Model Dinamika Kontribusi Dana BLM PUAP terhadap Pendapatan dan Produktivitas Usahatani Kakao

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Model Dinamika Kontribusi Dana BLM PUAP terhadap Pendapatan dan Produktivitas Usahatani Kakao"

Transkripsi

1 Model Dinamika Kontribusi Dana BLM PUAP terhadap Pendapatan dan Produktivitas Usahatani Kakao Hari Hermawan dan Harmi Andrianyta Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 0 Cimanggu Bogor hari_deef@yahoo.co.id Abstrak Agribisnis Kakao Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas kebun rendah akibat serangan hama dan penyakit. Selain itu perkebunan kakao Indonesia sebagian besar (93,25%) dikelola oleh rakyat secara tradisional. Permasalahan tersebut terjadi disinyalir karena terbatasnya modal petani dalam menjalankan aktifitas usahataninya. Akibatnya tingkat penerapan teknologi di petani masih rendah. Melihat kenyataan seperti itu, pemerintah berupaya mengatasi permasalahan yang berakar dari kesulitan permodalan tersebut, salah satu langkah operasionalnya yaitu melalui program pembangunan khususnya fasilitasi pembiayaan pertanian dengan model dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Yang menjadi bahan pertanyaan, seberapa besar kontribusi dana tersebut terhadap pendapatan dan produktivitas usahatani kakao. Sehingga perlu dianalisis dinamikanya sebagai satu kesatuan (sistem). Penelitian ini bertujuan untuk () membangun model dinamika kontribusi dana BLM PUAP, dan (2) menganalisis dampak pencapaian kebijakan pembiayaan pertanian melalui dana BLM PUAP terhadap peningkatan pendapatan dan produktivitas usahatani kakao. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut digunakan pendekatan sistem dinamik, analisis pendapatan dan analisis marjinal benefit cost rasio (MBCR). Skenario yang digunakan yakni dengan membandingkan antara usahatani petani PUAP dan petani non PUAP. Kasus pada Gapoktan yang usahataninya berbasis komoditas kakao di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil menunjukkan dana BLM PUAP berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas kakao dari 28,67 kg/ha/tahun menjadi 400 kg/ha/tahun. Hal ini disebabkan dengan adanya tambahan modal kerja membantu petani mampu menerapkan teknologi dalam usaha agribisnis kakao, yang selanjutnya berdampak pada peningkatan pendapatan usahatani sebesar,96%. Adapun kelayakan finansial usahatani (MBCR) kabupaten contoh sebesar 2,4. Kesimpulan bahwa tambahan modal kerja melalui dana BLM PUAP mampu meningkatkan pendapatan dan produktivitas usahatani kakao di kabupaten contoh. Kata Kunci: sistem dinamik, dana BLM PUAP, usahatani kakao, pendapatan dan produktivitas usahatani Pendahuluan Kakao ( Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas unggulan dari subsektor perkebunan yang merupakan komoditas unggulan nasional di mana komoditas ini memberikan sumbangan devisa ketiga terbesar setelah kelapa sawit dan karet. Disamping itu, kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) (Badan Litbang Pertanian, 2005). Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik, dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 653

2 Kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan keungguan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik eskpor maupun kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan data Ditjenbun (200) e kspor kakao Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2009, ekspor kakao berjumlah ton dengan nilai sebesar US$ ,-. Jumlah ini meningkat drastis dalam dua dasawarsa terakhir di mana pada tahun 990, ekspor Indonesia hanya sebesar ton dengan nilai US$ (Gambar ). Gambar. Volume dan Nilai Ekspor Kakao Indonesia, Tahun (Sumber: Ditjenbun, 200) Tanaman kakao khususnya yang dikelola oleh petani (perkebunan rakyat) dapat dijumpai pada semua provinsi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) selama lima tahun terakhir ( ) menunjukkan rata-rata areal perkebunan kakao yang dikelola oleh rakyat seluas.373,3 ribu ha, dengan rata-rata produksi 726 ribu ton per tahun (produktivitas 0,53 ton/ha/tahun). Sedangkan perkebunan kakao yang diusahakan oleh perusahaan besar negara dan swasta, menunjukkan rata-rata luas areal 99,46 ribu ha dengan produksi 67,44 ribu ton per tahun. Hal ini menggambarkan perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan. Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit utama tanaman kakao antara lain penggerek buah kakao (PBK), vascular streak dieback (VSD) dan busuk buah, sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas menjadi 660 kg/ha/tahun atau sebesar 40% dari produktivitas yang pernah dicapai. Hal ini mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 98 ribu ton/tahun atau setara dengan Rp. 3,96 triliun/tahun. Selain itu faktor mutu produk masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Akhirnya ekspor biji kakao ke Amerika Serikat mengalami potensi kerugian sebesar US$ 30,5/ton (Hendayana et al., 20). Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao. 654 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

3 Lebih lanjut Hendayana et al., (2009) menyatakan berbagai kendala yang dihadapi petani dalam usahatani disinyalir karena adanya keterbatasan modal usaha. Kendala ini disebabkan karena terbatasnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan, pasar dan teknologi serta organisasi tani yang lemah. Rendahnya penguasaan modal ini menyebabkan tingkat penerapan teknologi di tingkat petani menjadi rendah. Sama halnya dengan pernyataan Dhalimi (20) dan Badan Litbang Pertanian (2009) bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan banyak teknologi yang telah dihasilkan dan diintroduksikan untuk masyarakat perdesaan, namun tidak dapat digunakan atau diadopsi karena alasan teknis, sosiologis maupun ekonomis (modal). Di lain pihak, penggunaan teknologi yang lebih maju merupakan salah satu persyaratan untuk dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing petani. Mengingat permodalan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam menjangkau faktor-faktor produksi, serta sumberdaya teknologi pertanian terkini. Ketersediaan modal sangat penting bagi petani dalam mengelola usahatani kakaonya, karena dengan adanya modal tersebut, dapat membantu petani membeli sarana produksi (benih, pupuk, dan obat-obatan hama/penyakit). Tanaman kakao memerlukan perlakuan-perlakuan untuk meningkatkan produksinya, sebab tanpa adanya pemeliharaan yang cukup produksi yang dicapai tidak akan maksimal. Melihat kenyataan seperti itu, pemerintah terus berupaya mendorong usahatani kakao ke arah yang lebih produktif. Langkah operasionalnya yaitu melalui berbagai program pembangunan, khususnya dalam hal fasilitasi pembiayaan pertanian. Fasilitasi pembiayaan yang diluncurkan pemerintah yakni melalui program Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Beberapa jenis BLM yang pernah diluncurkan oleh pemerintah di antaranya BLM untuk Keringanan Investasi Pertanian (BLM-KIP), Bantuan Dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (PUMK), Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3), Lembaga Mandiri dan Mengakar di Masyarakat (LM3), Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM -LUEP), dan yang sedang berjalan (on going) yakni melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Ashari, 2009). Fasilitasi pembiayaan pertanian model BLM PUAP, yang diluncurkan Kementerian Pertanian sejak tahun 2008, masuk kelompok program pemberdayaan masyarakat. Program PUAP secara struktural di bawah koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (M) Mandiri. Dalam PUAP, Kementerian Pertanian memberikan dana BLM sebesar Rp. 00 juta kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP (Kementerian Pertanian, 20a). Dana BLM PUAP tersebut merupakan fasilitasi bantuan modal usaha bagi petani anggota, pemilik, penggarap, buruh tani dan rumah tangga tani. Dana ini salah satunya diarahkan untuk memfasilitasi penerapan teknologi, sehingga diharapkan mampu mencapai hasil produksi secara optimal baik kualitas maupun kuantitas. Yang akhirnya mampu meningkatkan pendapatan usahatani bahkan lebih luas lagi kesejahteraan petani. Permasalahannya, sejauhmanakah kontribusi Dana BLM PUAP berperan terhadap usaha agribisnis kakao di perdesaan, utamanya terhadap peningkatan pendapatan dan produktivitas usahatani kakao. Berkenaan dengan permasalahan tersebut, tulisan ini bertujuan untuk () mengkaji dinamika kontribusi dana BLM PUAP dengan membangun model sistem dinamik. Pendekatan ini tepat karena mampu menangkap kompleksitas permasalahan sistem agribisnis kakao yang terkait dengan permodalan usahatani kakao dan menyederhanakannya dalam bentuk model, dan (2) menganalisis dampak pencapaian kebijakan pembiayaan pertanian melalui dana Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 655

4 BLM PUAP terhadap peningkatan pendapatan dan produktivitas usahatani kakao. Kasus pada Gapoktan yang usahataninya berbasis komoditas kakao di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Metodologi Jenis dan Sumber Data Data penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari petani contoh melalui metode wawancara dengan dipandu daftar pertanyaan (kuesioner) dan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Petani contoh diambil secara acak sederhana (simple random sampling) dari Gapoktan contoh. Masing-masing Gapoktan contoh melibatkan 5 8 orang, sehingga total petani contoh sebanyak 33 orang. Selain itu dilakukan pula diskusi kelompok terfokus (FGD) dengan pengurus Gapoktan, penyuluh lapangan, kepala Dinas Tanaman Perkebunan Kabupaten Kolaka, dan Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Kehutanan Kabupaten Kolaka, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara, dan Instansi Terkait lainnya. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, pada lima Gapoktan PUAP berbasis usaha ekonomi produktif budidaya kakao. Penentuan Gapoktan contoh dilakukan secara sengaja berdasarkan basis usahatani kakao. Lokasi Gapoktan terpencar di lima desa dalam lima kecamatan (Tabel ). Penelitian dilaksanakan pada pertengahan tahun 202. Tabel. Lokasi Gapoktan dan Jumlah Responden No Kecamatan Desa Nama Gapoktan Jumlah Responden. Lambandia Lambandia Purnama Prima 8 2. Ladongi Gunungjaya Bunga Mekar 5 3. Tirawuta Tasahea Walikato 5 4. Latambaga Induha Sinar Tani 7 5. Samaturu Lambolemo Dwi Sinta 8 Metode Analisis Data Tujuan dari penelitian ini dijawab dengan pendekatan sistem dinamik melalui penyusunan model sistem usahatani kakao. Simulasi terhadap model tersebut dilakukan dengan menggunakan software Ithink. Model ini menggunakan data Gapoktan tahun 2008 sebagai tahun dasar dengan pertimbangan tahun tersebut merupakan tahun dimulainya program PUAP. Analisis perilaku model ini akan dilakukan hingga 6 tahun kedepan dengan pertimbangan pada tahun tersebut dimana umur tanaman kakao mencapai 25 tahun (tanaman tua). Mengingat pada saat survey, umur tanaman kakao hampir sebagian besar merupakan tanaman berumur produktif (kisaran antara 4-7 tahun). 656 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

5 Simulasi Kebijakan Simulasi kebijakan yang dilakukan adalah simulasi untuk mengkaji dampak kebijakan dana BLM PUAP terhadap peningkatan pendapatan petani dan produktivitas usahatani kakao. Asumsi dampak kebijakan dana BLM PUAP yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: tambahan modal usahatani melalui dana BLM PUAP, secara normatif akan meningkatkan kemampuan petani menggunakan input produksi (pupuk, benih, ob at-obatan, dan upah tenaga kerja), sehingga mendorong peningkatan produktivitas usahatani, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan usahatani, bahkan lebih luas lagi terhadap kesejahteraan petani utamanya dalam pembentukan modal kerja untuk usahtani selanjutnya (Gambar 2). PUAP + + Input Produksi + Modal R Produktivitas + Pendapatan + Gambar 2. Diagram Alir Hubungan Sebab Akibat (Causal loop) Sistem Kontribusi Dana BLM PUAP Terhadap Usahatani Kakao. Hasil dan Pembahasan Kondisi Perkakaoan Indonesia dan Posisi Sulawesi Tenggara Membaiknya harga kakao dunia sejak awal tahun 970-an telah membangkitkan kembali semangat petani untuk mengembangkan perkebunan kakao secara besar-besaran. Dalam waktu sekitar 20 tahun, perkebunan kakao Indonesia berkembang pesat lebih dari 24 kali lipat dari 37 ribu ha tahun 980 menjadi 94 ribu ha tahun 2002, dan produksi meningkat lebih dari 57 lipat dari 0 ribu ton tahun 980 menjadi 57 ribu ton tahun 2002 (Ditjenbun, 20). Komposisi tanaman perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2002, tercatat seluas ha (24,6%) tanaman belum menghasilkan (TBM), ha (67,6%) tanaman menghasilkan (TM), dan 7.55 ha (7,8%) tanaman tua/rusak. Produktivitas rata -rata nasional saat itu tercatat 924 kg/ha. Kemudian kondisi ini berubah lagi, berdasarkan data perkebunan kakao di Indonesia dalam lima tahun terakhir ( ), untuk luas areal dan produksi menunjukkan adanya kecenderung meningkat (Tabel 2). Kondisi ini sekaligus mengantarkan Indonesia sebagai produsen kedua di dunia setelah Pantai Gading (.276 ribu ton), dengan perolehan devisa hasil ekspor sebesar US$ 950,6 juta. Serta menjadikan kakao sebagai komoditas perkebunan terbesar ketiga penghasil devisa setelah sawit dan karet. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 657

6 Tabel 2. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kakao Indonesia, Tahun Luas Areal (ribu ha) Produksi (ribu ton) Tahun Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Jumlah Jumlah Rakyat Besar Rakyat Besar ,6 0,2.320,8 702,2 67,2 769, ,8 06,5.379,3 67,4 68,6 740, ,8 98,4.425,2 740,7 62,9 803, ,8 95,3.587, 742,0 67,6 809, ,6 95,9.65,5 773,7 70,9 844,6 Rata2.373,3 99,46.472,8 726,0 67,44 793,4 Trend (%/th) 6,33 (,22) 5,79 2,60,53 2,5 Sumber: BPS, 20 (diolah) Rata-rata peningkatan luas areal skala nasional mencapai.472,8 ribu ha per tahun, dan produksi 793,4 ton per tahun. Namun peningkatan luas areal tidak dibarengi dengan peningkatan produksi yang cukup deras. Terlihat dari trend peningkatan luas areal 5,79% per tahun, sementara trend peningkatan produksi sebesar 2,5% per tahun. Sehingga berdampak pada peningkatan produktivitas yang masih relatif lambat, hanya mencapai 0,7 ton/ha/tahun pada tahun 2009, dan 0,72 ton/ha/tahun pada tahun 200. Dimana peningkatannya sebesar,8%. Sedangkan potensi genetiknya dapat mencapai 2 4 ton/ha/tahun. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor. Di tingkat petani, permasalahannya adalah serangan hama dan penyakit, tanaman sudah tua, praktek pengelolaan usahatani yang kurang baik, serta pengelolaan sumberdaya alam (SDA) yang kurang tepat. Namun sebenarnya, jika dilihat dari rasio antara nilai rata-rata produksi dan luas areal nasional, maka kondisi ini memperlihatkan masih banyaknya peluang untuk meningkatkan produksi kakao di Indonesia per tahunnya. Terlihat besarnya kontribusi dari produksi kakao yang dikelola oleh perkebunan rakyat mencapai 9,5% terhadap produksi nasional, dan yang dikelola oleh perkebunan besar mencapai 8,50%. Begitu juga dengan peningkatan luas areal, perkebunan rakyat berkontribusi sebesar 93,25% terhadap peningkatan luas areal nasional, dan perkebunan besar berkontribusi sebesar 6,75%. Besarnya luas areal perkebunan kakao yang dikelola oleh rakyat, maka berdampak pada besarnya kontribusi produksi kakao nasional. Sementara perkebunan kakao yang dikelola oleh perusahaan besar, kontribusi produksinya lebih rendah dari perkebunan rakyat. Hal ini disebabkan telah terjadi konversi lahan perkebunan ke bangunan pabrik produk olahan biji kakao. Komoditas kakao hampir disetiap wilayah Indonesia dapat dijumpai (Gambar 3). Namun wilayah sentra utama produksi kakao terdapat di kawasan Indonesia bagian timur, yakni Pulau Sulawesi. Secara absolut nilai luas panen dan produksinya mengungguli pulau-pulau lainnya. Pulau Sulawesi pada tahun 200, produksinya meningkat sebesar 4,25% dan luas areal meningkat sebesar 4,27 dari tahun sebelumnya (Tabel 3). Pulau Sulawesi berkontribusi sebesar 66,5% terhadap produksi kakao nasional (844,4 ribu ton). Sentra produksi kakao di Pulau Sulawesi terdiri 658 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

7 atas Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Selawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara dan Gorontalo. Gambar 3. Produksi Kakao Menurut Provinsi, Tahun 200 Tabel 3. Perkembangan Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Kakao per Pulau ( ) Luas Areal Tanaman Produksi Produktivitas Pulau/Kepu (ribu ha) (ribu ton) (ton/ha) lauan % % % Sumatera 347,4 36, 3,94 67,8 74,5 3,99 0,844 0,856 0,25 Jawa 90,3 92,4 2,33 32,2 33,8 4,97 0,649 0,683 5,25 Bali-Nusa Tenggara 63,7 66,6 4,55 20,4 2,3 4,4 0,590 0,59 0,0 Kalimantan 45, 47, 4,43 4,6 5,3 4,79 0,523 0,522-0,06 Sulawesi 938,2 978,3 4,27 538,7 56,6 4,25 0,768 0,768 0,03 Maluku- Papua 02, 06 3,82 35,5 37,9 6,76 0,648 0,668 3,9 Jumlah.586,8.65,5-809,2 844, Rata-rata 264,5 275,3 4,08 34,9 40,7 4,35 0,72 0,720,8 Sumber: Kementerian Pertanian, 20b (diolah) Namun dari keenam kepulauan tersebut, ada empat provinsi yang merupakan tingkat produksinya terbesar pada tahun 200. Keempat provinsi tersebut terdiri atas Sulawesi Selatan tercatat sebagai provinsi yang terbesar tingkat produksinya mencapai 7,4 ribu ton, disusul oleh Sulawesi Tengah (44 ribu ton), Sulawesi Tenggara (37,8 ribu ton), kemudia n Sulawesi Barat (0 ribu ton). Sementara dua provinsi lainnya tingkat produksinya relatif masih rendah, yakni Sulawesi Utara (3,6 ribu ton) dan Gorontalo (3,8 ribu ton) (BPS, 20). Provinsi Sulawesi Tenggara sangat prospektif dalam pengembangan usaha agribisnis kakao. Jika dilihat dalam sejarah perkembangannya, sejak tahun 990 hingga 2002 menurut data statistik perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara, areal kakao meningkat terus dari ha pada Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 659

8 tahun 990 menjadi ha pada tahun Dalam pengertian lain untuk setiap tahunnya rata-rata luas areal tanaman kakao seluas ha, dan rata-rata pertumbuhan 4,3% per tahun. Sejalan dengan meningkatnya luas areal kakao, produksi komoditas ini juga menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi, yaitu sekitar 9,8% per tahun selama Provinsi Sulawesi Tenggara jika pada tahun 990 produksi yang dicapai baru sekitar ton, maka 2 tahun kemudian meningkat sangat pesat mencapai ribu ton, dengan rata-rata produksi per tahunnya sebesar ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2003). Perkembangan kakao di Sulawesi Tenggara sangat pesat. Hal ini sangat mungkin terjadi, mengingat sektor perkebunan merupakan andalan bagi pemerintah Sulawesi Tenggara dan tanaman perkebunan yang potensial serta paling banyak ditanam oleh masyarakat setempat. Areal tanaman perkebunan kakao meningkat terus, hal ini dipengaruhi karena adanya kebijakan dari pemda setempat yang memasukkan tanaman kakao sebagai tanaman prioritas yang dipacu. Sehingga berdampak pada peningkatan produktivitas. Peningkatan luas areal komoditas kakao Provinsi Sulawesi Tenggara selama tahun sebesar 24,09% dengan rata-rata peningkatan per tahun 6,02%. Sedangkan Produksinya berkontribusi 6,35% terhadap produksi kakao nasional, dan menunjukkan trend pertumbuhan yang positif yakni,67% dengan rata-rata 2,92% per tahun (Tabel 4). Tabel 4. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kakao Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun Luas Areal Peningkatan Kontribusi Produksi Peningkatan Kontribusi (ribu Ha) per Tahun (%) per tahun (%) (ribu Ton) per Tahun (%) per tahun (%) Jumlah, Sumber: Kementerian Pertanian, 20b (diolah) Periode masih menunjukkan peningkatan produksi 7,85%, namun pada tahun 2008 terjadi penurunan yang sangat tajam mencapai 3,4%. Penurunan produksi ini antara lain disebabkan oleh hama penggerek batang/ranting, serangga penghisap buah, tikus dan tupai, serta sejenis kumbang pemakan daun muda. Sedangkan penyakit yang juga berbahaya adalah busuk buah, kanker batang, mati ranting, dan penyakit akar. Selain akibat serangan hama dan penyakit seperti tersebut di atas, turunnya produksi kakao juga disebabkan oleh kemarau panjang. Dampak langsung dari kemarau panjang tersebut adalah terganggunya proses fotosintesa dan metabolisme tanaman sehingga produksi tanaman kakao tidak dapat maksimal. Disamping kedua hal tersebut di atas, usia tanaman kakao yang relatif sudah tua (20 tahun keatas), serta kurangnya pengelolaan oleh petani. Analisis Pengembangan Model Pengembangan model sistem dinamik berbentuk diagram alir dan ditujukan untuk mengkaji model dinamika kontribusi BLM PUAP terhadap peningkatan pendapatan petani dan produktivitas usahatani kakao (Gambar 3). 660 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

9 Volume Obat Cost Obat PP Harga Obat Volume Urea PP Harga Urea Cost Urea PP Volume SP36 Cost SP36 PP BIAYA OPERASIONAL Cost Tenaga Kerja PETANI PUAP PP Harga SP36 Volume KCL PP Cost KCL PP Harga KCL Harga Jual Kakao PETANIPUAP Fermentasi Volume Urea NP Harga Urea Cost Urea Volume SP36 NP Harga Jual Kakao Petani Non PUAP non f ermentasi Harga SP36 Cost SP36 Volume KCL NP Cost KCL Harga KCL BIAYA OPERASIONAL Cost TK Tenaga Kerja UpahTenaga Kerja Cost Obat Tenaga Kerja UpahTenaga Kerja Modal dari Sendiri & PUAP KEUNTUNGAN PETANI PUAP TOTAL REVENUE PETANI PUAP ~ PRODUKTIVITAS PETANI PUAP ~ PRODUKTIVITAS KEUNTUNGAN TOTAL REVENUE Modal Pribadi Volume Obat Harga Obat Laju Penambahan Modal PUAP Fraksi Penambahan Modal PUAP Modal Pribadi Produksi Kakao PETANI PUAP LA Petani PUAP Produksi KAKAO Kab Kolaka LA Non PUAP Produksi Kakao PETANI NON PUAP Laju Penambaham Modal sendiri Fraksi Penambahan Modal Sendiri LA Kakao KAB Kolaka Gambar 3. Diagram Alir Model Dana BLM PUAP Skenario : Usahatani Kakao Tanpa Adanya Program PUAP Pada skenario ini tidak diterapkan atau tanpa adanya tambahan dana BLM PUAP ke dalam sistem usahatani kakao di Kabupaten Kolaka. Pada kondisi ini diasumsikan petani hanya memakai modalnya sendiri dalam berusahatani kakao. Sehingga produksi, keuntungan, dan produktivitas masih merupakan kondisi aktual. Secara lengkap sampai dengan 6 tahun kedepan keadaan ini ditunjukkan dalam Gambar 4. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 66

10 : Produksi Kakao PETANI NON PUAP : : : Page Years 2:00 AM Fri, Jun 2, 203 Untitled Produksi Petani Non PUAP Tahun (Kg) ,833, ,668, ,845, ,425, ,484, ,09, ,405, ,494, ,590, ,443, ,588, ,00, ,655, ,528, ,600, ,852,72.54 Gambar 4.. Kondisi Produksi Kakao di Kabupaten Kolaka sampai Tahun 2023 Tanpa Adanya Program PUAP. : PRODUKTIVITAS : 050 : 650 : Page Years 2:27 AM Fri, Jun 2, 203 Untitled Prodktivts Petani Non PUAP Tahun (Kg) Gambar 4.2. Kondisi Produktivitas Kakao di Kabupaten Kolaka sampai Tahun 2023 Tanpa Adanya Program PUAP. 662 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

11 Peningkatan produktivitas kakao, sebelum adanya kebijakan tambahan dana BLM PUAP, pada tanaman berumur 4-7 tahun (tanaman produktif) peningkatannya berkisar 20% per tahun sedangkan setelah tanaman berumur 7-25 tahun (tanaman tua) peningkatannya hanya berkisar 0%. Skenario 2: Usahatani Kakao Setelah Adanya Program PUAP Pada skenario ini diterapkan atau adanya tambahan dana BLM PUAP ke dalam sistem usahatani kakao di Kabupaten Kolaka. Pada kondisi ini diasumsikan petani memakai modalnya sendiri dan modal tambahan dari dana BLM PUAP dalam berusahatani kakao. Sehingga produksi, keuntungan, dan produktivitas masih merupakan kondisi setelah adanya program PUAP. Secara lengkap sampai dengan 6 tahun kedepan keadaan ini ditunjukkan berturut-turut dalam Gambar 5, Tabel 4, dan Tabel 5. : 2: : PRODUKTIVITAS PETANI PUAP 2: PRODUKTIVITAS 5000 : 2: 2600 : 2: Page Years Produktiv itas Kakao Petani PUAP v s Non PUAP di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara Gambar 5. Perbandingan Kondisi Produktivitas Kakao di Kabupaten Kolaka sampai Tahun 202 Setelah Adanya Program PUAP. Tabel 5. Perbandingan Produksi Kakao Antara Petani PUAP dan Petani Non PUAP Tahun Kakao Petani Non PUAP (Kg) Petani PUAP (Kg) ,833, ,944, ,668, ,960, ,845, ,500, ,425, ,935, ,484, ,6, ,09, ,80, ,405, ,59, ,494, ,322, ,590, ,909, ,443, ,929, ,588, ,85,86.37 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 663

12 Tahun Kakao Petani Non PUAP (Kg) Petani PUAP (Kg) ,00, ,47, ,655, ,598, ,528, ,395, ,600, ,706, ,852, ,392, Tabel 5. Perbandingan Produktivitas Kakao Antara Petani PUAP dan Petani Non PUAP Tahun Petani PUAP (Kg/Ha/Tahun) Petani Non PUAP (Kg/Ha/Thn) , , , , , , , , , , , , Kontribusi BLM PUAP sangat besar utamanya dalam mendukung penerapan teknologi yang dianjurkan. Walaupun belum sepenuhnya, setidaknya BLM PUAP telah meringankan pembiayaan sarana produksi seperti pengadaan pupuk, bibit/benih bermutu dan upah tenaga kerja (Alam et al., 20). Penerapan teknologi pada usahatani kakao oleh petani mengalami peningkatan setelah memanfaatkan dana BLM PUAP. Kasus di Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, diperoleh rata-rata produktivitas kakao sebelum PUAP sebesar 28,67 kg/ha/th, sesudah PUAP menjadi 400 kg/ha/th. Terjadi peningkatan produktivitas sebesar 8,33 kg/ha/th, atau produktivitas secara fisik meningkat sebesar 42,%. Dari sisi harga jual, petani menerima harga sebesar Rp per kg. Nilai ini merupakan harga yang ditetapkan pihak swasta yang menjalin kemitraan dengan Gapoktan. Menurut petani anggota Gapktan, harga tersebut cukup menguntungkan karena lebih tinggi dari harga sebelumnya yang hanya mencapai Rp per kg. Terjadinya peningkatan harga kakao itu disebabkan karena petani kakao yang mendapatkan BLM PUAP mengalokasikan dana tersebut untuk menerapkan teknologi pada usahataninya dengan cara membeli saprodi (pupuk, entres klon unggul, obat -obatan), disamping melakukan perawatan pada tanaman kakaonya dengan cara pemangkasan, sanitasi, dan pengendalian OPT secara rutin. Sehingga dengan perlakuan tersebut berdampak pada peningkatan kualitas hasil produksi menjadi lebih baik, bahkan produksi yang dihasilkan ini mampu memenuhi 664 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

13 standar kualitas ekspor seperti kadar kering 7-8%, jamur 3%, biji steli atau biji kempes (menyusut) 2,5%, berat biji 0 per 00 gr. Hal ini yang membuat tertariknya pihak swasta (perusahaan ADM Cocoa PT. LTD Singapura) untuk menjalin kemitraan dengan petani kakao setempat. Sehingga secara otomatis membuat penerimaan petani kakao menjadi meningkat dari sebelumnya. Petani mendapatkan tambahan modal usaha dari dana BLM PUAP berkisar Rp. 500 ribu Rp. juta, jika dirata-ratakan tambahan modal per hektar sebesar Rp. 598 ribu. Padahal kebutuhan total modal didalam usahatani kakao rata-rata per hektarnya sekitar Rp. 5 juta. Tambahan modal dari dana BLM PUAP ini secara absolut nilainya memang cukup kecil, namun jika dikelola dengan baik tetap memberikan manfaat. Hal ini dapat dibuktikan, dari tambahan modal ini akhirnya berpengaruh pada peningkatan produktivitas kemudian bermuara pada peningkatan pendapatan petani. Rata-rata penerimaan petani sebelum PUAP Rp /ha, setelah PUAP menjadi Rp /ha, terjadi peningkatan penerimaan sebesar Rp per hektar. Nilai ini merupakan nilai tambah dari usahatani kakao. Sehingga proporsi peningkatan penerimaan secara finansial sebesar 77,52%. Dengan demikian peran BLM PUAP terhadap penerimaan usahatani kakao secara finansial sebesar Rp atau sebesar,98%. Sedangkan peran BLM PUAP terhadap penerimaan usahatani kakao secara fisik sebesar 4,5 kg/ha/th atau sebesar 3,54%. Dari selisih penerimaan sebesar Rp per hektar yang diperoleh petani, harus dikeluarkan hutang atau kewajiban petani terhadap pinjaman modal usahatani (BLM) dari Gapoktan yang komponennya terdiri atas pokok (tambahan modal dari PUAP = Rp ) ditambah jasa,5% selama tahun sebesar Rp , maka jumlah hutang sebesar Rp Sehingga pendapatan bersih petani sebesar Rp , diperoleh dari: = 2 () Dimana: π = Pendapatan Bersih (Rp) TR = Selisih Penerimaan (Rp) C d = Cost debt/hutang (Rp) π = Rp Rp = Rp Berdasarkan perhitungan di atas, kontribusi BLM PUAP terhadap pendapatan bersih petani mencapai Rp atau sebesar,96%, diperoleh dari: = = Jumlah pendapatan bersih tersebut jika diasumsikan sama halnya dengan jumlah penerimaan yang mengalami peningkatan sebesar 77,52%, dengan demikian dapat dihitung pendapatan bersih petani sebelum PUAP sebesar Rp , yang secara matematis nilai tersebut diperoleh dari persamaan 2 (H. Hermawan dan R. Hendayana, 20): Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 665

14 +. = 2 (2) Keterangan: X = pendapatan bersih sebelum PUAP (Rp.) X 2 = pendapatan bersih sesudah PUAP (Rp.) A = persentase peningkatan (%) Dihasilkan: + 77, = 2 + 0,7752. = ,7752 = = ,7752 = Sehingga diperoleh nilai Marjinal Benefit Cost Ratio (MBCR) sebesar 2,4. Secara matematis nilai tersebut diperoleh dari persamaan 3 (Swastika, 2004): MBCR = I f2 I f TC 2 TC (3) Keterangan: I f2 = pendapatan petani setelah mendapatkan tambahan modal PUAP (Rp) I f = pendapatan petani sebelum mendapatkan tambahan modal PUAP (Rp) TC 2 = Total biaya usahatani setelah mendapatkan tambahan modal PUAP (Rp) TC = Total biaya usahatani sebelum mendapatkan tambahan modal PUAP (Rp) Kaidah keputusannya, semakin besar nilai MBCR yang diperoleh semakin besar peran tambahan modal terhadap pendapatan usahatani padi. Dihasilkan: = Rp Rp Rp Rp MBCR = 2,4 666 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

15 Nilai MBCR sebesar 2,4 berarti setiap penambahan Rp terhadap modal usahatani maka akan mendapatkan pendapatan sebesar Rp , dengan demikian kegiatan usahatani ini memberikan pendapatan petani yang lebih menguntungkan. Kesimpulan Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat. Tanaman Kakao Hampir ada disemua wilayah di Indonesia. Sehingga Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia, apabila berbagai masalah utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi, dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Sama halnya dengan dana BLM PUAP, jika mampu dikelola dengan baik dan bijaksana, maka terbukti meningkatkan kemampuan petani dalam optimalisasi input produksi, dan penerapan teknologi, yang akhirnya bermuara pada peningkatan produktivitas kakao dan peningkatan pendapatan petani kakao di Kabupaten Kolaka. Daftar Pustaka Alam, N, M. Rusman dan M. Taufiq Ratule. 20. Perkembangan Kegiatan Pendampingan Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP) di Sulawesi Tenggara TA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Kendari. Ashari, Optimalisasi Kebijakan Kredit Program Sektor Pertanian di Indonesia, Analisis Kebijakan Pertanian 7(): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Badan Pusat Statistik. 20. Buku Statistik Indonesia. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kako Di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pendampingan Teknologi Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) oleh BPTP. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan [Ditjenbun] Statistik Perkebunan : kakao. Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan [Ditjenbun]. 20. Kebangkitan Industri Kakao dan Cokelat Nasional. news/227-kebangkitan-industri-kakao-dan-cokelat-nasional-html. Diakses tanggal 5 September 20, jam 0:59. Dhalimi, A. 20. Inovasi Teknologi Budidaya Tanaman Dalam Penerapan Praktek Pertanian Sehat (Good Agricultural Practise) Pada Lada. Naskah Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Budidaya Pertanian (Budidaya Tanaman). Direktorat Jenderal Perkebunan Statistik Perkebunan Sulawesi Tenggara Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 667

16 Hendayana, R., A.Gozali, Zakiah, H. Hermawan, Nurhayati. 20. Laporan Pengkajian Sintesis Pola Pendampingan Program Strategis Kementerian Pertanian Di Jawa dan Luar Jawa. Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa Tahun 20. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Bogor. Hermawan, H, dan R. Hendayana. 20. Peran Bantuan Langsung Masyarakat Melalui PUAP Terhadap Struktur Pembiayaan dan Pendapatan Usahatani. Prosiding. Seminar Nasional Petani dan Pembangunan Pertanian, Bogor, 2 Oktober 20. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Kementerian Pertanian. Bogor. Kementrian Pertanian. 20a. Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). 4 hlm. Kementerian Pertanian. 20b. Basis Data Statistik Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta. Swastika, D.K.S Beberapa Teknik Analisis Dalam Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol. 7(), Januari 200. hal Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Perkebunan kakao merupakan salah satu sektor unggulan di bidang pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara dimana sekitar 52% total

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan PENDAHULUAN Latar belakang Kakao adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar diusahakan melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumberdaya lahan dan dan sumber daya manusia yang ada di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumberdaya lahan dan dan sumber daya manusia yang ada di wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan perkebunan merupakan salah satu program pembangunan di sektor pertanian yang berperan cukup besar dalam rangka perbaikan ekonomi wilayah termasuk ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao memegang peranan penting dalam hal pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Komoditas ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara, pengadaan lapangan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

[ nama lembaga ] 2012

[ nama lembaga ] 2012 logo lembaga 1.04.02 KAJIAN INOVASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI MENDUKUNG SISTEM DAN MODEL PENGEMBANGAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES DI WILAYAH GERNAS KAKAO Prof. Dr. Ir. Azmi Dhalimi, SU Balai Besar Pengkajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Apabila dikelola secara baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan alasan bahwa lokasi tersebut adalah salah satu lokasi pengembangan pertanian porduktif

Lebih terperinci

PERAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT MELALUI PUAP TERHADAP STRUKTUR PEMBIAYAAN DAN PENDAPATAN USAHA TANI

PERAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT MELALUI PUAP TERHADAP STRUKTUR PEMBIAYAAN DAN PENDAPATAN USAHA TANI PERAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT MELALUI PUAP TERHADAP STRUKTUR PEMBIAYAAN DAN PENDAPATAN USAHA TANI Hari Hermawan dan Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl.

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanaman kakao lindak di Indonesia hampir seluruhnya menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara

Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara Diany Faila Sophia Hartatri 1), Febrilia Nur Aini 1), dan Misnawi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkebunan kakao merupakan kegiatan ekonomi yang dapat dijadikan andalan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkebunan kakao merupakan kegiatan ekonomi yang dapat dijadikan andalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perkembangan Budidaya Kakao Kakao (Thebroma cacao. L) merupakan salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan yang peranannya cukup penting dalam kehidupan sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kakao merupakan tanaman perkebunan yang memiliki peran cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional Indonesia salah satunya ditopang oleh sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian penduduk Indonesia. Sektor

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA Rizal Sariamat* Edy Batara M. Siregar** Erwin Pane*** *Mahasiswa Magister Agribisnis Universitas Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan Indonesia yang cukup potensial. Di tingkat dunia, kakao Indonesia menempati posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN DAN PENYUSUNAN RENSTRA

ANALISIS KEBIJAKAN DAN PENYUSUNAN RENSTRA RENCANA OPERASIONAL PENELITIAN PERTANIAN (ROPP) ANALISIS KEBIJAKAN DAN PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DEDI SUGANDI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2014 RENCANA OPERASIONAL PENELITIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADA PROGRAM GERNAS KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADA PROGRAM GERNAS KAKAO DI SULAWESI TENGGARA JURNAL KAJIAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADA PROGRAM GERNAS KAKAO DI SULAWESI TENGGARA OLEH : FINAYAH AKHIRUL NIM. G2B114011 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN Fakhrina dan Agus Hasbianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor 8 II. Tinjauan Pustaka 1.1. Kakao Dalam Usaha Pertanian Dalam percakapan sehari-hari yang dimaksud dengan pertanian adalah bercocok tanam, namun pengertian tersebut sangat sempit. Dalam ilmu pertanian,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor Jawa Barat, tepatnya di Kecamatan Jasinga. Pemilihan lokasi ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI KOPI DI DESA PIRIAN TAPIKO KECAMATAN TUTAR KAB.POLEWALI MANDAR. Rahmaniah HM.,SP, M.Si

ANALISIS USAHATANI KOPI DI DESA PIRIAN TAPIKO KECAMATAN TUTAR KAB.POLEWALI MANDAR. Rahmaniah HM.,SP, M.Si ANALISIS USAHATANI KOPI DI DESA PIRIAN TAPIKO KECAMATAN TUTAR KAB.POLEWALI MANDAR. Rahmaniah HM.,SP, M.Si rahmaniah_nia44@yahoo.co.id Abstrak Pengembangan kopi di Kabupaten Polewali Mandar dari tahun ke

Lebih terperinci

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia 2 Balai Pengkajian teknologi Pertanian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS Disampaikan pada Rapat Kerja Akselerasi Industrialisasi dalam Rangka Mendukung Percepatan dan Pembangunan Ekonomi, Hotel Grand Sahid, 1 Pebruari 2012

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi komoditas komoditas pertanian terutama komoditas ekspor seperti hasil perkebunan sudah selayaknya dijadikan sebagai motor untuk meningkatkan daya saing

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS PENDAPATAN USAHATANI KAKAO DI DESA BURANGA KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

ANALISIS SENSITIVITAS PENDAPATAN USAHATANI KAKAO DI DESA BURANGA KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG e-j. Agrotekbis 1 (4) : 391-398, Oktober 2013 ISSN : 2338-3011 ANALISIS SENSITIVITAS PENDAPATAN USAHATANI KAKAO DI DESA BURANGA KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG Sensitivity Analysis Of Cocoa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

IDENTIFIKASI FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 IDENTIFIKASI FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN Sri Hastuty 1 Universitas Cokroaminoto Palopo 1 srihastuty21@yahoo.co.id 1 Alih fungsi

Lebih terperinci

KAJIAN USAHATANI TANAMAN TOMAT TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI,

KAJIAN USAHATANI TANAMAN TOMAT TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI, KAJIAN USAHATANI TANAMAN TOMAT TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI, (Studi Kasus di Desa Golago Kusuma, Kecamatan Jailolo Timur, Kabupaten Halmahera Barat) Arman Drakel Staf Pengajar FAPERTA UMMU-Ternate,

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI e-j. Agrotekbis 2 (3) : 332-336, Juni 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI Analysis of income and feasibility farming

Lebih terperinci

Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Abstrak.

Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau   Abstrak. Profil Pengembangan Tanaman Palawija dan Kelembagaan Penunjang di Lokasi Eks Primatani Agroekosistem Lahan Pasang Surut Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Ciputra

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. W. Rembang 1), dan Andi Tenrirawe 2) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 1) Balai Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha) 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG e-j. Agrotekbis 2 (3) : 337-342, Juni 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG Feasibility Analysis Of Milkfish Farms

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1. RAMP_LOSSES surplus. kebutuhan_kedelai. inisial_luas_tanam produski_kedelai Rekomendasi_pupuk

Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1. RAMP_LOSSES surplus. kebutuhan_kedelai. inisial_luas_tanam produski_kedelai Rekomendasi_pupuk . Harga_Treser Coverage_area Biaya_Treser Unit_Treser Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1 RAMP_LOSSES surplus Harga_Rhi konsumsi_kedelai_per_kapita Biaya_Rhizoplus jumlah_penduduk pertambahan_penduduk RekomendasiR

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memerlukan. salah satu industri primer yang mencakup pengorganisasian sumber daya

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memerlukan. salah satu industri primer yang mencakup pengorganisasian sumber daya 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memerlukan peningkatan perekonomian dari berbagai sektor misalnya sektor industri, sektor perdagangan, sektor jasa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004). PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Agribisnis Faperta Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN KAKAO RAKYAT DI SUMATERA UTARA

STRATEGI PENGEMBANGAN KAKAO RAKYAT DI SUMATERA UTARA STRATEGI PENGEMBANGAN KAKAO RAKYAT DI SUMATERA UTARA Mhd. Asaad Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Jln. S.M Raja Teladan Medan Sumatera Utara ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, peran tersebut antara lain adalah bahwa sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis)

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis) ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Ciamis) Oleh : Didin Saadudin 1, Yus Rusman 2, Cecep Pardani 3 13 Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2 Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan pertanian, dalam pemenuhan kebutuhan hidup sektor ini merupakan tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN SAYURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan Indonesia yang memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci