BAB II LANDASAN TEORITIS. adjustment atau personal adjustment. Menurut Schneiders penyesuaian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORITIS. adjustment atau personal adjustment. Menurut Schneiders penyesuaian"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Menurut Schneiders penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup respons-respons mental dan behavioral yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustrasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada (Ali dan Asrori, 2014:175). Sedangkan Mustafa Fahmy menyebutkan penyesuaian diri adalah proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah kelakuannya agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungannya. Maka penyesuaian diri dapat dibatasi kepada kemampuan untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dan lingkungannya (Fahmy, 1982:14). Selanjutnya Sundari (2005:39-40) mengatakan penyesuaian diri adalah kemampuan individu untuk bereaksi karena tuntutan dalam memenuhi dorongan/kebutuhan dan mencapai ketenteraman batin dalam hubungannya dengan sekitar. 11

2 12 Penyesuaian diri itu sendiri bersifat dinamik dan bukan statik. Menurut Hollander (Desmita, 2010:192) kualitas penyesuaian yang penting adalah dinamisme atau potensi untuk berubah. Penyesuaian terjadi kapan saja individu menghadapi kondisi-kondisi lingkungan baru yang membutuhkan suatu respon. Penyesuaian juga tampil dalam bentuk menyesuaikan kebutuhan psikologis seseorang dengan norma-norma budaya. Bahkan kebutuhan dasar secara fisiologis, seperti rasa lapar, dipenuhi menurut cara-cara yang ditentukan secara sosial. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyesuian diri adalah usaha manusia untuk mengikuti tuntutan dari lingkungannya guna menghindari konflik, ketegangan atau frustrasi agar dapat diterima di lingkungan mana ia tinggal. 2. Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri Bentuk-bentuk penyesuaian diri bisa diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu (Sobur, 2009: ): a. Adaptive Bentuk penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini lebih bersifat badani. Artinya, perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri diri terhadap keadaan lingkungan. Misalnya, berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu yang panas atau dirasakan terlalu panas.

3 13 b. Adjustive Bentuk penyesuaian diri yang adjustive adalah bentuk penyesuaian yang tersangkut pada kehidupan psikis berhubungan dengan tingkah laku. Misalnya, jika kita harus pergi ke tetangga atau teman yang tengah berduka cita karena kematian salah seorang anggota keluarganya, mungin sekali wajah kita dapat diatur sedemikian rupa sehingga menampilkan wajah duka sebagai tanda ikut menyesuaikan terhadap suasana sedih dalam keluarga tersebut. Jadi, dalam menyesuaikan dirinya manusia cenderung akan mengikuti lingkungan di mana ia tinggal dengan mengikuti fisik dan psikisnya. 3. Karakteristik Penyesuaian Diri Sesuai dengan kekhasan fase remaja maka penyesuaian diri di kalangan remaja pun memiliki karakteristik yang khas pula. Adapun karakteristik penyesuaian diri remaja adalah sebagai berikut (Ali dan Asrori, 2014: ): a. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Peran dan Identitasnya Pesatnya perkembangan fisik dan psikis seringkali menyebabkan remaja mengalami krisis peran dan identitas. Remaja memainkan perannya sesuai dengan perkembangan masa peralihannya dari masa anak-anak menjadi masa dewasa. Tujuannya adalah memperoleh identitas diri yang semakin jelas dan dapat dimengerti serta diterima oleh lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah

4 14 ataupun masyarakat. Dalam konteks ini, penyesuaian diri remaja berupaya untuk dapat berperan sebagai subjek yang kepribadiannya memang berbeda dengan anak-anak ataupun orang dewasa. b. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Pendidikan Krisis identitas seringkali menimbulkan kendala dalam penyesuaian diri terhadap kegiatan belajarnya. Pada umumnya, remaja sebenarnya mengetahui bahwa untuk menjadi orang yang sukses harus rajin belajar. Namun, karena di pengaruhi oleh upaya pencarian jati diri yang kuat menyebabkan mereka seringkali lebih senang mencari kegiatan yang menyenangkan bersama-sama dengan kelompoknya. Akibatnya, yang seringkali ditemui remaja yang malas dan tidak disiplin dalam belajar. Jadi dalam konteks ini, penyesuaian diri remaja secara khas berjuang ingin meraih sukses dalam studi, tetapi dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan bebas dan senang, agar terhindar dari tekanan dan konflik, atau bahkan frustrasi. c. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Kehidupan Seks Secara fisik, remaja telah mengalami kematangan pertumbuhan fungsi seksual sehingga perkembangan dorongan seksual juga semakin kuat. Artinya, remaja perlu menyesuaikan penyaluran kebutuhan seksualnya dalam batas-batas penerimaan lingkungan sosialnya sehingga terbebas dari kecemasan psikoseksual, tetapi juga tidak melanggar nilai-nilai moral masyarakat dan agama. Jadi, penyesuaian diri remaja dalam konteks ini adalah mereka ingin memahami kondisi

5 15 seksual dirinya dan lawan jenisnya serta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan seksualnya yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh norma sosial dan agama. d. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Norma Sosial Dalam kehidupan keluarga, sekolah, maupun masyarakat, tentunya memiliki aturan dasar yang dijunjung tinggi mengenai apa yang dikatakan baik/buruk, benar/salah, yang boleh/tidak boleh dilakukan, dalam bentuk norma, hukum, nilai-nilai moral, sopan santun, maupun adat istiadat. Remaja cenderung membentuk kelompok yang memiliki kesepakatan dan aturan tersendiri. Dalam konteks ini penyesuaian diri remaja terhadap norma sosial mengarah pada dua dimensi. Pertama, remaja ingin diakui keberadaannya dalam masyarakat luas. Kedua, remaja ingin bebas menciptakan aturan-aturan tersendiri yang lebih sesuai untuk kelompoknya, tetapi menuntut agar dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat. e. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Waktu Luang Waktu luang remaja merupakan kesempatan untuk memenuhi dorongan bertindak bebas. Namun, di sisi lain remaja dituntu mampu menggunakan waktu luangnya untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Jadi, upaya penyesuaian diri remaja adalah melakukan penyesuaian antara dorongan kebebasannya serta inisiatif dan kreativitasnya dengan kegiatan-

6 16 kegiatan yang bermanfaat. Dengan demikian penggunaan waktu luang akan menunjang pengembangan diri dan manfaat sosial. f. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Penggunaan Uang Dalam kehidupannya, remaja juga berupaya untuk memenuhi dorongan sosial lain yang memerlukan dukungan finansial. Karena remaja belum sepenuhnya mandiri dalam masalah finansial, mereka memperoleh jatah dari orang tua sesuai dengan kemampuan keluarganya. Inisiatif, kreativitas, dan kesempatan-kesempatan yang ada pada remaja menyebabkan jatah yang diterima dari orang tuanya seringkali mejadi tidak cukup. Oleh sebab itu, remaja berusaha mampu untuk bertindak secara proporsional, melakukan penyesuaian antara kelayakan pemenuhan kebutuhannya dengan kondisi ekonomi orang tuanya, sehingga diharapkan penggunaan uang akan menjadi efektif dan efisien. g. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Kecemasan, Konflik, dan Frustrasi Karena dinamika perkembangan yang sangat dinamis, remaja seringkali dihadapkan pada kecemasan, konflik, dan frustrasi. Strategi penyesuaian diri terhadap kecemasan, konflik, dan frustrasi tersebut biasanya melalui suatu mekanisme yang oleh Sigmund Freud disebut dengan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) seperti kompensasi, rasionalisasi, proyeksi, sublimasi, identifikasi, regresi, dan fiksasi.

7 17 Jadi, sebagai fase menuju kedewasaan remaja akan menyesuaikan diri dengan berbagai aspek dalam kehidupannya terutama yang berkaitan dengan identitas, peran, pendidikan, kehidupan seks, norma sosial, hingga menghindari konflik dan frustrasi. 4. Proses Penyesuaian Diri Penyesuaian diri yang sempurna sulit diwujudkan karena banyak faktor yang mempengaruhi sehingga keseluruhan kebutuhan tidak dapat terealisasi. Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang kehidupan (lifelong process). Respons penyesuaian diri selain berupa hal yang baik juga ada yang buruk. Penyesuaian diri sebagai suatu proses ke arah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan eksternal. Contohnya bayi membutuhkan ASI, karena kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka bayi berusaha mencari pemenuhan kebutuhan pengganti dengan menghisap ibu jari (Sundari, 2005:42-43). Schneiders (Ali dan Asrori, 2014: ) mengatakan proses penyesuaian diri setidaknya melibatkan tiga unsur, yaitu : 1) Motivasi Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam organisme. Respons penyesuaian diri, baik atau buruk dapat dipandang sebagai suatu upaya organisme untuk

8 18 menjauhi ketegangan. Kualitas respons apakah itu sehat, efisien, merusak, atau patologis ditentukan terutama oleh kualitas motivasi selain juga hubungan individu dengan lingkungan. 2) Sikap Terhadap Realitas Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi terhadap manusia di sekitarnya dan hubunganhubungan yang membentuk realitas. Secara umum dapat dikatakan bahwa sikap yang sehat terhadap realitas dan kontak yang baik terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi proses penyesuaian diri yang sehat. Beberapa perilaku seperti sikap antisosial, kurang berminat terhadap hiburan, sikap bermusuhan, kenakalan, dan semuanya sendiri, semuanya itu sangat mengganggu hubungan antara penyesuaian diri dengan realitas. 3) Pola Dasar Proses Penyesuaian Diri Dalam penyesuaian diri sehari-hari terdapat pula pola dasar penyesuaian diri. Misalnya, seorang anak membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya yang selalu sibuk. Dalam situasi itu, anak akan frustrasi dan berusaha menemukan pemecahan yang berguna mengurangi ketegangan antara kebutuhan akan kasih sayang dengan frustrasi yang dialami. Demikian juga pada orang dewasa, akan mengalami ketegangan dan frustrasi karena terhambatnya keinginan memperoleh kasih sayang, memperoleh anak, meraih prestasi, dan sejenisnya. Untuk itu dia akan berusaha mencari kegiatan yang dapat

9 19 mengurangi ketegangan yang ditimbulkan sebagai akibat tidak terpenuhi kebutuhannya. Dari ketiga proses tersebut maka dapat disimpulkan bahwa manusia membutuhkan dorongan dari dalam diri sendiri untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan adanya dorongan (motivasi) tersebut maka manusia mampu mengambil sikap untuk menghadapi realitas yang ada, yang mana sikap tersebut mampu memberikan menusia batasan dalam berperilaku untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 5. Faktor Pembentuk Penyesuaian Diri Menurut Schneiders (Ali dan Asrori, 2014: ) terdapat lima faktor yang dapat memengaruhi proses penyesuaian diri pada remaja, diantaranya yaitu: a. Kondisi fisik Kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian diri remaja. Aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah: 1) Hereditas dan Konstitusi Fisik 2) Sistem Utama Tubuh 3) Kesehatan Fisik

10 20 b. Kepribadian Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian diri adalah: 1) Kemauan dan Kemampuan untuk Berubah (Modifiability) 2) Pengaturan Diri (Self Regulation) 3) Realisasi Diri (Self Realization) 4) Intelegensi c. Proses Belajar Yang termasuk unsur-unsur penting dalam edukasi/pendidikan yang dapat memengaruhi penyesuaian diri adalah: 1) Belajar 2) Pengalaman 3) Latihan 4) Determinasi diri d. Lingkungan Berbicara faktor lingkungan sebagai variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri meliputi: 1) Lingkungan keluarga 2) Lingkungan sekolah 3) Lingkungan masyarakat

11 21 e. Agama dan Budaya Agama berkaitan dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktek-praktek yang memberi makna yang sangat mendalam, tujuan serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu. Selain agama, budaya juga memberikan faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan individu. Sedangkan menurut Desmita (2010: ) faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian diri dilihat dari konsep psikogenik dan sosiopsikogenik. Psikogenik memandang bahwa penyesuaian diri dipengaruhi oleh riwayat kehidupan sosial individu, terutama pengalaman khusus yang membentuk perkembangan psikologis. Pengalaman khusus ini lebih banyak berkaitan dengan latar belakang kehidupan keluarga, terutama menyangkut aspek-aspek: a. Hubungan orangtua-anak, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam keluarga, apakah hubungan tersebut bersifat demokratis atau otoriter yang mencakup: 1) Penerimaan-penolakan orangtua terhadap anak 2) Perlindungan dan kekebasan yang diberikan kepada anak 3) Sikap dominatif-integratif (permisif atau sharing) 4) Pengembangan sikap mandiri-ketergantungan

12 22 b. Iklim intelektual keluarga, yang merujuk pada sejauh mana iklim keluarga memberikan kemudahan bagi perkembangan intelektual anak, pengembangan berpikir logis atau irasional, yang mencakup: 1) Kesempatan untuk berdialog logis, tukar pendapat dan gagasan 2) Kegemaran membaca dan minat kultural 3) Pengembangan kemampuan memecahkan masalah 4) Pengembangan hobi 5) Perhatian orang tua terhadap kegiatan belajar anak c. Iklim emosional keluarga, yang merujuk pada sejauh mana stabilitas hubungan dan komunikasi di dalam keluarga terjadi, yang mencakup: 1) Intensitas kehadiran orang tua dalam keluarga 2) Hubungan persaudaraan dalam keluarga 3) Kehangatan hubungan ayah-ibu Sementara itu dilihat dari konsep sosiogenik, penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor iklim lembaga sosial di mana individu terlibat di dalamnya. Bagi peserta didik, faktor sosiopsikogenik yang dominan memengaruhi penyesuaian dirinya adalah sekolah, yang mencakup: a. Hubungan guru-siswa, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam sekolah, apakah hubungan tersebut bersifat demokratis atau otoriter, yang mencakup: 1) Penerimaan-penolakan guru terhadap siswa 2) Sikap dominatif (otoriter, kaku, banyak tuntutan) atau integratif (permisif, sharing, menghargai dan mengenal perbedaan individu)

13 23 3) Hubungan yang bebas ketegangan atau penuh ketegangan b. Iklim intelektual sekolah, yang merujuk pada sejauh mana perlakuan guru terhadap siswa dalam memberikan kemudahan bagi perkembangan intelektual siswa sehingga tumbuh perasaan kompeten, yang mencakup: 1) Perhatian terhadap perbedaan individual siswa 2) Intensitas tugas-tugas belajar 3) Kecenderungan untuk mandiri atau berkonformitas pada siswa 4) Sistem penilaian 5) Kegiatan ekstrakurikuler 6) Pengembangan inisiatif siswa Selain faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri pada remaja tersebut. Penyesuaian diri pada remaja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (Irfani, 2004:78): a. Pondok Pesantren Suasana di pondok pesantren mempengaruhi penyesuaian diri remaja. Suasana yang nyaman, kondusif dengan fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung dapat membuat remaja betah menuntut ilmu di pondok pesantren. Selain itu kurikulum dan metode belajar di pondok pesantren yang menarik juga mempengaruhi penyesuaian diri remaja. Begitu pula dengan pondok pesantren Anshor Al-Sunnah, suasana di pondok pesantren tersebut cukup nyaman, walaupun santri

14 24 tidak di perbolehkan menggunakan alat komunikasi pribadi namun pihak pondok melengkapi berbagai fasilitas baik yang mendukung proses pembelajaran maupun fasilitas di asrama santri. Lokasi pondok pesantren yang juga tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk sehingga mempermudah akses santri apabila ada keperluan ke luar pondok. Namun menurut santri faktor-faktor seperti ketidakcocokan santri pada makanan yang disediakan di pondok membuat santri harus menyesuaikan juga pada selera makannya. b. Orang Tua Santri Fenomena yang terjadi belakangan ini orang tua yang memasukkan anaknya ke pondok pesantren seolah menjadi trend baru. Orang tua ingin anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang berkualitas dari segi religiusitas, modern dan terintegritas maka pondok pesantren menjadi pilihan dan kebanggaan tersendiri. Orang tua hendaknya dari awal memberikan pengertian kepada anak mengenai bagaimana kehidupan di pondok pesantren, agar anak tidak kaget dan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri. Begitu pula dengan orang tua santriwan dan santriwati di pondok pesantren Anshor Al-Sunnah, orang tua santri tersebut mengaku motivasi utama memasukkan anaknya ke pesantren adalah karena menganggap pola pendidikan di pesantren lebih membawa bisa mengubah anak mereka menjadi lebih mengenal agama untuk bekal

15 25 anak sendiri, membuat anak menjadi mandiri, dan merubah perilaku anak menjadi lebih baik lagi. c. Santri Kepribadian remaja/santri sebagai individu juga besar pengaruhnya terhadap penyesuaian dirinya di lingkungan pondok pesantren tersebut. Santri yang tinggal bersama dalam satu asrama memiliki watak dan kepribadian yang bermacam-macam, terlebih remaja juga memiliki kondisi emosional yang belum stabil. Sehingga kemungkinan akan terjadi konflik-konflik kecil antar sesama santri. Diakui oleh santriwati, terkadang hal-hal kecil seperti urusan pinjam meminjam barang pribadi hingga antrian mandi bisa membawa pada pertikaian antar santri apabila tidak dikondisikan dengan baik. Begitu pula dengan yang terjadi pada santriwan, senioritas masih terjadi bahkan di kalangan santri. d. Pendidik Ustadz dan ustadzah sebagai tenaga pendidik di pondok pesantren juga mempunyai peran besar terhadap bagaimana penyesuaian diri santri. Cara mengajar yang menyenangkan, kreatif dan membangun kedekatan emosional dengan santri dapat mempengaruhi penyesuaian diri santri. Begitu pula dengan guru-guru di pondok pesantren Anshor Al- Sunnah. Menurut santri-santri di sana, guru-guru di pondok pesantren Anshor Al-Sunnah mempunyai kedekatan tersendiri dengan santriwan

16 26 maupun santriwati, guru-guru tersebut mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Menurut salah satu guru, menciptakan suasana belajar yang santai namun tetap serius mampu mengubah mindset anak-anak terhadap pelajaran yang tadinya dianggap sulit, menjadi mudah. Berdasarkan beberapa faktor pembentuk penyesuaian diri remaja dan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri remaja di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri remaja di pengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar diri remaja. Diantaranya faktor dari dalam remaja yaitu kondisi fisik, kepribadian. Dan faktor dari luar yaitu budaya, proses belajar, guru, pola asuh orang tua dan lingkungan belajar. 6. Aspek Penyesuaian Diri Schneiders (Gufron, 2010:50-51) menyatakan bahwa penyesuaian diri memiliki empat aspek, yaitu: a. Adaptation Penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan seseorang dalam beradaptasi. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik, berarti memiliki hubungan yang memuaskan dengan lingkungannya. Penyesuaian diri dalam hal ini diartikan dalam konotasi fisik. b. Comformity Seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri baik bila memenuhi kreteria sosial dan hati nuraninya.

17 27 c. Mastery Orang yang mempunyai penyesuaian diri baik mempunyai kemampuan membuat rencana dan mengorganisasikan suatu respons diri sehingga dapat menyusun dan menanggapi segala masalah dengan efisien. d. Individual variation Ada perbedaan individual pada perilaku dan responsnya dalam menanggapi masalah. Sementara itu mengacu pada beberapa konsep tentang kepribadian individu sehat yang diajukan oleh beberapa ahli, maka secara garis besar penyesuaian diri yang sehat dapat dilihat dari empat aspek kepribadian, yaitu (Desmita, 2010: ): a. Kematangan emosional, mencakup: 1) Kemantapan suasana kehidupan emosional 2) Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan oran lain 3) Kemampuan untuk santai, gembira, dan menyatakan kejengkelan 4) Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri b. Kematangan intelektual, mencakup: 1) Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri 2) Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya 3) Kemampuan mengambil keputusan

18 28 4) Keterbukaan dalam mengenal lingkungan c. Kematangan sosial, mencakup: 1) Keterlibatan dalam partisipasi sosial 2) Kesediaan kerja sama 3) Kemampuan kepemimpinan 4) Sikap toleransi 5) Keakraban dalam pergaulan d. Tanggung jawab, mencakup: 1) Sikap produktif dalam mengembangnan diri 2) Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel 3) Sikap altruisme, empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal 4) Kesadaran akan etika dan hidup jujur 5) Melihat perilaku dari segi konsekuensi atas dasar sistem nilai 6) Kemampuan bertindak independen Maka, penulis mengambil aspek dari Desmita sebagai acuan untuk mengetahui penyesuaian diri remaja karena ke empat aspek tersebut dapat mewakili dari penyesuaian diri. B. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan (Ali dan Asrori, 2014:9). Istilah adolescence

19 29 sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini didukung oleh Piaget yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa di mana anak tidak lagi merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 1980:206). Remaja menurut WHO adalah masa di mana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksualnya, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergntungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mendiri (Sarwono, 2015:12). Menurut Papalia dan Olds (2009:8) masa remaja adalah masa peralihan masa perkembangan yang berlangsung sejak usia sekitar 10 atau 11, atau bahkan lebih awal sampai masa remaja akhir atau dua puluhan awal, serta melibatkan perubahan besar dalam aspek fisik, kognitif, psikososial, yang saling berkaitan. Secara umum, masa remaja ditandai dengan munculnya pubertas (puberty), proses yang pada akhirnya akan menghasilkan kematangan seksual, atau fertilitas yaitu kemampuan untuk melakukan reproduksi. Menurut Carballo dalam Sarwono (2015:19) ada enam penyesuaian diri yang harus dilakukan remaja, yaitu:

20 30 a. Menerima dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam kepribadiannya. b. Menentukan peran dan fungsi seksualnya yang adekuat (memenuhi syarat) dalam kebudayaan di mana ia berada. c. Mencapai posisi yang diterima oleh masyarakat. d. Mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moralits, dan nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungan dari kebudayaan. e. Memecahkan problem-problem nyata dalam pengalaman sendiri dan dalam kaitannya dengan lingkungan. Jadi, remaja adalah masa peralihan menuju dewasa di mana terjadi perubahan dalam dirinya terutama fisik dan psikis. 2. Tugas Perkembangan Remaja Setiap individu tumbuh dan berkembang selama perjalanan kehidupannya melalui beberapa periode atau fase-fase perkembangan. Setiap fase perkembangan mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus diselesaikan dengan baik oleh setiap individu. Seorang ahli psikologi yang dikenal luas dengan teori tugas-tugas perkembangannya adalah Robert J. Harighust. Ia mengatakan bahwa tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Adapun tugas perkembangan yang

21 31 harus diselesaikan dengan baik oleh remaja yaitu sebagai berikut (Ali dan Asrori 2014:164): a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif. d. Mencari kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. e. Mencapai jaminan kebebasan ekonomis. f. Memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan. g. Persiapan untuk memasuki kehidupan berkeluarga. h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep yang penting untuk kompetensi kewarganegaraan. i. Mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab. j. Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem etika sebagai pedoman tingah laku. Berdasarkan penjelasan di atas, maka tugas perkembangan pada remaja lebih banyak pada menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. C. Pondok Pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar

22 32 para santri, sedangkan pondok berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama, rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu ( diakses pada 23 April 2017 pukul 11:35 WIB). Sedangakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji ( diakses pada 23 April 2017 pukul 11:40 WIB). Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Pasal 1 Ayat 4 menyebutkan bahwa pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya. Jadi, dapat disimpulkan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat, namun kurikulum pesantren lebih mengarah kepada program pembelajaran keagamaan. 2. Jenis Pesantren Seiring perkembangan zaman serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan umum dan agama dalam lembaga pendidikan salah satunya pesantren. Maka terdapat dua jenis pondok pesantren, yaitu yang masih bersifat tradisional atau semi modern dengan pengajaran salaf

23 33 (pengajaran Al-Quran sepenuhnya) dan pondok pesantren modern yang menggabungkan pengajaran agama dengan pengetahuan umum dan menggunakan sistem pengajaran modern (Pritaningrum, 2013:136). a. Pesantren Salaf Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salaf. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salaf adalah para santri bekerja untuk kyai mereka bisa dengan mencangkul sawah atau mengurusi kolam ikan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut. Sebagian besar pesantren salaf menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri pada umumnya menghabiskan waktu sehari penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian untuk memperdalam pelajaran agama dan Al-Qur'an ( diakses pada 23 April 2017 pukul 11:35 WIB). b. Pesantren Modern Menurut Dhofier (Pritaningrum, 2013:140) pondok pesantren modern adalah pondok pesantren yang pengajarannya memasukkan pengetahuan umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan

24 34 atau membuka tipe-tipe sekolah umum di dalam lingkungan pesantren, dengan metode pembelajaran menggunakan sistem klasikal. Pondok pesantren modern mengajarkan juga pendidikan umum, di mana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya, namun tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah. Ada juga jenis pesantren semimodern yang masih mempertahankan kesalafiannya dan memasukkan kurikulum modern di pesantren tersebut ( diakses pada 23 April 2017 pukul 11:35 WIB). Jadi, dapat disimpulkan bahwa pesantren terdiri dari pesantren modern yang memasukkan kurikulum modern dalam pembelajarannya dan pesantren tradisional yang penuh dengan pembelajaran keagamaan.

25 35 D. Kerangka Berpikir Adapun gambaran alur pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan digambarkan dalam kerangka berpikir berikut ini: Remaja Pondok Pesantren Penyesuaian Diri Kematangan Emosional Kematangan Intelektual Kematangan Sosial Tanggung Jawab a. Bagaimana kematangan emosional remaja dalam menyesuaikan diri di pondok pesantren Anshor Al-Sunnah Kabupaten Kampar Riau? b. Bagaimana kematangan intelektual remaja dalam menyesuaikan diri di pondok pesantren Anshor Al-Sunnah Kabupaten Kampar Riau? c. Bagaimana kematangan sosial remaja dalam menyesuaikan diri di pondok pesantren Anshor Al-Sunnah Kabupaten Kampar Riau? d. Bagaimana tanggung jawab remaja dalam menyesuaikan diri di pondok pesantren Anshor Al-Sunnah Kabupaten Kampar Riau? Gambar I. Kerangka Berpikir Berdasarkan kerangka berpikir di atas dapat dipahami bahwa remaja yang bersekolah di pondok pesantren akan melakukan penyesuaian diri yang dapat dilihat dari aspek kematangan sosial, kematangan intelektual, kematangan sosial, dan tanggung jawabnya. Yang mana dari aspek penyesuaian tersebut dapat menjawab fokus penelitian yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk bertahan dan melanjutkan tugas dalam setiap tahap perkembangannya. Remaja tidak terlepas dari tahapan demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu menjadi bagian dari lingkungan tertentu. Individu akan dihadapkan pada perubahan dan tuntutan tertentu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Penyesuaian Diri 1. Penyesuaian Diri Seorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikandiri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Penelitian yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Penelitian yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri sudah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Diantaranya dilakukan oleh Oki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. tempat tinggal maupun lingkungan keluarga dengan baik. Namun hal tersebut

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. tempat tinggal maupun lingkungan keluarga dengan baik. Namun hal tersebut 7 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Penyesuaian diri Penyesuaian diri merupakan suatu tindakan, di mana individu bisa menerima keadaan lingkungan sekitarnya, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan seorang individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga variatif seiring

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu mempunyai keinginan untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Hal ini bisa disebabkan lingkungan tempat tinggalnya kurang baik, ingin mencari pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering diartikan juga sebagai sekolah agama bagi pelajar muslim (Sumadi,

BAB I PENDAHULUAN. sering diartikan juga sebagai sekolah agama bagi pelajar muslim (Sumadi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren merupakan salah satu macam lembaga pendidikan berbasis Islam di Indonesia yang sudah ada sejak masa kolonial. Pesantren sering diartikan juga sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para BAB I PENDAHULUAN Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok pesantren. Istilah pondok berasal dari bahasa Arab, funduq, yang artinya hotel atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam memasuki lingkungan sekolah yang baru adalah penyesuaian diri, walaupun penyesuaian diri tidak terbatas pada siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti akan mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana seseorang dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hurlock (1980) masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial Penyesuaian sosial adalah sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya tawuran pelajar, pengedaran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar, seks bebas, pergaulan bebas, kurangnya rasa hormat anak kepada orang tua dan guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja a. Pengertian Kepercayaan Diri Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi operasional dan metode penelitian. A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hidayat (2013) pendidikan adalah suatu upaya sadar yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dianugrahkan tuhan kepada manusia dan diarahkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pendidikan telah mengawali masuknya konseling untuk pertama kalinya ke Indonesia. Adaptasi konseling dengan ilmu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

//HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMP. Naskah Publikasi

//HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMP. Naskah Publikasi //HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMP Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia dalam kehidupannya. Kemajuan zaman memiliki nilai yang positif dalam kehidupan manusia, dimana pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan dan harapan.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke- 21, banyak pengembangan berbagai teknologi strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya trend Boarding School

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain. Makhluk sosial

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO Astrid Oktaria Audra Siregar 15010113140084 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang berarti pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam kehidupan seseorang, masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik di negara-negara maju maupun negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik di negara-negara maju maupun negara-negara yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Masalah kenakalan remaja dewasa ini semakin dirasa meresahkan masyarakat, baik di negara-negara maju maupun negara-negara yang sedang berkembang. Permasalahannya

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam khas Indonesia merupakan pendidikan alternatif dari pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah. Pertama, karena pesantren

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Panti sosial asuhan anak menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2004:4) adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd Pertumbuhan : Perubahan fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berjalan normal pada anak yang sehat dalam perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional. Salah satu tahap yang akan dihadapi individu jika sudah melewati. masa anak-anak akhir yaitu masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. emosional. Salah satu tahap yang akan dihadapi individu jika sudah melewati. masa anak-anak akhir yaitu masa remaja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti mengalami perkembangan tahap demi tahap yang terjadi selama rentang kehidupannya. Perkembangan tersebut dapat terjadi pada beberapa aspek, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pada masa bayi ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama rentang kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir sampai meninggal, banyak fase perkembangan dan pertumbuhan yang harus dilewati. Dari semua fase perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan di pondok pesantren berbeda dengan kehidupan anak pada umumnya. Di pondok pesantren, santri atau peserta didik dituntut untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama di kalangan remaja. Kesehatan reproduksi (kespro) didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar TUGAS TUGAS PERKEMBANGAN (Developmental Task) PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci