ETIKA MURID DAN GURU DALAM NASKAH SEWAKA DARMA; PETI TIGA CIBURUY GARUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ETIKA MURID DAN GURU DALAM NASKAH SEWAKA DARMA; PETI TIGA CIBURUY GARUT"

Transkripsi

1 ETIKA MURID DAN GURU DALAM NASKAH SEWAKA DARMA; PETI TIGA CIBURUY GARUT Skripsi Diajukan ke Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Peryaratan Meraih gelar Sarjana agama (S.Ag) Oleh : ASEP ASHLY NUGRAHA MARYONO NIM : JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H./2018 M.

2

3

4

5 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hanya Dia pemilik segala al-hamdu yang senantiasa menebar Rahman dan Rahimnya ke seluruh alam semesta. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi yang telah menjadi panutan dan guru bagi seluruh alam. Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, baik ssecara langsung maupun secara tidak langsung dalam proses penyelesaian Skripsi ini. Ucapan terimakasih, terutama dari penulis kepada; 1. Ibu Dra. Tien Rohmatin, M.A., selaku ketua Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam dan Bapak Dr. Abdul Hakim Wahid, M.A., Selaku Sekretaris Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuludin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Ibu Dr. Wiwi Siti Sajaroh M.A., Selaku Dosen Pembimbing, yang sudah bersedia menjadi pembimbing, meluangkan waktu, dan dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis, serta kritik dan koreksinya sehinggpa penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Rosmaria Sjafariah Widjajanti, S.S., M.Si., Selaku Pembimbing akademik yang juga sering memberikan nasihat dan masukan sehingga memudahkan penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini 4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen pengajar, kususnya Program Studi AFI, Staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, beserta jajaran civitas akademik, yang telah membantu penulis dalam mengurus segala keperluan penulisan ini. iv

6 5. Bapak Dr. Ahmad Tjahja Nugraha, Bapak Djaka Badranaya S.E. M.Si., Bapak Eva Nugraha, M.A., yang tiada hentinya terus mengingatkan penulis dan membantu kemudahan agar penulis segera menyelesaikan studi di UIN Jakarta. 6. Terimakasih tak terhingga penulis haturkan bagi kedua orang tua, Ibu Nia Kurniasih dan Bapak Nono Maryono, yang telah dengan sabar menunggui anaknya untuk mendapatkan gelar sarjana. Paling utama, kerja keras yang mereka lakukan demi anaknya sampai bisa seperti saat ini. Nasihat dan perhatiannya tidak pernah berkurang sama sekali walau sudah lebih dari sebelas tahun tidak tinggal di rumah tercinta. Atas berkat doa mereka juga akhirnya penulis bisa menyelesaikan tulisan ini. Tak lupa kepada adik tericinta, Niamillah M Ghani, Cecep M Rohmat, Aji Satria N, dan Putri Ayu L yang menjadi pemacu semangat penulis dalam belajar dan menuntut ilmu yang berkah. 7. Mas Abdullah Wong dan Mbak Naning, yang selama beberapa tahun telah menjadi guru dan juga menjadi orang tua bagi penulis, mengingatkan, memberikan tempat tinggal untuk belajar, dan mendoakan penulis sehingga penulis bisa sampai pada tahap ini. 8. Sahabat-sahabat kosan cinta, kiayi Yayan Bunyamin, kang Adi Ridwan Syam, Arip Nurahman, Irfan sanusi, Wandi Ruswandi, yang dari awal masuk kuliah hingga sudah mau kadaluarsa, telah menjadi penyemangat, penginspirasi dan menjadi bagian dari proses mencari ilmu di tanah Ciputat ini. v

7 9. Rekan-rekan Pengurus ( ), ( ) dan seluruh anggota Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya Jakarta (HIMALAYA-JAKARTA) yang telah menjadi saksi susah senangnya hidup di perantauan. 10. Megatari Gumilar yang tak henti-hentinya mengingatkan penulis agar segera menyelesaikan studi, dan rekan-rekan Postar (Pojok Seni Tarbiyah), Degung, Karawitan, dan yang lainna yang turut serta memberi semangat agar supaya penulis bisa cepat menyelesaikan studi di UIN Jakarta. 11. Teman-Teman KKN Balas Budi 2017, atas kerjasama dan partisipasinya sehingga penulis mendapatkan pengalaman yang berharga. 12. Fatimah Albatul Abidatunila, Karbelani, Muhammad Abu Bakar, teman seperjuangan yang terus memberikan semangat dan bantuan agar penulis bisa selesai bersama. 13. Keluarga Tresna Sundara, Panglayang Ka Bhuwana, dan Paras Bhuwana, yang telah menjadi bagian keluarga dan mengajarkan penulis terutama dalam masalah kebudayaan dan seni Tradisional Sunda dengan begitu mendalam. Juga terus menyemangati agar menyelesaikan studi. 14. Teman-teman AF angkatan 2011 yang sudah menjadi bagian dari proses perjalanan penulis hingga akhirnya bisa menyelesaikan tulisan ini. Kepada semua pihak yang penulis tak bisa sebutkan satu persatu, baik secara perorangan maupun secara institusi, yang telah membantu penulis. Kepada semuanya saya ucapkan terimakasih, semoga Allah membalas segala amal baik mereka. Amiin. Ciputat, 27 Juli 2018 Asep Ashly Nugraha Maryono vi

8 ABSTRAK Asep Ashly Nugraha M Etika Guru dan Murid dalam Naskah Sewaka Daarma; Peti Tiga Ciburuy Garut Naskah Sewaka Darma adalah sebuah naskah yang terdiri dari empat naskah parallel dan tersimpan di dua tempat yang berbeda. Naskah Pertama disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Naskah kedua, ketiga, dan keempat tersimpan di Kabuyutan Ciburuy, Garut. Baru dua naskah yang kemudian di transliterasi dan diterjemahkan kedalam bahasa sunda, oleh Saleh Danasasmita dkk yakni Sewaka Darma Naskah I yang tersimpan di PNRI, dan Undang Ahmad Darsa, Naskah IV atau beliau tulis dalam judul bukunya Sewaka Darma; Peti Tiga Ciburuy, Garut maksudnya peti tiga adalah di dalam peti ke tiga. Sewaka Darma adalah sebuah Naskah yang berisi nasihat atau petuah bagi siapa saja yang sedang belajar (menjadi seorang murid). Selain itu juga berisi tentang ajaran perjalan spiritual manusia menuju kalepasan. Yakni terbebasnya diri dari tubuh dan sifat-sifat duniawi, dari sakala, ke niskala dan sampai pada jatiniskala. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui etika murid terhadap sang guru yang terdapat dalam Sewaka Darma Peti Tiga Ciburuy Garut. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dengan menitikberatkan kajiannya pada analisis isi (content analysis), penilitian ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman bahwa etika/moral merupakan hal terpenting yang haruss dimiliki seorang murid yang sedang belajar atau menuntut ilmu pada seorang guru. Seorang murid dalam menggapai cita-citanya, tidak bisa mendapatkannya dengan begitu saja. Perlu perjuangan, kerja keras, serta wajib hormat terhadap guru dan bekerja untuk memperoleh kerelaan guru. Dengan melakukan berbagai cara, seperti menjaga ucapan, tingkah laku, serta berssikap terpuji. Guru dalam bahasa sunda adalah Anu kudu digugu jeung ditiru digugu setiap apa yang diperintahkannya, dan di tiru setiap apa yang dilakukannya. Oleh karena itu seorang guru bukan hanya sebatas memiliki kecerdasan secara intelektual saja melainkan memiliki tingkah laku yang menjadi ssuri tauladan (panutan) bagi setiap muridnya. vii

9 DAFTAR ISI PERSETUJUAN PEMBIMBING... i PENGESAHAN PANITIA UJIAN... LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... ABSTRAK... vii DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... viii A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Permasalahan Identifikasi maslah Pembatasan Masalah Rumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Kajian Pustaka E. Metode Penelitian Sumber Data Jenis Penelitian Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisa Data F. Sitematika Penulisan BAB II NASKAH SEWAKA DARMA SEBAGAI BAGIAN DARI NASKAH SUNDA KUNO A. Naskah Sunda Kuno Asal Usul Naskah Naskah Sunda Kuno Bahan dan Tujuan Penulisan Naskah Sunda Kuno B. Naskah Sewaka Darma Sebagai Naskah Sunda Kuno Sewaka Darma Sebagai Naskah Kuno Nama Naskah dan Penyusunnya C. Latar Relegius Sewaka Darma Pencampuran Tradisi Budha dan Hindu Percampuran Tradisi Siwa-Budha dan Tradisi Lokal D. Tahapan Transliterasi dan Rekonstruksi Naskah Sewaka Darma ii iv viii

10 Peti Tiga Ciburuy Garut Transliterasi Naskah Sewaka Darma Peti Tiga Ciburuy, Garut Rekonstruksi Naskah Sewaka Darma Peti Tiga Ciburuy, Garut 37 BAB III PERSOALAN ETIKA A. Pengertian Etika B. Moral dan Agama C. Prinsip Etika Sunda D. Etika Kepada Guru Dalam Naskah Sewaka Darma Pengertian dan Kedudukan Guru Dalam Naskah Sewaka Darma Pengertian dan Kedudukan Seorang Murid Dalam Naskah Sewaka Darma BAB IV ETIKA SEORANG MURID KEPADA SANG GURU DALAM NASKAH SEWAKA DARMA PETI TIGA CIBURUY GARUT A. Ajaran Sang Guru Dalam Naskah Sewaka Darma Bentuk Pengajaran Sang Guru Dasasila dalam Pancasaksi B. Pandangan Manusia dan Dunia Perihal Mengenai Fana dan Penderitaan Perihal Mengenai Takdir Perilah Mengenai Manusia ; Antara Jiwa dan Raga Bayu, Sabda, Hedap C. Ajaran Moralitas Sewaka Darma Sikap Seorang Murid Terhadap Gurunya Sikap Sang Guru Terhadap Muridnya Persoalan Kosmologi: Konsep Dualisme Hidup Dari yang Fana Menuju Moksa BAB V PENUTUP a. Kesimpulan b. Saran DAFTAR PUSTAKA x ix

11 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Secara antropologis Indonesia sangat kaya akan budaya dan kearifan lokal yang dimilikinya, dari ujung timur sampai ujung barat Indonesia memiliki beragam kebudayaan, kelokalan, dan juga falsafah kehidupannya. Secara sosiologis Indonesia memiliki masyarakat yang beragam dan saling mengisi satu sama lain. Bahkan dalam konteks Indonesia, masyarakatnya mau bergotong royong dan saling membantu. Hal itu adalah sebagai bentuk dari wujud Bhineka Tunggal Ika, Berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan. Keragaman budaya yang kaya itu sebagai salah satu ciri bagaimana kehidupan masyarakat dalam suatu daerah terbentuk. Oleh karenanya kebudayaan adalah salah satu unsur yang sangat penting di dalam kehidupan, terutama kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya kajian tentang kebudayaan harus terus dipromosikan dan dimaknai sebagai salah satu kekuatan untuk menopang suatu peradaban yang berjalan kearah yang lebih besar. Bahkan ada ungkapan jika budaya sebuah Bangsa terpelihara dengan baik maka baik pula lah bangsa itu, namun jika budayanya rusak, maka rusak pula sebuah bangsa itu. hal ini membuktikan memang kebudayaan dan kearifan lokal harus menjadi fokus utama kajian-kajian dan pembelajaran, agar kemudian tidak hilang. Ketika kita belajar atau mengkaji tentang budaya, maka berarti kita juga akan mengkaji bagaimana suatu kearifan lokal itu berlangsung. Misalnya saya ambil contoh dalam konteks masarakat Sunda, banyak sekali tersimpan kearifan lokal yang terkandung didalamnya dan secara turun temurun terus berkembang, baik itu berkembang secara Lisan atau pun kearifan lokal secara tertulis yakni 1

12 2 berupa naskah-naskah kuno yang masih tersimpan rapi. Kearifan lokal yang kemudian menjadi sebuah tradisi yang berlangsung terus menerus terutama yang sumbernya dari lisan memang banyak berkembang di Indonesia, tidak hanya ada di dalam masyarakat Sunda, ada juga di dalam masyarakat Jawa, masyarakat Bugis, masyarakat Dayak, masyarakat Batak atau yang lainnya di Indonesia juga banyak berkembang dan bahkan diyakini dan dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan pribadi, masyarakat atau kehidupan adat istiadatnya. Hal ini menandakan bahwa tradisi lisan memang mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia, terutama di dalam masyarakat Sunda. Namun, bukan berarti hanya kearifan lokal yang bersumber dari lisan semata yang kemudian dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan, melainkan tradisi tulisan. Misalnya dalam masyarakat bugis kita mengenal Naskah terpanjang di dunia yang tertulis, lebih panjang dari kisah Mahabarata di India yakni naskahnyya orang Bugis I Laga Ligo, atau dalam tradisi Jawa kita akan banyak menemukan naskah-naskah seperti dalam cerita pewayangan, Mocopat, Serat Centhini, Serat Wedhatama, Serat Wulangreh dan banyak lagi naskah tulisan dalam tradisi jawa yang tersimpan rapih. Dalam masyarakat sunda kita juga mengenal naskah Bujangga Manik, Naskah carita Parahiyangan, Naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian, Naskah Sewaka Darma, Naskah Amanat Galunggung dan banyak lagi yang lainnya yang tersimpan dan terdokumentasikan di perpustakaan nasional atau di kabuyutan-kabuyutan yang ada di tanah sunda. Menjadi perhatian penulis terutama berkenaan dengan permasalahan etika/moral dalam kehidupan masyarakat sunda. Kemudian muncul pertanyaan, mengapa tradisi perilaku atau moral dan adat istiadat masih kuat mengakar, dan

13 3 bahkan di beberapa tempat masih berlaku secara turun temurun dan bisa bertahan sampai saat ini? Asumsi awal penulis boleh jadi karena peran dari seorang sesepuh sebagai elit masyarakat dalam menjaga moral, adat istiadat dan tradisi tersebut. Peran seorang sesepuh itu juga bisa sebagai seorang pembimbing (guru) dalam membimbing masyarakatnya sesuai apa yang diajarkan para leluhurnya baik itu secara lisan atau pun sesuai pedoman yang tertulis. Secara geografis, Masyarakat Sunda adalah salah satu kelompok etnis atau suku bangsa di Indonesia yang mendiami sebelah Barat pulau Jawa, yaitu daerahdaeah yang sekarang dikenal dengan nama, Bandung, Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya,Sumedang, Ciamis, Banjar, Kuningan, Cirebon, Banten yang sekarang menjadi provinsi sendiri, 1 Bekasi, Karawang, dan Bogor. Bahasa dan penggunaan nama diri menjadi salah satu identitas kesundaan mereka yang paling menonjol. Sedang dalam perspektif antropologi budaya, suku bangsa Sunda adalah orang-orang yang secara turun-temurun menggunakan bahasa Sunda beserta dialeknya sebagai bahasa ibu dalam kehidupan sehari-hari dan berasal atau bertempat tinggal di Jawa Barat. Demikianlah, daerah Jawa Barat dikenal juga dengan istilah Tanah Pasundan atau Tatar Sunda yang secara kultural (penggunaan bahasa), masih terlihat dipakai di daerah Cilosari dan Citanduy yang menjadi batas wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah. 2 Dalam konteks pemikiran di atas sering kali sebutan Urang Sunda (Orang Sunda) adalah mereka yang mengaku dirinya dan diakui oleh orang lain sebagai orang Sunda. Dengan demikian sekurang-kurangnya ada dua kriteria bahwa 1 Banten sekarang menjadi provinsi sendiri sejak tahun 2000, lihat Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama, dan Jawara (Jakarta: LP3S, 2003), hlm Koentjaraningrat, Manusia dan kebudayaan Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1971), hlm. 300

14 4 seseorang atau sekelompok orang dikatakan sebagai orang Sunda. Pertama, aspek genetik (keturunan) atau hubungan darah. Seseorang atau sekelompok orang bisa disebut orang Sunda bila orang tuanya, baik dari pihak ayah atau pihak ibu maupun keduanya adalah orang Sunda dan di manapun orang itu dilahirkan, dibesarkan dan berada. Kedua, aspek lingkungan sosial budaya. Mereka akan disebut orang Sunda jika lahir, tinggal dan dibesarkan di daerah Sunda serta menggunakan dan menghayati norma-norma dan nilai-nilai budaya Sunda walaupun kedua orang tuanya atau leluhurnya bukan orang Sunda. 3 Berdasarkan uraian di atas maka bisa dirumuskan bahwa orang Sunda mempunyai ciri-ciri di antaranya lahir dan besar atau berasal dari Tanah Pasundan, bisa berbahasa Sunda dan menggunakan nama ciri khas Sunda 4 serta menghayati norma-norma dan nilai-nilai budaya Sunda. Selain itu, ciri-ciri manusia Sunda bisa dilihat juga dari pandangan hidup mereka yang tergambar dalam beberapa peribahasa atau ungkapan. Misalnya orang Sunda sangat terikat dengan tanah kelahirannya, sejauh apa pun dia pergi atau merantau pasti akan kembali ke tempat dia berasal seperti dalam peribahasa Bengkung ngariung bongkok ngaronyok jeung dulur di bali geusan ngajadi (meskipun bungkuk tetapi bersama saudara di kampung sendiri) 5. Peribahasa lainnya yang menandakan sifat orang Sunda, yaitu mengenai hubungan persaudaraan atau hubungan darah yang diketahui dalam beberapa peribahasa di bawah ini antara lain; Buruk-buruk papan jati (seburuk buruknya dia saudara kita, akuilah 3 Edi Suhardi Ekadjati, Kebudayaan Sunda Jilid 1 (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hlm 7 4 Di zaman modern seperti sekarang ini, tidak sedikit memang orang Sunda yang sudah tidak menggunakan nama khas Sunda. Dan sebagai catatan, tidak semua orang yang bisa berbahasa Sunda walau mereke mengaku dirinya sebagai orang Sunda, karena bisa saja orang tersebut bukan berasal dari Sunda dan tidak memiliki garis keturunan sunda sama sekali serta tidak menghayati nilai dan norma budaya Sunda. 5 Ajip Rosidi, Mencari Sosok Manusia Sunda, hlm

15 5 sebagai saudara), Ari salaki atawa pamajikan mah aya urutna, tapi ari dulur mah moal aya urutna (boleh dikatakan suami atau istri itu ada bekasnya, tetapi yang namanya saudara itu tidak akan pernah ada bekasnya). Dalam lingkungan masyarakat Sunda ada peribahasa yang menggambarkan hal-hal yang negatif, sehingga maksudnya mengingatkan agar orang Sunda menghindari hal-hal itu, seperti tergambar dalam beberapa peribahasa berikut; Asa Aing uyah Kidul (angkuh, sombong, merasa paling hebat, seperti garam dari laut Selatan yang lebih asin dari garam asal laut lain), Nyieun pucuk ti Girang (me mbuat pangkal permasalahan), Kandel kulit beungeut (tidak punya rasa malu), Mipit teu amit ngala teu mènta (mengambil sesuatu atau memetik hasil tanaman tanpa meminta izin dahulu kepada yang punya). Selain itu ada pula peribahasa yang menerangkan kebaikan sehingga orang Sunda dianjurkan untuk melakukannya, seperti peribahasa Ka cai jadi saleuwi, ka darat jadi salogak, sareundeuk saigel, sabobot sapihandèan, sabata sarimbagan (selalu hidup rukun tidak pernah bertengkar hanya karena silang pendapat), Cikaracak ninggang batu, laun-laun jadi legok (segala sesuatu jika dikerjakan dengan sabar dan tekun, pasti akan ada hasilnya), Ngukur ka kujur nimbang ka awak (harus tahu diri, sadar diri, jangan melakukan halhal yang di luar kemampuan kita). 6 Dalam konteks ini seorang tokoh Sunda, Ajip Rosidi menegaskan, bahwa peribahasa itu mencerminkan bangsa yang memilikinya atau menunjukkan kepribadian manusianya. 7 Nilai-nilai yang terkandung dalam peribahasa tersebut dapat diidentikkan dengan ciri-ciri manusia Sunda sebagaimana yang penulis katakan di atas, terdapat dalam naskah Sunda lama yaitu naskah Sanghyang Siksakandang Karesian (ajaran tentang hidup 6 Ajip Rosidi, Mencari Sosok Manusia Sunda, hlm Ajip Rosidi, Mencari Sosok Manusia Sunda, hlm. 44

16 6 arif berdasarkan darma), 8 atau bisa kita temukan juga dalam Naskah Sewaka Darma. Memang, jika berbicara tentang naskah sunda yang ditemukan dan bahkan terdokumentasikan rapi, baik itu tersimpan dalam komunitas adat atau perpustakaan nasional RI, akan kita temukan beberapa naskah lain seperti Carita Parahyangan, Naskah Amanat Galunggung, Naskah Munding Laya Dikusuma, Naskah Carita Pantun, Naskah Sewaka Darma, Naskah Bujangga Manik, Naskah Waruga Lemah dan banyak lagi yang ternyata memang ada hubungan keterkaitan satu sama lain. Bahkan kalau kita telaah lebih lanjut, isi dan ajarannya lebih banyak berkenaan dengan moral, atau akhlak, atau etika dalam kehidupan di dunia. Lalu kemudian bagaimana hubungan antara manusia dengan sang Hyang (Tuhan), hubungan manusia dengan alam semesta, dan hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan makhluk lain selain manusia, baik itu yang dzahir maupun yang ghaib. Dalam Penelitian Skripsi ini, Penulis memang akan lebih spesifik membahas tentang isi naskah Sewaka Darma; Peti Tiga Ciburuy Garut, dan persoalan etika atau moral masyarakat Sunda. Secara umum ditelaah dari salah satu naskah sunda kuno yang ada, dan bahkan sudah dilakukan beberapa penelitian terhadap naskah tersebut oleh beberapa ahli. Karena banyak sekali naskah yang ada dan terdokumentasikan, namun banyak juga yang belum di transliterasi. Keseluruhannya selalu membahas tentang masalah kehidupan, juga tentang etika, akan tetapi penulis hanya akan menelaah Isi dari naskah Sewaka Darma Peti tiga Ciburuy Garut, yang mana memang ada beberapa kajian dan 8 Saleh Danasasmita, dkk. Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung: Transkripsi dan Terjemahan (Bandung: proyek pengkajian dan penelitian kebudayaan Sunda (Sundanologi), 1987), hlm. 6 dan

17 7 penelitian yang sudah dilakukan terutama oleh Undang A. Darsa, Ajip Rosidi, juga Shaleh Danasasmita mengenai Naskah Sunda Kuno Sewaka Darma ini sebelumnya. Menyoal tentang permasalahan etika, jika merujuk KBBI, ada tiga pengertian etika yakni, pertama, Ilmu tentang apa yg baik dan apa yg buruk dan tentang hak serta kewajiban moral, kedua, berarti kumpulan asas atau nilai yg berkenaan dengan akhlak; ketiga, berarti asas perilaku yg menjadi pedoman. 9 Jika itu yang menjadi rujukan maka makna etika bisa menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya jika orang berbicara tentang etika suku-suku Indian, etika agama Budha, etika Orang Sunda, etika Protestan. Maka tidak dimaksudkan etika adalah ilmu. Melainkan sebuah system nilai. Kemudian selanjutnya makna etika bisa diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud dalam hal ini adalah kode etik. kemudian barulah etika memiliki makna sebagai sebuah ilmu tentang yang baik dan buruk. Etika baru menjadi ilmu, bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas - asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat-seringkali tanpa disadari-menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika disini sama artinya dengan filsafat moral. 10 Sangat penting kemudian untuk memahami etika dan juga etiket. Memang seringkali istilah kedua ini dicampuradukan bahkan memiliki arti yang sama, padahal jelas berbeda. Etika dalam hal ini berarti moral, sedangkan etiket berarti 9 KBBI. (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen kebudayaan Nasional, 2008) Hlm K.Bertens. ETIKA, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama1993), hlm. 6

18 8 sopan santun. 11 Memang sekilas seperti sama saja karena memang etika dan juga etiket menyangkut perilaku manusia, baik etika dan etiket mengatur perilaku manusia seara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau apa yang boleh dilakukan. Namun, sebenarnya etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara cara yang mungkin, etiket menunjukan cara yang tepat, artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu. Misalnya, jika makan menggunakan tangan kanan. Dianggap melanggar etiket jika kita makan dengan menggunakan tangan kiri kecuali kidal. Kemudian etiket hanya berlaku dalam pergaulan, bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata maka etiket tidak berlaku. Lalu etiket bersifat relatif, misal dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan tapi dalam kebudayaan lain bisa jadi dianggap sopan. Intinya etiket lebih kepada memandang manusia sebagai lahiriah saja. Tidak seperti etika, ia menyangkut manusia dari segi dalam. Bisa saja orang tampil sebagai musang berbulu ayam dari luar tampak sopan dan halus, namun dalamnya sangat busuk. Banyak penipu yang justru karena penampilannya yang halus dan menawan sehingga sangat mudah meyakinkan orang. Etika memiliki prinsip prinsip yang absolut (tidak relative) misalnya jangan mencuri, jangan membunuh, jangan berbohong. Ketika ada saksi ataupun tidak ada saksi tetap hal itu tidak dibenarkan untuk dilakukan. 12 Penjelasan etika dan etiket ini kemudian akan menjadi penting dalam pembahasan selanjutnya. Setidaknya ada gambaran secara umum tentang etika itu seperti apa. Kemudian kita bisa bandingkan bagaimana etika atau moral dalam tradisi masyarakat sunda. Pada pembahasan 11 K.Bertens. ETIKA, hlm 8 12 K.Bertens. ETIKA, hlm 8-10

19 9 selanjutnya, saya akan lebih spesifik lagi membahas bagaimana perilaku pembelajaran seorang Pembelajar/murid dalam naskah Sewaka Darma peti tiga Ciburuy Garut. Sebagai sebuah naskah kuno, Sewaka Darma adalah sebuah teks yang termasuk teks pedagogis, yakni sebuah pengajaran yang dilakukan oleh sang guru kepada murid tentang kehidupan dan apa yang layak untuk diperjuangkan dan dihidupi. Sewaka Darma sebagai naskah Sunda yang mengisahkan seorang guru dalam mendidik murid, yang sedang belajar tentang kehidupan dan bagaimana seorang murid bersikap (laku) ketika menerima wejangan keagamaan dan moral dari sang guru yang dinamakan Pandita, mahapandita, dewatakaki, atau sang nugraha yang menyampaikan anugrah, juga petuah-petuah tentang nasib buruk yang menunggunya apabila ia mengabaikan petunjuk-petunjuk itu. 13 Sebagai sebuah naskah, Sewaka Darma merupakan naskah Sunda kuno yang perlu mendapat beberapa catatan awal. Pertama, Sewaka Darma merupakan naskah Sunda kuno yang diwariskan dalam sejarah dan terdiri atas 4 koropak (naskah parallel). Naskah pertama disimpan di PNRI Jakarta. 14 Naskah ke-2 menjadi bagian Naskah Ciburuy I. Naskah ke-3 berada dalam peti 2, dan naskah ke-4 tersimpan dalam peti 3 koleksi kabuyutan Ciburuy, Garut. 15 Perdebatan yang bisa muncul adalah manakah naskah awal atau yang utama dari keempat naskah? Alasan yang bisa kita gunakan adalah bahwa dengan adanya teks paralel, kajian 13 Undang A Darsa, Sewaka Darma; Peti Tiga Ciburuy Garut. 2012, Pusat Studi Sunda, Bandung, hlm Naskah I sudah diterjemahkan oleh tim dan menjadi buku: Saleh Danasasmita, Ayatrohaedi, Tien Wartini, Undang Ahmad Darsa, Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung, Transkripsi dan Terjemahan (Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi) Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1987) Naskah III dikerjakan oleh Undang A. Dasa dan pada 2012 diterbitkan dalam buku Sewaka Darma, Peti Tiga Ciburuy Garut terbitan Pusat Studi Sunda, Bandung.

20 10 Sewaka Darma akan mempunyai pembanding untuk memahami isi teksnya. Kedua, Sewaka Darma disusun untuk pembaca masyarakat umum (pada zamannya). Hal ini bisa dilihat dari media yang digunakan yakni daun lontar. Dari materi atau medianya, Sewaka Darma ditulis di atas daun lontar dengan cara digores menggunakan péso pangot. Dengan mengacu pada penjelasan sebelumnya, Sewaka Darma dibuat untuk kalangan non-kabuyutan atau masyarakat umum. Hal ini juga sesuai dengan isinya yang diutarakan dalam bentuk puisi berlarik seperti carita Sunda, atau carita Pantun. Kesesuaian ini berlanjut pada bentuk aksara dan bahasa yang digunakan. Ketiga, Sewaka Darma merupakan naskah yang dibuat pada masa kebudayaan Hindu-Budha masih dihayati di Jawa Barat (khususnya). Dari bahasa dan aksaranya, Sewaka Darma menggunakan aksara Sunda kuno. Menilik aksaranya, Sewaka Darma ditafsirkan atau diperkirakan berasal dari abad ke-14 (seperti halnya Prasasti Astana Gede - Kawali). Bagi Danasasmita, bentuk huruf Sewaka Darma mirip dengan huruf yang digunakan dalam koropak (L) 410, yaitu Carita Ratu Pakuan. Sementara itu, koprak 410 ini (diperkirakan) ditulis pada awal abad ke -18, dengan mempertimbangkan naskah Carita Waruga Guru. Namun, menilik isinya, Sewaka Darma (L. 408) jauh lebih tua dari abad ke-18, karena isinya penuh dengan nuansa Hindu-Budha. Dengan demikian, naskah ini diperkirakan dibuat pada zaman Sunda pra-islam atau pada zaman pengaruh Hindu-Budha masa akhir sebelum Islam di Tatar Sunda, yaitu di antara abad ke-15 hingga abad ke Edi S. Ekadjati menyatakan bahwa Sewaka Darma berasal dari tahun 1435 (Abad ke-15). Keempat, Pengarang Sewaka Darma tidak menjelaskan identitas dirinya. 16 Undang A. Darsa, Sewaka Darma, Peti Tiga Ciburuy Garut (Bandung: Pusat Studi Sunda, 2012), hlm,. 1-3

21 11 Informasi yang didapatkan dari baris 66: Atma (mi)l ang sinurat ri(ng) mêrêga payung beunang nu(m)pi[u], ti Gunung Kumbang pun, batur Ni Teja Puru Ba(n)cana, tila(s) sandi ti Jě(ng)gi, pa(ng) wědar, beunang Buyut Ni Dawit pun. (Jiwa berkata ditulis di jalan pelindung hasil bertapa dari Gunung Kumbang, pertapaan Ni Teja Puru Bancana, bekas utusan dari Jenggi, ajaran hasil susunan Buyut Ni Dawit). Pengarang Sewaka Darma menyebut dirinya sebagai Buyut Ni Dawit. Buyut berarti cicit dan bukan gelar kehormatan untuk pertapa ulung. Jadi, besar kemungkinan penyusunnya adalah cicit Ni Dawit, namun perihal nama aslinya tidak diketahui. Kemungkinannya ialah, (a) pengarang naskah ini adalah seorang perempuan dan pertapa karena (1) ia bertapa di Gunung Kumbang di pertapaan Ni Teja Puru Bancana, (2) banyak menggunakan is tilah khas perempuan, dan (3) paham kelengkapan pakaian perempuan (bidadari dan bangsawan perempuan) pada zamannya. (b) Sementara itu, penyusunan naskah dilakukan di pegunungan atau sebuah tempat bernama Kuta Wawatan. Lokasinya sekarang belum diketahui, tetapi diduga terletak di daerah Priangan timur sebab penulisnya mengenal nama Kendan, Medang, dan Menir. 17 Kelima, bentuk Sewaka Darma merupakan kawih (nasihat dan petuah) tentang kebijakan, yaitu pengajaran guru kepada muridnya atau wiku atau pandita ke calon pandita. Cara penyampaiannya adalah didaktis dan pengulanganpengulangan. 18 Kelima hal di atas menjadi catatan yang membantu untuk melihat naskah Sewaka Darma dalam menguraikan ajaran kebijaksanaannya yang bisa 17 Saleh Danasasmita, dkk. Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung: Transkripsi dan Terjemahan (Bandung: proyek pengkajian dan penelitian kebudayaan Sunda (Sundanologi), 1987), hlm Undang A. Darsa, Sewaka Darma, Peti Tiga Ciburuy Garut, hlm. 126

22 12 dipilah dalam dua bagian besar. Paruh pertama berisi tokoh utama: Sang Sewaka Darma sebagai murid yang menerima berbagai wejangan dan moral dari gurunya (yang dinamakan pandita, mahapandita, dewatakaki, sang Nugraha). Sang Sewaka Darma mendapatkan nasihat, petuah, dan petunjuk supaya dapat menghindarkan diri dari segala godaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan. Sang tokoh belajar membedakan perbuatan-perbuatan yang baik dan yang tidak baik. Contoh tindakan tidak baik di dalamnya adalah berdusta, membunuh, menuntut yang tidak berdosa, mengguna-gunai, dan sebagainya. Tindakan baik, misalnya, adalah melakukan dasasila dan pancasaksi. Paruh kedua Sewaka Darma melukiskan perjalanan moksa, yakni persiapan jiwa saat melepas dunia fana dan akan masuk ke dunia yang baru, serta proses pencapaian kesempurnaan (moksa): perjalanan sang jiwa (Atma) setelah keluar dari penjara badan dan dunia fananya dan masuk ke alam baka untuk mencapai titik akhir moksa. Kunci supaya manusia bisa sampai ke kaleupasan atau moksa, atau supaya sang Atma membuka misteri dirinya sebagai roh murni, adalah bayu (tenaga), sabda (ucapan), dan hedap (tekad). Kunci ini hanya berguna kalau hilang. Artinya, pintu setiap tahap akan terbuka jika kuncinya hilang. Jika kuncinya dipergunakan, sang Atma akan masuk dalam suatu level, tanpa akan kembali ke level lama. Setelah berada di level baru, kunci akan hilang. Begitulah perjalanan sang Atma. Pada akhirnya, sang Atma akan mencapai Jatiniskala (tempat sang Maha Sejati) saat semua kunci ( bayu, sabda, hedap) menghilang. Itulah moksa, lepas sempurna secara hakiki. 19 Dalam uraiannya, Sewaka Darma juga berisi perjalanan menuju Hyang. Konsep Hyang adalah konsep asli Sunda. Artinya, 19 Undang A. Darsa, Sewaka Darma, Peti Tiga Ciburuy Garut, hlm 126

23 13 pandangan Siwaisme Budhisme bercampur dengan unsur asli Sunda karenan Hyang dibedakan dari Dewata, walaupun tempat dewa disebut juga kahiyangan. Jika dilihat posisinya, Sewaka Darma (kropak 408) memposisikan Hyang sejajar dengan Dewa. Hal ini menunjukkan bahwa anasir Hindu masih cukup kuat, mengingat dalam kroprak 630 (Sanghyang Siksa Kandang Karesian, 1528 M) konsep Hyang lebih tinggi dari dewa seperti dikatakan, Dewata Bakti di Hyang (Dewata tunduk kepada hyang). 20 Data ini menegaskan dinamika perjumpaan antara tradisi lokal dan Hindu-Budha (pengaruh asing). Hasilnya adalah koalisi tradisi lokal dengan konsep-konsep Hindu-Budha yang berisi ajaran mistis religiofilosofis. 21 B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Kajian-kajian naskah sunda kuno memang banyak ditemui dalam sastra. Di beberapa Universitas misalnya seperti Unpad, UPI Bandung, Unpar dan beberapa Instansi pendidikan yang terdapat program Sastra Sunda. Padahal dalam naskah-naskah itu, walaupun ditulis dalam bentuk sastra seperti Carita Pantun, kisah-kisah atau petuah dalam bentuk prosa, namun justru isinya banyak mengulas tentang falsafah, pandangan hidup, dan terutama masalah etika/moral urang sunda. Permasalahannya sekarang orang sunda sendiri banyak yang salah kaprah, tidak mengerti bahwa bukan hanya kata karuhun 22 yang secara turun temurun menjadi tradisi lisan saja, tapi urang sunda pada waktu itu sudah mencatatkan tentang apa-apa yang mesti dilakukan. Nilai-nilai etika/moral yang 20 Saleh Danasasmita, dkk. Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung: Transkripsi dan Terjemahan (Bandung: proyek pengkajian dan penelitian kebudayaan Sunda (Sundanologi), 1987), hlm Undang A. Darsa, Sewaka Darma, Peti Tiga Ciburuy Garut, hlm leluhur

24 14 diajarkan para karuhun kini sudah banyak ditinggalkan, apalagi oleh generasi millennial. Dalam hal menunntut ilmu misalnya rasa hormat, santun, takjub, nurut sama guru sudah tidak diindahkan. Lebih banyak karena guru dianggap sebagai profesi. Bukan sebagai yang digugu dan ditiru. 2. Pembatasan Masalah Penelitian ini sebenarnya ingin menggali apa itu Naskah Sewaka Dharma peti tiga Ciburuy Garut, seperti apa Naskah Sundo Kuno Sewaka Dharma, pandangan hidup masyarakat Sunda dan apa yang terdapat di dalamnya. kemudian pada Bab selanjutnya saya akan membatasi tentang bagaimana etika/moral dalam tradisi masyarakat sunda, sikap (etika) seorang murid terhadap gurunya dalam menuntut ilmu dalam nskah Sewaka Darma, dan hal apa saja yang menjadi kewajiban dan larangan yang harus dilakukan seorang murid. 3. Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan dataddan bentuknya sesuai tingkat ekplanasi. 23 Dalam hal ini, setelah mengidentifikasi dan membatasi masalah yang akan dibahas oleh penulis, di rumuskan masalah-masalah yang ada. Bagaimana ajaran sang guru dalam naskah Sewaka Darma ini? Lalu apa isi dari Naskah Sewaka Darma ini? Dan Bagaimana sikap etika seorang murid terhadap guru dan sikap seorang guru terhadap seorang murid dalam naskah Sewaka Darma ini? C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan pertama, sebagai persyaratan akademis untuk menyelesaikan studi Aidah Filsafat Islam di Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Kedua, untuk meningkatkan kepedulian kita terhadap 23 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : CV, Alabeta, h. 56 atau lihat, Abdul Muthalib, Metode penelitian Pendidikan Islam, Banjarmasin : Antasari Press, h. 25

25 15 kebudayaan atau kearifan lokal Nusantara serta mengajarkan kepada kita agar hidup sesuai dengan aturan yang berlaku. Ketiga, untuk mengetahui Kitab sewaka Dharma peti tiga Ciburuy Garut, sebagai salah satu naskah sunda kuno yang masih ada. Selain menjelaskan tentang Sewaka Dharma, juga mengetahui pandangan hidup orang sunda yang bersumber dari sebuah catatan sejarah (atau bisa disebut sastra) yang biasanya hanya tahu secara lisan dan turun temurun. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini, dapat menambah khazanah kepustakaan atau literatur di Indonesia, khususnya berkaitan dengan keearifan lokal yang dimiliki masyarakat Sunda. Kemudiam supaya menjadi landasan para pembelajar terutama seorang murid, pencari ilmu, bagaimana bersikap (e tika) terhadap sang guru. Di samping itu karya tulis ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah kepada kajian falsafah, tasawuf dan kebudayaan di Nusantara. Tentunya sebagai karya tulis akademik, penelittian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang bersifat teoritis maupun praktis. D. Kajian Pustaka Perilaku (Etika/moral) manusia Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan dinamika yang mengarah pada kemerosotan akhlak. Hal ini terjadi salah satunya karena masifnya kebudayaan asing berkembang dalam masyarakat Indonesia. Nilai-nilai budaya, kearifan lokal (dalam hal ini masalah etika/moral atau akhlak) semakin tergerus, sehingga sangat menghawatirkan untuk generasi yang akan datang terutama yang tidak mengenal kebudayaan, tradisi lokal yang dimiliki. Apalagi tradisi yang sifatnya lisan. Dari sekian banyak karya yang membahas tentang falsafah, Pandangan hidup, juga mengenai etika/moral dan naskah sunda Sewaka Darma peti tiga kabuyutan Ciburuy Garut, baik dalam bentuk buku, jurnal, majalah, maupun skripsi, tesis, disertasi, penulis tidak

26 16 menemukan tulisan yang secara spesifik membahas tentang etika hubungan Murid terhadap sang guru dalam naskah Sewaka Darma ini. Walau demikian, kajiankajian atau penelitian-penelitian tentang naskah Sewaka Darma, memberikan wawasan bagi penulis dalam menambah informasi dan pemahaman untuk melengkapi kajian skripsi ini. Sejumlah tulisan yang penulis temukan diantaranya. Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Undang A Darsa dengan judul Sewaka Darma, peti Tiga Ciburuy Garut. Penelitian ini adalah transkripsi dan transliterasi naskah kuno dari Naskah asli yang masih menggunakan tulisan Sunda kuno kedalam bahasa Indonesia. Kedua, Transkripsi dan transliterasi Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung, Transkripsi dan Terjemahan. yang dilakukan oleh Danasasmita, Saleh & Ayatrohaei, Tien Wartini, Undang Ahmad Darsa, Penelitian yang kemudian dijadikan buku ini berfokus pada transkripsi dan terjemahan dari bahasa Sunda Kuno kedalam bahasa Indonesia, dan bukan hanya fokus pada Naskah Sewaka Darma, melainkan Naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian dan Naskah Amanat Galunggung. 24 Ketiga, Keutamaan; Kritik Teks Atas Naskah Sewaka Darma. Dimana tulisan ini fokus pada isi dan ajaran Naskah Sewaka Darma. 25 E. Metode Penelitian 1. Sumber Data Data Primer yakni data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti atau petugas-petugasnya dari sumber pertamanya. 26 Data Primer dapat berbentuk opini 24 Saleh Danasasmita, dkk. Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung: Transkripsi dan Terjemahan (Bandung: proyek pengkajian dan penelitian kebudayaan Sunda (Sundanologi), 1987), hlm.1 25 Yusuf Siswantara, dengan judul Keutamaan; Kritik Teks Atas Naskah Sewaka Darma (Laporan Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan, 2015).hlm.45

27 17 subjek, yaitu pendapat narasumber baik secara individual atau kelompok dan hasil observasi terhadap karakteristik benda (fisik), kejadian, kegiatan, atau hasil suatu pengujian tertentu. 27, atau karya langsung dari penulis yang akan diteliti. Penelitian ini tergolong pada penelitian pustaka dan sepenuhnya bersifat penelitian kepustakaan ( Library Research). Yaitu menghimpun buku atau tulisan yang ada hubungannya dengan tema skripsi ini. Sehingga bersifat kualitatif. Oleh karena itu saya menggunakan telaah naskah sunda buhun Naskah Sewaka Darma peti tiga Ciburuy Garut, yang sudah diterjemahkan dan dialih bahasakan dari tulisan sunda kuno kedalam bahasa Indonesia. Oleh Undang A Darsa. Sedangkan untuk sumber sekunder atau sumber lain yang ada hubungannya dengan judul skripsi yakni, Penelitian yang dilakukan Saleh Danasasmita, Ayatrohaedi, Tien Wartini, Undang Ahmad Darsa, Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung, Transkripsi dan Terjemahan. Penelitian yang dilakukan Yusuf Siswantara. S.S, M.Hum. Keutamaan; Kritik Teks Atas Naskah Sewaka Darma. Sewaka Darma; Pembelajaran Keutamaan Kehidupan dan Implikasi Pedagogisnyaí oleh Yusuf Siswantara dalam Jurnal Melintas. Selain sumber sekunder, juga ada beberapa buku penunjang lain yang berhubungan dengan tema skripsi ang di bahas. Seperti Mencari Sosok Manusia Sunda karya Ajip Rosidi, Membaca Orang Sunda oleh Mamat Sasmita. Masyarakat Sunda Budaya dan Problema ditulis Drs. A. Surjadi, M.A. 28 Sufisme Sunda; Hubungan Islam dan Budaya dalam Masyarakat Sunda ditulis oleh Dr. Asep Salahudin. Etika ditulis oleh Kies Bertens. 26 Sumardi Subrata, Metodologi Penelitian (Jakarta : Raja Gravindo persada,2000) hlm Ruslan Rosady, Metodologi Penelitian ; Public Relation dan Komunikasi (Jakarta : Raja Gravindo Persada.2010.Cet.ke-5.hlm Lihat, A. Surjadi, Masyarakat Sunda Budaya dan Problema, (Bandung : Alumni, 1985)

28 18 Nyucruk Sajarah Pakuan Pajajaran jeung Prabu Siliwangi ditulis oleh Saleh Danasasmita. Kekosongan ang Penuh; Sebuah Penafsiran atas Kosmologi Sunda oleh Sthepanus Junatan dalam Jurnal Melintas. Pengantar Studi etika Franz Magnis Suseno. Tatakrama di beberapa daerah di Indonesia ditulis oleh Ayatrohacdi, dkk, dan beberapa referensi lainnya yang mendukung dan berkaitan dengan judul skripsi ini. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis, yaitu dengan mendeskripsikan secara terperinci terkait dengan masalah yang hendak diteliti kemudian menganalisa setiap masalah untuk memperoleh pemahaman secara komprehensif. Metode ini ditulis untuk memahami naskah Sewaka Darma. 3. Teknik pengumpulan data Karena penelitian ini termasuk penelitian library research, maka teknik pengumpulan data dilakuka di sebagian besar perpustakaan, baik perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, Perpustakaan nasional Republik Indonesia, juga dari sumber referensi digital yang diakses ditempat tinggal penulis dan atau mengunjungi beberapa tokoh seepuh sunda atau sejarawan dan budayawan sunda untuk diskusi dan mengkaji referensi yang berkaitan dengan tema dan judul skripsi ini. Semua buku yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini dikumpulkan dan di klasifikasi berdasarkan relevansi terhadap pembahasan penelitian ini. Setelah semua buku di klasifikasi maka langkah selanjutnya dibaca ddan diteliti, dan pada akhirnya dimasukan pada pembahasan penelitian yang diangkat.

29 19 4. Teknik analisa Data Karena analisis pada penelitian ini terfokus antar teks, maka sedikit banyak digunakan berbagai metode, sebenarnya metode yang paling tepat untuk membahas naskah ini dengan Filologi, hanya saja kemampuan penulis tidak memadai untuk menggunakan filologi. Sehingga teks yang dikaji pun Naskah asli yang sudah di transliterasi dan juga di rekonstruksi. Selain itu bisa juga menggunakan metode hermenutik 29. Dan atau Juga dengan kajian semantik 30. Teknik penulisan ini mengacu pada buku pedoman penulisan karya ilmiah tahun 2007 yang diterbitkan oleh penerbit CeQda, dan Pedoman Akademik Program Strata /2012, yang diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syyarifhidayatullah Jakarta pada tahun Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab, yakni BAB I sebagai pendahuluan, yang akan membahas Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan. Dalam bagian ini akan di kemukakan bahwa etika/moral merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat Sunda, terutama mengenai etika seorang murid dalam Naskah Sewaka Darma. BAB II, dalam bab ini menjelaskan Naskah Sewaka Darma sebagi bagian dari nakah sunda kuno, asal usul Naskah Sewaka Darma,media atau bahan yang digunakan dalam menulis naskah ini, waktu dan siapa 29 Pengertian hermeneutic adalah metode yang digunakan untuk menafsirkan symbol yang berupa teks atau benda konkret untuk dicari arti dan maknanya. (Sudarto, Metodologi penelitian filsafat, Jakarta; Grafindo Persada. 1997). hlm.59 atau lihat Mudjia Raharjo, Dasar-Dasar Hermeneutika; Antara Internasionalisme dan Gadameria (Yogyakarta; Ar Ruz Media, 2008) h Semantic adalah suatu studi dan analisa tentang makna-makna linguistic. Ilmu ini membahas tentang telaah makna, lambing-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna dan hubungan makna satu dengan makna yang lainnya. Abd. Mu in Salim, Metode Ilmu Tafssir (Yogyakarta; Teras, 2005). hlm

30 20 pengarangnya, latar religius naskah ini, Proses Transliterasi dan rekonstruksi naskah. BAB III akan membahas tentang Etika secara umum, dari pengertian, masalah moral dan agama, prinsip etika Sunda, dan etika seorang murid kepada guru. Pada inti yakni Bab IV yakni etika seorang pencari ilmu/murid terhada gurunya dalam naskah Sewaka Darma Peti Tiga Ciburuy Garut, ajaran sang guru, konsep tentang Dasasila, dan pandnagan tentang Manusia dan Dunia seperti yang termaktub dalam naskah, apakah itu tentang konsep fana dan penderitaan, tentang konsep jiwa, tentang takdir, juga tentang bayu, sabda Hedap, dan kutipan naskah Sewaka Darma Peti Tiga Ciburuy garut. Kemudian pada Bab V akan membahas tentang kesimpulan dari seluruh pembahasan yang sudah dijelaskan. Terutama mengenai moralitas Naskah Sewaka Darma itu Sendiri dan juga etika Murid terhada sang guru dalam menuntut ilmu dalam naskah Sewaka Darma. Tidak lupa saran-saran dan rekomendasi yang bersifat konstruktif seputar etika masyarakat Sunda pada umumnya serta khazanah kearifan lokal masyarakat sunda terutama dalam naskah Sewaka Darma.

31 BAB II NASKAH SEWAKA DARMA SEBAGAI BAGIAN NASKAH KUNO A. Naskah Sunda Kuno 1. Asal Usul Naskah Sunda Kuno Naskah Sunda Kuno adalah Naskah atau Manuskrip dari masa kehidupan sosial budaya Sunda mendapat pengaruh dari kebudayaan Hindu-Budha dari India. Masa itu, dari abad ke-5 hingga abad ke-16 M meliputi kerajaan Tarumanegara Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda. Namun, manuskrip Sunda Kuno mungkin sekali bermula sejak abad ke-14 hingga awal abad ke-18m (Pleyte 1913; Atja 1970; Ekadjati 2003), karena sebelum abad ke-14 mungkin belum ada tradisi penulisan manuskrip (masa itu baru ada tradisi tulis-baca berbentuk prasasti) dan sampai awal abad ke-18 masih kekal tradisi tulis-baca pada daun (lontar, nipah) dengan menggunakan aksara dan bahasa Sunda Kuno serta berisikan cerita, catatan dan uraian tentang kebudayaan Sunda Pra-Islam. 1 Naskah Sunda Kuno adalah sebuah naskah sunda yang ditulis menggunakan aksara Sunda Kuno, aksara Buda (gunung), cacarakan 2 aksara sansakerta. Indikator bagaimana sebuah naskah itu dikatakan sebagai Naskah Sunda Kuno yaitu pertama Aksara dalam hal ini aksara sunda kuno yang memili karakter mandiri yang bisa dibedakan dengan jenis-jenis aksara dari daerah lain- dan kedua yakni bahasa. Naskah Sunda Kuno ini, ketika diketemukan, sudah tidak lagi menjadi sebuah tradisi atau karifan lokal yang masih hidup atau berjalan sebagaimana mestinya 1 Edi S Ekajati. Pengetahuan Geografi Masyarakat Sunda Berdasarkan Manuskrip Sunda Kuno dan Catatan Perjalanan Orang Portugis Jurnal sari ed.25,2007. h

32 22 dalam masyarakat, kalaupun ada hanya sedikit tempat yang masih mempertahankan kearifan lokalnya. Permasalahan utamanya karena memang sedikit sekali masyarakat yang bisa membacanya, bahkan tak jarang dalam satu kelompok masyarakat tidak bisa sama sekali membacanya. Naskahnya pun tidak sebanyak naskah sunda baru atau sebanyak naskah jawa kuno. Dari segi penyimpanannya, pun Naskah Sunda Kuno tersebar di beberapa tempat, baik tersimpan di kabuyutan atau masyarakat ataupun di perpustakaan. Beberapa lembaga yang menyimpan Naskah Sunda Kuno diantaranya, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) di Jakarta, Perpustakaan Universitas Leiden di Belanda, Bohleian Library di Inggris. 3 Selain itu tersimpan di Museum Sri Baduga (l.k. 125 naskah), Museum Cigugur, Museum Geusan Ulun, Kabuyutan Ciburuy (l.k. 27 naskah) 4 Selain kelembagaan diatas, juga disimpan dalam Kabuyutan (daerah yang disucikan dalam tradisi masyarakat Sunda) Yaitu; kabuyutan Ciburuy, Garut dan Kabuyutan Koleang, Jasinga-Bogor. Bahkan ada naskah yang disimpan ditangan perorangan, baik itu di Bandung, ataupun juga di Bogor. 5 Sekitar abad ke-20, naskah sunda kuno tersebar di beberapa pihak yang kemudian dikumpulkan, disatukan dan diberikan kepada Bataviaas Senootschap van Kunsten en Wetenschappen (kini menadi PNRI) dan sudah menjadi koleksi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI). Koleksi naskah-naskah yang ada di Perputakaan Nasional Republik Indonesia tersimpan dengan sangat baik dari dan dengan perawatan yang baik pula dan disimpan dalam museum nasional. 3 Edi S. Ekadjati, Naskah Sunda:Inventarisasi dan Pencatatan. (Bandung: UNPAD dan Toyota Foundation,1988) 4 Edi S. Ekadjati, Naskah Sunda:Inventarisasi dan Pencatatan. (Bandung: UNPAD dan Toyota Foundation, 1988) (dalam 5 Yusuf Siswantara, Keutamaan Kritik Teks Atas Naskah Sewaka Darma.(Bandung Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masarakat Universitas Katolik Parahangan; 2015). h. 5

33 23 Namun emang ada beberapa naskah sunda kuno yang tersimpan perorangan selain tadi di kabuyutan-kabuyutan. Diantarana satu buah naskah pada bamboo milik Eti Kusmiati Hadis dari daerah Mande Cianjur, dan dua buah naskah sunda kuno milik abah Cahya di Antapani, bandung. Naskah-naskah ini mengalami dinamika yang cukup alot terutama dalam pengorganisasian dan pengatalogan. Naskah Sunda Kuno biasana disimpan dalam laci atau peti dan memiliki nomor koleksi, hal ini dilakukan untuk mempermudah kita dalam pencarian. 6 Pengumpulan naskah-naskah sunda kuno ini tidak serta merta diambil begitu saja ketika ditemukan, melainkan dengan ara pembelian lewat perantara, ada juga yang diberikan dari bangsawan sunda Bupati Galuh ke-iv ( ) R.A.A Kusumadiningrat 7, kemudian juga pemberian dari R.A Wiranatakusumah IV 8 ( ), kemudian pemberian Raden Saleh dari wilayah Garut. Selain itu ada juga ang berasal dari Kabuyutan Ciburuy, Garut dan dari Jasinga, Bogor. Kebanyakan naskah-naskah Sunda Kuno yang tersimpan di Museum, Perpustakaan, dan kabuyutan-kabuyutan, digolongkan ke dalam naskah keagamaan, karena memang banyak yang menguraikan tentang hakekat tertinggi, kuasa alam semesta, tujuan akhir kehidupan, cara melakukan pemujaan dan sebagainya. Oleh Karena itu layak jika para ahli filologi menggolongkan naskah naskah tersebut sebagai naskah keagamaan 6 Penomeran dilakukan oleh Bataviaasch Senotshap Van Kusten en Wetenshappen), sebelum berubah nama menjadi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. 7 Raden Adipati Aria Kusumadiningrat merupakan Bupati Galuh ke II ( ), menjabat pada usia 25 tahun dan berkuasa selama 47 tahun, beliau dimakamkan di Gunung Sirnayasa, Jambansari, Ciamis. 8 Raden Adipati Aria Wiranatakusumah IV atau Dalem Bintang (terlahir Raden Suria Kartadiningrat) adalah Bupati Bandung sejak tahun 1846 hingga tahun Ia adalah putra keempat dari Wiranatakusumah III, bupati sebelumnya yang meletakkan jabatan karena merasa kesehatannya tidak memungkinkan lagi untuk meneruskan pemerintahan. Sebelum diangkat menjadi Bupati Bandung, Raden Suryakarta Adiningrat memegang jabatan Kumetir Cianjur. Setelah menjadi bupati, ia digelari demikian sesuai dengan besluit Gouvernement No 3 ping 25 Agustus 1857

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Naskah kuno merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang tak ternilai harganya. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan oleh nenek moyang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno adalah benda budaya yang merekam informasi dan pengetahuan masyarakat lampau yang diturunkan secara turun temurun semenjak dulu sampai saat ini. Warisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE A. Kesimpulan Astana Gede Kawali adalah salah satu situs bersejarah yang terdapat di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mantra merupakan puisi lisan yang bersifat magis. Magis berarti sesuatu yang dipakai manusia untuk mencapai tujuannya dengan cara-cara yang istimewa. Perilaku magis

Lebih terperinci

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Sunda pada umumnya sudah mengenal dengan kata Siliwangi dan Padjajaran. Kedua kata tersebut banyak digunakan dalam berbagai hal. Mulai dari nama tempat,

Lebih terperinci

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi pernasakahan di Indonesia bisa dikatakan sangat kurang peminat, dalam hal ini penelitian yang dilakukan terhadap naskah. Sedikitnya penelitian terhadap

Lebih terperinci

SUNDA, PRIANGAN, DAN JAWA BARAT

SUNDA, PRIANGAN, DAN JAWA BARAT SUNDA, PRIANGAN, DAN JAWA BARAT MAKALAH Disampaikan dalam Diskusi Hari Jadi Jawa Barat Diselenggarakan oleh Harian Umum Pikiran Rakyat Bekerja Sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa karya sastra lama. Nilai-nilai budaya suatu bangsa yang dalam kurun waktu tertentu sangat dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. Kejadian-kejadian yang menjerumus pada kekerasan, seolah menjadi hal yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman yang telah dialaminya sendiri atau pengalaman yang dialami oleh orang

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman yang telah dialaminya sendiri atau pengalaman yang dialami oleh orang BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Karya sastra merupakan suatu hasil cipta sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra diciptakan pengarang berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI YUSUF DALAM AL-QUR AN

NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI YUSUF DALAM AL-QUR AN NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI YUSUF DALAM AL-QUR AN SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pulau Bangka merupakan pulau kecil di sebelah selatan Sumatra. Pulau ini sudah terkenal sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang permasalahan Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang besar yang dikenal karena keberagaman budaya dan banyaknya suku yang ada di dalamnya. Untuk mengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) A. Latar Belakang Masalah Setiap agama bagi para pemeluknya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prabu Siliwangi adalah seorang sosok raja Sunda dengan pusat. pemerintahan berada pada Pakuan Pajajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Prabu Siliwangi adalah seorang sosok raja Sunda dengan pusat. pemerintahan berada pada Pakuan Pajajaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Prabu Siliwangi adalah seorang sosok raja Sunda dengan pusat pemerintahan berada pada Pakuan Pajajaran. Kerajaan Pajajaran sendiri adalah nama lain dari Kerajaan

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai ilmu pengetahuan yang ada pada jaman sekarang dapat dikatakan merupakan buah pikir dari warisan leluhur. Warisan leluhur dapat berupa artefak yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

Oleh: AJI ABDUL MAJID NIM:

Oleh: AJI ABDUL MAJID NIM: PENDIDIKAN KARAKTER YANG TERKANDUNG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DAN RELEVANSINYA DENGAN PENCAPAIAN KURIKULUM 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

Gambar : Bagan Alur Pengumpulan dan Siklus Pengolahan Data

Gambar : Bagan Alur Pengumpulan dan Siklus Pengolahan Data Gambar 3. 5. : Bagan Alur Pengumpulan dan Siklus Pengolahan Data Pengamatan Pendahuluan (1) Analisis Proses Implementasi Pembelajaran NMK dalam Ritual Sosial.. Pengamatan Partisipatif (3) Analisis Awal

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUPAHAN SISTEM ROYONGAN DI DESA KLIRIS KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUPAHAN SISTEM ROYONGAN DI DESA KLIRIS KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUPAHAN SISTEM ROYONGAN DI DESA KLIRIS KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat GunaMemperoleh Gelar Sarjana S1 dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bambang Sugiato dan Agus Rahmat, Wajah Baru Etika dan Agama,(Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bambang Sugiato dan Agus Rahmat, Wajah Baru Etika dan Agama,(Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilema moralitas yang terjadi pada abad modern yang diklaim sebagai abad etika, pilar utama peradaban abad ini mencita-citakan diri sebagai abad etika (the age

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia, terdiri dari banyak suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Hal

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Penganugerahan Gelar Kehormatan Adat Budaya Banjar tgl. 24 Okt 2013 Kamis, 24 Oktober 2013

Sambutan Presiden RI pd Penganugerahan Gelar Kehormatan Adat Budaya Banjar tgl. 24 Okt 2013 Kamis, 24 Oktober 2013 Sambutan Presiden RI pd Penganugerahan Gelar Kehormatan Adat Budaya Banjar tgl. 24 Okt 2013 Kamis, 24 Oktober 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PENGANUGERAHAN GELAR KEHORMATAN ADAT BUDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nusantara memiliki beberapa jenis kesusastraan yang diciptakan, berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya. Salah satu kesusastraan yang berkembang

Lebih terperinci

DIMENSI SUFISME DALAM PEMIKIRAN YUSUF MANSUR TESIS

DIMENSI SUFISME DALAM PEMIKIRAN YUSUF MANSUR TESIS DIMENSI SUFISME DALAM PEMIKIRAN YUSUF MANSUR TESIS Oleh: Odi Darmawan Juli 13.0201.1153 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ANTASARI PASCASARJANA PROGRAM STUDI AKHLAK DAN TASSAWUF BANJARMASIN 2016 i DIMENSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu nilai dan pikiran yang hidup pada sebuah masyarakat, dan dalam suatu nilai, dan pikiran ini berkembang sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesaksian tangan pertama yang disusun oleh bangsa yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesaksian tangan pertama yang disusun oleh bangsa yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya peninggalan suatu bangsa yang lebih memadai untuk keperluan penelitian kebudayaan maupun sejarah adalah kesaksian tertulis,

Lebih terperinci

Modul ke: ETIK UMB. AFIYATI SSi., MT. Fakultas FAKULTAS ILMU KOMPUTER. Program Studi TEKNIK INFORMATIKA

Modul ke: ETIK UMB. AFIYATI SSi., MT. Fakultas FAKULTAS ILMU KOMPUTER. Program Studi TEKNIK INFORMATIKA Modul ke: 11 ETIK UMB Fakultas FAKULTAS ILMU KOMPUTER AFIYATI SSi., MT. Program Studi TEKNIK INFORMATIKA Materi 11 Etiket Pribadi ETIKA & ETIKET Pengertian ETIKA Dari segi etimologis, etika berasal dari

Lebih terperinci

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakutas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Tulungagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

Sunda, Priangan dan Jawa Barat : Analisis berdasarkan pola gerak sejarah

Sunda, Priangan dan Jawa Barat : Analisis berdasarkan pola gerak sejarah Sunda, Priangan dan Jawa Barat : Analisis berdasarkan pola gerak sejarah Dewasa ini kita mengenal Sunda sebagai sebuah istilah yang identik dengan Priangan dan Jawa Barat. Sunda adalah Priangan, dan Priangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu animisme dan dinamisme. Setelah itu barulah masuk agama Hindu ke

BAB I PENDAHULUAN. yaitu animisme dan dinamisme. Setelah itu barulah masuk agama Hindu ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebelum datangnya Islam masyarakat Indonesia masih percaya akan kekuatan roh nenek moyang yang merupakan sebuah kepercayaan lokal yaitu animisme dan dinamisme.

Lebih terperinci

PERAN DEPARTEMEN QUALITY CONTROL DALAM STANDARISASI BAHAN BAKU PT. PURA BARUTAMA UNIT OFFSET

PERAN DEPARTEMEN QUALITY CONTROL DALAM STANDARISASI BAHAN BAKU PT. PURA BARUTAMA UNIT OFFSET PERAN DEPARTEMEN QUALITY CONTROL DALAM STANDARISASI BAHAN BAKU PT. PURA BARUTAMA UNIT OFFSET SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Ekonomi

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun diluar sekolah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia

BAB I PENDAHULUAN. maupun diluar sekolah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid. Baik secara individual maupun klasikal, baik disekolah maupun diluar sekolah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian Ziarah merupakan istilah yang tidak asing di masyarakat. Ziarah adalah salah satu bentuk kegiatan berdoa yang identitik dengan hal yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR. MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MADRASAH TSANAWIYAH (MTs.)

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR. MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MADRASAH TSANAWIYAH (MTs.) MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MADRASAH TSANAWIYAH (MTs.) DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT BALAI PENGEMBANGAN BAHASA DAERAH DAN KESENIAN 2013 DRAFT-1 DAN MATA PELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

Cagar Budaya Candi Cangkuang

Cagar Budaya Candi Cangkuang Cagar Budaya Candi Cangkuang 1. Keadaan Umum Desa Cangkuang Desa Cangkuang terletak di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab demi bab yang telah peneliti kemukakan diatas, maka peneliti bisa mengambil beberapa

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab demi bab yang telah peneliti kemukakan diatas, maka peneliti bisa mengambil beberapa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab demi bab yang telah peneliti kemukakan diatas, maka peneliti bisa mengambil beberapa kesimpulan sebagai 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Kamajaya,Karkono,Kebudayaan jawa:perpaduannya dengan islam,ikapi,yogja,1995 2

BAB II PEMBAHASAN. Kamajaya,Karkono,Kebudayaan jawa:perpaduannya dengan islam,ikapi,yogja,1995 2 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pendidikan adalah upaya menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap insan. Potensi itu berupa kemampuan berbahasa, berfikir, mengingat menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran sebagai aktor, sebagimana manusia itu dapat memberikan sumbangan dan memfasilitasi kehidupan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. animisme dan dinamisme. Masyarakat tersebut masih mempercayai adanya rohroh

BAB I PENDAHULUAN. animisme dan dinamisme. Masyarakat tersebut masih mempercayai adanya rohroh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum Islam masuk ke Indonesia khususnya di Kalimantan Selatan masyarakatnya sudah menganut agama dan kepercayaan tertentu, seperti memeluk agama Budha, Hindu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jovi Nuriana Putra, 2015 Pewarisan Nilai Adat Pikukuh Tilu dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jovi Nuriana Putra, 2015 Pewarisan Nilai Adat Pikukuh Tilu dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dengan ragam masyarakat yang sangat majemuk, beragam suku, ras, bahasa, kebudayaan, adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya yang melimpah. Kebudayaan ini diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tadut merupakan salah satu nama kesenian etnik Besemah yang berupa sastra tutur/ sastra lisan yang isinya pengajaran agama Islam di daerah provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang wajib kita mensyukuri rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan yang tidak ternilai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah naskah Wawacan Pandita Sawang yang beraksara Arab (Pegon) dan berbahasa Sunda, teks di dalamnya berbentuk puisi/wawacan. Naskah

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PENDAPAT AHMAD HASSAN TENTANG KEBOLEHAN MENIKAH TANPA WALI DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMIKIRAN MADZHAB HANAFI

STUDI ANALISIS PENDAPAT AHMAD HASSAN TENTANG KEBOLEHAN MENIKAH TANPA WALI DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMIKIRAN MADZHAB HANAFI STUDI ANALISIS PENDAPAT AHMAD HASSAN TENTANG KEBOLEHAN MENIKAH TANPA WALI DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMIKIRAN MADZHAB HANAFI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kepustakaan yang relevan 1.1.1 Transliterasi Transliterasi merupakan salah satu tahap/langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP IT ASSAIDIYYAH KIRIG MEJOBO KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP IT ASSAIDIYYAH KIRIG MEJOBO KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017 IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP IT ASSAIDIYYAH KIRIG MEJOBO KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku bangsa, masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku bangsa, masing-masing suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku bangsa, masing-masing suku memiliki etnis yang mereka kembangkan sesuai dengan tradisi dan sistem budaya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, adat istiadat serta tradisi. Jika dilihat, setiap daerah memiliki kebudayaan dan tradisinya masing-masing.

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berlangsung sepanjang hari dari zaman ke zaman (Semi, 2002:1). Menurut

I. PENDAHULUAN. yang berlangsung sepanjang hari dari zaman ke zaman (Semi, 2002:1). Menurut 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra menampilkan potret kehidupan manusia. Sastra lahir disebabkan dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan dirinya, menaruh minat terhadap masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan yang berupa bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis berupa naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kesenian pada dasarnya muncul dari suatu ide (gagasan) dihasilkan oleh manusia yang mengarah kepada nilai-nilai estetis, sehingga dengan inilah manusia didorong

Lebih terperinci

HUKUM MALPRAKTEK MEDIS

HUKUM MALPRAKTEK MEDIS HUKUM MALPRAKTEK MEDIS (Studi Komparatif Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I dalam Ilmu Syari

Lebih terperinci

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

KISI KISI PENILAIAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN

KISI KISI PENILAIAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN KISI KISI PENILAIAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Nama Sekolah : MTsN 1 Kota Serang Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Kelas / Kur : VII / K13 Semester : Genap Kompetensi Inti : 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai peninggalan tulisan, naskah menyimpan berbagai informasi tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan pandangan hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau sering disebut kebudayaan.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERBEDAAN ETIKA ETIKET MORAL DAN HUKUM

PERBEDAAN ETIKA ETIKET MORAL DAN HUKUM PERBEDAAN ETIKA ETIKET MORAL DAN HUKUM Disusun oleh : NURMA YUSNITA,AMK NIM SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARATU PRODI S1 KEPERAWATAN 2017 Jalan Kaswari Nomor 10 A-D Sukajadi Pekanbaru Telp/Fax (0761)24586

Lebih terperinci

LEGENDA JAKA TINGKIR VERSI PATILASAN GEDONG PUSOKO KARATON PAJANG DAN FUNGSINYA BAGI MASYARAKAT: TINJAUAN RESEPSI SASTRA

LEGENDA JAKA TINGKIR VERSI PATILASAN GEDONG PUSOKO KARATON PAJANG DAN FUNGSINYA BAGI MASYARAKAT: TINJAUAN RESEPSI SASTRA LEGENDA JAKA TINGKIR VERSI PATILASAN GEDONG PUSOKO KARATON PAJANG DAN FUNGSINYA BAGI MASYARAKAT: TINJAUAN RESEPSI SASTRA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

ADAB MURID TERHADAP GURU DALAM PERSPEKTIF KITAB BIDAYATUL HIDAYAH KARANGAN IMAM GHAZALI

ADAB MURID TERHADAP GURU DALAM PERSPEKTIF KITAB BIDAYATUL HIDAYAH KARANGAN IMAM GHAZALI ADAB MURID TERHADAP GURU DALAM PERSPEKTIF KITAB BIDAYATUL HIDAYAH KARANGAN IMAM GHAZALI Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian sebuah komunitas atau dalam arti yang lebih luas lagi sebuah masyarakat tidak bisa dibatasi sebagai sekumpulan individu yang menempati wilayah geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ±

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± 18.110 pulau yang dimilikinya dengan garis pantai sepanjang 108.000 km. Negara Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat Indonesia telah bertuhan dan menjunjung tinggi prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Prof. Dr. Purbatjaraka

Lebih terperinci