BAB II TIJAUAN PUSTAKA. Regulasi emosi. memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TIJAUAN PUSTAKA. Regulasi emosi. memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu"

Transkripsi

1 1 BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Regulasi Emosi 1. Pengertian Regulasi Emosi Menurut Gross (2007) bahwa regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Thompson (1994) mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan individu untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional untuk mencapai tujuan. Regulasi dipandang secara positif, individu yang melakukan regulasi emosi akan lebih mampu melakukan pengontrolan emosi. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif. Gross dan Thompson (2007) mengemukakan regulasi emosi adalah sekumpulan proses tempat emosi diatur sesuai dengan tujuan individu, baik dengan cara otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan melibatkan banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu. Regulasi emosi dapat mengurangi, memperkuat atau memelihara emosi tergantung pada tujuan individu. Regulasi emosi dapat dilakukan dengan mempengaruhi situasi saat respon emosi belum muncul atau ketika respon emosi telah muncul Gross (2006).

2 2 Linehan, Melnick & Minshaw (dalam Gartz dan Roemer, 2004) bahwa konseptualisasi regulasi emosi menekankan kemampuan untuk menghambat atau menghalangi perilaku impulsif dan berperilaku sesuai dengan tujuan yang diinginkan, ketika mengalami emosi negatif. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi sebagai kemampuan individu untuk memonitor, mengevaluasi dan mengelola reaksi emosional untuk mencapai tujuan dengan sekumpulan proses yang bekerja terus menerus sepanjang waktu yang disadari maupun tidak disadari. Regulasi emosi dapat mengurangi, memperkuat atau memelihara emosi tergantung pada tujuan individu. 2. Aspek-aspek Regulasi Emosi Gross (2007) mengemukakan ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang, yakni: a. Strategies to Emotion Regulation Keyakinan individu dalam mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kemampuan untuk mengurangi emosi negatif serta dapat menenangkan pikiran dengan cepat dan tepat setelah merasakan emosi yang meluap. b. Engaging in Goal Directed Behaviours Kemampuan individu untuk tidak terpengaruh emosi negatif sehingga tetap mampu berpikir dan bertindak suatu hal sesuai dengan tujuan yang diinginkan ketika mengalami emosi negatif secara positif. c. Control Emotional Responses

3 3 Kemampuan individu untuk mengontrol emosi yang dirasakannya dan emosi yang dinampakkannya (secara fisik seperti nada suara dan tingkah laku), sehingga mampu menampilkan emosi yang tepat dan tidak berlebihan. d. Acceptance of Emotional Responses Kemampuan individu dalam menerima peristiwa yang menimbulkan perasaan negatif dan tidak merasa malu merasakan serta mengungkapkan emosi negatif tersebut. Berdasarkan uraian di atas regulasi emosi dapat berhasil apabila dalam diri individu mencakup aspek yang telah dikemukakan oleh Gross (2007), yaitu : 1) Kemampuan individu mengahapai masalah. 2) Kemampuan individu tidak terpengaruh emosi negatif dalam mencapai tujuan. 3) Kemampuan individu mengontrol respon emosi yang diterima. 4) Kemampuan individu menerima peristiwa yang terjadi. 3. Proses Dalam Melakukan Regulasi Emosi Setiap individu memiliki proses yang berbeda dalam melakukan regulasi emosi. Menurut Gross (2007) regulasi emosi dapat dilakukan individu dengan beberapa proses, yaitu: a) Situation Selection Suatu cara dimana individu mendekati atau menghindari orang ataupun situasi yang dapat menimbulkan emosi yang berlebihan. Dengan kata lain strategi ini dapat berupa mendekati atau menghindar dari

4 4 seseorang, tempat, atau objek berdasarkan dampak emosi yang muncul. b) Situation Modification Suatu cara dimana seseorang mengubah lingkungan sehingga akan ikut mengurangi pengaruh kuat dari emosi yang timbul. Gross (2007) menganggap bahwa upaya memodifikasi "internal" lingkungan yaitu pada bagian perubahan kognitif. c) Attention Deployment Suatu cara dimana seseorang mengalihkan perhatian mereka dari situasi yang tidak menyenangkan untuk menghindari timbulnya emosi yang berlebihan. d) Cognitive Change Suatu strategi dimana individu mengevaluasi kembali situasi dengan mengubah cara berpikir menjadi lebih positif sehingga dapat mengurangi pengaruh kuat dari emosi. Perubahan kognitif mengacu pada mengubah cara individu menilai situasi di mana individu terlibat di dalamnya untuk mengubah signifikansi emosionalnya, dengan mengubah bagaimana individu memikirkan tentang situasinya atau tentang kapasitas kita untuk menangani tuntutan-tuntutannya. e) Responses Change Perubahan respon terjadi di ujung proses bangkitnya emosi, yaitu setelah kecenderungan respon telah dimulai dan emosi sudah terjadi. Dapat dikatakan perubahan yang terjadi seperti perubahan cara

5 5 berfikir, perubahan perilaku, serta perilaku sikap individu (Gross,2007). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi melalui lima proses. Proses regulasi ini mengacu pada teori Gross (2007) yaitu, Situation selection, Situation modification, Attention deployment, Cognitive change, Responses Change. Gross (2007) menyebutkan teori tersebut sebagai process model of emotion regulation, akan tetapi Gross juga menambahkan regulasi emosi dapat dilakukan tanpa melalui seluruh tahapan atau proses dari regulasi tersebut. Kemampuan individu dalam mengelola emosi dengan baik dapat dilihat dari regulasi emosi yang dilalui individu tersebut. B. Wanita Dewasa Madya 1. Pengertian Wanita Dewasa Madya Menurut Santrock (1995) wanita dewasa madya adalah wanita yang berusia 35 tahun hingga 60 tahun, dengan tugas perkembangan mulai menciptakan atau menyesuaikan keseimbangan antara hubungan dan tanggung jawab karier karena mengalami penurunan keterampilan fisik dan psikologis akibat faktor penuaan serta bertugas menyesuaikan diri pada pasangan, orang tua yang lanjut usia dan anak. Menurut Hurlock (2007) wanita dewasa madya mulai menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik, menyesuaikan perubahan minat dan menyesuaikan diri pada kehidupan keluarga.

6 6 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dewasa madya adalah usia dimana individu menciptakan keseimbangan antara hubungan dan tanggung jawab karier karena mengalami penurunan keterampilan fisik dan psikologis akibat faktor penuaan serta masa penyeseuaian diri pada kehidupan keluarga. 2. Karakteristik Wanita Dewasa Madya Masa dewasa madya memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan pada masa sebelumnya, karakteristik dewasa madya menurut (Hurlock, 2007): a. Masa evaluasi Menurut Hurlock (2007) wanita dewasa madya merupakan masa evaluasi diri apa dan bagaimana dirinya menutut perasaan nyata dibanding pada masa sebelumnya berkaitan dengan perubahan fisik serta cara pandang. b. Masa stres Bahwa usia ini merupakan masa stress. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologis dan membawa ke masa stress, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis dan aspek sosial kehidupan mereka (Hurlock, 2007) Berdasarkan uraian di atas terdapat karakteristik dewasa madya yang dilalui setiap individu yang memasuki masa dewasa madya. Karakteristik masa dewasa madya ini ialah a) Masa evaluasi; c) Masa stres.

7 7 3. Tugas Perkembangan Wanita Dewasa Madya Menurut Hurlock (2007) tugas perkembangan wanita dewasa madya yaitu: 1. Perubahan minat pada masa usia madya Menurut Santrock (1995) wanita dewasa madya melakukan aktivitas bukan hanya bekerja, namun memperhatikan kegiatan saat waktu luang (leisure) melalui memilih kegiatan yang diinginkan dan merupakan pilihan sendiri seperti membaca, olahraga, menyanyi atau melakukan berbagai kegemaran untuk mempersiapkan diri memasuki masa pensiun. 2. Kehidupan keluarga Hurlock (2007) menjelaskan, wanita paruh baya bertugas menyesuaikan diri dengan pasangan, menyesuaikan diri dengan orang tua yang lanjut usia dan membantu anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab. Menurut Santrock (1995) penyesuaian kehidupan keluarga wanita paruh baya lebih positif karena waktu luang yang tersedia lebih banyak bagi pasangan dan telah terjalin ikatan emosional antar pasangan sehingga mampu mengambil makna dari berbagai peristiwa yang terjadi dalam rumah tangga. Dapat disimpulkan tugas perkembangan wanita dewasa madya menurut Hurlock (2007) di atas, ada tiga tugas perkembangan pada wanita dewasa madya, yaitu : tugas yang berkaitan dengan perubahan minat, dan tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga.

8 8 C. Konflik Keluarga 1. Pengertian Konflik Keluarga Dalam setiap hubungan antara individu akan selalu muncul konflik, tak terkecuali dalam hubungan keluarga. Konflik sering kali dipandang sebagai perselisihan yang bersifat permusuhan dan membuat hubungan tidak berfungsi dengan baik. Secara bahasa konflik identik dengan percekcokan, perselisihan, dan pertengkaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Adapun dalam bahasa Inggris conflict sebagai noun berarti a serious disagreement or argument, sedangkan sebagai verb berarti be incompatible or clash (Concise Oxfrod English Dictionary dalam Lestari 2016). Konflik mencerminkan adanya suatu ketidakcocokan (incompatibility), baik ketidakcocokan karena berlawanan maupun karena perbedaan. Kesalahan persepsi dan kesalahan komunikasi turut berperan dalam proses evolusi ketidakcocokan dalam hubungan. Adakalanya konflik terjadi sekedar untuk menyalurkan naluri agresif, untuk bertujuan atau melawan tanpa tahu atas dasar apa (Lestari, 2016). Konflik keluarga ialah situasi dimana terjadinya ketidakcocokan dan ketidak setujuan antar pribadi atau individu timbul karena adanya tujuan tertentu dan kesalah pahaman dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan pertentangan perasaan dan perilaku pada individu (Lestari, 2012). Sillars dkk (2004) konflik dalam keluarga dikelompokkan menjadi tiga yaitu konflik sibling, konflik orang tua - anak, dan konflik pasangan.

9 9 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik keluarga ialah situasi dimana terjadinya ketidakcocokan dan ketidak setujuan antar pribadi atau individu timbul karena adanya tujuan tertentu dan kesalahpahaman dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan pertentangan perilaku pada individu. Dalam hal ini konflik keluarga terdiri dari konflik suami-istri, konflik orangtua-anak, dan konfli sibling. 2. Jenis jenis Konflik Keluarga 1. Konflik orang tua anak Rohner dkk (2012) menjelaskan penerimaan dan penolakan orang tua membentuk dimensi kehangatan (warmth dimention) dalam pengasuhan, yaitu suatu kualitas ikatan afeksi antara orang tua dan anak. Lestari (2016) pencetus konflik remaja dengan orang tua dapat berasal dari kedua belah pihak. Dari pihak orang tua memandang remaja berperilaku kurang sesuai dengan harapan orang tuanya, dan dari pihak remaja merasa orang tua kurang memahami dirinya. 2. Konflik pasangan suami istri Sadarjoen (2005) menyatakan bahwa konflik perkawinan adalah konflik yang melibatkan pasangan suami istri di mana konflik tersebut memberikan efek atau pengaruh yang signifikan terhadap relasi kedua pasangan. Sadarjoen juga menambahkan bahwa konflik tersebut muncul karena adanya persepsi-persepsi, harapan-harapan yang berbeda serta ditunjang oleh keberadaan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan dan nilainilai yang mereka anut sebelum memutuskan untuk menjalin ikatan

10 10 perkawinan. Kunci bagi kelanggengan perkawinan adalah keberhasilan melakukan penyesuaian diantara pasangan. Penyesuaian adalah imteraksi yang kontinu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Lestari, 2012). Hasil penelitian Gurin (dalam Dewi dan Basti 2008) menunjukkan bahwa 45% orang yang sudah menikah mengatakan bahwa dalam kehidupan bersama akan selalu muncul berbagai masalah, dan 32% pasangan yang menilai pernikahan mereka sangat membahagiakan melaporkan bahwa mereka juga pernah mengalami pertentangan. 3. Konflik sibling Konflik sibling ialah hubungan antar saudara yang dapat mempengaruhi perkembangan individu secara positif maupun negatif tergantung pola hubungan yang terjadi. Adanya konflik antara saudara kandung yang terjadi pada masa remaja dapat dimungkinkan akan berpengaruh pada masa yang akan datang pada remaja, apabila konflik saudara ini tidak terselesaikan dengan baik (Lestari, 2012). Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik dalam keluarga yang dapat terjadi dan sering terjadi adalah : 1) konflik orang tua anak muncul dari kedua belah pihak, orang tua meamdang remaja berperilaku kurang baik, sedangngkan remaja berfikir bahwa orang tua kurang bisa meamami mereka; 2) konflik pasangan suami-istri, timbul karena munculnya permasalahan yang menimbulkan adanya pertentangan dari kedua belah pihak; 3) konflik sibling terjadi dari pola bubungan yang terbangun dari masa

11 11 kanak-kanak, permasalah yang terjadi pasa masa anak-anak hingga dewasa yang kurang mampu diselesaikan akan berdampak timbulnya hubungan yang kurang harmonis sehingga dapat memicu timbulnya konflik pada dimasa selanjutnya. D. Regulasi Emosi pada Wanita Dewasa Madya dalam Menghadapi Konflik Keluarga Pada suatu keluarga tidak jarang ditemui konflik-konflik keluarga yang tidak dapat terhindarkan, setiap pasangan dan anggota keluarga dituntut mampu menyelesaikan konflik yang terjadi dan mengungkapkan perasaan yang dirasakannya pada pasangannya serta anggota keluarga yang lain. Konflik keluarga ialah situasi dimana terjadinya ketidakcocokan dan ketidak setujuan antar pribadi atau individu yang timbul karena adanya tujuan tertentu dan kesalah pahaman dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan pertentangan perasaan dan perilaku pada individu (Lestari, 2012). Konflik didalam keluarga dapat terjadi karena adanya perilaku oposisi atau ketidaksetujuan antar anggota keluarga. Menurut Sillars dkk (2004) konflik dalam keluarga digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu : konflik sibling, konflik orang tua - anak, dan konflik pasangan Konflik suami-istri yang dihadapi oleh individu tak jarang memunculkan emosi negatif, hal tersebut mendorong individu untuk memiliki kemampuan regulasi emosi. Konflik ini terpicu adanya kesalah pahaman pendapat serta ketidak sesuaian harapan antara satu sama lain pada pasangan.

12 12 Pada regulasi emosi yang dilakukan dalam menghadapi konflik ini muncul adanya keyakinan individu untuk mampu menghadapi dan menyelesaikannya sehingga individu mampu untuk mengurangi emosi negatif yang muncul. Gross (2007) mengungkapkan bahwa keyakinan dan kemampuan mengurangi emosi menjadi salah satu bagian dari aspek kemampuan regulasi emosi yang dimiliki individu. Selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2015) individu yang memiliki keyakinan dan kemampuan diri dalam mengurangi emosi secara positif, seseorang yang memiliki kemampuan regulasi emosi dengan baik mampu meminimalisir perasaan negatif, serta mampu mengelola emosi secara tepat dapat mengahadapi konflik dengan baik. Kemampuan selanjutnya yang muncul ialah kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif. Kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif merupakan salah satu aspek regulasi emosi yang dikemukan Gross (2007). Dimana kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif adalah kondisi yang tepat untuk menekan emosional, karena respon wanita yang lebih menunjukkan pada tanda-tanda emosional yang mendorong adanya kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif yang muncul sehingga wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik suami-istri mampu mengontrol emosi yang muncul Kartono (1992). Pada wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik suami istri yang memiliki kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif mampu mengontrol emosi yang muncul, sehingga adanya kemampuan tersebut dapat menekan dan menghalangi munculnya perilaku impulsif dari individu Gratz & Roemer (2004). Sesuai

13 13 dengan penelitian Anggraeni (2015) individu yang mampu mengembangkan emosi-emosi positif maka reaksi yang akan dikeluarkan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi akan positif, sebaliknya individu yang terpengaruh oleh emosi negatif maka reaksi yang dikeluarkan akan berupa tindakan yang negatif dan agresif, serta terhambatnya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Kemampuan berikutnya dalam menghadapi konflik suami-istri ialah penerimaan individu dari peristiwa yang menimbulkan emosi negatif pada individu. Penerimaan individu dari kejadian atau hal yang menimbulkan emosi ialah bagian dari aspek regulasi emosi yang ada dalam kemampuan regulasi emosi yang dimiliki individu (Gross, 2007). Adanya penerimaan individu pada konflik yang memunculkan emosi pada dirinya membantu individu menyelesaikan permasalahan secara positif Anggraeni (2015). Sesuai dengan penelitian Dewi & Bastis (2008) pada dasarnya individu yang mampu menerima permasalahan yang dihadapi, memudahkan individu dalam menyelesaikan masalah yang muncul dari reaksi-reaksi emosi negatif ataupun positif, yang ditunjukkan dengan perilaku positif. Selain konflik suami-istri terdapat, konflik orangtua-anak yang dihadapi oleh wanita dewasa madya dalam konflik. Konflik ini terpicu adanya harapan yang berbeda dari kedua belah pihak sehingga memunculkan pengaruh emosi negatif pada individu. Kemampuan yang muncul dalam meghadapi konflik orangtua-anak yang muncul pada diri individu adalah penerimaan individu atas konflik yang memunculkan emosi negatif. Individu yang mampu menerima

14 14 permasalahan yang memunculkan emosi dalam dirinya mampu mengendalikan reaksi emosi yang dirasakannya (Anggraeni, 2015). Sesuai dengan penelitian Dewi & Bastis (2008) pada dasarnya individu yang mampu menerima permasalahan yang dihadapi memudah dalam menyelesaikan masalah yang muncul dari reaksi-reaksi emosi negatif ataupun positif, yang ditunjukkan dengan perilaku positif. Kemampuan lain yang muncul ialah kemampuan mengontrol emosi baik yang dirasakan maupun yg ditampakkan Gross (2007). Gartz dan Roemer (2004) individu memiliki kemampuan dalam mengontrol emosi yang muncul dalam dirinya, serta dalam diri individu terdapat kemampuan untuk menekan, menghambat atau menghalangi perilaku impulsif. Selaras dengan penelitian Anggraeni (2015) menunjukkan individu yang mampu mengembangkan emosi-emosi positif maka reaksi yang akan dikeluarkan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi akan positif, sebaliknya individu yang terpengaruh oleh emosi negatif maka reaksi yang dikeluarkan akan berupa tindakan yang negatif dan agresif, serta terhambatnya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Pada konflik ini terdapat kemampuan berikutnya ialah kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang muncul. Kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif termasuk salah satu aspek regulasi emosi Gross (2007). Pada wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik suami istri yang memiliki kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif mampu mengontrol emosi yang muncul, sehingga adanya kemampuan tersebut

15 15 dapat menekan dan menghalangi munculnya perilaku impulsif dari individu Gratz & Roemer (2004). Sesuai dengan penelitian Anggraeni (2015) individu yang mampu mengembangkan emosi-emosi positif maka reaksi yang akan dikeluarkan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi akan positif, sebaliknya individu yang terpengaruh oleh emosi negatif maka reaksi yang dikeluarkan akan berupa tindakan yang negatif dan agresif, serta terhambatnya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Selain konflik suami-istri dan konflik orangtua-anak, terdapat konflik sibling yang dihadapi oleh wanita dewasa madya. Pada regulasi emosi dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik ini muncul kemampuan mengontrol emosi Gross (2007). Individu yang memiliki kemampuan mengontrol emosi ketika menghadapi konflik mampu menampilkan perilaku dan mengungkapkan perasaan dengan tepat dan baik Dewi dan Bastis (2008). Menurut Gross (2007) emosi negatif yang mempengaruhi individu dalam menghadap konflik meliputi kemarahan, kesediahan, dan kecemasan. Gartz dan Roemer (2004) individu memiliki kemampuan dalam mengontrol emosi yang muncul dalam dirinya akibat dari situasi yang menekan, mampu untuk menekan, menghambat atau menghalangi perilaku impulsif. Selaras dengan penelitian Anggraeni (2015) menunjukkan bahwa individu yang memiliki kemampuan kontrol emosi yang baik mampu menunjukkan reaksi emosi yang tepat dan mampu mengubah situsai konflik secara tepat. Adanya kemampuan mengontrol emosi mempengaruhi munculnya kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif Gross (2007).

16 16 Kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif adalah kondisi yang tepat untuk menekan emosional, karena respon wanita yang lebih menunjukkan pada tanda-tanda emosional yang mendorong adanya kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif yang muncul sehingga wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik suami-istri mampu mengontrol emosi yang muncul Kartono (1992). Sesuai dengan penelitian Anggraeni (2015) individu yang mampu mengembangkan emosi-emosi positif akan mudah menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, sebaliknya individu yang terpengaruh oleh emosi negatif akan terhambat dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Kemampuan berikutnya yang muncul ialah kemampuan menerima permasalahan yang menimbulkan emosi negatif pada individu, kemampuan ini bagian dari aspek regulasi (Gross, 2007). Kemampuan penerimaan dari peristiwa yang menimbulkan emosi negatif pada individu memberikan pengaruh reaksi individu dalam menyelesaikan permasalahan secara positif dengan tujuan yang dimiliki individu Anggraeni (2015). Sesuai dengan penelitian Dewi & Bastis (2008) pada dasarnya kemampuan penerimaan yang dimiliki individu memudahkan individu dalam penyelesaikan masalah yang muncul dari reaksi-reaksi emosi negatif ataupun positif, yang ditunjukkan dengan perilaku positif. Konflik keluarga yang dihadapi oleh wanita dewasa madya selalu memunculkan emosi negatif, hal tersebut terjadi karena adanya reaksi-reaksi dari emosi-emosi yang muncul ketika menghadapi konflik. Oleh karena itu, untuk menjaga hubungan interpersonal yang harmonis dibutuhkan regulasi

17 17 emosi yang baik, regulasi emosi penting bagi individu dalam pengaturan emosi pada hubungan interpersonal Apriyani (2017). Individu yang melakukan regulasi akan lebih mampu melakukan pengontrolan emosi, sehingga kemampuan regulasi emosi yang baik dapat membentuk hubungan dan komunikasi yang lebih efektif serta akan lebih bermakna dan harmonis. (Fardis, 2007). Wanita dewasa madya yang memiliki kemampuan regulasi emsoi yang baik dapat mengaplikasikan pada kehidupannya dalam menjalani dan mengahadapi konflik dengan anggota keluarga Dewi &Bastis (2008). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan regulasi emosi yang dimiliki wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik dipengaruhi oleh beberapa aspek, antara lain : 1) Keyakinan dan kemampuan individu mengahapai masalah; 2) Kemampuan individu untuk tidak terpengaruh emosi negatif dalam mencapai tujuan; 3) Kemampuan individu mengontrol respon emosi yang diterima; 4) Kemampuan individu menerima peristiwa yang terjadi. E. Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian kualitatif, pertanyaan penelitian merupakan hal yang sangat esensial. Terdapat dua bagian pertanyaan dalam pertanyaan penelitian kualitatif Central Question dan Subquestion. 1. Central Question Central Question dalam penelitian kualitatif merupakan pertanyaan utama. Dalam penelitian ini Central Question berbunyi : Bagaimana

18 18 gambaran regulasi emosi pada wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik keluarga? 2. Subquestion Subquestion pada penelitian ini terletak pada issue question dan topical question. Issu question merupakan penjelasan dari permasalahan atau fokus utama penelitian yang disusun berdasarkan aspek-aspek dalam melakukan regulasi emosi pada wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik keluarga meliputi : a. Strategies to Emotion Regulation 1. Apakah partisipan memiliki keyakinan dalam mengatasi konflik yang dihadapi? 2. Bagaimana partisipan meyakini dirinya mampu menghadapi dan meyelesaikan konflik yang terjadi? 3. Bagaimana partisipan mengurangi perasaan-perasaan negatif? b. Engaging in Goal Directed Behaviours 1. Apa yang dilakukan partisipan untuk tidak terpengaruh dengan perasaan-perasaan negatif saat menghadapi konflik? 2. Bagaimana cara partisipan untuk tidak terpengaruh dengan emosi negatif sehingga dapat berpikir dan bertindak dengan baik sesuai tujan yang diinginkan? c. Control Emotional Responses

19 19 1. Apakah partisipan mampu mengontrol perasaan pada saat terjadi konflik? 2. Bagaimana cara partisipan mengontrol emosi yang dirasakan sehingga mampu menampilkan emosi yang tidak berlebihan? d. Acceptance of Emotional Responses 1. Apa yang partisipan lakukan setelah terjadi konflik? 2. Bagaimana cara partisipan menerima suatu peristiwa yang dapat menimbulkan perasaan negatif? 3. Bagaimana sikap partisipan terhadap mereka lawan konflik saat terjadinya konflik? Topical question berfungsi sebagai pertanyaan tambahan yang mengungkap penjelasan atau keterangan lain untuk memperoleh informasi yang komprehensif tentang permasalahan utama dari suatu penelitian. a. Situation selection 1. Bagaimana cara partisipan menghadapi situasi yang dapat menimbulkan emosi yang berlebih? 2. Bagaimana sikap partisipan pada situasi ketika konflik terjadi? b. Situation modification 1. Apa yang dilakukan partisipan ketika konflik terjadi? 2. Bagaimana partisipan mengubah situasi lingkungan koflik sehingga dapat mengurangi emosi yang timbul? c. Attention deployment

20 20 1. Bagaimana cara partisipan mengalihkan perhatian ketika terjadi konflik? d. Cognitive change 1. Bagaimana cara partisipan mengubah pola pikir ketika menghadapi konflik? e. Responses Change 1. Bagaimana respon partisipan dalam menghadapi situasi yang dapat menimbulkan emosi yang berlebih? 2. Bagaimana sikap partisipan pada lawan konflik setelah mengalami konflik?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan berkeluarga atau menempuh kehidupan dalam perkawinan adalah harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap anak-anak muda dan remaja dalam masa perkembangan

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regulasi Emosi 2.1.1 Definisi Regulasi Emosi Regulasi emosi mempunyai beberapa definisi dari para ahli. Menurut Shaffer, (2005), regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 15 BAB II LANDASAN TEORI A. Emosi 1. Definisi Emosi Emosi berasal dari bahasa latin yaitu emovere yang berarti luar dan movere dengan arti bergerak. Menurut Lahey (2007), emosi merupakan suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Gross (2007) menyatakan bahwa istilah emotion regulation atau regulasi

BAB II LANDASAN TEORI. Gross (2007) menyatakan bahwa istilah emotion regulation atau regulasi BAB II LANDASAN TEORI A. REGULASI EMOSI 1. Pengertian Regulasi Emosi Gross (2007) menyatakan bahwa istilah emotion regulation atau regulasi emosi merupakan istilah yang ambigu karena regulasi emosi bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Unsur yang paling penting di dalam suatu penelitian adalah metode penelitian,

BAB III METODE PENELITIAN. Unsur yang paling penting di dalam suatu penelitian adalah metode penelitian, 33 BAB III METODE PENELITIAN Unsur yang paling penting di dalam suatu penelitian adalah metode penelitian, karena melalui proses tersebut dapat ditemukan apakah hasil dari suatu penelitian dapat dipertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu yang berkembang untuk memenuhi kebutuhan pribadi, sedangkan manusia sebagai makhluk sosial yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

PERBEDAAN REGULASI EMOSI ANTARA PENGHAFAL QURAN 1-15 JUZ DAN PENGHAFAL QUR'AN JUZ DI PONDOK PESANTREN NURUL QUR AN KRAKSAAN, PROBOLINGGO

PERBEDAAN REGULASI EMOSI ANTARA PENGHAFAL QURAN 1-15 JUZ DAN PENGHAFAL QUR'AN JUZ DI PONDOK PESANTREN NURUL QUR AN KRAKSAAN, PROBOLINGGO PERBEDAAN REGULASI EMOSI ANTARA PENGHAFAL QURAN 1-15 JUZ DAN PENGHAFAL QUR'AN 16-30 JUZ DI PONDOK PESANTREN NURUL QUR AN KRAKSAAN, PROBOLINGGO S. Anis Al Habsyi_10410144 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

REGULASI EMOSI PADA PEREMPUAN PEDAGANG PASAR KLEWER

REGULASI EMOSI PADA PEREMPUAN PEDAGANG PASAR KLEWER REGULASI EMOSI PADA PEREMPUAN PEDAGANG PASAR KLEWER Muhammad Yusuf; Moordiningsih Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: salmansuv@gmail.com Abstrak Sebagai ibu pedagang yang menjalankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari,

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah dua orang atau lebih yang terhubung karena ikatan perkawinan yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dan satu sama lain saling bergantung. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting. Dengan memahami bentuk, fungsi, dan proses dari komunikasi keluarga, kita dapat memahami bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Metode penelitian menurut Sugiyono (2009),

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Metode penelitian menurut Sugiyono (2009), BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian menurut Sugiyono (2009), metode penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Studi yang meneliti mengenai penyebab, prediktor dan akibat dari kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Selain itu, keluarga juga merupakan sekumpulan orang yang tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PEDOMAN WAWANCARA

LAMPIRAN I PEDOMAN WAWANCARA 166 LAMPIRAN I PEDOMAN WAWANCARA 167 PEDOMAN WAWANCARA Aspek-aspek yang akan menjadi pertanyaan adalah sebagai berikut : 1. Latar belakang kehidupan perkawinan responden 2. Masalah-masalah yang muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya dua orang ke dalam suatu ikatan yang di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta meneruskan keturunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Menurut Reiss (dalam Lestari, 2012;4), keluarga adalah suatu kelompok

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya.

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan hidup manusia selalu di mulai dari berbagai tahapan, yang di mulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana anak mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga, hal tersebut merupakan salah satu ibadah dalam agama islam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self regulated learning 1. Pengertian Self regulated learning Menurut Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) self regulated learning adalah tingkatan dimana partisipan secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja menurut Hurlock (1973)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan- Nya. Dalam kehidupan ini secara alamiah manusia mempunyai daya tarik menarik antara satu individu

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi 2.1.1 Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk membentuk karakteristik-karakteristik tertentu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang terlahir pada umumnya dapat mengenal lingkungan atau orang lain dari adanya kehadiran keluarga khususnya orangtua yg menjadi media utama

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 12 tahun), usia remaja madya (13-15 tahun) dan usia remaja akhir (16-19 tahun).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 12 tahun), usia remaja madya (13-15 tahun) dan usia remaja akhir (16-19 tahun). 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Usia remaja adalah umur individu yang berada dalam usia 10-19 tahun (Sarwono, 2006) dimana usia remaja terbagi atas 3 kategori, yaitu usia remaja

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Locus Of Control 1. Pengertian Locus of Control Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang menjelaskan bahwa individu berperilaku dipengaruhi ekspektasi mengenai dirinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pernikahan merupakan komitmen yang disetujui oleh dua pihak secara resmi yang dimana kedua pihak tersebut bersedia untuk berbagi keitiman emosional & fisik, bersedia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia

Lebih terperinci

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1.

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1. KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan di mana ia harus menyelesaikan tugastugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak, masa

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa langgeng hingga usia senja bahkan sampai seumur hidupnya. Kenyataan justru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami perkembangan seumur hidupnya. Perkembangan ini akan dilalui melalui beberapa tahap. Setiap tahap tersebut sangat penting dan kesuksesan di suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Tujuan perkawinan adalah mendapatkan kebahagiaan, cinta kasih, kepuasan, dan keturunan. Menikah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap pasangan menikah pasti menginginkan agar perkawinannya langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan akan kelanggengan perkawinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kesiapan Menghadapi Pertandingan Nasional Pada Atlet Kabupaten

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kesiapan Menghadapi Pertandingan Nasional Pada Atlet Kabupaten 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kesiapan Menghadapi Pertandingan Nasional Pada Atlet Kabupaten Purbalingga 1. Pengertian Kesiapan Kesiapan berasal dari kata dasar siap yang menurut kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan wanita sebagai makhluk yang terlahir dengan keindahan dan kelembutan. Setiap wanita akan menjaga keindahan yang telah dikaruniakan Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 Tinjauan Pustaka

BAB 1 Tinjauan Pustaka BAB 1 Tinjauan Pustaka 2.1. Materialisme 2.1.1. Definisi Belk (1985) mendefinisikan materialisme sebagai bagian dari ciri kepribadian yang dimiliki setiap orang. Di kemudian hari, Richins dan Dawson memperluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan

Lebih terperinci