1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang bercirikan liberalisasi perdagangan dan persaingan antarbangsa semakin intensif, segenap sektor ekonomi harus mampu menghasilkan barang dan jasa (goods and services) berdaya saing tinggi, termasuk sektor perikanan. Mengingat potensi perikanan Indonesia yang sangat besar, sementara permintaan pasar terus meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk dunia, menjadikan perikanan di Indonesia sebagai salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sekarang, hingga saat yang akan datang. Ekonomi kelautan diyakini dapat menjadi keunggulan kompetitif dan memecahkan persoalan bangsa Indonesia. Sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan yang besar dan beragam. Sedikitnya terdapat 10 sektor yang dapat dikembangkan untuk memajukan dan memakmurkan Indonesia, yang berkaitan dengan teknologi kelautan yaitu: (1) perikanan tangkap; (2) perikanan budidaya; (3) industri pengolahan hasil perikanan; (4) industri bioteknologi kelautan; (5) pertambangan dan energi; (6) pariwisata bahari; (7) transportasi laut; (8) industri dan jasa maritim; (9) pulau-pulau kecil; dan (10) sumberdaya non-konvensional (Dahuri, 2003). Indonesia dengan luas lautannya mencakup 75% dari total luas wilayah Indonesia, termasuk Lautan Teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif, merupakan kekayaan negara yang mempunyai hak berdaulat dalam memanfaatkan sumber daya hayati dan nonhayati berdasarkan ketentuan UNCLOS Hal ini diharapkan dapat mendorong pembangunan nasional ke arah lautan bersamaan dengan pembangunan di daratan. Dalam menata ruang lautan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha untuk menciptakan ocean governance, dan agar terhindar dari konflik dalam penggunaan ruang lautan untuk berbagai usaha eksploitasi di satu pihak dan konservasi di pihak lain, maka perlu suatu peraturan atau kebijakan yang lebih tepat dan menyeluruh, menyangkut semua

2 aspek-aspek yang memiliki potensi konflik antar stakeholders, baik di tingkat pusat, daerah maupun masyarakat. Pada awal berdirinya negara ini, Indonesia mengadopsi produk hukum peninggalan Belanda, yaitu Ordonansi No. 525 Tahun 1939 yang membagi wilayah laut Indonesia menjadi Laut Teritorial dan Laut Pedalaman. Laut Teritorial dinyatakan sebagai wilayah perairan yang membentang ke arah laut sampai jarak 3 mil laut dari garis surut pulau-pulau atau bagian-bagian pulau, termasuk karang-karang, batu-batu karang dan gosong-gosong yang ada di atas permukaan laut pada waktu air surut. Laut Pedalaman adalah perairan pedalaman yang terdiri dari semua perairan yang terletak pada bagian danau dan rawa-rawa, sedangkan wilayah di luar perairan tersebut merupakan laut bebas, yang terdapat di antara pulau-pulau nusantara. Pembagian perairan seperti itu sangat tidak mendukung bagi persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia, karena dapat mendatangkan kerawanan di bidang ekonomi, keamanan bahkan politik. Seiring dengan perkembangan zaman, dengan mempertimbangkan bentuk geografi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang mempunyai sifat dan corak tersendiri, serta untuk keutuhan daerah teritorial yang mempunyai kelayakan sumberdaya alam berupa kepulauan serta laut yang terletak diantaranya, maka harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat. Selain itu batas penentuan laut teritorial seperti yang terdapat dalam Teritoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 Stbl No. 442 artikel 1 ayat 1 tidak sesuai dengan pertimbanganpertimbangan tersebut di atas, karena membagi wilayah daratan Indonesia dalam bagian-bagian terpisah dengan daerah teritorialnya sendiri. Pemerintah Indonesia pada tanggal 13 Agustus 1957 dalam sidang menteri menyampaikan pengumuman pemerintah mengenai Wilayah Perairan Negara Republik Indonesia yang dibacakan oleh Perdana Menteri Ir. H. Djoeanda, dinyatakan bahwa: Segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau sebagian pulau-pulau yang termasuk daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian yang wajar daripada wilayah daratan negara Republik Indonesia, dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah 2

3 kedaulatan mutlak negara Republik Indonesia, lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing terjamin selama dan sekadar tidak bertentangan dengan kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan undangundang. Pengumuman pemerintah tersebut dikenal sebagai Deklarasi Djuanda, yang kemudian disampaikan pada Konferensi Internasional mengenai Hak-Hak Atas Lautan yang diselenggarakan pada bulan Februari 1958 di Jenewa, Swiss. Melalui kebijakan Deklarasi Djuanda ditetapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1960 Tentang Perairan Indonesia, yang pada intinya menyatakan: 1) Kepulauan dari perairan Indonesia menjadi satu kesatuan, sedangkan laut yang menghubungkan pulau demi pulau merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari daratannya, untuk itu ditarik garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar atau bagian pulau-pulau terluar dalam wilayah Indonesia. Perairan pada sisi dalam garis-garis pangkal/dasar tersebut disebut Perairan Pedalaman. 2) Lebar laut wilayah dinyatakan 12 mil laut diukur mulai dari garis pangkal tersebut menuju ke luar. 3) Kedaulatan negara Republik Indonesia mencakup perairan Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya, beserta sumbersumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. 4) Di perairan dijamin hak lintas damai bagi kendaraan air asing yang pengaturannya akan ditentukan tersendiri. Dengan dikeluarkannya Undang-undang tentang Wilayah Laut Negara Kepulauan melalui konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS United Nations Convention on the Law of the Sea) III Tanggal 30 April 1982 di New York, disepakati pengaturan rezim-rezim hukum laut yang bagi Indonesia merupakan bentuk pengaturan yang penting tentang negara kepulauan. Untuk menindaklanjuti pengakuan dunia internasional itu, diterbitkan UU No. 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut

4 Kebijakan industri perikanan terpadu merupakan amanat UU No 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan, dimana pada Pasal 1 dinyatakan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan dan implementasi serta penegakan hukum dari perundang-undangan di bidang perikanan yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Penelitian ini, yang berjudul Pembangunan Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung; Suatu Analisis Trade-off Ekonomi Berbasis Lokal, merupakan penelitian dengan analisis trade-off pertama yang dilaksanakan di Kabupaten Belitung. Kata trade-off merupakan gabungan dua kata yang menjadi satu, yaitu kata trade dan off. Menurut Echols dan Shadily (1975), trade adalah perdagangan (kata benda); bertukar, tukar-menukar (kata kerja). Sedangkan off berarti mati (kata benda); salah, mati, putus, gila, miring (kata sifat); lagi (kata kerja). Bila trade dan off digabungkan maka akan menjadi to trade off berarti menjualkan atau menukar. Secara terminologi adalah kegiatan atau proses pembelian, penjualan, atau pertukaran komoditi, baik dijual langsung atau retail, dalam sebuah negara atau antar negara. Atau secara umum dapat diartikan menukar sesuatu untuk atau dengan sesuatu yang lainnya. Trade meliputi setiap jenis perdagangan atau penjualan, termasuk dalam perikanan, pertanian, industri, tagihan, atau keuangan; tetapi saat ini telah mengalami penyempitan makna yaitu lebih banyak diartikan dalam proses pertukaran dan pemesanan atau penjualan barang, alat-alat, dan merchandise, baik dijual langsung atau retail, baik ke internasional maupun domestik. Perdagangan internasional itu meliputi ekspor dan impor barang, atau pertukaran komoditas dari berbagai negara. Perdagangan domestik meliputi pertukaran, pembelian atau penjualan barang dalam sebuah negara. Menurut data tahun 2002 Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Potensi lestari sumberdaya ikan (SDI) laut Indonesia sekitar 6,4 juta ton per tahun atau 7,5 persen dari total potensi lestari ikan laut dunia, dan tingkat pemanfaatannya baru 4,4 juta ton. Masih ada peluang mengembangkan usaha 4

5 perikanan tangkap masih dapat dikembangkan di daerah-daerah seperti pantai Timur Sumatra, pantai Selatan Jawa, Bali, NTB, dan NTT sampai ke Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Samudra Hindia; Teluk Tomini; Laut Sulawesi; Laut Banda; dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Samudra Pasifik. Potensi produksi SDI usaha perikanan budidaya jauh lebih besar dibanding perikanan tangkap, sekitar 58 juta ton per tahun, dan baru diproduksi sebesar 1,6 juta ton (0,3 persen). Dengan potensi ini, Indonesia merupakan produsen ikan terbesar keenam di dunia dengan volume produksi enam juta ton (FAO, 2003). Bila Indonesia mampu meningkatkan produksi perikanannya, terutama yang berasal dari usaha perikanan budidaya, menjadi 50 juta ton per tahun (75 persen dari total potensi), maka Indonesia akan menjadi produsen perikanan terbesar di dunia. Sampai saat ini RRC merupakan produsen ikan tertinggi dengan total produksi 41 juta ton per tahun, dengan luas laut dan panjang garis pantainya hanya setengah dari luas perairan Indonesia. Sumberdaya kelautan yang sangat besar itu belum semuanya dikelola atau dimanfaatkan dengan baik. Walaupun kenyataan bahwa eksploitasi sumber daya laut di beberapa daerah di Indonesia telah dimanfaatkan, namun hal ini tidak terjadi di banyak daerah-daerah dan menyebabkan kegiatan perikanan di suatu wilayah berkembang dengan pesat, sebaliknya pada daerah lain kegiatan perikanannya sulit berkembang. Sebagai contoh, jika pengembangan usaha tambak udang seluas 500 ribu hektare dengan produktivitas rata-rata dua ton per hektare per tahun, dilaksanakan satu juta ton udang dan devisa 6 miliar dolar AS per tahun, akan dihasilkan setara dengan total devisa dari seluruh ekspor tekstil Indonesia dan penyerapan tenaga kerja sekitar tiga juta orang, tidak termasuk jenis-jenis lainnya. Secara potensial, nilai ekonomi total dari produk perikanan dan kelautan Indonesia diperkirakan sebesar 82 miliar dolar AS per tahun. Untuk pariwisata bahari, Negara Bagian Queensland, Australia, dengan panjang garis pantai kilometer, mampu menghasilkan devisa 2 miliar dolar AS pada Berdasarkan informasi potensi ekonomi pariwisata bahari Indonesia sebenarnya sangatlah besar. Hampir 70 persen produksi minyak dan gas bumi kita berasal dari kawasan pesisir dan laut. Potensi ekonomi perhubungan laut, juga diperkirakan sekitar 14 5

6 miliar dolar AS per tahun. Ekonomi kelautan makin strategis seiring pergeseran pusat kegiatan ekonomi dunia dari Poros Atlantik ke Poros Pasifik. Hampir 70 persen dari total perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia-Pasifik, dan 75 persen dari barang-barang yang diperdagangkannya ditransportasikan melalui laut Indonesia (Selat Malaka, Selat Lombok, Selat Makassar, dan laut-laut lainnya). Seharusnya Indonesia mendapat keuntungan paling besar dari posisi kelautan global tersebut. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.01/MEN/2009, Perairan Kabupaten Belitung termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perairan Republik Indonesia (WPP-RI) 711, dimana pada tahun 2007, produksi perikanan tangkap mencapai ton/tahun dengan nilai Rp. 1,39 triliun. Hal ini berarti bahwa sektor perikanan di Kabupaten Belitung sebenarnya dapat dijadikan sebagai sektor unggulan yang akan membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat lokal. Namun pandangan ini belum tentu dipahami dan diterima oleh pelaku kebijakan dan pelaku usaha, sehingga sektor perikanan di Kabupaten Belitung belum berkembang sperti yang diharapkan. Oleh karenanya, diperlukan suatu trade off sektor perikanan terhadap sektor lainnya yang menjadi unggulan. Trade off ini dapat dilakukan secara vertikal, yaitu dengan sektor perikanan komersial yang ada di Kabupaten Belitung, atau secara horisontal, yaitu dengan sektor pariwisata dan pertambangan yang selama ini menjadi sektor unggulan di Kabupaten Belitung. Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kabupaten Belitung masih tergolong sederhana, karena peralatan yang digunakan kebanyakan adalah peralatan tradisional dan sederhana. Sehingga masih banyak nelayan yang kurang dalam pengetahuan tentang penangkapan ikan dan pengolahan ikan hasil produksi atau hasil penangkapan. Hal ini berakibat masih banyak nelayan yang miskin dan belum memiliki penghasilan yang memadai untuk dikategorikan sebagai sejahtera. Disamping itu masih banyaknya pencurian ikan oleh nelayan asing di kawasan yang masih dalam kategori masih dapai dieksploitasi ini. Sumber daya ikan merupakan komoditi yang memiliki karakteristik khusus, sebab ikan yang mengandung protein dan bermanfaat bagi tubuh manusia 6

7 itu, tersedia secara bebas di laut. Namun, karena sumber daya ikan merupakan jenis sumber daya yang renewable, maka tingkat penangkapannya selalu mengancam keberlanjutan sumber daya ikan tersebut. (Kamaluddin, L. 2002) Lingkungan ikan yang berada pada alam (laut) yang setiap orang bebas menangkapnya, tentu tidak boleh melebihi kepunahannya (over fishing). Karena laut masih dianggap sebagai wilayah bebas, maka laut tetap dikategorikan sebagai sumber daya bersifat open acces atau sebagai sumber daya yang setiap individu atau kelompok dengan bebas mengakses sumber dayanya. Pada abad modern ini, kegiatan perikanan semakin merambah yang pada awalnya merupakan urusan ekonomi lokal menjadi kegiatan ekonomi global yang menghasilkan miliaran dollar dari perdagangan dunia. (Fauzi, 2010) Sebagai contoh, pada tahun 1950an nilai perdagangan global dari produk perikanan sudah mencapai 15 miliar dolar AS. Nilai itu kemudian meningkat lebih dari lima kali lipat menjadi 86 miliar dolar AS pada tahun 2006 (FAO,2009). Secara riil, setelah disesuaikan dengan inflasi, nilai perdagangan ini meningkat sebesar 32.1 % pada periode Perikanan Indonesia sendiri pada kurun periode yang sama, meraup devisa sebesar 2,10 miliar dolar AS dari ekspor hasil perikanan (DKP,2007). Selain itu, sekarang ini kegiatan perikanan kini juga telah menjadi sumber energi bagi pertumbuhan ekonomi di beberapa negara, hal ini ditandai dengan peningkatan produksi perikanan dunia yang sangat nyata. Dengan asumsi perkembangan produksi perikanan yang semakin meningkat ini, dan kondisi perairan Kabupaten Belitung yang bersinggungan dengan Laut China Selatan yang mempunyai potensi perikanan cukup tinggi, maka dilakukan pengamatan secara lebih komprehensif untuk dilakukan penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan di wilayah Kabupaten Belitung terhadap pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang masih sederhana tersebut, terdapat beberapa hal penyebab permasalahan masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia, masih rendahnya pengetahuan tentang teknologi penangkapan ikan, baik dari segi jaring ramah lingkungan, kapal tangkap dan teknologi pendeteksi ikan. Selain itu rendahnya penegakan hukum bagi para pelanggaran penggunaan alat penangkapan ikan yang tidak sesuai dan pencuri ikan juga masih minim, juga belum adanya kebijakan secara terpadu tentang 7

8 pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Belitung yang dapat dijadikan payung hukum bagi para aparat penegak hukum di daerah agar dapat membantu dalam proses pengelolaan sumberdaya perikanan. 1.2 Perumusan Masalah Potensi sumberdaya ikan yang melimpah yang dimiliki suatu wilayah perairan, belum cukup untuk menggambarkan bahwa kegiatan perikanan di daerah tersebut akan berkembang baik, apabila sarana dan prasarana perikanan yang belum memadai, keterbatasan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, karakteristik sumberdaya ikan, teknologi pemanfaatan, kemampuan investasi dan pemodalan yang minim dari pemerintah dan masyarakat setempat, ketiadaan pasar atau konsumen serta situasi politik yang ada merupakan faktor-faktor yang dapat menghambat keberhasilan pembangunan perikanan di daerah tersebut, apalagi kalau dikaitkan dengan aspek ekonomi perikanan tanpa memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan perikanan dari berbagai perspektif (Fauzi,2010). Sejalan dengan semangat pelaksanaan otonomi daerah, potensi sumberdaya ikan yang besar di Laut Cina Selatan terutama di Kabupaten Belitung, perlu dimanfaatkan untuk dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan perekonomian daerah. Wilayah Pengelolaan Perikanan di Kabupaten Belitung memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat melimpah namun kegiatan perikanannya belum berkembang dengan baik, sehingga perlu dicarikan suatu model pengembangan perikanan yang tepat, yang disesuaikan dengan karakteristik potensi sumberdaya yang ada dan permasalahan yang dihadapi oleh daerah tersebut. Pendekatan pembangunan kewilayahan merupakan pilihan yang tepat untuk mengembangkan kegiatan perikanan di Kabupaten Belitung dan sekitarnya. Dalam pendekatan tersebut, perencanaan didasarkan pada kondisi, potensi dan kebutuhan kewilayahan secara keseluruhan dan memerlukan koordinasi lintas sektoral, sehingga pembangunan akan berjalan secara terpadu, efisien dan berkelanjutan. Partisipasi aktif masyarakat di Kabupaten Belitung dan sekitarnya diperlukan melalui keterlibatannya dalam proses perencanaan, pelaksanaan, 8

9 pengendalian dan pemanfaatan hasil pembangunan. Partisipasi terlihat nyata dari keterlibatan masyarakat menjadi tenaga kerja dalam berbagai aktivitas pembangunan perikanan Berdasarkan uraian di atas, dapat disarikan beberapa permasalahan yang akan diteliti, yaitu: 1) Perairan di Kabupaten Belitung memiliki potensi sumberdaya ikan yang potensial untuk dimanfaatkan, tetapi kegiatan perikanan di daerah ini masih rendah. Kapasitas stok sumberdaya ikan yang belum diketahui dengan baik di perairan Kabupaten Belitung menjadi penyebab dominan rendahnya kegiatan perikanan di lokasi. Hal ini kemudian berlanjut dengan rendahnya sumberdaya manusia di bidang perikanan serta orientasi pembangunan masih ke darat, dan lainnya. 2) Usaha perikanan tangkap yang dikembangkan di lokasi lebih didasarkan pada kebiasaan yang turun temurun, tanpa memperhatikan mana usaha perikanan tangkap yang layak dan mana usaha perikanan tangkap yang tidak layak dikembangkan menurut potensi wilayah dan karakteristik sumberdaya perikanan di Kabupaten Belitung. Pengembangan usaha perikanan tangkap yang layak dan unggulan sesuai dengan potensi dan karakteristik kewilayahan yang ada menjadi hal penting untuk membuat perencanaan pengembangan yang lebih tepat dan terpadu bagi pembangunan perikanan yang berkelanjutan di Kabupaten Belitung yang berasaskan manfaat, keadilan, efektivitas, kemitraan, pemerataan, keterbukaan, dan kelestarian. 3) Belum didapati kebijakan pengembangan perikanan yang tepat untuk mengatasi secara terpadu permasalahan-permasalahan yang bersifat spesifik. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum penelitian ini adalah pembangunan perikanan tangkap untuk kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Belitung Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: 9

10 1) Memprediksi stok sumberdaya ikan untuk mendukung kegiatan pemanfaatan dan pengembangan perikanan tangkap terpadu. 2) Menentukan jenis usaha perikanan tangkap yang layak dan dapat dijadikan unggulan dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Belitung. 3) Menentukan kesesuaian upaya unggulan alat tangkap dan prioritas terhadap wilayah penelitian di Kabupaten Belitung. 4) Mengembangkan model pengelolaan perikanan tangkap yang berbasis lokal, produksi perikanan, pendapatan dan keberlanjutan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung dalam upaya pemberdayaan nelayan dan pembangunan daerah melalui pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. 2) Sebagai acuan bagi pelaku bisnis dalam perencanaan maupun implementasi investasi di bidang usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. 3) Sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang perikanan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Agar penelitian tentang Pembangunan Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung: Suatu Analisis Trade-off Ekonomi Berbasis Lokal ini dapat fokus dan tidak melebar sehingga kehilangan manfaatnya, maka perlu ditetapkan ruang lingkup penelitiannya, yaitu: 1) Inventarisasi terhadap faktor-faktor dan pola-pola yang sangat menentukan dalam pencapaian keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. 2) Analisis terhadap pola-pola pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung yang dipilih dalam penelitian ini. 10

11 3) Analisis kebijakan dalam kaitannya dengan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung 1.6 Kerangka Pemikiran Dalam membahas masalah perikanan, yang sekarang sudah memegang peranan penting dalam peradaban manusia, muncul pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan perikanan tersebut? Istilah perikanan atau fishery memang bisa membingungkan karena banyaknya definisi yang digunakan, baik secata teknis maupun nonteknis. Untuk itu terlebih dahulu harus disamakan persepsi tentang perikanan tersebut. Secara umum, Merriam-Webster Dictionary mendifinisikan perikanan sebagai kegiatan, industri atau musim pemanenan ikan atau hewan laut lainnya. Definisi yang hampir serupa juga ditemukan di Encyclopedia Brittanica yang mendifinisikan perikanan sebagai pemanenan ikan, kerang-kerangan (shellfish) dan mamalia laut. Sementara Hempel dan Pauly (2004) mendefinisikan perikanan sebagai kegiatan eksploitasi sumber daya hayati dari laut. Definisi di atas memang membatasi pada perikanan laut karena perikanan memang semula berasal dari kegiatan hunting (berburu) yang harus dibedakan dari kegiatan farming seperti budi daya. Dalam artian yang lebih luas, perikanan tidak saja diartikan aktivitas menangkap ikan (termasuk hewan invertebrata lainnya seperti finfish atau ikan bersirip) namun juga termasuk kegiatan mengumpulkan kerangkerangan, rumput laut dan sumber daya hayati lainnya dalam suatu wilayah geografis tertentu. (Fauzi,2010) Mengingat masalah yang telah dikemukakan di atas, maka diperlukan suatu pemikiran konseptual untuk memberikan solusi optimal terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Pengembangan perikanan tangkap merupakan suatu usaha untuk mengembangkan pola atau program perikanan tangkap yang telah ada di Kabupaten Belitung saat ini, sehingga dapat dicapai suatu tingkat dimana nelayan dan pemerintah daerah mendapatkan manfaat yang lebih besar dari industri perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Belitung. Pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung ini difokuskan pada peningkatan kemampuan nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan 11

12 ikan yang efektif dan efisien, namun menghasilkan hasil tangkapan yang cukup dan yang lebih utama, tidak mengganggu keseimbangan sumberdaya perikanan dan lingkungan/ekosistem. Mengingat keadaan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung saat ini secara umum masih tradisional, dengan jangkauan usaha penangkapan yang masih terbatas dan produktivitas masih tergolong rendah. Barus et al. (1991) menyatakan bahwa produktivitas yang masih rendah tersebut umumnya disebabkan oleh rendahnya keterampilan dan pengetahuan serta penggunaan alat tangkap maupun perahu yang masih sederhana, sehingga efektivitas dan efisiensi alat tangkap maupun teknologi belum optimal, dan hal ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima oleh nelayan, baik secara ekonomi maupun sosial. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup atau pendapatan nelayan antara lain dengan meningkatkan produksi hasil tangkapannya. Peningkatan produksi ini sangat erat hubungannya dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh nelayan, serta sarana pendukung penangkapan yang lainnya. Satu di antaranya adalah dengan mengusahakan unit penangkapan yang produktif, yaitu unit penangkapan yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan tinggi dalam jumlah sehingga didapatkan nilai hasil tangkapan yang maksimal untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan. Selain itu unit penangkapan tersebut haruslah bersifat ekonomis dan menggunakan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat, serta tidak merusak kelestarian lingkungan. Oleh karenanya diperlukan suatu kajian yang mendalam tentang pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung untuk menjawab permasalahan yang sedang dihadapi, yang termaktub dalam Gambar 1 tentang kerangka pemikiran yang akan digunakan. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap aspek bioekonomi perikanan di Kabupaten Belitung, pengelolaan perikanan yang ada saat ini, kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan Kabupaten Belitung, sarana dan prasarana produksi, unit penangkapan, unit pengolahan, aspek legal, unit pasar dan keterlibatan nelayan dan stakeholders lainnya, sehingga performance usaha perikanan menyangkut faktor produksi, profit, productivity dan pengembangan 12

13 wilayah basis dapat diandalkan. Untuk lebih jelasnya sistimatika alur kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1. Mulai Masalah perikanan tangkap di Kabupaten Belitung Produksi, profit, produktivitas, dan pengembangan wilayah basis usaha perikanan belum optimal Belum sesuai antara usaha perikanan tangkap dengan karakteristik wilayah basis Usaha perikanan tangkap terkait perdagangan dan mikro maupun makro dalam link pembangunan perikanan belum searah Produktivitas perikanan tangkap tidak meningkatkan kesejahteraan masyarakat Perdagangan produk perikanan dan kebijakan perikanan tangkap tidak sesuai target Upaya peningkatan produktivitas dan usaha perikanan tangkap yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah basis Kebijakan usaha perikanan tangkap yang baru atau alternatif Peningkatan produktivitas, pendapatan, ekonomi lokal dan keberlanjutan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung Selesai Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian 13

14 1.7 Hipotesis Hipotesis yang menjadi acuan untuk melaksanakan penelitian ini adalah: 1) Produksi, profit dan produktivitas dari perikanan tangkap, serta pengembangan wilayah basis usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung belum optimal, terutama untuk meningkatkan ekonomi lokal sehingga diperlukan usaha yang lebih terarah dalam mengusahakan peralatan usaha penangkapan ikan. 2) Belum adanya kesesuaian antara pengembangan usaha unggulan perikanan tangkap dan pengembangan wilayah basis bagi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. 14

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Era

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan,

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan, 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan, yang terbentang di katulistiwa di antara dua benua : Asia dan Australia, dan dua samudera : Hindia dan Pasifik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan panjang garis pantai yang mencapai 95.181 km 2, yang menempatkan Indonesia berada diurutan keempat setelah Rusia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km, serta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur pulau-pulau yang tersebar luas dalam jumlah lebih dari 13.000 pulau besar dan pulau kecil, dengan garis pantai

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam yang dimiliki oleh Negara ini sungguh sangat banyak mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan yang mencapai 5,8 juta km 2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini membuat Indonesia memiliki

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai 91.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari beberapa pulau besar antara lain Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

TARGET INDIKATOR KETERANGAN

TARGET INDIKATOR KETERANGAN TARGET INDIKATOR KETERANGAN 14.1 Pada tahun 2025, mencegah dan secara signifikan mengurangi semua jenis pencemaran laut, khususnya dari kegiatan berbasis lahan, termasuk sampah laut dan polusi nutrisi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan mengandung pengertian suatu perubahan besar yang meliputi perubahan fisik wilayah, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara kepulauan (17.508 pulau) dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Brasil.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.508 buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar. Secara fisik potensi tersebut berupa perairan nasional seluas 3,1 juta km 2, ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Ida Mulyani Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat beraneka ragam dan jumlahnya sangat melimpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5 A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia B.POKOK BAHASAN/SUB POKOK BAHASAN: Konsep Negara kepulauan Evolusi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09 KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM :11.12.5999 KELAS : S1-SI-09 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Karya ilmiah ini berjudul BISNIS DAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Pembangunan nasional tahun 2015-2017 menekankan kepada penguatan sektor domestik yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia, yaitu ketahanan pangan

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI WILAYAH. Kelautan. Pengelolaan. Pengembangan. Kawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut adalah kumpulan air asin dan menyatu dengan samudera. Dari waktu ke waktu, terjadi perkembangan yang signifikan terhadap fungsi atau peranan laut. Adapun fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oleh: Rony Megawanto Kebijakan nasional kelautan dan perikanan Indonesia diawali dengan perjuangan kewilayahan pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki peran penting bagi suatu negara. Perdagangan internasional memberikan manfaat berkaitan dengan

Lebih terperinci

tambahan bagiperekonomian Indonesia (johanes widodo dan suadi 2006).

tambahan bagiperekonomian Indonesia (johanes widodo dan suadi 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang mempunyai wilayah perairan laut dan perairan darat yang sangat luas dibandingkan negara - negara lainnya.sumber daya alam ini salah

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR PERENCANAAN KAWASAN PESISIR Hukum Laut Internasional & Indonesia Aditianata Page 1 PENGERTIAN HUKUM LAUT : Bagian dari hukum internasional yang berisi normanorma tentang : (1) pembatasan wilayah laut;

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kelautan Indonesia yang cukup signifikan dan Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas yang dikelilingi oleh perairan dan Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

Hukum Laut Indonesia

Hukum Laut Indonesia Hukum Laut Indonesia Pengertian Hukum Laut Hukum Laut berdasarkan pendapat ahli ahli : Hukum laut menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH adalah meliputi segala peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic state) yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan kekayaan alam melimpah di berbagai sektor sumber daya alam. Selain

Lebih terperinci

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGANTAR ILMU PERIKANAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Bumi Yang Biru begitu Kecilnya dibandingkan Matahari Bumi, Planet Biru di antara Planet lain The Blue Planet 72 % Ocean and 28 % Land Laut Dalam Al Qur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP

POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA 2010 1 POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP Sektor perikanan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BAGI PENYELENGGARA

Lebih terperinci