BAB II LANDASAN TEORI. khusus, terlebih dahulu penulis uraikan siapa yang dimaksud dengan guru

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. khusus, terlebih dahulu penulis uraikan siapa yang dimaksud dengan guru"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Guru Pendidikan Agama Islam a. Pengertian guru PAI Sebelum menjelaskan pengertian mengenai guru PAI secara khusus, terlebih dahulu penulis uraikan siapa yang dimaksud dengan guru secara umum.dalam Peraturan Pemerintah R.I nomor 74 tahun 2008 tentang guru, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing dan mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. 1 Guru merupakan orang yang pekerjaannya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di dalam kelas. Guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggungjawab dalam membentuk anak didik mencapai kedewasaan masing-masing. 2 Di dalam literatur pendidikan agama Islam, seorang guru pendidikan agama Islam disebut sebagai ustadz, muallim, murraby, mursyid, mudarris, dan muaddib. Kata ustadz biasanya digunakan untuk memanggil seorang profesor, ini mengandung makna bahwa seorang guru PAI adalah orang yang dituntut untuk selalu berkomitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya sebagai pendidik dan 1 Peraturan Pemerintah R.I nomor 74 tahun 2008, Tentang Guru, (Jakarta: BP. Cipta Jaya, 2009), hlm. 1 2 Ahmad Barizi, Menjadi Guru Unggul, (Ar-Ruzz Media Group, 2009), hlm

2 pengajar ilmu-ilmu keislaman. 3 Profesional bagi seorang guru dimasa kini juga perlu di iringi dengan usaha untuk memperbaiki dan memperbarui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman. Kata muallim berasal dari kata ilm yang berarti menangkap hakekat sesuatu. Dalam setiap ilm terkandung dimensi teoritis dan dimensi amaliyah. Ini mengandung makna bahwa seorang guru pendidikan agama Islam adalah orang yang dituntut untuk mampu memperjelas hakekat ilmu pengetahuan yang diajarkannya serta menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya dan berusaha membangkitkan peserta didik untuk mengamalkanya. 4 Kata Muraby berasal dari kata rabb yang berarti menciptakan, memelihara dan mangatur. 5 Kata ini mengandung makan bahwa guru pendidikan agam Islam adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta diidk agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan alam sekitarnya. 6 Kata Mursyid berasal dari kata arsayada-yursyidu-irsyadan-wa mursyadan-fahuwa mursyidun yang berarti mencapai kedewasaan. Dalam konteks pendidikan mengandung makna bahwa guru pendidikan agama 3 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustakan Pelajar, 2004), hlm Ibid., Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hlm 2. 6 Muhaimin, Op.Cit.,

3 Islam adalah orang yang dijadikan model atau sentral identifikasi diri, yakni pusat anutan dan teladan bahwa konsultan bagi peserta didiknya. 7 Kata Mudarris berasal dari kata darrosa-yudarrisu-darsan wa durusan wa dirasatan, yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadi usang, melatih, dan mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guru adalah berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau membrantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuanya. Kata Muaddib berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan adab atau kemajuan. Guru dalam konteks ini adalah orang yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas di masa depan. 8 Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, bahwa guru pendidikan agama Islam merupakan guru agama disamping melaksanakan tugas pengajaran yaitu memberitahukan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan kepribadian dan pembinaan akhlak, juga menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketaqwaan para peserta didik. 9 hlm E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm Muhaimin, Op. Cit, hlm Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhana, 1995), 23

4 Dari beberapa literatur di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya guru pendidikan agama Islam adalah orang yang secara sadar melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam serta bertanggung jawab atas ilmu yang telah diamalkannya baik pada peserta didiknya, pada masyarakat, pada diri sendiri serta pada Allah swr kelak. b. Syarat Guru Pendidikan Agama Islam Guru memiliki persyaratan seperti yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 8. Pasal ini menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 1. Persyaratan Kualifikasi Akademik. Mencermati pasal 9 undang undang ini tersirat adanya persyaratan untuk menjadi guru minimal berijazah sarjana (S1) atau diploma empat (D4), dengan tidak membedakan apakah itu guru SD, guru SMP atau guru pada jenjang pendidikan menengah. Berdasarkan pengalaman, Persyratan ini memiliki sifat dinamis dalam arti dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. 24

5 2. Persyaratan Kompetensi. Kompetensi yang wajib dimiliki guru disebutkan dalam pasal 10 yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. 3. Persyaratan Sertifikat Pendidik. Pada tuhun 70-an, pengangkatan menjadi guru rujukan utamanya adalah ijazah keguruan. Awal tahun 80-an Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) membuka program baru, yaitu program diploma (D1, D2, D3) dan program strata satu (S1). Lulusan program ini selain ijzah juga mendapat sertifikat akta. Persyaratan untuk menjadi guru berubah, selain ijazah akta mengajar merupakan rujukan pokok lulusan perguruan tinggi non guru yang ingin menjadi guru harus memiliki akta mengajar, baru bisa diangkat menjadi guru. Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 14 Tahun Program akta yang selama ini telah berjalan, berganti nama menjadi program sertifikasi. Program ini akan memberikan sertifikat pendidik kepada calon guru dan guru yang lulus uji kompetensi. 4. Persyaratan Kesehatan Persyaratan ini meliputi kesehatan jasmani dan rohani. Guru harus sehat jasmani, tidak berpenyakit terutama penyakit menular. Hal ini penting karena pekerjaan guru sehari hari berinteraksi dengan peserta didik. Selain tidak berpenyakit, guru juga tidak cacat fisik (pincang misalnya) yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan 25

6 tugas. Termasuk ke dalam persyaratan kesehatan jasmani adalah buta warna. Guru seharusnya tidak buta warna. Guru juga harus sehat rohani (mental), tidak terganggu mentalnya (neurose) dan sakit jiwanya (psychose). Tugas guru tidak mungkin dilaksanakan oleh orang orang yang mengidap neurose dan psychose. 5. Persyaratan Kemampuan Untuk Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional. Persyaratan ini lebih mengarah pada tugas guru sebagai pengajar. Guru harus mampu mengutarakan peserta didiknya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan berpegang pada herarki tujuan pendidikan, tercapainya tujuan pembelajaran mengandung arti tercapainya tujuan kurikuler. Tercapainya tujuan kurikuler mengandung arti tercapainya tujuan lembaga dan tercapainya tujuan lembaga memiliki makna tercapainya tujuan pendidikan nasional. 10 c. Peran Guru Pendidikan Agama Islam Banyak peran yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru. Berikut adalah berbagai peran yang diharapkan dari seorang guru. 10 Uandang-Undang nomor 14 tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: BP. Media Pustaka mandiri, 2006), hlm

7 1. Korektor Sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betulbetul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. 2. Inspirator Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberi petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. 3. Informator Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan ilmu dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. 4. Organisator Sebagai organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan, kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik dan sebagainya. 5. Motivator Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru 27

8 dapat menganalisi motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah. 6. Inisiator Dalam peranannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 7. Fasilitator Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak. 8. Pembimbing Peran ini harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. 9. Demonstrator Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik pahami, maka guru harus berusaha membantunya dengan cara memperagakan apa yang diajarkan. 10. Pengelola kelas Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif. 11. Mediator 28

9 Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukuptentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun materiil. 12. Supervisor Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus dikuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar menjadi lebih baik. 13. Evaluator Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. 11 d. Tugas Guru Pendidikan Agama Islam Sebagai guru agama maka ia diberikan kewenangan dalam menjalanakan tugasnya. Tugas guru agama sebenarnya sama saja dengan guru umum hanya dalam aspek-aspek tertentu ada perbedaan terutama yang erat kaitanya dengan misinya sebagai guru pada umumnya. Diantara tugas-tugas agama adalah: 1. Sebagai pembimbing, guru agama harus membawa peserta didik ke arah kedewasaan berpikir yang kreatif dan inovatif. 2. Sebagai penghubung, antara sekolah dan masyarakat, setelah peserta didik tamat belajar di suatu sekolah, guru agama harus membantu agar 11 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hlm

10 alumninya mampu mengabdikan dirinya dalam lingkungan masyarakat. 3. Sebagai penegak disiplin, guru agama harus menjadi contoh dalam melaksanakan peraturanyang sudah ditetapkan oleh sekolah. 4. Sebagai administator seorang guru agama harus pula mengerti dan melaksanakan urusan tata usaha terutama yang berhubungan dengan administrasi pendidikan. 5. Sebagai suatu profesi, seorang guru agama harus bekerja profesional dan menyadari benar-benar pekerjaannya sebagai amanah dari Allah swt. 6. Sebagai perencana kurikulum, maka guru agama harus berpartisipasi aktif dalam setiap penyusunan kurikulum, karena ia yang lebih tahu kebutuhan peserta didik dan masyarakat tentang maslaha keagamaan. 7. Sebagai pekerja yang memimpin, (guidance worker) guru agama harus berusaha membimbing peserta didik dalam pengalaman belajar. 8. Sebagai fasilitator pembelajaran, guru agama bertugas membimbing dalam mendapatkan pengelaman belajar, memonitor kemajuan belajar, membantu kesulitan belajar (melancarkan pembelajaran). 9. Sebagai motivator, guru agama harus dapat memberikan dorongan dan niat yang ikhlas karena Allah swt dalam belajar. 11. Sebagai organisator, guru agama harus dapat mengorganisir kegiatan belajar peserta didik baik di sekolah maupun di luar sekolah. 30

11 12. Sebagai manusia sumber, maka guru agama harus menjadi sumber nilai keagamaan, dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peserta didik terutama dalam aspek keagamaan. 13. Sebagai manager, guru agama harus berpartisipasi dalam managemen pendidikan di sekolahnya baik yang bersifat kurikulum maupun di luar kuirikulum. 12 e. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Menurut Undang-undang Guru Dosen nomor 14/2005 Pasal 10 ayat 1 dan Peraturan Pemerintah nomor 19/2005 Pasal 28 ayat 3, guru wajib memiliki kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. 1. Kompetensi pedagogik Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkaitan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substansi, kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 2. Kompetensi kepribadian 12 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Op. Cit., 55 31

12 Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. 3. Kompetensi sosial Kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Guru merupakan makhluk sosial. Kehidupan kesehariannya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bersosial, baik di sekolah ataupun di masyarakat. Maka dari itu, guru dituntut memiliki kompetensi sosial yang memadai. 4. Kompetensi profesional Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. 13 f. Kode Etik Guru Sistem pendidikan di setiap negara adalah sama, termasuk di negera Republik Indonesia. Pendidikan tidak hanya dituntut untuk 13 E. Mulyasa, Menjadi Guru profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 4 32

13 menguasai ilmu, tetapi juga memiliki landasan moral dalam melaksanakan tugas pengabdian sebagai guru baik dalam maupun luar sekolah, serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Hal ini tentu sangat berkaitan dengan mewujudkan seorang pendidik teladan yang harus mematuhi etikaetika kependidikan. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah RI menetapkan kode etik guru sebagai berikut: a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional. c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan. d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar. e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua peserta didik dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. f. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. g. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial. h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. 33

14 i. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. 14 Penerapan kode etik guru Indonesia, diharapkan dapat memajukan pendidikan Nasional sebab kode etik guru ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama dari para anggota profesi guru. Maka dari itu guru dalam menjalankan profesi, baiknya memiliki jiwa profesionalisme yaitu seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada agar dapat mewujudkan kinerja profesionalisme secara tepat dan efektif. 15 B. Pengendalian Diri a. Pengertian Pengendalian Diri Pengendalian diri (Self Control) merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dari lingkungannya. Setelah itu, juga kemampuan untuk mengendalikan dan mengelola faktorfaktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan megubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya. Calhoun dan Acocella sebagimana dikutip oleh M. Nur Ghufron mendefinisikan pengendalian diri (self control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Goldfried dan Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 15 Ibid.,

15 Merbaum sebagaimana dikutip oleh M. Nur Ghufron mendefinisikan pengendalian diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Pengendalian diri juga mengambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan. Menurut Mahoney dan Thoresen dalam Robert sebagaimana dikutip oleh M. Nur Ghufron mendefinisikan pengendalian diri merupakan jalinan yang secara utuh (integrative) yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan pengendalian diri tinggi sangat memerhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat perilakunya lebih responsif terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar interaksi sosial, bersikap hangat dan terbuka. 16 Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengendalian diri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Pengendalian tingkah laku mengandung makna, yaitu melakukan pertimbanganpertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk 16 M. Nur Ghufron & Rini Risnawita S, Teori-Teori Psikologi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm

16 bertindak. Semakin tinggi pengendalian diri semakin intens pengendalian terhadap tingkah laku. 17 b. Jenis dan Aspek Pengendalian Diri 1. Pengendalian Perilaku (Behavior Control) Pengendalian perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat secara langsung memengaruhi atau memodifikasi suatu keadaaan yang tidak meyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjdai dua komponen, yaiut mengatur pelaksanaan (regulated adminiatration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan. Apakah dirinya sendiri atau aturan perilau dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. 2. Pengendalian Kognitif (Cognitive Control) Pengendalian kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh 17 Ibid., hlm

17 informasi (information gain) dan melakuklan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenagkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. 3. Mengendalikan Keputusan (Decesional Control) Mengendalikan keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilik hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Pengendalian diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi, baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan. Berdasarkan uraian diatas dan penjelasan diatas, maka untuk mengukur pengendalian diri biasanya digunakan aspek-aspek seperti di bawah ini: 1. Kemampuan mengendalikan perilaku. 2. Kemampuan mengendalikan stimulus. 3. Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian. 4. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian. 5. Kemampuan mengambil keputusan. 18 c. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pengendalian Diri Sebagaimana faktor psikologis lainya, pengendalian diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besarnya faktor-faktor 18 Ibid., hlm

18 yang memengaruhi pengendaliandiri ini terdiri dari faktor internal (dari diri individu) dan faktor eksternal (lingkungan individu). 1. Faktor Internal Faktor internal yang diikuti andil terhadap pengendalian diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik kemampuan mengendalikan diri seseorang itu. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana kemampuan mengendalikan diri seseorang. 19 C. Peserta Didik 1. Pengertian Peserta Didik Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah peserta didik. Dalam dunia pendidikan peserta didik merupakan subyek pendidikan dan obyek pendidikan. Oleh karena itu, aktivitas kependidikan tidak akan terlaksana tanpa adanya peserta didik didalamnya. Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang perlu dikembangkan. Disini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun pertimbangan pada bagian- 19 Ibid., hlm

19 bagian lainya. Dari segi rohaniyah peserta didik memiliki bakat, kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan. 20 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. 21 Menurut perspektif pedagogis, peserta didik adalah sejenis makhluk yang menghajatkan pendidikan. Hal ini, peserta didik disebut homo educandum. Pendidikan merupakan suatu keharusan yang diberikan kepada peserta didik. Peserta didik sebagai manusia yang berpotensi perlu dibina dan dibimbing dengan perantaraan guru. Potensi peserta didik yang bersifat laten perlu diaktualisasikan agar peserta didik tidak lagi dikatakan sebagai animal educable, sejenis bintanag yang memungkinkan untuk dididik, tetapi ia harus dianggap sebagai manusia secara mutlak, sebab anak didik memang manusia. Menurut uraian tersebut dapat dipahami bahwa peserta didik adalah seseorang yang memerlukan bimbingan dan pengarahan dari seseorang atau sekelompok orang dalam jenjang, jalur dan jenis pendidikan untuk mengembangkan potensi dalam dirinya. Dimana dalam diri seorang peserta didik ada potensi yang belum mampu untuk mengembangkan sendiri dan memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengembangkannya, sehingga potensi tersebut menjadi kekuatan dalam 20 Al-Rasyidin, H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003,Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), (Jakarta: Media Pustaka Mandiri, 2006), hlm

20 diri untuk menjalani hidup. Selain potensi yang dikembangkan peserta didik juga harus mencari nilai-nilai hidup untuk bertahan mengahdapi kehidupan. Peserta didik dalam mencari nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari orang yang membimbing dalam pendidikan atau yang sering disebut pendidik. Hal ini disebabkan karena menurut ajaran Islam tatkala anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan memiliki fitrah yang harus dikembangkan, sedangkan alam sekitar akan memberikan corak terhadap nilai hidup atas pendidikan agama yang diterima oleh peserta didik Karakteristik Peserta Didik Karakteristik peserta didik adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. 23 a. Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga ia merupakan insan yang unik. Potensi-potensi khas yang dimilikinya ini perlu dikembangkan dan diaktualisasikan sehingga mampu mencapai taraf perkembangan yang optimal. b. Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang. Artinya, peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya 22 Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Press, 2009), hlm Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan edisi revisi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm

21 secara wajar, baik yang ditunjukkan kepada dirinya sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya. c. Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi. Sebagai individu yang sedang berkembang, maka proses pemberian bantuan dan bimbingan perlu mengacu pada tingkat perkembanganya. d. Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Dalam perkembanganya peserta didik memiliki kemampuan untuk berkembang kearah kedewasaan. Disamping itu, dalam diri peserta didik juga terdapat kecenderungan untuk melepaskan diri dari kebergantungan pada pihak lain. 24 Samsul Nizwar mendiskripsikan karakteristik peserta didik, sebagai berikut: a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi memiliki dunianya sendiri. b. Peserta didik memiliki periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. c. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada. d. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani. 2010), hlm Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 41

22 e. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis Perkembangan Peserta Didik Dalam tahap perkembangannya, peserta didik usia SMP berada pada periode perkembangan yang sangat pesat dari segala aspek. Berikut ini disajikan perkembangan tersebut yang berhubungan dengan pendidikan, yaitu perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. a. Perkembangan Aspek Kognitif Menurut Piaget anak-anak SMP, yaitu usia tahun berada pada periode formal operasional. Pada tahap ini operasi mental pada anak tidak lagi terjadi pada objek konkret, tetapi juga dapat diaplikasikan pada kalimat verbal atau logika. Yaitu, yang tidak hanya menjangkau kenyataan, tetapi juga kemungkinan serta tidak hanya menjangkau masa kini, tetapi juga masa depan. Dengan demikian, pada tahap ini peserta didik sudah dapat berfikir secara abstrak dan hipotesis sehingga mereka mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi yang merupakan sesuatu yang bersifat abstrak. Peserta didik pada tahap formal operasional dapat mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dengan tantangan dimasa mendatang dan membuat rencana untuk masa depan. Mereka juga mampu berfikir secara sistematik, mampu Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), cetakan VII, hlm

23 berfikir bukan hanya dalam apa yang terjadi, melainkan berpikir dalam kerangka apa yang mungkin terjadi. Mereka memikirkan semua kemungkinan secara sistematik untuk memecahkan permasalahan. b. Perkembangan Aspek Afektif Keberhasilan proses pendidikan juga ditentukan oleh keberhasilan dalam perkembangan aspek afektif peserta didik. Bloom memberikan definisi tentang aspek afektif yang terbagi atas lima tataran afektif yang berimplikasi pada peserta didik di SMP sebagai berikut: 1. Sadar akan situasi, fenomena di masyarakat dan objek disekitarnya. 2. Responsif terhadap stimulus-stimulus yang ada dilingkungan mereka. 3. Mampu menilai. 4. Sudah mulai bisa mengorganisasi nilai-nilai dalam suatu sistem dan menentukan hubungan di antara nilai-nilai yang ada. 5. Sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut. c. Perkembangan Aspek Psikomotorik Perkembangan aspek psikomotorik ini juga merupakan salah satu aspek yang perlu diketahui oleh guru. Perkembangan aspek-aspek psikomotorik peserta didik SMP melalui tahap-tahap berikut ini: 1. Tahap Kognitif 43

24 Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Hal ini terjadi karena peserta didik masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Mereka harus berfikir terlebih dahulu sebelum melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini peserta didik sering membuat kesalahan yang kadang-kadang membuat mereka merasa frustasi. 2. Tahap Asosiatif Pada tahap ini peserta didik membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakan-gerakan yang akan dilakukannya. Mereka mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenalnya. Tahap ini merupakan tahap pertengahan dalam perkembangan aspek psikomotorik peserta didik. 3. Tahap Otonomi Pada tahap ini peserta didik telah mencapai tingkat otonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun mereka tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap otonomi disebabkan peserta didik sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan 44

25 mereka telah dilakukan secara spontan sehingga gerakan-gerakan yang dilakuknnya tidak harus dipikirkannya terlebih dahulu Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm

BAB IV ANALISIS. pendidikan agama Islam dalam meningkatkan pengendalian diri peserta didik di

BAB IV ANALISIS. pendidikan agama Islam dalam meningkatkan pengendalian diri peserta didik di BAB IV ANALISIS Setelah penulis mengumpulkan data di lapangan tentang upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan pengendalian diri peserta didik di SMP Negeri 02 Tulis dengan berbagai metode

Lebih terperinci

KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR. Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR. Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008 KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008 RASIONAL 1. Jabatan guru sebagai jabatan yang berkaitan dengan pengembangan SDM 2. Era informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah berdasarkan kurikulum yang disusun oleh lembaga pendidikan. Menurut undang-undang sistem pendidikan

Lebih terperinci

Inisiasi 2 Persyaratan Menjadi guru

Inisiasi 2 Persyaratan Menjadi guru Inisiasi 2 Persyaratan Menjadi guru Salam sejahtera para mahasiswa sekalian, selamat jumpa lagi dalam kegiatan online yang kedua ini. Pada pertemuan online yang pertama kita telah membahas tentang Hakekat

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dunia pendidikan Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang memprihatinkan baik dilihat dari sudut pandang internal berhubungan dengan pembangunan bangsa maupun dari

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu istilah yang sering dilontarkan oleh berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap kehidupan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, maupun bangsa dan Negara. Maju-mundurnya suatu bangsa banyak

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, maupun bangsa dan Negara. Maju-mundurnya suatu bangsa banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dalam kehidupan, baik dalam kehidupan seseorang, keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha sadar BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pendidikan merupakan usaha manusia dalam membina kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan mengalami perubahan yang sangat cepat yang memberikan dampak sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rineka Cipta, 2000), hlm Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru yang Profesional, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. Rineka Cipta, 2000), hlm Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru yang Profesional, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru ialah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. 1 Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks nasional, kebijakan perubahan kurikulum merupakan politik pendidikan yang berkaitan dengan kepentingan berbagai pihak, bahkan dalam pelaksanaannya seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memimpin jasmani dan rohani ke arah kedewasaan. Dalam artian,

BAB I PENDAHULUAN. untuk memimpin jasmani dan rohani ke arah kedewasaan. Dalam artian, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin jasmani dan rohani ke arah kedewasaan. Dalam artian, pendidikan adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Nana Sudjana, dalam proses belajar mengajar guru memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. oleh Nana Sudjana, dalam proses belajar mengajar guru memegang peranan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru dalam proses belajar mengajar tidak hanya sebatas sebagai penyampai ilmu semata, namun lebih dari itu ia bertanggung jawab atas seluruh perkembangan pribadi siswanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting

BAB I PENDAHULUAN. adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Dalam menghadapi perkembangan zaman dengan berbagai perubahan dan persaingan mutu, maka diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dalam menghadapi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Tidak seorangpun yang dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Tidak seorangpun yang dilahirkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri seseorang agar mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diantara elemen tersebut adalah instruktur atau pendidik, materi ajar, metode, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Diantara elemen tersebut adalah instruktur atau pendidik, materi ajar, metode, tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

Lebih terperinci

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL STANDAR KOMPETENSI GURU KURIKULUM 2006 (KTSP)

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL STANDAR KOMPETENSI GURU KURIKULUM 2006 (KTSP) SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL STANDAR KOMPETENSI GURU KURIKULUM 2006 (KTSP) UU No. 14/2005 (UUGD) Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen yang sangat penting untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Penguasaan teori pengetahuan tentang kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 36.

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 36. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru merupakan figure seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya 1 1.1 Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Dengan pendidikan yang bermutu kita bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan (KTSP) dan Sukses Dalam Sertfikasi Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 45

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan (KTSP) dan Sukses Dalam Sertfikasi Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 45 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesional merupakan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ewen Junarta (2012) dengan judul Pengaruh Peran Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Moral Siswa Kelas V SD Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amzah, 2007), hlm. 55. Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 150.

BAB I PENDAHULUAN. Amzah, 2007), hlm. 55. Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 150. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan teknologi yang sangat maju pesat banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merusak keimanan. Ini terjadi disebabkan oleh akhlaq

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FISE UNY TERHADAP PROFESIONALITAS GURU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG GURU DAN DOSEN NO 14 TAHUN

PERSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FISE UNY TERHADAP PROFESIONALITAS GURU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG GURU DAN DOSEN NO 14 TAHUN 1 PERSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FISE UNY TERHADAP PROFESIONALITAS GURU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG GURU DAN DOSEN NO 14 TAHUN 2005 Abstraks Oleh Sukanti, Sumarsih, Siswanto, Ani

Lebih terperinci

JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VI. No. 2 Tahun 2008 Hal

JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VI. No. 2 Tahun 2008 Hal JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VI. No. 2 Tahun 2008 Hal. 70-81 PERSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FISE UNY TERHADAP PROFESIONALITAS GURU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG GURU DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Hampir semua negara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU TENAGA PENDIDIK DI SDI HIDAYATULLAH SEMARANG

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU TENAGA PENDIDIK DI SDI HIDAYATULLAH SEMARANG BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU TENAGA PENDIDIK DI SDI HIDAYATULLAH SEMARANG Sebagaimana yang telah tercantum dalam Bab I bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Moral merupakan suatu peraturan yang sangat penting ditegakkan pada suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta pelindung bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penulisan Dalam kehidupan yang modern seperti sekarang ini tanggung jawab semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah SWT.

Lebih terperinci

Oleh: Dr. En d a n g Poer w a n t i, M.Pd.

Oleh: Dr. En d a n g Poer w a n t i, M.Pd. Oleh: Dr. En d a n g Poer w a n t i, M.Pd. MATERI ORASI ILMIAH YUDISIUM PERIODE IV TAHUN 2011 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG AULA BAU, 1 DESEMBER 2011 ETIKA KEGURUAN

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH MUHAMMADIYAH

UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH MUHAMMADIYAH UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH MUHAMMADIYAH (Studi Kasus Pada Guru SMP Di Lingkungan Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah Klaten) NASKAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. 1. Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. 1. Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar, pendidikan adalah upaya membentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang yang berada dalam lingkungan kehidupan tertentu. 1 Tingkah laku seseorang yang menggambarkan baik dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati lansung oleh pihak luar

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati lansung oleh pihak luar BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengertian Perilaku Mengajar Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati lansung oleh pihak

Lebih terperinci

BAB II KOMPETENSI PROFESIONAL DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. adanya standar kompetensi. Berdasarkan Undang-Undang Sistem

BAB II KOMPETENSI PROFESIONAL DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. adanya standar kompetensi. Berdasarkan Undang-Undang Sistem BAB II KOMPETENSI PROFESIONAL DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Kompetensi Profesional Guru Keberhasilan dalam mengemban peran sebagai guru, diperlukan adanya standar kompetensi. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN GURU PPKn DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKN SISWA DI SMPN 1 TULAKAN KABUPATEN PACITAN

ANALISIS PERAN GURU PPKn DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKN SISWA DI SMPN 1 TULAKAN KABUPATEN PACITAN ANALISIS PERAN GURU PPKn DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKN SISWA DI SMPN 1 TULAKAN KABUPATEN PACITAN Hadi Cahyono Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo hadicahyono0@gmail.com Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Para Pakar Geografi pada seminar dan lokakarya di Semarang tahun 1988 dalam (Cut

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Para Pakar Geografi pada seminar dan lokakarya di Semarang tahun 1988 dalam (Cut II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Lingkup Penelitian Geografi Menurut Para Pakar Geografi pada seminar dan lokakarya di Semarang tahun 1988 dalam (Cut Merah:2006), Geografi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan suatu sistem pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sempurna sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai manusia. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sempurna sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai manusia. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses untuk mendewasakan manusia. Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sempurna sehingga ia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan kompotensi dalam belajar mengajar (KBM) agar peserta

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan kompotensi dalam belajar mengajar (KBM) agar peserta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan kompotensi dalam belajar mengajar (KBM) agar peserta didik aktif mengembangkan

Lebih terperinci

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU KOMPETENSI PROFESIONAL GURU Makalah ini disusun sebagai tugas Mata Kuliah : Pengembangan Profesi Dosen Pengampu : Dr. Tasman Hamami, M.A DISUSUN OLEH: Heri Susanto (10411044) Mir atun Nur Arifah (10411057)

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. PERBEDAAN HASIL BELAJAR EKONOMI MENGGUNAKAN METODE JIGSAW DAN METODE MATRIKS INGATAN PADA SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH PURWODADI TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU TK

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU TK KOMPETENSI PROFESIONAL GURU TK Oleh : Rita Mariyana, M.Pd UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010 APA ITU KOMPETENSI? Istilah kompetensi (competence) dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kecakapan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTRAPESONAL ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA KIHADJAR DEWANTORO KOTA SELATAN

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTRAPESONAL ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA KIHADJAR DEWANTORO KOTA SELATAN PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTRAPESONAL ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA KIHADJAR DEWANTORO KOTA SELATAN Nurjana B. Giasi Haris Mahmud, Rapi Us. Djuko Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Negara

Lebih terperinci

BAB II VARIASI PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB II VARIASI PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR SISWA BAB II VARIASI PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR SISWA A. Variasi Pembelajaran 1. Pengertian Variasi Pembelajaran Membuat variasi adalah suatu hal yang sangat penting dalam mengajar. Yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Proses pendidikan diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2000, hlm Heri Rahyubi, Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik, Nusa Media :

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2000, hlm Heri Rahyubi, Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik, Nusa Media : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuh kembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM). 1 Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

HAND OUT MATA KULIAH KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DIN KODE MK/SKS : UD 100/3 SKS

HAND OUT MATA KULIAH KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DIN KODE MK/SKS : UD 100/3 SKS HAND OUT MATA KULIAH KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DIN KODE MK/SKS : UD 100/3 SKS Oleh : Nining Sriningsih, M.Pd NIP. 197912112006042001 1 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU - JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 17 2

BAB I PENDAHULUAN. Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 17 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses sangat menentukan untuk perkembangan individu dan perkembangan masyarakat. Kemajuan suatu masyarakat dapat dilihat dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan undangundangdasar

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan undangundangdasar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan undangundangdasar tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudakan tujuan tersebut,

Lebih terperinci

Arif Rahman ( ) Eny Andarningsih ( ) Nurul Hasanah ( ) Rahardhika Adhi Negara ( )

Arif Rahman ( ) Eny Andarningsih ( ) Nurul Hasanah ( ) Rahardhika Adhi Negara ( ) Arif Rahman (14144600180) Eny Andarningsih (14144600179) Nurul Hasanah (14144600202) Rahardhika Adhi Negara (14144600182) SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA DALAM UU No. 20 TAHUN 2003 DAN UU No 14 TAHUN 2005

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah culture transition (transisi kebudayaan) yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara continue (berkelanjutan), maka pendidikan dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu pesat, mulai dari berubahnya gaya hidup masyarakat hingga meningkatya kebutuhan-kebutuhan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis untuk mencerdaskan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis untuk mencerdaskan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh. Pendidikan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi. PENGARUH PENGGUNAAN METODE RESITASI DAN MINAT BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) AL-ISLAM 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudarwan Danim dan Yunan Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), hlm. 6.

BAB I PENDAHULUAN. Sudarwan Danim dan Yunan Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), hlm. 6. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan strategis. Hal ini disebabkan gurulah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan Pada uraian ini, peneliti akan menyajikan uraian pembahasan sesuai

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan Pada uraian ini, peneliti akan menyajikan uraian pembahasan sesuai 75 BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Pada uraian ini, peneliti akan menyajikan uraian pembahasan sesuai dengan hasil penelitian. Sehingga pembahasan ini akan mengintegrasikan hasil penelitian yang ada sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu, Semarang, 2005, hal. 2 2 Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Raja

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu, Semarang, 2005, hal. 2 2 Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Raja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan di Indonesia bukan hanya sebagai wahana untuk mendidik anak didik menjadi cerdas semata, melainkan juga berkarakter baik sangat dibutuhkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terwujud jika pendidikan mampu melahirkan peserta didik yang cakap dan

BAB I PENDAHULUAN. terwujud jika pendidikan mampu melahirkan peserta didik yang cakap dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang dirasakan saat ini kian canggih dan up to date. Dalam keseluruhan proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar

Lebih terperinci

PERAN PENDIDIK DALAM SISTEM PENDIDIKAN

PERAN PENDIDIK DALAM SISTEM PENDIDIKAN PERAN PENDIDIK DALAM SISTEM PENDIDIKAN Fahmawati Isnita Rahma dan Ma arif Jamuin Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN GURU PPKN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKN SISWA DI SMPN 1 TULAKAN KABUPATEN PACITAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015

ANALISIS PERAN GURU PPKN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKN SISWA DI SMPN 1 TULAKAN KABUPATEN PACITAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ANALISIS PERAN GURU PPKN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKN SISWA DI SMPN 1 TULAKAN KABUPATEN PACITAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Ratna Yuli Purwanti NIM. 11311796 Pembimbing: (1) Ardhana Januar Mahardhani,M.KP.

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU A. Rumusan Capaian Pembelajaran Lulusan Program Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengkondisikan kelas atau mengelola kelas, agar pelaksanaan. pembelajaran dapat berjalan dengan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengkondisikan kelas atau mengelola kelas, agar pelaksanaan. pembelajaran dapat berjalan dengan efektif. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Ketika seorang guru melaksanakan proses belajar mengajar, pasti ada kendala yang dihadapinya, bisa seperti murid yang ramai sendiri dan tidak memperhatikan guru

Lebih terperinci

PENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA SEKOLAH MENEGAH PERTAMA

PENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA SEKOLAH MENEGAH PERTAMA PENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA SEKOLAH MENEGAH PERTAMA SYAFRIMAR Guru SMP Negeri 2 Pangkalan Kuras syafmar1@gmail.com ABSTRAK Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan konseling yang dahulu dikenal dengan nama Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah sistem pendidikan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan esensial dalam kehidupan manusia, karena pendidikan, manusia dapat di bedakan dengan makhluk lain yang menempati alam ini. Kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi. Supervisi sebagai fungsi administrasi pendidikan berarti aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian yang paling penting dalam membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian yang paling penting dalam membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian yang paling penting dalam membentuk kualitas manusia. Dengan pendidikan manusia akan mendapatkan pengetahuan, wawasan, keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki tujuan untuk menyiapkan peserta didik yang beriman, bertakwa, kreatif dan inovatif serta berwawasan keilmuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. formal atau nonformal. Kedua pendidikan ini jika ditempuh dan dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. formal atau nonformal. Kedua pendidikan ini jika ditempuh dan dilaksanakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci untuk mencapai kesejahteraan, tentunya langkah utama harus diawali dengan belajar lebih giat baik melalui pendidikan formal atau

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENDIDIK SISWA BERDASARKAN PSIKOLOGI. Juwanda Jurdiksatrasia Unswagati Cirebon. Abstrak

PERAN GURU DALAM MENDIDIK SISWA BERDASARKAN PSIKOLOGI. Juwanda Jurdiksatrasia Unswagati Cirebon. Abstrak PERAN GURU DALAM MENDIDIK SISWA BERDASARKAN PSIKOLOGI Juwanda Jurdiksatrasia Unswagati Cirebon Abstrak Guru merupakan titik sentral dalam mencapai keberhasilan dalam dunia pendidikan. Selain ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bangsa Indonesia yang salah satunya yaitu mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bangsa Indonesia yang salah satunya yaitu mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Hal ini dapat terlihat dari tujuan nasional pendidikan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum telah diakui bahwa pendidikan merupakan penggerak utama bagi pembangunan. Pendidikan (pengajaran) prosesnya diwujudkan dalam proses belajar mengajar. Proses

Lebih terperinci

Hj. Yusida Gloriani & Teti Tresnawati Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan

Hj. Yusida Gloriani & Teti Tresnawati Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan PENGARUH KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII TERHADAP PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 CILIMUS TAHUN AJARAN 013/014 Hj.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya untuk membantu perkembangan siswa sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara layak dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU BK Oleh Amin Budiamin JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI Disajikan dalam Diklat Profesi Guru Bimbingan dan Konseling Rayon 10 Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu faktor yang sangat strategis dan substansial dalam upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa adalah pendidikan. Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan kemajuan peradaban. Kemajuan suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari lembaga-lembaga pendidikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk pribadi manusia menuju yang

Lebih terperinci

KODE ETIK GURU INDONESIA

KODE ETIK GURU INDONESIA KODE ETIK GURU INDONESIA MUKADIMAH Guru Indonesia tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka

BAB I PENDAHULUAN. dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa salah satunya ditentukan dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka akan memberikan output

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang kehidupan. Hal ini menuntut adanya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.word-to-pdf-converter.netbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran pada jalur pendidikan sekolah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran untuk menunjang kelancaran jalannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju mundurnya suatu bangsa ditandai oleh sumber daya manusia yang bermutu. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu, itu diperlukan suatu upaya melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Guru Profesional a. Pengertian Guru Definisi guru menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat (1) bahwa Guru adalah pendidik profesional

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Profesional guru 1. Pengertian Kompetensi Profesional Menurut UU No.14 Th. 2005 tentang Guru dan Dosen, dinyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,

Lebih terperinci

A. KUALIFIKASI PEMBIMBING

A. KUALIFIKASI PEMBIMBING LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 41 TAHUN 2009 TANGGAL 30 JULI 2009 A. KUALIFIKASI PEMBIMBING STANDAR PEMBIMBING PADA KURSUS DAN PELATIHAN Standar kualifikasi pembimbing pada kursus

Lebih terperinci