KAPASITAS DAYA PEMBANGKITAN 77 MW

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAPASITAS DAYA PEMBANGKITAN 77 MW"

Transkripsi

1 PERANCANGAN HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR (HRSG) DENGAN SISTEM TEKANAN UAP DUA TINGKAT KAPASITAS DAYA PEMBANGKITAN 77 MW SKRIPSI Skripsi yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik RAHMAD SUGIHARTO NIM PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 009

2

3

4

5

6

7

8

9 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdullillah, dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan puji dan syukur yang tak terhingga kepada ALLAH SWT yang telah memberikan kesehatan, kesempatan dan pengetahuan kepada penulis, karena atas rahmat, karunia dan petunjuk-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknis Universitas Sumatera Utara. Adapun tugas sarjana ini diambil dari bidang mata kuliah ketel uap dengan judul Perancangan Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Sistem Tekanan Uap (Dua) Tingkat (Dual Pressure) Kapasitas Daya Pembangkitan 77 MW. Dalam menyelesaikan tugas sarjana ini, penulis banyak sekali mendapat bantuan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak khususnya dari Bapak Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc. selaku dosen pembimbing dan teman teman di Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara, atas bantuan yang diberikan kepada penulis. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada : 1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Suryono dan Ibunda Rasiem yang selalu mendoakan dan memberikan yang terbaik buat penulis.. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan pengetahuan dalam pengerjaan tugas sarjana ini hingga selesai.

10 3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri sebagai Ketua Departemen Teknik Mesin FT USU. 4. Bapak/Ibu dosen yang telah mendidik penulis selama kuliah di Departemen Teknik Mesin. 5. Bapak/Ibu staf pegawai Departemen Teknik Mesin. 6. Nenek Mujinah dan keluarga tercinta, beserta teman teman di mana penulis bertempat tinggal selama kuliah, yang selalu memberikan do a dan dukungan terbaik. 7. Rekan rekan mahasiswa di Teknik Mesin, khususnya Ekstensi Stambuk 007 yang telah banyak mendukung dan membantu penulis selama perkuliahan maupun dalam penyelesaian tugas sarjana ini. 8. Teman teman Caroline Officer yang banyak membantu selama kuliah. Walaupun penulis berusaha sebaik mungkin, namun penulis menyadari banyak kekurangan isi penulisan tugas sarjana ini. Oleh karena itu, penulis memohon maaf dan dengan senang hati berterima kasih jika menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan tugas sarjana ini selanjutnya. Semoga penulisan ini memberikan manfaat sebaik baiknya. Amin. Medan, Nopember 009 Hormat Penulis, Rahmad Sugiharto NIM

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR NOTASI... vi DAFTAR GAMBAR... ix BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penulisan Batasan Masalah Metode Penulisan... 3 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA.1. Pengertian Siklus Kombinasi Siklus Turbin Gas Heat Recovery Steam Generator Komponen Utama HRSG Efisensi Termal HRSG Proses Perpindahan Panas pada HRSG Alat Penukar Kalor Turbin Uap... 1 BAB III : PERHITUNGAN TERMODINAMIKA HRSG 3.1. Spesifikasi Teknis Perancangan Perhitungan Uap Kesetimbangan Energi Kesetimbangan energi pada sistem uap tekanan tinggi (high pressure atau HP) Kesetimbangan energi pada sistem uap tekanan rendah (low pressure atau LP)Evaporator Spesifikasi HRSG yang Direncanakan... 39

12 3.5. Daya yang Dibangkitkan HRSG Efisiensi HRSG BAB IV : UKURAN UKURAN KOMPONEN UTAMA HRSG 4.1. Parameter Perhitungan Pipa HP Superheater Pemilihan Pipa HP Superheater Koefisien Perpindahan Panas di dalam Pipa ( h i ) Koefisien Perpindahan Panas di luar Pipa ( h o ) Efisiensi dan Efektivitas Sirip Tahanan Konduksi pada Pipa HP Superheater Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ( U ) Luas Bidang Pindahan panas Parameter Perhitungan Pipa HP Evaporator Pemilihan Pipa HP Evaporator Koefisien Perpindahan Panas di dalam Pipa ( h i ) Koefisien Perpindahan Panas di luar Pipa ( h o ) Efisiensi dan Efektivitas Sirip Tahanan Konduksi pada Pipa HP Evaporator Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ( U ) Luas Bidang Pindahan panas Parameter Perhitungan Pipa HP Ekonomiser Pemilihan Pipa HP Ekonomiser Koefisien Perpindahan Panas di dalam Pipa ( h i ) Koefisien Perpindahan Panas di luar Pipa ( h o ) Efisiensi dan Efektivitas Sirip Tahanan Konduksi pada Pipa HP Ekonomiser Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ( U ) Luas Bidang Pindahan panas Parameter Perhitungan Pipa LP Superheater Pemilihan Pipa LP Superheater... 97

13 4.4.. Koefisien Perpindahan Panas di dalam Pipa (h i ) Koefisien Perpindahan Panas di luar Pipa (h o ) Tahanan Konduksi pada Pipa LP Superheater Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ( U ) Luas Bidang Pindahan panas Parameter Perhitungan Pipa LP Evaporator Pemilihan Pipa LP Evaporator Koefisien Perpindahan Panas di dalam Pipa ( h i ) Koefisien Perpindahan Panas di luar Pipa ( h o ) Efisiensi dan Efektivitas Sirip Tahanan Konduksi pada Pipa LP Evaporator Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ( U ) Luas Bidang Pindahan panas Parameter Perhitungan Pipa Condensate Preheater Pemilihan Pipa Condensate Preheater Koefisien Perpindahan Panas di dalam Pipa ( h i ) Koefisien Perpindahan Panas di luar Pipa ( h o ) Efisiensi dan Efektivitas Sirip Tahanan Konduksi pada Pipa Condensate Preheater Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ( U ) Luas Bidang Pindahan panas Perhitungan Luas Penampang HRSG Cerobong Asap (chimney) HRSG BAB V : KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

14 DAFTAR NOTASI Notasi Arti Satuan A luas permukaan perpindahan panas m A c luas penampang bagian dalam m A f luas permukaan sirip m A p luas permukaan sirip primer m A h luas total permukaan yang menyerap panas m A a luas penampang aliran m Di diameter dalam pipa m D o diameter luar pipa m D h diameter hidrolik pipa m DN diameter nominal (inch) h entalphi kj/kg h i koefisien konveksi bagian dalam pipa W/m. o C h o koefisien konveksi bagian luar pipa W/m. o C k konduktivitas thermal W/m. o C 1 panjang sirip m L panjang pipa m LMTD beda suhu rata rata logaritma o C m g laju aliran massa gas buang kg/s m u laju aliran massa uap kg/s n jumlah pipa dalam satu baris

15 N N u N f jumlah lintasan bilangan Nusselt jumlah sirip per batang pipa p tekanan bar P daya W P r bilangan Prandtl Q laju perpindahan panas kj/s Re bilangan Reynold r e jari-jari luar pipa bersirip m r i jari jari dalam pipa m r o jari-jari luar pipa m S tegangan tarik ijin Psia SL jarak longitudinal dua buah pipa m ST jarak tranversal dua buah pipa m t tebal pipa m T T g T min temperatur temperatur gas buang beda suhu minimum o C o C o C T max beda suhu maximum o C U koefisien perpindahan panas total W/m. o C V kecepatan m/s V g kecepatan gas m/s V g maks kecepatan gas maksimum rangkuman pipa m/s V u kecepatan uap m/s

16 η f η O efisiensi sirip efektifitas sirip η HRSG efisiensi HRSG % η T efisiensi turbin % µ viskositas dinamik fluida kg/m.s ρ massa jenis fluida kg/ m 3 υ Volume jenis fluida m 3 / kg W P kerja pompa kj/kg γ x perbandingan kalor spesifik kualitas uap

17 DAFTAR GAMBAR No. Gambar Nama Gambar Halaman.1. Instalasi PLTGU 6.. Siklus Gas Terbuka 9.3. Siklus Brayton 9.4. Diagram P V Turbin Gas 9.5. Diagram Alir Air dan Uap HRSG Konstruksi Salah Satu Unit HRSG Buatan SIEMENS di PLTGU PT. PLN (Persero) Sektor Belawan Penukar Kalor Pipa Ganda Perbedaan Jenis Aliran dan Profil Hubungan Temperatur dalam Sebuah Pipa Ganda Alat Penukar Kalor 0.9. Distribusi Temperatur pada Proses Evaporasi Diagram Instalasi Siklus Gabungan 3.1. Profil Diagram Temperatur Gas Buang dan Uap HRSG Siklus Perencanaan HRSG Diagram T S yang Direncanakan Diagram Analisa Kesetimbangan Energi pada Uap Tekanan Tinggi Diagram Analisa Kesetimbangan Energi pada Uap Tekanan Rendah Diagram Kesetimbangan Energi Uap dan Gas Buang Diagram Alir Perancangan Instalasi Gabungan 4

18 4.1. Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada HP Superheater Sketsa Rancangan Pipa pipa HP Superheater Susunan Pipa Selang-Seling pada HP Superheater Luas Penampang Pipa Bersirip pada HP Superheater Grafik Efisiensi Sirip Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada HP Evaporator Sketsa Rancangan Pipa pipa HP Evaporator Susunan Pipa Selang-Seling pada HP Evaporator Luas Penampang Pipa Bersirip pada HP Evaporator Grafik Efisiensi Sirip Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada HP Ekonomiser Susunan Pipa Selang-Seling pada HP Ekonomiser Grafik Efisiensi Sirip Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada LP Superheater Susunan Pipa Selang-Seling pada LP Superheater Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada LP Evaporator Susunan Pipa Selang-Seling pada LP Evaporator Grafik Efisiensi Sirip Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada Condensate Preheater Susunan Pipa Selang-Seling pada CPH Grafik Efisiensi Sirip 134

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan energi khususnya energi listrik terus meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan ekonomi suatu negara. Salah satunya seperti di Indonesia yang merupakan negara ekonomi berkembang dan pertumbuhan penduduk yang semakin besar, merupakan negara dengan konsumsi energi yang semakin meningkat pula. Sumber energi yang paling banyak digunakan di sektor industri dan produksi tenaga listrik di Indonesia adalah minyak bumi dan gas. Minyak bumi dan gas merupakan jenis energi fosil yang tidak dapat diperbaharui yang ketersediaannya semakin berkurang karena penggunaan terus-menerus. Oleh karena itu, pemanfaatan energi harus seefisien mungkin agar menghasilkan manfaat ekonomi dan dapat diterima sebaik-baiknya bagi masyarakat dan lingkungan. Salah satu bentuk efisiensi pemakaian energi di bidang produksi tenaga listrik adalah pada siklus kombinasi Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU). PLTGU adalah gabungan antara Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG) dengan Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU). Efisiensi termal PLTG di bawah 35 %, tetapi dengan adanya siklus gabungan PLTGU ini dapat diperoleh efisiensi termal yang cukup baik yaitu dapat mencapai di atas 50 % (P.K, Nag, hal. 11). Efisiensi termal pada HRSG adalah indikator seberapa baik kemampuan pemaanfaatan panas untuk menghasilkan uap pada suhu dan tekanan yang diminta. Adanya prinsip ekonomi

20 dan biaya bahan bakar membuat pembangkit daya (powerplant) harus beroperasi seefisien mungkin. Panas gas buang dari PLTG biasanya di atas 500 o C. Panas ini dapat dimanfaatkan untuk memproduksi uap yang digunakan sebagai fluida kerja di PLTU. Alat yang digunakan untuk menghasilkan uap tersebut adalah Heat Recovery Steam Generator (HRSG). Pada dasarnya prinsip kerjanya hampir sama dengan ketel uap (boiler) yaitu mengkonversi energi panas bahan bakar dengan memanaskan fluida kerja yaitu air menjadi uap panas bertekanan. Keuntungan penggunaan HRSG yang paling prinsip dibanding boiler umum yang menggunakan pembakar (burner) adalah peningkatan efisiensi karena HRSG memanfaatkan gas buang dari Turbin Gas sebagai sumber kalor sehingga tidak memerlukan bahan bakar dan udara sebagai pemanas. 1.. Tujuan Penulisan Secara umum tujuan penulisan pada skripsi ini adalah untuk merancang satu unit HRSG, di mana uap yang dihasilkan untuk menggerakkan turbin uap. Tujuan secara khusus pada penulisan ini adalah untuk mengetahui performansi HRSG secara teoritis serta menentukan parameter dan dimensi komponen komponen utama HRSG dari suatu HRSG yang dirancang Batasan Masalah Dalam tugas akhir ini dirancang satu unit HRSG yang memanfaatkan gas buang turbin gas dengan daya 130 MW, di mana uap yang diproduksi HRSG digunakan untuk menggerakkan turbin uap. Adapun pembahasannya meliputi :

21 1. Perhitungan termodinamika HRSG.. Perhitungan daya dan efisiensi yang dihasilkan HRSG. 3. Perhitungan ukuran ukuran utama komponen HRSG yaitu ukuran pipa dan bahan pemanas awal kondensat (condensate preheater), LP (low pressure atau tekanan rendah) evaporator, LP superheater, HP (high pressure atau tekanan tinggi) ekonomiser, HP evaporator dan HP superheater. 4. Gambar penampang HRSG Metode Penulisan Metodologi yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut : 1. Survei lapangan, yaitu berupa peninjauan langsung ke lokasi tempat pembangkit berada, yaitu di PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Belawan, Medan.. Studi literatur, yaitu berupa studi kepustakaan, kajian dari buku manual pembangkit, atau artikel yang terkait dari internet. 3. Diskusi, yaitu berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing, staf perusaahan pembangkit dan dosen pembanding yang akan ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara mengenai kekurangan kekurangan di dalam penulisan tugas akhir sarjana ini.

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. Pengertian Siklus Kombinasi Dewasa ini hasil penelitian telah banyak mendapatkan kemajuan dalam melakukan kombinasi pada siklus Brayton (turbin gas) dengan siklus Rankine (tenaga uap) sehingga menjadi siklus gabung atau kombinasi (combined cycle). Siklus gabung adalah suatu siklus yang memanfaatkan gas buang dari turbin gas untuk memanaskan air yang dalam hal ini digunakan ketel atau pembangkit uap (boiler). Pembangkit uap ini dikenal dengan Heat Recovery Steam Generator (HRSG). Prinsip kerja HRSG hampir sama dengan ketel uap pada umumnya, hanya saja media yang digunakan untuk memanaskan air hingga menjadi uap panas lanjut adalah gas panas buangan turbin gas yang masih memiliki temperatur sangat tinggi. Gas buang yang keluar dari turbin gas umumnya adalah di atas 500 o C. Gas buang ini masih mengandung banyak oksigen karena sistem turbin gas menggunakan campuran bahan bakar udara yang miskin. Karena itu dapat digunakan untuk membakar bahan bakar di dalam ruang bakar HRSG. Dengan adanya siklus gabungan tersebut maka diperoleh (dua) keuntungan yaitu menambah daya listrik dan menghemat biaya bahan bakar. Penambahan daya listrik tanpa menambah bahan bakar berarti akan menaikkan efisiensi termal. Besarnya peningkatan efisiensi siklus gabung tergantung dari temperatur air pendingin yang digunakan pada PLTU dan besarnya temperatur gas buang PLTG dan HRSG. Makin dingin temperatur air pendingin dan makin tinggi

23 temperatur gas buang turbin gas serta makin rendahnya temperatur gas buang HRSG sesuai dengan spesifikasi yang diizinkan, maka efisiensinya juga semakin besar. Alasan lain pemilihan PLTGU adalah waktu konstruksi yang cepat sehingga bila ada lonjakan permintaan tenaga listrik yang harus dipenuhi dalam waktu singkat maka dapat dibangun PLTGU secara bertahap. Tahap pertama dibangun PLTG untuk memenuhi lonjakan permintaan, sedangkan HRSG dan PLTU dibangun dan dioperasikan kemudian bila permintaan tenaga listrik sudah meningkat. PLTGU dapat dioperasikan sebagai pembangkit untuk beban puncak maupun beban dasar. Yang perlu dipertimbangkan pada beban puncak adalah waktu start up (mulai operasi) dari PLTGU. PLTG mempunyai waktu start up yang cepat sedangkan PLTU mempunyai waktu start up yang lambat bila dalam kondisi cold start up atau operasi yang dimulai dengan kondisi temperatur fluida yang masih rendah. Sehingga untuk melayani beban puncak perlu beroperasi secara warm start up (pemanasan bertahap). HRSG umumnya mempunyai (dua) drum uap, yaitu 1 (satu) untuk tekanan rendah (low pressure atau LP) dan 1 (satu) lagi untuk tekanan tinggi (high pressure atau HP). HRSG dalam perkembangannya dapat terdiri dari 3 (tiga) drum uap dengan tekanan uap yang berbeda yaitu tekanan tinggi, tekanan menengah (intermediate pressure atau IP) dan tekanan rendah. Peningkatan efisiensi HRSG juga dipengaruhi dengan jumlah tekanan uap yang digunakan. HRSG pada umumnya ada yang menggunakan (dua) atau 3 (tiga) tingkat tekanan, tapi dengan semakin banyaknya jumlah tingkat tekanan,

24 maka biaya investasi semakin besar. Maka dalam pertimbangan hal ini maka umumnya dipilih HRSG dengan tekanan (dua) tingkat. Gambar.1. Instalasi PLTGU Gambar.1. di atas menunjukkan sistem instalasi dari komponen komponen PLTGU di mana HRSG yang digunakan dengan menggunakan tekanan uap (dua) tingkat. Pembangkit daya seperti ini di samping menghasilkan efisiensi yang tinggi dan keluaran daya yang lebih besar, siklus gabung ini bersifat luwes dan dan mudah dioperasikan dengan beban tak penuh, cocok untuk operasi beban dasar dan turbin bersiklus dan mempunyai efisiensi yang tinggi dalam daerah beban yang luas. Kelemahannya berkaitan dengan keruwetannya karena pada dasarnya instalasi ini menggabungkan (dua) teknologi di dalam satu kompleks pembangkit daya. Untuk meningkatkan efisiensi siklus kombinasi, salah satunya adalah dengan meminimalkan panas yang terbuang melalui gas buang. Suhu gas buang pada cerobong atau bagian akhir HRSG harus serendah mungkin. Walau

25 demikian, suhu tersebut tidak boleh terlalu rendah sehingga uap air akan mengembun pada dinding cerobong. Hal ini penting bagi bahan bakar yang mengandung sulfur dimana pada suhu rendah akan mengakibatkan korosi titik embun sulfur. Oleh karena bahan bakar PLTG adalah gas alam dan sebagai cadangan biasanya menggunakan minyak bakar (HSD). Dari buku manual HRSG ketika survei, diperoleh informasi kandungan SO pada gas buang kecil sekali yaitu hanya sekitar < 0,049 %. Selain itu untuk meningkatkan efisiensi siklus adalah dengan menaikkan temperatur masuk udara ke turbin gas atau dengan mengurangi temperatur kondensasi pada turbin uap. Dalam tugas sarjana berupa perancangan ini, dipilih siklus gabungan dengan regenerasi karena siklus ini lebih efisien digunakan jika dibandingkan dengan siklus gabungan lainnya dalam menghasilkan daya listrik dengan menggunakan masing masing 1 (satu) unit turbin gas dan (dua) turbin uap yaitu turbin uap tekanan tinggi dan tekanan rendah. Di samping itu, adanya pemanasan air umpan atau regenerasi akan lebih mengefektifkan kerja HRSG. HRSG yang dirancang menghasilkan uap yang terdiri dari (dua) tekanan yaitu tekanan tinggi (high pressure atau HP) dan tekanan rendah (low pressure atau LP). Adapun komponen utama HRSG adalah pemanas awal kondensat (condensate preheater atau CPH), LP evaporator, LP Drum, LP superheater, HP ekonomiser, HP evaporator, HP drum dan HP superheater.

26 .. Siklus Turbin Gas Turbin gas merupakan alat yang mengonversi energi kimia bahan bakar menjadi energi energi mekanis melalui proses pembakaran, kemudian energi mekanis tersebut dikonversi oleh generator menjadi energi listrik. Turbin gas bekerja dengan siklus Brayton) dan fluida kerjanya adalah gas. Sistem turbin gas yang paling sederhana terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yaitu : kompresor, ruang bakar dan turbin, dengan susunan seperti pada gambar.3. Prinsip kerja sistem ini adalah udara atmosfer masuk ke dalam kompresor yang berfungsi menghisap dan menaikkan tekanan udara tersebut, sehingga temperaturnya akan naik. Kemudian udara bertekanan tinggi itu masuk ke dalam ruang bakar. Di dalam ruang bakar disemprotkan bahan bakar ke dalam arus udara tersebut, sehingga terjadi proses pembakaran. Proses pembakaran tersebut berlangsung pada tekanan konstan, sehingga bisa dikatakan bahwa ruang bakar hanyalah digunakan untuk menaikkan temperatur udara. Gas pembakaran yang bertemperatur tinggi itu kemudian masuk ke dalam turbin gas di mana energinya dipergunakan untuk memutar sudu turbin. Sebanyak ± 60 % dari daya yang dihasilkan turbin digunakan untuk memutar kompresornya sendiri, sisanya baru digunakan untuk memutar generator. Siklus ideal ini terdiri dari (dua) proses isobar yang terjadi di ruang bakar dan proses pembuangan gas bekas, serta (dua) proses isentropik yang terjadi pada kompresor dan ekspansi gas pada turbin.

27 Bahan Bakar Ruang Bakar 3 G Kompresor 1 Udara Atmosfer SIKLUS GAS Turbin Gas 4 Gambar.. Siklus Gas Terbuka Gambar.3. Siklus Brayton Gambar.4. Diagram P V Turbin Gas

28 hal 156): Jalannya proses dapat diterangkan sebagai berikut (Frietz Dietzell, 199, 1 : Merupakan proses kompresi isentropik dalam kompresor, kondisi 1 adalah udara atmosfer. Temperatur udara hasil kompresi T dapat diketahui dari hubungan : dengan : T = T 1. γ 1 r γ p r p = rasio tekanan P /P 1 γ = perbandingan panas spesifik pada tekanan konstan dan panas spesifik pada volume konstan, untuk udara γ = 1,4 3 : Proses penambahan panas pada tekanan konstan dalam ruang bakar. Panas yang ditambahkan pada ruang bakar adalah : Q in = C p (T 3 T ) 3 4 : Proses ekspansi isentropik dalam turbin. Temperatur gas keluar T 4 dihitung dengan hubungan : T 4 = T 3 1 r p γ 1 γ 4 1 : Merupakan proses pelepasan kalor ke lingkungan pada tekanan konstan. Besarnya kalor yang dilepas dihitung dengan rumus : Q out = C p (T 4 T 1 ) Kerja netto turbin (W net ) merupakan kerja berguna yang dihasilkan turbin setelah kerja ekspansi dikurangi dengan kerja kompresi. Besar kerja netto turbin adalah :

29 W net = W T W K = (h 3 h 4 ) (h h 1 ) Daya netto turbin merupakan daya keluaran turbin (daya yang dibutuhkan generator) setelah memperhatikan kerugian-kerugian, maka daya netto turbin (P.K Nag, 00) adalah : P net = ṁ g. W T ṁ g. W K Efisiensi siklus merupakan perbandingan antara jumlah kalor yang efektif dengan kalor yang dimasukkan ke sistem (Yunus A. Cengel, 1979), yaitu : η siklus = W Q net net = (h 3 h ) (h 4 - h 1 ) / (h 3 h ) = 1 h4 h1 h3 h.3. Heat Recovery Steam Generator (HRSG) Heat Recovery Steam Generator (HRSG) pada umumnya terdiri dari beberapa seksi seksi yaitu pemanas awal kondensat (kondensat preheater), ekonomiser, evaporator dan superheater Komponen-komponen Utama HRSG Adapun komponen utama dan fungsi bagian bagian HRSG antara lain : 1. Pemanas awal kondensat (condensate preheater atau CPH) Pemanas awal kondensat berfungsi memanaskan air yang berasal dari kondensat keluaran turbin uap, kemudian air yang sudah dipanaskan ini dialirkan dan dikumpulkan ke tangki air umpan. Umumnya pemanas awal

30 kondensat ini diletakkan di bagian paling atas sekali dari posisi pipa pipa pemanas yand ada dan diikuti oleh pipa pipa lainnya.. Ekonomiser Ekonomiser adalah elemen HRSG yang berfungsi untuk memanaskan air umpan sebelum memasuki drum ketel dan evaporator sehingga proses penguapan lebih ringan dengan memanfaatkan gas buang dari HRSG yang masih tinggi sehingga memperbesar efisiensi HRSG karena dapat memperkecil kerugian panas yang dialami HRSG. Air yang masuk pada evaporator sudah pada temperatur tinggi sehingga pipa-pipa evaporator tidak mudah rusak karena perbedaan temperatur yang tidak terlalu tinggi. Keuntungan lain dari ekonomiser adalah air yang akan masuk ke dalam evaporator pada temperatur tinggi sehingga untuk menguapkannya hanya dibutuhkan panas yang sedikit untuk proses penguapan, sehingga luas bidang yang dipanaskan atau heating surface dari evaporator bisa lebih sedikit akibatnya ukuran dari HRSG bisa lebih kecil, oleh karena itu biaya produksi HRSG bisa lebih diperkecil. Maka kesimpulan dari keuntungan penggunaan ekonomiser adalah : a) Biaya perawatan (maintenance cost) menjadi lebih murah. b) Efisiensi termal dapat diperbesar. c) Biaya operasi menjadi lebih hemat atau lebih ekonomis. d) Harga investasi HRSG menjadi lebih murah. 3. Evaporator Evaporator merupakan elemen HRSG yang berfungsi untuk mengubah air hingga menjadi uap jenuh. Pada evaporator dengan adanya pipa penguap

31 akan terjadi pembentukan uap. Pada evaporator biasanya kualitas uap sudah mencapai 0,8 0,98, sehingga sebagian masih berbentuk fase cair. Evaporator akan memanaskan uap air yang turun dari drum uap panas lanjut yang masih dalam fase cair agar berbentuk uap sehingga bisa diteruskan menuju superheater. Perpindahan panas yang terjadi pada evaporator adalah film pool boiling di mana air yang dipanaskan mendidih sehingga mengalami perubahan fase menjadi uap jenuh. Jenis evaporator ada (dua) jenis yaitu evaporator bersirkulasi alami (bebas) dan evaporator bersirkulasi paksa (dengan pompa). 4. Superheater Superheater atau pemanas lanjut uap ialah alat untuk memanaskan uap jenuh menjadi uap panas lanjut (superheat vapor). Uap panas lanjut bila digunakan untuk melakukan kerja dengan jalan ekspansi di dalam turbin atau mesin uap tidak akan mengembun, sehingga mengurangi kemungkinan timbulnya bahaya yang disebabkan terjadinya pukulan balik (back stroke) yang diakibatkan mengembunnya uap belum pada waktunya sehingga menimbulkan vakum di tempat yang tidak semestinya di daerah ekspansi. Selain komponen komponen utama HRSG di atas, HRSG juga dilengkapi peralatan bantu lainnya yang fungsinya sangat menunjang kinerja HRSG, antara lain drum uap dan cerobong asap. Drum sebagai wadah yang berfungsi memisahkan campuran air uap dan keluarannya berupa uap jenuh kering (steam saturated steam) yang kemudian dialirkan ke superheater. Cerobong asap berfungsi sebagai laluan yang membantu tarikan gas buang ke atmosfer.

32 CPH LP eva LP LP sup UAP LP HP eko HP eva HP HP sup UAP HP Gas Buang Gambar.5. Diagram Alir Air dan Uap HRSG Keterangan gambar.5 : CPH = condensate preheater eko = ekonomiser eva = evaporator sup = superheater

33 Gambar.6. Konstruksi Salah Satu Unit HRSG Buatan SIEMENS di PLTGU PT. PLN (Persero) Sektor Belawan.3.. Efisiensi Termal HRSG Dalam suatu sistem, analisis berpusat pada daerah dimana materi dan energi mengalir melaluinya. Perhitungan efisiensi termal HRSG yang menggunakan (dua) tekanan (tinggi dan rendah) dapat dilakukan dengan membandingkan laju aliran energi yang digunakan untuk menguapkan air menjadi uap panas lanjut atau superheated ( Q. h ) baik pada uap tekanan tinggi maupun uap

34 tekanan rendah dan laju aliran energi yang terkandung dalam gas buang ( Q. ) dari sistem PLTG yang berguna dalam HRSG, dirumuskan (lit. 10) : η = Q. Q x 100 % h. eg Besarnya energi panas yang terkandung dalam gas buang turbin gas yang eg diberikan kepada HRSG (. Q eg ) dapat diketahui dengan persamaan berikut ini :.. Q eg = meg cp ( T T ) eg i o dengan : T i T o = temperatur gas buang dari turbin gas (K) = temperatur gas buang ke lingkungan (K). m = laju aliran massa gas buang (kg/detik) eg cp eg = panas spesifik gas buang (kj/kg.k) Sedangkan laju aliran energi panas yang dibutuhkan air menjadi uap ( Q. h ) dapat dicari dengan menggunakan persamaan Q. eg tersebut. Pada persamaan di atas diasumsikan : 1. Sistem dalam kondisi tunak (steady state).. Perubahan laju aliran energi potensial dan laju aliran energi kinetik diabaikan. 3. Adanya kerja yang masuk ke sistem, maka persamaannya menjadi (lit.10) :. Q = h... m LP. hlp + m HP. hhp m FW. h FW dengan : ṁ LP = laju aliran massa uap tekanan rendah (low pressure) (kg/detik)

35 h LP = entalphi uap tekanan rendah (kj/kg) ṁ HP = laju aliran massa uap tekanan tinggi (high pressure) (kg/detik) h HP = entalphi uap tekanan tinggi (kj/kg) ṁ FW = laju aliran massa air umpan (kg/detik) h FW = entalphi air umpan (kj/kg).3.3. Proses Perpindahan Panas pada HRSG Perpindahan panas adalah perpindahan energi thermal dari temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Perpindahan panas yang terjadi di dalam HRSG praktis hanya melalui proses kombinasi konveksi dan konduksi saja, tidak ada lagi proses radiasi karena HRSG tidak lagi berhadapan dengan lidah api. Perpindahan panas konduksi yang terjadi di dalam HRSG yaitu panas dirambatkan atau dihantarkan oleh molekul-molekul dinding pipa yang berbatasan dengan aliran gas buang turbin gas kemudian panas dirambatkan menuju dinding pipa air bagian dalam. Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas yang dilakukan oleh molekul-molekul suatu fluida (cair ataupun gas). Perpindahan panas secara konveksi dibedakan menjadi (dua) jenis perpindahan panas yaitu konveksi bebas dan konveksi paksa. Konveksi bebas (free convection) terjadi bila molekul-molekul fluida yang bergerak disebabkan perbedaan kerapatan massa jenis (densiti) di dalam fluida itu sendiri, sedangkan pada konveksi paksa (force convection), molekul-molekul fluida tersebut bergerak atau mengalir sebagai

36 akibat kekuatan mekanis (misalnya dipompa atau dihembus fan) dan setiap kondisi alirannya berbeda..4. Alat Penukar Kalor Alat penukar kalor (heat exchanger) adalah suatu alat yang berfungsi sebagai tempat penukaran panas di antara dua fluida yang berbeda temperatur atau penukaran panas yang terjadi dari temperatur tinggi ke rendah atau sebaliknya tanpa ada pencampuran antara satu fluida dengan fluida lainnya. Penggunaan alat penukar kalor untuk industri pembangkit tenaga misalnya pada HRSG dan PLTU adalah seperti condensate preheater, ekonomiser, evaporator, superheater dan kondensor. Gambar.7. Penukar Kalor Pipa Ganda Pada gambar.7. di atas, salah satu fluida mengalir di dalam tabung yang lebih kecil, sedangkan fluida yang satu lagi mengalir di dalam ruang anulus di antara kedua tabung, fluidanya dapat mengalir dalam aliran arah sejajar (parallel flow) maupun aliran lawan arah (counter flow), dan profil suhu untuk kedua kasus itu ditunjukkan pada gambar.8. di bawah ini. Perpindahan kalor dalam susunan pipa ganda ini yaitu :

37 . Q = U A T m dengan : U = koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m. o C) A = luas permukaan perpindahan kalor yang sesuai dengan definisi U T m = beda suhu rata-rata yang tepat untuk digunakan dalam penukar kalor Perpindahan kalor yang sebenarnya (actual) dapat dihitung dari energi yang dilepaskan oleh fluida panas atau energi yang diterima oleh fluida dingin, (J.P. Holman, 1998, hal. 498) yaitu : Untuk aliran sejajar :. q = m c ( T T ) = m c ( T T ) h h h in Untuk aliran lawan arah :. h out. c c c out c in q = m c ( T T ) = m c ( T T ) h h h in h out. c c c in c out Perpindahan kalor maksimumnya dapat dinyatakan sebagai :. ( min q maks = mc) ( T h T ) in c in Fluida minimum boleh yang panas dan boleh pula yang dingin, bergantung dari laju aliran massa dan kalor spesifik.

38 Gambar.8. Perbedaan Jenis Aliran dan Profil Hubungan Temperatur dalam Sebuah Pipa Ganda Alat Penukar Kalor T m = ( T [ T T ) / ( T T )] ln ( H out H out T C in C in ) ( T H in H in T C out ) C out (J.P. Holman, 1998, hal. 491) Persamaan ini dapat digunakan untuk aliran lawan arah. Maka dapat dikatakan LMTD adalah beda suhu pada satu ujung penukar kalor dikurangi beda suhu pada ujung yang satu lagi dibagi logaritma alamiah dari perbandingan kedua suhu tersebut. Pada proses penguapan evaporasi dan pengembunan (kondensasi) satu fluida tidak mengalami perubahan suhu, walaupun perpindahan panas telah berlangsung di antara kedua fluida. Hal ini disebabkan kalor yang diterima dan yang dilepas oleh fluida (kalor laten) tidak digunakan untuk menaikkan

39 temperatur tetapi digunakan untuk mengubah fase fluida. Distribusi temperatur evaporasi dapat dilihat pada gambar.9. dibawah ini : Gambar.9. Distribusi Temperatur pada Proses Evaporasi a. Distribusi temperatur aliran sejajar b. Distribusi temperatur aliran silang Maka beda suhu rata rata logaritmik ( T m ) adalah : T m = ( T [ T T ) / ( T T )] ln ( H in H in T C in C in ) ( T H out H out T C out ) C out.. (J.P. Holman, 1998, hal 491).5. Turbin Uap Gas buangan dari gas masuk ke HRSG untuk mengubah air umpan menjadi uap kering yang akan digunakan untuk memutar sudu sudu turbin uap hingga dapat memutar beban dalam hal ini generator listrik. Beberapa parameter rancangan yang penting berkaitan dengan turbin uap adalah tekanan uap masuk turbin. Mengambil tekanan uap masuk lebih tinggi akan menguntungkan, karena

40 ukuran sudu sudu turbin akan menjadi lebih kecil, namun tekanan yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan efisiensi akan menurun. Parameter lain yang penting dari turbin uap adalah tekanan kondensor, dalam hal ini turbin uap dan kondensor akan disesuaikan dengan HRSGnya. HRSG yang menggunakan tekanan uap (dua) tingkat, turbin uap yang digunakan juga dapat dibuat bertingkat yaitu turbin uap tekanan tinggi dan turbin uap tekanan rendah. Uap yang keluar dari turbin uap tekanan tinggi, suhu dan tekanannya dirancang sama seperti uap yang baru dihasilkan dari superheater tekanan rendah sehingga uap keduanya bertemu dan memutar turbin tekanan rendah. CPH Tangki Air Umpan LP eva LP HRSG LP sup HP eko HP eva HP SIKLUS UAP HP LP G Bahan Bakar HP sup Turbin Uap kondensor Ruang Bakar Pompa Air Umpan G Kompresor SIKLUS GAS Udara Atmosfer Turbin Gas Gambar.10. Diagram Instalasi Siklus Gabungan

41 BAB III PERHITUNGAN TERMODINAMIKA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR 3.1. Spesifikasi Teknis Perancangan Parameter rancangan mengenai Heat Recovery Steam Generator (HRSG) pada perencanan ini mengacu pada data hasil survei yang dilakukan di PT. PLN (Persero) Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara Sektor Belawan. Adapun spesifikasi data data yang diperoleh dari hasil survei yang akan digunakan untuk perencanaan perancangan HRSG adalah : a. Daya maksimum turbin gas : 130 MW b. Bahan Bakar : gas alam c. Temperatur lingkungan : 30 o C d. Tekanan lingkungan : 1,013 bar e. Aliran massa gas buang : 565,9 kg/detik f. Temperatur gas buang (beban dasar) : 576,3 o C g. Enthalpi gas buang : 608,548 kj/kg h. Tekanan gas buang : 1,1143 bar 3.. Perhitungan Uap Temperatur uap yang akan dihasilkan harus disesuaikan dengan temperatur gas buang. Perbedaan temperatur yang terkecil antara (dua) aliran gas dengan uap, yang biasa disebut dengan titik penyempitan (pinch point) x 1,

42 y 1, x dan y, (gambar 3.1) untuk alasan kontrol keselamatan (P.K. Nag, 00). x 1 HP superheater y T ( o C) HP evaporator 1 x HP ekonomiser LP superheater LP evaporator y CPH (condens. preheater) Laju Pindahan Panas (MW) Gambar 3.1. Profil Diagram Temperatur Gas Buang dan Uap HRSG Temperatur gas buang yang masuk ke HP superheater diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar % karena adanya kerugian yang terjadi pada saluran dari saluran keluar gas buang turbin gas ke superheater (P.K. Nag, 00). Maka temperatur gas buang masuk superheater dapat diperkirakan yaitu : T masuk superheater = T gas buang turbin gas x 98 % = 576,3 o C x 0,98 = 565,7 o C Sesuai dengan di atas, temperatur uap yang akan dihasilkan HP superheater dengan pinch point 35 o C adalah : T uap HP superheater = 565,7 o C 35 o C = 530,7 o C

43 Dengan memperhitungkan adanya kehilangan panas sepanjang penyaluran uap dari HRSG hingga masuk ke turbin uap sebesar 3 % (P.K. Nag, 00), maka temperatur uap masuk turbin HP adalah : T uap masuk turbin HP = 0,98 x 530,7 o C = 50,08 o C = 50 o C (diambil) Temperatur uap yang dihasilkan oleh LP superheater yang direncanakan adalah 00 o C, maka penurunan temperatur uap yang akan masuk ke turbin uap LP adalah : T uap masuk turbin LP = 0,98 x 00 o C = 196 o C g CPH 3 Tangki Air Umpan LP eva f 4 LP P e HRSG LP sup d HP eko c HP eva b HP sup a Gas Buang P = 1,1143 bar h = 596,36 kj/kg 5 00 o C HP 9 530,7 o C o C 50 o C HP LP G Turbin Uap kondensor 1 10 P1 Gambar 3.. Siklus Perencanaan HRSG

44 Turbin uap yang digunakan adalah turbin uap dengan kondensasi, di mana hasil ekspansi turbin uap akan dikondensasikan pada kondensor. Besarnya tekanan uap hasil ekspansi masuk kondensor menurut (Frietz Dietzell, 199) adalah di bawah tekanan atmosfer, yaitu berkisar pada (0,04 0,1 bar). Dalam hal ini, media pendingin yang akan digunakan adalah air dengan suhu sekitar 30 o C. Temperatur hasil uap hasil ekspansi turbin masuk kondensor direncanakan di atas 4 o C (dari tabel dengan tekanan 10 kpa, Tsat = 45,81 o C). Parameter yang lain mengenai turbin uap, yaitu derajat kebasahan yang dapat diterima sehubungan dengan terjadinya erosi pada sudu, adalah sekitar di atas 17 %, yang artinya kualitas uap masuk kondensor (keluar turbin) sebesar 83 % (P.K. Nag., 00). Dengan mempertimbangkan keamanan sudu turbin, pada perencanaan ini kualitas uap masuk kondensor diambil 83 %. Dari data di atas : T masuk turbin HP P masuk kondensor = 50 o C = 0,1 bar X (kualitas uap) = 83 % η T = 85 % Maka dari diagram Mollier diperoleh P maks (tekanan masuk turbin HP) sebesar 68 bar. Dengan mempertimbangkan adanya penurunan tekanan sepanjang penyaluran uap mulai dari HRSG hingga masuk turbin sekitar 5 % (P.K. Nag, 00), maka dalam perencanaan ini tekanan uap HP superheater yaitu : P uap kelua HP superheater = 100 / 95 x 68 bar = 71,57 bar Tekanan uap masuk ke turbin uap LP dirancang 6,7 bar, dengan mempertimbangkan adanya penurunan tekanan sepanjang penyaluran uap mulai

45 dari HRSG hingga masuk turbin sebesar 5 %, maka dalam perencanaan ini tekanan uap keluar LP superheater yaitu : P uap keluar LP superheater = 100 / 95 x 6,7 bar = 7 bar Sehingga dalam perancangan ini direncanakan : 1. Temperatur gas masuk HP superheater = 565,7 o C. Uap yang dihasilkan HP superheater a. Temperatur = 530,7 o C b. Tekanan = 71,57 bar 3. Kondisi uap HP superheater masuk turbin a. Temperatur = 50 o C b. Tekanan = 68 bar 4. Uap yang dihasilkan LP superheater a. Temperatur = 00 o C b. Tekanan = 7 bar 5. Kondisi uap LP superheater masuk turbin a. Temperatur = 196 o C b. Tekanan = 6,7 bar 6. Kondisi uap hasil ekspansi turbin dan keluar kondensor a. Temperatur = 45,81 o C b. Tekanan = 0,1 bar

46 T ( o C) 9 9' HP 5 5' 3 4 LP ' S (kj/kg.k) Gambar 3.3. Diagram T S yang Direncanakan Di bawah ini adalah keadaan di setiap titik proses aliran air dan uap yang direncanakan di mana parameter temperatur dan enthalpi dapat diperoleh dari tabel uap atau dapat juga diperoleh dari kalkulator uap di website Keadaan titik 1 : P 1 h 1 v 1 T 1 = 0,1 bar = 191,83 kj/kg = 0, m 3 /kg = 45,81 o C

47 Keadaan titik : W pompa = v 1. (P P 1 ) = 0, m 3 /kg. (700 10) kpa = 0,697 kj/kg h = W p + h 1 = (191,83 + 0,878) kj/kg = 19,57 kj/kg T = 45,86 o C Keadaan titik 3 : P 3 h 3 v 3 T 3 = 7 bar = h f = 697, kj/kg = 0, m 3 /kg = 164,9 o C Keadaan titik 4 : P 4 h 4 = 7 bar = h g = 763,5 kj/kg Keadaan titik 5 : P 5 T 5 h 5 = 7 bar = 00 o C = 844,4 kj/kg Keadaan titik 5 (kondisi masuk turbin LP) : T 5 P 5 h 5 = 196 o C = 6,7 bar = 836,86 kj/kg

48 Keadaan titik 6 : W pompa = v 3. (P 6 P 3 ) = 0, m 3 /kg. ( ) kpa = 7,154 kj/kg h 6 = W p + h 3 = (7, ,) kj/kg = 704,374 kj/kg T 6 = 165,79 o C Keadaan titik 7 : P 7 h 7 T 7 = 71,57 bar = h f = 174,79 kj/kg = 87,35 o C Keadaan titik 8 : P 8 h 8 = 71,57 bar = h g = 769,88 kj/kg Keadaan titik 9 : T 9 P 9 h 9 = 530,7 o C = 71,57 bar = 3554,1 kj/kg Keadaan titik 9 : P 9 T 9 h 9 = 68 bar = 50 o C = 3460,744 kj/kg

49 Keadaan titik 10 (kondisi ideal) : P 10 = 0,1 bar h f = 191,83 kj/kg dan h fg = 39,8 kj/kg X (kualitas uap) = 0,83 Maka : h 10 = h f + x. h fg = (191,83 + (0,83 x 39,8) kj/kg = 177,854 kj/kg Keadaan titik 10 (kondisi aktual) : P 10 = 0,1 bar η T = 85 % η T = h h 5' 5' h h 10' 10 h 10 = h 5 [ η T. (h 5 h 10 ) ] = 836,86 kj/kg [ 0,85. (836,86 177,854) kj/kg ] = 76,7 kj/kg 3.3. Kesetimbangan Energi Laju aliran massa uap dapat diperoleh dari hukum kesetimbangan kalor, di mana : Q uap = Q gas Kesetimbangan energi pada sistem uap tekanan tinggi (HP) Q uap = Q gas ṁ u (h 9 h 7 ) = ṁ g (h a h c )

50 c HP eva 8 7 b HP sup 9 a Gambar 3.4. Diagram Analisa Kesetimbangan Energi pada Uap Tekanan Tinggi Keterangan gambar 3.4. : a = gas buang masuk HP superheater c = gas buang melewati HP evaporator Titik 7 8 = Kondisi pada HP evaporator Titik 8 9 = Kondisi pada HP superheater Kondisi titik c (gas buang melewati HP evaporator) : T c = T o C = 87, o C = 3,35 o C h c = 33,86 kj/kg h (enthalpi) gas buang diambil dari tabel sifat sifat udara atau dapat diperoleh pada kalkulator sifat gas buang di m dengan memasukkan temperatur yang diperoleh dari hasil perencanaan dan massa kandungan gas buang (dalam %) dari hasil survei yaitu : N = 7,44 O = 15,175 CO = 5,337 H O = 5,833 AR = 1,11 SO = -

51 Kondisi titik a (gas buang masuk melewati superheater) : T a = 565,7 o C h a = 596,36 kj/kg Maka laju aliran uap tekanan tinggi (HP) dapat diperoleh sebesar : ṁ u = =. m( h ( h 9 a h h 7 c ) ) 565,9 kg / s (596,36 33,86) kj / kg (3554,1 174,79) kj / kg = 67,65 kg/s a. HP superheater Uap panas lanjut yang dihasilkan HP superheater, yaitu pada tekanan 71,57 bar dan temperatur 530,7 o C. Maka kalor yang diserap pada HP superheater adalah : Q uap = ṁ u (h 9 h 8 ) = 67,65 kg/s. (3554,1 769,88) kj/kg = 53060,06 kj/s = 53060,06 kw Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan gas buang (Q gas ) adalah sebesar 53060,06 kw. Q gas = ṁ g (h in h out ) 53060,06 kw = 565,9 kg/s. (596,36 kj/kg h out ) h out = 50,59 kj/kg T out = 483,36 o C Maka temperatur gas buang keluar HP superheater adalah 483,36 o C dan gas buang akan masuk ke HP evaporator.

52 b. HP evaporator Pada tekanan 71,57 bar, dari tabel sifat uap jenuh diperoleh temperatur air mendidih pada 87,3 o C. Air akan mengalami penguapan pada HP evaporator. Besarnya kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan air adalah : Q uap = ṁ u (h 8 h 7 ) = 67,65 kg/s. (769,88 174,79) kj/kg = 10114,83 kw Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan gas buang (Q gas ) adalah sebesar 10114,83 kw. Q gas = ṁ g (h in h out ) 10114,83 kw = 565,9 kg/s. (50,59 kj/kg h out ) h out = 33,86 kj/kg T out = 3,34 o C Maka temperatur gas buang keluar HP evaporator adalah 3,34 o C dan gas buang akan masuk ke HP ekonomiser. c. HP ekonomiser Air yang masuk ke HP ekonomiser adalah air yang telah dipanaskan dari pemanas awal kondensat (condensate preheater atau CPH) kemudian dipompakan hingga tekanan 71,57 bar kemudian dipanaskan di HP ekonomiser hingga suhu 87,35 o C. Jumlah kalor yang dibutuhkan yaitu : Q uap = ṁ u (h 7 h 6 ) = 67,65 kg/s. (174,79 659,97) kj/kg = 4159,573 kw

53 Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan gas buang (Q gas ) adalah sebesar 4159,573 kw. Q gas = ṁ g (h in h out ) 4159,573 kw = 565,9 kg/s. (33,86 kj/kg h out ) h out = 50,35 kj/kg T out = 54,47 o C Maka temperatur gas buang keluar HP ekonomiser adalah 54,47 o C dan gas buang akan masuk ke LP superheater Kesetimbangan energi pada sistem uap tekanan rendah (LP) Q uap = Q gas ṁ u (h 5 h 3 ) = ṁ g (h d h f ) f LP eva 4 3 e LP sup 5 d Gambar 3.5. Diagram Analisa Kesetimbangan Energi pada Uap Tekanan Rendah Keterangan gambar 3.4. : d = gas buang masuk melewati LP superheater f = gas buang melewati LP evaporator Titik 3 4 = Kondisi pada LP evaporator Titik 4 5 = Kondisi pada LP superheater

54 Kondisi titik f (gas buang melewati LP evaporator) dengan pinch point yang diambil adalah 16,5 o C : T f = T ,5 o C = 164,9 + 16,5 o C = 181,4 o C h f = 17,4 kj/kg Kondisi titik d (gas buang masuk LP superheater) : T d = 54,47 o C h d = 50,35 kj/kg Maka laju aliran uap tekanan rendah (LP) dapat diperoleh sebesar : ṁ u = =. m( h ( h 5 d h h 3 f ) ) 565,9 kg / s (50,35 17,4) kj / kg (844,4 697,) kj / kg = 0,54 kg/s a. LP superheater Uap panas lanjut yang dihasilkan LP superheater, yaitu pada tekanan 7 bar dan temperatur 00 o C. Maka kalor yang diserap pada LP superheater adalah : Q uap = ṁ u (h 5 h 4 ) = 0,54 kg/s. (844,4 763,5) kj/kg = 1658,07 kw Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan gas buang (Q gas ) adalah sebesar 1658,07 kw.

55 Q gas = ṁ g (h in h out ) 1658,07 kw = 565,9 kg/s. (50,35 kj/kg h out ) h out = 47,95 kj/kg T out = 5,4 o C Maka temperatur gas buang keluar LP superheater adalah 5,4 o C dan gas buang akan masuk ke LP evaporator. b. LP evaporator Pada tekanan 7 bar, dari tabel sifat uap jenuh diperoleh temperatur air mendidih pada 164,9 o C. Air akan mengalami penguapan pada LP evaporator. Besarnya kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan air adalah : Q uap = ṁ u (h 4 h 3 ) = 0,54 kg/s. (763,5 697,) kj/kg = 4441,39 kw Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan gas buang (Q gas ) adalah sebesar 4441,39 kw. Q gas = ṁ g (h in h out ) 4441,39 kw = 565,9 kg/s. (47,95 kj/kg h out ) h out = 17,43 kj/kg T out = 181,4 o C Maka temperatur gas buang keluar LP evaporator adalah 181,4 o C dan gas buang akan masuk ke pemanas awal kondensat (condensate preheater atau CPH).

56 c. Condensate Preheater (CPH) Air yang masuk ke Condensate Preheater (CPH) adalah uap air buangan turbin uap yang telah dikondensasikan di kondensor kemudian air tersebut dipompakan hingga tekanan 7 bar kemudian dipanaskan di CPH hingga suhu 164,9 o C. Jumlah kalor yang dibutuhkan yaitu : Q uap = ṁ u (h 3 h ) = (67,65 + 0,54) kg/s x (697, 19,57) kj/kg = 44508,875 kw Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan gas buang (Q gas ) adalah sebesar kw. Q gas = ṁ g (h in h out ) 44508,875 kw = 565,9 kg/s. (17,43 kj/kg h out ) h out = 93,778 kj/kg T out = 107 o C Maka temperatur gas buang keluar CPH adalah 107 o C dan gas buang akan dibuang melalui cerobong.

57 T ( o C) b a 9 c 7 d e f HP 4 g LP 1 10 S (kj/kg.k) Gambar 3.6. Diagram Kesetimbangan Energi Uap dan Gas Buang 3.4. Spesifikasi HRSG yang Direncanakan Dari perhitungan dan beberapa penentuan yang menjadi parameter pertimbangan dalam rancangan HRSG ini, maka spesifikasi rancangannya yaitu : 1. Sumber panas HRSG adalah gas buang dari 1 (satu) unit turbin gas, yaitu : - temperatur gas buang masuk HRSG : 565,7 o C - laju aliran massa gas buang masuk HRSG : 565,9 kg/s. Jenis HRSG yang dirancang adalah HRSG dengan pipa air sirkulasi alami.

58 3. Uap yang dihasilkan HRSG dirancang dengan menggunakan tekanan uap (dua) tingkat (HP dan LP), yaitu : Uap HP : temperatur tekanan laju aliran : 530,7 o C : 71,57 bar : 67,65 kg/s Uap LP : temperatur tekanan laju aliran : 00 o C : 7 bar : 0,54 kg/s 4. Temperatur gas buang masuk ke tiap titik komponen HRSG : HP superheater HP evaporator HP ekonomiser LP superheater LP evaporator Condensate Preheater (CPH) Cerobong : 565,7 o C : 483,36 o C : 3,4 o C : 54,47 o C : 5,4 o C : 181,4 o C : 107 o C 3.5. Daya yang Dibangkitkan Turbin Uap Berdasarkan uap yang dihasilkan HRSG, maka daya yang dihasilkan turbin uap (aktual) adalah : P T HP = η T. ṁ u. (h 9 h 5 ) = 0,85 x 67,65 kg/s x (3460, ,86) kj/kg = 35874,889 kw

59 P T LP = η T. ṁ u. (h 5 h 10 ) = 0,85 x (67,65 + 0,54) kg/s x (836,86 76,7) kj/kg = 41990,433 kw P T total = P T HP + P T LP = (35874, ,433) kw = kw = 77 MW Maka daya total yang dibangkitkan HRSG (HP + LP) adalah sebesar 77 MW Efisiensi HRSG Effisiensi HRSG dihitung dengan persamaan : panas yang dim anfaatkan η HRSG = x100% panas masuk Panas yang dimanfaatkan = Q HP Superheater + Q HP Evaporator + Q HP Ekonomiser + Q LP Superheater + Q LP Evaporator + Q CPH = (53060, , , , , ,875) kw = 84403,798 kw Panas masuk = m g. hg = 565,9 kg/s x 608,548 kj/kg = ,313 kw Sehingga diperoleh : 84403,798 η HRSG = x 100 % ,313. = 0,858 = 8,58 % Maka efisiensi HRSG yang diperoleh adalah sebesar 8,58 %.

60 107 o C CPH Tangki Air Umpan 181,4 o C LP eva LP 5,4 o C LP sup 54,47 o C HP eko 3,34 o C HP eva 483,36 o C HP sup 565,7 o C T = 00 o C, P = 7 bar HP T = 530,7 o C P = 71,57 bar T = 50 o C P = 68 bar HP LP G Turbin Uap kondensor T = 196 o C P = 6,7 bar Gas Buang P = 1,1143 bar h = 596,36 kj/kg Gambar 3.7. Diagram Alir Perancangan Instalasi Gabungan

61 BAB IV UKURAN UKURAN KOMPONEN UTAMA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR 4.1. Parameter Perhitungan Pipa HP Superheater HP superheater adalah pipa pipa pemanas yang berfungsi untuk memanaskan uap yang berasal dari drum uap HP menjadi uap panas lanjut. HP superheater ini terletak pada bagian bawah sekali dari susunan komponen alat penukar kalor yang ada pada HRSG. Sistem perpindahan panasnya adalah sistem konveksi berlawanan arah, di mana uap mengalir dari atas ke bawah sementara gas buang mengalir dari bawah ke atas. Pada sistem perpindahan panas konveksi berlawanan arah, luas perpindahan panas yang dibutuhkan akan lebih kecil bila dibandingkan dengan sistem konveksi satu arah, karena untuk kondisi kapasitas dan temperatur yang sama besarnya, harga beda suhu rata rata logaritma (LMTD) pada sistem konveksi berlawanan arah adalah lebih kecil dari pada konveksi searah. Besarnya luas permukaan perpindahan panas yang dibutuhkan diperoleh dari persamaan berikut : A = Q U.( LMTD) (J.P. Holman, 1998, hal. 490) dengan : A = luas permukaan perpindahan kalor yang sesuai dengan definisi U (m ) Q = besarnya perpindahan kalor (J/s) U = koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m. o C)

62 LMTD = beda suhu rata-rata logaritma ( o C) Besarnya harga LMTD sistem perpindahan panas pada HP superheater ini adalah seperti ditunjukkan pada gambar berikut : T o C 565,7 T 8 Tg B 530,7 483,36 87,35 L (m) T 9 Tg A Gambar 4.1. Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada HP Superheater Di mana sebelumnya telah diperoleh : T 9 = temperatur uap masuk HP superheater = 87,35 o C T 10 = temperatur uap keluar HP superheater = 530,7 o C Tg A = temperatur gas buang masuk HP superheater = 565,7 o C Tg B = temperatur gas buang keluar HP superheater = 483,36 o C Maka : LMTD = Tmax T Tmax ln T min min. (F.P. Incropera, 1981, hal. 510) T 1 = Tg B T 8 = 483,36 o C 87,35 o C = 196,01 o C

63 T = Tg A T 9 = 565,7 o C 530,7 o C = 35 o C T 1 sebagai T max dan Maka T sebagai T min. Maka diperoleh harga LMTD : LMTD = ,01 C 35 C 0 196,01 C ln 0 35 C = 93,45 o C Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : 1 = U h 1 1 A A c h 1 +A h. R W + η 0. h 0 (F.P. Incropera, 1981, hal. 505) dimana : h i = Koefisien konveksi dalam pipa (W/m. o C) A c / A h = Perbandingan luas pipa bagian dalam dengan luas pipa yang menyerap kalor A h. R W = Tahanan konduksi pipa HP superheater (m. o C/W) h o = Koefisien konveksi gas buang (W/m. o C) η o = Efektivitas sirip bagian luar Pemilihan Pipa HP Superheater Pipa HP superheater dalam hal ini direncanakan menggunakan pipa baja dengan diameter kecil. Diambil ukuran pipa dari ukuran standar pipa untuk baja

64 schedule 40 dengan diameter nominal ( DN ) 1½ bertujuan agar pembentukan uap dapat berlangsung lebih cepat. Maka diambil ukuran-ukuran pipa sebagai berikut : D o : Diameter luar = 1,9 in = 0,048 m Di : Diameter dalam = 1,61 in = 0,04089 m t : Tebal pipa = 0,145 in = 0, m Untuk menentukan banyaknya jumlah pipa yang dibutuhkan sesuai dengan laju aliran uap dan diameter pipa yang direncanakan, maka diambil suatu batasan sebagai berikut : Panjang pipa aktif yang berhubungan dengan pipa-pipa = 7 m (dengan memperhitungkan standar panjang pipa yang ada) Jarak antara dua buah pipa = D o = 0,048 m Panjang pipa perbatang = 14,64 m Penentuan panjang pipa berdasarkan pemilihan dari panjang pipa yang sering digunakan (Tunggul S., 1975, hal. 14). Maka sket perancangan pipa HP superheater dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 4.. Sketsa Rancangan Pipa pipa HP Superheater

65 Sehingga jumlah pipa-pipa HP superheater yang dibutuhkan adalah : n = panjang pipa ST + 1 = ,096 = 74 batang dalam 1 (satu) baris Dengan ST adalah jarak antara dua titik pusat pipa. Untuk dapat menjamin kekuatan pipa HP superheater khususnya dalam menahan tekanan yang terjadi di dalam pipa, maka kekuatan material pipa yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus : S P. D o P... (Vincent Cavaseno, 1979). t di mana : P = Tekanan yang terjadi pada pipa, dalam hal ini sebesar 71,57 bar = 1037,7651 psia S = tegangan tarik yang diijinkan (psia) S 1037,765 x1,9 1037,765 x 0,145 S 680,675 psia Sehingga dengan tegangan yang diperoleh diatas, dipilih material yang memliki tegangan ijin (S) diatas 680,675 psia dalam suhu maksimum yang terjadi. Dari tabel bahan pipa (lampiran 7) direncanakan material pipa yang digunakan adalah terbuat dari Seamless Alloy Steel (SA 135, 5Cr 1/Mo) di mana pada temperatur 1100 o F masih memiliki tegangan ijin sebesar psi, jadi cukup aman untuk digunakan pada HP superheater dengan suhu maksimum yang terjadi 1049,99 o F.

66 4.1.. Koefisien Perpindahan Panas di Dalam Pipa ( h i ) Koefisien perpindahan panas dalam pipa ( h i ) seharusnya ditentukan pada temperatur film. Dalam hal ini dapat juga ditentukan pada kondisi temperatur uap rata-rata HP superheater ( T u = 409 o C ) pada tekanan 71,57 bar. Dari tabel sifatsifat air pada berbagai tekanan dan temperatur, setelah diinterpolasi diperoleh data-data sebagai berikut : 4 μ =, kg/m.s k = 0,0644 W/m. o C Pr = 1,068 Kecepatan aliran uap pada HP superheater dihitung sebagai berikut : V u =. mu. V n. A 1. (Sorensen, 1983, hal. 339) dengan : V u = Kecepatan aliran uap dalam pipa (m/s) ṁ u n = laju aliran uap = 67,65 kg/s = jumlah pipa HP superheater = 74 batang v = Volume jenis uap, dihitung atas dasar volume jenis uap rata rata pada HP superheater dengan tekanan 71,57 bar v = v 8 + v 9 ; di mana : v 8 = 0,0676 m 3 /kg v 9 = 0,04943 m 3 /kg v = 0, ,04943 = 0, m 3 /kg ρ = 1/v = 6,5 kg/m 3

67 Maka diperoleh harga kecepatan uap sebesar : 67,65 x 0, V u = 74 x ( π / 4) x (0,04089) = 6,5 m/s Diperolehnya kecepatan uap dalam pipa sebesar 6,5 m/s masih dalam batas kecepatan uap maksimum yang diijinkan untuk uap yaitu sebesar 50 m/s (MJ. Djokostyardjo, 1990, hal. 186). Besarnya koefisien pindahan panas dianalisa berdasarkan harga bilangan Reynold yaitu : R e = ρ. V. u Di µ.. (Bayazitoglu, 1988, hal. 34) dengan : ρ = Massa jenis uap pada HP superheater (kg/ m 3 ) μ = Viskositas dinamik uap (kg/m.s) D i = Diameter dalam (m) Maka : R e = ρ.v. µ u Di 6,5 x 6,5 x 0,04089,577 x10 = 5 = 11,048 x 10 5 Aliran yang terjadi adalah turbulen, R e > 4000 (JP. Holman, 1998), maka h i dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : h i = N.K u D i.. (Bayazitoglu, 1988, hal. 83) Bilangan Nussselt dapat dihitung dengan : N u = 0,03 R 0,8. 0,4 e P r

68 = 0,03 x (11,048 x 10 5 ) 0,8 x (1,068) 0,4 = 1613,63 dengan : k = 0,644 W/m. o C D i = 0,04089 m Maka : h i = 1613,63 x 0,0644 0,04089 = 540,77 W/m o C Koefisien Pindahan Panas di Luar Pipa (h o ) Susunan pipa yang dirancang adalah susunan selang-seling. Seperti pada gambar di bawah ini : SL SD ST A1 A Gambar 4.3. Susunan Pipa Selang-Seling pada HP Superheater di mana :

69 S T = Jarak transversal (transverse pitch) (m) S L = Jarak longitudinal (longitudinal pitch) (m) S D = Jarak diagonal (m) A 1 = Jarak antara buah pipa secara transversal (m) A = Jarak antara buah pipa secara diagonal (m) Direncanakan S T = S L =. D o = 0,096 m Untuk mendapatkan besarnya koefisien konveksi, terlebih dahulu ditentukan sifat-sifat gas buang. Sifat-sifat gas buang seharusnya dievaluasi pada temperatur film, dapat juga dievaluasi pada temperatur rata-rata gas buang, yaitu : T g = 565, ,36 = 54,53 o C = 797,53 K Untuk mencari sifat sifat gas buang dapat diperoleh dari website dengan memasukkan komposisi dan temperatur gas buang, atau sifat sifat gas buang dapat juga disamakan dengan sifat-sifat udara (tabel sifat sifat udar), dalam hal ini sifat sifat gas buang yang diperoleh adalah dari yaitu : k = 0,0555 W/m.K μ = 3, kg/m.s ρ = 0,4437 kg/m 3 Pr = 0,689 Cp = 1,1388 kj/kg.k Maka dapat dihitung kecepatan gas maksimum (V g maks ) pada rangkuman pipa pada gambar 4.3, maka kecepatan maksimum dapat terjadi pada A 1 dan A. o Apabila pada A 1, maka :

70 T V g maks =. V ( ) g S T S D o (Incropera, 1981, hal. 344) o Apabila pada A, maka : V g maks = ST g ( S D ) D o. V.. (Incropera, 1981, hal. 344) o V g maks terjadi pada A apabila : S D < S T + D o S D = 0,5 ST S L + < ST D o... (Incropera, 1981, hal. 344) 0,096 0,5 0,096 + < 0,096 0,048 0, > 0,04 Maka dapat disimpulkan V gmaks terjadi pada A 1 : T V g maks =. V ( ) g S T S D o di mana : V g = Kecepatan gas masuk pada rangkuman pipa diukur pada temperatur gas buang masuk rangkuman pipa V g = m g ρ. S. n. L g. T dengan : ṁ g : laju aliran gas buang = 565,9 kg/s ρ g : massa jenis gas buang pada T gas buang masuk = 565,7 o C adalah sebesar 0,41 kg/m 3

71 S T n L : jarak dua buah pipa = 0,096 m : banyak pipa 1 baris = 74 batang : panjang pipa 1 batang = 14,64 m Maka : V g = 565,9 0,41 x 0,096 x74 x14,64 = 1,9 m/s Maka dapat diperoleh kecepatan gas maksimum (V g maks ) sebesar : 0,096 0,096 0,048 V g maks = x1, 9 ( ) = 5,84 m/s Sehingga Bilangan Reynold maksimum untuk gas buang adalah : R e = ρ. V. D gmaks h µ dengan : R e : Bilangan Reynold ρ : Massa jenis gas pada suhu rata-rata (kg/m 3 ) D h : Diameter hidrolik pipa (m) μ : Viskositas dinamik pada suhu rata-rata (kg/m.s) di mana : D h = l f. 4. A a.. (W.M. Kays, 1984, hal. 8) A h di mana : 1 f : jarak dua buah pipa = 0,084 m

72 dan : A a : luas penampang aliran (m ) A h : luas total permukaan yang menyerap panas (m ) h o = N.k u D h. (Bayazitoglu, 1988, hal. 83) dengan : N u : bilangan Nusselt k : konduktivitas gas buang (W/m o C) Pada perancangan pipa-pipa HPsuperheater ini, dirancang menggunakan sirip untuk menyediakan luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan, ukuran sirip terlihat pada gambar di bawah ini. 0,00046 m ro ri re l 1 m di mana : Gambar 4.4. Luas Penampang Pipa Bersirip pada HP Superheater r i : jari-jari dalam pipa r o : jari-jari luar pipa = 0,0 m = 0,04 m 1 : panjang sirip = 0,009 m r e : jari-jari pipa bersirip = 0,033 m

73 δ : tebal sirip = 0,00046 m n f : jumlah sirip = 89 sirip/m Penentuan panjang, tebal dan jumlah sirip diperoleh dari lampiran, maka dapat dicari : o Luas permukaan sirip (A f ) π A f ( De Do ) = 4 + π. De. δ. N di mana : A f : Luas permukaan sirip (m ) D e : Diameter sirip = 0,066 m D o : Diameter luar pipa = 0,048 m f δ : Tebal sirip = 0,00046 m N f : Jumlah sirip dalam panjang pipa Maka diperoleh luas permukaan sirip sebesar :. π. 0,066 0,048 4 A f ( ) = + π.0,066.0, = 0,959m dalam 1 meter panjang pipa o Luas permukaan primer (A p ) A p = π. D o ( L δ. N f ) N t Dimana : N t : 1, untuk 1 batang pipa A P [ 0,048( 1 0, ) ]1. = π. = 0,13075 m untuk 1 meter panjang pipa o Luas total permukaan pipa yang menyerap panas untuk 1 meter panjang pipa (A h ) dan A h = A f + A p

74 di mana : A h : luas total permukaan pipa yang menyerap panas (m ) A f : luas permukaan sirip (m ) A p : luas primer (m ) Maka luas total permukaan pipa yang menyerap panas diperoleh sebesar : A h = 0, ,13075 = 1,08975 m o Perhitungan Diameter Hidraulik (D h ) : Luas penampang area (A a ) merupakan luas penampang tanpa sirip dalam 1 meter dikurangi luas sirip dalam 1 meter. A a = ( S D ) L ( 1. δ. N ) T o = (0,096 0,048) x1 x (0,009 x 0,00046 x 89) = 0,0456 m Maka dapat diperoleh harga diameter hidrolik (D h ) : f D h = 0,096 x 4 x 0,046 1,08975 = 0,016 m dalam 1 m panjang pipa Sehingga Bilangan Reynold : 0,41 x 5,84 x 0,016 R e = 5 3,64 x10 = 4784, < R e < Maka rumus mencari bilangan Nusselt adalah : N u = 1,13. C 1. R e m. Pr 1/3. (Incropera, 1981, hal. 344) di mana :

75 N u = Bilangan Nusselt R e = Bilangan Reynold Pr = Bilangan Prandtl Harga konstanta C 1 dan m diperoleh dari tabel korelasi Grimson (lampiran 1) yang bergantung pada harga S L /D o dan S T /D o dari susunan pipa yang direncanakan. S D L o S D T o 0,096 = = 0,048 0,096 = = 0,048 Dari tabel diperoleh : C 1 = 0,48 dan m = 0,556, maka diperoleh harga bilangan Nusselt : N u = 1,13 x 0,48 x (4784,09) 0,556 x (0,689) 1/3 = 53,477 Maka dapat dicari koefisien pindahan panas diluar pipa (h o ) : h o = = Nu.k Dh x 0, ,016 = 185,66 W/m. o C

76 Efisiensi dan Efektivitas Sirip Untuk mencari efesiensi sirip dapat digunakan dengan menggunakan grafik efisiensi sirip (Incropera, 1981, hal. 108) seperti pada gambar 4.5. di bawah ini. Gambar 4.5. Grafik Efisiensi Sirip Dari data-data sirip pada perhitungan sebelumnya maka dapat dihitung : L C = = 1+ δ 0, ,009 + = 0,0093 m r c = = δ r e + 0, ,033+ = 0,0333 m

77 Ap = L C.δ = (0,0093 x 0,00046) m = 0, m r c = ro 0, 04 0,0333 = 1,3846 Lc 3/ (h o / k.ap) 1/ di mana : k = konduktivitas bahan pipa (Lampiran 9) diperoleh = 1,33 W/m. o C 0,0093 3/ 1, ,66 5 0, x x = 1,7 Dari grafik diperoleh harga efesiensi sirip ( η f ) setelah diinterpolasi diperoleh η f = 50,5 % Perbandingan luas bagian dalam pipa dengan luas total permukaan pipa yang menyerap panas dalam 1 meter (A c /A h ) : A A c h π. Di. L = 1,08975 = π.0, ,08975 = 0,1179 Efektivitas sirip : A f ηo = 1 1 η f A h ( ) 0,959 = 1 1,08975 x (1 0,505) = 0,565

78 Tahanan Konduksi pada Pipa HP Superheater Tahanan konduksi pada pipa superheater (A h. R w ) A. R h w = Do D i In Di Ac. k Ah = 0,0486 0,04089 x In 0,04089 x 1,33 x 0,1179 Tahanan Konduksi pada Pipa HP Superheater = 0, m. o C/W Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dihitung dari persamaan berikut, yaitu : = + Ah. RW + U A h c ηo. h i A h o 1 U = , ,77 x 0,1179 0,565 x185,66 U = 70,34 W/m. o C Luas Bidang Pindahan Panas di mana : Luas bidang pindahan panas diperoleh dengan rumus sebelumnya yaitu : A = Q U.(LMTD) A = luas permukaan perpindahan kalor (m )

79 Q = panas yang diserap HP superheater, pada perhitungan sebelumnya diperoleh = W U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh = 70,34 W/m. o C LMTD = Beda suhu rata rata logaritma = 93,45 o C Maka : A = ,34 x93,45 = 807,1 m Lintasan yang dibutuhkan untuk menyerap panas dengan jumlah 74 batang pipa dalam 1 baris : di mana : A N = n. Ah.1 N = jumlah lintasan A = luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan = 807,1 m A h = luas total permukaan pipa yang menyerap panas = 1,08975 m n = jumlah pipa per baris = 74 batang/baris 1 = panjang pipa per batang = 14,64 m Maka : N = 807,1 74 x1,08975 x14,64 = 6,83 lintasan = 7 Lintasan Maka jumlah pipa yang dibutuhkan HP superheater adalah 7 x 74 = 518 Batang. 4.. Parameter Perhitungan Pipa HP Evaporator HP Evaporator adalah pipa pipa pemanas yang berfungsi untuk menguapkan air dari keadaan cair jenuh menjadi uap jenuh. Air jenuh berasal dari drum, dan akibat dari perbedaan massa jenis yang diakibatkan pemanasan maka terjadi sirkulasi, dan uap akan kembali ke drum. Drum uap di sini berfungsi

80 memisahkan antara air dan uap jenuh karena diakibatkan perbedaan massa jenis tadi. Uap jenuh kemudian dialirkan ke pipa HP superheater. Sistem perpindahan panas pada HP evaporator adalah sistem konveksi searah, di mana air mengalir dari bawah ke atas demikian juga gas buang. Gas buang yang dimanfaatkan pada komponen ini berasal dari gas buang yang keluar dari HP superheater. Distribusi temperatur dan arah aliran fluida serta besarnya harga LMTD yang dihasilkan pada HP evaporator ditunjukkan pada gambar 4.6 di bawah ini. T o C 483,36 T 8 Tg C 3,4 87,35 87,35 L (m) T 7 Tg B Gambar 4.6. Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada HP Evaporator Di mana sebelumnya telah diperoleh : T 8 = temperatur uap masuk HP evaporator = 87,35 o C T 9 = temperatur uap keluar HP evaporator = 87,35 o C Tg B = temperatur gas buang masuk HP evaporator Tg C = temperatur gas buang keluar HP evaporator = 483,36 o C = 3,4 o C Maka : LMTD = Tmax T Tmax ln T min min. (F.P. Incropera, 1981, hal. 510)

81 T 1 = Tg C T 7 = 3,4 o C 87,35 o C = 34,89 o C T = Tg B T 8 = 483,36 o C 87,35 o C = 196,01 o C T 1 sebagai T min dan Maka T sebagai T max. Maka diperoleh harga LMTD : LMTD = 0 196,01 C 34, ,01 C ln 0 34,89 C 0 C = 93,35 o C Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut atas dasar bidang luas pipa, yaitu : 1 = U h 1 1 A A c h 1 +A h. R W + η 0. h 0 (F.P. Incropera, 1981, hal. 505) dimana : h i = Koefisien konveksi dalam pipa (W/m. o C) A c / A h = Perbandingan luas pipa bagian dalam dengan luas pipa yang menyerap kalor A h. R W = Tahanan konduksi pipa HP evaporator (m. o C/W) h o = Koefisien konveksi gas buang (W/m. o C) η o = Efektivitas sirip bagian luar

82 4..1. Pemilihan Pipa HP Evaporator Pipa HP evaporator dalam hal ini direncanakan menggunakan pipa baja dengan diameter lebih besar dari pipa HP superheater. Diambil ukuran pipa dari ukuran standar pipa untuk baja schedule 40 dengan diameter nominal (DN). Maka diambil ukuran ukuran pipa HP evaporator sebagai berikut : D i : diameter dalam =,067 in = 0,055 m D o : diameter luar =,375 in = 0,0603 m t : tebal pipa = 0,154 in = 0,0039 m Untuk menentukan banyaknya jumlah pipa yang dibutuhkan sesuai dengan laju aliran uap dan diameter pipa yang direncanakan, maka diambil suatu batasan seperti yang ada pada HP superheater : Panjang pipa aktif yang berhubungan dengan pipa-pipa = 7 m (dengan memperhitungkan standar panjang pipa yang ada) Jarak antara dua buah pipa = D o = 0,0603 m Panjang pipa perbatang = 14,64 m Penentuan panjang pipa berdasarkan pemilihan dari panjang pipa yang sering digunakan (Tunggul S., 1975, hal. 14). Maka sket perancangan pipa HP evaporator dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 4.7. Sketsa Rancangan Pipa pipa HP Evaporator

83 Sehingga jumlah pipa-pipa HP evaporator yang dibutuhkan adalah : n = panjang pipa ST + 1 = 7 0, = 59 batang dalam 1 (satu) baris Dengan ST adalah jarak antara dua titik pusat pipa. Untuk dapat menjamin kekuatan pipa HP evaporator khususnya dalam menahan tekanan yang terjadi di dalam pipa, maka kekuatan material pipa yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus : S P. D o P... (Vincent Cavaseno, 1979). t di mana : P = Tekanan yang terjadi pada pipa, dalam hal ini sebesar 71,57 bar = 1037,7651 psia S = tegangan tarik yang diijinkan (psi) S 1037,765 x, ,765 x 0,154 S 7483,36 psi Sehingga dengan tegangan yang diperoleh diatas, dipilih material yang memliki tegangan ijin (S) diatas 7483,36 psi dalam suhu maksimum yang terjadi. Dari tabel bahan pipa (lampiran 7) direncanakan material pipa yang digunakan adalah terbuat dari Seamless Alloy Steel (SA 176, 18Cr 8Ni) di mana pada temperatur 1000 o F masih memiliki tegangan ijin sebesar psi, jadi cukup aman untuk digunakan pada HP evaporator dengan suhu maksimum yang terjadi 90,04 o F.

84 4... Koefisien Perpindahan Panas di Dalam Pipa ( h i ) Koefisien perpindahan panas dalam pipa ( h i ) seharusnya ditentukan pada temperatur film. Dalam hal ini dapat juga ditentukan pada kondisi temperatur uap rata-rata HP evaporator ( T u = 87,35 o C ) pada tekanan 71,57 bar. Dari tabel sifatsifat air pada berbagai tekanan dan temperatur, setelah diinterpolasi diperoleh data-data sebagai berikut : μ k = 8, kg/m.s = 0,4713 W/m. o C Pr = 0,969 Kecepatan aliran uap pada HP evaporator dihitung sebagai berikut : V u =. mu. v n. A 1. (Sorensen, 1983, hal. 339) dengan : V u = Kecepatan aliran uap dalam pipa (m/s) ṁ u = laju aliran uap = 67,65 kg/s n = jumlah pipa HP evaporator = 59 batang v = Volume jenis uap, dihitung atas dasar volume jenis uap rata rata pada HP evaporator dengan tekanan 71,57 bar v = v 7 + v 8 ; di mana pada 71,57 bar : v 7 = 0,0676 m 3 /kg v 8 = 0, m 3 /kg v = 0, , = 0,014 m 3 /kg

85 ρ = 1/v = 37,45 kg/m 3 Maka diperoleh harga kecepatan uap sebesar : 67,65 x 0,014 V u = 59 x ( π / 4) x (0,055) = 7, m/s Diperolehnya kecepatan uap dalam pipa sebesar 7, m/s masih dalam batas kecepatan uap maksimum yang diijinkan untuk uap yaitu sebesar 50 m/s (MJ. Djokostyardjo, 1990, hal. 186). Besarnya koefisien pindahan panas dianalisa berdasarkan harga bilangan Reynold (Bayazitoglu, 1988, hal. 34) yaitu : R e = ρ. V. u Di µ 37,45 x 7, x 0,055 8,59 x10 = 5 = Aliran yang terjadi adalah turbulen, R e > 4000 (JP. Holman, 1998), maka h i dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : h i = N.K u D i.. (Bayazitoglu, 1988, hal. 83) Bilangan Nussselt dapat dihitung dengan : N u = 0,03 R 0,8. 0,4 e P r = 0,03 x (171.40) 0,8 x (0,969) 0,4 = 349,5 dengan : k = 0,4713 W/m. o C dan D i = 0,055 m, Maka :

86 h i = 349,5 x 0,4713 0,055 = 3.137,7 W/m o C Koefisien Pindahan Panas di Luar Pipa (h o ) Susunan pipa yang dirancang adalah susunan selang-seling seperti pada gambar di bawah ini : SL SD ST A1 A Gambar 4.8. Susunan Pipa Selang-Seling pada HP Evaporator di mana : S T = Jarak transversal (transverse pitch) (m) S L = Jarak longitudinal (longitudinal pitch) (m) S D = Jarak diagonal (m) A 1 = Jarak antara buah pipa secara transversal (m) A = Jarak antara buah pipa secara diagonal (m) Direncanakan S T = S L =. D o = 0,1065 m

87 Untuk mendapatkan besarnya koefisien konveksi, terlebih dahulu ditentukan sifat-sifat gas buang. Sifat-sifat gas buang seharusnya dievaluasi pada temperatur film, dapat juga dievaluasi pada temperatur rata-rata gas buang, yaitu : T g = 483,36 + 3,4 = 40,8 o C = 675,95 K Untuk mencari sifat sifat gas buang dapat diperoleh dari website dengan memasukkan komposisi dan temperatur gas buang, atau sifat sifat gas buang dapat juga disamakan dengan sifat-sifat udara (tabel sifat sifat udar), dalam hal ini sifat sifat gas buang yang diperoleh adalah dari yaitu : k = 0,04915 W/m. o C μ = 3, kg/m.s ρ = 0,538 kg/m 3 Pr = 0,683 Maka dapat dihitung kecepatan gas maksimum (V g maks ) pada rangkuman pipa pada gambar 4.8, maka kecepatan maksimum dapat terjadi pada A 1 dan A. o Apabila pada A 1, maka : T V g maks =. V ( ) g S T S D o (Incropera, 1981, hal. 344) o Apabila pada A, maka : V g maks = ST g ( S D ) D o. V.. (Incropera, 1981, hal. 344) o V g maks terjadi pada A apabila : S D < S T + D o

88 S D = 0,5 ST S L + < ST D o... (Incropera, 1981, hal. 344) 0,1065 0,5 0, < 0,1065 0, , > 0,08616 Maka dapat disimpulkan V gmaks terjadi pada A 1 : T V g maks =. V ( ) g S T S D o di mana : V g = Kecepatan gas masuk pada rangkuman pipa diukur pada temperatur gas buang masuk rangkuman pipa V g = m g ρ. S. n. L g. T dengan : ṁ g : laju aliran gas buang = 565,9 kg/s ρ g : massa jenis gas buang pada T gas buang masuk = 483,36 o C adalah sebesar 0,4677 kg/m 3 S T n L : jarak dua buah pipa = 0,106 m : banyak pipa 1 baris = 59 batang : panjang pipa 1 batang = 14,64 m Maka : V g = 565,9 0,4677 x 0,106 x59 x14,64 = 11,61 m/s Maka dapat diperoleh kecepatan gas maksimum (V g maks ) sebesar :

89 565,9 x 0,106 0,0603 V g maks = 11, 61 ( ) = 3, m/s Sehingga Bilangan Reynold maksimum untuk gas buang adalah : R e = ρ. V. gmaks Dh µ dengan : R e : Bilangan Reynold ρ : Massa jenis gas pada suhu rata-rata (kg/ m 3 ) D h : Diameter hidrolik pipa (m) μ : Viskositas dinamik pada suhu rata-rata (kg/m.s) di mana : D h = l f. 4. A a.. (W.M. Kays, 1984, hal. 8) A h di mana : 1 f : jarak dua buah pipa = 0,106 m A a : luas penampang aliran (m ) A h : luas total permukaan yang menyerap panas (m ) dan : h o = N.k u D h.. (Bayazitoglu, 1988, hal. 83) dengan : N u : bilangan Nusselt k : konduktivitas gas buang (W/m o C)

90 Pada perancangan pipa-pipa HP evaporator ini, dirancang menggunakan sirip untuk menyediakan luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan seperti terlihat pada gambar di bawah ini. 0,00031 m ro ri re l 1 m Gambar 4.9. Luas Penampang Pipa Bersirip pada HP Evaporator Ukuran sirip seperti di bawah ini. r o : jari-jari luar pipa = 0,03015 m 1 : panjang sirip = 0,009 m r e : jari-jari pipa bersirip = 0, m δ : tebal sirip = 0,00031 m n f : jumlah sirip = 346 sirip/m Penentuan panjang, tebal dan jumlah sirip diperoleh dari lampiran, berdasarkan penelitian, maka dapat dicari : o Luas permukaan sirip (A f ) π A f ( De Do ) = di mana : 4 + π. De. δ. N A f : Luas permukaan sirip (m ) D e : Diameter sirip = 0,0783 m f

91 D o : Diameter luar pipa = 0,0603 m δ : Tebal sirip = 0,00031 m N f : Jumlah sirip dalam panjang pipa = 346 sirip Maka diperoleh luas permukaan sirip sebesar :. π. 0,0783 0, A f ( ) = + π.0,0783.0, = 1,38 dalam 1 meter panjang pipa o Luas permukaan primer (A p ) A p = π. D o ( L δ. N f ) N t Dimana : N t : 1, untuk 1 batang pipa A P [ 0,0603( 1 0, ) ]1. = π. = 0,169 m untuk 1 meter panjang pipa o Luas total permukaan pipa yang menyerap panas untuk 1 meter panjang pipa (A h ) dan A h = A f + A p di mana : A h : luas total permukaan pipa yang menyerap panas (m ) A f : luas permukaan sirip (m ) A p : luas primer (m ) Maka luas total permukaan pipa yang menyerap panas diperoleh sebesar : A h = 1,38 + 0,169 = 1,549 m Luas penampang area (A a ) merupakan luas penampang tanpa sirip dalam 1 meter dikurangi luas sirip dalam 1 meter.

92 A a = ( S D ) L ( 1. δ. N ) T o f = (0,106 0,0603) x 1 x (0,009 x 0,00031 x 346) = 0,018 m Maka dapat diperoleh harga diameter hidrolik (D h ) : 0,0584 D h = 0,106 x 4 x 1,549 Sehingga Bilangan Reynold : = 0,018 m dalam 1 m panjang pipa 0,538 x 3, x 0,018 R e = 5 3,7 x10 = 6.769,4 000 < R e < Maka rumus mencari bilangan Nusselt adalah : N u = 1,13. C 1. R e m. Pr 1/3. (Incropera, 1981, hal. 344) di mana : N u = Bilangan Nusselt R e = Bilangan Reynold Pr = Bilangan Prandtl Harga konstanta C 1 dan m diperoleh dari tabel korelasi Grimson (lampiran 1) yang bergantung pada harga S L /D o dan S T /D o dari susunan pipa yang direncanakan. S D L o S D T o 0,106 = = 0,0603 0,106 = = 0,0603

93 Dari tabel diperoleh : C 1 = 0,48 dan m = 0,556, maka diperoleh harga bilangan Nusselt : N u = 1,13 x 0,48 x (6.769,4) 0,556 x (0,683) 1/3 = 64,67 Maka dapat dicari koefisien pindahan panas diluar pipa (h o ) : h o = = Nu.k Dh 64,67 x 0, ,018 = 174,65 W/m. o C Efisiensi dan Efektivitas Sirip Untuk mencari efesiensi sirip dapat digunakan dengan menggunakan grafik efisiensi sirip (Incropera, 1981, hal. 108) seperti pada gambar 4.9 berikut : Gambar Grafik Efisiensi Sirip

94 Dari data-data sirip pada perhitungan sebelumnya maka dapat dihitung : L C = = 1+ δ 0, ,009+ = 0, m r c = = δ r e + 0, , = 0, m Ap = L C.δ = (0, x 0,00031) m = 0,838 x 10-5 m r c = ro 0, , = 1,3036 Lc 3/ (h o / k.ap) 1/ di mana : k = konduktivitas bahan pipa (Lampiran 9) diperoleh = 19,865 W/m. o C 0, / 174,65 19,865 0, x x = 1,54 10 Dari grafik diperoleh harga efesiensi sirip ( η f ) setelah diinterpolasi diperoleh η f = 47 % Perbandingan luas bagian dalam pipa dengan luas total permukaan pipa yang menyerap panas dalam 1 meter (A c /A h ) :

95 A A c h π. Di. L = 1,549 = π.0, ,549 = 0,1065 Efektivitas sirip : A f ηo = 1 1 η f A h ( ) 1,38 = 1 1,549 x (1 0,47) = 0, Tahanan Konduksi pada Pipa HP Evaporator Tahanan konduksi pada pipa HP evaporator (A h. R w ) A. R h w = = Do D i In Di Ac. k Ah 0,0603 0,055 x In 0,055 x19,865 x 0,1065 = 0,0017 m. o C/W Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dihitung dari persamaan berikut, yaitu :

96 1 1 1 = + Ah. RW + U A h c ηo. h i A h o 1 U 1 1 = + 0, x 0,1065 0,58 x174,65 1 = 0, U U = 64,8 W/m. o C Luas Bidang Pindahan Panas di mana : Luas bidang pindahan panas diperoleh dengan rumus sebelumnya yaitu : A = Q U.(LMTD) A = luas permukaan perpindahan kalor (m ) Q = panas yang diserap HP evaporator, pada perhitungan sebelumnya diperoleh = W U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh = 64,8 W/m. o C LMTD = Beda suhu rata rata logaritma = 93,35 o C Maka : A = ,8 x93,35 = 16855,6 m Lintasan yang dibutuhkan untuk menyediakan luas permukaan yang menyerap panas : di mana : A N = n. Ah.1 N = jumlah lintasan A = luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan = 16855,6 m

97 A h = luas total permukaan pipa yang menyerap panas = 1,5491 m n = jumlah pipa per baris = 59 batang/baris 1 = panjang pipa per batang = 14,64 m Maka : 16855,6 N = 59 x1,5491x14,64 = 1,6 lintasan = 13 Lintasan Maka jumlah pipa yang dibutuhkan HP evaporator adalah 13 x 59 = 767 Batang Parameter Perhitungan Pipa HP Ekonomiser Pipa HP ekonomiser merupakan pipa pipa pemanas yang berfungsi untuk memanaskan air yang dipompakan dari tangki air umpan hingga cair jenuh pada drum. Sistem perpindahan panas yang terjadi adalah konveksi berlawanan arah, di mana air mengalir dari atas ke bawah sedangkan gas buang mengalir dari bawah ke atas. T o C 3,34 T 6 Tg D 87,35 54,47 165,79 L (m) T 7 Tg C Gambar Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada HP Ekonomiser

98 Di mana sebelumnya telah diperoleh : T 6 = temperatur uap masuk HP ekonomiser = 165,79 o C T 7 = temperatur uap keluar HP ekonomiser = 87,35 o C Tg C = temperatur gas buang masuk HP ekonomiser = 3,34 o C Tg D = temperatur gas buang keluar HP ekonomiser = 54,47 o C Maka : LMTD = Tmax T Tmax ln T min min T 1 = Tg D T 6 = 54,47 o C 165,79 o C = 88,68 o C T = Tg C T 7 = 3,34 o C 87,35 o C = 34,99 o C T 1 sebagai T max dan Maka T sebagai T min. Maka diperoleh harga LMTD : LMTD = 0 88,68 C 34, ,68 C ln 0 34,99 C 0 C = 57,7 o C Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut atas dasar bidang luas pipa, yaitu :

99 1 = U h 1 1 A A c h 1 +A h. R W + η 0. h 0 (F.P. Incropera, 1981, hal. 505) dimana : h i = Koefisien konveksi dalam pipa (W/m. o C) A c / A h = Perbandingan luas pipa bagian dalam dengan luas pipa yang menyerap kalor A h. R W = Tahanan konduksi pipa HP ekonomiser (m. o C/W) h o = Koefisien konveksi gas buang (W/m. o C) η o = Efektivitas sirip bagian luar Pemilihan Pipa HP Ekonomiser Pipa HP ekonomiser dalam hal ini direncanakan menggunakan pipa baja sama halnya dengan pipa HP ekonomiser. Diambil ukuran pipa dari ukuran standar pipa untuk baja schedule 40 dengan diameter nominal ( DN ) 1½ (lampiran ukuran pipa). Maka diambil ukuran-ukuran pipa HP ekonomiser sebagai berikut : D o : Diameter luar = 1,9 in = 0,048 m Di : Diameter dalam = 1,61 in = 0,04089 m t : Tebal pipa = 0,145 in = 0, m Untuk menentukan banyaknya jumlah pipa yang dibutuhkan sesuai dengan laju aliran uap dan diameter pipa yang direncanakan, maka diambil suatu batasan sebagai berikut : Panjang pipa aktif yang berhubungan dengan pipa-pipa = 7 m (dengan memperhitungkan standar panjang pipa yang ada)

100 Jarak antara dua buah pipa = D o = 0,048 m Panjang pipa perbatang = 14,64 m Penentuan panjang pipa berdasarkan pemilihan dari panjang pipa yang sering digunakan (Tunggul S., 1975, hal. 14). Jumlah pipa dalam 1 baris direncanakan sama seperti perancangan pada HP superheater. Sehingga jumlah pipa-pipa HP ekonomiser yang dibutuhkan adalah : n = panjang pipa ST + 1 = ,096 = 74 batang dalam 1 (satu) baris Dengan ST adalah jarak antara dua titik pusat pipa. Untuk dapat menjamin kekuatan pipa HP ekonomiser khususnya dalam menahan tekanan yang terjadi di dalam pipa, maka kekuatan material pipa yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus : S P. D o P... (Vincent Cavaseno, 1979). t di mana : P = Tekanan yang terjadi pada pipa, dalam hal ini sebesar 71,57 bar = 1037,7651 psia S = tegangan tarik yang diijinkan (psia) S 1037,765 x1,9 1037,765 x 0,145 S 680,675 psia Sehingga dengan tegangan yang diperoleh diatas, dipilih material yang memliki tegangan ijin (S) diatas 680,675 psia dalam suhu maksimum yang terjadi 61,1 o F. Dari tabel bahan pipa (lampiran 7) direncanakan material pipa

101 yang digunakan adalah terbuat dari Seamless Alloy Steel (SA 176, 18Cr 8Ni) di mana pada temperatur 650 o F masih memiliki tegangan ijin sebesar 1150 psi, jadi cukup aman untuk digunakan pada HP ekonomiser dengan suhu maksimum yang terjadi 61,1 o F Koefisien Perpindahan Panas di Dalam Pipa (h i ) Koefisien perpindahan panas dalam pipa (h i ) seharusnya ditentukan pada temperatur film. Dalam hal ini dapat juga ditentukan pada kondisi temperatur uap rata-rata HP ekonomiser ( T u = 6,57 o C ) pada tekanan 71,57 bar. Dari tabel sifat-sifat air pada berbagai tekanan dan temperatur, setelah diinterpolasi diperoleh data-data sebagai berikut : μ = 1,.10-4 kg/m.s k = 0,6479 W/m. o C Pr = 0,857 Kecepatan aliran uap pada HP ekonomiser dihitung sebagai berikut : V u =. mu. V n. A 1. (Sorensen, 1983, hal. 339) dengan : V u = Kecepatan aliran uap dalam pipa (m/s) ṁ u = laju aliran uap = 67,65 kg/s n = jumlah pipa HP ekonomiser = 79 batang v = Volume jenis uap, dihitung atas dasar volume jenis uap rata rata pada HP ekonomiser dengan tekanan 71,57 bar. Dari tabel diperoleh : v = 0, m3/kg Maka diperoleh harga kecepatan uap sebesar :

102 67,65 x 0, V u = 74 x ( π / 4) x (0,04089) = 0,944 m/s Besarnya koefisien pindahan panas dianalisa berdasarkan harga bilangan Reynold (Bayazitoglu, 1988, hal. 34) yaitu : R e = ρ. V. D u i µ 836,1 x 0,944 x 0, , x10 = 4 = 68946,6 Aliran yang terjadi adalah turbulen, R e > 4000 (JP. Holman, 1998), maka h i dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : h i = N.K u D i.. (Bayazitoglu, 1988, hal. 83) Bilangan Nussselt dapat dihitung dengan : N u = 0,03 R 0,8. 0,4 e P r = 0,03 x (68946,6) 0,8 x (0,857) 0,4 = 477,14 dengan : k = 0,6479 W/m. o C dan D i = 0,04089 m Maka : h i = 477,14 x 0,6479 0,04089 = 7553,14 W/m. o C

103 Koefisien Pindahan Panas di Luar Pipa (h o ) Susunan pipa yang dirancang adalah susunan selang-seling. Seperti pada gambar di bawah ini : SL SD ST A1 A Gambar 4.1. Susunan Pipa Selang-Seling pada HP Ekonomiser di mana : S T = Jarak transversal (transverse pitch) (m) S L = Jarak longitudinal (longitudinal pitch) (m) S D = Jarak diagonal (m) A 1 = Jarak antara buah pipa secara transversal (m) A = Jarak antara buah pipa secara diagonal (m) Direncanakan S T = S L =. D o = 0,096 m Sifat sifat gas buang dievaluasi pada temperatur rata-rata gas buang : T g = 3,4 + 54,47 = 88,4 o C = 561,55 K

104 Untuk mencari sifat sifat gas buang dapat diperoleh dari website dengan memasukkan komposisi dan temperatur gas buang, atau sifat sifat gas buang dapat juga disamakan dengan sifat-sifat udara (tabel sifat sifat udara), dalam hal ini sifat sifat gas buang yang diperoleh adalah dari yaitu : k = 0,0475 W/m.K μ =, kg/m.s ρ = 0,695 kg/m 3 Pr = 0,68 Maka dapat dihitung kecepatan gas maksimum (V g maks ) pada rangkuman pipa pada gambar 4.1, maka kecepatan maksimum dapat terjadi pada A 1 dan A. o Apabila pada A 1, maka : T V g maks =. V ( ) g S T S D o (Incropera, 1981, hal. 344) o Apabila pada A, maka : V g maks = ST g ( S D ) D o. V.. (Incropera, 1981, hal. 344) o V g maks terjadi pada A apabila : S D < S T + D o S D = 0,5 ST S L + < ST D o... (Incropera, 1981, hal. 344) 0,096 0,5 0,096 + < 0,096 0,048 0, > 0,04 Maka dapat disimpulkan V gmaks terjadi pada A 1 :

105 T V g maks =. V ( ) g S T S D o di mana : V g = Kecepatan gas masuk pada rangkuman pipa diukur pada temperatur gas buang masuk rangkuman pipa V g = m g ρ. S. n. L g. T dengan : ṁ g : laju aliran gas buang = 565,9 kg/s ρ g : massa jenis gas buang pada T gas buang masuk = 3,34 o C adalah sebesar 0,5943 kg/m 3 S T n L : jarak dua buah pipa = 0,096 m : banyak pipa 1 baris = 74 batang : panjang pipa 1 batang = 14,64 m Maka : V g = 565,9 0,5943 x 0,096 x74 x14,64 = 9,1 m/s Maka dapat diperoleh kecepatan gas maksimum (V g maks ) sebesar : 565,9 0,096 0,048 V g maks = x9, 1 ( ) = 18, m/s Sehingga Bilangan Reynold maksimum untuk gas buang adalah : R e = ρ. V. D gmaks h µ dengan :

106 R e : Bilangan Reynold ρ : Massa jenis gas pada suhu rata-rata (kg/ m 3 ) D h : Diameter hidrolik pipa (m) μ : Viskositas dinamik pada suhu rata-rata (kg/m.s) di mana : D h = l f. 4. A a.. (W.M. Kays, 1984, hal. 8) A h di mana : 1 f : jarak dua buah pipa = 0,084 m A a : luas penampang aliran (m ) A h : luas total permukaan yang menyerap panas (m ) dan : h o = N.k u D h. (Bayazitoglu, 1988, hal. 83) Pada perancangan pipa-pipa HP ekonomiser ini dirancang menggunakan sirip untuk menyediakan luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan, ukuran sirip sama seperti pada HP superheater, yaitu : 1 : panjang sirip = 0,009 m r e : jari-jari pipa bersirip = 0,033 m δ : tebal sirip = 0,00046 m n f : jumlah sirip = 89 sirip/m Penentuan panjang, tebal dan jumlah sirip diperoleh dari lampiran, maka dapat dicari : o Luas permukaan sirip (A f )

107 π A f ( De Do ) = 4 + π. De. δ. N di mana : A f : Luas permukaan sirip (m ) D e : Diameter sirip = 0,066 m D o : Diameter luar pipa = 0,048 m f δ : Tebal sirip = 0,00046 m N f : Jumlah sirip dalam panjang pipa Maka diperoleh luas permukaan sirip sebesar :. π. 0,066 0,048 4 A f ( ) = +.0,066.0, = 0,959m dalam 1 meter panjang pipa o Luas permukaan primer (A p ) A p = π. D o ( L δ. N f ) N t Dimana : N t : 1, untuk 1 batang pipa π A P [ 0,048( 1 0, ) ]1. = π. = 0,13075 m untuk 1 meter panjang pipa o Luas total permukaan pipa yang menyerap panas untuk 1 meter panjang pipa (A h ) dan A h = A f + A p di mana : A h : luas total permukaan pipa yang menyerap panas (m ) A f : luas permukaan sirip (m ) A p : luas primer (m ) Maka luas total permukaan pipa yang menyerap panas diperoleh sebesar :

108 A h = 0, ,13075 = 1,08975 m Luas penampang area (A a ) merupakan luas penampang tanpa sirip dalam 1 meter dikurangi luas sirip dalam 1 meter. A a = ( S D ) L ( 1. δ. N ) T o = (0,096 0,048) x1 x (0,009 x 0,00046 x 89) = 0,0456 m Maka dapat diperoleh harga diameter hidrolik (D h ) : f D h = 0,096 x 4 x 0,046 1,08975 = 0,016 m dalam 1 m panjang pipa Sehingga Bilangan Reynold dari persamaan sebelumnya : 0,695 x18, x 0,016 R e = 5,88 x10 = 6.444,5 000 < R e < Maka rumus mencari bilangan Nusselt adalah : N u = 1,13. C 1. R e m. Pr 1/3. (Incropera, 1981, hal. 344) Harga konstanta C 1 dan m diperoleh dari tabel korelasi Grimson (lampiran 1) yang bergantung pada harga S L /D o dan S T /D o dari susunan pipa yang direncanakan. S D L o S D T o 0,096 = = 0,048 0,096 = = 0,048

109 Dari tabel diperoleh : C 1 = 0,48 dan m = 0,556, maka diperoleh harga bilangan Nusselt : N u = 1,13 x 0,48 x (6.444,5) 0,556 x (0,68) 1/3 = 6,8354 Maka dapat dicari koefisien pindahan panas diluar pipa (h o ) : h o = = Nu.k Dh 6,8344 x 0,0475 0,016 = 165,817 W/m. o C Efisiensi dan Efektivitas Sirip Untuk mencari efesiensi sirip dapat digunakan dengan menggunakan grafik efisiensi sirip (Incropera, 1981, hal. 108) seperti pada gambar 4.13 berikut : Gambar Grafik Efisiensi Sirip

110 Dari data-data sirip pada perhitungan sebelumnya maka dapat dihitung : L C = = r c = = 1+ δ 0, ,009 + = 0,0093 m δ r e + 0, ,033+ = 0,0333 m Ap = L C.δ = (0,0093 x 0,00046) m = 0, m r c = ro 0, 04 0,0333 = 1,3846 Lc 3/ (h o / k.ap) 1/ di mana : k = konduktivitas bahan pipa (Lampiran 9) diperoleh = 18,9934 W/m. o C 0,0093 3/ 165,87 18, x 0,445 x10 = 1,7 Dari grafik diperoleh harga efesiensi sirip ( η f ) setelah diinterpolasi diperoleh η f = 50,5 %. Perbandingan luas bagian dalam pipa dengan luas total permukaan pipa yang menyerap panas dalam 1 meter (A c /A h ) :

111 A A c h π. Di. L = 1,08975 = π.0, ,08975 = 0,1179 f Efektivitas sirip : η = 1 ( 1 η ) o A A h f 0,959 = 1 1,08975 x (1 0,505) = 0, Tahanan Konduksi pada Pipa HP Ekonomiser Tahanan konduksi pada pipa HP Ekonomiser (A h. R w ) : A. R h w = = Do D i In Di Ac. k Ah 0,0486 0,04089 x In 0,04089 x18,9934 x 0,1179 = 0,0015 m. o C/W Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dihitung dari persamaan berikut, yaitu :

112 1 1 1 = + Ah. RW + U A h c ηo. h i A h o 1 U 1 1 = + 0, ,14 x 0,1179 0,565 x165,817 U = 75,1 W/m. o C Luas Bidang Pindahan Panas di mana : Maka : Luas bidang pindahan panas diperoleh dengan rumus sebelumnya yaitu : A = Q U.(LMTD) A = luas permukaan perpindahan kalor (m ) Q = panas yang diserap HP ekonomiser yaitu W U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh = 75,1 W/m. o C LMTD = Beda suhu rata rata logaritma = 57,7 o C A = ,1 x57,7 = 9598,46 m Lintasan (N) yang dibutuhkan untuk menyerap panas dengan jumlah 74 batang pipa dalam 1 baris : di mana : A N = n. A.1 h A = luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan = 9110,15 m A h = luas total permukaan pipa yang menyerap panas = 1,08975 m n = jumlah pipa per baris = 74 batang/baris

113 1 = panjang pipa per batang = 14,64 m Maka : 9598,46 N = 74 x1,08975 x14,64 = 8,1 lintasan = 8 lintasan Maka jumlah pipa yang dibutuhkan HP ekonomiser adalah 8 x 74 = 59 Batang Parameter Perhitungan Pipa LP Superheater Sistem perpindahan panas yang terjadi pada LP superheater adalah konveksi dengan berlawanan arah, dimana air mengalir dari atas ke bawah sedangkan gas buang mengalir dari bawah keatas. Besarnya harga LMTD sistem perpindahan panas pada LP superheater ini adalah seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini : T o C T 4 Tg E 54,47 5, ,9 L (m) T 5 Tg D Gambar Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada LP Superheater Di mana sebelumnya telah diperoleh : T 6 = temperatur uap masuk LP superheater = 164,9 o C T 5 = temperatur uap keluar LP superheater = 00 o C Tg D = temperatur gas buang masuk LP superheater = 54,47 o C

114 Tg E = temperatur gas buang keluar LP superheater = 5,4 o C Maka : LMTD = Tmax T Tmax ln T min min T 1 = Tg E T 4 = 5,4 o C 164,9 o C = 87,34 o C T = Tg C T 5 = 54,47 o C 00 o C = 54,47 o C T 1 sebagai T max dan Maka T sebagai T min., maka diperoleh harga LMTD : LMTD = 0 87,34 C 54, ,34 C ln 0 54,47 C 0 C = 69,6 o C Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut atas dasar bidang luas pipa, yaitu : U = 1 h i + R 1 konduksi ri + ro 1 ho... (J.P. Holman, 1998) dimana : h i = koefisien konveksi dalam pipa (W/m. o C) h o = koefisien konveksi gas buang (W/m. o C) R r i = tahanan konduksi pada pipa ( o C/W) = jari jari dalam pipa (m)

115 r o = jari jari luar pipa (m) Pemilihan Pipa LP Superheater Pipa LP superheater dalam hal ini direncanakan menggunakan pipa baja dengan diameter kecil. Diambil ukuran pipa dari ukuran standar pipa untuk baja schedule 40 dengan diameter nominal ( DN ) (lampiran ukuran pipa). Maka diambil ukuran-ukuran pipa LP superheater sebagai berikut : D i : diameter dalam =,067 in = 0,055 m D o : diameter luar =,375 in = 0,0603 m t : tebal pipa = 0,154 in = 0,0039 m Untuk menentukan banyaknya jumlah pipa yang dibutuhkan sesuai dengan laju aliran uap dan diameter pipa yang direncanakan, maka diambil suatu batasan sebagai berikut : Panjang pipa aktif yang berhubungan dengan pipa-pipa = 7 m (dengan memperhitungkan standar panjang pipa yang ada) Jarak antara dua buah pipa = D o = 0,0603 m Panjang pipa perbatang = 14,64 m Penentuan panjang pipa berdasarkan pemilihan dari panjang pipa yang sering digunakan (Tunggul S., 1975, hal. 14). Jumlah pipa dalam 1 baris direncanakan sama seperti perancangan pada HP ekonomiser. Sehingga jumlah pipa-pipa LP superheater yang dibutuhkan adalah : n = panjang pipa ST = = 59 batang dalam 1 (satu) baris Dengan ST adalah jarak antara dua titik pusat pipa.

116 Untuk dapat menjamin kekuatan pipa LP superheater khususnya dalam menahan tekanan yang terjadi di dalam pipa, maka kekuatan material pipa yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus : S P. D o P... (Vincent Cavaseno, 1979). t di mana : P = Tekanan yang terjadi pada pipa, dalam hal ini sebesar 7 bar = 101,56 psia S = tegangan tarik yang diijinkan (psia) S 101,56 x, ,56 x 0,154 S 73,1 psia Sehingga dengan tegangan yang diperoleh diatas, dipilih material yang memliki tegangan ijin (S) diatas 73,1 psia dalam suhu maksimum yang terjadi 490,046 o F. Dari tabel bahan pipa (lampiran 7) direncanakan material pipa yang digunakan adalah terbuat dari Seamless Alloy Steel (SA 176, 18Cr 8Ni) di mana pada temperatur 600 o F masih memiliki tegangan ijin sebesar psi, jadi cukup aman untuk digunakan pada LP superheater dengan suhu maksimum yang terjadi 490,046 o F Koefisien Perpindahan Panas di Dalam Pipa (h i ) Koefisien perpindahan panas dalam pipa (h i ) seharusnya ditentukan pada temperatur film. Dalam hal ini dapat juga ditentukan pada kondisi temperatur uap rata-rata LP superheater ( T u = 18,45 o C ) pada tekanan 7 bar. Dari tabel sifat-

117 sifat air pada berbagai tekanan dan temperatur, setelah diinterpolasi diperoleh data-data sebagai berikut : μ = 1, kg/m.s k = 0,0388 W/m. o C Pr = 0,984 Kecepatan aliran uap pada LP superheater dihitung sebagai berikut : V u =. mu. V n. A 1. (Sorensen, 1983, hal. 339) dengan : V u = Kecepatan aliran uap dalam pipa (m/s) ṁ u n = laju aliran uap = 0,54 kg/s = jumlah pipa LP superheater = 59 batang v = Volume jenis uap, dihitung atas dasar volume jenis uap rata rata pada LP superheater dengan tekanan 7 bar. Dari tabel diperoleh : v 4 = 0,79 m 3 /kg, v 5 = 0,3064 m 3 /kg. Maka diperoleh volume jenis uap rata rata sebesar 0,8965 m 3 /kg, ρ = 1/v = 3,454 kg/m 3. Maka diperoleh harga kecepatan uap sebesar : 0,54 x 0,8965 V u = 59 x ( π / 4) x (0,055) = 46,6 m/s Diperolehnya kecepatan uap dalam pipa sebesar 46,6 m/s masih dalam batas kecepatan uap maksimum yang diijinkan untuk uap yaitu sebesar 50 m/s (MJ. Djokostyardjo, 1990, hal. 186).

118 Besarnya koefisien pindahan panas dianalisa berdasarkan harga bilangan Reynold (Bayazitoglu, 1988, hal. 34) yaitu : R e = ρ. V. D u i µ 3,454 x 46,6 x 0,055 1,5 x10 = 5 = ,44 Aliran yang terjadi adalah turbulen, R e > 4000 (JP. Holman, 1998), maka h i dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : h i = N.K u D i.. (Bayazitoglu, 1988, hal. 83) Bilangan Nussselt dapat dihitung dengan : N u = 0,03 R 0,8. 0,4 e P r = 0,03 x (563086,44) 0,8 x (0,984) 0,4 = 910,7 dengan : k D i = 0,0388 W/m. o C = 0,055 m Maka : h i = 910,7 x 0,0388 0,055 = 570,37 W/m. o C Koefisien Pindahan Panas di Luar Pipa (h o ) Untuk mencari koefisien pindahan panas di luar pipa (h o ) dapat dicari dengan menggunakan rumus :

119 h o = N.k u D o. (Bayazitoglu, 1988, hal. 83) Susunan pipa yang dirancang adalah susunan selang-seling (gambar 4.15) sama seperti pada pipa pipa pada seluruh bagian HP. Pada perancangan pipa LP superheater ini dirancang tanpa menggunakan sirip karena perbedaan temperatur suhu uap masuk dan keluar LP superheater sangat kecil sehingga luas permukaan perpindahan panas yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Direncanakan S T = S L =. D o = 0,106 m SL SD ST A1 A Gambar Susunan Pipa Selang-Seling pada LP Superheater Sifat sifat gas buang dievaluasi pada temperatur rata-rata gas buang : T g = 54,47 + 5,4 = 53,35 o C = 56,5 K Untuk mencari sifat sifat gas buang dapat diperoleh dari website dengan memasukkan komposisi dan temperatur gas buang, atau sifat sifat gas buang dapat juga disamakan dengan sifat-sifat udara (tabel

120 sifat sifat udara), dalam hal ini sifat sifat gas buang yang diperoleh adalah dari yaitu : k = 0,04067 W/m.K μ =, kg/m.s ρ = 0,678 kg/m 3 Pr = 0,68 Maka dapat dihitung kecepatan gas maksimum (V g maks ) pada rangkuman pipa pada gambar 4.15, maka kecepatan maksimum dapat terjadi pada A 1 dan A. o Apabila pada A 1, maka : T V g maks =. V ( ) g S T S D o (Incropera, 1981, hal. 344) o Apabila pada A, maka : V g maks = ST g ( S D ) D o. V.. (Incropera, 1981, hal. 344) o V g maks terjadi pada A apabila : S D < S T + D o S D = 0,5 ST S L + < ST D o... (Incropera, 1981, hal. 344) 0,1065 0,5 0, < 0,1065 0, , > 0,08616 Maka dapat disimpulkan V gmaks terjadi pada A 1 : T V g maks =. V ( ) g S T S D o di mana : V g = Kecepatan gas masuk pada rangkuman pipa diukur pada temperatur gas buang masuk rangkuman pipa

121 V g = m g ρ. S. n. L g. T dengan : ṁ g : laju aliran gas buang = 565,9 kg/s ρ g : massa jenis gas buang pada T gas buang masuk = 54,47 o C adalah sebesar 0,67117 kg/m 3 S T n L : jarak dua buah pipa = 0,106 m : banyak pipa 1 baris = 59 batang : panjang pipa 1 batang = 14,64 m Maka : V g = 565,9 0,67117 x 0,106 x59 x14,64 = 8,09 m/s Maka dapat diperoleh kecepatan gas maksimum (V g maks ) sebesar : 0,106 x 0,106 0,0603 V g maks = ( ) 8,09 = 16,18 m/s Sehingga Bilangan Reynold maksimum untuk gas buang adalah : R e = ρ. V. D gmaks o µ 0,678 x16,18 x 0,0603,76 x10 = 5 = 3783, < Re < Maka rumus mencari bilangan Nusselt adalah :

122 m N u = 1,13. C 1. R e. Pr 1/3. (Incropera, 1981, hal. 344) Dari tabel diperoleh : C 1 = 0,48 dan m = 0,556, maka diperoleh harga bilangan Nusselt, maka : N u = 1,13 x 0,48 x (3783,33) 0,556 x (0,68) 1/3 = 19,86 Maka dapat dicari koefisien pindahan panas diluar pipa (h o ) : h o = = Nu. k D 0 19,86 x 0, ,0603 = 87,58 W/m. o C Tahanan Konduksi pada Pipa LP Superheater Tahanan konduksi pada pipa LP superheater dapat dihitung dengan menggunakan rumus (J.P. Holman, 1998) : R konduksi = ri r ln o k ri di mana : r i = jari jari dalam pada pipa = D i / = 0,055/ = 0,065 r o = jari jari luar pada pipa = D o / = 0,0603/ = 0,03015 k = konduktivitas termal pipa = 18,0361 W/m. o C (lampiran 9) Maka : R konduksi = ri r ln o k ri 0,065 0,03015 = ln = 0,000 m. o C/W 18,0361 0,065

123 Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dihitung dari persamaan berikut, yaitu : U = 1 h i + R 1 konduksi ri + ro 1 ho = 1 570,37 1 0, , , ,58 = 84,07 W/m. o C Luas Bidang Pindahan Panas di mana : Luas bidang pindahan panas diperoleh dengan rumus sebelumnya yaitu : A = Q U.(LMTD) A = luas permukaan perpindahan kalor (m ) Q = panas yang diserap LP superheater = W U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh = 84,07 W/m. o C LMTD = Beda suhu rata rata logaritma = 69,6 o C Maka : A = ,07 x 69,6 = 83,37 m Lintasan (N) yang dibutuhkan untuk menyerap panas dengan jumlah 74 batang pipa dalam 1 baris :

124 N = A n.π. D o. L di mana : A = luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan = 83,37 m n = jumlah pipa per baris = 59 batang/baris L = panjang pipa per batang = 14,64 m Maka : 83,37 N = 59 x3,14 x 0,0603 x14,64 = 1,73 lintasan = Lintasan Maka jumlah pipa yang dibutuhkan LP Superheater adalah x 74 = 148 Batang Parameter Perhitungan Pipa LP Evaporator Sistem perpindahan panas pada LP evaporator adalah sistem konveksi searah, di mana air mengalir dari bawah ke atas demikian juga gas buang. Gas buang yang dimanfaatkan pada komponen ini berasal dari gas buang yang keluar dari LP superheater. Distribusi temperatur dan arah aliran fluida dapat dilihat seperti pada gambar Besarnya harga LMTD yang dihasilkan pada LP evaporator ditunjukkan pada gambar 4.15 di bawah ini.

125 T o C 5, T 4 Tg F 181,4 164,9 164,9 L (m) T 3 Tg E Gambar Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada LP Evaporator Di mana sebelumnya telah diperoleh : T 3 = temperatur uap masuk LP evaporator = 164,9 o C T 4 = temperatur uap keluar LP evaporator = 164,9 o C Tg E = temperatur gas buang masuk LP evaporator Tg F = temperatur gas buang keluar LP evaporator = 5, o C = 181,4 o C Maka : LMTD = Tmax T Tmax ln T min min. (F.P. Incropera, 1981, hal. 510) T 1 = Tg E T 3 = 5,4 o C 164,9 o C = 87,34 o C T = Tg F T 4 = 181,4 o C 164,9 o C = 16,5 o C T 1 sebagai T min dan Maka T sebagai T max. Maka diperoleh harga LMTD :

126 LMTD = 0 87,34 C 16,5 0 87,34 C ln 0 16,5 C 0 C = 4,5 o C Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut atas dasar bidang luas pipa, yaitu : 1 = U h 1 1 A A c h 1 +A h. R W + η 0. h 0 (F.P. Incropera, 1981, hal. 505) dimana : h i = Koefisien konveksi dalam pipa (W/m. o C) A c / A h = Perbandingan luas pipa bagian dalam dengan luas pipa yang menyerap kalor A h. R W = Tahanan konduksi pipa LP evaporator (m. o C/W) h o = Koefisien konveksi gas buang (W/m. o C) η o = Efektivitas sirip bagian luar Pemilihan Pipa LP Evaporator Pipa LP evaporator dalam hal ini direncanakan menggunakan pipa baja dengan diameter kecil. Diambil ukuran pipa dari ukuran standar pipa untuk baja schedule 40 dengan diameter nominal ( DN ) (lampiran ukuran pipa). Maka diambil ukuran ukuran pipa LP evaporator sebagai berikut : D i : diameter dalam =,067 in = 0,055 m D o : diameter luar =,375 in = 0,0603 m t : tebal pipa = 0,154 in = 0,0039 m

127 Untuk menentukan banyaknya jumlah pipa yang dibutuhkan sesuai dengan laju aliran uap dan diameter pipa yang direncanakan, maka diambil suatu batasan seperti yang ada pada HP evaporator, yaitu : Panjang pipa aktif yang berhubungan dengan pipa-pipa = 7 m (dengan memperhitungkan standar panjang pipa yang ada) Jarak antara dua buah pipa = D o = 0,0603 m Panjang pipa perbatang = 14,64 m Penentuan panjang pipa berdasarkan pemilihan dari panjang pipa yang sering digunakan (Tunggul S., 1975, hal. 14). Direncanakan ST = SL =. D o = 0,106. Sehingga jumlah pipa-pipa LP evaporator yang dibutuhkan adalah : n = panjang pipa ST + 1 = 7 0, = 59 batang dalam 1 (satu) baris Untuk dapat menjamin kekuatan pipa LP evaporator khususnya dalam menahan tekanan yang terjadi di dalam pipa, maka kekuatan material pipa yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus : S P. D o P... (Vincent Cavaseno, 1979). t di mana : P = Tekanan yang terjadi pada pipa, dalam hal ini sebesar 7 bar = 101,56 psia S = tegangan tarik yang diijinkan (psia) S 101,56 x, ,56 x 0,154 S 73,1 psia

128 Sehingga dengan tegangan yang diperoleh diatas, dipilih material yang memliki tegangan ijin (S) diatas 73,1 psia dalam suhu maksimum yang terjadi 486,3 o F. Dari tabel bahan pipa (lampiran 7) direncanakan material pipa yang digunakan adalah terbuat dari Seamless Alloy Steel (SA 176, 18Cr 8Ni) di mana pada temperatur 600 o F masih memiliki tegangan ijin sebesar psi, jadi cukup aman untuk digunakan pada LP evaporator dengan suhu maksimum yang terjadi 486,3 o F Koefisien Perpindahan Panas di Dalam Pipa ( h i ) Koefisien perpindahan panas dalam pipa ( h i ) seharusnya ditentukan pada temperatur film. Dalam hal ini dapat juga ditentukan pada kondisi temperatur uap rata-rata LP evaporator ( T u = 165,9 o C ) pada tekanan 7 bar. Dari tabel sifat-sifat air pada berbagai tekanan dan temperatur, setelah diinterpolasi diperoleh data-data sebagai berikut : μ = 0, kg/m.s k = 0,6836 W/m. o C Pr = 1,06 Kecepatan aliran uap pada LP evaporator dihitung sebagai berikut : V u =. mu. V n. A 1. (Sorensen, 1983, hal. 339) dengan : V u = Kecepatan aliran uap dalam pipa (m/s) ṁ u = laju aliran uap = 0,54 kg/s n = jumlah pipa LP evaporator = 59 batang

129 v = Volume jenis uap, dihitung atas dasar volume jenis uap rata rata pada LP evaporator dengan tekanan 7 bar. v = v 3 + v 4 ; di mana pada 7 bar : v 3 = v f = 0, m 3 /kg v 4 = v g =0,79 m 3 /kg v = 0, ,79 = 0,137 m 3 /kg ρ = 1/v = 1 / 0,137 = 7,3 kg/m 3 Maka diperoleh harga kecepatan uap sebesar : 0,54 x 0,137 V u = 59 x ( π / 4) x (0,055) =,04 m/s Besarnya koefisien pindahan panas dianalisa berdasarkan harga bilangan Reynold (Bayazitoglu, 1988, hal. 34) yaitu : R e = = ρ. V. D u i µ 7,3 x,04 x 0,055 0, = Aliran yang terjadi adalah turbulen, R e > 4000 (JP. Holman, 1998), maka h i dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : h i = N.K u D i.. (Bayazitoglu, 1988, hal. 83) Bilangan Nussselt dapat dihitung dengan :

130 N u = 0,03 R 0,8. 0,4 e P r = 0,03 x (51505) 0,8 x (1,06) 0,4 = 138,46 dengan : k = 0,6836 W/m. o C dan D i = 0,055 m Maka : h i = 138,46 x 0,6836 0,055 = 180,88 W/m. o C Koefisien Pindahan Panas di Luar Pipa (h o ) Susunan pipa yang dirancang adalah susunan selang-seling seperti gambar di bawah ini. SL SD ST A1 A Gambar Susunan Pipa Selang-Seling pada LP Evaporator Untuk mendapatkan besarnya koefisien konveksi, terlebih dahulu ditentukan sifat-sifat gas buang. Sifat-sifat gas buang seharusnya dievaluasi pada temperatur film, dapat juga dievaluasi pada temperatur rata-rata gas buang, yaitu : T g = 5, ,4 = 16,8 o C = 489,97 K

131 Untuk mencari sifat sifat gas buang dapat diperoleh dari website dengan memasukkan komposisi dan temperatur gas buang, atau sifat sifat gas buang dapat juga disamakan dengan sifat-sifat udara (tabel sifat sifat udara), dalam hal ini sifat sifat gas buang yang diperoleh adalah dari yaitu : k = 0, W/m.K μ =, kg/m.s ρ = 0,743 kg/m 3 Pr = 0,68 Maka dapat dihitung kecepatan gas maksimum (V g maks ) pada rangkuman pipa pada gambar Maka kecepatan maksimum dapat terjadi pada A 1 dan A. o Apabila pada A 1, maka : T V g maks =. V ( ) g S T S D o (Incropera, 1981, hal. 344) o Apabila pada A, maka : V g maks = ST g ( S D ) D o. V.. (Incropera, 1981, hal. 344) o V g maks terjadi pada A apabila : S D < S T + D o S D = 0,5 ST S L + < ST D o... (Incropera, 1981, hal. 344) 0,1065 0,5 0, < 0,1065 0, , > 0,08616 Maka dapat disimpulkan V gmaks terjadi pada A 1 :

132 T V g maks =. V ( ) g S T S D o di mana : V g = Kecepatan gas masuk pada rangkuman pipa diukur pada temperatur gas buang masuk rangkuman pipa V g = m g ρ. S. n. L g. T dengan : ṁ g : laju aliran gas buang = 565,9 kg/s ρ g : massa jenis gas buang pada T gas buang masuk = 5,4 o C adalah sebesar 0,6777 kg/m 3 S T n L : jarak dua buah pipa = 0,106 m : banyak pipa 1 baris = 59 batang : panjang pipa 1 batang = 14,64 m Maka : V g = 565,9 0,6777 x 0,106 x59 x14,64 = 8,07 m/s Maka dapat diperoleh kecepatan gas maksimum (V g maks ) sebesar : 565,9 0,106 0,0603 V g maks = x8, 07 ( ) = 16,14 m/s Sehingga Bilangan Reynold maksimum untuk gas buang adalah : R e = ρ. V. D gmaks h µ

133 dengan : R e : Bilangan Reynold ρ : Massa jenis gas pada suhu rata-rata (kg/ m 3 ) D h : Diameter hidrolik pipa (m) μ : Viskositas dinamik pada suhu rata-rata (kg/m.s) di mana : D h = l f. 4. A a.. (W.M. Kays, 1984, hal. 8) A h di mana : 1 f : jarak dua buah pipa = 0,106 m A a : luas penampang aliran (m ) A h : luas total permukaan yang menyerap panas (m ) dan : h o = N.k u D h.. (Bayazitoglu, 1988, hal. 83) Pada perancangan pipa-pipa LP evaporator ini, dirancang menggunakan sirip dengan profil yang sama seperti HP evaporator untuk menyediakan luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan. Ukuran sirip seperti di bawah ini. r o : jari-jari luar pipa = 0,03015 m 1 : panjang sirip = 0,009 m r e : jari-jari pipa bersirip = 0, m δ : tebal sirip = 0,00031 m n f : jumlah sirip = 346 sirip/m Penentuan panjang, tebal dan jumlah sirip diperoleh dari lampiran, berdasarkan penelitian, maka dapat dicari :

134 o Luas permukaan sirip (A f ) π A f ( De Do ) = 4 + π. De. δ. N di mana : A f : Luas permukaan sirip (m ) D e : Diameter sirip = 0,0783 m D o : Diameter luar pipa = 0,0603 m f δ : Tebal sirip = 0,00031 m N f : Jumlah sirip dalam panjang pipa = 346 sirip Maka diperoleh luas permukaan sirip sebesar :. π. 0,0783 0, A f ( ) = + π.0,0783.0, = 1,38 dalam 1 meter panjang pipa o Luas permukaan primer (A p ) A p = π. D o ( L δ. N f ) N t Dimana : N t : 1, untuk 1 batang pipa A P [ 0,0603( 1 0, ) ]1. = π. = 0,169 m untuk 1 meter panjang pipa o Luas total permukaan pipa yang menyerap panas untuk 1 meter panjang pipa (A h ) dan A h = A f + A p di mana : A h : luas total permukaan pipa yang menyerap panas (m ) A f : luas permukaan sirip (m ) A p : luas primer (m ) Maka luas total permukaan pipa yang menyerap panas diperoleh sebesar :

135 A h = 1,38 + 0,169 = 1,549 m Luas penampang area (A a ) merupakan luas penampang tanpa sirip dalam 1 meter dikurangi luas sirip dalam 1 meter. A a = ( S D ) L ( 1. δ. N ) T o f = (0,106 0,0603) x 1 x (0,009 x 0,00031 x 346) = 0,018 m Maka dapat diperoleh harga diameter hidrolik (D h ) : 0,0584 D h = 0,106 x 4 x 1,549 = 0,018 m dalam 1 m panjang pipa Sehingga Bilangan Reynold : 0,743 x16,14 x 0,018 R e = 5,6 x10 = 8099,7 000 < R e < , maka rumus mencari bilangan Nusselt adalah : N u = 1,13. C 1. R e m. Pr 1/3. (Incropera, 1981, hal. 344) Harga konstanta C 1 dan m diperoleh dari tabel korelasi Grimson (lampiran 1) yang bergantung pada harga S L /D o dan S T /D o dari susunan pipa yang direncanakan. S D L o S D T o 0,106 = = 0,0603 0,106 = = 0,0603

136 Dari tabel diperoleh : C 1 = 0,48 dan m = 0,556, maka diperoleh harga bilangan Nusselt : N u = 1,13 x 0,48 x (8099,7) 0,556 x (0,68) 1/3 = 71,35 Maka dapat dicari koefisien pindahan panas diluar pipa (h o ) : h o = = Nu.k Dh 71,35 x 0, ,018 = 151,3 W/m. o C Efisiensi dan Efektivitas Sirip Untuk mencari efesiensi sirip dapat digunakan dengan menggunakan grafik efisiensi sirip (Incropera, 1981, hal. 108) seperti pada gambar 4.18 berikut. Gambar Grafik Efisiensi Sirip

137 Dari data-data sirip pada perhitungan sebelumnya maka dapat dihitung : L C = = 1+ δ 0, ,009+ = 0, m r c = = δ r e + 0, , = 0, m Ap = L C.δ = (0, x 0,00031) m = 0,838 x 10-5 m r c = ro 0, , = 1,3036 Lc 3/ (h o / k.ap) 1/ di mana : k = konduktivitas bahan pipa (Lampiran 9) diperoleh = 19,865 W/m. o C 0, / 19, ,3 0, x x = 1, Dari grafik diperoleh harga efesiensi sirip ( η f ) setelah diinterpolasi diperoleh η f = 48 % Perbandingan luas bagian dalam pipa dengan luas total permukaan pipa yang menyerap panas dalam 1 meter (A c /A h ) :

138 A A c h π. Di. L = 1,549 = π.0, ,549 = 0,1065 Efektivitas sirip : A f ηo = 1 1 η f A h ( ) 1,38 = 1 1,549 x (1 0,48) = 0, Tahanan Konduksi pada Pipa LP Evaporator Tahanan konduksi pada pipa LP evaporator (A h. R w ) : A. R h w = = Do D i In Di Ac. k Ah 0,0603 0,055 x In 0,055 x19,865 x 0,1065 = 0,0017 m. o C/W Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dihitung dari persamaan berikut, yaitu :

139 1 1 1 = + Ah. RW + U A h c ηo. h i A h o 1 U 1 1 = + 0, ,88 x 0,1065 0,536 x151,3 U = 51,9 W/m. o C Luas Bidang Pindahan Panas di mana : Maka : Luas bidang pindahan panas diperoleh dengan rumus sebelumnya yaitu : A = Q U.(LMTD) A = luas permukaan perpindahan kalor (m ) Q = panas yang diserap LP evaporator, pada perhitungan sebelumnya diperoleh = W U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh = 51,9 W/m. o C LMTD = Beda suhu rata rata logaritma = 4,5 o C A = ,9 x 4,5 = 1933,8 m Lintasan (N) yang dibutuhkan untuk menyediakan luas permukaan yang menyerap panas : di mana : A N = n. A.1 h

140 A = luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan = 1933,8 m A h = luas total permukaan pipa yang menyerap panas = 1,5491 m n = jumlah pipa per baris = 59 batang/baris 1 = panjang pipa per batang = 14,64 m Maka : 1933,8 N = 59 x1,5491x14,64 = 14 lintasan Maka jumlah pipa yang dibutuhkan LP evaporator adalah 14 x 59 = 86 Batang Parameter Perhitungan Pipa Condensate Preheater (CPH) Pipa condensate preheater (CPH) merupakan pipa pipa pemanas yang berfungsi untuk memanaskan kondensat dari kondensor yang akan digunakan sebagai air umpan. Sistem perpindahan panas yang terjadi adalah konveksi berlawanan arah, di mana air mengalir dari atas ke bawah sedangkan gas buang mengalir dari bawah ke atas. T o C 181,4 T Tg G 164, ,86 L (m) T 3 Tg F Gambar Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada Cond. Preheater

141 Di mana sebelumnya telah diperoleh : T = temperatur uap masuk CPH = 45,86 o C T 3 = temperatur uap keluar CPH = 164,9 o C Tg F = temperatur gas buang masuk CPH = 181,4 o C Tg G = temperatur gas buang keluar HP CPH = 107 o C Maka : LMTD = Tmax T Tmax ln T min min T 1 = Tg G T = 107 o C 45,86 o C = 61,14 o C T = Tg F T 3 = 181,4 o C 164,9 o C = 16,5 o C T 1 sebagai T max dan Maka T sebagai T min. Maka diperoleh harga LMTD : LMTD = 0 61,14 C 16,5 0 61,14 C ln 0 16,5 C 0 C = 34 o C Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut atas dasar bidang luas pipa, yaitu : 1 = U h 1 1 A A c h 1 +A h. R W + η 0. h 0 (F.P. Incropera, 1981, hal. 505)

142 dimana : h i = Koefisien konveksi dalam pipa (W/m. o C) A c /A h = Perbandingan luas pipa bagian dalam dengan luas pipa yang menyerap kalor A h.r W = Tahanan konduksi pipa CPH (m. o C/W) h o = Koefisien konveksi gas buang (W/m. o C) η o = Efektivitas sirip bagian luar Pemilihan Pipa CPH Pipa CPH dalam hal ini direncanakan menggunakan pipa baja sama halnya dengan pipa LP superheater. Diambil ukuran pipa dari ukuran standar pipa untuk baja schedule 40 dengan diameter nominal ( DN ) 1½ (lampiran ukuran pipa). Maka diambil ukuran-ukuran pipa CPH sebagai berikut : D o : Diameter luar = 1,9 in = 0,048 m Di : Diameter dalam = 1,61 in = 0,04089 m t : Tebal pipa = 0,145 in = 0, m Untuk menentukan banyaknya jumlah pipa yang dibutuhkan sesuai dengan laju aliran uap dan diameter pipa yang direncanakan, maka diambil suatu batasan sebagai berikut : Panjang pipa aktif yang berhubungan dengan pipa-pipa = 7 m (dengan memperhitungkan standar panjang pipa yang ada) Jarak antara dua buah pipa = D o = 0,048 m Panjang pipa perbatang = 14,64 m Penentuan panjang pipa berdasarkan pemilihan dari panjang pipa yang sering digunakan (Tunggul S., 1975, hal. 14). Jumlah pipa dalam 1 baris

143 direncanakan sama seperti perancangan pada HP superheater. Sehingga jumlah pipa-pipa CPH yang dibutuhkan adalah : n = panjang pipa ST + 1 = ,096 = 74 batang dalam 1 (satu) baris Dengan ST adalah jarak antara dua titik pusat pipa. Untuk dapat menjamin kekuatan pipa CPH khususnya dalam menahan tekanan yang terjadi di dalam pipa, maka kekuatan material pipa yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus : S P. D o P... (Vincent Cavaseno, 1979). t di mana : P = Tekanan yang terjadi pada pipa, dalam hal ini maksimal 7 bar = 101,56 psia S = tegangan tarik yang diijinkan (psia) S 101,56 x1,9 101,56 x 0,145 S 614,4 psia Sehingga dengan tegangan yang diperoleh diatas, dipilih material yang memliki tegangan ijin (S) diatas 614,4 psia. Dari tabel bahan pipa (lampiran 7) direncanakan material pipa yang digunakan adalah terbuat dari Seamless Alloy Steel (SA 176, 18Cr 8Ni) di mana pada temperatur 500 o F masih memiliki tegangan ijin sebesar 1150 psi, jadi cukup aman untuk digunakan pada CPH dengan suhu maksimum yang terjadi 358,5 o F.

144 4.6.. Koefisien Perpindahan Panas di Dalam Pipa (h i ) Koefisien perpindahan panas dalam pipa (h i ) seharusnya ditentukan pada temperatur film. Dalam hal ini dapat juga ditentukan pada kondisi temperatur dan tekanan uap rata-rata CPH yaitu T u = 105,38 o C dan tekanan 7 bar. Dari tabel sifat-sifat air pada berbagai tekanan dan temperatur, setelah diinterpolasi diperoleh data-data sebagai berikut : μ = 0,00064 kg/m.s k = 0,6836 W/m. o C Pr = 1,66 Kecepatan aliran uap pada CPH dihitung sebagai berikut : V u =. mu. V n. A 1. (Sorensen, 1983, hal. 339) dengan : V u = Kecepatan aliran uap dalam pipa (m/s) ṁ u n = laju aliran uap = (67,65 + 0,54) kg/s = 88,19 kg/s = jumlah pipa CPH per baris = 74 batang v = Volume jenis uap, dihitung atas dasar volume jenis uap rata rata pada CPH dengan tekanan 7 bar, yaitu v = 0, m 3 /kg ρ = 1/v = 1/0,001 m 3 /kg = 90,57 kg/m 3 Maka diperoleh harga kecepatan uap sebesar : 88,19 x 0, V u = 74 x ( π / 4) x (0,04089) = 1,0 m/s Besarnya koefisien pindahan panas dianalisa berdasarkan harga bilangan Reynold (Bayazitoglu, 1988, hal. 34) yaitu :

145 R e = = ρ. V. u Di µ 90,57 x1x 0, ,00064 = ,1 Aliran yang terjadi adalah turbulen, R e > 4000 (JP. Holman, 1998), maka h i dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : h i = N.K u D i.. (Bayazitoglu, 1988, hal. 83) Bilangan Nussselt dapat dihitung dengan : N u = 0,03 R 0,8. 0,4 e P r = 0,03 x (139789,1) 0,8 x (1,66) 0,4 = 368,5 dengan : k = 0,6836 W/m. o C dan D i = 0,04089 m, maka : h i = 368,5 x 0,6836 0,04089 = 6156,4 W/m. o C Koefisien Pindahan Panas di Luar Pipa (h o ) Susunan pipa yang dirancang adalah susunan selang-seling seperti pada gambar 4.0 di bawah ini :

146 SL SD ST A1 A Gambar 4.0. Susunan Pipa Selang-Seling pada CPH di mana : S T = Jarak transversal (transverse pitch) (m) S L = Jarak longitudinal (longitudinal pitch) (m) S D = Jarak diagonal (m) A 1 = Jarak antara buah pipa secara transversal (m) A = Jarak antara buah pipa secara diagonal (m) Direncanakan S T = S L =. D o = 0,096 m Sifat sifat gas buang dievaluasi pada temperatur rata-rata gas buang : T g = 181, = 144, o C = 417,35 K Untuk mencari sifat sifat gas buang dapat diperoleh dari website dengan memasukkan komposisi dan temperatur gas buang, atau sifat sifat gas buang dapat juga disamakan dengan sifat-sifat udara (tabel sifat sifat udar), dalam hal ini sifat sifat gas buang yang diperoleh adalah dari yaitu :

147 k = 0,03409 W/m.K μ =, kg/m.s ρ = 0,8457 kg/m 3 Pr = 0,687 Maka dapat dihitung kecepatan gas maksimum (V g maks ) pada rangkuman pipa pada gambar 4.0, maka kecepatan maksimum dapat terjadi pada A 1 dan A. o Apabila pada A 1, maka : T V g maks =. V ( ) g S T S D o (Incropera, 1981, hal. 344) o Apabila pada A, maka : V g maks = ST g ( S D ) D o. V.. (Incropera, 1981, hal. 344) o V g maks terjadi pada A apabila : S D < S T + D o S D = 0,5 ST S L + < ST D o... (Incropera, 1981, hal. 344) 0,096 0,5 0,096 + < 0,096 0,048 0, > 0,04 Maka dapat disimpulkan V gmaks terjadi pada A 1 : T V g maks =. V ( ) g S T S D o di mana : V g = Kecepatan gas masuk pada rangkuman pipa diukur pada temperatur gas buang masuk rangkuman pipa

148 V g = m g ρ. S. n. L g. T dengan : ṁ g : laju aliran gas buang = 565,9 kg/s ρ g : massa jenis gas buang pada T gas buang masuk = 181,4 o C adalah sebesar 0,77849 kg/m 3 S T n L : jarak dua buah pipa = 0,096 m : banyak pipa 1 baris = 74 batang : panjang pipa 1 batang = 14,64 m Maka : V g = 565,9 0,77849 x 0,096 x74 x14,64 = 6,95 m/s Maka dapat diperoleh kecepatan gas maksimum (V g maks ) sebesar : 565,9 x 0,096 0,048 V g maks = 6, 95 ( ) = 13,9 m/s Sehingga Bilangan Reynold maksimum untuk gas buang adalah : R e = ρ. V. D gmaks h µ dengan : R e : Bilangan Reynold ρ : Massa jenis gas pada suhu rata-rata (kg/ m 3 ) D h : Diameter hidrolik pipa (m) μ : Viskositas dinamik pada suhu rata-rata (kg/m.s) di mana :

149 D h = l f. 4. A a.. (W.M. Kays, 1984, hal. 8) A h di mana : 1 f : jarak dua buah pipa = 0,084 m A a : luas penampang aliran (m ) A h : luas total permukaan yang menyerap panas (m ) Maka : h o = N.k u D h. (Bayazitoglu, 1988, hal. 83) Pada perancangan pipa-pipa CPH ini dirancang menggunakan sirip untuk menyediakan luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan, ukuran sirip sama seperti pada HP ekonomiser yaitu : r o : jari-jari luar pipa = 0,04 m 1 : panjang sirip = 0,009 m r e : jari-jari pipa bersirip = 0,033 m δ : tebal sirip = 0,00046 m n f : jumlah sirip = 89 sirip/m Penentuan panjang, tebal dan jumlah sirip diperoleh dari lampiran, maka dapat dicari : o Luas permukaan sirip (A f ) π A f ( De Do ) = 4 + π. De. δ. N di mana : A f : Luas permukaan sirip (m ) D e : Diameter sirip = 0,066 m D o : Diameter luar pipa = 0,048 m f

150 δ : Tebal sirip = 0,00046 m N f : Jumlah sirip dalam panjang pipa Maka diperoleh luas permukaan sirip sebesar :. π. 0,066 0,048 4 A f ( ) = +.0,066.0, = 0,963 m dalam 1 meter panjang pipa o Luas permukaan primer (A p ) A p = π. D o ( L δ. N f ) N t Dimana : N t : 1, untuk 1 batang pipa π A P [ 0,048( 1 0, ) ]1. = π. = 0,13075 m untuk 1 meter panjang pipa o Luas total permukaan pipa yang menyerap panas untuk 1 meter panjang pipa (A h ) dan A h = A f + A p di mana : A h : luas total permukaan pipa yang menyerap panas (m ) A f : luas permukaan sirip (m ) A p : luas primer (m ) Maka luas total permukaan pipa yang menyerap panas diperoleh sebesar : A h = 0, ,13075 = 1,0944 m Luas penampang area (A a ) merupakan luas penampang tanpa sirip dalam 1 meter dikurangi luas sirip dalam 1 meter. A a = ( S D ) L ( 1. δ. N ) T o f = (0,096 0,048) x1 x (0,009 x 0,00046 x 89)

151 = 0,0456 m Maka dapat diperoleh harga diameter hidrolik (D h ) : D h = 0,096 x 4 x 0,0456 1,0944 = 0,016 m dalam 1 m panjang pipa Sehingga Bilangan Reynold dari persamaan sebelumnya : 0,8457 x13,9 x 0,016 R e = 5,35 x10 = 8073, < R e < Maka rumus mencari bilangan Nusselt adalah : m N u = 1,13. C 1. R e. Pr 1/3. (Incropera, 1981, hal. 344) Harga konstanta C 1 dan m diperoleh dari tabel korelasi Grimson (lampiran 1) yang bergantung pada harga S L /D o dan S T /D o dari susunan pipa yang direncanakan. S D L o 0,096 = = 0,048 S D T o 0,096 = = 0,048 Dari tabel diperoleh : C 1 = 0,48 dan m = 0,556, maka diperoleh harga bilangan Nusselt : N u = 1,13 x 0,48 x (8073,61) 0,556 x (0,687) 1/3 = 71,46 Maka dapat dicari koefisien pindahan panas diluar pipa (h o ) : h o = = Nu.k Dh 71,46 x 0, ,016

152 = 150,39 W/m. o C Efisiensi dan Efektivitas Sirip Untuk mencari efesiensi sirip dapat digunakan dengan menggunakan grafik efisiensi sirip (Incropera, 1981, hal. 108) seperti pada gambar 4.1 berikut : Gambar 4.1. Grafik Efisiensi Sirip Dari data-data sirip pada perhitungan sebelumnya maka dapat dihitung : L C = = 1+ δ 0, ,009 + = 0,0093 m r c = = δ r e + 0, ,033+ = 0,0333 m

153 Ap = L C.δ = (0,0093 x 0,00046) m = 0, m r c = ro 0, 04 0,0333 = 1,3846 Lc 3/ (h o / k.ap) 1/ di mana : k = konduktivitas bahan pipa (Lampiran 9) diperoleh = 18,9934 W/m. o C 0,0093 3/ 150,39 18, x 0,445 x10 = 1,4 Dari grafik diperoleh harga efesiensi sirip ( η ) setelah diinterpolasi f diperoleh η f = 54 %. Perbandingan luas bagian dalam pipa dengan luas total permukaan pipa yang menyerap panas dalam 1 meter (A c /A h ) : A A c h π. Di. L = 1,0944 = Efektivitas sirip : π.0, ,0944 = 0,11735 A f ηo = 1 1 η f A h ( ) 0,963 = 1 1,0944 x (1 0,54) = 0,595

154 Tahanan Konduksi pada Pipa CPH Tahanan konduksi pada pipa CPH (A h. R w ) A. R h w = = Do D i In Di Ac. k Ah 0,048 0,04089 x In 0,04089 x18,9934 x 0,11735 = 0,0015 m. o C/W Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dihitung dari persamaan berikut, yaitu : = + Ah. RW + U A h c ηo. h i A h o 1 U 1 1 = + 0, ,4 x 0, ,595 x150,39 1 = 0, U U = 71,0 m. o C Luas Bidang Pindahan Panas Luas bidang pindahan panas diperoleh dengan rumus sebelumnya yaitu : A = Q U.(LMTD)

155 di mana : A = luas permukaan perpindahan kalor (m ) Q = panas yang diserap CPH, pada perhitungan sebelumnya diperoleh W U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh = 71,0 W/m. o C LMTD = Beda suhu rata rata logaritma = 34 o C Maka : A = ,0 x34 = 1843,6 m Lintasan (N) yang dibutuhkan untuk menyerap panas dengan jumlah 74 batang pipa dalam 1 baris : A N = n. Ah.1 di mana : A = luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan = 1843,6 m A h = luas total permukaan pipa yang menyerap panas = 1,0944 m n = jumlah pipa per baris = 74 batang/baris 1 = panjang pipa per batang = 14,64 m Maka : 1843,6 N = 74 x1,0944 x14,64 = 15,6 lintasan = 16 Lintasan Maka jumlah pipa yang dibutuhkan CPH adalah 16 x 74 = 1184 Batang.

156 4.7. Perhitungan Luas Penampang HRSG mg Kapasitas aliran gas masuk HP superheater : Q = ρ Di mana ρ = massa jenis gas buang pada saat masuk HP superheater pada temperatur 565,7 o C adalah sebesar 0,41 kg/m 3. Maka : Q = 565,9 kg / s 0,41kg / s = 1343,54 Maka luas penampang HRSG : Q = V g x A Maka : A = Q V g Di mana V g = kecepatan gas buang sebelum masuk HP superheater = 1,9 m/s. Maka : A = 1343,54 1,9 = 109,989 m A 109,989 Maka lebar penampang HRSG : l = = P 14, 64 Maka lebar penampang HRSG adalah sebesar 7,1 m. = 7,1 m 4.8. Cerobong Asap (chimney) HRSG Kapasitas aliran gas masuk cerobong asap : Q = Di mana ρ = massa jenis gas buang pada saat setelah melewati condensate m g ρ preheater (CPH) pada temperatur 107 o C = 0,77849 kg/m 3. Maka : Q = m g 565,9 kg / s = 3 ρ 0,77849 kg / m = 76,9 Maka luas penampang cerobong gas asap HRSG : Q = V g x A Maka : A = Q V g Di mana V g = kecepatan gas buang melewati CPH = 6,95 m/s. Maka : A = 76,9 6,95 A = π r = 104,59 m

157 r = r 104,59 3,14 = 5,76 m = 33, 8 Maka : m = v. ρ atau m = A. H. ρ Di mana v = volume gas buang = luas penampang (A) x tinggi (H). Maka tinggi cerobong asap : H = m 565,9 kg / s = 3 A.ρ 104,59 m x 0,77849 kg / m = 6,95 m = 7 m 4.9. Neraca Energi pada HRSG. Q. Q gas in air umpan HRSG. Q. Q. Q gas out uap HP uap LP Gambar 4.. Neraca Energi pada HRSG Dari gambar neraca energi (4.) di atas, maka dapat dirumuskan : Energi panas yang masuk (. Q in) :. Q gas in = ṁ g x h g. Q air umpan =. Q in =. Q out = 565,9 kg/s x 596,36 kj/kg = ,14 kw ṁ FW x h FW = (67,65 + 0,54) kg/s x 191, 83 kj/kg = 16917,487 kw

158 Maka total energi panas yang masuk (. Q in) adalah :. Q gas in +. Q air umpan = (337480, ,487) kw = ,611 kw = 354,39 MW Energi panas yang keluar (. Q out):. Q gas out = ṁ g x h g = 565,9 kg/s x 93,778 kj/kg = 5533,57 kw. Q uap HP = ṁ u x h u = 67,65 kg/s x 3554,1 kj/kg = 4044,44 kw. Q uap LP = ṁ u x h u = 0,54 kg/s x 844,4 kj/kg = 5840,36 kw Maka total energi panas yang masuk (. Q out) adalah :. Q gas out +. Q uap HP +. Q uap LP = (55458, , ,36) kw Maka diperoleh neraca energi : = kw = 354,3 MW. Q in =. Q out 354,39 MW = 354,3 MW

159 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari pembahasan perancangan HRSG yang dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. HRSG (Heat Recovery Steam Generator) yang dirancang adalah HRSG dengan menggunakan tekanan uap (dua) tingkat (dual pressure) yaitu tekanan tinggi (high pressure atau HP) dan tekanan rendah (low pressure atau LP). Sumber panas berasal dari gas buangan 1 (satu) unit turbin gas berdaya 130 MW. Suhu gas buang masuk ke HRSG adalah 565,7 o C laju aliran gas buang sebesar 565,9 kg/s.. Kondisi uap yang dihasilkan HRSG adalah : Uap HP : temperatur tekanan laju aliran : 530,7 o C : 71,57 bar : 67,65 kg/s Uap LP : temperatur tekanan laju aliran : 00 o C : 7 bar : 0,54 kg/s 3. Neraca panas Panas gas buang masuk HRSG = ,313 kw

160 Panas gas buang yang dimanfaatkan : Panas yang diserap HP Superheater = 53060,06 kw Panas yang diserap HP Evaporator, = 10114,83 kw Panas yang diserap HP Ekonomiser = 4159,573 kw Panas yang diserap LP Superheater = 1658,07 kw Panas yang diserap LP Evaporator = 4441,39 kw Panas yang diserap Conden. Preheater = 44508,875 kw 4. Pipa-pipa HP Superheater a. Ukuran nominal = 1½ in ( 0,0381m ) b. Diameter luar = 1,9 in ( 0,0486 m ) c. Diameter dalam = 1,61 in ( 0,04089 m ) d. Panjang pipa per baris = 14,64 m e. Jumlah pipa = 518 batang f. Jarak pipa dalam 1 baris = 0,0965 m g. Jarak setiap baris pipa = 0,0965 m h. Jenis Pipa = Bersirip i. Bahan pipa = Seamless Alloy Steel ( SA 176, 16Cr 1Ni Mo ) j. Susunan pipa-pipa = Selang-seling k. Sistem aliran = Berlawanan arah l. Temperatur uap masuk = 87,35 o C m. Temperatur uap keluar = 530,7 o C n. Temperatur gas masuk = 565,7 o C o. Temperatur gas keluar = 483,36 o C

161 5. Pipa-pipa HP Evaporator a. Ukuran nominal = in ( 0,0508 m ) b. Diameter luar =,375 in ( 0,0603 m ) c. Diameter dalam =,067 in ( 0,055 m ) d. Panjang pipa per baris = 14,64 m e. Jumlah pipa = 767 batang f. Jarak pipa dalam 1 baris = 0,106 m g. Jarak setiap baris pipa = 0,106 m h. Jenis pipa = Bersirip i. Bahan pipa = Seamless Alloy Steel ( SA 176, 18Cr 8Ni ) j. Susunan pipa-pipa = Selang-seling k. Sistem aliran = Searah l. Temperatur uap masuk = 87,35 o C m. Temperatur uap keluar = 87,35 o C n. Temperatur gas masuk = 483,36 o C o. Temperatur gas keluar = 3,4 o C 6. Pipa-pipa HP Ekonomiser a. Ukuran nominal = 1½ in ( 0,0381m ) b. Diameter luar = 1,9 in ( 0,0486 m ) c. Diameter dalam = 1,61 in ( 0,04089 m ) d. Panjang pipa per baris = 14,64 m e. Jumlah pipa = 59 Batang f. Jarak pipa dalam 1 baris = 0,0965 m

162 g. Jarak setiap baris pipa = 0,0965 m h. Jenis Pipa = Bersirip i. Bahan pipa = Seamless Alloy Steel ( SA 176, 18Cr 8Ni ) j. Susunan pipa-pipa = Selang-seling k. Sistem aliran = Berlawanan arah l. Temperatur uap masuk = 156,4 o C m. Temperatur uap keluar = 87,35 o C n. Temperatur gas masuk = 3,34 o C o. Temperatur gas keluar = 54,47 o C 7. Pipa-pipa LP Superheater a. Ukuran nominal = in ( 0,0508 m ) b. Diameter luar =,375 in ( 0,0603 m ) c. Diameter dalam =,067 in ( 0,055 m ) d. Panjang pipa per baris = 14,64 m e. Jumlah pipa = 148 batang f. Jarak pipa dalam 1 baris = 0,106 m g. Jarak setiap baris pipa = 0,106 m h. Jenis pipa = Tanpa sirip i. Bahan pipa = Seamless Alloy Steel ( SA 176, 18Cr 8Ni ) j. Susunan pipa-pipa = Selang-seling k. Sistem aliran = Berlawanan arah l. Temperatur uap masuk = 164,9 o C

163 m. Temperatur uap keluar = 00 o C n. Temperatur gas masuk = 54,47 o C o. Temperatur gas keluar = 5,4 o C 8. Pipa-pipa LP Evaporator a. Ukuran nominal = in ( 0,0508 m ) b. Diameter luar =,375 in ( 0,0603 m ) c. Diameter dalam =,067 in ( 0,055 m ) d. Panjang pipa per baris = 14,64 m e. Jumlah pipa = 86 batang f. Jarak pipa dalam 1 baris = 0,106 m g. Jarak setiap baris pipa = 0,106 m h. Jenis pipa = Bersirip i. Bahan pipa = Seamless Alloy Steel ( SA 176, 18Cr 8Ni ) j. Susunan pipa-pipa = Selang-seling k. Sistem aliran = Searah l. Temperatur uap masuk = 164,9 o C m. Temperatur uap keluar = 164,9 o C n. Temperatur gas masuk = 5, o C o. Temperatur gas keluar = 181,4 o C 9. Pipa-pipa Condensate Preheater (CPH) a. Ukuran nominal = 1½ in ( 0,0381m ) b. Diameter luar = 1,9 in ( 0,0486 m ) c. Diameter dalam = 1,61 in ( 0,04089 m )

164 d. Panjang pipa per baris = 14,64 m e. Jumlah pipa = 1184 Batang f. Jarak pipa dalam 1 baris = 0,0965 m g. Jarak setiap baris pipa = 0,0965 m h. Jenis Pipa = Bersirip i. Bahan pipa = Seamless Alloy Steel ( SA 176, 18Cr 8Ni ) j. Susunan pipa-pipa = Selang-seling k. Sistem aliran = Berlawanan arah l. Temperatur uap masuk = 45,86 o C m. Temperatur uap keluar = 164,9 o C n. Temperatur gas masuk = 181,4 o C o. Temperatur gas keluar = 107 o C 10. Efisiensi HRSG yang dihasilkan adalah sebesar 8,58 %. 5.. Saran 1. Dalam perancangan HRSG, penentuan temperatur pinch point harus diperhatikan, diusahakan agar tidak terlalu kecil ataupun terlalu besar nilainya, karena apabila temperatur pinch pointnya terlalu kecil, maka akan dibutuhkan luas permukaan yang lebih besar agar perpindahan panasnya optimal, sedangkan bila pinch pointnya terlalu besar maka nilai kalor dari gas buang tidak akan terpakai dengan baik. Dalam perancangan ini, nilai pinch point pada high pressure (HP) sebesar 35 o C dan pinch point pada low pressure (LP) sebesar 16,5 o C.

165 . Untuk perhitungan perhitungan dalam analisa dan perancangan HRSG saat ini sudah banyak dibantu dari software dan situs situs internet yang berhubungan dengan HRSG. 3. Untuk penelitian/perancangan selanjutnya, sebaiknya dibuat dalam bentuk simulasi, sehingga dapat dibandingkan antara hasil simulasi dan hasil rancangan secara manual.

166 DAFTAR PUSTAKA 1. Bayazitoglu, Yildiz dan M. Necati O Elements of Heat Transfer. Mc Graw Hill Company.. Cavaseno, Vincent Process Heat Exchange, 1 st edition. Mc Graw Hill Company. 3. Cengel, Yunus A. dan Michael A. Boles Thermodynamics An Engineering Approach, Third Edition. Mc Graw Hill Company. 4. Djokosetyardjo, M.J Ketel Uap. Jakarta: Pradnya Paramitha. 5. Dietzell, Frietz dan Dakso Sayono Turbin Pompa dan Kompresor. Jakarta: Erlangga. 6. El. Wakil, M.W Instalasi Pembangkitan Daya, Jilid I. Jakarta: Erlangga. 7. Harman, Richard T.C Gas Turbine Engineering Applications, Cycles and Characteristics, 1 st published. London. 8. Holman, J.P Perpindahan Kalor, Edisi Ke enam. Jakarta: Erlangga. 9. Incropera, Frank P. dan David P. Dewit Fundamental of Heat and Mass Transfer, second edition. New York: Jhon Wiley and Sons. 10. Jurnal Traksi. Vol. 4. No., Desember 006) 11. Kays, W.M. dan A.L. London Compact Heat Exchanger, 3 rd edition. London: Mc Graw Hill Company. 1. Nag, P.K. 00. Power Plant Engineering, second edition. Mc Graw Hill Company. 13. Sitompul, Tunggul M. M.Sc, Alat Penukar Kalor. Erlangga: Jakarta. 14. Sorensen, Harry A, Energy Conversion System. New York: Jhon Wiley and Sons. 15. Event, Jack B. dan Cheng Liu. Fundamental of fluid Mechanics. Mc. Graw Hill Company

167

168

169

170

171

172

173

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR (HRSG) YANG MEMANFAATKAN GAS BUANG TURBIN GAS DI PLTG PT. PLN (PERSERO) PEMBANGKITAN DAN PENYALURAN SUMATERA BAGIAN UTARA SEKTOR BELAWAN Tekad Sitepu, Sahala Hadi

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR DENGAN SISTEM DUAL PRESSURE MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG SEBUAH TURBIN GAS BERDAYA 160 MW

PERANCANGAN ULANG HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR DENGAN SISTEM DUAL PRESSURE MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG SEBUAH TURBIN GAS BERDAYA 160 MW PERANCANGAN ULANG HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR DENGAN SISTEM DUAL PRESSURE MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG SEBUAH TURBIN GAS BERDAYA 160 MW F. Burlian (1), A. Ghafara (2) (1,2) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-132 Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin Anson Elian dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Turbin gas adalah suatu unit turbin dengan menggunakan gas sebagai fluida kerjanya. Sebenarnya turbin gas merupakan komponen dari suatu sistem pembangkit. Sistem turbin gas paling

Lebih terperinci

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar. 5 TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan. Udara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori PLTGU atau combine cycle power plant (CCPP) adalah suatu unit pembangkit yang memanfaatkan siklus gabungan antara turbin uap dan turbin gas. Gagasan awal untuk

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 8 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Energi memiliki peranan penting dalam menunjang kehidupan manusia Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan akan energi pun terus meningkat Untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-137 Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure Ryan Hidayat dan Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, hampir semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap BAB V TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU. Bambang Setyoko * ) Abstracts

ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU. Bambang Setyoko * ) Abstracts ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU Bambang Setyoko * ) Abstracts Heat Recovery Steam Generator ( HRSG ) is a construction in combine cycle with gas turbine and

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI Dosen Pembimbing : Ir. Joko Sarsetiyanto, MT Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Termodinamika 2.1.1 Siklus Termodinamika Siklus termodinamika adalah serangkaian proses termodinamika mentransfer panas dan kerja dalam berbagai keadaan tekanan, temperatur,

Lebih terperinci

ANALISIS TERMODINAMIKA PERFORMA HRSG PT. INDONESIA POWER UBP PERAK-GRATI SEBELUM DAN SESUDAH CLEANING DENGAN VARIASI BEBAN

ANALISIS TERMODINAMIKA PERFORMA HRSG PT. INDONESIA POWER UBP PERAK-GRATI SEBELUM DAN SESUDAH CLEANING DENGAN VARIASI BEBAN ANALISIS TERMODINAMIKA PERFORMA HRSG PT. INDONESIA POWER UBP PERAK-GRATI SEBELUM DAN SESUDAH CLEANING DENGAN VARIASI BEBAN Ilham Bayu Tiasmoro. 1), Dedy Zulhidayat Noor 2) Jurusan D III Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP

PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG 1. SIKLUS PLTGU 1.1. Siklus PLTG Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG Proses yang terjadi pada PLTG adalah sebagai berikut : Pertama, turbin gas berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

SKRIPSI / TUGAS AKHIR SKRIPSI / TUGAS AKHIR ANALISIS PEMANFAATAN GAS BUANG DARI TURBIN UAP PLTGU 143 MW UNTUK PROSES DESALINASI ALBERT BATISTA TARIGAN (20406065) JURUSAN TEKNIK MESIN PENDAHULUAN Desalinasi adalah proses pemisahan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TURBIN GAS PENGGERAK GENERATOR PADA INSTALASI PLTG DENGAN PUTARAN 3000 RPM DAN DAYA TERPASANG GENERATOR 130 MW SKRIPSI

PERANCANGAN TURBIN GAS PENGGERAK GENERATOR PADA INSTALASI PLTG DENGAN PUTARAN 3000 RPM DAN DAYA TERPASANG GENERATOR 130 MW SKRIPSI PERANCANGAN TURBIN GAS PENGGERAK GENERATOR PADA INSTALASI PLTG DENGAN PUTARAN 3000 RPM DAN DAYA TERPASANG GENERATOR 130 MW SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

SKRIPSI ALAT PENUKAR KALOR

SKRIPSI ALAT PENUKAR KALOR SKRIPSI ALAT PENUKAR KALOR PERANCANGAN HEAT EXCHANGER TYPE SHELL AND TUBE UNTUK AFTERCOOLER KOMPRESSOR DENGAN KAPASITAS 8000 m 3 /hr PADA TEKANAN 26,5 BAR OLEH : FRANKY S SIREGAR NIM : 080421005 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK 3.1 Konfigurasi PLTGU UBP Tanjung Priok Secara sederhana BLOK PLTGU UBP Tanjung Priok dapat digambarkan sebagai berikut: deaerator LP Header Low pressure HP header

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN EVAPORATOR UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1PK SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

RANCANG BANGUN EVAPORATOR UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1PK SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi RANCANG BANGUN EVAPORATOR UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1PK SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TYSON MARUDUT MANURUNG NIM

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

ANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP ANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP SKRIPSI Skripsi ini Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik OLEH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri dewasa ini mengalami perkembangan pesat. akhirnya akan mengakibatkan bertambahnya persaingan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri dewasa ini mengalami perkembangan pesat. akhirnya akan mengakibatkan bertambahnya persaingan khususnya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Dunia industri dewasa ini mengalami perkembangan pesat. Perkembangan itu ditandai dengan berkembangnya ilmu dan teknologi yang akhirnya akan mengakibatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN TURBOCARJER UNTUK MENINGKATKAN PERFORMANSI MOTOR DIESEL

RANCANGAN TURBOCARJER UNTUK MENINGKATKAN PERFORMANSI MOTOR DIESEL RANCANGAN TURBOCARJER UNTUK MENINGKATKAN PERFORMANSI MOTOR DIESEL DAYA PUTARAN : 80 HP : 2250 RPM SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik RUSLI INDRA HARAHAP N I M : 0

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN PANAS PADA KONDENSOR DENGAN KAPASITAS m³/ JAM UNIT 4 PLTU SICANANG BELAWAN

ANALISA PERPINDAHAN PANAS PADA KONDENSOR DENGAN KAPASITAS m³/ JAM UNIT 4 PLTU SICANANG BELAWAN ANALISA PERPINDAHAN PANAS PADA KONDENSOR DENGAN KAPASITAS 9.781 m³/ JAM UNIT 4 PLTU SICANANG BELAWAN LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Pendidikan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TERMAL HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR SISTEM TEKANAN DUA TINGKAT DENGAN VARIASI BEBAN GAS TURBIN

PERANCANGAN TERMAL HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR SISTEM TEKANAN DUA TINGKAT DENGAN VARIASI BEBAN GAS TURBIN TUGAS AKHIR TM141585 PERANCANGAN TERMAL HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR SISTEM TEKANAN DUA TINGKAT DENGAN VARIASI BEBAN GAS TURBIN ANSON ELIAN NRP. 2112100142 Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, S.T,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI INTISARI Oleh: Ir. Agus Sugiyono *) PLN sebagai penyedia tenaga listrik yang terbesar mempunyai kapasitas terpasang sebesar

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR SKRIPSI Skripsi yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Termodinamika 2.1.1 Siklus Termodinamika Siklus termodinamika adalah serangkaian proses termodinamika mentransfer panas dan kerja dalam berbagai keadaan tekanan, temperatur,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMANSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU) SICANANG BELAWAN

ANALISA PERFORMANSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU) SICANANG BELAWAN ANALISA PERFORMANSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU SICANANG BELAWAN Rahmat Kurniawan 1,MulfiHazwi 2 1,2 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara rahmat_tm06@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 Teori Pengujian Sistem pengkondisian udara (Air Condition) pada mobil atau kendaraan secara umum adalah untuk mengatur kondisi suhu pada ruangan didalam mobil. Kondisi suhu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PLTU merupakan sistem pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan energi panas bahan bakar untuk diubah menjadi energi listrik dengan

Lebih terperinci

Maka persamaan energi,

Maka persamaan energi, II. DASAR TEORI 2. 1. Hukum termodinamika dan sistem terbuka Termodinamika teknik dikaitkan dengan hal-hal tentang perpindahan energi dalam zat kerja pada suatu sistem. Sistem merupakan susunan seperangkat

Lebih terperinci

Udara. Bahan Bakar. Generator Kopel Kompresor Turbin

Udara. Bahan Bakar. Generator Kopel Kompresor Turbin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara Kerja Instalasi Turbin Gas Instalasi turbin gas merupakan suatu kesatuan unit instalasi yang bekerja berkesinambungan dalam rangka membangkitkan tenaga listrik. Instalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Turbin uap berfungsi untuk mengubah energi panas yang terkandung. menghasilkan putaran (energi mekanik).

BAB I PENDAHULUAN. Turbin uap berfungsi untuk mengubah energi panas yang terkandung. menghasilkan putaran (energi mekanik). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Turbin uap adalah suatu penggerak mula yang mengubah energi potensial menjadi energi kinetik dan energi kinetik ini selanjutnya diubah menjadi energi mekanik dalam

Lebih terperinci

MODUL V-C PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU)

MODUL V-C PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU) MODUL V-C PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU) DEFINISI PLTGU PLTGU merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan tenaga gas dan uap. Jadi disini sudah jelas ada dua mode pembangkitan. yaitu pembangkitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu pembangkit daya uap. Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu pembangkit daya uap. Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisa Termodinamika Siklus Rankine adalah siklus teoritis yang mendasari siklus kerja dari suatu pembangkit daya uap Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara ditinjau

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ALEXANDER SEBAYANG NIM :

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ALEXANDER SEBAYANG NIM : PERANCANGAN KONDENSOR TURBIN UAP (ST.1.0) DENGAN DAYA 65 MW DI PLTGU BLOK I PT.PLN (PERSERO) PEMBANGKITAN SUMATERA BAGIAN UTARA SEKTOR PEMBANGKIT BELAWAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI PROGRAM DIPLOMA-IV FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI PROGRAM DIPLOMA-IV FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 KARYA AKHIR ANALISA STUDY TENTANG MESIN PENGGORENGAN DENGAN MENGGUNAKAN THERMOSIPHON REBOILER PADA PABRIK MIE INSTANT DENGAN KAPASITAS OLAH PABRIK 4. BUNGKUS /HARI LAMHOT AMRIS SAGALA 546 KARYA AKHIR YANG

Lebih terperinci

PERENCANAAN KETEL UAP PIPA AIR SEBAGAI PENGGERAK TURBIN DENGAN KAPASITAS UAP HASIL. 40 TON/JAM, TEKANAN KERJA 17 ATM DAN SUHU UAP 350 o C

PERENCANAAN KETEL UAP PIPA AIR SEBAGAI PENGGERAK TURBIN DENGAN KAPASITAS UAP HASIL. 40 TON/JAM, TEKANAN KERJA 17 ATM DAN SUHU UAP 350 o C NASKAH PUBLIKASI PERENCANAAN KETEL UAP PIPA AIR SEBAGAI PENGGERAK TURBIN DENGAN KAPASITAS UAP HASIL 40 TON/JAM, TEKANAN KERJA 17 ATM DAN SUHU UAP 350 o C Makalah Seminar Tugas Akhir ini disusun sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. listrik dimana generator atau pembangkit digerakkan oleh turbin dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. listrik dimana generator atau pembangkit digerakkan oleh turbin dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap Pembangkit listrik tenaga uap adalah sistem yang dapat membangkitkan tenaga listrik dimana generator atau pembangkit digerakkan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN KOMPRESOR DAN PIPA KAPILER UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK SKRIPSI

RANCANG BANGUN KOMPRESOR DAN PIPA KAPILER UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK SKRIPSI RANCANG BANGUN KOMPRESOR DAN PIPA KAPILER UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ZAKARIA

Lebih terperinci

TUGAS SKRIPSI SISTEM PEMBANGKIT TENAGA

TUGAS SKRIPSI SISTEM PEMBANGKIT TENAGA TUGAS SKRIPSI SISTEM PEMBANGKIT TENAGA ANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA UAP PADA PKS KAPASITAS 30 TON TBS/JAM OLEH ISKANDAR PERANGIN

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 27 BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 4.1 Pemilihan Sistem Pemanasan Air Terdapat beberapa alternatif sistem pemanasan air yang dapat dilakukan, seperti yang telah dijelaskan dalam subbab 2.2.1 mengenai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMAKAIAN BAHAN BAKAR TERHADAP EFISIENSI HRSG KA13E2 DI MUARA TAWAR COMBINE CYCLE POWER PLANT

ANALISIS PENGARUH PEMAKAIAN BAHAN BAKAR TERHADAP EFISIENSI HRSG KA13E2 DI MUARA TAWAR COMBINE CYCLE POWER PLANT ANALISIS PENGARUH PEMAKAIAN BAHAN BAKAR TERHADAP EFISIENSI HRSG KA13E2 DI MUARA TAWAR COMBINE CYCLE POWER PLANT Anwar Ilmar Ramadhan 1,*, Ery Diniardi 1, Hasan Basri 2, Dhian Trisnadi Setyawan 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1)

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1) BAB II DASAR TEORI 2.1 HUKUM TERMODINAMIKA DAN SISTEM TERBUKA Hukum pertama termodinamika adalah hukum kekekalan energi. Hukum ini menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan. Energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PLTU adalah suatu pembangkit listrik dimana energi listrik dihasilkan oleh generator yang diputar oleh turbin uap yang memanfaatkan tekanan uap hasil dari penguapan

Lebih terperinci

Kunci Jawaban Latihan Termodinamika Bab 5 & 6 Kamis, 12 April 2012 W NET

Kunci Jawaban Latihan Termodinamika Bab 5 & 6 Kamis, 12 April 2012 W NET Kunci Jawaban Latihan Termodinamika Bab 5 & 6 Kamis, 12 April 2012 1. Sebuah mesin mobil mampu menghasilkan daya keluaran sebesar 136 hp dengan efisiensi termal 30% bila dipasok dengan bahan bakar yang

Lebih terperinci

Session 17 Steam Turbine Theory. PT. Dian Swastatika Sentosa

Session 17 Steam Turbine Theory. PT. Dian Swastatika Sentosa Session 17 Steam Turbine Theory PT. Dian Swastatika Sentosa DSS Head Office, 27 Oktober 2008 Outline 1. Pendahuluan 2. Bagan Proses Tenaga Uap 3. Air dan Uap dalam diagram T s dan h s 4. Penggunaan Diagram

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 RANCANG BANGUN GENERATOR PADA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN SIKLUS ABSORPSI MEMANFAATKAN PANAS BUANG MOTOR BAKAR DENGAN PASANGAN REFRIJERAN - ABSORBEN AMONIA-AIR Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

SKRIPSI TURBIN UAP PERANCANGAN TURBIN UAP UNTUK PLTPB DENGAN DAYA 5 MW. Disusun Oleh: WILSON M.N.GURNING NIM:

SKRIPSI TURBIN UAP PERANCANGAN TURBIN UAP UNTUK PLTPB DENGAN DAYA 5 MW. Disusun Oleh: WILSON M.N.GURNING NIM: SKRIPSI TURBIN UAP PERANCANGAN TURBIN UAP UNTUK PLTPB DENGAN DAYA 5 MW Disusun Oleh: WILSON M.N.GURNING NIM: 060421007 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TURBIN UAP. Penggunaan:

TURBIN UAP. Penggunaan: Turbin Uap TURBIN UAP Siklus pembangkitan tenaga terdiri dari pompa, generator uap (boiler), turbin, dan kondenser di mana fluida kerjanya (umumnya adala air) mengalami perubaan fasa dari cair ke uap

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Freezer Freezer merupakan salah satu mesin pendingin yang digunakan untuk penyimpanan suatu produk yang bertujuan untuk mendapatkan produk dengan kualitas yang

Lebih terperinci

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng MULTIREFRIGERASI SISTEM Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng SIKLUS REFRIGERASI Sistem refrigerasi dengan siklus kompresi uap Proses 1 2 : Kompresi isentropik Proses 2 2 : Desuperheating Proses 2 3 : Kondensasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System 32 BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System PLTP Gunung Salak merupakan PLTP yang berjenis single flash steam system. Oleh karena itu, seperti yang

Lebih terperinci

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Oleh : Robbin Sanjaya 2106.030.060 Pembimbing : Ir. Denny M.E. Soedjono,M.T PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol No. 2 Mei 214; 65-71 ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1 Anggun Sukarno 1) Bono 2), Budhi Prasetyo 2) 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kebutuhan energi listrik pada zaman globalisasi ini, Indonesia melaksanakan program percepatan pembangkitan listrik sebesar 10.000 MW dengan mendirikan

Lebih terperinci

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi listrik terus-menerus meningkat yang disebabkan karena pertumbuhan penduduk dan industri di Indonesia berkembang dengan pesat, sehingga mewajibkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER TUGAS SARJANA MESIN FLUIDA PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER OLEH NAMA : ERWIN JUNAISIR NIM : 020401047 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12 Suroso, I Wayan Sukania, dan Ian Mariano Jl. Let. Jend. S. Parman No. 1 Jakarta 11440 Telp. (021) 5672548

Lebih terperinci

PLTU (PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP)

PLTU (PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP) PLTU (PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP) I. PENDAHULUAN Pusat pembangkit listrik tenaga uap pada saat ini masih menjadi pilihan dalam konversi tenaga dengan skala besar dari bahan bakar konvensional menjadi

Lebih terperinci

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR Untuk mengenalkan aspek-aspek refrigerasi, pandanglah sebuah siklus refrigerasi uap Carnot. Siklus ini adalah kebalikan dari siklus daya uap Carnot. Gambar 1.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet BAB II DASAR TEORI 2.1 Blood Bank Cabinet Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi manusia karena berfungsi sebagai alat transportasi serta memiliki banyak kegunaan lainnya untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Gas

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Gas BAB II DASAR TEORI. rinsip embangkit Listrik Tenaga Gas embangkit listrik tenaga gas adalah pembangkit yang memanfaatkan gas (campuran udara dan bahan bakar) hasil dari pembakaran bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN ANALISA PERPINDAHAN PANAS PADA KETEL UAP BERTENAGA LISTRIK

RANCANG BANGUN DAN ANALISA PERPINDAHAN PANAS PADA KETEL UAP BERTENAGA LISTRIK KARYA AKHIR RANCANG BANGUN DAN ANALISA PERPINDAHAN PANAS PADA KETEL UAP BERTENAGA LISTRIK M.KELANA PUTRA.S 035202063 KARYA AKHIR YANG DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT MEMPEROLEH IJAZAH SARJANA

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN Disusun oleh: BENNY ADAM DEKA HERMI AGUSTINA DONSIUS GINANJAR ADY GUNAWAN I8311007 I8311009

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Dasar dari teknologi turbin gas adalah pemanfaatan energi dari gas bersuhu % sebagai pendingin, antara lain

BAB II TEORI DASAR. Dasar dari teknologi turbin gas adalah pemanfaatan energi dari gas bersuhu % sebagai pendingin, antara lain BAB II TEORI DASAR 2.1 PLTG (Open Cycle) Dasar dari teknologi turbin gas adalah pemanfaatan energi dari gas bersuhu tinggi hasil pembakaran campuran bahan bakar dengan udara tekan. Udara tekan dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE PADA ALAT PENUKAR KALOR TABUNG CANGKANG DENGAN SUSUNAN TABUNG SEGITIGA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Juni 2011, bertempat di Laboratorium Surya, Bagian Teknik Energi Terbarukan, Departemen

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 2012

PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 2012 Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 202 ISSN 0852-2979 PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 202 Heri Witono, Ahmad Nurjana

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MEDAN MEDAN 2015

JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MEDAN MEDAN 2015 ANALISA UNJUK KERJA TERMAL ALAT PENUKAR KALOR KONDENSOR DENGAN KAPASITAS SIRKULASI AIR 9.550 M 3 /JAM DI PLTU UNIT 3 PT PLN (PERSERO) SICANANG BELAWAN Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam

Lebih terperinci

Analisa Termoekonomi Pada Sistem Kombinasi Turbin Gas Uap PLTGU PT PJB Unit Pembangkitan Gresik

Analisa Termoekonomi Pada Sistem Kombinasi Turbin Gas Uap PLTGU PT PJB Unit Pembangkitan Gresik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Analisa Termoekonomi Pada Sistem Kombinasi Turbin Gas Uap PLTGU PT PJB Unit Pembangkitan Gresik Ika Shanti B, Gunawan Nugroho, Sarwono Teknik Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Blast Chiller Blast Chiller adalah salah satu sistem refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan suatu produk dengan cepat. Waktu pendinginan yang diperlukan untuk sistem Blast

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor adalah ilmu yang mempelajari berpindahnya suatu energi (berupa kalor) dari suatu sistem ke sistem lain karena adanya perbedaan temperatur.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sistem Refrigerasi Kompresi Uap merupakan system yang digunakan untuk mengambil sejumlah panas dari suatu barang atau benda lainnya dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda (biasanya energi mekanik dan energi termal) dari satu sumber bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda (biasanya energi mekanik dan energi termal) dari satu sumber bahan II. TINJAUAN PUSTAKA A. SISTEM KOGENERASI 1. Prinsip dasar kogenerasi Kogenerasi merupakan suatu pembangkitan berurutan dua bentuk energi berbeda (biasanya energi mekanik dan energi termal) dari satu sumber

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (214) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) B-91 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Udara Terhadap Performa Heat Exchanger Jenis Compact Heat Exchanger (Radiator)

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN AKIBAT PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA PADA ALAT PENUKAR KALOR JENIS RADIATOR FLAT TUBE SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci