Fitriyanti Kilo NIM :
|
|
- Siska Kusnadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Tinjauan Hukum Terhadap Barang Sitaan Pencurian Kendaraan Bermotor Di Polres Gorontalo, Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Ilmu Hukum Universitas Negeri Gorontalo Fitriyanti Kilo NIM : ABSTRAK Nama : Fitriyanti Kilo, NIM : , Tinjauan Hukum Terhadap Barang Sitaan Pencurian Kendaraan Bermotor Di Polres Gorontalo, Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Ilmu Hukum Universitas Negeri Gorontalo Adapun Tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penelitian adalah Untuk mengetahui dan menganalisis Tinjauan Hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor di Polres Gorontalo. Untuk mengetahui dan menganalisis Bagaimanakah upaya penanggulangan hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor di Polres Gorontalo. Jenis Penelitian yang digunakan adalah Normatif Empiris. Hukum Normatif Empiris adalah perilaku nyata setiap warga sebagai akibat keberlakuan hukum normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa tinjauan hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor adalah keberadaan status barang sitaan pencurian kendaraan bermotor yang merupakan sebagai tindakan perampasan berdasarkan perintah undang-undang. Adapun upaya hukum terhadap penanggulangan barang sitaan pencurian kendaraan bermotor, dimana keberadaan barang sitaan ini haruslah dijadikan sebagai barang bukti dalam melengkapi syarat hukum pembuktian. Serta dalam menangani masalah kondisi barang sitaan yang kurang baik, upaya penanggulangannya adalah dengan dilakukannya perawatan yang rutin terhadap barang sitaan tersebut Kata Kunci : Tinjauan Hukum, Barang Sitaan, Pencurian, Kendaraan Bermotor. A. Pendahuluan. Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat), sebagai negara hukum maka Indonesia mempunyai serangkaian peraturan hukum supaya kepentingan masyarakat dapat terlindungi.
2 Kondisi yang terjadi setiap hari dan dialami oleh masyarakat secara umum dan lebih khusus lagi di Gorontalo yaitu kejahatan pencurian atau lebih dikenal dengan kejahatan jalanan atau street crime menjadi tantangan bagi proses penegakan hukum Kepolisian dalam menangani barang bukti sitaan hasil pencurian. Kasus kejahatan pencurian semakin sering terjadi dan yang paling dominan adalah jenis kejahatan terhadap harta kekayaan, khususnya yang termasuk di dalamnya adalah tindak pidana pencurian. Bahwa kejahatan terhadap harta benda akan tampak meningkat di negara-negara atau daerah-daerah yang sedang berkembang. Perbuatan ini sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Kejahatan dapat diartikan secara kriminologis dan yuridis. Kejahatan dalam arti kriminologis yaitu perbuatan manusia yang menodai norma-norma dasar dari masyarakat. Hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan unsur yang menyalahi aturan-aturan yang hidup dan berkembang di masyarakat. Kejahatan secara yuridis yaitu perilaku jahat atau perbuatan jahat dalam arti hukum pidana maksudnya bahwa kejahatan itu dirumuskan di dalam peraturanperaturan pidana. Kejahatan pencurian merupakan fenomena kehidupan manusia dan masyarakat, oleh karena itu tidak dapat dilepaskan dari ruang dan waktu, masalah manusia yang berupa kenyataan sosial, yang sebab musababnya kurang dipahami. Hal ini terjadi dimana saja dan kapan saja dalam pergaulan hidup. Naik turunnya angka kejahatan pencurian tergantung pada keadaan masyarakat, keadaan politik, ekonomi, kebudayaan dan lain sebagainya. Berhadapan dengan suatu gejala yang luas dan mendalam, yang bersarang sebagai penyakit dalam tubuh masyarakat, sehingga membahayakan kehidupan setidak-tidaknya menimbulkan kerugian dan masalah pidana. Masalah pidana yang paling sering terjadi di dalam masyarakat adalah tindak pidana terhadap harta kekayaan (tindak pidana materiil) atau lebih dikenal tentang pencurian. Salah satu tindak pidana terhadap harta kekayaan yang masih sering menimbulkan perdebatan adalah tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang berasal dari hasil kejahatan. Pencurian kendaraan bermotor semakin marak di Kabupaten Gorontalo, disebabkan berbagai macam modus operandi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor pada saat ini. Kalau hal ini tidak dapat diatasi tentu perbuatan tersebut sangat meresahkan masyarakat. Kejahatan pencurian kendaraan bermotor merupakan kejahatan terhadap harta benda yang tidak lajim terjadi di daerah-daerah berkembang, kejahatan pencurian kendaraan
3 bermotor beserta isi-isinya merupakan sifat kejahatan yang menyertai pembangunan. Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu penyebab semakin maraknya terjadi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di kabupaten Gorontalo yang ditangani pihak polres Gorontalo saat ini mencapai 23 (0,23 %) kasus pencurian terhitung dari akhir tahun 2011hingga tahun 2012 yang disertai dengan penyitaan barang hasil curian oleh pihak kepolisian yang disebabkan oleh semakin marak juga tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil curian tersebut. Sehingga para pelaku pencurian kendaraan bermotor (curanmor) tidak merasa kesulitan untuk memasarkan kendaraan bermotor hasil curiannya. Fenomena masyarakat Gorontalo dapat diuraikan atau didekati dari berbagai sudut pandang. Dimana kejahatan merupakan termonologis dari apa yang ada dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), perbuatan pidana dapat dibedakan antara kejahatan dan pelanggaran. Bagi mereka yang melakukan perbuatan melanggar hukum wajib diproses dengan prosedur atau tata cara penyelesaian secara sah menurut hukum. Adanya pelanggaran atau kejahatan dalam penyalahgunaan barang sitaan pencurian kendaraan bermotor diancam dengan hukuman pidana serta denda, maka proses penanganan tindak pidana tersebut secara umum berlaku ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Barang sitaan terhadap pencurian kendaraan bermotor di dalamnya terkandung arti atau makna tertentu dari sebuah pikiran, yang kebenarannya harus dilindungi. Barang sitaan pencurian kendaraan bermotor mempunyai tujuan untuk menunjukkan bahwa barang sitaan tersebut seakan-akan berasal dari orang lain. Dampak positifnya adalah bahwa dengan cepatnya pertumbuhan iptek tersebut sudah tentu memberikan kemanfaatan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat yang selalu tumbuh berkembang dan berubah. Sedangkan dampak negatifnya adalah dengan cepatnya pertumbuhan iptek tersebut ternyata telah dibarengi dengan berkembangnya tindak kejahatan dalam berbagai jenis dan cara. Terkait dengan tindakan pencurian kendaraan bermotor yang beredar dimasyarakat gorontalo tanpa dokumen yang sah, pada prinsipnya pihak Polri atau dalam hal ini polres gorontalo (Limboto) tidak pernah mentolerir dan akan mengambil tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berbagai bentuk reaksi sosial dapat dilakukan untuk menanggulangi tindak kejahatan pencurian kendaraan bermotor ini, antara lain dengan hukum pidana (penal), yang merupakan bagian dari tujuan pidana. Tujuan atau upaya penaggulangan kejahatan pencurian pada hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya
4 perlindungan masyarakat ( social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (sosial welfare). B. Tinjauan Pustaka. Dalam pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana umum maupun pidana khusus, seperti kasus pencurian khususnya pencurian kenderaan bermotor seringkali penyidik harus melakukan upaya paksa dalam bentuk penyitaan barang atau benda yang dimiliki oleh tersangka karena akan dijadikan sebagai alat bukti untuk menjerat para pelaku kejahatan pencurian guna melengkapi bukti - bukti dalam hal penyelidikan sehingga bisa dapat diajukan ke kejaksaan berdasarkan barang sitaan yang ada. Penyitaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan menyita atau pengambilan milik pribadi oleh pemerintah tanpa ganti rugi. Proses penegakan hukum mengesahkan adanya suatu tindakan berupa penyitaan. Oleh karenanya penyitaan merupakan tindakan hukum berupa pengambil alihan dari penguasaan untuk sementara waktu barang-barang dari tangan seseorang atau kelompok untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan. 1 Olehnya beberapa pakar mendefinisikan barang sitaan tersebut, antara lain : Menurut Sunaryo dan Acen Dianawati, Penyitaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Butir 16 KUHP adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaanya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian, dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan 2. Dalam KUHP, penyitaan terhadap benda tidak terwujud adalah terobosan karena dalam Undang-undang sebelumnya, penyitaan terhadap benda tidak berwujud seperti piutang dan lain-lain tidak dimungkinkan. Jika tidak ada hubungannya dengan kejahatan yang dituduhkan, barang tersebut akan dikembalikan kepada pemiliknya. Menurut Pasal 39 Ayat 1 benda-benda yang dapat disita sebagai berikut : 1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian di duga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana; 2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan delik atau untuk mempersiapkannya; 3. Benda yang di pergunakan untuk menghalang-halangi penyidik delik; 1 : 01/06/ Sunaryo & Ajen, Dianawati, Tanya Jawab Seputar Hukum Acara Pidana, Visi Media. Jakarta. Hlm. 33
5 4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan delik; 5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan delik yang dilakukan. Menurut Madukismo, Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaanya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan peradilan 3. Penyitaan tentunya haruslah sesuai dengan apa yang sudah dijelaskan berdasarkan undang-undang sehingga akan terjadi suatu kesadaran hukum bagi pelaku pencurian itu sendiri. Sehingga menurut Laden, Marpaung, Barang bukti yang dalam amar putusan memuat bahwa barang tersebut dikembalikan kepada orang tertentu, dikembalikan pada kesempatan pertama dengan membuat Berita Acara Pengambilan Benda Sitaan 4. Demikian juga terhadap barang sitaan yang berdasarkan amar putusan, dimusnahkan maka diterbitkan Surat Perintah Pemusnahan Barang Rampasan yang selanjutnya jaksa yang mengemban surat perintah tersebut membuat Berita Acara Pemusnahan Barang Rampasan. Barang sitaan yang dirampas untuk Negara maka jaksa menguasakan barang tersebut kepada Kantor lelang Negara yang dalam waktu 3 (tiga) bulan, sudah melaksanakan pelelangan. Jika pelelangan belum juga terlaksana maka dapat diperpanjang untuk waktu 1 (satu) bulan lagi (Pasal 273 ayat (3) KUHAP). C. Metode penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian Normatif Empiris. Menurut Abdulkadir Mohammad, Hukum Normatif Empiris adalah perilaku nyata setiap warga sebagai akibat keberlakuan hukum normatif. Perilaku tersebut dapat diobservasi dengan nyata dan merupakan bukti apakah warga telah berperilaku sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum normatif (Kodifikasi atau undang-undang) 5. Penelitian ini menggunakan penelitian data lapangan yang didukung atau dilengkapi dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga menghasilkan gabungan antara teori dan praktek lapangan. Sifat penelitian yang penulis gunakan adalah sifat penelitian kualitatif deskriptif. 3 Kaveling,Madukismo, Kitab Lengkap KUHPER, KUHAPER, KUHP, KUHAP, KUHD. Pustaka Yustisia. Yogyakarta. Hlm Laden, Marpaung, Proses penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm Abdulkadir Mohammad, Hukum dan Penelitian Hukum.. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Hlm.132.
6 Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat kualitatif deskriptif, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. Dalam hal ini maka angka mutlak sebagai hasil penjumlahan frekuensi di beri persen, dengan mempergunakan Rumus 6 : f P = x 100 % N Keterangan : P = prosentase; F = frekuensi; N = jumlah frekuensi dari seluruh klarifikasi. D. Pembahasan. a. Tinjauan hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor di Polres Gorontalo Tinjauan hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor berdasarkan hasil penelitian penulis di polres gorontalo dengan melakukan wawancara, rabu (27/3/13) kepada salah seorang kanit II reskrim polres gorontalo bapak Nasar bahwa dapat dikemukakan beberapa esensi fundamental sebagai landasan penerapan barang sitaan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Barang Sitaan merupakan tindakan hukum eksepsional; Dimana barang sitaan merupakan tindakan hukum yang diambil penegak hukum mendahului pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan.. Menurut analisa penulis dari hasil wawancara dengan kanit II polres gorontalo bahwa barang sitaan pencurian kendaraan bermotor adalah merupakan suatu penerapan sanksi hukum kepada terdakwa sehingga sudah dijatuhi hukuman berupa barang sitaan hasil 6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. Ui Press.Hlm.268
7 perbuatanya. Itu sebabnya, tindakan penyitaan merupakan tindakan hukum yang sangat ekspensional. Penjatuhan barang sitaan pencurian kendaraan bermotor yang terjadi di wilayah polres Gorontalo seolah-olah merupakan pernyataan kesalahan terdakwa sebelum adanya putusan dari pengadilan, dengan sendirinya tindakan penyitaan menimbulkan berbagai dampak yang harus dipikul terdakwa. Antara lain: Dari segi kejiwaan. Barang Sita sebagai tindakan perampasan. Pada hakikatnya barang sitaan pencurian kendaraan bermotor di wilayah polres gorontalo merupakan perintah penyitaan berdasarkan ijin dari pengadilan. Sehingga perintah perampasan itu, dilakukan pengadilan melalui pemberian ijin berdasarkan permohonan dari pihak penyidik kepolisian. Adapun keberadaan status dari barang sitaan pencurian kendaraan bermotor dapat berupa, antara lain : a. Bersifat permanen Penyitaan bisa bersifat permanen, apabila penyitaan kelak dilanjutkan dengan perintah penyerahan kepada korban berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. b. Bersifat Temporer (Sementara) Penyitaan yang dilakukan atas harta sengketa atau harta kekayaan terdakwa dapat dinyatakan bersifat temporer apabila hakim memerintahkan pengangkatan sita. Perintah pengangkatan sita jaminan yang seperti ini terjadi berdasarkan surat penetapan pada saat proses persidangan mulai berlangsung, dan bisa juga dilakukan hakim sekaligus pada saat menjatuhkan putusan. Berbicara mengenai makna barang sitaan pencurian kendaraan bermotor yang berhasil diperoleh pada saat melakukan penelitian dimana penelitian yang ada dilapangan berdasarkan penjelasan mengenai keberadaan status barang sitaan pencurian kendaraan bermotor yang disampaikan oleh kasat Reskrim Polres Gorontalo pada tanggal 1/5/2013 bapak Heri Rusyaman adalah merupakan sebagai tindakan perampasan berdasarkan perintah undangundang, makna perampasan dalam barang sitaan pencurian kendaraan bermotor jangan diartikan secara sempit dan bersifat mutlak. Mengartikan secara sempit dan mutlak, bisa menimbulkan penyalahgunaan kewenangan. Sehingga hal tersebut terus terjadi dalam praktek sebagai akibat dari kelemahan menafsirkan arti barang sitaan pencurian kendaraan bermotor sebagai perampasan yang mutlak. Tidak demikian halnya bahwa sita atau penyitaan sebagai tindakan-tindakan perampasan harta sengketa atau harta kekayaan terdakwa bukan bersifat mutlak terlepas dari hak dan penguasaan serta pengusahaan barang yang disita dari tangan
8 terdakwa. Acuan yang mesti dipedomani terhadap perlakuan barang sitaan terutama berdasarkan peraturan yang berlaku adalah : a. Barang Sitaan semata-mata hanya sebagai jaminan Istilah, maksud dan esensi jaminan, harta yang disita ditunjukkan untuk menjamin dakwaan agar dakwaan tersebut tidak ilusioner; b. Bahwa hak atas benda sitaan tetap dimiliki terdakwa sekalipun barang yang disita dan dirampas atas perintah undang-undang masih tetap dianggap menjadi hak milik pelaku sampai putusan dieksekusi. Keliru sekali anggapan sementara pihak-pihak maupun hakim, yang berpendapat sita bersifat melepaskan hak milik terdakwa atas barang yang disita sejak tanggal berita acara sita dibuat; c. Penguasaan barang sitaan tetap dipegang aparat hukum Sejalan dengan acuan yang menegaskan hak milik atas barang sitaan tidak tanggal dari kekuasaan guna kepentingan pemeriksaan. 2. Penyitaan berdampak psikologis Bahwa status dari segi penerapan hukum terhadap penyitaan merupakan suatu yang berdampak psikologis, dimana penyitaan barang sitaan pencurian kendaraan bermotor dilakukan ditempat umum, seperti : a. Pelaksanaannya secara fisik dilakukan ditengah-tengah kehidupan masyarakat sekitarnya. b. Secara resmi disaksikan oleh dua orang saksi maupun oleh kepala desa, namun bisa pula di tonton oleh masyarakat luas; c. Administratif Justisial, penyitaan barang tertentu harus diumumkan dalam buku register kantor yang bersangkutan yang sesuai dengan asas publisitas. Berdasarkan penjelasan diatas serta hasil dari penelitian penulis terhadap tinjauan hukum barang sitaan pencurian kendaraan bermotor oleh pihak polres gorontalo, maka sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 Butir 16 KUHAP, maka dapat disimpulkan bahwa benda yang disita/benda sitaan yang dalam beberapa pasal KUHAP (pasal 8 ayat (3) huruf b, 40, 45 ayat (2), 46 ayat (2), 181 ayat (1), 194, 197 ayat (1) huruf I, 205 ayat (2) dinamakan juga sebagai barang Bukti adalah berfungsi (berguna) untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Akan tetapi apabila perumusan dalam pasal 1 butir 16 KUHAP tersebut dihubungkan dengan pembuktian dan putusan maka yang mengatur atau menegaskan mengenai peranan/kegunaan/fungsi dari barang bukti (Barang Sitaan) dalam kaitannya dengan pembuktian sehingga jelaslah bahwa dari hasil penelitian penulis dengan keberadaan penerapan teknis dilapangan oleh pihak polres gorontalo dalam menangani persoalan hukum
9 terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor sudah jelas mengacu pada apa yang dituangkan dalam teori terhadap penyitaan itu sendiri. 7 Berdasarkan hal tersebut diatas, bahwa barang sitaan pencurian kendaraan bermotor di Polres Gorontalo berdampak psikologis bagi pelaku pencurian dimana dapat merugikan nama baik atau kredibilitas pelaku baik sebagai pribadi, apalagi sebagai pelaku bisnis. Tindakan penyitaan barang dapat meruntuhkan kepercayaan terutama dengan merinci tindak kejahatan yang diatur berdasarkan Pasal 231 KUHP berupa : 1. Melepaskan barang yang disita, baik menjual, maupun memindahkan hak atas barang yang menjadi objek sengketa. 2. Melepaskan barang yang disimpan atas perintah hakim, dan 3. Menyembunyikan barang yang dilepaskan dari sitaan. Teknis peradilan barang sitaan adalah merupakan salah satu upaya hukum yang dilakukan guna memohonkan diadakannya lembaga sita agar menjamin dan melindungi hak dan kepentingan pelaku kejahatan atas harta kekayaannya agar tetap terjaga keutuhan sampai diperoleh kekuatan hukum yang tetap ( inkracht). Upaya ini dilakukan untuk menjaga agar tidak ada I tikad buruk yang berusaha melepaskan diri dan mengelak memenuhi tanggung jawab sesuai putusan pengadilan yang merupakan kewajiban karena adanya Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Akhirnya berdasarkan hasil penelitian, maka tujuan pokok dari penyitaan yakni sebagai berikut : 1. Untuk melindungi kepentingan penerapan hukum dan itikad buruk Pelaku kejahatan agar tidak hampa (ilusioner)hasil dakwaan, pada saat putusan setelah berkekuatan hukum tetap; 2. Memberi jaminan kepastian hukum terhadap objek eksekusi, apabila keputusan telah berkekuatan hukum tetap 8. b. Upaya penanggulangan hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor. Upaya hukum terhadap penanggulangan barang sitaan pencurian kendaraan bermotor yang ditempuh oleh pihak Polres Gorontalo tersebut antara lain : 1. bahwa keberadaan barang sitaan ini haruslah dijadikan sebagai barang bukti dalam melengkapi syarat hukum pembuktian, dimana aparat yang terkait itu haruslah bertindak dengan hati hati dan tegas di dalam menangani penyelesaian barang 7 HMA Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum. Malang. UMM Press.hlm L & J Law, Bila Anda Menghadapi Masalah hukum, Jakarta. PT. Penebar Swadaya.hlm.33
10 sitaan ini, maka kemungkinan kemungkinan di dalam pelaksanaan lelang terhadap barang sitaan tersebut sangat kecil. 2. Untuk menangani masalah kondisi barang sitaan yang kurang baik, upaya penanggulangannya adalah dengan dilakukannya perawatan yang rutin terhadap barang sitaan tersebut, dengan adanya perawatan yang rutin terhadap barang sitaan ini meminimalkan kerusakan kerusakan terhadap barang barang sitaan tersebut. Untuk menciptakan hasil kerja yang maksimal dalam upaya penanggulangan terhadap barang sitaan pencurian kendaraan berrmotor tersebut maka haruslah diimbangi dengan caracara atau kebijakan kebijakan lain. a) Sarana Penal (Represif). Faktor dan kondisi yang bersifat kriminogen terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor dipolres Gorontalo adalah dengan selalu berusaha sigap dan selalu melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat serta dengan masyarakat untuk sama-sama menjaga keamanan agar tidak terjadi kejahatan pencurian yang berdampak pada penyitaan barang curian yang nantinya digunakan sebagai barang bukti dan malah sampai berujung pada pelelangan barang sitaan oleh pihak penegak hukum atau akan di simpan dalam Rubasan. Jika diperhatikan terhadap ketentuan hukum, lebih dari cukup ketentuan tersebut untuk menjerat para pelaku pencurian kendaraan bermotor apalagi sanksi pidana yang mengancamnya juga sudah cukup menjanjikan untuk membuat takut dan jera bagi pelaku pencurian serta nantinya berujung pada pelelengan barang sitaan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. b). Sarana Nonpenal ( Preventif ). Dasar upaya nonpenal dalam penanggulangan terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor pada upaya preventif, yaitu upaya yang dilakukan sebelum terjadinya upaya hukum terhadap barang sitaan pencurian guna dapat dilaksanakan dengan cara menangani faktor faktor pendorong terjadinya pencurian, yang dapat dilaksanakan dalam beberapa cara, yakni: a. Tingkat Pengamanan Dimana pihak kepolisian selalu melakukan upaya untuk melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah serta masyarakat dalam menjaga keamanan dengan mengingatkan pemerintah daerah dengan masyarakat untuk memfungsikan
11 kembali pos jaga dimasing-masing wilayah serta selalu cepat memberikan informasi kepada pihak kepolisian dalam hal terjadinya suatu kejahatan pencurian serta kejahatan lainnya. b. Melakukan Sosialisasi Bahwa hasil dari barang sitaan ini akan dijadikan sebagai barang bukti dipersidangan serta bisa saja akan menjadi milik Negara yang nantinya berdampak pada pelelangan hasil dari barang sitaan pencurian tersebut sehingganya dalam penanggulangan tersebut yang dijadikan dalam upaya mensosialisasikan kepada masyarakat serta pemerintah daerah agar kiranya selalu hati-hati menjaga kendaraan bermotornya sehingga tidak akan terjadi halhal yang tidak diinginkan. E. Kesimpulan dan Saran. Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka penulis menyimpulkan bahwa tinjauan hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor di polres Gorontalo adalah sebagai berikut : Bahwa pihak polres gorontalo sebelum barang sitaan pencurian kendaraan bermotor itu akan diproses berdasarkan hukum yang berlaku, maka pihak kepolisian resort Gorontalo akan mengumumkan ke masyarakat lebih dulu. Jika tidak ada yang mengakuinya, langsung diproses. Sehingga kepada anggota masyarakat yang kehilangan kendaraan bermotornya, hendaknya mendatangi kantor kepolisian setempat dengan membawa barang bukti berupa Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB). Sebab, jika tidak memiliki bukti dokumentasi, siapapun tidak boleh mengambil kendaraan itu, dengan syarat bahwa tidak ada biaya pengambilan kendaraan bermotor. Apabila ada polisi yang menarik uang administrasi, silahkan lapor kecuali adanya denda tilang. Bahwa Upaya hukum terhadap penanggulangan barang sitaan pencurian kendaraan bermotor yang ditempuh oleh pihak polres gorontalo tersebut, antara lain :
12 1. Keberadaan barang sitaan ini haruslah dijadikan sebagai barang bukti dalam melengkapi syarat hukum pembuktian, dimana aparat yang terkait itu haruslah bertindak dengan hati hati dan tegas di dalam menangani penyelesaian barang sitaan ini, maka kemungkinan kemungkinan di dalam pelaksanaan lelang terhadap barang sitaan tersebut sangat kecil. 2. Untuk menangani masalah kondisi barang sitaan yang kurang baik, upaya penanggulangannya adalah dengan dilakukannya perawatan yang rutin terhadap barang sitaan tersebut, dengan adanya perawatan yang rutin terhadap barang sitaan ini meminimalkan kerusakan kerusakan terhadap barang barang sitaan tersebut. Saran Menyimak hasil kesimpulan diatas mengenai tinjauan hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor, maka penulis menyarankan bahwa : 1. Agar kiranya setiap persoalan hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor di Polres Gorontalo haruslah lebih dimaksimalkan lagi dengan cara selalu mengingatkan kepada masyarakat mengenai kejahatan pencurian kendaraan bermotor baik dalam bentuk sosialisasi atau memberikan/mengingatkan dalam bentuk pamphlet yang ditempelkan pada tempat umum serta menjalin kerja sama dengan masyarakat dan pemerintah setempat dalam hal pengamanan. Agar kiranya penjelasan yang mengatur tentang pelaksanaan lelang terhadap barang sitaan ini dapat disampaikan kepada masyarakat karena banyak masyarakat yang tidak tahu dengan proses hukum dari barang sitaan kendaraan bermotor sehingga pemahaman masyarakat dapat menjadikan suatu alternative untuk menjaga dengan hati-hati kendaraanya serta juga dapat menjadikan masyarakat untuk selalu membantu pihak
13 yang berwajib dalam menjaga keamanan dan ketertiban wilayahnya dengan menjalin koordinasi dengan pihak yang berwajib. 2. Agar kiranya pihak yang berwajib selalu melakukan tindakan yang cepat dan tegas terkait di dalam pelaksanaan dan penyelesaian hukum terhadap barang sitaan hasil kejahatan pencurian kendaraan bermotor. F. Daftar Pustaka. Abdulkadir Mohammad, Hukum dan Penelitian Hukum.. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung HMA Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum. Malang. UMM Press. Kaveling,Madukismo, Kitab Lengkap KUHPER, KUHAPER, KUHP, KUHAP, KUHD. Pustaka Yustisia. Yogyakarta. Laden, Marpaung, Proses penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. L & J Law, Bila Anda Menghadapi Masalah hukum, Jakarta. PT. Penebar Swadaya. Sunaryo & Ajen, Dianawati, Tanya Jawab Seputar Hukum Acara Pidana, Visi Media. Jakarta. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. Ui Press. : 01/06/2013
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran umum lokasi penelitian A. Sejarah berdirinya Polres Gorontalo 1. Tahun 1962 dibentuknya KOMDIS Limboto, dan belum dipisahkan dari KOMRES 1905 Gorontalo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III 3.1 Lokasi Penelitian METODE PENELITIAN Penelitian dalam wilayah hukum Provinsi Gorontalo secara umum dan Polres Gorontalo Pada Khususnya, oleh karena wilayah administratifnya tidak terlalu luas
Lebih terperinciSKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG
SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
Lebih terperinciKAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM
KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM Oleh : Sumaidi ABSTRAK Penyitaan merupakan tindakan paksa yang dilegitimasi (dibenarkan) oleh undang-undang atau dihalalkan oleh hukum,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinciPEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH
1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal
Lebih terperinciPENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak
PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,
Lebih terperinciKEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA
KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA Yusup Khairun Nisa 1 Johny Krisnan 2 Abstrak Pembuktian merupakan hal terpenting dalam proses peradilan, proses ini
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri karena kejahatan merupakan produk dari masyarakat dan ini perlu ditanggulangi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia berdasar atas hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang dilaksanakan pemerintah meliputi semua aspek kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari semua aspek kehidupan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang I. PEMOHON Mardhani Zuhri Kuasa Hukum Neil Sadek, S.H.dkk., berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif dari pembangunan tersebut antara lain semakin majunya tingkat
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Permasalahan Pembangunan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat, untuk itu pembangunan memerlukan sarana dan prasarana pendukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana yang termuat dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3). Dalam segala aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas
Lebih terperinciSKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP
Lebih terperinciBAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Lebih terperinciKEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
12 BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 2.1. Pengaturan Alat Bukti Dalam KUHAP Alat bukti merupakan satu hal yang mutlak adanya dalam suatu persidangan. Macam-macam
Lebih terperinciBAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang
BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciSTANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELELANGAN BARANG BUKTI. oleh KBP. Drs. ISKANDAR IBRAHIM,MM
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELELANGAN BARANG BUKTI oleh KBP. Drs. ISKANDAR IBRAHIM,MM Pengertian a. Barang bukti suatu benda bergerak / tidak bergerak, berwujud atau tidak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciPERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana 1. Hakim dan Kewajibannya Hakim dapat diartikan sebagai orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah.
Lebih terperinciGANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2
GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi alasan ganti kerugian
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciRINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN
RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN Diajukan oleh: JEMIS A.G BANGUN NPM : 100510287 Program Studi Program Kekhususan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan- peraturan yang menentukan perbuatan apa saja yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak terlepas dengan hukum yang mengaturnya, karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya sebuah hukum. Manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia menurut kodratnya adalah merupakan makhluk sosial, yang artinya setiap individu selalu ingin hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu. Dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN.. Hari gini siapa yang tidak kenal narkoba, hampir setiap hari kita disuguhkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Hari gini siapa yang tidak kenal narkoba, hampir setiap hari kita disuguhkan berita di televisi tentang penangkapan pengedar atau pengguna narkoba. Sadisnya lagi peredarannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah tahapan-tahapan
Lebih terperinciBAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam
BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017
KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sidang pengadilan. Penyidikan dilakukan oleh penyidik Polri untuk memperoleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum tindak pidana narkotika, dimulai dari penyelidikan kemudian dilanjutkan penyidikan sebelum dilaksanakan pemeriksaan di muka sidang pengadilan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu bentuk problematika yang sering menimbulkan permasalahan di jalan raya. Hal tersebut dapat dilihat
Lebih terperinciselalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman di berbagai bidang kehidupan membawa masyarakat menuju pada suatu tatanan kehidupan dan gaya hidup yang serba mudah dan praktis. Keberhasilan yang dicapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kasus Korupsi sering kali berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2
AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2 ABSTRAK Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif, di mana penelitian yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma yang pada hakekatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1492, 2014 KEJAKSAAN AGUNG. Pidana. Penanganan. Korporasi. Subjek Hukum. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-028/A/JA/10/2014 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan masyarakat baik di kota maupun di daerah, berbagai macam modus operandi yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akibat kemajuan teknologi baik dibidang informasi, politik, sosial, budaya dan komunikasi sangat berpengaruh terhadap tujuan kuantitas dan kualitas tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pergaulan hidup manusia, baik individu maupun kelompok sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidup, terutama norma hukum yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 alinea ke- IV terkandung sejumlah tujuan negara yang dirumuskan oleh para pendiri negara Indonesia, diantaranya membentuk
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme
Lebih terperinciABSTRAK MELIYANTI YUSUF
0 ABSTRAK MELIYANTI YUSUF, NIM 271411202, Kedudukan Visum Et Repertum Dalam Mengungkap Tindak Pidana Penganiayaan Pada Tahap Penyidikan (Studi Kasus di Polres Gorontalo Kota). Di bawah Bimbingan Moh. Rusdiyanto
Lebih terperinciINDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013
LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciPERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)
PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan terhadap saksi pada saat ini memang sangat mendesak untuk dapat diwujudkan di setiap jenjang pemeriksaan pada kasus-kasus yang dianggap memerlukan perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut.
Lebih terperinciPRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA
PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N
No.1490, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengelolaan Barang Bukti. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia perlu melaksanakan pembangunan di segala bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum Acara atau Hukum Formal adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum material. Fungsinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia. untuk merumuskan norma hukum dalam penanggulangannya. 1
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia yang sedang giat dalam melaksanakan reformasi pembangunan sangat membutuhkan suatu kondisi yang dapat mendukung terciptanya tujuan pembangunan nasional
Lebih terperinci