KAJIAN DISTRIBUSI SUHU, RH DAN ALIRAN UDARA PENGERING UNTUK OPTIMISASI DISAIN PENGERING EFEK RUMAH KACA DYAH WULANDANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN DISTRIBUSI SUHU, RH DAN ALIRAN UDARA PENGERING UNTUK OPTIMISASI DISAIN PENGERING EFEK RUMAH KACA DYAH WULANDANI"

Transkripsi

1 KAJIAN DISTRIBUSI SUHU, RH DAN ALIRAN UDARA PENGERING UNTUK OPTIMISASI DISAIN PENGERING EFEK RUMAH KACA DYAH WULANDANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Distribusi Suhu, RH Dan Aliran Udara Pengering Untuk Optimisasi Disain Pengering Efek Rumah Kaca adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian disertasi ini. Bogor, Nopember 2005 Dyah Wulandani NRP

3 ABSTRAK DYAH WULANDANI. Kajian Distribusi Suhu, RH Dan Aliran Udara Pengering Untuk Optimisasi Disain Pengering Efek Rumah Kaca. Dibimbing oleh KAMARUDDIN ABDULLAH, EDY HARTULISTIYOSO dan ACHMAD INDRA SISWANTARA. Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) adalah bangunan pengering berdinding transparan, di dalamnya terdapat plat absorber sebagai pengumpul panas dan wadah produk (rak atau bak) serta kipas untuk mengeluarkan uap air hasil pengeringan. Sumber energi pada pengering ERK diperoleh dari surya dan pembakaran biomassa (arang kayu). Pengering ERK ini menjadi salah satu pilihan bagi petani maupun pedagang pengumpul cengkeh untuk mengatasi masalah pengeringan dengan cara penjemuran langsung menggunakan lamporan, karena pengering ERK menggunakan sumber energi termal dari surya dan biomassa. Metoda penjemuran selama ini digunakan karena murah dan mudah dilakukan, tetapi sangat tergantung adanya sinar surya dan produk mudah terkontaminasi kotoran. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pengering ERK dipilih karena lebih murah dibandingkan dengan pengering surya yang menggunakan kolektor datar terpisah. Agar petani dapat membeli pengering ERK dengan harga yang terjangkau, maka untuk mengurangi biaya konstruksi seminimal mungkin tanpa mengurangi kehandalan performansi alat, dalam penelitian ini dilakukan perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK. Berdasarkan hasil ini diperoleh ukuran komponen-komponen utama dalam pengering ERK. Selain itu dengan menggunakan teknik CFD (analisis dinamika fluida), dapat diketahui lokasi komponen-komponen utama dalam pengering ERK (seperti inlet, outlet, kipas dan penukar panas), sehingga dapat diperoleh keseragaman suhu, RH dan kecepatan aliran udara di dalam ruang pengering. Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan disain pengering ERK optimum baik dari segi teknis maupun secara ekonomis, melalui proses optimisasi dan simulasi aliran udara panas serta pengujian performasi pengeringan cengkeh menggunakan pengering ERK. Output penelitian ini berupa disain pengering optimum yang dapat dimanfaatkan oleh petani atau pengusaha cengkeh, dan pedagang pengumpul atau eksportir cengkeh serta bagi peneliti yang tertarik di bidang pengeringan. Hasil penelitian ada beberapa tahap; pertama, optimisasi biaya konstruksi pengering ERK (biaya investasi awal) dipecahkan dengan metoda Pengganda Lagrange menggunakan persamaan keseimbangan energi di dalam ruang pengering dan persamaan karakteristik pengeringan cengkeh. Salah satu hasil optimisasi adalah disain pengering ERK untuk kapasitas maksimum 386 kg cengkeh dengan dimensi 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m dengan biaya konstruksi optimum Rp ,-. Pengering ERK ini terdiri dari 8 rak berukuran 7.84 m 2, plat absorber berukuran 5.12 m 2, kipas dengan daya 247 W, penukar panas seluas 1.2 m 2, dan tungku dengan laju pembakaran 1.1 kg arang per jam. Pengeringan dilakukan pada suhu 45 o C, RH 52 % dan laju aliran udara di atas rak 0.04 m/dt. Dengan alat tersebut pengeringan cengkeh dari kadar air awal 72.8 % hingga 12 % bb berlangsung selama 50 jam. Kedua, berdasarkan disain hasil optimisasi dilakukan uji performansi pada pengering ERK untuk pengeringan cengkeh. Dari uji performansi diperoleh hasil

4 bahwa percobaan menggunakan suhu 48 o C, RH 46.5 % dan kecepatan 0.04 m/dt, pada tingkat radiasi surya 310 W/m 2, memberikan performansi pengeringan yang lebih baik dibandingkan kedua percobaan lainnya yang diuji dalam penelitian ini. Bahan bakar biomassa (arang kayu) digunakan pada pagi dan sore untuk mempertahankan suhu 48 o C. Untuk mengeringkan cengkeh dengan kapasitas 80 kg diperlukan bahan bakar arang sebanyak 29 kg. Pengeringan bunga cengkeh dari kadar air 72.8 % bb menjadi 12 % membutuhkan waktu dengan kisaran 38 hingga 50 jam. Hasil pengujian mutu cengkeh menunjukkan mutu-1 dengan kandungan minyak atsiri cukup tinggi yaitu 23 % dan cengkeh kering berwarna coklat kehitaman. Percobaan pengeringan cengkeh di lapang masih menghasilkan perbedaan kadar air antara rak atas dan bawah, hal ini disebabkan oleh ketidakseragaman suhu yang terjadi di dalam ruang pengering, dengan nilai ragam suhu 2.4 o C. Tahap ketiga, melalui analisis aliran fluida menggunakan bantuan software Geomesh/Gambit dan Fluent dan berdasarkan dimensi pengering hasil optimisasi di atas telah diketahui posisi inlet, outlet, kipas dan penukar panas yang tepat, sehingga tingkat keseragaman suhu, RH dan kecepatan di dalam ruang lebih baik. Di antara 3 skenario disain pengering ERK, disain terbaik dari hasil simulasi tersebut adalah disain skenario-3 yang dicirikan dengan rendahnya nilai standar deviasi dari suhu, RH dan kecepatan aliran udara, masing-masing sebesar 1.6 o C, 3.7 % dan 0.03 m/dt. Disain skenario-3 tersebut terdiri dari dua buah inlet masing-masing berukuran 0.1 m x 1 m pada ketinggian 1.4 m. Dua buah outlet masing-masing berukuran 0.2 m x 0.8 m pada ketinggian 0.8 m pada dinding yang berseberangan dengan inlet. Tiga buah kipas dengan diameter masing-masing 0.2 m digunakan sebagai perata udara pengering. Kipas 1 (kipas bawah) terletak 0.2 m di depan penukar panas pada ketinggian 0.4 m dari lantai bangunan dengan daya 100 W. Kipas 2 (kipas tengah) terletak di tengah bangunan di atas rak paling atas dengan daya 40 W. Kipas 3 (kipas atas) terletak di atas penukar panas pada ketinggian 1.8 m sejajar dengan posisi rak paling atas (rak 8) dengan daya 100 W. Penukar panas seluas 1.2 m 2 terletak 0.2 m dari dinding pada ketinggian 0.4 m dari lantai pengering. Pada malam hari disarankan hanya menggunakan kipas bawah untuk meratakan suhu dan kecepatan udara. Validasi model simulasi aliran udara yang dilakukan pada pengering ERK skala laboratorium menggunakan curve fitting, menunjukkan hasil kecenderungan yang sama antara suhu, RH dan kecepatan udara hasil simulasi dengan suhu, RH dan kecepatan udara hasil pengukuran. Tahap akhir, analisis biaya pengeringan dilakukan dengan membandingkan antara penjemuran (lamporan) dan pengering ERK. Pada kasus pengeringan di atas, hasil analisis biaya menunjukkan bahwa usaha pengeringan cengkeh menggunakan pengering ERK, baik untuk petani maupun pedagang pengumpul layak diusahakan. Pedagang pengumpul disarankan menggunakan pengering ERK, karena memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan lamporan. Berdasarkan analisis biaya dapat dikatakan bahwa pengeringan menggunakan pengering ERK baik pada tingkat petani maupun pedagang pengumpul mempunyai prospek yang baik untuk dilaksanakan.

5 ABSTRACT DYAH WULANDANI. Study on Temperature, RH and Air Flow Velocity Distribution of Dryer for the Design Optimization of Greenhouse Effect Solar Dryer. The advisors of the dissertation are KAMARUDDIN ABDULLAH, EDY HARTULISTIYOSO and ACHMAD INDRA SISWANTARA. Greenhouse Effect (GHE) Solar Dryer is a transparent wall structure, consists of an absorber plate as solar collector, product holders (rack, tray or batch) and fans to discharge vapor evaporated from the product. The GHE solar dryer uses thermal energy source from the sun and biomass stove as an auxiliary heating and other devices to control continuous drying processes. Previous study had recommended the design configuration as an alternative artificial drying facility for the farmer and merchant of cloves to overcome several demerits of using direct sun drying, including the construction cost. Farmer often uses direct sun drying method because it is cheap and simple. However, the method greatly dependent on the existence of solar irradiation, and foreign materials or dirt easily contaminates the product. Considering the poor condition of local farmer, previous GHE design required further construction cost reduction so that it can be affordable by the farmer. For this purposes, in this study an optimization process for a prototype of GHE solar dryer was conducted in order to reduce further construction cost by determining the proper sizing of each principle component of the dryer. In addition, a CFD technique was applied to determined proper locations of key component of the dryer to create uniform airflow rate, RH and drying temperature. Therefore, the objective of this study was to get the optimum design of GHE solar dryer, through optimization, testing the performance of GHE solar dryer and airflow simulation process. First, the construction cost optimization was based on the drying equations for clove and energy balance equations of drying air, absorber plate, heatexchanger and product. Lagrange Multiplier was used in the optimization process, aided by Microsoft Excel. The result showed that the optimum design of a GHE solar dryer with 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m dimension, gave an optimum construction cost of Rp ,- for drying of 386 kg of cloves. The Prototype of dryer consisted of 8 trays with area of each tray was 7.84 m 2. Surface area of the absorber plate was 5.12 m 2, the power of fan was 247 W (A.C.), the heat transfer area of the heat exchanger was 1.2 m 2, and the charcoal combustion rate was 1.1 kg/h. The average drying temperature was 45 o C, while the RH required was 42 % and the local airflow velocity on the product was 0.04 m/s. The drying time (initial moisture content of 72.8 % wb and final moisture content of 12 % wb) used this experiment was 50 hours. Second, according to the above optimization result, a series of performance test of an actual GHE solar dryer was conducted. The results showed that the best operating condition of the dryer was using the drying temperature of 48 o C, RH of 46.5 % and velocity of 0.04 m/s, while the average of solar irradiation was at 310 W/m 2. The supply of thermal energy was obtained from the sun and from the charcoal stove. The experiment indicated that to dry 80 kg cloves, the required amount of the charcoal combustion was 29 kg. The average drying time for 80 kg

6 of cloves with initial moisture content of 72.8 % wb and final moisture content of 12 % wb was 50 hours. The quality of clove was categorized as grade-1, with essential oil content of 23 %. The final color of dried cloves was brown-black. The test result, however indicated that the final moisture content of the products was still non-uniform (standard deviation was 3.8 %) due to the nonuniformity in the drying air temperature. The observed average standard deviation of the drying temperature was at 2.4 o C. In order to solve this remaining problem, in the third step of this study, airflow simulation aided by Fluent and Gambit/Geomesh software was used to determine the optimum location of air inlet and outlet, fans and the heat exchanger. The analysis was aimed to obtain uniform distribution of drying air temperature, RH and velocity within the chamber. Simulation study had selected three different modes of design configuration namely: Mode 1. Inlets at the position 1 m from the floor were placed on one side of the wall. The outlets at the position 1.6 m from the floor were placed on the opposite side of the wall. Mode 2. Inlets at the position 1.4 m above the floor were placed on one side of the wall. The outlets were located at the position 0.8 m above the floor placed on the opposite side wall. Mode 3. Inlets and outlets were the same as in the Mode 2. Fan-3 was added above of the heat exchanger to mix the drying air. The simulation results had confirmed that by rearranging the location of inlet and outlet and the quantity and the capacity of the fans, uniform air temperature, RH and velocity distribution within the chamber was obtained. The best mode obtained in this study was mode 3. The results indicated that Mode 3 showed the smallest standard deviation in terms of air temperature, which was 1.6 degree C, the air velocity, 0.03 m/s and RH 3.7%, respectively. Therefore, it was concluded that the operating condition indicated by Mode 3 was the optimum operating condition and should become the standard for the house type GHE solar dryer with trolleys of trays. Adding three mixing fans on the top of the rack, one above the heat exchanger, one in front of the heat exchanger, and one at the outlet position on the opposite wall had resulted in a uniform air flow, temperature and RH distributions. For night operation of the dryer it was suggested to use one fan only (in front of the heat exchanger) in order to obtain better drying performance. Finally, cost analysis of GHE solar drying for the above case study, showed that the drying project was feasible for the farmer as well as for the merchant. It was concluded that a ton capacity GHE solar dryer could provide more benefit than sun drying for the merchant.

7 Hak cipta milik Dyah Wulandani, tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

8 KAJIAN DISTRIBUSI SUHU, RH DAN ALIRAN UDARA PENGERING UNTUK OPTIMISASI DISAIN PENGERING EFEK RUMAH KACA DYAH WULANDANI Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

9 Judul Disertas Nama NIM : Kajian Distribusi Suhu, RH dan Aliran Udara Pengering untuk Optimisasi Disain Pengering Efek Rumah Kaca. : Dyah Wulandani : TEP Disetujui Komisi Pembimbing Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah Ketua Dr.Ir. Edy Hartulistiyoso Anggota Ir. Achmad Indra Siswantara, PhD Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr.Ir. Budi Indra Setiawan Prof.Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc. Tanggal Lulus: 18 Agustus 2004

10 PRAKATA Segala puji bagi Allah Subhannahuwata alla, karena atas karunia dan rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Tema yang dipilih dalam disertasi ini adalah disain pengering Efek Rumah Kaca dengan judul Kajian Distribusi Suhu, RH dan Aliran Udara Pengering untuk Optimisasi Disain Pengering Efek Rumah Kaca. Disertasi ini terdiri dari tiga bagian utama, masing-masing dinyatakan dalam bab terpisah. Kaitan dari ketiganya dinyatakan dalam pembahasan umum. Bagian pertama terdapat dalam Bab III disertasi ini berjudul Optimisasi Biaya Konstruksi Pengering Efek Rumah Kaca. Bab ini telah diseminarkan dalam Seminar Nasional PERTETA, Malang, Juli 2002 dan Asia-Australia Drying Conference (ADC 01), Malaysia, Bagian kedua terdapat dalam Bab IV berjudul Analisis Aliran Udara dalam Alat Pengering Efek Rumah Kaca. Bab ini merupakan pengembangan dari naskah artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah (Buletin Keteknikan Pertanian, vol. 16, no. 3, th dan Prosiding The 14 th International Symposium of Transport Phenomena 6-9 Juli 2003, Bali. Hal: ). Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah sebagai Ketua Komisi Pembimbing, atas bimbingan, saran, nasehat tentang filosofi keilmuan dan ide-ide yang begitu besar manfaatnya bagi penulis, selama kuliah dan dalam penyelesaian disertasi ini, serta kegiatankegiatan ilmiah lainnya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Edy Hartulistiyoso sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, saran serta nasehat yang dapat mendorong penulis untuk selalu maju, baik selama penulis kuliah maupun selama penyelesaian disertasi ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Achmad Indra Siswantara, Ph.D. sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, saran ilmu-ilmu baru yang diberikan selama penulis kuliah dan penelitian, serta atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menggunakan fasilitas yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian disertasi ini. Kepada Dosen Penguji Luar Komisi Pembimbing, Dr. Meika Syahbana Rusli dan Dr. Ridwan Thahir, atas kesediaan untuk menguji penulis dalam Ujian Tertutup dan Ujian Terbuka dan memberikan saran serta kritikan yang membangun demi kesempurnaan disertasi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada para Pimpinan IPB yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh pendidikan ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Budi Indra Setiawan, M.Agr. sebagai Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana dan Pimpinan di Sekolah Pascasarjana IPB atas saran yang diberikan demi kelancaran penulis dalam menyelesaikan studi di IPB ini, serta kepada Staf administrasi yang juga membantu kelancaran dalam penyelesaian studi. Kepada Dirjen Pendidikan Tinggi atas dana bantuan melalui Program BPPS, dan proyek penelitian Tim Hibah Penelitian Pascasarjana, Penelitian Dasar, Hibah Bersaing, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Kepada Prof.Dr. Kamaruddin sebagai Kepala Bagian Energi dan Elektrifikasi Pertanian

11 dan CREATA beserta para Stafnya, penulis mengucapkan terima kasih atas dana penelitian serta fasilitas yang telah diberikan. Dengan tulus, penulis mengucapkan terima kasih kepada: - Bapak-bapak dan Ibu-ibu Staf Pengajar di Departemen Teknik Pertanian, dan khususnya kepada Staf Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, FATETA IPB, atas diskusi yang bermanfaat dan ilmu yang diajarkan. - Dr. Leopold O. Nelwan, Ir. I.B. Gunadnya, M.S. dan teman-teman mahasiswa Pascasarjana, atas diskusi yang bermanfaat dan dorongan moril yang memberikan semangat bagi penulis untuk selalu maju. - Pak Harto dan Pak Ahmad, teknisi Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, atas bantuannya yang sangat besar selama studi dan penelitian terutama saat pengambilan data lapang. - Eko Arif, Slamet Yulianto atas bantuannya yang besar dalam pengambilan data pengukuran di lapang, serta Joni Lukman, Purnomo dan Indra Budi N. atas bantuannya selama ini. - Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu, atas segala bantuan, kerjasama dan dukungan moril dan materiil hingga selesainya desertasi ini. Akhirnya kepada suami tercinta, Ir. Djoko Sutrisno, dan putra-putriku tersayang Agung Satrio Wibowo dan Dewi Fitria Ramadhani, atas pengertiannya yang luar biasa besar dan selalu memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis untuk tidak patah semangat. Kepada Ibu dan Papi tercinta, karena dari doanya, maka penulis dapat menyelesaikan studi ini, serta kepada seluruh keluarga, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga besarnya. Harapan penulis, semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan segala budi baik Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian yang telah diberikan kepada penulis, menjadi amal yang tak pernah putus-putusnya, dan Allah Subhannahu Wata alla yang akan memberikan pahala terbaik serta selalu melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua. Amin. Bogor, Nopember 2005 Dyah Wulandani

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 19 April 1968, anak dari Drs. Rakib Mappeang dan Sugeng Darmini(Almarhumah). Anak pertama dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Pamardi Putri Surakarta (tahun lulus 1980), Sekolah Menengah Pertama di SMP N 5 Surakarta (tahun lulus 1983) dan Sekolah Menengah Atas di SMA N 1 Surakarta (tahun lulus 1986). Pada tahun 1986, penulis melanjutkan pendidikan di IPB Bogor, melalui jalur Penelusuran Bakat dan Minat (PMDK) dan pada tahun 1987 masuk ke Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan lulus pada tahun Dalam menyelesaikan Tugas Akhir (penelitian) di jenjang S-1, penulis di bawah bimbingan Dr. Abdul Kohar Irwanto dan Ir. Sri Endah Agustina, MSc. Pada tahun 1994 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program Magister Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Program Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun 1997, dengan dana pendidikan dari TMPD. Pada Program Magister, penulis di bawah bimbingan Dr. Kamaruddin Abdullah (Ketua), Dr. Budi Indra Setiawan (Anggota) dan Dr. Oskari Atmawinata (Anggota). Pada tahun 1994, penulis bekerja di IPB sebagai Staf Pengajar di Jurusan Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian hingga saat ini. Penulis mengikuti program studi S3 dengan dana pendidikan dari BPPS pada tahun Selama mengikuti program studi S3 ini penulis telah mengikuti beberapa seminar baik tingkat nasional maupun internasional. Sebagian dari karya ilmiah ini telah dipublikasikan dan disajikan dalam: - Seminar Nasional PERTETA, Malang, Juli Asia-Australia Drying Conference (ADC 01 ), Malaysia, Buletin Keteknikan Pertanian, vol. 16, no. 3, tahun Prosiding The 14 th International Symposium of Transport Phenomena 6-9 Juli 2003, Bali. Hal: st International Workshop on Solar Energy Utilization, Jakarta, 6-7 Oktober Word Renewable Energy Regional Conggress and Exhibition 2005, Jakarta, April Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL. xiv DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SIMBOL.. xxii I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PERUMUSAN MASALAH TUJUAN DAN MANFAAT KEASLIAN PENELITIAN PENDEKATAN MASALAH DAFTAR PUSTAKA.. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA TEORI PENGERINGAN PERKEMBANGAN PENELITIAN PENGERINGAN BERENERGI SURYA DAFTAR PUSTAKA.. 15 xx III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDEKATAN TEORI PERCOBAAN HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA.. 36 IV. PERFORMANSI PENGERING ERK PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PERCOBAAN HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA.. 66 V. ALIRAN UDARA DALAM PENGERING ERK PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDEKATAN TEORI PERCOBAAN HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN 121

14 5.7. DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISI (Lanjutan) Halaman IV. PEMBAHASAN UMUM PERFORMANSI TEKNIS ANALISIS BIAYA PENGERING ERK DAFTAR PUSTAKA V. SIMPULAN UMUM OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK PERFORMANSI PENGERING ERK UNTUK PENGERINGAN CENGKEH SIMULASI ALIRAN UDARA DI DALAM RUANG PENGERING ERK ANALISIS BIAYA LAMPIRAN. 148

15 DAFTAR TABEL Halaman III-1. Performansi pengering ERK berdasar hasil perhitungan optimisasi dan pengujian lapang III-2. Hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK pada kondisi suhu 50 o C, kecepatan udara di atas produk 0.04 m/dt dan waktu pengeringan 35.7 jam III-3. Hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK pada berbagai suhu udara pengering (kecepatan udara di atas produk 0.04 m/dt dan massa cengkeh 386 kg) 33 III-4. Hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK pada berbagai kondisi kecepatan udara pengering (suhu udara pengering 50 o C dan massa cengkeh 386 kg) 34 IV-1. Performansi pengering ERK untuk produk perkebunan (Kamaruddin, 1999) IV-2. Tipe-tipe bunga cengkeh (Bermawie, 1992).. 42 IV-3. Standar mutu cengkeh (SNI No ) 45 IV-4. Standar mutu minyak daun, gagang dan bunga cengkeh. 46 IV-5. Peralatan untuk uji performansi pengeringan cengkeh IV-6. Nilai ragam kadar air pada percobaan 1, 2 dan IV-7. Data dan performansi pengeringan ERK hasil pengukuran IV-8. Mutu bunga cengkeh kering percobaan IV-9. Mutu bunga cengkeh kering percobaan IV-10. Mutu bunga cengkeh kering percobaan IV-11. Uji mutu minyak bunga cengkeh V-1. Peralatan yang digunakan dalam penelitian V-2. Nilai ragam suhu udara pengering disain skenario V-3. Nilai ragam suhu udara pengering disain skenario 2 101

16 V-4. Nilai ragam kecepatan udara pengering disain skenario DAFTAR TABEL (Lanjutan) Halaman V-5. Nilai ragam kecepatan udara pengering disain skenario V-6. Nilai ragam RH udara pengering disain skenario 1 dan V-7. Nilai ragam suhu udara pengering disain skenario V-8. Nilai ragam kecepatan udara pengering disain skenario V-9. Nilai ragam RH udara pengering disain skenario V-10. Nilai ragam suhu udara pengering pada simulasi malam hari. 117 V-11. Nilai ragam kecepatan udara pengering pada simulasi malam hari V-12. Nilai ragam RH udara pengering pada simulasi malam hari VI-1. Analisis biaya pengeringan cengkeh untuk petani dan pedagang pengumpul baik yang menggunakan pengering maupun yang menggunakan lamporan VI-2. Hasil analisis titik impas harga cengkeh dan kapasitas lapang/produksi cengkeh VI-3. Pengaruh kecepatan terhadap keuntungan (pada suhu pengeringan 48 o C) VI-4. Pengaruh suhu operasi pengeringan terhadap keuntungan VI-5. Pengaruh kapasitas pengering terhadap keuntungan (pada kondisi suhu pengeringan 48 o C, kecepatan udara pengering 0.04 m/dt).. 139

17 DAFTAR GAMBAR Halaman III-1. Hubungan antara kapasitas cengkeh dan biaya konstruksi pengering ERK serta ukuran komponen-komponen penyusun pengering ERK pada suhu udara pengering 50 o C, kecepatan udara di atas rak 0.04 m/dt III-2. Hubungan antara suhu pengeringan dan biaya konstruksi pengering ERK serta ukuran komponen-komponen penyusun pengering ERK pada kecepatan udara di atas rak 0.04 m/dt, dan kapasitas alat 386 kg cengkeh. 33 III-3. Hubungan antara kecepatan udara pengering dan biaya konstruksi pengering ERK serta ukuran komponenkomponen penyusun pengering ERK pada suhu udara pengering 50 o C.. 35 IV-1. Cengkeh.. 41 IV-2. Perubahan suhu udara di atas rak pengering dan suhu udara penjemuran selama proses pengeringan percobaan 1 (hari ke-1).. 53 IV-3. Perubahan suhu udara di rak tengah di bagian dekat inlet dan rak dekat outlet selama proses pengeringan percobaan 1 (hari ke-1). 53 IV-4. Perubahan suhu udara di atas rak pengering dan suhu udara penjemuran selama proses pengeringan percobaan 2 (hari ke-2) 54 IV-5. Perubahan suhu udara di atas rak pengering di bagian dekat inlet dan rak dekat outlet selama proses pengeringan percobaan 2 (hari ke-2). 55 IV-6. Perubahan suhu udara di atas rak pengering dan suhu udara penjemuran selama proses pengeringan percobaan IV-7. Perubahan suhu udara di atas rak pengering di bagian dekat inlet dan rak dekat outlet selama proses pengeringan percobaan

18 IV-8. Perubahan kadar air produk pada percobaan 1 (Keterangan gambar: indeks i = rak dekat inlet, o = rak dekat outlet).. 58 DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) Halaman IV-9. Perubahan kadar air produk pada percobaan 2 (Keterangan gambar: indeks i = rak dekat inlet, o = rak dekat outlet).. 59 IV-10. Perubahan kadar air produk pada percobaan 3 (Keterangan gambar: indeks i = rak dekat inlet, o = rak dekat outlet).. 60 V-1. Proses pemanasan pada kurva psychrometric. 76 V-2. V-3. V-4. V-5. V-6. V-7. V-8. V-9. Pengering ERK skala laboratorium dengan komponen penyusun di dalamnya 79 Skema Pengering ERK skenario 1 (a) 3 dimensi (b) 2 dimensi tampak depan.. 81 Skema Pengering ERK skenario 2 (a) 3 dimensi (b) 2 dimensi tampak depan.. 82 Skema Pengering ERK skenario 3 (a) 3 dimensi (b) 2 dimensi tampak depan.. 83 Grid yang dibentuk oleh benang pada pengering ERK skala laboratorium Grid hasil simulasi pengering ERK skala laboratorium dengan CFD Distribusi suhu udara pengering ( o C) di dalam pengering ERK skala laboratorium Distribusi kecepatan udara pengering (m/dt) di dalam pengering ERK skala laboratorium IV-10. Validasi suhu udara hasil simulasi (T CFD ) terhadap suhu pengukuran (T ukur ) di dalam pengering ERK skala laboratorium.. 96 V-11. Validasi kecepatan aliran udara hasil simulasi (v- CFD ) terhadap kecepatan pengukuran (v ukur ) di dalam pengering ERK skala laboratorium V-12. Validasi RH udara hasil perhitungan (RH hitung ) terhadap

19 RH pengukuran (RH ukur ) di dalam pengering ERK Skala laboratorium V-13. Disribusi suhu udara simulasi disain skenario 1, pada bidang XY pada Z = 1.8 m DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) Halaman V-14. Disribusi suhu udara simulasi disain skenario 1, pada rak V-15. Disribusi suhu udara simulasi disain skenario 1, pada rak V-16. Disribusi suhu udara simulasi disain skenario 1, pada rak V-17. Disribusi suhu udara simulasi disain skenario 2, pada bidang XY pada Z = 1.8 m V-18. Disribusi suhu udara simulasi disain skenario 2, pada rak V-19. Disribusi suhu udara simulasi disain skenario 2, pada rak V-20. Disribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada bidang XY pada Z = 1.8 m V-21. Vektor arah aliran udara simulasi disain skenario 1, pada bidang XY pada Z = 1.8 m V-22. Disribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada rak V-23. Disribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada rak V-24. Disribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada rak V-25. Disribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 2, pada bidang XY pada Z = 1.8 m V-26. Vektor arah aliran udara simulasi disain skenario 2, pada bidang XY pada Z = 1.8 m V-27. Disribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 2, pada rak V-28. Disribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 2, pada rak

20 V-29. Disribusi suhu udara simulasi disain skenario 3, pada bidang XY pada Z = 1.8 m V-30. Disribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 3, pada bidang XY pada Z = 1.8 m DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) Halaman V-31. Vektor arah aliran udara simulasi disain skenario 3, pada bidang XY pada Z = 1.8 m V-32. Disribusi suhu udara simulasi disain skenario 3, pada rak V-33. Disribusi suhu udara simulasi disain skenario 3, pada rak V-34. Disribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 3, pada rak V-35. Disribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 3, pada rak V-36. Disribusi suhu udara simulasi pengeringan pada malam hari, pada bidang XY pada Z = 1.8 m V-37. Vektor arah aliran udara simulasi pengeringan pada malam hari, pada bidang XY pada Z = 1.8 m V-38. Disribusi suhu udara simulasi pengeringan pada malam hari, pada rak V-39. Disribusi kecepatan udara simulasi pengeringan pada malam hari, pada rak V-40. Perbandingan nilai ragam suhu antara disain skenario 1, 2, 3, skenario malam hari dan percobaan lapang (Bab 4) V-41. Perbandingan nilai ragam kecepatan antara disain skenario 1, 2, 3, dan skenario malam hari V-42. Perbandingan nilai ragam RH antara disain skenario 1, 2, 3, dan skenario malam hari VI-1. Rantai tata niaga cengkeh menurut kebijakan awal pemerintah (Keppres 1990) VI-2. Rantai tata niaga cengkeh pasar bebas. 130

21 DAFTAR LAMPIRAN Halaman LAMPIRAN III. 149 III-1. Jenis data dan sumber 150 III-2. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (scale up) III-3. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh menggunakan data percobaan III-4. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh menggunakan data percobaan III-5. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh menggunakan data percobaan III-6. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 1) III-7. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 2) III-8. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 3) III-9. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 5) III-10. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 6) III-11. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 7).. 160

22 III-12. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 8) LAMPIRAN IV IV-1. Gambar 3 dimensi prototipe pengering ERK yang diujicoba dalam penelitian. 163 DAFTAR LAMPIRAN (Lanjutan) Halaman IV-2. Alat-alat ukur yang digunakan dalam penelitian IV-3. Data suhu pada percobaan IV-4. Data suhu pada percobaan IV-5. Data suhu pada percobaan IV-6. Data kecepatan udara pada percobaan 1, 2 dan IV-7. Data penurunan kadar air pada percobaan IV-8. Data penurunan kadar air pada percobaan IV-9. Data penurunan kadar air pada percobaan LAMPIRAN V V-1. Algoritma munerik metoda finite volume V-2. V-3. V-4. Perhitungan aliran laminar pada pengering ERK Skala Laboratorium Perhitungan aliran laminar pada pengering ERK Skala Lapang Nilai suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran pada pengering skala laboratorium pada bidang YZ pada X = 400 mm. 192 LAMPIRAN VI. 193 VI-1. Analisis ekonomi usaha pengeringan cengkeh untuk pedagang pengumpul atau eksportir cengkeh menggunakan pengering ERK (Massa produk 386 kg, suhu udara pengering 48.4 o C, kecepatan udara pengering 0.04 m/dt). 194 VI-2. Analisis ekonomi usaha pengeringan cengkeh untuk pedagang

23 pengumpul atau eksportir cengkeh menggunakan lamporan. 196 VI-3. Analisis ekonomi usaha pengeringan cengkeh untuk petani cengkeh menggunakan pengering ERK (Massa produk 386 kg, suhu udara pengering 48.4 o C, kecepatan udara pengering 0.04 m/dt). 198 VI-4. Analisis ekonomi usaha perkebunan dan pengeringan cengkeh untuk petani cengkeh dengan metode lamporan 200 DAFTAR SIMBOL A Luas (m 2 ) A k Koefisien bentuk Cp Panas jenis (kj/kg o C) dt Selisih suhu bola kering dan suhu bola basah ( o C) Dv Difusivitas massa (m 2 /jam) g Gaya grafitasi Ga Laju aliran massa udara (kg/dt.m 2 ) Gr Bilangan Grashoff h Koefisien pindah panas konveksi (W/m 2 K) H Nilai kalor (kj/kg) Hfg Panas laten penguapan air pada produk (kj/kg) Hfga Panas laten penguapan air bebas (kj/kg) i Entalpi (kj/kg) I Iradiasi surya (W/m 2 ) k Konduktivitas panas (W/mK) k Konstanta pengeringan (1/jam) m Massa (kg). m Laju aliram massa (kg/dt) m w Laju evaporasi (kg/dt) Me Kadar air keseimbangan (% bk) MR Rasio kadar air n Jumlah rak Nu Bilangan Nusselt P Daya (W) Pr Bilangan Prandtl p Penurunan tekanan (Pa) Q Debit (m 3 /dt) S Sumber gerakan R Konstanta gas ideal Ra Bilangan Raleigh Re Bilangan Reynold t Suhu ( o C) T Suhu (K) u Kecepatan arah x (m/dt) u Matrik kecepatan

24 V Volume (m 3 ) v Kecepatan (m/dt) v Kecepatan arah y (m/dt) W Kelembaban mutlak (kg/kg udara kering) w Kecepatan arah z (m/dt) X Kadar air (% bk) x Koordinat arah x x 1..5 Variabel dalam fungsi kendala y Fungsi tujuan y Koordinat arah y z Koordinat arah z DAFTAR SIMBOL (Lanjutan) Subskrit a B b bb c d f fi HE i c k m p r r1 s sa sr T t v w Udara Ruang B Konstanta biomassa Cengkeh Dinding Lantai akhir awal enthalpi Produk kipas Rata-rata Plat absorber Ruang pengering Atap bangunan Jenuh Jenuh pada suhu udara lingkungan Jenuh pada suhu udara pengering Tungku Tangki air Uap air Air Huruf Yunani α Absorbsivitas β Koefisien (1/ o C) ε Porositas φ Fungsi kendala η Efisiensi

25 λ Pengganda Lagrange µ Viskositas (Pa dt) ρ t Massa jenis tumpukan (kg/m 3 ) ρ ac Massa jenis (kg/m 3 ) τ Transmisivitas Operator del (gradian)

26 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Cengkeh termasuk ke dalam famili Myrtaceae yang berasal dari Maluku. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang cukup potensial dalam upaya memberikan kesempatan kerja di bidang pertanian, perdagangan maupun industri. Tanaman cengkeh di Indonesia kurang lebih 95 % diusahakan oleh rakyat dalam bentuk perkebunan rakyat yang tersebar di seluruh propinsi, terutama di Sulawesi Utara (Minahasa), Maluku (Ambon) dan Jawa Barat (Bogor). Sisanya sebesar lima persen diusahakan oleh perkebunan swasta dan perkebunan Negara (Kemala dan Yuhono, 1997). Penggunaan cengkeh sangat luas terutama sebagai bahan campuran untuk rokok kretek, selain itu juga digunakan sebagai obat untuk menghilangkan rasa sakit, dan anastesi (Nurdjannah et al., 1997), kemudian berkembang sebagai bahan kosmetik, parfum, antiseptik dalam industri daging, penyedap makanan, baik dalam bentuk saus atau bubuk. Senyawa dari minyak cengkeh juga dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati, karena dapat membunuh beberapa spesies bakteri, jamur, nematoda dan serangga (Asman et al., 1997). Sejak tahun 1995, telah terjadi kelebihan produksi cengkeh di Indonesia sebesar ton/tahun (Ditjenbun, 1997). Keadaan demikian menyebabkan harga cengkeh turun dan agribisnis cengkeh semakin memudar. Akibat lebih lanjut pendapatan petani cengkeh semakin rendah dan di beberapa daerah tanaman tidak dipelihara sebagaimana mestinya. Bunga yang matang petik dibiarkan saja di pohon, karena biaya panen tidak seimbang dengan harga penjualan yang didapatkan. Bila kondisi demikian dibiarkan terus menerus, maka produksi cengkeh di Indonesia akan mengalami penurunan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dalam mengantisipasi permasalah tersebut diperlukan beberapa upaya untuk menanggulangi kelebihan produksi tersebut, antara lain; 1) dengan melaksanakan konversi terhadap tanaman cengkeh yang sudah tidak produktif, tanaman tua atau rusak dengan tanaman lain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, 2) membuat peta pertanaman cengkeh yang direkomendasikan pada

27 wilayah dengan iklim dan kondisi tanah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman cengkeh, 3) mencari terobosan teknologi-teknologi pengolahan cengkeh, terutama dari hasil minyak cengkeh yang berasal dari bunga kering (Kemala dan Yuhono, 1997). Pengolahan cengkeh menjadi bunga kering yang dilakukan petani di Indonesia selama ini menggunakan cara tradisional, yaitu dengan menghamparkan produk di lantai jemur atau di pinggir jalan. Selama pengeringan berlangsung, cengkeh harus diaduk dan dibolak balik menggunakan tangan atau alat penggaru supaya kering merata. Metoda lamporan selama ini dianggap petani paling mudah dan praktis karena sudah biasa dilakukan, biaya operasional juga murah, namun memiliki banyak kelemahan. Selain dibutuhkan lahan yang sangat luas, juga terjadinya kontaminasi produk oleh debu, kotoran dan polusi kendaraan untuk penjemuran yang dilakukan di pinggir jalan, sehingga kurang higienis yang menyebabkan mutu produk menjadi rendah. Hasil analisa minyak cengkeh dari petani di Sulawesi, ditemukan kandungan Pb dan Fe yang kadarnya masingmasing 5.4 ppm dan 677 ppm (Rusli, 1991 dalam Hidayat dan Nurdjannah, 1997). Penjemuran langsung di bawah sinar matahari dengan lamporan juga sangat tergantung cuaca. Pada saat hujan atau malam hari, biasanya cengkeh yang dihamparkan di lamporan ditumpuk kemudian ditutup dengan plastik dan dibiarkan begitu saja hingga matahari bersinar lagi. Apabila hal ini berlangsung lama, dapat mengakibatkan cengkeh busuk dan berjamur. Permasalahan di atas dapat diatasi dengan menerapkan Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) sebagai pengganti metode penjemuran langsung dengan lamporan. Pengering ERK pertama kali diperkenalkan oleh Kamaruddin et al. (1994), terdiri dari bangunan berdinding transparan, dilengkapi dengan plat hitam sebagai pengumpul panas (kolektor surya) di dalamnya. Gelombang pendek dari sinar surya dilewatkan melalui dinding transparan dan diserap oleh plat hitam dan komponen-komponen lainnya di dalam bangunan pengering, sehingga menghasilkan kenaikan suhu udara di dalam ruang pengering. Komponenkomponen rumah kaca memancarkan radiasi gelombang panjang yang tidak dapat menembus dinding transparan, sehingga terpantul kembali ke dalam ruangan dan mengenai komponen-komponen di dalam bangunan transparan. Demikian

28 seterusnya, dan akibatnya adalah kenaikan suhu udara di dalam bangunan transparan. Udara panas ini kemudian digunakan sebagai udara pengering untuk memanaskan dan menguapkan produk. Pengering ERK menggunakan energi surya dan biomassa sebagai sumber energi termal. Energi surya merupakan sumber energi yang tak pernah habis sehingga menjadi potensi sumber energi untuk berbagai kebutuhan. Menipisnya ketersediaan cadangan energi minyak bumi memberi peluang sekaligus tantangan bagi peneliti untuk memanfaatkan energi surya dengan berbagai bentuk pilihan teknologi, dari yang sangat sederhana dan murah hingga teknologi tinggi dan padat modal. Sebagai energi yang bersih dan gratis serta cukup tersedia di Indonesia, energi surya merupakan pilihan yang tepat. Namun demikian keterbatasan teknologi lokal, harga energi fosil yang relatif masih rendah, dan kurangnya daya beli masyarakat serta ketersedian energi surya pada siang hari yang sangat dipengaruhi oleh cuaca, merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan pemanfaatan energi surya. Berbagai penelitian untuk menciptakan pengering mekanis dengan memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi telah dilakukan dalam rangka mengatasi kelemahan-kelemahan penjemuran langsung dan dalam upaya untuk menekan biaya investasi alat, karena harga alat pengering yang tinggi merupakan kendala bagi para petani. Esper, A. dan W. Mühlbauer. 1998, telah mendisain pengering produk-produk perkebunan dengan metoda tumpukan, berbasis energi surya dan listrik menggunakan kolektor surya plat datar. Performansi pengeringan yang ditunjukkan cukup baik, namun biaya alat masih sangat mahal, sehingga sulit dijangkau oleh industri kecil dan petani. Berkaitan dengan masalah biaya yang tinggi ini, Kamaruddin, et al, (1994) melakukan optimisasi biaya pembuatan pengering dengan kolektor datar pada pengering tipe bak. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa sistem pengeringan dengan kolektor datar masih memerlukan biaya yang cukup besar. Biaya terbesar terletak pada pembuatan kolektor datar karena untuk meningkatkan suhu udara pengering yang diinginkan dibutuhkan luasan besar. Untuk menekan biaya investasi, modifikasi dilakukan dengan membuat pengering menggunakan bangunan berdinding transparan, yang dilengkapi dengan plat besi hitam sebagai penyerap panas, yang

29 dikenal dengan nama Pengering Efek Rumah Kaca (ERK). Bangunan transparan ini sekaligus berfungsi sebagai kolektor surya, sehingga komponen kolektor surya khusus tidak diperlukan lagi yang membuat rancangan ini menjadi lebih murah. Selain itu bangunan juga berfungsi sebagai pelindung dari hujan dan kotoran serta binatang pemakan produk PERUMUSAN MASALAH Pengering ERK, telah diuji coba untuk mengeringkan berbagai produk pertanian, seperti, tembakau rajangan (Tirtosastro, 1992), gabah, benih tanaman hortikultura (Kamaruddin, et al, 1994), kakao (Nelwan, 1997), kopi (Mawan, 1996; Dyah, 1997; Mas'ud, 1997), kayu bayur (Suhdi, 1996), panili (Mursalim, 1995), chip rumput laut (Sukarmanto, 1996), dll. Berdasarkan penelitian di atas pengering ERK mampu memberikan performansi pengeringan yang cukup bagus (Tabel IV-1 Bab IV). Namun demikian untuk lebih meningkatkan performansinya dilihat dari segi teknis dan ekonomis, maka ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama suhu udara pengering di dalam pengering ERK sangat berfluktuasi karena sangat dipengaruhi oleh keberadaan surya. Iradiasi surya sifatnya selalu berubah dan besar iradiasinya sangat dipengaruhi oleh waktu, lokasi dan musim. Oleh karena itu pada sistem pengering ini masih diperlukan energi tambahan lainnya misalnya dari energi hasil pembakaran biomassa. Dengan adanya kebutuhan akan energi tambahan ini maka diperlukan pula beberapa perangkat tambahan seperti tungku dan alat penukar panas. Usaha untuk menekan biaya konstruksi dapat dilakukan dengan menerapkan teknik optimisasi rancang bangun yang baik. Optimisasi dapat dilakukan untuk meminimumkan biaya konstruksi dan juga biaya operasi selama umur ekonomi. Dalam penelitian ini proses optimisasi dilakukan dengan cara penentuan biaya konstruksi masingmasing komponen penyusun alat pengering ERK untuk menjaga berlangsungnya pengeringan sehingga menghasilkan performansi pengeringan yang diinginkan. Kedua adalah distribusi aliran panas dalam ruang pengering yang belum merata, khususnya pada pengering tipe rak. Nampan-nampan pada tipe rak ini dapat menyebabkan distribusi udara yang kurang baik dan menurunkan kinerja

30 pengeringan, karena waktu pengeringan terlama dari produk yang terletak di nampan tertentu menjadi penentu lama pengeringan secara keseluruhan yang dibutuhkan, yang selanjutnya menentukan total kapasitas pengeringan. Dyah (1997) melaporkan bahwa perbedaan suhu terjadi pada ruang pengering berada sekitar 6 o C antara bagian atas dan bagian bawah plat hitam yang dipasang horisontal di atas bak pengering pada ruang pengering transparan tipe bak. Mursalim (1995) mendapatkan perbedaan suhu sekitar 10 o C antara rak bagian tengah dan bawah pada pengeringan panili. Pemecahan masalah tersebut akan diupayakan dalam penelitian ini dengan menganalisis sifat dan pola aliran udara serta distribusi suhu dan RH udara pengering di dalam bangunan pengering ERK melalui suatu model simulasi. Distribusi dan pola aliran udara diduga ditentukan oleh geometri ruang pengering, lokasi penempatan inlet dan outlet, penempatan dan kapasitas daya kipas, susunan rak yang berisi produk serta besar dan lokasi sumber panas di dalam bangunan pengering. Dengan mensimulasikan distribusi dan pola aliran udara ini, akan dapat ditentukan disain bangunan beserta penempatan parameter-parameter penentu di atas secara lebih tepat sehingga tujuan keseragaman mutu produk terpenuhi TUJUAN & MANFAAT Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan pengering ERK dengan disain optimal baik dari segi teknis maupun secara ekonomis. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian dibagi dalam beberapa tujuan khusus, yaitu: 1. Mengoptimalkan biaya konstruksi pengering efek rumah kaca tipe rak untuk cengkeh. 2. Menguji prototipe pengering ERK yang optimal untuk mendapatkan metoda pengeringan yang tepat serta melakukan analisis biaya untuk usaha pengeringan cengkeh mengunakan pengering ERK. 3. Melakukan simulasi model distribusi aliran udara, suhu dan RH udara pengering di dalam ruang pengering guna mendapatkan posisi inlet dan

31 outlet, posisi dan kapasitas daya kipas dan sumber panas yang tepat sehingga didapatkan disain pengering yang optimal. Output penelitian ini ada tiga bagian yaitu; pertama adalah rancangan dan disain pengering ERK yang optimal dapat dimanfaatkan secara langsung oleh industri dan petani; kedua, berupa model optimasi pengering bangunan transparan dan ketiga adalah hasil disain dari simulasi dinamika fluida dalam pengering ERK yang dapat dijadikan sebagai kajian bagi para peneliti yang akan mendalami masalah distribusi aliran dalam pengering ERK, baik untuk pengeringan maupun pemanfaatan lainnya KEASLIAN PENELITIAN Penelitian mengenai simulasi pengeringan maupun penentuan model aliran udara, suhu dan RH telah banyak dilakukan, namun penelitian mengenai simulasi aliran udara, suhu dan RH di dalam rumah pengering dengan bangunan transparan (pengering ERK) belum pernah dilakukan. Keaslian penelitian ini terletak pada pembuatan model optimasi dan hasil disain dari simulasi distribusi aliran udara dan suhu pada pengering Efek Rumah Kaca PENDEKATAN MASALAH Penelitian secara garis besar dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah melakukan perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK tipe rak, menggunakan metoda Pengganda Lagrange. Pada optimisasi ini yang dilakukan adalah minimisasi biaya konstruksi yang terdiri dari biaya rangka dan dinding bangunan serta rak pengering, biaya plat absorber, kipas, penukar panas dan tungku. Biaya-biaya tersebut merupakan fungsi dari performansi pengeringan cengkeh yang dinyatakan dalam fungsi kendala. Dalam optimisasi ini terdapat dua fungsi kendala, yang pertama dinyatakan dalam suhu dan kedua dinyatakan dalam kecepatan udara pengering di atas tumpukan produk yang memenuhi syarat untuk pengeringan cengkeh. Perhitungan optimisasi menghasilkan data informasi

32 biaya konstruksi pengering ERK tipe rak untuk cengkeh yang optimum dan data performansi pengeringan cengkeh berdasarkan disain optimum tersebut. Selanjutnya berdasarkan disain pengering ERK optimum akan dilakukan simulasi distribusi aliran udara di dalam ruang pengering tersebut yang merupakan tahap kedua dari penelitian ini. Pada tahap kedua, dilakukan uji coba pengeringan cengkeh menggunakan disain yang telah dihitung dari hasil optimisasi. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali pada kondisi dan cuaca yang berbeda. Pada pengujian pertama cengkeh dikeringkan dengan ketebalan dua lapis produk (1.5 cm), dan dilakukan pada awal musim kemarau. Pengujian kedua pengeringan dilakukan dengan ketebalan empat lapis cengkeh (3 cm) pada pertengahan musim kemarau. Pengujian ketiga pengeringan dilakukan dengan ketebalan empat lapis cengkeh (3 cm) pada awal musim hujan. Hasil pengujian ini digunakan sebagai validasi dari perhitungan optimisasi yang telah dilakukan pada tahap pertama. Berdasarkan hasil pengujian dapat pula ditentukan metoda operasi pengeringan cengkeh untuk mendapatkan performansi terbaik yang dapat menjadi acuan bagi pengguna dalam melakukan usaha pengeringan cengkeh. Pada tahap ini dilakukan uji mutu cengkeh kering dan analisis ekonomi usaha pengeringan cengkeh menggunakan disain pengering ERK yang optimum. Tahap ketiga penelitian ini adalah melakukan simulasi distribusi aliran udara di dalam pengering berdasarkan disain pengering optimum hasil dari penelitian tahap pertama. Pada penelitian ini posisi inlet, outlet, penukar panas, plat absorber, dan rak, serta kipas merupakan parameter yang dianggap menentukan arah aliran serta distribusi udara panas di dalam ruang pengering. Untuk itu posisi parameter penentu ini menjadi fokus yang akan diubah-ubah hingga mendapatkan disain yang paling baik, dimana produk di dalam rak mendapatkan udara panas optimal, dengan penggunaan energi dan kehilangan energi sekecil mungkin. Simulasi menggunakan metoda CFD (Computational Fluid Dynamics) dengan bantuan software FLUENT versi 6.1. digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Tahap awal dari analisis ini adalah melakukan validasi simulasi menggunakan model pengering ERK pada skala laboratorium. Bardasarkan validasi ini, kemudian ini dilakukan simulasi untuk disain optimal dari

33 perhitungan optimisasi pada tahap pertama. Dengan simulasi ini, posisi parameter penentu dapat diubah pada berbagai disain sesuai dengan keinginan tanpa mengeluarkan biaya untuk konstruksi. Kriteria disain terbaik dinyatakan oleh keseragaman udara panas yang diterima produk di setiap tingkatan rak. Melalui uji tingkat keragaman yang dinyatakan dalam standar deviasi dari suhu, kecepatan udara dan kelembaban udara pengering pada setiap tingkat rak, maka dapat ditentuan bahwa disain terbaik adalah disain yang memiliki nilai standar deviasi suhu, kecepatan dan RH terkecil. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada ketiga tahap di atas, selanjutnya dilakukan analisis ekonomi untuk mengetahui sejauh mana kelayakan usaha pengeringan cengkeh menggunakan pengering ERK. Analisis ekonomi dapat dimanfaatkan secara langsung oleh petani atau pengusaha cengkeh dan untuk pedagang pengumpul atau exportir cengkeh. Data masukan dalam analisis ekonomi merupakan data sekunder yang didasarkan pada kondisi harga-harga bahan penyusun pengering ERK di lapang pada tahun Penggunaan hasil perhitungan analisis ekonomi untuk tahun-tahun yang akan datang dapat dilakukan dengan mengubah data masukan sesuai dengan nilai yang berlaku pada tahun tersebut dengan menggunakan pemodelan analisis ekonomi yang sama DAFTAR PUSTAKA Asman, A., M. Tombe, dan D. Manohara Peluang penggunaan produk cengkeh sebagai pestisida nabati. Monograf Tanaman Cengkeh no.2. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Ditjenbun, Cengkeh. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta. Dyah, W Analisis Pengeringan pada Alat Pengering Kopi (Coffea Sp.) Efek Rumah Kaca Berenergi Surya. Tesis. Program Studi Keteknikan Pertanian. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Esper, A. dan W. Muhlbauer Solar drying - an effective means to food preservation. Renewable Energy. Elsevier Sc. Ltd. Pergamon.

34 Hidayat, T dan N. Nurdjannah Masalah dan standar mutu cengkeh. Monograf Tanaman Cengkeh no.2. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Kemala, S. dan J. T. Yuhono Peran dan prospek cengkeh dalam perekonomian nasional. Monograf Tanaman Cengkeh no.2. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Kamaruddin, A., Tamrin, F. Wenur. dan Dyah W Optimisasi dalam Perencanaan Alat Pengering Hasil Pertanian dengan Energi Surya. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing I. Ditjen DIKTI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. IPB. Bogor. Mawan. B. P Analisis Pengering Kopi dalam Bangunan Tembus Cahaya. Skripsi Jurusan Mekanisasi Pertanian. FATETA IPB. Bogor. Mas'ud, R Kinerja Model Pengering Bangunan Tembus Cahaya dari Plastik tahan UV untuk Pengeringan Buah Kopi. FATETA IPB. Bogor. Mursalim Uji Penampilan Sistem Pengeringan Kombinasi Energi Surya dan Tungku Batu Bara dengan Bangunan Tembus Cahaya sebagai Pembangkit Panas untuk Pengeringan Vanili (Vanilla Planifora). FATETA IPB. Bogor. Nurdjannah N., S. Yuliani dan L Pengolahan dan diversifikasi hasil cengkeh. Monograf Tanaman Cengkeh no.2. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Nelwan, L. O Pengeringan Kakao dengan Energi Surya Menggunakan Rak Pengering dengan Kolektor Tipe Efek Rumah Kaca. Tesis. Program Studi Keteknikan Pertanian. Program Pesacasarjana IPB. Bogor. Suhdi, A. C Pengeringan Kayu Bayur dengan Alat Pengering Greenhouse Berpenyerap Panas Plat Hitam dan Menggunakan Batu Bara sebagai Suplemen Energi. FATETA IPB. Bogor. Sukarmanto uji Penampilan Sistem Efek Rumah Kaca untuk Pengeringan Alkali Treated Cottonii (ATC) Chips dari Rumput Laut. FATETA IPB. Bogor.

35

36 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TEORI PENGERINGAN Pengeringan adalah pengurangan atau penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air keseimbangan dengan udara normal di sekitarnya, dimana penurunan mutu akibat jamur, aktivitas enzim dan insekta dapat diabaikan (Henderson dan Perry, 1976). Menurut Brooker et al. (1974), pengeringan bijibijian dapat dianggap sebagai proses adiabatik, hal ini berarti bahwa panas yang dibutuhkan untuk penguapan dari air yang terkandung di dalam biji-bijian disuplai oleh udara pengeringan tanpa perpindahan panas secara konduksi atau radiasi dari sekitarnya. Mujumdar & Devahastin, 2001 menyatakan, pengeringan adalah operasi rumit yang meliputi perpindahan panas dan massa transient serta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan mutu hasil. Perubahan fisik yang mungkin terjadi meliputi: pengkerutan, penggumpalan, kristalisasi, transisi gelas. Pada beberapa kasus, dapat terjadi reaksi kimia atau biokimia yang diinginkan atau tidak diinginkan, yang menyebabkan perubahan warna, aroma atau sifat aktifitas kimianya. Pada saat suatu bahan dikeringkan terjadi dua proses secara bersamaan, yaitu: (1) perpindahan energi panas dari lingkungan untuk menguapkan air pada permukaan bahan, dan (2) perpindahan massa (air) di dalam bahan akibat penguapan pada proses pertama. Mekanisme pengeringan dapat dijelaskan dengan teori tekanan uap. Air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada di permukaan bahan dan yang pertama kali akan mengalami penguapan (Mujumdar dan Devahastin, 2001). Tahap pengeringan pada produk pertanian pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua, tahap laju pengeringan konstan dan tahap laju pengeringan menurun. Pada periode laju tetap, laju pengeringan menyeluruh ditentukan hanya oleh kondisi pindah panas dan massa yang berada di luar bahan yang dikeringkan, seperti suhu, kecepatan aliran udara, tekanan total dan tekanan parsial uap air. Pada periode laju menurun, laju perpindahan panas dan massa internal menentukan laju pengeringan. Pemodelan

37 pengeringan menjadi lebih rumit karena terdapat lebih dari satu mekanisme yang berperan terhadap laju pindah massa total, dan bahkan peranan mekanismemekanisme tersebut dapat berubah selama proses pengeringan (Mujumdar dan Devahastin, 2001) PERKEMBANGAN PENELITIAN PENGERINGAN BERENERGI SURYA Pengeringan berenergi surya telah diteliti oleh berbagai peneliti di dunia sejak puluhan tahun yang lalu. Thoruwa, Smith, Grant dan Johnstone, 1996 melakukan penelitian energi surya bangunan transparan dengan kolektor datar dan PV sebagai penggerak kipas untuk mengatur aliran udara pada siang dan malam, serta menggunakan dessicant (penyerap) dari bahan bentonite clay dan calsium chloride yang dipasang pada bagian atas langsung di atas bak pengering. Bentonite - Ca Cl 2 dikemas dalam baki berlubang dan di bagian atasnya ditutup dengan insulasi transparan. Pengering didisain dalam dua modus operasi, yaitu: 1) Pada siang hari menggunakan udara yang dipanaskan surya dari kolektor datar dan tidak tergantung pada pemanasan yang ditimbulkan oleh dessicant. 2) Pada malam hari menggunakan udara paksa yang disirkulasikan melewati biji-bijian dan melewati dessicant bed. Rata-rata penurunan kadar air yang dapat dicapai dessicant adalah 5 % bk. Untuk mengeringkan 90 kg jagung dari kadar air 16.5 % hingga 11.5 % pada radiasi surya rata-rata W/m 2 dibutuhkan bentonite - Ca Cl 2 sebanyak 32.5 kg. Berdasarkan penelitian ini rasio penggunaan energi surya terhadap dessicant adalah 3 : 1. Perkembangan penelitian mengenai pengering berenergi surya di Indonesia telah dilakukan dengan berbagai bentuk disain untuk komoditas yang bermacammacam. Kamaruddin et al. (1994) mengenalkan pengering berenergi surya dengan nama pengering Efek Rumah Kaca atau dikenal dengan nama pengering ERK. Pengering berupa bangunan segiempat berdinding transparan, dilengkapi dengan plat absorber dan rak atau bak sebagai wadah produk yang dikeringkan. Dengan menyatukan absorber di dalam ruang pengering memberikan keuntungan lebih dibanding dengan pengering berenergi surya lain, dengan kolektor terpisah

38 yang umumnya memerlukan luasan besar. Dengan demikian biaya pembuatan alat pengering lebih dapat dihemat. Selanjutnya penelitian uji coba pengering ERK dilakukan untuk berbagai komoditi, mulai dari produk tanaman pangan, perkebunan, hortikultura hingga produk pangan. Dyah (1997), pada percobaan pengeringan kopi berkapasitas 1.1 ton, dalam bangunan berdinding transparan UV stabilized plastics tipe bak, menghasilkan efisiensi pengeringan sebesar 57.7 % dan efisensi energi sebesar 6 MJ/kg uap air. Dengan suhu pengeringan 37 o C, untuk menurunkan kadar air kopi dari 68 % bb sampai 13 % bb diperlukan waktu 72 jam, efektif pada siang hari. Efisiensi energi cukup kecil, karena pengeringan hanya menggunakan energi surya tanpa pemanas tambahan. Nelwan (1991) menggunakan pengering ERK tipe rak untuk pengeringan kakao. Plat hitam sebagai absorber diletakkan di atas rak pengering, dilengkapi dengan kisi-kisi pengatur aliran udara pada setiap rak. Efisiensi pengering yang dihasilkan adalah 18.4 % dan efisiensi energi 12.9 MJ/kg uap air. Dengan beban 228 kg kakao yang telah difermentasi, lama pengeringan untuk menurunkan kadar air dari 80% bb hingga 7 % bb adalah 40 jam. Energi tambahan yang digunakan selain energi surya adalah kerosene. Condori dan Saravia, 1998 melakukan studi analitik tentang laju evaporasi dua tipe pengering rumah kaca tipe konveksi paksa, yaitu sistem ruang tunggal dan ruang ganda. Parameter performansi digunakan sebagai indikator untuk membandingkan kedua bentuk pengering dan ketergantungannya terhadap peubah operasi. Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa pengering rumah kaca dengan ruang ganda memberikan performansi untuk parameter suhu yang lebih baik dibandingkan dengan pengering ruang tunggal. Namun ditinjau dari segi biaya dan kepraktisan dalam sistem pengoperasian, pengering rumah kaca ruang tunggal lebih murah dan sederhana dibandingkan dengan pengering ruang ganda. Garg dan Kumar (1998) memprediksi radiasi surya yang menimpa plat absorber dan penutup kolektor pada pengering surya tipe lorong setengah silindris. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bangunan dengan orientasi Timur-Barat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan arah Utara-Selatan.

39 Setyoningrum (2001) meneliti sifat panas dalam ruangan menggunakan 3 macam bahan isolasi transparan untuk mengurangi kehilangan panas dan memperbesar perolehan panas, yaitu plastik mika, polyethylene UV dan polikarbonat. Bahan isolasi transparan dicirikan dengan tingginya transmisivitas terhadap sinar surya dan rendahnya kehilangan infra merah. Berdasarkan hasil percobaannya dinyatakan bahwa plastik polyethilen UV mempunyai daya kehilangan infra merah terkecil dibandingkan dengan plastik mika dan polikarbonat. Plastik mika mempunyai nilai ekonomis yang lebih baik dibandingkan kedua plastik lainnya. Sedangkan daya transmisivitas polikarbonat paling unggul dibandingkan dengan dua tipe lainnya DAFTAR PUSTAKA Brooker, D. B., F. W. Bakker Arkema, and C. W. Hall Drying Cereal Grains., AVI Pub., Co., Inc. Wesport, Connecticut. Condori, M. dan L. Saravia The performance of forced convection greenhouse driers. Renewable Energy, vol. 13, no. 4, pp Britain. Dyah, W Analisis Pengeringan pada Alat Pengering Kopi (Coffea Sp.) Efek Rumah Kaca Berenergi Surya. Tesis. Program Studi Keteknikan Pertanian. Program Pesacasarjana IPB. Bogor. Garg, H.P. dan R. Kumar Studies on semi-cylindrical solar tunnel dryers: estimation of solar irradiance. Renewable Energy. Elsevier Sc. Ltd. Henderson,S. M. and Perry Agricultural Process Engineering. AVI Pub., Co., Inc. Wesport, Connecticut. Kamaruddin, A., Tamrin, Wenur, F. dan Dyah W Optimisasi dalam Perencanaan Alat Pengering Hasil Pertanian dengan Energi Surya. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing I. Ditjen DIKTI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. IPB. Bogor. Mujumdar, A. S. dan S. Devahastin Prinsip dasar pengeringan. Panduan Praktis Mujumdar untuk Pengeringan Industrial. S. Devahastin. Alih Bahasa: Tambunan, A. H., Edy H., Dyah W. dan Nelwan, L.O. Seri Pustaka IPB Press. Setyoningrum, H Uji performansi pemerangkapan radiasi surya dengan beberapa jenis plastik pada bangunan tembus cahaya. Skripsi FATETA IPB.

40 Thoruwa, T.F.N., J.E. Smith, A.D. Grant dan C.M. Johnstone Development in solar drying using force ventilation and solar regenerated dessicant materials. World Renewable Energy Conference.

41 BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA 3.1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rancang bangun pengering diperlukan untuk mendapatkan performansi pengeringan yang sesuai dengan kapasitas yang diinginkan pengguna dan biaya yang sekecil mungkin. Tahap awal rancang bangun ini dapat dilakukan melalui perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering. Kamaruddin (1993), dan Kamaruddin et al. (1994) telah menggunakan teknik optimisasi untuk menentukan biaya konstruksi pengering tipe bak berenergi surya dengan kolektor datar. Berdasarkan hasil tersebut biaya kolektor merupakan komponen terbesar yang berpengaruh terhadap biaya konstruksi secara keseluruhan. Selanjutnya disain pengering diubah dengan menyatukan plat absorber di dalam bangunan pengering berdinding transparan, sehingga biaya konstruksi pengering secara keseluruhan dapat lebih dihemat. Pengering berdinding transparan dengan rak atau bak serta plat absorber di dalamnya kemudian disebut sebagai pengering Efek Rumah Kaca (ERK). Pengering efek rumah kaca menggunakan energi surya dan biomassa sebagai alternatif pengeringan buatan yang sederhana, saat ini telah diperkenalkan ke berbagai daerah, baik di tingkat petani, industri rumah tangga hingga industri menengah (Kamaruddin et al, 2000). Keuntungan pengering ERK antara lain berupa; disain tidak rumit, pengoperasian sederhana, bahan konstruksi mudah diperoleh, dan performansi cukup baik. Perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK tipe bak untuk pengeringan kopi telah dilakukan oleh Dyah dan Kamaruddin (2001). Pengeringan cengkeh membutuhkan alat pengering ERK tipe rak. Untuk mendapatkan biaya konstruksi yang optimal maka pada penelitian ini dilakukan perhitungan optimisasi dengan tujuan minimasasi biaya konstruksi pengering ERK tipe rak berdasarkan komponen-komponen penyusunnya, yang terdiri dari bangunan (dinding, rangka dan rak), kipas, penukar panas dan tungku untuk pemanas tambahan serta plat absorber. Dengan optimisasi, penggunaan komponen penyusun alat pengering dapat diperkirakan secara tepat sesuai dengan kebutuhan pengguna dan performansi pengeringan yang diharapkan. Melalui optimisasi, pekerjaan trial and error dalam pembuatan alat dapat dihindarkan, sehingga kerugian dapat diperkecil Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan biaya konstruksi dan operasi pengering ERK yang optimal. Melalui teknik optimisasi diharapkan dapat ditentukan biaya alat yang dapat dijangkau oleh pengusaha kecil atau menengah maupun petani pengguna. Hasil optimisasi dapat

42 dimanfaatkan oleh para petani maupun pedagang pengumpul atau bahkan industri pengolahan cengkeh baik tingkat kecil, menengah atau besar serta oleh pembuat atau penjual mesin pengering cengkeh TINJAUAN PUSTAKA Sifat Termofisik Cengkeh Sifat termofisik adalah sifat khusus yang dimiliki oleh setiap produk pertanian. Pengetahuan sifat termofisik produk merupakan suatu hal yang penting sebagai data dalam perancangan suatu pengering, karena dengan memberikan perlakuan yang tepat terhadap produk yang dikeringkan dapat menghasilkan mutu produk kering yang berkualitas tinggi. Selanjutnya mutu produk kering akan sangat terkait dengan penerimaan konsumen dan nilai jual serta tuntutan pasar/ekspor. Beberapa sifat termofisik cengkeh yang berhubungan dengan proses rancang bangun pengering adalah kadar air keseimbangan dan konstanta pengeringan, panas jenis, konduktivitas, koefisien pindah panas konveksi selama pengeringan, panas laten penguapan bunga cengkeh, porositas, massa jenis, luas permukaan spesifik dan volume total. Secara rinci sifat-sifat termofisik cengkeh tersebut, dibahas di bawah ini. a. Kadar air keseimbangan cengkeh dan konstanta pengeringan Anwar (1987) menentukan persamaan kadar air keseimbangan cengkeh terfermentasi dan non terfermentasi, yaitu masing-masing adalah: Persamaan kadar air keseimbangan cengkeh terfermentasi: Me = exp ( dt) (III-1) 10.8 o C <= dt <= 23.5 o C Persamaan kadar air keseimbangan cengkeh non terfermentasi: Me = exp ( dt) (III-2) 11.4 o C <= dt <= 23.5 o C Dimana Me dalam % bk dan dt adalah selisih suhu bola kering terhadap suhu bola basah dalam o C. Wahyudi (1984) mendapatkan persamaan konstanta pengeringan untuk cengkeh, yaitu k = exp( /T) (III-3) Anwar (1987) mendapatkan persamaan konstanta pengeringan untuk cengkeh terfermentasi: k = exp( /T) (III-4)

43 dan untuk cengkeh non terfermentasi: k = exp( /T) (III-5) Dimana k dalam 1/jam dan T adalah suhu dalam K b. Panas laten penguapan bunga cengkeh Panas laten penguapan bunga cengkeh diperoleh berdasarkan data kadar air keseimbangan untuk cengkeh terfermentasi (Anwar, 1987), sehingga didapatkan persamaan: Hfg = Hfg w ( exp( Me) (III-6) Dimana Hfg w adalah panas laten penguapan air bebas (kj/kg) yang nilainya tergantung dari suhunya (K), Hfg w = ( T) 1000 (III-7) c. Panas jenis dan porositas cengkeh Sukiman (1987) mengukur panas jenis cengkeh sebesar J/kg o C menggunakan metode campuran. Rasio ruang kosong (porositas) pada tumpukan cengkeh oleh Hartani (1991) diperoleh nilai sebesar Berat jenis tumpukan cengkeh dapat dihitung menggunakan persamaan: ñ t = ñ ac (1-å) (III-10) d. Koefisien pindah panas konveksi pengeringan untuk cengkeh diperoleh persamaan (Brooker et al., 1974): h = ( Ga) 0.49 untuk Ga < kg/m 2 dt (III-11) h = ( Ga) 0.59 untuk Ga > kg/m 2 dt (III-12) e. Model semiteoritis pengeringan lapisan tipis menurut Henderson dan Perry (1976) adalah: MR = A k exp(-kè) (III-13) Dimana, A merupakan koefisien yang bergantung dari bentuk benda, yaitu: Slab = 8/ð 2 (III-14) Silinder = (8/ð 2 ) 3 Bola = 6/ð 2 (III-15) Sedang konstanta pengeringan k = D v ð 2 / 4 A

44 Dimana D v adalah difusivitas massa (m 2 /jam) Optimisasi Pengeringan Optimisasi merupakan proses untuk mendapatkan kondisi maksimum atau minimum dari suatu fungsi. Pada sistem yang sangat komplek, teknik optimisasi sulit dilakukan, oleh karena itu dibuat optimisasi dari subsistem-subsistem,kemudian dipilih kombinasi yang optimum dari keseluruhannya. Namun cara demikian belum menjamin bahwa kondisi optimal telah tercapai. Adakalanya untuk proyek skala kecil, optimisasi yang dilakukan tidak layak dilihat dari segi waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk itu. (Stoecker, 1971). Teknik optimisasi ada berbagai cara, tergantung pada kondisi masalah yang ingin dipecahkan. Biasanya oleh beberapa peubah tak bebas yang dipengaruhi oleh beberapa peubah bebas. Hal penting yang harus dicari adalah mencari hubungan-hubungan dari fungsi yang dioptimisasikan dengan fungsi-fungsi kendala. Beberapa teknik optimisasi diantaranya adalah metoda jelajah, dynamic programming, geometric programming, linear programming dan pengganda Lagrange (Stoecker, 1971). Kamaruddin. et al, (1994) melakukan perhitungan optimisasi menggunakan metoda kalkulus dan pengganda Lagrange pada pengering berenergi surya dengan bantuan kolektor datar. Dari hasil perhitungannya diketahui bahwa kebutuhan akan luasan kolektor datar berbanding lurus dengan koefisien kehilangan panas overall (U L ). Makin besar U L makin besar pula luasan kolektor surya yang diperlukan. Selain itu pula diketahui bahwa harga kolektor untuk kasus pengeringan lada hitam meliputi 87 % dari total harga pembuatan alat kemudian diikuti oleh harga kipas yang meliputi 9.8 % dari harga total alat. Dyah (2001) menghitung biaya konstruksi optimal pada pengering efek rumah kaca tipe bak untuk produk kopi menggunakan metode pengganda Lagrange. Biaya optimal didasarkan pada 5 komponen penyusun bangunan pengering yang terdiri dari daya kipas, luas bak pengering, volume tangki air sebagai pemanas tambahan, luas pindah panas penukuar panas dan kecepatan pembakaran tungku. Hasil optimisasi menunjukkan bahwa daya kipas mempunyai pengaruh yang sangat berarti dibandingkan keempat komponen lainnya. Biaya pengeringan optimal untuk mengeringkan 2414,75 kg kopi selama 62,5 jam pada suhu pengering 50 o C dan kecepatan angin di atas tumpukan kopi 0,05 m/dt adalah Rp ,-. Kebutuhan kipas yaitu sebesar 7130 Watt. Berdasarkan perhitungan optimisasi ini terlihat adanya kecenderungan bahwa biaya konstruksi pengering optimal akan meningkat dengan peningkatan suhu, tetapi waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan pada kondisi yang relatif sama menjadi lebih singkat PENDEKATAN TEORI Metoda Pengganda Lagrange

45 Dasar optimisasi ini adalah kalkulus, yaitu dengan menurunkan fungsi-fungsinya untuk menghasilkan kondisi optimum. Jika fungsi obyektif (y) dan kendala (φ) adalah fungsi dari "n" peubah, maka: y = f (x 1, x 2,, x n ) (III-16) φ 1 (x 1, x 2,, x n ) = 0 (III-17) φ m (x 1, x 2,, x n ) = 0 maka nilai optimum akan terjadi, bilamana: y - λ 1 φ λ m φ m = 0 (III-18) dimana λ 1,., λ m disebut sebagai pengganda Lagrange dan adalah operator yang disebut del atau gradian. Persamaan (III-18) merupakan persamaan vektor berdimensi, sesuai dengan jumlah peubahnya, "n". Gradien dari sebuah skalar adalah : y = dy + dy +. + dy (III-19) dx i 1 1 dx i 2 2 dx i n n dimana i 1, i 2,., i n disebut unit vektor yang besarannya sama dengan satu. Operasi gradien adalah operasi yang merubah besaran skalar ke besaran vektor (Stoecker, 1971). Karena persamaan (III-18) merupakan persamaan vektor maka berarti ada "n" persamaan unit vektor dimana koefisien-koefisien dari seluruh unit vektor jumlahnya harus sama dengan nol. Ditambah "m" persamaan kendala, maka "n+m" persamaan, yaitu : i n : f 1 (x 1, x 2,, x n, λ 1,., λ m ) = 0 φ 1 : f n +1 (x 1,.., x n, λ 1,., λ m ) = 0 φ m : f n +m (x 1,.., x n, λ 1,., λ m ) = 0 (III-20) dipecahkan secara simultan untuk mencari "n+m" yang tidak diketahui, yakni x 1, x 2,., x n,λ 1,., λ m. Pemecahan ini dilakukan dengan metode Newton Raphson dan matriks Gauss-Jordan sampai pada ketelitian yang diinginkan PERCOBAAN Kriteria Rancangan Disain Pengering Pengering yang digunakan berupa bangunan berbentuk persegi empat dengan dinding transparan merupakan rancangan Kamarudin et al.(1994). Wadah tempat produk yang akan dikeringkan terdiri dari beberapa susun rak yang diletakkan di dalam bangunan. Lantai pengering dicat hitam dan di bawah rak diberi plat besi bercat hitam pekat yang berfungsi sebagai penyerap

46 dan pengumpul panas, sehingga suhu di dalam ruangan dapat ditingkatkan. Untuk pengeringan malam hari atau mengatasi saat tidak ada matahari (misal, hujan/ mendung) digunakan pemanas tambahan dari pembakaran bahan bakar biomassa dengan tungku sederhana. Untuk menjaga agar aroma cengkeh tetap terjaga keasliannya, maka energi panas dari bahan bakar biomassa digunakan secara tidak langsung dengan cara memanaskan udara yang kemudian dialirkan ke dalam penukar panas yang diletakkan di dalam bangunan pengering. Kipas aksial dengan daya tertentu diletakkan di depan penukar panas untuk meniupkan udara panas dari penukar panas ke dalam ruang pengering. Proses pindah panas yang terjadi di dalam sistem pengering terjadi secara konduksi, konveksi dan radiasi. Radiasi surya diterima permukaan penutup bangunan transparan dalam bentuk gelombang pendek, kemudian menembus penutup transparan dan masuk ke dalam bangunan pengering mengenai seluruh komponen. Energi yang dipancarkan dari seluruh komponen ini berupa gelombang panjang. Pada saat mencapai dinding bangunan, energi dengan gelombang panjang ini tidak dapat menembus, tetapi dipantulkan kembali ke dalam bangunan, pantulan-pantulan energi ini akhirnya mengakibatkan peningkatan suhu udara di dalam ruang pengeringan. Peningkatan suhu udara di dalam bangunan dapat ditingkatkan lagi dengan penambahan plat besi hitam (legam/tidak mengkilat), yang berfungsi sebagai pengumpul panas. Radiasi matahari yang masuk melalui dinding bangunan dan panas yang berasal dari penukar panas dapat diserap dengan baik oleh plat besi hitam, selanjutnya akan diemisikan ke udara di dalam bangunan. Plat besi hitam dipilih karena memiliki daya serap (absorbsivitas) dan daya pancar (emisivitas) yang tinggi. Akhirnya udara panas ini digunakan untuk memanaskan produk di dalam rak dan untuk menguapkan air dari dalam produk Pengambilan Data Data masukan untuk perhitungan optimisasi adalah data sekunder, yang terdiri dari data sifat termofisik produk cengkeh, data sifat-sifat udara, dan data harga komponen peralatan penyusun pengering ERK diperoleh dari lapang berdasarkan survei pasar tahun Data penting untuk berbagai parameter (koefisien & konstanta) dalam perhitungan optimisasi disajikan pada Lampiran III Pemodelan Matematika Pengering ERK Kamaruddin et al (1994) mengembangkan model matematis berdasarkan konsep keseimbangan energi pada setiap komponen penyusun pengering efek rumah kaca pada kondisi steady. Persamaan keseimbangan energi pada produk: I τα c A c - Hfg. m w h c A c (t c - t r ) = 0 (III-21)

47 Persamaan keseimbangan energi dalam ruang: I A d τα d + h c A c (t c t r ) + (ha) HE (t HE - t r ) + h p A p (t p t r ) + h f A f (t f t r ) + P + Hfg. m w - h d A d (t a t r ) Cp a m a (t r - t a ) = 0 (III-22) Persamaan keseimbangan energi pada penukar panas adalah: I τα HE A HE + η t H m bb h HE A HE (t HE - t r ) = 0 (III-23) Persamaan keseimbangan energi pada plat absorber: I τα c A c - h p A p (t p - t r ) = 0 (III-24) Massa cengkeh dinyatakan sebagai fungsi dari luas rak yang dituliskan dalam persamaan: m c = V ρ t = n A r l ρ t (III-25) Laju penguapan uap air hasil pengeringan dinyatakan dalam persamaan: mc v = θ m ( M i M fi ) ( 100 M ) fi (III-26) Daya kipas dinyatakan dalam persamaan: P = Q p/η k (III-27) Q = P η k / p (III-28) m a ρap k = ρ aq = (III-29) p η Penurunan tekanan pada lantai yang dihampari produk (Brooker et al, 1974) : p = n ñ t (Q/A) / (0.1) 1.92 (III-30) Persamaan kehilangan tekanan pada saluran di dalam bangunan pengering: Dimana γ = ñ g p = c f (L/D) (v 2 /2g) γ (III-31) Pindah panas konveksi pada dinding tegak dinyatakan dalam (Chapman, 1974): h = Nu k / D Nu = Ra (1/4) [1 + (0.492/Pr) (9/16) ] (-4/9) untuk 0 < Ra < 10 9 (III-32) Nu = { Ra (1/6) [1 + (0.492/Pr) (9/16) ] (-8/27) } 2 untuk 10 9 < Ra (III-33)

48 Dimana Ra = Gr Pr dan 0 < Pr < Gr = L 3 g β t / v 2 (III-34) Pr dinyatakan dalam kondisi sifat-sifat udara pada suhu t m, dimana t m = t r + t b β = 1/t, dimana suhu t dihitung pada t m untuk cairan dan t fluida untuk gas. Luas dinding dan luas rak merupakan fungsi dari luas lantai : Af = A (III-35) Ad = A + 8 A 0.5 (III-36) Ac = A 1.6 A (III-37) Dimana, tinggi bangunan dianggap 2 m dan panjang bangunan = lebar bangunan Pemodelan Optimisasi Biaya Konstruksi Pengering ERK Pemodelan optimisasi dilakukan dengan melibatkan persamaan-persamaan pengeringan khususnya untuk produk cengkeh dan model persamaan pindah panas pada beberapa komponen penting dalam bangunan pengering. Pemecahan model optimisasi dilakukan dengan metode pengganda Lagrange dengan bantuan software Microsoft Excell. Dalam penelitian ini biaya konstruksi pengering optimal diperoleh berdasarkan ukuran komponen-komponen penyusun pengering ERK melalui pemodelan menggunakan persamaan III-21 hingga persamaan III-37. Perhitungan optimisasi tidak mencakup pemilihan jenis bahan. Bahan penyusun komponen pengering ERK telah dientukan terlebih dahulu dengan mempertimbangkan umur ekonomis alat. Langkah awal optimisasi adalah menentukan bentuk fungsi tujuan, yaitu meminimumkan biaya konstruksi pengering (y), yang terdiri dari komponen biaya (x), yaitu; biaya rangka, rak pengering, dinding transparan, dan lantai/fondasi bangunan dinyatakan dalam x 1, biaya kipas dinyatakan dalam x 2, biaya penukar panas dinyatakan dalam x 3, dan biaya tungku dinyatakan dalam x 4, serta biaya plat absorber dinyatakan dalam x 5. Biaya disain dan upah pekerja tidak dimodelkan dalam optimisasi ini. Biaya disain diasumsikan konstan dan upah pekerja sangat tergantung pada lokasi alat dibuat dan kapasitas alat. Pemodelan fungsi tujuan didasarkan pada data harga komponen pada tahun Fungsi tujuan dituliskan seperti di bawah ini : y = x 1 + x 2 + x 3 + x 4 + x 5 (III-38) Dimana x 1 = a 1 A a2 r (III-39) x 2 = a 3 P a4 (III-40) x 3 = a 4 A a5 HE (III-41) x 4 = a 6 m a7 bb (III-42) x 5 = a 8 A p (III-43)

49 dimana, a 1..8 adalah koefisien yang diperoleh dari analisis persamaan-persamaan penyusun fungsi kendala. Tahap kedua adalah mencari hubungan dari berbagai persamaan yang berkaitan dalam teknik pengeringan sebagai fungsi kendala. Persamaan-persamaan penyusun fungsi kendala terdiri dari persamaan keseimbangan panas, persamaan aliran udara dan kehilangan tekanan, persamaan sifat-sifat termofisik dan karakteristik pengeringan produk yang dikeringkan. Untuk penyederhanaan model, diasumsikan aliran udara dan distribusi suhu seragam di seluruh ruang pengering. Terdapat dua fungsi kendala yang didasarkan pada; pertama, suhu udara pengering, pada tingkat tertentu, yaitu 45 o C, 48 o C, 50 o C dan 60 o C dan kedua, laju aliran udara di atas produk cengkeh, yaitu pada kecepatan 0.04 m/dt, 0.05 m/dt dan 0.06 m/dt. Penyelesaian optimisasi dilakukan dengan metoda Pengganda Langrange dengan iterasi Newton Raphson dan solusi matriks Gauss-Jordan Validasi Model Optimisasi Validasi model optimisasi dilakukan dengan menguji performansi pengering yang sesuai dengan dimensi optimum hasil perhitungan. Parameter yang diuji adalah suhu, kecepatan udara di atas produk, waktu pengeringan, dan kadar air bahan serta biaya konstruksi pengering. Kriteria hasil validasi dianalisis dengan metoda curve-fitting HASIL DAN PEMBAHASAN Validasi Perhitungan Optimisasi Biaya Konstruksi Pengering ERK Model optimisasi diuji menggunakan data masukan dari percobaan lapang. Output model dan hasil percobaan lapang dinyatakan dalam Tabel III-1. Pada tabel output di dalam Tabel III-1, terjadi beberapa perbedaan antara pengukuran lapang dengan hasil perhitungan optimisasi. Daya kipas yang digunakan dalam percobaan adalah mengacu pada daya kipas hasil optimisasi. Di lapang, tidak mudah mencari kipas dengan daya 244 W, untuk itu digunakan daya kipas dengan nilai daya di atas daya hasil simulasi. Kipas yang digunakan dalam percobaan ada dua buah, yaitu kipas dengan diameter 1 m terletak di atas rak pengering dengan daya 200 W (disebut sebagai kipas tengah) dan kipas di depan inlet berdiameter 20 cm dengan daya 60 W (disebut sebagai kipas bawah). Pada percobaan lapang perbedaan waktu pengeringan terjadi pada setiap rak, namun perbedaan ini tidak terlalu besar. Dalam optimisasi suhu diasumsikan konstan, sedangkan dalam percobaan di lapang, suhu tidak selalu konstan. Dalam perhitungan optimisasi, kondisi dianggap seragam, sehingga didapatkan satu nilai waktu. Pada ketiga percobaan waktu pengeringan hasil perhitungan optimisasi hampir mendekati waktu rata-rata percobaan, terutama pada percobaan 3.

50 Perbedaan yang terjadi karena suhu dan RH yang diberikan dalam input adalah hasil rata-rata dari seluruh udara pengeringan di atas rak-rak dalam alat pengering ERK. Kenyataan yang terjadi di lapang, bahwa suhu pengeringan tidak selalu konstan, terutama pada siang hari, akibat radiasi surya yang tidak konstan. Pengering ERK dimodifikasi berdasarkan perhitungan optimisasi dengan menggunakan suhu 45 o C dan kecepatan udara di atas rak pengering 0.04 m/dt pada tingkat radiasi surya 500 W/m 2. Pengeringan berlangsung selama 50 jam dari kadar air awal 72.8 % hingga 12 % bb. Berdasarkan perhitungan optimisasi tersebut diperoleh harga alat sebesar Rp ,- dengan luas bangunan pengering 13 m 2, luas plat absorber 5.12 m 2, luas rak 7.84 m 2 dan daya kipas 247 W. Luas pipa penukar panas 1.2 m 2 dan laju bahan bakar 1.1 kg arang kayu per jam (Lampiran III-2). Nilainya masih cukup dekat dengan biaya konstruksi yang dihasilkan dari perhitungan optimisasi pada ketiga percobaan. Tabel III-1. Performansi pengering ERK berdasar hasil perhitungan optimisasi dan pengujian lapang. No. Parameter Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Pengukuran lapang Optimisasi Pengukuran lapang Optimisasi Pengukuran lapang Optimisasi 1 Suhu ( o C) Radiasi surya (W/m 2 ) 3 Kecepatan udara di atas tumpukan rak (m/dt) 4 RH (%) Kadar air awal (% bb) 6 Kadar air akhir (% bb) 7 Daya Kipas (W) 8 Waktu pengeringan rata-rata (jam) 9 Biaya Konstruksi (Rp) Pada percobaan 2, biaya konstruksi hasil optimisasi paling rendah, disebabkan oleh kebutuhan akan luas pipa penukar panas dan laju bahan bakar rendah untuk mendapatkan suhu 39.6 o C dengan tingkat radiasi cukup besar, yaitu 483 W/m 2. Pada percobaan 3, biaya konstruksi optimum lebih besar dibandingkan percobaan 1 dan 2, karena dibutuhkan bahan bakar yang lebih

51 banyak dan peningkatan luas pipa penukar panas untuk mempertahankan suhu 48.4 o C dengan kondisi radiasi yang rendah yaitu 310 W. Data dan hasil perhitungan optimisasi dengan menggunakan data percobaan 1, 2 dan 3 disajikan pada Lampiran III-3, Lampiran III-4 dan Lampiran III Pengaruh Kapasitas terhadap Biaya Konstruksi Pengering ERK Perhitungan optimisasi menghasilkan data performansi pengeringan ERK dan biaya konstruksi optimum. Dalam penelitian ini hasil perhitungan optimisasi dibuat dalam delapan skenario hasil yang dinyatakan dalam Lampiran III-6 sampai Lampiran III-12. Ke delapan skenario hasil perhitungan optimisasi tersebut merupakan contoh hasil perhitungan keluaran dari model untuk beberapa kasus dengan perlakuan perubahan massa, suhu dan kecepatan. Model optimisasi ini dapat digunakan untuk mendapatkan biaya konstruksi pada berbagai masukan data yang berbeda sesuai dengan kondisi lokasi, cuaca, iklim atau sifat termofisik komponen penyusun sesuai dengan yang diinginkan pengguna. Tabel III-2 merupakan hasil yang dihitung pada kondisi suhu 50 o C, diberikan 3 skenario hasil pada kondisi massa yang berbeda. Pada hasil tersebut biaya konstruksi pengering ERK untuk cengkeh meningkat dengan bertambahnya kapasitas cengkeh yang dikeringkan. Pada skenario 1 (Lampiran III-6), untuk mengeringkan cengkeh sebanyak 141 kg (± 0.1 ton) dibutuhkan biaya konstruksi pengering ERK sebesar Rp ,- terdiri dari biaya komponen dinding, rangka dan rak sebesar Rp ,- untuk luas bangunan 2.5 m x 2.5 m (= 6.25 m 2 ) dan luas masing-masing rak 2.89 m 2, ada 8 tingkat rak dengan jarak antar rak sebesar 20 cm. Biaya kipas dengan daya 90 W sebesar Rp ,- Untuk mempertahankan suhu udara pengering sebesar 50 o C pada siang hari, maka dibutuhkan luas plat absorber 3.36 m 2 dengan biaya sebesar Rp ,- dan penukar panas (heat exchanger) seluas 1.4 m 2 dengan biaya Rp ,- serta laju pembakaran arang 1.2 kg jam dengan biaya tungku sebesar Rp ,-. Pada skenario 2 (Lampiran III-7), untuk kapasitas cengkeh 386 (± 0.4 ton) biaya konstruksi optimum adalah Rp ,-. Biaya ikonstruksi ini terdiri dari biaya untuk bahan dinding, rangka dan rak sebesar Rp ,- dengan luas bangunan 3.6 m x 3.6 m (= 13 m 2 ) dan luas rak 7.84 m 2 dan biaya kipas dengan daya 243 W sebesar Rp ,-. Biaya plat absorber seluas 5.12 m 2 adalah Rp ,-. Energi dari pembakaran arang digunakan rata-rata 4.8 kg/jam Untuk keperluan tersebut digunakan penukar panas seluas 5.4 m 2. Biaya tungku dan penukar panas masing-masing adalah sebesar Rp ,- dan Rp ,-. Pada skenario 3 (Lampiran III-8), untuk kapasitas cengkeh 1042 kg (± 1 ton) biaya konstruksi optimum adalah Rp ,-. Biaya konstruksi ini terdiri dari biaya untuk bahan dinding, rangka dan rak sebesar Rp ,- dengan luas bangunan 5.4 m x 5.4 m (= 29.2 m 2 ) dan luas rak m 2 dan biaya kipas dengan daya 656 W sebesar Rp ,-. Biaya plat absorber seluas 8 m 2 adalah Rp ,-. Plat absorber sedikit lebih luas dibandingkan dengan luas lantai bangunan, sehingga plat absorber sebagian dipasang pada bagian sisi tegak dinding.

52 Energi dari pembakaran arang rata-rata dengan laju pembakaran arang 15 kg/jam Untuk keperluan tersebut digunakan penukar panas seluas 17 m 2. Biaya tungku dan penukar panas masing-masing adalah sebesar Rp ,- dan Rp ,-. Pada Tabel III-2 nampak kecenderungan bahwa semakin besar kapasitas cengkeh yang dikeringkan, luasan lantai dan daya kipas yang dibutuhkan semakin besar pula. Tabel III-2. Hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK pada kondisi suhu 50 o C, kecepatan udara di atas produk 0.04 m/dt dan waktu pengeringan 35.7 jam Simbol Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Massa cengkeh (kg) m Luas absorber (m 2 ) Ap Luas bangunan (m 2 ) Af Luas rak (m 2 ) Ac Daya kipas (W) P Luas penukar panas (m 2 ) A-he Laju pembakaran arang (kg/jam) mbb Biaya kostruksi (Rp) Harga Daya kipas ini diperlukan untuk meniupkan uap air dari permukaan produk karena kecepatan udara pengering di atas tumpukan produk harus dipertahankan tetap sebesar 0.04 m/dt, dengan semakin bertambahnya luasan produk (luas rak) maka daya kipas yang dibutuhkan juga semakin besar. Pada kondisi demikian cengkeh dapat dikeringkan selama 35.7 jam atau 2 hari jika jam kerja perhari 24 jam. Untuk mempertahankan suhu tetap pada 50 o C maka laju pembakaran bahan bakar juga semakin meningkat dan sejalan dengan peningkatan tersebut dibutuhkan luasan penukar panas yang semakin meningkat pula. Gambar III-1 memperlihatkan hubungan antara kapasitas pengeringan dan biaya konstrusi pengering ERK serta ukuran komponen-komponen penyusun pengering ERK.

53 Ap (m ) Ac (m ) P (x 100 W) A-he (m ) mbb (kg/jam) Cost (x 1 jt Rp) Massa cengkeh (kg) Gambar III-1. Hubungan antara kapasitas cengkeh dan biaya konstruksi pengering ERK serta ukuran komponen-komponen penyusun pengering ERK pada suhu udara pengering 50 o C, kecepatan udara di atas rak 0.04 m/dt Pengaruh Perubahan Suhu terhadap Biaya Konstruksi Pengering ERK Optimum Hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK pada berbagai suhu pengeringan, yaitu 45 o C, 48 o C, 50 o C dan 60 o C, masing-masing sebagai skenario 4 (Lampiran III- 2), skenario 5 (Lampiran III-9), skenario 2 (Lampiran III-7) dan skenario 6 (Lampiran III-10), ditunjukkan pada Tabel III-3. Peningkatan suhu menghasilkan peningkatan biaya konstruksi pengering ERK. Peningkatan suhu menyebabkan kebutuhan plat absorber yang semakin besar, penukar panas dan laju pembakaran arang juga semakin besar. Pengaruh perubahan suhu terhadap perubahan komponen pengering ERK dinyatakan dalam Gambar III-2. Tabel III-3. Hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK pada berbagai kondisi suhu udara pengering (kecepatan udara di atas produk 0.04 m/dt dan massa cengkeh 386 kg) Simbol Skenario 4 Skenario 5 Skenario 2 Skenario 6 Suhu ( o C) T Waktu pengeringan (jam) dt Daya kipas (W) P Luas penukar panas (m 2 ) A-he Laju pembakaran arang mbb

54 (kg/jam) Biaya kostruksi (Rp) Harga dt (jam) P (x 100 W) A-he (m ) mbb (kg/jam) Cost (x 1jt Rp) Suhu udara pengering ( C) Gambar III-2. Hubungan antara suhu pengeringan dan biaya konstruksi pengering ERK serta ukuran komponen-komponen penyusun pengering ERK pada kecepatan udara di atas rak 0.04 m/dt dan kapasitas alat 386 kg cengkeh. Komponen yang berpengaruh terhadap peningkatan biaya adalah penukar panas dan laju pembakaran arang. Daya kipas hanya sedikit berubah, luas bangunan tetap, karena kapasitas yang diinginkan adalah sama yaitu (386 kg) ± 0.4 ton. Perubahan suhu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan biaya konstruksi pengering, peningkatan suhu lebih berpengaruh terhadap waktu pengeringan yang semakin singkat. Dimana hal ini akan nampak pengaruhnya pada biaya operasional (biaya tak tetap) pengeringan pada analisis biaya yang akan dibahas pada Bab VI disertasi ini Pengaruh Perubahan Kecepatan terhadap Biaya Konstruksi Pengering ERK Optimum Kecepatan yang digunakan adalah 0.04 m/dt (skenario 2), 0.05 m/dt (skenario 7) dan 0.06 m/dt (skenario 8). Hasil perhitungan optimisasi ketiga skenario kecepatan tersebut disajikan pada Lampiran III-7 (skenario 2), Lampiran III-11 (skenario 7), Lampiran III-12 (skenario 8). Peningkatan kecepatan udara di atas produk (rak pengering) menyebabkan naiknya biaya konstruksi pengeringan ERK. Pengaruh yang sangat besar terletak pada biaya kipas akibat besarnya daya kipas yang dibutuhkan untuk mendapatkan aliran udara yang diinginkan. Akibat dari peningkatan kecepatan tersebut, maka laju pembakaran arang semakin besar dan pipa penukar panas yang lebih luas untuk mempertahankan suhu pada 50 o C. Peningkatan kecepatan

55 menyebabkan penurunan waktu pengeringan. Secara grafik, pengaruh perubahan kecepatan terhadap perubahan masing-masing komponen pengering ERK dinyatakan dalam Gambar III-3. Tabel III-4. Hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK pada berbagai kondisi kecepatan udara pengering (suhu udara pengering 50 o C, massa cengkeh 386 kg) Skenario 2 Skenario 7 Skenario 8 Kecepatan udara (m/dt) Waktu pengeringan (jam) Daya kipas (W) Luas penukar panas (m 2 ) Laju pembakaran arang (kg/jam) Biaya kostruksi (Rp) dt (jam) P (x 100 W) A-he (m ) mbb (kg/jam) cost (x 1jt Rp) Kecepatan udara pengering (m/dt) Gambar III-3. Hubungan antara kecepatan udara pengering dan biaya konstruksi pengering ERK serta ukuran komponen-komponen penyusun pengering ERK pada suhu udara pengering 50 o C KESIMPULAN Model optimisasi pengeringan ERK dapat digunakan untuk menentukan biaya konstruksi dan operasi sistem pengering ERK yang optimal. Pengering ERK yang telah dimodifikasi didasarkan pada perhitungan optimisasi dengan menggunakan suhu 45 o C dan kecepatan udara di atas rak pengering 0.04 m/dt pada tingkat radiasi surya 500 W/m 2. Pengeringan berlangsung selama 50 jam dari kadar air awal 72.8 % hingga 12 % bb. Berdasarkan perhitungan optimisasi tersebut diperoleh harga alat sebesar Rp ,- dengan luas bangunan pengering 13 m 2, luas plat absorber 5.12 m 2, luas rak 7.84 m 2 dan daya kipas 247 W. Luas pipa penukar panas 1.2 m 2 dan laju bahan bakar 1.1 kg arang kayu per jam.

56 Berdasarkan berbagai hasil perhitungan optimisasi, dapat disimpulkan bahwa, biaya konstruksi optimal pengering ERK yang dihasilkan dalam model sangat dipengaruhi oleh perubahan kapasitas. Komponen biaya terbesar adalah biaya bahan dinding, rangka dan rak. Perubahan suhu udara pengering pada kapasitas yang yang sama memberikan pengaruh yang tidak terlalu besar terhadap perubahan biaya konstruksi, tetapi lebih kepada waktu pengeringan. Perubahan kecepatan udara di atas produk (rak) pada kapasitas yang sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan biaya konstruksi pengering ERK DAFTAR PUSTAKA Anwar, C Model Matematis Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Eugenia caryophillus S). Skripsi. FATETA. IPB. Bogor. Brooker, D. B., F. W. Bakker Arkema, and C. W. Hall Drying Cereal Grains., AVI Pub., Co., Inc. Wesport, Connecticut. Chapman, A. J Heat Transfer. Macmillan Pub. Co. New York. Collier Macmillan Publishers. London. Dyah W. dan Kamaruddin A Optimization of construction cost of Greenhouse Effect Solar Dryer for Coffee (Coffea Sp). Asia-Australia Drying Conference Malaysia. Hartani, N. S Model Simulasi Pengeringan Cengkeh Tipe Cross-Flow. Skripsi. FATETA. IPB. Bogor. Henderson, S. M. dan Perry, R. L Agricultural Process Engineering. The AVI Pub. Co. Inc. West-port. Connecticut. Kamaruddin A., Simple Computer Programming to Optimize Solar Drying System of Grain. Seminar Paper, AGPP Seminar, Phuket. Thailand. Kamaruddin, A., Tamrin, Frans W. dan Dyah W Optimisasi dalam Perencanaan Alat Pengering Hasil Pertanian dengan Energi Surya. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing I. Ditjen DIKTI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. IPB. Bogor. Kamaruddin A., et al., Final report - Utilization of environmental friendly natural energy to promote agro-base Industry - A Japanese ODA Grassroots Project. CREATA-IPB, Bogor. Stoecker, W. F Design of Thermal Systems. Int. Student Edition. Mc Graw Hill, Kogakusha. Tokyo. Sukiman, M Rancangan dan Uji Performansi Prototipe Rak Pengeringan Cengkeh pada Alat Pengering Cengkeh Mekanis. Skripsi. FATETA. IPB. Bogor. Wahyudi, A Menentukan Koefisien Pengeringan Faktor Geometris dan Kadar Air Keseimbangan Dinamis Cengkeh (Eugenia caryophyllus SPRENGEL). Skripsi. FATETA IPB. Bogor.

57 IV. PERFORMANSI PENGERING ERK 4.1. PENDAHULUAN Pengeringan merupakan operasi rumit yang memerlukan keseimbangan antara ketiga parameter suhu, kecepatan aliran dan RH udara pengering. Penelitian tentang perancangan mesin pengering perlu mengacu pada dasar-dasar pindah panas, massa dan momentum, dikaitkan dengan pengetahuan tentang sifat bahan dan mutu. Secara matematis dapat dikatakan bahwa, baik pada mesin pengering yang paling sederhana pun, pembesaran skala mesin pengering sangat tidak linier. Seorang peneliti, selain mengandalkan pengetahuannya, maka percobaan di laboratorium dan bangsal percontohan yang dirangkai dengan pengalaman lapang sangat penting untuk pengembangan dan penerapan suatu pengering untuk mencapai spesifikasi mutu yang lebih ketat, laju produksi yang lebih tinggi, biaya energi yang lebih rendah dan peraturan lingkungan yang semakin ketat. Perlu dicatat bahwa biaya energi akan terus meningkat di masa depan sehingga efisiensi energi akan menjadi semakin penting. Perbaikan efisiensi energi juga berpengaruh pada dampak lingkungan yang lebih baik, dalam pengertian pengurangan buangan gas rumah kaca (CO 2 ) (Mujumdar, 2001 dalam Devahastin dalam Tambunan et al, 2001). Percobaan pada penelitian ini merupakan lanjutan dari perancangan mesin pengering yang telah dilakukan sebelumnya. Hasilnya berupa disain optimum dilihat dari segi ekonomis peralatan, dan parameter penting pengeringan lainnya. Percobaan lapang merupakan bagian penting dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, selain berguna untuk membuktikan kehandalan mesin pengering yang telah dirancang juga untuk mendapatkan metoda operasi yang paling menguntungkan baik dilihat dari kemudahan operator secara teknis melakukan operasi pengeringan juga efisiensi energi dan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah menguji performansi pengering ERK untuk mengeringkan cengkeh dan mendapatkan metoda operasi yang terbaik TINJAUAN PUSTAKA Performansi Pengeringan Informasi yang penting dalam perancangan dan penerapan mesin pengering dan berkaitan dengan performansi mesin pengering menurut Mujumdar (2001 dalam Devahastin dalam Tambunan et al, 2001) adalah: kapasitas bahan, kadar air awal dan akhir produk, kinetika pengeringan: sorpsi isotermi, parameter mutu fisik produk, aspek keamanan: apakah terdapat faktor kebakaran, ledakan & keracunan produk, nilai jual produk, kebutuhan akan kontinuitas (kebutuhan akan kendali otomatis), rasio pengembalian modal, jenis dan biaya bahan bakar,

58 kemudahan memperoleh bahan bakar, peraturan lingkungan dan ruang tersedia untuk mesin pengering. Performansi pengering ERK yang telah diteliti untuk beberapa produk pertanian, menunjukkan bahwa pengering ini memberikan hasil yang cukup baik (Tabel IV-1). Penggunaan pengering untuk produk perkebunan, seperti kopi tanpa energi tambahan selain surya menghasilkan efisiensi energi yang kecil, yaitu 5.5 MJ/kg, dan untuk kakao dihasilkan efisiensi energi sebesar 12 MJ/kg hingga 5.2 MJ/kg untuk energi tambahan minyak tanah, serta kakao dengan energi tambahan dari biomass menghasilkan efisiensi energi sebesar 14.4 MJ/kg. Efisiensi pengeringan bervariasi antara 18 hingga 57.7 %. Tabel IV-1. Performansi pengering ERK untuk produk perkebunan (Kamaruddin, 1999) Jenis produk Suhu pengering an ( o C) Lama pengering an (jam) Kapasitas produk (kg) Efisiensi pengering an (%) Efisiensi energi (MJ/kg uap) Pemanas tambahan Peneliti Kopi Tidak ada Dyah, 1997 Kakao Kerosene Nelwan, 1997 Kakao Kerosene Manalu, 1998 Kakao arang Kamaruddin, Botani Cengkeh Cengkeh (Syzygium aromaticum (L) Merr dan Perry) termasuk dalam famili Myrtaceae. Pohon dan bunga cengkeh dapat dilihat pada Gambar IV-1. (a) (b) (c)

59 (d) (e) Keterangan: a. Pohon cengkeh b. Bunga cengkeh masak siap panen c. Bunga cengkeh kering d. Bunga cengkeh mekar (lewat masa panen) e. Buah cengkeh Gambar IV-1. Cengkeh Di Indonesia pertama kali disebarkan di kepulauan Maluku. Tanaman cengkeh berbentuk pohon yang tingginya mencapai 7 m, memiliki akar tunggang mencapai kedalaman 15 hingga 40 cm. Batang tumbuh lurus ke atas yang membentuk percabangan dengan anak-anak cabang yang tumbuh miring ke atas dengan sudut 45 o dari pangkalnya. Daun letaknya berhadapan dengan ukuran panjang yang bervariasi antara 7 13 cm dan lebar 3 6 cm. Pada umumnya daun berbentuk lonjong yang pangkal daunnya runcing dan ujung daun meruncing. Cengkeh mempunyai sistem pembungaan terminal, dimana bunga-bunga terbentuk pada ujung kuncup. Pembentukan bunga, bakal bunga ditandai oleh pembentukan tunas-tunas ujung yang tumpul dan berwarna hijau (primordial). Bakal bunga ini dalam waktu 1 sampai 2 bulan mulai membentuk cabang-cabang (tandan), dan 6 minggu kemudian sudah terbentuk bunga cengkeh berukuran kecil. Bunga cengkeh bergagang pendek, dan berkelompok dalam satu tandan (tras). Setiap tandan dapat terdiri atas 4 sampai 10 tangkai, dan tiap tangkai mempunyai 1 sampai 3 bunga, sehingga dalam setiap tandan terdapat 5 hingga 30 bunga. Bunga bersifat komplit, pada tiap bunga terdapat bakal buah dan banyak benang sari. Mahkota berjumlah 4 berbentuk bulat dan kelopak 4 yang berdaging dan membentuk tabung dengan bagian bawah menyempit. Buah matang berwarna ungu merah kehitaman dengan daging buah relatif tebal. Buah berbentuk bulat telur sampai lonjong berukuran 2.5 sampai 3.5 cm dengan diameter 1 sampai 2 cm. Biji berbentuk bulat telur sampai lonjong, mempunyai dua keping lembaga (Hadipoetyanti, 2001). Produk utama cengkeh yang sangat luas pemanfaatannya adalah bunga cengkeh, kemudian berturut-turut gagang dan daun cengkeh, yang umumnya merupakan sisa penyortiran dari produk bunga. Bentuk bunga cengkeh dibedakan menjadi empat tipe seperti ditunjukkan pada Tabel IV-2. (Bermawie, 1992). Tabel IV-2. Tipe-tipe bunga cengkeh (Bermawie, 1992). Tipe Bentuk bunga Warna bunga Zanzibar Langsing agak corong Merah kemerahan Sikotok Gemuk berpinggang Hijau muda kekuiningan Siputih Bentuk corong Hijau kekuningan

60 Ambon Berpinggang Hijau muda Cengkeh merupakan tanaman tahunan, dimana satu siklus pertumbuhan dari mulai tanam sampai berbunga untuk pertama kali memakan waktu 5 sampai 7 tahun. Setelah itu baru dapat dipanen. Pemanenan cengkeh dikenal dengan siklus empat tahun,yaitu produksi yang tinggi pada tahun pertama panen, diikuti dengan penurunan produksi tiga tahun berikutnya (Wahid dan Surmaini, 2001). Waktu yang paling baik untuk memanen cengkeh adalah enam bulan setelah bakal buah muncul, yaitu setelah 1 atau 2 bunga pada tandan mekar dan berwarna kuning kemerahan (tipe Zanzibar). Waktu panen ini sangat berpengaruh terhadap rendemen minyak cengkeh yang dihasilkan setelah diolah. Panen yang terlalu awal, yaitu sebelum bunga masak menyebabkan cengkeh berkerut pada saat dikeringkan dan rendemennya rendah serta berbau langu. Disamping itu hal ini akan menurunkan produksi tanaman pada tahun berikutnya. Apabila cuaca, iklim dan kondisi tanah sesuai disertai dengan pemeliharaan yang sehat, kapasitas produksi cengkeh dapat mencapai 250 kg per ha per tahun. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produktivitas cengkeh di Indonesia pada tahun 1991, yaitu hanya 91.5 kg per ha per tahun (Rosman dan Wahid, 2001). Sebaliknya panen yang terlalu lambat yaitu pada saat bunga sudah mekar, setelah dikeringkan akan diperoleh bunga cengkeh dengan mutu yang rendah tanpa kepala (mahkota bunga dan benang sari) sehingga aroma cengkeh berkurang dan rendemen rendah pula Pengolahan Cengkeh Proses pengolahan bunga cengkeh sampai mendapatkan bunga cengkeh kering melalui beberapa tahap, yaitu: panen, perontokan (pemisahan bunga dari gagang dan daun), pemeraman, pengeringan dan sortasi. a. Perontokan Sebelum dikeringkan bunga dilepaskan dari tangkainya dan dikeringkan secara terpisah. Pada tahap ini dilakukan pula pemisahan bunga cengkeh yang utuh dan baik, bunga yang terlalu tua dan bunga yang terjatuh (rontok dari pohon). Proses perontokan atau pemisahan bunga dari tangkaianya biasanya dilakukan dengan tangan dan memerlukan waktu yang lama. Karena kurangnya tenaga seringkali proses pengeringan tertunda. b. Pemeraman Pemeraman atau fermentasi boleh dilakukan atau tidak dalam proses pengolahan cengkeh. Hasil pengolahan bunga cengkeh yang didahului dengan pemeraman akan berwarna

61 hitam, tetapi jika langsung dijemur, akan menghasilkan bunga cengkeh berwarna coklat. Namun demikian pemeraman sebelum pengeringan akan mempersingkat waktu pengeringan. Kadar air bunga cengkeh setelah pemeraman dapat mencapai % bb. Menurut Tirtosastro dan Nurjanah (1987), makin lama ( > 2 hari) dan makin tinggi suhu pemeraman (>50 o C) akan menurunkan kadar minyak, eugenol dan menjadikan cengkeh kering lebih tua warnanya. c. Pengeringan Pengeringan bunga cengkeh dapat dilakukan dengan dua cara, pertama, secara tradisional dengan menjemur langsung di bawah sinar matahari dihamparkan di atas nampan atau lamporan beton dan kedua, dengan menggunakan pengering buatan. Masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada pengeringan tradisional sangat tergantung cuaca, sehingga pada cuaca mendung atau musim penghujan pengeringan menjadi sangat lambat dan bunga cengkeh beresiko terkena jamur/bakteri. Waktu pengeringan yang lama menyebabkan bunga kering dengan mutu rendah, rupa kurang menarik, cengkeh kering berwarna keputihputihan dan berkerut yang biasa dinamakan khoker clove, dan kadar minyak rendah (Guenther, 1950 dalam Nurjannah 1997). Penggunaan alat pengering terutama berguna untuk mengurangi resiko ketergantungan pada cuaca, namun menurut sebagian pedagang cengkeh, hasil pengeringan cengkeh dengan alat pengering yang menggunakan suhu tinggi ( > 65 o C) kurang disenangi karena penampilan cengkeh kering kurang baik dan aroma cengkeh kurang terasa. Sehingga pada perkebunan besar melakukan kombinasi antara keduanya, yaitu pada awal pengeringan menggunakan pengering buatan (dari kadar air 65 % bb hingga mencapai 30 % bb), selanjutnya jika cuaca mengijinkan, dihamparkan di lantai jemur secara langsung terkena sinar matahari, hingga kadar air akhir 12% bb tercapai. d. Sortasi Bunga cengkeh kering lalu disortasi dan dipisahkan antara bunga utuh, bunga tanpa kepala dan kotoran untuk terakhir kalinya sebelum dikemas dan siap dijual atau diekspor Mutu Cengkeh Standar mutu cengkeh Indonesia yang berlaku adalah SNI No , yang diangkat oleh Dewan Standarisasi Nasional (DSN) dari Standar Perdagangan SP (Tabel IV-3). Ruang lingkup dari standar mutu cengkeh meliputi, syarat-syarat mutu, cara pengujian dan cara pengemasan. Bahan asing adalah semua bahan yang bukan berasal dari bunga cengkeh. Cengkeh inferior adalah cengkeh keriput, patah dan cengkeh yang telah dibuahi. Cengkeh rusak adalah cengkeh berjamur dan telah diekstraksi. Ukuran bunga cengkeh yang baik adalah bunga

62 yang tidak lolos ayakan empat mesh. Minyak cengkeh diperoleh dari penyulingan daun, gagang dan bunga cengkeh. Setiap jenis minyak tersebut mempunyai standar mutu (Tabel V-4). Tabel IV-3. Standar mutu cengkeh (SNI No ). Syarat mutu Mutu I Mutu II Mutu III Ukuran rata rata Tidak rata Warna Coklat kehitaman coklat Coklat Bahan asing (% b/b) maks Gagang cengkeh (% b/b) maks Cengkeh inferior (% b/b) maks Kadar air (% bb) maks Kadar minyak atsiri (% v/b) Tabel IV-4. Standar mutu minyak daun, gagang dan bunga cengkeh Syarat mutu daun gagang Bunga Berat jenis (25 o C) * Indeks bias (20 o C) Putaran optik 1 o 35 (-1 o 35 ) 0 o (-1 o 35 ) 0 o Kadar eugenol total (%) Kelarutan dalam alkohol 70 % 1:2 1:2 1:2 Lemak Keterangan: * pada 15 o C Dewan Standarisasi Nasional telah menetapkan standar mutu minyak daun cengkeh Indonesi (SNI No ), yang diangkat dari Standar Industri Indonesia (SII ). Untuk minyak dari gagang dan bunga cengkeh, Indonesia belum menetapkan standar mutunya. Untuk minyak gagang sementara digunakan standar EOA No. 178 (Standard of Essential Oil Association), sedangkan minyak dari bunga cengkeh menggunakan standar ISO (International Standar Organization) atau kesepakatan antara produsen dan konsumen Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan minyak esensial yang terkandung di dalam tumbuhan dengan komponen volatil (mudah menguap), dan memberikan aroma yang khas (harum) pada setiap tanaman. Besarnya kandungan minyak atsiri pada setiap tanaman tidak sama. Minyak atsiri dalam tanaman dipengaruhi oleh proses pengolahan bahan setelah dipanen, terutama oleh adanya

63 proses penguapan, oksidasi, resinifikasi dan reaksi kimia lainnya. Resin pada umumnya terbentuk selama proses penyulingan. Resin merupakan hasil polimerisasi dari zat yang mudah menguap atau hasil dari reaksi oksidasi. Penguapan minyak atsiri dari dinding sel tanaman tidak dapat secara langsung, karena minyak tersebut terlebih dahulu harus diangkut ke permukaan bahan melalui proses hidrodifusi degan air sebagai medium pembawa (carrying medium). Pada beberapa tanaman (bunga mawar, melati, dan sebagainya atau daun) yang berdinding sel tipis, pengambilan minyak atsiri biasanya dilakukan pada kondisi segar, karena proses difusi minyak ke dalam air yang diuapkan selama proses penyulingan mudah dilakukan, dan dengan cara ini rendemen minyak atsiri yang diperoleh menjadi lebih besar. Pada biji-bijian atau tanaman dengan dinding sel tebal, penyulingan minyak atsiri pada saat bahan masih segar tidak dapat sempurna atau memerlukan waktu yang sangat lama, dan kehilangan minyak atsiri akan terjadi karena selama proses tersebut, sebagian kecil minyak berubah menjadi resin, sehingga rendemen yang dihasilkan kecil dan memerlukan biaya operasi yang tinggi. Oleh karena itu penyulingan minyak atsiri pada biji-bijian atau tanaman berdinding sel tebal lebih sering dilakukan pada kondisi kering. Pada tanaman tertentu seperti; vanili, cengkeh, peppermint, kayu cendana, kayu manis, dan akar kayu wangi, aroma khas minyak atsiri dari tanaman tersebut baru akan muncul setelah bahan dikeringkan (Ketaren, 1979). Pengujian menunjukkan bahwa mutu kandungan minyak atsiri lebih baik setelah bahan tersebut dikeringkan. Minyak dari bahan segar menurut von Rocherberg dalam Ketaren (1979) mempunyai berat jenis 0.908, sedang dari bahan kering atau setengah kering (clover dried) mempunyai berat jenis Minyak dari akar segar lebih larut dalam alkohol 70 % dibandingkan dari akar kering. Semakin lama disimpan, minyak akan semakin sulit larut dalam alkohol PERCOBAAN Alat dan Bahan Bahan yang digunakan adalah bunga cengkeh segar dan masak 1 sampai 2 hari setelah panen yang diperoleh dari pedagang pengumpul di Sukabumi. Cengkeh ini berasal dari petani di sekitar Sukabumi dan Pelabuhan Ratu. Peralatan utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah prototipe pengering ERK (skala lapang) serta alat-alat ukur yang dinyatakan dalam Tabel IV-5. Gambar prototipe pengering ERK dan beberapa alat ukur dapat dilihat pada Lampiran IV-1 dan Lampiran IV-2. Tabel IV-5. Peralatan untuk uji performansi pengeringan cengkeh No. Nama Alat / Bahan Spesifikasi Ketelitian 1 Termokopel CA, Ö 0.1 mm 2 Termometer alkohol 2 o C

64 2 Termometer standar Hg 0.5 o C 3 Hybrid recorder Model o C Yokogawa 4 Anemometer Model 6011, 0.01 m/dt Kanomax 5 Piranometer 6 Multimeter digital 0.01 mv 7 Timbangan digital Tipe EK-1200 A 0.01 g, kapasitas 1200 g 8 Oven pengering Tipe SS-204D 9 Oil Bath 10 Kassa kain untuk suhu bola basah, wadah sample kadar air, jangka sorong, tool kit Waktu dan Tempat Pembuatan disain model bangunan pengering ERK dan modifikasi prototipe bangunan pengering ERK dilakukan pada bulan Agustus 2001 dan Agustus Selanjutnya pengujian prototipe bangunan pengering Efek Rumah Kaca hasil optimasi dilakukan pada bulan Juni hingga November Pengujian lapang Laboratorium Leuwikopo - Jurusan Teknologi Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - IPB Bogor Pendekatan Disain Prototipe pengering ERK yang dibangun pada percobaan ini didasarkan pada hasil simulasi dan optimisasi. Pengering merupakan bangunan segi empat berdinding transparan yang terbuat dari plastik mika (polietilen), di dalamnya dapat ditempatkan wadah produk baik berbentuk rak atau bak tergantung dari jenis produk yang dikeringkan. Dinding transparan berfungsi untuk memerangkap panas radiasi surya, sehingga terjadi akumulasi panas di dalam bangunan (Kamaruddin, et al., 1994). Lantai bangunan sebagian dilapis dengan plat besi diberi cat berwarna hitam pekat (agar tidak memantulkan sinar) yang berfungsi untuk mengumpulkan/menyerap panas radiasi surya sehingga dapat meningkatkan suhu udara di dalam bangunan. Pada malam hari, dan pada saat mendung atau hujan, digunakan pemanas tambahan bersumber dari pembakaran biomass secara tidak langsung menggunakan penukar panas. Gambar pengering ERK untuk pengeringan cengkeh disajikan dalam Lampiran IV-1. Energi panas di dalam bangunan Pengering ERK terjadi akibat gelombang pendek yang dipancarkan surya diteruskan oleh dinding transparan, sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan oleh benda-benda yang berada di dalam bangunan transparan termasuk udara, selanjutnya pancaran radiasi ini dipantulkan oleh komponen penyusun pengering ERK dan berubah menjadi gelombang panjang yang tidak dapat menembus dinding transparan dan akhirnya terperangkap di dalam bangunan berdinding transparan dan menimbulkan peningkatan suhu di dalamnya Pengujian Performansi Pengering ERK

65 Pengeringan dilakukan dalam 3 kali percobaan, yaitu percobaan pengeringan cengkeh di lapang menggunakan prototipe dengan dimensi yang dihasilkan dari perhitungan optimasi dengan dimensi panjang 3.6 m, lebar 3.6 m dan tinggi maksimun 2.4 m. Pengujian prototipe dilakukan tiga kali pada waktu yang berbeda. Percobaan 1: dilakukan pada awal musim kemarau, yaitu pada Bulan Mei Cengkeh dihamparkan pada rak pengering dengan ketebalan 1.5 cm. Pada percobaan ini digunakan massa 39 kg. Kipas dinyalakan secara intermitten dengan pola hidup selama 2 jam dan mati 1 jam. Percobaan 2: pada pertengahan musim kemarau, yaitu Bulan Agustus Rak pengering dipindahkan setiap hari pada pagi dan tengah hari. Massa cengkeh 80 kg, dengan ketebalan tumpukan pada setiap rak 3 cm. Kipas dinyalakan secara intermitten dengan pola 2 jam nyala dan 1 jam mati. Percobaan 3: pada musim hujan, yaitu pada Bulan Nopember Massa cengkeh 80 kg, dengan ketebalan tumpukan pada setiap rak 3 cm. Kipas dinyalakan secara intermitten dengan pola hidup selama 3.5 jam dan mati 0.5 jam. Untuk mempertahankan suhu pengering pada tingkat yang diinginkan yaitu berkisar antara 40 o C sampai 50 o C, maka digunakan energi tambahan dari bahan bakar arang kayu menggunakan tungku yang terbuat dari plat seng. Panas hasil pembakaran arang kayu disalurkan ke dalam saluran yang dihubungkan ke dalam ruang pengering yang berfungsi sebagai penukar panas, sehingga asapnya terpisah ke luar dari ruang pengering (ke udara lingkungan) Parameter Pengukuran Parameter yang diukur adalah sebagai berikut: 1) Suhu, yaitu meliputi suhu udara pada rak atas, rak tengah dan rak bawah, penukar panas, plat absorber, lantai, inlet dan outlet. Udara lingkungan, serta udara di atas rak jemur. 2) Kecepatan, meliputi kecepatan udara pada inlet, outlet, depan kipas-1, kipas-2 dan kipas- 3, udara pada rak atas, rak tengah dan rak bawah. Udara lingkungan. Udara di atas rak jemur. 3) RH, terdiri dari udara pada rak atas dan rak bawah serta udara lingkungan 4) Massa produk, yaitu massa produk pada awal dan akhir pengeringan 5) Kadar air, pada awal dan akhir pengeringan. Kadar air selama proses diukur berdasarkan penurunan massa sample produk 6) Massa bahan bakar arang kayu, selama proses pengeringan 7) Radiasi surya, di lingkungan di luar bangunan pengering dan di dalam bangunan (untuk mencari transmisivitas dinding/atap transparan) 8) Waktu pengeringan, awal, selama proses dan akhir pengeringan

66 Prosedur Pengukuran Pada tahap awal dilakukan kalibrasi termokopel menggunakan thermometer standar Hg. Percobaan pengeringan dilakukan pada pagi hari segera setelah bahan cengkeh siap. Tahapan percobaan adalah sebagai berikut: 1) Menimbang cengkeh untuk dikeringkan di setiap rak, dengan ketentuan ketebalan cengkeh 1.5 cm untuk percobaan pertama, dan 3 cm untuk percobaan berikutnya. 2) Pengukuran kadar air awal dilakukan di laboratorium menggunakan oven pengering. 3) Menimbang sample cengkeh pada rak atas, tengah dan bawah. 4) Menyalakan listrik untuk mengerakkan kipas bawah dan kipas tengah. 5) Penimbangan sample dilakukan setiap 0.5 jam pada awal pengeringan (hari pertama) selanjutnya penimbangan sample dilakukan setiap 1 jam pada hari kedua dan pada hari ketiga dan seterusnya dilakukan setiap 2 jam, hingga tercapai kadar air yang dinginkan. 6) Selama percobaan berlangsung kecepatan angin diukur 2 kali setiap hari. 7) Radiasi surya diukur sepanjang proses pengeringan berlangsung mulai pukul 7.00 hingga ) Setelah pengeringan selesai, cengkeh kering ditimbang kembali untuk mendapatkan rendemennya. Kadar air akhir selanjutnya diukur menggunakan metode destilasi toluene, menggunakan alat aufhauser (metode Bidwell-Sterling). Pengujian kadar air dengan metode ini dilakukan oleh Staf BALITRO (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) di Bogor, bersamaan dengan pengujian sifat parameter mutu lainnya HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Suhu terhadap Waktu Pengeringan a. Percobaan 1 Dengan tingkat radiasi surya rata-rata 538 W/m 2, suhu dan RH udara pengering rata-rata yang dicapai adalah 42.5 o C dan 33.05%. Suhu udara pengering ini 9.3 o C lebih tinggi

67 dibandingkan dengan suhu lingkungan. Kecepatan udara di atas rak rata-rata adalah 0.04 m/dt, dengan nilai ragam 0.03 /dt (Lampiran IV-6). Perubahan suhu udara pengering pada percobaan 1 selama proses pengeringan memberikan kecenderungan pola yang teratur setiap harinya. Data suhu ini dapat dilihat pada Lampiran IV-3. Perbedaan suhu yang besar terjadi antar posisi rak secara vertikal. Pada arah horizontal pada tingkat rak yang sama, suhu hampir seragam. Keragaman rata-rata suhu selama pengeringan berlangsung adalah 2.5 o C. Pada Gambar IV-2, diperlihatkan sebaran suhu udara pengeringan selama 1 hari pada hari ke-1. Pada siang hari (pukul ) masih terjadi perbedaan yang cukup besar antara suhu rak atas, tengah dan bawah dengan keragaman rata-rata 3.5 o C. Nilai ragam maksimum 4.5 o C terjadi pada pukul hari ke-1. Pada siang hari radiasi surya sangat berpengaruh di bagian rak atas. Perubahan suhu pada rak atas mempunyai pola dan nilai yang hampir sama dengan penjemuran. Suhu udara di rak tengah dan bawah lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara di rak atas, karena posisinya terhalang dari sinar matahari oleh rak-rak di atasnya. Namun demikian suhu udara di rak tengah memiliki kecenderungan dan nilai yang sama dengan suhu udara di rak bawah (lihat Gambar IV-2). Pada sore hari (pukul ) perubahan suhu antara rak atas, tengah dan bawah mempunyai keragaman rata-rata kecil, yaitu 0.9 o C. Rendahnya nilai ragam ini disebabkan oleh rendahnya suhu yang terjadi pada malam hari. Nilai keragaman maksimum sebesar 2.2 o C terjadi pada pukul hari ke-2, seperti ditunjukkan pada Gambar V-2. Suhu udara pada rak tengah dan rak bawah sudah mendekati sama. Pada sore dan malam hari, digunakan energi tambahan yang berasal dari pembakaran arang kayu. Suhu udara rak dekat inlet H suhu (C) atas tengah bawah :13 12:26 13:46 15:06 16:30 waktu 17:50 19:10 20:30 Gambar IV-2. Perubahan suhu udara di atas rak pengering dan suhu udara penjemuran selama proses pengeringan percobaan 1 (hari ke-1).

68 Suhu udara pd rak tengah suhu (C :13 12:26 13:46 15:06 16:30 17:50 19:10 20:30 w a ktu d kt outlet d kt in le t Gambar IV-3. Perubahan suhu udara di rak tengah di bagian dekat inlet dan rak dekat outlet selama proses pengeringan percobaan 1 (hari ke-1). Pada percobaan 1, energi dari biomass mulai diberikan mulai pukul hingga pukul Saat energi matahari tidak tersedia, maka udara panas pengering hanya berasal dari pemanas tambahan pembakaran arang. Penyebaran udara panas dikendalikan oleh kipas yang terdapat di dalam ruang pengering. Hal ini menunjukkan bahwa posisi, sumber panas (penukar panas) dan kipas sudah tepat. Pada arah horizontal, antara rak-rak dekat inlet dan rak-rak dekat outlet pada tingkat rak yang sama, perbedaan sangat kecil ditunjukkan dengan nilai ragam 0.4 o C, seperti ditunjukkan pada Gambar IV-3. b. Percobaan 2 Percobaan 2 memiliki kecenderungan yang hampir sama dengan percobaan 1. Dengan intensitas radiasi surya 483 W/m 2, dihasilkan suhu udara pengering rata-rata 39.1 o C. Suhu udara pengering ini 5 o C lebih besar dibandingkan dengan rata-rata suhu lingkungannya. Sebaran suhu setiap hari mempunyai pola yang hampir sama, dengan keragaman rata-rata suhu selama pengeringan sebesar 2.6 o C. Data suhu ini dapat dilihat pada Lampiran IV-4. Kecepatan udara di atas rak rata-rata adalah 0.04 m/dt, dengan nilai ragam 0.03 /dt (Lampiran IV-6).

69 Suhu udara pd rak dekat inlet (H2) Suhu (C) :00 9:00 12:00 15:00 18:00 21:00 0:00 3:00 6:00 Waktu (jam) Atas Tengah Bawah Jemur Gambar IV-4. Perubahan suhu udara di atas rak pengering dan suhu udara penjemuran selama proses pengeringan percobaan 2 (Hari ke-2). Gambar IV-4 menyajikan sebaran suhu pada hari ke-2. Pada siang hari keragaman suhu rata-rata antara rak atas dengan kedua rak lainnya sebesar 2.7 o C, sedangkan pada malam hari keragamannya semakin kecil yaitu 0.7 o C. Pola dan nilai suhu udara di rak tengah dan rak bawah memiliki kecenderungan yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa posisi komponen penentu aliran udara panas (inlet, outlet, kipas dan penukar panas) tepat, karena menghasilkan keseragaman suhu di seluruh rak. Seperti pada percobaan 1, pada percobaan 2, nilai ragam suhu udara pengering arah vertikal (antar rak atas, tengah dan bawah) lebih besar dibandingkan dengan arah horizontal, hal ini ditunjukkan oleh nilai ragam antara bagian rak dekat inlet dengan rak dekat outlet yang sangat kecil yaitu 0.3 o C, seperti digambarkan pada Gambar IV-5. Suhu udara pada rak tengah (H2) Suhu (C) :00 9:00 12:00 15:00 18:00 21:00 0:00 3:00 6:00 W ak tu (jam )

70 Gambar IV-5. Perubahan suhu udara di atas rak pengering di bagian dekat inlet dan rak dekat outlet selama proses pengeringan percobaan 2 (hari ke-2). c. Percobaan 3 Pada tingkat radiasi surya 310 W/m 2, suhu udara pengering udara rata-rata yang diperoleh adalah 48.4 o C. Nilai ini 11.2 o C lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lingkungannya. Kecepatan udara di atas rak rata-rata adalah 0.04 m/dt, dengan nilai ragam 0.03 /dt (Lampiran IV- 6). Percobaan 1 dan 2 menunjukkan bahwa, perbedaan suhu antar rak terutama terjadi pada siang hari, karena posisi rak atas yang berhadapan langsung dengan matahari dan menutupi rak-rak di bawahnya. Pada sore hari dimana tidak ada intensitas matahari, suhu udara di setiap rak cenderung seragam. Hal ini menunjukkan bahwa posisi inlet dan outlet serta kipas sudah tepat. Untuk mengurangi perbedaan suhu yang terjadi antara rak atas dengan rak di bawahnya, pada percobaan 3, posisi penukar panas diturunkan hingga berada pada jarak 0.4 m dari lantai. Daun kipas diperlebar untuk menghasilkan debit yang lebih besar, sehingga mampu meratakan udara panas dari atas ke rak bawah. Dibandingkan dengan penjemuran, percobaan 3 mempunyai performansi yang lebih baik. Percobaan ini juga membuktikan bahwa pada musim hujan penggunaan pengering efek rumah kaca sangat efisien. Hujan turun sepanjang malam pada percobaan 3. Untuk itu pengeringan dilakukan mulai hingga pukul (atau 9 jam per hari). Karena intensitas radiasi surya yang rendah, selama proses pengeringan diberikan energi tambahan dari pembakaran biomassa. Suhu udara-i (H2) Suhu (C A tas Tengah Baw ah :12 9:36 12:00 14:24 16:48 19:12 Wak tu (jam) Gambar IV-6. Perubahan suhu udara di atas rak pengering dan suhu udara penjemuran selama proses pengeringan percobaan 3. Pada Gambar IV-6 dan Gambar IV-7 diperlihatkan sebaran suhu yang terjadi selama 1 hari pada hari ke-2 dan hari ke-3.

71 Plat absorber belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan panas rak bawah dan tengah pada percobaan 1 dan 2, disebabkan oleh posisi plat absorber yang sebagian besar terhalang rak. Oleh karena itu plat absorber dipindahkan ke bagian lantai yang tidak terhalang oleh rak. Distribusi suhu sepanjang hari juga mempunyai pola yang hampir sama, dengan keragaman rata-rata suhu selama pengeringan sebesar 2.4 o C (Lampiran IV-5). Nilai ragam ini lebih kecil kecil dibandingkan dengan percobaan 1 dan 2. Suhu udara pada rak atas hari ke-3 Suhu (C :48 7:12 9:36 12:00 14:24 16:48 19:12 Wak tu (jam ) Rak dekat inlet Rak dekat outlet Gambar IV-7. Perubahan suhu udara di atas rak pengering di bagian dekat inlet dan rak dekat outlet selama proses pengeringan percobaan Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan Perubahan kadar air pada percobaan 1, 2 dan 3, masing-masing disajikan pada Gambar IV- 8, Gambar IV-9, dan Gambar IV-10. Data perubahan kadar air pada percobaan 1, 2 dan 3 masingmasing disajikan secara detil pada Lampiran IV-7, Lampiran IV-8 dan Lampiran IV-9. Pola perubahan kadar air sangat dipengaruhi oleh suhu udara pengering. Perbedaan suhu antara rak atas, tengah dan bawah menyebabkan perbedaan pola penurunan kadar air, dan waktu pengeringan pada tiap-tiap rak. Produk pada rak atas baik pada percobaan 1, 2 dan 3 lebih cepat kering dibandingkan dengan rak-rak di bawahnya. Namun demikian rak tengah dan rak bawah mempunyai pola kadar air yang hampir sama. a. Percobaan 1 Data perubahan kadar air selama pengeringan disajikan pada Gambar IV-8. Kadar air awal cengkah adalah 68.4 % bb dan dikeringkan hingga kadar air 12 % bb. Pengeringan hari ke-1 dimulai pada pukul siang sampai pukul 21.00, pengeringan hari ke-2 dimulai dari pukul 8.00 sampai pukul 21.00, pengeringan hari ke-3 dimulai dari pukul 8.00 hingga pukul 19.00, pengeringan hari hari ke-4, ke-5 dan ke-6 dimulai pada pukul 8.00 hingga Proses pengeringan cengkeh dengan pengering ERK berlangsung selama 51 jam (rata-rata dari seluruh

72 rak). Produk pada rak atas paling cepat kering yaitu 32 jam dan rak tengah mencapai 65 jam (6 hari pengeringan). Sedangkan proses penjemuran hanya berlangsung selama 4 hari, hal ini dipengaruhi oleh RH yang sangat rendah, yaitu 27.6 %. Pada percobaan ini, RH rata-rata lingkungan lebih kecil dibandingkan dengan RH di dalam pengering ERK. Rak atas mempunyai kecepatan pengeringan yang hampir sama dengan penjemuran. PERCOBAAN 1 Kadar air (% bb) Jam ke- Atas-i Tengah-i Bawah-i Atas-o Tengah-o Bawah-o Jemur Gambar IV-8. Perubahan kadar air produk pada percobaan 1 (Keterangan gambar: indeks: i = rak dekat inlet, o = rak dekat outlet) b. Percobaan 2 Gambar IV-9 menyajikan grafik perubahan kadar air selama proses pengeringan percobaan 2. Pada proses penjemuran waktu pengeringan berlangsung selama 63 jam atau ( 8 hari). Sedangkan untuk pengering ERK waktu pengeringan berkisar antara 44 hingga 67 jam (4 hari). Pengeringan dilakukan secara kontinyu sepanjang siang dan malam hari diawali pada pukul (jam ke-17) pada hari ke-2 dan diakhiri pada pukul pada hari ke-4.

73 PERCOBAAN 2 Kadar air (% bb) Waktu (jam) Atas(I) Tengah(I) Bawah(I) Atas(o) Tengah(o) Bawah(o) Jemur Gambar IV-9. Perubahan kadar air produk pada percobaan 2 (Keterangan gambar: indeks: i = rak dekat inlet, o = rak dekat outlet) Produk cengkeh yang dikeringkan mempunyai kadar air awal 51.6 % bb (yang digambarkan pada jam ke-17). Agar dapat dibandingkan dengan Gambar IV-8 dan Gambar IV-10, maka pada percobaan 2 ini, waktu pengeringan diawali dari jam ke-17, dengan memperhitungkan waktu pengeringan dari kadar air 70 % bb hingga 51.6 % bb. Perhitungan waktu didasarkan pada persamaan III-2 dan III-5. c. Percobaan 3 Pada percobaan 3, kadar air awal cengkeh 72.8 % bb (Gambar IV-10). Pengeringan dengan ERK diawali pada pukul pada hari ke-1 hingga pukul Selanjutnya pada hari ke-2 hingga ke-5 pengeringan diawali pada pukul 7.00 hingga pukul setiap harinya. Sehingga waktu pengeringan terlama yang dibutuhkan dengan pengering ERK adalah 50 jam (5 hari). Sedangkan untuk penjemuran, pada percobaan 3, pengeringan berlangsung selama 72 jam (9 hari). Pada Tabel IV-6 ditunjukkan nilai ragam kadar air produk untuk seluruh percobaan (percobaan 1, 2 dan 3). Akibat adanya keragaman suhu udara pengering antar rak, maka terjadi pula perbedaan kadar air cengkeh antar rak. Secara umum pada seluruh percobaan perbedaan kadar air pada arah vertikal lebih besar dibandingkan dengan arah horizontal. Percobaan 3 memiliki nilai ragam arah vertikal yang kecil dibandingkan ragam kadar air pada percobaan 1 dan 2.

74 PERCOBAAN 3 Kadar air % bb Jam ke- Rak atas-i Rak thg-i Rak-bwh-i Rak atas-o Rak thg-o Rak bwh-o Jemur Gambar IV-10. Perubahan kadar air produk pada percobaan 3 (Keterangan gambar: indeks i = rak dekat inlet, o = rak dekat outlet) Tabel IV-6. Nilai ragam kadar air pada percobaan 1, 2 dan 3. Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Nilai ragam KA arah vertikal (antar rak atas, tengah dan bawah) Nilai ragam KA pada rak atas Nilai ragam KA pada rak tengah Nilai ragam KA pada rak bawah Nilai ragam KA arah horisontal (antara rak kanan dan kiri pada ketinggian yang sama) Kebutuhan Energi Pengeringan dan Efisiensi Pengeringan Pada Tabel IV-7 disajikan data performansi pengering serta hasil perhitungan energi pengeringan untuk percobaan 1, 2 dan 3. Energi pengeringan dinyatakan dalam energi untuk menguapkan uap dari produk yang dikeringkan. Pada percobaan ini kebutuhan energi masih sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena pengeringan dilakukan pada kapasitas yang lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas maksimum alat. Tabel IV-7. Data dan performansi pengeringan ERK hasil pengukuran Parameter Satuan Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Massa produk basah kg Kadar air produk awal % bb

75 Kadar air produk akhir % bb Nilai ragam kadar air % bb Rata-rata waktu pengeringan Jam Suhu udara lingkungan o C Suhu udara pengering o C Nilai ragam suhu udara o C pengering RH udara lingkungan % RH udara pengering % Iradiasi surya W/m Luas bidang transmisi surya m Debit pengeringan m 3 /dt Energi kipas W.jam Daya kipas W Massa bahan bakar kg Efisiensi pengeringan % Kebutuhan energi surya/kg air MJ/kg yang diuapkan Kebutuhan energi listrik/kg air MJ/kg yang diuapkan Kebutuhan energi biomassa/kg MJ/kg air yang diuapkan Kebutuhan energi/kg air yang diuapkan MJ/kg Pada percobaan 3 dihasilkan nilai energi pengeringan terkecil, yaitu 16 MJ/kg. Di sini energi dari pembakaran arang mempunyai peranan terbesar di atas 91 % dari input energi total. Pemanfaatan energi matahari adalah 4 % dari input energi total dan sisanya diperoleh dari energi listrik untuk menggerakkan kipas sebesar 5 %. Karena iradiasi matahari kecil pada saat percobaan dilaksanakan, yaitu 310 W/m 2, maka untuk mendapatkan tingkat suhu yang diinginkan yaitu 48.4 o C, dibutuhkan energi tambahan dari bahan bakar arang kayu. Efisiensi pengeringan tertinggi adalah percobaan 3, yaitu sebesar 19.1 %. Pada percobaan 2, kipas dinyalakan secara intermitten. Pada malam hari, dinyalakan 1 buah kipas yang berada di dekat penukar panas yang berfungsi untuk meniupkan udara panas. Kipas samping dan atas dinyalakan secara intermitten, sehingga penggunaan energi listrik per kg uap pada percobaan 2 mempunyai nilai terkecil. Dilihat dari sisi penggunaan energi, pengering ERK lebih hemat dibandingkan dengan pengering tipe cross flow untuk pengeringan cengkeh. Alat pengering tipe cross flow ini terdiri dari 5 rak bersusun, dimana pengeringan cengkeh terjadi secara kontinyu. Cengkeh dicurahkan pada rak 1, setelah mengalami pengeringan pertama kemudian cengkeh pada rak1 dialirkan menuju rak 2, demikian selanjutnya hingga pada akhir perjalanan konveyor pada rak 5, cengkeh telah kering. Pada pengering cross flow, cengkeh dari kadar air 71.7 % bb hingga 10.5 % bb, dikeringkan dalam waktu 38 jam pada suhu 60 o C dan RH 25 %. Kebutuhan energi pengeringan per kg uap air untuk tipe cross flow adalah 31.9 MJ per kg uap(hartani, 1991).

76 Mutu Produk Hasil Pengeringan Mutu bunga cengkeh hasil percobaan dinyatakan pada Tabel IV-8, IV-9 dan IV-10. Mutu bunga cengkeh dari percobaan 1 digolongkan pada kelas mutu II, sedangkan mutu cengkeh pada percobaan 2 dan 3 digolongkan pada kelas mutu I. Namun hasil percobaan penjemuran, digolongkan pada mutu II karena warna cengkeh yang dihasilkan lebih muda (yaitu coklat), meskipun untuk parameter mutu lainnya termasuk kelas mutu I. Menurut petani cengkeh, ada sebagian konsumen lebih menyukai warna bunga cengkeh kering coklat dibandingkan yang gelap (coklat kehitaman). Sehingga nilai jual produk cengkeh, selain ditentukan oleh standar mutu perdagangan nasional, juga ditentukan oleh selera pembeli. Parameter mutu benda asing, gagang cengkeh dan cengkeh inferior pada percobaan ini tidak dipisahkan antar rak, sehingga diperoleh satu nilai untuk setiap percobaan. Parameter mutu bunga cengkeh kering yang sangat dipengaruhi oleh pengeringan adalah kandungan minyak atsiri. Kadar minyak atsiri produk hasil percobaan cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dari pada persyaratan yang distandarkan dalam mutu I, hal ini menunjukkan bahwa suhu dan aliran udara yang digunakan sesuai untuk proses pengeringan bunga cengkeh. Suhu dan aliran udara mempunyai peranan penting dalam membawa uap (air dan minyak) keluar dari produk. Selama proses pengeringan akan terjadi proses hidrodifusi, dimana pada saat kadar air produk masih tinggi, maka minyak akan ikut terbawa oleh air menguap dari produk. Kehilangan minyak akan semakin besar dengan semakin besarnya suhu dan aliran udara. Tabel IV-8. Mutu bunga cengkeh kering percobaan 1 Posisi dekat Inlet Posisi dekat Outlet Jemur Rak atas Rak tengah Rak bawah Rak atas Rak tengah Rak bawah Ukuran rata rata rata rata rata rata rata Warna Coklat kehitaman Coklat kehitam an Coklat kehitam an Coklat kehitam an Coklat kehitam an Coklat kehitam an Bahan asing (% b/b) Gagang cengkeh (% b/b) Cengkeh inferior (% b/b) Kadar air (% bb) coklat Kadar minyak atsiri (% v/b) Kelas mutu II II II II II II II Tabel IV-9. Mutu bunga cengkeh kering percobaan 2 Posisi dekat Inlet Posisi dekat Outlet Jemur

77 Rak atas Rak tengah Rak bawah Rak atas Rak tengah Rak bawah Ukuran rata rata rata rata rata rata rata Warna Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat coklat kehitaman kehitam an kehitam an kehitam an kehitam an kehitam an Bahan asing (% b/b) Gagang cengkeh (% b/b) Cengkeh inferior (% b/b) Kadar air (% bb) Kadar minyak atsiri (% v/b) Kelas mutu I I I I I I II Posisi rak memberikan perbedaan pada kandungan minyak atsiri yang dihasilkan, tetapi tidak memberikan pola yang teratur. Kandungan minyak atsiri rata-rata hasil pengering ERK pada percobaan 2 lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan minyak atsiri penjemuran. Sebaliknya terjadi pada percobaan 1 dan 3, kandungan minyak atsiri pada penjemuran lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan minyak atsiri hasil pengering ERK. Percobaan 1 dan 3 berlangsung selama 5 hingga 6 hari, sedangkan percobaan 2 berlangsung selama 3 hari. Waktu pengeringan yang semakin lama diduga menyebabkan proses kehilangan minyak atsiri yang semakin besar. Tabel IV-10. Mutu bunga cengkeh kering percobaan 3 Posisi dekat Inlet Posisi dekat Outlet Jemur Rak atas Rak tengah Rak bawah Rak atas Rak tengah Rak bawah Ukuran rata rata rata rata rata rata rata Warna Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat coklat kehitaman kehitaman kehitaman kehitaman kehitaman kehitaman Bahan asing (% b/b) Gagang cengkeh (% b/b) Cengkeh inferior (% b/b). Kadar air (% bb) Kadar minyak atsiri

78 (% v/b) Kelas mutu I I I I I I II Mutu minyak bunga cengkeh hasil penyulingan dinyatakan dalam Tabel IV-11. Minyak bunga cengkeh yang dihasilkan dari percobaan telah memenuhi standar kualitas perdagangan. Hal ini ditunjukkan oleh kadar eugenol yang berperanan penting sebagai inti dari kandungan minyak atsiri. Putaran optik dan indeks bias menyatakan kejernihan. Minyak bunga cengkeh yang dihasilkan cukup jernih. Berat jenis minyak bunga cengkeh untuk percobaan 3 lebih kecil dari pada standar, dikarenakan, sebagian air belum dapat dipisahkan dari minyak. Berat jenis minyak bunga cengkeh lebih besar dibandingkan dengan air, sehingga adanya air di dalam minyak akan menurunkan berat jenis totalnya. Untuk parameter kelarutan dalam alkohol, minyak yang dihasilkan dari percobaan sukar larut di dalam alkohol 70%. Tabel IV-11. Uji mutu minyak bunga cengkeh Syarat mutu Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Standar mutu Borat jenis (25 o C) Indeks bias (20 o C) Putaran optik Ta -1 o 19-1 o 39 (-1 o 35 ) 0 o Kadar eugenol total (%) Kelarutan dalam alkohol 70 % 1:1 1:1 1:1 1:2 Lemak KESIMPULAN Perbedaan suhu pengeringan pada arah vertikal lebih besar dibandingkan arah horizontal, masing-masing dengan nilai ragam sebesar 2.4 o C dan 0.95 o C. Perbedaan suhu ini menyebabkan perbedaan kadar air produk antar rak, yaitu sebesar 3.78 % bb. Perbedaan suhu udara pengering antar rak di dalam ruang pengering terutama terjadi pada siang karena pengaruh radiasi surya yang langsung mengenai rak teratas. Perbedaan ini dapat diatasi dengan menggunakan plat absorber yang luas sesuai dengan kapasitasnya untuk menghasilkan suhu udara pengering yang diinginkan dan meletakkan plat absorber pada posisi yang terkena sinar surya secara langsung. Untuk mendapatkan efisiensi pengeringan dan mutu bunga cengkeh kering yang tinggi, suhu pengeringan cengkeh sebaiknya dipertahankan sebesar 48 o C dan kapasitas produk yang dikeringkan adalah kapasitas maksimum pengering dan tebal lapisan cengkeh 3 cm. Proses pengeringan secara kontinyu (24 jam per hari) dapat mempercepat jumlah hari pengeringan, dan memperkecil kehilangan minyak atsiri. Tetapi pengeringan malam hari membutuhkan konsumsi energi per kg uap air produk yang tinggi pula. Untuk itu pada malam hari kipas dinyalakan secara intermitten, hal ini dapat memperkecil konsumsi energi listrik. Penggunaan energi tambahan dari

79 bahan bakar arang perlu diberikan secara kontinyu pada malam hari untuk mempertahankan suhu pengeringan pada 48 o C dan mempersingkat waktu pengeringan hingga 4 hari. Pada musim penghujan pengering ERK sangat efektif digunakan karena menghasilkan performansi yang lebih baik dibandingkan dengan penjemuran. Efisiensi pengeringan tertinggi diantara ke 3 percobaan adalah 19 % dan penggunaan energi per kg uap sebesar 16 MJ/kg. Mutu yang dihasilkan dari seluruh rangkaian percobaan adalah mutu I dan mutu II DAFTAR PUSTAKA Bermawie, N Pemuliaan tanaman cengkeh. Monograf Cengkeh II. BPPP Balitro. Bogor. Hadipoentyanti, E Tipe dan karakteristik cengkeh (Syzygium aromaticum (L) Merr dan Perry). Monograf Cengkeh II. BPPP Balitro. Bogor. Kamaruddin A., A.H. Tambunan, Thamrin, F. Wenur, dan Dyah W Optimasi dalam perencanaan alat pengering hasil pertanian dengan energi surya. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Bogor. Kamaruddin A., Dyah, W., L.O. Nelwan dan L.P. Manalu Recent Development of GHE Solar Drying in Indonesia Grass Root Project. Proceedings. ADC 99 The First Asian - Australian Drying Conference. Bali, Oktober CREATA. LP IPB. Bogor. Ketaren, S Pengolahan Minyak Atsiri I. Terjemahan dari Essential Oil Volume I. Ernest Guenther. D. Van Nostrad Co., Inc., New York. FATETA IPB. Bogor. Nurjannah, N., Yuliani, S. dan Yanti L Pengolahan dan diversifikassi hasil cengkeh. Monograf Cengkeh II. BPPP Balitro. Bogor. Rosman, R. dan P. Wahid Strategi alternatif pengembangan tanaman cengkeh dalam menghadapi kelebihan produksi. Monograf Cengkeh II. BPPP Balitro. Bogor. Tambunan, A.H., Dyah W., L.O. Nelwan dan Hartulistiyoso, E Panduan Praktis Mujumdar untuk Pengeringan Industrial. Terjemahan dari Mujumdar s Practical Guide for Industrial Drying. Sakamon Devahastin. Seri Pustaka IPB Press. Bogor. Wahid, P. dan Surmaini, E Pola tanam berbasis cengkeh. Monograf Cengkeh II. BPPP Balitro. Bogor.

80 BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK 5.1. PENDAHULUAN Latar Belakang Kadar air merupakan salah satu parameter mutu yang perlu diperhatikan dalam mengeringkan produk. Masalah yang terjadi di lapang adalah adanya ketidakseragaman kadar air produk hasil pengeringan. Salah satu penyebab beragamnya kadar air produk adalah distribusi aliran panas yang tidak merata di dalam ruang pengering selama proses pengeringan, khususnya tipe rak. Untuk memecahkan masalah tersebut perlu dilakukan suatu analisis sifat dan pola aliran serta distribusi udara di dalam ruang pengering. Distribusi aliran udara dan suhu di dalam pengering ERK diduga dipengaruhi oleh posisi dan kapasitas kipas sebagai instrumen untuk mengalirkan udara, posisi dan luas hamparan produk di dalam rak, yang merupakan target utama yang akan dikenai udara panas, posisi dan besarnya inlet dan outlet, posisi dan kapasitas penukar panas dan plat absorber sebagai instrumen penting untuk meningkatkan suhu di dalam ruang pengering. Melalui simulasi aliran udara dan suhu posisi penempatan kipas, penukar panas, inlet, outlet dapat diketahui secara tepat sehingga tujuan keseragaman mutu produk dan penghematan energi akan tercapai dan efisiensi pengeringan dapat ditingkatkan. Pemecahan analisis aliran udara dapat dilakukan dengan metode CFD (Computational Fluid Dynamics). Metode CFD menggunakan analisis numerik yaitu kontrol volume sebagai elemen dari integrasi persamaan-persamaan yang terdiri dari persamaan keseimbangan massa, momentum dan energi (Versteeg, dan Malalasekera, 1995). Dengan demikian penyelesaian persamaan untuk benda 2 dimensi atau 3 dimensi lebih cepat dan dapat dilakukan secara simultan. Lokasi-lokasi kipas, inlet dan outlet serta ukuran alat dapat diubah-ubah di dalam program simulasi, untuk melihat distribusi aliran panas yang optimal, sehingga biaya disain konstruksi alat dapat dihemat. Melalui teknik CFD dapat ditentukan disain dengan penempatan kipas, sistem pemanas, sistem penyaluran udara dan wadah produk, pada posisi yang tepat sehingga keseragaman mutu produk dan penghematan energi akan tercapai dan efisiensi pengeringan meningkat Tujuan Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendapatkan pola aliran panas dalam ruang pengering berenergi surya yang seragam menggunakan teknik CFD, melalui simulasi perubahan dan sebaran suhu dan kecepatan angin. Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam menentukan disain pengering produk-produk pertanian, untuk skala kecil maupun besar, karena ukuran alat dapat dibuat sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan pengguna, dengan keluaran hasil yang mudah dibaca oleh semua orang.

81 5.2. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Pengering ERK Generasi Pertama Pengering efek rumah kaca (ERK) adalah alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan, serta plat absorber sebagai pengumpul panas untuk menaikkan suhu udara pengering di dalamnya (Kamaruddin, et al. 1994). Bahan dinding transparan yang dapat digunakan adalah polikarbonat, plastik UV stabilizer, kaca serat dan lain-lain. Pada pengeringan yang menggunakan rak pengering, terdapat masalah yang cukup signifikan pada perbedaan suhu antar tingkat rak. Mursalim (1995) pada pengeringan vanili mendapatkan perbedaan suhu sebesar 10 o C, yaitu 40 o C dan 50 o C masing-masing pada rak bagian tengah dan bawah. Pada pengeringan rumput laut, Sukarmanto (1996) menggambarkan perbedaan sebesar 4 o C antara bagian tengah dan atas (31 o C dan 35 o C), dimana perbedaan yang lebih kecil ini disebabkan oleh rendahnya suhu pengeringan yang digunakan. Pola distribusi aliran udara telah diteliti Karwito (1998), dengan mengubah posisi kipas yang ada menggunakan metode trial and error. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan distribusi aliran di atas pelat dan dalam ruang. Lesmana (2001), menggunakan model pengering ERK skala laboratorium untuk melihat pola aliran udara panas di dalamnya, dengan membandingkan penggunaan satu kipas atau dua kipas dengan daya yang sama. Dua kipas di posisi outlet menghasilkan sebaran yang lebih baik dibandingkan dengan satu kipas Simulasi Pengeringan Hachemi dan Asnoun (1998), melakukan studi perbandingan melalui simulasi dan eksperimen antara kolektor plat datar dan plat bersirip pada pengeringan dengan kolektor surya plat datar, dan disimpulkan bahwa penggunaan kolektor plat bersirip (lebar sirip 10 cm) yang mempunyai performansi panas lebih tinggi dari pada plat datar sangat menunjang dalam peningkatan performansi pindah panas pada pengeringan. Condori dan Saravia (1998), melakukan studi analitik mengenai laju penguapan menggunakan pada pengering konveksi efek rumah kaca, ruang tunggal dan ruang ganda. Hasil uji simulasi pengeringan cabe merah menunjukkan bahwa tipe ruang ganda meningkatkan produktivitas pengeringan hingga hampir 90 %. Butts dan Vaughan ( 1987), Kamaruddin et al. (1994), Nelwan (1998) dan Dyah (1997) telah mensimulasikan secara quasi-steady state distribusi suhu dan RH pengeringan selama pengeringan berlangsung menggunakan model keseimbangan panas di semua komponen pengering. Validasi hasil simulasi menunjukkan kedekatan terhadap hasil pengukuran.

82 Ratti, C. dan A.S. Mujumdar (1997) mengembangkan model simulasi pengering surya untuk melihat performansi dengan memasukkan pengaruh pengkerutan produk untuk produk pangan yang memiliki kadar air awal sangat tinggi dan sensitif terhadap suhu tinggi (rusaknya cita rasa, aroma vitamin dan sebagainya). Dalam model matematis ini digunakan persamaan keseimbangan massa dan energi dalam padatan dan fase uap. Dymond dan Kutdcher (1997) mengembangkan model simulasi dengan CFD untuk mendisain kolektor surya yang diletakkan pada sisi dinding bangunan/gedung dan menentukan pola aliran udara di dalamnya. Pada penelitian tersebut digunakan TASflowCFD 2 dimensi. Aliran udara maksimum terjadi pada bagian tengah atas kolektor. Peningkatan kecepatan aliran udara meyebabkan suhu rendah tetapi efisiensi kolektor secara keseluruhan meningkat. Hasil simulasi memberikan kedekatan yang baik terhadap hasil pengukuran Computational Fluid Dynamics (CFD) Computational Fluid Dynamics atau CFD adalah suatu analisis sistem yang meliputi aliran fluida, pindah panas dan fenomena lain yang seperti reaksi kimia yang menggunakan simulasi berbasis komputer. CFD telah dikenal sejak tahun 1960-an untuk mendisain mesin jet dan aircraft. Perkembangan selanjutnya metoda ini digunakan untuk mendisain mesin pembakaran internal, tabung pembakaran dalam turbin gas dan tungku, kendaraan bermotor dan aliran udara yang menyelimuti casing mobil. CFD terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: pre-processor, solver dan post-processor. Pre-processor berupa input yang harus diberikan, berupa bentuk geometri, pembentukan grid (mesh) penentuan sifat termofisik dan kondisi batas. Solver adalah pemecahan model aliran fluida (model persamaan konservasi massa, momemtum dan energi) menggunakan analisis numerik dengan metoda beda hingga, elemen hingga, spectral atau volume hingga yang merupakan pengembangan dari formulasi beda hingga secara khusus. Post-processor meliputi pengolahan hasil visualisasi dari solver berupa penampilan kecepatan dan suhu fluida 2 atau 3 dimensi dalam bentuk vektor, kontur dan bayangan dengan warna tertentu (Versteeg dan Malalasekera, 1995) PENDEKATAN TEORI Dalam simulasi pola aliran udara, udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan dalam persamaan diferensial, dalam koordinat Cartesian dan dipecahkan menggunakan teknik CFD tiga dimensi yang didasarkan pada analisis numerik dengan metode volume hingga. Pemecahan simulasi menggunakan software CFD: FLUENT 5.3 dan pembetukan geometri alat menggunakan software Geomesh 3.4/Gambit. Kode CFD mengandung 3 elemen

83 utama, yaitu: pre-processor, solver dan post-processor (Versteeg dan Malalasekera, 1995) Pre-processor Pre-processor terdiri dari input masalah aliran ke dalam program CFD dengan memakai interface yang memudahkan operator dan transformasi input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini meliputi: - Mendefinisaikan geometri daerah yang dikehendaki: perhitungan domain - Pembentukan grid pada setiap domain ke dalam jumlah yang lebih kecil, dan subdomain yang tidak saling tumpang tindih: berupa grid/mesh pada sel atau volume kontrol atau elemen. - Pemilihan fenomena kimia & fisik yang dibutuhkan untuk dimodelkan. - Menentukan sifat-sifat fluida (konduktifitas, viskositas, massa jenis, panas jenis dan sebagainya) - Menentukan kondisi batas yang sesuai pada sel yang merupakan batas domain. Pendefinisian kondisi batas dan kondisi awal berdasarkan bentuk saluran dalam ruang. Pengering digambarkan sebagai balok dalam koordinat Cartesian dengan sumbu terletak pada kiri dalam bawah, dengan dimensi: panjang arah x, tinggi arah y dan lebar arah z. Kondisi batas dinyatakan sebagai berikut: - Kecepatan udara pada semua dinding dan atap pengering pada arah x, y dan z adalah 0. - Kecepatan udara pada dinding rak pengering pada arah x, y dan z adalah 0. - Kecepatan udara pada kipas besarnya ditentukan berdasarkan kebutuhan udara untuk menghilangkan uap air dari sejumlah massa bahan. - Suhu udara pengering di semua dinding dan atap pengering pada arah x, y dan z sama dengan suhu lingkungan. Pemecahan masalah aliran (kecepatan, tekanan, suhu, dan lain-lain) didefinisikan pada titik (nodal) di dalam tiga sel. Ketepatan CFD dibentuk oleh sejumlah sel di dalam grid. Secara umum semakin besar jumlah sel, ketelitian hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak selalu seragam, semakin halus pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak perubahan Solver

84 Proses solver pada Fluent 5.3 menggunakan volume hingga. Metoda volume hingga dikembangkan dari beda hingga khusus. Algoritma numerik metode ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: - Aproksimasi variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan fungsi sederhana - Diskretisasi dengan mensubstitusi hasil aproksimasi ke dalam persamaan aliran dan manipulasi matematis berikutnya - Penyelesaian persamaan aljabar Algoritma numerik ini digambarkan sebagai diagram alir metode SIMPLE di dalam Lampiran V-1. Persamaan atur aliran fluida menyatakan hukum kekekalan fisika dalam bentuk matematis, yaitu terdiri dari persamaan-persamaan: 1) Massa fluida kekal 2) Laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton) 3) Laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika) Kekekalan Massa 3 Dimensi Steady State Keseimbangan massa untuk elemen fluida dinyatakan sebagai: Laju kenaikan massa = Laju net aliran massa ke dalam dalam elemen fluida elemen terbatas Atau dituliskan dalam bentuk matematis: ( ρu) ( ρv) ( ρw) x + y + z = 0 (V-1) Persamaan (1) disebut sebagai persamaan kontinuitas untuk fluida. Ruas kiri menggambarkan laju net massa keluar dari elemen melewati batas dan dinyatakan sebagai faktor konveksi. Persamaan Momentum dalam 3 Dimensi Steady State

85 Persamaan momentum merupakan persamaan Navier-Stokes dalam bentuk yang sesuai dengan metoda volume hingga: momentum x: S Mx z u y u x u x p z u w y u v x u u = µ ρ ( V-2) momentum y: S My z v y v x v y p z v w y v v x v u = µ ρ ( V-3) momentum z: S Mz z w y w x w z p z w w y w v x w u = µ ρ...(v-4) Persamaan Energi dalam 3 Dimensi Steady State Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang menyatakan bahwa: laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel. Atau dalam persamaan matematis: S i z T y T x T k z w y v x u p z T w y T v x T u = ρ (V -5) Persamaan State Kecepatan fluida selalu mencari keseimbangan secara termodinamika, kecuali adanya gangguan. Jika digunakan variabel ρ dan p, maka persamaan state untuk p dan i : p = p(ρ, T) ( V-6)

86 i = i(ρ, T) ( V-7) Untuk gas ideal: p = ρ R T ( V-8) i = Cv T ( V-9) Post Processor Seluruh hasil yang dilakukan pada tahap sebelumnya akan ditampilkan dalam post processor yang meliputi: - Tampilan geometri domain & grid - Plot vektor - Plot permukaan 2D dan 3D - Pergerakan partikel - Manipulasi pandangan - Output berwarna RH Udara Pengering Pemanasan udara dalam proses pengeringan dapat digambarkan dalam kurva psychrometric. Suhu udara sebelum dipanaskan dinyatakan dalam t A = 30 o C (diasumsikan sama dengan suhu udara lingkungan), setelah mengalami pemanasan, suhu udara menjadi t B = 50 o C. Perubahan suhu selama pemanasan, berlangsung pada garis horisontal pada kurva psychrometric (Gambar V-1), pada kondisi tekanan uap tetap dan kelembaban mutlak tetap. Selama pemanasan dianggap tidak terjadi penambahan uap air, artinya jumlah udara kering yang masuk sama dengan jumlah udara kering keluar. Pada kondisi tekanan atmosfir, bila suhu meningkat maka akan terjadi penurunan kelembaban udara seperti nampak pada kurva psychrometric. RH merupakan perbandingan antara tekanan uap terhadap tekanan jenuh air pada suhu ruangan tersebut. P v RH =. (V-10) P s Kelembaban mutlak (H) konstan selama pemanasan. Karena: 0. Pv. (V-11) H = 6219 P P atm v dimana, T o K dan P v < P atm

87 Maka Tekanan uap (P v ) juga konstan selama proses pemanasan. Jika kelembaban udara lingkungan (RH a ) dan kelembaban udara pengering (RH u ), maka RH r = sa. (V-12) RH a P P sr ln P s R = 2 A + BT + CT + DT 2 FT GT 3 + ET 4. (V-13) T K (Dari Keenan dan Keyes, 1936) dalam ASAE Standard 1994) dimana, R = D = x 10-3 A = E = x 10-7 B = F = C = G = x 10-2 A RH A B RH B H Gambar V-1. Proses pemanasan (Garis A B) pada kurva psychrometric 5.4. PERCOBAAN t A t B Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian dan di Laboratorium Surya, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor dan di Laboratorium Komputer, Pusat Komputer, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok. Pengambilan data pengukuran distribusi suhu dan kecepatan udara di dalam ruang pengering pada model pengering efek rumah kaca dilakukan pada bulan Oktober 2002 sampai dengan Maret 2003.

88 Bahan dan Alat Peralatan yang digunakan terdiri dari alat ukur dan model pengering ERK. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Tabel V-1. Tabel V-1. Peralatan yang digunakan dalam penelitian. No. Jenis alat Ketelitian Merek 1 Thermorecorder 1 o C Chinorecorder 2 Sensor Thermocouple (CA) - 3 Anemometer : - Tekanan - Kecepatan - Suhu 4 Model pengering ERK - 5 Benang tipis (untuk menandai grid) 6 Satu set komputer 0.01 mm air 0.01 m/dt 0.5 o C Kanomax Tahapan Simulasi Dinamika Aliran Fluida pada Pengering ERK Simulasi berfungsi untuk melihat penyebaran panas berdasarkan distribusi suhu dan aliran udara di dalam ruang pengering. Hasil simulasi ini selanjutnya digunakan untuk menghitung kelembaban udara (RH) pengering. Simulasi dilakukan dalam empat tahap, yaitu: 1). Simulasi dinamika fluida steady state pada bangunan pengering ERK skala laboratorium dalam kondisi kosong dengan dimensi bangunan (84 cm x 89 cm x 78 cm). Simulasi ini untuk mendapatkan pola aliran udara dan distribusi suhu udara pengering dalam kondisi kosong tanpa rak ataupun produk di dalam ruang pengering ERK. Tujuan simulasi CFD pada pengering ERK skala laboratorium adalah untuk keperluan validasi simulasi menggunakan software FLUENT ). Simulasi dinamika fluida steady state untuk bangunan pengering ERK skala lapang hasil perhitungan optimasi untuk menentukan posisi penempatan inlet dan outlet yang tepat. Simulasi dilakukan tanpa beban produk. 3). Simulasi dinamika fluida steady state untuk bangunan pengering ERK skala lapang untuk mengetahui posisi penempatan kipas dan besarnya daya kipas yang sesuai hingga diperoleh

89 distribusi suhu, RH dan kecepatan yang seragam. Simulasi ini didasarkan pada disain terbaik yang dihasilkan pada perhitungan simulasi tahap ke-2. 4) Simulasi dinamika fluida steady state untuk bangunan pengering ERK skala lapang apabila dioperasikan pada malam hari. Karena pengering ERK harus dapat digunakan untuk mengeringkan produk pada segala kondisi, baik siang maupun malam, bahkan bila hari hujan pun pengering masih dapat dioperasikan dengan baik. Simulasi ini didasarkan pada disain terbaik yang dihasilkan pada perhitungan simulasi tahap ke-2 dan ke Bahan Uji Pengering ERK Skala Laboratorium Bahan uji pengering ERK merupakan bangunan persegi empat berdinding transparan dari jenis plastik mika. Dimensi alat 84 cm x 89 cm dan tinggi 78 cm. Atap berbentuk lengkungan (busur), dengan tinggi busur 8 cm. Pada satu sisi dinding terdapat tiga buah outlet berbentuk segi empat berukuran 3 cm x 5 cm, dan di sisi yang berseberangan terdapat satu buah inlet berukuran 12 cm x 12 cm. Pada lubang inlet dipasangkan kipas aksial 16 W. Penukar panas ditempatkan di depan inlet/kipas berukuran 20 cm x 16 cm x 4 cm. Pengering dijalankan dengan memanaskan air di dalam panci terlebih dahulu menggunakan kompor listrik bertenaga 250 W. Air panas dari panci kemudian dialirkan ke dalam pipa penukar panas. Udara panas dihembuskan oleh kipas menuju ke ruang pengering. Skema model pengering ERK dapat dilihat pada Gambar V Keterangan: 1. Dinding transparan 2. Outlet 3. Penukar panas 4. Kipas (inlet) 4 Gambar V-2. Pengering ERK skala laboratorium dengan komponen penyusun di dalamnya Kriteria Disain Pengering ERK Skala Lapang Prototipe pengering ERK scale up merupakan disain yang telah dihasilkan dari perhitungan optimisasi dengan dimensi 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m. Dua buah inlet masing-masing berukuran 0.1

90 m x 1 m, dan dua buah outlet masing-masing berukuran 0.2 m x 0.8 m. Rak berukuran 2.8 m x 2.8 m. diletakkan di tengah-tengah bangunan, terdiri dari 8 rak dengan jarak antar rak sebesar 0.2 m. Rak paling bawah berjarak 0.4 m dari lantai. Penukar panas berukuran 1 m x 1.2 m terletak di depan inlet berjarak 0.2 m dari inlet. Kipas bawah berdiameter 0.2 m dengan daya 120 W diletakkan 0.2 m di depan penukar panas. Kipas tengah berdiameter 0.2 m dengan daya 120 W berada di tengah bangunan pada ketinggian 2 m dari lantai. Pada penelitian ini, simulasi dilakukan dengan mengubah posisi inlet dan outlet dalam pengering ERK dan ukuran disesuaikan dengan hasil yang diperoleh dari perhitungan optimisasi. Hasil yang baik ditentukan dari parameter keseragaman nilai suhu dan kecepatan pada posisi dimana rak ditempatkan. Untuk itu digunakan 2 buah skenario disain yang dibedakan berdasarkan posisi inlet, outlet. Skenario pertama digambarkan secara skematis di bidang XY pada Gambar V-3, dimana inlet terletak di dinding dengan posisi 1 m dari tanah dan outlet di dinding yang berseberangan pada posisi 1.6 m dari lantai pengering. Dua buah kipas digunakan sebagai pengaduk udara pengering. Kipas 1 dengan daya 100 W berada di depan penukar panas dan kipas 2 dengan daya 40 W berfungsi sebagai pengaduk berada di atas rak. Skenario kedua digambarkan pada Gambar V-4, dimana inlet terletak pada ketinggian 1 m dari tanah dan outlet pada ketinggian 1.6 m dari tanah pada sisi berseberangan, dengan jumlah kipas dan posisi kipas yang sama dengan skenario pertama Kriteria Disain Pengering ERK Skala Lapang Hasil Modifikasi Berdasarkan disain terpilih pada tahap kedua selanjutnya dilakukan simulasi untuk menentukan posisi dan besarnya daya kipas yang digunakan agar tercapai keseragaman suhu, RH dan kecepatan udara di dalam ruang pengering. Skenario ketiga digambarkan secara skematis pada Gambar V-5. Disain skenario 2 merupakan disain yang terpilih karena tingkat keseragaman suhu dan kecepatan yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan disain skenario 1. Selanjutnya disain skenario 3 dimodifikasi dengan menambahkan kipas atas, berdiameter 0.2 m dengan daya 100 W yang diletakkan di atas penukar panas pada ketinggian 2 m dari lantai pengering. Kipas bawah dan tengah masing-masing berdiameter 0.2 m dengan daya masing-masing 100 W dan 40 W.

91 (a) m m Dimensi: 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m Keterangan: 1. Inlet 2. Penukar panas 3. Kipas bawah 4. Rak 5. Kipas tengah 6. Outlet y x 3.6 m Gambar V-3. (b) Skema pengering ERK skenario 1 (a) 3 dimensi, (b) 2 dimensi tampak depan.

92 (a) Dimensi: 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m 1.4 m m Keterangan: 1. Inlet 2. Penukar panas 3. Kipas bawah 4. Rak 5. Kipas tengah 6. Outlet y x 3.6 m (b) Gambar V-4. Skema pengering ERK skenario 2 (a) 3 dimensi, (b) 2 dimensi tampak depan

93 (a) 1.4 m m Dimensi: 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m Keterangan: 1. Inlet 2. Kipas atas 3. Penukar panas 4. Kipas bawah 5. Rak 6. Kipas tengah 7. Outlet y x Gambar V m (b) Skema pengering ERK skenario 3 (a) 3 dimensi, (b) 2 dimensi tampak depan Asumsi, Kondisi Awal dan Kondisi Batas Dalam Perhitungan Simulasi Aliran Udara Asumsi

94 Pengering ERK Skala Laboratorium 1) Udara tidak termampatkan (incompressible), ρ konstan. 2) Bilangan Prandtl udara konstan (panas jenis, konduktivitas dan viskositas udara konstan) 3) Udara bergerak dalam kondisi steady. 4) Udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi, yaitu pada nilai 30 o C. 5) Aliran udara dianggap laminer, didasarkan oleh bilangan Re = Aliran laminer jika Re < 2000 (Holman, J.P., 1997). Perhitungan aliran laminer ditunjukkan pada Lampiran V Pengering ERK Skala Lapang 1) Udara tidak termampatkan (incompressible), ρ konstan. 2) Bilangan Prandtl udara konstan (panas jenis, konduktivitas dan viskositas udara konstan) 3) Udara bergerak dalam kondisi steady. 4) Udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi, yaitu pada nilai 36 o C. 5) Kecepatan udara pada kipas dianggap konstan 6) Aliran udara dianggap laminer, didasarkan oleh bilangan Re = 75.5 Perhitungan aliran laminer ditunjukkan pada Lampiran V Kondisi Awal Untuk semua disain pengering ERK analisis CFD dilakukan pada kondisi awal sebagai berikut: 1) Kecepatan aliran udara awal baik pada arah koordinat x, y dan z = 0 m/dt 2) Suhu dinding = suhu lingkungan 3) Tekanan udara = 1 atm = kpa Kondisi Batas Pengering ERK Skala Laboratorium Pengering ERK Skala Laboratorium dibatasi oleh dinding yang berbentuk bangunan segiempat dengan atap melengkung (Gambar V-2). Parameter penentu kondisi batas pada analisis ini adalah: 1) Inlet sekaligus kipas dianggap sebagai velocity inlet dengan kecepatan 2.3 m/dt 2) Outlet dianggap sebagai outflow dengan ratio bukaan 1 3) Dinding terbuat dari plastik dengan parameter: - Fluks panas = 17.5 W/m 2

95 - Suhu dinding = 30 o C - Ketebalan dinding = 0.15 mm - Koefisien pindah panas konveksi (h) = 1.4 W/m 2 K - emisivitas = 0.95 (didekati dengan emisivitas kaca, Holman, 1997) - Laju pembentukan panas = 0 W/m 3 Perhitungan koefisien pindah panas konveksi (h) pada dinding: Suhu fluida operasi pada dinding = 30 o C = 303 K Sifat Nilai Massa jenis kg/m 3 Panas Jenis kj/kg o C Konduktivitas panas W/m.K Viskositas dinamik 1.86 x 10-5 Pa.dt Viskositas kinematik 1.59 x 10-5 m 2 /dt Bilangan Prandtl 0.7 Koefisien pindah panas konveksi pada dinding dianggap sebagai konveksi bebas. Nilai h ini dinyatakan dalam persamaan yang diberikan Churchill dan Chu dalam Holman (1997): * ( 1)( 0.78) gβtx 303 Gr = = = 6.1x10 2 ν 5 2 ( 1.59x10 ) Ra = Gr Pr = 6.1x10 7 x 0.7 = 4.2 x 10 7 Nu = ( 1/ 4) 7 ( ) ( 1/ 4) 0.67Ra 0.67x 4.2x10 [ ( ) ( ) ] ( ) = /16 4 / 9 ( ) ( 9 / / Pr / 0.7 ) Nu = (53.9/1.305) = 42 Jadi Nu k 42x h = = = 1.4W / m K x [ ] ( 4 / 9) 4) Penukar panas sebagai radiator dengan parameter sebagai berikut: - Koefisien kehilangan (k) = Koefisien pindah panas konveksi (h) = 14.7 W/m 2 K - Suhu penukar panas = 69 o C - fluks panas = 536 W/m 2 Perhitungan koefisien kehilangan (k) pada penukar panas Suhu fluida operasi pada penukar panas = 44 o C Sifat Nilai Massa jenis 1.11 kg/m 3 Panas Jenis kj/kg o C Konduktivitas panas W/m.K Viskositas dinamik 1.92 x 10-5 Pa.dt

96 Bilangan Prandtl 0.7 Penurunan tekanan ( p) dihitung dari daya kipas (P) p = P ç/(v inlet A inlet ) = 16 x 0.7 /(2.3 x ) = 338 Pa 2 p 2x338 Jadi k = = = 115 ρ 2 2 v 1.11x2.3 kipas 1. Perhitungan koefisien pindah panas konveksi pada penukar panas Suhu air panas masuk = 80 o C dan suhu air panas keluar = 58 o C T HE = ( )/2 = 69 o C Suhu udara di depan HE = 44 o C. m r Cp r ( t r t a ) = h HE A HE ( t HE t r ) m. m r = ñ r v inlet A inlet = (kg/m 3 ) x 2.3 (m/dt) x (m 2 ) = kg/dt Jadi h A HE. m Cp ( t t ) ( t hi t a ) ( t ho t r ) ( t hi t a ) ln ( t t ) ho r 0.038x1007.3x = 1.29x ( 44 30) r r r a HE = = ( 80 30) ( 58 44) ( 80 30) ln ( 58 44) W / m K Pengering ERK Skala Lapang Pengering ERK Skala Lapang dibatasi oleh dinding yang berbentuk bangunan segiempat dengan atap melengkung. Untuk disain skenario 1, 2, 3 masing-masing ditunjukkan pada Gambar V-3, V-4 dan V-5. Parameter penentu kondisi batas pada analisis ini adalah: 1) Inlet dianggap sebagai velocity inlet dengan kecepatan 0.24 m/dt 2) Outlet dianggap sebagai outflow dengan ratio bukaan 1 3) Kipas bawah (depan penukar panas), dengan parameter sebagai berikut: - Penurunan tekanan = 1458 Pa - Kecepatan minimum = 1 m/dt - Kecepatan maksimum = 2 m/dt 4) Kipas tengah (di atas rak paling atas, di tengah ruang pengering), dengan parameter sebagai berikut: - Penurunan tekanan = 583 Pa - Kecepatan minimum = 0.05 m/dt - Kecepatan maksimum = 0.2 m/dt 5) 5) Kipas atas (di atas penukar panas), dengan parameter sebagai berikut:

97 - Penurunan tekanan = 1458 Pa - Kecepatan minimum = 1 m/dt - Kecepatan maksimum = 2 m/dt 6) Dinding terbuat dari plastik dengan parameter sebagai berikut: - Fluks panas = 12.5 W/m 2 - Suhu dinding = 36 o C - Ketebalan dinding = 0 mm - Koefisien pindah panas konveksi (h) = 1 W/m 2 K - Emisivitas = 0.95 (didekati dengan emisivitas kaca, Holman, 1997) - Laju pembentukan panas = 0 W/m 3 7) Rak ada 8 buah bertingkat dianggap sebagai porous jump dengan parameter sebagai berikut: - Permeabilitas permukaan (α) = x 10 8 m 2 - Tebal rak = 0.01 m - Koefisien porous jump (C 2 )= (1/m) 8) Penukar panas sebagai radiator dengan parameter sebagai berikut: - Koefisien kehilangan (k) = Koefisien pindah panas konveksi (h) = 35 W/m 2 K - Suhu penukar panas = 64 o C - Fluks panas = W/m 2 9) Sumber panas dari surya dianggap dipindahkan pada pelat yang berada di bawah dinding atap, dianggap sebagai radiator dengan parameter sebagai berikut: - Koefisien kehilangan (k) = Koefisien pindah panas konveksi (h) = 32 W/m 2 K - Suhu penukar panas = 64 o C - Fluks panas = 500 W/m Perhitungan secara Rinci Parameter Kondisi Batas pada Pengering ERK Skala Lapang Perhitungan secara rinci dari masing-masing parameter kondisi batas pada pengering ERK skala lapang tersebut di atas diuraikan di bawah ini. 1) Perhitungan parameter kondisi batas pada dinding a. Koefisien pindah panas konveksi (h) pada dinding. Suhu fluida operasi pada dinding = 36 o C Sifat Nilai Massa jenis kg/m 3

98 Panas Jenis kj/kg o C Konduktivitas panas W/m.K Viskositas dinamik 1.99 x 10-5 Pa.dt Viskositas kinematik 1.77 x 10-5 Bilangan Prandtl 0.7 Koefisien pindah panas konveksi pada dinding dianggap sebagai konveksi bebas. Nilai h ini dinyatakan dalam persamaan yang diberikan Churchill dan Chu dalam Holman (1997): * ( 1)( 2.1) gβtx 309 Gr = = = 9.4x10 2 ν 5 2 ( 1.77x10 ) Ra = Gr Pr = 9.4x10 8 x 0.7 = 6.6 x 10 8 Nu = ( 1 / 4) 8 ( ) ( 1 / 4) 0.67Ra 0.67x 6.6x10 [ ( ) ( ) ] ( ) = / 16 4 / 9 ( ) ( 9 / / Pr / 0.7 ) Nu = (107.4/1.305) = 83 Jadi Nu k h = x 83x = = 1W / m K [ ] ( 4 / 9) 2) Perhitungan parameter kondisi batas pada rak. Rak berupa plat berlubang dianggap sebagai porous jump. a. Permeabilitas permukaan (α) dihitung dengan persamaan (FLUENT ver. 5.3): 2 Dp α = 150 ε = 2 ( 1 ε ) 150 ( 1 0.4) = 1.896x10 D p = diameter produk (cengkeh) = 0.4 cm = m Å = porositas tumpukan produk (cengkeh) = m 2 b. Koefisien porous jump (C 2 ) dihitung dengan persamaan (FLUENT ver. 5.3): 3.5 = D ( 1 ε ) 3.5 ( 1 0.4) C2 = = 3 3 p ε / ( m) 3) Perhitungan parameter kondisi batas pada penukar panas a. koefisien kehilangan (k) pada penukar panas Suhu fluida operasi pada penukar panas = o C Sifat Nilai Massa jenis kg/m 3 Panas Jenis kj/kg o C Konduktivitas panas W/m.K Viskositas dinamik 1.95 x 10-5 Pa.dt

99 Penurunan tekanan ( p) dihitung dari daya kipas bawah (P = 100 W) A inlet = 0.1 m x 1 m x 2 buah = 0.2 m 2 p = P ç/(v inlet A inlet ) = 100 x 0.7 /(0.24 x 0.2) = 1458 Pa 2 p 2x1458 Jadi k = = = 1855 ρ 2 2 v 1.092x1.22 kipas b. Perhitungan koefisien pindah panas konveksi (h HE ) pada penukar panas Suhu fluida operasi pada penukar panas = o C. m r Cp r ( t t ) = h A ( t t ) r a HE HE HE r. m r Jadi = ñ r v inlet A inlet = (kg/m 3 ) x 0.24 (m/dt) x 0.2 (m 2 ) = kg/dt h. mr Cp = A r( t r ta ) ( t t ) x1007.5x = 1.2x ( ) ( ) HE = HE HE r 2 35W / m K 4) Perhitungan parameter kondisi batas pada sumber panas dari surya a. Perhitungan koefisien kehilangan (k) Radiasi surya diteruskan oleh dinding dan diterima oleh plat yang diletakkan di bawah dinding. Plat dianggap sebagai radiator. Perhitungan parameter kondisi batas pada radiator tersebut adalah: Suhu fluida operasi pada sumber panas tersebut = o C Penurunan tekanan ( p) dihitung dari daya kipas tengah (P = 40 W) A inlet = 0.1 m x 1 m x 2 buah = 0.2 m 2 p = P ç/(v inlet A inlet ) = 40 x 0.7/(0.24 x 0.2) = 583 Pa 2 p 2x583 Jadi k = = = ρ 2 2 v 1.092x0.2 kipas b. Perhitungan koefisien pindah panas konveksi (h R ) pada sumber panas dari surya Suhu fluida operasi pada sumber panas tersebut = o C Asumsi: Sumber energi dari matahari dengan intensitas radiasi (I = 500 W/m 2 ) dipindahkan ke plat yang dianggap berada di bawah dinding atap bangunan. IA Jadi R = h R h A R ( t t ) R r IA 500 R R = = = AR ( tr tr ) ( ) 2 32W / m K

100 Validasi Simulasi Aliran Udara pada Pengering ERK Validasi model simulasi dilakukan dengan membandingkan nilai suhu, RH dan kecepatan udara hasil perhitungan dengan hasil pengukuran pada pengering ERK skala laboratorium, pada titik-titik tertentu yang diinginkan, yaitu titik-titik di bidang YZ dengan jarak X= 40 cm, dengan jarak antar titik 10 cm. Kriteria hasil validasi dianalisis dengan metoda 'curve-fitting' Parameter Pengukuran Bangunan pengering ERK skala lapboratorium dibagi dalam beberapa grid, dengan dimensi grid 10 cm x 10 cm menggunakan benang (Lihat Gambar V-6). Parameter yang diukur selama percobaan adalah suhu, RH dan kecepatan angin pada setiap titik pada grid yang terbentuk setelah kondisi steady (konstan). Pompa untuk mengisap air panas dari radiator outlet Air panas sbg pemanas tambahan yang dipanaskan oleh kompor listrik Penukar panas dan kipas pada inlet Grid dari benang halus Gambar V-6. Grid yang dibentuk oleh benang pada pengering ERK skala laboratorium HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi Aliran Fluida pada Pengering ERK Skala Laboratorium

101 Bentuk Grid Hasil Simulasi Grid dibuat dengan ketentuan minimal terdapat 3 titik (node) pada setiap ruas sisi dari bentuk yang bersangkutan. Bentuk grid yang dihasilkan dari perhitungan simulasi model pengering ERK dengan CFD dinyatakan dalam Gambar V-7. Gamba r V-7. Grid pada p Distribusi Suhu dan Kecepatan Udara Pengering pada Pengering ERK Skala Laboratorium Distribusi suhu dan kecepatan udara pengering dalam pengering ERK skala laboratorium masing-masing dinyatakan dalam Gambar V-8 dan Gambar V-9. Udara panas dari penukar panas terdorong ke depan sepanjang inlet dan disebarkan ke seluruh ruang pengering. Suhu yang paling besar berada di depan inlet 44 o C dan setelah menyebar ke tengah dan atas ruang pengering suhu mulai berkurang. Namun demikian suhu ruang mempunyai kecenderungan seragam di bagian tengah dan atas bangunan dengan nilai rata-rata 40 o C dengan kisaran antara 36 o C hingga 44 o C, yang ditunjukkan oleh warna biru pada Gambar V-8. Kecepatan aliran udara tinggi terdapat di depan kipas inlet, yaitu pada kisaran 0.96 hingga 1.28 m/dt dan melewati bagian bawah ruang pengering menuju outlet. Selanjutnya kecepatan

102 udara di tengah ruang mulai menurun berkisar pada 0.16 m/dt hingga 0.39 m/dt. Di tengah ruangan, udara berbalik arah dari outlet dan akhirnya berbalik kembali akibat hisapan udara di depan kipas Gambar V-8. Distribusi suhu udara pengering ( o C) di dalam pengering ERK skala laboratorium Gambar V-9. Distribusi kecepatan udara pengering (m/dt) di dalam pengering ERK skala laboratorium Distribusi RH Udara Pengering pada Pengering ERK Skala laboratorium

103 RH ruang pengering ditentukan menggunakan persamaan (32). Pada kondisi suhu lingkungan 30 o C dan suhu bola basah 26 o C, diperoleh RH sebesar 75%. Hasilnya diperlihatkan pada Lampiran V-4. RH ruang pengering berkisar antara 35 % hingga 79 %. RH terendah berada pada posisi (x, y, z) = ( 40, 10, 40) atau pada posisi 10 cm dari lantai, yaitu sebesar 35 %. Pada ruang bagian tengah dan atas memiliki nilai RH yang hampir seragam yaitu 39 % Validasi Suhu, Kecepatan dan RH Hasil Perhitungan Simulasi Aliran Fluida pada Pengering ERK Skala Laboratorium Hasil simulasi model aliran dan pindah panas adalah berupa kontur distribusi suhu dan vektor kecepatan yang menunjukkan besar dan arah aliran udara di dalam ruang pengering. Validasi model dilakukan dengan membandingkan data ukur kecepatan udara pada 43 titik pengukuran dengan hasil simulasi. Hasil kuantitatif nilai suhu hasil simulasi dan hasil pengukurannya pada bidang yz pada x = 400 mm, dinyatakan pada Lampiran V-4. Hasil validasi suhu ditunjukkan dengan membandingkan suhu ukur dan suhu simulasi pada Gambar V-10. Perbedaan antara data suhu pengukuran dan suhu hasil perhitungan CFD dinyatakan dalam nilai standar deviasi yaitu sebesar 1 o C. Namun secara umum terjadi kecenderungan yang sama. Validasi kecepatan udara diperlihatkan pada Gambar V-11. Kecepatan hasil simulasi mendekati data ukur. Pada beberapa titik, memiliki perbedaan yang agak menyolok, hal ini berkaitan erat dengan penentuan jarak grid yang sedikit berbeda antara pengukuran dan simulasi. Bagian bawah (ketinggian 0 cm hingga 40 cm) perbedaan antara nilai kecepatan ukur dan hitung tampak besar. Namun di bagian atas ruang, perhitungan simulasi mendekati nilai pengukuran. Perbedaan antara kecepatan hasil pengukuran dan kecepatan hasil perhitungan CFD dinyatakan dalam nilai standar deviasi 0.19 m/dt. Suhu (C) SD = 1 o C y =10 cm y =20 cm y =30 cm y =40 cm y =50 cm y =60 cm Koordinat z (cm) T-uk ur T-CF D

104 Gambar V-10. Validasi suhu udara hasil simulasi (T CFD ) terhadap suhu pengukuran (T ukur ) di dalam pengering ERK skala laboratorium, pada x=40 cm. K ecepatan (m/dt SD = 0.19 m/dt y =10 cm y =20 cm y =30 cm y =40 cm y =50 cm y =60 cm Koordinat z (cm) v-uk ur v-cd Gambar V-11. Validasi kecepatan aliran udara hasil simulasi (v -CFD ) terhadap kecepatan pengukuran (v ukur ) di dalam pengering ERK skala laboratorium, pada x=40 cm. Validasi RH dilakukan dengan membandingkan RH ukur dengan RH hitung yang didasarkan pada suhu hasil simulasi CFD:Fluent 5.3. (Gambar V-12). Secara umum terdapat kecenderungan yang sama antara RH hasil pengukuran dan RH hasil perhitungan CFD. Perbedaan secara umum dinyatakan dalam standar deviasi sebesar 3%.

105 RH (%) SD = 3% y =10 cm y =20 cm y =30 cm y =40 cm y =50 cm y =60 cm Koordinat z (cm) RH-ukur RH-hitung Gambar V-12. Validasi RH udara hasil simulasi (RH CFD ) terhadap RH pengukuran (RH ukur ) di dalam pengering ERK skala laboratorium, pada x=40 cm Simulasi Aliran Fluida Pengering ERK Skala Lapang Distribusi Suhu Udara Pengering pada Pengering ERK Skala Lapang Disain skenario 1. Distribusi suhu udara pada penampang bidang XY pada Z = 1.8 m dinyatakan pada Gambar V-13. Distribusi suhu pada setiap rak dapat dilihat pada Gambar V-13 dan hasil kuantitatif simulasi ditunjukkan pada Tabel V-2. Rata-rata suhu dari ke delapan rak tersebut adalah 44.9 o C dan ragam 2.2 o C. Udara lingkungan masuk melalui inlet (ketinggian 1 m) kemudian dipanaskan penukar panas dan didistribusikan oleh kipas ke seluruh ruangan. Udara pada rak bagian atas lebih panas dibandingkan dengan udara di bawahnya, karena adanya pengaruh radiasi matahari. Kipas tengah (ketinggian 1.8 m) mendistribusikan udara panas yang berada di rak atas (rak 8) agar lebih tersebar ke rak di bawahnya. Namun karena outlet (ketinggian 1.6 m) berada di dekat rak atas, maka udara panas ini langsung keluar sebelum sempat tersebar ke rak-rak di bawahnya. Rata-rata suhu terbesar terjadi udara pada rak atas (rak 8, pada ketinggian 1.8 m) yaitu 47.5 o C dan rata-rata suhu terendah pada rak 4 (ketinggian 1 m), yaitu 43.8 o C. Nilai suhu terendah ini dipengaruhi oleh adanya aliran udara lingkungan dari inlet, dimana posisi rak 4 dan inlet berada pada ketinggian yang sama.

106 Tabel V-2. Nilai ragam suhu udara pengering disain skenario 1 Rak 1 Rak 2 Rak 3 Rak 4 Rak 5 Rak 6 Rak 7 Rak 8 Rata-rata seluruh rak Ketinggian (m) Suhu rata-rata setiap rak( o C) Standar deviasi setiap rak( o C) Distribusi pada rak 1 (Gambar V-14) cenderung seragam dengan keragaman dan nilai ratarata suhu udara terendah diantara rak lainnya (standar deviasi 0.5 o C dan rata-rata 44.1 o C). Kipas bawah meniupkan udara panas ke rak-rak di atasnya. Pengaruh aliran panas ini terjadi pada rak 4 (Gambar V-15), dimana kontur yang terjadi sangat beragam, hingga menghasilkan keragaman terbesar (2.5 o C). Akibat adanya radiasi surya yang menimpa rak 8, maka pada rak ini suhu udara yang terjadi lebih besar dibandingkan rak-rak di bawahnya (47.5 o C). Pada Gambar V-16, kipas bawah dan kipas tengah belum sepenuhnya dapat menurunkan suhu udara di rak 8, selanjutnya karena outlet berada sejajar dengan rak 8, maka udara panas ini (ditunjukkan oleh warna kuning pada Gambar V-13) langsung bergerak keluar menuju outlet, sebelum sempat mengenai rak-rak di bawahnya Gambar V-13. Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 1, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.

107 Gambar V-14. Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 1, pada rak 1 Gambar V-15. Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 1, pada rak 4

108 Gambar V-16. Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 1, pada rak 8 Disain skenario 2. Gambar V-17 memperlihatkan distribusi suhu udara pengering pada bidang XY pada Z = 1.8 m. Distribusi suhu udara di rak diperlihatkan pada Gambar V-18 hingga V-19 dan hasil kuantitatif suhu udara dinyatakan pada Tabel V-3. Rata-rata suhu udara dari seluruh rak adalah 45.3 o C dan nilai ragam 1.91 o C. Nilai ragam yang diperoleh dari simulasi disain skenario 2 lebih baik dibandingkan dengan nilai ragam suhu pada skenario 1. Tabel V-3. Nilai ragam suhu udara pengering disain skenario 2 Rak 1 Rak 2 Rak 3 Rak 4 Rak 5 Rak 6 Rak 7 Rak 8 Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8 Jarak (mm) Suhu rata-rata setiap rak( o C) Standar deviasi setiap rak( o C)

109 Gambar V-17. Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 2, pada bidang XY pada Z = 1.8 m. Udara lingkungan masuk melalui inlet (ketinggian 1.4 m) bersuhu 30 o C, sebagian mengalir ke bawah karena tarikan kipas bawah, dan melewati penukar panas (suhu udara menjadi 59 o C). Oleh kipas bawah, udara disebarkan ke rak 1 hingga rak 7. Udara lingkungan yang melewati inlet sebagian lagi ke atas menuju ke rak atas (rak 8). Udara ini dipanaskan oleh adanya radiasi surya. Kipas tengah mendistribusikan udara ke rak-rak di bawahnya, yaitu rak 7, rak 6 dan rak 5 dan akhirnya menuju outlet. Di sini udara panas dari rak atas sebelum keluar melewati outlet, masih dapat dimanfaatkan oleh rak-rak di bawahnya. Rata-rata suhu tertinggi berada di rak atas (rak 8), yaitu 47.5 o C akibat pemanasan dari radiasi surya, dan terendah terjadi pada rak bawah (rak 1), yaitu 43.5 o C. Dengan merubah posisi ketinggian inlet dan outlet, diperoleh distribusi suhu udara yang lebih seragam pada skenario 2. Suhu udara pada rak 1 (Gambar V-18) memiliki kecenderungan yang seragam, terlihat dari bentuk kontur yang sederhana. Karena posisi inlet berada pada ketinggian 1.4 m (sejajar dengan rak 6), maka pada rak 6 udara terdistribusi lebih beragam (Gambar V-19). Namun udara panas pada rak 8 akibat dari radiasi surya dapat lebih menyebar ke bawah akibat dari efek hisapan dari outlet yang berada pada ketinggian 0.8 m (Gambar V-17).

110 Gambar V-18. Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 2, pada rak 1 Gambar V-19. Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 2, pada rak 6 Berdasarkan kedua skenario disain di atas, ternyata disain skenario 2 memberikan hasil yang terbaik, dengan rata-rata nilai ragam pada seluruh rak sebesar 1.9 o C. Selanjutnya disain skenario 2 ini akan dipilih untuk analisis posisi dan jumlah kipas pada skenario 3.

111 Distribusi Kecepatan Udara Pengering pada Pengering ERK. Disain skenario 1. Distribusi kecepatan pada penampang bidang XY pada Z = 1.8 m dinyatakan dalam Gambar V-20. Arah aliran udara pada penampang bidang XY pada Z = 1.8 m ditampilkan pada Gambar V-21 dan data kuantitasif hasil simulasi dinyatakan pada Tabel V-4. Rata-rata kecepatan dari seluruh rak adalah m/dt dan nilai ragam kecepatan dari seluruh rak adalah m/dt. Udara di atas rak 4 (ketinggian 1 m) mempunyai nilai terbesar yaitu m/dt, dimana posisinya tepat di depan inlet. Hal ini menyebabkan suhu udara di rak tersebut mempunyai nilai yang rendah. Kecepatan udara di rak 6 mempunyai nilai terkecil, yaitu m/dt, karena pengaruh posisi outlet bertepatan pada posisi rak 6 (ketinggian 1.6 m). Udara di bagian atas ruang pengering mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan udara di bawahnya, karena daya kipas tengah yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan kipas bawah. Gambar V-20. Distribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.

112 Gambar V-21. Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada bidang XY pada Z = 1.8 m. Gambar V-22. Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada rak 2.

113 Gambar V-23. Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada rak 6. Gambar V-24. Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada rak 8. Pada Gambar V-22, di bagian tengah rak, akibat dorongan kipas bawah, udara bergerak dengan kecepatan besar, kemudian mulai menurun ke bagian tepi rak. Rak 1 hingga rak 4

114 memiliki pola kontur aliran udara yang hampir sama, dengan nilai ragam kecepatan terbesar pada rak 2. Pada Gambar V-23, pengaruh kipas bawah semakin berkurang, sehingga kecepatan udara di rak 6 cenderung lebih seragam dibandingkan rak-rak lainnya. Pada Gambar V-24, kecepatan udara terpengaruh oleh adanya kipas tengah dan outlet. Udara terputar langsung menuju outlet. Tabel V-4. Nilai ragam kecepatan udara pengering disain skenario 1 Ketinggian (m) Kecepatan rata-rata (m/dt) Standar deviasi ratarata (m/dt) Rak 1 Rak 2 Rak 3 Rak 4 Rak 5 Rak 6 Rak 7 Rak 8 Rata-rata dari rak 1 hingga rak Disain skenario 2 Distribusi kecepatan dan vektor kecepatan pada penampang bidang XY pada Z = 1.8 m masing-masing dinyatakan dalam Gambar V-24 dan Gambar V-25. Kecepatan pada beberapa rak ditampilkan pada Gambar V-26, V-27 dan V-28. Data kuantitasif hasil simulasi dinyatakan pada Tabel V-5. Rata-rata kecepatan dari seluruh rak adalah m/dt dan nilai ragam kecepatan dari seluruh rak adalah m/dt. Tabel V-5. Nilai ragam kecepatan udara pengering disain skenario 2 Rak 1 Rak 2 Rak 3 Rak 4 Rak 5 Rak 6 Rak 7 Rak 8 Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8 Ketinggian (m) Kecepatan ratarata (m/dt) Standar deviasi kecepatan (m/dt)

115 Distribusi kecepatan pada rak 6 (ketinggian 1.4 m), yang tepat berada di depan inlet mempunyai nilai rata-rata kecepatan yang tertinggi. Kecepatan rata-rata terendah terletak pada rak 4, yaitu m/dt, hal ini disebabkan oleh adanya pemisahan aliran udara, sebagian ke atas sejajar dengan posisi inlet, dan sebagian lagi ke bawah sejajar dengan posisi kipas bawah. Rak 4 tepat merupakan batas antara keduanya, oleh karena itu mempunyai nilai rata-rata terendah (Gambar V-25). Gambar V-25. Distribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 2, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.

116 Gambar V-26. Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 2, pada bidang XY pada Z = 1.8 m. Gambar V-27. Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 2, pada rak 1.

117 Gambar V-28. Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 2, pada rak 4. Nilai ragam yang dihasilkan dari simulasi disain skenario 2, juga lebih baik dibandingkan dengan disain skenario 1. Oleh karena itu berdasarkan hasil ini, disain skenario 2 selanjutnya akan digunakan untuk menentukan posisi dan besarnya kipas, yang akan disimulasikan ke dalam disain skenario Distribusi RH Pengering pada Pengering ERK. RH udara dihitung berdasarkan nilai suhu udara yang dihasilkan dari simulasi CFD. Rata-rata RH udara pengering pada disain skenario 1 dan 2 serta nilai ragam masing-masing rak diperlihatkan pada Tabel V-6. Keragaman RH udara juga mengikuti pola suhu udara. Disain skenario 2 ternyata memberikan keragaman RH udara pengering yang lebih dibandingkan dengan disain skenario 1. Sehingga selanjutnya disain skenaio 2 dipergunakan untuk menentukan tahap simulasi berikutnya. Tabel V-6. Nilai ragam RH udara pengering disain skenario 1 dan 2 Rak ke- Ketinggian RH (%) disain skenario 1 RH (%) disain skenario 2 rak (m) Rata-rata Nilai ragam Rata-rata Nilai ragam

118 Rata-rata dari seluruh rak Simulasi Aliran Fluida Pengering ERK Skala Lapang Modifikasi Distribusi Suhu, RH dan Kecepatan Udara Pengering pada Pengering ERK Skala Lapang Modifikasi Disain skenario 3. Berdasarkan hasil analisis pola aliran udara pada point dapat disimpulkan bahwa disain skenario 2 memberikan nilai ragam yang lebih kecil dibandingkan dengan disain skenario 1. Oleh karena itu, modifikasi dilakukan pada disain skenario 2, untuk mendapatkan keseragaman suhu dan kecepatan yang lebih baik. Penambahan kipas atas berdiameter 0.2 m dan daya 100 W diberikan, dengan alasan bahwa, suhu udara di rak atas (rak 8) masih terlalu tinggi dibandingkan dengan suhu udara di rak-rak di bawahnya. Dengan meletakkan kipas atas di atas penukar panas di ketinggian 1.8 m sejajar dengan rak 8, maka diharapkan udara panas di rak 8 menjadi turun dan dapat didistribusikan secara merata ke rak-rak di bawahnya. Distribusi suhu dan serta vektor arah kecepatan udara pengering, masing-masing ditampilkan pada Gambar V-29, V-30 dan V-31. Sedangkan hasil kuantitatif suhu, kecepatan dan RH udara pengering dinyatakan pada Tabel V-7, V-8 dan V-9.

119 Gambar V-29. Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 3, pada bidang XY pada Z = 1.8 m. Gambar V-30. Distribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 3, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.

120 Gambar V-31. Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 3, pada bidang XY pada Z = 1.8 m. Pada ketiga gambar di atas, dapat dilihat, adanya penurunan suhu udara di rak atas (rak 8) oleh karena tiupan angin dari kipas atas. Suhu udara menjadi semakin seragam dengan rata-rata 45.4 o C dan nilai ragam 1.6 o C yang lebih kecil dibandingkan dengan skenario 1 dan 2 di atas. Namun dengan penambahan kipas, aliran udara menjadi lebih beragam, yaitu dengan rata-rata 0.05 m/dt dan nilai ragam 0.03 m/dt. Nilai ini lebih besar dibandingkan skenario 1 dan 2. Hal ini diperjelas dengan Gambar V-32 hingga Gambar V-35. Kontur suhu dan kecepatan dengan nilai ragam terkecil masing-masing ditunjukkan pada Gambar V-32 dan Gambar V-34. Sedangkan Kontur suhu dan kecepatan dengan nilai ragam terbesar masing-masing ditunjukkan pada Gambar V-33 dan Gambar V-35.

121 Gambar V-32. Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 3, pada rak 1. Gambar V-33. Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 3, pada rak 8.

122 Gambar V-34. Distribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 3, pada rak 4. Gambar V-35. Distribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 3, pada rak 8. Tabel V-7. Nilai ragam suhu udara pengering disain skenario 3

123 Rak 1 Rak 2 Rak 3 Rak 4 Rak 5 Rak 6 Rak 7 Rak 8 Rata-rata seluruh rak Ketinggian (m) Suhu rata-rata (m/dt) Standar deviasi suhu ( o C) Tabel V-8. Nilai ragam kecepatan udara pengering disain skenario 3 Rak 1 Rak 2 Rak 3 Rak 4 Rak 5 Rak 6 Rak 7 Rak 8 Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8 Ketinggian (m) Kecepatan ratarata (m/dt) Standar deviasi kecepatan (m/dt) Tabel V-9. Nilai ragam RH udara pengering disain skenario 3 Rak 1 Rak 2 Rak 3 Rak 4 Rak 5 Rak 6 Rak 7 Rak 8 Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8 Ketinggian (m) RH rata-rata (%) Standar deviasi RH (%) Simulasi Aliran Fluida Pengering ERK Skala Lapang Modifikasi pada Malam Hari Pada malam hari, dimana tidak ada pengaruh radiasi surya, maka energi pengeringan hanya mengandalkan pemanasan dari biomass yang dipindahkan ke dalam ruang pengering melalui penukar panas. Suhu udara lingkungan pada malam hari berkisar pada 26 o C, hal ini sangat mempengaruhi suhu udara pengering. Sehingga untuk mendapatkan suhu udara pengering yang sama dengan suhu udara pengering pada siang hari yaitu pada kisaran 40 o C hingga 45 o C, maka diperlukan jumlah biomassa yang lebih banyak dibandingkan penggunaan bimassa pada siang hari. Disain skenario 2 atau 3 dipilih dengan posisi inlet pada ketinggian 1.4 m dan outlet pada ketinggian 0.8 m. Penggunaan kipas pada kondisi ini hanya diperlukan untuk menyebarkan panas dari penukar panas ke seluruh ruangan. Oleh karena itu hanya kipas bawah di depan penukar panas yang digunakan. Kipas atas dan kipas tengah tidak perlu dinyalakan pada malam hari. Penggunaan kipas atas dan kipas tengah justru memperbesar nilai ragam suhu dan nilai ragam kecepatan, yaitu masing-masing 2.5 o C dan 0.03 m/dt. Berdasarkan hasil simulasi CFD, penggunaan kipas atas dan tengah menyebabkan turunnya suhu pada rak bagian atas.

124 Distribusi suhu dan vektor arah kecepatan hasil simulasi CFD diperlihatkan pada Gambar V-36 dan Gambar V-37. Rata-rata suhu dan kecepatan serta nilai ragam masing-masing diperlihatkan pada Tabel V-10 dan Tabel V-11. Tabel V-10. Nilai ragam suhu udara pengering pada simulasi malam hari Rak 1 Rak 2 Rak 3 Rak 4 Rak 5 Rak 6 Rak 7 Rak 8 Rata-rata seluruh rak Ketinggian (m) Suhu rata-rata (m/dt) Standar deviasi suhu ( o C) Tabel V-11. Nilai ragam kecepatan udara pengering pada simulasi malam hari Rak 1 Rak 2 Rak 3 Rak 4 Rak 5 Rak 6 Rak 7 Rak 8 Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8 Ketinggian (m) Kecepatan ratarata (m/dt) Standar deviasi kecepatan (m/dt) Tabel V Nilai ragam RH udara pengering pada simulasi malam hari Rak 1 Rak 2 Rak 3 Rak 4 Rak 5 Rak 6 Rak 7 Rak 8 Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8 Ketinggian (m) RH rata-rata (%) Standar deviasi RH (%)

125 Gambar V-36. Distribusi suhu udara simulasi pengering pada malam hari, pada bidang XY pada Z = 1.8 m. Gambar V-37. Vektor kecepatan udara simulasi pengering pada malam hari, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.

126 Gambar V-38. Distribusi suhu udara simulasi pengering pada malam hari, pada rak 4. Gambar V-39. Vektor kecepatan udara simulasi pengering pada malam hari, pada rak 4. Perhitungan nilai ragam suhu, kecepatan dan RH udara pengering dari seluruh skenario dalam simulasi CFD ini dinyatakan dalam Gambar V-40, V-41 dan V-42.

127 Nilai ragam suhu (oc) Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Malam Percobaan lapang Gambar V-40. Perbandingan nilai ragam suhu antara disain skenario 1, 2, 3, skenario malam hari dan percobaan lapang (Bab. IV) 0.04 Nilai ragam kecepatan (m/dt) Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Malam Gambar V-41. Perbandingan nilai ragam kecepatan pada skenario 1, 2, 3 dan skenario malam hari.

128 6 5 Nilai ragam RH (%) Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Malam Gambar V-42. Perbandingan nilai ragam RH pada skenario 1, 2, 3 dan skenario malam hari. Berdasarkan hasil ini, maka dapat disimpulkan bahwa disain skenario 3 dipilih karena memiliki keragaman yang lebih baik dibandingkan dengan disain skenario 1 dan 2. Nilai ragam suhu yang diperoleh dari hasil simulasi lebih kecil dibandingkan dengan nilai ragam suhu hasil percobaan (uji lapang) yang telah dilakukan pada Bab 4 dari disertasi ini, yaitu 2.4 o C (Gambar V- 39) KESIMPULAN DAN SARAN Aliran udara, suhu dan RH memegang peranan penting dalam proses pengeringan produk. Kombinasi nilai optimal dari ketiga parameter di atas akan memberikan performansi pengeringan yang efisien. Pada penelitian ini telah dilakukan simulasi CFD yang menggambarkan distribusi aliran, suhu dan RH udara pengering. Validasi simulasi menggunakan pengering ERK skala laboratorium menunjukkan hasil bahwa model memberikan kecenderungan yang sama dengan kenyataan, baik untuk suhu, kecepatan maupun RH udara di dalam ruang pengering. Hasil simulasi menggambarkan beberapa pola aliran udara dan suhu yang diakibatkan oleh perubahan posisi inlet dan outlet. Simulasi CFD pada prototipe pengering ERK (skala lapang) menunjukkan bahwa disain skenario 3 merupakan disan terpilih, karena memiliki nilai keragaman suhu, kecepatan dan RH terendah dibandingkan kedua skenario disain lainnya. Disain skenario 3 memberikan gambaran aliran udara seperti yang diharapkan, dimana udara selain untuk menghilangkan uap air dari produk juga berfungsi sebagai perata panas. Disarankan bagi para penguna untuk menggunakan disain skenari 3 untuk mengeringkan produk-produk pertanian. Disain skenario 3 adalah pengering berukuran 3.6 x 3.6 x 2.4 m 3. Dua buah inlet masing-masing berukuran 0.1 m x 1 m pada ketinggian 1.4 m. Dua buah outlet masing-

129 masing berukuran 0.2 m x 0.8 m pada ketinggian 0.8 m pada dinding yang berseberangan dengan inlet. Tiga buah kipas dengan diameter masing-masing 0.2 m digunakan sebagai perata udara pengering. Kipas 1 (kipas bawah) terletak 0.2 m di depan penukar panas pada ketinggian 0.4 m dari lantai bangunan dengan daya 100 W. Kipas 2 (kipas tengah) terletak di tengah bangunan di atas rak paling atas dengan daya 40 W. Kipas 3 (kipas atas) terletak di atas penukar panas pada ketinggian 1.8 m sejajar dengan posisi rak paling atas (rak 8) dengan daya 100 W. Penukar panas seluas 1.2 m 2 terletak 0.2 m dari dinding pada ketinggian 0.4 m dari lantai pengering. Dengan disain tersebut, dan nilai parameter kondisi awal dan kondisi batas yang sesuai dengan hasil optimisasi maka diperoleh nilai rata-rata suhu pada seluruh rak sebesar 45.4 o C dengan nilai ragam sebesar 1.6 o C, dan nilai rata-rata kecepatan 0.05 m/dt dengan nilai ragam 0.03 m/dt, serta nilai rata-rata RH 45.6 % dan nilai ragam 3.7 %. Pada malam hari disarankan hanya menggunakan kipas bawah untuk meratakan suhu dan kecepatan udara. Kipas tengah dan kipas atas sebaiknya tidak dinyalakan. Dengan kondisi tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata suhu pada seluruh rak sebesar 43.2 o C dengan nilai ragam sebesar 2.2 o C, dan nilai rata-rata kecepatan 0.17 m/dt dengan nilai ragam 0.02 m/dt, serta nilai ragam RH 31.7 % dan nilai ragam 2.2. % DAFTAR PUSTAKA Anonim. ASAE Standard USA. Butts, C.L. dan D.H. Vaughan Modeling solar heat from covered plate attic collectors. Transaction of ASAE, vol. 30(6). USA. Condori, M. dan L. Saravia The performance of forced convection greenhouse driers. Renewable Energy, vol. 13, no. 4, pp Britain. Dyah W Analisis Pengeringan pada Alat Pengering Kopi Efek Rumah Kaca Berenergi Surya. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Dymond, C. dan C. Kutscher Development of flow distribution and design model for transpired solar collectors. Solar Energy, vol. 60, no. 5, pp Britain. Holman, J.P Perpindahan Kalor. Edisi keenam. Alih Bahasa: Jasjfi, E.. Penerbit Erlangga. Jakarta. Kamaruddin A., A.H. Tambunan, Thamrin, F. Wenur, dan Dyah W Optimisasi dalam perencanaan alat pengering hasil pertanian dengan energi surya. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Bogor. Karwito Kajian distribusi aliran dan suhu udara dalam model alat pengering. FATETA, IPB, Bogor. Lesmana, I Mempelajari keseimbangan energi dan kecepatan aliran udara berdasarkan letak kipas pada model alat pengering. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. IPB. Bogor. Mursalim Uji performansi sistem pengeringan energi surya dan tungku batubara dengan bangunan tembus cahaya sebagai pembangkit panas untuk pengeringan panili (Vanilla Planifolia). FATETA IPB Bogor.

130 Nelwan, L.O Pengeringan kakao dengan energi surya menggunakan rak pengering dengan kolektor tipe efek rumah kaca. Tesis. Program Pascasarjana IPB Bogor. Ratti, C. dan A.S. Mujumdar Solar drying of foods: modeling and numerical simulation. Solar Energy, vol.60, no.3/4, pp Elsevier Sc. Ltd. Britain. Sukarmanto Uji Penampilan Sistem Efek Rumah Kaca untuk Pengeringan Alkali Treated Cottonii (ATC) Chips dari Rumput Laut. Skripsi. FATETA, IPB, Bogor. Versteeg, H.K. dan W. Malalasekera An introduction to computational fluid dynamics. The finite volume method. Longman Sc. & Technical. Malaysia.

131 VI. PEMBAHASAN UMUM 6.1. PERFORMANSI TEKNIS Penelitian ini secara umum ingin menghasilkan alat pengering cengkeh dengan tipe pengering ERK serta menghasilkan metode pengeringan cengkeh yang tepat untuk dapat menghasilkan keuntungan selama usaha pengeringan cengkeh. Penelitian ini ditujukan kepada peneliti, petani dan pedagang cengkeh sebagai pengguna. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut ada beberapa hal yang dilakukan, sejak dari proses perhitungan optimisasi, simulasi aliran udara di dalam alat pengering dan percobaan pengeringan serta analisis biaya pengeringan cengkeh, sehingga secara utuh hasil penelitian dapat diterapkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh para pengguna seperti telah disebut di atas. Proses optimisasi pengering ERK lebih ditekankan pada optimisasi biaya konstruksi pengering yang terdiri dari biaya bahan komponen penyusun pengering, yang terdiri dari biaya rangka, rak pengering, dinding transparan dan lantai/pondasi bangunan, biaya kipas, biaya penukar panas, biaya tungku dan biaya plat absorber. Biaya optimal yang dihasilkan tidak termasuk biaya disain dan upah pekerja. Hasil optimisasi dapat digunakan untuk menentukan berapa besar biaya pengering optimal yang dibutuhkan dengan spesifikasi dimensi dan kapasitas alat tertentu, sesuai dengan performansi pengeringan yang diharapkan. Biaya optimal hasil proses perhitungan optimisasi ini akan menentukan biaya investasi atau biaya tetap pada analisis biaya pengeringan cengkeh. Secara umum dapat dikatakan bahwa, penggunaan suhu yang berbeda tidak menyebabkan perubahan yang signifikan pada biaya konstruksi optimal. Suhu udara pengeringan lebih memberikan pengaruh yang signifikan kepada waktu pengeringan, dimana hal ini akan lebih mempengaruhi biaya opersional atau biaya tidak tetap pada analisis biaya pengeringan cengkeh. Namun peningkatan kecepatan udara pengering pada kapasitas produk yang sama menyebabkan peningkatan pada biaya konstruksi optimal. Secara kuantitatif biaya optimal alat pengering ERK dan spesifikasi alat serta hasil performansi pengeringan yang diharapkan, disajikan pada Lampiran III-2 hingga Lampiran III-12. Pengguna dapat memilih salah satu diantara kedelapan skenario biaya optimal pengering cengkeh tersebut. Percobaan pengeringan cengkeh di lapang perlu dilakukan untuk mengetahui metode pengeringan yang baik. Untuk mendapatkan efisiensi pengeringan yang besar dan mutu bunga cengkeh yang baik, maka penggunaan suhu dan debit udara pengeringan perlu diperhatikan. Suhu udara pengeringan 48 o C dan debit udara 0.2 m 3 /dt merupakan suhu dan debit udara pengeringan yang disarankan. Suhu sebesar ini dapat dipertahankan dengan memberikan energi tambahan dari pembakaran arang kayu dengan laju pengeringan tertentu sesuai dengan kapasitas produk yang dikeringkan. Nilai ini dapat diketahui dari hasil perhitungan optimisasi pada Lampiran III-2 hingga Lampiran III-9. Untuk memperpendek hari pengeringan dan mengurangi kehilangan

132 minyak atsiri, pengeringan sebaiknya dilakukan secara kontinyu (siang dan malam). Penggunaan kipas intermittent, yaitu 2 jam nyala dan 1 jam mati dapat menghemat penggunaan energi pengeringan. Kapasitas produk sesuai dengan kapasitas maksimal alat dengan lapisan cengkeh setebal 3 cm produk. Percobaan yang dilakukan di lapang, masih memberikan keragaman suhu sebesar 2.4 o C. Untuk mendapatkan sebaran suhu udara pengering dan kecepatan udara yang relatif seragam di antara rak di dalam alat pengering ERK, maka berdasarkan analisis dinamika fluida menggunakan software Geomesh/Gambit dan Fluent, dihasilkan posisi penempatan inlet, outlet dan kipas yang tepat di dalam alat pengering ERK tersebut, seperti yang digambarkan pada Gambar V-5 pada Bab V. Disarankan bagi para penguna untuk menggunakan disain skenario-3 untuk mengeringkan produk-produk pertanian. Disain skenario 3 adalah pengering berukuran 3.6 x 3.6 x 2.4 m 3. Dua buah inlet masing-masing berukuran 0.1 m x 1 m pada ketinggian 1.4 m. Dua buah outlet masingmasing berukuran 0.2 m x 0.8 m pada ketinggian 0.8 m pada dinding yang berseberangan dengan inlet. Tiga buah kipas dengan diameter masing-masing 0.2 m digunakan sebagai perata udara pengering. Kipas 1 terletak 0.2 m di depan penukar panas pada ketinggian 0.4 m dari lantai bangunan dengan daya 100 W. Kipas 2 terletak di tengah bangunan di atas rak paling atas dengan daya 40 W. Kipas 3 terletak di atas penukar panas pada ketinggian 1.8 m sejajar dengan posisi rak paling atas (rak 8) dengan daya 100 W. Penukar panas seluas 1.2 m 2 terletak 0.2 m dari dinding pada ketinggian 0.4 m dari lantai pengering. (a) Dimensi: 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m Keterangan:

133 (b) Gambar V-5. Skema pengering ERK skenario 3 (a) 3 dimensi, (b) 2 dimensi tampak depan Dengan disain tersebut, dan nilai parameter kondisi awal dan kondisi batas yang sesuai dengan hasil optimisasi maka diperoleh nilai rata-rata suhu pada seluruh rak sebesar 45.4 o C dengan nilai ragam sebesar 1.6 o C, dan nilai rata-rata kecepatan 0.05 m/dt dengan nilai ragam 0.03 m/dt. Pada malam hari disarankan hanya menggunakan kipas bawah untuk meratakan suhu dan kecepatan udara. Kipas tengah dan kipas atas sebaiknya tidak dinyalakan. Dengan kondisi tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata suhu pada seluruh rak sebesar 43.2 o C dengan nilai ragam sebesar 2.2 o C, dan nilai rata-rata kecepatan 0.17 m/dt dengan nilai ragam 0.02 m/dt ANALISIS BIAYA PENGERINGAN CENGKEH Tujuan suatu usaha/proyek/ business adalah untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan diperoleh dari selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang diterima. Untuk dapat memperkirakan biaya produksi maka dilakukan suatu analisis biaya dari proses produksi sehingga akan didapat biaya produksi persatuan output produk. Analisis biaya usaha pengeringan cengkeh belum banyak diketahui oleh petani cengkeh. Perhitungan biaya oleh petani biasanya dilakukan berdasarkan biaya yang telah dikeluarkan saja, dengan mengabaikan upah atau gaji bagi dirinya dan keluarganya. Selama ini petani lebih sering menggunakan metoda penjemuran langsung dengan lamporan. Metoda ini biasanya hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai luas kebun relatif kecil. Untuk areal kebun cengkeh yang luas, metoda lamporan membutuhkan lahan sangat luas. Biasanya petani yang memiliki kebun luas tidak mengeringkan cengkeh hasil panennya sendiri, mereka tidak akan mengambil resiko kerusakan cengkeh akibat pengeringan yang tertunda akibat pengeringan lamporan dengan luas yang tidak memadai, oleh karena itu, petani biasanya menjual cengkeh dengan sistem tebas, yaitu cengkeh dijual selagi masih berada di pohon (Ruhnayat, 2004). Sistem tebas biasanya merugikan petani, karena pembeli/tengkulak akan menawar dengan harga yang sangat rendah dari petani, yang pada saat tersebut mempunyai

134 posisi penawaran rendah, dimana cengkeh harus terjual, sebab cengkeh yang terlalu masak mempunyai harga yang rendah. Oleh karena itu penting bagi petani untuk melakukan pengeringan sendiri menggunakan alat pengering dengan harga yang dapat dijangkau dan memberikan performansi sesuai dengan yang diharapkan. Untuk meningkatkan pendapatan petani, maka pengering ERK merupakan salah satu pilihan yang dapat digunakan petani untuk usaha pengeringan cengkeh. Analisis biaya ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha pengeringan cengkeh menggunakan pengering ERK. Hasil analisis dapat dimanfaatkan oleh petani cengkeh atau pengusaha cengkeh dan pedagang pengumpul atau eksportir Perkembangan Tata Niaga Cengkeh Petani cengkeh secara nasional jumlahnya diperkirakan mencapai kepala keluarga (Rosmeilisa dan Erniati, 1997). Keberhasilan pengembangan cengkeh oleh Pemerintah melalui perluasan areal dan peningkatan produktivitasnya, telah membuat Indonesia mencapai swasembada cengkeh. Namun sejak tahun 1991, pengembangan yang telah dicapai ternyata menimbulkan permasalahan baru hingga saat ini, yaitu kelebihan produksi cengkeh. Dampaknya adalah harga cengkeh merosot tajam. Cengkeh yang dijuluki sebagai emas hijau, tidak memikat petani lagi, dan akhirnya berlanjut dengan menurunnya respon petani untuk memelihara tanaman cengkeh, tanaman cengkeh dibiarkan tidak dipanen, karena biaya pengolahan dan operasi pemanenan tidak sebanding dengan harga jual yang akan diperoleh. Hal ini sesuai dengan hukum penawaran dan permintaan. Dalam kurva penawararan yang menunjukkan hubungan berbanding lurus antara harga dan penawaran produk. Jika harga tinggi maka penawaran produk meningkat, produsen akan berjuang keras untuk memproduksi barang bahkan dengan resiko penambahan modal untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Jika harga turun produsen tidak akan memproduksi barang karena kecilnya keuntungan yang akan didapat dibandingkan dengan kerja yang dilakukan. Tata niaga cengkeh pada awalnya diatur oleh pemerintah (Keppres 1990). Tujuannya adalah (1) agar petani sebagai produsen cengkeh menerima harga yang wajar, sehingga tingkat pendapatan petani meningkat;(2) agar dapat menjamin stok cengkeh nasional. Kebijakan pemerintah ini mengatur rantai tataniaga cengkeh seperti yang ditunjukkan pada Gambar VI-1. Petani KUD BPPC Konsumen Gambar VI-1. Rantai tata niaga cengkeh menurut kebijakan awal pemerintah (Keppres 1990) Petani diwajibkan menjual cengkeh ke KUD dengan harga yang telah ditentukan oleh pemerintah. KUD wajib membayar cengkeh dari petani secara tunai/kontan tanpa pungutan/pemotongan apapun. Selanjutnya BPPC (Badan Penyangga dan Perdagangan Cengkeh) sebagai badan pemasar cengkeh yang legal, membeli cengkeh dari KUD untuk diteruskan ke

135 konsumen. BPPC terdiri dari beberapa KUD yang ditunjuk dan beberapa perusahaan swasta. Tetapi tataniaga cengkeh ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Menurut Kemala dan Wahyudi (1993), terjadinya hal tersebut disebabkan adanya distorsi pasar akibat ketidakkonsistenan pemerintah selaku regulator terhadap sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Petani menerima harga di bawah harga patokan karena banyaknya potongan-potongan yang diberlakukan oleh KUD sebagai pembeli tunggal, serta cara pembayaran tidak tunai, sehingga petani merasa dirugikan. Akhirnya petani kembali kepada tataniaga pasar bebas, seperti digambarkan pada Gambar V-2, karena harga pasar bebas lebih tinggi dibandingkan dengan harga KUD. Petani Pedagang pengumpul Pedagang Kabupaten Pedagang besar propinsi Konsumen Gambar V-2. Rantai tataniaga cengkeh pasar bebas Dalam pasar bebas, posisi penawaran petani kecil, namun harga yang diterima lebih baik, karena tidak ada potongan dan sistem pembayaran tunai, sehingga petani tidak merasa dirugikan Pola Tanam Cengkeh Menurut Hadiwijaya, 1984 dalam Ruhnayat dan Wahid, 1997, Di Pulau Jawa panen cengkeh dimulai pada bulan Mei hingga September. Di Sumatra pada bulan April hingga Agustus. Di Sulawesi pada bulan Juni hingga Oktober. Di Maluku pada bulan November hingga Maret. Cengkeh baru berproduksi setelah berumur 5 sampai 7 tahun. Setelah itu pemanenan dapat dilakukan setiap tahun, dengan siklus pemanenan empat tahun, dimana 1 tahun panen sedang, 1 tahun panen besar, 1 tahun panen sedang dan 1 tahun berikutnya panen kecil. Perbedaan antara panen besar dan panen kecil dapat mencapai 60 % (Ruhnayat dan Dhalimi, 1997). Sehingga produksi cengkeh petani sangat berfuktuasi. Cengkeh ditanam pada jarak tanam 8 m x 6 m. Di sela-sela tanaman cengkeh masih terdapat lahan untuk ditanami dengan tanaman sela. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pendapatannya, selama pertanaman cengkeh belum membuahkan hasil, banyak petani cengkeh melakukan sistem tumpang sari dan tanaman sela dengan pola penanaman: Jagung + kacang tanah cengkeh + jagung + kacang hijau + kacang tunggak. Jagung dan kacang tanah ditanam pada awal musim hujan. Cengkeh ditanam sebulan kemudian. Sebulan sesudah panen jagung dan kacang tanah, ditanam jagung kedua pada bekas tanaman jagung pertama. Sebulan kemudian ditanam kacang hijau pada bekas tanaman kacang tanah. Sebulan setelah panen kacang hijau ditanam kacang tunggak. Demikian seterusnya selama 7 tahun hingga cengkeh berbunga dan panen cengkeh selanjutnya. (Wahid dan Surmaini, 1997).

136 Ekonomi Teknik Alat Pertanian Untuk mengetahui batasan pengambilan keputusan apakah proyek layak dilaksanakan atau tidak, maka digunakan beberapa kriteria. Untuk itu dapat dilakukan dengan cara menghitung NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return) dan BC Ratio (Benefit-Cost Ratio). Apabila kriteria kelayakan proyek dinyatakan dalam NPV, maka proyek dikatakan layak jika NPV lebih besar atau sama dengan nol. NPV bernilai nol berarti proyek akan mendapat modalnya kembali setelah diperhitungkan discount rate yang berlaku. Jika BC Ratio digunakan, maka proyek layak dilaksanakan jika BC ratio lebih besar atau sama dengan satu. Sedangkan untuk kriteria dari IRR, proyek dinyatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku saat itu. Dalam menghitung NPV digunakan arus kas yang berisi nilai investasi, biaya dan manfaat serta keuntungan. Biaya mesin pertanian terdiri dari dua komponen, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap sering disebut sebagai biaya pemilikan, sedangkan biaya tidak tetap kadang-kadang disebut biaya operasi. Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya. Biaya ini tidak tergantung pada jumlah produk yang dihasilkan (jumlah jam kerja alat/mesin). Meskipun alat bekerja pada waktu yang berbeda atau bahkan pada saat tidak digunakan untuk bekerja, biaya ini tetap dan harus diperhitungkan dan besarnya relatif tetap. Jenis biaya yang termasuk dalam biaya tetap adalah biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi, biaya pajak, biaya gudang. Biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan pada saat mesin peroperasi dan jumlahnya tergantung pada jam kerja pemakaian. Perhitungan biaya tidak tetap dilakukan dalam satuan Rp/jam. Biaya tidak tetap terdiri dari biaya bahan bakar/listrik, biaya perbaikan atau pemeliharaan mesin, biaya operator, biaya hal-hal khusus lainnya sesuai dengan jenis usaha yang dilakukan. Dengan analisis biaya dapat dihitung nilai titik impas dan biaya pokok mesin pertanian. Biaya pokok mesin pertanian adalah biaya persatuan produk yang diopersikan atau dihasilkan atau dapat dinyatakan sebagai biaya per satuan jam kerja atau kapasitas mesin. Titik impas (break event point) adalah nilai dimana terjadi kesetimbangan antara dua alternatif yang berbeda. Di luar nilai tersebut, kondisi alternatif tersebut berbeda sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang tepat akan memberikan keuntungan dan sebaliknya akan menimbulkan kerugian. Titik impas dicapai pada saat jumlah penerimaan sama dengan jumlah biaya, atau keuntungan sama dengan nol Analisis Data Analisis biaya pengeringan cengkeh ditujukan untuk petani cengkeh dan pedagang pengumpul cengkeh, yang dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: Kelompok 1. Pedagang pengumpul yang menggunakan pengering ERK, Kelompok 2. Pedagang pengumpul yang menggunakan lamporan.

137 Kelompok 3. Petani yang menggunakan pengering ERK, Kelompok 4. Petani yang menggunakan lamporan. Data masukan analisis biaya diperoleh dari hasil optimasi pada Bab III dari disertasi ini. Data lain berupa data harga bahan bakar, listrik, dan upah pekerja yang berlaku di Bogor. Jumlah hari kerja didasarkan pada hari-hari panen cengkeh, yaitu 5 bulan per tahun. Dalam penelitian ini analisis biaya dilakukan setelah cengkeh berproduksi Analisis Biaya Pengering ERK Analisis biaya didasarkan pada kondisi pengeringan dengan data radiasi surya sebesar 310 W/m 2, yang merupakan hasil optimisasi pada Lampiran III-5. Pada kondisi ini penjemuran cengkeh berlangsung selama 78 jam. Dengan pengering ERK suhu yang dihasilkan 48 o C, pengeringan cengkeh berlangsung selama 39.7 jam. Hasil analisis biaya akan dibahas untuk setiap kelompok pengguna. Rangkuman hasil analisis biaya dari ke-empat kelompok pengguna ini dinyatakan dalam Tabel VI-1. Tabel VI-1. Analisis biaya pengeringan cengkeh untuk petani dan pedagang pengumpul baik yang menggunakan pengering ERK maupun yang menggunakan lamporan Kelompok pengguna Modal awal tahun I Biaya Pokok Pengeringan Tahun titik impas Keuntungan ( Juta Rp/th) Kapasitas pengeringan (kg/operasi) ( Juta Rp) (Rp/kg) Kelompok 1 (pedagang pengumpul yang menggunakan pengering ERK). Usaha pengeringan cengkeh dilakukan dengan investasi awal yaitu berupa alat pengering seharga Rp ,- Modal awal yang harus disediakan pada tahun pertama adalah Rp ,-. Dengan perkiraan umur ekonomi pengering selama 10 tahun, diperoleh keuntungan sebesar Rp ,- per tahun, dengan anggapan setelah akhir masa proyek, pedagang pengumpul masih akan memperoleh satu alat pengering dengan kapasitas yang sama. Waktu pengembalian modal tercapai pada tahun ke 2. Pada usaha ini, biaya pokok pengeringan adalah Rp 373,- per kg cengkeh basah. Data yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran VI-1. Kelompok 2 (pedagang pengumpul yang menggunakan lamporan). Usaha pengeringan cengkeh tanpa menggunakan alat pengering ERK, membutuhkan investasi awal berupa lamporan sebesar Rp ,- seluas 62.7 m 2, dengan kapasitas 386 kg cengkeh. Total biaya pada tahun pertama adalah sebesar Rp ,-. Dengan kapasitas ini usaha pengeringan menghasilkan

138 keuntungan Rp ,- per tahun. Waktu pengembalian modal terjadi pada tahun ke 7, seperti diperlihatkan pada Lampiran VI-2. Kelompok 3 (petani cengkeh yang menggunakan pengering ERK). Petani, juga menanam cengkeh dan beberapa tanaman sela, untuk menambah keuntungan, seperti telah dijelaskan di depan, bahwa tanaman cengkeh perlu tanaman penaung dan baru dapat dipanen setelah beberapa tahun sejak ditanam. Diasumsikan petani memiliki lahan yang ditanamai cengkeh seluas 2 ha. Dengan investasi awal berupa alat pengering seharga Rp ,- dan total biaya pada tahun pertama sebesar Rp ,- maka diperoleh keuntungan sebesar Rp ,- per tahun. Waktu pengembalian modal tercapai pada tahun ke 4 (Lampiran VI-3). Biaya pokok pengeringan untuk usaha ini adalah Rp Rp 803,- Kelompok 4 (petani cengkeh yang menggunakan lamporan). Investasi awal berupa biaya lahan dan lamporan sebesar Rp ,- dan biaya pada tahun pertama sebesar Rp ,-. Kapasitas lamporan sebesar 80 kg cengkeh. Usaha ini memberikan keuntungan pertahun sebesar Rp ,- per tahun. Waktu pengembalian modal terjadi pada tahun ke 6. Data secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran VI-4. Berdasarkan hasil di atas, usaha budidaya dan pengolahan cengkeh kering baik di tingkat petani maupun pedagang pengumpul akan lebih menguntungkan jika menggunakan pengering ERK Analisis Sensitifitas Biaya Pengering ERK Pengaruh Perubahan Harga Produk terhadap Kelayakan Proyek Harga cengkah di lapang sangat fluktuatif. Perubahan harga cengkeh basah dan cengkeh kering sangat berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh. Berdasarkan analisis titik impas untuk harga dan kapasitas lapang, maka dihasilkan nilai titik impas usaha pengolahan dan perkebunan cengkeh seperti pada Tabel VI-2. Tabel VI-2. Hasil analisis titik impas harga cengkeh dan kapasitas lapang/produksi cengkeh No Kelompok pengguna Harga (Rp/kg cengkeh basah, kadar air 72.8% bb) Harga (Rp/kg cengkeh kering, kadar air 12% bb) Kapasitas lapang (ha) Kapasitas pengeringan (kg/operasi)

139 7 Petani * Petani * Keterangan : * Petani yang menjual cengkeh basah (tidak melakukan usaha pengeringan) Tabel IV-2 menyatakan bahwa: 1) Kelompok 1: Bagi pedagang pengumpul, jika harga cengkeh basah turun hingga Rp 4000,- maka usaha pengeringan cengkeh masih layak dilakukan menggunakan pengering ERK jika harga cengkeh kering di atas Rp ,- per kg. 2) Kelompok 1: Pada saat harga cengkeh basah turun menjadi Rp 8000,- per kg, maka usaha pengeringan masih layak dilakukan jika pedagang masih dapat menjual cengkeh kering di atas Rp ,- per kg. 3) Kelompok 1: Jika harga cengkeh basah naik mencapai Rp ,- per kg, maka usaha pengeringan dengan pengering ERK masih layak jika harga jual cengkeh kering mencapai Rp ,- per kg. 4) Kelompok 3: Pada saat harga cengkeh kering jatuh menjadi Rp ,- per kg, petani yang menggunakan pengering ERK masih dapat melanjutkan usaha pengeringan jika memiliki luas kebun 2 Ha. 5) Kelompok 3: Pada saat harga cengkeh kering mencapai Rp , per kg, usaha pengeringan dengan pengering ERK masih dapat dilanjutkan jika luas lahan minimal yang dipunyai petani 1.8 Ha. 6) Kelompok 3: Pada saat harga cengkeh kering mencapai Rp , per kg, usaha pengeringan dengan pengering ERK masih dapat dilanjutkan jika luas lahan minimal yang dipunyai petani 1.7 Ha. 7) Bagi petani yang menjual cengkeh basah, maka titik impas terjadi pada harga jual cengkah basah Rp 2000,- per kg apabila petani mempunyai lahan seluas 20 ha. 8) Bagi petani yang tidak melakukan pengeringan cengkeh, tetapi menjual cengkeh basah, maka titik impas terjadi pada harga jual cengkeh basah Rp ,- per kg apabila petani mempunyai lahan seluas 2.5 ha Pengaruh Perubahan Kecepatan Udara Pengering Berdasarkan perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK menggunakan data percobaan 3 Bab IV (Lampiran III-5), maka dilakukan analisis biaya untuk menentukan kelayakan usaha. Analisis biaya dengan metoda NPV menggunakan kecepatan udara pengeringan di atas rak sebesar 0.04 m/dt, 0.05 m/dt dan 0.06 m/dt. Perbandingan yang dilakukan adalah untuk kelompok 1 yaitu pedagang pengunpul cengkeh yang menggunakan pengering ERK dan untuk kelompok 3 yaitu petani yang menggunakan pengering ERK. Data dan hasil perhitungan dinyatakan pada Tabel VI-3.

140 Pada Tabel VI-3, baik pada kelompok pedagang maupun petani, peningkatan kecepatan pengeringan akan memberikan keuntungan yang lebih besar, meskipun bedanya tidak nyata. Perubahan penggunaan kecepatan udara pengering pada tingkat suhu yang sama, akan berdampak pada waktu efektif pengeringan, namun secara total, tidak mengubah jumlah hari pengeringan, sehingga kapasitas pengeringan relatif tetap. Tabel VI-3. Pengaruh kecepatan terhadap keuntungan (pada suhu pengeringan 48 o C) Kelompok Pengguna Kecepatan udara pengering (m/dt) Luas pengering (m2) Biaya pokok pengeringan (Rp/kg cengkeh basah) NPV total (Rp) m m m m m m Tahun pengembalian modal Pengaruh Perubahan Suhu Udara Pengering Berdasarkan data pada percobaan 3 (Lampiran III-5), akan dilihat pengaruh perubahan suhu udara pengering terhadap keuntungan pada usaha pengeringan cengkeh. Pada analisis ini dibandingkan 3 operasi suhu pengeringan, yaitu 45 o C, 48 o C dan 50 o C. Hasil analisis ini dirangkum pada Tabel IV-4. Bagi kelompok pedagang pengumpul, perubahan suhu pengeringan sangat berpengaruh terhadap keuntungan. Semakin besar suhu pengeringan yang digunakan, akan semakin menguntungkan. Suhu pengeringan yang diijinkan untuk pengeringan cengkeh tidak lebih dari 60 o C, karena suhu tinggi menyebabkan kehilangan minyak atsiri. Bagi petani, penambahan tingkat suhu pengeringan tidak memberikan kecenderungan tertentu pada keuntungan. Hal ini disebabkan, petani tidak menggunakan kapasitas maksimum untuk mengeringkan cengkeh. Kapasitas cengkeh yang dikeringkan adalah cengkeh yang dihasilkan dari kebun dan jumlahnya sangat terbatas. Penambahan tingkat suhu akan menambah biaya pemakaian bahan bakar. Pada tingkat suhu 50 o C, terjadi penurunan biaya penggunaan listrik, sehingga secara umum meningkatkan keuntungan, tetapi nilai keuntungannya masih lebih rendah dibandingkan dengan operasi pengeringan pada suhu 45 o C. Pemakaian suhu lebih rendah menyebabkan waktu pengeringan lebih lama. Di tingkat petani disarankan mengoperasikan pengering pada suhu 45 o C, untuk menghemat pemakaian bahan bakar. Penggunaan suhu 45 o C, tentunya akan mengakibatkan mutu produk yang lebih rendah dibandingkan dengan operasi pada suhu 48 o C, namun demikian perbedaan mutu ini tidak memberikan perbedaan harga jual cengkeh kering secara nyata. Pengeringan mempengaruhi kadar air dan kadar minyak atsiri cengkeh. Pada

141 percobaan pengeringan 1, 2 dan 3 (Bab IV desertasi ini), kadar minyak atsiri yang dihasilkan di atas nilai 20 % v/b, dimana nilai ini masuk ke dalam kriteria mutu I. Tabel IV-4. Pengaruh suhu operasi pengeringan terhadap keuntungan Pengguna Suhu udara pengering (m/dt) Luas pengering (m2) Biaya pokok pengeringan (Rp/kg cengkeh NPV total (Rp) Tahun pengembalian modal basah) m m m m m m Pengaruh Perubahan Kapasitas Pengering Pada analisis biaya ini digunakan hasil optimisasi dengan data pada percobaan 3, dibandingkan untuk 3 kapasitas yang berbeda. Hasil analisis biaya dirangkum dalam Tabel VI-5. Bertambahnya kapasitas pengeringan, akan semakin memperbesar keuntungan usaha dan ditandai dengan mengecilnya biaya pokok pengeringan. Namun demikian modal yang dibutuhkan juga semakin besar. Penggunaan pengering berkapasitas besar harus disesuaikan dengan permintaan pasar. Di tingkat petani, luas lahan perkebunan cengkeh yang sangat menentukan besarnya kapasitas produksi cengkeh. Dengan asumsi bahwa, luas lahan yang dimiliki petani ratarata 2 Ha, hanya dapat dihasilkan 0.5 ton per tahun. Nilai ini sangat kecil bila dibandingkan dengan kapasitas pengeringan menggunakan pengering ERK sebesar 23 ton per tahun. Dengan demikian perubahan kapasitas pengering ERK bagi petani, hanya akan menambah biaya tanpa menambah keuntungan. Tabel IV-5. Pengaruh kapasitas pengering terhadap keuntungan (pada kondisi suhu pengeringan 48 o C, kecepatan udara pengering 0.04 m/dt) Pengguna Kapasitas pengering (kg/operasi) Luas pengering (m2) Biaya pokok pengeringan (Rp/kg cengkeh Total NPV (Rp) Tahun pengembalian modal basah) m m

142 m Analisis biaya pengeringan cengkeh menggunakan ERK telah dilakukan yang ditujukan untuk pengguna petani dan pedagang pengumpul. Berdasarkan hasil analisis biaya, dapat disimpulkan bahwa pengering ERK layak digunakan oleh petani maupun pedagang pengumpul. Secara umum, baik bagi petani ataupun pedagang pengumpul, penggunaan pengering ERK akan memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan lamporan DAFTAR PUSTAKA Ruhnayat A., dan A. Dhalimi. (1997). Flukstuasi hasil cengkeh. Monograf Cengkeh 2. Balitro. Bogor. Ruhnayat, A., dan P. Wahid Aspek iklim terhadap pertumbuhan, pembungaan dan produksi cengkeh. Monograf Cengkeh 2. Balitro. Bogor. Rosmeilisa, P. dan Ermiati Tataniaga cengkeh di Indonesia. Monograf Cengkeh 2. Balitro. Bogor. Ruhnayat A Hasil survei cengkeh di Sulawesi. Balitro. Tidak dipublikasikan. Wahid, P. dan E. Surmaini. (1997). Pola tanam berbasis cengkeh. Monograf Cengkeh 2. Balitro. Bogor.

143 VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan performansi yang sesuai kebutuhan pengguna, serta menghasilkan produk kering yang bermutu tinggi. Secara kuantitatif hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK Optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk cengkeh telah dilakukan dalam penelitian dan menghasilkan delapan skenario disain dengan biaya konstruksi yang optimal. Kedelapan skenario disain tersebut adalah: 1. Skenario 1 adalah pengering ERK dengan biaya konstruksi optimum Rp ,- dengan ukuran bangunan 2.5 m x 2.5 m x 2.4 m, di dalamnya terdapat 8 tumpukan rak, masing-masing rak berukuran 1.7 m x 1.7 m, untuk mengeringkan cengkeh dengan kapasitas 142 kg, membutuhkan plat absorber dari bahan plat seng dicat warna hitam pudar (tidak mengkilat) seluas 3.36 m 2, dan penukar panas dari pipa besi dengan luas pindah panas sebesar 1.4 m 2. Kipas dengan daya 90 W mampu untuk menghasilkan kecepatan lokal di atas produk sebesar 0.04 m/dt. Untuk mempertahankan suhu pengeringan pada 50 o C, selain energi dari matahari dengan tingkat radiasi 500 W/m 2 pada siang hari, pada malam harinya dibutuhkan bahan bakar arang sebagai energi tambahan dengan laju pembakaran 1.2 kg/jam. Dengan kondisi tersebut produk cengkeh dari kadar air awal 72.8 % bb dapat dikeringkan hingga mencapai kadar air akhir 12 % bb dalam waktu 35.7 jam (Lampiran III-6). 2. Skenario 2 adalah pengering dengan biaya konstruksi optimum Rp ,- dengan ukuran bangunan 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m, di dalamnya terdapat 8 tumpukan rak, masing-masing rak berukuran 2.8 m x 2.8 m, untuk mengeringkan cengkeh dengan kapasitas 386 kg, membutuhkan plat absorber dari bahan plat seng dicat warna hitam pudar (tidak mengkilat) seluas 5.12 m 2, dan penukar panas dari pipa besi dengan luas pindah panas sebesar 5.4 m 2. Kipas dengan daya 243 W mampu untuk menghasilkan kecepatan lokal di atas produk sebesar 0.04 m/dt. Dengan tingkat radiasi surya sebesar 500 W/m 2, pada siang hari, maka suhu pengeringan yang dihasilkan adalah 50 o C. Sedangkan pada malam hari bahan bakar arang digunakan sebagai energi tambahan dengan laju pembakaran 4.8 kg/jam. Dengan kondisi tersebut produk cengkeh dari kadar air awal 72.8 % bb dapat dikeringkan hingga mencapai kadar air akhir 12 % bb dalam waktu 35.7 jam (Lampiran III-7). 3. Skenario 3 adalah pengering ERK dengan biaya konstruksi optimum Rp ,- dengan ukuran bangunan 5.4 m x 5.4 m x 2.4 m, di dalamnya terdapat 8 tumpukan rak, masing-masing rak berukuran 4.6 m x 4.6 m, untuk mengeringkan cengkeh dengan kapasitas 1042 kg, membutuhkan plat absorber dari bahan plat seng dicat warna hitam pudar (tidak mengkilat) seluas 8 m 2, dan penukar panas dari pipa besi yang dicat warna hitam pudar -

144 sehingga pada siang hari juga berfungsi sebagai absorber - dengan luas pindah panas sebesar 17 m 2. Kipas dengan daya 656 W mampu untuk menghasilkan kecepatan lokal di atas produk sebesar 0.04 m/dt. Untuk mempertahankan suhu pengeringan pada 50 o C, selain energi dari matahari dengan tingkat radiasi 500 W/m 2 pada siang hari, pada malam harinya dibutuhkan bahan bakar arang sebagai energi tambahan dengan laju pembakaran 15 kg/jam. Dengan kondisi tersebut produk cengkeh dari kadar air awal 72.8 % bb dapat dikeringkan hingga mencapai kadar air akhir 12 % bb dalam waktu 35.7 jam (Lampiran III-8). 4. Skenario 4 adalah pengering ERK dengan biaya konstruksi optimum Rp ,- dengan ukuran bangunan 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m, di dalamnya terdapat 8 tumpukan rak, masing-masing rak berukuran 2.8 m x 2.8 m, untuk mengeringkan cengkeh dengan kapasitas 386 kg, membutuhkan plat absorber dari bahan plat seng dicat warna hitam pudar (tidak mengkilat) seluas 5.12 m 2, dan penukar panas dari pipa besi yang dicat warna hitam pudar - sehingga pada siang hari juga berfungsi sebagai absorber - dengan luas pindah panas sebesar 1.2 m 2. Kipas dengan daya 247 W mampu untuk menghasilkan kecepatan lokal di atas produk sebesar 0.04 m/dt. Untuk mempertahankan suhu pengeringan pada 45 o C, selain energi dari matahari dengan tingkat radiasi 500 W/m 2 pada siang hari, pada malam harinya dibutuhkan bahan bakar arang sebagai energi tambahan dengan laju pembakaran 1.1 kg/jam. Dengan kondisi tersebut produk cengkeh dari kadar air awal 72.8 % bb dapat dikeringkan hingga mencapai kadar air akhir 12 % bb dalam waktu 50 jam (Lampiran III-2). 5. Skenario 5 adalah pengering ERK dengan biaya konstruksi optimum Rp ,- dengan ukuran bangunan 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m, di dalamnya terdapat 8 tumpukan rak, masing-masing rak berukuran 2.8 m x 2.8 m, untuk mengeringkan cengkeh dengan kapasitas 386 kg, membutuhkan plat absorber dari bahan plat seng dicat warna hitam pudar (tidak mengkilat) seluas 5.12 m 2, dan penukar panas dari pipa besi yang dicat warna hitam pudar - sehingga pada siang hari juga berfungsi sebagai absorber - dengan luas pindah panas sebesar 3.6 m 2. Kipas dengan daya 245 W mampu untuk menghasilkan kecepatan lokal di atas produk sebesar 0.04 m/dt. Untuk mempertahankan suhu pengeringan pada 48 o C, selain energi dari matahari dengan tingkat radiasi 500 W/m 2 pada siang hari, pada malam harinya dibutuhkan bahan bakar arang sebagai energi tambahan dengan laju pembakaran 3.3 kg/jam. Dengan kondisi tersebut produk cengkeh dari kadar air awal 72.8 % bb dapat dikeringkan hingga mencapai kadar air akhir 12 % bb dalam waktu 40.7 jam (Lampiran III-9). 6. Skenario 6 adalah pengering ERK dengan biaya konstruksi optimum Rp ,- dengan ukuran bangunan 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m, di dalamnya terdapat 8 tumpukan rak, masing-masing rak berukuran 2.8 m x 2.8 m, untuk mengeringkan cengkeh dengan kapasitas 386 kg, membutuhkan plat absorber dari bahan plat seng dicat warna hitam pudar (tidak mengkilat) seluas 5.12 m 2, dan penukar panas dari pipa besi yang dicat warna hitam pudar - sehingga pada siang hari juga berfungsi sebagai absorber - dengan luas pindah panas sebesar 18.4 m 2. Kipas dengan daya 235 W mampu untuk menghasilkan kecepatan lokal di atas produk sebesar 0.04 m/dt. Untuk mempertahankan suhu pengeringan pada 60 o C, selain energi

145 dari matahari dengan tingkat radiasi 500 W/m 2 pada siang hari, pada malam harinya dibutuhkan bahan bakar arang sebagai energi tambahan dengan laju pembakaran 8.5 kg/jam. Dengan kondisi tersebut produk cengkeh dari kadar air awal 72.8 % bb dapat dikeringkan hingga mencapai kadar air akhir 12 % bb dalam waktu 35.7 jam (Lampiran III-10). 7. Skenario 7 adalah pengering ERK dengan biaya konstruksi optimum Rp ,- dengan ukuran bangunan 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m, di dalamnya terdapat 8 tumpukan rak, masing-masing rak berukuran 2.8 m x 2.8 m, untuk mengeringkan cengkeh dengan kapasitas 386 kg, membutuhkan plat absorber dari bahan plat seng dicat warna hitam pudar (tidak mengkilat) seluas 5.12 m 2, dan penukar panas dari pipa besi yang dicat warna hitam pudar - sehingga pada siang hari juga berfungsi sebagai absorber - dengan luas pindah panas sebesar 7.6 m 2. Kipas dengan daya 380 W mampu untuk menghasilkan kecepatan lokal di atas produk sebesar 0.05 m/dt. Untuk mempertahankan suhu pengeringan pada 50 o C, selain energi dari matahari dengan tingkat radiasi 500 W/m 2 pada siang hari, pada malam harinya dibutuhkan bahan bakar arang sebagai energi tambahan dengan laju pembakaran 6.7 kg/jam. Dengan kondisi tersebut produk cengkeh dari kadar air awal 72.8 % bb dapat dikeringkan hingga mencapai kadar air akhir 12 % bb dalam waktu 28.6 jam (Lampiran III-11). 8. Skenario 8 adalah pengering ERK dengan biaya konstruksi optimum Rp ,- dengan ukuran bangunan 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m, di dalamnya terdapat 8 tumpukan rak, masing-masing rak berukuran 2.8 m x 2.8 m, untuk mengeringkan cengkeh dengan kapasitas 386 kg, membutuhkan plat absorber dari bahan plat seng dicat warna hitam pudar (tidak mengkilat) seluas 5.12 m 2, dan penukar panas dari pipa besi yang dicat warna hitam pudar - sehingga pada siang hari juga berfungsi sebagai absorber - dengan luas pindah panas sebesar 9.7 m 2. Kipas dengan daya 547 W mampu untuk menghasilkan kecepatan lokal di atas produk sebesar 0.06 m/dt. Untuk mempertahankan suhu pengeringan pada 50 o C, selain energi dari matahari dengan tingkat radiasi 500 W/m 2 pada siang hari, pada malam harinya dibutuhkan bahan bakar arang sebagai energi tambahan dengan laju pembakaran 8.5 kg/jam. Dengan kondisi tersebut produk cengkeh dari kadar air awal 72.8 % bb dapat dikeringkan hingga mencapai kadar air akhir 12 % bb dalam waktu 23.8 jam (Lampiran III-12). Kedelapan skenario di atas merupakan disain optimal, sesuai dengan kondisi pengeringannya. Petani, pedagang pengumpul cengkeh atau pengguna lainnya dapat memilih salah satu dari kedelapan disain tersebut di atas. Apabila diinginkan kondisi yang berbeda, seperti adanya perubahan cuaca, sehingga intensitas radiasi matahari turun, suhu pengeringan atau kapasitas massa cengkeh yang berbeda, maka model optimisasi yang telah dibangun dapat digunakan untuk menghitung besarnya biaya konstruksi pengeringan yang optimum sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Berdasarkan perbandingan biaya konstruksi pada berbagai kapasitas, perubahan kapasitas produk yang dikeringkan sangat mempengaruhi biaya konstruksi optimum. Perubahan suhu atau kecepatan pada kapasitas yang sama tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap biaya konstruksi optimum.

146 7.2. PERFORMANSI PENGERING ERK UNTUK PENGERINGAN CENGKEH Berdasarkan uji coba pengeringan cengkeh, untuk kasus penggunaan pengering ERK berukuran 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m, yang dibangun sesuai dengan hasil optimisasi dapat disimpulkan bahwa, percobaan menggunakan suhu operasi pengeringan sebesar 48 o C memberikan hasil terbaik, dilihat dari segi efisiensi pengunaan energi maupun mutu cengkeh kering. Energi tambahan dari pembakaran arang kayu diperlukan untuk mempertahankan suhu pengeringan 48 o C. Untuk mendapatkan efisiensi pengeringan yang lebih, maka disarankan untuk mengeringkan dalam kapasitas penuh sesuai dengan hasil optimisasi, yaitu 386 kg. Apabila cuaca cerah dengan tingkat radiasi surya mendekati rata-rata radiasi surya di Indonesia W/m 2, penggunaan bahan bakar biomassa dilakukan pada sore hari mulai pukul hingga malam dan keesokan harinya sampai pukul Namun jika cuaca mendung atau hujan, penggunaan bahan bakar biomassa dilakukan sepanjang waktu pengeringan. Penggunaan kipas secara kontinyu dilakukan pada hari pertama pengeringan sepanjang siang dan malam. Pada hari selanjutnya kipas dinyalakan secara intermitten dengan pola; hidup selama 3.5 jam dan mati selama 1 jam. Pengering ERK untuk pengeringan cengkeh memiliki efisiensi 19 % dengan konsumsi energi sebesar 14.7 MJ/kg uap air. Melalui uji mutu cengkeh diperoleh kesimpulan bahwa, dengan pengering ERK dihasilkan cengkeh kering mutu I dan II SIMULASI ALIRAN UDARA DI DALAM RUANG PENGERING ERK Melalui simulasi aliran udara di dalam pengering ERK telah diperoleh disain tata letak inlet, outlet dan kipas yang tepat sehingga dapat menghasilkan keseragaman suhu, RH dan kecepatan aliran udara di dalamnya. Dengan menerapkan dimensi pengering yang telah diperoleh dari perhitungan optimisasi skenario-3 (yaitu pengering ERK dengan dimensi bangunan 3.6 x 3.6 x 2.4 m 3 ). Dua buah inlet masing-masing berukuran 0.1 m x 1 m pada ketinggian 1.4 m. Dua buah outlet masing-masing berukuran 0.2 m x 0.8 m pada ketinggian 0.8 m pada dinding yang berseberangan dengan inlet. Tiga buah kipas dengan diameter masing-masing 0.2 m digunakan sebagai perata udara pengering. Kipas 1 (kipas bawah) terletak 0.2 m di depan penukar panas pada ketinggian 0.4 m dari lantai bangunan dengan daya 100 W. Kipas 2 (kipas tengah) terletak di tengah bangunan di atas rak paling atas dengan daya 40 W. Kipas 3 (kipas atas) terletak di atas penukar panas pada ketinggian 1.8 m sejajar dengan posisi rak paling atas (rak 8) dengan daya 100 W. Penukar panas seluas 1.2 m 2 terletak 0.2 m dari dinding pada ketinggian 0.4 m dari lantai pengering. Suhu yang dihasilkan pada seluruh rak sebesar 45.4 o C dengan nilai ragam sebesar 1.6 o C, dan nilai rata-rata kecepatan 0.05 m/dt dengan nilai ragam 0.03 m/dt. Pada malam hari disarankan hanya menggunakan kipas bawah untuk meratakan suhu dan kecepatan udara. Kipas tengah dan kipas atas sebaiknya tidak dinyalakan. Dengan kondisi

147 tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata suhu pada seluruh rak sebesar 43.2 o C dengan nilai ragam sebesar 2.2 o C, dan nilai rata-rata kecepatan 0.17 m/dt dengan nilai ragam 0.02 m/dt ANALISIS BIAYA Berdasarkan analisis biaya dapat disimpulkan bahwa pengering ERK layak digunakan untuk usaha pengeringan cengkeh oleh petani maupun pedagang pengumpul. Secara umum, bagi petani, usaha perkebunan cengkeh dan pengeringan cengkeh menggunakan pengering ERK menguntungkan. Keuntungan akan lebih besar lagi apabila luas lahan yang dimilikinya semakin besar. Bagi pedagang pengumpul, penggunaan pengering ERK memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan lamporan, dan semakin besar kapasitas produk yang dikeringkan akan semakin menguntungkan. Bagi pedagang pengumpul, pengeringan cengkeh dengan pengering ERK berkapasitas 386 kg dapat memberikan keuntungan rata-rata sebesar 8.9 juta rupiah per tahun. Dengan modal awal pada tahun ke-1 sebesar 265 juta rupiah, pada tahun ke-2 usaha ini sudah dapat mengembalikan modal.

148 Lampiran III-1. Jenis data dan sumber Parameter satuan simbol nilai Sumber Radiasi W/m 2 I Pengukuran transmisivitas cover t 0.45 Pengukuran absorbsivitas dinding kaca au 0.94 Chapman, 1984 absorbsivitas plat ap 0.96 Chapman, 1984 absorbsivitas floor af 0.96 Chapman, 1984 absorbsivitas cengkeh tanah liat ac Holman terjemahan 0.75 (Jasfi, '97) absorbsivitas HE ahe 0.96 Chapman, 1984 koeff. Pp konveksi dinding W/m 2 K h massa jenis udara kg/m 3 * panas jenis udara J/kg C Cpu * 3.5 Perhitungan Jansen terjemahan Arismunandar, 1995 Manual kipas tipe aksial (rata-rata) efisiensi kipas * kecepatan udara di atas produk m/dt v * Pengukuran Luas kipas inlet m 2 Ak * Pengukuran suhu udara lingk C ta * Pengukuran suhu udara pengering bk C tp * Pengukuran suhu udara pengering bb C tbb * Pengukuran efisiensi tungku 0.5 Wulandani, 1991 nilai kalor bb kj/kg H 26,937 Wulandani, 1991 massa jenis bb kg/m 3 64 Pengukuran kadar air awal Mi * Pengukuran kadar air akhir Mf * Pengukuran tebal tumpukan cengkeh m L * Pengukuran BULK DENSITY cengkeh kg/m Pengukuran diameter HE m Dhe * Pengukuran panjang HE m phe * Pengukuran koef. Pp konveksi HE W/m 2 K h-he 114 Perhitungan Suhu HE C t-he * Pengukuran

149 Lampiran III-2. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (scale up) DATA MASUKAN DIMENSI KOMPONEN Parameter satuan simbol nilai l m 3.6 Radiasi W/m 2 I 500 Af m transmisivitas cover t 0.45 Ap m absorbsivitas udara a u 0.94 Ad m absorbsivitas plat a p 0.96 Ac m absorbsivitas floor a f 0.96 P W absorbsivitas cengkeh a c 0.75 Ahe m absorbsivitas HE a HE 0.96 mbb kg/dt koeff. Pp konveksi W/m 2 K h 3.5 massa jenis udara kg/m panas jenis udara J/kg C Cp u HASIL PERHITUNGAN BIAYA efisiensi kipas 0.3 Kecepatan udara inlet m/dt v 2.96 X 1 A 8,951,300 Luas kipas inlet m 2 A k x2 P 600,128 suhu udara lingk bk C t a 40 x3 A he 194,297 suhu udara lingk bb C t a 27 x4 m bb 186,884 suhu udara pengering bk C t p 45 xp A p 190,295 suhu udara pengering bb C t bb 32.2 Total BIAYA 10,122,904 efisiensi tungku 0.6 nilai kalor bb J/kg H massa jenis bb kg/m kg laju pembakaran bb kg/dt m bb = 1.1 kg/jam koeff. Bentuk A 1.0 kadar air awal Mi 72.8 = 268 % bk kadar air akhir Mf 12.0 = 14 % bk tebal tumpukan cengkeh m L 0.03 BULK DENSITY cengkeh kg/m diameter HE m D he 0.2 panjang HE m p he 14.9 koef. Pp konveksi HE W/m 2 K h- HE 114 Suhu HE C t- HE 80 HASIL PERHITUNGAN kadar air keseimbangan Me 5.6 MR 0.03 konstanta pengeringan 1/jam k 0.07 waktu pengeringan dt = 50.0 jam panas laten penguap.(cengkeh) J/kg Hfg panas laten penguap.air J/kg Hfg a massa cengkeh kg m c 386 laju penguapan air cengkeh kg/dt m v = 267 kg Debit m 3 /dt Q = 9032 m 3 /jam Laju aliran udara kg/dt mu 2.78 = kg/jam penurunan tekanan Pa dp 29 Q/Ac m 3 /m 2.dt 0.04

150 Lampiran III-3. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh menggunakan data percobaan 1 DATA MASUKAN DIMENSI KOMPONEN Parameter satuan simbol nilai l m 3.6 Radiasi W/m 2 I 538 Af m transmisivitas cover t 0.45 Ap m absorbsivitas udara a u 0.94 Ad m absorbsivitas plat a p 0.96 Ac m absorbsivitas floor a f 0.96 P W absorbsivitas cengkeh a c 0.75 Ahe m absorbsivitas HE a HE 0.96 mbb kg/dt koeff. Pp konveksi W/m 2 K h 3.5 massa jenis udara kg/m panas jenis udara J/kg C Cp u HASIL PERHITUNGAN BIAYA efisiensi kipas 0.3 X 1 A 8,951,300 Luas kipas inlet m 2 A k x2 P 605,592 suhu udara lingk bk C t a 33 x3 A he 363,884 suhu udara lingk bb C t a 27 x4 m bb 304,710 suhu udara pengering bk C t p 42.5 xp A p 190,295 suhu udara pengering bb C t bb 32.2 Total BIAYA 10,415,781 efisiensi tungku 0.6 nilai kalor bb J/kg H massa jenis bb kg/m kg laju pembakaran bb kg/dt m bb = 3.5 kg/jam koeff. Bentuk A 1.0 kadar air awal Mi 68.4 = 216 % bk kadar air akhir Mf 12.0 = 14 % bk tebal tumpukan cengkeh m L 0.03 BULK DENSITY cengkeh kg/m diameter HE m D he 0.2 panjang HE m p he 14.9 koef. Pp konveksi HE W/m 2 K h- HE 114 Suhu HE C t- HE 80 HASIL PERHITUNGAN kadar air keseimbangan Me 6.34 MR 0.03 konstanta pengeringan 1/jam k 0.06 waktu pengeringan dt = 56.1 jam panas laten penguap.(cengkeh) J/kg Hfg panas laten penguap.air J/kg Hfg a massa cengkeh kg m c 386 laju penguapan air cengkeh kg/dt m v = kg Debit m 3 /dt Q = 9032 m 3 /jam Laju aliran udara kg/dt mu 2.81 = kg/jam penurunan tekanan Pa dp 29 Q/Ac m 3 /m 2.dt 0.04

151 Lampiran III-4. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh menggunakan data percobaan 2 DATA MASUKAN DIMENSI KOMPONEN Parameter satuan simbol nilai l m 3.6 Radiasi W/m 2 I 483 Af m transmisivitas cover t 0.45 Ap m absorbsivitas udara a u 0.94 Ad m absorbsivitas plat a p 0.96 Ac m absorbsivitas floor a f 0.96 P W absorbsivitas cengkeh a c 0.75 Ahe m absorbsivitas HE a HE 0.96 mbb kg/dt koeff. Pp konveksi W/m 2 K h 3.5 massa jenis udara kg/m panas jenis udara J/kg C Cp u HASIL PERHITUNGAN BIAYA efisiensi kipas 0.3 X 1 A 8,951,300 Luas kipas inlet m 2 A k x2 P 611,937 suhu udara lingk bk C t a 34.6 x3 A he 154,215 suhu udara lingk bb C t a 27 x4 m bb 168,315 suhu udara pengering bk C t p 39.6 xp A p 190,295 suhu udara pengering bb C t bb 32.2 Total BIAYA 10,076,063 efisiensi tungku 0.6 nilai kalor bb J/kg H massa jenis bb kg/m kg laju pembakaran bb kg/dt m bb = 0.9 kg/jam koeff. Bentuk A 1.0 kadar air awal Mi 72 = 257 % bk kadar air akhir Mf 12.0 = 14 % bk tebal tumpukan cengkeh m L 0.03 BULK DENSITY cengkeh kg/m diameter HE m D he 0.2 panjang HE m p he 14.9 koef. Pp konveksi HE W/m 2 K h- HE 114 Suhu HE C t- HE 80 HASIL PERHITUNGAN kadar air keseimbangan Me 7.33 MR 0.03 konstanta pengeringan 1/jam k 0.05 waktu pengeringan dt = 73.4 jam panas laten penguap.(cengkeh) J/kg Hfg panas laten penguap.air J/kg Hfg a massa cengkeh kg m c 386 laju penguapan air cengkeh kg/dt m v = Kg air Debit m 3 /dt Q = 9032 m 3 /jam Laju aliran udara kg/dt mu 2.83 = kg/jam penurunan tekanan Pa dp Q/Ac m 3 /m 2.dt 0.04

152 Lampiran III-5. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh menggunakan data percobaan 3 DATA MASUKAN DIMENSI KOMPONEN Parameter satuan simbol nilai l m 3.6 Radiasi W/m 2 I 310 Af m transmisivitas cover t 0.45 Ap m absorbsivitas udara a u 0.94 Ad m absorbsivitas plat a p 0.96 Ac m absorbsivitas floor a f 0.96 P W absorbsivitas cengkeh a c 0.75 Ahe m absorbsivitas HE a HE 0.96 mbb kg/dt koeff. Pp konveksi W/m 2 K h 3.5 massa jenis udara kg/m panas jenis udara J/kg C Cp u HASIL PERHITUNGAN BIAYA efisiensi kipas 0.3 X 1 A 8,951,300 Luas kipas inlet m 2 A k x2 P 592,705 suhu udara lingk bk C t a 37 x3 A he 580,188 suhu udara lingk bb C t a 27 x4 m bb 400,120 suhu udara pengering bk C t p 48.4 xp A p 190,295 suhu udara pengering bb C t bb 32.2 Total BIAYA 10,714,609 efisiensi tungku 0.6 nilai kalor bb J/kg H massa jenis bb kg/m kg laju pembakaran bb kg/dt m bb = 6.7 kg/jam koeff. Bentuk A 1.0 kadar air awal Mi 72.8 = 268 % bk kadar air akhir Mf 12.0 = 14 % bk tebal tumpukan cengkeh m L 0.03 BULK DENSITY cengkeh kg/m diameter HE m D he 0.2 panjang HE m p he 14.9 koef. Pp konveksi HE W/m 2 K h- HE 114 Suhu HE C t- HE 80 HASIL PERHITUNGAN kadar air keseimbangan Me 4.73 MR 0.03 konstanta pengeringan 1/jam k 0.09 waktu pengeringan dt = 39.7 jam panas laten penguap.(cengkeh) J/kg Hfg panas laten penguap.air J/kg Hfg a massa cengkeh kg m c 386 laju penguapan air cengkeh kg/dt m v = Kg air Debit m 3 /dt Q = 9032 m 3 /jam Laju aliran udara kg/dt mu 2.75 = 9915 kg/jam penurunan tekanan Pa dp Q/Ac m 3 /m 2.dt 0.04

153 Lampiran III-6. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 1) DATA MASUKAN DIMENSI KOMPONEN Parameter satuan simbol nilai l m 2.5 Radiasi W/m 2 I 500 Af m transmisivitas cover t 0.45 Ap m absorbsivitas udara a u 0.94 Ad m absorbsivitas plat a p 0.96 Ac m absorbsivitas floor a f 0.96 P W 89.6 absorbsivitas cengkeh a c 0.75 Ahe m absorbsivitas HE a HE 0.96 mbb kg/dt koeff. Pp konveksi W/m 2 K h 3.5 massa jenis udara kg/m panas jenis udara J/kg C Cp u HASIL PERHITUNGAN BIAYA efisiensi kipas 0.3 X 1 A 4,867,012 Luas kipas inlet m 2 A k x2 P 192,223 suhu udara lingk bk C t a 40 x3 A he 215,846 suhu udara lingk bb C t a 27 x4 m bb 194,928 suhu udara pengering bk C t p 50 xp A p 124,881 suhu udara pengering bb C t bb 32.2 Total BIAYA 5,594,890 efisiensi tungku 0.6 nilai kalor bb J/kg H massa jenis bb kg/m kg laju pembakaran bb kg/dt m bb = 1.2 kg/jam koeff. Bentuk A 1.0 kadar air awal Mi 72.8 = 268 % bk kadar air akhir Mf 12.0 = 14 % bk tebal tumpukan cengkeh m L 0.03 BULK DENSITY cengkeh kg/m diameter HE m D he 0.2 panjang HE m p he 14.9 koef. Pp konveksi HE W/m 2 K h- HE 114 Suhu HE C t- HE 80 HASIL PERHITUNGAN kadar air keseimbangan Me 4.73 MR 0.04 konstanta pengeringan 1/jam k 0.09 waktu pengeringan dt = 35.7 jam panas laten penguap.(cengkeh) J/kg Hfg panas laten penguap.air J/kg Hfg a massa cengkeh kg m c laju penguapan air cengkeh kg/dt m v = 98.3 Kg air Debit m 3 /dt Q 0.92 = 3329 m 3 /jam Laju aliran udara kg/dt mu 1.01 = 3636 kg/jam penurunan tekanan Pa dp Q/Ac m 3 /m 2.dt 0.04

154 Lampiran III-7. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 2) DATA MASUKAN DIMENSI KOMPONEN Parameter satuan simbol nilai l m 3.6 Radiasi W/m 2 I 500 Af m transmisivitas cover t 0.45 Ap m absorbsivitas udara a u 0.94 Ad m absorbsivitas plat a p 0.96 Ac m absorbsivitas floor a f 0.96 P W absorbsivitas cengkeh a c 0.75 Ahe m absorbsivitas HE a HE 0.96 mbb kg/dt koeff. Pp konveksi W/m 2 K h 3.5 massa jenis udara kg/m panas jenis udara J/kg C Cp u HASIL PERHITUNGAN BIAYA efisiensi kipas 0.3 X 1 A 8,951,300 Luas kipas inlet m 2 A k x2 P 589,216 suhu udara lingk bk C t a 40 x3 A he 491,989 suhu udara lingk bb C t a 27 x4 m bb 347,134 suhu udara pengering bk C t p 50 xp A p 190,295 suhu udara pengering bb C t bb 32.2 Total BIAYA 10,569,933 efisiensi tungku 0.6 nilai kalor bb J/kg H massa jenis bb kg/m kg laju pembakaran bb kg/dt m bb = 4.8 kg/jam koeff. Bentuk A 1.0 kadar air awal Mi 72.8 = 268 % bk kadar air akhir Mf 12.0 = 14 % bk tebal tumpukan cengkeh m L 0.03 BULK DENSITY cengkeh kg/m diameter HE m D he 0.2 panjang HE m p he 14.9 koef. Pp konveksi HE W/m 2 K h- HE 114 Suhu HE C t- HE 80 HASIL PERHITUNGAN kadar air keseimbangan Me 4.73 MR 0.04 konstanta pengeringan 1/jam k 0.09 waktu pengeringan dt = 35.7 jam panas laten penguap.(cengkeh) J/kg Hfg panas laten penguap.air J/kg Hfg a massa cengkeh kg m c laju penguapan air cengkeh kg/dt m v = Kg air Debit m 3 /dt Q 2.51 = 9032 m 3 /jam Laju aliran udara kg/dt mu 2.74 = 9863 kg/jam penurunan tekanan Pa dp Q/Ac m 3 /m 2.dt 0.04

155 Lampiran III-8. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 3) DATA MASUKAN DIMENSI KOMPONEN Parameter satuan simbol nilai l m 5.40 Radiasi W/m 2 I 500 Af m transmisivitas cover t 0.45 Ap m absorbsivitas udara a u 0.94 Ad m absorbsivitas plat a p 0.96 Ac m absorbsivitas floor a f 0.96 P W absorbsivitas cengkeh a c 0.75 Ahe m absorbsivitas HE a HE 0.96 mbb kg/dt koeff. Pp konveksi W/m 2 K h 3.5 massa jenis udara kg/m panas jenis udara J/kg C Cp u HASIL PERHITUNGAN BIAYA efisiensi kipas 0.3 X 1 A 17,625,222 Luas kipas inlet m 2 A k x2 P 1,795,779 suhu udara lingk bk C t a 40 x3 A he 980,092 suhu udara lingk bb C t a 27 x4 m bb 562,528 suhu udara pengering bk C t p 50 xp A p 297,336 suhu udara pengering bb C t bb 32.2 Total BIAYA 21,260,957 efisiensi tungku 0.6 nilai kalor bb J/kg H massa jenis bb kg/m kg laju pembakaran bb kg/dt m bb = 15.0 kg/jam koeff. Bentuk A 1.0 kadar air awal Mi 72.8 = 268 % bk kadar air akhir Mf 12.0 = 14 % bk tebal tumpukan cengkeh m L 0.03 BULK DENSITY cengkeh kg/m diameter HE m D he 0.2 panjang HE m p he 14.9 koef. Pp konveksi HE W/m 2 K h- HE 114 Suhu HE C t- HE 80 HASIL PERHITUNGAN kadar air keseimbangan Me 4.73 MR 0.04 konstanta pengeringan 1/jam k 0.09 waktu pengeringan dt = 35.7 jam panas laten penguap.(cengkeh) J/kg Hfg panas laten penguap.air J/kg Hfg a massa cengkeh kg m c laju penguapan air cengkeh kg/dt m v = Kg air Debit m 3 /dt Q 6.77 = m 3 /jam Laju aliran udara kg/dt mu 7.39 = kg/jam penurunan tekanan Pa dp Q/Ac m 3 /m 2.dt 0.04

156 Lampiran III-9. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 5) DATA MASUKAN DIMENSI KOMPONEN Parameter satuan simbol nilai l m 3.60 Radiasi W/m 2 I 500 Af m transmisivitas cover t 0.45 Ap m absorbsivitas udara a u 0.94 Ad m absorbsivitas plat a p 0.96 Ac m absorbsivitas floor a f 0.96 P W absorbsivitas cengkeh a c 0.75 Ahe m absorbsivitas HE a HE 0.96 mbb kg/dt koeff. Pp konveksi W/m 2 K h 3.5 massa jenis udara kg/m panas jenis udara J/kg C Cp u HASIL PERHITUNGAN BIAYA efisiensi kipas 0.3 X 1 A 8,951,300 Luas kipas inlet m 2 A k x2 P 593,578 suhu udara lingk bk C t a 40 x3 A he 384,502 suhu udara lingk bb C t a 27 x4 m bb 295,937 suhu udara pengering bk C t p 48 xp A p 190,295 suhu udara pengering bb C t bb 32.2 Total BIAYA 10,415,612 efisiensi tungku 0.6 nilai kalor bb J/kg H massa jenis bb kg/m kg laju pembakaran bb kg/dt m bb = 3.3 kg/jam koeff. Bentuk A 1.0 kadar air awal Mi 72.8 = 268 % bk kadar air akhir Mf 12.0 = 14 % bk tebal tumpukan cengkeh m L 0.03 BULK DENSITY cengkeh kg/m diameter HE m D he 0.2 panjang HE m p he 14.9 koef. Pp konveksi HE W/m 2 K h- HE 114 Suhu HE C t- HE 80 HASIL PERHITUNGAN kadar air keseimbangan Me 4.82 MR 0.03 konstanta pengeringan 1/jam k 0.08 waktu pengeringan dt = 40.7 jam panas laten penguap.(cengkeh) J/kg Hfg panas laten penguap.air J/kg Hfg a massa cengkeh kg m c laju penguapan air cengkeh kg/dt m v = Kg air Debit m 3 /dt Q 2.51 = 9032 m 3 /jam Laju aliran udara kg/dt mu 2.76 = 9928 kg/jam penurunan tekanan Pa dp Q/Ac m 3 /m 2.dt 0.04

157 Lampiran III-10. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 6) DATA MASUKAN DIMENSI KOMPONEN Parameter satuan simbol nilai l m 3.60 Radiasi W/m 2 I 500 Af m transmisivitas cover t 0.45 Ap m absorbsivitas udara a u 0.94 Ad m absorbsivitas plat a p 0.96 Ac m absorbsivitas floor a f 0.96 P W absorbsivitas cengkeh a c 0.75 Ahe m absorbsivitas HE a HE 0.96 mbb kg/dt koeff. Pp konveksi W/m 2 K h 3.5 massa jenis udara kg/m panas jenis udara J/kg C Cp u HASIL PERHITUNGAN BIAYA efisiensi kipas 0.3 X 1 A 8,951,300 Luas kipas inlet m 2 A k x2 P 567,458 suhu udara lingk bk C t a 40 x3 A he 1,027,894 suhu udara lingk bb C t a 27 x4 m bb 537,457 suhu udara pengering bk C t p 60 xp A p 190,295 suhu udara pengering bb C t bb 32.2 Total BIAYA 11,274,404 efisiensi tungku 0.6 nilai kalor bb J/kg H massa jenis bb kg/m kg laju pembakaran bb kg/dt m bb = 13.5 kg/jam koeff. Bentuk A 1.0 kadar air awal Mi 72.8 = 268 % bk kadar air akhir Mf 12.0 = 14 % bk tebal tumpukan cengkeh m L 0.03 BULK DENSITY cengkeh kg/m diameter HE m D he 0.2 panjang HE m p he 14.9 koef. Pp konveksi HE W/m 2 K h- HE 114 Suhu HE C t- HE 80 HASIL PERHITUNGAN kadar air keseimbangan Me 2.65 MR 0.04 konstanta pengeringan 1/jam k 0.16 waktu pengeringan dt = 19.3 jam panas laten penguap.(cengkeh) J/kg Hfg panas laten penguap.air J/kg Hfg a massa cengkeh kg m c laju penguapan air cengkeh kg/dt m v = Kg air Debit m 3 /dt Q 2.51 = 9032 m 3 /jam Laju aliran udara kg/dt mu 2.65 = 9537 kg/jam penurunan tekanan Pa dp Q/Ac m 3 /m 2.dt 0.04

158 Lampiran III-11. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 7) DATA MASUKAN DIMENSI KOMPONEN Parameter satuan simbol nilai l m 3.60 Radiasi W/m 2 I 500 Af m transmisivitas cover t 0.45 Ap m absorbsivitas udara a u 0.94 Ad m absorbsivitas plat a p 0.96 Ac m absorbsivitas floor a f 0.96 P W absorbsivitas cengkeh a c 0.75 Ahe m absorbsivitas HE a HE 0.96 mbb kg/dt koeff. Pp konveksi W/m 2 K h 3.5 massa jenis udara kg/m panas jenis udara J/kg C Cp u HASIL PERHITUNGAN BIAYA efisiensi kipas 0.3 X 1 A 8,951,300 Luas kipas inlet m 2 A k x2 P 972,340 suhu udara lingk bk C t a 40 x3 A he 600,126 suhu udara lingk bb C t a 27 x4 m bb 398,965 suhu udara pengering bk C t p 50 xp A p 190,295 suhu udara pengering bb C t bb 32.2 Total BIAYA 11,113,025 efisiensi tungku 0.6 nilai kalor bb J/kg H massa jenis bb kg/m kg laju pembakaran bb kg/dt m bb = 6.7 kg/jam koeff. Bentuk A 1.0 kadar air awal Mi 72.8 = 268 % bk kadar air akhir Mf 12.0 = 14 % bk tebal tumpukan cengkeh m L 0.03 BULK DENSITY cengkeh kg/m diameter HE m D he 0.2 panjang HE m p he 14.9 koef. Pp konveksi HE W/m 2 K h- HE 114 Suhu HE C t- HE 80 HASIL PERHITUNGAN kadar air keseimbangan Me 4.37 MR 0.04 konstanta pengeringan 1/jam k 0.12 waktu pengeringan dt = 28.6 jam panas laten penguap.(cengkeh) J/kg Hfg panas laten penguap.air J/kg Hfg a massa cengkeh kg m c laju penguapan air cengkeh kg/dt m v = Kg air Debit m 3 /dt Q 3.14 = m 3 /jam Laju aliran udara kg/dt mu 3.42 = kg/jam penurunan tekanan Pa dp Q/Ac m 3 /m 2.dt 0.05

159 Lampiran III-12. Data dan hasil perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK untuk pengeringan cengkeh (skenario 8) DATA MASUKAN DIMENSI KOMPONEN Parameter satuan simbol nilai l m 3.60 Radiasi W/m 2 I 500 Af m transmisivitas cover t 0.45 Ap m absorbsivitas udara a u 0.94 Ad m absorbsivitas plat a p 0.96 Ac m absorbsivitas floor a f 0.96 P W absorbsivitas cengkeh a c 0.75 Ahe m absorbsivitas HE a HE 0.96 mbb kg/dt koeff. Pp konveksi W/m 2 K h 3.5 massa jenis udara kg/m panas jenis udara J/kg C Cp u HASIL PERHITUNGAN BIAYA efisiensi kipas 0.3 X 1 A 8,951,300 Luas kipas inlet m 2 A k x2 P 1,464,078 suhu udara lingk bk C t a 40 x3 A he 696,778 suhu udara lingk bb C t a 27 x4 m bb 442,955 suhu udara pengering bk C t p 50 xp A p 190,295 suhu udara pengering bb C t bb 32.2 Total BIAYA 11,745,405 efisiensi tungku 0.6 nilai kalor bb J/kg H massa jenis bb kg/m kg laju pembakaran bb kg/dt m bb = 8.5 kg/jam koeff. Bentuk A 1.0 kadar air awal Mi 72.8 = 268 % bk kadar air akhir Mf 12.0 = 14 % bk tebal tumpukan cengkeh m L 0.03 BULK DENSITY cengkeh kg/m diameter HE m D he 0.2 panjang HE m p he 14.9 koef. Pp konveksi HE W/m 2 K h- HE 114 Suhu HE C t- HE 80 HASIL PERHITUNGAN kadar air keseimbangan Me 4.37 MR 0.04 konstanta pengeringan 1/jam k 0.14 waktu pengeringan dt = 23.8 jam panas laten penguap.(cengkeh) J/kg Hfg panas laten penguap.air J/kg Hfg a massa cengkeh kg m c laju penguapan air cengkeh kg/dt m v = Kg air Debit m 3 /dt Q 3.76 = m 3 /jam Laju aliran udara kg/dt mu 4.11 = kg/jam penurunan tekanan Pa dp Q/Ac m 3 /m 2.dt 0.06

160 Lampiran IV-1. Gambar 3 dimensi prototipe pengering ERK yang diujicoba dalam penelitian

161

162 Lampiran IV-1. Gambar 3 dimensi prototipe pengering ERK yang diujicoba dalam penelitian

163 1 Lampiran IV-1. Gambar 3 dimensi prototipe pengering ERK yang diujicoba dalam penelitian (lanjutan) inlet (a) Bangunan pengering ERK (dilihat dari samping) 1

164 2 Kipas tengah Rak Pintu pengering (b) Rak pengering dan kipas tengah (dilihat dari depan) Sampel pengukuran kadar air pada rak tengah 2

165 3 Lampiran IV-2. Alat-alat ukur yang digunakan dalam penelitian (c ) Hamparan cengkeh di atas rak pengering (a) Piranometer (alat ukur radiasi surya) 3

166 4 (b) Thermo-recorder (hybrid recorder) (c ) Oven pengering (alat ukur kadar air) 4

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Cengkeh termasuk ke dalam famili Myrtaceae yang berasal dari Maluku. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang cukup potensial dalam upaya memberikan kesempatan

Lebih terperinci

KAJIAN DISTRIBUSI SUHU, RH DAN ALIRAN UDARA PENGERING UNTUK OPTIMISASI DISAIN PENGERING EFEK RUMAH KACA DYAH WULANDANI

KAJIAN DISTRIBUSI SUHU, RH DAN ALIRAN UDARA PENGERING UNTUK OPTIMISASI DISAIN PENGERING EFEK RUMAH KACA DYAH WULANDANI KAJIAN DISTRIBUSI SUHU, RH DAN ALIRAN UDARA PENGERING UNTUK OPTIMISASI DISAIN PENGERING EFEK RUMAH KACA DYAH WULANDANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN ALIRAN UDARA PANAS PADA MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA HIBRID TIPE RAK BERPUTAR MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

KAJIAN POLA SEBARAN ALIRAN UDARA PANAS PADA MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA HIBRID TIPE RAK BERPUTAR MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS KAJIAN POLA SEBARAN ALIRAN UDARA PANAS PADA MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA HIBRID TIPE RAK BERPUTAR MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS PUJI WIDODO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA

BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA 3.1. PENDAHULUAN 3.1.1. Latar Belakang Rancang bangun pengering diperlukan untuk mendapatkan performansi pengeringan yang sesuai

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peralatan pengering berlangsung seiring dengan tuntutan tingkat performansi alat yang tinggi dengan berbagai faktor pembatas seperti ketersediaan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK 5.1. PENDAHULUAN 5.1.1. Latar Belakang Kadar air merupakan salah satu parameter mutu yang perlu diperhatikan dalam mengeringkan produk. Masalah yang terjadi

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL Oleh : DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

SIMULASI RANCANGAN MESIN PENGERING EFEK RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN UNTUK PENGERINGAN KOMODITI HASIL PERTANIAN

SIMULASI RANCANGAN MESIN PENGERING EFEK RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN UNTUK PENGERINGAN KOMODITI HASIL PERTANIAN SIMULASI RANCANGAN MESIN PENGERING EFEK RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN UNTUK PENGERINGAN KOMODITI HASIL PERTANIAN Sholahuddin 1), Leopold O Nelwan 2), Abdul Roni Angkat 3) 1) Staf Pengajar pada Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Vol. 17, No. 1, April 2003

Vol. 17, No. 1, April 2003 Vol. 17, No. 1, April 2003 ANALISIS DlSTRlBUSl SUHU DAN KECEPATAN ALIRAN UDARA DALAM RUANG PENGERING BERENERGI SURYA MENGGUNAKAN CFD (Analysis of Temperature and Air Flow Distribution in Solar Dryer Using

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

MODEL RADIASI SURYA DAN SUHU UDARA DI DALAM RUMAH PLASTIK YUSHARDI

MODEL RADIASI SURYA DAN SUHU UDARA DI DALAM RUMAH PLASTIK YUSHARDI MODEL RADIASI SURYA DAN SUHU UDARA DI DALAM RUMAH PLASTIK YUSHARDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu Technical Paper Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu Performance of Cassava Chip Drying Sandi Asmara 1 dan Warji 2 Abstract Lampung Province is the largest producer of cassava in Indonesia. Cassava has a

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Simulasi Model Pengering dengan Gambit 5.1.1. Bentuk domain 3D model pengering Bentuk domain 3D ruang pengering diperoleh dari proses pembentukan geometri ruang pengering

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Dyah Wulandani dan Leopold Oscar Nelwan Dep. Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB ABSTRAK

Dyah Wulandani dan Leopold Oscar Nelwan Dep. Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB ABSTRAK RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA TIPE PLAT DATAR DAN KONSENTRATOR SURYA UNTUK PENGHASIL PANAS PADA PENGERING PRODUK-PRODUK PERTANIAN (Design of Solar Flat Plate Collector and Concentrator as Heater of Dryer

Lebih terperinci

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR Budi Kristiawan 1, Wibowo 1, Rendy AR 1 Abstract : The aim of this research is to analyze of rice heat pump dryer model performance by determining

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

OPTIMASI SUDUT ATAP DAN TINGGI DINDING PADA RUMAH KACA DI DAERAH TROPIKA DENGAN ALGORITMA GENETIK (AG) ENI SUMARNI

OPTIMASI SUDUT ATAP DAN TINGGI DINDING PADA RUMAH KACA DI DAERAH TROPIKA DENGAN ALGORITMA GENETIK (AG) ENI SUMARNI OPTIMASI SUDUT ATAP DAN TINGGI DINDING PADA RUMAH KACA DI DAERAH TROPIKA DENGAN ALGORITMA GENETIK (AG) ENI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii ABSTRACT Eni Sumarni. Optimization

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PHPT, Muara Angke, Jakarta Utara. Waktu penelitian berlangsung dari bulan April sampai September 2007. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae)

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Oleh : PERI PERMANA F14102083 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10) RANCANG BANGUN DAN KAJI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA PENGERING SURYA TERINTEGRASI DENGAN TUNGKU BIOMASSA UNTUK MENGERINGKAN HASIL-HASIL PERTANIAN Muhammad Yahya Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V Oleh : REZA ARDIANSYAH 2015 100 033 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. DJATMIKO ICHSANI, M.Eng OUTLINE LATAR BELAKANG PERUMUSAN, batasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA R. Dure 1), F. Wenur 2), H. Rawung 3) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Pertanian UNSRAT 2)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Kondisi ini memberi peluang dan tantangan dalam usaha

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN ISSN 2302-0245 pp. 1-7 KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN Muhammad Zulfri 1, Ahmad Syuhada 2, Hamdani 3 1) Magister Teknik Mesin Pascasarjana Universyitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL

ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL Oleh Dosen Pembimbing : I Gusti Ngurah Agung Aryadinata : Dr. Eng. Made Sucipta, S.T, M.T : Ketut Astawa,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PERANGKAT LUNAK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) DALAM MENGANALISIS SISTEM PENGERING IKAN TUNA BERTENAGA SURYA

PENGGUNAAN PERANGKAT LUNAK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) DALAM MENGANALISIS SISTEM PENGERING IKAN TUNA BERTENAGA SURYA JURNAL LOGIC. VOL. 15. NO. 3. NOPEMBER 2015 137 PENGGUNAAN PERANGKAT LUNAK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) DALAM MENGANALISIS SISTEM PENGERING IKAN TUNA BERTENAGA SURYA I Nyoman Budiarthana 1), I G.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal Karakteristik Pengeringan Biji Kopi dengan Pengering Tipe Bak dengan Sumber Panas Tungku Sekam Kopi dan Kolektor Surya Characteristic Drying of Coffee Beans Using a Dryer with the Heat Source of Coffe

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM TERMAL DAN SIMULASI PADA OVEN SURYA R O P I U D I N

PEMODELAN SISTEM TERMAL DAN SIMULASI PADA OVEN SURYA R O P I U D I N PEMODELAN SISTEM TERMAL DAN SIMULASI PADA OVEN SURYA R O P I U D I N SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA Tekad Sitepu Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Pengembangan mesin-mesin pengering tenaga surya dapat membantu untuk

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING TIPE SOLAR (Tinjauan Waktu Pengeringan terhadap Laju Pengeringan dan Penurunan Kadar Air Chips Ubi Ungu)

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING TIPE SOLAR (Tinjauan Waktu Pengeringan terhadap Laju Pengeringan dan Penurunan Kadar Air Chips Ubi Ungu) RANCANG BANGUN ALAT PENGERING TIPE SOLAR (Tinjauan Waktu Pengeringan terhadap Laju Pengeringan dan Penurunan Kadar Air Chips Ubi Ungu) Disusun Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Perancangan 4.1.1. Identifikasi Kebutuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Singkong atau ketela pohon pada umumnya dijual dalam bentuk umbi segar oleh petani. Petani jarang mengeringkan singkongnya

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran Hanim Z. Amanah 1), Sri Rahayoe 1), Sukma Pribadi 1) 1) Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Jl. Flora No 2 Bulaksumur

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET ABSTRAK Diini Fithriani *), Luthfi Assadad dan Zaenal Arifin **) Telah dilakukan uji perfomansi terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ELWINSYAH SITOMPUL

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI 3.1 KONDISI ALIRAN FLUIDA Sebelum melakukan simulasi, didefinisikan terlebih dahulu kondisi aliran yang akan dipergunakan. Asumsi dasar yang dipakai

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3845 PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS Ayu Wardana 1, Maksi Ginting 2, Sugianto 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika 2 Dosen Bidang Energi Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT Oleh : M. Yahya Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Padang Abstrak Provinsi Sumatera Barat memiliki luas

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 B-169 Studi Numerik Peningkatan Cooling Performance pada Lube Oil Cooler Gas Turbine yang Disusun Secara Seri dan Paralel dengan Variasi Kapasitas

Lebih terperinci

ANALISIS NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA

ANALISIS NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA JURNAL LOGIC. VOL. 14. NO. 2. JULI 2014 112 ANALISIS NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA I Ketut Guna Arta Program Studi Teknik Mesin Program Pascasarjana-Universitas

Lebih terperinci

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 4 No.1. April 2010 (7-15) Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap I Gst.Ketut Sukadana, Made Sucipta & I Made Dhanu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PERPINDAHAN MASSA, MOMENTUM DAN ENERGI SECARA SIMULTAN PADA SISTEM PENGERING MUHAMAD SYAIFUL

PERPINDAHAN MASSA, MOMENTUM DAN ENERGI SECARA SIMULTAN PADA SISTEM PENGERING MUHAMAD SYAIFUL PERPINDAHAN MASSA, MOMENTUM DAN ENERGI SECARA SIMULTAN PADA SISTEM PENGERING MUHAMAD SYAIFUL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR DENGAN VARIASI SIRIP BERLUBANG

SKRIPSI ANALISIS PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR DENGAN VARIASI SIRIP BERLUBANG SKRIPSI ANALISIS PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR DENGAN VARIASI SIRIP BERLUBANG Oleh : I Nyoman Gigih Predana Putra 1004305047 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 ANALISIS

Lebih terperinci

SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT

SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA Disusun Sebagai Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii SURAT PERNYATAAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER TUGAS AKHIR PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER (Determining the Rate of Drying Corn on the Rotary Dryer) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 PENGARUH PENGGUNAANMEDIABAHANPENGISI( FILLER) PVC DENGANTINGGI45CM DAN DIAMETER 70CM TERHADAPKINERJAMENARAPENDINGINJENIS INDUCED- DRAFT COUNTERFLOW SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG.

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG. SIDANG TUGAS AKHIR STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEBERANGKATAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA FITRI SETYOWATI 2110 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED

PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED Author Guidance : Agus Junianto : Ketut Astawa, ST., MT Ir. Nengah Suarnadwipa,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN Disusun oleh: BENNY ADAM DEKA HERMI AGUSTINA DONSIUS GINANJAR ADY GUNAWAN I8311007 I8311009

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO Oleh M. Yahya Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang Abstrak Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP RANCANG BANGUN ALAT PENGERING IKAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA PLAT GELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN CYCLONE UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS ALIRAN UDARA PENGERINGAN Lingga Ruhmanto Asmoro NRP. 2109030047 Dosen

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Azridjal Aziz Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING TENAGA SURYA DAN APLIKASINYA DALAM PENGERINGAN KERUPUK

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING TENAGA SURYA DAN APLIKASINYA DALAM PENGERINGAN KERUPUK RANCANG BANGUN ALAT PENGERING TENAGA SURYA DAN APLIKASINYA DALAM PENGERINGAN KERUPUK Laporan Penelitian Individual Mendapat Bantuan Dana dari DIPA UIN SGD Bandung Tahun Anggaran 2015 Sesuai dengan Kontrak

Lebih terperinci

UJI UNJUK KERJA PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)

UJI UNJUK KERJA PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) UJI UNJUK KERJA PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) 4 Oleh : ALlEF RACHMANSYAH F.310115 1999 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Disusun Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Terapan (D-IV) Teknik Energi Jurusan Teknik Kimia

TUGAS AKHIR. Disusun Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Terapan (D-IV) Teknik Energi Jurusan Teknik Kimia TUGAS AKHIR MODIFIKASI PENGERING TENAGA SURYA UNTUK PRODUK PANGAN (Evaluasi Efektivitas Termal Pada Ruang Pengering Dual Solar System Dengan Variasi Penempatan Fan) Disusun Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci