KOMUNIKASI RITUAL PERANG TOPAT SEBAGAI MEDIA PEMERSATU KEBHINEKAAN DI LOMBOK
|
|
- Farida Kusumo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KOMUNIKASI RITUAL PERANG TOPAT SEBAGAI MEDIA PEMERSATU KEBHINEKAAN DI LOMBOK Oleh: I Wayan Suadnya (Dosen Prodi Ilmu Komunikasi dan Prodi Agribisnis Universitas Mataram) Eka Putri Paramita (Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Mataram) Pendahuluan Arus komunikasi global saat ini telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia di seluruh penjuru dunia. Masyarakat global telah berbaur dalam komunikasi dunia maya. Media sosial menjadi pilihan komunikasi, dimana masyarakat dapat berekspresi secara bebas dan sering tanpa memperhatikan ramburambu etika yang diatur dalam perundang-undangan maupun bingkai agama dan moral serta etika kesusilaan. Berita dan informasi kontroversial bernuansa sara (suku, antar golongan ras dan agama) mewarnai dunia maya yang sangat mudah diakses oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dan terlebih lagi oleh generasi muda. Konflik dan pertentangan serta hasutan sering muncul dan berakibat pada kegaduhan di dunia nyata. Konflik bernuansa sara sudah sering terjadi sebagai akibat melunturnya rasa dan penghargaan terhadap kebhinekaan, persatuan, persaudaraan dan kebersamaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penghargaan dan penghormatan terhadap kepercayaan, agama dan keyakinan orang lain mulai menipis dengan tumbuhnya pandangan bahwa golongan dan keyakinannya adalah yang paling benar. Toleransi terhadap keyakinan dan agama lain mulai terkikis dan oleh karenanya, perlu upaya untuk meredam dan mengurangi intensitas dan kualitas kejadiaan intoleran agar tali persaudaraan dalam kebhinekaan tetap terjaga di seluruh Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 309
2 wilayah NKRI. Sejarah toleransi dan kebhinekaan yang telah terbangun sejak jaman kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia seperti Majapahit, Sriwijaya, Demak, dan Selaparang di Lombok mulai dilupakan dan tidak lagi dijadikan rujukan dalam kehidupan bermasyarakat. Saling hujat dan saling menghina berkembang ditengah masyarakat. Kini saatnya kita menengok kembali sejarah dan kejadiaan masa lalu yang sudah menjadi kearifan lokal untuk disimak kembali dan direvitalisasi dalam kehidupan masyarakat. Salah satu peninggalan sejarah yang berupa ritual upacara keagamaan di Lombok yang mempunyai nilai sakral dan sosial yang tinggi adalah ritual perang topat yang diselenggarakan setiap tahun sekali di Pura Lingsar Kabupaten Lombok Barat. Tradisi ini sampai sekarang masih dilaksanakan dan dirasa menjadi perekat tali persaudaraan diantara dua umat yang berlainan budaya, keyakinan dan agama. Kedua suku tersebut adalah suku sasak yang berkebudayaan Sasak dengan keyakinan dan agama islam dan suku Bali yang berbudaya Bali serta keyakinan dan Agama Hindu. Berdasarkan fakta sejarah yang ada ritual perang topat ini ditujukan untuk memelihara nilai-nilai sakral seperti rasa syukur atas kelimpahan nikmat (air suci Kemaliq) yang menyebabkan tanah menjadi subur dan berkah yang diberikan oleh para leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa. Serta memelihara komunikasi dengan leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segala yang ada. Sejarah juga menunjukkan bahwa tujuan diadakan perang topat adalah untuk mengikat solidaritas antar pemeluk agama dan budaya yang berbeda, menciptakan nilai toleransi dan perdamaian di masyarakat sehingga menjadi kearifan lokal tersendiri di wilayah Lombok Barat pada khususnya dan Lombok pada umumnya. Memperhatikan tujuan mulia dari ritual perang topat tersebut muncul pertanyaan mendasar yang perlu menjadi kajian dalam tulisan ini yaitu seperti apa proses komunikasi ritual yang terjadi pada upacara perang topat dan bagaimana bisa menjadi media pemersatu kebhinekaan di Lombok. Tulisan ini merupakan kajian pustaka yang dilengkapi dengan hasil wawancara mendalam dengan stakeholder kunci untuk mendapatkan konfirmasi dan validasi atas informasi yang 310 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia
3 terkandung dalam pustaka yang telah ditelusuri dan di kaji. Latar Sejarah Sejarah perang topat merupakan satu kesatuan sejarah yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya seiring dan sejalan. Tujuan utama dibangunnya Pura Lingsar oleh Raja Ketut Karangasem Singosari adalah untuk menyatukan secara batiniah masyarakat Sasak dengan masyarakat Bali yang melakukan invasi dan penjajahan (Agung 1991). Dalam kondisi tersebut, suasana permusuhan tidak bisa dihindari antar kedua suku tersebut. Untuk meredam rasa permusuhan dan menanamkan bibit persaudaraan diantara kedua etnis yang berbeda agama dan keyakinan, maka harmonisasi harus dilakukan. Pada posisi ini raja berinisiatif membangun Pura Lingsar yang berdampingan dengan Kemaliq Lingsar yang merupakan tempat pemujaan Masyarakat Sasak. Hal ini dimaksudkan agar secara fisik kedua suku dalam melaksanakan pemujaan dan ibadah berkomunikasi dan berinteraksi secara lebih intens dalam suasana kebathinan yang sama yaitu untuk mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan karunia dan rahmatnya berupa air dan kesuburan di wilayah tersebut. Dengan komunikasi ritual yang dirancang untuk dilaksanakan bersama maka diharapkan kerjasama, gotong royong dan toleransi dapat tumbuh dan berkembang diantara kedua suku yang berbeda. Menurut sejarah, jauh sebelum dibangun Pura Lingsar, di lokasi ini masyarakat Sasak telah melakukan pemujaan terhadap sumber mata air yang mereka sebut Kemaliq. Tetua adat sasak yang diwawancarai, Kemaliq berasal dari kata maliq dalam bahasa Sasak yang artinya keramat atau suci. Masyarakat suku sasak menganggap bahwa sumber mata air yang ada di Kemaliq sebagai sesuatu yang suci dan keramat. Menurut kepercayaan masyarakat sasak di Lingsar di tempat inilah seorang penyiar Agama Islam Wetu Telu yang bernama Raden Mas Sumilir dari Kerajaan Medayin mengalami moksa atau menghilang. Dengan dibangunnya tempat pemujaan (tempat suci yang berdampingan secara fisik, diharapkan kedua pemeluk agama masing-masing dapat hidup berdampingan sebagaimana tempat suci mereka. Raja menggunakan komunikasi interaksionisme simbolik dalam konteks ini untuk menunjukkan kepada rakyatnya (Peninggalan Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 311
4 Sejarah dan Kepurbakalaan NTB, 1998). Upaya yang dilakukan oleh raja adalah suatu wujud nyata dari kearifan lokal yang dibangun untuk membangun harmoni dan menyatukan secara fisik dan batiniah perbedaan diantara dua suku dan agama. Raja mengkomunikasikan kepada kita saat ini bahwa sejak 1759 kebhinekaan harus dipelihara dan dijunjung tinggi sebagai suatu nilai yang bersifat sakral dan sosiologis. Secara fisik kedua golongan disatukan dalam proses pemujaan dan secara sosiologis kedua pemeluk agama disatukan dalam harmoni kerjasama saling menghormati dan menghargai dalam ritual bersama. Perang Topat Tradisi perang topat merupakan praktik kebudayaan masyarakat etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan masyarakat etnis Bali yang beragama Hindu (Budiwanti, 2000). Tradisi perang topat merupakan salah satu tradisi yang sarat dengan nilai dan kearifan lokal, karena didalamnya terkandung nilai sakral dan nilai sosiologis (Mulyadi 2014). Perang topat disakralkan karena mengandung nilai dan tuntunan dan serta mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pencipta. Ritual ini juga mengandung dimensi hubungan dengan Tuhan dan leluhur yang diyakini oleh kedua pemeluk agama yang berbeda. Disamping itu nilai sosiologis yang terkandung didalamnya mengajarkan hubungan antar umat beragama yang penuh toleransi dan saling menghargai satu dengan yang lainnya. Ini diwujudkan dalam semua prosesi dan tahapan pelaksanaan perang topat sebagaimana akan dijelaskan pada bagian lain paper ini. Fakta sejarah menunjukkan bahwa perang topat adalah salah satu rangkaian dari upacara pujawali, yaitu suatu ritual untuk memperingati atau mengenang Syekh K.H.Abdul Malik, salah seorang penyiar agama Islam di Pulau Lombok. Menurut cerita tetua adat setempat Pura tempat dilaksanakannya perang topat di Daerah Lingsar, Lombok Barat, adalah daerah tandus dan gersang, yang hanya ditumbuhi semak belukar. Setelah Syekh K.H.Abdul Malik dengan dua saudaranya, yaitu K.H.Abdul Rouf dan Hj. Raden Ayu Dewi Anjani datang ke daerah tersebut, wilayah yang tadinya tandus dan gersang berubah menjadi daerah yang subur dan makmur. 312 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia
5 Berdasarkan cerita masyarakat setempat pada bulan ketujuh menurut warga sasak tepatnya pada bulan purnama (tanggal 15 Bulan Qomariyah) terjadi peristiwa yang luar biasa dimana Syekh K.H.Abdul Malik melakukan khalwat semalam suntuk dan baru selesai pada keesokan harinya menjelang Ashar. Menurut masyarakat setempat beliau lalu berjalan menuju sebuah bukit dengan memegang tongkat dan berhenti pada sebuah pohon waru yang merupakan satu-satunya pohon yang ada di tempat itu. Dengan kekuatan doanya tongkat lalu ditancapkan dan setelah dicabut maka keluarlah air yang sangat deras dengan suara yang gemuruh. Bersamaan dengan peristiwa itu bunga pohon warupun berguguran, sehingga peristiwa itu kemudian di sebut Rarak Kembang Waru. Dari peristiwa keluarnya air itu terciptalah nama Lingsar. Ling dalam bahasa Sasak berarti suara dan sar artinya suara atau bunyi air yang besar dan deras. Peristiwa itu kemudian diperingati sebagai upacara Rarak Kembang Waru yaitu upacara Khaul K.H.Abdul Malik dan upacara Perang topat (Dinas Pariwisata, 1999). Pada versi lain diceritakan bahwa munculnya naman pura Lingsar/Kemaliq dimulai sejak kedatangan rombongan 80 orang Bali dari Kerajaan Karang asem ke Pulau Lombok yang dipimpin oleh 3 orang. Mereka mendarat pertama kali di pantai Barat dekat Gunung Pengsong, Kabupaten Lombok Barat. Dari sini rombongan meneruskan perjalanan ke Perampuan, Pagutan dan Pegesangan. Kemudian mereka sampai di Karang Medain dan kemudian meneruskan perjalanan sampai ke Punikan (Mulyadi, 2014; Agung, 1991). Di tempat ini rombongan beristirahat karena kehausan dan lapar. Menurut cerita, setelah selesai makan pada siang hari mereka tiba-tiba mendengar suara seperti letusan dan gemuruh. Kemudian mereka mencari asal suara tersebut yang ternyata adalah sebuah mata air yang diyakini baru meletus. Pada saat yang bersamaan mereka mendengar wahyu yang mengatakan bahwa kelak setelah mereka menguasai Lombok maka buatlah pura di tempat tersebut. Mereka kemudian memberi nama sumber air itu Ai Mual yang berarti air yang mengalir. Seiring dengan berjlanyya waktu nama Ai Mual kemudian dirubah menjadi Lingsar. Lingsar berasal dari kata Ling, yang artinya wahyu atau sabda atau suara sama dengan yang diberikan pada versi sebelumnyadan Sar,yang artinya syah atau jelas. Jadi Lingsar artinya wahyu yang jelas (Dinas Pariwisata, 1999; Mulyadi, 2014). Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 313
6 Kedua versi sejarah tadi menjelaskan bahwa ritual perang topat mulai diadakan sejak keluarnya mata air Lingsar/kemaliq. Ritual ini terus berlangsung sampai saat ini. Berdasarkan makna cerita sejarah yang disajikan sebelumnya sesungguhnya terkandung makna atau pesan yang disampaikan melalui ritual ini antara lain: (1) ritual perang topat mengandung makna pesan dan ekspresi serta ungkapan rasa senang atas timbulnya mata air suci (kemaliq); (2) sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberikan air suci untuk kehidupan; (3) ekspresi keinginan untuk hidup rukun dan damai tanpa peperangan, melainkan menggantinya dengan perangperangan yang membangkitkan persahabatan dan rasa persaudaraan. Dalam perang topat tidak ada rasa benci dan dendam, walaupun ada yang kesakitan terkena topat tetapi mereka tetap merasa gembira dan tidak ada rasa dendam; (4) perang topat juga dimaknai sebagai ritual melempar syaitan agar masyarakat terbebas dari godaan syaitan (Mulyadi, 2014, Dinas Pariwisata, 1999; Sodli, 2010). Proses Komunikasi Ritual Perang Topat Memperhatikan prosesi pelaksanaan kegiatan perang topat di Pura Lingsar/Kemaliq, ada empat tahapan yang harus dilalui. Menurut pemangku Pura Lingsar tahapan tersebut antara lain: persiapan, pembukaan, acara inti dan penutup. Persiapan pelaksanaan ritual perang topat dilakukan bersama oleh dua suku yang mengempon Pura Gaduh dan Kemaliq. Pada saat proses persiapan komunikasi intens terjadi antara pengurus Pura Gaduh dan Kemaliq untuk membicaraan segala sesuatu yang terkait dengan teknis pelaksanaan ritual. Rapat rapat dilaksanakan untuk mempersiapkan logistik dan semua keperluan serta pembagian tugas untuk pelaksanaan ritual. Komunikasi terjadi diinternal etnis dan antar etnis. Pada zaman kerajaan dahulu dalam proses persiapan upakara dan ritual keagamaan seperti perang topat telah terjadi kesepakatan yang sangat indah dimana mereka menampilkan toleransi dan rasa saling menghargai yang begitu tinggi. Sebagai contoh dalam menentukan hewan korban. Kedua etnis bersepakat untuk tidak menggunakan hewan sapi karena hewan ini dianggap suci oleh umat Hindu dan tidak menggunakan babi karena hewan ini haram bagi umat islam. Kompromi dan jalan tengah demi keharmonisan diambil yaitu menggunakan 314 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia
7 kerbau yang kedua etnis bisa memakannya (Sodli, 2010). Saat ini tradisi ini masih dilakukan dan mereka saling sepakat untuk membagi tugas dan melakukan semua persiapan ritual. Tahap kedua yaitu tahapan pembukaan dimana dilakukan ritual penaek gawe. Pada prosesi ini kegiatan ritual yang dilakukan adalah upacara mendak yaitu mendak kebun odeq dan murwa daksina (napak tilas) menggunakan kerbau. Pada prosesi upacara ini ritual dilaksanakan oleh kedua etnis secara bersama saling membantu satu sama lainnya. Pada prosesi ini nampak bagaimana interaksi dan kerukunan terjalin diantara dua etnis yang berbeda agama untuk melaksanakan kegiatan ritual untuk satu tujuan yang sama yaitu mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memperingati kejadian penting yang telah dilakukan oleh leluhur mereka serta mengharapkan kedamaian dan kesejahteraan terhadap umat manusia. Menurut pemangku pura Lingsar dan Kemaliq komunikasi ritual terjadi pada kegiatan ini. Ketiga, pada upacara inti yakni perang topat interaksi dan komunikasi intens terjadi antara kedua etnis dimulai sejak menyembelih hewan kurban yaitu kerbau. Mereka bekerjasama membuat pesaji, nyerahang topat, mendak pesaji, ngaturang pesaji dan perang topat. Ritual ini dilaksanakan secara bersama dengan rasa penuh kebahagiaan dan saling tolong menolong antara kedua etnis berbeda keyakinan. Demikian juga halnya dengan ritual yang terakhir atau yang keempat yang disebut ritual beteteh ke Sarasuta. Pada acara ini kedua etnis juga bekerjasama dan melaksanaan upacara ritual dengan penuh keharmonisan dan saling membantu satu dengan yang lainnya. Mereka berjalan bersama ke Saresuta untuk melakukan ritual. Dari uraian tersebut nampak jelas bahwa komunikasi ritual yang terjadi pada proses dan rangkaian acara pelaksanaan perang topat mengisyaratkan untuk selalu terjadi komunikasi dan harmonisasi serta toleransi diantara kedua penganut agama yang berbeda. Komunikasi yang terbuka dan toleransi yang tinggi diperlukan untuk mempersatukan dan mempertahankan kebhinekaan seperti yang terjadi pada ritual perang topat. Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 315
8 Ritual Perang Topat Sebagai Media Pemersatu Kebhinekaan Menurut Rothenbuhler (1998) ritual is the voluntary performance of appropriately patterned behavior to symbolically effect or participate in the serious life. Kata ritual sering juga diidentikkan dengan kata habit (kebiasaan) atau rutinitas. Couldry (2003) mendefinisikan ritual sebagai suatu habitual aksi (aksi turun-temurun), aksi formal dan juga mengandung nilai-nilai transendental. Dengan demikian ritual bisa juga difahami sebagai even yang dilaksanakan secara sukarela oleh masyarakat secara turun-temurun (berdasarkan kebiasaan) dan menyangkut perilaku yang terpola. Pertunjukan tersebut bertujuan mensimbolisasi suatu pengaruh dalam kehidupan kemasyarakatan. Kegiatan ritual memungkinkan menjadi media bagi pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi persatuan dan pengabdian kepada kelompok. Ritual mampu menciptakan perasaan tertib (a sense of order) dalam kondisi masyarakat yang kurang stabil. Ritual memberikan rasa nyaman akan keteramalan (sense of predictability). dalam pelaksanaan ritual subtansi kegiatan ritual itu sendiri bukanlah yang terpenting, melainkan perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainya, perasaan bahwa mereka terkait oleh sesuatu ikatan yang lebih besar dari pada dirinya sendiri, yang bersifat abadi dan bahwa mereka diakui dan diterima dalam kelompok (agama, ethnic, sosial). Ritual merupakan perilaku yang didasarkan menurut kebiasaan atau aturan yang distandarkan. Dengan demikian, perilaku karena kebiasaan ini bersifat imperatif, berkaitan dengan etika, serta perintah sosial (Rothenbuhler, 1998). Sejalan dengan ini ritual perang topat merupakan tradisi yang mempersatukan dua etnis yang dalam prosesnya lebih mementingkan rasa syukur yang dirasakan bersama oleh kedua etnis. Aturan dan tertib upacara sudah ditetapkan dan harus dilaksanakan sebagaimana adanya sehingga tumbuh keyakinan kolektif terhadap kemahakuasaan Tuhan yang maha Esa. Ritual perang topat dipertunjukkan sebagai suatu bentuk komunikasi tingkat tinggi yang ditandai dengan keindahan (estetika), dirancang dalam suatu cara yang khusus serta memperagakan sesuatu keunikan kepada khalayaknya. Menurut Rothenbuhler (1998) karena 316 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia
9 ritual menekankan pada unsur estetika, pertunjukan ritual mengandung dua karakteristik yaitu ritual yang didasarkan pada konsepsi-konsepsi yang ada sebelumnya dan merupakan pertunjukan untuk orang lain. Pertunjukan tersebut dimaksudkan untuk memperagakan kompetensi komunikasi kepada khalayak. Perang topat ditunjukkan dan dipetontonkan agar masyarakat luas dapat menghargai dan belajar dari kearifan lokal yang ada. Ritual merupakan salah satu cara dalam berkomunikasi. Semua bentuk ritual adalah komunikatif. Ritual selalu merupakan perilaku simbolik dalam situasi-situasi sosial. Karena itu ritual selalu merupakan suatu cara untuk menyampaikan sesuatu. James W. Carey (2009) menyebutkan bahwa, In a ritual definition, communication is linked to terms such as sharing, participation, association, fellowship, and the possession of a common faith. Hal ini berarti, dalam perspektif ritual, komunikasi berkaitan dengan berbagi, partisipasi, perkumpulan/ asosiasi, persahabatan, dan kepemilikan akan keyakinan yang sama. Ritual perang topat adalah media untuk menyampaikan pesan kepada khalayak yang terlibat dan yang hadir menyaksikan ritual tersebut bahwa keharmonisan dan kerjasama yang harmonis diantara etnis yang ada adalah jalan untuk mencapai tujuan masing-masing yaitu kesejahteraan lahir dan batin, serta menunjukkan betapa dua suku yang berbeda bisa bersatu dalam suatu ritual keagamaan. Sebagai salah satu fungsi komunikasi, komunikasi ritual dijelaskan oleh Mulyana (2005) sebagai penegasan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, komunitas, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka. Demikian pula pada tradisi perang topat, didefinisikan sebagai kegiatan simbolis yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, berisikan kepercayaan, menegaskan, serta menghubungkan diri dengan kepercayaan mereka, dan mengembangkan identitas. Berdasarkan hasil penelitian Yuniati et al (2015) ditemukan bahwa fungsi komunikasi ritual dalam tradisi perang topat adalah fungsi komunikasi ritual sebagai jembatan pemersatu, sebagai pelestarian budaya dan sebagai identitas budaya. Sebagai pemersatu secara historis diketahui bahwa telah terjalin hubungan antar kedua etnis yang bermukim di Desa Lingsar. Hubungan ini berlangsung sejak zaman Kerajaan Karang asem (Bali) Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 317
10 di Lombok, masa kolonial Belanda dan masa kemerdekaan Indonesia. Hubungan erat antar kedua etnis ini pada awalnya diciptakan oleh para penguasa (Raja) sebagai strategi politik yang tidak lepas dari aspek relegius ekonomi dan kekerabatan. Strategi ini sengaja diciptakan demi menanamkan serta memperkokoh kekuasaan raja, mempersatukan etnis Sasak khusunya penganut wetu telu dan etnis Bali. Salah satu bentuk nyata dari strategi ini adalah pelaksanaan tradisi perang topat yang berkaitan erat dengan mata pencaharian (ekonomi) terutama dibidang pertanian sawah (Yuni ati et al, 2015). Yuniati et al (2015) mengungkapkan bahwa misi dari diadakannya upacara perang topat ini adalah sebagai pemersatu antara Bali dan Lombok. Hal ini dapat dilihat dari tataletak dan arsitektur bangunan Pura yang berdiri berdampingan dengan Kemaliq. Bila dilihat dengan arah menghadap Gunung Rinjani (ke utara) maka Kemaliq berada disebelah kanan, sedangkan Pura ada disisi kiri. Bila dilihat menghadap Gunung Agung di Bali maka posisinya adalah sebaliknya. Ini mempunyai makna untuk mempersatukan roh-roh gaib di Gunung Rinjani (Lombok) dan roh-roh gaib di Gunung Agung (Bali). Kalau diperhatikan lebih mendalam komposisi bangunan Pura terdiri atas tiga bangunan yaitu Pertama Pura Bhatara di Gunung Rinjani, kedua pura Bahatara di Bukit (tengah) dan yang ketiga Pura Bhatara di Gunung Agung. Tujuan pembangunan dengan komposisi seperti ini adalah untuk mempersatukan masyarakat Sasak dan Bali. Dalam upacara Pujawali yang menjadi inti adalah upacara tradisi perang topat. Pada pelaksanaan upacara ini tradisi (ritual) yang dilakukan adalah yang punya kerja adalah Kemaliq, sedangkan Pura adalah tamu agungnya. Menurut keyakinan umat Hindu mereka melakukan upacara untuk menghormati Bhatara Gde lingsar. Sedangkan menurut keyakinan etnis Sasak mereka melakukan ritual untuk menghormati dan mentaati wasiat dari Datu Wali Milir. Sebutan Datu Wali Milir dan Bhatara Gde lingsar ini mempunyai pengertian yang satu yakni Raden Mas Sumilir. Menurut Yuniati et al (2015) bahwa yang hadir untuk melaksanakan upcara perang topat tidak hanya warga Lingsar tetapi mereka datang dari jauh seperti Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur. Masyarakat yang datang dari berbagai tempat ke Pure Lingsar khususnya Kemaliq dengan tujuan ikut melaksanakan tradisi perang topat yang diyakini akan mendatangkan kemakmuran dan kesuburan, namun 318 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia
11 dibalik itu disadari atau tidak mereka datang karena memiliki suatu perasaan yang sama, kepentingan yang sama, dan saling memerlukan satu sama lain. Perasaan-perasaan itulah yang tidak disadari dapat memperkuat dan memperkokoh tali persaudaraan diantara mereka. Dengan demikian adanya perasaan yang sama, tujuan yang sama dan kepentingan yang sama akan dapat mepersatukan anggota-anggota komunitas, dan yang mendasari ini semua adalah adanya komunikasi yang baik diantara kedua etnis. Jadi dapat dikatakan bahwa komunikasi ritual dalam tradisi perang topat di Taman Lingsar Kabupaten lombok Barat ini adalah sebagai media pemersatu baik sesama etnis maupun antar etnis. Ritual perang topat sebagai media pemersatu perlu dilestarikan. Pelestarian kebudayaan lokal diwujudkan dalam upacara ritual yang khas sebagai dasar bertindak dan beraktivitas untuk pengembangan diri ke depan. Oleh karena it perang topat perlu dilestarikan supaya tidak punah. Hal ini perlu dilakukan karena kebudayaan diciptakan dan dipertahankan melalui aktivitas komunikasi para individu anggotanya. Secara kolektif, perilaku mereka secara bersama-sama menciptakan realita (kebudayaan) yang mengikat dan harus dipatuhi oleh individu (Sendjaja, 1994). Hal senada juga diuangkapkan Lasswell (1960) fungsi komunikasi dalam masyarakat yakni the transmission of the social heritage from one generation to the next. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa budaya perang topat dirumuskan, dibentuk, ditransmisikan dan dipelajari melalui komunikasi. Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi komunikasi dalam hal ini adalah sebagai alat untuk mensosialisasikan nilai-nilai budaya kepada masyarakatnya. Demikian pula komunikasi ritual dalam tradisi perang topat yang berfungsi sebagai sarana transmisi budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dari hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa ketika tradisi perang topat ini dilaksanakan, secara tidak langsung terjadi proses pembelajaran dari generasi tua yang umumnya sebagai pelaku kegiatan ini kepada generasi muda. Berdasarkan observasi pada saat prosesi upacara tradisi perang topat banyak kaum muda yang terlibat bahkan anak- anak.salah satunya dapat kita lihat dari prosesi mendak, barisan terdepan yakni tari Baris dan tari Teleq di bawakan oleh para remaja dan anak-anak, begitu juga dengan pembawa Payung Agung. Ini berarti telah terjadi proses pewarisan dari generasi tua Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 319
12 kepada generasi muda dalam hal ini terjadi proses pembelajaran secara alamiah yang terjadi dalam prosesi tradisi ini. Dari hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa masyarakat yang datang untuk menghadiri upacara perang topat ini juga beragam mulai dari orang tua, orang dewasa sampai anak-anak, tradisi perang topat merupakan salah satu upacara yang diterima dan diwariskan dari generasi sebelumnya secara turun-temurun. Jadi dapat dipahami ketika suatu kelompok masyarakat telah mewariskan tradisinya secara turun temurun, maka berarti kelompok tersebut telah melakukan usaha atau perjuangan untuk memepertahankan serta melestarikan tradisinya. Demikian pula dalam proses pewarisan tradisi perang topat ini sebagai salah satu nilai sosial yang dipelihara masyarakat etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali beragama Hindu berlangsung secara alamiah. Tidak terjadi proses pembelajaran secara khusus dalam melakukan tradisi ini. Dengan demikian, bila generasi tua sekarang ini telah tiada maka generasi muda yang ada saat inilah yang akan menggantikan untuk melaksanakan tradisi ini, sehingga tradisi ini tidak akan pernah punah. Tradisi perang topat merupakan sarana komunikasi yang penting untuk membangun, memberdayakan, dan pengakuan suatu identitas budaya. Dari hasil obsevasi menunjukkan bahwa tradisi perang topat merupakan wujud budaya yang mencerminkan ciri kebudayaan Lombok. Hal tersebut dapat teridentifikasi dari proses pelaksanaannya, seperti menyiapkan sesajen yang terdiri dari aneka makanan dan buah yang yang mencerminkan bumi dan segala isinya yang disebut Kebon Odeq. Selain itu, pencerminan jati diri tersirat dari pelaksanaan tradisi ini adalah adanya rasa kebersamaan, gotong royong atau bekerjasama untuk mencapai satu tujuan yang sama, yakni untuk mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan hidup, walaupun mereka berasal dari etnis dan agama yang berbeda. Menurut Larry A. Samovar, Richard E. Porter dan Edwin R. McDaniel dalam Samovar (2006), identitas budaya merupakan karakter khusus dari sistem komunikasi kelompok yang muncul dalam situasi tertentu. Diverse groups can create a cultural system of symbols used, meanings assigned to the symbols, and ideas of what isconsidered appropriate and inappropriate. When the groups also have a history 320 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia
13 and begin to hand down the symbols and norms to new members, then the groups take on acultural identity. Cultural identity is the particular character of the group communication system that emerges in the particular situation. Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami ketika suatu kelompok masyarakat telah mewariskan simbol-simbol dan norma-norma secara turun temurun, maka berarti kelompok tersebut telah memiliki identitas budaya. Demikian juga halnya dengan tradisi perang topat, dari hasil wawancara dengan beberapa informan menunjukkan bahwa tradisi ini merupakan tradisi yang telah diteruskan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh masyarakat Lingsar khususnya etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali beragama Hindu sehingga menjadi ciri budaya dari orang Lombok khususnya masyarakat Lingsar. Dapat dikatakan bahwa hal ini sebagai usaha atau perjuangan untuk memepertahankan serta melestarikan tradisi sebagai simbol identitas budaya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tradisi perang topat ini termasuk pada bentuk identitas budaya. Ciri budaya ini jugalah yang kemudian memiliki peran tertentu dalam interaksi orang Sasak dengan orang Bali yang berbeda latar belakang agama dan budaya. Perang topat adalah perang dengan menggunakan media berupa ketupat yang terbuat dari beras yang telah dimasak yang merupakan ungkapan rasa syukur kehadapan Tuhan atas kemakmuran yang dianugrahkan sekaligus menggambarkan keharmonisan, toleransi yang tinggi antar dua penganut keyakinan yang berbeda di Pulau Lombok. Tradisi perang topat sebagai identitas budaya merupakan bagian dari suatu tradisi daerah yang mencirikan budaya pulau Lombok.Tradisi perang topat berkembang sesuai dengan peradaban suatu masyarakat yang humanis. Tradisi yang diadakan oleh masyarakat etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali beragama Hindu ini diyakini dan dianggap memiliki kekuatan tersendiri dalam hubungan antar manusia serta alam. Kebudayaan yang bertongak pada peradaban membentuk identitas sebuah bangsa.identitas budaya inilah yang menjadi landasan untuk memperkokoh karakter suatu peradaban yaitu persatuan dan kesatuan serta Bhineka Tunggal Ika. Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 321
14 Simpulan Ritual perang topat dan komunikasi antar etnis yang terjadi dalam prosesi ritual perang topat menjadi media untuk mencari kesepahaman dan kesepakatan, sehingga terjadi keharmonisan dan kerja sama diantara dua etnis yang berbeda suku dan keyakinan. Tradisi perang topat dilaksanakan untuk memberikan pelajaran kepada kita bahwa kearifan lokal perlu di lestarikan untuk merajut kebhinekaan menjadi persatuan dan kesatuan yang harmonis seperti yang terjadi di Desa Lingsar Lombok Barat. Tradisi perang topat mengkomunikasikan secara ritual tiga pelajaran utama yaitu mengingat leluhur dan Tuhan dengan rasa syukur, pentingnya komunikasi untuk mencapai kesepahaman dan keharmonisan diantara etnis dan agama serta pelestarian budaya. Penguasa (raja) pada jaman itu menggunakan retual sebagai media untuk mempersatukan dan mengharmoniskan dua suku yang sebelumnya kurang harmonis. Saran Kearifan lokal ritual perang topat perlu dilestarikan dan dilaksanakan. Dalam menyelesaikan permasalahan dan perbedaan dahulukan upaya komunikasi untuk mencapai mufakat. Hormati tradisi yang telah ada karena didalamnya terkandung nilai dan filosopi yang tak ternilai harganya. Daftar Pustaka Agung, A.A.K Kupu-Kupu Kuning Yang Terbang di Selat Lombok. Upada Sastra, Denpasar. Budiwanti, E Islam Sasak Wetu Telu Versus Wetu Lima. Lkis, Yogyakarta bekerjasama dengan Yayasan Adikarya Campbell, T Tujuh Teori Sosial. Yogyakarta : Kanisius. Carey, J. W. (2009) Communication as culture : essays on media and society / James W.Carey ; foreword by G. Stuart Adam. Routledge2 Park Square, Milton Park, Abingdon, Oxon OX14 4RN Couldry, N Media Ritual, Critical Approach. Routledge 29 West 35th Street, New York, NY Coward, H Pluralisme Tantangan Bagi Agama-Agama. 322 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia
15 Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Dinas Pariwisata Indonesian West Nusa Tenggara Guide Book. Pemerintah Kabupaten Dati II Lombok Barat. Geertz, C Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta : Kanisius. Mulyadi, L Sejarah Gumi Sasak Lombok. Laporan Penelitian Institut Teknologi Malang. Novi Suryani, dkk, Laporan Penelitian Pola Interaksi Sosial Antara Masyarakat Bali dan Masyarakat Sasak Dalam Melaksanakan Upacara Perang topat Dan Upacara Pujawali Pura Panca Putra, K Puran Lingsar Wetu Telu dan Hindu, Sebuah Tafsir Sejarah Atas Dasar Analisis Hipotese, Tanggal 15 Suklapaksa Purnama Sasih Asadha Masa Anggara Kliwon Wuku Medangsia Isaka Warsa 1921 (29 Juni 1999). Suandewi, G. A. K Tari Batek Baris dalam Upacara Perang topat di Pura Lingsar, Lombok Barat. Tesis Program Studi Kajian Budaya Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar. Sodli Ahmad, 2010, Revitalisasi Dalam Masyarakat Multikultural di Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat NTB. Jurnal Analisa Volume XVII, No. 02, Juli - Desember 2010 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 323
PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015
PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015 I. PENDAHULUAN. Lingsar adalah sebuah Desa yang terletak di Wilayah Kecamatan Lingsar Lombok Barat, berjarak
Lebih terperinciWidya Sandhi : ISSN Volume 6. Nomor 1. Mei 2015
KOMUNIKASI RITUAL DALAM TRADISI PERANG TOPAT DI TAMAN LINGSAR KABUPATEN LOMBOK BARAT 1) Ketut Yuniati, 2) Ziti Zaenab, dan 3) I Wayan Suadnya 1) Program Studi Ilmu Komunikasi Hindu Sekolah Tinggi Agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri
Lebih terperinciPERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA
PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA Nama : Nurina jatiningsih NIM : 11.11.4728 Kelompok Jurusan Dosen : C : S1 Teknik Informatika : Drs. Tahajudin Sudibyo STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat
Lebih terperinciTUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA
TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA Nama : M. Akbar Aditya Kelas : X DGB SMK GRAFIKA DESA PUTERA Kerukunan Antar Umat Beragama. Indonesia adalah salah satu negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini semakin mendukung terkikisnya nilai-nilai tradisional sebuah bangsa. Lunturnya kesadaran akan nilai budaya
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola
1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan dimana kesemuanya itu merupakan anugrah dari Tuhan yang maha
Lebih terperinci2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan dapat menimbulkan rasa solidaritas terhadap lingkungan sekitar. Tradisi ritual dalam
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi mengenai simpulan yang dikemukakan penulis sebagai analisis hasil temuan dalam permasalahan yang di kaji.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Ajaran Islam dapat berpengaruh bagi umat manusia dalam segala
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SAMBUTAN
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH DALAM RANGKA MEMPERINGATI HUT KE 72 KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KAMIS 17 AGUSTUS 2017 Asalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Om Swasti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan NTT adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Bima Propinsi NTB adalah sebagian dari kesatuan NKRI, adalah sebuah daerah yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada
Lebih terperinciSTMIK AMIKOM YOGYAKARTA
Kebudayaan Indonesia Akar dari Pancasila STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Disusun Oleh: Nama : Alif Rizki Andriawan NIM : 11.11.5193 Kelompok Prodi dan Jurusan : E : S1 TI Dosen Pembimbing : Abidarin Rosidi, Dr,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial (social communication), proses komunikasi yang terjadi dalam komunikasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap budaya memiliki sebuah upacara maupun ritual sesuai dengan aktivitas religi dan sistem kepercayaan yang dianutnya. Kelompok masyarakat adat menjaga tradisinya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting
Lebih terperinciAKTIVITAS RITUAL PEMBENTUK TERITORI RUANG PADA PURA LINGSAR LOMBOK
AKTIVITAS RITUAL PEMBENTUK TERITORI RUANG PADA PURA LINGSAR LOMBOK Mustivia 1, Antariksa 2 danabraham Mohammad Ridjal 2 1 Mahasiswa JurusanArsitektur, FakultasTeknik, UniversitasBrawijaya, 2 Dosen JurusanArsitektur,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013
Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN PESTA KESENIAN BALI KE-35 DI ART CENTRE, ARDHA
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil laporan, deskripsi serta pembahasan hasil penelitian
195 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil laporan, deskripsi serta pembahasan hasil penelitian yang telah dilaksanakan terhadap penduduk Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan tentang
Lebih terperinciBAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.
BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan
Lebih terperinciB A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan
5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna
Lebih terperinciSAMBUTAN KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN PADA PERINGATAN HARI LAHIR PANCASILA SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA. Jakarta, 1 Juni 2017
KR/KOJK SAMBUTAN KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN PADA PERINGATAN HARI LAHIR PANCASILA SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA Jakarta, 1 Juni 2017 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh Selamat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.
BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat unik dengan berbagai keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun memiliki
Lebih terperinciPENELITIAN REVITALISASI KEARIFAN LOKAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KECAMATAN LINGSAR, LOMBOK BARAT, NTB
PENELITIAN REVITALISASI KEARIFAN LOKAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KECAMATAN LINGSAR, LOMBOK BARAT, NTB Oleh Ahmad Sodli* 1 Absract : This study focuses on topat war which exists in Lingsar sub District
Lebih terperinciBung Karno, pohon sukun dan Pancasila
Bung Karno, pohon sukun dan Pancasila Rabu, 7 Juni 2017 16:28 WIB 88 Views Oleh Kornelis Kaha Masyarakat di depan patung Ir. Soekarno (Bung Karno) di alun-alun Kota Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). (ANTARA)
Lebih terperinci29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)
29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, didalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Kebudayaan
Lebih terperinciBUTIR BUTIR PANCASILA YANG TERBARU BESERTA CONTOH PENGAMALAN
BUTIR BUTIR PANCASILA YANG TERBARU BESERTA CONTOH PENGAMALAN Butir butir Pancasila yang dahulu ada 36 butir sekarang diubah menjadi 45 butir pancasila. Dan sekarang ini masyarakat banyak yang belum tahu
Lebih terperinciPLEASE BE PATIENT!!!
PLEASE BE PATIENT!!! CREATED BY: HIKMAT H. SYAWALI FIRMANSYAH SUHERLAN YUSEP UTOMO 4 PILAR KEBANGSAAN UNTUK MEMBANGUN KARAKTER BANGSA PANCASILA NKRI BHINEKA TUNGGAL IKA UUD 1945 PANCASILA MERUPAKAN DASAR
Lebih terperinciPaham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan
PERTEMUAN KE 2 1 Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,
Lebih terperinciMemahami Budaya dan Karakter Bangsa
Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami budaya dan karakter bangsa Indikator: Menjelaskan konsep budaya Menjelaskan konsep karakter bangsa Memahami pendekatan karakter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi
Lebih terperinciEKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI
EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI NAMA KELAS : FRANSISCUS ASISI KRISNA DESTANATA : S1SI13 NIM : 11.12.6283 DOSEN KELOMPOK : JUNAIDI IDRUS, S.AG., M.HUM : J LATAR BELAKANG
Lebih terperinciSAMBUTAN BUPATI MALINAU PADA ACARA SOSIALISASI EMPAT PILAR KEBANGSAAN KERJASAMA MPR RI DENGAN PGRI KABUPATEN MALINAU RABU, 16 MARET 2016
SAMBUTAN BUPATI MALINAU PADA ACARA SOSIALISASI EMPAT PILAR KEBANGSAAN KERJASAMA MPR RI DENGAN PGRI KABUPATEN MALINAU RABU, 16 MARET 2016 YTH. PIMPINAN BADAN SOSIALISASI MPR RI (ANGGOTA MPR RI) Bpk. Drs.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah
BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat peneliti
231 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat peneliti rumuskan suatu kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut : A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum
Lebih terperinciNILAI-NILAI DAN NORMA BERAKAR DARI BUDAYA BANGSA INDONESIA
NILAI-NILAI DAN NORMA BERAKAR DARI BUDAYA BANGSA INDONESIA Diajukan oleh: Muhammad choirul mustain 11.11.4897 Kelompok D(S1-TI) Dosen: Tahajudin S, Drs Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Mata Kuliah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki culture yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki culture yang beraneka ragam, mulai dari tanah Sumatra hingga Papua sehingga tercipta kebudayaan yang berbeda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu
Lebih terperinciPANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO
PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com
Lebih terperinciPERAN SUMBER DAYA PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DALAM MEMPERKUAT KEBHINEKAAN
PERAN SUMBER DAYA PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DALAM MEMPERKUAT KEBHINEKAAN MUNTORICHIN, SH., M.HUM KEPALA DINPORABUDPAR KABUPATEN BANYUMAS Pengantar Bangsa Indonesia terbentuk melalui
Lebih terperinciPANCASILA DAN AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Nama : Oni Yuwantoro N I M : Kelompok : A Jurusan : D3 MI Dosen : Drs. Kalis Purwanto, MM
PANCASILA DAN AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Oni Yuwantoro N I M : 11.02.7952 Kelompok : A Jurusan : D3 MI Dosen : Drs. Kalis Purwanto, MM SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. media bagi bangsa Indonesia untuk mempelajari kejayaan masa lalu. Hal ini menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sangat kaya dengan limpahan budaya yang bernilai tinggi, beraneka ragam dan unik. Budaya yang menyatu membentuk suatu kearifan manusia dalam mengolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan semakin berkembangnya cara berfikir masyarakat pada masa sekarang ini. Ternyata tak jarang juga dapat menyebabkan berubahnya pola pikir masyarakat
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil temuan, pembahasan, dan hasil penelitian terdahulu yang telah diuraikan pada bab sebelumnya tampak bahwa nilai-nilai yang digunakan sebagai pedoman
Lebih terperinciDirektorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia kaya ragam budaya, adat istiadat, suku bangsa, bahasa, agama
Lebih terperinciPancasila dan Budaya. STMIK Amikom Yogyakarta. oleh : Rossidah ( Kelompok A ) D3 Manajemen Informatika. pembimbing :
Pancasila dan Budaya STMIK Amikom Yogyakarta oleh : Rossidah 11. 02. 8043 ( Kelompok A ) D3 Manajemen Informatika pembimbing : Drs. M. Kalis Purwanto, MM 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI i ii BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012
Sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERAYAAN NATAL NASIONAL DI PLENARY HALL JAKARTA CONVENTION
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan
BAB V PENUTUP Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan orang-orang Islam di Jawa. Kedudukan dan kelebihan Masjid Agung Demak tidak terlepas dari peran para ulama yang bertindak
Lebih terperincicommit to user 1 BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tabut di Bengkulu semula merupakan ritual yang sakral penuh dengan religius-magis yaitu merupakan suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya dengan
Lebih terperinciPANCASILA & AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Tugas akhir kuliah Pendidikan Pancasila. Reza Oktavianto Nim : Kelas : 11-S1SI-07
PANCASILA & AGAMA Tugas akhir kuliah Pendidikan Pancasila STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Reza Oktavianto Nim : 11.12.5818 Kelas : 11-S1SI-07 Jurusan : S1 SISTEM INFORMASI KEL. : NUSANTARA DOSEN : Drs.
Lebih terperinciPendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan
Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju pribadi yang mandiri untuk membangun dirinya sendiri maupun masyarakatnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang
Lebih terperinciDIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG
DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pulau Bangka merupakan pulau kecil di sebelah selatan Sumatra. Pulau ini sudah terkenal sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang diwajibkan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang diwajibkan untuk berinteraksi satu sama lain antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Dimana dalam berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur. Didalam mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Perayaan Waisak Nasional Tahun 2013, Jakarta, 26 Mei 2013 Minggu, 26 Mei 2013
Sambutan Presiden RI pada Perayaan Waisak Nasional Tahun 2013, Jakarta, 26 Mei 2013 Minggu, 26 Mei 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN WAISAK NASIONAL TAHUN 2013, DI JI-EXPO KEMAYORAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah suatu upacara daur hidup manusia yang dilakukan secara turun-temurun untuk melanjutkan roda kehidupan. Dalam Undang- Undang Perkawinan no. 1 tahun
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan kasus konversi agama di Bukitsari maka dapat disimpulkan bahwa beberapa kepala keluarga (KK) di daerah tersebut dinyatakan benar melakukan pindah agama
Lebih terperinci1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan
Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Realisasi pelestarian nilai-nilai tradisi dalam berkesenian, bersinergi dengan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach
BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman kebudayaan dan masyarakat multikultural. Setiap wilayah memiliki corak dan kekhasannya masing-masing,
Lebih terperincisambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Bersama Nasional, 27 Desember 2010 Senin, 27 Desember 2010
sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Bersama Nasional, 27 Desember 2010 Senin, 27 Desember 2010 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN NATAL BERSAMA NASIONAL DI JAKARTA CONVENTION CENTER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang berhubungan dengan proses komunikasi dan informasi menyebabkan terjadinya pergeseran dan perubahan
Lebih terperinciAmanat Presiden RI pd acara Hari Pramuka ke-52 Th 2013, tgl. 14 Agustus 2013, Jakarta Rabu, 14 Agustus 2013
Amanat Presiden RI pd acara Hari Pramuka ke-52 Th 2013, tgl. 14 Agustus 2013, Jakarta Rabu, 14 Agustus 2013 AMANAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERINGATAN HARI PRAMUKA KE-52 TAHUN 2013 TANGGAL
Lebih terperinciPENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1
Subdit PEBT PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL Dra. Dewi Indrawati MA 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan kekayaan dan keragaman budaya serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi
Lebih terperinciLAPORAN PENGAMATAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
LAPORAN PENGAMATAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Tentang IDEOLOGI PANCASILA Pancasila, Alat Pemersatu Bangsa Indonesia Yang Tak Dapat Tergantikan Oleh : Umminun Nasrul Kurnia Putri Kelas : XII IPA 1 MAN KALABAHI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdiri diatas keberagaman suku,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdiri diatas keberagaman suku, agama, ras, etnis, bahasa, adat istiadat, tradisi, serta budaya yang disatukan dalam konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia pendidikan dewasa ini lebih menekankan pada penanaman nilai dan karakter bangsa. Nilai dan karakter bangsa merupakan akumulasi dari nilai dan karakter
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013
Sambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN DHARMA SHANTI NASIONAL HARI RAYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pijakan dalam menenukan suatu tindakkan seperti prilaku masyarakat seharihari.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kearifan lokal memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan tradisional pada suatu tempat, dalam kearifan lokal tersebut banyak mengandung suatu pandangan maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global, plural, multikultural seperti sekarang setiap saat dapat saja terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat terbayangkan dan tidak terduga sama
Lebih terperinciTeam project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis
Lebih terperinciTARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian selatan pulau Sumatera, dengan ibukotanya adalah Palembang. Provinsi Sumatera Selatan
Lebih terperinciPergaulan Mahasiswa dan Kehidupan Sosial dalam Menerapkan Sila Persatuan Indonesia
Tema : Implementasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Kehidupan Kampus Judul : Pergaulan Mahasiswa dan Kehidupan Sosial dalam Menerapkan Sila Persatuan Indonesia OLEH NAMA : REGINA S. LUMENTUT NO. STAMBUK :
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan hasil penelitian pada BAB IV peneliti dapat merumuskan kesimpulan dan rekomendasi untuk berbagai pihak. A. Simpulan 1. Simpulan Umum Masyarakat Dusun Kalibago merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam perayaan tradisi masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji, mengingat saat ini kehidupan masyarakat sudah dilanda
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan
Lebih terperinci