BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tangan dalam Berita Kriminal pada surat kabar Suara Merdeka edisi Oktober 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tangan dalam Berita Kriminal pada surat kabar Suara Merdeka edisi Oktober 2013"

Transkripsi

1 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan Untuk membedakan penelitian berjudul Medan Makna Menyakiti dengan Tangan dalam Berita Kriminal pada surat kabar Suara Merdeka edisi Oktober 2013 dengan penelitian sebelumnya, maka penulis meninjau tiga buah hasil penelitian. Penelitian pertama, mengenai medan makna sebelumnya pernah dilakukan oleh Edi Setiyono, dkk., tahun Penelitian tersebut berjudul Medan Makna Aktivitas Tangan dalam Bahasa Jawa. Tujuan penelitian tersebut yaitu: (1) mendata semua leksem dalam bahasa Jawa yang menyatakan aktivitas tangan, (2) menguraikan ketepatan makna dari tiap-tiap leksem, (3) memaparkan macam-macam jenis submedan makna yang tercakup dalam medan makna aktivitas tangan. Adapun landasan teori dalam penelitian tersebut, yaitu: 1) leksem, 2) medan makna, 3) aktivitas tangan. Penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif kualitatif. Datanya berupa sejumlah leksem bahasa Jawa yang mengadung makna aktivitas tangan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada sumber data penelitian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Edi Setiyono sumber data penelitiannya adalah media massa yang menggunakan bahasa Jawa, sedangkan pada penelitian ini sumber data adalah wacana tulis di surat kabar Suara Merdeka edisi Oktober Penelitian kedua, yang berjudul Medan Makna Aktivitas Kaki dalam Bahasa Jawa oleh Suwadji, dkk., tahun Tujuan penelitian tersebut yaitu: (1) 6

2 7 mendeskripsikan seperangkat leksem verbal yang tergolong pada medan makna aktivitas kaki dalam bahasa Jawa, (2) pengklasifikasian seperangkat leksem verbal ke dalam submedan yang lebih kecil, (3) pemerian komponen makna. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada data penelitian. Data dalam penelitian yang Suwadji, dkk., lakukan adalah leksem verbal yang berkonsep aktivitas kaki yang tergolong leksikon aktif. Leksikon aktif adalah leksikon yang lazim dipakai oleh masyarakat penuturnya. Sedangkan pada penelitian ini data adalah kata-kata yang termasuk tindakan menyakiti dengan tangan dalam berita kriminal pada surat kabar Suara Merdeka edisi Oktober Penelitian ketiga, penulis meninjau penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul Analisis Komponen Makna Kata dan Frasa Bahasa Asing dalam Iklan Elektronik pada Surat Kabar Suara Merdeka Edisi Maret 2012, oleh Yasir Yahya, NIM , Tahun Penelitian tersebut menggambarkan, menguraikan dan menjelaskan data yang objektif dan faktual (apa adanya) dan data tersebut diambil secara natural yaitu berupa kata dan frasa bahasa asing yang mengandung komponen makna dalam wacana iklan elektronik pada surat kabar Suara Merdeka. Sedangkan penelitian yang saya lakukan berjudul Medan Makna Menyakiti dengan Tangan dalam Berita Kriminal pada surat kabar Suara Merdeka edisi Oktober Bertolak dari ketiga penelitian tersebut, peneliti berasumsi belum ada yang melakukan penelitian mengenai Medan Makna Menyakiti dengan Tangan dalam Berita Kriminal pada surat kabar Suara Merdeka edisi Oktober Dalam hal ini peneliti menganalisis kata-kata yang termasuk dalam medan makna tindakan menyakiti dengan tangan beserta komponen maknanya.

3 8 B. Landasan Teori 1. Pengertian Semantik Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina: tanda) atau dari verba samaino (menandai, berarti). Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa (linguis) untuk menyebut bagian ilmu bahasa (linguistik) yang mempelajari makna (Djajasudarma, 2009:1). Semantik yang berasal dari Yunani mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian studi tentang makna (Aminudin, 2008:15). Sedangkan pengertian lain tentang semantik yakni studi ilmiah tentang makna. Makna dimaksud adalah makna unsur bahasa, baik dalam wujud morfem, kata, atau kalimat (Pateda, 2010:25). Menurut Verhaar (2001:385), semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Menurut Kridalaksana (2008:216), semantik merupakan bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara. Makna ini merupakan sistem dan penyelidikan makna dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya. Yule (2006:4) mengatakan bahwa, semantik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik. Bentuk-bentuk linguistik disini yang merupakan entitas di dunia, yaitu bagaimana hubungan kata-kata dengan sesuatu secara harfiah. Berdasarkan enam pendapat di atas bahwa pengertian semantik menurut Djajasudarma adalah bagian ilmu linguistik yang mempelajari makna. Semantik menurut Aminudin adalah studi tentang makna. Semantik menurut Pateda adalah makna unsur bahasa baik kata atau kalimat. Semantik menurut Verhaar adalah cabang

4 9 linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik menurut Kridalaksana adalah struktur bahasa yang berhubungan dengan makna, dan pengertian semantik menurut Yule semantik adalah hubungan antara bentuk-bentuk linguistik. Dapat disimpulkan pengertian semantik adalah cabang ilmu bahasa yang menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, serta hubungan antara kata dengan konsep atau makna dari kata tersebut. 2. Semantik Leksikal Jenis-jenis semantik merupakan bahan yang dikaji dalam ilmu semantik. Seperti yang dikemukakan oleh Pateda (2010: 65-77), jenis-jenis semantik dapat dibagi menjadi delapan yaitu: (a) semantik behavioris, adalah adalah kajian tentang makna bahasa berdasarkan situasi lingkungan. (b) semantik deskriptif, adalah adalah kajian tentang makna semantik, yang secara khusus memperhatikan makna yang sekarang berlaku. (c) semantik generatif, adalah studi tentang makna, yang berlandaskan aliran transformasi. (d) semantik gramatikal, adalah semantik yang khusus mengkaji makna yang terdapat dalam satuan kalimat. (e) semantik historis, adalah studi semantik yang mengkaji sistem makna dalam rangkaian waktu. (f) semntik leksikal, adalah kajian semantik yang lebih pada pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata. (g) semantik logika, adalah cabang logika modern yang berkaitan dengan konsep-konsep dan notasi simbolik dalam analisis bahasa, dan (h) semantik struktural, adalah adalah sebuah sistem, sebuah hubungan struktur yang unik yang terdiri dari satuan-satuan yang disebut struktur. Dalam penelitian ini dibatasi hanya semantik leksikal karena data penelitian berupa leksikon (kosakata).

5 10 Semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih pada pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata. Semantik leksikal tidak terlalu sulit. Verhaar (1983:9) mengemukakan perbedaan antara leksikon dan gramatikal menyebabkan kita membedakan pula antara semantik leksikal dan semantik gramatikal. Contoh, dalam bahasa Indonesia terdapat kata habitat yang maknanya: (a) tempat tinggal khas bagi seseorang atau kelompok masyarakat; (b) tempat hidup organisme tertentu; tempat hidup yang alamibagi tumbuh-tumbuhan dan hewan; lingkungan kehidupan asli; (c) tempat kediaman atau kehidupan tumbuhan, hewan dan manusia dengan kondisi tertentu pada permukaan bumi. Akhir-akhir ini makna kata habitat lebih dihubungkan dengan tempat hidup asli organisme, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Secara mudah untuk mengetahui makna leksikal suatu kata, orang dapat memanfaatkan kamus, sedangkan kalau ingin mengetahui makna leksikal istilah tertentu, orang dapat memanfaatkan kamus istilah dalam bidang ilmu tertentu. Jadi, semantik leksikal memperhatikan makna yang terdapat di dalam kalimat kata sebagai satuan mandiri. Dari berbagai jenis semantik tersebut, peneliti membatasi penelitian ini hanya pada semantik leksikal dikarenakan peneliti meneliti tentang makna kata pada berita kriminal di surat kabar. Semantik leksikal itu sendiri ialah kajian semantik yang lebih memuaskan pada pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata. Selain itu semantik leksikal juga memperhatikan makna yang terdapat di dalam kalimat kata sebagai satuan mandiri. Jadi, jenis semantik yang cocok untuk membahas makna kata adalah semantik leksikal. Dimana semantik leksikal itu juga terdapat pada subjek penelitian yang peneliti teliti.

6 11 3. Kata 1) Pengertian Kata Menurut Kridalaksana (2008: 110), kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Sedangkan menurut Bloomfield (dalam Tarigan, 2009: 7), kata adalah bentuk bebas yang paling kecil yaitu satuan yang terkecil yang dapat diucapkan secara mandiri. Sedangkan (Ramlan, 2012: 33-34), berpendapat bahwa kata merupakan dua macam satuan, ialah satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku ialah be, la, dan jar. Suku be terdiri dari dua fonem, suku la terdiri dari dua fonem, dan jar terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar terdiri dari tujuh fonem ialah /b, ǝ, l, a, j, a, r /. Sebagai satuan gramatik, kata terdiri dari satu atau beberapa morfem. Kata belajar terdiri dari dua morfem, ialah morfem ber- dan morfem ajar, kata terpelajar terdiri dari tiga morfem, ialah ter-, per-, dan morfem ajar. Kata pengajaran terdiri dari dua morfem, ialah per-an dan ajar. Ada pula kata yang terdiri dari empat morfem, misalnya kata berkepimpinan, yang terdiri dari morfem-morfem ber-, ke-an, pen-, dan pimpin; kata berkesinambungan terdiri dari morfem-morfem ber-, ke-an, in- dan morfem sambung, kata membabi-butakan yang terdiri dari morfem men-, babi, buta dan morfem kan, dan ada yang terdiri dari satu morfem saja, misalnya kata-kata datang, pergi, orang, rumah, dan sebagainya. Jadi, kata ialah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satu-satuan bebas merupakan kata. Misalnya, rumah, duduk, penduduk, pendudukan, kedudukan, negara, negarawan, kenegaraan, peminpin, kepemimpinan, ruang, ruangan, buku, ketidakadilan,

7 12 mencampuradukkan, pertanggungjawaban, dan sebagainya, masing-masing merupakan kata karena masing-masing merupakan satuan-satuan bebas. Pendapat (Chaer, 2007: 162), kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian atau deretan huruf yang diapit oleh dua spasi, dan mempunyai satu arti. Sedangkan Chomsky dalam Chaer menyatakan kata adalah dasar analisis kalimat, hanyamenyajikan kata itu dengan simbol-simbol V (verba), N (nomina), A (adjektiva). Sedangkan batasan kata yang umum sering kita jumpai dalam berbagai jenis buku linguistik eropa bahwa kata merupakan bentuk yang, ke dalam mempunyai susunan fonologis yang stabil dan tidak berupah, dan keluar mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. Kata adalah unsur bahasa yang dilahirkan melalui alat ucap; bicara, ujaran (Santoso : 237). Jadi, dapat disimpulkan kata ialah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri yang memiliki satuan yang paling kecil. 2) Bentuk Kata Menurut Pateda (2010: ), berdasarkan bentuk kata dilihat dari kenyataan yang terdapat dalam Bahasa Indonesia, bentuk kata dapat dibagi atas: a) bentuk dasar bermakna leksikal, adalah satuan, baik tunggal maupun kompleks yang menjadi dasar bentukan bagi satuan lebih besar. b) paduan leksem, leksem adalah gabungan dua leksem atau lebih yang diperhitungkan sebagai kata. c) bentuk berimbuhan (berafiks), adalah terdiri dari awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran sufiks, konfiks, dan imbuhan gabungan. d) bentuk berulang, adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. e) bentuk majemuk adalah bentuk kata yang berupa dua kata yang berbeda makna dan membentuk makna baru. f) bentuk yang terikat konteks kalimat,

8 13 adalah ada kata-kata yang mempunyai makna leksikal, tetapi ada pula kata-kata yang dapat ditentukan maknanya. g) akronim, adalah pemendekan dua kata atau lebih menjadi satu kata saja, dan h) singkatan, adalah cara memendekkan kata yang menjadi unsurnya. Dari ketujuh bentuk kata yang ada peneliti membatasi hanya ada dua bentuk kata yang sesuai dalam penelitian ini, yaitu bentuk dasar bermakna leksikal dan bentuk berimbuhan. Pada penelitian ini dibatasi hanya kata-kata yang mengandung makna semantik leksikal karena data penelitian berupa leksikon (kosakata). a. Bentuk Dasar Bermakna leksikal Bentuk (kata) dasar adalah satuan, baik tunggal maupun kompleks yang menjadi dasar bentukan bagi satuan lebih besar. Kata berpakaian, misalnya, terbentuk dari bentuk dasar pakaian dengan afiks ber-. Kata pakaian terbentuk dari bentuk dasar pakai dengan afiks an. Kata berkesudahan terbentuk dari bentuk dasar kesudahan dengan afiks ber-. Selanjutnya, kata kesudahan terbentuk dari bentuk dasar sudah dengan afiks ke-an (Ramlan, 2012:51). b. Bentuk Berimbuhan Imbuhan terdiri dari awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), konfiks, dan imbuhan gabungan. Jika imbuhan tersebut dilekatkan, baik pada leksem maupun pada kata, umumnya menghasilkan kata berimbuhan. Dalam bahasa Indonesia terdapat kata berimbuhan berdatangan yang leksemnya datang, mendapat imbuhan ber-/-an. Kata berdatangan bermakna banyak orang datang; orang yang datang tersebut berasal dari berbagai tempat; orang yang datang tidak sekaligus tiba. Dengan

9 14 kata lain kata berdatangan bermakna proses datangnya banyak orang yang datang dari berbagai tempat, dan datang tidak sekaligus. Terlihat di sini makna inti adalah datang. Menurut Ramlan (2012: ), bentuk berimbuhan mengalami proses morfofonemis: (1) proses perubahan fonem, (2) proses penambahan fonem, (3) proses hilangnya fonem. Proses perubahan fonem, misalnya terjadi sebagai akibat pertemuan morfem men- dan pen- dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ pada kedua morfem itu berubah menjadi mem-, men-, dan meng, dan morfem pen- berubah menjadi pem-, pen-, peny-, dan peng-. Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya; Proses Penambahan fonem, terjadi akibat pertemuan morfem men- dengan bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku. Fonem tambahannya ialah /ǝ /, sehingga men- berubah menjadi menge-; Proses hilangnya fonem, proses hilangnya fonem /N/ pada men- dan pen- terjadi sebagai akibat pertemuan morfem men- dan pen- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l, r, y, w, dan nasal/. 4. Medan Makna a. Pengertian Medan Makna Medan makna adalah seperangkat makna yang mengandung komponen makna umum yang sama. Pengertian di atas sesuai dengan pendapat Kridalaksana (2008:151), yakni medan makna adalah bagian dari sistem kehidupan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Memang terdapat kata yang maknanya hampir memiliki kesamaan namun tidak dikatakan sama, karena dalam medan makna tidak

10 15 ada kata yang maknanya sama, makna tersebut masih dapat dibedakan walaupun sedikit.menurut Chaer (2007:315), medan makna (semantic domain, semantic field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna, perabot rumah tangga, atau nama-nama perkerabatan yang masing-masing merupakan medan makna. Medan warna dalam bahasa Indonesia mengenal warna merah, coklat, biru, kuning, abu-abu, putih dan hitam. Untuk menyatakan nuansa warna yang berbeda, bahasa Indonesia memberi keterangan perbandingan, seperti merah darah, merah jambu dan merah bata. Teori medan makna menurut Trier (dalam Parera, 2004:139), merupakan salah satu patokan utama lingusitik abad dua puluh. Teori medan makna ialah asumsi bahwa bahasa terdiri dari sistem atau satu rangkaian subsistem yang berhubungan. Oleh karena itu, analisis bahasa dipecah-pecah atas subsistem fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.hubungan antar unsur dalam subsistem-subsistem itu menentukan nilai dan fungsi masing-masing unsur. J. Trier melukiskan kosakata sebuah bahasa tersusun rapi dalam medan-medan dan dalam medan itu setiap unsur yang berbeda didefinisikan dan diberi batas yang jelas sehingga tidak ada tumpang tindih antarsesama makna. Sebagai contoh, pandai: cerdik, terpelajar, terdidik, bijak, berpengalaman, cendekiawan. Pateda (2010: ), juga berpendapat bahwa medan makna ialah benda, kegiatan, peristiwa, dan proses. Semuanya diberi label yang disebut lambang. Setiap lambang dibebani unsur yang disebut makna. Kadang-kadang meskipun lambang itu berbeda-beda, tapi lambang itu memperlihatkan hubungan antar maknanya. Contoh:

11 16 membawa, memikul, menggendong, menjinjing, dan menjujung. Pertalian maknanya yaitu seorang yang menggunakan tangan, kepala dan bahunya memindahkan sesuatu dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Dengan kata lain, ada aktivitas. Aktivitas itu dilaksanakan oleh manusia. Pada waktu melakukan kegiatan digunakan anggota badan berupa tangan, atau bahu. Dari kata-kata yang telah dicontohkan di atas ambillah kata membawa. Jika dianalisis, makna yang terkandung dalam kata membawa, yakni (1) ada aktivitas; (2) aktivitas dilaksanakan oleh manusia; (3) orang yang melaksanakan kegiatan menggunakan tangan, bahu, atau kepala; (4) ada benda yang menjadi sasaran kegiatan; (5) kegiatan itu dilaksanakan dari satu tempat ke tempat lain. Makna yang baru disebutkan ini adalah jangkauan makna yang dimiliki oleh kata membawa. Jangkauan inilah yang disebut medan makna suatu kata. Dengan demikian banyak kata yang bisa dimasukkan dalam jangkauan makna ini. Setiap bahasa sebagai sistem memiliki tingkat keterhubungan medan makna yang tercermin dalam lambang-lambang yang digunakan. Contoh kata rasa. Kata rasa menjadi kata yang umum, karena kata rasa berhubungan dengan manusia. Kata rasa dapat dihubungkan dengan rasa: (1) pada seluruh tubuh, misalnya: lelah, lemas,lesu, gembira, sakit, sedih, sehat; (2) anggota badan, misalnya: berkunang-kunang, gatal, panas, pegal, pusing; (3) pada bagian jaringan tubuh, misalnya: kaku, ngilu; (d) pada pancaindra, misalnya: enak, dingin, halus, kaku, kasar, keras, lembut, manis, ngilu, pahit, panas, sedap; dan (4) perasaan hati, misalnya: cinta, enggan,gembira, kecewa, jengkel, kagum, frustasi, malas, sayang, sabar, sedih, senang, susah, takjub, takut dan terharu.

12 17 Kata-kata tersebut memiliki jaring-jaring medan makna yang sama. Kalau demikian keadaannya sesungguhnya semua kenyataan yang dapat diindra oleh manusia atau yang tidak melampaui batas-batas pengalaman manusia dapat dikelompokkan ke dalam medan makna. Dalam beberapa hal,medan makna yang berbeda dapat diasosiasikan dengan kelas gramatikal yang sama. Dengan kata lain makna yang sama dapat dilambangkan dalam bentuk bentuk kelas gramatikal yang berbeda. Misalnya, kata cantik yang termasuk medan makna abstrak kualitatif, dapat muncul sebagai adjektiva. Hal itu terlihat pada urutankata gadis itu cantik; dapat juga dianggap sebagai nomina, misalnya dalam urutan kata kecantikannya belum tertandingkan; dan dapat juga dianggap sebagai verba, misalnya dalam urutan kata ia selalu mempercantik diri. Karena medan makna merupakan kelompok kata yang maknanya saling terjalin, maka kata-kata umum dapat mempunyai anggota yang disebut hiponim. Terbukti dari adanya kata tumbuh-tumbuhan yang mempunyai hiponim: bunga, durian, jagung, kelapa, pisang, sagu, tomat, ubi; kata bunga mempunyai hiponim: aster, bugenvil, kamboja, matahari, suvenir, tulip. Dengan demikian deskripsi medan makna dapat saja berupa keberadaan medan makna itu sendiri, baik medan makna yang berdiri secara terpisah dari medan makna yang lain maupun medan makna yang terikat dalam hubungan jaringan medan makna yang lebih luas. Jadi, dapat disimpulkan medan makna ialah seperangkat makna yang memiliki bawahan kata umum sebagai hiponimik yang saling berhubungan. Medan makna memiliki cakupan jenis yang sangat luas, artinya bahwa medan makna tidak memiliki batas jenis apapun. Cakupan medan makna ialah semua kata-kata yang mampu berdiri sendiri. Arti dari mampu berdiri sendiri yaitu medan makna yang berdiri secara

13 18 terpisah dari medan makna yang lain. Adapula medan makna yang terikat dalam hubungan jaringan medan makna yang lebih luas. b. Golongan Medan Makna Golongan medan makna adalah kata-kata yang berada dalam satu medan makna. Golongan medan makna menurut Chaer (2013: ), dapat digolongkan menjadi dua, yaitu golongan kolokasi dan golongan set. Golongan kolokasi adalah menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi antara kata-kata atau unsurunsur leksikal, sedangkan golongan kolokasi set adalah menunjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalam satu kelompok set dapat saling menggantikan. Perbedaan dari kedua golongan medan makna tersebut menunjuk pada hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik. Dapat dijabarkan lebih luas tentang golongan kolokasi dan golongan set terdapat pada penjabaran di bawah ini. 1) Golongan Kolokasi Kolokasi (berasal dari bahasa latin colloco yang berarti ada ditempat yang sama dengan) menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal. Misalnya, pada kalimat Tiang layar perahu nelayan itu patah dihantam badai, lalu perahu itu digulung ombak dan tenggelam beserta segala isinya. Kata-kata layar, perahu, nelayan, badai, ombak, dan tenggelam merupakan kata-kata dalam satu kolokasi, satu tempat atau lingkungan yang sama. Dalam hal ini lingkungan kelautan. Contoh lain, kata-kata lahar, lereng, puncak, curam, dan lembah berada dalam lingkungan mengenai pegunungan. kata-kata garam, gula, lada, bumbu,

14 19 sayur, daging, dan garam berkolokasi dalam pembicaraan tentang dapur. Sedangkan kata-kata gol, kiper, wasit, penjaga garis, penyerang tengah, dan pemain belakang berkolokasi dalam pembicaraan tentang olah raga sepak bola. 2) Golongan Set Golongan set menunjuk pada hubungan paradigmatik, karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalam satu kelompok set dapat saling menggantikan atau disubsitusikan. Suatu set biasanya berupa sekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama yang tampaknya merupakan satu kesatuan. Setiap kata dalam set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan anggota-anggota lain dalam set tersebut. Misalnya, kata remaja merupakan tahap perkembangan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Sedangkan kata sejuk merupakan suhu diantara dingin dan hangat. Sehingga kalau dibagankan kata-kata yang berada dalam satu set dengan remaja dan sejuk adalah sebagai berikut: set (Paradigmatik) Bayi kanak-kanak remaja dewasa manula Dingin sejuk hangat panas terik Pengelompokan kata atas kolokasi dan set dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai teori medan makna, meskipun makna unsur-unsur leksikal itu sering bertumpang tindih dan batas-batasnya seringkali juga menjadi kabur. Selain itu pengelompokan ini juga kurang memperhatikan perbedaan antara yang disebut makna denotasi dan makna konotasi; antara makna dasar suatu kata dari suatu kata dengan

15 20 makna tambahan dari kata itu. Misalnya kata remaja dalam contoh di atas hanya menunjuk pada jenjang usia, yang barangkali tahun. Padahal kata remaja juga mengandung pengertian atau makna tambahan belum dewasa, keras kepala, bersikap kaku, suka menggangu dan membantah, serta mudah berubah pikiran, sikap, dan pendapat. Contoh lain, kata wanita, selain bermakna dasar manusia dewasa, berkelaminan betina, juga memiliki tambahan seperti modern, berpendidikan cukup, tidak berkebaya, dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa pengelompokan yang peneliti lakukan hanya pengelompokan kata-kata atas medan makna yang hanya bertumpu pada golongan kolokasi. Kolokasi itu sendiri merupakan kata-kata dalam satu kolokasi; satu tempat atau lingkungan. Kolokasi itu sendiri menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal. Jadi, kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada bersama dalam satu wilayah atau satu lingkungan saja. Penelitian ini hanya menunjuk pada berita yang melakukan tindakan menyakiti dengan tangan. 5. Komponen Makna 1) Pengertian Komponen Makna Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic property, atau semantik marker) mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur leksikal lainnya terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal. Analisis ini mengendalikan setiap unsur leksikal memiliki atau tidak memiliki suatu ciri yang membedakannya dengan unsur lain

16 21 (Chaer, 2013: 118). Sedangkan menurut Palmer (dalam Aminuddin, 2008: 128), komponen makna yaitu keseluruhan makna dari suatu kata, terdiri atas sejumlah elemen, yang antara elemen yang satu dengan yang lain memiliki ciri yang berbedabeda. Setiap kata, leksem, atau butir leksikal tentu mempunyai makna. Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut komponen makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu (Chaer, 2007: 318). Misalnya, kata ayah memiliki komponen makna /+manusia/, /+dewasa/, /+jantan/, /+kawin/, dan /+punya anak/. Kata ibu mempunyai komponen makna /+manusia/, /+dewasa/. /+jantan/, /+kawin/, dan /+punya anak/. Perbandingan komponen kata ayah dan ibu, dalam bagan berikut: No. Komponen Makna Ayah Ibu manusia dewasa jantan kawin punya anak Keterengan: Tanda (+) berarti memiliki komponen makna. Tanda (-) berarti tidak memiliki komponen makna. Teori medan makna dimunculkan karena adanya anggapan bahwa keseluruhan leksikal dalam suatu bahasa sebenarnya tersusun dalam satu struktur seperti halnya fonem, morfem, maupun kalimat Menurut Wedhawati (dalam Setiyanto, 1997: 9).. Sebagai langkah dasar dalam menentukan tingkat peliputan digunakan metode analisis komponen leksikal seperti dijelaskan dengan langkah-langkah sebagai berikut: pertama, penyeleksian data untuk menentukan sekelompok makna yang saling berkolokasi yang diperkirakan membentuk satu medan makna tertentu. Misalnya, penyatuan sejumlah leksem yang menyatakan aktivitas tangan untuk menyakiti kepala dan bagian-bagiannya, seperti jenggit menarik rambut (sedikit) dengan ibu jari dan

17 22 telunjuk, jambak menarik rambut (banyak) dengan lima jari, jenggung memukul kepala dengan kepalan telapak (tangan) bagian bawah, jewer menarik telinga (orang lain) dengan ibu jari dan jari telunjuk, dan seterusnya. Kedua, penentuan makna generik dan makna spesifik dari tiap-tiap leksem tersebut. Bertolak dari identifikasi atas komponen makna tiap-tiap leksem, selanjutnya ditentukan leksem superordinat dari medan itu. Leksem superordinat, biasanya adalah leksem yang berdasarkan muatan komponen maknanya cenderung hanya memuat komponen makna generik dari medan itu. Pada contoh di atas karena leksem superordinat kebetulan tidak terealisasikan ke dalam leksikal tertentu, hal itu diatasi dengan mencantumkan lambang ф (zero) dengan mengikutkan komponen generik dari konsep medan maknanya didalam tanda petik tunggal. Dengan demikian pemecahan terhadap penentuan superordinat atas leksem-leksem tersebut menjadi ф menyakiti kepala dan bagian-bagiannya. Di dalam melakukan analisis komponen makna digunakan beberapa penanda. Penanda tersebut digunakan untuk menandai sifat suatu komponen makna atas suatu leksem, baik untuk komponen yang sifatnya relevan maupun takrelevan. Yang dimaksud komponen yang relevan ialah komponen yang mempengaruhi pendefinisian makna suatu leksem. Koponen relevan itu terbagi ke dalam komponen yang bersifat keterwajiban dan keteringkaran. Komponen keterwajiban ialah komponen yang wajib dimiliki oleh suatu leksem. Komponen itu ditandai dengan tanda + (plus). Komponen keteringkaran ialah komponen yang tidak dimiliki oleh leksem tertentu. Komponen itu ditandai dengan tanda (minus). Selanjutnya, yang dimaksud dengan komponen takrelevan ialah komponen yang tidak merupakan bagian dari makna suatu leksem. Dengan kata lain, komponen itu tidak mempengaruhi pendefinisian makna suatu leksem. Komponen takrelevan terbagi menjadi dua, yaitu yang bersifat

18 23 opsional dan irasional. Komponen opsional, merupakan komponen yang mungkin terdapat pada suatu leksem, tetapi mungkin juga tidak. Komponen opsional itu ditandai dengan tanda 0 (nol). Sedangkan komponen irasional, merupakan komponen yang tidak mungkin terdapat pada suatu l;eksem di samping memang tidak berhubungan dengan makna leksem itu. Komponen irasional ditandai dengan tanda * (bintang). Kompone irasional dibedakan dari komopnen keteringkaran karena sifat perannya yang tidak mempengaruhi definisi makna suatu leksem. Keterlibatan komponen takrelevan pada analiisis makna suatu leksem tidak dapat dihindarkan, sesuai dengan sifat pengkajiannya yang kontrastif (Setiyanto, 1997: 10-11). 2) Prosedur Menganalisis Komponen Makna Untuk menganalisis makna dapat digunakan berbagai prosedur. Nida (dalam Pateda, 2010: ) menyebutkan empat teknik dalam menganalisis komponen makna, yakni penamaan, memarafrasa, mendefinisi dan mengklasifikasi. Penamaan adalah berhubungan dengan proses penamaan. Memarafrasa adalah pusat perhatian dalam sistem semiotik. Mendefini adalah pernyataan secara eksplisit tentang konotasi suatukata, dan mengklasifikasi adalah cara menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain. Keempat analisis komponen makna tersebut dapat dijabarkan lebih luas di bawah ini: (1) Penamaan (Penyebutan) Penamaan merupakan kegiatan pengganti benda, proses, gejala, aktivitas, san sifat. Pendek kata penamaan merupakan kegiatan manusia untuk mengganti segala sesuatu yang diperlukan dalam berkomunikasi. Proses penamaanberkaitan dengan

19 24 acuannya. Penamaan bersifat konvensional dan arbitrer. Konvensional berdasarkan kebiasaan masyarakat pemakainya sedangkan arbitrer berdasarkan kemauan masyarakatnya. Misalnya, leksem kuda mengacu pada binatang berkaki empat, biasa dipacu, dan suka makan rumput. (2) Memarafrasa Memarafrasa merupakan pusat perhatian dalam sistem semiotik. Pusat perhatian mempunyai acuan dan interpretasi. Interpretasi merupakan kapasitas memilah-milah makna pada sistemn untuk menspesifikasi setiap bagian dari sistem supaya lebih analisis lagi. Senada dengan hal tersebut memarafrasa merupakan deskripsi lain dari suatuleksem. Proses memarafrasa ini akan menghasilkan dua tipe kata, yaitu kata inti dan kata-kata yang berhubungan dengan kata inti yangtelah diparafrase, misalnya pada kata makan. Kata makan merupakan kata inti yang dapat diparafrase menjadi mengunyah, menggigit, dan menelan. (3) Mendefinisi Pendefinisian adalah pernyataan secara eksplisit tentang konotasi suatu term (kata atau frasa yang menjadi subjek atau predikat dari sebuah proposisi). Senada dengan hal tersebut pendefinisian adalah suatu proses memberi pengertian pada sebuah kata dengan menyampaikan seperangkat ciri pada kata tersebut supaya dapat dibedakan dari kata-kata lainnya sehingga dapat ditempatkan dengan tempat dan sesuai dengan konteks. Jadi, devinisi harus mencangkup semua, jelas, tepat, tidak boleh bersifat ulangan yang tak berguna dan negatif. Ada baiknya diingat, karena kita memberikan definisi maka acuan atau lambang yang tidak dapat didefinisikan diberi

20 25 definisi karena tidak dapat ditempatkan. Agar persoalan mendefinisi lebih jelas, ada baiknya diuraikan lebih rinci hal yang berhubungan dengan definisi. (4) Mengklasifikasi Mengklasifikasi adalah langkah pertama untuk membatasi suatu pengertian dalam menghubungkan dengan sebuah kata dengan setiap pengertian yang menyatakan dari hakikat sesuatu.mengklasifikasi juga merupakan cara memberikan pengertian pada suatu kata dengan cara menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain. Proses mengklasifikasi yakni membedakan kata atau istilah yang diklasifikasi dari anggota-anggota. Dalam kelas tertentu proses klasifikasi memberikan ciri-cirinya. Proses selanjutnya yaitu memisahkan kata-kata dari kata yang berbeda antara satu sama lainnya kemudian dilanjutkan dengan dasar perbedaan dari kelompok kata tersebut. Analisis komponen makna yang terdapat pada kata-kata medan makna menyakiti dengan tangan membubuhkan lambang semantis yang terdapat pada masing-masing kata. Lambang semantis ini mengikuti model analisis komponen makna menurut Nida (dalam Pateda, 2010: 285). Model ini lebih disukai karena semantik yang terdapat dalam kata-kata dideskripsikan dengan lebih jelas dibandingkan lambang semantik lainnya. Adapun lambang semantik tersebut adalah sebagai berikut: (a) Tanda (+) untuk menandai wajib yang harus adapada kata tersebut. (b) Tanda (±) untuk menandai yang tidak wajib tetapi relevan dengan kata tersebut. (c) Tanda (-) untuk menandai yang tidak wajib dan tidak relevan dengan kata tersebut.

21 26 Lambang semantik tersebut dibubuhkan pada menandai semantik yang relevan dengan leksem yang dianalisis. Dengan cara ini, perbedaan leksem-leksem yang maknanya mirip menjadi lebih mudah untuk dianalisis. Dapat disimpulkan bahwa analisis komponen makna ini yang sesuai dengan analisis kata-kata menyakiti dengan tangan ialah analias komponen makna dengan teknik mengklasifikasi. Mengklasifikasi itu sendiri adalah menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain. Dari uraian tersebut, bahwa penelitian ini berdasarkan mengklasifikasikan kata-kata menyakiti dengan tangan sesuai dengan tindakannya. C. Aktivitas Menyakiti dengan Tangan Pembatasan pengertian aktivitas menyakiti dengan tangan di dalam penelitian ini didasarkan pada pengertian aktivitas dan tangan, seperti yang dijabarkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pusat Bahasa (2007: 1136) kata tangan diberi arti anggota badan dari siku sampai ke ujung jari atau dari pergelangan sampai ujung jari dan dalam Pusat Bahasa (2007:980), kata menyakiti diberi arti menyebabkan sakit. Selanjutnya, dalam Pusat Bahasa (2007:23), kata aktivitas diberi arti: (1) keaktifan,kegiatan (2) kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian di dalam perusahan. Dari pengertian aktif dan giat dapat disimpulkan bahwa aktivitas adalah kegiatan sesuatu untuk beraksi atau bereaksi. Berdasarkan pengertian aktivitas, menyakiti dan tangan yang telah diuraikan, dapat dirumuskan batasan pengertian aktivitas menyakiti tangan, yaitu kegiatan anggota badan dari bahu sampai ujung jari untuk mengadakan aksi atau reaksi yang menyebabkan orang lain sakit.

22 27 Sebagai salah satu pengertian, batasan di atas memang sangat jelas. Akan tetapi, sebagai satu pewatas, pengertian tersebut bersifat terlalu longgar. Dengan pengertian seperti itu, setiap leksem aktivitas tangandalam bahasa Indonesia harusdiangkat sebagai data. Sekedar contoh dapat disebutkan leksem ambil mengambil atau memegang dengan ujung-ujung jari, cabut mencabut atau mengangkat dengan telapak tangan ditekuk, tinju memukul dengan mengepal jarijari, cubit mencubit, dan tampar menampar dengan telapak tangan terbuka (Setiyanto, dkk., 1992: 5). Dengan batasan pengertian aktivitas menyakiti dengan tangan sebagai kemampuan anggota badan dari bahu sampai ujung jari untuk mengadakan aksi atau reaksi, kelima kata tersebut harus diangkat sebagai data sesuai dengan adanya peran aktivitas menyakiti dengan tangan dalam pelaksanaan tindakannya. Dipihak lain, jika diperhatikan, kelima kata tersebut masih dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan ada tidaknya alat bantu. Kata ambil, cabut, tinju, cubit dan tampar dapat dikelompokan ke dalam aktivitas yang pelaksanaan tindakannya hanya dilakukan dengan tangan atau tanpa alat bantu, tetapi kata seret, disabet, dilempar, dan tusuk pelaksanaan tindakannya perlu dilakukan dengan alat bantu, seperti motor, parang, botol, dan pisau. Berdasarkan contoh dan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa di dalam berita kriminal Suara Merdeka terdapat berbagai kelompok kata pengungkap aktivitas menyakiti dengan tangan. Dapat dilihat dari tindaknnya ada tidaknya alat bantu, yang digunakan. Keragaman jenis dan peran serta tangan dalam berbagai tindakan. Dalam pengertian ini aktivitas tangan dispesifikkan lagi berdasarkan medan maknanya. Dengan demikian, pengertian aktivitas tangan di dalam penelitian ini mengkhusus

23 28 pada kemampuan anggota badan dari bahu sampai ujung jari untuk mengadakan aksi atau reaksi yang di dalam pelaksanaan tindakannya hanya dengan tangan atau dengan menggunakan alat bantu. D. Wacana Berita Kriminal pada Surat Kabar Suara Merdeka 1. Pengertian Berita Kriminal Berita kriminal merupakan penggabungan dari kata berita dan kriminal. Berita sendiri berarti keterangan tentang peristiwa yang hangat, kabar, cerita tentang kejadian yang menarik dan masih baru. Sedangkan kata kriminal berarti bersangkutan dengan kejahatan yang dapat dihukum secara pidana. Jadi jika ditarik pengertian sederhana, berita kriminal adalah keterangan tentang peristiwa yang hangat, menarik dan masih baru yang bersangkutan dengan kejahatan. Dalam beberapa berita kriminal di surat kabar, pemberitaan yang terkait dengan perempuan biasanya menarik untuk pembaca. Namun terkadang berita kriminal yang melibatkan perempuan hanya dilihat sebagai berita kriminal biasa. Misalnya, ketika ada suami membunuh istrinya atau sebaliknya seorang istri membunuh suaminya ketika sedang tidur, wartawan hanya melihat itu sebagai perkara kriminal biasa. Pembunuhan istri oleh suami lebih banyak didorong oleh keangkuhan laki-laki dalam konteks kekuasaan pantriarkis. Begitu pula keberanian istri membunuh suaminya sendiri lebih diakibatkan karena menimpa kekerasan fisik, psikologis serta ekonomis yang sudah tak tertahankan. ( Kata kriminal dapat diambil dari crime dalam bahasa Inggris yang berarti kejahatan atau kesalahan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kriminal berarti bersangkutan dengan kejahatan yang dapat dihukum secara pidana.

24 29 Melihat definisi kriminal tersebut maka yang disebut tindakan kriminal adalah hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan dan terkait dengan hukum. Kemudian yang disebut dengan berita kriminal adalah berita yang memuat segala hal dan peristiwa yang terkait dengan tindak kejahatan. Menurut Surette ada beberapa hal yang mendorong orang untuk melakukan tindakan kriminal. ( 2. Pengertian Surat Kabar Suara Merdeka Surat kabar Suara Merdeka adalah sebuah surat kabar yang terbit di kota Semarang, Jawa Tengah. Harian ini memiliki sirkulasi terbatas pada area Jawa Tengah. Suara Merdeka merupakan sebuah media cetak lokal yang memiliki pasar terbesar di Jawa Tengah. Surat kabar ini, biasanya terbit pada pagi hari, surat kabar yang memiliki slogan harian umum untuk memepertinggi ketahanan revolusi Indonesia ini berubah menjadi independen, objektif, dan tanpa prasangka. Kini dengan berkembangnya zaman berubah pula menjadi perekat komunitas Jawa Tengah yang didirikan oleh H. Hetami pada tanggal 11 Februari 1950 ( Surat kabar yang merupakan salah satu media komunikasi dalam bentuk tulis ini memuat berbagai berita, yaitu: olahraga, kriminal, sosial, iklan dan politik. Berita kriminal merupakan suatu berita yang mengenai kekerasan yang di dalamnya mengandung unsur hukum. Tidak dipungkiri bahwa dalam surat kabar banyak terdapat berita kriminal yang memuat tindakan menyakiti dengan tangan. Dari fenomena yang peneliti temukan kalimat yang mengandung kata-kata menyakiti

25 30 dengan tangan pada berita kriminal banyak terdapat di surat kabar Suara Merdeka. Pemilihan surat kabar Suara Merdeka sebagai sumber data dalam penelitian ini didasarkan pada kenyataan bahwa Suara Merdeka merupakan surat kabar regional terbesar di Jawa Tengah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dari definisi langsung dan penyusunan bagian-bagiannya, melainkan merupakan suatu

Bab 2. Landasan Teori. dari definisi langsung dan penyusunan bagian-bagiannya, melainkan merupakan suatu Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori kanyouku 慣用句 Kanyouku 慣用句 adalah suatu ungkapan yang maknanya tidak dapat diturunkan dari definisi langsung dan penyusunan bagian-bagiannya, melainkan merupakan suatu makna

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang kita dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam atau luar negeri melalui media elektronik atau cetak. Setiap

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd KOMPOSISI BERUNSUR ANGGOTA TUBUH DALAM NOVEL-NOVEL KARYA ANDREA HIRATA Sarah Sahidah Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan hubungan maknamakna gramatikal leksem anggota tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Prasetya, NIM , tahun 2010 dengan judul Konsep Penamaan Rumah

BAB II LANDASAN TEORI. Prasetya, NIM , tahun 2010 dengan judul Konsep Penamaan Rumah 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Untuk membedakan penelitian yang berjudul Sistem Penamaan Toko di Purwokerto, Kabupaten Banyumas dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

SATUAN GRAMATIK. Oleh Rika Widawati, S.S., M.Pd. Disampaikan dalam mata kuliah Morfologi.

SATUAN GRAMATIK. Oleh Rika Widawati, S.S., M.Pd. Disampaikan dalam mata kuliah Morfologi. SATUAN GRAMATIK Oleh Rika Widawati, S.S., M.Pd. Disampaikan dalam mata kuliah Morfologi. Pengertian Satuan Gramatik Bentuk Tunggal dan Bentuk Kompleks Satuan Gramatik Bebas dan Terikat Morfem, Morf, Alomorf,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588). BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya permasalahan kategori ini sehingga tidak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama

Lebih terperinci

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI Disusun Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Disusun Oleh LISDA OKTAVIANTINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Nama : Hasan Triyakfi NIM : 1402408287 BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan

Lebih terperinci

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis. 1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa edisi Maret 2013. 2. Mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media cetak tergolong jenis media massa yang paling populer. Yeri & Handayani (2013:79), menyatakan bahwa media cetak merupakan media komunikasi yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dapat diartikan begitu saja. Inoue (1989 : 70) menyatakan bahwa:

Bab 2. Landasan Teori. dapat diartikan begitu saja. Inoue (1989 : 70) menyatakan bahwa: Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Kanyouku 慣用句 Dalam bahasa Jepang, penggunaan kanyouku 慣用句 dapat ditemukan dalam percakapan sehari-hari. Kanyouku 慣用句 sendiri sering disalah artikan. Pada umumnya, petutur

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat pemakainya dalam berkomunikasi. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan sistem, yaitu seperangkat

Lebih terperinci

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL Rahmi Harahap Program Studi S-1 Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstract Research on the structural

Lebih terperinci

MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS

MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS Endang Sri Maruti marutiendang@gmail.com Universitas PGRI Madiun Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan beberapa bentuk relasi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya Modul 1 Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya B PENDAHULUAN Drs. Joko Santoso, M.Hum. agi Anda, modul ini sangat bermanfaat karena akan memberikan pengetahuan yang memadai mengenai bentuk, pembentukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. mengalami perkembangan seiring dengan pengguna bahasa. Bahasa merupakan alat

BAB l PENDAHULUAN. mengalami perkembangan seiring dengan pengguna bahasa. Bahasa merupakan alat BAB l PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa melakukan hubungan interaksi dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam melakukan interaksi tersebut manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut.

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata merupakan salah satu unsur penting dalam pembetukan suatu bahasa salah satunya dalam suatu proses pembuatan karya tulis. Kategori kata sendiri merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. kabar Suara Merdeka serta saran implementasi pada pembelajaran di SMA kelas XII

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. kabar Suara Merdeka serta saran implementasi pada pembelajaran di SMA kelas XII BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Kajian Hipernim dan Hiponim pada Rubrik Spirit Surat Kabar Suara Merdeka dan Saran Implementasinya pada Pembelajaran

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam

Lebih terperinci

Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa.

Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa. SEMANTIK Pengantar Linguistik Umum 3 November 2014 APAKAH SEMANTIK ITU? 1 2 Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa. Menurut Ogden & Richards (1923), makna tanda bahasa dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki keanekaragaman yang unik dan memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat. Pada dasarnya bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat sekitar. Ada dua cara

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A ANALISIS MAKNA PADA STATUS BBM (BLACKBERRY MESSENGER) DI KALANGAN REMAJA: TINJAUAN SEMANTIK Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata dan Frasa Bahasa Asing dalam Iklan Elektronik pada Surat Kabar Suara

BAB II LANDASAN TEORI. Kata dan Frasa Bahasa Asing dalam Iklan Elektronik pada Surat Kabar Suara BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Untuk membedakan penelitian yang berjudul Analisis Komponen Makna Kata dan Frasa Bahasa Asing dalam Iklan Elektronik pada Surat Kabar Suara Merdeka

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang berjudul Sistem Penamaan Tempat Pemakaman Umum di Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian sejenis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA Naskah Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. BAB 2 LANDASAN TEORI Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. Pembicaraan mengenai teori dibatasi pada teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Teori-teori yang dimaksud sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasratnya sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat berupa bahasa. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. hasratnya sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat berupa bahasa. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk individu sekaligus makhluk sosial. Untuk memenuhi hasratnya sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat berupa bahasa. Bahasa merupakan alat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa muncul dan diperlukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1993, 21). Batasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu penelitian, maka dibutuhkan sebuah metode penelitian. Metode ini dijadikan pijakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan BAB I PENDAHULUAN.1 Latar Belakang Masalah Robert Sibarani (1997: 65) mengemukakan, bahwa bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan semantik adalah sebagai berikut:

Bab 2. Landasan Teori. mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan semantik adalah sebagai berikut: Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini saya akan memperkenalkan teori-teori yang akan digunakan untuk menganalisis bab 3. 2.1 Semantik 意味論 Dalam menganalisis lagu, tidak dapat terlepas dari semantik. Keraf

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam BAB III, akan dipaparkan metode, definisi operasional, uraian data dan korpus, instrumen, teknik pengumpulan, dan teknik pengolahan. Adapun pemaparan hal-hal tersebut

Lebih terperinci

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6 Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT Pertemuan 6 1 Bahasan Identifikasi Aktualisasi Unsur-unsur Struktur Pengembangan Identifikasi Kalimat ialah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki peranan penting dalam hal berkomunikasi. Fungsi penting dari bahasa adalah menyampaikan pesan dengan baik secara verbal atau tulisan. Pesan yang disampaikan

Lebih terperinci