BIOAVAILABILITAS BETA KAROTEN DARI HASIL PEMURNIAN CPO (CRUDE PALM OIL) DALAM BENTUK RPO (RED PALM OIL) DAN ISOLAT SECARA IN VIVO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIOAVAILABILITAS BETA KAROTEN DARI HASIL PEMURNIAN CPO (CRUDE PALM OIL) DALAM BENTUK RPO (RED PALM OIL) DAN ISOLAT SECARA IN VIVO"

Transkripsi

1 BIOAVAILABILITAS BETA KAROTEN DARI HASIL PEMURNIAN CPO (CRUDE PALM OIL) DALAM BENTUK RPO (RED PALM OIL) DAN ISOLAT SECARA IN VIVO Oleh: DARMANING BEKTI NOVIANTO A PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 RINGKASAN DARMANING BEKTI NOVIANTO. A Bioavailabilitas Beta Karoten dari Hasil Pemurnian CPO (Crude Palm Oil) dalam Bentuk RPO (Red Palm Oil) dan Isolat Secara in vivo. Dibawah bimbingan Rimbawan, Yekti Hartati Effendi, dan Prayoga Suryadarma. Defisiensi vitamin A merupakan masalah gizi utama yang ada di negara berkembang. Kondisi defisiensi ini dapat berpengaruh terjadap kesehatan dan potensi individu terutama anak-anak. Oleh karena itu dibutuhkan sumber alternatif vitamin A dalam jumlah yang besar. Vitamin A dalam bentuk beta karoten (provitamin A) yang ada pada minyak sawit kasar merupakan salah satu yang paling potensial. Beta karoten ini dicoba untuk diisolasi agar nantinya dapat digunakan sebagai sumber vitamin A sehingga dapat menurunkan kejadian defisiensi pada anak-anak. Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui bioavailabilitas vitamin A yang bersumber dari vitamin A murni, beta karoten, RPO, isolat, dan dengan menggunakan model hewan percobaan yaitu tikus. Adapun tujuan khususnya adalah: mengetahui proses pembuatan RPO dari bahan dasar CPO dan isolat; mengetahui intake ransum tikus per hari diberikan diet mengandung vitamin A yang berasal dari RPO, isolat, dan mikrokapsul menggunakan vitamin A murni dan beta karoten sebagai kontrol; serta mengetahui bioavailabilitas beta karoten dengan mengamati perubahan berat badan tikus yang diberikan berbagai macam jenis diet sumber vitamin A. Metode penelitian ini dimulai dengan proses pembuatan RPO dan isolat beta karoten. Tahap selanjutnya adalah mengaplikasikan produk pemurnian CPO (RPO dan Isolat) yang sudah ada dengan menggunakan hewan coba, yaitu tikus jenis Sprague Dawley jantan berjumlah 30 ekor. Tikus-tikus tersebut dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok besar kontrol dan pemurnian CPO. Kelompok besar kontrol terdiri dari kelompok kontrol standar, kelompok kontrol positif vitamin A, dan kelompok kontrol positif beta karoten. Kelompok besar pemurnian CPO terdiri dari kelompok RPO dan isolat. Setiap kelompok tikus terdiri dari 6 ekor.umur tikus yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 golongan umur, yaitu 60 hari untuk kelompok standar vitamin A dan beta karoten, dan 24 hari untuk kelompok pemurnian CPO. Tikus dipelihara dalam kandang terpisah. Seluruh tikus dipelihara selama 117 hari yang dibagi dalam 3 masa, yaitu adaptasi (11 hari), deplesi (92 hari), dan replesi (14 hari). Adaptasi dilakukan untuk penyesuaian tikus dengan lingkungan baru, deplesi digunakan untuk meminimalkan cadangan vitamin A dalam hati dan replesi digunakan untuk mengembalikan cadangan vitamin A dalam hati. Tikus diberi makan dalam bentuk ransum semi basah secara pair feeding, sedangkan pemberian minum dilakukan secara ad libitum. Data yang diambil dari penelitian ini adalah intake ransum dan berat badan tikus. Intake ransum tikus didapat dari selisih pakan yang diberikan dan sisa ransum setiap hari. Data berat badan diambil dengan menimbang tikus per dua hari sekali. RPO merupakan produk pemurnian yang paling sederhana dari CPO yang sudah aman untuk dikonsumsi. RPO merupakan CPO yang sudah dipisahkan fraksi stearinnya dan dihilangkan asam lemak bebas serta pengotor seperti gum. Secara keseluruhan, pemrosesan CPO (fraksi olein) menjadi RPO tidak terlalu

3 iii mempengaruhi kandungan beta karoten. RPO yang didapat kemudian diproses lebih lanjut menjadi isolat beta karoten. Pembuatan isolat dilakukan dengan melalui beberapa tahapan proses adsorbsi, desorpsi, dan pemekatan dengan menggunakan alat penguapan vakum. Hasil proses isolasi ini adalah isolat beta karoten dengan kandungan beta karoten yang lebih tinggi dari fraksi olein CPO. Kandungan yang didapat yaitu hampir dua kali lipat dari kandungan awalnya yang sekitar 158 ppm menjadi 272 ppm. Intake ransum tikus masa adaptasi cenderung bervariasi pada setiap kelompok besar, tetapi tidak berbeda nyata. Secara deskriptif, rata-rata intake ransum tikus kelompok besar kontrol pada masa adaptasi (13.23g) lebih kecil daripada kelompok besar pemurnian CPO (14.63g). Intake ransum tikus antar kelompok besar pada masa deplesi mengarah ke pola yang berbeda. Intake ransum kelompok besar kontrol semakin menurun, sedangkan pada kelompok besar pemurnian CPO semakin meningkat. Secara deskriptif, didapatkan bahwa ratarata intake ransum tikus kelompok besar pemurnian CPO (17.16g) lebih besar dibanding kelompok besar kontrol (10.35g). Hal ini disebabkan karena kondisi fisik kelompok standar yang terganggu, sehingga menurunkan nafsu makan. Pada masa replesi, intake ransum semua kelompok menurun. Secara deskriptif didapatkan bahwa rata-rata intake ransum tikus kelompok besar pemurnian CPO (14.86g) lebih besar dibanding kelompok besar standar (9.56g). Pertumbuhan tikus selama masa adaptasi antara kedua kelompok mempunyai pola dan perubahan berat badan tikus per hari yang relatif sama. Pada masa deplesi, perubahan berat badan tikus pada kedua kelompok utama mengalami penurunan, bahkan bernilai negatif pada kelompok standar. Nilai negatif menunjukkan bahwa selama masa deplesi, berat badan tikus semakin kecil. Pada masa replesi, terjadi peningkatan berat badan tikus, ditunjukkan dengan perubahan berat badan tikus yang bernilai positif. Efisiensi ransum merupakan nilai rasio antara pertumbuhan tikus dan intake ransum pada masing-masing kelompok. Nilai rasio ini menjelaskan tentang hubungan antara penambahan berat badan tikus sebesar x g setiap terjadi peningkatan intake ransum sebesar 1 gram. Efisiensi ransum dapat menunjukkan secara lebih baik variabel perubahan berat badan karena dinilai berdasarkan intake ransum yang sama. Efisiensi ransum semua kelompok mempunyai nilai yang beragam, tetapi mempunyai pola yang sama, yaitu menurun pada masa deplesi dan naik pada masa replesi. Peningkatan nilai dari efisiensi ransum ini kemungkinan besar disebabkan karena pengaruh pemberian vitamin A kembali lewat ransum yang dikonsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini, asupan vitamin A berperan dalam pertumbuhan tikus yang dapat ditunjukkan dengan peningkatan nilai dari efisiensi ransum. Efisiensi ransum tikus kelompok KPva yang diberikan intake vitamin A dari vitamin A murni lebih besar daripada kelompok KPbk yang diberikan beta karoten. Pada kelompok pemurnian CPO, kelompok RPO menunjukkan efisiensi ransum yang lebih besar daripada kelompok isolat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini, bioavailabilitas vitamin A murni lebih baik dibandingkan beta karoten, dan RPO mempunyai bioavailabilitas yang lebih baik daripada isolat.

4 BIOAVAILABILITAS BETA KAROTEN DARI HASIL PEMURNIAN CPO (CRUDE PALM OIL) DALAM BENTUK RPO (RED PALM OIL) DAN ISOLAT SECARA IN VIVO Oleh: DARMANING BEKTI NOVIANTO A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

5 LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : Bioavailabilitas Beta Karoten dari Hasil Pemurnian CPO (Crude Palm Oil) Dalam Bentuk RPO (Red Palm Oil) dan Isolat Secara In Vivo. NAMA : Darmaning Bekti Novianto NRP : A Disetujui Komisi Pembimbing Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Rimbawan NIP dr. Yekti H. Effendi, S.Ked NIP Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian IPB Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batu-Malang pada tanggal 18 November 1985 sebagai anak keempat dari 4 bersaudara pasangan Bapak Darmaning Adji S. dan Ibu Sukanti. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Imannuel dan lulus pada tahun Sekolah menengah tingkat pertama dilalui penulis di SMPN 1 Batu dan lulus pada tahun Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMUN 1 Batu dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama pula penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di kegiatan organisasi HIMAGITA. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Fisiologi Manusia pada program mayor dan ekstensi. Selain itu, penulis pernah memperoleh beberapa prestasi yaitu: a. Memperoleh dana pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan tahun 2006 b. Finalis Pada Presentasi Program Kreativitas Mahasiswa Pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XIX oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2006 c. Memperoleh dana pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat tahun 2007 d. Memperoleh dana pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan tahun 2007 e. Pemenang Setara Perak Dalam Presentasi Program Kreativitas Mahasiswa Pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XX oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2007 f. Pemenang Setara Perak Dalam Pameran Poster Pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XX oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2007.

7 ix KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian. Penulis juga sangat berterima kasih kepada Dosen Dr. Rimbawan, dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked, dan Prayoga Suryadarma STP. MT. yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul BIOAVAILABILITAS BETA KAROTEN DARI HASIL PEMURNIAN CPO (CRUDE PALM OIL) DALAM BENTUK RPO (RED PALM OIL), DAN ISOLAT SECARA IN VIVO. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak termasuk penulis. Penulis juga mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan penulis di masa mendatang. Bogor, Februari 2010 Penulis

8 PRAKATA Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapaku, Tuhan Yesus Kristus. Terima kasih telah memberikan sepaket kehidupan yang penuh dengan kasih karunia, berkat, pemulihan dan pengampunan. Segalanya hanya untuk kemuliaan namamu. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Rimbawan selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan kebijaksanaan, dukungan spiritual, kesempatan yang tak terhingga, dan teladan dengan sabar kepada penulis selama dalam masa pembimbingan. 2. dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, kebijaksanaan, kesempatan, dan teladan dengan sabar kepada penulis selama dalam masa pembimbingan. 3. Prayoga Suryadarma, STP. MT. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, kebijaksanaan, teladan dengan sabar kepada penulis selama dalam masa pembimbingan. Terima kasih telah memberikan banyak sekali kesempatan dan pembekalan dari disiplin ilmu yang berbeda, sehingga penulis merasa lebih siap dalam dunia kerja. 4. Katrin Roosita SP. MSi. Selaku pembimbing akademik dan penguji, penulis mengucapkan terima kasih untuk bantuannya dalam penyusunan tugas akhir, bantuan, pembelajaran, dan segala teladan tentang nilai-nilai hidup, dan kesempatan berkerja bersama. Terima Kasih Ibu Guru. 5. Terima kasih kepada Yuges Saputri, Dina Nikmatina Ritonga, dan Dias Permata Sari atas kesediannya menjadi pembahas pada seminar penulis. Pak Mashudi dan Guntari. Penulis merasa sangat banyak terbantu selama penulis menjalankan penelitian. 6. Bapak dan Ibu. Terima kasih untuk dukungannya selama hidup penulis, terlebih selama penulis menempuh masa studi. Semua yang penulis lakukan penulis persembahkan untuk Bapaku yang baik, dan juga untuk kalian. Semoga penulis diberi banyak waktu untuk membalas semua yang telah kalian beri, Amin. 7. Mas Wawan, Mbak Didit, Mbak Riris, Mbak Anik, Putri, Abel, Gigih, dan Gagah. Terima kasih untuk saudara-saudaraku yang telah mendukung penulis

9 xi sampai tahap ini. Penulis sangat bersyukur mempunyai keluarga seperti kalian. Berharap dapat membalas segala yang telah kalian berikan untuk penulis. Terima kasih untuk Nanien. Terima kasih atas semua tenaganya untuk membantu selama penulis menyelesaikan penelitian dari awal sampai akhir. Penulis bersyukur atas semua waktu kebersamaannya. Terima kasih banyak. 8. Dan yang terakhir kepada pihak yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu. Penulis mohon maaf, semoga teman-teman berkenan dan saya ucapkan terima kasih banyak.

10 xi DAFTAR ISI DAFTAR ISI...x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR...xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang...1 Tujuan... 3 Kegunaan Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Vitamin A...4 Fungsi Vitamin A...4 Metabolisme β karoten dan Vitamin A...5 Unit dan Standar Vitamin A... 7 Beta Karoten... 7 StabilitasBeta Karoten... 8 Bioavailabilitas Beta Karoten... 9 Crude Palm Oil (CPO)...9 Komponer Minor CPO...9 Red Palm Oil (RPO) In Vivo Tikus Sprague Dawley...11 III. METODE Waktu dan Tempat...12 Alat dan Bahan...12 Prosedur Proses Pembuatan RPO dari CPO Proses Pembuatan Isolat Beta Karoten dari CPO Penelitian Menggunakan Hewan Percobaan Tikus Rancangan Percobaan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Minyak Sawit Merah (RPO) Pembuatan Isolat Beta Karoten...19 Intake Ransum Tikus Pertumbuhan Tikus Perubahan Berat Badan Tikus per Hari Berat Badan Akhir Efisiensi Ransum Halaman

11 xi V. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Saran...32 VI. DAFTAR PUSTAKA...33 VI. LAMPIRAN 1. Kadar Air ransum dan sisa ransum Persiapan standar Retinol Prosedur Pembedahan dan Pengambilan Darah Tikus Metode Ekstraksi Pada Plasma Darah Uji deskriptif rata-rata intake ransum kelompok kontrol Uji beda rata-rata intake ransum kelompok kontrol Uji deskriptif rata-rata intake ransum kelompok pemurnian CPO Uji beda rata-rata intake ransum kelompok pemurnian CPO Uji deskriptif rata-rata berat badan tikus pada awal pemeliharaan, akhir masa adaptasi, akhir masa deplesi, dan akhir masa replesi kelompok kontrol Uji beda rata-rata berat badan tikus pada awal pemeliharaan, akhir masa adaptasi, akhir masa deplesi, dan akhir masa replesi kelompok kontrol Uji deskriptif rata-rata berat badan tikus pada awal pemeliharaan, akhir masa adaptasi, akhir masa deplesi, dan akhir masa replesi kelompok pemurnian CPO Uji deskriptif rata-rata berat badan tikus pada awal pemeliharaan, akhir masa adaptasi, akhir masa deplesi, dan akhir masa replesi kelompok pemurnian CPO Uji beda rata-rata berat badan tikus pada awal pemeliharaan, akhir masa adaptasi, akhir masa deplesi, dan akhir masa replesi kelompok pemurnian CPO Uji deskriptif rata-rata perubahan berat badan tikus kelompok kontrol Uji beda rata-rata perubahan berat badan tikus kelompok kontrol Uji deskriptif rata-rata perubahan berat badan tikus kelompok pemurnian CPO Uji beda rata-rata perubahan berat badan tikus kelompok pemurnian CPO Uji deskriptif rata-rata efisiensi ransum kelompok kontrol Uji beda rata-rata efisiensi ransum kelompok kontrol Uji deskriptif rata-rata efisiensi ransum kelompok pemurnian CPO Uji beda rata-rata efisiensi ransum kelompok pemurnian CPO...41

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Daftar aktivitas beberapa antioksidan Komposisi asam lemak penyusun minyak sawit kasar Komponen-komponen Minor dalam Minyak Kelapa Sawit Komposisi zat gizi diet standar tikus Komposisi untuk 1 gram vitamin campuran Jenis diet per kelompok tikus Perubahan berat badan tikus per 10 hari masa deplesi...28

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Degradasi beta karoten Diagram alir pembuatan RPO Diagram alir pembuatan isolat beta karoten Fraksi olein CPO, RPO, dan isolat Intake ransum tiap kelompok selama pemeliharaan Berat badan tikus awal pemeliharaan Berat badan tikus selama masa adaptasi Berat badan tikus selama masa deplesi Berat badan tikus selama masa replesi Perubahan berat badan tikus per hari selama perlakuan Berat badan tikus pada akhir masa adaptasi, deplesi, dan replesi Efisiensi ransum semua kelompok pada masa replesi... 31

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penduduknya yang mempunyai angka kelahiran tinggi, sekitar 1.35% per tahun, sehingga setiap tahun jumlah balita yang ada bertambah secara cepat (BPS, 2001). Beberapa permasalahan yang biasanya timbul di negara berkembang akibat tingginya pertumbuhan penduduk adalah menyangkut masalah sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Masalah kesehatan ini mempunyai jangkauan yang luas, karena mengena tidak hanya pada orang dewasa saja, tetapi juga pada anak-anak dan balita. Tahun 2004, pada pertemuan Program Advokasi Perbaikan Gizi menuju Keluarga Sadar Gizi, Azwar mengemukakan bahwa balita merupakan golongan yang rawan terkena gangguan kesehatan, baik karena masalah gizi dan penyakit (patologi). Salah satu permasalahan gizi yang sering terjadi pada balita adalah defisiensi vitamin A (You et.al, 2002), oleh karena itu pemerintah mempunyai program untuk masyarakat melalui posyandu dengan memberikan kapsul vitamin A dosis tinggi setiap enam bulan sekali. Pemberian kapsul vitamin A dibagi menurut dua kelompok umur, yaitu umur 0-1 tahun sebesar IU dan 1-5 tahun sebesar IU (Depkes, 2000). Seiring pertambahan umur, balita-balita ini akan bertumbuh dan berkembang menjadi anak-anak yang juga merupakan golongan umur rawan terkena masalah gizi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin A. Rawannya kondisi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, pertama adalah permasalahan kesulitan makan. Golongan umur anak-anak cenderung masih memilih-milih makanan (picky eaters) (Judarwanto, 2007). Kesulitan makan ini memungkinkan tubuh kurang mendapat asupan gizi yang cukup. Selain itu, kurang cukupnya pengetahuan orang tua tentang gizi menyebabkan penyediaan makanan yang sarat dengan gizi lengkap tidak selalu terpenuhi. Terlebih lagi pelayanan pemberian kapsul vitamin A yang sudah tidak didapatkan lagi oleh beberapa anak dari posyandu. Keadaan ini menyebabkan banyak anak yang mengalami defisiensi vitamin A (Azwar, 2004). Anak-anak yang mengalami defisiensi vitamin A tidak hanya terkena masalah gizi, tetapi juga masalah imunitas jika defisiensi tersebut terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan, penurunan

15 kekebalan sehingga lebih mudah terserang oleh penyakit (Depkes, 2000). Kondisi tubuh yang tidak mampu mensintesis vitamin A sendiri menjadikan vitamin A mutlak harus dipenuhi dari makanan. Dengan jumlah balita dan anak-anak di Indonesia yang cukup besar, perlu diupayakan sumber alternatif vitamin A dalam jumlah besar yang dapat membantu mengatasi kebutuhan vitamin A. Salah satu sumber alternatif vitamin A yang berpotensi adalah beta karoten dari Industri minyak goreng. Pada industri minyak goreng, pengolahan bahan baku yaitu Minyak Sawit Kasar/ Crude Palm Oil (CPO) menjadi minyak goreng melalui salah satu proses yang dinamakan bleaching (pemutihan). CPO yang bewarna merah, setelah mengalami bleaching akan menjadi lebih terang (kuning keemasan). Bleaching ini dengan sengaja dilakukan agar dapat mencapai syarat mutu produk minyak goreng dan juga memenuhi keinginan konsumen. Padahal, warna merah tersebut adalah warna yang dihasilkan oleh pigmen karotenoid yang sebagian besar adalah beta karoten. Beta karoten yang sudah melalui tahap bleaching akan kehilangan potensinya sebagai provitamin A. Potensi beta karoten yang dapat rusak karena proses bleaching ini diupayakan untuk tetap dipertahankan dengan cara mengisolasi beta karoten dari CPO terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar hasil dari isolasi ini dapat dijadikan sebagai sediaan vitamin A. Sediaan vitamin A yang dapat diperoleh dari beberapa tahapan pemurnian CPO antara lain adalah RPO dan isolat. Dari produk pemurnian CPO ini, selanjutnya dilihat potensi biologisnya sebagai provitamin A sehingga diharapkan dapat menjadi sumber vitamin A yang setara dengan sumber-sumber vitamin A yang sudah ada.

16 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui bioavailabilitas vitamin A yang bersumber dari vitamin A murni, beta karoten, RPO, isolat, dan mikrokapsul dengan menggunakan model hewan percobaan yaitu tikus Tujuan khusus 1. Mengetahui proses pembuatan RPO dari bahan dasar CPO, Isolat, dan mikrokapsul 2. Mengetahui intake ransum tikus per hari diberikan diet mengandung vitamin A yang berasal dari RPO, isolat, dan mikrokapsul menggunakan vitamin A murni dan beta karoten sebagai kontrol 3. Mengetahui bioavailabilitas beta karoten dengan mengamati perubahan berat badan tikus yang diberikan berbagai macam jenis diet sumber vitamin A. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah keragaman sumber-sumber beta karoten dan bentuk sediaan beta karoten yang potensial agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, khususnya anak-anak sehingga dapat menurunkan resiko kejadian defisiensi vitamin A pada anak-anak.

17 4 TINJAUAN PUSTAKA Vitamin A Vitamin A adalah senyawa organik yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah relatif kecil tetapi sangat penting untuk menjaga kesehatan. Sekitar tahun 1909, pada awalnya vitamin A diduga hanya sebagai zat larut lemak yang esensial bagi kehidupan. Tahun 1919, Mccollum memberi nama A dan menganggapnya hanya seperti halnya ekstrak lemak, tetapi pada tahun 1920 oleh Drummond dinamakan vitamin A. Vitamin A bisa ditemukan dalam tiga bentuk yaitu retinol (alkohol), retinal (aldehida), dan bentuk asamnya yaitu asam retinoat (Linder, 1992). Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (essensial) bagi manusia, karena tidak dapat diproduksi sendiri dalam tubuh. Umumnya, tubuh mendapat asupan vitamin A dari bahan makanan alami (hati, kuning telur, dan juga ASI), bahan makanan yang diperkaya dengan vitamin A, dan kapsul vitamin A dosis tinggi (Depkes, 2000). Vitamin A dalam makanan biasanya dalam bentuk beta karoten dan retinal, masing-masing berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan makanan juga banyak mengandung banyak karotenoid lain hanya saja sedikit yang mempunyai aktivitas provitamin. Kebutuhan vitamin A setiap individu berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti halnya umur, jenis kelamin dan juga kondisi fisiologis. Fungsi Vitamin A Manfaat vitamin A sudah banyak dipelajari secara intensif dalam beberapa tahun terakhir ini dan banyak memberi keterangan tentang aktivitasnya. Empat fungsi utama dari vitamin A yaitu untuk penglihatan, diferensiasi sel-sel epitel, pertumbuhan dan reproduksi. Peranan utama vitamin A dalam penglihatan adalah membentuk rodopsin. Rodopsin ini berfungsi sebagai penerima langsung energi cahaya selama melihat dalam cahaya redup atau tidak berwarna. Fungsi vitamin A dalam diferensiasi sel dengan memelihara fungsi sel dan juga menjaga perkembangannya. Defisiensi vitamin A sudah lama diketahui menyebabkan sekresi sel mukosa dan terjadinya penggantian sel kolumnar epitel dengan lapisan tebal, bertanduk di banyak bagian tubuh. Lapisan epitelium ini termasuk keratinisasi lapisan kornea, paru-paru, kulit, dan mukosa intestin. Pada mukosa

18 5 2 usus terjadi penurunan yang drastis pada jumlah sel goblet dalam kript intestin dan permukaan vili (Linder, 1992). Pertumbuhan tulang dipengaruhi oleh vitamin A, yaitu dengan menyesuaikannya melalui proses remodeling. Vitamin A esensial untuk aktifitas sel-sel dalam tulang rawan epifise untuk menjaga siklus pertumbuhan yang normal, maturasi (pematangan), dan degenerasi. Resorpsi tulang akan berhenti pada saat keadaan defisiensi, walaupun tidak ada kerusakan dalam proses kalsifikasi (Linder, 1992). Vitamin A juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas). Anak-anak yang cukup mendapat asupan vitamin A, bila terkena diare, campak, atau penyakit infeksi lainnya tidak akan cepat menjadi parah, sehingga tidak sampai membahayakan jiwa anak (Depkes, 2000). Penelitian yang sudah ada juga mengemukakan bahwa Vitamin A berperan langsung terhadap pertumbuhan. IGF (Insulin-like Gowth Factor), sebagai hormon yang berperan dalam pembelahan sel, diferensiasi jaringan, dan perangsang pertumbuhan, keberadaanya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keberadaan hormon insulin, tahapan diferensiasi, dan status gizi (Fu, et al., 2001). Penurunan status gizi seperti salah satunya karena pembatasan makanan dapat mempengaruhi konsentrasi IGF. Pemberian diet non vitamin A selama 14 hari tidak mempengaruhi kecepatan pertumbuhan pada burung puyuh, tetapi menurunkan konsentrasi IGF (Insulin-like Gowth Factor) dalam serum. Bila diet non vitamin A ini dilanjutkan sampai 21 hari, maka akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan pada burung puyuh (Fu, et al., 2001). Penelitian pengaruh vitamin A terhadap pertumbuhan juga telah dilakukan pada manusia. Pemberian vitamin A dosis tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan linier pada anak-anak usia batita dan balita (Hadi et al., 2010). Metabolisme Beta Karoten dan Vitamin A Vitamin A dari makanan, terutama yang masih dalam bentuk beta karoten diserap ke dalam tubuh melalui dinding usus halus. Penyerapan beta karoten yang efisien membutuhkan pembebasan dari endogen protein atau deesterfikasi serta adanya lemak makanan lainnya dan asam empedu yang terekskresi. Di dalam usus halus, juga sedikit di dalam hati, sebagian beta karoten dipecah menjadi unit retinal (mungkin juga menjadi retinoid dengan rantai cabang lebih panjang) dan

19 62 semua diinkorporasikan menjadi kilomikron untuk diangkut ke hati dan organ lain, melalui limfe dan darah (Linder, 1992). Konsumsi karoten yang berlebihan tidak mempunyai konsekuensi berlebihan seperti halnya konsumsi retinal yang sangat beracun. Kadar konsentrasi serum sangat bervariasi dan biasanya menggambarkan konsumsi, sedangkan konsentrasi retinol ditentukan oleh tingkat sekresi hati dan levelnya dipertahankan sangat konstan, kecuali dalam keadaan defisiensi atau keracunan. Vitamin A yang terserap berlebih akan disimpan sebagai palmitit atau ester-ester asam lemak lainnya dari retinol dalam hati, sedangkan karoten yang berlebih disimpan dalam jaringan lemak (Linder, 1992). Retinol dan retinoid lainnya yang disekresi hati ke dalam plasma darah, bersatu dengan Retinol Binding Protein (RBP). Konsumsi seng (Zn) dan protein yang cukup dibutuhkan untuk produksi RBP secara normal. Oleh karena itu, defisiensi Zn dan malnutrisi protein akan mengganggu fungsi vitamin A dengan jalan mencegah tingkat pembebasannya secara normal dari penyimpannya di hati. Pada waktu di dalam plasma, vitamin A-RBP membentuk kompleks dengan prealbumin dalam plasma dengan rasio (1:1), hal ini bertujuan untuk mencegah hilangnya vitamin tersebut saat melalui filtrasi pada glomerula ginjal. Kompleks tersebut membawa vitamin A ke berbagai target sel-sel dimana reseptor yang berada di permukaan sel dapat menjadi perantara dalam pengambilannya dan pemindahan Retinol Binding Protein interseluler (CRBP) (Goodman, 1981 dalam Linder, 1992). Oksidasi retinol menjadi retinaldehida membutuhkan NAD + dan bersifat reversibel (bolak-balik), sedangkan perubahan menjadi asam retinoik tidak bersifat reversibel dalam jaringan hewan. Kondisi ini menyebabkan hanya konsumsi retinol, retinal dan perkusornya saja yang dapat menyebabkan penyimpanan vitamin A, hal ini tidak berlaku untuk asam retinoik. (DeLuca dan Shapiro 1981; Roberts, 1981 dalam Linder, 1992). Beta karoten yang berlebihan tidak dikonversi menjadi retinol dan mempunyai pola akumulasi dalam jaringan dan keracunan yang berbeda dengan vitamin A dimana sebagian besar disimpan dalam jaringan lemak di seluruh tubuh. Pada manusia, hal ini akan menyebabkan warna kekuningan pada lapisan jaringan lemak.

20 72 Unit dan Standar Vitamin A Andarwulan dan Sutrisno (1992) menyatakan bahwa beta karoten di dalam tubuh diubah menjadi vitamin A. Dalam sistem RE, pengukuran dilakukan terhadap jumlah karoten yang diserap, sehingga menunjukkan derajat konversi beta karoten menjadi vitamin A. Konversi beta karoten bila dihubungkan dengan sistem IU (berdasarkan berat), mempunyai aktivitas vitamin A (retinol) 50%, sedangkan provitamin lainnya mempunyai aktifitas 25% retinol. Retinol diserap secara sempurna dalam usus halus, sedangkan hanya 1/3 dari karotenoid yang dikonsumsi diserap tubuh. Sejumlah karoten yang diserap tersebut, hanya ½ dari beta karoten dan ¼ dari provitamin lainnya dikonversi menjadi retinol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa beta karoten mempunyai 1/6 aktivitas retinol dan karotenoid lainnya hanya mempunyai 1/12 aktivitas retinol. Nilai vitamin A dapat dikonversi menjadi retinol ekuivalen sebagai berikut : 1 RE vitamin A = 1 µg retinol = 6 µg beta karoten = 12 µg provitamin A karotenoid lain = 3.33 IU retinol = 10 IU beta karoten Beta Karoten Beta karoten merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air dan pelarut organik yang bersifat polar seperti metanol dan etanol. Beta karoten masuk dalam golongan pigmen karotenoid yang mempunyai aktifitas biologis sebagai provitamin A. Beta karoten merupakan provitamin A yang paling potensial, beta karoten ekuivalen dengan 2 buah molekul vitamin A (Andarwulan, 1989). Pemecahan terjadi terutama di dalam usus halus pada saat penyerapannya (Linder, 1992). Sumber-sumber beta karoten umunya terdapat pada produk nabati. Sayuran serta buah-buahan yang berwarna hijau, kuning dan merah merupakan mensyaratkan adanya kandungan beta karoten. Beberapa minyak nabati juga mempunyai kandungan beta karoten yang tinggi, terutama minyak kelapa sawit.

21 82 Dalam golongan karotenoid, hanya sebagian yang mempunyai aktifitas biologi seperti beta karoten (Andarwulan, 1989). Tabel 1 memperlihatkan aktivitas beberapa provitamin A relatif terhadap beta karoten, sedangkan rasio beta karoten sendiri terhadap bentuk aktif vitamin A ditetapkan dengan rasio 1:6. Tabel 1 Daftar aktivitas beberapa antioksidan No Zat-zat karoten Aktivitas provitamin A relatif (%) 1 Beta karoten Alfa karoten Gamma karoten β Zeakaroten Beta karoten -5-6-mono-epoksi ,4 Dehidro beta karoten 75 7 Lutein 0 Sumber : Linder (1992) Stabilitas Beta Karoten Beta karoten merupakan senyawa organik yang tidak stabil, tetapi cenderung lebih stabil bila dibandingkan dalam bentuk vitamin A nya. Hal ini dikarenakan kondisi beta karoten di alam yang berikatan dengan senyawa lain membentuk dispersi koloid dalam lemak atau membentuk kompleks dengan protein sehingga lebih terjaga dari oksigen. Beta karoten mudah rusak dalam kondisi terekspos cahaya, suhu tinggi, dan akan lebih banyak lagi kerusakannya bila terdapat oksigen (Andarwulan, 1989). Golongan senyawa karotenoid yang paling tinggi aktifitas provitamin A nya adalah isomer trans beta karoten yaitu 100%. Kerusakan beta karoten lebih kepada perubahan struktur trans beta karoten menjadi isomer yang berbeda-beda tergantung faktor yang mempengaruhi (kondisi reaksinya), hal ini menyebabkan aktifitas provitaminnya berkurang, bahkan bisa menjadi tidak ada lagi. Dalam Gambar 1 diperlihatkan perubahan struktur trans beta karoten. Gambar 1 Degradasi beta karoten (Andarwulan,1989)

22 92 Bioavailabiltas Beta Karoten Bioavailabilitas dapat diartikan sebagai proporsi dari zat gizi yang dapat digunakan oleh tubuh untuk proses metabolisme dari sejumlah zat gizi yang telah dicerna. Dari pengertian ini, bioavailabilitas beta karoten dapat dijelaskan sebagai kecepatan dari beta karoten untuk diserap sehingga tersedia dalam tubuh dan mempunyai fungsi biologis sebagai provitamin A dari sejumlah beta karoten yang dikonsumsi oleh makhluk hidup (You, 2002). Crude Palm Oil (CPO) Crude Palm Oil atau Minyak Sawit Kasar (MSK) dalam istilah lain adalah salah satu bentuk dari hasil ekstraksi dari buah kelapa sawit bagian mesokarp (Kang, 2007). Minyak Sawit Kasar merupakan hasil ekstraksi paling awal yang masih mengandung berbagai komponen seperti trigliserida, mono dan digliserida, asam lemak bebas, air, kotoran dan komponen minor. Minyak Sawit Kasar juga terdiri dari beberapa asam lemak penyusun yang komposisinya dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Komposisi asam lemak penyusun minyak sawit kasar Sumber : Kang (2007) Asam lemak rantai karbon Komposisi utama (%) Laurat C12:0 0.2% Miristat C14:0 1.1% Palmitat C16:0 44.0% Stearat C18:0 4.5% Oleat C18:1 39.2% Linoleat C18:2 10.1% Lainnya - 0.9% Komponen Minor CPO Komponen minor merupakan golongan non gliserida dalam minyak sawit kasar yang larut dalam lemak, termasuk di dalamnya adalah asam lemak bebas, fosfolipid, logam, sterol dan produk hasil oksidasi. Beberapa senyawa ini selama proses menjadi minyak goreng akan dibuang melalui beberapa tahapan pengolahan, kecuali vitamin E karena dapat mencegah oksidasi (Kang, 2007). Beberapa komponen minor yang mempunyai manfaat bagi kesehatan adalah golongan karotenoid dan tokol (tokoferol dan tokotrienol), karena dapat bertindak sebagai anti oksidan yang kuat. Keberadaan karotenoid dan tokotrienol

23 102 inilah yang membedakan minyak sawit dengan minyak konsumsi yang lain, terutama dari kelompok minyak nabati (Rao, 2007). Dalam Tabel 3 diperlihatkan kandungan beberapa komponen minor dalam minyak kelapa sawit. Tabel 3 Komponen-komponen Minor dalam Minyak Kelapa Sawit Minor komponen ug/g Total karotenoid 700 Karoten 500 Tokol Tokoferol 642 Tokotrienol 530 sterol 491 Sumber: Rao (2007) Red Palm Oil (RPO) Red Palm Oil (RPO) atau bisa disebut juga minyak sawit merah adalah minyak fraksi olein yang merupakan hasil fraksinasi minyak kelapa sawit dan aman untuk dikonsumsi oleh manusia serta tidak menyebabkan hipervitaminosis A (Benade, 2003). RPO berwarna kuning sampai jingga. Minyak kelapa sawit yang disimpan di tempat dingin pada suhu 5-7 C dapat terpisah menjadi dua bagian (fraksi), yaitu fraksi cair yang disebut olein dan fraksi padat yang disebut stearin. Secara keseluruhan, proses pemurnian minyak sawit dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) dan 0.5% buangan ( dalam Wulandari 2006). Minyak sawit merah diperoleh dari buah kelapa sawit. Warna merah pada minyak sawit merah diakibatkan oleh kandungan senyawa yang ada juga pada tomat, yaitu karotenoid. Minyak sawit merah mempunyai beberapa kandungan zat gizi yaitu: beta karoten, alfa karoten, vitamin E (tokotrienol), likopen, dan karotenoid lainnya (anonymous, 2007). RPO merupakan sumber provitamin A terbesar (karotenoid) dari tanaman dan yang aman untuk dikonsumsi secara langsung. RPO sudah digunakan di berbagai negara untuk mengatasi masalah defisiensi vitamin A terutama golongan wanita dan anak-anak (Zeba et al., 2006). Minyak sawit merah mempunyai kandungan karoten antara ppm yang terdiri dari 36.2% alfa karoten, 54.4% beta karoten, 3.3% gama karoten, sehingga kadar dari dari beta karoten sendiri adalah sekitar ppm (Naibaho, 1986 dalam Irawan 2008).

24 112 In vivo Penentuan bioavailabilitas beta karoten dapat dilakukan secara in vivo. In vivo berasal bahasa latin yang artinya di dalam kehidupan. Keunggulan menggunakan metode in vivo adalah lebih sesuai untuk mengobservasi pengaruh secara keseluruhan dari percobaan yang menggunakan subyek makhluk hidup; misalnya hewan percobaan. Hewan percobaan yang biasa digunakan dengan metode in vivo antara lain adalah tikus dan mencit (Wikipedia, 2010). Tikus Sprague Dawley Tikus Sprague Dawley (SD) merupakan tikus albino berukuran besar, sifatnya yang sangat jinak menjadikan tikus SD ini mudah untuk ditangani. Tikus SD biasanya digunakan untuk uji toksikologi (Harlan, 2009). Tikus Sprague Dawley umumnya dapat hidup sampai 25 bulan (Cameron et al, 1982 dalam Harlan, 2009). Umumnya penelitian menggunakan tikus Sprague Dawley jantan. Tikus Sprague Dawley dengan jenis kelamin betina jarang digunakan karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian (Kesenja 2005). Beberapa karakteristik yang dimiliki tikus Sprague Dawley antara lain adalah sifatnya yang aktif pada malam hari dan tidur pada siang hari (Nocturnal), tidak mempunyai kandung empedu (gall bladder), tidak dapat mengeluarkan isi perutnya (muntah), dan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tikus juga hampir sama dengan manusia, yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin (Muchtadi 1989).

25 122 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan Oktober 2008 sampai Maret Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Zat Gizi, Laboratorium Biokimia dan Hewan Coba, Departemen Gizi Masyarakat, Laboratorium Instrumen, Laboratorium Bio Industri, Laboratorium Pengawasan Mutu, Laboratorium Pengemasan, Departemen Industri pertanian, Laboratorium Hewan Coba SEAFAST, Laboratorium Mikrobiologi PAU Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan RPO antara lain adalah labu ukur, pengaduk kaca, pompa vakum, kertas saring, corong Buchner, dan timbangan analitik. Bahan-bahan yang digunakan adalah fraksi olein CPO yang didapat dari PT Asian Agri Jakarta Pusat, Na 2 CO 3. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan isolat antara lain gelas piala, erlenmeyer, corong Buchner, kertas saring biasa, kertas saring Whatman 40μm, alumunium foil, plastik hitam, pompa vakum, vacuum evaporator, timbangan analitik. Bahan-bahan yang digunakan adalah fraksi olein CPO, absorban (atapulgit), isopropil alkohol (IPA). Alat yang digunakan untuk analisis vitamin A dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) terdiri dari pompa HPLC, UV monitor, integrator Chromatopac, kolom C-18, siring mikro 100 μl, siring HPLC, saringan milipore 0.45 μm, kertas saring nilon 0.45 μm, corong Buchner, pompa vakum, alat sentrifuse, tabung sentrifuse 1.5 ml, pipet tetes, tabung pengencer bertutup, alumunium foil, sonikator, vortex, spektrofotometer UV/Vis. Bahan-bahan yang digunakan adalah plasma darah tikus, heksana, etanol, asetonitril, asam askorbat, gas N 2, etanol absolut, fase gerak untuk retinol yang merupakan gabungan dari asetonitril : THF : metanol : air bebas ion dengan perbandingan (65:25:6:4). Alat pemeliharaan tikus terdiri dari kandang, botol minum, tempat makan tikus, timbangan, baskom plastik. Bahan-bahan yang digunakan antara lain ransum (tepung tapioka, kasein, minyak goreng, vitamin B kompleks (B1, B3, B5, B6, B9, B12), tablet vitamin D, mineral mix, standar retinol asetat, standar beta karoten, CMC, air). Alat untuk pembedahan tikus adalah gunting, pinset,

26 132 jarum suntik, kotak plastik bertutup (Anestheizing Chamber), papan pembedahan dari gabus, termos es, tabung sentrifuge 2 ml, vacotainer, klorofom. Prosedur Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap-tahapan yang dilakukan meliputi : 1. Proses pembuatan RPO dari CPO Gambar 2 memperlihatkan tahapan yang dalam pembuatan RPO dari bahan dasar berupa CPO. CPO Fraksinasi Netralisasi fraksi olein Filtrasi RPO Na 2 CO 3 Gambar 2 Diagram alir pembuatan RPO 2. Proses pembuatan isolat beta karoten dari CPO CPO Adsorben Isopropanol Kristalisasi Stearin Olein Adsorbsi Adsorben Desorpsi Isopropanol dan vit A Pemisahan Provitamin A Retentat (Vit E) Permeat (Vit A) Konsentrat (Vit E) Pemekatan Konsentrat (Vit A) Gambar 3 Diagram alir pembuatan isolat beta karoten 3. Penelitian menggunakan hewan percobaan tikus Palmitat Isolat Vit A Tahap selanjutnya adalah mengaplikasikan produk pemurnian CPO (RPO dan isolat) yang sudah ada dengan menggunakan hewan coba, yaitu tikus jenis Sprague Dawley jantan berjumlah 36 ekor. Tikus dibagi menjadi 2 kelompok besar, dan setiap kelompok utama terdiri dari beberapa kelompok. Kelompok

27 142 besar pertama adalah Kelompok Kontrol, terdiri dari Kontrol Standar, Kontrol Positif Vitamin A, Kontrol Positif Beta Karoten dan Kelompok besar kedua adalah Kelompok Pemurnian CPO, terdiri dari RPO dan isolat. Umur tikus yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 golongan umur, yaitu 60 hari untuk kelompok kontrol, dan 22 hari (lepas sapih) untuk kelompok pemurnian CPO. Tikus dipelihara dalam kandang metabolik secara terpisah. Ransum diletakkan dalam wadah almunium kecil dalam kondisi semi basah, sedangkan tempat minumnya dari botol. Pemberian makan diberikan secara pair feeding pada pagi hari (jam 10), sedangkan minuman diberikan secara ad libitum. Seluruh tikus dipelihara selama 117 hari yang dibagi dalam 3 masa, yaitu adaptasi (11 hari), deplesi (92 hari), dan replesi (14 hari). Adaptasi dilakukan untuk penyesuaian tikus dengan lingkungan dan ransum baru, deplesi digunakan untuk meminimalkan cadangan vitamin A dalam hati, dan replesi digunakan untuk mengembalikan cadangan vitamin A dalam hati. Setelah masa replesi, seluruh tikus dibedah dan diambil darahnya. Pembedahan dan pengambilan darah harus dilakukan secara hati-hati dan dalam keadaan jantung masih berdetak agar darah terpusat di jantung sehingga memudahkan dalam pengambilan darah. Selama pengambilan darah sampai disentrifuse, diusahakan tidak terjadi hemolisis agar memudahkan pengambilan plasma. Plasma yang didapat kemudian disimpan dalam suhu -20ºC sampai pada waktu dianalisis. Prosedur analisis yang digunakan adalah metode yang ditemukan oleh Neirenberg dan Nann ( 2007). Data yang juga diambil dari penelitian percobaan hewan ini adalah intake ransum dan berat badan tikus. Intake ransum didapat dari selisih jumlah pakan yang diberikan dan sisa ransum setiap hari. Data berat badan didapat dengan menimbang tikus per dua hari sekali. Deskripsi masing-masing kelompok dijelaskan lebih lanjut seperti di bawah ini: a. Kontrol Standar (KS) Kelompok ini terdiri dari tikus berumur 60 hari yang dari masa adaptasi sampai akhir masa replesi mendapatkan ransum standar. Ransum standar adalah ransum yang dapat mencukupi kebutuhan zat gizi tikus dan sumber

28 152 vitamin A nya didapat dari vitamin A murni dengan jumlah yang dikonsumsi untuk setiap tikus adalah sekitar 100 IU vitamin A/hari (Moore 1969 dalam Meridian 2000). Komposisi zat gizi dalam ransum dapat dilihat dari Tabel 4 dan 5. Tabel 4 Komposisi zat gizi diet standar tikus Komponen Jumlah (%) Protein 10 Lemak 8 Mineral 5 Vitamin 1 Selulosa 1 Air 5 Pati s.d 100 Sumber: AOAC (1990) Tabel 5 Komposisi untuk 1 gram vitamin campuran Jenis vitamin Vitamin D Asam nikotinamid Ca-pantotenat Thiamine, HCl Piridoksin, HCl Asam folat Vitamin B12 Glukosa Sumber: Modifikasi AOAC (1990) b. Kontrol Positif Vitamin A (KPva) Jumlah 200 IU 4 mg 4 mg 0.5 mg 0.5 mg 0.2 mg mg Sampai 1 gram Kelompok ini terdiri dari tikus berumur 60 hari yang mengalami masa deplesi dan pada masa replesi diberikan diet standar yang sumber vitamin A nya hanya dari vitamin A murni. Kelompok ini bertindak sebagai pembanding. c. Kelompok Kontrol Positif Beta Karoten (KPbk) Kelompok ini terdiri dari tikus berumur 60 hari yang mengalami masa deplesi dan pada masa replesi diberikan diet yang sumber vitamin A nya berasal dari beta karoten murni. Kelompok ini bertindak sebagai pembanding. d. Kelompok RPO Kelompok ini terdiri dari tikus lepas sapih berumur 22 hari yang menjalani masa deplesi dan pada masa replesi mendapatkan asupan vitamin A yang berasal dari RPO. Pemberian RPO dilakukan dengan ditambahkan pada ransum yang jumlahnya sama seperti pada ransum standar.

29 2 16 e. Kelompok Isolat Beta Karoten (Isolat) Kelompok ini terdiri dari tikus lepas sapih berumur 22 hari yang menjalani masa deplesi. Pada masa replesi mendapatkan asupan vitamin A yang berasal dari isolat beta karoten. Pemberian isolat sama dilakukan dengan ditambahkan pada ransum yang jumlahnya sama seperti pada ransum standar. Masa perlakuan dan jenis diet yang diberikan kepada setiap kelompok secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jenis diet per kelompok tikus Masa Masa adaptasi (11 hr) Masa deplesi (92 hr) Masa replesi (14 hr) Kelompok Kelompok kontrol Vitamin A dan Beta Karoten (Kontrol) Kelompok Pemurnian CPO KS KPva KPbk RPO Isolat Diet Standar Diet standar Diet standar Diet standar Diet non Vit A Diet Vit A Diet standar Diet non Vit A Diet beta karoten Rancangan Percobaan Diet standar Diet non Vit A Diet RPO Diet standar Diet non Vit A Diet Isolat Rancangan perrcobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan satu factor (jenis pengolahan). Analisa data menggunakan software SPSS 13.0 for Windows secara deskriptif dan dengan uji anova dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan untuk mengetahui pengaruh faktor pengolahan terhadap bioavailabilitas beta karoten. Serta menggunakan uji-t saling bebas untuk mengetahui perbandingan nilai tengah yang menyatakan perbedaan bioavailabilitas beta karoten pada tiap bentuk sediaan beta karoten. Untuk rancangan acak lengkap, model umum yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + εij Dimana : Yij : Nilai bioavailabilitas beta karoten pada uji ke-i ulangan ke-j µ : Nilai rata-rata bioavailabilitas beta karoten berdasarkan perubahan berat badan τi : Pengaruh pengolahan ke-i terhadap bioavailabilitas beta karoten

30 2 17 εij : Galat satuan percobaan pada uji ke-i ulangan ke-j Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : Bioavailabilitas beta karoten beberapa pengolahan yang diuji melalui pemberian dalam ransum menghasilkan bioavailabilitas yang berbeda pada tikus. H0 : τi = 0, artinya bahwa tidak ada perbedaan bioavailabilitas beta karoten antar bentuk pengolahan H : τi 0, artinya bahwa paling tidak terdapat satu pasang bentuk pengolahan yang berbeda bioavailabilitas beta karotennya. Untuk Uji-T, hipotesis yang diuji adalah : H0 : μi = μi, artinya bahwa tidak terdapat perbedaan bioavailabilitas setelah mengalami pengolahan H1 : μi μi, artinya bahwa terdapat perbedaan bioavailabilitas setelah mengalami pengolahan

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Minyak Sawit Merah (RPO) Minyak sawit merah (RPO) merupakan produk sediaan berbahan dasar minyak sawit kasar (CPO) dengan pengolahan paling sederhana tetapi sudah aman untuk dikonsumsi (Benade, 2003). Proses pembuatan RPO menggunakan metode yang dipakai oleh Susilawati et.al. Pembuatan RPO dimulai dari fraksinasi untuk mendapatkan fraksi olein dari CPO. Fraksi olein yang didapat dalam penelitian ini mengandung beta karoten sebesar 158 ppm. Kandungan beta karoten fraksi olein ini termasuk sangat rendah. Kandungan beta karoten fraksi olein CPO biasanya berkisar antara ppm (Naibaho, 1986 dalam Irawan, 2008). Hal ini disebabkan kondisi fraksi olein yang didapatkan sudah cukup lama. Penyimpanan dalam waktu lama dalam kondisi terekspos oksigen dan juga ph rendah akibat keberadaan asam lemak bebas dapat merusak kandungan beta karoten, sehingga kandungan beta karotennya menurun cukup besar (Muchtadi, 1989). Proses fraksinasi CPO ini dilanjutkan dengan netralisasi menggunakan Na 2 CO 3 14% sebanyak 24% (v/v), lalu diaduk. Asam lemak tersabunkan yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan penyaringan menggunakan kertas saring whatman 0.42 µm secara vakum. Filtrat yang ada kemudian ditampung sebagai RPO. Selama penyimpanan, RPO dimasukkan ke dalam botol berwarna gelap yang dibungkus alumunium foil dan diisi dengan gas N 2 pada bagian headspace. Pengisian gas N 2 bertujuan untuk menggantikan udara bebas yang ada pada headspace, sehingga kontak dengan oksigen dapat dikurangi dan kerusakan beta karoten akibat oksidasi oleh oksigen dapat diminimalisir (Andarwulan, 1989). Tampilan fisik dari fraksi olein CPO dan RPO diperlihatkan pada Gambar 4. Dapat dilihat bahwa intensitas warna dari keduanya hampir sama, hal ini dikarenakan proses dari CPO untuk menjadi RPO tidak banyak mempengaruhi kadar beta karoten dari fraksi olein CPO. Beta karoten sebagai pigmen yang bertanggung jawab terhadap warna merah CPO dan produk pemurniannya menghasilkan produk akhir yang mempunyai intensitas warna hampir sama (Anonymous, 2007).

32 192 Gambar 4. (a).fraksi Olein CPO, (b).rpo, (c).isolat beta karoten Pembuatan Isolat Beta Karoten Isolat beta karoten merupakan sediaan beta karoten yang mempunyai kandungan beta karoten cukup tinggi. Bahan dasar isolat beta karoten berasal dari Fraksi olein CPO yang sama dengan yang digunakan untuk pembuatan RPO. Isolat beta karoten dibuat melalui beberapa tahapan proses yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya (Irawan, 2008). Pembuatan isolat dimulai dengan fraksinasi CPO untuk mendapatkan fraksi oleinnya. Fraksi olein yang didapat kemudian ditambahkan standar α- tokoferol sampai 500 ppm dan BHT. Tahap selanjutnya ditambahkan absorben (atapulgit) untuk proses absorpsi beta karoten. Fraksi olein dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang terlebih dahulu dilapisi plastik warna hitam agar tidak terekspos cahaya. Atapulgit ditambahkan ke dalam erlenmeyer dan ditutup untuk kemudian digoyang (shaking) dalam watherbath selama 71 menit dengan laju 120 rpm dengan suhu 55 C. Dalam proses ini, beta karoten yang ada dalam fraksi olein diserap oleh atapulgit. Setelah selesai, didiamkan sampai dingin kemudian disaring untuk mendapatkan atapulgitnya. Proses penyaringan ini menggunakan kertas saring biasa dan dibantu dengan pompa vakum. Selama penyaringan, corong buchner ditutup dengan alumunium foil untuk mengurangi ekspos cahaya. Atapulgit yang telah mengikat beta karoten kemudian didesorpsi menggunakan

33 202 iso propil alkohol (IPA) untuk mendapatkan kandungan beta karotennya. Atapulgit dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian dilarutkan ke dalam IPA dan digoyang kembali dalam watherbath selama 71 menit dengan laju 180 rpm dalam suhu 55 C. Beta karoten yang terdapat dalam atapulgit selama proses ini akan teresktrak dan akan larut dalam pelarut IPA. Setelah selesai, didinginkan sebentar dan kemudian disaring kembali dengan menggunakan kertas whatman 0.42µm untuk diambil filtratnya. Filtrat yang dihasilkan merupakan pelarut IPA yang didalamnya sudah terkandung beta karoten terlarut. Filtrat yang didapat kemudian dipekatkan dengan menggunakan vacuum evaporator untuk menjadi isolat beta karoten. Hasil dari pemekatan ini adalah beta karoten yang terkandung di dalam beberapa fraksi olein yang bertindak sebagai ikutan sekaligus sebagai pelarut. Kadar beta karoten isolat yang didapat dari penelitian ini sebesar 272 ppm. Kadar beta karoten ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar beta karoten dari fraksi olein yang sebesar 158 ppm atau hampir sekitar dua kali konsentrasi awal. Gambar 4 memperlihatkan intesitas warna yang dihasilkan oleh isolat lebih pekat daripada yang dihasilkan oleh fraksi olein CPO maupun RPO. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar beta karoten, semakin pekat warna merah yang dihasilkan. Pada pembuatan isolat ini terdapat beberapa kendala, yaitu pada tahap pemisahan atapulgit dengan fraksi olein CPO. Pemisahan yang kurang optimal menyebabkan pada saat desorpsi dan pemekatan, masih terdapat fraksi olein dalam jumlah cukup banyak sebagai ikutan (pelarut). Banyaknya jumlah pelarut menyebabkan kadar beta karoten dalam isolat menjadi rendah. Intake Ransum Tikus Masa Adaptasi Intake ransum tikus masing-masing kelompok pada masa adaptasi dapat dilihat pada Gambar 5. Rata-rata intake ransum tikus pada masing-masing kelompok terlihat berbeda-beda, tetapi uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata baik pada kelompok kontrol maupun pemurnian CPO. Secara deskriptif, dapat dilihat intake ransum tikus pada semua kelompok kontrol lebih rendah daripada kelompok perlakuan pemurnian CPO. Secara

34 212 keseluruhan, rata-rata intake tikus ransum kelompok pemurnian CPO (14.63g) lebih besar dibanding rata-rata intake ransum kontrol (13.23g). Nilai intake ransum dalam penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian sejenis yang dilakukan oleh Hernawan (2007), yaitu sekitar 13g ransum kering. Intake yang besar ini dapat disebabkan karena jenis pakan yang diberikan berupa pelet kering (ransum kering). Pelet kering, biasanya digunakan oleh banyak pembiak, sehingga tikus lebih terbiasa untuk mengkonsumsinya. Selain itu, pelet kering mempunyai daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan ransum basah. Pemberian ransum pada tikus memang harus dipertimbangkan sebaik mungkin, yaitu berkaitan dengan jenis ransum dan waktu pemberian makan. Tikus merupakan hewan yang aktif pada malam hari (nocturnal), sehingga memang lebih tepat bila ransum diberikan pada waktu sore menjelang malam, sehingga bisa lebih selaras dengan pola aktivitasnya. Jenis ransum dan waktu pemberian ransum pada penelitian ini memang mempertimbangkan dengan kegiatan penelitian yang lain, sehingga didapatkan pada pagi hari dengan jenis ransum basah. Akibatnya rentang waktu konsumsi ransum tidak begitu panjang, dan sisa ransum basah menjadi lebih mudah busuk pada waktu malam hari. Ransum yang sudah busuk ini akan mengurangi selera makan tikus. Gambar 5.Intake ransum tiap kelompok selama pemeliharaan

35 222 Masa Deplesi Periode deplesi dalam penelitian ini dicapai dalam waktu 91 hari. Selama masa deplesi, tikus mendapatkan ransum yang tidak mengandung vitamin A didalamnya, kecuali sub kelompok kontrol standar (KS). Intake ransum tikus masing-masing kelompok pada masa deplesi dapat dilihat pada Gambar 5. Intake ransum kedua kelompok utama pada masa deplesi mengarah ke pola yang berbeda. Intake ransum pada kelompok standar semakin menurun, sedangkan pada kelompok pemurnian CPO semakin meningkat. Uji beda terhadap intake ransum tikus menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada kelompok besar kontrol dan pemurnian CPO. Secara deskriptif intake ransum kelompok besar pemurnian CPO (17.16g) lebih besar dibanding intake ransum kelompok besar kontrol (10.35g). Faktor yang memungkinkan rendahnya intake ransum kelompok standar adalah kondisi fisik tikus. Selama pengamatan, terutama dua minggu sebelum deplesi berakhir, terjadi penurunan kondisi fisik tikus-tikus kelompok besar kontrol. Kulit tikus mulai terluka dan aktivitasnya menurun. Seperti pada manusia, terganggunya kondisi fisik akan menyebabkan penurunan selera makan yang ditandai dengan intake makanan yang lebih sedikit dibanding pada waktu kondisi sehat (Azwar, 2004). Masa Replesi Tikus diberi ransum sampai pada masa replesi. Masa ini merupakan masa akhir pemeliharaan tikus, setelah itu tikus dibedah untuk keperluan analisis selanjutnya. Ransum yang diberikan sudah mengandung kandungan vitamin A. Masing-masing kelompok tikus kembali diberi asupan vitamin A dari sumber yang sesuai dengan prosedur di awal. Jumlah ransum yang dikonsumsi oleh masing-masing kelompok dapat dilihat pada Gambar 5. Setelah memasuki masa replesi, intake ransum pada semua kelompok menunjukkan penurunan. Dari keseluruhan masa pemeliharaan, terlihat bahwa intake ransum kelompok standar selalu lebih lebih kecil daripada kelompok pemurnian CPO. Uji beda terhadap intake ransum pada masa replesi menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kelompok besar kontrol maupun

36 232 kelompok pemurnian CPO. Secara deskriptif, rata-rata intake ransum kelompok besar perlakuan (14.86g) lebih besar dibanding kelompok besar standar (9.56g). Pertumbuhan Tikus Awal Pemeliharaan Kondisi tikus pada awal pemeliharaan terlihat normal, baik dari fisik maupun perilakunya. Tikus menunjukkan perilaku yang normal dan tidak terlihat stres. Berat badan rata-rata kelompok tikus pada awal pemeliharaan cukup beragam. Rata-rata berat badan awal tiap-tiap kelompok sepanjang masa adaptasi dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Berat badan tikus awal pemeliharaan Uji beda terhadap variabel berat badan tikus pada awal pemeliharaan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata di dalam tiap kelompok besar. Data berat badan awal tikus bila dilihat secara deskriptif, menunjukkan bahwa rata-rata berat badan awal kelompok standar lebih tinggi dibanding dengan kelompok pemurnian CPO. Perbedaan berat badan yang besar ini dikarenakan oleh perbedaan umur yang cukup banyak, yaitu sekitar 36 hari, tetapi pada masa adaptasi ini kedua kelompok besar masih dalam masa pertumbuhan. Secara keseluruhan, berat badan rata-rata pada awal pemeliharaan adalah 136.3g untuk kelompok besar control dan 66.9g untuk kelomok besar pemurnian CPO.

37 242 Masa Adaptasi Berat badan tikus semua kelompok terus meningkat selama masa adaptasi. Berat badan dari semua kelompok pada masa adaptasi menunjukkan pola yang sama, yaitu semakin meningkat dengan kecepatan pertumbuhan yang relatif sama sampai hari ke-11 masa adaptasi. Ditunjukkan dengan slope yang positif dan kemiringan yang relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa tikus dari kedua kelompok utama memang masih dalam masa pertumbuhan. Dapat dilihat pada Gambar 7, grafik berat badan yang mengarah kepada pertumbuhan. Gambar 7. Berat badan tikus selama masa adaptasi Masa Deplesi Berat badan tikus saat memasuki masa deplesi ditunjukkan oleh Gambar 8 dan terlihat mulai berbeda pada kedua kelompok utama. Berat badan kelompok kontrol cenderung konstan dan mulai menurun sekitar hari ke-66 masa deplesi sedangkan pada kelompok pemurnian CPO terus meningkat. Peningkatan berat badan kelompok pemurnian CPO terus terjadi pada masa deplesi secara cepat dan bahkan melebihi kelompok besar kontrol. Berat badan kelompok besar pemurnian CPO baru menurun pada saat memasuk hari ke-69 masa deplesi. Faktor yang dapat mempengaruhi pola perubahan berat badan tikus selama masa deplesi ini adalah cadangan vitamin A dalam tubuh tikus. Tikus kelompok pemurnian CPO merupakan tikus yang mulai dipelihara dari kondisi lepas sapih (24 hari). Sehingga kemungkinan besar cadangan vitamin Anya didapat dari proses menyusu dari induk yang status vitamin A baik, sehingga masih cukup untuk

38 252 pertumbuhannya saat memasuki masa deplesi (Benade, 2003). Ditambah juga intake ransum standar (mengandung vitamin A) pada masa adaptasi yang melebihi kelompok standar sehingga menyebabkan masa pertumbuhan yang lebih panjang pada masa deplesi walaupun sudah tidak diberi asupan vitamin A. Keberadaan cadangan vitamin A yang cukup dalam tubuh diketahui dapat mempengaruhi pertumbuhan, salah satunya adalah pertumbuhan tulang. Vitamin A penting untuk aktifitas sel-sel dalam tulang rawan epifise. Pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa tikus tidak hanya bertambah massa ototnya saja, tetapi juga ukuran (panjang tulang) yang menunjukkan pertumbuhan pada tulang (Linder, 1992). Setelah itu, penurunan yang terjadi pada masa deplesi hanya pada berkurangnya massa otot saja, bukan pada ukuran tulangnya. Gambar 8. Berat badan tikus selama masa deplesi Masa Replesi Memasuki masa replesi, berat badan kedua kelompok utama mengalami peningkatan. Dapat dilihat pada Gambar 9, berat badan kelompok standar yang pada masa deplesi menurun, saat memasuki masa replesi kembali meningkat. Begitu juga pada kelompok pemurnian CPO, menurun pada akhir deplesi, dan meningkat kembali pada masa replesi. Peningkatan ini kemungkinan besar diakibatkan karena asupan vitamin A yang telah didapatkan kembali pada masa replesi. Beberapa penelitian yang sudah ada juga mengemukakan bahwa vitamin A berperan langsung terhadap pertumbuhan. IGF (Insulin-like Gowth Factor), sebagai hormon yang berperan dalam pembelahan sel, diferensiasi jaringan, dan perangsang pertumbuhan, keberadaanya dipengaruhi salah satunya oleh status gizi

39 262 individu (Fu, et al., 2001). Penurunan status gizi seperti salah satunya karena pembatasan makanan dapat mempengaruhi konsentrasi IGF. Oleh karena itu, pada masa replesi, setelah tikus mendapat asupan vitamin A kembali. Kemungkinan besar dapat mensimulus produksi IGF, sehingga pertumbuhan tikus terjadi kembali (Fu, et al., 2001). Vitamin A juga berperan secara tidak langsung terhadap pertumbuhan dengan menjaga integritas sel-sel epitel usus. Defisiensi vitamin A menyebabkan sekresi sel mukosa dan terjadinya penggantian sel kolumnar epitel dengan lapisan tebal, bertanduk di mukosa intestin. Pada mukosa usus terjadi penurunan yang drastis pada jumlah sel goblet dalam kript intestin dan permukaan vili (Linder, 1992). Kondisi sel-sel epitel yang tidak normal tentunya mempengaruhi fungsinya sebagai tempat masuknya zat-zat gizi ke dalam tubuh dan produksi mucus dan enzim pencernaan. Hal ini menyebabkan zat-zat gizi yang ada di dalam usus tidak dapat diserap secara optimal. Dengan adanya asupan vitamin A pada masa replesi, sel-sel epitel tersebut dapat beregenerasi lebih baik lagi sehingga zat gizi dapat diserap optimal dan digunakan untuk pembentukan massa otot dan pertumbuhan (Linder, 1992). Gambar 9. Berat badan tikus selama masa replesi

40 2 27 Perubahan Berat Badan Tikus per Hari Dengan adanya perbedaan rentang waktu di setiap masa adaptasi (11 hari), deplesi (92 hari), dan replesi (14 hari), dibutuhkan data perubahan berat badan tikus per hari sehingga dapat menunjukkan perbedaan kecepatan pertumbuhan atau penurunan yang terjadi di setiap masa. Dapat dilihat pada Gambar 10, bahwa semua kelompok dari kedua kelompok besar mempunyai pola yang sama, yaitu menurun pada masa deplesi, dan meningkat kembali pada masa replesi. Selama masa adaptasi, perubahan berat badan tikus per hari pada semua kelompok bernilai positif. Uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar kelompok pada masing-masing kelompok besar. Secara deskriptif didapatkan bahwa rata-rata perubahan berat badan kelompok pemurnian CPO (2.30g/hr) lebih besar dibanding kelompok kontrol (1.92g/hr). Gambar 10. Perubahan berat badan tikus per hari selama perlakuan Masa deplesi merupakan waktu terpanjang selama pemeliharaan. Selama masa deplesi, besar perubahan berat badan tikus per hari berfluktuasi. Secara deskriptif mulai terlihat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok standar. Dari keseluruhan masa deplesi, perubahan berat badan kelompok standar bernilai negatif, sedangkan pada kelompok pemurnian CPO, walaupun menurun, tetapi masih bernilai positif, yang berarti menunjukkan masih terdapat pertumbuhan. Uji beda menunjukkan bahwa perubahan berat badan tikus pada

41 kelompok standar tidak berbeda nyata, begitu pula dengan kelompok pemurnian CPO. Secara deskriptif, rata-rata perubahan berat badan tikus kelompok pemurnian CPO (1.05 g/hr) lebih besar dibanding kelompok kontrol (-0.11 g/hr) Masa deplesi dibagi menjadi rentang yang lebih kecil (per 10 hari) agar terlihat lebih jelas nilai perubahan berat badan selama masa deplesi di tiap-tiap kelompok. Dapat dilihat pada Tabel 7, perubahan berat badan kelompok standar cenderung ke arah negatif sejak hari ke-40 masa deplesi, sedangkan pada kelompok perlakuan, pertumbuhan mulai cenderung ke arah negatif pada hari ke- 60. Umur tikus pada rentang waktu tersebut sekitar 100 hari (kelompok standar) dan 84 hari (kelompok pemurnian CPO). Tabel 7 Perubahan berat badan tikus per 10 hari masa deplesi Kelompok Rentang per 10 hari masa deplesi ke KS KPva KPbk RPO Isolat Masa Replesi Perubahan berat badan tikus terus diamati sampai akhir masa replesi. Pada masa replesi, terjadi peningkatan berat badan per hari di seluruh kelompok yang ditunjukkan oleh Gambar 10 dengan nilai yang positif. Semua kelompok kontrol yang pada masa deplesi perubahan berat badannya bernilai negatif, menjadi positif pada masa replesi. Begitu juga pada kelompok pemurnian CPO, perubahan berat badan tikus per hari semakin besar. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kelompok kontrol dan kelompok pemurnian CPO. Secara deskriptif, didapatkan bahwa perubahan berat badan tikus per hari kelompok pemurnian CPO (1.53g/hr) lebih besar dibandingkan kelompok standar (0.57g/hr). Berat Badan Akhir Berat badan tikus pada setiap akhir masa ditunjukkan oleh Gambar 11 dan menunjukkan adanya perbedaan diantara kedua kelompok besar. Berat badan kelompok standar menurun pada masa deplesi, dan meningkat kembali pada masa

42 2 29 replesi. Sedangkan berat badan kelompok pemurnian CPO terus meningkat pada masa deplesi dan replesi. Hasil uji beda terhadap berat badan akhir pada masa adaptasi menunjukkan bahwa berat badan pada masing-masing kelompok utama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Di antara kelompok utama, secara deskriptif didapatkan bahwa berat badan kelompok kontrol (155.5g) lebih besar daripada kelompok pemurnian CPO (92.2g). Hasil uji beda terhadap berat badan akhir tikus pada masa deplesi menunjukkan bahwa berat badan pada masing-masing kelompok utama tidak berbeda yang nyata. Tetapi secara deskriptif menunjukkan bahwa berat badan kelompok pemurnian CPO (186.7g) lebih besar daripada kelompok kontrol (145.6g). Berdasarkan hasil penimbangan pada akhir replesi, didapat rata-rata berat badan tikus kelompok seperti yang ditampilkan pada Gambar 11. Hasil uji beda terhadap berat badan pada akhir replesi menunjukkan, baik pada kelompok kontrol maupun pemurnian CPO, tidak ada perbedaan yang nyata. Secara deskriptif, dapat dilihat kondisi yang berbeda dengan pada waktu awal adaptasi. Berat badan kelompok pemurnian CPO (208.1g) pada masa replesi lebih besar dibanding dengan kelompok kontrol (153.6g). Gambar 11. Berat badan tikus pada akhir masa adaptasi, deplesi, dan replesi

43 2 30 Efisiensi Ransum Tingkat konsumsi ransum setiap hari berubah-ubah, sehingga intake energi tidak selalu konstan. Energi yang didapatkan dari ransum, dalam kondisi normal biasanya lebih diutamakan untuk proses pertumbuhannya. Tetapi dalam beberapa kondisi tertentu, energi diperlukan untuk menjaga agar proses metabolisme lainnya yang ada dalam tubuh dapat berjalan normal. Gambar 12 memperlihatkan nilai rasio antara pertumbuhan dan intake kalori pada masing-masing kelompok. Nilai rasio ini menjelaskan tentang hubungan antara penambahan dan penambahan berat badan dimana terjadi penambahan berat badan sebesar x g setiap terjadi peningkatan intake ransum sebesar 1 gram (Bjorntorp, 1982). Efisensi ransum dapat melihat lebih jelas pengaruh vitamin A dari berbagai sediaan karena perubahan berat badan dibagi berdasarkan intake ransum dalam gram yang sama. Efisiensi ransum semua kelompok selama pemeliharaan diperlihatkan pada Gambar 12. Dari Gambar 12, dapat dilihat bahwa efisiensi ransum semua kelompok mempunyai pola yang sama, yaitu menurun pada masa deplesi dan meningkat pada masa replesi. Peningkatan nilai dari efisiensi ransum ini disebabkan karena pengaruh pemberian vitamin A kembali lewat ransum yang dikonsumsi. Vitamin A yang dikonsumsi akan dipergunakan untuk memperbaiki sel-sel epitel yang salah satunya ada di saluran cerna. Produksi hormon IGF juga meningkat setelah tubuh mendapatkan asupan vitamin A kembali, sehingga ransum-ransum yang dikonsumsi benar-benar dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh untuk pertumbuhan berat badan tikus. Idealnya bioavailabilitas vitamin A diukur dengan kadar retinol plasma darah atau hati. Dalam penelitian ini bioavailabilitas vitamin A diukur dengan menggunakan berat badan sebagai indikator. Hal ini dipilih dikarenakan adanya keterbatasan dalam penelitian ini akibat tidak tersedianya data kadar vitamin A semua plasma darah tikus untuk kelompok kontrol.

44 31 2 Gambar 12. Efisiensi ransum semua kelompok selama perlakuan Dari masing-masing kelompok utama, Gambar 12 memperlihatkan bahwa efisiensi ransum tikus kelompok KPva yang diberikan intake vitamin A dari vitamin A murni lebih besar daripada kelompok beta karoten. Pada kelompok pemurnian CPO, kelompok RPO menunjukkan efisiensi ransum yang lebih besar daripada kelompok isolat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini, bioavailabilitas vitamin A murni lebih baik dibandingkan beta karoten, dan RPO mempunyai bioavailabilitas yang lebih baik daripada isolat.

45 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Dalam proses pembuatan isolat, kandungan beta karoten meningkat hampir dua kali konsentrasi awal, yaitu dari 158 ppm menjadi 272 ppm. 2. Intake ransum tikus kelompok besar kontrol menurun pada masa deplesi, dan meningkat kembali pada masa replesi. Pada kelompok besar pemurnian CPO, intake ransum tikus terus meningkat pada masa deplesi, dan menurun pada masa deplesi. Secara keseluruhan, intake ransum tikus kelompok besar pemurnian CPO di setiap masa lebih besar daripada kelompok besar kontrol. 3. Perubahan berat badan tikus per hari kedua kelompok semakin menurun pada masa deplesi, tetapi kembali meningkat pada masa replesi. Di setiap masa, perubahan berat badan tikus per hari kelompok besar pemurnian CPO lebih besar daripada kelompok besar kontrol. Hal ini diakibatkan karena sudah didapatkannya kembali asupan vitamin A pada masa replesi 4. Efisiensi ransum tikus kedua kelompok menurun pada masa deplesi, dan meningkat kembali pada masa replesi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini, vitamin A mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan tikus. 5. Pada kelompok besar kontrol, efisiensi ransum kelompok KPva yang diberi asupan vitamin A dari vitamin A murni lebih baik dibanding kelompok KPbk. Sedangkan pada kelompok besar pemurnian CPO, efisiensi ransum kelompok RPO lebih baik dibanding dengan kelompok isolat. Dapat disimpulkan bahwa bioavailabilitas vitamin A lebih baik dibandingkan beta karoten, dan RPO mempunyai bioavailabilitas yang lebih daripada isolat. Saran 1. Semakin baik proses pengeluaran minyak dari absorben pada saat pembuatan isolat beta karoten, akan semakin meningkatkan konsentrasi beta karoten pada produk akhir. 2. Diharapkan hasil dari pemurnian CPO ini dapat diaplikasikan ke dalam produk pangan.

46 332 DAFTAR PUSTAKA Andarwulan E dan Sutrisno K Kimia Vitamin. Rajawali Press: Jakarta. Anonymous A New Dietary Oil for The New Milenium. [8 Oktober 2007]. AOAC Official Methods of Analysis The Association of Official Analytical Chemist. Washington: Academic Press. Azwar, Azrul Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga Sadar Gizi: Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang. Jakarta. Benade, AJ Spinnler A Place for Palm Fruit Oil to Eliminate Vitamin A Deficiency. Asia pacific J Clin Nutr 2003; 12 (3): Biro Pusat Statistik diolah dari Statistik Energi Nuklir Bjorntorp, Per dan Yang, Mei Uih Refeeding After Fasting in the Rat: Effect on Body composition and Food Eficiency. Am J Clin Nutr 1982;36: Cameron TP, Lattuada CP, Kornreich MR, Tarone RE (1982) Longevity and reproductive comparisons for male ACI and Sprague-Dawley rat aging colonies. Lab. Anim. Sci. 32, Dalam Harlan Sprague dawley. Diambil tanggal: 5 Juli Departemen Kesehatan Laporan Penyusunan Pedoman Pemberian Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi. Jakarta Fu, Zhengwei, Tadashi Noguchi and Hisanori Kato Vitamin A Deficiency Reduces Insulin-Like Growth Factor (IGF)-I Gene Expression and Increases IGF-I Receptor and Insulin Receptor Gene Expression in Tissues of Japanese Quail (Coturnix coturnix japonica). J. Nutr. 131: Hadi, Hamam et al Vitamin A supplementation selectively improves the linear growth of Indonesian preschool children: results from a randomized controlled trial. Am J Clin Nutr 2000;71: Hernawan H Perangsangan Pertumbuhan Dengan Penyuntikan Somatotropin pada Tikus Jantan Prapubertas [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Irawan Pemekatan vitamin Minyak Sawit Dalam Isopropanol Dengan menggunakan Evaporator vakum Berputar. [Skripsi]. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Judarwanto W Kesulitan Makan Pada Anak. [13 Juli 2007]. Kang, Jit Refinery of Palm Oil. [1 Maret 2007]

47 342 Kesenja R Pemanfaatan Tepung Buah Pare (Momordica charantia L.) Untuk Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Diabetes Mellitus. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor Linder MC Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UI Press: Jakarta. Meridian YA Kajian Ketersediaan Beta Karoten Minuman Emulsi Karoten Minyak Sawit dalam Hati dan Plasma Tikus (Rattus Norvegicus). [Skripsi]. Bogor Institut Pertanian Bogor. Muchtadi D Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Naibaho, P.M Pemisahan Karoten (Provitamin A Minyak Sawit Dengan Metode Absorpsi). Disertasi Doktor, IPB. Bogor. dalam Irawan Pemekatan vitamin Minyak Sawit Dalam Isopropanol Dengan menggunakan Evaporator vakum Berputar. [Skripsi]. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Nierenberg, D. W. & Nann, S. L. (1992) A method for determining concentrations of retinol, tocopherol, and five carotenoids in human plasma and tissue samples. Am. J. Clin. Nutr. 56: Rao, Narasinga BS Palm Oil Use and compatibility in India. [2 Maret 2007]. Wikipedia Bioavalability. [18Januari 2010]. Wikipedia In vivo. [1 Januari 2010]. Wulandari N Proses Produksi Karotenoid dari Fraksi Cair Minyak Sawit Menggunakan Metode Kromatografi Kolom Adsorpsi [Laporan Akhir Penelitian Dosen Muda IPB]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. You, Cha-shook PhD, Robert S Parker PhD, Joy E Swanson PhD Bioavailability and Vitamin A value of Carotenes from Red palm oil Assessed by an Extrinsic Isotope Reference Method. Asia Pac J Clin Nutr (2002) 11 (Suppl); S438-S442. Zeba Augustin N, Yves Martin Prevel, Issa T Some, Helene F Delisle The Positive Impact of Red Palm Oil in School Meals on Vitamin A Status: Study in Burkina Faso. Nutrition Journal 2006;5:17.

48 35 LAMPIRAN 1. Kadar Air ransum dan sisa ransum(aoac, 1984 dalam Muchtadi, 2006). Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 15 menit, kemudian didinginkan lalu ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 5 gram (B). Setelah itu cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 6 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap (C). Kadar air dihitung dengan rumus: Kadar Air (%wb) =[ B (C A)]/Bx 100 % Kadar Air (%db) =[ B ( C A)]/(C-A)x 100 % 2. Persiapan standar retinol Retinil asetat ditimbang beberapa mg dalam tabung reaksi bertutup, ditambahkan dengan BHT 125 ppm dalam acetonitril sehingga menjadi 1000 ppm. Gas nitrogen dihembuskan pada headspace kemudian ditutup dan divortex untuk melarutkan retinil asetat,. Sebanyak 20 ul larutan retinil acetat diambil menggunakan syringe hplc kemudian dmasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Etanol absolut ditambahkan ke dalam labu ukur sampai tanda tera, bagian atas diisi dengan gas nitrogen dan ditutup untuk kemudian divortex. Sebanyak 1 bagian larutan yang sudah jadi diambil dan dimasukkan ke dalam botol berwarna gelap, kemudian ditambahkan dengan tiga bagian fase gerak untuk retinol lalu dihembus dengan gas nitrogen dan ditutup rapat. Larutan akhir disonikasi kemudian disaring dengan saringan nilon dan ditempatkan ke dalam wadah berlapis alumunium foil. Sebanyak 20 ul disuntikan ke dalam sistem HPLC unutk diukur persen kemurniannya. Larutan akhir yang sama diukur absorbansinya pada 325 nm (UV) dengan blanko methanol:asetonitril menggunakan spekrofotometer. Berdasarkan nilai nilai 1% (cm), yaitu absorbansi dari 1% larutan untuk retinol pada panjang gelombang 325 nm yaitu 1850, konsentrasi retinol dalam larutan yang diencerkan tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 10 (mg/ml) = konsentrasi retinol semu 1850 absorbansi pada 325 nm Selanjutnya setelah didapat persen kemurnian larutan standar retinol dengan HPLC, dikalikan dengan konsentrasi retinol semu menghasilkan

49 362 konsentrasi retinol yang sebenarnya. Larutan standar retinol disimpan pada suhu di bawah -20 C dan dihindarkan dari cahaya 3. Prosedur pembedahan dan pengambilan darah pada tikus Persiapan alat suntik yang masih baru atau telah dibilas dengan etanol Basahkan tissue atau kapas dengan kloroform, letakkan dalam kotak bius Pembedahan dimulai dengan pengguntingan perut tikus ke dada atas sesegera mungkin Pengambilan plasma dilakukan dengan penyuntikan jantung, sedangkan pengambilan hati dengan cara digunting Plasma dimasukkan ke dalam vial kecil dan hati ke dalam tabung film Keduanya disimpan pada suhu -20 C Gambar 16. Proses pembedahan tikus 4. Metode ekstraksi retinol pada plasma darah Sebanyak 200 μl plasma ditempatkan ke dalam tabung sentrifuse 1.5 ml berbahan polipropilen. 200 μl etanol yang mengandung asam askorbat (1g/L) dan 24 μl asetonitril ditambahkan dan divortex selama 60 detik. Selanjutnya ditambah 400 μl heksan murni, divortex, kemudian disentrifuse dengan kecepatan x g selama 1 menit. Lapisan bagian atas (heksan) diambil untuk dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse yang lain, Ekstraksi dengan heksan ini dilakukan dua kali atau lebih sampai selesai dengan menggabungkan seluruh heksan menjadi satu. Dari hasil ektraksi dengan heksan, diambil sebanyak 1 ml dan ditempatkan ke dalam tabung gelas borosilikat untuk diuapkan sampai kering dengan menggunakan gas. Residu kering yang dihasilkan disuspensikan ke dalam 200 μl fase gerak untuk retinol, kemudian diinjeksikan dengan syringe ke dalam sistem HPLC (Nierenberg D.Wm and Sandra L Nann 1992). Sistem HPLC menggunakan detektor 484 UV, integrator 74SB. Pemisahan menggunakan kolom C-18 dan menggunakan fase gerak gabungan dari

50 372 acetonitril:tetrahydrofuran:methanol:amonium acetat 1% dengan perbandingan (65:25:6:4) yang dicampur dan disaring dengan saringan nylon berukuran 0.45 μm. Injeksi dilakukan dalam kondisi isokratik dengan kecepatan 1.7 ml/menit, tekanan psi (Nierenberg and Nann 1992). 5. Uji deskriptif rata-rata intake ransum kelompok kontrol 6. Uji beda rata-rata intake ransum kelompok kontrol 7. Uji deskriptif rata-rata intake ransum kelompok pemurnian CPO Uji beda rata-rata intake ransum kelompok pemurnian CPO

51 2 9. Uji deskriptif rata-rata berat badan tikus pada awal pemeliharaan, akhir masa adaptasi, akhir masa deplesi, dan akhir masa replesi kelompok kontrol 10. Uji beda rata-rata berat badan tikus pada awal pemeliharaan, akhir masa adaptasi, akhir masa deplesi, dan akhir masa replesi kelompok kontrol 11. Uji deskriptif rata-rata berat badan tikus pada awal pemeliharaan, akhir masa adaptasi, akhir masa deplesi, dan akhir masa replesi kelompok pemurnian CPO Uji beda rata-rata berat badan tikus pada awal pemeliharaan, akhir masa adaptasi, akhir masa deplesi, dan akhir masa replesi kelompok pemurnian CPO

52 2 13. Uji deskriptif rata-rata perubahan berat badan tikus kelompok kontrol Uji beda rata-rata perubahan berat badan tikus kelompok kontrol 15. Uji deskriptif rata-rata perubahan berat badan tikus kelompok pemurnian CPO 16. Uji beda rata-rata perubahan berat badan tikus kelompok pemurnian CPO 17. Uji deskriptif rata-rata efisiensi ransum kelompok kontrol

BIOAVAILABILITAS BETA KAROTEN DARI HASIL PEMURNIAN CPO (CRUDE PALM OIL) DALAM BENTUK RPO (RED PALM OIL) DAN ISOLAT SECARA IN VIVO

BIOAVAILABILITAS BETA KAROTEN DARI HASIL PEMURNIAN CPO (CRUDE PALM OIL) DALAM BENTUK RPO (RED PALM OIL) DAN ISOLAT SECARA IN VIVO BIOAVAILABILITAS BETA KAROTEN DARI HASIL PEMURNIAN CPO (CRUDE PALM OIL) DALAM BENTUK RPO (RED PALM OIL) DAN ISOLAT SECARA IN VIVO Oleh: DARMANING BEKTI NOVIANTO A54103078 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.35% per tahun, sehingga setiap tahun

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013. Lokasi pengambilan sampel rumput laut merah (Eucheuma cottonii) bertempat di Perairan Simpenan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Malaysia dalam produksi minyak sawit. Pada tahun 2004, produksi dan ekspor negara Malaysia mencapai masing-masing

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 27 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian proyek Hibah Penelitian Strategis Nasional di bidang gizi dan kesehatan yang diketuai oleh Marliyati (2009) dan dibiayai

Lebih terperinci

SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER. Hendrix Yulis Setyawan (F )

SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER. Hendrix Yulis Setyawan (F ) SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER Hendrix Yulis Setyawan (F351050091) Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pasca Sarjana Institut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap selama bulan April-Oktober 2010. Tahap pertama adalah proses pencekokan serbuk buah kepel dan akuades dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa Linn.) terhadap kadar transaminase hepar pada tikus (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR

ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR Oleh BUDI HERMAWAN F34103100 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan SEAFAST Center, Laboratorium Hewan Percobaan Bersama SEAFAST Center dan Dept.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona Muricata L.) terhadap kadar enzim transaminase (SGPT dan SGOT) pada mencit (Mus musculus)

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka A. Minyak Sawit Bab II Tinjauan Pustaka Minyak sawit berasal dari mesokarp kelapa sawit. Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar Superoksida dismutase (SOD) dan Malondialdehide (MDA) mammae mencit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode eksperimental karena adanya manipulasi terhadap objek penelitian dan adanya kontrol

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL PADA PEMBUATAN BISKUIT DITINJAU DARI KADAR β-karoten, SIFAT ORGANOLEPTIK DAN DAYA TERIMA

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL PADA PEMBUATAN BISKUIT DITINJAU DARI KADAR β-karoten, SIFAT ORGANOLEPTIK DAN DAYA TERIMA ii PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL PADA PEMBUATAN BISKUIT DITINJAU DARI KADAR β-karoten, SIFAT ORGANOLEPTIK DAN DAYA TERIMA Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah SI Gizi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ketersediaan sumber energi khususnya energi fosil semakin mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi dunia (Arisurya, 2009). Indonesia yang dahulu

Lebih terperinci

Kekurangan Vitamin A (KVA)

Kekurangan Vitamin A (KVA) Paper Pengantar Gizi Masyarakat Kekurangan Vitamin A (KVA) Diajeng Puspa Arum Maharani 100911144 IKMA 09 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2011 KURANG VITAMIN A (KVA) Vitamin

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962).

Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962). Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962). Diambil sampel dua telur pada setiap ulangan. Delapan belas sampel dianalisis kolesterolnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan metode rancangan eksperimental sederhana (posttest only control group design)

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Penelitian Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang berumur 2 minggu. Puyuh diberi 5 perlakuan dan 5 ulangan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kadar protein tertinggi terdapat pada pakan perlakuan D (udang rebon 45%) yaitu dengan persentase sebesar 39,11%. Kemudian diikuti pakan perlakuan C (udang rebon 30%)

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kelapa sawit segar dan buah pascaperebusan (perebusan pada suhu 131 o C, tekanan uap 2 atmosfer, selama 100

Lebih terperinci

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pengantar Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit (Elaeis guineensis) terbesar di dunia. Produksinya pada tahun 2010 mencapai 21.534 juta ton dan dengan nilai pemasukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Terpadu, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dasar yang menggunakan metode eksperimental. Penelitian eksperimen merupakan penelitian dimana variabel yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat atau dalam bahasa latin disebut Lycopersicum esculentum

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat atau dalam bahasa latin disebut Lycopersicum esculentum I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat atau dalam bahasa latin disebut Lycopersicum esculentum merupakan tanaman holtikultura yang banyak dimanfaatkan sebagai campuran dalam masakan, minuman, saus, dan

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 42 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen murni (True Experimental). Penelitian eksperimen murni bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lipid 1. Definisi Lipid Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik (Widman, 1989) Lemak disebut juga lipid,

Lebih terperinci

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur sapih Umur dewasa kelamin Umur dikawinkan Siklus kelamin poliestrus (birahi) Lama estrus Saat perkawinan Berat lahir Berat dewasa Jumlah anak perkelahiran Kecepatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Metode BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, neraca analitik, pembakar Bunsen, rangkaian alat distilasi uap, kolom kromatografi, pipa kapiler, GC-MS, alat bedah,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Sampel Tabel 8 menyajikan data hasil analisis proksimat semua sampel (Lampiran 1) yang digunakan pada penelitian ini. Data hasil analisis ini selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok. KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset Kimia Lingkungan, dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) DAN INTRODUKSI PEMASARANNYA

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) DAN INTRODUKSI PEMASARANNYA SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) DAN INTRODUKSI PEMASARANNYA 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Wardi, F24104038.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. test design. Pretest adalah pengukuran kadar kolesterol total darah

METODE PENELITIAN. test design. Pretest adalah pengukuran kadar kolesterol total darah 19 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimental, dengan menggunakan prepost test design. Pretest adalah pengukuran kadar kolesterol total darah hewan coba

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI

PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian 21 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian Post Test Controlled Group Design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian Hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan menggunakan Itik Cihateup pada fase grower dengan umur 14

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan menggunakan Itik Cihateup pada fase grower dengan umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan dan Perlengkapan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Percobaan menggunakan Itik Cihateup pada fase grower dengan umur 4 minggu sebanyak 48 ekor, yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asupan lemak yang dianjurkan adalah sebanyak 30% dari total kalori yang dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua aspek yaitu

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah kelopak kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang berasal dari petani di Dramaga dan kayu secang (Caesalpinia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan (Maret s.d. Mei 2011). Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Southeast Asean Food Agricultural Science

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014. BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian post test only controlled group design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian Hewan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, laboratorium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, laboratorium BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, laboratorium Kimia Analitik Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian 23 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung selama 7 bulan, yaitu penelitian in vitro bulan Januari sampai Maret 2009 di Laboratorium Biokimia Institut Pertanian Bogor (IPB)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Bandung untuk membuat teh hijau dan teh daun murbei; dan menganalisis kimia teh daun

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan 19 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010 di Kandang Unit Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,

Lebih terperinci

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Dalam penelitian ini dilakukan manipulasi terhadap objek penelitian disertai dengan adanya kontrol (Nazir,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci