pertumbuhan jumlah penduduk. Menurut Bayu A. Wibawa (1996), terdapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "pertumbuhan jumlah penduduk. Menurut Bayu A. Wibawa (1996), terdapat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan suatu kota memiliki keterkaitan terhadap pertumbuhan jumlah penduduk. Menurut Bayu A. Wibawa (1996), terdapat kecenderungan bahwa berkembangnya suatu kota akan meningkatkan jumlah penduduk bersamaan pula dengan peningkatan mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk dari desa ke kota, disebabkan oleh faktor daya tarik (pull factors) dan faktor pendorong (push factors). Faktor daya tarik dapat berupa tersedianya lapangan kerja yang lebih beragam, fasilitas sosial di kota lebih memadai, kota berpotensi sebagai tempat pemasaran, tingkat upah yang lebih tinggi, dan kota merupakan tempat yang lebih menguntungkan untuk mengembangkan jiwa dan pengetahuan. Sedangkan faktor daya tarik kota, dapat disebabkan menyempitnya lahan di sektor pertanian di desa, alasan pendidikan, kurang fasilitas sosial, tingkat upah relatif rendah dan tekanan adat (Lembaga Demografi FE-UI, 1981). Migrasi penduduk dari desa ke kota, membawa banyak perubahan positif dalam kehidupan ekonomi, sosial dan politik sebuah kota. Namun migrasi yang tidak terencana telah menciptakan masalah di kota seperti peningkatan angka kriminalitas, kemiskinan, pembentukan pemukiman kumuh dan persoalan transportasi yang merupakan masalah komplek yang saat ini menjadi tantangan untuk diatasi, seperti penyediaan sarana dan prasarana angkutan umum yang memadai serta persoalan kemacetan lalu lintas yang semakin rumit dan komplek. 1

2 Aktivitas perekonomian yang terpusat di kota seperti industri, perdagangan dan jasa, membutuhkan moda transportasi umum dalam mobilitas penduduk ke tempat kerja. Seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi para pekerja serta regulasi yang tidak terlalu ketat untuk membeli kendaraan pribadi baik sepeda motor maupun mobil berakibat pada pertubuhan kendaraan yang sangat berarti. Secara statistik kendaraan pribadi terutama sepeda motor lebih banyak digunakan oleh penduduk sebagai mobilitas ketempat kerja karena angkutan umum kinerjanya masih jauh dari harapan dan masih belum menjadi pilihan. Ketika penduduk lebih banyak mengunakan sarana transportasi pribadi dalam mobilitas mereka ketempat kerja, kurangnya disiplin dalam berlalu lintas, dan terbatasnya ruas jalan yang ada maka akan berdampak pada kemacetan lalu lintas di jalan. Persoalan kemacetan lalu lintas di perkotaan sebagai akibat tidak seimbangnya antara tingkat pertumbuhan jalan dengan tingkat pertumbuhan kendaraan, seperti yang dituturkan oleh Sukarto (2006) dan Munawar (2013). Ketidakseimbangan antara pertumbuhan kendaraan dengan petumbuhan ruas jalan secara matematik sering diungkapkan bahwa pertumbuhan ruas jalan dengan deret hitung sedangkan pertumbuhan kendaraan dengan deret ukur. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan jalan dengan pertumbuhan kendaraan bermotor ini dapat dipastikan akan menjadikan pembebanan berlebihan pada jalan yang pada gilirannya mengakibatkan kemacetan lalu lintas. Berdasarkan data statistik Kementerian Pekerjaan Umum RI, diketahui bahwa hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai unit, dimana unit atau 97.4 persen merupakan kendaraan pribadi dan unit atau 2.6 persen merupakan angkutan umum, dengan pertumbuhan kendaraan sebesar 2

3 14, 7 persen setiap tahunnya sedangkan pertumbuhan jalan hanya sekitar 4.5 persen setiap tahunnya. Persoalan kemacetan lalu lintas sebagai akibat ketidak seimbangan antara pertumbuhan ruas jalan dan pertubuhan kenderaan bermotor, saat ini menjadi persoalan yang komplek dihadapi di beberapa kota besar di Indonesia, tidak terkecuali bagi pemerintah Daerah Istemewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan data BPS DIY sebagaimana tabel 1.1. di bawah ini, diketahui bahwa pertumbuhan kendaraan bermotor di DIY mengalami perkembangan yang sangat signifikan setiap tahunnya. Kenaikan jumlah kendaraan bermotor per tahun yakni dari tahun 2007 sampai 2012 tumbuh dengan rata-rata 10,63 persen. Jumlah total kendaraan bermotor di Daerah Istimewa Yogyakarta per Oktober 2012 adalah unit yang terdiri dari sepeda motor sebanyak unit, mobil pribadi unit, mobil barang unit dan bus sebagai alat angkut yang lebih banyak digunakan masyarakat unit. Disisi lain pertumbuhan kendaraan bermotor yang ada di Provinsi DIY tidak sebanding dengan tingkat pertumbuhan jalan yang diketahui bahwa panjang jalan Provinsi DIY adalah 4.592,05 KM2. Tabel 1.1 : Jumlah Pertumbuhaan Kendaraan Bermotor di Yogyakarta 3

4 Sumber : BPS Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota yang pesat tanpa diikuti dengan pengadaan sistem transportasi yang memadai untuk ukuran kota merupakan bentuk besarnya demand daripada supply nya, begitu pula kebalikannya, lajunya pertumbuhan sistem transportasi yang tidak sesuai dengan ukuran perkembangan suatu kota, merupakan wujud supply lebih besar daripada demand untuk transportasi. Kondisikondisi yang telah disebutkan di atas akan berakibat pada timbulnya permasalahanpermasalahan baru dalam sistem transportasi maupun permasalaan perkotaan pada umumnya. Tarsito (1997). Menurut Munawar (2005), Solusi utama untuk mengatasi kemacetan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah perbaikan angkutan umum. Angkutan umum yang cepat, tepat waktu dan nyaman dapat merubah pilihan penduduk dalam bertransportasi, yakni dari berkendaraan pribadi berpindah menggunakan angkutan umum. Namun demikian, kondisi rata-rata angkutan umum di DIY sangat memprihatinkan. Sampai sekarang 4

5 jumlahnya saja tetap tidak bertambah kondisi angkutan umum yang ada saat ini semakin lama makin tidak terawat dan banyak yang sudah tidak laik jalan. Transportasi umum yang beroperasi di wilayah koridor perkotaan DIY, dibawah tahun 2007 kondisinya sangat memprihatinkan. Bus yang beroperasi rata-rata 90 persen dengan usia yang sudah tua. Buruknya kualitas layanan transportasi umum ini berimbas dengan ditinggalkannya angkutan umum dengan tingkat penurunan kenderaan antara 16 sampai 17 persen per tahun (Nugroho, 2013). Menurut Rizki pejabat Dishub DIY yang juga bekerja sebagai dosen Teknik Sipil UII bahwa Load factor bus perkotaan di kota Yogyakarta pada tahun 2005 sangat rendah, yakni 27,22 persen. Buruknya kondisi transportasi umum sebagaimana digambarkan di atas tentu tidak bisa diabaikan oleh pemerintah karena ini menyangkut kepentingan publik. Dalam keadaan seperti ini maka sudah seharusnya pemerintah mengambil langkah kebijakan untuk melakukan pembenahan melalui sistem angkutan umum yang ada secara terintegrasi dan secara politis dapat diterima banyak pihak terutama para pengusaha angkutan umum agar mereka tidak gulung tikar. Sebagai salah satu langkah kebijakan yang solutif maka kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah DIY dalam menanggulangi masalah transportasi yang bertujuan untuk memperbaiki sistem dan manajemen angkutan umum, meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik yang aman, nyaman, ketepatan waktu dan handal, serta mengurangi kemacetan di DIY adalah dengan dengan menerapkan sistem transportasi Bus rapid Transit (BRT) layaknya di beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarya, Bandung, Surakarta, Medan, Pekanbaru, Palembang dan Bandar Lampung dengan nama Transjogja. 5

6 Bus Rapid Transit (BRT) muncul sebagai sebuah sistem yang mengintegrasikan antara fasilitas, pelayanan, dan kenyamanan yang bertujuan meningkatkan kecepatan, reliabilitas, dan ciri khas dari angkutan bus. BRT adalah Light Rail Transit (LRT) dalam bentuk bus, suatu transportasi yang mengombinasikan kualitas transportasi kereta dan fleksibilitas bus (Thomas, 2001). Sebuah sistem transportasi berbasis bus yang beroperasi dalam suatu koridor dengan memanfaatkan salah satu jalur pada jalan utama sebagai jalur khususnya, yang tidak mengizinkan kendaraan lain memasuki jalur tersebut. Menurut Transit Cooperative Research Program (2003), BRT juga didefinisikan sebagai sistem transportasi yang memiliki kualitas tinggi baik dari segi keamanan, kenyamanan, ketepatan waktu, infrastruktur, dan juga sistem transportasi yang terjadwal. Konsep operasional bus transjogja ini dilakukan dalam bentuk kerjasama antara pemerintah provinsi DIY dengan para pengusaha angkutan umum yang ada di kota Yogyakarta dengan mengunakan sistem pembelian layanan (system Buy The Service). Dengan pola seperti ini memungkinkan para pengusaha angkutan umum untuk turut bermitra dengan pemerintah untuk melakukan pelayanan angkutan umum yang cepat, aman dan nyaman sekaligus berupaya untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di kota Yogyakarta. Prinsip dari sistem pembelian layanan adalah untuk mengganti sistem setoran menjadi pembelian pelayanan, operator dibayar berdasar kilometer layanan, bukan jumlah penumpang, operator/pengemudi/kru hanya berkonsentrasi pada pelayanan prima kepada masyarakat, adanya standar pelayanan tertentu yang harus dipenuhi dan berbasis public service bukan profit. Dalam program ini, pemerintah Provinsi DIY bekerjasama dengan PT. Jogja Tugu Trans (PT.JTT), adalah sebuah Perseroan Terbatas (PT) yang 6

7 merupakan wadah konsorsium 4 koperasi dan satu BUMN yaitu ASPADA, KOPATA, PUSKOPKAR DIY, PEMUDA, dan PERUM DAMRI, yang memiliki trayek serta berpengalaman dalam mengoperasikan sarana angkutan di Provinsi DIY, diharapkan oleh pemerintah untuk menjadi operator dalam program Buy The Service secara profesional. PT. Jogja Tugu Trans dalam pengelolaan Buy The Service berkedudukan selaku penjual layanan yang diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem pelayanan transportasi perkotaan di DIY. Adapun kontrak kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi DIY dengan PT. Jogja Tugu Trans yang dimulai pada tanggal 6 Februari 2008 Pemerintah Provinsi Daerah IStemewa Yogyakarta dengan PT. Jogja Tugu Trans menandatangani Surat Perjanjian kerjasama nomor Nomor: 4/PERJ/GUB/II/2008 Nomor: 31/JTT/G/II/2008 tentang pengelolaan sistem pelayanan. Angkutan orang dijalan dengan kendaraan umum wilayah perkotaan dengan sistem Buy The Service di Provinsi DIY. Dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak antara Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Daerah Istemewa Yogyakarta dengan PT. Jogja Tugu Trans Nomor: 050/246 pada tanggal 15 Februari 2008, dan pada tanggal 26 Agustus 2008 transjogja diresmikan. Kemudian, karena adanya kenaikan harga BBM maka terjadi perubahan perjanjian kerjasama anatara pemerintah Provinsi DIY dan PT. Jogja Tugu Trans Nomor: 34/PERJ/GUB/XI/2008 Nomor: 230/JTT/G/XI/2008 tanggal 26 November Operasional bus transjogja ditandai dengan diterbitkannya SK Gubernur No. 132/Kep/2007 pada tanggal 27 Agustus 2007 mengenai jaringan trayek bus trans jogja, selanjutnya disempurnakan dengan terbitnya Perda No.5 Tahun 2008 pada tanggal 6 Februari 2008 mengenai tarif angkutan bus perkotaan transjogja. 7

8 Dalam rangka mengupayakan pelayanan yang terbaik dan keseragaman pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa transjogja, maka disusunlah standar operasi untuk melaksanakan operasional bus. Standarisasi prosedur operasi tersebut disusun dan dibentuk dengan mengacu pada asas-asas manajemen pelayanan publik dalam konteks sektor transportasi yang baik agar pengoperasionalan bus transjogja dapat memberikan pelayanan yang seragam dalam hal keselamatan, kelancaran, kenyamanan, kehandalan (tepat waktu) dan keterjangkauan kepada masyarakat pengguna jasa. Standar operasi ini ditetapkan oleh UPTD 1 Trans Jogja Dishubkominfo yang bekerjasama dengan PT. JTT. PT. JTT selaku mitra kerja dan pelaksana operasional atau operator utama wajib melaksanakan dan mematuhi standar operasi, sedangkan UPTD Trans Jogja melakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan standar operasi oleh PT. JTT. Standar operasi pelayanan dan pengoperasian bus trans jogja ini terdiri atas standar-standar 2 : 1. Standar Kendaraan (persyaratan umum, persyaratan teknis dan perlengkapan bus) 2. Standar Operasi Pelayanna/ SOP (pelayanan pengoperasionalan bus) 3. Standar keselamatan (keselamatan bus, awak bus dan penumpang) 4. Standar layanan pelanggan (pelayanan jasa dan pengguna jasa) 5. Standar pelaporan (mekanisme pelaporan dan evaluasi). 6. Standar persyaratan minimum 7. Standar penerimaan pengemudi 1 Unit Pelaksana Teknis Dinas yang khusus mengelola angkutan perkotaan Bus Trans Jogja, dibawah Dinas Perhubungan, Komunikasi dan informasi DIY atau UPTD Trans Jogja untuk mengoperasikan sarana, prasarana dan sistem operasional bus Trans Jogja. 2 uraian standar operasi pelayanan dapat dilihat pada halaman lampiran. 8

9 8. Standar pelatihan keterampilan 9. Standar seragam dan perlengkapan 10. Standar kepegawaian 11. Standar pelaporan dan koordinasi 12. Standar Dokumen Bengkel 13. Standar Fasilitas bangunan (pengaturan dan pemanfaatan) 14. Standar Sumber Daya Manusia / SDM 15. Standar peralatan dan Perlengkapan 16. Standar suku cadang 17. Standar bahan dan material 18. Standar pelaporan. Setiap harinya Operasional transjogja dimulai pada pukul dan berakhir hingga pukul dengan biaya yang harus di keluarkan oleh penumpang untuk menggunakan fasilitas transjogja sebesar rupiah. Bus transjogja terdiri dari dua komponen besar diantaranya terdiri dari komponen keras (hardware), dan komponen manusia (brainware). Adapun komponen hardware tersebut adalah 54 Unit Bus dengan ketentuan 48 unit bus yang efektif beroperasi dan 6 unit bus digunakan sebagai cadangan. Perolehan 54 unit bus terdiri dari 20 unit bus hibah/bantuan dari Pemerintah kota Yogyakarta dan 34 Unit bus merupakan tanggung jawab dari PT. JTT. bus transjogja merupakan bus pariwisata yang berukuran sedang dilengkapi dengan fasilitas AC, kapasitas maksimal 43 orang yang terdiri atas 22 orang penumpang duduk, 20 orang penumpang beridiri serta 1 orang pengemudi. Dari 48 unit bus tersebut dibagi menjadi 6 jalur, yaitu jalur IA, IB, IIA, IIB, IIIA, 9

10 dan IIIB, sehingga masing masing jalur ada 8 pemberangkatan. Selain itu operasional bus transjogja di lengkapi dengan 75 buah shelter dengan 67 shelter berfungsi sebagai shalter umum, dan 8 shelter lainnya berfungsi sebagai shelter pos, halte transjogja berukuran panjang 4-5 meter dengan lebar 2 meter, lokasi masing-masing shelter tersebar di beberapa wilayah DIY. Jalur yang digunakan masih bergabung dengan jalur kendaraan umum. Untuk komponen brain ware adalah karyawan yang terdiri atas operasional lapangan sebanyak 8 orang, operator 3 orang, mekanik 16 orang, tenaga profesi 2 orang, pramudi (supir) dan pramugara/i masing masing berjumlah 123 orang dan 126 orang. Sebagai angkutan umum yang aman, nyaman, efektif, efisien, mudah dan murah. transjogja yang telah berjalan selama 5 tahun ini sedikit demi sedikit memberikan perubahan, walaupun perubahan tersebut tidak terlalu signifikan seperti yang di harapkan, karena pemanfaatan transjogja belum terlalu optimal. Berdasarkan Transit Cooperative Research Program (2003) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa komponen yang harus disediakan dalam sistem BRT (Bus Rapid Transit) untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepercayaan pengguna, yaitu: 1) Jalur (Running Ways) tersendiri / khusus, 2) Halte (Stations) yang terbagi atas klasifikasi kepadatan penduduk, 3) Kendaraan (Vehicles) yang memiliki daya angkut besar dan ramah lingkungan, 4) Pelayanan (Services) yang baik, 5) Struktur Rute (Route Structure) dengan informasi yang jelas, 6) Sistem Pembayaran (Fare Collection) yang cepat dan mampu menghindari adanya antrian, serta 7) Transpotasi Sistem Cerdas (Intelligent Transportation Systems) yakni penggunaan teknologi digital. Untuk menilai bagaimana kinerja transjogja yang telah beroperasi selama kurun waktu 5 (lima tahun) beroperasi, diberikan kepada setiap orang baik pengguna, calon 10

11 pengguna, wakil rakyat maupun dari pihak pemerintah (penanggung jawab penyediaan jasa) pasti akan mendapatkan jawaban yang berbeda beda. Menurut Dwiyanto (1995) untuk mengukur kinerja dapat dilihat dari efektifitas dan kualitas layanan yang dihasilkan, sedangkan Mahmudi (2007) melihat keberhasilan kinerja melalui input, proses (prilaku) dan output dari tujuan program tersebut. Jika dilihat dari tujuan kebijakan operasional bus transjogja yakni, memperbaiki sistem dan manajemen angkutan umum, meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik yang aman, nyaman, ketepatan waktu dan handal, serta mengurangi kemacetan, maka bila dibandingkan dengan kinerja pelayanan yang diberikan maka dapat dikatakan kurang berhasil karena bus transjogja saat ini, tidak lebih cepat dari kendaraan pribadi, ikut terlibat dalam kemacetan bahkan menjadi penyebab kemacetan, tidak tepat waktu, dan dari segi biaya sangat membebani APBD. Untuk lebih objektif berikut di kemukakan beberapa hasil studi dan persepsi pengguna layanan bus transjogja tentang kinerja bus transjojga. Menurut Ambar peneliti Center for Institution and Management Development (CIMDEV) dari Jurusan Administrasi Negara UGM, berdasarkan hasil studi kepuasan pengguna dan efektivitas sistem layanan angkutan umum perkotaan transjogja diketahui bahwa penumpang bus transjogja mengalami penurunan cukup drastis sejak empat bulan setelah diluncurkan awal februari lalu. Bila sebelumnya jumlah pengguna mencapai 6000 orang setiap harinya, saat ini hanya berkisar 2000 penumpang. Tingkat penurunan penumpang ini disebabkan belum terbiasanya masyarakat jogja dalam menggunakan sistem halte dan belum mampunya transjogja menarik pengguna kendaraan pribadi untuk beralih menggunakan layanan angkutan perkotaan ini. 11

12 Lebih lanjut menurut Ambar, dari 2000 penumpang ini sebelumnya merupakan pengguna angkutan umum yang beralih ke layanan transjogja, bukan dari pengguna angkutan pribadi. Dijelaskan Ambar, jumlah perpindahan dari pengguna angkutan umum yang beralih ke transjogja sekitar 43 persen. Artinya, kepindahan pengguna angkutan umum ini sudah biasa, karena ada pilihan yang lebih baik, namun kepindahan dari pengguna kendaraan pribadi ke transjogja itu kelihatannnya masih sulit padahal, yang dibidik transjogja ini sebelumnya adalah masyarakat menengah ke atas yang memiliki mobil dan motor. Berdasarkan hasil studi juga diketahui bahwa banyaknya masyarakat yang mengeluh atas masih buruknya sistem layanan transjogja Terutama ketepatan waktu layanan. Tidak heran, kalangan pelajar dan mahasiswa kurang menggunakan layanan transjogja. Dari hasil survei menunjukkan sekitar 25,9 persen responden pengguna yang mengeluhkan keterlambatan bus sampai tujuan. Meski demikian, kinerja pelayanan ini masih dapat diperbaiki. Namun Ambar menilai keberadaan transjogja sesungguhnya bukan terletak pada jasa layanan angkutan saja, namun bagaimana menjadi standar pelayanan kota Yogjakarta sebagai kota pendidikan dan pariwisata. Keberadaan Transjogja ini cukup perspektif, apalagi ini layanan standar seperti yang ada di luar negeri, saya tidak hanya melihat keberadaannya sebagai layanan angkutan tetapi juga ada kaitannya jogja sebagai kota pelajar dan kota pendidikan. Nyatanya data kami menunjukkan lonjakan penumpang justru terjadi di hari sabtu dan minggu sekitar 30 persen dibandingkan di hari kerja senin sampai jumat. Sesuai dengan hasil studi Center for Institution and management Development (CIMDEV) UGM tersebut di atas, hasil survei yang dilakukan oleh Dishub. DIY baru- 12

13 baru ini masih menunjukkan terdapat ketidakpuasan penumpang terhadap pelayanan transjogja, terutama persoalan waktu tunggu (ketepatan waktu dan jadwal) dan waktu tempuh Trans Jogja. Hanya 27 persen responden yang merasa pelayanan terhadap waktu tunggu bus sudah baik, sementara 20 persen merasa cukup, dan 55 persen sisanya menyatakan kurang baik terhadap pelayanan waktu tunggu bis, sedangkan untuk waktu tempuh 47% merasa kurang baik, 11 persen merasa cukup, dan 42 persen merasa baik. Pengguna transportasi itu harus menunggu kedatangan bus Transjogja dalam waktu yang relatif lama, demikian kata Joewono Soemardjito peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (tempo, 2012). Selain penilaian kinerja dari studi beberapa lembaga riset tersebut di atas penuturan beberapa pengguna jasa transjogja mengungkapkan bahwa kinerja pelayanan transjogja tidak jauh berbeda dengan pelayanan angkutan umum biasa yang tidak berdasar atas kenyamanan dan keamanan penumpang / pengguna jasa. Ketidak efektifan tersebut ditambah dengan kondisi bus transjogja yang saat ini mulai memprihatinkan, mulai dari body mobil yang sudah tidak mulus di sudut bagian depan dan belakang bus, pintu elektrik yang macet, kursi bus yang rusak, dan lain sebagainya menambah buruknya kinerja pelayanan yang berakibat pada menurunnya minat masyarakat atau pengguna jasa untuk menggunakan layanan transportasi trans jogja. Dilain sisi, keberadaan lokasi halte transjogja pada daerah perkotaan terutama pada titik strategis sudah memiliki jarak yang ideal sesuai dengan pedoman teknis perekayasaan tempat pemberhentian kendaraan umum yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan RI, akan tetapi lokasi halte yang berada diluar lingkup perkotaan belum dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat atau para pengguna jasa. 13

14 Lokasi halte menjadi keluhan beberapa masyarakat atau pengguna jasa sekaligus menjadi penyebab kurangnya minat untuk menggunakan transjogja karena kemudahan dalam mengakses lokasi halte yang cukup jauh dari asal calon penumpang, menurut panduan Bus Rapid Transit Guide (2007), maksimal waktu perjalanan yang biasa di tempuh orang dengan berjalan kaki adalah 15 menit, bila jarak tempuh sudah melebihi itu masyarakat lebih memilih untuk tidak melakukan perjalanan. Pada jam tertentu dan dilokasi jalur strategis jumlah penumpang lebih banyak dibandingkan pada jam dan lokasi yang biasa, hal ini mengakibatkan penumpukan penumpang yang berada dihalte maupun di dalam bus. Pengguna layanan transjogja menilai bahwa pengguna transjogja sudah tidak efisien dan efektif lagi dalam memobilisasi pergerakan mereka, yang diakibatkan kelemahan pelayanan ketepatan waktu. mereka lebih memilih moda transportasi lain yang lebih efisien dan efektif selain transjogja. Seharusnya untuk halte yang berada di tempat-tempat strategis padat penumpang, dibutuhkan shelter yang lebih besar, apalagi ketika armada bus datang dalam waktu yang cukup lama. Ketidaknyamanan penumpang dirasakan pula ketika bus sedang berjalan, untuk memenuhi time table, para pengemudi bus trans jogja seringkali terlihat ugal-ugalan dan dapat membuat kerugian fisik dan non fisik bagi penumpang sebagai contoh kepala yang terpentuk atau perasaan mual, seperti yang diungkapkan oleh beberapa orang pengguna jasa. Tercapai atau tidaknya tujuan suatu program akan tergantung pada sejumlah persyaratan teknis, ada beberapa persyaratan teknis yang belum diterapkan dalam operasionalisasi transjogja. Yang paling utama adalah jalur (running ways) tersendiri, untuk menjaga kelancaran bus saat beroperasi maka dibutuhkan jalur tersendiri untuk 14

15 menghindari kemacetan yang berdampak terhadap ketidak efisienan jarak dan waktu tempuh, ketidaktepatan time table mengakibatkan penumpukan penumpang. Selain itu jumlah bus transjogja dinilai belum sebanding dengan besaran jumlah penduduk masyarakat Yogyakarta. Untuk menilai secara objektif apakah transjogja berhasil memang sudah seharusnya dikembalikan kepada tujuan awal dari penyelenggaraan transjogja ini, karena dengan membandingkan antara tujuan awal dan kondisi saat ini bisa diketahui apakah transjogja ini sudah berhasil atau belum. Jadi apabila tujuan dari transjogja adalah untuk memperbaiki sistem dan manajemen angkutan umum, meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik yang aman, nyaman, ketepatan waktu dan handal, melalui peremajaan atau perbaikan angkutan massal dan mengurangi kemacetan maka bisa dianggap transjogja ini berhasil, karena telah mengubah fisik bis kota kita dari yang dulunya tua, kotor, jelek, tidak berwasan lingkungan menjadi bagus, ber AC dan nyaman. Tapi apabila tujuan dari transjogja adalah menyelenggarakan transportasi massal yang sifatnya rapid atau ketepatan waktu (BRT atau bus priority) maka transjogja tidak bisa dikatakan berhasil, karena selain lambat juga tidak ada sifat priority atau keberpihakan kepada transjogja ini. Sehingga wajar apabila transjogja tidak mampu menjadi salah satu pendukung perbaikan transportasi kota tetapi malah menjadi penyebab permasalahan transportasi di kota. Sedangkan jika tujuan dari transjogja adalah menyelenggarakan angkutan umum massal yang profit atau paling tidak nilai subsidi berkurang secara signifikan maka transjogja ini juga dianggap tidak berhasil karena besarnya subsidinya masih dianggap membebani keuangan daerah. 15

16 Berdasarkan uraian diatas, dapat digarisbawahi bahwa kinerja pelayanan transjogja selama 5 (lima) tahun terakhir ini beroperasi dapat dikatakan belum optimal. Carol H. Weiess (1989), memgelompokkan kebijakan yang kurang berhasil menjadi 2 (dua) yaitu Program Failures, dimana kebijakan tidak dapat diimplementasikan sesuai desain dan theory failures dimana kebijakan dapat dimplementasikan sesuai desain tapi tidak memberi hasil yang diharapkan. Bila desain kebijakan transjogja ditekankan pada pelayanan angkutan umum yang tepat waktu sebagaimana desain BRT dan tujuan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di kota Yogyakarta maka program bus transjogja dapat dikatakan gagal program. Setiap evaluasi kebijakan menghasilkan kesimpulan, apakah kebijakan dihentikan, atau dilanjutkan. Jika dilanjutkan apakah tetap ataukah direvisi (Nugroho,2012). Dalam realitas kendati secara teori kebijakan bus transjogja ini dapat dikatakan gagal untuk meuwujudkan tujuan namun saat ini Pemerintah DIY tetap melanjutkan kebijakan operasional bus transjogja. Dalam situasi masalah kebijakan seperti ini perlu diteliti mengapa kebijakan operasional bus transjogja tetap dipertahankan dan dalam rangka kebelanjutan kebijakan transjogja selanjutnya perlu dipikirkan bagaimana revisi kebijakan dalam rangka efektivitas operasional bus transjogja untuk mencapai tujuan.. Sebagaimana yang diungkapkan Weies alternatif rekomendasi kebijakan dapat berupa : 1) kebijakan perlu diteruskan atau dihentikan, 2) diteruskan tetapi perlu perbaikan pada prosedur dan penerapannya, 3) perlunya menambah atau mengembangkan strategi dan teknik program khusus, 4) menerapkan kebijakan serupa, atau 5) perlunya mengalokasikan sumberdaya langka diantara program yang kompetitif. Untuk memberikan alat transportasi umum 16

17 yang aman, nyaman, efektif, efisien, mudah dan murah maka perlu dilakukan penelitian tentang pilihan kebijakan terhadap keberlangsungan transjogja dengan menemukenali masalah yang dihadapi dalam operasional transjogja. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut : 1. Mengapa kebijakan bus transjogja tetap dilanjutkan (dipertahankan)? 2. Bagaimana solusi kebijakan perbaikan (revisi kebijakan) operasional bus transjogja? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis mengapa kebijakan bus transjogja tetap dilanjutkan. 2. Memberikan alternatif solusi kebijakan perbaikan (revisi kebijakan) operasional pelayanan bus Transjogja. 2.2 Manfaat Penelitian 1. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu kebijakan publik; dan 2. Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi instansi untuk lebih mengoptimalisasi kebijakan program Tansjogja 17

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini mengkaji kerja sama antara PT. Jogja Tugu Trans dan Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan layanan Trans Jogja. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu dan transportasi daerah adalah satu kesatuan yang berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tingginya kemacetan dan kepadatan jalan menghiasi kota-kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tingginya kemacetan dan kepadatan jalan menghiasi kota-kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya kemacetan dan kepadatan jalan menghiasi kota-kota besar di Indonesia. Begitu pula yang terjadi di kota Yogyakarta. Pertambahan penduduk dan tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transjogja adalah sebuah sistem transportasi bus cepat, murah dan ber-ac di seputar Kota Yogyakarta. Transjogja merupakan salah satu bagian dari program penerapan Bus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan tataguna lahan yang kurang didukung oleh pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan tataguna lahan yang kurang didukung oleh pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bus perkotaan merupakan angkutan umum utama di berbagai kota di Indonesia. Kenaikkan jumlah kepemilikan kendaraan pribadi harus diimbangi dengan perbaikan angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem tranportasi memiliki satu kesatuan definisi yang terdiri atas sistem, yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Menurut Munawar (2005), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan suatu wilayah, yaitu memudahkan interaksi antar wilayah yang akan membawa manfaat ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Umum Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Umum Angkutan Umum dapat didefinisikan sebagai pemindahan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan umum adalah setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sektor pelayanan publik yang perlu mendapatkan perhatian adalah sektor transportasi publik. Pengembangan transportasi sangat penting artinya dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan transportasi merupakan masalah dinamis yang hampir ada di kota-kota besar di Indonesia. Permasalahan ini berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk karena

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan

BAB III LANDASAN TEORI. instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan BAB III LANDASAN TEORI A. Standar Operasional Prosedur ( SOP ) Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja

Lebih terperinci

KEMUNGKINAN PENERAPAN SISTEM BUY THE SERVICE PADA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: TRI WURI ANGGOROWATI L2D

KEMUNGKINAN PENERAPAN SISTEM BUY THE SERVICE PADA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: TRI WURI ANGGOROWATI L2D KEMUNGKINAN PENERAPAN SISTEM BUY THE SERVICE PADA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: TRI WURI ANGGOROWATI L2D 306 025 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, sarana transportasi merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dan selalu dibutuhkan manusia. Transportasi digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandar Lampung telah terus berkembang dari sisi jumlah penduduk, kewilayahan dan ekonomi. Perkembangan ini menuntut penyediaan sarana angkutan umum yang sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan berkembangnya zaman yang kian maju, transportasi masih memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang dimaksud disini meliputi

Lebih terperinci

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan BAB I PENDAHULUAN Perkotaan merupakan suatu daerah yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi disertai dengan segala macam permasalahannya. Banyak permasalahan yang dapat dikaji dan diteliti mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu bagian penting di dalam kehidupan manusia dimana terjadi pergerakan untuk menjangkau berbagai keperluan dan kebutuhan hidup manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kategori utama, yakni angkutan antar kota, angkutan perkotaan, dan angkutan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kategori utama, yakni angkutan antar kota, angkutan perkotaan, dan angkutan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, pelayanan angkutan umum dapat dibedakan dalam tiga kategori utama, yakni angkutan antar kota, angkutan perkotaan, dan angkutan perdesaan. Angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia khususnya. Urbanisasi tersebut terjadi karena belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah wilayah. Menurut Nasution (1996), transportasi berfungsi sebagai sektor penunjang pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling penting ialah transportasi. Transportasi sangatlah penting bagi masyarakat karena suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta semakin meningkat. Banyak pelajar, mahasiswa bahkan wisatawan (mancanegara maupun lokal) yang datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat dewasa ini menjadikan transportasi merupakan suatu sarana dan prasarana yang memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikenal sebagai kota budaya dan kota pariwisata. Oleh karena itu, prosentase pendatang baru selalu meningkat setiap tahunnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diketahui tidak dapat hidup sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diketahui tidak dapat hidup sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial diketahui tidak dapat hidup sendiri sehingga menuntutnya untuk melakukan interaksi. Proses interaksi dapat terjadi karena adanya

Lebih terperinci

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM YANG MELAYANI TRAYEK PINGGIRAN-PUSAT KOTA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM YANG MELAYANI TRAYEK PINGGIRAN-PUSAT KOTA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM YANG MELAYANI TRAYEK PINGGIRAN-PUSAT KOTA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: NUGROHO MULYANTORO L2D 303 297 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu sebagai pintu masuk ke wilayah kota Yogyakarta, menyebabkan pertumbuhan di semua sektor mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompetitif. Hal ini dibuktikan dengan banyak munculnya perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompetitif. Hal ini dibuktikan dengan banyak munculnya perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada saat seperti ini persaingan dibidang usaha terutama dibidang jasa semakin kompetitif. Hal ini dibuktikan dengan banyak munculnya perusahaan yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin meningkat. Institusi pemerintah sebagai pelayan masyarakat perlu menemukan dan memahami cara

Lebih terperinci

PELUANG INVESTASI PEMBANGUNAN LRT DAN BRT

PELUANG INVESTASI PEMBANGUNAN LRT DAN BRT PELUANG INVESTASI PEMBANGUNAN LRT DAN BRT Ilustrasi LRT Kota Medan merupakan salah satu dari 5 kota di Indonesia dengan jumlah penduduk diatas 2 juta jiwa (BPS, 2015). Dengan luas 26.510 Hektar (265,10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun perkembangan jumlah penduduk kota Yogyakarta semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. tahun perkembangan jumlah penduduk kota Yogyakarta semakin meningkat BAB I PENDAHLAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, setiap tahun perkembangan jumlah penduduk kota Yogyakarta semakin meningkat dikarenakan banyak pelajar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan yang diangkat, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Transportasi darat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004)

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angkutan umum merupakan suatu bentuk transportasi kota yang sangat esensial dan komplementer terhadap angkutan pribadi, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak dapat sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Kinerja adalah kemampuan atau potensi angkutan umum untuk melayani kebutuhan pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi yang merupakan salah satu sektor industri yang bersentuhan langsung dengan lalu lintas dinyatakan sebagai salah satu industri dengan tingkat cedera dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar yang sedang mengalami perkembangan transportasi. Perkembangan tersebut menjadikan kebutuhan pergerakan masyarakat menjadi

Lebih terperinci

PERENCANAAN??? MENGAPA DIPERLUKAN. Peningkatan jumlah penduduk. Penambahan beban jaringan jalan. & transportasi

PERENCANAAN??? MENGAPA DIPERLUKAN. Peningkatan jumlah penduduk. Penambahan beban jaringan jalan. & transportasi Peningkatan jumlah penduduk TARGET DAN Peningkatan jumlah perjalanan MENGAPA DIPERLUKAN Penambahan beban jaringan jalan & transportasi PERENCANAAN??? Kinerja jaringan jalan & transportasi memburuk Perlu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Kinerja adalah kemampuan atau potensi angkutan umum untuk melayani kebutuhan pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tarik tersendiri bagi penduduk untuk melakukan migrasi ke daerah tertentu. Migrasi

BAB I PENDAHULUAN. tarik tersendiri bagi penduduk untuk melakukan migrasi ke daerah tertentu. Migrasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini perkembangan suatu daerah dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk untuk melakukan migrasi ke daerah tertentu. Migrasi yang terjadi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan manusia terhadap perkembangan kota dapat kita lihat bahwa manusia selalu berhasrat untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain guna mendapatkan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PENGGUNA BUSWAY Pite Deanda NRP :

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PENGGUNA BUSWAY Pite Deanda NRP : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PENGGUNA BUSWAY Pite Deanda NRP : 0421012 Pembimbing : Tan Lie Ing, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam perjalanan sejarah perkembangannya, mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hasil dari data Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota yang cukup besar, ada kota sedang dan ada kota kecil. Kota Medan merupakan salah satu kota di Indonesia

Lebih terperinci

POTENSI PENERAPAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TANPA BAYAR DI YOGYAKARTA

POTENSI PENERAPAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TANPA BAYAR DI YOGYAKARTA POTENSI PENERAPAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TANPA BAYAR DI YOGYAKARTA Imam Basuki 1 dan Benidiktus Susanto 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl.Babarsari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan disegala bidang yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan disegala bidang yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah yang memiliki laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan disegala bidang yang cukup besar. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kota Semarang disamping sebagai ibu kota provinsi Jawa Tengah, telah berkembang menjadi kota metropolitan. Dengan pertumbuhan penduduk rata-rata di Semarang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan masyarakat untuk menunjang aktivitas sehari-hari dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak Februari 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak Februari 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia, baik di bidang Transportasi Perkotaan maupun Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah kendaraan pengangkut barang atau manusia di atas jarak yang diberikan (oleh kendaraan), misalnya transportasi manusia oleh kereta api, bis atau pesawat

Lebih terperinci

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002) LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002) 1. Prasyarat Umum : a) Waktu tunggu rata-rata 5-10 menit dan maksimum 10-20 menit. b) Jarak pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peranan yang sangat besar dalam menunjang proses kehidupan manusia sebagai penunjang media perpindahan arus barang, orang, jasa serta informasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem setoran pada angkutan umum transportasi massa seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem setoran pada angkutan umum transportasi massa seperti BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem setoran pada angkutan umum transportasi massa seperti angkot/angkutan perkotaan, Bis/Bus, taksi/taxi, Ojek, becak, dan lain sebagainya adalah suatu sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi

I. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi di berbagai kota. Permasalahan transportasi yang sering terjadi di kota-kota besar adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam berbagai bentuk pelayanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA

PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 29 PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA Imam Basuki 1 dan Siti Malkhamah 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Menurut Drs. Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. 2.2 Kinerja Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah perkembangannya, mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hasil dari data Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpindahan tempat yang dilakukan manusia ke tempat lainnya dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan globalisasi yang semakin pesat sangat berpengaruh terhadap perkembangan arus transportasi pada beberapa daerah yang ada di Indonesia. Salah satu daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan tinggi sekalipun tetap terdapat orang yang membutuhkan dan menggunakan angkutan umum penumpang. Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Impementasi BRT pada Negara Berkembang No Kota Tahun Berdiri Populasi Panjang jalur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Impementasi BRT pada Negara Berkembang No Kota Tahun Berdiri Populasi Panjang jalur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bus Rapid Transit (BRT) merupakan sebuah sistem transportasi publik dengan menggunakan bus yang mengintegrasikan perbaikan modal dan operasional untuk dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada dasarnya sebuah kota terbentuk dan berkembang secara bertahap dan tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di dalamnya, di mana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan tranportasi merupakan perusahaan yang melakukan serangkaian kegiatan

I. PENDAHULUAN. Perusahaan tranportasi merupakan perusahaan yang melakukan serangkaian kegiatan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan tranportasi merupakan perusahaan yang melakukan serangkaian kegiatan memindahkan/mengangkut barang dari produsen ke konsumen (chain of transportation). Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sarana dan prasarana pendukung salah satunya adalah sarana

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sarana dan prasarana pendukung salah satunya adalah sarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah tidak terlepas dari pengaruh perkembangan sarana dan prasarana pendukung salah satunya adalah sarana transportasi. Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kemacetan merupakan masalah utama yang sering dihadapi oleh sejumlah perkotaan di Indonesia. Kemacetan transportasi yang terjadi di perkotaan seolah olah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengharuskan masyarakat dapat melakukan segalanya secara cepat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengharuskan masyarakat dapat melakukan segalanya secara cepat. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman dan meningkatnya aktivitas masyarakat, mengharuskan masyarakat dapat melakukan segalanya secara cepat. Dalam melakukan aktivitasnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Umum Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus ibukota dari Provinsi Jawa Barat yang mempunyai aktifitas Kota

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus ibukota dari Provinsi Jawa Barat yang mempunyai aktifitas Kota Pertumbuhan Ekonomi (%) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Bandung dikenal sebagai salah satu wilayah Metropolitan sekaligus ibukota dari Provinsi Jawa Barat yang mempunyai aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Semarang terletak antara garis 6 50-7 10 lintang selatan dan 109 35-110 50 bujur timur dengan 16 wilayah kecamatan di dalamnya. Kota Semarang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk di kota Semarang sebagai pusat kota Jawa Tengah semakin memacu perkembangan pusat pusat perekonomian baru baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Angkutan Umum Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam serta guna mendapatkan alternatif pemecahan masalah transportasi perkotaan yang baik, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi secara umum mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta sebagai ibukota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah hal yang sangat penting untuk menunjang pergerakan manusia dan barang, meningkatnya ekonomi suatu bangsa dipengaruhi oleh sistem transportasi yang

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI JANGKA PENDEK

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI JANGKA PENDEK JANGKA PENDEK Meningkatkan dan memperluas pelayanan angkutan umum dengan sistem pembelian pelayanan oleh pemerintah (buy the service system). Penataan trayek dengan rute langsung sehingga memperpendek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu lintas untuk mempermudah mobilitas masyarakat kota melalui sistem dan. maupun berpindah tempat untuk memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. lalu lintas untuk mempermudah mobilitas masyarakat kota melalui sistem dan. maupun berpindah tempat untuk memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan sebuah kota harus ditunjang dengan kelancaran lalu lintas untuk mempermudah mobilitas masyarakat kota melalui sistem dan pelayanan transportasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Seperti di negara sedang berkembang lainnya, berbagai kota besar di Indonesia berada dalam tahap pertumbuhan urbanisasi yang tinggi akibat laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan

BAB IV PEMBAHASAN. operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Perencanaan Kegiatan Audit Kinerja Dalam melaksanakan audit kinerja terhadap suatu proses pelayanan atau operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah cara mencari kebenaran dan asas-asas gejala alam, masyarakat, atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu tertentu (Kamus Besar Bahasa

Lebih terperinci

EKSISTENSI ANGKUTAN PLAT HITAM PADA KORIDOR PASAR JATINGALEH GEREJA RANDUSARI TUGAS AKHIR

EKSISTENSI ANGKUTAN PLAT HITAM PADA KORIDOR PASAR JATINGALEH GEREJA RANDUSARI TUGAS AKHIR EKSISTENSI ANGKUTAN PLAT HITAM PADA KORIDOR PASAR JATINGALEH GEREJA RANDUSARI TUGAS AKHIR Oleh: DIAN HARWITASARI L2D 000 407 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup dan benda mati dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah lama ada dalam perkembangan kehidupan manusia, dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat kota Padang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sangat tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat kota Padang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sangat tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat kota Padang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sangat tinggi. Salah satunya adalah tranportasi untuk menjalankan mobilitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah pergerakan orang dan barang bisa dengan kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor atau jalan kaki, namun di Indonesia sedikit tempat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah. banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik,

BAB I PENDAHULUAN. Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah. banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik, 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya.

Lebih terperinci

BAB I BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta adalah Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Yogyakarta 2005-2025,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pemenuhan kebutuhan hidup harus melaksanakan aktivitas yang tidak hanya dalam suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan 1) Dari hasil kajian dan analisis terhadap berbagai literatur dapat ditarik satu kesimpulan sebagai berikut : a) Ada beberapa definisi tentang angkutan massal namun salah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL DI KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah

Lebih terperinci