KEGIATAN BELAJAR III

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEGIATAN BELAJAR III"

Transkripsi

1 KEGIATAN BELAJAR III A. Capaian Pembelajaran 1. Mengaplikasikan Sistem Pembumian dengan Peralatan Pemutus Tenaga 2. Mensistesis Instalasi Penangkal Petir Dan Pembumian Gedung Kontrol Gardu Induk 3. Mengaplikasikan Kebutuhan Komponen Panel Hubung Bagi 3 Fasa Instalasi Tenaga B. Sub Capaian Pembelajaran 1. Merencanakan Sistem Penangkal Petir dan dan Sistem Pembumian 2. Memasangan Sistem Penangkal Petir dan dan Sistem Pembumian 3. Menguji Sistem Penangkal Petir dan dan Sistem Pembumian 4. Mengoperasikan Sistem Penangkal Petir dan dan Sistem Pembumian 5. Memelihara Sistem Penangkal Petir dan dan Sistem Pembumian 6. Merencanakan Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intalasi Tenaga 7. Memasangan Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intalasi Tenaga 8. Menguji Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intalasi Tenaga 9. Mengoperasikan Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intalasi Tenaga 10. Memelihara Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intalasi Tenaga C. Tujuan Pembelajaran 1. Mampu merencanakan Sistem Penangkal Petir dan Sistem Pembumian 2. Mampu memasangan Sistem Penangkal Petir dan Sistem Pembumian 3. Mampu menguji Sistem Penangkal Petir dan Sistem Pembumian 4. Mampu mengoperasikan Sistem Penangkal Petir dan Sistem Pembumian 5. Mampu memelihara Sistem Penangkal Petir dan Sistem Pembumian 6. Mampu Merencanakan Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intaslasi Tenaga 7. Mampu Memasang Panel Hubung Bagi 3 Fasa Instalasi Tenaga 8. Mampu Menguji Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intaslasi Tenaga 9. Mampu Mengoperasikan Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intaslasi Tenaga 10. Mampu Memelihara Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intalasi Tenaga 1

2 D. Pokok-Pokok Materi 1. Sistem Penangkal Petir 2. Sistem Pembumian 3. Panel Hubung Bagi (PHB) 3 Fasa Instalasi Tenaga Selamat Datang pada Kegiatan Belajar III...!!! Pada kegiatan belajar ini akan dibahas mengenai instalasi penangkal petir dan sistem pembumian sistem tenaga listrik, dalam prosedur pelaksanaan teknik ketenaga listrikan ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan agar semua kegiatan menyangkut dengan ketenaga listrikan dapat berjalan dengan baik dan dapat diandalkan, prosedur yang harus dipenuhi adalah kegiatan, perencanaan, pemasangan, pengujian, pengoperasian, serta pemeliharaan. Kelima prosedur ini harus terpenuhi dengan baik agar menghasilkan sistem instalasi ketenagalistrikan yang baik dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Di Indonesia standar instalasi untuk tenaga listrik telah diatur dalam Persyaratan Umum Instalasi Listrik tahun 2011 (PUIL 2011) yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional (BSN). untuk itu disarankan agar memiliki salinan PUIL 2011 sebelum mempelajari materi pada kegiatan pembelajaran ini. Agar dapat mempermudah pemahaman terkait dengan peraturan-peraturan serta standarisasi mengenai instalasi ketenagalistrikan di Indonesia. Dalam kegiatan ini juga disediakan tugas akhir, ikuti intruksi tugas dengan baik dan selamat belajar. Semoga Sukses!! 2

3 E. Uraian Materi 1. Sistem Penangkal Petir Suatu instalasi penangkal petir yang telah terpasang harus dapat melindungi semua bagian dari struktur bangunan dan arealnya termasuk manusia serta peralatan yang ada didalamnya terhadap ancaman bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir. Berikut ini akan dibahas mengenai cara menentukan besarnya kebutuhan bangunan akan proteksi petir menggunakan beberapa standart yaitu berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir, Nasional Fire Protection Association 780, International Electrotechnical Commision Kebutuhan Bangunan Terhadap Ancaman Bahaya Petir Berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir. Jenis Bangunan yang perlu diberi penangkal petir dikelompokan menjadi : a. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara dan cerobong pabrik. b. Bangunan penyimpanan bahan mudah meledak atau terbakar, misalnya pabrik amunisi, gudang bahan kimia. c. Bangunan untuk kepentingan umum seperti gedung sekolah, stasiun, bandara dan sebagainya. d. Bangunan yang mempunyai fungsi khusus dan nilai estetika misalnya museum, gedung arsip negara. Besarnya kebutuhan suatu bangunan terhadap instalasi proteksi petir ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerusakan serta bahaya yang terjadi jika bangunan tersebut tersambar petir. Berdasarkan Peraturan umum Instalasi Penangkal Petir besarnya kebutuhan tersebut mengacu kepada penjumlahan indeks-indeks tertentu yang mewakili keadaan bangunan di suatu lokasi dan dituliskan sebagai berikut; R = A+B+C+D+E 3

4 Dari persamaan tersebut maka akan terlihat bahwa semakin besar nilai indeks akan semakin besar pula resiko (R) yang di tanggung suatu bangunan sehingga semakin besar kebutuhan bangunan tersebut akan sistem proteksi petir. Bebarapa Indeks perkiraan bahaya petir di tunjukkan ke dalam tabel berikut ini Tabel 1. Indeks A : Bahaya Berdasarkan Jenis Bangunan Penggunaan dan Isi Indeks A Bangunan biasa yang tak perlu -10 diamankan baik bangunan maupun isinya Bangunan dan isinya jarang 0 dipergunakan misalnya menara atau tiang dari metal Bangunan yang berisi peralatan seharihari atau tempat tinggal misalnya 1 rumah tinggal, industri kecil, stasiun kereta Bangunan dan isinya cukup penting 2 misalnya menara air, toko barangbarang berharga dan kantor pemerintah Bangunan yang isinya banyak sekali 3 orang misalnya sarana ibadah, sekolah dan atau monumen sejarah yang penting Instalasi gas minyak atau bensin, dan 5 rumah sakit Bangunan yang mudah meledak dan 15 menimbulkan bahaya yang tak terkendali bagi sekitarnya misalnya instalasi nuklir. Sumber : Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di Indonesia (1983) Tabel 2. Indeks B : Bahaya Berdasarkan Kontruksi Bangunan Kontruksi bangunan Indeks B Seluruh bangunan terbuat dari logam 0 dan mudah menyalurkan listrik Bangunan dengan kontruksi beton 1 bertulang atau rangka besi dengan atap logam Bangunan dengan kontruksi beton 2 bertulang, kerangka besi dan atap bukan logam Bangunan kayu dengan atap bukan 3 logam Sumber : Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di Indonesia (1983) 4

5 Tabel 3. Indeks C : Bahaya Berdasarkan Tinggi Bangunan Tinggi Bangunan (m) Indeks C Sumber : Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di Indonesia (1983) Tabel 4. indeks D : Bahaya Berdasarkan Situasi Bangunan Situasi bangunan Indeks D Di Tanah daar pada semua ketinggian 0 Di kaki bukit sampai % tinggi bukit atau 1 pegunungan sampai 1000 metter Dipuncak gunung atau pegunungan yang 2 lebih dari 1000 meter Sumber : Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di Indonesia (1983) Tabel 5. Indeks E : Bahaya Berdasarkan Hari Petir/Guruh Hari guruh per tahun Indeks E Sumber : Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di Indonesia (1983) 5

6 a. Prinsip Penangkal Petir Berdasarkan bahaya yang di akibatkan sambaran petir, maka sistem perlindungan petir harus mampu melindungi struktur bangunan atau fisik maupun melindungi peralatan dari sambaran langsung dengan di pasangnya penangkal petir eksternal (Eksternal Protection) dan sambaran tidak langsung dengan di pasangnya penangkal petir internal (Internal Protection) atau yang sering di sebut surge arrester serta pembuatan grounding sistem yang memadai sesuai standar yang telah di tentukan. Suatu rancangan sistem proteksi petir secara terpadu telah di kembangan oleh Flash Vectron Lightning Protection "Seven Point Plan". Tujuan dari "Seven Point Plan" adalah menyiapkan sebuah perlindungan efective dan dapat di andalkan terhadap serangan petir, "Seven Point Plan' tersebut meliputi : 1) Menangkap Petir Dengan cara menyediakan system penerimaan (AirTerminal Unit) yang dapat dengan cepat menyambut sambaran arus petir, dalam hal ini mampu untuk lebih cepat dari sekelilingnya dan memproteksi secara tepat dengan memperhitungkan besaran petir. Terminal Petir Flash Vectron mampu memberikan solusi sebagai alat penerima sambaran petir karena desainnya dirancang untuk digunakan khusus di daerah tropis. 2) Menyalurkan Arus Petir Sambaran petir yang telah mengenai terminal penangkal petir sebagai alat penerima sambaran akan membawa arus yang sangat tinggi, maka dari itu harus dengan cepat disalurkan ke bumi (grounding) melalui kabel penyalur sesuai standart sehingga tidak terjadi loncatan listrik yang dapat membahayakan struktur bangunan atau membahayakan perangkat yang ada di dalam sebuah bangunan. 3) Menampung Petir Dengan cara membuat grounding sistem dengan resistansi atau tahanan tanah kurang dari 5 Ohm. Hal ini agar arus petir dapat sepenuhnya diserap oleh tanah tanpa terjadinya step potensial. 6

7 Bahkan dilapangan saat ini umumnya resistansi atau tahanan tanah untuk instalasi penangkal petir harus dibawah 3 Ohm. 4) Proteksi Grounding Sistem Selain memperhatikan resistansi atau tahanan tanah, material yang digunakan untuk pembuatan grounding juga harus diperhatikan, jangan sampai mudah korosi atau karat, terlebih lagi jika didaerah dengan dengan laut. Untuk menghindari terjadinya loncatan arus petir yang ditimbulakn adanya beda potensial tegangan maka setiap titik grounding harus dilindungi dengan cara integrasi atau bonding system. 5) Proteksi Jalur Power Listrik Proteksi terhadap jalur dari power muntak diperlukan untuk mencegah terjadinya induksi yang dapat merusah peralatan listrik dan elektronik. 6) Proteksi Jalur PABX Melindungi seluruh jaringan telepon dan signal termasuk pesawat faxsimile dan jaringan data 7) Proteksi Jalur Elektronik Melindungi seluruh perangkat elektronik seperti CCTV, mesin dll dengan memasang surge arrester elektronik. b. Pemasangan Sistem Penangkal Petir dan Pembumian Penangkal petir yang umum digunakan adalah sebuah batang logam atau konduktor yang dipasang di atas gedung dan pada perangkat listrik yang terhubung ke tanah melalui kawat, untuk melindungi bangunan serta peralatan-peralatan lisrik pada saat terjadi sambaran petir. 1) Jenis-jenis metode penangkal petir a) Penangkal Petir Konvensional / Faraday / Frangklin Kedua ilmuwan tersebut Faraday dan Frangklin menjelaskan sistem yang hampir sama, yakni system penyalur arus listrik yang menghubungkan antara bagian atas bangunan dan grounding, sedangkan sistem perlindungan yang di hasilkan ujung penerima/splitzer adalah sama pada rentang derajat. Perbedaannya adalah sistem yang di kembangkan Faraday 7

8 bahwa kabel penghantar berada pada sisi luar bangunan dengan pertimbangan bahwa kabel penghantar juga berfungsi sebagai material penerima sambaran petir, yaitu berupa sangkar elektris atau biasa disebut dengan sangkar faraday. b) Penangkal Petir Radio Aktif Penelitian terus berkembang akan sebab terjadinya petir, dan semua ilmuwan sepakat bahwa terjadinya petir karena ada muatan listrik di awan berasal dari proses ionisasi, maka untuk menggagalkan proses ionisasi dilakukan dengan cara menggunakan zat berradiasi sepertiradiun 226 dab Ameresium 241 karena kedua bahan ini mampu menghamburkan ion radiasinya yang dapat menetralkan muatan listrik awan. Maka manfaat lain hamburan ion radiasi tersebut akan menambah muatan pada ujung finial/splitzer, bila mana awan yang bermuatan besar tidak mampu di netralkan zat radiasi kemudian menyambar maka akan cenderung mengenai penangkal petir ini. Keberadaan penangkal petir jenis ini telah dilarang pemakaiannya, berdasarkan kesepakatan internasional dengan pertimbangan mengurangi zat beradiasi di masyarakat, selain itu penangkal petir ini dianggap dapat mempengaruhi kesehatan manusia. c) Penangkal Petir Elektrostatis Prinsip kerja penangkal petir elektrostatis mengadopsi sebagian system penangkal petir radio aktif, yaitu menambah muatan pada ujung finial/splitzer agar petir selalu melilih ujung ini untuk di sambar. Perbedaan dengan system radio aktif adalah jumlah energi yang dipakai. Untuk penangkal petir radio aktif muatan listrik dihasilkan dari proses hamburan zat berradiasi sedangkan pada penangkal petir elektrostatis energi listrik yang dihasilkan dari listrik awan yang menginduksi permukaan bumi. 2) Cara Pemasangan Instalasi Penangkal Petir/Anti Petir Flash Vectron 8

9 Penangkal petir Flash Vectron adalah terminal petir unggulan jenis elektrostatik yang di desain khusus untuk daerah tropis mampu memberikan solusi petir terbaik khususnya di Indonesia. Selain sudah melewati uji laboratorium PLN dan laboratorium tegangan tinggi di lembaga terkait, penangkal petir Flash Vectron juga telah di uji langsung di lapangan yang rawan akan sambaran petir. Pada tahap awal pengerjaan di mulai dengan mengerjakan bagian grounding system terlebih dahulu, dengan pertimbangan keamanan dan kemudahan. Kemudian dilakukan pengukuran resistansi/tahanan tanah menggunakan Earth Testermeter, apabila hasil pengukuran tersebut menunjukan < 5 Ohm maka tahapan kerja berikutnya dapat dilakukan. Seandainya hasil resistansi/tahanan tanah menunjukan > 5 Ohm maka di lakukan pembuatan atau penambahan grounding lagi di sebelahnya dan di pararelkan dengan grounding pertama agar resistansi/tahanan tanahnya menurun sesuai dengan standarnya < 5 Ohm. Setelah selesai membuat grounding, langkah berikutnya adalah memasang kabel penyalur (Down Conductor) dari titik grounding sampai keatas bangunan, tentunya dengan mempertimbangkan jalur kabel yang terdekat dan hindari banyak belokan/tekukkan 90 derajat sehingga kebutuhan material dan kualitas instalasi dapat efektif dan efisien. Kabel penyalur petir yang biasa di gunakan antara lain BC (Bare Copper), NYY atau Coaxial. Untuk tempat - tempat tertentu sebaiknya di beri pipa pelindung (Conduite) dengan maksud kerapihan dan keamanan. Bila kabel penyalur petir telah terpasang dengan rapih, maka tahap selanjutnya pemasangan head terminal petir Flash Vectron tentunya harus terhubung dengan kabel penyalur tersebut sampai ke grounding sistem. 9

10 2. Sistem Pembumian Sistem pembumian adalah suatu rangkaian yang mempunyai titik awal dari kutub pembumian / elektroda, hantaran penghubung / conductor hingga terminal pembumian yang terdapat pada PHB. Sistem pembumian berfungsi untuk menyalurkan arus lebih ke bumi, sehingga dapat memberikan proteksi terhadap manusia dari sengatan listrik akibat terjadi kebocoran isolasi, dan mengamankan komponen-komponen instalasi agar dapat terhindar dari bahaya arus dan tegangan asing. Tingkat keandalan sebuah grounding terletak pada nilai konduktivitas logam terhadap tanah yang dijadikan objek pembumian. Semakin konduktif tanah terhadap benda logam, maka akan semakin baik. Artinya proses penyaluran arus lebih dari sistem menuju ke tanah atau pembumian semakin baik. Pembumian merupakan salah satu faktor utama dalam setiap pengamanan (perlindungan) peralatan atau rangkaian listrik. Untuk melakukan pengamanan tersebut diperlukan perancangan pembumian sesuai standar yang berlaku. a. Tahanan pembumian harus memenuhi syarat yang di inginkan untuk suatu keperluan pemakaian. b. Elektroda yang ditanam dalam tanah harus : 1) Bahan konduktor yang baik 2) Tahan Korosi 3) Cukup Kuat c. Elektroda harus mempunyai kontak yang baik dengan tanah sekelilingnya. d. Tahanan pembumian harus baik untuk berbagai musim. e. Biaya pemasangan serendah mungkin. Dalam sebuah instalasi listrik, ada empat bagian yang harus diketanahkan/ dibumikan, yaitu sebagai berikut : f. Titik netral dari transformator atau titik netral dari generator. Hal ini diperlukan dalam kaitan dengan keperluan proteksi khususnya yang menyangkut gangguan hubung tanah. 10

11 g. Kawat petir yang ada pada bagian atas saluran transmisi. Kawat petir ini sesungguhnya juga berfungsi sebagai lightning arrester. Karena letaknya yang ada di sepanjang saluran transmisi, maka semua kaki tiang transmisi harus ditanahkan agar petir yang menyambar kawat petir dapat disalurkan ke tanah dengan lancar melalui kaki tiang saluran transmisi. h. Semua bagian instalasi yang terbuat dari logam (menghantar listrik) dan dengan mudah dapat disentuh manusia. i. Bagian pembuangan listrik (bagian bawah) dari lightning arrester. Hal ini diperlukan agar lightning arrester dapat berfungsi dengan baik, yaitu membuang muatan listrik yang diterimanya dari petir ke tanah (bumi) dengan lancar. pembumian adalah penghubung bagian-bagian peralatan listrik yang pada keadaan normal tidak dialiri arus. Tujuannya adalah untuk membatasi tegangan antara bagian-bagian peralatan yang tidak dialiri arus dan antara bagian-bagian ini dengan tanah sampai pada suatu harga yang aman untuk semua kondisi operasi, baik kondisi normal maupun saat terjadi gangguan (Pabla 1986) Pembumian peralatan adalah penghubungan badan atau rangka peralatan listrik (motor, generator, transformator, pemutus daya dan bagianbagian logam lainnya yang pada keadaan normal tidak dialiri arus) dengan tanah. Berikut penjelasan dari pembumian peralatan. a. Mencegah terjadinya tegangan kejut listrik yang berbahaya untuk orang dalam daerah tertentu. b. Untuk memungkinkan timbulnya arus tertentu baik besarnya maupun lamanya dalam keadaan gangguan tanah tanpa menimbulkan kebakaran atau ledakan pada bangunan atau isinya. c. Untuk memperbaiki penampilan (performance) dari sistem (Hutauruk, 1987:125) 3. Faktor faktor yang Mempengaruhi Sistem Pembumian yaitu: Tahanan pembumian suatu elektroda tergantung pada tiga faktor, 11

12 a. Tahananelektroda pembumian beserta sambungan pengelasan pada elektroda itu sendiri. b. Tahanan kontak antara elektroda dengan tanah Tahanan penghantar (BC) yang menghubungkan peralatan yang ditanahkan c. Tahanan dari massa tanah disekitar elektroda pembumian. Nilai tahanan suatu sistem pembumian diharapkan serendah mungkin.elektroda pembumian yang ditanamkan ke dalam tanah diharapkan langsung memperoleh tahanan yang rendah, namun hal itu sangat jarang diperoleh. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap nilai tahanan pembumian. a. Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor yang terkait dengan internal sistem pembumian seperti kondisi komponen yang digunakan mulai dari karakteristik komponen serta jenis bahan penyusun komponen, secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut. 1) Bentuk elektroda. Ada beberapa macam bentuk dari elektroda itu sendiri yang banyak digunakan, seperti jenis batang, pita dan plat. 2) Jenis bahan dan ukuran elektroda Sebagai konsekuensi peletakannya di dalam tanah, maka elektroda dipilih dari bahan-bahan tertentu yang memiliki konduktivitas sangat baik dan tahan terhadap sifat-sifat yang merusak dari tanah, sepeti korosi. Ukuran elektroda dipilih yang mempunyai kontak paling efektif dengan tanah. Prinsip dasar untuk memperoleh resistansi pembumian yang kecil adalah dengan membuat permukaan elektroda bersentuhan dengan tanah sebesar mungkin, sesuai dengan rumus: 12

13 Dengan: R = resistansi pembumian [ Ω ] = resistansi jenis tanah [ Ωm ] L = panjang lintasan arus pada tanah [ m ] A = luas penampang lintasan arus pada tanah [ m2 ] Ukuran elektroda pembumian akan menentukan besar tahanan pembumian. Berikut ini adalah tabel yang memuat ukuran-ukuran elektrodapembumian yang umum digunakan dalam sistem pembumian.tabel ini dapat digunakan sebagai petunjuk tentang pemilihan jenis,bahan dan luas penampang elektroda pembumian. Tabel 6. Luas Penampang Elektroda Berdasarkan Jenis Jenis Elektroda Baja Berlapis Seng Elektroda Pita Pita baja 100 mm2, tebal 3 mm, hantaran pilin 95 mm2 Elektroda Batang Elektroda Pelat Sumber : PUIL 2011 Pipa baja 1 baja profil L 65X65X7, U 6,5 T6, X50X3 Pelat besi Tebal 3 mm, luas 0,5-1 mm2 Bahan Baja Berlapis Tembaga Tembaga 50 mm2 Pita tembaga 50 mm2, tebal 2 mm, hantaran pilin 35 mm2 Baja 15 mm dilapisi tembaga 2,5 mm Pelat tembaga tebal 2 mm, luas 0,5-1 mm2 13

14 3) Jumlah atau konfigurasi elektroda. Untuk mendapatkan tahanan pembumian yang diharapkan dan apabila tidak memenuhi standart yang ditentukan dengan satu elektroda, bisa digunakan metode parallel dengan cara menambah lebih banyak elektroda dengan bermacam-macam konfigurasi pemancangannya di dalam tanah. PUIL : apabila hasil pengukuran belum mencapai 5 Ω, maka elektroda batang ditambah, dengan jarak dua kali panjang elektroda. 4) Kedalaman pemancangan atau penanaman di dalam tanah. Untuk kedalaman pemancangan elektroda pembumian ini tergantung dari pada jenis dan sifat-sifat tanah. Ada dua kondisi yaitu ada yang efektif ditanam secara dalam untuk jenis tanah yang kering dan berbatu, namun ada pula yang cukup ditanam secara dangkal untuk jenis tanah seperti tanah rawa, tanah liat dll. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor diluar dari komponen pembumian, lebih kepada faktor-faktor diluar sistem yang ikut mempengaruhi kinerja sistem pembumian. Secara lebih rinci faktor eksternal dijelaskan seperti berikut. 1) Sifat Geologi (karakteristik) Tanah. Tahanan jenis tanah (ohm-meter) merupakan nilai resistansi dari bumi yang menggambarkan nilai konduktivitas listrik bumi dan didefinisikan sebagai tahanan, dalam ohm, antara permukaan yang berlawanan dari suatu kubus satu meter kubik. Pentingnya tahanan jenis tanah ini untuk diketahui karena tahanan jenis tanahmempunyai beberapa manfaat yaitu : a) Beberapa data yang diperoleh dari surveys geofisika dibawah permukaan tanah dapat membantu untuk identifikasi lokasi pertambangan, kedalaman batu-batuan dan kejadian geologi lainnya. b) Tahanan jenis tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap korosi pipa-pipa bawah tanah. Apabila tahanan jenis tanah semakin meningkat maka aktivitas korosi akan semakin meningkat pula. 14

15 c) Tahanan jenis lapisan tanah mempunyai pengaruh langsung dalam sistem pembumian. Ketika merencanakan sistem pembumian, sebaiknya dicari lokasi yang mempunyai tahanan jenis tanah yang terkecil agar tercapai instalasi pembumian yang paling ekonomis. Faktor keseimbangan antara tahanan pembumian dan kapasitansi di sekelilingnya adalah tahanan jenis tanah yang direpresentasikan dengan ρ. Harga tahanan jenis tanah dalam kedalaman tertentu tergantung pada beberapa faktor yaitu: a) Jenis tanah : liat, berpasir, berbatu dan lain-lain b) Lapisan tanah : berlapis-lapis dengan tahanan jenis berlainan atau uniform c) Komposisi kimia dari larutan garam dalam kandungan air d) Kelembaban tanah e) Temperatur f) Kepadatan tanah Berdasarkan Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011) tahanan jenis tanah dari berbagai jenis tanah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Jenis Tanah Tabel 7. Nilai Resistansi Berdasarkan Jenis Tanah Tanah Rawa Tanah Liat dan Tanah Ladang Pasir basah Kerikil Basah Pasir dan Kerikil Kering Tanah Berbatu Tahanan Jenis (Ω) Sumber : PUIL 2011 Pengetahuan ini sangat penting khususnya bagi para perancang sistem pembumian. Sebelum melakukan tindakan lain, yang pertama untuk diketahui terlebih dahulu adalah sifat-sifat tanah dimana akan dipasang elektroda pembumian untuk mengetahui resistansi jenis pembumian. Apabila perlu dilakukan pengukuran resistansi tanah namun perlu diketahui bahwa sifat-sifat tanah bisa jadi berubah-ubah antara musim yang satu dan musim yang lain. Hal ini harus betul-betul dipertimbangkan dalam perancangan sistem pembumian. Bila terjadi 15

16 hal semacam ini, maka yang bisa digunakan sebagai patokan adalah kondisi kapan resistansi jenis pembumian tetap memenuhi syarat pada musim kapan resistansi jenis pembumian tinggi, misalnya ketika musim kemarau. Rumus tahanan jenis tanah : Dengan: p = resistansi jenis tanah [ Ωm] R = resistansi pembumian [ Ω] L = panjang elektroda pembumian [ m ] a = Jari-jari batang elektroda pembumian [ m ] 2) Komposisi Zat Kimia dalam Tanah Kandungan zat - zat kimia dalam tanah terutama sejumlah zat organik maupun anorganik yang dapat larut perlu untuk diperhatikan pula. Di daerah yang mempunyai tingkat curah hujan tinggi biasanya mempunyai tahanan jenis tanah yang tinggi disebabkan garam yang terkandung pada lapisan atas larut bersama air hujan. Pada daerah yang demikian ini untuk memperoleh pembumian yang efektif yaitu dengan menanam elektroda pada kedalaman yang lebih dalam dimana larutan garam masih terdapat. 3) Kandungan Air Tanah. Untuk mengurangi variasi tahanan jenis tanah akibat pengaruh musim, pembumian dapat dilakukan dengan menanam elektroda pembumian sampai mencapai kedalaman di mana terdapat air tanah. Kadangkala kelembaban dan temperatur bervariasi di sekitar elektroda pembumian sehingga harga tahanan jenis tanah harus diambil untuk keadaan yang paling buruk, yaitu pada keadaan tanah kering dan dingin. Tahanan jenis tanah akan dipengaruhi pula oleh besar kecilnya konsentrasi air tanah atau kelembaban tanah jika konduktivitas tanah semakin besar maka tahanan jenis tanah semakin kecil. Kandungan air tanah sangat berpengaruh terhadap perubahan tahanan jenis tanah ( ρ ) terutama kandungan air tanah sampai dengan 16

17 20%.Dalam salah satu test laboratorium untuk tanah merah penurunan kandungan air tanah dari 20% ke 10% menyebabkan tahanan jenis tanah naik samapai 30 kali. Kenaikan kandungan air tanah diatas 20% pengaruhnya sedikit sekali. Tahanan pembumian tidaklah konstan karena terjadi perubahan musim dan kadar air dalam tanah. Kelembaban tanah/besar kecilnya konsentrasi air dalam tanah sangat mempengaruhi harga tahanan tanah. Makin lembab atau makin banyak mengandung air makin kecil harga tahanan tanahnya. Juga telah kita ketahui bahwa air bersifat konduktif. Tanah yang kering atau tanah dengan konsentrasi air dibawah 10 % mempunyai tahanan jenis tanah yang besar sekali. Atas dasar prinsip diatas, maka harus kita usahakan suatu elektoda pembumian ditanam sampai mencapai air tanah. Dengan menanam elektroda tanah dibawah permukaan air tanah, akan menjamin kita harga tahanan pembumian tidak banyak bevariasi terhadap cuaca. 4) Temperatur Tanah Temperatur tanah sekitar elektroda pembumian juga berpengaruh pada besarnya tahanan jenis tanah. Hal ini terlihat sekali pengaruhnya pada temperatur di bawah titik beku air (0 0 C). Di bawah harga ini penurunan temperatur yang sedikit saja akan menyebabkan kenaikan harga tahanan jenis tanah dengan cepat. Gejala di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada temperatur di bawah titik beku air (0 0 C), air di dalam tanah akan membeku, molekul-molekul air dalam tanah sulit untuk bergerak, sehingga daya hantar listrik tanah rendah sekali. Bila temperatur tanah naik, air akan berubah menjadi fase cair, molekul-molekul dan ion-ion bebas bergerak sehingga daya hantar listrik tanah menjadi besar atau tahanan jenis tanah turun. 17

18 4. Jenis-Jenis Sistem Pembumian Jenis-jenis sistem pembumian yang digunakan untuk sistem tenaga listrik berdasarkan PUIL 2011 dibagi menjadi tiga sistem utama yaitu Sistem TT, Sistem IT dan Sistem TN. Namun, sebelum pembahasan mengenai ketiga sistem utama tersebut perlu beberapat pemahaman istilah dan singkatan yang digunakan seperti yang telah dijelaskan dalam PUIL tentang jenis pembumian sistem. Kode yang digunakan mempunyai arti berikut: a. Huruf pertama Berkaitan dengan sistem daya ke bumi: T = hubungan langsung sebuah titik ke bumi; I = semua bagian aktif diisolasi dari bumi; atau satu titik dihubungkan ke bumi melalui impedansitinggi. b. Huruf kedua Berkaitan dengan bagian konduktif terbuka (BKT) instalasi ke bumi. T = hubungan listrik langsung dari BKT ke bumi, tidak tergantung pada pembumian sembarang titik sistem daya. N = hubungan listrik langsung BKT ke titik sistem daya yang dibumikan (dalam sistem a.b., titik yang dibumikan dari sistem daya secara normal adalah titik netral atau, jika titik netral tidak ada, konduktor lin). c. Huruf berikutnya (jika ada) Susunan konduktor netral dan konduktor proteksi. S = fungsi proteksi diberikan oleh konduktor yang terpisah dari konduktor netral atau dari konduktor lin yang dibumikan (atau dalam sistem a.b. fase yang dibumikan). C = fungsi netral dan proteksi digabung dalam konduktor tunggal (konduktor PEN). a. Sistem TN Sistem daya TN mempunyai satu titik yang dibumikan langsung pada sumber, BKT instalasi dihubungkan ke titik tersebut melalui konduktor proteksi. Tiga jenis sistem TN dipertimbangkan sesuai susunan konduktor netral dan proteksi, sebagai berikut: 18

19 1) Sistem TN-S Sistem TN-S ini menggunakan konduktor proteksi yang terpisah pada seluruh sistem. Sistem ini merupakan sistem yang lengkap, karena mempunyai 5 konduktor untuk sistem trifase atau 3 konduktor untuk sistem fase tunggal pada jaringan distribusinya. Sistem ini tidak lazim dipakai, karena dianggap boros, karena itu sistem yang lazim adalah yang mempunyai 4 konduktor untuk sistem trifase dan 2 konduktor untuk sistem fase tunggal pada jaringan distribusi. Jadi konduktor PE dan netral sumber digabung pada satu konduktor PEN. Contoh: jaringan distribusi PLN.Bentuk rangkaian untuk sistem TN-S ini disajikan pada gambar berikut. Gambar 1. Rangkaian Sistem Pembumian TN-S (Sumber : PUIL 2011) 2) Sistem TN-C-S Pada sistem TN C-S ini fungsi konduktor netral dan konduktor proteksi digabungkan dalam konduktor tunggal pada sebagian sistem. Sistem ini adalah sistem yang paling lazim di Indonesia. Ciri-ciri sistem TN-C- S: a) Satu titik sumber dibumikan (kode T); b) BKT (Bagian Konduktif Terbuka) dihubungkan ke konduktor PE yang tergabung dengan konduktor N, untuk kemudian dibumikan (kode N); 19

20 c) Konduktor proteksi PE dan konduktor netral N dari sumber (PLN) digabung menjadi satu konduktor PEN (kode C); d) Konduktor PE dan konduktor N pada instalasi pelanggan terpisah (kode S), tapi dihubungkan di satu titik, biasanya di panel pelanggan (biasa disebut dijumper ). Pada Gambar dihubungkan di titik awal instalasi; e) jadi merupakan kombinasi antara sistem TN, C dan S, karena itu dinamakan TN-C-S. BKT (Bagian Konduktif Terbuka - exposed conductive part) adalah bagian konduktif perlengkapan yang dapat disentuh dan yang secara normal tidak bervoltase, tetapi dapat menjadi bervoltase bila insulasi dasar gagal (terjadi hubung pendek). BKT dapat berupa selungkup atau bodi peralatan/perlengkapan. Bentuk rangkaian sistem TN-C-S ini disajikan pada gambar berikut. Gambar 2. Rangkaian Sistem Pembumian TN-C-S (Sumber : PUIL 2011) 3) Sistem TN-C Sistem TN-C ini untuk fungsi konduktor netral dan konduktor proteksi digabungkan dalam satu konduktor tunggal di seluruh sistem, rangkaian sistem TN-C disajikan pada gambar berikut. 20

21 Gambar 3. Rangkaian Sistem Pembumian TN-C (Sumber : PUIL 2011) 21

22 b. Sistem TT Sistem TT ini hanya mempunyai satu titik yang dibumikan langsung dan BKT instalasi dihubungkan ke elektrode bumi yang independen secara listrik dari elektrode bumi sistem suplai. Sistem ini adalah sistem yang lazim di Eropa. Di Indonesia, terutama digunakan untuk instalasi yang banyak memakai perangkat elektronik atau komunikasi. Ciri-ciri sistem TT: 1) Satu titik sumber dibumikan (kode T); 2) BKT dihubungkan ke konduktor PE untuk kemudian langsung dibumikan tanpa dihubungkan ke konduktor N (kode T); 3) Konduktor PE dan konduktor N pada instalasi terpisah di seluruh instalasi. Karena itu ciri utama sistem TT terminal netral N dan terminal konduktor proteksi PE di dalam panelpelanggan tidak dihubungkan. Rangkaian sistem pembumian jenis TT ini disajikan pada gambar berikut. Gambar 4. Rangkaian Sistem Pembumian TT (Sumber : PUIL 2011) 22

23 c. Sistem IT Sistem daya IT mempunyai semua bagian aktif diisolasi dari bumi atau satu titik dihubungkan ke bumi melalui impedans. BKT instalasi listrik dibumikan secara independen atau secara kolektif atau ke pembumian sistem Sistem IT juga lazim digunakan di Indonesia, khususnya digunakan untuk instalasi yang memerlukan kontinuitas pelayanan (misalnya pada sebagian instalasi rumah sakit). Pada sistem ini bila terjadi gangguan pertama, gawai proteksi tidak akan trip (terbuka). Ciriciri sistem IT: 1) sumber diisolasi atau dihubungkan dengan impedans yang cukup tinggi terhadap bumi,sehingga dapat dianggap diisolasi juga (kode I). 2) BKT dihubungkan ke konduktor PE untuk kemudian langsung dibumikan tanpa dihubungkan ke konduktor N (kode T); 3) konduktor PE dan konduktor N instalasi terpisah di seluruh instalasi. 4) konduktor N dapat didistribusikan (lazim di Indonesia) atau tidak didistribusikan diseluruh instalasi. Gambar 5. Rangkaian Sistem Pembumian IT (Sumber : PUIL 2011) CATATAN : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan. 23

24 1) Sistem dapat dihubungkan ke bumi melalui impedans yang cukup tinggi. Hubungan ini dapat dilakukan misalnya pada titik netral, titik netral buatan, atau konduktor lin. 2) Konduktor netral dapat didistribusikan atau tidak didistribusikan. Sistem pembumian TN-C-S, TT adalah sistem pembumian yang lazim di Indonesia, walaupun dalam PUIL 2011 dimungkinkan sistem pembumian lain. Misalnya TN-S, sistem ini tidak lazim di Indonesia karena mensyaratkan 5 konduktor dari sumber (3 konduktor lin, 1 konduktor netral dan 1 konduktor proteksi) untuk trifase atau 3 konduktor (1 konduktor lin, 1 konduktor netral dan 1 konduktor proteksi), yang di Indonesia PLN tidak menyediakannya. PLN hanya menyediakan 4 konduktor (3 konduktor lin dan 1 konduktor netral) untuk trifase dan 2 konduktor (1 konduktor lin dan 1 konduktor netral) untuk fase tunggal. Sistem pembumian arus searah juga belum lazim di Indonesia. 24

25 PANEL HUBUNG BAGI (PHB) 3 FASA INSTALASI TENAGA 1. Dasar Panel Hubung Bagi (PHB) Panel hubung bagi (PHB) adalah suatu perlengkapan untuk mengendalikan dan membagi tenaga listrik dan atau mengendalikan dan melindungi sirkit dan pemanfaat tenaga listrik. Adapun bentuknya dapat berupa box, panel, atau lemari (PUIL 2011). Panel hubung bagi ini merupakan bagian dari suatu sistem suplai tenaga listrik. Sistem suplai tenaga listrik itu sendiri pada umumnya dibagi atas : pembangkitan (generator), transmisi (penghantar), pemindahan daya (transformator). Sebelum tenaga listrik sampai ke peralatan konsumen seperti motor-motor, katup solenoid, pemanas, lampu-lampu penerangan, AC dan beban pemanfaatan tenaga listrik lainnya, biasanya melalui PHB terlebih dahulu. Di dalam memilih PHB yang akan dipakai dalam sistem, terdapat empat katagori yang dapat dipakai sebagai kriteria dalam pemilihan seperti yang dijelaskan berikut. a. Arus Pertimbangan mengenai arus ini erat kaitannya dengan kapasitas PHB yang akan dipakai untuk melayani sejumlah beban yang sudah diperhitungkan sebelumnya, sehingga dalam pemilihan PHB itu perlu mempertimbangkan besarnya arus yang akan mengalir di PHB tersebut. Yang berkaitan dengan arus ini hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah: 1) Rating arus rel 2) Rating arus saluran masuk 3) Rating arus saluran keluar 4) Rating kemampuan rel dalam menahan arus hubungan singkat b. Proteksi dan Instalasi Di dalam pemilihan PHB yang akan dipasang perlu dipertimbangkan pula kriteria pengaman dan pemasangannya beberapa yang perlu diperhatikan untuk pemilihan PHB yaitu: 25

26 1) Tingkat pengamanan 2) Metode instalasinya 3) Jumlah muka operasinya 4) Peralatan ukur untuk proteksi 5) Bahan selungkupnya c. Pemasangan Komponen PHB Dalam pemasangan PHB terdapat beberapa macam teknik pemasangan dalam komponen PHB dalam sistem ketenagalistrikan, yaitu: 1) Pemasangan tetap (non-withdrawable) 2) Pemasangan yang dapat dipindah-pindah (removable) 3) Pemasangan sisttem laci (withdrawable) d. Aplikasi Bentuk dan konstruksi PHB yang ada dipasaran sangat banyak, sehingga susah untuk membedakan PHB jika dilihat dari bentuk fisiknya saja. Untuk membedakan PHB yang jenisnya sangat bervariasi akan lebih tepat jika ditinjau dari aplikasinya. Berikut adalah contoh dari beberapa pemakaian PHB yang lazim ditemui di lapangan : 1) PHB untuk penerangan dan daya 2) PHB untuk unit konsumen 3) PHB untuk distribusi sistem saluran penghantar (trunking) 4) PHB untuk perbaikan faktor daya 5) PHB untuk distribusi di Industr 6) PHB untuk distribusi motor-motor 7) PHB utama 8) PHB untuk distribusi 9) PHB untuk sub distribusi 10) PHB untuk sistem kontrol 26

27 Dengan berpedoman dan mengacu kepada empat hal diatas maka proses perencanaan dan pemasangan PHB akan sesuai dengan standar dan kebutuhan dari sistem suplai tenaga listrik dan yang terapenting adalah sesuai dengan standar kelistrikan yang telah ditetapkan terkait dengan sistem keamanan dan proteksi terhadap bahaya kelistrikan. a. Bentuk Konstruksi PHB Bentuk kontruksi PHB juga perlu menjadi pertimbanngan dalam pemilihan PHB dalam rangka Perencanaan PHB yang baik sesuai dengan kebutuhan dan besar daya pada sistem instalasi tenaga lisrik. PHB dapat dibedakan menjadi beberapa jenis jika ditinjau dari segi bentuk konstruksinya, seperti yang dijelasakan berikut: 1) Konstruksi Terbuka Pada jenis PHB dengan konstruksi terbuka ini pada bagian-bagian yang aktif atau bertegangan seperti rel beberapa peralatan, terminal dan penghantar dapat terlihat dan terjangkau dari segala sisi. Pemasangan PHB sistem terbuka ini hanya diijinkan pada ruangan yang tertutup dan hanya operator atau orang yang profesional yang boleh masuk dalam ruangan tersebut. 2) Konstruksi Semi -Tertutup PHB jenis ini berupa panel yang dilengkapi dengan pengaman yang dapat mencegah terjadi kontak dengan bagian-bagian yang bertegangan pada PHB. Pengaman ini pada umumnya dipasang pada bagian sakelar/tombol operasi muka, sehingga operator tidak mempunyai akses menyentuh bagian-bagian yang bertegangan pada PHB dari arah muka. Namun demikian, pada panel jenis ini tidak semua sisi tertutup seperti contohnya pada bagian belakang dan sampingnya. Oleh sebab itu panel jenis ini diletakkan dalam ruangan tertutup dan tidak semua orang belh masuk kecuali operator sebagai tenaga profesional. Bentuk dari panel jenis ini disajikan pada gambar berikut. 27

28 Gambar 6. Panel Semi Tertutup (Sumber : Samsuri, 2014) 3) Konstruksi Lemari PHB jenis konstruksi cubicle ini adalah tertutup pada semua sisinya, sehingga tidak ada akses untuk kontak dengan bagian yang bertegangan selama pengoperasian, karena konstruksi tertutup pada setiap sisinya maka pemasangan PHB jenis ini tidak harus di tempat yang tertutup dan terkunci, atau dengan kata lain dapat dipasang pada tempat-tempat umum pengoperasian listrik. PHB jenis ini ada yang dibuat dengan sistem laci, yaitu komponen atau perlengkapan PHB ini dapat ditarik atau dilepas/untuk keperluan perbaikan atau pemeliharaan. Untuk memasang kembali dalam sistem, kita cukup mendorong ke dalam seperti kita mendorong laci. Pada PHB sistem laci ini bagian atau komponen yang bisa dilepas dan dipasang kembali, biasanya berupa sakelar pemisah atau pemutus tenaga untuk saluran masuk, saluran keluar dan sakelar penggandeng. Bentuk panel jenis kontruksi lemari ini disajikan pada gambar berikut. 28

29 Gambar 7. Panel Jenis Kontruksi Lemari (Sumber : Samsuri, 2014) 4) Konstruksi Kotak (Box) PHB jenis kotak (box) ini ada yang terbuat dari bahan isolasi, plat logam, baja tuang, dan sebagainya. Di dalam kotak tersebut sudah dilengkapi dengan tempat untuk pengikat pemasangan rel, sekering, sakelar kontraktor dan perlengkapan lain terkait dengan pemasangan PHB dengan ukuran yang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan tipe lemari. b. Pemilihan PHB Pemillihan PHB sangatlah penting dalam perencanaan dan pemsangan PHB dalam suatu sistem instalasi tenaga listrik agar dapat sesuai dengan standar dan persyaratan yang berlaku, tertutam berhubungan dengan aspek ekbutuhan dan sistem keamanan atau proteksi terhadap bahaya dan gangguan yang dapat mengganggu sistem instalasi tenaga listrik yang terasang. Untuk memudahkan dalam pemilihan PHB yang akan dipakai dalam sistem, ada beberapa pedoman yang dapat dipedomani seperti yang dijelaskan berikut ini 1) Merencanakan Pemasangan PHB induk : a) Rating arus peralatan harus sampai dengan 4000A b) Bahan selungkup dari plat baja c) Tinggi 2200 mm 29

30 d) Metode pemasangan peralatan PHB dengan sistem pemasangan tetap atau tidak tetap (withdrawable) e) Kemampuan menahan arus hubungan singkat sampai dengan 176 ka f) Tingkat pengamanan untuk selungkup IP 40 atau IP 54 2) Merencanakan Pemasangan PHB distribusi : a) Rating arus peralatan sampai dengan 2000 A b) Bahan selungkup berupa bahan isolasi, plat logam dan baja tuang c) Penggunaan PHB box tinggi < 1000 mm d) Pemasangan peralatan dalam panel dipasang secara tetap e) Kemampuan menahan arus hubungan singkat sampai dengan 80kA f) Tingkat pengaman sampai dengan IP 65 Agar mendapatkan keterangan yang lengkap data-data teknis yang diperlukan dalam pemilihan PHB maka perlu mebaca datasheet atau keterangan lain dari komponen tersebut yang dapat didapatkan dari buku katalog pabrik pembuat komponen PHB. 1) Kemampuan Menahan Arus Hubung Singkat Arus hubung singkat prospektif yang mengalir pada instalasi antara saluran masuk menuju PHB induk atau PHB distribusi dan kabel yang menuju ke beban tidak boleh melebihi kemampuan menahan arus hubung singkat dari peralatan yang terpasang di PHB. 2) Derajat Pengamanan Derajat pengamanan ini tergantung oleh kondisi lokasi pemasangan dan kondisi sekelilingnya. PHB harus dilengkapi dengan pengaman yang dapat mencegah terjadinya tegangan sentuh, benturan benda asing dan air. Pemasangan PHB di ruangan dimana orang dapat dengan mudah menjangkaunya, PHB harus didesain dengan pengaman untuk mencegah terjadinya tegangan sentuh oleh karena kecelakaan maupun saat pengoperasian, untuk itu derajat pengamannya paling sedikit adalah IP

31 3) Selungkup dari bahan penyekat. Selungkup yang digunakan untuk PHB harus diproteksi terhadap korosi dan tegangan sentuh. Pada umumnya dipasaran ditawarkan dua macam bahan yaitu bahan metal dan bahan penyekat, seperti polyester yang dicampur dengan fiberglass atau bahan penyekat lainnya. 4) Permukaan selungkup logam Semua jenis konstruksi PHB baik selungkup maupun struktur untuk pemasangan komponen yang terbuat dari logam harus diproteksi dengan finishing permukaan yang baik. Pada umumnya selungkup PHB dicat dengan menggunakan Polyester Epoxy Powder, sehingga mempunyai sifat mekanik yang cukup baik. 5) Pemasangan Sebelum menentukan jenis PHB yang akan dipakai perlu pula dipertimbangkan cara pemasangannya. Ada beberapa cara dalam pemasangan PHB yaitu : a) Di lantai dekat dinding b) Di lantai, berdiri bebas di ruangan c) Menempel tetap di dinding d) Digantung di langit-langit e) Dipasang di rak 31

32 2. Perencanaan dan Pemasangan PHB a. Pemahaman Umum PHB dengan rating arus sampai dengan 4000 A dipasang sebagai PHB induk di industri, bangunan gedung bertingkat yang besar, rumah sakit besar, atau pada tempat-tempat yang mengkonsumsi daya listrik yang besar. Pada umumnya sistem konfigurasi suplai tenaga listrik di industri melalui sebuah PHB induk (pusat daya) yang diisi/disuplai dari satu atau lebih transformator, kemudian melalui rel saluran keluar dihubung ke PHB distribusi yang melayani beberapa buah beban. Tentu saja saluran masuk maupun keluar diamankan oleh pemutus tenaga. Gambar single line diagram pembagian panel dari jaringan trafo distribusi yang dimulai dari panel induk dan dihubungkan ke panel distribusi disajikan pada gambar berikut ini. Gambar 9. Diagram Aliran Dari Panel Induk ke Panel Distribusi (Sumber : Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan) 32

33 Pemisahan antara PHB induk dengan PHB distribusi mempunyai beberapa keuntungan : 1) PHB induk dapat dipasang dekat dengan transformator penyulang, sehingga hanya memerlukan kabel yang pendek. 2) Pemutus tenaga untuk saluran masuk maupun saluran keluar, hanya membutuhkan satu bentuk konstruksi, karena ukuran fisiknya relatif sama. 3) PHB distribusi ini dipasang dekat dengan beban, sehingga hanya memerlukan kabel yang pendek. 4) Oleh karena kabel yang menghubungkan antara PHB induk dengan PHB distribusi cukup panjang, sehingga komponen PHB distribusi dapat menggunakan komponen dengan kemampuan menahan terhadap arus hubung singkat yang rendah. b. Rel dan Kabel Saluran Masuk PHB induk ini pada umumnya ditempatkan pada tempat yang dekat dengan transformator penyulangan. Kabel yang masuk menuju ke rel PHB induk ini dapat dilakukan melalui bagian bawah atau atas. Apabila kapasitas daya (transformator)nya besar, maka penarikan kabel untuk saluran masuk dapat dengan cara diparalel dua kabel atau lebih. c. Saluran Keluar Saluran keluar ini menggunakan kabel yang panjangnya tergantung oleh jarak, demikian pula perlu dipertimbangkan arus dan drop tegangannya. Diperkenankan menggunakan kabel pararel, bila arusnya lebih dari 250A. Pada umumnya kabel keluar melalui bagian bawah dari PHB, pemasangan kabel dapat dilakukan dengan menggunakan nampan kabel (cable try) yang digantung dilangit-langit, dapat pula dengan cara membuat lorong di bawah lantai untuk saluran kabel. 33

34 d. Prosedur Pelayanan dan Pemeliharaan Prosedur pelayanan dan pemeliharaan harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku (PUIL pasal 601 B). Apabila PHB nya jenis laci (withdrawable) maka perlu dipertimbangkan ruang yang cukup untuk pengoperasian. Pada saluran keluar dari PHB induk yang menuju ke PHB distribusi perlu diperhatikan pula hal-hal yang berhuhungan dengan pelayanan dan pemeliharaan ini. Untuk itu pada saluran keluar harus diberi ruang yang cukup untuk pelayanan dan pemeliharaan. e. Fasilitas Isolasi Apabila beberapa transformator menyulang sebuah rel atau beberapa bagian rel dengan sistem gandeng, maka diperlukan sakelar isolasi. Ini dimaksudkan apabila terjadi gangguan, perbaikan, dan modifikasi rangkaian, saluran masuknya dapat diisolasi. Untuk keperluan ini dapat dilakukan dengan cara memasang : 1) Sakelar pemisah dengan rating sampai dengan 3000A 2) Sakelar beban yang menggunakan HRC fuse 3) Pemutus tenaga dengan sistem laci (withdrawable) Pada akhirnya, pertimbangannya bukan hanya penghematan biaya semata, tetapi perlu dipertimbangkan pula luas ruang yang diperlukan untuk PHB. Pengisolasian ini diperlukan pula untuk saluran keluar dari rel, yaitu untuk keperluan pada saat ada gangguan, pemeliharaan modifikasi rangkaian dan sebagainya. Dalam beberapa hal sakelar pemutus beban dengan sekering HRC yang dipakai untuk pengaman hubung singkat dapat dipakai untuk keperluan tersebut. f. Rel (Bus-Bar) Sistem rel yang dipakai pada PHB induk disebut dengan Sistem 4 rel. Tiga rel diperuntukkan untuk penghantar 3 fasa masing-masing LI/R, L2/S, dan L3/T dan satu rel lagi diperuntukkan untuk hantaran PE atau PEN, yang diletakkan pada bagian bawah di PHB. Sedangkan untuk rel fasanya dipasang pada bagian atas secara mendatar. 34

35 Sehubungan dengan kapasitas pembebanan dari rel utama ini, ukuran rel harus ditentukan dengan cermat. Sebagai dasar untuk menentukan ukuran rel diantaranya adalah : kondisi operasi normal dan rating arusnya, kondisi hubung singkat (berupa panas yang dibangkitkan diakibat oleh arus hubung singkat tersebut) dan besarnya ketegangan dinamis. Rating arus dan arus hubung singkat dari rel utama mempunyai harga yang berbeda menurut jenis PHB nya, dan tergantung oleh : 1) Posisi pemasangan komponen PHB 2) Luas penampang penghantar 3) Kekuatan mekanik penghantar 4) Pemisahan antar penopang 5) Kemungkinan pengaruh pemanasan dari komponen lain 6) Pengaruh dari penghantar yang satu terhadap yang lain Hantaran rel untuk pentanahan (PE atau PEN) secara listrik harus dihubungkan ke kerangka PHB dan ukurannya diperhitungkan agar mampu dialiri oleh setiap arus hubung singkat yang mungkin timbul. Ukuran rel penghantar untuk PE atau PEN umumnya adalah 25% kali ukuran rel penghantar fasanya. g. Posisi Saluran Masuk dan Keluar Aspek yang penting dari spesifikasi busbar adalah secara fisik posisi saluran masuk dan keluar dari suatu PHB. Posisi saluran dan keluar dapat dijadikan acuan untuk mempertimbangkan desain PHB yang akan digunakan serta desain rel (bus-bar) yang akan digunakan pada saat pemasangan PHB. Beberapa bentuk rangkaian aliran saluran masuk dan keluar dalam PHB disajikan pada gambar berikut. 35

36 (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 10. Beberapa jenis Saluran Masuk dan Keluar PHB : (a) Satu Pengisian di Satu Sisi, (b) Satu Pengisian dari Tengah, (c) Dua Pengisian pada Sisinya, (d) Dua Pengisian di Tengah, (e) satu Pengisian di Tengah dan Dua di Sisi 36

37 h. Bahan dan Penandaan Rel Bahan yang dipakai untuk rel kebanyakan dibuat dari tembaga elektrolit dan alumunium. Berdasarkan standar IEC 28 tentang Standar International dari tahanan yang terbuat dari tembaga, menyebutkan bahwa besar tahanan jenis tembaga adalah R 20 = 1/58 = 0, Ω mm 2 /m. Dimana besar dari koefisien temperatur T 20 pada suhu 20 0 C untuk tembaga adalah T 20 = 3,93 x 10-3/K. Harga ini akan bertambah besar atau kecil berbanding lurus dengan perubahan konduktifitasnya. Sedangkan untuk bahan penghantar dari alumunium berdasarkan standar IEC 111 tentang Standar international dari tahanan yang terbuat dari alumunium (Commercial Hard Drawn Alumunium), menyebutkan bahwa besar tahanan jenis alumunium adalah R 20 = 0, Ω mm 2 /m. Dimana besar dari koefisien temperatur T 20 pada suhu 20 0 C untuk alumunium adalah T 20 = 4.03 x 10-3/K. Harga ini akan bertambah besar atau kecil berbanding lurus dengan perubahan konduktifitasnya. Untuk identifikasi rel biasanya dengan cara di cat, berdasarkan PUIL identifikasi warna adalah sebagai berikut : Merah - LI/R Kuning - L2/S Hitam - L3/T Biru - Netral 37

38 Kemudian untuk rel pentanahan PE atau PEN indentifikasi warnanya adalah loreng (hijau-kuning). Identifikasi juga dapat dilakukan cukup dengan menggunakan lambang huruf, yaitu untuk fasanya adalah L1/R, L2/S, L3/T dan N untuk netral. i. Beban Motor Dalam memperhitungkan jenis dan besar penampang rel yang akan digunakan dalam PHB besar beban yang akan disuplai harus menjadi pertimbangan. Jika terdapat satu atau lebih beban motor yang disuplai dari saluran keluar PHB, maka harus ikut diperhitungkan dalam menentukan ukuran relnya, sebab motor-motor ini akan memperbesar arus hubung singkat dari sistem. j. PHB Standar Seperti telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, bahwa dipasaran terdapat berbagai macam dan jenis PHB. Berikut adalah beberapa contoh dari PHB yang ada dipasaran tersebut. 1) PHB Distribusi Bentuk Box PHB jenis ini dipakai untuk distribusi daya listrik dengan kapasitas antara A, bahan selungkup yang dipakai adalah terbuat dari: a) Bahan isolasi b) Plat logam c) Baja tuang Semua selungkup dibuat dari glass-feber-polyester resin, ini secara teknis merupakan kombinasi bahan dengan kualitas yang baik dan baik untuk kebutuhan PHB, bahan isolasi ini mempunyai keunggulan : a) Isolasinya tinggi b) Derajat pengamanannya tinggi c) Tidak korosi d) Kekuatan mekanik yang besar e) Mudah dalam pengerjaannya f) Tahan panas 38

PERLENGKAPAN HUBUNG BAGI DAN KONTROL

PERLENGKAPAN HUBUNG BAGI DAN KONTROL PERLENGKAPAN HUBUNG BAGI DAN KONTROL Oleh Maryono SMK Negeri 3 Yogyakarta maryonoam@yahoo.com http://maryonoam.wordpress.com Tujuan Kegiatan Pembelajaran : Siswa memahami macam-macam kriteria pemilihan

Lebih terperinci

Pemasangan Komponen PHB Terdapat beberapa macam pemasangan dalam pemasangan komponen PHB yaitu :

Pemasangan Komponen PHB Terdapat beberapa macam pemasangan dalam pemasangan komponen PHB yaitu : Nama : Setyawan Rizal Nim : 09501244010 Kelas : D PHB (PANEL HUBUNG BAGI) PHB adalah merupakan perlengkapan yang digunakan untuk membagi dan mengendalikan tenaga listrik. Komponen utama yang terdapat pada

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK Oleh: FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS NEGERI MALANG Oktober 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring jaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900. Sebelumnya sistemsistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG II.1. Umum (3) Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga untuk menjamin keamanan manusia yang menggunakan peralatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Dari hasil data yang di peroleh saat melakukan penelitian di dapat seperti pada table berikut ini. Tabel 4.1 Hasil penelitian Tahanan (ohm) Titik A Titik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan sistem, badan peralatan, dan instalasi dengan bumi atau tanah sehingga dapat mengamankan

Lebih terperinci

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK I. Tujuan 1. Mahasiswa mengetahui tentang pengertian dan fungsi dari elektrode bumi. 2. Mahasiswa mengetahui bagaimana cara dan aturan-aturan

Lebih terperinci

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI 167 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Sistem pentanahan pada jaringan distribusi digunakan sebagai pengaman langsung terhadap peralatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Proses terjadinya petir

BAB I PENDAHULUAN Proses terjadinya petir BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Petir Petir adalah suatu fenomena alam, terjadinya seringkali mengikuti peristiwa hujan baik hujan air atau hujan es, peristiwa ini dimulai dengan munculnya lidah api

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG JETri, Volume 13, Nomor 2, Februari 2016, Halaman 61-72, ISSN 1412-0372 ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG Ishak Kasim, David

Lebih terperinci

ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI

ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI HASBULLAH, MT ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI PENGHANTAR BUMI YG TIDAK BERISOLASI YG DITANAM DALM BUMI DIANGGAP SEBAGI BAGIAN DARI ELEKTRODA BUMI ELEKTODA PITA,

Lebih terperinci

RANCANGAN BUS BAR PERANGKAT HUBUNG BAGI (PHB) LISTRIK BANGUNAN IRADIATOR GAMMA KAPASITAS 200 kci-prfn.

RANCANGAN BUS BAR PERANGKAT HUBUNG BAGI (PHB) LISTRIK BANGUNAN IRADIATOR GAMMA KAPASITAS 200 kci-prfn. RANCANGAN BUS BAR PERANGKAT HUBUNG BAGI (PHB) LISTRIK BANGUNAN IRADIATOR GAMMA KAPASITAS 200 kci-prfn. Tukiman, Edy Karyanta Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir- BATAN Gedung 71, Kawasan PUSPIPTEK Serpong,Tangerang

Lebih terperinci

Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT

Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT Sistem pentanahan Sistem pentanahan atau biasa disebut sebagai grounding system adalah sistem pengamanan terhadap perangkat - perangkat yang mempergunakan listrik

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA. Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang

BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA. Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA II.1 Umum 2 Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang saling berhubungan serta memiliki ciri terkoordinasi untuk memenuhi

Lebih terperinci

Evaluasi dan Perancangan Sistem Proteksi Petir Internal dan Eksternal Divisi Fabrikasi Baja pada Perusahaan Manufaktur

Evaluasi dan Perancangan Sistem Proteksi Petir Internal dan Eksternal Divisi Fabrikasi Baja pada Perusahaan Manufaktur Evaluasi dan Perancangan Sistem Proteksi Petir Internal dan Eksternal Divisi Fabrikasi Baja pada Perusahaan Manufaktur Maulidatun Ni mah *, Annas Singgih Setiyoko 2, Rona Riantini 3 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus :

3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus : 3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus : R = Dimana : = tahanan jenbis tanah ( ) L = Panjang elektroda batang (m) A = Jari-jari

Lebih terperinci

PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH

PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH Oleh : Sugeng Santoso, Feri Yulianto Abstrak Sistem pembumian

Lebih terperinci

Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT

Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT Presented by dhani prastowo 6408 030 033 PRESENTASI FIELD PROJECT Latar Belakang Masalah Kesimpulan dan Saran Identifikasi Masalah Isi Pengumpulan dan pengolahan data Tinjauan Pustaka Metodologi Penelitian

Lebih terperinci

EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28

EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28 ANALISIS PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN ELEKTRODA PEMBUMIAN SECARA HORIZONTAL TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA TANAH LIAT DAN TANAH PASIR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900 sebelumnya sistem sistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN KONSTRUKSI PANEL LISTRIK

PERENCANAAN DAN KONSTRUKSI PANEL LISTRIK MODUL PEMBELAJARAN KODE : LIS.PTL.044 (P) (80 Jam) PERENCANAAN DAN KONSTRUKSI PANEL LISTRIK BIDANG KEAHLIAN : KETENAGALISTRIKAN PROGRAM KEAHLIAN : TEKNIK PEMANFAATAN ENERGI PROYEK PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret 2014 dengan mengambil tempat di Gedung UPT TIK UNILA. 3.2

Lebih terperinci

METODE PENGUKURAN DAN PENGUJIAN SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI LISTRIK

METODE PENGUKURAN DAN PENGUJIAN SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI LISTRIK Hasrul, Metode Pengukuran dan Pengujian Sistem Pembumian Instalasi istrik METODE PENGUKURAN DAN PENGUJIAN SISTEM PEMBUMIAN INSTAASI ISTRIK Hasrul Jurusan Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008 GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT Electrical engineering Dept Oktober 2008 GROUNDING SYSTEM Petir adalah suatu fenomena alam, yang pembentukannya berasal dari terpisahnya muatan di dalam awan cumulonimbus

Lebih terperinci

BAB VII PEMERIKSAAN & PENGUJIAN INSTALASI PEMANFAATAN TEGANGAN RENDAH

BAB VII PEMERIKSAAN & PENGUJIAN INSTALASI PEMANFAATAN TEGANGAN RENDAH BAB VII PEMERIKSAAN & PENGUJIAN INSTALASI PEMANFAATAN TEGANGAN RENDAH 216 217 Pekerjaan instalasi listrik yang telah selesai dikerjakan dan akan dioperasikan, tidak serta merta langsung boleh dioperasikan.

Lebih terperinci

by: Moh. Samsul Hadi

by: Moh. Samsul Hadi by: Moh. Samsul Hadi - 6507. 040. 008 - BAB I Latar Belakang PT. Unilever Indonesia (ULI) Rungkut difokuskan untuk produksi sabun batangan, deo dan pasta gigi PT. ULI Rungkut mempunyai 2 pabrik produksi,

Lebih terperinci

Hasrul, Evaluasi Sistem Pembumian Instalasi Listrik Domestik di Kabupaten Barru

Hasrul, Evaluasi Sistem Pembumian Instalasi Listrik Domestik di Kabupaten Barru Hasrul, Evaluasi Sistem Pembumian Instalasi Listrik Domestik di Kabupaten Barru MEDIA ELEKTRIK, Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI LISTRIK DOMESTIK DI KABUPATEN BARRU Hasrul

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem Tenaga Listrik adalah sistem penyediaan tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit atau pusat listrik terhubung satu dengan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN. IGN Janardana

PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN. IGN Janardana PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NIAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro, Universitas Udayana ABSTRAK Tahanan pentanahan

Lebih terperinci

Bagian 3 Proteksi untuk keselamatan

Bagian 3 Proteksi untuk keselamatan Bagian 3 Proteksi untuk keselamatan 3.1 Pendahuluan 3.1.1 Proteksi untuk keselamatan menentukan persyaratan terpenting untuk melindungi manusia, ternak dan harta benda. Proteksi untuk keselamatan selengkapnya

Lebih terperinci

SISTEM PENANGKAL PETIR

SISTEM PENANGKAL PETIR SISTEM PENANGKAL PETIR UTILITAS BANGUNAN JAFT UNDIP zukawi@gmail.com 081 2281 7739 PETIR Petir merupakan kejadian alam di mana terjadi loncatan muatan listrik antara awan dengan bumi. Loncatan muatan listrik

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK 3.1 Tahapan Perencanaan Instalasi Sistem Tenaga Listrik Tahapan dalam perencanaan instalasi sistem tenaga listrik pada sebuah bangunan kantor dibagi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. adanya pengukuran, maka dapat diketahui seberapa besar nilai tahanan pembumian di

BAB II DASAR TEORI. adanya pengukuran, maka dapat diketahui seberapa besar nilai tahanan pembumian di BAB DASAR TEOR.1. Umum (1,) Pengukuran tahanan pembumian bertujuan untuk mendapatkan nilai tahanan pembumian yang diperlukan sebagai perlindungan pada instalasi listrik. Dengan adanya pengukuran, maka

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang

Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang Sudaryanto Fakultas Teknik, Universitas Islam Sumatera Utara Jl. SM. Raja Teladan, Medan Abstrak Sistem pembumian

Lebih terperinci

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR II. 1 PETIR Peristiwa petir adalah gejala alam yang tidak bisa dicegah oleh manusia. Petir merupakan suatu peristiwa pelepasan muatan listrik dari awan yang bermuatan

Lebih terperinci

Pengaruh Umur Pada Beberapa Volume PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOLUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN

Pengaruh Umur Pada Beberapa Volume PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOLUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NIAI TAHANAN PENTANAHAN IGN Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran Bali ABSTRAK

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Pentanahan Tenaga Listrik Terintegrasi Pada Bangunan

Perencanaan Sistem Pentanahan Tenaga Listrik Terintegrasi Pada Bangunan Perencanaan Sistem Pentanahan Tenaga Listrik Terintegrasi Pada Bangunan Jamaaluddin 1) ; Sumarno 2) 1,2) Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Jamaaluddin.dmk@gmail.com Abstrak - Syarat kehandalan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum BAB II TEORI DASAR 2.1 Umum Sistem distribusi listrik merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi listrik bertujuan menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik atau pembangkit

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan. Oleh Maryono

Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan. Oleh Maryono Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan Oleh Maryono Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan Elektroda Batang (Rod) Elektroda Pita Elektroda Pelat Elektroda Batang (Rod) ialah elektroda dari pipa atau besi baja profil

Lebih terperinci

STANDAR KONSTRUKSI GARDU DISTRIBUSI DAN KUBIKEL TM 20 KV

STANDAR KONSTRUKSI GARDU DISTRIBUSI DAN KUBIKEL TM 20 KV STANDAR KONSTRUKSI GARDU DISTRIBUSI DAN KUBIKEL TM 20 KV JENIS GARDU 1. Gardu Portal Gardu Distribusi Tenaga Listrik Tipe Terbuka ( Out-door ), dengan memakai DISTRIBUSI kontruksi dua tiang atau lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Dari beberapa macam peralatan pengaman jaringan tenaga listrik salah satu pengaman yang paling baik terhadap peralatan listrik dari gangguan seperti ataupun hubung singkat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Umum Sistem distribusi listrik merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi listrik bertujuan menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik atau pembangkit

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR

BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR 2.1 Umum Proteksi petir merupakan suatu usaha untuk melindungi suatu objek dari bahaya yang diakibatkan petir, baik itu secara langsung maupun tak langsung. Didasarkan pada

Lebih terperinci

KOMPONEN INSTALASI KOMPONEN UTAMA

KOMPONEN INSTALASI KOMPONEN UTAMA KOMPONEN INSTALASI KOMPONEN UTAMA KABEL INSTALASI Kabel instalasi merupakan komponen utama instalasi listrik dimana akan mengalirkan tenaga listrik yang akan digunakan pada peralatan listrik. SAKLAR. Saklar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pembumian (Grounding System) Sistem pembumian adalah suatu rangkaian/jaringan mulai dari kutub pembumian /elektroda, hantaran penghubung/conductor sampai terminal pembumian

Lebih terperinci

PENGAMANAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PEMBUMIAN NETRAL ( TN ) DAN SISTEM PEMBUMIAN PENGAMAN ( TT ) DI AREA TANGERANG.

PENGAMANAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PEMBUMIAN NETRAL ( TN ) DAN SISTEM PEMBUMIAN PENGAMAN ( TT ) DI AREA TANGERANG. PENGAMANAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PEMBUMIAN NETRAL ( TN ) DAN SISTEM PEMBUMIAN PENGAMAN ( TT ) DI AREA TANGERANG. TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi persyaratan Gelar Strata

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Petir Petir adalah sebuah cahaya yang terang benderang yang dihasilkan oleh tenaga listrik alam yang terjadi diantara awan awan atau awan ke tanah. Sering kali terjadi

Lebih terperinci

JOBSHEET PRAKTIKUM 7 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

JOBSHEET PRAKTIKUM 7 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK JOBSHEET PRAKTIKUM 7 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK I. Tujuan 1. Mahasiswa mengetahui tentang apa itu tahanan isolasi. 2. Mahasiswa mengetahui bagaimana cara dan aturan-aturan pemakaian alat ukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan 1 Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900 Sebelumnya sistemsistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art Review) Penelitian mengenai kawat tanah pada jaringan distribusi tegangan menengah saat ini telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. [1] Badan Standarisasi Nasional. Desember Peraturan Umum Instalasi

DAFTAR PUSTAKA. [1] Badan Standarisasi Nasional. Desember Peraturan Umum Instalasi DAFTAR PUSTAKA [1] Badan Standarisasi Nasional. Desember 2000. Peraturan Umum Instalasi Listrik 2000(PUIL 2000). Jakarta. [2] Mohammad Hasan Basri. 2008. Rancang Bangun Diagram Satu Garis Rencana Sistem

Lebih terperinci

BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN

BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN 4.1 Umum Pada setiap gedung yang mempunyai ketinggian yang relatif tinggi diharapkan mempunyai sistem penangkal petir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gardu Distribusi Gardu distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem distribusi yang berfungsi untuk menghubungkan jaringan ke konsumen atau untuk membagikan/mendistribusikan

Lebih terperinci

SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI LISTRIK DOMESTIK. Hasrul Bakri Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNM. Abstrak

SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI LISTRIK DOMESTIK. Hasrul Bakri Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNM. Abstrak e SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI LISTRIK DOMESTIK Hasrul Bakri Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNM Abstrak Terdapat dua risiko utama dalam pemanfaatan energi listrik, yaitu arus kejut listrik dan suhu

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH JARAK DAN KEDALAMAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN DENGAN 2 ELEKTRODA BATANG

ANALISA PENGARUH JARAK DAN KEDALAMAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN DENGAN 2 ELEKTRODA BATANG ANALISA PENGARUH JARAK DAN KEDALAMAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN DENGAN 2 ELEKTRODA BATANG Wahyono *, Budhi Prasetiyo Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof Sudarto, SH Tembalang Semarang

Lebih terperinci

PROPOSAL INSTALASI PERUMAHAN. MERANCANG INSTALASI LISTRIK BANGUNAN SEDERHANA (Rumah Tinggal, Sekolah dan Rumah Ibadah)

PROPOSAL INSTALASI PERUMAHAN. MERANCANG INSTALASI LISTRIK BANGUNAN SEDERHANA (Rumah Tinggal, Sekolah dan Rumah Ibadah) 1 PROPOSAL INSTALASI PERUMAHAN MERANCANG INSTALASI LISTRIK BANGUNAN SEDERHANA (Rumah Tinggal, Sekolah dan Rumah Ibadah) Disusun Oleh : EVARISTUS RATO NIM : 13.104.1011 Program Studi : Teknik Elektro Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pembumian Gardu Induk Menentukan sistem pembumian gardu induk yang berfungsi dengan baik dari keseluruhan pemasangan pembumian dan mempunyai arti untuk mengalirkan arus

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN

EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN Laporan Penelitian EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN Oleh : Ir. Leonardus Siregar, MT Dosen Tetap Fakultas Teknik LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKABP NOMMENSEN MEDAN 2012 1 EVALUASI SISTEM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pentanahan Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat yang mempergunakan listrik sebagai sumber tenaga, dari lonjakan listrik

Lebih terperinci

a. Bahwa tenaga kerja dan sumber produksi yang berada ditempat kerja perlu di jaga keselamatan dan produktivitasnya.

a. Bahwa tenaga kerja dan sumber produksi yang berada ditempat kerja perlu di jaga keselamatan dan produktivitasnya. MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NO. : PER. 02/MEN/1989 TENTANG PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR MENTERI TENAGA KERJA : Menimbang : a. Bahwa tenaga kerja dan sumber

Lebih terperinci

Listrik Dinamis FIS 1 A. PENDAHULUAN. ρ = ρ o (1 + αδt) B. HUKUM OHM C. NILAI TAHANAN RESISTOR LISTRIK DINAMIS. materi78.co.nr. c.

Listrik Dinamis FIS 1 A. PENDAHULUAN. ρ = ρ o (1 + αδt) B. HUKUM OHM C. NILAI TAHANAN RESISTOR LISTRIK DINAMIS. materi78.co.nr. c. Listrik Dinamis A. PENDAHULUAN Listrik bergerak dalam bentuk arus listrik. Arus listrik adalah gerakan muatan-muatan listrik berupa gerakan elektron dalam suatu rangkaian listrik dalam waktu tertentu karena

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN BESARAN LISTRIK

MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN BESARAN LISTRIK MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN BESARAN LISTRIK LABORATORIUM TEGANGAN TINGGI DAN PENGUKURAN LISTRIK DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS INDONESIA MODUL I [ ] 2012 PENGUKURAN ARUS, TEGANGAN, DAN DAYA LISTRIK

Lebih terperinci

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW)

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW) MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW) PROGRAM IbPE KELOMPOK USAHA KERAJINAN ENCENG GONDOK DI SENTOLO, KABUPATEN KULONPROGO Oleh : Aan Ardian ardian@uny.ac.id FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA Sistem Proteksi Penangkal Petir pada Gedung Widya Puraya SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA Abdul Syakur, Yuningtyastuti a_syakur@elektro.ft.undip.ac.id, yuningtyastuti@elektro.ft.undip.ac.id

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK 1. Yang dimaksud dengan instalasi tenaga listrik ialah : Instalasi dari pusat pembangkit sampai rumah-rumah konsumen. 2. Tujuan komisioning suatu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengendalian Proyek Suatu kegiatan pengawasan/monitoring suatu Proyek supaya proyek bisa berjalan dengan lancar dan mendapatkan mutu yang baik, penggunaan biaya dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA RENCANA SISTEM DISTRIBUSI DAN SISTEM PEMBUMIAN

BAB IV ANALISA RENCANA SISTEM DISTRIBUSI DAN SISTEM PEMBUMIAN BAB IV ANALISA RENCANA SISTEM DISTRIBUSI DAN SISTEM PEMBUMIAN 4.1 ANALISA SISTEM DISTRIBUSI Dalam menghitung arus yang dibutuhkan untuk alat penghubung dan pembagi sumber utama dan sumber tambahan dalam

Lebih terperinci

PT. Ciriajasa Cipta Mandiri

PT. Ciriajasa Cipta Mandiri Tentang Petir SEKELUMIT TENTANG PETIRÂ ( BAGIANÂ I) Intisari Petir merupakan kejadian alam yang selalu melepaskan muatan listriknya ke bumi tanpa dapat dikendalikan dan menyebabkan kerugian harta benda

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK Pedoman Umum 1. Yang dimaksud dengan instalasi tenaga listrik ialah : Instalasi dari pusat pembangkit sampai rumah-rumah konsumen. 2. Tujuan komisioning

Lebih terperinci

Pelatihan Sistem PLTS Maret PELATIHAN SISTEM PLTS PROTEKSI DAN KESELAMATAN KERJA Serpong, Maret Oleh: Fariz M.

Pelatihan Sistem PLTS Maret PELATIHAN SISTEM PLTS PROTEKSI DAN KESELAMATAN KERJA Serpong, Maret Oleh: Fariz M. PELATIHAN SISTEM PLTS PROTEKSI DAN KESELAMATAN KERJA Serpong, 24-26 Maret 2015 Oleh: Fariz M. Rizanulhaq Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) TUJUAN DAN SASARAN Peserta memahami berbagai macam alat proteksi

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK

DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK Mahadi Septian Program Studi Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA

ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA NAMA : Abdul Yasin NPM : 10411032 JURUSAN : Teknik Elektro PEMBIMBING : Dr. Setiyono, ST.,MT.

Lebih terperinci

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kelistrikan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kelistrikan DTG1I1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kelistrikan By Dwi Andi Nurmantris Apakah anda pernah kesetrum? Bahaya Listrik q Bilamana anda bekerja dengan alat bertenaga listrik atau instalasinya terdapat

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PEMELIHARAN GARDU DISTRIBUSI

LAPORAN AKHIR PEMELIHARAN GARDU DISTRIBUSI LAPORAN AKHIR PEMELIHARAN GARDU DISTRIBUSI Oleh: OFRIADI MAKANGIRAS 13-021-014 KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI MANADO 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1. Umum Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik yang dihasilkan pusat pembangkitan disalurkan melalui jaringan transmisi.

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Memperhatikan masalah keamanan baik terhadap peralatan dan pekerjaan, maka diperlukan usaha untuk membuat suatu sistem keamanan yang bisa melindungi

Lebih terperinci

SIMULASI PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN DAN JARAK ELEKTRODA TAMBAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN. Mohamad Mukhsim, Fachrudin, Zeni Muzakki Fuad

SIMULASI PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN DAN JARAK ELEKTRODA TAMBAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN. Mohamad Mukhsim, Fachrudin, Zeni Muzakki Fuad SIMULASI PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN DAN JARAK ELEKTRODA TAMBAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN Mohamad Mukhsim, Fachrudin, Zeni Muzakki Fuad ABSTRAK Untuk mendapatkan hasil pembumian yang baik harus

Lebih terperinci

UNIT I INSTALASI PENERANGAN PERUMAHAN SATU FASE

UNIT I INSTALASI PENERANGAN PERUMAHAN SATU FASE UNIT I INSTALASI PENERANGAN PERUMAHAN SATU FASE I. TUJUAN 1. Praktikan dapat mengetahui jenis-jenis saklar, pemakaian saklar cara kerja saklar. 2. Praktikan dapat memahami ketentuanketentuan instalasi

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN ISOLASI INSTALASI LISTRIK. Lembar Informasi

PENGUJIAN TAHANAN ISOLASI INSTALASI LISTRIK. Lembar Informasi PENGUJIAN TAHANAN ISOLASI INSTALASI LISTRIK Lembar Informasi Tahanan (resistansi) isolasi dari kabel instalasi listrik merupakan salah satu unsur yang menentukan kualitas instalasi listrik, mengingat fungsi

Lebih terperinci

KOMPONEN INSTALASI LISTRIK

KOMPONEN INSTALASI LISTRIK KOMPONEN INSTALASI LISTRIK HASBULLAH, S.PD, MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI 2009 KOMPONEN INSTALASI LISTRIK Komponen instalasi listrik merupakan perlengkapan yang paling pokok dalam suatu rangkaian instalasi

Lebih terperinci

MODUL III PENGUKURAN TAHANAN PENTANAHAN

MODUL III PENGUKURAN TAHANAN PENTANAHAN MODUL III PENGUKURAN TAHANAN PENTANAHAN I. TUJUAN 1. Mengetahui besarnya tahanan pentanahan pada suatu tempat 2. Mengetahui dan memahami fungsi dan kegunaan dari pengukuran tahanan pentanahan dan aplikasinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan sistem, badan peralatan dan instalasi dengan bumi/tanah sehingga dapat mengamankan manusia

Lebih terperinci

Bagian 6 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya

Bagian 6 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya SNI 0405000 Bagian 6 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya 6. Ruang lingkup 6.. Bab ini mengatur persyaratan PHB yang meliputi, pemasangan, sirkit, ruang pelayanan, penandaan untuk

Lebih terperinci

Vol.13 No.2. Agustus 2012 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.13 No.2. Agustus 2012 Jurnal Momentum ISSN : X Perancangan Instalasi Penangkal Petir Eksternal Gedung Bertingkat (Aplikasi Balai Kota Pariaman) Oleh: Sepannur Bandri Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Padang

Lebih terperinci

LISTRIK DINAMIS FIS 1 A. PENDAHULUAN B. HUKUM OHM. ρ = ρ o (1 + αδt) C. NILAI TAHANAN RESISTOR

LISTRIK DINAMIS FIS 1 A. PENDAHULUAN B. HUKUM OHM. ρ = ρ o (1 + αδt) C. NILAI TAHANAN RESISTOR A. PENDAHULUAN Listrik bergerak dalam bentuk arus listrik. Arus listrik adalah gerakan muatan-muatan listrik berupa gerakan elektron dalam suatu rangkaian listrik dalam waktu tertentu karena adanya tegangan

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI RELAY

SISTEM PROTEKSI RELAY SISTEM PROTEKSI RELAY SISTEM PROTEKSI PADA GARDU INDUK DAN SPESIFIKASINYA OLEH : WILLYAM GANTA 03111004071 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2015 SISTEM PROTEKSI PADA GARDU INDUK

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Salah satu faktor kunci dalam setiap pengamanan atau perlindungan rangkaian listrik baik keamanan bagi peralatan maupun keamanan bagi manusia adalah dengan cara menghubungkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum 1 Salah satu faktor kunci dalam setiap pengamanan atau perlindungan rangkaian listrik, baik keamanan bagi peralatan maupun keamanan bagi manusia.adalah dengan cara menghubungkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK

BAB IV ANALISA DAN PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK 57 BAB IV ANALISA DAN PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK 4.1. Sistem Instalasi Listrik Sistem instalasi listrik di gedung perkantoran Talavera Suite menggunakan sistem radial. Sumber utama untuk suplai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengelolaan listrik, salah satunya adalah isolasi. Isolasi adalah suatu alat

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengelolaan listrik, salah satunya adalah isolasi. Isolasi adalah suatu alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sangat bergantung pada kebutuhan energi. Energi tersebut diperoleh dari berbagai sumber, kemudian didistribusikan dalam bentuk listrik. Listrik

Lebih terperinci

12 Gambar 3.1 Sistem Penyaluran Tenaga Listrik gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan ol

12 Gambar 3.1 Sistem Penyaluran Tenaga Listrik gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan ol BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Pengertian Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS RENCANA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB III PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS RENCANA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK BAB III PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS RENCANA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 3.1 TAHAP PERANCANGAN DISTRIBUSI KELISTRIKAN Tahapan dalam perancangan sistem distribusi kelistrikan di bangunan bertingkat

Lebih terperinci

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI Seperti kita ketahui bahwa kilat merupakan suatu aspek gangguan yang berbahaya terhadap saluran transmisi yang dapat menggagalkan keandalan dan keamanan sistem tenaga

Lebih terperinci

Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung [Emmy Hosea, et al.

Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung [Emmy Hosea, et al. Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung W Universitas Kristen Petra Emmy Hosea, Edy Iskanto, Harnyatris M. Luden FakultasTeknologi

Lebih terperinci

Bagian 2 Persyaratan dasar

Bagian 2 Persyaratan dasar Bagian 2 Persyaratan dasar 2.1 Proteksi untuk keselamatan 2.1.1 Umum 2.1.1.1 Persyaratan dalam pasal ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan manusia, dan ternak dan keamanan harta benda dari bahaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan Listrik Negara ( PLN ) mempunyai sistem transmisi listrik di Pulau Jawa yang terhubung dengan Pulau Bali dan Pulau Madura yang disebut dengan sistem interkoneksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Saluran Transmisi Sistem transmisi adalah suatu sistem penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lain, seperti dari stasiun pembangkit ke substation ( gardu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori A. Fenomena Petir Proses awal terjadi petir disebabkan karena adanya awan bermuatan di atas bumi. Pembentukan awan bermuatan disebabkan karena adanya kelembaban

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem Pentanahan adalah suatu rangkaian atau jaringan mulai dari kutub pentanahan atau elektroda, hantaran penghubung sampai

Lebih terperinci