BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk kepentingan manusia (Gambar 2.1; Adkin, 2008). Mulai dari air kelapa, bunga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk kepentingan manusia (Gambar 2.1; Adkin, 2008). Mulai dari air kelapa, bunga"

Transkripsi

1 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tanaman Kelapa Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) dikenal dengan sebutan pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian tumbuhan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia (Gambar 2.1; Adkin, 2008). Mulai dari air kelapa, bunga kelapa, buah kelapa, sabut kelapa, batang kelapa hingga tempurung kelapa dapat bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi maupun sosial yang cukup tinggi (Tarigans, 2005). Akar pohon kelapa yang masih muda dapat digunakan untuk obat sakit perut (Warisno, 1998). Selain itu akar juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan zat warna alami (Kristina & Syahid, 2007). Batang kelapa juga sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai bahan baku perabotan rumah, mebel/furniture, bahan bangunan misalnya kaso (usuk; Gambar 2.1A), kayu bakar dan jembatan darurat. Di daerah pedesaan batang kelapa yang masih muda sering digunakan untuk membuat gelodog yaitu sarang lebah (Warisno, 1998). Daun merupakan bagian kelapa yang memiliki nilai penting dalam kehidupan masyarakat khususnya di Indonesia. Daun yang masih muda dapat dipergunakan untuk membungkus ketupat (Gambar 2.1B) sebagai bagian penting dalam upacara keagamaan. Daun yang masih muda (janur ; Jawa) banyak juga dimanfaatkan dalam upacara adat dan upacara perkawinan pada masyarakat Jawa dan Bali (Putra, 2008). 8

2 9 Daun yang tua dapat digunakan untuk membuat atap dan bahan dekorasi pesta (Warisno, 1998). Buah kelapa merupakan bagian yang paling penting dan memiliki nilai ekonomi paling tinggi dibandingkan dengan bagian-bagian kelapa lainnya. Buah yang masih muda umum digunakan sebagai minuman segar seperti es kelapa muda (Gambar 2.1C; Hutapea et al., 2007), sedangkan buah yang sudah tua dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Sabut kelapa merupakan bagian paling luar dari buah kelapa tua yang dapat dimanfaatkan untuk membuat keset, tali ataupun tambang (Warisno, 1998). Disamping itu juga dapat dipakai untuk keperluan jok mobil, kursi, kasur, penyaring udara, maupun untuk peredam panas dan suara pada konstruksi bangunan (Tarigan, 2005). Di Filipina, sabut kelapa diolah menjadi produk ecomat, ecolog dan twine, yang berguna untuk mencegah erosi tanah pada konstruksi jalan bertopografi miring (Tarigan, 2005). Dari sabut kelapa juga dapat dihasilkan debu sabut (cocopeat) yang dapat digunakan sebagai media tanaman (Mahmud & Ferry, 2005). Tempurung kelapa dapat digunakan untuk menghasilkan berbagai produk olahan antara lain arang (Gambar 2.1D), arang aktif maupun barang kerajinan. Arang aktif yang dihasilkan dari tempurung kelapa merupakan arang aktif berkualitas tinggi yang dapat digunakan dalam industri farmasi, pertambangan, pembersih udara ruangan karena mampu menyerap polusi dan bau tidak sedap (Mahmud & Ferry, 2005).

3 10 Gambar 2.1. Berbagai produk olahan kelapa (A) bahan bangunan ( blogspot.com/), (B) ketupat dari daun kelapa ( com/menyambut -lebaran -selongsongketupat-jadi-rebutan.html), (C) es kelapa muda ( marimasuk86. multiply.com/reviews/item/3) (D) arang tempurung ( indonetwork. co.id/ brantastirani / /arangtempurung.htm) (E) nata de coco sebagai produk olahan air kelapa ( wordpress.com/2010/04/30/membuat-nata-decoco/) (F) virgin coconut oil (VCO) sebagai produk olahan dari daging buah kelapa ( indonetwork. co.id/ /virgin-coconut-oil-vco-minyak-kelapa-murni.htm). Air kelapa dapat diolah untuk menghasilkan beberapa produk bernilai ekonomi tinggi seperti minuman ringan, jelly, ragi, alkohol, cuka, dextran, anggur, ethyl acetate maupun nata de coco (Mahmud & Ferry, 2005). Nata de coco merupakan makanan yang banyak mengandung air (98 %) dan berkalori rendah sehingga sangat baik dikonsumsi untuk kesehatan terutama untuk keperluan diet (Gambar 2.1E; Tarigans, 2005). Industri nata de coco merupakan industri yang menjanjikan karena harga jual nata de coco yang cukup tinggi dan pemasarannya juga cukup mudah

4 11 (Tarigans, 2005). Pada saat ini industri nata de coco telah berkembang mulai dari skala rumah tangga hingga industri besar. Daging buah kelapa dapat dimanfatkan secara langsung dan dikonsumsi sebagai buah segar maupun sebagai produk olahan. Daging kelapa tua pada umumnya dimanfaatkan untuk membuat santan yang sangat penting sebagai bahan masakan khususnya makanan Asia. Daging buah kelapa juga dapat dikeringkan menjadi kopra, maupun dapat diolah menjadi minyak kelapa crude coconut oil (CCO), minyak goreng, industri oleochemical, oleofood, ataupun kelapa parut kering (desicated coconut) yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Mahmud & Ferry, 2005). Pada saat ini daging buah juga sangat menjanjikan untuk diolah menjadi minyak kelapa murni (virgin coconut oil; Gambar 2.1F). Telah dilaporkan bahwa VCO bermanfaat membantu mencegah beberapa penyakit, memperbaiki system percernaan, meningkatkan kekebalan tubuh serta dapat menurunkan berat badan pada program diet (Neiola, 2005). Di Indonesia, pembuatan VCO telah terbukti mampu meningkatkan pendapatan dan mengurangi kemiskinan di tingkat petani kelapa (Tarigans, 2005). Melihat beraneka macam manfaat kelapa, budidaya kelapa perlu dikembangkan guna memenuhi kebutuhan sehari hari. 2.2 Budidaya Kelapa Kelapa termasuk salah satu familia Arecaceae yang paling penting di kawasan tropis (Adkins, 2008). Luas areal tanaman kelapa tersebar di lebih dari 90 negara terutama di kawasan Asia Pasifik dengan luas area mencapai lebih dari 12 juta ha. Di

5 12 Indonesia, luas area tanaman kelapa mencapai lebih dari 3,8 juta ha sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Di seluruh dunia tanaman kelapa dibudidayakan oleh lebih dari 50 juta petani kecil yang pada umumnya memiliki sumber daya terbatas (Adkins, 2008). Di Indonesia, hampir 20 juta jiwa menggantungkan hidupnya pada tanaman kelapa. Menurut Tarigan (2005), lebih dari 95 % dari area kelapa di Indonesia merupakan perkebunan rakyat (sekitar 3,59 juta ha) dengan rata rata kepemilikan lahan hanya sekitar 0,50 ha/keluarga petani. Dengan kondisi tersebut menyebabkan tingkat pendapatan petani kelapa menjadi sangat rendah, diperkirakan hanya sekitar 3,75 juta per tahun (Mahmud dan Ferry, 2005). Akibatnya, banyak petani kelapa yang hidup masih pada garis kemiskinan. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa adalah dengan membudidayakan kelapa dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi seperti kelapa kopyor. Kelapa kopyor merupakan kelapa yang memiliki endosperm (daging buah) yang tidak normal yaitu sebagian besar endospermanya terlepas dari tempurung (Mashud, 2010). Harga per butir kelapa kopyor dapat mencapai Rp ,- s/d Rp ,- (Maskromo & Novarianto, 2007) yaitu 10 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelapa normal (Prasetyo & Rachmat, 2003). 2.3 Kelapa Kopyor Biologi Kelapa Kopyor Kelapa kopyor memiliki endosperm (daging buah) yang terlepas dari tempurung (Gambar 2.2; Mashud, 2010). Lepasnya endosperma dari tempurung

6 13 disebabkan adanya defisiensi enzim α-d-galaktosidase sebagai salah satu enzim yang berperan dalam pembentukan endosperma kelapa (Maskromo et al., 2007). Adanya defisiensi enzim tersebut menyebabkan putusnya hubungan jaringan endosperm dengan embrio sehingga secara alami endosperm tidak mampu mendukung pertumbuhan embrio (Maskromo & Novarianto, 2007) Gambar 2.2. Perbedaan endosperm buah yang dibelah (A) pada kelapa normal dan (B) kelapa kopyor Kelapa kopyor dengan kelapa normal tidak dapat dibedakan secara morfologinya, untuk membedakan antara buah kopyor dengan buah normal adalah dengan cara menggoyang goyang buahnya. Kelapa kopyor akan menimbulkan suara gemericik akibat endosperma yang lepas dari tempurungnya. Suara gemericik yang ditimbulkan berbeda dengan suara pada kelapa normal (Warisno, 1998) Secara alami, kelapa kopyor dihasilkan dari pohon kelapa normal yang mempunyai gen resesif sifat kopyor baik heterozigot resesif (Kk) maupun homozigot resesif (kk). Sifat kopyor akan muncul apabila saat penyerbukan bunga betina atau

7 14 bakal buah yang memiliki gen resesif kopyor (k) bertemu dengan bunga jantan yang memiliki gen resesif (k) baik dalam satu pohon maupun yang berbeda pohon, sehingga akan membentuk embrio homozigot resesif (kk) dengan susunan genetik endospermanya (kkk). Sifat kopyor tidak akan muncul apabila saat penyerbukan bunga betina atau bakal buah dengan gen resesif (k) bertemu dengan gen dominan (K) bunga jantan. Dengan demikian peluang terbentuknya buah kopyor dalam satu pohon atau tandan tergantung pada peluang penyerbukan yang melibatkan sifat kopyor pada bunga jantan atau betina tanaman kelapa tersebut (Maskromo & Novarianto, 2007) Manfaat dan Nilai Ekonomi Kelapa Kopyor Kelapa kopyor memiliki daging buah dengan tekstur buah yang lunak, cita rasa yang khas dan gurih (Mahmud, 2009). Di samping itu endosperma kelapa kopyor memiliki nilai gizi lebih tinggi jika dibandingan dengan endosperma kelapa normal (Sukendah, 2009). Karena sifat tersebut kelapa kopyor banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Menurut Hutapea et al. (2007), kelapa kopyor biasa dipasarkan dalam bentuk buah segar dan siap saji seperti es kopyor dan es campur. Selain itu, kelapa kopyor juga dapat diolah terlebih dahulu untuk menghasilkan produk dengan nilai ekonomis lebih tinggi yaitu diolah menjadi es cream kopyor, selai kopyor, permen kopyor (coconut candy), buah kaleng (pure makapuno preserve), kue tart kopyor (bokupai) dan bahan campuran roti (buko pie). Lebih 20 perusahaan di Filipina mengolah

8 15 kelapa kopyor menjadi sirup dan mengemasnya dalam botol (Maskromo et al., 2007). Di Filipina, permintaan kelapa kopyor dilaporkan sangat tinggi terutama dalam bentuk sirup dan es cream dan akan terus meningkat pada waktu waktu tertentu seperti hari Natal (Maskromo et al., 2007). Hal yang serupa juga terjadi di Indonesia saat bulan puasa dan menjelang lebaran yang menyebabkan harga kelapa kopyor juga meningkat hingga dua sampai tiga kali lipat dari harga biasa (Mahmud, 2009). Walaupun sampai saat ini belum pernah dilakukan survei untuk mengetahui secara pasti keseluruhan kebutuhan kelapa kopyor, tetapi survei pada beberapa daerah sentra kelapa kopyor seperti Lampung dan Sumenep menunjukan bahwa kebutuhan kelapa kopyor di Indonesia terutama kota besar di Jawa seperti Jakarta sangat tinggi sedangkan kelapa kopyor yang dihasilkan jumlahnya terbatas Budidaya Kelapa Kopyor Di Indonesia terdapat dua tipe kelapa kopyor yaitu tipe Dalam dan tipe Genjah. Berdasarkan warna buahnya kelapa kopyor tipe Dalam terdiri atas tiga jenis yaitu hijau, hijau kekuningan dan cokelat kemerahan (reddish brown) sedangkan kelapa kopyor tipe Genjah terdiri atas lima jenis yaitu hijau, hijau kekuningan, kuning, cokelat kemerahan dan gading atau orange (Mashud, 2009). Kelapa kopyor tipe Dalam menghasilkan buah kopyor yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan kelapa kopyor tipe Genjah. Hal ini disebabkan karena kelapa kopyor tipe Dalam melakukan penyerbukan silang sehingga peluang untuk gen resesif bunga betina dan gen resesif bunga jantan relatif kecil sedangkan pada tipe Genjah melakukan

9 16 penyerbukan sendiri sehingga peluang untuk bertemunya gen resesif antara bunga jantan dan bunga betina lebih besar (Mashud & Manaroinsong, 2007). Secara alami, penyediaan bibit kelapa kopyor dilakukan dengan cara konvensional yaitu menyemaikan buah kelapa normal yang diperoleh dari pohon dan tandan yang menghasilkan kelapa kopyor. Hal ini dilakukan karena embrio kelapa kopyor apabila disemai tidak akan berkecambah, endosperma yang seharusnya dapat digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhan embrio akan segera membusuk (Prasetyo & Rachmat, 2003). Walaupun dapat dihasilkan dengan cara alami, namun penyediaan bibit dengan cara ini kurang efektif dalam menghasil buah kelapa kopyor dalam jumlah banyak, buah yang diperoleh tidak semuanya menghasilkan buah kelapa kopyor. Tanaman kelapa kopyor tipe dalam yang diperoleh melalui bibit alami hanya akan menghasilkan buah kopyor dalam jumlah yang rendah hanya sekitar 3-25 % (Maskomo et al., 2007), sedangkan pada tipe Genjah dapat mencapai 30-50% (Mashud, 2008). Salah satu teknik untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan teknik kultur embrio. Tanaman kelapa kopyor hasil kultur embrio berpotensi sangat besar dalam menghasilkan buah kopyor yaitu mencapai % (Hutapea et al., 2007).

10 Kultur Embrio Kultur embrio merupakan suatu teknik menumbuhkan embrio zigotik yang berasal dari biji pada kondisi aseptis dalam medium tertentu yang telah diketahui komposisi kimianya untuk pertumbuhan, diferensiasi dan morfogenesis embrio (Raghavan, 2003). Kultur embrio biasa dilakukan untuk menyediakan bibit suatu tanaman dengan alasan tertentu, seperti penyelamatan spesies tanaman budidaya hasil persilangan yang tidak dapat bertahan hidup apabila ditumbuhkan secara alami (Burun & Poyrazoglu, 2002) maupun dapat digunakan untuk menyelamatkan dan menumbuhkan embrio yang memiliki kebutuhan khusus (Raghavan, 2003). Embrio tanaman yang diperoleh dari persilangan Phaseolus polyanthus Greenm X Phaseolus vulgaris L. tidak dapat tumbuh secara alami, sehingga memerlukan kultur embryo untuk menumbuhkan embrio hasil persilangan tersebut (Geerts et al., 1999). Kosmiatin & Mariska (2005) juga berhasil menggunakan teknik kultur embrio untuk mengecambahkan embrio steril hasil persilangan antara kacang hijau (Vigna radiata L. Wilczek) X kacang hitam (Vigna mungo). Kultur embrio juga berhasil digunakan untuk menyediakan bibit hasil persilangan Oryza sativa dengan beberapa spesies liarnya, seperti persilangan dengan O. Australiensis (tahan kering), O. puntata, O. Minuta (tahan wereng), O. officinalis (tahan hawar daun) ataupun dengan O. rufipogon (cekaman biotik) yang secara konvensional sulit dilakukan karena tanaman hasil persilangan tersebut mudah rontok dan menghasilkan polen steril (Suhartini, 2002).

11 18 Di samping itu, kultur embrio dapat pula diaplikasikan untuk menyelamatkan embrio tanaman yang memerlukan kebutuhan khusus untuk tumbuh. Embrio anggrek yang secara alami hanya dapat berkecambah jika bersimbiosis dengan jamur, namun dengan menumbuhkannya pada media yang mengandung sukrosa, anggrek tersebut dapat berkecambah walaupun tidak ada jamur simbiosis (Raghavan, 2003). Hal serupa juga terjadi pada kelapa kopyor dimana embrionya tidak dapat ditumbuhkan secara alami. Dengan teknik ini, embryo dari buah kopyor dapat ditumbuhkan secara in vitro dan dihasilkan bibit kelapa kopyor true-to-type (Mashud, 2008) Kultur Embrio Kelapa Pada tanaman kelapa, teknik kultur embrio telah banyak dilakukan dengan berbagai macam tujuan antara lain untuk koleksi dan pengiriman plasma nutfah kelapa (Mashud, 2008). Hal tersebut karena kelapa merupakan buah yang cukup besar dan beratnya dapat mencapai 1,5 4 kg per butir (Sidik, 2010). Akibatnya jika koleksi dan transportasi dilakukan dalam bentuk buah yang utuh akan sangat tidak praktis dan tidak aman (Adkin, 2008). Di Indonesia kegiatan koleksi dan pengiriman plasma nutfah kelapa menjadi suatu hal yang penting karena Indonesia merupakan salah satu lokasi untuk International Coconut Genebank For South and East Asia (ICG-SEA) tepatnya di Sulawesi Utara (Mashud, 2008). Selain untuk pengiriman plasma nutfah kelapa, kultur embrio juga digunakan sebagai penyelamatan plasma nutfah serta perbaikan bibit tanaman kelapa (Mashud &

12 19 Manaroinsong, 2007) khususnya kelapa spesifik dan unggul seperti kelapa kopyor dan kelapa kenari (Mashud, 2008). Aplikasi kultur embrio untuk menghasilkan bibit kelapa telah banyak dilakukan di beberapa negara seperti Sri Lanka, Perancis, Filipina, India termasuk Indonesia. Tingkat keberhasilan kultur embryo di setiap negara bervariasi, seperti di Sri Lanka dan Filipina sangat tinggi (94-98 %; Weerakoon, 2002; Rillo et al., 2002) namun di Indonesia dan India memiliki keberhasilan yang lebih rendah (61 67 %; Karun et al., 2002; Mashud, 2002). Pelaksanaan kultur embryo kelapa pada umumnya dilakukan melalui 4 tahap, yaitu (1) koleksi embrio dari lapang (2) persiapan media (3) teknik aseptik (4) aklimatisasi (Mashud & Manaroinsong, 2007). Tahap koleksi embrio dari lapang terdiri atas tahap pemanenan buah kelapa sebagai sumber embryo, pengupasan dan pengambilan silinder endosperma, pemisahan embryo dari endosperma (Gambar 2.3; Mashud et al., 2003). Pengambilan silinder endosperma dilakukan dengan menggunakan pipa besi dengan diameter 1,6 cm pada mata aktif (eye active; Pech-y- Ake et al., 2002). Mata aktif yaitu salah satu mata dari tiga mata yang ada pada buah kelapa (Mashud et al., 2004). Buah kelapa yang digunakan sebagai sumber embryo adalah buah yang sudah tua (Warisno, 1998). Buah kelapa berumur bulan memiliki daya kecambah yang tinggi yaitu mencapai % (Sukartiningrum & Sukendah, 2008; Sriyanti, 2010). Pada buah kelapa yang lebih tua yaitu bulan daya kecambah lebih

13 20 rendah yaitu 0 100% (Pech-y-Ake et al., 2002), sedangkan pada buah yang lebih muda berumur 9-11 bulan daya kecambahnya hanya 58,33-96,67 % (Mashud, 2002). Buah kelapa dengan umur yang lebih muda lagi (8 bulan) juga dapat digunakan akan tetapi selain sulit berkecambah, embrio juga sulit diisolasi dari endospermanya (Mashud et al., 2004) Gambar 2.3. Pengupasan buah kelapa (A) dilanjutkan dengan pengambilan silinder endospema (B) kemudian embrio di isolasi dari silinder endosperma (C) (Mashud et al., 2004) Tahap persiapan media merupakan kegiatan untuk membuat media yang diformulasikan khusus untuk jaringan kelapa serta dapat pula dimodifikasi dengan menambahkan zat pengatur tumbuh (ZPT) pada kosentrasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan embrio maupun tahapan kultur (Mashud et al., 2004). Media tanam yang umum digunakan terdiri atas unsur hara makro, mikro, vitamin, zat pengatur tumbuh, arang aktif dan sukrosa sebagai sumber energi (Mashud, 2010). Beberapa protokol media telah diaplikasikan untuk menyediakan bibit kelapa pada berbagai kultivar. Pada tahap perkecambahan, protokol Central Plantation Crops Research Institute (CPCRI) mampu menginduksi perkecambahan dengan tingkat

14 21 keberhasilan rata rata mencapai % (Damasco, 2002; Karun et al., 2002; Mashud, 2002; Rillo et al., 2002). Embrio yang ditanam dengan menggunakan protokol University of Phillipine Los Banos (UPLB) menunjukan induksi perkecambahan rata rata yang tidak jauh berbeda yaitu % (Karun et al., 2002; Mashud, 2002; Rillo, 2002; Weerakon et al., 2002). Keberhasilan induksi perkecambahan yang lebih baik ditunjukkan pada embrio yang ditanam pada media Phillipine Coconut Authority (PCA) dan protokol Institut Francais de Recherche Scientifique pour le Developpement (IRD) dengan tingkat keberhasilan mencapai 89 % (Karun et al., 2002). Pada tahap induksi akar, media tanam juga menentukan keberhasilan induksi akar. Persentase keberhasilan induksi akar paling tinggi diperoleh pada tunas yang ditanam pada media IRD yaitu sekitar 71 %, sedangkan pada medium UPLB dan PCA hanya berkisar % dan pada media CPCRI hanya mencapai 26 % (Karun et al., 2002). Pada penelitian yang lain, media UPLB mampu menginduksi akar paling baik (64-85,89 %) dibandingkan medium IRD dan PCA yaitu sekitar %, maupun medium CPCRI (0-60 %; Capote et al., 2002; Rillo et al., 2002). Komposisi media tanam embrio kelapa yang banyak digunakan adalah Hybrid Embryo Culture (HEC) medium (Rillo, 2004). Media ini tersusun atas Y 3 makro dan mikro nutrien (Eeuwen, 1976) yang dikombinasikan dengan Fe-EDTA yang disusun UPLB dengan vitamin yang disusun PCA (Rillo, 2004). Dengan menggunakan media ini induksi perkecambahan dapat mencapai % (Rillo et al., 2002; Sriyanti, 2010 ; Sidik, 2011).

15 22 Tahap selanjutnya merupakan tahap yang paling penting dalam kultur jaringan yaitu tahap teknik aseptik. Teknik aseptik terdiri dari persiapan embrio steril dan pemeliharaan embrio secara in vitro (Mashud et al., 2003). Persiapan embrio steril dilakukan dengan cara yang berbeda beda pada setiap penelitian dengan tingkat kontaminasi yang bervariasi. Embrio kelapa disterilkan dengan menggunakan 3 % larutan hipoklorit selama 5 menit lalu mencucinya selama beberapa saat dengan menggunakan akuades. Metode sterilisasi ini kurang efektif karena tingkat kontaminasi yang terjadi cukup tinggi yaitu mencapai 67 % (Weerakon et al., 2002). Pada penelitian lain, tingkat kontaminasi lebih rendah yaitu 22,5 40 % dengan cara merendam silinder embrio dalam detergent kemudian dicuci dengan air mengalir dan disterilisasi dalam 100 % pemutih selama 20 menit, embrio hasil isolasi disterilisasi kembali dengan menggunakan 10 % pemutih selama 1 menit dan dicuci dengan akuades selama 3 4 menit (Damasco, 2002). Penelitian di Tanzania, sterilisasi dilakukan dengan cara merendam silinder endosperma dalam 100 % pemutih selama 20 menit, embrio yang telah dipisahkan dari endosperma di desinfektan dengan mengguakan 10 % pemutih selama 1 menit, kemudian dicuci dengan menggunakan akuades steril sebanyak 3 kali, sterilisasi dengan cara demikian menghasilkan tingkat kontaminasi yang masih cukup tinggi yaitu 9,8 36 % (Mkumbo et al., 2002) Tingkat kontaminasi lebih rendah hanya mencapai 2 5 % dilakukan menggunakan sterilisasi dengan cara mencuci silinder endosperma dengan air mengalir dan 95 % alkohol dengan cepat kemudian direndam dalam 100 % pemutih

16 23 selama 20 menit lalu mencucinya dengan menggunakan akuades steril sebanyak 3 kali, setelah embrio di isolasi lalu didesinfeksi kembali dengan 10 % pemutih selama 1 menit dan dicuci dengan menggunakan akuades steril sebanyak 3-5 kali (Rillo et al., 2002). Tahap selanjutnya setelah sterilisasi embrio adalah kultur embrio. Kultur embrio dilaksanakan dengan cara menanam embrio yang telah disterilisasi pada media tanam secara aseptis (Mashud, 2008). Embrio yang sudah ditanam ke dalam media tumbuh di inkubasi secara aseptik pada temperatur ºC dalam kondisi terang dengan periode 14 jam cahaya, 10 jam tanpa cahaya (Adkins, 2008). Pada penelitian lain menggunakan pencahayaan 9 jam terang dan 15 jam gelap (Mashud et al., 2004). Sub kultur ke dalam medium baru dilakukan setiap 4 6 minggu sekali (Mashud et al., 2004; Prasetyo & Rachmat, 2003) Tahap terakhir dalam penyediaan bibit kelapa adalah tahap aklimatisasi. Aklimatisasi adalah tahap penyesuaian bibit dari kondisi kultur (in vitro) ke kondisi lingkungan luar (ex vitro) di screen house atau lapang yang mengharuskan bibit tumbuh secara autotrofik (Mashud et al., 2004). Tingkat keberhasilan pada tahap ini masih rendah yaitu 50 % (Mashud, 2010; Sukendah, 2005). Hal ini disebabkan karena bibit mengalami shock dan tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan luar (Mashud et al., 2004). Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan memindah bibit pada sistem fotoautotrofik dalam kondisi kaya CO 2 dengan menggunakan media mineral Y3 dengan Fe-EDTA tanpa sukrosa selama 4 minggu (Adkin, 2008).

17 Kultur Embrio Kelapa Kopyor Aplikasi teknik kultur embryo untuk menyediakan bibit kelapa kopyor mulai dikembangkan dalam rangka meningkatkan persentase buah kopyor yang diproduksi (Mashud & Manaroinsong, 2007). Telah diketahui bahwa jumlah buah kopyor yang dihasilkan oleh tanaman yang ditumbuhkan dari bibit yang diperoleh secara konvensional hanya akan menghasilkan buah kopyor sekitar % (Mashud dan Manaroinsong, 2007). Dengan menggunakan kultur embrio, keberhasilannya tanaman untuk menghasilkan buah kopyor menjadi jauh lebih tinggi yaitu mencapai antara % (Hutapea et al., 2007; Mashud & Manaroinsong, 2007; Mashud, 2010). Penelitian perbanyakan kelapa kopyor dengan menggunakan teknik kultur embrio sudah cukup lama dikembangkan yaitu sekitar 35 tahun namun persentase keberhasilannya masih cukup rendah (Sukendah, 2009). Pada tahap perkecambahan, tingkat keberhasilan induksi tunas sangat beragam namun sudah cukup tinggi. Mashud & Manaroinsong (2007) berhasil mengecambahkan embrio kelapa kopyor dengan tingkat keberhasilan mencapai 63 % pada media Eeuwen (Y 3 ). Tingkat keberhasilan perkecambahan yang sedikit lebih tinggi (70%) dilakukan juga dengan menggunakan medium yang sama (Prasetyo & Rachmat, 2003). Persentase perkecambahan yang lebih tinggi (81%) dilaporkan pada kultur embryo dengan menggunakan media hybrid embrio culture (HEC; Sidik, 2011). Tingkat keberhasilan induksi perkecambahan yang cukup tinggi, antara %, dilaporkan pada embryo yang ditanam pada medium Eeuwen (Sukartiningrum & Sukendah, 2008; Sukendah et al., 2008) maupun medium HEC (Sriyanti, 2010).

18 25 Namun demikian, tahapan selanjutnya setelah embrio berkecambah, yaitu tahap induksi akar memiliki tingkat keberhasilan yang masih rendah, antara % (Tabel 2.1). Prasetyo dan Rachmat (2003) melaporkan bahwa induksi akar dengan menggunakan medium dasar Murashige dan Skoog (MS, 1962) hanya mampu menginduksi akar sekitar 11 %. Penambahan bahan adiktif ke dalam medium tanam seperti air kelapa, sari buah tomat, sari taoge kacang hijau dan ekstrak ragi juga tidak efektif untuk meningkatkan induksi akar. Tabel 2.1. Beberapa penelitian tentang induksi akar kelapa kopyor No Tahun Peneliti Media Persentase keberhasilan 2003 Prasetyo & MS cair, Y3 padat dan 11 % 1. Rachmat Y3 cair Penambahan bahan Tidak adiktif seperti air dilaporkan kelapa, sari buah tomat, sari taoge kacang hijau dan ekstrak ragi Sukendah et al., Eeuwens cair dengan 45 % penambahan air kelapa (0 200 ml/l Eeuwens pada dengan 47 % berbagai periode subkultur (1, 2, 3, Sukartiningrum & Sukendah bulan) Eeuwens dengan penambahan berbagai zat pengatur tumbuh (IAA. NAA, Kinetin, GA3) Mashud Media tanam ex vitro dengan penambahan pupuk anorganik dan organik 53,3 % Tidak dilaporkan

19 26 Sukendah et al., (2008) melaporkan tingkat keberhasilan induksi akar yang lebih tinggi (45 %) dengan menggunakan medium Eeuwen yang ditambahkan air kelapa dengan kosentrasi 100 ml/l. Keberhasilan induksi akar yang lebih baik (53,3 %) dilaporkan oleh Sukartiningrum & Sukendah (2008) dengan menggunakan medium Eeuwen dengan penambahan 2 µm asam gibberellat (GA 3 ) Kendala berikutnya yang dihadapi pada kultur embryo kelapa kopyor setelah berhasil diperoleh bibit tanaman lengkap dengan akar secara in vitro adalah tahap aklimatisasi. Keberhasilan pada tahap aklimatisasi hanya sekitar % (Mashud & Manaroinsong, 2007; Sukendah et al., 2008; Mashud, 2010). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang menghambat keberhasilan kultur embrio kelapa kopyor adalah pada tahapan induksi akar dan aklimatisasi yang memiliki tingkat keberhasilan cukup rendah. 2.5 Induksi Akar Induksi akar merupakan salah satu tahap yang kritis dan penting dalam perbanyakan secara in vitro (Sharma et al., 2007; Al - Malki & Elmeer, 2009). Induksi akar merupakan proses perangsangan atau proses menumbuhkan akar pada tanaman. Menurut Riyadi & Sumaryono (2010), induksi akar yang baik merupakan salah satu persyaratan penting bagi planlet sebelum aklimatisasi. Permasalahan dalam induksi akar dapat menjadi faktor penghambat keberhasilan pada tahap aklimatisasi karena hanya planlet yang telah memiliki sistem perakaran yang baik akan lebih cepat tumbuh dan berkembang saat aklimatisasi (Riyadi & Sumaryono, 2010).

20 27 Menurut Fitriani (2001) secara garis besar ada 3 faktor yang mempengaruhikeberhasilan induksi akar yaitu faktor biologi, faktor fisik dan faktor kimia. Faktor biologi meliputi faktor genetik tanaman, umur tanaman induk, musim ketika eksplan diambil, tipe dan ukuran eksplan serta ada tidaknya pucuk maupun daun vegetatif (Fitriani, 2001). Faktor fisik merupakan faktor lingkungan fisik meliputi suhu, intensitas cahaya, ph, dan kelembaban (Fitriani, 2001).Sedangkan faktor kimia yaitu faktor yang berkaitan dengan medium tanam meliputi kandungan garam mineral, karbon, ZPT dan vitamin (Sharma et al., 2007; Fitriani 2001). Di antara ketiga faktor tersebut, faktor kimia banyak diteliti karena memegang peran yang penting dalam induksi akar suatu tumbuhan. Salah satu faktor kimia yang paling berpengaruh terhadap induksi akar adalah ZPT (Riyadi & Sumaryono, 2010). ZPT (plant growth regulator) adalah senyawa organik yang bukan hara (selain vitamin dan unsur mikro), yang dalam jumlah sedikit dapat merangsang, menghambat, dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan (Gardner et al., 1991). Secara umum ada lima kelompok ZPT pada tanaman yaitu auksin, giberalin, sitokinin, etilen dan asam absisat (Salisbury & Ross, 1995). Setiap ZPT mempunyai ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis tanaman (Salisbury & Ross, 1995). Di antara kelima ZPT tersebut, menurut Riyadi & Sumaryono (2010) auksin memiliki peran yang paling penting dalam induksi akar suatu tumbuhan. Auksin merupakan istilah untuk bahan kimia yang mampu memacu pertumbuhan dan memiliki fungsi khusus merangsang pemanjangan sel (Gardner et

21 28 al., 1991). Selain untuk merangsang pemanjangan sel, auksin juga berfungsi untuk pembelahan sel dan diferensiasi sel (Gardner, 1991; Riyadi & Sumaryono, 2010). Secara fisiologi, auksin berpengaruh terhadap induksi akar dan perkembangan tunas (Gardner et al., 1991; Nababan, 2009). Keberhasilan induksi akar suatu tumbuhan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara auksin endogen (dibuat oleh tumbuhan itu sendiri) dengan auksin eksogen yang ditambahkan pada media (Farid, 2003). ZPT yang termasuk dalam golongan auksin adalah asam indol asetat (IAA), asam kloro indol asetat (4-kloro IAA), asam α-naftalenaasetat (NAA), asam indol butirat (IBA), asam pikolinat, asam benzoate, asam fenilasetat (PAA), asam 2,4- diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan asam 2-metil-4-klorofenoksiasetat (MCPA; Salisbury & Ross, 1995). Di antara beberapa golongan auksin, asam indol butirat (IBA) merupakan auksin yang sering digunakan untuk menginduksi akar (Sharma et al.,2007; Gardner et al., 1991; Salisbury & Ross, 1995). 2.6 Asam Indole Butirat (IBA) Pengertian Asam indol butirat (IBA) merupakan salah satu auksin sintetik berupa senyawa indole yang terbukti aktif dan digunakan untuk induksi perakaran (Heddy,1986). Selain untuk induksi akar IBA juga dapat menambah daya kecambah, mencegah kerontokan tunas, pendorong kegiatan kambium, dan merangsang pertumbuhan batang dan daun (Irwanto, 2001; Nababan, 2009). IBA mempunyai struktur kimia berupa gugus karboksil yang menempel pada gugus lain yang mengandung 3 atom karbon (-CH2), yang akhirnya berhubungan

22 29 dengan cincin aromatik yang mengandung ikatan rangkap sebagai inti (Gambar 2.2; Salisbury & Ross, 1995). Asam indol butirat (IBA) berbentuk serbuk berwarna putih atau kristal-kristal yang bersatu, dimana IBA menunjukan suatu reaksi yang mempunyai karakteristik khusus dari senyawa anorganik lain (Nababan, 2009). IBA tidak bisa dilarutkan dengan menggunakan air biasa tetapi dapat dilarutkan dengan menggunakan larutan alkali dan karbon (Nababan, 2009). NH CH-CH2-CH2-COOH Gambar 2.4. Rumus bangun asam indol butirat (Salisbury & Ross, 1995) Peran IBA dalam Induksi Akar IBA mempunyai sifat yang lebih baik dan efektif untuk induksi akar daripada senyawa auksin yang lain seperti IAA dan NAA (Salisbury & Ross, 1995; Irwanto, 2001; Hung et al., 2006; Hasanah & Setiari, 2007). Hal tersebut dikarenakan kandungan kimianya yang lebih stabil (Irwanto, 2001). Selain itu IBA memiliki sifat yang lambat ditranslokasikan oleh tumbuhan dan dapat disimpan dalam bentuk konjugat dengan protein sehingga penambahan IBA ke dalam medium tidak akan mengganggu pertumbuhan bagian lain seperti tunas (Fitriani, 2001). Di samping itu IBA dapat dilepaskan secara bertahap sehingga memiliki daya kerja yang lebih lama dengan kosentrasi yang tepat (Salisbury & Ross, 1995).

23 30 Terdapat dua fungsi utama IBA dalam perakaran suatu tumbuhan, yaitu IBA dapat merangsang induksi akar dan merangsang pemanjangan akar. Menurut Salisbury & Ross (1995), IBA mampu merangsang induksi akar melalui tahapan pengendalian aktivitas gen yang mengontrol perakaran. Seperti halnya ZPT lainnya, setelah IBA diterima oleh reseptor pada sel target, rangsang tersebut akan diteruskan ke sitosol dan berkombinasi dengan protein reseptor. Selanjutnya kompleks protein reseptor tersebut bergerak ke dalam inti dan mempengaruhi aktivitas gen. Aktivitas gen tersebut akan mengontrol perkembangan tumbuhan termasuk menginduksi munculnya akar (Salisbury & Ross, 1995). Seperti halnya senyawa auksin yang lain, IBA bekerja untuk pemanjangan akar berdasarkan hipotesis pertumbuhan asam (Salisbury & Ross, 1995), yaitu penambahan IBA akan menyebabkan sel reseptor mensekresikan ion H + ke dinding sel primer yang mengelilinginya. Ion H + ini akan menurunkan ph dinding sel sehingga dapat mengaktifkan beberapa enzim hidrolisis untuk memutuskan ikatan polisakarida dinding sel. Akibatnya, dinding sel primer menjadi lebih kendur dan sel akar menjadi lebih panjang (Salisbury & Ross, 1995). Penelitian induksi akar dengan menggunakan IBA telah banyak dilakukan pada berbagai spesies tanaman. Pada tumbuhan hasil persilangan Prunus persica x P. amygdalus, penambahan 25 µm IBA dapat meningkatkan induksi akar dari 0 hingga 100% (Fotopoulos & Sotiropoulos, 2005). Hasil yang sama juga ditunjukkan pada tanaman akasia (Acacia mangium L.) dimana penambahan 5 µm IBA ke dalam media tanam mampu meningkatkan induksi akar dari 46 % menjadi 100% (Nguyen &

24 31 Kozai, 2005). Hal yang sama juga dilaporkan pada tumbuhan Pisum sativum L., dimana penambahan 2,5 µm IBA ke dalam media tanam dapat meningkatkan keberhasilan induksi akar dari 17 % menjadi 83 % (Nordstrom, 1991). Keberhasilan induksi akar tumbuhan Vitis vinifera L. cv. Perlette juga berhasil ditingkatkan dari 0 menjadi 80 % pada medium dengan penambahan 10 µm IBA (Jaskani et al., 2008). IBA banyak digunakan untuk meninduksi akar pada kultur jaringan karena memiliki tingkat keberhasilan yang lebih baik dibandingkan dengan senywa auksin yang lain. Pada tanaman Wasabia janopinca Miq. Matsumura, penambahan IBA ke dalam medium tanam dapat meningkatkan induksi akar sampai 100 % sedangkan penambahan auksin lain seperti IAA dan NAA memiliki tingkat keberhasilan yang lebih rendah, yaitu hanya % (Hung et al., 2006). Hasil yang serupa juga ditunjukkan pada tanaman Dendrobium chrysotoxum Lindl.cv. Golden Boy dimana penambahan IBA sebesar 0,1 µm dapat menginduksi akar sampai 97 %, sedangkan dengan menggunakan NAA hanya mampu menginduksi akar sekitar 85 % (Gantait et al., 2009). Induksi akar pada tanaman Ficus sp. mencapai tingkat keberhasilan 58 % dengan penambahan IBA dalam medium, sedangkan pada penambahan NAA tingkat keberhasilan induksi akar lebih rendah yaitu 42% (Malki & Elmeer, 2009) Seperti halnya zat pengatur tumbuh lainnya, kemampuan IBA dalam menginduksi akar suatu tumbuhan sangat bergantung kepada konsentrasi optimum ZPT tersebut. Sebagai contoh pada tumbuhan Cicer arietinum L., induksi akar paling baik (90 %) dilakukan pada medium dengan penambahan IBA pada konsentrasi 3,75µM. Sebaliknya pada konsentrasi yang lebih rendah (1,25 µm) ataupun lebih

25 32 tinggi (5 µm), tidak mampu diinduksi akar (Islam et al., 2005). Pada tanaman Eucalyptus erythronema Turcz. x Eucalyptus stricklandii Maiden cv. Urrbrae Gem, konsentrasi optimum untuk menginduksi akar adalah 20 µm IBA. Pada konsentrasi tersebut jumlah akar yang berhasil diinduksi sebanyak 3,3 akar dengan panjang mencapai 10 cm, sedangkan pada konsentrasi yang lebih rendah (10 µm) ataupun lebih tinggi (40 µm), jumlah akar dan panjang yang berhasil diinduksi juga lebih rendah (Glocke et al., 2006) Peran IBA pada Kultur Embrio Kelapa Pada kelapa, hanya ada beberapa peneliti yang melaporkan pengunaan IBA untuk menginduksi akar dan hasilnya pun beragam. Penambahan 34 µm IBA pada medium PCA berhasil meningkatkan induksi akar kelapa, namun persentase keberhasilannya tidak dilaporkan (Lien, 2002). Sedangkan penelitian lain melaporkan bahwa penambahan IBA ke dalam medium tanam ternyata tidak berhasil meningkatkan perakaran. Penambahan 25 µm IBA ke dalam medium tanam ternyata justru menurunkan pembentukan akar primer dari 86 % menjadi 70 % (Rillo, 2002). Pada kelapa kopyor, penelitian induksi akar pada embrio kelapa kopyor dengan menggunakan IBA belum pernah dilaporkan. Sehingga pada penelitian ini akan dilaporkan kosentrasi IBA yang tepat untuk induksi akar paling baik pada tunas kelapa normal dan kelapa kopyor.

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Batang kelapa dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Batang kelapa dapat digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman yang serbaguna karena seluruh bagian dari pohon dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Batang, daging

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Kopyor 2.1.1 Biologi Kelapa Kopyor Kelapa kopyor merupakan kelapa dengan buah yang unik, yaitu memiliki endosperma (daging buah) yang terlepas dari tempurungnya (Prasetyo

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EMBRIO KELAPA KOPYOR (Cocos nucifera L.) PADA BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR IN-VITRO SKRIPSI

PERTUMBUHAN EMBRIO KELAPA KOPYOR (Cocos nucifera L.) PADA BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR IN-VITRO SKRIPSI PERTUMBUHAN EMBRIO KELAPA KOPYOR (Cocos nucifera L.) PADA BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR IN-VITRO SKRIPSI Oleh : SILTA RESLITA BR GINTING 0925010003 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua bagian dari pohon yaitu akar, batang, daun dan buahnya dapat dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa merupakan salah satu tanaman yang terpenting dalam perekonomian Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan buah mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup petani kelapa adalah dengan membudidayakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup petani kelapa adalah dengan membudidayakan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kelapa merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan di hampir seluruh wilayah tropis di dunia, Indonesia merupakan negara dengan perkebunan kelapa terluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang digemari konsumen. Jenis anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan Phalaenopsis dari Negara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. Selama masa inkubasi, kalus mulai terlihat tumbuh pada minggu ke-5. Data hari tumbuhnya kalus seluruh

Lebih terperinci

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Nikman Azmin Abstrak; Kultur jaringan menjadi teknologi yang sangat menentukan keberhasilan dalam pemenuhan bibit. Kultur jaringan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan dihampir seluruh negara tropis di dunia termasuk Indonesia. Indonesia mampu

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : RATRIANA RINDA FITRISWARI NPM :

SKRIPSI. Oleh : RATRIANA RINDA FITRISWARI NPM : PERTUMBUHAN BELAHAN EKSPLAN EMBRIO ZIGOTIK KELAPA KOPYOR (Cocos nucifera L.) PADA MEDIA KULTUR DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH DAN BAHAN ADITIF AIR KELAPA SKRIPSI Oleh : RATRIANA RINDA FITRISWARI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kondisi yang memenuhi persyaratan bagi pertumbuhan berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan atas berbagai pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting karena beras masih

Lebih terperinci

TEKNIK EMBRYO INCISION DAPAT MENINGKATKAN PRODUKSI BIBIT KELAPA KOPYOR TRUE-TO-TYPE

TEKNIK EMBRYO INCISION DAPAT MENINGKATKAN PRODUKSI BIBIT KELAPA KOPYOR TRUE-TO-TYPE TEKNIK EMBRYO INCISION DAPAT MENINGKATKAN PRODUKSI BIBIT KELAPA KOPYOR TRUE-TO-TYPE Sisunandar Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK Kendala utama dalam budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas atau Pineapple bukan tanaman asli Indonesia Penyebaran nanas di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pengisi di lahan pekarangan, lambat laun meluas

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985)

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya keanekaragaman tanaman khususnya anggrek. Anggrek yang ada di Indonesia dikategorikan terbesar kedua didunia setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai keanekaragaman tanaman hortikultura meliputi tanaman buah, tanaman sayuran dan tanaman hias. Menurut Wijaya (2006), Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Vanilla planifolia Andrews atau panili merupakan salah satu tanaman industri yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting peranannya

Lebih terperinci

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kuliah 11 KULTUR JARINGAN GAHARU Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi KULTUR JARINGAN Apa yang dimaksud dengan kultur jaringan? Teknik menumbuhkan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor berupa rerata pertambahan tinggi tunas, pertambahan jumlah daun, pertambahan jumlah tunas, pertambahan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas pertanian perkebunan rakyat. Tanaman ini menjadi andalan bagi petani dan berperan penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Pisang Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Sudah lama buah pisang menjadi komoditas buah tropis yang sangat populer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, karena ubi kayu memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dunia. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kencur merupakan tanaman tropis yang cocok untuk dibudidayakan diberbagai daerah di Indonesia. Rimpang tanaman kencur dapat digunakan sebagai ramuan obat tradisional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae,

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae, yang sangat banyak menarik perhatian konsumen. Selain mempunyai nilai estetika yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang unik adalah hibrida Phalaenopsis Sogo Vivien yang merupakan hasil

I. PENDAHULUAN. yang unik adalah hibrida Phalaenopsis Sogo Vivien yang merupakan hasil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman hias merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian Indonesia, terutama pada tanaman hias tropis. Permintaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan

TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan ANGGOTA KELOMPOK 1: Nimas Ayu Kinasih 115040201111157 Nur Izzatul Maulida 115040201111339 KELAS L PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi lingkungan tumbuh. Selain itu anggrek Dendrobium memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kondisi lingkungan tumbuh. Selain itu anggrek Dendrobium memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek Dendrobium adalah salah satu genus anggrek favorit bagi pecinta anggrek. Hal ini dikarenakan anggrek ini mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengekspor kelapa kering (desiccated coconut) sebanyak 75,9 ribu ton

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengekspor kelapa kering (desiccated coconut) sebanyak 75,9 ribu ton 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting bagi Indonesia. Pada tahun 2014, Indonesia merupakan negara penghasil

Lebih terperinci

Gambar 3 Peningkatan jumlah tunas aksiler pada perlakuan cekaman selama 7 hari ( ( ), dan 14 hari ( )

Gambar 3 Peningkatan jumlah tunas aksiler pada perlakuan cekaman selama 7 hari ( ( ), dan 14 hari ( ) HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Waktu Perlakuan Cekaman Kultur jaringan M. bracteata diawali dari biji yang ditanam dalam media pasir selama 1 hari. Setelah itu, pucuk daun sebagai eksplan dipindahkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi. Pada tahun 2014, total produksi biji kopi yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi. Pada tahun 2014, total produksi biji kopi yang dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Kopi robusta (Coffea canephora piere ex A. Frohner) merupakan salah satu tanaman andalan dari komoditas perkebunan Indonesia karena memiliki nilai ekonomi tinggi.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki peran dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Budidaya lada di Indonesia dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman anggrek termasuk familia Orchidaceae terdiri atas

I. PENDAHULUAN. Tanaman anggrek termasuk familia Orchidaceae terdiri atas 1 I. PENDAHULUAN Tanaman anggrek termasuk familia Orchidaceae terdiri atas 25.000-30.000 spesies yang tersebar ke dalam 800 genus (Trenggono dan Wiendi, 2009). Menurut Iswanto (2001) Phalaenopsis adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang sesuai untuk perkecambahan pada biji Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang sesuai untuk perkecambahan pada biji Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian air kelapa yang sesuai untuk perkecambahan pada biji Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. Dari berbagai

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bunga anggrek memiliki pesona yang menarik penggemar baik di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Bunga anggrek memiliki pesona yang menarik penggemar baik di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bunga adalah salah satu komponen aspek estetika yang merupakan bagian dari hidup manusia. Salah satu bunga yang telah menarik perhatian adalah anggrek. Bunga

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. I. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. Pengaruh media dasar dan arang aktif terhadap pengecambahan biji

METODE PENELITIAN. I. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. Pengaruh media dasar dan arang aktif terhadap pengecambahan biji III. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri 4 percobaan yaitu : I. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. II. Pengaruh media dasar dan arang aktif terhadap pengecambahan biji anggrek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya Brasil (Lingga dkk., 1986 ; Purwono dan Purnamawati, 2007). Ubi kayu yang juga dikenal sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1. Percobaan I: Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. Perkembangan Ovari menjadi buah (polong buah). Teknik penyilangan anggrek mudah dipelajari,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang populer di

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang populer di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang populer di Indonesia, karena saat ada tanaman lain yang muncul menjadi pusat perhatian, anggrek tetap bertahan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman tropis yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman tropis yang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman tropis yang memiliki banyak manfaat dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Daun kelapa yang masih muda dapat digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang berguna untuk bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Selain itu, kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,

Lebih terperinci

Paramita Cahyaningrum Kuswandi ( FMIPA UNY 2012

Paramita Cahyaningrum Kuswandi (  FMIPA UNY 2012 Paramita Cahyaningrum Kuswandi (Email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2012 2 BIOTEKNOLOGI 1. PENGERTIAN BIOTEKNOLOGI 2. METODE-METODE YANG DIGUNAKAN 3. MANFAAT BIOTEKNOLOGI DI BIDANG USAHA TANAMAN HIAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus dan 20.000 species. Kedudukan tanaman ini dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai Divisi Spermatophyta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan. Namun akhir-akhir ini ekosistem hutan luasnya sudah sangat berkurang. Melihat hal ini pemerintah menggalakkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gunung Merapi. Bunga Anggrek dengan warna bunga putih dan totol-totol merah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gunung Merapi. Bunga Anggrek dengan warna bunga putih dan totol-totol merah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggrek Vanda tricolor merupakan jenis tanaman endemik di kawasan lereng Gunung Merapi. Bunga Anggrek dengan warna bunga putih dan totol-totol merah keunguan ini banyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman stroberi telah dikenal sejak zaman Romawi, tetapi bukan jenis yang dikenal saat ini. Stroberi yang dibudidayakan sekarang disebut sebagai stroberi modern (komersial)

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Kelapa 1. Akar Akar serabut, jumlah 2.000 4.000 helai/phn, kebanyakan berada di permukaan tanah bisa mencapai 15 m sebagian masuk ke dlm tanah sampai 3,5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena penampilan bunga anggrek yang sangat menarik baik dari segi warna maupun. oleh masyarakat dan relatif mudah dibudidayakan.

I. PENDAHULUAN. karena penampilan bunga anggrek yang sangat menarik baik dari segi warna maupun. oleh masyarakat dan relatif mudah dibudidayakan. I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang dan Masalah Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Ketertarikan masyarakat terhadap tanaman anggrek, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Turi adalah tanaman leguminosa yang umumnya dimanfaatkan sebagai makanan ternak (pakan ternak). Tanaman leguminosa memiliki kandungan protein yang tinggi, begitu juga

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Energi merupakan salah satu hal yang sangat penting di dunia. Saat ini sumber energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya sekarang,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul dapat dicirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang dikenal sebagai sumber utama penghasil minyak nabati sesudah kelapa. Minyak sawit kaya akan pro-vitamin

Lebih terperinci

Tugas Akhir - SB091358

Tugas Akhir - SB091358 Tugas Akhir - SB091358 EFEKTIVITAS META-TOPOLIN DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO STROBERI (Fragaria ananassa var. DORIT) PADA MEDIA MS PADAT DAN KETAHANANNYA DI MEDIA AKLIMATISASI Oleh Silvina Resti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Alfalfa termasuk tanaman kelompok leguminose yang berkhasiat

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Alfalfa termasuk tanaman kelompok leguminose yang berkhasiat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alfalfa (Mediago sativa L.) merupakan tanaman asli daerah subtropis yang tumbuh liar di pegunungan Mediterania di sebelah barat daya Asia (Sajimin, 2011). Alfalfa termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak dimanfaatkan secara luas. Hasilnya 15,5 miliar butir kelapa per tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak dimanfaatkan secara luas. Hasilnya 15,5 miliar butir kelapa per tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis penghasil kelapa dengan produksi air kelapa mencapai 15,5 miliar butir per tahun. Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong yang berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif. Prospek agribisnis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) Kopi tergolong pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae. Tumbuhan ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN Laporan Pratikum Dasar-Dasar Bioteknologi Tanaman Topik 1 PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Arya Widura Ritonga ( A24051682 ) Agronomi dan Hortikultura 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kultur

Lebih terperinci

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI. REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI Oleh: RAHADI PURBANTORO NPM : 0825010009 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai bentuk dan penampilan yang indah (Iswanto, 2002). Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. KDS.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang keberadaannya telah langka dan berdasarkan tingkat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon PERKECAMBAHAN 1. Pengertian Perkecambahan merupakan proses metabolism biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah (plumula dan radikal). Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS PENDAHULUAN. Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan

Lebih terperinci

Stratifikasi III. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Waktu dan Tempat Penelitian

Stratifikasi III. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Waktu dan Tempat Penelitian DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaharu merupakan produk hasil hutan non kayu bernilai komersial tinggi berupa gumpalan padat, berwarna cokelat kehitaman hingga hitam dan memiliki bau harum pada bagian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan pangan terus menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia. Peningkatan jumlah populasi dunia, peningkatan suhu bumi yang disebabkan efek pemanasan global,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : 2089-8592 PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK Arta

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH AUKSIN TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN

KAJIAN PENGARUH AUKSIN TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN KAJIAN PENGARUH AUKSIN TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli Muda) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Perkembangan

Lebih terperinci

Tipe perkecambahan epigeal

Tipe perkecambahan epigeal IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi

Lebih terperinci