PERBANDINGAN METODE DESTRUKSI PADA PENETAPAN KANDUNGAN TIMBAL (Pb) DALAM TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea reptans Poir).

Transkripsi

1 PERBANDINGAN METODE DESTRUKSI PADA PENETAPAN KANDUNGAN TIMBAL (Pb) DALAM TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea reptans Poir). Poppy Hartatie Hardjo, Indrajati Kohar, Lusy Wijaya Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya Abstract : Kangkung or water spinach (Ipomoea sp) is a vegetable which is used to be cultivated and watered with Pb contaminated water from the nearby river or pond in the cities. It is therefore necessary to study the method to analysed the Pb content in kangkung. Six-week old land kangkung (Ipomoea reptans Poir), cultivated in hydrophonic media mixed with Pb was used. Four methods were used: Method I and II: dry digestion at 500 o C, and method III and IV: wet digestion at o C with 100 ppm Pb solution added before and after the process respectively. The Pb content was measured by ICPS. It can be concluded that method IV was best to analyse the Pb content in kangkung when the concentration of Pb is very low. Keywords : Pb contaminated kangkung, Ipomoea sp., digestion methods. PENDAHULUAN Pencemaran timbal (Pb) yang sering terjadi adalah pencemaran air dan udara yang disebabkan oleh limbah-limbah industri maupun rumah tangga serta asap kendaraan bermotor yang mengandung timbal asetat. Timbal yang meresap ke dalam tanah dapat diserap oleh akar tanaman dan masuk ke selsel tumbuhan termasuk daunnya. Seregeg dkk. (1995) telah melakukan penelitian terhadap kemampuan beberapa tanaman untuk menyerap logam berat dari air yang tercemar. Ternyata kangkung termasuk salah satu tanaman yang mudah menyerap logam berat dari media tumbuhnya (Seregeg dkk., 1995). Tanaman kangkung banyak dikonsumsi dan digemari sebagai sayuran, dan mudah tumbuh dimana-mana asal tempat tumbuhnya mengandung cukup air. Karena itu di kota besar pun kangkung ini tampak dibudayakan di lahan-lahan yang seadanya, dekat jalan raya, bahkan dekat daerah industri. Untuk ini perlu dilakukan analisis kandungan Pb dalam tanaman kangkung untuk mengetahui sejauh mana kandungan Pb nya, maka perlu juga dicari metode yang baik dari segi praktis dan ekonomis untuk menganalisis kandungan Pb dalam tanaman kangkung. Pada Official Method of Analysis (1990) terdapat metode untuk analisis logam berat dalam tumbuhan dan analisis Pb dalam makanan dan susu dengan menggunakan AAS (Atomic Adsorbance Spectrometer), tetapi belum dijumpai cara destruksi yang spesifik untuk kangkung diikuti dengan analisis ICPS (Inductively Coupled Plasma Spectrometer). Pada penelitian ini dilakukan modifikasi dari metode destruksi logam berat dalam tumbuhan dan dilanjutkan dengan analisis menggunakan ICPS. Sampel yang digunakan adalah tanaman kangkung yang berumur 6 minggu dan ditanam secara hidroponik. Pada penelitian ini dilakukan metode destruksi kering dan destruksi basah dengan penambahan larutan standar adisi (larutan Pb 10 bpj) sebelum destruksi maupun sesudah destruksi. Pada metode destruksi kering dilakukan pemanasan pada suhu 500 o C dan pada metode destruksi basah pada suhu o C. Untuk membandingkan metodemetode tersebut dilihat dari hasil % perolehan kembali. Analisis Pb dilakukan dengan menggunakan ICPS. METODE PENELITIAN Bahan yang Digunakan Tanaman kangkung darat ( Ipomoea reptans Poir) tanpa akar, ditanam di Surabaya. Asam nitrat p.a., larutan baku Pb 1000 mg/l (E.Merck, Germany), HClO 4 p.a. (Riedel de Haen, Germany), air bebas mineral (Laboratorium Fakultas Farmasi UBAYA), gas Argon welding grade (Surabaya Oxygen, Surabaya), pupuk Multigrow Complete Plant Food (P.T. Namarobu Multigro Sejati), pasir, batu apung, polybag, dan kertas saring Whatman no 41. Alat-alat yang Digunakan Inductively Coupled Plasma Spectrometer (ICPS), Timbangan analitik Sartorius 2842, Oven (memmert), hotplate, dan alat-alat gelas. 3

2 Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi, Volume 1 Nomor 1, Januari 2005 : 1-9 Prosedur Kerja Penanaman kangkung: Biji disemaikan dalam kotak dengan menggunakan pasir steril, setelah berkecambah diseleksi kecambah yang bagus dan hasil seleksi dipindah ke polybag untuk ditanam dengan menggunakan media batu apung dan pasir. Setiap pagi dan sore disiram dengan larutan pupuk sebanyak 300 ml (konsentrasi 2g/L) setiap kali penyiraman (Slamet Soeseno, 1993). Pengambilan dan penyiapan sampel kangkung: Tanaman kangkung yang berumur 6 minggu diambil sebanyak 250 gram, kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan tanah yang melekat, dan dibilas dengan air bebas mineral. Semua bagian batang dan daun dicampur, lalu dikeringkan, kemudian diserbuk halus dengan mortar. Serbuk halus dipanaskan di oven o C sampai bobot konstan. Pembuatan larutan baku kerja Pb: Sebagai larutan baku induk digunakan larutan baku Pb 1000 bpj dalam HNO 3 0.5M. Dari larutan tersebut dibuat larutan baku kerja dengan konsentrasi 1, 3, 5, 10, 15, 20, dan 30 bpj. Kemudian diukur intensitas masing-masing baku kerja menggunakan ICPS pada panjang gelombang 283,306 nm dan dihitung persamaan garis regresi serta linieritasnya. Penyiapan larutan sampel untuk metode destruksi kering: Ditimbang 1 gram sampel serbuk halus dari daun dan batang dalam krus porselin, kemudian ditambahkan 5,0 ml larutan Pb (standar adisi) 200 bpj, serta 10 tetes H 2 O dan 3-4- ml HNO 3 (35%), lalu dipanaskan di atas hotplate pada suhu o C sampai HNO 3 menguap. Campuran tersebut kemudian dipanaskan dalam furnace selama 1 jam pada 500 o C, lalu didinginkan. Hasil destruksi ditambah larutan HNO 3 2%, dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur serta ditambahkan larutan HNO 3 2% sampai volumenya menjadi 100,0 ml, dikocok homogen dan disaring. Metode ini adalah metode dengan penambahan standar adisi sebelum destruksi kering dan disebut sebagai Perlakuan I. (AOAC, 1990) Pada metode penambahan standar adisi sesudah destruksi, maka larutan standar Pb 200 bpj sebanyak 5,0 ml ditambahkan ke dalam sampel setelah destruksi selesai, sebelum penambahan dengan larutan HNO 3 2%, dan disebut sebagai Perlakuan II. Kadar Pb diamati dengan ICPS. Penyiapan larutan sampel untuk metode destruksi basah: Ditimbang 1 gram sampel serbuk halus dari daun dan batang dalam krus porselin, kemudian ditambahkan 5,0 ml larutan Pb (standar adisi) 200 bpj, serta 10 ml HNO 3 pekat dan 3 ml larutan HCLO 4 60%, lalu dipanaskan di atas hotplate pada suhu o C sampai buih habis, dan HNO 3 hampir mengering, lalu didinginkan. Hasil destruksi ditambah larutan HNO 3 2%, dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur serta ditambahkan larutan HNO 3 2% sampai volumenya menjadi 100,0 ml, dikocok homogen dan disaring. Metode ini adalah metode dengan penambahan standar adisi sebelum destruksi basah dan disebut sebagai Perlakuan III. (AOAC, 1990) Pada metode penambahan standar adisi sesudah destruksi, maka larutan standar Pb 200 bpj sebanyak 5,0 ml ditambahkan ke dalam sampel setelah destruksi selesai, sebelum penambahan dengan larutan HNO 3 2% dan disebut sebagai Perlakuan IV. Kadar Pb diamati dengan ICPS. Analisa data % perolehan kembali kadar Pb dalam kangkung dengan uji Anava dan dilanjutkan dengan uji BNT. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar air: rata-rata kadar air dalam batang dan daun kangkung adalah 92,56%. Pada pengamatan kadar Pb dalam pupuk Multigrow dan kangkung sebelum perlakuan/ destruksi (sebagai kontrol) tidak ditemukan adanya kandungan Pb. Persamaan garis regresi untuk larutan baku kerja Pb adalah: y = 0, , x, dengan r = 0, LOD = LOQ = Harga % perolehan kembali untuk ke empat metode destruksi dapat dilihat pada table 1 sampai dengan table 4. 4

3 Tabel 1. Hasil Penentuan Harga % Perolahan Kadar Pb dalam Kangkung Pada Perlakuan I Bobot sampel (g) ,332 5,790 62,04 0,9947 9,249 6,016 65,04 0,9951 9,309 5,652 60,72 Rata-rata = 62,60% ± 2,21% KK = 3,53% Tabel 2. Hasil Penentuan Harga % Perolahan Kadar Pb dalam Kangkung Pada Perlakuan II Bobot sampel (g) ,416 9,392 99,75 0,9947 9,553 9,536 99,82 0,9980 9,644 9,280 96,23 Rata-rata = 98,60% ± 2,05% KK = 2,08% Tabel 3. Hasil Penentuan Harga % Perolahan Kadar Pb dalam Kangkung Pada Perlakuan III Bobot sampel (g) ,273 8,467 91,31 0,9999 9,304 8,713 93,65 0,9949 9,311 8,778 94,28 Rata-rata = 93,08% ± 1,56% KK = 1,68% Tabel 4. Hasil Penentuan Harga % Perolahan Kadar Pb dalam Kangkung Pada Perlakuan IV Bobot sampel (g) , ,65 0,9947 9,020 8,924 98,94 0,9987 9,065 8,976 99,02 Rata-rata = 98,54% ± 0,77% KK = 0,78% 5

4 Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi, Volume 1 Nomor 1, Januari 2005 : 1-9 Table 5. Analisis Perbandingan 4 macam Perlakuan Pada Metode Destruksi Kangkung Perlakuan I. Penambahan standar adisi sebelum destruksi kering III. Penambahan standar adisi sebelum destruksi basah II. Penambahan standar adisi sesudah destruksi kering IV. Penambahan standar adisi sesudah destruksi basah Rata-rata % Perolehan kembali Transformasi data dari x mg/l KK (%) 62,60 0,791 (a) 3,53 93,08 0,965 (b) 1,68 98,60 0,993 (b) 2,08 98,54 0,993 (b) 0,78 Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT = 5%. Dari hasil analisis statistik tampak ada perbedaan nyata antara perlakuan I dengan perlakuan II, III, dan IV, sedangkan KK yang terkecil diperoleh pada perlakuan IV. Pada penelitian ini digunakan tanaman kangkung yang ditanam secara hidroponik untuk menghindarkan tanaman dari pencemaran, kuman penyakit atau hama tanaman. Media yang digunakan adalah pasir dan batu apung (Slamet, 1993). Menurut Ibrahim (1997) akurasi suatu metode dikatakan baik bila harga % perolehan kembali berkisar antara 80% - 120%. Dengan demikian metode destruksi pada penambahan standar adisi sebelum destruksi kering akurasinya kurang baik (62,60%) dibanding dengan ketiga metode/perlakuan lainnya (98,60%, 93,08% dan 98,54 untuk perlakuan II, III, dan IV). Sedangkan Buick et al. (1990) menyatakan bahwa harga KK di bawah 10% untuk sampel bilogis masih cukup memadai. Pada table 1 4 terlihat bahwa harga KK untuk keempat perlakuan masih dibawah 10%, yaitu 3,53%, 2,08%, 1,68% dan 0,78%, sehingga dapat dikatakan bahwa presisi untuk keempat perlakuan tersebut cukup baik. Berdasarkan perhitungan statistik terdapat perbedaan yang bermakna antara Perlakuan I dengan ketiga perlakuan lainnya, tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna antara Perlakuan II, III dan IV. Sedangkan dilihat dari proses perlakuannya destruksi basah lebih baik dari pada destruksi kering karena tidak memerlukan panas yang terlalu tinggi, sehingga dapat digunakan untuk unsur yang mudah menguap atau mempunyai titik leleh yang rendah (Anderson, 1987). Demikian juga dipandang dari presisinya (harga KK), perlakuan IV mempunyai presisi yang paling baik, sehingga untuk sampel dengan kadar yang sangat kecil disarankan untuk menggunakan metode destruksi basah dengan penambahan standar adisi sesudah destruksi. Karena itu pada penelitian ini dianjurkan untuk memilih perlakuan IV. Selain itu dari segi teknis pelaksanaan, destruksi basah memerlukan waktu yang lebih singkat dan tidak memerlukan temperatur yang sangat tinggi, sedangkan pada destruksi kering dibutuhkan temperatur sampai C. Secara umum penambahan standar adisi setelah proses destruksi memberikan akurasi yang lebih baik dibanding penambahan sebelum proses destruksi, karena kemungkinan hilangnya analit dalam proses preparasi sampel lebih kecil. KESIMPULAN DAN SARAN Dari keempat metode/perlakuan destruksi pada kangkung ternyata metode destruksi basah dengan penambahan standar adisi sesudah destruksi merupakan metode yang paling baik, dipandang dari segi presisi, akurasi dan prosesnya, sehingga dapat disarankan untuk menggunakan metode ini pada analisa kandungan Pb dalam kangkung. 6

5 Penambahan standar adisi setelah proses destruksi memberikan akurasi yang lebih baik dibanding penambahan sebelum proses destruksi. DAFTAR PUSTAKA Anderson, R Sample Pretreatment and Separation, Analytical Chemistry by Open Learning, 94-96, Buick, A.R., Doig, M.V., Jeal, S.C., Land, G.S., McDowal, R.D Method Validation in Bioanalytical Laboratory, J. Pharmaceutical Biomedical Analysis, 8, Ibrahim, S Prosiding Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi, Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist th Ed, Vol. I, 42. Seregeg, I.G., Saeni, M.S Efektivitas Bioremediasi Lima Jenis Tanaman Terhadap Kandungan Logam Berat (Cr 2+ dan Pb 2+ ) dalam Air. Media Litbangkes, V (04), Slamet Soeseno Bercocok Tanam secara Hidroponik, cetakan 6, Jakarta : PT Gramedia,