PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA BERKELANJUTAN KAWASAN WISATA GUNUNG LEUTIK BOGOR BUDIARJONO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA BERKELANJUTAN KAWASAN WISATA GUNUNG LEUTIK BOGOR BUDIARJONO"

Transkripsi

1 PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA BERKELANJUTAN KAWASAN WISATA GUNUNG LEUTIK BOGOR BUDIARJONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perencanaan Lanskap Agrowisata Berkelanjutan Kawasan Wisata Gunung Leutik Bogor, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Adapun sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni,2011 Budiarjono NRP A

3 ABSTRACT BUDIARJONO. Planning A Sustainable Landscape Area Of Agro-Tourism In The Region Of Gunung Leutik, Bogor. Under supervision of NIZAR NASRULLAH and ARIS MUNANDAR Indonesia as an archipelagic country has a natural potential to be developed as a tourism attraction development. One of the tourism potential that can be developed is agro- tourism. Bogor region has an agricultural land managed by the unit of society and agriculture corporate. One of the farming community center is area of Gunung Leutik, Benteng Village, Ciampea, Bogor. Gunung Leutik Area Tourism has 41.4 hectares which is divided into three units, including education area of Pesantren Darul Fallah agriculture land bussiness area, and Gunung Leutik region. The existence of cultivation areas with interesting scenery, residential area and Islamic education area are potential landscape to develop as tourism object and attractions. General aim is to planning a sustainable landscape area of agro-tourism in Gunung Leutik region, that support agriculture tourism activities and environmental education. This research uses descriptive quantitative method. Quantification was performed to assess the suitability of agricultural land use for certain types of physical plant and the suitability of agricultural tourism using the land evaluation guidelines of Soil and Agro-climate Research Center of Bogor (2008). The planning approach is sustainable tourism. Stakeholder approach is carried out through stakeholder analysis derived from previous research. The main concept is to create sustainable landscape by developing agro-tourism based on physical environment to maintain its quality and increasing local communities welfare. Gunung Leutik potentially be developed as a sustainable agro-tourism area. Development of sustainable landscapes agriculture requires the integration of tourism, cultivation and education activity space. The sustainability of tourism in the region through the development of low external input sustainable agriculture (LEISA). Development of sustainable agriculture tourism is divided into tourism activities integrative zones based on the type of utilization. The zone includes : active, passive and buffer zone. Through tourism activities that involve all stakeholders make landscape ecologically and economically sustainable. Keywords: landscape planning, sustainable tourism planning, agro-tourism.

4 RINGKASAN BUDIARJONO. Perencanaan Lanskap Agrowisata Berkelanjutan Kawasan Wisata Gunung Leutik Bogor. Di bawah Bimbingan NIZAR NASRULLAH dan ARIS MUNANDAR. Obyek wisata merupakan salah satu sumber devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik potensial untuk pengembangan pariwisata. Salah satu potensi wisata yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah wisata berbasis pertanian. Rangkaian kegiatan pertanian dari budidaya sampai pasca panen dapat dijadikan daya tarik tersendiri bagi kegiatan pariwisata. Kabupaten Bogor memiliki sentra-sentra pertanian mandiri yang dikelola oleh unit masyarakat maupun korporasi pertanian. Salah satu sentra pertanian masyarakat di kabupaten Bogor adalah kawasan Gunung Leutik, Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Kawasan Wisata Gunung Leutik memiliki luasan 41,4 Ha yang terbagi menjadi tiga unit, antara lain a) Unit I seluas 11,8 ha yang merupakan area pendidikan dan permukiman pesantren; b) Unit II seluas 15,1 ha merupakan lahan usaha Pesantren; dan c) Unit III seluas 14,5 ha yang merupakan kawasan perkampungan masyarakat Gunung Leutik. Keberadaan kawasan budidaya pertanian (tanaman, peternakan, dan perikanan darat) yang ditunjang dengan kondisi lingkungan menarik (panorama alam), kawasan permukiman yang erat dengan pertanian, serta kawasan pendidikan islam yang berorientasi pertanian, merupakan potensi yang dapat dikembangkan sebagai obyek dan atraksi wisata berbasis pedidikan lingkungan, pertanian dan bernuansa islami. Tujuan umum dari penelitian ini adalah merencanakan lanskap kawasan agrowisata yang berkelanjutan di kawasan Gunung Leutik, Bogor, Jawa Barat. Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain: Menyusun rencana lanskap kawasan agrowisata berkelanjutan di kawasan Gunung Leutik yang mendukung aktifitas wisata berbasis pertanian dan pendidikan lingkungan bernuansa islami. Pengembangan lanskap kawasan wisata Gunung Leutik seharusnya direncanakan secara integral dengan lingkungan disekitar kawasan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu penilaian (skoring), kuantifikasi (pembobotan) dan penentuan peringkat pada tiap faktor dan kategori yang dinilai. Kuantifikasi terutama dilakukan untuk menilai kesesuaian peruntukan lahan secara fisik (kesesuaian peruntukan lahan pertanian untuk jenis tanaman tertentu) dan kesesuaian wisata berbasis pertanian. Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumberdaya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Pendekatan perencanaan utama yaitu wisata berkelanjutan (sustainable tourism), yang meliputi aspek kesesuaian kawasan pertanian, kesesuaian agrowisata dan stakeholder. Pendekatan ini dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian kawasan untuk dikembangkan sebagai kawasan agrowisata yang berkelanjutan. Sedangkan, pendekatan masyarakat (stakeholder) dilakukan melalui analisis stakeholder yang bersumber dari penelitian sebelumnya. Berdasarkan analisis pengembangan wisata, Gunung Leutik merupakan zona sangat potensial sebagai wisata pertanian berkelanjutan. Selain memenuhi persyaratan ekologis, memiliki ketersediaan obyek dan atraksi wisata serta alam yang indah, masyarakat disekitar desa ini juga bersedia untuk menerima pengembangan wisata di daerahnya. Area Unit I dan Unit II serta perkampungan gunung Leutik merupakan daerah potensial sebagai penyangga dan pendukung wisata pertanian berkelanjutan. Konsep utama adalah untuk menciptakan lanskap kawasan wisata pertanian yang berkelanjutan,

5 dengan mengembangkan agrowisata berdasarkan potensi lingkungan, obyek dan atraksi wisata potensial untuk menjaga kualitas lingkungan serta kesejahteraan masyarakat lokal. Kawasan Gunung Leutik Kabupaten Bogor berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan Agrowisata Berkelanjutan. Kawasan Gunung Leutik memiliki potensi ekologis yang ditunjang dengan kondisi fisik kawasan. Potensi utama pengembangan kawasan berupa lahan pertanian dan kondisi masyarakat di sekitar kawasan yang memang berorientasi pada kegiatan pertanian. Kegiatan pendidikan dan pertanian tetap menjadi kegiatan utama di dalamnya. Untuk mengembangkan kawasan wisata pertanian (agrowisata) yang berkelanjutan di Gunung Leutik diperlukan suatu organisasi ruang yang terintegrasi antara kegiatan wisata, budidaya dan pendidikan. Pengusahaan wisata harus menyesuaikan dengan daya dukung, baik fisik maupun sosial guna mempertahankan kondisi dan keberlanjutan aktifitas wisata pada kawasan. Salah satu upaya untuk menjaga keberlanjutan wisata pada kawasan adalah melalui pengusahaan pertanian secara terpadu (LEISA) yang meminimalkan input eksternal dan pemenuhan kebutuhan organik secara mandiri dengan ditunnjang oleh aktivitas wisata berupa interpretasi kawasan pertanian. Pertanian terpadu meliputi pengusahaan pertanian / agribisnis antara lain, area produksi, pengolahan panen dan pasca panen. Wisata sebagai kegiatan pendukung yang menguatkan kedua kegiatan utama tersebut. Pengembangan wisata pertanian berkelanjutan di kawasan Gunung Leutik dibagi dalam zona integratif aktifitas wisata berdasarkan tipe aktifitas/pemanfaatan. Zona tersebut meliputi zona aktif, pasif dan penyangga. Kawasan wisata Gunung Leutik memiliki tiga ekosistem yang berbeda, kawasan pertanian, eduekosistem dan agroesociety yang merupakan stakeholder pada kawasan. Melalui kegiatan wisata yang menggandeng keterlibatan semua pihak menjadikan kawasan ini berkelanjutan secara ekologis dan ekonomis. Kata kunci: Perencanaan lanskap, Perencanaan Wisata Berkelanjutan, Agrowisata

6 PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA BERKELANJUTAN KAWASAN WISATA GUNUNG LEUTIK BOGOR BUDIARJONO Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Melalukan Penelitian Untuk Memperoleh Gelar Magister Sain Pada Departemen Arsitektur Lanskap SEKOLAH PASCASARJANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

7 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA.

8 Judul Tesis Nama NIM : Perencanaan Lanskap Agrowisata Berkelanjutan Kawasan Wisata Gunung Leutik Bogor : Budiarjono : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Nizar Nasrullah, MAgr. Ketua Dr. Ir. Aris Munandar, MS. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 18 Juli 2011 Tanggal Lulus :

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-nya yang telah diberikan hingga thesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah perencanaan agrowisata, dengan judul Perencanaan Lanskap Agrowisata Berkelanjutan Kawasan Wisata Gunung Leutik Bogor. Tesis ini sebagai salah satu syarat melalukan penelitian untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur Lanskap Sekolah Pascasarjana, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat kepada semua pihak yang membacanya. Bogor, Juli 2011 Penulis

10 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Malang Jawa Timur pada tanggal 3 April 1956 dari ayah alm Didi Suwardi dan ibu almh Wiratini. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 1975 penulis menyelesaikan sekolah di SMA Negeri I Madiun dan melanjutkan studi ke Institut Teknologi Bandung, Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-1 pada tahun 1982, dan pada tahun 2005 penulis memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikan Strata-2 di Sekolah Pascasarjana IPB dengan program studi Arsitektur Lanskap dan mendapat bantuan biaya studi (BPPS) dari Dikti. Penulis bekerja sebagai pengajar pada Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Borobudur di Jakarta sejak tahun Disamping itu, penulis juga bekerja sebagai konsultan arsitektur sejak tahun 1983 sampai sekarang.

11 iii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan Kawasan Wisata Pariwisata Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata Pembangunan Pariwisata Berwawasan Lingkungan Agrowisata Perencanaan Agrowisata Berwawasan Lingkungan Berwawasan Lingkungan / Berkelanjutan III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Penelitian Pendekatan Penelitian Prosedur Pelaksanaan Analisis dan Sintesis Analisis Potensi Pengembangan Lahan Pertanian Analisis Obyek dan Atraksi Wisata Anallisis Potensi Masyarakat Konsep dan Perencanaan Batasan Penelitian Definisi Operasional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum... 32

12 iv Kawasan Gunung Leutik Sejarah Pesantern Pertanian Darul Fallah Kondisi Umum masyarakat Sekitar Desa Benteng Aspek Fisik/Biofisik Iklim Topografi Kemiringan Lahan Geologi Tanah Hidrologi dan Kualitas Air Vegetasi Pohon Objek Wisata Pertanian Budidaya Pertanian di Lokasi Perencanaan View Sirkulasi dalam Tapak Fasilitas penunjang Potensi Masyarakat Preferensi Masyarakat Kawasan Gunung Leutik Kompetitor Wisata di Sekitar Kawasan Wisata GL Analisis Kondisi Ekologis Analisis Biofisik Tapak Aspek kesesuaian Fisik lahan Pertanian Sifat Fisika Sifat Kimia Pilihan Tanaman Pertanian Komoditas Peternakan dan Perikanan Analisis Objek Wisata Analisis Potensi Masyarakat Zona Integratif Perencanaan Lanskap Konsep Dasar Konsep Ruang Konsep Sirkulasi Wisata... 79

13 v Konsep Objek Wisata Pertanian Konsep Aktivitas Wisata Konsep Fasilitas dan Utilitas Wisata Perencanaan lanskap Wisata Pertanian Berkelanjutan Program Wisata V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

14 vi DAFTAR TABEL Teks No. Halaman 1. Alat Penelitian Data Penelitian Faktor Kwalitas Dan Karakteristik Lahan Penilaian Kelayakan Potensi Kawasan Agrowisata Jumlah Penduduk, Angkatan Kerja Dan Angka Kerja Kualitas Angkatan Kerja Mata Pencaharian Penduduk Desa Benteng Proporsi Agama Penduduk Desa Benteng Rata-Rata Unsur Iklim Lokasi Persentase Kemiringan Lahan Kelas Kemiringan Beserta Deskripsi Peruntukan Lahan Keragaman Vegetasi Jenis Tanaman Pangan Yang Diusahakan Masyarakat Gn.Leutik Jenis dan Panjang Jalan dalam Tapak Perencanaan Penggunaan Lahan pada Tiap Unit dalam Tapak Bangunan dalam Tapak Kesesuaian Lahan Aktual untuk Tanaman Padi sawah Kesuaian Lahan u/ T. Pangan Lahan Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Perkebunan/Kehutanan Lokasi, Kelompok, dan Jenis Objek Wisata Aspek Kelayakan Kawasan Agrowisata Jenis Usaha Pertanian pada Lahan Unit II dan Lahan Unit III Rencana Aktifitas dan Fasilitas yang dikembangkan K.G.Leutik Rencana Aktifitas dan Fasilitas di Kawasan Gunung Leutik Konsep dan Dimensi Bangunan Fasilitas dan Utilitas Wisata Program Wisata Pertanian Berkelanjutan... 98

15 vii DAFTAR GAMBAR Teks No Halaman 1. Kerangka Pikir Penelitian Komponen Fungsi dari Sisi Persediaan (Gunn,1993) Lokasi Penelitian Peta Contoh Tanah Tahapan Penelitian Batas Wilayah Peta Kondisi Awal Tapak Suhu Maksimum Rata-Rata (Tahun ) Suhu Minimum Rata-Rata (Tahun ) Kelembaban Rata-Rata (Tahun ) Penguapan Rata-Rata (Tahun ) Kecepatan Angin Rata-Rata (Tahun ) Curah Hujan Rata-Rata (Tahun ) Peta Topografi Peta Kemiringan Lahan Sungai yang Melintasi Kawasan Gunung Leutik Berbagai komoditi di Kawasan Gunung Leutik, Bogor View dari Arah Kawasan Analisis Potensi Objek Wisata Pengembangan Agrowisata Bagan Konsep Pengembangan Pertanian Berkelanjutan Model Daur Energi Pertanian Terpadu Ilustrasi Ruang Pelayanan Wisata Zona Ruang Wisata Konsep Sirkulasi Primer Konsep Sirkulasi Sekunder Konsep Sirkulasi Konsep Daerah Tujuan Objek Zona Aktivitas Wisata... 87

16 viii 30. Diagram Konsep Berkelanjutan Kawasan Agrowisata Site Plan Ilustrasi Fasilitas Pelayanan Wisata... 97

17 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik potensial untuk pengembangan pariwisata. Salah satu potensi wisata yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah wisata berbasis pertanian. Rangkaian kegiatan pertanian dari budidaya sampai pasca panen dapat dijadikan daya tarik tersendiri bagi kegiatan pariwisata. Berdasarkan hasil rekapitulasi kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) di Indonesia menunjukan data bahwa pertumbuhan rata-rata perjalanan per tahun meningkat 1,5% (Dinas Pariwisata Indonesia, 2009). Peningkatan dari perjalanan wisnus di setiap provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia sebesar 226,3 juta (Departemen Pariwisata Republik Indonesia, 2009). Peningkatan jumlah kunjungan tersebut terfokus pada segmen pasar wisata minat khusus dengan destinasi yang tersebar di luar pulau Jawa dan Bali. Salah satu unit pengembangan wisata di Indonesia yang mengalami peningkatan trend kunjungan adalah sub unit ekowisata (termasuk agrowisata). Pertumbuhan dari ekowisata (termasuk agrowisata) berkisar antara 10-30% (Ariyanto,2003). Agrowisata secara terminologi didefinisikan sebagai perpaduan antara pariwisata dan pertanian dimana pengunjung dapat mengunjungi kebun, peternakan atau kilang anggur untuk membeli produk, menikmati pertunjukan, mengambil bagian aktivitas, makan suatu makanan atau melewatkan malam bersama di suatu areal perkebunan ( Di Indonesia, agrowisata didefinisikan sebagai sebuah bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan agribisnis sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian. Pengembangan agrowisata dikemas sebagai suatu perjalanan wisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani, memelihara budaya maupun teknologi lokal

18 2 (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya, serta sebagai sarana pendidikan (Deptan, 2005). Kabupaten Bogor memiliki sentra-sentra pertanian mandiri yang dikelola oleh unit masyarakat maupun korporasi pertanian. Salah satu sentra pertanian masyarakat di kabupaten Bogor adalah kawasan Gunung Leutik, Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Kawasan Wisata Gunung Leutik memiliki luasan 41,4 Ha yang terbagi menjadi tiga unit, antara lain; a) Unit I seluas 11,8 ha yang merupakan area pendidikan dan permukiman pesantren; b) Unit II seluas 15,1 ha merupakan lahan usaha Pesantren; dan c) Unit III seluas 14,5 ha yang merupakan perkampungan masyarakat Gunung Leutik. Keberadaan kawasan budidaya pertanian (tanaman, peternakan, dan perikanan darat) ditunjang dengan kondisi lingkungan (panorama alam) yang menarik, kawasan permukiman yang memiliki keterkaitan erat dengan pertanian, serta kawasan pendidikan islam merupakan potensi yang menarik untuk dikembangkan sebagai obyek dan atraksi wisata. Pendekatan pengembangan lanskap agrowisata kawasan wisata Gunung Leutik adalah wisata berkelanjutan (sustainable tourism). Menurut Pitana (2002), pengembangan ecotourism dan agritourism mengacu pada prinsip yang sama. Prinsip pengembangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menekankan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan kebudayaan yang dapat merusak daerah tujuan wisata. 2. Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu pelestarian. 3. Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab dan bekerjasama dengan unsur pemerintah serta masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian. 4. Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian, pengelolaan sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi. 5. Memberi penekanan pada kebutuhan zona pariwisata regional dan penataan serta pengelolaan tanaman untuk tujuan wisata di kawasankawasan yang ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut.

19 3 6. Memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan dan sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan. 7. Mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk negara, pebisnis, dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah sekitar kawasan yang dilindungi. 8. Berusaha untuk meyakinkan bahwa perkembangan pariwisata tidak melampui batas-batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima seperti yang ditetapkan para peneliti yang telah bekerjasama dengan penduduk lokal. 9. Mempercayakan pemanfaatan sumber energi, melindungi tumbuhtumbuhan dan binatang liar, dan menyesuaikannya dengan lingkungan alam dan budaya. Pengembangan lanskap wisata berkelanjutan perlu mempertimbangan faktor keterlibatan sumber daya lokal (masyarakat sekitar kawasan) guna meningkatkan kepedulian dan kepekaan dalam pelestarian nilai ekologis kawasan. 1.2.Perumusan Masalah Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Menurut Afandhi (2005), Kebijakan umum Departemen Pertanian dalam membangun pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan tarap hidup petani, peternak, dan nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor. Kebijakan tersebut perlu ditindaklanjuti melalui pengembangan diversifikasi usaha disertai dengan rehabilitasi yang harus dilaksanakan secara terpadu, serasi, dan merata disesuaikan dengan kondisi tanah, air dan iklim, dengan tetap memelihara kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta memperhatikan pola kehidupan masyarakat setempat. Kesesuaian lanskap kawasan Gunung Leutik harus dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan dan lingkungan sehingga tercapai pengembangan agrowisata berkelanjutan. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan dasar tersebut maka solusi permasalahan diakomodasikan melalui rumusan permasalahan penelitian yang disusun dalam pertanyaan sebagai berikut:

20 4 1. Bagaimana memanfaatkan keberadaan sumberdaya lahan pertanian sebagai potensi wisata di kawasan? 2. Bagaimana mengatasi permasalahan kawasan terkait dengan pemanfaatan produksi pertanian dan peruntukan wisata? 3. Bagaimana perencanaan fisik yang sesuai untuk kawasan agrowisata guna mewujudkan lanskap kawasan pendidikan islam berbasis pertanian yang berkelanjutan? 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah merencanakan lanskap kawasan agrowisata yang berkelanjutan di kawasan Gunung Leutik, Bogor, Jawa Barat. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu : menyusun rencana lanskap kawasan agrowisata berkelanjutan di kawasan Gunung Leutik yang mendukung aktifitas wisata berbasis pertanian. Pengembangan lanskap kawasan wisata Gunung Leutik seharusnya direncanakan secara integral dengan lingkungan disekitar kawasan. Kriteria pengembangan meliputi: 1. Berorientasi pada keberlanjutan ekosistem pertanian pada kawasan 2. Berorientasi pada keberlanjutan usaha wisata pertanian Sasaran Penelitian Sasaran dari penelitian ini adalah untuk mewujudkan suatu kawasan agrowisata yang berkelanjutan di Gunung Leutik, Bogor. Konsep tersebut diharapkan dapat terbentuk melalaui suatu perencanaan yang dapat meningkatkan potensi, daya tarik dan kualitas dari kawasan tersebut. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga dan mempertahankan karakter serta kualitas lanskap perdesaan di Kawasan Gunung Leutik dari kerusakan lingkungan dan penurunan kualitas lingkungan akibat peruntukan wisata. Selain itu, menjadi acuan bagi semua pihak (stakeholder) dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan fisik di kawasan perdesaan dan Pesantren, serta memanfaatkan berbagai potensi yang ada dengan memperhatikan keberlangsungan lanskap alaminya.

21 5 1.4.Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Daerah maupun Pengelola Kawasan wisata pertanian (agrowisata) Gunung Leutik dalam merencanakan secara fisik kawasan agrowisata yang berkelanjutan dengan memperhatikan keindahan bentang alam atau lanskapnya. 2. Sebagai dasar untuk menerapkan sistem perencanaan lanskap agrowisata yang berkelanjutan. 3. Menjadi bahan kajian ilmiah lanjutan dalam penelitian, perencanaan dan penataan lanskap kawasan agrowisata Kerangka Pikir Penelitian Karakteristik lanskap perdesaan yang ditunjang dengan kondisi sosial budaya masyarakat pertanian di Kawasan Wisata Gunung Leutik merupakan suatu potensi pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata berbasis pertanian. Kondisi fisik, keindahan panorama, keberadaan kegiatan pertanian dan pendidikan serta keberadaan masyarakat berbasis pertanian dapat dijadikan sebagai daya tarik yang potensial di Kawasan Gunung Leutik. Permasalahan yang ditemukenali pada kawasan sehubungan dengan pengembangan kawasan sebagai agrowisata adalah suboptimal nya penataan kawasan pertanian yang menunjang kegiatan wisata. Permasalahan tersebut dianalisis untuk mendapatkan zona integratif pengembangan kawasan. Diperlukan perencanaan berdasarkan kesesuaian kawasan yang merupakan dasar pengembangan dan perencanaan fisik kawasan sebagai aktivitas wisata pertanian (agrowisata). Perencanaan fisik tersebut meliputi program wisata, pengembangan objek dan atraksi, pengembangan fasilitas dan sirkulasi serta pengembangan zona konservasi sebagai penunjang kawasan. Integrasi perencanaan fisik tersebut diharapkan dapat menghasilkan lanskap wisata pertanian yang berkelanjutan. Alur pikir penelitian tersaji pada Gambar 1.

22 6 Kawasan Gunung Leutik Peruntukan Agrowisata Potensi Objek dan Atraksi Kendala / Masalah Aspek Potensi Lahan Pertanian Aspek Potensi Wisata Pertanian Aspek Masyarakat Potensi lahan untuk pengembangan pertanian Keberagaman objek Potensi panorama Akseptibilitas Masyarakat Zona Kesesuaian Lahan Pertanian Zona Kesesuaian Wisata Pertanian Zona Akseptibilitas Masyarakat Zona Integratif Pengembangan Lanskap Kawasan Agrowisata Rencana Fisik Pengembangan Aktifitas Agrowisata Program Wiata Objek & Atraksi Fasilitas & Sirkulasi Lanskap Kawasan Agrowisata Berkelanjutan Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

23 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan pembangunan. Perencanaan berorientasi kepada kepentingan masa depan terutama untuk mendapatkan suatu bentuk social good, dan umumnya dikategorikan sebagai pengelolaan (Nurisjah, 2001). Perencanaan bukanlah sekedar persiapan akan tetapi merupakan proses kegiatan yang secara terus menerus mewarnai dan mengikuti kegiatan sampai pada pencapaian tujuan. Knudson (1980) mengemukakan perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah, dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Perencanaan merupakan proses yang rasional untuk mencapai tujuan dan sasaran di masa mendatang berdasarkan kemampuan sumberdaya alam yang ada serta pemanfaatannya secara efektif dan efisien. Yoeti (2008) mengemukakan, dalam perkembangan industri sebuah kawasan wisata, sebuah perencanaan yang baik sangat penting dibutuhkan agar pengembangan wisata tersebut sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dan berhasil mencapai sasaran yang dikehendaki, baik itu ditinjau dari segi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup. Kegiatan wisata alam selain memberikan dampak positif juga dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya, baik dampak negatif terhadap lingkungan objek wisata alam itu sendiri maupun terhadap lingkungan sosial budaya setempat. Dampak negatif terhadap alam umumnya terjadi sebagai akibat dari perencanaan dan pengelolaan yang kurang baik, misalnya perencanaan pengembangan kegiatan wisata yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dan kurangnya pengetahuan kesadaran serta pendidikan masyarakat dan wisatawan terhadap kelestarian lingkungan (Soeriaatmaja, 2000). Perkembangan pariwisata tanpa perencanaan dan pengelolaan yang baik akan mengakibatkan kehilangan dan penurunan mutu kawasan yang tidak diharapkan, sebagai akibatnya adalah hilangnya kawasan yang menarik bagi wisatawan. Gunn

24 8 (1994) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu : 1) Mempertahankan kelestarian lingkungannya 2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut 3) Menjamin kepuasan pengunjung 4) Meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya. Oleh karena itu sumberdaya pertanian untuk agrowisata dapat dikembangkan menjadi suatu pariwisata yang marketable jika memenuhi persyaratan seperti pada Gambar 2. Atraksi Service Transportasi Promosi Informasi Gambar 2. Komponen Fungsi dari Sisi Persediaan (Gunn, 1994) Pariwisata Pariwisata adalah kegiatan perjalanan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata semakin berkembang sejalan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik. Sebagai suatu aktifitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang dan jasa yang sangat kompleks. Yoeti (2008) menyatakan bahwa pariwisata merupakan sebuah perjalanan untuk bersenangsenang. Perjalanan tersebut baru dapat dikatakan sebagai perjalan wisata jika telah memenuhi empat kriteria di bawah ini, yaitu: 1. Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat yang lain, dan dilakukan di luar tempat kediaman dimana orang itu biasanya tinggal.

25 9 2. Perjalanan dilakukan minimal 24 jam atau lebih kecuali bagi excursionist (kurang dari 24 jam). 3. Tujuan perjalanan hanya untuk bersenang-senang (to pleasure) tanpa mencari nafkah di negara, kota atau DTW (Daerah Tujuan Wisata) yang dikunjungi. 4. Uang yang dibelanjakan wisatawan tersebut dibawa dari negara asalnya dimana dia tinggal atau berdiam dan bukan diperoleh karena hasil usaha selama dalam perjalanan wisata yang dilakukan. Pariwisata di daerah pariwisata dan rekreasi dapat menimbulkan masalah ekologis yang khusus dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lain mengingat bahwa keindahan dan keaslian alam merupakan modal utama. Sebagai kegiatan rekreatif, pariwisata merupakan sarana pemenuhan hasrat manusia untuk bereksplorasi guna mengalami berbagai perbedaan. Perbedaan tersebut mencakup perbedaan fisik, seperti bangunan, lingkungan alam, benda-benda, hewan, tumbuhan dan manusia. Perbedaan non-fisik yang membuat sensasi beda, seperti perbedaan suhu dan kelembaban udara, suara, rasa makanan dan minuman serta suasana, dan juga perbedaan-perbedaan lain yang mengarah pada perilaku manusia termasuk adat-istiadat, kesenian, cara berpakaian dan lain sebagainya Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata Menurut Simonds (1983), proses perencanaan lanskap secara umum dibagi menjadi commision, riset, analisis, sintesis, konstruksi dan pelaksanaan. Sedangkan konsep perencanaan wisata dibagi menjadi tiga skala yaitu, perencanaan tapak (siteplan), perencanaan daerah tujuan (destination plan) dan perencaaan regional (regional plan) (Gunn 1994). Dalam perencanaan pengembangan pariwisata dikenal berbagai konsep, salah satunya adalah konsep market driven dan product driven. Konsep market driven lebih menitikberatkan pada keinginan wisatawan dan perilaku pasar sebagai landasan pengembangan. Sedangkan konsep product driven lebih menitikberatkan pada pengembangan produk wisata. Kondisi dan keunggulan produk atau obyek dan daya tarik wisata (ODTW) sebagai landasan utama dalam pengembangan (Chafid Fandeli, 2000

26 10 dalam Khopsun 2007). Adapun aspek-aspek yang perlu diketahui dalam perencanaan pariwisata menurut Yoeti (2005) adalah sebagai berikut: 1) Wisatawan Hal yang perlu diketahui dari aspek ini adalah mengenai wisatawan yang diharapkan datang ke lokasi obyek wisata. 2) Transportasi Aspek ini berkaitan dengan ketersediaan fasilitas transportasi yang dapat digunakan untuk membawa wisatawan ke daerah tujuan wisata. Atraksi dan fasilitas pariwisata tidak dapat dinikmati oleh wisatawan secara penuh apabila infrastruktur tidak dibangun. 3) Atraksi/Obyek Wisata Seluruh komponen yang ada dalam suatu ODTW diharapkan dapat menjadi atraksi. Dalam suatu daerah tujuan wisata, terdapat beberapa atraksi dari kekayaan alam dan sebagian atraksi buatan. Atraksi buatan ini daya tariknya sengaja dibuat untuk memenuhi keinginan wisatawan. Menurut Yoeti (2005), obyek/atraksi wisata yang akan dijual kepada wisatawan setidaknya memenuhi tiga syarat berikut: a) Apa yang dapat dilihat (Something to See), b) Apa yang dapat dilakukan (Something to Do), c) Apa yang dapat dibeli (Something to Buy). 4) Fasilitas Pelayanan Fandeli (2001) menyebutkan ada tiga macam fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan. Ketiga fasilitas tersebut adalah tempat penginapan, makan dan minum, dan pelayanan terhadap keinginan wisatawan berkait dengan cinderamata atau souvenir. 5) Informasi dan Promosi Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara-cara memberikan informasi, publikasi atau promosi yang dilakukan untuk menarik wisatawan agar datang kesuatu lokasi obyek wisata.

27 Pembangunan Pariwisata Berwawasan Lingkungan Perencanaan pembangunan pariwisata berwawasan lingkungan selain harus menjamin keberlanjutannya juga harus terkait dengan aspek pendidikan dan partisipasi masyarakat lokal. Jaminan keberlanjutan ini tidak hanya sustainable dari aspek lingkungan saja namun juga sosial, budaya dan ekonomi. Dalam melakukan pembangunan pariwisata perlu adanya pengembangan produk dalam suatu kawasan wisata untuk mewujudkan pariwisata berawasan lingkungan. Mengutip pendapat Fandeli (2000) dapat dirinci terdiri atas: 1. Atraksi. Atraksi-atraksi yang dikembangkan dipilih yang memiliki nilai jual tinggi baik atraksi alam, heritage, budaya dan buatan. 2. Infrastruktur (fasilitas, utilitas). Pembangunan fasilitas dan utilitas dibangun sesuai dengan budaya dan tradisi lokal serta terpadu dengan lingkungannya. 3. Kelembagaan. Kelembagaan lokal diperkuat dan diberikan peranan yang lebih besar. 4. SDM (Sumberdaya Manusia) Pariwisata pada dasarnya menjual keindahan maka kualitas SDM sangat menentukan keberhasilan sesuai dengan sasarannya. 5. Aspek ekonomi. Ekonomi yang dikembangkan adalah ekonomi kerakyatan. Penghasilan kawasan dimaksud untuk dapat mempertahankan atau mengkonservasi kawasan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. 6. Lingkungan. Kawasan dikaji kelayakannya utamanya dampak positif dan dampak negatif yang akan muncul. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan instrumen untuk mengkaji dampak lingkungan dan bagaimana menanganinya. Sementara daya dukung dipergunakan untuk mempertahankan kualitas atraksinya. 2.3 Agrowisata Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki kekayaan alam dan hayati yang sangat beragam yang, jika dikelola dengan tepat, kekayaan tersebut mampu

28 12 menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di wilayah Indonesia sangat sesuai untuk pengembangan komoditas tropis dan sebagian sub tropis pada ketinggian antara nol sampai ribuan meter di atas permukaan laut. Komoditas pertanian, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan (hutan alami dan budidaya), peternakan dan perikanan dengan keragaman dan keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan kultural yang sangat beragam, mempunyai daya tarik kuat sebagai agrowisata. Keseluruhannya sangat berpeluang besar menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia. Pada dekade terakhir, pembangunan pariwisata di Indonesia maupun di manca negara menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Konsumsi jasa dalam bentuk komoditas wisata bagi sebagian masyarakat negara maju dan masyarakat Indonesia telah menjadi salah satu kebutuhan sebagai akibat meningkatnya pendapatan, aspirasi dan kesejahteraannya. Preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati obyek-obyek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara tradisional, maupun produkproduk pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat. Kecenderungan ini merupakan sinyal tingginya permintaan akan agrowisata dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk-produk agrobisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk pertanian yang mempunyai daya tarik spesifik. Agrowisata merupakan salah satu usaha bisnis dibidang pertanian dengan menekankan kepada penjualan jasa kepada konsumen. Bentuk jasa tersebut dapat berupa keindahan, kenyamanan, ketentraman dan pendidikan. Pengembangan usaha agrowisata membutuhkan manajemen yang prima diantara sub sistem, yaitu antara ketersediaan sarana dan prasarana wisata, obyek yang dijual promosi dan pelayanannya ( Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Agrowisata merupakan kegiatan kepariwisataan yang pada akhir-akhir ini telah dimanfaatkan oleh kalangan usaha perjalanan untuk meningkatkan kunjungan wisata pada beberapa daerah tujuan wisata agro. Agrowisata, dalam kamus bahasa Indonesia, Purwodarminto (1999),

29 13 diartikan sebagai wisata yang sasarannya adalah pertanian (perkebunan, kehutanan, dsb). Agrowisata Perkotaan Secara umum, agrowisata terletak di pedesaan atau tempat-tempat yang jauh dari keramaian kota. Hal ini disebabkan karena sebagian besar wilayah pertanian berada di luar kota, sedangkan di dalam kota pada umumnya sudah tidak memungkinkan untuk usaha-usaha bidang pertanian. Sulistiyantara (1990) mengemukakan, pengembangan pengelolaan agrowisata di perkotaan memerlukan kerjasama yang erat antar berbagai sektor, yaitu sektor perhubungan, sektor pariwisata, sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor pembangunan daerah dan sebagainya. Pada dasarnya hubungan antara peminta jasa agrowisata dan penyedia agrowisata memerlukan kerjasama yang erat, yang mampu mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Upaya mewujudkan agrowisata di perkotaan menjadi khas, karena pendapat masyarakat tentang pertanian selalu dihubungkan dengan suasana pedesaan. Dalam pengembangan agro ini perlu perumusan yang seksama, yang sesuai dengan wajah dan karakter perkotaan. Dengan demikian karakter pertanian yang dicari adalah pertanian perkotaan. Oleh karena itu sejak awal proses perwujudan agrowisata perkotaan sampai pengelolaan di lapangan memerlukan kerjasama yang erat dan terpadu antar sektor-sektor tersebut di atas. 2.4 Perencanaan Agrowisata Berwawasan Lingkungan Perencanaan merupakan terjemahan dari kata planning yaitu pengorganisasian masa depan untuk mencapai tujuan tertentu (Inskeep1991). Perencanaan merupakan aktifitas moral. Melalui interaksi dan komunikasi, perencanaan bersama dengan masyarakat membantu merumuskan masalah, menetapkan tujuan, analisis kondisi, mencari alternatif solusi, memilih alternatif terbaik, mengkaji alternatif terbaik dan mengimplementasikan, Sedang pengertian perencanaan mempunyai rentang pengertian yang sangat luas dan beragam. Perencanaan merupakan suatu perencanaan menyeluruh mencakup bidang yang sangat luas, kompleks dan berbagai komponennya saling kait-mengkait. Produk perencanaan adalah rencana. Rencana adalah suatu pedoman atau alat

30 14 yang terorganisasi secara teratur dan sistematis untuk mencapai suatu keinginan, cita-cita atau maksud yang sasarannya dan jangkauannya telah digariskan terlebih dahulu dimasa mendatang. Rencana pengelolaan agrowisata merupakan alat untuk menetapkan dan pengkaji keseluruhan kebijakan yang akan diambil untuk mewujudkan agrowisata. Perencanaan agrowisata mencakup berbagai subyek, seperti bagaimana pariwisata harus dikelola dengan baik, meminimalisasi dampak, meyusun pola dan arah pengembangannya. Untuk mewujudkan rencana agrowisata berwawasan lingkungan ini diperlukan integrasi dengan rencana lain (perencanaan pengolahan tanah, perencanaan jenis tanaman yang pada saat ini telah ada namun belum dikelola sebagai tanaman berdaya tarik wisata, perencanaan budidaya tanaman, yaitu usaha jenis-jenis tanaman tertentu, dan beberapa perencanaan lainnya) dalam kaitannya dengan pembangunan agrowisata. Mengingat kompleksitas proses perencanaan yang mengintegrasikan berbagai kepentingan dan kebijakan, terdapat beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk pengembangan agrowisata berwawasan lingkungan. Dalam Fandeli (2001), terdapat arah pengembangan dasar kebijakan ekowisata yang dapat diterapkan dalam kebijakan agrowisata, antara lain: 1. Lingkungan alam dan sosial budaya harus menjadi dasar pengembangan pariwisata dengan tidak membahayakan kelestariannya. 2. Agrowisata bergantung pada kualitas lingkungan alam dan sosial budaya yang baik. Keduanya menjadi fondasi untuk meningkatkan ekonomi lokal dan kualitas kehidupan masyarakat yang timbul dari industri pariwisata. 3. Keberadaan organisasi yang mengelola agar tetap terjaga kelestariannya, berkaitan dengan pengelolaan yang baik dari dan untuk wisatawan; saling memberikan informasi dan pengelolaan dengan operator wisata, masyarakat lokal dan mengembangkan potensi ekonomi yang sesuai. 4. Di kawasan agrowisata, wisatawan menikmati seluruh fasilitas yang ada, dan aktifitas kegiatan yang dapat memberikan pengetahuan baru dalam berwisata hanya saja tidak semua kebutuhan wisatawan tersebut dapat dipenuhi karena dalam beberapa hal mungkin terdapat harapan yang tidak sesuai dengan kondisi agrowisata yang bersangkutan.

31 15 5. Wisatawan cenderung mengharapkan kualitas pelayanan yang baik, sesuai dengan biaya yang dikeluarkan dan mereka tidak selalu tertarik pada pelayanan yang murah harganya. 6. Keinginan wisatawan cenderung bermacam-macam tergantung karakteristik wisatawan, tidak semuanya dapat dipenuhi. 7. Perencanaan harus lebih cepat dilakukan dan disempurnakan terus-menerus seiring dengan perkembangan pariwisata, termasuk juga menginventarisir komponen-komponen yang ada di sekitar agrowisata terutama yang berpengaruh terhadap kebutuhan wisatawan. Berdasarkan arah pengembangan dasar kebijakan tersebut diatas, untuk mewujudkan pembangunan agrowisata berwawasan lingkungan perlu adanya perencanaan dan perancangan yang baik, sehingga akan meminimalisasi kemungkinan dampak yang akan timbul dikemudian hari. 2.5 Berwawasan Lingkungan Berwawasan lingkungan berasal dari kata wawasan dan lingkungan. Wawasan oleh Poerwodarminta (1999) diartikan sebagai cara pandang, sedangkan lingkungan hidup dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Berwawasan lingkungan dapat diartikan sebagai cara pandang terhadap lingkungan hidup, kemampuan untuk memahami cara-cara penyesuaian diri atau penempatan diri dalam lingkungan hidupnya. Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumber daya alam dan lingkungan, melalui ukuran kemampuannya. Konsep ini dikembangkan terutama untuk mencegah kerusakan atau degradasi dari suatu tempat sumber daya alam dan lingkungan, sehingga kelestarian keberadaan dan fungsinya dapat terwujud, dan pada saat dan ruang yang sama, juga pengguna atau masyarakat pemakai sumber daya tersebut tetap berada dalam kondisi sejahtera dan atau tidak dirugikan.

32 16 Batasan daya dukung untuk jumlah wisatawan merupakan jumlah individu yang dapat didukung oleh satuan luas sumber daya dan lingkungan dalam keadaan sejahtera. Jadi daya dukung ini mempunyai dua komponen yang harus diperhatikan: 1) Besarnya atau jumlah wisatawan yang akan menggunakan sumber daya tersebut pada tingkat kesejahteraan yang baik. 2) Ukuran atau luas sumber daya alam dan lingkungan yang dapat memberikan kesejahteraan kepada populasi manusia pada tingkat yang lestari. Daya dukung tidak saja melakukan penilaian terhadap segi ekologis dan fisik tetapi juga dapat memperkirakan nilai daya dukung dari segi sosial. Menurut Nurisyah et al (2003), terdapat beberapa ragam daya dukung yaitu: 1. Daya dukung ekologis Daya dukung ekologis kawasan, dapat dinyatakan sebagai tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem, baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologis kawasan atau ekosistem tersebut, termasuk estetika lingkungan/alami yang dimilikinya. Penilaian daya dukung ekologis ini menggunakan dasar dari pengertian ekosistem, yang dinyatakan sebagai suatu sistem (tatanan) kesatuan yang utuh antara semua unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Pendekatan ekologis, atau pendekatan terhadap ekosistem ini, selain dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran daya dukungnya juga dapat digunakan untuk menentukan indikator kerusakan ekosistem atau lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama pada tingkat jumlah pemakaian yang berlebihan (eksploitatif). Sebagai contoh, indikator kerusakan ekosistem atau lingkungan yang diakibatkan kegiatan rekreasi pengunjung pada suatu kawasan wisata antara lain dapat digambarkan oleh adanya berbagai kerusakan seperti pada vegetasi (rusak, hilang,) habitat satwa (menurun atau hilangnya populasi), degradasi tanah (erosi, pemadatan ground akibat banyaknya pengunjung dan intensifnya kunjungan), kualitas air (pencemaran limbah, sampah), bertumpuknya sampah, kerusakan visual dari obyek wisata alam yang potensial, serta berbagai bentuk vandalisme lainnya. 2. Daya dukung sosial

33 17 Konsep daya dukung sosial pada suatu kawasan merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam menggunakan ruang dan waktu yang bersamaan, atau persepsi pemakai kawasan terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam memanfaatkan suatu areal tertentu. Konsep ini berkenaan dengan tingkat comfortability atau kenyamanan dan apresiasi pemakai kawasan karena terjadinya atau pengaruh over-crowding pada suatu kawasan. Daya dukung sosial suatu kawasan dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum, dalam jumlah dan tingkat penggunaan dalam suatu kawasan di mana dalam kondisi yang telah melampaui batas daya dukung ini akan menimbulkan penurunan dalam tingkat dan kualitas pengalaman atau kepuasan pemakai pada kawasan tersebut. Terganggunya pola, tatanan atau sistem kehidupan dan sosial budaya manusia pemakai ruang tersebut, yang dapat dinyatakan sebagai ruang sosialnya juga merupakan gambaran telah terlampauinya batas daya dukung sosial ruang tersebut. Dampak negatif akibat terganggunya daya dukung sosial dapat dilihat dari pertengkaran perebutan teritorial dari kelompok tertentu. Ketidaknyamanan sosial dalam bermain atau berekreasi karena adanya gangguan soaial, ketakutan dan kecurigaan. Setiap kawasan mempunyai kemampuan tertentu didalam menerima wisatawan, yang disebut daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan dinyatakan dalam jumlah wisatawan per satuan luas per satuan waktu.. Perencanaan wisata yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan akan menurunkan kualitas lingkungan dan rusaknya ekosistem yang dipakai untuk kegiatan wisata, sehingga akhirnya akan menghambat bahkan menghentikan perkembangan wisata itu.

34 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian perencanaan lanskap agrowisata berkelanjutan ini dilakukan di Kawasan Gunung Leutik, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Secara administratif, kawasan perencanaan masuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar 3). Adapun deliniasi wilayah yang ditentukan dalam kegiatan ini mempunyai batas-batas sebagai berikut : - Sebelah Utara : Kampung Lebak Gunung - Sebelah Selatan : Kampung Gong - Sebelah Barat : Desa Benteng - Sebelah Timur : Kampung Gunung Leutik Lokasi Gambar 3. Lokasi Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan peralatan baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat yang digunakan dan data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

35 19 Tabel 1. Alat Penelitian Hardware dan Software Hardware 1. Kamera Digital 2. Notebook 3. GPS Software 1. Microsoft Office (Word, Excel, Powerpoint) 2. Golden Software Surfer 3. AutoCad Adobe Photoshop CS3 Fungsi Survei Pengolahan data Global Position (koordinat tapak) Analisis data tabular, pelaporan, presentasi Pengolahan data topografi Pengolahan peta tematik Pengolahan peta tematik Pengolahan peta tematik Tabel 2. Data Penelitian NO JENIS DATA SUMBER METODE PENGAMBILAN I ASPEK BIOFISIK 1 Lokasi dan Aksesibilitas Tapak Survei lapangan 2 Iklim a. Suhu Udara BMG Dramaga Studi Literatur b. Curah Hujan BMG Dramaga Studi Literatur c. Kelembaban Udara BMG Dramaga Studi Literatur d. Lama Penyinaran BMG Dramaga Studi Literatur e. Kecepatan Angin BMG Dramaga Studi Literatur Tanah dan Geologi a. Jenis Tanah Puslitanah Studi Literatur b. Sifat Tanah Literatur Studi Literatur c. Geologi Puslitanah Studi Literatur 3 Topografi dan kemiringan Lahan a. Kontur Tapak survey dan pemetaan b. Kemiringan Lahan Tapak survey dan pemetaan Hidrologi dan Drainase a. Pola aliran air Tapak Survey b. Jaringan drainase Tapak Survey vegetasi dan Satwa a. Jenis vegetasi Tapak Survey b. Jenis satwa Tapak Survey 4 visual dan pemandangan Tapak Survey 5 Sensori Lingkungan Bunyi Tapak Survey Aroma / Bau tapak Survey Sentuhan tapak Survey II ASPEK SOSIAL 1 Rencana Pengembangan pengelola Literatur 2 Stakeholder Literatur Literatur

36 20 Tabel 2. lanjutan NO JENIS DATA SUMBER METODE PENGAMBILAN 3 Karakteristik Pengguna pengguna Literatur 4 Keadaan Sosial dan Ekonomi Literatur studi literatur disekitar PPDF 5 Persepsi dan Preferensi pengguna Kuisioner III ASPEK TEKNIK 1 Obyek dan Atraksi Wisata IV a. Lingkungan / lanskap tapak Survey b. Area Produktif tapak Survey c. Area Pesantren tapak Survey STAKEHOLDER 1 Pesantren Darul Fallah Yayasan Pesantren Wawancara 2 Masyarakat sekitar demografi desa wawancara dan literatur 3.3 Pendekatan Penelitian Perencanaan lanskap agrowisata berkelanjutan menggunakan pendekatan wisata berkelanjutan (sustainable tourism), yang meliputi aspek kesesuaian kawasan pertanian, kesesuaian agrowisata dan stakeholder. Pendekatan ini memperhatikan kesesuaian pengembangan kawasan sebagai agrowisata yang berkelanjutan. Pendekatan masyarakat (stakeholder) dilakukan melalui analisis stakeholder yang bersumber dari penelitian sebelumnya. Perencanaan lanskap kawasan agrowisata Gunung Leutik ini dilakukan untuk : 1. Mengidentifikasi dan Menganalisis potensi lanskap perdesaan dan kesesuaian lanskap kawasan Gunung Leutik untuk pengembangan pertanian dan agrowisata berkelanjutan. Analisis tapak meliputi; a. Kondisi ekologis kawasan Gunung Leutik. b. Potensi obyek, atraksi wisata dan visual kawasan. 2. Menentukan kesesuaian kawasan peruntukan pertanian untuk komoditi tertentu dan peruntukan wisata. 3. Menentukan zona integratif yang potensial untuk pengembangan agrowisata berkelanjutan. Pendekatan perencanaan lanskap kawasan agrowisata berkelanjutan di kawasan wisata Gunung Leutik berdasarkan kerangka dasar dari prinsip-prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan (Inskeep, 1991) sebagai berikut: (a) sumberdaya alam, sejarah dan budaya serta sumberdaya-sumberdaya lainnya bagi

37 21 kepariwisataan dilestarikan dengan tetap memberikan keuntungan bagi masyarakat pada saat ini; (b) pembangunan kepariwisataan direncanakan dan dikelola sehingga tidak menimbulkan masalah-masalah sosial budaya atau lingkungan di daerah wisata tersebut; (c) kualitas lingkungan secara keseluruhan di daerah tujuan wisata tetap terjaga dan bahkan diperbaiki; (d) tingkat kepuasan wisatawan tetap terjaga, sehingga daerah tujuan wisata tersebut dapat mempertahankan popularitasnya dan pasar wisatawan yang dimiliki; (e) keuntungan dari kepariwisataan dapat disebarkan secara luas dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu penilaian (skoring), kuantifikasi (pembobotan) dan penentuan peringkat pada tiap faktor dan kategori yang dinilai. Kuantifikasi terutama dilakukan untuk menilai kesesuaian peruntukan lahan secara fisik (kesesuaian peruntukan lahan pertanian untuk jenis tanaman tertentu) dan kesesuaian wisata berbasis pertanian. Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumberdaya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Panduan evaluasi lahan ini menggunakan pedoman evaluasi lahan Tim Peneliti Tanah Daerah JABOTABEK Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kesesuaian lahan untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) yang disusun berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumberdaya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Sub kelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=NotSuitable). Sub kelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan.

38 22 Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi sub kelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi faktor pembatas terberat sesuai marginal dengan pembatas kondisi perakaran(rc=rootingcondition). Unit adalah keadaan tingkatan dalam sub kelas kesesuaian lahan,yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal (attribute) atau yang bersifat kompleks dari sebidanglahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan(performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO,1976), seperti yang disajikan pada Tabel 3. Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman. Tabel 3. Faktor Kualitas dan karakteristik lahan sebagai kriteria penilaian evaluasi lahan Dengan mengetahui kesesuaian lahan secara fisik maka kita mengetahui potensi peruntukan komoditas pertanian yang diusahakan pada tapak. Potensi lain yang perlu dipetakan / dianalisis adalah potensi wisata. Penilaian potensi wisata dilakukan berdasarkan metode Smith (1990) yang dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian. Potensi masyarakat dilakukan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya pada kawasan tersebut. Dengan

39 23 mengetahui potensi dan kapasitas lingkungan dan masyarakat pada kawasan maka memudahkan penyusunan konsep perencanaan agrowisata di kawasan Gunung Leutik, Bogor. Zona integratif merupakan hasil komposit dari peta tematik yang memudahkan penentuaan bentukan dan program perencanaan yang akan dikembangkan dan diusulkan nantinya. Implementasi dari pendekatan pengembangan pariwisata berkelanjutan tersebut diterapkan melalui penyusunan program pengembangan agrowisata, perencanaan infrastruktur (fasilitas, utilitas dan sirkulasi) wisata, perencanaan objek dan atraksi wisata (aktifitas) serta pengembangan area konservasi sebagai penyangga aktivitas wisata di kawasan. 3.4 Prosedur Pelaksanaan Proses pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pengumpulan dan klasifikasi data, analisis dan sintesis serta tahap konsep dan perencanaan (Gambar 5). Tahap pengumpulan dan klasifikasi data ini dilakukan melalui pengumpulan data primer maupun data sekunder di lapangan yang berkaitan dengan penelitian. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengambilan data kawasan yang akan dianalisis. Pengambilan titik sampel disesuaikan dengan kondisi dan karakter tapak. Titik penilaian ini tergantung pada maksud dan tujuan pengambilan data. Untuk aspek visual dan sensori, pengumpulan data primer dilakukan dengan mengambil foto dan pengamatan pada lokasi tertentu di dalam kawasan Gunung Leutik. Kondisi topografi pada kawasan dilakukan melalui pemetaan dengan menggunakan GPS (geographic positional system). Data tanah diperoleh melalui pengambilan sample tanah yang terdiri atas 6 titik sampel di area kawasan Gunung Leutik DF I, DF II,DF III, DF IV, GL I dan GL II (Gambar 4). Sampling dilakukan pada titik berbeda sesuai dengan karakteristik lahan, digunakan sebagai dasar penetapan kesesuaian lahan. Uji analisis tanah digunakan untuk mengetahui sifat fisika tanah, sifat kimia tanah dan kesesuaian tumbuh komoditas tertentu. Tahapan analisis di bahas lebih lanjut pada analisis kesesuian lahan pertanian. Pengambilan titik foto dilakukan pada titik-titik view potensial (good view) untuk mengetahui potensi view dan viesta kawasan. Pengumpulan data persepsi dan karakteristik pengguna maupun pengelola kawasan dilakukan melalui survey

40 24 GL II GL I UNIT III DF III DF IV DF II IUNIT II DF I UNIT Gambar 4: Peta Lokasi Contoh Tanah LEGENDA : Titik terendah 156 Titik Tertinggi 188 Sample Tanah DF I ketinggian 182 m DF I ketinggian 180 m DF I ketinggian 178 m DF I ketinggian 178 m GL I ketinggian 176 m GL II ketinggian 160 m DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUTE PERTANIAN BOGOR 2011 Judul Penelitian PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA BERKELANJUTAN KAWASAN WISATA GUNUNG LEUTIK BOGOR Pembimbing : Dr.Ir.Nizar Nasrullah, MAgr Dr.Ir. Aris Munandar, MS Judul Gambar : PETA LOKASI CONTOH TANAH Oleh : BUDIARJONO m 200m dan pengamatan di lapang. Khusus untuk persepsi pengunjung tentang wisata di kawasan dilakukan dengan studi literatur berdasarkan hasil riset sebelumnya. Pengambilan data terkait objek wisata dilakukan melalui sampling pada masing-

41 25 masing area permukiman, pertanian dan pesantren. Sedangkan untuk data sekunder berupa data dari studi pustaka. Tahapan pengumpulan dan klasifikasi data Kawasan Gunung Leutik Survey Lapangan Studi Pustaka Identifikasi Potensi ekologis kawasan Potensi Pengembangan Pariwisata Masyarakat Lokal (Stakeholder) Tahapan analisis dan Sintesis Analisis kesesuaian ekosistem pertanian Analisis Obyek dan Atraksi Wisata Analisis Kondisi, Penerimaan dan Karakter masyarakat Pembobotan dan Skoring Pembobotan dan Skoring Pembobotan dan Skoring Zona Kesesuaian Ekologis Zona Potensi Pengembangan Wisata Zona Akseptibilitas Masyarakat Zona Integratif Untuk Pengembangan Agrowisata Pengembangan Aktifitas Agrowisata Tahapan Konsep dan Perencanaan Lanskap Fasilitas Agrowisata Objek Agrowisata Program Agrowisata Perencanaan Lanskap Agrowisata Berkelanjutan Gambar 5. Tahapan Penelitian Analisis dan Sintesis Analisis Potensi Pengembangan Pertanian Analisis potensi pengembangan pertanian dilakukan melalui evaluasi lahan terhadap komoditas pertanian yang sesuai dikembangkan di kawasan Gunung Leutik. Evaluasi lahan ini dilakukan melalui analisis kuantitatif dan analisis spasial. Analisis kuantitatif yaitu mengkaitkan kondisi aktual dengan karakter dan persyaratan tanam beberapa komoditas pertanian seperti tanaman pangan,

42 26 perkebunan, hortikultura, peternakan, perikanan dan pengolahan hasil pertanian. Kondisi aktual yang dianalisis adalah iklim, jenis tanah, kualitas tanah, ketinggian tempat dan kemiringan lahan. Analisis spasial dikerjakan dengan melakukan overlay peta kesesuaian lahan tiap-tiap komoditas pertanian berdasarkan jenis tanah, kemiringan lahan dan ketinggian tempat. Penilaian kesesuaian dilakukan berdasarkan faktor penghambat utama untuk pengembangan komoditas pertanian nantinya. Faktor penghambat tersebut harus disesuaikan dengan jenis komoditi nya. Masing masing komoditi memiliki faktor penghambat utama yang berbeda. Dengan mengetahui masingmasing faktor penghambat nya kita dapat menganalisis dan menentukan tingkatan kesesuaian lahan. Analisis kesesuaian peruntukan pertanian dilakukan sesuai dengan skema evaluasi lahan FAO (1976). Analisis ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap I adalah identifikasi karakteristik lahan, tahap II adalah pencocokan antara karakteristik lahan dengan persyaratan tanaman/usulan penggunaan lahan, tahap III adalah kesesuaian lahan untuk komoditas prioritas yang disesuaikan dengan penggunaan lahan aktual sebagai dasar penyusunan arahan penggunaan lahan. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO(1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo Kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan Lahan yang tidak sesuai (N=NotSuitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Kriteria penilaian kesesuaian lahan dibedakan berdasarkan kondisi aktual dan karakteristik lahan yang dicocokan dengan syarat tumbuh komoditas tertentu. Parameter penilaian kesesuaian tersebut terbagi sebagai berikut : 1) Kelas: Lahan sangat sesuai tidak mempunyai faktor pembatas yang Berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan,atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secaranyata. 2) Kelas S2: Lahan cukup sesuai mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan

43 27 tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. 3) Kelas S3: Lahan sesuai marginal, mempunyai faktor pembatas yang berat, faktor pembatas ini sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak dari pada lahan yang tergolong S2. 4) Kelas N : Lahan yang tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulitdiatasi. Penilaian kesesuaian lahan ini dilakukan melalui interpretasi data hasil survei tanah dan lahan. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tabel kriteria kesesuaian lahan. Tiap-tiap komoditas tanaman memiliki tabel kesesuaian lahan yang berbeda. Dengan mengetahui tabel kesesuaian untuk komoditas tertentu maka kita dapat menetapkan kelas kesesuian lahan berdasarkan faktor pembatas. Pada penelitian kesesuaian lahan yang digunakan adalah tanaman padi, palawija, dan perkebunan. Untuk menentukan dan menetapkan kesesuaian lahan nya dibutuhkan tabel persyaratan tumbuh untuk komoditas yang disebutkan di atas Analisis Obyek dan Atraksi Wisata Analisis potensi pengembangan agrowisata dilakukan melalui analisis deskriptif dan pembobotan atau scoring. Penilaian potensi pengembangan kawasan dilakukan terhadap zona yang berada di kawasan Gunung Leutik. Hal ini dilakukan untuk menemukan zona/area yang paling berpotensi untuk dikembangkan. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui potensi tapak dalam kawasan untuk dikembangkan sebagai unit agrowisata berkelanjutan. Untuk penilaian potensi obyek dan atraksi wisata menggunakan beberapa kriteria Smith (1989) modifikasi, yang terbagi menjadi beberapa kelas penilaian. Penilaian kelayakan seperti disajikan pada Tabel 4.

44 28 Tabel 4. Penilaian Kelayakan Potensi Kawasan Agrowisata Faktor Kondisi Atraksi dan keberadaan lahan Pertanian Nilai Bobot (%) (sangat baik) (Baik) (Buruk) (Sangat Buruk) 40 Beragam aktivitas Cukup beragam kurang beragam Kurang beragam pertanian disertai aktivitas aktivitas pertanian dan tak indah keindahan pemandangan pertanian disertai dan kurang keindahan pertanian sekitarnya keindahan pemandangan pemandangan sekitarnya sekitarnya Pemandangan (scenary) alami 30 alami dengan keindahan dan kenyamanan alami Cukup alami dengan keindahan dan kenyamanan alami alami keindahan kenyamanan (rekayasa) dengan dan buatan Kurang alami dengan keindahan dan kenyamanan buatan (rekayasa) Ketersediaan Sumberdaya Wisata 20 Tersedia, kualitas baik dan terawat Ada beberapa, cukup terawat Ada beberapa, kurang terawat Tidak tersedia Kondisi Akses 10 Kondisi sangat baik Kondisi baik Kondisi sedang Buruk Sumber : Smith (1990). Modifikasi Perhitungan penilaian obyek dan atraksi wisata menggunakan formula sebagai berikut ; KKA = Sij. Aij Keterangan : KKA=Kelayakan Kawasan Agrowisata, Sij=kriteria agrowisata tiap kawasan, Aij=bobot kriteria agrowisata Penentuan klasifikasi tingkat potensi obyek dan atraksi sebagai berikut : Klasifikasi Tingkat Potensi = N Skor maksimal N Skor minimal N Tingkat Klasifikasi Dari penghitungan skor masing-masing parameter, maka dilakukan pembobotan dan dikategorikan dalam kelas kesesuaian, sehingga hasil Penilaian kawasan wisata di klasifikasikan menjadi : SP (Sangat potensial). Artinya, bahwa obyek dan atraksi wisata sangat potensial untuk dilakukan pengembangan dan penataan kawasan wisata. Perlakukan yang dilakukan hanya untuk menjaga kualitas obyek dan atraksi agar tetap terjaga CP (Potensial). Artinya, bahwa obyek dan atraksi wisata cukup potensial untuk dilakukan pengembangan dan penataan kawasan wisata. Perlu perlakuan untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat potensial

45 29 KP (Kurang Potensial). Artinya, bahwa bahwa obyek dan atraksi wisata kurang potensial untuk dilakukan pengembangan dan penataan kawasan wisata. Perlu perlakuan lebih banyak untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat potensial Analisis Potensi Masyarakat Analisis potensi masyarakat di kawasan perencanaan wisata Gunung Leutik dilakukan melalui analisis deskriptif yang disusun berdasarkan preferensi stakeholder. Preferensi stakeholder diketahui melalui data literatur hasil penelitian sebelumnya pada kawasan Gunung Leutik. Analisis ini dilakukan melalui pengamatan lapang dan interview terhadap kesiapan masyarakat untuk menerima kegiatan wisata. Potensi yang dimaksut dapat ditinjau berdasarkan keberadaan infrastruktur wisata di masyarakat, dan akseptibilitas (daya terima/kesiapan) masyarakat sebagai host kegiatan wisata. Analisis ini dilakukan dengan melihat keadaan masyarakat di tapak dan keterkaitan nya dengan pengembangan pertanian dan agrowisata berkelanjutan. Analisis potensi masyarakat ini dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya Konsep dan Perencanaan Tahap konsep dan perencanaan ini merupakan hasil dari perencanaan wisata yang dikembangkan dari zona integratif. Dari zona tersebut kemudian ditentukan akfititas, fasilitas dan sirkulasi wisata. Dari hasil perencanaan wisata tersebut maka dilakukan pembuatan konsep yang sesuai dengan analisis dan sintesis yang telah dilakukan. Sehingga diperoleh rencana lanskap kawasan agrowisata berkelanjutan untuk mendapatkan tatanan lanskap pendukung kawasan wisata. Rencana ini disusun berdasarkan metode Simonds (1983) berkaitan tentang tapak, ruang, aspek visual, sirkulasi dan struktur dalam lanskap. Rencana lanskap kawasan wisata berdasarkan zona kesesuaian wisata yang merupakan hasil analisis, yaitu dalam bentuk : a. Konsep pengembangan dan penataan yang akan dilaksanakan adalah kawasan wisata yang berkelanjutan sustainable tourism. Konsep ini diilustrasikan dalam bentuk model pengembangan dan penataan ruang wisata yang

46 30 mempertimbangkan karakter lanskap dan potensi obyek atraksi wisata yang ada. b. Program pengembangan dan penataan kawasan sesuai dengan konsep pengembangan kawasan. Perencanaan program ini dilakukan berdasarkan nilai-nilai potensi wisata kawasan, hasilnya berupa arahan pengembangan kawasan yang diilustrasikan secara grafis sebagai panduan penataan kawasan wisata berkelanjutan c. Rencana pengembangan dan penataan infrastruktur pendukung wisata. 3.5 Batasan Penelitian Penelitian ini difokuskan pada perencanaan lanskap kawasan agrowisata. Perencanaan lanskap tersebut disusun berdasarkan potensi kawasan pertanian (ekologis), wisata dan analisis masyarakat dari kawasan Gunung Leutik. Pengembangan kawasan agrowisata ini disesuaikan dengan karakteristik yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat lokal yang berfungsi sebagai area pendidikan islami, area budidaya pertanian,peternakan dan perikanan serta area masyarakat. Hasil dari zona potensial yang didapatkan dari penelitian ini dibatasi pada perencanaan lanskap kawasan wisata pertanian berkelanjutan. 3.6 Definisi Operasional a. Agrowisata, dalam kamus bahasa Indonesia, Purwodarminto (1999), diartikan sebagai wisata yang sasarannya adalah pertanian (perkebunan dan kehutanan). Kegiatan agro sendiri mempunyai pengertian sebagai usaha pertanian dalam arti luas, yaitu komoditas pertanian, mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Sehingga pengertian agrowisata merupakan wisata yang memanfaatkan obyek-obyek pertanian b. Atraksi wisata adalah semua semua perwujudan dan sajian alam serta kebudayaan yang secara nyata dapat dikunjungi, disaksikan dan dinikmati wisatawan di suatu kawasan wisata atau daerah tujuan wisata melalui suatu bentuk pertunjukan yang khusus diselenggarakan untuk para wisatawan yang mengunjungi kawasan tersebut (Yoeti, 2008) c. Daya Dukung Wisata adalah tingkat keberadaan pengunjung yg menimbulkan dampak pada masyarakat, lingkungan, & perekonomian setempat, yang dapat

47 31 diterima baik oleh pengunjung, masyarakat maupun lingkungan serta aktivitas wisatanya dapat berkelanjutan (UU No. 23 tahun 1997) d. Pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) adalah suatu industri wisata yang mempertimbangkan aspek-aspek penting dalam pengelolaan seluruh sumber daya yang ada guna mendukung wisata tersebut baik secara ekonomi, sosial dan estetika yang dibutuhkan dalam memelihara keutuhan budaya, proses penting ekologis, keragaman biologi dan dukungan dalam sistem kehidupan (Inskeep, 1991).

48 32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kawasan Gunung Leutik Kegiatan perencanaan lanskap kawasan agrowisata berkelanjutan dilaksanakan di kawasan wisata Gunung Leutik, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Area perencanaan ini memiliki luasan 41,4 Ha yang terbagi menjadi tiga unit, antara lain a) Unit I seluas 11,8 ha yang merupakan area pendidikan dan permukiman pesantren; b) Unit II seluas 15,1 ha merupakan lahan usaha Pesantren; dan c) Unit III seluas 14,5 ha yang merupakan lahan perkampungan Gunung Leutik. Kawasan Perencanaan memiliki akses yang dapat dicapai dari Jalan Raya Bogor-Ciampea KM 12 dengan jarak tempuh berkisar 15 kilometer dengan waktu tempuh 1 jam dari Terminal Baranangsiang Bogor. Lokasi perencanaan berada di axis jalan raya utama Ciampea yang merupakan jalur lintas provinsi Gambar 6-7. LEGENDA : UNIT I PESANTREN UNIT II LAHAN USAHAPESANTREN UNIT II PERKAMPUNGAN G.LEUTIK UNIT III UNIT II UNIT I DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUTE PERTANIAN BOGOR 2011 Judul Penelitian PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA BERKELANJUTAN KAWASAN WISATA GUNUNG LEUTIK BOGOR Pembimbing : Dr.Ir.Nizar Nasrullah, MAgr Dr.Ir. Aris Munandar, MS Judul Gambar : BATAS WILAYAH Oleh : BUDIARJONO Gambar 6 : Batas Wilayah

49 Sejarah Pesantren Pertaniaan Darul Fallah Yayasan Pesantren Pertanian Darul Fallah didirikan berdasarkan Akta Notaris J.L.L Wenas di Bogor pada tanggal 09 April 1960, dengan nomor 12. Yayasan Pesantren Pertanian Darul Fallah terdaftar dalam buku regristrasi di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bogor pada tanggal 16 Maret 1969 di bawah no. 25/1969 AN. Darul Fallah secara harfiah dapat diartikan sebagai rumah petani atau kampung pertanian. Pesantren Pertanian Darul Fallah merupakan lembaga Islam yang diperuntukan bagi semua lapisan masyarakat agar dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam bidang pertanian dan kewirausahaan. Perkampungan Pesantren dibangun mulai bulan Juni 1960 di atas lahan tanah wakaf dari R.H.O. Djunaedi seluas 26,6 Ha. Pengesahan terhadap pengwakafan areal lahan itu disyahkan oleh Kepala Pengawas Agraria Keresidenan Bogor pada tanggal 20 Juni 1961, dengan piagam No. 114/1961. Areal tersebut terletak di dua blok yaitu blok Lemahduhur dan Blok Gunung Leutik, (sekarang disebut Bukit Darul Fallah) Desa Benteng. Pesantren Pertanian Darul Fallah memiliki beberapa unit kegiatan yang meliputi kegiatan pendidikan dan pertanian. Beragam kegiatan PP Darul Fallah antara lain: a. Pendidikan dan Dakwah : terdiri dari beberapa jenjang pendidikan yaitu : 1) TK/Radhatul Athfal 2) Madrasah Diniyah (untuk tingkat SD/MI) 3) Madrasah Tsanawiyah (Terakreditasi A Unggul) 4) Madrasah Aliyah Terpadu (Terakreditasi A Unggul) 5) Pendidikan Program kesetaraan (Program Paket A dan Program Keterampilan Paket B) 6) Politeknik b. Pusat pelatihan (Diklat), mencakup : 1) Konsultan 2) Pelayanan Kegiatan Pelatihan c. Agribisnis, mencakup :

50 34 1) PT. Dafa Tekno Agro Mandiri (perbanyakan bibit tanaman/kultur jaringan) 2) Peternakan Terpadu (sapi perah, kambing perah, Penggemukan Sapi Potong dan Domba). 3) Pabrik Pakan Ternak Kapasitas Produksi 100 ton/hari. 4) Koperasi Pondok Pesantren (simpan pinjam, warung, wartel dan pupuk organik) 5) Perikanan (Air Tawar) 6) Organik Farming 7) Biogas dan Pengolahan Pupuk Organik 8) Pengolahan hasil Peternakan (Susu pasteurisasi, Yoghurt, Kefir) 9) Pengolahan Hasil Pertanian (Nata de coco, aloe vera/lidah buaya) 10)Perbengkelan & Keterampilan (besi dan kayu) 11)Agrowisata Rohani d. Pengembangan Masyarakat 1) Penelitian oleh Mahasiswa untuk Menyusun Skripsi di berbagai 2) Bidang Ilmu Pesantren Kilat Santunan terhadap Anak Yatim dan Duafa 3) Penyuluhan Pertanian oleh Santri 4) Menyediakan Fasilitas lapangan Olah Raga 5) Memberikan Konsultasi Agribisnis 6) Pembinaan Masyarakat Desa Hutan 7) Pelayanan Pengajaran pada Majelis Taklim 8) Fosmatren (Forum Silaturahmi Pondok Pesantren) 9) Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (P4S, BDS, LM3,Fosmatren) Masyarakat sekitar Desa Benteng Desa Benteng terletak di kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor. Desa Benteng berbatasan dengan Desa Rancabungur (kecamatan Rancabungur) di sebelah Utara, desa Cibanteng di sebelah Selatan, Desa Bojong Rangkas di sebelah Timur, dan Desa Ciampea di sebelah Barat. Jarak desa Benteng ke

51 35 ibukota kecamatan adalah sekitar 1 km, jarak ke ibukota kabupaten 40 km, jarak ke ibukota propinsi 133 km. Desa Benteng memiliki luas 248,5 ha dengan pemanfaatan lahan sebagai berikut: penggunaan lahan basah seluas 82 ha permukiman 91,5 ha pekarangan 48 ha taman 10,5 ha perkantoran 4 ha kuburan 2,5 ha prasarana umum lainnya 10 ha. Desa Benteng memiliki jumlah penduduk sebanyak orang. Potensi sumberdaya manusia Desa Benteng berupa angkatan kerja, tingkat pendidikan dan agama dapat dilihat dalam Tabel 5 8. Desa Benteng memiliki suatu perangkat pemerintahan yang terdiri atas, lembaga kepemerintahan (pemerintah desa dan permusyawaratan desa) dan lembaga kemasyarakatan (lembaga kemasyarakatan desa, PKK, rukun warga, rukun tetangga,karang taruna dan kelembagaan sosial masyarakat lainya). Tabel 5 Jumlah Penduduk, Angkatan kerja dan Angka kerja Uraian Penduduk Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah Penduduk Usia Angkatan Kerja Angka kerja Sumber: Nasrullah 2010 Tabel 6 Kualitas Angkatan Kerja Pendidikan Jumlah Buta Aksara 110 Tidak Tamat SD 257 Tamat SD 2208 Tamat SLTP 1461 Tamat SLTA 1371 Tamat Perguruan Tinggi 344 Sumber: Nasrullah 2010 Tabel 7 Mata Pencaharian Penduduk Desa Benteng Mata Pencaharian Jumlah Buruh Tani 286 Buruh Migran 1372 Pns Perajin Industri Rumah Tangga

52 36 Tabel 7 lanjutan Mata Pencaharian Jumlah Pedagang Keliling 79 Peternak 12 Tni 49 Polri 8 orang Pesiunan PNS/TNI/Polri 227 orang Pembantu Rumah Tangga 39 orang Sumber: Nasrullah 2010 Tabel 8 Proporsi Agama Penduduk Desa Benteng Agama Persentase Islam 83,7% Kristen 5,3% Katholik 5,2% Hindu 1,2% Budha 2,1% Khonghucu 2,7% Sumber: Nasrullah 2010 Gambar 7. Peta Kondisi Awal Tapak

53 Aspek Fisik / Biofisik Iklim Iklim merupakan faktor yang amat penting yang mempengaruhi lingkungan. Berdasarkan data iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dengan lokasi pengamatan Stasiun Darmaga terdapat beberapa rata-rata tahunan unsur iklim di lokasi penelitian sebagaimana tersaji Tabel 9, sedang ratarata bulanan dapat dilihat pada Gambar 8-13 Tabel 9. Rata-rata unsur iklim lokasi dari pengamatan 2005 sampai 2009 Unsur Iklim (rata-rata) Rata2 Suhu Maks (ºC) Suhu Min (ºC) Kelembaban Relatif (%) Kecepatan Angin (Knot) Penguapan (mm) Curah Hujan bulanan (mm) 31,5 22,7 84,8 1,9 4, ,1 22,3 81,2 2,5 4, ,5 22,3 83,6 2,5 3, ,3 21,9 84,2 2,5 3, ,0 22,5 81,1 2,5 4, Sumber: Nasrullah 2010 Dari Tabel 9 diketahui pada area perencanaan rata-rata tahunan suhu udara maximum 31.7 ºC, dan suhu minimum 22.3 ºC. Tren suhu terlihat serupa dari tahun ke tahun, kecuali pada bulan tertentu menunjukkan pola yang beda. Suhu maximum terendah terdata pada bulan Desember, Januari dan Februari, sedang tingkat tertinggi terdata pada Agustus, September dan Oktober. Suhu minimum terendah terlihat pada bulan Juni, Juli, Agustus dan September. Suhu (oc) Gambar 1. Suhu maximum rata-rata Gambar 2. Suhu maximum rata-rata PEB JAN MEI APR MAR JUL JUN DES NOP OKT SEPT AGS Bulan Sumber: Nasrullah 2010 Gambar 8. Suhu Maks Rata-rata (Tahun )

54 Suhu (oc) JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEPT OKT NOP DES Bulan Sumber: Nasrullah 2010 Gambar.9 Suhu Min Rata-rata (Tahun ) Rata-rata tahunan kelembaban relatif udara pada lokasi perencanaan 83%. Dilihat dari tren bulanan, kelembaban tertinggi terlihat pada Desember, Januari, dan Februari, sedang kelembaban trendah terjadi pada Juli -September. 90 Kelembaban (%) JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEPT OKT NOP DES Bulan Sumber: Nasrullah 2010 Gambar 10. Kelembaban rata-rata Rata-rata tahunan penguapan pada lokasi perencanaan 4.0 mm. Penguapan terendah < 3.5 mm terjadi pada Desember, Januari, Februari, sedang penguapan tertinggi terjadi pada bulan September, dan Oktober. Penguapan (mm) JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEPT OKT NOP DES Bulan Sumber: Nasrullah 2010 Gambar 11. Penguapan rata-rata

55 39 Rata-rata tahunan kecepatan angin 2.4 knot. Kecepatan angin yang tinggi > 3 knot terjadi pada bulan Januari, Februari, dan Maret, sedang terendah terjadi pada bulan April, Mei, Juni dan Juli. Kecepatan Angin Rata-rata (Tahun ) Kecepatan Angin (Knot) JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEPT OKT NOP DES Bulan Sumber: Nasrullah 2010 Gambar 12. Kecepatan angin rata-rata Rata-rata tahunan curah hujan bulanan pada lokasi perencanaan 276 mm. Curah hujan tertinggi terlihat pada November, Desember, Januari, dan Februari. Curah Hujan Rata-rata (Tahun ) Curah Hujan (mm) JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEPT OKT NOP DES Bulan Sumber: Nasrullah 2010 Gambar 13. Curah hujan rata-rata

56 40 Berdasarkan data iklim pada Tabel 4 di atas menunjukan bahwa lokasi memiliki rata-rata curah hujan yang tergolong Bulan Basah (BB) di atas 200 mm per bulan. Kelembaban yang tergolong nyaman bagi pengunjung wiasata (Agro), namun perlu diwaspadai rata-rata curah hujan yang tinggi setiap bulan menunjukkan keterbatasan waktu kunjungan. Perlu diantisipasi bentuk wisata yang dapat menjadi alternatif saat hujan berada di dalam (indoor) ataupun adanya naungan (shelter) yang memungkinkan untuk tempat berteduh baik untuk musim hujan maupun panas di obyek-obyek wisata yang direncanakan. Selain itu perlu dipertimbangkan pemilihan komoditi yang sesuai dengan keadaan iklim lokasi Topografi Kawasan Gunung Leutik memiliki bentukan wilayah yang beragam mulai dari datar, bergelombang sampai berbukit, dengan ketinggian antara mdpl. Puncak Gunung Leutik merupakan titik tertinggi pada area perencanaan, sedang sungai Cinangneng dan Sungai Ciampea yang melintasi tapak merupakan area terendah. Peta topografi kawasan lebih ditail sebagaimana terlampir pada Gambar Kemiringan Lahan Gambar 15 memperlihatkan peta kemiringan tapak. Dari peta ini diketahui bahwa area perencanaan didominasi lahan dengan kelas kemiringan 0 3 % sebesar 22.56%, kelas kemiringan 3-8 % sebesar % dan kelas kemiringan % sebesar 16 % dari luas tapak. Sisanya lahan dengan kemiringan 25-35% dan > 35% masing-masing terdapat 9.51% dan 5.34% dari luas tapak. Lereng curam sampai curam. Dalam Tabel 10 dan Tabel 11 memperlihatkan prosentase kemiringan lahan dan diskripsi peruntukannya. Tabel 10. Persentase kemiringan lahan Persentasi Jenis Unit 1 Unit 2 Unit 3 Total % Kemiringan Kemiringan (m 2 ) (m 2 ) (m 2 ) (m 2 ) 0-3 Datar 63,050 3,018 27,485 93,553 22,6 3-8 Landai 5,065 12,329 72,404 89,798 21, Bergelombang 12,251 65,904 25, ,204 24, Agak Curam 11,425 35,418 19,479 66,349 16, Curam 9,263 29, ,438 9,51 > 35 Sangat Curam Total Sumber: Nasrullah 2010

57 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUTE PERTANIAN BOGOR 2011 Judul Penelitian PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA BERKELANJUTAN KAWASAN WISATA GUNUNG LEUTIK BOGOR Pembimbing : Dr.Ir.Nizar Nasrullah, MAgr Dr.Ir. Aris Munandar, MS Judul Gambar : PETA TOPOGRAFI Oleh : BUDIARJONO m 41 Gambar 14: Peta Topografi

58 LEGENDA : 0 3% 3 8% 8 15% 15 25% 25 35% >35% DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUTE PERTANIAN BOGOR 2011 Judul Penelitian PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA BERKELANJUTAN KAWASAN WISATA GUNUNG LEUTIK BOGOR Pembimbing : Dr.Ir.Nizar Nasrullah, MAgr Dr.Ir. Aris Munandar, MS Judul Gambar : PETA KEMIRINGAN LAHAN Oleh : BUDIARJONO m Gambar 15: Peta Kemiringan Lahan

59 43 Tabel 11. Kelas kemiringan beserta deskripsi peruntukan lahan Kelas Kemiringan Deskripsi Lahan 0-3 % Pertanian dan pemukiman 3 8 % Pertanian, perkebunan, peternakan, dan pemukiman 8 15 % Perkebunan, perikanan dan ladang % Perkebunan % Perkebunan >35 % Perkebunan Sumber: Nasrullah Geologi dan Tanah Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bogor (tahun), maka lokasi penelitian Kawasan Gunung Leutik berasal dari aluvium gunung berapi berumur kuarter atau sedimentasi batuan beku atas yang tergolong masih muda (Qva). Adapun bahan induknya terdiri dari Tuf Andesit. Bahan induk ini bersifat andesitik atau intermedier (netral) mendominasi pembentukan jenis tanah di lokasi penelitian. Berdasarkan Peta Tanah Semi Detail daerah Parung-Depok-Bogor-Ciawi (1979), jenis tanah yang terbentuk di lokasi adalah Latosol Coklat dan Latosol Coklat Kemerahan atau sepadan dengan ordo tanah Inceptisol (USDA, 1968). Penyebaran tersebut terlihat akibat perbedaan topografi dan posisi dalam lereng. Latosol Coklat dijumpai pada tempat-tempat yang masih tertutup vegetasi pohon yang ditanam maupun alami, sedangkan Latosol Coklat Kemerahan dijumpai pada lereng-lereng yang sudah terbuka maupun pada yang intensif digunakan untuk pertanaman lahan kering Hidrologi dan Kualitas Air Sistem hidrologi di lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh karakteristik badan air terutama oleh daerah aliran sungai yang ada. Terdapat Sungai Cinangneng yang mengalir di dalam kawasan pesantren dan Sungai Ciampea yang mengalir pada batas selatan di sekitar kawasan (Gambar 16). Kedua sungai tersebut menyatu pada bagian barat kawasan. Selain itu pada batas timur tapak terdapat aliran air buangan/drainase dari Kampung Gunung Leutik yang bermuara ke Sungai Cinangneng. Sebagai sumber air utama adalah dengan sumur bor yang terletak di dalam kawasan pesantren. Sistem hidrologi sangat penting untuk

60 44 dipertimbangkan nanti dalam perencanaan pengelolaan kawasan Agrowisata. Kualitas air masih dalam proses analisis. Gambar 16. Sungai yang melintasi Kawasan Gn.Leutik Vegetasi Pohon Keragaman tanaman existing yang terdapat pada lokasi perencanaan disajikan pada Tabel 12. Pada unit I terdapat 24 spesies, terutama jenis pohon. Bambu menyebar sepanjang lereng tebing sungai. Pohon Kelapa Sawit, kayu putih, Krey Payung, Mlinjo, Akasia, Glodogan tiang dan pinus banyak ditemukan pada tanaman tepi jalan. Tanaman pinus menyebar di sekitar masjid, sedang Kerai Payung dan Kayu Putih menyebar di sekitar kantor yayasan dan gedung sekolah. Disamping itu pada unit I ditemukan beragam tanaman buah seperti Jambu Biji, Mangga dan Nangka. Pada unit II ditemukan beragam tanaman pohon. Sengon merupakan tanaman utama yang ditanam pada Gunung Leutik. Jabon dalam jumlah lebih sedikit ditanam pada kaki Gunung Leutik. Selain itu pada gunung tersebut tersebar pohon kelapa. Populasi semak belukar tersebat pada lahan sebelah barat Gunung Leutik. Palem raja ditemukan sebagai tanaman utama pada tepi jalan unit II. Tanaman rumput pakan ditemukan tersebar di sekitar area peternakan. Tanaman jati pada unit II ditemukan menyebar rapat pada area dekat makam. Tanaman jati ini merupakan induk eksplant untuk perbanyakan jati dengan teknik kultur jaringan pada unit pembibitan pesantren. Pada unit II terdapat populasi pohon Kirai pada rawa di sebelah timur kawasan. Pohon buah pada Unit II ditemukan pohon Durian, dan Manggis yang masih muda. Pohon Rambutan ditemukan pada sisi timur jalan utama pada Unit. Tanaman bambu pada Unit II tersebar pada tepi sungai, dan pada batas tanah sebelah barat dari pesantren. Unit III terdiri atas lahan pertanian sawah dan tegalan.

61 45 Tabel 12. Keragaman Vegetasi No. Nama Tanaman Nama Latin Lokasi : Unit I 1 Akasia Acacia auriculiformis 2 Angsana Pterocarpus indicus 3 Aren Arenga pinata 4 Asam kranji Dialium indum 5 Bambu Bambusa sp 6 Buah merah 7 Bunut Callophyllum soulatri 8 Glodogan tiang Polyalthia longifolia 9 Jambu biji Psidium guajava 10 Jati Tectona grandis 11 Karet Ficus elastica 12 Kayu putih Eucalyptus camaldulensis 14 Kelapa Cocos nucifera 15 Kelapa sawit Elaeis guinensis 16 Krey payung Fillicium decipiens 17 Mahoni Swietenia mahagoni 18 Mangga Mangifera indica 19 Melinjo Gnentum gnemon 20 Nangka Artocarpus integra 21 Palem putri Veitchia merillii 22 Palem raja Roystonea regia 23 Sengon Paraserianthes falcataria 24 Waru Hibiscus tiliaceus Lokasi : Unit II 1 Akasia Acacia auriculiformis 2 Kapuk Ceiba petandra 3 Bambu Bambusa sp 4 Bambu kuning Bambusa vulgaris 5 Durian Durio zibethinus 6 Jati Tectona grandis 7 Karet Ficus elastica 8 Kelapa Cocos nucifera 9 Kelapa sawit Elaeis guinensis 10 Ketapang Terminalia cattapa 11 Ki hujan Samanea saman 12 Kirai Metroxylon spec. 13 Mahoni Swietenia mahagoni 14 Mindi Melia azedarach 15 Nangka Artocarpus integra 16 Nilam 17 Palem ekor ikan Caryota mitis 18 Palem raja Roystonea regia 19 Petai cina Leucaena glauca 20 Pisang Musa paradisiana 21 Rambutan Nephellium lappaceum 22 Sawo kecik Manilkara kauki 23 Sengon Paraserianthes falcataria 24 Jabon Anthocephalus cadamba 25 Tanaman pembibitan Lokasi: Unit III 1 Kirai Metroxylon spec 2 Padi Aryza sativa 3 Pepaya Carica papaya 4 Ubi jalar Ipomea batatas 5 Jagung Manis Zea mays 6 Kacang panjang Vigna cylindrica 7 Oyong Luffa acutangula 8 Tanaman obat Sumber : Nasrullah 2010

62 Objek Wisata Pertanian Budidaya Pertanian di Lokasi Perencanaan Survei dilakukan pada lahan unit I dan II serta di lahan masyarakat di kampung Gunung Leutik, Lebak Gunung dan Benteng. Jenis tanaman budidaya yang ditanam di lahan milik pesantren tidak banyak. Sebagian besar lahan kosong milik pesantren masih ditumbuhi tumbuhan liar dan beberapa bagian ada yang sudah ditanami sengon. Pesantren Darul Falah memproduksi bibit tanaman melalui kultur jaringan oleh perusahaan milik yayasan yaitu PT DAFA. Bibit tanaman yang dihasilkan antara lain adalah pisang dan nilam. Pesantren memilik lahan basah yang tidak terlalu luas yang dapat ditanami padi atau dijadikan kolam ikan ataupun untuk gabungan padi dan ikan (minapadi). Tabel 13. Jenis tanaman pangan yang diusahakan masyarakat Gunung Leutik No. Lokasi Jenis Tanaman Keterangan 1. Lahan Pesantren Sengon Ditanam pada area bukit (G. Leutik) 2. Lahan Masy. Gunung Letik Pembibitan bermacam-macam jenis tanaman Padi Perbanyakan dengan kultur Jaringan, dan cara konvensional Umumnya digunakan padi var Ciherang, dengan Pola tanaman: Padi-Padi-Pakawija atau Padi- Palawija-Padi Kelompok Tani Asih Kelompok Bina Sehat Lestari Sumber: nasrullah 2010 Palawija Tanaman buah-buahan Tanaman sayur-sayuran Pembibitan tanaman kehutanan Tanaman obat keluraga Jagung manis var SD2 Singkong var Adhira, Kacang tanah, Ubijalar Pepaya Bangkok dan California Mentimun, Oyong, Kacang Panjang Sengon, Jabon, Mahoni, Jati Mengoleksi 137 jenis tanaman obat Pada lahan milik petani di kampung Gunung Leutik, Lebak Tengah dan Benteng menunjukkan ada beberapa jenis tanaman yang dibudidayakan yaitu tanaman padi, palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan (Gambar 17). Untuk tanaman padi, varietas yang banyak di tanam adalah Ciherang, jagung manis varietas SD2, pepaya bangkok dan california, dan singkong varietas Adira. Tanaman palawija yang biasanya di tanam adalah jagung, singkong, kacang tanah

63 47 dan ubi jalar, sedangkan untuk tanaman sayuran adalah dari mentimun, oyong dan kacang panjang. Tanaman buah-buahan yang sudah dibudidayakan adalah pepaya yaitu jenis pepaya bangkok. Disamping jenis-jenis tanaman tersebut di atas terdapat beberapa pembibitan tanaman kehutanan terutama sengon, mahoni, jabon, jati (jati mas dan jati super). Sebagian besar petani di kampung-kampung tersebut di atas sudah melakukan budidaya tanaman secara bergilir, dengan pola tanam padi-padi-palawija atau padi-palawija-padi. Intesitas penanaman lahan 2-3 kali setahun. Pada Tabel 13 menunjukkan berbagai jenis tanaman pangan yang diusahakan masyarakat Gunung Leutik. Budidaya padi tidak dilakukan secara terus-menerus karena keterbatasan air terutama musim kemarau. Budidaya tanaman yang dilakukan pada beberapa jenis tanaman menggunakan pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk an organik. Pupuk kandang diperoleh dari ternak kambing yang dipelihara oleh masyarakat karena sebagian besar masyarakat memelihara ternak kambing. Tingkat pemakaian pupuk anorganik bervariasi. Lokasi pembibitan dilakukan di lahan yang disewa dan tenaga kerja adalah pemuda dari desa tersebut. Pembibitan dilakukan menggunakan metode konvensional. Perbanyakan dilakukan di bawah naungan paranet, dan sebagian besar bibit yang dihasilkan adalah bibit sengon (Albisia). Beberapa hasil dari tanaman obat yang sudah diolah adalah jahe dan untuk dibuat menjadi jahe instan dan sudah dipasarkan ke warung sekitar desa. Untuk bahan baku jahe instan belum seluruhnya diproduksi sendiri karena kadang-kadang diperoleh dengan membeli di pasar. Usaha komersial PPDF mencakup beberapa jenis kegiatan Agribisnis yaitu: a) PT. Dafa Tekno Agro Mandiri (bibit tanaman/kultur jaringan) b) Peternakan Terpadu (sapi perah, kambing perah, Penggmukan Sapi c) Potong dan Domba d) Pabrik Pakan Ternak Kapasitas Produksi 100 ton/hari e) Koperasi (simpan pinjam, warung, wartel dan pupuk organik) f) Perikanan (Air Tawar) g) Organik Farming h) Biogas dan Pengolahan Pupuk Organik i) Pengolahan hasil Peternakan (Susu pasteurisasi, Yoghurt, Kefir)

64 48 j) Pengolahan Hasil Pertanian (Nata de coco, aloe vera/lidah buaya, dll) k) Perbengkelan & Keterampilan (besi dan kayu) l) Agrowisata Rohani a. Padi sawah b. Hamparan sawah dan tanaman palawija c. Kebun jagung d. Tumpang sari jagung dengan ubi jalar g. Kebun kacang panjang h. Tumpangsari Jagung dng pepaya i. Kebun pepaya monolkur j. Pembibitan sengon Gambar 17. Berbagai komoditi di Kawasan Perencanaan Gunung Leutik, Kabupaten Bogor.

65 49 Perlakuan pasca panen yang sudah dilakukan pada hasil-hasil pertanian di kampung Gunung Leutik, Lebak Tengah ataupun Desa Benteng adalah pembersihan hasil pertanian dari pengotor dan pengemasan awal. Pengemasan produk masih produk massal belum dipisahkan menurut ukuran atau kualitasnya. Hal ini terjadi karena penjualan produk dilakukan secara langsung di lapang ke pedagang atau dibawa langsung ke pasar terdekat (pasar Ciampea atau pasar induk Kemang). Pasca Panen lanjut seperti pengkelasan (grading) belum sepenuhnya dilakukan. Industri hilir berbahan baku singkong telah mulai dikembangkan oleh kelompok wanita tani yaitu pembuatan keripik singkong. Ketersediaan bahan baku singkong cukup berlimpah di Gunung Leutik sehingga pengembangan industri hilir berbahan baku singkong masih memungkinkan untuk dikembangkan. Infrastruktur pertanian yang sudah ada di desa Gunung Leutik adalah saluran irigasi. Dengan ketersedian pasokan air dari irigasi petani dapat menerapkan pola tanamn padi-padi-palawija, atau padi-palawija-padi. Namun demikian kapasitas irigasi masih terbatas, terutama pada musim kemarau, sehinga tidak semua sawah dapat ditanami padi. Sarana jalan umum pada sebagian wilayah desa sudah tersedia. Dari jalan poros Bogor-Ciampea, wilayah Gunung Letik dapat dicapai melalui jalan desa dari Desa Cibanteng, kemudian dari jalan desa ini terdapat jalan beton menuju kampung gunung Leutik. Namun demikian jalan desa dalam kondisi rusak pada banayk bagian jalan. Sedang jalan beton, tidak lebar sehingga kendaraan mobil sulit menyalip. Infrastruktur lainnya yang tersedia seperti gudang sebagi tempat pengumpulan/penyimpanan hasil panen, mesin penggilingan padi, sedang mesin untuk pengolah lanjut dari hasil-hasil pertanian lainnya yang belum ada View Area Unit I & II terletak di daerah yang relatif berbukit dan memiliki pemandangan yang baik dan potensial berupa view alam yang asri. Memiliki background suasana alam yang kuat, ditunjang keberadaan sungai, kawasan permukiman/perkampungan (agrosociety) dan merupakan suatu miniatur penampang alam pergunungan. Keberadaan pemandangan (scenery) dan suasana alam perdesaan merupakan suatu potensi tinggi sebagai objek wisata berbasis

66 50 pertanian disamping potensi lahan dari pengusahaan jasa pertanian agribisnis. Seperti diperlihatkan pada Gambar 18 Gambar 18. View dari arah kawasan Sirkulasi dalam Tapak Jalan dalam tapak terdiri atas jalan aspal dan jalan beton. Jalan aspal terdapat dari jalan masuk ke lokasi di persimpangan dengan Jalan Raya Bogor- Leuwiliang sampai dengan area peternakan pada Unit II. Pada Kampung Gunung Leutik terdapat Jalan beton yang menghubungkan Jalan Desa Benteng dengan kampung. Jalan aspal pada Unit I dan Unit II memiliki ROW 5 meter dengan badan jalan dari aspal dengan lebar 3m, sedang jalan beton pada Unit III memiliki ROW 3 m dengan badan jalan 2.5 m, seperti tampak dalam Tabel 14. Tabel 14. Jenis dan Panjang Jalan dalam Tapak Perencanaan No Jenis Jalan Letak ROW (m) 1. Aspal Unit I, II 5 2. Beton Unit III 3 3. Jalan tanah Unit II Jalan setapak Unit II 1-2 Sumber: Nasrullah Fasilitas Penunjang Penggunaan lahan / tata ruang existing pada tapak dapat dilihat pada Gambar 11. Pada Unit I digunakan area pendidikan dan pemukiman Pesantren. Pada unit II digunakan untuk area produksi pesantren. Pada area pendidikan terdapat fasilitas pendidikan yang mencakup Taman Kanak-Kanak, MTS/SMP,

67 51 MA/SMA. Pada area pemukiman terdapat asrama santri laki-laki dan asrama santri perempuan, dan rumah guru dan tenaga kependidikan (Tabel 15). Selain itu terdapat fasilitas pendukung pendidikan dan pemukiman yang mencakup laboratorium umum, perpustakaan, bengkel kayu, bengkel besi, aula, kantor yayasan, rumah kaca dan lapangan olahraga. Selain itu pada Unit I terdapat Guest House, Gedung Pelatihan, Toko dan Kantin Koperasi, dan Unit Simpan Pinjam Syariah. Lahan pada Unit II digunakan pesantren sebagai lahan usaha yang mencakup usaha peternakan, tanaman kehutanan, perikanan, dan sawah. Usaha peternakan terdiri atas peternakan sapi potong, sapi perah, kambing perah. Usaha perikanan terdiri atas kolam pembibitan ikan, dan kolam budidaya. namun luasanya terbatas dan tersebar pada 2 lokasi. Pada Unit II terdapat unit pembuatan Yogurt yang menggunakan bahan baku susu sapi. Lahan pada unit III atau pada Kampung Gunung Leutik yang masuk tapak perencanaan sebagian besar berupa lahan sawah, dan sebagian kecil tegalan dan perumahan (Tabel 16). Tabel 15. Penggunaan lahan pada tiap unit dalam tapak No. Area Luasan (ha) 1. Unit 1. Pendidikan dan pemukiman pesantren Unit 2. Lahan usaha pesantren Unit 3. Perkampungan Masy Gunung Leutik 14.5 Total 41.4 Sumber: Nasrullah 2010 Tabel 16. Bangunan dalam tapak No. Bangunan Luasan (m 2 ) 1. Tower TK Rumah kayu Simpan pinjam syariah Rumah karyawan Bengkel besi Ruang belajar sekolah Aliyah Sekolah Aliyah Lab. Terpadu Sekolah Tsanawiyah Training Center Rumah Kaca Toilet Kantor Yayasan dan aula Guest House Warung Koperasi Asrama Putra Pos Rumah Ustadz Mesjid Workshop Nata de coco 155.4

68 52 Tabel 16. lanjutan No. Bangunan Luasan (m 2 ) 22. Asrama Putri Ruang makan Dapur Lab. Kultur Jaringan Pembibitan Pabrik pupuk organik Kantor pupuk organik Mushola I, dan II (dkt kampung) 30. Rumah Yoghurt Kandang sapi potong Gudang Pupuk Kandang anak sapi Biogas Kandang kambing Kandang sapi perah Pengolahan susu MCK Hydran Shelter kolam 55.6 Sumber: Nasrullah Potensi Masyarakat Dalam rencana pengembangan Agrowisata berbasis masyarakat yang didapatkan di lokasi penelitian, didapatkan bahwa Lembaga Pendidikan Darul Falah sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi Agrowisata yang dengan nuansa pendidikan pertaniain. Program-program yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Darul Falah dapat menjadi obyek agrowisata yang menarik. Selain Pondok Pesantren Darul Falah, di Desa Benteng terdapat Gabungan kelompok Tani yang berpotensi untuk pengembangan agrowisata berbasis masyarakat. Salah satu faktor penting dalam perencanaan Agrowisata adalah aspek sosial ekonomi. Beberapa aspek sosial ekonomi yang akan diuraikan dalam laporan ini mencakup yang terdapat di Pondok Pesantren Darul Falah dan di Gabungan Kelompok Tani di Desa Benteng Preferensi Pengelola Pesantren dan Penduduk Kampung Leutik Hasil survey dan wawancara dengan pengelola PPDF menunjukkan bahwa secara umum PPDF memandang positif terhadap perencanaan Agrowisata, bahkan PPDF sudah mempunyai program Agrowisata meskipun belum dikelola dengan intensif. Beberapa kelompok pengunjung yang mendatangi PPDF umumnya melihat unit Kultur Jaringan, Peternakan Terpadu, dan menikmati lanskap PPDF yang dipenuhi tanaman-tanaman yang cukup rindang.

69 53 Komplek PPDF mempunyai sarana dan fasilitas berupa Gedunggedung/bangunan untuk unit perkantoran, kelas, laboratorium, tempat ibadah, tempat tinggal santri, unit usaha produktif, Green House, dan beberapa peruntukan lainnya. Kondisi lanskap kampus dan aktivitas yang dilakukan oleh PPDF cukup baik dan memadai untuk dimanfaatkan dalam rekreasi agrowisata untuk kelompok atau perorangan. Obyek yang akan dikunjungi oleh kelompok belajar tersebut adalah Unit Kultur Jaringan, Peternakan Terpadu, Pengolahan Hasil (susu, yoghurt), dan beristirahat di Masjid dan menikmati kerindangan di area PPDF Kompetitor wisata di sekitar Kampung Wisata Gunung Leutik Agrowisata sudah menjadi alternatif wisata yang disukai oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari lokasi kampung Wisata yang terdapat di dekat lokasi penelitian. Luas areal kampung wisata sekitar 1,6 ha, yang sudah dibangun mencapai 8000 m2 dengan fasilitas tempat menginap, kolam renang, tempat makan, area bermain, atraksi memandikan kerbau, latihan budidaya tanaman. Adapun program-program yang ditawarkan cukup bervarisi yaitu paket setengah hari dan paket menginap. Dalam program tersebut antara lain : 1) kunjungan ke lahan petani, 2) kunjungan ke tempat kerajinan bambu, tas, tahu, 3) belajcr musik Sunda, 4) belajar tari Sunda, 5) berenang, 6) belajar membuat minuman tradisional, 7) membuat mainan/wayang dari daun singkong, 8) menanam bibit padi, 9) memandikan kerbau, 10) mencicipi oakanan setempat, 11) ronda bareng, 12) baoar jagung. Dalam program tersebut, pemandu adalah masyarakat setempat yang dibiná oleh provider, lahan-lahan yang dikunjungi adalah lahan petani, demikicn pula tempat-tempat kerajinan. Dengan demikian ada kerjasama antara provider dengan masyarakat setempat dan masyarakat turut merasakan manfaat dari program Kampung Wisata. Analisis pengolahan data dilakukan untuk mengidentifikasi potensi penggunaan tapak, serta masalah atau kendala dalam pengembangan tapak. Peta tematik seperti peta kemiringan lahan, peta kesuaian lahan untuk pertanian, peta drainase, dan peta vegetasi, perlu disiapkan. Dengan teknik superimpose peta tematik, dapat

70 54 diketahui secara spasial kemungkinan peletakan blok-blok lahan pertanian, dan fasilitas terbangun. Analisis curah hujan harian bulanan, kualitas tanah, ketersediaan air, bentukan alami dalam tapak, dilakukan untuk menentukan jenis usaha tani yang dapat dikembangkan. Analisis view dilakukan untuk memanfaatkan view menarik dalam tapak atau di luar tapak sebagai sajian yang menarik. Konsentrasi pengunjung dapat ditempatkan menghadap view menarik. Analisis potensi pengunjung dan preferensinya membantu dalam penyiapan pengembangan lokasi. Analisis utilitas exisiting di dalam tapak atau di sekitar tapak, akan memberi gambaran tingkat ketersedian utilitas bagi lokasi yang akan dikembangkan. 4.5 Analisis Kondisi Ekologi Aspek Biofisik Tapak Berdasarkan Peta Topografi Kawasan Gunung Leutik, diketahui kondisi topografi bervariasi dari bergelombang sampai bergunung. Ketinggian tempat diketahui bervariasi dari titik terendah di daerah sungai yaitu 156m dpl hingga titik tertinggi yaitu puncak Gunung Leutik pada ketinggian 188m dpl (Gambar 16). Kelas kemiringan lereng dijumpai bervariasi dari agak datar (3-8%) sampai bergunung (>35%). Lahan datar dan landai terutama terdapat pada lahan unit I atau area pendidikan dan pemukiman pesantren serta Unit III atau area persawahan Kampung Gunung Leutik. Pada kemiringan agak datar sampai berbukit dijumpai sawah irigasi dan non irigasi dengan sistem teras. Pada kemiringan 8 15% dijumpai pertanian lahan kering (jagung dan palawija) dan sayuran, sedangkan tanaman perkebunan dan tanaman hutan rakyat di lokasi penelitian dijumpai pada kemiringan 15% ke atas. Keragaman bentukan lahan seperti bukit, sungai, dan area pertanian merupakan potensi sebagai objek wisata pada kawasan. Faktor yang perlu diperhatikan adalah konservasi lahan dan keselamatan pengunjung terkait dengan kondisi lahan sebagai bahan pertimbangan kenyamanan beraktivitas wisata. Pola drainase berperan dalam ketersediaan air atau suplai air di lokasi. Berdasarkan hasil identifikasi diketahui pola drainase menyerupai percabangan pohon (dendritic), dan bersifat radial ditinjau dari beberapa titik percabangan tertinggi yang menjadi cabang pertemuan

71 55 aliran-aliran antara Sungai Cinangneng yang berada di dalam kawasan dengan Sungai Ciampea yang mengalir di sekitar kawasan. Aliran sungai berlangsung sepanjang tahun sehingga dapat menjadi sumber air yang terus menerus dan berpotensi sebagai penunjang aktivitas permukiman, pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan (tambak) yang terdapat di dalam kawasan. Kondisi ini merupakan nilai positif dan menunjang pengembangan agrowisata di dalam kawasan. Berdasarkan data iklim dengan kurun waktu 5 tahun, diketahui rata-rata curah hujan bulanan di kawasan berkisar antara mm dan termasuk dalam kategori Bulan Basah (>200 mm per bulan) sepanjang tahun. Rata-rata curah hujan harian ( mm) yang lebih tinggi dari rata-rata penguapan ( mm), menyebabkan ketersediaan air untuk tanaman tercukupi dan intensitas penyiraman tanaman di kawasan perencanaan dikategorikan tidak intensif. Rata-rata suhu udara maksimum mencapai 31.7 ºC dengan kelembaban relatif udara mencapai 83%, kondisi tersebut tergolong tidak nyaman. Curah hujan yang tinggi setiap bulan, menyebabkan periode cuaca cerah menjadi lebih sempit, sehingga dapat berdampak mengurangi waktu beraktifitas di ruang terbuka. Keberadaan pohon-pohon penaung dan sheltermerupakan faktor penting terkait dengan kondisi cuaca kawasan untuk memberikan kenyamanan beraktifitas pada obyek-obyek wisata yang direncanakan. Kelembaban relatif udara dengan rata-rata persentase di kawasan di atas 80%, menjadi pertimbangan untuk penyediaan ruang-ruang terbuka, dan koridor pergerakan angin yang dapat menurunkan kelembaban udara. Sistem hidrologi di lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh karakteritik badan air terutama oleh daerah aliran sungai yang ada. Faktor tataguna lahan, kemiringan lahan yang sangat bervariasi maupun panjang lereng yang secara alami ataupun buatan ikut berperan. Aliran air bersumber dari rawa yang bervegetasi pohon kirai, dan dari jaringan sistim irigasi desa. Air bersih dalam kawasan pesantren bersumber dari WTP (Water Treatment Plant) Pesantren yang menggunakan air baku dari Sungai Ciampea. Pada Unit II (peternakan) dan Perkampungan Gunung Leutik, air bersih yang digunakan berasal/dipompa dari

72 56 air tanah. Untuk keperluan pelayanan pengunjung wisata kapasitas WTP pesantren perlu diperbesar sesuai keperluan untuk pelayanan. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bogor, tanah pada kawasan berasal dari aluvium gunung berapi berumur kuarter atau sedimentasi batuan beku atas yang tergolong masih muda (Qva). Adapun bahan induknya terdiri dari Tuf Andesit. Bahan induk ini bersifat andesitik atau intermedier (netral) mendominasi pembentukan jenis tanah di lokasi penelitian. Berdasarkan Tim Peneliti Tanah Daerah JABOTABEK (1980), jenis tanah yang terbentuk di lokasi adalah Latosol Coklat dan Latosol Coklat Kemerahan atau sepadan dengan ordo tanah Inceptisol (USDA, 1968). Penyebaran tersebut terlihat akibat perbedaan topografi dan posisi dalam lereng. Latosol Coklat dijumpai pada tempat-tempat yang masih tertutup vegetasi pohon yang ditanam maupun alami, sedangkan Latosol Coklat Kemerahan dijumpai pada lereng-lereng yang sudah terbuka maupun pada yang intensif digunakan untuk pertanaman lahan kering Aspek Kesesuaian Fisik Lahan Pertanian Sifat Fisika Berdasarkan hasil uji tekstur tanah (metode pipet) dijumpai bahwa di sekitar lokasi pesantren tanah-tanah yang terbentuk di lereng atas memiliki tekstur Lempung Berliat (lapisan atas) dan Liat Berdebu. Pada tanah yang terbentuk di lereng bagian tengah memiliki tekstur Liat Berdebu baik pada lapisan atas maupun bawah. Tanah yang terbentuk pada lereng bawah terdiri dari tekstur Liat mulai dari permukaan sampai pada kedalam 60cm. Adapun tanah yang berasal dari Kampung Leutik baik yang berasal dari ladang maupun sawah memiliki tekstur Liat dari permukaan sampai kedalam 60cm. Berdasarkan hasil uji sifat Bulk Density, dijumpai bahwa semua tanah di kawasan pesantren memiliki BD tanah > 1g/cc kecuali pada lapisan atas tanah yang terbentuk di lereng atas adalah 0,9g/cc. Perbedaan tersebut menunjukkan tingkat kepadatan tanah yang juga sangat dipengaruhi oleh perbedaan tekstur dan struktur tanah. Tanah di lereng atas cenderung berstruktur granular atau berbutir dan masih merupakan bahan kasar. Tanah bagian tengah sampai bawah lereng dengan tektur liat dan struktur gumpal membulat cenderung lebih padat dan terstruktur dengan baik. Permeabilitas tanah yang menunjukkan kemampuan

73 57 tanah untuk melewatkan air terlihat bervariasi dari lambat sampai cepat. Sifat ini tidak lepas dari sifat fisik lainnya terutama tekstur dan struktur tanah Sifat Kimia Di lokasi unit I & II, kemasaman tanah (ph) hasil uji contoh tanah berkisar antara 4,1 sampai 4,7, dan tergolong masam. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan untuk meningkatkan kemasaman tanah belum atau tidak pernah dilakukan dalam waktu yang lama, lain halnya pada tanah-tanah yang berasal dari kampung Gunung Leutik yang berkisar antara 5,2 sampai 5,9, dimana pertanian yang intensif masih diimbangi oleh pengaruh input pertanian. Bahan organik tanah berkisar 2,43 5,11% di permukaan dan 1,53 1,79% di bawah permukaan dijumpai di lokasi pesantren, sedangkan di kampung Gunung Leutik pada lapisan permukaan dijumpai 1,47% di sawah dan 1,28% di lahan kering. Tingginya kandungan bahan organik menunjukkan bahwa tingkat pelapukan di lahan pertanian intensif lebih cepat dibanding dengan lahan yang diolah minimal. Tingkat pelapukan tanah bervariasi dari rasio C/N 8 sampai 15. Kandungan unsur hara N, P, dan K diperoleh bahwa unsur N dari % (rendah-sedang), unsur P Bray 1 dari ppm (sangat rendah rendah) dijumpai di lereng atas, tengah, dan bawah. Unsur P di kampung Gunung Leutik adalah ppm yakni rendah di lahan sawah dan sangat tinggi di lahan kering. Unsur K dijumpai berkisar antara sangat rendah di lokasi pesantren dan sedang sampai sangat tinggi di kampung Gunung Leutik. Perbedaan tersebut sama halnya dengan sifat kimia lainnya bahwa di lokasi pesantren belum atau tidak ada input pemupukan yang memadai. Sifat kimia lainnya adalah Kapasitas Tukar kation (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB). KTK yang berasal dari lokasi pesantren adalah tergolong sedang sampai tinggi dari 16,79 sampai 33,16 cmol(+)/kg dan di kampung Gunung Leutik adalah 11,07 13,89cmol(+)/kg atau tergolong rendah. Sebaliknya Kejenuhan Basa (KB) tergolong tinggi di Kampung Gunung Leutik dan rendah di lokasi pesantren. Kondisi sifat KB dberkaitan dengan tingkat kemasaman, semakin masam semakin rendah KB, atau sebaliknya. Sifat-sifat tanah baik Fisik maupun kimia merupakan indikator yang akan menentukan kesuburan tanah untuk penggunaannya.

74 Pilihan Tanaman Pertanian yang Sesuai Berdasarkan hasil analisis tanah ditambah dengan faktor iklim dan lingkungan lainnya maka analisis atau evaluasi lahan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan penggunaan. Pada penelitian ini penggunaan lahan untuk pertanian yang akan dikembangkan dalam perencanaan wisata pertanian adalah untuk tanaman lahan basah (padi), lahan kering (palawija dan sayuran), serta untuk perkebunan. Hasil evaluasi kesesuaian lahan disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Kesesuaian Lahan Aktual untuk Tanaman Padi sawah Parameter/Kualitas DF I DF II DF III DF IV GL I GL II Media Perakaran: Kedalaman efektif Kelas Besar Butir Batuan Permukaan Reaksi Tanah Toksisitas Lereng Ketinggian tempat Iklim Drainase, Banjir dan genangan musiman Salinitas Sumber: Nasrullah 2010 S3 S3 N S3 S2 S3 N S3 S3 N S3 S3 N S2 S2 Berdasarkan Tabel 17, kondisi tanah memiliki kesesuaian(paling sesuai) untuk Padi,ditandai oleh faktor penghambat paling sedikit atau minimal untuk memenuhi kriteria pertumbuhan tanaman padi. Terlihat faktor yang tidak bisa diperbaiki adalah drainase tanah. Untuk pertumbuhan padi sangat membutuhkan air sehingga pada fase-fase pertumbuhan tertentu perlu ada genangan. Tanahtanah di lokasi pesantren selain lereng yang tidak memungkinkan (N) juga kondisi drainase tanah yang tergolong sedang sampai cepat tidak memungkinkan untuk memenuhi ketersediaan air. Ditinjau dari hasil penilaian kesesuaian fisik lahan pertanian untuk komoditi padi sawah yang paling potensial adalah lokasi GL I dan GL II. Sedangkan untuk titik penilaian lainya kurang potensial/sesuai. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan lahan dan faktor penghambat utama lahan yaitu kelerengan yang tidak sesuai (NS/non suitable). Titik penilaian DF I,II, dan III memiliki kelerangan yang tidak sesuai dan diduga dapat berpengaruh terhadap drainase dan kemungkinanya dapat juga

75 59 mempengaruhi reaksi tanah. Faktor lain yang berpengaruh adalah kedalaman efektif perakaran. Kelas kesesuaian sedang (S2) untuk padi dijumpai di lokasi tertentu di dalam lokasi pesantren yakni DFII dan DFIII. Kesesuaian S2 pada area sampel DF II terkait dengan faktor penghambat utama yaitu kedalaman efektif yang kurang (S2), reaksi tanah yang tidak baik (S3), dan drainase yang buruk (S3). DF III juga memiliki kesesuaian lahan S2 yang dipengaruhi oleh faktor reaksi tanah yang buruk (s3) dan drainase yang buruk (s3). Daerah tersebut yakni di bagian bawah lereng yang kemiringannya 0 3%. Lokasi kampung Gunung Leutik yang didominasi daerah datar sangat cocok untuk pengembangan tanaman padi terutama yang terletak mendekati aliran sungai sebagai sumber air. Tabel 18. Kesuaian lahan untuk Tanaman Pangan lahan kering/palawija/ sayuran Parameter/Kualitas DFI DFII DFIII DFIV GLI GLII Media Perakaran: Kedalaman efektif Kelas Besar Butir Batuan Permukaan Reaksi Tanah Toksisitas Lereng Ketinggian tempat Erodibilitas Iklim Drainase Banjir dan genangan musiman Salinitas Sumber: Nasrullah 2010 S3 S3 N N S3 S2 S3 N N S3 S3 S3 S2 S3 S3 S2 S2 S2 S2 Secara aktual lokasi yang dapat dikembangkan untuk pertanian lahan kering dengan komoditas tanaman pangan, palawija, dan sayuran dapat dikembangkan di hampir semua lokasi baik di pesantren maupun dikampung Gunung Leutik, kecuali pada tempat-tempat yang berlereng >15% perlu dipertimbangkan. Hasil kesuaian lahan untuk tanaman pangan lahan kering/palawija/ sayuran terdapat pada Tabel 18. Daerah yang kurang potensial untuk dikembangkan adalah area sampel DF I (S3) dan DF II yang berdasarkan dari tabel data pengujian memiliki ketiinggian lereng yang kurang menunjang, faktor lain yang menghambat adalah kedalaman akar (s3 dan s2), reaksi tanah (s3) dan drainase (s3). Namun potensi tetap ada apabila bisa dimodifikasi melalui pembuatan teras, yang diharapakan dapat memperbaiki kondisi drainase tapak.

76 60 Demikian juga pada tempat yang masih memiliki faktor penghambat lain seperti unsur hara dan ph yang rendah akan memerlukan biaya yang lebih besar untuk input yang lebih dibandingkan lokasi lainnya. Dalam perencanaan pengembangan wisata pertanian, komoditas perlu dilengkapi dengan rekomendasi perbaikan untuk meminimalkan hambatanhambatan yanga ada (eksisting). Untuk jenis komoditi perkebunan dan kehutanan, hasil evaluasi lahan menunjukan beberapa area / titik uji yang memiliki kesesuaian tinggi dan tidak. Titik uji yang memiliki kesesuaian untuk dikembangkan adalah, DF IV, GL I, dan II. Sedangkan, titik uji yang kurang potensial untuk dikembangkan adalah DF I. Hasil kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan/kehutanan tersaji pada Tabel 19. Tabel 19. Kesesuaian Lahan untuk tanaman Perkebunan/kehutanan No. Parameter/Kualitas DFI DFII DFIII DFIV GLI GLII Media Perakaran: Kedalaman efektif Kelas Besar Butir Batuan Permukaan Reaksi Tanah Toksisitas Lereng Ketinggian tempat Erodibilitas Iklim Drainase Banjir dan genangan musiman Salinitas Sumber: Nasrullah 2010 S3 S3 N S3 S2 S3 N S3 S2 S3 N S2 S3 N S2 S2 S2 S2 Kedalaman efektif dan kemiringan lereng merupakan kendala utama pengembangan tanaman perkebunan atau kehutanan.namun dengan memanipulasi secara setempat dapat dilakukan melalui pembuatan lubang individu dengan penambahan bahan organik/kompos untuk memperbaiki drainase, serta pembuatan teras Komoditas Peternakan dan Perikanan Analisis kesesuaian lahan untuk unit perternakan dan perikanan tidak spesifik seperti hal nya untuk pemilihan produk pertanian. Kesesuaian lahan yang digunakan berdasarkan kondisi eksisting kawasan dan ternak yang telah dikembangkan dan karena keterbatasan data maka analisis dilakukan secara

77 61 umum. Analisis ini dikembangkan untuk mengkaji secara umum kawasan untuk mendukung pengembangan peternakan sebagai salah satu potensi wisata. Lahan yang optimal untuk pengembangan peternakan (sapi dan kambing) adalah lahan yang sesuai sebagai lingkungan ekologis dan mampu menghasilkan makanan ternak yang cukup, berkualitas dan kontinyu. Dari hasil analisis untuk pemilihan produk pertanian, dapat disimpulkan bahwa daerah tersebut dapat pula ditanamin dengan pakan ternak. Jenis lahan usaha tani yang mendukung dilihat dari potensi pakan hijauan makanan ternak secara umum adalah: sawah, kebun campuran, semak belukar, dan kebun. Kawasan Gunung Leutik memiliki potensi untuk unit peternakan, dengan menanam tanaman hijauan untuk pakan ternak. Keberadaan area perkebunan dan tanaman palawija (jagung) dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak pada kawasan. Dalam pengembangan usaha budidaya ikan air tawar ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan yaitu : kesesuaian lahan, ketersediaan komoditas dan teknologi serta permintaan pasar. Kesesuaian lahan perlu diperhatikan mengingat bervariasinya daya dukung dan tingkat kesesuaian lahan pada setiap hamparan tidak sama. Faktor-faktor produksi yaitu wadah tempat budidaya/tambak, media budidaya/air, organisme budidaya, ketersediaan pakan, benih dan teknologi pengolahan lahannya. Faktor lain yang berpengaruh adalah salinitas tanah. Karena itu faktor iklim terutama curah hujan perlu diperhitungkan dalam kaitannya dengan osilasi pasang dan perubahan salinitas. Tanah dasar yang dipilih adalah yang dapat menahan air atau tidak porous. Jenis tanah liat berpasir atau lempung liat berpasir biasanya memiliki plastisitas cukup tinggi dan tidak porous. Tanah yang harus dihindari adalah jenis tanah berpasir diatas 70% karena porous dan tanah gambut karena memliki ph rendah Aspek Objek Wisata Aspek Kelayakan Kawasan Agrowisata Tapak perencanaan lanskap kawasan agrowisata berkelanjutan adalah kawasan Gunung Leutik dan lahan di sekitarnya dengan ketinggian puncak 188 m dpl. Tapak perencanaan terletak pada lokasi yang strategis, karena dapat dicapai

78 62 dari Jalan Raya Bogor Ciampea KM 12. Dari jalan raya ke lokasi hanya berjarak 500 m. Selain itu khusus untuk lahan pada Kampung Gunung Leutik, dapat dicapat melalui Desa Benteng, dengan jarak 3 km. Lokasi terletak pada jalur menuju Kawasan Pengembangan Wisata Gunung Salak Endah (GSE), sehingga keberadaan KWG menambah pilihan pengunjung tujuan wisata di Bogor Barat. Tapak perencanaan memiliki luas 41.5 ha. Untuk keperluan perencanaan, lahan dibagi atas 3 unit. Unit I dengan luas 11.8 ha merupakan area pendidikan dan pemukiman Pesantren, Unit II dengan luas 15.1 ha merupakan lahan usaha PPDF, sedang Unit 3 merupakan lahan pertanian dan pemukiman Kampung Gunung Leutik memiliki luas 14.5 ha. Pada unit I terdapat kantor pesantren, gedung sekolah Madrasah Aliyah, dan Madrasah Tsanawiyah, masjid, rumah ustaz dan asrama. Selain itu terdapat aula, gedung training center dan lapangan bola yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk kegiatan pelayanan wisata. UnitII merupakan unit usaha pesantren yang selanjutnya dapat dijadikan objek wisata. Unit usaha ini meliputi pembibitan tanaman, peternakan sapi perah, kambing perah dan sapi potong, dan kolam budiaya ikan, dan kebun rumput pakan. Pada Gunung Letik telah ditanami dengan tanaman hutan rakyat yang terdiri atas pohon sengon dan jabon. Selebihnya lahan pada unit II masih ditumbuhi semak belukar. Pada unit III digunakan sebagai pesawahan, tegalan dan pemukiman.jenis tanaman budidaya yang ditanam di lahan milik pesantren tidak banyak. Selain tanaman sengon dan jabon pada Gunung Leutik, sebagian besar lahan kosong milik pesantren masih ditumbuhi tumbuhan liar. Pesantren memilikilahan basah yang tidak luas yang dapat ditanami padi atau dijadikan kolam ikan. Lahan pertanian pada kampung Gunung Letik terdiri atas persawahan dan tegalan. Pada persawahan petani menerapkan pola tanam bergilir seperti padipadi-palawija atau atau padi-palawija-padi. Varietas Ciherang umumnya digunakan petani, sedang palawija mencakup seperti ubi jalar, dan jagung manis. Pada tegalan dijumpai tanaman jagung manis, kacang tanah, ubi kayu, dan kebun pepaya yang ditumpangsarikan dengan jagung manis. Kawasan Gunung Leutik yang terletak di daerah yang berbukit mempunyai pemandangan yang menarik (good view) ke arah luar, terlebih pada satu titik tertinggi pada puncak Gunung Leutik. Pada titik ini dapat dilihat view

79 63 alam yang menarik seperti ke arah selatan terlihat Gunung Salak, ke arah barat terlihat Gunung Kapur Ciampea, ke arah timur terlihat lahan pertanian bertingkattingkat dan gugusan pemukiman Kampung Gunung Leutik.Dalam tapak view yang menarik meliputi objek alam, seperti sungai Ciampea, Sungai Cinangneng. Gunung Leutik merupakan landmark yang khas dalam tapak, hutan sengon memberi kesan alami. Hamparan sawah, dan kebun di Kampung gunung Leutik merupakan view khas lanskap pertanian dan pedesaan.objek wisata yang terdapat di kawasan meliputi 3 unit lokasi, dimana unit I berupa objek alami yaitu sungai dengan kegiatan wisata petualang (Tabel 20). Unit II meliputi objek wisata alami, pertanian tanaman, peternakan, dan perikanan. Unit III meliputi objek wisata pertanian dengan jenis pertanian sawah dan nursery, serta objek wisata umum dengan jenis lapangan rumput dan area kebun. Objek-objek wisata tersebut merupakan potensi yang dapat dikembangkan. Tabel 20. Lokasi, Kelompok, dan Jenis Objek Wisata No. Lokasi Kelompok Objek Jenis Objek Kegiatan Wisata I. Unit I Objek alami Sungai Wisata petualang II. Unit II Objek alami Bukit/G. Leutik Mendaki puncak bukit Pertanian tanaman Lab Kuljar Mengamati Pembibitan Melihat keragaman bibit Pelatihan pembibitan Sawah Mengamati keindahan sawah Ikut mengolah tanah, Menanam padi Panen Padi Kebun Buah Melihat kebun buahbuahan (rencana) Panen dan makan buah Peternakan Ternak Sapi Perah, Kambing perah Ternak Sapi Potong Pabrik Pakan Pabrik pupuk organik Peng. Yogurt Pelatihan phn pemeliharaan Melihat ternak sapi perah Memberi pakan Main dengan anak sapi, kambing PE. Melihat proses pasteurisasi Minum susu Melihat ternak, memberi pakan Melihat pabrik Melihat pabrik pupuk organik Minum Yogurt Pelatihan

80 64 Tabel 20. lanjutan No. Lokasi Kelompok Objek Jenis Objek Kegiatan Wisata Perikanan Kolam Ikan Memancing Ikan Menangkap ikan III. Unit III Pertanian Sawah Menyaksikan hamparan sawah Kampung G. Leutik Menanam, Memanen padi, tanaman palawija Bersantap di area persawahan Nursery tanaman Obat Menyaksikan keragaman tanaman obat Membeli tanaman obat dan produk herbal Unit II Objek wisata umum Lapangan rumput Piknik, bermain Sumber: Nasrullah 2010 Secara keseluruhan (total), objek wisata dikelompokan menjadi tiga klasifikasi antara lain, sangat potensial, potensial dan kurang potensial. Penilaian dilakukan dengan memberikan bobot pada masing-masing kategori penilaian yang terdiri atas delapan aspek dengan bobot yang berbeda. Aspek utama penilaian yaitu kategori dengan bobot tertinggi adalah Obyek dan Atraksi Berbasis Pertanian (Bobot 40%). Objek dan atraksi berbasis pertanian ditinjau dari segi ketersediaan ragam serta keindahan areal pertanian (sawah, perkebunan, kolam, keramba). Pembagian area penilaian dibedakan atas batas wilayah dan fasilitas. Secara umum area penelitian terbagi atas dua daerah yaitu kawasan pesantren dan perkampungan Gunung Leutik. Secara khusus, area penilaian untuk kawasan pesantren Darul Fallah terbagi atas empat area, yaitu Zona I, Zona Ia, Zona Ib, sedangkan daerah perkampungan Gunung Leutik termasuk dalam Zona III. Dari hasil penilaian, diketahui bahwa area yang sangat potensial adalah area ZONA III yang memiliki keberagaman objek dan atraksi wisata berbasis keindahan alam dan komoditi pertanian. ZONA Ia, Ib, memiliki kesesuaian/potensi yang cukup potensial. Khusus pada zona Ib meskipun tergolong sebaga area cukup potensial namun harus dilakukan screening karena keberadaan pesantren putri. Keberadaan asrama putri ini sebagai area pembatas aktivitas, area ini hanya berfungsi sebagai jalur sirkulasi tanpa aktivitas wisata yang dikembangkan. ZONA I merupakan area yang memiliki potensi terendah dan terklasifikasikan

81 65 sebagai area kurang potensial. Kelayakan kawasan agrowisata ini tersusun berdasarkan aspek-aspek yang telah ditentukan dan tersaji pada Tabel 21. Tabel 21. Aspek Kelayakan Kawasan Agrowisata Aspek Kelayakan Kawasan Agrowisata Area A B C D Jumlah terbobot Penilaian 40% 30% 20% 10% KKA Rangking ZONA I ,4 0,3 0,4 0,3 1,4 KP ZONA Ia ,2 0,9 0,4 0,3 2,8 P ZONA Ib ,2 0,9 0,4 0,2 2,7 P ZONA II ,6 1,2 0,6 0,4 3,8 SP ZONA III ,6 1,2 0,4 0,4 3,6 SP KP: kurang potensial; P: Potensial; SP: sangat potensial Kriteria penilaian dan klasifikasi kategori zona berpotensi dilakukan dengan menggunakan selang kelas penilaian berdasarkan pengolahan data. Zona yang termasuk sangat potensial adalah zona dengan range nilai 3,1 3,8. Zona cukup potensial dengan range nilai 2,2 3,0. Sedangkan, zona kurang potensial dengan range nilai 14 2,1. Sebaran dari hasil penilaian kelayakan kawasan agrowisata tersaji pada Gambar 19. Gambar ini menjelaskan tentang potensi masing-masing area penilaian. Hasil dari penilaian ini nantinya akan digunakan sebagai dasar penentuan dari peta kesesuaian pengembangan wisata berbasis pertanian di kawasan Gunung Leutik Bogor yang akan dibahas pada bagian perencanaan.

82 66 Sangat Potensial Potensial Kurang Potensial 4.7.Aspek Potensi Masyarakat Gambar 19. Analisis Potensi Objek Wisata Aspek potensi masyarakat berdasarkan kondisi sosial ekonomi kawasan dapat ditinjau dari keberadaan unit usaha yang telah dikembangkan. Unit usaha pertanian diperlihatkan pada Tabel 22. Unit usaha ini meliputi usaha pembibitan dengan teknik kultur jaringan dan cara konvensional. Bibit tanaman yang dihasilkan antara lain adalah kentang, beberapa jenis tanaman hias, pisang dan nilam. Selain itu terdapat unit peternakan sapi potong, sapi perah, dan kambing perah. Tabel 22. Jenis Usaha Pertanian pada Lahan Unit II dan Lahan Unit III No. Jenis Usaha Fasilitas Luas (m 2 ) Unit II (lahan pesantren) 1. Pembibitan Tanaman Lab Kultur Jaringan 790 Bedeng Pembesaran bibit Peternakan Peternakan sapi perah Kandang sapi perah 200 Peternakan sapi potong Kandang sapi potong 768

83 67 Tabel 22. lanjutan No. Jenis Usaha Fasilitas Luas (m 2 ) Kandang anak sapi 25 Peternakan kambing perah Kandang kambing perah 75 Pabrik pakan 80 Instalasi Biogas 28 Kebun rumput gajah Rumah karyawan dan unit 257 pasteurisasi susu 3. Perikanan Kolam ikan 300 Shelter Pengolahan pupuk organik Pabrik pupuk organik granular Pengolahan Yogur, kefir Workshop dan pendopo 168 Unit III (Kampung Gunung Leutik) 6. Tanaman pangan - Padi, palawaija Persawahan Kel. Tani Asih 7 Tanaman hortikultura Tegalan - Pepaya, jagung manis, Kelompok Tani Asih tanaman sayuran 8. Tanaman Obat Nursery Kel Toga Bina Sehat Lestari 9 Pembibitan Tanaman Nursery Kel Tani Asih Kehutanan Sumber: Nasrullah Pada unit peternakan terdapat pabrik pakan, pabrik pupuk organik granular, unit pembuatan bokasi dan unit biogas. Memanfaatkan produk susu yang dihasilkan pada pesantren terdapat unit pembuatan pasteurisasi susu segar dan terdapat unit pengolahan Yogurt. Dalam pengembangan wisata pertanian, unit usaha ini dan kegiatannya sangat berpotensi digunakan sebagai objek wisata yang menarik. Pada Kampung Gunung Leutik terdapat Kelompok Tani Asih sebagai wadah petani Kampung Gunung Leutik. Kelompok tani ini mengelola lahan persawahan untuk tanaman padi dan palawija, tegalan untuk sayuran dan tanaman buah. Disamping itu kelompok tani ini memproduksi berbagai bibit tanaman kehutanan. Terdapat kelompok tani Toga Bina Sehat Lestari yang memproduksi tanaman obat, dan produk herbal. Kelompok toga ini telah mengoleksi 137 jenis tanaman obat. Pada persawahan petani menerapkan pola tanam Padi-Padi-Palawija, atau Padi-Palawija-Padi. Varietas yang dipilih petani adalah padi varietas Ciherang, jagung manis varietas SD2, pepaya bangkok dan california, dan singkong varietas Adira. Tanaman palawija yang biasa di tanam adalah jagung, singkong, kacang tanah dan ubi jalar, sedangkan untuk tanaman sayuran adalah dari mentimun, oyong dan kacang panjang.

84 Zona Integratif Perencanaan Lanskap Agrowisata Berkelanjutan Zona pengembangan perencanaan lanskap wisata di kawasan Guunung Leutik diperoleh dari hasil tumpang susun (overlay) dari peta kesesuaian lingkungan pertanian, peta potensi pengembangan wisata pertanian, dan peta akseptibilitas masyarakat. Tujuan zonasi adalah untuk menentukan pengembangan dan penataan kawasan wisata. Berdasarkan hasil analisis, area Gunung Leutik merupakan zona sangat potensial untuk dikembangkan sebagai wisata pertanian berkelanjutan. Selain memenuhi persyaratan ekologis, memiliki ketersediaan obyek dan atraksi wisata serta alam yang indah, masyarakat disekitar desa ini juga bersedia untuk menerima pengembangan wisata didaerahnya. Lahan unit I dan II serta perkampungan gunung Leutik merupakan daerah potensial sebagai penyangga dan pendukung wisata pertanian berkelanjutan. Konsep pengembangan perencanaan berupa zonasi yang dikembangkan berdasarkan hasil dari analisis kelayakan agrowisata. Zonasi terbagi atas tiga zona utama yaitu, zona sangat potensial, potensial dan kurang potensial (Gambar 20). Zona Pengembangan Wisata Pertanian Berkelanjutan meliputi : 1. Zona Pengembangan Wisata Sangat Potensial. Zona ini kemudian dikembangkan menjadi kawasan untuk menampung semua aktifitas dan fasilitas wisata karena merupakan zona yang memenuhi persyaratan tertinggi sebagai kawasan wisata. 2. Zona Pengembangan Wisata Cukup Potensial.Zona ini kemudian dikembangkan menjadi kawasan untuk menampung aktifitas dan fasilitas wisata tertentu. 3. Zona Pengembangan Wisata Kurang Potensial. Zona ini kemudian dikembangkan menjadi zona tanpa ada aktifitas dan fasilitas didalamnya kecuali fasilitas pengelolaan khususnya untuk konservasi. Berdasarkan hasil kesesuaian kawasan pertanian diatas, maka pengembangan berikutnya akan dilakukan mulai dari zona sangat potensial. Pada zona pengembangan wisata sangat potensial ini, kondisi ekologisnya sesuai untuk wisata, ketersediaan obyek dan atraksi wisata juga mendukung, dengan adanya spot-spot tertentu sebagai point untuk melihat keindahan alam pertanian.

85 69 Gambar 20. Pengembangan Agrowisata

86 Konsep Perencanaan Konsep Dasar Konsep dasar pengembangan kawasan agrowisata berkelanjutan Gunung Leutik adalah agroedutourism. Konsep ini berdasarkan keberadaan dari kawasan pertanian, kawasan pendidikan (pesantren) dan kawasan permukiman penduduk berbasis pertanian. Keterhubungan konsep agrowisata dengan objek dan atraksi utama pertanian memberikan peluang pengembangan wisata, dimana wisatawan saat berkunjung dapat mengambil ilmu pengetahuan dari melihat objek. Konsep keberlanjutan yang akan dikembangkan di dalam kawasan dilakukan melalui aplikasi pertanian terpadu sebagai objek dan atraksi wisata yang akan dikembangkan.konsep aktivitas pertanian terpadu terlihat pada Gambar 21. Sapi Nila Emas Kulit Gambar 21. Bagan Konsep Pengembangan Pertanian Berkelanjutan di dalam Kawasan Konsep pertanian terpadu dengan sistem LEISA ini dikembangkan berdasarkan kondisi lahan dan kesesuaian peruntukan di dalam kawasan. Konsep ini diimplementasikan pada kawasan pertanian yang terletak di Zona IV dan V, yaitu di area pertanian pesantren yang terletak di dalam area Gunung Leutik. Konsep LEISA ini dikembangkan untuk meminimalisir kerusakan yang diakibatkan oleh intensitas budidaya yang dilakukan di dalam kawasan. Konsep ini meminimalisir input eksternal ke dalam kawasan, input tersebut terkait dengan

87 71 pemupukan dan masukan unsur hara dalam kawasan. Pada kawasan, sistem LEISA ini terdiri atas tiga kelompok utama, yaitu ecofarm, techno farm dan edutourism. Ecofarm terdiri atas budidaya ternak, budidaya tanaman dan budidaya ikan. Budidaya tersebut terletak pada Zona IV dan V yang termasuk dalam kawasan Gunung leutik. Budidaya ternak yang dikembangkan adalah sapi dan kambing (produk eksisting). Budidaya tanaman yang dikembangkan terdiri atas komoditas padi, palawija dan tanaman hortikultura (sayuran). Budidaya ikan terdiri atas produk yang telah dikembangkan yaitu ikan nila dan ikan emas. Untuk menunjang kegiatan wisata pendidikan pertanian, pada area budidaya dikembangkan fasilitas penunjang antara lain, sarana produksi, lahan budidaya, gudang penampung hasil, biogas, tempat pemrosesan hasil budidaya, showroom hasil budidaya dan fasilitas penunjang lainya (toilet, pusat informasi dan servis). Sistem LEISA merupakan integrasi dari pemanfaatan hasil produksi masing-masing budidaya yang dikembangkan. Konsep ini meminimalkan masukan eksternal dan berusaha mengoptimalkan potensi untuk pemenuhan input pertanian secara mandiri sehingga mengurangi dampak kerusakan dan tidak menimbulkan residu dari pengusahaan kegiatan pertanian ataupun wisata. Untuk menunjang kegiatan budidaya tanaman pangan, kehutanan dan hortikultura maka dikembangkan sarana pengolahan produk yang terdiri, tempat penjemuran hasil, pabrik pengolahan dan penyimpanan beras, pabrik pembuatan pakan ternak (hasil olahan jerami, berupa dedak dan pelet untuk pakan ikan). Pada area budidaya ikan, terdapat kolam pembesaran dan pembibitan ikan. Kolam ini dapat dimanfaatkan sebagai kolam pancing untuk menunjang kegiatan wisata. Pada area kolam ikan ini diusulkan untuk dikembangkan sarana penaung berupa saung yang terbuat dari bahan-bahan alami (kayu pelepah kelapa, daun kelapa dan tali ijuk). Penaung ini merupakan sarana yang dapat digunakan bagi wisatawan keluarga, selain memancing dapat pula digunakan sebagai tempat beristirahat. Pada lereng di atas kolam pancing dapat dikembangkan sebagai teras untuk tempat duduk. Area kolam ini dilengkapi dengan fasilitas bangku, meja, shelter, area pemanggangan ikan, dan toilet. Pada area budidaya ternak, dikembangkan rumah sapi dan kambing yang merupakan gerai (outlet) penjualan produk olahan budidaya. Produk yang

88 72 dikembangkan antara lain, susu, yoghurt, kefir, dan produk olahan lain (keripik kulit sapi dan sebagainya). Selain itu, dikembangkan pula restoran dan rest area yang berfungsi sebagai tempat beristirahat, bermain serta interpretasi kawasan. Keberadaan kandang sapi dan kambing dapat dikembangkan sebagai area interpretasi budidaya kepada pengunjung. Pengunjung dapat menikmati kegiatan terkait dengan budidaya, pembersihan kandang, pemerahan susu, memberi makan ternak, membersihkan ternak, dan kegiatan lainya. Pengembangan lain terkait implementasi pertanian terpadu adalah sarana bermain pertanian yang terdiri atas kegiatan permainan dengan memanfaatkan lahan sebagai area bermain. Aktifitas yang diusulkan, ski lumpur pada area persawahan, bermain bola di lahan sawah yang dikeringkan, pemanenan padi dan penggilingan padi tradisional, menunggang kerbau di lahan sawah, outbond pertanian, latihan ketrampilan memanjat tali pada rumah sawah yang terletak di pematang. Rumah sawah yang dikembangkan merupakan saung besar yang dibangun di atas pematang dan menggunakan bahan-bahan alami terutama batang pohon kelapa. Area techno farm merupakan area dengan peruntukan pengolahan hasil budidaya pada kawasan. Sebagai penunjang kegiatan pengolahan kompos yang berasal dari kotoran sapi dan kambing dikembangkan fasilitas komposting dan pengolahan kotoran sapi sebagai bahan bakar (biogas). Hasil dari pembuatan kompos kotoran sapi dan kambing digunakan sebagai pupuk kandang dan pakan ikan. Pembuatan pupuk kandang dan pakan tersebut dilakukan pada unit pemrosesan kotoran. Unit ini dapat digunakan sebagai pusat kajian dan pengembangan serta pembelajaran bagi siswa pesantren. Selain hard material, pada area pemrosesan, pengolahan hasil dan kandang ternak perlu dikembangkan tanaman yang dapat mengurangi bau yang dihasilkan dari kegiatan tersebut. Diperlukan suatu lahan khusus untuk penanaman tanaman hijauan sebagai pakan ternak, dan sebagai screening dari kegiatan budidaya. Unit lain yang dikembangkan adalah jalur interpretasi kawasan pertanian terpadu, berupa trek dan sarana interpretasi. Pada kawasan budidaya, trek yang dapat dikembangkan berupa jalur pematang sawah, jalur kandang, jalur kolam,

89 73 jalur kampung dan jalur area penyangga. Konsep ini diperdalam dalam bahasan konsep sirkulasi. Sistem LEISA tidak terlepas dari rangkaian dan daur energi, yang menggambarkan konsep penggunaan dan pemanfaatan produk dan olahan budidaya untuk meminimalisir/mereduksi limbah dan residu. Pada penelitian ini tidak dibahas secara ditail terkait besaran/kuantitas energi yang dapat dihitung pada pengembangan pertanian terpadu. Penelitian ini difokuskan pada peletakan dan penataan secara spasial. Adapun alur energi pada area budidaya yang dikembangkan tersaji pada Gambar 22. sungai air; hara air; hara air; hara jerami air; hara air; hara Dedak halus Budi Daya Padi Budi Daya Palawija Budi Daya Sayuran Dedak Menir Keong Pupuk (urea ) Benih tanaman Pabrik Beras Budi Daya Ikan Masukan Eksternal Pasar air; hara Pupuk kandang;sisa pakan Pupuk kandang Budi Daya kambing - sapi Daging Kulit gas bibit sapi/kambing yogurt kefir Gambar22. Model Daur Energi Pertanian Terpadu Sebagian produk dari tanaman dapat digunakan sebagaipakan ternak dan pupuk. Air kolam dimanfaatkan untuk irigasi tanaman. Limbahcair wisata

90 74 digunakan untuk irigasi kolam, tetapi dipisahkan antara limbahyang tercampur sabun dengan yang tidak karena air sabun berbahaya bagikelangsungan hidup ikan. Limbah padat rumah tangga berupa bahan organik dapatmenjadi pupuk bagi tanaman (Gambar 20). Kegiatan pengolahan produk pertanian yang mempertahankan penggunaan teknologi lokal ditunjang pemrosesan menggunakan teknologi terapan merupakan suatu potensi yang dapat dikembangkan untuk wisata pendidikan berbasis pertanian. Pada unit pertanian, dikembangkan budidaya tanaman dengan komoditas antara lain palawija, padi dan sayuran. Dalam pengembangan wisata pertanian, unit usaha ini dan kegiatannya sangat berpotensi digunakan sebagai objek wisata yang menarik. Pada Kampung Gunung Leutik terdapat Kelompok Tani Asih sebagai wadah petani Kampung Gunung Leutik. Kelompok tani ini mengelola lahan persawahan untuk tanaman padi dan palawija, tegalan untuk sayuran dan tanaman buah. Disamping itu kelompok tani ini memproduksi berbagai bibit tanaman kehutanan. Pada persawahan petani menerapkan pola tanam Padi-Padi-Palawija, atau Padi- Palawija-Padi. Varietas yang dipilih petani adalah padi varietas Ciherang, jagung manis varietas SD2, pepaya bangkok dan california, dan singkong varietas Adira. Tanaman palawija yang biasa di tanam adalah jagung, singkong, kacang tanah dan ubi jalar, sedangkan untuk tanaman sayuran adalah dari mentimun, oyong dan kacang panjang. Pada unit peternakan, budidaya yang dikembangkan adalah sapi dan kambing. Untuk menunjang pengolahan dan proses budidaya ternak maka dikembangkan sarana penunjang antara lain pabrik pakan, pabrik pupuk organik granular, unit pembuatan bokasi dan unit biogas. Sarana penunjang ini dimaksudkan untuk mengolah hasil dari ternak (kotoran ternak) dan pertanian (sisa gabah dan hasil pengolahan pertanian) yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pupuk dan meminimalkan masukan dari luar. Pengolahan dan pemanfaatan lain dari unit peternakan adalah pemanfaatan produk susu yang dihasilkan pada pesantren (unit pembuatan pasteurisasi susu segar dan terdapat unit pengolahan Yogurt).Untuk unit budidaya ikan, komoditas yang dikembangkan adalah komoditas eksisting (saat ini). Unit pengolahan yang dapat

91 75 dikembangkan berkerjasama dengan masyarakat adalah pengolahan kulit ikan untuk kripik ataupun sebagai penganan ringan lainya. Konsep pengembangan dan penataan kawasan wisata bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan pendidikan islam dan pertanian sebagai obyek dan daya tarik wisata. Program ini melibatkanpemberdayaan masyarakat melalui partisipasi masyarakat sebagai tuan rumah (host) yang baik dan ramah. Sebagai guide, maupun peran aktif dalam menaikkan pendapatan mereka melalui kegiatan ekonomi seperti menjual kerajinan tangan, makanan khas, penginapan ataupun petani yang secara tidak langsung menjaga dan melestariakan adat dan budaya di kawasan pertanian. Konsep pengembangan lanskap agrowisata pada kawasan Gunung Leutik sesuai dengan konsep wisata baru dimana pariwisata dikemas sebagai unit kegiatan berciri khusus, berpengalaman dan mandiri, yang bertujuan tinggal mencari liburan fleksibel, keragaman dan minat khusus pada lingkungan alam dan pengalaman asli. Low Choy dan Heillbronn, 1996 (dalam Aryanto, 2003), merumuskan lima faktor batasan yang mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu : 1. Lingkungan; ekowisata bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang belum tercemar 2. Masyarakat; ekowisata bermanfaat ekologi, social dan ekonomi pada masyarakat. 3. Pendidikan dan Pengalaman; Ekotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki 4. Berkelanjutan; Ekotourism dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang. 5. Manajemen; ekotourism harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasai mendatang.

92 Konsep Ruang Konsep ruang wisata disesuaikan dengan kondisi eksisting lingkungan. Ruang wisata dibagi menjadi tiga yaitu ruang pelayanan (Welcome area), ruang wisata utama dan ruang penyangga. Pada tiap ruang wisata terdapat aktifitas dan fasilitas yang mendukung tema dan tujuan dari ruang wisata tersebut. Ruang tersebut adalah : 1. Ruang pelayanan (Welcome area / Entrance) Merupakan pusat informasi bagi wisatawan yang masuk ke area wisata. Area ini bertujuan untuk memberikan pelayanan dan informasi bagi wisatawan yang mendukung kegiatan wisata. Selain sebagai pusat informasi, ruang ini juga menyediakan fasilitas pendukung seperti tempat parkir, galeri serta pusat souvenir dan pasar seni yang berisi kerajinan tangan maupun makanan khas lokal (Gambar 23). Gambar 23. Ilustrasi Ruang Pelayanan Wisata 2. Ruang Wisata Ruang wisata terdiri atas dua ruang, yaitu ruang utama wisata dan ruang penyangga. Ruang utama wisata terdiri atas tiga kawasan berbeda, yaitu : 1. Unit Pendidikan (area pesantren) Area ini merupakan pusat aktivitas pendidikan di kawasan Pesantren Darul Fallah, yang mengakomodasikan fasilitas pendidikan islami. Area ini

93 77 memiliki potensi pengembangan untuk pusat pendidikan dan penelitian berbasis pertanian serta sebagai area penjelasan/interpretasi berkaitan dengan kegiatan wisata dan produksi pertanian. Fasilitas penunjang kegiatan ini adalah pusat pelayanan informasi berupa teater mini yang berfungsi menjelaskan kegiatan di kawasan. 2. Unit Pertanian a) Eco farm (Agroeco and Edutourism) Merupakan ruang yang mengakomodasikan aktifitas dan fasilitas wisata untuk agrowisata dan wisata pendidikan. Wisata edukasi yaitu mengajak wisatawan untuk menikmati suasana pertanian dan perdesaan dengan adanya sungai dan area persawahan sebagai obyek (agrowisata), sehingga wisatawan dapat merasakan suasana pertanian di pedesaan b) Techno farm Merupakan ruang yang mengakomodasikan aktifitas dan fasilitas wisata penunjang kegiatan agrowisata yang berbasis processing hasil produksi pertanian. Techno farm juga merupakan area pusat pembibitan tanaman, penangkaran, penggemukan ternak (sapi dan kambing), komplek pengolahan gas, kompleks pengolahan hasil pertanian, workshop dan showroom produk pengolahan agribisnis. 3. Unit Permukiman (Kawasan Permukiman berlatar belakang pertanian) Merupakan ruang wisata yang mengakomodasikan kegiatan sosial budaya yang terdapat di tapak. Aktifitas terdiri atas wisata petualangan atau adventure tourism yang terdiri atas aktifitas wisata dengan memanfaatkan lanskap yang indah sehingga dapat dimanfaatkan oleh wisatawan untuk aktifitas photo hunting. Kemudian wisata budaya yaitu adanya desa wisata yang merupakan tampilan desa kecil yang mencerminkan desa dengan adat yang masih asli memanfaatkan kearifan lokal yang ada, dengan mempertahankan adat istiadat serta bangunan yang alami. Area penyangga ini merupakan suatu daerah yang diperuntukan sebagai penyangga kegiatan wisata berupa area konservasi. Area penyangga ini dapat difungsikan sebagai pembatas area (border). Konsep ruang lanskap agrowisata berkelanjutan di kawasan wisata Gunung Leutik, Bogor tersaji pada Gambar 24.

94 78 Gambar 24. Zona ruang Wisata

95 Konsep Sirkulasi Wisata Manusia dapat bergerak dari suatu tempat ke tempat yang lain karena adanya dorongan serta keinginan untuk mengetahui sesuatu ataupula ada sesuatu yang dirasakan membosankan/tidak menyenangkan sehingga mengarahkan perhatiannya untuk mememperoleh sesuatu yang dinginkannya. Oleh karena itu perencanaan kawasan wisata didasarkan pada konsep ruang dan sirkulasi serta tapak yang ideal dapat memberikan kenyamanan dan kesenangan bagi pengunjung untuk merasakan sesuatu yang ingin diperolehnnya. Untuk maksud tersebut maka suatu kawasan wisata pertanian berkelanjutan perlu mempertimbangkan : a) Jarak atau rute yang praktis dimana semua objek dan elemen sepanjang rute terfasilitasi dan tergambarkan. Ruang sebagai tempat pergerakan manusia hendaknya menunjukkan keharmonisan dan terintegrasi antara satu dengan yang lainnya. b) Kondisi Lingkungan merupakan objek dalam pergerakan harus sesuai dengan persepsi pengunjung. c) Rangkaian unsur-unsur dalam ruang harus tertata dengan baik dan dalam suatu rangkaian yang dapat diintepretasikan oleh pengunjung. Konsep Sirkulasi yang dilengkapi dengan Touring Plan akan dikembangkan di Pesantren Darul Fallah terdiri atas : 1. Sirkulasi Primer merupakan sirkulasi utama yang menghubungkan ruang-ruang pada ruang utama. 2. Sirkulasi Sekunder merupakan sirkulasi dalam ruang yang menghubungkan obyek-obyek wisata. Sirkulasi ini berupa boardwalk. 3. Jalur interpretasi merupakan jalur yang menghubungkan antara sirkulasi primer, sekunder, dan tersier. Jalur ini juga merupakan suatu jalur yang menginterpretasikan seluruh kawasan wisata pertanian berkelanjutan. Konsep pengembangan sirkulasi ini digunakan sebagai dasar penyebaran aktivitas pada masing-masing zona perencanaan. Konsep pengembangan sirkulasi ini menjelaskan terbentuknya suatu sistem sirkulasi yang terpadu. Keberadaan sirkulasi utama kawasan berupa jalan primer dipadukan dengan jalan sekunder berupa sirkulasi wisata berpotensi sebagai jalur interpretasi wisata yang juga

96 80 berfungsi sebagai touring system. Untuk meningkatkan kenyaman beraktivitas dilakukan perbaikan sirkulasi wisata dan pergerakan pengunjung. Dalam rangka menjaga dan mempertahankan daya dukung lingkungan maka dikembangkan suatu sistem transportasi lokal yang juga berfungsi sebagai daya tarik. Pengembangan sirkulasi dan pergerakan pengunjung dilakukan juga melalui aktivitas berkeliling kampung yang juga berfungsi sebagai interpretasi kampung, area pesantren dan kawasan pertanian. Sirkulasi yang dikembangkan berdasarkan pada kondisi eksisting. Untuk sirkulasi primer merupakan jenis jalan utama dengan material aspal, lebar jalan utama tersebut adalah 5 meter. Jalan sekunder adalah jalan beton dan tanah dengan lebar 3 meter dan 2,5 meter. Sirkulasi interpretasi adalah jalan setapak dengan lebar 1-2 meter dan broadwalk yang terbuat dari kayu dengan lebar 0,5 1 meter. Pengembangan sirkulasi tersaji pada Gambar 25-26, sedangkan jaringan sirkulasi kawasan tersaji pada Gambar 27. Gambar 25. Konsep Sirkulasi Primer Kawasan Agrowisata Gnung Leutik 1 M Gambar 26. Konsep Sirkulasi Sekunder Kawasan Agrowisata Gnung Leutik

97 81 Gambar 27. Konsep Sirkulasi

98 Konsep Objek Wisata Pertanian Konsep Wisata Kampung Gunung Leutik mengutamakan kepada keasrian dan keterjagaan budaya serta kearifan lokal masyarakat yang tercermin dari pola kehidupan dan aplikasi teknologi tradisional dalam pengupayaan budidaya pertanian kompleks. Pengembangan wisata desa adalah suatu upaya pengembangan objek dan atraksi wisata berbasis pertanian. Keberadaan desa/perkampungan disekitar kawasan Gunung Leutik merupakan suatu potensi bagi pengembangan kawasan agrowisata berkelanjutan. Keberadaan perkampungan tersebut merupakan suatu potensi yang disebut sebagai agrosociety yang memiliki khasanah budaya lokal kuat sebagai pencerminan kawasan pertanian. Atraksi yang dapat dikembangkan adalah tracking desa untuk melihat karakter lanskap pertanian khas Jawa Barat. Objek kunjungan tidak semata pertanian tetapi juga industri dalam skala rumah tangga yang berbasis pada pengolahan hasil pertanian seperti penggilingan padi, pengolahan tahu, serta unit usaha kecil lainya seperti kerajinan tangan dari sumberdaya pertanian dan alam disekitar. Penataan trek wisata kampung perlu dilakukan untuk memberikan interpretasi tapak yang optimal dan memberikan pengalaman kepada pengunjung tentang suasana lingkungan alami perdesaan di Jawa Barat. Selain penataan trek, pengembangan objek wisata berbasis pertanian di sekitar Kawasan Gunung Leutik diarahkan kepada pengembangan pengalaman berbasis sensori panca indera. Seperti tersaji pada Gambar 28. Pengalaman berbasis sensori dapat dikembangkan melalui pembentukan suasana perdesaan dan pesantren yang memberikan pengalaman berbeda berupa sensori sentuhan, penciuman, suara dan penglihatan. Sensori sentuhan dapat dikembangkan melalui penglaman berjalan di pematang sawah dan pengalaman bersentuhan langsung dengan sungai serta kawasan alami lainya. Sensori penciuman dapat dibentuk oleh karakter kawasan perdesaan yang memiliki nuansa alami dengan sensasi bau alami yang berbeda dengan lingkungan perkotaan. Sensasi bau tersebut didominasi oleh sensasi bauan yang ditimbulkan oleh lingkungan sungai, dedaunan, tanah, sawah, perternakan, perikanan darat, permukiman dan alam. Sensori suara lingkungan perdesaan dan pertanian yang didominasi oleh suara lingkungan alam seperti suara gemuruh sungai, suara

99 83 binatang (kodok dan serangga) yang khas alam perdesaan, suara khas dari kawasan pesantren merupakan suatu potensi untuk pengembangan sensasi pengalaman (experience sensation). Lingkungan perdesaan dan pertanian yang dominan dengan hijauan dan vegetasi juga memberikan kesegaran pandangan yang berpengaruh terhadap relaksasi tubuh dan penglihatan. Sensasi pandangan yang berbeda merupakan suatu hal yang paling mudah namun efisien berkaitan dengan upaya relaksasi dan termasuk kepada rekreasi alam. Pada dasarnya, konsep pengembangan objek daerah tujuan wisata berbasis pertanian di kawasan Gunung Leutik Bogor ini dititikberatkan pada tiga parameter utama yaitu, kawasan pertanian (budidaya pertanian,perikanan,peternakan dan perkebunan), lingkungan pendidkan (pesantren), dan lingkungan agrosociety (perkampungan). Konsep pengembangan objek daerah tujuan wisata berdasarkan tiga lingkungan berbeda diterjemahkan pada zonasi ruang menjadi dua ruang utama yaitu zona ecofarm dan techno farm. Zona eco farm terbagi atas budi daya tanaman (tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan tanaman hortikultura), budi daya ternak dan budi daya perikanan. Zona techno farm terbagi atas area processing / pengolahan hasil pertanian (budidaya tanaman, ternak dan ikan).

100 84 Gambar 28. Konsep Objek Wisata

101 Konsep Aktivitas Wisata Perencanaan lanskap kawasan agrowisata berkelanjutan mencakup pengembangan aktivitas dan fasilitas wisata. Pengembangan aktifitas agrowisata diarahkan pada aktifitas yang mengajak wisatawan/pengunjung terlibat langsung dalam berbagai atraksi wisata agar mereka mendapatkan kesan dan pengalaman yang baru dan menyenangkan sehingga wisatawan/pengunjung memiliki keinginan untuk menjaga kelestarian kawasan. Rencana pengembangan seperti diperlihatkan pada Tabel 23. Aktifitas agrowisata sangat dipengaruhi oleh ruang wisata dan obyek serta atraksi yang ada didalamnya. Berdasarkan zona integratif yang terbentuk dari analisis sebelumnya, pengembangan aktifitas di lokasi penelitian dibedakan menjadi aktifitas wisata aktif, semi aktif dan pasif yang dibagi berdasarkan aspek wisata. Aktifitas wisata aktif banyak dilakukan di zona sangat potensial. Wisata semi aktif dilakukan di zona cukup potensial yaitu dijadikan kawasan untuk menampung aktifitas dan fasilitas wisata tertentu, seperti wisata budaya yang intangible (hanya dilakukan pada waktu tertentu), wisata edukasi dan budaya, sedangkan wisata pasif atau tanpa aktifitas wisata dilakukan di zona kurang potensial. Aspek masyarakat memiliki peran yang tinggi dalam pengembangan wisata. Aktifitas wisata dari masyarakat dipengaruhi oleh mata pencaharian dan budaya masyarakat. Sedangkan aktifitas yang dilakukan untuk menjaga ekologis kawasan mengarah pada pencegahan kerusakan ekosistem Gunung Leutik serta untuk melestarikan kawasan wisata agar berkelanjutan (Gambar 29). Aktivitas permainan yang dikembangkan berupa permaianan sepak bola sawah, ski lumpur, menangkap belut dan ikan serta aktivitas permainan ketangkasan anak. Aktivitas wisata pendidikan pertanian yang dikembangkan pada tapak berupa kegiatan memetik buah, menyebar dan memancing ikan, pembibitan tanaman dan pengolahan lahan pertanian.

102 86 Tabel 23. Rencana Aktifitas dan Fasilitas yang akan dikembangkan di Kawasan Aspek Pengembangan Wisata Aktifitas Fasilitas Wisata Aktif Eco-griculture Adventure Photo hunting Wisata satwa (bird watching,insect and butterfly catching, crab and eel catching) Menikmati keindahan alam Menyusuri bukit Rekreasi sungai Olahraga Pertanian (ski lumpur, tarik tambang, Bercocok tanam) Lintas sungai Memancing Pusat informasi Menara Pandang Tracking deck (boardwalk) Rumah sawah/shelter Kendaraan wisata Homestay Desa wisata Lahan sawah Kolam ikan Pasar seni, jembatan tali Semi aktif Wisata edukasi Wisata budaya Desa Wisata Agrowisata Bertani dengan penduduk lokal Bangunan pesantren Rumah Pedesaan Tracking deck (boardwalk) Lahan sawah percontohan Pasif Konservasi Jalur interpretasi Menara pengawas Pusat Informasi / pos monitor Masyarakat Bertani dan Berkebun lumbung padi Membuat kerajinan/handycraft Pasar suvenir Melakukan ritual adat Rumah adat Melakukan pertunjukan seni budaya Panggung seni Guide/ pemandu wisata Visitor center Pendidikan dan ekologis kawasan Pasif Melindungi kawasan pesantren dan persawahan Buffer zone Pemenuhan kebutuhan bahan organik Bio organic composer building Menjaga Kualitas Air dari Pencemaran Retaining wall dengan vegetasi Pengolahan limbah pertanian Processing unit and biogass unit Pengolahan pasca panen Agroindustri unit

103 87 Gambar 29. Zona Aktivitas Wisata

104 Konsep Fasilitas dan Utilitas Penutupan lahan dikategorikan menjadi alami dan semi alami. Kawasan semi alami, yaitu dengan adanya beberapa pemukiman, padang rumput, sawah serta ladang dapat dikembangkan menjadi desa wisata dengan atraksi wisata yang berbasis pertanian (agrowisata). Selain itu, kawasan alami seperti hutan dan kebun serta semak belukar tetap dipertahankan untuk menjaga kondisi ekologis dan dikembangkan sebagai kawasan wisata. Upaya yang dapat dilakukan untuk menarik wisatawan dan mengembangkan potensi view yang indah disekitar kawasan pertanian yang ditunjang view bukit atau pegunungan adalah dengan mengembangkan wisata sight seeing dengan menara pandang dan rumah sawah (area peristirahatan dan wisata panorama), sehingga wisatawan tetap dapat menikmati view. Seperti diperlihatan pada Tabel Khusus untuk pembibitan dan processing hasil pertanian, peternakan dan perikanan, bahan bangunan disesuaikan dengan kebutuhan. Namun untuk fondasi dasar menggunakan material lokal. Fasilitas jalur interpretasi juga menggunakan bahan dasar/material lokal berupa kayu. Sirkulasi sekunder menggunakan jalur tegalan sawah. Untuk utilitas tapak berupa penerangan jalan pada kawasan pertanian menggunakan obor dan lampu penerangan desa. Sistem drainase khusus (sewage system) pada area pelayanan direncanakan dengan memperhatikan faktor kondisi tanah serta diupayakan untuk ditampung sebagai pupuk tambahan maupun biogas (jika memungkinkan). Tabel 24. Rencana Fasilitas Agrowisata berkelanjutan di Kawasan Wisata G.Leutik Unit Wisata Tema Wisata Kegiatan wisata Fasilitas Kawasan Pertanian wisata pertanian Agrotourism: Agroeco advanture Menara Pandang tourism (wisata petualangan) Photo hunting Tracking Wisata satwa (bird watching,dll) Homestay/cottage Menikmati keindahan alam Area Peranian Mendaki bukit Olahraga pertanian Memancing Pelayanan Wisata Shelter sawah kering outbond area kolam pancing Homestay/cottage Restaurant Rest room Ruang pelayanan atribut wisata

105 89 Tabel 24. lanjutan Unit Wisata Tema Wisata Kegiatan wisata Fasilitas Show room Pusat pengolahan produk pertanian Rumah produk pertanian Tempat Parkir Rumah souvenir Unit Wisata Tema Wisata Kegiatan wisata Fasilitas Wisata pendidikan Agroeco and edutourism keliling pesantren bangunan pesantren wisata kampung Rekreasi sungai keliling kawasan pertanian pelayanan wisata Ecoculture keliling kampung pelayanan wisata promenade sungai Rumah padi Rumah susu dan yogurt Rumah sayur Rumah ikan Rumah palawija Pusat informasi Galeri Tempat Parkir jalur kampung suvenir Tabel 25. Konsep dan Dimensi Bangunan Fasilitas dan Utilitas Wisata Jenis Peruntukan Fasilitas Luas (m 2 ) Zona I Pembibitan 1522 zona II Pendidikan dan Pengelola Tower 77 TK Rumah kayu 85.6 Simpan pinjam syariah Rumah karyawan Bengkel besi Ruang belajar sekolah Aliyah Sekolah Aliyah Lab. Terpadu Sekolah Tsanawiyah Training Center Rumah Kaca Toilet 50.6 Kantor Yayasan dan aula Guest House 155 Warung Koperasi Asrama Putra Pos Rumah Ustadz zona III Mesjid Asrama Putri Ruang makan Dapur zona II (Lahan Pesantren) Pembibitan Tanaman Lab Kultur Jaringan 790 Bedeng Pembesaran bibit 1522 Peternakan Peternakan sapi perah Kandang sapi perah 200 Jenis Peruntukan Fasilitas Luas (m 2 )

106 90 Tabel 25. lanjutan Jenis Peruntukan Fasilitas Luas (m 2 ) Peternakan sapi potong Kandang sapi potong 768 Kandang anak sapi 25 Peternakan kambing perah Kandang kambing perah 75 Pabrik pakan 80 Instalasi Biogas 28 Kebun rumput gajah Rumah karyawan dan unit pasteurisasi susu 257 Perikanan Kolam ikan 300 Shelter 56 Pengolahan pupuk organik Pabrik pupuk organik granular 568 Gudang Pupuk Pengolahan Yogur, kefir Workshop dan pendopo 168 Workshop Nata de cocos Pengolahan susu Fasilitas servis MCK 58 Hydran 7 Tanaman pangan Zona III (Kampung Gunung Leutik) - Padi, palawaija Persawahan Kel. Tani Asih Tanaman hortikultura Tegalan - Pepaya, jagung manis, tanaman sayuran Kelompok Tani Asih Tanaman Obat Pembibitan Tanaman Kehutanan Nursery Kel Toga Bina Sehat Lestari Nursery Kel Tani Asih Fasilitas wisata yang dikembangkan pada lokasi penelitian menggunakan konsep keberlanjutan melalui penggunaan material yang tersedia di dalam kawasan. Untuk menunjang maksud tersebut, maka material bangunan lanskap seperti restoran, shelter, toilet, dan visitor center diusulkan menggunakan fondasi dasar umpak yang terbuat dari batu kali dan bangunan dibuat dengan konsep sunda islam. Konsep sunda islam ini memberikan gambaran lokasi wisata, yang terletak di tanah sunda dan di dalam kawasan pesantren. Pada fondasi dinding menggunakan tiang pancang yang terbuat dari pohon kelapa atau sengon yang ada di dalam kawasan, dinding menggunakan rajutan bambu sebagai pengganti dinding masif dan memberikan kesan perdesaan. Dinding bangunan dibuat setengah dan terbuat dari bata merah ekspos, dan memberikan bukaan yang lebih sebagai ventilator dan sirkulasi udara di dalam bangunan. Lantai bangunan terbuat dari papan kayu yang dapat menyimpan dan menyerap panas, sehingga dapat memberikan kesan hangat. Kesan bukaan pada struktur dinding memberikan nuansa keterbukaan sebagaimana prinsip dalam ajaran Islam, selain itu berfungsi sebagai penghawaan ruang dan menghemat energi. Fasilitas penunjang keselamatan terkait kondisi tanah dilakukan melalui pembangunan turap yang berfungsi sebagai penahan tanah. Konsep bangunan yang diusulkan sebisa mungkin tidak menggunakan

107 91 cat/pewarna, diharapkan dapat memberikan kesan alami, perdesaan dan perkampungan. Konsep ini diharapkan dapat meminimalisir penggunaan material buatan dan menghemat pemeliharaan serta hanya menggunakan bahan material yang tersedia di dalam kawasan, ataupun disekitar lokasi Rencana Lanskap (Site Plan) Agrowisata Berkelanjutan Sutjipta (2001) menyatakan bahwa agrowisata dapat berkembang dengan baik jika terjadi Tri mitra dan tri karya pembangunan agrowisata yang meliputi, pemerintah sebagai pembuat aturan,rakyat/petani sebagai subyek, dan dunia usaha pariwisata sebagai penggerak perekonomian rakyat. Rencana pengembangan lanskap wisata pertanian di kawasan Gunung Leutik, terdiri atas : 1. Penerapan konsep dan pengembangan green infrastructure (ramah lingkungan) untuk mencegah kerusakan kawasan melalui penggunaan material dasar yang tersedia di dalam kawasan. 2. Mempertahankan kondisi eksisting pertanian dalam penataan lanskapnya 3. Mempertahankan budaya asli sunda dengan membangun fasilitas sesuai desain arsitektur adat. Menyelenggarakan pagelaran seni dan budaya, dan mengembangkan usaha lokal seperti penginapan, mengembangkan usaha pembuatan dan penjualan souvenir, pengembangan obyek dan atraksi wisata yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat lokal. 4. Konservasi dan perbaikan kawasan atau obyek wisata Fasilitas yang direncanakan berdasarkan jenis aktivitas wisata yang terdapat pada kawasan, sedangkan karakter bangunan dari fasilitas tersebut disesuaikan dengan karakter asli dari adat dan budaya masyarakat lokal.salah satu aktivitas agrowisata berkelanjutan yang dikembangkan adalah aktivitas permainan berbasis pertanian dan kegiatan petualangan alam. Untuk menguatkan kesan islami pada kawasan maka dapat dikembangkan melalui arsitektur bangunan dengan mempertahankan karakter lokal sunda dan bercirikan islam. Ciri arsitektur tersebut dapat diadaptasikan pada fasilitas pendukung wisata berupa gerbang, ruang terbuka, dan fasilitas informasi wisata. Konsep keberlanjutan dari kawasan agrowisata juga diterjemahkan melalui struktur dan material bangunan fasilitas penunjang dan utilitas wisata. Untuk

108 92 fasilitas wisata pertanian pada unit pertanian, penggunaan material lokal dengan konstruksi dan ciri lokal kawasan. Material yang digunakan meliputi, batu kali untuk fondasi dasar bangunan dan fondasi umpak; bambu, ijuk dan rumbia digunakan sebagai bahan/material bangunan fasilitas rumah sawah, toilet, shelter dan restoran sawah. Disamping konsep keberlanjutan bangunan, sistem drainase dan pembuangan perlu ditindaklanjuti melalui pengembangan sistem terpadu yang menghubungkan antara fasilitas pembuangan dan pengolahan. Diperlukan pengembangan pengolahan lebih lanjut gas yang berasal dari kotoran manusia, baik air seni maupun kotoran. Pengolahan ini terkait dengan sistem LEISA yang diterapkan dan dikembangkan sebagai konsep keberlanjutan. Rencana tapak (site plan) yang dikembangkan meliputi lingkup tapak dan lingkup kawasan. Lingkup tapak terkait dengan faktor penunjang keberlanjutan aktifitas pertanian dan wisata di dalam tapak. Faktor tersebut antara lain, keberadaan fasilitas, konsep dan material bangunan, ketersediaan penunjang wisata, dan dimensi bangunan. Lingkup kawasan terkait dengan faktor keberadaan masyarakat sebagai pengguna dan stakeholder kawasan. Rencana tapak mengakomodasikan kepentingan masyarakat sekitar sebagai host dari aktivitas wisata. Pola pengelolaan agrowisata yang dikembangkan perlu mengikutsertakan masyarakat setempat dalam berbagai kegiatan yang menunjang usaha agrowisata. Dengan keikutsertaan masyarakat di dalam pengembangan agrowisata diharapkan dapat ditumbuh kembangkan interaksi positif dalam bentuk rasa ikut memiliki untuk menjaga eksistensi obyek. Peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui : 1. Masyarakat desa yang memiliki lahan di dalam kawasan yang dibangun agar tetap dapat mengolah lahannya sehingga menunjang peningkatan hasil produk pertanian yang menjadi daya tarik agrowisata dan di sisi lain akan mendorong rasa memiliki dan tanggung jawab di dalam pengelolaan kawasan secara keseluruhan. 2. Melibatkan masyarakat desa setempat di dalam kegiatan secara langsung sebagai tenaga kerja, baik untuk pertanian maupun untuk pelayanan wisata, pemandu dan lain-lain. Untuk itu pihak pengelola perlu melakukan

109 93 langkah-langkah dan upaya utnuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja khusus yang berasal dari masyarakat. 3. Menyediakan fasilitas dan tempat penjualan hasil pertanian, kerajinan dan cendera mata bagi masyarakat desa di sekitar kawasan, sehingga dapat memperkenalkan khas demi meningkatkan penghasilan. Beberapa prinsip penting dari pembangunan pariwisata berkelanjutan, (Inskeep1991), yaitu: (1) Pariwisata tersebut mempunyai prakarsa untuk membantu masyarakat agar dapat mempertahankan kontrol/ pengawasan terhadap perkembangan pariwisata tersebut; (2) Pariwisata ini mampu menyediakan tenaga kerja yang berkualitas kepada dan dari masyarakat setempat dan terdapat pertalian yang erat (yang harus dijaga) antara usaha lokal dan pariwisata; (3) Terdapat peraturan tentang perilaku yang disusun untuk wisatawan pada semua tingkatan (nasional, regional dan setempat) yang didasarkan pada standar kesepakatan internasional.; (4) Terdapat program-program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan serta menjaga warisan budaya dan sumber daya alam yang ada. Perencanaan agrowisata kawasan Gunung Leutik yang berkelanjutan memadukan pengembangan kawasan pertanian terpadu dengan aktifitas wisata. Pertanian terpadu yang dikembangkan meliputi sumberdaya pertanian dan sumberdaya sosial. Untuk menjaga kelestarian kawasan tersebut perlu dikembangkan sarana prasarana agribisnis, umum dan sosial sebagaimana terlihat pada Gambar 30. PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN Sumberdaya pertanian Sarana prasarana sosial Sarana prasarana agribisnis Sarana prasaran a umum Kelestarian lingkungan Gambar 30. Diagram Konsep Berkelanjutan Kawasan Agrowisata dan Pertanian

110 94 Program pengembangan agrowisata terpadu ditikberatkan pada pengembangan kemampuan/kapasitas masyarakat, pesantren dan perkampungan yang terletak di Gunung Leutik. Pengembangan tersebut meliputi penguatan kelembagaan masyarakat wisata pada kawasan. Kegiatan pengembangan meliputi aktivitas ecotourism, ecoculture, agroeco adventure dan edutourism. Ecotourism/ ekowisata yang dapat dikembangkan pada kawasan berupa aktivitas viewing dan interaksi dengan alam yang memanfaatkan sumberdaya alam pada kawasan. Aktivitas interpretasi alam berupa penyusuran hutan tanaman industri dan aktivitas menyusuri sungai. Kegiatan ekowisata di dalam kawasan dikembangkan melalui penyediaan ruang berupa sawah, lapangan, jalan, sungai, jalur interpretasi, dan bangunan yang berguna sebagai titik pengamatan atau pengambilan foto (menara pengamat dan rumah sawah). Ruang wisata yang dikembangkan meliputi, ruang wisata budidaya pertanian, ruang wisata budidaya peternakan, ruang wisata budidaya ikan, dan ruang wisata budaya (keliling kampung). Ruang wisata budidaya pertanian meliputi ruang bercocok tanam, lahan sawah, lahan kebun palawija, pembibitan dan budidaya tanaman hortikultura. Di dalam ruang wisata budidaya pertanian juga dikembangkan fasilitas bermain di luar ruangan berupa outbond pertanian, bermain bola, mengejar dan menangkap serangga dan binatang, menunggang kerbau, menggembala kambing, bermain ski lumpur dan sepak bola lumpur. Fasilitas tersebut berupa lahan sawah yang telah dikeringkan, dan lahan sawah basah yang berlumpur. Jalur interpretasi berupa pematang sawah. Pada area pelayanan dan bermain sawah dikembangkan rumah sawah yang berdiri diatas pematang sawah. Rumah sawah ini dikembangkan berdasarkan ide saung peristirahatan petani. Rumah sawah ini memiliki kesamaan ide dengan rumah pohon, dan berfungsi sebagai sarana peristirahatan maupun interpretasi lingkungan kawasan berupa pengambilan foto dan sebagainya. Ruang wisata budidaya peternakan meliputi ruang kandang budidaya, ruang hijauan pakan ternak, ruang pengolahan ternak, ruang pengolahan kompos, ruang pengolahan biogas, ruang pertunjukan dan interpretasi serta ruang istirahat. Ruang istirahat berupa sarana naungan, toilet dan restoran. Rumah ternak dikembangkan sebagai sarana penjualan hasil produk pengolahan ternak, dan

111 95 direncanakan dengan konsep bangunan ranch dan bercorak ternak yang dikembangkan. Pada ruang wisata peternakan direncanakan jalur interpretasi proses budidaya dan pengolahan ternak. Pada jalur interpretasi ini direncanakan terdapat patung-patung ikon ternak yang menarik pengunjung dan berfungsi sebagai tanda/identitas area tersebut. Ruang wisata budidaya ikan meliputi ruang kolam pembibitan dan pembesaran ikan, area kolam pancing, area shelter dan berkumpul, area pengolahan ikan, dan area restoran ikan yang terbuka. Kolam pancing direncanakan sebagai area menarik untuk beraktivitas bersama-sama. Pada area kolam pancing terdapat area shelter dan tempat duduk pemancing. Di dalam area ini dikembangkan sistem drainase buangan air kolam dan saluran irigasi serta filter yang berfungsi mereduksi bau amis dan menjaga kondisi air dalam kolam tetap bersih. Selain tempat pemancingan, juga dikembangkan ruang terbuka di bawah naungan pohon sebagai tempat beristirahat dan membakar hasil tangkapan ikan. Ruang terbuka tersebut berupa padang rumput, dimana pada masing-masing lapak disediakan ruang pembakaran berupa tungku batu dan tempat panggang ikan. Ecoculture merupakan suatu kegiatan berupa interpretasi wisata sosial budaya. Aktivitas ini merupakan pengembangan dari ruang wisata budaya berupa jalur interpretasi keliling kampung dan kawasan pesantren untuk memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pengunjung terkait kebiasaan dan pola hidup masyarakat di sekitar kawasan wisata. Fasilitas yang dikembangkan berupa trek interpretasi, promenade, dan fasilitas transportasi wisata berupa gerobak wisata. Fasilitas pelayanan wisata berupa visitor information dan pelayanan umum (toilet) serta ruang terbuka direncanakan pada ruang wisata budaya. Ilistrasi ruang pelayanan wisata yang berwujud Main Gate dan Shelter terdapat pada Gambar 32. Ruang terbuka direncanakan sebagai ruang interaksi dan pertunjukan budaya lokal. Ditail dari peletakan dan rencana tapak tersaji pada gambar 31

112 96 Gambar 31. Site Plan 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Sentra Produksi Rambutan Gedongjetis, Tulung, Klaten (Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

agrowisata ini juga terdapat pada penelitian Ernaldi (2010), Zunia (2012), Machrodji (2004), dan Masang (2006). Masang (2006) yang dikutip dari

agrowisata ini juga terdapat pada penelitian Ernaldi (2010), Zunia (2012), Machrodji (2004), dan Masang (2006). Masang (2006) yang dikutip dari II TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata didefinisikan sebagai kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang penuh dengan keberagaman budaya dan pariwisata. Negara yang memiliki banyak kekayaan alam dengan segala potensi didalamnya, baik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis dengan luas laut dua pertiga dari luas negara secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia di antara dua benua dan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 2. Peta orientasi lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google)

METODOLOGI. Gambar 2. Peta orientasi lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google) METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai perencanaan lanskap agrowisata berkelanjutan ini dilakukan di Desa Sukaharja dan Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Propinsi

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata Secara etimologi kata rekreasi berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation yang merupakan gabungan dari kata re yang berarti kembali dan creation yang berarti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT Oleh : RINRIN KODARIYAH A 34201017 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan (Gambar 6), dengan luas kawasan ± 165 ha, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebut sebagai negara agraris karena memiliki area pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebut sebagai negara agraris karena memiliki area pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia disebut sebagai negara agraris karena memiliki area pertanian yang luas, kekayaan alam dan hayati yang beragam. Kekayaan alam tersebut dapat dikelola sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 170 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis yang telah penulis lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kawasan Sorake,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kurun waktu yang sangat panjang perhatian pembangunan pertanian

I. PENDAHULUAN. Dalam kurun waktu yang sangat panjang perhatian pembangunan pertanian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kurun waktu yang sangat panjang perhatian pembangunan pertanian terfokus kepada peningkatan produksi, terutama pada peningkatan produksi tanaman pangan, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan hayati yang sangat beragam. Potensi tersebut menciptakan peluang pengembangan dan pengelolaan

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

Pusat Wisata Kopi Sidikalang BAB 1 PENDAHULUAN

Pusat Wisata Kopi Sidikalang BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu komoditi perdagangan yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata 9 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desain

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desain 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desain Desain merupakan suatu proses untuk mendapatkan kebutuhan atau sesuatu yang diinginkan dengan cara menyelesaikan permasalahan yang ada. Desain dapat menghubungkan budaya

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LOKASI AGROWISATA DI DESA TUGU JAYA, KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN BOGOR. Oleh : Vina Hedyati Ningsih, Priyatna Prawiranegara.

IDENTIFIKASI LOKASI AGROWISATA DI DESA TUGU JAYA, KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN BOGOR. Oleh : Vina Hedyati Ningsih, Priyatna Prawiranegara. IDENTIFIKASI LOKASI AGROWISATA DI DESA TUGU JAYA, KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN BOGOR Oleh : Vina Hedyati Ningsih, Priyatna Prawiranegara Abstrak Desa Tugu Jaya yang merupakan wilayah dari Kecamatan Cigombong

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016)

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016) PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016) A. Latar Belakang Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Perkampungan Portugis Kampung Tugu Jakarta Utara Lanskap Sejarah Aspek Wisata Kondisi Lanskap: - Kondisi fisik alami - Pola Pemukiman - Elemen bersejarah - Pola RTH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kekayaan Indonesia akan flora dan faunanya membawa indonesia kepada sederet rekor dan catatan kekayaan di dunia. Tanahnya yang subur dan iklim yang menunjang, memiliki

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi 10 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi Penelitian mengenai perencanaan lanskap ini dilakukan di kawasan bersejarah Komplek Candi Gedong Songo,, Kecamatan Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. Peta,

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1 Ide perancangan Gua Lowo merupakan obyek wisata alam yang berada di pegunungan dengan dikelilingi hutan jati yang luas. Udara yang sejuk dengan aroma jati yang khas, serta

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata dan Rekreasi Undang- Undang No.9 Tahun 1990 mendefinisikan wisata sebagai perjalanan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tiga terbesar di dunia. Kekayaan alam yang melimpah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber

Lebih terperinci

Oleh : Slamet Heri Winarno

Oleh : Slamet Heri Winarno Oleh : Slamet Heri Winarno PENDAHULUAN Pariwisata telah menjadi sektor strategis dalam memperkuat perekonomian negara Pariwisata ini merupakan sektor penghasil utama devisa negara nonmigas. 2 Pariwisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan diuraikan tentang latar belakang yang menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan laporan ini. Serta akan diuraikan mengenai rumusan masalah, tujuan, metode penelitian,

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kuin adalah wilayah sepanjang daerah aliran Sungai Kuin yang terletak di kota Banjarmasin.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rekreasi merupakan bagian dari kebutuhan pokok dari banyak orang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Rekreasi merupakan bagian dari kebutuhan pokok dari banyak orang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rekreasi merupakan bagian dari kebutuhan pokok dari banyak orang pada saat ini. Banyaknya aktifitas, kurangnya istirahat, penatnya suasana kota yang terjadi berulang-ulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik itu alam pegunungan (pedesaan), alam bawah laut, maupun pantai.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEGMENTASI PENGUNJUNG WISATA AGRO STUDI KASUS KARAKTERISTIK PENGUNJUNG KAMPOENG WISATA CINANGNENG

IDENTIFIKASI SEGMENTASI PENGUNJUNG WISATA AGRO STUDI KASUS KARAKTERISTIK PENGUNJUNG KAMPOENG WISATA CINANGNENG IDENTIFIKASI SEGMENTASI PENGUNJUNG WISATA AGRO STUDI KASUS KARAKTERISTIK PENGUNJUNG KAMPOENG WISATA CINANGNENG SKRIPSI HESTI FANNY AULIA SIHALOHO H34066060 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu 15 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Situ Gintung, Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten (Gambar 1). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang sifatnya sudah berkembang dan sudah mendunia. Indonesia sendiri merupakan negara dengan potensi pariwisata yang sangat tinggi. Pemerintah

Lebih terperinci

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Potensi kepariwisataan di Indonesia sangat besar. Sebagai negara tropis dengan sumberdaya alam hayati terbesar ketiga di dunia, sangat wajar bila pemerintah Indonesia memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan,

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan, BAB III METODE PERANCANGAN Metode pada dasarnya diartikan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Penelitian adalah suatu penyelidikan dengan prosedur ilmiah untuk mengetahui dan mendalami suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 %

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 % PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 % wilayahnya merupakan perairan laut dengan garis pantai sepanjang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU 1. Latar Belakang Sebagai modal dasar untuk mengembangkan kepariwisataannya yaitu alam dan budaya tersebut meliputi alam dengan segala isi dan bentuknya baik berupa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Lanskap Menurut Marsh (2005) perencanaan lanskap perkotaan merupakan cakupan besar yang fokus terhadap seluruh area metropolitan. Kebanyakan aktivitas dalam merencana

Lebih terperinci

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dimana sebagian besar dari seluruh luas Indonesia adalah berupa perairan. Karena itu indonesia memiliki potensi laut yang besar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata Pada dasarnya pengembangan pariwisata adalah suatu proses yang berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sektor pariwisata telah berkembang pesat seiring perubahan pola pikir, bentuk dan sifat kegiatan yang ditawarkan. Perkembangan ini menuntut agar industri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang harus dimanfaatkan dan dilestarikan. Indonesia diberikan anugerah berupa kekayaan alam yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rahdiana Kartika Sari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rahdiana Kartika Sari, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) yang berbasis pada alam, budaya, heritage, sosial dan ekonomi sarat dengan kompleksitas yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Pertumbuhan pariwisata secara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian berlokasi di Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia (YAPIPI) yang secara administratif berlokasi di Kp. Bojongsari RT 03 RW 05 Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011. BAB I PENDAHULUAN AQUARIUM BIOTA LAUT I.1. Latar Belakang Hampir 97,5% luas permukaan bumi merupakan lautan,dan sisanya adalah perairan air tawar. Sekitar 2/3 berwujud es di kutub dan 1/3 sisanya berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

RINGKASAN. mendukung keberadaan Taman Laut Banda dengan mempertimbangkan aspek

RINGKASAN. mendukung keberadaan Taman Laut Banda dengan mempertimbangkan aspek RINGKASAN MAISNUN ALBAAR. A 3 1.0655. PERENCANAAN LANSKAP PULAU KECIL. BANDA NAIRA - MALUKU SEBAGAI KAWASAN WISATA. (Di bawah bimbiugan Bapak Bambang Sulistyantara). Studi hi bertujuan membuat rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

PENILAIAN DAYA TARIK WISATA KAWASAN AIR TERJUN MANANGGAR DI DESA ENGKANGIN KECAMATAN AIR BESAR KABUPATEN LANDAK

PENILAIAN DAYA TARIK WISATA KAWASAN AIR TERJUN MANANGGAR DI DESA ENGKANGIN KECAMATAN AIR BESAR KABUPATEN LANDAK PENILAIAN DAYA TARIK WISATA KAWASAN AIR TERJUN MANANGGAR DI DESA ENGKANGIN KECAMATAN AIR BESAR KABUPATEN LANDAK Assessment Of Tourist Attraction Zone Mananggar Waterfall Village Engkangin District Air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya pada sektor pariwisata. Pembangunan dibidang pariwisata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekowisata 2.1.1 Pengertian Ekowisata Ekowisata didefinisikan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) dalam Fennel (1999) sebagai suatu bentuk perjalanan wisata ke area

Lebih terperinci