BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan yang berbunyi:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan yang berbunyi:"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu peranan strategis kejaksaan dalam penegakan hukum adalah dibidang perdata dan tata usaha yang dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN). Lebih tegas tugas dan fungsi JPN diatur dalam Pasal 30 ayat 2 Undang- Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan yang berbunyi: Peranan Jaksa sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) memiliki kewenangan tugas dan fungsi meliputi penegakan hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain kepada negara atau pemerintah, lembaga/badan negara, lembaga/instansi pemerintah pusat dan daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah di bidang perdata dan tata usaha negara untuk menyelamatkan, memulihkan kekayaan negara, menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat. Salah satu kewenangan JPN dalam penegakan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara adalah menyelesaian pembayaran uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi melalui gugatan perdata. Proses penyelesaian uang pengganti pada perundang-undangan tindak pidana korupsi memiliki perbedaaan. Pada Undang-undang Nomor 3 Tahun tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hanya menyatakan pembayaran uang pengganti 1 Ps 34 huruf c UU No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Korupsi yang sudah dicabut dan diganti dengan UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi, namun demikian penulis jadikan sebagai bahan acuan karena berkaitan dengan penelitian peranan Jaksa sebagai Pengacara Negara dalam Peraturan Jaksa Agung Per-20/A/07/JA/2014 tentang Petunjuk Penyelesaian Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan UU No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang harus dilaksanakan oleh JPN.

2 2 sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari korupsi, tanpa menjelaskan kapan harus dibayar dan sanksi bila tidak dibayar. Sedangkan pada ketentuan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang- undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah diatur 3 (tiga) upaya yang perlu dilakukan da lam penyelesaian uang pengganti. Pasal Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah a. Rampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut; b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi; c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun; d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana. 2. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. 3. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

3 3 Artinya, berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jika tidak bisa membayar uang pengganti dapat di subsiderkan dengan pidana badan. Berbeda halnya dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang tidak memiliki daya paksa untuk menyelesaikan pidana uang pengganti. Dalam penjelasan pasal 34 UU No. 31 Tahun 1971 tersebut hanya menyebutkan apabila uang pengganti tidak dapat dipenuhi oleh terdakwa maka berlakulah ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaa pembayaran hukuman denda. Sehingga untuk mendukung tunggakan penyelesaian uang pengganti saat itu dikeluarkanlah Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang memberikan keleluasaan eksekutorial sepenuhnya kepada kejaksaan, yang menyatakan: 2 Sehubungan masih terdapat keragu-raguan mengenai eksekusi terhadap hukum pembayaran uang pengganti berdasarkan pasal 34 sub c Undang- Undang No.3 tahun 1971, bersama ini diberikan penegasan sebagai berikut : 1. Terhadap penjatuhan pidana pembayaran uang pengganti tidak dapat ditetapkan hukuman kurungan sebagai ganti apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar oleh terpidana; 2. Eksekusi atas pidana pembayaran uang pengganti apabila akan dilaksanakan oleh Jaksa tidak lagi memerlukan campur tangan pihak pengadilan misalnya dalam bentuk ijin penyitaan yang dituangkan dalam Penetapan dan lain-lain. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa penyitaan terhadap barang-barang milik terpidana adalah masih merupakan pelaksanaan dari apa yang sudah diputuskan oleh Hakim. 3. Baru apabila seandainya dalam pelaksanaan kali ini jumlah barang- barang yang dimiliki oleh terpidana sudah tidak mencukupi lagi, sisanya apabila masih akan ditagihkan oleh Kejaksaan Pada Lain Kesempatan harus diajukan melalui gugatan perdata di pengadilan. 2 Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 1988 tentang Eksekusi Uang Pengganti

4 4 Untuk menyempurnakan kelemahan eksekusi uang pengganti dalam UU No. 3 Tahun 1971, kemudian diterbitkanlah UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun seiring dengan waktu, tungakan uang pengganti yang telah diputus berdasarkan UU No. 3 Tahun 1971 tetap menjadi catatan merah Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Pada tahun 2006, BPK merekomendasikan Kejaksaan untuk menghapuskan uang pengganti dari piutang negera. Dasar pemikiran penghapusan piutang negara dirumuskan dalam alinea keenam dan ketujuh Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, yang berbunyi: 3 Pengelolaan Piutang Negara/Daerah yang menganut asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, juga mengikuti sistem akuntansi yang sesuai dengan standar akuntasi keuangan yang berlaku. Berdasarkan standar akuntasi tersebut di dalam pengelolaan piutang dimungkinkan adanya penghapusan piutang dari pembukuan dengan tidak menghapuskan hak tagih Negara (didefinisikan sebagai penghapusbukuan secara bersyarat). Piutang-piutang yang telah dihapuskan secara bersyarat dari pembukuan tersebut, tetap dikelola dan diupayakan penyelesaiannya. Dalam hal upaya-upaya penyelesaian tersebut tidak berhasil, dan kewajiban Penanggung Utang tetap tidak terselesaikan, serta diperoleh keterangan dari Pejabat yang berwenang bahwa Penanggung Utang yang bersangkutan tidak mempunyai kemampuan lagi untuk menyelesaikan utangnya, dimungkinkan dilaksanakannya penghapusan hak tagih Negara (didefinisikan sebagai penghapusbukuan secara mutlak). 3 Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tatacara Penghapusan Piutang Negara/Daerah

5 5 Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat 2 (dua) jenis penghapusan piutang negara, yaitu; 1. Penghapusbukuan dan, 2. Penghapustagihan Sebagai Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara maka pengghapusan tunggakan uang pengganti yang diputus berdasarkan UU No 3 Tahun 1971 haruslah transparansi dan akuntabilitas mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum. Data penghapusbukuan dan penghapustagihan dimasukkan ke dalam laporan pertanggung-jawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidaktidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Pasal 32 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara berbunyi: 4 1. Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. 2. Standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. 4 UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

6 6 Peghapusanbukuan dan penghapustagihan tunggakan uang pengganti haruslah di susun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah. Pasal Dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. 2. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan bertugas menyusun standar akuntansi pemerintahan yang berlaku baik untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum. Rekomendasi BPK untuk penghapusbukukan dan penghapustagihan tunggakan uang pengganti tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Kejaksaan melalui Surat Jaksa Agung RI Nomor B-012/A/Cu.2/01/2013 tanggal 18 Januari 2013 yang ditujukan kepada Para Kepala Kejaksaan Tinggi di seluruh Indonesia tentang Pedoman Penyelesaian Kebijakan Akutansi atas Piutang Negara Uang Pengganti Perkara Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa : 6 Uang pengganti dapat dihapuskan secara mutlak dari neraca atau tidak diakui lagi sebagai piutang jika terhadap uang pengganti dari perkara tindak pidana koruspsi yang inkracht berdasarkan UU No. 3 Tahun 1971, telah dilakukan upaya-upaya penyelesaian uang pengganti secara maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang telah dilengkapi dengan buktibukti yang dapat dipertanggung jawabkan, namun tidak berhasil maka selanjutnya diterbitkan Surat Ketetapan Penghapusan Piutang oleh Jaksa Agung RI. Banyaknya tunggakan pembayaran uang pengganti yang diputus berdasarkan UU. No. 3 Tahun 1971 menjadi catatan merah bagi kinerja 5 Ibid. 6 Surat Jaksa Agung RI Nomor B-012/A/Cu.2/01/2013 tanggal 18 Januari 2013 tentang Pedoman Penyelesaian Kebijakan Akutansi atas Piutang Negara Uang Pengganti Perkara Tindak Pidana Korupsi

7 7 kejaksaan. Merujuk hasil audit BPK atas laporan keuangan Kejagung tahun 2012 dan 2013 yang disampaikan ke pihak kejaksaan pada 30 Mei 2014, Kejaksaaan Agung mempunyai tunggakan uang pengganti Rp. 3,5 Trilyun dari Pidana Khusus dan Rp. 9,6 trilyun dari Perdata dan Tata Usaha Negara. 7 Menurut ICW, Kejaksaan lamban dan tidak menagih tunggakan uang pengganti hasil korupsi tersebut. Padahal dengan berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 1988 tanggal 7 Juli 1988 t entang Eksekusi Uang Pengganti, Kejaksaan bisa tegas terhadap koruptor, karena SEMA ini mengatur apabila dalam pelaksanaan eksekusi uang pengganti jumlah barang yang dimiliki terpidana tidak mencukupi lagi, harus diajukan melalui gugatan perdata di pengadilan 8. Tudingan ICW tersebut langsung disikapi oleh Plt Jaksa Agung RI saat itu (Andhi Nirwanto) yang menyatakan bahwa Kejaksaan Agung berupaya untuk menggugat perdata pelaku korupsi termasuk ahli warisnya dalam rangka melunasi tunggakan uang pengganti dari koruptor. 9 Pelaksanaannya akan dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. 10 Kejaksaan dalam melihat permasalahan penyelesaian uang pengganti yang 7 Fasabeni, Muhammad, Menagih Janji Kejagung Eksekusi Tunggakan Uang Pengganti Korupsi, di akses tanggal 06 April Ibid. 9 Dhady Irawan, 2015, Soal Tunggakan Uang Pengganti Rp 13 T, Jaksa Agung: Segera Kita Selesaikan, selesaikan, diaksek pada tanggal 11 April Ibid.

8 8 diputus berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut, juga telah melakukan upayaupaya secara internal dengan mengeluarkan kebijakan sebagai berikut: 11 Dalam hal bagian tindak pidana khusus mengalami kesulitan dalam penyelesaian pembayaran uang pengganti yang diputus berdasarkan UU No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka penyelesaian penagihannya dapat diserahkan ke satuan kerja Perdata dan Tata Usaha Negara (Jaksa Agung Muda Perdata Dan Tata Usaha Negara). Terhadap eksekusi uang pengganti yang diputus berdasarkan Undangundang Nomor 3 Tahun 1971 terpidananya tidak bersedia membayar secara sukarela, maka dengan mengingat Pasal 34 sub c Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971, perlu ditempuh upaya-upaya sebagai berikut: 12 Sebaliknya apabila ternyata masih terdapat kekurangan, maka tetap menjadi beban kewajiban yang harus dibayar oleh terpidana yang membuka peluang dilakukan gugatan perdata (tugas dan fungsi datun); Apabila ternyata langkah pelacakan/pencarian aset telah dilakukan secara optimal dan tidak ditemukan aset milik terpidana dan/atau keluarganya, maka penyelesaian selanjutnya agar dilimpahkan kepada Datun. Berdasarkan data keuangan Kejaksaan Agung tahun 2014 yang sudah di audit BPK menyebutkan bahwa dari total Rp piutang kejaksaan, sebanyak Rp adalah merupakan tunggakan dari pembayaran uang pengganti yang diputus berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Surat Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Nomor: B-119/G/Gpk.3/7/2001 Mengenai Tindak Lanjut Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi", tanggal 31 Juli Surat Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Nomor: B-252/F/Fu.1/04/2004, Tentang Tindak Lanjut Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi tanggal 19 April 2004; 13 Biro Keuangan Kejaksaan Agung RI, 2014, Laporan Keuangan Kejaksaan RI Tahun (Audited), Kejaksaan Agung, Jakarta.

9 9 Beberapa penyebab lambannya penyelesaian uang pengganti yang diputus UU No. 3 Tahun 1971 tentang pemberantsan tindak pidana korupsi adalah; 1. Keterbatasan anggaran di bidang perdata dan tata usaha negara untuk penyelesaian uang pengganti yang telah inkrah bersarkan UU No 3 Tahun Putusan gugatan perdata yang dimenangkan JPN tidak dapat dieksekusi dikarenakan dalam terpidana maupun ahli warisnya tidak mempunyai cukup harta untuk membayar, terpidana meninggal dunia saat proses persidangan berlangsung. Menyikapi keadaan tersebut Kejaksaan akhirnya menerbitkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-020/A/ JA/07/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Langkah yang harus ditempuh JPN dalam menyelesaikan tunggakan/pembayaran uang pengganti yaitu dengan cara : 1. Inventarisasi dan Validasi 2. Pengadministrasian 3. Penyelesaian secara non litigasi

10 10 4. Penyelesaian secara litigasi dan 5. Pelaporan Laporan Keuangan Kejaksaan Agung 2016 tercatat tunggakan uang pengganti yang diputus berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971, Rp ,57 (tujuh triyun, tiga ratus delapan milyard, enam puluh empat juta, lima ratus lima puluh delapan ribu, tujuh ratus tiga puluh tujuh rupiah, koma lima puluh tujuh sen). 14 Uang pengganti yang berhasil di setor ke kas negara hanya sebesar Rp ,46 ( satu milyar dua ratus dua puluh delapan juta, dua ratus dua puluh ribu, enam ratus tiga puluh satu rupiah koma empat puluh enam sen). 15 Hasil ini menunjukkan bahwa setelah berlakunya Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: Per-020/A/JA/07/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyesaian Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum didapatkan penyelesaian pembayaran uang pengganti yang signifikan. Belum terealisasinya penyelesaian tunggakan uang pengganti secara optimal, dikhawatirkan berdampak kepada posisi administrasi perkara yang menggantung dan selalu menjadi temuan BPK. 14 Jaksa Agung Muda Perdata Dan Tata Usaha Negara, 2016, Laporan Tahunan, Jaksa Agung Muda Perdata Dan Tata Usaha Negara, Jakarta. 15 Ibid.

11 11 Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai Optimalisasi Peranan JPN Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Per-020/A/JA/07/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. B. Rumusan Masalah tesis ini: Berdasarkan latar belakang di atas, diajukan permasalahan yang dalam 1. Bagaimanakah peranan JPN berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Per-020/A/JA/07/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? 2. Bagaimanakah kendala dan upaya JPN dalam mengoptimalkan penyelesaian uang pengganti berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor : Per- 020/A/JA/07/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Tindak Pidana Korupsi? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah:

12 12 1. Untuk mengetahui bagaimana peranan JPN dalam menyelesaikan pidana uang pengganti berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor : Per-020/A/JA/07/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Tindak Pidana Korupsi. 2. Untuk mengetahui kendala dan upaya JPN dalam mengoptimalkan penyelesaian uang pengganti berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor : Per-020/A/JA/07/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik bagi ilmu pengetahuan maupun bagi pihak yang terkait khususnya Kejaksaan Republik Indonesia. 1. Kegunaan Akademis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi (sumbangsih) bagi ilmu pengetahuan hukum pidana dan hukum acara perdata pada umumnya. 2. Kegunaan Praktis

13 13 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, saran dan pendapat kepada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan RI, memberikan gambaran kepada insan Adhyaksa khususnya dan masyarakat pada umumnya mengenai pentingnya Peran Jaksa Pengacara Negara Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor : Per-020/A/JA/07/2014 tentang petunjuk pelaksanaan pembayaran uang pengganti yang diputus pengadilan berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengamatan peneliti pada Electronic Theses dan Dissertations (ETD) perpustakaan UGM, dan sumber lain penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang memiliki kemiripan dengan penelitian yang penulis lakukan antara lain: 1. Judul Tesis Optimalisasi Peran Dan Tanggung Jawab Kejaksaan Dalam Penyelesaian Pembayaran Uang Pengganti Pada Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini dilakukan oleh Sdr. Feri Tas (NPM.1233/IV5/4/37/99) 16 pada tahun Permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah : 16 Feri Tas, 2001, Optimalisasi Peran Dan Tanggung Jawab Kejaksaan Dalam Penyelesaian Pembayaran Uang Pengganti Pada Tindak Pidana Korupsi, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yoyakarta.

14 14 a. Bagaimana pelaksanaan peran dan tanggung jawab kejaksaan dalam rangka penyelesaian pembayaran uang pengganti pada tindak pidana korupsi? b. Apakah hambatan/kendala yang dihadapi kejaksaan dalam penyelesaian uang pengganti pada tindak pidana korupsi? Hasil Penelitian: 1. Disimpulkan bahwa kejaksaan tidak optimal menyelesaikan uang penggati karena kendala tehnis, kendala yuridis maupun perbedaan persepsi penegak hokum terkait terpidana tidak mampu bayar, alamat tidak diketahui, terpidana tidak mau bayar, kesulitan dalam pembuktian dan minimnya barang bukti 2. Saran yang dilakukan adalah Pedomani Fatwa Mahkamah Agung Nomor : 37/TA/88/66/Pid Tentang Tata Cara Penyitaan Eksekusi Uang Pengganti dan aktifkan peran perdata dan tata usaha negara. Penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu: a. Penulis melakukan penelitian yang terfokus pada peranan JPN Dalam Penyelesaian Uang Pengganti setelah diberlakukan Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor : Per-20/A/JA/7/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Uang Pengganti Yang

15 15 Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 sementara penelitian sebelumya belum diterbitkan Perja. b. Fokus penelitian terhadap perananan JPN, yang sebelumnya fokus pada tanggung jawab kejaksaan pada umumnya. 2. Judul Tesis Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini dilakukan oleh Muhammad Aras Madusira 17. Rumusan Masalah yaitu : a. fokus penelitian sebelumnya secara khusus menjelaskan tentang kendala-kendala dalam proses Eksekusi Pidana dalam Putusan Pembayaran Uang Pengganti yang tidak dapat dibayar seluruhnya oleh terpidana korupsi. Hasil Peneitian a. Kesimpulan bahwa eksekusi pembayaran uang pengganti yang tidak dapat dibayar sepenuhnya disebabkan oleh Undang undang tidak mengatur apabila terpidanaya hanya membayar sebagian unag pengganti, kejaksaan belum menjalankan fungsi eksekutorialnya secara maksimal, terpidana yang tidak mampu bayar memilih menjalani subsider pidana penjara, penyitaan terhdapat harta kekayaan terpidana 17 Muh. Aras Madusira, 2011, Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

16 16 tindak pidana korupsi dilakukan setelah perkara inkrah, tidak digunakannya gugatan perdata untuk menyelesaian pembayaran uang pengganti. b. Saran penulis agar kejaksaan melakukan diskresi untuk memaksimalkan pembayaran uang pengganti, memaksimalkan Non Litigasi, Meningkatkan kualitas JPN, dan melakukan penyitaan mulai dari tahap penyidikan. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis a. Penulis fokus pada peranan JPN menyelesaian uang pengganti setelah Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor : Per-20/A/JA/7/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun b. Penulis sebelumnya melakukan penelitian sebelum diterbitkan Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor : Per-20/A/JA/7/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun Jurnal Bina Adhyaksa berjudul Optimalisasi Penyelesaian Tunggakan Uang Pengganti Yang Diputus Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sri Marsita et al. Optimalisasi Penyelesaian Tunggakan Uang Pengganti Yang Diputus Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Korupsi, Jurnal Bina Adhyaksa, Vol.7 Edisi 1, Nopember 2016.

17 17 Rumusan masalah : a. Apakah kendala yang di hadapi Bidang Datun Kejaksaan RI dalam menyelesaikan tunggakan uang pengganti yang diputus berdasarkan UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. b. Bagaimana menanggulangi kendala yang ada sebagai upaya optimalisasi penyelesaian tunggakan uang pengganti yang diputus berdasarkan UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? Hasil Penelitian : a. Terdapat kendala dari yuridis berupa peraturan yang belum lengkap. b. Terdapat kendala non yurisis berupa keterbatasan anggaran dan keterbatasan sumber daya manusia. Kesimpulan dan Saran a. Optimalisasi dari sisi legislasi/peraturan internal kejaksaan, penguatan sumber daya manusia, penguatan sisi anggaran, peningkatan kordinasi. b. Perlu di bentuk satuan tugas penyelesaian uang pengganti, revisi Perja-20/A/JA/07/2014 tentang Petunjuk Penyelesaian Uang Pengganti berdasarkan UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

18 18 Penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu : Rumusan masalah a. Bagaimanakah peranan JPN berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Per-020/A/JA/07/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Tindak Pidana Korupsi? b. Bagaimanakah kendala dan upaya JPN dalam mengoptimalkan penyelesaian uang pengganti berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor : Per-020/A/JA/07/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? Hasil penelitian: a. Peranan JPN belum optimal karena faktor yuridis, pengaturan yang tumpeng tindih dan fator non yuridis berupa sumber daya JPN dan biaya yang mendukung kegiatan JPN dalam menyelesaian pembayaran uang pengganti b. Solusi JPN dalam menyelesaiakan uang pengganti berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor : Per-020/A/JA/07/2014 Tentang

19 19 Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Tindak Pidana Korupsi memaksimalkan SEMA No. 4 Tahun 1988 tentang Eksekusi Uang Pengganti dan mengajukan penghapusbukuan serta penghapustagihan piutang nergara berupa tunggakan uang pengganti dengan berkordinasi dengan para pihak yang terkait.. Perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan a. Objek dari penulisan adalah terbatas pada penyelesaian uang pengganti dilihat dari sudut pandang Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor : Per- 20/A/JA/7/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 sementara peneliti sebelumnya meneliti optimalisasi penyelesaian uang pengganti yang diputus berdasarkan UU No. 3 Tahun 1971 secara lebih luas. b. Subjek penelitian penulis adalah terfokus optimalisasi peranana Jaksa Pengacara Negara dalam pelaksanaan Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor : Per-20/A/JA/7/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Uang Pengganti Yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 sementara penelitian subjek penelitian sebelumnya adalah Bidang Datun Kejaksaan RI secara umum.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat pertumbuhan dan kelangsungan

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Petikan Putusan Nomor 1361 K/Pid.Sus/2012 Berdasarkan pemeriksaan perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung telah memutuskan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Penyelesaian. Uang Pengganti. Pengadilan. Pemberantasan TIPIKOR. Petunjuk Pelaksanaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Penyelesaian. Uang Pengganti. Pengadilan. Pemberantasan TIPIKOR. Petunjuk Pelaksanaan. No. 1138, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Penyelesaian. Uang Pengganti. Pengadilan. Pemberantasan TIPIKOR. Petunjuk Pelaksanaan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-020/A/JA/07/2014

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Eksekusi putusan pengadilan tentang pembayaran uang pengganti dalam tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan masalah serius yang dapat membahayakan stabilitas keamanan negara, masyarakat, serta merugikan keuangan negara. Di Indonesia,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5937 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN. Pajak. PNBP. Jenis. Tarif. Kejaksaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 201). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA

BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA A. URAIAN PUTUSAN 1. Kasus Tindak Pidana Korupsi RMJ Bayu Ghautama Catatan Amar M E N G A D I L

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dasar hukumnya adalah Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UANG PENGGANTI. (Sumber Gambar : tokolarismanis.files.wordpress.com)

UANG PENGGANTI. (Sumber Gambar : tokolarismanis.files.wordpress.com) UANG PENGGANTI (Sumber Gambar : tokolarismanis.files.wordpress.com) I. Latar Belakang Korupsi merupakan kata yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Di negara kita Korupsi telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu BERITA NEGARA No.2041, 2014 MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp TAMBAHAN BERITA NEGARA RI MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

PERAN KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM PEMULIHAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI

PERAN KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM PEMULIHAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI PERAN KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM PEMULIHAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI Rapat Koordinasi Tata Laksana Benda Sitaan dan Barang Rampasan dalam Rangka Pemulihan Aset Perkara Tindak Pidana Korupsi Sri Mulyani

Lebih terperinci

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.751, 2017 KEJAKSAAN. Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Sita Eksekusi. Pelelangan atau Penjualan Langsung. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan yang sangat marak terjadi dalam birokrasi pemerintahan mempunyai dampak negatif dalam kehidupan sosial masyarakat, salah satunya tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Aset. Aset Negara. Aset Tindak Pidana. Pemulihan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Aset. Aset Negara. Aset Tindak Pidana. Pemulihan. No.857, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Aset. Aset Negara. Aset Tindak Pidana. Pemulihan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-013/A/JA/06/2014 TENTANG PEMULIHAN ASET DENGAN

Lebih terperinci

Disusun Oleh : B.D. Sri Marsita ; Rr. Yoeniarti Sasongko

Disusun Oleh : B.D. Sri Marsita ; Rr. Yoeniarti Sasongko Optimalisasi Penyelesaian Tunggakan Uang Pengganti Yang Diputus Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Disusun Oleh : B.D. Sri Marsita ; Rr. Yoeniarti

Lebih terperinci

PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP TENTANG

PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP DALAM RANGKA PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH ( PD ) KAWASAN INDUSTRI

Lebih terperinci

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi Oleh Suhadibroto Pendahuluan 1. Salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi ialah adanya kerugian keuangan Negara. Terhadap kerugian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG OPTIMALISASI PENGELOLAAN BENDA SITAAN DAN BARANG RAMPASAN NEGARA PADA RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang pengelolaannya diimplemantasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian nasional disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana 43 BAB III PENUTUP KESIMPULAN Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, memberikan ancaman kepada

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf e Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 alinea ke- IV terkandung sejumlah tujuan negara yang dirumuskan oleh para pendiri negara Indonesia, diantaranya membentuk

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH 1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan upaya penyelesaian

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. 1 Pertumbuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa pajak merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN Riska Wijayanti 1, Siti Malikhatun Bariyah 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang a. bahwa dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BENDA SITAAN NEGARA DAN BARANG RAMPASAN NEGARA PADA RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 790 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN TUNTUTAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1492, 2014 KEJAKSAAN AGUNG. Pidana. Penanganan. Korporasi. Subjek Hukum. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-028/A/JA/10/2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap MATRIKS PERBANDINGAN PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.201, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Pajak. PNBP. Jenis. Tarif. Kejaksaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5937) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi hal yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa setiap kerugian daerah yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG: a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia`yang

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republi

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republi MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.06/2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI BARANG RAMPASAN NEGARA DAN BARANG GRATIFIKASI DENGAN

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN 2008 TATANUSA 1 BULAN ~ Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Apabila setelah melampaui jangka waktu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI DAERAH ATAU PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar www.kompas.com Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin didakwa menyalahgunakan wewenangnya dalam proses kerja sama rehabilitasi,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONTIANAK NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONTIANAK, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa tempat/ kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN TUNTUTAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN TUNTUTAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN TUNTUTAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa ketentuan yang mengatur

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang murah, dan pendidikan yang gratis.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang murah, dan pendidikan yang gratis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu ciri khas pajak adalah tidak adanya kontra prestasi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak. Mungkin saja pelayanan negara kepada pembayar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN NEGARA/DAERAH TERHADAP BENDAHARA

RANCANGAN PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN NEGARA/DAERAH TERHADAP BENDAHARA RANCANGAN PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN NEGARA/DAERAH TERHADAP BENDAHARA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK NDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

2018, No Penjualan Langsung Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Benda Sita Eksekusi dan untuk mendukung optimalisasi penerimaan negar

2018, No Penjualan Langsung Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Benda Sita Eksekusi dan untuk mendukung optimalisasi penerimaan negar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.231, 2018 KEMENKEU. Lelang Benda Sitaan, Barang Rampasan Negara, atau Benda Sita Eksekusi. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.06/2018 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA TAHUN 2008 NOMOR 31 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA TAHUN 2008 NOMOR 31 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA TAHUN 2008 NOMOR 31 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN BADAN HUKUM KOPERASI DAN PERUBAHAN ANGGARAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf h Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan salah satu

Lebih terperinci