MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARI"

Transkripsi

1 MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARI Gusyanti Pusat Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Seni dan Budaya Yogyakarta Abstrak: Pengembangan ini bertujuan untuk mewujudkan multimedia saintifik tematik integratif seni tari yang dapat membantu tugas guru sekolah dasar dalam pembelajaran tematik integratif seni tari. Pendekatan yang digunakan dalam pembuatan multimedia pembelajaran saintifik seni tari adalah proses pengembangan produk yang melibatkan partisipasi fungsi inti. Partisipasi fungsi inti artinya penerapan urutan langkah yang harus dilakukan. Urutan langkah tersebut yaitu perencanaan, pengembangan konsep, perancangan, perancangan detail, pengujian dan perbaikan, dan produksi awal. Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas V SD Kanisius Kalasan Sleman. Teknik analisis data menggunakan analisis kualtitatif. Produk yang dihasilkan pada penelitian ini adalah multimedia saintifik seni tari, guna membantu pembelajaran di sekolah dasar. Pemanfaatan multimedia saintifik akan sangat berarti dalam membantu pelaksanaan pembelajaran seni budaya dan keterampilan (seni tari). Artinya dengan penggunaan multimedia saintifik pecapaian tujuan pembelajaran seni tari yang mengedepankan kreativitas akan dapat dilakukan guru kelas sekolah dasar. Kata kunci: multimedia, pendekatan pembelajaran saintifik, seni tari Pendahuluan Budaya yang ada di Indonesia sangat beragam, artinya berbagai daerah yang ada memiliki budaya yang tumbuh berkembang bersama kehidupan masyarakatnya. Perkembangan budaya beriring dengan berkembangnya pendidikan, pendidikan bagian dari budaya. Pembelajaran seni tari di sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan. Pembeajaran seni tari dapat dikatakan belum maksimal. Hal ini terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya yaitu kurangnya sumber daya manusia yang kompeten terhadap seni tari (data, 2013), kurangnya daya dukung berbagai pihak baik dari sekolah sendiri maupun pihak-pihak terkait, kurangnya sarana yang mendukung pembelajaran tersebut. Pendidikan formal adalah sarana pendidikan yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan perkembangan kepribadian anak didik di segala lapisan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut pembelajaran seni 101

2 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 tari yang merupakan bagian dari pendidikan seni budaya dan prakarya akan memberikan kontribusi terhadap perkembangan anak didik di sekolah. Pengembangan pendidikan seni (2006), esensi pembelajaran seni budaya di sekolah mencakup tiga hal, yaitu apresiasi, kreativitas, dan sensitivitas. Sesuai dengan esensi tersebut, pembelajaran seni tari memiliki urgensi penting dalam meningkatkan kepribadian anak yang perlu dikembangkan. Harapannya sesuai dengan multiple inteligensi bahwa dengan berkembangnya kemampuan seni dalam pribadi anak maka akan meningkat pula kemampuan intelektual di berbagai bidang yang dimiliknya. Upaya pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah sudah banyak dilakukan. Salah satunya yaitu dengan meningkatkan kompetensi guru sebagai ujung tombak dalam pencapaian tujuan tersebut. Kurikulum merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan hasil monitoring evaluasi 2013 yang telah dilakukan, masih banyak kekurangan yang harus dilakukan pemerintah dalam pelaksanaan sosialisasi yang telah dilakukan. Berikut beberapa hal yang ditemukan: Bbuku guru dan buku siswa yang penggunaan bahasanya sulit dimengerti karena bahasanya terlalu tinggi, materi pembelajaran yang tidak sinkron di kedua buku tersebut, penjelasan dari fasilitator mengenai konsep kurikulum yang kurang jelas, serta pemahaman guru tentang konsep kurikulum yang kurang dimengerti. Beberapa hal yang menjadikan pembelajaran khususnya seni tari belum maksimal dilaksanakan yaitu 1) guru seni tari di sekolah dasar adalah guru kelas; 2) kurangnya pemahaman guru tentang pembelajaran seni tari sesuai dengan konsep kurikulum; 3) kurangnya daya dukung terhadap pembelajaran seni tari di sekolah; 4) kurangnya daya dukung terhadap pembelajaran seni tari dari pihak-pihak terkait; 5) kurangnya sarana prasarana, termasuk media pembelajaran untuk mendukung pembelajaran Seni tersebut. Pelaksanaan pembelajaran seni tari di sekolah dasar sangat kompleks. maka agar penelitian ini lebih fokus, mendalam, dan memiliki daya guna yang maksimal maka penelitian ini dikhususkan pada permasalahan nomor 5, yaitu kurangnya sarana prasarana termasuk media pembelajaran untuk mendukung pembelajaran seni tari di sekolah. Artinya perlu media pembelajaran untuk mempermudah tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran. Konsep Mutimedia Pembelajaran Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsanng pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan atau keterampilan pembelajar sehingga dapat mendorong proses tejadinya kegiatan belajar mengajar. Menurut Briggs (1970) arti dari media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/ materi pembelajaran diantaranya yaitu buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan menurut National 102

3 Gusyanti - Multimedia Saintifik Tematik Education Assosiation menterjemahkan media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang dengar termasuk perengkat keras. Berbagai definisi mengenai media pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan pembelajar untuk membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pembuatan media pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara. 6 fase proses pengembangan produk (Karl T.Urlich, Steven D. Eppinger, 2001:15) yaitu 1) perencanaan, 2) pengembangan konsep, 3) perancangan tingkat sistem, 4) perancangan detail, 5) pengujian dan perbaikan, 6) produk. Kegunaan Media dalam Pembelajaran Yusuf Hadi Miarso (2004) menyatakan kegunaan media dalam pembelajaran yaitu 1) media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada otak, sehingga otak kita berfungsi secara optimal; 2) media dapat mengatasi keterbatasan pengelaman yang dimiliki oleh para mahasiswa; 3) media dapat melampaui ruang kelas; 4) media memungkinkan adanya interaksi langsung antara mahasiswa dan lingkungannya; 5) media menghasilkan keseragaman pengamatan; 6) media membangkitkan keinginan dan minat baru; 7) media membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar; 8) media memberikan pengelaman yang integral menyeluruh dari yang konkrit maupun abstrak; 9) media memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar secara mandiri; 10) media meningkatkan kemampuan keterbacaan baru; 11) media mampu meningkatkan efek sosialsasi; dan 12) media dapat meningkalkan kemampuan ekspresi. Penjelasan pendapat tersebut mengandung makna yang luas mengenai kebermaknaan media pembelajaran. Dengan media yang representatif, tugas guru dapat menyampaikan materi secara detail untuk menunjang pembelajaran. Proses pembelajaran yang komunikatif dan menyenangkan menjadikan indikasi bahwa tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Pemanfaatan lingkungan merupakan media yang sangat efektif untuk dilibatkan dalan pembuatan media pembelajaran bagi anak sekolah dasar. Dengan demikian, apabila pembelajaran dapat mengakomodir hal tersebut dalam proses belajar mengajar maka dapat dipastikan peserta didik memiliki pemahaman yang bagus tentang materi yang disampaikan. Namun dengan berbagai kendala yang ada, melibatkan lingkungan secara langsung tidak dapat dilakukan. Mengingat hal tersebut, pembuatan media pembelajaran secara audio visual dengan melibatkan lingkungan dapat digunakan sebagai alternatif yang sangat efektif. Artinya dengan media ini pembelajaran seakan diajak dalam situasi lingkungan anak, dapat disesuaikan mana materi yang dibutuhkan atau dapat diputar ulang sesuai yang dibutuhkan. 103

4 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Seni Budaya dan Prakarya Sekolah Dasar Pembelajaran seni budaya dan prakarya di sekolah termasuk salah satu pelajaran wajib dalam kurikulum Orientasi utama pembelajaran seni antara lain untuk menanamkan nilai-nilai yang dapat menumbuhkan sensitivitas rasa yang tercermin dalam nilai-nilai kehidupan yang terungkap dalam sikap sehari-hari pada diri peserta didik. Soedarso (1988: 16-17) menjelaskan bahwa kata seni berasal dari kata sani dalam bahasa sansekerta yang berarti pemujaan, pelayanan, donasi, atau pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi lain berkembang menjadi cilpacastra yang berarti segala macam kekriyaan (hasil keterampilan tangan) yang artistik. Maksudnya yaitu dengan penerapan pembelajaran seni yang intinya pengekspresian diri sehingga mampu mendorong perkembangan intelegensi visual dan intelegensi auditori. Pembelajaran seni budaya dan prakarya diri di desain secara tematik integratif, artinya pengembangan materi dihubungkan dengan mata pelajaran yang lain dengan mengaitkan tema. Sesuai dengan Permendikbud, semua mata pelajaran di buat dengan 4 kompetensi inti dan dijabarkan menjadi beberapa Kompetensi Dasar. Secara garis besar kompetensi inti tersebut berisi tentang nilai ketuhanan, kemanusiaan, pengetahuan, dan keterampilan. Agung Suryahadi dalam Pengembangan Seni menyatakan proses pembelajaran seni budaya dan prakarya lebih menekankan pada esensi pendidikan seni yang meliputi, sensitivitas, apresiasi, dan kreativitas. Secara konkrit pada proses mengembangkan kepekaan estetik/ keindahan/kehalusan rasa, mengembangkan kemampuan kreatif/berpikir divergent dan mengembangkan kemampuan apresiatif/ apresiasi terhadap hasil seni budaya. Pembelajaran seni budaya dan prakarya diupayakan dilaksanakan secara terpadu dan kolaboratif antar cabang seni sebagai suatu keutuhan. Konsep tematik integratif yang dikembangkan pada mata pelajaran di sekolah dasar dimaksudkan agar pola pikir peserta didik di usia tersebut dapat secara menyatu saling berkaitan dalam pola pemikirannya. Berdasarkan hal tersebut diharapkan tujuan pembelajaran yang secara integratif tersebut akan lebih mudah dapat di implementasikan dalam kehidupan. Pembelajaran seni budaya dan prakarya mengembangkan daya kreativitas peserta didik, dengan tetap mengedepankan aspek moral, etika, dan estetika sebagai wujud seni sebagai fungsi pendidikan. Selain itu sebagai apresiasi, dalam pembelajarannya ada upaya untuk mengenal dan mengembangkan seni daerah lain di nusantara, sebagai wujud menjunjung tinggi budaya bangsa upaya untuk mencintai bangsa secara nyata. Pembelajaran Seni Tari Tematik Integratif Permendikbud menyatakan bahwa materi pembelajaran seni tari bagian dari mata pelajaran seni budaya dan prakarya pada kompetensi isi (3), penjabarannya pada Kompetensi Dasar. Berikut ini isi pada kompetensi dasar pada tiaptiap kelas. Kelas I, mengenal unsur-unsur gerak, bagian-bagian gerak anggota tubuh dan level. Kelas II, memahami gerak sehari-hari dengan tempo. Kelas III, memahami gerakan kuat dan lemah dengan musik sebagai iringan. Kelas 104

5 Gusyanti - Multimedia Saintifik Tematik IV, mengenal tari-tarian daerah dan keunikan geraknya. Kelas V, memahami properti yang digunakan. Kelas VI, mengenal estetika gerak dan komposisi gerak dalam kelompok tari. Pelaksanaan pembelajaran seni budaya dan prakarya, seni tari merupakan bagian dari pembelajaran tersebut menerapkan pembelajaran tematik integratif. Artinya tema dalam semua mata pelajaran sama, materi tiap mata pelajaran disesuaikan dengan tema tersebut. Sesuai dengan Permendikbud tema-tema tersebut yaitu 1) Diriku, 2) Kegemaranku, 3) Kegiatanku, 4) Keluargaku, dan 5) Lingkungan Sehat dan Bersih. Pembelajaran seni tari di jenjang sekolah dasar menggunakan pola imitatif. Artinya tema materi yang dapat dikembangkan merupakan hasil meniru lingkungan yang ada di sekitar kehidupan. Lingkungan sekitar yang dapat ditiru yaitu perilaku manusia, hewan, kehidupan tumbuhan, dan keadaan alam (hujan, angin, ombak, dan sebagainya). Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Sekolah Dasar Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi siswa dari sisi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara utuh, sehingga kompetensi dasar tiap mata pelajaran mencakup kompetensi dasar secara menyeluruh. Semua mata pelajaran dirancang mengikuti rumusan tersebut, termasuk matapelajaran seni budaya dan prakarya. Pelajaran seni budaya dan prakarya khususnya seni tari dirancang sebagai pembelajaran yang memiliki output peserta didik yang memiliki sikap sesuai dengan pencanangan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Kemendiknas, tahun?: 10), pembelajaran karakter bangsa, terdiri antara lain yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, dan sebagainya. Selain itu pembelajaran tersebut sebagai sarana untuk mengenalkan nilainilai yang terkandung di dalam karya seni, untuk membentuk sikap apresiasif terhadap karya seni budaya, dalam hal ini membekali pengetahuan bidang seni budaya. Praktik berkarya seni, mengeksplorasi lingkungan, dan mewujudkan gagasan dalam bentuk karya seni merupakan proses mengasah kompetensi keterampilan. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (saintifik appoach) dalam pembelajaran semua mata ajar meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata ajar, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Ada lima langkah pembelajaran saintifik, yaitu (1). Observing (mengamati), (2). Questioning (menanya), (3). Associating (menalar), (4). Experimenting (mencoba), (5). Networking (membentuk jejaring/ mengkomunikasikan). Langkah pertama, mengamati. Mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Mengamati 105

6 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, dan fokus pada pengamatan yang berkaitan dengan materi ajar. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah yaitu 1) menentukan objek apa yang akan diobservasi; 2) membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi; 3) menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder; 3) merencanakan tempat objek yang akan diobservasi; 4) menentukan strategi observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar; 5) menentukan cara mencatat/merekam hasil observasi dengan menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya. Pada kegiatan ini peraga dikondisikan untuk melakukan gerak yang berawal dari gerak bebas kemudian disetting menjadi gerak indah yang dapat dijadikan menjadi gerak tari. Tema sudah ditentukan awal agar gerak peraga tidak keluar dari koridor yang direncanakan (proses shooting). Langkah kedua yaitu menaya. Menanya merupakan tanggapan verbal siswa dalam pembelajaran yang berfungsi untuk 1) membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian siswa tentang suatu tema atau topik pembelajaran; 2) mendorong dan menginspirasi siswa untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri; 3) mendiagnosis/ mencari tau kesulitan belajar siswa sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya; 4) melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain. Kriteria Pertanyaan yang baik yaitu 1) singkat dan jelas, 2) menginspirasi jawaban, 3) memiliki fokus, 3) bersifat problem atau divergen, 4) bersifat validatif atau penguatan, 5) memberi kesempatan siswa untuk berpikir ulang, 6) merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif, 7) merangsang proses interaksi. Pada langkah ini kelas dikondisikan aktif untuk berdiskusi mengenai tema yang sudah ditentukan. Antara pengajar dan peserta didik terlibat komunikasi verbal yang aktif (kegiatan shooting). Langkah ketiga, menalar. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan dari reasoning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Pada langkah ini pengajar memberikan pancingan kepada 106

7 Gusyanti - Multimedia Saintifik Tematik peserta didik agar melakukan gerak sesuai dengan tema yang direncanakan. Di sini terjadi komunikasi gerak yang terjadi antar peserta didik, pesert didik dengan pengajar, ataupun peserta didik dengan lingkungan sebagai arahan eksplorasi (proses shooting). Langkah keempat, mencoba. Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, siswa harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini yaitu 1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; 2) mengetahui cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; 3) mengetahui dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; 4) melakukan dan mengamati percobaan; 5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; 6). menarik simpulan atas hasil percobaan; dan 7) membuat laporan dan mengomunikasikan hasil percobaan. Pada langkah ini peserta didik aktif melakukan eksplorasi gerak sesuai dengan konsep gerak yang dibuatnya. Berbagai desain estetik tari yang sudah disampaikan dilakukan untuk membuat gerak yang estetik. Semua peserta didik diharapkan dapat melakukan gerak dengan konsep yang sudah dipersiapkan( proses shooting). Langkah kelima jejaring. Jejaring pembelajaran disebut juga pembelajaran kolaboratif yang merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan dengan siswa, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan siswa menimba pengalaman mereka sendiri, berbagi strategi dan informasi, menghormati antarsesama, mendorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka mengambil peran secara terbuka dan bermakna. Pada kelas kolaboratif siswa dapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi informasi, serta mendengar atau membahas sumbangan informasi dari siswa lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul keseragaman di dalam heterogenitas siswa. ( wordpress.com). Pada tahap ini guru sebagai mediator motivator, peserta didik melakukan gerak dan menyusunnya sehingga menjadi karya yang inovatif. Dalam hal ini keluwesan tidak menjadi tujuan utama tetapi bagaimana peserta didik dapat melakukan proses kreatif secara tidak tertekan. Hasil dari pembelajaran ini merupakan produk dari konsep gerak yang dibuat mulai langkah 107

8 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 awal sampai akhir. Kreativitas peserta didik akan sangat beragam tergantung daya kreatif dan motivasi (proses shooting). Metode Pendekatan yang digunakan dalam pembuatan multimedia pembelajaran saintifik seni tari yaitu proses pengembangan produk yang melibatkan partisipasi fungsi inti (Karl T.Urlich, Steven D. Eppinger, 2001: 15). Beberapa fungsi inti maksudnya beberapa langkah dalam pembuatan produk memegang peran yang sangat penting dan tidak boleh ada yang ditinggalkan. Bahkan langkah demi langkah harus dilakukan secara berurutan. Hal ini dilakukan agar kualitas dari produk ini benar-benar terjamin mutunya. Langkah-langkah pembuatan multimedia pembelajaran saintifik seni tari meliputi 5 hal yaitu pertama perencanaan. Kegiatan perencanaan sering dirujuk sebagai zerofase karena fase ini mendahului persetujuan dan proses pengembangan. Pada penelitian ini pembuatan media interaktif harus dengan persetujuan beberapa pihak agar kebermanfaatannya dapat maksimal. Hal ini dilakukan karena dari berbagai hal harus ada kontribusi dari proses perencanaan hingga terselesainya VCD saintifik seni tari tersebut. Kedua, pengembangan konsep. Pada fase ini mengidentifikasi kebutuhan dan mengevaluasi alternatif konsep yang dibutuhkan. Pada penelitian ini proses identifikasi keperluan media dalam pembelajaran seni tari. Dalam hal ini sangat diperlukannya media interaktif sebagai media yang sangat diperlukan untuk membantu pelaksanaan pembelajaran dalam menyampaikan materi tari. Ketiga, perancangan. Pada fase ini mencakup definisi produk, uraian produk menjadi subsistem dan komponen-komponen. Pada fase perancangan pada penelitian ini merancang media saintifik seni tari merupakan media yang dapat digunakan untuk membantu menyampaikan materi seni tari di sekolah dasar. Materi ini merupakan kompetensi yang harus dimiliki guru tari yang semestinya disampaikan kepada peserta didik dengan jelas. Keempat perancangan detail. Pada fase ini mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan identifikasi seluruh komponen. Pada penelitian ini perancangan detail fokus pada perancangan VCD saintifik seni tari merupakan sarana penunjang dalam pembelajaran seni tari. Media yang dapat diputar pada komputer dapat memberikan gambaran jelas mengenai proses gerak dan macam desain gerak tari. Kelima, pengujian dan perbaikan. Pada fase ini melibatkan konstruksi dan evaluasi. Diperlukan pembuatan prototype untuk mengetahui atau menjawab mengenai kinerja dan kendala yang ada selama proses yang sesungguhnya. Harapannya dengan langkah ini prosedur penggunaan media ini akan terkontrol mengenai kekurangan dan mungkin kesulitan yang dialami dalam penggunaannya. Materi seni tari dapat dilihat secara rinci dan jelas dalam tayangan. Materi tertentu dapat dibuka ulang atau membuka materi gerak tertentu yang dirasa butuh pemahaman. Keenam, produksi 108

9 Gusyanti - Multimedia Saintifik Tematik awal. Pada fase ini pembuatan produk yang sesungguhnya dilaksanakan dengan penuh pertimbangan dan berusaha mengeliminir kemungkinan-kemungkinan kesalahan yang terjadi. Keseluruhan penelitian ini merupakan pembuatan media audio visual saintifik seni tari dengan langkah-langkah yang terorganisasi, mulai dari pemilihan peraga, proses pelatihan gerak, penentuan tema, analisis, pengurutan gerak, sampai pembuatan produk multimedia terwujud. Dengan langkah yang sudah teruji tersebut serta sudah direvisi, maka produksi media yang secara fix dapat dilakukan. Berdasarkan data yang didapat dari angket dan investigasi guru-guru pengampu pendidikan seni tari di SD Kanisius Yogyakarta dan siswa kelas V, maka multimedia saintifik seni tari dapat membantu tugas guru. Bahkan guru yang tidak memiliki latar belakang keilmuan seni tari dapat terbantu dengan adanya media multimedia saintifik seni tari seperti ini. Hasil Pembelajaran seni tari dengan konsep kurikulum 2013 di sekolah dasar membutuhkan media yang representatif. Multimedia pembelajaran seni tari yang representatif masih sangat kurang. Multimedia pembelajaran seni tari tema indahnya kebersamaan secara saintifik sangat dibutuhkan pengajar, guna mempermudah penyampaian materi. Dihasilkannya multmedia saintifik sebagai suplemen pembelajaran seni tari di sekolah dasar sesuai dengan konsep kurikulum 2013 menjadi harapan banyak guru guna menunjang kinerjanya mengajar pembelajaran seni tari. Media pembelajaran yang representatif sangat menentukan ketercapaian tujuan pembelajaran. Penerapan multimedia saintifik seni tari memberikan kontribusi terhadap pembelajaran Seni Tari. Media ini dapat dimanfaatkan oleh guru sekolah dasar yang notabene bukan guru yang memiliki kompetensi latar belakang seni. Namun dengan media multimedia seperti ini dapat dimanfaatkan oleh semua guru sekolah dasar. Simpulan Penelitian pengembangan media pembelajaran saintifik dihasilkan produk media yang inovatif untuk membantu tugas guru dalam menyampaikan pembelajaran. Pembelajaran seni tari dengan konsep kurikulum 2013 di sekolah dasar membutuhkan media yang representatif. Multimedia saintifik sebagai suplemen pembelajaran seni tari di sekolah dasar sesuai dengan konsep kurikulum Multimedia saintifik seni tari dengan tema indahnya kebersamaan merupakan media yang sangat efektif untuk memberikan apresiasi terhadap ragam budaya nusantara, yang akhirnya dapat dibuat ragam gerak tari sederhana berdasarkan ragam budaya tersebut. 109

10 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Daftar Rujukan Agung, Suryahadi Pengembangan Seni. Yogyakarta: PPPPTK Seni dan Budaya. Briggs, Leslie J Handbooks of Procedures for the Design of Instruction. Pitsburg; American Institute of Reseach. de Porter, Bobby dan Mark Readon dan Sarah Singer-Nourie Quantum Theaching: Mempraktekan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa. Soedarso,Sp Trilogi Seni, Penciptaan, Eksistensi dan Kegunaan Seni. Yogyakarta: ISI. Urlich, Karl T, Steven D. Eppinger (Messachussetts Institute of Technology) Perancangan Pengembangan Produk. Jakarta: Salemba Teknika. Wardhana, RM Wisnoe Pendidikan Seni Tari. Jakarta. Departemen pendidikan dan Kebudayaan. Yusufhadi, Miarso Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakart: Kencana. Gay, L.R Educational Evaluation and Measurement: Competencies for Analysis and Application. Second edition. New York: Macmillan Publishing Company. http// Estetika dalam koreografi/artikel kesenian. 8:10. Robby Hidayat http//kesenian-artikel/ kesenian dalam koreografi.8:20/ ahmadsudrajat.file.wordpress download-permendikbudno html. Diakses tanggal 15 Desember permendikbud-tentang-kurikulumtahun Diakses tanggal 15 Desember2015 Munandar, Utami Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : Reneka Cipta. Purwanto, Ngalim Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 110

11 PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Legiman LPMP D.I. Yogyakarta Abstrak: Pendidikan dan Pelatihan (diklat) merupakan kegiatan pembelajaran dimana terjadi interaksi antara peserta diklat dengan widyaiswara/pelatih. Dalam pendidikan dan pelatihan peserta didik adalah orang dewasa yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman. Agar materi diklat yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh peserta diklat, widyaiswara harus dapat memilih strategi, metode, dan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam diklat yaitu model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta diklat untuk belajar. Penggunaan pembelajaran berbasis masalah mengarahkan peserta diklat bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata. Kata kunci: model pembelajaran, masalah, diklat. Pendahuluan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) merupakan salah satu cara pengembangan pengetahuan dan keterampilan pegawai. Dengan adanya diklat diharapkan pegawai mempunyai kompetensi yang memadai untuk melaksanakan tugasnya atau memenuhi syarat untuk menduduki jabatan tertentu yang diberikan. Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk memberikan tambahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang benar-benar dapat diaplikasikan di lingkungan kerja peserta diklat. Tujuan diklat tersebut dapat tercapai apabila pelaksanaan diklat dikelola dengan baik, terutama dalam kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh dua pihak yang keduanya berperan sebagai subyek, yaitu siswa/peserta diklat sebagai pembelajar dan guru/dosen/widyaiswara sebagai pengajar. Pembelajar melakukan kegiatan belajar, sedangkan pengajar melakukan kegiatan mengajar. Kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik apabila terjadi interaktif antara pembelajar dan pengajar, atau dapat dikatakan proses yang terjadi berjalan secara dua arah. Pembelajaran dalam pendidikan dan pelatihan melibatkan orang dewasa yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman, sehingga pembelajaran yang diberikan harus dapat mengakomodir pengetahuan dan pengalaman peserta tersebut. Berdasarkan pendapat tersebut, aktifitas peserta diklat dalam pembelajaran 111

12 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 mutlak diperlukan. Dalam membentuk pembelajaran yang aktif, kemampuan widyaiswara dalam merencanakan suatu kegiatan pembelajaran sangat menentukan. Widyaiswara yang mampu memilih metode atau model pembelajaran yang sesuai dengan peserta maupun materi diklat akan menjamin berlangsungnya pembelajaran yang aktif. Di samping itu, dalam menyampaikan materi pembelajaran, widyaiswara dituntut untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa dan menjalin interaksi yang baik dengan peserta diklat. Kenyataan yang yang terjadi selama ini masih banyak widyaiswara yang belum memilih model pembelajaran dengan tepat, hanya menggunakan metode ceramah dalam melaksanakan pembelajaran, dan masih menganggap peserta diklat sebagai obyek penerima informasi. Hal ini menyebabkan peserta diklat kurang antusias dan tidak mempunyai motivasi dalam mengikuti pembelajaran, sehingga hasil belajar peserta diklat tidak sesuai dengan yang diharapkan. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, widyaiswara perlu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dalam diklat atau pembelajaran orang dewasa. Salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran untuk menyelesaian permasalahan tersebut yaitu model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Base Learning (PBL). Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong peserta didik untuk mencari dan memecahkan suatu masalah/persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah peserta diklat dilatih untuk memecahkan suatu masalah yang nyata atau kontektual, sehingga akan merasakan hasilnya secara langsung. Permasalahan Permasalahan yang menjadi fokus dalam pengkajian ini yaitu 1) Apa hakikat pendidikan dan pelatihan (diklat)?; 2) Bagaimana pembelajaran untuk orang dewasa?; dan 3) Bagaimana model pembelajaran berbasis masalah dalam diklat? Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pendidikan dan pelatihan merupakan dua terminologi yang hampir sama baik dari makna maupun pelaksanaannya. Namun secara ruang lingkup, karakteristik, dan tujuan pelaksanaannya dapat dibedakan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dimaksud dengan diklat yaitu proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan PNS. Dalam peraturan ini sasaran diklat yaitu terwujudnya PNS yang mempunyai kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Dalam Peraturam Pemerintah Nomor 101 Tahun 2001 membagi diklat menjadi dua jenis diklat, yaitu diklat prajabatan dan diklat dalam jabatan. Diklat prajabatan yaitu diklat yang diselenggarakan untuk membentuk 112

13 Legiman - Penggunaan Model Pembelajaran PNS yang profesional yaitu PNS yang karakternya dibentuk oleh nilai-nilai dasar profesi PNS, sikap dan perilaku disiplin PNS, dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dalam kesatuan negara Republik Indonesia sehingga mampu melaksanakan tugas dan perannya secara professional sebagai pelayan masyarakat. Diklat prajabatan ini merupakan persyaratan CPNS menjadi PNS. Diklat dalam jabatan terdiri dari 3 jenis diklat yaitu diklat kepemimpinan, diklat fungsional, dan diklat teknis. Diklat kepemimpinan dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural. Diklat fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masing-masing. Sedangkan diklat teknis dilaksanakan untuk mencapai kompetensi teknis yang diperlukan untuk melaksanakan tugas PNS. Menurut Oemar Hamalik (1999:2), pendidikan diartikan sebagai bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian utama. Pengertian tersebut dapat pula diartikan sebagai usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk mendorong, membantu serta membimbing seseorang dalam mengembangkan segala potensinya dan kualitas yang satu ke kualitas yang lebih tinggi. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan atau proses untuk membentuk sikap dan perilaku peserta didik sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan potensi dirinya sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan pendidikan diharapkan peserta didik memiliki kemampuan untuk menjalankan pekerjaan dan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya. Menurut Peratutan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, pendidikan pengajaran dan pelatihan (dikjartih) adalah proses belajar mengajar dalam diklat baik secara klasikal dan/atau non klasikal. Sedangkan menurut Kamil (2007:3), pelatihan merupakan terjemahan dari kata training dalam bahasa Inggris. Arti kata training adalah 1) memberi pelajaran dan praktik, 2) menjadikan berkembang dalam arah yang dikehendaki, 3) persiapan, dan 4) praktik. Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2004:226), pelatihan adalah proses sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk melaksanakan pekerjaan 113

14 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya. Dari berbagai pengertian di atas dapat dikatakan bahwa diklat merupakan kegiatan pembelajaran bagi orang dewasa atau pegawai yang bertujuan untuk membekali pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau perilaku sehingga mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional sebagai pelayan masyarakat. Pembelajaran Orang Dewasa (Androgogi) Belajar merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting dalam usahanya untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Teknologi dan ilmu pengetahuan selalu berkembang dan saat ini perkembangannya sangat pesat, sehingga menimbulkan berbagai perubahan pada segala aspek kehidupan manusia. Tanpa belajar manusia akan mengalami kesulitan dalam mengadapi dan menyesuaikan diri dari perubahan perubahan tersebut. Dengan demikian belajar merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia sejak lahir hingga akhir hayat. Belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada dirinya sendiri, baik dalam bentuk keterampilan, pengetahuan, maupun sikap. Dalam belajar terjadi proses interaksi antara orang yang melakukan kegiatan belajar, yaitu warga belajar dengan sumber belajar. Menurut Oemar Hamalik (2001:37), Belajar (learning) merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku dalam hal ini yaitu perubahan tingkah laku yang dapat diamati, dapat diukur dan bersifat spesifik. Perubahan tingkah laku itu berlangsung dalam suatu proses, yakni dalam urutan usaha yang membutuhkan waktu tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pengalaman yaitu pengalaman yang direncanakan, dilaksanakan dan dibimbing. Pada dasarnya setiap pengalaman merupakan berkat interaksi antara individu dengan lingkungannya. Sedangkan latihan adalah prosedur yang ditempuh, yakni suatu proses pengulangan secara sistematik dan berencana guna mencapai tujuan tertentu. Menurut W. H. Burton, 1984 dalam Moh. Uzer Usman danlilis Setiawan (1993:4): Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang (Nana Sudjana, 1996: 5). Seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan maupun dalam sikap. Dari beberapa pengertian belajar diatas dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses interaksi yang 114

15 Legiman - Penggunaan Model Pembelajaran dilakukan oleh seseorang dengan orang lain dan/atau lingkungannya sehingga dapat meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, keterampilan dan sikap yang disertai dengan perubahan tingkah laku. Dengan belajar orang akan menemukan hal-hal baru atau menemukan solusi permasalahan yang dihadapi. Proses belajar orang dewasa berbeda dengan proses belajar bagi anak-anak. Belajar bagi anak-anak bersifat untuk mengumpulkan pengetahuan sebanyakbanyaknya. Sedangkan bagi orang dewasa lebih menekankan untuk apa ia belajar. Konsep diri pada seorang anak yaitu bahwa dirinya tergantung pada orang lain. Ketika ia beranjak menuju dewasa, ketergantungan kepada orang lain mulai berkurang dan ia merasa dapat mengambil keputusan sendiri. Selanjutnya sebagai orang dewasa, ia memandang dirinya sudah mampu sepenuhnya mengatur diri sendiri. Orang dewasa menghendaki kemandirian dan tidak mau diperlakukan seperti anak-anak, misalnya ia diberi ceramah oleh orang lain tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Apabila orang dewasa dibawa pada situasi belajar yang memperlakukan dirinya dengan penuh penghargaan, maka ia akan melakukan proses belajar dengan penuh penghargaan pula. Ia akan melakukan proses belajar dengan pelibatan dirinya secara mendalam. Situasi tersebut menunjukkan orang dewasa mempunyai kemauan sendiri untuk belajar. Perbedaan belajar anak-anak dengan orang dewasa, disebabkan perbedaan kematangan psikologis. Orang dewasa memiliki kematangan yang lebih dibandingkan dengan anak-anak. Perbedaan psikologis ini dapat diamati dari sikap dan perilaku dalam berpendapat, berbicara, menyelesaikan tugas, dan mengambil keputusan (Sugema, 2006). Dalam pembelajaran orang dewasa diasumsikan bahwa widyaiswara atau penatar itu tidak dapat mengajar dalam arti membuat seseorang belajar, tetapi hanya dapat membantu orang lain untuk belajar, sehingga widyaiswara atau penatar harus memperhatikan beberapa hal yang terkait dengan kondisi orang dewasa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu 1) Terciptanya proses belajar merupakan suatu proses pengalaman yang ingin diwujudkan oleh setiap orang dewasa. Dalam hal ini pembelajaran orang dewasa harus dapat memotivasi untuk mencari pengalaman atau pengetahuan yang lebih tinggi; 2) Orang dewasa dapat belajar secara efektif bila setiap individu mampu menemukan makna pribadi bagi dirinya dan memandang makna yang baik itu berhubungan dengan keperluannya; 3) Kadang-kadang pembelajaran orang dewasa kurang kondusif, hal ini disebabkan karena belajar hanya diorientasikan pada perubahan tingkah laku, sedangkan perubahan perilaku saja tidak cukup kalau perubahan itu tidak mampu menghargai budaya bangsa, di samping metode berfikir tradisional yang sukar berubah; 4) Setiap individu orang dewasa memiliki kiat dan strategi sendiri untuk mempelajari dan menemukan pemecahan masalah yang 115

16 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 dihadapi dalam pembelajaran tersebut; 5) Faktor pengalaman masa lampau sangat berpengaruh pada setiap tindakan yang akan dilakukan, sehingga pengalaman yang baik perlu digali dan ditumbuhkembangkan ke arah yang lebih bermanfaat; 6) Belajar adalah suatu transformasi ilmu pengetahuan dan juga merupakan proses pengembangan intelektualitas seseorang. Pemaksimalan hasil belajar dapat dicapai apabila setiap individu dapat memperluas jangkauan pola berpikirnya. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Pembelajaran Berbasis Masalah adalah model pembelajaran yang dirancang agar peserta pendidikan mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan seharihari. Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontektual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahannya oleh peserta didik (Kemdikbud, 2013). Model Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menyajikan kepada peserta diklat masalah-masalah otentik dan bermakna yang mendorong mereka untuk menemukan solusi pemecahan masalah dengan menggunakan metode ilmiah terkait konsep yang dipelajari. Landasan teoritik bertumpu pada psikologi kognitif dan pandangan konstruktivis. Tujuan hasil belajar bukan untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya tetapi mengembangkan kemampuan berpikir dan keterampilan intelektual. Pembelajaran berbasis masalah dilakukan dalam lima fase, meliputi 1) orientasi peserta kepada masalah; 2) mengorganisasikan peserta untuk belajar; 3) membimbing penyelidikan individu maupun kelompok; 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; 5) menganalisis dan mengevaluasi. Penggunaan model pembelajaran berbasis masalah ini mengkondisikan peserta didik bekerja secara kelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan digunakan untuk mengikat peserta didik akan rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Ada lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) yaitu: 1) Permasalahan sebagai kajian, 2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman, 3) Permasalahan sebagai contoh, 4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses, 5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik. 116

17 Legiman - Penggunaan Model Pembelajaran Peran widyaiswara dalam PBM yaitu sebagai pelatih, sedangkan peserta diklat akan berperan sebagai pemecah masalah atau pemberi solusi atas masalah yang menjadi fokus pembelajaran, sedang masalah yang diambil harus berperan sebagai tantangan awal dan motivasi untuk belajar. Peran widyaiswara, peserta diklat, dan masalah dalam PBM dapat dilihat pada Tabel 1. Pembelajaran berbasis masalah ini bertujuan untuk membentuk keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, sehingga dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Penggunaan model pembelajaran ini sebagai pemodelan peranan seseorang dalam mengatasi masalah nyata. Dalam pembelajaran berbasis masalah peserta diklat harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan widyaiswara. Penerapan PBL dalam diklat dirasa sangat sesuai dengan karakteristik orang dewasa, dimana orang dewasa cenderung merasa tertantang untuk belajar apabila apa yang dipelajari dapat bermanfaat terutama bagi dirinya, orang dewasa sudah mempunyai pengetahuan dan pengalaman. PBM memberikan keluasan bagi peserta untuk menentukan masalah sekaligus memberikan solusi dalam mengatasi masalah tersebut. Dalam pembelajaran berbasis masalah, masalah yang diambil harus benar-benar masalah nyata yang terjadi di lingkungan. Selain itu masalah yang diambil merupakan masalah yang baru. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna bagi peserta diklat. Langkah-langkah atau tahaptahap PBM dalam diklat terdiri dari lima tahap. Tahap pertama, orientasi peserta diklat kepada masalah. Dalam tahap 1 ini widyaiswara/pelatih melaksanakan kegiatan yaitu memberikan penjelasan tujuan pembelajaran, menjelaskan kebutuhan yang diperlukan dan memotivasi peserta diklat terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Sedangkan peserta diklat melakukan kegiatan berupa menginventarisasi dan mempersiapkan kebutuhan yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini peserta diklat berada dalam kelompok yang telah ditetapkan. Kedua, mengorganisasi peserta diklat untuk 117

18 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 belajar. Kegiatan widyaiswara/pelatih yang dilakukan yaitu membantu peserta diklat mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Sedangkan kegiatan peserta diklat yaitu membatasi permasalahannya yang akan dikaji. Masalah yang dipilih merupakan masalah yang otentik, dan terjadi di lingkungan/masyarakat saat ini. Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Kegiatan yang dilakukan widyaiswara/pelatih yaitu mendorong peserta diklat untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Sedangkan kegiatan peserta diklat yaitu melakukan inkuiri, investigasi, dan bertanya untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Tahap keempat mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Dalam hal ini widyaiswara/ pelatih membantu peserta diklat dalam merencanakan dan menyiapkan laporan serta membantu siswa untuk berbagai tugas dalam kelompoknya. Kegiatan peserta diklat menyusun laporan dalam kelompok dan menyajikannya dan berdiskusi dalam kelas. Tahap kelima menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tahap kelima ini merupakan tahap terakhir dalam PBM. Dalam tahap ini widyaiswara/ pelatih membantu peserta diklat untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan, sedangkan peserta diklat mengikuti tes/evaluasi dan menyerahkan tugas-tugas sebagai bahan evaluasi proses belajar. Melihat tahapan proses pembelajaran dengan model PBM di atas kita dapat memahami bahwa pembelajaran model PBM sangat sesuai dipakai dalam diklat atau pendidikan orang dewasa. Dalam hal ini peserta diklat diberi kesempatan untuk menginventaris dan mempersiapkan kebutuhan yang diperlukan secara kelompok. Peserta dapat berdiskusi dengan teman atau anggota kelompok membicarakan kebutuhan dalam kegiatan pembelajaran yang akan diikuti. Di samping itu, dengan adanya penjelasan tujuan dan motivasi dari widyaiswara/pelatih, peserta akan lebih bersemangat dan dapat menyiapkan diri dalam pembelajaran dengan lebih baik. Pembelajaran berbasis masalah memberi pengalaman peserta diklat untuk menentukan masalah sendiri, sesuai dengan permasalahan nyata yang dihadapi dan terjadi di lingkungan/ masyarakat saat ini. Karena permasalahan yang diambil merupakan permasalahan yang dipilih sendiri oleh peserta diklat dan bersifat otentik, maka peserta akan dengan senang hati melakukan kegiatan inkuiri, investigasi, dan bertanya. Sebagai pertanggungjawaban kegiatan peserta diklat diharapkan menyusun laporan baik secara terlulis dan lisan dalam bentuk presentasi dan diskusi. Dalam kegiatan pelaporan dan presentasi ini diharapkan terjadi tukar pendapat untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang lebih baik. Di samping itu dengan adanya presentasi dan diskusi dapat menciptakan sikap dan perilaku saling menghargai. Untuk mengetahui keberhasilan 118

19 Legiman - Penggunaan Model Pembelajaran kegiatan pembelajaran, dilakukan evaluasi dan peserta dimohon mengumpulkan tugastugas yang diberikan. Keunggulan Model PBM Penerapan model PBM dalam diklat menunjukkan bahwa orang dewasa atau peserta diklat ditempatkan dan dihargai sebagai orang yang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan sehingga dapat memecahan masalah sendiri. Kondisi yang demikian menjadikan peserta diklat dapat nyaman dan menikmati kegiatan diklat yang diikuti. Di samping itu peserta diklat merasa diklat yang diikuti benarbenar bermanfaat dan bermakna untuk menunjang keberhasilan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk mendukung proses pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah, widyaiswara perlu memilih materi yang memiliki permasalahan. Materi tidak hanya terdapat pada buku-buku teks tetapi dapat mengambil dari sumber-sumber dari lingkungan seperti peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Melihat tahapan atau langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah, diharapkan pembelajaran dapat diterima oleh peserta diklat dengan baik, dan merasa diperlakukan sebagai teman sejawat yang mempunyai kebebasan berdiskusi dalam pembelajaran. PBL memiliki beberapa manfaat dan keunggulan dibanding model pembelajaran yang lain. Manfaat pembelajaran berbasis masalah yaitu 1) Menjadi lebih mudah ingat terhadap materi yang dipelajari. Hal ini terjadi karena pembelajaran berbasis masalah mengambil masalah yang terkait dengan materi secara kontektual, masalah diambil dari permasalahan nyata yang ada dilingkungan dan kegiatan pembelajaran menuntun peserta untuk mengajukan pertanyaan dan melakukan penyelidikan. Dengan demikian peserta akan selalu ingat apa yang dipelajarai atau dilakukan dalam pembelajaran; 2) Pembelajaran berbasis masalah mengambil permasalahan yang terjadi di lingkungan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian peserta diklat merasakan manfaatnya secara langsung dari kegiatan yang dilakukan dan akan meningkatkan fokus pengetahuan yang relevan; 3) PBL mendorong peserta diklat untuk mempertanyakan, mengkritisi, dan mereflesikan pembelajaran yang diikuti, sehingga dapat menjadikan peserta diklat untuk berfikir; 4) PBL dikerjakan dalam bentuk kelompok, maka pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik dapat membangun kerja tim, kepemimpinan, dan kerja social; 5) dengan struktur masalah yang agak mengambang dan merumuskannya serta dengan tuntutan mencari sendiri pengetahuan yang relevan, PBL dapat membangun kecakapan belajar peserta diklat dengan baik; dan 6) dengan PBL terdapat peluang untuk membangkitkan minat dalam diri peserta diklat, karena masalah disesuaikan dengan konteks pekerjaan yang dilakukan. Hal ini menjadikan peserta diklat tertantang dan termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Keunggulan PBL dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran yang ingin 119

20 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 memecahkan atau memberi solusi terhadap permasalahan yang ada. Keunggulan PBL tersebut antara lain 1) pemecahan masalah merupakan teknik yang baik untuk memahami isi bacaan; 2) menantang kemampuan peserta diklat untuk menemukan penngetahuan baru; 3) meningkatkan aktivitas pembelajaran; 4) membantu peserta diklat mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah; 5) membantu mengembangkan pengetahuan dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan; 6) memperlihatkan kepada peserta bahwa setiap materi diklat, pada dasarnya merupakan cara berfikir dan sesuatu yang harus dimengerti; 7) lebih menyenangkan dan disukai peserta diklat; 8) dapat mengembangkan kemampuan peserta diklat untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru; 9) memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata; 10) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir Dengan melihat manfaat dan keunggulan pembelajaran berbasis masalah di atas, maka pembelajaran berbasis masalah sangat sesuai diterapkan dalam kegiatan diklat untuk materi diklat yang berkaitan dengan kebutuhan, pekerjaan, dan masalah terbaru di masyarakat. Kelemahan Model PBM Setiap model pembelajaran memiliki sisi unggul dan sisi lemahnya, tidak ada model pembelajaran yang sempurna untuk semua materi dan kondisi peserta diklat. Begitu pula dengan model pembelajaran berbasis masalah dengan keunggulannya namun masih punya beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan model pembelajaran berbasis masalah tersebut adalah: 1) ketika peserta diklat tidak memiliki minat dan keyakinan bahwa masalah yang diambil merupakan masalah yang sulit dan penting untuk segera diselesaikan, maka peserta diklat akan enggan untuk mencoba; 2) pembelajaran berbasis masalah memerlukan waktu persiapan yang cukup lama; 3) tanpa pemahaman mengapa peserta diklat berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari. Simpulan Diklat merupakan kegiatan pembelajaran bagi orang dewasa atau pegawai yang bertujuan untuk membekali pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau perilaku sehingga mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional sebagai pelayan masyarakat. Orang dewasa memandang dirinya sudah mampu mengatur diri sendiri, sudah mempunyai banyak pengalaman dan ilmu pengetahuan. Dalam diklat widyaiswara/pelatih perlu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dan dapat diterima orang dewasa. Salah satu Model pembelajaran yang dapat digunakan dalam diklat yaitu model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). 120

21 Legiman - Penggunaan Model Pembelajaran Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong peserta diklat untuk mencari dan memecahkan suatu masalah/persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah peserta diklat dilatih untuk dapat menemukan suatu masalah sekaligus menemukan alternatif solusi pemecahannya. Masalah yang dijadikan fokus dalam pembelajaran merupakan masalah nyata atau kontektual, sehingga peserta diklat dapat merasakan hasilnya secara langsung. Langkah-langkah dalam pembelajaran PBM yaitu 1) orientasi peserta diklat pada masalah; 2) mengorganisasikan peserta diklat untuk belajar; 3) membimbing penyelidikan; 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan 5) menganalisis dan menevaluasi proses pemecahan masalah. Rosdakarya. Hamalik, Oemar Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara. Hamalik, Oemar Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Rivai, Veithxzal Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: dari Teori dan Praktek. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Daftar Rujukan Sugema, Bambang dan Sugiyanti S Psikologi Belajar Orang Dewasa. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. com/2013/02/25/pengertianefektivitas-pembelajaran, diunduh hari Selasa, 10 September 2016 Pukul Kamil, Mustofa, Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta. Kemdikbud Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP/ MTs-IPA. Jakarta: BPSDMPK dan PMP Kemdikbud. Legiman Pembelajaran Orang Dewasa. php/ artikel dan karyailmiah. Usman, Moh. Uzer dan Lilis Setiawati Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja 121

22 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 OPTIMALISASI SUPERVISI AKADEMIK MELALUI PEER OBSERVATION Reni Herawati Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga D.I. Yogyakarta Abstrak: Penelitian tindakan sekolah ini bertujuan mengoptimalkan supervisi akademik berbasis evaluasi diri guru secara kolaboratif yang dilakukan melalui peer observation. Indikator keberhasilan ditentukan oleh tingkat keprofesian guru dalam melaksanakan peer observation dilihat dari dua dimensi yaitu persepsi guru dan keprofesian guru. Hasil penelitian menunjukkan bukti bahwa peer observation memberikan hasil positif yaitu perbaikan persepsi guru pada supervisi. Implementasi peer observation juga memberikan perbaikan pada keprofesian guru dalam melaksanakan peer observation diukur dari empat indikator: 1) aspek paham bagaimana melakukan mengalami kenaikan sebesar 33,3%; 2) aspek dapat melakukan sebesar 58,1%; 3) aspek mau melakukan memberi konstribusi sebesar 36,1%; 4); dan aspek mau mengembangkan meningkat sebesar 50%. Hasi penelitian menunjukkan bahwa peer observation memberikan hasil positif untuk mengoptimalkan supervisi akademik. Kata Kunci: supervisi akademik, evaluasi diri guru, peer observation Pendahuluan Quality control untuk mengawasi jalannya proses pendidikan merupakan hal yang hakiki sehingga pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang berisi standar kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah/madrasah. Salah satu dari enam kompetensi yang dimiliki dan dikuasai pengawas sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya yaitu kompetensi supervisi akademik. Supervisi akademik dapat dilakukan secara kelompok atau individual. Teknik individual yang paling sering dilakukan oleh pengawas yaitu observasi kelas. Namun dalam observasi kelas muncul permasalahan yaitu banyak guru yang memberikan reaksi negatif ketika pengawas melakukan observasi di kelas. Observasi sering diidentifikasikan sebagai penilaian, akibatnya guru merasa tidak nyaman. Hal ini diungkapkan William (2009:86) yaitu: Some of the problem of traditional classroom observations: The teacher did not like it. It was threatening, frightening, and regarded as an ordeal. It was prescriptive. The checklist focused on too much at once. The teachers had no responsibility for the assessment. It was observer-centered. Kutipan tersebut menggambarkan bahwa banyak masalah dalam observasi kelas. Observasi kelas yang bersifat tradisional 122

23 Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik mengakibatkan guru tidak menyukainya. Observasi membuat guru merasa terancam, takut, dan bahkan tersiksa. Observasi juga bersifat menentukan. Instrumen checklist memfokuskan pada banyak aspek dalam waktu yang sama. Guru tidak memiliki tanggung jawab penilaian karena observasi berpusat pada observer. Ungkapan William (2009) tersebut juga terjadi di sekolah-sekolah di wilayah kota Yogyakarta pada tahun 2014/2015 diantaranya di SMA Negeri 10, SMA Muhammadiyah 6, dan SMA Sultan Agung Yogyakarta. Menurut hasil penjaringan opini yang dilakukan pada awal bulan Februari 2015 diperoleh hasil persepsi guru tentang supervisi yang dialami sebelumnya belum optimal karena 1) guru merasa kurang nyaman disupervisi oleh pengawas; 2) supervisi pembelajaran kurang memberikan kebebasan guru untuk menentukan langkah-langkah dalam perbaikan pembelajaran; 3) guru masih merasa sebagai objek supervisi sehingga belum memiliki kemauan untuk memanfaatkan hasil supervisi; 4) guru belum dilibatkan dalam melakukan perencanaan supervisi; 5) analisis dilakukan tanpa melibatkan guru; 6) guru belum terbuka dan kurang termotivasi dalam menghadapi supervisi. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pendampingan pengawas pada kepala sekolah terkait supervisi akademik yang dapat memberikan rasa nyaman bagi guru serta dapat memberdayakan guru dalam menentukan perencanaan dan analisis hasil supervisi, sehingga diharapkan dapat meningkatkan keterbukaan dan motivasi dalam menghadapi supervisi akademik. Oleh karena itu, pengawas perlu melakukan pendampingan supervisi akademik berbasis evaluasi diri guru sebagai tindakan refleksi yang profesional untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang perlu diperbaiki. Evaluasi diri dapat dilakukan oleh guru itu sendiri atau secara kolaboratif bersama dengan kepala sekolah, pengawas, atau teman sejawat. Sebagai tindak lanjut diputuskan melakukan pendampingan pada kepala sekolah dalam pelaksanaan supervisi akademik bagi peningkatkan kualitas pembelajaran dengan menempatkan guru sebagai subjek bukan sebagai objek supervisi. Dengan posisi sebagai subjek guru diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam melakukan perencanaan dan analisis hasil supervisi. Guru perlu diberi motivasi agar mau terbuka dalam menghadapi supervisi akademik. Guru akan bisa memanfaatkan hasil supervisi dengan baik apabila ada keterbukaan, memiliki motivasi, dan merasa dilibatkan dalam kegiatan supervisi. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilaksanakan supervisi akademik dengan memberdayakan guru yaitu dengan evaluasi diri guru (self evaluation). Agar evaluasi diri guru memberikan hasil yang objektif dan detil maka dilakukan evaluasi diri secara kolaboratif yaitu dengan observasi teman sejawat (peer observation) untuk menemukan kekuatan guru yang perlu dipertahankan ataupun kekurangan yang ha- 123

24 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 rus diperbaiki. Evaluasi diri secara kolaboratif melalui peer observation diharapkan bisa memperbaiki kompetensi guru dalam pembelajaran. Evaluasi diri guru (EDG) merupakan salah satu teknik supervisi yang dilakukan dengan memberdayakan guru. Agar evaluasi diri guru memberikan hasil yang objektif dan detil maka dilakukan evaluasi diri secara kolaboratif yaitu dengan observasi teman sejawat (peer observation) untuk menemukan kekuatan guru yang perlu dipertahankan dan kekurangan yang harus diperbaiki. Evaluasi diri secara kolaboratif melalui peer observation diharapkan bisa memperbaiki kompetensi guru dalam pembelajaran. Prinsip peer observation yang dipakai dalam penelitian ini mengacu pada teori J.C. Richard (2000). Teori tersebut memberikan rambu-rambu dalam melakukan observasi teman sejawat yaitu 1) harus mempunyai fokus; 2) observer menggunakan prosedur yang pasti; 3) observer tetap sebagai observer sehingga tidak mengintervensi jalannnya proses belajar-mengajar. Selanjutnya disarankan prosedur observasi teman sejawat diawali dengan mengatur pertemuan sebelum observasi. Sebelum mulai observasi, observer dan guru yang diamati melakukan diskusi tentang kelas, materi, pendekatan mengajar yang digunakan, kondisi siswa, rencana pembelajara dan sebagainya. Selanjutnya dilakukan identifikasi fokus observasi, menentukan prosedur yang digunakan oleh observer, melaksanakan observasi, dan diakhiri dengan melakukan pertemuan setelah observasi. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan sekolah (PTS) mengacu pada teori Kemmis and McTaggart (1994) yang dilakukan pada tiga sekolah yaitu SMA Negeri 10 Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 6 Yogyakarta, dan SMA Sultan Agung Yogyakarta sebagai tempat penelitian yang didasarkan pada pertimbangan bahwa supervisi akademik pada tiga sekolah tersebut belum optimal. Oleh karena itu kepala sekolah pada tiga sekolah tersebut memerlukan pembimbingan pengawas dalam melakukan supervisi akademik. Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember Penentuan waktu berdasarkan pertimbangan bahwa pada bulan Agustus, September, Oktober merupakan saatsaat yang efektif untuk melakukan supervisi pembelajaran. Hasil dari supervisi pembelajaran diharapkan dapat berdampak positif pada waktu selanjutnya. Bulan November untuk melaksanakan pengumpulan data dan analisis data, sedangkan bulan Desember dipergunakan untuk menyelesaikan laporan. Untuk memperoleh hasil data dan hasil refleksi yang tajam dan akurat dipergunakan beberapa hasil data yang diperoleh yaitu hasil angket persepsi guru terhadap supervisi, hasil observasi teman sejawat, hasil evaluasi diri guru, hasil wawancara, rekaman video (video recording) pembelajaran, dokumentasi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, dokumentasi, wawancara, dan kuesioner. 124

25 Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik Validasi data dilakukan dengan triangulation method dengan langkah-langkah sebagai berikut 1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; 3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; 4) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Jadi setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi kemudian data hasil dari penelitian digabungkan sehingga saling melengkapi. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara merefleksi hasil observasi terhadap proses pembelajaran reflektif yang dilaksanakan guru. Adapun langkah-langkah analisis data yaitu 1) menyeleksi dan mengelompokkan data sesuai rumusan masalah; 2) mengolah dan mendiskripsikan data agar bermakna dalam bentuk narasi, grafik, maupun tabel; 3) menyimpulkan dalam pernyataan singkat dan bermakna sesuai kriteria/indikator kinerja yang telah ditentukan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan yaitu suatu temuan berupa deskripsi hasil penelitian. Kriteria keberhasilan dari penelitian tindakan ini yaitu pelaksanaan supervisi yang lebih optimal. Supervisi menjadi optimal apabila guru memenuhi indikator peningkatan keprofesian dalam melaksanakan evaluasi diri melalui peer observation. Keberhasilan tindakan dilihat dari 2 dimensi yaitudimensi persepsi guru terhadap supervisi akademik dan dimensi keprofesian guru dalam melaksanakan peer observation. Hasil Penelitian dan Pembahasan Deskripsi Kondisi Awal Kondisi awal pelaksanaan supervisi di sekolah-sekolah binaan di SMA Negeri 10 Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 6 Yogyakarta, dan SMA Sultan Agung Yogyakarta sudah cukup baik namun belum optimal. Menurut hasil penjaringan opini yang dilakukan sebelum penelitian diperoleh hasil persepsi guru tentang supervisi yang dialami sebelumnya sebagaimana dapat dicermati pada Tabel 1. Model supervisi dirasakan oleh guru belum demokratis karena belum melibatkan guru untuk ikut serta dalam menyusun observasi pembelajaran. Terkadang guru yang disupervisi tidak tahu instrumen supervisi yang digunakan oleh supervisor sehingga tidak bisa mempersiapkan dengan lebih baik. Supervisi cenderung dilakukan untuk tujuan pengawasan dan penilaian, namun belum sepenuhnya dilakukanuntuk perbaikan pembelajaran. Tidak semua supervisor mengadakan pertemuan untuk berdiskusi tentang karakteristik kelas dan mata pelajaran sebelum pelaksanaan observasi. Perencanaan supervisi merupakan dominasi supervisor. Selama pelaksanaan supervisi, hampir semua guru merasa 125

26 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 tegang dan tidak nyaman. Setelah selesai supervisi tidak semua supervisor memberikan feedback berdasarkan data observasi yang objektif. Tidak semua memberikan hasil tertulis namun hasil dipakai untuk keperluan supervisor dan dokumen sekolah saja. Deskripsi Siklus I Tahap awal pada siklus I yaitu tahap perencanaan, dilakukan skenario yang dinamakan overview. Agar supervisi akademik berhasil maka dilakukan komunikasi antara pengawas/kepala sekolah dan guru yang efektif agar guru benar-benar menerima supervisi akademik sebagai upaya pembinaan kemampuannya. Dalam upaya ini, pengawas dan kepala sekolah menjelaskan informasi mengenai hakikat dan tujuan supervisi akademik secara efektif. Motivasi juga diberikan kepada guru-guru untuk menghilangkan persepsi negatif tentang supervisi akademik. Selanjutnya guru bersama pengawas dan kepala sekolah melakukan identifikasi permasalahan, penentuan fokus peer observation, penentuan teknik peer observation, penentuan aturan main yang akan dipakai dalam pelaksanaan peer observation, dan penyusunan instrumen peer observation. Hasil identifikasi permasalahan yaitu evaluasi diri guru yang perlu dilakukan secara kolaboratif untuk mendapatkan hasil yang lebih objektif dan bermanfaat bagi perbaikan pembelajaran. 126

27 Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik Fokus peer observation yaitu teacher performance (kinerja guru) dalam pembelajaran, bukan hal yang bersifat pribadi dan tidak menitikberatkan pada administrasi. Hal ini meliputi proses pembelajaran (kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup) dan keterampilan guru yang meliputi keterampilan bertanya (questioning skill), keterampilan memberi penguatan (enforcing skill), keterampilan menjelaskan (explaining skill), keterampilan membimbing siswa (guiding skill), dan penggunaan media. Untuk mengukur aspek-aspek tersebut maka disusun instrumen secara bersama-sama oleh guru didampingi oleh pengawas. Peer observation dilakukan 4(empat) kali terdiri dari 1 kali pada pertemuan pertama siklus I, 1 kali pada pertemuan kedua siklus I, 1 kali pada pertemuan pertama siklus II, dan 1 kali pada pertemuan kedua siklus II. Instumen observasi pembelajaran yang digunakan merupakan instrumen yang disusun bersama oleh observer dan guru yang diobservasi. Penyusunan instrumen didampingi oleh pengawas dan kepala sekolah. Guru yang diobservasi diberikan hak untuk berpartisipasi dalam penyusunan instrumen peer observation agar pelaksanakan supervisi akademik bersifat demokratis dan menghindari sifat otoriter. Selain itu diperlukan suatu aturan main yang berlaku bagi observer maupun guru yang diobservasi untuk kelancaran peer observation. Penyusunan aturan main dilakukan oleh observer dan guru yang diobservasi agar supervisi akademik bersifat demokratis. Pengawas dan kepala sekolah mendampingi dan membantu penyusunan aturan main. Dalam tahap overview ini dilakukan penentuan jadwal peer observation. Kegiatan selanjutnya guru yang akan diobservasi melalukan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Observer menyediakan waktu untuk guru-guru yang akan melakukan konsultasi RPP. Tahap selanjutnya yaitu pelaksanaan dan pengamatan. Sesuai dengan skenario peer observation yang dirancang, tahap ini disebut sebagai tahap observation. Pada tahap ini dilakukan kegiatan inti dari peer observation. Ketika observasi pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan jalannya peer observation bersama kolaborator. Tahap ini dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Gambaran pelaksanaan dan deskripsi pembelajaran sebagai berikut. Pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 21 dan 26 Oktober 2015 di SMA Sultan Agung, 24 Oktober 2015 di SMA Muhammadiyah 6, dan 28 Oktober 2015 di SMA Negeri 10 Yogyakarta. Dalam pelaksanaan tugas peneliti yaitu mendampingi, membimbing, dan mengamati jalannya peer observation. Kepala sekolah memfasilitasi, mengkoordinir, dan memantau jalannya peer observation. Guru observer melakukan pengamatan pembelajaran, sedangkan guru model melakukan pembelajaran. Proses peer observation mengikuti skenario yang sudah disepakati. Sehari sebelum pelaksanaan peer observation guru menyerahkan RPP dan menjelaskan tentang materi dan karakteristik kelas yang akan digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran. 127

28 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Guru juga memberitahu siswa tentang rencana kunjungan guru lain ke kelasnya serta meminta siswa untuk belajar dengan baik namun tetap wajar dan tidak merasa terganggu meskipun ada pemotretan atau rekaman video. Peer observation atau observasi oleh teman sejawat mata pelajaran Sosiologi dilakukan pada hari Rabu, tanggal 21 Oktober 2015 pada kelas XI. Karena tidak terdapat guru pengampu bidang studi yang sama, maka yang bertindak sebagai observer yaitu guru Bahasa Jawa. Observasi diawali dengan penjelasan guru kepada observer tentang materi dan strategi pembelajaran yang akan dipergunakan. Kelas terdiri dari siswa yang memerlukan perhatian. Karena kurang motivasi maka sangat sulit bagi guru untuk mengkondisikan siswa secara psikis untuk mengikuti pembelajaran. Namun, guru memiliki kekuatan dalam keterampilan pedagogi yaitu penyabar dan santun sehingga akhirnya siswa bisa dikondisikan. Penyampaian materi mudah diterima siswa. Guru juga memahami karakteristik siswa. Di SMA Muhammadiyah 6 Yogyakarta pembelajaran Sosiologi berlangsung pada kelas XI IPS yang hanya terdiri dari 8 siswa. Meskipun hanya sedikit siswa, namun kelas cukup sulit dikendalikan, guru belum begitu berhasil mengelola kelas dengan baik. Di SMA Negeri 10 Yogyakarta guru mata pelajaran Bahasa Perancis melakukan pembelajaran dengan sangat baik. Guru mengaku baru pertama kali diobservasi dan sedikit grogi namun hal itu tidak nampak di mata observer. Guru sangat komunikatif dalam pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi. Meskipun tidak menggunakan alat bantu media, namun guru bisa mengaktifkan siswa. Teknik pembimbingan yang dilakukan guru berhasil mendorong siswa untuk belajar dengan antusias. Guru SMA Negeri 10 Yogyakarta dengan mata pelajaran Sosiologi meskipun tergolong guru muda namun dapat melakukan pembelajaran dengan baik. Motivasi dari kepala sekolah dan observer berhasil mendorong guru untuk bersifat terbuka sehingga menghadapi observasi dengan tenang dan baik. Guru tidak menggunakan media namun berhasil mengaktifkan siswa. Siswa berhasil menemukan nilai-nilai sosial dan mengkomunikasikan di depan kelas. Pada pertemuan kedua di SMA Sultan Agung, peer observation atau observasi pembelajaran oleh teman sejawat untuk pembelajaran Bahasa Jawa dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 28 Oktober Observasi dilakukan dengan lancar oleh observer sesuai aturan main yang telah ditetapkan. Pada awal pembelajaran guru mata pelajaran Bahasa Jawa mengawali dengan menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik. Beberapa siswa masih berada di luar kelas sehingga guru dengan baik mengingatkan siswa untuk memasuki kelas. Tidak mudah bagi guru untuk membuat siswa memasuki kelas dengan tepat waktu. Namun berkat kesabaran guru akhirnya semua siswa mau masuk kelas. Guru kemudian mengkondisikan kelas dengan menyuruh siswa memimpin berdoa. Penjelasan akan adanya kehadiran guru lain sebagai observer dilaku- 128

29 Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik kan. Tidak lupa guru menghimbau siswa untuk tetap belajar dengan nyaman tanpa merasa terganggu. Tujuan pembelajaran serta cakupan materi juga disampaikan guru. Guru mendorong siswa fokus pada materi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Beberapa siswa aktif menjawab namun ada juga siswa yang menjawab asal dan di luar konteks. Nampak kesabaran guru yang luar biasa menghadapi siswa-siswa yang tergolong rendah motivasinya. Pada kegiatan inti siswa mulai terlibat aktif dalam pembelajaran. Guru menggunakan permainan scrable dan puzzle yang sangat menarik. Siswa yang semula tidak fokus menjadi terlibat aktif dalam pembelajaran. Guru sangat kreatif dalam melaksanakan pembelajaran. Pemilihan teknik permainan scrable dan puzzle ternyata sangat efektif. Setelah siswa merangkai katakata, mereka kemudian mencoba memaknai arti dari kata-kata tersebut serta menyebutkan pesan moral. Pembelajaran diakhiri secara baik yaitu dengan memberikan tugas dan memberikan informasi tentang mata pelajaran yang akan datang. Peer observation untuk pembelajaran Sosiologi di SMA Sultan Agung berlangsung cukup baik. Siswa hanya berjumlah 8 orang namun cukup sulit dikendalikan. Guru sabar memberikan motivasi dan akhirnya kelas bisa dikelola dengan baik. Penguasaan materi guru sangat bagus namun terkadang lupa blocking ketika menjelaskan. Peer observation untuk pembelajaran Bahasa Perancis di SMA Negeri 10 Yogyakarta pada hari Rabu tanggal 4 November 2015 terlaksana dengan baik. Sebelum mulai pembelajaran guru menyampaikan pada observer Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Guru menjelaskan bahwa pertemuan ini merupakan kelanjutan dari pertemuan pertama dengan tema Se Presenter (se pronominal. er. Etre et avoir) namun guru menggunakan strategi yang berbeda. Guru memilih menggunakan kartu, hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut hasil refleksi pertemuan pertama. Pada pertemuan pertama guru belum menggunakan media sehingga kurang optimal. Pada pertemuan ini guru menggunakan kartu yang bertuliskan subjek dan kata kerja. Pembelajaran diawali dengan salam yang ramah oleh guru. Salah satu siwa dipersilahkan memimpin berdoa menggunakan bahasa Perancis. Setelah kehadiran siswa dicek, dilakukan review pelajaran minggu lalu. Dalam kegiatan inti, kartu dibagikan dan siswa dipersilahkan memperhatikan kartu yang mereka terima dan menanyakan jenis kata serta penggunaannya. Melalui permainan yang menarik, siswa dipersilahkan mencari pasangan kata dan merangkainya. Siswa sangat senang dan dapat fokus pada pembelajaran serta terlibat aktif. Tidak ada siswa yang tidak fokus karena pelajaran menyenangkan. Interaksi guru dan usaha memotivasi siswa sangat baik. Guru melibatkan semua siswa dengan cara berjalan mendekati siswa dan berkomunikasi sesuai dengan yang ditugaskan pada siswa. Pembelajaran dengan memanfaatkan kartu buatan guru sangat efektif. Siswa secara berulang- 129

30 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 ulang menyusun kalimat. Teknik ini membantu siswa memahami dan menerapkan penggunaan subjek dan kata kerja dengan benar. Penampilan guru rapi, menarik, ramah, dan nampak bersemangat/ bergairah dalam melaksanakan pembelajaran. Volume suara guru jelas terdengar oleh semua siswa. Kekurangan yang dilakukan guru yaitu pengaruh dialek sehingga pengucapan kata ill dan elle susah dibedakan. Selain itu guru juga belum mempersilahkan siswa bertanya sampai pada menit yang ke 70 (tujuh puluh). Dari sisi pelaksanan, observasi oleh teman sejawat dilakukan dengan baik dan sesuai dengan prosedur dan aturan yang telah disepakati. Guru sangat terbuka dan siap menghadapi observasi ini. Dampak bagus dari observasi sangat nampak bagi perbaikan pembelajaran. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang lebih baik membuat pembelajaran menarik sehingga siswa senang dan terlibat aktif. Peer observation pada pembelajaran Sosiologi di SMA Negeri 10 Yogyakarta pada hari Rabu, 4 November 2015 berlangsung baik. Diawali dengan memberikan RPP pada guru observer, guru menjelaskan materi yang akan disampaikan dan metode yang akan dipergunakan. Guru mempersilahkan observer menempati kursi yang disediakan di belakang siswa. Materi pembelajaran melanjutkan materi minggu lalu. Guru memulai pembelajaran dengan menyiapkan fisik dan mental siswa. Pelajaran yang terjadwal jam ke 5 dan 6 setelah siswa mengikuti mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan menyebabkan siswa terburu-buru dalam mempersiapkan diri. Kondisi udara sangat panas dan siswa cukup lelah setelah olahraga, namun dengan sabar guru menyiapkan fisik dan mental siswa. Guru mengingatkan siswa untuk disiplin waktu. Pembelajaran diawali dengan apersepsi dan me-review pelajaran sebelumnya, penyampaian tujuan pembelajaran serta cakupan materi yang akan dipelajari. Dijelaskan pula kegiatan yang akan dilakukan yaitu paparan hasil diskusi kelompok tentang norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kegiatan inti diwarnai dengan penayangan video tentang norma dan nilai. Siswa mengamati video dan memaknai nilai dan norma yang terdapat dalam video. Selanjutnya secara berkelompok siswa memaparkan hasil diskusi. Pembelajaran kooperatif dan menarik terjadi. Siswa menampilkan hasil diskusi dengan berbagai strategi mulai dari pemaparan dengan ceramah sampai pada role-playing. Guru memfasilitasi pelaksanaan diskusi, membimbing pelaksanaan diskusi, dan mengambil nilai pengamatan. Dengan rubrik pengamatan yang telah disiapkan sesuai RPP guru menilai. Konfirmasi dilakukan guru menjelang akhir pembelajaran. Guru melakukan penguatan terhadap hasil diskusi siswa agar konsep keilmuannya benar. Pada kegiatan penutup guru menginformasikan tentang materi pembelajaran minggu berikutnya. Observer dengan tekun mengamati jalannya pembelajaran mulai awal hingga berakhirnya pembelajaran dan 130

31 Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik mencatat semua yang diperoleh dalam pengamatan tanpa mengganggu jalannya pembelajaran. Observer juga mendokumentasikan kegiatan dengan kamera foto dan video. Pada tahap akhir siklus I dilakukan refleksi. Pada tahap refleksi ini, analisis dilakukan bersama dengan kolaborator sekaligus memaknai hasil perlakuan tindakan pada Siklus I. Setelah diadakan perlakuan tindakan dengan pendampingan pelaksanaan supervisi berbasis evaluasi diri guru secara kolaboratif melalui peer observation, guru bersama-sama kepala sekolah serta kolaborator melakukan refleksi. Dalam refleksi ditemukan beberapa hal yang menjadi temuan baik sisi positif maupun kekurangan yang perlu diperbaiki. Pada pertemuan pertama semua guru mengakui bahwa mereka belum terbiasa diobservasi bahkan ada yang mengatakan baru pertama kali diobservasi sehingga merasa kurang percaya diri. Namun setelah pembelajaran berjalan, guru dapat melaksanakan pembelajaran sewajarnya. Guru merasa sangat senang dan terbantu sekali dengan adanya teman sejawat yang hadir di dalam kelas karena selama guru kurang mengerti kekurangan-kekurangan yang dimiliki. Guru termotivasi untuk mengundang guru lain mengunjungi kelasnya terutama di kelas yang pengelolaannya sulit. Pada pertemuan pertama observer menemukan kekurangan yang menonjol hampir pada semua guru yaitu penggunaan media. Meskipun demikian observer menemukan pembelajaran berjalan dengan baik dan siswa antusias. Satu guru masih melakukan blocking ketika menulis di papan tulis. Semua guru telah melalui tahapan kegiatan pembelajaran yang benar meliputi pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Keterlibatan guru menyusun instrumen observasi pembelajaran secara bersama-sama pada tahap pelaksanaan sangat membantu guru memahami langkah-langkah pembelajaran yang baik. Guru berhasil melakukan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dengan cukup baik. Guru juga melakukan penutup dengan benar. Pertemuan kedua menunjukkan hasil yang bagus. Guru berusaha memperbaiki pembelajaran berdasarkan hasil observasi pada pertemuan pertama. Semua guru memanfaatkan media pembelajaran yang membantu menciptakan pembelajaran yang efektif misalnya scrabble, kartu kata, dan power point slides.ada beberapa hal yang perlu diperbaiki misalnya keterampilan memberikan penguatan (reinforcement). Belum semua guru memberikan penguatan secara jelas dan efektif. Guru belum menggunakan jenis penguatan yang bervariasi. Selain itu terdapat kekurangan yang dilakukan guru yaitu pengaruh dialek sehingga pengucapan kata ill dan elle susah dibedakan. Guru belum mempersilahkan siswa bertanya sampai menit yang ke 70 (tujuh puluh). Guru akan lebih baik jika mengecek kehadiran siswa sambil berdiri agar ada interaksi seawal mungkin antara guru dan siswa. 131

32 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Deskripi Siklus II Seperti yang dilakukan dalam siklus I, siklus II juga diawali dengan tahap perencanaan. Pada tahap perencanaan, pengawas bersama kepala sekolah sebagai subjek, dan guru sebagai sasaran melakukan overview. Dalam tahap ini,overview dilakukan dengan lebih sederhana karena hal yang mendasar sudah dilakukan pada siklus I. Motivasi diberikan kepada guru-guru untuk melanjutkan peer observation dengan lebih baik. Guru mempersiapkan perencanaan pembelajaran dengan teknik yang berbeda dengan sebelumnya. Hasil identifikasi permasalahan yaitu guru perlu lebih kreatif dalam menggunakan media agar pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan. Hasil refleksi pada siklus 1 dipergunakan sebagai bahan perbaikan. Fokus peer observation tetap seperti pada kesepakatan siklus 1 yaitu teacher performance (kinerja guru) dalam pembelajaran bukan hal yang bersifat pribadi dan tidak menitikberatkan pada administrasi. Hal ini meliputi: proses pembelajaran (kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup) dan keterampilan guru meliputi keterampilan bertanya (questioning skill), keterampilan memberi penguatan (enforcing skill), keterampilan menjelaskan (explaining skill), keterampilan membimbing siswa (guiding skill), dan penggunaan media. Observer menggunakan instrumen pengamatan untuk mengukur aspek-aspek tersebut. Pelaksanaan peer observation siklus 1 dilakukan 1 kali pada pertama dan 1 kali pertemuan kedua. Instrumen observasi pembelajaran yang digunakan yaitu instrumen yang telah disusun bersama oleh observer dan guru yang diobservasi pada siklus 1. Pada siklus ini aturan main yang telah ditetapkan sebelumnya tetap berlaku bagi observer maupun guru yang diobservasi. Tahap selanjutnya yaitu pelaksanaan dan observasi. Tahap ini dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Pembelajaran oleh semua guru pada pertemuan pertama diawali dengan menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. Sebagai tindak lanjut pemanfaatan hasil refleksi siklus sebelumnya, maka guru berusaha menyiapkan peserta didik dengan lebih baik. Kemudian guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari. Namun masih ada satu guru yang lupa menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru telah berhasil dalam memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru sehingga sebagian siswa nampak aktif terlibat dalam pembelajaran. Guru memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif. Guru menfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok. Kegiatan ini memberi kesempatan peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri. Kelemahan yang masih perlu diperbaiki guru adalah dalam penutup. 132

33 Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik Rata-rata guru terkesan terburu-buru dalam tahap penutup sehingga tidak semua bisa memberikan penilaian. Pada pertemuan kedua, semua guru melakukan pembelajaran dengan baik. Kekurangan-kekurangan yang terjadi pada pertemuan-pertemuan sebelumnya telah diperbaiki. Penguasaan materi guru telah meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa indikator yaitu menjelaskan materi pembelajaran dengan percaya diri, menjawab pertanyaan peserta didik dengan tepat, mengajukan pertanyaan kepada peserta didik sesuai dengan materi yang diajarkan, mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Teknik bertanya yang dilakukan guru lebih baik dari sebelumnya. Dalam melakukan penguatan guru melakukan dengan jelas kepada siapa ditujukan, yaitu dengan cara menyebutkan namanya, supaya penguatan jelas dan efektif. Kompetensi penggunaan media telah meningkat. Keterampilan komunikasi guru meningkat sangat signifikan. Penampilan guru lebih rileks dari pertemuan sebelumnya membuat kelas menjadi lebih nyaman. Implementasi supervisi akademik yang dilakukan dengan memberdayakan guru melakukan evaluasi diri kolaboratif melalui peer observation bagi peningkatkan kualitas pembelajaran dilakukan dengan menempatkan guru sebagai subjek bukan sebagai objek supervisi. Dengan posisi sebagai subjek, guru diberi kesempatan berpartisipasi aktif dalam melakukan perencanaan dan analisis hasil supervisi. Guru termotivasi dan mau terbuka dalam menghadapi supervisi akademik. Guru memanfaatkan hasil supervisi dengan baik karena ada keterbukaan, memiliki motivasi, dan merasa dilibatkan dalam kegiatan supervisi. Evaluasi diri guru memberikan hasil yang objektif dan detil karena dilakukan secara kolaboratif yaitu dengan observasi teman sejawat (peer observation) untuk menemukan kekuatan guru yang perlu dipertahankan dan kekurangan yang harus diperbaiki. Evaluasi diri secara kolaboratif melalui peer observation bisa memperbaiki kompetensi guru dalam pembelajaran. Keberhasilan penelitian ini dapat ditunjukkan dalam indikator peningkatan keprofesian dalam melaksanakan evaluasi diri guru melalui peer observation dari 2 dimensi, yaitu 1) dimensi sikap guru terhadap supervisi akademik; 2) dimensi peningkatan keprofesian dalam melakukan peer observation. Pada dimensi sikap guru terhadap supervisi akademik, pandangan umum guru tentang peer observation yaitu bahwa sebagian besar guru memandang supervisi akademik itu penting dan bermanfaat. Sebagian guru tidak lagi memandang supervisi akademik lebih bersifat formalitas dan untuk memenuhi tuntutan regulasi. Pandangan umum guru tentang objektifitas peer observation diketahui bahwa mayoritas guru memandang supervisi sudah dilakukan dengan kriteria yang ilmiah dan objekstif. Supervisor mengevaluasi dan mengukur aktivitas kelas secara objektif karena supervisor mengamati 133

34 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 secara keseluruhan proses pembelajaran. Hasil supervisi juga dianggap oleh 77,78 % guru telah membantu pemecahan masalah pembelajaran. Pandangan umum guru tentang model supervisi memberikan respon dari sebagian besar guru memberikan pemahaman tentang respon positif terhadap supervisi bebasis evaluasi diri kolaboratif melalui peer observation. Guru tidak merasakan supervisi sebagai evaluasi dan inspeksi. Mayoritas guru mengalami supervisi bersifat demokratis sehingga guru tidak merasa tegang. Sedangkan persepsi guru terhadap kontribusi supervisi kolaboratif melalui peer observation terhadap peningkatan keprofesian guru menunjukkan bahwa supervisi bebasis evaluasi diri kolaboratif melalui peer observation ini cukup berhasil dan mencapai tujuan yaitu membantu menyelesaikan masalah pembelajaran, membantu guru menemukan kekurangannya. Bahkan peer observation dirasakan dapat meningkatkan motivasi guru. Persepsi guru tentang proses sebelum peer observation bahwa agar supervisi efektif dan menjadi nilai pedagogis, pertemuan pertama sebelum kunjungan kelas sangat penting untuk memastikan kerjasama, partisipasi, dan kesepemahaman maka semua supervisor memulai kegiatan dengan mengadakan pertemuan awal. Suasana hangat dan ramah tercipta bagi kedua belah pihak membahas isu-isu yang berkaitan dengan kualitas. Persepsi guru tentang proses selama dan sesudah peer observation yaitu mayoritas guru merasa nyaman dalam pelaksanaan peer observation. Semua supervisor memberikan feed-back yang bermanfaat bagi guru. Semua supervisor mengajak guru menganalisis hasil observasi dan memberikan hasil secara tertulis. Bagi guru, peer observation tidak sekedar dilaksanakan untuk memenuhi tuntutan tugas supervisor saja, sehingga memberikan manfaat yang cukup bagi peningkatan keprofesian guru. Pada dimensi peningkatan keprofesian guru, digunakan tolok ukur keberhasilan dengan merujuk pada teori Glickman (2007) yaitu adanya peningkatan keprofesian yang ditandai dengan meningkatnya empat aspek substansi: know how to do, can do, will do, will grow dengan penjelasan sebagai berikut: 1) aspek know how to do berarti guru mengetahui bagaimana mengerjakan tugas-tugasnya dalam melaksanakan peer observation ; 2) aspek can do berarti guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya; 3) selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Dalam penelitian ini aspek will do diukur dengan indikator, yaitu 1) mau mengundang guru lain berkunjung ke kelas; 2) merasa nyaman apabila rekan sejawat berkunjung dan melakukan observasi di kelas; 3) mau meminta saran dan pendapat kepala sekolah, pengawas, dan atau rekan sejawat; 4) akhirnya kepala sekolah dan guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri. Indikator aspek will grow terdiri yaitu memanfaatkan hasil observasi 134

35 Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik bagi perbaikan pembelajaran dan mau menciptakan iklim akademik. Peningkatan keprofesian guru diukur melalui instrumen evaluasi diri guru tentang peer observation dan analisis hasil supervisi yang meliputi analisis kompetensi guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Proses Belajar Mengajar, dan Hasil Belajar Siswa. Adapun hasil instrumen evaluasi diri guru tentang peer observation dapat dilihat Gambar 1. Peer observation memberikan kesempatan bagi guru pemula untuk melihat apa yang dilakukan oleh kolega yang lebih berpengalaman. Sebaliknya guru yang berpengalaman dapat juga mendapatkan keuntungan dari pengalaman observasi karena memberikan kesempatan untuk melihat kolega menyelesaikan masalah pembelajaran. Seorang guru dapat menemukan koleganya memiliki strategi yang efektif yang belum pernah dilakukan observer. Mengamati guru lain juga mendorong refleksi tentang pembelajaran yang dilakukan guru lain. Bagi guru yang diobservasi, observer bisa memberikan pandangan objektif tentang proses pembelajaran dan mengumpulkan informasi-informasi yang tidak bisa dilakukan oleh guru itu sendiri. Bagi guru dan observer peer observation memberikan keuntungan sosial. Kebersamaan antara guru yang jarang dilakukan tercipta melalui peer observation. Kesempatan berinteraksi, diskusi, dan tukar pendapat dapat dilakukan baik. Pemberian feedback oleh observer memungkinkan guru menjadi semakin terbuka dan mau melakukan perubahan dan perkembangan. 135

36 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Sebagian catatan, refleksi guru di atas menunjukkan bahwa guru merasa senang diobservasi dan merasakan manfaat dari feedback yang diberikan oleh observer. Guru menjadi sadar pentingnya sepasang mata di kelas yang bisa membantu melihat proses pembelajaran dengan lebih baik. Peer observation terbukti efektif karena guru seolah dihadapkan pada cermin yang memancarkan gambaran objektif tentang proses pembelajaran. Refleksi yang dilakukan telah memberikan wawasan yang bernilai bagi guru secara individual. Pengamatan dapat memberikan masukan pada guru tentang proses pembelajaran secara detil dan cermat, memberikan gambaran tentang volume suara guru, penampilan, dan partisipasi siswa secara lengkap. Dampak positif peer observation sangat bermanfaat yaitu 1) meningkatkan motivasi dan keterbukaan guru untuk melakukan evaluasi diri sebagai tindakan reflektif; 2) mendorong guru melakukan peningkatan kompetensi dalam pembelajaran; 3) meningkatkan kualitas pembelajaran. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan yaitu implementasi evaluasi diri guru secara kolaboratif melalui peer observation dapat mengoptimalisasi pelaksanaan supervisi akademik di SMA Negeri 10 Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 6 Yogyakarta, dan SMA Sultan Agung Yogyakarta. Implementasi evaluasi diri kolaboratif melalui peer observation menciptakan persepsi positif terhadap supervisi. Dengan implementasi peer observation guru menjadi sadar tentang permasalahan pembelajaran yang dimiliki dan mendapat masukan bagaimana menyelesaikannya. Evaluasi diri kolaboratif melalui peer observation sangat efektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran dan persepsi positif guru terhadap supervisi akademik yang dilakukan melalui peer observation, yaitu 1) guru merasa nyaman saat diobservasi; 2) guru menjadi terdorong untuk menentukan langkah-langkah dalam perbaikan pembelajaran berdasarkan hasil observasi teman sejawat; 3) guru menjadi subjek supervisi dan bukan objek sehingga tumbuh kemauan untuk memanfaatkan hasil supervisi; 4) guru dilibatkan dalam melakukan perencanaan; 5) guru terlibat dalam analisis hasil supervisi; 6) guru menjadi terbuka dan termotivasi dalam menghadapi supervisi; 7) kualitas pembelajaran meningkat; 8) kolegialitas di sekolah terbangun karena peer observation memberikan kesempatan mendapatkan feedback dari kolega. Implementasi peer observation terbukti meningkatkan keprofesian. Peningkatan keprofesian yang diukur dari indikator know how to do, can do, will do, dan will grow dengan hasil yaitu aspek know how to do berarti guru mengetahui bagaimana mengerjakan tugas-tugasnya dalam melaksanakan peer observation yang mengalami peningkatan 33,3%dari 66,7% menjadi 100%. Aspek can do berarti guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya yang mengalami kenaikan sebesar 58,3% dari 33,3% menjadi 91,7%. Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya 136

37 Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik juga mengalami peningkatan sebesar 36,1% dari 59,7% menjadi 95,8%. Akhirnya kepala sekolah dan guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri dengan peningkatan sebesar 50% dari 44,4% menjadi 94.4%. Daftar Rujukan Glickman, C.D., Gordon, S.P., & Gordon, J.M.R Supervision and Instructional Leadership: a Developmental Approach. Seventh Edition. New York: Pearson Education. Kemmis and McTaggart The Action Research Planner. Dekain University. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Richards, J.C. and Charles, L Reflective Teaching in Second Language Classrooms. Cambridge: Cambridge University Press. Williams, K Introducing Management a Development Guide. New York: Elsevier Ltd. 137

38 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 BIMBINGAN KELOMPOK DISKUSI SHARING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU TK MENGELOLA PEMBELAJARAN MENGENALKAN TULISAN Siti Badariyah Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo Abstrak: Tujuan penelitian tindakan sekolah iniuntuk menemukan model bimbingan kelompok dalam rangka membantu guru meningkatkan kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran mengenal tulisan pada peserta didik TK. Subyek penelitian tindakan sekolah meliputi 15 guru binaan dari 5 sekolah yang berada di gugus I Kecamatan Panjatan Kulon Progo. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan,dilaksanakan dalam tiga siklus dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian tindakan sekolah menunjukkan; 1) Hasil penilaian kemampuan guru pada siklus 1 menunjukkan skor 2,93, pada siklus 2 menjadi 3,18, dan 3,54 pada siklus 3. 2) Klasifikasi kemampuan guru berubah dari 60% guru termasuk klasifikasi berkemampuan sedang pada siklus 1 menjadi 53,3% termasuk klasifikasi berkemampuan baik pada siklus 2, dan 67% klasifikasi sangat baik pada siklus 3. 3) Terjadi peningkatan kesadaran guru untuk melakukan pembelajaran yang dipersiapkan, dan memanfaatkan alat bantu pembelajaran. Kata kunci : mengenalkan tulisan, pengelolaan pembelajaran, sharing Pendahuluan Peningkatan kompetensi guru merupakan suatu hal sangat penting, Peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai, salah satunya melalui proses pembelajaran yang baik. Ini dapat terjadi kalau guru yang bertugas mengelola pembelajaran memiliki kompetensi yang baik. Mendiknas Muhammad Nuh (Harian Jogja, 25 Juni 2012: 19) mengingatkan guru harus memiliki kompetensi yang baik, karena guru yang kompetensinya kurang baik dapat melakukan malpraktik dalam pendidikan. Bila hal ini terjadi dampaknya akan sangat merugikan bagi perkembangan jiwa dan kehidupan peserta didik. Bila kekeliruan semacam terjadi secara masif akhirnya akan terasa dampaknya terutama pada generasi mendatang. Guru harus profesional dan harus memiliki kompetensi yang baik. Ini merupakan keharusan agar proses pembelajaran di kelas terlaksana dengan baik. Dalam teori produksi proses baik menjamin hasil produk baik. Begitu pula proses pembelajaran di kelas baik memberi 138

39 Siti Badariyah - Bimbingan Kelompok Diskusi jaminan mutu hasil pendidikan di sekolah baik pula. Hasil pengamatan dan penilaian terhadap kemampuan guru TK dalam melaksanakan pembelajaran, di Gugus 1 Kecamatan Panjatan, masih perlu perbaikan. Dari 15 orang guru, 9 orang atau 60% masih mendapatkan hasil penilaian yang termasuk dalam kategori kemampuan sedang. Idealnya semua guru harus mempunyai kompentesi minimal baik. Akan lebih sempurna kalau lebih dari 70% guru termasuk dalam kategori amat baik. Berarti dibutuhkan suatu upaya perbaikan. Ada tuntutan dari orang tua peserta didik TK yang menghendaki agar guru mengajar membaca dan menulis kepada anak mereka. Kondisi ini mempertegas perlunya ada perubahan dalam pembelajaran di TK. Dicoba mengatasi kondisi tersebut dengan penelitian tindakan sekolah yang merupakan satu alternatif pilihan dalam menelusuri masalah yang muncul dengan memilih bimbingan kelompok. Karena jumlah guru yang ditangani cukup banyak tindakan yang paling tepat bimbingan kelompok dengan diskusi sharing. Menurut http: // delipiterlase.wordpres.com/2015/07/21_ penelitian_tindakan_sekolah penelitian tindakan sekolah memiliki makna untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di sekolah- sekolah yang berada dalam binaan pengawas sekolah sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. Metode diskusi merupakan interaksi antara peserta dengan peserta atau peserta dengan pelatih untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali atau memperdebatkan permasalahan tertentu (Yamin, 2003). Menurut Bahan Pelatihan Supervisi Akademik (1999) dengan diskusi dapat diperoleh pemikiran yang lebih baik setelah melalui berbagai perdebatan dan argumentasi. Selanjutnya sharing merupakan sebuah kata bahasa Inggris yang artinya berbagi. Menurut sumber yang sama melalui sharing dapat diperoleh berbagai pengalaman dari rekan. Melalui sharing pula peserta dapat memperoleh berbagai variasi kegiatan pembelajaran dengan cara mengadopsi atau meniru apa yang telah dilakukan oleh rekan peserta lain. Hal ini cocok untuk membimbing guru, karena diskusi sharing, disamping memecahkan masalah, juga membuka kemungkinan berkembangnya wawasan guru dan bertambahnya pengalaman guru dalam menerapkan berbagai macam variasi kegiatan pembelajaran. Guru harus profesional dan kompeten. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 menuntut guru harus memiliki 4 kompetensi, yaitu kompetensi kepribadian, akademik, paedagogik, dan sosial. Pada kompetensi paedagogik, guru dituntut harus memiliki kompetensi untuk: (1) Menguasai karakteristik peserta didik; (2). Menguasai teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik; (3) Melakukan pengembangan kurikulum; (4) Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang mendidik; (5) 139

40 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Mengupayakan pengembangan potensi peserta didik; (6) Membangun komunikasi dengan peserta didik; dan (7) Melakukan penilaian dan evaluasi. Indikator kemampuan guru dalam kompetensi kegiatan pembelajaran menurut Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru, yaitu (1) Melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah disusun secara lengkap dan pelaksanaan aktivitas tersebut mengindikasikan guru mengerti tentang tujuannya; (2) Melaksanakan aktivitas pembelajaran yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik; (3) Mengkomunikasikan informasi baru sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar peserta didik; (4) Menyikapi kesalahan yang dilakukan peserta didik sebagai tahapan proses pembelajaran, bukan sematamata kesalahan yang harus dikoreksi; (5) Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai isi kurikulum dan mengkaitkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik; (6) Melakukan aktivitas pembelajaran secara bervariasi dengan waktu yang cukup untuk kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar dan mempertahankan perhatian peserta didik; (7). Mengelola kelas dengan efektif tanpa mendominasi atau sibuk dengan kegiatannya sendiri agar semua waktu peserta didik termanfaatkan secara produktif, (8) Mampu menyesuaikan aktivitas pembelajaran yang dirancang dengan kondisi kelas; (9) Memberikan banyak kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, mempraktekkan dan berinteraksi dengan peserta didik lain; (10) Mengatur pelaksanaan aktivitas pembelajaran secara sistematis untuk membantu proses belajar peserta didik; dan (11) Menggunakan alat bantu mengajar untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam mencapai tujuan. Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010, yang dikutip dalam Buku Kerja Pengawas Sekolah, pengawas sekolah mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas pengawas akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Tugas tersebut meliputi: (1) Penyusunan program pengawasan; (2) Pelaksanaan pembinaan; (3) Penilaian; (4) Pembimbingan dan pelatihan professional guru; (5) Evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan; dan (6) Pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus. Berkaitan dengan tugas pembimbingan, pengawas sekolah harus menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional guru di KKG/ MGMP dan/ atau sejenisnya, melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru, serta mengevaluasi pembimbingan dan pelatihan profesional guru tersebut. Pembimbingan guru dapat dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu: bimbingan individual dan bimbingan kelompok. Bimbingan individual diberikan kepada guru secara perorangan. Bimbingan kelompok diberikan kepada beberapa orang 140

41 Siti Badariyah - Bimbingan Kelompok Diskusi guru secara bersamaan. Bahan Pelatihan Supervisi Akademik menjelaskan agar berhasil bimbingan kelompok harus mengikuti prinsip-prinsip: (1) kelompok terdiri dari guru yang berjumlah dua atau lebih dengan permasalahan sama; (2) ada kerja sama dan saling pengertian antar anggota kelompok; (3) pertemuan teratur dengan frekwensi memadai; (4) ada narasumber yang kompeten; (5) ada pengaturan dan kepemimpinan. Lebih lanjut sumber yang sama menjelaskan bahwa dalam melaksanakan bimbingan kelompok Pengawas Sekolah harus menguasai teknikteknik: (1) materi yang dibahas berasal dari dan menyentuh permasalahan kelompok; (2) partisipasi anggota harus nyata; (3) memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan anggota; (4) jumlah anggota kelompok yang wajar; (5) pertemuan menyenangkan dalam suasana seinformal mungkin; (6) tempat dan waktu pertemuan disepakati; (7) ada masukan dari anggota dan menghasilkan rancangan action; (8) arahan menuju perbaikan. Teknik bimbingan kelompok dengan diskusi sharing sebagai teknik pemberian bimbingan mulai dikembangkan. Dengan kegiatan diskusi guru yang dibimbing dapat bertukar pikiran, mengemukakan pendapat dan berargumentasi mengenai kelebihan dan kekurangan suatu model pembelajaran, Dengan sharing guru berbagi pengalaman menerapkan suatu model/ teknik/pembelajaran. Dengan demikian dapat membawa perbaikan kemampuan, wawasan dan pengalaman guru. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan. Kegiatan penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus. Kegiatan dilaksanakan di Gugus I Kecamatan Panjatan semester 1 Tahun 2014/ 2015, mulai bulan Juli sampai dengan November Sasaran penelitian guru TK di Gugus I Kecamatan Panjatan yang berjumlah 15 orang. Pengawas TK selaku pengawas wilayah, sekaligus peneliti. Dalam kegiatan diskusi yang bersangkutan bertindak sebagai pemandu, pengarah, dan bila perlu sebagai narasumber. Untuk kegiatan di kelas yang bersangkutan bertindak sebagai pengamat atau observer. Rencana penelitian dipersiapkan bulan Juli 2014, meliputi kegiatan: (1) pembuatan proposal, penentuan jadwal pelaksanaan dan persiapan lainnya; (2) penyusunan rencana kegiatan meliputi penentuan tahapan kegiatan, penetapan strategi, serta penentuan materi kegiatan; (3) penyiapan perlengkapan yang dibutuhkan; dan (4) penyiapan instrumen yang diperlukan. Setiap siklus selalu diawali dengan diskusi sharing yang dipandu dan mendapatkan pengarahan dari pengawas sekolah. Dari banyak informasi yang tergali selama diskusi diarahkan dapat disepakati tindakan yang akan dilakukan guru di kelas, termasuk segala kelengkapannya. 141

42 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Pelaksanaan diskusi sharing dan tindakan di kelas bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2014, meliputi kegiatan: (1) Siklus I, yaitu tahap diskusi sharing untuk mengungkapkan apa yang dilakukan setiap guru di kelasnya; (2) Siklus II, yaitu tahap membahas apa yang dilakukan rekan guru yang dianggap baik, dan mempelajari pedoman pembelajaran serta mecoba mempraktekkannya di kelas; (3). Siklus III, yaitu tahap membahas dan mencoba menemukan model dari perpaduan apa yang dilakukan beberapa orang guru. Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, meliputi kegiatan (1) mengamati pelaksanaan yang direncanakan dalam RPP; (2) mengamati kejadian yang timbul selama kegiatan; (3) mengamati perilaku guru mengelola pembelajaran. Seluruh data penelitian dikumpulkan menggunakan instrumen lembar observasi/lembar pengamatan dan catatan harian/ catatan lapangan Refleksi pada setiap siklus dilaksanakan untuk melakukan penilaian terhadap proses yang terjadi, mengidentifikasi masalah yang muncul selama pengenaan tindakan, dan untuk mengevaluasi dan merumuskan perencanaan tindakan berikutnya. Refleksi pada akhir penelitian dilaksanakan untuk memaknai hasil analisis, menafsirkan dan mengambil kesimpulan berhasil tidaknya pengenaan tindakan yang dilakukan, mengambil manfaat dari keberhasilan yang dicapai dan mengeleminasi serta memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada. Analisa data menggunakan pendekatan deskriptif fenomenalogis. Pendekatan ini menekankan pengungkapan hal yang esensial dan bernilai. Analisa data menggunakan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif deskriptif statistik dipergu-nakan pada analisis data numerik atau yang berupa angka. Untuk menentukan peningkatan kemampuan guru mengemas kegiatan bermain dalam pembelajaran mengenalkan tulisan digunakan lembar evaluasi tugas guru. Ada sebelas aspek kemampuan guru yang diamati, diantaranya: (1) Kesesuaian aktivitas pembelajaran dengan rancangan; (2) Aktivitas pembelajaran yang membantu proses belajar peserta didik; (3) Pengkomunikasian informasi baru; (4) Penyikapan kesalahan peserta didik sebagai proses belajar; (5) Kesesuaian pembelajaran dengan isi kurikulum; (6) Variasi aktivitas pembelajaran; (7) Efektivitas pengelolaan kelas; (8) Kesesuaian dengan kondisi kelas; (9) Memotivasi peserta didik; (10) Pengaturan pelaksanaan pembelajaran secara sistematis; dan (11) Penggunaan alat bantu pembelajaran Hasil Penelitian dan Pembahasan Berikut paparan hasil penelitian tindakan yang dilaksanakan dari awal siklus I sampai dengan akhir siklus III. 142

43 Siti Badariyah - Bimbingan Kelompok Diskusi Siklus I Diskusi sharing bertempat di TK Negeri Pembina Panjatan. Pada kegiatan ini setiap guru memaparkan apa yang dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran mengenalkan tulisan, dihadiri oleh 13 orang guru. Berdasar hasil diskusi terungkap bahwa rata-rata guru melakukan: (1) memberi warna huruf atau alfabet tertentu, termasuk huruf hijaiyah; (2) bernyanyi sambil bermain kartu huruf; dan (3) bermain kartu dan tebak huruf, ini dilakukan oleh banyak guru Diskusi mencatat hal-hal diantaranya: guru jujur dan terbuka apa adanya yang mereka lakukan di kelas, guru kurang menguasai berbagai variasi pembelajaran mengenalkan tulisan, guru mengungkapkan secara jujur mereka mengajar tanpa direncana dan dirancang secara baik, mereka belum pernah membaca buku Pedoman Pembelajaran Persiapan Membaca dan Menulis Melalui Permainan yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan TK/ SD Depdiknas. Disepakati setiap guru akan mempraktekkan mengajar di kelas masingmasing seperti apa yang mereka sampaikan dan paparkan dalam diskusi Hasil observasi tercatat nilai tertinggi kemampuan mengajar guru sebesar 3,45 (klasifikasi sangat baik), terendah 2,54 (klasifikasi sedang), rerata 2,93 (klasifikasi baik). Dari 15 guru peserta, 9 orang guru (60%) termasuk klasifikasi berkemampuan sedang, 3 orang guru (20%) klasifikasi baik, dan 3 guru lagi (20%) berkemampuan sangat baik. Hasil penilaian kemampuan guru melaksanakan pembelajaran pada siklus 1 dapat dicermati pada Tabel 1, sedangkan 143

44 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 klasifikasi kemampuan guru mengelola pembelajaran siklus I dapat dilihat pada Keterangan: 1). Nomor urut 1 11 pada Indikator Aspek yang Dinilai yaitu nomor urut sebagaimana tercantum pada Lembar Observasi dengan kop Evaluasi Tugas Guru. 2). Klasifikasi nilai Persentase lebih dari 85,00% skore nilai 3,40 4,00 klasifikasi sangat baik, 72,00 % skore nilai 2,88-3,39 klasifikasi baik, 56,005-71,99 skore nilai 2,24-2,87 klasifikasi sedang, 40,00%-55,99% skore nilai 1,60-2,23 klasifikasi kurang, dan kurang 39,99% skore 0-17 nilai 0,00-1,59 termasuk klasifikasi sangat kurang. Dari refleksi akhir siklus menujukkan bahwa (1) untuk perencanaan pembelajaran, guru dengan pengalaman mengajar lebih lama lebih baik kemampuan dan kesiapaannya; (2) sebagian besar guru masih lemah dalam penyiapan alat bantu pembelajaran; (3) guru muda dengan jam terbang mengajar terbatas masih perlu menimba pengalaman guru yang lain yang lebih dewasa; (4) guru dengan latar belakang Pendidikan Anak Usia Dini memiliki pengetahuan lebih mapan dan lebih cepat menyesuaikan diri. Siklus II Pertemuan diskusi sharing siklus 2 mempelajari beberapa contoh kegiatan pembelajaran persiapan membaca dan menulis melalui permainan. Guru membahas kembali apa yang telah mereka lakukan dalam kegiatan mengelola pembelajaran mengenalkan tulisan. Kegiatan dihadiri oleh 11 orang guru. Mereka sepakat untuk mencoba pengelolaan pembelajaran berdasar contoh yang ada. Mereka juga sepakat untuk mencoba yang dilakukan guru lain yang dipandang bagus. Dari hasil diskusi sharing, guru-guru menyadari bahwa (1) yang telah mereka lakukan masih perlu perbaikan; (2) banyak variasi permainan untuk pembelajaran mengenalkan tulisan; (3) keinginan mencoba yang dilakukan guru lain dan yang dalam buku pedoman; (4) perlu memulai kegiatan pembelajaran dengan perencanaan dan rancangan yang dipersiapkan dengan baik. Hal yang perlu dicatat dari diskusi ini yaitu (1) adanya keinginan untuk memperbaiki pembelajaran mengenalkan tulisan; (2) adanya semangat untuk mencoba beberapa variasi pembelajaran dan kesiapan mereka untuk dikunjungi dan dilihat oleh 144

45 Siti Badariyah - Bimbingan Kelompok Diskusi rekan guru yang lain; (3) adanya tekat bulat untuk mengajar dengan rencana dan rancangan yang matang berupa RPP/RKH; (4) adanya semangat untuk mempergunakan alat bantu pembelajaran yang baik. Disepakati setiap guru mencoba mempraktikkan mengajar di kelas masingmasing dengan model pembelajaran yang mereka pilih sendiri, dengan RPP/ RKH dan alat bantu pembelajaran yang mereka persiapkan. Hasil observasi dan pengamatan terhadap kemampuan guru terlihat nilai kemampuan guru melaksanakan pembelajaran terendah 2, 82 (kemampuan sedang), tertinggi 3,63 (kemampuan sangat baik), dengan rerata 3,18 (kemampuan baik). Sementara klasifikasi guru 4 orang guru (26,67%) termasuk klasifikasi 145

46 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 berkemampuan sedang, 8 orang (53,33%) termasuk klasifikasi baik, dan 3 orang (20%) termasuk klasifikasi sangat baik. Hasil observasi ini dapat dicermati pada Tabel 3 dan 4. Refleksi akhir siklus mengindikasikan: (1) Guru dengan perencanaan pembelajaran mengajar lebih terarah dan lebih baik; (2) Kemauan guru menyiapkan alat bantu pembelajaran ternyata bagus dan berpengaruh pada kelancaran pelaksanaan pembelajaran; (3) Guru muda perlu belajar lebih dalam melakukan perencanaan pembelajaran; (4) Guru dengan latar belakang setingkat SLTA (SPG) agak lambat dalam menyesuaikan diri. Siklus III Pertemuan diskusi sharing siklus 3 mendiskusikan kegiatan pembelajaran mengenal tulisan dengan memadukan beberapa model atau variasi kegiatan pembelajaran dengan kegiatan bermain yang lebih menantang bagi peserta didik. Guru berupaya menemukan model yang paling cocok dengan kondisi peserta didik, keadaan kelas dan situasi lingkungan sekolahnya. Guru mengadaptasi beberapa variasi yang telah dilakukan guru guru TK di Gugus I dalam kegiatan pada siklus 1 dan 2 dan mencoba model yang terbaik baginya. Cara guru lain melaksanakan pembelajaran mengenalkan tulisan menjadi rujukan model pembelajaran yang mereka rancang. 146

47 Siti Badariyah - Bimbingan Kelompok Diskusi Kegiatan kali ini dihadiri oleh 12 orang guru. Akhirnya mereka sepakat untuk mencoba mempratekkan pembelajaran yang mereka rancang. Dari hasil diskusi sharing diperoleh (1) Adanya semangat untuk menentukan sendiri apa yang cocok untuk kelas dan peserta didik mereka; (2) Adanya kesadaran setiap guru harus berani dan dapat menentukan sendiri permainan untuk pembelajaran yang paling baik untuk kelasnya; (3) Adanya keinginan untuk menemukan cara pengelolaan pembelajaran yang merangsang peserta didik untuk senang dan mau berpartisipasi; (4) Semakin disadarinya arti penting perencanaan pembelajaran bagi keberhasilan pembelajaran. Hasil penilaian kemampuan guru melaksanakan pembelajaran siklus III dapat dicermati pada Tabel 5, sedangkan klasifikasi kemampuan guru mengelola pembelajaran siklus III dapat dilihat pada Tabel 6. Hal yang perlu dicatat dari hasil diskusi yaitu (1) semakin disadari perlunya mengelola pembelajaran secara terencana; (2) semangat untuk merancang pembelajaaran sendiri dengan adaptasi menunjukkan kesiapan guru untuk selalu berusaha melakukan perbaikan; (3) adanya peluang untuk mendorong guru untuk mempelajari bidang-bidang pengembangan, dan akhirnya menyusun RPP/RKH; (4) kesadaran guru untuk mempergunakan alat bantu pembelajaran memungkinkan pembelajaran yang lebih baik; (5) pengalaman merancang sendiri kegiatan pembelajaran memberi inspirasi untuk dapat merancang pembelajaran untuk bidang pengembangan yang lain. Selanjutnya guru mempraktekkan mengajar di kelas dengan model pembelajaran yang mereka rancang sendiri. Hasil observasi dan pengamatan terhadap kemampuan guru melaksanakan pembelajaran pada siklus 3 terangkum nilai terendah 2,91 (berkemampuan baik), nilai tertinggi 3,73 (kemampuan sangat baik), rerata 3,56 (sangat baik). Dengan klasifikasi 5 orang (33,33%) termasuk klasifikasi baik, dan 10 orang (66,67%) termasuk klasifikasi sangat baik. Hasil observasi ini dapat dicermati pada Tabel 7. Pada tahap refleksi akhir diperoleh hasil (1) Ada guru yang mencoba pembelajaran dengan memanfaatkan gambar 147

48 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 gambar yang diakses dari computer untuk pembelajaran. Pembelajaran berbasis TI memang menarik. Peserta didik TK senang sekali dengan komputer, tetapi gambar yang bisa diakses lebih banyak alat elektronik, dan berkaitan dengan media, sehingga hanya bisa dipergunakan secara terbatas; (2) Kemauan guru menyiapkan alat bantu pembelajaran tak diragukan. Tapi tercatat ada peristiwa unik di salah satu TK, guru mempersiapkan lembar kertas dengan sejumlah gambar bertulisan nama benda di bawahnya. Peserta didik diminta mewarnai gambar kemudian menulis ulang tulisan dibawah gambar tersebut. Ada peserta didik ngambek tidak mau mengerjakan karena gambar SAWI yang ada menurut dia sebenarnya gambar tulang; (3) Guru lain memiliki pengalaman yang berbeda lagi. Guru mengemas pembelajaran dengan meminta peserta didik menggambar bebas. Kemudian meminta mereka menuliskan kata gambar apa yang mereka buat. Ada hal unik yaitu ada peserta didik yang menggambar orang, kemudian diberi tulisan BAPAK GALAK. Pada kesempatan terpisah guru bertanya bapak siapa yang galak. Jawabnya ya bapak dia. Menurut dia bapaknya suka memaksa dia melakukan hal yang dia tidak suka. Tidak mau makan ya harus makan. Kalau tidak diikuti marah. Ternyata secara sederhana peserta didik mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka melalui gambar dan tulisan; (4) Guru berhasil membangun rasa percaya diri dalam mengelola pembelajaran. Bimbingan kelompok diskusi sharing telah membawa perubahan pada perilaku dan kemampuan guru melaksanakan 148

49 Siti Badariyah - Bimbingan Kelompok Diskusi pembelajaran. Guru sadar perlunya perencanaan pembelajaran, penentuan tujuan pembelajaran, penguasaan variasi kegiatan pembelajaran, dan pemanfaatan alat bantu pembelajaran, Sementara peningkatan kemampuan guru terlihat dari angka keberhasilan sebagaimana dapat dicermati pada Tabel 8. Peningkatan kemampuan yang diperoleh, nlai terendah siklus 1 sebesar 2,54; siklus 2 sebesar 2,82; dan siklus 3 sebesar 2,91. Nilai tertinggi siklus 1 3,45, siklus 2 3,63, dan siklus 3 3,72. Secara rata-rata menunjukkan: siklus 1 2,93, siklus 2 3,18, siklus 3 3,56. Kemampuan guru melaksaanakan pembelajaran juga mengalami perubahan. Ini terlihat dari klasifikasi guru : siklus 1 60% guru termasuk klasifikasi berkemampuan Sedang;, siklus 2 53,3% guru klasifikasi Baik; siklus tiga 67% guru klasifikasi Sangat Baik. Ada peningkatan kemampuan guru melaksanakan pembelajaran mengenalkan tulisan pada peserta didik TK. Simpulan Berdasar paparan di atas diambil simpulan bahwa bimbingan kelompok diskusi sharing yang dirancang untuk membimbing guru meningkatkan kemampuan guru mengelola kegiatan pembelajaran mengenalkan tulisan kepada peserta didik TK terbukti merupakan pilihan tindakan yang tepat. Akhir pengenaan tindakan terlihat adanya peningkatan prestasi kemampuan guru mengelola kegiatan pembelajaran. Secara rata-rata pada siklus I skor 2,93, siklus II menjadi 3,18, dan 3,54 pada akhir siklus III. Juga terjadi perubahan positif pada klasifikasi guru, pada siklus I 60% termasuk klasifikasi berkemampuan Sedang, siklus 2 53,3% termasuk klasifikasi Baik, dan pada siklus III 67% termasuk klasifikasi Sangat Baik. Kesadaran guru untuk memperbaiki pembelajaran menunjukkan gejala sangat positif. Ada perkembangan kesadaran guru untuk mengelola pembelajaran dengan perencanaan yang baik, dan memanfaatkan alat bantu pembelajaran untuk mendukung keberhasilan pembelajaran. Guru juga mau aktif menambah pengetahuan, memperluas wawasan, memperkaya pengalaman, serta berani mencoba hal-hal baru untuk perbaikan pembelajaran. 149

50 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Daftar Rujukan Depdiknas Pedoman Pembelajaran Persiapan Membaca dan Menulis Melalui Permainan di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Direktorat Pembinaan TK/ SD. Depdiknas Supervisi Akademik. Materi Pelatihan Pengawas SLTP dan SMU, Jakarta: Pusat Pengujian. Yamin, Martinis Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press. com/2014/07/21penelitian_tindakan_ sekolah Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Jakarta: Depdiknas Kumpulan Permendiknas tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Panduan KTSP. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak dan Raudlatul Athfal. Jakarta: Depdiknas Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cemerlang. Undang-undang RI Nomor. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cemerlang. Kemdiknas Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru). Jakarta: Kemendiknas. Sujana, Nana. dkk Buku Kerja Pengawas Sekolah, Jakarta: Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Badan PSDM dan PMP Kemendiknas 150

51 PENERAPAN METODE DISPORTASI (DISKUSI, PELAPORAN, PRESENTASI) UNTUK MENINGKATKAN MINAT EKSPLORASI SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA SMK Edi Marsana SMKN 1 Depok Sleman edi_marsana68@yahoo.co.id Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini yang bertujuan untuk: 1) Meningkatkan minat siswa untuk eksplorasi dalam pembelajaran IPA, 2) Memperoleh gambaran minat siswa untuk eksplorasi dalam proses pembelajaran IPA. Penelitian ini dilaksanakan bulan September sampai Nopember 2015, subyek penelitian siswa klas XII AK2 SMK Negeri 1 Depok sejumlah 31 siswa. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Metode Disportasi meningkatkan minat eksplorasi dari 68,82 % pada siklus I menjadi 94,62 % pada siklus II, ada peningkatan 25,80 %. 2) Metode Disportasi meningkatkan partisipasi siswa dari 70,97 % menjadi 90,32 % dari siklus I ke siklus II, ada peningkatan 19,35 %. 3) Siswa termotivasi dan aktif dalam pembelajaran karena ditantang untuk mencari hal-hal baru sesuai tujuan minat eksplorasi. Kata Kunci : Metode Disportasi, Minat Eksplorasi, IPA SMK Pendahuluan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untukmempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasi. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Mata pelajaran IPA diharapkan menekankan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk menerapkan konse IPA secara bijaksana (Depdiknas, 2007:1). Menurut Finch (dalam Mulyasa, 2003) kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Secara khusus, kompetensi untuk pembelajaran kejuruan dan tugas-tugas, keterampilan, sikap, nilai, dan apresiasi yang dianggap kritis untuk keberhasilan belajar. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai peserta didik dapat 151

52 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 dilihat pada hasil belajar, yang mencakup ujian, tugas-tugas dan pengamatan. Implikasi penerapan pendidikan berbasis kompetensi yaitu perlunya peserta didik mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan mengintegrasikan life skill. Ruang lingkup kajian IPA terbatas pada hal-hal yang terjangkau oleh pengalaman manusia. Objek dalam IPA tersusun atas kumpulan benda-benda dan peristiwaperistiwa yang satu dengan lainnya saling terkait dengan sangat kompleks. IPA pada dasarnya merupakan abstraksi dari aturan atau hukum alam yang disederhanakan. Pengetahuan IPA terdiri konsep dan prinsip yang pada umumnya bersifat abstrak. IPA merupakan mata pelajaran yang menuntut intelektualitas yang relatif tinggi sehingga sebagian besar siswa mengalami kesulitan mempelajarinya. Kesulitan yang dihadapi oleh sebagian besar siswa yaitu dalam menginterpretasi berbagai konsep dan prinsip IPA sebab mereka dituntut harus mampu menginterpretasi pengetahuan IPA tersebut secara tepat. Keadaan pada pembelajaran IPA kelas XII di SMK Negeri 1 Depok Sleman menunjukkan bahwa metode pembelajaran cenderung bersifat informatif sehingga pembelajaran IPA menjadi kurang efektif. Siswa tidak mempunyai keterampilan yang diperlukan dalam pemecahan masalah karena siswa tidak mampu menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari untuk memecahkan persoalan IPA yang dihadapi. Siswa akan dapat belajar dengan lebih mudah tentang konsep-konsep yang bersifat nyata dan dapat diamati melalui pancainderanya. Pengalaman yang konkret akan sangat efektif dalam membantu proses belajar, menumbuhkan rasa ingin tahu, kreativitas, dan imajinasi. Oleh karena itu, dalam belajar IPA siswa harus dapat merasakan bahwa nilai-nilai ini sebagai bagian dari pengalamannya. IPA berhubungan dengan bagaimana memahami alam secara sistematis, juga merupakan wahana bagi peserta didik untuk memahami diri dan alam sekitar, serta bagaimana memperlakukan alam sekitar guna menjaga kelestariannya. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran adaptif, yang bertujuan membekali peserta didik dasar pengetahuan tentang hukum-hukum kealaman serta makhluk hidup dan tidak hidup yang menjadi dasar sekaligus syarat kemampuan, yang berfungsi mengantarkan peserta didik guna mencapai kompetensi program keahliannya. Di samping itu mata pelajaran IPA mempersiapkan kemampuan peserta didik agar dapat mengembangkan program keahliannya pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai keberhasilan siswa maka perlu adanya keterlibatan aktif pada siswa terhadap proses pembelajaran. Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam belajar IPA antara lain (1) dalam memahami konsep-konsep IPA kurang sesuai dengan konsep yang sebenarnya (miskonsepsi); (2) kemampuan dalam menyelesaikan secara kuantitatif masih 152

53 Edi Marsana - Penerapan Metode Disportasi rendah; (3) kemampuan logika berpikir belum menyeluruh; (4) belum mampu menafsirkan gejala alam yang abstrak secara nyata. Mata pelajaran IPA berisi substansi materi nyata dalam kehidupan sehari-hari dan materi abstrak yang hanya dipelajari konsep-konsep dan persamaan hukumhukum IPA. Untuk mencapai hal yang abstrak tersebut diperlukan keaktifan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan metode Disportasi, diharapkan dengan metode disportasi akan dapat (1) menumbuhkan minat bagi siswa untuk lebih menekuni materi yang disajikan; (2) dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran; (3) dapat menemukan hal-hal baru pelajaran yang lalu dan kelanjutannya. Penelitian ini bertujuan untuk (1) meningkatkan minat untuk eksplorasi siswa dalam pembelajaran IPA dengan metode disportasi; (2) memperoleh gambaran tentang peningkatan minat siswa untuk eksplorasi dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode disportasi. Minat Beberapa ahli pendidikan berpendapat tentang minat. Menurut Slameto (1991:57) minat adalah kecenderungan hati terhadap sesuatu, sedangkan Pasaribu dan Simanjuntak (1983:52) berpendapat minat sebagai suatu motif yang menyebabkan individu berhubungan secara aktif dengan sesuatu yang menariknya. Pendapat lain tentang minat dari Sardiman (1988:76) minat adalah sesuatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginankeinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan seseorang terhadap suatu obyek atau kegiatan yang menarik dengan perasaan senang dan aktif melakukan sesuatu. Eksplorasi Eksplorasi adalah kegiatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dari situasi yang baru. Secara harafiah, dalam KBBI eksplorasi berarti (1) penyelidikan; penjajakan; penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak (tentang keadaan), terutama sumber sumber alam yg terdapat di tempat itu; (2) kegiatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dari situasi yang baru (2008:379). Kaitan dengan pembelajaran, eksplorasi merupakan tahapan pembelajaran dimana siswa diminta aktif menelaah dan mencaritemukan informasi suatu pengetahuan/konsep ilmu baru, tekhnik baru, metode dan rumus baru, atau menyelidiki pola hubungan antar unsur konsep ilmu, sambil berusaha memahaminya. Inti kegiatan eksplorasi yaitu pelibatan siswa dalam menelaah sesuatu hal baru, entah berhubungan dengan materi pelajaran sebelumnya maupun yang benar-benar baru bagi siswa. Perwujudan kegiatan eksplorasi dalam kelas antara lain (1) menelaah materi dalam buku pelajaran dengan cara membaca pemahaman; (2) membuat praktikum/ 153

54 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 peragaan/melakukan ujicoba di lapangan atau laboratorium; (3) mengamati benda dan gejala-gejala alam (misalnya tumbuhan, anatomi tubuh, resapan air pada kertas) dan mencatat hasil pengamatan sebagai laporan. Partisipasi Menurut Keith Davis (2002:279) partisipasi didefinisikan sebagai Partisipation is defined as a mental and emotional involved at a person in a group situasion which encourager then contribut to group goal and share responsibility in them. (Partisipasi dimaksudkan sebagai keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya). Dalam defenisi tersebut kunci pemikirannya yaitu keterlibatan mental dan emosi. Adapun konsep partisipasi menurut ensiklopedi pendidikan adalah sebagai berikut: Sebenarnya partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam perencanaan serta pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijaksanaan. Dalam penelitian ini partisipasi yang dimaksud adalah partisipasi siswa yaitu keikutsertaan atau keterlibatan dalam kegiatan yang dilaksanakan dalam pembelajaran, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi serta pisik peserta didik dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya. Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa dalam partisipasi terdapat unsur-unsur yaitu 1) keterlibatan peserta didik dalam segala kegiatan yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar; 2) kemauan peserta didik untuk merespon dan berkreasi dalam kegiatan yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Partisipasi siswa dalam pembelajaran sangat penting untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Dengan demikian tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan dapat dicapai semaksimal mungkin. Tidak ada proses belajar tanpa partisipasi dan keaktifan anak didik yang belajar. Setiap anak didik pasti aktif dalam belajar, hanya yang membedakannya yaitu kadar/bobot keaktifan anak didik dalam belajar. Ada keaktifan itu dengan kategori rendah, sedang dan tinggi. Di sini perlu kreativitas guru dalam mengajar agar siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Penggunaan strategi dan metode yang tepat akan menentukan keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang dilakukan guru akan mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih kondusif karena siswa lebih berperan serta lebih terbuka dan sensitif dalam kegiatan belajar mengajar. Proses pembelajaran partisipatif yaitu ingin menempatkan peserta didik sebagai pemain utama dalam setiap proses pembelajaran. 154

55 Edi Marsana - Penerapan Metode Disportasi Artinya, peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk mencari informasi sendiri, menemukan fakta atau data sendiri serta memecahkan persoalan yang menjadi kajian dalam suatu topik pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas dapat ditafsirkan bahwa peserta didik yang menjadi peran utama diberikan ilmu pengetahuan dan mampu melaksanakan dengan metode yang diterapkan untuk mencapai peranan yang sangat penting dalam proses belajar yang dilakukan dalam menyajikan bahan pelajaran untuk mencari hasil belajar yang baik. Menurut Sudjana (2005:155), Pembelajaran partisipatif dapat diartikan sebagai upaya pendidik untuk mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran partisipatif mengandung arti ikut sertanya peserta didik didalam program pembelajaran Partisipatif. Pembelajaran partispatif adalah kegiatan pembelajaran di mana semua pihak, termasuk pendidik dan peserta didik, terlibat secara akhtif dalam setiap kegiatan pembelajaran. Keikutsertaan peserta didik itu diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran yaitu tahap perencanaan program (program planning), pelaksanaan (program implementation), dan penilaian (program evaluation) kegiatan pembelajaran. Menurut Sudjana (2001:1), Pembelajaran partisipatif merupakan fenomena yang sedang tumbuh dalam pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan di luar sekolah. Kegiatan pembelajaran partisipatif sebagai pendekatan baru dalam proses pendidikan dan memiliki sifat keluwesan dan terbuka untuk berupaya mengembangkan prinsip, metode dan teknik yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran partisipatif. Menurut Sudjana (2001:53) keikutsertaan peserta didik dapat diwujudnyatakan dalam ketiga tahapan kegiatan pembelajaran tersebut yaitu perencanaan program, pelaksanaan program, dan penilaian kegiatan pembelajaran. Metode Diskusi Diskusi adalah aktivitas dari sekelompok siswa, berbicara saling bertukar informasi maupun pendapat tentang sebuah topik atau masalah, dimana setiap anak ingin mencari jawaban/penyelesaian problem dari segala segi dan kemungkinan yang ada (Depdikbud, 1994). Diskusi merupakan suatu kegiatan kelompok untuk memecahkan suatu masalah dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, atau untuk menyelesaikan keputusan bersama. Dalam diskusi tiap orang diharapkan memberikan sumbangan sehingga seluruh kelompok kembali dengan pemahaman yang sama dalam suatu keputusan atau kesimpulan. (Soetomo, 1993). Metode diskusi pada dasarnya yaitu Suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil atau besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah (Maidar, 155

56 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus ). Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah, yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain: 2006). Metode diskusi adalah suatu cara penyampaian materi pelajaran melalui sarana pertukaran pikiran untuk memecahkan persoalan yang dihadapai (Semiwan, 9990:76). Sedangkan menurut Suryosubroto (1997:179) mengemukakan metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pengajaran dengan guru memberikan kesempatan kepada siswa atau kelompok-kelompok untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun ke berbagai alternatif pemecahan suatu masalah. Soetomo (1993:153) menyebutkan bahwa metode diskusi merupakan suatu metode pengajaran dimana mana guru memberikan suatu persoalan (masalah) kepada murid, dan para murid diberi kesempatan secara bersama-sama untuk memecahkan masalah itu dengan teman-temannya. Dalam kelompok diskusi siswa saling tukar informasi tentang permasalahan yang sedang dibahas. Perbedaan pendapat sering terjadi. Semakin banyak yang beda pendapat, maka keadaan diskusi akan semakin hidup. Slameto (1991:101) menyebutkan bahwa diskusi kelompok ialah per-cakapan yang direncanakan atau dipersiapkan diantara tiga orang siswa atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin. Percakapan diartikan sebagai adanya pendapat dari masing-masing anggota kelompok dalam ikut memberikan alternatif pemecahan masalah sesuai dengan pikirannya masing-masing. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa metode diskusi memiliki ciri-ciri (1) terdiri dari beberapa orang, bisa lebih dari tiga orang; (2) ada permasalahan yang sedang dicarikan solusi pemecahannya; (3) ada yang menjadi pemimpin; (4) ada proses tukar pendapat atau informasi; dan (5) menghasilkan rumusan alternatif pemecahan masalah. Kelebihan metode diskusi (1) merangsang kreativitas siswa dalam bentuk ide, gagasan prakarsa, dan terobosan baru dalam pemecahan suatu masalah; (2) mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain; (3) memperluas wawasan; (4) membina untuk terbiasa musyawarah untuk memperkuat dalam memecahkan masalah. Adapun kelemahan metode diskusi, yaitu (1) kadang-kadang bisa terjadi adanya pandangan dari berbagai sudut bagi masalah yang dipecahkan, bahkan mungkin pembicaraan menjadi menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang; (2) dalam diskusi menghendaki pembuktian logis, yang tidak terlepas dari fakta-fakta dan tidak merupakan jawaban yang hanya dugaan atau coba-coba saja; (3) tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar; (4) biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal; (5) kadang-kadang ada siswa yang memonopoli pembicaraan, dan ada pula siswa yang pasif. 156

57 Edi Marsana - Penerapan Metode Disportasi Pembuatan Laporan Pengertian laporan adalah suatu bentuk penyampaian informasi, data, atau berita baik secara lisan maupun tertulis. Di dalam laporan terdapat kegiatan pencatatan, pengumpulan, pemeriksaan, pengetikan dan pengolahan data. Secara umum laporan dapat diartikan sebagai bentuk penyampaian berita, keterangan, pemberitahuan ataupun pertanggung jawaban baik secara lisan maupun secara tertulis dari bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan wewenang dan tanggung jawab yang ada diantara mereka. Salah satu cara pelaksanaan komunikasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya. Fungsi laporan yaitu sebagai bahan pertanggungjawaban (1) alat menyampaikan informasi, (2) alat pengawasan, (3) bahan penilaian, (4) bahan pengambilan keputusan. Pengertian dan contoh teks laporan merupakan suatu bentuk hasil dari sebuah pengamatan yang dilakukan dan bertujuan untuk menginformasikan hasil yang diperoleh tersebut kepada para orang banyak. Berdasarkan pengertian tersebut, teks laporan yaitu sebuah bentuk tulisan yang memaparkan suatu fenomena hasil dari pengamatan kepada para pembacanya. Teks laporan juga sering disebut dengan teks klasifikasi. Hal ini dikarenakan teks ini mengklasifikasikan sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Teks ini hampir sama dengan teks deskripsi namun yang membedakan adalah sifatnya. Jika teks deskripsi membicarakan hal-hal khusus, teks laporan membicarakan fenomena atau hal umum yang lebih luas. Presentasi Menurut Muhammad Jafar (2015:2) presentasi adalah penyajian materi secara lisan oleh pembicara dengan menggunakan ide dan pemikiran yang terorganisasi. Presentasi biasa dilakukan dalam kelas kecil maupun kelas besar. Dalam metode ini peserta dikondisikan untuk menerima penjelasan dalam waktu tertentu. Kelebihan metode presentasi yaitu pembicara dapat menjelaskan secara sistematis seluruh materi yang akan disampaikan, tidak memerlukan banyak sarana pembelajaran sehingga dikatakan dapat dilakukan sangat sederhana, dan pembicara bebas berekspresi karena kelas sepenuhnya dikuasai oleh pembicara. Kerangka Berfikir Metode disportasi merupakan metode modifikasi dari metode diskusi, pelaporan dan presentasi dipilih untuk meningkatkan minat siswa untuk eksplorasi pada prose pembelajaran IPA, memiliki berbagai alasan yang kuat. Pola pikir yang mendasari yakni metode diskusi merupakan suatu metode pengajaran dimana guru memberikan suatu persoalan kepada siswa, dan para siswa diberi kesempatan secara bersama-sama untuk memecahkan masalah itu dengan teman-temannya. Dalam kelompok diskusi siswa saling tukar informasi tentang permasalahan yang sedang dibahas. Perbedaan pendapat sering terjadi, semakin banyak beda pendapat, maka keadaan diskusi akan semakin hidup. Dalam tukar 157

58 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 informasi inilah mempengaruhi minat siswa melakukan eksplorasi pengetahuan. Demikian juga pada pada kegiatan pelaporan dan presentasi, bentuk penyampaian informasi, data atau berita baik secara lisan maupun tertulis. Dalam penyampaian informasi ini minat siswa untuk eksplorasi akan muncul karena dalam penyampaian materi, data, informasi, berita baik membutuhkan hal-hal baru yang terorganisasikan dalam bentuk ide dan gagasan. Melalui metode disportasi ini sangat besar kemungkinan minat siswa untuk melakukan eksplorasi pada pembelajaran IPA dapat meningkat. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan di kelas XII AK2 SMK Negeri 1 Depok Sleman semester 1 tahun pelajaran 2015/2016 sejumlah 32 siswa sebagai upaya perbaikan pembelajaran IPA agar terdapat peningkatan minat eksplorasi siswa. Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan pada bulan September- Nopember 2015 mata pelajaran IPA SMK dilakukan dalam dua (2) siklus. Prosedur penelitian tindakan kelas yang dilakukan meliputi 4 tahap, Wardani (2002: 24) menyatakan bahwa langkahlangkah penelitian tindakan kelas, yaitu 1) merencanakan, 2) melakukan tindakan, 3) mengamati, dan 4) refleksi. Prosedur penelitian dapat digambarkan dengan bagan Gambar 1. Penelitian Tindakan Kelas meliputi (1) perencanaan, meliputi menyiapkan skenario pembelajaran yang tertuang dalam RPP, menyiapkan instrumen yang digunakan untuk pengambilan data penelitian (terlampir), menyiapkan alat dan bahan yang digunakan misalnya laptop, teks, buku, alat foto, dan melakukan diskusi dengan kolaborator tentang rencana tindakan yang akan dilakukan serta langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas; (2) pelaksanaan, terdiri 2 siklus masing-masing dilaksanakan dengan 2 kali pertemuan dengan menggunakan metode disportasi 158

59 Edi Marsana - Penerapan Metode Disportasi (diskusi, pelaporan, presentasi), yang terbagi pada kegiatan tatap muka pertama pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan pelaporan. Sedangkan pada pertemuan kedua kegiatan menggunakan presentasi; (3) pengamatan, dilakukan dengan menggunakan lembar observasi oleh kolaborator dan peneliti. Penggunaan kuesioner ditujukan untuk mengetahui minat siswa melakukan eksplorasi. Dokumentasi dilakukan untuk mengambil gambar kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode disportasi; (4) refleksi, untuk mengetahui ketercapaian dari indikator keberhasilan tindakan proses pembelajaran pada siklus I dengan tindakan penelitian didalamnya yakni penggunaan metode disportasi. Peneliti melakukan pengolahan data dari kuesioner yang yang diisi siswa tentang minat melakukan eksplorasi. Hasil pengolahan data melalui kuesioner dan hasil pengamatan pada proses pembelajaran sebagai bahan refleksi peneliti. Keberhasilan pencapaian indikator pada siklus I, merupakan pijakan untuk melanjutkan pada siklus II. Teknik pengumpulan data menggunakan 1) observasi; 2) kuesioner; 3) wawancara; 4) dokumentasi. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang penerapan metode disportasi terutama dilakukan oleh peneliti dan kolaburator. Lembar observasi yang digunakan menyangkut LOS (lembar observasi siswa) dan LOG (lembar observasi guru). Kuesioner digunakan untuk mengungkap data minat eksplorasi dan partisipasi. Wawancara digunakan untuk mengecek kejelasan jawaban siswa. Sedangkan metode dokumentasi digunakan untuk merekam kegiatan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode diportasi. Analisis data menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menganalisis ketercapaian indikator secara kualitatif. Sedangkan ketercapaian peningkatan jumlah siswa yang meningkat minat melakukan eksplorasi menggunakan analisis deskriptif kuantitatif melalui persentase (%). Keberhasilan penelitian menggunakan indikator ketercapaian yang meliputi ketercapaian peningkatan minat siswa untuk eksplorasi. Sedangkan penelitian tindakan kelas dinyatakan berhasil apabila ada peningkatan minat untuk eksplorasi mencapai mencapai 80 % dengan kategori baik. Hasil Penelitian Penelitian tindakan kelas pada mata pelajaran IPA dengan menggunakan model disportasi untuk meningkatkan minat siswa eksplorasi dapat disajikan dalam deskripsi siklus I dan siklus II. Deskripsi Siklus I Pada siklus I peneliti sebagai guru melakukan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang dituangkan dalam RPP. Siklus I dilaksanakan pada tanggal Oktober 2015, kegiatan pembelajaran diawali dengan pembagian kelompok (kelas dibagi menjadi 8 kelompok dengan anggota masing-masing 4 159

60 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 siswa). Kemudian dibagi materi tentang Ekosistem. Siswa berdiskusi sesuai dengan topik yang telah diterima kelompok. Selanjutnya siswa melakukan pembuatan laporan hasil diskusi yang ditulis pada kertas dan dikumpulkan. Kegiatan terakhir pada pembelajaran ini yaitu presentasi, siswa melakukan presentasi hasil diskusi dan dilakukan setiap kelompok secara bergantian. Pada kegiaan pembelajaran dengan menggunakan metode disportasi ini antuiasme siswa nampak, dan minat eksplorasi untuk mengetahui hal-hal baru muncul. Hasil pengambilan data tentang peningkatan minat untuk melakukan eksplorasi pada pembelajaran IPA di klas XII AK2 dapat disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan data tentang minat eksplorasi siswa dalam proses pembelajaran IPA dengan menggunakan metode disportasi (diskusi,pelaporan, presentasi). Pada siklus I hasil capaian indikator minat eksplorasi pada kegiatan diskusi mencapai 70,97%, pada kegiatan pembuatan laporan minat siswa untuk eksplorasi mencapai 74,19%. Dan pada kegiatan presentasi minat siswa untuk eksplorasi mencapai 70,97%. Setelah proses pembelajaran berlangsung pada akhir siklus I, dilakukan kegiatan refleksi dengan tujuan untuk mengetahui pencapaian indikator keberhasilan tindakan penelitian. Sedangkan indikator yang ditetapkan sebagai patokan adalah 80 % siswa dapat meningkat minat untuk melakukan eksplorasi. Data hasil pengamatan yang diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung oleh peneliti bersama kolaborator dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, peneliti bersama kolaborator melakukan refleksi diri untuk menentukan keberhasilan penelitian dan merencanakan tindakan berikutnya. Minat siswa untuk eksplorasi pada yang diperoleh dalam siklus I masih di bawah indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 80%, sedang yang dicapai baru 70,94% yang memenuhi kriteria. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan selanjutnya dalam siklus II. Peneliti dan kolaborator melanjutkan kegiatan penelitian siklus II dengan menyusun rencana tindakan, tindakan yang akan dilakukan sama yakni penerapan metode disportasi meningkatkan minat siswa untuk melakukan eksplorasi pada pembelajaran IPA. Deskripsi Siklus II Pada siklus II peneliti dan kolaborator menyusun rencana tindakan baru yakni pembelajaran IPA dengan menerapkan 160

61 Edi Marsana - Penerapan Metode Disportasi metode disportasi. Sebagai guru melakukan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang dituangkan dalam RPP. Siklus II dilaksanakan pada tanggal Oktober 2015, kegiatan pembelajaran diawali dengan pembagian kelompok (kelas dibagi menjadi 8 kelompok dengan anggota masingmasing 4 siswa). Kemudian dibagi materi tentang Interaksi antar komponen dalam ekosistem. Siswa berdiskusi sesuai dengan topik yang telah diterima kelompok sama seperti halnya pada siklus I. Selanjutnya siswa melakukan pembuatan laporan hasil diskusi yang ditulis pada kertas dan dikumpulkan. Kegiatan terakhir pada pembelajaran ini yaitu presentasi, siswa melakukan presentasi hasil diskusi dan dilakukan setiap kelompok secara bergantian. Pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode disportasi ini partisipasi siswa nampak, dan minat eksplorasi untuk mengetahui halhal baru muncul. Hasil pengambilan data tentang peningkatan minat untuk melakukan eksplorasi pada pembelajaran IPA di klas XII2 dapat disajikan pada Tabel 2. Tabel 1 menunjukkan data tentang minat eksplorasi siswa dalam proses pembelajaran IPA dengan menggunakan metode disportasi (diskusi, pelaporan, presentasi). Pada siklus I hasil capaian indikator minat eksplorasi pada kegiatan diskusi mencapai 96,77%, pada kegiatan pembuatan laporan minat siswa untuk eksplorasi mencapai 93,55 %. Pada kegiatan presentasi minat siswa untuk eksplorasi mencapai 93,55%. Setelah proses pembelajaran berlangsung pada akhir siklus I dilakukan kegiatan refleksi dengan tujuan untuk mengetahui pencapaian indikator keberhasilan tindakan penelitian. Sedangkan indikator yang ditetapkan sebagai patokan yaitu 80 % siswa dapat meningkat minatnya untuk melakukan eksplorasi. Hasil penelitian yang diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung oleh peneliti bersama kolaborator dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, peneliti bersama kolaborator melakukan refleksi diri untuk menentukan keberhasilan penelitian dan merencanakan tindakan berikutnya. Minat siswa untuk eksplorasi yang diperoleh dalam siklus I masih di bawah indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 80% memenuhi kriteria, sedang yang dicapai 94, 62% memenuhi kriteria. Data peningkatan minat telah melampaui kriteria yang ditetapkan maka 161

62 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 dapat dikatakan bahwa penelitian tindakan kelas telah mencapai indikator keberhasilan sehingga siklus dihentikan, dan penelitian tindakan kelas dinyatakan telah selesai. Hasil pelaksanaan tindakan mulai dari siklus I sampai II menunjukkan adanya peningkatan minat siswa untuk eksplorasi dalam pembelajaran dengan penerapan metode disportasi. Secara rinci perbandingan hasil antar siklus dideskripsikan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa siklus I capaian indikator keberhasilan pada aspek minat untuk eksplorasi mencapai 68,82 %, jika dibandingkan dengan indikator keberhasilan penelitian yakni 80%, maka capaian tersebut belum memenuhi kriteria. Setelah dilakukan tindakan lagi pada siklus II dengan metode yang sama yakni metode disportasi, terdapat kenaikan pada peningkatan minat siswa untuk eksplorasi yakni menjadi 94,62%. Siswa masih mengalami penyesuaian dengan metode baru, masih belum terbiasa sehingga waktu yang tersedia banyak yang terbuang untuk kegiatan yang kurang optimal. Pada pembelajaran siklus II peningkatan minat mencapai 94,62%, hal ini menunjukkan bahwa metode disportasi memiliki peran untuk meningkatkan minat siswa untuk eksplorasi. Pada kegiatan 162

63 Edi Marsana - Penerapan Metode Disportasi diskusi, pelaporan, dan presentasi menuntut siswa memiliki wawasan yang cukup dan informasi-informasi baru sehingga memberikan pengalaman baru bagi siswa. Kenaikan yang Hasil observasi juga mengalami peningkatan. Sebagian besar siswa telah bekerja sama dengan baik, menampilkan hasil diskusi dengan baik, banyak yang mau bertanya dan menjawab pertanyaan saat pembelajaran. Melihat hasil ini dapat dikatakan penelitian tindakan kelas ini telah berhasil, terbukti dari partisipasi siswa dalam pembelajaran yang diperoleh telah memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Keberhasilan ini juga diperkuat dari hasil observasi selama proses pembelajaran. Simpulan Hasil penelitian tindakan kelas tentang penerapan metode disportasi meningkatkan minat siswa untuk eksplorasi dalam pembelajaran IPA pada kelas XII AK 2 SMKN 1 Depok Sleman tahun pelajaran 2015/2016 dapat disimpulkan, yaitu 1) Penerapan metode pembelajaran DISPORTASI dapat meningkatkan minat eksplorasi pada pembelajaran IPA dari 68,82 % pada siklus I menjadi 94,62 % aktif pada siklus II. Sehingga ada peningkatan 25,80 %; (2) Penerapan metode DISPORTASI dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran siswa dari 70,97 % menjadi 90,32 % dari siklus I ke II, sehigga ada peningkatan 19,35 %; (3) Siswa termotivasi dan aktif dalam pembelajaran karena ditantang untuk mencari hal-hal baru sesuai dengan tujuan minat eksplorasi; (4) metode DISPORTASI merupakan metode pembelajaran yang aktif, inovatif, dan menyenangkan yang dapat digunakan untuk meningkatkan minat dan partisipasi siswa. Bagi guru dapat melilih metodemetode lain yang menarik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengembangkan keterampilan siswa dalam menyampaikan ide. Penelitian ini dapat ditindaklanjuti untuk memperoleh kontribusi penggunaan metode terhadap hasil belajar siswa. Saran? Daftar Rujukan Arsjad, Maidar G. dan Mukti Metode Pembelajaran. wikispaces.com/file/view/dv4013. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 B. Suryobroto Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. B. Suryosubroto Pross Belajar Mengajar di sekalah. Jakarta: Rineka Cipta. Echols, John M. dan Hasan Shadily Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Finch, Curtis R., et al Curriculum Development in Vocational and Technical Education. Atlantic Avenue, Boston, Massachusetts: Allyn and Bacon Inc. pengertian-dan-contoh-teks-laporanlengkap.html Jafar, Muhammad Metode Pembelajaran yang Menyenangkan. Bahan ajar Diklat. Jakarta: Kementerian Keuangan RI. Mulyasa, E Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda Karya. 163

64 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Sabri, Ahmad Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Quantum Teaching. Sanjaya, Wina Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Slameto Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Soetomo Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Usaha Nasional. Sudjana, D Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production. Wardani, IGAK, dkk., Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. Zuhairini Metode Diskusi. idb4.wikispaces.com/ file/ view/ dv4013. Diakses tanggal 3 Oktober

65 MENINGKATKAN MINAT BELAJAR MATA PELAJARAN PKn DENGAN MENGGUNAKAN PERMAINAN ULAR TANGGA Suparyatun SMP Negeri 1 Sedayu Bantul suparyatun70@yahoo.co.id Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar PKn siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Sedayu pada tahun pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian merupakan kelas VIIIG terdiri atas 32 siswa. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus dengan menggunakan model Staphen Kemmis dan Roben Mc Tagart. Masing-masing siklus terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pengambilan data melalui pengamatan, angket, dan dokumentasi. Data penelitian dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif. Kesimpulan menunjukkan bahwa penerapan permainan ular tangga dapat meningkatkan minat belajar siswa. Hal ini ditunjukkan oleh perbandingan minat belajar antara sebelum dan sesudah tindakan siklus I dan II dengan permainan ular tangga terdapat peningkatan minat belajar. Sebelum tindakan minat belajar 48.95%, meningkat menjadi 90.85% pada siklus I dan menjadi 95.54% pada siklus II. Kata kunci : minat belajar, permainan ular tangga Pendahuluan PKn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD Sedangkan tujuan PKn yaitu untuk memberikan kompetensi-kompetensi: 1) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; 2) Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa dan bernegara; 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Departemen Pendidikan Nasional, 2005: 34) Pembelajaran PKn selama ini kurang 165

66 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 menarik di mata siswa. Hal ini terlihat dari kurang bersemangatnya siswa saat proses pembelajaran. Predikat tersebut akan terus melekat, jika guru PKn melaksanakan pembelajaran hanya dengan cara yang biasabiasa saja tanpa ada upaya untuk melakukan tindakan merubah kebiasaan berceramah dan siswa mendengarkan (guru centris), Hal senada dikemukakan oleh Sunarti (Bernas, Jumat 27 Agustus 2004) bahwa beberapa penelitian dalam kelas yang dilakukan 2 dasa warsa terakhir ini mengungkapkan bahwa guru lebih mendominasi pembicaraan di dalam kelas. Akibat dari proses belajar-mengajar yang hanya didominasi oleh guru dengan ceramah yang menjemukan, siswa menjadi pasif, yang berkembang pada diri siswa hanya kognitifnya saja dan itupun daya endapnya tidak bertahan lama. Sementara sisi afektif maupun psikomotoriknya juga terabaikan. Demikian juga dalam pembelajaran PKn yang menjadi membosankan dan tidak menyenangkan, padahal pembelajaran PKn sangat penting artinya bagi generasi penerus bangsa. Dengan PKn maka nilainilai nasionalisme akan dapat ditanamkan untuk generasi yang akan datang. Mengingat begitu pentingnya peranan pembelajaran PKn sebagai pembentuk karakter bangsa, maka pembelajaran perlu disajikan dalam bentuk joyful learning atau pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang aktif, efektif, efisien, menyenangkan dan bermakna bagi siswa sangat dibutuhkan karena pembelajaran akan lebih berhasil apabila melibatkan potensi siswa. Pembelajaran seperti ini tidak tampak di kelas VIII G SMP 1 Sedayu Bantul tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini berdasarkan refleksi terhadap hasil observasi awal kelas ini yang menunjukkan siswa mengikuti pembelajaran PKn secara tidak antusias, umumnya siswa pasif, kurang aktif dalam kegiatan diskusi, apalagi jika hanya dengan ceramah beberapa siswa ada yang mengantuk, bicara dengan temannya, tidak ada minat belajar, dan kelihatan tidak gembira. Namun begitu siswa terlihat gembira dan semangat saat jam istirahat, siswa memanfaatkan komputer kelas yang ada di meja guru untuk bermain game, bahkan di antara mereka ada yang tidak langsung pulang saat pelajaran selesai hanya untuk melanjutkan permainan yang ada di komputer. Dari permasalahan-permasalahan tersebut penelitian dibatasi pada upaya meningkatkan minat belajar siswa, karena dalam belajar unsur minat sangat penting. Jika siswa mempunyai minat tinggi maka pembelajaran akan menyenangkan, siswa aktif, penuh perhatian, berani untuk bertanya, menjawab ataupun mengemukakan pendapat secara lisan, sehingga hasil belajar juga meningkat. Untuk mengatasi masalah di atas penting unuk dilakukan tindakan kelas. Tindakan kelas yang dilakukan yaitu dengan belajar sambil bermain menggunakan permainan ular tangga. Menurut kamus Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih. 166

67 Suparyatun - Meningkatkan Minat Belajar Papan permainan dibagi dalam kotakkotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah tangga atau ular yang menghubungkannya dengan kotak lain. Permainan ini diciptakan pada tahun Permainan ular tangga adalah variasi dari board games. Menurut Mike Scorviano (2010) dalam Sejarah Board Game dan Psikologi Permainan, sebagaimana dikutip Johan Novtira Jamal (2013), Board game atau permainan papan adalah jenis permainan dimana alat-alat atau bagianbagian permainan ditempatkan, dipindahkan, atau digerakan pada permukaan yang telah ditandai atau dibagi-bagi menurut seperangkat aturan Tidak ada papan permainan standar dalam ular tangga. Setiap orang dapat menciptakan papan mereka sendiri dengan jumlah kotak, ular dan tangga yang berlainan. Setiap pemain mulai dengan bidaknya di kotak pertama (biasanya kotak di sudut kiri bawah) dan secara bergiliran melemparkan dadu. Bidak dijalankan sesuai dengan jumlah mata dadu yang muncul. Bila pemain mendarat di ujung bawah sebuah tangga, mereka dapat langsung pergi ke ujung tangga yang lain. Bila mendarat di kotak dengan ular, mereka harus turun ke kotak di ujung bawah ular. Pemenang adalah pemain pertama yang mencapai kotak terakhir. Biasanya bila seorang pemain mendapatkan angka 6 dari dadu, mereka mendapat giliran sekali lagi. Bila tidak, maka giliran jatuh ke pemain selanjutnya. Pada penelitian ini papan permainan dibuat sendiri oleh guru demikian juga aturan permainannya,yaitu yang umum seperti di atas. Aturan permainan yang ditambahkan guna menunjang pembelajaran PKn adalah dengan disediakan seperangkat kartu pertanyaan yang harus dijawab setelah pemain menjalankan bidaknya. Jika pemain tidak dapat menjawabnya maka akan ada sanksi baginya yaitu menyanyikan lagu nasional. Selanjutnya pertanyaan itu akan dijawab bersama dalam kelompok bermainnya. Setiap pemain wajib membuat rangkuman jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan yang telah dijawab dalam kelompok bermainnya. Slameto (2010:2) memberikan definisi belajar sebagai berikut: Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Slavin (1991:98), Learning is usually defined as achange in individual caused by experience. Yang artinya bahwa belajar sering didefinisikan sebagai perubahan dalam individu yang disebabkan oleh pengalaman. Menurut Hilgard (Slameto, 2010:57), Interest is persisting tendency to pay attention to and enjoy some activity or content. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Pendapat senada disampaikan Ulrich 167

68 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Schiefele (1991:302), Individual interest as a latent characteristic. Individual interest is interpreted here as the relatively long-term orientation of an individual toward a type of object, in activity, or an area of knowledge. Minat individu sebagai karakteristik laten. Minat individu di sini ditafsirkan sebagai orientasi relatif jangka panjang dari individu terhadap jenis objek, aktivitas, atau bidang pengetahuan. Salah satu cara untuk menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan dalam pembelajaran yaitu dengan bermain. Permainan ular tangga dapat dikreasi menjadi permainan edukatif. Dengan adanya permainan edukatif seperti ini, anak-anak menjadi senang belajar khususnya untuk pelajaran PKn yang pada umumnya dianggap sebagai pelajaran yang membosankan. Selain itu, dalam permainan ini juga terjadi interaksi atau komunikasi antar pemain. Permainan ular tangga melatih jiwa sosial siswa, disiplin aturan, dan menghargai teman, serta melatih kesabaran para pemainnya dalam menunggu giliran. Rumusan masalah pada penelitian ini, bagaimana penerapan permainan ular tangga dapat meningkatkan minat belajar PKN pada siswa kelas VIII G tahun pelajaran 2013/2014? Metodologi Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sedayu yang beralamat di Panggang Argomulyo Sedayu Bantul. Sekolah ini memiliki 21 kelas dengan kapasitas rata-rata kelas 30 siswa. Sebagian besar siswa berasal dari desa dengan latar belakang pekerjaan orang tua sebagai petani, buruh, pedagang, sebagian kecil sebagai PNS, POLRI dan TNI. Jumlah guru ada 43 orang dengan latar belakang pendidikan sebagian besar sarjana. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Sedayu tahun pelajaran 2013/2014 semester genap. Jumlah siswa 32 orang, terdiri atas 12 orang siswa lakilaki dan 20 orang siswa perempuan. Alasan pemilihan subjek penelitian pada kelas VIII G karena berdasarkan hasil observasi awal ditemukan bahwa permasalahan di kelas ini selama proses belajar-mengajar PKn diantaranya siswa tidak antusias dalam pembelajaran PKN, tidak gembira belajar PKn. Hal ini terlihat pada sikap mereka yang tidak peduli, pada saat pelajaran siswa banyak yang mengantuk, berbicara sendiri dengan temannya ada juga yang bermainmain saat dijelaskan oleh guru. Tetapi begitu istirahat siswa-siswa kelas ini dengan segera menuju meja guru dimana disana terdapat komputer. Siswa menghidupkan komputer bukan untuk mengerjakan tugas melainkan bermain game. Sementara siswa yang lainnya ada yang bermain keluar kelas. Wajah mereka begitu riang berbeda dengan saat harus belajar, sehingga persoalan ini menuntut guru untuk segera mengambil tindakan pemecahan. Waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan penelitian tindakan kelas mulai dari persiapan, perencanaan, pelaksanaan tindakan dan observasi, refleksi dan pelaporan selama 10 minggu, yaitu dari minggu pertama bulan Januari 2014 sampai 168

69 Suparyatun - Meningkatkan Minat Belajar dengan minggu terakhir bulan Maret Jenis kegiatannya meliputi : penyusunan proposal, pembuatan perangkat PBM dan instrumen, pelaksanaan siklus I dan II, penyusunan hasil penelitian dan pelaporan. Langkah- langkah penelitian tindakan kelas menurut Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart (dalam I Wayan Sukaryana, 2002) adalah sebagai berikut: rencana tindakan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: angket minat dan lembar observasi, dokumentasi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa menggunakan teknik deskriptif kuntitatif dengan persentase. Penelitian tindakan kelas ini dianggap berhasil apabila :diperoleh ratarata persentase minat belajar dalam kategori tinggi. Persentase 85 %-100% termasuk dalam kategori sangat tinggi, 70 % - 84 % kategori tinggi, 55 % - 69 % sedang, dan < 55 % termasuk dalam kategori rendah. Hasil Penelitian dan Pembahasan Dari pengumpulan data diperoleh hasil empat aspek yaitu aspek belajar dengan gembira, aspek tidak ada yang mengantuk, terlibat aktif dalam pembelajaran, aspek semangat dalam belajar, aspek disiplin, menaati aturan permainan. Pada aspek belajar dengan gembira, suasana pembelajaran yang menggembirakan dari sebelum tindakan sampai dengan siklus II menunjukkan peningkatan yang sangat baik. Siswa belajar dengan gembira sebelum tindakan ada 10 siswa (31,25% ), siklus I ada 29 dan pada siklus II terdapat 30 siswa. Dengan demikian dari sebelum tindakan sampai dengan Siklus II terdapat kenaikan yang sangat mencolok. Pada aspek tidak ada yang mengantuk, terlibat aktif dalam pembelajaran. Aspek tidak ada siswa yang mengantuk, terlibat aktif dalam pembelajaran dari sebelum tindakan sampai dengan siklus II menunjukkan peningkatan yang sangat baik. Hal ini menunjukkan kalau pembelajaran menjadi sangat menyenangkan. Siswa yang tidak mengantuk dan terlibat aktif dalam pembelajaran dari 15 siswa saat sebelum tindakan meningkat menjadi 31 siswa (96,87%) pada siklus I, dan meningkat lagi menjadi 32 siswa (100%) pada siklus II. Dengan demikian dari sebelum tindakan sampai dengan Siklus II terdapat kenaikan yang sangat baik. Aspek selanjutnya yaitu aspek semangat dalam belajar. Pada aspek semangat siswa dalam belajar menunjukkan peningkatan yang Sangat Baik. Ini menunjukkan pembelajaran menjadi menyenangkan. Siswa yang bersemangat dalam belajar sebelum tindakan ada 14 siswa. Pada siklus I meningkat menjadi 29 siswa, dan siklus II meningkat menjadi 30 siswa. Pada aspek disiplin, menaati aturan permainan menunjukkan peningkatan yang baik dari sebelum tindakan, sampai siklus II. Sebelum tindakan siswa yang disiplin, menaati peraturan ada 25 siswa, pada siklus I 30 siswa dan siklus II ada 31 siswa. Rata-rata peningkatan minat belajar siswa dari hasil pengamatan di atas dapat ditampilkan dalam grafik sebagaimana aat 169

70 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 dicermati pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan adanya peningkatan minat belajar. Sebelum tindakan terdapat 46,06% siswa yang berminat, setelah tindakan siklus I meningkat menjadi 92,96%, dan meningkat lagi menjadi 96,09 % setelah tindakan siklus II. Hasil pengamatan terhadap guru. Berdasarkan hasil pengamatan observer terhadap guru peneliti menunjukkan guru telah melakukan pembelajaran dengan baik pada siklus I, dan sangat baik pada siklus II. Hasil dari angket yang dibagikan kepada 32 siswa pada setiap akhir siklus dapat dilihat Tabel 4. Data Tabel 4 dapat menjelaskan bahwa siswa yang setuju pernyataan 1 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga saya merasa senang mengikuti pelajaran PKn, sebelum tindakan ada 15 siswa, pada siklus I ada 23 siswa, dan meningkat menjadi 29 (90,6%) pada siklus II. Siswa yang setuju pernyataan 2 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga belajar menjadi tidak membosankan sebelum tindakan ada 20 siswa, pada siklus I ada 30 siswa, dan meningkat menjadi 31 siswa pada siklus II. Siswa yang setuju pernyataan 3 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga membuat saya lebih aktif, terlibat dalam mengikuti pelajaran PKN sebelum tindakan ada 15 siswa, meningkat menjadi 31 siswa pada pada siklus I, demikian juga pada siklus II masih sama. Siswa yang setuju atas pernyataan 4 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga belajar jadi tidak mengantuk sebelum tindakan ada 15 siswa, naik pada siklus I menjadi 31 siswa. Pada siklus II semua siswa (32) menyatakan setuju pernyataan 4. Siswa yang setuju pernyataan 5 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga hasil belajar sebelum tindakan ada 10 siswa, naik menjadi 21 siswa pada siklus I dan meningkat menjadi 170

71 Suparyatun - Meningkatkan Minat Belajar 26 siswa pada siklus II. Siswa yang tidak setuju pernyataan 5 pada siklus I ada 6 siswa dan turun menjadi 3 siswa pada siklus II. Siswa yang setuju pernyataan 6 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga saya belajar menghormati pendapat teman lain sebelum tindakan ada 15 siswa, naik menjadi 31 siswa pada siklus I, dan meningkat menjadi 32 siswa pada siklus II. Siswa yang setuju pernyataan 7 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga saya belajar disiplin mentaati peraturan yang ada, sebelum tindakan ada 20 siswa, dan naik pada siklus 1 menjadi 32 (semua siswa) demikian juga pada siklus II. Dengan hasil angket tersebut dapat dikatakan bahwa penggunaan permainan ular tangga dalam proses pembelajaran pada materi peran lembaga-lembaga negara dapat meningkatkan minat belajar siswa. Dari hasil pengamatan dan angket minat belajar siswa sebelum tindakan, setelah tindakan siklus I, dan siklus II dapat diambil rata-rata minat belajar siswa sebagaimana dapat dicermati pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata minat belajar siswa dari hasil pengamatan dan angket menunjukkan adanya peningkatan. Pada prasiklus diperoleh rata-rata 48,95%, meningkat menjadi % pada siklus I, dan meningkat lagi menjadi 95,54% pada siklus II dengan kategori sangat tinggi. Selain dari pengamatan dan angket siswa data dalam penelitian ini didukung dengan pendapat siswa terhadap pembelajaran PKN dengan permainan ular tangga. Sebagian besar siswa 171

72 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 berpendapat pembelajaran PKN akan lebih menyenangkan dengan metode permainan dalam hal ini permainan Ular Tangga. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa permainan ular tangga dapat meningkatkan minat belajar PKn pada siswa kelas VIII G tahun pelajaran 2013/2014 SMP 1 Sedayu. Hal ini ditunjukkan dengan : Hasil pengamatan rata-rata persentase minat dari sebelum tindakan 46,09% termasuk kategori rendah, naik menjadi 92,96% pada siklus I, dan meningkat menjadi 96,09% pada sisklus II yang termasuk dalam kategori sangat tinggi. Hasil angket minat siswa sebelum tindakan rata-rata persentase minat sebesar 51,3% kategori rendah, meningkat menjadi 88,75% pada siklus I, dan meningkat lagi menjadi 95% pada siklus II dengan kategori sangat tinggi. Rata-rata hasil pengamatan dan angket minat sebelum tindakan sebesar 48,95%, naik menjadi 90,85% pada siklus I, dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 95,54% dengan kategori sangat tinggi. Daftar Rujukan Departemen Pendidikan Nasional Materi Pelatihan Terintegrasi Pendidikan Kewarganegaraan Kurikulum dan Silabus Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta. Schiefele, U Interest, Learning and Motivation. Federal Republic of Germany: Lawrence Erlbaum associates,inc. Slameto Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Slavin, Robert E Educational Psychology: Theory into Practice. Needham Heights: A Division of Simon & Schuster. Sukaryana, I. Wayan Penelitian Tindakan Kelas, Malang: Proyek Peningkatan PPPG IPS/PMP Malang. Sunarti, Bernas, Jumat 27 Agustus perancangan-board-game-sang-pemimpin. 172

73 MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MELALUI KOLABORASI MEDIA AUDIO VISUAL DENGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) Haryanto SMP Negeri 1 Paliyan Gunungkidul DIY spdharyanto@gmail.com Abstrak: Penelitian bertujuan meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran IPS dengan memadukan pemanfaatan media audio visual dengan lembar kerja siswa (LKS) pada peserta didik SMP kelas 7 dengan tema pokok Keragaman Sosial Budaya sebagai Hasil Dinamika Interaksi Manusia. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriftif yang dilakukan pada minggu ketiga bulan April sampai dengan minggu keempat bulan Juli Data dikumpulkan melalui tes dan nontes. Data tes diambil dari hasil uji kognitif melalui tayangan audio visual yang dikolaborasikan dengan lembar kerja peserta didik (LKS), sedangkan nontes diperoleh sesuai hasil observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media audio visual untuk memecahkan masalah pada tugas peserta didik di lembar kerja berpengaruh positif terhadap prestasi belajar mata pelajaran IPS kelas 7 SMP. Analisis hasil secara kualitatif juga membuktikan bahwa ketika proses pembelajaran berlangsung menggunakan media audio visual yang dibuat sedemikian rupa dengan menyesuaikan materi LKS, peserta didik memperlihatkan respon cukup menyenangkan dan antusias. Kata kunci: IPS, kolaborasi, audio visual, LKS. Pendahuluan SMP Negeri 1 Paliyan Gunungkidul termasuk yang pertama untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 bersama beberapa sekolah lain yang dipilih di Indonesia. Pada awal-awal pelaksanaanya bisa dikatakan terasa berat, mengingat perubahannya cukup signifikan ditambah kritik dari berbagai pihak dan keluhan rekanrekan guru dari sekolah yang ditunjuk juga merasakan hal yang sama. Ini wajar, sebab peserta didik yang semula diberitahu oleh guru (mendominasi sebagai sumber belajar pada kurikulum sebelumnya), pada Kurikulum 2013 bahkan guru harus menahan diri untuk tidak memberitahu. Alasannya, peserta didik yang harus kreatif mencari tahu, menemukannya sendiri dari berbagai aneka sumber belajar, lebih aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran dengan mengamati atas suatu fonemena, merumuskan pertanyaan, mengumpulkan data/informasi kemudian menganalisisnya sampai diperoleh kesimpulan dan akhirnya mengomunikasikan kesimpulan itu dalam presentasi di depan kelas. Sementara peran bapak dan ibu guru memotivasi, memfasilitasi, membimbing, mengarahkan, 173

74 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 membantu kesulitan dalam mengerjakan tugas dan melaksanakan pengujian. Problema yang muncul di lapangan pada awal-awal sosialisasi kurikulum 2013 yaitu diskusi dan diskusi yang akan mendominasi dalam pembelajaran IPS. Persoalannya sebuah metode pembelajaran yang selalu digunakan secara monoton rawan menimbulkan kebosanan sehingga pada gilirannya proses belajar kurang optimal. Demikian juga permasalahan penguasaan teknonologi dan informasi menjadi salah satu prinsip dan wajib dikuasai dalam pembelajaran kurikulum 2013 karena tidak semua guru pada masa transisi menguasai. Bahkan mata pelajaran TIK dihapus, harus menjadi satu dengan semua mata pelajaran lain sehingga komputer tidak diajarkan secara terpisah. Perubahan ini akan memberikan konsekuensi bagi guru-guru, termasuk guru IPS dituntut untuk full melek TIK sehingga tidak cukup sekedar bisa membuat presentasi slide powerpoint. Sedangkan persoalan untuk kelas atau peserta didik yaitu bagaimana pemanfaatan teknologi informasi itu bisa meningkatkan prestasi pada mata pelajaran IPS dan menarik perhatian mereka sehingga suasana kegiatan belajar mengajar tidak bosan. Model pemecahan yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu melalui variasi dalam pembelajaran. Variasi termasuk kolaborasi, dalam PTK ini mencoba mengkaitkannya dengan lembar kerja peserta didik (LKS) dengan audio visual untuk memancing kreativitas peserta didik dalam mencari dan menemukan ide, pertanyaan atau jawaban melalui pengamatan media. Kolaborasi dari keduanya diharapkan menarik, karena jika peserta didik tidak tertarik dengan materi pelajaran, atau mata pelajaran itu merupakan salah satu pelajaran yang tidak disenangi sehingga tidak memperhatikan, maka audio visual mengarahkan perhatian mereka. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh dan mengingat isi pelajaran semakin besar. Bahkan sebagai apresiasi, nilai tambah dari kolaborasi keduanya apabila dibuat sendiri oleh guru yang bersangkutan sehingga kecuali menarik perhatian peserta didik dalam pembelajaran tetapi juga sebagai media pemberian contoh dari bentuk sebuah kreativitas yang memiliki nilai prestasi belajar tidak saja berarti pengetahuan semata tetapi juga memiliki makna yang lebih luas. Istilah prestasi sendiri berasal dari bahasa Belanda, prestatie. Dalam pengertian umum dapat dimaknai sebagai hasil yang dicapai dari usaha yang telah dikerjakan atau dilakukan. Sementara belajar adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar atau disengaja untuk mendapatkan sejumlah kesan dan bahan yang telah dipelajarinya (Anisah Basleman & Syamsu Mappa, 2011:2). Dengan demikian dua kata itu bila digabungkan (prestasi belajar) dapat diartikan sebagai hasil usaha yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh sejumlah kesan atau bahan dari yang dialaminya. Mata pelajaran IPS merupakan paduan dari pelajaran geografi, ekonomi, dan sejarah. Pada kurikulum KTSP diajarkan 174

75 Haryanto - Meningkatkan Prestasi Belajar secara terpisah masing-masing diajar dengan guru yang berbeda (3 x 2 JP= 6 JP). Dalam kurikulum 2013 diringkas menjadi 4 JP diajar oleh satu guru yang sama, kesemuanya diajarkan secara terintegrasi dengan ciri pembelajaran terpadunya menggunakan geografi sebagai platform kajian, dengan pertimbangan semua kejadian dan kegiatan terikat dengan lokasi, tujuannya yaitu menekankan pentingnya konektivitas ruang dalam memperkokoh NKRI (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2013:77). Kolaborasi secara umum dimaksudkan sebagai penggabungan atau kerjasama. Kolaborasi dalam pembelajaran yaitu bekerjasama atau penggabungan untuk tercapainya tujuan. Media audio visual sudah lazim diartikan sebagai alat peraga yang bersifat dapat didengar dan dilihat, yang memiliki keunggulan-keunggulan antara lain mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realistis dalam waktu yang singkat, dapat diulang-ulang (untuk menambah kejelasan informasi), mengatasi jarak dan waktu, serta mengembangkan imajinasi peserta didik (Lis Murtini, 2013). Sedangkan LKS adalah bahan ajar berupa lembaran berisi materi, ringkasan, petunjukpetunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik (Andi Prastowo, 2015:2014). Lembar kerja ini bermanfaat mempercepat pengajaran dan mempersingkat waktu penyajian materi pelajaran, memudahkan penyelesaian tugas perorangan, kelompok, atau klasikal karena tidak setiap peserta didik dapat memahami persoalan itu pada keadaan bersamaan. Pentingnya penelitian dari rumusan paparan di atas yaitu, pertama, untuk meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran IPS melalui pemanfaatan teknologi dan informasi (media audio visual) yang dikolaborasikan dengan lembar kerja peserta didik (LKS). Kedua, menghindari suasana monoton dan bosan peserta didik terhadap model pembelajaran tertentu, serta menumbuhkan kreativitas untuk berfikir kreatif dan inovatif melalui aktivitas mengamati informasi atau pesan media pembelajaran yang lebih hidup (tidak sekedar gambar mati) dengan berbagai variasi, sehingga kecuali digiring tidak sekedar mengetahui tetapi sekaligus juga menghayati. Ketiga, pemberian contoh tidak langsung dari sebuah bentuk kreativitas untuk menarik perhatian peserta didik dalam pembelajaran (misalnya media dibuat sendiri oleh guru dan dipublikasikan di media massa atau internet sehingga bisa diakses untuk kepentingan pendidikan). Metode Penelitian Penelitian yang dipilih yaitu penelitian tindakan dengan dua siklus. Setiap siklus meliputi planning (perencanaan), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi) yang dilaksanakan di SMP Negeri 1 Paliyan Gunungkidul DIY pada minggu ketiga bulan April sampai dengan minggu keempat bulan Juli 2015 pada peserta didik kelas VII A tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah 32 orang, yang terdiri dari 13 laki-laki dan 19 perempuan. 175

76 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Perencanaan (planning) diawali penyusunan RPP dengan tema Keragaman Sosial-Budaya sebagai Hasil Dinamika Interaksi Manusia berdasarkan langkahlangkah penerapan model pembelajaran kolaborasi media audio visual dengan lembar kerja peserta didik melalui kerja kelompok sesuai urutan pembelajaran saintifik. Kedua, membuat media audio visual dengan LKS sesuai tema bahasan. Media pembelajaran yang dibuat (12 video) juga dipublikasikan di Youtube dengan harapan bisa diakses untuk kepentingan pendidikan. Ketiga, menyiapkan instrumen untuk pengumpulan data berupa rubrik pengamatan dan penilaian. Action (pelaksanaan) penekanan dalam tema ini diawali dengan mengamati tayangan media audio visual, Keragaman Sosial Budaya sebagai Hasil Dinamika Interaksi Manusia dan menanyakan tentang pengamatannya itu. Peserta didik menanyakan atau mempertanyakan tentang keragaman budaya antar daerah. Pada saat yang sama guru mempertajam mengarahkan pada pertanyaan-pertanyaan ke pencapaian kompetensi dasar. Dari data media audio visual yang diamati sebagai bahan untuk pertanyaan ditambah data lain dari buku teks pegangan peserta didik tentang keragaman sosial-budaya, kemudian menelaahnya, melakukan curah pendapat untuk menganalisis bersama kelompoknya. Tema Keragaman Sosial- Budaya sebagai Hasil Dinamika Interaksi Manusia dikerjakan melalui lembar kerja proyek sesuai pertanyaan lembar kerja (LKS), kemudian pada minggu berikutnya menganalisis dan mendiskusikan sebabsebab terjadinya perbedaan atau keragaman itu, atau permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengannya. Hasil informasi atau data penelusuran masing-masing kelompok diujikan dalam bentuk tes melalui video di layar LCD. Misalnya tugas pertama yang diujikan adalah keragaman budaya lagulagu daerah nusantara. Ada 15 pertanyaan yang harus dijawab terdiri dari judul lagu dan daerah asalnya. Contoh media audio visual keragaman lagu daerah yang diujikan dengan bait-bait syair yang tidak lengkap dinyanyikan oleh seorang penyanyi cilik di layar LCD: Yarabe soren doreri Ara fabye aswa rakwar Wullenso baninema bakipase Ara fabye aswarakwar Ara fabye aswarakwar Bait-bait di atas adalah pertanyaan, dan bila peserta didik dalam kelompok menjawabnya dengan benar maka akan dijawab dengan lagu Apuse Kokon Dao dari Papua. Hal demikian juga dibuat sama pada 14 lagu daerah lainnya yang sengaja dikemas sedemikian rupa oleh peneliti dengan memotong bagian-bagian tertentu pada syair lagunya. Adapun observasi (observation) yaitu kegiatan mengamati meliputi aktivitas peserta didik dalam pembelajaran dari aspek sikap, pengetahuan dan keterampilannya. Sementara reflection (refleksi) dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan dan tindakan 176

77 Haryanto - Meningkatkan Prestasi Belajar baik yang bersifat positif maupun negatif. Pelaksanaan refleksi berupa diskusi antara observer dan peneliti. Dalam refleksi ini dilakukan dengan mengumpulkan serta mengidentifikasi data yang diperoleh peneliti. Sumber-sumber data pada penelitian berupa data kognitif kemampuan pengetahuan peserta didik melalui tes. Selain itu, data kognitif juga diambil dari data nontes melalui lembar observasi yang dilakukan observer atas penilaiannya terhadap peserta didik dalam aktvitas mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan hasil simpulannya. Data afektif, berupa data sikap meliputi sikap spiritual dan sosial (kerjasama, disiplin, dan tanggung jawab) peserta didik. Data psikomotorik, berupa data keterampilan dalam presentasi, berargumentasi, mengemukakan pendapat, dan berkontribusi. Cara pengambilan data melalui tes dan non tes. Pengumpulan data dengan tes untuk mengukur pengetahuan peserta didik berupa penilaian kognitif dari hasil kerja kelompoknya. Penilaian terutama melihat penguasaan materi sesuai materi kelompok dalam lembar kerja yang diujikan dalam bentuk tayangan media audio visual sesuai tagihan lembar kerja peserta didik (LKS). Sementara pengambilan data nontes diambil melalui observasi peserta didik dengan menggunakan lembar berbentuk chek list yang diisi oleh observer. Data ini menyesuaikan penilaian kurikulum 2013 dengan melihat aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik selama melaksanakan kegiatan pembelajaran. Analisis data penelitian dilakukan melalui data prestasi peserta didik dan data pelaksanaan pembelajaran. Data prestasi peserta didik dalam kelompok kerja IPS dinyatakan tuntas belajar apabila mendapat nilai 75 sesuai dengan KKM yang telah ditentukan. Data pelaksanaan pembelajaran berupa observasi menggunakan skala penilaian dengan rentang nilai dalam bentuk chek list selama mengikuti pembelajaran IPS dari angka 4, 3, 2, 1 untuk aktivitas peserta didik yang berarti angka 1 = sangat tidak baik; 2 = tidak baik; 3 = baik; 4 = sangat baik, dengan cara memberi tanda centang ( ü ) pada kolom skala nilai. Hasil dan Pembahasan SMP Negeri 1 Paliyan Gunungkidul D.I.Yogyakarta pada masa-masa transisi dari kurikulum KTSP ke Kurikulum 2013 terutama kaitannya teknologi informasi komunikasi pemanfaatan media menjadi wajib dikuasai dan digunakan dalam pembelajaran. Pengadaan dan penguasaan LCD bagi kelas VII yang sudah diharuskan Kurikulum 2013 merupakan prioritas, atau menjadi keharusan. Tujuannya untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) sehingga prestasi belajar peserta didik lebih optimal. Di sinilah tantangan bagi guruguru IPS tidak statis berkutat pada pola pengajaran yang sudah ada, tetapi dituntut untuk lebih dinamis menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan teknologi. 177

78 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Pendekatan pengajarannya menggunakan pembelajaran saintifik, terdiri atas aktivitas mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Untuk memperkaya khazanah metode pembelajaran atau mengantisipasi kemungkinan kejenuhan maka diperlukan variasi yang bisa memancing perhatian peserta didik. Fungsinya juga diarahkan sesuai tujuan, misalnya agar lebih kreatif dalam mencari dan menemukan ide, pertanyaan atau jawaban. Variasi dalam PTK ini mengkolaborasikan media audio visual dengan lembar kerja peserta didik (LKS) melalui aktivitas mengamati yang tidak hanya sekedar tahu tetapi sekaligus memahami dan menghayati, terlihat peserta didik juga lebih antusias dan kelihatan senang. Antusiasme dan ketertarikan peserta didik ini penting, sebab jika tidak tertarik dengan materi pelajaran hasilnya juga kurang optimal, maka variasi dengan media audio visual bertujuan menggiring perhatian mereka sehingga untuk mengingat dan memperoleh kesan dari isi pelajaran semakin besar untuk bisa diharapkan. Hal ini bisa dibaca pada peningkatan hasil nilai dari kondisi awal, siklus I, dan siklus II pada Tabel 1. Data Tabel 1 dapat diuraikan nilai rerata kondisi awal yaitu 50,25 dari semua kelompok dalam pengujian tugas proyek belum ada yang mencapai KKM (0 %). Pada siklus I rerata nilai menjadi 68,87. Apabila dihitung jumlah kelompok yang belum KKM berjumlah 7 dan hanya 1 kelompok yang sudah tercapai atau mengalami peningkatan 12,5 %. Pada siklus II bergeser mengalami peningkatan 100 % dengan nilai rerata menjadi 84,12. Dengan demikian hasil pengujian hipotesis: kolaborasi media audio visual dengan LKS dapat meningkatkan 178

79 Haryanto - Meningkatkan Prestasi Belajar prestasi belajar pada mata pelajaran IPS. Hal demikian disebabkan melalui media, proses pembelajaran bisa lebih menarik dan menyenangkan. Dengan menggunakan media berteknologi seperti halnya materi lembar kerja peserta didik (LKS) yang diterjemahkan melalui tayangan audio visual amat membantu peserta didik dalam belajar. Hal penting lainnya pemanfaatan media audio visual ini juga membantu memperjelas pesan pembelajaran. Informasi tertulis pada lembar kerja (LKS) atau metode ceramah yang disampaikan secara lisan terkadang tidak dipahami sepenuhnya oleh peserta didik, terlebih apabila guru waktunya kurang cukup dalam menjelaskan materi pelajaran, maka media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Kolaborasi media ini mampu menimbulkan rasa senang selama pembelajaran berlangsung, memberikan hubungan antara isi materi dengan dunia nyata dan interaksi lebih langsung antara peserta didik dengan sumber belajar sehingga menimbulkan gairah belajar. Sebaliknya pengetahuan peserta didik akan semakin abstrak apabila pesan disampaikan melalui verbal semata yang tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol, hanya mengetahui tentang kata tanpa memahami 179

80 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 dan mengerti makna yang terkandung di dalamnya. Hal ini bisa menimbulkan kesalahan persepsi. Oleh sebab itu, kolaborasi media audio visual dengan materi pada lembar kerja peserta didik (LKS) memiliki pengalaman yang lebih kongkrit, pesan yang ingin disampaikan benar-benar dapat mencapai sasaran dan tujuan. Pembahasan hasil nontes melalui observasi terhadap peserta didik dilihat dari aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, ada beberapa instrumen yang kosong atau belum ada nilainya, hal demikian bisa dipahami karena sesuai perencanaan pembelajaran (RPP) bahwa nilai aspek keterampilan (kemampuan presentasi, berargumentasi, mengemukakan pendapat, dan berkontribusi) baru akan diujikan pada putaran berikutnya pada siklus II. Sebaliknya pada siklus 2 aktivitas mengumpulkan data dan mengasosiasi pada lembar observasi tidak terlihat, hal demikian juga dimengerti sesuai urutan pembelajaran sudah dilaksanakan pada tahapan sebelumnya. Dengan kata lain pada putaran sesudahnya tinggal mengkomunikasikan laporan hasil dari kesimpulan asosiasi atau analisisnya melalui keterampilan presentasi di depan teman-teman kelompok yang lain. Pembahasan observasi peserta didik dari aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diamati observer menunjukkan banyak nilai tambah daripada putaran sebelumnya. Pada instrumen mengamati dari aspek pengetahuan terbukti menarik perhatian mereka. Bahkan dalam aktivitas mengamati sudah ditunjukkan sejak siklus I perhatiannya sangat fokus pada pesan yang disampaikan media. Nilai tambah lain ternyata juga merangsang imajinasi dalam bertanya (menanya) dan mengembangkan pendapat. Apalagi kalau audio visual itu dibuat dengan menarik dan mengena akan lebih menarik perhatian mereka untuk mengetahui atau bertanya lebih jauh. Dalam tema, Keragaman Sosial Budaya misalnya, dengan menampilkan berbagai macam suku bangsa (Minang, Jawa, Madura, Sunda, Betawi, Makasar, Melayu, Menado, Batak, Bali, Flores, Ambon, dan Papua) cukup membuat peserta didik terkesan. Dialek mereka dengan ciri khas masing-masing, kecuali dikesankan lucu (seperti ngapak-ngapak Tegal atau Cilacap, logat Madura, Ambon, Flores, dan Jawa yang ngglalur memanjang) tetapi juga menunjukkan menambah kekayaan suku bangsa yang beragam banyaknya. Kajian refleksi siklus II secara umum lebih baik dari pada siklus sebelumnya. Kekurangan-kekurangan pada siklus I seperti saran observer agar peserta didik dalam pencarian sumber belajar tidak hanya mengandalkan visualisasi gambar atau foto tetapi diperbaiki dengan ditambah mencari dan mengamati video atau rekaman yang berkait dengan materi. Misalnya dengan mencari ada dibanyak media elektronik seperti internet, kenyataanya juga meningkatkan pemahaman peserta didik sehingga dalam pengujian tes audio visual cukup membantu. Dari data-data 180

81 Haryanto - Meningkatkan Prestasi Belajar yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa hasil mengkomunikasikan tugas proyeknya setelah diujikan dengan menggunakan media audio visual yang dibuat sendiri oleh guru, nilai peserta didik dalam kelompok tugas dengan rerata nilai mengalami penambahan yang signifikan dari 68,87 pada siklus I menjadi 84,12 pada siklus II sehingga sudah dapat dikatakan tuntas dari nilai KKM yang ditentukan 75. Kajian refleksi melalui pengamatan nontes, instrumen-instrumen aspek sikap dan pengetahuan beberapa hal juga patut dicatat mendapat kemajuan dari pada siklus sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2. Kekurangan-kekurangan pada siklus I seperti dijumpainya dua peserta didik yang tampak pasif kemudian diakhir pembelajaran dihimbau agar semua berpartisipasi dalam kerjasama kelompok, tidak menggantungkan temannya yang dianggap lebih pandai. Hal tersebut teratasi pada siklus II sehingga semuanya nampak memberikan kontribusi pada kelompoknya. Demikian juga aktivitas bertanya juga memperlihatkan suasana lebih hidup daripada putaran sebelumnya. Bila dilihat respon dari roman muka peserta didik dalam memahami informasi melalui media, tidak hanya mengetahui tetapi sekaligus juga menghayati. Jika pada soalsoal tes pada umumnya diujikan aspek pengetahuan semata-mata, misalnya karena hasil membaca atau menghapal, bahwa lagu daerah Apuse Kokon Dao itu berasal dari Papua, Tari Saman berasal dari Aceh, atau pertunjukkan rakyat wayang kulit berasal dari Jawa Tengah atau D.I.Yogyakarta, tetapi pengujian tes melalui media audio visual ini tidak hanya sekedar tahu karena membaca atau menghafal, bahkan melalui visualisasi peristiwa yang terjadi sehingga dibawa atau diajak untuk merasakan atau menghayatinya. Di sinilah nilai-nilai kognitif itu juga terintegrasi dengan aspek afektifnya. Kesimpulan Hasil penelitian dan pembahasan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dapat disimpulkan yaitu pertama, kolaborasi LKS dengan media audio visual yaitu memadukan lembar kerja peserta didik dengan tayangan audio visual untuk membantu memahami informasi sesuai materi tugas dalam lembar kerja. Tayangan media dibuat sesuai tema bahasaan, kecuali merupakan bagian penting aktivitas mengamati dalam Kurikulum 2013 tetapi juga bisa dibuat atau diarahkan memancing pertanyaan (aktivitas menanya) serta menciptakan suasana yang kondusif sehingga peserta didik merasa senang dan tidak bosan. Kedua, kolaborasi media audio visual dengan LKS meningkatkan prestasi belajar pada pembelajaran IPS kelas VII SMP Negeri 1 Paliyan khususnya tema, Keragaman Sosial Budaya sebagai Hasil Dinamika Interaksi Manusia. Ketiga, kolaborasi keduanya dapat mengurangi kobosanan dari model pembelajaran tertentu, terbukti sangat menarik minat peserta didik kelas VII di SMP Negeri 1 Paliyan terlihat dari respon yang cukup antusias dan menyenangkan. 181

82 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Daftar Rujukan Basaleman, Anisah dan Mappa, Syamsu Teori Belajar Orang Dewasa. Bandung: Remaja Rosdakarya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 SMP Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Kemendikbud Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/Mts Kelas VII. Jakarta: Kemendikbud. Murtini, Lis Media Audio Visual dan Multimedia. lismurtini wordpress. com/2013/06/18/mediaaudio-visual-dan-multimedia/, diakses tanggal 22 November Prastowo, Andi Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press. 182

83 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKn MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW Sumiyadi SD Piyungan, Bantul Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar PPKn melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas VI C, SD Piyungan, semester 1 tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian dilaksanakan di SD Piyungan, UPT PPD Kecamatan Piyungan, Bantul. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan empat tahapan: perencanaan, pelaksanaan/ tindakan, observasi, dan refleksi yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Subjek penelitian siswa kelas VI C SD Piyungan berjumlah 28 orang. Tindakan dilakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi dan tes hasil belajar. Data dianalisis dengan teknik deskriptif dan kuantitatif. Hasil belajar siswa menunjukkan adanya peningkatan dengan dibuktikan data pencapaian nilai di atas KKM. Siklus I sebesar 43% nilai di atas KKM, siklus II meningkat menjadi 98%. Data ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kata Kunci: hasil belajar, pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw Pendahuluan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di sekolah dasar sebagian besar merupakan ingatan ataupun hapalan fakta dan konsep. Siswa memperoleh hasil yang baik tentunya didukung oleh daya ingat tentang fakta. Daya ingat muncul apabila siswa giat belajar. Siswa senang belajar apabila memiliki minat yang timbul dalam dirinya. Dorongan dalam individu inilah yang dapat meningkatkan hasil belajar. Minat belajar rendah akan menimbulkan keengganan belajar. Guru dapat menggunakan berbagai cara untuk membangkitkan minat belajar, menggunaan berbagai sumber belajar, variasi metode, media serta menerapkan inovasi pembelajaran. Fenomena yang muncul saat ini yaitu kegiatan belajar siswa belum sesuai dengan harapan, suasana belajar kurang kondusif, siswa belum sepenuhnya memiliki minat dan motivasi belajar. Mulyasa dalam Suyadi (2013:74-76) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 peserta didik secara heterogen, dan bekerja sama saling menguntungkan positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan 183

84 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 bagian materi pelajaran yang harus dipelajari, serta menyampaikan materi kepada anggota kelompok yang lain. Model kooperatif tipe Jigsaw diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan terkait dengan rendahnya hasil belajar. Udin S. Winata Putra (2014:123) menyatakan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD Menurut Wahyu Widodo, dkk (2015:53) Pendidikan Kewarganegaraan adalah bentuk identitas yang memungkinkan individu-individu merasakan makna kepemilikan, hak, dan kewajiban sosial dalam komunikasi politik (negara). Pendidikan Kewarganegaraan berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara. Siswa diberikan materi pembelajaran tentang pelaksanaan kewajiban sebagai siswa, anggota keluarga, anggota masyarakat, serta warga negara. Siswa diberi pemahaman bahwa pelaksanaan kewajiban harus diutamakan sebelum menuntut hak. Muhammad Junaidi (2013:vi) menyatakan Pendidikan Kewarganegaraan adalah bentuk penggemblengan individuindividu agar mendukung dan memperkokoh komunitas politiknya sepanjang komunitas politik itu merupakan hasil kesepakatan. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan yang memberikan pemahaman tentang politik suatu negara. Warga negara melaksanakan kewajiban maupun hak politik yang sudah diatur sesuai hasil kesepakatan agar kehidupan berlangsung tertib, aman, dan lancar. Menurut Nurhadi dalam Muhammad Thobroni & Arif Mustofa (2011:287) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa) untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Pembelajaran kooperatif merupakan belajar bersama dalam kelompok yang anggotanya saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama. Anggota kelompok saling menghargai pendapat sehingga terjalin kerja sama yang positif. M Hosnan (2014:235) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif badalah suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih, dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk belajar bersama dalam kelompok, saling membantu agar anggota kelompoknya dapat menguasai materi pelajaran. Menurut Sutirman (2013:29) pembelajaran kooperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompokkelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran kooperatif 184

85 Sumiyadi - Meningkatkan Hasil Belajar di atas, dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelompok kecil yang beranggotakan empat sampai dengan enam siswa, saling bekerja sama dan bertanggung jawab atas pemahaman semua anggota. Abdul Majid (2013:182) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam kelompok kecil. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan kerja sama dalam belajar berbentuk kelompok yang beranggotakan antara empat sampai enam orang. Lie dalam Abdul Majid (2013:182) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif model Jigsaw merupakan belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen, dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Beberapa pendapat tentang pembelajaran kooperatif di atas dapat memberi pemahaman bahwa bahwa pembelajaran koperatif tipe Jigsaw adalah pembelajaran dalam kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa dan setiap siswa bertanggung jawab terhadap pemahaman dirinya dan anggota lain dalam kelompok yang bersangkutan. Menurut Doni Juni Priansa (2015:66) prestasi belajar adalah perubahan perilaku individu. Perubahan perilaku bersifat permanen atau tetap. Perubahan tingkah laku tersebut terjadi dari semula belum tahu menjadi tahu. Perubahan perilaku terjadi secara sadar dan disengaja, bukan karena kebetulan. Berdasarkan definisi mengenai prestasi belajar di atas, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan prestasi adalah penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti proses belajar. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classrom action research). Desain penelitian dan prosedur menggunakan model Kemmis & Mc. Taggart dalam (IG.A.K Wardani, dkk, 2014:21). Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, seiap siklus dilakukan dengan 2 kali tatap muka mengunakan empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan/tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian yaitu siswa kelas VI C, SD Piyungan, sebanyak 28 siswa yang terdiri dari 13 laki-laki, dan 15 perempuan. Penelitian dilaksanaan di SD Piyungan, Piyungan, Kabupaten Bantul. Waktu penelitian bulan Agustus sampai dengan November 2016 pada semester 1 tahun pelajaran 2016/2017. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan tes hasil belajar. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data mencakup tentang rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, hasil pengamatan, serta hasil belajar siswa. Data kuantitatif berupa hasil tes siklus pertama dan kedua, sedangkan data kualitatif berupa deskriptif PPKn 185

86 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti maupun kolaborator. Keberhasilan penelitian ditandai dengan peningkatan nilai rata-rata. Kenaikan nilai diperoleh setelah diadakan tindakan perbaikan dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada mata pelajaran PPKn, dibedakan antara nilai rata-rata sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Untuk mempermudah dalam rangka mendapatkan data maka dibantu oleh teman sejawat. Teknik analisis data menggunakan deskriptif Model Miles dan Huberman Data Reduction (Reduksi Data). Data dirangkum, dipilih data pokok, difokuskan pada informasi yang penting, kemudian dicari tema dan pola hubungan. Data hasil reduksi (rangkuman) memberikan gambaran jelas sehingga mempermudah dalam pengumpulan data berikutnya. Data yang diperoleh selanjutnya dipisah untuk dianalisis. Langkah selanjutnya yaitu penyajian data dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan hubungan antar kategori maupun flowchart. Data dalam bentuk penelitian kualitatif dengan teks yang bersifat naratif, grafik, matriks, dan network (jejaring kerja). Selanjutnya dilakukan penyederhanaan informasi agar mudah dalam penyajian serta pemaparan yang dapat membantu dalam menyimpulkan data. Selanjutnya dilakukan Conclusoin Drawing (Verification) atau penarikan kesimpulan dan verifikasi yang merupakan langkah terakhir. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dapat berubah jika tidak ditemukan bukti kuat yang mendukung pada pengumpulan data berikutnya. Namun apabila kesimpulan telah didukung oleh bukti yang valid dan konsisten, maka menjadi kesimpulan yang kredibel (dapat dipercaya). Keberhasilan penelitian tentang hasil belajar siswa ditandai dengan peningkatan nilai rata-rata. Keberhasilan dalam proses pembelajaran disebabkan oleh keaktifan siswa dan adanya suasana belajar yang kondusif. Pembelajaran yang efektif menjadi indikator keberhasilan penelitian. Kenaikan nilai rata-rata diperoleh setelah diadakannya tindakan perbaikan dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada mata pelajaran PPKn. Tingkat keberhasilan diketahui dengan cara membedakan antara nilai rata-rata sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Kriteria keberhasilan dinyatakan jika subjek penelitian memperoleh nilai rata-rata minimal sama dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75 sebanyak 75%. Siswa yang belum mencapai nilai KKM diberikan tugas mandiri. Hasil Penelitian dan Pembahasan Observasi prasiklus dilakukan sebelum diadakannya penelitian tindakan kelas. Observasi dan pengkajian dilakukan terkait dengan proses pembelajaran yang dilakukan pada guru model. Hasil yang diperoleh prasiklus menunjukkan bahwa hasil siswa dalam pembelajaran muatan pelajaran PPKn masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan KKM. Nilai hasil belajar prasiklus pada muatan pelajaran PPKn sebagian besar berada di bawah KKM (75), yaitu sebanyak 21 dari 28 siswa. 186

87 Sumiyadi - Meningkatkan Hasil Belajar Rendahnya hasil belajar siswa menjadi alasan untuk melakukan langkah perbaikan proses pembelajaran dengan melalui penelitian tindakan kelas (PTK) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diharapkan dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran PPKn dengan persatuan dalam perbedaan. Deskripsi Penelitian Siklus I Pada siklus I ini dilakukan tindakan perbaikan melalui penelitian tindakan kelas berdasarkan dengan rekomendasi hasil prasiklus bersama teman sejawat. Adapun hasil penelitian pada siklus 1 yang direncanakan pelaksanaannya melalui pertemuan 1 dan 2 dapat dilihat dalam Tabel

88 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 Observasi guru model Siklus I ditampilakan dalam Gambar 1.Hasil observasi kegiatan belajar mengajar terhadap guru model, pada siklus I pertemuan 1 dan pertemuan 2 untuk 7 aspek yang dinilai kaitannya dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diperoleh skor masih di bawah nilai rata-rata yang ditetapkan (75%) pada aspek menyampaikan tujuan. Oleh karena itu bersama dengan teman sejawat dilakukan diskusi untuk menentukan langkah perbaikan pembelajaran berdasarkan dengan hasil refleksi. Hasil refleksi menunjukkan bahwa pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus I pertemuan 1 dan 2 dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat berlangsung lebih efektif, maka secara keseluruhan aspek pengamatan terhadap guru model perlu untuk ditindaklanjuti. Tindakan perbaikan dilakukan pada seluruh aspek pengamatan. Langkah selanjutnya yang ditempuh dengan melakukan perbaikan pada siklus selanjutnya (siklus II). Langkah perbaikan pembelajaran yang dilakukan diharapkan dapat berpengaruh secara langsung terhadap hasil belajar siswa yaitu PPKn materi persatuan dalam perbedaan. Adapun hasil perbaikan pada siklus Im menunjukkan bahwa hasil nilai rata-rata siswa masih kurang memuaskan walaupun terdapat peningkatan pada pertemuan 1 dan 2. Peningkatan hasil belajar siswa belum signifikan. Untuk mengetahui hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan data pada Tabel 2, hasil belajar siswa siklus I menunjukkan bahwa ratarata jumlah siswa sebanyak 16 dari 28 yang mengikuti evaluasi memperoleh nilai di bawah KKM (75), sebanyak 12 siswa memperoleh nilai di atas KKM. Siswa masih banyak yang memperoleh nilai di bawah KKM dijadikan sebagai alasan untuk melakukan tindakan siklus selanjutnya (siklus II). Refleksi dilakukan antara guru model dengan kolaborator. Adapun hasilnya sebagai berikut: pertama, kegiatan menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa yang dilakukan oleh guru model 188

89 Sumiyadi - Meningkatkan Hasil Belajar berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh teman sejawat dengan menggunakan instrumen hasil yang diperoleh dinyatakan masih kurang jelas, siswa belum termotivasi dalam belajar sehingga perlu perbaikan; kedua, kegiatan menyajikan informasi oleh guru model di kelas dalam kegiatan pembelajaran belum sepenuhnya dipahami siswa sehingga dalam kegiatan pembelajaran siklus selanjutnya perlu diperbaiki; ketiga, kegiatan membentuk kelompok asal oleh guru model masih kurang efektif sehingga perlu ditingkatkan lagi; keempat, kegiatan membentuk kelompok ahli yang dilakukan oleh guru model masih belum berjalan dengan lancar sehingga masih perlu ditingkatkan dan diperbaiki pada siklus selanjutnya; kelima, kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh guru model kurang optimal. Indikator keberhasilan belum tercapai karena adanya kekurangan yang perlu diperbaiki, sehingga masih perlu ditingkatkan dan dilanjutkan pada siklus berikutnya. Deskripsi Penelitian Siklus II Penelitian pada siklus II dibantu oleh teman sejawat. Pada siklus ini tindakan perbaikan dilakukan berdasarkan pada rekomendasi hasil penelitian pada siklus I. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan pada pelaksanaan siklus I. Hasil observasi pembelajaran guru model siklus II dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil refleksi pada siklus I belum menunjukkan hasil yang diharapkan sehingga perlu perbaikan pada siklus berikutnya. Perbaikan dilakukan pada aspek kejelasan penyampaian tujuan, kejelasan dalam menyampaikan informasi, mengefektifkan pembentukan kelompok asal maupun kelompok ahli, serta penyusunan evaluasi. Guru model dibantu oleh teman sejawat melakukan langkah perbaikan pembelajaran pada siklus II pertemuan 1 dan 2 dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Pada siklus II, tujuan disampaikan dengan jelas, informasi mudah dipahami siswa, pembentukan kelompok asal maupun kelompok ahli berlangsung efektif, dan penyusunan evaluasi sesuai dengan materi yang dipelajari. Dengan demikian secara keseluruhan dari ketujuh 189

90 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 aspek yang diamati terhadap guru model menunjukkan peningkatan yang signifikan. Adapun hasilnya menunjukkan rata-rata 92% dengan kategori sangat baik. Peneliti sekaligus sebagai guru model melakukan perbaikan pada seluruh aspek pengamatan. Hasil yang diperoleh pada siklus II sudah tidak perlu lagi dilakukan langkah perbaikan sebagaimana pada siklus III. Oleh karena itu penelitian sudah dianggap cukup dan dapat diakhiri. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan teman sejawat yang berdampak pada hasil belajar siswa pada siklus II menunjukkan hasil sangat memuaskan dan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hasil belajar siswa siklus II pertemuan 1 dan 2 dapat dilihat pada Tabel 4. Data hasil belajar siklus II menunjukkan sebanyak 26 orang telah memperoleh nilai di atas KKM (75), dan hanya 2 orang yang memperoleh nilai di bawah KKM. Dari data tersebut diambil langkah untuk memberikan pembelajaran remidial kepada siswa yang masih memperoleh nilai di bawah KKM. Refleksi terhadap guru model dilakukan oleh teman sejawat dengan instrumen observasi yang terdiri dari 7 aspek yang diamati dan meliputi 21 indikator, yang menunjukkan hasil sangat memuaskan. Adapun hasil belajar siswa pada siklus II menunjukkan peningkatan yang signifikan sehingga penelitian dapat diakhiri dan tidak dilanjutkan pada siklus selanjutnya (siklus III). Pembahasan Hasil observasi kegiatan belajar mengajar terhadap guru model, pada siklus I pertemuan 1 dan pertemuan 2 terdiri dari 7 aspek dan 21 indikator yang diamati kaitannya dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diperoleh skor rata-rata yang ditetapkan yaitu 75%. Hasil pengamatan KBM terhadap guru model pada siklus I kurang efektif. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus I pertemuan 1 dan 2 dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw perlu ditingkatkan. Keseluruhan aspek pengamatan terhadap guru model perlu untuk ditindaklanjuti pada siklus selanjutnya (siklus II). Adapun hasil yang diperoleh pada siklus II pertemuan 1 dan 2, 190

91 Sumiyadi - Meningkatkan Hasil Belajar terdapat peningkatan KBM yang dilakukan oleh guru model. Refleksi pada siklus I terdapat peningkatan tetapi belum menunjukkan hasil yang signifikan sehingga dilakukan langkah perbaikan pembelajaran pada siklus II pertemuan 1 dan 2 dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Pembelajaran pada siklus II berlangsung lebih efektif. Oleh karena itu secara keseluruhan dari ketujuh aspek yang diamati terhadap guru model sudah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Adapun hasilnya menunjukkan rata-rata 92% dengan kategori sangat baik, sehingga tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya. Data hasil observasi pembelajaran disajikan dalam Tabel 5. Hasil penelitian dari siklus I sampai dengan siklus II menggunakan 7 aspek yang dinilai dalam pengamatan menunjukkan kenaikan yang signifikan. Guru model telah memperbaiki berbagai aspek kekurangan yang terjadi pada siklus I. Hasil observasi dapat dilihat pada Gambar 2. Grafik pada Gambar 1 memperlihatkan bahwa hasil pengamatan oleh kolaborator terhadap guru model menunjukkan keberhasilan. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan rata-rata aspek yang dinilai. Penelitian tindakan kelas ini dinyatakan berhasil, oleh sebab itu tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya. Data hasil belajar siswa dan persentase ketuntasan nilai siswa pada muatan pelajaran PPKn yang dicapai dari prasiklus, siklus I, dan II disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar mulai dari prasiklus, siklus I, dan siklus II. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari adanya data jumlah siswa yang mengalami kenaikan nilai di atas KKM antara prasiklus, siklus I, dan siklus II. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM prasiklus sebanyak 7 siswa, pada siklus I sebanyak 12 siswa, sedangkan siklus 191

92 Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016 II sebanyak 26 siswa. Nilai di bawah KKM pada prasiklus sebanyak 21 siswa, siklus I turun menjadi 16 siswa, sedangkan siklus II menjadi 2 siswa. Perolehan nilai di atas KKM jumlah siswanya semakin banyak di setiap siklusnya disebabkan oleh suasana belajar siswa yang kondusif. Siswa merasa senang dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Siswa antusias mengikuti diskusi dalam kelompok. Siswa aktif berinteraksi saling menjelaskan materi kepada teman setelah kembali ke kelompok asal. Kerjasama kelompok terjalin dalam menyampaikan maupun menanggapi pendapat teman. Kegiatan diskusi berjalan lancar sehingga tugas yang diberikan guru dapat diselesaikan dengan baik. Peningkatan hasil belajar siswa juga disebabkan oleh efektifnya pembelajaran yang dilakukan oleh guru model. Berdasarkan hasil observasi kemampuan guru model mengalami peningkatan yang signifikan. Indikator keberhasilan sudah tercapai. Simpulan Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis & Mc. Taggart. Pelaksanaan dua 192

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH/ PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH/ PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH/ PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Oleh : Legiman, M.Pd Widyaiswara LPMP D.I. Yogyakarta email : legiman.maman@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG (Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG UPT SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) KABUPATEN BANDUNG 2017 DESAIN PEMBELAJARAN Oleh: Yaya Sukarya,

Lebih terperinci

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK PPT 2.1 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Saintifik Proses

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3a PENDEKATAN SAINTIFIK 2 PENGERTIAN (1/2) Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan tenaga pendidik

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM Oleh: M. Lazim

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM Oleh: M. Lazim PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 Oleh: M. Lazim A. PENDAHULUAN Pendekatan Saintifik adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran

Lebih terperinci

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak PEMBELAJARAN BERMAKNA (MEANINGFUL LEARNING) PADA KURIKULUM 2013 (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak Tujuan penulisan artikel ini adalah pentingnya menerapkan pembelajaran bermakna di kelas. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi utama dalam mengelola, mencetak dan meningkatkan sumber daya manusia yang handal dan berwawasan yang diharapkan mampu untuk menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Secara luas dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah dirumuskan fungsi sekolah yang digabung dengan tujuan pendidikan nasional adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013 dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim disebut sebagai proses humanisasi. Proses humanisasi ini diperoleh melalui berbagai pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran diartikan sebagai suatu proses komunikasi antara guru, siswa dan materi pembelajaran. Oemar Hamalik dalam Hernawan dkk. (2007, hlm. 3) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa, mahasiswa dengan guru, dosen dalam memahami, mendiskusi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kreativitas Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda sesuai sudut pandang masing-masing. Menurut Semiawan kreativitas adalah suatu kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakekat pendidikan adalah suatu usaha untuk mencerdaskan dan membudayakan manusia serta mengembangkannya menjadi sumber daya yang berkualitas. Berdasarkan UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madrasah memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Pada dasarnya kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara manusia untuk menggunakan akal /rasional mereka untuk jawaban dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dimasa yang akan datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of

I. PENDAHULUAN. Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of thinking, a way of investigating, a body of knowledge, and its interaction with technology and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) BERDASARKAN KURIKULUM 2013 KELAS VIII DI SMP NEGERI 31 PADANG JURNAL EFRIJONI

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) BERDASARKAN KURIKULUM 2013 KELAS VIII DI SMP NEGERI 31 PADANG JURNAL EFRIJONI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) BERDASARKAN KURIKULUM 2013 KELAS VIII DI SMP NEGERI 31 PADANG JURNAL EFRIJONI 10020021 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan perpaduan antara belajar dan mengajar. Seperti tercantum pada Pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi

Lebih terperinci

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 1 PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 Pendahuluan Oleh: Bambang Prihadi*) Implementasi Kurikulum 2013 dicirikan dengan perubahan yang sangat mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINTIFIK PROBLEM SOLVING TEORI SEMIKONDUKTOR

DESAIN DAN PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINTIFIK PROBLEM SOLVING TEORI SEMIKONDUKTOR 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang penting karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara pada kurikulum. Kurikulum dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang dimaksud adalah peserta didik sebagai ouput pendidikan. Dengan SDM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum yang sedang coba diterapkan oleh pemerintah ke beberapa sekolah sasaran saat ini yaitu Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mendorong peserta

Lebih terperinci

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) KURIKULUM 2013 KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) KELAS VII - IX MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) Nama Guru NIP/NIK Sekolah : : : 1

Lebih terperinci

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya setiap individu wajib menempuh pendidikan di lembaga formal maupun lembaga non formal. Sesuai dengan yang diperintahkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu bidang pembangunan yang dapat perhatian serius dari pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu bidang pembangunan yang dapat perhatian serius dari pemerintah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Saat ini bidang pendidikan merupakan salah satu bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan syarat mutlak bagi pengembangan sumber daya manusia dalam menuju masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan dapat dibentuk

Lebih terperinci

PEMAHAMAN GURU TERHADAP PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI

PEMAHAMAN GURU TERHADAP PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI Fifhri Nuru Ayuni, Pemahaman Guru 1 PEMAHAMAN GURU TERHADAP PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI Fithri Nuru Ayuni Program Studi Pendidikan Geografi, SPs, UPI, email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3c MODEL PROBLEM BASED LEARNING 2 Model Problem Based Learning 3 Definisi Problem Based Learning : model pembelajaran yang dirancang agar peserta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (PTK). Penelitian Tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom

BAB III METODE PENELITIAN. (PTK). Penelitian Tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom Action Research,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Penyelenggaraan. pendidikan diharapkan mampu mencetak manusia yang berkualitas yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Penyelenggaraan. pendidikan diharapkan mampu mencetak manusia yang berkualitas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Penyelenggaraan pendidikan diharapkan mampu mencetak manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun manusia yang memiliki kepribadian. Hal ini juga diwujudkan oleh pemerintah, dengan membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia yang lebih baik lagi dan berkualitas. Akibat pengaruh itupendidikan mengalami kemajuan.

Lebih terperinci

Endang Kusumaningtyas, S.Pd., M.Pd. SMP Negeri 2 Kota Pasuruan

Endang Kusumaningtyas, S.Pd., M.Pd. SMP Negeri 2 Kota Pasuruan PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI ARITMETIKA SOSIAL PADA SISWA KELAS VII SMP Endang Kusumaningtyas, S.Pd.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan sebuah bangsa dan negara. Apabila pendidikan di suatu negara sudah berjalan dengan baik, maka negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi utama dalam upaya memajukan bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan maju apabila pendidikan di negara tersebut dapat mengelola sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menentukan perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dasar adalah proses perubahan sikap yang diterapkan sedini mungkin melalui pengajaran dan pelatihan. Adapun pendapat Abdul (2013. Hlm. 70 ) menyatakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua dengan pembelajaran berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam membina manusia yang memiliki penetahuan dan keterampilan,

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam membina manusia yang memiliki penetahuan dan keterampilan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikian pada hakikatnya adalah usaha sadar yang dilakukuan oleh manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas menjadi satu antara materi kimia, fisika dan biologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004)

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pendidikan manusia yang berkualitas adalah manusia yang bisa bersaing di dalam arti yang baik. Di dalam persaingan diperlukan kualitas individu sehingga hasil karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menurut Nuh pada hakikatnya bertujuan untuk menghilangkan tiga penyakit masyarakat yaitu kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan peradaban (Kompas, 2015).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA Susilawati Program Studi Pendidikan Fisika, IKIP PGRI Semarang Jln. Lontar No. 1 Semarang susilawatiyogi@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih kepekaan dan keterampilan melalui media suara. Unsur-unsur musik menurut Jamalus (1998 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi Pertumbuhan dan Perkembangan pada Makhluk Hidup khususnya pada Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan termasuk ke dalam materi yang sangat menarik, tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut: Nama : Hana Meidawati NIM : 702011109 1. Metode Ceramah Penerapan metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan tidak asing lagi dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan atau Kurikulum Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan atau Kurikulum Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional kita telah beberapa kali mengalami pembaharuan kurikulum, mulai dari Kurikulum 1994 sampai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau Kurikulum

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN TEMA 2 SELALU BERHEMAT ENERGI DI KELAS IV B SDN NO. 34/1 TERATAI. Oleh : LUSY TANIA PURWANI

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN TEMA 2 SELALU BERHEMAT ENERGI DI KELAS IV B SDN NO. 34/1 TERATAI. Oleh : LUSY TANIA PURWANI IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN TEMA 2 SELALU BERHEMAT ENERGI DI KELAS IV B SDN NO. 34/1 TERATAI Oleh : LUSY TANIA PURWANI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan ratunya ilmu. Matematika merupakan mata pelajaran yang menuntut siswanya untuk berfikir secara logis, kritis, tekun, kreatif, inisiatif,

Lebih terperinci

Jarianto SMP Negeri 01 Ranuyoso No. Telp.(0334)

Jarianto SMP Negeri 01 Ranuyoso No. Telp.(0334) UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SAVI PADA PESERTA DIDIK KELAS IX B SMP NEGERI 1 RANUYOSO LUMAJANG SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Jarianto SMP Negeri 01

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI MPK BERBASIS KOMPETENSI

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI MPK BERBASIS KOMPETENSI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI MPK BERBASIS KOMPETENSI Oleh SYIHABUDDIN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA VISI MPK Sebagai sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari di sekolah, antara lain disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1) cara belajar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan sebuah masyarakat yang memiliki pemikiran, sikap serta tindakan yang mampu mendukung gerak negara

Lebih terperinci

PENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE INKUIRI MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI KOTA TEBING TINGGI

PENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE INKUIRI MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI KOTA TEBING TINGGI PENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE INKUIRI MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI 164519 KOTA TEBING TINGGI Syarigfah Guru SD Negeri 164519 Kota Tebing Tinggi Surel : syarigfah16@gmail.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) PBL merupakan model pembelajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar untuk membekali warga negara agar menjadi warga negara yang memiliki kecerdasan dan kepribadian yang baik. Hal tersebut sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi dukungan dan perubahan untuk perkembangan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. memberi dukungan dan perubahan untuk perkembangan masyarakat, bangsa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama dalam pengembangan sumber daya manusia dan masyarakat suatu bangsa. Untuk itu, pendidikan diharapkan mampu membentuk sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan sistem pendidikan diharapkan mewujudkan tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan sistem pendidikan diharapkan mewujudkan tujuan pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan sistem pendidikan diharapkan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, guru sebagai tenaga profesional memiliki peranan yang sangat penting. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 pada tingkat dasar menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik saintifik mengedepankan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori 2.1.1.Pengertian Belajar dan Pembelajaran Menurut Sudjana ( 1989 : 28 ) belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2005). Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar, 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar, mengingat kemampuan memahami dari peserta didik di Indonesia hanya berada ditingkat kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengganti dan penerus yang mendahuluinya, dan sebagai pewaris-pewaris di muka

BAB I PENDAHULUAN. pengganti dan penerus yang mendahuluinya, dan sebagai pewaris-pewaris di muka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia di dunia ini adalah sebagai wakil Allah SWT, sebagai pengganti dan penerus yang mendahuluinya, dan sebagai pewaris-pewaris di muka bumi,

Lebih terperinci

PENDEKATAN ILMIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH IBTIDAIYAH (Studi Analisis Desain Strategi Pendidikan Agama Islam)

PENDEKATAN ILMIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH IBTIDAIYAH (Studi Analisis Desain Strategi Pendidikan Agama Islam) PENDEKATAN ILMIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH IBTIDAIYAH (Studi Analisis Desain Strategi Pendidikan Agama Islam) Oleh: Muhamad Fatih Rusydi Syadzili I Pendidikan esensinya bukan sebagai sarana transfer

Lebih terperinci

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Ilmiah Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980) pada akhir abad ke 20 (Sanjaya, 2007). Pada awalnya, PBL dikembangkan

Lebih terperinci