HOLE- DAN ELECTRON-DOPED HIGH-TC SUPERCONDUCTING CUPRATES: PERBANDINGAN SIFAT-SIFAT FISIS BERDASARKAN STRIPE-PINNING EFFECT
|
|
- Fanny Shinta Setiabudi
- 9 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Jurnal Material dan Energi Indonesia Vol. 01, No. 02 (2011) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran HOLE- DAN ELECTRON-DOPED HIGH-TC SUPERCONDUCTING CUPRATES: PERBANDINGAN SIFAT-SIFAT FISIS BERDASARKAN STRIPE-PINNING EFFECT RISDIANA Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Padjadjaran Jl. RayaBandung-Sumedang Km.21 Jatinangor 45363, Sumedang, Jawa Barat, Telp Abstrak. Superconduktifitas adalah sebuah penomena yang dapat ditemui pada beberapa material dimana bahan tersebut memiliki resistivitas nol ketika didinginkan sampai temperatur tertentu. Bahan yang memperlihatkan sifat tersebut dinamakan bahan superkonduktor, dan suhu dimana resistivitasnya pertama kali menunjukkan nilai nol disebut suhu kritis (T c). Superkonduktor suhu tinggi yang dikenal selama ini adalah superkonduktor berbahan dasar utama cuprate. Salah satu karakteristiknya adalah adanya lapisan CuO 2 sebagai lapisan konduksi pada struktur kristalnya. Ketika lapisan CuO 2 kehilangan satu elektron karena doping, satu hole yang bebas bergerak pada lapisan CuO 2 dan membentuk sistem superkonduktor yang disebut hole-doped superconducting cuprate. Sedangkan ketika lapisan CuO 2 mendapatkan satu elektron, superkonduktor terbentuk dengan sistem yang disebut electron-doped superconducting cuprate. Struktur kristal, berbagai sifat fisis dan perbandingan antara hole- dan electron-doped superkonduktor khususnya yang berhubungan dengan stripe-pinning model akan dibahas dalam tulisan ini. Kata kunci : superconductifitas, hole- dan electron-doped superconducting cuprate, stripe-pinning model Abstract. Superconductivity is a phenomenon observed in many kinds of metal and ceramic material that have zero electrical resistivity when they are cooled down to sufficiently low temperatures. The specimen showing this phenomenon is called a superconductor and the temperature at which the electrical resistivity starts to be zero is called the critical temperature (T c). Most of high-t c superconductors are cuprate compounds. One of their characteristics is that CuO 2 planes responsible for their electronic properties are included in their crystal structures. When the CuO 2 plane loses one electron because of doping, one mobile hole remains in the CuO 2 planes, leading to the formation of a hole-doped superconducting cuprate. On the other hand, when the CuO 2 plane gets an excess electron, superconductivity realizes and forms an electrondoped superconducting cuprates. The crystal structure and properties of both hole- and electron-doped cuprates including comparison between them based on stripe-pinning model will be described. Keywords : superconductivity, hole- and electron-doped superconducting cuprate, stripe-pinning model 1. Pendahuluan Superconduktifitas adalah sebuah penomena yang dapat ditemui pada beberapa material dimana bahan tersebut memiliki resistivitas nol ketika didinginkan sampai temperatur tertentu. Bahan yang memperlihatkan sifat tersebut dinamakan bahan superkonduktor, dan suhu dimana resistivitasnya pertama kali menunjukkan nilai nol disebut suhu kritis (T c ). Superkonduktifitas pertama kali ditemukan oleh H. K. Onnes tahun 1911 [1] pada saat Onnes mendinginkan Mercury (Hg) dibawah suhu 4.2 K. Setelah penemuan tersebut, beberapa elemen dan campuran beberapa bahan ditemukan memiliki sifat superkonduktif seperti pada bahan Lead (Pb) dengan T c = 7.2 K, Niobium (Nb) dengan T c = 9.2 K dan Nb 3 Ge dengan T c = 23 K [2]. Pada tahun 1986, Bednorz dan Muller melaporkan bahwa bahan campuran La-Ba-Cu-O dengan Cu (cuprate) sebagai komponen penting yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat elektroniknya menunjukkan gejala superkonduktifitas dengan T c sebesar 30 K [3]. Penemuan ini membuka risdiana@phys.unpad.ac.id 118
2 Hole- dan Electron-doped High-T C Superconducting Cuprates harapan baru untuk menemukan bahan superkonduktor berbahan dasar cuprate dengan T c tinggi (high-t c superconducting cuprates). Selanjutnya K. Wu dan P. Chu dari Universitas Alabama dan Houston menemukan bahan campuran baru yaitu YBa 2 Cu 3 O 7 dengan T c = 93 K [4]. Tahun 1988, superkonduktor cuprates Bi 2 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O 10 dan Tl 2 Ba 2 Ca 2 Cu 3 O 10 berhasil ditemukan dengan T c masing masing 110 K [5] dan 125 K [6]. T c tertinggi dari bahan superkonduktor ditemukan tahun1993 pada bahan HgBa 2 Ca 2 Cu 3 O 8 dengan T c sebesar 135 K [7]. Seluruh superkonduktor suhu tinggi yang telah disebutkan adalah hole-doped superconduktor dimana doping hole berperan dalam pembentukan superkonduktor. Sistem lainnya yang masih merupakan keluarga superconducting cuprates adalah electron-doped superconduktor yang merupakan campuran bahan (Nd, Pr, Sm)-Ce-Cu-O dengan T c sebesar 24 K [8]. 2. High-T c Superconducting Cuprates Pada umumnya, superkonduktor suhu tinggi yang dikenal selama ini adalah superkonduktor berbahan dasar utama cuprate yang disebut high-t c superconducting cuprates (HTSC). Salah satu karakteristiknya adalah adanya lapisan CuO 2 sebagai lapisan konduksi pada struktur kristalnya. Pada strktur kristal HTSC ini, selain terdapat lapisan konduksi (CuO 2 ), terdapat pula lapisan charge reservoir. Yang membedakan satu jenis HTSC dan lainnya adalah jumlah lapisan CuO 2 pada setiap unit sel dan jenis bahan lapisan charge reservoirnya. HTSC yang memiliki dua atau tiga lapisan CuO 2 selalu memiliki T c yang lebih tinggi dari pada HTSC dengan satu lapisan CuO 2. Contoh sederhana struktur kristal dengan dua lapisan CuO 2 pada bahan Bi 2 Sr 2 CaCu 2 O 8 (Bi-2212) diperlihatkan pada Gambar 1. Dua Lapisan CuO 2 dipisahkan oleh lapisan Ca, dan lapisan Bi 2 O 2 bertindak sebagai lapisan charge reservoir yang diperlukan untuk mentransfer pembawa muatan kedalam lapisan CuO 2. Gambar 1. Skema struktur kristal Bi 2Sr 2CaCu 2O Hole-doped HTSC HTSC dengan satu lapisan CuO 2 adalah HTSC pertama yang ditemukan dengan komposisi utama (parent compound) adalah La 2 CuO 4 yang dikenal dengan istilah 214 cuprates. Superkonduktifitas muncul pada saat mensubstitusi sebagian La dengan Sr yang membentuk senyawa La 2-x Sr x CuO 4. Ketika ion La 3+ sebagian tempatnya diduduki Sr 2+, lapisan CuO 2 kehilangan satu elektron atau dengan kata lain terdapat satu hole yang bebas bergerak pada lapisan CuO 2. HTSC in disebut holedoped HTSC. Gambar 2 memperlihatkan skema diagram fasa untuk bahan hole-doped HTSC La 2- xsr x CuO 4. Sistem yang tidak diberi dopan adalah insulator antiferromagnetik. Dengan memberikan doping x, suhu Neel menurun dan sifat antiferromagnetik insulator menghilang pada p (konsentrasi hole tiap Cu) = x ~ Fase Superkonduktor terlihat pada x antara 0.05 dan 0.27.
3 120 Risdiana Gambar 2. Skema diagram fasa hole-doped HTSC La 2-xSr xcuo Electron-doped HTSC Sistem lain pada HTSC dengan satu buah lapisan CuO 2 adalah electron-doped 214 HTSC. Parent compound untuk sistem ini adalah (Nd, Pr, Sm) 2 CuO 4. Ketika sebagian dari Nd 3+ atau Pr 3+ atau Sm 3+ diganti dengan Ce 4+, lapisan CuO 2 mendapatkan kelebihan elektron. Oleh sebab itu sistem ini disebut electron-doped HTSC. Pada electron-doped sistem, antiferromagnetik insulator dapat bertahan pada daerah doping yang lebar, sedangkan superkonduktor hanya terdapat pada daerah doping yang sempit. Sebagai contoh, untuk Nd 2-x Ce x CuO 4, superkonduktifitas hanya teramati pada x = [8] dan untuk Pr 2-x Ce x CuO 4 pada x = [9]. 3. Perbandingan antara Hole- dan Electron-Doped 214 HTSC Gambar 3 memperlihatkan struktur kristal hole-doped La 2-x Sr x CuO 4 (a) dan electron-doped Nd 2- xce x CuO 4 (b). Struktur kristal untuk hole-doped La 2-x Sr x CuO 4 adalah body-centered tetragonal dan dikenal dengan nama struktur T. Atom Oksigen terletak di atas dan di bawah atom Cu membentuk konfigurasi oktahedral. Untuk electron-doped Nd 2-x Ce x CuO 4, struktur kristalnya adalah bodycentered tetragonal dengan posisis atom Oksigen tidak berada diatas atau dibawah atom Cu, sehingga lapisan CuO 2 membentuk konfigurasi datar (planar). Struktur ini disebut juga struktur T. Gambar 3. Struktur kristal hole-doped La 2-xSr xcuo 4 (a) dan electron-doped Nd 2-xCe xcuo 4 (b) Ditinjau dari diagram fasenya, kedua sistem HTSC ini sangat mirip satu dan lainnya. Keduanya memperlihatkan fase antiferromagnetik dengan penurunan temperature Neel pada saat doping sebelum berubah menjadi fase superconduktif pada rentang doping tertentu. Dari data penelitian ARPES (Angle-resolved photoemission spectroscopy), kedua sistem memperlihatkan d x 2 -y 2 pasangan simetri [10,11]. Ditinjau dari posisi doping pada lapisan CuO 2 dan efektifitas doping
4 Hole- dan Electron-doped High-T C Superconducting Cuprates tersebut dalam menghilangkan sifat antiferrromagnetiknya, doping hole akan menempati keadaan O2p yang memberikan efek magnetic frustation pada spin Cu [12]. Sedangkan pada electrondoped, elektron akan menempati keadaan Cu3d yang akan memberikan efek Cu spin dilution dengan tidak meningkatkan efek magnetic frustation [13]. Hal ini yang menyebabkan daerah antiferromagnetik lebih cepat hilang dengan doping hole dari pada dengan doping elektron. Gambar 4 memperlihatkan posisi doping hole dan elektron pada lapisan CuO 2 serta density of state pada setiap keadaan doping [14]. Gambar 4. Doping hole dan elektron pada lapisan CuO2 dan skema density of state. (a) Susunan spin dan density of state pada sistem yang tidak di doping, (b) susunan spin dan density of state pada sistem hole-doped, (c) susunan spin dan density of state pada sistem electron-doped [14] Dari pengukuran Neutron scattering, incommensurate spin correlation ditemukan pada hole-doped HTSC [15-19], sedangkan commensurate spin correlation ditemui pada electron-doped HTSC Nd 1.85 Ce 0.15 CuO 4 [20]. Gambar 5. Kebergantungan T c terhadap besarnya impurity y untuk hole-doped La 1.85Sr 0.15Cu 1-yM yo 4 [21] dan electrondoped Nd 1.85Ce 0.15Cu 1-yM yo 4 [22]
5 122 Risdiana Perbedaan respon dari substitusi sebagian Cu dengan impurity Zn dan Ni juga ditemui pada kedua jenis sistem HTSC ini. Gambar 5 memperlihatkan kebergantungan T c terhadap besarnya impurity y untuk hole-doped La 1.85 Sr 0.15 Cu 1-y M y O 4 [21] dan electron-doped Nd 1.85 Ce 0.15 Cu 1-y M y O 4 [22]. T c pada hole-doped La 1.85 Sr 0.15 Cu 1-y M y O 4 dengan M = Zn menurun lebih cepat dibandingkan dengan substitusi Cu dengan Ni. Sedangkan pada electron-doped Nd 1.85 Ce 0.15 Cu 1-y M y O 4 penurunan T c lebih cepat dengan substitusi Ni dari pada dengan Zn. 4. Stripe-Pinning Model pada HTSC Salah satu penomena penting pada HTSC khususnya hole-doped sistem adalah doping hole pada lapisan CuO 2 tidak terdistribusi homogen tetapi membentuk charge stripe dimana hole dan spin terpisah menjadi dua bagian utama yang disebut dengan hole domain (bagian yang didominasi hole) dan spin domain (bagian yang didominasi spin). Stripe model dari spin dan hole ini pertama kali disampaikan oleh Tanquada dengan penelitian menggunakan neutron scattering untuk memahami mekanisme pada daerah yang dinamakan anomali 1/8, yaitu daerah dimana terjadi penurunan secara tajam nilai T c pada konsentrasi hole p = 1/8 [23]. Gambar 6 memperlihatkan hasil pengukuran neutron scattering pada La 1.6 Nd 0.4 Sr 0.12 CuO 4 dan skema stripe model pada lapisan CuO 2 sebagai interpretasi dari hasil pengukuran neutron scattering. Puncak magnetik incommensurate yang menunjukkan adanya modulasi dari keteraturan spin (spin order) diperlihatkan pada gambar 6 (b), sedangkan puncak lattice incommensurate yang menunjukkan adanya modulasi charge (hole) order diperlihatkan dalam gambar 6 (c). Hasil ini dapat dengan baik diterangkan dengan model stripe. Charge stripe mengacu kepada istilah charge density wave (CDW) dan spin stripe untuk spin density wave (SDW). Hasil yang sama juga diperoleh pada bahan La 2-x Sr x CuO 4 dengan x = [16]. Gambar 6. Hasil pengukuran neutron scattering pada La 1.6Nd 0.4Sr 0.12CuO 4 dan skema stripe model pada lapisan CuO 2 [23] Seperti disebutkan diatas, ketika stripe tersematkan (pinned) dan stabil pada konsentrasi hole p = 1/8, superkonduktifitas yang ditandai dengan nilai T c, menurun secara drastis yang menunjukkan
6 Hole- dan Electron-doped High-T C Superconducting Cuprates bahwa stripe order bersaing dengan superkonduktifitas. Model ini dinamakan stripe-pinning model. Untuk mempelajari stripe-pinning model pada rentang konsentrasi doping yang lebih lebar, substitusi sebagian Cu dengan Zn atau Ni menjadi kandidat yang paling baik. Hal ini dikarenakan dengan substitusi sebagian Cu dengan Zn atau Ni, superkonduktifitas (T c ) juga menurun dengan tajam [24], yang menunjukkan bahwa impurity Zn atau Ni juga dapat menjadi pinning center seperti halnya yang digambarkan dalam stripe-pinning model Stripe-pinning model pada HTSC Salah satu percobaan yang dapat dengan jelas mendeteksi keberadaan stripe-pinning effect adalah dengan percobaan muon-spin relaxation (µsr). Dengan mengamati signal yang dihasilkan yang disebut asymmetry, keberadaan keteraturan spin Cu dapat langsung diketahui dan langsung dapat dihubungkan dengan keberadaan stripe-pinning effect. Percobaan µsr dilakukan untuk bahan La 2-x Sr x Cu 1-y Zn y O 4 dengan konsentrasi hole disekitar p = 1/8 (x = , 0.13, 0.15) [25,26] dengan data ditunjukkan pada Gambar 7. Untuk sample dengan x = (p = 1/8), muon spin precession yang ditandai dengan osilasi pada asymmetry terhadap waktu (t) dapat teramati pada sample tanpa substitusi Zn (y = 0). Keberadaan muon spin precession ini menandakan keberadaan keadaan long-range order untuk spin Cu. Dengan hanya memsubstitusikan sedikit sekali Zn (dibawah y = 0.01), spin Cu dengan keadaan long-range magnetic order dapat teramati untuk seluruh sample (x = , 0.13). Hal ini menunjukkan bahwa Zn dapat berfungsi sebagai pin untuk keadaan stripe. Muon spin precession menghilang ketika y lebih besar dari 0.03 dan hampir tidak ada depolarisasi muon spin pada y = 0.10 yang berarti bahwa hilangnya static magnetic order. Untuk x = 0.15, walaupun muon spin precession tidak teramati pada suhu 2 K, namun kebergantungan derajat depolarisasi terhadap konsentrasi Zn tetap dapat teramati. Gambar 7. µsr data untuk bahan La 2-xSr xcu 1-yZn yo 4 dengan konsentrasi hole disekitar p = 1/8 (x = , 0.13, 0.15) [25,26]
7 124 Risdiana Untuk membuktikan keberlakuan stripe-pinning model pada seluruh area superkonduktor holedoped HTSC, percobaan µsr dengan konsentrasi hole yang lebih besar (x = ) juga dilakukan dengan y = 0.03 [27]. Gambar 8 memperlihatkan µsr data untuk bahan La 2-x Sr x Cu 1- yzn y O 4 dengan x = dan y = 0.03 pada suhu 0.3 K [27]. Salah satu hasil yang menarik dari data ini adalah adanya ketergantungan yang sangat jelas antara derajat depolarisasi dengan konsentrasi hole (x). Spektra berubah secara sistematis dengan berubahnya x. Depolarisasi spin muon menjadi semakin lemah dengan bertambahnya x tetapi masih memperlihatkan depolarisasi eksponensial pada x = 0.27 dan menghilang pada x = 0.30 seiring dengan menghilangnya superkonduktifitas. Hal ini menunjukkan bahwa stripe-pinning model berlaku pada seluruh range konsentrasi doping pada hole-doped HTSC. Gambar 8. µsr data untuk bahan La 2-xSr xcu 1-yZn yo 4 dengan x = dan y = 0.03 [27] 4.2. Stripe-pinning model pada electron-doped HTSC Pertanyaan apakah stripe-pinning model berlaku juga pada electron-doped HTSC seperti halnya pada hole-doped sistem, menjadi suatu pertanyaan yang menarik untuk dipecahkan [28,29]. Namun demikian, kesulitan dalam pembuatan sample ini menjadi salah satu kendala yang menyebebkan penelitian pada sistem electron-doped ini tidak secepat yang diharapkan. Pada electron-doped cuprates dengan struktur kristal yang disebut T, faktor yang harus diperhatikan untuk mendapatkan superkonduktor dengan kualitas bahan yang baik, selain harus memperhatikan doping elektron, juga harus memperhatikan kandungan Oksigennya [30]. Hal ini disebabkan pada setiap bahan yang dibuat dengan doping elektron yang sudah ditentukan, selalu terdapat kelebihan elektron yang jumlahnya sangat sulit untuk dikontrol. Kelebihan Oksigen ini kemudian harus direduksi dengan cara pemanasan (annealing) pada aliran gas Ar. Percobaan µsr untuk mengetahui apakah stripe-pinning model berlaku juga pada electron-doped HTSC telah dilakukan pada bahan Pr 1-x LaCe x Cu 1-y Zn y O 4+α δ dengan x = 0.14, y = [31]. α adalah kelebihan Oksigen pada saat sebelum annealing dan δ adalah jumlah Oksigen yang direduksi setelah proses annealing. Nilai δ yang diperoleh setelah annealing bervariasi dari 0.01 sampai dengan Gambar 9 memperlihatkan spektra µsr pada bahan Pr 0.86 LaCe 0.14 Cu 1- yzn y O 4+α δ dengan y = dan nilai δ antara 0.04 dan Dari Gambar 9 tersebut, ditemukan bahwa µsr spektra tidak berubah walaupun konsentrasi Zn berubah. Hasil ini sangat berbeda dengan µsr spektra pada hole-doped HTSC dimana konsentrasi Zn berpengaruh pada tingkat keteraturan dari spin Cu [25,26,27,32,33]. Ketidakadaan pengaruh Zn pada spin Cu pada
8 Hole- dan Electron-doped High-T C Superconducting Cuprates data µsr ini dapat dipahami dengan dua kemungkinan: pertama, tidak terdapatnya fluktuasi stripe dari spin dan elektron pada electron-doped HTSC yang berarti tidak berlakunnya strpe-pinning model pada sistem ini [20,34], dan kemungkinan kedua adalah terlalu kuatnya efek momen Pr 3+ dibandingkan dengan jumlah Zn pada bahan tersebut. Kemungkinan kedua ini membuka peluang untuk meneliti bahan electron-doped lain tanpa bahan Pr 3+. Gambar 9. Spektra µsr untuk bahan Pr 0.86LaCe 0.14Cu 1-yZn yo 4+α δ dengan y = dan nilai δ antara 0.04 dan 0.09 [31] Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih Y. Koike, T. Adachi dan anggota grup Koike Laboratory serta grup dari RIKEN dibawah bimbingan I. Watanabe. Sebagian tulisan ini adalah hasil riset selama penulis menyelesaikan studi S-3 di Graduate School of Engineering, Tohoku University, Japan. Daftar Pustaka 1. H. K. Onnes, Liden Comm. (1911) 120b, 122b, 124c. 2. J. R Gavaler, M. A. Janocko, C. K. Jones, J. Appl. Phys 45 (1974) J. G. Bednorz and K. A. Muller, Phys. B 64 (1986) M. K. Wu, J. R. Ashburn, C. J. Torng, P. H. Hor, R. L. Meng, L. Gao, Z. J. Huang, Y. Q. Wang, W. C. Chu, Phys. Rev. Lett 58 (1987) H. Maeda, Y. Takano, M. Fukutomi, T. Asano, Jpn. J. Appl. Phys. 27 (1987) L S. S. Parkin, V. Y. Lee, E. M. Engler, A. I. Nazzal, T. C. Huang, G. Gorman, R. Savoy, R. Beyers, Phys. Rev. Lett 60 (1988) A. Schilling, M. Cntowi, J. D. Guo, H. R. Ott, Nature 363 (1993) Y. Tokura, H. Takagi, S. Uchida, Nature 337 (1989) 345.
9 126 Risdiana 9. H. Takagi, S. Uchida, Y. Tokura, Phys. Rev. Lett 62 (1989) T. Sato, T. Kamiyama, T. Takahashi, K. Kurahashi, K. Yamada, Science 291 (2001) Z. X. Shen, D. S. Dessau, B. O. Well, D. M. King, W. E. Spicer, A. J. Arko, D. Marshall, L. W. Lombardo, A. Kapitulnik, P. Dickinson, S. Doniach, J. DiCarlo, T. Loeser, C. H. Park, Phys. Rev. Lett 70 (1993) J. A. Yarmoff, D. R. Clarke, W. Drude, U. O. Karlsson, A. T. Ibrahimi, F. J. Himpsel, Phys. Rev. B 36 (1987) J. M. Tranquada, S. M. Heald, A. R. Moodenbaugh, F. Liang, M. Croft, Nature 337 (1989) Risdiana, Disertasi doctor Tohoku University (2006) M. Tranquada, J.D. Axe, N. Ichikawa, Y. Nakamura, Phys. Rev. B 54 (1996) K. Yamada, C. H. Lee, K. Kurahashi, Phys. Rev. B 57 (1998) K. Yamada, C. H. Lee, Y. Endoh, Physica C (1997) M. Matsuda, M. Fujita, K. Yamada, Phys. Rev. B 65 (2002) M. Fujita, K. Yamada, H. Hiraka, Phys. Rev. B 65 (2002) K. Yamada, K. Kurahashi, T. Uefuji, M. Fujita, S. Park, S. H. Lee, Y. Endoh, Phys. Rev. Lett 90 (2003) G. Xiao, M. Z. Cieplak, J. Q. Xiao, C. L. Chien, Phys. Rev. B 42 (1990) J. M. Tarascon, E. Wang, S. Kievelson, B. G. Bagley, G. W. Hull, R. Ramesh, Phys. Rev. B 42 (1990) J. M. Tranquada, B. J. Sternlieb, J. D. Axe, Y. Nakamura, S. Uchida, Nature 375 (1995) Y. Koike, A. Kobayashi, T. Kawaguchi, M. Kato, T. Noji, Y. Ono, T. Hikita, Y. Saito, Solid State Commun. 82 (1996) T. Adachi, S. Yairi, Y. Koike, I. Watanabe, K. Nagamine, Phys. Rev. B 70 (2004) (R). 26. T. Adachi, S. Yairi, K. Takahashi, Y. Koike, I. Watanabe, K. Nagamine, Phys. Rev. B 69 (2004) Risdiana, T. Adachi, N. Oki, S. Yairi, Y. Tanabe, K. Omori, Y. Koike, T. Suzuki, I. Watanabe, A. Koda, and W. Higemoto, Phys. Rev. B 77 (2008) Risdiana, T. Adachi, Y. Koike, I. Watanabe, and K. Nagamine, Physica C (2005) Risdiana, T. Adachi, Y. Koike, and I. Watanabe, Physica B (2006) Y. Koike, A. Kakimoto, M. Mochida, H. Sato, T. Noji, M. Kato and Y. Saito, Jpn., J. Appl. Phys. 31 (1992) Risdiana, T. Adachi, N. Oki, Y. Koike, T. Suzuki, I. Watanabe, Physical Review B 82, (2010). 32. Watanabe, T. Adachi, K. Takahashi, S. Yairi, Y. Koike, and K. Nagamine, Phys. Rev. B 65 (2002) (R). 33. T. Adachi, N. Oki, Risdiana, S. Yairi, Y. Koike, and I. Watanabe, Phys. Rev. B 78 (2008) M. Fujita, J. Phys. Chem. Solids 68 (2007) 2035.
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ (ECCO) UNTUK UNDER-DOPED
Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI DOPING CE TERHADAP SIFAT LISTIK MATERIAL EU 2-X CE X CUO 4+Α-Δ PADA DAERAH UNDER-DOPED
Jurnal Material dan Energi Indonesia Vol. 06, No. 02 (2016) 30 36 Departemen Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran PENGARUH KONSENTRASI DOPING CE TERHADAP SIFAT LISTIK MATERIAL EU 2-X CE X CUO 4+Α-Δ PADA
Lebih terperinciPENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR OPTIMUM DOPED DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ
Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR
Lebih terperinciSINTESIS DAN KARAKTERISASI UNDER-DOPED SUPERKONDUKTOR DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ
Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor SINTESIS DAN KARAKTERISASI UNDER-DOPED SUPERKONDUKTOR DOPING ELEKTRON Eu
Lebih terperinciANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ ELECTRON-DOPED
Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 216 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor ANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ
Lebih terperinciSuperkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ
Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Pengaruh Konsentrasi Doping Ce (X) Terhadap Sifat Listik Material Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ under-doped M. Saputri, M. F. Sobari, A. I. Hanifah, W.A. Somantri,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1911 fisikawan Belanda H.Kamerlingh-Onnes menemukan fenomena alam baru yang dinamakan Superkonduktivitas. Pada saat itu Onnes ingin mengukur resistansi listrik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa adanya hambatan atau resistansi (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan
Lebih terperinciBAB IX SUPERKONDUKTOR
BAB IX SUPERKONDUKTOR MATERI SUPERKONDUKTIVITAS 9.1. Superkonduktor suhu kritis rendah. 9.1.1.klasifikasi logam ( isolator, semikonduktor, konduktor,konduktor bagus,superkonduktor) 9.1.2.efek Meissner,suhu
Lebih terperinciJurnal ILMU DASAR, Vol. 8 No. 1, 2007 : xnd x )Cu 3 O 10+δ ) M. Sumadiyasa Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Udayana Bali
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 8 No. 1, 2007 : 1-5 1 Pengaruh Penggantian Ca dengan Nd pada Pembentukan Fase Bi-2223 pada Superkonduktor Sistem (Bi,Pb)-Sr-Ca-Cu-O: (Bi 1.4 Pb 0.6 )Sr 2 (Ca 2-x Nd x )Cu 3 O δ
Lebih terperinciSINTESIS DAN KARAKTERISASI BAHAN ORGANIK SUPERKONDUKTOR β-(bedt-ttf)2i3 DAN β -(BEDT-TTF)2ICl2
Jurnal Material dan Energi Indonesia Vol. 05, No. 01 (2015) 1 6 Departemen Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran SINTESIS DAN KARAKTERISASI BAHAN ORGANIK SUPERKONDUKTOR β-(bedt-ttf)2i3 DAN β -(BEDT-TTF)2ICl2
Lebih terperinciKB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi. Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan
KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan salah satu sifat dari superkonduktor yang paling menarik, yaitu sifat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena sifat resistivitas nol yang dimilikinya dan dapat melayang dalam medan magnet. Kedua sifat
Lebih terperinciNANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU KALSINASI DAN SINTER
NANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU KALSINASI DAN SINTER UTIYA HIKMAH, DARMINTO, MALIK ANJELH B. Jurusan Fisika FMIPA
Lebih terperinciThe DC Electrical Resistivity Curves of Bismuth-2212 Ceramic Superconductors: Evaluation of the Hole-Carrier Concentrations per-cu Ion
The DC Electrical Resistivity Curves of Bismuth-2212 Ceramic Superconductors: Evaluation of the Hole-Carrier Concentrations per-cu Ion Nurmalita* Laboratorium Fisika Material, Fakultas MIPA, Universitas
Lebih terperinciEfek Atmosfer Udara dan Oksigen Terhadap Struktur Kristal dan Kristalografi Material Superkonduktor (Bi0,40Pb0,45)Sr2(Ca0,40Y0,70)Cu2Oz
Efek Atmosfer Udara dan Oksigen Terhadap Struktur Kristal dan Kristalografi Material Superkonduktor (Bi0,40Pb0,45)Sr2(Ca0,40Y0,70)Cu2Oz Zahratul Jannah AR Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Malang,
Lebih terperinciRingkasan Tugas Akhir. : Pengaruh Substitusi Bi Terhadap Spektrum Electron Spin Resonance
Ringkasan Tugas Akhir Nama, NPM : Siti Maryam, 0806326424 Pembimbing : Budhy Kurniawan Judul (Indonesia) : Pengaruh Substitusi Bi Terhadap Spektrum Electron Spin Resonance La 1-x Bi x MnO 3 Melalui Proses
Lebih terperinciPENETRASI FLUKS MAGNETIK AKIBAT PENAMBAHAN LAPISAN CuO2
PENETRASI FLUKS MAGNETIK AKIBAT PENAMBAHAN LAPISAN CuO2 PADA BAHAN SUPERKONDUKTOR BERBASIS KRISTAL HgBa2CaCu2O6+δ Timbangan Sembiring Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lebih terperinciSTUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D
STUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D Dwi Septiani *), Bambang Heru Iswanto, dan Iwan Sugihartono 1 Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Jakarta, Jln. Pemuda No. 10 Rawamangun,
Lebih terperinciOPTIMASI KOMPOSISI MOLAR AWAL OFF-STOIKHIOMETRI PADA SINTESIS SUPERKONDUKTOR SISTEM Bi-2223
Berkala Fisika Indoneia Volume 8 Nomor 1 Januari 2016 OPTIMASI KOMPOSISI MOLAR AWAL OFF-STOIKHIOMETRI PADA SINTESIS SUPERKONDUKTOR SISTEM Bi-2223 Dwi Teguh Rahardjo E-mail: teguhra@yahoo.com, teguhra@gmail.com
Lebih terperinciPEMBUATAN BATANG PELET La 2-2X Sr 1+2X Mn 2 O7 SEBAGAI BAHAN PENUMBUH KRISTAL TUNGGAL
PEMBUATAN BATANG PELET La 2-2X Sr 1+2X Mn 2 O7 SEBAGAI BAHAN PENUMBUH KRISTAL TUNGGAL Agung Imaduddin Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Gd 470 Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15314 E-mail :
Lebih terperinciSIFAT MAGNETIK CAMPURAN Pt1-xMnx (x = 12,5 at. % Mn)
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 4 Oktober 2005 SIFAT MAGNETIK CAMPURAN Pt1-xMnx (x = 12,5 at. % Mn) Jurusan Fisika FMIPA USU Medan Abstract: The properties of magnetism in Pt 1-x Mn x alloys
Lebih terperinciMETODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M
SINTESIS SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag DENGAN METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M0204046 (Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag Superconductor Synthesis with Sol-Gel Method) INTISARI Telah dibuat superkonduktor sistem BSCCO
Lebih terperinciSUPERKONDUKTOR 1. Sejarah Superkonduktor 2. Teori Superkonduktor 2.1. Pengertian Superkonduktor
SUPERKONDUKTOR 1. Sejarah Superkonduktor Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun 1911. Pada tanggal 10 Juli 1908,
Lebih terperinciBackground 12/03/2015. Ayat al-qur an tentang alloy (Al-kahfi:95&96) Pertemuan Ke-2 DIAGRAM FASA. By: Nurun Nayiroh, M.Si
Background Pertemuan Ke-2 DIAGRAM FASA Umumnya logam tidak berdiri sendiri (tidak dalam keadaan murni) Kemurnian Sifat Pemaduan logam akan memperbaiki sifat logam, a.l.: kekuatan, keuletan, kekerasan,
Lebih terperinciThe Effect of Sintering Time on Surface Morfology of Pb-Doped Bi-2223 Oxides Superconductors Prepared by the Solid State Reaction Methods at 840 o C
The Effect of Sintering Time on Surface Morfology of Pb-Doped Bi-2223 Oxides Superconductors Prepared by the Solid State Reaction Methods at 840 o C Evi Yufita dan Nurmalita* Laboratorium Fisika Material,
Lebih terperinciEksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metoda Lelehan
Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metoda Lelehan Indras Marhaendrajaya Laboratorium Fisika Zat Padat Jurusan Fisika FMIPA UNDIP Abstrak Telah dilakukan sintesis superkonduktor BPSCCO-2223
Lebih terperinciHeike Kamerlingkh Onnes 1911 mekanikal kuantum efek Meissner
DEFINISI Ditemukan oleh Heike Kamerlingkh Onnes pada tahun 1911. Merupakan fenomena mekanikal kuantum menjelaskan deskripsi matematika dari dual particle like dan wave like behaviour, serta interaksi antara
Lebih terperinciEksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux
Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol.8, No.2, April 2005, hal 53-60 Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux Indras Marhaendrajaya Laboratorium Fisika Zat Padat Jurusan Fisika
Lebih terperinciPENGARUH DOPAN Pb TERHADAP FRAKSI VOLUME KRISTAL SUPERKONDUKTOR B(P)SCCO-2212
PENGARUH DOPAN Pb TERHADAP FRAKSI VOLUME KRISTAL SUPERKONDUKTOR B(P)SCCO-2212 { THE EFFECT OF Pb DOPANT ON THE VOLUME FRACTION OF B(P)SCCO-2212 SUPERCONDUCTING CRYSTAL } Nurmalita Jurusan Fisika FMIPA
Lebih terperinciSINTESIS BAHAN SUPERKONDUKTOR BiSr 2 CaCu 2 O y (Bi-1212) DENGAN VARIASI DOPAN MELALUI METODE PENCAMPURAN BASAH
Seminar Nasinal Pascasarjana IX ITS, Surabaya 12 Agustus 2009 SINTESIS BAHAN SUPERKONDUKTOR BiSr 2 CaCu 2 O y (Bi-1212) DENGAN VARIASI DOPAN MELALUI METODE PENCAMPURAN BASAH Anis Nur Laili 1 *, Darmint
Lebih terperinciLecture #6. Dioda Semikonduktor (Semiconductor Diode) Rangkaian Peredam Sinyal (Filter) Filter lolos rendah pasif Filter lolos tinggi pasif
Lecture #6 Rangkaian Peredam Sinyal (Filter) Filter lolos rendah pasif Filter lolos tinggi pasif Dioda Semikonduktor (Semiconductor Diode) Basic electronic / Yohandri Contents : Semiconductor Theory P-N
Lebih terperinciPROSES PEMBUATAN MATERIAL SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN METODA PADATAN
PROSES PEMBUATAN MATERIAL SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN METODA PADATAN Lusiana Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Gedung 470, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan E-mail : lusianand@yahoo.com Intisari
Lebih terperinciBab IV. Hasil dan Pembahasan
Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6
Lebih terperinciSINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF
SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF YUNI SUPRIYATI M 0204066 Jurusan Fisika Fakultas MIPA
Lebih terperincipendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta
BAB V DIAGRAM FASE Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu) komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat) : terdiri dari beberapa
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi
Lebih terperinciSINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb
SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb Oleh: Tahta A 1, Darminto 1, Malik A 1 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
Lebih terperinciTINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit
OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) BIDANG KIMIA SUB KIMIA FISIK 16 Mei 2017 Waktu : 120menit Petunjuk Pengerjaan H 1. Tes ini terdiri atas
Lebih terperinciANALISIS HAMBAT JENIS PENAMBAHAN NANO SiC PADA SUPERKONDUKTOR MgB 2 TANPA PERLAKUAN PANAS
ANALISIS HAMBAT JENIS PENAMBAHAN NANO SiC PADA SUPERKONDUKTOR MgB 2 TANPA PERLAKUAN PANAS Sigit Dwi Yudanto*, Agung Imaduddin, Hendrik, Bintoro Siswayanti, Satrio Herbirowo Pusat Penelitian Metalurgi dan
Lebih terperinciPENGGUNAAN HIGH RESOLUTION NEUTRON POWDER DIFFRACTOMETER UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR KRISTAL DAN MAGNETIK SENYAWA La 0,47. Cu y O 3
Akreditasi LIPI Nomor : 395/D/2012 Tanggal 24 April 2012 PENGGUNAAN HIGH RESOLUTION NEUTRON POWDER DIFFRACTOMETER UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR KRISTAL DAN MAGNETIK SENYAWA (0 < y < 0,09) Y. E. Gunanto 1*,A.
Lebih terperinciPENGARUH PERUBAHAN SUHU SINTERING PADA SINTESIS SUPERKONDUKTOR Pb 2 Ba 2 Ca 2 Cu 3 O 9
PENGARUH PERUBAHAN SUHU SINTERING PADA SINTESIS SUPERKONDUKTOR Pb 2 Ba 2 Ca 2 Cu 3 O 9 Dwi Teguh Rahardjo, Sri Budiawanti, Lita Rahmasari Pendidikan Fisika, FKIP, UNS Jl. Ir. Sutami No. 36A, Surakarta
Lebih terperinciXRD ANALYSIS OF Bi-2212 SUPERCONDUCTORS: PREPARED BY THE SELF-FLUX METHOD
Jurnal Natural Vol. 13, No.1, 213 XRD ANALYSS OF Bi-2212 SUPERCONDUCTORS: PREPARED BY THE SELF-FLUX METHOD Nurmalita, Nailul Amani#, Fauzi Jurusan Fisika FMPA, Universitas Syiah Kuala #Email: nailul.usk@gmail.com
Lebih terperinciTembaga 12/3/2013. Tiga fasa materi : padat, cair dan gas. Fase padat. Fase cair. Fase gas. KIMIA ZAT PADAT Prinsip dasar
Jurusan Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) KIMIA ZAT PADAT Prinsip dasar Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Laboratorium Kimia Fisika,, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lebih terperinciSINTESIS SUPERKONDUKTOR SISTEM (Bi,Pb)Sr(Y,Ca)CuO BERFASE 1212 DENGAN METODE PELELEHAN
SINTESIS SUPERKONDUKTOR SISTEM (Bi,Pb)Sr(Y,Ca)CuO BERFASE 1212 DENGAN METODE PELELEHAN M. Sumadiyasa *, Ni N. Rupiasih *, P. Suardana * * Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Lebih terperinciENERGI TOTAL KEADAAN EKSITASI ATOM LITIUM DENGAN METODE VARIASI
Jurnal Ilmu dan Inovasi Fisika Vol 01, No 01 (2017) 6 10 Departemen Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran ENERGI TOTAL KEADAAN EKSITASI ATOM LITIUM DENGAN METODE VARIASI LIU KIN MEN* DAN SETIANTO Departemen
Lebih terperinciSintesis dan Karakterisasi XRD Multiferroik BiFeO 3 Didoping Pb
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-81 Sintesis dan Karakterisasi XRD Multiferroik BiFeO 3 Didoping Pb Tahta A, Malik A. B, Darminto Jurusan Fisika Fakultas Matematika
Lebih terperinciTHE EFFECT OF Pb DOPANT ON THE VOLUME FRACTION OF BSCCO-2212 SUPERCONDUCTING CRYSTAL
Jurnal Natural Vol. 11, No. 2, 2011 THE EFFECT OF Pb DOPANT ON THE VOLUME FRACTION OF BSCCO-2212 SUPERCONDUCTING CRYSTAL Nurmalita Jurusan Fisika FMIPA Universitas Syiah Kuala Email : nurmalitapatra@yahoo.com
Lebih terperinciMETODA FOTO BACK-REFLECTION LAUE UNTUK MENENTUKAN ARAH SUMBU KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 (x=0,4)
METODA FOTO BACK-REFLECTION LAUE UNTUK MENENTUKAN ARAH SUMBU KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 (x=0,4) Agung Imaduddin Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314
Lebih terperinciPENGGUNAAN DOPAN Pb, Ba DALAM SINTESIS BAHAN SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O FASA 1223 MELALUI METODE PENCAMPURAN BASAH
PENGGUNAAN DOPAN Pb, Ba DALAM SINTESIS BAHAN SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-a-u-O FASA MELALUI METODE PENAMPURAN BASAH M Shohib Anwar, dan Darminto Jurusan Fisika FMIPA ITS Kampus ITS Suklilo, Surabaya 60 Email
Lebih terperinciKARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR YBa 2 Cu 3 O 7-x DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR-X MENGGUNAKAN CELREF
KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR YBa 2 Cu 3 O 7-x DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR-X MENGGUNAKAN CELREF DISUSUN OLEH: AHMAD FAJAR PURWANTO M0209003 SKRIPSI JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di berbagai bidang sangat pesat terutama dalam bidang mikroelektronika atau miniaturisasi peralatan elektronik. Mikroelektronika didorong oleh
Lebih terperinciKERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd.
KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd. m.sukar1982xx@gmail.com A. Keramik Bahan keramik merupakan senyawa antara logam dan bukan logam. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan atau ikatan kovalen. Jadi sifat-sifatnya
Lebih terperinciPENGARUH PEMAKAIAN GAS OKSIGEN PADA TAHAP PEMBUATAN MATERIAL Ba-Ca-Cu-O
PENGARUH PEMAKAIAN GAS OKSIGEN PADA TAHAP PEMBUATAN MATERIAL Ba-Ca-Cu-O Agung Imaduddin, Florentinus Firdiyono, Pius Sebleku, Anton Suryantoro, Franciska Pramuji Lestari Pusat Penelitian Metalurgi LIPI
Lebih terperinciKARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2
KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2 Hendri, Elvaswer Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokatalis telah mendapat banyak perhatian selama tiga dekade terakhir sebagai solusi yang menjanjikan baik untuk mengatasi masalah energi maupun lingkungan. Sejak
Lebih terperinciBab 1. Semi Konduktor
Bab 1. Semi Konduktor Operasi komponen elektronika benda padat seperti dioda, LED, Transistor Bipolar dan FET serta Op-Amp atau rangkaian terpadu lainnya didasarkan atas sifat-sifat semikonduktor. Semikonduktor
Lebih terperinciPERGESERAN SUHU KRITIS SUPERKONDUKTOR Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O PADA MEDAN MAGNET TINGGI
PERGESERAN SUHU KRITIS SUPERKONDUKTOR Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O PADA MEDAN MAGNET TINGGI Agung Imaduddin*, Sigit Dwi Yudanto, Bintoro Siswayanti dan Hendrik Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI Gedung 470,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi terus mengalami perkembangan dengan semakin besar manfaat yang dapat dihasilkan seperti untuk kepentingan medis (pengembangan peralatan baru untuk
Lebih terperinciEFEK DOPING Ni DALAM SINTESIS MATERIAL MULTIFERROIK BiFeO3 BERBASIS PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI. Hariyanto
EFEK DOPING Ni DALAM SINTESIS MATERIAL MULTIFERROIK BiFeO3 BERBASIS PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI Hariyanto 1108 100 016 Pembimbing: Prof.Dr. Darminto, M.Sc Malik Anjelh Baqiya, M.Si Jurusan Fisika
Lebih terperinci12/03/2015. Nurun Nayiroh, M.Si
Fasa (P) Fasa (phase) dalam terminology/istilah dalam mikrostrukturnya adalah suatu daerah (region) yang berbeda struktur atau komposisinya dari daerah lain. Nurun Nayiroh, M.Si Fasa juga dapat didefinisikan
Lebih terperinci1. Semikonduktor intrinsik : bahan murni tanpa adanya pengotor bahan lain. 2. Semikonduktor ekstrinsik : bahan mengandung impuritas dari bahan lain
1. Semikonduktor intrinsik : bahan murni tanpa adanya pengotor bahan lain 2. Semikonduktor ekstrinsik : bahan mengandung impuritas dari bahan lain Adalah Semikonduktor yang terdiri atas satu unsur saja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah teknologi pembuatan dan penggunaan material yang memiliki ukuran nanometer dengan skala (1-100 nm). Perubahan ukuran bulk ke nanomaterial mengakibatkan
Lebih terperinciDiagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam
Diagram Fasa Latar Belakang Umumnya logam tidak berdiri sendiri (tidak dalam keadaan murni Kemurnian Sifat Pemaduan logam akan memperbaiki sifat logam, a.l.: kekuatan, keuletan, kekerasan, ketahanan korosi,
Lebih terperinciTUGAS KIMIA UMUM. yang identik dan berbeda untuk unsur yang berbeda
TUGAS KIMIA UMUM Nama : Grandy Anantha Sakti NIM : 21030110141055 http://grandyanantha.wordpress.com/ 1. Which of Dalton s postulates about atoms are inconsistent with later observations? Do these inconsistencies
Lebih terperinciKARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR BSCCO-2223 YANG DISINTESIS DENGAN METODE REAKSI PADATAN
KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR BSCCO-2223 YANG DISINTESIS DENGAN METODE REAKSI PADATAN Disusun Oleh : SARI MAHMUDAH M0207057 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Intan adalah salah satu jenis perhiasan yang harganya relatif mahal. Intan merupakan kristal yang tersusun atas unsur karbon (C). Intan berdasarkan proses pembentukannya
Lebih terperinciPengaruh Waktu Proses Sintering pada Kawat Superkonduktor Bi- Pb-Sr-Ca-Cu-O dengan Selubung Ag Dopan MgO Menggunakan Metode Powder in Tube
Pengaruh Waktu Proses Sintering pada Kawat Superkonduktor Bi- Pb-Sr-Ca-Cu-O dengan Selubung Ag Dopan MgO Menggunakan Metode Powder in Tube Effect of Sintering Time on Superconducting Wire Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O
Lebih terperinciPENENTUAN TEMPERATUR CURIE SENYAWA OKSIDA LOGAM BERSTRUKTUR AURIVILLIUS TIPE CuBi 4 Ti 4 O 15 (CBT) EMPAT LAPIS
PENENTUAN TEMPERATUR CURIE SENYAWA OKSIDA LOGAM BERSTRUKTUR AURIVILLIUS TIPE CuBi 4 Ti 4 O 15 (CBT) EMPAT LAPIS TEMPERATURE CURIE DETERMINATION OF THE CRYSTAL STRUCTURE OF THE FOUR-LAYER AURIVILLIUS OXIDES
Lebih terperinci06 : TRANFORMASI FASA
06 : TRANFORMASI FASA 6.1. Kurva Pendinginan Logam Murni Logam murni dalam keadaan cair, atom-atomnya memiliki gaya tarik menarik yang lemah dan tersusun secara random. Jika logam cair tersebut dibiarkan
Lebih terperinciNANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH
Berkala Fisika Indonesia Volume 4 Nomor 1 & 2 Januari & Juli 2012 NANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH Lydia Rohmawati Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Lebih terperinciLEMBAR PENGESAHAN. Oleh. Sarsiyanti S. Sadapu NIM NIP NIP
LEMBAR PENGESAHAN Jurnal yang berjudul : Pengaruh Substitusi Bi secara Parsial oleh Dopan (A = Ba, Ca, Sr dan Pb) dalam Lapisan [Bi 2 O 2 ] 2+ pada Oksida Aurivillius ABi 4 Ti 4 O 15 Oleh Sarsiyanti S.
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN
Lebih terperinci350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2
Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3
Lebih terperinciT 18 Perhitungan Energi Pengisian pada Sistem Transistor Elektron Tunggal
T 18 Perhitungan Energi Pengisian pada Sistem Transistor Elektron Tunggal Ratno Nuryadi Pusat Teknologi Material, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) BPPT Gedung II Lt. 22. Jl. M.H. Thamrin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. walaupun tanpa adanya sumber tegangan (Rusdi, 2010). Suatu superkonduktor
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Superkonduktor 1. Definisi dan Sejarah Superkonduktor Superkonduktor adalah suatu material yang tidak memiliki hambatan di bawah suatu nilai suhu tertentu. Sehingga superkonduktor
Lebih terperinciPengetahuan Bahan Listrik
Pengetahuan Bahan Listrik (TKE 071103) Superkonduktor Iwan Setiawan Lembah Valley (Silicon Valley) Slamet Valley Petani Silikon! Petani Silikon Oleh Samaun Samadikun Kami adalah petani
Lebih terperinciWhat Is a Semiconductor?
1 SEMIKONDUKTOR Pengantar 2 What Is a Semiconductor? Istilah Konduktor Insulator Semikonduktor Definisi Semua bahan, sebagian besar logam, yang memungkinkan arus listrik mengalir melalui bahan tersebut
Lebih terperinciBAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH
BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)
Lebih terperinciKARAKTERISASI I-V SEMIKONDUKTOR HETEROKONTAK CuO/ ZnO(TiO 2 ) SEBAGAI SENSOR GAS HIDROGEN
KARAKTERISASI I-V SEMIKONDUKTOR HETEROKONTAK CuO/ ZnO(TiO 2 ) SEBAGAI SENSOR GAS HIDROGEN Mardiah dan Elvaswer Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163 e-mail:
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI x=0,35 TERHADAP SIFAT LISTRIK DAN MAGNETIK PADA KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7
PENGARUH KONSENTRASI x=0,35 TERHADAP SIFAT LISTRIK DAN MAGNETIK PADA KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 Agung Imaduddin Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Kawasan Puspiptek Serpong, Gedung 470, Tangerang
Lebih terperinciJ. Aceh Phys. Soc. Vol. 7, No. 2 pp.31-38, 2018 e-issn:
Pengaruh Proses Penarikan (Rolling) Terhadap Suhu Kritis (Tc) dalam Pembuatan Kawat Superkonduktor Ag/Bi 1,6 Pb 0,4 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O 10 dengan Penambahan CNT Effect of Rolling Process on Critical Temperature
Lebih terperinciMODUL 1 KULIAH SEMIKONDUKTOR
MODUL 1 KULIAH SMIKONDUKTOR I.1. LOGAM, ISOLATOR dan SMIKONDUKTOR. Suatu bahan zat padat apabila dikaitkan dengan kemampuannya dalam menghantarkan arus listrik, maka bahan zat padat dibedakan menjadi tiga
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini diulas dalam tiga subbab. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 macam, yaitu SEM-EDS, XRD dan DRS. Karakterisasi
Lebih terperinciMaterial Teknik BAB III: Gerakan Atom pada Benda Padat
Material Teknik BAB III: Gerakan Atom pada Benda Padat GERAKAN ATOM PADA BENDA PADAT Gerakan atom pada benda padat dikenal sebagai DIFUSI Difusi adalah suatu peristiwa untuk menghilangkan perbedaan konsentrasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat telah memaksa riset dalam segala bidang ilmu dan teknologi untuk terus berinovasi. Tak terkecuali teknologi dalam bidang penyimpanan
Lebih terperinciSINTESIS OKSIDA AURIVILLIUS Sr 2 Bi 4 Ti 5 - X Fe X O 18 (x = 0.25; 0,5; 0,75; dan 1)
SINTESIS OKSIDA AURIVILLIUS Sr 2 Bi 4 Ti 5 - X Fe X O 18 (x = 0.25; 0,5; 0,75; dan 1) Rolan Rusli 1), Ismunandar 2) Kelompok Bidang Ilmu Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda
Lebih terperinciSudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. 5-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)
Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 5-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 5 Konfigurasi Elektron Dalam Atom Atom dengan lebih dari satu elektron
Lebih terperinciSTUDI PEMAKAIAN SUPERKONDUKTOR PADA GENERATOR ARUS BOLAK- BALIK
STUDI PEMAKAIAN SUPERKONDUKTOR PADA GENERATOR ARUS BOLAK- BALIK Tantri Wahyuni Fakultas Teknik Universitas Majalengka Tantri_wahyuni80@yahoo.co.id Abstrak Pada suhu kritis tertentu, nilai resistansi dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nano material memiliki sifat mekanik, optik, listrik, termal, dan magnetik yang unik. Sifat sifat unik tersebut tidak ditemukan pada material yang berukuran bulk
Lebih terperincie-mail : arsal_hmi@yahoo.com
STUDI AWAL PROSES PEMOLINGAN DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK BAHAN PIEZOELEKTRIK RAMAH LINGKUNGAN (0,95-x) Bi 0,5 Na 0,5 TiO 3-0,05Ba 0,5 TiO 3 - xbi 0,5 K 0,5 TiO 3 (BNT-BT-BKT) Arsal Chayri Iby 1, Alimin
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup:
PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup: Teknologi Superkomputer dan Teknologi Transmisi Daya Listrik serta Teknologi Kereta Api Berkecepatan Tinggi. Oleh
Lebih terperinciSISTEM PERIODIK UNSUR
SISTEM PERIODIK UNSUR Ilmu kimia Struktur Sifat Reaksi Energi Materi materi materi sifat unsur sistem klasifikasi unsur sistem periodik unsur SEBELUM TAHUN 1800 Hanya diketahui beberapa logam Tahun 3000
Lebih terperinciPENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS
PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS Disusun oleh : HERNA SUSANTI M 0206004 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciPENGARUH DOPING NI TERHADAP RESISTIVITAS SENYAWA LA0.67SR0.33MN1-XNIXO3
DOI: doi.org/10.21009/spektra.012.08 PENGARUH DOPING NI TERHADAP RESISTIVITAS SENYAWA LA0.67SR0.33MN1-XNIXO3 Utami Widyaiswari 1,a), Budhy Kurniawan 1), Agung Imaduddin 2), Sitti Ahmiatri Saptari 3) 1Departemen
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sifat superkonduktivitas bahan ditemukan pertama kali oleh Heike Kammerlingh
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Superkonduktor Sifat superkonduktivitas bahan ditemukan pertama kali oleh Heike Kammerlingh Onnes pada tahun 1911. Pada saat itu, dia sedang mencoba mengamati hambatan jenis (resistivity)
Lebih terperinciSIMULASI TEMPERATUR TRANSISI SUPERKONDUKTOR NdBa 2 Cu 3 O 7-x DENGAN MODEL ASYNNNI TESIS
SIMULASI TEMPERATUR TRANSISI SUPERKONDUKTOR NdBa 2 Cu 3 O 7-x DENGAN MODEL ASYNNNI TESIS MADALI 661374 PROGRAM STUDI ILMU FISIKA PASCASARJANA FMIPA UNIVERSITAS INDONESIA Universitas Indonesia 1 1.1 Latar
Lebih terperinci