6-6,5 (netral). Curah hujan di Wilayah Kecamatan Cilaku tahun 2015 rata-rata adalah 22,1 mm per tahun dengan jumlah hari hujan adalah 22 hari, dengan suhu berkisar antara 15,1 C - 24,4 C dan rata-rata kelembaban %, dan kecepatan angin 7,6 km/jam, lama penyinaran 44. Tabel 1. Karakteristik Lokasi dan Demografi. Karakteristik Kec. Cilaku DesaSukasari Luaswilayah (ha) LuasLahansawah (ha) ,34 Rata-rata produktifitas (t/ha) 7,05 5,5-6,0 Varietaseksisting Mekongga, Ciherang, Inpari 30, 31, Sintanur, IPB3S, Pandan Wangi, Gebray, Padi Hitam dan Padi Merah Mekongga, Ciherang, Inpari 30, 31, IPB3S, Pandan Wangi, Padi Hitam, Padi Merah Topografi Bergelombang Bergelombang Ketinggian tempat (m dpl) Oswald Marbun dan Nurnayetti: Pendampingan Pengembangan Kawasan Pangan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

186 Demografi : - Jumlah Rumahtangga (unit) - Jumlah penduduk (Jiwa) Jumlah KelompokTani 10 (unit) - Jumlah Gapoktan (unit) 1 Sumber: Programa Kecamatan Cilaku Cianjur Tahun Kecamatan Cilaku mempunyai luas wilayah ha dan Desa Sukasari 521 ha, dan luas sawah Kecamatan Cilaku adalah ha, Desa Sukasari adalah 262,34 ha. Rata-rata produktifitas Kecamatan Cilaku 7 ton per hektar, sementara produktifitas Desa Sukasari lebih rendah yaitu 5,5-6 ton per hektar. Kemudian varietas yang ditanam di Kecamatan Cilaku selama tahun 2016 ini sangat bervariasi yaitu Mekongga, Ciherang, Inpari 30, 31, Sintanur, IPB 3S, Pandan Wangi, Gebray, Padi Hitam dan Padi Merah, sementara di Desa Sukasari adalah varietas Mekongga, Ciherang, Inpari 30, 31, IPB3S, Pandan Wangi, Padi Hitam dan Padi Merah. Komoditas unggulan di Kecamatan Cilaku adalah padi, palawija dan sayuran yang diusahakan di lahan sawah dan lahan kering. Palawija adalah jagung, ubikayu dan kedelai. Sementara untuk tanaman sayuran adalah kacang panjang, tomat, mentimun, buncis dan cabe merah. Selanjutnya jumlah penduduk Kecamatan Cilaku adalah jiwa, jumlah rumah tangga unit, sementara jumlah penduduk Desa Sukasari jiwa, jumlah rumah tangga 3,395 unit, jumlah Gapoktan 1 unit dan Jumlah Kelompok tani 10 unit. Sebagian besar penduduk Cilaku mempunyai mata pencaharian dalam bidang pertanian orang (20,46%), PNS/ABRI orang (3,73%), Pensiunan 815 orang (0,93%), Swasta orang (6,45%), Pedagang orang (3,09%), dan lainnya orang (34,66%). Indikator Kinerja Pendampingan BPTP melalui kegiatan pendampingan kawasan pangan mengawal program peningkatan produksi tanaman pangan terutama sekali komoditas padi di Kabupaten Cianjur. Salah satunya adalah dengan pertanaman Demplot. Pelaksanaan Demplot di Desa Sukasari Kecamatan Cilaku, kegiatan tanam dilaksanakan tanggal 19 Mei 2016 dengan rincian demplot varietas Mekongga seluas 0,75 hektar dan varietas Inpari 31 seluas 0,75 hektar. Benih yang ditanam berlabel ungu dengan kelas benih SS, dengan begitu untuk pertanaman berikutnya diharapkan benih masih bisa di tanam lagi. Komponen teknologi yang dilaksanakan 840 Oswald Marbun dan Nurnayetti: Pendampingan Pengembangan Kawasan Pangan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

187 pada kegiatan Demplot Varietas padi adalah : a. Varietas unggul baru; b. Benih bermutu dan berlabel; c. Pengaturan populasi tanam dengan sistem tanam legowo 2:1 d. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara; e. Pupuk organik; f. Pengendalian Organisme PenggangguTanaman (OPT) sesuai PHT; Selain itu, karena Demplot juga ditujukan untuk menghasilkan benih, maka petani juga dikenalkan teknologi produksi benih, seperti seleksi rouging pada masa vegetative dan masa generative, dan juga cara prosesing benih. Pertumbuhan tanaman terlihat bagus dan tidak ada serangan hama dan penyakit. Pada umur 45 HST dilakukan pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan maksimum. Pada Tabel 1 terlihat data rata-rata tinggi tanaman, sama tinggi antara varietas Inpari 31 dengan varietas Mekongga. Tetapi pada data rata-rata jumlah anakan maksimum terlihat bahwa anakan varietas Inpari 31 (23,46 btg/ rpn) lebih tinggi dari pada varietas Mekongga (21,13 batang/rumpun). Demikian juga dengan rata-rata produktivitas, lebih tinggi produktivitas varietas Inpari 31 (6,388 t/ha) dari pada Mekongga (6,245 t/ha), tetapi tidak berbeda nyata. Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan produktivitas padi pada demplot Pendampingan Kawasan Padi di Kecamatan Cilaku Cianjur, tahun No. Varietas Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan Produktif (btg/rpn) Produktivitas (t/ha) 1 Inpari ,70 23,46 6,388 2 Mekongga 106,26 21,13 6,245 Produktivitas varietas Inpari 31 dan Mekongga lebih tinggi dari rata rata produktivitas padi di kecamatan Cilaku (5.5-6 t/ha). Inpari 31 dan Mekongga menaikkan produktivitas padi sebesar 5-15%. Evaluasi Kegiatan Untuk melihat keberhasilan pelaksanaan kegiatan Pendampingan Kawasan Padi di Cianjur, terutama dalam peningkatan pemberdayaan petani (BPTP Jawa Barat, 2012) dalam menjamin ketersediaan benih pada musim berikutnya, maka diadakan evaluasi akhir kegiatan untuk memastikan tindak lanjut kegiatan oleh petani (Susetyanto et.al, 2008). Dari hasil evaluasi, ternyata bahwa produksi benih Inpari 31 sudah disebar kepada anggota kelompok tani lainnya sebanyak kurang lebih kg atau untuk keperluan benih seluas 40 ha, dengan rincian Oswald Marbun dan Nurnayetti: Pendampingan Pengembangan Kawasan Pangan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

188 penyebaran dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Penyebaran benih Inpari 31 produksi kegiatan Pendampingan Kawasan Padi di Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tahun No. NamaPenerima Alamat Jumlah (kg) 1 H. IdayHidayat Cilaku 20 2 H. Mujib Cilaku 30 3 Hj. Komariah Cilaku 30 4 H. Muklim Cilaku Hj. MasrifahLusup Cilaku 60 6 Herman Cilaku 20 7 DidingHasanudin Cilaku 50 8 NanangMuhiding Cilaku 20 9 H Dadang Cilaku Sihabudin Cilaku DidinSihabudin Cilaku Dahlan/Dayong Cilaku Abad Cilaku Ade. S Cilaku Engkos Cilaku Uceng Cilaku KH. Abdul Hana Cilaku Ade Ponyo Cilaku Ai Herman Cilaku H Dayat Cilaku Gunawan Cilaku 60 Sumber: data diolah Analisis usahatani (demplot oleh BPTP) pada lahan seluas sekitar 1.5 ha ini adalah memegang asumsi menyerap biaya sekitar 10 juta rupiah (Siti Lia et. al, 2013;) dan rata rata produksi bersih padi adalah sekitar 5 ton/ha. Dengan asumsi harga jual gabah adalah empat ribu rupiah, maka keuntungan analisis usahatani adalah sekitar sepuluh juta rupiah. Data pembanding pada lampiran 1 menghasilkan kekuntungan yang lebih besar lagi. Dengan disebarkannya hasil padi sebesar 1000 kg untuk 40 ha, dan semua benih di tanam kembali, maka selisih biaya antara biaya usahatani dengan hasil jual padi adalah sekitar 400 juta 842 Oswald Marbun dan Nurnayetti: Pendampingan Pengembangan Kawasan Pangan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

189 rupiah. Dengan demikian, maka demplot BPTP sebaikya menggunakan minimal benih SS, supaya sebagian benih dapat dianjurkan untuk di tanam kembali oleh petani anggota kelompoknya, meski pun hal ini memerlukan upaya lebih keras dalam hal sosialisasi kegiatan yang dilakukan beberapa kali, musyawarah dan kesepakatan kelompoktani yang dikawal dengan baik, dan pengawalan melekat oleh para petugas pertanian. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Pendampingan kawasan pangan oleh dinas Pertanian dan BPTP merupakan peluang untuk meningkatkan produksi dan kecukupan benih kawasan pangan pada lokasi pendampingan. Saran 1. Pendampingan demplot, display, gelar oleh BPTP sebaiknya menggunakan benih berkualitas/berlabel dengan kualifikasi minimal benih pokok (SS) sehingga dapat diperbanyak dan disebarkan oleh petani di lokasi tersebut. 2. Koordinasi BPTP dengan instansi terkait di tingkat provinsi dan kabupaten dapat lebih ditingkatkan. DAFTAR PUSTAKA Bachrein, S., I. Ishaq, Muhamad dan A. Dimyati Perakitan Teknologi Sistem Usaha Tani Pisang pada Lahan Kering Kecamatan Cibinong, Cianjur. h 1-32 dalam Bachrein et al., 1997 (Eds.) : Monograf No. 001 Sistem Usaha Tani Berbasis Pisang Pada Lahan Kering di Jawa Barat, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lembang, Badan Litbang Pertanian. 116h. Balai Penyuluhan Pertanian Cilaku Programa Penyuluhan pertanian Kecamatan Cilaku, Cianjur. BPTP Jawa Barat Program Pemberdayaan Petani melalui Informasi dan Teknologi Pertanian di Jawa Barat: Lembang BPTP Jawa Barat Pendampingan Kawasan Pertanian Nasional Pangan di Jawa Barat. Laporan Akhir. Kementan. Lembang Diperta Provinsi Jawa Barat, Database Komoditas Pangan di Jawa Barat, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Pedoman Pendampingan Kawasan Pangan Padi. Oswald Marbun dan Nurnayetti: Pendampingan Pengembangan Kawasan Pangan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

190 Kementerian Pertanian Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian. Permentan No. 50. Kementerian Pertanian Penetapan Kawasan Padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu nasional. Permentan No. 03/Kpts/PD.120/1/2015. Kementerian Pertanian Rancangan Model Pengembangan Kawasan Pertanian Tahun Jakarta Siti Lia Mulijanti, A. Sinaga, dan O. Marbun Keuntungan komparatif dan kompetitif usahatani padi : Pemupukan hara spesifik lokasi (phsl) dan cara petani. Disajikan pada seminar Balai Besar Penelitian padi bulan September Jawa Barat, Susetyanto, B.M Sinaga, B. Saragih, Harianto, A. Ratnawati, D.S Damardjati Model Ekonomi Rumah Tangga Petani Kedelai : Analisis Dampak Kebijakan terhadap Tenaga kerja, Pendapatan dan Pengeluaran. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol 27 No. 2 : Lampiran 1. Tabel 3. Analisis Usahatani padi Inpari 31 per hektar pada kegiatan Pendampingan Kawasan Padi di Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur Jawa Barat, tahun No. Uraian/Kegiatan Volume Harga Satuan (Rp) Total Harga (Rp) I Input Produksi A Sarana Produksi 1. Benih 25 kg Pupuk : - Urea - NPK Ponska 3. Obat-obatan : - Agen - Lugen - Envoy - Sinergi - Gibro 4. Bahan lainnya : - Karung - Tali rapiah 100 kg 300 kg 4 botol 4 botol 4 kantong 4 botol 10 kantong 120 buah 1 gulung Oswald Marbun dan Nurnayetti: Pendampingan Pengembangan Kawasan Pangan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

191 No. Uraian/Kegiatan Volume B Tenaga Kerja : 5. Pengolahan Tanah : - Traktor - Manusia Paket 10 HOK Harga Satuan (Rp) Total Harga (Rp) Persemaian 4 HOK Tanam 30 HOK Pemupukan : - Pemupukan I - Pemupukan II - Pemupukan III 9. Penyiangan : - Penyiangan I - Penyiangan II 1 HOK 1 HOK 1 HOK 20 HOK 20 HOK Penyemprotan 6 HOK Panen 20 HOK Transport 2 HOK Rp.100/kg C Dan lain-lain 13. Sewa lahan/maro Iyuran P3A musim PBB tahun II Total Input (A+B+C) III Output Produksi Total Hasil panen kg IV Keuntungan = (III II) V B/C = (IV/II) 3,05 VI R/C = (III/II) 4,08 Sumber: data primer di olah (2016) dengan beberapa asumsi. Oswald Marbun dan Nurnayetti: Pendampingan Pengembangan Kawasan Pangan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

192 846 Oswald Marbun dan Nurnayetti: Pendampingan Pengembangan Kawasan Pangan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

193 STUDI KELAYAKAN USAHA TANI VARIETAS PADI KHUSUS DI KABUPATEN CIANJUR Bhakti Priatmojo, Ikhwani dan I Putu Wardhana 1Puslitbang Tanaman Pangan, Jl. Merdeka 147 Bogor ABSTRAK Studi Kelayakan Usaha tani Varietas Padi Khusus di Kabupaten Cianjur Peningkatan produksi pada usahatani beras khusus merupakan hal yang diharapkan dapat mengurangi jumlah impor beras khusus yang berasal dari luar negeri. Permasalahan saat ini rendahnya produksi beras khusus salah satunya karena banyak petani yang belum menanam beras khusus pada usahataninya, oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui produktivitas dan kelayakan ekonomi usahatani padi khusus. Percobaan dilaksanakan di lahan petani, dilaksanakan pada Mei Agustus 2016, pada areal seluas 3 ha dan dilahan berpengairan teknis, di Desa Karang Wangi, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Lahan dibagi menjadi tujuh hamparan luasan 0,5 ha, dengan varietas khusus dan varietas existing sebagai pembanding ditanam di lahan petani. Tujuh varietas khusus yang digunakan yaitu: Inpari 17, Inpara 4, Inpari 21, Cisokan, Tayken, lusi, dan beras ketan lokal grendel. Hasil gabah varietas khusus terbaik varietas Inpara 4 (8.74 t GKG /ha) diikuti varietas Cisokan (8,21 t GKG /ha), penerimaan paling besar terdapat pada varietas inpara 4, yaitu sebesar Rp ,- dan yang terendah pada varietas inpari 21 sebesar Rp ,-. Beras khusus dengan R/C ratio yang lebih tinggi dari varietas kontrol terdapat pada varietas Inpara 4, Lusi, Tayken dan Cisokan, dengan R/C ratio masing-masing sebesar 3.39, 3.32, 3.21 Dan Analisis TIP dan TIH tertinggi terhadap erhadap 7 (tujuh) varietas khusus yang diuji (Cisokan, Inpari 17, Inpari 21, Inpara 4, Tayken, Grendel, dan Lusi masih lebih tinggi daripada TIH dan TIP yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pengembangan varietas-varietas khusus petani tidak akan mengalami kerugian meskipun terjadi penurunan produktivitas ataupun harga apabila tidak kurang dari nilai TIH dan TIP. Kata kunci: varietas padi khusus, usaha tani, produktivitas Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

194 ABSTRACT. Feasibility of the Special Rice Varieties Farming System in Cianjur District. Increased production on special rice farming is expected by the government since it could reduce the number of imports of some special rice that comes from abroad, the problem today is the low production of special rice from local farmerstherefore the purpose of this research is to study the economic feasibility of a special rice farming in enhancing the productivity and income of farmers. The experiment was conducted in farmers fields, conducted in May-August 2016 on the +3 ha area with technical irrigation land, in the village of Karang Wangi, Ciranjang subdistrict, Cianjur, West Java. The location for this research was purposively selected, with consideration Karangwangi Village is a village that has been applying technology in an effort to increase rice production. The land is divided into seven plots in the same area (0.2 to 0.5 ha), The treatment are combination of special varieties and double row spacing 4: 1 planting. Seven special varieties are: Inpari 17; Inpara 4 (29%); Inpari 21 (18%); Cisokan; Tayken; Lusi (6%); and the local glutinous rice Grendel. Results of the research showed the best special varieties of rice are varieties Inpara 4 (8.74 t /ha) followed by Cisokan (8.21 t grain / ha). The greatest revenue contained in Inpara 4 varieties, with Rp. 34,984,000, - and the lowest is Inpari 21 Rp. 20,003,000, -. Special rice that feasible are Inpara 4, Lusi, Tayken and Cisokan, with a value of R/C ratio respectively of 3.39, 3.32, 3.21 and The result of Breakeven Product and Breakeven Price Analysis to seven special varieties shows that the development of special varieties will not suffer losses despite a decrease in productivity or the price is not reached Breakeven Product and Breakeven Price value. Therefore the value of tested variety farming remain profitable. Key words: Special Rice Variety, Farming, Productivity PENDAHULUAN Di Indonesia, kebutuhan pangan identik dengan pemenuhan beras sebagai makanan pokok. Beras merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak diusahakan oleh para petani dan ketersediaannya sangat mempengaruhi ketahanan pangan (Wijaya,dkk; 2013: 61-74). Menurut Suryana dan Kariyasa; 2008, beras memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Sistem agribisnis beras berperan dalam: 1) Pemantapan ketahanan pangan, 2) Menciptakan lapangan kerja, dan 3) Upaya pengentasan kemiskinan. Selain itu beras sebagai salah satu bahan makanan dengan sumber karbohidrat utama juga dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional, yaitu bahan pangan mengandung satu atau lebih komponen pembentuk, yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu dan bermanfaat bagi kesehatan (Widjayanti 2004). 848 Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

195 Meningkatnya pendapatan penduduk Indonesia juga diikuti oleh peningkatan permintaan terhadap mutu beras yang dikonsumsi premium maupun beras khusus. Beras khusus mencakup beras ketan utuh, beras Thai Hom Mali, beras japonica, beras basmati dan beras kukus. Beras kukus (steam rice) adalah jenis beras yang digunakan untuk kesehatan dan pasien Diabetes Melitus Tipe-1 (Giacco et al. 2000). Harga jual konsumen beras khusus dengan nama dagang Taj mahal sekitar Rp /kg. Sepanjang periode Januari-Juni (semester I-2015), Indonesia mencatat melakukan impor beras khusus dengan volume kg, dengan nilai US$ 84,943 juta, atau sekitar Rp 1,1 triliun. Beras khusus tersebut diimpor untuk bahan baku industri dan kebutuhan restoran asing, seperti restoran Jepang, Thailand, Vietnam, dan India. Di samping itu ada juga yang digunakan untuk konsumsi yang menderita penyakit tertentu, seperti diabetes dan ada juga beras dengan patahan tinggi untuk bahan baku tepung yang digunakan oleh industri makanan. Pada tahun 2014 impor beras khusus Indonesia mencapai ton, terdiri dari beras japonica dan basmati sebesar ton, ketan ton, Thai Hom Mali 637 ton dan beras pecah 100% sebanyak ton. Sementara itu potensi tanaman padi yang mempunyai karakteristik serupa untuk menghasilkan beras khusus tersebut cukup banyak di dalam negeri. Tingginya impor beras pecah 100% dipicu oleh berkembangnya industri pangan yang berbasis tepung beras dan tingginya impor ketan dipengaruhi oleh berkembangnya industri pangan seperti dodol yang memerlukan ketan beramilosa kurang dari 5 %. Tabel 1. Data Impor beras indonesia tahun TAHUN JUMLAH IMPOR , , , , , ,00 Sumber : BPS, 2016 Dari banyak varietas unggul baru yang dihasilkan, diantaranya digunakan sebagai beras khusus yang memiliki nilai tambah tertentu baik dari segi gizi, aroma, bentuk beras juga untuk kepentingan konsumen tertentu terkait dengan kesehatan. Konsumsi khusus atau segmen tertentu ini belum sepenuhnya dapat dipenuhi dan dikembangkan dari dalam negeri. Pengembangan varietas-varietas padi dengan karakteristik khusus sejatinya sudah dilakukan oleh Balitbangtan, antara lain dengan melepas beberapa varietas unggul padi seperti IR 36 (IG 45), Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

196 Logawa (IG 49), Batang Lembang (IG 54), Cisokan (IG 34), Margasari (IG 39), Air Tenggulang (IG 50), Inpara 4 (IG 51), Inpari 12 (IG 53), Ciherang (IG 55), Situ Patenggang (IG 54), Inpari 1 (IG 50), Hipa 7 (IG 49), dan Inpari 13 (IG 45). Beras-beras tersebut mempunyai karakteristik tekstur nasi yang pulen dan pera yang sesuai dengan preferensi konsumen. Beras IR 36, Logawa, Batang Lembang, Cisokan, Margasari, Air Tenggulang, Inpara 4 dan Inpari 12 cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes yang nasi bertekstur pera. Varietas Ciherang dan Mekongga disukai petani setempat karena memiliki produktivitas tinggi, mutu dan rasa nasi enak, mempunya Indeks glikemik 54,9, kadar amilosa 23% (Ciherang) dan IG 88 kadar amilosa 23% (Mekongga) (Indrasari et al. 2008). Produksi beras dari varietas-varietas khusus ini perlu dikaji lebih jauh di tingkat petani, untuk mengetahui apakah ketika diterapkan pada tingkat petani produksi dari beras-beras khusus ini dapat meningkatkan kesejahteraan petani dibandingkan dengan hasil dari beras varietas existing yang biasa ditanam oleh petani. Menurut Sayuti et al. 1998, alasan petani menanam atau memproduksi umumnya bervariasi antar daerah karena tergantung dari iklim, agroekosistem dan pemasaran. Bila dikaitkan dengan peningkatan ketersediaan pangan nasional, terutama beras sekaligus peningkatan kesejahteraan petani diperlukan kebijakan untuk perlindungan petani dengan pembatasan impor beras namun hendaknya didukung pula dengan kebijakan yang mendorong peningkatan produksi domestik melalui upaya peningkatan produktivitas padi terutama di daerah penghasil beras tradisional, seperti di Jawa, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan (Dwidjono,2005). Dengan telah dimulainya budidaya beras khusus atau beras premium di beberapa daerah seperti di kabupaten Demak, Jawa Tengah, Banyuwangi, Magelang, Pemalang, dan di Kalimantan Utara, diharapkan swasembada pangan juga akan sekaligus mengurangi bahkan menghindari impor beras khusus tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) produktivitas VUB padi khusus, dan (2) kelayakan secara ekonomi usahatani padi khusus dalam peningkatkan pendapatan petani. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada Mei Agustus 2016, pada areal seluas 3 ha dan dilahan berpengairan teknis, di Desa Karang Wangi, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan Desa Karangwangi merupakan desa yang sudah menerapkan teknologi dalam usaha peningkatan produksi padi. Lahan dibagi menjadi tujuh hamparan dengan luasan yang sama (0,2 0,5 ha), dengan masing-masing varietas khusus dan varietas existing sebagai pembanding ditanam di lahan petani masing-masing diluar petani koperator. Bibit padi ditanam 850 Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

197 pindah pada umur 21 hari setelah sebar (hss). Perlakuan merupakan kombinasi varietas-varietas khusus dengan cara tanam jajar Legowo 4:1. Tujuh varietas khusus yang digunakan yaitu: (1) Varietas Unggul Amolisa tinggi > 25% (Beras pera/pecah) Inpari 17 (26%); (2) Indeks Glikemik (IG) rendah Inpara 4 (IG 51, AM 29%); (3) amilosa rendah (10 20%) Inpari 21 (18%); (4) Varietas Indeks Glikemik rendah Cisokan (IG 34, AM 27%); (5) Padi Golongan Japonica impor; Tayken, (6) Varietas Unggul Amolisa rendah < 6% (beras ketan putih) lusi (6%); dan (7) beras ketan lokal grendel (BB Padi, 2016). Pemupukan menggunakan anjuran petani setempat yaitu Urea 100 kg/ha, Phonska 300 kg/ha, pupuk organik (Petrokimia) 500 kg/ha, diberikan satu kali pada saat tanaman berumur 14 hst. Sebagai pembanding yaitu varietas Ciherang dan Mekongga yang umum ditanam petani setempat dengan cara tanam yang sama. Pengamatan produktivitas di peroleh dari data agronomis yang dikumpulkan pada setiap fase pertumbuhan vegetatif dan generatif meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, umur panen, hasil gabah kering panen ton GKP/ha dan gabah kering giing ton GKG/ha serta komponen hasil (jumlah malai per rumpun, panjang malai, jumlah gabah isi dan gabah hampa serta persentase gabah isi dan bobot 1000 butir. Data agronomis tanaman di tabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Uji kelayakan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Kelayakan finansial diukur menggunakan analisis imbalan penerimaan atas biaya R/C ratio, analisis imbalan pendapatan atas biaya B/C ratio, titik impas produktivitas (TIP), dan titik impas harga (TIH). Biaya analisis TIP dan TIH digunakan untuk mentoleransi penurunan produktivitas atau harga produk sampai batas tertentu dimana usaha yang dilakukan masih memberikan keuntungan. TIP dan TIH di hitung dengan rumus sebagai berikut. BP BP TIP = TIH = (1) H P Dimana P H BP = Produktivitas (kg/ha) = Harga produksi = Biaya produksi (Rp) Analisis kelayakan usahatani dianalisis berdasarkan rumus: (Rahim dan Hastuti, 2008) TP R/C ratio = (2) TC Dimana: R/C = Nisbah penerimaan dan biaya TP = Total penerimaan (Rp/ha) TC = Total biaya (Rp/ha) Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

198 Dengan keputusan: R/C > 1, usahatani secara ekonomi menguntungkan R/C = 1, usahatani secara ekonomi berada pada titik impas (BEP) R/C < 1, usahatani secara ekonomi tidak menguntungkan (rugi) Benefit cost ratio (B/C ratio) dihitung berdasarkan formulasi berikut (Raharjo, 2007): Total Pendapatan B/C Ratio = (3) Total Biaya Produksi Perhitungan B/C ratio menjelaskan bahwa jika nilai > 0 artinya teknologi introduksi berpotensi secara ekonomis untuk dikembangkan, jika nilai = 0 artinya teknologi introduksi berada pada titik impas (BEP), and jika nilainya < 0 artinya teknologi tersebut tidak berpotensi secara ekonomis untuk dikembangkan. Untuk melihat perbandingan keuntungan usahatani dengan penerapan teknologi yang berbeda atau seberapa jauh teknologi introduksi mampu meningkatkan keuntungan petani Karakteristik Wilayah Pengkajian HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Karang Wangi Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat merupakan daerah bertopografi datar dengan kemiringan lereng yang berkisar antara 0 8 %. Ketinggian tertinggi sekitar 262 meter diatas permukaan laut dan terletak pada 106 o 4 sampai 107 o 25 bujur timur dan 6 o 21 sampai 7 o 32 lintang selatan. Bagian datar merupakan hamparan yang menjadi lahan usaha tani tanaman pangan, khususnya padi sawah. Jenis tanah di desa Karang Wangi adalah Aluvial dengan tekstur lempung berliat (clay loam), kandungan pasir (8%), debu (30%) dan liat (62%); ber ph 5,7(agak masam). Survei awal dilakukan untuk menentukan calon petani koperator dan lahan yang akan digunakan, kebiasaan petani dalam berusahatani padi sawah umumnya sudah menggunakan varietas unggul yaitu Ciherang dan Mekongga (existing). Selama ini mereka menggunakan benih hasil panen sebelumnya beberapa kali. Varietas unggul merupakan teknologi yang dominan perannya dalam peningkatan produksi padi. Jumlah benih padi sawah yang diperlukan berkisar antara kg/ha. Kegiatan usaha tani mulai dari pengolahan tanah, pesemaian, tebar benih, pemasangan plastik pada pesemaian, perataan hingga persiapan tanam, penyulaman, pemupukan, penyiangan, pembersihan pematang, penyemprotan 852 Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

199 hingga panen. Data agronomis tujuh varietas padi special yang diuji berupa umur panen, tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai dan produksi ton GKP/ha pada Tabel 2 dibawah ini. Tabel 2. Data agronomis varietas padi khusus dibandingkan dengan varietas eksisting di desa Mekarwangi, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, MK 2016 No. Varietas khusus Umur panen (HST) Rata rata tinggi tanaman Rata rata jumlah anakan Panjang malai (cm) Hasil* (t/ha) 1 Cisokan Inpari Tayken inpari Inpara Grendel Lusi Pembanding (Varietas existing) 8 Ciherang Mekongga *hasil merupakan hasil ubinan yang telah dikoreksi 15 % Implementasi varietas-varietas khusus yang dicobakan dilapangan mampu meningkatkan hasil gabah kering panen (GKP) dibandingkan dengan hasil yang diperoleh petani dengan varietas umum yang digunakan (existing). Hasil ubinan tertinggi pada varietas khusus/beras khusus yang diuji pada varietas Inpara 4 sebesar 6,0 kg per petak ubinan dengan luas ubinan 5,8 M 2. Dari hasil ubinan di konversikan ke ton gabah kering panen per ha (t/ha GKP) dan gabah kering Giling (t/ha GKG), diperoleh hasil tertinggi mencapai 10,3 ton GKP /ha dan 10,1 ton GKG/ha untuk varietas Inpara 4. Varietas ini merupakan varietas padi toleran rendaman berasal dari hasil seleksi introduksi IRRI dengan tekstur nasi pera dan kadar amilosa 29% dan dianjurkan tanam pada lahan rawa lebak dangkal Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

200 dan sawah rawan banjir. Keragaan varietas Inpara sangat baik dilapangan, tetapi mempunyai umur yang lebih panjang (+ 2 minggu) dibandingkan dengan varietasvarietas lain yang diuji. Umur panen tanaman varietas Cisokan, Inpari 17, Tayken Inpari 21 dan Grendel berkisar antara + 85 HST hingga + 90 HST, sedangkan untuk ketan Lusi dan varietas Inpara 4 dipanen pada saat tanaman berumur 97 HST dan 103 HST. Hasil tertinggi kedua dicapai pada varietas Cisokan sebesar 9,7 ton GKP /ha dan 8,7 ton GKG /ha. Tinggi tanaman varietas varietas khusus pada varietas grendel lebih rendah dibandingkan dengan varietas khusus yang lain dengan rata-rata tinggi 86,5 cm pada fase pertumbuan 56 HST sampai menjelang panen umur tanaman 98 HST. Jumlah anakan varietas varietas khusus pada area demplot rata-rata terbanyak pada varietas Inpara 4 masing masing sebanyak 33,5 anakan dan 33,9 anakan pada saat umur tanaman 70 HST dan 84 HST, diikuti oleh varietas ketan Lusi sebanyak 29,1 anakan dan 28,6 anakan pada umur yang sama. Varietas dengan anakan terendah dibawah rata-rata dari semua varietas yang diuji yaitu pada beras golongan Japonica Tayken yaitu sebanyak 22,1 anakan dan 22,4 anakan pada saat umur tanaman 70 HST dan 84 HST. Study Kelayakan Secara Finansial Secara ekonomis, apabila biaya produksi dan harga jual diasumsikan sama, hasil (produksi) yang paling tinggi akan menguntungkan petani. Analisis Ekonomi usaha tani varietas khusus/beras khusus pada kegiatan Demplot, dapat diihat pada Tabel 3 dibawah ini. 854 Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

201 Tabel 3. Analisis Ekonomi usaha tani varietas khusus/beras khusus pada kegiatan Demplot, Desa Karangwangi, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, MT I tahun Varietas Jenis Kegiatan IG Tinggi Japonica Ketan Kontrol Cisokan Inpari 17 Inpari 21 Inpara 4 Tayken Grendel Lusi Ciherang Mekongga 1. Hasil Panen (kg/ha) 8,211 7,922 7,582 8,746 6,315 6,902 7,675 8,092 7, Biaya Produksi a. Benih (Rp/Kg) 270, , , , , , , , ,000 b. Pupuk Urea (Rp/Kg) 270, , , , , , , , ,000 NPK (Rp/Kg) 750, , , , , , , , ,000 Pupuk Kandang 250, , , , , , , , ,000 c. Pestisida (Rp/ha) 320, , , , , , , , ,000 d. Tenaga Kerja (Rp) 8,465,000 8,465,000 8,465,000 8,465,000 8,465,000 8,465,000 8,465,000 8,465,000 8,465, Total Biaya Produksi (Rp) 10,325,000 10,325,000 10,325,000 10,325,000 10,805,000 10,415,000 10,415,000 10,325,000 10,325, Harga Aktual (Rp) Penerimaan (Rp/ha) 32,844,000 31,688,000 30,328,000 34,984,000 34,732,500 31,059,000 34,537,500 32,368,000 31,108, Pendapatan (Rp/ha) 22,519,000 21,363,000 20,003,000 24,659,000 23,927,500 20,644,000 24,122,500 22,043,000 20,783, R/C Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

202 Varietas Jenis Kegiatan IG Tinggi Japonica Ketan Kontrol Cisokan Inpari 17 Inpari 21 Inpara 4 Tayken Grendel Lusi Ciherang Mekongga 8. B/C TIH (Rp/kg) 1,257 1,303 1,362 1,181 1,711 1,509 1,357 1,276 1, TIP (kg/ha) 2,581 2,581 2,581 2,581 1,965 2,314 2,314 2,581 2,581 Secara ekonomi apabila biaya produksi diasumsikan sama, hasil (produksi) yang paling tinggi akan menguntungkan petani. Dari perhitungan produksi pada kegiatan penelitian ini maka varietas yang menguntungkan secara ekonomi adalah varietas Inpara 4 (Tabel 3). Dari 7 (tujuh) varietas yang diuji tidak terdapat perbedaan struktur biaya usaha tani yakni sebesar Rp ,-. Pendapatan usaha tani sangat ditentukan oleh penerimaan dari produksi yang dihasilkan dan biayabiaya yang dikeluarkan. Pendapatan usaha tani diperoleh dari selisih antara penerimaan total dengan biaya produksi total, sedangkan penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual produksi yang dihasilkan yaitu dalam bentuk gabah kering panen. Penerimaan dalam penelitian ini adalah pendapatan kotor yang diterima oleh petani dari hasil penjualan padi varietas khusus dalam benuk gabah kering panen. Di daerah penelitian harga gabah sebesar Rp ,-/ kg dalam bentuk gabah kering panen. Tabel menunjukkan bahwa penerimaan paling besar terdapat pada Inpara 4, yaitu sebesar Rp ,- dan yang terendah pada varietas Inpari 21 sebesar Rp ,-. Hal ini disebabkan hasil tertinggi didapatkan pada varietas Inpara 4 dibandingkan dengan varietas lain Analisis R/C ratio menyatakan bahwa nilai tertinggi dari tujuh varietas yang diuji dan melebihi nilai R/C varietas yang existing ditanam oleh petani yaitu Ciherang (3,13) dan Mekongga (3,01), terdapat pada varietas khusus Inpara 4 (3,39), diikuti oleh Japonica Tayken (3,21), dan Cisokan (3,18). Sedangkan nilai R/C varietas khusus yang berada dibawah nilai varietas yang existing yaitu Inpari 17 (3,07), Inpari 21 (2,94), dan ketan Grendel (2,98). R/C ratio menunjukkan bahwa masing-masing varietas secara ekonomis layak untuk dikembangkan artinya setiap penambahan biaya produksi yang menggunakan varietas khusus diatas sebesar Rp 100,00 akan menambah penerimaan sebesar masing-masing Rp.339,00 (Inpara 4), Rp.321,00 (Tayken), dan Rp.318,00 (Cisokan). 856 Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

203 Untuk mengukur kelayakan varietas varietas khusus dalam memberikan nilai tambah produktivitas dan penerimaan petani digunakan B/C ratio (Benefit cost ratio). Secara teoritis, keputusan varietas khusus yang digunakan layak dikembangkan jika B/C ratio > 0, artinya setiap tambahan pendapatan yang diperoleh dari penerapan penggunaan varietas khusus harus lebih besar dari pada tambahan biaya dan lebih besar dari varietas yang existing. Nilai B/C ratio dari varietas yang existing adalah 2,13 (Ciherang) dan 2,01 (Mekongga). Nilai tertinggi dari tujuh varietas yang diuji dan melebihi nilai B/C varietas yang existing yaitu pada varietas khusus Varietas Inpara 4 (2,39), Lusi (2,32) diikuti oleh Japonica Tayken (2,21), dan Cisokan (2,18). Sedangkan nilai B/C varietas khusus yang berada dibawah nilai varietas yang existing yaitu Inpari 17 (2,07), Inpari 21 (1,94), ketan Grendel (1,98). Analisis Titik Impas Dari data analisis finansial, selanjutnya dilakukan analisis titik impas harga (TIH) dan titik impas produktivitas (TIP). Analisis ini bertujuan untuk menentukan tingkat kepekaaan suatu usaha tani terhadap terjadinya perubahan produktivitas atau harga. Tabel 2. diatas menunjukkan nilai TIH tertinggi terdapat pada varietas golongan Japonica Tayken sebesar Rp /kg; artinya dengan penerapan pengembangan varietas khusus tidak akan mengalami kerugian jika produktivitas tidak mencapai harga Rp /kg/ha. Adapun nilai TIP yang tertinggi ada pada varietas kontrol dan varietas inpari 17, inpari 21, Inpara 4 dan Cisokan masingmasing sebesar kg/ha; artinya bahwa dengan penerapan pengembangan varietas khusus ini tidak akan mengalami kerugian jika penurunan produktivitas tidak kurang dari kg/ha. Adapun TIP varietas Golongan Japonica Tayken adalah sebesar kg/ha; artinya dengan penerapan pengembangan varietas khusus ini tidak akan mengalami kerugian jika penurunan produktivitas tidak mencapai 1965 kg/ha. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN 1. Implementasi varietas-varietas khusus yang dicobakan dilapangan mampu meningkatkan hasil gabah kering panen (GKP) dibandingkan dengan hasil yang diperoleh petani dengan varietas umum yang digunakan (existing) seperti misalnya pada varietas Inpara 4 (8.74 t/ha), Cisokan (8.21 T/Ha) yang lebih tinggi dari varietas kontrol ciherang (8.09 T/ha) dan Inpari 17 (7.92 T/Ha) yang lebih tinggi daripada varietas kontrol Mekongga (7.77 T/ Ha). Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

204 2. Penerimaan paling besar terdapat pada varietas inpara 4, yaitu sebesar Rp ,- dan yang terendah pada varietas inpari 21 sebesar Rp ,-. Beras khusus layak diusahakan terutama pada varietas khusus, Varietas Inpara 4, Ketan Lusi, Japonica Tayken dan Cisokan dengan R/C ratio masing-masing sebesar 3.39, 3.32, 3.21 dan 3, Analisis TIP dan TIH terhadap 7 (tujuh) varietas khusus yang diuji (Cisokan, Inpari 17, Inpari 21, Inpara 4, Tayken, Grendel, dan Lusi masih lebih tinggi daripada TIH dan TIP yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pengembangan varietas-varietas khusus petani tidak akan mengalami kerugian meskipun terjadi penurunan produktivitas ataupun harga apabila tidak kurang dari nilai TIH dan TIP. Saran 1. Petani dapat mempertimbangkan untuk menanam varietas padi beras khusus disamping varietas beras yang biasa diusahakan, karena varietas beras seoperti Tayken, Inpara 4 dan Cisokan memiliki hasil R/C ratio yang lebih tinggi dibandingkan varietas existing petani, sehingga dapat memingkatkan pendapatan petani di wilayah penelitian. 2. Dinas dan penyuluh setempat dapat menindaklanjuti dengan memberikan pendampingan dan bimbingan teknis terhadap budidaya varietas beras khusus agar petani dapat membudidayakan dengan baik dan berkelanjutan. 3. Diharapkan dapat dilakukan kajian lebih lanjut tentang kelayakan ekonomi dan produktivitas beras khusus di lokasi lainnya yang sesuai dengan kondisi petani dan lingkungan di wilayah tersebut. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala BPP Ciranjang Dedih Hasanudin, Ibu Rina Triana dkk (Tim Penyuluh Pertanian BPP Ciranjang) yang sudah membantu kegiatan penelitian ini di lapang, Abdullah Mansur dkk,teknisi Kebun Percobaan Muara. DAFTAR PUSTAKA Abd. Rahim dan Diah Retno Dwi Hastuti Pengantar, Teori dan Kasus Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta. 204 hlm. Badan Pusat Stastik Impor Beras Menurut Negara Asal Utama. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 82 hal. 858 Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

205 Dwidjono H. Darwanto,2005 Ketahanan Pangan Berbasis Produksi Dan Kesejahteraan Petani. Ilmu Pertanian Vol. 12 No.2, 2005 : Giacco R. et al Long-term dietary treatment with increased amounts of fiber-rich low-glycemic index natural foods improves blood glucose control and reduces the number of hypoglycemic events in tipe I diavetic patients. Diabetes care. 2000;23: Indrasari et al Nilai Indeks Glikemik Beras Beberapa Varietas Padi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol 27. No Bogor. Jawa Barat. Suryana,Achmad dan Ketut Kariyasa. (2008). Ekonomi Padi di Asia: Suatu Tinjauan Berbasis Kajian Komparatif. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 26 No. 1, Sayuti, Djulin, A.M., Iqbal, M., Analisis pendekatan penyuluhan, pembentukan persepsi petani serta pengaruhnya terhadap adopsi teknologi inovasi: Kasus introduksi teknologi baru program SUTPA di Propinsi Jawa Timur dan Lampung. Prosiding Dinamika Ekonomi Pedesaan dan Peningkatan Daya Saing Sektor Per- tanian. Buku II. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Raharjo, Ferianto Ekonomi Teknik Analsis Pengambilan Keputusan. Yogyakarta: Penerbit Andi Wijaya, Rizki Aprilian, Maulana Firdaus dan Andrian Ramadhan. (2013). Tingkat Kemiskinan Dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petambak Garam Berdasarkan Status Penguasaan Lahan. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Vol. 8, No. 1, Widjayanti, E Potensi dan prospek pangan fungsional indigenous Indonesia. Disampaikan pada Seminar Nasional Pangan Fungsional Indigenous Indonesia: Potensi, Regulasi Keamanan, Efikasi dan Peluang Pasar. Bandung. Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

206 860 Bhakti Priatmojo et al: Studi Kelayakan Usaha Tani Varietas Padi Khusus Di Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

207 PRODUKTIVITAS DAN NILAI EKONOMIS VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI KABUPATEN BOGOR Kurnia, Bambang Sunandar dan Anna Sinaga Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat, Jl. Kayuambon No. 80 Lembang-Bandung Barat Telp: ; Fax: ; hp: kurnia1933@gmail.com ; pobo_dicanio@yahoo.com ; Hp ABSTRAK Varietas unggul baru (VUB) padi sawah yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian masih belum dikenal secara luas di kalangan petani. Oleh itu, untuk menderaskan diseminasi varietas tersebut di tingkat petani, perlu dilakukan kajian di lahan kelompok tani dan untuk memberikan gambaran mengenai performa pertumbuhan, produktivitas serta nilai ekonomis berbagai varietas unggul baru padi tersebut. Pengkajian VUB dilakukan pada lahan milik petani di Kelompok Tani Medal Sari, Desa Cibeber, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Waktu pelaksanaan yaitu pada MKI mulai bulan Juni sampai dengan Oktober Lahan yang digunakan seluas 1 ha atau masing-masing 0,25 ha per varietas. Varietas unggul baru padi sawah yang digunakan dalam pengkajian adalah Inpari 30, Inpari 31, dan Inpari 32. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan dan diulang sebanyak tujuh kali. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa produktivitas paling tinggi adalah Inpari 30 sebesar 7,2 ton/ha, selanjutnya Inpari 32 sebesar 6,2 t/ha, dan Ciherang sebesar 6,1 t/ha dan Inpari 31 sebesar 6,0 t/ha. Untuk analisis usahatani varietas Inpari 30 mempunyai nilai R/C paling tinggi yaitu 2,11. Kata kunci: padi sawah, varietas unggul baru, Inpari ABSTRACT The new improved varieties (VUB) of rice paddy produced by IAARD are still not widely known among farmers. Therefore, to strengthen the dissemination of these varieties at the farm level, it is necessary to conduct a study on farmer group land and to provide an overview of the growth performance, productivity and economic value of the new improved varieties of rice. The VUB assessment was conducted on farmer s land in Medal Sari Farmer Group, Cibeber Village, Leuwiliang District, Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

208 Bogor Regency. The execution time is at MKI from June to October The land used is 1 ha or each 0.25 ha per varieties. New varieties of paddy rice used in the study were Inpari 30, Inpari 31, and Inpari 32. The research method used was a randomized block design with four treatments and repeated seven times. The results showed that the highest productivity was Inpari 30 of 7.2 tons/ha, then Inpari 32 was 6.2 t/ha and Ciherang was 6.1 t/ha and Inpari 31 was 6.0 t/ha. For analysis of Inpari 30 varieties, the highest R/C value is Keywords: rice paddy, new superior varieties, Inpari PENDAHULUAN Upaya peningkatan produksi padi terus dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan penggunaan benih varietas unggul baru. Badan Litbang Pertanian (2007), menyatakan bahwa varietas unggul baru merupakan salah satu teknologi yang berperan penting dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian. Dengan hadirnya berbagai varietas unggul baru diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi padi dan program pemerintah dalam mencapai swasembada pangan. Penggunaan benih varietas unggul baru merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap Peningkatan produktivitas padi. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan benih unggul diantaranya adalah mengurangi jumlah pemakaian benih dan tanam ulang serta memiliki daya kecambah dan tumbuh yang tinggi. Pertumbuhan awal yang kekar dapat mengurangi masalah gulma dan meningkatkan daya tanaman terhadap serangan hama/penyakit sehingga kombinasi faktor ini dapat memberikan tambahan hasil 5-20% (Abidin 2011). Saat ini Badan Litbang Pertanian telah melepas lebih dari 100 varietas unggul baru (VUB) pada sawah irigasi (Inpari), padi gogo, dan padi hibrida. Beberapa Varietas tersebut memiliki keunggulan potensi hasil tinggi, umur genjah, tahan terhadap cekaman abiotik, dan biotik (Krismawati & Arifin 2011). Varietas unggul baru merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil dan mengantisipasi kegagalan usahatani padi sawah. Sampai saat ini varietas unggul memberikan sumbangan paling besar terhadap peningkatan produksi padi dunia (Las, 2004). Sumbangan peningkatan produktivitas varietas unggul terhadap produksi padi nasional sekitar 56% (Hasanuddin, 2005). Namun varietas unggul yang beredar sekarang pada suatu saat hasilnya akan menurun dan ketahanannya terhadap hama dan penyakit tertentu akan berkurang Lubis et al. (1999) dan Baehaki (2001), dan varietas tersebut harus digantian dengan varietas unggul yang baru lagi. Di beberapa wilayah masih ditemukan penggunaan IR64 dan ciherang, bahkan masih terdapat penangkar padi yang menangkarkan IR64 karena masih ada permintaan terhadap benih varietas tersebut. Meskipun petani menganggap hasilnya masih bisa diandalkan namun di sisi lain ketahanan varietas 862 Kurnia et al: Produktivitas Dan Nilai Ekonomis Varietas Unggul Baru Padi Sawah Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

209 tersebut terhadap serangan hama dan penyakit tumbuhan seperti wereng coklat sudah menurun. Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Penelitian Padi telah menghasilkan banyak varietas unggul baru padi dengan berbagai keunggulan tiap varietasnya. Sampai saat ini telah dihasilkan jenis Inpari sampai dengan 44 jenis. Namun varietas unggul baru padi ini masih perlu untuk terus disosialisasikan dan didiseminasikan terutama di tingkat petani. Banyaknya varietas unggul baru padi memberikan banyak pilihan yang dapat disesuaikan baik sesuai dengan agroekosistem, kesukaan petani maupun ketahanan terhadap hama dan penyakit tertentu. Untuk itu perlu dilakukan pengenalan varietas unggul baru padi untuk memberikan gambaran dan bukti mengenai varietas unggul baru padi. Pengenalan VUB tersebut dilakukan melalui pengkajian adaptasi di lahan petani dengan harapan teknologi dapat cepat menyebar di kalangan petani dan diadopsi oleh mereka. Pemilihan varietas secara partisipatif oleh petani merupakan pendekatan baru yang diyakini cukup efektif dan efisien dalam mempercepat adopsi dan penyebaran varietas unggul baru, karena bertumpu pada keikutsertaan petani secara aktif dalam melihat keunggulan VUB dan petani akan memberikan preferensi (kesukaan) terhadap VUB tersebut (Resmayeti & Yuti, 2017). Pengkajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap performa pertumbuhan, produktivitas dan nilai ekonomis berbagai varietas unggul baru padi sawah di Gapoktan Medal Sari, Desa Cibeber, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. BAHAN DAN METODE Pengkajian varietas unggul baru padi dilaksanakan di Gapoktan Medal Sari, Desa Cibeber, Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Waktu pelaksanaan yaitu pada musim tanam MK I 2016 mulai bulan Juni sampai dengan Oktober Lahan yang digunakan seluas 1 ha atau masing-masing 0,25 ha per varietas. Varietas unggul baru padi sawah yang digunakan adalah Inpari 30, Inpari 31, Inpari 32, dan Ciherang. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan dan diulang sebanyak tujuh kali. Teknologi yang diterapkan pada penelitian ini merupakan komponen teknologi pada model pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah. Sistem tanam yang dilakukan adalah sistem tanam pindah (tapin) dengan membuat terlebih dahulu persemaian, pengolahan tanah dilakukan secara sempurna, penanaman mengikuti sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 40 x 25 x 15 cm, penanaman benih sebanyak 1-3 butir/lubang tanam. Pupuk organik diberikan saat menggemburkan tanah, sedangkan pemupukan anorganik menggunakan NPK dan penambahan urea sesuai pengamatan dengan bagan warna daun (BWD). Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dilakukan dengan sistem Kurnia et al: Produktivitas Dan Nilai Ekonomis Varietas Unggul Baru Padi Sawah Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

210 pengendalian hama terpadu (PHT) dengan memperhatikan kondisi di lapangan. Panen dilakukan apabila 95% tanaman padi gogo sudah menguning. Parameter yang diamati pada pengkajian meliputi aspek agronomis yaitu tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif, komponen hasil dan produktivitas tanaman padi. Data parameter tersebut diolah menggunakan analisis ragam (ANOVA), yang kemudian dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5% untuk mengetahui perbedaan rerata antar perlakuan (Gomez dan Gomez, 2007). Analisis diolah menggunakan perangka lunak SPSS 20. Sedangkan untuk mengetahui tingkat keuntungan dari masing-masing varietas digunakan analisis finansial dengan R/C (Swastika, 2004 dan Malian, 2004). Pertumbuhan Tanaman HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan padi sawah dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya lingkungan, hama, dan penyakit, serta ketersediaan unsur hara (Sirappa & Waas 2009). Namun, pengaruh tersebut dampaknya tidak sama pada setiap varietas. Hasil pengamatan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, dan komponen hasil dapat dilihat pada Tabel 1, 2 dan 3. Pertumbuhan tanaman dilihat dengan cara mengukur tinggi tanaman padi sebagai indikator pertumbuhan tanaman. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada umur 30, 60 dan 90 hasil setelah tanam (HST). Berdasarkan hasil analisis pada umur 90 HST, Inpari 31 berbeda nyata dengan varietas Inpari 30, Inpari 32 dan juga Ciherang. Pertumbuhan tanaman pada umur 60 HSt sampai dengan 90 HST tidak memperlihatkan peningkatan yang besar dibandingkan dengan tinggi tanam dari umur 30 HST sampai dengan 60 HST. Pertumbuhan tanaman berupa penambahan tinggi tanaman padi reatif stabil antara 60 HST sampai 90 HST, karena memasuki fase generatif. Tanaman padi yang memasuki fase generatif tidak terjadi perubahan tinggi tanaman yang banyak atau relatif stabil karena hasil fotosintat digunakan untuk pertumbuhan generatif. Selanjutnya pada umur 90 HST sampai dengan menjelang panen, pertumbuhan tinggi tanaman mulai melambat karena tanaman sudah masuk fase pematangan buah, dimana hasil fotosintesa sebagian besar ditranslokasi untuk pengisian bulir padi (Abdulah, 2006). 864 Kurnia et al: Produktivitas Dan Nilai Ekonomis Varietas Unggul Baru Padi Sawah Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

211 Tabel 1. Tinggi tanaman pada VUB umur 30, 60, dan 90 hst di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, MKI 2016 Varietas Tinggi Tanaman 30 HST 60 HST 90 HST Inpari 30 51,5 ab 95,5 b 100,4 b Inpari 31 48,4 b 98,2 a 103,3 a Inpari 32 52,6 a 93,6 b 97,1 c Ciherang 53,0 a 91,6 c 96,1 c Sumber: Data primer diolah, Keterangan: 1) Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0,05). Jumlah anakan produktif Inpari 30 berbeda nyata dengan Inpari 32, Inpari 33 dan Ciherang. Jumlah anakan produktif Inpari 30 terlihat paling banyak. Banyaknya anakan produktif biasanya berbanding lurus dengan produktivitas. Jumah anakan produktif yang banyak dapat meningkatkan hasil gabah yang diperoleh (Sutaryo, 2012). Tabel 2. Jumlah anakan produktif VUB di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, MKI 2016 Varietas Jumlah anakan produktif Inpari 30 24,1 a Inpari 31 21,7 c Inpari 32 22,9 b Ciherang 21,5 c Sumber: Data primer diolah, Keterangan: 1)Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil padi ditentukan oleh komponen hasilnya, sedangkan komponen hasil ditentukan oleh genetik tanaman maupun faktor lingkungan (iklim, hara/tanah, dan air). Komponen hasil yang terdiri dari jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi dan hampa, dan bobot butir memang khas untuk suatu varietas (Makarim & Ikhwani 2008). Berat gabah 1000 butir biasanya akan berbanding lurus dengan besarnya produktivitas padi. Hal ini akan berakibat semakin berat gabah 1000 butir, maka semakin besar produksinya. Bobot 1000 butir untuk gabah isi yang mencapai 25 gram memenuhi syarat untuk mendukung tingkat produktivitas padi lebih dari 5 t/ ha (Imran, 2007). Kurnia et al: Produktivitas Dan Nilai Ekonomis Varietas Unggul Baru Padi Sawah Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

212 Varietas Inpari 30 Bobot 1000 butirnya berbeda nyata dengan Inpari 31, Inpari 32 dan Ciherang. Sedangkan varietas Inpari 31, Inpari 32 dan Ciherang bobot 1000 butirnya tidak berbeda nyata. Besarnya bobot 1000 butir padi dibanding varietas yang lainnya dapat memperlihatkan Inpari 30 mempunyai produktivitas lebih tinggi dibanding varietas yang lainnya. Tabel 3. Komponen hasil VUB di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, MKI 2016 Varietas Gabah isi Gabah hampa Bobot 1000 butir (gram) Inpari ,1 a 12,7 b 26,6 a Inpari ,1 b 12,4 b 25,1 b Inpari ,3 b 20,3 a 25,6 b Ciherang 114,6 b 15,6 ab 25,2 b Sumber: Data primer diolah, Keterangan: 1)Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0,05). Produktivitas Berdasarkan hasil ubinan produktivitas tertinggi adalah Inpari 30 dengan 7,2 ton/ha. Produktivitas Gabah Kering Panen (GKP) varietas Inpari 31, Inpari 32 dan Ciherang memperlihatkan perbedaan tidak nyata, hal ini memperlihatkan Varietas Inpari 31, Inpari 32 dan Ciherang memperlihatkan respon yang sama terhadap produktivitas di Desa Cibeber, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Tabel 2. Produktivitas VUB di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, MKI 2016 Varietas Produktivitas (GKP) (t/ha) Inpari 30 7,2 a Inpari 31 6,0 b Inpari 32 6,2 b Ciherang 6,1 b Sumber: Data primer diolah, Keterangan: 1)Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0,05). 866 Kurnia et al: Produktivitas Dan Nilai Ekonomis Varietas Unggul Baru Padi Sawah Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

213 Analisis usahatani Analisis usahatani dihitung untuk melihat tingkat kelayakan usahatani dari varietas unggul baru padi. Biaya produksi terdiri dari penggunaan sarana produksi pertanian, tenaga kerja dan lain-lain yang dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan (Soekartawi, 1986). Pengukuran terhadap tingkat kemampuan pengembalian atas biaya produksi, dihitung nisbah penerimaan atas biaya input produksi yang digunakan sedangkan pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya produksi. Berdasarkan hasil analisis usahatani Inpari 30 memiliki pendapatan paling besar dibandingkan varietas lainnya karena produktivitasnya yang lebih tinggi. Perbedaan produktivitas menyebabkan nilai R/C juga bervariasi. varietas Inpari 30 mempunyai nilai R/C paling besar 2,11. Namun secara umum, semua varietas unggul baru padi layak untuk diusahakan di Desa Cibeber, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor karena memiliki nilai R/C di atas 1. Nilai R/C di atas 1 berati usahatani itu layak diusahakan dan sudah dijalankan secara efisien. Tabel 4. Analisis Usahatani Padi VUB di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, MKI 2016 Uraian Inpari 30 Inpari 31 Inpari 32 Ciherang Biaya produksi (Rp.) Produksi (kg/ha) Harga gabah (Rp) Penerimaan (Rp.) Pendapatan (Rp.) R/C 2,11 1,77 1,81 1,79 Sumber: Data primer diolah, KESIMPULAN DAN SARAN 1. Produktivitas paling tinggi diperoleh Inpari 30 sebesar 7,2 ton/ha, diikuti oleh varietas Inpari 32 sebesar 6,2 t/ha, dan Ciherang sebesar 6,1 t/ha dan Inpari 31 sebesar 6,0 t/ha 2. Varietas Inpari 30 memiliki nilai R/C paling tinggi sebesar 2,11, sehingga secara ekonomis memberikan keuntungan paling besar dibandingkan varietas lainnya. 3. Semua varietas unggul baru padi Inpari 30, Inpari 31, Inpari 32 dan Ciherang layak untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C di atas 1. Kurnia et al: Produktivitas Dan Nilai Ekonomis Varietas Unggul Baru Padi Sawah Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

214 DAFTAR PUSTAKA Abidin Z Analisis Struktur Biaya, Keuntungan dan Titik Impas Usaha Penangkaran Benih Padi di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 14(2): Badan Litbang Pertanian Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Padi. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. 37 hal. Baehaki, S.E Skrining Lapangan terhadap Hama Utama Tanaman Padi. Pelatihan dan Koordinasi Program Pemuliaan partisipatif (Shuttle Breeding) dan Uji Multi Lokasi. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, 9-14 April Gomez, A. K.,dan Gomez, A.A Prosedur Statistik Untuk Penelitian. Jakarta : Universitas Indonesia Press. 698 hal. Hasanuddin, A Peranan proses sosialisasi terhadap adopsi varietas unggul padi tipe baru dan pengelolaannya. Lokakarya Pemuliaan Partisipatif dan Pengembangan Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB). Sukamandi Imran, A Potensi Hasil Enam Varietas Unggul Baru Padi. Jurnal Agrivigor, 7(1): Krismawati A, Arifin Z Stabilitas hasil beberapa varietas padi di lahan sawah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 14(2): Las, I Perkembangan varietas dalam perpadian nasional. Seminar Inovasi Pertanian Tanaman Pangan. Bogor, Agustus Lubis, E. Suwarno, & M. Bustaman Genetik Ketahanan Beberapa Varietas Lokal Padi Gogo terhadap Penyakit Blas. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Penelitian Pertanian Tanaman pangan V. 18:2:1999. Puslitbangtan. Makarim AK, Ikwani Respon komponen hasil varietas padi terhadap perlakuan agronomis. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 27(3): Resmayeti P, Yuti G Keragaan hasil dan keuntungan usahatani padi dengan introduksi varietas unggul di Provinsi Banten. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). Vol.22(1) : Sirappa MP, Waas ED Kajian varietas dan pemupukan terhadap peningkatan hasil padi sawah di Maluku Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 12(1): Soekartawi Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 868 Kurnia et al: Produktivitas Dan Nilai Ekonomis Varietas Unggul Baru Padi Sawah Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

215 Sutaryo, Bambang Ekspresi Daya Hasil dan Beberapa Karakter Agronomi Enam Padi Hibrida Indica di Lahan Sawah Berpangairan Teknis. Jurnal Ilmu Pertanian Volume 15 Nomer 2, Swastika, D.K.S Beberapa Teknis Analisis dalam Penelitian dan engkajian Teknologi Pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Pertanian. Vol 7, No. 1. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Kurnia et al: Produktivitas Dan Nilai Ekonomis Varietas Unggul Baru Padi Sawah Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

216 870 Kurnia et al: Produktivitas Dan Nilai Ekonomis Varietas Unggul Baru Padi Sawah Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

217 PENINGKATAN PRODUKSI PADI DAN ANALISIS KELAYAKAN USAHA TANI MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI JAJAR LEGOWO (JARWO) SUPER DI LAHAN PASANG SURUT Pratiwi BPTP Kalimantan Barat Jln. Budi Utomo No. 45 Siantan Hulu, Pontianak ABSTRAK Pengkajian dilaksanakan di Dusun Gelamak, Desa Pangkalan Kongsi, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas pada lahan sawah pasang surut tipe C Musim Kemarau Pengkajian ini melibatkan kelompok tani Tanjung Harapan I. Pengkajian diawali dengan melakukan PRA untuk menggali potensi dan permasalahan usahatani di desa tersebut. Komponen teknologi adalah aplikasi VUB Inpari 30 Ciherang Sub 1, Inpari 32 HDB dan Inpari 33, dengan luasan total 10 ha. Teknologi jarwo super yang diterapkan adalah penggunaan Biodekomposer, perlakuan benih, pestisida nabati dan alsin berupa transplanter dan combine harvester. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui keragaan dan peningkatan produksi VUB padi melalui penerapan teknologi Jarwo Super dan analisis kelayakan usahatani di lahan pasang surut. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa bahwa keragaan dari masing-masing VUB beragam sesuai dengan sifat genetisnya. Produksi GKG padi tertinggi diperoleh pada varietas Inpari 32 HDB yaitu 6,66 ton/ha, dilanjutkan dengan Inpari 30 yaitu 5,88 ton/ha dan Inpari 33 yaitu 4,72 ton/ha. Provitas eksisting di daerah tersebut 3,75 ton/ha. Terjadi peningkatan provitas pada Inpari 32 HDB sebesar 77,6%, Inpari 30 Ciherang Sub-1 sebesar 56,8% dan Inpari 33 sebesar 25,87%. Teknologi jarwo super memberikan keuntungan dan tingkat kelayakan lebih tinggi dibandingkan ja rwo cara petani, dengan nilai R/C 3,18. Varietas yang paling diminati petani adalah Inpari 32 HDB karena memberikan provitas tertinggi, nasi pulen dan tahan terhadap penyakit blas. Kata kunci: produktivitas, jajar legowo super, pasang surut ABSTRACT The assessment was conducted in Gelamak, Pangkalan Kongsi Village, Tebas Subdistrict, Sambas Regency on tidal wetland type C on Dry season This assessment involves the Tanjung Harapan Farmers Group. The assessment Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

218 begins with PRA to explore the potential and problems of farming in the village. Technological components are new variety Inpari 30 Ciherang Sub 1, Inpari 32 HDB and Inpari 33 applications, with a total area of 10 ha. Jajar Legowo Super technology is the use Biodekomposer, seed treatment, bio pesticides and mechanization in the form of transplanter and combine harvester. The purpose of this study is to determine the performance and increase of rice new variety production through the application of Jarwo Super technology and feasibility analysis of farming in tidal land. The results of the assessment show that the performances of each new variety vary according to their genetic properties. The highest rice production was obtained from Inpari 32 HDB varieties, 6.66 tons / ha, followed by Inpari 30 Ciherang Sub tons / ha and Inpari tons / ha. Existing area in the area is 3.75 tons / ha. There was an increase of provitas in Inpari 32 HDB by 77.6%, Inpari 30 Ciherang Sub % and Inpari %. The jarwo super technology provides advantages and feasibility higher than the farmers way, with R / C The most popular varieties of farmers are Inpari 32 HDB because it provides the highest provitas, soft rice and resistant to blast disease. Keywords: produktivity, Jajar Legowo Super Technology, tidal land PENDAHULUAN Tanaman padi merupakan komoditas penting di Kalimantan Barat namun produktivitasnya masih relatif rendah sekitar 3 ton/ha. Total lahan sawah di Kalimantan Barat adalah ha dengan jumlah produksi ton. Sekitar 20% dari luas lahan sawah tersebut berada di Kabupaten Sambas yaitu ha. Jumlah produksi padi di Kabupaten Sambas adalah ton. Sebagian besar lahan sawah di Kabupaten Sambas adalah pasang surut. Rata-rata produksi padi di Kabupaten Sambas masih tergolong rendah yaitu 2,82 ton/ha (Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Barat, 2015). Rendahnya produktivitas padi di Kabupaten Sambas ini disebabkan oleh pengolahan tanah yang kurang sempurna, bahkan sebagian petani menerapkan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT), penggunaan benih yang kurang bermutu dan dalam jumlah yang cukup besar (40kg/ha) dan penggunaan pupuk yang belum sesuai dengan rekomendasi pemupukan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi padi sawah, Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah menghasilkan berbagai teknologi guna mewujudkan ketahanan pangan. Teknologi tersebut antara lain Varietas Unggul Baru (VUB), sistem tanam Jajar Legowo, aplikasi Biodekomposer, pupuk hayati dan pemupukan berimbang, pestisida hayati dan 872 Pratiwi: Peningkatan Produksi Padi Dan Analisis Kelayakan Usaha Tani Melalui Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

219 penggunaan alat mesin pertanian. Berbagai komponen teknologi tersebut dirakit menjadi paket Teknologi padi Jajar Legowo Super. Penerapan teknologi Jajar Legowo Super secara utuh oleh petani diyakini mampu memberikan hasil minimal 10 ton GKG/ha per musim, sementara hasil padi yang diusahakan dengan sistem jajar legowo hanya 6 ton/ha. dengan demikian terdapat penambahan produktivitas padi sebesar 4 ton GKG/ha per musim (Ballitbangtan, 2016). Teknologi jajar Legowo Super di Indramayu Jawa Barat merupakan contoh penerapan teknologi pada lahan sawah irgasi. Lahan sawah selain irigasi seperti lahan pasang surut yang ada di Kabupaten Sambas, perlu dikaji menggunakan teknologi Jajar Legowo Super agar mampu memberikan hasil produksi yang tinggi sehingga bisa meningkatkan produksi padi di lahan pasang surut Kabupaten Sambas. Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui keragaan dan peningkatan produksi VUB padi melalui penerapan teknologi Jarwo Super dan analisis kelayakan usaha tani di lahan pasang surut. BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan di Dusun Gelamak, Desa Pangkalan Kongsi, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, pada lahan pasang surut tipe C pada bulan Juni sampai Desember Pengkajian melibatkan 26 petani pada kelompok tani Tanjung Harapan I dengan melakukan demfarm seluas 10 ha. Varietas yang ditanam adalah Inpari 30 Ciherang Sub-1 seluas 4 ha, Inpari 32 HDB seluas 3 ha dan Inpati 33 seluas 3 ha. Untuk mengawali kegiatan dilakukan PRA dengan tujuan untuk menggali potensi dan permasalahan usaha tani di desa tersebut. Komponen teknologi yang diterapkan dalam kajian terdapat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Komponen teknologi jajar Legowo Super per hektar pada lahan pasang surut Teknologi Jajar Legowo biasa Jajar legowo super 1. Sistem Tanam Monokuktur Jajar Legowo 2:1 2. Pengolahan tanah IP 300, dengan Sempurna 2x TOT dan 1x olah tanah (pada musim hujan) 3. Jumlah Benih (kg) per hektar 40 kg/ha 30 kg/ha 4. Pengomposan jerami Tidak pernah Biodekomposer M-Dec dosis 2kg/ha Pratiwi: Peningkatan Produksi Padi Dan Analisis Kelayakan Usaha Tani Melalui Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

220 Teknologi 5. Perlakuan seed treatment pada benih (aplikasi pupuk hayati) Jajar Legowo biasa Tidak pernah 6. Kualitas benih Tidak bersertifikat Jajar legowo super Agrimeth dosis Dosis 400 gram/ ha Bersertifikat 7. Penanaman Manual Menggunakan transplanter 8. Jarak tanam Legowo 4:1 (50x25x15) cm Pemeliharaan tanaman: Legowo 2:1 (40x25x12,5) cm 1. Penyiangan Ya Ya 2. Penyulaman Ya Ya 3. Pengendalian hama/penyakit - Pestisida nabati Bioprotektor, dosis ml per botol 4. Cara pengendalian hama/ penyakit Kimiawi dan nabati, jika diperlukan Kimiawi dan nabati, jika diperlukan Pemupukan: 1. Frekeunsi pemupukan 2 Kali 2 kali Panen dan Pasca panen: 1. Cara perontokan Power thresser Combine harvester 2. Teknik pengeringan Dijemur sinar matahari 3. Alas penjemuran yang Plastik, terpal digunakan Dijemur sinar matahari Plastik, terpal Implementasi teknologi yang diterapkan pada demfarm Jarwo Super di Dusun Gelamak, Desa Pangkalan Kongsi, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas meliputi: - VUB padi potensi hasil tinggi Varietas unggul baru (VUB) padi yang digunakan adalah Inpari 30 Ciherang Sub-1, Inpari 32 HDB, Inpari Pratiwi: Peningkatan Produksi Padi Dan Analisis Kelayakan Usaha Tani Melalui Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

221 - Aplikasi Biodekomposer Aplikasi Biodekomposer M-Dec dilakukan pada saat pengolahan tanah, dengan dosis 2 kg/ha. Biodekomposer M-Dec mampu mempercepat pengomposan jerami secara insitu dari 2 bulan menjadi 3-4 minggu. - Aplikasi Pupuk Hayati Aplikasi pupuk hayati Agrimeth dilakukan pada waktu sesaat sebelum penyemaian. dengan dosis 400 gram/ha. - Aplikasi Pestisida Nabati Aplikasi Pestisida Nabati Bioprotektor dilakukan sebanyak 3x aplikasi yaitu pada umur padi 2 minggu setelah tanam, 4 minggu setelah tanam dan 6 minggu setelah tanam, dengan dosis 2 botol per aplikasi. - Pemupukan berimbang berdasarkan PUTS Hasil analisis uji tanah menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) menunjukkan bahwa kandungan hara di lokasi demfarm Jarwo Super memiliki kadar N sangat tinggi, kadar P dan K rendah. Dosis pupuk sesuai rekomendasi adalah NPK 200 kg/ha, Urea 135 kg/ha dan SP36 50 kg/ha. untuk memaksimalkan pertumbuhan tanaman fase vegetatif, dilakukan penambahan pemberian pupuk sebanyak NPK 40 kg/ha dan KCl 40 kg/ha. - Aplikasi alsintan Aplikasi penggunaan alat mesin pertanian seperti transplanter dan aplikasi combine harvester. Kapasitas kerja combine harvester 5 jam per hektar. Cara penanaman pada demfarm Jarwo Super menggunakan jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 40x25x12,5 cm. Parameter yang diamati pada pengkajian ini meliputi komponen hasil dan hasil untuk melihat keragaan dan produktivitas VUB. Analisis data keragaan VUB dilakukan dengan analisis varian, dengan uji Lanjut BNT pada taraf 5%. Analisis data dilakukan dengan analisis finansial untuk mengetahui tingkat kelayakan teknologi yang diitroduksikan. Untuk analisis usahatani meliputi penggunaan sarana produksi, penggunaan tenaga kerja, dan tingkat efisiensi usaha dilakukan analisis finansial dengan R/C dan B/C ratio (Swastika, 2004). HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi pengkajian merupakan lahan sawah pasang surut tipe C yang ketersediaan airnya mengandalkan pasang surutnya air pada sungai Tebas. Terdapat sistem irigasi namun hanya berfungsi pada waktu musim penghujan. Pemanfaatan air melalui pompa-pompa air oleh petani. Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah Pratiwi: Peningkatan Produksi Padi Dan Analisis Kelayakan Usaha Tani Melalui Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

222 di lokasi pengkajian menunjukkan bahwa kandungan C-Organik 3,05% dan Nitrogen total 0,35%. Tekstur tanah terdiri dari pasir 0,94%, debu 46,82% dan liat 52,24%. Tingginya kandungan liat menunjukkan bahwa lahan tersebut sangat memerlukan pupuk organik. Pupuk kandang disamping menurunkan berat isi, juga meningkatkan ruang pori total, pori aerasi, pori air tersedia, meningkatkan kejenuhan basa dan P tersedia, serta menurunkan kejenuhan Al (Limbongan dan Monde, 1999). Menurut penelitian Lukiwati (2015) pada tanaman jagung, pupuk kandang yang diperkaya fosfat alam tanpa inokulasi biodekomposer dapat menghasilkan nutrisi jerami jagung manis setara dengan pukan di inokulasi mikroba dekomposer dalam bentuk granular maupun non-granular. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa keragaan ketiga VUB yang ditanam memberikan hasil yang cukup beragam. Parameter tinggi tanaman, tidak menunjukkan beda nyata. Parameter komponen hasil berupa jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, dan hasil berupa panjang malai dan berat 1000 butir menunjukkan beda nyata dimana varietas Inpari 32 HDB memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan varietas Inpari 30 Ciherang Sub-1 dan Inpari 33. Tabel 2. Keragaan VUB padi menggunakan teknologi jajar legowo super di lahan pasang surut, Sambas VUB Tinggi tanaman (cm) Σ anakan maksimum Σ anakan produktif Panjang malai (cm) Berat 1000 butir (gram) GKP (ton/ ha) GKG (ton/ ha) Inpari 32 79,25 a 17,8 b 24,67 a 21 ab 32,6 a 8,32 a 6,66 a HDB Inpari 30 80,83 a 22,67 a 21 ab 26,11 a 30,5 ab 7,35 b 5,88 b Ciherang Sub-1 Inpari 33 83,1 a 20,4 ab 19,7 b 19,3 b 28,3 b 5,9 c 4,72 c tn ** ** ** ** ** ** Keterangan: tn = tidak berbeda nyata ** = berbeda nyata Pada parameter Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) menunjukkan hal yang sebanding dengan komponen hasil, yaitu varietas Inpari 32 HDB memberikan produksi tertinggi (8,32 t/ha GKP dan 6,66 t/ha GKG). Varietas Inpari 30 Ciherang Sub-1 menghasilkan 7,35 t/ha GKP dan 5,88 t/ ha GKG. Varietas Inpari 33 menghasilkan 5,9 t/ha GKP dan 4,79 t/ha GKG. Penanaman padi menggunakan teknologi jajar legowo super di lahan pasang surut dapat meningkatkan produktivitas pada ketiga VUB yang ditanam. 876 Pratiwi: Peningkatan Produksi Padi Dan Analisis Kelayakan Usaha Tani Melalui Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

223 Produktivitas eksisting di lokasi pengkajian adalah 3,75 ton/ha. Setelah melakukan usahatani menggunakan teknologi jajar legowo super, varietas Inpari 32 HDB mengalami peningkatan provitas sebesar 77,6%, Inpari 30 Ciherang Sub-1 sebesar 56,8% dan Inpari 33 sebesar 25,87%. Hal ini menunjukkan bahwa komponen teknologi yang ada pada Jajar Legowo Super mampu memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan teknologi jajar legowo petani setempat. Hasil kajian Sirappa et al., 2007 menyebutkan bahwa introduksi benih bermutu (varietas unggul) yang didukung teknologi lainnya mampu memberikan hasil 21-54% lebih tinggi dibandingkan petani di luar kajian. Rendahnya hasil dengan penerapan teknologi petani (jajar legowo biasa) karena mutu benih yang rendah (tidak bersertifikat, penanaman dengan jarak tanam beragam sehingga populasi tanaman tidak optimal, pemupukan yang tidak tepat waktu dan kurangnya penyiangan sehingga terjadi persaingan padi dengan gulma (Wirajaswadi, L. 2004). Varietas Inpari 32 HDB, Inpari 30 Ciherang Sub-1 dan Inpari 33 memiliki potensi hasil yang lebih tinggi dbandingkan Ciherang yang hanya mempunyai ratarata hasil 5-7 ton/ha. Biodekomposer M-Dec mampu mempercepat pengomposan jerami secara insitu dari 2 bulan menjadi 3-4 minggu. Pengomposan jerami dengan aplikasi biodekomposer mempercepat residu organik menjadi bahan organik tanah dan membantu meningkatkan ketersediaan hara NPK di dalam tanah, sehingga meningkatkan efisiensi pemupukan dan menekan perkembangan penyakit tular tanah. Menurut Silahooy (2009), bahan organik yang terbenamkan dekomposisinya lebih lambat karena berada pada zone reduksi. Dekomposisi bahan organik dalam keadaan tergenang dapat berlangsung cepat karena jasad renik tidak memerlukan banyak energi, sehingga kebutuhan N akan rendah. Pupuk hayati Agrimeth ini berfungsi sebagai perlakuan benih (seed treatment). Pupuk hayati merupakan pupuk berbasis mikroba non-patogenik yang berfungsi meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah melalui beberapa aktifitas yang dihasilkan oleh mikroba tersebut, diantaranya menambat nitrogen, melarutkan fosfat sukar larut dan menghasilkan fitohormon (zat pemacu tumbuh tanaman). Selain mengandung mikroba penambat N dan pelarut P, pupuk hayati Agrimeth juga mengandung mikroba yang memiliki aktivitas enzimatik serta fitohormon yang telah teruji berpengaruh positif terhadap pengambilan hara makro dan mikro tanah, memacu pertumbuhan, pembungaan, pemasakan biji, pematahan dormansi, meningkatkan vigor dan viabilitas benih, efisiensi penggunaan pupuk NPK anorganik dan produktivitas tanaman (Anonim, 2016) Bahan aktif pestisida nabati yang diaplikasikan ke pertanaman beberapa waktu kemudian akan terurai terutama setelah terkena cahaya/sinar matahari dan selanjutnya akan berfungsi sebagai pupuk organik sehingga secara langsung mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman padi. Hasil analisis uji tanah menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) menunjukkan bahwa Pratiwi: Peningkatan Produksi Padi Dan Analisis Kelayakan Usaha Tani Melalui Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

224 kandungan hara di lokasi demfarm Jarwo Super memiliki kadar N sangat tinggi, kadar P dan K rendah. Dosis pupuk sesuai rekomendasi adalah 200 kg/ha NPK, 135 kg/ha Urea dan 50 kg/ha SP36. Untuk memaksimalkan pertumbuhan tanaman fase vegetatif, dilakukan penambahan pemberian pupuk sebanyak 40 kg/ha NPK dan 40 kg/ha KCl. Penggunaan combine harvester menekan kehilangan hasil gabah kurang dari 2%, sementara kehilangan hasil jika dipanen secara manual rata-rata 10% (Anonim, 2016). Tabel 3. Peningkatan produktivitas VUB padi menggunakan teknologi jajar Legowo Super di lahan pasang surut Varietas Unggul Baru (VUB) GKG (kg/ha) Hasil eksisting rata-rata (kg/ha) Peningkatan provitas (kg/ha) Peningkatan provitas (%) Inpari 32 HDB 6,66 3,75 2,91 77,6 Inpari 30 5,88 3,75 2,13 56,8 Ciherang Sub-1 Inpari 33 4,72 3,75 0,97 25,87 Analisis usaha tani padi dilakukan untuk mengetahui nilai ekonomi yang dihasilkan petani terhadap usahatani menggunakan teknologi Jajar Legowo Super di lahan pasang surut. Hasil analisis menunjukkan bahwa teknologi Jajar Legowo Super mmberikan nilai R/C ratio sebesar 3,18 sedangkan yang menerapkan teknologi jajar legowo petani memberikan R/C ratio sebesar 2,90. Dengan harga jual gabah Rp. 4200,- per kilogram. Nilai R/C lebih dari atau sama dengan 2 artinya secara ekonomi usaha tani padi di lahan pasang surut baik menggunakan teknologi jajar legowo biasa maupun jajar legowo super memberikan keuntungan dan layak untuk diusahakan. Tabel 4. Analisis usaha tani menggunakan teknologi jajar legowo super di lahan pasang surut Komponen Biaya (Rp.) Jarwo cara petani Jarwo Super A. Penerimaan / Output Hasil (ton) 3,75 5,75 Harga (Rp.) B. Biaya Input Produksi / Usaha Tani Saprodi Benih Pupuk Hayati Pratiwi: Peningkatan Produksi Padi Dan Analisis Kelayakan Usaha Tani Melalui Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

225 Komponen Jarwo cara petani Biaya (Rp.) Jarwo Super - Biodekomposer Urea NPK Petisida Nabati Insektisida Herbisida Biaya Tenaga Kerja C. Pendapatan R/C ratio 2,90 3,18 B/C ratio 1,90 2,18 Ukuran layak: B/C ratio 1,0 R/C ratio 2,0 Usahatani padi menggunakan teknologi jajar legowo super lebih menguntungkan karena nilai R/C rasio nya lebih tinggi, artinya biaya yang dikeluarkan pada awal kegiatan usahatani sebesar Rp. 1000,- maka akan memperoleh pemasukan atau penerimaan sebesar Rp atau tiga kali lipat dari modal awal. Jika menggunakan teknologi jajar legowo biasa, setiap Rp 1000,- yang dikeluarkan akan menghasilkan Rp. 2900,-. Usahatani yang menguntungkan sebanding dengan meningkatnya produksi padi. Teknologi jajar legowo super yang dilakukan di lahan pasang surut tipe C mampu meningkatkan pandapatan petani sebesar Rp ,-. KESIMPULAN 1. Penerapan teknologi jajar legowo super di lahan pasang surut dapat meningkatkan produktivitas VUB padi. Peningkatan produktivitas terjadi pada varietas Inpari 32 HDB sebesar 77,6%, Inpari 30 Ciherang Sub-1 sebesar 56,8% dan Inpari 33 sebesar 25,87%. 2. Varietas Inpari 32 HDB memberikan keragaan tanaman terbaik dibandingkan dengan Inpari 30 Ciherang Sub-1 dan Inpari 33 yang ditanam pada lahan pasang surut menggunakan teknologi jajar legowo super. 3. Penerapan paket teknologi jajar legowo super di lahan pasang surut mampu meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp ,- dengan R/C rasio sebesar 3,18. Pratiwi: Peningkatan Produksi Padi Dan Analisis Kelayakan Usaha Tani Melalui Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

226 DAFTAR PUSTAKA Anonim Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat Tahun Anonim Petunjuk Teknis Budidaya Padi Jajar Legowo Super. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Limbongan, J dan A. Monde Pengaruh penggunaan pupuk organik dan anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah kultivar Palu. J. Hort. Vol. 9 (3): Lukiwati, DR., Endang, DP, dan Retno IP Pupuk kandang diperkaya fosfat alam dalam bentuk granular dan di inokulasi biodekomposer untuk meningkatkan nutrisi jerami jagung manis sebagai hijauan pakan lokal di lahan kering. Journal of Tropical Forage Science 2015;4(2). Silahooy, C Pengaruh pemupukann, sistem olah tanah dan sistem tanam terhadap N tanah dan serapannya pada tanaman padi. Jurnal Budidaya Pertanian. Vol 5(2): Sirappa, M.P., A.J. Rieuwpassa dan E.D. waas Kajian pemberian pupuk NPK pada beberapa varietas unggul padi sawah di Seram Utara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 10 (1): Swastika, D.K.S Beberapa teknik analisis dalam penelitian dan pengkajian teknologi pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 7 (1) : Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Wirajaswadi, L Padi gogorancah tanpa olah tanah prospeknya dalam meningkatkan pendapatan petani sawah tadah hujan. Seminar Nasional Pemberdayaan Petani Miskin di lahan Marginala Melalui Inovasi Teknologi Tepat Guna. NTB. 880 Pratiwi: Peningkatan Produksi Padi Dan Analisis Kelayakan Usaha Tani Melalui Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

227 UPAYA PERCEPATAN ADOPSI VARIETAS UNGGUL BARU PADI I Nyoman Widiarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Jl. Merdeka 147, Bogor manwidiarta@yahoo.com ABSTRACT Acceleration on adoption of New Superior Rice Variety. Government of Indonesia has continuously made effort to attain sustainable rice self-sufficiency based on domestic production without import. Rice production was planned to be increased 3% annually in the period of from 73.4 billion ton to 82.0 billion ton un-polished rice. Production is function of harvested area and yield. Rice yield is depend on availability of good quality seed of specific site adapted variety, good management rice practice and suitable environments. Yield gap between yield potential and actual yield coupled with only a few new superior rice variety has been adopted made rice yield increased is still possible. Ciherang, Mekongga, Ciliwung, Cigeulis, IR64 and Situbagendit varieties dominated 54.05% of 13 to 14 billion hectare transplanted paddy field annually due to good eating quality coupled with resistance to pest. Indonesian Agency for Agricultural Research and Development accelerate new superior varieties adoption by mean of (1) enlarge site specific location adaptation test size into demonstration farm s size area and also utilized as seed production areas; (2) revised seed production and distribution scheme by implementing assignment of Ministry of Agriculture; (3) develop a network between breeder seed management unit in Indonesian Center for Rice Research (ICRR) and Indonesian Assessment Institute for Agricultural Technology (IAIAT) throughout Indonesia and (4) develop community seed production system in the form a model of independent seed production village by utilizing the network of breeder seed management unit in ICRR and IAIAT. Keywords: Rice, new superior variety, adoption ABSTRAK Pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi padi, untuk mepertahankan swasembada beras secara berkelanjutan dari produksi dalam negeri, tanpa impor. Target produksi padi ditingkatkan pada tahun rata-rata 3% per tahun dari 73.4 jt ton menjadi 82.0 jt ton gabah kering giling. Produksi ditentukan Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

228 luas areal panen dan produktivitas. Peningkatan produktivitas ditentukan oleh ketersediaan benih bermutu varietas unggul adaptif spesifik lingkungan dan manajemen budidaya tanaman. Peningkatan produktivitas dimungkinkan karena masih adanya senjang antara potensi hasil dan hasil aktual, disamping masih banyak varietas unggul baru yang belum diadopsi petani. Adopsi varietas unggul padi 54,05% didominasi oleh Ciherang, Mekongga, Ciliwung, Cigeulis, IR64 dan Situbagendit yang telah dikenal pasar memiliki rasa nasi yang baik dan tahan terhadap hama/penyakit tertentu, dari total areal tanam padi setahun, yang mencapai juta ha. Balitbangtan berupaya mempercepat adopsi varietas unggul baru dengan beberapa cara: (1) memperluas skala uji adaptasi mencapai skala denfarm, yang sekaligus berfungsi sebagai tempat produksi benih; (2) revisi alur produksi dan distribusi benih melalui penugasan Menteri Pertanian: (3) pembangunan jaringan unit pengelola benih sumber dan (4) pengembangan perbenihan berbasis masyarakat dalam bentuk Model Desa Mandiri Benih, melalui pemanfaatan jaringan perbenihan antara Unit Pengelola Benih Sumber Balai Besar Padi/Balit dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Kata-kata kunci: padi, varietas unggul baru, adopsi PENDAHULUAN Konsumsi beras nasional terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan konsumsi beras yang masih tinggi dibandingkan dengan negara produsen beras di Asia Tenggara lainnya (BPS 2014). Mengandalkan beras impor untuk memenuhi kebutuhan nasional dinilai riskan, karena mempengaruhi aspek sosial, ekonomi, dan politik, sehingga upaya peningkatan produksi beras di dalam negeri mendapat perhatian serius. Di lain pihak, upaya peningkatan produksi harus dipenuhi dari lahan sawah yang luasnya semakin berkurang, dengan ketersediaan air makin menurun, tenaga kerja lebih sedikit di pedesaan dan pupuk kimia yang makin terbatas dan mahal serta dampak perubahan iklim langsung maupun tidak langsung pada produksi pangan (Boer 2007). Pada tahun produksi padi ditargetkan dapat mencapai swasembada berkelanjutan dan tanpa impor beras. Target produksi ditingkatkan pada tahun sebanyak 3% per-tahun untuk padi dari 73.4 jt ton menjadi 82.0 jt ton gabah kering giling (Kementan 2015a). Peningkatan produksi padi ditentukan oleh luas areal tanam/panen, produktivitas serta upaya pengamanan produksi pascapanen (Puslitbangtan 2015). Perluasan areal tanam/panen dan peningkatan produktivitas tanaman dipengaruhi perubahan iklim (Matthews et al. 1997). Sedangkan peningkatan produktivitas ditentukan oleh keunggulan genetik varietas (G), lingkungan tumbuh (L) dan manajemen budidaya tanaman (M) (Puslitbangtan, 2009). 882 I Nyoman Widiarta: Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Baru Padi 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

229 Peningkatan produktivitas padi masih dimungkinkan, dilihat dari masih adanya senjang hasil antara potensi produksi, sebagai hasil tertinggi dari uji multilokasi dibandingkan dengan hasil aktual yang didapat petani (BPS 2014; Suprihatno et al. 2006). Benih bermutu dengan kemurnian genetik, vigor dan daya tumbuh adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman 20-40% (Bertin et al. 2012). Penggunaan benih padi varietas unggul bersertifikat tahun 2015 pada periode Januari - Desember 2015 dari program pemerintah dan pasar bebas baru mencpai 50,88% (Direktorat Perbenihan, 2016a). Varietas unggul baru padi diadopsi pada 87.36% dari total luas areal tanam padi dalam satu tahun yang mencapai juta ha. Namun varietas unggul yang ditanam didominasi oleh varietas yang telah lama disenangi pasar, produktivitasnya lebih rendah dari varietas unggul baru (Direktorat Perbenihan, 2016c). Senjang hasil antara potensi hasil dan hasil aktual dapat dipersempit dengan memilih varietas adaptif cekaman biotik atau a-biotik spesifik lokasi. Penyediaan benih bermutu yang memenuhi kriteria enam tepat (jenis, tempat, waktu, jumlah, mutu, harga) memberi jaminan vigor tanaman yang baik. Penerapan teknik budidaya unggul memungkinkan keunggulan genetik terekspresikan dengan baik. Penanganan panen dan pasca panen yang baik akan mengurangi kehilangan hasil. Penyediaan benih bermutu varietas adaptif spesifik lokasi, memiliki peran strategis sebagai sarana pembawa keunggulan genetik sebagai pintu masuk teknologi untuk mendukung peningkatan produksi, diantaranya adalah : a) daya hasil tinggi, b) toleran terhadap gangguan biotik dan abiotik tertentu, c) umur panen yang dapat disesuaikan dengan pola tanam untuk meningkatkan indek pertanaman, d) keunggulan dan kesesuaian hasil panen dengan permintaan pasar. Sistem produksi, sertifikasi, dan peredaran benih bina, saat ini diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.02 Tahun 2014 (Kementan, 2014). Namun pelaksanaannya di lapangan masih terjadi beberapa masalah untuk memenuhi kriteria 6 tepat diantaranya : a) penyediaan benih terlambat sehingga tidak sesuai dengan musim tanam, b) jumlah kebutuhan benih tidak terpenuhi, c) kualitas benih kurang baik, d) varietas yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan petani, dan e) mutu benih yang kurang baik. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa produsen/penangkar benih hanya memperbanyak benih dari varietas yang telah memiliki pasar, sedangkan varietas yang baru dilepas tidak tersedia benihnya, sehingga tidak semua varietas yang telah dilepas ditanam petani. Sub sistem produksi dan distribusi benih pada system perbenihan komersial, kurang kondusif mendukung penyebaran varietas baru dan implementasi rekomendasi varietas spesifik lokasi. Penggunaan benih tidak bersertifikat (benih asalan) produksi sendiri dengan mutu rendah perlu dikurangi agar potensi genetik varietas dapat diaktualisasikan dengan baik, tercermin dari adanya peningkatan produktivitas. Pengembangan system perbenihan berbasis masyarakat dalam bentuk Desa Mandiri Benih I Nyoman Widiarta: Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Baru Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

230 diharapkan menjadi solusi untuk peningkatan kemampuan petani/kelompok tani memproduksi benihbermutu varietas yang sesuai preferensi konsumen (Balitbangtan, 2015). Pada tulisan ini ditelaah status perakitan dan adopsi varietas unggul Balitbangtan dan upaya-upaya percepatan adopsi dalam hal : (1) perluasan skala uji multi lokasi mencapai skala denfarm, yang sekaligus berfungsi sebagai tempat produksi benih; (2) revisi alur produksi dan distribusi benih melalui penugasan Menteri Pertanian: (3) pembangunan jaringan unit pengelola benih sumber dan (4) pengembangan perbenihan berbasis masyarakat dalam bentuk Model Desa Mandiri Benih. Perakitan Varieats Unggul STATUS PERAKITAN DAN ADOPSI Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 61/Permentan/ OT.140/10/2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas mengatur syarat pelepasan untuk (Kementan 2011): (1) varietas hasil pemuliaan dalam negeri atau introduksi, (2) varietas tanaman hasil pemuliaan rekayasa genetika (PRG), dan (3) pelepasan varietas lokal.khusus untuk varietas lokal dapat dilepas sebagai varietas unggul, apabila sudah ditanam secara luas oleh masyarakat di suatu wilayah, disamping keunggulan. Memasuki abad ke-20 sampai dengan saat ini telah dilepas varietas padi 403 varietas (Tabel 1). Balitbangtan melepas sebagian besar varietas unggul padi dengan total 209 varietas, disamping BATAN, LIPI, perguruan tinggi, swasta dan Pemda. Swasta hanya melepas varietas padi hibrida hasil pemuliaan dalam negeri dan sebagian besar adalah bersumber dari galur introduksi (Direktorat Perbenihan, 2016b). Tabel 1. Pelepasan Varietas Padi No. Pelaksana Pemuliaan Jumlah Varietas Padi dilepas/ diputihkan 1 Lembaga Penelitian Kementerian 209 Pertanian (Balitbangtan) 2 Lembaga Penelitian Non-Kementerian 22 (BATAN, LIPI) 3 Perguruan tinggi 9 4 Swasta Perorangan 0 6 Pemerintah Daerah 32 Total I Nyoman Widiarta: Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Baru Padi 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

231 Varietas lokal padi yang dilepas (diputihkan) diantaranya adalah Pandanwangi, Rojolele, Anak Daro, Kuriek Kusuik, Junjung, Ceredek Merah, Siam Mutiara, Siam Saba, Cekow, Karya. Adopsi Varietas Varietas unggul baru padi mendominasi areal tanam dibandingkan dengan varietas lokal (Direktorat Perbenihan, 2016c). Varietas unggul baru padi diadopsi pada 87.36% dari total luas areal tanam padi dalam satu tahun yang mencapai juta ha. Varietas Ciherang, Mekongga, Ciliwung, Cigeulis, IR64 dan Situbagendit diadopsi 54,05% dari total areal tanam dalam setahun, 45,87% diantaranya adalah varietas Ciherang (Tabel 2). Berdasarkan informasi tahun 2013, padi jenis hibrida menyebar pada areal tanam ha, hanya 1,81% luas areal tanam yang mencapai 14 juta ha. Varietas Bernas Super, Bernas Prima 5, Sembada 168, DG 1 SHS dan SL 8 SHS menyebar pada 86,05% pertanaman padi hibrid(direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2016c) Tabel 2. Adopsi varietas unggul Padi Varietas Rata-Rata sebaran Luas(ha) % Ciherang ,87 IR ,04 Cigeulis ,86 Mekongga ,99 Ciliwung ,15 Situbagendit ,34 VU Lain ,27 Lokal ,68 UPAYA PERCEPATAN ADOPSI Perluasan Uji Adaptasi Varietas unggul yang baru dilepas diuji kesesuaian spesifik lokasi melalui uji adaptasi, demplot, visitor plot, ekspose di BB Padi mapun di BPTP. Petani telah mengetahui varietas tertentu cocok untuk ditanam di lahannya dari hasil kunjungan lapang. Kendala utama petani untuk menanam varietas unggul baru I Nyoman Widiarta: Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Baru Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

232 tersebut yang utama karena tidak tersedianya benih di kios. Belajar dari situasi tersebut, Balitbangtan menjadikan areal pengenalan dan uji adapatasi spesifik lokasi tersebut sebagai areal produksi benih dan luas areal diperluas seukuran denfarm untuk mempercepat dan memperluas adopsi. Agar produktivitas tinggi VUB pada denfarm dibudidayakan dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu dalam bentuk paket budidaya Jajar Legowo Super (Jarwo Super). Jarwo super dikembangtan dengan mengoptimalkan potensi peningkatan produktivitas dari dampak tanaman pinggir, menekan serangan hama-penyakit dan peningkatan jumlah anakan ditambah dengan perbaikan rasio C/N, pemupukan berimbang dan pemberian input pupuk hayati dan pestisida nabati yang ramah lingkungan, apabila diperlukan pestisida sintetis dapat diaplikasikan berdasarkan hasil pengamatan, disamping penggunaan varietas unggul provitas tinggi yang tahan hama/penyakit (Jamil et al., 2016). Teknologi Jajar Legowo Super mengintegrasi kompoenen teknologi: (a) Varietas Unggul Baru (VUB) potensi hasil tinggi, (b) Biodekomposer, diberikan pada saat pengolahan tanah, (c) Pupuk hayati sebagai seed treatment dan pemupukan berimbang berdasarkan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), (d) Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) menggunakan pestisida nabati dan pestisida anorganik berdasarkan ambang kendali, serta (e) Alat dan mesin pertanian, khususnya untuk tanam (jarwo transplanter) dan panen (combine harvester). Pada tahun 2016 Jarwo Super dilaksanakan di 13 provinsi meliputi Sumut, Sumbar, Sumsel, Jambi, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, Kalbar, Kalsel, NTB, Sulsel, Papua sesuai dengan SK Kepala Balitbangtan No.250 Tahun 2016 (Balitbangtan, 2016). Sejak awal telah dirancang dan dilaporkan kepada Balai Pengwasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) agar gabeh yang dihasilkan dapat dijadikan benih bersertifikat. Revisi Alur Produksi dan Distribusi Benih Produksi dan distribusi benih merupakan sub-sistem dalam system perbenihan nasional yang sangat penting agar benih bermutu varietas unggul sampai pada pengguna (Suyamto, 2011). Alur produksi dan distribusi benih melalui beberapa tahapan klas benih sebelum didistribusikan oleh distributor/ penyalur kepada petani pengguna (Direktorat Perbenihan, 2016d). Benih Penjenis (BS), atau Breeder seed diproduksi oleh pemulia tanaman, instansi pemerintah, swasta maupun perorangan. Turunan selanjutnya disebut klas Benih Dasar (BD) atau Foundation Seed dan klas Benih Pokok (BP), atau Stock Seed, diproduksi oleh Balai Benih Provinsi, Balai Benih Kabupaten atau Produsen Benih. Klas Benih Sebar (BR), atau Extension Seed adalah klas benih yang siap digunakan oleh petani, diproduksi oleh Produsen Benih atau Penangkar Benih.Benih F1 hibrida disetarakan ke dalam klas BR. Balai benih Provinsi/Kabupaten, produsen benih maupun penangkar cenderung memperbanyak benih varietas unggul yang telah komersial atau 886 I Nyoman Widiarta: Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Baru Padi 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

233 diminati oleh pasar. Sehubungan dengan hal tersebut Menteri Pertanian melalui Surat Penugasan Mentan Nomor 86/HK.410/M/4/2015 menunjuk Balitbangtan untuk melaksanakan perbanyakan benih sumber padi, jagung dan kedelai yang bermutu sampai Desember 2019 dalam rangka penyediaan benih sebar (BR) padi, jagung dan kedelai yang bermutu untuk percepatan diseminasi varietas unggul baru sesuai preferensi dan adaftif spesifik lokasi (Kementan, 2015c). Balai penelitian komoditas melaksanakan perbanyakan klas benih penjenis (BS) dan benih dasar (BD), sedangkan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) melaksanakan perbanyakan benih dasar (BD) dan benih pokok (BP). Surat penugasan tersebut memberikan kerangka hukum bagi Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) BPTP memproduksi benih sumber varietas unggul baru. Bahkan dengan terbitnya Kepmentan No.726 Tahun 2015, Balitbangtan dapat memproduksi benih sebar untuk percepatan diseminasi varietas unggul baru(kementan, 2015d). Pengembangan Jaringan Unit Pengelola Benih Sumber Benih sumber menempati posisi strategis dalam industri perbenihan nasional, karena menjadi sumber bagi produksi benih dari klas di bawahnya yang akhirnya digunakan petani. Mengingat perannya yang strategis, ketersediaan dan mutu benih sumber perlu dipertahankan secara berkelanjutan. Balitbangtan sejak tahun 2003 telah menetapkan pedoman umum pengelolaan benih sumber tanaman yang mengadopsi prinsip-prinsip sistem manajemen mutu sesuai dengan SNI atau ISO 9001:2008 sebagai dasar pembentukan UPBS di BB Padi maupun BPTP (Balitbangtan, 2010). UPBS BB Padi merupakan UPBS yang tertua dari 48 UPBS di lingkup Balitbangtan yang memiliki sarana-prasarana lengkap dan pengujian mutu benih yang telah terakreditasi. UPBS BB Padi telah mendapatkan sertifikat SNI atau ISO 9001:2000, sedangkan UPBS BPTP belum ada yang mendapatkan sertifikat ISO karena kondisi sarana prasarana UPBS BPTP masih beragam seperti pada Gambar 1. Ruang lingkup Pedum UPBS meliputi: 1) kelembagaan yang bertugas untuk mengelola benih sumber tanaman, 2) sistem pengelolaan benih sumber, 3) Sistem sertifikasi jaminan mutu dan 4) Sistem informasi. Sistem monev disepakati untuk masuk pada tugas Manajer Umum (Kepala BB/Balit). I Nyoman Widiarta: Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Baru Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

234 Gambar 1. Pengelompokan UPBS BPTP berdasarkan kepemilikan Sapras Pengembangan Perbenihan Berbasis Masyarakat Sistem Perbanihan Berbasis Masyarakat dikembangkan oleh Consortium for Unfavourable Rice Environment (CURE, 2013), IRRI untuk mempercepat adopsi varietas adaptif lahan sub-optimal yang terdiri dari sub-sistem seperti pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Model Sistem Perbenihan Berbasis Masyarakat Sub-sistem Teknologi Varietas baru adaptif DPI Manajemen kesehatan benih Pengelolaan tanaman terpadu Tanaman dan manajemen Sub-sistem Proses Penilaian kebutuhan Pemilihan varietas Pelatihan Kunjungan lapangan sumberdaya alam Keterangan: DPI : dampak perubahan iklim Sumber: CURE (2013), IRRI Sub-sistem Dukungan Organisasi pelaksanaan Hubungan pasar (pengguna) Local champion (penangkar lokal andalan) Jaminan mutu 888 I Nyoman Widiarta: Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Baru Padi 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

235 Balai penelitian komoditas memiliki varietas unggul baru, menguasai manajemen kesehatan benih maupun sistem manajemen mutu benih, pengelolaan tanaman terpadu dan manajemen sumberdaya alam untuk memproduksi benih dalam sub-sistem teknologi. Dalam sub-sistem proses melibatkan masyarakat untuk menaksir kebutuhan produksi benih, pemilihan varietas malakukan pelatihan dan kunjungan lapangan. Dukungan yang dibutuhkan untuk pengembangan sistem perbenihan berbasis masyarakat adalah mengorganisir pelaksanaan, penyusunan bussines plan terkait dengan kemungkinan pasar, memilih petani yang berminat menanam varietas unggul atau memproduksi benih varietas unggul yang disenangi masyarakat dan dukungan dari BPSB untuk menjamin mutu, memberikan sertifikat benih apabila akan disalurkan ke pasar. Menggunakan referensi Model Sistem Perbenihan Berbasis Masyarakat yang dikembangkan oleh Consortium Unfavourable Rice Environment (CURE), IRRI (CURE, 2013: Badstue et al., 2006) dikembangkan Model Desa Mandiri Benih (Balitbangtan, 2015) yang melibatkan jaringan UPBS Balitkomoditas, BPTP dan Calon Penangkar berkoordinasi dengan Dinas terkait di daerah seperti pada Gambar 2 (Puslitbangtan 2016). Perbenihan jagung berbasis komunitas sebelumnya tidak melibatkan BPTP, tetapi lansung dengan penangkar benih lokal (Jan dan Sania, 2005). Balitkomoditas adalah balai pelaksana pemuliaan tanaman yang menghasilkan varietas unggul baru beserta benih inti dan benih sumber klas BS dan FS yang diproduksi oleh UPBS Balitkomoditas. UPBS BB Padi penghasil benih sumber padi, menguasai teknologi produksi benih dan telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO untuk memproduksi benih sumber klas BS dan FS. BPTP mengidentifikasi Calon Penangkar yang menyediakan benih di suatu wilayah diutamakan yang belum mendaftarkan kegiatan produksi benih mereka kepada dinas pertanian dan melakukan sertifikasi benih yang diproduksi pada BPSB. Dalam upaya meningkatkan mutu benih produksi calon penangkar Gambar 2. Model Desa Mandiri Benih I Nyoman Widiarta: Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Baru Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

236 BPTP menyelenggarakan sekolah lapang produksi benih dengan mengadakan laboratorium lapang produksi benih sumber klas SS pada luasan minimal 1 ha. Varietas yang ditanam pada LL adalah varietas yang telah melalui uji adaptasi dan disukai oleh pengguna di lokasi tersebut. Teknik produksi benih yang diterapkan adalah teknik produksi benih yang dilakukan BB Padi dengan pendampingan teknologi dan manajemen mutu oleh UPBS BB Padi. Calon penangkar pada awal pengembangan model, diperbolehkan untuk memperbanyak benih sebar dari varietas yang biasa ditangkarkan selama ini didalam LL maupun di luar untuk memenuhi kebutuhan benih satu desa sesuai dengan rencana bisnis penyaluran benih agar produksi benih berkelanjutan (Monyo and Mgonja, 2004; Witcombe et al., 2010; Bappenas, 2016). Melalui LL produksi benih didemonstrasikan teknik produksi benih dan diperkenalkan manajemen mutu kemudian secara bertahap diperkenalkan varietas yang adaftif oleh BPTP didampingi oleh BB Padi. Pada tahun 2016 dari 11 provinsi, pelaksana berhasil diidentifikasi unit desa yang telah dapat memenuhi kebutuhan jumlah benih untuk satu desa (mandiri), dan telah berhasil memasarkan/menyalurkan benih sendiri/ mitra/koptan sebagian atau keseluruhan benih yang diproduksi, sebagai indikator keberlajutan untuk DMB di Provinsi Sumut, Jabar, Jateng, Jatim, NTB. Model Desa Mandiri Benih dapat dijadikan referensi dalam pengembangan 1000 Desa Mandiri Benih (Kementan, 2015b; Ditjen Tanaman Pangan, 2016) Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Balitbangtan melepas sebagian besar varietas unggul baru padi inbrida maupun hibrida yang mendominasi varietas padi yang ditanam oleh petani di juta areal tanam padi setahun. Adopsi varietas unggul baru sangat tergantung dari ketersediaan benih. Balitbangtan melakukan upaya percepatan adopsi varietas melalui penyedian benih bermutu dengan cara : (1) memperluas skala uji adaptasi mencapai skala denfarm, yang sekaligus berfungsi sebagai tempat produksi benih; (2) revisi alur produksi dan distribusi benih melalui penugasan Menteri Pertanian: (3) pembangunan jaringan unit pengelola benih sumber dan (4) pengembangan perbenihan berbasis masyarakat dalam bentuk Model Desa Mandiri Benih Saran Perbaikan karakter varietas harus tetap mempertahankan kharakter mutu dan rasa yang sesuai dengan preferensi konsumen dan bentuk gabah yang seuai dengan preferensi penggilingan. Mengurangi tumpang tindih antar skim bantuan benih. Pengembangan perbenihan berbasis masyarakat sangat penting untuk menutupi kelemahan system perbenihan komersial. 890 I Nyoman Widiarta: Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Baru Padi 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

237 DAFTAR PUSTAKA Balitbangtan Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Padi. Balitbangtan Pedoman Umum Pengembangan Model Desa Mandiri Benih Padi, Jagung, dan Kedelai. Balitbangtan Penyelenggaraan dan pembentukan Tim Pengawalan Percepatan Diseminasi Varietas Unggul Baru Padi melalui Denfarm Teknologi Jajar Legowo Super. Bappnenas Evaluasi sistem perbenihan dan perbibitan nasional dalam rangka peningkatan produktivitas padi, jagung, kedelai dan sapi tahun 2016 Boer, R Indonesian country report: cilame variability and climate change and their implication. Government of Indonesia, Jakarta. Badstue, L.B., Bellon, M.R., Berthaud J., Rami Rez, A., Flores D., XO CHITL Jua Rez, X The dynamics of farmers maize seed supply practices in the central valleys of oaxaca, mexico. World Development 35 (9): doi: /j.worlddev Bertin T, Ann, D., Zacharie, T., Ebenezar, A. and Alain, T Enhancing farmers access to quality planting materials through community-based seed and seedling systems: Experiences from the Western Highlands of Cameroon. Middle-East Journal of Scientific Research 12 (4): DOI: /idosi.mejsr BPS (Biro Pusat Statistik) [Internet].2014 Peningkatan produksi padi nasional. Jakarta (ID): BPS; [Diakses 27 September 2014]. Tersedia dari://www. bps.go.id/tnmn_pgn.php. Consortium for Unfavourable Rice Environment (CURE) Comminty based seed production system. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Focus Group Discussion Desa Mandiri Benih. Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan.2016a. Penggunaan benih bersertifikat. Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan.2016b. Varietas unggul tanaman pangan. Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan. 2016c. Sebaran adopsi varietas unggul padi,jagung, kedelai Direktorat Perbenihan 2016d. Ruang lingkup perbenihan Tanaman Pangan. Jamil, A.,S. Abdulrachman, P. Sasmita, Z. Zaini, Wiratno, R. Rachmat, R. Saraswati, L. R. Widowati, E. Pratiwi, Satoto, Rahmini, D. D. Handoko, L. M. Zarwazi, M. Y. Samaullah, A. Maolana, A. D. Subagio Budidaya Padi Jajar Legowo Super. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian I Nyoman Widiarta: Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Baru Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

238 Jan, RH dan Sania, S Percepatan distribusi benih jagung unggul bersari bebas melalui produksi benih berskala komunitas. Dalam Hermanto, Sunihardi dan Sri Kuntari (Eds).Risalah Seminar 2006 Tanaman Pangan. Hal Kementan Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas. Kementerian Pertanian Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Permentan/ SR.120/1/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina. Kementan, 2015a.Rencana Strategis Kementerian Pertanian Kementrian Pertanian. 223 hal. Kementan, 2015b.Pedoman teknis pengembangan seribu desa mandiri benih tahun anggaran Kementan, 2015c. Surat penugasan Menteri Pertanian Nomor 86/HK.410/M/4/2015 tentang perbanyakan benih sumber padi, jagung dan kedelai bermutu. Kementan, 2015d. Kepmentan No.726 Tahun 2015 tentang produksi benih sebar komoditas strategis untuk percepatan diseminasi varietas unggul baru. Matthews, R.B.. M.J. Kroftt, T. Horie dan R. D. Bachelet.1997.Simulating the impact of climate change on rice production in Asia and evaluating option for adoption. Agric. Syst. 54: Monyo, ES and MA Mgonja P In Sentimela, PS, E Manyo, and M Bänzinger (eds). Successful Community-Based Seed Production Strategies. Mexico, D.F.: CIMMYT. Puslitbangtan, 2009.Lima Tahun ( ) Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.54 hal Puslitbangtan, 2015.Program Strategis Litbang Tanaman Pangan (power point). Raker Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Sengigi-Lombok Januari Puslitbangtan, Panduan umum sekolah lapang model desa mandiri benih padi, jagung, dan kedelai. Suprihatno B, AA Daradjat, Satoto, SE Baehaki, N Widiarta, A Setiono, SD Indrasari, O Lesmana, H Sembiring Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.78 Suyamto, Revitalisasi sistem perbenihan tanaman pangan. Iptek Tanaman Pangan 6(1):1-13. Witcombe, J.R., Devkota K.P. and Joshi K. D Linking community-based seed producers to markets for a sustainable seed supply system. Expl Agric. 46 (4): doi: /s x. 892 I Nyoman Widiarta: Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Baru Padi 00 Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

239 DISPLAY VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) POTENSI HASIL TINGGI MENINGKATKAN SEBARAN VARIETAS PADI DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH PROVINSI NTB Sabar Untung, Saleh Mohktar, I Putu Cakra P.A. dan Didin Wahyudin 1. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat Jl. Raya peninjauan Narmada, Kabupaten Lombok Barat NTB 2. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang Jawa Barat Untungsabar88@yahoo.co.id ABSTRAK Strategi pencapaian produksi padi yang terus dilakukan provinsi NTB adalah; 1) Peningkatan produktiftas, 2) Perluasan areal dan optimalisasi lahan, 3) Pengamanan produksi, dan 4) Penyempurnaan manajemen (Distabun prov NTB 2016). Upaya peningkatan produktifitas padi di NTB salah satunya dengan mensosialisasikan penggunaan varietas unggul baru potensi tinggi. Sosialisasi varietas unggul baru potensi tinggi di tingkat lapangan sangat penting, karena penggunaan ditingkat petani NTB masih kecil 50,56 %, (BPSB Prov NTB 2016). Sasaran tanam provinsi NTB tahun Pada tahun 2016, Provinsi NTB mendapat tugas untuk menyelenggarakan Gebyar Perbenihan Nasional Tanaman Pangan yang ke IV. Pelaksanaan kegiatan ditempatkan di desa Puyung kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah. Untuk memperkenalkan varietas unggul baru potensi tinggi ke petani NTB, pada Kegiatan Gebyar Perbenihan ditanam 12 VUB padi yaitu; Inpari 1, Inpari 7, Inpari 10, inpari 16, Inpari 19, Inpari 22, Inpari 27, Inpari 30, Inpari 31, Inpari 32, Inpari 33, dan Ciliwung sebagai pembanding. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan 10 responden, sedangkan data sekunder bersumber dari Distanbun dan BPSB provinsi NTB. Data ditampilkan secara tabulasi. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui sebaran varietas VUB padi di kabupaten Lombok Tengah. Adapun kesimpulan dari kegiatan kajiannya ini adalah Melalui kegiatan display varietas VUB padi memapu menurunkan dominasi varietas Ciliwung dari 41,44% menjadi 27,36 % (tabel 4). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya sebaran varietas VUB yang ditanam petani seperti inpari 32 dengan persentase sebaran 6,55% dan inpari 30 persentase sebaran 4,57%. Kata kunci: Sebaran, Dominasi, VUB, Padi, Lombok Tengah, NTB Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

240 ABSTRACT The achievement strategies of rice production that keep be done by West Nusa Tenggara (NTB) Province are: 1)increasing of productivity, 2) area expansion and optimise the land, 3)securing of production, and 4) improvement of management(distanbunprov NTB 2016). One of the efforts on increasing rice productivity in NTB was done by socializing ofhigh potential new superior varieties utilization. Socialization of high potential new superior varieties in the field was very important because its utilization in the small holder level of NTB was still low i.e. 50,56% (BPSB Prov NTB 2016). NTB Province in 2016 got a task to implement The National Crop Germination IV. It was conducted in Puyung Village, JonggatSubdistrict, Central Lombok District. To introduce new superior varieties towards the farmers of NTB, there were 12 new superior varieties planted on that moment, they were Inpari 1, Inpari 7, Inpari 10, Inpari 16, Inpari 19, Inpari 22, Inpari 27, Inpari 30, Inpari 31, Inpari 32, Inpari 33, and Ciliwung as a comparison. Primary data was collected by direct interview with the respondents, while secondary data was based on Distanbun and BPSB of NTB Province. Data showed as tabulation. The aim of this research was to know the distribution of new superior varieties of rice in Central Lombok Regency. The conclusion of this research was that the appearance of new superior varieties could decreased of Ciliwung domination from 41,44% to be 27,36% (Table 4). It was caused by increasing of new superior varieties distribution that was planted by the farmers, such as Inpari 32 and Inpari 30 with distribution percentage were 6,55% and 4,57% respectively. Keywords: distribution, dominance, new superior varieties (VUB), Rice, Central Lombok, West Nusa Tenggara (NTB) Latar Belakang PENDAHULUAN Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi penyangga pangan nasional. Dari luas lahan baku sawah hektar, dengan asumsi pemanfaatan tiga kali tanam padi dan palawija, maka potensi lahan sawah Nusa Tenggara Barat sekitar hektar. Selama ini Kontribusi padi NTB terhadap produksi padi nasional setiap tahunnya berkisar 3 % (tiga persen) (BPS, 2016) Sebagai daerah penyangga pangan nasional, Provinsi NTB terus melakukan peningkatan produksi padi untuk mendukung program swasembada beras nasional. Strategi pencapaian produksi padi yang terus dilakukan provinsi NTB adalah; 1) Peningkatan produktiftas, 2) Perluasan areal dan optimalisasi lahan, 3) Pengamanan produksi, dan 4) Penyempurnaan manajemen (Distabun prov NTB 2016). Upaya peningkatan produktifitas padi di NTB salah satunya dengan 894 Sabar Untung et al: Display Varietas Unggul Baru (Vub) Potensi Hasil Tinggi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

241 mensosialisasikan penggunaan varietas unggul baru potensi tinggi. Sosialisasi varietas unggul baru potensi tinggi di tingkat lapangan sangat penting, karena penggunaan ditingkat petani NTB masih kecil 50,56 %, (BPSB Prov NTB 2016). Varietas merupakan hasil teknologi setelah melalui proses yang panjang. Sejak tahun 2007 hingga 2016 Badan Litbang Pertanian telah melepas beberapa varietas unggul baru padi dengan potensi hasil tinggi. Dan mulai tahun 2008 penamaan varietas padi tidak lagi dengan nama sungai, tetapi dengan istilah baru yaitu Inbrida padi dan Hibrida padi dan memakai seri. Inpari = Inbrida padi sawah irigasi, Inpara = Inbrida padi rawa, Inpago = Inbrida padi gogo. Sampai tahun 2016 pelepasan varietas hasil Badan Litbang Pertanian dengan penamaan istilah baru sebanyak 43 Inpari, 9 Inpago, dan 9 Inpara. (Litbangtan 2016). Divinisi varietas potensi tinggi adalah varietas yang memiliki potensi hasil 7 ton/ha atau lebih, sementara varietas potensi sedang yaitu varietas yang potensinya dibawah 7 ton per hektar. Dan varietas potensi rendah varietas yang memiliki potensi hasil kurang dari 3 ton per hektar. Peningkatan produktifitas padi ditentukan oleh berbagai faktor seperti kualitas benih, pupuk, managemen. Dengan menggunakan benih VUB padi yang bermutu dan managemen petani, produktiftas padi 1,5 ton di atas rata-rata produktiftas setempat dan keuntungan usahatani padi meningkat pada setiap musim tanam. (Puspadi 2008). Diseminasi varietas unggul baru (VUB) padi ke pengguna dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dapat mempercepat adopsi petani Pergiliran varietas padi dengan memakai nama Inpari yang berseri masih sulit dipahami petani, karena pada saat varietas tertentu yang digunakan mengalami kendala dilapangan, maka petani akan menilai semua varietas Inpari seri lain sama karakter dan kualitasnya. Dasar pertimbangan petani dalam menentukan pilihan varietas skala prioritasnya adalah; produktifitas tinggi, tahan terhadap hama penyakit, rasa nasi pulen, umur genjah, mudah dirontok, rendemen gabah ke beras tinggi, tahan rebah dll. Petani merasa nyaman dan aman bila varietas yang ditanam sudah memenuhi preferensinya. Inovasi merupakan hasil teknologi yang terus berubah dan berkembang (Iskandar, 1972). Sedangkan menurut Hawkins Inovasi adalah suatu gagasan, metode, atau objek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir. Inovasi diperkenalkan kepada para petani guna menggantikan hal-hal yang sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan zaman. Penyebarluasan suatu inovasi selalu memerlukan waktu. Perilaku social masyarakat pedesaan dalam alokasi sumberdaya seperti system tukar produk pertanian termasuk benih antar petani, yang dibangun atas rasa saling percaya (Fukuyama, 2007) merupakan modal social yang dapat dimanfaatkan untuk mempercepat proses diseminasi, adopsi benih padi. Sosial capital sangat penting perannya dalam menjaga kesinambungan pembangunan pertanian Carolan (2006). Sabar Untung et al: Display Varietas Unggul Baru (Vub) Potensi Hasil Tinggi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

242 Adopsi tadopsi teknologi merupakan suatu proses mental dan perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan petani sejak mengenal sampai memutuskan untuk menerapkannya. Sedangkan proses difusi tekno-logi tidak berbeda jauh dengan proses adopsi, namun dalam difusi sumber informasinya berasal dari dalam sistem masyarakat tani itu sendiri, sedangkan adopsi sumber informasinya berasal dari luar sistem masyarakat tani (Roger dan Shomaker, 1981) Kebijakan provinsi Nusa Tenggara Barat dalam pengadaan dan pendistribusian benih subsidi yang dilaksanakan oleh BUMN, mensyaratkan dengan menggunakan varietas unggul baru potensi tinggi. Terobosan kebijakan tersebut diharapkan mampu meningkatkan produktiftas padi di NTB. Dan program ini merupakan bagian dari penerapan inovasi bagi petani NTB. Tujuan; Untuk mengetahui sebaran varietas VUB padi di kabupaten Lombok Tengah. Keluaran ; Data/informasi sebaran varietas VUB padi di kabupaten Lombok Tengah BAHAN DAN METODA Untuk memperkenalkan varietas unggul baru potensi tinggi ke petani NTB, pada Kegiatan Gebyar Perbenihan di Puyung Lombok Tengah ditanam 12 VUB padi yaitu; Inpari 1, Inpari 7, Inpari 10, inpari 16, Inpari 19, Inpari 22, Inpari 27, Inpari 30 Sub 1, Inpari 31, Inpari 32, Inpari 33, dan Ciliwung sebagai pembanding. Selain memperkenalkan varietas unggul baru, untuk menyakinkan dan mengoptimalkan performan tanaman, penerapan teknologi budidaya juga dilakukan salah satunya dengan cara tanam jajar legowo 3:1. Uji preferensi petani terhadap varietas dilakukan dari fase vegetatif sampai fase generatif. Dan pada puncak acara Gebayar Perbenihan dilakukan uji organoleptik rasa nasi dari beberapa varietas yang diperkenalkan dilokasi Gebyar Perbenihan. Untuk mengetahui preferensi dan adopsi varietas padi di NTB, pada MT.2016/2017, dan MT dilakukan survey ke petani pelaksana 4 responden, petani nonkooperator 4 responden, dan pedagang gabah 2 responden. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan responden, sedangkan data sekunder bersumber dari Distanbun dan BPSB provinsi NTB. Data ditampilkan secara tabulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Target produksi padi NTB tahun 2017 sebesar ton, dihasilkan dari sasaran luas tanam sebesar ha, dan sasaran panen ha, dengan produktifitas yang ditargetkan 54 kwintal/ha GKG. Sumber lahan padi di NTB masih tertumpu pada lahan sawah yaitu ha, dan sawah padi ladang ha. Langkah langka strategis yang dilakukan provinsi NTB; 1. Pengembangan GP- 896 Sabar Untung et al: Display Varietas Unggul Baru (Vub) Potensi Hasil Tinggi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

243 PTT, GP-PHT, Optimalisasi lahan, Pengembangan jaringan irigasi. 2.Menfasilitasi petani dapat benih subsidi, benih CBN, dan pupuk. 3. Pembinaan, Pengawalan, Pengamanan pertanaman. 4. Melakukan pendampingan oleh PPL, POPT, PBT dan BPTP. 5. Meningkatkan koordinasi diberbagai tingkatan. Penggunaan varietas Ciliwung di NTB terus meningkat, karena ketahanannya terhadap penyakit Blas dan HDB, sehingga preferensi petani NTB sulit di gantikan dengan varietas lain. Penggunaan varietas Ciliwung di NTB dari tahun 2010 sampai 2016 tertera pada Gambar 1. Selain tingginya dominasi varietas Ciliwung, di NTB ada beberapa varietas potensi sedang yang dominasinya terus meningkat yaitu; ir64, ir66, Situbagendit dan Cilosari. Tabel 1. Keyakinan petani terhadap varietas sulit dipengaruhi sebelum membuktikan sendiri dari keunggulan dari varietas yang ditawarkan. Gambar 1. Perkembangan penggunaan varietas Ciliwung di NTB Dari sepuluh varietas dominan di NTB, pada tahun 2016 terdapat lima varietas potensi sedang dengan dominasi 39,47 % dari luas tanam ha. Tingginya dominasi varietas Ciliwung dan varietas potensi sedang lainnya, sehingga program peningkatan produktifitas padi di NTB sulit tercapai. Varietas Ciliwung memiliki potensi hasil 6,5 ton per hektar, sementara sebarannya hampir 19 %. Tabel.1 Sebaran Varietas Padi di NTB tahun 2016 Varietas Luas Sebaran (%) Ciliwung Cigeulis Ciherang Mekongga Situbagendit Ir64 Cibogo Ir66 Cilosari Inpari 30 Sub 1 Varietas lainnya Sumber: BPSB Prov NTB ,88 18,26 11,28 9,40 7,84 5,95 5,53 3,86 2,94 1,82 14,71 Sabar Untung et al: Display Varietas Unggul Baru (Vub) Potensi Hasil Tinggi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

244 Peran penangkar benih dalam mempengaruhi sebaran varietas di lapangan sangat kuat. Mencermati tabel 1 dan 2, sangat berhubungan erat antara sebaran varietas dengan ketersediaan benih bersertifikat. Penangkar dalam penyediaan benih selalu menyesuaikan dengan peluang dan permintaan pasar. Dengan demikian komersialisasi varietas banyak ditentukan oleh penangkar. Menurut (M.Yahmin 2008) Beberapa faktor yang menentukan komersialisasi varietas, antara lain tingkat produktifitas, mutu produk dengan selera konsumen, ketahanan terhadap hama penyakit, harga jual produk, dan ketersediaan benih. Tabel 2. Luas penangkaran dan stok benih padi tahun 2016 di NTB Varietas Ciliwung Ciherang Cigeulis Mekongga Situbagendit Pepe Cilosari Ir64 Ir66 Inpari30 Varietas Lainnya Sumber : BPSB Prov NTB 2016 Luas Penangkaran Yang Lulus Lapangan (Ha) 791, ,47 408,25 373,89 283,99 215,40 190,36 205,28 172,65 147,49 614,88 Produksi Benih (Ton) 2.860, , , , , , , , , , ,810 Pada tabel 2. Penyediaan benih oleh penangkar untuk musim tanam 2017 masih menempatkan varietas Ciliwung sebagai pilihan pertama. Tetapi berdasarkan tabel 3. Sebaran varietas padi di NTB tahun 2017 terjadi perubahan dominasi. Turunnya dominasi varietas Ciliwung, karena adanya varietas Inpari 32 yang sebarannya sangat menonjol yaitu 6.934,25 ha atau 3.33 % dari total luas tanam ,5 ha. Selain terjadinya pergeseran dominasi varietas Ciliwung, setelah satu tahun diperkenalkan di NTB, komposisi varietas unggul baru selain Inpari 32 juga meningkat. Tahun 2017 sebaran varietas Inpari seluas ha atau 11,97 dari total luas tanam. Penggunaan varietas unggul baru potensi tinggi (VPT) tahun 2017 meningkat dari 51,86 % tahun 2016 menjadi 54,00%. Tabel.3 Sebaran Varietas Padi Varietas VUB di NTB tahun 2017 Varietas Luas Sebaran (%) Ciherang Ciliwung Cigeulis Mekongga Ir Sabar Untung et al: Display Varietas Unggul Baru (Vub) Potensi Hasil Tinggi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

245 Varietas Luas Sebaran (%) Ir64 Situbagendit Inpari 30 Sub 1 Inpari 32 Cilosari Varietas Lainnya Sumber: BPSB Prov NTB Pada tabel 3.Selain varietas Ciliwung, varietas ir64, ir66, dan Situbagendit dominasinya masih tinggi. Dari delapan belas varietas yang digunakan tahun 2017, terdapat tujuh varietas potensi sedang (VPS), dan sebelas varietas potensi tinggi (VPT). Penggunaan varietas ir64, ir66, dan situbagendit tetap tinggi karena varietas tersebut memiliki keunggulan spesifik. Startegi pergantian varietas Situbagendit, ir66, ir64, dan Cilosari perlu diterapkan pendekatan seperti pada diseminasi Inpari 32, yaitu mendisplaykan VUB yang dipromosikan dengan varietas dominan di lokasi tersebut. Saat ini Badan Litbang Pertanian telah banyak menghasilkan VUB Inpari yang karakternya mirif dengan varietas ir64, ir66, Situbagendit tetapi sifat keunggulannya jauh lebih baik. Untuk mempercepat adopsi dan diseminasi VUB ke pengguna tidak cukup dengan satu pendekatan. Alasan petani tetap mempertahankan varietas yang sudah dikenal atau varietas lama, karena dari berbagai pertimbangan. Pertimbangan petani tetap mempertahankan varietas Ciliwung karena aspek agronomi dan social. Petani merasa cocok dengan karakter Ciliwung, baik dari sisi produktiftas, ketahanan hama penyakit. Tabel. 4 Sebaran Varietas Padi pasca Display Varietas VUB di Kabupaten Lombok Tengah 2016 dan 2017 Varietas Ciliwung Cigeulis Mekongga Cibogo Situbagendit Inpari 30 Ir66 Ir64 Varietas Lokal PVS lainnya PVT lainnya Rank Luas Sebaran 2016 (%) ,44 15,87 10,19 8,68 7,14 0,91 0,08 0,05 4,15 2,33 1,67 Varietas Rank Luas Sebaran 2017 (%) Ciliwung Cigeulis Mekongga Inpari 32 Cibogo Inpari 30 Situbagendit Hibrida Ciherang Pepe Lainnya Sumber BPSB Prov NTB 2017 Sabar Untung et al: Display Varietas Unggul Baru (Vub) Potensi Hasil Tinggi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

246 Untuk menggeser dominasi varietas potensi sedang upaya pemerintah saat ini terus melakukan sosialisasi terhadap varietas unggul baru (VUB) padi. Salah satunya melalui kegiatan display varietas VUB di kabupaten Lombok tengah sebagai salah satu sentra padi di NTB. Setelah dilakukan Display Varietas VUB di Kabupaten Lombok Tengah 2016 dan 2017, walaupun ciliwung masing rangking satu namun dominasi varietas Ciliwung menurun dari 41,44% menjadi 27,36 % (tabel 4). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya sebaran varietas VUB yang ditanam petani seperti inpari 32 dengan persentase sebaran 6,55% dan inpari 30 persentase sebaran 4,57%. Tabel 5. Preferensi Petani terhadap Varietas Padi di Kabupaten Lombok Tengah NTB (%) No Varietas Provi K.H & P R. Nasi Umur Tan T. Tan Kerontokan Kerebahan Rendemen Bentuk Tan. Nilai Jual 1 Ciliwung Cigeulis Mekongga Inpari Cibogo Inpari Situbagendit Hibrida Ciherang Pepe Sumber : Data Primer yang diolah 2017 Pada tahun 2016 baru Inpari 30 Sub 1 yang sudah banyak di kenal petani. Masuknya Inpari 30 Sub 1 dalam sepuluh besar penggunaan varietas di duga karena membawa sifat dan karakter varietas Ciherang. Varietas Ciherang pada beberapa wilayah di NTB, sampai saat ini masih diminati meskipun ada kecenderungan menurun. Penggunaan varietas Ciherang oleh petani NTB beberapa tahun terakhir tidak stabil, karena ketahanan terhadap penyakit khususnya hawar daun bakteri (HDB) sudah patah. Sedangkan sebaran Inpari 32 diprediksi akan terus meningkat dan dapat menggeser varietas Ciliwung, karena sifat dan karakternya mirif dengan varietas Ciliwung. Di Lapangan varietas Inpari 32, petani menyebutnya dengan nama Ciliwung Gajah, Ciliwung Jumbo atau Ciliwung super. 900 Sabar Untung et al: Display Varietas Unggul Baru (Vub) Potensi Hasil Tinggi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

247 KESIMPULAN Adapun kesimpulan dari kegiatan kajiannya ini adalah Melalui kegiatan display varietas VUB padi di Puyung Lombok Tengah, memapu menurunkan dominasi varietas Ciliwung meskipun masih menempati nomer 1 yaitu dari 41,44% menjadi 27,36 % (tabel 4). Hal ini karena adanya pergeseran penggunaan varietas Ciliwung yang menurun dan beralih ke varietas unggul baru seperti Inpari 32. Peningkatan dominasi varietas unggul Inpari 32, dan 30 Sub 1 di yakini akan terus meningkat dilihat dari respon petani sangat baik, yang saat ini sebarannya sudah mencapai 6,55% inpari 32 dan 6,55% dan inpari 30 Sub 1 %. Selain menurunkan dominasi varietas Ciliwung, kegiatan display varietas di Puyung juga menggeser rangking varietas Cibogo dan Situbagendit. DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Diskripsi Varietas unggul Baru Padi. BPSB Provinsi NTB, Laporan Penangkaran Benih Padi di NTB Tahun Mataram BPS, Tahun 2016, akses melalui, id/865. tgl 20 oktober Carolan Michael S Social Change and Adoption and Adaptation of Knowledge Calims: Whose Trust In Regard to Sustainable Agriculture. Agriculture and Human Value 23: , 2006 Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB, 2017 Kebijakan Pembangunan Pertanian TPH Provinsi Nusa Tenggara Barat, Di Sampaikan Pada Forum Perbenihan Tanaman Pangan, Mataram. Fukuyama Francis Trust. Kebajikan Sosial Dan Peciptaan Kemakmuran. Penerjemah Trust. The Social Virtues and The Creation Of Prosperity. Penerbit Kalam Yogyakarta. Junaedi Pemahaman tentang adopsi, difusi dan inovasi (teknologi). portal penuyuluhan /idex.php? option=com_ content&task=view&id.3/30/2009. Kementan, Target Produksi Padi 78 Juta ton. amp/ lampung. Tribunnews.com /amp/2016 /12 /29. Ruskandar, A,. Wahyuni Sri., Dampak Desiminasi Model Pengembangan Benih Padi Terhadap Perkembangan Sebaran Varietas di Kabupaten Blora. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sabar Untung et al: Display Varietas Unggul Baru (Vub) Potensi Hasil Tinggi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

248 Puspadi, K. 2008, Pengembangan Model Perbenihan Padi dalam Rangka Penyedian Benih FS dan SS Mendukung Program P2BN di Nusa Tenggara Barat. Laporan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. 902 Sabar Untung et al: Display Varietas Unggul Baru (Vub) Potensi Hasil Tinggi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

249 ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI PADI SAWAH IRIGASI TIGA KABUPATEN DI SULAWESI SELATAN Andi Faisal Suddin, Apresus Sinaga, dan I.U. Firmansyah 1. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan KM 17,5 Makassar 2. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat Jl. Basecamp Kompleks Perkantoran Pemda Prov. Papua Barat 3. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya 9, Sukamandi, Kec. Ciasem, Kab. Subang, Jabar (andifaisals@yahoo.co.id) Hp : ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kelayakan usahatani dan melihat titik impas padi sawah irigasi. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bone, Soppeng dan Wajo di Provinsi Sulawesi Selatan pada Tahun Analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan, analisisis kelayakan dan menghitung tingkat titik impas (Break event ponit/bep) produksi dan harga. Hasil usahatani padi sawah irigasi di tiga kabupaten, Sulawesi Selatan menunjukan nilai R/C rasio dan nilai B/C > 1, berarti usahatani padi sawah irigasi di wilayah tersebut cukup layak untuk dilanjutkan dan nilai tingkat break event point yang lebih rendah dari harga aktual maka usahatani padi sawah irigasi masih memiliki daya saing. Kata kunci : Pertanian padi sawah irigasi, analisis penghasilan, titik impas. ABSTRACT This study aims to obtain information the feasibility of farming and see the breakeven point of irrigated rice paddy. The study was conducted in the districts Bone, Soppeng and Wajo in South Sulawesi Province in The analysis used is income analysis, feasibility analysis and calculate the break-even rate (Break event point / BEP) production and price. The results of farming rice irrigation in three counties, South Sulawesi showed the value of R/C ratio and the value of B/C > 1, meaning that irrigated rice field farming in the area is feasible to continue and the value of the rate of break event point is more lower than the actual price of irrigation rice farming then it still has competitiveness. Keywords: Farming paddy rice irrigated, income analysis, break even point Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

250 PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor yang diandalkan dalam pembangunan di Indonesia karena mempunyai peranan penting dalam menunjang perekonomian nasional (Supartama at al., 2013). Produksi pangan perlu ditingkatkan sebelum tahun 2050 sebesar lebih dari 50% untuk memenuhi tuntutan pangan dengan peningkatan populasi manusia (Yamori, at. al., 2014). Tekanan sistem produksi padi semakin lama semakin berat dan komplek, penyusutan luas maupun degradasi fungsi lahan irigasi, baik langsung maupun tidak langsung merupakan ancaman serius terhadap kemantapan pasokan pangan nasional (Supriatna, 2012). Perlambatan laju pertumbuhan produksi beras disebabkan oleh melambatnya laju pertumbuhan produktivitas usahatani padi akibat tidak adanya trobosan teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas padi secara signifikan (Irawan,2003). Adopsi teknologi merupakan proses dinamis yang terus berubah menurut waktu sehingga teknologi yang akan dikembangkan perlu dievaluasi kelayakannya terlebih dahulu ditingkat petani (Prasetiaswati dan Radjit. 2012). Peningkatan produktivitas melalui efisiensi teknis dan terobosan teknologi menjadi penting untuk diperhatikan dalam upaya peningkatan produksi beras (Kusnadi at al., 2011). Beberapa upaya untuk meningkatkan produksi padi nasional antara lain menurut Asnawi (2014) dengan penggunaan varietas unggul, mengatasi terjadinya deteriosasi dan menanggulangi terjadinya penurunan kesuburan tanah. Pada kondisi dimana produktivitas usahatani padi semakin sulit ditingkatkan, peningkatan luas panen padi merupakan upaya yang terpaksa dilakukan untuk meningkatkan produksi padi nasional (Irawan, 2003). Oleh karena itu, teknologi yang dikembangkan perlu dievaluasi kelayakannya terlebih dahulu ditingkat petani. Melihat uraian diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kelayakaan usahatani dan melihat titik impas padi sawah irigasi di tiga kabupaten di Sulawesi Selatan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bone, Soppeng dan Wajo di Provinsi Sulawesi Selatan pada Tahun Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purpossive). Jumlah sampel yang diambil di tiga kabupaten sebanyak masing-masing 30 responden. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (Questionare), terhadap responden yaitu responden petani padi sawah di tiga kabupaten. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan, analisis kelayakan dan tingkat titik impas (Break event ponit/bep) produksi dan harga. Secara matematis pendapatan/ 904 Andi Faisal Suddin et al: Analisis Titik Impas Usahatani Padi Sawah Irigasi Tiga Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

251 keuntungan usahatani dihitung dengan formulasi, sebagai berikut: I = P.Q TC dimana: I = Pendapatan/keuntungan, P = Harga produksi per unit Q = Jumlah produksi, TC = Jumlah biaya produksi Untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani dilakukan analisi R/C ratio dan analisis Marginal B/C ratio (Beneft Cost Ratio) (Swastika, 2004). Dengan formula : R/C = Total penerimaan/total Biaya Marginal B/C = Total Pendapatan (gains)/total Biaya Produksi (losses) dimana: Usahatani dikategorikan layak apabila R/C dan Marginal B/C mempunyai nilai lebih besar dari satu. Selanjutnya dilakukan pendekatan dengan menghitung tingkat titik impas (Break event ponit/bep) produksi dan harga (Zakaria, 2010) dengan formula : Titik impas produksi (TIP) = BT/H, dan Titik impas harga (TIH) = BT/Y dimana: H = harga komoditas Y = produktivitas BT = biaya total Kriteria keputusan yang diambil adalah semakin rendah nilai BEP semakin tinggi daya saing komoditas. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Biaya Usahatani Padi Keberhasilan usahatani ditentukan oleh biaya dan pendapatan usahatani (Zakarian, 2010). Biaya usahatani (Tabel. 1) di Kabupaten Bone sebesar 6,99 juta, dengan struktur pengeluaran terbesar adalah untuk tenaga kerja (77,79%). Alokasi biaya sarana produksi tersebar adalah untuk biaya pupuk (12,70%), pengadaan obat-obatan sebesar 3,73% sedangkan pengadaan untuk benih sebesar 1,73%. Di Kabupaten Sopeng dan Wajo mempunyai biaya usahatani adalah sama (8,53%), 76,41% biaya untuk tenaga kerja, sedangkan biaya untuk sarana produksi sebesar 8,53%. Tabel 1 menunjukkan keuntungan yang diperoleh di Kabupaten Soppeng dan Wajo adalah sama, sebesar 23,35 juta meningkat sebesar 41,43% terhadap keuntungan yang diperoleh petani di Kabupaten Bone sebesar 16,51 juta. Secara ekonomi usahatani padi sawah irigasi di tiga Kabupaten (Bone, Soppeng dan Wajo) layak dikembangkan karena memiliki nilai R/C rasio > 1. Hasil penelitian Lumintang (2013) tentang analisis pendapatan petani padi di Desa Teep Kecamatan Langowan Timur melaporkan bahwa nilai Rata-rata nilai R/C rasio > 1 (1.97). Andi Faisal Suddin et al: Analisis Titik Impas Usahatani Padi Sawah Irigasi Tiga Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

252 Tabel 1. Analisis Usahatani Padi Sawah Irigasi, di Tiga Kabupaten, Sulawesi Selatan, 2014 Komponen Biaya Nilai (Rp juta) Bone Soppeng Wajo Kontribusi (%) Nilai (Rp juta) Kontribusi (%) Nilai (Rp juta) Kontribusi (%) Biaya produksi 1. Biaya sewa lahan (pajak, 0,28 4,06 0,35 4,06 0,35 4,06 iuran, dll) 2. Tenaga kerja 5,44 77,79 6,52 76,41 6,52 76,41 sub total (A) 5,72 6,87 6,87 Sarana produksi 1. Benih 0,12 1,73 0,21 2,43 0,21 2,43 2. Pupuk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 - Urea 0,28 4,01 0,20 2,33 0,20 2,33 - Phonska 0,61 8,69 0,76 8,94 0,76 8,94 - TSP 0,00 0,00 0,10 1,22 0,10 1,22 - PPC 0,00 0,00 0,25 2,93 0,25 2,93 3. Pestisida/ herbisida 0,26 3,73 0,14 1,68 0,14 1,68 sub total (B) 1,27 1,67 1,67 Total pengeluaran 6,99 8,53 8,53 (A+B) Hasil usahatani 1. Penerimaan 23,50 31,88 31,88 2. Keuntungan 16,51 23,35 23,35 3. R/C 3,36 3,74 3,74 4. B/C 2,36 2,74 2,74 Berdasarkan analisis kelayakan finansial usaha dengan nilai imbangan pendapatan dan biaya usahatani diperoleh nilai B/C > 1 dari ketiga kabupaten (Bone, Soppeng dan Wajo), hal ini berarti usahatani padi sawah irigasi di wilayah tersebut cukup layak untuk dilanjutkan. Tabel 2. Analisis Kelayakan dan Tingkat BEP Usahatani Padi Sawah di Tiga Kabupaten, Sulawesi Selatan, Andi Faisal Suddin et al: Analisis Titik Impas Usahatani Padi Sawah Irigasi Tiga Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

253 Uraian Kelayakan dan Tingkat BEP Bone Soppeng Wajo Hasil padi (kg/ha) 6339, , ,12 Harga (Rp/kg) 3320, , ,00 Penerimaan (Rp juta) 23,50 31,88 31,88 Total Biaya (Rp juta) 6,99 8,53 8,53 Keuntungan (Rp juta) 16,51 23,35 23,35 BEP Produktivitas (kg/ha) 2105, , ,52 BEP harga komoditas (Rp/kg) 1102, , ,90 Nilai dari tingkat BEP usahatani padi sawah irigasi, hasil analisis menunjukkan titik impas produktivitas (TIP) di Kabupaten Bone sebesar 2105,11 kg/ha (201,15%) dari nilai aktual 6339,64 kg/ha sedangkan di Soppeng dan Wajo mempunyai nilai yang sama adalah sebesar 2438,52 kg/ha (197,64%) dari nilai aktual 7258,12 kg/ha. Nilai titik impas harga (TIH) di Kabupaten Bone adalah 1102,42 kg/ha (201,16%) dari nilai aktual sebesar 3320,00 kg/ha sedangkan nilai TIH di Soppeng dan Wajo mempunyai nilai yang sama yaitu sebesar 1175,90 kg/ha (197,64%) dari nilai aktual harga sebesar 3500,00 kg/ha. Dengan Kata lain usahatani padi sawah irigasi dilokasi penelitian memiliki daya saing yang cukup tinggi. Giyanti (2012), melaporkan bahwa titik impas harga dan titik impas produksi usahatani padi sawah menunjukkan lebih rendah dari nilai aktual harga dan produksi, hal tersebut menunjukkan bahwa petani yang mengusahakan usahatani padi sawah berada dalam keadaan yang menguntungkan. KESIMPULAN 1. Struktur biaya tenaga kerja merupakan komponen porsi yang terbesar sehingga menjadi faktor kritis dalam usahatani padi sawah irigasi. 2. Usahatani padi di tiga kabupaten Sulawesi Selatan menunjukan nilai R/C rasio dan nilai B/C > 1, berarti usahatani padi sawah irigasi di wilayah tersebut cukup layak untuk dikembangkan. 3. Nilai Break Event Point (BEP) usahatani padi sawa irigasi di Kabupaten Bone, Soppeng dan Wajo lebih rendah dari harga aktual maka usahatani padi sawah irigasi masih memiliki daya saing. Andi Faisal Suddin et al: Analisis Titik Impas Usahatani Padi Sawah Irigasi Tiga Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

254 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala dan Staff BPTP Sulawesi Selatan Balitbangtan yang telah membantu penelitian serta semua rekan PPL di tiga Kabupaten Bone, Soppeng dan Wajo. DAFTAR PUSTAKA Asnawi, R Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Petani Melalui Penerapan Model Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah di Kabupaten Pesawaran, Lampung. Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan. 14(1): Giyanti Analisis Pendapatan dan Titik Impas Usahatani Padi Sawah (Oryza Sativa.L ) di Desa Citra Manunggal Jaya Kecamatan Kaliorang Kabupaten Kutai Timur. Epp. 9 (1). : 1 8. Irawan, B Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Forum penelitian agro ekonomi. 23 (1):1 19. Kusnadi, N., Tinaprilla, N., Susilowati, S. H., & Purwoto, A Analisis Efisiensi Usahatani Padi di Beberapa Sentra Produksi Padi di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 29 (1): Lumintang, F. M Analisis Pendapatan Petani Padi Di Desa Teep Kecamatan Langowan Timur. Emba, 1(3), Prasetiaswati, N. dan Radjit, B.S Kelayakan Usahatani Ubi Jalar dengan Penerapan Teknologi Pengguludan di Lahan Kering Masam di Lampung. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Supartama, M., Antara, M., Rauf, R. A., Kabupaten, B., & Moutong, P Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Padi Sawah di Subak Baturiti Desa Balinggi Kabupaten Parigi Moutong. e-j. Agrotekbis 1 (2) : Supriatna, A Meningkatkan Indeks Pertanaman Padi Sawah Menuju IP Padi 400. Agrin 16 (1). Swastika DKS Beberapa teknik analisis dalam penelitian dan pengkajian teknologi pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 7 (1): Yamori, W., Zhang, G., Takagaki, M., & Maruo, T Feasibility Study of Rice Growth in Plant Factories. J Rice Res. 2(1): jrr Zakaria, A. K Tingkat Adopsi Teknologi Budi Daya Kedelai pada Lahan Sawah Irigasi di Pasuruan, Jawa Timur. Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternaka. 29(3): Andi Faisal Suddin et al: Analisis Titik Impas Usahatani Padi Sawah Irigasi Tiga Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

255 KELAYAKAN USAHATANI DAN RESPON PETANI PADI - PADI - KACANG HIJAU IP 300 DI KABUPATEN KARAWANG DAN CILACAP Widyantoro dan Putu Wardana 1. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2. Puslitbang Tanaman Pangan widyantoro712@yahoo.co.id ABSTRAK Budidaya padi - padi - palawija kacang hijau IP 300 sudah dipraktekkan petani di Karawang dan Cilacap, namun petani belum mengetahui kelayakan usahataninya, baik secara teknis maupun ekonomis. Kelayakan ekonomis usahatani padi - palawija bisa memberikan gambaran nilai pendapatan dan keuntungan yang diperoleh serta pada tingkat harga dan produksi berapa usahatani padi - palawija harus diproduksi oleh petani. Penelitian analisis kelayakan usahatani padi - padi - palawija kacang hijau IP 300 dilakukan pada bulan Juni - Juli 2011 di Kabupaten Karawang dan Cilacap dengan tujuan untuk menganalisis secara finansial kelayakan usahatani padi - padi - palawija IP 300 dan melihat keragaan kegiatan usahatani padi - padi - palawija kacang hijau IP 300 jika produktivitas dan harga yang menjadi dasar analisis berubah. Metode deskriptif analisis digunakan sebagai metode dasar dalam penelitian, sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposif) dengan pertimbangan lokasi penelitian sudah menerapkan budidaya padi - palawija kacang hijau IP 300, sedangkan pengambilan sampel responden dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling). Metode analisis yang digunakan adalah imbangan penerimaan dan biaya (B/C ratio) dan titik impas produksi dan harga (break even yield and price). Hasil penelitian menunjukkan secara finansial usahatani padi - padi - palawija IP 300 di Karawang dan Cilacap pada MT 2010/2011 menguntungkan petani dan layak untuk diteruskan. Hal ini ditunjukkan pada pendapatan bersih dan Gross B/C ratio yang diperoleh pada setiap musim tanam masing-masing lebih besar dari nol (positif) dan satu. Keberadaan usahatani padi - padi - palawija kacang hijau IP 300 relatif stabil terhadap terjadinya penurunan tingkat produktivitas dan harga, karena walaupun terjadi penurunan produktivitas dan harga yang lebih besar usahatani padi - palawija khususnya kacang hijau tersebut masih layak untuk diteruskan. Petani respon terhadap keberadaan pola tanam padi - padi - palawija kacang hijau IP 300 karena bisa menambah pendapatan dengan memanfaatkan waktu dan air irigasi serta secara teknis dapat memutus siklus hama dan penyakit padi dan hasil padi meningkat setelah tanam palawija khususnya kacang hijau. Kata kunci: usahatani, padi - padi - kacang hijau, IP 300, kelayakan, respon Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

256 ABSTRACT Feasibility and response of farmers rice - rice - mungbean farming cropping index 300 in Karawang and Cilacap district. Rice - rice - mungbean cultivation of Cropping Index (CI) 300 was applied by farmers in Karawang and Cilacap, but they have not known both economic and technical feasibility of rice - mungbean farming. Economic feasibility of rice - rice - mungbean farming could give the description of incomes and profits and describe in which level of price and production rice - rice - mungbean farming could be produced by farmers. The research of rice - rice - mungbean farming CI 300 had been conducted since June to July 2011 in Karawang and Cilacap Districts. The aims of the research were to analyze the financial feasibility of rice - rice - mungbean farming CI 300 and to analyze the performance of CI 300 when the productivity and price as basic analysis were changed. Descriptive analysis was used as basic method in this research, while the data was collected using survey method. The study site of the research was determined deliberately with considering that the study sites of this research had been planted CI 300, while the samples of respondent were taken by using simple random sampling. Analysis methods used in this research were benefit cost ratio (B/C ratio) and break even yield and price. The research showed that financial feasibility on rice - rice - mungbean farming of CI 300 in Karawang and Cilacap in planting season (PS) 2010/ 2011 could give profits for farmers and deserved to be applied continuously. It can be shown from the net income and Gross B/C ratio on each planting season that were greater than zero (positive) and one. The presence of rice - rice - mungbean farming CI 300 was relatively stable to the decline in productivity and price levels, because though there were the decline in productivity and higher price, the rice - rice - mungbean farming was deserved to be applied continuously. Farmers response to the existence of CI 300 rice cropping pattern because it can increase income by utilizing irrigation time and water and technically can break cycle of pest and disease of paddy and paddy yield increase after planting crops especially mungbean. Keywords: farming, rice - rice - mungbean, cropping index 300, feasibility, response PENDAHULUAN Pada tahun 2020 penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 263 juta jiwa dan terus meningkat menjadi 275 juta jiwa pada tahun 2025, sehingga pemerintah Indonesia harus mampu menyediakan pangan setara beras sebesar 36,6 juta ton pada tahun 2020 dan 38,3 juta ton pada tahun Untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan beras, sejak tahun 2014 pemerintah Indonesia meluncurkan program Upaya Khusus (Upsus) padi, jagung, dan kedelai yang ditujukan untuk meningkatkan produksi padi nasional sebesar 5% setiap tahunnya dibanding dengan tahun sebelumnya. 910 Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

257 Untuk mewujudkan tujuan dari program ini, maka semua usaha yang menyangkut aspek peningkatan produksi padi dikerahkan. Program ini memberikan hasil yang nyata terbukti dengan bertambahnya produksi padi nasional sebesar 74,15 juta ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 2015 meningkat 4,96% dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan produksi padi nasional tersebut disumbang oleh peningkatan luas panen dan produktivitas padi. Peningkatan produksi beras nasional ini akan terus berlanjut untuk mewujudkan kemandirian pangan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Hal ini sejalan dengan Suryana dan Kariyasa (1997) yang mengatakan bahwa Perluasan areal tanam, indeks pertanaman, peningkatan produkstivitas, efisiensi pasca panen, dan mekanisasi pertanian dapat meningkatkan efisiensi usahatani padi. Namun demikian produksi usahatani tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang bersifat teknis, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor non teknis seperti usia, frekuensi bimbingan, dan irigasi (Damayanti, L., 2013). Intensifikasi dengan peningkatan indeks pertanaman (IP) menjadi pilihan yang sangat penting dan strategis (Syamsiar, 2013). Hal ini didasarkan pada kenyataan masih rendahnya IP padi di Indonesia yang hanya sekitar 1,63 (BB Padi, 2009 a ). Padahal luas lahan sawah di Indonesia tercatat 5,82 juta ha dan masih menjadi tumpuan harapan untuk dapat menyediakan beras, karena tingkat produktivitasnya yang tinggi bila dibandingkan dengan tipe lahan yang lain. Disisi lain pada tipe lahan sawah IP padi masih mungkin ditingkatkan lagi melalui rekayasa teknologi maupun sosial (Ritung dan Hidayat, 2007). Di wilayah pantai utara Jawa lahan sawah irigasi bisa ditanami padi minimal dua kali dalam setahun atau 5 kali dalam dua tahun. Hal ini dimungkinkan karena telah tersedianya varietas unggul baru (VUB) yang berumur sangat genjah, serta tersedianya teknologi pendukung seperti pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Tersedianya VUB berumur genjah dan teknologi pendukung memungkinkan wilayah-wilayah potensial padi sawah di Indonesia dapat ditingkatkan IP-nya. Pengembangan suatu usahatani tidak bisa lepas dari pola pengembangannya yang menguntungkan (Adnyana, 1989). Jikalau suatu usahatani bisa memberikan tambahan pendapatan yang merata dan menguntungkan akan cepat di respon dan di adopsi petani. Pola yang demikian ini merupakan modal dasar dalam pengembangan suatu usahatani. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1) Menganalisis secara finansial kelayakan usahatani padi - padi - kacang hijau, dan 2) Melihat keragaan kegiatan usahatani padi - padi - kacang hijau jika produktivitas dan harga yang menjadi dasar analisis berubah. Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: 1) Keuntungan yang diperoleh petani padi - padi - kacang hijau relatif masih rendah, dan 2) Usahatani padi - padi - kacang hijau sangat peka terhadap penurunan produktivitas dan harga. Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

258 Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Pelaksanaan penelitian menggunakan metode dasar deskriptif analisis sedangkan pengumpulan data menggunakan metode survei. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive sampling). Berdasarkan hal tersebut kemudian dipilih Kabupaten Karawang, Jawa Barat dan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Dengan cara yang sama kemudian dipilih satu kecamatan contoh di setiap kabupaten dan dari setiap kecamatan contoh dipilih desa-desa contoh yang didasarkan pada keragaman usahatani padi - padi - kacang hijau. Berdasarkan kriteria tersebut untuk Kabupaten Karawang terpilih Kecamatan Jatisari sedangkan untuk Kabupaten Cilacap terpilih Kecamatan Binangun. Pengambilan sampel responden dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling), jumlah seluruh responden yang diambil ditetapkan secara quota sampling sebanyak 30 responden setiap kabupaten. Pengumpulan data di lapangan dilakukan pada bulan Juni - Juli Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan responden. Metode Analisis Pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan selisih antara total pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) di definisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan bersih diperoleh dari selisih antara penerimaan dan biaya yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Darwis, et al., 2013): Y = TR TC Y = TR (TVC + TFC) Y = P.Q ( ri.xi + TFC) dimana, Y = pendapatan (Rp/ha) TR = total revenue (penerimaan total) TC = total cost (biaya total) TVC = total variable cost (biaya variabel total) TFC = total fix cost (biaya tetap total) P = harga hasil produksi (Rp/kg) Q = hasil produksi (kg/ha) ri = harga faktor produksi ke-i xi = faktor produksi ke-i Salah satu ukuran penampilan usahatani adalah efisiensi yang dapat diperkirakan secara sederhana dengan penerimaan dan biaya. Untuk mengetahui 912 Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

259 tingkat efisiensi usahatani, digunakan indikator nisbah penerimaan dan biaya (B/C ratio), dengan rumus: B/C ratio = Total penerimaan / Total biaya Dengan mempelajari hubungan antara biaya, volume produksi, dan penerimaan maka dapat diketahui tingkat keuntungan serta kelayakan suatu usaha. Salah satu teknik di dalam mempelajari hubungan antara biaya, penerimaan, dan volume produksi adalah dengan analisis titik impas produksi dan harga (break even yield and price). (Hernanto, 1989 dalam Kariyasa et al., 1993; Hariadi, 1997). Titik impas produksi dan harga merupakan perpotongan antara penerimaan total dengan biaya total, dengan kata lain pada titik tersebut keuntungan sama dengan nol (keuntungan normal). Secara sederhana, hal ini dapat dijelaskan pada Gambar 1. Daerah sebelah kiri titik impas produksi dan harga merupakan daerah rugi dan daerah di sebelah kanannya merupakan daerah laba dari usahatani tersebut. Gambar 1. Titik impas produksi dan harga Tititk impas produksi merupakan pembagian antara biaya operasional dengan harga produksi, demikian pula titk impas harga merupakan pembagian antara biaya operasional dengan jumlah produksi (Husnan dan Suwarsono, 2000). Secara matematis TIP dan TIH dapat dirumuskan sebagai berikut, B TIP = dan TIH = Hp B P Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

260 Keterangan: TIP = Titik Impas Produksi TIH = Titik Impas Harga B = Biaya total Hp = Harga produksi P = Produksi HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Usahatani dan B/C ratio Usahatani padi - padi - kacang hijau di Karawang Struktur biaya yang dikeluarkan petani terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel yaitu biaya yang selalu berubah setiap musim tanam tergantung volume yang digunakan dan harga yang berlaku pada waktu tertentu. Demikian pula penerimaan total dan pendapatan bersih setiap hektarnya yang diterima petani, yang mana tinggi rendahnya yang diterima petani terjadi karena adanya perbedaan tingkat produksi dan harga setiap musim tanam. Pada MH 2010/2011 petani padi di Karawang menghasilkan gabah rata-rata kg/ha GKP, sehingga dengan rata-rata harga jual gabah Rp 3.120/kg maka besarnya penerimaan total (kotor) yang diterima petani sebesar Rp / ha. Biaya total (biaya tetap + biaya variabel) yang dikeluarkan petani sebesar Rp /ha, sehingga pendapatan bersih yang diperoleh sebesar Rp / ha (Tabel 1). Hasil analisis nisbah penerimaan dan biaya (Gross B/C ratio) usahatani padi pada MH 2010/2011 di Karawang sebesar 1,51. Ini berarti setiap pengeluarkan biaya sebesar Rp 100 akan memberikan rata-rata penerimaan sebesar Rp 151 pada batas penggunaan input tertentu, dengan kata lain untuk setiap Rp 100 biaya yang dikeluarkan rata-rata memberikan keuntungan sebesar Rp 51. Karena semua faktor produksi (kecuali manajemen usahatani) yaitu lahan, tenaga kerja, dan modal sudah menerima balas jasa sesuai biaya imbangannya, maka besarnya keuntungan ini hanya merupakan balas jasa terhadap manajemen petani dalam mengelola usahataninya itu. Pada MK I 2011 rata-rata gabah yang dihasilkan petani di Karawang sebesar kg/ha GKP (naik 1,51% dari musim sebelumnya). Rata-rata harga jual gabah relatif lebih tinggi dibandingkan dengan musim sebelumnya yaitu sebesar Rp 3.160/kg GKP, sehingga besarnya penerimaan total yang diterima petani sebesar Rp /ha. Biaya total yang dikeluarkan petani sebesar Rp / ha, sehingga pendapatan bersih yang diperoleh petani sebesar Rp /ha dengan Gross B/C ratio sebesar 1,56. Usahatani kacang hijau di MK II 2011 dimaksudkan petani untuk memanfaatkan lahan, waktu dan sisa-sisa unsur hara musim sebelumnya yang 914 Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

261 tidak terserap seluruhnya oleh tanaman terutama unsur P dan K. Selain itu juga ada jaminan pasar dan harga komoditas yang menjanjikan untuk mendapatkan penghasilan tambahan bagi petani dan keluarganya. Tanaman kacang hijau dipilih petani karena mudah perawatannya dan tidak banyak memerlukan asupan pupuk serta tenagakerja. Beberapa hasil penelitian menunjukkan lahan-lahan yang ditanami tanaman leguminosa berpengaruh positif bagi tanaman selanjutnya. Tabel 1. Analisis usahatani padi - padi - kacang hijau per hektar di Karawang, Jawa Barat. MT 2010/2011 No. Uraian Padi MH Padi MK I Kacang Hijau MK II Fisik Nilai Rp Fisik Nilai Rp Fisik Nilai Rp A. Biaya tetap 1 Sewa tanah Pajak tanah Iuran desa IP air Alsintan Total biaya tetap B. Biaya variabel b.1 Upah tenaga kerja 1 Pesemaian 2 HOK HOK Olah tanah: - Traktor / olah tanah Borong Borong HOK Membuat pematang 8 HOK HOK Meratakan lahan 6 HOK HOK Tanam Borong Borong HOK Pemupukan 4 HOK HOK HOK Penyiangan 22 HOK HOK HOK Penyemprotan 6 HOK HOK HOK Panen (upah bawon) HOK Biaya upah tenagakerja b.2 Sarana produksi 1 Benih 29 kg kg kg Pupuk: urea 253 kg kg kg Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

262 No. Uraian Padi MH Padi MK I Kacang Hijau MK II Fisik Nilai Rp Fisik Nilai Rp Fisik Nilai Rp SP kg kg NPK Phonska 137 kg kg kg POG 127 kg kg PPC Insektisida Herbisida Biaya sarana produksi Total biaya variabel C Total biaya D Total penerimaan kg kg kg E Pendapatan bersih Gross B/C ratio - 1,51-1,56-1,22 Keterangan: Tenaga kerja setara pria (8 Rp45.000); harga benih padi Rp7.500/ kg; benih kacang hijau Rp12.000/kg; urea Rp1.500/kg; SP18 Rp1.600/kg; NPK Phonska Rp2.000/kg; POG (pupuk organik granule) Rp 500/kg; Rata-rata harga gabah MH 2010/2011 Rp3.120/kg GKP, gabah MK I 2011 Rp3.160/kg GKP, kacang hijau MK II 2011 Rp7.570/kg. Rata-rata hasil kacang hijau pada MK II 2011 di Karawang adalah 978 kg/ha, dengan harga jual rata-rata Rp 7.570/kg maka diperoleh penerimaan total sebesar Rp /ha. Biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani kacang hijau sebesar Rp /ha, sehingga pendapatan bersih yang diperoleh sebesar Rp /ha dengan Gross B/C sebesar 1,22. Secara umum usahatani padi - padi - kacang hijau yang dilakukan petani di Karawang MT 2010/2011 secara finansial layak diteruskan karena menguntungkan. Hal ini disebabkan karena pendapatan bersih dan Gross B/C ratio yang diperoleh pada setiap musim tanam masing-masing lebih besar dari nol (positif) dan satu. Usahatani padi - padi - kacang hijau di Cilacap Analisis usahatani padi palawija kacang hijau di Cilacap, pada MH 2010/2011 rata-rata gabah yang dihasilkan petani sebesar kg/ha GKP, sehingga dengan harga jual gabah Rp 3.125/kg maka besarnya penerimaan total yang diterima petani sebesar Rp /ha. Dengan biaya total yang dikeluarkan petani sebesar Rp /ha, maka pendapatan bersih yang 916 Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

263 diperoleh petani sebesar Rp /ha dengan Gross B/C ratio sebesar 1,50 (Tabel 2). Ini berarti setiap pengeluarkan biaya sebesar Rp 100 akan memberikan rata-rata penerimaan sebesar Rp 150 pada batas penggunaan input tertentu, dengan kata lain untuk setiap Rp 100 biaya yang dikeluarkan rata-rata memberikan keuntungan sebesar Rp 50. Pada MK I 2011 rata-rata gabah yang dihasilkan petani sebesar kg/ha GKP (naik 2,96% dari musim sebelumnya). Dengan rata-rata harga jual gabah yang relatif lebih rendah dibandingkan musim sebelumnya yaitu sebesar Rp3.120/kg GKP, maka besarnya penerimaan total yang diterima petani sebesar Rp /ha. Pada MK I 2011, biaya total yang dikeluarkan petani sebesar Rp /ha, sehingga pendapatan bersih yang diperoleh petani sebesar Rp /ha dengan Gross B/C ratio sebesar 1,54. Usahatani kacang hijau pada MK II 2011 memberikan tambahan pendapatan yang menguntungkan. Rata-rata kacang hijau yang dihasilkan sebesar kg/ ha dan dengan rata-rata harga jual Rp 7.110/kg, maka penerimaan total yang diperoleh sebesar Rp /ha. Biaya total yang dikeluarkan petani untuk usahatani kacang hijau sebesar Rp /ha, sehingga pendapatan bersih yang diperoleh petani Rp /ha dengan Gross B/C sebesar 1,28. Secara umum usahatani padi - padi - kacang hijau yang dilakukan petani di Cilacap pada MT 2010/2011 secara finansial layak untuk diteruskan karena menguntungkan petani. Hal ini karena pendapatan bersih dan Gross B/C ratio yang diperoleh pada setiap musim tanam masing-masing lebih besar dari nol (positif) dan satu. Tabel 2. Analisis usahatani padi - padi - kacang hijau per hektar di Cilacap, Jawa Tengah. MT 2010/2011 No. Uraian Padi MH Padi MK I Kacang Hijau MK II Fisik Nilai Rp Fisik Nilai Rp Fisik Nilai Rp A. Biaya tetap 1 Sewa tanah Pajak tanah Iuran desa IP air Alsintan Total biaya tetap B. Biaya variabel b.1 Upah tenaga kerja 1 Pesemaian 2 HOK HOK Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

264 No. Uraian Padi MH Padi MK I Kacang Hijau MK II Fisik Nilai Rp Fisik Nilai Rp Fisik Nilai Rp 2 Olah tanah: - Traktor / olah tanah Borong Borong HOK Membuat pematang 10 HOK HOK Meratakan lahan 6 HOK HOK Tanam Borong Borong HOK Pemupukan 4 HOK HOK HOK Penyiangan 21 HOK HOK HOK Penyemprotan 5 HOK HOK HOK Panen (upah bawon) HOK Biaya upah tenagakerja b.2 Sarana produksi 1 Benih 30 kg kg kg Pupuk: urea 232 kg kg kg SP18 68 kg kg NPK Phonska 218 kg kg kg POG 30 kg kg PPC Insektisida Herbisida Biaya sarana produksi Total biaya variabel C Total biaya D Total penerimaan kg kg kg E Pendapatan bersih Gross B/C ratio - 1,50-1,54-1, Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

265 Keterangan: Tenaga kerja setara pria (8 Rp45.000); harga benih padi Rp7.600/ kg; benih kacang hijau Rp12.000/kg; urea Rp1.600/kg; SP18 Rp1.800/kg; NPK Phonska Rp2.000/kg; POG (pupuk organik granule) Rp 500/kg; Rata-rata harga gabah MH 2010/2011 Rp3.125/kg GKP, gabah MK I 2011 Rp3.120/kg GKP, kacang hijau MK II 2011 Rp7.110/kg. Analisis Titik Impas Produksi dan Harga Berdasarkan hasil analisis titik impas produksi (TIP) seperti terlihat pada Tabel 3, usahatani padi di Karawang pada MH 2010/2011 menunjukkan dengan produksi kg/ha sudah mampu berada pada kondisi keuntungan normal. Ini berarti dengan produktivitas padi hanya 66,28% dari produksi aktualnya, usahatani padi pada MH 2010/2011 sudah tidak merugi dan tidak untung atau dengan kata lain berada pada titik impas produksi. Untuk usahatani padi pada MK I 2011, keuntungan normal justru dicapai pada tingkat produksi yang lebih rendah dari musim sebelumnya yaitu kg/ha atau 64,22% dari produksi aktualnya. Pada usahatani kacang hijau pada MK II 2011, keuntungan normal dicapai pada tingkat produksi mendekati produksi aktualnya yaitu 804 kg/ha atau 82,16% dari produksi aktualnya. Ini berarti usahatani kacang hijau sudah berada pada zona yang kurang layak meskipun secara finansial menguntungkan. Interpretasi dari hasil analisis TIP di Karawang ini adalah penurunan produktivitas yang bisa ditolerir agar usahatani padi IP 300 tersebut masih menguntungkan, jika pada MH 2010/2011, MK I 2011, dan MK II 2011 penurunan produktivitasnya masing-masing tidak lebih dari 33,72%, 35,78%, dan 17,84% dari produksi aktualnya. Sedangkan hasil analisis TIP usahatani padi - padi - kacang hijau pada MH 2010/2011, MK I 2011, dan MK II 2011 di Cilacap menunjukkan, dengan produksi kg/ha, kg/ha, dan 833 kg/ha sudah mampu berada pada kondisi keuntungan normal. Ini berarti dengan produktivitas padi sebesar 66,58% pada MH 2010/2011 dan 64,75% pada MK I 2011 serta kacang hijau sebesar 78,19% pada MK II 2011 dari produksi aktualnya, usahatani padi pada MH 2010/2011 dan MK I 2011, serta kacang hijau pada MK II 2011 sudah tidak merugi dan tidak untung atau berada pada titik impas produksi. Interpretasi dari hasil analisis TIP di Cilacap ini adalah penurunan produktivitas yang bisa ditolerir agar usahatani padi padi - padi - palawija kacang hijau tersebut masih menguntungkan, jika penurunan produktivitasnya pada MH 2010/2011, MK I 2011, dan MK II 2011 masingmasing tidak lebih dari 33,42%, 35,25%, dan 21,81% dari produksi aktualnya. Analisis titik impas harga (TIH) dapat mengantisipasi adanya perubahan tingkat harga jual output. Hasil analisis TIH usahatani padi MT 2010/2011 di Karawang menunjukkan, dengan harga gabah Rp 2.068/kg di MH 2010/2011 dan Rp 2.029/kg di MK I 2011 serta harga kacang hijau Rp 6.219/kg di MK II Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

266 2011 sudah mampu berada pada kondisi keuntungan normal. Ini berarti dengan harga gabah 66,28% dan 64,22% serta kacang hijau 82,16% dari harga aktualnya, usahatani padi pada MH 2010/2011 dan MK I 2011 serta kacang hijau pada MK II 2011 sudah tidak merugi dan tidak untung atau berada pada titik impas harga. Tabel 3. Analisis titik impas produksi (TIP) dan titik impas harga (TIH) usahatani padi - padi - kacang hijau per hektar di Karawang dan Cilacap, MT 2010/2011 No. Lokasi, komoditas dan musim tanam Total biaya (Rp/ha) Harga aktual (Rp/kg) Produksi aktual (kg/ha) TIP (kg/ha) TIH (Rp/kg) 1. Karawang : Padi MH Padi MK I Kacang Hijau MK II Cilacap : Padi MH Padi MK I Kacang Hijau MK II Hasil analisis TIH usahatani padi - palawija kacang hijau MT 2010/2011 di Cilacap juga sejalan dengan usahatani padi - palawija di Karawang, yaitu dengan harga gabah Rp 2.081/kg di MH 2010/2011 dan Rp 2.020/kg di MK I 2011 serta harga kacang hijau Rp 5.559/kg di MK II 2011 sudah mampu berada pada kondisi keuntungan normal. Ini berarti dengan harga padi 66,58% dan 64,75% serta kacang hijau 78,19% dari harga aktualnya, usahatani padi pada MH 2010/2011 dan MK I 2011 serta kacang hijau pada MK II 2011 sudah tidak merugi dan tidak untung atau berada pada titik impas harga. Respon petani terhadap penerapan pola tanam padi - kacang hijau IP 300 Usahatani padi - padi - palawija kacang hijau merupakan pola tanam yang sudah lama diterapkan petani di Karawang dan Cilacap rata-rata sejak 12,2 tahun yang lalu dengan alasan untuk memanfaatkan waktu dan air serta menambah pendapatan masing-masing dikemukakan responden petani sebanyak 28,3% (Tabel 4). Beberapa petani menyatakan alasan teknis yang berkaitan dengan keberadaan tanaman padi yaitu untuk memutus siklus hama padi (18,3%), hasil padi meningkat setelah tanam kacang hijau (15%) dan untuk pergiliran tanaman 920 Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

267 (10%). Petani responden melaksanakan pola tanam demikian karena air irigasi tersedia sepanjang musim tanam, namun jika terjadi kekurangan pasokan air irigasi sebagai akibat kemarau panjang atau hal teknis lainnya, maka petani di Karawang dan Cilacap akan melakukan pergiliran irigasi agar air tercukupi di seluruh hamparan sawah walaupun tindakan ini akan beresiko tertundanya waktu pengolahan tanah dan tanam. Khusus petani responden di Cilacap jika terjadi kekurangan air irigasi, beberapa petani melakukan tindakan pompanisasi untuk mencukupi kebutuhan air bagi tanaman yang sedang di usahakan. Tabel 4. Alasan petani menerapkan usahatani padi - padi - palawija kacang hijau IP 300 di Karawang dan Cilacap Uraian Karawang Cilacap Rata-rata 1. Lama menerapkan usahatani padi - padi - kc.hijau (th) 13,6 10,8 12,2 2. Alasan utama menerapkan padi - padi - kc.hijau? a. Pergiliran tanaman (%) 10,0 10,0 10,0 b. Hasil padi setelah palawija meningkat (%) 16,7 13,3 15,0 c. Memutus siklus hama dan penyakit padi (%) 13,3 23,3 18,3 d. Menambah pendapatan (%) 36,7 20,0 28,3 e. Memanfaatkan waktu dan air (%) 23,3 33,3 28,3 3. Apakah air irigasi tersedia sepanjang tahun? a. Ya (%) 93,3 83,3 88,3 b. Tidak (%) 6,7 16,7 11,7 4. Bagaimana jika kekurangan air? a. Pompanisasi (%) 0,0 26,7 13,3 b. Pergiliran air irigasi (%) 80,0 60,0 70,0 c. Menunda waktu olah tanah (%) 13,3 13,3 13,3 d. Tanam bergilir (%) 6,7 0,0 3,3 5. Pernah menerapkan padi IP 300? a. Pernah (%) 16,7 20,0 18,3 b. Tidak (%) 83,3 80,0 81,7 6. Jika pernah, apakah mau melanjutkan padi IP 300? Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

268 Uraian Karawang Cilacap Rata-rata a. Ya (%) 20,0 33,3 26,7 b. Tidak (%) 80,0 66,7 73,3 7. Jika Ya, persyaratan utama yang diperlukan? a. Benih tersedia (%) 0,0 16,7 8,3 b. Umur padi genjah (%) 20,0 33,3 26,7 c. Padi tahan hama penyakit (%) 0,0 0,0 0,0 d. Produktivitas tinggi (%) 0,0 0,0 0,0 e. Air irigasi tersedia sepanjang tahun (%) 80,0 50,0 65,0 Sumber : Data primer terolah. Selain pola tanam padi - padi - kacang hijau, petani di Karawang dan Cilacap juga pernah menerapkan pola tanam padi IP 300 walaupun dalam persentase yang tidak banyak yaitu 18,3% dari seluruh responden petani. Ini dimungkinkan karena adanya dukungan air irigasi yang tersedia sepanjang musim tanam. Hanya sebagian kecil renponden petani yang ingin melanjutkan pola tanam padi IP 300 namun dengan persyaratan air irigasi tersedia sepanjang musim tanam dan adanya dukungan umur padi genjah serta ketersediaan benih padi umur genjah di kios saprotan. KESIMPULAN Secara finansial usahatani padi - padi - palawija kacang hijau IP 300 di Karawang dan Cilacap pada MT 2010/2011, menguntungkan petani dan layak untuk diteruskan. Hal ini ditunjukkan pada pendapatan bersih dan Gross B/C ratio yang diperoleh pada setiap musim tanam masing-masing lebih besar dari nol (positif) dan satu. Keberadaan usahatani padi - padi - palawija kacang hijau IP 300 di Karawang dan Cilacap pada MT 2010/2011 relatif stabil terhadap terjadinya penurunan tingkat produktivitas dan harga, sebab pada usahatani padi - padi - kacang hijau IP 300 walaupun terjadi penurunan produktivitas dan harga yang lebih besar dari usahatani lainnya namun usahatani padi - padi - kacang hijau tersebut masih layak untuk diteruskan. Petani respon terhadap keberadaan pola tanam padi - padi - kacang hijau IP 300 karena bisa menambah pendapatan dengan memanfaatkan waktu dan air irigasi serta secara teknis dapat memutus siklus hama dan penyakit padi dan hasil padi meningkat setelah tanam palawija khususnya kacang hijau. 922 Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

269 DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M.O., Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol.19 No.2. PPSE Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi ab. Pedoman Umum Peningkatan Produksi Padi Melalui Pelaksanaan IP Padi-400. BB Padi. Badan Litbang Pertanian. Damayanti, L Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi, Pendapatan dan Kesempatan Kerja pada Usahatani Padi Sawah di Daerah Irigasi Parigi Mountong. Jurnal Sosial Ekonomi Pertania dan Agribisnis. Jur.Sosek PertaniaN. Fak.Pertanian UNS Surakarta. Darwis, V., Chairul, dan Muslim Keragaman dan Titik Impas Usahatani Aneka Sayuran pada Lahan Sawah di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Jurnal Sosial Ekonomi Pertania dan Agribisnis. Jur.Sosek Pertania. Fak. Pertanian UNS Surakarta. Deptan Peningkatan Produksi Padi Menuju 2020: Memperkuat Produksi Padi Menuju 2020: Memperkuat kemandirian pangan dan peluang ekspor. Dep.Pertanian.Jakarta. Hariadi, M. dan Suratiyah, K Manajemen Finansial. Jur.Sosial Ekonomi Pertanian. Fak.Pertanian. UGM. Yogyakarta. (unpublished). Husnan, S dan M.Suwarsono Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN. Yogyakarta Kadariah Evaluasi proyek analisa ekonomi. LPFE-UI. Jakarta. Kariyasa, K. dan W.Sudana Analisis Kelayakan Usahatani Padi dan Kedelai di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Pros.Perakitan dan Pengembangan Teknologi Sistem Usahatani Tanaman Pangan. Buku 1. Puslitbang Tanm. Pangan. Ritung, S. dan A.Hidayat Prospek Perluasan Lahan untuk Padi Sawah dan Padi Gogo di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol.1 No.4. BBSDLP. Badan Litbang Pertanian. Soekartawi, A. Soeharjo, J.L. Dillon, dan J.B. Hardaker Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta. Suryana, A. dan K. Kariyasa Efisiensi Usahatani Padi Melalui Pengembangan Sutpa. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol.15 No.1 dan 2. PPSE Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Syamsiar, S Produksi Beras dan Ketersediaan Sumberdaya Lahan Pertanian Dalam Rangka Memperkuat Kemandirian Pangan di Provinsi D.I.Yogyakarta. Jurnal Sosial Ekonomi Pertania dan Agribisnis. Jur.Sosek Pertania. Fak.Pertanian UNS Surakarta. Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

270 924 Widyantoro dan Putu Wardana: Kelayakan Usahatani Dan Respon Petani Padi Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

271 KAJIAN USAHATANI PADI PADA BEBERAPA SISTEM TANAM LEGOWO DI SUKAMANDI (RICE FARMING STUDY ON LEGOWO PLANT SYSTEM IN SUKAMANDI) Ade Ruskandar, T.Purnawan, Widyantoro, Nurwulan A., Swisci M, dan Sujinah Balai Besar Penelitian Tanaman Padi ABSTRAK Sistem tanam legowo telah lama di kenal oleh petani dibeberapa daerah. Beberapa sistem tanam legowo yang di kenal, misalnya legowo 2:1, 4:1 dll baik dengan sisipan maupun tanpa sisipan. Untuk memaksimalkan hasil dengan sistem tanam legowo perlu adanya penelitian pengembangan legowo dengan memperhitungkan populasi tanaman. Penelitian dilaksanakan di KP Sukamandi pada MK Empat sistem tanam yang dilakukan, yaitu Legowo (Jarwo) 2:1 (50;25;12.5 cm), Jarwo Ganda 1 (50;25;12.5;5 cm), Jarwo Ganda 2 (40;20;10;5 cm), dan Legowo 2:1 modifikasi titik tanam (J4) (50;25;12.5 cm). Populasi masing-masing sistem tanam adalah , , , dan rumpun/ha. Varietas yang digunakan adalah Mekongga, Inpari 30 Ciherang Sub-1, dan Inpari 32 HDB. Luasan masing-masing perlakuan sistem tanam adalah 1 ha, sehingga terdapat luasan 4 ha dan tiap ha dikelola oleh satu orang petani. Untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani dari sistem tanam yang dilakukan, digunakan indikator nisbah penerimaan dan biaya (B/C ratio). Berdasarkan pengamatan di lapangan yang membedakan besaran biaya dari ke empat sistem tanam tersebut antara lain jumlah benih dan upah/biaya tanam. Hal ini karena pupuk, pestisida, maupun herbisida yang diaplikasikan tiap perlakuan tidak dibedakan. Perbedaan biaya yang paling mencolok diantara sistem tanam adalah biaya tanam yang berkisar antara Rp. 2,5 - Rp 8 jutaan. Hal ini dikarenakan tingkat kesulitan tanam tiap perlakuan berbeda. Hasil penelitian menunjukkan komponen biaya produksi usahatani padi sawah dengan sistem tanam legowo terbagi atas biaya upah tenaga kerja sebesar 67% dari pembelian sarana produksi sebesar 33%. Secara finansial perlakuan Legowo 2:1, Jarwo Ganda 1, Jarwo Ganda 2 menguntungkan dan layak secara ekonomi namun tidak demikian pada perlakuan Legowo 2:1 modifikasi titik tanam. Perlakuan Legowo 2:1 paling memenuhi kelayakan secara ekonomi, karena memenuhi indikator gross B/C, TIP, dan TIH paling rendah, artinya dengan hanya memproduksi kg/ha dan dengan harga Rp.2.488/kg sudah dicapai Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

272 titik impasnya sedangkan kelebihan produksi dan harga yang diperoleh merupakan keuntungan yang didapat pada batas penggunaan input tertentu. Kata kunci : padi, legowo, kelayakan ABSTRACT Legowo planting system has been known by farmers in some region. They were known for example legowo 2:1, 4:1 etc. either with or without plants insert. To maximize yield by legowo planting system it was necessary to study about improvement of legowo planting system regarding to add more plant population. This research was conducted at Sukamandi field station on DS Four planting systems were performed, namely Legowo (Jarwo) 2: 1 (50; 25; 12.5 cm), Jarwo Ganda 1 (50; 25; 12.5; 5 cm), Jarwo Ganda 2 (40; 20; 10; 5 cm); and Legowo 2: 1 modified planting point (J4) (50; 25; 12.5 cm). Population on each planting system was 213,333, 376,470, 571,428, and 853,332 hills/ha. The varieties used were Mekongga, Inpari 30 Ciherang Sub-1, and Inpari 32 HDB. The area for each planting system treatment was 1 ha, so there was 4 ha area and on each was managed by one farmer. To know the farming efficiency level, by calculated benefit and cost ratio (B/C ratio). Based on field observations, we concluded that cost differentiate of four planting systems specifically on seed consumption and wages/ transplanting costs. This was because the fertilizers, pesticides, and herbicides applied to each treatment not distinguished. The most striking cost difference was planting costs which ranging from Rp. 2.5 million to Rp. 8 million. Level of difficulty on transplanting related with plant population arrangement was different. Input production cost component was divided into 67% labor cost wage and the rest for input cost production. Financially Legowo 2: 1, Jarwo Ganda 1, Jarwo Ganda 2 were profitable and economically but not for Legowo 2: 1 modified planting point. Legowo 2: 1 was most economically feasible, because it had lowest gross B / C, BEP Production and Price indicators. It s mean by only produced kg / ha with price Rp / kg had reached its breakeven point while the excess production and the price obtained was the advantage gained. Keywords: rice, legowo, feasiblility PENDAHULUAN Usahatani padi merupakan salah satu komponen dari sumber pendapatan keluarga tani. Jenis usahatani yang dipilih petani dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: (1) faktor sosial ekonomi internal (tujuan berusahatani); (2) faktor kondisi sosial ekonomi eksternal (pasar, masukan dan keluaran, kelembagaan, dan kebijakan); dan (3) faktor kondisi alam (iklim, biologi, tanah). Oleh karena itu jika 926 Ade Ruskandar et al: Kajian Usahatani Padi Pada Beberapa Sistem Tanam Legowo Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

273 petani menolak untuk menggunakan suatu teknologi tertentu, maka kemungkinan penyebabnya adalah: (1) teknologi baru tidak dapat menyatu dengan kondisi petani dan (2) petani memposisikan teknologi baru dalam kondisi berimbang antara kemungkinan memperoleh pendapatan yang meningkat, dan menanggung resiko kegagalan akibat adopsi teknologi (Byerlee dan Collinson, 1980; Adjid, 1985). Teknologi juga memainkan peranan penting dan memberikan sumbangan yang lebih besar daripada sumber lainnya dalam setiap pembangunan dan pertumbuhan (Kasryno, 1994). Inovasi teknologi dapat di evaluasi berdasarkan sifat-sifatnya, yaitu (1) keuntungan nisbi (relative advantage), yaitu perbandingan keuntungan antara peran inovasi teknologi lama dan teknologi baru yang diterapkan oleh petani, (2) kesesuaian (compatibility), yaitu kesesuaian antara inovasi teknologi dan aspek-aspek biofisik, keberadaan kelembagaan input produksi, pasar, dan aspek lainnya termasuk sosial budaya di lokasi, (3) kerumitan (complexity), yaitu tingkat kerumitan dalam tahapan penerapan inovasi teknologi oleh petani, (4) kemudahan untuk di uji coba (trialability), yaitu kemudahan inovasi teknologi untuk di uji coba di lapang oleh petani, baik dari segi biaya maupun resiko kegagalan, dan (5) kemudahan untuk diamati (observability), yaitu kemudahan hasil penerapan inovasi teknologi untuk diamati secara visual oleh petani. Peningkatan produksi suatu komoditas banyak ditentukan oleh teknologi disamping juga faktor non teknis, misalnya cuaca, bencana dll. Begitu pula peningkatan produksi padi dapat ditunjang dengan teknologi misal varietas, sistem tanam, peningkatan IP, intensifikasi, dan ekstensifikasi. Diperkirakan pada Tahun 2020 akan dibutuhkan 35,97 juta ton beras dengan asumsi konsumsi 137 kg/kapita/ tahun. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi karena beras merupakan makanan pokok. Selain itu kegiatan usahatani padi telah menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 20 juta rumah tangga petani di pedesaan, sehingga dari sisi ketahan pangan nasional fungsinya menjadi sangat penting dan strategis. Telah banyak teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian dan lembaga/institusi lainnya. Suatu teknologi dirakit karena secara teknis layak diusahakan dan secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan serta secara sosial dapat diterima petani. Teknologi akan diadopsi oleh petani jika menguntungkan dibanding teknologi eksisting serta mudah diterapkan. Tingkat hasil produksi padi telah menunjukkan gejala stagnasi atau levelingoff sehingga perlu dilakukan upaya terobosan teknologi untuk peningkatan produksi padi nasional secara berkelanjutan. Penyebab gejala leveling off perlu ditelusuri baik dari segi teknis maupun ekonomis. Secara ekonomis perlu ditelusuri pemanfaatan faktor-faktor produksi yang dialokasikan, misalnya dengan harga-harga input yang tinggi apakah petani masih menggunakan input yang sesuai rekomendasi, artinya harga input tidak mempengaruhi terhadap keputusan jumlah input yang diaplikasikan atau sebaliknya, alokasi input berkurang dari rekomendasi/kebiasaan karena harga input yang tinggi. Ade Ruskandar et al: Rice Farming Study On Legowo Plant System Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

274 Suatu teknologi belum tentu dapat diterima dengan mudah oleh petani, hal ini berkaitan dengan faktor psikologis maupun kebiasaan petani. Sayuti et al. (1998) mengungkapkan bahwa faktor-faktor psikologis serta sosial sangat mendominasi pola pengambilan keputusan petani dalam melakukan kegiatan usahataninya, dibandingkan faktor teknis dan ekonomi. Pembangunan pertanian Indonesia ke depan dihadapkan pada tantangan bagaimana meningkatkan produksi dan memantapkan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan petani, sekaligus juga harus menjaga keberlanjutan (sustainability) dan kelestarian sumberdaya, serta tercapainya Millenium Development Goals (MDG s) yang mencakup penurunan angka kemiskinan, pengangguran dan rawan pangan. Ada tiga ciri teknologi adaptif yaitu menguntungkan, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Istilah serupa untuk teknologi adaptif atau teknologi tepat guna yang dicirikan mempunyai empat ciri yaitu: 1) secara teknis dapat digunakan, 2) secara ekonomis menguntungkan, 3) secara sosial budaya dapat diterima dan 4) ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi sosial ekonomi dan kemungkinan kelayakan pengembangan teknologi budidaya padi sawah Jarwo Ganda. Hasil akhir penerapan pola usahatani adalah pendapatan usahatani, yang merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani. Pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan selisih antara total pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) di definisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu penghitungan umumnya satu tahun, dan mencakup semua produk yang : 1) dijual; 2) dikonsumsi rumah tangga petani; 3) digunakan dalam usahatani misalnya untuk benih; 4) digunakan untuk pembayaran; dan 5) disimpan atau ada digudang pada akhir tahun. Sedangkan pengeluaran total usahatani (total farm income) di definisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani (Soekartawi, 1986). Soekartawi (1995) menyatakan bahwa di dalam kenyataannya ada beberapa hal yang menyebabkan keuntungan maksimum sulit dicapai oleh petani, yaitu 1) petani tidak atau belum memahami prinsip hubungan antara input dengan output sehingga sering ditemui petani yang menggunakan input yang berlebihan sehingga keuntungan yang diterima menjadi lebih kecil; 2) petani sering dihadapkan pada faktor resiko yang tinggi; 3) petani sering dihadapkan pada faktor ketidakpastian harga di masa yang akan datang. Pada saat panen biasanya harga menjadi turun (rendah); dan 4). keterbatasan petani dalam menyediakan input yang kadangkadang diikuti dengan kurangnya keterampilan dalam berusahatani yang akan menyebabkan rendahnya produksi yang dihasilkan. 928 Ade Ruskandar et al: Kajian Usahatani Padi Pada Beberapa Sistem Tanam Legowo Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

275 METODOLOGI Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sukamandi pada MK Empat sistem tanam yang dilakukan, yaitu Legowo (Jarwo) 2:1 (50;25;12.5 cm), Jarwo Ganda 1 (50;25;12.5;5 cm), Jarwo Ganda 2 (40;20;10;5 cm), dan Legowo 2:1 modifikasi titik tanam (J4) (50;25;12.5 cm). Populasi masing-masing sistem tanam adalah , , , dan rumpun/ha. Varietas yang digunakan adalah Mekongga, Inpari 30 Ciherang Sub-1, dan Inpari 32 HDB. Luasan masing-masing perlakuan sistem tanam adalah 1 ha, sehingga terdapat luasan 4 ha dan tiap ha dikelola oleh satu orang petani. Tiap perlakuan (J1, J2, J3, dn J4) diberi dosis pupuk yang sama sehingga besaran input (biaya pupuk) juga sama. Metode pengumpulan data dan analisis data Pengumpulan data menggunakan metode Farm record keeping (FRK), yaitu kegiatan pencatatan seluruh aktivitas usahatani (input dan output) yang dilakukan oleh petani. Kegiatan FRK menggunakan tabel atau form yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Aktivitas usahatani input meliputi penggunaan bahan (benih, pupuk, pestisida, dll) dan harga yang berlaku pada saat penelitian. Selain itu juga dicatat penggunaan tenaga kerja yang meliputi tenaga kerja pesemaian, pengolahan tanah (manusia dan traktor), penanaman (harian/borongan), penyulaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, sanitasi, dan panen (harian/bawon) serta nilai upah harian dan harga gabah yang berlaku pada saat penelitian. Metode analisis yang akan digunakan adalah keuntungan usahatani dan kelayakan usahatani. Keuntungan diperoleh dari selisih antara output dan input. Analisis input-output dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = TR TC (eksplisit) à Y = P.Q - å ri.xi dimana, Y = pendapatan (Rp/ha) TR = total revenue (penerimaan total) TC (eksplisit) = total cost (biaya total eksplisit) P = harga hasil produksi (Rp/kg) Q = hasil produksi (kg/ha) ri = harga faktor produksi ke-i (Rp/kg) xi = faktor produksi ke-i Kelayakan ekonomi dapat dianalisis dengan imbangan output dan input (B/C atau R/C rasio) maupun dengan analisis Titik Impas Produksi (TIP) dan Titik Impas Harga (TIH), yaitu untuk membandingkan kemampuan suatu teknologi dalam mentolelir penurunan produksi atau harga sampai batas dimana penerapan teknologi tersebut masih memberikan tingkat keuntungan normal (Hernanto, 1989 dalam Kariyasa K. et al., 1993; Hariadi, M.,1997). Secara matematis nilai TIP dan TIH dapat dirumuskan sebagai berikut, Ade Ruskandar et al: Rice Farming Study On Legowo Plant System Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

276 B TIP = dan TIH = Hp B P dimana, TIP = Titik Impas Produksi TIH = Titik Impas Harga B = Biaya Hp = Harga Output P = Produksi Break Event Point (BEP) volume produksi merupakan pembagian antara biaya operasional dengan harga produksi, demikian pula BEP harga produksi adalah pembagian antara biaya operasional dengan jumlah produksi (Husnan dan Suwarsono, 2000). Salah satu ukuran penampilan usahatani adalah efisiensi yang dapat diperkirakan secara sederhana dengan penerimaan dan biaya. Untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani, digunakan indikator nisbah penerimaan dan biaya (B/C ratio), dengan rumus: B/C ratio = Total penerimaan / Total biaya Dengan mempelajari hubungan antara biaya, volume produksi, dan penerimaan maka dapat diketahui tingkat keuntungan serta kelayakan suatu usaha. Salah satu teknik di dalam mempelajari hubungan antara biaya, penerimaan, dan volume produksi adalah dengan analisis titik impas produksi dan harga (break even yield and price). (Hernanto, 1989 dalam Kariyasa K. et al., 1993; Hariadi, M.,1997). Titik impas produksi dan harga merupakan perpotongan antara penerimaan total dengan biaya total, dengan kata lain pada titik tersebut keuntungan sama dengan nol (keuntungan normal). Secara sederhana, hal ini dapat dijelaskan pada Gambar 1. Daerah sebelah kiri titik impas produksi dan harga merupakan daerah rugi dan daerah di sebelah kanannya merupakan daerah laba dari usahatani tersebut. Gambar 1. Titik impas produksi dan harga 930 Ade Ruskandar et al: Kajian Usahatani Padi Pada Beberapa Sistem Tanam Legowo Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

277 Input tenaga kerja HASIL DAN PEMBAHASAN Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan usahatani baik itu sebagai operator mesin pertanian maupun sebagai tenaga langsung artinya kegiatan yang belum bisa digantikan dengan mesin (misalnya namping, mopok dll). Namun demikian tenaga kerja ini dirasakan semakin berkurang, dan diharapkan dapat tergantikan dengan mesin-mesin pertanian. Memang beberapa kegiatan sudah tergantikan dengan mesin, misalnya pengolahan tanah, perontokan walaupun mungkin belum 100%. Untuk kegiatan tanam, memang telah dikembangkan mesin tanam (transplanter), namun saat ini nampaknya masih belum berkembang seperti halnya penggunaan hand traktor. Hal ini dimungkinkan faktor SDM (operator) atau kinerja mesin yang belum optimal. Dalam berusahatani padi, pengeluaran untuk biaya tenaga kerja selalu lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran untuk sarana produksi. Hal ini menunjukan tanaga kerja dapat memberikan andil yang cukup besar dalam keberhasilan berusahatani khususnya padi. Kita sadari bahwa saat ini ada indikasi minat generasi muda terhadap bertani menurun, seperti terlihat di lapangan para petani maupun buruh tani berada pada usia yang kurang produktif. Ada tiga kegiatan yang memerlukan biaya tenaga kerja cukup besar dalam berusahatani padi yaitu pengolahan tanah (sekitar Rp 1 jt/ha), tanam (sekitar Rp. 1,25 jt/ha) bahkan lebih, serta biaya panen baik sistem bawon maupun sistem upah. Pada penelitian beberapa sistem tanam Legowo kisaran biaya tanam antara Rp 2,5 jt-rp 8jt/ha. Dengan melihat biaya tanam tersebut maka upah tenaga kerja meningkat dibandingkan dengan tanam biasa/tegel. Input sarana produksi Beberapa sarana produksi nampaknya hampir sama untuk tiap daerah, yaitu benih, pupuk baik kimia maupun organik, obat-obatan kimia. Mungkin yang membedakannya adalah dalam hal jenis serta dosis yang digunakan. Benih berkualitas/sertifikat termasuk varietas dapat berperan dalam hal produksi. Pupuk urea dan obat-obatan kimia nampaknya hampir seluruh petani padi sawah menggunakannya kecuali petani organik. Pupuk kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Urea, NPK phonska, NPK mutiara dengan dosis masingmasing 275, 250, dan 125 kg/ha dan harganya berturut-turut Rp 1900, Rp 2300, dan Rp 12000/kg. Penggunaan pestisida kimia cukup banyak jenisnya (hampir sekitar 10 jenis) dengan kisaran harga antara Rp per kemasan tertentu. Hal ini menggambarkan keanekaragaman hama/penyakit serta keanekaramagan jenis pestisida kimia di lapangan. Bahkan jika kita lihat di pertanaman petani, penggunaan pestisida kadang-kadang hanya berdasarkan jadwal walaupun tidak Ade Ruskandar et al: Rice Farming Study On Legowo Plant System Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

278 ada serangan hama dengan alasan untuk jaga-jaga (keamanan). Padahal jika dihitung dengan biaya maka itu termasuk pemborosan. Namun demikian petani merasa aman jika tanamannya sudah diapliaksi dengan pestisida. Analisis usahatani Pada empat sistem tanam yang dilakukan, ada beberapa komponen sarana yang jumlahnya sama (walaupun jumlah populasi berbeda) antara lain dosis pupuk (urea, NPK phonska), pestisida, dan herbisida. Sedangkan yang membedakan adalah jumlah benih tiap perlakuan. Kenaikan total biaya masing-masing perlakuan dibanding J1 adalah berturut-turut sebesar 21, 37, dan 56% (Tabel 1). Tabel 1. Analisis usahatani pada berbagai cara tanam Legowo (Jarwo), Sukamandi MK 2017 Uraian J1 (Legowo 2:1) J2 (Jarwo Ganda 1) Perlakuan J3 (Jarwo Ganda 2) J4 (Legowo 2:1 modifikasi) 1. Tenaga kerja (Rp/ha) Sarana produksi (Rp/ha) Total biaya (Rp/ha) 15, Hasil (t/ha) 6,073 6,985 7,191 6, Pendapatan kotor (Rp/ha) Pendapatan bersih (Rp/ha) Gross B/C 2,01 1,93 1,79 1,51 8. TIP (kg/ha) TIH (Rp/kg) Catatan: Biaya panen Rp.500/kg GKP, harga gabah Rp.5.000/kg GKP Dari pengamatan di lapangan yang membedakan besaran biaya dari ke empat sistem tanam tersebut antara lain jumlah benih dan upah/biaya tanam. Hal ini karena pupuk, pestisida, maupun herbisida yang diaplikasikan tiap perlakuan tidak dibedakan. Biaya yang paling mencolok perbedaannya adalah biaya tanam berkisar antara Rp. 2,5 jutaan sampai Rp 8 jutaan. Hal ini dapat dimengerti karena tingkat kesulitan tanam tiap perlakuan berbeda. Jika dibandingkan dengan yang biasa dilakukan petani pada umumnya kegiatan tanam diborongkan, sedangkan pada semua perlakuan ini menggunakan sistem upah harian. Ada kelebihan dan kekurangan sistem tanam borong, antara lain dengan di borongkan waktu tanam lebih cepat dibandingkan dengan sistem upah harian. Namun demikian 932 Ade Ruskandar et al: Kajian Usahatani Padi Pada Beberapa Sistem Tanam Legowo Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

279 kelemahannya adalah kadang-kadang kurang baik hasilnya misal ada rumpun yang terlewat sehingga perlu pengawasan yang ketat (terutama di bagian tengah lahan) dan akhirnya memerlukan penyulaman yang tinggi. Jika sistem upah harian, maka biaya tanam akan lebih tinggi dibandingkan dengan sistem borong, namun hasil kerjaan akan lebih baik (buruh tanam bisa di atur oleh pengguna jasa) dibandingkan dengan sistem borong. Pada ke empat sistem tanam ini, semua pelaksanaan untuk kegiatan di lapangan menggunakan sistem upah harian. Komponen upah terhadap total biaya masing-masing perlakuan berturut-turut sebesar 64, 69, 72, dan 74% dengan rata-rata 70%. Secara finansial, perlakuan J1, J2, dan J3 menguntungkan dan layak secara ekonomi namun tidak demikian pada perlakuan J4. Ini terlihat dari indikator gross B/C, TIP, dan TIH dari masing-masing perlakuan yang di uji cobakan. Meskipun perlakuan J4 memberikan hasil gabah dan harga gabah masing-masing diatas titik impasnya namun secara ekonomi kurang menguntungkan. Ini bisa dilihat dari rasio biaya dan pendapatan kotor yang diperoleh lebih rendah dari batas kelayakan yang ditentukan yaitu 1,75. Jika dilihat dari kelayakannya, dari perlakuan J1, J2, dan J3, maka perlakuan J1 yang paling memenuhi kelayakan secara ekonomi. Selain memiliki rasio biaya dan pendapatan kotor paling tinggi juga memiliki titik impas produksi dan harga paling rendah, artinya dengan hanya memproduksi kg/ha sudah dicapai titik impasnya sedangkan kelebihan produksi yang diperoleh merupakan keuntungan yang didapat pada perlakuan ini pada batas penggunaan input tertentu. Demikian pula pada titik impas harga, dengan harga gabah Rp.2.488/kg perlakuan J1 sudah memperoleh titik impasnya. Ini berarti kelebihan harga yang diperoleh pada perlakuan J1 merupakan kelebihan keuntungan harga yang didapat pada perlakuan ini pada batas penggunaan input tertentu. Permasalahan Setiap teknologi baru yang akan diterapakan atau disampaikan ke petani harus sudah melalui penelitian. Teknologi tersebut agar dapat diadopsi petani/pengguna harus mudah dilakukan dan secara ekonomis lebih menguntungkan dengan teknologi yang biasa/eksisting. Dari pengamatan di lapangan, permasalahan yang paling menonjol adalah tingkat kesulitan dalam kegiatan tanam. Artinya akan menambah biaya jika dibandingkan dengan cara tanam eksisting (Legowo 2:1). Keadaan ini kemungkinan akan bisa diatasi dengan penggunaan mesin tanam. Namun demikian mesin tersebut harus mengalami modifikasi karena jarak tanam yang sangat rapat terutama pada perlakuan J4 (modifikasi titik tanam). Dari segi hasil tiap sistem tanam, nampaknya tidak jauh berbeda. Hal ini ada kemungkian karena dosis pupuk yang diberikan adalah sama tiap satuan luasnya padahal populasi tiap sistem tanam berbeda. Ke depan perlu dicoba dosis pupuk yang Ade Ruskandar et al: Rice Farming Study On Legowo Plant System Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

280 berbeda dengan memperhatikan jumlah populasi per satuan luasnya, sehingga dapat diketahui apakah ada korelasi antara jumlah populasi dengan dosis pupuk yang tentunya hasil akhirnya adalah produksi per satuan luas. KESIMPULAN 1. Komponen biaya produksi usahatani padi sawah Legowo (Jarwo) terbagi atas biaya upah tenaga kerja sebesar 67% dan pembelian sarana produksi sebesar 33%. 2. Secara finansial perlakuan Legowo 2:1, Jarwo Ganda 1, Jarwo Ganda 2 menguntungkan dan layak secara ekonomi namun tidak demikian pada perlakuan Legowo 2:1 modifikasi titik tanam. 3. Perlakuan Legowo 2:1 paling memenuhi kelayakan secara ekonomi, karena memenuhi indikator gross B/C, TIP, dan TIH paling rendah, artinya dengan hanya memproduksi kg/ha dan dengan harga Rp.2.488/kg sudah dicapai titik impasnya sedangkan kelebihan produksi dan harga yang diperoleh merupakan keuntungan yang didapat pada batas penggunaan input tertentu. SARAN Untuk menekan/mengurangi biaya tenaga kerja khususnya tanam, diharapkan penggunaan mesin tanam (transplanter) yang optimal dapat mengatasi hal tersebut. DAFTAR PUSTAKA Adjid, D.A Pola partisipasi masyarakat pedesaan dalam pembangunan pertanian berencana. Kasus usahatani kelompok hamparan dalam Intensifikasi Khusus (Insus) padi. Suatau survei di Jawa Barat. Disertasi Universitas Padjadjaran. Badan Litbangtan Budidaya padi jajar legowo super. Badan Litbangtan, Kementan. Byerlee, D. dan M.Collinson Planning technoliogies. Appropriate to farmers concepts and procedures. CYMMYT, Mexico. Hariadi, M. dan K. Suratiyah Manajemen Finansial. Jur.Sosial Ekonomi Pertanian. Fak.Pertanian. UGM. Yogyakarta. (unpublished). Hasanah dan D. Pustpitasari Analisis perbandingan pendapatan usahatani padi system tanam jajar legowo dengan system tegel kelurahan Situmekar, Sukabumi. Departemen Agibisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Insutitut Pertanian Bogor. 934 Ade Ruskandar et al: Kajian Usahatani Padi Pada Beberapa Sistem Tanam Legowo Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

281 Husnan, S. dan M. Suwarsono Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Julistia B Sistem tanam padi jajar legowo. Balai Pengkajian teknologi Pertanian (BPTP) Jambi. Kariyasa, K. dan W. Sudana Analisis Kelayakan Usahatani Padi dan Kedelai di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Pros.Perakitan dan Pengembangan Teknologi Sistem Usahatani Tanaman Pangan. Buku 1. Puslitbang Tanm. Pangan. Kasryno, F Kebijaksanaan dan strategi penelitian untuk mendukung pembangunan pertanian. Dalam Kinerja penelitian tanaman pangan. Prosiding simposium penelitian tanaman pangan III, Bogor Agustus Mulyani, Nina dan P. Yulia Pengaruh sistem tanam jajar legowo terhadap pertumbuhan dan produktivitas dua varietas padi sawah di Tulang Bawang- Lampung. Prosiding seminar ilmiah hasil penelitian padi nasional Buku 2. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sayuti, A.M. Djulin, dan M. Iqbal Analisis pendekatan penyuluhan, pembentukan persepsi petani serta pengaruhnya terhadap adopsi teknologi inovasi: Kasus introduksi teknologi baru program SUTPA di Provinsi Jawa Timur dan Lampung. Prosiding Dinamika EKonomi Pedesaan dan Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian. Buku II. Pusat Penelitian osial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Soekartawi, A. Soeharjo, J.L. Dillon, dan J.B. Hardaker Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta. Soekartawi Teori Ekonomi Produksi. Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglass. Rajawali. Jakarta Widyantoro, Jumali, dan P. Wardana Kajian kelyakan usahatani padi sawah di Kabupaten Karawan dan Tasikmalaya, Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Dies Natalis 37 Fak.Pertanian UNS. Ade Ruskandar et al: Rice Farming Study On Legowo Plant System Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

282 936 Ade Ruskandar et al: Kajian Usahatani Padi Pada Beberapa Sistem Tanam Legowo Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

283 MOTIVASI PETANI MENANAM VARIETAS LOKAL; STUDI KASUS DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR THE MOTIVATION FARMERS TO PLANT LOCAL VARIETIES; CASE STUDY IN DISTRICT OGAN KOMERING ILIR Yuana Juwita, Kgs. Abdul Kodir, Maulida Surayya, dan Priatna Sasmita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan Jln. Kol. H. Barlian No. 83 Km 6 Palembang 30153, Indonesia yuana_juwita@yahoo.com Telp. (0711) ABSTRAK Keberadaan padi lokal saat ini disinyalir makin berkurang, padahal umumnya padi lokal memiliki keunggulan-keunggulan spesifik sebagai sumber kekayaan genetika yang perlu dijaga. Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui alasan petani padi menanam varietas lokal. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode observasi dan survey. Pengambilan data dilakukan melalui teknik wawancara menggunakan quisioner. Responden yang dipilih adalah anggota kelompok tani yang tergabung dalam Kelompok Tani Kurnia Desa Kijang Ulu Kabupaten Ogan Komering Ilir, berjumlah dua puluh enam orang responden yang mewakili dua puluh enam Keluarga dalam satu kecamatan Kayuagung. Data dianalisis secara deskriptif dengan tabulasi dan grafik. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa eksistensi penanaman padi varietas lokal oleh petani, merupakan keinginan petani sendiri yang dilakukan secara turun temurun. Atribut pada varietas lokal yang disukai oleh petani adalah anakan produktif yang relatif lebih banyak dan kualitas beras yang lebih baik. Kata kunci: Petani, Padi Lokal ABSTRACT The current existence of local rice is decreased, whereas in general, local rice has specific advantages as a source of genetic resources that need to be maintained. The purpose assessment is to find out the reasons rice farmers grow local varieties Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

284 The method used in this study is observation and survey. Data collection is done through interview technique using quisioner. The selected respondents were members of farmer groups belonging to the Kurnia Farmer Group Kijang Ulu Village Ogan Komering Ilir, totaling twenty-six respondents representing twentysix families in a Kayuagung sub-district. Data were analyzed descriptively by tabulation and graph. The results of the assessment indicate that the existence of local rice cultivation of varieties by farmers, is the desire of the farmers themselves who carried on from generation to generation. Attributes to local varieties favored by farmers are relatively more productive tillers and better rice quality. Keywords: Farmers, Local Rice PENDAHULUAN Padi lokal umumnya merupakan padi yang memiliki keunggulan-keunggulan spesifik lokasi sehingga bersifat adaptif pada daerah tersebut. Keunggulankeunggulan padi lokal merupakan sumber kekayaan genetika yang perlu dijaga. Disinyalir bahwa di banyak daerah, saat ini terjadi penurunan eksistensi varietas lokal dari tahun ke tahun dan hal diduga sebagai akibat dua faktor utama yaitu faktor manusia dan faktor alam. Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) merupakan salah satu kabupaten yang memiliki lahan rawa lebak terluas di Sumatera Selatan (Sumsel) dan agroekosistem rawa lebak mempunyai sifat dan ciri yang khas dan unik dibandingkan dengan agroekosistem lainnya (Waluyo dan Suparwoto, 2014). Desa Kijang Ulu merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten OKI yang petani nya masih banyak menanam varietas padi lokal (Kodir, dkk. 2016). Ini menunjukkan secara umum bahwa minat atau prefrensi petani terhadap varietas lokal masih cukup besar. Beragam upaya perlu dilakukan agar kelestarian varietas lokal dapat terus dijaga antara lain melalui eksplorasi, karakterisasi hingga pendaftaran varietas lokal. Penggalian informasi mengenai alasan petani menggunakan varietas lokal diharapkan dapat bermanfaat dalam menyediakan informasi-informasi yang dapat digunakan dalam menjaga kelestarian padi lokal yang ada. Tujuan dari penelitian ini yaitu 1) mengidentifikasi proses pengambilan keputusan responden terhadap penggunaan benih varietas lokal, 2) mengetahui minat responden terhadap atribut varietas lokal yang disukai BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2017, di Desa Kijang Ulu Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja dengan pertimbangan desa tersebut merupakan desa yang petani nya masih 938 Yuana Juwita et al: Motivasi Petani Menanam Varietas Lokal; Studi Kasus Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

285 menanam padi varietas lokal. Responden yang dipilih berjumlah dua puluh enam petani yang dipilih secara acak (Simple random Sampling) dari anggota kelompok tani yang tergabung dalam Kelompok Tani Kurnia. Bahan yang digunakan antara lain; alat tulis dan quisioner. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif analisis, yaitu mengumpulkan data, menganalisis dan mendeskripsikannya melalui tabulasi dan grafik. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan survai. Prasurvai dan observasi dilakukan untuk melihat dan memastikan jenis padi yang dibudidayakan oleh petani di lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan wawancara pada kelompok tani dengan menggunakan quisioner. Data yang dikumpulkan antara lain; tipologi lahan dan kepemilikan, data karakteristik responden, jenis varietas lokal yang disukai, dan motivasi responden dalam menggunakan varietas lokal. Tipologi Lahan dan Kepemilikan HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Kijang Ulu berada di Kecamatan Kayuagung Kabupaten OKI. Desa ini berada tidak jauh dari ibu kota kecamatan (lebih kurang 6-7 km). Secara geografis, lokasi kajian terletak di 104,20 sampai 106,00 Bujur Timur (BT) dan 2,30 sampai 4 15 Lintang Selatan (LS), dengan ketinggian rata-rata 10 m dpl. Berdasarkan hasil survai dan wawanvara lokasi budidaya responden bertipologi lebak pematang dan lebak tengah. Lebak pematang dan lebak tengahan merupakan jenis lebak yang dibedakan berdasarkan tinggi dan lamanya genangan. Menurut Waluyo dan Suparwoto (2014), Lebak dangkal mempunyai topografi relatif cukup tinggi dengan genangan di musim hujan kurang dari 50 cm dalam kurun waktu 3 bulan, sedangkan lebak tengahan mempunyai topografi lebih rendah dengan genangan air antara 50 sampai 100 cm dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Secara umum, karakteristik lahan dicirikan dengan ph masam (4 4,5), kandungan fraksi liat dan debu yang tinggi dengan fraksi pasirnya sangat rendah, mengandung Ca dan Mg yang banyak, kandungan K dan Na berada dalam jumlah sedikit. Kandungan bahan organik pada lebak pematang relatif lebih rendah dibandingkan lebak tengahan dan lebak dalam. Kepemilikan lahan pada responden didominasi milik sendiri dan diolah secara mandiri. Rata-rata responden yang mengolah lahan nya secara mandiri sebesar 74% dari total responden. Luas lahan yang dimiliki berkisar antara 0,5 sampai 1 ha dengan indeks pertanaman (IP) 100. Rendahnya IP di lahan rawa disebabkan karena sistem tata air belum dikuasai dengan baik (Waluyo, dkk. 2007). Yuana Juwita et al: The Motivation Farmers To Plant Local Varieties; Case Study In Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

286 Karakteristik Responden Responden yang ikut dalam kajian ini terdiri dari 92% wanita dan 8% lakilaki dengan usia rata-rata 47,4 Tahun. Dominasi wanita pada responden sesuai dengan pelaku utama dalam kegiatan bertanam padi di desa ini adalah wanita. Dari rata-rata usia, respoden termasuk dalam kategori usia produktif (Michael, 2006 dalam Mustika, 2010) sehingga diharapkan informasi yang diberikan dapat tepat dan terpercaya. Selain itu responden juga memiliki pengalaman bertani cukup lama rata-rata 15,5 tahun dan hampir setengah dari pengalaman bertani tersebut menggunakan varietas lokal. Distribusi rata-rata pengalaman bertani yaitu rata-rata selama 28 tahun dari 73 % responden yang tingkat pendidikannya Sekolah Dasar, 14 tahun dari 15,3 % responden dengan tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan 15 tahun dari 11,5 % responden dengan tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (Tabel 1). Lamanya pengalaman bertani dan tingkat pendidikan akan memberikan pengaruh terhadap informasi terkait kepuasan atribut varietas lokal yang ditanam dan pemilihan varietas selanjutnya. Tabel 1. Keragaan responden petani pengguna varietas lokal Uraian Nilai Rata-rata Umur responden 47,4 Tahun Lama pendidikan 7,1 tahun Jumlah responden pendidikan SD 73 % Jumlah responden pendidikan SLTP 15,3% Jumlah responden pendidikan SLTA 11,5% Pengalaman bertani 15,5 tahun Responden pendidikan SD 28 Tahun Responden pendidikan SLTP 14 Tahun Responden pendidikan SLTA 15 Tahun Jumlah anggota keluarga 5 orang Jumlah anggota keluarga yang bekerja di 3 orang pertanian Jumlah anggota keluarga responden rata-rata berjumlah lima orang. Jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap perekonomian keluarga, tingkat kebutuhan dan biaya hidup akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga. Dari lima orang anggota keluarga tersebut, rata-rata tiga orang keluarga bekerja di pertanian. Dari data karakteristik responden, hampir setengah anggota keluarga bekerja di bidang pertanian, ini merupakan potensi dan harapan untuk melanjutkan tradisi penggunaan varietas lokal. 940 Yuana Juwita et al: Motivasi Petani Menanam Varietas Lokal; Studi Kasus Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

287 Proses pengambilan keputusan responden terhadap penggunaan benih varietas lokal Pengambilan keputusan petani terhadap penggunaan benih dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan merupakan tahap awal terjadinya pemahaman yang kemudian melahirkan sikap dan pada muaranya akan mempengaruhi tindakan. Dari quisioner yang disebar, diperoleh bahwa responden mendapat informasi atau mengenal varietas padi lokal yang ditanam dari tiga sumber informasi yaitu secara turun-temurun, malalui kelompok tani dan melalui penyuluh. Sebaran sumber informasi pada masing-masing tingkat pendidikan responden cukup beragam (Gambar 1). Dari dua puluh dua responden yang menempuh pendidikan selama 6 tahun atau tingkat SD, sebanyak sembilan belas orang atau 86,3% sumber informasi mengenai varietas lokal didapat secara turun-temurun. Pada tiga responden dengan tingkat pendidikan SLTP, secara merata masing-masing memperoleh informasi dari sumber yang berbeda. Sedangkan pada responden tingkat SLTA sumber informasi diperoleh dari kelompok tani. Gambar 1. Sebaran sumber informasi yang diperoleh pada responden Motivasi penggunaan varietas lokal pada respoden dapat terlihat dari bagaimana cara responden memperoleh benih. Benih dapat diperoleh petani melalui penggunaan benih sendiri (produksi sendiri) atau dengan cara membeli. Dari sumber informasi yang turun temurun dan cara responden menggunakan benih sendiri sebagai sumber benih, menunjukkan bahwa motivasi dalam penggunaan varietas lokal karena responden sudah terbiasa menanam varietas tersebut secara turun temurun (Gambar 2). Yuana Juwita et al: The Motivation Farmers To Plant Local Varieties; Case Study In Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

288 Hal tersebut juga didukung dengan jawaban respoden ketika ditanyakan siapa yang menentukan pemilihan varietas lokal. Dari dua puluh enam responden, 85% responden menyatakan bahwa yang menentukan pemilihan varietas lokal adalah keinginan sendiri atau keluarga dan sisanya 15% karena melihat tetangga. Gambar 2. Sebaran cara respoden memperoleh benih varietas lokal yang dikaitkan dengan sumber perolehan informasi varietas lokal Preferensi responden terhadap atribut varietas lokal Atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan (Engel et all, 1994). Menurut Saheda, A.As. (2008), prefrensi dapat diartikan sebagai pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap produk yang dikonsumsi. Uji prefrensi varietas lokal dilakukan pada beberapa parameter antara lain; jenis varietas lokal yang ditanam, kulitas benih lokal, dan motivasi menanam benih varietas lokal. Hasil kajian tahun 2015 terdapat enam jenis varietas lokal yang dibudidayakan oleh petani di Desa Kijang Ulu yaitu ; Kawo, Sania, Sibur, Pelita Rampak, Boneng, SiPutih. Dari wawancara, sebanyak dua puluh tiga responden atau sebesar 88,5 % dari responden menyatakan varietas lokal yang ditanam adalah Sania dan tiga responden atau 11,5 % menanam varietas pelita rampak dengan kepuasan terhadap kualitas benih lokal cukup puas sampai sangat puas. Motivasi responden dalam menanam varietas lokal merupakan cara awal dalam mengetahui atribut keunggulan atau kelemahan varietas padi lokal. Dari pengetahuan ini dapat menjadi informasi dalam upaya pelestarian padi varietas lokal tersebut. Berdasarkan penelitian, diperoleh distribusi persentase sebaran motivasi responden yakni sebagai berikut; anakan produktif nya banyak 61,5%, kualitas beras 53,8%, sudah terbiasa menanam varietas lokal 38,4%, varietas lokal tahan terhadap hama penyakit 34,6%, benih mudah diperoleh 30,7%, harga jual 942 Yuana Juwita et al: Motivasi Petani Menanam Varietas Lokal; Studi Kasus Prosiding Padi 2018-Jilid indd /28/19 8:54 AM

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

PADI LOKAL POTENSI HASIL TINGGI TAHAN PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PATOTIPE III DAN IV

PADI LOKAL POTENSI HASIL TINGGI TAHAN PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PATOTIPE III DAN IV PADI LOKAL POTENSI HASIL TINGGI TAHAN PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PATOTIPE III DAN IV Wage Ratna Rohaeni dan Dini Yuliani Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya IX Sukamandi Subang 41256 Email: wagebbpadi@gmail.com/wa:

Lebih terperinci

Varietas Unggul Mendukung Usahatani Padi di Lahan Lebak. Morphological Characterization and Content of Sugar Some Sweet Potato Germplasm Local Lampung

Varietas Unggul Mendukung Usahatani Padi di Lahan Lebak. Morphological Characterization and Content of Sugar Some Sweet Potato Germplasm Local Lampung Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 125-130 Varietas Unggul Mendukung Usahatani Padi di Lahan Lebak Morphological Characterization

Lebih terperinci

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Yurista Sulistyawati BPTP Balitbangtan NTB Disampaikan dalam Workshop Pendampingan UPSUS Pajale, 18 April 2017 PENDAHULUAN Provinsi NTB: Luas panen padi

Lebih terperinci

Keragaan Varietas Inpari Pada Lahan Lebak Tengahan di Desa Epil Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan

Keragaan Varietas Inpari Pada Lahan Lebak Tengahan di Desa Epil Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman 43-49 Keragaan Varietas Inpari Pada Lahan Lebak Tengahan di Desa Epil Kabupaten

Lebih terperinci

Keragaan Beberapa VUB Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Mendukung Swasembada Pangan

Keragaan Beberapa VUB Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Mendukung Swasembada Pangan Keragaan Beberapa VUB Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Mendukung Swasembada Pangan Suparman dan Vidya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km. 5 Palangka Raya E-mail : arman.litbang@gmail.com

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. 11 BAHAN DAN METODE I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Babakan, Kecamatan Darmaga, Bogor Jawa Barat. Kebun terletak

Lebih terperinci

Varietas Unggul Baru Padi Gogo Toleran Naungan untuk Budidaya Padi sebagai Tanaman Sela di Perkebunan

Varietas Unggul Baru Padi Gogo Toleran Naungan untuk Budidaya Padi sebagai Tanaman Sela di Perkebunan Varietas Unggul Baru Padi Gogo Toleran Naungan untuk Budidaya Padi sebagai Tanaman Sela di Perkebunan Aris Hairmansis, Supartopo, Yullianida, Anggiani Nasution, Santoso, Suwarno Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014, Palembang September 2014 ISBN :

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014, Palembang September 2014 ISBN : Serangan Hama Wereng dan Kepik pada Tanaman Padi di Sawah Lebak Sumatera Selatan Attack of Leafhopper and Ladybug Pests to Rice Plant in the Lowland Rice South Sumatra Septiana Anggraini 1*), Siti Herlinda

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA Tota Suhendrata dan Setyo Budiyanto Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU Yartiwi dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian km

Lebih terperinci

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan 5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Organisme Pengangganggu Tanaman (OPT) utama yang menyerang padi ada 9 jenis, yaitu : Tikus, Penggerek Batang, Wereng Batang

Lebih terperinci

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN KOMPONEN HASIL EMPAT VARIETAS UNGGUL BARU PADI INPARA DI BENGKULU ABSTRAK

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN KOMPONEN HASIL EMPAT VARIETAS UNGGUL BARU PADI INPARA DI BENGKULU ABSTRAK KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN KOMPONEN HASIL EMPAT VARIETAS UNGGUL BARU PADI INPARA DI BENGKULU Yartiwi, Yahumri dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, dan salah satu kebutuhan primernya tersebut adalah makanan

Lebih terperinci

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Organisme Pengangganggu an (OPT) utama yang menyerang padi ada 9 jenis, yaitu : Tikus, Penggerek Batang, Wereng Batang Coklat,

Lebih terperinci

Verifikasi Komponen Budidaya Salibu: Acuan Pengembangan Teknologi

Verifikasi Komponen Budidaya Salibu: Acuan Pengembangan Teknologi Verifikasi Komponen Budidaya Salibu: Acuan Pengembangan Teknologi Nurwulan Agustiani, Sarlan Abdulrachman M. Ismail Wahab, Lalu M. Zarwazi, Swisci Margaret, dan Sujinah Indonesia Center for Rice Research

Lebih terperinci

ADOPSI PETANI PADI SAWAH TERHADAP VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN ARGAMAKMUR, KABUPATEN BENGKULU UTARA, PROVINSI BENGKULU

ADOPSI PETANI PADI SAWAH TERHADAP VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN ARGAMAKMUR, KABUPATEN BENGKULU UTARA, PROVINSI BENGKULU ADOPSI PETANI PADI SAWAH TERHADAP VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN ARGAMAKMUR, KABUPATEN BENGKULU UTARA, PROVINSI BENGKULU Andi Ishak, Dedi Sugandi, dan Miswarti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Lebih terperinci

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI BREEDING OF BLACK RICE VARIETY FOR DROUGHT TOLERANCE AND HIGH YIELD I Gusti Putu Muliarta Aryana 1),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia. Hampir 90 % masyarakat Indonesia mengonsumsi beras yang merupakan hasil olahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

UPAYA PERCEPATAN ADOPSI VARIETAS UNGGUL BARU PADI INPARI

UPAYA PERCEPATAN ADOPSI VARIETAS UNGGUL BARU PADI INPARI UPAYA PERCEPATAN ADOPSI VARIETAS UNGGUL BARU PADI INPARI Made J. Mejaya dan L. Hakim Puslitbang Tanaman Pangan Ringkasan Pada tahun 2017, sasaran produksi padi sebesar 80,76 juta ton GKG dengan produktivitas

Lebih terperinci

INPARI 38, 39, DAN 41: VARIETAS BARU UNTUK LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

INPARI 38, 39, DAN 41: VARIETAS BARU UNTUK LAHAN SAWAH TADAH HUJAN INPARI 38, 39, DAN 41: VARIETAS BARU UNTUK LAHAN SAWAH TADAH HUJAN Trias Sitaresmi, Yudhistira Nugraha, dan Untung Susanto BALAI BESAR PENELITIAN TANAMAN PADI Disampaikan pada seminar Puslitbangtan, Bogor

Lebih terperinci

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO Yati Haryati dan Agus Nurawan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jl. Kayuambon No. 80 Lembang, Bandung Email : dotyhry@yahoo.com

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU Malina Rohmaya, SP* Dewasa ini pertanian menjadi perhatian penting semua pihak karena pertanian memiliki peranan yang sangat besar dalam menunjang keberlangsungan kehidupan

Lebih terperinci

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO Sutardi, Kristamtini dan Setyorini Widyayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Luas

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR Charles Y. Bora 1 dan Buang Abdullah 1.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO 2 1 MENINGKATKAN HASIL GABAH. Oleh : Drh. Saiful Helmy

SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO 2 1 MENINGKATKAN HASIL GABAH. Oleh : Drh. Saiful Helmy SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO 2 1 MENINGKATKAN HASIL GABAH Oleh : Drh. Saiful Helmy Pendahuluan Dalam rangka mendukung Upaya Khusus Pajale Babe yang digalakkan pemerintah Jokowi, berbagai usaha dilakukan untuk

Lebih terperinci

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK Pemanfaatan

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI AANB. Kamandalu dan S.A.N. Aryawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK Uji daya hasil beberapa galur harapan

Lebih terperinci

REKOMENDASI VARIETAS JAGUNG TOLERAN TERHADAP HAMA PENYAKIT DI PROVINSI BENGKULU. Wahyu Wibawa

REKOMENDASI VARIETAS JAGUNG TOLERAN TERHADAP HAMA PENYAKIT DI PROVINSI BENGKULU. Wahyu Wibawa REKOMENDASI VARIETAS JAGUNG TOLERAN TERHADAP HAMA PENYAKIT DI PROVINSI BENGKULU Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu Telp. (0736) 23030 e-mail :

Lebih terperinci

DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA PERTANAMAN PADI

DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA PERTANAMAN PADI DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA PERTANAMAN PADI DESIGN OF PREDATOR CONSERVATION AND PARASITOID FOR PEST CONTROL IN RICE FIELD Tamrin Abdullah 1), Abdul Fattah 2),

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Dewasa ini, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan (Sumsel) ingin mewujudkan Sumsel Lumbung Pangan sesuai dengan tersedianya potensi sumber

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN KALIMANTAN SELATAN THE PERFORMANCE OF SOME NEW RICE AT RAINFED LOWLAND SOUTH KALIMANTAN Khairuddin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2)

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 2) Balai Proteksi

Lebih terperinci

Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan

Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan Ali Imran dan Suriany Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRACT Study of SL-8-SHS hybrid rice

Lebih terperinci

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit LAMPIRAN 52 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Aek Sibundong Nomor pedigri : BP1924-1E-5-2rni Asal persilangan : Sitali/Way Apo Buru//2*Widas Golongan : Cere Umur tanaman : 108-125 hari Bentuk tanaman : Tegak

Lebih terperinci

Keragaan Beberapa Varietas Unggul Baru Padi pada Lahan Sawah di Kalimantan Barat

Keragaan Beberapa Varietas Unggul Baru Padi pada Lahan Sawah di Kalimantan Barat Keragaan Beberapa Varietas Unggul Baru Padi pada Lahan Sawah di Kalimantan Barat Agus Subekti 1 dan Lelya Pramudyani 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat 2 Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang memiliki padi liar dengan keragaman jenis yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang memiliki padi liar dengan keragaman jenis yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam keluarga Poaceae dan merupakan tanaman semusim (annual). Indonesia merupakan negara yang memiliki padi

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT Baiq Tri Ratna Erawati 1), Awaludin Hipi 1) dan Andi Takdir M. 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BPTP RIAU 2012 PENDAHULUAN Kebutuhan beras sebagai sumber kebutuhan

Lebih terperinci

Keragaan Varietas Unggul Baru Inpari dan Inpara di Kabupaten Kutai Kartanegara

Keragaan Varietas Unggul Baru Inpari dan Inpara di Kabupaten Kutai Kartanegara Keragaan Varietas Unggul Baru Inpari dan Inpara di Kabupaten Kutai Kartanegara Muryani Purnamasari dan Muhamad Hidayanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Jl.P.M. Noor Sempaja, Samarinda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT Obyek koleksi varietas Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) pada Tahun 2016, selain berupa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan terhadap pangan khususnya beras, semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, sedangkan usaha diversifikasi pangan berjalan lambat. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Padi Gogo di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan

Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Padi Gogo di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Padi Gogo di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan Gusmiatun 1*) ABSTRAK Memanfaatkan lahan kering untuk budidaya padi gogo merupakan salah satu alternatif upaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili rumput berumpun yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat. Sampai saat ini

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN INDONESIA: Studi Kasus Padi

VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN INDONESIA: Studi Kasus Padi POLICY BRIEF VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN INDONESIA: Studi Kasus Padi Tim Peneliti: Ening Ariningsih Pantjar Simatupang Putu Wardana M. Suryadi Yonas Hangga Saputra PUSAT SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI Disusun Oleh : WASIS BUDI HARTONO PENYULUH PERTANIAN LAPANGAN BP3K SANANKULON Penyakit Blas Pyricularia oryzae Penyakit

Lebih terperinci

INTRODUKSI KEDELAI VARIETAS GEMA DI DESA BUMI SETIA KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

INTRODUKSI KEDELAI VARIETAS GEMA DI DESA BUMI SETIA KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH INTRODUKSI KEDELAI VARIETAS GEMA DI DESA BUMI SETIA KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH Dewi Rumbaina Mustikawati dan Nina Mulyanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung ABSTRAK Badan

Lebih terperinci

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI Oleh: Edi Suwardiwijaya Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Jl. Raya Kaliasin. Tromol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping

BAB I PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping itu Indonesia merupakan daerah agraris dengan profesi utama penduduknya sebagai petani terutama

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR Oleh : Ir. Indra Gunawan Sabaruddin Tanaman Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penting karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

Varietas Padi Unggulan. Badan Litbang Pertanian. Gambar 1. Varietas Inpari 19 di areal persawahan KP. Sukamandi, Jawa Barat.

Varietas Padi Unggulan. Badan Litbang Pertanian. Gambar 1. Varietas Inpari 19 di areal persawahan KP. Sukamandi, Jawa Barat. AgroinovasI Varietas Padi Unggulan Gambar 1. Varietas Inpari 19 di areal persawahan KP. Sukamandi, Jawa Barat. Padi..semua sudah tak asing lagi dengan jenis tanaman pangan yang satu ini. Bila sudah diubah

Lebih terperinci

Respons ketahanan berbagai galur padi rawa terhadap wereng cokelat, penyakit blas, dan hawar daun bakteri

Respons ketahanan berbagai galur padi rawa terhadap wereng cokelat, penyakit blas, dan hawar daun bakteri PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 2, Nomor 1, Agustus 2016 ISSN: 2407-8050 Halaman: 85-92 DOI: 10.13057/psnmbi/m020117 Respons ketahanan berbagai galur padi rawa terhadap wereng cokelat, penyakit blas,

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI PENANGKARAN SEBAGAI BENIH SUMBER DI LAMPUNG

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI PENANGKARAN SEBAGAI BENIH SUMBER DI LAMPUNG KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI PENANGKARAN SEBAGAI BENIH SUMBER DI LAMPUNG Rr. Ernawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Jl. Z.A. Pagar Alam No. 1ª Bandar lampung E-mail: ernawati

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17 PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17 Khairatun Napisah dan Rina D. Ningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru,

Lebih terperinci

Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah

Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah Suparman BPTP Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km. 5 Palangka Raya E-mail : arman.litbang@gmail.com Abstrak Ketersediaan benih dengan prinsip

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG Resmayeti Purba dan Zuraida Yursak Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura KERAGAAN VARIETAS KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN Eli Korlina dan Sugiono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km. 4 Malang E-mail korlinae@yahoo.co.id ABSTRAK Kedelai merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN PADI SAWAH VARIETAS UNGGUL BARU DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

POTENSI PENGEMBANGAN PADI SAWAH VARIETAS UNGGUL BARU DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Agros Vol.17 No.1, Januari 2015: 132-138 ISSN 1411-0172 POTENSI PENGEMBANGAN PADI SAWAH VARIETAS UNGGUL BARU DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT POTENTIALLY DEVELOPMENT OF RICE NEW SUPERIOR VARIETIES IN WEST

Lebih terperinci

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata) Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. WBC memang hama laten yang

Lebih terperinci

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA 8 AGROVIGOR VOLUME 2 NO. 1 MARET 2009 ISSN 1979 5777 KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA (THE

Lebih terperinci

REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013.

REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013. REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013 Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5

Lebih terperinci

I. KEBERADAAN OPT PADI

I. KEBERADAAN OPT PADI I. KEBERADAAN OT ADI ada periode 1-15 Mei 2015 dilaporkan pertanaman padi di Jawa Timur seluas 534.325,40 Ha dan terpantau 22 jenis OT yang menyerang tanaman dengan keberadaan serangannya (keadaan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh:

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK SKRIPSI Oleh: CAROLINA SIMANJUNTAK 100301156 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PANEN PADI HIBRIDA TAHUN 2015

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PANEN PADI HIBRIDA TAHUN 2015 1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PANEN PADI HIBRIDA TAHUN 2015 TANGGAL 5 PEBRUARI 2015 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG 2 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Oleh : Dandan Hendayana, SP (PPL Kec. Cijati Cianjur) Saat ini tanaman padi hibrida merupakan salah satu alternatif pilihan dalam upaya peningkatan produksi

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

Oleh: Totok Agung Dwi Haryanto Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (Diterima: 25 Agustus 2004, disetujui: 27 September 2004)

Oleh: Totok Agung Dwi Haryanto Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (Diterima: 25 Agustus 2004, disetujui: 27 September 2004) PERTUMBUHAN, HASIL, DAN MUTU BERAS GENOTIPE F5 DARI PERSILANGAN PADI MENTIK WANGI X POSO DALAM RANGKA PERAKITAN PADI GOGO AROMATIK GROWTH, YIELD, AND RICE QUALITY OF F5 GENOTYPES PROGENY OF CROSSING BETWEEN

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO)

ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO) ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO) (Muhsanati, Etti Swasti, Armansyah, Aprizal Zainal) *) *) Staf Pengajar Fak.Pertanian, Univ.Andalas

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN Astiani Asady, SP., MP. BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BONE 2014 OUT LINE: PENDAHULUAN

Lebih terperinci

KERAGAAN PRODUKSI DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADA SL PTT DI KABUPATEN KUANSING

KERAGAAN PRODUKSI DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADA SL PTT DI KABUPATEN KUANSING Jurnal Dinamika Pertanian Volume XXIX Nomor 3 Desember 2014 (231-236) ISSN 0215-2525 KERAGAAN PRODUKSI DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADA SL PTT DI KABUPATEN KUANSING Performance of Production

Lebih terperinci

Kata kunci : padi, ketahanan, hawar daun bakteri, xanthomonas oryzae, pertumbuhan

Kata kunci : padi, ketahanan, hawar daun bakteri, xanthomonas oryzae, pertumbuhan Pertumbuhan, Hasil dan Ketahanan Enam varietas Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv oryzae) (Growth, Yield, and Resilience of Six Rice Varieties to Bacterial

Lebih terperinci

KAJIAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN SERUYAN. Astri Anto, Sandis Wahyu Prasetiyo

KAJIAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN SERUYAN. Astri Anto, Sandis Wahyu Prasetiyo KAJIAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN SERUYAN Astri Anto, Sandis Wahyu Prasetiyo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah Jl. G.

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Jl. Merdeka No. 147 Bogor, 16111 KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat karbohidrat dan protein sebagai sumber energi. Tanaman pangan juga dapat dikatakan sebagai tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

Suplemen Majalah SAINS Indonesia. Edisi Agustus Suplemen Pertanian (MSI 56).indd1 1 26/07/ :29:06

Suplemen Majalah SAINS Indonesia. Edisi Agustus Suplemen Pertanian (MSI 56).indd1 1 26/07/ :29:06 Suplemen Majalah SAINS Indonesia Suplemen Pertanian (MSI 56).indd1 1 26/07/2016 16:29:06 Suplemen Majalah SAINS Indonesia Suplemen Pertanian (MSI 56).indd2 2 26/07/2016 16:29:08 POSISI PADI INDONESIA DI

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditas pangan yang paling dominan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dimana padi merupakan bahan makanan yang mudah diubah menjadi

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) PENDAMPINGAN PTT PADI DI PROVINSI BENGKULU

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) PENDAMPINGAN PTT PADI DI PROVINSI BENGKULU RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) PENDAMPINGAN PTT PADI DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

Studi Komersialisasi Benih Padi Sawah Varietas Unggul. Study on Commercialization of Released Lowland Rice Variety

Studi Komersialisasi Benih Padi Sawah Varietas Unggul. Study on Commercialization of Released Lowland Rice Variety Studi Komersialisasi Benih Padi Sawah Varietas Unggul Study on Commercialization of Released Lowland Rice Variety Setia Hadi 1*, Tati Budiarti 1 dan Haryadi 2 Diterima 16 Februari/Disetujui 5 April 25

Lebih terperinci

KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI KECAMATAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT

KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI KECAMATAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT Jurnal Dinamika Pertanian Volume XXX Nomor 1 April 2015 (7-12) P: ISSN 0215-2525 E: ISSN 2549-7960 KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI KECAMATAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI Julistia Bobihoe dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan

Lebih terperinci

Kata kunci: jagung komposit, produktivitas, lahan kering, pangan

Kata kunci: jagung komposit, produktivitas, lahan kering, pangan INTRODUKSI BEBERAPA JAGUNG KOMPOSIT VARIETAS UNGGUL PADA LAHAN KERING DALAM UPAYA MENUNJANG KEDAULATAN PANGAN DI KABUPATEN SRAGEN (The assessment of introduction of corn composite high yield varieties

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci