BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Secara klinis gigi terdiri dari mahkota gigi dan akar gigi. Mahkota gigi merupakan bagian gigi yang menonjol di atas gingiva, dilihat dari potongan melintang, mahkota gigi terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan , dentin, dan pulpa Gigi adalah lapisan terluar gigi yang menutupi seluruh mahkota gigi dan merupakan bagian tubuh yang paling keras, dibentuk oleh sel-sel yang disebut ameloblast. berwarna putih, namun memiliki sifat translusen sehingga memungkinkan warna dentin terlihat sedikit kekuningan (Baldassarri dkk., 2008). Jaringan adalah struktur kristalin yang tersusun oleh jaringan anorganik 96 %, material organik hanya 1 % dan sisanya 3% adalah air (Salazar., 2003). Komposisi ini membuat sifat gigi mirip seperti keramik, secara mikroskopis, lapisan tersusun oleh prisma yang merupakan kristal hidroksiapatit dengan pola orientasi yang khas. Struktur keras dan padat, mampu dilewati oleh ion dan molekul tertentu misalnya zat warna dari makanan atau minuman tertentu. menutupi mahkota anatomis gigi dengan ketebalan yang berbeda-beda di daerah-daerah tertentu (1,0-2,5 mm), paling tebal di daerah permukaan kunyah gigi (di insisal gigi insisivus dan oklusal gigi molar), dan semakin ke servikal makin menipis (Baldassarri dkk., 2008 ; Sathyanarayanan, 2009). Komposisi mineral anorganik dalam jumlah terbesar yaitu Ca, PO 4, CO 2, Na, Mg, Cl, dan K, sedangkan dalam jumlah kecil yaitu F, Fe, Mn, Ag, Zn. Ion kalsium dan fosfat merupakan komponen anorganik yang penting dalam kristal hidroksiapatit. Garam-garam mineral organik tersusun dalam bentuk jaringanjaringan kecil yaitu terdiri dari :

2 - keratin (pseudokeratin) : (C 4 H 9 N 3 O 2 ) - protein : enamelins, amelogenins ameloblastin, dan tuftelin. - kolagen : Hydroxyproline, C 5 H 9 O 3 N - lemak : CH 3 (CH 2 )2CO 2 H - asam-asam amino lainnya. : aspartic acid, threonine, serine, glutamic acid, proline, glycine, alanine, valine, methionine, isoleucine, leucine, tyrosine, phenylalanine, lysine, histidine, arginine ( William dan Elliot., 1979) Struktur prismatik yang terbentuk dari ameloblast mengandung jutaan prisma atau rod yang memanjang dari arah perbatasan dan dentin ke permukaan , di mana satu dengan yang lainnya saling mengikat. Arah prisma ke permukaan tidak lurus melainkan bergelombang untuk mempertinggi ketahanan terhadap gaya yang datang. Di bagian ujung prisma terdapat selubung prisma atau dikenal prisma sheath yang di dalamnya terdapat kristal hidroksiapatit (Gambar 2.1). Di antara kristal terdapat celah yang terisi oleh air dan komponen organik (Sathyanarayanan., 2009 ) A B Dentin i ii DEJ iii Gambar 2.1. A: Penyebaran rods (Walters, 2008). B: Mikrostruktur enamel yang menunjukkan susunan prisma enamel atau rods berbentuk keyhole pada gambar ii; Gambaran Atomic Force Microscopy (AFM) yang menunjukkan potongan melintang prisma pada gambar i dan potongan memanjang pada gambar. iii (Ronald, 2012).

3 gigi meskipun sangat keras, tetapi sangat rentan terhadap proses karies dan merupakan penyakit infeksi, bermanifestasi pada 95 % dari populasi negara maju. Penyakit ini dimulai dengan terjadinya demineralisasi jaringan keras gigi oleh asam organik yang dihasilkan oleh makanan mengandung karbohidrat seperti gula yang dapat menyebabkan peningkatan populasi bakteri kariogenik seperti: Streptococcus mutans, Lactobacillus spp, dan spesies lainya pada lapisan biofilm. Bakteri ini bersifat acidogenic dan aciduric yang merupakan penghasil asam organik, yang secara aktif menghasilkan asam sehingga ph rongga mulut turun dibawah ph 5, dimana ph tersebut adalah nilai ph kritis (Gambar. 2.2) (Maupome., 2004 ). Gambar. 2.2 Siklus demineralisasi dan remineralisasi pada karies . (Maupome, 2004 ) Demineralisasi yang terjadi tergantung pada aktivitas ion Ca 2+ dan ion PO 3 4 yang ada di dan saliva. Adanya bakteri dan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi merupakan pemicu awal proses terjadinya demineralisasi. Bakteri akan mengeluarkan asam organik lemah (seperti asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat) untuk memfermentasi sisa makanan yang melekat pada gigi. Asam tersebut akan menurunkan ph dan berdifusi ke dalam gigi sehingga ion kalsium dan

4 fosfat pada gigi akan terlepas. Pada saat ini, ph dapat turun menjadi 4,0-4,5 (Maupome., 2004 ). Proses demineralisasi dan remineralisasi di dalam mulut terjadi melalui lima tahap (Usha dan Satyanarayanan., 2009) yaitu : 1. Adanya asupan fermentasi sukrosa. 2. Mikroba pada plak kariogenik bermetabolisme mengeluarkan asam di daerah antara perlekatan biofilm dengan sehingga ph pada daerah ini menurun sampai dibawah ph kritis. 3. Ion fosfat dari cairan mulut akan membuat ion asam yang di hasilkan dari kondisi tidak jenuh menjadi basa. 4. Disintegrasi hidroksiapatit untuk melepaskan kembali ion fosfat ke dalam cairan mulut sampai terjadinya kondisi jenuh sehingga terjadi demineralisasi. 5. Cairan mulut dalam kondisi jenuh mengalami presipitasi, mineral kembali ke yang mengalami disintegrasi dan terjadi remineralisasi. Demineralisasi dapat dihentikan jika ph dinetralkan serta terdapat ion kalsium dan fosfat dilingkungan sekitarnya. Hal ini memungkinkan pembentukan kembali kristal apatit yang telah terpisah. Proses ini disebut remineralisasi, untuk mengembalikan keseimbangan alami, maka remineralisasi harus ditingkatkan atau demineralisasi dihambat (Lata dkk., 2010). Faktor patologis Asam yang dihasilkan oleh bakteri Komposisi dan aliran saliva tidak normal Fermentasi karbohidrat dari makanan OH << Faktor pelindung Komposisi dan aliran saliva normal Bahan remineralisasi (fluoride, calcium, phosphate) Antibacteri (fluoride, cholorhexidine,xylitol OH >> Demineralisasi Remineralisasi

5 Gambar. 2.3 : Keseimbangan demineralisasi dengan remineralisasi (Featherstone JDB, 1999) 2.2 SALIVA Saliva berperan dalam pembentukan pelikel gigi, yang bertindak sebagai membran selektif yang mencegah kontak dari asam terhadap permukaan gigi. Tingkat perlindungan dari pelikel tampak berubah tergantung pada komposisi, ketebalan dan waktu kematangannya. Formulasi dari saliva buatan berdasarkan Amaechi dkk (1999), saliva buatan terdiri dari potassium chloride, magnesium chloride, calcium chloride, dipotassium hydrogen phosphate dan potassium dihydrogen phosphate yang dapat membantu remineralisasi permukaan . Karena kandungan mineralnya, saliva juga dapat mencegah proses demineralisasi sehingga meningkatkan remineralisasi yaitu proses kembalinya mineral-mineral dalam bentuk ion mineral ke dalam struktur hidroksiapatit (Lussi., 2006). Saliva memiliki faktor pencegah dan perbaikan, akan tetapi saliva memiliki kemampuan yang terbatas, karenanya tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mengurangi proses demineralisasi dan meningkatkan faktor-faktor perlindungan yang akan membawa kembali keseimbangan dalam lingkungan rongga mulut. Peningkatan kalsium, fosfat dan ion fluor pada cairan rongga mulut dari sudut pandang teoritis adalah kondisi yang baik untuk memicu terjadinya remineralisasi pada dan menghambat demineralisasi (Porcelli dkk., 2015). 2.3 CPP- ACP (Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphat) Teknologi terbaru dari remineralisasi yang telah dikembangkan berdasarkan phosphopeptide dari kasein protein susu adalah CPP-ACP yang merupakan singkatan dari Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate. Bahan ini telah menunjukkan penurunan demineralisasi dan peningkatan remineralisasi pada lesi karies di bawah permukaan . Fungsi utama dari kasein phosphopeptide adalah

6 untuk memodulasi bioavailabilitas tingkat kalsium fosfat dengan menjaga ion-ion kalsium dan fosfat tetap banyak untuk meningkatkan remineralisasi (Reynolds., 1998). Keuntungan dari CPP-ACP adalah ketersediaan kalsium, fosfat, dan fluorida dalam satu produk. Setiap molekul CPP dapat mengikat hingga 25 ion-ion kalsium, 15 ion-ion fosfat, dan 5 ion-ion fluorida. Kompleks kalsium fosfat secara biologis tersedia untuk remineralisasi lesi dibawah permukaan . CPP juga diyakini memiliki antibakteri dan efek buffer pada plak dan mengganggu pertumbuhan dan perlekatan dari Streptokokus mutans dan Streptokokus sorbinus (Rao dkk., 2009) Peranan CPP-ACP pada Gigi CPP-ACP mempunyai banyak peranan penting pada struktur gigi seperti : 1. CPP-ACP membantu proses remineralisasi gigi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kargul, 2012 bertempat di Universitas Marmara, Turkey yang telah menguji efektisivitas dari pasta yang mengandung bahan CPP-ACP dengan kadar 10% terhadap kekasaran permukaan dari secara in vitro. Hasil dari penelitian mengungkapkan bahwa 10% CPP-ACP mempunyai efek positif terhadap remineralisasi . Dimana mekanisme antikariogenik yang dihasilkan oleh CPP-ACP merupakan suatu proses terlokalisasirnya ion kalsium dan fosfat pada permukaan gigi, sehingga menjaga berlangsungnya proses buffer oleh saliva. Hal ini membantu untuk mempertahankan keadaan netral pada gigi, yang kemudian akan menurunkan proses demineralisasi, dan meningkatkan proses remineralisasi (Kargul., 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Fitri, 2014 pengaruh penambahan kitosan nanopartikel dengan Casein Phosphopeptid-Amorphous Calcium Phosphate (CPP- ACP) terbukti memiliki kemampuan untuk meningkatkan remineralisasi gigi, dilihat melalui alat uji SEM (Scanning Electron Microscope) mikrostruktur permukaan yang lebih halus terlihat pada kelompok setelah aplikasi dengan kombinasi gel CPP-ACP dan kitosan dibandingkan kelompok normal,

7 kelompok yang direndam dalam larutan demineralisasi, dan kelompok yang diaplikasi dengan gel CPP-ACP (Gambar 2.3) Gambar 2.4 Hasil uji SEM terhadap permukaan gigi Keterangan : a) Permukaan tidak sepenuhnya rata dan terdapat tip yang merupakan variasi normal . b).gambaran yang direndam dalam larutan demineralisasi,terlihat adanya porositas dan permukaan yang bergelombang yang menandakan adanya demineralisasi. c). Gambaran permukaan yang mendapat perlakuan demineralisasi kemudian diaplikasi dengan gel CPP-ACP, terlihat porositas yang lebih sedikit dan permukaan yang lebih halus. d).gambaran permukaan yang diaplikasikan dengan kombinasi gel CPP-ACP dan kitosan,terlihat permukaan menjadi lebih halus jika dibandingkan dengan setelah diaplikasikan gel CPP-ACP (Fitri, 2014) 2. CPP-ACP membantu mereduksi aktivitas karies. Oleh Reynold., (1980) disebutkan kalsium fosfat amorf kasein fosfopeptida (CPP-ACP) cukup menarik perhatian, karena merupakan salah satu produk dari kasein susu yang mampu masuk ke dalam permukaan dan mempengaruhi proses karies. CPP-ACP yang diaplikasikan pada permukaan gigi maka akan menghasilkan k-casien, b-casein serta ikatan nano-kompleks yang akan bertindak

8 sebagai barrier penghalang dalam mencegah perlekatan dari Streptococcus mutans. Penelitian yang dilakukan pada hewan, dimana 0.5% mg/ml larutan dari CPP- ACP nanokompleks diibaratkan setara dengan 500 ppm larutan fluoride, dapat mereduksi aktivitas karies. Larutan CPP-ACP ini diaplikasikan dua kali sehari pada permukaan gigi tikus yang sebelumnya sudah diinjeksikan bakteri Streptococcus sobrinus, yang merupakan bakteri penyebab karies pada manusia. Secara signifikan mampu mengurangi aktivitas karies sebesar 14% dengan mereduksi 0.1% mg/ml CPP-ACP. Sedangkan, pada kadar 1% mg/ml CPP-ACP mereduksi sebesar 55% aktivitas karies (Reynolds., 1980) Kegunaan CPP-ACP Kemampuan CPP-ACP dalam membantu proses remineralisasi pada gigi serta kemampuannya dalam mereduksi perlekatan bakteri, dalam bidang kedokteran gigi CPP-ACP juga memiliki kegunaan, antara lain : (Walker dkk., 2006; Wiltshire., 1999). a. Dapat memperbaiki keseimbangan mineral di dalam lingkungan mulut. b. Memberi perlindugan ekstra terhadap gigi. c. Membantu menetralisir asam dari bakteri asidogenik dalam plak dan sumber asam internal dan eksternal lain. d. Terdapat dalam berbagai kemasan rasa dan membuat permukaan gigi lebih halus dan bersih. e. Pasca perawatan bleaching (perawatan pemutihan gigi) f. Pasca scalling (pembersihan karang gigi) baik secara elektrik maupun secara manual g. Untuk pasien dengan gigi yang abrasi (kerusakan pada bagian servikal gigi), h. Xerostomia ( mulut kering) i. Untuk pasien dengan kondisi hipersensitif dentin j. Untuk pencegahan terhadap kerusakan gigi karena asam yang dihasilkan bakteri

9 2.3.3 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan CPP-ACP Indikasi penggunaan CPP-ACP : (Reynolds dkk., 2003; Wiltshire, 1999), meliputi: a. Memperbaiki keseimbangan mineral pada pasien-pasien yang mengalami defisiensi saliva seperti xerostomia atau ketika tindakan membersihkan gigi sulit dilakukan. b. Memperbaiki keseimbangan setelah tindakan perawatan seperti scalling, root planing dan kuretase, juga mengurangi akibat apapun dari hipersensitif dentin. c. Riset membuktikan CPP ACP juga dapat mengubah warna gigi karena whitespot, ke arah gigi yang terlihat translusen alamiah. d. Digunakan pada gigi permanen, aman untuk diaplikasikan pada bayi terutama anak-anak di bawah usia dua tahun dengan lesi karies awal. e. Digunakan untuk pasien dengan kebutuhan khusus seperti dengan gangguan intelektual, gangguan perkembangan dan fisik, serebral palsi, down sindrom dan pasien dengan masalah medis seperti terapi radiasi. Kontra indikasi penggunaan CPP-ACP, yaitu : Study menyatakan bahwa CPP-ACP lebih baik dihindari pada pasien dengan riwayat alergi protein susu, karena kandungan casein didalam bahan ini dapat menimbulkan reaksi alergi (Chalmers., 2006 ). 2.4 Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L) Menurut sejarah persebarannya, belimbing termasuk satu jenis buah tropis yang sudah lama dikenal dan ditanam di Indonesia. Berdasarkan penelusuran literatur, ditemukan bahwa tanaman belimbing berasal dari kawasan Asia, terutama Malaysia. Namun Nikolai Ivanovich Vavilovanaman, seorang botani Soviet memastikan sentral utama tanaman belimbing adalah India, kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang beriklim tropis lainya (Soetanto., 1998). Belimbing wuluh disebut juga sebagai belimbing sayur yang merupakan tumbuhan yang hidup pada ketinggian meter diatas permukaan laut. Ditanam

10 sebagai pohon buah, dan kadang tumbuh liar. Tinggi pohon ini 5-10 meter. Batang bergelombang daun majemuk, panjang cm dan terdapat anak daun yang berbentuk oval. Buahnya berbentuk bulat lonjong bersegi hingga seperti torpedo, panjangnya 4-10 cm. Ketika muda, warna buah hijau dengan sisa kelopak bunga menempel pada ujungnya. Apabila buah sudah masak, maka warna buah kuning atau kuning pucat. Daging buahnya banyak mengandung air dan rasanya asam (bervariasi hingga manis). Kulit buahnya berkilap dan tipis, biji berbentuk bulat telur, gepeng. Pembiakan tanaman ini dengan biji dan cangkok (Iptek., 2007). Gambar 2.5 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Sumber : http: //www. Vivanews. Com (2009) Kedudukan taksonomi buah belimbing wuluh adalah (Anonymous., 2007) : Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisio : Spermatophyta Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida

11 Sub-kelas Ordo Familia Genus Spesies : Rosidae :Oxalidales :Oxalidaceae :Averrhoa : Averrhoa bilimbi Komposisi Mineral Buah Belimbing Wuluh Kandungan mineral dalam 100 g buah belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1. Komposisi kimia Buah Belimbing Wuluh per 100 g bahan No Komposisi Kadar 1 Energi 23 kal Protein Lemak Karbohitrat Serat Abu Kalsium Fosfor Zat besi Beta-karoten Potasium Vitamin A Thiamin Ribovlafin Niasin Asam askorbat Air Sumber: Subhadrabandhu (2001) 0,7 g 0,2 g 4,5 g 1,5 g 0,3 g 10 mg 11 mg 0,4 mg 100 ug 148 mg 17 ug 0,01 mg 0,03 mg 0,3 mg 18 mg 94,1 g

12 Mineral yang terdapat dalam buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L ) adalah kalsium dan fosfor yang baik untuk remineralisasi tulang dan gigi. Remineralisasi merupakan sebuah proses dimana ion mineral kalsium dan fosfat kembali membentuk kristal hidroksi apatit pada . Proses remineralisasi adalah proses penting karena memiliki pengaruh secara signifikan pada kekerasan dan kekuatan gigi. Pada bahan yang mengandung kalsium dan fosfor diharapkan remineralisasi gigi dapat terjadi. Buah belimbing wuluh yang mengandung kalsium dan fosfor (Yulia, 2009), diharapkan dapat meningkatkan proses remineralisasi Komposisi Asam Organik Buah Belimbing Wuluh Kandungan asam organik dalam buah belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut: Tabel 2.2. Kandungan Asam Organik Buah Belimbing Wuluh per 100 g bahan No Asam Organik Jumlah 1 Asam asetat 0,4-1,2 2 Asam sitrat 92,6-133,8 3 Asam format 0,4-0,9 4 Asam laktat 1,6-1,9 5 Asam oksalat 5,5-8,9 Sumber: Subhadrabandhu (2001) Buah belimbing wuluh memiliki kandungan asam organik, dimana larutan asam memiliki kekuatan presipitasi yang rendah akan tetapi proses remineralisasi dalam suatu larutan remineralisasi yang asam bisa terjadi lebih besar. Hal ini dapat terjadi karena kandungan asam laktat diketahui memiliki kemampuan untuk mengikat ion kalsium dan memberikan buffer dalam suasana asam sehingga proses remineralisasi dapat terjadi (Yamazaki, 2007).

13 Kandungan Kimia Buah Belimbing Wuluh Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mengandung senyawa oksalat, fenol, flavonoid dan pektin (Herlih, 1993), ekstrak etanol menunjukkan uji positif pada pengujian flavanoid dan terpenoid. Senyawa flavonoid bersifat aktif sebagai antibakteri yang berkerja menganggu fungsi membran sitoplasma. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang tersebar luas di alam, sesuai struktur kimianya yang termasuk flavonoid yaitu flavonol, flavon, flavanon, katekin, antosianidin, dan kalkon (Zakaria dkk., 2007). Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C 6 -C 3 -C 6, yaitu mempunyai kerangka dua gugus C 6 (cincin benzen tersubstitusi) yang disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon. Pengelompokan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan pada rantai C 3 (Robinson, 1995). Senyawa flavonoid yang terkandung dalam belimbing wuluh adalah senyawa luteolin dan apigenin (Miean dan Mohamed, 2001) Luteolin Apigenin Gambar 2.6 Beberapa senyawa Flavonoid (Robinson,1995) Penelitian Lisdiyanti (2008) menunjukkan bahwa ekstrak buah belimbing wuluh pada dosis 20 mg/200 gr berat badan yang diuji pada mencit (Mus musculus), memiliki efek antipiretik karena senyawa flavonoid dan tanin yang dapat

14 menghambat enzim siklooksigenase yang berperan dalam biosintesis prostaglandin sehingga bekerja sebagai efek antipiretik. Flavonoid juga merupakan senyawa aktif antibakteri yang terkandung dalam buah belimbing wuluh (Herlih, 1993). Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu melakukan uji pengaruh buah belimbing wuluh terhadap proses remineralisasi gigi. 2.5 Alat Uji Perlakuan untuk mendapatkan gambaran mikrostruktur sampel dan mengetahui perbandingan % berat unsur Ca dan P pada setiap kelompok digunakan alat uji Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-ray (EDX) Scanning Electron Microscope (SEM) SEM merupakan suatu alat untuk mengamati integritas marginal pada penelitian in vitro, merupakan metode yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan permukaan ikatan yang dihasilkan oleh sistem adhesif terhadap substrat gigi (Soanca., 2011). SEM diperkenalkan dan dikembangkan pada tahun 1942 oleh Zworykin, yang menunjukkan bahwa elektron sekunder tersebut menyediakan kontras topografi dengan pembiasan kolektor secara positif yang relatif terhadap spesimen. SEM mencapai resolusi 50 nm, yang masih dianggap rendah dibandingkan dengan kinerja yang diperoleh dari TEM, akan tetapi banyak ilmuwan dan teknologi mengenali kemampuan SEM untuk menghasilkan informasi tiga dimensi. (Goldstein dkk., 2003). Gambar 2.7 (SEM ) Scanning Electron Microscope (Leo. 2010)

15 SEM merupakan jenis mikroskop elektron yang menggambarkan sampel dengan memindainya menggunakan pancaran elektron berenergi tinggi yang membentuk pola pindaian. Elektron akan berinteraksi dengan atom pada sampel dan menghasilkan sinyal yang mengandung informasi tentang topografi permukaan sampel, komposisi, dan sifat lainnya seperti konduktifitas listrik. Jenis sinyal yang dihasilkan oleh SEM mencakup elektron sekunder (secondary electrons), elektron yang memancar (back-scattered electrons), sinar X, cahaya (cathodoluminescence), elektron pada spesimen dan elektron yang ditransmisikan pada sinyal yang dihasilkan dari interaksi benturan elektron dengan atom di dekat permukaan sampel. SEM dapat menghasilkan gambaran permukaan sampel dengan resolusi yang sangat tinggi dan dapat mengungkapkan detail berukuran kurang dari 1 nm. Gambaran sampel diambil secara digital, ditampilkan pada layar monitor dan disimpan di dalam komputer. Pada Gambar 2.7 ditampilkan skema bagian-bagian dari SEM (Radiological and Evironmental Management., 2010). Mikroskop elektron dan mikroskop optik yang membuat perbedaan adalah fungsi pembesaran objeknya, mikroskop optik menggunakan lensa dari jenis gelas, sedangkan mikroskop elektron menggunakan jenis magnet (Bogner dkk., 2007). Pembesaran pada SEM dapat dikendalikan mulai dari 10 sampai kali, dan memiliki kondenser, lensa objektif yang berfungsi memfokuskan sinar kepada suatu tempat dan bukan menggambar keseluruhan spesimen (Lawes., 2009). Sinar elektron dihasilkan pada bagian atas mikroskop oleh electron gun. akan mengikuti jalur vertikal melalui mikroskop, dan tetap dalam keadaan vakum. Sinar melewati area elektromagnetik dan lensa yang memfokuskan sinar turun ke arah sampel. Ketika sinar mengenai sampel, elektron dan sinar x akan dikeluarkan dari sampel. Detektor akan mengumpulkan sinar x, backscattered elektron, dan elektron sekunder. Detektor akan merubahnya menjadi sinyal yang menghasilkan gambaran dan selanjutnya ditampilkan pada layar monitor (MEE, 2009; REM., 2010).

16 Gambar 2.8 Cara Kerja SEM (Radiological and Evironmental Management,2010) Energy Dispersive X-ray (EDX) Energy Dispersive X-ray (EDX) merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi sinar x yang keluar dari sampel selama pemaparan pancaran elektron untuk mengkarakteristikkan komposisi kimia dari sampel yang dianalisa. Alat ini dikendalikan oleh suatu program Windows-based user interface (UI) yang dinamakan Genesis. Program ini terdapat di dalam komputer EDX (MEE., 2009). Informasi analisa yang dapat diperoleh adalah analisa kualitatif, analisa kuantitatif, pemetaan elemen, dan analisa profil garis. Untuk analisa kualitatif, nilai energi sinar x sampel dari spektrum EDX dibandingkan dengan karakteristik energi sinar x yang sudah diketahui untuk mendapatkan elemen yang terdapat pada sampel. Hasil kuantitatif dapat diperoleh dari hitungan sinar x relatif pada karakteristik tingkat energi dari komponen sampel (MEE.,2009). Russ (1984) menyatakan bahwa spektrum EDX ditampilkan secara digital membentuk sumbu x yang menggambarkan energi sinar x dan sumbu y menggambarkan intensitas (Gambar 2.8).

17 y X Gambar 2.9 Spektrum EDX yang menggambarkan energi dan intensitas (Russ, 1984)

18 2.5 Kerangka Teori Gigi tepapar dengan larutan yang memiliki ph rendah Demineralisasi Pemberian bahan remineralisasi Tanpa pemberian bahan remineralisasi Pasta CPP-ACP (tooth mousse) Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) Memiliki mineral kalsium dan fosfor yang tinggi. Memiliki kasein yang efektif mengurangi bakteri. Kelarutan yang rendah dalam suasana asam dan pasien dengan alergi protein susu. Memiliki mineral kalsium dan fosfor yang tinggi. Kandungan asam laktat untuk mengikat kalsium. Kandungan flavonoid aktif sebagai anti bakteri. Penambahan mineral ke dalam struktur hidroksiapatit Hilangnya sebagian mineral dari struktur hidroksiapatit Remineralisasi Erosi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktifitas berbagai mikroorganisme yang ditandai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam ekstrinsik maupun intrinsik yang tidak diproduksi oleh bakteri (Balogh dan Fehrenbach,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan melarutnya bahan anorganik, dan diikuti kerusakan pada matriks organik pada gigi. Penyebab karies adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut dengan asupan nutrisi (Iacopino, 2008). Diet yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut dengan asupan nutrisi (Iacopino, 2008). Diet yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan secara komprehensif dikarenakan latar belakangnya yang berdimensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gigi merupakan salah satu faktor penting dalam estetika yang mendukung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gigi merupakan salah satu faktor penting dalam estetika yang mendukung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi merupakan salah satu faktor penting dalam estetika yang mendukung penampilan seseorang. Gigi manusia memiliki struktur yang kompleks. Jaringan keras gigi terdiri atas enamel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi terjadinya karies di Indonesia masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia sebesar 4,6, yang memiliki

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L)

KARAKTERISTIK  GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L) KARAKTERISTIK EMAIL GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L) Latar Belakang Provinsi Aceh merupakan penghasil asam sunti yang merupakan bumbu masakan seperti kuah asam keueng, tumeh eungkot sure,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi karies di Indonesia menunjukkan angka yang masih tinggi. Indeks DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang memiliki arti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman sekarang banyak produk-produk yang menawarkan makanan dan minuman secara instant. Promosi dari masing-masing produk tersebut telah menarik pembeli terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karies menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut pada anak-anak. Target WHO tahun 2010 adalah untuk mencapai indeks caries 1,0. Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk.,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk., I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan penyakit kronis paling umum di dunia dengan prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk., 2002). Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Gambar 5.1. Elektromikrograf Permukaan Email Gigi Kontrol Negatif dari Sampel Email Gigi Premolar (Spesimen yang sama digunakan pada Gambar 5.2.) dengan identifikasi SEM pada perbesaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan dihilangkan bijinya, merupakan makanan ringan populer yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Struktur email dan dentin pada gigi merupakan faktor penting terjadinya karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi (Samaranayake,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JENIS POHON. (Avicennia spp.) SEBAGAI BAHAN

PEMANFAATAN JENIS POHON. (Avicennia spp.) SEBAGAI BAHAN PEMANFAATAN JENIS POHON MANGROVE API-API (Avicennia spp.) SEBAGAI BAHAN PANGAN DAN OBAT-OBATAN Ketua : Dr. Ir. Cahyo Wibowo, MScF. Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. 2. Dr. Ir. Ani Suryani,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi karena memiliki kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, berbagai vitamin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia (RI) dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit gigi dan mulut yang paling sering dijumpai di Indonesia. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, menunjukkan prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013, terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah zat gizi dalam madu yang mudah diserap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan penyakit yang umum terjadi dan mengenai 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2001

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyakit gigi dan mulut yang masih menjadi masalah utama di bidang kedokteran gigi adalah karies. 1 Karies merupakan penyakit multifaktorial dan kronis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang membutuhkan perawatan saluran akar pada umumnya mengalami kerusakan pada jaringan pulpa dan mahkota, baik karena proses karies, restorasi sebelumnya atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Struktur Gigi Desidui Gigi desidui atau lebih dikenal dengan gigi susu adalah gigi yang pertama kali muncul di rongga mulut. Gigi desidui sudah mulai berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah salah satu hasil ternak yang dikenal sebagai bahan makanan yang memilki nilai gizi tinggi. Kandungan zat gizi susu dinilai lengkap dan dalam proporsi seimbang,

Lebih terperinci

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

Gambar 1. Kelenjar saliva 19 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan yang terdiri atas sekresi yang berasal dari kelenjar saliva dan cairan sulkus gingiva. 90% dari saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva mayor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan penyakit kronik yang paling sering ditemukan di dunia (Roberson dkk., 2002). Karies menempati urutan tertinggi dalam penyakit gigi dan mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat Indonesia adalah karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor langsung

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kelompok I: Gel ekstrak buah belimbing wuluh (Konsentrasi 0,25%)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kelompok I: Gel ekstrak buah belimbing wuluh (Konsentrasi 0,25%) BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Kelompok I: Gel ekstrak buah belimbing wuluh (Konsentrasi 0,25%) Demineralisasi email gigi (kehilangan kalsium dan fosfat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies dan penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua kelompok umur di Indonesia (Tampubolon,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Karies Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) SIKMR merupakan modifikasi dari semen ionomer kaca dan monomer resin sehingga bahan ini memiliki sifat fisis yang lebih baik dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Pengukuran Nilai Kekerasan Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui besar nilai kekerasan gigi desidui sebelum dan sesudah perendaman pada beberapa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. KOMPOSISI KALSIUM Hasil rata rata pengukuran komposisi kalsium pada sampel adalah sebagai berikut: Tabel 5. 1. Rata rata komposisi kalsium email Kontrol Perlakuan p Konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pepaya (Carica Papaya) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Tropis. Pusat penyebaran tanaman diduga berada dibagian selatan Meksiko dan Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di seluruh dunia dan dialami oleh hampir seluruh individu pada sepanjang hidupnya.

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Permasalahan Saat ini konsumsi minuman ringan pada anak maupun remaja mengalami peningkatan hingga mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Minuman ringan yang telah beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan RI tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erosi merupakan suatu proses kimia dimana terjadi kehilangan mineral gigi yang umumnya disebabkan oleh zat asam. Asam penyebab erosi berbeda dengan asam penyebab karies

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadi pada jaringan keras gigi yang bermula dari ke dentin berlanjut ke

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadi pada jaringan keras gigi yang bermula dari  ke dentin berlanjut ke BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi adalah suatu kerusakan bersifat progesif dan akumulatif yang terjadi pada jaringan keras gigi yang bermula dari email ke dentin berlanjut ke pulpa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih bervariasi. Peristiwa ini dapat dilihat dengan konsumsi pada makanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih bervariasi. Peristiwa ini dapat dilihat dengan konsumsi pada makanan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut menjadi salah satu hal paling penting bagi kesehatan setiap masyarakat. Pada era modern seperti saat ini, masyarakat memiliki gaya hidup yang

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. JENIS PENELITIAN Desain: EKSPERIMENTAL LABORATORIK 4.2. SPESIMEN DAN SAMPEL Spesimen diambil dari gigi yang diekstraksi dari beberapa klinik di Jakarta. Spesimen gigi terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal pada anak usia 12-15 tahun di Indonesia cenderung meningkat dari 76,25% pada tahun 1998 menjadi 78,65% pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Gigi a. Anatomi gigi Struktur gigi terdiri dari mahkota dan akar. Mahkota merupakan struktur yang terdapat di atas gingiva dan akar gigi merupakan strukur yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Hasil rata rata pengukuran kekerasan pada spesimen adalah sebagai berikut:

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Hasil rata rata pengukuran kekerasan  pada spesimen adalah sebagai berikut: 26 BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil rata rata pengukuran kekerasan email pada spesimen adalah sebagai berikut: Tabel 5.1. Kekerasan Email Rata-rata Microhardness Kontrol Perlakuan p Konsentrasi xylitol 20%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada pengobatan tradisional untuk perawatan kesehatan mereka. Salah satu tanaman obat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi ECC dan SECC Early childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (SECC) telah digunakan selama hampir 10 tahun untuk menggambarkan status karies pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar saliva mayor dan minor yang ada pada mukosa mulut. 1 Saliva terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Flora mulut pada manusia terdapat berbagai mikroorganisme seperti jamur, virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam rongga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saliva adalah cairan oral kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk di rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius oleh tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi, hal ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang mengkonsumsi air minum dari air PAH dan air PDAM di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipersensitivitas dentin merupakan salah satu masalah gigi yang paling sering dijumpai. Hipersensitivitas dentin ditandai sebagai nyeri akibat dentin yang terbuka jika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka, sehingga penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh secara alami merupakan tempat berkoloninya kompleks mikroorganisme, terutama bakteri. Bakteri-bakteri ini secara umum tidak berbahaya dan ditemukan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Usia 3-6 tahun adalah periode anak usia prasekolah (Patmonodewo, 1995). Pribadi anak dapat dikembangkan dan memunculkan berbagai potensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gigi tersusun atas enamel, dentin, sementum, rongga pulpa, lubang gigi, serta jaringan pendukung gigi. Rongga mulut merupakan batas antara lingkungan luar dan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi buah ini dalam keadaan segar. Harga jual buah belimbing

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi buah ini dalam keadaan segar. Harga jual buah belimbing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) tumbuh baik di daerah tropis. Belimbing wuluh sering ditanam di pekarangan rumah dan biasanya dibiarkan tumbuh liar di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

MODUL TEKNOLOGI PEMANFAATAN KULIT TERNAK. Oleh : Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P

MODUL TEKNOLOGI PEMANFAATAN KULIT TERNAK. Oleh : Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P MODUL TEKNOLOGI PEMANFAATAN KULIT TERNAK Oleh : Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fak.Peternakan Universitas Hasanuddin Teknologi Pemanfaatan Kulit Ternak Oleh : Dr. Muhammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif golongan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif golongan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif golongan Streptococcus viridans yang dapat mengeluarkan toksin sehingga sel-sel pejamu rusak dan bersifat aerob serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. minuman yang sehat bagi tubuh untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. minuman yang sehat bagi tubuh untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan gaya hidup sehat semakin meningkat. Salah satunya adalah adanya kecenderungan masyarakat untuk mengonsumsi makanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Early Childhood Caries (ECC) merupakan gabungan suatu penyakit dan kebiasaan yang umum terjadi pada anak dan sulit dikendalikan. 1 Istilah ini menggantikan istilah karies botol atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan karena adanya aktivitas suatu jasad renik yang ditandai dengan demineralisasi atau hilangnya mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, khususnya pada pertumbuhan gigi desidui anak. Banyak orang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, khususnya pada pertumbuhan gigi desidui anak. Banyak orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan hal yang harus diperhatikan, khususnya pada pertumbuhan gigi desidui anak. Banyak orang masih menganggap bahwa gigi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan cekat merupakan protesa permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa untuk menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi (Shilingburg dkk., 1997).

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi atau yang biasa dikenal dengan gigi berlubang adalah hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet khususnya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

Fase pembentukan gigi ETIOLOGI Streptococcus mutans,

Fase pembentukan gigi ETIOLOGI Streptococcus mutans, Penelitian dieropa dan Amerika menunjukkan bahwa 90-100% anak-anak dibawah umur 18 th dihinggapi penyakit caries dentis (Indan Entjang, 1991). Prevalensi karies gigi di Indonesia : 60-80% Anak umur 6 th

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas mikroba dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasikan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keju Mozzarella Keju adalah protein susu yang diendapkan atau dikoagulasikan dengan menggunakan rennet atau enzim lain, fermentasi laktat, dan penggunaan bahan penggumpal,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan di dalam rongga mulut merupakan faktor penting yang mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam mengontrol ph plak gigi. Komposisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir (Hunter) Roxb. Tanaman ini merupakan komoditas utama Provinsi Sumatera Barat. Sekitar 80%

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Karies Gigi Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentil dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obar kumur memiliki banyak manfaat bagi peningkatan kesehatan gigi dan mulut. Obat kumur digunakan untuk membersihkan mulut dari debris atau sisa makanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah pisang merupakan buah yang sering dikonsumsi oleh masyarakat dibandingkan dengan buah yang lain. Buah pisang memiliki kandungan gizi yang tinggi, diantaranya mengandung

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluhan masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut yang sering diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey kesehatan rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut. Ketidakseimbangan indigenous bacteria ini dapat menyebabkan karies gigi

BAB I PENDAHULUAN. mulut. Ketidakseimbangan indigenous bacteria ini dapat menyebabkan karies gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut mengandung berbagai macam komunitas bakteri yang berlimpah dan kompleks yang menghuni bagian atau permukaan yang berbeda dari rongga mulut. Ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Perkembangan fisik yang terjadi pada masa ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Gigi Desidui Gigi desidui atau yang umumnya dikenal sebagai gigi susu akan erupsi secara lengkap saat anak berusia kurang lebih 2,5 tahun. Gigi desidui berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang, merupakan hasil, tanda, dan gejala dari demineralisasi jaringan keras gigi secara kimia, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lain dan merupakan aspek penting dari komunikasi non verbal (Graham dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lain dan merupakan aspek penting dari komunikasi non verbal (Graham dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika sudah menjadi kebutuhan utama, terutama bagi orang yang bidang pekerjaannya membutuhkan penampilan wajah menarik. Dalam hal ini, kerapian susunan serta warna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai  , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang dapat mengenai email, dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik

Lebih terperinci