NILAI EKONOMI WISATA KAWASAN SITU LENGKONG PANJALU KABUPATEN CIAMIS DENGAN METODE KONTINGENSI R MUHAMAD JUWARNO RIDHA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NILAI EKONOMI WISATA KAWASAN SITU LENGKONG PANJALU KABUPATEN CIAMIS DENGAN METODE KONTINGENSI R MUHAMAD JUWARNO RIDHA"

Transkripsi

1 NILAI EKONOMI WISATA KAWASAN SITU LENGKONG PANJALU KABUPATEN CIAMIS DENGAN METODE KONTINGENSI R MUHAMAD JUWARNO RIDHA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN R MUHAMAD JUWARNO RIDHA. E Nilai Ekonomi Wisata Kawasan Situ Lengkong Panjalu Kabupaten Ciamis Dengan Metode Kontingensi. Dibimbing oleh Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS. and Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS. Kawasan Situ Lengkong Panjalu merupakan kawasan yang terdiri dari situ/danau dengan pulau kecil di tengahnya (Nusa Gede atau Nusa Larang). Nusa Gede atau Nusa Larang tersebut merupakan kawasan Cagar Alam Panjalu. Kawasan ini memiliki keanekaragaman flora dan fauna, seperti kalong (Pteropus vampyrus). Luas Situ Lengkong Panjalu adalah ha dan Nusa Gede 9.25 ha. Gubernur Jawa Barat mencanangkan kawasan Situ Lengkong Panjalu sebagai kawasan Wisata Ziarah pada tanggal 17 Maret Kawasan ini selain mempunyai fungsi wisata juga mempunyai fungsi ekologi sebagai kawasan penyangga untuk melindungi dan melestarikan keutuhan Cagar Alam Panjalu. Kawasan ini memiliki nilai ekonomi tinggi yang penting untuk dihitung untuk peningkatan kualitas lingkungan dan pengelolaan kawasan Situ Lengkong Panjalu, sejak kawasan tersebut telah terjadi penurunan kualitas lingkungan, seperti penurunan kualitas air situ yang kotor dan dangkal. Penelitian ini diadakan di kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu Ciamis Jawa Barat pada bulan Mei - Juni Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder melalui studi literatur, observasi dan wawancara terpandu dengan kuesioner yang dianalisis secara deskriftif. Jumlah sampel pengunjung kuesioner penelitian sebanyak 244 orang dan jumlah sampel penduduk yang memanfaatkan adalah 16 orang. Nilai Total Kesediaan Membayar responden penelitian (Rp/tahun) = Rp ,51 dengan rata-rata Nilai Kesediaan membayar (per orang) = Rp ,92. Sedangkan Nilai Total Kesediaan Dibayar responden penelitian (Rp/tahun) = Rp ,13 dengan rata-rata Nilai Kesediaan Dibayar (per orang) = Rp ,37. Nilai kesediaan membayar yang lebih besar dari pendapatan melalui retribusi sebesar Rp ,51 menjadi surplus konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membara/dibayar responden, yaitu tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga dan kondisi Situ Lengkong Panjalu. Pemerintah Desa Panjalu dalam hal ini Yayasan Boros Ngora Panjalu melalukan upaya pelestarian Cagar Alam Panjalu dibawah pengawasan BKSDA Jabar II. Hasil penelitian ini berguna dalam penyempurnaan pengelolaan kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu dengan mendapatkan gambaran nilai ekonomi wisata kawasan Situ Lengkong Panjalu ini untuk pengelolaan ke depannya supaya sumberdaya yang ada tetap lestari dan tidak terjadi penurunan kualitasnya. Kata kunci: Situ Lengkong Panjalu, Nilai Ekonomi Wisata, Metode Kontingensi

3 SUMMARY R MUHAMAD JUWARNO RIDHA. E Tourism Economic Value of Lengkong Panjalu Lake Area Ciamis Regency Using Contingent Valuation Methode. Under Supervision of Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS. and Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS. Lengkong Panjalu Lake represent an area which consist of lake and small island (Nusa Gede) in the center of the lake. Nusa Gede is Panjalu Nature Reserve. The area has flora and fauna diversity such as bat (Pteropus vampyrus). Lengkong Panjalu Lake cover an area of hectare and Nusa Gede cover an area of 9.25 hectare. Governor of West Java established the area as tourism pilgrimage area on March 17 th, Beside tourism function, the area also served ecological function function as buffer area to protect and to conserve Panjalu Nature Reserve. The area has high economical value which is important to be calculated in considering the efforts needed to improve the environmental quality and to manage the Lengkong Panjalu Lake, since the area had suffer from environmental quality decrease, such as water quality decrease. This research was conducted at Lengkong Panjalu Lake tourism area Ciamis West Java on May June 2007 using Contingent Valuation Methode. Primary and secondary data were collected through literature study, observation and interview using questionnaire which were descriptively analized. The number of visitor taken as sample respondent were 244 persons while the number of community were 16 persons. Total value of respondents willingness to pay (per year) = Rp ,51 with average willingness to pay (per person) = Rp.3.193,92. The total value of respondents willingness to accept (per year) = Rp ,13 with average willingness to accept (per person) = Rp.3.995,37. The willingness to pay value which is greaten than tourism revenue from retribution as much as Rp ,51 is surplus for the consumer. The influencing factors were education level, income level, number of family member and condition of Lengkong Panjalu Lake area. Panjalu village government, through Boros Ngora Panjalu Foundation, were entrusted to conduct conservation efforts of Panjalu Nature Reserve under the supervition of BKSDA Jabar II. Result of the research would be useful in revising the management of Lengkong Panjalu Lake tourism area by providing the tourism economic value of the area to be taken as consideration in the future management in order to maintain the sustainability and the quality of the existing resources. Keyword: Lengkong Panjalu Lake, Tourism Economic Value, Contingent Valuation Methode

4 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nilai Ekonomi Wisata Kawasan Situ Lengkong Panjalu Kabupaten Ciamis Dengan Metode Kontingensi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2008 R Muhamad Juwarno Ridha NRP E

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Nilai Ekonomi Wisata Kawasan Situ Lengkong Panjalu Kabupaten Ciamis Dengan Metode Kontingensi Nama : R Muhamad Juwarno Ridha NRP : E Menyetujui: Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS. NIP : NIP : Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP : Tanggal Lulus :

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP R Muhamad Juwarno Ridha dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 10 Juni Penulis merupakan putra ke-1 dari dua bersaudara pasangan Bapak RMN. Junarwan Ridha dan Ibu Siti Uhati. Pendidikan formal ditempuh di SDN Tanjungmulya II, SLTPN 1 Panumbangan, SMUN 1 Cihaurbeuti Ciamis dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor sebagai pilihan pertama. Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi kegiatan kemahasiswaan, yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda (LISES) Gentra Kaheman Institut Pertanian Bogor menjabat sebagai Dewan Kehormatan ( ). Penulis juga tergabung sebagai anggota International Forestry Student Association (IFSA) pada tahun 2005 dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada tahun Pada tahun 2005 penulis tergabung dalam Volunteer Rimbawan Muda Indonesia dan pada tahun yang sama penulis juga tergabung dalam Volunteer Forum Indonesia Muda ke Nias. Pada tahun 2005 penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Banyumas Barat Perum Perhutani Unit II Jawa Tengah. Pada tahun 2006 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis mengadakan penelitian dengan judul Nilai Ekonomi Wisata Kawasan Situ Lengkong Panjalu Kabupaten Ciamis Dengan Metode Kontingensi di bawah bimbingan Prof. Dr. E. K. S. Harini Muntasib, MS. dan Prof. Dr. Ir. Hardjanto,MS.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penyusun panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan hasil penelitian ini dengan lancar. Penelitian dilaksanakan di kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat selama dua bulan, yaitu pada bulan Mei sampai Juni Penelitian ini berjudul Nilai Ekonomi Wisata Kawasan Situ Lengkong Panjalu Kabupaten Ciamis Dengan Metode Kontingensi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain: 1. Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS dan Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, arahan, nasihat dan bantuan selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 2. Ir. Ahmad Hadjib, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Istie Sekartining Rahayu, S.Hut, M.Si sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan. 3. Ayah, Umi dan Adik perempuanku serta keluarga besar R. Ido Barma Ridha dan M. Usin atas segala dukungan dan dorongan moral, materi dan spiritual, terutama atas doa dan bimbingannya. 4. Pengelola Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu dan aparat Pemerintah Desa Panjalu yang telah membantu selama pengumpulan data. 5. Teman-teman DKSHE angkatan 39, terutama Rudiansyah dan LISES Gentra Kaheman IPB serta VNOS atas segala bantuannya. Semoga karya ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2008 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...i DAFTAR TABEL...iv DAFTAR GAMBAR...v DAFTAR LAMPIRAN...vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat...4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pengelolaan Wisata Alam Nilai Sumberdaya Alam Estimasi Nilai Ekonomi dari Kebijakan Lingkungan Penelitian Empirik Terdahulu...13 BAB IV METODOLOGI 4.1 Lokasi dan Waktu Alat dan Bahan Penelitian Jenis Data yang Dikumpulkan Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Karakteristik Responden Pendugaan Nilai Ekonomi...18 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak dan Luas Status Kawasan Kondisi Biotik...21

9 iii 3.4 Kondisi Fisik Batas-batas Administrasi Sejarah Kawasan Aspek Tata Guna Lahan Demografi Desa Panjalu Aksesibilitas Menuju Kawasan Informasi Pengunjung Wisata...26 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sumberdaya Wisata Sumberdaya Wisata Alam Sumberdaya Wisata Budaya Pengelolaan Kawasan Situ Lengkong Panjalu Nilai Ekonomi Wisata Karakteristik Responden Penelitian Analisis Nilai Ekonomi Wisata Berdasarkan Metode Kontingensi melalui Pendekatan Kesediaan Membayar dan Dibayar...45 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran...50 DAFTAR PUSTAKA...51 LAMPIRAN...54

10 iv DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Demografi Desa Panjalu Tahun Daftar jenis vegetasi yang dapat ditemukan di kawasan Situ Lengkong Panjalu Daftar satwaliar yang dapat ditemukan di kawasan Situ Lengkong Panjalu Karakteristik Pengunjung Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu Motivasi Pengunjung Obyek Wisata Situ lengkong Panjalu Karakterisik Masyarakat di Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu Persepsi Pengunjung tentang Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu Persepsi Masyarakat Tentang Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu Pendugaan Nilai Ekonomi Wisata Berdasarkan Kesediaan Membayar Pendugaan Nilai Ekonomi Wisata Berdasarkan Kesediaan Dibayar...60

11 v DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Diagram Surplus Konsumen Nilai Ekowisata Taman Nasional Gunung Halimun (Widada 2004) Peta Letak Kawasan Obyek Wisata Situ lengkong Panjalu Peta Desa Panjalu Grafik Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu Situ Lengkong Panjalu Nusa Gede Panjalu Gerbang Nusa Gede Panjalu Nusa Pakel Komplek Makam Prabu Hariang Kencana Komplek Pemakamam Hujung Winangun Iring-iringan Upacara Adat Nyangku Gerbang Bumi Alit Benda Pusaka Panjalu Aktivitas berperahu Aktivitas berziarah Aktivitas belanja souvenir...41

12 vi DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Karakteristik Pengunjung Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu Motivasi Pengunjung Obyek Wisata Situ lengkong Panjalu Karakterisik Masyarakat di Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu Persepsi Responden Penelitian Pendugaan Nilai Ekonomi Wisata Kuesioner WawancaraPengunjung Kuesioner Wawancara Masyarakat...63

13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam yang merupakan kegiatan pariwisata berkelanjutan, kegiatan utama wisatanya harus bertumpu pada usaha-usaha pelestarian sumberdaya alam maupun budaya. Kawasan wisata sebagai objek wisata dapat dijadikan sumber ekonomi berkelanjutan dan dikelola secara adil, sehingga menghasilkan keuntungan yang berkesinambungan bagi generasi masa kini. Pengelolaan wisatanya harus diikuti dengan menjaga potensi dan fungsi ekologi untuk memenuhi kebutuhan dan harapan generasi yang akan datang. Fungsi ekologi merupakan layanan kepada manusia yang dapat bernilai ekonomi, kesehatan dan sosial budaya, tetapi nilai itu tidak nampak dalam bentuk uang. Metode untuk menghitung nilai ekonomi lingkungan dapat merupakan nilai potensi dan atau nilai pengganti. Cara lain dapat dinyatakan dalam kesediaan membayar masyarakat yang berkunjung (Soemarwoto, 2001). Banyak teknik-teknik penilaian yang dapat dipergunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai ekonomi terutama nilai ekonomi wisata. Akan tetapi, konsep yang mendasari semua teknik yang ada adalah kesediaan membayar (willingness to pay) dari masyarakat untuk jasa-jasa wisata. Konsep dasar dalam penilaian ekonomi wisata ini adalah kesediaan membayar dari masyarakat untuk jasa-jasa lingkungan atau sumberdaya alam. Kesediaan membayar atau kesediaan menerima merefleksikan preferensi masyarakat terhadap pemanfaatan sumberdaya alam. Kawasan Situ Lengkong Panjalu merupakan kawasan yang terdiri dari situ/danau dengan pulau kecil di tengahnya (Nusa Gede atau Nusa Larang). Nusa Gede atau Nusa Larang tersebut merupakan kawasan Cagar Alam Panjalu. Pada masa penjajahan Belanda, perhatian sangat besar ditujukan terhadap keberadaan dan kelestarian Nusa Gede. Pada tanggal 16 November 1921 pulau tersebut diberi nama "Pulau Koorders". Kawasan ini memiliki keanekaragaman flora dan fauna, seperti rotan (Calamus javanensis), kihaji (Dysoxylum sp.), kikondang (Ficus variegata), burung hantu (Otus scops), dan kalong (Pteropus vampyrus). Objek Wisata Situ Lengkong Panjalu didatangi banyak pengunjung. Di kawasan ini, minat pengunjung terhadap ragam wisata budaya terutama wisata ziarah sangat banyak. Aktivitas wisata ziarah/budaya dapat dilakukan, seperti berziarah ke

14 2 makam leluhur Panjalu di Nusa Gede dan melihat benda pusaka Panjalu di Bumi Alit. Pencanangan kawasan Panjalu sebagai kawasan Wisata Ziarah oleh Gubernur Jawa Barat pada tanggal 17 Maret 2004 (Pranata, 2007). Areal situ/danaunya dimanfaatkan oleh pemerintah daerah sebagai kawasan wisata alam. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan, yaitu kegiatan berperahu sekaligus menikmati pemandangan alamnya dan memancing ikan. Selain untuk kegiatan wisata, areal Situ Lengkong Panjalu mempunyai fungsi ekologi sebagai kawasan penyangga tata air, kawasan perlidungan flora dan fauna serta untuk melestarikan keutuhan Cagar Alam Panjalu. Sebagai upaya pemanfaatan wisatanya, kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu ini harus berjalan dengan optimal tanpa harus mengorbankan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada, sehingga dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang panjang. Pemerintah daerah mendapatkan keuntungan yang tidak sedikit dari pungunjung yang datang untuk berwisata. Keberadaan kawasan tersebut sangat penting bagi masyarakat sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti panambak/pencari ikan, penyedia jasa perahu wisata dan pedagang. Pentingnya kawasan Situ Lengkong Panjalu yang dapat menghasilkan keuntungan ekonomi harus sejalan dengan upaya pelestariannya supaya kawasan ini tidak mengalami penurunan kualitas lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan studi untuk mengetahui nilai manfaat wisata dari kawasan Situ Lengkong Panjalu, Kabupaten Ciamis dengan menggunakan metode kontingensi melalui pendekatan kesediaan membayar dan kesediaan dibayar masyarakat di lokasi penelitian. 1.2 Perumusan Masalah Kawasan Situ Lengkong Panjalu sebagai sumberdaya alam dimanfaatkan sebagai tempat wisata alam merupakan barang publik yang dapat memberikan manfaat intangible, yaitu manfaat ekonomi yang tidak dapat dikuantifikasikan secara langsung karena tidak adanya nilai pasar untuk barang tersebut. Manfaat tersebut bersumber dari fungsi ekologi seperti pengatur tata air dan pengendali banjir yang merupakan barang (jasa) publik pada hakekatnya juga nilai ekonomi, karena jika fungsi ekologi kawasan Situ Lengkong Panjalu terganggu, maka akan menimbulkan ketidakmanfaatan atau terjadi kerugian adanya bencana atau kerusakan. Air Situ Lengkong Panjalu sangat penting sekali untuk kelestarian Cagar Alam Panjalu. Salah satu penurunan kualitas lingkungan adalah tercemarnya air Situ

15 3 Lengkong Panjalu yang diakibatkan oleh penggunaan perahu motor wisata. Air situ menjadi kotor, ikan sering banyak yang mati, banyak sampah plastik dan kondisi air situ yang surut karena kawasan pinggir situ yang seharusnya menjadi daerah penyangga resapan air menjadi areal persawahan dan perumahan. Dengan demikian, fungsi ekologi kawasan Situ lengkong Panjalu dirasakan perlu memberikan perlindungan terhadap kerusakan ekologi, sehingga ada keinginan, kebutuhan dan tuntutan pengunjung/masyarakat agar kawasan ini tetap berfungsi dengan baik secara ekologi maupun untuk kegiatan wisatanya. Selama ini, pendapatan pemerintah desa Panjalu masih mengandalkan dari pendapatan wisata Situ Lengkong Panjalu. Akan tetapi, upaya pemanfaatan Situ Lengkong Panjalu melalui kegiatan wisata belum dilakukan secara optimal Diantaranya, belum adanya kebijakan pengelolaan yang terpadu, keragaman aktivitas ekonomi yang berlangsung di Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu belum diidentifikasi secara jelas, terperinci dan lengkap, misalnya berapa nilai ekonomi setiap tahunnya yang dapat diperoleh dari pemanfaatan kawasan Situ Lengkong Panjalu tersebut sebagai tujuan wisata. Besarnya manfaat ekonomi yang diperoleh dari Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu belum diketahui. Sehingga, upaya untuk menghitung ekonomi sumberdaya alam yang ada harus dilakukan. Hal tersebut sejalan dengan kondisi dan keberadaan kawasan Situ Lengkong Panjalu yang sangat penting di daerah Panjalu bagi kepentingan ekonomi, sosial budaya dan ekologi. Nilai ekonomi dari kegiatan wisata di kawasan Situ Lengkong Panjalu dikategorikan dalam nilai ekonomi yang dimanfaatkan secara tidak langsung, karena konsumen tidak mengambil manfaat langsung dari kawasan ini. Oleh karena itu, perhitungannya dilakukan untuk memperoleh nilai ekonominya juga melalui metode tersendiri. Ditinjau dari konsep ekonomi tentang manfaat, dapat diukur dengan metode kontingensi melalui pendekatan kesediaan membayar (willingness to pay) atas kepuasan memperoleh peningkatan kualitas lingkungan wisata dari pengunjung dan masyarakat di kawasan Situ Lengkong Panjalu dan kesediaan dibayarnya (willingness to accept) atas kompensasi karena tidak diperbolehkan beraktivitas wisata yang merupakan kerugian akibat berkurangnya fungsi ekologis kawasan. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dapat dijadikan acuan untuk mengetahui nilai ekonomi yang dimiliki kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan nilai ekonomi kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu

16 4 berdasarkan analisis metode kontingensi melalui pendekatan kesediaan membayar dan dibayar masyarakat di lokasi tersebut? 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai ekonomi wisata kawasan Situ Lengkong Panjalu sebagai kawasan wisata yang mempunyai fungsi ekologi bagi kelestarian kawasan Situ Lengkong dan Cagar Alam Panjalu dengan menggunakan metode kontingensi melalui pendekatan nilai kesediaan membayar dan dibayar masyarakat. 1.4 Manfaat Hasil penelitian ini dapat berguna dalam penyempurnaan pengelolaan kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu dengan mendapatkan gambaran nilai ekonomi wisata kawasan Situ Lengkong Panjalu ini untuk pengelolaan ke depannya.

17 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan mendefinisikan pariwisata sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Pariwisata sebagai ilmu merupakan kegiatan manah (pikiran dan perasaan) manusia mengenai berbagai hal/sesuatu atau apa saja, termasuk pariwisata (Pendit, 1999). Pariwisata dapat dipandang sebagai sesuatu yang abstrak, misalnya saja sebagai suatu gejala yang melukiskan kepergian orang-orang di dalam negaranya sendiri (pariwisata domestik) atau penyeberangan orang-orang pada tapal batas suatu negara (pariwisata internasional). Pariwisata adalah salah satu dari industri gaya baru yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan (Wahab, 1992). Sedangkan menurut Marpaung (2002), pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin dan keluar dari tempat kediamannya. Menurut Yoeti (1997), pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud tujuan bukan untuk berusaha (bisnis) atau mencari nafkah di tempat yang ia kunjungi, tetapi semata-mata sebagai konsumen menikmati perjalanan tersebut untuk memenuhi keinginan yang bemacammacam. Wisata merupakan padanan kata tour (dalam bahasa Inggris) yang berarti sebuah perjalanan (Suyitno, 2001). Sedangkan wisata menurut Undang-undang No 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Tidak semua perjalanan dapat dikatakan wisata, maka menurut Suyitno (2001), untuk membedakannya dengan perjalanan pada umumnya, maka wisata memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Bersifat sementara, dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan kembali ke tempat asal.

18 6 2. Melibatkan beberapa komponen wisata, seperti sarana transportasi, akomodasi dan lain-lain. 3. Umumnya dilakukan dengan mengunjungi obyek dan atraksi wisata, daerah atau bahkan negara secara berkesinambungan. 4. Memiliki tujuan tertentu yang intinya untuk mendapatkan kesenangan. 5. Tidak untuk mencari nafkah di tempat tujuan. Di masa sekarang ini perhatian terhadap kegiatan wisata sudah sangat meluas karena sadar akan manfaat-manfaat yang didatangkan dari daerah penerima wisatawan. Bahwa pariwisata menjadi sumber pendapatan daerah dengan menjual jasa-jasa dan barang-barang yang berkaitan dengan wisata (Wahab,1992). Daerah penerima wisatawan (wilayah pariwisata) tersebut merupakan tempat atau daerah yang karena atraksinya, situasinya dalam hubungan lalu lintas dan fasilitasfasilitas wisatanya menyebabkan tempat atau daerah tersebut menjadi objek kebutuhan wisatawan. Ada tiga kebutuhan utama yang harus dipenuhi oleh suatu daerah untuk menjadi tujuan wisata, yaitu memiliki atraksi atau objek menarik, mudah dicapai dengan alat-alat kendaraan dan menyediakan tempat untuk tinggal sementara (Pendit, 1999). Cooper et al. (1998) menyatakan bahwa objek wisata terdiri dari beberapa komponen, yaitu : 1. Atraksi wisata; baik itu berupa alam, buatan (hasil karya manusia), atau peristiwa (kegiatan) yang merupakan alasan utama kunjungan. 2. Fasilitas-fasilitas dan pelayanan; dibutuhkan oleh wisatawan di daerah tujuan wisata. 3. Akomodasi; makanan dan minuman tidak hanya tersedia dalam bentuk fisik, tapi juga harus dapat menciptakan perasaan hangat dan memberikan kenangan pada lingkungan dan makanan setempat. 4. Aksesibilitas (jalan dan transportasi); merupakan salah satu faktor kesuksesan daerah tujuan wisata. 5. Faktor-faktor pendukung; seperti kegiatan pemasaran, pengembangan dan koordinasi. Menurut Suyitno (2001), sebagai suatu produk, wisata memiliki ciri-ciri yang khas yang membedakan dengan produk pada umumnya, yaitu : 1. Tidak berwujud (intangible), wisata adalah kesan atau pengalaman yang dirasakan dan dialami oleh wisatawan.

19 7 2. Tidak memiliki ukuran kuantitatif (unmeasurable), wisata tidak memiliki satuan ukuran tertentu, misalnya kilogram, meter atau yang lainnya. 3. Tidak tahan lama dan mudah kadaluarsa (perishable), masa jual wisata terbatas, yaitu semenjak produk itu ditawarkan hingga menjelang diselenggarakan. 4. Tidak dapat disimpan (unstorable), karena sifatnya yang mudah kadaluarsa, maka kita tidak menimbun sisa produk yang tidak terjual. 5. Melibatkan konsumen (wisatawan) dalam proses produksinya. 6. Proses produksi dan konsumsi terjadi dalam kurun waktu yang sama. 2.2 Pengelolaan Wisata Alam Menurut Ko (2001) pengelolaan suatu objek wisata alam merupakan bagian dari strategi perlindungan alam. Pengelolaan harus dilandasi peraturan ketat perihal konservasi alam, diharapkan dampak negatif pengunjung obyek wisata alam dapat diminimalkan Pengelolaan wisata merupakan suatu sistem terbuka yang secara langsung dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di luar sistem, organisasi dan batas hukumnya. Pengelolaan wisata alam di dalamnya terdapat tiga hal yang utama, yaitu pengunjung, sumberdaya alam dan pengelolanya. Pengelolaan suatu obyek wisata alam terdiri dari beberapa aspek yang perlu diperhatikan secara seimbang, yaitu (Ko, 2001): 1. Pengelolaan Teknis 2. Pengelolaan Personalia 3. Pengelolaan Lingkungan 4. Pengelolaan Administrasi 5. Pengelolaan Keuangan Aspek pengelolaan wisata, yaitu dengan mengembangkan profesionalisme dan pola pengelolaan obyek dan daya tarik wisata alam yang siap mendukung kegiatan pariwisata alam dan mampu memanfaatkan potensi obyek dan daya tarik wisata alam secara lestari. Pemerintah Daerah berkewajiban melaksanakan koordinasi, perencanaan, pelaksanaan serta monitoring pengembangan obyek dan daya tarik wisata alam. Cagar Alam Panjalu merupakan sebuah pulau kecil yang biasa disebut Nusa Gede atau Nusa Larang terletak di tengah situ/danau Lengkong Panjalu. Menurut Peraturan Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 2 Tahun 1996 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat, bahwa kawasan cagar

20 8 alam adalah kawasan suaka alam yang keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Perlindungan terhadap kawasan cagar alam dilakukan untuk melindungi kekhasan biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya. Kriteria kawasan cagar alam menurut Peraturan Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 2 Tahun 1996 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat adalah: 1. Kawasan darat dan atau perairan yang ditunjuk mempunyai luas tertentu yang menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga cukup luas serta mempunyai kekhasan jenis tumbuhan, satwa atau ekosistemnya; 2. Kondisi alam, baik biota maupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, bahwa cagar alam dikelola dengan melakukan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa beserta ekosistemnya. Sedangkan pemanfaatan cagar alam untuk keperluan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan penunjang budidaya. Olah karena itu, pemanfaatan Cagar Alam Panjalu tidak untuk kegiatan wisata. Sedangkan kawasan Situ Lengkong Panjalu dimanfaatkan sebagai kawasan wisata alam dengan tetap memperhatikan keutuhan/kelestarian kawasan situ dan Cagar Alam Panjalu (Suganda, 2003). 2.3 Nilai Sumberdaya Alam Sumberdaya alam seringkali tidak dihargai dengan pantas di pasaran. Bahkan ketika sumberdaya alam tersebut diperdagangkan secara langsung di pasaran, mungkin memiliki nilai ekonomi lain yang tidak tercermin pada harganya. Beberapa sumberdaya alam dapat dengan mudah diubah menjadi penghasilan dengan cara memanen, sedangkan sumberdaya alam yang lain menghasilkan sejumlah jasa yang tidak menunjukkan harga yang nyata. (McNeely, 1992). McNeely (1992) juga menjelaskan bahwa perhitungan nilai serta biaya pelestarian sumberdaya alam memberikan suatu dasar untuk menentukan nilai total dari setiap kawasan atau sumberdaya alam yang dilindungi. Karena sumberdaya alam

21 9 juga memiliki nilai ekonomi, investasi dalam usaha pelestarian haruslah dilihat sesuai dengan prinsip ekonomi yang memerlukan sarana yang dapat diandalkan dan dapat dipercaya untuk mengukur keuntungan pelestariannya. Klasifikasi nilai sumberdaya alam terbagi dua bagian, yaitu (McNeely, 1992) : 1. Nilai Langsung, yang meliputi Nilai Pendayagunaan Konsumtif dan Nilai Pendayagunaan Produktif. 2. Nilai Tidak Langsung, yang meliputi Nilai Pendayagunaan Non-Konsumtif, Nilai Pilih dan Nilai Eksistensi. Nilai langsung sumberdaya alam berkaitan dengan kenikmatan atau kepuasan yang diterima secara langsung oleh konsumen. Nilai tersebut dengan mudah dapat diamati dan diukur yang seringkali dengan menetapkan harga. Nilai pendayagunaan konsumtif merupakan nilai yang diterapkan pada produk alamiah yang langsung dikonsumsi tanpa melewati pasar, seperti jasa wisata sebagai nilai dari seluruh kegiatan wisata. Nilai pendayagunaan produktif merupakan nilai yang dikenakan pada produk yang dihasilkan secara komersial, seperti kayu bakar, ikan, kulit binatang, tanaman obat dan lain-lain. Nilai tidak langsung dari sumberdaya alam merupakan nilai yang berhubungan terutama dengan fungsi ekosistem (sumberdaya lingkungan). Nilai ini merefleksikan nilai sumberdaya tersebut kepada masyarakat luas daripada individu atau badan hukum yang ada. Nilai pendayagunaan non-konsumtif secara umum lebih mengarah pada fungsi alamiah atau jasa dari barang yang menyediakan nilai tanpa harus dikonsumsi dan diperdagangkan di pasar. Pendayagunaan non-konsumtif kegiatan wisata ke sumberdaya alam yang dikelola seringkali dapat memberikan pengakuan ekonomi yang kuat bagi pelestarian sumberdaya alam, terutama jika kawasan tersebut merupakan daya tarik utama bagi wisatawan. Nilai pilih adalah suatu cara menilai sumberdaya alam untuk masa yang akan datang. Sedangkan nilai eksistensi merupakan cara untuk menilai sumberdaya alam dengan menghargai keberadaan sumberdaya tanpa ada keinginan untuk melihat atau memanfaatkannya, sehingga diharapkan generasi yang akan datang dapat memperoleh keuntungan dari sumberdaya tersebut (McNeely, 1992). Nilai konservasi sumberdaya alam dari segi ekonomi merupakan penggunaan sumberdaya alam secara lestari dengan mengingat unsur waktu atau merupakan keputusan yang diambil perusahaan, perorangan maupun masyarakat dalam hal alokasi sumberdaya alam antara masa kini dan masa mendatang. Nilai

22 10 konservasi/nilai pelestarian tersebut merupakan biaya sosial, yaitu biaya/pengorbanan yang ditanggung masyarakat. Biaya sosial ini tidak hanya menghitung biaya yang berwujud uang, tetapi juga biaya yang tidak berwujud uang (Reksohadiprodjo, 1994). 2.4 Estimasi Nilai Ekonomi dari Kebijakan Lingkungan Keuntungan ekonomi dari kebijakan perubahan kualitas lingkungan adalah nilai uang dari peningkatan lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia yang dihasilkan oleh kebijakan tersebut atau terhindarnya biaya yang besar dalam menangani biaya yang ditimbulkan oleh kerusakan lingkungan. Estimasi keuntungan lingkungan ini adalah kompleks dan kontroversial karena melibatkan banyak faktor, seperti metode yang digunakan, proses dan jenis nilai yang diukur serta masalah teknis dan taktis dalam aplikasinya. Ada dua metode utama dalam penilaian keuntungan dari perubahan lingkungan, yaitu : a. Metode penilaian non-moneter (Non Monetery Valuation Methode). Berdasarkan metode ini, dampak perubahan lingkungan diukur dengan menggunakan skala pengukuran tertentu, sehingga bisa diketahui derajat atau tingkat perubahan lingkungan yang terjadi. Metode pengukuran yang bisa dipakai ada tiga macam, yaitu : 1) Skala ordinal (ordinal scale). Unsur-unsur dalam skala ordinal dirangking dengan urutan tertentu tetapi jarak antara dua posisi adalah tidak diketahui. Dampak yang diukur dengan skala ini dikategorikan kualitatif. 2) Skala interfal (interval scale). Unsur-unsur diurutkan dengan urutan tertentu tetapi jarak antara dua posisi diketahui. Rasionya tidak bisa dihitung karena tidak ada sumbernya. 3) Skala rasio (ratio scale). Skala ini merupakan skala interfal tetapi mempunyai sumber/dasar sehingga bisa dihitung. b. Metode penilaian moneter (Monetary Valuation Methode). Metode ini merupakan metode yang menilai efek dari perubahan kualitas lingkungan dengan nilai uang dan menggunakan metode-metode penilaian ekonomi yang telah dikembangkan. Terdapat beberapa metode penilaian ekonomi terhadap barang lingkungan yang telah digunakan, yaitu metode dosis-respon, metode harga hedonic, metode

23 11 biaya perjalanan, metode perilaku menengah dan metode yang paling popular adalah Metode Kontingensi (Contingent Valuation Methode). a. Metode Dosis-Respon (The Dose-Response Methode), didasarkan pada gagasan bahwa bagi kebanyakan aktifitas, kualitas lingkugan bias dianggap sebagai suatu factor produksi. Metode ini terdiri dari dua langkah, yaitu mengestimasi hubungan antara dosis dan respon antara tingkat polusi dan beberapa dampaknya terhadap bahan-bahan tertentu, dan perubahan dalam respon yang disebabkan oleh kebijakan lingkungan harus diterjemahkan ke dalam efek ekonomi. b. Metode Harga Hedonik (Hedonic Price Methode), didasarkan pada gagasan bahwa barang pasar meyediakan pembeli dengan sejumlah jasa, yang beberapa diantaranya dapat merupakan kualitas lingkungan. Metode ini terdiri dari dua tahapan, yaitu harga rumah atau property diregresi terhadap semua variable yang diduga mempunyai pengaruh terhadap nilai rumah tersebut, dan harga polusi udara di atas digunakan untuk menghitung atau mengestimasi fungsi permintaan. c. Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Methode), dilakukan dengan menggunakan informasi tentang jumlah uang yang dikeluarkan dan waktu yang digunakan orang untuk mencapai tempat rekreasi untuk mengestimasi besarnya nilai keuntungan dari upaya perubahan kualitas lingkungan dari tempat rekreasi yang dikunjungi. Metode ini terdiri dari dua tahapan, yaitu jumlah kunjungan ke lokasi rekreasi diregresi dengan biaya perjalanannya, dan nilai lokasi rekreasi diperoleh dengan menghitung daerah kurva perjalanan/kunjungan di atas biaya perjalanan rata-rata. d. Metode Perilaku Mencegah (The Averting Behaviour Methode), didasarkan pada pengeluaran untuk mengurangi atau mengatasi efek negatif dari polusi. e. Metode Kontingensi (Contingent Valuation Methode), adalah metode teknik survey untuk menanyakan kepada penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki nilai pasar. Prinsip yang mendasari metode kontingensi ini adalah bahwa bagi orang yang mempunyai preferensi yang benar tetapi tersembunyi terhadap seluruh jenis barang lingkungan, kemudian diasumsikan bahwa orang tersebut mempunyai kemampuan untuk mentransformasi preferensi tersebut ke dalam bentuk nilai uang. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa orang akan bertindak nantinya seperti yang dia katakan ketika situasi hipotesis yang disodorkan kepadanya akan menjadi kenyataan pada masa yang akan datang. Dengan dasar asumsi ini, maka pada

24 12 dasarnya metode kontingensi ini menilai barang lingkungan dengan menanyakan dua pertanyaan berikut : 1) Berapakah jumlah maksimum uang yang ingin dibayar oleh seseorang (willingness to pay) setiap tahunnya untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan. 2) Berapakah jumlah maksimum uang yang bersedia diterima oleh seseorang (willingness to accept) setiap tahunnya sebagai kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan (dampak negatif dari lingkungan). Asumsi dasar dari metode kontingensi adalah bahwa individu-individu memahami benar pilihan-pilihan yang ditawarkan pada mereka dan bahwa cukup familiar atau tahu kondisi lingkungan yang dinilai dan bahwa apa yang dikatakan orang adalah sungguh-sungguh apa yang akan mereka lakukan jika pasar untuk barang lingkungan itu benar-benar terjadi. Perhitungan jumlah total kesediaan membayar dan diperoleh dari nilai ratarata kesediaan membayar dan dibayar pada tingkat harga tertentu, yang menurut Safri et al (1996) dalam Latifah (2004), yaitu : n 1) WTP = WTP * pwtp = Kesediaan membayar pada harga tertentu i = 1 n 2) WTA = WTA * pwta = Kesediaan dibayar pada harga tertentu i = 1 Metode kontingensi ini lebih subyektif karena datanya merupakan jawaban dari pertanyaan yang hipotesis. Hal lain yang menyangkut dengan metode penilaian kontingensi, yaitu (Cropper, 1999) : 1) Kemungkinan yang individu/responden boleh bertindak secara strategis dalam menjawab pertanyaan. 2) Faktanya bahwa individu tidak mungkin cukup terbiasa dengan komoditas untuk mempunyai suatu nilai yang dirumuskan dengan baik. 3) Faktanya bahwa nilai willingness to pay untuk suatu komoditas adalah lebih kecil dari willingness to accept atas ganti-rugi untuk kerugian dari komoditas tersebut.

25 Penelitian Empirik Terdahulu Penelitian tentang pariwisata pada umumnya telah banyak dilakukan, baik mengenai wisata alam maupun wisata budaya. Sementara itu, penelitian tentang nilai enonomi wisata suatu kawasan wisata telah banyak dilakukan. Akan tetapi di Kawasan Wisata Situ Lengkong Panjalu belum ada penelitian khusus mengenai nilai manfaat wisatanya. Menurut Widada (2004) dari penelitiannya yang berjudul Nilai Ekowisata Taman Nasional Gunung Halimun, nilai ekonomi wisata merupakan nilai manfaat dari kualitas jasa lingkungan yang berupa ekosistem alami, keanekaragaman hayati yang tinggi dan keindahan alam kawasan wisata. Bila kualitas jasa lingkungan didukung dengan sarana wisata yang meningkat, maka kunjungan wisata akan meningkat pula. Sementara menurut Yahya (2004), salah satu metode untuk mengetahui nilai manfaat wisata adalah dengan metode kontingensi melalui pendekatan kesediaan membayar dan kesediaan dibayar. Pendugaan nilai ekonomi wisata berdasarkan pendekatan metode kontingensi dilakukan melalui wawancara secara langsung dengan responden/pengunjung. Pendekatan ini didasarkan atas kesediaan membayar (willingness to pay) dan dibayar dari pengunjung. Pendekatan tersebut, yaitu berapa besar biaya yang dikeluarkan atas kesenangan/kepuasan yang diperolehnya agar dapat kembali menikmati kegiatan wisata dan berapa besar nilai ganti rugi yang diinginkan apabila tidak diperbolehkan atau dilarang untuk dapat kembali menikmati wisata di tempat tersebut. Dalam penelitian Yahya (2004) yang berjudul Studi Permintaan Terhadap Manfaat Rekreasi Alam di Wana Wisata Curug Cilember, KPH Bogor, BKPH Bogor, nilai manfaat rekreasi terhadap Wana Wisata Curug Cilember adalah hasil kali antara nilai rata-rata kesediaan membayar atau nilai rata-rata kesediaan dibayar dikalikan dengan jumlah pengunjung. Nilai kesediaan membayarnya lebih kecil dari nilai kesediaan untuk dibayar. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pengunjung Wana Wisata Curug Cilember menginginkan biaya yang tidak terlalu besar dengan rata-rata kesediaan membayar mereka sebesar Rp ,39. Walaupun nilai tersebut lebih besar dari pada harga karcis yang diberlakukan pada saat itu sebesar Rp ,00, hal ini dapat disebabkan karena kebutuhan atas rekreasi di Wana Wisata Curug Cilember yang cukup besar bagi pengunjung. Hasil perhitungan nilai ekonomi wisata berdasarkan nilai kesediaan membayar dan nilai yang dibayarkan akan menghasilkan surplus konsumen. Bila konsumen

26 14 memiliki kesediaan membayar lebih besar dari nilai yang dibayarkan berarti terdapat surplus konsumen. Besarnya daerah surplus konsumen dapat dilihat pada diagram Gambar 1. (Rp) Surplus Konsumen Nilai yang dibayarkan (jumlah pengunjung) Gambar 1 Diagram Surplus Konsumen Nilai Ekowisata Taman Nasional Gunung Halimun (Widada 2004).

27 III. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kontingensi, yaitu metode teknik survey untuk menanyakan kepada penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki nilai pasar. Metode ini memiliki kemampuan untuk diterapkan dalam menilai keuntungan dari penyediaan barang lingkungan pada lingkup masalah lingkungan yang luas dan juga mampu menentukan pilihan estimasi harga pada kondisi ketidakmenentuan. Prinsip yang mendasari metode kontingensi ini adalah bahwa bagi orang yang mempunyai preferensi yang benar tetapi tersembunyi terhadap seluruh jenis barang lingkungan, kemudian diasumsikan bahwa orang tersebut mempunyai kemampuan untuk mentransformasi preferensi tersebut ke dalam bentuk nilai uang. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa orang akan bertindak nantinya seperti yang dia katakan ketika situasi hipotesis yang disodorkan kepadanya akan menjadi kenyataan pada masa yang akan datang. Dengan dasar asumsi ini, maka pada dasarnya metode kontingensi ini menilai barang lingkungan dengan menanyakan dua pertanyaan berikut : a) Berapakah jumlah maksimum uang yang ingin dibayar oleh seseorang (willingness to pay) setiap tahunnya untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan. b) Berapakah jumlah maksimum uang yang bersedia diterima oleh seseorang (willingness to accept) setiap tahunnya sebagai kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan (dampak negatif dari lingkungan). Kedua pertanyaan di atas perlu untuk menentukan suatu pasar hipotesis terhadap perubahan lingkungan yang diinginkan. Asumsi dasar dari metode kontingensi adalah bahwa individu-individu memahami benar pilihan-pilihan yang ditawarkan pada mereka dan bahwa cukup familiar atau tahu kondisi lingkungan yang dinilai dan bahwa apa yang dikatakan orang adalah sungguhsungguh apa yang akan mereka lakukan jika pasar untuk barang lingkungan itu benar-benar terjadi.

28 Lokasi dan Waktu Penelitian Nilai Ekonomi Wisata Kawasan Situ Lengkong Panjalu Kabupaten Ciamis Dengan Metode Kontingensi ini diadakan di kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu, Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Mei sampai bulan Juni Bahan dan Alat Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah panduan wawancara (kuesioner) penelitian. Panduan wawancara/kuesioner ini diisi oleh setiap responden yang dipandu bersama peneliti. Alat-alat yang diperlukannya adalah alat-alat yang mendukung/membantu untuk kelancaran penelitian sampai akhir. Alat-alat tersebut, yaitu kamera, alat tulis menulis, dan komputer beserta perlengkapannya. 4.3 Jenis Data Yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survey langsung ke tempat penelitian dengan mengadakan wawancara dan pengisian kuesioner kepada pengunjung dan masyarakat sebagai sampel sekaligus wawancara dengan pihak pengelola untuk mengetahui kondisi pengelolaan kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu pada saat penelitian. Sedangkan data sekunder merupakan data hasil wawancara dengan pihakpihak yang terkait (pengelola, pemerintah daerah dan masyarakat), buku-buku dan literatur lainnya. Data sekunder ini berupa informasi mengenai kondisi umum kawasan (letak dan luas, kondisi biotik, sejarah kawasan, dan kondisi masyarakat sekitarnya), data pengunjung, dan kegiatan pengelolaan kawasan.

29 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, pengamatan langsung di lapangan dan wawancara. 1. Studi Literatur Studi literatur dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai gambaran umum lokasi penelitian yaitu dari hasil penelitian yang pernah dilakukan, pustaka buku-buku tentang kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu dan informasi internet. 2. Kuesioner dan Wawancara Terpandu Wawancara terpandu dilakukan di wilayah penelitian dengan bantuan panduan wawancara dan pengisian kuesioner yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian kepada pengunjung wisata dan masyarakat yang dipilih sebagai sampel penelitian. Pengunjung dibagi menurut kelas umur menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu remaja (>13 19 tahun), dewasa muda (>19-30 tahun), dewasa (>30-50 tahun) dan dewasa tua (>50 tahun). Masing-masing kelompok memiliki proporsi jenis kelamin responden yang seimbang. Menurut Sevilla et al (1993), semakin banyak sampel yang diperoleh, maka semakin baik hasil penelitian yang didapatkan. Banyaknya sampel/responden pengunjung dalam penelitian ini adalah 40% dari rata-rata jumlah pengunjung per harinya pada data terbaru tahun sebelum penelitian, yaitu tahun Pada tahun 2006 jumlah pengunjung sebanyak orang (Kantor Desa Panjalu, 2007). Jadi jumlah sampel pengunjung penelitian ini sebanyak 244 orang. Pengunjung yang datang sendiri diambil sebagai sampel, sedangkan untuk pengunjung yang berkelompok atau rombongan diambil sampel yang dianggap dapat mewakili anggota kelompok/rombongannya. Untuk jumlah sampel kuesioner masyarakat, diambil masyarakat yang berusaha memanfaatkan kegiatan wisata di kawasan Situ Lengkong Panjalu pada saat penelitian sebanyak 10 % dari jumlah populasi yang ada pada saat penelitian, yaitu responden yang mewakili sampel pemilik warung/pedagang 11 dari 104 orang, penyedia jasa perahu dua dari 21 orang, tukang parkir satu

30 18 dari satu orang, penyedia jasa telekomunikasi satu dari dua orang dan fotografi satu dari satu orang. Jumlah responden adalah 16 orang dari 129 orang. 3. Observasi/Pengamatan Langsung Pengamatan/observasi secara langsung dilakukan di lapangan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk mengetahui nilai ekonomi kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu. 4.5 Metode Analisis Data Karakteristik Responden Penelitian Data karakteristik responden pengunjung hasil wawancara baik secara lisan maupun kuisioner dianalisa secara tabulasi dan dideskripsikan. Penduga karakteristik pengunjung yaitu pendapatan, frekuensi kunjungan wisata, jarak rumah ke tempat wisata, lamanya berwisata, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan dan persepsi tentang kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu (keindahan alam, aksesibilitas, fasilitas kawasan, keamanan dan kondisi lingkungan). Sedangkan penduga karakteristik masyarakat yaitu pendapatan usaha, lamanya berusaha, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan dan persepsi tentang kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu (keindahan alam, aksesibilitas, fasilitas kawasan, keamanan dan kondisi lingkungan) Pendugaan Nilai Ekonomi Wisata Dalam penelitian ini, untuk menduga nilai ekonomi wisata dapat diketahui dengan nilai kesediaan membayar dan kesediaan dibayar responden pengunjung dan masyarakat di lokasi penelitian. Perhitungan jumlah total kesediaan membayar dan dibayar serta diperoleh dari nilai rata-rata kesediaan membayar dan dibayar pada tingkat harga tertentu, yang menurut Safri et al (1996) dalam Latifah (2004), yaitu : n 1. WTP = WTP * pwtp pada harga tertentu i = 1

31 19 n 2. WTA = WTP * pwtp pada harga tertentu i = 1 Dimana : 1 = kelas ke-i n WTP = willingness to pay (rata-rata kesediaan membayar) i = 1 WTP = jumlah pengunjung pada harga tertentu yang mau dibayar n WTA = willingness to accept (rata-rata kesediaan dibayar seandainya i = 1 kesempatan mereka menikmati jasa tersebut dihilangkan) WTA = jumlah pengunjung pada harga tertentu yang mau diterima Nilai ekonomi wisata dengan metode kontingensi melalui pendekatan kesediaan membayar dan dibayar responden penelitian menggunakan rumus di bawah ini : Total nilai kesediaan membayar/dibayar (TWP/A) responden penelitian dengan rumus (Dixon, 1991) : TWP/A = AWPi/Ai x (ni / N) x ( Populasi) Dengan : AWPi/Ai = Kesediaan Membayar/Dibayar rata-rata ke-i ni = Banyaknya sampel yang bersedia membayar/dibayar N = Banyaknya sampel yang diwawancarai Hasil perhitungan nilai ekonomi wisata berdasarkan nilai kesediaan membayar akan menghasilkan surplus konsumen. Surplus konsumen akan didapatkan melalui selisih antara nilai kesediaan membayar dengan pendapatan retribusi wisata.

32 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak dan Luas Kawasan Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu secara administratif terletak di Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu yang berada di bagian utara Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat. Secara astronomis kawasan ini terletak antara LS dan BT. Kawasan Wisata Situ Lengkong Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat Gambar 2 Peta Letak Kawasan Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu. Luas Situ Lengkong Panjalu adalah ha dan Nusa Gede 9.25 ha sehingga luas keseluruhannya adalah 67.2 ha. Kedalaman air di Situ Lengkong Panjalu berkisar antara 2 6 m 3.2 Status Kawasan Menurut Suganda (2003), pada masa penjajahan Belanda, perhatian sangat besar ditujukan terhadap keberadaan dan kelestarian Nusa Gede. Pada tanggal 16 November 1921 pulau tersebut diberi nama "Pulau Koorders". Nusa Gede berubah

33 21 nama menjadi Pulau Koorders. Sebagai bentuk penghargaan kepada Dr. Koorders, ketua pertama Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming, sebuah perkumpulan perlindungan alam Hindia Belanda yang didirikan tahun Pada tanggal 21 Pebruari 1919 area Situ Lengkong dengan Pulau Koorders yang sering disebut Nusa Gede atau Nusa Panjalu atau Nusa Larang dinyatakan sebagai kawasan cagar alam yang benar-benar dijaga kelestarian alam serta budaya yang ada di dalamnya. Ketetapannya terdapat dalam Keputusan : GB 6 stbl 90 Tanggal 21 Pebruari 1919 (Departemen Kehutanan, 2002). Pengelolaannya di bawah Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat II (BKSDA Jabar II). Sedangkan areal Situ Lengkong Panjalu secara bersama, BKSDA Jabar II dan pemerintah daerah Panjalu mengelola kelestarian alamnya sekaligus memanfaatkannya untuk kegiatan wisata. 3.3 Keadaan Biotik Tumbuhan yang dapat ditemukan di kawasan Situ Lengkong Panjalu, antara lain : rotan (Calamus sp), tepus (Zingiberaceae sp), dan langkap (Arenga sp). Pengunjung juga dapat melihat pohon kileho (Sauraula sp), kihaji (Dysoxylum sp) dan kikondang (Ficus variegata) serta berbagai jenis tumbuhan bawah (Suganda, 2003). Selain jenis flora, di kawasan Situ Lengkong Panjalu atau di Nusa Gede dapat ditemui berbagai jenis fauna, antara lain tupai (Calosciurus nigrittatus), burung hantu (Otus scops), dan kalong (Pteropus vampyrus) serta berbagai jenis burung (Suganda, 2003). 3.4 Kondisi Fisik Keadaan topografi kawasan Situ Lengkong Panjalu dengan bentang relief termasuk datar. Kawasan ini berada pada ketinggian tempat ± 731 meter di atas permukaan laut. Di sekitar pinggiran Situ Lengkong Panjalu terdapat areal persawahan, kolam ikan termasuk pemukiman milik penduduk sekitar. Menurut klasifikasi iklim Schmidt Ferguson, kawasan Cagar Alam Panjalu termasuk type B dengan curah hujan rata-rata mm per tahun. Kawasan ini memiliki suhu rata-rata antara C. Persentase penyinaran matahari yang datanya tercatat pada stasiun pengamat di Cilacap, Tasikmalaya dan Bandung ternyata menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu sebesar 40 sampai dengan 60 persen per tahun.

34 22 Kelembaban rata-rata per tahun diperkirakan sebesar 82%, dengan data penunjang mengenai kelembaban pada kota-kota lain adalah sebagai berikut: Bandung (51% - 86%) dan Cilacap (78% - 91%). Angin yang lebih kuat adalah yang berasal dari tenggara dan bervariasi dari barat ke selatan ke timur sepanjang bulan Januari hingga Maret, dengan kecepatan empat sampai dengan lima knots. 3.5 Batas-batas Administrasi Situ Lengkong Panjalu terdapat di Panjalu. Panjalu ini merupakan sebuah desa yang terletak di bagian utara Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Desa Panjalu sekitar 862,185 Ha. Situ Lengkong Panjalu Gambar 3 Peta Desa Panjalu. Batas Desa Panjalu adalah sebagai berikut: Sebelah utara : Desa Bahara dan Desa Hujung Tiwu Sebelah Timur : Desa Ciomas dan Desa Maparah

35 23 Sebelah Selatan : Desa Kertamandala dan Desa Mandalare Sebelah Barat : Desa Banjarangsana dan Desa Pagerageung (Kecamatan Panumbangan). 3.6 Sejarah Kawasan Kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu merupakan perpaduan antara objek wisata alam dan objek wisata budaya. Di objek wisata ini kita bisa menyaksikan indahnya danau (situ) yang berhawa sejuk dengan sebuah pulau terdapat di tengahnya yang disebut Nusa Larang. Di nusa ini terdapat Makam Hariang Kencana, putra dari Hariang Borosngora, Raja Panjalu yang membuat Situ Lengkong pada masa beliau menjadi raja kerajaan Panjalu. Untuk menghormati jasa para leluhur Panjalu, maka sampai saat ini warga keturunan Panjalu biasa melaksanakan semacam upacara adat yang disebut Nyangku. Acara ini dilaksanakan pada tiap-tiap bulan Maulud dengan jalan membersihkan benda-benda pusaka yang disimpan di sebuah tempat khusus (semacam museum) yang disebut Bumi Alit. Kegiatan wisata yang bisa dilaksanakan di sini antara lain: berperahu mengelilingi nusa, memancing, camping, dan sebagainya (SMKN 1 Ciamis, 2006). Bagi masyarakat Panjalu, Situ Lengkong berdasarkan kisah-kisah lisan yang beredar selama ini tidaklah dengan sendirinya terbentuk. Situ tersebut terbentuk sebagai bagian dari proses pengislaman yang dirintis Prabu Borosngora, anak kedua dari Prabu Tjakradewa. Dalam Babad Panjalu, ia disebut sebagai buyut dari Sanghyang Ratu Permanadewi, Ratu Kerajaan Soko Galuh yang membawa ajaran karahayuan (kemakmuran). Karena dipimpin seorang wanita, kerajaan tersebut dinamakan Kerajaan Panjalu. Dalam bahasa Sunda, jalu berarti dari jenis kelamin laki-laki. Prabu Boros Ngora, dalam Babad Panjalu dan naskah-naskah lainnya, diceritakan pernah melakukan perjalanan ke Mekkah dalam usahanya meningkatkan kemampuan batiniahnya. Di sana ia bertemu Sayidina Ali. Dari pengalaman dan pertemuannya dengan khalifah keempat itu, Prabu Borosngora akhirnya memeluk agama Islam.Ketika akan pulang, ia dibekali sebilah pedang, baju haji, dan cis (tongkat). Untuk memenuhi permintaan ayahnya, ia membawa air zamzam yang disimpan di dalam gayung yang berlubang-lubang. Setibanya kembali di kerajaan, air zamzam itu kemudian dituangkan pada satu lembah yang disebut Legok Jambu dan Pasir Jambu, sampai akhirnya tercipta danau yang dinamakan Situ Lengkong. Setelah takhta kerajaan diserahkan kepadanya, Prabu Borosngora membangun pusat kerajaan

36 24 di daerah yang kini disebut Nusa Gede. Namun, beberapa tahun setelah naik tahta, ia menyerahkan kekuasaannya kepada anaknya, Prabu Haryang Kuning. Prabu Sanghyang Borosngora sendiri kemudian pindah ke Jampang Manggung dan menyebarkan Islam di sana.kerajaan Panjalu pernah kuat dan besar. Dalam perjalanan selanjutnya, kerajaan tersebut pernah masuk menjadi bagian Kesultanan Cirebon sampai akhirnya menjadi kabupaten. Wilayahnya kemudian digabung dengan Kabupaten Imbanagara dan Divisi Kawali sehingga menjadi Kabupaten Ciamis sekarang (Retno, 2005). 3.7 Aspek Tata Guna Lahan Pola penggunaan lahan di Kecamatan Panjalu secara umum masih didominasi oleh lahan terbuka (pertanian) yang terdiri dari lahan basah dan lahan kering. Lahan basah yang ditemui di wilayah perencanaan terdiri dari sawah, danau, situ, empang dan kolam. Sedangkan lahan kering dapat dibedakan menjadi kawasan terbangun, ladang, padang penggembalaan, perkebunan dan hutan. Luas lahan di Kecamatan Panjalu yaitu ha yang terdiri dari 13 Desa, sedangkan untuk luas lahan di Kota Panjalu tercatat ha. 1. Sebelah Utara Penggunaan tanah yang dominan di sebelah utara daerah perencanaan Situ Lengkong dengan Pulau Nusa Gede dianggap sebagai pusat orientasi adalah daerah pesawahan, kebun campuran yang terdiri dari bambu, albasia dan ketela pohon, sisanya merupakan daerah perkampungan penduduk. 2. Sebelah Utara ke Arah Timur Laut Penggunaan tanah yang dominan pada daerah ini adalah kebun campuran yang terdiri dari albasia, bambu dan ketela pohon dan sisanya merupakan perkampungan penduduk. 3. Sebelah Barat Penggunaan tanah pada daerah ini sama dengan daerah sebelah utara. 4. Sebelah Timur Penggunaan tanah pada daerah ini sama dengan daerah sebelah Barat, hanya untuk perkampungan penduduk lokasinya sedikit terpencar, kemudian sisanya merupakan tanah pekuburan.

37 25 5. Sebelah Selatan Merupakan kebun campuran yang terdiri dari tanaman cengkeh, pisang, bambu, albasia dan ketela pohon. Sisanya merupakan sedikit perkampungan penduduk. 6. Pulau Nusa Gede Penggunaan tanah terbesar adalah hutan lebat, pohon-pohonnya terdiri dari rasamala, puspa, saninten dan jamuju, sedang sisanya merupakan tanah pekuburan yaitu tempat bupati/leluhur Panjalu. 7. Air Situ Lengkong Panjalu Penggunaan utama air Situ Lengkong saat ini adalah sebagai berikut: sepanjang barat laut terus ke utara digunakan sebagai tempat memancing ikan, sedang di tepi timur dan juga barat daya terdapat beberapa tempat mandi penduduk. Situ Lengkong sebelah barat (Situ Kubang) digunakan sebagai kolam ikan resmi kepunyaan jawatan perikanan bersama dengan pemerintah daerah setempat (dalam hal ini Kecamatan Panjalu). Adapun kedalaman rata-rata dari perairan Situ Lengkong Panjalu adalah antara 2,5 meter sampai 3 meter, meskipun pada ujung sebelah Timur mencapai tujuh meter. 8. Lain-lain Selain penggunaan tanah yang telah disebutkan di atas juga terdapat jaringan jalan yang dapat dilalui mobil yang membentang dari selatan ke arah barat, dan kemudian ke arah utara (arah Cikijing) dengan kondisi jalan perkerasan aspal (cukup untuk dua mobil). Kemudian terdapat pula jaringan jalan dengan kondisi perkerasan aspal pula yang dapat dilalui kendaraan yang membentag dari arah selatan kemudian ke timur, selanjutnya mengarah ke utara dan bertemu pada jalan yang mengarah ke Cikijing tadi. Selain itu khusus untuk mengelilingi area Situ Lengkong Panjalu dengan berjalan kaki, tersedia jalan setapak dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengelilingi sekitar tiga jam. 3.8 Demografi Desa Panjalu Desa Panjalu dengan luas 862,185 ha terbagi ke dalam 10 Dusun. Secara keseluruhan tedapat 67 Rukun Tetangga (RT) dan 29 Rukun Warga (RW). Penduduk Desa Panjalu berjumlah orang. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

38 26 Tabel 1 Demografi Desa Panjalu Tahun 2006 No. Nama Dusun Jumlah Jumlah Penduduk Luas Jumlah RW Laki-laki Perempuan Jumlah Wilayah RT (Ha) 1. Pabuaran Cukang Padung 3. Cimendong Paricariang Garahang Ciater Dukuh Banjarwaru Sriwinangun Simpar Jumlah Sumber : Kantor Desa Panjalu, Aksesibilitas Menuju Kawasan Keadaan prasarana jalan menuju Situ Lengkong Panjalu cukup baik. Untuk sampai ke lokasi wisata ini kita dapat naik kendaraan mobil, motor maupun sepeda, karena didukung oleh kondisi jalan yang cukup baik dan beraspal. Bagi yang memerlukan kendaran umum dapat naik dari terminal Ciamis jurusan Panjalu, atau langsung dari Bandung jurusan Ciamis melalui Panjalu. Untuk mencapai Kawasan Situ lengkong Panjalu, dapat ditempuh melalui: 1. Bandung Ciawi Panjalu, berjarak ± 95 Km. 2. Tasikmalaya Rajapolah Cihaurbeuti - Panjalu, berjarak ± 40 Km. 3. Ciamis Cihaurbeuti Panjalu, berjarak ± 40 Km. 4. Cirebon Kuningan Cikijing Panawangan - Panjalu atau dari Kuningan (Arah ke Kawali) Winduraja Panjalu. 5. Yogyakarta Banjar Ciamis Panjalu Informasi Pengunjung Wisata Pengunjung wisata yang datang ke Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu tidak hanya dari daerah Panjalu, tetapi banyak juga terdapat dari luar Panjalu seperti dari daerah Ciamis, Tasikmalaya bahkan dari luar Jawa Barat. Pengunjung yang datang selain untuk menikmati keindahan alam Situ Lengkong Panjalu, kegiatan berziarah ke Nusa Gede sangat banyak. Biasanya pengunjung yang datang tidak hanya sendiri, tetapi terdapat pula dalam bentuk kelompok dengan jumlah yang tidak

39 27 sedikit. Dengan tarif masuk ke Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu sangat terjangkau bagi pengunjung yang datang,yaitu sebesar Rp ,00. Grafik kunjungan wistawan ke Obyek Situ Lengkong Panjalu pada tahun 2005 mengalami kenaikkan, tetapi pada tahun 2006 mengalami penurunan. Grafik kunjungan wisatawan ke Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu dapat dilihat pada Gambar 5. Jumlah Wisatawan Tahun Jumlah Kunjungan Wisatawan Sumber: Kantor Desa Panjalu, 2007 Gambar 5 Grafik Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu.

40 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sumberdaya Wisata Sumberdaya wisata yang ada di Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu Sumberdaya Wisata Alam dan Sumberdaya Wisata Budaya Sumberdaya Wisata Alam 1. Danau Luas Situ atau Danau Lengkong Panjalu adalah ha dan Nusa Gede 9.25 ha sehingga luas keseluruhannya adalah 67.2 ha. Kedalaman air di Situ Lengkong Panjalu berkisar antara 2 6 m. Situ Lengkong Panjalu berada pada ketinggian 731 mdpl. Situ Lengkong Panjalu memiliki daya tarik bagi pengembangan wisata alam. Suasana danau yang masih alami dan kanekaragaman flora dan fauna menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Pengunjung yang datang dapat menikmati indahnya pemandangan alam Situ Lengkong Panjalu dengan berjalan di pinggiran situ atau menaiki perahu mengitari kawasan situ ini. Pengunjung akan dapat melihat kalong (Pteropus vampyrus) yang cukup banyak di kawasan ini. Dengan udara yang cukup sejuk dan angin kecil, pengunjung akan mendapatkan kepuasan tersendiri dari pengalaman wisata di Situ Lengkong ini. Gambar 6 Situ Lengkong Panjalu. 2. Nusa Gede Nusa Gede berada pada ketinggian 731 meter di atas permukaan laut, masuk dalam wilayah Desa dan Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Nama lain Nusa Gede adalah Pulau Koorders. Nama tersebut diberikan sebagai bentuk penghargaan kepada Dr. Koorders. Beliau adalah ketua pertama Nederlandsch

41 29 Indische Vereeniging tot Natuurbescherming, sebuah perkumpulan perlindungan alam Hindia Belanda yang didirikan tahun Pada tanggal 21 Februari 1919 area Situ Lengkong dengan Nusa Gede dinyatakan sebagai kawasan cagar alam yang benarbenar dijaga kelestarian alam serta budaya yang ada di dalamnya. Sebagai kawasan cagar alam yang berada dalam pengawasan BKSDA Jabar II, Nusa Gede memiliki vegetasi hutan primer yang relatif masih utuh dan tumbuh secara alami. Wisatawan yang berkunjung pada areal sekitar komplek pemakaman, karena areal lainnya tidak boleh digunakan untuk kegiatan wisata. Saat memasuki kawasan, pengunjung sudah disambut pepohonan rotan (Calamus javanensis), dan aren (Arenga pinnata). Semakin masuk ke dalam, pengunjung akan melihat pepohonan besar sepert kihaji (Dysoxylum Sp) dan kikondang (Ficus variegata). Selain jenis flora, di kawasan Nusa Gede juga dapat ditemui berbagai jenis fauna, sebut saja antara lain burung hantu (Otus scops), dan kalong (Pteropus vampyrus). Sementara Elang jambul putih hanya sesekali mendatangi Nusa Gede. Gambar 7 Nusa Gede Panjalu. Gambar 8 Gerbang Nusa Gede Panjalu. 3. Nusa Pakel Nusa Pakel merupakan sebuah pulau yang terletak di sebelah barat Nusa Gede. Dahulu nusa Pakel merupakan taman yang sering digunakan sebagai tempat rekreasi keluarga kerajaan. Kondisi Nusa Pakel sekarang telah bersatu dengan daratan. Kondisi ini terjadi akibat adanya konversi sebagian kawasan danau menjadi areal pesawahan. Tidak diketahui kapan mulai terjadi perubahan fungsi lahan di sekitar Nusa Pakel ini. Para pemilik sawah di sekitar Nusa Pakel telah memiliki bukti kepemilikan tanah yang sah dari pemerintah setempat.pemandangan di Nusa Pakel cukup indah. Dengan latar belakang Nusa Gede di sebelah timur dan Gunung Sawal di sebelah selatan, sehingga sangat cocok untuk kegiatan fotografi.

42 30 Gambar 9 Nusa Pakel. 4. Flora Tabel 2 Daftar jenis vegetasi yang dapat ditemukan di kawasan Situ Lengkong Panjalu No Nama Ilmiah Nama Lokal 1. Amomum coccineum Tepus 2. Pterocarpus indicus Angsana 3. Arenga pinnata Aren 4. Aristolochia tagala Sirih hutan 5. Brugmansia sauvelens Kucubang 6. Caliandra calothyrsus Kaliandra 7. Calamus javanensis Rotan 8. Castanopsis javanica Saninten 9. Clidemia hirta Harendong 10. Cyrtandra picta Kileho 11. Dinocholoa sardins Bambu 12. Diplazium asperum Pakis 13. Dysoxilum sp. Kihaji 14. Eupathorium pallescens Kirinyuh 15. Eurya accuminata Huru 16. Ficus benjamina Caringin 17. Ficus variegata Kikondang 18. Ficus xylophilla Kiara 19. Lagerstroemia sp. Bungur 20. Maesopsis eminii Kayu afrika 21. Nyssa javanica Kokopian 22. Pandanus conoideus Pandan 23. Paratocarpus triandus Pulus 24. Pinus merkusii Pinus 25. Piper aduncum Seuseureuhan 26. Sauraula sp. Kileho 27. Schima wallichii Puspa 28. Terminalia catapa Ketapang Sumber : Hasil pengamatan langsung Flora yang ada di kawasan Situ Lengkong Panjalu cukup bervariasi mulai tumbuhan bawah sampai tumbuhan tingkat tinggi. Jenis-jenis vegetasi yang terdapat di Kawasan ini berpotensi sebagai obyek rekreasi yang mencakup pendidikan dan

43 31 ilmu pengetahuan serta sekaligus untuk menumbuhkan rasa cinta alam terhadap lingkungan bagi pengunjung. Jenis-jenis vegetasi yang ditemukan di kawasan ini dapat dilihat pada Tabel 2. Masyarakat Panjalu tidak memanfatkan vegetasi terutama vegetasi pohon yang ada di dalam Nusa Gede, karena vegetasi tersebut sangat penting sekali untuk kelestarian Cagar Alam Panjalu. Pemerintah bersama masyarakat Panjalu menjaga keutuhan Cagar Alam Panjalu ini dengan tidak merusak atau mengambil kayu dan mengadakan program menanam pohon di sekitar pinggiran situ. 5. Fauna Tabel 3 Daftar satwaliar yang dapat ditemukan di kawasan Situ Lengkong Panjalu No. Nama Ilmiah Nama Lokal 1. Callosciurus notatus Bajing 2. Calosciurus nigrivattatus Tupai 3. Paradoxurus hermaphroditus* Musang 4. Collocalia linchi Walet linci 5. Dicaeum trochilem Cabai jawa 6. Ictinaetus malayensis Elang hitam 7. Lonchura leucogastroides Bondol jawa 8. Manis javanicus* Trenggiling 9. Munia sp.* Gelatik 10. Orthotomus sutorius Cinenen pisang 11. Otus scops Burung Hantu 12. Pteropus vampyrus Kalong 13. Pycnonotus aurigaster Cucak kutilang 14. Spilornis cheela* Elang bondol 15. Todirhampus chloris Cekakak sungai 16. Zoothera interpes* Anis kembang 17. Bufo asper Kodok buduk besar 18. Bufo melanostictus Kodok buduk 19. Eutropis multifasciata Kadal 20. Fejervarya cancrivora Katak hijau 21. Phyton reticulatus* Ular Sanca 22. Varanus salvator* Biawak Sumber : Hasil pengamatan langsung * Wawancara dengan masyarakat Satwaliar yang dapat ditemukan di Situ Lengkong Panjalu adalah jumlah kalong (Pteropus vampyrus) ini lebih banyak dari satwa-satwa lainnya. Jenis satwa kalong ini dapat langsung dilihat oleh pengunjung wisata. Jenis satwaliar lainnya, seperti : bondol jawa, cinenen dan kutilang dapat didengar suaranya. Sedangkan sesekali elang hitam terbang di atas kawasan Situ Lengkong Panjalu. Biasanya pengunjung

44 32 membawa binoculer untuk melihat satwaliar seperti ini. Berikut ini daftar satwaliar yang dapat ditemukan di kawasan Situ Lengkong Panjalu Sumberdaya Wisata Budaya 1. Komplek Pemakaman Nusa Gede Komplek Pemakaman Nusa Gede merupakan Komplek Pemakaman khusus keluarga kerajaan. Salah satu makam tersebut adalah Makam Prabu Hariang Kancana. Makam inilah yang menjadi objek utama wisata ziarah. Biasanya pada hari libur pengunjung banyak mendatangi komplek pemakaman ini. Oleh karena itu, pihak kuncen membatasi jumlah kunjungan yang masuk agar suasana di dalam komplek pemakaman ini menjadi baik. Gambar 10 Komplek Makam Prabu Hariang Kencana. 2. Komplek Pemakaman Hujung Winangun Komplek Pemakaman Hujung Winangun terletak di bagian Barat Situ Lengkong Panjalu. Awalnya Komplek Pemakaman ini diperuntukan bagi kalangan Abdi Keraton Kerajaan Panjalu. Di dalamnya tedapat beberapa makam keramat. Salah satunya merupakan Makam Patih kerajaan Panjalu. Para peziarah biasanya datang pada malam Kamis Kliwon.

45 33 Gambar 11 Komplek Pemakamam Hujung Winangun. Saat ini Komplek Pemakaman Hujung Winangun telah berubah menjadi komplek pemakaman umum. Pemakaman ini tidak dikhususkan bagi keturunan Abdi Kerajaan Panjalu. Biasanya orang yang dimakamkan di Komplek Pemakaman Pemakaman Hujung Winangun ini merupakan penduduk asli Panjalu atau orang yang masih keturunan Panjalu. 3. Upacara Adat Nyangku Nyangku memiliki arti nyaangan laku (menerangi perilaku) Nyangku berasal dari bahasa Arab, yanko, yang artinya membersihkan. Di Desa Panjalu Nyangku berarti membersihkan benda-benda pusaka peninggalan para leluhur. Dalam arti yang lebih luas upacara ini bermakna pembersihan diri manusia. Sesungguhnya manusia terlahir dalam keadaan bersih, sehingga harus kembali dalam keadaan bersih pula. Air yang digunakan untuk mencuci pusaka diambil dari sembilan mata air, seluruhnya terletak di sekeliling Desa Panjalu. Kesembilan mata air ini konon tidak pernah kering, walau musim kemarau sekalipun. Hanya kuncen atau juru kunci dan sesepuh desa yang berhak mengambil air dari sumur ini. Upacara dipusatkan di Bumi Alit, tempat dimana pusaka Prabu Borosngora disimpan. Bumi Alit merupakan bangunan sakral berbentuk bujur sangkar, simbol Ka'bah. Pusaka yang disimpan di dalamnya tak dapat dijamah oleh siapapun, kecuali kuncen dan kerabat keturunan Prabu Borosngora. Warga yang ingin berdoa hanya dapat duduk di luar Bumi Alit. Menjelang puncak upacara Nyangku, kuncen menyiapkan segala kebutuhan untuk mencuci pusaka. Mulai dari jeruk nipis guna menghilangkan karat, arang untuk mengeringkan setelah dicuci, hingga daun kelapa untuk membungkus kembali pusaka, dan kemenyan. Tidak semua dari ratusan pusaka milik Panjalu, dibawa ke upacara Nyangku. Hanya pusaka pokok, yaitu pedang, stok komando, kujang dan gong kecil milik Prabu

46 34 Borosngora, dan beberapa keris lainnya yang ikut dalam prosesi. Selama prosesi, suara musik gembyungan khas Panjalu, dimainkan empat belas pria berbusana serba ungu. Inti upacara Nyangku dimulai setelah rombongan kembali dari Nusa Gede. Pembersihan pusaka dimulai dengan menggosokkan jeruk nipis, untuk menghilangkan karat. Barulah kemudian disiram air suci. Dari balai desa, pusaka kembali diarak menuju Bumi Alit. Seluruh ritual merupakan gambaran proses kehidupan manusia. Mulai dari pusaka dikeluarkan dari Bumi Alit, yang melambangkan kelahiran bayi dari rahim ibunya. Proses arak-arakan perlambang kehidupan itu sendiri, hingga dikembalikannya pusaka ke dalam Bumi Alit yang mengandung arti kembalinya manusia ke dalam liang lahat. Gambar 12 Iring-iringan Upacara Adat Nyangku. 4. Bumi Alit Bumi alit merupakan suatu bangunan tempat penyimpanan benda-benda pusaka kerajaan sewaktu kerajaan Panjalu berdiri sampai sekarang. Letak Bumi Alit tidak juh dari Situ Lengkong tempatnya terletak di terminal Panjalu. Bumi Alit adalah suatu bangunan kecil yang ditempatkan pada suatu tempat yang diberi nama Pasucian, nama pasucian diberikan oleh pendirinya yaitu seorang Raja Panjalu yang bernama Prabu Sanghyang Boros Ngora atau Syeh Haji Dul Iman yang meruapakan raja Panjalu, yang memeluk agama Islam pertama. Bumi Alit atau Pasucian pada awalnya terletak di Buni Sakti, kemudian dipindahkan ke Desa Panjalu oleh Prabu Sanghyang Boros Ngora bersama bendabenda kerajaan Panjalu. Bentuk Bumi Alit yang lama masih berbentuk tradisional tempatnya masih berupa tanaman lumut yang dibatasi oleh batu-batu besar, sedangkan di sekelilingnya dipagari oleh tanaman Waregu. Bumi Alit terbuat dari kayu, bambu dan ijuk. Bagian bawahnya bertiang tinggi, badan bangunan berdinding bilik sedangkan atapnya dari suhunan ijuk berbentuk pelana. Ujung bungbung menciut

47 35 berujung runcing dan tutup bungbung ditutup dengan papan kayu berukir. Pada sisi bagian barat terdapat pintu kecil yang depannya terdapat tangga kayu yang terbuat dari balok kayu tebal. Bumi Alit yang sekarang ini adalah hasil pamugaran pada tahun 1955 yang dilaksanakan oleh warga Panjalu dan sesepuh Panjalu yang bernama R. H. Sewaka (Alm.), sedangkan bentuk bangunan museum Bumi Alit yang sekarang ini adalah campuran bentuk modern dengan bentuk mesjid zaman dulu yang beratapkan susun tiga. Pintu masuk ke museum Bumi Alit terdapat patung ular bermahkota dan di pintu gerbang atau gapura terdapat patung kepala gajah. Gambar 13 Gerbang Bumi Alit. 5. Benda Pusaka Panjalu Beberapa benda pusaka dan peninggalan yang tersimpan di musium Bumi Alit diantaranya adalah : 1. Pedang sebagai senjata yang digunakan untuk pembela diri dalam rangka menyebarluaskan agama Islam. 2. Cis sebagai senjata yang digunakan untuk pembela diri dalam rangka menyebarluaskan ajaran agama Islam. 3. Keris Komando, bekas senjata yang digunakan oleh Raja Panjalu sebagai alat komando. 4. Keris pegangan para Bupati Panjalu. 5. Pancaworo digunakan sebagai senjata perang zaman dahulu. 6. Bangreng digunakan sebagai senjata perang pada zaman dahulu. 7. Gong Kecil, sebagai alat untuk mengumpulkan rakyat pada zaman dahulu.

48 36 Gambar 14 Benda Pusaka Panjalu Pengelolaan Kawasan Situ Lengkong Panjalu Cagar Alam Panjalu yang terdapat di tengah Situ Lengkong Panjalu memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi bagi masyarakat Panjalu khususnya. Akan tetapi, nilai ekologinya pun sangat penting bagi kelestarian kawasan Situ Lengkong Panjalu. Dengan menjaga keutuhan dan kelestarian ekologi Cagar Alam Panjalu sekaligus menjaga keutuhan nilai sejarah Panjalu. Dalam upaya pelestarian Cagar Alam Panjalu ini, BKSDA Jabar II memberikan tanggung jawab kepada pemerintah Desa Panjalu, dalam hal ini diserahkan kepada Yayasan Boros Ngora Panjalu dan BKSDA Jabar II Ciamis tetap melakukan pengawasan setiap bulannya. Pengunjung wisata Situ Lengkong Panjalu didominasi oleh kaum peziarah, dengan maksud kunjungan untuk berziarah ke Makam Prabu Hariang Kancana yang diyakini sebagai penyebar agama Islam di Panjalu. Hal ini menjadikan Situ Lengkong Panjalu memiliki potensi wisata yang besar. Namun, dirasakan perlu adanya penambahan ragam aktivitas wisata selain aktivitas wisata ziarah, seperti wisata alam dan budaya. Pengunjung wisata cenderung lebih terkonsentrasi di satu objek saja, yaitu Nusa Gede dan Makam Prabu Hariang Kancana. Hal ini kurang sesuai dengan konsep daya dukung dan kelestarian kawasan. Konsentrasi Pengunjung yang melebihi daya dukung pada satu objek dapat mempercepat kerusakan obyek tersebut. Oleh karena itu, Yayasan Boros Ngora Panjalu sebagai penerus dan pelestari sejarah leluhur Panjalu ikut bertanggung jawab dalam pengangkatan juru kunci Nusa Gede atau di wilayah Kerantenan Gunung Sawal Panjalu. Yayasan Boros Ngora Panjalu memberikan tanggung jawab kepada juru kunci Nusa Gede untuk mengelola wilayah Cagar Alam Panjalu sekaligus melakukan upaya pelestarian kawasan tersebut untuk menghindari gangguan ekologinya, seperti mengatur kunjungan peziarah-peziarah yang datang ke Nusa Gede dan menanam pohon di kawasan Cagar Alam Panjalu. Kegiatan pelestarian yang telah dilakukan oleh BKSDA Jabar II Ciamis maupun dari pemerintah Desa Panjalu adalah penanaman pohon di pinggiran Situ Lengkong Panjalu, membuat papan pelestarian, menjaga kebersihan kawasan dari sampah

49 37 pengunjung dan menanam ikan di danau/situ. Kawasan Cagar Alam Panjalu beserta seluruh wilayah Situ Lengkong Panjalu sangat disakralkan, seperti terdapatnya makam Raja Panjalu di Nusa Gede. Masyarakat di sana pun ikut berpartisipasi menjaga keutuhan kawasan ini dengan memberikan peringatan kepada pengunjung agar tidak melakukan kerusakan di wilayah. Hal ini disakralkan karena bagian dari upaya pelestarian kawasan Situ Lengkong Panjalu. Terdapat pesan atau wangsit yang sangat disakralkan di Desa Panjalu, yaitu Wangsit Prabu Sanghyang Boros Ngora (Suhendar, 2007). Pesan ini sebagai salah satu aturan hidup di wilayah Panjalu yang sekaligus sebagai upaya pelestarian kawasan Panjalu. Wangsit Prabu Sanghyang Boros Ngora Gunung teu beunang dilebur Gunung tidak boleh digunduli Lebak teu beunang dirusak Lembah tidak boleh dirusak Larangan teu beunang dirempak Larangan tidak boleh dilanggar Buyut teu beunang dirubah Aturan tidak boleh dirubah Layar teu beunang dipotong Layar tidak boleh dipotong Pondok teu beunang disambung Pendek tidak boleh disambung Nyaur kudu diukur Bertutur kata harus diukur Nyablama kudu diungang Berkata harus yang benar Ulah ngomong sagete-gete Jangan berbicara seenaknya Ulah lemek sadaek-daek Jangan berbicara semaunya Ulah maling papayungan Jangan mencuri perlindungan Ulah zinah papayangan Jangan berzina ketika berpacaran Kudu ngadek sacekna nilas saplasna Harus memotong sewajarnya Mipit kudu amit ngala kudu menta Menepas sebaiknya memetik harus meminta Ngeduk cikur kudu mihatur Menggali kencur harus berterima kasih Nyokel jahe kudu micarek Menggali jahe harus minta ijin Ngagedak kudu bewara Memotong harus dengan pernyataan Weduk teu kalawan diajug Sakti bukan dengan kesakitan Bedas teu kalawan dimomotan Kuat bukan berarti diberi jimat Nu lain kudu dilainkeun Yang lain harus dilainkan Nu ulah kudu diulahkeun Yang bukan harus dibukankan Nu enya kudu dienyakeun Yang benar harus dibenarkan Ulah cueut kana beureum Tidak boleh tertarik kepada yang merah Ulah panteng kanu koneng Tidak boleh tertarik kepada yang kuning Karana lamun dirempak Karena kalau dilanggar Matak burung jadi ratu Berakibat gila menjadi ratu Matak edan jadi menak Berakibat gila menjadi pejabat Matak pupul pangaweruh Berakibat hilang pengetahuan Matak hambar komara Berakibat jatuh nama baik Matak teu mahi juritna Berakibat kalah dalam pertempuran Matak teu jaya perangna Berakibat tidak berjaya dalam peperangan Matak sangar ka nagara Berakibat kerugian kepada negara

50 Nilai Ekonomi Wisata Karakteristik Responden Penelitian 1. Karakteristik Pengunjung Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu Karakteristik responden pengunjung Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu sangat bervariasi dengan variabel-variabel karakteristik pengunjung, yaitu tingkat pendidikan, status menikah, asal daerah, pekerjaan, tingkat pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga. Pada umumnya, pendidikan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin matang dalam memutuskan sesuatu masalah. Dari hasil penelitian ini, responden/pengunjung yang berwisata ke Situ Lengkong Panjalu sudah berpendidikan. Jumlah responden terbanyak, yaitu pada tingkat pendidikan SLTA sebanyak 86% responden. Mereka sudah mempunyai pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan obyek wisata. Kegiatan wisata yang dilakukan sudah menjadi suatu kebutuhan hidup bagi mereka, sehingga mereka merasa perlu adanya tempat wisata yang dapat mereka nikmati seperti obyek wisata Situ Lengkong Panjalu ini. Mereka setuju apabila obyek wisata Situ Lengkong Panjalu dikembangkan serta dilakukan pengelolaan yang lebih baik ke depannya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sangat membutuhkan obyek wisata ini sebagai tempat untuk mengisi waktu luang ataupun kegiatan berziarah. Dari hasil pengisian kuesioner, pengunjung kebanyakan memiliki status sudah menikah sebanyak 64%. Pengunjung ini kebanyakan orang yang sudah dewasa. Sedangkan pengunjung dengan status belum menikah sebanyak 36%. Pengunjung tersebut kebanyakan siswa sekolah dan mahasiswa yang berkunjung ke Situ Lengkong Panjalu. Pengunjung yang datang ke Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu kebanyakan berasal dari daerah Priangan Timur sebanyak 39 % yang terdiri dari daerah Ciamis Kota Ciamis,Tasikmalaya, Kuningan dan Majalengka. Untuk Ciamis bagian Utara sebanyak 30% yang terdiri dari daerah Kecamatan Panjalu, Panumbangan dan Cihaurbeuti. Sedangkan daerah asal pengunjung yang paling sedikit dari luar Pulau Jawa sebanyak satu persen. Terdapat pula sebanyak 22% pengunjung yang datang berasal dari luar Priangan Timur, seperti dari Cianjur, Depok, Bogor dan Tangerang serta sebanyak delapan persen dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jenis pekerjaan pengunjung yang datang ke lokasi ini cukup bervariasi. Kebanyakan

51 39 pengunjung yang datang memiliki pekerjaan menjadi wiraswasta sebanyak 77% dan paling sedikit sebanyak dua persen sebagai mahasiswa dan Pegawai Negeri Sipil. Meskipun jenis pekerjaan tiap responden bervariasi, tetapi mereka datang dengan tujuan untuk mengisi waktu luang dengan berekreasi ke Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu. Tingkat pendapatan responden diduga mempengaruhi tingkat kesediaaan membayar bagi pelestarian kawasan Situ Lengkong Panjalu. Oleh karena itu, tingkat pendapatan merupakan hal yang sangat penting dalam karakteristik sosial ekonomi responden. Tingkat pendapatan responden sangat mempengaruhi untuk melakukan kegiatan wisata serta mau membayar untuk kegiatan tersebut. Berdasarkan tingkat pendapatan responden, menunjukkan bahwa yang mengunjungi Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu bukan hanya orang-orang yang mempunyai pendapatan tinggi saja, akan tetapi semua lapisan masayarakat memiliki keinginan untuk menikmati obyek wisata ini. Jumlah responden terbanyak pada tingkat pendapatan antara > Rp Rp sebanyak 53% responden. Jumlah tanggungan keluarga mempengaruhi alokasi pendapatan responden untuk biaya kegiatan wisata. Sebagian besar responden obyek wisata Situ Lengkong Panjalu mempunyai jumlah tanggungan keluarga yang kecil, yaitu satu sampai dua orang. Jumlah tanggungan keluarga tentu saja akan mempengaruhi terhadap alokasi pendapatan untuk kegiatan wisata. Semakin banyak tanggungan keluarga, semakin besar tingkat pengeluaran untuk wisata. Pada umumnya, apabila jumlah tanggungan keluarganya kecil, maka pola hidup akan lebih diatur, sehingga mereka mempunyai waktu-waktu khusus untuk melakukan perjalanan ke tempat-tempat obyek wisata. Adapun motivasi pengunjung datang ke Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu sangat bervariasi juga. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Pengunjung Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu memiliki alasan kunjungan yang berbeda. Sebanyak 54% responden pengunjung memiliki alasan untuk mengisi waktu luang saja. Waktu luang ini merupakan hari libur sekolah maupun waktu luang setelah bekerja. Sedangkan sebanyak 46% responden pengunjung memiliki alasan berkunjung yang memang sengaja untuk melakukan ziarah ke Nusa Gede Panjalu. Biasanya pengunjung ini sudah memiliki agenda tiap tahunnya untuk berziarah. Kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu sangat menarik untuk dikunjungi. Hal tersebut terbukti dengan kedatangan pengunjung yang selalu ada di kawasan ini. Sebanyak 46% responden pengunjung memilih kawasan ini sebagai tempat untuk

52 40 berziarah dan sebanyak 45% responden pengunjung memilih kawasan ini untuk dikunjungi karena ramai oleh pengunjungnya. Sedangkan sebagian kecil responden pengunjung memilih kawasan ini karena keindahan alamnya yang bagus, yaitu sebanyak sembilan persen. Sebagian besar reponden pengunjung mendapatkan informasi kawasan Situ Lengkong Panjalu dari teman/keluarga mereka sendiri sebanyak 84%. Dan sebagian kecil memperolehnya dari media elektronik, yaitu radio. Penyebarluasan informasi secara langsung melalui teman/keluarga ternyata lebih efektif. Akan tetapi sebaiknya pihak pengelola harus lebih banyak juga menyebarkan informasi mengenai kawasan ini melalui media elektronik, seperti televisi dan internet. Pada umumnya, jika seseorang semakin tinggi frekuensinya datang ke obyek wisata, maka orang tersebut sangat memahami dan mengenal Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu. Sekitar 71% responden baru pertama kali mengunjungi obyek wisata Situ Lengkong Panjalu. Biasanya mereka berkunjung pada hari libur dan bagi pengunjung yang berziarah pada umumnya datang pada bulan-bulan tertentu yang disakralkan oleh umat muslim. Obyek wisata ini merupakan tujuan utama mereka berkunjung. Sedangkan sekitar tiga persen responden telah empat kali dan bahkan lebih dari empat kali berkunjung ke obyek wisata Situ Lengkong Panjalu. Sebanyak 89% responden pengunjung melakukan aktivitas wisata di kawasan Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu kurang lebih selama tiga jam dan paling sedikit pengunjung memiliki waktu lebih dari empat jam waktu berkunjungnya sebanyak satu persen. Lamanya kunjungan biasanya tergantung aktivitas yang dilakukan. Misalnya untuk kegiatan memancing pasti akan memerlukan waktu lebih dari tiga jam untuk mendapatkan hasil yang cukup bagus. Bagi responden/pengunjung yang datang tidak terlalu jauh dari lokasi wisata dengan tujuan untuk mengisi waktu luang pada umumnya berekreasi antara selama tiga sampai lebih dari empat jam. Mereka bisa lebih lama menikmati wisata dibandingkan dengan pengunjung yang datang dari luar daerah Ciamis dengan tujuan selain berwisata juga untuk berziarah ke Nusa Gede rata-rata selama tiga jam lamanya. Keadaan/kondisi kawasan suatu obyek wisata akan mempengaruhi aktivitas pengunjung, seperti di obyek wisata Situ Lengkong Panjalu ada beberapa aktivitas yang pada umumnya dilakukan oleh pengunjung pada saat berwisata ke tempat ini. Aktivitas ini merupakan tujuan mereka datang ke obyek wisata ini, yaitu mengelilingi situ dengan perahu, jalan-jalan di pinggiran situ, berziarah ke Nusa Gede, berfoto-

53 41 foto, memancing, belanja souvenir dan makan bersama. Responden pada umumnya beraktivitas wisata di lokasi wisata ini lebih dari satu aktivitas, yaitu : a. Mengelilingi situ dengan perahu, jalan-jalan di pinggiran situ, belanja souvenir dan berziarah ke Nusa Gede. b. Mengelilingi situ dengan perahu, jalan-jalan di pinggiran situ dan makan bersama. c. Mengelilingi situ dengan perahu, jalan-jalan di pinggiran situ, berziarah ke Nusa Gede, belanja souvenir dan berfoto-foto. d. Mengelilingi situ dengan perahu dan berziarah ke Nusa Gede. e. Mengelilingi situ dengan perahu, berziarah ke Nusa Gede, belanja souvenir dan berfoto-foto. f. Mengelilingi situ dengan perahu dan makan bersama. g. Jalan-jalan di pinggiran situ dan memancing Gambar 15 Aktivitas berperahu. Gambar 16 Aktivitas berziarah. Gambar 17 Aktivitas belanja souvenir. Sebagian besar responden beraktivitas mengelilingi situ dengan perahu sebanyak 28% dari total responden, kemudian singgah di Nusa Gede dan melakukan ziarah di sana. Setelah itu mereka berfoto-foto. Kebanyakan yang beraktivitas seperti ini, yaitu responden yang sengaja datang untuk berziarah. Dan sebagian kecil sebanyak satu persen responden beraktivitas jalan-jalan di pinggiran situ dan makan bersama. Sebagian peziarah mengisi waktu luangnya ini untuk berziarah ke Nusa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak dan Luas Kawasan Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu secara administratif terletak di Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu yang berada di bagian utara Kabupaten Ciamis,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN I.. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perhatian cukup tinggi terhadap pengelolaan sumber daya alam (SDA) dengan menetapkan kebijakan pengelolaannya harus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata Menurut undang-undang No. 10 tahun 2009, Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Wisata dan Willingness To Pay Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990, yang dimaksud pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata,

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, pasal

Lebih terperinci

Lampiran 1 Karakteristik Pengunjung Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu

Lampiran 1 Karakteristik Pengunjung Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu 55 Lampiran 1 Karakteristik Pengunjung Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu Tabel 4 Karakteristik Pengunjung Obyek Wisata Situ Lengkong Panjalu No. Karakteristik Pengunjung* Persentase (%) 1. Tingkat pendidikan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja,

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata Pariwisata merupakan salah satu industri yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendapatan, tarif hidup, dan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya alam yang melimpah, keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis budaya, serta berbagai peninggalan

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, seperti potensi alam, keindahan alam, flora dan fauna memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994). TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan Berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. 1. Sejarah dan Status Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu telah dikunjungi wisatawan sejak 1713. Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM DANAU SIAIS DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

ANALISIS NILAI EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM DANAU SIAIS DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN ANALISIS NILAI EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM DANAU SIAIS DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN HASIL PENELITIAN oleh: Zulka Hidayati Nst 071201014 / Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Menurut Yoeti (2006) pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dari satu tempat ke tempat lain yang sifatnya sementara dan

Lebih terperinci

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR Oleh : YAYAT RUHIYAT A34201018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YAYAT RUHIYAT. Studi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki karakteristik kekayaan hayati yang khas dan tidak dimiliki oleh daerah lain di dunia. Keanekaragaman jenis flora dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUASAN PENGUNJUNG DAN PENGEMBANGAN FASILITAS WISATA DI KAWASAN EKOWISATA TANGKAHAN KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN KEPUASAN PENGUNJUNG DAN PENGEMBANGAN FASILITAS WISATA DI KAWASAN EKOWISATA TANGKAHAN KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN KEPUASAN PENGUNJUNG DAN PENGEMBANGAN FASILITAS WISATA DI KAWASAN EKOWISATA TANGKAHAN KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : Irni Indah Sari Nst 051201010 Manajemen Hutan DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000) dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PAKET WISATA ALAM BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA SMP DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MIFTACHU FIRRIDJAL

PENYUSUNAN PAKET WISATA ALAM BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA SMP DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MIFTACHU FIRRIDJAL PENYUSUNAN PAKET WISATA ALAM BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA SMP DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MIFTACHU FIRRIDJAL DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wisata Alam Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEGMENTASI PENGUNJUNG WISATA AGRO STUDI KASUS KARAKTERISTIK PENGUNJUNG KAMPOENG WISATA CINANGNENG

IDENTIFIKASI SEGMENTASI PENGUNJUNG WISATA AGRO STUDI KASUS KARAKTERISTIK PENGUNJUNG KAMPOENG WISATA CINANGNENG IDENTIFIKASI SEGMENTASI PENGUNJUNG WISATA AGRO STUDI KASUS KARAKTERISTIK PENGUNJUNG KAMPOENG WISATA CINANGNENG SKRIPSI HESTI FANNY AULIA SIHALOHO H34066060 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengelolaan sumber daya alam, khususnya hutan yang berkelanjutan dimasa kini telah menjadi keharusan, dimana keberadaan serta keberlangsungan fungsi sumber daya

Lebih terperinci

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO SKRIPSI ARDIAN SURBAKTI H34076024 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Pariwisata Pengelolaan merupakan suatu proses yang membantu merumuskan kebijakankebijakan dan pencapaian tujuan. Peran pemerintah dalam pengelolaan pariwisata, seperti

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang a. GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR Oleh : BETHA PATRIA INKANTRIANI L2D 000 402 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang penting, dimana dalam perekonomian suatu Negara, apabila dikembangkan secara terencana dan terpadu, peran pariwisata

Lebih terperinci

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang di luar tempat tinggalnya, bersifat sementara untuk berbagai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami dan Retno Indryani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik di darat maupun di laut. Hal ini didukung dengan fakta menurut Portal Nasional

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI

PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

4. METODE PENELITIAN

4. METODE PENELITIAN 4. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomi total dari Hutan Kota Srengseng adalah menggunakan metoda penentuan nilai ekonomi sumberdaya

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI HUTAN SEBAGAI PENYEDIA JASA WISATA ALAM DI KAWASAN DAS DELI

VALUASI EKONOMI HUTAN SEBAGAI PENYEDIA JASA WISATA ALAM DI KAWASAN DAS DELI VALUASI EKONOMI HUTAN SEBAGAI PENYEDIA JASA WISATA ALAM DI KAWASAN DAS DELI HASIL PENELITIAN Oleh : WELLY MANURUNG/041201020 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Objek dan Daya Tarik Wisata

III. KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Objek dan Daya Tarik Wisata III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang dikaji dalam penelitian ini ditekankan pada objek dan daya tarik wisata, teknik pengukuran manfaat wisata alam dan

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : RINI NOVI MARLIANI E34101037 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci