PERJALANAN HAJI INDONESIA DARI MASA KE MASA (Tinjauan Perlindungan Hukum Jamah Haji / Konsumen Indonesia)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERJALANAN HAJI INDONESIA DARI MASA KE MASA (Tinjauan Perlindungan Hukum Jamah Haji / Konsumen Indonesia)"

Transkripsi

1 PERJALANAN HAJI INDONESIA DARI MASA KE MASA (Tinjauan Perlindungan Hukum Jamah Haji / Konsumen Indonesia) A. PENDAHULUAN Ketika kita berbicara tentang ibadah haji, maka ingatan dan imajinasi kita segera dibawa ke Makkah dan Madinah, meskipun sebelumnya kita belum pernah melakukannya. Imajinasi-imajinasi tentang kedua kota itu sudah barang tentu akan semakin kuat bagi terutama mereka yang sudah mendaftar bahwa dirinya akan menunaikan ibadah haji. Ibadah haji adalah ibadah yang khas, memiliki sifat yang berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya. Untuk itu Allah meletakkan ibadah ini pada rukun yang terakhir, rukun yang kelima dalam rukun Islam. Tentu ada hikmah tersendiri dalam hal ini, karena dengan melaksanakan ajaran agamanya secara lengkap maka dari sisi amaliah dan ubudiah, seorang muslim sudah menjadi makin paripurna. Selain itu, ibadah haji adalah ibadah yang unik. Tata cara atau manasik ibadah haji agak rumit, sulit dan tidak sederhana. Berhaji juga memerlukan waktu yang cukup lama dan hanya dapat dilakukan pada waktuwaktu tertentu setiap tahun dan hanya dilaksanakan di tanah suci Mekah Almukarramah. Haji juga terpaut dengan tempat-tempat yang sarat dengan simbol-simbol ketuhanan dan kesejarahan seperti Ka bah (baitullah), hajar aswad, maqam Ibrahim, bukit Shafa dan Marwa, dan Multazam. Ibadah haji juga menuntut pengorbanan besar dari seorang hamba yang melaksanakannya, menuntut fisik yang kuat serta biaya yang tidak sedikit. Melihat muatan dan pesannya, maka pantaslah Allah membalas bagi hamba yang hajinya mabrur dengan surga, dan sebaliknya Allah mengingatkan hamba-nya yang telah mampu, tetapi lalai melaksanakannya dengan memberikan status kematiannya bukan dalam keadaan iman dan Islam. 1

2 Ibadah haji sarat dengan nilai pendidikan dan pembelajaran untuk mengarungi kehidupan ini. Allah memberikan isyarat yang kebanyakan berupa simbol-simbol yang tersimpan dalam rukun-rukun haji, wajib haji, sunah haji bahkan juga dari larangan atau yang diharamkan dalam ibadah haji. 1 Nilai-nilai kearifan inilah sebuah karunia yang sangat mulia sehingga mampu membawa manusia yang melakukan ibadah haji menjadi mabrur. Janji Allah haji yang mabrur akan diganjar dengan surga. Seorang hamba Allah yang telah menunaikan ibadah haji dituntut untuk berubah sikap dan perilakunya, meningkatkan kualitas hidupnya lebih bernilai dibanding dengan kehidupannya sebelum berhaji. Imannya bertambah, amalannya bertambah, akhlakul karimahnya bertambah, taqwanya bertambah, infaqnya meningkat dan jiwa jihadnyapun bertambah pula. 2 Jika seluruh perilakunya yang jelek telah berubah menjadi baik, meskipun hanya sedikit demi sedikit, maka keislamannya akan menjadi sempurna. Dan tidak ada balasan yang paling pantas dan setimpal dengan orang yang telah sempurna islamnya selain jannatullah. Dalam setiap tahunnya di Indonesia yang jumlah penduduknya kurang lebih mencapai 235 juta jiwa, ternyata yang melaksanakan ibadah haji lebih 200 ribu orang. Bahkan, sekarang (tahun 2010) yang mendaftar untuk menunaikan ibadah haji, ia harus menunggu tiga tahun lagi untuk bisa berangkat ke Makkah. Dan jika seluruh orang yang sedang atau telah menunaikan ibadah haji berdo a agar dikaruniai haji mabrur dan merekapun benar-benar menjadi haji mabrur, niscaya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang baldatun toyyibatun wa robbun ghofuur. 3 Tetapi fenomena yang terjadi sekarang, kenapa bangsa Indonesia masih belum bisa makmur, belum aman, damai dan sentosa. Padahal janji Allah, jika suatu penduduk kaum selalu beriman dan bertaqwa, Dia akan 1 Maisarah, Haji dan Pencerahan Jati Diri Muslim, (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm Ibid. 3 Depag RI, Al-Qur an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), Juz 3, (Jakarta: Duta Grafika, 2009), hlm

3 menurunkan berkah dari langit dan berkah dari bumi. 4 Kalau jamaah haji Indonesia telah sampai pada derajat mabrur, kenapa belum bisa membawa negeri ini pada perubahan yang lebih baik. Apakah ada yang salah dengan ke mabrur an jamaah haji Indonesia. Atau mungkinkah mayoritas haji dari Indonesia belum bisa menggapai derajat mabrur. Jika hal ini memang benar, lalu apa permasalahan dan bagaimana solusinya. Inilah yang melatar belakangi penulisan ini. B. PERKEMBANGAN IBADAH HAJI INDONESIA Sejak awal masuknya penjajah Belanda ke Indonesia, mereka bukan hanya bertujuan mengeruk kekayaan bumi Nusantara ini, melainkan juga punya agenda politik anti Islam. Sehingga usaha umat Islam menunaikan ibadah haji, selalu mereka halang-halangi. Bahkan, pada zaman VOC, Belanda melarang para calon haji ikut kapal VOC, dan kadang-kadang juga melarang haji yang pulang dari Makkah mendarat di Batavia. Usaha serupa selanjutnya dilakukan Gubernur Jenderal Daendels, lewat peraturannya pada 1810 yang menyatakan bahwa para haji harus memakai pas jalan kalau mereka mau pergi dari satu tempat dibawa ke tempat lain. Peraturan ini dibuat dengan alasan keamanan dan ketertiban. 5 a. Masa Kolonial Pada 1811 hingga 1814, ketika pemerintah Inggris mengambil alih wilayah Nusantara di bawah Gubernur Jenderal Raffles, penyelenggaraan ibadah haji juga menjadi salah satu perhatiannya. Seperti halnya VOC, Raffles juga memiliki pandangan negatif tentang haji, dan Arab secara umum, yang dilihatnya sebagai biang keladi kerusuhan sosial di Nusantara. Bagi Raffles, haji dan juga ulama dianggap sebagai orang istimewa dan suci, sehingga bisa dengan mudah memiliki pengaruh 4 Ibid. 5 A. Chunaini Saleh dan Ahmad Baedowi, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi: Analisis Internal Kebijakan Publik Depag, (Jakarta: Pustaka Alfabet, 2008), hlm

4 politik dan berperan sebagai pemimpin pemberontakan terhadap orang Eropa. Maka, sejak 1811 Raffles memperingatkan para gubernur akan bahaya para haji. Raffles konsisten dengan peraturannya. Pada 1813, misalnya, dia melarang menyetujui dua dari anak seorang bupati yang meninggal untuk menggantikannya karena alasan naik haji. 6 Ordonansi Tahun 1825 yang dikeluarkan Pemerintah Kolonial Belanda, adalah aturan pertama yang membatasi pelaksanaan ibadah haji. Melalui instruksi rahasia, ditetapkan bahwa setiap calon haji harus membayar 110 gulden untuk pembayaran pas jalan. Dalam instruksi itu juga dianjurkan kepada para residen supaya semangat untuk naik haji diawasi dan dibatasi. Para calon haji yang tidak membeli pas jalan akan dikenakan denda 1000 gulden. Peraturan itu kemudian diubah pada Denda dikurangi menjadi dua kali harga pas jalan, yaitu 220 gulden, karena seribu gulden dianggap terlalu tinggi dan tidak ada orang yang mampu membayarnya. Peraturan ini diterapkan secara umum, tetapi tidak diumumkan secara resmi dalam Staatsblad. Dan peraturan itu hanya diberlakukan untuk Jawa dan Madura, karena dalam praktiknya daerah di luar Jawa dan Madura belum berada di bawah kekuasaan Belanda. Dua puluh tahun kemudian muncul perkembangan baru. Peraturan di atas tidak berhasil membendung jumlah calon haji yang terus 6 Ibid. 4

5 bertambah. Maka ditetapkannya birokrasi yang berbelit bagi seorang Muslim yang akan menunaikan ibadah haji: 1. Calon haji harus meminta pas jalan kepada Bupati; 2. Calon haji harus membuktikan bahwa ia mempunyai cukup uang untuk membayar biaya perjalanan pulang-pergi ke Makkah dan biaya hidup keluarganya di Indonesia; dan 3. Sesudah pulang dari Makkah, para jemaah diuji oleh bupati atau orang yang ditunjuk bupati dan setelah itu baru diperkenankan memakai gelar dan pakaian haji. Peraturan 1859 ini berlaku sepanjang abad ke-19, dan baru diganti dengan peraturan baru pada tahun 1902, di mana ujian oleh bupati dihapuskan. 7 Semua peraturan di atas dibuat dalam rangka mengawasi bahaya politik haji. Seluruh gerakan jemaah haji berada di bawah pengawasan ketat pihak kolonial. Juga dalam kerangka kepentingan itu, pemerintah Belanda pada 1872 mendirikan Konsulat di Jeddah, tujuannya memperketat pengawasan terhadap sang haji. Namun, semua peraturan itu tidak berpengaruh pada para umat Islam Indonesia untuk menunaikan ibadah haji. Semangat mereka tidak pernah surut. Bahkan bertambah. Didukung perbaikan dalam sistem transportasi darat dan pembukaan Terusan Suez pada 1869, jumlah jemaah haji dari Indonesia terus tumbuh. Pada , tingkat partisipasi jemaah haji dari Indonesia meningkat dari 100 menjadi setiap tahun. Jumlah ini terus bertambah, di mana pada jemaah haji asal Indonesia mencapai sekitar 15% dari total jemaah haji di Makkah. 8 Rupanya Belanda sadar, bahwa pengawasan yang ketat tidak menyurutkan umat Islam untuk menunaikan ibadah haji. Maka mereka pun berusaha mendukung umat Islam menunaikan ibadah haji. Tetapi ini hanya taktik politik licik Belanda, karena tujuan sebenarnya hanya sekedar menarik hati rakyat, sekalipun martabat umat Islam tidak 7 Ibid., hlm Ibid. 5

6 dihargai sama sekali. Sebagai contoh, pengangkutan jemaah haji dilakukan dengan menggunakan Kapal Tiga, kapal dagang yang biasa digunakan untuk mengangkut barang dagangan, sementara itu tempat istirahat calon jemaah haji sama dengan kapal pengangkut ternak. Di samping itu, faktor keamanan di perjalanan dan fasilitas yang disediakan sangat memprihatinkan. Namun, hal itu tidak mengurangi keinginan umat Islam melaksanakan ibadah haji, bahkan jumlahnya kian meningkat. Peningkatan jumlah yang menonjol diperkirakan mulai tahun Melihat perkembangan itu, maka penjajah Belanda kembali mengeluarkan ketentuan pelaksanaan ibadah haji. Umat Islam tidak tinggal diam menghadapi keadaan itu. Pada tahun 1912 Perserikatan Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan mendirikan Bagian Penolong Haji yang diketuai oleh K.H.M. Sudjak, dan inilah merupakan perintis dan mengilhami adanya Direktorat Urusan Haji. Pada 1921 mereka melakukan gerakan perbaikan penyelenggaraan ibadah haji dengan menekan penjajah Belanda. Hasilnya, pada tahun 1922 Volksraad mengadakan perubahan dalam ordonansi haji yang dikenal dengan Pilgrim Ordonansi 1922 yang menyebutkan bahwa bangsa pribumi dapat mengusahakan pengangkutan calon haji. Bagi umat Islam Indonesia, yang hidup di bawah penjajahan, ordonansi itu, dianggap sebagai perhatian khusus dari penjajah Belanda. Karena sejak itu, umat Islam bisa berangkat menunaikan ibadah haji dengan angkutan yang mereka usahakan sendiri, walau sebenarnya hal itu hanya politik licik Belanda, karena dengan berbagai keterbatasannya umat Islam yang menunaikan ibadah haji menggunakan kapal laut yang tidak memenuhi standar keselamatan, sehingga banyak di antara mereka mengalami kecelakaan di laut. Sadar bahwa ordonansi itu hanya akal-akalan penjajah, maka sejumlah tokoh Islam kembali mendesak Belanda agar bertanggungjawab dalam hal angkutan dan keselamatan umat Islam Nusantara dalam menunaikan ibadah haji. Usaha itu berhasil, Pemerintah Hindia Belanda, 6

7 utamanya mengatur masalah angkutan jemaah haji dari Indonesia ke Jeddah dan sebaliknya menyangkut keamanan dan fasilitas angkutan selama dalam perjalanan. Sejak itu jumlah jemaah haji dari bumi Nusatara terus melonjak. Pada tahun 1928, Muhamadiyah mengaktifkan penerangan tentang cita-cita perbaikan perjalanan haji. Nahdlatul Ulama (NU) yang baru berdiri pada 1926 mengirimkan dua utusan, yaitu K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan Syekh Achmad Chainaim AI Amir, menghadap Raja Saudi Ibnu Saud untuk menyampaikan keinginannya agar menetapkan tarif haji yang berlaku pada syekh-syekh. Sehingga mereka tidak seenaknya menetapkan tarif sendiri. Permohonan itu pun dikabulkan oleh sang raja Tahun 1932, atas perjuangan anggota Volksraad, Wiwoho dan kawan-kawan, Pelgrims Ordonantie 1922 dengan Staatblaad 1932 Nomor 544 mendapat perubahan pada artikel 22 dengan tambahan artikel 22a yang memberikan dasar hukum dan pemberian izin bagi organisasi bonafide bangsa Indonesia (umat Islam Indanesia) untuk mengadakan pelayaran haji dan lainnya (perdagangan). 9 b. Masa Orde lama Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, dan bangsa Indonesia harus berperang mempertahankan kemerdekaannya menghadapi Belanda yang berusaha menjajah Indnesia kembali, maka Rois Akbar NU, K.H. Hasyim Asyari, mengeluarkan fatwa kepada seluruh umat Islam bahwa haram bagi umat Islam meninggalkan tanah airnya, tidak wajib pergi menunaikan ibadah haji. Fardhu ain bagi umat Islam berperang melawan penjajah Belanda, tegasnya. Pada tahun 1948 Pemerintah Indonesia yang baru mendapat pengakuan dari negara-negara Timur Tengah, termasuk dari Saudi Arabia, mengirimkan misi haji, yang terdiri dari KRH. Moh Adnan, H Depag RI, Haji dari Masa ke Masa, (Jakarta: Dirjen Penyelenggaraan Haji, 2010), hlm. 7

8 Ismail Banda, H. Saleh Saudy, H. Samsir Sutan Ameh, ke Makkah menghadap Raja Arab Saudi. Misi tersebut mendapat sambutan hangat dari baginda Raja Ibnu Saud dan pada tahun itu juga bendera Merah Putih pertama kali dikibarkan di Arafah. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut semakin mendorong ke arah penyelenggaraan haji yang lebih baik, sehingga calon jemaah haji yang berangkat tahun 1949 cukup banyak. Pada waktu itu, jemaah haji yang berhasil diberangkatkan oleh pemerintah mencapai orang, meninggal sebanyak 320 orang atau 3,23%, sedangkan panitia yang dilibatkan guna membantu jemaah haji dalam bidang administrasi dan pengurusan di tanah suci sebanyak 27 orang, adapun tim kesehatan yang juga ikut diberangkatkan sebanyak 14 orang. Sementara itu, jemaah haji yang berhasil berangkat namun tidak sesuai prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah justru melebihi jumlah tersebut di atas, penumpukan jemaah haji yang menggunakan visa umrah maupun visa ziarah telah mereka kenal sebelum pemerintah mengeluarkan keputusan-keputusan tentang penyelenggaraan ibadah haji, sebagian besar datang dari daerah-daerah timur Pulau Jawa. Sekitar tahun 1950, kaum muslimin Indonesia yang mampu melaksanakan ibadah haji sebanyak orang. 10 Disamping orang yang berangkat haji, pemerintah memiliki data lain yaitu jemaah haji yang berangkat secara mandiri sebanyak orang, meninggal sebanyak 42 orang atau 2,28%, sedangkan petugas administrasi 6 orang, 10 Ibid., hlm

9 tim kesehatan 15 orang. Perbedaan angka yang sangat banyak diperkirakan bahwa pihak pemerintah Belanda pada saat itu menggunakan angka seluruh orang Indonesia yang ada di tanah suci yang melaksanakan ibadah haji. Penyelenggaraan pada masa orde lama ini dilakukan sepenuhnya oleh Penyelenggara Haji Indonesia (PHI) yang berada di setiap keresidenan, karena ketika itu, keresidenan merupakan pemerintah daerah yang mengatur, mengolah dan mengadministrasikan segala urusan kemasyarakatan, termasuk di dalamnya memudahkan semua urusan yang berhubungan dengan calon jemaah haji. Keresidenan diberi keleluasaan penuh menyelesaikan dan melakukan pengurusan-pengurusan atas rakyat di wilayah kekuasaannya. Dalam perkembangan selanjutnya, untuk lebih memberikan kekuatan legalitas penyelenggaraan haji, pada tanggal 21 Januari 1950 Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) mendirikan sebuah yayasan yang secara khusus menangani kegiatan penyelenggaraan haji yaitu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia (PPHI) yang diketuai oleh KHM. Sudjak. Kesamaan misi yang diemban oleh PPHI dalam menangani kegiatan penyelenggaraan ibadah haji menimbulkan kesan bahwa PPHI merupakan bentuk baru dari Komite Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia yang berdiri dan beroperasi pada zaman kolonial Belanda. Kedudukan PPHI lebih dikuatkan lagi dengan dikeluarkannya surat Kementerian Agama yang ditandatangani oleh Menteri Agama RIS K.H. Wahid Hasyim Nomor 3170, tanggal 6 Februari 1950, kemudian disusul dengan surat edaran Menteri Agama RI di Yogyakarta Nomor A.III/I/648 tanggal 9 Februari 1950 yang menunjuk PPHI sebagai satu-satunya wadah sah disamping pemerintah untuk mengurus dan menyelenggarakan perjalanan haji Indonesia. Sejak saat itulah, dengan legalitas yang kuat, masalah haji ditangani oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama di bantu oleh instansi lain seperti Pamong Praja. Tahun itu merupakan tahun pertama rombongan haji Indonesia yang 9

10 diikuti dan dipimpin oleh Majelis Pimpinan Haji bersama dengan Rombongan Kesehatan Indonesia (RKI). Dengan dibentuknya Kementerian Agama sebagai salah satu unsur kabinet pemerintah setelah negeri ini mendapatkan kemerdekaan, maka seluruh beban penyelenggara ibadah haji ditanggung oleh pemerintah dan segala kebijakan tentang pelaksanaan ibadah haji semakin terkendali. Dalam masyarakat khususnya calon jemaah haji berkembang keyakinan dan melihat bahwa melaksanakan ibadah haji sangat mudah dan dengan tarif (ongkos) yang terjangkau sehingga diharapkan segala proses pelaksanaan ibadah haji akan berjalan lancar. Selanjutnya, fase setelah tahun 1950, seluruh ketentuan dan peraturan perundang-undangan tentang organisasi dan manajemen penyelenggaraan haji Indonesia telah disusun dan resmi menjadi wewenang Menteri Agama. Dengan melihat pada animo masyarakat dan ketersediaan fasilitas dalam pelayanan haji, maka pada tahun 1952 dibentuk perusahaan pelayaran PT. Pelayaran Muslim, yang disetujui oleh Menteri Agama sebagai satu-satunya perusahaan yang menjadi panitia haji, sebagai hasil Keputusan Konferensi PHI. Besarnya animo untuk menunaikan ibadah haji, sementara fasilitas yang tersedia sangat terbatas mendorong Menteri Agama memberlakukan sistem kuota, yaitu jumlah jatah yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat ke daerah berdasarkan minat masyarakat untuk menunaikan ibadah haji dari masing-masing daerah dengan pertimbangan skala prioritas. Penetapan kuota dilakukan secara berjenjang, yaitu daerah-daerah atau keresidenan menetapkan untuk provinsi dan provinsi mengatur kuota untuk daerah di bawah wewenangnya. Penetapan kuota oleh pemerintah pusat dimaksudkan agar: 1. Kuota dapat dipergunakan (terpakai) untuk daerah-daerah secara adil; 2. Penyesuaian kuota dapat direncanakan secara tepat sehingga memudahkan pemberangkatan di masing-masing pelabuhan; 10

11 3. Menjaga agar kuota tidak sampai terbuang dan sia-sia, karena di satu pihak ada yang kekurangan sedangkan di pihak lain ada yang kelebihan; Untuk pengontrolan dan pengendalian sehingga tidak terjadi jualbeli kuota. Hampir setiap tahun umat Islam yang berminat untuk menunaikan ibadah haji tidak pernah surut, bahkan laju perkembangannya menunjukkan grafik yang meningkat walaupun biaya yang ditetapkan oleh pemerintah selalu menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan setiap tahunnya, yaitu sejak tahun 1949 sebesar Rp ,14 meningkat dua kali lipat pada tahun 1950 dan tahun 1951 sebesar Rp ,25 atau sekitar 52,3%. Biaya perjalanan ibadah haji justru mengalami kenaikan hanya sekitar 10%, yang pada tahun 1951 sebesar Rp ,25. Jumlah jemaah haji Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1951 sebanyak orang, petugas haji indonesia sebanyak 24 orang, tim kesehatan haji Indonesia 20 orang, Jemaah haji yang meninggal sebanyak 384 orang atau 4,04%. Seiring dengan membaiknya kehidupan perekonomian negara dan kemajuan teknologi yang melanda dunia berimbas pula pada pengelolaan perhajian yang dilaksanakan di Indonesia. Sehingga mulai tahun 1952 transportasi jemaah haji di samping tetap menggunakan kapal laut pemerintah menyediakan kesempatan kepada calon jemaah haji untuk mempergunakan transportasi udara. Tentunya terdapat perbedaan tarif angkutan haji yang cukup besar, hampir dua kali lipat, yaitu untuk tarif haji udara sebesar Rp , sedangkan haji laut sebesar Rp Dengan adanya transportasi jemaah haji udara maka pada tahun 1952 jumlah jemaah haji meningkat sebanyak orang, dengan perincian yang menggunakan kapal laut sebanyak orang yang menggunakan pesawat udara 293 orang, jumlah jemaah haji yang meninggal sebanyak 278 orang atau 1,94% penurunan jumlah haji yang meninggal kemungkinan besar disebabkan telah adanya jemaah haji menggunakan pesawat udara. Petugas haji yang diberangkatkan sebanyak 11

12 32. Menurunnya angka jumlah kematian jemaah haji menyebabkan pemerintah berusaha tetap mempertahankan penggunaan pesawat udara, dan mengurangi jumlah jemaah haji yang menggunakan kapal laut, namun dengan belum stabilnya kondisi ekonomi, sosial dan politik maka penggunaan kapal laut sebagai transportasi haji tetap diizinkan dan disediakan oleh pemerintah. Walaupun demikian keberadaan transportasi udara merupakan wujud kemajuan yang sangat menggembirakan, tanpa mengurangi peminat calon haji dengan kapal laut, meskipun terdapat perbedaan biaya yang cukup besar, yaitu biaya perjalanan ibadah haji mengalami penurunan dari tahun 1952, biaya haji laut sebesar Rp ,- sedangkan biaya haji udara sebesar Rp ,-. Dalam musim haji tahun 1953, jumlah jemaah haji seluruh Indonesia sebanyak orang, terdiri dari haji laut sebanyak orang dan haji udara sebanyak 82 orang. Adapun jemaah haji yang meninggal dunia sebanyak 291 orang atau 2,82% dan seluruhnya adalah jemaah haji yang menggunakan kapal laut. Dalam situasi ekonomi, sosial dan politik yang tidak menentu pasca kemerdekaan, tahun 1965 pemerintah mengadakan penyelenggaraan ibadah haji berdikari dengan biaya sebesar Rp ,- per orang. Namun di tengah perjalanan sekitar tahun 1959, Panitia Haji Indonesia saat itu satu-satunya panitia haji di negara ini dihadapkan pada dua pilihan yaitu mencari bentuk lain dalam ikut melaksanakan penyelenggaraan haji atau membubarkan diri. Sampai dengan tahun 1959 jumlah jemaah haji laut masih mendominasi dalam musim haji setiap tahunnya, namun dalam hitungan kuantitas kenaikan terjadi secara terusmenerus. Dengan pertimbangan bahwa keadaan sosial ekonomi masyarakat masih belum menentu maka pemerintah berketepatan untuk mernberikan subsidi dalam penyelenggaraan haji yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun Subsidi tersebut sangat dirasakan oleh masyarakat luas calon jemaah haji, karena dengan adanya bantuan 12

13 pemerintah untuk pembiayaan operasional tersebut maka keinginan umat Islam untuk menunaikan ibadah haji dapat dilaksanakan. Berdasarkan subsidi pemerintah biaya perjalanan haji untuk tahun 1960 sebesar Rp ,-, biaya ini masih mendekati kewajaran karena apabila dibanding tahun sebelumnya hanya terjadi kenaikan sebesar 9,1%. Selama penyelenggaraan ibadah haji tidak ditangani secara langsung oleh Departemen Agama, hampir seluruh wewenang pelaksanaan kebijaksanaan teknis operasional penyelenggaraan haji secara nasional dilakukan Panitia Haji, namun dalam tatanan kenegaraan Departemen Agama tetap tidak kehilangan fungsinya, yaitu sebagai penentu sebagai kebijakan umum perhajian secara nasional. Sedangkan fungsi pemerintah lebih mengarah kepada kebijakan yang sangat mendasar yaitu memberikan subsidi bagi operasional penyelenggaraan ibadah haji tersebut. Pemberian subsidi dalam penyelenggaraan ibadah haji dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan kualitas keberagaman masyarakat. Karena dengan kualitas keberagaman yang tinggi tersebut dapat membentengi diri dari ancaman disintegrasi bangsa, atau secara politis, karena masyarakat (bangsa) ini mayoritas beragama Islam. Meningkatnya jumlah jemaah haji setiap tahun tidak sebanding dengan ketersediaan fasilitas menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan dalam penanganannya, sehingga pemerintah perlu membatasi kuota (quotum) untuk mengurangi keseimbangan antara jumlah jemaah haji dengan ketersediaan fasilitas yang berimplikasi pada tingkat pelayanan. Namun pada akhirnya kebijakan pembatasan dalam penyelenggaraan ibadah haji ditetapkan oleh pemerintah pada tahun 1961 dengan tujuan untuk kemaslahatan umat dalam pelaksanaan ibadah haji. Kebijaksanaan yang kemudian diambil oleh pemerintah adalah menghapus subsidi haji, menghapus sistem kuota (quotum) dan mengikutsertakan pihak swasta dalam penyelenggaraan ibadah haji. Dampak dari adanya kebijakan tersebut menyebabkan jumlah jemaah haji menurun secara drastis menjadi sebanyak orang, 13

14 padahal pada tahun tersebut biaya perjalanan Ibadah haji tidak mengalami kenaikan yang sangat berarti, yaitu sebesar Rp ,-. Disamping kebijakan pencabutan subsidi, faktor ekonomi, politik dan keamanan pada waktu itu juga mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam mempengaruhi daya minat calon jemaah haji, di samping prinsip dasar manajerial pada saat itu juga masih mengalami ketidakpastian dan cenderung tumpang tindih, tanpa perencanaan yang terpola. Sistem penyelenggaraan haji dapat dikatakan lebih profesional pada tahun 1962 dan 1963, dengan dibentuknya sebuah panitia yang mandiri, yaitu Panitia Pemberangkatan dan Pemulangan Haji (PPPH). Panitia ini diberikan kewenangan penuh dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul dan pengambilan keputusan dilakukan oleh ketua panitia atas persetujuan Menteri Agama, tanpa melibatkan departemen secara langsung. Karena sifatnya yang lebih fleksibel ini maka banyak di antara kinerja panitia pada nantinya sangat mempengaruhi sistem penyelenggaraan dan merupakan tonggak dasar dari suatu sistem yang baik dalam penyelenggaraan ibadah haji. Selama berdirinya PPPH, setiap tahun biaya naik haji selalu meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah jemaah haji. Pada tahun 1962, biaya haji sebesar Rp ,-, naik sebesar 45% dari tahun sebelumnya. Walaupun diprediksikan bahwa jumlah calon jemaah haji akan semakin menurun, namun kenyataannya justru terdaftar sebanyak orang, dan jumlah jemaah haji tersebut yang meninggal dunia sebanyak 74 orang atau 0,74%. Sementara itu pada tahun 1963 biaya haji naik sebesar Rp , kenaikan yang hampir mencapai 35%, tetap tidak mempengaruhi jumlah jemaah haji yang terdaftar dan berangkat pada saat itu, yaitu sebanyak orang, dan dari jumlah tersebut yang meninggal dunia sebanyak 163 orang atau 1,08%. Dengan semakin membaiknya tatanan kenegaraan bangsa Indonesia pada tahun 1964 pemerintah kembali mengambil alih kewenangan dalam penyelenggaraan haji dengan membubarkan PPPH, 14

15 yang kemudian diserahkan kepada Dirjen Urusan Haji (DUHA). Pemerintah melanjutkan kebijakan pelaksanaan haji udara yang tahun sebelumnya telah ada dengan tetap memberlakukan haji laut. Pemerintah mengeluarkan biaya haji dalam dua pilihan, yaitu haji dengan kapal laut sebesar Rp ,- dan dengan pesawat udara sebesar Rp ,-. Namun pada saat itu calon jemaah haji pengguna jasa pesawat terbang belum ada, hal ini dimungkinkan karena biaya haji udara tersebut sangat besar dan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat. Dalam fase selanjutnya, dengan telah dicabutnya subsidi serta pergantian panitia haji PPPH oleh pemerintah tersebut, pada tahun 1964 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 122 tahun 1964 yang berisi tentang upaya mengatasi pengangkutan jemaah haji (laut) dari Indonesia, maka pada tanggal 1 Desember 1964 berdirilah PT. Arafat yang bergerak di bidang pelayanan ibadah haji dengan kapal laut dan diberikan wewenang yang sama seperti PT. Pelayaran Muslim yang sebelumnya telah berdiri dibekukan oleh pemerintah. Tujuan didirikannya PT. Arafah adalah: 1. Menyelenggarakan pengangkutan para jemaah haji (Iaut) ; 2. Menjalankan segala usaha dalam rangka membantu usaha pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung yang berkenaan dengan bidang pelayaran. Sesuai data yang diperoleh, PT. Pelayaran Arafat didirikan berdasarkan Akta Notaris tanggal 1 Desember 1964 Nomor 21, kemudian diubah dengan Akta Notaris tanggal 19 Pebruari Kedua akta notaris ini dibuat di hadapan notaris yang sama yaitu notaris Soelaiman Ardjasasmita, Menteri Kehakiman Nomor JA.5/20/22 tanggal 24 Pebruari 1965 dan didaftarkan pada kantor Panitera Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta Nomor 524 tanggal 9 Maret Pengesahan akte tersebut telah diumumkan dalam Berita Negara RI Nomor 64 tanggal 10 Agustus 1965, tambahan Nomor 139. Armada yang digunakan untuk pengangkutan jemaah haji antara lain KM. Gunung Jati, KM. Tjut Nyak 15

16 Dien, KM. Ambulombo, KM. Pasific Abeto, KM. Belle Abetto, KM. Le Havre Abeto, dan KM. La Grande Abeto. Situasi kenegaraan tidak menentu salah satunya adalah adanya peristiwa G-30S PKI yang berpengaruh terhadap kondisi ekonomi, politik, sosial, budaya dan kemanan. Dalam bidang ekonomi mengakibatkan nilai rupiah terhadap mata uang asing mengalami penurunan yang sangat tajam, sehingga dengan Keputusan Menteri Urusan Haji Nomor 132/1965 penentuan biaya perjalanan haji menggunakan kapal laut sebesar Rp Jumlah biaya haji yang mengalami kenaikan sangat drastis ini tidak menurunkan minat calon jemaah haji, sehingga jemaah haji mencapai orang. Sesuai dengan banyaknya haji, pemerintah telah memperbanyak tenaga pelayanan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, yaitu petugas pelayanan umum dan ibadah sebanyak 60 orang, tim kesehatan 104 orang. Kelelahan fisik selama dalam perjalanan dengan kapal laut, hiruk-pikuk dan kepadatan jernaah haji di tanah suci yang berasal dari seluruh dunia dan banyaknya kendala yang dialami jemaah haji baik secara administrasi maupun kesehatan yang telah menyebabkan kelelahan psikis, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan angka kematian jemaah haji cukup tinggi yaitu mencapai 111 orang atau 0,74% dari jumlah jemaah haji yang diberangkatkan. Secara manajerial, penyelenggaraan ibadah haji yang ditangani langsung oleh Menteri Urusan Haji memberikan warna lain, lebih memberikan nuansa kearifan, sistem manajemen dan penetapan kebijakan yang luwes, pendelegasian kendali kepada unit-unit di bawahnya serta sebagian unit kerja yang memiliki keberagaman keterampilan diberi wewenang khusus untuk secara langsung bertindak sebagai fasilitator penyelenggaraan ibadah haji Ibid., hlm

17 c. Masa Orde Baru Tugas awal bagi penguasa Orde Baru sebagai pucuk pimpinan negara pada tahun 1966 adalah membenahi dan menormalkan sistem kenegaraan yang porak poranda akibat G-30S PKI dan kekuasaan Orde Lama. Pembenahan sistem pemerintahan ini juga memberikan pengaruh pada penyelenggaraan ibadah haji dengan pembentukan Departemen Agama, selanjutnya merubah struktur dan tata kerja organisasi Menteri Urusan Haji dan mengalihkan tugas penyelenggaraan ibadah haji di bawah wewenang Direktur Jenderal Urusan Haji, termasuk besarnya biaya, sistem manajerial dan bentuk organisasi yang kemudian ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Urusan Haji Nomor 105 tahun Pada tahun itu juga ditetapkan biaya perjalanan ibadah haji dalam tiga kategori, yaitu haji dengan kapal laut sebesar Rp ,-, haji berdikari sebesar Rp ,-, haji dengan pesawat udara sebesar Rp ,-. Jumlah jemaah haji yang diberangkatkan seluruhnya mencapai orang, yaitu dengan kapal laut sebanyak orang, dengan pesawat udara 373 orang, sedangkan jemaah haji kapal laut yang wafat 114 orang, dan 20 orang jemaah haji udara atau 0,73%. Dengan diberlakukannya kembali calon jemaah haji berdikari, maka mulai tahun 1967 penyelenggaraan ibadah haji dikembalikan kepada Menteri Agama melalui Keputusan Nomor 92 tahun 1967, yang memberikan wewenang kepada Menteri Agama untuk menentukan besarnya biaya haji. Besarnya biaya haji masih ditetapkan dalam tiga kategori, yaitu haji kapal laut sebesar Rp ,-, haji berdikari sebesar Rp ,- dan haji pesawat udara sebesar Rp Sedangkan jumlah jemaah haji kapal laut pada saat itu sebanyak 614 orang. Pada tahun 1968 keputusan tentang besarnya biaya perjalanan ibadah haji kembali ditetapkan oleh Dirjen Urusan Haji dengan keputusan Nomor 111 tahun Besarnya biaya perjalanan ibadah haji pada tahun tersebut untuk kapal laut sebesar Rp ,-, biaya perjalanan dengan pesawat terbang sebesar Rp ,- dan berdikari 17

18 sebesar Rp ,-. Jumlah jemaah haji seluruhnya sebanyak orang, yaitu jumlah haji kapal laut orang dan pesawat udara 215 orang. Pada tahun ini calon jemaah haji mulai merasakan bahwa pelayanan perjalanan haji yang dilakukan oleh penyelenggara haji swasta biayanya lebih mahal dibandingkan dengan penyelenggaraan haji oleh pemerintah. Disamping itu, banyak calon jemaah haji yang keberangkatannya diurus oleh biro-biro perjalanan haji swasta pada saat itu banyak yang gagal berangkat menunaikan ibadah haji dikarenakan keterbatasan alat transportasi laut, sehingga hampir setiap tahun banyak diantara calon jemaah haji mengajukan protes kepada pemerintah akibat peristiwa tersebut. Bercermin pada pengalaman buruk yang dialami oleh masyarakat calon jemaah haji, maka pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969 menetapkan kebijaksanaan bahwa seluruh pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji diproses dan diurus oleh pemerintah, dan mengharapkan kepada calon jemaah haji agar dalam menjalankan ibadah haji melalui prosedur yang resmi sesuai dengan ketetapan pemerintah. Besarnya biaya perjalanan ibadah haji pada saat itu ditetapkan untuk pesawat udara sebesar Rp ,-, sedangkan jemaah haji berdikari sebesar Rp ,-. Namun pada saat yang sama pemerintah, dalam hal ini Dirjen Urusan Haji, mengeluarkan Instruksi Nomor 05/1969 tanggal 10 Oktober 1969 mengubah biaya perjalanan ibadah haji berdikari menjadi sebesar Rp ,-. Kebijakan tersebut lebih menekankan penyelenggaraan ibadah haji pada perjalanan berdikari dan penyelenggaraan haji dengan pesawat udara. Jumlah jemaah haji berdikari dan menggunakan kapal laut sebanyak orang dengan pesawat udara sebanyak 611 orang. Penyebab penurunan jumlah jemaah haji tidak diketahui secara pasti, namun kemungkinan besar masih berkenaan dengan kondisi politik. Pemerintah ikut serta bertanggungjawab secara penuh dalam penyelenggaraan ibadah haji, baik dari penentuan biaya sampai 18

19 pelaksanaan serta hubungan antara dua negara mulai dilaksanakan pada tahun 1970, dengan keputusan tersebut maka rakyat merasa diperhatikan langsung oleh pemerintah. Dalam rangka mengefisienkan pelaksanaan penyelenggaraan haji maka pada tahun tersebut biaya perjalanan ibadah haji ditetapkan oleh Presiden berdasarkan kriteria penggunaan transportasi melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1970, yaitu biaya perjalanan ibadah haji pesawat terbang sebesar Rp ,- sedangkan berdikari sebesar Rp ,-. Sesuai data tahun tersebut jemaah haji yang berdikari yang menggunakan kapal laut sebanyak orang sedangkan yang menggunakan pesawat terbang sebanyak 1229 orang. Dalam tahun-tahun selanjutnya tahun 1971 sampai dengan tahun 1973 penyelenggaraan ibadah haji tidak banyak mengalami perubahan-perubahan kebijaksanaan, sesuai tahun sebelumnya keputusan tentang biaya perjalanan ibadah haji ditetapkan dengan dikeluarkannya Keppres, sedangkan kenaikan-kenaikannya tidak terlalu drastis. Sementara itu, Presiden dengan keputusannya menetapkan biaya perjalanan ibadah haji tahun 1974 haji berdikari sebesar Rp ,- dan pesawat terbang sebesar Rp ,-. Jumlah jemaah haji berdikari kapal laut sebanyak orang dan pesawat udara sebanyak orang. Sebuah peristiwa besar yang sangat menyedihkan dan menyentak sanubari bangsa Indonesia dan dunia terjadi pada tahun 1974, yaitu ketika pesawat udara Martin Air yang mengangkut jemaah haji mengalami kecelakaan di Colombo. Kecelakaan ini menelan korban sebanyak orang yang menjadi syuhada dan merupakan peristiwa besar yang tidak terlupakan dalam sejarah perhajian di Indonesia. Sosialisasi udara secara intensif dilakukan oleh pemerintah mulai tahun 1975 untuk menyakinkan masyarakat dan calon jemaah haji bahwa perjalanan haji dengan menggunakan pesawat terbang akan mengurangi kelelahan dan mempercepat perjalanan yang panjang, walau perjalanan 19

20 haji dengan kapal laut masih tetap diizinkan. Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 1975 menetapkan biaya perjalanan ibadah haji dengan pesawat udara sebesar Rp ,- sedangkan perjalanan haji berdikari adalah sebesar Rp ,-. Pada tahun itu jemaah haji menurun secara drastis yang pada tahun sebelumnya total haji sebanyak orang, tahun berikutnya sebanyak orang. Jumlah jemaah haji yang menggunakan pesawat udara justru meningkat. Perincian jumlah jemaah haji sebagai berikut: 1. Pesawat udara sebanyak orang; 2. Kapal laut sebanyak orang. Pada tahun 1976, ditandai dengan adanya tata kerja dan struktur penyelenggaraan ibadah haji yang dilaksanakan oleh Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji (selanjutnya disebut Dirjen BIUH). Sebagai panitia pusat Dirjen BIUH melaksanakan koordinasi ke seluruh daerah tingkat I dan II seluruh Indonesia. Dalam pelaksanaan sistem koordinasi dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh Dirjen BIUH. Beberapa panitia penyelenggaraan di daerah juga menjalin Koordinasi dengan BAKUH ABRI. Hal ini dikarenakan BAKUH ABRI memiliki lembaga tersendiri untuk pelaksanaan operasional penyelenggaraan ibadah haji. Keputusan Presiden RI Nomor 24 tahun 1976 menetapkan biaya perjalanan ibadah haji pesawat udara sebesar Rp dan berdikari sebesar Rp , jumlah jemaah haji pesawat udara orang, kapal laut orang. Setelah tahun 1976, seluruh pelaksanaan operasional perjalanan ibadah haji selanjutnya, dilaksanakan oleh Dirjen BIUH. Pada tahun 1977 Presiden mengeluarkan keputusan Nomor 29 tahun 1977 dengan menetapkan biaya perjalanan ibadah haji pesawat udara sebesar Rp dan berdikari sebesar Rp , dengan jumlah jemaah haji pesawat udara sebanyak orang dan jemaah haji kapal laut sebanyak orang. 20

21 Banyaknya problem perjalanan haji dengan kapal laut yang tidak dapat diselesaikan, termasuk pailitnya PT. Pelayaran Arafat, mulai tahun 1979 pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: SK- 72/0T.001/Phb79, memutuskan untuk meniadakan pengangkutan jemaah haji dengan kapal laut dan menetapkan bahwa penyelenggaraan angkutan haji dilaksanakan dengan menggunakan pesawat udara. Menteri Agama bersama Menteri Kehakiman, pada 1979, mengeluarkan keputusan tentang penyelenggaraan umrah, peraturan ini merupakan cikal bakal dari peraturan penyelenggaraan ibadah haji, karena pada saat itu banyak diantara para jemaah haji yang mencari jalan pintas akibat kegagalan untuk melaksanakan ibadah haji, yaitu dengan melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu kemudian tinggal sementara dengan menunggu waktu haji tiba, sehingga banyak menimbulkan persoalan bagi pemerintah Arab Saudi. Banyak diantara jemaah haji yang kemudian tidak bisa pulang karena kehabisan bekal (biaya). Keterlibatan pihak swasta dalam penyelenggaraan haji dihentikan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1951, yang mengatur penyelenggaraan haji oleh pemerintah. Dimulai sekitar tahun 1985, pemerintah kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam penyelenggaraan ibadah haji, dimana pihak-pihak swasta tersebut mempunyai kewajiban langsung kepada Pemerintah. Banyak diantaranya penyelenggaraan haji swasta pada waktu itu masih menerapkan sistem manajerial penyelenggaraan ibadah haji yang sangat ideal, dengan menitikberatkan pada pelayanan terhadap calon jemaah haji sebagai tujuan utama dan orientasi keuntungan yang ditetapkan oleh penyelenggara haji masih dalam taraf yang wajar. Dalam perkembangan selanjutnya lingkungan bisnis modern mengubah orientasi dan menyeimbangkan antara orientasi pelayanan dan keuntungan. Hal ini sejalan dengan penyediaan fasilitas-fasilitas akomodasi yang cukup baik seperti hotel berbintang, kemah dan transportasi ber-ac disertai dengan pelayanan oleh pemandu yang berpengalaman pembimbing ibadah yang 21

22 qualified, serta seluruh pengurusan administrasi dilakukan oleh penyelenggara haji. Sedangkan calon jemaah haji hanya menunggu waktu pemberangkatan. Setelah pemerintah mengeluarkan keputusan pada tahun 1985 tersebut, dua tahun kemudian pemerintah juga mengeluarkan keputusan tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah Nomor 22 tahun 1987, namun segala bentuk kebijakan pemerintah tidak berbeda jauh dengan keputusan terdahulu. Ditemukan banyak ketidaksinkronan antara pelaksanaan dan ketentuan yang berlaku sehingga pada tahun 1991 pemerintah menyempurnakan lagi peraturan tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah Nomor 245 tahun Kebijakan yang dituangkan dalam peraturan peraturan tersebut lebih menekankan pada pemberian sanksi yang jelas kepada swasta yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana ketentuan yang berlaku. Kewajiban penyelenggaraan haji swasta antara lain adalah tidak diperkenankan menerima calon jemaah haji yang akan mempergunakan paspor hijau/umum atau jemaah haji yang akan mutasi baik dari jemaah haji biasa ke jemaah haji khusus maupun bentuk mutasi lainnya; pemberangkatan jemaah haji khusus hanya dilaksanakan melalui satu embarkasi; setibanya di bandara King Abdul Aziz di Jeddah pihak penyelenggara haji swasta harus melaporkan diri dan kepada Kepala Bidang Urusan Haji di Jeddah; dan pada saat pemulangan jemaah haji harus melapor ke Tim Pemulangan Haji di Jeddah. Kepulangan jemaah haji khusus diharuskan menggunakan pesawat reguler selambatlambatnya 25 hari sejak tiba di Arab Saudi dan menyampaikan laporan pelaksanaan penyelenggaraan selambat-iambatnya 15 hari setelah tiba di tanah air. Sentralisasi kebijakan dan monopoli sangat mewarnai penyelenggaraan haji pada fase ini, sebagaimana nuansa kehidupan kenegaraan pada masa orde baru. Bentuk monopoli tersebut antara lain ditetapkan satu perusahaan penerbangan nasional sebagai pelaksana 22

23 transportasi haji dan seluruh kebijakan penyelenggaraan haji ditetapkan oleh pemerintah pusat. Manajemen penyelenggaraan ibadah haji yang diterapkan saat ini berbasis pada sistern birokrasi trdisional yang di adopsi dari sistem zaman kolonial Belanda. Salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian serius adalah peningkatan kualitas pemberdayaan sumber daya manusia yang tentunya harus didukung dengan pembiayaan yang cukup tinggi, sehingga pada akhirnya akan diperoleh sumber daya manusia yang qualified dan professional dalam memaksimalkan sistem penyelenggaraan haji yang berorientasi pada custumer value, karena selama ini banyak subsidi hanya diberikan untuk hal-hal yang bersifat fasilitas sehingga sisi sumber daya manusia agak terlupakan. Dengan tidak adanya kemajuan dari sisi sumber daya manusia tersebut maka dalam penyelenggaraan ibadah haji tidak dapat mengedepankan sistem manajemen modern, kekurangan-kekurangan manajerial hanya diantisipasi dengan alasan adanya sistem yang kurang valid, dari serangkaian evaluasi penyelenggaraan ibadah haji yang telah dilakukan seluruhnya ditekankan pada antisipasi sistem dan struktur serta meningkatkan koordinasi secara komputer. Evaluasi haji tahun 1993, mencoba untuk mengadopsi sistem manajemen modern dan mengedepankan koordinasi, antara lain: 1. Penyempurnaan penyelenggaraan haji, baik di dalam maupun di luar negeri, di bawah koordinasi Departemen Agama; 2. Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar instansi yang terkait dalam pelayanan ibadah haji baik di dalam maupun di luar negeri; 3. Meningkatkan fungsi dan peran posko haji di Departemen Agama sebagai pusat koordinasi dan pengendalian perhajian; 4. Menyusun network (jaringan kerja) penyelenggaraan haji; 5. Menyempurnakan pengaturan yang baku pada semua bentuk dan jenis pelayanan ibadah haji. 23

24 Khusus tentang upaya peningkatan pembinaan dan bimbingan jemaah haji, antara lain: 1. Menyempurnakan pola pembinaan dan bimbingan jemaah haji dengan pengadaan pelatihan calon haji sesuai kebutuhan; 2. Meningkatkan keikutsertaan ormas Islam terutama Ikatan Persaudaraan Ibadah Haji dalam pelaksanaan pembinaan dan bimbingan calon jemaah haji; 3. Menyempurnakan materi pembinaan dan bimbingan jemaah haji termasuk pendalaman kondisi obyektif Arab Saudi pada musim Haji; 4. Mengusahakan adanya fatwa MUI tentang manasik, miqat, haratullisan dan ibadah haji sekali seumur hidup serta ibadah umrah di bulan Ramadhan. Kemampuan yang cukup menonjol pada fase ini adalah kurangnya daya prediksi yang dimiliki oleh pemerintah terhadap peristiwa-peristiwa khusus yang sebenarnya dapat diantisipasi secara lebih dini. Pertama, terjadinya musibah terowongan Muaushim Mina pada tahun 1990 yang mengakibatkan kurang lebih 640 orang jemaah haji meninggal dunia, tidak termasuk jemaah haji yang meninggal karena kejadian alami, yaitu tabrakan antara jemaah haji yang berangkat dari perkemahan di Haratullisan menuju tempat melempar jumrah dengan jemaah haji yang kembali dari melempar jumrah ke perkemahan di Haratullisan. Tahun 1991 terowongan tersebut dibangun dua jalur. Akan tetapi akses informasi dan data yang dibutuhkan oleh masyarakat terutama keluarga jemaah haji pada saat itu sangat minim bahkan dapat dikatakan sangat terlambat, karena memang tidak ada database jemaah haji yang diberangkatkan pada tahun tersebut yang dapat diakses dengan cepat dan tepat waktu. Kedua, terjadinya jemaah haji waiting list pada tahun 1995, di mana jemaah haji yang terdaftar, sebanyak orang, melebihi kuota yang ditetapkan oleh OKI di Amman tahun 1997 sebesar 1 per mil dari jumlah penduduk sebanyak orang. Tingkat kenaikan yang sangat tinggi ini tidak terdeteksi secara dini karena sistem pendapatan, 24

25 pelaporan dan monitoring masih menggunakan sistem manual yang lambat dan konvensional. Berbekal pengalaman tersebut pemerintah melakukan kaji ulang terhadap sistem penyelenggaraan haji secara keseluruhan, baik dari aspek perencanaan, pendataan, operasional manajerial, sumber daya manusia dan perkembangan teknologi informasi. Salah satu aspek dalam pemanfaatan teknologi informasi dibentuk sistem komputerisasi yang beroperasi secara on line dan real time, walaupun pada saat ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi sebagai pengelola sebuah divisi sistem informasi, sehingga kemajuan atau alih teknologi dari manual ke komputerisasi belum terimplementasikan secara nyata. Dalam kaitannya dengan kebijaksanaan pemerintah, hal ini menimbulkan berbagai pandangan dan permasalahan: 1. Pertanda bahwa pemerintah sangat memperhatikan peningkatan kesadaran beragama masyarakatnya sebagai sebuah hasil yang positif dari kegiatan dakwah; 2. Kenaikan jumlah jemaah haji dinilai berkaitan dengan keberhasilan pembangunan ekonomi. Makin banyaknya orang yang mampu melaksanakan ibadah haji merupakan indikator peningkatan pendapatan masyarakat; 3. Bertambahnya jumlah jemaah haji dari Indonesia itu sebagai tantangan. Pembatasan jemaah haji yang dikenal dengan pembagian kuota haji (quotum) yang telah dikenal sejak tahun 1952, diterapkan kembali pada tahun 1996 didukung dengan sistem komputerisasi haji terpadu untuk mencegah terjadinya over quota seperti yang pernah terjadi pada tahun 1995 dan sempat menimbulkan keresahan dan kegelisahan di masyarakat, khususnya calon jemaah haji yang terdaftar pada tahun itu. Pembagian kuota selanjutnya disebut dengan porsi didistribusikan secara proporsional untuk masing-masing provinsi berdasarkan perkembangan 25

26 jumlah jemaah haji pada masing-masing daerah dalam tiga tahun terakhir. Sistem pembagian porsi ini terbukti efektif dalam membantu perencanaan penyelenggaraan ibadah haji, meskipun unsur kepastian bagi masyarakat yang telah isthitho ah untuk menunaikan ibadah haji belum sepenuhnya dapat diterapkan secara konsisten. d. Masa Reformasi Angin perubahan melanda bangsa Indonesia dengan berakhirnya kekuasaan pada era orde baru memberikan imbas pada sistem penyelenggaraan haji secara keseluruhan, khususnya pada upaya meminimalkan aroma korupsi, kolusi dan nepotisme. Sorotan masyarakat terhadap inefisiensi dan biaya tinggi barangkali ada benarnya, terutama pada komponen biaya yang ditetapkan untuk angkutan haji yang selama bertahun-tahun berkisar antara US$ 1.650,- sampai dengan US$ per jemaah haji, berbeda jauh dengan tarif reguler untuk rute yang sama. Tingginya biaya angkutan haji sangat dipengaruhi antara lain oleh monopoli terhadap pelaksanaan angkutan haji yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan nasional yang mengakibatkan rendahnya posisi tawar (bargaining position) Departemen Agama dalam penetapan tarif angkutan haji. Melalui Keputusan Presiden Nomor 119 Tahun 1998, pemerintah menghapus monopoli angkutan haji dengan mengizinkan kepada perusahaan penerbangan lain selain PT Garuda Indonesia untuk melaksanakan angkutan haji. Dibukanya kesempatan ini disambut hangat oleh sebuah perusahaan asing, Saudi Arabian Air Lines, untuk ikut serta 26

27 dalam angkutan haji dan segera mengajukan penawaran kepada pemerintah dan penawaran tersebut mendapat respons yang positif dari pemerintah. Dengan adanya kompetitor baru maka secara tidak langsung menempatkan pemerintah sebagai customer yang mempunyai hak untuk menentukan apa yang menjadi keinginannya. Dampak positif yang segera dirasakan adalah dapat ditekannya biaya angkutan haji menjadi US$ 1.200,- untuk setiap jemaah haji, sebuah capaian negosiasi yang cukup berarti mengingat posisi tawar Departemen Agama yang rendah selama ini. Hal ini juga didukung dengan adanya ketentuan Kerajaan Arab Saudi bahwa satu perusahaan penerbangan nasional (flag carrier) yang diberikan izin untuk mengangkut jemaah haji dari satu negara, sedangkan pemulangan dilakukan oleh perusahaan penerbangan Arab Saudi. Konsekuensi yang timbul jika pengangkutan dari negara asal ke Arab Saudi dan sebaliknya hanya dilakukan oleh flag carrier negara asal, maka kepada setiap jemaah haji dikenakan royalti, yang salah satunya mengakibatkan tingginya biaya angkutan udara. Karena itu, dengan adanya dua perusahaan penerbangan, flag carrier negara asal dan satu flag carrier dari Arab Saudi yang mengangkut jemaah haji maka royalti tersebut dihapuskan. Era reformasi yang mulai menggema pada tahun 1998 merupakan awal dari sistem keterbukaan dan transparansi menuntut setiap bentuk kebijakan yang ditetapkan harus memenuhi dua aspek tersebut. Setiap kebijakan yang menimbulkan ketidakpuasan masyarakat akan mendapat respons dan kritik yang gencar. Sebagaimana ditetapkan dalam rumusan keberhasilan penyelenggaraan haji tahun 1998 yang meliputi: 1. Pertama, jemaah haji yang telah terdaftar sah dan memenuhi syarat dapat diberangkatkan ke tanah suci, 2. Kedua, seluruh jemaah haji yang telah berada di tanah suci dapat menempati pemondokan, 27

28 3. Ketiga, seluruh jemaah haji yang telah berada di tanah suci dapat menjalankan ibadah wukuf di Arafah dan rukun haji lainnya termasuk jemaah haji sakit dengan disafari wukufkan atau dibadal hajikan dan 4. Keempat, jemaah haji yang telah menunaikan ibadah haji seluruhnya dapat dipulangkan ke tanah air. Dalam masa peralihan dari era orde baru ke era orde reformasi cukup banyak perubahan dan perkembangan manajerial penyelenggaraan haji meliputi pengelolaan koordinasi dalam negeri dan luar negeri, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dan unsur-unsur masyarakat-majelis taklim, yayasan, ormas Islam, lembaga swadaya masyarakat dan individu yang tertarik dengan haji untuk mendapatkan input tentang kepuasan, pola pembinaan, penyederhanaan prosedur, penyamaan persepsi tentang masalah peribadatan yang menyangkut khilafiyah, pemberdayaan sumber daya dan pemanfaatan teknologi informasi untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penyempurnaan manajemen haji. Perubahan lingkungan eksternal baik sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi memacu pemerintah untuk melakukan perubahan dalam manajemen haji dengan memasukkan unsur manajemen modern ke dalam manajemen birokrasi tradisional yang diimplementasikan selama ini, seperti penerapan sistem komputerisasi haji (pendaftaran on line dan real time) dan informasi yang telah memanfaatkan media internet, walaupun sistem ini masih merupakan model trial and error karena tidak didukung dengan penyiapan grand design yang merupakan master plan, sumber daya manusia dan struktur yang jelas. Setelah lima puluh empat tahun payung hukum tertinggi berupa Keputusan Presiden, maka pada tahun 1999 ditetapkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji mempunyai nilai historis yang tinggi. Karena setelah Indonesia merdeka selama 54 tahun kita baru memiliki pijakan yang kokoh. 28

29 Lahirnya Undang-Undang tersebut pada hakekatnya merupakan buah perjuangan bangsa, khususnya umat Islam untuk memiliki suatu peraturan bersama (social contract) yang bersifat permanen sistem sebagai landasan dan pijakan pemerintah dan masyarakat untuk melakukan peningkatan mutu pelayanan, bimbingan dan perlindungan bagi setiap warga negara yang melakukan ibadah haji. Adanya Undang-Undang mempunyai implikasi yang sangat positif, yaitu semakin terjaminnya hak-hak warga negara dalam melaksanakan ibadah haji. Di samping itu, bila kita menelusuri lebih jauh muatan dan intisari dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999, ternyata seluruh detail inti kandungan ketentuan tersebut merupakan akumulasi praktekpraktek penyelenggaraan haji setelah dalam proses panjang perjalanan sejarahnya yang sudah menjadi konvensi dan telah melembaga dalam masyarakat. Pemerintah menyadari bahwa kapasitas pemerintah juga relatif terbatas dalam pelayanan kepada jemaah haji yang tuntutan akan kualitas pelayanan semakin meningkat dan beragam. Oleh karena itu partisipasi masyarakat juga sangat diharapkan. Tanggapan masyarakat yang positif ini dapat terlihat dengan kehadiran berbagai Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang dibentuk oleh Majelis Taklim, Kelompok Pengajian dan Yayasan-yayasan Islam. Kemudian untuk memenuhi tuntutan pelayanan khusus dari sementara lapisan masyarakat muncul Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang dibentuk oleh para pelaku bisnis. PIHK ini sebelumnya dikenal sebagai penyelenggara Ongkos Naik Haji Plus (ONH Plus). Sejak akhir tahun 1990-an jumlah KBIH dan PIHK semakin menjamur dan seiring dengan itu orientasi bisnisnya juga kian menonjol. Dengan adanya Undang-Undang Haji tersebut, maka pijakan pemerintah dan masyarakat semakin kuat, jelas dan tegas. Sebab, sebagaimana diketahui bahwa aturan perhajian yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan haji, dipandang masih kurang kuat karena hanya 29

30 berupa Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Agama. Melalui Undang-Undang Haji ini, kiranya semua pihak, baik pemerintah maupun swasta dapat menempatkan dirinya pada mekanisme yang lebih tertata dan terkontrol karena telah diatur oleh negara secara permanen. Pada tahun /1426H Departemen Agama memperbaiki manajemen dengan merombak komposisi petugas haji dan menghapuskan fasilitas yang selama bertahun-tahun diberikan kepada para pejabat dan tokoh masyarakat yang menunaikan ibadah haji. Kemudian sebaliknya dana hasil efisiensi tersebut dipergunakan untuk memberikan makan jamaah selama 9 hari berada di Madinah. Sehingga dengan demikian mereka bisa lebih fokus melaksanakan ibadah haji dengan khusyuk. Sedangkan untuk besaran biaya berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2006, untuk zona 1 yang meliputi embarkasi Banda Aceh, Medan, Batam dan Padang biaya jemaah haji sebesar Rp ,-. Pada tahun 2005 (1426 H) total biaya sebesar Rp ,-. Biaya yang dikeluarkan dalam rupiah untuk dalam negeri sebesar Rp dan biaya yang dikeluarkan dalam dolar US$2.753,7 sen. Untuk zona 2 meliputi embarkasi Jakarta, Surakarta, Surabaya dan Palembang total biaya haji sebesar Rp ,-. Biaya yang dikeluarkan dalam rupiah untuk dalam negeri sebesar Rp ,- dan biaya luar negeri sebesar US$ 2.851,7 sen. Untuk zona 3 meliputi embarkasi Balikpapan, Banjarmasin dan Makassar biayanya sebesar Rp , dengan perincian biaya untuk dalam negeri Rp ,- dan untuk luar negeri US $ 2.969, 3 sen. Pada tahun 2006M/1427H telah dilakukan penataan dan penguatan organisasi penyelenggaraan haji di tingkat Pusat dan Daerah maupun di Arab Saudi, sekalipun hasil kinerja tersebut nyaris terlupakan oleh sandungan distribusi katering Armina yang meresahkan jamaah. Akibat kejadian ini, seakan semua upaya perbaikan terlupakan oleh kuatnya opini masyarakat yang cenderung lebih menyoroti pelaksanaan katering. Sedangkan untuk besaran biaya BPIH 1427H/2006M sebagai berikut : 30

31 1. Zona I sebesar USD 2,753.7 dan Rp ,- 2. Zona II sebesar USD 2,851.7 dan Rp ,- 3. Zona III sebesar USD 2,969.3 dan Rp ,- Atas sandungan katering di tahun 2006, maka pada tahun 2007M/1428H telah ditebus dengan sistem prasmanan katering yang relatif sudah baik di Armina. Kesuksesan ini tidak terlepas dari dukungan Pemerintah Saudi Arabia c.q. Menteri Dalam Negeri merangkap Ketua Dewan Tertinggi Haji yang telah memerintahkan aparatnya untuk melindungi dan mengamankan gerakan logistik bagi jamaah haji Indonesia di Armina. Besaran (BPIH) 1428 H/2007M untuk Zona I sebesar US$ 2,822.8 dan Rp , Zona II sebesar US$ 2,925.9 dan Rp ,- dan Zona III sebesar US$ 3,053.6 dan Rp ,-. Pemerintah pada 24 April 2007 juga telah menandatangani nota kesepahaman tentang Penyelenggaraan Haji 1428H/2007M antara Menteri Agama RI mewakili Pemerintah Republik Indonesia dan Menteri Haji mewakili Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Dalam nota tersebut disepakati penambahan kuota haji untuk Indonesia sebanyak orang menjadi orang dari tahun sebelumnya orang. Sedangkan kuota haji plus tetap sebesar orang. Pada tahun 2008, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang baru, sebagai pengganti Undang Undang Nomor 17 tahun Penyempurnaan kebijakan sangat mendasar dalam undang-undang haji yang baru, antara lain adanya perubahan mendasar terhadap salah satu unsur yaitu pengawasan dalam manajemen penyelenggaraan haji yang selama ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan hanya dilakukan oleh pemerintah, sehingga peran masyarakat lebih ditingkatkan dan terbuka lebar, melalui berberapa penyempurnaan. Penyempurnaan pertama, terhadap pengawasan penyelenggaraan. Pemerintah yang direpresentasikan melalui Departemen Agama sebagai penyelenggara ibadah haji harus didampingi oleh suatu lembaga 31

32 independent yang bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan, mulai dari saat perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga sampai selesai operasional haji. Lembaga yang harus mendampingi adalah Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) yang diangkat dan bertanggung jawab kepada Presiden serta mempertanggung jawabkan laporan mereka melalui mekanisme Raker DPR RI, bukan kepada Menteri Agama. Selain adanya pengawasan khusus dari KPHI, kebijakan pengawasan lainnya tetap berjalan, seperti pengawasan oleh DPR RI, pengawasan oleh BPK dalam hal administrasi dan keuangan berbasis kinerja dan pengawasan internal oleh Itjen Departemen Agama. Anggota KPHI berasal dari unsur masyarakat sebanyak 6 orang dan dari unsur pemerintah sebanyak 3 orang. Calon anggota KPHI harus melalui seleksi dan atas persetujuan DPR RI, dan dari kalangan tenaga profesional yang berkemampuan di bidang haji. Penyempurnaan kedua, semakin meningkatnya peran masyarakat dalam pengawasan keuangan hasil efisiensi dari biaya penyelenggaraan ibadah haji, yang dijadikan sebagai Dana Abadi Umat (DAU). Undang- Undang yang baru, lebih terinci dan lebih tegas, bila dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999, khususnya terhadap pembentukan Badan Pengelola Dana Abadi Umat (BPDAU). Struktur pengelolaan dana abadi umat harus dilakukan melalui suatu Badan Pengelolaan yang terdiri dari dua Dewan pengelolaan, yaitu Dewan Pengawas dan Dewan Pelaksana. Dari 9 orang anggota Dewan Pengawas lebih dominan dari unsur masyarakat (sebanyak 6 orang) yang direpresentasikan melalui Ormas Islam, MUI, kalangan profesional yang paham mengenai prinsip-prinsip akuntansi dan amanah, dan selebihnya dari unsur pemerintah (sebanyak 3 orang). Sedangkan keanggotaan Dewan Pelaksana, adalah seluruhnya dari unsur pemerintah sebagai representasi dari kalangan praktisi yang telah berpengalaman mengelola keuangan negara. 32

33 Penyempurnaan ketiga, adanya penguatan hirarkis kebijakan, karena dalam Undang-Undang yang baru, sangat jelas memerintahkan adanya Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Menteri Agama (PMA), juga ditambahkan agar dibuat pengaturan transportasi di daerah (Perda) dan mempertegas hubungan kerjasama dengan Departemen Perhubungan di bidang pelayanan transportasi angkutan jamaah dari tanah air ke Arab Saudi. Perincian kejelasan dan adanya penegasan pengaturan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 yang baru, tidak ada dalam peraturan dan perundang-undangan perhajian sebelumnya. Adanya peraturan sebagai turunan dari undang-undang yang baru tersebut, maka pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji sebagai tugas nasional, menjadi tanggung jawab dan dikoordinasikan oleh Menteri Agama, sejak dari pusat sampai di daerah, ke depan akan semakin jelas dan gamblang tentang ruang lingkup pelayanan dari masing-masing pihak, batasan kewenangan dan tanggung jawab teknis pelaksanaan operasional di lapangan dari semua penyelenggara. Dan pada gilirannya, jamaah haji Indonesia nantinya akan semakin terlayani sesuai standarisasi pelayanan dasar kepada publik, dan semakin terlindungi kepentingan dan hak-hak jamaah haji Indonesia melalui peraturan dan perundang-undangan. Penyempurnaan keempat, semakin menguatkan perlindungan kepada jamaah haji dan jamaah umrah, khususnya yang diselenggarakan oleh para penyelenggara dan unsur masyarakat. Hal ini, dipertegas dengan menyantumkan bentuk sanksi administratif bagi para penyelenggara haji khusus dan perjalanan umrah yang tidak bisa memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2008 yang baru dan amarnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Penegasan dan kejelasan sanksi semacam ini, tidak secara gamblang tercantum dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 yang lama, dan hanya ada dalam keputusan Menteri Agama dan atau setingkat Direktur Jenderal yang dibuat tersendiri tanpa perintah dari aturan hukum yang lebih tinggi. 33

34 Dengan demikian, ke depan jamaah haji khusus dan jamaah umrah akan semakin memperoleh perlindungan dan akan terpenuhi hak-haknya. 12 C. MAKNA SIMBOLIK IBADAH HAJI DAN FILOSOFINYA Haji secara bahasa berasal dari kata hajja-yahujju-hajjan-haajjan yang berarti berkunjung. Kata haji berarti membuat kesepakatan untuk mengunjungi tempat suci, Kabah di Mekah. 13 Allah Yang Maha Tahu dan Maha Pengatur segala sesuatu dengan sempurna telah mengatur prosesi ibadah haji sedemikian rupa sehingga amat kaya makna dan hikmah. Makna atau hikmahnya haji itu telah banyak dibahas yaitu selain utamanya meningkatkan ketaqwaan kepada Allah, juga makna lain dikaitkan dengan manfaat di bidang kemasyarakatan seperti ekonomi, silaturrahmi internasional, politik, sosial-budaya dan sebagainya. Melihat sejarah perjuangan nabi Ibrahim as. dalam menegakkan nilai-nilai tauhid di muka bumi ini dengan metode melalui suatu upaya pembongkaran cara berfikir yang amat fundamental dan amat bersejarah dalam kehidupan umat manusia, sehingga perjuangan beliau itu diabadikan Allah dalam salah satu ritual rukun Islam yang agung yaitu haji. Berarti menjalankan ibadah haji menapak tilasi perjalanan Tokoh Maha Sejarah, dalam membongkar, menemukan dan menegakkan kalimah tauhid bagi setiap umat manusia di muka bumi ini. Sungguh merupakan isyarat yang amat jelas bahwa makna haji yang banyak itu bermuara kepada sauatu pelabuhan yang besar yang bermakna pencerahan jati diri sebagai muslim atau meningkatkan ketaqwaan dan keimanan. 14 Selama melaksanakan ibadah haji, setiap jamaah diwajibkan melakukan ritual yang tercakup dalam rukun dan wajib haji. Rukun haji terdiri dari: ihram, wukuf di Arofah, tawaf ifadah (tawaf haji), sa i, tahallul/ bercukur, dan tertib. Sedangkan wajib haji terdiri dari ihram dari miqad, 12 Ibid., hlm Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Haji Bersama Rasulullah, Cecep Syamsul Hari (penj), (Bandung: Al Bayan, 1996), hlm Maisarah, Op. Cit., hlm

35 mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, melontar jumrah, menghindari larangan ihram, dan tawaf wada (perpisahan). Haji dinilai sah jika tidak melaksanakan wajib haji (sakit) namun diwajibkan membayar denda/ dam. 15 Di antara lima fondasi Islam 16, mungkin hanya hajilah rukun Islam yang sangat sulit dinalar bahkan bisa saja irrasional. Memang Allah sengaja bahkan sering menguji para hambanya, diantaranya dengan memerintahkan iman terhadap sesuatu yang tidak terjangkau rasio. Kita harus rela mengorbankan harta, waktu, bahkan nyawa demi memenuhi panggilan Allah SWT ini. Dan di dalam Haji, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas yang boleh dikatakan aneh, tidak bisa dicerna logika seperti melempar batu, keliling ka bah tujuh kali, bolak-balik jogging antara bukit Shafa dan Marwa, dan masih banyak lagi. Dengan segala pengorbanan dan aktivitas-aktivitas semacam inilah, kehambaan dan keimanan kita akan semakin tampak dan teruji karena tidak mungkin kita bersedia melaksanakan hal-hal seperti ini dengan tulus selama akal dijadikan Hakim Nomor Wahid dengan mengesampingkan ajaran Ilahy. Namun demikian, banyak sekali makna simbolik dan filosofi yang tercermin dalam pelaksanaan haji, baik dalam acara-acara ritual atau dalam tuntutan nonritualnya, dalam bentuk kewajiban atau larangan, dan dalam bentuk real atau simbolik. Kesemuanya itu pada akhirnya mengantarkan jemaah haji semakin meyakini akan keesaan Tuhan, semakin mengingatkan tentang adanya neraca keadilan Tuhan dalam kehidupan ini yang akan dirasakan setiap makhluk pada hari kebangkitan kelak, serta para jamaah haji akan semakin mengerti makna kemanusiaan yang universal tanpa perbedaan antara satu dengan yang lain. Semua itu akan terasa begitu dahsyat dalam hati seorang yang haji ketika dia berupaya benar-benar menghayati makna simbolik dan filosofi yang ada di balik ibadah haji. Ibadah haji mengandung dan menyimpan makna simbolik dan filosofi yang sangat besar dalam kehidupan ruhani 15 Depag RI, Fiqih Haji, (Jakarta: Dirjen BMIPH, 2004), hlm Rukun Islam ada lima, yaitu membaca syahadat, mendirikan sholat, membayar zakar, puasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji. 35

36 seorang mukmin, serta mengandung kemaslahatan bagi seluruh umat Islam pada sisi agama dan dunianya. Disamping itu Rasulullah saw. menjelaskan, hikmah dapat menambah derajat seseorang menjadi terhormat dan mengangkat derajat seorang hamba sahaya sehingga ia dapat menduduki kedudukan raja (penguasa). (HR. Abu Nu aim dan Ibnu Addi) Makna Simbolik dan Filosofi Ibadah Haji Haji adalah pemisahan dari diri untuk menyatu dengan Yang Esa dan mendaki puncak makrifat. Haji adalah pembebasan jiwa dari berbagai macam noda dan dosa untuk kemudian menghiasinya dengan logika dan kelembutan-kelembutan ruhani. Oleh sebab itu, beruntung sekali orang-orang yang berhasil mendatangi wilayah malakut di Baitullah, Ka bah. Haji adalah sebuah perjalanan ruhani ke sebuah tempat suci dan terkenal dengan nama Makkah, yang dilakukan pada bulan Dzul Hijjah dengan tujuan ziarah ke Rumah Allah, Ka bah, untuk melaksanakan upacara-upacara khusus, yang disebut mansik haji. Perjalanan agung dan mulia ini merupakan kewajiban atas setiap muslim sekali dalam hidupnya, dengan syarat adanya biaya, kesehatan jasmani dan ruhani, serta tak adanya halangan apapun yang akan mengganggu perjalanan hajinya. Bisa dikatakan, bahwa di setiap masyarakat manusia, terdapat saat dan tempat-tempat khusus untuk pelaksanaan acara-acara ibadah dan pengamalan ajaran-ajaran maknawi. Ka bah adalah Rumah Tauhid dan tempat ibadah paling lama yang dibangun di muka bumi ini. Catatancatatan sejarah memberikan kesaksian bahwa pada awalnya, Ka bah dibangun oleh Nabi Adam as. Kemudian Ka bah mengalami kerusakan dalam peristiwa taufan pada masa Nabi Nuh as. dan diperbaiki oleh Nabi Ibrahim as. Sejak saat itu Ka bah selalu menjadi pusat perhatian para penyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa. 17 Ibid., hlm 9. 36

37 Haji adalah sebuah jalan untuk bertaqarrub kepada Allah dan salah satu syiar terpenting di dalam Islam. Di dalam perjalanan ruhani ini, manusia meninggalkan segala kelezatan jasmani dan menjauhkan diri dari setiap kekotoran. Peziarah Rumah Allah, dengan berseru Labbaik Allahumma Labbaik, mengungkapakan kerinduan dan kecintaan mereka dari dalam jiwa mereka; lalu mereka menenggelamkan diri ke dalam doadoa dan munajat menyampaikan segala derita yang ia tanggung selama ini, seraya memohon rahmat dan inayah-nya. Sesungguhnya, untuk menyatakan penghambaan diri kepada Dzat yang hak, tempat dan saat yang demikian inilah, saat di mana seseorang berada di dalam Rumah Allah dan Haram suci pusat keamanan Ilahiy, adalah saat dan tempat yang paling tepat. Karena kapan dan dimana lagi saat dan tempat yang lebih mulia di banding saat dan tempat yang demikian ini. Di dalam ibadah haji yang bersifat sangat konstruktif ini, segala macam egoisme dan kesombongan manusia, yang merupakan akar berbagai macam kesulitan dan musibah dalam masyarakat tersingkir jauh. Suasana jiwa manusia pun tersiapkan untuk menuju ke arah kesempurnaan. Hati dan jiwa manusia pelaksana ibadah haji, dengan terbukanya rantai-rantai keinginan hawa nafsu yang membelenggu, akan memperoleh kekuatan tak terbatas untuk terbang semakin tinggi, menuju kepada kehidupan yang diinginkan, di dalam suatu ufuk yang luas serta di dalam udara yang lebih baik dan lebih mulia. Ibadah haji adalah sebuah kesempatan, dimana seseorang dapat membebaskan diri dari dirinya sendiri, dan menyatu dengan Dzat yang Mutlak, tempat bergantung segala sesuatu yang maujud. Sesungguhnya haji adalah suatu ibadah yang mengandung segala unsur pernyataan diri sebagai hamba. Hal inilah yang memberikan keagungan kepada ibadah Ilahiyah ini. Lalu makna simbolik dan filosofis yang bagaimanakah yang dapat diperoleh dari rangkaian ibadah haji itu. Seberapa banyak kita dapat menggali makna filosofis dari rangkaian ibadah haji ini. 37

38 Pertama, seseorang yang melaksanakan rangkaian ibadah haji pada batas-batas tertentu (miqot), ia wajib menggunakan pakaian ihram yang terdiri dari dua lembar kain putih yang dililitkan pada tubuh mereka. Simbol dan filosofi pakaian ihram ini menunjukkan, bahwa seorang manusia itu di hadapan Allah SWT, adalah lemah dan tiada memiliki sesuatu apa pun terkecuali atas pemberian Allah Azza wa Jalla. Pakaian 2 lembar kain putih yang dikenakannya, melambangkan betapa miskinnya manusia di hadapan Allah Rabbul Izzati. Ihram menurut istilah ialah niat untuk melaksanakan hajai atau umrah dengan menghindari segala sesuatau yang ditentukan selama melaksanakan ibadah haji atau umrah. Niat yang telah lama terkandung dalam kalbu sekarang dinyatakan secara fisik yaitu diikrarkan dengan lisan, diikat dengan perilaku fisik, yaitu memakai pakaian khusus yang disebut pakaian ihram (tidak berjahit), guna lebih memantapkan niat yang kokoh itu. 18 Dengan memakai pakaian ihram, secara psikologis, membantu terjaganya kestabilan kondisi niat bahwa saya sedang berhaji, untuk itu saya harus melaksanakan kewajibannya dan menghindari larangannya, agar kewajiban haji yang hanya satu kali ini tidak batal atau harus membayar denda karena kelalaian saya. Dapat dibayangkan seandainya pakaian ihram terutama laki-laki tidak seragam warnanya apalagi modelnya, betapa banyak kemungkinan pelanggaran yang akan dilakukan oleh jemaah haji. Pakaian yang berbeda akan memudahkan setan masuk untuk menimbulkan rasa iri, dengki atau rasa bersaing sehingga konsentrasi jiwa yang sedang berhaji mudah terganggu dan rusak akibat perbedaan simbol fisik yang naif. 19 Kedua, Thawaf, yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara berputar mengelilingi Ka bah sebanyak 7 kali. Ka bah dalam Islam pada 18 Maisarah, Op. Cit., hlm Ibid., hlm

39 dasarnya melambangkan ajaran tauhid, karena pada Ka batullah seluruh umat Islam diperintahkan untuk menghadapkan wajahnya disaat ia shalat. Ka bah merupakan manifestasi keagungan dan rahmat Allah. Rumah suci ini adalah monumen sejarah hidup nabi-nabi besar seperti Adam as., Ibrahim as. dan Rasulullah Muhammad saw., serta perjuangan mereka dalam menyebarkan ajaran-ajaran tauhid kepada seluruh umat manusia. Setiap mukmin, ketika berada di hadapan Ka bah, maka ia akan tenggelam di dalam keagungan dan keindahan yang Maha Agung, dan seluruh wujudnya akan dikuasai oleh semangat dan perasaan-perasaan khusus. Baitullah Ka bah adalah pusat segala wujud semesta dan manusia sebagai wujud-wujud yang lain berasal dari Allah SWT dan tak ada orientasi kecuali Allah SWT. Para tamu Allah dengan semangat cinta yang luar biasa di sekitar Baitullah telah mejadi ibarat laron-laron (kalkatu) yang mengelilingi lilin. Dan dengan gelora jiwa yang tak dapat dilukiskan mereka menyampaikan munajatnya kepada Allah SWT. Menurut berbagai riwayat, tawaf yang dilakukan nabi Adam as. pada hakikatnya adalah meniru Malaikat yang mengelilingi Baitul Makmur sebagai wujud permohonan ampun karena telah berani membantah Allah SWT. 20 Tawaf melambangkan bahwa manusia sebetulnya juga selalu bergerak menelusuri ruang dan waktu untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan. Tetapi problem kehidupan itu pada hakikatnya berkisar pada beberapa bidang kehidupan saja, untuk satu individu sampai matinya. Bukankah bidang itu pada hakikatnya adalah mengelola komunikasi dengan Allah (vertikal), dengan manusia serta alam sekitar dan setan (horisontal). Hanya berkisar seputar itulah kehidupan manusia mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali; dari lahir sampai mati meskipun cabang permasalahan kehidupan amat banyak. Namun untuk 20 Ibid., hlm Dan Haderanie AN, Menyingkap Tabir dalam Ibadah Haji, (Surabaya: CV. Amin, 2004), hlm

40 masing-masing individu tidak pula semua cabang permasalahan hidup itu yang akan diolahnya, ada yang hanya dua atau tiga permasalahan saja. Misalnya bagi keluarga yang paling sederhana, permasalahan hidup mungkin hanya berkisar pada masalah sekitar ekonomi dan keluarga serta kerabat saja. Mengitari Ka bah dapat difahami sebagai bentuk penyembahan dan pengagungan kepada Allah SWT, karena jika disuruh sujud, maka boleh jadi jemaah tidak akan beranjak dari sujudnya sehingga beruntunglah yang terdekat sedang yang jauh tidak ada kesempatan untuk mendekati Ka bah. Dan dengan sujud yang lama boleh jadi mereka menjadikan Ka bah sebagai Tuhan. Di salah satu sudut di dinding Ka bah terdapat Hajar Aswad (batu hitam) yakni sudut dari mana tawaf dimulai. Nabi saw bersabda: Rukun (Hajar Aswad) dan Makam (batu) Ibrahim berasal dari batu-batu ruby surga yang dihilangkan cahayanya oleh Allah. Kalau cahayanya tidak dihilangkan maka dua batu tersebut mampu menyinari dunia dari Barat sampai ke Timur. 21 Meskipun sebagai batu dia tidaklah berarti apa-apa namun sebagai benda dari surga yang dicium Nabi saw ketika tawaf tentu dia mengandung makna simbolik yang bernilai. Tidaklah logis batu itu berasal dari batu gunung biasa jika letaknya begitu terhormat yakni di rumah Allah; dan rasulullah beserta orang-orang saleh menciumnya. Ketiga, sa i, yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara lari-lari kecil antara bukit Shofa dan bukit Marwa. Dari sisi historis, ibadah Sa i ini mengisahkan perjuangan seorang lbu, Siti Hajar, istri Nabiyullah Ibrahim as, untuk mencari air minum untuk diberikan pada Ismail as. Sa i ini melambangkan tentang kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Seorang ibu yang tidak merasa letih dan lelah, serta putus asa demi mencari setetes air untuk anaknya, sampai Siti Hajar rela berlari bolak-balik sampai 7 kali antara Shofa dan Marwa. 21 Maisarah, Op. Cit., hlm

41 Bolak balik dari Shofa dan Marwa merupakan simbol suatu usaha perjuangan, karena sa i bermakna usaha. Dan puncak ujian itu memang dilambangkan dengan perjuangan di Mina, tetapi ujian yang nyata yang dihadapi setiap manusia adalah dalam berusaha, apapun tujuan dan bentuk usaha itu. Usaha kehidupan itu antara lain di bidang ekonomi, politik, sosial-budaya, pendidikan, pariwisata, kesehatan, transportasi, komunikasi, pertanian, teknik, pariwisata atau hobby, kesenangan dan sebagainya bukankah itu juga ujian yang berat? Semua bentuk ujian dalam memenuhi kebutuhan duniawi itu dilambangkan dengan ritual sa i. Usaha manusia tentulah mencakup semua aspek guna memenuhi semua kebutuhan hidup manusia yang terkait dengan kebutuhan biologis dan psikologis. 22 Misalnya kepuasan, keamanan, kesenangan, kenyamanan atau dalam hal eksistensi dan aktualisasi diri. Untuk memenuhi semua kebutuhan biologis dan psikologis manusia itu usaha yang dilakukan manusia berhubungan dengan berbagai lapangan usaha yang disebutkan di atas. Dan itulah lambang dan filosofi sa i, yaitu segala apapun bentuk usaha manusia itu hendaklah dilakukan sungguh-sungguh dengan selalu berserah diri kepada Allah. Tirulah usaha yang dicontohkan Tokoh Wanita muslim sejati, Ibunda Hajar. Seorang wanita di padang pasir yang tandus, tanpa ada satupun baik makhluk hidup maupun sumber penghidupan, tetapi hanya dengan bekal takwa mampu membalikkan bumi yang gersang menjadi bumi yang kaya raya dengan sumber air yakni air zam-zam. Lebih ajaib lagi, air itu tidak hanya berfungsi sebagai minuman tetapi juga dapat berfungsi sebagai makanan yang mengenyangkan atau obat terhadap berbagai penyakit. Sungguh Allah telah membuktikan perkataan-nya bahwa orang yang paling mulia dan paling disukai-nya adalah orang yang takwa. Sebaliknya jika manusia tidak sabar, tidak sungguh-sungguh atau tidak ada manifestasi takwa dalam hidupnya maka betapa banyak usaha 22 Ibid., hlm

42 manusia yang sepertinya hasilnya sudah di depan mata atau amat mudah untuk meraihnya tetapi tiba-tiba lenyap tanpa bekas, jika Dia berkehendak. Allah balikkan kemakmuran atau kesuburan suatu daerah dengan kesengsaraan dan kegersangan, bukankah itu banyak terjadi dimana-mana. Inilah simbol dan filosofi sa i, yakni semua usaha tim manajerial jiwa dalam memenuhi segala kebutuhan manusia lahir dan batin sampai ajal datang, janganlah lupa apapun bentuk usaha itu akan selalu dibayangi setan sebagai musuh, tetapi yakinlah Allah itu amat dekat. Keempat, Wukuf di Arafah yang pelaksanaannya seluruh umat manusia dari segala penjuru dunia berkumpul di tempat yang lapang di Padang Arafah. Wukuf di Arafah oleh banyak Musafir dinilai sebagai miniatur berkumpulnya manusia di Padang makhsyar nanti. Di tempat inilah digambarkan, bahwa kelak manusia di seluruh penjuru dunia akan berdesak-desakan dan menjalani antrean panjang pada saat menanti hisab amal dan Pengadilan Allah Rabbul Izzati. Manusia itu pada dasarnya berkedudukan sama bagaikan gerigi sebuah sisir. Tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang bukan Arab, yang membedakan mereka adalah derajat ketakwaannya kepada Allah. Di Arafah inilah tonggak sejarah bermulanya kehidupan manusia pertama di muka bumi ini yakni dengan turun atau bertemunya Adam dan Hawa as. di tempat itu seperti yang dikatakan salah satu riwayat di atas. Berarti kita menapak tilasi awal turunya nenek moyang manusia pertama yakni Adam dan Hawa as. kira-kira 7589 tahun yang lalu. 23 Renungkanlah ba nenek moyang kita ini terlempar dari surga ke dunia hanya karena hal yang dianggap sepele menurut ukuran manusia yakni memakan buah yang dilarang Allah. Sesungguhnya hal yang sepele inilah yang seringkali menyebabkan manusia lupa dengan tujuan 23 Maisarah, Op. Cit., hlm Dan Majid Ali Khan, Muhammad saw. Rasul Terakhir, penj: Fathul Umam (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), cet-1, hlm

43 hidupnya, yakni menyepelekan hal yang besar menurut Allah 24 dan membesarkan hal yang sepele di sisi Allah yaitu dunia beserta isinya. Kelima, Melontar Jumrah, yang dalam praktiknya dilakukan dengan cara melontarkan batu kerikil pada sebuah tempat semacam tugu, yang merupakan gambaran wujud syaitan laknatullah. Prosesi melontar jumrah ini, melambangkan agar umat manusia mampu mengusir dan melempar jauh nafsu-nafsu jahat yang menguasai dirinya. 2. Hikmah Ibadah Haji Memahami makna simbolik dan filosofi ibadah haji sama halnya membicarakan hikmah yang terkandung dalam amalan fisik atau rahasia yang tersirat dibalik amalan fisik, atau lebih jauh maknanya mengungkap hakikat dari amalan syariat. 25 Syariat adalah amalan lahir sedangkan hakikat adalah intinya. Seperti garam hakikatnya adalah air laut. Jika setiap amalan menyatu antara syariat dan hakikat akan mewujudkan hasil yang menakjubkan. Agar ibadah haji dapat meningkatkan kualitas keimanan seseorang maka makna simbolik ibadah haji ini selayaknya dicermati oleh setiap orang yang menunaikannya. Diantara hikmah dalam ibadah haji itu adalah: 1. Haji merupakan manifestasi ketundukan kepada Allah SWT semata. 26 Orang yang menunaikan ibadah haji meninggalkan segala kemewahan dan keindahan, dengan mengenakan busana ihram sebagai manifestasi kefakirannya dan kebutuhyannya kepada Allah, serta menanggalkan masalah duniawi dan segala kesibukan yang dapat membelokkannya dari keikhlasan menyembah Tuhannya. Dengan berhaji, seorang muslim menampakkan keinginan untuk mendapatkan ampunan dan rahmat-nya. Ketika wukuf di Arafah, ia tunduk di hadapan Tuhannya, bersyukur atas seluruh nikmat dan keutamaan yang dianugerahkan kepadanya seraya memohon ampun 24 Hal ini terkait dengan rukun Iman, rukun Islam serta aturan Ilahiy lainnya. 25 Depag, Hikmah Ibadah Haji, (Jakarta: Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2008), hlm Ibid.,

44 atas dosa-dosanya, baik dosanya sendiri maupun dosa keluarganya. Di dalam tawaf sekeliling Ka bah ia berlindung di samping Tuhannya, memohon perlindungan dari dosa, hawa nafsu, dan godaan syetan. 2. Melaksanakan kewajiban haji merupakan ungkapan syukur atas nikmat harta dan kesehatan. 27 Keduanya merupakan nikmat terbesar yang diterima manusia di dunia. Dalam haji ungkapan syukur atas kedua nikmat terbesar ini dicurahkan, dan dalam haji pula manusia melakukan perjuangan jiwa dan raga, menafkahkan hartanya dalam rangka mentaati, serta mendekatkan diri kepada Tuhyannya. Tentu mensyukuri nikmat adalah kewajiban yang diakui oleh akal yang sederhana sekalipun dan diwajibkan oleh syariat agama. 3. Haji menempa jiwa agar memiliki semangat juang tinggi. 28 Dalam hal ini dibutuhkan kesabaran, daya tahan, kedisiplinan, dan akhlak yang tinggi agar manusia saling menolong satu sama lain. Mereka yang menunaikan ibadah haji telah menempuh perjalanan yang sulit untuk berkumpul di Makkah, kemudian bergerak bersama pada hari kedelapan bulan Dzulhijjah guna melakukan manasik haji. Mereka bergerak dan menunaikannya secara bersama pula. Mereka semua diliputi dengan kesenangan hati. Tidak memperdulikan kesesakan dan tidak merasa terganggu oleh beratnya perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain. Haji merupakan perkemahan rabbani, yang digerakkan dan disetir oleh penuntun ruhani dari Yang Maha Kuasa, yang secara sukses mengatur beratus-ratus ribu bahkan berjuta-juta manusia. Kekuatan manusia tentulah akan gagal dalam mengatur pekerjaan raksasa semacam ini. Melihat hal tersebut, orang yang memiliki nalar jernih akan berfikir dan percaya bahwa jalan Islam adalah jalan dan tujuan perjuangan umat dalam kehidupan. 27 Ibid., hlm Ibid., hlm

45 4. Umat Islam dari berbagai penjuru dunia berkumpul pada pusat pengendali ruh dan kalbu mereka. 29 Satu sama lain saling menyapa dan saling mengasihi. Di sana, segala perbedaan antara manusia menjadi sirna: perbedaan antara kaya dan miskin, antara jenis kelamin dan warna kulit maupun ras dan suku bangsa. Mereka semua bersatu dalam suatu konferensi manusia yang terbesar, yang diwarnai kebaikan, kebajikan, dan sikap permusyawarahan, serta sikap saling menasehati, saling menolong dalam kebaikan. Tujuan utamanya adalah mengingatkan diri pada Allah SWT. Haji menyimpan kenangan di hati, mampu membangkitkan semangat ibadah yang sempurna dan ketundukan tiada henti kepada perintah Allah SWT. 30 Haji juga mengajarkan keimanan yang menyentuh jiwa dan mengarahkannya pada Tuhan dengan sikap taat dan menghindari kesenangan duniawi. D. KONDISI JEMAAH HAJI DAN BANGSA INDONESIA SEKARANG 1. Kondisi Jemaah Haji Indonesia Bagi orang Islam, menunaikan ibadah haji adalah karunia khusus, keni'matan, dan bahkan kebanggaan tersendiri. Berangkat ke tanah suci, ibaratnya berangkat menemui seseorang yang telah lama dirindukan. Luapan kerinduan yang mendalam diiringi bara iman yang menggejolak, meringankan langkah seorang Muslim menuju keridhaan Ilahi yang Rahman. Perjalanan ibadah haji di Indoensia sudah di mulai sebelum masa kolonial penjajahan Belanda sampai sekarang ini. Mulai dari naik perahu, kapal laut, hingga pesawat terbang. Namun, ada perbedaan antara haji yang dilaksanakan di masa lalu 31 dengan masa sekarang. Perbedaan ini 29 Ibid., hlm Ibid. 31 Yang dimaksud penulis dengan masa lalu adalah waktu sebelum masa penjajahan belanda sampai dengan masa kemerdekaan atau orde lama. 45

46 antara lain menyangkut tentang niat yang mendasarinya, kondisi hati dan psikologi jemaah. Di masa lampau, banyak calon jemaah haji dari Indonesia yang niatnya sangat kuat sekali untuk pergi ke tanah suci. Bukan karena ingin dipanggil pak haji, bukan karena ingin dihormati orang lain, akan tetapi memang iman dan takwalah yang melandasinya. Hal ini bisa dibuktikan, dengan sangat berat dan sulitnya beribadah haji karena menggunakan perahu yang memakan waktu berbulan-bulan di tengah lautan, yang resikonya sangat besar pula, seperti bagaimana jika diterjang ombak, tenggelam dan lain sebagaianya. Jika tidak memiliki niatan yang kuat, tentunya tidak akan berani dan takut. Terlebih jika mereka merasa banyak dosa, niat yang menggebu-gebu akan segera padam karena takut tenggelam disebabkan membawa beban dosa. Hal ini sebagaimana firman Allah, Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa, Dan bertaqwalah kepadaku hai orang yang berakal. 32 Di masa lalu, ada seseorang yang batal pergi haji karena uangnya digunakan untuk membantu tetangga yang kelaparan. Hal ini lebih baik daripada pergi haji tetapi meninggalkan tetangga mereka yang sedang kelaparan. Contoh kecil ini seharusnya menjadi cerminan rakyat Indonesia, sebelum berhaji hendaknya melihat dulu ke sekeliling apakah ada hal yang lebih baik yang dapat dilakukan oleh dirinya atau dilakukan dengan uang keberangkatan haji mereka. Hendaknya memaknai haji itu bukan dari sisi ritual saja namun juga dari segi hakikinya. Meskipun mereka (jemaah haji masa lalu) dengan cara yang suyah payah dan penuh dengan kesulitan, tetapi hasilnya sungguh sangat luar biasa. Kemabruran haji mereka bisa dipertanggung jawabkan, bukan sekedar haji-hajian. Jiwa, tutur kata dan perilakunya ketika di tanah air patut menjadi suri tauladan dan memberi berkah kepada masyarakat di sekelilingnya Depag RI, Al-Qur an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), Op. Cit., Jilid 1, hlm. 46

47 Haji tempo dulu acap kali melakukan perubahan dalam pelbagai ranah kehidupan bangsa tanpa sekat-sekat pengamalan doktrinitas agamanya dengan cara radikal dan ekstrem. Haji sekarang lebih menitik beratkan pada memperoleh status sosial, namun nihil dari nilai-nilai transformatif. Praktik ritual ibadah haji pada hakikatnya merupakan penegasan kembali tentang keterikatan umat dengan prinsip-prinsip keyakinan tentang keesaan dan neraca keadilan Tuhan, serta tentang nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal. Berkaitan dengan penghayatan nilainilai kemanusiaan. diterangkan bahwa Surah Al-Baqarah ayat 199 turun untuk menegur orang-orang yang disebut dengan al-hummas yakni orang yang merasa memiliki keistimewaan sehingga enggan bersatu dengan jamaah haji lain tatkala mereka melakukan wukuf. Ada satu hal menarik yang dapat kita teladani dari tokoh agama Islam Indonesia yang sepulang menunaikan ibadah haji mereka melakukan perombakan-perombakan dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, politik dan budaya. Sebut saja nama K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy ari yang berkontribusi besar bagi bangsa dengan mendirikan ormas sebesar Muhammadiyah dan NU yang sampai saat ini telah melahirkan intelektual di level lokal, nasional maupun internasional. Bahkan uniknya lagi ketika mereka pulang dari Makkah tidak memahami ajaran Islam dengan cara-cara radikal, ekstrem, dan menakutkan seperti stereotipe yang dilontarkan Barat. Hal ini terbukti telah dipraktikkan Haji Ahmad Dahlan dengan mendirikan Majlis Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) ketika masa awal pendirian Muhammadiyah yang ditujukan untuk memberikan bantuan kepada fakir miskin tanpa melihat keyakinan religinya. Bahkan ketika Haji Ahmad Dahlan mengajarkan kepada muridnya Surah 107, Al-Ma un (Pertolongan) berkali-kali ia menekankan untuk tidak memahami saja, tapi sampai pada tahap mempraktikkannya. Dia juga menyerukan untuk merenungkan penderitaan tetangga miskin dan 47

48 hendaknya membantu mereka. Dalam tradisi NU juga nilai-nilai transformatif kyai yang bergelar haji dapat disaksikan dari bertebarannya lembaga-lembaga pendidikan tradisional (pesantren) yang telah berkontribusi mencerdaskan kalangan bawah. Sekarang ini, berangkat haji sangat mudah dan cepat karena naik pesawat. Dengan beberapa jam saja bisa sampai di Makkah dan Madinah. Hanya 40 hari saja ia sudah bisa kembali ke tanah air dengan gelar haji dan hajjah di depannya. Tetapi kemabruran mereka masih belum kelihatan dan nyata dalam keseharian. Karena mudahnya transportasi untuk naik hajii, maka sudah tidak aneh lagi jika tiap tahun rombongan haji dari Indonesia selalu membludak. Dengan demikian melihat hal ini akan bisa kita lihat bahwa orang kaya di Indonesia itu sangat banyak. Tapi ironisnya, kenapa masih ada yang busung lapar, masih ada yang tidak mempunyai tempat tinggal, masih banyak anak yang putus sekolah, dan lain-lain. Sangat mengherankan tentang apa sebenarnya makna pergi haji itu. Bahkan ada yang sudah pergi haji lebih dari satu kali, ada pula yang memaksakan diri pergi haji meskipun nantinya ketika pulang dari haji tidak mempunyai duit lagi. Tapi apa output dari keberangkatan haji yang jumlahnya selalu membludak melebihi kuota tersebut. Apakah dengan banyaknya haji di Indonesia kualitas bangsa ini jadi membaik. Tampaknya setiap tahun kondisi bangsa ini sama saja bahkan semakin memburuk. Ingatan kita masih belum lenyap tentang haji Indonesia yang rebutan makanan di Mekah sana. Ada cerita juga kalau yang paling banyak belanja di Makkah adalah haji dari Indonesia. Sebenarnya niat mereka itu belanja atau ibadah, atau ibadah sambil belanja. Padahal untuk pergi haji itu syaratnya ada banyak, yaitu haji wajib bagi yang mampu, bagi yang tidak mampu berarti tidak wajib. Mampu di sini yang kalau dijabarkan bisa jadi banyak, baik itu mampu secara fisik, mental, emosi, finansial, dan lain-lain. 48

49 Setelah menjadi haji, seharusnya orang itu menjadi lebih baik, baik dari segi penampilan, keilmuan, dan material sehingga bisa menjadi suri tauladan bagi lingkungannya. Jadi kewajiban setelah menjadi haji itu banyak, bukan santai-santai saja. Jika diakumulasikan haji di seluruh wilayah Indonesia dari tahun ke tahun maka seharusnya lingkungan yang terpengaruh oleh kehajian sudah meluas dan berakibat pada bangsa yang lebih baik. Kemudian apa yang terjadi pada para haji Indonesia. Dimana kontribusinya pada bangsa ini. Kalau sudah menjadi haji, apakah kualitas orang itu jadi meningkat. Apa manfaat kehajiannya bagi orang lain. Banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang harus dijawab oleh para calon haji maupun yang sudah mendapat gelar haji di Indonesia. Unik memang, hanya bangsa melayu saja yang menambahkan gelar haji di belakang namanya sekembalinya dari tanah suci. Mungkin dulu gelar ini sangat sakti dikarenakan orang zaman dulu jika ingin berangkat haji melalui perjuangan yang tidak ringan terutama dalam perjalanannya yang bisa menempuh waktu berbulan-bulan. Tetapi di era digital dan mudahnya transportasi, gelar haji saat ini sangat kontraproduktif. Bagiamana tidak, sebagai negeri dengan pemeluk Islam terbesar di dunia, antusias warga Indonesia pergi ke Makkah tiap tahun selalu melebihi kuota yang ditetapkan pihak kerajaan Arab saudi. Sayangnya over kuota ini tidak berbanding lurus dengan kesadaran berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yaitu berperilaku jujur, adil dan amanah. Padahal tujuan pergi haji adalah untuk menjadi pribadi yang mabrur yaitu pribadi yang mengarah pada perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Meskipun tidak bisa digeneralisir tetapi perilaku yang mengatas namakan adat istiadat serta kebiasaan sepertinya menjadi biang keladi kenapa sulit menemukan pribadi yang mabrur sekembalinya jamaah dari tanah suci. Tujuan ibadah ke tanah suci melenceng atau berbelok karena sebelum keberangkatan, saat di Tanah Suci dan sekembalinya ke tanah 49

50 air, banyak jemaah yang lebih fokus mengurusi artifisial kehajian mereka ketimbang fokus pada ibadahnya. Ini bisa dilihat dari ujian yang didapat jemaah haji asal Indonesia di tanah suci adalah ujian yang menggelikan tapi nyata, misalnya: Masalah makan. Ini adalah masalah yang kecil, karena sebenarnya setiap jemaah haji memegang uang (living cost) yang bisa dipakai membeli makanan jika makanan yang disediakan penyelanggara mengalami keterlambatan. Realitanya banyak jemaah haji asal Indonesia yang kelaparan karena uang saku yang mereka pegang sudah ludes lebih dahulu di awal tibanya mereka di Tanah Suci, yaitu untuk shopping. Inilah ujian awal yang seharusnya diwaspadai oleh jemaah yaitu menahan hawa nafsu untuk tidak konsumtif'. Masalah seringnya jemaah yang tersesat dan terbirit-birit dengan balutan pakaian ihramnya menuju pusat ibadah untuk mengikuti sholat berjamaah karena mereka terlenakan dengan cuci mata di pusat perbelanjaan. Aktifitas belanja tidak dilarang, tetapi jemaah Indonesia sebenarnya kebanyakan berhaji tamattu' yaitu umrah dikerjakan terlebih dahulu hingga menunggu kedatangan hari puncak ibadah haji yang dimulai tanggal 8-13 Dzulhijjah, sesudahnya mereka boleh menanggalkan pakaian ihramnya dan memiliki waktu luang sebelum pulang ke tanah air yang bisa digunakan untuk berbelanja. Nah, kondisi ini dibalik jemaah Indonesia tidak malu-malu memburu pedagang yang banyak bertebaran di sekitaran pusat ibadah lengkap dengan pakaian ihramnya. Di tanah air, sebelum berangkat kesibukkan mempersiapkan keberangkatan ke tanah suci lebih diwarnai hal yang remeh, misalnya: Momen sebelum keberangkatan yang seharusnya diisi dengan persiapan batin dan memperbanyak hafalan doa untuk melatih kesabaran, justru banyak dihabiskan di pasar untuk berburu oleh-oleh yang akan diberikan kepada sanak saudara sekembalinya dari tanah suci. 50

51 Menggelar walimatus safar sama hebohnya dengan perhelatan pernikahan, mengundang banya rekan, kerabat dan sanak famili. Naifnya, tamu yang sedianya diundang untuk memberikan doa dan dukungan moral ikutan sibuk membawakan hadiah untuk calon jemaah,sehingga calon jemaah pun perlu memikirkan balasan buah tangan dari Tanah Suci. Akhirnya, terlepas dari apakah sebab akibatnya niatan haji yang melenceng dan berbelok akibat tradisi yang dikedepankan sehingga fenomena orang bergelar haji jumlahnya jutaan orang tetapi korupsi tetap merajarela, maka sudah seharusnya kaum muslim mawas diri. Tidak ada yang salah, namun mawas diri. Uraian di atas mengindikasikan bahwa gelar haji haruslah disandang oleh orang-orang yang dapat membumikan ajaran-ajaran langit, karena agama itu turun ke dunia (bukan ke akhirat) untuk kepentingan umat manusia. 2. Keadaan Bangsa Indonesia Sekarang Sekarang ini, bangsa Indonesia yang hampir tidak putus-putusnya mengagungkan diri sebagai bangsa berperadaban luhur, terhenyak ketika di tengah malam menjelang tidur, membayangkan serbaneka kejahatan yang telah terjadi dalam tahun-tahun atau dalam hari-hari belakangan, dengan mahir, berdarah dingin, bertubi-tubi dan massal, serta hampir terjadi merata di seluruh tanah air. Siapa sangka, tangan yang kerap menari-nari dengan jari-jemari lemah-gemulai, mulut yang senantiasa tertawa atau tersenyum dalam gembira maupun gundah, tiba-tiba dapat berbalik menjadi begitu kejam, bengis, ganas, penuh dengki dan fitnah, penuh curiga dan dendam terhadap sesamanya, jirannya, atau kerabatnya. Pun, bangsa yang selalu minta permisi kalau melintas, mudah mengangguk, membungkuk, dan menekuk lututnya, seperti kena sihir berubah secara massal menjadi pembakar, pembunuh, pemerkosa, penjarah, pemukul, penggorok, 51

52 penembak, pelontar batu, pemaki, dan penipu yang tak tersembuhkan. Tidak dipungkiri, semua jenis kejahatan itu dapat kita saksikan di panggung nasional. Laboratorium kekerasan massal juga tersedia lengkap di negeri yang memang sarat tragedi ini, sehingga merupakan lahan studi yang sangat subur bagi para penuntut ilmu dari luar negeri. Korupsi besar-besaran dilakukan dan ditutup-tutupi dengan finese. Perampokan dan pembunuhan dilakukan di siang bolong. Pembakaran manusia, rumah, dan tempat ibadah seakan mengganti ritual pembakaran pasar rakyat dan pemukiman kumuh di masa lalu. Pemungut liar beroperasi dengan anggunnya. Setiap pemilu dan pemilukada digelar, suara dan jabatan dalam trias politica dibeli terang-terangan. Persekongkolan dan nepotisme dalam berbagai warna tak terkikiskan, bagai gulma yang recalcitrant, kebal terhadap intervensi. Selebihnya, penyelundupan berbagai mata dagangan mengalir di depan hidung penegak hukum dalam kedua arah, lewat tanah dan air. Pencuri dan pencopet hanya merupakan peramu-peramu kecil dalam rimba kota kita. Pun, pemendekan umur sesama alias pembunuhan dilakukan oleh berbagai karyawan: tentara, polisi, ormas, perampok, preman, provokator, pelajar, pengganja, pemabuk, ibu-bapak-anak, bidan, dukun dan dokter, serta pembunuh profesional. Pembunuhan dibungkus dengan berbagai semboyan: tanah air, agama, keamanan, keadilan, kesejahteraan, solidaritas, terorisme, pelurusan sejarah dan penyeimbanagn hubungan. Belum lagi dihitung pembunuhan indirect melalui kemiskinan, penyelewengan anggaran, penggelapan dana bantuan sosial dan sumbangan bencana, serta penyunatan hutang dan derma tak suka rela. Nurani kita seakan sudah tegar menyaksikan penggusuran tanah kaum kere-marjinal, pungutan dari petani padi, tebu, cengkeh, tembakau, dan jeruk. Sanubari tak lagi tergugah melihat rakyat jelata menopang hutang konglomerat di tepi kebangkrutan. Sungguh lucu: koperasi tani tak lagi menolong petani, lahan nelayan dirampas industri perikanan, 52

53 banyak pungutan dari (calon) haji, sedekah untuk kebajikan, panti asuhan, dan amal yang tak sampai pada sasaran. Lotere sosial dan sumbangan olahraga habis di atas, sedangkan anak jalanan, bahkan pengangguran terdidik kian bertambah banyak, penduduk perkumuhan meningkat, dan prestasi olahraga menurun. Segala hal di negeri ini dipalsukan dengan cermat: uang kertas, ijazah, surat keputusan eksekutif dan yudikatif, paspor, KTP, bandrol, materai, pakaian, obat-obatan, soal UN, sertifikat tanah, Akta Kelahiran, tanda pangkat dan merek dagang, bahkan surat kawin dan talak. Sumbersumber yang menyangkut hidup rakyat banyak juga dimanipulasi, seperti hutang, minyak dan gas, mas dan tembaga, batu bara dan timah, pun listrik dan air minum. Tak pelak, multibencanapun kini makin gemar menyambangi negeri berpenghuni 238 juta jiwa ini. Sungguh aneh, hidup jujur menjadi sulit di negeri ini, dan hidup layak hanya mungkin bagi elit dengan penghasilan menurut skala internasional. Ya, yang lurus tambah kurus, yang bengkok tambah gemuk. Rakyat diadu agar pengadu dapat kembali berkuasa. Di dalam penderitaan orang banyak, para petualang minoritas berkubang dalam kemewahan. Alhasil, rakyat tertekan dari kemiskinan (property) dan kekemelaratan (dastitute). Anak-anak, perempuan dan orang desa jadi makanan empuk eksploitasi. Pederasti atau sodomi, trafficking, ekspor pembantu rumah tangga dan tenaga kasar murah menjadi komoditas dengan keuntungan komparatif. Demo buruh, protes ibu peduli dan kongres anak-anak, bahkan seminar kanak-kanakpun tak dapat mengubah keadaan. Celakanya, istighosah akbar di tengah lapangan, di sepanjang jalan besar, dan bahkan di pelataran masjid di bawah terik matahari serta puasa massal sekalipun, senyatanya tak mempan dan mampu mengubah kondisi negeri ini. Sementara itu di atas pentas orang riuh-rendah membicarakan power sharing (berbagi kekuasaan), profit sharing (berbagi laba), 53

54 production sharing (berbagi usaha), dengan melupakan food sharing (berbagi makanan), opportunity sharing (berbagi kesempatan), apalagi wealth sharing (berbagi kemakmuran) dengan masyarakat-masyarakat di lapisan bawah. Tak pelak, tanah air kita saat ini merupakan negeri yang sarat keberingasan. Mulut kita penuh madu, namun hati kita penuh empedu. Pergulatan antara kebaikan dan kejahatan masih akan selalu dimenangkan dan terus menguntungkan yang disebut terakhir. Tetapi, kita tetap tidak boleh kehilangan keyakinan pada kebaikan manusia. Selalu memperbaiki dan menjaga diri serta menjaga keluarga dari watak laku beringas akan lebih membawa keselamatan dibanding cara lainnya. Ingat, kita tak pernah sekali pun punya ikrar pada Tuhan soal nasib negara ini, bahkan jika pun negara ini hancur lebur dan kita kembali hidup di dalam goa, di tengah belantara hutan. Namun, sebagian besar kita tentu telah terikat ikrar dengan Tuhan ketika kita menikah, saat ijab kabul, dengan menyatakan mau menjaga dan bertanggung jawab atas kehidupan keluarga kita. Apakah di seluruh lapisan bangsa Indonesia cuma berisi keburukan saja. Tentu tidak. Karena perasaan dan kenyataan adalah sesuatu yang berbeda. Apa yang kita rasakan sangat berbeda dari sesuatu yang mereka rasakan. Ada kenyataan versi kita dan ada kenyataan versi orang lain. Karena itu kenyataan tersebut bermacam-macam versinya, tergantuang cuaca di kepala. Maka, kalau kenyataan sedang terlihat mendung, pasti bukan karena seluruh dunia sedang mendung, melainkan karena mendung itu sedang menebal tepat di atas kepala kita sendiri. Memang masih banyak kejadian kebringasan di negeri ini, tapi jangan sampai mengubur fakta adanya kedamaian. Ada kabar sedih dan kesengsaraan tetapi jangan sampai melupakan banyak fakta tentang kegembiraan dan keberkahan negeri ini. Dan mungkin kebringasan dan keangkaramurkaan yang terjadi di Inonesia inilah yang menyebabkan tercancel dan terpendingnya berkah 54

55 dari Allah untuk diturunkan di negeri ini. Jika demikian adanya, setiap kita harus mawas diri, introspeksi, dan muhasabah agar tidak jatuh pada lubang yang sama. Oleh karena itulah, bagi orang yang telah menunaikan ibadah haji diharapkan mampu menebar aroma wangi keberkahan di negeri ini setelah ia kembali dari rumah Allah Yang Mulia (baitullah). Karena merekalah yang secara lahiriyah telah menyerpurnakan rukun Islam. Dan dari kesempurnaan rukun Islam mereka itu, diharapkan jiwa merekapun telah sempurna. Jika jiwa mereka sempurna, maka akan sempurna pula perilaku yang akan menyebar ke lingkungan masyarakat, sehingga masyarakat akan tertuntun menjadi baik dan negaranyapun menjadi negeri yang penuh dengan rahmat dan berkah dari Allah SWT. E. HAJI MABRUR SOLUSI KEBERKAHAN BANGSA 1. HAJI MABRUR Setelah sekitar 40 hari melakukan ziarah suci, jemaah haji kembali ke kampung halaman lagi, bagaimana mereka melihat dirinya sendiri. Bagaimana pula kita mengamati perihal kisah-kisah perjalanan yang dijalani mereka. Harapan apa yang bisa diperankan oleh haji tersebut. Dan manisnya madu perilaku ataukah pahitnya racun tingkah laku jemaah haji yang akan mereka taburkan di masyarakat. Mungkin mereka yang bergelar secara sosial dengan gelaran haji atau hajjah itu, tengah berinteropeksi diri. Bertanya, mabrurkah haji saya. Atau malah melupakan semuanya. Pertanyaan mabrurkah haji saya, merupakan pertanyaan yang penting bagi setiap orang yang telah bergelar haji. Karena dengan memunculkan pertanyaan demikian, berarti mereka telah memulai untuk melakukan perubahan-perubahan. Perubahan dalam konteks keagamaan dan dalam kontek sosial. Apakah orang yang telah menunaikan ibadah haji selalu menunjukkan perubahan yang berarti dalam beribadah. Terhadap 55

56 pertanyaan tersebut, terdapat tiga tipologi. Pertama, memang menunjukkan perubahan yang lebih baik. Kedua, sama saja. Dan ketiga malah sebaliknya. 33 Terminologi pertama disebut sebagai haji mabrur. Konon indikasi dalam hal beribadah, orang yang bersangkutan menjadi lebih tekun. Semakin baik dalam tata pergaulan. Dan semakin senang bersedekah. Yang kedua dikenal dengan sebutan bainahuma atau ala wa ala. Artinya tidak menunjukkan perubahan berarti kecuali berubah panggilan dan berubah lahiriahnya. Tambah baik, tidak; tambah buruk, juga tidak. Menurut istilah jawa, wis dadi watege. watuk iso di tambani, yen wateg ora iso diowahi. Dan yang ketiga, disebut sebagai kaji mabur atau kajikajian saja. Dikatakan kaji mabur karena pergi haji dengan naik pesawat alias montor mabur. Kaji kabur ini, kendati sudah haji, tetapi kebiasaan buruknya tidak berubah 34, malah semakin jelek dan menjadi-jadi. 35 Maka di balik kontek keagamaan berarti berhitung secara cermat perihal nikmat yang didapat. Dari kenikmatan yang di dapat itu, berikutnya, apakah akan bersyukur atau kufur. Bersyukur ditandai dengan tindakannya yang baik, sekaligus mencegah perbuatan-perbuatan buruk. Dalam terminologi agama, disebutnya dengan amar makruf dan nahi munkar. 1. Beramar ma ruf artinya menjalankan kebaikan-kebaikan di muka bumi, sebagaimana pesan Allah kepada kita, faahsin kamaa ahsanaallahu ilaika. Berbuat baiklah kamu sekalian sebagaimana 33 Mudjahirin Thohir, Talbiyah di Atas Ka bah, (Jakarta: t.tp, 2008), hlm Haji mabrur adalah haji yang diterima, lawanya adalah haji mardud. Bainahuma atau ala wa ala artinya tidak jelas, apakah hajinya diterima atau ditolak, dengan kata lain kendatipun secara sosial sudah dikukuhkan sebagai orang yang bergelar haji atau hajjah, tetapi dalam perjalanan hidupnya, berperilaku yang tidak bersepadan dengan citra ideal dari sebutan haji tersebut. Kenyataannya masih saja ada orang yang bergelar haji tetapi masih mempunyai wanita simpanan, dalam berdagang masih suka menipu, dalam kehidupan sosial bersama, mereka kurang mempunyai jiwa sosial. Pendeknya tidak memiliki pembedaan tingkah laku yang berarti dengan orang-orang yang kurang baik yang tidak haji. Terhadap mereka yang tingkah lakunya seperti itu, oleh orang-orang di daerah pantura Jawa disebut sebagai Haji Mardud. 35 Mudjahirin Thohir, Op. Cit., hlm

57 Alloh telah berbuat baik kepada kalian. Jika pesan itu kita tarik ke dalam konteks kehajian, maka berarti orang-orang yang telah memenuhi panggilan Allah, sebagaimana ucapan talbiyah, labbaik Allahumma labbaika, akan sanggup menjadi teladan bagi lingkungan. Rasulullah saw. telah bersabda: Ayyakuna tibil kalam (supaya setelah haji omongannya enak, manis, menyenangkan, nggak menyakiti orang). Manis ucapan merupakan hiasan lisan setiap haji mabrur. Ia tidak pernah berbohong terhadap siapa saja, meskipun hanya pada anak kecil. Ucapan dan hatinya tidak jauh beda. Jika ia menyapa seseorang, hatinya memang benarbenar ingin menyapa, bukan basa-basi. 36 Ifsaus salam (suka damai). Jadi, orang yang telah berhaji itu seharusnya tidak suka bertengkar, apalagi masalah sepele. Ia lebih menyukai perdamaian. Menebarkan salam, baik secara bahasa maupun maknanya. Bahasa dalam artian setiap kali bertemu dengan orang selalu beruluk salam. Secara makna yaitu bahwa salam mengandung arti kedamaian. Dimanapun ia berada selalu membawa kedamaian, ucapannya tidak pernah menyinggung orang lain, perbuatannya tidak pernah menyakitkan orang lain, sehingga kehadirannya disukai orang banyak dan jika ia tidak ada selalu dirindukan oleh orang lain. Itamuth tha am (member makan), sosialnya semakin tinggi karena memberi makan masyarakat. Kata memberi makan di dalam hadits ini tentu bukan sekedar memberi makan saja, tapi juga bermakna luas yaitu memberikan segala bantuan kepada mereka yang 36 Basa-basi sama artinya dengan bohong-bohongan. Jika seseorang berbasa-basi sama halnya ia berbohong. Kebiasaan ini meskipun telah menyebar di lingkungan masyarakat, akan tetapi hendaknya ketika menyapa seseorang bermuara dari hati. Ketika menyuruh orang lain yang sedang lewat di depan rumah kita untuk mampir ke rumah, hendaklah hal itu benar-benar dari hati, bukan basa-basi. 57

58 membutuhkan. Jadi, kalau sudah haji tapi dia masih pelit, koret, bakhil, berarti hajinya belum atau tidak mabrur. Haji mabrur adalah ia yang suka memberi makan pada orang lain yang membutuhkan. Ia memiliki jiwa sosial, dan tidak egois sehingga tidak mau memikirkan tetangga sebelahnya. Ia sangat peduli dengan fakir miskin. 2. Sedang bernahi munkar, artinya orang tersebut dengan segala kemampuannya- menghindar, mencegah, dan melarang berbuat munkar. Jika sebelum naik haji, dirinya sering berkata-kata kasar, suka berbohong kalau berbicara, terbiasa ingkar terhadap janji yang disampaikan, dan menyalahgunakan kepercayaan ketika diberi amanat, maka perbuatan dan sikap-sikap yang buruk itu harus dikuburkan. Membiarkan tindakan-tindakan dan sikap-sikap buruk itu berlangsung, bukan saja memberi cermin bahwa orang yang telah naik haji menodai terhadap janji mereka kepada Allah pada saat berada di depan Ka bah. Pada saat mereka mengucapkan janji di Padang Arofah. Di samping itu juga menandai kalau iman mereka masih lemah. Semangat demikian, berpulang kepada teguran rasul, man ra a munkaran fal yughoyyirhu biyadihi, fain lam yas tathi fa bi lisaanih, fain lam yastathi fa bi qolbihi, wadzaalika adh aful imaan. Kalau kita mengamati ada kemunkaran, maka cegalah kemungkaran itu berlangsung. Cegahlah dengan kekuatan yang ada pada dirimu. Kalau dirimu menjadi penguasa, maka gunakanlah kekuasaanmu itu untuk kebajikan semata. Caranya, larang dan cegahlah terjadinya kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan yang mengarah kepada ketidakadilan dan kemungkaran. Jika kita bukan sebagai penguasa formal, tetapi sebagai tokoh informal atau bahkan hanya sebagai warga biasa, kita bisa menggubah dan melarangnya dengan lisanmu dan dengan nasehat-nasehatmu. Kalau kita tidak berbuat demikian, 58

59 sama artinya kita mendiamkan saja. Jika demikian, maka sesungguhnya kita dikenal menempatkan diri sendiri sebagai orangorang yang lemah imanya. Lebih memprihatinkan kalau dengan iman yang lemah itu, kita ikut kedalam bagian orang-orang yang berbuat kemungkaran. Jika ini yang dipilih, maka kita sebetulnya termasuk ke dalam kategori orang-orang yang dholim. 37 Bagaimana mungkin orang yang lemah imanya dan yang berbuat dholim, berharap akan surga? Di sinilah sebetulnya refleksi kemabruran haji diuji. Ketika Rosul berkata, Al hajjul mabrur laisa jaza illal jannah. Maka, jannah bukanlah hadiah, tetapi perjuangan jihad. Kalau kita mengabaikan kekuatan dan kemampuan yang telah diberikan oleh Allah, yaitu kekuatan dan kemampuan untuk membedakan yang hak dengan yang bathil. Yang benar dengan yang salah, yang adil dengan yang tidak adil. Yang baik dengan yang buruk. Sesungguhnya kita secara sadar atau tidak sadar telah memilih jalan kita sendiri yaitu jalan kekufuran. Kufur disisni tidak berarti atheisme. Tetapi lebih dekat kepada nihilisme. Membiarkan semua kebobrokan moral berjalan dan kemudian kita masuk dan menikmati bersama. Na udzubillah. Bagi masyarakat, mari kita belajar bersama untuk menempatkan ibadah haji itu sebagaimana ibadah-ibadah lainya. Pada setiap ibadah, motivasinya hanya untuk dan kepada Allah semata. Bukan karena lainya. Sebagaimana ucapan-ucapan yang setiap waktu kita ucapkan sendiri: inna sholaati wa nusuqiy wa mahyaaya wa mamaatiy lillaahi robbil aalamiin. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semata-mata karena Allah. Dengan begitu, naik haji, seharusnya dijauhkan dari hingar bingar, pamer, dan bangga diri. Sebutan yang dibiasakan seperti sebutan dan panggilan pak haji atau bu hajjah, adalah sebutan-sebutan yang hanya becorak sosial, bukan sebagai sebutan yang diisyaratkan secara verbal oleh al Qur an maupun hadits Nabi. Di dalam kedua sumber itu, kita 37 Ibid., hlm

60 hanya diwajibkan untuk memanggil dan menyapa dengan panggilan dan sapaan yang baik. Tidak dalam in-termina pak haji atau ibu hajah. Sebutan-sebutan yang bercorak sosial itu, setahu penulis, hanya lazim dalam arti terjadi di masyarakat Indonesia, masyarakat Malaysia, dan masyarakat Brunei Darussalam saja. Suatu masyarakat yang berlatar belakang kesejarahan. Dalam masyarakat seperti itu, masing-masing orang umumnya dilihat tinggi rendah menurut struktur sosial yang dibentuk oleh tradisi, bukan oleh Allah dan para Nabi. Ingatlah, Allah sendiri tidak menempatkan seseorang atas dasar seseorang sudah bertitel haji atau belum. Allah hanya menempatkan orang-orang yang lebih bertaqwa kedalam derajat yang lebih tinggi. Orang-orang bertaqwa itu, bisa saja muncul dari seorang tukang becak yang giat mencari rizqi. Mengayunkan becak setiap pagi, siang, sore, atau malam hari. Itu semua dikerjakan demi tanggung jawabnya kepada anak dan istri. Bisa juga ketaqwaan itu muncul dari seorang buruh yang jujur dan ikhlas terhadap pekerjaan yang dijalankan. Atau muncul dari seorang penguasa yang adil dan tidak korup. Bisa juga lahir dari seorang kaya yang dermawan. Dan tentu sangat mungkin untuk orang yang pernah naik haji, dan mereka bisa menjadi suri tauladan bagi masyarakat sekitar. Kalau begitu, tugas kita adalah mendorong orang yang telah haji itu, untuk berjalan ke arah jalan yang baik. Mendorong mereka untuk mengorganisir diri. Menjalankan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Ingat pesan Allah, Ahsin kamaa ahsanallahu ilaika. Berbuat baiklah kalian sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu sekalian. Dorongan-dorongan seperti itu perlu, sebab siapa sih sebenarnya orangorang yang dikategorikan baik itu. Rasul mendefinisikannya dengan satu ungkapan, khairun naasi anfa uhum linnaasi. Sebaik-baik orang adalah orang yang bisa memberi manfaat bagi manusia yang lain Ibid., hlm

61 Kemabruran ibadah haji adalah merupakan sebuah proses yang harus terus diupayakan dalam kehidupan sehari-hari setelah kepulangan manunaikan ibadah haji. Uapaya pelestarian haji mabrur sebenarnya merupakan pengejawentahan dari amal-amal selama menuanikan ibadah haji. Relevansi makna ibadah haji dan upaya pelestarian haji mabrur bisa dilihat dari: 1. Sikap taat dan patuh dalam melakukan sesuatu sesuai dengan aturan, tidak semaunya sendiri. Allah SWT dalam penciptaan alam semesta ini, segala sesuatunya sesuai dengan aturan dan terkontrol. Cerminan sikap ini merupakan implementasi dari pengambilan Miqot Haji dan ihram. Artinya ketika melaksanakan ibadah haji haruslah berniat ihram haji atau umrah dari Miqot yang sudah ditentukan, tidak boleh di sembarang tempat, apalagi semaunya sendiri. Dalam berihram sendiri, di dalamnya mengandung larangan-larangan ihram yang harus dipatuhi. Maknanya, ketika melakukan sesuatu hal haruslah sesuai dengan aturan. Syukur alhamdulillah jika aturan tersebut berdasarkan pada tuntunan agama yaitu Al Quran dan Sunah Rasulullah SAW. Insya Allah jika seseorang berpegang teguh pada dua hal tersebut, pasti akan selamat di dunia dan di akhirat. 2. Sikap selalu mendahulukan seruan atau panggilan Allah SWT daripada kepentingan yang lain. Sikap ini tercermin dari lafadz talbiyah yang sering dikumandangkan ketika melakasanakan ibadah haji. Labbaik Allahumma Labbaik. Labbaik La Syarikalak. Aku penuhi panggilan-mu ya Allah, Aku penuhi panggilan-mu, Tidak ada sekutu bagi-mu. 3. Sikap selalu melakukan koreksi diri atau introspeksi, agar kehidupan lebih baik. Sikap ini merupakan cerminan dari kegiatan wukuf. 61

62 Selama wukuf disunahkan jamaah haji berdzikir, tafakur dan taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal ini bermakna pula agar seseorang melakukan introspeksi, menghitung seberapa besar ketaatannya pada perintah-perintah Allah SWT dan seberapa besar pula kemaksiatannya kepada Allah SWT. Seberapa besar pula nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepadanya selama ini. Berat manakah timbangannya. Apakah taat kepada Allah SWT atau maksiat kepada Allah SWT. Sudahkah ia melakukan introspeksi ini. Pasti berat timbangan maksiatnya. Selanjutnya adakah penyesalan dan melakukan tobat dengan taubatan nasuha. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang harus selalu diajukan dalam diri seseorang dalam upaya melakukan introspeksi agar hidup dan kehidupannya lebih baik. 4. Sikap selalu menghidarkan diri dari hal-hal atau perbuatan yang merugikan diri sendiri atau tidak bermanfaat. Hal ini tercermin dari sikap untuk menjaga larangan-larangan ihram selama berhaji. Larangan ihram berupa larangan melakukan rafats (berkata kotor, jorok), fusuq (bermaksiat kepada Allah SWT, perbuatan fasiq), jidal (berbantah-bantahan, adu mulut) 39, memotong pepohonan dan menyakiti orang lain adalah upaya kita untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu kita terhadap perbuatan-perbuatan yang tidak ada manfaatnya. Tindakan ini merupakan latihan agar nantinya sepulang haji, bisa mengendalikan diri dari dorongan negatif hawa nafsu. Sikap tersebut juga mencerminkan sikap toleransi terhadap sesama. Menghormati hak-hak orang lain adalah perintah agama karena di hadapan Allah SWT semua manusia adalah sama. Ini adalah cermin dari pakaian ihram. Allah SWT tidak melihat status sosialnya, jabatannya atau pangkatnya melainkan ketaqwaannyanya yang akan dilihat oleh Allah SWT. 39 Depag RI, Al-Qur an dan Tafsirnya, Jilid-1, Op. Cit., hlm

63 5. Sikap akan cinta damai, berjiwa sosial dan tolong-menolong serta memberi kesempatan orang lain dalam berbuat kebajikan. Selalu berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan. Sikap ini merupakan cerminan dari kegiatan thawaf. Ketika thawaf, kita bisa saksikan, beribu-ribu orang melaksanakan thawaf di Masjidil Haram, mengeliling Ka bah secara teratur. Ketika memulai thawaf, cukup hanya melambaikan tangan ke Hajar Aswad kemudian mengecupnya. Ini mencerminkan sikap mengalah dan memberikan kesempatan orang lain untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan. Di sisi Allah, setiap Muslim yang melaksanakan ibadah haji mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan gelar Haji Mabrur. Mabrur atau tidaknya tergantung kepada masing-masing individu dalam hal niat, tujuan, terpenuhinya segala syarat dan rukun haji, serta kepatuhan dalam segala perintah dan larangan haji. Yang jelas, bahwa tanda-tanda kemabruran haji seseorang adalah apabila mampu membentuk kepribadiannya setelah melaksanakan ibadah haji berubah menjadi lebih baik daripada sebelumnya dan tidak lagi mengulang maksiatnya. Dengan demikian, salah satu indikasi haji mabrur adalah tergerak hati, tangan dan kakinya untuk bekerja merubah masyarakatnya menuju keadaan yang lebih baik dengan secara ikhlas mengorbankan dana, tenaga, waktu, ilmu, pemikirannya dan bahkan nyawanya demi menggapai cinta dan ridho Allah. 63

64 2. KEBERKAHAN BANGSA Setiap orang, masyarakat, dan negara tentu saja ingin memperoleh keberkahan di dunia ini. Karena itu kita selalu berdo a dan meminta orang lain untuk mendo'akan kita dan negeri ini agar segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh keberkahan dari Allah SWT. Secara harfiah, berkah berarti an-nama' waz ziyadah yakni tumbuh dan bertambah, ini berarti berkah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya. Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh keberkahan yang diidamkan itu. Namun, Allah tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada suatu negara. Ternyata, Allah SWT hanya akan memberikan keberkahan itu kepada penduduk negeri yang beriman dan bertaqwa kepada-nya. Janji Allah untuk memberikan keberkahan yang dari langit dan dari bumi kepada orang yang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam firma-nya yang artinya: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". (Q. 7 : 96). 40 Apabila penduduk suatu negara dan bangsa memperoleh keberkahan dari Allah SWT, maka kehidupan masyarakatnya akan selalu berjalan dengan baik, pendapatan yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang masyarakatnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disinilah letak pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya keberkahan itu agar kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya. a. Bentuk keberkahan 40 Ibid., Jilid-3, hlm

65 Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah kepada orangorang yang beriman bisa dibagi kedalam tiga bentuk: Pertama, berkah dalam keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang shaleh. Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya. Ini merupakan sesuatu yang amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan setiap manusia. Kelangsungan negara dan agama salah satu faktornya adalah adanya topangan dari generasi yang shaleh. Generasi semacam itu juga memiliki jasmani yang kuat, memiliki kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya. Ia mampu berdikari dan hidup dengan tanpa bantuan orang tua mereka. Generasi yang tidak bergantung pada orang lain akan membuat bangsa ini menjadi bangsa yang tidak mudah dijajah oleh negara lain, dan mampu mengelola negara ini dengan semaksimal mungkin. Keberkahan semacam ini telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang ketika usia mereka sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak, bahkan tidak hanya Ismail yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan Ya'qub. Di dalam Al-Qur'an keberkahan semacam ini diceritakan oleh Allah yang artinya :"Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub. Isterinya berkata: Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar 65

66 suatu yang sangat aneh. Para Malaikat itu berkata: Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkahan-nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah". (QS 11: 71-73). 41 Bangsa ini sangat membutuhkan generasi yang tidak hanya pintar dan cerdas tetapi juga shaleh. Kedua, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan thayyib. Hal ini karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-A'raaf : 96 di atas adalah rizki makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal jenisnya juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah. Karena berkah inilah sehingga negeri ini terhindar dari budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Disamping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang thayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilainilai kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada Allah SWT. Allah berfirman yang artinya : "Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-nya". (QS 5 : 88). 42 Karena itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih banyak lagi, meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan sewajarnya atau secukupnya. Hal ini karena Allah 41 Ibid., Jilid-4, hlm Ibid., Jilid-3, hlm

67 sangat melarang manusia berlebih-lebihan dalam makan maupun minum, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihlebihan". (QS 7 : 31). 43 Ketiga, berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk kebaikan. Baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak amal shaleh. Karena itu Allah menganugerahi kepada kita sebuah waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang baik ditempuh dengan penggunaan waktu yang efisien. Sudah begitu banyak manusia yang mengalami kerugian dalam hidup karena tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik, sementara salah satu karakteristik waktu adalah tidak akan bisa kembali lagi, Allah berfirman yang artinya :"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran". (QS 103 : 1-3). 44 Karena itu, bagi penduduk negara yang diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada Allah SWT, meskipun dalam berbagai bentuk usaha yang berbeda. Sesungguhnya usaha seseorang memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (harta di jalan Allah) dan bertaqwa dan 43 Ibid., hlm Ibid., Jilid-10, hlm

68 membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah". (QS 92 : 1-7). 45 b. Kunci Keberkahan Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa sebagai seorang muslim dan negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim, keberkahan dari Allah untuk kita merupakan sesuatu yang amat penting. Tanpa suatu keberkahan, kedamaian dan keamanan di dalam bangsa ini akan sulit terwujud. Karena itu, ada kunci yang harus kita miliki dan usahakan dalam hidup ini. Sekurangkurangnya, ada dua faktor yang menjadi kunci keberkahan itu. 1. Iman dan Taqwa Yang Benar Di dalam al Qur an, sudah dikemukakan bahwa Allah akan menganugerahkan keberkahan kepada hamba- hamba-nya yang beriman dan bertaqwa kepada-nya. Semakin mantap iman dan taqwa yang kita miliki, maka semakin besar keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena itu menjadi keharusan kita bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa kepada Allah SWT. Salah satu ayat yang amat menekankan peningkatan taqwa kepada orang yang beriman adalah firman Allah yang artinya : "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaaan berserah diri/muslim". (QS 3 : 102). 46 Keimanan dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang mu'min dalam bentuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-nya, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain. Tegasnya keimanan dan ketaqwaan itu dibuktikan dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga dan dimanapun dia berada. 45 Ibid., hlm Ibid., Jilid-2, hlm

69 Jika suatu penduduk negara, baik yang telah menunaikan ibadah haji atau belum; laki-laki atau perempuan; pejabat ataupun rakyat, beriman dan bertaqwa niscaya keberkahan dari langit dan dari bumi akan Allah turunkan di negeri ini. 2. Berpedoman kepada Al-Qur'an Al-Qur'an merupakan sumber keberkahan sehingga apabila kita menjalankan pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan berpedoman kepadanya dalam berbagai aspek kehidupan, niscaya kita akan memperoleh keberkahan dari Allah SWT. Allah SWT berfirman yang artinya : "Dan Al-Qur'an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya?" (QS 21 : 50). 47 Kita harus menjalankan dan mempedomani al Qur an dalam kehidupan ini. Maka setiap kita harus mengimani kebenaran Al-Qur'an yang merupakan wahyu dari Allah SWT sehingga tidak akan kita temukan kelemahan didalamnya. Selanjutnya kita membaca serta menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang kita dambakan itu. Memperolehnya harus dengan berdo'a dan berusaha yang sungguh-sungguh, yakni dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa serta selalu menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman dalam hidup ini. 3. Fenomena Haji Mabrur dan Keberkahan Bangsa Setiap tahun kaum Muslimin Indonesia yang menginginkan pergi haji selalu dalam jumlah yang sangat banyak. Jumlah jemaah haji Indonesia merupakan jumlah terbanyak dibandingkan jumlah haji dari negara manapun di dunia ini. Ini memang wajar, karena jumlah umat Islam di Indonesia merupakan mayoritas di dunia. 47 Ibid., Jilid-6, hlm

70 Dalam setiap tahunnya jumlah jemaah haji Indonesia dari 238 juta jiwa penduduk Indonesia- mencapai lebih dari orang dengan profil yang heterogen (47,8 % berpendidikan menengah/ rendah, 55 % wanita, 30 % ibu rumah tangga, 12 % petani, rata-rata usia di atas 51 tahun 47,4 %, baru pertama kali pergi haji 98 %, serta jumlah penderita berisiko tinggi cukup banyak). 48 Jika ditotal dimulai sejak kemerdekaan Indonesia di tahun 1945 hingga tahun 2010 ini (65 tahun), jumlah kaum kaum Muslimin Indonesia yang telah menunaikan ibadah haji telah mencapai jumlah orang (dengan asumsi rata-rata jumlah jemaah haji tiap tahun orang dan dengan asumsi setiap jemaah haji melaksanakan satu kali haji seumur hidupnya). Dengan demikian, logis jika jumlah uang yang telah dikeluarkan oleh jemaah haji Indonesia selama 65 tahun merupakan jumlah terbanyak dibandingkan jumlah uang yang telah dikeluarkan oleh jemaah haji dari negara manapun di dunia ini. Jumlahnya mencapai Rp (dengan asumsi biaya haji tiap tahun Rp. 30 juta). Namun timbul empat pertanyaan, Pertama, apakah jumlah jemaah haji yang begitu besar dan pengeluaran dana yang begitu besar tersebut mempunyai dampak positif terhadap kemajuan, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dan bangsa Indonesia?; Kedua, kontribusi apakah yang telah diberikan para mantan Tamu Allah terhadap masyarakat dan bangsanya?; Ketiga, apakah memang ada kaitan erat 48 Kemenag RI, Intisari Langkah-langkah Pembenahan haji, (Jakarta: Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, 2010), hlm

71 antara ibadah haji dengan perubahan masyarakat? Jika ada, bagaimana kaitannya?; Keempat, lalu seyogyanya apa yang harus dilakukan kaum Muslimin yang telah bergelar haji dan hajjah?. Seluruh kaum Muslimin di Indonesia terutama yang akan dan yang telah menambah gelar haji dan hajjah di depan namanya patut merenungkan pertanyaan-pertanyaan di atas dan lalu berusaha menjawabnya dengan langkah-langkah nyata dengan berusaha sekuat tenaga menjadi haji mabrur dan menunjukkan kemabrurannya. Jika semua orang yang beribadah haji berdo a agar menjadi haji mabrur, dan semuanya dikabulkan oleh Allah, sehingga sepulang mereka ke tanah air menjadi pribadi yang berbudi luhur dan berakhlakul karimah, niscaya dalam waktu dekat bangsa Indonesia menjadi negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. Tetapi jika hanya 10% dari 200 ribu orang saja yang menjadi haji mabrur, kemanakah yang 90% dan tentunya akan membutuhkan waktu yang sangat lama bahkan ribuan tahun untuk menjadikan bangsa ini penuh dengan berkah. Fenomena yang terjadi di Indonesia telah menjadi laboratorium kebringasan sehingga kedamaian sulit tercapai di negeri ini. Lalu, kemanakah fungsi dan tanggung jawab orang yang sudah sempurna Islam dan imannya, dalam hal ini adalah orang yang telah menunaikan ibadah haji. Dan kemanakah fungsi dan tanggung jawab semua pihak. Hal ini bukan berarti bahwa haji adalah satu-satunya faktor yang mempengaruhi turunnya keberkahan Allah di negeri ini. Tetapi haji adalah salah satu faktor turunnya keberkahan. Dan haji hanyalah salah satu bentuk simbol kesempurnaan keimanan dan ketaqwaan seseorang. Karena keberkahan dan kedamaian adalah tanggung jawab semua orang yang beriman dan bertaqwa. Dan yang menjadi sorotan masyarakat dalam aktifitas sehari-hari adalah orang yang sudah haji. Haji bukan hanya berdimensi spiritual saja, namun juga berdimensi sosial. Pelaku haji selama dan terutama lagi seusai menunaikan haji akan semakin peka dan peduli terhadap masalah-masalah sosial dan 71

72 kemasyarakatan. Ibadah haji dinilai akan menumbuhkan semangat pengorbanan yang tinggi dan kesungguhan dalam melakukan berbagai tugas pengabdian kepada Allah SWT dan kepada sesama manusia, hablun minallaah wa hablun minannaas. Dengan demikian, seorang haji yang mabrur, hatinya sudah benarbenar dalam keadaan ikhlas untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai hamba dan sekaligus khalifah Allah. Sebagai khalifah Allah, manusia mempunyai tugas memakmurkan bumi. Dalam kaitan ini, memakmurkan bumi berarti memanfatkan semua sumber, fasilitas dan kemampuan yang ada pada diri, lingkungan dan masyarakatnya yang digunakan untuk bekerja sendiri dan atau bekerja sama dengan manusia lainnya, demi tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan bersama, yakni masyarakat dan umat manusia pada umumnya. Sebagaimana firman Allah SWT., Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS. Al-Maa idah [5]:2). 49 Jika kita amati, potongan ayat yang populer ini ternyata didahului dengan keterangan tentang haji, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatangbinatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. 50 Hal ini mengisyaratkan adanya kaitan erat antara ibadah haji dengan perintah tolong menolong dalam kebajikan dan takwa. Tolong menolong dalam rangka memakmurkan bumi merupakan salah satu bentuk aplikasi perintah Allah ini. Dan salah satu efek dari ibadah haji 49 Depag RI, Al-Qur an dan Tafsirnya, Jilid-2, Op. Cit., hlm Ibid. 72

73 adalah terbentuknya sikap tolong-menolong dalam memakmurkan bumi. Itulah tugas agen perubahan masyarakat. Tugas agen perubahan adalah merubah nasib dan keadaan masyarakat, bangsa dan umatnya menjadi lebih baik, sejahtera, bahagia, maju dan berkeadilan sosial. Juga memerangi segala bentuk kezaliman, keterbelakangan, kemaksiatan, kemusyrikan dan segala hal negatif lainnya. Tak ada satupun jemaah haji yang tidak menginginkan hajinya tidak mabrur. Untuk itu, sepulang dari Tanah Suci dan kembali ke kampung halamannya masing-masing merupakan kesempatan emas bagi para mantan Tamu Allah untuk menunjukkan kemabruran hajinya dengan menjadi agen-agen perubahan masyarakat dengan mengorbankan apapun yang dimilikinya. Sehingga ibadah haji dan pengorbanannya dalam melaksanakan haji -yang telah menghabiskan begitu banyak dana, tenaga dan waktu- tidak sia-sia belaka atau tidak hanya bermanfaat pada dirinya sendiri. Manifestasi kesempurnaan dan ketinggian haji mabrur ialah menegakkan seluruh kewajiban yang harus ditegakkan manusia. Atau dengan kata lain menunaikan hak-hak dan kewajiban manusia: 1) Hak Allah; 2) Hak kedua orang tua; 3) Hak suami istri; 4) Hak kaum kerabat; 5) Hak tetangga; 6) Hak kerja dan usaha; 7) Hak sesama Muslim; 8) Hak warga negara; 9) Hak negara; dan 10) Hak kemanusiaan dan sesama manusia. 51 Jika dicermati, kesepuluh hak tersebut merupakan uraian dari hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia dan lingkungan sekitar lainnya. Orang yang telah manunaikan ibadah haji seharusnya mengetahui indikasi-indikasi haji mabrur. Jika 200 ribu orang yang selesai menunaikan ibadah haji mengetahui dan menjalankan indikasi tersebut, 51 M. Syamsi Ali, Manifestasi kesempurnaan dan ketinggian ubudiyah bagian I, 1 Nopember 2010, 73

74 maka semua haji mereka akan mabrur dan menjadi agen perubahan masyarakat dan bangsa. Fungsi mereka menjadi agen perubahan masyarakat dan bangsa akan mampu mengantarkan masyarakat kepada suasana yang damai, tenang, aman, dan sentosa. Tidak akan ada lagi permusuhan, kerusuhan, atau paling tidak mampu diminimalisir. Agen perubahan adalah mereka yang berjiwa sosial, peduli dengan sesama dan suka menolong kepada orang yang sedang kesusahan dan membutuhkan. Tidak hanya zakat yang mereka keluarkan untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi juga infaq dan shodaqoh adalah kebiasan mereka yang sudah haji dan mampu. Kekayaan mereka tidak hanya digunakan untuk keegoisan mereka sendiri. Kewajiban menunaikan ibadah haji hanyalah satu kali sedangkan yang kedua dan seterusnya adalah sunnah. Sebaiknya orang yang telah pergi haji dan mempunyai harta yang lebih untuk pergi lagi ke Tanah Suci, digunakan untuk membantu mereka yang kekurangan dan membutuhkan. Sebagian ulama ada yang memakruhkan bahkan mengharamkan jika seseorang pergi haji sedangkan tetangga di sekelilingnya kelaparan. Jika kesemua haji mengeluarkan zakat, infaq, dan shodaqoh demi kepedulian terhadap sesama, tentu masalah kemiskinan yang melanda bangsa ini akan dapat dikurangi dan diselesaikan. Agen perubahan adalah mereka yang menghormati yang lebih tua dan menyayangi serta mengasihi yang lebih muda. Tidak hanya menyuruh kepada yang lebih muda agar mereka menghormati yang lebih tua, namun mereka memberi contoh dan teladan kepada yang lebih muda. Pemimpin menyayangi rakyat, rakyatpun menghormati pemimpin; orang 74

75 tua menyayangi anaknya, anak-anakpun menghormati orang tua; suami menyayangi istrinya, istri menghormati suaminya; guru sayang pada murid, muridpun hormat pada guru; dokter sayang pada pasien, pasien hormat pada dokter; dan sebagainya dengan saling menghormati dan menyayangi. Segeralah berbuat karena masyarakat, umat Islam dan bangsa ini sedang menunggu dan mengharap jemaah haji yang mebrur sebagai agen-agen perubahan. Mereka telah begitu lama dalam keadaan terpuruk dalam banyak bidang kehidupan, yang antara lain dalam bidang ekonomi, sosial, akhlak, pendidikan dan kesehatan. F. LANGKAH STRATEGIS MENUJU PEMBINAAN HAJI MANDIRI Mabrur adalah kata yang mudah diucapkan namun sulit untuk dipraktekkan. Karena ini memerlukan suatu proses dengan sebuah metode, strategi dan cara. Juga diperlukan suatu evaluasi dari pelaksanaan ibadah haji yang telah lalu sebagai pijakan untuk tindak lanjut di masa datang. Jika kita melihat fenomena haji sekarang, ternyata profil haji di Indonesia didominasi oleh usia lanjut dan berpendidikan rendah. 52 Melihat hal ini maka diperlukan suatu setrategi untuk pengorganisasian bimbingan haji yang mudah, terarah dan dapat memberikan bimbingan dan pengarahan kepada semua calon haji dan pasca haji untuk menjadi haji mabrur. Bimbingan ketika mau berangkat, saat pelaksanaan haji, dan setelah pulang dari Tanah Suci. Suasana yang terbangun pada saat menjelang keberangkatan bagi umumnya mereka, khususnya yang pertama kali akan menunaikan ibadah haji 52 Ibid. 75

76 dan para lanjut usia, adalah suasana sedih bercampur gembira. Suasana sedih itu tercipta oleh karena: 1. Menunaikan ibadah haji itu artinya menjalankan sekian banyak syarat dan rukun haji seperti do a-do a dan ibadah-ibadah lain selama berada di Makkah dan Madinah, belum tentu sepenuhnya terkuasai; 2. Pergi haji artinya memasuki suatu wilayah asing (Makkah dan Madinah) di saat jutaan orang dari berbagai negara, berkumpul bersama dan memakai pakaian yang sama, sehingga untuk dapat menguasai diri baik dari segi kewilayahan maupun komunikasi, menjadi persoalan tersendiri; dan 3. Naik haji berarti berpisah atau meninggalkan (sementara) anak atau keluarga. 53 Untuk beban psikologis demikian, terdapat pola umum bagi orang yang akan naik haji pertama kali dan yang lanjut usia, yaitu: 1. Mereka akan berziarah ke kubur orang tuanya untuk mendapat restu; 2. Mengunjungi tetangga, kenalan, atau saudara yang sebelumnya dirasakan sendiri pernah terjadi kondisi hubungan yang kurang baik, seperti bertengkar, atau kesalahpahaman. Sedangkan isu strategis penyelenggaraan ibadah haji yang saat ini berkembang di masyarakat adalah mengenai biaya haji, penerbangan, pemondokan, dan petugas haji. 54 Mencermati berbagai isu tersebut diperlukan analisa dan kajian secara lebih mendalam tentang lima aspek perhajian, yaitu: 1. Membentuk jemaah yang mandiri. Profil jemaah haji yang sangat besar, beragam, dan tersebar di seluruh pelosok Indonesia memerlukan sistem pembinaan jemaah yang lama dengan modul yang mudah. Dengan demikian memudahkan para jemaah memahami manasik haji dan tata cara perjalanan ke luar negeri. Selain itu, perlu sosialisasi yang cukup, baik dari materi maupun waktu yang diperlukan. 53 Mudjahirin Thohir, Op. Cit., hlm Kemenag RI, Op. Cit., hlm

77 2. Menyiapkan petugas yang profesional dan berdedikasi. Banyak kalangan, termasuk jemaah haji menuntut petugas yang profesional dan berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan selama masa operasional haji dengan bekerja selama 24 jam. Hal ini penting untuk dikaji dan dianalisa terkait sukses tidaknya penyelenggaraan haji ditentukan oleh petugas dilapangan, baik petugas kloter maupun nonkloter. Saat pendaftaran, manasik haji, naik pesawat, berada di bandara Jeddah, di Pemondokan, makan, pelaksaaan ibadah haji, dan kepulangan ke Tanah Air, dibutuhkan petugas mampu memahami psikologis jemaah. Mereka (petugas) harus ramah, sabar dan penuh dengan kasih sayang yang tinggi. Petugas yang profesional dan kompeten sangatlah sulit didapat karena petugas tersebut hanya sekali pakai musim haji. 3. Menyiapkan pemondokan jemaah. Karena perluasan pembangunan Masjidil Haram berakibat penempatan jamaah haji tersebar di beberapa wilayah. Harga sewanyapun menjadi lebih tinggi daripada tahun sebelumnya. Hal ini juga harus mendapat perhatian khusus karena ketersediaan pemondokan menjadi salah satu tolok ukur bagi keberhasilan penyelenggaraan haji. 4. Mengelola dana haji secara profesional, transparan, dan akuntabel melalui pembentukan badan/ lembaga tersendiri sehingga Ditjen PHU lebih memfokuskan kegiatan pelayanan ibadah haji. Seluruh dana yang dibutuhkan Ditjen PHU disediakan oleh lembaga dana haji. Pembentukan badan/ lembaga keuangan tersebut didasari oleh regulasi yang memadai, yakni Undang-Undang. Badan/ lembaga tersebut juga dapat melakukan investasi yang hasilnya dapat dirasakan oleh jemaah dan bangsa Indonesia pada umumnya. Sebut 77

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan warga negaranya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH

MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 371 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dengan pemberlakuan Keputusan Menteri Agama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 13-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 53, 1999 AGAMA. IBADAH HAJI. Umroh. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

2016, No tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 141, Tambahan Lembaran

2016, No tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 141, Tambahan Lembaran No.383, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG.Biaya. Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pembiayaan dan Penggunaan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBIAYAAN DAN

Lebih terperinci

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 396 TAHUN 2003. TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 371 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1999 (17/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1999 (17/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1999 (17/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4845 KESRA. IBADAH HAJI. Penyelenggaraan. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 60) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1960 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1960 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1960 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan mengutamakan kepentingan umat Islam warga-negara Republik

Lebih terperinci

SANKSI EDUKASI: UU Nomor 13 Tahun 2008 Pepres Nomor 3 Tahun Pilgrim Ordonasi 1922 UU 34 Tahun Kepres Nomor 122 Tahun 1964

SANKSI EDUKASI: UU Nomor 13 Tahun 2008 Pepres Nomor 3 Tahun Pilgrim Ordonasi 1922 UU 34 Tahun Kepres Nomor 122 Tahun 1964 SANKSI EDUKASI: Penguatan Pembinaan Penyelenggara Haji Khusus Yayasan Penyelenggaraan Haji Indonesia UU Nomor 17 Tahun 1999 Keppres Nomor 53 Tahun 1951 PT. Pelayaran Muslim UU Nomor 13 Tahun 2008 Pepres

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 371 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 371 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 371 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA Menimbang bahwa dengan pemberlakuan Keputusan Menteri Agama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan warga negaranya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.760, 2015 KEMENAG. Ibadah Haji Khusus. Penyelenggaraan.Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Indonesia dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Mekkah mempunyai pas jalan haji, harus menunjukkan dan

BAB V PENUTUP. Indonesia dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Mekkah mempunyai pas jalan haji, harus menunjukkan dan 97 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pengkajian berbagai dokumen dan literatur yang telah penulis peroleh, tentang kebijakan haji di masa pemerintah kolonial Belanda di Indonesia dapat diambil kesimpulan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

2016, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun No.534, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Ibadah Haji Reguler. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.898, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Haji. Penyelenggaraan. Reguler. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI REGULER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang memenuhi syarat 1 yaitu baik secara finansial, fisik, maupun mental,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia berdasarkan catatan The Pew Forum on Religion & Public Life pada

BAB I PENDAHULUAN. dunia berdasarkan catatan The Pew Forum on Religion & Public Life pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di seluruh dunia berdasarkan catatan The Pew Forum on Religion & Public Life pada 2010. 3 Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasawarsa ini perkembangan organisasi, semakin pesat, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasawarsa ini perkembangan organisasi, semakin pesat, baik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dasawarsa ini perkembangan organisasi, semakin pesat, baik organisasi profit maupun organisasi non profit. Organisasi merupakan bentuk setiap perserikatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1981 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1981 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 53 TAHUN 1981 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan urusan haji adalah tugas nasional dan dilaksanakan oleh Pemerintah; b. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN JEMAAH HAJI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN JEMAAH HAJI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN JEMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1981 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1981 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1981 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan urusan haji adalah tugas nasional dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia. Sila pertama dari Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia. Sila pertama dari Pancasila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia. Sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti bahwa Negara Republik Indonesia berkewajiban

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2008 TERHADAP PELAYANAN JAMA AH HAJI DI KENMENAG KOTA SEMARANG

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2008 TERHADAP PELAYANAN JAMA AH HAJI DI KENMENAG KOTA SEMARANG BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2008 TERHADAP PELAYANAN JAMA AH HAJI DI KENMENAG KOTA SEMARANG A. Muatan UU. No. 13 Tahun 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap muslim yang mampu, dan apabila ia melaksanakan haji kembali itu sifatnya

BAB I PENDAHULUAN. setiap muslim yang mampu, dan apabila ia melaksanakan haji kembali itu sifatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam agama Islam, setiap muslim diwajibkan melaksanakan Rukun Islam. Salah satu dari rukun tersebut yaitu melaksanakan ibadah haji bagi setiap muslim yang mampu. Ibadah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA BAGI JEMAAH HAJI REGULER

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA BAGI JEMAAH HAJI REGULER PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA BAGI JEMAAH HAJI REGULER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENGANGKATAN DAN PELAKSANAAN TUGAS TIM PEMANDU HAJI DAERAH DAN TIM KESEHATAN HAJI DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA

Lebih terperinci

: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji;

: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji; KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN PENYELENGGARAAN HAJI NOMOR : D/ 163 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PENDAFTARAN HAJI DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014

PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 http://www.tribunnews.com I. PENDAHULUAN Negara kesatuan Republik Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS BIMBINGAN PADA KELOMPOK

BAB IV ANALISIS PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS BIMBINGAN PADA KELOMPOK BAB IV ANALISIS PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS BIMBINGAN PADA KELOMPOK BIMBINGAN IBADAH HAJI (KBIH) AROFAH KALIWUNGU KENDAL TAHUN 2013-2014 A. Analisis Penerapan Fungsi-Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PENYELENGGARAAN EMBARKASI/DEBARKASI HAJI ANTARA UNIT PENYELENGGARA BANDAR UDARA TJILIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.366, 2015 KEMENAG. Ibadah Umrah. Perjalanan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Haji merupakan ibadah yang istimewa karena haji adalah ibadah jismiyah (fisik) dan maliyah (harta). Shalat dan puasa adalah ibadah jasmaniyah dan zakat adalah ibadah

Lebih terperinci

VISITASI KE KLOTER I. DESKRIPSI SINGKAT

VISITASI KE KLOTER I. DESKRIPSI SINGKAT VISITASI KE KLOTER I. DESKRIPSI SINGKAT Visitasi pada Jemaah haji merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memantau kondisi kesehatan jemaah haji dan responnya serta adanya bimbingan kesehatan kepada

Lebih terperinci

2 menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Keuangan Haji (Lembara

2 menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Keuangan Haji (Lembara No.1041, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Ibadah Haji. Petugas Pengawasan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PETUGAS PENGAWASAN PENYELENGGARAAN IBADAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan jamaah ibadah umrah dan haji dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan jamaah ibadah umrah dan haji dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan jamaah ibadah umrah dan haji dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi sesuatu yang istimewa bagi setiap muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua hal, yaitu rukun islam dan rukun iman. Rukun islam ada lima, dan

BAB I PENDAHULUAN. dua hal, yaitu rukun islam dan rukun iman. Rukun islam ada lima, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan agama dakwah yang senantiasa berpegang teguh pada Al Qur an dan Sunah. Dalam pengamalannya, Islam tidak pernah lepas dari dua hal, yaitu rukun islam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu sektor ekonomi yang mampu untuk terus berekspansi juga melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu sektor ekonomi yang mampu untuk terus berekspansi juga melakukan 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Selama enam dekade terakhir, pariwisata telah membuktikan diri sebagai salah satu sektor ekonomi yang mampu untuk terus berekspansi juga melakukan diversivikasi

Lebih terperinci

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5061);

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5061); PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN PELAYANAN TRANSPORTASI JEMAAH HAJI DARI DAERAH ASAL KE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keharusan untuk melangsungkan kehidupan bersama merupakan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Keharusan untuk melangsungkan kehidupan bersama merupakan permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah S.W.T menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, sehingga dapat dipastikan manusia tidak dapat hidup seorang diri tanpa kehadiran manusia lain. Keharusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab pemerintah di bawah koordinasi Menteri Agama, dalam hal teknis

BAB I PENDAHULUAN. jawab pemerintah di bawah koordinasi Menteri Agama, dalam hal teknis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah di bawah koordinasi Menteri Agama, dalam hal teknis pelaksanaannya diselenggarakan

Lebih terperinci

SYARAT KETENTUAN UMRAH PROMO (SKUP) 2018 FIRST TRAVEL

SYARAT KETENTUAN UMRAH PROMO (SKUP) 2018 FIRST TRAVEL SYARAT KETENTUAN UMRAH PROMO (SKUP) 2018 FIRST TRAVEL 1. Umrah Promo yang ini diperuntukan bagi umat yang berpenghasilan minim atau dibawah rata-rata dan sangat berniat ingin menunaikan Ibadah Umrah dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SOP PENDAFTARAN IBADAH HAJI REGULER DI KEMENTERIAN AGAMA KOTA SEMARANG DAN IBADAH HAJI PLUS DI PT. KAISA ROSSIE SEMARANG

BAB IV ANALISIS SOP PENDAFTARAN IBADAH HAJI REGULER DI KEMENTERIAN AGAMA KOTA SEMARANG DAN IBADAH HAJI PLUS DI PT. KAISA ROSSIE SEMARANG 72 BAB IV ANALISIS SOP PENDAFTARAN IBADAH HAJI REGULER DI KEMENTERIAN AGAMA KOTA SEMARANG DAN IBADAH HAJI PLUS DI PT. KAISA ROSSIE SEMARANG 4.1. Aplikasi SOP Pendaftaran Ibadah Haji Reguler Di Kementerian

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 019 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PETUGAS HAJI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 019 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PETUGAS HAJI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 019 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PETUGAS HAJI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: Mengingat: a. b. c. 1. 2. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Biaya. Ibadah Haji Khusus. Pembayaran.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Biaya. Ibadah Haji Khusus. Pembayaran. No.373, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Biaya. Ibadah Haji Khusus. Pembayaran. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH

Lebih terperinci

BAB IV PELAYANAN JAMA AH HAJI PT. FATIMAH ZAHRA SEMARANG

BAB IV PELAYANAN JAMA AH HAJI PT. FATIMAH ZAHRA SEMARANG BAB IV PELAYANAN JAMA AH HAJI PT. FATIMAH ZAHRA SEMARANG A. Pendaftaran Pendaftaran jama ah haji bisa dilakukan kapan saja baik melalui on line ataupun datang langsung ke kantor PT. Fatimah Zahra Semarang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PELAYANAN PENDAFTARAN CALON JEMAAH HAJI BERDASARKAN SISTEM KOMPUTERISASI HAJI TERPADU (SISKOHAT) DI KEMENTRIAN AGAMA KABUPATEN CIAMIS

PELAKSANAAN PELAYANAN PENDAFTARAN CALON JEMAAH HAJI BERDASARKAN SISTEM KOMPUTERISASI HAJI TERPADU (SISKOHAT) DI KEMENTRIAN AGAMA KABUPATEN CIAMIS PELAKSANAAN PELAYANAN PENDAFTARAN CALON JEMAAH HAJI BERDASARKAN SISTEM KOMPUTERISASI HAJI TERPADU (SISKOHAT) DI KEMENTRIAN AGAMA KABUPATEN CIAMIS Ihda Zahrotustsany ihda.zahrotus.tsany@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3610) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2016, No atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang-Undang 2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tah

2016, No atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang-Undang 2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 233, 2016 KEMENAG. Barang/Jasa. Ibadah Haji. Penyediaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENYEDIAAN BARANG/JASA DALAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

Secara bahasa haji berarti kunjungan, perjalanan, atau ziarah. Secara istilah haji berarti berkunjung atau berziarah ke

Secara bahasa haji berarti kunjungan, perjalanan, atau ziarah. Secara istilah haji berarti berkunjung atau berziarah ke Secara bahasa haji berarti kunjungan, perjalanan, atau ziarah. Secara istilah haji berarti berkunjung atau berziarah ke Baitullah (Ka'bah) di tanah suci Makkah untuk melakukan beberapa amalan atau ibadah,

Lebih terperinci

PERAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI INDONESIA. Oleh : Drs HM. Aminuddin Sanwar, MM 1

PERAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI INDONESIA. Oleh : Drs HM. Aminuddin Sanwar, MM 1 PERAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI INDONESIA Oleh : Drs HM. Aminuddin Sanwar, MM 1 A. PENDAHULUAN Hajji secara bahasa berarti menyengaja; yaitu amalan yang menghajatkan kita untuk menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibadah haji merupakan ritual tahunan umat muslim yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Ibadah haji merupakan ritual tahunan umat muslim yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ibadah haji merupakan ritual tahunan umat muslim yang dilaksanakan pada bulan Muharram. Setiap umat Islam yang mampu (baik secara ekonomi maupun kesehatan)

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2 No.1052, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Visa Tinggal Terbatas. Permohonan dan Pemberian. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Ibadah haji dan umroh adalah ibadah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN ABSTRAKSI : bahwa dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, perlu dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MENYONGSONG TERBENTUKNYA KOMISI INDEPENDEN PENGAWAS HAJI

MENYONGSONG TERBENTUKNYA KOMISI INDEPENDEN PENGAWAS HAJI MENYONGSONG TERBENTUKNYA KOMISI INDEPENDEN PENGAWAS HAJI Oleh : Dr.Ir. Pudji Muljono, MSi 1) Adanya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN IPHI TENTANG URGENSI PEMBENTUKAN BADAN KHUSUS DALAM MEMBANGUN SISTEM PENGELOLAAN HAJI YANG PROFESIONAL DAN AMANAH*)

POKOK-POKOK PIKIRAN IPHI TENTANG URGENSI PEMBENTUKAN BADAN KHUSUS DALAM MEMBANGUN SISTEM PENGELOLAAN HAJI YANG PROFESIONAL DAN AMANAH*) POKOK-POKOK PIKIRAN IPHI TENTANG URGENSI PEMBENTUKAN BADAN KHUSUS DALAM MEMBANGUN SISTEM PENGELOLAAN HAJI YANG PROFESIONAL DAN AMANAH*) A. PENDAHULUAN 1. Ibadah haji merupakan puncak ritual dari rukun

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Tinjauan Geografis

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Tinjauan Geografis BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Tinjauan Geografis Kota Surakarta semula berasal dari sebuah desa yang dihuni oleh seorang Kyai bernama Kyai Sala. Sungai yang besar mengalir di sebelah timur

Lebih terperinci

INDEPENDENSI PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN IBADAH HAJI

INDEPENDENSI PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN IBADAH HAJI INDEPENDENSI PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN IBADAH HAJI Oleh : Pudji Muljono 1) Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang memenuhi syarat istitaah, baik secara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.338, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Transportasi. Darat. Jamaah Haji. Penyediaan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN TRANSPORTASI DARAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pelaksanaan koordinasi dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk kelancaran dan ketertiban dalam menunaikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 Assalamu alaikum Warahmatullahiwabarakatuh.

Lebih terperinci

Mam MAKALAH ISLAM. Haji Syiar Islam Terbesar

Mam MAKALAH ISLAM. Haji Syiar Islam Terbesar Mam MAKALAH ISLAM Haji Syiar Islam Terbesar 9 Oktober 2014 Makalah Islam Haji Syiar Islam Terbesar Oleh M. Fuad Nasar (Wakil Sekretaris BAZNAS) Wukuf di Arafah 9 Dzulhijjah yang pada musim haji tahun 1435

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN IBADAH UMRAH: AKAR MASALAH DAN PENANGANANNYA 13

PENYELENGGARAAN IBADAH UMRAH: AKAR MASALAH DAN PENANGANANNYA 13 Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1213, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kegiatan Angkutan Udara Perintis dan Subsidi Angkutan Udara Kargo. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 79 TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu kewajiban dalam Rukun Islam adalah menunaikan ibadah haji bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu kewajiban dalam Rukun Islam adalah menunaikan ibadah haji bagi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai agama terakhir dan merupakan nikmat Allah yang paling sempurna yang menjadi pedoman

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

Mam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara

Mam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara Mam MAKALAH ISLAM Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara 20, September 2014 Makalah Islam Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara M. Fuad Nasar Pemerhati Sejarah, Wakil Sekretaris BAZNAS Polemik seputar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam. Hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah pemeluk

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 38 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BIAYA TRANSPORTASI HAJI DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

No melaksanakan ibadah haji sesuai dengan tuntutan syariah dan pelaksanaannya dapat berjalan dengan aman dan nyaman. Meskipun penyelenggaraan

No melaksanakan ibadah haji sesuai dengan tuntutan syariah dan pelaksanaannya dapat berjalan dengan aman dan nyaman. Meskipun penyelenggaraan TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5345 KESRA. IBADAH HAJI. Penyelenggaraan. Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 186) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr No.165, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PELAYANAN PUBLIK. Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, Perbatasan. Angkutan Barang. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini identik dengan hal yang cepat, instan dan mudah.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini identik dengan hal yang cepat, instan dan mudah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini identik dengan hal yang cepat, instan dan mudah. Perkembangan pesat terjadi hampir di semua bidang termasuk perkembangan pada bidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) yang terbesar di dunia dengan memiliki luas wilayah laut yang sangat luas Oleh karena itu, kapal merupakan

Lebih terperinci