BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Infeksi Saluran Kemih (ISK) akibat kateterisasi merupakan tipe infeksi

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) akibat kateterisasi merupakan tipe infeksi nosokomial yang paling banyak terjadi. Prevalensi ISK tinggi pada pasien yang memakai kateter yaitu 70% - 80%, dan 10% - 30% pasien tersebut akan mengalami bakteriuria (Magill dkk, 2014). Survei terbaru di 66 rumah sakit di Eropa terdapat 17,5% kasus ISK akibat kateterisasi dan 23,6% di 183 rumah sakit di Amerika (Nicolle, 2014). Dari laporan NHSN % - 79% pasien yang dirawat di ICU mengalami ISK akibat kateterisasi, 17% di bangsal rawat inap, 23% di bangsal persalinan dan bedah, 9% di bangsal rehabilitasi (CDC, 2013). Uropatogen penyebab ISK akibat kateterisasi CAUTI (Catheter-Associated Urinary Tract Infection) dapat berasal dari pasien sendiri (endogen) yaitu dari meatus, rektum, atau kolonisasi vagina (Jacobsen dkk, 2008). Uropatogen dapat juga berasal dari luar tubuh pasien (eksogen) yaitu dari kontaminasi tangan petugas medis atau kontaminasi perlengkapan kateter (Jacobsen dkk, 2008). Pada kateterisasi, bakteri yang paling banyak ditemukan adalah E. coli (21,4%) dan candida spp (21,0%). Bakteri lain yang ditemukan adalah P. aeruginosa (10,0%), K. pneumoniae (7,7%), Enterobacter spp (4,1%), dan beberapa bakteri gram negatif lain serta Staphyloccus spp (Gould dkk, 2009). 1

2 2 Pasien yang memakai kateter juga akan mempunyai resiko lebih lama dirawat di rumah sakit 3 kali lebih besar dan resiko memakai antibiotik lebih lama, sebagian kasus bakteriuria tidak menampakkan gejala klinis (Nicolle, 2014). Kateterisasi uretra merupakan metode primer dekompresi kandung kemih dan juga berfungsi sebagai alat diagnostik retensi urin akut (Curtis dkk, 2001). Terdapat dua metode yang sering digunakan yaitu kateter indwelling dan kateter intermitten. kateter indwelling adalah kateter menetap yang digunakan dalam jangka waktu lama sedangkan kateter intermitten adalah kateter yang digunakan sewaktu-waktu. Selain untuk dekompresi kandung kemih, kateter juga digunakan untuk mengevaluasi jumlah urin yang keluar pada pasien inkontinensia urin. Mengingat fungsi tersebut, 15% - 25% pasien di rumah sakit memakai kateter (Dunn dkk, 2000). Kateter yang digunakan terlalu sering dan lama atau tidak sesuai dengan indikasi akan meningkatkan resiko berbagai komplikasi, yang paling sering adalah infeksi saluran kemih (ISK). Komplikasi lainnya adalah striktur uretra, hematuria dan perforasi kandung kemih (Nicolle, 2014). Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi atau CAUTI didefinisikan sebagai infeksi pada pasien yang pernah atau masih menggunakan kateter indwelling. Sebagian penyebab ISK akibat kateterisasi adalah polimikrobial (pada pasien yang memakai kateter indwelling atau dalam jangka lama). Gejala klinis yang mungkin timbul bervariasi, mulai dari ringan (panas, uretritis, sistitis) sampai berat (pielonefritis akut, batu saluran kemih dan bakteremia). Jika tidak segera ditangani maka akan menimbulkan urosepsis bahkan kematian yang mencapai kasus pertahun (Gould dkk, 2009). Diperkirakan 17% - 69% ISK akibat

3 3 kateterisasi dapat dicegah denagn pengendalian infeksi yang baik (Gould dkk, 2009). Maka diberikan terapi empiris pada pasien yang menunjukkan gejala, terapi empiris yang digunakan adalah antibiotik yang berspektrum luas dengan tujuan agar antibiotik yang dipilih dapat membunuh beberapa kemungkinan kuman penyebab infeksi. Padahal penggunaan antibiotik spektrum luas secara tidak terkendali dapat menimbulkan masalah pada penatalaksanaan pasien terutama berkaitan dengan terapi. Meluasnya penggunaan antibiotik yang tidak tepat merupakan isu besar dalam kesehatan masyarakat dan keamanan pasien. Pasien di rumah sakit banyak menerima obat antibiotik dan lebih dari separuhnya pasien menerima antibiotik yang tidak diperlukan. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai masalah seperti pengobatan akan lebih mahal, efek samping obat lebih toksik, meningkatnya resistensi antibiotik dan timbulnya kejadian superinfeksi yang sulit diobati sehingga secara bermakna dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas terhadap pasien, sehingga perlu kerasionalan terapi dalam menggunakan antibiotik pada terapi Catheter-Associated Urinary Tract Infection (Grabe dkk, 2013; Febiana, 2012). Permasalahan resistensi bakteri juga telah menjadi masalah yang berkembang di seluruh dunia sehingga WHO mengeluarkan pernyataan mengenai pentingnya mengkaji faktor-faktor yang terkait dengan masalah tersebut dan strategi untuk mengendalikan kejadian resistensi (Trotman dkk, 2005). Evaluasi kualitas terhadap penggunaan antibiotik dilakukan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik. Metode Gyssens merupakan suatu

4 4 alat yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas terhadap penggunaan antibiotik dengan menilai ketepatan penggunaan antibiotik seperti: tepat indikasi, tepat pemilihan antibiotik berdasarkan efektivitas, toksisitas, harga dan spektrum antibiotik, lama pemberian, dosis, rute, interval dan waktu pemberian antibiotik (Gyssens, 2005). Studi tentang evaluasi penggunaan antibiotik pada Infeksi Saluran Kemih yang disebabkan oleh pemakaian urin kateter di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP DR. Sardjito Yogyakarta belum pernah dilakukan. Pemikiran tersebut melatar belakangi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik terhadap outcome klinik pada pasien catheterassociated urinary tract infection ( CAUTI) di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.

5 5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Berapa prevalensi penggunaan antibiotik yang rasional pada pasien Catheter-Associated Urinary Tract Infection di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP DR. Sardjito Yogyakarta? 2. Apakah penggunaan antibiotik yang rasional berpengaruh terhadap outcome klinik pada pasien Catheter-Associated Urinary Tract Infection di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP DR. Sardjito Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui prevalensi penggunaan antibiotik yang rasional berdasarkan kriteria Gyssens pada pasien Catheter-Associated Urinary Tract Infection di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. 2. Mengetahui pengaruh penggunaan antibiotik yang rasional terhadap outcome klinik pada pasien Catheter-Associated Urinary Tract Infection di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.

6 6 D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Kemih sudah pernah dilakukan, namun belum ada penelitian tentang evaluasi rasionalitas dengan kriteria Gyssen dilakukan khusus untuk pasien Catheter-Associated Urinary Tract Infection. Beberapa penelitian mengenai evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Kemih dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Penelitian Tentang Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Infeksi Saluran Kemih Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP Dr.Kariadi Semarang Tahun 2008 (Retrospektif) Wilianti, 2009 Geografi, 2014 Evaluasi Penggunaan Antibiotik Untuk Terapi Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien Sindrom Nefrotik Pediatri di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta (Retrospektif) Kelengkapan data dalam catatan medik sebesar 52,9% (37 dari 70 catatan medik), ketepatan indikasi sebesar 78,4% (29 dari 37 kasus), ketepatan jenis antibiotik sebesar 44,8% (13 dari 29 kasus), ketepatan dosis & frekuensi sebesar 100%, ketepatan rute pemberian sebesar 100%, ketepatan lama pemberian sebesar 72,4% (21 dari 29 kasus). Penggunaan antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih pada bangsal penyakit dalam di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 2008 tidak rasional dengan nilai rasionalitas sebesar 27,03% (10 kasus dari 37 kasus). Penggunaan antibiotik yang rasional ditemukan sebesar 18% (4 kasus) dan yang tidak rasional sebesar 82% (18 kasus). Berdasarkan adanya pemeriksaan ulang urinalisis dan mikroskopis sampel urin, hanya 16 kasus (72%) dari 22 kasus yang dapat dievaluasi keberhasilan terapinya dan kesemuanya memiliki outcome klinis membaik. Penggunaan antibiotik yang rasional dan memberikan outcome klinik membaik ditemukan sebesar 25% (4 kasus) sedangkan penggunaan antibiotika yang tidak rasional namun juga memberikan klinis membaik ditemukan sebesar 75% (12 kasus).

7 7 Tabel 1. Lanjutan Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Incidence and outcome of inappropriate in-hospital empiric antibiotics for severe infection: a systematic review and meta-analysis Marquet dkk., 2015 Mantu dkk., 2015 Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Infeksi Saluran Kemih Di Instalasi Rawat Inap RSUP. Prof. DR. R. D Kandou Manado Periode Juli 2013-Juni (Retrospektif) Kesimpulan review pada 27 jenis penelitian yang termasuk kriteria inklusi, memberikan persentase hasil penggunaan antibiotik empiris yang tidak tepat dalam rentang 14,1% - 78,9%. Penelitian dilakukan terhadap 47 catatan medis penderita infeksi saluran kemih yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan antibiotik yang paling banyak digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih ialah Ciprofloxacin (55,3%), Ceftriaxone (40,4%) dan Cefixime (4,3%). Ketepatan dosis sesuai sesuai evaluasi yakni (89,4%) tepat dosis dan (27,7%) sesuai lama pemberian. Penelitian Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Terhadap Outcome Klinik pada Pasien Catheter-Associated Urinary Tract Infection (CAUTI) di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP DR. Sardjito Yogyakarta berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal rancangan penelitian, sampel, jenis infeksi, tempat penelitian dan periode penelitian. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi praktisi di Rumah Sakit khususnya Farmasis Klinis, dapat digunakan sebagai landasan, gambaran dan petunjuk dalam menentukan penggunaan antibiotik yang rasional pada pasien Catheter-Associated Urinary Tract Infection (CAUTI) sehingga dapat memberikan penatalaksanaan CAUTI secara optimal guna meningkatkan outcome terapi.

8 8 2. Bagi peneliti, dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang penggunaan antibiotik yang rasional terhadap outcome klinik pada pasien Catheter-Associated Urinary Tract Infection. 3. Bagi institusi pendidikan dapat digunakan sebagai pendahuluan dan sumber informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penggunaan antibiotik yang rasional terhadap outcome klinik pada pasien Catheter-Associated Urinary Tract Infection.