JURNAL SKALA HUSADA ISSN X Volume 11 Nomor 1 April 2014 Halaman 1-106

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL SKALA HUSADA ISSN X Volume 11 Nomor 1 April 2014 Halaman 1-106"

Transkripsi

1 JURNAL SKALA HUSADA ISSN X Volume 11 Nomor 1 April 2014 Halaman PENGARUH IMBALAN, KEPUASAN KERJA DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP KINERJA DOSEN JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKES DENPASAR I Gusti Ayu Ari Rasdini, I Wayan Githa, Ketut Gama 1-5 EFEKTIVITAS KUMUR-KUMUR AIR REBUSAN KULIT BUAH MANGGIS PASCA ORAL FISIOTERAPI UNTUK PENYEMBUHAN GINGIVITIS Ni Wayan Arini, Sagung Agung Putri Dwi Astuti, Maria Martina Nahak 6-10 PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KOMITMEN IBU HAMIL UNTUK MENYUSUI DALAM UPAYA PENCAPAIAN KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF A.A. Ngurah Kusumajaya, I G.A. Ari Widarti, N.N. Ariati TERAPI MUSIK KLASIK DAN MUSIK BALI MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PERSALINAN KALAI I FASE AKTIF NK Somoyani, NW Armini, NLP Sri Erawati KARAKTERISTIK GIZI DAN FISIK TEPUNG UBI JALAR DAN TALAS TERMODIFIKASI DENGAN FERMENTASI ENZIM AMILASE Badrut Tamam, Ni Putu Agustini, AA Nanak Antarini STATUS FUNGSIONAL PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR VM Endang S.P Rahayu, I Dewa Putu Gede Putra Yasa, I Made Widastra PENGARUH AKTIVITAS PERTANIAN TERHADAP KUALITAS AIR IRIGASI DI SUBAK TEGALAMPIT PAYANGAN GIANYAR I Wayan Jana, I Gede Sudarmanto, Ni Ketut Rusminingsih EFEKTIVITAS BERKUMUR AIR REBUSAN KULIT BUAH MANGGIS UNTUK PENYEMBUHAN GINGIVITIS PADA PASIEN PASCA SCALING Ni Nengah Sumerti, I Gusti Agung Ayu Putu Swastini, I Nyoman Gejir HUBUNGAN FAKTOR RESIKO H.E.A.L.T.H DENGAN KEJADIAN HIPERKOLESTEROLEMIA PADA PEJABAT ESELON DI PEMDA GIANYAR PROVINSI BALI Ida Ayu Eka Padmiari, Ni Made Yuni Gumala, Lely Cintari PEMANFAATAN JEMPENG DALAM PENGOLAHAN AIR BERSIH DI DESA TEGAL MENGKEB KECAMATAN SELEMADEG TIMUR KABUPATEN TABANAN I N Gd Suyasa JUS BUAH NAGA MERAH MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PENDERITA DMT2 Ni Komang Wiardani, Yenny Moviana, I G.P. Sudita Puryana HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENGUAT DENGAN PRAKTEK CUCI TANGAN SERTA KEBERADAAN MIKROORGANISME PADA PENJAMAH MAKANAN DI PANTAI KEDONGANAN Cok. Dewi Widhya Hana Sundari, I Wayan Merta, I G.A. Dewi Sarihati PERBEDAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) RUMAH TANGGA PADA WILAYAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN DI KABUPATEN BADUNG I Made Bulda Mahayana, I Gede Wayan Darmadi, Nengah Notes EFEKTIVITAS PEMANFAATAN UMBI GADUNG DIOSCOREA HISPIDA DENNUST) PADA UMPAN SEBAGAI RODENTISIDA NABATI DALAM PENGENDALIAN TIKUS D.A.A Posmaningsih, I Nyoman Purna, I Wayan Sali PERAN DUKUNGAN SUAMI DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI Ni Gusti Kompiang Sriasih, Ni Nyoman Suindri, Ni Wayan Ariyani EFEKTIVITAS PEMBERIAN JUS KULIT MANGGIS TERHADAP KADAR HORMON KORTISOL PADA MENCIT (Mus musculus) YANG MENGALAMI STRES Windu Astutik, Elfi Kuswati PENGGUNAAN DOUBLE HYGROBAC PADA VENTILATOR EFEKTIF MEMPERTAHANKAN TEKANAN KARBONDIOKSIDA PADA PASIEN CEDERA KEPALA I Made Sukarja, I Made Mertha, Ni Made Wedri PENGGUNAAN AIR REBUSAN DAUN SIRIH TERHADAP KEPUTIHAN FISIOLOGIS DI KALANGAN REMAJA PUTRI MAHASISWA POLTEKES DENPASAR Wayan Mustika, Putu Susy Natha Astini, Ni Putu Yunianti SC

2 Editorial Subyek penelitian kesehatan memiliki spektrum sangat luas, karena memang kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan itu sendiri. Permasalahan kesehatan memang terjadi pada setiap tahapan perkembaqngan manusia mulai dari usia dini hingga usia lanjut. Bahkan ketika masih tahap konsepsi permasalahan sudah muncul seperti yang dikaji oleh Somoyani, dkk yang meneliti tentang terapi musik untuk mengatasi nyeri persalinan; Kusumajaya, dkk yang berupaya membangun komitmen pemberian ASI Eksklusif pada ibu hamil; serta Sriasih, dkk yang memaparkan peran suami dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini. Permasalahan kesehatan juga dapat terjadi pada usia remaja seperti disajikan oleh Mustika, dkk yang meneliti masalah keputihan pada remaja putri; dan orang dewasa seperti hasil penelitian Eka Padmiari, dkk yang meneliti faktor risiko HEALTH pada pejabat eselon Pemda Gianyar; dan Endang SP Rahayu, dkk yang meneliti status fungsional pasien diabetes mellitus di RS Sanglah Denpasar. Disamping permasalahan menurut kelompok usia, isu lingkungan menjadi topik paling banyak yang dibahas pada edisi kali ini. Terdapat lima karya bertema lingkungan yaitu Jana, dkk, yang membahas pengaruh aktifitas pertanian terhadap kualitas air irigasi; Dewi Widya HS, dkk yang meneliti cemaran mikroorganisme pada penjamah makanan; perilaku hidup bersih dan sehat pada keluarga perkotaan dan pedesaan yang dibahas oleh Bulda Mahayana, dkk; pengelolaan air bersih yang digagas oleh Suyasa, dan Posmaningsih, dkk yang memaparkan manfaat umbi gadung sebagai rodentisida pengendali hama tikus. Selain subyek manusia, penelitian kesehatan juga mencakup subyek bukan manusia, isu mutakhir yang banyak dibahas adalah peran antioksidan pada sayur dan buah dalam mempertahankan kesehatan. Kulit buah manggis ternyata juga efektif untuk menjaga kesehatan mulut, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Arini, dkk, yang mempelajari efektivitas berkumur air rebusan kulit manggis dalam penyembuhan gingivitis dan Smerti, dkk yang membahas hal yang sama pada gingivitis paska skaling; dan bahkan dalam bentuk jus, berdasarkan hasil penelitian Astutik, dkk, kulit buah manggis juga berperan dalam pengendalian stres. Jenis buah lainnya yang banyak mendatangkan manfaat bagi kesehatan adalah buah naga, seperti terungkap pada hasil penelitian Wiardani, dkk, yang memaparkan efektifitas jus buah naga dalam pengendalian gula darah penderita DM. Untuk lebih mempertegas pemahaman tentang luasnya bidang kajian penelitian kesehatan pada edisi kali ini, juga disajikan penelitian dengan kajian yang bersifat khusus yaitu pembuatan tepung modifikasi dari bahan ubi jalar hasil penelitian Tamam, dkk, yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti tepung terigu pada penderita autis, Hasil kajian Sukarja, dkk tentang penggunaan double hygrobac sebagai ventilator efektif pada pasien cidera kepala; dan hasil penelitian Ari Rasdini, dkk yang mengkaji kinerja dosen berdasarkan imbalan, kepuasan kerja, dan iklim organisasi. Harapan kami semoga di edisi mendatang, akan banyak muncul beragam visi penelitian yang pada akhirnya akan memperkaya khasanah pengembangan ilmu pengetahuan bagi seluruh civitas akademika Poltekkes Denpasar.

3 PENGARUH IMBALAN, KEPUASAN KERJA DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP KINERJA DOSEN JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR I Gusti Ayu Ari Rasdini 1, I Wayan Githa 2, Ketut Gama 3 Abstract. The study was carried out in order to find out : payment system, working satisfaction, and organization climate towards the lecturers performances at Nursing Departement Poltekes Denpasar. The study involved the total number of 30 lecturers of Nursing Departement Poltekes Denpasar. The result showed that, 1) there was a positive and significant contribution of payment system (R Square=62,7%); the impact of working satisfaction (R Square=69,9%); organization climate (R Square=68,7% ) to wards the lecturers performances at Nursing Departement Poltekes Denpasar, and there was a significant impact of payment system, working satisfaction, organization climate simultaneously towards the lecturers performances at Nursing Departement Poltekes Denpasar ( R Square=81,15%). On the basis of the result, it can be concluded that payment system, working satisfaction, and organization climate contribute positively and significantly to ward the lecturers performances at Nursing Departement Poltekes Denpasar. Accordingly it was recommended that the headmaster of Nursing Departement Poltekes Denpasar should provide greater attention towards the payment system, working satisfaction, and organization climate to improve the lecturers working performances at Nursing Departement Poltekes Denpasar Keywords : payment system, working satisfaction, organization climate and lecturers performances Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pengaruh imbalan, kepuasaan kerja, dan iklim organisasi terhadap kinerja dosen di Jurusan Keperawatan. Penelitian dilakukan di Jurusan Keperawatan Poltekes Denpasar. Sampel adalah dosen tetap jurusan Keperawatan yang tidak sedang tugas belajar sebanyak 30 orang. Dari hasil uji didapatkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara imbalan dengan kinerja dosen (R2=62,7%). antara kepuasan kerja dengan kinerja dosen (R2=69,9%). antara iklim organisasi dengan kinerja dosen (R2=68,7 %) dan antara imbalan, kepuasan kerja dan iklim organisasi secara bersama sama dengan kinerja dosen (R2=81.15%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara imbalan, kepuasan kerja dan iklim organisasi dengan kinerja dosen jurusan keperawatan Poltekes Denpasar. Disarankan kepada pimpinan untuk tetap memperhatikan dan meningkatkan semua variabel tersebut agar meningkatkan kinerja dosen. Kata Kunci : Imbalan, kepuasan kerja, iklim organisasi, kinerja dosen. Kinerja dosen memegang peran penting dalam menentukan kualitas lulusan. Mutu pendidikan, tidak terlepas dari kinerja dosen. Kinerja ditentukan berdasarkan penilaian, jika semua tugas yang dilaksanakan benar-benar dijabarkan dengan baik dan dapat menggambarkan keseluruhan tugas 1. Kinerja mengajar dosen tidak terlepas dari kualitas dosen. Dosen yang baik akan mengidentifikasi; memahami dan menghormati mahasiswa; memahami bahan pelajaran yang diberikan; menyesuaikan metode pelajaran; mengaktifkan mahasiswa dalam belajar serta menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan mahasiswa. Institusi pendidikan dituntut mempunyai keunggulan bersaing baik dalam hal kualitas pelayanan dan fasilitas pendidikan, kualitas lulusan maupun kualitas sumber daya manusia (SDM) profesional. 2 SDM dosen memegang peranan penting, untuk itu institusi pendidikan harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dosen untuk mengembangkan kemampuan 1,2,3 Dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar 1

4 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : 1-5 yang dimiliki secara optimal. Guna mencapai hal tersebut, banyak faktor yang berpengaruh antara lain imbalan yang diperolehnya, kepuasan kerja dan iklim organisasi sebagai pemberi pelayanan. Kinerja dipengaruhi oleh faktor imbalan, kepuasan kerja, iklim organisasi, motivasi, pendidikan, dan kepribadian. 3 Imbalan adalah fungsi manajemen SDM yang berkaitan dengan bentuk penghargaan yang dijanjikan akan diterima sebagai kompensasi pelaksanaan tugas dalam upaya mencapai tujuan organisasi. 4 Kepuasan kerja diartikan sebagai sikap terhadap pekerjaan yang dihasilkan dari persepsi berdasarkan faktor lingkungan kerja seperti gaya supervisi, prosedur dan kebijakan, hubungan antar karyawan, kondisi kerja dan kepentingan yang diperoleh serta tingkah laku pegawai terhadap pekerjaannya. 5 Sikap ini bisa disebabkan oleh perasaan puas dan tidak puas atas penghargaan yg diberikan. Pegawai yang merasa puas terhadap keberadaan organisasi, perlakuan orang dalam organisasi akan berdampak pada motivasi kerja, sehingga dapat meningkatkan kinerja, sebaliknya ketidakpuasan bisa berdampak terhadap rendahnya kinerja. Dosen menjadi pelaku penunjang tercapainya tujuan pendidikan, mempunyai pikiran, perasaan dan keinginan yang dapat mempengaruhi sikapnya. Sikap akan menentukan kinerja, dedikasi, dan kecintaan terhadap pekerjaan. Iklim organisasi adalah suatu atribut organisasi yang disebabkan cara organisasi atau sub sistem terhadap anggota lainnya. Iklim organisasi juga merupakan sarana untuk melakukan pendekatan dengan lingkungan kerja dengan pandangan positif.6 Jika iklim organisasi kondusif, suasana lingkungan yang familiar, akan membuat motivasi kerja meningkat. Kinerja dosen sangat erat kaitannya dengan keberhasilan tujuan organisasi dimana dosen sebagai pelaku utama. Dosen selalu dituntut untuk meningkatkan kinerjanya agar tujuan organisasi dapat tercapai secara optimal. Masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh imbalan, kepuasan kerja dan iklim organisasi terhadap kinerja dosen jurusan keperawatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh imbalan terhadap kinerja dosen, pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja dosen pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja dosen, dan pengaruh simultan antara imbalan, kepuasan kerja dan iklim organisasi terhadap kinerja dosen. Metode Penelitian ini bersifat ex post facto karena tidak melakukan manipulasi terhadap gejala yang diteliti. 7 Penelitian ex post facto dimulai dari mengekspresikan situasi sekarang yang diasumsikan sebagai akibat dari faktor yang telah terjadi atau bereaksi sebelumnya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan rancangan kausal korelasional karena dalam penelitianini mencoba untuk mengetahui hubungan sebab akibat yang titik beratnya pada variabel yang dikorelasikan. Metode yang digunakan adalah survei analitik cross sectional. Instrumen penelitian dalam penelitian ini berupa kuesioner tentang imbalan, kepuasan kerja, iklim organisasi dan kinerja dosen. Sampel adalah seluruh dosen jurusan keperawatan. Tehnik analisis yang digunakan adalah analisis regresi sederhana dan regresi ganda. 8 Hasil dan Pembahasan Data imbalan yang diperoleh dari hasil pengukuran seluruh dosen keperawatan sebagai responden disajikan pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1, skor tertinggi yang dicapai 108 dan terendah 38, skor yang berada di sekitar rata-rata adalah 30 %, diatas rata rata 23,33 % dan dibawahnya 46,66 %. Jadi pengamatan terbanyak adalah skor dibawah rata rata. 2

5 Rasdini, I G..A.A., Githa I W., Gama K. (Pengaruh Imbalan, Kepuasan...) Data Kinerja dosen disajikan pada tabel 4. Berdasarkan tabel 4, menunjukan bahwa skor tertinggi 128 dan terendah 94. Skor yang di sekitar rata rata 13,33 %, diatas rata rata 10 % dan dibawahnya 76,67 %. Data Kepuasan kerja yang diperoleh disajikan pada tabel 2. Berdasarkan tabel 2, menunjukan bahwa skor tertinggi 200 dan terendah 55. Skor yang berada di sekitar rata rata 56,67 %, diatas rata rata 13,33 % dan dibawahnya 30%. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara imbalan dan kinerja dosen (r y(x1) = 0,792; F hitung = ), hasil tersebut signifikan ( F hitung > F tabel ) dengan koefisien determinasi (R Square)=0.627 atau 62,7%. Ini berarti sumbangan atau pengaruh imbalan terhadap kinerja dosen jurusan keperawatan sebesar 62,7 %. Data Iklim Organisasi yang diperoleh disajikan pada tabel 3. Dari tabel 3 menunjukan bahwa skor tertinggi 165 dan terendah 49. Skor yang berada di sekitar rata rata 36,67 %, diatas rata rata 40 % dan dibawahnya 23,24 %. Kinerja dipengaruhi beberapa faktor seperti imbalan, kepuasan kerja, iklim organisasi, motivasi, pendidikan, kepribadian. 3 Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor imbalan besar pengaruhnya terhadap kinerja seseorang. Hal tersebut sesuai dengan teori, bahwa imbalan sangat berpengaruh terhadap kinerja. 9 (Semakin sesuai imbalan yang dirasakan maka makin tingggi tingkat kinerja seseorang). Namun kinerja seseorang juga dipengaruhi oleh faktor lainnya. 10 3

6 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : 1-5 Terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dan kinerja dosen. dengan koefien korelasinya r= dan determinasi (R Square=0.699 atau 69,9%). Ini berarti pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja dosen jurusan keperawatan sebesar 69,9 %. Kepuasan kerja diartikan sebagai sikap yang dimiliki mengenai pekerjaannya. 11 Pegawai yg merasa puas terhadap keberadaan organisasi, perlakuan orang dalam organisasi akan berdampak pada motivasi kerja. Kepuasan akan menimbulkan motivasi dan meningkatkan kinerja, sebaliknya ketidak puasan bisa berdampak terhadap rendahnya kinerja. Dari hasil penelitian diperoleh 69,9 % kepuasan mempengaruhi kinerja dosen. Dosen mempunyai tugas pokok yang jelas. Dalam melaksanakan tugasnya diperlukan dukungan dana atau imbalan yang sesuai. Disamping imbalan, kepuasan kerja akan mempengaruhi motivasi seseorang dalam bekerja sehingga akan berpengaruh terhadap hasil kerja atau kinerja. Terdapat hubungan positif antara Iklim Organisasi dan Kinerja Dosen. Dari hasil analisis diperoleh nilai korelasi sebesar r= Koefisien determinasi (R Square)=0.687 atau 68,7%. Ini berarti sumbangan atau pengaruh Iklim organisasi terhadap kinerja dosen jurusan keperawatan sebesar 69,7 %. Iklim organisasi merupakan sarana untuk melakukan pendekatan dengan lingkungan kerja dengan pandangan positif. Jika iklim organisasi kondusif, suasana lingkungan yang familiar, maka akan membuat motivasi kerja meningkat.. Dalam penelitian ini 69,7 % pengaruh iklim organisasi berpengaruh Terdapat hubungan positif antara Imbalan, Kepuasan Kerja, dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Dosen. Kuat hubungan antara imbalan, kepuasan kerja dan iklim organisasi dan kinerja dosen dengan product moment, diperoleh koefien krelasinya sebesar r= Koefisien determinasi ( R Square)=0.815 atau 81,5%. terhadap kinerja dosen. Ini berarti sumbangan atau pengaruh imbalan, kepuasan kerja dan iklim organisasi terhadap kinerja dosen jurusan keperawatan sebesar 81.5 %. Sesuai teori bahwa kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu imbalan, kepuasan kerja dan iklim organisasi. Faktor lainya yang berpengaruh adalah kepribadian pendidikan, motivasi yang pengaruhnya lebih kecil. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh ketiga variabel imbalan, kepuasan kerja dan iklim organisasi terhadap kinerja dosen sebesar 81,5 %. Bila Imbalan yang diperoleh sesuai dengan pekerjaannya akan meningkatkan motivasi kerja. Motivasi kerja juga dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang 4

7 Rasdini, I G..A.A., Githa I W., Gama K. (Pengaruh Imbalan, Kepuasan...) memadai, familier, sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif. Dengan demikian imbalan, kepuasan kerja dan iklim organisasi merupakan variabel yang sangat perpengaruh dalam meningkatkan kinerja seseorang/dosen. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, ada pengaruh yang positif dan signifikan antara imbalan (R square =0,627); kepuasan kerja (R square=0,699); dan iklim organisasi (R square=0,687); terhadap kinerja dosen Jurusan Keperawatan. Secara bersama sama pengaruh imbalan; kepuasan kerja; dan iklim organisasi; terhadap kinerja dosen Jurusan Keperawatan memiliki koefisien determinasi =0,815. Berarti pengaruh imbalan, kepuasan kerja dan iklim organisasi secara bersama sama terhadap kinerja dosen jurusan keperawatan sebesar 81,5 %. Residunya dipengaruhi oleh variabel lainnya. Disarankan kepada pimpinan (ketua jurusan) Keperawatan agar tetap memperhatikan faktor- faktor imbalan, kepuasan kerja dan iklim organisasi untuk meningkatkan kinerja dosen jurusan keperawatan, disamping faktor lainnya seperti motivasi berprestasi, kepemimpinan, supervisi dan lain-lain, yang belum diteliti dalam penelitian ini. Dosen diharapkan untuk meningkatkan kinerja karena imbalan dan kinerja sangat kuat pengaruhnya. Daftar Pustaka 1. Achmad S. R, 2002, Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2. Riduan, 2009, Managemen Pendidikan, Alfabeta, Bandung 3. Istijanto, 2010, Riset Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. 4. Gary,1998, Manajemen Sumber daya manusia Jakarta, Gramedia 5. Simamora,H,2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, jogyakarta, penerbit STIE YKPN 6. Sartika, Ikke Dewi, 1999, Kontribusi Budaya organisasi yang berorientasi menajemen mutu total, Kepuasan kerja dan tahapan mutu terhadap kinerja pengelola Dosen Tetap STPDN, Disertasi, FPS IKIP Bandung.. 7. Kerlinger, FN. 2002, Foundation of Behavioral Research, NewYork, Holt Rinehard and Winston 8. Sugiyono,2011. Statistika untuk penelitian, Bandung, alfabeta 9. Dedi. S, 1998, Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa 10. Suryo,2000, Analisis Dampak imbalan, Kepuasan Kerja terhadap kinerja pegawai skretariat kabupaten Kutai. 11. Sartika, Ikke Dewi, 1999, Kontribusi Budaya organisasi yang berorientasi menajemen mutu total, Kepuasan kerja dan tahapan mutu terhadap kinerja pengelola Dosen Tetap STPDN, Disertasi, FPS IKIP Bandung.. 5

8 EFEKTIVITAS KUMUR-KUMUR AIR REBUSAN KULIT BUAH MANGGIS PASCA ORAL FISIOTERAPI UNTUK PENYEMBUHAN GINGIVITIS Ni Wayan Arini 1, Sagung Agung Putri Dwi Astuti 2, Maria Martina Nahak 3 Abstract. Gum disease affects nearly every person and its prevalence in children is more than 80 %. Inflammation of the gums called gingivitis disease has the highest prevalence of the disease among other supporting tissue of the teeth, and therefore requires special attention of the sufferer from becoming more severe. The purpose of this study was to analyze the effectiveness of the mouth rinsing using water boiled of mangosteen rind after oral physiotherapy to cure gingivitis. This research was experimental study with a pre post test control group design. The population of this study was all students in SMP Kertha Mas, Ubud District, who suffering from gingivitis. Sample was determined by simple random sampling with a sample size for each treatment group and control as many as 16 people. Data was collected and then analyzed statistically with the Wilcoxon test, and then the Chi square test. The result of Wilcoxon test shown that both the mangosteen rind boiled water and 1 % povidone iodine to cure gingivitis are significant with p = or p < Chi Square test result shown that the mangosteen rind boiled water effective to cure gingivitis significantly with p = or P <0.05. Keywords : Water boiled mangosteen rind, gingivitis cured Abstrak. Penyakit gigi dan mulut menyerang hampir setiap orang. Prevalensi penyakit ini pada anak-anak mencapai lebih dari 80%. Keradangan gusi (gingivitis) memiliki prevalensi paling tinggi diantara penyakit jaringan penyangga gigi lainnya, oleh karena itu memerlukan perhatian khusus agar tidak menjadi lebih parah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas kumur-kumur air rebusan kulit buah manggis pasca oral fisioterapi untuk penyembuhan gingivitis. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan completely randomized with pre-post test control group design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa SMP Kertha Budaya Mas, Ubud, Gianyar yang menderita gingivitis. Sampel ditentukan dengan simple random sampling dengan besar sampel untuk masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol sebanyak 16 orang. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan uji wilcoxon dan uji chi-square. Hasil uji wilcoxon menunjukkan bahwa baik air rebusan kulit buah manggis maupun povidone iodine 1% siginifikan untuk menyembuhkan gingivitis dengan nilai p = (p< 0.05). Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa air rebusan kulit buah manggis efektif untuk menyembuhkan gingivitis secara signifikan dengan nilai p = (p< 0.05). Kata Kunci: Air rebusan kulit buah manggis, penyembuhan gingivitis Kesehatan mulut merupakan bagian fundamental dari kesehatan secara umum dan mampu meningkatkan kualitas hidup. Kesehatan mulut yang pada mulanya disebut kesehatan gigi adalah kesejahteraan rongga mulut, termasuk gigi geligi, serta jaringan pendukungnya, yang dapat berfungsi secara optimal dan bebas dari rasa sakit. Statistik menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut hampir menyerang setiap orang. Penyakit ini mencapai lebih dari 80% anak-anak di negara maju maupun negara berkembang. Di negara berkembang penyakit gigi dan mulut pada orang dewasa lebih buruk keadaannya, karena akumulasi penyakit yang tidak diobati 1. Yang paling sering diderita adalah karies gigi dan periodontal, karena prevalensi dan insidensinya yang tinggi di semua tempat di seluruh dunia 1. Keradangan gusi (gingivitis) merupakan salah satu kelainan rongga mulut yang memiliki prevalensi paling tinggi dari penyakit jaringan periodontal lainnya. Gingivitis merupakan kelainan jaringan penyangga 1,2,3 Dosen Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan Denpasar 6

9 Arini, N.W., Dwi Astuti, S.A.P, Nahak, M.M. (Efektivitas kumur-kumur...) yang hampir selalu tampak pada segala bentuk kelainan gingiva 2. Beberapa faktor dapat mempengaruhi gingivitis, seperti: kebersihan gigi dan mulut yang kurang terpelihara, aktivitas racun yang dihasilkan oleh bakteri rongga mulut, atau karena kekurangan vitamin C 3. Kesehatan rongga mulut sangat penting, karena itu kebersihan gigi dan mulut harus dijaga 4. Tujuan membersihkan gigi adalah menghilangkan plak. Plak adalah lapisan tipis, tidak berwarna, mengandung banyak bakteri dan lekat pada permukaan gigi. Plak dapat terbentuk kapan saja, meski gigi sudah dibersihkan. Plak ikut berperan pada patogenitas karies dan penyakit periodontal. Pencegahan teratur dari timbunan plak merupakan metode terbaik untuk menghindari penyakit periodontal. Tindakan pencegahan yang penting adalah penggunaan sikat gigi yang efektif. Penyikatan gigi yang efektif merupakan metode utama untuk menghilangkan plak 5. Oral fisioterapi merupakan upaya untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi yang efektif 6. Di samping itu, penggunaan obat kumur juga merupakan upaya untuk mengurangi dan mencegah pembentukan plak pada permukaan gigi. Dewasa ini obat kumur dengan berbagai merk dagang tersedia di pasaran, serta dipromosikan melalui media massa diantaranya adalah Povidon Iodine 1% yang dapat mencegah gigi berlubang dan penyembuhan gusi bengkak. Namun beberapa hasil penelitian dan artikel ilmiah memperkenalkan pemanfaatan kulit manggis sebagai upaya pengobatan berbagai jenis penyakit. Kulit manggis mengandung anti oksidan tinggi, dan bermanfaat menangkal radikal bebas. Salah satu kandungan kulit manggis adalah anti-periodontic yang mempunyai khasiat menyembuhkan radang gusi atau gingivitis 7. Kesehatan gusi dapat diukur berdasarkan Gingival Index 6. Hasil penelitian menunjukkan kulit manggis (Garcinia mangostana L.), memiliki aktivitas farmakologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas kumur air rebusan kulit buah manggis pasca oral fisioterapi untuk penyembuhan gingivitis Metode Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan rancangan Completely randomized with pre-post test control group design 9. Penelitian ini dilaksanakan pada Juli s/d Agustus 2013 bertempat di SMP Kertha Budaya Mas, Ubud, Gianyar. Instrumen pengumpul data yang digunakan antara lain : 1) Alat-alat: Alat-alat Diagnostik (Kaca mulut, sonde, pinset, excavator), Periodontal Probe; 2) Bahan-bahan :Air rebusan kulit buah manggis, Povidon Iodine 1 %, Disclosing Solution, Sikat gigi,pasta Gigi, Alkohol 70 %, Handschoen, Masker dan Kapas dan Kartu status. Populasi adalah seluruh siswa SMP Kertha Budaya Mas, Ubud, Gianyar, menderita gingivitis dengan kategori sedang. Besar sampel ditentukan menggunakan rumus Frederer, W,T (1977) sebagai berikut : (t 1)(r 1) Sehingga mendapatkan sampel sebanyak 32 orang dengan simple random sampling yang dikelompokkan masing-masing 16 orang pada kelompok perlakuan dan kontrol. Prosedur penelitian : 1) Mempersiapkan air rebusan kulit buah manggis dengan cara : a) Buah manggis masak diambil kulitnya 200 g dicuci hingga bersih; b) Kulit buah manggis diiris menjadi beberapa bagian, direbus dengan 600 ml air, hingga volumenya tinggal 300 ml; c) Air rebusan didinginkan, kemudian disaring; d) Air rebusan kulit buah manggis digunakan untuk kumur sebanyak 15 ml selama 30 detik; e) Kumur air rebusan kulit buah manggis dilakukan 2 kali sehari pagi dan malam, setelah menyikat gigi. Pada kelompok kontrol, sampel diedukasi untuk menyikat gigi dengan benar kemudian dilanjutkan berkumur povidone iodine 1% sebanyak 15 ml selama 30 detik, dilakukan 2 kali sehari, pagi setelah sarapan dan malam 7

10 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : 6-10 sebelum tidur, setelah menyikat gigi selama 3 hari berturut-turut. Pada hari ke 4 baik kelompok perlakuan (berkumur air rebusan kulit manggis) maupun kontrol (berkumur povidone iodine 1%). Hasil pengukuran kemudian dicatat dan diolah menggunakan program komputer dan dianalisis secara deskriptif dan uji komparatif menggunakan uji wilcoxon. Selanjutnya untuk mengetahui khasiat air rebusan kulit buah manggis terhadap penyembuhan gingivitis dilakukan uji Chi -Square. Hasil dan Pembahasan Jumlah sampel sebanyak 32 orang, terdiri dari perempuan 19 orang (59,37%) dan laki- laki 13 orang (40,63%). Rerata usia sampel 14,75 tahun, paling muda 14 tahun dan paling tua 16 tahun. Baik kelompok perlakuan maupun kontrol mempunyai keadaan gingiva sama yaitu gingival index = 2, atau dikategorikan gingivitis sedang. Distribusi frekuensi keadaan gingiva sebelum dan setelah berkumur dengan air rebusan kulit buah manggis dan Povidon Iodine 1% dapat dilihat pada tabel 1. Hasil penelitian pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa 93,8% (15 sampel) yang sebelumnya menderita gingivitis mengalami penyembuhan setelah 3 hari berkumur dan sebelumnya telah menyikat gigi terlebih dahulu. Satu sampel (6,3%) tidak mendapat penyembuhan gingivitis secara total tetapi tingkat keparahan gingivitisnya menurun dari kategori sedang menjadi ringan. Povidone iodine (polyvinyl pirrolidone iodine) adalah antiseptik golongan iodofar yang mempunyai aktifitas antibakteri spektrum luas 11. Antiseptik ini juga digunakan sebagai obat kumur sebelum prosedur perawatan gigi dengan tujuan untuk mengurangi koloni bakteri untuk mencegah infeksi 12. Penggunaan povidone iodine di bidang kedokteran gigi yang lain adalah untuk menghambat aktivitas bakteri plak, juga digunakan untuk bahan irigasi saluran akar karena antiseptik ini mempunyai spektrum antibakteri luas 13. Mekanisme antibakteri dari antiseptik ini, adalah menyebabkan kerusakan membran sel bakteri sehingga terjadi ketidakseimbangan struktur sel, sehingga merusak rantai respirasi sel yang mengakibatkan kematian bakteri 14. Melihat khasiat povidone iodine 1% dengan efek antimikroba luas, maka antiseptik ini dapat juga mengurangi bakteri gingivitis, sehingga mempercepat penyembuhannya. 8

11 Arini, N.W., Dwi Astuti, S.A.P, Nahak, M.M. (Efektivitas kumur-kumur...) Diketahui bahwa tindakan oral fisioterapi dengan menyikat gigi dengan cara yang benar dan pada waktu yang tepat akan menurunkan jumlah plak pada permukaan gigi dan mencegah akumulasi plak 6. Hasil penelitian pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa 14 sampel (87,5%) mengalami kesembuhan, dan hanya 2 sampel (12,5%) yang masih menunjukkan tandatanda radang (dikategorikan gingivitis ringan). Manggis (Garcinia mangostana L) selain mempunyai nilai komersial tinggi, juga mempunyai khasiat bagi kesehatan karena metabolit sekundernya mengandung senyawa aktif (xanthones) yang mempunyai aktivitas anti-inflamasi, anti-bakteri, antivirus juga berkhasiat sebagai anti oksidan, mencegah agregasi platelet dan banyak khasiat yang lain 15. Hasil Uji perbedaan efektifitas berkumur menggunakan povidon iodine 1% dibandingkan dengan air rebusan kulit buah manggis disajikan pada Tabel 2. Hasil Uji perbedaan efektivitas berkumur menggunakan povidone iodine 1% dibandingkan air rebusan kulit buah manggis menunjukkan bahwa kedua jenis bahan berkumur ini mempunyai khasiat sama untuk menyembuhkan gingivitis. Artinya air rebusan kulit buah manggis mempunyai kemampuan menyembuhkan gingivitis setara dengan povidone iodine 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen aktif kulit buah manggis berkhasiat untuk menyembuhkan gingivitis. Hasil penelitian membuktikan air rebusan kulit buah manggis efektif untuk menyembuhkan gingivitis. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa metabolit sekunder dari ekstrak buah, kulit, kulit buah manggis mengandung zat aktif yaitu senyawa xanthones, beberapa diantaranya yang terbanyak adalah α-mangostin, β- mangostin, γ-mangostin dan methoxy-βmangostin. Zat-zat ini mempunyai aktifitas anti-inflamasi, anti- bakteri, anti-virus, anti oksidan, anti-tumor, mencegah agregasi platelet, mencegah pembentukan trombus dan sebagai relaksan pembuluh darah 16 Khasiat air rebusan kulit buah manggis yang digunakan untuk berkumur dapat menyembuhkan gingivitis diduga karena kandungan zat aktif dalam kulit buah manggis ditambah dengan tindakan oral fisioterapi untuk menghilangkan plak secara mekanik. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa air rebusan kulit buah manggis mempunyai khasiat untuk menyembuhkan gingivitis setara dengan povidone iodine 1% sehingga air rebusan kulit buah manggis ini dapat dijadikan obat kumur alternatif pengganti povidone iodine 1 % yang mempunyai efek samping merugikan yaitu menghilangnya rasa kecap dan menyebabkan pewarnaan staining pada gigi. Kesimpulan dan Saran Hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian pada kelompok yang berkumur menggunakan povidon iodine 1%, menunjukkan sebanyak 15 sampel (93,8%) mengalami penyembuhan dan satu responden (6,3%) tingkat keparahan gingivitisnya menurun dari kategori sedang menjadi ringan. Pada kelompok perlakuan yang berkumur menggunakan air rebusan kulit buah manggis menunjukkan bahwa 14 sampel (87,5%) mengalami penyembuhan dan dua sampel (12,5%) tingkat keparahan gingivitisnya menurun dari kategori sedang menjadi ringan. Dengan demikian berkumur dengan air rebusan kulit buah manggis pasca oral fisioterapi, efektif menyembuhkan gingivitis. 9

12 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : 6-10 Komponen aktif yang terkandung dalam kulit buah manggis yakni α-mangostin, β- mangostin, γ-mangostin dan methoxy-βmangostin, diduga berkhasiat untuk menyembuhkan gingivitis. Saran yang dapat diberikan adalah : Air rebusan kulit buah manggis terbukti memiliki kemampuan menyembuhkan radang gusi atau gingivitis setara dengan Povidone iodine 1% oleh karena itu masyarakat dapat mengggunakan air rebusan kulit buah manggis sebagai obat kumur alternatif. Daftar Pustaka 1. Sriyono N W., 2009, Pencegahan Penyakit gigi dan Mulut Guna meningkatkan Kwalitas Hidup, Yogyakarta: Gajah Mada University 2. Musaikan S W, Leni K, Lydia M, dan Soedjoko, 2003, Gambaran Gingivitis pada Ibu Hamil di Puskesmas, Pegirian Kecamatan Simampir Surabaya Tahun 2002, Majalah Kedokteran Gigi, Edisi Khusus Temu Ilmiah Nasional III ISSN , Surabaya. 3. Tarigan R., 1995, Karies Gigi, Jakarta, EGC 4. Manson J D., dan Eley D M., 1993, Buku Ajar Periodonti, Alih Bahasa Anastasya S. Edisi II, Jakarta: Hipócrates. 5. Forest J O., 1995, Pencegahan Penyakit Mulut, Jakarta: Hipokrates. 6. Putri dkk., 2010, Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi, Jakarta : EGC 7. Hardian, 2011, Khasiat Buah Manggis (online), available : com / 75-manfaat-xamthone/khasiat-danmanfaat-buah-manggis/ Diakses : 20 Februari Nugroho A E, 2011, Manggis (Garcinia mangostana L): Dari Kulit Buah Yang Terbuang Hingga menjadi Suatu Obat, Traditional Medicine Journal, ISSN : Pocock S J, 2008, Clinical Trials A Practical Approach. John Willy& Sons. Ltd. West Sussex-England.p Frederer W T, 1977, Experimental Design Theory and Application, 3 rd Edition New Delhi, Bombay Calcuta Oxford and IBH Publis.co.p Kumar S, Babu R dan Redi J, 2011, Povidone Iodine, International Journal Of Dental Assosiation,.Vol III Issue 03, IJDA 12. Fine D H, Furgang D, Korik I, et al,1993, Reduction of Viable Bacteria In Dental Aerosols By Preprocedural Rinsing With an Antiseptic Mouth Range, AM J Dent; 6: Athanassiadis B, Abbott PV, Walsh LJ, 2007, The Use of Calcium Hydroxide, Antibiotics and biocides as antimicrobial medicament in endodontics, Aust Dent J ;52: Boudouma M, Enjalbert L, Didier J, 1984, A Simple Method for The Evaluation of Antiseptic and Disinfectant Virucidial Activity, J Virol Meth;9: Johnson dkk, á-mangostin, a xanthone from mangosteen fruit, promotes cell cycle arrest in prostate cancer and decreases xenograpt tumor growth, 2011(online) available : carcin.oxfordjournals.org/content/33/ 2/413.long Diakses: 2 oktober Chin YW, Jung H, Chai H, Keller WJ, Kinghorn AD, 2008, Xamthones With Quinone Reductase-inducing Activity From the Fruits of Garcinia mangostana (Mangosteen), Phytochemistry;69(3):

13 PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KOMITMEN IBU HAMIL UNTUK MENYUSUI DALAM UPAYA PENCAPAIAN KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF A.A. Ngurah Kusumajaya 1, I G.A. Ari Widarti 2, N.N. Ariati 3 Abstract. The study aim is to determine the effect of exclusive breastfeeding educational program to increase knowledge and commitment of pregnant women for exclusive breastfeeding until 6 months after giving a birth. This was a quasi-nonrandomized experiment control group with pre-post test. Independent Sample t-test is used to determine the difference between groups. Paired sample t-test is used to determine the effect of intervention in intervention group. Linier regression is also used to determine factors influence the knowledge and commitment. The study found that there was a significant increase of knowledge in intervention group (p<0,01). The knowledge and commitment score increase in the intervention group after implementation of intervention. The study suggests that a comprehensive educational program could be an effective strategy to increase knowledge and commitment of pregnant women in exclusively breastfeeding for 6 months. Keywords: knowledge, commitment, exclusive breastfeeding Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan komitmen ibu hamil untuk menyusui bayinya setelah dilahirkan sampai usia 6 bulan dalam upaya pencapaian keberhasilan pemberian ASI Eksklusif melalui paket intervensi program penyuluhan. Penelitian ini menggunakan rancangan kuasi-eksperimen dengan kelompok kontrol dan intervensi pre-post test. Untuk menentukan perbedaan antar kelompok digunakan analisis statistik uji Independent Sample t-test, sedangkan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada kelompok intervensi digunakan uji statistik Paired Sample t- Test. Analisis Regresi Linier digunakan untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh murni variabel terhadap pengetahuan dan komitmen ibu hamil untuk menyusui. Hasil penelitian menemukan terdapat peningkatan pengetahuan yang signifikan pada kelompok intervensi (p<0,01). Terdapat peningkatan skor pengetahuan dan komitmen pada kelompok intervensi setelah diberikan paket program penyuluhan. Hasil penelitian menunjukkan program penyuluhan yang komprehensif dapat menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan komitmen ibu hamil untuk menyusui saat melahirkan secara eksklusif selama 6 bulan. Kata kunci: pengetahuan, komitmen dan ASI eksklusif Air susu ibu (ASI) merupakan makanan utama untuk tumbuh kembang bayi, serta dapat memberikan keuntungan kepada ibunya. Secara global pola makan optimal untuk bayi adalah ASI eksklusif sampai usia enam bulan, dilanjutkan dengan pemberian makanan tambahan yang aman dan sesuai dengan umur bayi dengan tetap memberikan ASI sampai umur 2 tahun. 1 Pemberian ASI esklusif sampai usia enam bulan masih sulit dilaksanakan saat ini. Hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar (Risbinakes) 2010 menemukan rendahnya pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan. Persentase bayi yang menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%. 2 Data Susenas (2009) menunjukkan di Bali ASI eksklusif sampai 6 bulan sebanyak 20,2%. Angka ini jauh dari target yang ditetapkan di Bali yaitu ASI eksklusif sampai 6 bulan sebesar 80%. Inisiasi menyusu dini (IMD) kurang dari satu jam setelah bayi lahir di Indonesia adalah 29,3%. Sedangkan di Bali tingkat IMD 33,7%.meskipun sudah melebihi tingkat nasional namun masih tergolong rendah, bahkan diketahui terdapat 10,6% ibu memberikan ASI pertama kalinya 48 jam. 2 1,2,3 Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Denpasar 11

14 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Banyak faktor yang mempengaruhi waktu dan lamanya pemberian ASI seperti pendidikan ibu, tempat melahirkan, berat badan bayi lahir, status sosial ekonomi, dan dukungan suami. Dua faktor penting yang perlu mendapat perhatian serta bisa ditingkatkan adalah faktor berkaitan dengan pengetahuan dan komitmen ibu untuk menyusui bayinya. Notoatmojo mengemukakan pengetahuan sebagai faktor penentu perilaku seseorang. 3 Ibu yang mengetahui besarnya manfaat menyusui, memungkinkan mereka untuk mengupayakan pemberian ASI untuk bayinya. Pemberian ASI juga tidak terlepas dari komitmen ibu untuk menyusui. Sebuah penelitian di kalangan wanita Amerika, Kaukasia, dan Afrika 4), menemukan keberhasilan menyusui ditentukan oleh komitmen percaya diri (confident commitment), yang meliputi : a) keyakinan dalam proses menyusui, b) kepercayaan pada kemampuan mereka untuk menyusui, dan c) komitmen untuk membuat menyusui berhasil meski ada kendala. Ini menunjukkan bahwa menyusui merupakan keterampilan yang dapat dipelajari. Jika ibu memiliki komitmen percaya diri sebelum melahirkan, mereka mampu menyusui meskipun kurang mendapat dukungan dan ada tantangan saat memulai menyusui. Promosi pemberian ASI perlu diberikan sejak awal termasuk didalamnya wanita usia subur atau ibu saat hamil. Hasil studi menunjukkan lebih banyak ibu yang memutuskan untuk menyusui anaknya telah memiliki komitmen untuk menyusui anaknya sebelum hamil. 5 Di Indonesia promosi pemberian ASI hanya menyasar ibu menyusui dan jarang menyasar target lebih awal seperti remaja atau ibu saat hamil. Ibu hamil merupakan target promosi pemberian ASI guna mewujudkan keberhasilan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan nantinya setelah mereka memiliki bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan komitmen ibu hamil untuk menyusui dalam upaya pencapaian keberhasilan pemberian ASI Eksklusif melalui paket intervensi penyuluhan yang disertai dengan konseling peningkatan komitmen ibu hamil untuk menyusui. Metode Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan rancangan non randomized control group design with pretest and posttest. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Puskesmas II Denpasar Barat Kota Denpasar.Dipilihnya lokasi ini dengan pertimbangan tersedianya jumlah sampel dan belum pernah dilakukan penelitian yang sama. Rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif di lokasi penelitian juga menjadi bahan pertimbangan.penelitian dilakukan selama 6 bulan mulai Juni sampai dengan Nopember Populasi adalah seluruh ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat. Sedangkan sampel ditentukan secara purposive dan dipilih dengan metode simple random sampling, dengan rasio 1:1 yaitu total sampel 60 orang, ditentukan kelompok perlakuan sebanyak 30 orang dan kontrol sebanyak 30 orang. Pada kelompok perlakuan diberikan intervensi berupa penyuluhan disertai pemutaran video Ibu Malaikatku dan bimbingan/konseling untuk lebih meyakinkan keputusan ibu untuk menyusui bayinya. Penyampaian paket penyuluhan terdiri dari pertemuan kelas 2 x 45 menit untuk materi pentingnya menyusui dan kedua masalah dan hambatan menyusui eksklusif disertai pemutaran video Ibu Malaikatku, sedang untuk meningkatkan komitmen ibu hamil untuk menyusui eklsklusif dilakukan dengan bimbingan/konseling idividu atau kelompok kecil.sedangkan untuk kelompok kontrol diberikan penyuluhan tentang makanan sehat untuk ibu hamil. Data pengetahuan dan komitmen ibu hamil sebelum dan sesudah intervensi (pretest dan posttest) dikumpulkan menggunakan 12

15 Kusumajaya, A.A.N, Ari Widarti I G.A, Ariati, N.N.. (Peningkatan pengetahuan dan...) kuesioner sebanyak 26 pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban Ya, Tidak atau Tidak Tahu. Total skor merupakan prosentase jawaban seluruh pertanyaan yang benar. Untuk keperluan analisis deskriptif, persentase diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu: Kurang 60%; Cukup= 60 79,9%; Baik 80 %. Komitmen untuk menyusui bayi setelah dilahirkan dicari dengan menggunakan 18 pernyataan dengan lima skala likert terdiri dari 14 pernyataan positif dan 4 pernyataan negatif dengan nilai skor terendah adalah 18 dan tertinggi adalah 90. Selanjutnya data disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan tabel kontingensi. Untuk menentukan perbedaan skor sebelum dan sesudah intervensi dianalisis dengan uji statistik Paired Sample T-Test. Untuk uji beda rata-rata antara kelompok digunakan uji beda Independent Sample t-test. 6). Untuk memberikan gambaran lebih lanjut pengaruh perlakuan terhadap pengetahuan tentang ASI Eksklusif, dilakukan juga Uji statistik Regresi Linier. Untuk mengontrol pengaruh faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan tingkat pengetahuan, variabel umur sampel, pekerjaan, pendidikan, nomor kehamilan, akses informasi tentang ASI dan menyusui, dan keinginan suami untuk makanan bayi setelah lahir dimasukkan sebagai variabel bebas (independent variable). Hasil dan Pembahasan Karakteristik Sampel, Informasi Tentang ASI, Keinginan Suami pada Makanan Anak Berdasarkan karakteristik demografi sampel diketahui rata-rata umur sampel sebesar 27,25±5,67 tahun, dimana kelompok perlakuan memiliki rata-rata 28,33±5,62 tahun dan kelompok kontrol memiliki ratarata 26,17±5,60 tahun. Dilihat dari sebarannya diketahui masih terdapat ibu hamil dengan resiko tinggi masing-masing 6,6% pada kelompok kontrol dan 13,3% pada kelompok perlakuan. Sebagian sampel baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol (50,0%) berpendidikan menengah. Dilihat dari pekerjaan sampel, sebagian besar sampel tidak bekerja baik kelompok perlakuan maupun kontrtol masing-masing 53,3% dan 60,0%. Umur kehamilan rata-rata untuk seluruh sampel (n=60) adalah 23,72±6,92 minggu dengan umur kehamilan minimum 8 minggu dan maksimum 30 minggu.sedangkan untuk kelompok perlakuan umur kehamilan ratarata sebesar 24,90±7,24 minggu dan kelompok kontrol sebesar 22,53±6,50 minggu. Dilihat dari sebaran umur kehamilannya diketahui umur kehamilan terbanyak untuk kelompok perlakuan adalah trimester III 53,3% dan kontrol pada trimester II 53,3%. Dilihat dari kehamilan saat ini terbanyak merupakan kehamilan pertama, masing-masing 46,7% untuk kelompok perlakuan dan 43,3% untuk kelompok kontrol. Hasil penelitian menemukan sebagian besar sampel belum pernah mendapatkan informasi tentang ASI dan menyusui, baik pada kelompok perlakuan (50,0%) dan kontrol (60,0%). Bagi sampel yang pernah mendapat informasi tentang ASI dan menyusui mengatakan mendapatkannya dari dokter, bidan, ahli gizi atau sumber lainnya seperti orang tua/keluarga, sekolah, media cetak/ TV. Lebih lanjut saat digali tentang makanan terbaik yang akan diberikan kepada calon bayinya setelah lahir, sebagian besar sampel mengatakan pernah sebanyak 56,7% pada Keinginan suami yang terbanyak untuk makanan bayinya saat lahir nanti adalah diberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan masing-masing 46,8% pada kelompok perlakuan dan 40,0% pada kelompok kontrol. Untuk data lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 1. 13

16 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Pengetahuan Tentang ASI Sebelum dan Sesudah Perlakuan Hasil pre-test pengetahuan diperoleh ratarata jawaban yang benar 54,2±27,1% dengan nilai terendah 3,9% dan tertinggi sebesar 96,2%. Sedangkan pada hasil posttest, diperoleh rata-rata jawaban yang benar meningkat menjadi 69,2±21,9 % dimana nilai terendah 7,7 % dan tertinggi 100,0 %. Perbandingan hasil pre dan post test dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1 Perbandingan hasil pre dan post test Tampaknya pengaruh perlakuan terhadap sampel kelompok perlakuan menyebabkan peningkatan skor jawaban yang benar dari 58,9±25,9 % menjadi 82,1±12,3% (SD=) dengan peningkatan sebesar 23,2 %. Sedangkan pada kelompok kontrol hanya terjadi sedikit peningkatan skor 49,5±27,9 % menjadi 56,3±22,0 %. Pada awal penelitian (pre-test) menunjukkan nilai kurang pada kelompok kontrol lebih besar dibandingkan dengan kelompok perlakuan (masing-masing 46,7% dan 36,7%). Namun di akhir penelitian terdapat peningkatan pada kelompok perlakuan dimana nilai dengan kategori kurang menurun dari 36,7% menjadi 10,0% dan terdapat peningkatan nilai baik dari 20,0% menjadi 73,3%. Sedangkan kelompok kontrol meskipun terjadi penurunan persentase nilai kurang dari 46,7% menjadi 36,7%, namun persentase yang mendapat nilai baik juga berkurang dari 16,7% menjadi 10,0%. Lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 2. 14

17 Kusumajaya, A.A.N, Ari Widarti I G.A, Ariati, N.N.. (Peningkatan pengetahuan dan...) Hasil uji beda t-test menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan pada persentase jawaban yang benar antara kelompok kontrol dan perlakuan diawal penelitian (p>0,05).namun di akhir penelitian, kelompok perlakuan secara signifikan memiliki skor lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (p<0,01). Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok perlakuan di awal penelitian rata-rata persentase jawaban yang benar sebesar 58,9% dan meningkat menjadi 82,1%. Hasil ini menunjukkan adanya peningkatan sebanyak 23,1% setelah diberikan intervensi.untuk lebih detail dapat dilihat pada tabel 3. Analisis selanjutnya menunjukkan ada perbedaan pengetahuan yang signifikan antara akhir dan awal penelitian (p<0.01). Hal ini berarti terdapat pengaruh intervensi terhadap peningkatan pengetahuan tentang ASI Eksklusif pada ibu hamil. Untuk memberikan gambaran lebih lanjut mengenai peningkatan pengetahuan tentang ASI Eksklusif, hasil analisis regresi menunjukkan nilai R 2 =0,420 yang artinya seluruh variabel yang diteliti dapat menjelaskan variabel pengetahuan tentang ASI Eksklusif sebanyak 42%, sedangkan sisanya yaitu 58% berasal dari pengaruh variabel lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini. Hasil uji statistik menunjukkan pemberian perlakuan secara signifikan meningkatkan tingkat pengetahuan (p<0,01) setelah mengontrol variabel lain yang diduga memberi kontribusi terhadap tingkat pengetahuan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4. 15

18 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Rendahnya pengetahuan sampel tentang ASI dan menyusui cukup memprihatinkan dan perlu menjadi kajian penentu kebijakan. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, namun jika dilihat dari akses informasi tentang ASI dan menyusui, sebagian besar kelompok perlakuan dan kontrol tidak pernah menerima informasi tentang ASI eksklusif dan menyusui. Menjadi wajar bila pengetahuan mereka relatif rendah, hal ini terjadi karena kurangnya akses informasi tentang ASI eksklusif dan menyusui. Keadaan ini disebabkan selama ini program yang berkaitan dengan ASI eksklusif dan MP- ASI lebih banyak menyasar ibu menyusui dan belum menyasar ibu hamil. Komitmen Menyusui Setelah Melahirkan Sebelum dan Sesudah Perlakuan Secara keseluruhan ada peningkatan skor komitmen untuk menyusui bayi setelah dilahirkan nanti, dimana di awal penelitian rata-rata skor komitmen keseluruhan adalah 67,5±13,4 meningkat menjadi 73,5±11,7. Komitmen pada kelompok perlakuan setelah intervensi untuk jawaban sangat setuju yang 80% pada pernyataan positif antara lain adalah pada komitmen berkaitan dengan keyakinan ASI lebih baik untuk bayi, keputusan menyusui pilihan individu ibu yang paling tepat untuk bayi, kepercayaan mampu menyusui dan mengeluarkan ASI sesuai kebutuhan bayi, menyusui memberi arti lebih menjadi seorang ibu, keyakinan sebagai malaikat penyelamat bayi dengan menyusui, memberikan perasaan aman buat anak dan ibu, menyusui menumbuhkan tali cinta dengan anak dan menyusui lebih hemat secara ekonomi. Hasil penelitian menemukan peningkatan skor komitmen pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan kontrol. Pada kelompok perlakuan terjadi peningkatan 9,1 dimana di awal memiliki skor 70,0±13,1 meningkat menjadi 79,1±6,7, sedangkan pada kontrol meningkat hanya 2,9 dimana skor diawal peneltian 65,0±13,2 meningkat menjadi 67,9±12,9. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2 Nilai Komitmen Sampel untuk Menyusui Bayi Setelah Dilahirkan Sebelum dan Sesudah diberikan Perlakuan Berdasarkan hasil komparasi diketahui tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan perlakuan (p>0,05). Namun setelah diberikan perlakuan, kelompok perlakuan memiliki rata-rata skor komitmen lebih tinggi dibandingkan kontrol (p<0,01). Hasil penelitian pada kelompok perlakuan rerata skor komitmen menyusui sebesar 70 di awal penelitian dan meningkat menjadi 79,1. Untuk lebih detail dapat dilihat pada tabel 5. 16

19 Kusumajaya, A.A.N, Ari Widarti I G.A, Ariati, N.N.. (Peningkatan pengetahuan dan...) Hasil analisis menunjukkan ada perbedaan antara rata-rata skor komitmen untuk menyusui pada akhir dan awal kelompok perlakuan (p<0.01). Pemberian penyuluhan yang disertai dengan konseling peningkatan komitmen ibu hamil memberikan hasil yang positif terhadap peningkatan komitmen untuk menyusui bayinya setelah lahir. Dari analisis lebih lanjut mengenai pengaruh intervensi terhadap komitmen menyusui diperoleh nilai R 2 =0,289 yang artinya variabel perlakuan, dapat menjelaskan variabel komitmen menyusui sebanyak 28,9%, sisanya variabel lain yang tidak diteliti. Hasil uji statistik menunjukkan pemberian perlakuan secara signifikan meningkatkan komitmen untuk menyusui (p<0,01) setelah mengontrol variabel lain yang diduga memberi kontribusi. Pemberian ASI tidak terlepas dari komitmen ibu untuk menyusui. Hasil studi menunjukkan lebih banyak ibu yang memutuskan untuk menyusui anaknya telah memiliki komitmen untuk menyusui sebelum hamil 5).Pentingnya komitmen dalam keberhasilan menyusui juga ditunjukkan oleh penelitian lain. Sebuah penelitian di kalangan wanita Amerika Kaukasia dan Afrika (4), menemukan keputusan dan keberhasilan dalam menyusui sangat ditentukan oleh komitmen percaya diri meliputi beberapa komponen yaitu keyakinan dalam proses menyusui; kepercayaan pada kemampuan untuk menyusui; dan c) komitmen untuk membuat menyusui berhasil meskipun ada kendala. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa menyusui merupakan keterampilan yang dapat dipelajari. Ibu yang memiliki komitmen percaya diri sebelum melahirkan, akan mampu menyusui meskipun kurang mendapat dukungan orang lain dan ada tantangan umum yang terjadi saat mereka mulai menyusui. Jika ditelaah lebih lanjut hasil penelitian ini menemukan, komitmen sampel pada kelompok perlakuan setelah intervensi untuk jawaban sangat setuju yang 80% pada pernyataan positif. Kesimpulan dan Saran Paket intervensi penyuluhan yang disertai dengan konseling peningkatan komitmen ibu hamil untuk menyusui secara signifikan meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang ASI dan menyusui. Di akhir penelitian pengetahuan kelompok perlakuan lebih tinggi dibanding kontrol. Perlu dilakukan penyuluhan tentang ASI eksklusif dan menyusui menggunakan metode yang lebih komprehensif dengan gabungan media penyuluhan. Ibu hamil merupakan sasaran strategis penyuluhan tentang ASI dan menyusui serta peningkatan komitmen yang diperlukan untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan.penelitian lanjutan perlu dipertimbangkan untuk dilakukan untuk mengetahui apakah ibu hamil yang memiliki komitmen yang baik memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya setelah dilahirkan. Daftar Pustaka 1. WHO, Infant and young child nutrition: Global strategy on infant and young child feeding. Fifty-fifth World Health Assembly A55/15, Provisional agenda item Riskesdas, Riset Kesehatan Dasar - Riskesdas Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. 3. Notoatmodjo, S Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 4. Avery, A., K. Zimmermann, et al.,2009. Confident commitment is a key factor for sustained breastfeeding. Birth36(2): Shepherd, C. K., K. G. Power, et al., Examining the correspondence of breastfeeding and bottlefeeding couples infant feeding attitudes. Journal of Advanced Nursing31(3): Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. 17

20 TERAPI MUSIK KLASIK DAN MUSIK BALI MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PERSALINAN KALAI I FASE AKTIF NK Somoyani 1, NW Armini 2, NLP Sri Erawati 3 Abstract. Pain is perceived maternal physiological, but sometimes cause discomfort, especially during contractions. One effort to reduce labor pain by listening to music. The purpose of this study was to determine the effect of classical music and Bali music therapy on pain intensity active phase of the first stage of labor at maternal health center Dauh Puri in 2013 and the first Community Health Center of East Denpasar. The study was a pre - post test control group design. Large sample of 27 people with consecutive sampling technique. Hypothesis testing used t-test paired the music of Bali since the data were normally distributed, whereas classical music and control the Wilcoxon test was used because the data are not normally distributed. Further analysis of variance test ( ANOVA ) with the value of p = 0.000, followed by the Mann Whitney test with a result between classical music and control group p = 0.001, Balinese music group with the control value of p = It showed no difference in labor pain after listening to Mozart classical music than the control group, as well as listening to the music of Bali than the control group. Results of this study have a good impact, so the researchers advise health workers to use music therapy in providing maternity care. Keywords : classical music ; bali Music ; intensity of labor pain Abstrak. Rasa nyeri yang dirasakan ibu bersalin adalah fisiologis, namun terkadang menimbulkan rasa tidak nyaman, terutama saat kontraksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik dan musik Bali terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada ibu bersalin di Puskesmas Pembantu Dauh Puri tahun 2013 dan Puskesmas I Denpasar Timur. Rancangan penelitian adalah pre-post test control group design. Besar sampel 27 orang dengan teknik consecutive sampling. Uji Hipotesis yang digunakan uji- t dua sampel berpasangan pada musik Bali karena data berdistribusi normal, sedangkan musik klasik dan kontrol digunakan uji Wilcoxon karena data tidak berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji analysis of variance (ANOVA) dengan hasil nilai p=0,00, dilanjutkan dengan analisis post hoc, yaitu uji Mann Whitney dengan hasil antara kelompok musik klasik dan kontrol nilai p=0,001, kelompok musik Bali dengan kontrol nilai p= Hal tersebut menunjukkan ada perbedaan nyeri persalinan setelah mendengarkan musik klasik Mozart dibandingkan kelompok kontrol, sama halnya setelah mendengarkan musik Bali dibandingkan kelompok kontrol.. Hasil penelitian ini memiliki dampak yang baik, sehingga peneliti menyarankan kepada para petugas kesehatan untuk menggunakan terapi musik dalam memberikan asuhan persalinan. Kata Kunci : Musik klasik; Musik Bali; Intensitas Nyeri persalinan Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi dari uterus melalui vagina ke dunia luar 1. Pada beberapa kasus, kelahiran bukan peristiwa membahagiakan tetapi menjadi suatu masa penuh rasa nyeri, rasa takut, penderitaan bahkan kematian 2. Nyeri adalah pengalaman sensori atau emosional tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan potensial atau aktual 3. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap tujuh ibu bersalin di Puskesmas Pembantu Dauh Puri dari Oktober 2012 sampai Pebruari 2013, mendapatkan tiga orang ibu bersalin mengalami nyeri skala sedang (skala 4-6), dua ibu mengalami nyeri skala berat (skala 7-9), dan dua ibu nyeri skala hebat (skala 10). Skala nyeri yang digunakan adalah numerical rating scale (NRS). yang secara umum digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Perasaan ketidaknyamanan dapat berkurang bahkan hilang, jika musik digunakan sebagai terapi. 1,2,3 Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Denpasar 18

21 Somoyani, N.K., Armini, N.W., Sri Erawati, N.L.P (Terapi musik klasik...) Terapi musik dilaksanakan dengan mendengarkan musik secara terpadu untuk membimbing ibu selama kehamilan dengan tujuan agar ibu hamil merasa rileks, stimulasi dini pada janin, dan menjalin hubungan emosional antar ibu dan janinnya 4. Musik adalah seni yang mempengaruhi pusat fisik dan jaringan saraf. Musik juga mempengaruhi sistem saraf parasimpatis atau sistem saraf automatis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu jenis musik yang biasa dipakai sebagai terapi kesehatan adalah musik klasik. Musik klasik adalah komposisi musik zaman klasik ( ) dengan komposer paling terkenal adalah Wolfgang Amadeus Mozart dan Ludwig Van Beethoven 5. Indonesia juga memiliki musik tradisional yang mengalun lembut sehingga dapat digunakan sebagai terapi, yaitu gamelan Jawa, degung Sunda, serta beberapa jenis musik Bali. Bali memiliki beberapa lagu dengan irama lembut yang bisa digunakan sebagai penghantar tidur anak. Salah satu lagu yang biasa dinyanyikan orangtua adalah Cening Putri Ayu. Saat ini lagu Cening Putri Ayu telah diaransemen ulang oleh komposer Gus Teja dalam bentuk musikal menggunakan perangkat gamelan Bali digabung dengan beberapa peralatan musik modern. Atas dasar uraian ini, maka disusunlah suatu rumusan masalah yaitu, Bagaimanakah pengaruh terapi musik klasik dan musik Bali terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada ibu bersalin primigravida? Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik dan musik Bali terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada ibu bersalin primigravida di Puskesmas Pembantu Dauh Puri dan Puskesmas I Denpasar Timur. Metode Penelitian ini adalah eksperimental semu dengan rancangan pre-post control group design dengan pendekatan prospektif. 6 Populasi adalah semua ibu bersalin di Puskesmas Pembantu Dauh Puri dan Puskesmas I Denpasar Timur. Unit analisis adalah ibu bersalin pada Mei sampai Agustus 2013, yang memenuhi kriteria inklusi yakni: persalinan primigravida dengan usia kehamilan minggu, janin tunggal normal, hidup, letak kepala, ibu inpartu kala I fase aktif, pembukaan (O ) 4 9 cm. Ibu hamil normal, dapat membaca, menulis, dan dapat berkomunikasi dengan baik, tidak mengalami rasa takut dan kecemasan berlebih, dan menggunakan program Jampersal, JKBM atau mandiri. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling, dengan besar sampel 27 sampel. Ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi kemudian dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama diperdengarkan musik klasik Mozart, kelompok kedua musik Bali, dan kelompok ketiga sebagai kontrol tidak mendapat perlakuan. Pengukuran nyeri dilakukan dua kali (repeated measure). pertama, dilakukan pada saat ibu sudah berada pada fase aktif, yaitu sebelum diberi perlakuan, dan kedua setelah mendapat perlakuan mendengarkan musik sampai akhir kala I persalinannya. Pengukuran nyeri menggunakan numerical rating scale (NRS) baku, dengan kategori nyeri skala 0 ( tidak nyeri), skala 1 3 (nyeri ringan), Skala 4 6 (nyeri sedang), Skala 7 9 (nyeri berat), dan kala 10 (nyeri hebat) 3. Teknis analisis meliputi : deskriptif, uji normalitas data dengan Shapiro Wilk. Hasil uji kelompok kontrol dan musik klasik didapatkan data tidak berdistribusi normal, sedangkan untuk kelompok musik Bali didapatkan data berdistribusi normal. Berdasarkan hasil Levene s test diketahui varian antar kelompok homogen. Karena tidak berdistribusi normal uji antara kelompok kontrol dan musik klasik menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank. Sedangkan uji untuk kelompok musik Bali. dengan uji- t dua sampel berpasangan. 19

22 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Untuk mengetahui adanya pengaruh musik klasik Mozart dan musik Bali terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif, dilakukan uji analysis of variance (ANOVA) karena data berdistribusi normal, karena varians sama maka dipilih uji one way ANOVA, yang dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Hasil Ibu bersalin primigravida yang memenuhi kriteria inklusi dibagi dalam tiga kelompok penelitian dengan karakteristik masingmasing ditampilkan pada tabel 1. Karakteristik Nyeri Persalinan Karakteristik nyeri persalinan ibu pada semua kelompok ditampilkan pada Tabel 2. Dari Tabel 2 nampak perubahan nyeri sebelum dan sesudah mendengarkan musik. Intensitas nyeri sebelum perlakuan pada kelompok musik klasik memiliki median 8 dengan rentang 7 10 mengalami penurunan menjadi 5(2 9). Begitu pula dengan kelompok musik Bali dengan median 7(6 9) menjadi median 5(2-8). Namun, intensitas nyeri pada kelompok kontrol mengalami peningkatan, yaitu dengan nilai median 6(5 9) menjadi 9(6 9). Perbandingan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif pada Kelompok Musik Klasik, Musik Bali dan Kontrol Berdasarkan tabel 3 didapatkan perbedaan nyeri sebelum dan sesudah mendengarkan musik klasik Mozart (p=0,007) dan musik Bali (p=0,006). Jadi dapat disimpulkan ada perbedaan nyeri yang bermakna sebelum dan sesudah perlakuan antara kelompok perlakuan dan kontrol (p=0,017). 20

23 Somoyani, N.K., Armini, N.W., Sri Erawati, N.L.P (Terapi musik klasik...) Perbedaan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif pada Penilaian I dan Penilaian II pada Kelompok Musik Klasik, Musik Bali, dan Kontrol Dari hasil uji perbedaan nyeri persalinan antar kelompok (one way anova) dengan derajat kepercayaan 95%. Didapatkan hasil p<0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa paling tidak terdapat perbedaan nyeri persalinan antara dua kelompok. Tabel 4 didapatkan hasil p=0,114 yang menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara musik klasik Mozart dan musik Bali pada pengurangan nyeri persalinan kala I fase aktif pada primigravida. Perbedaan nyeri persalinan antara kelompok musik klasik dan kontrol dengan p=0,001. Hal ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan nyeri persalinan antara kelompok Mozart dan kontrol. Hasil uji komparatif perbedaan nyeri persalinan antara kelompok musik Bali dan kontrol, didapatkan hasil p=0,020 yang mengandung arti terdapat perbedaan nyeri persalinan sesudah perlakuan antara kelompok musik Bali dan kontrol. Pembahasan Nyeri persalinan sebelum dan sesudah perlakuan mendengarkan musik pada subjek penelitian mengalami penurunan. Frekuensi nyeri sebelum perlakuan pada kelompok musik klasik memiliki nilai median 8 dengan rentang 7-10 mengalami penurunan menjadi median 5 (2 8). Terjadinya penurunan nyeri disebabkan saat mendengarkan irama musik klasik membuat orang merasa rileks. Konsentrasi nyeri terganggu karena adanya alunan musik yang menenangkan yang membuat pasien nyaman dan tidak terlalu terfokus pada nyeri yang dirasakannya 7. Kelompok musik Bali juga mengalami penurunan nyeri, yaitu dari median 7 (6 9) menjadi 5 (3 8). Keadaan ini menandakan bahwa musik Bali mampu menurunkan intensitas nyeri seperti pada kelompok musik klasik, dan dapat mencegah peningkatan nyeri persalinan seiring dengan penambahan pembukaan dan peningkatan his ibu. Intensitas nyeri pada kelompok kontrol mengalami peningkatan tetapi tidak ada yang berada pada skala nyeri hebat. Kelompok kontrol merupakan kelompok yang tidak diperdengarkan musik, baik musik klasik maupun bali. Persalinan normal secara fisiologis ibu akan mengalami nyeri yang makin lama makin kuat seiring dengan kemajuan pembukaan serviks. Tidak jarang ibu yang di akhir kala I persalinan ibu akan berada pada skala nyeri berat atau hebat. Menurut Sherwen dkk. dalam Yuliatun 8 dinyatakan bahwa primigravida akan mengalami intensitas nyeri lebih berat daripada multigravida, terutama pada kala I persalinan karena effacement biasanya terjadi lebih dulu daripada dilatasi serviks. 21

24 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Di samping itu pada ibu primigravida, proses persalinan yang dihadapinya adalah yang pertama sehingga belum ada pengalaman sebelumnya yang dapat menyebabkan ketegangan emosi, cemas, dan takut yang tentunya dapat memperberat persepsi nyeri tersebut. Ini terlihat pada kelompok kontrol dengan intensitas nyeri yang meningkat pada akhir fase aktif persalinan. Perbandingan keadaan nyeri yang dialami pada kelompok Musik klasik Mozart, musik Bali, dan kontrol, dianalisis secara statistik dengan uji komparatif antar kelompok. Didapatkan hasil dengan p=0,007 pada kelompok musik klasik yang berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna antara nyeri sebelum dan sesudah mendengarkan musik klasik Mozart. Hal ini terjadi karena intensitas nyeri pada kelompok Mozart mengalami penurunan, begitu pula pada kelompok musik bali didapatkan nilai p=0,06 yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara nyeri sebelum dan sesudah mendengarkan musik Bali. Pada kelompok kontrol didapatkan perbedaan bermaknan (p=0,017) namun yang terjadi pada kelompok kontrol justru peningkatan intensitas nyeri pada semua subjek penelitian ketika pembukaan serviks semakin besar dan his yang semakin kuat. Hal ini menandakan bahwa persalinan normal secara fisiologis ibu akan mengalami nyeri yang makin lama makin kuat seiring dengan penambahan pembukaan serviks 1. Dari hasil analisis perbedaan intensitas nyeri pada kelompok musik klasik Mozart, musik Bali, dan kontrol, dapat disimpulkan bahwa paling tidak terdapat perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah antara dua kelompok. Berdasarkan uji Mann Whitney antara kelompok Musik klasik dan kontrol dihasilkan p=0,001, kelompok musik Bali dengan kontrol didapatkan nilai p= Hasil tersebut menyimpulkan ada perbedaan nyeri persalinan setelah mendengarkan musik klasik Mozart dibandingkan kontrol, begitu pula setelah mendengarkan musik Bali dibandingkan kontrol. Kesimpulan tersebut sesuai dengan penelitian Phumdoung dan Good dimana skor nyeri sebelum perlakuan memiliki nilai yang sama dengan kontrol, namun sesudah mendengarkan musik, skor nyeri mengalami pengurangan. Penelitian yang dilakukan dengan memperdengarkan musik selama tiga jam dan penilaian nyeri setiap jam dengan menggunakan visual analog scale (VAS). Satu jam pertama menurun menjadi 95%, 89% pada jam kedua, dan 73% pada jam ketiga 9. Otak berperan mengubah kondisi fisik tubuh dalam responsnya terhadap musik. Pada musik relaksasi, ritme musik dapat memandu tubuh menjadi bernapas lebih lambat, sehingga memberikan efek menenangkan. Efek musik seperti yang telah dijelaskan di atas membuat ibu yang sedang dalam kala I fase aktif persalinan dapat menikmati musiknya jika musik tersebut tepat. Pada nyeri kronik dan akut, suasana kejiwaan dan emosional penderita memberikan pengaruh kuat terhadap persepsi nyeri yang dihasilkan dan kemampuan mengatasinya 2,9. Musik Bali merupakan salah satu jenis musik yang mengalun lembut sehingga tergolong sebagai musik relaksasi. Musik yang dihasilkan oleh berbagai jenis alat musik tradisional seperti gamelan Bali dipadukan dengan musik modern, dikatakan sebagai musik yang dihasilkan oleh kreativitas budaya yang tinggi karena keanekaragaman alat, irama, dan nada yang dihasilkan 10. Musik klasik dan musik Bali dapat membuat ibu bertahan pada kondisi nyeri ketika memasuki fase aktif dalam kala I persalinan. Berbeda dengan kontrol, yang justru mengalami peningkatan nyeri. Pada awal memasuki fase aktif, 50% ibu dengan nyeri sedang dan 50% mengalami nyeri berat mengalami peningkatan menjadi 10% nyeri sedang, 40% nyeri berat, dan 50% nyeri hebat pada akhir kala I persalinannya. Linton (1999) dalam artikelnya menyatakan musik dapat melakukan apapun. 22

25 Somoyani, N.K., Armini, N.W., Sri Erawati, N.L.P (Terapi musik klasik...) Sebuah lagu dapat berkoordinasi dengan tubuh saat proses persalinan. Ibu dalam proses persalinannya dapat terbantu mengatasi nyeri yang dialaminya apabila ibu memang menginginkannya. Hal ini terbukti dengan beberapa ibu yang mendengarkan musik, baik musik kalsik Mozart maupun Bali mengalami penurunan intensitas nyeri. Ini mengandung arti bahwa musik klasik Mozart dan musik Bali keduanya dapat digunakan untuk mengurangi intensitas nyeri khususnya nyeri persalinan. Kecenderungan pengurangan intensitas nyeri persalinan pada kelompok musik Bali lebih rendah dibandingkan dengan musik kalsik. Hal ini wajar adanya karena telah banyak penelitian di berbagai negara dengan menggunakan musik klasik Mozart terhadap pasiennya. Musik klasik Mozart yang dikenal dengan efek Mozart dapat membantu pasien lebih tenang, memperbaiki persepsi spasial, membuat pasien lebih berkomunikasi baik dengan hati maupun pikiran seperti yang dinyatakan oleh Tomatis 11. Kesimpulan dan Saran Pemberian terapi Musik klasik Mozart dan musik Bali mempunyai pengaruh dalam mengurangi intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada ibu bersalin primigravida. Tidak ada perbedaan antara musik klasik Mozart dan musik Bali dalam mengurangi intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada primigravida. Saran ditujukan kepada penolong persalinan khususnya di kota Denpasar untuk membantu ibu bersalin dalam mengurangi nyeri pesalinan salah satunya dengan memberikan terapi musik baik musik klasik Mozart maupun musik Bali. Bagi peneliti selanjutnya agar mengadakan penelitian lanjutan mengenai jenis musik lain yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri persalinan, terutama dari musik tradisional Indonesia yang memiliki kemiripan irama dengan musik klasik Mozart. Daftar Pustaka 1. Wiknjosastro, Imu Kebidanan. Jakarta :EGC 2. Bachman JA Penatalaksanaan rasa tidak nyaman. Dalam: Bobak IM, Lowdermik DL, Jensen MD, Perry SE, penyunting. Keperawatan maternitas. Edisi ke-4. Jakarta: EGC. 3. Dofi BA Psikologi Musik Terapi Kesehatan. Jakarta: Golden Terayon Press. 4. Batbual B Hypnosis hypnobirthing nyeri persalinan dan berbagai metode penanganannya. Yogyakarta: Gosyen Publishing. 5. Bassano M Terapi musik dan warna. Yogyakarta:Rumpun 6. Sastroasmoro S, Ismael S Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto. 7. Camara JG, Ruszkowski JM, Worak SR The effect of live classical piano music on the vital sign of patients undergoing ophthalmic surgery. Medscape J Med.;10(6): Yuliatun L Penanganan Nyeri Persalinan DenganMetode Nonfarmakologi. Malang: Bayumedia Publishing 9. Nike, 2010, Tesis : Perbedaan antara musik klasik Mozart dan musik tradisional gamelan jawa dalam mengurangi nyeri persalinan kala I fase aktif pada nulipara. Bandung : Universitas Padjadajaran. 10. Suartaya, K Legong pun Berselingkuh. Available from: / Accessed December, Campbell D. Efek Mozart memanfaatkan kekuatan musik untuk mempertajam pikiran, meningkatkan kreativitas, dan menyehatkan tubuh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama;

26 KARAKTERISTIK GIZI DAN FISIK TEPUNG UBI JALAR DAN TALAS TERMODIFIKASI DENGAN FERMENTASI ENZIM AMILASE Badrut Tamam 1, Ni Putu Agustini 2, AA Nanak Antarini 3 Abstract. Nutrition improvement and food security can be implemented by utilizing local commodities. Some local commodities are sweet potato (Ipomoea batatas L) and taro (Colocasia esculenta (L) Schoot). Both commodities, then, could be produced to become modified flour. The main objective of this research is to know the nutritional and phisical characteristic of sweet potato and taro flour modified by amilolitic enzime fermentation. The type of this study was randomized group designed. There were 6 treatments of both commodities with three duplications. The analysis of the studies consisted of nutritional and phisical analysis. The data then was analyzed using Analysis of Variance (ANOVA). The administration of amylase with different concentration resulted in very significant differences on starch level of modified taro flour, as well as on protein level of modified potato sweet and taro flour. Besides that the addition of amylase caused significant difference on starch level of modified potato sweet flour. In physical aspect, the administration of amylase in different concentration generated significant difference on white intensity (luminosity), whereas there was no significant difference on kamba density between modified potato sweet and taro flour. Keywords: Modified potato sweet and taro flour, amylase, food security Abstrak. Upaya perbaikan gizi dan ketahanan pangan dapat diimplementasikan melalui penggunaan komoditas lokal. Komoditas lokal yang belum banyak dimanfaatkan adalah ubi jalar (Ipomoea batatas L) dan talas (Colocasia esculenta L). Kedua komoditas tersebut, kemudian, dapat diproduksi menjadi tepung termodifikasi. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik gizi dan fisik dari tepung ubi jalar dan talas yang dimodifikasi melalui fermentasi enzim amilolitik. Jenis penelitian ini adalah eksperiment dengan disain Rancangan Acak Kelompok. Ada 6 perlakuan dari masing-masing komoditas tersebut dengan tiga kali ulangan. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup analisis gizi dan fisik. Data dianalisa menggunakan sidik ragam (ANOVA). Penambahan konsentrasi amylase yang berbeda menghasilkan perbedaan yang sangat signifikan pada kadar tepung pada tepung talas termodifikasi serta kadar protein pada tepung ubi jalar dan talas termodifikasi. Di samping itu penambahan amilase menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap kadar pati tepung ubi jalar termodifikasi. Pada aspek fisik, penambahan amylase dengan konsentrasi yang berbeda menghasilkan perbedaan signifikan pada derajat putih (luminosity) dari kedua tepung termodifikasi tersebut, tetapi tidak ada perbedaan terhadap densitas kamba pada kedua tepung termodifikasi tersebut. Kata kunci: tepung ubi jalar dan talas termodifikasi, amilase, ketahanan pangan Upaya perbaikan gizi dan ketahanan pangan dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan pangan lokal, sehingga masyarakat dapat mudah memperolehnya, dengan harga murah dan mudah dikembangkan. Jenis pangan lokal di Bali yang belum banyak dimanfaatkan adalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) dan Talas (Colocasia esculenta (L) Schoot). Ubi jalar dan talas sebagian besar masih dikonsumsi segar yakni sebagai bahan pembuatan makanan tradisional, dan hanya sebagian kecil yang diolah dalam bentuk pasta atau tepung 1. Ubi jalar, disamping sumber karbohidrat, juga kaya vitamin, mineral serta senyawa bioaktif seperti antosianin dan scopoletin 2. Demikian juga Talas, disamping kaya karbohidrat, juga dikenal sebagai sumber serat. Kandungan serat talas mencapai 5,3 g per 100 g bahan. Salah satu upaya diversifikasi untuk meningkatkan gizi dan perbaikan mutu sensoris produk ubi jalar dan 1,2,3 Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Denpasar 24

27 Tamam, B., Agustini, N.P., Nanak Antarini, A.A. (Karakteristik gizi dan fisik...) talas adalah mengolahnya menjadi tepung termodifikasi (modified flour). Tepung termodifikasi adalah olahan umbi-umbian yang dilakukan dengan memfermentasi umbi dengan enzim amilase. Keuntungan tepung termodifikasi ini daya cerna tinggi, serat larut (soluble fiber) lebih tinggi, senyawa oligosakarida lebih rendah, tidak mengandung gluten dan karakteristiknya yang menyerupai tepung terigu sehingga bisa digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu dalam produksi makanan. Bagi penderita autis yang harus menghindari penggunaan terigu, cukup baik memanfaatkan tepung termodifikasi ini karena tepung tersebut tidak mengandung gluten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik gizi dan fisik tepung ubi jalar dan talas termodifikasi dengan fermentasi enzim amilase. Metode Jenis penelitian ini adalah eksperimental, dengan desain Rancangan Acak Kelompok 3. Menggunakan 6 perlakuan untuk masingmasing bahan (ubi jalar dan talas) dengan 3 kali ulangan yaitu: Ubi Jalar tanpa penambahan enzim (UJ0); penambahan enzim 0,1% (UJ1); 0,2% (UJ2); 0,3% (UJ3); 0,4% (UJ4), dan 0,5% (UJ5); Talas tanpa penambahan enzim (TL0); penambahan enzim 0,1% (TL1); 0,2% (TL2); 0,3% (TL3); 0,4% (TL4); dan 0,5% (TL5). Parameter yang diamati meliputi nilai gizi (kadar air, pati, protein dan serat), serta uji fisik (derajat putih dan densitas kamba). Pelaksanaan kegiatan meliputi sortasi bahan baku; pengecilan ukuran bahan baku (chipping) menggunakan parutan berbentuk bulatan tipis (chip); fermentasi dengan enzim amilase, dimana Chip tersebut dimasukkan dalam bak fermentor dan difermentasi sesuai perlakuan dan asam sitrat 0,05% selama 24 jam; setelah itu chip dikeluarkan dari bak fermentor dan dimasukkan ke dalam bak larutan garam 0,01% selama 15 menit, kemudian ditiriskan; dilanjutkan dengan pengeringan, penepungan, dan analisis. Data hasil uji gizi dan fisik dianalisa dengan metode analisis sidik ragam (ANAVA). Jika terjadi perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan uji Tukey s post-hoc. Hasil dan Pembahasan Hasil analisis menunjukkan kadar air tepung ubi jalar dan talas termodifikasi menunjukkan perbedaan tidak nyata sebagaimana tampak pada tabel 1. Penambahan enzim amilase konsentrasi berbeda tidak menyebabkan perbedaan kadar air pada tepung ubi jalar dan talas termodifikasi (p>0.05). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), kadar air tepung maksimal 12 %. Pada penelitian ini kadar air tepung termodifikasi telah memenuhi persyaratan, karena rerata kadar airnya berkisar antara 9,17 11,10%. Rerata kadar pati tepung ubi jalar termodifikasi menunjukkan perbedaan yang nyata dan rerata kadar pati tepung talas termodifikasi menunjukkan perbedaan sangat nyata. 25

28 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Gambar 1 Kadar Pati Tepung Ubi Jalar dan Talas Termodifikasi dengan Berbagai Perlakuan Penambahan enzim secara signifikan menurunkan kadar pati pada tepung ubi jalar dan talas termodifikasi, sebagaimana tampak pada gambar 1. Pati adalah homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Ubi jalar dan talas segar memiliki kandungan pati 27,9% dan 23,7%. Pada penelitian ini, proses pengeringan tanpa penambahan enzim meningkatkan kadar pati sampel menjadi 67,51 % dan 64,13 %. Amilase berperan memecah pati menjadi senyawa sederhana, seperti glukosa, maltosa atau dekstrin. Semakin tinggi konsentrasi amilase ditambahkan, semakin rendah kadar pati tepung termodifikasi, dan semakin meningkat jumlah sakarida sederhananya (glukosa, maltosa atau dekstrin). Rerata kadar protein tepung ubi jalar dan talas termodifikasi menunjukkan perbedaan sangat nyata (p<0,01), seperti nampak pada tabel 2. Kadar protein dipengaruhi tingkat kekeringan bahan. Semakin kering bahan, maka prosentase senyawa padatannya semakin tinggi. Meskipun kadar air tepung ubi jalar dan talas termodifikasi berbeda tidak nyata (P>0,05) tapi ternyata memiliki trend yang sama dimana perlakuan UJ4 dan TL3 memiliki kadar air rendah tapi kadar potein lebih tinggi. Rerata kadar serat tepung ubi jalar dan talas termodifikasi dengan penambahan amilase menunjukkan perbedaan tidak nyata (p>0,05), seperti terlihat pada gambar 2. Serat makanan adalah komponen jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil 4. Serat-serat tersebut banyak terdapat pada dinding sel tanaman yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan pektin. Karena ketahanan terhadap hidrolisis oleh enzim tersebut, maka serat makanan menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (p>0,05) 26

29 Tamam, B., Agustini, N.P., Nanak Antarini, A.A. (Karakteristik gizi dan fisik...) Rerata nilai luminosity warna putih tepung ubi jalar dan talas termodifikasi dengan penambahan konsentrasi amilase menunjukkan perbedaan sangat nyata (p<0,01), seperti tersaji selengkapnya pada gambar 3. Penambahan asam sitrat dan fermentasi yang juga menghasilkan asam sitrat akan memucatkan warna tepung yang dihasilkan. Penambahan enzim amilase memicu terbentuknya asam sitrat pada proses fermentasi. Semakin tinggi konsentrasi enzim, semakin banyak asam sitrat terbentuk, pada akhirnya dapat memucatkan tepung ubi jalar dan talas termodifikasi. Pengukuran derajat putih dilakukan dengan computer based color dengan melihat score luminosity. Semakin putih warna suatu bahan, semakin tinggi score luminositynya 5. Rerata densitas kamba tepung ubi jalar dan talas termodifikasi dengan penambahan konsentrasi enzim amilase menunjukkan perbedaan tidak nyata (p>0,05) untuk masing-masing jenis tepung tetapi berbeda nyata (p<0,05) antar kedua jenis tepung termodifikasi tersebut, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3. Faktor yang mempengaruhi densitas kamba suatu bahan adalah ukuran keseragaman dan kerataan permukaan bahan. Tepung talas memiliki nilai densitas kamba lebih besar dibandingkan tepung ubi jalar (P<0,05). Hal ini diduga ukuran granula pati ubi talas termodifikasi lebih kecil dibandingkan granula ubi jalar termodifikasi, sehingga ruang antar granula pada ubi jalar lebih banyak dan menyebabkan beratnya lebih kecil per volume yang sama. Gambar 2 Kadar Serat Tepung Ubi Jalar dan Talas Termodifikasi dengan Berbagai Perlakuan 27

30 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Kesimpulan dan Saran Dari aspek gizi, penambahan enzim amilase yang berbeda memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap kadar pati tepung talas termodifikasi, kadar protein pada tepung ubi jalar dan talas termodifikasi. Penambahan enzim amilase tersebut juga memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar pati tepung ubi jalar termodifikasi. Sedangkan kadar air dan kadar serat tidak memiliki perbedaan yang nyata antar perlakuan. Dari aspek fisik, penambahan enzim amilase yang berbeda memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap derajat warna putih dan tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap densitas kamba. Hanya saja ada densitas kamba di antara tepung ubi jalar termodifikasi dengan talas termodifikasi berbeda secara nyata. Disarankan bahwa perlu kiranya diteliti tingkat substitusi tepung terigu oleh kedua tepung termodifikasi, juga perlu diaplikasikan penggunaan enzim ini pada jenis sumber karbohidrat lainnya. Daftar Pustaka 1. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM). Teknologi Diversifikasi Produk Olahan Pangan Berbasis Tepung Ubi Jalar. Jakarta: Departemen Perindustrian; Bradbury, J.H. and W.D. Holloway. Chemistry of Tropical Roots: Significance for Nutrition and Agriculture in the Pasific. Canbera: ACIAR; Yitnosumarto S. Percobaan Perancangan, Analisis dan Intepretasinya. Jakarta: Gramedia; Winarno FG. Enzim Pangan. Jakarta: PT Gramedia; Yuwono, Sudarmanto dan Tri Susanto. Pemeriksaan Fisik Bahan Makanan. Malang: Penerbit Universitas Brawijaya; Gambar 3 Derajat warna putih (luminosity) Tepung Ubi Jalar dan Talas Termodifikasi dengan Berbagai Perlakuan

31 STATUS FUNGSIONAL PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR VM Endang S.P Rahayu 1, I Dewa Putu Gede Putra Yasa 2, I Made Widastra 3 Abstract. Diabetes Mellitus is disturb of endokrine system can cause complication, that effect of daily activity. Aim of the study to identified of ralationship of disease duration, glicemic control and diabetic foot complication with functional status of type II diabetic patient s. Design of study is descriptive study with cross sectional approach. Study is locatted at Sanglah Hospital with 170 samples was taken by using purposive sampling. Functional status was collected by using Short Form (SF12). Data was analised by logistic regression. Result of study showed there was corelation of disease duration (p=0.022, OR 0,817), glicemic control (p=0,011, OR 0,370) and diabetic foot complication (p=0,005, OR 2,466) with functional status of type II diabetic patients. Keywords : Diabetes Mellitus, Glicemic control, functional status Abstrak. Diabetes Mellitus adalah gangguan sistem endokrin yang dapat memicu komplikasi, sehingga berakibat menurunkan aktifitas fisik sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara lamanya menderita, kontrol glikemik, komplikasi kaki diabetik, dan status fungsional pasien diabetes type II (DMT2). Penelitian ini termasuk jenis deskriptif dengan pendekatan cross sectional, dilaksanakan di RS`Sanglah Denpasar dengan sampel sebanyak 170 pasien DMT2 yang dipilih secara purposif..status fungsional dikumpulkan dengan form khusus (SF12). Data dianalisis dengan metode analisis regressi logistik.. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara lamanya menderita (p=0.022, OR=0,817), kontrol glikenik (p=0,011, OR=0,370) dan komplikasi kaki diabetik (p=0,005, OR 2,466) dengan status fungsional pasien DMT2.. Kata Kunci: Diabetes Mellitus, kontrol glikemik, status fungsional Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. 1 Insufisiensi terjadi dapat disebabkan defisiensi produksi insulin oleh sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan kurang responsifnya sel tubuh terhadap insulin 2 Penderita DM di Indonesia diperkirakan terus meningkat dari 8,4 juta pada 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada Data lain menunjukkan terjadi peningkatan penderita sekitar pasien per tahun, sehingga pada 2025 pasien DM di Indonesia diperkirakan mencapai 12 juta orang. Peningkatan ini diperkirakan terjadi akibat bertambahnya populasi usia lanjut dan perubahan gaya hidup, mulai dari pola makan atau jenis makanan yang dikonsumsi sampai berkurangnya kegiatan jasmani. Hal ini terjadi pada kelompok usia dewasa ke atas pada seluruh status sosial ekonomi 4 Tujuan utama terapi DM adalah kontrol glikemik dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Ada empat pilar utama dalam penatalaksanaan DM yaitu: diet, latihan jasmani, pemantauan, terapi (jika diperlukan), disertai edukasi 5. Komplikasi DM mencakup komplikasi jangka pendek (akut) dan jangka panjang (kaki diabetik). Komplikasi kaki diabetik berupa penyakit makrovaskuler dan neuropati 6. Komplikasi makrovaskuler berupa penyakit arteri koroner, serebrovaskuler dan vaskuler perifer. Komplikasi mikrovaskuler dapat berupa retinopati dan nefropati. Komplikasi kaki diabetik lanjut adalah neuropati diabetek. Komplikasi ini mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf sensorik, motorik dan otonum. 1,2,3 Dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar 29

32 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Gejala awal neuropati adalah parestesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan, atau peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar. Penurunan sensibilitas membuat pasien neuropati berisiko mengalami cedera dan infeksi kaki tanpa diketahui. Komplikasi ini akan berdampak pada kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari yang dikenal dengan sebutan status fungsional 5. Status fungsional adalah kemampuan seseorang menjalankan aktifitas sehari-hari secara sehat. Konsep ini terintegrasi dalam tiga domain yaitu fungsi biologis, psikologis (kognitif dan afektif) serta sosial. Salah satu komponen psikologis yaitu fungsi kognitif meliputi perhatian, persepsi, berpikir, pengetahuan dan daya ingat 7. Suatu penyakit dapat meningkatkan kerentanan individu terhadap penurunan fungsional. Komplikasi diabetes juga akan berpengaruh terhadap status fungsional pasien. Metabolisme tidak terkontrol pada DM mempengaruhi 20% status fungsional 8. Ada tiga faktor yang mempengaruhi status fungsional pasien DM, diantaranya jenis dan lamanya menderita, tingkat kontrol glikemia dan adanya komplikasi. Pasien DM yang tidak dapat menerima keadaan sakitnya akan mempunyai pandangan negatif misalnya merasa putus asa, tidak berguna dapat menyebabkan pasien merasa terganggu tingkat aktivitasnya. Hal tersebut dapat menyebabkan interaksi sosial dan hubungan interpersonal terganggu. Pasien harus mengatur pola hidup untuk mempertahankan kondisi stabil. Penyakit ini memang mempengaruhi mobilitas dan tingkat kemandirian seseorang serta mengalami perubahan dalam hidupnya yaitu cara melihat dirinya sendiri ataupun untuk berhubungan dengan orang lain 3. Atas dasar uraian ini maka masalah penelitian yang diajukan yaitu adakah hubungan antara lamanya menderita DM, kontrol glikemik dan komplikasi dengan status fungsional pasien DMT2?. Sedangkan penelitian bertujuan mengetahui hubungan antara lamanya menderita DM, kontrol glikemik dan komplikasi dengan status fungsional pasien DMT2 di RSUP Sanglah Denpasar. DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu, dikendalikan kadarnya oleh insulin yang merupakan jenis hormon kelenjar pankreas. Pada DM, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin 5. kontrol glikemik merupakan dasar untuk pengelolaan DM. Prospektif Diabetes Study (UKPDS) menegaskan bahwa kontrol glikemik intensif dikaitkan dengan tingkat penurunan komplikasi mikrovaskuler dan neuropati pada pasien DMT2. Tindak lanjut jangka panjang dari kohort UKPDS menunjukkan persistensi efek kontrol glikemik pada kebanyakan komplikasi mikrovaskuler 9. Status fungsional merupakan konsep multidimensi yang menggambarkan kemampuan melakukan aktivitas dalam batas normal dari kehidupannya untuk memenuhi kebutuhan dasar, memenuhi peran yang biasa dilakukan serta mempertahankan kesehatan dan kesejahteraannya. 10 Status fungsional merefleksikan kemampuan pasien mempertahankan kemandirian dalam kehidupan sehari-hari meliputi dimensi fisik, emosi, peran dan sosial. 10 Status fungsional menggambarkan kualitas hidup pasien. Metode Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional. Sampel penelitian ini yaitu pasien DMT2 yang mendapatkan perawatan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah, serta memenuhi kriteria inklusi penelitian. Dari jumlah pasien DM tipe II di RSUP Sanglah sebanyak 298 orang diambil sampel sebanyak 170 orang secara purposive. Analisis dilakukan bertahap dari univariat, kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat 30

33 Endang S.P. Rahayu, V.M., Putra Yasa, I D.P.G., Widastra, IM (Status fungsional pasien...) untuk mencari hubungan masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat dengan uji chi-square. Bila hasil analisis bivariat bermakna maka akan dilanjutkan dengan analisis multivariat. Analisis multivariat akan dilakukan dengan uji logistik regresi dengan tingkat kemaknaan 0,05. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan selengkapnya disajikan pada tabel 1. Dari tabel 1 dapat dijelaskan bahwa dari 170 responden, 95 orang (55,9%) berjenis kelamin laki-laki dan diketahui pula sebanyak 106 orang (62,4%) tidak bekerja. Hasil identifikasi seluruh variabel yang diteliti disajikan dalam tabel 2. Dari tabel 2 dapat dijelaskan bahwa 109 orang (64,1%) baru menderita DM di bawah 6 tahun, 98 orang (57,6%) dengan kontrol glikemik yang tidak terkontrol, 106 orang (62,4%) mengalami komplikasi kaki diabetik dan 137 orang (80,6%) memiliki status fungsional tingkat rendah. Hubungan lama menderita, kontrol glikemik dan komplikasi Kaki Diabetik dengan status fungsional Analisis multivariate yang digunakan adalah logistic regression. Ketiga variabel bebas tersebut dimasukan kedalam analisis multivariate dengan hasil disajikan dalam tabel 3. 31

34 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Dari tabel 3 terlihat bahwa semua variabel memiliki hubungan bermakna dengan status fungsional dengan nilai p masing-masing 0,007, 0,039 dan 0,001. Dari ketiga variabel tersebut nilai OR terbesar adalah komplikasi kaki diabetic (2,466) dan yang terkecil adalah kontrol glikemik (0,370). Pembahasan Komplikasi diabetes mellitus dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : komplikasi akut dan jangka panjang (Kaki Diabetik). Komplikasi akut dapat berupa hipoglikemi, diabetes ketoasidosis dan Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik. Komplikasi jangka panjang dapat berupa penyakit makro dan mikrovaskuler serta neuropati. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa dari 170 responden kebanyakan tidak mengalami komplikasi kaki diabetik sebanyak 106 orang (62,4%). Komplikasi Diabetes Mellitus dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap DM. DM memicu percepatan pengerasan arteri (arterosklerosis) pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan beberapa komplikasi 4. Pasien DM juga akan mengalami masalah pada kemampuan fisik, sosial, dan psikologis. Ketiga aspek tersebut merupakan dimensi yang mengintegrasikan status fungsional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 170 responden kebanyakan memiliki status fungsional rendah yaitu sebanyak 137 orang (80,6%). Hasil yang sama juga ditemukan bahwa 87 % pasien DM mengalami penurunan fungsi fisik dan 86 % mengalami penurunan persepsi kesehatan. Pasien yang mengalami komplikasi seperti diabetic foot dan sudah diamputasi memiliki skor status fungsional yang lebih rendah dan mengalami penurunan fisik dalam melakukan aktivitas sehari hari 9. Hal ini sesuai dengan teori bahwa suatu penyakit dapat meningkatkan kerentanan individu terhadap penurunan fungsional 11. Status fungsional mencakup dimensi fisik, emosi, peran dan sosial. Rendahnya status fungsional pasien DM dapat dikaitkan dengan kondisi fisik ataupun dampak dari kondisi fisik tersebut. Hal tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan pada 2010 yang mendapatkan bahwa responden kurang puas terhadap kebutuhan istirahat dan tidur 12. Penyakit DM secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan fisik pasien. Semua hal tersebut akan menurunkan kualitas hidup pasien. Adanya komplikasi menahun dari pasien DM akan membuat pasiennya kurang mampu beraktifitas atau bekerja. Sehingga kemampuan pasien untuk berfungsi secara mandiri pun akan terganggu 12. Setelah dilakukan uji statistik logistic regression, hasil analisis didapatkan bahawa nilai p semua variabel tersebut p<0,05. Yang berarti bahwa ada hubungan signifikan antara lama menderita, kontrol glikemik dan komplikasi kaki diiabetik dengan status fungsional pada pasien DM. ketiga variabel bebas tersebut memiliki nilai OR yang bervariasi dengan nilai tertinggi adalah komplikasi kaki diabetik (2,466) dan yang terkecil adalah kontrol glikemik (0,370). Penyakit DM jika tidak ditangani dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung pembuluh darah dan saraf yang membahayakan jiwa dan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Komplikasi yang ditimbulkannya bisa bersifat akut juga bersifat Kaki Diabetik. Komplikasi akut terjadi berkaitan dengan penurunan atau peningkatan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sedangkan komplikasi Kaki Diabetik berkaitan dengan efek peningkatan kadar glukosa darah dalam waktu lama. Komplikasi tersebut dapat mengakibatkan pendeknya rentang hidup seseorang, keterbatasan gerak dan meningkatnya beban ekonomi bagi pasien dan keluarganya. Penyakit DM akan menyertai seumur hidup 32

35 Endang S.P. Rahayu, V.M., Putra Yasa, I D.P.G., Widastra, IM (Status fungsional pasien...) pasien sehingga sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien bila tidak mendapatkan perawatan yang tepat. Beberapa aspek dari penyakit ini yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu : (1) Adanya tuntutan yang terus menerus selama hidup pasien terhadap perawatan DM, seperti pembatasan atau pengaturan diet, pembatasan aktifitas, monitoring gula darah; (2) Gejala yang timbul saat kadar gula darah turun ataupun tinggi (3) Ketakutan akibat adanya komplikasi yang menyertai, (4) disfungsi seksual. Dengan adanya hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa adanya keterkaitan secara signifikan antara jumlah komplikasi yang dialami dengan status fungsional pasien. Komplikasi yang dialami pasien akan menyebabkan penurunan fungsi fisik dan akan berdampak pada penurunan status fungsional pasien. Kesimpulan dan Saran Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut; Ada hubungan bermakna antara lamanya menderita DM (p= 0,007, OR 0,817); kontrol glikemik (p= 0,039, OR 0,370); dan komplikasi kaki diabetik (p= 0,001, OR 2,466) dengan status fungsional pasien DM tipe II. Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan kepada pelaksana keperawatan untuk melakukan perawatan pada pasien DM tipe II untuk menekankan kontrol klikemik untuk mencegah komplikasi kaki diabetik dan secara periodic melakukan pengkajian status fungsional pasien DM tipe II. semua itu berdampak pada kemandirian pasien DM tipe II dalam mengelola dirinya. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti factor lain yang ikut berkontribusi terhadap status fungsional pasien DM tipe II, seperti faktor usia, jenis kelamin dan komplikasi DM lainnya. Daftar Pustaka 1. Lemone, P & Burke, M.K. Medicalsurgical nursing: Critical thinking in client care. St.Louis: Cummings Publishing Company Inc WHO, WHO Report Global Diabettes Melitus, (online), available: diakses tanggal 10 Pebruari Vien Dimyati, Diabetes: Informasi Lengkap untuk Pasien & Keluarganya, Ed. 3, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, PERKENI, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di Indonesia, Jakarta: PB.PERKENI Smeltzer, C.S., & Bare, R. Brunner & suddarth s texbook of medicalsurgical nursing. (11 th ed). Philadelphia: Lippincott and Wilkins Black, M.J & Hawks, H.J. Medicalsurgical nursing: clinical management for positive outcome. (7 th ed). St.Louis: Elsevier Inc Saladin, Status Fungsional, Bandung: Alfabeta, Testa, Marcia A. Quality-of-Life Assessment in Diabetes Research: Interpreting the Magnitude and Meaning of Treatment Effects. Diabetes Spectrum, : ADA..Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. care.diabetesjournals.org 2013 diakses tanggal 10 Pebruari 2013 (Diabetes Care January :S64-S71) 10. Ropka et all.. Assessment of Neutropenia-Related Quality of Life in a Clinical Setting. Oncology Nursing Forum. 2002, 34 (2) : Perry and Potter, 2005, Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, dan Praktek, Edisi keempat, Jakarta, EGC 12. Kurniawan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia.volume : 60 (12)

36 34 PENGARUH AKTIVITAS PERTANIAN TERHADAP KUALITAS AIR IRIGASI DI SUBAK TEGALAMPIT PAYANGAN GIANYAR I Wayan Jana 1, I Gede Sudarmanto 2, Ni Ketut Rusminingsih 3 Abstract. Agricultural intensification programs can have a negative impact on water resources because it can cause water quality degradation. The problem in this research is how the quality of irrigation water in terms of agricultural activities in Subak Tegalampit Payangan Gianyar. This study aims to determine the levels of ph, temperature and nitrogen elements in the upstream and downstream subak Tegalampit Payangan Gianyar. The study was a cross-sectional research design. Samples were taken from three research stations with 3 times the frequency of retrieval, where every decision taken 3-point flow of irrigation water. Results showed temperature and ph in the upstream and downstream regions are not much different among the three agricultural activities are performed. Tegalampit Subak irrigation water can not be used as a raw material drinking water because it does not qualify as a water quality class I. This is caused by the presence of the parameters that are beyond the allowable threshold, the ph values below 6 and nitrite levels exceeding 0.06 mg/l. Statistics show there are effects of agricultural activities on the quality of irrigation water in terms of elements of nitrate and nitrite Keywords: Water irrigation, fertilization, enrichment Abstrak. Program intensifikasi pertanian dapat berdampak negatif terhadap sumber daya air karena dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kualitas air irigasi ditinjau dari aktivitas pertanian di subak Tegalampit Payangan Gianyar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar ph, suhu dan unsur Nitrogen di bagian hulu dan hilir subak Tegalampit Payangan Gianyar. Penelitian ini adalah penelitian dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian diambil dari tiga stasiun penelitian dengan frekuensi 3 kali pengambilan, dimana tiap pengambilan diambil 3 titik aliran air irigasi. Hasil penelitian menunjukkan suhu dan ph di daerah hulu dan daerah hilir tidak jauh berbeda diantara ketiga aktivitas pertanian yang dilakukan. Air irigasi Subak Tegalampit tidak dapat dipakai sebagai bahan baku air minum karena tidak memenuhi syarat sebagai kualitas air kelas I. Hal ini disebabkan oleh adanya parameter-parameter yang berada diluar ambang batas yang diperbolehkan, yaitu nilai ph yang dibawah 6 dan kadar nitrit yang melebihi 0,06 mg/l. Statistik menunjukkan ada pengaruh aktivitas pertanian terhadap kualitas air irigasi ditinjau dari unsur nitrat dan nitrit. Kata Kunci: Air irigasi, pemupukan, pengayaan Program intensifikasi pertanian berdampak negatif terhadap sumber daya air karena menyebabkan penurunan kualitas air. Pemakaian pupuk dan pestisida yang tidak sesuai dengan kebutuhan intensifikasi pertanian menimbulkan pencemaran berupa pengayaan unsur hara pada lahan pertanian. Keterbatasan daya dukung dan daya lenting lingkungan akan menimbulkan pencemaran pada lingkungan perairan. Pemakaian pupuk berlebihan kemungkinan dapat menimbulkan terjadinya peningkatan/pengayaan unsur hara air irigasi. Hal ini disebabkan unsur N, P dan K yang tidak dimanfaatkan akan terbuang bersama aliran air permukaan sesuai siklus hidrologi. Perbedaan sistem usaha tani menyebabkan perbedaan konsentrasi unsur N, P dan K yang memicu perbedaan pengayaan lingkungan perairan 10. Pengayaan unsur hara jika tidak dimanfaatkan sesuai fungsi akan berdampak negatif. Ion amonia dan amino nitrogen dioksidasi oleh oksigen dengan katalis biologis yang cocok dapat mengubah amonia menjadi nitrat yang tidak dapat dimanfaatkan tanaman. 1,2,3 Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Denpasar

37 Jana, I W., Sudarmanto, I G.., Rusminingsih, N K. (Pengaruh aktivitas pertanian...) Unsur nitrat bersifat racun pada makhluk hidup dan kelebihan unsur nitrat pada air minum dapat menyebabkan blue baby syndrome atau methaemoglobinemia. Unsur nitrogen dalam bentuk Nitrat menjadi perhatian khusus karena terdapat hubungan antara tingginya kadar nitrat dalam air minum dengan sindrom blue baby atau methemoglobinemia 9. Pola tanam di Subak Tegalampit Payangan Gianyar menerapkan sistem tanam dengan pola padi padi padi. Penerapan pola ini berpengaruh terhadap penggunaan pupuk dan pestisida secara terus menerus dengan jumlah semakin meningkat. Cakupan air bersih yang disediakan PDAM belum 100%. Masyarakat Desa Payangan yang tidak mendapatkan air bersih dari PDAM akan memanfaatkan air irigasi, air sungai dan mata air yang ada untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; 1).Bagaimanakah ph, suhu dan kandungan Nitrogen pada air irigasi dibagian hulu, tengah dan hilir Subak Tegalampit Payangan Gianyar? 2) Bagaimanakah tingkat pengayaan unsur hara Nitrogen pada air irigasi dibagian hulu, tengah dan hilir Subak Tegalampit Payangan Gianyar? 3) Bagaimanakah pengaruh aktivitas pertanian terhadap kualitas air irigasi di hulu dan hilir Subak Tegalampit Payangan Gianyar? Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air irigasi ditinjau dari aktivitas pertanian di Subak Tegalampit Payangan Gianyar. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah; 1). Untuk mengetahui ph, suhu dan unsur nitrogen pada air irigasi dibagian hulu, tengah dan hilir Subak Tegalampit Payangan Gianyar 2)Untuk mengetahui tingkat pengayaan unsur hara Nitrogen pada air irigasi dibagian hulu, tengah dan hilir Subak Tegalampit Payangan Gianyar; 3).Untuk mengetahui pengaruh aktivitas pertanian terhadap kualitas air irigasi di hulu dan hilir Subak Tegalampit Payangan Gianyar. Metode Peneltian ini termasuk penelitian deskriptif analisis dengan rancangan crosssectional 7.Penelitian dilaksanakan di Subak Tegalampit di Banjar Badung Desa Melinggih Kelod Kecamatan Payangan Gianyar dengan waktu penelitian dilakukan dari Juni sampai dengan Oktober Stasiun pengambilan sampel ditentukan sejumlah 4 stasiun dimana daerah hulu dan hilir masing-masing diambil 2 stasiun sampel. Pengambilan sampel akan dilakukan berdasarkan aktivitas petani, yaitu; 1). Tahap 1 adalah tiga hari setelah pengolahan tanah (pembajakan); 2). Tahap 2 adalah tiga hari setelah pemupukan periode I; 3). Tahap 3 adalah tiga hari setelah pemupukan periode II. Pada setiap stasiun dan tahap pengambilan sampel air irigasi akan diambil 3 titik aliran air. Pemeriksaan parameter ph dan suhu langsung dilakukan di lapangan. Penentuan Kadar Nitrogen dalam bentuk nitrat dan nitrit dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan RSUP Sanglah dengan metode spektrofotometer. Hasil pemeriksaan dianalisis secara deskriptif yang dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Untuk melihat perbedaan pengayaan pada bagian hulu dan hilir dilakukan analisis melalui uji statistik dengan uji t melalui bantuan software komputer. Hasil dan Pembahasan Gambaran lokasi penelitian Luas Subak Tegalampit adalah 40 hektar dengan jumlah petani 95 orang. Panjang saluran irigasi sekitar + 1,5 km dan Subak Tegalampit merupakan salah satu subak di Payangan dengan batas-batas sebagai berikut; Sebelah Utara: Subak Umatengah; Timur : Desa Payangan; Selatan; Subak Karangsuung; dan Barat : Subak Tuali. 35

38 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Sistem/pola tanam di Subak Tegalampit adalah pola Padi Padi Padi. Saat tanam padi dilakukan serentak dimulai dengan pembajakan sawah. Pemupukan dilakukan dua kali selama tanam padi. Pemupukan pertama dilakukan hari setelah tanam dan pemupukan kedua dilakukan hari setelah tanam. Jenis pupuk yang digunakan adalah urea, organik, Poska dan NPK, dengan mayoritas penggunaan urea dan NPK. Rerata penggunaan urea adalah 2 kg/ are dan NPK sebanyak 1 kg/are pada setiap periodenya. Hasil pengukuran kualitas air irigasi Suhu dan ph air saat pembajakan tidak menunjukkan hasil yang berbeda antara hulu, tengah dan hilir. Rerata ph terendah 6,33 dan tertinggi 6,43 dengan rerata suhu terendah 24,67 0 C dan tertinggi 26 0 C. Setelah pemupukan pertama didapatkan rerata ph terendah pada hulu, yaitu 5,9 dan tertinggi pada daerah tengah dan hilir dengan rerata sama, yaitu 6,5. Sedangkan rerata suhu terendah 23,7 0 C dan tertinggi 25 0 C. Suhu dan ph air irigasi setelah pemupukan kedua juga menunjukkan hasil yang sama antara daerah hulu, tengah dan hilir. Rerata nilai ph terendah 6,9 dan tertinggi 7 dengan rerata suhu 25 0 C untuk ketiga daerah tersebut. Nilai ph air irigasi berdasarkan aktivitas pertanian dapat selengkapnya disajikan pada gambar 1. Sedangkan gambaran untuk rerata nilai suhu antara daerah hulu, tengah dan hilir disajikan gambar 2. Hasil Pengukuran Nitrat dan Nitrit Hasil pemeriksaan kandungan nitrat saat pembajakan secara rerata menunjukkan 36

39 Jana, I W., Sudarmanto, I G.., Rusminingsih, N K. (Pengaruh aktivitas pertanian...) hasil terendah 0,295 mg/l dan tertinggi pada daerah hilir sebesar 0,582 mg/l. Sedangkan Hasil pemeriksaan kandungan nitrit saat pembajakan secara rerata menunjukkan hasil terendah di daerah tengah 0,047 mg/l dan tertinggi di hilir 0, 204 mg/l. Rerata hasil pemeriksaan kandungan nitrat setelah pemupukan pertama menunjukkan hasil terendah di daerah hulu 0,931 mg/l dan tertinggi di hilir 1,910 mg/l. Sedangkan hasil pemeriksaan kandungan nitrit setelah pemupukan pertama secara rerata menunjukkan hasil terendah di daerah tengah 0,783 mg/l dan tertinggi di daerah hilir 1,328 mg/l. Hasil pemeriksaan rerata kandungan nitrat setelah pemupukan kedua menunjukkan peningkatan dari daerah hulu menuju hilir dengan nilai terendah 1,789 mg/l dan nilai tertinggi 6,072 mg/l. Sedangkan hasil pemeriksaan kandungan nitrit setelah pemupukan kedua secara reratajuga menunjukkan hasil yang meningkat dari daerah hulu menuju daerah hilir dengan nilai terendah pada daerah hulu sebesar 0,238 mg/l dan tertinggi pada daerah hilir sebesar 1,414 mg/l. Secara rerata kandungan nitrat dan nitrit pada daerah hulu, tengah dan hilir mengalami peningkatan untuk setiap periode aktivitas pertanian seperti yang ditunjukkan pada gambar 3 dan 4. Hasil Analisis Statistik Hasil oneway anova untuk kandungan nitrat dan nitrit didapatkan nilai signifikannya < dari

40 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Analisis statistik terhadap kandungan nitrat dan nitrit antara hulu dan hilir berdasarkan aktivitas pertanian dilakukan dengan uji T berpasangan dengan nilai signifikannya seperti pada tabel 1 Berdasarkan tabel 1 hanya kandungan nitrat pada saat pembajakan menunjukkan tidak bermakna (p>0.05), sedangan untuk yang lainnya bermakna (p< 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pola tanam di Subak Tegalampit adalah padi, padi dan padi. Pola tanam ini dapat dilakukan ditunjang dengan adanya sistem irigasi yang dapat mengalir sepanjang tahun. Hasil wawancara dengan Klian Subak Tegallampit dikatakan bahwa penggunaan urea secara rerata adalah sebanyak 2 kg/ are dan pupuk NPK sebanyak 1 kg/are untuk setiap periodenya. Jika dijumlahkan penggunaan di Subak Tegalampit untuk satu musim panen adalah sebanyak 16 ton untuk pupuk urea dan sebanyak 8 ton untuk pupuk NPK. Pemupukan sepanjang tahun dapat menyebabkan terjadinya akumulasi daripada unsur-unsur kimia yang terkandung dalam pupuk yang digunakan oleh petani. Akumulasi dapat terjadi pada tanah dan air irigasi tersebut. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap kesehatan apabila air irigasi tersebut dimanfaatkan oleh penduduk sebagai sumber air minum. Sesuai dengan jenis pupuk yang digunakan, maka unsur yang dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan adalah unsur nitrat dan nitrit dalam bentuk nitrogen yang merupakan komponen utama urea. Unsur nitrogen yang ada dalam pupuk ini mudah larut dalam air. Nitrat secara langsung diasimilasi oleh tanaman, tetapi bentuk ini bersifat lebih mudah tercuci (leaching) dibandingkan dengan amonium. Proses tercucinya nitrat menyebabkan bentuk ini berada diluar jangkauan akar tanaman dan terakumulasi pada air. Akumulasi tersebut terjadi karena penggunaan pupuk yang berlebihan dan tidak berimbang. Penggunaan pupuk secara berlebihan dapat dikategorikan sebagai sumber pencemar karena adanya kandungan unsur serta senyawa tertentu yang masuk kedalam suatu sistem dimana unsur maupun senyawa tersebut tidak diperlukan dalam jumlah banyak atau dapat membahayakan komponen dalam lingkungan tersebut. Hasil pengukuran ph menunjukkan kisaran sama untuk tiap periode pemeriksaan. Nilai ph saat pembajakan berkisar 6,00-6,90, nilai ph setelah pemupukan pertama berkisar 5,50-6,60 dan nilai ph setelah pemupukan kedua berkisar 6,5-7,2. Menurut PP No. 82/2001 nilai ph berkisar antara 6-9 untuk badan air kelas I, klas II dan kelas III, sedangkan untuk kelas IV berkisar antara 5-9. Ini menunjukkan bahwa air irigasi Subak Tegalampit tidak dapat dipakai sebagai air minum baku karena ada nilai ph kurang dari 6 (asam), yaitu setelah pemupukan pertama. Hasil pengukuran suhu menunjukkan nilai yang tidak berbeda pada tiap pengukuran. Suhu saat pembajakan berkisar antara C, setelah pemupukan pertama berkisar antara C dan setelah pemupukan kedua berkisar antara C. Sedangkan suhu udara di Subak Tegalampit Payangan Gianyar berkisar antara C. Hal ini menunjukkan bahwa suhu air irigasi Subak Tegalampit masih termasuk dalam katagori memenuhi syarat jika dibandingkan dengan PP No. 82 Tahun

41 Jana, I W., Sudarmanto, I G.., Rusminingsih, N K. (Pengaruh aktivitas pertanian...) Sesuai dengan peraturan tersebut persyaratan suhu air adalah C dibandingkan dengan suhu lingkungan. Secara rerata nilai suhu mengalami peningkatan dari daerah hulu menuju daerah hilir untuk setiap periode aktivitas petani. Sesuai hasil pemeriksaan laboratorium kadar unsur nitrat pada saat pengolahan tanah, setelah pemupukan pertama dan setelah pemupukan yang kedua secara umum mengalami peningkatan dari daerah hulu menuju daerah hilir. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya akumulasi daripada unsur nitrat yang mengalir sesuai dengan aliran air irigasi di Subak Tegalampit. Sesuai PP no 82 tahun 2001 air irigasi Subak Tegalampit jika ditinjau dari kadar nitrat masih dapat dimanfaatkan sebagai air baku air minum karena masih berada dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu sebesar 10 mg/l untuk badan air kelas I. Rerata kandungan unsur nitrit yang tertinggi adalah 1,414 mg/l pada daerah hilir setelah pemupukan kedua dan yang terendah adalah 0,047 mg/l di daerah tengah saat pengolahan tanah. Pola peningkatan kadar nitrit hampir sama dengan pola peningkatan kadar nitrat, dimana terjadi peningkatan besarnya unsur nitrit sesuai dengan aktivitas petani untuk setiap daerah pengambilan sampel. Jika dibandingkan dengan PP no 82 tahun 2001 berdasarkan besarnya unsur nitrit yang didapatkan, maka air irigasi Subak Tegalampit tidak dapat digunakan sebagai bahan baku air minum. Hal ini disebabkan besarnya unsur nitrit melebihi ambang batas maksimum yang diperbolehkan, yaitu sebesar 0,06 mg/l. Kesamaan pola unsur nitrat dan nitrit tidak terlepas dari proses siklus nitrogen yang terjadi. Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Analisis statistik menunjukan ada perbedaan kadar nitrat maupun nitrit pada setiap daerah pengambilan sampel. Hal ini menunjukkan ada pengaruh aktivitas pertanian dengan pengayaan unsur nitrogen antar hulu dan hilir Subak Tegalampit. Pengayaan unsur nitrogen pada daerah hilir di Subak Tegalampit didukung dengan ditemukannya tumbuhan kiambang sebagai salah satu indikator daripada proses eutrofikasi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan di atas, maka untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan sebagai akibat aktivitas pertanian adalah dengan melakukan perubahan pola tanam, yaitu harus ada selingan tanaman palawija (jagung, kacang-kacangan, dll). Petani biasanya menanam berbagai macam tanaman pangan setiap tahunnya, yang memutar sehingga keseimbangan di dalam tanah terlestarikan. Petani juga disarankan untuk menggunakan pupuk organik, karena penggunaan pupuk anorganik disamping dapat menimbulkan pencemaran lingkungan juga dapat menyebabkan organisme penyubur musnah merosotnya kesuburan tanah, ekosistem tanah rusak dan terjadi peledakan dan serangan jumlah hama. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1). Pada daerah hulu Subak Tegallampit rerata nilai ph terendah setelah pemupukan pertama adalah 5,87 dan nilai tertinggi setelah pemupukan kedua adalah 6,87 dengan rerata suhu terendah o C setelah pemupukan pertama dan tertinggi 24,67 o C pada saat pembajakan dan setelah pemupukan kedua; 2).Pada daerah tengah Subak Tegallampit rerata nilai ph terendah pada saat pembajakan yaitu 6,43 dan nilai tertinggi setelah pemupukan kedua yaitu 6,8 dengan rerata suhu terendah 24,33 o C setelah pemupukan pertama dan tertinggi 25 o C pada saat pembajakan dan setelah pemupukan kedua; 3).Pada daerah hilir Subak Tegallampit rerata nilai ph terendah pada saat pembajakan 6,33 dan nilai tertinggi setelah pemupukan kedua 7,03 dengan rerata suhu terendah 25 o C setelah 39

42 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : pemupukan pertama dan tertinggi 26 o C pada saat pembajakan; 4). Kandungan unsur nitrat dan nitrit sebagai nitrogen di daerah hulu, tengah maupun di hilir Subak Tegalampit secara rerata mengalami peningkatan sejalan dengan aktivitas pertanian yang dilakukan dengan rerata kadar nitrat selalu lebih tinggi dibandingkan dengan rerata kadar nitrit; 5). Ada pengaruh aktivitas pertanian terhadap kualitas air irigasi antara daerah hulu dengan daerah hilir Subak Tegalampit ditinjau dari kandungan unsur nitrat dan nitrit. Saran yang dapat disampaikan adalah: 1). Kepada dinas pertanian untuk melakukan sosialisasi kepada petani tentang cara melakukan pemupukan yang tepat dosis dan tepat sasaran, sehingga diharapkan tidak terjadinya pencemaran air irigasi sebagai akibat pemupukan yang berlebihan; 2). Kepada petani diharapkan agar merubah pola tanam padi-padi-padi menjadi pola tanam padi yang diselingi dengan tanaman palawija serta dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan penggunaan pupuk organik secara maksimal; 3). Kepada masyarakat Desa Payangan diharapkan jangan memanfaatkan air irigasi sebagai kebutuhan air minum, karena kandungan nitrat dan nitrit yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia. Daftar Pustaka 1. Effendi, Hefni. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan. Kanisius Laksono, Amin Setyo. Ekologi Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif. Bayumedia Publishing. Malang Manampiring, Aaltje.E. Studi Kandungan Nitrat (NO3) Pada Sumber Air Minum Masyarakat Kelurahan Rurukan Kecamatan Tomohon Timur Kota Tomohon. Universitas Sam Ratulangi. Manado Manik, Karden Eddy Sontang. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan Mulyati, et al. Pupuk dan Pemupukan.Mataram University Press. Mataram Mulia, Ricki M. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran 9. Wiguna, A A. Hara Nitrogen Fosfor dan Kalium Drainase Peran pada Beberapa Aliran Sungai di Bali. Laporan Penelitian Kerjasama WWF Indonesia Wallacea Program dan The University of Arizona. USA Wiguna, A A. Kontribusi Sistem Usaha Tani Padi Sawah Terhadap Pengayaan Hara Nitrogen Fosfor dan Kalium Aliran Permukaan Pada Ekosistem Subak di Bali, Tesis, IPB Bogor Yuningsih. Keracunan Nitrat Nitrit pada Hewan serta Kejadiannya di Indonesia, Jurnal Wartazoa Vol 10 No. 1 Tahun

43 EFEKTIVITAS BERKUMUR AIR REBUSAN KULIT BUAH MANGGIS UNTUK PENYEMBUHAN GINGIVITIS PADA PASIEN PASCA SCALING Ni Nengah Sumerti 1, I Gusti Agung Ayu Putu Swastini 2, I Nyoman Gejir 3 Abstract. Gingivitis is caused by the accumulation of various bacteria in the plaque. Natural substance which believed to have properties of anti microba, anti inflammation, anti bacterial, and anti calcutic, help curing injury, mouth ulcer with come from mangosteen skin as one of some. The objective this study is to identify the effectiveness of the boiling water of mangosteen skin for recovery of gingivitis in patients post scalling as compared to Chlorhexidin 0,2%. The research design is experimental randomized pre post test control group design, The research population: all students of SMP Ganesha Denpasar with calculus. The analysis of average gingival index at the first day is 1,40±0,507 (Care group), 1,466±0,516 (control group) ; on the second is 1,00±0,534 (Care group), 1,133±0,516 (control group) ; on the third is 0,466±0,516 (case group), 0,466±0,516 (control group). Significance analysis with Friedman Test shows that there is significance reduction of gingival index in group whose students gargle with boiling water of mangosteen skin as well as Chlorhexidin 0,2% (p < 0,05). The analysis of significance with Wilcoxon Test shows that the averaged gingival index on the first day, second and third day between both group do not differ (p < 0,05). Based on such finding and discussion it can be concluded that the boiling water of magosteen skin post scalling the same effectiveness as gargling using Chlorhexidin 0,2% for the recovery of gingivitis. Keywords : gingivitis, mangosteen, scalling Abstrak. Gingivitis disebabkan oleh akumulasi bakteri dalam plak. Bahan alami dapat bersifat anti antimikroba, anti imflamasi, dan antibakteri, anti-calculitic (mencegah batu karang), membantu menyembuhkan luka, sariawan, salah satunya berasal dari kulit buah manggis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas kumur-kumur air rebusan kulit buah manggis bagi pasien pasca scaling dibandingkan dengan Chlorhexidine 2%. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan eksperimental dengan desain randomized pre-post test cotrol group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Ganesha Denpasar yang memiliki calculus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata Gingival Index pada hari pertama adalah 1,40 ±0,507 (kelompok kasus), 1,466±0,516 (kelompok kontrol) ; pada hari ke dua 1,00±0,534 (kelompok kasus), 1,133±0,516 (kelompok kontrol) ; pada hari ke tiga 0,466±0,516 (kelompok kasus), 0,466±0,516 (kelompok kontrol). Hasil analisis menunjukkan terdapat penurunan yang signifikan pada Gingival Index pada kelompok yang berkumur-kumur dengan air rebusan kulit buah manggis demikian juga yang bekumur-kumur dengan Chlorhexidin 0,2% (p < 0,05). Analisis kemaknaan dengan Wilcoxon Test menunjukkan bahwa rata-rata Gingival Index pada hari pertama, ke dua, dan ke tiga antara kedua kelompok tidak berbeda (p < 0,05). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kumur-kumur dengan air rebusan kulit buah manggis samasama efektif dengan kumur-kumur Chlorhexidin 0,2% dalam menyembuhkan gingivitis. Kata kunci : gingivitis, manggis, skaling Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan prevalensi penduduk dengan masalah gigi dan mulut termasuk kelainan jaringan periodontal (gingivitis) dan karies gigi di Bali cukup tinggi mencapai 42,8% 1. Gingivitis adalah peradangan gingiva, menyebabkan perdarahan disertai bengkak kemerahan, eksudat, perubahan kontur normal. Gingivitis terjadi dan bisa timbul kapan saja setelah gigi tumbuh, Peradangan bisa terjadi pada satu atau dua gigi, tetapi juga dapat terjadi pada seluruh gigi. Gingiva mudah berdarah karena rangsangan kecil seperti menyikat gigi, atau bahkan tanpa 1,2,3 Dosen Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan Denpasar 41

44 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : rangsangan, dan dapat terjadi kapan saja 2. Penyakit inflamasi seperti gingivitis disebabkan oleh akumulasi bakteri dalam plak. Plak yang bertumpuk dalam mulut akan mengalami mineralisasi membentuk karang gigi atau calculus 3. Calculus adalah tumpukan deposit gigi yang mengalami kalsifikasi, sebagai proses lanjutan dari plak gigi. Permukaan gigi yang kasar merupakan tempat ideal terbentuknya plak gigi dan akhirnya dapat mengancam kesehatan gusi 4. Calculus tidak secara langsung menjadi penyebab penyakit jaringan periodontal, tetapi menjadi media untuk bakteri yang menimbul peradangan, sehingga memicu terjadinya penyakit periodontal. Scalling merupakan cara menghilangkan plak dan dental deposit dari permukaan gigi. Pembersihan (scaling) diharapkan membantu penyembuhan radang dalam jaringan ikat gusi dan terbentuknya long junctional epithelium 1. Beberapa penelitian menunjukkan obat kumur mampu menghambat pembentukan plak dan terbukti mengurangi keparahan gingivitis pengguna obat kumur. Secara umum obat kumur memiliki cara kerja sama yaitu merusak sel bakteri, menguraikan enzim pada matriks plak, menghambat agregasi bakteri atau menghambat perlekatan bakteri pada permukaan gigi. Pemakaian Chlorhexidine 0,2% untuk membantu menjaga kebersihan gigi dan meningkatkan kesehatan gusi secara bermakna terutama di daerah interdental 5. Bahan alami dipercaya berkhasiat sebagai anti antimikroba, anti imflamasi, dan antibakteri, anti-calculitic (mencegah batu karang), membantu menyembuhkan luka, sariawan, salah satunya adalah kulit buah manggis. Kulit buah manggis mengandung antioksidan tinggi yaitu xanthone. Hasil penelitian menunjukkan, xanthone memiliki sifat sebagai antidiabetes, antikanker, anti radang, meningkatkan kekebalan tubuh anti bakteri, anti fungi, anti plasmodial, dan aktivitas sitotoksik. Ekstrak kulit buah manggis mengandung lebih dari 90% xanthone yaitu campuran alfa-mangostin 80-90% dan gamamangostin 5-10%. Kedua jenis xanthone ini dapat membantu menghentikan inflamasi dengan cara menghambat produksi enzim COX-2 sebagai pemicu inflamasi 6. Kandungan gamma-mangostin dan alphamangostin kulit buah manggis diketahui mempunyai efektivitas yang sama baiknya dengan antibiotika yang berada di pasaran. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut Apakah berkumur air rebusan kulit buah manggis efektif untuk penyembuhan gingivitis pada pasien pasca scaling dibandingkan dengan chlorhexidine 0,2%? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas berkumur air rebusan kulit manggis untuk penyembuhan gingivitis pada pasien pasca scaling dibandingkan dengan Chlorhexidine 0,2%. Metode Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan randomized pre-post test control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Ganesha Denpasar yang memiliki calculus. Sampel diambil dengan cara simple random sampling, dengan besar sampel untuk kelompok kasus dan kontrol masingmasing sebanyak 15 orang. Analisis efek berkumur air rebusan kulit manggis, diuji berdasarkan gingival indeks antara sebelum (hari pertama) dan sesudah perlakuan (hari kedua dan ketiga). Hasil dan Pembahasan Tabel 1, menunjukkan rerata gingival indeks hari pertama 1,40±0,507, kedua 1,00±0,534 dan ketiga 0,466±0,516. Hasil analisis menunjukkan nilai χ 2 = 19,158 (p =0,00) yang berarti bahwa terjadi penurunan gingival indeks secara bermakna pada kelompok yang berkumur air rebusan kulit buah manggis (p<0,05). 42

45 Sumerti, N N., Swastini, I G.A.A.P., Gejir, I N. (Efektivitas kumur-kumur...) Analisis efek berkumur menggunakan Chlorhexidin 2%, disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis menunjukkan nilai Z = 0,00 nilai p = 1.00 yang berarti bahwa rerata gingival indeks pada kedua kelompok tidak berbeda nyata (p>0,05). Analisis efek perlakuan Hari pertama. Analisis efek perlakuan pada hari pertama, disajikan pada Tabel 4. Tabel 2 menunjukkan rerata gingival indeks hari pertama 1,467±0,516, kedua 1,133±0,516 dan ketiga 0,466±0,516. Hasil analisis menunjukkan nilai χ 2 = 21,415 nilai p = 0,000 yang berarti bahwa terjadi penurunan gingival indeks secara bermakna pada kelompok yang berkumur Chlorhexidin 0,2% (p < 0,05). Hasil analisis untuk melihat komparabilitas rerata gingival indeks antar kelompok disajikan pada Tabel 3. Pada Tabel 3, nampak bahwa rerata gingival indeks kelompok kasus adalah 3,00, sementara rerata gingival indeks kelompok kontrol juga Tabel 4, menunjukkan rerata gingival indeks kelompok kasus 1,40±0,507 dan pada kelompok kontrol 1,466±0,516. Hasil analisis menunjukkan nilai Z = -0,362 nilai p = 0,717 yang berarti bahwa rerata gingival indeks hari pertama untuk kedua kelompok tidak berbeda nyata (p>0,05). Hari kedua. Analisis efek perlakuan pada hari kedua, pada Tabel 5. Dari Tabel 5, nampak bahwa rerata gingival indeks kelompok kasus 1,00±0,534, dan kontrol 1,133±0,516. Hasil analisis menunjukkan nilai Z = -0,696 nilai p = 0,487 yang berarti bahwa rerata gingival indeks hari kedua pada kedua kelompok tidak berbeda nyata (p>0,05). 43

46 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Hari Ketiga. Analisis efek perlakuan pada hari ketiga disajikan pada Tabel 6. Tabel 6, menunjukkan rerata gingival indeks kelompok kasus 0,466±0,516, dan kontrol 0,466±0,516 Hasil analisis menunjukkan nilai Z =0,000 nilai p = 1,000 yang berarti bahwa rerata gingival indeks hari ketiga pada kedua kelompok tidak berbeda nyata (p>0,05). Analisis tingkat kesembuhan gingivitis disajikan pada Tabel 7. Tabel 7, menunjukkan rerata gingival indeks kelompok kasus 0,9606±0,420, dan kelompok kontrol 1,033±0,428. Hasil analisis menunjukkan nilai Z = -0,364 nilai p = 0,716 yang berarti bahwa rerata gingival indeks hari ketiga pada kedua kelompok tidak berbeda nyata (p>0,05). Pembahasan Berdasarkan hasil analisis pada kelompok yang berkumur dengan air rebusan kulit manggis didapatkan bahwa rerata gingival indeks hari pertama 1,40±0,507, kedua 1,00±0,534, dan ketiga 0,466±0,516. Hasil analisis menunjukkan terjadi penurunan gingival indeks secara bermakna pada kelompok yang berkumur dengan air rebusan kulit manggis(p<0,05). Sedang pada kelompok yang berkumur dengan Chlorhexidin 0,2% memiliki rerata gingival indeks hari pertama 1,47±0,52, kedua 1,13±0,52, dan ketiga 0,47±0,52. Hasil analisis menunjukkan terjadi penurunan gingival indeks secara bermakna pada kelompok yang berkumur dengan chlorhexidin 0,2% (p < 0,05). Analisis komparabilitas antar kelompok menunjukkan bahwa rerata gingival indeks pada hari pertama, kedua dan ketiga antara kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Terjadi penurunan gingival indeks setelah berkumur baik dengan air rebusan kulit manggis maupun Chlorhexidin 0,2%. Hal ini disebabkan kulit manggis mengandung anti inflamasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mangostin dari ekstrak etanol 40% memiliki aktifitas menghambat pelepasan histamin dan sintesis prostagladin E2 sebagai perantara inflamasi. Kandungan ekstrak etanol kulit buah manggis mampu meredam radikal bebas. Kulit buah Manggis juga dikenal memiliki daya anti-mikroba terhadap beberapa bakteri seperti Staphylococcus aureus. Bakteri ini sangat resisten terhadap antibiotik metisilin. 44

47 Sumerti, N N., Swastini, I G.A.A.P., Gejir, I N. (Efektivitas kumur-kumur...) Chlorhexidin 0,2% juga mengandung derivat disquanid yang memiliki anti bakteri dengan spektrum luas, efektif terhadap gram positif dmaupun negatif. Dengan demikian Chlorhexidin sangat efektif untuk perawatan radang gingiva (gingivitis) dan mengurangi pengumpulan plak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemanfaatan Chlorhexidin 0,2% sebagai obat kumur selama satu minggu dapat menurunkan indeks plak sebanyak 72% pada hari ketiga, 85% pada hari ke tujuh. Hal ini terjadi karena adanya ikatan Chlorhexidin dengan molekul-molekul permukaan gigi, seperti ; polisakarida, protein, glikoprotein, saliva, pelikel, mukosa, serta permukaan hidroxiapatit. Akibat ikatan tersebut, maka pembentukan plak sebagai penyebab utama gingivitis dapat dihambat. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa berkumur dengan air rebusan buah manggis memiliki efektivitas yang sama dengan berkumur dengan Chlorhexidin 0,2% untuk menyembuhkan gingivitis. Dengan demikian dapat disarankan kepada masyarakat, apabila menderita gingivitis sebaiknya dilakukan scalling kemudian dapat dilanjutkan dengan berkumur dengan air rebusan buah manggis ataupun berkumur dengan Chlorhexidin 0,2%. Daftar Pustaka 1. Wahyukundari, M.H., Perbedaan kadar matrix Metalloproteinase-8 Setalah Scaling dan Pemberi Tetrasiklin pada penderita Periodontium Kronis. Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. 2. Ubertalli, J.T. 2000, Gingivitis.Available (online): ch095c.htm ( 21 Agustus 2011) 3. Sriyono, N, W., 2005, Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta, Medika 4. Carranza F.A.Neman MG.Takei HH, 2006, Clinical Periodontology, 9 th ed Philadelphia:W.B.Saunders Cp:p Prijantoyo, 2000, Bagian Periodontologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta see.php?id=kode32456&lang=i (Diakses tanggal 2 Mei 2012) 6. Nurmala,V, 2012, Kulit Manggis vs Kanker dan Diabetus. (Diakses tanggal 10 Oktober 2012) 45

48 46 HUBUNGAN FAKTOR RESIKO H.E.A.L.T.H DENGAN KEJADIAN HIPERKOLESTEROLEMIA PADA PEJABAT ESELON DI PEMDA GIANYAR PROVINSI BALI Ida Ayu Eka Padmiari 1, Ni Made Yuni Gumala 2, Lely Cintari 3 Abstract. Hypercholesterolemia describe risk factors that are directly related to increased risk of hypercholesterolemia and ateroslerosis within a matrix that consists of 6 risk factors namely (H)eredity, (E)xercise, (A)ges, (L)bs, (T)obacco, (H)abits of fat consumption is shortened to H.E.A.L.T.H. The general objective of the study was to determine correlation in risk factors with the incidence hiperkolestrolemia HEALTH officials in local government in Gianyar, Bali. This study is an observational analytic study with cross sectional design. This study is planned to be implemented in Gianyar government with research time for 3 months ie July-September Data were obtained from the preparation and implementation of a computer software program processed with statistical analysis of univariate and bivariate. There is no correlation in the incidence of hypercholesterolemia based factor ((H)eredity, (E)xercise, (A)ges, (L)bs, (T)obacco, (H)abits of fat consumption is a risk factor changes, results would indicate the incidence of hypercholesterolemia related to educational factors. Conclusions of this study is there is no correlation in the risk factors hypercholesterolemia by HEALTH. Suggestions to follow up is necessary, especially guard against hypercholesterolemia improve exercise habits and reduce consumption of fat, especially saturated fat. Keywords: hiperkolesterolemia, H.E.A.L.T.H matrix, officials in local government Abstrak. Faktor resiko hiperkolesterolemia berkaitan langsung dengan meningkatnya resiko ateroslerosis dalam suatu matrik yang terdiri dari 6 faktor resiko yaitu (H)eredity, (E)xercise, (A)ges, (L)bs, (T)obacco, (H)abits of fat consumption yang disingkat menjadi H.E.A.L.T.H. Tujuan umum penelitian adalah mengetahui hubungan faktor risiko H.E.A.L.T.H dengan kejadian hiperkolestrolemia pada pejabat eselon di Pemda Gianyar. Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan desain cross sectional Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu Juli-September Analisis: Data diperoleh dari penyusunan dan pelaksanaan program perangkat lunak komputer diolah dengan analisis statistik univariat dan bivariat. Tidak ada hubungan dalam kejadian hiperkolesterolemia berbasis factor (H)eredity, (E)xercise, (A)ges, (L)bs, (T)obacco, (H)abits of consumption berarti kebiasaan konsumsi lemak merupakan perubahan faktor risiko, hasilnya akan menunjukkan insiden hiperkolesterolemia berhubungan dengan faktor pendidikan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada korelasi faktor risiko hiperkolesterolemia oleh H.E.A.L.T.H. Saran untuk menindaklanjuti diperlukan, terutama waspada terhadap hiperkolesterolemia meningkatkan kebiasaan olahraga dan mengurangi konsumsi lemak, terutama lemak jenuh. Kata kunci : hiperkolesterolemia, matriks H.E.A.L.T.H, pejabat eselon Kemajuan teknologi berdampak terhadap perubahan gaya hidup dan pola makan masyarakat. Pada masa kini, pola makan masyarakat mengalami perubahan seiring peningkatan popularitas berbagai hidangan atau makanan siap saji. Masyarakat dimanjakan oleh fasilitas dan kemudahan yang disediakan restoran siap saji. Mereka tidak lagi mengkonsumsi makanan seimbang yang terdiri dari beraneka ragam 1,2,3 Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Denpasar jenis makanan dengan kandungan zat gizi lengkap dan seimbang, tetapi cenderung makan mengandung tinggi lemak terutama lemak jenuh, kolesterol dan rendah serat 1 Kondisi seperti ini banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan termasuk Gianyar sebagai akibat perubahan gaya hidup yang mengarah gaya hidup modern (barat). Perubahan akulturasi akibat modernisasi yang ditandai dengan dengan gaya hidup

49 Eka Padmiari, I.A., Yuni Gumala, N.M., Cintari, L. (Hubungan faktor resiko...) sedentary (kurang gerak) dan pola makan tidak seimbang merupakan kondisi yang memicu obesitas. Saat ini, obesitas sudah bersifat pandemis, terjadi secara global, dan berkaitan erat dengan hiperkolesterolemia, dislipidemia, hipertensi, dan resistensi insulin. Status gizi kelompok dewasa didominasi obesitas, walaupun masalah kurus (kurang gizi) juga masih tinggi. Obesitas pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki. Berdasarkan karakteristik masalahnya, obesitas cenderung lebih tinggi pada penduduk perkotaan, berpendidikan tinggi dan berstatus ekonomi tinggi pula 2. Dewasa ini, sekitar 100 juta orang Amerika Serikat mengalami hiperkolesterolemia. Di Indonesia diperkirakan 18% total penduduknya menderita kelainan lemak darah. Dari jumlah itu, 80% pasien meninggal mendadak akibat serangan jantung dan 50% pasien dari yang meninggal tidak menampakkan gejala sebelumnya. Kolesterol sebenarnya diperlukan dalam metabolisme tubuh. Misalnya sebagai pembentuk dinding sel, bahan baku asam empedu pengemulsi lemak, bahan baku vitamin D serta berperan sebagai bahan baku hormon seksual dan kortikosteroid atau hormon yang mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot, serta kekebalan tubuh. Namun, kadar kolesterol yang berlebihan akan menyebabkan tumpukan plak yang dapat menghambat aliran darah sehingga memicu serangan jantung dan stroke. Hamilton dan Whitney (2006) dalam Bukunya Nutrition: Concept and Controversy, menggambarkan faktor resiko hiperkolesterolemia yang berkaitan langsung dengan meningkatnya resiko ateroslerosis dalam suatu matrik yang terdiri dari: (H)eredity, (E)xercise, (A)ges, (L)bs, (T)obacco, (H)abits of fat consumption dan disingkat menjadi matriks H.E.A.L.T.H. 3 Hasil survei Depkes di Bali sampai 2002, menunjukan 10,5% penduduk dewasa memiliki IMT >27 dan 4,1% memiliki IMT Hasil penelitian yang hampir sama tentang pemantauan IMT di Bali (2004) menunjukan bahwa prevalensi orang dewasa gemuk di Bali 20,1%. Jika dilihat per kabupaten, Gianyar yang paling tinggi prevalensi gemuk dan obesitasnya.menurut Riskesdas 2010 di Bali, prevalensi gizi lebih pada penduduk 18 tahun pada laki-laki 19,2% dan wanita 22,4%. Tujuan Umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan faktor risiko H.E.A.L.T.H dengan kejadian hiperkolesterolemia pejabat eselon di Pemda Gianyar. Metode Penelitian ini dilaksanakan di Pemda Gianyar selama 3 bulan dari Juli hingga September Penelitian ini merupakan penelitian observational dengan rancangan Cross sectional 6. Instrumen yang digunakan mencakup: form identitas sampel, kuesioner tentang matriks HEALTH dan form SQ- FFQ, Alat yang digunakan meliputi timbangan injak dan mikrotoise yang telah diuji validitasnya. Populasi penelitian adalah pejabat eselon di lingkungan Pemda Gianyar yang berjumlah 568 orang. Berdasarkan rumus ideal sampel, didapatkan besar sampel 68 orang. Sampel dipilih secara simple random sampling. Data dianalisis secara deskriptif sedangkan hubungan kejadian hiperkolesterolemia dengan factor resiko dianalisis dengan metode correlation spearman s test untuk menilai hubungan masing-masing faktor resiko dengan kejadian hiperkolesterolemia pada sampel. Hasil Karakteristik sampel selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1. 47

50 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Tabel 1 menunjukkan sampel berjenis kelamin laki laki 64,7%. Dilihat dari umur, paling banyak sampel berumur tahun (48,5%). Dari tingkat pendidikan, ternyata sebagian besar sampel (77,9%) telah menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Dan jika diamati dari eselon jabatan yang dimiliki oleh sampel sebanyak 50% % yang berada pada eselon IV. Berdasarkan kadar kolesterol yang diukur, sampel yang memiliki kadar kolesterol normal lebih tinggi (79,40%) dibandingkan dengan hiperkolesterolemia (20,60%). Rerata kadar kolesterol 194,21 mg/dl dengan nilai terendah 134 mg/dl dan tertinggi 324 mg/dl. Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa status gizi sampel normal 32 sampel (47,1%), gemuk 18 sampel (26,5%) dan obes 18 sampel (26,5%). Kadar kolesterol berdasarkan umur Dari tabel silang diketahui persentase tertinggi hiperkolesterolemia terjadi pada sampel umur tahun (10.3%). Berdasarkan hasil analisis diperoleh p>0,05 yang artinya tidak ada perbedaan hiperkolesterolemia berdasarkan umur. Kadar kolesterol berdasarkan jenis kelamin sampel Dari tabel silang diperoleh bahwa dari 68 sampel, persentase tertinggi yang mengalami hiperkolesterolemia pada sampel laki-laki (13.2%). Hasil uji statistik memperoleh data p>0,05 yang artinya tidak ada perbedaan hiperkolesterolemia berdasarkan jenis kelamin. Kadar kolesterol berdasarkan Pendidikan Dari tabel silang diketahui hanya 6 sampel (8,9%) yang berpendidikan SMA mengalami hiperkolesterolemia sedangkan sampel yang pendidikannya Perguruan Tinggi (11,7%). Hasil analisis menunjukkan p<0,05 yang berarti ada perbedaan hiperkolesterolemia berdasarkan tingkat pendidikan sampel. Kadar kolesterol berdasarkan Jabatan Eselon Dari tabel 2 diperoleh persentase tertinggi yang mengalami hiperkolesterolemia adalah sampel Eselon III. Dari hasil analisis diperoleh p > 0,05 yang artinya tidak ada perbedaan kejadian hiperkolesterolemia berdasarkan eselon. Kadar Kolesterol berdasarkan konsumsi lemak Dari tabel 3 diperoleh persentase tertinggi mengalami hiperkolesterolemia pada sampel dengan konsumsi lemak tinggi. 48

51 Eka Padmiari, I.A., Yuni Gumala, N.M., Cintari, L. (Hubungan faktor resiko...) Hasil analisis menunjukkan p > 0,05 yang artinya tidak ada perbedaan hiperkolesterolemia berdasarkan konsumsi lemak. Kadar Kolesterol berdasarkan Heredity Dari tabel silang diperoleh bahwa 19,1 % sampel yang mengalami hiperkolesterolemia tidak mempunyai keluarga yang meninggal karena penyakit jantung. Dari hasil analisis diperoleh p > 0,05 yang artinya tidak ada perbedaan kejadian hiperkolesterolemia berdasarkan riwayat keluarga yang meninggal karena penyakit jantung. Kadar Kolesterol berdasarkan Exercise Dari tabel silang diperoleh bahwa 10,5 % sampel hiperkolesterolemia tidak pernah melakukan berolahraga. Hasil uji statistik, menunjukkan p > 0,05 yang artinya tidak ada hubungan kejadian hiperkolesterolemia berdasarkan kebiasaan olahraga. Kadar Kolesterol berdasarkan kebiasaan merokok Dari tabel silang diperoleh bahwa sampel hiperkolesterolemia yang tidak merokok sebesar 19,1 %. Berdasarkan uji statistik, diperoleh p > 0,05 yang artinya tidak ada perbedaan kejadian hiperkolesterolemia berdasarkan kebiasaan merokok. Kadar Kolesterol berdasarkan IMT Dari tabel silang diperoleh bahwa persentase tertinggi sampel hiperkolesterolemia memiliki status gizi normal. Berdasarkan hasil analisis diperoleh p > 0,05 yang artinya tidak ada perbedaan kejadian hiperkolesterolemia berdasarkan indeks massa tubuh. Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan pejabat eselon di Pemda Gianyar mengalami hiperkolesterolemia sebesar 20,6% artinya prevalensi hiperkolesterolemia pada pejabat eselon di Pemda Gianyar adalah 20,6%. Rata-rata kadar kolesterol adalah 194,21 mg/dl sedangkan nilai minimum 134 mg/dl dan tertinggi 324 mg/dl. Pejabat yang mengalami hiperkolesterolemia lebih banyak terjadi pada pejabat laki-laki (64,7%) dibandingkan wanita. Sedangkan bila dilihat dari faktor pendidikan, hiperkolesterolemia lebih banyak pada pejabat yang pendidikannya sarjana atau tamatan perguruan tinggi. Penelitian Andri Suksesi, 2009 pada Hiperkolesterolemia dengan sampel pegawai negeri Kelurahan Simongan Ngemplak yang mendapatkan hasil kadar kolesterol terendah mg/dl, tertinggi mg/dl, rata-rata mg/dl. Penyebab terjadinya hiperkolesterolemia bukan karena status gizi dan jumlah lemak yang dikonsumsi tetapi berkaitan dengan jenis konsumsi lemak. Bila berdasarkan eselon, pejabat yang mengalami hiperkolesterolemia paling banyak eselon III dan setelah dianalisis dengan uji statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan berdasarkan eselon. 49

52 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Faktor keturunan atau heredity tidak merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian hiperkolesterolemia pada pejabat eselon di pemda Gianyar, hal ini bisa dilihat dari data bahwa yang mengalami hiperkolesterolemia keluarga/kerabatnya tidak meninggal karena penyakit jantung sebesar 19,1%. Lemak memiliki peranan penting bagi tubuh. Selain sebagai sumber energi, lemak diperlukan tubuh sebagai pelarut vitamin, komponen membran sel, bahan baku hormon, sistem imun, termoregulator. Asupan lemak dalam jumlah yang memadai serta berimbang antara lemak jenuh, tak jenuh, kolesterol dan lainnya akan mampu memenuhi fungsi diatas. Anjuran asupan lemak diharapkan tidak melebihi 25% dari total energi, lemak jenuh maksimal 10% dan lemak tak jenuh berkisar 3-7% total energi. Konsumsi lemak berlebih memang terjadi pada pejabat mengalami hiperkolesterolemia sebesar 11,8% tetapi setelah dianalisis secara statistik tidak ada perbedaan. Hal ini disebabkan karena peneliti tidak meneliti jenis lemak yang dikonsumsi sedangkan kolesterol berkaitan dengan konsumsi lemak terutama jenis lemak jenuh dan lemak trans. Kebiasaan berolahraga memang jarang dilakukan oleh sebagian pejabat apalagi yang mengalami hiperkolesterolemia tidak pernah melakukan olahraga sebesar 10,3%. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian dari Faridairiani, 2007 yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan risiko terjadinya hiperkolesterolemia pada lansia yaitu : pola makan (nilai p=0,009 OR- 4,265) dan kebiasaan olahraga (nilai p=0,001 OR=5,762). Perbedaaan ini disebabkan jenis sampel, dimana penelitian ini sampelnya pejabat yang masih aktif sedangkan penelitian Faridariani sampelnya lanjut usia. Sebagian besar pejabat tidak merokok dan yang mempunyai kebiasaan merokok hanya berjumlah 1,5%. Hal ini juga didukung oleh hasil uji statistik yang menunjukkan tidak adanya perbedaan hiperkolesterolemia berdasarkan kebiasaan merokok. Hasil yang sangat mencengangkan terlihat pada Indeks massa Tubuh (IMT) dari pejabat eselon di Pemda Gianyar dimana angka gizi lebih hampir mendekati 50% dimana kegemukan dan obesitas masingmasing prevalensinya 26,8%. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan kejadian hiperkoles-terolemia berdasarkan IMT. Gizi lebih dan obesitas dengan IMT >27 meningkat pesat pada berbagai negara dan berbagai kelompok umur yang menimbulkan masalah kesehatan. Hasil penelitian prospective selama 30 tahun menunjukkan sekitar 75% wanita dan 90% pria berkembang menjadi overweigth dan 40-50% menjadi obes, dan subyek dengan IMT >35 memiliki risiko kematian 16-21% akibat komplikasi kardiovaskuler 7 (Reaven et al., 2006). Obesitas merupakan faktor risiko independen bagi dislipidemia, hipertensi, DM tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler yang selanjutnya sebagai komplikasi dan penyebab utama kematian bagi seseorang 8. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pada kejadian hiperkolesterolemia, resiko H.E.A.L.T.H tidak merupakan faktor resiko yang menyebabkan terjadi hiperkolesterolemia. Pada penelitian ini justru diperoleh bahwa pendidikan sampel merupakan faktor resiko kejadian hiperkolesterolemia. Penelitian ini memperoleh hasil yang hampir sama dengan Nastiti Kharismawati, 2009 yang mendapatkan analisis statistik yang menunjukkan tidak ada hubungan antara IMT, asupan lemak dan aktivitas fisik terhadap kadar kolesterol pada anak-anak SMA. Bila dibandingkan berdasarkan umur dimana penelitian ini dilakukan pada pegawai yang umurnya sudah dewasa maka penelitian diatas menemukan hal sebaliknya. 50

53 Eka Padmiari, I.A., Yuni Gumala, N.M., Cintari, L. (Hubungan faktor resiko...) Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : tidak ada hubungan faktor genetik (heredity); kebiasaan olahraga (exercise); umur (Age); berat badan(lbs); kebiasaan merokok (Tobacco); kebiasaan konsumsi lemak (habits of eating fat) dengan hiperkolesterolemia pada pejabat di Pemda Gianyar. dengan hiperkolesterolemia pada para pejabat di Pemda Gianyar; 7) Tidak ada hubungan kejadian hiperkolestrolemia berdasarkan faktor risiko H.E.A.L.T.H pada pejabat di Pemda Gianyar Hasil penelitian ini memang tidak memperlihatkan bahwa hiperkolesterolemia berkaitan dengan faktor HEALTH tetapi perlu diwaspadai semua faktor resiko terutama IMT, kebiasaan olahraga dan konsumsi lemak. Saran kepada Pemda Gianyar agar pemeriksaan kesehatan rutin dilakukan bagi pejabat-pejabat serta membiasakan pejabat untuki melakukan olahraga rutin. Peneliti selanjutnya disarankan agar melaksanakan penelitian sejenis pada Pemda-Pemda dan instansi pemerintahan yang lain dan lebih menekankan pada kejadiannya serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hiperkolesterolemia. Daftar Pustaka 1. Waspadji, S. Diabetes Mellitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaan yang Rasional. dalam: Penatalaksanaan Diabetes mellitus Terpadu. Cet.3 Jakarta: Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto Mangunkusuma dan FKUI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,Depkes RI. Laporan Riset kesehatan dasar 2010,Jakarta Hamilton and Whitney. Nutrition ; Concept and Controversy, Washington, Indonesia, depkes (2003). Gizi Dalam Angka: sampai dengan tahun Jakarta : Ditjen Binkesmas Direktorat Gizi Masyarakat. pp Eka Padmiari, Ida Ayu dkk,. Pemantauan Indeks massa Tubuh (IMT) orang dewasa kawasan perkotaan di propinsi Bali, Poltekkes Denpasar dan Dinas kesehatan Propinsi Bali, Sastroasmoro, Sudigdo. Dasar- Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sugeng Seto, Jakarta Reaven, Gerad. M. The Metabolic Syndrome: Is This diagnosis necessary. American Journal Clinical Nutrition. 83. P ( ) Klein, S., Sheard N.F., Sunyer X.P., Daly A., Rosett J.W., Kulkarni K. & Clark N.G. (2004). Weight Management Trought Life Style Modification For Prevention and Management Type 2 Diabetes.. American Journal Clinical Nutrition, 80, pp

54 52 PEMANFAATAN JEMPENG DALAM PENGOLAHAN AIR BERSIH DI DESA TEGAL MENGKEB KECAMATAN SELEMADEG TIMUR KABUPATEN TABANAN I N Gd Suyasa 1 Abstract. Water is one of the very basic need for the survival of living things, especially human life. Approximately 70% water or earth surface was approximately 1.4 thousand million cubic kilometers. In Indonesia, the rural population using clean water only reached 67.3%, 51.4% of eligible bacteriology. It causes diarrhea as one of waterborne diseases is still a matter of society and ranks third as a cause of death for all ages in Indonesia. One simple technology which can be used in the provision of clean water is a water purification by using jempeng (Sieve Stone Rocks). Jempeng is a water filter made of rock. The rocks belong to the kind of hard ground. This study wanted to see TDS reduction by filtration and MPN Coliform water with the rock thickness 7 cm of rock material Blayu Marga Tabanan District, the Ubud and Silakarang Bonbiu Blahbatuh Gianyar regency. The conclusion of this study is there is a difference TDS values before and after filtration with Stone Rocks Bonbiu sig p (0.02), Stone Rocks Silakarang sig (p) 0.001, and Stone Rocks Belayu with sig (p) There are differences in coliform values before and after filtering with Stone Rocks Bonbiu sig p (0.023), Stone Rocks Silakarang sig (p) 0.00, and Stone Rocks Belayu with sig (p) There are differences in the value of TDS after filtering with different types of rock material with sig (p) value of and there are differences in coliform after filtering with different types of rock material with sig (p) Keywords: Jempeng, TDS, MPN Coliform Abstrak. Air merupakan salah satu kebutuhan yang sangat pokok bagi kelangsungan kehidupan makhluk hidup terutama manusia. Air sekitar 70% permukaan bumi atau berjumlah kira-kira 1,4 ribu juta kilometer kubik. Di Indonesia, penduduk pedesaan yang menggunakan air bersih baru mencapa 67,3%, hanya 51,4% yang memenuhi syarat bakteriologis. Hal ini menyebabkan penyakit diare sebagai salah satu penyakit yang ditularkan melalui air masih menjadi masalah masyarakat dan menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab kematian bagi semua umur di Indonesia. Salah satu teknologi sederhana yang dapat dipergunakan dalam penyediaan air bersih adalah penjernihan air dengan mempergunakan jempeng (Saringan Batu Cadas). Jempeng adalah merupakan saringan air yang terbuat dari batu cadas. Batu cadas merupakan batu yang terjadi dari padatan pasir atau tanah. Penelitian ini ingin melihat penurunan TDS dan MPN Coliform melalui penyaringan air dengan batu cadas ketebalan 7 cm dari bahan batu cadas Desa Blayu Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan, Desa Silakarang Kecamatan Ubud dan Desa Bonbiu Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan nilai TDS sebelum dan sesudah penyaringan dengan Batu Cadas Bonbiu sig p (0,02), Batu Cadas Silakarang sig (p)0,001, dan Batu Cadas Belayu dengan sig (p) 0,025. Terdapat perbedaan nilai coliform sebelum dan sesudah penyaringan dengan Batu Cadas Bonbiu sig p (0,023), Batu Cadas Silakarang sig p(0,00), dan Batu Cadas Belayu dengan sig (p) 0,025. Terdapat perbedaan nilai TDS setelah penyaringan dengan berbagai jenis bahan batu cadas dengan nilai sig (p)0,048 dan terdapat perbedaan nilai coliform setelah penyaringan dengan berbagai jenis bahan batu cadas dengan nilai sig (p)0,000. Keywords: Jempeng, TDS, MPN Coliform Air sangat melimpah di atas permukan bumi yaitu mencapai 70% permukaan bumi atau kira-kira 1,4 ribu juta kilometer kubik, dari jumlah tersebut, hanya sebagian kecil sekitar 0,003% yang benar-benar dimanfaatkan. Di Indonesia, penduduk pedesaan yang menggunakan air bersih baru mencapai 67,3%. Dari angka tersebut hanya 51,4% yang memenuhi syarat bakteriologis. Hal ini menyebabkan diare sebagai penyakit yang 1 Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Denpasar

55 Suyasa, I N.G.. (Pemanfaatan jempeng dalam...) ditularkan melalui air masih menjadi masalah masyarakat dan menduduki peringkat ketiga penyebab kematian bagi semua umur di Indonesia. Penyediaan air bersih yang memenuhi syarat dapat mencegah meluasnya diare sebesar 18% 1. Hasil studi WHO (2007), menunjukkan kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun dan 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman. Bila mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun sebesar 94% 2. Hasil studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia 2006 terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukkan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50% dari air tersebut masih mengandung E. coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia. Angka kejadian diare nasional pada 2010 sebesar 411 per seribu penduduk pada semua umur dan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatalit Rate (CFR) sebesar 2,52 2. Salah satu teknologi sederhana yang dapat dipergunakan dalam penyediaan air bersih adalah penjernihan air mempergunakan Jempeng (Saringan Batu Cadas). Jempeng adalah merupakan saringan air yang terbuat dari batu cadas. Batu cadas merupakan batu yang terjadi dari padatan pasir atau tanah. Batu ini tergolong dalam jenis tanah yang keras atau pada seperti gunung. Air yang dihasilkan untuk jempeng dengan ketebalan 13 cm adalah 3,8 liter/jam. Ratarata debit air yang dihasilkan oleh jempeng dengan ketebalan dinding 13 cm, diketahui belum cukup untuk memenuhi kebutuhan air minum untuk satu keluarga yang jumlahnya lebih dari 5 orang 1. Parameter kualitas air bersih yang harus diperhatiakan adalah ph, suhu, TDS dan MPN Coliform. Hasil penelitian tentang pemanfaatan jempeng untuk menurunkan MPN Coliform, menunjukkan hasil bahwa dengan ketebalan 5 cm rata-rata hasil pemeriksaan MPN Coliform setelah penyaringan sebesar 85,90±106 /100ml air 3. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/IX/1999, tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih, kandungan MPN Coliform yang diperbolehkan maksimum untuk air bersih adalah 10 /100ml air dan TDS adalah 1500 mg/l air 4. Desa Tegalmengkeb Selemadeg Timur memiliki keterbatasan dalam penyediaan air bersih. Kondisi air bersih menjadi salah satu permasalahan mencolok baik berdasarkan hasil survei lapangan maupun berdasarkan data Puskesmas. Air bersih perpipaan yang tidak dapat menjangkau daerah tertinggi di Desa Tegalmengkeb membuat masyarakat menggunakan air sungai sebagai alternatif air baku. Sungai yang ada mengalir hampir sepanjang tahun dengan debit yang konstan cukup untuk memenuhi kebutuhan air 89 KK di Banjar tersebut. Permasalahan yang ada adalah kondisi fisik air yang keruh, namun masyarakat menggunakan air tersebut untuk keperluan sehari hari termasuk memasak dan minum. Air sungai dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai aktifitas. Belum tersedianya sumber air perpipaan menyebabkan masyarakat mempergunakan jempeng sebagai penyaringan sederhana dan air hasil penyaringan dikonsumsi langsung tanpa proses pengolahan. Bahan baku air dalam saringan jempeng adalah air sungai yang mengalir melewati desa tersebut. Desa Tegalmengkeb Selemadeg Timur merupakan daerah pesisir, sehingga air sungai yang ada di Desa Tegalmengkeb berada pada hilir sungai. Kondisi sungai pada hilir sebagai bahan baku air bersih cukup keruh dan membawa zat pencemar dari hulu. Hasil survey pendahuluan pada jempeng tradisional Di Desa Tegalmengkeb dengan ketebalan 3-4 cm menunjukkan tidak mampu menurunkan MPN Coliform. 53

56 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Kandungan MPN Coliform pada sumber air sebelum dan sesudah penyaringan menunjukkan hasil yang sama yaitu 96 /100 ml. Hal ini belum memenuhi persyaratan kualitas air bersih. Berdasarkan data Puskesmas Selemadeg Timur II, Diare menempati urutan pertama sebagai penyakit terbanyak. Daya kerja jempeng untuk menyaring air dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran besar kecilnya diameter pori-pori bahan saringan, suhu air, derajat kekeruhan (turbiditas) air, derajat keasaman (ph) air, tebal tipisnya dinding saringan dan tekanan pada dinding saringan 5. Cadas sebagai bahan baku jempeng terdiri dari berbagai kualitas yang didasarkan diameter pori-pori, bahan dasar penyusun berupa padatan pasir dan tanah. Batu cadas dari Silakarang dan Bon Biu sangat terkenal memiliki kualitas yang sangat bagus. Kerapatan pori pori batu cadas sangat kecil. Batu cadas Belayu adalah salah satu batu cadas yang banyak dipergunakan oleh masyarakat Tabanan. Berdasarkan latar belakang tersebut dilaksanakan penelitian aplikasi penggunaan jempeng dengan berbagai jenis batu cadas yaitu Batu Cadas Belayu, Silakarang dan Bonbiu dengan ketebalan 7 cm terhadap penurunan TDS dan MPN Coliform. Penelitian bertujuana untuk menghitung nilai TDS dan MPN Coliform sebelum dan sesudah penyaringan air dengan batu cadas ketebalan 7 cm dari bahan cadas Blayu, Silakarang dan Bon Biu. Metode Penelitian dilaksanakan di Desa Tegalmengkeb Selemadeg Timur Kabupaten Tabanan dengan waktu penelitian pada Juli Oktober Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan rancangan The Pretest Postest Control Group Disain. Data yang dikumpulkan meliputi data primer berupa TDS dan MPN Coliform sebelum dan sesudah pengolahan dengan Jempeng 54 (Saringan batu cadas) serta data sekunder diperoleh dari laporan terkait dengan topik penelitian. Cara pengumpulan data dengan melakukan pengukuran kualitas air bersih. Data yang diperoleh dalam pengukuran disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis dengan Uji Beda Sampel Berpasangan untuk melihat perbedaan nilai TDS dan MPN Coliform sebelum dan sesudah penyaringan pada masing-masing jenis saringan. Uji Beda Sampel Bebas untuk melihat perbedaan nilai TDS dan MPN Coliform setelah penyaringan antara kontrol, cadas bon biu dan cadas silakarang 6. Hasil dan pembahasan Pembuatan bak penyaringan Bak penyaringan dibuat di Banjar Dinas Munduk Ulan. Penyaringan yang digunakan menggunakan batu paras setebal 7 cm dengan ukuran 27 x 15 cm. Ukuran bak penyaringan dibangun yaitu 1 x 0,6 m dengan tinggi 1 m. Pembuatan bak dibuat dengan tiga perlakuan dengan membedakan bahan dari batu cadas. Batu cadas yang dipergunakan adalah Batu Cadas dari Bonbiu, Silakarang dan Belayu. Sistem pengaliran bahan baku air bersih Air baku yang dipergunakan sebagai sumber air bersih adalah merupakan air sungai yang berasal dari irigasi desa. Air sungai yang dipergunakan bahan baku juga dipergunakan untuk berbagai aktivitas masyarakat. Sungai yang terletak di bagian bawah desa dinaikkan dengan mempergunakan pompa. Selanjutnya air di tamping di reservoir. Sistem pengaliran air dari reservoir ke masing- masing rumah penduduk dengan mempergunakan system perpipaan dan gaya gravitasi. Parameter pemeriksaan sebelum dan sesudah penyaringan air TDS. Pemeriksaan nilai TDS dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Denpasar.

57 Suyasa, I N.G.. (Pemanfaatan jempeng dalam...) Pengambilan sampel dilaksanakan pada waktu bersamaan di seluruh kelompok yaitu berkisar antara pukul wita. Gambaran nilai TDS sebelum dan sesudah penyaringan disajikan pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1 terlihat rerata TDS pada kontrol sebelum penyaringan adalah 150±12,65 dan setelah penyaringan 146,67±13,66. Dari hasil analisis statistik diperoleh Asymp sig 0,18 >α(0,05), yang berartinya tidak terdapat perbedaan nilai TDS sebelum dan sesudah penyaringan. Rerata nilai TDS sebelum penyaringan pada cadas Bon Biu 160±16,73 sedangkan setelahnya 146,67±24,22. Dari hasil analisis diperoleh Asymp sig 0,02< α(0,05), yang berarti terdapat perbedaan nilai TDS yang bermakna sebelum dan sesudah penyaringan dengan menggunakan bak penyaringan bahan cadas Bon biu. Pada bak penyaringan bahan cadas Silakarang didapatkan rerata TDS sebelum penyaringan 131,67±28,58 dan setelahnya 111,67±31,25. Dari hasil analisis diketahui Asymp sig 0,001 <α(0,05) yang berarti terdapat perbedaan nilai TDS yang bermakna sebelum dan sesudah penyaringan dengan menggunakan bak penyaringan bahan cadas Silakarang. Pada bak penyaringan bahan cadas Belayu didapat rerata TDS sebelum penyaringan 143,33±22,51 dan setelahnya 111,67 ±40,82. Dari hasil analisis statistik didapatkan nilai Asymp sig 0,025<α(0,05), yang berarti terdapat perbedaan nilai TDS yang bermakna sebelum dan sesudah penyaringan pada bak penyaringan dengan batu cadas Belayu. Coliform. Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa rerata coliform pada kontrol sebelum penyaringan 17,67 ± 2,58 dan setelahnya 18,5 ± 2,74. Dari hasil analisis statistik diperoleh Asymp sig 0,175>α(0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan nilai coliform sebelum dan sesudah penyaringan. Rerata Coliform sebelum penyaringan pada bak penyaringan bahan cadas Bon Biu adalah 17,67±2,58 dan setelahnya 0. Dari hasil analisis diperoleh Asymp sig 0,032 < α(0,05) yang berarti terdapat perbedaan coliform yang bermakna sebelum dan sesudah penyaringan dengan menggunakan bak penyaringan bahan cadas Bon biu. Pada bak penyaringan bahan cadas Silakarang didapatkan rerata coliform sebelum penyaringan 18,50±2,74 dan setelahnya 6,08 ± 3,64. Dari hasil analisis diketahui Asymp sig 0,00<α(0,05) yang 55

58 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : berarti terdapat perbedaan coliform yang bermakna sebelum dan sesudah penyaringan dengan menggunakan bak penyaringan bahan cadas Silakarang. Pada bak penyaringan bahan cadas Belayu didapatkan rerata coliform sebelum penyaringan 18,50±2,75 dan setelahnya 12,67±3,72. Dari hasil analisis didapatkan Asymp sig 0,025<α(0,05) yang berarti terdapat perbedaan coliform yang bermakna sebelum dan sesudah penyaringan pada bak penyaringan bahan cadas Belayu. Desa Tegalmengkeb memiliki permasalahan air bersih, disebabkan kondisi topografi dan kontur wilayah dataran cukup tinggi, sehingga sumber air PDAM tidak dapat dijangkau. Oleh karenanya, beberapa lokasi menggunakan air bulakan atau air berasal dari mata air di dekat sungai sebagai sumber air baku untuk keperluan sehari hari. Kondisi air yang tidak jernih menyebabkan beberapa penduduk dengan ekonomi menengah berinisiatif membuat penyaringan air menggunakan batu paras yang biasa disebut topo. Kondisi sungai pada hilir sebagai bahan baku air bersih cukup keruh dan membawa zat pencemar dari hulu. Terdapat banyak mikroba patogen dan parasit telah berhasil 56 diisolasi dari dalam air seperti penyebab penyakit Typhus abdominalis, cholera, dysentri basiler, diare akut, poliomyelitis, disentri amoeba, penyakit cacing seperti Ascariasis, Trichiuris atau parasit yang menggunakan air untuk daur hidupnya seperti Schistosoma mansoni. Air memiliki peranan penting dalam penularannya yang dikenal sebagai verhicle. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh air adalah diare. Angka kejadian diare nasional pada 2006 sebesar 423 per seribu penduduk pada semua umur dan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52 1. Penyakit yang ditularkan melalui air dikenal dengan istilah Water borne disease. Pengertian water borne disease secara prinsip merupakan penyakit yang ditularkan melalui air yang disebabkan oleh mikroorganisme pathogen. Frekwensi terbanyak penyakit ini ditularkan pada air tawar yang terkontaminasi. Infeksi umumnya didapatkan ketika melakukan kegiatan selama mandi, mencucui, minum, pengolahan makanan atau pada saat mengkonsumsi makanan. Kejadian yang paling sering terjadi adalah penyakit diare 7.

59 Suyasa, I N.G.. (Pemanfaatan jempeng dalam...) Nilai TDS setelah penyaringan pada berbagai kelompok perlakuan setelah penyaringan menunjukkan hasil Asymp sig 0,048 <α(0,05) yang artinya terdapat perbedaan nilai TDS setelah penyaringan pada berbagai kelompok perlakuan. Berdasarkan Permenkes 416/MENKES/ PER/IX/1990, bahwa nilai TDS maksimum yang diperbolehkan pada air bersih adalah 1500 mg/l. Berdasarkan hasil penelitian seluruh bak penyaringan menunjukkan nilai TDS dibawah batas maksimum yang diperkenankan. Selisih nilai rata-rata penurunan TDS sebelum dan sesudah penyaringan menunjukkan bahwa Bak Penyaringan dengan bahan batu cadas Desa Belayu memiliki kemampuan paling besar menurunkan nilai TDS yaitu 26,66 mg/l. Kelarutan zat padat dalam air atau disebut sebagai Total Dissolved Solid (TDS) adalah terlarutnya zat padat, baik berupa ion, berupa senyawa, koloid di dalam air. Sebagai contoh adalah air permukaan apabila diamati setelah turun hujan akan mengakibatkan air sungai maupun kolam kelihatan keruh yang disebabkan oleh larutnya partikel tersuspensi di dalam air, sedangkan pada musim kemarau, air kelihatan berwarna hijau karena adanya ganggang di dalam air. Konsentrasi kelarutan zat ini dalam keadaan normal sangat rendah, sehingga tidak terlihat mata telanjang 8. Total zat padat terlarut biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik dan gas terlarut. Bila total zat padat terlarut bertambah maka kesadahan akan naik. Selanjutnya efek padatan terlarut ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah itu 9. Apabila bahan buangan padat larut di dalam air, maka kepekatan atau berat jenis cairan akan naik. Adakalanya pelarutan bahan buangan padat di dalam air akan disertai pula dengan perubahan warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Akibatnya, proses fotosintesis tanaman di dalam air akan menjadi terganggu. Jumlah oksigen yang terlarut di dalam air juga akan berkurang. Hal ini sudah barang tentu berakibat terhadap kehidupan organisme yang hidup di dalam air. Dari segi kesehatan, apabila air yang mengandung padatan terlarut terminum oleh manusia tidak akan memberikan efek yang langsung karena efek padatan terlarut akan memberi rasa pada air seperti garam. Air yang teminum akan menyebabkan akumulasi garam di dalam ginjal manusia dalam waktu lama yang akan mempengaruhi fungsi fisiologis ginjal 10. Nilai coliform setelah penyaringan pada berbagai kelompok perlakuan setelah penyaringan menunjukkan hasil Asymp sig 0,000<α(0,05) yang artinya terdapat perbedaan nilai coliform setelah penyaringan pada berbagai kelompok perlakuan. Berdasarkan Permenkes 416/MENKES/ PER/IX/1990, bahwa nilai coliform maksimum yang diperbolehkan pada air bersih adalah 10/ 100 ml. Berdasarkan hasil penelitian bak penyaringan dari batu cadas Desa Bon Biu dan Silakarang dibawah batas maksimum yang diperkenankan. Selisih nilai rata-rata penurunan Coliform sebelum dan sesudah penyaringan menunjukkan bahwa Bak Penyaringan dengan bahan batu cadas Bon Biu memiliki kemampuan paling besar menurunkan nilai Coliform yaitu sebesar 17,67 / 100 ml. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/Menkes/Per/ IV/ , hanya Bak Penyaringan bahan Cadas Desa Bon Biu yang mampu melakukan penyaringan dengan hasil Coliform 0/100 ml. Bakteri koliform dapat dibedakan menjadi 2 grup yaitu : (1) koliform fekal misalnya Escherichia coli dan ( 2 ) koliform nonfekal misalnya Enterobacter aerogenes. E. coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia, sedangkan Enterobacter aerogenes biasanya ditemukan pada hewan atau tanam-tanaman yang telah mati

60 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Jadi, adanya E. coli dalam air minum menunjukkan bahwa air minum itu pernah terkontaminasi feses manusia dan mungkin dapat mengandung patogen usus. Oleh karena itu, standar air minum mensyaratkan E. coli harus nol dalam 100 ml. Jempeng merupakan teknologi sederhana yang dipergunakan dalam penjernihan air. Jempeng biasanya dipergunakan untuk penyaringan sumber air yang berasal dari air sumur gali dan saluran irigasi. Jempeng adalah saringan air yang terbuat dari batu cadas. Batu cadas adalah merupakan batu yang terbuat dari padatan pasir atau tanah. Batu ini tergolong dalam jenis tanah yang keras atau padat seperti batu gunung. Daya kerja jempeng untuk menyaring air dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran besar kecilnya diameter pori-pori bahan saringan, suhu air, derajat kekeruhan (turbiditas) air, derajat keasaman (ph) air, tebal tipisnya dinding saringan dan tekanan pada dinding saringan 5. Cadas sebagai bahan baku jempeng terdiri dari berbagai kualitas yang didasarkan diameter pori-pori, bahan dasar penyusun berupa padatan pasir dan tanah. Batu cadas dari Silakarang dan Bon Biyu sangat terkenal memiliki kualitas yang sangat bagus. Kerapatan pori pori batu cadas sangat kecil. Batu cadas Belayu adalah salah satu batu cadas yang banyak dipergunakan oleh masyarakat Tabanan. Kesimpulan dan Saran Simpulan penelitian; 1) Terdapat perbedaan rerata TDS sebelum dan sesudah penyaringan pada bak penyaringan dengan batu cadas Bon Biu, Silakarang dan Belayu; 2) Terdapat perbedaan nilai TDS setelah penyaringan pada berbagai jenis bahan cadas; 3) Terdapat perbedaan rerata coliform sebelum dan sesudah penyaringan pada bak penyaringan dengan batu cadas Bon Biu, Silakarang dan Belayu; 4)Terdapat perbedaan nilai coliform setelah penyaringan pada berbagai jenis bahan cadas. Saran yang dapat diberikan; 1) diharapkan kepada Puskesmas dan Dinas Kesehatan agar melakukan pemantau dan pengawasan terhadap penyediaan air bersih di Desa Tegalmengkeb Kabupaten Tabanan. 2) Kepada petugas puskesmas agar dilakukan sosialisasi dan koordinasi dengan aparat Desa Tegalmengkeb untuk pembangunan fasilitas penyaringan air bersih. Daftar Pustaka 1. Aliya, D.R. (2011). Mengenal Teknik Penjernihan Air, Semarang. Penerbit Aneka Ilmu 2. Achmadi, (2013). Peran Ahli Kesehatan Lingkungan Dalam Menghadapi Globalisasi dan Akselerasi Pencapaian MDG. Seminar Nasional HAKLI, Surabaya 3. Asmarajaya, (2005). Efektifitas Saringan Batu Berpori Dalam Penurunan Jumlah MPN Coliform Terhadap Air Sungai Di Desa Pejeng Kangin Kecamatan Tampak Siring Kabupaten Gianyar. Karya Tulis Ilmiah, Poltekkes Denpasar 4. Permenkes 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Standar Kualitas Air Bersih Dan Air Minum 5. Wibowo, Satryo(2008). Teknik Penjernihan Air. Available at aimyaya.com/ id/lingkungan-hidup/ kumpulan-teknik-penyaringan-airsederhana/, citasi 1 Maret Santoso Singgih, 2001, Statistik Non Parametrik, Elex Media Komputindo, Jakarta. 7. Chandra, Budiman. (2001). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC 8. Situmorang, Manihar S. (2007). Kimia Lingkungan. Medan. Universitas Negeri Medan 9. Sunu, Pramudya. (2001) Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO Jakarta. PT Grasindo. 10. Wardhana, Wisnu Arya. (2001). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta. Andi Offset Yogyakarta 11. Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/ Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum 12. Fardiaz, Srikandi. (1992). Polusi Air dan Udara. Jakarta. Kanisius 58

61 JUS BUAH NAGA MERAH MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PENDERITA DMT2 Ni Komang Wiardani 1, Yenny Moviana 2, I G.P. Sudita Puryana 3 Abstract. The prevalence of Diabetes Mellitus (DM), increase gradually every year. WHO reported about 346 million people suffer from DM. Indonesia on the fourth position in the world. Dragon fruit may control blood glucose level DM patients, so could minimize complication. The study aimed to know the effectiveness of dragon fruit juice in lowering blood glucose DM patients. This was an experimental study with randomized pre test post test control group design. Subjects were devided into three groups, 100 gram dragon fruit in 250 ml juice, 200 gram dragon fruit in 250 ml juice, and control without dragon fruit juice. Post prondial blood glucose subjects were taken on one day before and after 10 days intervention. There were significant reduction on blood glucose level after dragon fruit intervention (p<0.05). The reduction level about 9,1% 29,1%. The most effective reduction was on the group whose given 200 gram dragon fruit in 250 ml juice. Keywords : blood glucose level, diabetes mellitus, dragon fruit juice Abstrak. Prevalensi Diabetes Melitus (DM) terus meningkat setiap tahun. Data WHO (2011) menyebutkan sekitar 346 juta penduduk menderita DM dan Indonesia menduduki peringkat ke empat jumlah penderita DM di dunia. Penatalaksanaan pola makan pasien DM perlu dimodifikasi terutama asupan serat dan antioksidan. Buah naga dapat mengendalikan kadar glukosa darah sehingga dapat mencegah komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian terapi jus buah naga dalam menurunkan kadar glukosa darah penderita DMT2. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan randomized pre test-post test control group design. Subyek dibagi tiga kelompok yaitu : kelompok I diberikan terapi jus buah naga 100 gram dalam 250 ml jus, kelompok II: diberikan terapi jus buah naga 200 g dalam 250 ml jus. Kelompok III: kelompok kontrol tidak diberikan tambahan Jus dan hanya menjalankan program diet DM. Pemberian terapi jus dilakukan setiap hari selama 10 hari. Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat (anova). Dari hasil penelitian diketahui rata rata kadar glukosa darah sebelum perlakuan 256, 4 mg/dl dan setelahnya 213,3 mg/dl, kadar. Terjadi penurunan kadar glukosa darah yang signifikan sebelum dan setelah perlakuan ( p<0,05). Pemberian terapi jus 200 g buah naga menurunkan kadar glukosa paling tinggi dibanding lainnya, dengan demikian perlakuan ini dapat dikatakan paling efektif menurunkan kadar glukosa DM. Kata Kunci : Diabetes Melitus, Kadar Glukosa darah, Terapi jus buah naga Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang prevalensinya meningkat pesat setiap tahun di seluruh dunia. Data WHO (2009) menyebutkan bahwa penderita DM di dunia pada 2000 berjumlah 171 juta jiwa, pada 2011 menjadi 346 juta dan diperkirakan meningkat a dua kali lipat pada Indonesia menduduki peringkat ke empat jumlah penderita DM terbanyak di dunia 1) Diet dan gaya hidup sedentary merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap peningkatan prevalensi DM. Terjadinya pergeseran pola makan ke arah pola makan tinggi energi, lemak dan rendah serat memicu ketidakseimbangan asupan gizi yang mengarah pada perkembangan penyakit degeneratif seperti DM. DM sampai saat ini merupakan masalah kesehatan serius dan sulit diatasi 2). Di Indonesia, DM merupakan penyebab utama kematian akibat penyakit tak menular, yaitu 2,1% dari seluruh kematian 3). Salah satu ciri DM adalah kadar glukosa darah yang meningkat diatas normal. 1,2,3 Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Denpasar 59

62 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Kadar glukosa darah yang tidak terkendali menimbulkan berbagai komplikasi, diantaranya adalah penyakit kardiovaskuler yang ditandai tingginya kadar kolesterol dan lipida darah 4). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004 menyatakan 16,5 % penderita DM meninggal akibat komplikasi penyakit jantung. Upaya pencegahan komplikasi dan pengelolaan penderita DM ditekankan pada pengaturan pola makan menyangkut jumlah, jenis dan jadwal makan disamping memperhatikan faktor aktifitas fisik dan edukasi. Pada pengaturan pola makan, penderita DM dianjurkan untuk memperhatikan asupan karbohidrat dan serat karena penting artinya dalam pengendalian kadar glukosa darah. Kenyataannya, penderita DM yang sudah menjalankan program diet ternyata belum mampu mengendalikan glukosa darah dengan baik sehingga kadar hariannya tetap tinggi. Penyebabnya adalah kurangnya asupan buah dan sayur sebagai sumber serat dan antioksidan. Hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan asupan serat penderita DM <15 g/hari, lebih rendah dari anjuran yaitu 25 g/hari 5). Hasil penelitian terhadap penderita DM tipe 2 (DMT2) di RSUP Sanglah Denpasar melaporkan rerata asupan serat mereka hanya 8,9 g/hari 6). Serat memiliki kemampuan memperlambat penyerapan glukosa dan lemak dengan cara meningkatkan kekentalan feses yang secara tidak langsung menurunkan kecepatan difusi sehingga kadar glukosa darah, profil lipid dan kolesterol menurun 7). Antioksidan bermanfaat menjaga elastisitas dan permiabilitas pembuluh darah. Untuk meningkatkan asupan serat dan antioksidan penderita DM, diperlukan perbaikan diet dengan menambah formula dalam bentuk terapi jus yang bersumber dari buah-buahan sebagai sumber makanan kaya serat, vitamin, dan karbohidrat dengan indeks glikemik rendah. Serat terutama serat larut dapat memperbaiki kontrol glukosa darah. 5) Salah satu buah yang bisa dimanfaatkan sebagai terapi jus adalah buah naga (Hylocereus) yang memiliki keunggulan yaitu kaya serat, kalsium, magnesium, kalium dan natrium. Setiap 100 g buah naga mengandung kadar air tinggi (85%), energi 50 Kal, serat 0,9-2,1 g, lemak 0,6 g, vitamin C 8-25 mg, kalsium 134 mg, fosfor 36 mg dan magnesium 60,4 mg. Buah naga juga mengandung antioksidan yang bermanfaat dalam menjaga elastisitas pembuluh darah. Berbagai penelitian menunjukkan buah naga mampu memperbaiki sistem peredaran darah, menurunkan kadar glukosa darah dan kolesterol. Buah naga mampu meningkatkan metabolisme tubuh dan mencegah peningkatan glukosa darah 8). Divisi Nutrisi Fakultas kedokteran Malaysia (2011) menyimpulkan pemberian buah naga g/hari mampu menurunkan kadar gula darah, trigliserida, dan kolesterol penderita DMT2 9). Namun, belum ada penelitian tentang porsi buah naga yang paling tepat dalam menurunkan kadar glukosa darah. Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan permasalahan bagaimanakah efektifitas terapi jus buah naga pada program diet dalam menurunkan kadar glukosa darah penderita DM? Dipilihnya buah naga untuk menurunkan kadar glukosa darah, mengingat buah ini banyak beredar di pasaran dan sudah menjadi komoditi lokal terutama buah naga merah yang banyak dikonsumsi masyarakat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian terapi Jus buah naga pada program diet terhadap penurunan glukosa darah dan kolesterol pada penderita DM. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai upaya pengembangan alternatif pemberian terapi diet pada penderita DM dan penyakit degeneratif lainnya, serta pentingnyan buah khususnya buah naga dalam melaksanakan kontrol glikemik. 60

63 Wiardani, N K., Moviana, Y., Sudita Puryana, I G.P. (Jus buah naga...) Metode Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan randomized pre -post test control group design 10). Subyek penelitian adalah pasien DMT2 rawat jalan di RSUP Sanglah Denpasar dengan kriteria umur > 30 tahun, sedang menjalankan program diet DM, tidak menggunakan injeksi insulin dan tidak menggunakan suplemen herbal. Sampel dibagi menjadi 3 kelompok, dengan masing-masing kelompok berjumlah 17 orang. Kelompok I mendapatkan pemberian jenis terapi jus buah naga merah 1 kali sehari sebanyak 100 g; kelompok II terapi jus buah naga merah 200 g, dan kelompok III sebagai kelompok kontrol tanpa pemberian terapi jus pada program diet yang dia jalani. Data awal yang dikumpulkan meliputi pengukuran kadar glukosa darah, penilaian konsumsi makanan menggunakan recall 1 x 24 jam, serta konsultasi untuk meningkatkan ketaatan diet selama intervensi. Pemberian terapi jus buah naga merah dilakukan melalui kunjungan rumah. Buah dipilih buah naga merah, karena merupakan komoditi lokal yang mengandung antioksidan dalam bentuk betalain (provitamin A) dan pektin. Jumlah 1 g buah naga mengandung 50 Kalori yang sama dengan satu satuan penukar pada daftar penukar. Konsumsi buah dianjurkan minimal satu satuan penukar (100 g) sampai dua satuan penukar (200 g) dalam satu kali penyajian yang bisa dikonsumsi bersama menu makan siang atau sebagai makanan selingan. Terapi jus diberikan setiap hari dengan takaran 250 ml jus selama 10 hari berturut-turut sesuai dengan jenis perlakuan. Selama pemberian terapi jus buah naga dimonitor porsi jus yang dihabiskan dan dicatat segala keluhan yang dialami sampel. Pengukuran dilaksanakan 1 hari setelah pelaksanaan intervensi, yaitu dengan mengukur kembali kadar glukosa darah 2 Jam Post Prondrial (2 JPP) dengan prosedur sama. Data yang diperoleh diproses dengan program komputer untuk analisis statistik univariat, bivariat dan multivariat. Uji homogenitas varian antar kelompok dengan Levene Test. Uji Paired t-test untuk mengetahui penurunan kadar glukosa dan kolesterol darah, Uji Anova satu arah untuk mengetahui perbedaan rerata kadar glukosa sebelum dan sesudah perlakuan dan uji Tukey untuk mengetahui jenis perlakuan yang lebih efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah pada penderita DM. Hasil dan Pembahasan Karakteristik sampel Berdasarkan hasil penelitian diketahui sampel merupakan penderita DM yang terdiagnosa antara 4 bulan sampai 2 tahun. Rerata umur sampel adalah 53± 5,3 tahun umur terendah 43 dan tertinggi 62 tahun. Dilihat dari jenis kelamin, sebagian besar sampel berjenis kelamin laki laki (63,0%) dengan sebaran tersaji pada Gambar 1. Dilihat dari tingkat pendidikan, proporsi terbanyak adalah SMA (46,3%), disusul perguruan tinggi 24,1% dan 14,1% SD. Sedangkan dilihat dari jenis pekerjaan, pekerjaan sampel cukup beragam yaitu sebagai karyawan swasta 14 orang (25,9%), tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga 14 orang (25,9%), sebagai PNS 8 orang (14,8%), pensiunan PNS dan swasta 10 orang (18,5%) dan lainnya seperti pedagang dan wiraswasta. Status Gizi Sampel Status Gizi ditetapkan berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT). Rata rata IMT sampel adalah 27,2±2,9. Berdasarkan kriteria Departemen Kesehatan (2004), diperoleh hasil status gizi sampel dengan proporsi paling banyak, yaitu 27 orang (50,0%) obesitas, 27,8% gizi lebih, dan 22,2 % gizi baik. 61

64 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Gambar 1. Sebaran Jenis Kelamin sampel Asupan Energi, Karbohidrat dan Serat Asupan zat gizi sampel berpedoman pada standar diet yang diberikan oleh ahli Gizi rumah sakit. Penilaian dilakukan sebelum dan setelah terapi jus. Selama pemberian terapi jus buah naga, sampel diminta untuk menjalankan diet sesuai dengan standar diet. Bagi kelompok yang mendapatkan terapi jus, jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi dikurangi dengan jumlah energi dari jus buah naga merah sesuai perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan asupan zat gizi sampel sebelum dan sesudah intervensi, baik itu energi dan karbohidrat, namun terjadi peningkatan untuk asupan serat. Selama pemberian terapi jus buah naga, sebagian besar tingkat konsumsi sampel tergolong baik seperti pada Gambar Gambar 2 Sebaran Status Gizi Sampel Kadar Glukosa Darah DM merupakan suatu penyakit gangguan metabolik yang ditandai meningkatnya kadar glukosa darah akibat insufiensi insulin atau resistensi insulin. Penurunan dan pengendalian kadar gula darah sangat penting dimonitor untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Pengukuran kadar glukosa darah yang dilakukan adalah kadar glukosa 2 Jam setelah makan (2 JPP).

65 Wiardani, N K., Moviana, Y., Sudita Puryana, I G.P. (Jus buah naga...) Kadar glukosa 2 JPP yang masih dianggap normal adalah <200 mg/dl. Gambaran kadar glukosa darah masing- masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penurunan kadar glukosa darah sebelum dan setelah diberikan perlakuan. Tabel 3 menunjukkan bahwa penurunan kadar glukosa darah tertinggi terdapat pada kelompok 2 dengan perlakuan pemberian terapi jus buah naga 200 g pada program diet. Rata-rata penurunan glukosa darah adalah 79,1 mg/dl (29,1%) dan terendah pada kelompok kontrol yaitu 9,1%. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada kadar glukosa darah sebelum dan setelah pemberian terapi jus buah naga merah (p <0,05). Hasil pengukuran terhadap sampel menunjukkan bahwa kadar glukosa darah sampel sebelum dan setelah perlakuan masih relatif tinggi (di atas nilai normal). Rata-rata kadar glukosa darah awal sampel sebelum pemberian terapi jus adalah 256,4±43,0 mg/dl dan setelahnya adalah 213,3± 38,4 mg/dl. Analisis Penurunan Kadar Glukosa darah Perubahan atau penurunan kadar glukosa darah setelah diberikan perlakuan, dilakukan dengan menghitung selisih hasil pengukuran kadar glukosa sebelum perlakuan dan setelah diberikan perlakuan pada setiap kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan dengan pemberian terapi jus buah naga dengan 200 g buah naga, terapi jus dengan 100 g pada diet yang dijalanlan serta pemberian diet saja mampu menurunkan kadar glukosa darah pada sampel. Gambar 3 Tingkat Konsumsi Zat Gizi Sampel Selama Pemberian terapi Jus 63

66 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Pengaruh dan Efektifitas Pemberian Terapi Jus Buah Naga Merah terhadap kadar Glukosa Darah Hasil sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan perbedaan pemberian terapi jus buah naga terhadap kadar glukosa darah sampel. Untuk mengetahui perlakuan yang lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa dan kolesterol darah sampel dilanjutkan dengan analisis perbandingan berganda Tukey. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan penurunan kadar glukosa darah nyata antara kelompok perlakuan jus dengan 100 g buah naga dan kontrol (p = 0,10). Namun terdapat perbedaan nyata antara perlakuan jus 200 g buah naga dengan kelompok perlakuan 100 g buah naga (p = 0,045 ) dan kontrol (p = 0,044). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian jus buah naga merah 200 g berbeda sangat nyata dengan kedua perlakuan lain. Pada penelitian ini pemberian terapi jus buah naga 200 g memberikan penurunan glukosa darah paling tinggi yaitu 29,1%. Pembahasan DM merupakan suatu penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya kadar glukosa darah akibat insufiensi atau resistensi insulin. Pengendalian kadar gula darah sangat penting artinya untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Terapi diet modifikasi yang mengandung serat, antioksidan dan memiliki indeks glikemik rendah merupakan salah satu pilar utama pengendalian DM terutama DM tipe 2. Salah satu buah yang bisa dimanfaatkan adalah buah naga. Pemberian Jus buah naga pada sampel menunjukkan penerimaan yang baik. Semua sampel menghabiskan jus sesuai jenis perlakuan. Umumnya sampel menyukai warna jus yang merah keunguan dan rasa yang manis segar buah naga, tetapi sampel yang mendapat perlakuan terapi jus 100 g buah naga menyatakan rasa kurang manis karena konsentrasinya lebih rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar glukosa darah 2 JPP sampel relatif tinggi dengan rata rata sebelum perlakuan 256,03 mg/dl dan setelahnya 213,3 mg/dl. Tingginya glukosa darah menunjukkan adanya gangguan metabolisme karbohidrat, dimana Insulin tidak mampu lagi mengangkut glukosa darah menuju ke dalam sel karena adanya gangguan sensitifitas sel terhadap insulin 11) Gambar 4 Kecendrungan Penurunan Kadar Glukosa Darah Sampel 64

67 Wiardani, N K., Moviana, Y., Sudita Puryana, I G.P. (Jus buah naga...) Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagaian besar sampel belum mengikuti aturan diet. Sampel menyatakan belum terbiasa dan belum siap menjalankan diet sesuai dengan pedoman diet atau susunan menu yang disusun ahli gizi. Selain faktor diet yang dilakukan, sebagian besar sampel juga hanya melakukan aktivitas ringan dan sangat jarang berolahraga. Sebanyak 42,6% sampel tidak pernah melakukan latihan fisik karena kesibukan pekerjaan. Disamping masalah tersebut, sebagian besar sampel memiliki status obesitas, dimana lemak tubuh terutama dibagian sentral menghambat kerja insulin. Kondisi tersebut akan berdampak pada kadar Glukosa darah yang tidak terkendali dan dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai komplikasi. Pemberian terapi jus buah naga bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2. Hasil penelitian menunjukkan terdapat penurunan glukosa darah pada sampel. Penurunan terjadi pada semua perlakuan yaitu perlakuan dengan pemberian terapi jus dengan 200 g buah baga, 100 g buah naga dan kontrol tanpa jus buah naga. Prosentase penurunan kadar glukosa berkisar antara 9,1 29,1%. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hadi, dkk ( 2012) yang meneliti efek konsumsi buah naga merah terhadap kadar glukosa pada DM tipe 2, menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah pada semua kelompok perlakuan yang diberikan 400 g buah naga, 600 g dan kontrol tanpa buah naga semua mengalami penurunan glukosa darah. Pemberian dengan jumlah 600 g paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah dengan penurunan hingga 34,7%. 12) Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian buah naga terhadap kadar glukosa darah dan kolesterol pada penderita DM. Pemberian terapi jus buah naga dengan konsentrasi yang lebih tinggi memiliki perbedaan yang sangat nyata dengan kelompok lainnnya dalam menurunkan kadar glukosa dan kolesterol penderita DM. Pemberian terapi jus buah naga 200 g menurunkan kadar glukosa paling tinggi yaitu 29,1 % dan kolesterol 21, 5%. sedangkan pemberian jus buah naga 100 gram menurunkan kadar glukosa 11,0%. Penelitian Raihana, dkk ( 2012) dan Khalili (2009) juga menunjukkan efek dose response serbuk pitaya dan ekstrak pitaya terhadap penurunan kadar glukosa dan kolesterol darah. Pada penelitian Raihana, kelompok yang mendapatkan suplementasi dengan dosis paling tinggi (5 sachet atau 100 g pitaya) memiliki penurunan glukosa dan total kolesterol paling tinggi dibanding dengan kelompok lainnnya pada dosis yang lebih rendah yaitu 80 dan 60 g 9,13) Buah naga khususnya buah naga merah mengandung serat dan antioksidan yang bermanfaat bagi penderita diabetes dan kardiovaskuler. Kandungan serat buah naga terutama dalam bentuk pektin memiliki kemampuan memperlambat penyerapan glukosa dengan cara meningkatkan kekentalan volume usus yang berpotensi menurunkan kecepatan difusi sehingga kadar glukosa menurun. 7) Buah naga juga mengandung fitokimia yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan dapat menjaga elastisitas pembuluh darah dan permiabilitas sel. Peningkatan permiabilitas sel otomatis akan meningkatkan sensitifitas insulin sehingga semakin banyak glukosa darah yang diangkut oleh insulin ke dalam sel untuk dimetabolisme. Hal ini berdampak pada penurunan kadar glukosa dalam darah. 14) Pemberian terapi jus buah naga selama 10 hari dengan jumlah maksimal 200 g dapat dikatakan relatif aman dikonsumsi. Hal ini terbukti bahwa selama monitoring pemberian setiap hari tidak ditemukan adanya keluhan baik fisik dan klinis. 65

68 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Hal yang sama juga dikemukakan oleh Raihana (2012) bahwa pemberian serbuk buah naga dosis >100 g selama 1 bulan tidak menimbulkan dampak negatif pada hati dan ginjal yang ditunjukkan oleh nilai fungsi hati dan ginjal masih normal. 13) Pada penelitian ini, kontrol yang diberi diet reguler tanpa pemberian buah naga juga mengalami penurunan kadar glukosa darah secara signifikan (9,1%). Hal ini menunjukkan bahwa diet tetap memegang peranan penting dalam menjaga pengendalian kadar glukosa. Pemberian diet hendaknya divariasikan dan dipadukan dengan pilar pengeloaan DM lain yaitu olararaga, edukasi dan obat-obatan. 11) Kesimpulan dan Saran Kesimpulan penelitian yaitu ada perbedaan kadar glukosa darah sebelum dan setelah pemberian terapi jus. Rata-rata kadar glukosa darah penderita DM sebelum pemberian jus buah naga 256, 4±43,0 mg/dl dan setelahnya 213,3±38,4 mg/dl. Pemberian terapi jus mampu menurunkan kadar glukosa dan kolesterol darah secara signifikan. Penurunan kadar glukosa darah berkisar antara 9,1% - 29,1%. Terdapat perbedaan nyata efektifitas pemberian terapi jus buah naga dalam menurunkan kadar glukosa darah. Pemberian terapi jus buah naga dengan 200 g buah naga lebih efektif menurunkan kadar glukosa darah dengan penurunan tertinggi sebanyak 29,1%). Adapun saran yang dianjurkan adalah perlu adanya konsistensi dalam menjalankan diet modifikasi pada penderita DM sehingga kadar glukosa darah terkendali baik dan adanya penelitian lebih lanjut pada pemberian terapi jus buah naga dimodifikasi dengan jenis buah dan sayur tinggi serat dan antioksidan sehingga mencegah kebosanan dalam menjalankan terapi diet. Daftar Pustaka 1. WHO. Facts Related to Chronic Diseases: Non Communicable Disease Prevention and Health Promotion. 2009Tersedia dalam: < 2. Suyono S dan Samsuridjal.. Penyakit Degenaratif dan Gizi Lebih. Dalam Rifai M.A. Nontji A., Fazli J. Dedy F.. Risalah Widya karya pangan dan Gizi. Jakarta : LIPI, Indonesia. Depkes.. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Badan Litbang Kesehatan, Mayo Clinic. Metabolic Syndrome..tersedia dalam http// diakses tanggal 20 Februari Candalia, M., Lutjohan D, Brinkly L.J.. Benefiecial Effect of High Fiber Intake in Tipe 2 DM. New England Journal Medecine, p Wiardani, Ni Komang. Pola Makan dan Obesitas Sebagai Faktor Risiko Diabetes Mellitus di RSUP Sanglah Denpasar (Tesis). Yogyakarta : UGM, Sulistyani.. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta : Trubus Agriwijaya Wikipedia Buah Naga : Khasiat dan Manfaatnya. Tersedia dalam Khalili, R.,Norhayati, A.H, Rokiah, M.Y.,Asmah, Hypocholesterolemic effect of red. International Food Research Journal 16: (2009) 10. Pocock,S.J.. Clinical Trials, A Practical Approach. New York: A Willey Medical Publication Waspadji S.. Diabetes Melitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaan yang Rasional dalam Penatalaksanaan DM Terpadu. Cet. 3. Jakarta : RSCM dan FKUI Hadi, Abdul N. Marzhalina M., M. H. Khalili.. Effect of Red Pitaya Fruit Consumption in Blood Glucose Level and Lipid Profile in Tipe 2 DM. Borneo Science. Vol Raihana, S. M. Rokiah.. Hypercholesterolemic of Spray Dried Pitaya Powder among Normocholesterolemia subjet.international conference Nutrition and Food Sience. ICBEE 12 (30) Nelms, M., Kathryn S., Karen L., Sara L.R.. Nutrition Therapy and Pathophysiology. USA. Wadworth

69 HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENGUAT DENGAN PRAKTEK CUCI TANGAN SERTA KEBERADAAN MIKROORGANISME PADA PENJAMAH MAKANAN DI PANTAI KEDONGANAN Cok. Dewi Widhya Hana Sundari 1, I Wayan Merta 2, I G.A. Dewi Sarihati 3 Abstract. One personal hygiene which can affect the food quality is hand-washing practices of food handlers. The purposes of research is to determine the relationship of predisposing, enabling, reinforcing the practice of hand washing and the presence of microorganisms in food handlers in Kedonganan Beach. The type of research is cross sectional with a 80 food handlers sample in Kedonganan beach. The results with the Chi square test analysis showed there is association between knowledge (p=0.000, CC=0,469); handwashing facilities (p=0.000, CC=0,505); support business owners / managers (p =0.000, CC=0,55); the community leaders support (p=0,000, CC=0,463); the health authority support (p=0,022, CC=0,248) with the practice of hand-washing. Binary Logistic Regression test results, to determine the effect of variables indicate support business owners / managers and hand washing facilities factors give effect together with the practice of hand washing by 68.3 %. There is 15% food handlers hands contain bacteria Stapylococcus sp. and 25 % of food handlers hands contain bacteria Escherichia coli.conclusions of this study is the individual predisposing, enabling, and reinforcing associated with the practice of hand washing. Factors support business owners/managers and hand washing facilities jointly influence the practice of hand washing. Keywords : Predisposing factors, Enabling, Reinforcing, Hand washing Abstrak. Salah satu higiene perorangan yang dapat mempengaruhi kualitas makanan adalah praktek cuci tangan dari penjamah makanan. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi, pemungkin dan penguat dengan praktek cuci tangan serta keberadaan mikroorganime pada penjamah makanan di Pantai Kedonganan. Jenis penelitian adalah cross seetional dengan besar sampel 80 orang penjamah makanan di pantai Kedonganan. Hasil penelitian dengan analisis uji Chi kuadrat menunjukkan ada hubungan pengetahuan (sig=0,000). fasilitas cuci tangan (sig=0,000). dukungan pemilik usaha/pengelola (sig=0,000) dengan praktek cuci tangan. Hasil uji Binary Logistic Regression, untuk mengetahui pengaruh variabel secara bersama-sama menunjukkan faktor dukungan pemilik usaha/pengelola dan fasilitas cuci tangan memberikan pengaruh secara bersama-sama dengan praktek cuci tangan sebesar 68,3%. Faktor dukungan pemilik usaha/ pengelola merupakan faktor yang memberikan kontribusi paling dominan terhadap praktek cuci tangan di Pantai Kedonganan. Terdapat 15% tangan penjamah makanan mengandung bakteri Stapylococcus Sp. dan 25% tangan penjamah makanan mengandung bakteri Escherichia coli. Kesimpulan penelitian ini adalah masing-masing faktor predisposisi, pemungkin dan penguat berhubungan dengan praktek cuci tangan. Faktor dukungan pemilik usaha/pengelola dan fasilitas cuci tangan secara bersama-sama memberikan pengaruh cuci tangan. terhadap praktek cuci tangan. Kata kunci : Faktor Predisposisi, Pemungkin, Penguat, Cuci tangan Lingkungan sehat sesuai UU No. 36/2009 adalah bebas dari unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan antara lain limbah cair, padat, gas, sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan, binatang pembawa penyakit, zat kimia berbahaya, kebisingan melebihi ambang batas, radiasi, air dan udara yang tercemar. serta makanan yang terkontaminasi 1. Makanan yang terkontaminasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pada saat proses pengolahan, lingkungan tempat makanan tersebut diolah dan penjamah makanan. Penjamah makanan merupakan faktor penting dalam 1,2,3 Dosen Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Denpasar 67

70 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : menjaga agar makanan tidak terkontaminasi. Hal yang harus dilakukan penjamah makanan agar makanan tidak terkontaminasi adalah selalu menjaga kebersihan tangan sebelum menjamah makanan. Kebersihan tangan adalah pilar utama pencegahan infeksi. Di Indonesia dikenalkan lima waktu penting cuci tangan pakai sabun yaitu setelah membersihkan anak yang buang air besar (BAB), setelah ke jamban, sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan dan setelah memegang/menyentuh hewan 2. Mencuci tangan sebenarnya tidak sulit, tetapi masyarakat banyak yang mengabaikannya. Mencuci tangan masih dilakukan seadanya, tangan dianggap bersih setelah dibilas air, padahal tangan yang terlihat bersih belum tentu bebas bakteri atau kuman. Mencuci tangan dengan baik dan benar adalah membilas tangan pada air mengalir dan menggunakan sabun sehingga dapat menghilangkan bakteri pada tangan 2. Cara efektif untuk mencegah penyebaran mikroorganisme adalah dengan cuci tangan. Ada hubungan bermakna (p=0,000, OR= 7,667) antara kebiasaan mencuci tangan dan kejadian diare pada balita di kelurahan Gandus Palembang 3. Makanan yang tidak diolah secara hygienis dapat menyebabkan penyakit antara lain keracunan makanan dan diare. Ini terjadi karena terdapat mikroorganisme seperti bakteri Staphylococcus sp dan Esherichia coli pada makan yang tidak hygienis. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara kebersihan tangan dengan keberadaan bakteri Staphylococcus sp. pada penjamah makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit D.R. Moewardi 4. Cuci tangan tidak pakai sabun merupakan faktor risiko karier Staphylococcus aureus 5. Terdapat kaitan kebersihan tangan dengan adanya Staphylococcus Sp. dan Escherichia coli pada penyaji makanan di Akademi Kepolisian Semarang 6. Menurut UU No.36/2009, lingkungan sehat mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, rekreasi serta fasilitas umum 1. Pantai Kedonganan terletak di Kecamatan Kuta, Badung tepatnya di Kelurahan Kedonganan. Luas wilayah Kedonganan adalah 1,91 km 2 dengan jumlah penduduk jiwa. Pantai Kedonganan merupakan pantai yang ramai dikunjungi karena berpasir putih. Layaknya pantai di Bali, wisatawan dapat melakukan aktivitas berenang dan berjemur di pantai, namun yang menjadi favorit di Kedonganan adalah makan seafood di saat sunset. Potensi wisata ini dimanfaatkan penduduk Kedonganan dengan membuka wisata kuliner yaitu usaha kafe/rumah makan di pinggir pantai. Seiring dengan pergeseran kebiasaan makan masyarakat di rumah menjadi di tempat kerja atau di perjalanan termasuk di tempattempat pariwisata maka perlu dilakukan studi tentang praktik cuci tangan dan keberadaan mikroorganisme pada tangan penjamah makanan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi, pemungkin dan penguat dengan praktek cuci tangan serta keberadaan mikroorganisme pada penjamah makanan di pantai Kedonganan. Metode Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan bersifat cross sectional 7. Penelitian dilakukan di pantai Kedonganan, Kuta, Badung pada Juni sampai Nopember Populasi penelitian adalah penjamah makanan yang bekerja di warung makan di pantai Kedonganan. Berdasarkan Nomogram Herry King untuk populasi dengan jumlah 105 orang, besar sampel adalah 80 orang 8. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana. Adapun tahapan penelitian adalah melakukan wawancara terhadap penjamah makanan tentang faktor predisposisi, pemungkin dan penguat praktek cuci tangan menggunakan kuisioner, selanjutnya melakukan observasi terhadap praktek cuci tangan dan melakukan usapan pada tangan untuk mengidentifikasi keberadaan bakteri 68

71 Widhya HS, Cok D., Merta, I W., Dewi Sarihati, I G..A. (Hubungan faktor predisposisi...) bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Analisis data dilakukan dengan uji bivariat dan multivariat. Uji bivariat untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi, pemungkin dan penguat dengan praktek cuci tangan pada penjamah makanan. Analisis multivariate dengan uji Binary Logistic Regression dilakukan untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama antara faktor predisposisi, pemungkin dan penguat dengan praktek cuci tangan pada penjamah makanan. Hasil dan Pembahasan Praktek cuci tangan berdasarkan tingkat pengetahuan Dari tabel 1, terdapat 55% penjamah makanan yang memiliki pengetahuan kurang dan tidak melakukan praktek cuci tangan dengan benar. Praktek cuci tangan berdasarkan dukungan tokoh masyarakat Berdasarkan tabel 4 pada kelompok penjamah makanan dengan dukungan dari tukuh masyarakat kurang, terdapat 53% penjamah makanan yang melakukan praktek cuci tangan tidak benar. Praktek cuci tangan berdasarkan ketersedian fasilitas Dari tabel 2 pada kelompok dengan fasilitas cuci tangan kurang, terdapat 63% penjamah makanan yang melakukan praktek cuci tangan tidak benar. Praktek cuci tangan berdasarkan dukungan pemilik usaha Dari tabel 3 pada kelompok dengan dukungan dari pemilik/pengelola kurang, terdapat 60% penjamah makanan yang melakukan praktek cuci tangan tidak benar. 69

72 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Praktek cuci tangan berdasarkan dukungan instansi kesehatan Berdasarkan tabel 5 pada kelompok dengan dukungan dari instansi kesehatan kurang, terdapat 34% penjamah makanan yang melakukan praktek cuci tangan tidak benar. Keberadaan mikroorganisme pada tangan penjamah makanan Berdasarkan tabel 6 dari 15% tangan penjamah makan yang mengandung bakteri Staphylococcus sp, terdapat 14% yang melakukan cuci tangan tidak benar. Berdasarkan tabel 7 dari 25% tangan penjamah makan yang mengandung bakteri Esherichia coli, terdapat 24% yang melakukan cuci tangan tidak benar. Berdasarkan analisis bivariat mengetahui hubungan variabel penelitian didapatkan hasil: ada hubungan bermakna antara 70 pengetahuan dan praktek cuci tangan penjamah makanan (p=0,00; CC=0,469), fasilitas dan praktek cuci tangan (p=0,00; CC=0,505), pemilik usaha/pengelola dan praktek cuci tangan (p=0,00;cc=0,55), tokoh masyarakat dan praktek cuci tangan (p= 0,00;CC=0,463), instansi kesehatan dan praktek cuci tangan pada penjamah makanan di pantai Kedonganan (p=0,022; CC=0,248). Berdasarkan hasil uji Binary Logistic Regression didapatkan hasil R 2 =0,683. Ini berarti 68,3 % kemungkinan praktek cuci tangan pada penjamah makanan berhubungan dengan variabel pengetahuan, fasilitas cuci tangan, dukungan dari pemilik/ pengelola, tokoh masyarakat, dinas kesehatan/puskesmas. Berdasarkan hasil analisis, diketahui tidak ada hubungan secara bersama-sama antara pengetahuan, dukungan tokoh masyarakat dan Instansi Kesehatan dengan praktek cuci tangan (p>α). Fasilitas cuci tangan dan dukungan pemilik usaha/pengelola memiliki hubungan secara bersama-sama dengan praktek cuci tangan (p<α). Nilai odd ratio dukungan pemilik usaha/pengelola 8,96, sedangkan odd ratio fasilitas 8,95. Pembahasan Terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan dengan praktek cuci tangan. Pengetahuan dimulai dari seseorang mengenal dan memahami suatu ide baru,

73 Widhya HS, Cok D., Merta, I W., Dewi Sarihati, I G..A. (Hubungan faktor predisposisi...) sehingga akan melakukan perubahan pada perilakunya mengikuti ide baru. Perubahan perilaku seseorang menjadi ramah lingkungan adalah informasi yang spesifik ke bidang yang diharapkan 9. Terkait dengan perilaku mencuci tangan, yang penting adalah bukan saja menyampaikan informasi cara mencuci tangan yang benar, tetapi juga menjelaskan manfaat melakukan cuci tangan dengan benar. Hanya dengan sekedar memberikan informasi tidak akan merubah perilaku. Seseorang mau melakukan sesuatu karena manfaat yang diperoleh, sebaliknya menghindari melakukan sesuatu bila hal itu mendatangkan kerugian 10. Hasil uji bivariat menunjukkan ketersediaan fasilitas memiliki hubungan dengan praktek cuci tangan. Penjamah makanan akan melakukan praktek cuci tangan apabila tersedia fasilitas cuci tangan. Ketersediaan tempat cuci tangan yang dekat dengan tempat kerja, adanya sabun dan tissue kering/lap yang bersih secara kontinyu, akan menyebabkan terjadi peningkatan praktek cuci tangan pada penjamah makanan. Fasilitas cuci tangan di rumah makan Pantai Kedonganan untuk pengunjung umumnya sudah baik, tetapi falitas sama di dapur masih kurang. Dapur sebagai tempat pengolahan makanan tidak menyediakan tissue kering / lap yang bersih bagi penjamah makanan. Penjamah makanan setelah mencuci tangan, mengeringkan tangan mempergunakan lap tidak bersih, bahkan mengeringkan tangan dengan mengusapkan tangan pada baju yang dipakai. Hasil uji bivariat menunjukkan ada hubungan antara pemilik usaha/pengelola, tokoh masyarakat dan Instansi Kesehatan dengan praktek cuci tangan pada penjamah makanan di pantai Kedonganan. Faktor penguat dalam perubahan perilaku sangat diperlukan sebagai pendorong terjadinya perubahan perilaku 10. Dukungan pemilik usaha/pengelola, tokoh masyarakat dan instansi kesehatan menurut teori perubahan perilaku adalah merupakan faktor penguat. Tokoh masyarakat merupakan orang-orang paling dekat yang memahami kondisi dan karakteristik masyarakatnya. Perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas sangat diperlukan dalam perubahan suatu perilaku. Tokoh masyarakat merupakan orang yang menjadi panutan di masyarakat. Adanya dukungan yang positif dari tokoh masyarakat merupakan salah satu faktor pendorong untuk terjadinya perubahan perilaku 10. Peran pemilik usaha/pengelola adalah dengan memberikan informasi kepada penjamah makanan, karena pemilik usaha/ pengelola yang memiliki kontak pertama penjamah makanan. Disamping itu pemilik usaha/pengelola berperan sebagai fasilitator dalam perubahan perilaku. Kondisi penjamah maknan sangat dipahami oleh pemilik usaha/pengelola. Informasi yang diberikan harus jelas, menghindari kemungkinan terjadinya konflik dan dapat menjamin keberhasilan dari praktek cuci tangan pada penjamah makanan. Hasil uji Binary Logistic Regression untuk mengetahui hubungan variabel penelitian secara bersama-sama pada output model summary diketatahui R 2 dari Nagelkerke adalah 68,3 %. Ini berarti 68,3 % kemungkinan praktek cuci tangan pada penjamah makanan berhubungan dengan variabel pengetahuan, fasilitas cuci tangan, dukungan dari pemilik/pengelola, tokoh masyarakat, dinas kesehatan/puskesmas. Sedangkan sisanya sebesar 31,7% praktek cuci tangan pada penjamah makanan dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel tersebut di atas. Dalam model regresi logistik, variabel yang berhubungan dengan praktek cuci tangan penjamah makanan adalah adanya fasilitas cuci tangan dan dukungan pemilik usaha/pengelola. Variabel dukungan pemilik usaha/pengelola merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan praktek cuci tangan dengan metode yang benar pada penjamah makanan. 71

74 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Nilai odd ratio dari dukungan pemilik usaha/ pengelola sebesar 8,96, sedangkan odd ratio dari fasilitas sebesar 8,95. Variabel pengetahuan, dukungan dari tokoh masyarakat dan instansi kesehatan secara bersama-sama tidak berhubungan dengan praktek cuci tangan pada penjamah makanan. Pengetahuan yang baik dari penjamah makanan tidak selalu diikuti dengan praktek cuci tangan yang benar. Penjamah makanan melaksananaan praktek cuci tangan dipengaruhi oleh adanya dukungan dari pemilik usaha/pengelola dan adanya fasilitas cuci tangan. Peningkatan praktek cuci tangan dengan benar pada penjamah makanan harus diawali adanya peningkatan dukungan dari pemilik usaha/pengelola warung atau rumah makan. Memberikan informasi tentang manfaat cuci tangan, cara mencuci tangan, memberi motivasi, selalu mengingatkan dan menyediakan fasilitas cuci tangan merupakan bentuk dukungan yang dapat dilakukan oleh pemilik usaha/pengelola kepada penjamah makan. Fasilitas yang perlu disiapkan oleh pemilik usaha/pengelola adalah tempat/bak cuci tangan, tersedia air mengalir, adanya kertas tissue kering dan lap bersih yang cukup untuk mengeringkan tangan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 15% tangan penjamah makanan mengandung bakteri Staphylococcus sp. dan 25 % Escherichia coli. Keberadaan mikroorganisme pada tangan penjamah makanan menunjukkan bahwa penjamah makanan tidak melakukan praktek cuci tangan dengan benar. Cuci tangan adalah cara yang efektif untuk mencegah terjadinya penyebaran mikroorganisme. Ada hubungan antara kebersihan tangan dengan keberadaan bakteri Staphylococcus sp. pada penjamah makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit D.R. Moewardi 4. Cuci tangan tidak pakai sabun merupakan faktor risiko terhadap karier Staphylococcus aureus 5. Terdapat kaitan antara kebersihan tangan dengan adanya Staphylococcus Sp. dan Escherichia coli pada tangan penyaji makanan di Akademi Kepolisian Semarang 6. Penjamah makanan lebih banyak menggunakan tangan untuk melakukan aktivitas menyiapkan makanan. Adanya mikroorganisme pada tangan dapat menyebabkan mikroorganieme yang ada pada tangan pindah ke makanan yang akan disajikan kepada wisatawan/pengunjung rumah makan/kafe. Keberadaan Escherichia coli merupakan indikasi terjadinya kontaminasi tangan oleh tinja. Tangan penjamah makanan yang mengadung bakteri patogen dapat mengkontaminasi makanan dan akan menimbulkan penyakit keracunan makanan. Penyakit dapat ditularkan dari makanan ke manusia melalui tangan yang tidak bersih, kotoran yang menempel di badan maupun pakaian dan percikan ludah. Menjaga kebersihan tangan, kuku, dan kaki merupakan salah satu aspek penting dalam mempertahankan kesehatan kesehatan badan perseorangan, oleh karena itu tangan, kuku, dan kaki harus dijaga kebersihannya. Kuman penyakit dapat terbawa melalui tangan,kuku, dan kaki yang kotor. Tangan, kaki, dan, kuku yang kotor membawa bibit penyakit. Bibit penyakit dan telur cacing yang mungkin ada dalam tangan atau kuku yang kotor ikut tertelan. Sebagian masyarakat mengetahui akan pentingnya mencuci tangan pakai sabun, namun dalam kenyataannya masih sangat sedikit (hanya 5%) yang tahu bagaimana cara melakukannya dengan benar. Hal ini sangat penting untuk di ajarkan kepada siswa agar bisa mencegah resiko penyakit. Mencuci tangan pakai sabun yang tepat mengurangi resiko diare, flu burung, pneumonia, dan yang lain. Sangat efektif untuk mencegah penyakit-penyakit tersebut. Mencuci tangan pakai sabun dapat mengurangi resiko diare pada anak

75 Widhya HS, Cok D., Merta, I W., Dewi Sarihati, I G..A. (Hubungan faktor predisposisi...) Kesimpulan dan saran Adapun simpulan hasil penelitian adalah : 1). Ada hubungan secara bersama-sama antara pemilik usaha/pengelola dan fasilitas cuci tangan dengan praktek cuci tangan di Pantai Kedonganan dengan determinasi sebesar 68,3%. 2). Pemilik usaha/pengelola merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan praktek cuci tangan di Pantai Kedonganan. 3). Terdapat 15% tangan penjamah makanan mengandung bakteri Stapylococcus Sp. dan 25% tangan penjamah makanan mengandung bakteri Escherichia coli. Disarankan kepada Instansi Kesehatan untuk menyusun program penyuluhan dan pelatihan cuci tangan yang benar pada penjamah makanan serta melakukan upaya kerjasama dengan pihak swasta dalam penyediaan fasilitas cuci tangan. Penjamah makanan agar membiasakan diri untuk melakukan praktek cuci tangan dengan baik dan benar. Daftar Pustaka 1. Undang Undang N0. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Departemen Kesehatan RI, Panduan Penyelenggaraan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPS) Kedua 15 Oktober Arie Kusumaningrum, Pengaruh PHBS Tatanan Rumah Tangga Terhadap Diare Pada Balita di Kelurahan Gandus Palembang, Prosiding ISSN: page Diseminarkan pada Seminar Nasional Keperawatan I Universitas Riau Peningkatan Kualitas Penelitian Keperawatan melalui Multicentre Research Hotel Ibis Pekanbaru Oktober Asmoro, Apri Atok Puji, 2008, Hubungan Kebersihan Tangan dengan Keberadaan bakteri Staphylococcus pada Penjamah Makanan di Instalasi Gzi Rumah Sakit D.R. Moewardi, Thesis, Universitas Diponegoro 5. Notoatmodjo, S., 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta 6. Ade Nur Prasanti, 2010, Faktorfaktor yang Mempengaruhi Karier Staphylococcus aureus Pada Siswa SMA Yang Sehat di Semarang, Laporan Akhir Penelitian, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro 7. Sucipto, Tri, 1999, Tinjauan Aspek Kebersihan Tangan dengan Identifikasi Staphylococcus Aureus dan Escherichia coli pada Petugas Penyaji Makanan di Akademi Kepolisian Semarang, Tesis, Universitas Diponegoro 8. Sugiyono, 2011, Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung 9. Gardner, G. T. and P.C. Stern, 1996, Environmental Problems and Human Behaviour. A Simon & Schuster Company. Massachusets 10. Notoatmodjo, S, 2007 Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT Rineka Cipta 11. Siswanto, Hadi.,2010, Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini, Pustaka Rihama, Yogyakarta,

76 PERBEDAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) RUMAH TANGGA PADA WILAYAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN DI KABUPATEN BADUNG I Made Bulda Mahayana 1, I Gede Wayan Darmadi 2, Nengah Notes 3 Abstract. Many of the challenges faced in implementing a clean and healthy living behaviors (PHBS) in the family environment. This research includes observational with cross sectional approach to population all housewifery living in urban and rural areas in Badung. A large sample of 109 housewifery in each urban and rural areas. Results were obtained in the proportion of the role of rural community leaders in a healthy housewifery PHBS by 7,7 %, while in urban areas it was 4.8%. For incomes in rural areas the proportion of revenue > = Rp housewifery in PHBS healthy at 16.7 %, while in urban areas it was 8.3 %. For knowledge good knowledge of the proportion of rural housewifery in PHBS healthy at 23.9%, while in urban areas it was 9.1%. While the proportion of rural attitudes PHBS agreed in healthy housewifery by 21.8 %, while in urban areas it was 9.2%. And there is a difference PHBS housewifery in Badung based on the role of community leaders as well as rural and urban areas, whereas for the income variable, knowledge and attitude there is no difference. Keywords: PHBS, housewifery Abstrak. Banyak tantangan yang dihadapi dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di lingkungan keluarga. Penelitian ini termasuk observasional dengan pendekatan crossectional dengan populasi semua rumah tangga yang tinggal pada wilayah perkotaan dan pedesaan di Kabupaten Badung. Besar sampel 109 rumah tangga pada masing-masing wilayah perkotaan dan pedesaan. Hasil penelitian diperoleh di pedesaan proporsi peranan tokoh masyarakat dalam PHBS rumah tangga sehat sebesar 7,7% sedangkan di perkotaan sebesar 4,8%. Untuk pendapatan di pedesaan proporsi pendapatan >= Rp dalam PHBS rumah tangga sehat sebesar 16,7 % sedangkan di perkotaan sebesar 8,3%. Untuk Pengetahuan di pedesaan proporsi pengetahuan baik dalam PHBS rumah tangga sehat sebesar 23,9 % sedangkan di perkotaan sebesar 9,1%. Sedangkan di pedesaan proporsi sikap setuju dalam PHBS rumah tangga sehat sebesar 21,8 % sedangkan di perkotaan sebesar 9,2%. Ada perbedaan PHBS rumah tangga di Kabupaten Badung berdasarkan peranan tokoh masyarakat serta wilayah pedesaan dan perkotaan, sedangkan untuk variabel penghasilan, pengetahuan dan sikap tidak ada perbedaan. Kata kunci: PHBS, tatanan Rumah Tangga Banyak tantangan dalam menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) antara lain masih banyaknya iklan rokok di media cetak maupun elektronik, makanan dan minuman cepat saji yang kurang sesuai gizi seimbang, belum adanya monitoring evaluasi terpadu tentang PHBS. Selain itu, kawasan padat penduduk di kota besar dan penduduk musiman yang memicu permasalahan sosial ekonomi juga merupakan tantangan tersendiri dalam penerapan PHBS. 1 Pencapaian target Milleneum Development Goals (MDGs) untuk indikator tingkat kematian ibu 2008 sebanyak 307 dengan target 2015 sebesar 110 per ibu hamil. Prevalensi malaria per penduduk Jawa dan Bali 2008 sebesar 18,9 serta prevalensi tuberculosis per penduduk 2008 sebanyak 262 dimana targetnya adalah mengendalikan penyakit malaria dan menurunkan jumlah malaria dan penyakit lainnya pada Hal ini menunjukkan diperlukan kerja keras untuk mewujudkan MDGs 2015, salah satunya dengan melaksanakan PHBS. Disamping itu, dalam Indonesia Sehat 2010 dituangkan 1,2,3 Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Denpasar 74

77 Bulda Mahayana, I M., Darmadi, I W.G., Notes, N. (Perbedaan perilaku hidup...) perilaku hidup masyarakat, untuk PHBS rumah tangga ditetapkan 65% penduduk telah menerapkan PHBS 1 Bagaimanapun bentuk upaya penerapan PHBS di keluarga, keberhasilannya sangat tergantung dari kesadaran dan peran aktif masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing. Sebab upaya mewujudkan lingkungan yang sehat akan mendukung pola perilaku kehidupan masyarakat yang sehat secara kerkesinambungan. Badung menjadi salah satu daerah pengembangan wisata di Bali Selatan mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan di menjadi permukiman padat penduduk. 2 Sementara di wilayah pedesaan masih banyak ada kawasan terbuka dan adanya peranan lembaga adat dan/atau tokoh masyarakat. Beberapa aspek di perkotan dan pedesaan tersebut memliki peran dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat, khususnya pada perilaku PHBS di rumah tangga. Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan PHBS rumah tangga berdasarkan pada wilayah perkotaan dan pedesaan, yang terkait dengan peranan tokoh masyarakat, pendapatan, pengetahuan dan sikap rumah tangga di Kabupaten Badung. Metode Penelitian adalah penelitian observasional dengan pendekatan crossectional yaitu pengukuran semua variabel dilakukan dalam satu saat tertentu 3 Instrumen pengambilan data berupa blanko survei dan kuesioner. Populasi penelitian ini adalah rumah tangga yang tinggal di wilayah perkotaan dan pedesaan Kabupaten Badung. Perhitungan besar sampel minimal jumlah rumah tangga sebagai responden menggunakan rumus besar sampel uji hipotesis beda dua proporsi dua sisi diperoleh jumlah sampel minimal untuk wilayah perkotaan 110 dan wilayah pedesaan 110, sehingga total sampel adalah 220. Pengambilan sampel menggunakan metode klaster, jumlah klaster sebanyak 20 klaster dan 11 responden tiap klasternya. Klaster dipilih secara PPS (Probability Proportionale To Size). menggunakan system random dengan bantuan perangkat lunak (software). Untuk mengindentifikasi klaster perlu diketahui jumlah total populasi setiap desa/kelurahan. Klaster yang terpilih secara rinci disajikan pada Tabel 1. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan jenis kelamin sampel, diketahui lebih banyak perempuan 117 orang (53,2%) dibandingkan laki-laki 103 oarang (46,8%). Berdasarkan kelompok umur sebanyak 63 orang (28,6%) berumur dan tahun. Menurut tingkat pendidikan ditemukan paling banyak adalah SMA 108 orang (49,1%) lebih banyak dua kali lipat dibanding berpendidikan Perguruan Tinggi. Sedangkan jenis pekerjaan yang paling banyak digeluti adalah pedagang/ wiraswasta sebanyak 104 orang (47,3%). Distribusi sampel menurut jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan dan jenis pekerjaan disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan wawancara memang ada peran tokoh masyarakat dalam mewujudkan PHBS rumah tangga, di perkotaan hasilnya PHBS tidak sehat 59 orang (95,3%) yang sehat 3 orang (4,8%) sedang di pedesaan, 75

78 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : sedangkan pada wilayah pedesaan, hasilnya PHBS tidak sehat 83 orang (76,1%) yang sehat 26 orang (23,9%). Terkait dengan sikap responden yang menyatakan setuju dalam mewujudkan PHBS, pada wilayah perkotaan hasilnya PHBS tidak sehat 99 orang (90,8%) yang sehat 4 orang (9,2%) sedangkan pada pedesaan, hasilnya PHBS tidak sehat 79 orang (78,2%) yang sehat 33 orang (21,8%). Hasil selengkapannya secara rinci disajikan pada Tabel 3. Hasil uji Chi Square untuk menganalisis perbedaan PHBS rumah tangga wilayah pedesaan dan perkotaan, peranan lembaga adat masyarakat, pendapatan, pengetahuan, dan sikap rumah tangga di Kabupaten Badung, diperoleh hasil seperti Tabel 4. PHBS tidak sehat 36 orang (92,3%) dan yang sehat 3 orang (7,7%). Pendapatan responden Rp dalam mewujudkan PHBS rumah tangga, yang mana pada wilayah perkotaan hasilnya PHBS tidak sehat 44 orang (91,7%) yang sehat 4 orang (8,3%) sedangkan pada pedesaan, hasilnya tidak sehat 30 orang (83,3%) yang sehat 6 orang (16,7%). Selanjutnya gambaran responden yang memiliki pengetahuan baik dalam mewujudkan PHBS pada wilayah perkotaan diketahui PHBS tidak sehat 100 orang (90,9%) yang sehat 10 orang (9,1%) Dilihat dari hasil uji Chi Square pada tabel 4 diperoleh pendapatan, pengetahuan dan sikap rumah tangga mempunyai nilai p>0,05 sehingga Ho diterima, hal ini berarti tidak ada perbedaan PHBS rumah tangga di Kabupaten Badung berdasarkan pendapatan, pengetahuan dan sikap rumah tangga. Untuk variabel peranan tokoh masyarakat, wilayah pedesaan dan perkotaan diperoleh nilai p<0,05 sehingga Ho ditolak, hal ini berarti ada perbedaan PHBS rumah tangga di Kabupaten Badung berdasarkan peranan tokoh masyarakat serta wilayah perkotaan dan pedesaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan PHBS rumah tangga di Kabupaten Badung berdasarkan peranan tokoh masyarakat antara wilayah perkotaan dan pedesaan. 76

79 Bulda Mahayana, I M., Darmadi, I W.G., Notes, N. (Perbedaan perilaku hidup...) Peran tokoh masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat adalah memotivasi masyarakat untuk mau dan mampu mengatasi masalahnya secara mandiri dengan melakukan PHBS dalam kehidupan sehari-hari dan mampu menggali semua potensi yang ada di masyarakat baik materiil maupun non materiil yang dapat dimanfaatkan dalam peningkatan desa siaga aktif menuju masyarakat yang ber-phbs. Disamping itu juga tokoh masyarakat berfungsi untuk menggali sumber daya untuk kelangsungan kegiatan, menaungi dan membina kegiatan-kegiatan masyarakat, menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan, memberi dukungan dalam pengelolaan kegiatan, mengkoordinir gerakan masyarakat agar mau memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan dan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) dan memberi dukungan sarana dan prasarana. 4 Dalam rangka percepatan desa sehat terutama untuk lebih mempercepat pencapaian tujuan Milleneum Develop-ment Goals (MDGs). Tahun 2006 Menteri Kesehatan dan jajarannya mencanangkan upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan melalui Desa Siaga. Desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan secara mandiri.tujuan desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Sedangkan tujuan khusus desa siaga adalah meningkatya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan, meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana dan wabah), meningkatnya keluarga sadar gizi, meningkatnya masyarakat yang memiliki Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), meningkatnya kesehatan lingkungan desa, dan meningkatnya kemampuan serta kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan. 1 Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan PHBS rumah tangga di Kabupaten Badung berdasarkan pendapatan, pengetahuan dan sikap rumah tangga. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. 5 Kurangnya kesadaran untuk berperilaku hidup bersih dan sehat masih terus menjadi permasalahan 77

80 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : utama, umumnya tingkat pengetahuan seseorang akan menentukan sikap dan perilakunya. Berdasarkan hasil studi menunjukkan bahwa masih banyak warga yang terus melakukan buang air besar sembarangan meskipun mereka sudah mengetahui dampak negatif yang ditimbulkan. 5 Hal ini menunjukkan masih adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi, seperti ketiadaan sarana, setiap orang masih merasa bahwa jamban kurang prioritas dan sebagainya. Atas dasar pemikiran tersebut, maka perlu sebuah upaya untuk menentukan strategi promosi kesehatan yang tepat sehingga pesan yang tepat dapat diterima oleh orang yang tepat. Karenanya, lokakarya strategi promosi kesehatan menjadi langkah strategis untuk mendorong kapasitas pemerintah dalam menentukan strategi komunikasi yang efektif. Pendapatan merupakan faktor yang berhubungan erat dengan kualitas PHBS. 5 Kelompok masyarakat yang memiliki pendapatan rendah mengakibatkan kurang terpenuhinya kebutuhan pokok dalam jumlah cukup, hal ini juga menyebabkan masyarkat kurang memperhatikan PHBS karena masyarakat lebih berorientasi dengan perbaikan penghasilan. Bila ditinjau dari faktor sosial ekonomi, maka pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai kesehatan lingkungan. 6 sosialisasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat rumah tangga. Daftar Pustaka 1. Depkes, (2009), Panduan Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Bagi Petugas Puskesmas, Pusat Promosi Kesehatan. 2. BPS Kabupaten Badung, Badung dalam Angka. Badung 3. Zainudin, M. (1999), Metodologi Penelitian, Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, (2010), Seri Desa Siaga Aktif Menuju Masyarakat Ber-PHBS. Bandung: Dinkes Jabar. 5. Daud, R., (2009), Hubungan Antara Tingkat Pendidikan, Pendapatan Dan Perilaku Masyarakat Dengan Kualitas Sanitasi Lingkungan Di Pesisir Pantai Desa Huangobotu Kecamatan Kabila Kabupaten Gorontalo. [Tesis] Yogyakarta UGM. 6. Sumiarto. (1993), Perumahan dan Pemukiman, Sejarah dan Tantangan di Depan, Forum Perencanaan Pembangunan Vol 1 Nomor 2, Desember 1993, Yogyakarta: UGM. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan pembahasan di atas maka kesimpulan dari penelitian ini adalah tokoh masyarakat berperan dalam keberhasilan PHBS rumah tangga dan terdapat perbedaan antara PHBS rumah tangga pada wilayah perkotaan dengan pedesaan. Sedangkan pendapatan, pengetahuan dan sikap tidak ada perbedaan antara PHBS rumah tangga di wilayah perkotaan dengan pedesaan. Kepada tokoh masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan agar senantiasa berperan aktif dalam melakukan 78

81 EFEKTIVITAS PEMANFAATAN UMBI GADUNG DIOSCOREA HISPIDA DENNUST) PADA UMPAN SEBAGAI RODENTISIDA NABATI DALAM PENGENDALIAN TIKUS D.A.A Posmaningsih 1, I Nyoman Purna 2, I Wayan Sali 3 Abstract. Rats are rodents that can serve as vectors of disease, causing damage and attack residential areas. Chemical control gives good results compared to using other techniques. The use of pesticides in particular synthetic pesticides/chemicals provide economic benefits but also disadvantages. Residue left behind not only in plants, but also water, soil and air. The purpose of the study was to determine differences in the average number of mice that died on Adar various rodenticides of yam tubers. The study design was The Post Only Control Group Design. Number of treatment Rodenticides are 20%, 30% and 40%. Study sample were 36 rats R. norvegicus white strain Winstar. Results reveal that there are differences in the average mortality rodenticides mice at various levels between the control with rodenticides 20%, 30% and 40%. The average death rat on rodenticides 20%, 30% and 40% statistical significance are the same. The most effective rodenticide to kill rats is 30% rodenticides because it meets the limit LD 50. Yam tubers contain ingredients that have a suppressive effect of birth that contains steroids, and the effects of population pressure which usually contain alkaloids. As a follow-up study to be conducted further research with rodenticides levels 30% greater amount of replication and rodenticide trials conducted in field applications. Keywords : Rat, Rodenticides Vegetable, Tuber Gadung Abstrak. Tikus merupakan binatang pengerat yang dapat berperan sebagai vektor penyakit, menyebabkan kerusakan dan menyerang daerah pemukiman. Pengendalian kimiawi memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan mempergunakan teknik lain. Penggunaan pestisida khususnya pestisida sintetis/kimia memberikan keuntungan secara ekonomis namun juga memberikan kerugian. Residu yang tertinggal tidak hanya pada tanaman, tapi juga air, tanah dan udara. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah tikus yang mati pada berbagai adar rodentisida dari umbi gadung. Desain penelitian adalah Post Only Control Group Desain. Jumlah perlakuan Rodentisida adalah 20%, 30% dan 40%. Sampel penelitian sebanyak 36 ekor tikus putih R. norvegicus galur Winstar. Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan ratarata kematian tikus pada kelompok kontrol dan berbagai kadar rodentisida. Rata-rata kematian tikus pada rodentisida 20%, 30% dan 40% secara statistik adalah sama. Rodentisida yang paling efektif untuk membunuh tikus adalah rodentisida 30% karena sudah memenuhi batas LD 50. Umbi gadung mengandung bahan yang mempunyai efek penekan kelahiran (aborsi atau kontrasepsi) yang mengandung steroid, dan efek penekan populasi yang biasanya mengandung alkaloid. Sebagai tindak lanjut penelitian agar dilaksanakan penelitian lanjutan rodentisida kadar 30% dengan jumlah replikasi yang lebih banyak dan dilaksanakan uji coba rodentisida pada aplikasi lapangan. Keywords: Tikus, Rodentisida Nabati, Umbi Gadung Tikus merupakan satwa liar yang sering berhubungan dengan manusia. Rusaknya peralatan rumah tangga, timbulnya penyakit, lingkungan kotor, bahkan mengakibatkan tempat pembuangan sampah menjadi tidak teratur adalah dampak buruk yang dipicu kehadiran tikus rumah 1. Di Indonesia terdapat 8 jenis tikus yang menjadi hama penular penyakit yaitu Bandicota indica, Rattus novergicus, R. rattus diardii, R. tiomanicus, R. argentiventer, R. exulens, Mus muculus, dan M. caroli 2. Itu sebabnya tikus sering dipandang sebagai hewan yang memiliki efek negatif dalam ekosistem 3. Pengendalian tikus dapat dikelompokkan menjadi beberapa metode antara lain: 1,2,3 Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Denpasar 79

82 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : pengendalian secara teknis, fisik mekanis, biologi, dan kimia. Pengendalian kimiawi dapat dilakukan menggunakan racun, baik yang bersifat akut maupun kronis 2. Metode pengendalian yang dilakukan harus sesuai konsep Integrated Pest Management (IPM) agar populasi tikus dapat terus ditekan. Keseluruhan program harus efektif, efisien, aman, dan tidak mahal 2. Pengendalian tikus telah banyak dilakukan tetapi belum memberikan hasil efektif dan memuaskan 1. Pengendalian menggunakan umpan beracun terutama jenis rodentisida antikoagulan dapat menimbulkan resistensi terhadap racun 4. Rodentisida sintetik menunjukkan daya bunuh efektif serta memberikan hasil kematian tikus yang nyata meskipun penggunaannya tidak ramah lingkungan. Sebagai alternatif pengurangan penggunaan rodentisida sintesis adalah rodentisida nabati. Pestisida botanis adalah penemuan yang baik dan merupakan sistem pengendalian yang efektif dan efisien 6. Tikus adalah omnivora (hewan pemakan segala). Sifatnya yang mudah curiga terhadap setiap benda yang ditemuinya, termasuk pakannya, disebut neophobia. Adapun sifat tikus yang enggan memakan umpan beracun yang diberikan karena tidak melalui umpan pendahuluan disebut dengan jera umpan (bait shyness) atau jera racun (poison shyness). Kegagalan pada aplikasi rodentisida di lapangan berdasarkan pada resistensi perilaku (behavioral resistance), bukan berdasarkan resistensi fisiologis (physiological resistance) 2. Penggunaan umbi gadung (Dioscorea hispida) sebagai rodentisida organik banyak dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan umbi gadung mengandung dioskorin yaitu sejenis alkaloid yang larut dalam air dan dapat menyebabkan muntah darah, sukar bernafas dan kematian 7. Umbi gadung memiliki senyawa antimakan yang bersifat menghambat selera makan tikus 8. Berdasarkan hasil penelitian 9, penggunaan umbi gadung kadar 20% pada umpan keong dan ikan sapu-sapu menunjukkan palatabilitas tikus akan umpan beracun <33%. Penggunaan kadar umbi gadung yang lebih tinggi dapat menimbulkan bait shyness pada tikus. Konsumsi tikus terhadap umpan yang ditambah dengan racun lebih sedikit dibanding tanpa racun. Dibutuhkan bahan tambahan yang dapat menutup aroma dan menjadi daya tarik umpan 1. Udang kecil merupakan bahan pembuatan terasi. Kandungan protein udang kecil adalah 59,4%, lemak 3,6% dan karbohidrat 3,2%. Aroma khas udang dapat digunakan sebagai penyedap umpan beracun 10. Tujuan penelitian adalah mengetahui efektifitas pemanfaatan umbi gadung (Dioscorea hispida Dennust) pada umpan sebagai rodentisida nabati pengendali tikus. Penelitian bermanfaat sebagai tambahan informasi tentang pemanfaatan umbi gadung sebagai rodentisida nabati dalam pengendalian tikus dan memberikan informasi yang memperkaya pengetahuan ilmiah, khususnya pengendalian vektor dan binatang pengganggu di dalam rumah. Metode Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan rancangan The Postest Only Control Group Disain 11. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi Poltekkes Denpasar Jurusan Kesehatan Lingkungan. Waktu penelitian dilaksanakan pada September Oktober Data primer yang dikumpulkan adalah jumlah tikus mati pada tiap kelompok perlakuan dan kontrol. Instrumen pengambilan data mencakup formulir: 1) pencatat data untuk mencatat kematian tikus; 2) pencatat data perilaku tikus; 3) pencata data konsumsi umpan tikus. Hewan uji yang digunakan adalah tikus riul (Rattus norvegicus) galur Winstar. Tikus yang dipergunakan 36 ekor dengan berat antara g. Umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) diperoleh dari Kabupaten Tabanan. Udang yang dipergunakan adalah 80

83 Posmaningsih, D.A., Purna, I N., Sali, I W. (Efektivitas pemanfaatan umbi...) udang laut kecil ebi (Malacostraca). Peralatan penelitian adalah kandang percobaan terbuat dari aluminium berukuran 50 x 40 x 20 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan peralatan tambahan berupa tempat minum, tempat makan, dan bumbung bambu tempat persembunyian tikus. Timbangan dipergunakan untuk menimbang berat dan besarnya pakan tikus. Persiapan kandang dilakukan dengan pemeriksaan kondisi dan kebersihan kandang. Diletakkan tempat makanan dan minuman serta tempat persembunyian tikus berupa bilah bambu. Persiapan hewan uji dilakukan untuk mengadaptasikan tikus dalam kandang pemeliharaan. Diberi pakan udang dan air selama 1 hari. Persiapan umpan dilakukan dengan cara umbi dikupas dan diparut. Udang diblender dan disangrai untuk menghilangkan air. Dilakukan pencampuran udang dan umbi gadung dengan kadar umbi gadung 20%, 30% dan 40% dengan perincian : Kontrol : 100 bagian udang; Rodentisida 20 % : 20 bagian umbi gadung + 80 bagian udang; Rodentisida 30% : 30 bagian umbi gadung + 70 bagian udang; Rodentisida 40% : 40 bagian umbi gadung + 60 bagian udang Pelaksanaan penelitian yaitu 1).Pada masing-masing kandang dimasukkan seekor tikus; 2).Setiap replikasi dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali sehingga tiap kontrol dan perlakuan dibutuhkan 3 ekor tikus; 3).Tikus diberi makanan mengandung rodentisida; 4).Dilakukan pengamatan terhadap perilaku tikus; 5).Pencatatan waktu kematian tikus pada setiap perlakuan; 6). Banyaknya replikasi dilakukan 3 kali; 7).Dengan replikasi 3 kali, dmaka setiap replikasi dibutuhkan 12 ekor tikus, sehingga seluruh tikus yang dibutuhkan adalah 36 ekor; 8).Apabila pada masa adaptasi tikus terlihat lemas, maka tikus diganti dengan tikus baru. Analisis pada tahap awal dilakukan uji distribusi data metode Saphiro Wilk. Analisis data untuk membandingkan jumlah tikus mati pada tiap umpan dan rodentisida menggunakan uji Kuskal Wallis. Sedang untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang berbeda dilakukan Uji Man Whitney 14. Hasil dan Pembahasan Persiapan penelitian Penelitian dilaksanakan di ruangan yang tidak digunakan sebagai tempat tidur. Pengamatan perilaku tikus dilakukan tiap pukul wita. Tikus yang dipergunakan adalah merupakan hasil biakan. Lokasi pembiakan di Desa Kapal Kabupaten Badung. Tikus dibawa ke lokasi penelitian satu hari sebelum pelaksanaan penelitian. Subyek penelitian adalah tikus putih besar dari spesies R. norvegicus Galur/ strain Wistar. Spesies ini dikembangkan oleh Wistar Institute. Tikus putih ini adalah tikus Albino (putih) dengan mata merah. Identifikasi subyek penelitian dilakukan dengan pengukuran panjang kepala dan badan (Head and Body) : 180 mm, panjang ekor (Tail) : 160 mm (88,89%), panjang telapak kaki (Hind Foot) : 20 mm, dan panjang telinga (Ear) : 30 mm. Kematian tikus Adapun hasil penelitian adalah seperti pada Tabel 1. 81

84 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Perilaku tikus Kelompok kontrol seluruh tikus masih bergerak sampai pada pelaksanaan penelitian dihentikan yaitu selama hari kelima. Terdapat 4 ekor yang bergerak tapi tidak selincah seperti hari pertama pelaksanaan penelitian. Berdasarkan pengamatan perilaku tikus pada rodentisida 20% pada hari ke 3 tikus mulai terlihat malas bergerak selanjutnya beberapa ekor pada hari ke 4 diam. Tikus yang mati pada hari ke 4 sebanyak 3 ekor (33,33%) dan 1 ekor (11,11%) mati pada hari ke 5. Sebanyak 4 ekor (44,44%) pada hari ke 5 terlihat diam dan 1 ekor (11,11%) malas bergerak. Perilaku tikus pada kelompok perlakuan dengan rodentisida 30% terlihat bahwa 3 ekor (33,33%) tikus mati pada hari ke 4, 2 ekor (22,22%) tikus mati pada hari ke 5. Tikus yang tidak mati sampai penelitian berakhir adalah sebanyak 4 ekor, 3 ekor (33,33%) dengan kondisi diam tidak bergerak dan 1 ekor (11,11%) malas bergerak. Perilaku tikus pada perlakuan rodentisida 40%, hanya terdapat 3 ekor (33,33%) yang mati pada hari ke 5, 3 ekor (33,33%) tikus pada hari ke 5 diam tdk bergerak dan 3 ekor (33,33%) tikus hanya malas bergerak sampai pada penelitian diakhiri. Jumlah konsumsi tikus Jumlah konsumsi rodentisida yang dimakan oleh tikus didapat dari mengurangi makanan sisa dari jumlah rodentisida yang diberikan. Hasil perhitungan konsumsi rodentisida tikus pada control adalah 9,69 gr, rodentisida tikus 20%7,94 gr rodentisida tikus 30% adalah 6,89 gr dan rodentisida tikus 40% adalah 2,77 gr. Hasil analisis data Distribusi data. Analisis tahap awal menggunakan uji Saphiro Wilk pada keempat kelompok data menunjukkan seluruh kelompok memiliki nilai Asymp sig (2 tailed) <α(0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data seluruh kelompok perlakuan tidak berdistribusi normal. Perbedaan Efektifitas Rodentisida Tikus Pada Keempat Kelompok Populasi. Selanjutnya pengujian komparasi kematian tikus pada keempat kelompok dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis. Adapun hasil pengujian Kruskall Wallis disajikan pada tabel 2. Pada pengujian diperoleh hasil berdasarkan jumlah tikus yang mati terlihat bahwa Rodentisida tikus dengan komposisi 30% gadung mampu membunuh tikus paling banyak dengan rata-rata 1,67 ± 0,33 dan mean rank 9,50. Nilai sig (0,036) < á(0,05) maka Ho ditolak artinya bahwa pada tingkat signifikansi 5 % rata-rata kematian tikus pada setiap kelompok tidak sama. Dapat pula dikatakan bahwa rodentisida tikus yang berbeda berpengaruh secara signifikansi terhadap jumlah tikus mati. Untuk melihat perbedaan terletak pada kelompok berapa dilakukan uji lanjutan yaitu dengan mempergunakan uji Mann Whitney Test seperti tersaji pada tabel 3. Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai Asymp sig (0,034) < α(0,05) sehingga dapat disimpulkan tikus mati pada kelompok kontrol dan rodentisida 20% tidak sama. Pembahasan Hasil Penelitian Pada pengujian diperoleh hasil berdasarkan jumlah tikus yang mati Nilai sig(0,036) < 82

85 Posmaningsih, D.A., Purna, I N., Sali, I W. (Efektivitas pemanfaatan umbi...) α(0,05) maka Ho dapat disimpulkan ratarata kematian tikus pada setiap kelompok tidak sama. Dapat pula dikatakan bahwa rodentisida memiliki pengaruh berbeda terhadap jumlah tikus mati. Berdasarkan seluruh hasil dapat disimpulkan tidak ada perbedaan nilai rata-rata kematian tikus pada populasi dengan kadar rodentisida 20, 30 dan 40%. Artinya bahwa seluruh kadar rodentisida memiliki kemampuan membunuh yang sama. Apabila kita lihat dari nilai LD 50 maka rodentisida 30% memiliki kemampuan membunuh tikus >50% hewan percobaan yaitu 55,56%. Rodentisida 20% memiliki kemampuan membunuh 44,44% dan rodentisida 40% memiliki kemampuan membunuh 33,33% dari banyaknya hewan percobaan. Apabila kita bandingkan dengan perilaku tikus terlihat bahwa hampir seluruh tikus menunjukkan penurunan aktifitas gerak. Perubahan mulai terjadi rata-rata pada hari ketiga. Perubahan perilaku tikus dimulai dari kurang lincah, malas sampai diam tidak bergerak. Perubahan ini diakibatkan umbi gadung bersifat antifeedant sehingga menurunkan nafsu makan tikus dan membuat tikus tidak dapat bergerak lincah. Pola konsumsi tikus dipengaruhi oleh kadar Rodentisida. Pada rodentisida 20% rerata konsumsi tikus adalah 7,94 g, rodentisida 30% 6,89 g, sedangkan pada rodentisida 40% rerata konsumsi 2,77 g. Apabila dibandingkan dengan kematian tikus, pola konsumsi tidaklah berbanding lurus. Jumlah kematian tertinggi adalah pada rodentisida 30%. Hal ini menunjukkan pada dosis 20% tikus masih dapat mengkonsumsi makanan lebih banyak akan tetapi rodentisida tidak sampai membunuh tikus. Reaksi dari rodentisida hanya terlihat pada aktifitas tikus yang menurun. Sebagian besar tikus pada hari kelima menunjukkan keadaan diam (44,44%) dan 11,11% menunjukkan malas bergerak. Peristiwa ini disebut sebagai kondisi sub-lethal 2. Pada rodentisida 40% jumlah konsumsi makan dan kematian terendah. Hal ini disebabkan tikus memiliki indera perasa yang berkembang sangat baik sehingga mampu mendeteksi zat yang pahit, bersifat toksik atau berasa tidak enak. Kemampuan tersebut mengakibatkan tikus menolak umpan yang diberikan atau menimbulkan masalah sub-lethal (dosis racun yang sampai tidak membunuh) 2. Tikus biasanya memerlukan makanan 10% berat tubuhnya. Rendahnya konsumsi tikus pada rodentisida 40% disebabkan adanya bait shyness (jera umpan) pada tikus 1. Rodentisida 30% memiliki kemampuan membunuh paling tinggi mencapai 55,56%. Hal ini berarti bahwa dengan rerata konsumsi gadung 6,89 g sudah mampu membunuh tikus melebihi LD 50. Meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan rata-rata jumlah tikus yang mati pada rodentisida 20, 30 dan 40%, akan tetapi berdasarkan kategori LD 50 maka rodentisida 30% efektif membunuh tikus. Penelitian Dinar 2004 tentang penggunaan umbi gadung kadar 25% dengan umpan paraffin, caramel, penyedap, dan beras mampu membunuh sampai 70% tikus sawah 13.Bila pakan yang ada di sekitar tikus berlimpah, 83

86 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : maka tikus akan berkembang biak sangat cepat sehingga kerusakan yang ditimbulkan juga semakin besar. Apabila habitatnya tidak terganggu, tiap pasang tikus berkembang biak menjadi 1,270 ekor/tahun 15. Tanaman gadung dapat berperan sebagai sebagai penekan kelahiran (efek aborsi atau kontrasepsi) dan penekan populasi (efek mortalitas). Sebagai penekan kelahiran adalah kandungan steroid sedangkan sebagai pembunuh adalah kandungan alkaloid. Dengan penggunaan umpan gadung dengan dosis yang kurang atau kebal dosis (sub lethal) meskipun tidak sampai membunuh akan tetapi dapat menyebabkan kemandulan sebagai tikus. Sehingga perkembangbiakan tikus akan dapat lebih ditekan 14. Keunggulan rodentisida nabati yaitu murah dan mudah dalam proses pembuatan, aman terhadap lingkungan, serta sulit menimbulkan resistensi pada tikus. Selain itu terdapat pula kelemahannya yaitu daya kerja relatif lambat, kurang praktis, serta tidak tahan disimpan 14. Bahan aktif dari rodentisida kronis bekerja dalam tubuh tikus dengan lambat sehingga tikus tidak langsung mati di tempat setelah mengonsumsi racun 3. Bahan tambahan yang digunakan pada umpan dapat berasal dari olahan hewan atau tumbuhan. Bahan baku penyedap ataupun penarik pada umpan harus mudah didapat dan mudah dibuat 16. Sanchez dan Benigno 1981 (dalam 9 ) mengatakan bahwa bahan penyedap dapat meningkatkan kesempatan tikus menemukan umpan dan makan banyak. Bahan penyedap dapat meningkatkan efisiensi penampakan umpan. Kesimpulan Dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan 1).Jumlah tikus mati pada rodentisida 20% sebanyak 4 ekor (44,44%), dengan rerata 1,33 ± 0,33; 2).Jumlah tikus mati pada rodentisida 30% sebanyak 5 ekor (55,56%), dengan rerata 1,67 ± 0,33; 3).Jumlah tikus mati pada rodentisida 40% sebanyak 3 ekor (33,33%), dengan rerata 1; 4). Tidak terdapat perbedaan rata-rata kematian tikus pada rodentisida kadar 20, 30 dan 40%, sedangkan berdasarkan LD 50, rodentisida 30% adalah merupakan yang paling efektif untuk membunuh tikus. Saran yang dapat diberikan adalah : 1).Pada penelitian selanjutnya agar dilakukan pengujian rodentisida 30% dengan jumlah replikasi lebih banyak; 2). Diperlukan pengujian aplikasi hasil penelitian terhadap tikus liar di lapangan; 3).Pengujian terhadap kondisi fisiologis tikus setelah mengkonsumsi rodentisida terhadap kemampuan umbi gadung untuk menekan kelahiran. Daftar Pustaka 1. Sinta, Hotma, Pengaruh Bahan Rempah Sebagai Repelen Terhadap Mencit Rumah (Mus Musculus L. Rodentia: Muridae) Dalam Mengkonsumsi Umpan Dan Rodentisida, Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Institut Pertanian Bogor 2. Priyambodo S Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Ed ke-3. Jakarta: Penebar Swadaya. 3. Buckle and Smith RH Rodent control methods : non chemical and nn lethal chemical, di dalam Buckle AP, Smith RH. Rodent pest and their control. Cambridge, UK : University Pres. Hlm Meehan, AP Rat and Mice, Their Biologi and Control. East Griendstead: Rentokil Limited. 5. Djojosumarto P Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Ed ke-2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 6. Natawigena D Beberapa kendala dalam memproduksi pestisida nabati. Crop Science [jurnalon-line]. [20 Januari 2010]. 84

87 Posmaningsih, D.A., Purna, I N., Sali, I W. (Efektivitas pemanfaatan umbi...) 7. Ahmad Berobat Dengan Tumbuhan. Available online at: /pkukmweb.ukm.my/ahmad/tugas/ s2_99/aa72858.htm (sitasi 1 Mei 2013) 8. Santi, Sri Rahayu Senyawa Aktif ANtimakan Dari Umbi Gadung (Dioscorea hispida Densst). Jurnal Kimia4 (1), Januari 2010 : Nababan, Revansius Uji Efektifitas Pemberian Beberapa PAkan Tambahan Penyedap Rasa PAda Rodentisida NAbati Umbi Gadung (Diocorea hispida) Terhadap Tikus Sawah (Rattus argentiventer) Di Laboratorium, Skripsi. Fakultas PErtanian Universitas Sumatera Utara 10. Ipteknet, Teknologi Tepat Guna. Available online at : 3d1c1.html (citasi tanggal 21 Mei 2013) 11. Zainuidin, M, 1999, Metodelogi Penelitian, Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas airlangga. 12. Santoso Singgih, 2001, Statistik Non Parametrik, Elex Media Komputindo, Jakarta. 13. Dinar, Dwi Murjani Pengujian Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Sebagai Rodentisida Botanis Siap Pakai Dalam Pengendalian Tikus Rumah dan Tikus Sawah. Departemen Proteksi Tanaman. Institut Pertanian Bogor. 14. Sudarmo S Pestisida Nabati. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 15. Bowolelono Yang Perlu Kita Ketahui Dari Tikus Sebagai Hama Rumah Tangga dan Industri. Pest Control Indonesia. Mei. Edisi Baho, H Pengaruh Pemberian Tepung Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamarck) Terhadap Palatabilitas Umpan Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor 17. Andriyani, Retno Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat Penggunaan Pestisida PErtanian. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol 3. No. 1 (95 106) 85

88 PERAN DUKUNGAN SUAMI DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI Ni Gusti Kompiang Sriasih 1, Ni Nyoman Suindri 2, Ni Wayan Ariyani 3 Abstract. Early initiation of breastfeeding is the effort of learning to breastfeed the baby for the first time with the action put the baby in the mother s abdomen or chest and fail to prevent skin contact within the baby s and mother s skin. The purpose of this study was to determine the relationship of husband support the implementation of the Early initiation of breastfeeding. This research is a quasi experimental with posttest control group design. The population is all the husband and pregnant women in health center Dauh Puri and GA. Widiasih clinical practice. Techniques Consecutive sampling was used. The results showed statistically significant that there is a relationship between with the husband s support and early breastfeeding initiation. Which support poor husband has a risk of failure Early initiation of breastfeeding 7 times larger than the support of a wonderful husband ( OR = 7, 95 % CI: 3.11 to ). So it is advisable to health workers should be counseling husbands pregnant women to their to be continue developed so that the husband is ready to wife by informational, awards, instrumental, and emotional. Keywords : husband s support, Early breastfeeding initiation, pregnant women. Abstrak. Kualitas manusia dalam pembangunan suatu bangsa dan daerah harus dimulai sedini mungkin untuk dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Inisiasi menyusu dini (IMD) merupakan upaya pembelajaran kepada bayi untuk menyusu pertama kali. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan suami dengan pelaksanaan IMD. Jenis penelitian ini adalah analitik quasi eksperimental dengan rancangan posttest control group menggunakan pendekatan prospektif. Subjek penelitian diamati secara berulang dalam kurun waktu penelitian untuk menemukan perubahan yang terjadi. Populasi adalah seluruh suami dari ibu hamil di Puskesmas Pembantu Dauh Puri dan BPM GA. Widiasih yang memenuhi kriteria inklusi. Besar sampel 35 orang pada masing-masing kelompok.teknik sampling yang digunakan adalah Consecutive sampling. Teknik analisis dalam penelitian ini meliputi analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukan dukungan suami yang baik pada kelompok perlakuan berhasil IMD 30 orang (85,71%), 5 orang tidak berhasil IMD (14,29%). Dukungan yang kurang baik semuanya (100%) tidak berhasil melaksanakan IMD. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji Fisher exact test dengan nilai p = 0,000 pada a = 0,05. Hal ini menunjukkan secara statistik bahwa Ho ditolak yaitu ada hubungan dukungan suami dengan inisiasi menyusu dini, yang mana dukungan suami yang kurang baik mempunyai risiko mengalami ketidakberhasilan IMD 7 kali lebih besar daripada dukungan suami yang baik (OR = 7 ; 95% CI 3,109 15,759). sehingga disarankan kepada tenaga kesehatan agar konseling kepada suami ibu hamil terus dikembangkan sehingga para suami siap mendukung istrinya dalam semua jenis dukungan (informasional, penghargaan, instrumental, dan emosional). Kata kunci : dukungan suami, IMD, ibu hamil Kematian ibu dan bayi merupakan masalah kesehatan reproduksi di seluruh daerah, termasuk Bali. Pada 2010 AKI di Bali 80,47 per kelahiran hidup dan AKB 8,19 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan Denpasar 11,01 per 1000 kelahiran hidup. AKB di Denpasar lebih tinggi daripada kabupaten lain, namun masih di bawah target nasional yaitu 34 per 1000 kelahiran hidup. 1 Pemerintah terus melakukan upaya menurunkan AKB, salah satunya dengan melaksanakan program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yang secara tidak langsung akan berdampak positif terhadap pemberian ASI eksklusif dan perdarahan post partum. Penurunan AKB juga merupakan komitmen internasional dalam rangka mencapai target Milinium Development Goal s (MDG S). 1,2,3 Dosen Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Denpasar 86

89 Sriasih, I G.K., Suindri, N.N., Ariyani, N.W. (Peran dukungan suami...) Target MDGs 2015 meliputi penurunan AKB menjadi 24/1000 kelahiran hidup. Untuk mencapai tujuan tersebut, menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 33/2012 tentang ASI Ekslusif bagian kedua pasal 9 ayat (1) menyebutkan, tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap bayi yang lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam, ayat (2) inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan dengan cara melekat pada kulit ibu. 2 Upaya pembelajaran kepada bayi untuk menyusu pertama kali adalah dengan meletakkan bayi di atas perut atau dada ibu dan membiarkan terjadinya kontak kulit bayi dengan kulit ibu. Fungsi IMD terkait dengan daya tahan bayi dimana ASI pertama yaitu kolostrum berdampak positif bagi bayi. Kolostrum merupakan sumber imunitas pertama bagi tubuh bayi yang mengandung sel darah putih dan antibodi yang berfungsi mencegah penyakit. 3 Peran IMD dalam pencapaian MDGs, yakni IMD meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif sehingga membantu mengurangi kemiskinan dan kelaparan karena ASI memenuhi kebutuhan makanan bayi sampai usia dua tahun, dan membantu mengurangi angka kematian balita 5 Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 hanya 4% bayi yang mendapat ASI dalam satu jam kelahirannya, 10% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama, yang diberikan ASI kurang dari dua bulan 73%, yang diberikan ASI dua sampai tiga bulan sebanyak 53% yang diberikan ASI empat sampai lima bulan 20% dan menyusui eksklusif sampai usia enam bulan 49%, sementara pemberian susu formula terus meningkat hingga tiga kali lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. 1 Pada 2010 jumlah bayi yang terpantau di Bali yaitu dan jumlah bayi yang diberikan ASI eksklusif yaitu orang dengan cakupan ASI eksklusif 36,54%. Jumlah Bayi yang terpantau di Kota Denpasar yaitu dan jumlah bayi yang diberikan ASI eksklusif yaitu 41,61%. Cakupan ASI eksklusif di Kota Denpasar tergolong rendah jika dibandingkan dengan kabupaten lain di Bali dan berada di bawah target nasional (80%) maupun lokal (70%). 1 Puskesmas Pembantu Dauh Puri merupakan tempat pelayanan kesehatan, merupakan bagian dari Puskesmas II Denpasar Barat, memiliki kunjungan ibu bersalin cukup banyak yaitu 45 orang per bulan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan didapatkan 10 ibu bersalin dan mendapat perlakuan IMD di Puskesmas Pembantu Dauh Puri, tiga orang suami berperan saat pelaksanaan IMD, lima orang suami tidak berperan karena alasan tidak tahu apa yang harus dilakukan, dua orang suami mengaku takut karena bayi masih berdarah. Untuk memenuhi besar sampel penelitian, peneliti juga melakukan penjajagan pada Bidan Praktik Mandiri (BPM) GA. Widiasih A. Md. Keb. yang memiliki kunjungan ibu bersalin cukup banyak, rata-rata 25 orang per bulan. Jenis pelayanan kedua tempat ini hampir sama yaitu memiliki kunjungan ibu hamil dan bersalin cukup banyak, melayani pelayanan jaminan persalinan (Jampersal), melakukan kelas antenatal dan merupakan wahana praktik klinik kebidanan mahasiswa. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan suami dengan pelaksanaan IMD di Puskesmas Pembantu Dauh Puri dan BPM. GA. Widiasih, A. Md. Keb. Metode Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental dengan rancangan pretestposttest control group. Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil beserta suaminya di Puskesmas Pembantu Dauh Puri dan BPM GA. Widiasih, A. Md. Keb. Besar sampel yakni 35 orang pada masing-masing kelompok sesuai dengan kriteria inklusi 5. 87

90 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Pengambilan sampel dengan metode Consecutive sampling yaitu setiap subjek yang datang dan memenuhi kriteria diambil sebagai subyek penelitian sampai dengan jumlah sampel terpenuhi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner tentang dukungan suami, sedangkan pelaksanaan IMD menggunakan lembar observasi. Pada suami yang bersedia berpartisipasi, dilakukan pretest tentang dukungan saat IMD. Setelah itu diberi konseling tentang pentingnya dukungan saat bersalin serta diminta menerapkannya. Konseling dibantu oleh bidan yang bertugas di lokasi penelitian. Suami yang sudah mendapat konseling tiga kali dilakukan posttest. Pada kelompok kontrol, data dukungan suami diambil satu setengah bulan sejak yang bersangkutan menandatangani persetujuan sebagai responden. Data yang diperoleh dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan Chi Square. Bila syarat Chi Square tidak terpenuhi maka dilakukan uji Fisher Exact. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yaitu Puskesmas Pembantu Dauh Puri dan BPM. GA. Widiasih, A. Md. Keb. Ratarata jumlah ibu hamil yang berkunjung untuk mendapatkan pelayanan Antenatal di masing masing tempat tersebut setiap bulan rata rata 95 orang. Sebaran responden berdasarkan jenis pendidikan antara kelompok kontrol dengan perlakuan adalah sama. Frekuensi pendidikan paling banyak adalah SMA, frekuensi hamil 2-4 kali (multigravida), kisaran umur tahun, bekerja swasta, sumber informasi paling banyak diperoleh dari tenaga kesehatan. Berikut disajikan dukungan suami terhadap pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini pada tabel 1 dan 2. Tabel 1 menunjukkan, baik kelompok perlakuan maupun kontrol sebelum perlakuan kurang mendapat dukungan dan tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok perlakuan mendapat dukungan baik dari suaminya, sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar mendapat dukungan kurang baik. Berikut disajikan keberhasilan IMD pada tabel 3. Tabel 4 menunjukan dukungan suami yang baik pada kelompok perlakuan berhasil IMD sebanyak 30 orang (85,71%), hanya 5 orang yang tidak berhasil IMD (14,29%). Sedangkan dukungan yang kurang baik semuanya (100%) tidak berhasil melaksanakan IMD. 88

91 Sriasih, I G.K., Suindri, N.N., Ariyani, N.W. (Peran dukungan suami...) Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan dukungan suami dengan inisiasi menyusu dini yang mana dukungan suami yang kurang baik mempunyai risiko mengalami ketidakberhasilan IMD 7 kali lebih besar daripada dukungan suami yang baik (OR = 7 ; 95% CI 3,109 15,759). Pembahasan Dukungan merupakan upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materiil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. 6 Dukungan suami dapat meningkatkan rasa percaya diri istri dalam menerima kehamilan dan persalinan, sehingga komplikasi dapat dicegah. Dukungan ini akan mendorong seseorang untuk patuh dalam merawat kehamilan dan bayi termasuk melaksanakan anjuran untuk melakukan IMD. 7 Bila dilihat dari karakteristiknya, jenis pendidikan antara kelompok kontrol dan perlakuan hampir sama, frekuensi terbanyak adalah SMA. Ditinjau dari segi frekuensi hamil distribusi paling banyak gravida 2-4 kali. Umur responden pada kedua kelompok paling banyak berkisar tahun. Berdasarkan pekerjaan, lebih dari setengah responden bekerja swasta. Sumber informasi dari responden yang paling banyak pada kedua kelompok adalah tenaga kesehatan. Dukungan suami pada kelompok kontrol dan perlakuan sebelum mendapat perlakuan konseling saat antenatal sebagian besar dalam katagori kurang. Dukungan setelah perlakuan pada kelompok perlakuan semuanya menjadi katagori baik, sedangkan sebagian besar pada kelompok kontrol masih dalam katagori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa praktik pemberian ASI, hal yang pertama kali harus dimiliki suami adalah pengetahuan tentang ASI yang diawali dari IMD. Dengan adanya pengetahuan suami, maka suami dapat mengambil bagian dalam keputusan mengenai praktik IMD saat persalinan. Pemahaman suami akan mendasari sikap serta perilaku suami dalam memberikan dukungan saat IMD sehingga IMD berhasil dilakukan pada istri yang sedang bersalin. Dukungan merupakan informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai. Dukungan keluarga yang terpenting adalah dari suami (supporting father). Sejauh ini suami kebanyakan hanya berperan dalam tempat pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan. Padahal, keterlibatan suami dalam mencari informasi mengenai pemberian ASI diketahui sebagai salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap praktik IMD. Beberapa studi intervensi di Negara Barat juga memperlihatkan bahwa peningkatan pengetahuan suami seputar pemberian ASI mempengaruhi IMD. 7,8 Hal ini terjadi karena suami yang mendapat konseling, pengetahuannya semakin bertambah sehingga aktif memberikan dukungan pada ibu hamil, hal ini terlihat dukungan pada kelompok perlakuan menjadi semakin baik. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah informasi petugas kesehatan kepada suami tentang pentingnya dukungan suami kepada istri terutama dalam pelaksanaan IMD saat persalinan. 6 Dukungan suami akan mengakibatkan istri semakin paham dan sadar, serta mau melaksanakan anjuran. Apabila ibu sudah mau mengikuti anjuran maka ibu akan siap menyusui, yang akan meningkatkan pencapaian ASI eksklusif. 3 89

92 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Faktor yang mempengaruhi keberhasilan menyusui diantaranya adalah faktorkondisi ibu dan bayi, tenaga kersehatan sebagai pemberi informasi dan pelayanan, serta faktor psikologis ibu, yang mana ibu perlu kondisi yang nyaman untuk menghasilkan ASI yang dapat diperoleh dari dukungan. 9 Pelaksanaan IMD sangat memerlukan dukungan dari suami. Hal ini sesuai dengan pendapat Roesli (2008) bahwa kondisi emosi yang stabil dan tenang menentukan tingkat produksi ASI yang dihasilkan oleh ibu. Kestabilan emosi dapat diraih bila suami mendukung, hal ini sangat mendukung proses laktogenesis II dan III, sehingga produksi ASI menjadi lancar. Keterlibatan suami dalam proses ini akan memberi motivasi ibu untuk menyusui bayinya. Ibu sudah memiliki motivasi dan optimis bisa menyusui, ASI akan keluar lebih banyak. 10 Hasil penelitian didapatkan apabila dukungan kurang baik, pelaksanaan IMD kebanyakan tidak berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa suami merupakan bagian yang vital dalam keberhasilan IMD, karena dukungan suami akan meningkatkan rasa percaya diri ibu, dan akan menentukan kelancaran reflek let down yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Dari semua dukungan bagi ibu menyusui, dukungan suami adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam tatalaksana inisiasi menyusu dini secara umum, sangat dianjurkan untuk suami mendampingi ibu saat persalinan dan mengambil peran saat inisiasi menyusu dini. 3,10 Kesimpulan dan Saran Dukungan suami sebelum perlakuan sebagian besar dalam kategori cukup, sedangkan dukungan suami pada kelompok perlakuan setelah diberi perlakuan berupa konseling sebagian besar dalam katagori baik. Sebagian besar IMD berhasil pada kelompok perlakuan yang mendapat dukungan baik. Ada pengaruh dukungan suami terhadap keberhasilan IMD yang mana dukungan suami yang kurang baik mempunyai risiko mengalami ketidakberhasilan IMD tujuh kali lebih besar daripada dukungan suami yang baik (OR = 7 ; 95% CI 3,109 15,759). Saran yang dapat disampaikan agar keterlibatan suami dilakukan sejak awal kehamilan serta konseling kepada para suami ibu hamil dilakukan secara kontinu sehingga para suami siap mendukung istrinya dalam informasional, penghargaan, instrumental, dan emosional. Daftar Pustaka 1. Dinkes Prop. Bali., 2007, Profil Kesehatan Propinsi Bali, Denpasar;tp 2. Presiden RI., PP ASI no 33 tahun 2013, Jakarta; tp 3. Roesli, U., 2005, ASI Eksklusif, Jakarta: Trubus Agrisarana. 4. Depkes RI 2005, Manajemen Laktasi : Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di Puskesmas, Jakarta: Dirjen Binkesnas Departemen Kesehatan RI. 5. Dahlan, S., 2006, Besar Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta, PT. Arkansa. 6. Notoatmodjo,S., 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: PT. Rineka Cipta. 7. Fraser, D.M., dan Cooper, M.A., 2009, Myles Buku Ajar Bidan (Myles Textbookfor Midwives), Edisi XIV, Alih bahasa: Sri Rahyu, dkk., Jakarta: EGC. 8. IDAI, 2008, Bedah ASI, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 9. Reisha, 2010, Inisiasi Menyusu Dini, (online), available: med.unhas.ac.id/obgin/ index.php?option=com_content&task =view&id=86&itemid=62, (25 Januari 2012). 10. Lisa, 2005,Istri Hamil Suami Harus Ikut Andil Dong (online) available: www. Compass.com(23 Februari 2011) 90

93 EFEKTIVITAS PEMBERIAN JUS KULIT MANGGIS TERHADAP KADAR HORMON KORTISOL PADA MENCIT (Mus musculus) YANG MENGALAMI STRES Windu Astutik 1, Elfi Kuswati 2 Abstract. Stress is a reality of daily life that can be caused by life changes that can not be avoided and it happens to all people in which it requires adjustments. Stress can increase the secretion of ACTH (adrenocorticotropine) and consequently the secretion of cortisol also increases to 20-fold. The aims of this study is determine the effectiveness of giving mangosteen skin juice to different levels of cortisol hormone in stress conditions, so it can be used to enhance the mangosteen value and also as alternative therapies for stress. This research used True experimental method with Pre-Posttest Only Control Group Design. It used 20 male and female mice in stress condition, and they were divided into two groups, Control group (K) which was not given juice and Treatment group (P) which was treated by skin mangosteen juice as much as 1cc/day for 4 weeks. The data obtained were tested using independent t-test with a = The result shows There are many differences in the reduction of cortisol levels in the group treated with the mean of meanwhile the control group is only averagely down around The Giving mangosteen skin juice is effective in influencing cortisol levels with p value = 0.04 and t = 2, 164. Keywords : Levels of Cortisol Hormone, Stress, Skin Mangosteen Juice Abstrak. Stres merupakan realitas kehidupan sehari-hari yang bisa disebabkan oleh perubahan-perubahan hidup yang tidak dapat dihindarkan dan dialami oleh semua orang dimana memerlukan penyesuaian. Stres dapat meningkatkan sekresi ACTH (adrenocorticotropine) dan akibatnya sekresi kortisol juga akan meningkat sampai 20 kali lipat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian jus kulit manggis terhadap kadar hormon kortisol pada stres sehingga dapat digunakan sebagai peningkatan komoditas manggis dan alternatif terapi untuk stres. Penelitian ini menggunakan metode True Eksperiment Design dengan penelitian Pre-Posttest Only Control Group Design, dengan menggunakan mencit putih (Mus muscullus) sebagai sampel sebanyak 20 ekor yang dikondisikan stress dibagi menjadi 2 kelompok, Kelompok control (K) tanpa pemberian jus kulit manggis dan kelompok perlakuan (P) diberikan terapi jus kulit manggis sebanyak 1cc/hari setiap sampel kelompok perlakuan selama 4 minggu. Data yang didapatkan diuji menggunakan uji t-test independen dengan á = 0,05. Penelitian menunjukkan ada perbedaan yang jauh dari penurunan kadar kortisol pada kelompok perlakuan dengan nilai mean 48,80 sedangkan kelompok kontrol hanya rata-rata turun sekitar 19,00. Pemberian jus kulit manggis efektif dalam mempengaruhi kadar hormon kortisol dengan p value = 0,04 dan t = 2, 164. Kata Kunci: Kadar Hormon Kortisol, Stres, Jus Kulit Manggis Stres merupakan realitas kehidupan yang disebabkan perubahan hidup yang tidak dapat dihindari, dialami semua orang dan memerlukan penyesuaian. Seiring perkembangan ilmu dan teknologi, stres makin banyak dijumpai. Stres berdampak buruk pada kesehatan, bahkan dikatakan bahwa tidak ada penyakit yang tidak berhubungan dengan stres. Individu dengan stres tinggi mempunyai risiko kematian 40% lebih tinggi dibanding stress rendah. Dari estimasi Penderita diperkirakan sekitar 1,33 juta atau 14% dari total penduduk DKI Jakarta mengalami gangguan mental atau stres, dengan 1-3% mengalami stres akut (stres berat) atau sekitar orang 1. Hal tersebut disebabkan oleh faktor pekerjaan dan tata ruang yang buruk. Demikian juga, data dari RSJ Bali menunjukkan bahwa pada 2011 penduduk yang mengalami gangguan jiwa stres-depresi sebanyak 309 orang 2. 1,2 Dosen Akademi Kebidanan Kesdam IX/Udayana Denpasar 91

94 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Ini menunjukkan bahwa stres bersifat universal. Semua orang dapat merasakannya tetapi cara mengungkapkannya berbeda. Stres sering terjadi pada orang bekerja dan pada situasi perkuliahan. Setiap mengalami stres fisik atau psikologis dalam waktu beberapa menit saja sudah memicu peningkatan sekresi ACTH (adreno-corticotropine) dan akibatnya sekresi kortisol juga meningkat. Sekresi kortisol ini bahkan meningkat sampai 20 kali lipat guna mengatasi efek stres 3. Stres kronik dapat mengganggu kesehatan meliputi timbulnya Hipertensi dan Diabetes Mellitus 4. Penelitian yang dilakukan menemukan senyawa L-Theanin teh hijau memiliki sifat relaxing dan mengurangi stres 5. Temuan terbaru dengan segudang manfaat diperoleh dari pemanfaatan kulit manggis yang memiliki efek farmakologis antara lain: antialergi, antiinflamasi, antimikroorganisme, antioksidan, antikanker, antiarterosklerosis maupun antihiv. Senyawa aktif dalam kulit buah manggis adalah α-mangostin, γ- mangostin dan garsinon-e 6. Kulit manggis juga bermanfaat sebagai anti-depresan. Zat farmakologi yang terkandung dalam kulit manggis adalah Xanton 7. Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia dan manfaat kulit manggis ini terutama untuk kesehatan, tapi belum ada penelitian yang khusus tentang pengaruh kulit manggis terhadap penurunan stres 8. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian jus kulit manggis terhadap kadar hormon kortisol pada mencit yang dikondisikan stress. Metode Penelitian ini adalah penelitian True Eksperiment dengan rancangan Pre- Posttest Only Kontrol Group Design yang dilaksanakan pada September-Desember 2013 di laboratorium Akper Kesdam IX/ Udayana untuk memberikan perlakuan stress dan pemberian jus kulit manggis, sedangkan pengujian kortisol dilaksanakan di laboratorium reproduksi FKH Universitas Airlangga. Sampel dalam penelitian ini adalah mencit putih (Mus muscullus) 20 ekor berumur 2-3 bulan, berat badan sekitar g, tidak memiliki kelainan fisik dan sehat. Mencit diberi pakan standar dan minum secukupnya kemudian secara acak dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan. Kedua kelompok diberikan tindakan yang memicu stres seperti berenang, pengikatan ekor dan diberi paparan bising >85dB selama 1 minggu. Pada hari ke-7 dilakukan pengambilan darah (pre-test) dari plexus vena retroorbitalis sebanyak 2 cc kemudian disentrifuge untuk mendapatkan serum dan dianalisa konsentrasi hormon kortisol sebelum penelitian. Kelompok perlakuan diberikan jus kulit manggis 1 cc/ hari dan air minum selama 4 minggu sedangkan kelompok kontrol hanya diberi minum air putih. Pada akhir minggu ke-empat dilakukan kembali pengambilan darah dengan cara yang sama pada saat pre-test. Uji distribusi data kelompok kontrol dan perlakuan menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov. Data konsentrasi hormon kortisol yang berdistribusi normal dilanjutkan dengan uji statistik t-test independent. Hasil dan Pembahasan Pengukuran berat badan dilakukan 3 kali yaitu saat dimulai penelitian (minggu ke-0), sebelum pengambilan sampel darah pre (minggu ke-1) dan sebelum pengambilan darah post (minggu ke-4). Hasil pengukuran pertama, berat badan pada kelompok kontrol jantan rata-rata 23,70 g dan betina 21,10 g. Sedangkan kelompok perlakuan, pada kelompok jantan memiliki berat ratarata 23,10 g dan betina 22,10 g. Hasil pengukuran berat badan pada minggu ke-1, kelompok kontrol jantan rata-rata 28,30 g dan betina 24,40 g. Sedangkan kelompok perlakuan jantan rata-rata 28,70 g dan betina 26,70 g. 92

95 Pengukuran berat badan terakhir dilakukan pada minggu ke 4 mendapatkan hasil berat badan rata-rata pada kelompok kontrol jantan 28,10 g dan betina 24,40 g. Sedangkan kelompok perlakuan jantan 34,40 g dan mencit betina 26, 90 g. Astutik, W., Kuswati, E. (Efektivitas pemberian jus...) Hasil pengukuran kadar kortisol didapatkan rerata kortisol pretest pada kelompok perlakuan sebesar 130,60±45,98 mg/ml, sedangkan rerata kadar kortisol pretest pada kelompok kontrol sebesar 159,00±32,81mg/ml. Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan kadar kortisol antara kelompok kontrol dan perlakuan (p<0,05). Kadar kortisol lebih tinggi pada kelompok kontrol dibanding perlakuan. Perbedaan pada pretest tidak berpengaruh terhadap analisis perubahan kadar kortisol karena yang dilihat adalah trend perubahan yang terjadi selama satu bulan pengamatan. Kedua kelompok, mengalami penurunan kadar kortisol. Rerata kadar kortisol pada kelompok perlakuan pada pretest, yaitu sebesar 130,60±49,58 mg/ml dan posttest terjadi penurunan sebesar 81,80±32,18 mg/ ml. Kadar kortisol pada kelompok kontrol pada pretest yaitu 159,00±32,81 mg/ml dan posttest terjadi penurunan sebesar 130,00± 11,55mg/mL (Tabel 2). Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar kortisol yang signifikan antara pengukuran pretest dengan posttest pada kelompok kontrol dan perlakuan (p < 0,05). Pada kelompok kontrol terjadi penurunan kadar kortisol tidak signifikan (p > 0,05). Penurunan kadar kortisol pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol. Hasil analisa uji t test independent menunjukkan p = 0,044 menunjukkan ada perbedaan kadar kortisol pada kelompok perlakukan dengan pemberian jus kulit manggis dari pada kelompok kontrol. Ada perbedaan yang terjadi tetapi tidak signifikan dilihat dari t = 2,164 (sig > 0,05). Pembahasan Pertambahan berat badan pada mencit terjadi selama penelitian tidak signifikan. Berat badan mengalami penurunan laju pertambahan, hal ini sangat terlihat pada kelompok kontrol. Peristiwa ini disebabkan karena kondisi stres dapat meningkatkan kecepatan metabolisme dan ekskresi Nitrogen yang mengakibatkan protein endogen dan cadangan lemak didalam tubuh dibongkar untuk menjadi sumber energy, sehingga akan turun berat badan atau cenderung menetap 9. Perilaku mencit kelompok kontrol lebih agresif karena terlihat sering menumpahkan tempat makanan. Sedangkan pada kelompok perlakuan terjadi pertambahan berat badan, disebabkan kondisi stress teratasi oleh pemberian jus kulit manggis. 93

96 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Pemberian jus kulit manggis bisa memperbaiki sistem pencernaan, sehingga nafsu makan mencit kelompok perlakuan menjadi lebih baik dan terjadi pertambahan berat badan. Pada pengukuran berat badan ini juga terlihat bahwa kelompok mencit betina lebih sulit mengalami pertambahan berat badan karena mencit betina sangat rentan terjadi stress dan bersifat menetap 10. Jus kulit manggis juga tidak memiliki sifat toksik, sehingga aman dikonsumsi oleh makhluk hidup seperti manusia dan hewan 11. Kortisol merupakan salah satu hormon yang akan dilepaskan dalam kondisi stress. Menurut hasil penelitian yang dilakukan, kadar kortisol pada tikus jantan dengan kondisi stress akan menetap selama 1 bulan, demikian pula pada penelitian lainnya menunjukkan hasil bahwa faktor kebisingan menyebabkan stress pada mencit betina dan menetap selama 1 bulan 12. Pada penelitian ini, kadar kortisol rata-rata pada kelompok kontrol sebesar 159,00 mg/ml dan pada kelompok perlakuan sebesar 130,60 mg/ ml. Pada pengukuran yang kedua (posstest) kadar kortisol mengalami pernurunan, yaitu rata-rata 130,00 mg/ml pada kelompok kontrol, sedangkan kelompok perlakuan penurunan yang terjadi sangat signifikan yaitu 81,80 mg/ml. Analisa uji t test independent penurunan kadar kortisol pada kelompok kontrol tidak signifikan (p= 0,103) Hal ini terjadi karena 2 sampel (20%) kelompok kontrol mengalami kenaikan kadar kortisol saat pengambilan darah posttest. Penurunan kadar kortisol pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol. Hasil analisa uji t test independent menunjukkan p = 0,044 yang berarti ada perbedaan kadar kortisol pada kelompok perlakukan dengan pemberian jus kulit manggis dari pada kelompok kontrol. Perbedaan yang terjadi sangat signifikan pada kelompok perlakuan lebih cepat laju penurunan kadar kortisolnya dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jus kulit manggis pada kelompok perlakuan memiliki efek dalam penurunan kadar kortisol. Hal tersebut di atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan yang menunjukkan hasil bahwa kulit manggis memiliki efek obat salah satunya sebagai anti depresan. Pemberian jus kulit manggis dirasa sangat efektif dalam menurunkan kadar kortisol karena memiliki efek yang menyenangkan sehingga stress yang dialami akan turun. Fungsi antidepresan akan memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin yang menuju neuron presinaps, sehingga suasana menjadi menyenangkan. Pada kondisi fisiologis, dengan adanya hipersekresi kortisol akan menjadi alarm untuk menghentikan produksi, tapi tidak terlalu signifikan, yang nantinya akan menyebabkan berbagai gangguan atau peningkatan glukogenesis 13. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian efektivitas pemberian jus kulit manggis terhadap perubahan kadar hormone kortisol pada mencit (Mus muscullus) yang dikondisikan stress dapat disimpulkan bahwa pemberian jus kulit manggis sangat efektif dalam memperngaruhi perubahan atau penurunan kadar hormone kortisol. Perbedaan yang sangat jelas Antara kelompok kontrol yang tanpa diberi perlakuan pemberian jus kulit manggis perubahan kadar hormone kortisolnya tidak signifikan (p = 0,103). Sedangkan kelompok perlakuan yang diberikan jus kulit manggis selama 1 bulan dengan jumlah 1 cc/hari/ekor mengalami penurunan kadar hormone kortisol (p = 0,00) yang lebih cepat daripada kelompok kontrol (t = 2, 164; p > 0,05). 94

97 Astutik, W., Kuswati, E. (Efektivitas pemberian jus...) Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan untuk melihat keefektivan kulit manggis sebagai alternatif penurun gejala stress bisa dilakukan dengan pengolahan dalam bentuk lain seperti ekstrak agar nilai ekonominya lebih tinggi lagi dan memiliki keawetaan yang baik. Daftar Pustaka 1. Rumah Sakit Soeharto Heerdjan Rekapitulasi Rekam Medik Pasien di RS. Soeharto Heerdjan Tahun Tidak diterbitkan. 2. RSJ Provinsi Bali Rekapitulasi Rekam Medik Pasien RSJ Propinsi Bali Tahun Tidak diterbitkan. 3. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 12. Jakarta; EGC; Artikelkedokteran.com [internet]. Idrus, MF. Hubungan Stres dan Hipertensi.[update 2004; cited 2012 Des 23]. Available from: hubungan-stress-dan-hipertensi.html. 5. Hawari, Dadang. Manajemen Stres, Cemas Dan Depresi. Jakarta; Balai Penerbit FKUI; ICUC. Fruit to the Future Mangosteen, Factsheet, No 8, International Centre for Underutilized Crops Pikiranrakyat.com [Internet]. Qosim WA. Kulit Buah Manggis Sebagai Antioksidan. [update 2007; cited 2013 Jan 7]. Available from: Acadstaff.ugm.ac.id [Internet]. Endro AN. Manggis (Garcinia Mangostana L.): Dari Kulit Buah Yang Terbuang Hingga Menjadi Kandidat Suatu Obat. MOT, 2007;12 (42). [Update 2007; cited 2013 Peb 15] Available from: MTMyMjMwODU Fox, SI. Human Physiology 9 th editions. New York; Mc. Graw Hill Companies, Inc.; Rohmatfapertanian.wordpress. com [Internet]. Rohmad. Diktat Aneka Ternak-Mencit Jurusan peternakan Uniska Kediri Untuk kalangan sendiri. [update 2012; cited 2013 Peb 10]. Available from: rohmatfapertanian.wordpress.com/ 2012/08/06/diktat-aneka-ternakmencit/. 11. Ekstrakkulitmanggis.web.id [Internet]. Anonymous. Ekstrak Kulit Manggis Terbaru. [Update 2010; cited 2013 Peb 10]. Available from: Marpaung, SS. Pengaruh Kebiasaan Intensitas Tinggi terhadap Kadar Kortisol Plasma pada Tikus Jantan. Majalah Kedokteran Nusantara ; 39 (2) 13. Stress.about.com [internet]. Scott. The Cortisol. [update 2000; cited 2013 Feb 10]. Available from; stress.about.com/od/stresshealth/a/ cortisol.html. 95

98 PENGGUNAAN DOUBLE HYGROBAC PADA VENTILATOR EFEKTIF MEMPERTAHANKAN TEKANAN KARBONDIOKSIDA PADA PASIEN CEDERA KEPALA I Made Sukarja 1, I Made Mertha 2, Ni Made Wedri 3 Abstract. Elevated levels of PCO 2 in patients with critical patients can result in increased blood flow resulting in increased cerebral blood volume. Increased cerebral blood volume will lead to increased pressure on the network that will ultimately increase the intra cranial pressure. It can cause death especially in critical patients. This study aims to prove the existence of differences in the use of double hygrobac of the PCO 2 hose critical patients in the ICU Wangaya Hospital Denpasar. This type of research is a quasi-experimental research design with pre test post test control group design. Sample consisted of 21 people selected by consecutive sampling. Data collection was done by recording the results of the examination prior to the installation of PCO 2 double hygrobac and single hygrobac. The results of this study found an increase in PCO 2 in the installation single hygrobac average mm Hg while the average interval inspiring mmhg. Independent statistical tests based on t Test with Two Tail Test with á = 0.05, obtained p value = < á, Ho is rejected it means there are differences in the use of double hygrobac and use single hygrobac. Keywords: Double Hygrobac and PCO 2 Abstrak. Peningkatan kadar PCO 2 pada pasien kritis dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran darah sehingga meningkatkan volume darah otak. Peningkatan volume darah otak menyebabkan peningkatan tekanan jaringan yang akhirnya akan meningkatkan tekanan intra kranial. Hal ini dapat menyebabkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya perbedaan penggunaan double hygrobac terhadap PCO 2 pasien kritis di ICU RSUD Wangaya Denpasar. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan rancangan penelitian pre test post test with control group design. Jumlah responden adalah 21 orang untuk masing-masing kelompok dipilih dengan consecutive sampling. Hasil dari penelitian ini didapatkan peningkatan PCO 2 pada pemasangan single hygrobac rata-rata 43,67 mmhg sedangkan pada double hygrobac rata-rata mmhg. Berdasarkan uji statistik Independent t Test dengan Two Tail Test dengan á = 0,05, didapatkan p value = < á, Ho ditolak artinya ada perbedaaan penggunaan double hygrobac dan penggunaan single hygrobac terhadap PCO 2 pasien kritis di ruang ICU RSUD Wangaya Denpasar. Penggunaan double hygrobac lebih efektif dalam mempetahankan PCO2 dalam batas normal dibandingkan dengan penggunaan single hygrobac. Kata Kunci: Doubel Hygrobac, PCO 2 Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian di usia produktif, khususnya di negara berkembang. Angka kejadian cedera kepala di Bali, khususnya yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar sebanyak orang. Berdasarkan jumlah tersebut, sebanyak kasus (48%) memerlukan tindakan operasi dan yang lainya 52% membutuhkan tindakan konservatif. Pada 2011, terdapat 319 pasien cedera kepala dirawat di Intensif Care Unit (ICU) yang membutuhkan bantuan ventilator. Kegawatan ini disebabkan pasien mengalami odema serebri 1. Odema serebri memicu terjadi peningkatan tekanan intracranial sehingga terjadi desakan pada otak. Odema serebri pada cedera kepala dipicu oleh peningkatan PCO 2 dalam darah yang mengakibatkan asidosis respiratorik 2. Penanganan cedera kepala yang mengalami peningkatan tekanan intra-cranial dan gangguan oksigenasi adalah melakukan resusitasi otak selama satu sampai tiga kali 24 jam. Untuk itu pasien perlu dilakukan perawatan di ruang intensif 3. 1,2,3 Dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar 96

99 Sukarja, I M., Mertha, I M., Wedri, N.M. (Penggunaan double hygrobac...) Saat masuk ruang intensif, pasien cedera kepala sudah dilakukan intubasi dan menggunakan Endo Tracheal Tube (ETT) dan pemasangan ventilator dengan pola nafas kontrol 4. Penggunaan ventilator di ruang ICU dilengkapi alat yang disebut hygrobac yang dipasang pada pada selang inspirasi. Alat ini berfungsi melindungi kontaminasi silang dari pasien dan alat bantu pernafasan dari mikroba atau virus, serta menghangatkan keluar masuknya udara pada ventilator. Berdasarkan pengamatan penggunaan hygrobac di selang inspirasi belum memberikan hasil maksimal karena belum sepenuhnya dapat mencegah proses infeksi silang dan penumpukan CO 2, sehingga perlu dilakukan pemasangan double hygrobac yang dipasang pada selang inspirasi dan ekspirasi untuk mencegah penumpukan CO 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan double hygrobac pada selang inspirasi dan ekspirasi ventilator terhadap PCO 2 pasien cedera kepala. Perawatan pasien cedera kepala berat dan post trepanasi dilakukan perawatan di ruang intensif untuk menjamin jalan nafas dan ventilasi adekuat sehingga oksigenasi dapat dipenuhi dengan baik dan dimonitor dengan pemeriksaan AGD, disamping untuk memperbaiki perfusi jaringan otak dan menurunkan tekanan intra kranial. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator selama resusitasi otak 6. Ventilator atau ventilasi mekanik adalah alat bantuan pernapasan yang memberikan tekanan positif melalui jalan nafas buatan 7. Tujuan pemasangannya adalah memberikan kekuatan mekanis pada paru-paru dalam mempertahankan pertukaran O 2 dan CO 2 fisiologis, mengambil alih tekanan jalan nafas dan pola nafas untuk memperbaiki pertukaran O 2 dan CO 2 secara efisien dan mendapat oksigenasi yang adekuat, mengurangi kerja otot jantung dan paru-paru 8. Indikasi pemasangan ventilator atau ventilasi mekanik antara lain pasien henti jantung, gagal nafas akut dengan hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen non invasive, asidosis respiratorik yang tidak teratasi dengan pemberian obat-obatan dan oksigen non invasive, apneu, resusitasi otak dan pasien dengan tindakan pembedahan yang menggunakan anestesi umum 9. Ventilasi mekanik melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh untuk pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier. Semua udara yang dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier dihangatkan dan dijenuhkan 10. Hygrobac adalah alat yang bisa disebut dengan hidung buatan karena memiliki fungsi sama dengan hidung yaitu menghangatkan dan melembabkan udara masuk. Hygrobac terbuat dari bahan plastic vynil, berbentuk silinder dan transparan, memiliki berat 49 g, diameter mm sesuai untuk menghubungkan saluran pernafasan. Tujuan pemakaian hygrobac yaitu membran hydrofobik elektrostatistik pada hygrobac melindungi kontaminasi silang, menyediakan humidifikasi untuk menjaga kelembaban pernafasan pasien tetap efektif, mencegah kekeringan mukosa, memiliki resistensi rendah untuk aliran udara sehingga meminimalkan kerja pernafasan. Hygrobac bersifat disposibel atau sekali pakai. Pemakaian hygrobac adalah 1 x 24 jam 11. Mekanisme kerja hygrobac yaitu efek pemanasan tidak mengubah kelembaban absolut tetapi mengubah kelembaban relatif. Secara fisika pemanasan uap air juga mempengaruhi jumlah energi gas. Semakin tinggi kelembaban gas semakin banyak energi dapat menahan atau di transportasi. Dalam udara, molekul air memiliki kapasitas menahan energi lebih dari molekul gas, sehingga perubahan kecil dalam kelembaban dapat menghasilkan peningkatan yang relatif besar dalam isi energi. Ketika terjadinya peningkatan suhu maka kapasitasnya untuk 97

100 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : menahan uap air juga meningkat, tetapi bila terjadi penurunan maka kemampuanya untuk menahan uap air juga menurun 12. Hygrobac dipasangkan pada dua tempat yang berbeda yaitu pada selang inspirasi dekat humidifier dan selang ekspirasi. Meski dipasangkan pada tempat berbeda hygrobac memiliki fungsi sama yaitu sebagai humidifikasi dan juga sebagai penyaring mikroba dan virus 13. Pemasangan hygrobac pada selang inspirasi berdampingan dengan humidifier dari ventilator akan memberi pemanasan langsung tanpa hambatan. Uap air hasil respirasi langsung mengalir pada selang ekspirasi menuju ke water trap. Hygrobac yang dipasang pada selang ekspirasi memberi efek penghangatan pada gas yang melaluinya. Pemasangan hygrbac pada kedua selang dapat mencegah akumulasi cairan sehingga pengeluaran CO 2 lebih efektif. Metode Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan menggunakan rancangan pre test post test with group comparison design. Penelitian dilakukan di RSUP Sanglah dan RSUD Wangaya Denpasar pada September hingga Nopember Populasi adalah semua pasien kritis yang dirawat di Ruang ICU. Sampel diambil dari seluruh pasien kritis yang menggunakan ventilator dengan pola nafas kontroldengan kriteria usia tahun, dengan pola nafas kontrol dan setting ventilator sama. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Besar sampel 21 orang untuk masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol. Data yang dikumpulkan meliputi pengukuran PCO 2 melalui pemeriksaan analisa gas darah (AGD) sebelum dan setelah dipasang double hygrobac pada selang inspirasi dan ekspirasi ventilator. Apabila data berdistribusi normal, maka uji yang dilakukan adalah uji parametrik dengan menggunakan uji t test. Hasil dan Pembahasan Sampel terdiri atas 58% laki-laki dan 42% perempuandengan umur termuda 21 tahun, tertua 50 tahun dan terbanyak berada pada kisaran tahun. Dari hasil pengukuran PCO 2 didapatkan bahwa nilai minimum sebelum pemasangan Single hygrobac 33 mmhg dan maksimum 44 mmhg, sedangkan nilai minimum setelah pemasangan 39 mmhg dan maksimum 52 mmhg. Hasil pengukuran PCO 2 sebelum pemasangan Double hygrobac didapatkan nilai minimum 35 mmhg dan maksimum 45 mmhg, sedangkan setelah pemasangan diperoleh nilai minimum 37 mmhg dan maksimum 46 mmhg. PCO 2 sebelum dan setelah pemasangan double hygrobac. Hasil analisa data didapatkan PCO 2 sebelum pemasangan double hygrobac adalah mmhg dan setelahnya mencapai mmhg. Terjadi peningkatan sebesar 1.76 digit. Peningkatan ini masih dalam batas toleransi dimana nilai PCO 2 normal mencapai 45 mmhg. Penggunaan double hygrobac memiliki akumulasi cairan lebih sedikit daripada single hygrobac lebih kurang 2-3 cc dalam waktu 8 jam. Hal ini membuat PCO 2 tidak mudah tertahan dalam hygobac karena cairan yang ada dibuang melalui sirkuit ventilator dan tertampung dalam water trap sehingga PCO 2 cenderung tetap atau meningkat namun tidak terlalu signifikan. PCO 2 menggambarkan pernapasan pasien. PCO 2 normal menunjukkan pernapasan yang meliputi kedalaman dan irama yang adekuat. Demikian halnya pada responden yaitu pasien yang sedang mendapatkan perawatan dengan bantuan ventilator mekanik, maka proses pernapasan pasien sepenuhnya dibantu oleh mesin (ventilator). Dengan demikian fungsi ventilator pada perawatan pasien kritis sangat penting dalam pengaturan ventilasi

101 Sukarja, I M., Mertha, I M., Wedri, N.M. (Penggunaan double hygrobac...) PCO 2 darah juga dipengaruhi oleh keadaan hemoglobin yang berfungsi mengikat CO 2. Pembuangan CO 2 melalui respirasi tergantung keterikatan CO 2 pada hemoglobin. Monitoring hemoglobin pada pasien kritis sangat penting dilakukan untuk menstabilkan O 2 maupun CO 2. Jika terjadi penumpukan CO 2, hal ini dapat menyebabkan keadaan asidosis respirasi yang berpengaruh pada proses metabolism sel 15. Hasil analisis penelitian setelah delapan jam pemasangan hygrobac terjadi produksi sekret karena pasien dengan pola nafas kontrol tidak dapat mengeluarkan sekret sendiri dan harus dilakukan tindakan suction. Hal ini memungkinkan terjadinya hambatan dalam proses pernafasan pasien dimana CO 2 juga akan tertahan didalam sehingga menyebabkan penumpukan PCO 2. Penumpukan PCO 2 pada pasien yang mendapatkan double hygrobac masih dalam batas normal. PCO 2 sebelum dan setelah pemasangan single hygrobac. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa PCO 2 sebelum peamasangan single hygrobac antara 33 sampai 39 mmhg, sedangkan setelah pemasangan mencapai 44 sampai 52 mmhg. Kenaikan PCO 2 setelah delapan jam pemasangan single hygrobac cukup signifikan. Menurut Bisri T (2001), peningkatan PCO 2 pada pasien kritis dapat mengakibatkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah otak sehingga mengakibatkan odem serebri. Penggunaan single hygrobac letaknya sangat dekat dengan trakea dimana temperatur pada trakea 34 0 C dengan kelembaban cukup besar yaitu 75%. Hal ini mengakibatkan jumlah uap air yang dihasilkan lebih banyak dan tertampung langsung dalam hygrobac, sehingga pada akhirnya akumulasi cairan lebih cepat terjadi pada hygrobac. Dalam delapan jam pertama pemasangan single hygrobac terjadi akumulasi cairan kurang 5-10 cc, lebih banyak bila dibandingkan dengan pemasangan double hygrobac. Hal ini mengakibatkan CO 2 yang keluar tertahan pada hygrobac sehingga terjadi peningkatan PCO 2. Penggunaan single hygrobac memiliki akumulasi cairan lebih banyak yaitu sekitar 65% bila dibandingkan dengan penggunaan double hygrobac sekitar 35%. Akumulasi cairan yang berlebihan pada single hygrobac akan mengakibatkan terjadinya penumpukan CO 2 karena CO 2 tertahan dalam hygrobac sehingga cenderung terjadi peningkatan PCO 2. Perbedaan PCO 2 pada pemasangan double hygrobac dan single hygrobac. Adanya perbedaan peningkatan PCO 2 yang terjadi pada pemasangan double hygrobac dimana pada pemasangan single hygrobac lebih meningkatkan PCO 2 bila dibandingkan dengan double hygrobac. Menurut Suwondo (2004) bahwa pemakaian hygrobac adalah sebagai penghantar panas. Gas dilembabkan sebagai pembawa air dan energi. Energi lebih dibutuhkan daripada air yang dihasilkan. Pada penelitian yang dilakukan tidak disebutkan bahwa besarnya kandungan air dalam hygrobac dapat menimbulkan cedera pada pasien, tetapi jumlah air yang besar tidak diperlukan. Sebagai penghantar panas yang baik pemasangan hygrobac harus digunakan dengan tepat sehingga tidak menimbulkan uap air yang berlebihan yaitu digunakan sebagai humidifier pada ventilator. Dalam teori dikatakan bahwa hygrobac yang diletakkan jauh dari humidifier mengalami energi panas yang dihasilkan sebagai humidifikasi lebih rendah bila dibandingkan dengan double hygrobac yang dipasang pada selang inspirasi dan ekspirasi. Peningkatan PCO 2 pada penggunaan single hygrobac lebih meningkat pada delapan jam pertama pemakaian hygrobac jika hal ini dibiarkan dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan peningkatan aliran darah otak yang berakibat bertambahnya volume darah otak. 99

102 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Jika terjadi pada pasien kritis akan mengakibatkan terjadinya peningkatan intra kranial sehingga akan memperburuk keadaan pasien 16. Dampak yang ditimbulkan oleh peningkatan PCO 2 pada pasien kritis adalah terjadinya vasodilatasi pembuluh darah otak dimana otak akan mengalami edema sehingga dapat menyebabkan TIK meningkat. Dalam beberapa kasus pasien kritis, angka kematian yang paling banyak adalah disebabkan oleh karena peningkatan TIK. Untuk mencegah dampak yang paling buruk yaitu kematian karena peningkatan PCO 2 maka pemakaian double hygrobac yang lebih baik dilakukan pada pasien kritis. Oleh karena pemasangan double hygrobac pada selang inspirasi dan ekspirsi walaupun mengalami peningkatan PCO 2 namun masih dalam batas yang dapat di toleransi bila dibandingkan dengan pemasangan single hygrobac yang mengalami peningkatan PCO 2 yang cukup signifikan. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat simpulkan bahwa ada perbedaan PCO 2 setelah pemasangan single hygrobac dan pada double hygrobac, dimana pemasangan double hygrobac dapat menstabilkan PCO2. Berkait dengan hal tersebut disarankan bagi rumah sakit sebagai pertimbangan penggunaan double hygrobac pada perawatan pasien kritis di ICU. Daftar Pustaka 1. American College of Surgeon. Advance Trauma Life Suport. Seventh Edition, 663 N, Saint Clair St,C Wahyuhadi, J. Pedoman Tata Laksana Cedera Otak. Surabaya: Tim Neurotrauma RSU dr.soetomo Myburgh, JA. Severe Head Injury. In : Teik E Oh; editor. Oh s Intensive Care Manual. 5 th ed. London. Butterworth-Heinemann Arthur, ML. Anesthetic Management of Acut Head Injury. Washington: University of Washington School of Medicine Medical Centre Seattle Brunner and Suddart. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi kedelapan, Volume kesatu. Jakarta: EGC Sundana, K. Ventilator Pendekatan Kritis di Unit Perawatan Kritis. Cetakan Pertama. Bandung: CICU RSHS Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis. Ed.4. Jakarta: EGC Lam, AM. Intensive Care Management And Monitoring. New York: McGraw-Hill Price & Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.4. Jakarta: EGC Bisri T. Neuro Anastesi. Edisi Kedua. Bandung Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed 9. Jakarta: EGC Suwondo, BS. Manajemen Kenaikan Tekanan Intrakranial. Anestesi And Critical Care. Ed Listiono, D. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Ed.3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Bisri T. Neuro Anastesi. Edisi Kedua. Bandung Lam, AM. Intensive Care Management And Monitoring. New York: McGraw-Hill Sundana, K. Ventilator Pendekatan Kritis di Unit Perawatan Kritis. Cetakan Pertama. Bandung: CICU RSHS

103 PENGGUNAAN AIR REBUSAN DAUN SIRIH TERHADAP KEPUTIHAN FISIOLOGIS DI KALANGAN REMAJA PUTRI MAHASISWA POLTEKES DENPASAR Wayan Mustika 1, Putu Susy Natha Astini 2, Ni Putu Yunianti SC 3 Abstract. Sexual activity places adolescents at risk hallenge to the various reproductive health problems. Leokorea (flour albous) one of the causes of the indicator or symptoms from abnormalities in the female organs. Purpose of this research were to know the effetive of Piper Betel leaf water usage to physiological Flour Albous among the students in Poltekkes Denpasar Nurs Program. The research conducted the beginning of Agustus in The study used include of experiments by using Pre-Post design, is experimental methods without using control groups, with one group pre test and post test, by number of sample were 20 respondents who proper with the inclusion criteria and then given treatment and observed. The 20 respondents who experienced flour albous, after being given treatment and observed shows the results that they weren t experienced fluor albous after given the treatment were 95% (19 respondent) and only 5% (1 respondent) who experienced flour albous. The data has been processed by using Wilcoxon Signed Rank test to know the effetive of piper betel leaf water decoction usage to the physiological flour albous. The analysis result were obtained value of Z calculate were -4,000 with p value = 0,000 (p < 0,05). Ho is rejected and Ha accepted, that showed the effect of piper betel leaf. Therefore, young women are adviced to use piper betel leaf water decoction if they are experiences of flour albous. Keywords: flour albous; piper betel leaf; water decoction Abstrak. Aktifitas seksual di kalangan remaja putrid beresiko tinggi terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Leukorea (keputihan) salah satu penyebab yang dipakai sebagai indicator atau gejala dari kelainan pada organ kewanitaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pengunaan air rebusan daun sirih terhadap keputihan fisiologis di kalangan remaja putrid mahasiswa Keperawatan Poltekkes Denpasar. Penelitian ini dilakukan awal bulan Agustus tahun Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakan pre post desain, merupakan metode eksperimen tanpa menggunakan kelompok control, dengan one group pre dan post test, dengan jumlah sampel sebanyak 20 responden dengan kreteria inklusi yang kemudian diberikan perlakuan dan diamati. Dari 20 responden yang mengalami keputihan setelah diberikan perlakuan dan diamati menunjukkan hasil bahwa mereka tidak mengalami keputihan setelah perlakuan adalah 95% (19 responden) dan hanya 5% (1 responden) yang masih mengalami keputihan. Data diolah menggunkaan uji Wilcoxon Signed Peringkat untuk mengetahui efektifitas penggunaan air rebusan daun sirih terhadap keputihan fisiologis. Nilai hasil analisis diperoleh dari Z hitung adalah dengan nilai p=0,000(0,05). Ho ditolak dan Ha diterima, yang menunjukkan efek daun sirih. Oleh karenan itu remaja putrid disarankan untuk menggunkaan air rebusan daun sirih jika mengalami keputihan. Kata kunci : keputihan, daun sirih, air rebusan Memasuki masa pubertas, seorang wanita dihadapkan dengan permasalahan timbulnya jerawat, menstruasi dan berbagai keluhan mulai dari sekedar nyeri perut ringan hingga berat, bahkan sampai pingsan menjadikan permasalahan cukup berat bagi wanita 1. Siklus haid yang berbeda, cenderung mengeluarkan lebih banyak cairan sehingga dapat terjadi keputihan. Pada masa ovulasi, yaitu masa subur ketika sel telur siap dibuahi, leher rahim di bagian atas vagina memproduksi lebih banyak cairan. Hal ini disebut keputihan 2. Gejala ini masih tergolong sehat dan normal dan dapat dikenali oleh yang mengalaminya sebagai hal biasa. Namun, apabila cairan yang keluar berlebihan dan berubah sifatnya barulah disebut keputihan yang tidak semestinya 2. 1,2,3 Dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar 101

104 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Keputihan dapat disebabkan infeksi bakteri, seperti gonococus, chlamydia, trichomatis, infeksi jamur seperti candida dan infeksi parasit seperti trichomonas vaginalis, serta adanya infeksi virus seperti candyloma ta acuminata dan herpes. Keputihan juga dapat terjadi karena kurang terjaganya kebersihan diri sehingga timbul jamur atau parasit. adanya benda asing yang dimasukkan secara sengaja atau tidak ke dalam vagina misalnya tampon, obat atau alat kontrasepsi 3. Vagina merupakan salah satu bagian tubuh yang mampu membersihkan diri. Vagina yang sehat memproduksi cairan untuk menghanyutkan benda asing yang tidak diinginkan, misalnya debu masuk ke liang vagina. Jadi vagina mirip dengan lubang hidung yang memelihara keseimbangan asam basa untuk menghancurkan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Selain itu, vagina juga meproduksi cairan yang membantu fungsi reproduksi 2. Kegiatan seksual menempatkan remaja pada resiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Leukorea (keputihan) menjadi salah satu tanda atau gejala adanya kelainan pada organ wanita. Fluor albus (keputihan), walau tidak berbahaya (kecuali pada karsinoma servitis uteri), cukup mengganggu penderita, baik fisik maupun mental. Sifat dan banyaknya keputihan dapat memberi petunjuk kearah etiologinya. Perlu ditanyakan sudah berapa lama keluhan itu, terus menerus atau pada waktu-waktu tertentu saja, banyaknya, warnanya, baunya,disertai rasa gatal/nyeri atau tidak. 4 Jumlah wanita di dunia yang pernah mengalami keputihan sekitar 75% 5, untuk wanita Indonesia yang mengalami keputihan juga berjumlah 75% 5 Data menunjukkan kejadian keputihan pada wanita tinggi, akan tetapi karena dianggap sebagai gejala premenstrual syndrom, sedikit sekali wanita yang menyadari bahwa keputihan adalah gangguan kesehatan yang perlu di obati dan di cari penyebabnya 6. Bagi penderita keputihan, kesan dari luar memang tidak terlihat, tetapi hal ini akan mengganggu penampilan dan secara tidak sadar akan menurunkan rasa percaya diri. Pemberian air rebusan daun sirih untuk membasuh vagina dapat mengurangi keputihan fisiologis. Daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, kavikol, seskuiterpan, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan karvakol. Beberapa literature menyatakan bahwa daun sirih juga mengandung enzim diastase, gula, dan tannin. Biasanya, daun sirih muda mengandung diastase, gula, dan minyak atsiri lebih banyak dibandingkan dengan daun sirih tua. Sementara inti kandungan taninnya relative sama. 2 Senyawa Eugenol pada daun sirih, terbukti mematikan jamur Candida albicans penyebab keputihan, sementara tannin, merupakan astringen, yang mengurangi sekresi cairan pada liang vagina 7. Dari uraian ini, penulis kemudian meneliti apakah air rebusan daun sirih efektif mengatasi keputihan fisiologis di kalangan mahasiswa putri Poltekkes Denpasar? Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif penanggulangan masalah keputihan fisiologis. Ada 2 jenis keputihan yaitu: keputihan Normal (keputihan fisiologis) yang merupakan respon tubuh normal yang biasa keluar sebelum, saat, dan sesudah masa siklus haid. Ciri lainnya, lendir ini bening, tidak berwarna, tidak berbau, tidak gatal, dan jumlahnya tak berlebihan. Cairan ini pelindung alami, mengurangi gesekan dinding vagina saat berjalan atau melakukan hubungan seksual; dan Keputihan abnormal (keputihan patologis). Di dalam vagina hidup kuman pelindung, disebut flora doderleins. Dalam keadaan normal flora ini berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem vagina. Namun keseimbangan itu dapat terganggu sehingga cairan vagina yang keluar agak berlebihan. Inilah disebut keputihan. Pada keputihan tersebut tidak ada perubahan warna, bau, atau rasa gatal. 102

105 Mustika, W., Susy N.A., P., Yunianti S.C., N.P (Penggunaan air rebusan...) Ada lagi keputihan yang ditandai dengan keluar cairan berwarna putih susu, kekuningan, atau kehijauan, disertai rasa gatal/perih/panas bahkan terkadang rasa perih di bawah perut. Keputihan ini harus disikapi dengan serius. Keputihan fisiologis terjadi karena rangsangan hormon, stress atau akibat aktivitas seksual, dan biasanya datang saat masa subur wanita atau sebelum dan sesudah haid. Keputihan jenis ini ditandai dengan cairan yang dikeluarkan tidak berbau dan tidak gatal sedangkan keputihan patologis, mengakibatkan gatal, dan cairan yang dikeluarkan berbau serta berubahubah warna 9. Metode Penelitian ini termasuk jenis eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau efek yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan pembasuhan vagina dengan menggunakan rebusan air daun sirih. Rancangan yang digunakan adalah Kuasi Eksperimen yaitu metode eksperimen tanpa menggunakan kelompok control, dengan one group pre test dan post test 10. Cara penggunaan air daun sirih untuk menanggulangi keputihan yaitu: a) Bahan: Daun sirih segar 7-10 lembar; b) Pemakaian: Daun sirih direbus dalam 2,5 liter air; dan c) dalam kondisi agak dingin atau hangat hangat kuku, air rebusan dipakai mencuci vagina 2 x sehari 8. Pembasuhan rebusan air daun sirih dilaksanakan selama 5 hari berturut - turut sehingga dapat diketahui efektifitas terhadap keputihan fisiologis. Tempat penelitian adalah Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Keperawatan yaitu mahasiswa yang tinggal diasrama yang mengalami keputihan. Penelitian dilaksanakan mulai Agustus sampai Oktober Instrument yang dipakai untuk pengumpulan data yaitu kuisioner yang dirancang sendiri oleh peneliti sesuai konsep teori tentang efektifitas penggunaan air rebusan daun sirih terhadap keputihan fiologis. Populasi dalam penelitian ini adalah semua remaja putri di Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan sejumlah 356 orang. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu: Remaja putri yang mengalami keputihan fisiologis, remaja putri yang bersedia diteliti dengan menandatangani informed consent, remaja putri yang berumur tahun. Jadi jumlah sampel yang memenuhi kretaria inklusi sebanyak 20 orang sehingga penelitian ini menggunakan sampel jenuh atau total sampling. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapat melalui lembar kuisioner yang diisi langsung oleh responden. Hasil dan Pembahasan Karakteristik subyek penelitian Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa responden yang berumur 19 tahun sebanyak 169 orang (47,47 %) dan sebagian kecil yang berumur 20 tahun yaitu 84 orang (23,60 %) Hasil pengamatan terhadap obyek penelitian Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa dari 356 mahasiswa putri keperawatan yang menderita keputihan fisiologis hanya sebagian kecil yaitu 20 orang (5,62%) dan yang tidak 336 orang (94,38%) 103

106 Jurnal Skala Husada Volume 11Nomor 1 April 2014 : Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa dari 20 mahasiswa remaja putri keperawatan yang menderita keputihan fisiologis hanya sebagian kecil yaitu 1 orang (5%) yang tidak ada perubahan dan sebagian besar mengalami perubahan 19 orang (95%). Untuk mengetahui efektif atau tidaknya penggunaan rebusan air daun sirih terhadap keputihan fisiologis dikalangan remaja putri mahasiswa Poltekkes Denpasar jurusan Keperawatan tahun 2012, maka data yang diperoleh dari 2 variabel perlu diuji hipotesisnya menggunakan uji Wilcoxon dengan tingkat kesalahan mencapai 5 % dengan bantuan program kompiuter yang terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dan hasilnya data tidak berdistribusi normal, maka dari itu digunakan pengujian statistic Non Parametrik 11. Hasil nilai Z hitung sebesar -4,000 dengan p value = 0,000 (P<0,05) hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima dengan kata lain bahwa penggunaan rebusan air daun sirih efektifitas terhadap keputihan fisiologis dikalangan remaja putri mahasiswa Poltekkes Denpasar tahun Berdasarkan hasil penelitian diperoleh, sebelum menggunakan rebusan air daun sirih didapat sebagain besar responden tidak mengalami keputihan 336 orang (94,38%) dan responden yang mengalami keputihan fisiologis sebanyak 20 orang (5.62%). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, setelah diberikan perlakuan dengan pemberian rebusan air daun sirih selama 5 hari, dengan penggunaan air daun sirih 2 x sehari diperoleh responden yang tidak keputihan sebanyak 19 orang (95%), hanya 1 orang (5%) yang masih mengalami keputihan pada periode mentruasi 1 bulan berikutnya. Hasil penelitian ini menunjang teori senyawa yang terkandung dalam daun sirih seperti eugenol, dapat mematikan jamur candida albicans sebagai penyebab keputihan dan tannin, berupa astringen, mengurangi sekresi cairan pada liang vaginian, penekan kekebalan tubuh 7. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Amir Syarif dari Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, penggunaan daun sirih pada pengobatan keputihan 90,0% pasien dinyatakan sembuh 12. Dalam penelitian ini juga terbukti dimana saat sebelum menggunakan air rebusan daun sirih seluruh responden mengalami keputihan (100%) dan setelah menggunakan rebusan air daun sirih sebagian besar responden tidak keputihan (95%) serta dipertegas nilai Z hitung sebesar -4,000 dengan p value = 0,000 (p<0,05) hal ini berarti bahwa penggunaan rebusan air daun sirih terbukti efektif mengatasi keputihan fisiologis dikalangan mahasiswa putri Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan. Meskipun sebagian discharge vagina (mucus) dan hampir selalu ada jika jumlahnya menjadi lebih banyak atau abnormal, mengiritasi atau dengan bau yang mengganggu dianggap patologis. Discharge patologis seringkali disertai iritasi vulva. 104

EFEKTIVITAS KUMUR-KUMUR AIR REBUSAN KULIT BUAH MANGGIS PASCA ORAL FISIOTERAPI UNTUK PENYEMBUHAN GINGIVITIS

EFEKTIVITAS KUMUR-KUMUR AIR REBUSAN KULIT BUAH MANGGIS PASCA ORAL FISIOTERAPI UNTUK PENYEMBUHAN GINGIVITIS EFEKTIVITAS KUMUR-KUMUR AIR REBUSAN KULIT BUAH MANGGIS PASCA ORAL FISIOTERAPI UNTUK PENYEMBUHAN GINGIVITIS Ni Wayan Arini 1, Sagung Agung Putri Dwi Astuti 2, Maria Martina Nahak 3 Abstract. Gum disease

Lebih terperinci

Jurnal Care Vol.5, No2,Tahun 2017

Jurnal Care Vol.5, No2,Tahun 2017 177 HUBUNGAN KONSUMSI KALSIUM DAN ORAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN GINGIVITIS PADA IBU HAMIL DI DESA CURUNGREJO KECAMATAN KEPANJEN Titin Sutriyani D4 Kebidanan Universitas Tribhuwana Tunggadewi e-mail: titinsutriyani@gmail.com

Lebih terperinci

1,2,3 Dosen Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan Denpasar

1,2,3 Dosen Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan Denpasar EFEKTIVITAS BERKUMUR AIR REBUSAN KULIT BUAH MANGGIS UNTUK PENYEMBUHAN GINGIVITIS PADA PASIEN PASCA SCALING Ni Nengah Sumerti 1, I Gusti Agung Ayu Putu Swastini 2, I Nyoman Gejir 3 Abstract. Gingivitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis. Kehamilan merupakan keadaan fisiologis wanita yang diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. jenis. Kehamilan merupakan keadaan fisiologis wanita yang diikuti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehamilan merupakan sebuah peristiwa alamiah yang dialami setiap wanita yang telah berumah tangga atau telah melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis. Kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada anak usia sekolah dasar (Soebroto, 2009). mulut adalah penyakit jaringan keras gigi (karies gigi) dan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. pada anak usia sekolah dasar (Soebroto, 2009). mulut adalah penyakit jaringan keras gigi (karies gigi) dan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan mulut diderita 90% dari penduduk Indonesia. Berdasarkan Survey Kesehatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan mulut diderita 90% dari penduduk Indonesia. Berdasarkan Survey Kesehatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius oleh tenaga kesehatan, hal ini terlihat bahwa penyakit gigi dan mulut diderita

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Menggosok gigi, perilaku, pendidikan kesehatan.

ABSTRAK. Kata kunci: Menggosok gigi, perilaku, pendidikan kesehatan. ABSTRAK Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat. Adanya gangguan kesehatan pada gigi dan mulut menyebabkan penurunan fungsi kesehatan individu. Gangguan kesehatan gigi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS UDAYANA. Oleh: Ni Putu Dewi Tata Arini NIM : PROGRAM STUDI KESEHATANMASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

UNIVERSITAS UDAYANA. Oleh: Ni Putu Dewi Tata Arini NIM : PROGRAM STUDI KESEHATANMASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA UNIVERSITAS UDAYANA EFEKTIVITAS PELATIHAN MENGGUNAKAN MEDIA CETAK (BOOKLET DAN LEAFLET) UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER POSYANDUTENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI DESAGULINGAN KECAMATANMENGWI

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep DIABETES MELITUS TIPE 2 KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL Indeks CPITN Kadar Gula Darah Oral Higiene Lama menderita diabetes melitus tipe 2 3.2 Hipotesis

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MEDIA CERITA BERGAMBAR DAN ULAR TANGGA DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT SISWA SDN 2 PATRANG KABUPATEN JEMBER

EFEKTIVITAS MEDIA CERITA BERGAMBAR DAN ULAR TANGGA DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT SISWA SDN 2 PATRANG KABUPATEN JEMBER EFEKTIVITAS MEDIA CERITA BERGAMBAR DAN ULAR TANGGA DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT SISWA SDN 2 PATRANG KABUPATEN JEMBER Afif Hamdalah Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN FREKWENSI MENYIKAT GIGI TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA KELAS IV SDN 28 MATARAM

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN FREKWENSI MENYIKAT GIGI TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA KELAS IV SDN 28 MATARAM HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN FREKWENSI MENYIKAT GIGI TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA KELAS IV SDN 28 MATARAM ABSTRAK RAHMIDIAN SAFITRI Akademi Kesehatan Gigi Karya Adi Husada Mataram e-mail

Lebih terperinci

Kata kunci: plak gigi; indeks plak gigi; ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.).

Kata kunci: plak gigi; indeks plak gigi; ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.). ABSTRAK Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak diatas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.

Lebih terperinci

Universitas Sam Ratulangi Manado Jurnal e-gigi (eg), Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2017

Universitas Sam Ratulangi Manado   Jurnal e-gigi (eg), Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2017 Jurnal e-gigi (eg), Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2017 Perbandingan efektivitas dental health education metode ceramah dan metode permainan terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan merupakan hal yang diharapkan dari setiap pasangan suami istri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan merupakan hal yang diharapkan dari setiap pasangan suami istri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan hal yang diharapkan dari setiap pasangan suami istri. Kehamilan merupakan sebuah peristiwa besar bagi wanita dan keluarga. Kehamilan yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 2011 jumlah penyandang diabetes melitus di dunia 200 juta jiwa, Indonesia menempati urutan keempat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF PADA IBU BEKERJA DI KELURAHAN WIROGUNAN KOTA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PERSEPSI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF PADA IBU BEKERJA DI KELURAHAN WIROGUNAN KOTA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF PADA IBU BEKERJA DI KELURAHAN WIROGUNAN KOTA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: ARTGA MILA ARDHITA 080201044 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Padukuhan Kasihan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PRASYARAT... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

PENGARUH PROMOSI MENYIKAT GIGI TERHADAP SKOR PLAK DI SEKOLAH DASAR KANDANGAN II, SEYEGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA

PENGARUH PROMOSI MENYIKAT GIGI TERHADAP SKOR PLAK DI SEKOLAH DASAR KANDANGAN II, SEYEGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA PENGARUH PROMOSI MENYIKAT GIGI TERHADAP SKOR PLAK DI SEKOLAH DASAR KANDANGAN II, SEYEGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA 1 Almujadi, Sutrisno 1, Dosen Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jl. Kyai

Lebih terperinci

PENGARUH KONSUMSI TELUR AYAM RAS REBUS TERHADAP PENINGKATAN KADAR HB PADA IBU HAMIL TRIMESTER II DI BPM WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLATEN TENGAH

PENGARUH KONSUMSI TELUR AYAM RAS REBUS TERHADAP PENINGKATAN KADAR HB PADA IBU HAMIL TRIMESTER II DI BPM WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLATEN TENGAH PENGARUH KONSUMSI TELUR AYAM RAS REBUS TERHADAP PENINGKATAN KADAR HB PADA IBU HAMIL TRIMESTER II DI BPM WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLATEN TENGAH Sugita, Supiati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI IBU TERHADAP DUKUNGAN BIDAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KERJA PUSKESMAS DANUREJAN I YOGYAKARTA

HUBUNGAN PERSEPSI IBU TERHADAP DUKUNGAN BIDAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KERJA PUSKESMAS DANUREJAN I YOGYAKARTA HUBUNGAN PERSEPSI IBU TERHADAP DUKUNGAN BIDAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DANUREJAN I YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: SY.A isyatun Abidah Al-Idrus 20151010273 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,

Lebih terperinci

Ni Nyoman Sumiasih 1. 1 Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Denpasar

Ni Nyoman Sumiasih 1. 1 Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Denpasar PENGARUH KELAS ANTE NATAL TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN, KETRAMPILAN DAN KEBERHASILAN INISIASI MENYUSUI DINI PADA IBU BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DAUH PURI DENPASAR Ni Nyoman Sumiasih 1 Abstract.

Lebih terperinci

MANFAAT TEH ROSELA (Hibiscuss Sabdariffa L) DALAM PENYEMBUHAN GINGIVITIS MARGINALIS KRONIS. Saluna Deynilisa

MANFAAT TEH ROSELA (Hibiscuss Sabdariffa L) DALAM PENYEMBUHAN GINGIVITIS MARGINALIS KRONIS. Saluna Deynilisa MANFAAT TEH ROSELA (Hibiscuss Sabdariffa L) DALAM PENYEMBUHAN GINGIVITIS MARGINALIS KRONIS Saluna Deynilisa Dosen Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang ABSTRAK Saat ini penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara keseluruhan, untuk itu dalam memperoleh kesehatan rongga

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH EDUKASI DUA LINTAS TERHADAP JUMLAH, JENIS, DAN JADWAL MAKAN PENDERITA DM TIPE 2

SKRIPSI PENGARUH EDUKASI DUA LINTAS TERHADAP JUMLAH, JENIS, DAN JADWAL MAKAN PENDERITA DM TIPE 2 SKRIPSI PENGARUH EDUKASI DUA LINTAS TERHADAP JUMLAH, JENIS, DAN JADWAL MAKAN PENDERITA DM TIPE 2 Studi Dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat OLEH : I PUTU ARYA SEDANA NIM. 1102105041 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut laporan WHO, Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat DM dengan prevalensi 8,6% dari total

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH KAMPANYE AKU BANGGA AKU TAHU TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS DI SMA DHARMA PRAJA DENPASAR

SKRIPSI PENGARUH KAMPANYE AKU BANGGA AKU TAHU TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS DI SMA DHARMA PRAJA DENPASAR SKRIPSI PENGARUH KAMPANYE AKU BANGGA AKU TAHU TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS DI SMA DHARMA PRAJA DENPASAR OLEH : NI WAYAN AYU ANGGRENI PANJI NIM. 1202115007 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT DENGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA SMA NEGERI 9 MANADO

HUBUNGAN PENGETAHUAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT DENGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA SMA NEGERI 9 MANADO HUBUNGAN PENGETAHUAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT DENGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA SMA NEGERI 9 MANADO 1 Yohanes I Gede K.K. 2 Karel Pandelaki 3 Ni Wayan Mariati 3 1 Kandidat skripsi Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya berkaitan dengan kebersihan gigi dan mulut. Faktor penyebab dari

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya berkaitan dengan kebersihan gigi dan mulut. Faktor penyebab dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat di Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius dari tenaga kesehatan, baik dokter dan perawat gigi, hal ini

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN 28 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung pada bulan Oktober 2008. Pengambilan data dilakukan di Perumahan Bekasi Jaya Indah wilayah Bekasi dengan subjek penelitian adalah perempuan paskamenopause.

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH TERHADAP MOTIVASI BELAJAR IPS SISWA SMKN 1 MARTAPURA

PENGARUH PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH TERHADAP MOTIVASI BELAJAR IPS SISWA SMKN 1 MARTAPURA PENGARUH PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH TERHADAP MOTIVASI BELAJAR IPS SISWA SMKN 1 MARTAPURA Ananda Rosiana SMK Negeri 1 Martapura suryana.ananda@yahoo.co.id Abstract The objectives

Lebih terperinci

dilaporkan ke pelayanan kesehatan sehingga jumlah yang tercatat tidak sebesar angka survey (Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2011).

dilaporkan ke pelayanan kesehatan sehingga jumlah yang tercatat tidak sebesar angka survey (Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cuci tangan memakai sabun (CTPS) merupakan cara yang sangat efektif untuk membatasi transmisi berbagai penyakit pada anak, termasuk diare dan infeksi pernapasan yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Plak gigi, obat kumur cengkeh, indeks plak

ABSTRAK. Plak gigi, obat kumur cengkeh, indeks plak ABSTRAK Plak merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi dan gusi serta permukaan keras lainnya dalam rongga mulut. Akumulasi plak yang tidak ditangani akan menyebabkan karies, gingivitis

Lebih terperinci

PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG

PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG Manuscript OLEH : Sri Utami G2A009102 PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Starta I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Starta I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan PENGARUH MEDIA LEAFLET TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN WUS (WANITA USIA SUBUR) DALAM PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD (INTRA UTERINE DEVICE) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI PUBLIKASI ILMIAH

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KARIES GIGI PADA ANAK SD KELAS V - VI DI KELURAHAN PEGUYANGAN KANGIN TAHUN 2015

ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KARIES GIGI PADA ANAK SD KELAS V - VI DI KELURAHAN PEGUYANGAN KANGIN TAHUN 2015 UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KARIES GIGI PADA ANAK SD KELAS V - VI DI KELURAHAN PEGUYANGAN KANGIN TAHUN 2015 PANDE PUTU PURWANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN BAHAYA MEROKOK TERHADAP KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA MASYARAKAT DI DUSUN NGEBEL, KASIHAN BANTUL

GAMBARAN PENGETAHUAN BAHAYA MEROKOK TERHADAP KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA MASYARAKAT DI DUSUN NGEBEL, KASIHAN BANTUL GAMBARAN PENGETAHUAN BAHAYA MEROKOK TERHADAP KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA MASYARAKAT DI DUSUN NGEBEL, KASIHAN BANTUL THE DESCRIPTION OF KNOWLEDGE ABOUT THE DANGERS OF SMOKING FOR ORAL HEALTH AMONG THE

Lebih terperinci

STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PASIEN POLIKLINIK GIGI PUSKESMAS PANIKI BAWAH MANADO

STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PASIEN POLIKLINIK GIGI PUSKESMAS PANIKI BAWAH MANADO STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PASIEN POLIKLINIK GIGI PUSKESMAS PANIKI BAWAH MANADO 1 Daul R Tuhuteru 2 B. S Lampus 2 Vonny N.S Wowor 1 Kandidat Skripsi Program Studi Kedoteran Gigi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

RANI SURAYA NIM

RANI SURAYA NIM PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH DAN LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) PADA ANAK 6-24 BULAN DI DESA PANTAI GEMI KECAMATAN STABAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi dan mulut yang paling umum diderita, dan menggambarkan masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi dan mulut yang paling umum diderita, dan menggambarkan masalah 10 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut masih menjadi permasalahan yang butuh perhatian serius di beberapa negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Karies gigi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang dilakukan terhadap

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang dilakukan terhadap 34 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang dilakukan terhadap sejumlah subyek menurut keadaan sebenarnya, tanpa ada intervensi dari peneliti.

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEKTIFITAS OBAT KUMUR HERBAL DAN NON HERBAL TERHADAP AKUMULASI PLAK DI DALAM RONGGA MULUT

PERBEDAAN EFEKTIFITAS OBAT KUMUR HERBAL DAN NON HERBAL TERHADAP AKUMULASI PLAK DI DALAM RONGGA MULUT Ristianti;Kusnanta;Marsono PERBEDAAN EFEKTIFITAS OBAT KUMUR HERBAL DAN NON HERBAL TERHADAP AKUMULASI PLAK DI DALAM RONGGA MULUT Nina Ristianti*, Jaka Kusnanta W.**, Marsono** ABSTRAK Plak gigi adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penurunan AKB (Angka Kematian Bayi) di Indonesia memang mengalami kemajuan yang cukup bermakna, namun demikian tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong

Lebih terperinci

Perbandingan pengaruh promosi kesehatan menggunakan media audio dengan media audio-visual terhadap perilaku kesehatan gigi dan mulut siswa SD

Perbandingan pengaruh promosi kesehatan menggunakan media audio dengan media audio-visual terhadap perilaku kesehatan gigi dan mulut siswa SD Perbandingan pengaruh promosi kesehatan menggunakan media audio dengan media audio-visual terhadap perilaku kesehatan gigi dan mulut siswa SD 1 Eko A. Papilaya 2 Kustina Zuliari 2 Juliatri 1 Kandidat Skripsi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS UDAYANA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PEMANFAATAN BUKU KIA OLEH IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN

UNIVERSITAS UDAYANA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PEMANFAATAN BUKU KIA OLEH IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN UNIVERSITAS UDAYANA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PEMANFAATAN BUKU KIA OLEH IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA

Lebih terperinci

1,2,3 Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Denpasar

1,2,3 Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Denpasar PERBEDAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) RUMAH TANGGA PADA WILAYAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN DI KABUPATEN BADUNG I Made Bulda Mahayana 1, I Gede Wayan Darmadi 2, Nengah Notes 3 Abstract. Many of the

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jika gigi mengalami sakit akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Kesehatan gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. jika gigi mengalami sakit akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Kesehatan gigi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting dalam menunjang aktivitas sehari-hari. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG NUTRISI SAAT MENYUSUI DENGAN STATUS GIZI BAYI UMUR 1-6 BULAN

SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG NUTRISI SAAT MENYUSUI DENGAN STATUS GIZI BAYI UMUR 1-6 BULAN SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG NUTRISI SAAT MENYUSUI DENGAN STATUS GIZI BAYI UMUR 1-6 BULAN Penelitian Dilakukan di Puskesmas I Denpasar Barat OLEH: OLEH: LUH GEDE INTAN KENCANA PUTRI

Lebih terperinci

SKRIPSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PELAKSANAAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDIRI I TABANAN

SKRIPSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PELAKSANAAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDIRI I TABANAN SKRIPSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PELAKSANAAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDIRI I TABANAN OLEH : NI MADE AYU KOMALA SARI NIM. 1102105074 KEMENTRIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Merokok di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta

Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Merokok di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta The Relationship Between the Counseling of Smoking Dangers and the Adolescent Knowledge and Attitude Towards the Smoking Dangers in SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan

Lebih terperinci

Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik

Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik 1 Nita Ayu Toraya, 2 Miranti Kania Dewi, 3 Yuli Susanti

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KONSELING TERHADAP DEPRESI POST PARTUM DI PUSKESMAS II DAN IV DENPASAR SELATAN

SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KONSELING TERHADAP DEPRESI POST PARTUM DI PUSKESMAS II DAN IV DENPASAR SELATAN SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KONSELING TERHADAP DEPRESI POST PARTUM DI PUSKESMAS II DAN IV DENPASAR SELATAN Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan OLEH : PUTU PAMELA KENWA PRAWESTI

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA WANITA USIA SUBUR DI KELURAHAN BONGSARI SEMARANG BARAT TAHUN 2011

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA WANITA USIA SUBUR DI KELURAHAN BONGSARI SEMARANG BARAT TAHUN 2011 PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA WANITA USIA SUBUR DI KELURAHAN BONGSARI SEMARANG BARAT TAHUN 20 Sri Wahyuni Universitas Islam Sultan Agung E-mail: sriwahyunijayus@gmail.com

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA

PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA Dedy Arif Abdillah 1), Happy Indri Hapsari 2), Sunardi 3) 1) Mahasiswa SI

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF BAYI USIA 0-6 BULAN PADA IBU BEKERJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK SIMONGAN SEMARANG Disusun Oleh :

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI POLIKLINIK GIGI RSUD KABUPATEN BADUNG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI POLIKLINIK GIGI RSUD KABUPATEN BADUNG FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI POLIKLINIK GIGI RSUD KABUPATEN BADUNG Ni Nyoman Dewi Supariani 1 Abstract. The utilization of oral health services

Lebih terperinci

A n d a l a s D e n t a l J o u r n a l P a g e 39

A n d a l a s D e n t a l J o u r n a l P a g e 39 A n d a l a s D e n t a l J o u r n a l P a g e 39 ARTIKEL PENELITIAN PENGARUH PERUBAHAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PELAJAR USIA 7-8 TAHUN DI 2 SEKOLAH DASAR KECAMATAN MANDIANGIN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DI PUSKESMAS SIBELA SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DI PUSKESMAS SIBELA SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DI PUSKESMAS SIBELA SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA PUZZLE TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN ANAK PRASEKOLAH (5-6 TAHUN)

SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA PUZZLE TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN ANAK PRASEKOLAH (5-6 TAHUN) SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA PUZZLE TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN ANAK PRASEKOLAH (5-6 TAHUN) Studi Dilakukan di PAUD Widya Kusuma & PAUD Bina Mekar OLEH : NI WAYAN YATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR PADA IBU NIFAS PRIMIPARA TERHADAP KETRAMPILAN DALAM MENYUSUI

PENGARUH PELATIHAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR PADA IBU NIFAS PRIMIPARA TERHADAP KETRAMPILAN DALAM MENYUSUI PENGARUH PELATIHAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR PADA IBU NIFAS PRIMIPARA TERHADAP KETRAMPILAN DALAM MENYUSUI Triwik Sri Mulati, Dewi Susilowati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL Oleh : MEIRINA MEGA MASTUTI 040112a028 PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS STRATEGI UPSTREAM TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU HIDUP SEHAT GIGI MELALUI KONSELING PADA SISWA/I KELAS I SDN 12 PONTIANAK KOTA

EFEKTIFITAS STRATEGI UPSTREAM TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU HIDUP SEHAT GIGI MELALUI KONSELING PADA SISWA/I KELAS I SDN 12 PONTIANAK KOTA EFEKTIFITAS STRATEGI UPSTREAM TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU HIDUP SEHAT GIGI MELALUI KONSELING PADA SISWA/I KELAS I SDN 12 PONTIANAK KOTA Asmaul Husna 1 dan Budi Suryana 2 1,2 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes

Lebih terperinci

STUDI TENTANG PRODUKTIF ASI DIKAITKAN DENGAN ANATOMI PAYUDARA DI POSYANDU DESA WADUNG PAKISAJI KABUPATEN MALANG

STUDI TENTANG PRODUKTIF ASI DIKAITKAN DENGAN ANATOMI PAYUDARA DI POSYANDU DESA WADUNG PAKISAJI KABUPATEN MALANG STUDI TENTANG PRODUKTIF ASI DIKAITKAN DENGAN ANATOMI PAYUDARA DI POSYANDU DESA WADUNG PAKISAJI KABUPATEN MALANG dr. Andre, Feni Wilarsih Program Studi Diploma IV Bidan Pendidik Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL MENGENAI KESEHATAN RONGGA MULUT DENGAN KESEHATAN PERIODONTAL IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS X BANDUNG ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL MENGENAI KESEHATAN RONGGA MULUT DENGAN KESEHATAN PERIODONTAL IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS X BANDUNG ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL MENGENAI KESEHATAN RONGGA MULUT DENGAN KESEHATAN PERIODONTAL IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS X BANDUNG ABSTRAK Ibu hamil memerlukan pengetahuan tentang kesehatan rongga

Lebih terperinci

Rawati Siregar, Jessi Sihotang Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Abstrak

Rawati Siregar, Jessi Sihotang Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Abstrak PERBEDAAN PENGGUNAAN KEPALA SIKAT GIGI LURUS DAN KEPALA SIKAT GIGI MELENGKUNG TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK PADA SISWA-SISWI KELASVI SD NEGERI 066038 KELURAHAN MANGGA KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN Rawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12% seluruh kematian disebabkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci:berkumur, infusa jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle), plak gigi

ABSTRAK. Kata kunci:berkumur, infusa jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle), plak gigi ABSTRAK Plak gigi merupakan deposit lunak yang membentuk lapisan biofilm dan melekat erat pada permukaan gigi serta permukaan keras lainnya dalam rongga mulut. Plak yang menempel pada gigi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. merokok merupakan faktor risiko dari berbagai macam penyakit, antara lain

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. merokok merupakan faktor risiko dari berbagai macam penyakit, antara lain 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latarbelakang Merokok merupakan masalah kesehatan utama bagi masyarakat karena merokok merupakan faktor risiko dari berbagai macam penyakit, antara lain penyakit kardiovaskular,

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH SLOW-STROKE BACK MASSAGE

SKRIPSI PENGARUH SLOW-STROKE BACK MASSAGE SKRIPSI PENGARUH SLOW-STROKE BACK MASSAGE DENGAN MINYAK ESENSIAL YLANG-YLANG (Cananga odorata) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI Studi Ini Dilakukan di PSTW Jara Mara Pati

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA RATA-RATA KARIES GIGI ANTARA MASYARAKAT BALI VEGETARIAN DAN NONVEGETARIAN DI DESA BASARANG JAYA KABUPATEN KAPUAS

PERBEDAAN ANGKA RATA-RATA KARIES GIGI ANTARA MASYARAKAT BALI VEGETARIAN DAN NONVEGETARIAN DI DESA BASARANG JAYA KABUPATEN KAPUAS PERBEDAAN ANGKA RATA-RATA KARIES GIGI ANTARA MASYARAKAT BALI VEGETARIAN DAN NONVEGETARIAN DI DESA BASARANG JAYA KABUPATEN KAPUAS Fahmi Said 1, Ida Rahmawati 2 ABSTRAK Perbedaan pola makan vegetarian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ibu hamil itu sendiri dan orang-orang terdekatnya (Araujo, et.al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. ibu hamil itu sendiri dan orang-orang terdekatnya (Araujo, et.al., 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan perempuan. Proses yang diawali dari konsepsi hingga pengeluaran bayi merupakan periode krisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rendah, terlalu banyak lemak, tinggi kolesterol, terlalu banyak gula, terlalu

BAB 1 PENDAHULUAN. rendah, terlalu banyak lemak, tinggi kolesterol, terlalu banyak gula, terlalu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dewasa ini, terbukti membawa dampak negatif dalam hal kesehatan. Orang-orang masa kini, cenderung memiliki kesadaran yang rendah terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup seseorang, mengingat fungsi gigi dan mulut yang sangat berpengaruh dalam fungsi pencernaan,

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI SMALL GROUP DISCUSSION

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI SMALL GROUP DISCUSSION PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI SMALL GROUP DISCUSSION TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU USIA 30-50 TAHUN TENTANG ASAM URAT DI DUSUN JATISARI SAWAHAN PONJONG GUNUNGKIDUL NASKAH PUBLIKASI Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periodontitis. Terdapat 2 faktor utama penyakit periodontal, yaitu plaque-induced

BAB I PENDAHULUAN. periodontitis. Terdapat 2 faktor utama penyakit periodontal, yaitu plaque-induced BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), prevalensi penyakit periodontal pada masyarakat Indonesia mencapai 60% (Depkes RI, 2011). Penyakit periodontal

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN FACEBOOK

PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN FACEBOOK PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN FACEBOOK TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL MASALAH KEPERAWATAN PASIEN KANKER PADA MAHASISWA KEPERAWATAN UNIVERSITAS UDAYANA Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN PLAK DAN STATUS KESEHATAN GINGIVA IBU HAMIL DI PUSKESMAS PATUK

GAMBARAN PENGETAHUAN PLAK DAN STATUS KESEHATAN GINGIVA IBU HAMIL DI PUSKESMAS PATUK GAMBARAN PENGETAHUAN PLAK DAN STATUS KESEHATAN GINGIVA IBU HAMIL DI PUSKESMAS PATUK 1 2, 3 Winda Kurnia Utari, Dwi Suyatmi Almujadi Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jln. Kyai Mojo

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGGUNAAN MEDIA LEAFLET DAN VIDEO BAHAYA MEROKOK PADA REMAJA

STUDI EKSPERIMEN PENGGUNAAN MEDIA LEAFLET DAN VIDEO BAHAYA MEROKOK PADA REMAJA STUDI EKSPERIMEN PENGGUNAAN MEDIA LEAFLET DAN VIDEO BAHAYA MEROKOK PADA REMAJA Kasman, Noorhidayah, Kasuma Bakti Persada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Banjarmasin kasman.ph@gmail.com

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROGRAM PMT PEMULIHAN TERHADAP KENAIKAN BERAT BADAN PADA BALITA STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN BANYUMAS

EFEKTIVITAS PROGRAM PMT PEMULIHAN TERHADAP KENAIKAN BERAT BADAN PADA BALITA STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN BANYUMAS EFEKTIVITAS PROGRAM PMT PEMULIHAN TERHADAP KENAIKAN BERAT BADAN PADA BALITA STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN BANYUMAS Ersa Anditia, Artathi Eka Suryandari, Walin Akademi kebidanan YLPP Purwokerto Jalan KH.Wahid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Gaya kepemimpinan, kompensasi, dan motivasi. vii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata kunci : Gaya kepemimpinan, kompensasi, dan motivasi. vii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan, kompensasi dan motivasi terhadap kinerja karyawan PT. Perkebunan Nusantara VIII Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

SUYANI PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG D IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA

SUYANI PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG D IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA PENGARUH PENYULUHAN INISIASI MENYUSU DINI TERHADAP PENGETAHUAN DAN MOTIVASI MELAKUKAN INISIASI MENYUSU DINI PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI BPS YUNI BAEROZI SOROWAJAN SEWON BANTUL YOGYAKARTA TAHUN 2013

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan deskriptif analitik, yaitu dengan melakukan pengukuran pada sampel sebelum

Lebih terperinci

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Ahli Madya Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan. Oleh:

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Ahli Madya Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan. Oleh: PERBEDAAN PENGETAHUAN IBU BALITA USIA 6-24 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENYULUHAN MP-ASI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA POSTER DI POSYANDU KENANGA V KELURAHAN SEMANGGI SURAKARTA Disusun sebagai salah

Lebih terperinci

1998, WHO telah merekomendasikan penambahan suplemen asam folat sebesar 400 µg (0,4 mg) per hari bagi ibu hamil untuk mencegah kelainanan tabung

1998, WHO telah merekomendasikan penambahan suplemen asam folat sebesar 400 µg (0,4 mg) per hari bagi ibu hamil untuk mencegah kelainanan tabung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia defisiensi besi ialah suatu kondisi anemia dan terdapat bukti yang jelas akan kehilangan zat besi. Anemia defisiensi besi merupakan tahap berat dari defisiensi

Lebih terperinci

SUCI ARSITA SARI. R

SUCI ARSITA SARI. R ii iii iv ABSTRAK SUCI ARSITA SARI. R1115086. 2016. Pengaruh Penyuluhan Gizi terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pola Makan Balita di Desa Sambirejo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi. Program Studi DIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serviks dan rata-rata meninggal tiap tahunnya (Depkes RI, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. serviks dan rata-rata meninggal tiap tahunnya (Depkes RI, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kanker serviks atau kanker leher rahim atau disebut juga kanker mulut rahim merupakan salah satu penyakit yang ganas dibidang kebidanan dan penyakit kandungan yang masih

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI, DISIPLIN KERJA, DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. PERTAMINA RU VI BALONGAN

PENGARUH MOTIVASI, DISIPLIN KERJA, DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. PERTAMINA RU VI BALONGAN PENGARUH MOTIVASI, DISIPLIN KERJA, DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. PERTAMINA RU VI BALONGAN Melyna Putri Wijayasari 1, Wahyu Hidayat 2 & Saryadi 3 Abstract The research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang penting bagi pencernaan makanan tahap awal dan berperan dalam komunikasi, fungsi lainnya adalah dari segi estetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi abnormal atau berlebihnya lemak

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi abnormal atau berlebihnya lemak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi abnormal atau berlebihnya lemak yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan. Ukuran yang menentukan obesitas adalah

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PREVALENSI GINGIVITIS PADA IBU HAMIL TRIMESTER PERTAMA, KEDUA DAN KETIGA DI PUSKESMAS DEPOK I SLEMAN

NASKAH PUBLIKASI PREVALENSI GINGIVITIS PADA IBU HAMIL TRIMESTER PERTAMA, KEDUA DAN KETIGA DI PUSKESMAS DEPOK I SLEMAN NASKAH PUBLIKASI PREVALENSI GINGIVITIS PADA IBU HAMIL TRIMESTER PERTAMA, KEDUA DAN KETIGA DI PUSKESMAS DEPOK I SLEMAN Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEPERAWATAN TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT DIARE PASCA BANJIR DI DAERAH PESISIR SUNGAI SIAK

MANAJEMEN KEPERAWATAN TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT DIARE PASCA BANJIR DI DAERAH PESISIR SUNGAI SIAK MANAJEMEN KEPERAWATAN TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT DIARE PASCA BANJIR DI DAERAH PESISIR SUNGAI SIAK Yesi Hasneli StafAkademik Departemen KMB-KGD PSIK Universitas Riau Email: yesi_zahra(g),vahoo.com Banjir

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERAN PETUGAS DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU PEKERJA YANG MEMPUNYAI BAYI DI WILAYAH PUSKESMAS RAWASARI TAHUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERAN PETUGAS DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU PEKERJA YANG MEMPUNYAI BAYI DI WILAYAH PUSKESMAS RAWASARI TAHUN HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERAN PETUGAS DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU PEKERJA YANG MEMPUNYAI BAYI DI WILAYAH PUSKESMAS RAWASARI TAHUN 2015 1 Sondang, 2 Dame 1 STIKes Prima Jambi 2 Dinas

Lebih terperinci

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan Naskah Publikasi, November 008 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Hubungan Antara Sikap, Perilaku dan Partisipasi Keluarga Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe di RS PKU

Lebih terperinci