BAB I PENDAHULUAN. Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia. Sila pertama dari Pancasila
|
|
- Liana Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia. Sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti bahwa Negara Republik Indonesia berkewajiban menjamin kemerdekaan warga negaranya untuk beragama dan beribadah menurut agamanya masing-masing. Hampir semua agama besar di dunia memiliki pengikut di Indonesia, namun Islam merupakan agama yang paling besar penganutnya di negeri yang berdasarkan Pancasila ini. Indonesia bahkan tercatat sebagai negara muslim terbesar di dunia saat ini. Agama Islam pada awalnya lahir dan berkembang pada abad ke-7 di Saudi Arabia, kemudian menyebar ke seluruh Jazirah Arab dan wilayah Timur Tengah. Agama Islam mengajarkan bahwa ada lima dasar utama, atau yang dikenal dengan Rukun Islam. Rukun Islam ada lima yaitu Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji. Jadi, Haji merupakan Rukun Islam yang kelima, melaksanakan Haji merupakan kewajiban bagi setiap orang Islam yang memiliki kemampuan. 1 Ini dapat kita lihat pada tingginya minat jamaah Haji asal Indonesia untuk melaksanakan Rukun Islam yang kelima ini. Tidak dapat dipungkiri ibadah Haji merupakan sebuah panggilan hati bagi setiap umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, kuota Haji per tahun selalu 1 Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz, Tanya Jawab tentang Rukun Islam, IAIN, Sumatera Utara, 2003, hlm.23 2
2 meningkat dikarenakan keinginan bagi umat muslim ditanah air sangat tinggi untuk menunaikan ibadah Haji. Selalu saja setiap tahun pemerintah atau Biro perjalanan Haji dibuat sibuk dengan tingginya angka peminat Haji. Maka tidak jarang di berbagai kesempatan pemerintah Kerajaan Saudi Arabia (KSA) memberikan kuota yang lebih besar terhadap jamaah asal Indonesia setiap tahunnya. Selain itu, kadang kala dilakukan pula pengurangan dikarenakan kelebihan kuota sehingga jamaah yang ingin berangkat terpaksa ditunda sampai tahun berikutnya. Sejak zaman kesultanan Islam dahulu sudah tercatat adanya jamaah Haji dari wilayah nusantara ini, meskipun dalam jumlah yang masih kecil. Perjalanan Haji pada waktu itu terkait dengan telah meluasnya transportasi laut berupa kapal layar yang mengandalkan perputaran angin dan perubahan musim. Beberapa kota pelabuhan di pesisir kepulauan nusantara memang dikenal sebagai bandar perdagangan, bukan hanya untuk kepentingan penduduk pulau tersebut, tetapi juga untuk keperluan antar pulau, bahkan antar dunia. Bandar-bandar nusantara memang merupakan mata rantai penghubung bagi para pedagang Cina, India, Arab dan Persia. Keberangkatan umat Islam Indonesia ke tanah suci Makkah tidak terhenti dengan dijajahnya negeri ini oleh kolonialis Belanda. Bahkan, jumlah jamaah Haji Indonesia bertambah terutama dengan digunakannya kapal laut yang menggunakan mesin uap hingga masa perjalanan menjadi lebih nyaman dan singkat. Kenyataan ini menuntut pemerintah kolonialis Belanda membuat peraturan perundang-undangan untuk mengatur berbagai aspek pelaksanaan ibadah Haji, baik 3
3 ketika ditanah air atau ketika mereka berada diluar negeri. Untuk mengurus segala urusan tentang jamaah Haji pribumi ini, pemerintah kolonialis Belanda mendirikan konsul di Jeddah. 2 Upaya untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan sistem dan manajemen Penyelenggaraan ibadah Haji ini semakin digiatkan ketika Indonesia mencapai kemerdekaannya. Berbagai peraturan perundang-undangan disahkan dan seperangkat peraturan organik dirumuskan untuk menjadi panduan bagi pelaksanaan penyelenggaraan ibadah Haji tersebut. Akhirnya, setelah reformasi bergulir, sebuah undang-undang baru yang lebih integral dan komprehensif mengatur tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana diubah oleh Undang-undang Nomor 34 Tahun Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 ini menetapkan bahwa penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jamaah sehingga jamaah Haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran Agama Islam. Selanjutnya ditegaskan bahwa penyelenggaraan ibadah Haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah dibawah koordinasi Menteri. Menteri disini dimaksudkan adalah yang ruang lingkup tugas dan tanggung-jawabnya meliputi bidang Agama, yakni Menteri Agama. Mengingat bahwa penyelenggaraan ibadah Haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah, maka 2 Salah satu produk legislasi pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang cukup berpengaruh adalah Pelgrims-Ordonantie (Ordonansi Haji), Staatsblaad tahun 1992 Nomor 698, yang terus berlaku dalam periode kemerdekaan, dan baru dinyatakan tidak berlaku dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji. 4
4 ini masuk dalam ruang lingkup Hukum Administrasi Negara. Hukum Administrasi Negara menurut E. Utrecht adalah hukum mengenai hubungan antara alat perlengkapan negara dengan perorangan. 3 Dalam upaya meningkatkan penyelenggaraan ibadah Haji, pemerintah Indonesia mengacu pada tiga asas sebagai dasar dari penyelenggaraan ibadah Haji. Pertama adalah asas profesionalisme yang telah di laksanakan oleh pemerintah Indonesia yaitu dengan pengelolaan ibadah Haji yang di kelola secara profesional dengan jalan mempertimbangkan dan memilih calon penyelenggara Haji sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang di dimiliki oleh setiap penyelenggara ibadah Haji tersebut. Kedua asas akuntabilitas dengan prinsip nirbala yang telah di jalankan oleh pemerintah Indonesia yaitu penyelenggaraan ibadah Haji yang di kelola secara akuntabel dengan mengedepankan kepentingan jamaah Haji dengan prinsip nirbala yang berarti bahwa penyelenggaraan ibadah Haji di lakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan secara etik dan hukum dengan prinsip tidak mencari keuntungan. Dan ketiga asas keadilan yang telah di jalankan oleh pemerintah Indonesia yaitu penyelenggaraan ibadah Haji yang berpegang pada kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak dan tidak sewenang-wenang dalam penyelenggaraan ibadah Haji. 4 Didalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 dibunyikan sebagai berikut : Pendaftaran jamaah Haji dilakukan dipanitia penyelenggaraan 3 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta, 1961, hlm Kementerian Agama RI Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Jakarta: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji Dan Umrah, hlm. 22 5
5 ibadah Haji dengan mengikuti prosedur dan yang telah memenuhi persyaratan, selanjutnya pada pasal 26 ayat (2) dibunyikan sebagai berikut : Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan persyaratan pendaftar diatur dalam peraturan Menteri. Sedangkan pada pasal 28 ayat (1) dibunyikan sebagai berikut : Menteri menetapkan kuota nasional, kuota Haji khusus, dan kuota Haji Provinsi dengan memperhatikan prinsip adil dan professional, Ayat (3) dibunyikan sebagai berikut, Dalam hal kuota nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi pada hari pendaftaran, Menteri dapat memperpanjang masa pendaftaran dengan menggunakan kuota bebas secara nasional. Kemudian di dalam keputusan Kementerian Agama Republik Indonesia Nomor 121 Tahun 2013 Tentang Penetapan Kuota Haji Nasional tahun 1434 H/2013 M, menjelaskan bahwa adanya perubahan kuota Haji nasional 1434 H/2013 M. Menimbang dengan adanya pengurangan kuota sebanyak 20% (dua puluh persen) dari (Dua Ratus Sebelas Ribu) dengan surat Menteri Haji tanggal 22 rajab 1434 H. Yang salah satunya dibunyikan sebagai berikut : Menetapkan kuota Haji nasional tahun 1434H/2013M sebanyak (Seratus Enam Puluh Delapan Ribu Enam Ratus) orang yang terdiri dari kuota Haji reguler sebanyak (Seratus Lima Puluh Dua Ribu Dua Ratus) orang dan kuota Haji khusus sebanyak (Tiga belas Ribu Enam Ratus) orang ditetapkan. Ini juga didukung dengan hadirnya Peraturan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 2010 tentang Prosedur dan Persyaratan Pendaftaran Jamaah Haji, menyangkut hal ini dalam pasal 1 dibunyikan sebagai berikut : Pendaftaran jamaah Haji dilakukan 6
6 sepanjang tahun dengan prinsip pelayanan keberangkatan sesuai dengan nomor urut pendaftaran (nomor porsi). Ini merupakan kelemahan dari (Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010) pasal 1, ketentuan ini akan menyebabkan penumpukan pendaftar calon jamaah Haji. Sehingga menimbulkan keresahan disetiap jamaah yang akan mendaftar maupun yang telah mendaftarkan diri untuk pemberangkatan Haji. Untuk itu Pemerintah dinilai perlu untuk merevisi aturan yang terkait dengan permasalahan pendaftaran dan penetapan kuota secara tepat agar tidak terjadi penumpukan pendaftar calon jama`ah. Bagi jamaah Haji di Indonesia, pendaftaran untuk melaksanakan ibadah Haji dilakukan melalui kantor Kementerian Agama di Kabupaten/Kota asal masingmasing calon jama`ah Haji. Hal ini berlaku untuk semua program Haji, baik itu program Haji regular, ONHplus maupun program Haji khusus. Meskipun pada kenyataannya yang mengurus adalah travel ONHplus atau kelompok bimbingan ibadah Haji (KBIH) namun tetap dilakukan pendaftaran melalui Kementerian Agama. Pada dasarnya, mekanisme pendaftaran Haji yang dilakukan oleh Kementerian Agama dimaksudkan untuk menertibkan dan memudahkan sistem administrasi yang akan dilakukan. Dengan mekanisme yang dibuat oleh Pemerintah seperti yang diungkapkan sebelumnya justru menimbulkan kekhawatiran bagi calon jamaah, sehingga mereka berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah Haji. Akhirnya terjadi penumpukan pendaftar, yang semakin bertambah banyak dari tahun ke tahun. Awalnya mekanisme itu berjalan lancar artinya pendaftaran tahun ini 7
7 pada tahun berikutnya berangkat, tapi mekanisme itu hanya berjalan 2 tahun saja. Pada tahun 3, masa tunda keberangkatan jamaah Haji menjadi 3 sampai 4 tahun, dan akhirnya sekarang ini masa tunda keberangkatan Haji sampai 7 sampai 8 tahun yang akan datang ini berarti semakin hari masa tunda itu akan semakin lama. 5 Kondisi yang demikian telah menimbulkan keresahan yang makin meluas bagi masyarakat Indonesia yang akan menunaikan ibadah Haji kondisi itu juga menimbulkan beban kejiwaan, khususnya bagi masyarakat yang sudah usia lanjut dan baru mempunyai kemampuan biaya untuk menunaikan Ibadah Haji karena mereka berpikir semakin tahun usia semakin tua kalau tertunda sampai 7 sampai 8 tahunan apakah kiranya kesehatannya masih baik atau bahkan masih sempat berangkat karena faktor kesehatan. Secara sederhana, adanya masa tunggu yang lama itu menambah beban psikologis yang bisa membuat orang stress. Jika itu sampai terjadi, maka akan menimbulkan kekecewaan dikalangan calon jamaah yang telah mengantri dari beberapa tahun yang lalu. Saat ini jumlah jamaah kota Solok yang mengantri terhitung dari tahun 1434 M/2013 H sampai 1445 M/2024 H berjumlah orang jamaah, rata-rata per tahun 100 orang jamaah yang mendaftar di Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok. 6 Keputusan Pemerintah Arab Saudi untuk mengurangi kuota Haji Indonesia sebesar 20% (dua puluh persen) tentu berpengaruh terhadap pemberangkatan jamaah 5 penyelenggaraan haji perlu diperbaiki manajemennya, diakses 25 juli Hasil wawancara dengan Ibu Hj. Elta Suriati, S.Pd. I (Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok) Senin, Tanggal 18 November 2013, jam Wib, di kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok 8
8 Haji di kota Solok dan perlu segera diantisipasi, selain negosiasi agar kuota tetap dipertahankan atau minimal tidak sampai 20% (dua puluh persen) pemotongannya. Pemerintah juga didesak agar menjelaskan mekanisme cara penentuan siapa saja calon jamaah Haji yang diberangkatkan tahun ini dan siapa pula yang ditunda pemberangkatannya tahun berikutnya. 7 Disamping persoalan teknis seperti itu, yang perlu ditegaskan pemerintah adalah penyelesaian penumpukan pendaftar calon jamaah Haji, bahwa seluruh kuota yang ada harus diberikan kepada calon jamaah yang sudah resmi terdaftar. Dalam artian jangan ada rombongan pejabat pemerintah yang membawa rombongan keluarga, famili, teman atau kerabat lainnya. 8 Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap permasalahan tersebut dengan mengambil judul Proses Penyelesaian Penumpukan Pendaftar Keberangkatan Calon Jamaah Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji (Studi Kasus Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok). B. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut : 1. Apakah Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya penumpukan pendaftar keberangkatan calon jamaah Haji di Kantor Kementerian Agama Kota Solok. 7 kuota haji, mekanisme harus jelas, diakses Rabu 11 September Ibid 9
9 2. Instrumen hukum apa yang dipergunakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok dalam penyelesaian penumpukan pendaftar keberangkatan calon jamaah. C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penumpukan pendaftar keberangkatan calon jama`ah di Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok dalam penyelenggaraan ibadah Haji 2. Untuk mengetahui instrumen hukum yang dipergunakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok dalam penyelesaian penumpukan pendaftar keberangkatan calon jama`ah dalam penyelenggaraan ibadah Haji.. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang ingin dicapai penulis dalam penulisan usulan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis 10
10 a. Untuk melatih kemampuan penulis melakukan penulisan secara ilmiah yang dituangkan dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi. b. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terutama berkenaan dengan Hukum Administrasi Negara, khususnya pada Hukum Administrasi yaitu berkenaan dengan Proses Penyelesaian Penumpukan Pendaftar Keberangkatan Calon Jama`ah Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji (studi kasus Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok) 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat positif bagi pendukung kepentingan yaitu Kementerian Agama Kota Solok, Pemerintah dan Masyarakat. b. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai bahan masukan yang bersifat Konstruktif Akademis bagi pendukung kepentingan terkait dengan Proses Penyelesaian Penumpukan Keberangkatan Calon Jamaah Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji. E. Metode Penelitian Guna memperoleh data yang konkret, maka penelitian ini menggunakan langkahlangkah sbagai berikut 1. Metode Pendekatan 11
11 Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis (socio-legal approach) atau pendekatan empiris, yaitu pendekatan penelitian yang dilakukan dengan melihat dan mengkaji bagaimana suatu aturan diimplementasikan di lapangan, khususnya berkenaan dengan Proses Penyelesaian Penumpukan Pendaftar Keberangkatan Calon Jamaah Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dengan perkataan lain, pendekatan yuridissosiologis akan melihat bagaimana penerapan hukum dalam permasalahan yang diteliti. 2 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis, yaitu penelitian yang menggambarkan atau melukiskan secara faktual objek penelitian secara sistematis yang kemudian dianalisis melalui analisis yuridis kualitatif. 9 3 Jenis dan Sumber Data a. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan. Data itu diperoleh melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat langsung. Data itu berupa : Hasil wawancara penulis dengan Kepala dan Jajaran Biro Haji Kanwil Kemenang Kota Solok, dokumen pemberitaan Haji dan Prosedurnya. 9 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1996, hlm 42 12
12 b. Data Sekunder Data sekunder didapatkan melalui penelitian pustaka terhadap sumber data sekunder berupa : 1. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat mengikat, memiliki kekuatan hukum serta dikeluarkan atau dirumuskan oleh pemerintah dan pihak lainnya yang berwenang untuk itu. Secara sederhana, bahan hukum primer merupakan semua ketentuan yang ada kaitan dengan pokok pembahasan, bentuk undangundang dan peraturan-peraturan yang ada. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar 1945 b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2009 jo Undang-Undang nomor 13 tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji c. Peraturan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Prosedur Dan Persyaratan Pendaftaran Jamaah Haji. d. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 121 Tahun 2013 Tentang Penetapan Kuota Haji 1434H/2013M. 2. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan-bahan yang memberikan penjelesan terhadap bahan hukum primer atau keterangan-keterangan mengenai peraturan perundang-undangan, berbentuk buku-buku yang 13
13 ditulis para sarjana, literatur-literatur seminar, hasil penelitian yang telah dipublikasikan, jurnal-jurnal hukum dan lain-lain. 3. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya : kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya. 4. Alat/Tekhnik Pengumpulan Data a. Studi dokumen yaitu tekhnik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari bahan-bahan kepustakaan dan literature yang berkaitan dengan penelitian ini. b. Wawancara Untuk mendapatkan data dan penjelasan yang akurat, maka penulis melakukan wawancara secara semi-terstruktural. Tekhnik penentuan responden dilakukan dengan metode purposive sampling, wawancara dilakukan dengan para pihak yang berkompeten ini diantaranya sebagai berikut : 1. Drs. H. M. Nasir, Selaku Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok sekaligus merangkap jabatan sebagai Kepala Staf Penyelenggara Haji dan Umrah. 2. Hj. Elta Suriati, S.Pd. I, Selaku Kepala Seksi Penyelenggara Haji dan Umrah Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok. 14
14 3. Adriyanti, S.Sos, Selaku Staf dan Operator Sistem Informasi Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Penyelenggara Haji dan Umrah Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok. 4. Ibrahim, Selaku Staf Penyelenggara Haji dan Umrah Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok. 5. Kaisum, S.Ag, Selaku Penyuluh Agama Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok. 3. Analisis Data Berdasarkan data-data yang telah berhasil dikumpulkan, baik data primer maupun data sekunder, dapat ditarik suatu kesimpulan untuk dianalisa secara yuridis kualitatif yaitu dengan mengelompokan data menurut aspek-aspek yang diteliti tanpa menggunakan angka-angka atau dengan kata lain data muncul berwujud kata-kata. 10 BAB II 10 B. Miles, Matthew dan A. Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif, UI Press, Jakarta, 1992, hlm
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam. Hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah pemeluk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4845 KESRA. IBADAH HAJI. Penyelenggaraan. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 60) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAERAH DAN PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JAMAAH HAJI WALIKOTA SERANG,
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAERAH DAN PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JAMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia berdasarkan catatan The Pew Forum on Religion & Public Life pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di seluruh dunia berdasarkan catatan The Pew Forum on Religion & Public Life pada 2010. 3 Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang memenuhi
Lebih terperinci2 menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Keuangan Haji (Lembara
No.1041, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Ibadah Haji. Petugas Pengawasan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PETUGAS PENGAWASAN PENYELENGGARAAN IBADAH
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 13-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 53, 1999 AGAMA. IBADAH HAJI. Umroh. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinci2017, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang P
No.1700, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Dana Haji. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DANA HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan warga negaranya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN JEMAAH HAJI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN JEMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan memiliki fungsi perlindungan kepada masyarakat (protective function).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemerintahan memiliki fungsi perlindungan kepada masyarakat (protective function). Fungsi dari perlindungan kepada masyarakat yaitu upaya pemerintah daerah
Lebih terperinci2016, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun
No.534, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Ibadah Haji Reguler. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dianugerahi laut yang begitu luas dengan berbagai jenis ikan di dalamnya. Potensi sumber daya laut tersebut tersebar di seluruh wilayah laut nusantara. 1 Pada
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG TRANSPORTASI JEMAAH HAJI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,
PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG TRANSPORTASI JEMAAH HAJI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 ayat (2)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tertuang di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa tujuan pembentukan negara Indonesia adalah...melindungi segenap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945 yang diarahkan pada peningkatan harkat, martabat, kemampuan manusia, serta kepercayaan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1999 (17/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1999 (17/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PENYELENGGARAAN EMBARKASI/DEBARKASI HAJI ANTARA UNIT PENYELENGGARA BANDAR UDARA TJILIK
Lebih terperinciPENGELOLAAN KEUANGAN HAJI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014
PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 http://www.tribunnews.com I. PENDAHULUAN Negara kesatuan Republik Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 4
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN PELAYANAN TRANSPORTASI JEMAAH HAJI DARI DAERAH ASAL KE
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 38 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BIAYA TRANSPORTASI HAJI DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jawab pemerintah di bawah koordinasi Menteri Agama, dalam hal teknis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah di bawah koordinasi Menteri Agama, dalam hal teknis pelaksanaannya diselenggarakan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Biaya. Ibadah Haji Khusus. Pembayaran.
No.373, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Biaya. Ibadah Haji Khusus. Pembayaran. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2008 TERHADAP PELAYANAN JAMA AH HAJI DI KENMENAG KOTA SEMARANG
BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2008 TERHADAP PELAYANAN JAMA AH HAJI DI KENMENAG KOTA SEMARANG A. Muatan UU. No. 13 Tahun 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan jamaah ibadah umrah dan haji dalam beberapa tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan jamaah ibadah umrah dan haji dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi sesuatu yang istimewa bagi setiap muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Lebih terperinciPOKOK-POKOK PIKIRAN IPHI TENTANG URGENSI PEMBENTUKAN BADAN KHUSUS DALAM MEMBANGUN SISTEM PENGELOLAAN HAJI YANG PROFESIONAL DAN AMANAH*)
POKOK-POKOK PIKIRAN IPHI TENTANG URGENSI PEMBENTUKAN BADAN KHUSUS DALAM MEMBANGUN SISTEM PENGELOLAAN HAJI YANG PROFESIONAL DAN AMANAH*) A. PENDAHULUAN 1. Ibadah haji merupakan puncak ritual dari rukun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang memenuhi syarat 1 yaitu baik secara finansial, fisik, maupun mental,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap muslim yang mampu, dan apabila ia melaksanakan haji kembali itu sifatnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam agama Islam, setiap muslim diwajibkan melaksanakan Rukun Islam. Salah satu dari rukun tersebut yaitu melaksanakan ibadah haji bagi setiap muslim yang mampu. Ibadah
Lebih terperinci2016, No atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang-Undang 2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tah
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 233, 2016 KEMENAG. Barang/Jasa. Ibadah Haji. Penyediaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENYEDIAAN BARANG/JASA DALAM
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,
PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BIAYA TRANSPORTASI PEMBERANGKATAN DAN PEMULANGAN JEMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,
Lebih terperinciINDEPENDENSI PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN IBADAH HAJI
INDEPENDENSI PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN IBADAH HAJI Oleh : Pudji Muljono 1) Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang memenuhi syarat istitaah, baik secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh umat Islam yang memenuhi kriteria istitha ah, antara lain mampu
14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam yang memenuhi kriteria istitha ah, antara lain mampu secara materi, fisik,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KAB UPATEN CILACAP NOM OR 10 TAH UN 2016 TENTANG PEMBIAYAAN TRANSPORTASI PEMBERANGKATAN DAN PEMULANGAN JAMA'AH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1202, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN
Lebih terperinciMENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 396 TAHUN 2003. TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 371 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH MENTERI
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 371 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dengan pemberlakuan Keputusan Menteri Agama
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.760, 2015 KEMENAG. Ibadah Haji Khusus. Penyelenggaraan.Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
Lebih terperinci2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 T
No.445, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Ibadah Haji Khusus. Perubahan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 019 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PETUGAS HAJI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 019 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PETUGAS HAJI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: Mengingat: a. b. c. 1. 2. bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan warga negaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keharusan untuk melangsungkan kehidupan bersama merupakan permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah S.W.T menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, sehingga dapat dipastikan manusia tidak dapat hidup seorang diri tanpa kehadiran manusia lain. Keharusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Konsep negara hukum telah membawa
Lebih terperinciBUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JAMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JAMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMASA Menimbang : a. bahwa Ibadah haji merupakan
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JEMAAH HAJI KABUPATEN KENDAL
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JEMAAH HAJI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini, segala sesuatu dituntut untuk lebih praktis. Kondisi itu makin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, segala sesuatu dituntut untuk lebih praktis. Kondisi itu makin menguat karena banyaknya teknologi yang dapat mendukung manusia untuk melakukan segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman yang serba modern ini, perkembangan teknologi digital semakin maju dengan begitu pesat. Hampir meliputi sebagian besar bidang kehidupan seperti pemerintahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penutup rukun-rukun Islam. karena itu, bila ada orang Islam yang tergolong
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Haji adalah rukun Islam yang terakhir yang menjadi penyempurna dan penutup rukun-rukun Islam. karena itu, bila ada orang Islam yang tergolong mampu tetapi tidak mau
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.375,2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN AGAMA. Kantor Misi Haji. Pembentukan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN SATUAN KERJA KANTOR MISI
Lebih terperinciMENYONGSONG TERBENTUKNYA KOMISI INDEPENDEN PENGAWAS HAJI
MENYONGSONG TERBENTUKNYA KOMISI INDEPENDEN PENGAWAS HAJI Oleh : Dr.Ir. Pudji Muljono, MSi 1) Adanya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji yang telah ditetapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia seperti yang terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada alinea ke-4 yaitu Memajukan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1180, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Pembentukan Kantor. Tangerang Selatan. Banten. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR
Lebih terperinciBUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JAMAAH HAJI DAERAH
BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JAMAAH HAJI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMUJU UTARA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT KOMISI VIII DPR RI
LAPORAN SINGKAT KOMISI VIII DPR RI BERMITRA DENGAN KEMENTERIAN AGAMA RI, KEMENTERIAN SOSIAL RI, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK RI, KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI), BADAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.338, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Transportasi. Darat. Jamaah Haji. Penyediaan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN TRANSPORTASI DARAT
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1170, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Pembentukan Kantor. Pulau Morotai. Maluku Utara. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR
Lebih terperinciBUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR
BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERANGKATAN DAN PEMULANGAN JEMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinci2017, No Indonesia Nomor 5061); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Peny
No.1050, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. AMIRUL HAJJ. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG AMIRUL HAJJ DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pancasila itu mencangkup sila atau prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia dasar filosofis yang dimaksudkan itulah yang biasa disebut sebagai Pancasila yang berati lima sila atau lima prinsip dasar untuk mencapai atau mewujudkan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.366, 2015 KEMENAG. Ibadah Umrah. Perjalanan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH
Lebih terperinciBUPATI LUWU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN IBADAH HAJI
BUPATI LUWU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1164, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Pembentukan Kantor. Pringsewu. Lampung. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR KEMENTERIAN
Lebih terperinci: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji;
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN PENYELENGGARAAN HAJI NOMOR : D/ 163 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PENDAFTARAN HAJI DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciBAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA. Hasil riset yang dilakukan oleh peneliti dengan cara wawancara
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Penyajian Data Hasil riset yang dilakukan oleh peneliti dengan cara wawancara langsung, peneliti mendapatkan data-data yang berhubungan dengan efektivitas pengembalian
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.296, 2014 KESRA. Haji. Pengelolaan. Keuangan. Dana. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5605) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nagari dalam sejarah dan perkembangannnya merupakan suatu wilayah Pemerintahan terendah. Pengakuan Nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat terdapat pada Pasal
Lebih terperinci: Hj. Ledia Hanifa Amaliah, S.Si.,M.Psi.T. : Hadir 40 Anggota, Izin 8 Anggota dari 45 Anggota Komisi VIII DPR RI
LAPORAN SINGKAT KOMISI VIII DPR RI Bidang Kementerian Agama RI, Kementerian Sosial RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak RI, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Amil
Lebih terperinciPELAKSANAAN PELAYANAN PENDAFTARAN CALON JEMAAH HAJI BERDASARKAN SISTEM KOMPUTERISASI HAJI TERPADU (SISKOHAT) DI KEMENTRIAN AGAMA KABUPATEN CIAMIS
PELAKSANAAN PELAYANAN PENDAFTARAN CALON JEMAAH HAJI BERDASARKAN SISTEM KOMPUTERISASI HAJI TERPADU (SISKOHAT) DI KEMENTRIAN AGAMA KABUPATEN CIAMIS Ihda Zahrotustsany ihda.zahrotus.tsany@gmail.com ABSTRAK
Lebih terperinciLAPORAN TIM KUNJUNGAN KERJA PANITIA KERJA RUU PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI KOMISI VIII DPR RI KE
LAPORAN TIM KUNJUNGAN KERJA PANITIA KERJA RUU PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI KOMISI VIII DPR RI KE PROVINSI SUMATERA BARAT TANGGAL 17 JUNI 2013 s.d. 19 JUNI
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai wilayah yang sangat luas dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa, etnis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya wilayah, adanya penduduk, dan adanya pengakuan dari negara lain,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan unsur penting dari berdirinya suatu negara. Dimana dalam suatu negara ada yang dinamakan dengan pemerintahan yang berkuasa, adanya wilayah, adanya
Lebih terperinciMENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG KOMITE NASIONAL AKREDITASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kuota jemaah haji dan umrah terbanyak yang diberikan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hingga tahun 2016, tercatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan kuota jemaah haji dan umrah terbanyak yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Setiap tahunnya,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). 1 Pada penelitian ini data yang dikumpulkan oleh penulis
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.672, 2012 KEMENTERIAN AGAMA. Haji. Biaya. Rekening. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG REKENING BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Berhaji merupakan salah satu rukun Islam yang ke-5. Hal ini mewajibkan umat Islam untuk wajib menjalankannya apabila mereka telah benar-benar mampu. Jumlah penduduk
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI JEMAAH HAJI DARI DAERAH KE EMBARKASI DAN DARI DEBARKASI KE
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 276, 2015 KEMENHUB. Penumpang. Angkatan Laut. Pelayanan. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 37 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 11 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAERAH DAN BIAYA TRANSPORTASI HAJI KABUPATEN TANGERANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk melaksanakan suatu usaha
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Indonesia dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Mekkah mempunyai pas jalan haji, harus menunjukkan dan
97 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pengkajian berbagai dokumen dan literatur yang telah penulis peroleh, tentang kebijakan haji di masa pemerintah kolonial Belanda di Indonesia dapat diambil kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Kalimat ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL KEMENTERIAN AGAMA
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAERAH DAN PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JEMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR
Lebih terperinci