Karakteristik dan kebiasaan pada keluarga penderita fasciolopsiasis di Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan

Transkripsi

1 JHECDs, I (1), 2015, hal Penelitian Karakteristik dan kebiasaan pada keluarga penderita fasciolopsiasis di Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan Characteristic and habits of patients family fasciolopsiasis in Hulu Sungai Utara South Kalimatan Annida dan Deni Fakhrizal* Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2) Tanah Bumbu. Jl. Loka Litbang Komplek Perkantoran Pemkab Tanah Bumbu, Gunung Tinggi Batulicin, Kalimantan Selatan Korespondensi: denifakhrizal@gmail.com DOI : /jhecds.v1i Tanggal masuk 29 September 2015, Revisi pertama 19 Oktober 2015, Revisi terakhir 6 ovember 2015, Diterima 27 ovember 2015, Terbit daring 2 Januari 2016 Abstract. Fasciolopsiasis is intestinal disease caused by consuming contaminated water plant by metacercaria of Fasciolopsis buski. Many fasciolopsiasis patients are children because their knowledge and their awareness of health remains low. This study aims to know characteristics and behaviour in family sufferer's family. This study was conducted from March to December 2012 with cross sectional study design. Examination of stool samples to determine infection F. buski using centrifugation method (Formalin Ether Technique). The results showed fasciolopsiasis patients mostly found in Sungai Papuyu Village as many as 9 people, sex most patients are women and the most age range between 6-12 year old. Based on the results of interview known family knowledge is still low, defecate habit directly into the swamp and have not been taking anthelmintic. Keywords: fasciolopsiasis, Fasciolopsis buski, population, characteristic Abstrak. Fasciolopsiasis adalah penyakit kecacingan usus akibat mengkonsumsi tanaman air yang terkontaminasi metaserkaria dari Fasciolopsis buski. Kebanyakan penderita fasciolopsiasis adalah anak-anak karena pengetahuan dan kesadaran mereka akan kesehatan masih rendah. Studi ini bertujuan untuk melihat karakteristik dan perilaku keluarga penderita fasciolopsiasis. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2012 dengan rancangan penelitian cross sectional. Pemeriksaan sampel tinja untuk mengetahui infeksi cacing F. buski dengan menggunakan centrifugation method (Formalin Ether Technique). Hasil penelitian ini menunjukkan penderita fasciolopsiasis terbanyak ditemukan di Desa Sungai Papuyu yaitu sebanyak 9 orang, perempuan dan dengan kisaran umur antara usia 6-12 tahun. Berdasarkan hasil wawancara diketahui pengetahuan keluarga masih rendah, kebiasaan BAB langsung ke air rawa dan belum pernah mengkonsumsi obat cacing Kata kunci: fasciolopsiasis, Fasciolopsis buski, populasi, karakteristik 14

2 Annida dan D. Fakhrizal Karakteristik dan kebiasaan pada keluarga... Pendahuluan Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di masyarakat Indonesia namun kurang mendapatkan perhatian (neglected diseases). Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected diseases memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tibatiba ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia anak, dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian. 1 Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang memerlukan penanganan serius terutama di daerah tropis karena prevalensi yang cukup tinggi. Kecacingan umumnya menyerang negaranegara yang sedang berkembang terutama pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah di pedesaan seperti di Indonesia. 2 Penyakit kecacingan banyak ditemukan di daerah dengan kelembaban tinggi serta kondisi lingkungan dan kebersihan per orangan yang kurang sehingga mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita serta menyebabkan kerugian ekonomi. 3,4 Salah satu penyakit kecacingan yang masih terjadi di Indonesia saat ini adalah fasciolopsiasis yang disebabkan oleh Fasciolopsis buski. Fasciolopsis buski adalah trematoda yang bisa menginfeksi manusia dan hewan. 5 Penyakit ini diperkirakan telah menginfeksi sekitar 10 juta penduduk di dunia. 6 Di Indonesia sendiri penyakit ini hanya ditemukan di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) dan endemis di tiga kecamatan yaitu di Sungai Pandan, Danau Panggang dan Babirik. 7 Survei fasciolopsiasis pertama kali dilaksanakan di Desa Sungai Papuyu Kecamatan Babirik di Kabupaten HSU (1982) dengan infection rate 27 (148 positif fasciolopsiasis dari 548 orang yang diperiksa), paling banyak menginfeksi anak sekolah (79,1). 8 Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Banjarbaru (BBTKL Banjarbaru) pada tahun 2011, masih ditemukan 14 orang (16,9) yang menderita fasciolopsiasis dari 83 sampel yang diperiksa. 9 Hasil survei ini menunjukkan bahwa fasciolopsiasis hingga sekarang masih menjadi masalah kesehatan di Kabupaten HSU. Fasciolopsiasis terjadi karena mengkonsumsi tumbuhan air mentah yang mengandung metaserkaria. 7 Metaserkaria tidak hanya ditemukan melekat pada tumbuhan air tapi juga bisa juga ditemukan mengapung di permukaan air. 10 Hal ini dapat mengakibatkan manusia yang menggunakan air mentah untuk minum, sikat gigi, dan keperluan lainnya dapat terinfeksi fasciolopsiasis. Dalam siklus hidupnya, F. buski memerlukan siput air tawar sebagai hospes (inang) perantara pertama sebagai tempat mirasidium tumbuh menjadi sporokista, berlanjut menjadi redia dan serkaria dan tumbuhan air sebagai hospes perantara kedua sebagai tempat untuk berenkistasi menjadi metaserkaria. 5 Fasciolopsiasis dapat dicegah dengan cara memasak air dan sayuran hingga mendidih dan masak dengan sempurna sebelum dikonsumsi serta membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat. Fasciolopsiasis yang berlanjut pada anak-anak merupakan masalah serius, terutama jika dikaitkan dengan kelangsungan generasi penerus bangsa. Infeksi yang berat pada anak-anak menimbulkan oedema pada wajah dan badan yang disebabkan oleh proses alergi, anemia, defisiensi B 12, dan atau malabsorbsi yang menyebabkan hipoalbuminemia sekunder Walaupun infeksi ringan umumnya tanpa gejala, namun apabila fasciolopsiasis dibiarkan berlanjut dan tidak segera diobati dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesehatan dan daya tahan tubuh, serta penurunan kualitas sumber daya manusia sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan lost generation. Studi ini bertujuan untuk melihat karakteristik dan perilaku pada keluarga penderita fasciolopsiasis. Metode Cara pengumpulan data Jenis penelitian ini adalah observasional dengan desain cross sectional study. Besar sampel adalah 400 orang dihitung menggunakan rumus Snedecor dan Cochran: n k = n 1 + n Kegiatan yang dilakukan adalah survei tinja penduduk untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing fasciolopsiasis pada tinja penduduk. Keluarga penderita fasciolopsiasis yang ditemukan saat itu turut diperiksa tinjanya dan dilakukan wawancara kepada kepala keluarga tentang karakteristik anggota keluarga dan kebiasaan di dalam keluarga penderita Pengumpulan tinja dilakukan dengan cara pembagian pot tinja yang sudah diisi formalin 10 untuk mengawetkan tinja. Pot yang sudah terisi tinja dikumpulkan 15

3 JHECDs Vol. I, o. 1, Desember 2015 keesokan harinya. Kegiatan pengumpulan tinja berlangsung selama tiga hari. Pemeriksaan tinja menggunakan metode centrifugation (Formalin Ether Technique) dilakukan oleh tenaga analis Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. Data yang diambil pada keluarga penderita adalah kebiasaan buang air besar (BAB) di keluarga, kebiasaan makan tumbuhan air di keluarga, dan pengetahuan kepala keluarga mengenai fasciolopsiasis. Tempat dan waktu Studi ini dilakukan pada penduduk di tiga desa endemis tertinggi fasciolopsiasis di Kabupaten HSU yaitu Desa Kalumpang Dalam, Desa Sungai Papuyu di Kecamatan Babirik, dan Desa Telaga Mas di Kecamatan Danau Panggang. Studi berlangsung selama 10 bulan dari Maret sampai Desember Hasil Melalui survei tinja penduduk di 3 desa endemis fasciolopsiasis, yaitu Desa Kalumpang Dalam, Sungai Papuyu, dan Telaga Mas telah didapatkan 396 sampel tinja. Sampel tinja yang dikoleksi tidak mencapai jumlah minimal sampel karena banyak penduduk yang tidak menyerahkan kembali pot tinja yang dibagikan dengan alasan tidak bisa BAB, selain itu juga ada penduduk yang mengembalikan pot namun didalamnya tidak terisi tinja. Penderita fasciolopsiasis yang ditemukandari Desa Sungai Papuyu sebanyak 9 orang dan Desa Kalumpang Dalam sebanyak 2 orang. Hasil pemeriksaan tinja penduduk di Kabupaten HSU diketahui 11 (2,8) dari 396 orang tinjanya mengandung telur F. buski. Penderita fasciolopsiasis lebih banyak diderita oleh perempuan dan pada anak sekolah. Umur Tabel 1. Distribusi penderita fasciolopsiasis berdasarkan jenis kelamin dan umur Kategori Hasil pemeriksaan Positif egatif total Jenis Kelamin Laki-laki perempuan Kelompok umur (tahun) < > terbanyak penderita berada pada usia anak sekolah dasar (6-12 tahun) sebanyak 6 orang. Selain itu juga ditemukan satu orang dewasa yang terinfeksi fasciolopsiasis. Distribusi penderita dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan wawancara kepada keluarga penderita, diketahui bahwa keluarga penderita memang tidak mengerti mengenai fasciolopsiasis, baik cara penularan, akibat penyakit, maupun cara pencegahannya sehingga ini mengakibatkan anggota keluarga rentan tertular fasciolopsiasis. Penderita mempunyai kebiasaan BAB di jamban yang tidak memiliki penampungan khusus atau septic tank sehingga kotoran yang dikeluarkan akan langsung jatuh ke dalam air rawa. Hal ini dapat menjadi sumber penularan fasciolopsiasis karena telur F. buski akan menetas dan berkembang hingga menjadi metaserkaria yang infektif. Penderita juga mempunyai kebiasaan mengkonsumsi air rawa yang diambil di sekitar rumah, dan mengkonsumsi tumbuhan air berupa kangkung, bunga teratai/tatanding, dan susupan. amun menurut mereka baik air maupun tumbuhan tersebut dimasak hingga mendidih baru dikonsumsi. Penderita dan keluarga juga tidak pernah minum obat cacing sebelumnya. Pembahasan Kebiasaan penduduk yang masih membuang kotorannya langsung ke air rawa menjadi salah satu penyebab fasciolopsiasis masih terjadi sampai saat ini. Penduduk membuang tinjanya di air rawa disebabkan kondisi di daerah endemis fasciolopsiasis yang merupakan daerah rawa, sehingga menimbulkan kesulitan dalam membangun jamban yang dilengkapi dengan septic tank tertutup. Sebagian penduduk mempunyai kebiasaan meminum air rawa mentah, namun sebagian lainnya sudah mulai menggunakan air sumur pompa tangan sebagai air minum, walaupun sebagian lainnya masih mempunyai kebiasaan mencampur air mendidih dengan air mentah. Air rawa juga digunakan penduduk untuk kebutuhan rumah tangga lainnya seperti mencuci bahan makanan dan alat makan/masak, mandi bahkan menggosok gigi dan berkumur. Kebiasaan ini dapat mengakibatkan penduduk beresiko terinfeksi fasciolopsiasis karena metaserkaria tidak hanya ditemukan pada tumbuhan air tapi juga bisa ditemukan di permukaan air. 10 Anak-anak usia sekolah dasar merupakan penderita fasciolopsiasis yang paling banyak, hal ini mungkin terjadi karena kebiasaan mereka 16

4 Annida dan D. Fakhrizal Karakteristik dan kebiasaan pada keluarga... memakan tumbuhan air mentah seperti biji dan umbi teratai air/tatanding (ymphaea sp.) dan umbi keladi air, saat mereka bermain atau berada di luar rumah. 16,17,18 Metaserkaria yang termakan, dalam waktu 25 sampai 30 hari akan berkembang menjadi cacing dewasa dalam usus halus dan dalam waktu 3 bulan akan ditemukan telurtelurnya dalam tinja. 5 Rasio penderita fasciolopsiasis pada wanita lebih tinggi dari pada laki-laki diperkirakan karena faktor budaya atau perilaku. Perempuan menjadi anggota keluarga yang bertugas mengurusi rumah tangga seperti mencuci dan menyiapkan bahan makanan. Hal ini akan meningkatkan resiko tertular fasciolopsiasis karena mereka lebih sering kontak dengan air maupun tumbuhan air yang akan dijadikan bahan makanan. 19 Kejadian fasciolopsiasis sudah mengalami penurunan sejak ditemukan pertama kali pada tahun Walaupun tampaknya penularan masih berlangsung, persentase kasus fasciolopsiasis tidak pernah melebihi angka 10. Keadaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang meningkat, penyuluhanpenyuluhan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), seringnya pelaksanaan survei tinja yang diikuti dengan pengobatan kecacingan terhadap penderita dan adanya program penyediaan air bersih untuk masyarakat melalui PPM (Program asional Pemberdayaan Masyarakat) maupun PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) di daerah endemis fasciolopsiasis. 17 Berdasarkan data yang didapat dari dinas kesehatan, pada tahun 2011(6,87) dan hasil dari studi ini pada tahun 2012 (6,92) terjadi peningkatan kasus fasciolopsiasis di Desa Sungai Papuyu yang cukup signifikan dari terakhir diperiksa pada tahun 2008 (0,99). Penderita fasciolopsiasis yang berada di Desa Sungai Papuyu bertempat tinggal di tempat yang cukup jauh dan sulit untuk didatangi sehingga belum terjangkau oleh program pencegahan. Untuk mencapai rumah penderita yang ditemukan pada tahun 2012 di Desa Sungai Papuyu harus menggunakan transport air (perahu bermotor/kelotok) menyusuri sungai kecil sekitar 20 menit. Akses darat tidak tersedia karena harus melewati daerah rawa yang selalu tergenang air khususnya saat musim hujan. Tabel 2. Perilaku / sosial budaya masyarakat yang mendukung fasciolopsiasis di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2012 Item pertanyaan Kalumpang Sungai Telaga Mas Total Dalam Papuyu (100) (99) (95) (294) Pengetahuan : Pengertian fasciolopsiasis Cara penularan fasciolopsiasis Akibat fasciolopsiasis Cara pencegahan Kebiasaan BAB : BAB di jamban/air rawa Jarak dari rumah <10m Kebiasaan makan tumbuhan air : Diambil di sawah/air rawa Dimakan mentah/setengah matang Dimasak sampai mendidih Sumber air bersih : Sungai (air rawa) Dimasak sampai mendidih Memelihara hewan ternak : Ayam/itik Makanan ternak dari tumbuhan air Makanan ternak dari keong Pengobatan kecacingan : Terakhir 2011 (filariasis) Tahun 2010 lebih Pencegahan fasciolopsiasis dapat diawali dengan melakukan pengobatan terhadap penderita. Kemudian memperbaiki lingkungan dengan tidak membuang kotoran manusia dan ternak di air 17

5 JHECDs Vol. I, o. 1, Desember 2015 rawa, serta memasak tumbuhan air hingga benarbenar matang sebelum dimakan, termasuk memasak air rawa yang dijadikan sumber air minum hingga mendidih. Kebiasaan BAB, pembuangan kotoran ternak dan cara pembudidayaan tumbuhan air untuk dikonsumsi harus diubah dan diperbaiki demi mencegah meluasnya fasciolopsiasis. Buang air besar di air rawa yang terdapat populasi hospes perantara dapat menyebabkan siklus fasciolopsiasis yang terus menerus. Buang air besar harus dilakukan di jamban yang disalurkan secara tertutup ke tangki pembuangan kedap air. Dengan perencanaan yang melibatkan peran serta lintas sektor yang saling mendukung diharapkan pemberantasan fasciolopsiasis di Kabupaten HSU akan bisa terwujud. Kesimpulan dan Saran Fasciolopsiasis masih terjadi di Kabupaten HSU dengan prevalensi 2,77. Jumlah penderita terbanyak berada di Desa Sungai Papuyu sebanyak 9 orang. Pengetahuan penderita terhadap fasciolopsiasis masih rendah, selain itu status kesehatan lingkungan di daerah endemis yang masih rendah menyebabkan sulitnya pemberantasan fasciolopsiasis menjadi sulit. Upaya yang dapat dilakukan adalah : 1. melakukan pembuatan septic tank terapung agar kotoran yang dibuang masyarakat tidak mencemari air yang biasa digunakan, penyediaan air bersih terutama untuk masyarakat yang masih menggunakan air sungai atau rawa untuk konsumsi; 2. Intensifikasi penyuluhan tentang PHBS kepada segenap lapisan masyarakat; 3. Pemeriksaan tinja rutin pada anak sekolah dasar di daerah endemis. Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Kesehatan Kab. HSU, Pimpinan Puskesmas Babirik dan Puskesmas Danau Panggang, Kepala Desa Kalumpang Dalam, Desa Sungai Papuyu, Desa Telaga Mas dan seluruh masyarakat yang berperan serta dalam penelitian. Serta rekanrekan dan sejawat lainnya yang telah membantu dan berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga dengan terlaksananya penelitian ini dapat memberikan manfaat dan menjadi dasar bagi penelitian yang lebih lanjut dan mendalam terhadap F. buski dan pengendaliannya. Daftar Pustaka 1. Sumanto S. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak Sekolah. Universitas Diponegoro; Waris L. Distribusi Parasit Pencernaan Pada Masyarakat Beberapa Daerah Dengan Ekosistem Yang Berbeda Di Kalimantan Selatan Tahun Batulicin; Rusmanto D. Hubungan Personal Higyenes Siswa Kelas 4, 5 Dan 6 Dengan Prevalensi Kecacingan Siswa Di Sekolah Dasar egeri Rapadaya II Kecamatan Omben Kabupaten Sampang. Universitas Air Langga; Sadjimin T. Gambaran Epidemiologi Kejadian Kecacingan Pada siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. J Epidemiol Indones. 2000;4: Handojo I, Gandahusada S. Parasitologi Kedokteran. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Pan American Health Organization (PAHO). Zoonoses And Communicable Diseases Common To Man And Animals. III. Washington DC; Anorital. Studi Epidemiologi Fasciolopsis Buski Di Kabupaten Hulu Sungai Utara-Kalsel Tahun J Ekol Kesehat. 2004;4: Oemijati S. The Current Situation of Parasitic Infections in Indonesia. Bul Penelit Kesehat. 1989;17(2): Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Profil Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun Amuntai; Mas-Coma S. Helminth-Trematode: Fasciolopsis Buski. Encyclopedia of food safety. 1st ed. academic press; p Garcia L, Bruckner D. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; Sandjaja B. Parasitologi Kedokteran: Buku 2, Helminthologi Kedokteran. Jakarta: Prestasi Pustaka; 13. Ideham B, Pusarawati S. Helminthologi Kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press; Akhsin Z. Parasitologi. Yogyakarta: uha Medika; Budi H. Deteksi Fasciolopsis buski Pada Hospes Perantara (Siput Air Tawar) di Kabupaten Hulu Sungai Utara Dengan Metode PCR. Batulicin; Anorital. Penyakit Kecacingan Buski (Fasciolopsiasis) di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan, Analisis dari Aspek Epidemiologi dan Sosial Budaya. Jakarta; Anorital, Ompusunggu S, Dewi R, Kasnodiharjo. Model Penanggulangan Fasciolopsis buski di Kalimantan Selatan dengan Pendekatan Sosial Budaya (Tahun Pertama). Jakarta; Anorital, Ompusunggu S, Dewi R, Kasnodiharjo. Model Penanggulangan Fasciolopsis buski di Kalimantan Selatan dengan Pendekatan Sosial Budaya (Tahun Kedua). akarta;

6 Annida dan D. Fakhrizal Karakteristik dan kebiasaan pada keluarga Mas-Coma S, et. al. Fascioliasis and other plantborne trematode zoonoses. Int J Parasitol. 2005;35: