BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gempa dan tsunami di Aceh tanggal 26 Desember 2004 telah menimbulkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gempa dan tsunami di Aceh tanggal 26 Desember 2004 telah menimbulkan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa dan tsunami di Aceh tanggal 26 Desember 2004 telah menimbulkan dampak yang sangat dahsyat. Bukan saja ratusan ribu jiwa yang melayang dan kerugian materiel yang tak pernah terbayangkan, tetapi juga meninggalkan puluhan ribu anak yatim piatu, sehingga muncul pula berbagai persoalan dalam masalah kewarisan dan perwalian. Sebagaimana diketahui tsunami telah melahirkan serangkaian problem hukum yang tidak teratasi oleh instrumen hukum yang tersedia sebelumnya. Beberapa persoalan yang menuntut penyelesaian secara cepat dan tepat adalah persoalan hakhak keperdataan korban dan keluarganya dimana hilangnya keluarga, atau keluarga yang hanya menyisakan anak-anak, menuntut penyelesaian hukum, baik atas hak kewarisan maupun hak perwalian sebagai upaya melindungi anak-anak korban itu di masa yang akan datang. 1 Persoalan-persoalan di atas belum mendapatkan ruang penyelesaian hukum yang memadai. Belum adanya landasan hukum sebagai panduan untuk menyelesaikan masalah-masalah itu menyebabkan masing - masing pihak di Aceh 1 Ernita Dewi, Perempuan Aceh dihadapan Hukum setelah Konflik dan Tsunami berlalu, laporan Case Studi, International Development Law Organisation Post-Tsunami Legal Assistance Initiative For Indonesia and United Nation Development Programme Access to Justice and Capacity Building in Aceh (Aceh Justice Project), 2007, hal. 2. 1

2 2 berinisiatif dan berkreasi secara berbeda-beda dalam memandang dan menyelesaikan masalah hukum tersebut. 2 Permasalahan perwalian merupakan hal terpenting bagi kelangsungan hidup anak kecil (anak dibawah umur) atau anak yang masih belum bisa mengurus diri sendiri seperti anak-anak terlantar, baik dalam mengurus harta kekayaan maupun dalam mengurus lingkungannya sendiri atau dengan istilah lain yakni anak yang masih belum bisa atau belum cakap bertindak dalam hukum. Oleh karena itu maka perlu adanya seseorang atau sekelompok orang yang dapat mengurus dan memelihara juga membimbing anak yang masih belum ada walinya atau yang belum ada yang mengurus, demi keselamatan, kelangsungan hidup anak dan hartanya. Pasca tsunami di Aceh masalah perwalian ada yang dilaksanakan bukan hasil penunjukkan resmi berdasarkan hukum formal, tetapi berdasarkan persetujuan bersama dalam keluarga. sehingga pengelolaan harta milik si anak yang membutuhkan wali pun tidak dijalankan sesuai petunjuk hukum, melainkan berjalan apa adanya, berdasarkan kesepakatan dan kenyakinan dalam masyarakat tersebut, hal ini menyebabkan tidak memiliki suatu kepastian hukum. 3 Proses perwalian ini dilakukan karena telah menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat adat, bahwa ketentuan mengenai perwalian hanya dilakukan melalui 2 Ismailhasani,Sisa-Masalah-Hukum Pasca Tsunami, / Terakhir diakses pada tanggal 12 Desember Chairul Fahmi, Perwalian, Terakhir diakses 20 April 2012.

3 3 musyawarah pihak keluarga, dan atau melibatkan petua kampung (tertua desa) dalam menentukan pihak mana yang menjadi wali, baik dalam pengasuhan anak tersebut atau pemeliharaan harta yang ditinggalkan. Sehingga seringkali antara satu daerah (gampong) dengan daerah lain mempunyai ketentuan yang berbeda. 4 Dalam kasus tertentu, wali ditunjuk dengan proses adat. dimana wali tersebut, ditentukan oleh pihak keluarga dan tokoh masyarakat yang dilaksanakan di Meunasah (tempat ibadah) di pedesaan tersebut, yang melibatkan para petua gampong (tertua desa) untuk mengkonfirmasi mengenai pengangkatan seorang wali dalam keluarga tertentu. 5 Namun dalam kasus-kasus yang dipersengketakan maka penunjukan wali diberi kewenangan kepada geuchik (kepala desa) dan/atau imeum meunasah (Imam). Sering kali dalam perwalian ini menjadi permasalahan jika seorang anak memiliki warisan, seperti tanah, rekening bank, uang pensiun dan lain sebagainya. Hal tersebut menyebabkan adanya klaim dari orang-orang tertentu yang ingin menjadi wali. Ini dilakukan agar memungkinkan sebagai wali dapat menikmati pula harta yang diwariskan kepada anak tersebut. Menyangkut permasalahan-permasalahan yang terjadi pasca tsunami di Aceh, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang 4 Ibid, hal. 6 5 Badruzzaman Ismail Wali perempuan dari Aspek Hukum Adat di Provinsi NAD paper dipresentasikan pada wokshop Pewalian Anak, yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar iyah Prov.Aceh, Putroe Kande Foundation dan UNIFEM, Banda Aceh, 9-11 September 2005.

4 4 Nomor 2 tahun 2007 Tentang Penanganan Permasalahan Hukum dalam rangka pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 48 tahun Undang-Undang ini merupakan payung hukum untuk penanganan permasalahan hukum seperti Pertanahan, Perbankan serta Pewarisan dan Perwalian. 6 Umumnya Undang-undang ini mengatur tentang permasalahan hukum dalam penyelengaraan administrasi pemerintah, hak keperdataan, perwalian, pertanahan, dan perbankan. 7 Sebagaimana ditegaskan dalam BAB V Pasal 31 Undang-undang nomor 48 tahun 2007, anak dibawah umur yang orang tuanya telah meninggal atau tidak cakap bertindak menurut hukum, maka harta kekayaannya dikelola oleh wali sesuai dengan peraturan perundang undangan. 8 Dalam hal keluarga tidak mengajukan permohonan penetapan wali, maka Baitulmal atau Balai Harta Peninggalan (BHP), sebagai wali pengawas mengajukan permohonan penetapan wali kepada pengadilan. Kemudian dalam pelaksanaan dari Undang-undang ini dikeluarkan Qanun (Peraturan Daerah) yang mengatur Baitul Mal yaitu Qanun Aceh Nomor 10 tahun 6 Pengaturan Tentang Perwarisan, Perwalian dan Perbankan dalam Perpu Nomor 2 Tahun 2007, terakhir di akses pada tanggal 26 oktober Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2007 huruf.c. 8 Lihat Pasal 31 Undang-undang nomor 48 tahun 2007, tentang Penanganan Permasalahan Hukum Dalam rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekontruksi wilayah dan kehidupan Masyrakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulauan Nias, Provinsi Sumatra Utara.

5 tentang Baitul Mal. Pengertian tentang Baitul Mal terdapat pada Pasal 1 butir 11 Ketentuan Umum Qanun tersebut yaitu: Baitul Mal adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang diberi kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yatim piatu dan/atau hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang tidak ada wali berdasarkan Syariat Islam. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan hukum di Aceh yang memiliki keunikan sendiri jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, meskipun Provinsi Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang tidak terpisahkan dari sistem hukum Nasional, namun keberadaan hukum adat dan hukum syari at mendapat tempat yang strategis dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Undang-undang Nomor. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-undang Nomor. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), merupakan bentuk pengakuan terhadap eksistensi hukum adat dan hukum syari at, sebagai sistem hukum yang berlaku di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Hal ini menggambarkan kewenangan yang luas Provinsi NAD sesuai peraturan perundang-undangan, untuk mengatur dirinya sendiri termasuk dalam bidang hukum. Implikasi lain dari diterapkan otonomi khusus bagi Provinsi NAD adalah pengakuan lembaga Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) yang memiliki kewenangan memberikan masukan kepada eksekutif dan legislatif, di

6 6 samping itu pembentukan Majelis Adat Aceh (MAA) yang salah satu fungsinya mengembangkan nilai adat istiadat juga ikut mewarnai otonomi khusus tersebut. Perkembangan hukum di Aceh di dasarkan atas 3 (tiga) sistem hukum yang telah berkembang di masyarakat (living law). yaitu berupa sistem Hukum Syari ah, Hukum Nasional, dan Hukum Adat. Ketiga sistem hukum ini mempunyai paradigma sendiri, baik dalam teori maupun praktek. Harmonisasi ketiga sistem hukum tersebut untuk mensinergikan pembentukan dan penegakan hukum merupakan mainstream penting dalam pembentukan tatanan hukum di Aceh. 9 Menurut Hukum Islam perwalian terhadap anak meliputi perwalian terhadap diri pribadi anak tersebut dan perwalian terhadap harta bendanya. Perwalian terhadap diri pribadi anak adalah dalam bentuk mengurus kepentingan diri si anak, mulai dari mengasuh, memelihara, serta memberi pendidikan dan bimbingan agama. Pengaturan ini juga mencakup dalam segala hal yang merupakan kebutuhan si anak. Semua pembiayaan hidup tersebut adalah menjadi tanggung jawab siwali. Sementara itu, perwalian terhadap harta bendanya adalah dalam bentuk mengelola harta benda si anak secara baik, termasuk mencatat sejumlah hartanya ketika dimulai perwalian, mencatat perubahan-perubahan hartanya selama perwalian, serta menyerahkan kembali kepada anak apabila telah selesai masa perwaliannya karena si anak telah dewasa dan mampu mengurus diri sendiri. 10 Menurut Arif Masdoeki Perwalian adalah pengawasan terhadap anak dibawah umur yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Dinamika-pembangunan-hukum-di-nanggroe-aceh-darussalam-pasca-gempa-dan-tsunamisebuah-refleksi-antara-cita-dan-realitas&catid=40:article&Itemid=294 terakhir diakses tanggal 13 Desember Abdul Manan Hasyim, Hakim Mahkamah Syariah Provinsi Aceh terakhir diakses 12 Januari Arif Masdoeki dan M.H TirtaHamidjaja, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Persindo, Jakarta, 1963, hal. 156.

7 7 Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 330 ayat (3) dinyatakan bahwa Perwalian (voogdij) adalah pengawasan terhadap anak di bawah umur, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua. 12 Sebagaimana juga dalam Undang- undang Nomor. 1 tahun 1974 Pasal dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), Pasal yang menyatakan bahwa perwalian adalah sebagai kewenangan untuk melaksanakan perbuatan hukum demi kepentingan, atau atas nama anak yang orang tuanya telah meninggal atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum. Masalah perwalian ini telah diatur dalam peraturan perundangan-undang yang ada di Indonesia baik dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang- undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan dalam Kompilasi Hukum Islam. Dalam Kitab Undang-undang Hukum perdata, bab kelima belas tentang perwalian pada umumnya untuk anak-anak yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua maka berlaku bagian kelima Pasal 359 yang menyatakan anak-anak yang tidak bernaung dibawah kekuasaan orang tua dan perwaliannya tidak diatur dengan cara yang sah, Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali, setelah memanggil keluarga sedarah ataupun semenda. Anak yang berada dibawah perwalian adalah: (1)Anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua; 12 R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet.39 (Pradnya Paramita, Jakarta, 2008) hal.90.

8 8 (2) Anak sah yang orang tuanya telah bercerai; (3) Anak yang lahir diluar perkawinan (natuurlijke kind). Pada umumnya dalam setiap perwalian hanya ada seorang wali saja, kecuali apabila seorang wali-ibu (moedervoogd) kawin lagi, dalam hal mana suaminya menjadi teman wali (medevoogd). 13 Jika salah satu dari orang tua tersebut meninggal, maka menurut Undangundang orang tua yang lainnya dengan sendirinya menjadi wali bagi anakanaknya. Perwalian ini dinamakan perwalian menurut undang-undang (Wettelijke Voogdij). 14 Seorang anak yang lahir diluar perkawinan berada dibawah perwalian orang tua yang mengakuinya. Apabila seorang anak yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua ternyata tidak mempunyai wali, hakim akan mengangkat seorang wali atas permintaan salah satu pihak yang berkepentingan atau karena jabatanya (datieve voogdij). 15 Tetapi ada juga kemungkinan, seorang ayah atau ibu dalam surat wasiatnya mengangkat seorang wali bagi anaknya. Perwalian semacam ini disebut perwalian menurut Wasiat (testamentair voogdij) Anonim, Diskusi dan Konsultasi Masalah Hukum, Pengaturan Mengenai Perwalianditinjau Dari Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun terakhir diakses 12 September R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op. Cit, hal Ibid, hal Ibid, hal 102

9 9 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 berlaku untuk lingkungan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama dalam hal pengangkatan wali terhadap anak yang dibawah umur yang muslim Pada Bab XI mengatur pula masalah perwalian dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 54 sebagai berikut: 1. Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali. 2. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 33 mengatur pula masalah perwalian sebagai berikut: 1. Dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan.untuk menjadi wali anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan. 2. Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) agamanya harus sama dengan agama yang dianut anak. 3. Untuk kepentingan anak, wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mengelola harta milik anak yang bersangkutan. 4. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penunjukan wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dalam ketentuan umum Pasal 1 Kompilasi Hukum Islam (KHI) huruf h dikemukakan bahwa perwalian adalah kewenangan yang diberikan oleh seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum sebagai wakil guna kepentingan dan atas

10 10 nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua, atau kedua orang tuanya masih hidup tetapi tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Dalam kompilasi Hukum Islam BAB XV mengenai perwalian Pasal 107 juga menegaskan sebagai berikut: 1) Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 2) Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaanya. 3) Bila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya, maka pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk bertindak sebagai wali atas permohonan kerabat tersebut. 4) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik, atau badan hukum. Bedasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tesis dengan judul: Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perwalian Terhadap Anak di bawah Umur Korban Tsunami di Aceh. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah hukum perwalian bagi anak yang tidak ada orang tuanya? 2. Bagaimana pelaksanaan perwalian terhadap anak korban tsunami yang tidak ada orang tuanya di Aceh? 3. Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan perwalian terhadap anak dibawah umur korban tsunami di Aceh? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagi berikut:

11 11 1. Untuk mengetahui hukum perwalian bagi anak yang tidak ada orang tuanya. 2. Untuk mengetahui perwalian terhadap anak dibawah umur korban tsunami yang tidak ada lagi orang. 3. Untuk mengetahui kendala didalam menentukan pengangkatan wali terhadap anak dibawah umur yang menjadi korban tsunami di Aceh. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dapat dilihat secara teoritis dan secara praktis, yaitu: 1. Secara teoritis, Dari penelitian dapat memberikan manfaat untuk mengembangkan ilmu hukum dan dapat menambah pengetahuan dalam perwalian terhadap anak. 2. Secara praktis, Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat dan sebagai penyempurnaan aturan yang menyangkut perwalian anak. E. Keaslian penelitian Dari hasil penelusuran keperpustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul: Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perwalian Terhadap Anak Dibawah Umur Korban Tsunami di Aceh, belum pernah ada yang meneliti sebelumnya. Dari hasil penelusuran keaslian penulisan, penelitian yang menyangkut Pelaksanaan Perwalian Terhadap Anak Dibawah Umur pernah dilakukan oleh

12 12 Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, yaitu: 1. Nama : Meifina Rosary NIM : Program Studi : Magister Kenotariatan Judul Thesis : Tinjauan yuridis terhadap perwalian pada anak muslim dibawah umur menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (studi kasus di pengadilan Negeri Medan). 2. Nama : Salimah NIM : Program Studi : Magister Kenotariatan Judul Thesis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang ditemukan akibat Gempa dan Tsunami (penelitian di Banda Aceh). Namun tesis-tesis tersebut, berbeda baik judul, tempat penelitian, maupun permasalahannya dengan penelitian ini. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis-tesis tersebut adalah: Judul tesis Meifina Rosary Tinjauan Yuridis Terhadap Perwalian Pada Anak Muslim di bawah Umur Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan). Dengan rumusan masalah: 1. Bagaimana tinjauan perwalian terhadap anak muslim dibawah umur menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam?

13 13 2. Bagaimana cara pengangkatan terhadap wali bagi anak muslim di bawah umur di Pengadilan Agama? 3. Apa yang menjadi pertimbangan hakim di Pengadilan Agama dalam pengangkatan terhadap wali bagi anak muslim dibawah umur? Judul tesis Salimah Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang ditemukan akibat Gempa dan Tsunami (penelitian di Banda Aceh). Dengan rumusan masalah: 1. Bagaimanakah kriteria anak korban gempa dan tsunami yang secara khusus mendapat perlindungan hukum dan bagaimana bentuk perlindungan hukumnya? 2. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam upaya perlindungan hukum terhadap anak yang diketemukan akibat gempa bumi dan tsunami? 3. Upaya apa yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Child Trafficking (perdagangan anak) terhadap anak korban gempa dan tsunami? Penulis tertarik membahas penelitian dengan judul tinjauan yuridis pelaksanaan perwalian terhadap anak dibawah umur pasca tsunami di Aceh (studi di Banda Aceh), khususnya dalam konteks perwalian di Aceh setelah bencana gempa dan tsunami, yang menyebabkan sistem perwalian yang dilaksanakan pada umumnya bukan dari hasil penunjukkan berdasarkan hukum formal, tetapi berdasarkan persetujuan bersama dalam keluarga atau komunitas dalam masyarakat setempat. Dimana pengelolaan harta milik si anak yang membutuhkan wali, tidak dijalankan sesuai petunjuk hukum, melainkan berjalan apa adanya, yang berdasarkan pada kesepakatan dan kenyakinan dalam masyarakat, sehingga hal ini menyebabkan tidak

14 14 memiliki suatu kepastian hukum, banyak anak-anak yang tidak memiliki orang tua dan membutuhkan suatu kepastian hukum dalam kedudukan perwalian, maka diperlukan suatu putusan hukum yang mengikat. Berdasarkan pembuktian diatas dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan melalui proses penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu masalah dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. 17 Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan, bahwa salah satu arti teori ialah: pendapat, cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu 18. Menurut J. Supranto teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variabel bebas tertentu dimasukan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut variabel bersangkutan memang dapat mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab 19. Otje Salman dan Anton F Susanto, mengutip pendapat W.L.Neuman yang menyebutkan, bahwa: 17 M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, FE UI, Jakarta, 1996, Hal W.J.S.Poerwardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985, hal J.Supranto, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal

15 15 Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja 20. Otje Salman dan Anton F Susanto akhirnya menyimpulkan pengertian teori menurut pendapat beberapa ahli, dengan rumusan sebagai berikut: Kerangka Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum. 21 Menurut M Solly lubis. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang bagi pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setujui ataupun yang tidak disetujui, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti. 22 Teori ini sendiri adalah serangkaian proposisi atau keterangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu penjelasan atas segala gejala yang ada atau seperangkat proposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antara variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang di gambarkan oleh variabel dengan lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut HR.Otje Salman S dan Anton F Susantop, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal, Ibid, hal M. Solly Lubis (I), Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung ; Mandar Maju,1994), hal. 80, 23 Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia Yogyakarta, 1989, hal

16 16 Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan suatu keharusan. Hal ini dikarenakan, kerangka teori itu digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas, adapun teori yang digunakan teori Hukum Pembangunan yang dikemungkakan Mukhtar Kusumaatmaja yang memakai kerangka acuan pada pandangan hidup (way of live) masyarakat serta bangsa Indonesia berdasarkan asas Pancasila yang bersifat kekeluargaan terhadap norma, asas, lembaga dan kaidah yang terdapat dalamnya. Pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan memberikan dasar fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat (law as a tool of social engeneering) dan hukum sebagai suatu sistem sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. 24 Menurut Lilik Mulyadi yang mengutip pendapat Mukhtar Kusumaatmadja, menyebutkan bahwa: Tujuan pokok hukum bila direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban yang dijadikan syarat pokok bagi adanya masyarakat yang teratur. Tujuan lain hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan jamannya. Selanjutnya untuk mencapai ketertiban diusahakan adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia di masyarakat, karena tidak mungkin manusia dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal tanpa adanya kepastian hukum dan ketertiban. 25 Hukum sebagai sarana pembaharuan terkait erat dengan cita-cita pembangunan hukum nasional yang dapat menjawab kebutuhan hukum masyarakat, seperti diketahui masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang pluralis dan dalam 24 Lili Rasjidi dan Ida Bagus Wiyasa Putra, Hukum sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju, Bandung, 2003, hal Lilik Mulyadi, Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja, pdf, terakhir diakses 16 pebruari 2012.

17 17 budaya hukum Indonesia dikenal 3 (tiga) tradisi normatif, yaitu Hukum Adat Pribumi, Hukum Islam dan Hukum Sipil Belanda. 26 Bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan itu dapat berupa itikad baik (tegoeder trouw) dalam berhukum untuk membangun sistem hukum yang baik, maka diperlukan suatu basis yang kokoh yang diatasnya sistem hukum dapat dibangun, 27 dengan kata lain hukum sebagai teks dapat berjalan sebagai mana mestinya jika di barengi dengan itikad baik dari pihak yang bersentuhan dengan hukum tersebut. Bismar Nasution menyatakan dalam memenuhi adanya kepastian hukum dan ketertiban tersebut harus berdasarkan pada tindakan nyata dalam pelaksanaan perwalian tersebut, dengan menggunakan prinsip-prinsip yang berdasarkan pada keadilan, keterbukaan, pertanggung jawaban dan tanggung jawab. 28 Selain itu menurut Andrian Suhedi Keadilan adalah : Suatu ukuran normatif yang sering dikaitkan dengan good governance untuk dapat menciptakan keadilan diperlukan beberapa prasyarat yang saling terkait satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi, diantaranya berupa 1. Transparansi (transparancy); 2. Akuntanbilitas (accountanbility); 3. Kepastian (predictability); 4. Partisipasi (partisipation). 29 Bekerjanya hukum tidak terlepas dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Satjipto Raharjo mengemukakan bahwa: 26 Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler, Studi tentang Konflik dan resolusi dalam Sistem Hukum Indonesia, Terjemahan Pustaka Alphabhet, Jakarta, 2008, hal Satjipto Raharjo, Hukum dan Perilaku, hidup baik adalah dasar hukum yang baik, Penerbit Kompas Media Nusantara, Jakarta, Bismar Nasution, Peranan Birokrasi dalam Mengupayakan Good Governace : Suatu Kajian dari Pandangan Hukum dan Moral, Makalah yang disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia reformasi Hukum di Indonesia Melalui Prinsip-Prinsip Good Governance, tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara. 29 Andrian Suhedi, PrinsipKeterbukaan dalam Pasar Modal, Rekturisasi Perusahaan dan good Corporate Government, Cipta Karya, Jakarta, 2006, hal.205

18 18 Hukum tidak bekerja menurut ukuran dan pertimbangannya sendiri melainkan dengan dengan pemikiran dan pertimbangan apa yang baik yang dilakukan bagi masyarakat, sehingga muncul persoalan bagaimana membuat keputusan yang pada akhirnya bisa memberikan sumbangan terhadap efesiensi produksi masyarakatnya. 30 Pelayanan hukum harus memenuhi rasa keadilan didalam masyarakat, walaupun rasa keadilan itu sulit untuk dipastikan namun setidaknya harus memenuhi suatu ukuran normatif yang hidup didalam masyarakat yang akan melahirkan suatu kepastian hukum. Banyak negara berkembang yang mencantumkan gagasan ideal negara hukum, The Rule of Law pada konstitusi yang dibuatnya, namun hal tersebut tidak menjadi jaminan, didalam pelaksanaannya ternyata banyak pihak yang tidak tunduk dan taat terhadap hukum. Seperti yang dikemukakan Irmayani yang mengutip pendapat Jan Michiel Otto bahwa hanya ada sedikit kepastian hukum yang nyata di Negara-negara berkembang karena terdapat ketidaksesuaian aturan hukum dengan pelaksanaanya. 31 Ketiadaan hukum yang efektif untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat di Negara berkembang, menimbulkan sikap frustasi, pada kenyataannya untuk menciptakan dan mendatangkan keadilan di masyarakat, hukum pada saat ini 30 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal Irmayani, Akuntabilitas Tim Pengamat Kemasyarakatan (TPP) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Tesis,Medan, 2009, hal.37.

19 19 malah sering menjadi masalah daripada menyelesaikan masalah, bahkan tidak sedikit yang bersikap apriori terhadap hukum. 32 bahwa : Senada dengan Irmayani yang juga mengutip pendapat Jan Michiel Otto, Hukum menjadi tidak efektif karena faktor-faktor yang secara yuridik dan nonyuridik. Misalnya penegak hukum Negara-negara berkembang sering sekali kesulitan mencari dan menemukan aturan hukum mana yang berlaku dalam menghadapi situasi konkrit, begitupun dengan penerapan interprestasi yang digunakan. Setidaknya ada tiga jenis faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepastian hukum nyata yaitu: 1. Aturan-aturan hukum itu sendiri; 2. Instalasi-instalasi yang membentuk dan menerapkan hukum; 3. Lingkungan sosial yang lebih luas yaitu politik, ekonomi, sosial-budaya. 33 Perlindungan anak yang merupakan suatu bidang pembangunan nasional, dimana hakikat pembangungan nasional adalah membangun manusia seutuhnya, yang mana melindungi anak adalah melindungi manusia yaitu membangun manusia seutuhnya. Mengabaikan masalah perlindungan anak tidak akan memantapkan pembangunan nasional. Akibat tidak adanya perlindungan anak menimbulkan berbagai permasalahan sosial, yang dapat menggangu ketertiban, keamanan dan pembangunan nasional. Berarti perlindungan anak yang salah satu upayanya yaitu melalui perwalian, yang harus diusahakan apabila ingin mensukseskan pembangunan Nasional. Di samping teori utama yang dipergunakan sebagai alat analisis penelitian ini, juga akan didukung dengan beberapa teori lain sebagai teori pendukung yaitu teori 32 Satjipto Raharjo, Opcit, hal Irmayani, Opcit, hal

20 20 perwalian. Setiap orang harus ada walinya, wali itu dapat terdiri dari orang tuanya atau orang lain yang ditunjuk oleh orang tuanya atau ditetapkan oleh Pengadilan. Wali ini penting dalam hubungannya dengan perkawinan bila yang bersangkutan perempuan, berkaitan dengan harta benda dan pewarisan. 34 Sebagaimana telah disebutkan bahwa teori perwalian sebagai teori pendukung, teori ini penting diikut sertakan karena pada dasarnya semua orang harus ada walinya. Wali terhadap anak secara realitas memang sangat dibutuhkan. Setiap ada urusan tentang anak selalu dikaitkan dengan orang tua atau walinya. Teori pendukung lain adalah teori keadilan. Merupakan teori yang menganalisis dan menjelaskan tentang hak mengasuh, merawat, memelihara dan mewujudkan perlindungan hak-hak anak. 35 Dapat dipastikan adanya ketidakadilan apabila anak yang telah hilang orang tuanya tidak mendapat perhatian apapun dari orang lain atau juga tidak adil apabila orang tua yang tidak memperoleh anak tidak mendapat tempat mencurahkan kasih sayangnya. 36 Selain teori-teori diatas juga di ikutkan teori pengayoman. Menurut Soediman Kartohadiprodjo: Hukum melindungi manusia secara aktif dan pasif. Secara aktif, dengan memberikan perlindungan yang meliputi berbagai usaha untuk menciptakan keharmonisan di masyarakat dan mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang manusiawi, melindungi secara pasif adalah memberikan perlindungan 34 Perlindungan Hukum Anak Angkat Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Ditinjau Dari Hukum Islam. repository.usu.ac.id, terakhir diakses tanggal 17 Maret Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 8,, Al-Maarif, Bandung, 1994, hal A. Hamid Sarong, Kedudukan Anak Angkat Dalam Sistem Hukum Indonesia, Ringkasan Hasil Penelitian, USU,( Medan, 2007), hal. 9.

21 21 dalam berbagai kebutuhan, menjaga ketertiban dan keamanan, taat hukum dan peraturan sehingga manusia yang diayomi dapat hidup damai dan tentram Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas. 38 Selanjutnya, Sumandi Suryabrata memberikan arti khusus apa yang dimaksud dengan konsep. Menurut beliau, sebuah konsep berkaitan dengan defenisi operasional. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digenaralisasi dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional. 39 Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan dalam fakta-fakta tersebut. 40 Defenisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas. Karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka 37 Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Pembangunan, Jakarta, 1993, hal Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999, hal Sumandi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cetakan kedua, UI-Press, 1986, hal.132.

22 22 penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian defenisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran atas sejumlah istilah dan masalah yang dibahas. Disamping itu, dengan adanya penegasan kerangka konsepsi ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam menganalisa masalah yang diteliti, baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis. Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut: a. Perwalian adalah: Kewenangan yang diberikan kepada seseorang atau badan sebagai wakil dari anak atau sebagai pengampu dari orang yang tidak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum demi kepentingan dan atas nama anak atau orang yang tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya tidak cakap melakukan perbuatan hukum. 41 Secara etimologi pewalian dalam bahasa Indonesia ialah segala sesuatu yang menjadi urusan wali. 42 Dalam bahasa Arab disebut dengan Wilayah. Perwalian ialah An-Nasrah (pertolongan). 43 Secara terminologi (istilah) perwalian merupakan Kekuasaan melakukan akad dan transaksi, baik akad nikah maupun akad lainya tanpa 41 Pasal 1 butir 25 Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2007, Tentang Baitul Mal. 42 WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hal Ahmad Hurdi, Al-Ahwal as Syakhshiyah, Mesir; Maktabah Kuliyah Alrabiyah,1969, hal. 3.

23 23 ketergantungan kepada orang lain. Para Fugaha (ahli Hukum Islam) juga membagi perwalian atas perwalian diri pribadi dan atas harta. 44 b. Wali adalah seseorang yang bertindak menggantikan orang tua sianak yang belum dewasa atau belum akil baliq untuk melaksanakan perbuatan hukum. 45 c. Pengertian anak adalah seseorang yang masih dibawah usia tertentu dan belum dewasa serta belum kawin. 46 Pengertian anak secara khusus adalah sebagai berikut : Menurut pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yaitu: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) Tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan. d. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. e. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Hak mempunyai dua makna yang asasi yaitu: (1) sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur dasar-dasar yang harus ditaati dalam hubungan manusia 44 Zakiyuddin Sya ban, Al-hakam as-syar iyyahll ahwal assyakhshiyyah, Dar an- Nahdhah alarabiyah, Kairo, 1969, hal, Yan Pramudya Puspa, kamus hukum, cv. Aneka, Semarang, 1977, hal Aminah Azis, Aspek hukum Perlindungan Anak, Universitas Sumatra Utara press, Medan, 1998, hal

24 24 sesama manusia baik mengenai orang maupun harta bendanya, (2) kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas seseorang bagi selainnya. 47 f. Peraturan perundang-undangan adalah aturan-aturan atau norma-norma yang diterbitkan atau dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatur permasalahan yang berkembang didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Peraturan hukum adalah memberikan tata tertib dan menjamin adanya kepastian hukum didalam masyarakat tetap dipelihara sebaik-baiknya dengan harapan setiap warga taat mematuhi peraturan hukum yang berlaku. g. Qanun adalah adalah Peraturan Daerah sebagai pelaksanaan undang-undang di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus. 48 h. Baitul Mal adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang diberi kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yatim piatu dan/atau hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang tidak ada wali berdasarkan Syariat Islam. 49 G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Sifat penelitian adalah yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach), 50 yang mengfokuskan pada mengumpulkan 47 Iman Jauhari, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Keluarga Poligami, Pustaka Bangsa, Jakarta, 2003, hal Pasal 1 angka 8 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2001 Tentang Otonomi khusus Bagi provinsi daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 49 Pasal 1 butir 25 Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2007 Tentang Baitul Mal. 50 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, edisi pertama, cetakan kelima, Prenada Media Grup, Jakarta, 2009, hal. 102.

25 25 semua perundang-undangan yang terkait dengan perwalian, kemudian menganalisa hukum baik yang tertulis di dalam buku, melakukan pengkajian peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan pengaturan hukum dan implikasi pelaksanaannya di Indonesia maupun hukum yang diputuskan melalui proses pengadilan. Penelitian ini mengunakan metode deskriptif analitis, yang maksudnya adalah suatu analisis data yang tidak keluar dari suatu ruang lingkup sampelyang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan seperangkat data atau menunjukan kamparasi datayang ada hubungannya dengan seperangkat data lain. 51 Dengan demikian penelitian ini diarahkan untuk menggambarkan dan sekaligus juga menganalisis fakta-fakta tentang perwalian dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai wali dari anak dibawah umur. Sehingga pada akhirnya didapatkan gambaran tersebut dengan melihat kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap aturan hukum tentang perwalian ini. 2. Sumber Data Dalam penulisan ini sumber data yang digunakan diperoleh dari data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier dan data primer, yaitu sebagai berikut: 1. Data Sekunder, Terdiri dari bahan hukum primer, merupakan bahan hukum terkait, yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki perundang-undangan. 51 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal.39.

26 26 Bahan hukum sekunder, berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi seperti buku-buku teks, kamus-kamus hukum, hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, makalah, majalah dan sebagainya, serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan tentang masalah. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yaitu mencakup bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum dan eksiklopedia dalam penelitian ini. 2. Data Primer Data primer dilakukan dengan cara mengadakan wawancara secara langsung terhadap pihak terkait untuk melakukan dan memastikan validasi terhadap data sekunder yang telah diperoleh dalam rangka melakukan pemecahan masalah. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Menurut Bambang Waiuyo. Sebagai penelitian hukum yang bersifat normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library Research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah, koran, artikel dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian. 52 b. Wawancara Disamping studi kepustakaan, penelitian ini juga melakukan wawancara 53 untuk mendapatkan data pendukung menjamin ketepatan dan keabsahan hasil 52 Bambang Waiuyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal Hermawan Warsito, Penghantar Metode Penelitian,buku panduan mahasiswa, PT. Gramedia Pustaka Utama,1997, hal. 71. Mengatakan wawancara merupakan alatq pengumpul data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya, yaitu pewawancara, (interviewer),responden, pedoman wawancara dan situasi wawancara.

27 27 wawancara, maka wawancara dilakukan dengan narasumber yang memiliki kompetensi keilmuan dan otoritas yang sesuai, yaitu: 1. Ketua Mahkamah Syar iyah kota Banda Aceh; 2. Anggota Baitul Mal kota Banda Aceh; 3. Anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Banda Aceh. 4. Analisis Data Sesuai dengan sifat penelitian ini yang bersifat deskriftif analistis, dimana analisis data merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan 54. Menurut Koentjoroningrat. Kegiatan analisis dimulai dengan melakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul, baik dari inventarisasi peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah yang berkaitan dengan judul penelitian, baik media cetak dan laporan-laporan penelitian lainnya mendukung studi pustaka kemudian wawancara digunakan untuk mendukung analisis data Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Penebit Remaja Rosdakarya. Bandung hal, Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta,1997, hal.19

DAFTAR PUSTAKA. Amirullah, Himpunan Peraturan Baitul Mal,Banda Aceh, Juli 2008; Azis, Aminah, Aspek Hukum Perlindungan Anak, grasindo Jakarta, 2000;

DAFTAR PUSTAKA. Amirullah, Himpunan Peraturan Baitul Mal,Banda Aceh, Juli 2008; Azis, Aminah, Aspek Hukum Perlindungan Anak, grasindo Jakarta, 2000; 118 DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Amirullah, Himpunan Peraturan Baitul Mal,Banda Aceh, Juli 2008; Azis, Aminah, Aspek Hukum Perlindungan Anak, grasindo Jakarta, 2000; Chandra, S,Sertifikat Kepemilikan Hak Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN HARTA AGAMA YANG TIDAK DIKETAHUI PEMILIK DAN AHLI WARISNYA SERTA PERWALIAN GUBERNUR ACEH, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGANAN PERMASALAHAN HUKUM DALAM RANGKA PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGANAN PERMASALAHAN HUKUM DALAM RANGKA PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadilan merupakan tempat bagi seseorang atau badan hukum untuk mencari keadilan dan menyelesaikan persoalan hukum yang muncul selain alternatif penyelesaian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGANAN PERMASALAHAN HUKUM DALAM RANGKA PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI Anggyka Nurhidayana 1, Amnawati 2, Kasmawati 3. ABSTRAK Upaya perlindungan hukum dalam perkawinan sirri atau disebut perkawinan tidak dicatatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang di wilayah propinsi Aceh dan Kepulauan Nias di propinsi Sumatera Utara, telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang di wilayah propinsi Aceh dan Kepulauan Nias di propinsi Sumatera Utara, telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 di wilayah propinsi Aceh dan Kepulauan Nias di propinsi Sumatera Utara, telah menghancurkan

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui pernyataan bahwa manusia adalah makhluk zoonpoliticon 75, yaitu bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui pernyataan bahwa manusia adalah makhluk zoonpoliticon 75, yaitu bahwa BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang sejarah perkembangan manusia, manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, kecuali dalam keadaan terpaksa manusia dapat berpisah dari kelompoknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau salah satunya sudah meninggal, maka anak yang masih di bawah umur

BAB I PENDAHULUAN. atau salah satunya sudah meninggal, maka anak yang masih di bawah umur BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Anak merupakan harapan orang tua untuk meneruskan keturunan dan kehidupannya. Orang tua hidup dan bekerja demi anak keturunannya. Kesemuanya itu digunakan demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak Perwalian anak karena perceraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus memperhatikan norma dan kaidah hidup dalam masyarakat. Namun kenyataannya tidak semua orang berprinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai 65 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian tesis ini dilakukan di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan betina begitu pula tumbuhtumbuhan dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai peran yang sangat penting karena merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan. Selain itu tanah mempunyai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis BAB III METODE PENELITIAN berikut: Metode penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis, Sifat, Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian Hal yang cukup penting dalam penelitian hukum sebagai suatu kegiatan ilmiah adalah proses analisa yang meliputi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.204, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Pasca Bencana Nasional. Permasalahan. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4949) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 39 /PBI/2008 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PENANGANAN KHUSUS PERMASALAHAN PERBANKAN PASCABENCANA NASIONAL DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS, PROVINSI

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah. budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada.

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah. budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA

-1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA -1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 25A Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 25A Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 25A Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa wilayah Indonesia di bagi atas daerah - daerah dengan wilayah batas - batas dan hak - haknya ditetapkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau memiliki persamaan dengan penelitian doktrinal (doctrinal research).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

1 Pasal 105 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 2 Salinan Putusan nomor 0791/ Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg, h. 4.

1 Pasal 105 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 2 Salinan Putusan nomor 0791/ Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg, h. 4. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada dasarnya apabila hubungan perkawinan antara suami dan istri telah terputus karena perceraian, maka akan ada beberapa hukum yang berlaku sesudahnya. Salah satu di

Lebih terperinci

PERWALIAN Oleh: Chairul Fahmi, SHi,MA

PERWALIAN Oleh: Chairul Fahmi, SHi,MA PERWALIAN Oleh: Chairul Fahmi, SHi,MA A. Defenisi Perwalian Secara etimologi (bahasa), kata perwalian berasal dari kata wali, dan jamak awliya. Kata ini berasal dari kata Arab yang berarti "teman", "klien",

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membangun rumah tangga adalah hakikat suci yang ingin dicapai oleh setiap pasangan. Kebahagiaan dalam rumah tangga merupakan impian yang selalu berusaha diwujudkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa di dalam Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Secara substansial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat,

BAB III METODE PENELITIAN. melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat, BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode memegang peran penting dalam mencapai suatu tujuan, termasuk juga metode dalam suatu penelitian. Metode penelitian yang dimaksud adalah cara-cara melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak seharusnya mendapatkan haknya untuk bermain, belajar dan bersosialisasi. Tetapi keadaannnya akan menjadi

Lebih terperinci

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S2 Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembagian harta warisan secara adil sesuai aturan hukum yang berlaku merupakan hal utama dalam proses pewarisan. Keselarasan, kerukunan, dan kedamaian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang dialami dua insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah dambaan suatu keluarga dalam suatu perkawinan yang sah, baik itu sebagai generasi penerus ayah dan ibunya. Anak adalah harta dunia yang sekaligus juga

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA 0 EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara beraneka ragam adat dan budaya. Daerah yang satu dengan daerah yang lainnya memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Demikian juga

Lebih terperinci

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH -1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara. yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara. yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya. 2 Hukum adalah seperangkat aturan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa lembaga adat yang berkembang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak.

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil merupakan salah satu instansi pemerintah yang bertugas melayani masyarakat dalam hal pencatatan kelahiran, kematian, perkawinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat pelaksanaan pembangunan. Salah satu program dibidang

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat pelaksanaan pembangunan. Salah satu program dibidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyusunan rencana strategis 2011 semua anak Indonesia tercatat kelahirannya merupakan rencana jangka menengah untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbedaan pendapat merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan adanya jaminan kemandirian dan kemerdekaan seseorang dalam menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan tanggung jawab. Sesuai

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN IMEUM MEUNASAH DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN IMEUM MEUNASAH DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN IMEUM MEUNASAH DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba- Nya melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya. Secara umum anak adalah seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani kehidupan sebagai suami-isteri hanya dapat dilakukan dalam sebuah ikatan perkawinan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, arah

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut. 1. penggunaan, peruntukan serta pelestarian akan tanah tersebut.

Bab I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut. 1. penggunaan, peruntukan serta pelestarian akan tanah tersebut. 9 Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan tanah saat ini semakin meningkat, dimana peningkatan akan tanah tersebut terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya

Lebih terperinci