JURNAL SKALA HUSADA ISSN X Volume 9 Nomor 1 April 2012 Halaman 1-109

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL SKALA HUSADA ISSN X Volume 9 Nomor 1 April 2012 Halaman 1-109"

Transkripsi

1 JURNAL SKALA HUSADA ISSN X Volume 9 Nomor 1 April 2012 Halaman PENGARUH PEMBERIAN TERAPI TERTAWA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PSTW WANA SERAYA DENPASAR I Dewa Made Ruspawan, Ni Made Desi Wulandari 1-9 PENGARUH PELAKSANAAN KELAS ANTENATAL TERHADAP PERILAKU IBU HAMIL NW Ariyani, NN Suindri, NN Budiani ASTAXANTHIN ORAL MEMPERTAHANKAN JUMLAH SEL SPERMATOGENIK MENCIT YANG MENGALAMI AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL Ni Ketut Somoyani KEBIASAAN BURUK YANG DAPAT MERUBAH BENTUK WAJAH Asep Arifin Senjaya DOSE RESPONSE AND PROTECTION EFFECT OF LYCOPENE TO REACTIVE OXYGEN SPECIES ON HUMAN CELLS Badrut Tamam dan Suratiah DEVELOPMENTAL DISPLACEMENT OF THE HIP Ida Ayu Ratna Dewi Arrisna Artha FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN SARINGAN CADAS AON UNTUK MENYARING AIR PDAM DI DESA SUKAWATI DAN GUWANG KECAMATAN SUKAWATI TAHUN 2010 I Wayan Suarta A, I Nyoman Sujaya, I Nyoman Purna INDEKS GLIKEMIK MENU MAKANAN RUMAH SAKIT DAN PENGENDALIAN GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT INAP DI RSUP SANGLAH DENPASAR Ni Komang Wiardani, Ni Nyoman Sariasih, Yusi Swandari ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN MASYARAKAT DALAM PEMBERANTASAN VIRUS RABIES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDIRI I KABUPATEN TABANAN TAHUN 2011 I Ketut Aryana, IGA Dewi Sarihati, I Wayan Merta FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UTILISASI PELAYANAN KESEHATAN GIGI DI PUSKESMAS KABUPATEN TABANAN I Gede Surya Kencana, I Nyoman Gejir, I Gusti Ayu Raiyanti THE EFFECTIVITY OF KEGEL EXERCISE TO PREVENT THE OCCURRENCE OF URINE RETENTION AND EDEMA ON THE SUTURES OF THE PERINEUM NN Sumiasih, NLP Sri Erawati, NM Dwi Purnamayanthi MOTIVASI PRIA PEDESAAN DAN PERKOTAAN MENJADI AKSEPTOR METODE OPERASI PRIA (MOP) DI BALI Ni Wayan Armini APLIKASI SISTEM HACCP PADA RUMAH MAKAN/RESTORAN DI KECAMATAN DENPASAR SELATAN TAHUN 2011 I Nyoman Sujaya, I Wayan Suarta Asmara, I Nyoman Purna EFEKTIVITAS BUNGA PIRETRUM SEBAGAI INSEKTISIDA NYAMUK AEDES AEGYPTI Nengah Notes dan Cokorda Dewi Widhya Hana Sundari DETERMINAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA Edi Nur dan Lely Cintari HUBUNGAN KEBERSIHAN MULUT DENGAN PENYAKIT SISTEMIK DAN USIA HARAPAN HIDUP Ratih Larasati TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA LULUSAN JURUSAN KESEHATAN GIGI (JKG) POLTEKKES DENPASAR DI BALI TAHUN 2008 Ni Ketut Ratmini, I Gede Surya Kencana, Ni Wayan Arini

2 Editorial Ada fenomena menarik yang berkembang belakangan ini di kalangan Dosen Poltekkes Denpasar yaitu mulai digunakannya analisis multivariat sebagai basis penarikan kesimpulan hasil penelitian. Sebagian besar artikel yang dimuat dalam Jurnal Skala Husada edisi kali ini juga menggunakan model analisis multivariat baik yang berupakan regressi logistik maupun regressi linier. Sisi baiknya, penggunaan analisis multivariat sebagai basis penarikan kesimpulan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai indikasi mulai berkembangnya wawasan dosen Poltekkes Denpasar dalam menyikapi masalah kesehatan. Harus disadari bahwa pada era modern sekarang ini, tidak ada satupun masalah apalagi masalah kesehatan yang muncul karena penyebab tunggal. Masalah kesehatan harus dipandang sebagai suatu masalah yang bersifat multiplier effect yang muncul karena dipicu oleh banyak faktor. Itulah sebabnya peneliti di bidang kesehatan dituntut memiliki wawasan yang luas agar dapat memahami berbagai permasalahan yang akan dikaji secara lebih komprehensif. Namun perlu disadari bahwa aplikasi analisis multivariat bukannya tanpa kelemahan. Hasil utama dari analisis multivariat adalah model probabilistik yang digunakan untuk mengkuantifikasi hubungan antara variabel independen (faktor yang diduga menjadi penyebab) dan variabel dependen (kejadian suatu penyakit atau dampak masalah kesehatan lainnya), kuantifikasi hubungan inilah yang selanjutnya digunakan untuk meramalkan kejadian suatu penyakit atau dampak masalah kesehatan tertentu berdasarkan berbagai faktor yang dapat diduga secara bebas. Keterbatasan utama dari model probabilistik adalah bahwa hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang digambarkan dalam model tidak dapat digeneralisasi sebagai suatu hubungan kausal, karena pada model probabilistik hubungan keduanya hanya diamati sebatas hubungan fungsional saja [y = f(x)]. Secara klasik hubungan kausal harus memenuhi dua kriteria yaitu spesifistas kausal dan spesifisitas efek. Menurut Susser (1973) spesifisitas kausal baru terpenuhi jika seluruh perubahan pada variabel dependen terjadi karena adanya perubahan pada variabel independen (necessary), atau perubahan pada variabel independen secara tak terhindarkan menyebabkan terjadinya perubahan pada variabel dependen (sufficient). Terlepas dari segala keterbatasan yang dimiliki, model probabilistik sangat berguna untuk menerangkan etiologi suatu penyakit atau dampak masalah kesehatan tertentu, terutama jika hubungan antara faktor dan dampak bersifat majemuk yang sangat kompleks. Melalui model probabilistik dapat ditaksir frekuensi penyakit atau dampak pada kondisi faktor yang berbedabeda. Dengan pendekatan statistik yang canggih, model probabilistik juga mampu menerangkan efek dosis-respons pada berbagai tingkatan faktor untuk menaksir perkembangan suatu penyakit atau dampak. Pemahaman tentang efek dosis-respons merupakan landasan yang paling rasional dalam merancang suatu program intervensi. Dengan demikian, model probabilistik mutlak diperlukan sebagai studi kelayakan dalam menyusun program intervensi yang tepat guna dan tepat sasaran. Berpijak pada kenyataan di atas, redaksi Jurnal Skala Husada sangat mendukung model penarikan kesimpulan hasil penelitian berbasis analisis multivariat. Harapan kami semoga artikel dengan analisis multivariat yang dimuat pada edisi kali ini dapat menjadi bahan pembelajaran bagi dosen yang lain untuk melaksanakan model analisis serupa pada kegiatan penelitiannya di masa yang akan datang.

3 PENGARUH PEMBERIAN TERAPI TERTAWA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PSTW WANA SERAYA DENPASAR I Dewa Made Ruspawan 1, Ni Made Desi Wulandari 2 Abstract. Aging is a natural process in which the elderly often experience physical and psychological deterioration, reduced income due to retirement and the loneliness caused by abandoned by a spouse, family or peers. These problems are caused anxiety for the elderly. When anxiety occurs constantly, it will have an impact on quality of life of elderly. Based on the various ways done to reduce the level of anxiety among other drugs (pharmacological) and non-pharmacological (one of them with laughing therapy). The purpose of study is to know the influence of giving laughing therapy on the level of anxiety in the elderly at PSTW Wana Seraya Denpasar. This is a kind of pre-experimental research which use the one-group pretest-posttest design. This study used the elderly who experienced anxiety and involved 27 respondents who chosen by using total sampling, from the result of research it is known that the level of anxiety in the elderly before laughing therapy is 88,9% mild anxiety and moderate anxiety was 11,1%. After laughing therapy was done, got result that 70,4% respondents become normal and 29,6% respondents become mild anxiety level. Based on the analysis done using Wilcoxon test (p d 0,05), the data obtained was the amount of p = 0,000 with ì pre test 2,11 and ì post test 1,30. So the research hypothesis is accepted that there is the influence of giving laughing therapy on the level of anxiety in the elderly at PSTW Wana Seraya Denpasar Year From these results expected the officer of PSTW Wana Seraya Denpasar use laughing therapy on a regular basis to overcome psychological problems, especially anxiety in order to get optimal benefits. Keywords: Elderly, Level of Anxiety, Laughing Therapy Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologi. Hal ini sesuai dengan pernyataan menyatakan bahwa memasuki usia tua yang dikenal dengan lansia (lanjut usia) berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut yang memutih, gigi mulai tanggal, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan postur tubuh yang tidak proporsional 1. Keberadaan lanjut usia ini akhirnya mendorong pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam berbagai bidang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif terutama terlihat dalam bidang kesehatan. Hal inilah yang menyebabkan meningkatnya kualitas kesehatan serta umur harapan hidup manusia 2. Peningkatan populasi lanjut usia ini tentunya diikuti pula dengan berbagai persoalan, kecemasan merupakan salah satu masalah mental yang umum dialami oleh lanjut usia, mempengaruhi 1 dari 10 orang yang berusia diatas 60 tahun 1. Studi pendahuluan dilakukan pada 15 orang lanjut usia di Banjar Belong Gede Denpasar Utara tanggal 17 Februari 2011 untuk mengetahui jumlah lanjut usia yang mengalami kecemasan. 1,2,3 Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Denpasar 1

4 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : 1-9 Hasil studi pendahuluan, didapatkan delapan orang mengalami kecemasan ringan (53,33%), satu orang mengalami kecemasan sedang (6,67%) dan enam orang tidak mengalami kecemasan (40%). Berdasarkan hasil studi pendahuluan, dapat dilihat bahwa lanjut usia yang mengalami kecemasan cukup banyak walaupun dukungan keluarga didapatkan secara optimal dan ketersediaan hiburan di masyarakat cukup tinggi. Kecemasan merupakan masalah psikologis sebagai respon emosional seseorang. Lanjut usia mengalami penurunan kondisi fisik dan psikis, menurunnya penghasilan akibat pensiun, serta kesepian akibat ditinggal oleh pasangan, keluarga atau teman seusia 3. Masalah-masalah inilah yang umumnya menimbulkan kecemasan bagi lanjut usia dan pada akhirnya sebagian lanjut usia lebih memilih tinggal di panti sosial. Salah satu panti sosial yang khusus merawat lanjut usia di kota Denpasar adalah PSTW Wana Seraya Denpasar. Berdasarkan data yang tercatat, lanjut usia yang tinggal di PSTW Wana Seraya Denpasar adalah 48 orang. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 19 Februari 2011 untuk mengetahui kejadian kecemasan pada lanjut usia, diperoleh lansia yang mengalami kecemasan di panti sosial tersebut berjumlah 33 orang (67,34%) dengan alasan yang beragam, antara lain kesepian, ketidakberdayaan dan sakit-sakitan. Umumnya mereka mengatasinya dengan menceritakan masalah yang dialami dengan teman maupun pengurus panti untuk mengurangi kecemasan mereka, namun hal tersebut dirasakan masih kurang efektif karena tidak semua hal dapat dikomunikasikan secara terbuka dengan orang lain, akibatnya kecemasan pun masih sering terjadi. Atas dasar itulah berbagai cara pun dilakukan untuk mengurangi tingkat kecemasan pada lanjut usia antara lain dengan obat anticemas (farmakologis) dan tindakan non-farmakologis. Obat anticemas menimbulkan banyak efek samping antara lain mengantuk, kinerja 2 psikomotor dan kemampuan kognitif menurun, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardia, perubahan EKG, hipotensi, tremor halus dan agitasi 4. Obat-obatan ini akan berdampak kurang baik apabila dikonsumsi terus menerus terutama pada lanjut usia yang telah mengalami penurunan fungsi tubuh secara fisiologis. Hal inilah yang mendasari pemilihan alternatif lain yaitu terapi nonfarmakologis untuk mengatasi kecemasan. Berdasarkan fenomena tersebut, banyak peneliti akhirnya lebih tertarik untuk meneliti tindakan non-farmakologis dalam mengatasi kecemasan. Salah satu penelitian mengenai pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat kecemasan lanjut usia 5. Dari hasil analisis didapatkan bahwa sebelum diberi terapi relaksasi (Pre Test) 62,5 % responden mengalami cemas sedang dan sesudah diberi terapi relaksasi (Post Test) didapatkan 75 % responden mengalami cemas ringan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan ada pengaruh pemberian terapi relaksasi terhadap penurunan tingkat kecemasan. Terapi lain mulai diteliti untuk mengatasi masalah lanjut usia seperti mulai dikembangkannya terapi tertawa. Terapi ini dapat dilakukan dengan cara memberikan stimulus humor dan sengaja berlatih tertawa. Sebuah penelitian tentang pengaruh terapi tertawa terhadap depresi pada lanjut usia di Wirosaban, Yogyakarta dengan mengambil sampel 100 lanjut usia 6. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi tertawa terhadap tingkat depresi lanjut usia. Penelitian di atas menunjukkan bahwa terapi tertawa cukup efektif digunakan untuk mengatasi masalah psikologis pada lanjut usia. Hal ini serupa dengan yang diungkapkan oleh Harold Bloomfield, M.D, penulis Healing Anxiety Naturally dalam buku terapi tertawa 7 yang menyatakan bahwa rasa takut dan cemas sangat sulit dikendalikan dan beliau menyarankan untuk melakukan terapi tertawa sebagai alat untuk menghilangkan kecemasan.

5 IDM Ruspawan dan NM Desi Wulandari (Pengaruh pemberian terapi...) Berdasarkan uraian di atas dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Pengaruh Pemberian Terapi Tertawa Terhadap Tingkat Kecemasan pada Lanjut Usia di PSTW Wana Seraya Denpasar dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi tertawa terhadap tingkat kecemasan pada lanjut usia di PSTW Wana Seraya Denpasar. Metode Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pre-experimental karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen dan tidak adanya variabel kontrol serta sampel tidak dipilih secara random dengan rancangan yang digunakan yaitu one-group pretest-posttest design 8. Model pendekatan subyek yang digunakan adalah time series (longitudinal) dengan pengukuran tingkat kecemasan yang dilakukan sebanyak 3 kali yaitu sebelum pemberian terapi tertawa, pada akhir sesi keempat dan akhir sesi kedelapan sesudah diberikan perlakuan (terapi tertawa). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan 8. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lanjut usia yang mengalami kecemasan dan bertempat tinggal di PSTW Wana Seraya Denpasar berjumlah 32 orang. Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi 8. Sampel dalam penelitian ini adalah lanjut usia yang mengalami kecemasan dan sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan dan bertempat tinggal di PSTW Wana Seraya Denpasar yang berjumlah 27 orang. Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk mewakili populasi, sedangkan teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian 9. Adapun teknik sampling yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah total sampling (sampling jenuh) yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan oleh peneliti yang ini membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil 8. Adapun sampel yang diambil harus memenuhi kriteria sampel yaitu kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini mengambil sampel lanjut usia yang mengalami kecemasan, dari 48 orang lanjut usia yang tinggal di PSTW Wana Seraya Denpasar terdapat 27 orang yang mengalami kecemasan dan sesuai dengan kriterian inklusi. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 15 Juni 2011 sampai 3 Juli Jenis Kelamin Karakteristik responden penelitian berdasarkan jenis kelamin didistribusikan ke dalam tabel 1 Tabel 1 Sebaran jenis kelamin sampel Jenis Hasil pengamatan Kelamin f % Laki- Laki 9 33,3 Wanita 18 66,7 Total Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah wanita yaitu 18 responden (66,7%). Usia Karakteristik responden penelitian berdasarkan umur yang telah diteliti didistribusikan ke dalam tabel 2. Tabel 2 Sebaran usia sampel Usia Hasil Pengamatan Kategori Umur f % Elderly th 12 44,4 Old th 13 48,1 Very Old > 90 th 2 7,4 Total

6 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : 1-9 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah lanjut usia dengan usia tahun yaitu sebanyak 13 responden (48,1%). Tingkat Kecemasan Sebelum Diberikan Terapi Tertawa Tingkat kecemasan pada lanjut usia sebelum diberikan terapi tertawa di PSTW Wana Seraya Denpasar dapat diterangkan dalam tabel 3. 4 Tabel 3 Sebaran tingkat kecemasan sampel sebelum diberikan terapi tertawa Tingkat Hasil pengamatan Kecemasan f % Tidak Cemas 0 0 Cemas Ringan 24 88,9 Cemas Sedang 3 11,1 Cemas Berat 0 0 Panik 0 0 Total Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa responden di PSTW Wana Seraya Denpasar yang mengalami kecemasan sebanyak 27 orang dengan jumlah kecemasan ringan 24 orang (88,9 %) Tingkat Kecemasan Setelah Diberikan Terapi Tertawa Tingkat kecemasan pada lanjut usia setelah diberikan terapi tertawa di PSTW Wana Seraya Denpasar dapat dijabarkan dalam tabel 4. Tabel 4 Sebaran tingkat kecemasan sampel sesudah diberikan terapi tertawa Tingkat Hasil pengamatan Kecemasan f % Tidak Cemas 19 70,4 Cemas Ringan 8 29,6 Cemas Sedang 0 0 Cemas Berat 0 0 Panik 0 0 Total Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa responden di PSTW Wana Seraya Denpasar mengalami perubahan tingkat kecemasan menjadi tidak cemas sebanyak 19 responden (70,4%) dan menjadi cemas ringan sebanyak 8 responden (29,6%). Pengaruh Pemberian Terapi tertawa Terhadap Tingkat Kecemasan pada Lanjut Usia Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian terapi tertawa terhadap tingkat kecemasan pada lanjut usia di PSTW Wana Seraya Denpasar. Skor yang sudah didapatkan dari responden mengenai tingkat kecemasan sebelum dan setelah diberikan terapi tertawa kemudian diolah dengan menggunakan teknik analisa non parametric, yaitu uji Wilcoxon karena data berskala ordinal. Tabel 5 Pengaruh pemberian terapi tertawa terhadap tingkat kecemasan pada lanjut usia Mean SD Min - Max P Value Pre Test 2,11 0, ,00 Post Test 1,30 0, Berdasarkan tabel 5 didapatkan rata-rata pre test 2,11 dan post test 1,30. Tingkat kecemasan terendah pada saat pre test adalah 2 (cemas ringan) dan tingkat kecemasan terberat adalah 3 (cemas sedang). Sedangkan pada saat post test, tingkat kecemasan terendah adalah 1 (tidak cemas) dan tingkat kecemasan terberat adalah 2 (cemas ringan). Untuk nilai p=0,000 lebih kecil dari 0,05 berarti signifikan. Dari nilai-nilai tersebut dapat menunjukan bahwa hipotesis penelitian diterima berarti terdapat pengaruh pemberian terapi tertawa terhadap tingkat kecemasan lanjut usia di PSTW Wana Seraya Denpasar Tahun Tingkat Kecemasan Sebelum Diberikan Terapi Tertawa pada Lanjut Usia di PSTW Wana Seraya Denpasar Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa lanjut usia yang mengalami kecemasan di PSTW Wana Seraya Denpasar Tahun

7 IDM Ruspawan dan NM Desi Wulandari (Pengaruh pemberian terapi...) 2011 sebanyak 27 orang dengan jumlah kecemasan ringan 24 orang (88,9 %) dan jumlah kecemasan sedang 3 orang (11,1%). Kecemasan merupakan salah satu masalah psikologis pada lanjut usia. Kecemasan (ansietas) adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya 10. Ansietas dialami secara subyektif dan umumnya dikomunikasikan secara interpersonal. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Adanya permasalahan kecemasan pada lanjut usia juga ditemukan dalam penelitian tentang pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat kecemasan lanjut usia di Panti Werdha Griya Asih Lawang Kabupaten Malang. Sampel dalam penelitian tersebut adalah delapan responden yang telah memenuhi kriteria inklusi 5. Dalam penelitian ditemukan bahwa sebelum diberi terapi relaksasi (Pre-Test) 62,5% responden mengalami cemas sedang. Serupa dengan hasil penelitian di atas, adanya permasalahan kecemasan pada lanjut usia ini berkaitan dengan perubahan alamiah yang terjadi pada lanjut usia baik dari segi fisik dan fungsi, psikologis serta sosial. Perubahan fisik dan fungsi yang terjadi pada lanjut usia meliputi perubahan pada sistem persarafan, sistem indera yang meliputi pendengaran, penglihatan, pernapasan, integumen, perubahan dalam sistem pencernaan, sistem kardiovaskular, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem reproduksi baik pria maupun wanita, perubahan dalam sistem genitourinaria yang meliputi ginjal, vesika urinaria, prostat dan vulva, sistem endokrin dan perubahan terakhir dapat dilihat dalam sistem muskuloskeletal. Sistem ini akan mengalami perubahan dari segi bentuk maupun fungsinya secara fisiologis. Disamping perubahan fisik, lanjut usia juga mengalami perubahan psikologis dan sosial. Adapun perubahan yang cenderung terjadi pada lanjut usia meliputi sikap yang semakin egosentik, mudah curiga, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan dan pergeseran libido serta masalah-masalah sosial seperti bertambah pelit atau tamak, keinginan berumur panjang, mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat, ingin tetap berwibawa serta ingin mempertahankan hak dan hartanya 1. Perubahan-perbahan tersebut menimbulkan gangguan alam perasaan atau lebih dikenal dengan kecemasan pada lanjut usia. Hal ini serupa juga dengan penjelasan bahwa lanjut usia mengalami penurunan kondisi fisik dan psikis, menurunnya penghasilan akibat pensiun, serta kesepian akibat ditinggal oleh pasangan, keluarga atau teman seusia 3. Masalah-masalah inilah yang juga menimbulkan kecemasan bagi lanjut usia. Dalam penelitian ini dapat dilihat juga bahwa karakteristik responden terbanyak yang mengalami kecemasan adalah wanita yang berjumlah 18 responden (66,7) dan berada pada kategori umur (old). Namun jenis kelamin dan umur tidak mempengaruhi tingginya angka kejadian kecemasan karena kejadian kecemasan lebih tergantung pada tipe kepribadian seseorang. Hal ini diperkuat pernyataan yang menyatakan bahwa kepribadian pencemas lebih rentan untuk menderita gangguan cemas atau dengan kata lain orang dengan kepribadian pencemas akan meningkatkan resiko untuk menderita gangguan cemas yang lebih besar daripada orang yang tidak berkepribadian pencemas 4. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kejadian kecemasan pada lanjut usia adalah hal yang umum terjadi, adapun masalah ini berkaitan erat dengan perubahan alamiah yang terjadi pada lanjut usia baik dari segi fisik dan fungsi, psikologis serta sosial, selain itu masalah-masalah seperti penurunan penghasilan dan kesepian juga menjadi faktor penyebab tingginya angka kecemasan pada lanjut usia. Namun masalah kecemasan ini tidak sematamata ditentukan oleh faktor jenis kelamin dan usia saja, tipe kepribadian seseorang juga 5

8 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : 1-9 memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan respon seseorang terhadap masalah yang dihadapinya. Tingkat Kecemasan Setelah Diberikan Terapi Tertawa pada Lanjut Usia Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat kecemasan pada lanjut usia setelah diberikan terapi tertawa di PSTW Wana Seraya Denpasar sebanyak 19 responden (70,4%) mengalami perubahan tingkat kecemasan menjadi tidak cemas dan sebanyak 8 responden (29,6%) berada pada tingkat kecemasan ringan. Terdapat beberapa penelitian serupa yang menunjukkan adanya perubahan pada tingkat permasalahan psikologis yang terjadi karena pengaruh pemberian terapi tertawa. Penelitian serupa tentang pengaruh pemberian terapi tertawa terhadap stres psikososial pada usia lanjut di Karang Werda Ngudi Mukti Kelurahan Kartoharjo, Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur 11. Penelitian ini dilakukan pada 20 orang responden. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa 18 orang (90%) mengalami penurunan dan hanya dua orang (10%) yang tidak mengalami penurunan tingkat stres psikososial. Penelitian lain mengenai pengaruh terapi tertawa terhadap tingkat depresi ringan pada 25 orang lanjut usia di PSTW Wana Seraya Denpasar 12. Setelah dilakukan terapi tertawa diperoleh 17 orang lanjut usia (32,1%) mengalami perubahan tingkat depresi ringan menjadi normal dan delapan orang (15,1%) tidak mengalami perubahan tingkat depresi ringan setelah pemberian terapi tertawa. Penelitian serupa yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi tertawa terhadap penurunan tingkat kecemasan pada siswa kelas 3 menjelang Ujian Akhir Nasional (UAN) di SMAN 4 Purwokerto 14. Rata-rata tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan sebelum terapi adalah 26,66 dan setelah dilakukan terapi adalah 10,72. Adanya perubahan tingkat kecemasan ini diperkuat dengan teori yang menyatakan bahwa individu yang penyesuaian dirinya baik, maka stres dan kecemasan dapat diatasi dan ditanggulanginya 4. Dengan demikian, tingkat kecemasan dapat mengalami perubahan atau dengan kata lain mengalami penurunan bila seseorang dapat menyesuaikan diri terhadap masalah yang dihadapi. Hal ini kembali diperkuat oleh teori Hodgkinson (1991) yang menyatakan bahwa jika seseorang mengalami kecemasan dan dilatih untuk mengontrol wajah yang tepat, sehingga mereka terlihat bahagia sebagai pengganti ekspresi sedih, maka mereka akan mulai merasa lebih baik 15. Penurunan tingkat kecemasan sangat bergantung pada penyesuaian diri seseorang terhadap masalah yang dihadapinya. Apabila penyesuaian dirinya baik maka masalah pun dapat segera diatasi dan tentunya masalah kecemasan pun dapat berkurang. Selain itu latihan untuk mengontrol wajah yang tepat dengan cara berlatih tertawa pada saat mengalami masalah psikologis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat kecemasan. Pengaruh Terapi Tertawa terhadap Tingkat Kecemasan pada Lanjut Usia Berdasarkan hasil penelitian pengaruh terapi ertawa terhadap tingkat kecemasan pada lanjut usia di PSTW Wana Seraya Denpasar didapatkan bahwa nilai p = 0,000 lebih kecil dari 0,05 berarti signifikan dan µ pre test 2,11 lebih besar dari µ post test 1,30, sehingga hipotesis penelitian diterima berarti terdapat pengaruh pemberian terapi tertawa terhadap tingkat kecemasan pada lanjut usia di PSTW Wana Seraya Denpasar Tahun Hasil penelitian ini penurunan tingkat kecemasan pada siswa kelas 3 menjelang Ujian Akhir Nasional (UAN) di SMAN 4 Purwokerto dengan menggunakan terapi tertawa 14. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa tingkat kecemasan siswa kelas 3 mengalami penurunan setelah diberikan terapi tertawa. Hal ini berarti terapi tertawa berpengaruh terhadap penurunan tingkat 6

9 IDM Ruspawan dan NM Desi Wulandari (Pengaruh pemberian terapi...) kecemasan pada siswa kelas 3 menjelang ujian akhir nasional di SMA N 4 Purwokerto. Penelitian lain yang serupa tentang pengaruh pemberian terapi humor terhadap penurunan tingkat kecemasan pada narapidana menjelang masa pembebasan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Malang 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada kelompok eksperimen yang diberi perlakuan terapi humor menunjukkan adanya penurunan kecemasan pada lima subyek dari tujuh subyek yang terdapat pada kelompok eksperimen (71,4%). Sedangkan pada kelompok kontrol, yang tidak diberikan perlakuan apapun, menunjukkan terjadinya kenaikan skor kecemasan. Hal ini menunjukkan bahwa terapi humor dapat berpengaruh terhadap penurunan kecemasan narapidana menjelang masa pembebasan. Penelitian-penelitian ini diperkuat dengan teori yang dinyatakan oleh Waynbaum (1906) seorang fisiolog dari Prancis yang terkenal dengan teori The Vascular Theory of Emotional Efferance 15. Waynbaum menyatakan bahwa ketika otot wajah bergerak, maka akan terjadi mekanisme hormonal di otak, selanjutnya otot-otot wajah berperan sebagai pengikat pada pembuluh darah dan mengatur aliran darah ke otak. Aliran darah ini mempengaruhi temperatur di otak dan perubahan temperatur di otak ini berhubungan dengan perasaan subyektif yang dialami seseorang. Hal ini serupa dengan pernyataan Hodgkinson (1991) yang merupakan orang pertama yang menyatakan bahwa, gerakan otot zygomatic mayor (otot yang dapat menarik sudut bibir ke atas sampai tulang pipi) merupakan pusat ekspresi pengalaman emosi positif 15. Teori Waynbaum dan Hodgkinson di atas diperkuat kembali oleh Zajonc (1989) yang menjelaskan dengan lebih rinci bahwa pada saat tertawa, 15 otot muka berkontraksi dan mendapatkan rangsangan efektif pada sebagian besar otot mulut 15. Saat mulut terbuka dan tertutup ini, ada suatu dorongan untuk mengisap udara yang cukup, sehingga dapat menangkap lebih banyak oksigen. Oksigen ini akan dialirkan ke seluruh tubuh dalam jumlah yang lebih banyak. Jumlah oksigen yang cukup banyak dalam sistem peredaran darah memberikan dampak pada pengaturan temperatur di otak yaitu dapat mendinginkan otak. Hal ini mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter yakni hormon serotonin, endorfin dan melatonin yang membawa keadaan emosi dan perasaan keseluruh bagian tubuh. Serupa dengan penjelasan tersebut, dokter yang juga President Director dari Institute for Cognitive Research, dr. H. Yul Iskandar, Ph.D, psikiater dari Rumah Sakit Khusus Dharma Graha, Jakarta dalam Adnol (2009) menyatakan bahwa ketika seseorang tertawa maka tubuhnya akan menghasilkan zat baik seperti melatonin, endorfin dan serotonin yang menekan kortisol, adrenalin serta radikal bebas. Serotonin menimbulkan efek vasodilatasi pembuluh darah yang akhirnya akan meningkatkan peredaran O 2 ke seluruh tubuh 17. Serotonin normalnya menimbulkan dorongan bagi sistem limbik untuk meningkatkan perasaan seseorang terhadap rasa nyaman, menciptakan rasa bahagia, rasa puas, nafsu makan yang baik, dorongan seksual yang sesuai, dan keseimbangan psikomotor. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil simpulan yaitu: 1). Tingkat kecemasan pada lanjut usia di PSTW Wana Seraya Denpasar Tahun 2011 sebelum dilakukan terapi tertawa berada pada tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 24 orang (88,9 %). 2). Perubahan tingkat kecemasan pada lanjut usia di PSTW Wana Seraya Denpasar Tahun 2011 setelah dilakukan terapi tertawa didapatkan perubahan tingkat kecemasan menjadi tidak cemas sebanyak 19 responden (70,4%). 3). Terapi tertawa berpengaruh signifikan terhadap tingkat kecemasan pada lanjut usia di PSTW Wana 7

10 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : 1-9 Seraya Denpasar Tahun 2011, karena berdasarkan uji statistik Wilcoxon diperoleh nilai p = 0,000 lebih kecil dari 0,05 berarti signifikan dengan µ pre test 2,11 dan µ post test 1,30. Beberapa hal yang dapat disarankan adalah: 1). Petugas PSTW Wana Seraya Denpasar dapat menggunakan terapi tertawa sebagai suatu alternatif bagi lanjut usia, melanjutkan pemberian terapi yang telah peneliti lakukan. 2). Penelitian lebih lanjut berkaitan dengan terapi tertawa dan kecemasan, diharapkan dapat menggunakan kelompok kontrol dengan sampel yang banyak, menjelaskan cara pengisian instrumen dengan jelas dan benar serta membacakannya untuk memudahkan peneliti mengajukan pertanyaan dan tentunya memudahkan juga bagi responden untuk menjawab serta menegaskan pada responden bahwa penelitian ini untuk kepentingan responden dan hasilnya dapat bermanfaat bagi responden. Daftar Pustaka 1. Nugroho,W.. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC ; Irwanasir, R. Kondisi dan Permasalahan Penduduk Lansia, (online), ( or.id, diakses tanggal 20 Februari 2011); Stanley, M, dkk. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Terjemahan oleh Eny Meiliya Jakarta: EGC ; Hawari, D. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Pustaka Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; Wahyuni. Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Lanjut Usia di Panti Werdha Griya Asih Lawang Kabupaten Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program Diploma III Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang, (online), ( diakses tanggal 18 Februari 2011) ; Nugraheni, A, Sumarni,DW dan Mariyono, SW. Pengaruh Terapi Tertawa ; Ayu, A. Terapi Tertawa Untuk Hidup Lebih Sehat Bahagia & Ceria. Yogyakarta: Pustaka Larasati ; Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta ; Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika ; Stuart, G.W. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi V. terjemahan oleh Pamilih Eko Karyuni Jakarta: EGC ; Lusian, Dewi. Pengaruh Pemberian Terapi Tertawa Terhadap Stres Psikososial pada Usia Lanjut di Karang Werda Ngudi Mukti Kelurahan Kartoharjo, Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk. Skripsi tidak diterbitkan, (Online), ( skripsistikes.wordpress.com, diakses tanggal 20 Februari 2011) ; Pramayanthi, Dewi. Pengaruh Terapi Tertawa terhadap Tingkat Depresi Ringan pada lanjut Usia di PSTW Wana Seraya Denpasar. Skripsi tidak diterbitkan. Denpasar: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas 8

11 IDM Ruspawan dan NM Desi Wulandari (Pengaruh pemberian terapi...) 13. Kedokteran Universitas Udayana ; Pramita, Yessy Widodo. Pengaruh Terapi Tertawa terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan pada Siswa Kelas 3 Menjelang Ujian Akhir (UAN) di SMAN 4 Purwokerto. Skripsi tidak diterbitkan. Purwokerto: PSIK Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ( diakses tanggal 18 Februari 2011) ; Subandi, (Ed). Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset ; Fahruliana. Pengaruh Pemberian terapi Humor Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Narapidana Menjelang Masa Pembebasan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Malang. Skrispsi tidak diterbitkan. Fakultas Fisikologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, (Online) ( diakses tanggal 18 Februari 2011 ; Guyton, Arthur and Hall,John. Buku Ajar Fisiologi Ledokteran. Terjemahan Oleh Irawati Setiawan Jakarta: EGC ;

12 10 PENGARUH PELAKSANAAN KELAS ANTENATAL TERHADAP PERILAKU IBU HAMIL NW Ariyani 1, NN Suindri 2, NN Budiani 3 Abstract. Every pregnancy is a life event that has great significance. The Body changes that are so much and was relatively brief stressful for parents. Antenatal classes are a model study for parents. Its activities are learning together about healthcare for pregnant women, in the form of face to face which aims to increase knowledge and skills of mothers about pregnancy, prenatal care, childbirth, postpartum care, infant care, infectious diseases and birth certificate. Is to determine the effect of the implementation of antenatal classes on behavior of pregnant women. The aim of this study was to investigate the effects of the antenatal classes on behavior (knowledge, attitudes and actions) of pregnant women. This study used an Quasiexperimental with non-randomized control group pretest-postest design. Experimental groups are pregnant women who follow antenatal classes, the control group are pregnant women who followed the health service comvensional. Inclusion criteria: primigravida pregnant women gestational age weeks, willing to follow a course (for the experimental group). Sampling techniques in the study were consecutive sampling. Data analysis begins by conducting a test for normality with Shapiro-Wilk test (p:> 0.05) because the data are not normally distributed, to analyze the differences in behavior between the experimental group with the control group the Mann Whitney (p; <0.05) Respondents were 35 people in the treatment group and 38 people in the control group. The analysis showed that there were highly significant differences in changes in knowledge (p: 0.000), attitude (p: 0.000), and action (p: 0.000) between treatment groups (pregnant women who follow antenatal classes) with the control group (pregnant women who follow antenatal care in Conventional). The treatment of the course affected the behavior (knowledge, attitudes and actions) of pregnant women. Activity classes are considered as one of the methods of health counseling in pregnant women. Keywords: antenatal classes, pregnancy, behavioral Kematian dan kesakitan ibu hamil, bersalin dan nifas masih merupakan masalah besar negara berkembang termasuk Indonesia. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, dan nifas. Berdasarkan hasil SDKI 2007 derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih perlu ditingkatkan, ditandai oleh Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 228/ Kelahiran Hidup 1. 1,2,3 Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Denpasar Derajat kesehatan seseorang banyak ditentukan oleh pengetahuan, sikap dan perilaku hidupnya. Penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia juga diwarnai oleh sebab sebab non teknis seperti taraf pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu hamil yang masih rendah. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik tentang sesuatu hal, maka ia akan cenderung mengambil keputusan yang lebih tepat

13 Ariyani, Suindri, Budiani (Pengaruh pelaksanaan kelas...) berkaitan dengan masalah tersebut dibandingkan dengan mereka yang pengetahuannya rendah 2. Setiap kehamilan adalah peristiwa kehidupan yang mempunyai makna besar. Perubahan perubahan yang yang begitu banyak dan terjadi relatif singkat menimbulkan stres bagi calon orang tua. Calon orang tua datang ke petugas kesehatan, untuk bisa menjawab berbagai pertanyaan tentang perubahan yang terjadi 3. Dewasa ini penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak pada umumnya masih banyak dilakukan melalui konsultasi perorangan atau kasus per kasus yang diberikan pada waktu ibu memeriksakan kandungan atau pada waktu kegiatan posyandu. Kegiatan penyuluhan semacam ini bermanfaat untuk menangani kasus per kasus namun memiliki kelemahan antara lain: 1) Pengetahuan yang diperoleh hanya terbatas pada masalah kesehatan yang dialami saat konsultasi; 2) Penyuluhan yang diberikan tidak terkoordinir sehingga ilmu yang diberikan kepada ibu hanyalah pengetahuan yang dimiliki oleh petugas saja; 3) Tidak ada rencana kerja sehingga tidak ada pemantauan atau pembinaan secara lintas sektor dan lintas program, 4) Pelaksanaan penyuluhan tidak terjadwal dan tidak berkesinambungan 1. Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) bekerja sama dengan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2008 di daerah Nusa Tenggara Barat menemukan terdapat peningkatan pengetahuan sikap dan perilaku positip dalam menghadapi kehamilan, persalinan dan masa nifas pada ibu hamil yang mengikuti kelas antenatal. (1) Kelas antenatal adalah model belajar untuk calon orang tua yang baru mulai disosialisasikan di Indonesia. Kegiatannya adalah belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi, mitos, penyakit menular dan akte kelahiran. Kelas antenatal adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan umur kehamilan antara 20 minggu s/d 32 minggu dengan jumlah peserta maksimal 10 orang 3. Untuk mengetahui efektivitas pendidikan kesehatan pada ibu hamil maka perlu diteliti tentang pengaruh pelaksanaan kelas antenatal terhadap perilaku ibu hamil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan kelas antenatal terhadap perilaku ibu hamil. Metode Penelitian ini menggunakan desain Quasi eksperimen non-randomized pretestpostest control group design. Alasan penggunaan desain ini adalah peneliti tidak melakukan randomisasi dalam menentukan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas dan Bidan Praktik Swasta (BPS) di Wilayah Kota Denpasar, Gianyar, dan Badung yang memiliki angka kunjungan ibu hamil usia kehamilan " 20 minggu sebanyak 10pasien/bulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil usia kehamilan 20 minggu keatas yang mendapatkan pelayanan antenatal di Puskesmas dan BPS di Wilayah Kota Denpasar, Gianyar, dan Badung mulai bulan Juli sampai dengan bulan September Sampel penelitian adalah semua ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal di Puskesmas dan BPS di Wilayah Kota Denpasar, Gianyar, dan Badung mulai bulan Juli sampai dengan bulan September 2011 dengan kriteria inklusi sebagai berikut: Ibu hamil primigravida yang bersedia menjadi subjek penelitian, tingkat pendidikan minimal lulus SMP, usia kehamilan minggu, bersedia mengikuti kelas antenatal (untuk kelompok eksperimen), bersedia mendapatkan pelayanan antenatal secara teratur sebanyak 3 kali ( untuk kelompok kontrol ). Teknik sampling dalam penelitian ini adalah consecutive sampling. 11

14 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : Penelitian dilaksanakan sampai jumlah sampel minimal yang memenuhi kriteria inklusi terpenuhi 4. Semua data (pengetahuan, sikap dan tindakan ibu hamil) diperoleh melalui pengisian kuesioner. Sebelum pelaksanaan penelitian dilakukan uji coba kuesioner pengetahuan dan sikap ibu hamil di BPS pada 30 orang ibu hamil. Hasil analisis menunjukkan selurus item pertanyaan reliabel dan valid. Proses analisis data diawali dengan melakukan uji normalitas dengan uji Uji Shapiro-Wilk (p; >0,05). Hasil uji normalitas data menunjukkan semua data tidak berdistribusi normal, untuk menganalisis perbedaan perilaku antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol menggunakan uji Mann Whitney ( p; <0,05). Hasil Dan Pembahasan Penelitian dilaksanakan di Bidan Praktik Swasta (BPS) di Wilayah Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung serta Pos Praktik Poltekkes Denpasar. Persyaratan utama lokasi penelitian, yaitu yang memiliki kunjungan ibu hamil usia kehamilan 20 minggu ke atas lebih dari 10 orang per bulan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dipilih BPS G.A Widiasih, A.Md keb di Wilayah Gianyar, BPS Ni Nyoman Indahwati, A.Md.Keb di Wilayah Badung, dan BPS Ayu Indiyani di Wilayah Denpasar. Perlakuan dilakukan di dua tempat, yaitu BPS G.A. Widiasih dan Pos praktik Poltekes Denpasar. BPS G.A. Widiasih sudah melaksanakan kegiatan senam hamil setiap minggu, dari pukul sampai selesai dengan peserta senam 15 s.d. 20 orang. BPS Made Ayu Indiyani dan BPS Ni Nyoman Indahwati dijadikan sebagai lokasi penelitian untuk kelompok kontrol. Rata rata kunjungan ibu hamil di dua BPS tersebut lebih dari 30 orang per bulan. Jumlah responden yang diperoleh selama proses penelitian adalah 40 orang untuk perlakuan, drop out lima orang karena tidak mengikuti kegiatan kelas antenatal secara 12 penuh. Kelompok kontrol diperoleh sebanyak 40 orang, drop out dua orang karena tidak melaksanakan antenatal sebanyak 3 kali selama periode penelitian. Sampai akhir penelitian diperoleh responden sebanyak 35 orang untuk kelompok perlakuan dan 38 orang untuk kelompok kontrol 4. Deskripsi pengetahuan, sikap dan tindakan kelompok perlakuan (ibu hamil yang mengikuti kelas antenatal) Deskripsi pengetahuan, sikap dan tindakan sebelum dan sesudah mengikuti kelas antenatal diuraikan pada tabel 1. Tabel 1 Deskripsi pengetahuan, sikap dan tindakan kelompok perlakuan Variabel Median Min Max IQR Pengetahuan Sebelum Sesudah Sikap Sebelum Sesudah Tindakan Sebelum Sesudah Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa pada pada variabel pengetahuan, sikap dan tindakan kelompok perlakuan terdapat peningkatan nilai median, nilai minimum, dan nilai maximum antara sebelum dengan sesudah perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukkan pada variabel pengetahuan, sikap dan tindakan kelompok perlakuan terdapat peningkatan nilai median, nilai minimum, dan nilai maximum antara sebelum dengan sesudah perlakuan. Perlakuan yang diberikan berupa kelas antenatal. Responden mengikuti pertemuan kelas antenatal sebanyak tiga kali, memperoleh informasi tentang kehamilan, persalinan, nifas, bayi, dan keluarga berencana. Informasi yang diperoleh selama mengikuti kelas antenatal meningkatkan kemampuan responden. Kelebihan dari metode kelas antenatal yaitu, petugas dituntut untuk lebih menguasai materi yang akan disampaikan saat kegiatan kelas antenatal. Dampaknya adalah, informasi yang disampaikan lebih lengkap dan akurat 1.

15 Ariyani, Suindri, Budiani (Pengaruh pelaksanaan kelas...) Deskripsi pengetahuan, sikap dan tindakan kelompok kontrol (ibu hamil yang mengikuti antenatal secara kompensional) Deskripsi skor pengetahuan, sikap dan tindakan sebelum dan sesudah mengikuti kelas antenatal diuraikan pada tabel 2. Tabel 2 Deskripsi pengetahuan, sikap dan tindakan kelompok kontrol Variabel Median Min Max IQR Pengetahuan Sebelum Sesudah ,5 Sikap Sebelum Sesudah ,3 Tindakan Sebelum ,8 Sesudah Pada tabel dua terlihat bahwa pada pada variabel pengetahuan, sikap dan tindakan kelompok kontrol terdapat peningkatan nilai median, nilai minimum, dan nilai maximum sebelum dengan sesudah mengikuti antenatal care secara kompensional Hasil penelitian ini menunjukkan pada variabel pengetahuan, sikap dan tindakan kelompok kontrol terdapat peningkatan nilai median, nilai minimum, dan nilai maximum sebelum dengan sesudah mengikuti antenatal care secara kompensional Kegiatan antenatal care dilaksanakan kasus per kasus (individual). Selama periode penelitian responden harus mengikuti tiga kali antenatal care. Pendekatan asuhan yang dilaksanakan dengan menggunakan manajemen Varney. Mulai dari mengkaji data dasar, menginterpretasi data dasar, merencanakan asuhan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan 5. Pendekatan yang dilaksanakan kasus per kasus dengan menggunakan manajemen asuhan memberikan perubahan kemampuan pengetahuan, sikap dan tindakan responden. Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pada kelompok kontrol tampak lebih kecil dari kelompok perlakuan. Kelemahan dari pendekatan kasus per kasus, yaitu kesiapan petugas dalam memberikan pendidikan kesehatan untuk menangani masalah masalah yang dihadapi ibu hamil kurang optimal. Kondisi tersebut terjadi karena permasalahan yang dihadapi setiap ibu hamil berbeda dan sangat beragam, sehingga tidak semua masalah bisa diatasi petugas 1. Pengaruh pelaksanaan kelas antenatal Terhadap Perilaku ibu hamil. Berikut diuraikan tentang pengaruh pelaksanaan kelas antenatal terhadap perilaku ibu hamil, dinilai dari perbedaan pengetahuan, sikap, dan tindakan. Tabel 3 memaparkan tentang perbedaan pengetahuan, sikap dan tindakan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah perlakuan. Tabel 3 Hasil uji perbedaan kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah perlakuan Variabel Sebelum Sesudah Statistik p Statistik p Pengetahuan 595,0 0,422 0,00 0,00 Sikap 566,5 0, ,00 0,00 Tindakan 599,5 0,440 77,50 0,00 Pada Tabel 3 terlihat, tidak terdapat perbedaan pengetahuan (p; 0,422), sikap (p; 0,235), dan tindakan (p; 0,44) antara kelmpok perlakuan dengan kelompok kontrol sebelum mendapat perlakuan. Setelah mendapat perlakuan terdapat perbedaan yang signifikan, yaitu pada variabel pengetahuan (p; 0,000), sikap (p; 0,000), tindakan (p; 0,000), antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Pengaruh perlakuan (kelas antenatal) terhadap perilaku ibu hamil dilihat dari hasil analisis perbedaan perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan perubahan pengetahuan yang sangat bermakna (p; 0,000), sikap (p; 0,000), dan tindakan (p;0,000), antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. 13

16 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : Hal tersebut berarti pelaksanaan kelas antenatal berpengaruh terhadap perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) ibu hamil. Perubahan pada kelompok perlakuan lebih besar dari kelompok kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan kelas antenatal memberikan dampak perilaku yang lebih baik dari pada kegiatan antenatal care yang dilaksanakan kasus per kasus. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Reece di Sydney Hospital tahun 1992, menunjukkan bahwa kegiatan kelas antenatal memberikan perilaku yang lebih baik dibandingkan dengan pelaksanaan antenatal care yang kompensional 6. Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) bekerja sama Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2008 di daerah Nusa Tenggara Barat menemukan terdapat peningkatan pengetahuan sikap dan perilaku positip dalam menghadapi kehamilan, persalinan dan masa nifas pada ibu hamil yang mengikuti kelas antenatal 1. Kegiatan Kelas antenatal merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi, mitos, penyakit menular dan akte kelahiran 1. Kelas antenatal adalah kelompok belajar ibu ibu hamil dengan umur kehamilan antara 20 minggu sampai dengan 32 minggu dengan jumlah peserta maksimal 10 orang. Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan JICA (2009) menyatakan kelas antenatal dilakukan dengan anggota beberapa ibu hamil dibawah bimbingan satu atau beberapa fasilitator (pengajar) dengan memakai paket kelas antenatal yaitu flip chart (lembar balik), pedoman pelaksanaan kelas antenatal, pegangan fasilitator kelas antenatal, buku KIA, dan CD serta senam ibu hamil 1. Pelaksanaan kelas antenatal memberikan banyak manfaat, Bagi ibu hamil dan 14 keluarganya : 1) Agar ibu mengerti tentang kelas ibu hamil; 2) Agar ibu bisa mengaplikasikan informasi maupun pegetahuan yang berkaitan dengan proses kehamilan hingga persalinannya ke dalam kehidupan sehari-hari; 3) Menambah wawasan keluarga tentang kelas ibu hamil; 4) Merupakan sarana untuk mendapatkan teman, bertanya, memperoleh informasi penting yang harus dipraktikkan; 5) Membantu ibu dalam menghadapi persalinan dengan aman dan nyaman. Bagi petugas kesehatan, kegiatan kelas antenatal menuntut petugas lebih mendalami pengetahuan tentang kesehatan ibu hamil dan keluarganya serta dapat menjalin hubungan yang lebih erat dengan ibu hamil serta keluarganya dan masyarakat. Kegiatan kelas antenatal memberikan kesempatan lebih luas pada ibu hamil untuk memperoleh informasi baik dari petugas kesehatan maupun dari sesama anggota kelas antenatal. Dampaknya adalah peningkatan pengetahuan tentang kehamilan, persalinan, nifas, bayi dan KB. Peningkatan pengetahuan berdampak pada sikap ibu hamil. (1,8) Menurut Widayatun (1999) ada dua faktor yang mempengaruhi sikap yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrisik meliputi kepribadian, intelegensi, bakat, minat, perasaan, kebutuhan serta motivasi seseorang, sedangkan faktor ekstrinsik antara lain lingkungan, pendidikan, ideologi, ekonomi, politik, dan hukum. Pengetahuan dan sikap akhirnya mempengaruhi tindakan ibu hamil untuk mempersiapkan menghadapi persalinan, masa nifas, bayi dan pemilihan alat kontrasepsi. Kesimpulan dan saran Terdapat pengaruh pelaksanaan kelas antenatal terhadap perilaku (pengetahuan dan sikap, tentang kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan kontrasepsi serta tindakan persiapan persalinan) ibu hamil. Kepada praktisi kebidanan, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk melaksanakan kegiatan kelas antenatal.

17 Ariyani, Suindri, Budiani (Pengaruh pelaksanaan kelas...) Daftar pustaka 1. Depkes RI dan JICA. Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia Notoatmodjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta.Rineka Cipta Scott J. Leading Antenatal Class : A Practical Guide,2 edition. Singapura. Elsevier Dahlan MS. Besar Sampel Dalam Penelitian Kedokteran. Jakarta. Salemba Medika Varney H. Varney s Midwifery. USA. John and Bartlett Publisher Turan JM. & Lalesay. Comunity based antenatal education in Istambul, Turkey: Efects on Health Behaviours. Health, Policy and Planing Journal 18 (4). Oxford University Press Yuniarti. Kebidanan Kelas Antenatal. (Online), Available yoenyuni ati.blogspot.com/2011/2/kelas antenatal.html ( diakses tgl 12 Februri 2011). 8. Nakamura Y. Materi Presentasi The Third Country Training Program ( TCTP) dan Inter Country Training Program ( MCTP), di Jawa Timur, dan Sumatera Barat

18 ASTAXANTHIN ORAL MEMPERTAHANKAN JUMLAH SEL SPERMATOGENIK MENCIT YANG MENGALAMI AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL Ni Ketut Somoyani 1 Abstract. Fertility is one of important thing in determining a person s survival. Fertility can be impaired when in the body presence quite a lot of free radicals. Astaxanthin is able to break the chain of free radical reactive oxygen in cell membrane to prevent lipid peroxidation. This study was aimed at determining the effect of astaxanthin in the number of spermatogenic cells of mice (Mus musculus) induced by physical overtraining. This was a true experimental study with pre-test and posttest control group design. The samples of this study were strain Balb-C adult male mice. Randomly, 32 mice were divided into two groups, 16 mice were used for control group ( P0=the group was given physical overtraining and glyserin), and 16 mice were used for treatment group (P1=the group was given physical overtraining and astaxanthin 0,01 mg which was dissolved in glyserin). The rests of the mice were used for post-test examination after 35 days treatment. On the 36 th day, all the rest mice were necropsied for microscopic testicle preparation. Data were analyzed by independent sample t-test. The result showed that there was a significant difference in the number of spermatogenic cells (p<0,05) after astaxanthin treatment. It can be concluded that astaxanthin increase the number of spermatogenic cells of mice induced by physical overtraining. The result of this study is expected to be used as a baseline of further study to test influence of astaxanthin on the function of the other reproduction organ like the function of tubulus seminiferus, Leydig cells, and level of testosterone hormon. Keywords : Astaxanthin, pyisical overtraining, spermatogenic cels. Setiap pasangan (laki-laki dan perempuan) mengharapkan dapat hidup secara normal dan memiliki keturunan untuk kelangsungan hidupnya. Kesuburan atau fertilitas merupakan hal yang penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Kesuburan atau fertilitas pasangan dapat dinilai dari jumlah dan kualitas spermatozoa pada pria dan sel telur (ovum) pada wanita. Pada pria, proses spermatogenesis dimulai pada usia pubertas yang kemudian mengalami penurunan seiring bertambahnya usia. Proses terbentuknya sel spermatogenik melalui tiga fase yaitu spermatositogenesis, miosis, dan spermiosis. Semua proses tersebut berlangsung pada epitel tubulus seminiferus 1. Spermatogenesis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor tersebut adalh terbentuknya radikal bebas di dalam tubuh 2. Olah raga dengan intensitas tinggi dan durasi lama terbukti dapat menimbulkan kerusakan sel. Aktivitas fisik maksimal juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan jumlah dan motilitas spermatozoa 3. Penelitian tentang pelatihan fisik berlebih (stres fisik) yang disertai dengan penurunan kualitas spermatozoa menunjukkan bahwa terjadi peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) dalam seminal plasma dan penurunan perlindungan oleh antioksidan. Sitoplasma sel spermatogenik mengandung sejumlah kecil scavenging enzyme, namun enzim antiok- 1 Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Denpasar 16

19 Somoyani (Astaxanthin oral mempertahankan...) sidan intrasel ini tidak mampu melindungi membran plasma yang melingkupi akrosom dan ekor spermatozoa dari serangan radikal bebas. Pada aktivitas maksimal jumlah antioksidan tidak mampu menetralisir radikal bebas, akibatnya muncul stres oksidatif. Stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan jaringan testis terutama tubulus seminiferus (4) Antioksidan diyakini dapat melindungi biomolekul terhadap stres oksidatif. Astaxanthin merupakan salah satu pigmen karotenoid (seperti beta karoten), yang diekstraksi dari strain mikroalga tropis yang disebut Haematococcus pluvialis. Penelitian yang dilakukan oleh Wood dan Yamasitha (2009), menyimpulkan bahwa Astaxanthin adalah antioksidan kuat, bersifat alami dan memiliki elektron untuk menetralkan radikal bebas 5. Penelitian terhadap 30 pria infertil yang terpapar radikal bebas dan diberikan 16 mg Astaxanthin setiap hari selama 3 bulan menunjukkan terjadi peningkatan angka kehamilan sebesar 54,5%, dan pada kelompok yang diberikan plasebo sebesar 10,5% 6. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian Astaxanthin oral dalam mempertahankan jumlah sel spermatogenik mencit yang mengalami aktivitas fisik maksimal. Metode Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan pretestpostest control group design (7), dimana pengelompokan subyek dilakukan secara acak sederhana. Subyek dibagi atas dua kelompok, yaitu; kelompok I (Kontrol) diinduksi aktivitas fisik maksimal setelah itu diberikan plasebo(gliserin 0,5 ml). Kelompok II diinduksi aktivitas fisik maksimal lalu diberikan staxanthin oral 0,01 mg dalam larutan gliserin 0,5 ml. Perlakuan dilakukan selama 35 hari. Sebelum perlakuan dilakukan pemeriksaan sel spermatogenik (pre-test), dan sesudah perlakuan (hari ke-36) dilakukan pemeriksaan sel spermatogenik (post-test). Kemudian dihitung rerata sel spermatogenik pre-test dan post-test pada masing-masing kelompok kemudian diuji secara statistik. Penelitian ini dilakukan di Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, dan pemeriksaan histopatologi dikerjakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Juni Sampel dalam penelitian ini adalah mencit jantan dewasa yang memenuhi kriteria inklusi;berat badan gram,umur 2 3 bulan, sehat, satu hibrid, Galur Balb-C. Besar sampel sebanyak 16 ekor mencit pada masing-masing kelompok, sehingga secara keseluruhan berjumlah 32 ekor. Data yang dikumpulkan meliputi; sel spermatogonium A, spermatosit pakhiten, spermatid 7, dan spermatid 16. Data pre-test dan post-test yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan program SPSS. Analisis data dimulai dari analisis deskriptif, uji normalitas data dengan Shapiro-Wilk, didapatkan data berdistribusi normal dengan nilai p>0,05. Sedangkan uji homogenenitas dengan Levene s test dan data homogen dengan nilai p>0,05. Untuk mengetahui perbedaan rerata jumlah sel spermatogenik antar kelompok digunakan uji t-independent. Sedangkan analisis perbandingan pre-test kelompok kontrol dengan post-test kelompok kontrol, dan pre-test kelompok perlakuan dengan post-test kelompok perlakuan digunakan uji Paired T-test. Analisis data menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau dinyatakan berbeda bila p< 0,05. Hasil Penelitian Data jumlah rerata sel spermatogenik dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan terlihat pada tabel 1. 17

20 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : Tabel 1 Jumlah rerata spermatogenik kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah perlakuan Kelompok Sel Spermatogenik Kontrol Perlakuan Pre- Post- Pre- Post- Spermatogonium A 38,13 27,18 38,25 39,40 Spermatosit Pakhiten 41,00 29,73 40,75 41,03 Spermatid 7 26,88 18,93 27,88 26,45 Spermatid 16 31,75 26, ,38 Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok kontrol mengalami penurunan jumlah sel-sel spermatogenik, sedangkan pada kelompok perlakuan terjadi peningkatan jumlah sel-sel spermatogenik. Hasil uji Shapiro-Wilk terhadap data jumlah sel Spermatogonium A, Spermatosit Pakhiten, Spermatid 7, dan Spermatid 16 baik sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05). Uji Beda Rerata Sel Spermatogenik Sebelum Perlakuan Untuk membandingkan rerata Sel spermatogenik antar kelompok sebelum diberikan perlakuan digunakan uji t- independent. Hasil selengkapnya seperti pada tabel 2. Tabel 2 Rerata spermatogenik antar kelompok sebelum perlakuan Sel Spermatogenik Kelompok N Rerata SB t P Spermatogonium A Kontrol 8 38,13 1,96 0,151 0,882 Astaxanthin 8 38,25 1,28 Spermatosit Pakhiten Kontrol 8 41,00 2,00 0,271 0,79 Astaxanthin 8 40,75 1,67 Spermatid 7 Kontrol 8 26,88 2,64 0,909 0,379 Astaxanthin 8 27,88 1,64 Spermatid 16 Kontrol 8 31,75 3,69 0,524 0,609 Astaxanthin 8 30,88 2,95 Tabel 2, menunjukkan bahwa rerata Spermatogonium A sebelum perlakuan pada kelompok kontrol adalah 38,13 dengan Simpangan Baku(SB)± 1,96, rerata kelompok Astaxanthin adalah 38,25 dengan SB±1,28. Rerata Spermatosit Pakhiten kelompok kontrol adalah 41,00 dengan SB ±2,00, rerata kelompok Astaxanthin adalah 40,75 dengan SB±1,67. Rerata Spermatid 7 kelompok kontrol adalah 26,88 dengan SB ±2,64, rerata kelompok Astaxanthin adalah 27,88±1,64. Rerata Spermatid 16 kelompok kontrol adalah 31,75 dengan SB ±3,69, rerata kelompok Astaxanthin adalah 30,88 dengan SB ±2,95. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa sebelum diberikan perlakuan tidak terdapat perbedaan pada kedua kelompok (p > 0,05). Analisis Efek Perlakuan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata Sel Spermatogenik antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Rerata spermatogenik antar kelompok sesudah perlakuan Sel Spermatogenik Kelompok N Rerata SB t P Spermatogonium A Kontrol 8 27,18 2,11 Astaxanthin 8 39,40 2,75 9,98 0,00 Spermatosit Pakhiten Kontrol 8 29,73 1,56 14,26 Astaxanthin 8 41,03 1,61 0,00 Spermatid 7 Kontrol 8 18,93 1,92 Astaxanthin 8 26,45 1,52 8,70 0,00 Spermatid 16 Kontrol 8 26,53 1,59 Astaxanthin 8 31,38 2,54 4,58 0,00 Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata Sel spermatogenik setelah diberikan perlakuan berupa Astaxanthin, didapatkan rerata Spermatogonium A kelompok kontrol adalah 27,18 dengan SB ±2,11, rerata kelompok Astaxanthin adalah 39,40 dengan SB ±2,75. Rerata Spermatosit Pakhiten kelompok kontrol adalah 29,73 dengan SB ±1,56, rerata kelompok Astaxanthin adalah 41,03 dengan SB ±1,61. Rerata Spermatid 7 kelompok kontrol adalah 18,93 dengan SB ±1,92, rerata kelompok Astaxanthin adalah 26,45 dengan SB ±1,52. Rerata Spermatid 16 kelompok kontrol adalah 26,53 dengan SB ±1,59, rerata kelompok Astaxanthin adalah 31,38±2,54. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent didapatkan bahwa kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). 18

21 Somoyani (Astaxanthin oral mempertahankan...) Uji Paired T-Test Kelompok Penelitian Kelompok kontrol Analisis Paired T-test dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata antara kelompok pre-test dengan post-test. Hasil analisis kemaknaan dengan Paired T-test dari data sel-sel spermatogenik sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol berbeda bermakna (p< 0,05), seperti pada Tabel 4. Tabel 4 Uji Paired t-test kelompok kontrol sebelum dan sesudah perlakuan Pair Pre-Post-Test Perbedaan Kontrol Mean SD T Df P Spermatogonium A 1,09 2,22 13, Spermatosit Pakhiten 1,13 1,78 17, Spermatid 7 7,95 2,41 9, Spermatid 16 5,23 4,32 3, ,011 Kelompok Perlakuan Analisis Paired T-test dilakukan untuk mengetahui rata-rata antara kelompok pretest dan post-test. Hasil analisis kemaknaan dengan Paired T-test dari data sel-sel spermatogenik sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna (p> 0,05). Tabel 5 Uji Paired t-test kelompok perlakuan sebelum dan sesudah perlakuan Pair Pre-Post-Test Perbedaan Kontrol Mean SD T Df P Spermatogonium A -1,15 3,38-0, ,368 Spermatosit Pakhiten -0,28 0,67-1, ,282 Spermatid 7 1,43 1,47 2, ,055 Spermatid 16-0,50 1,42 0, ,352 Pembahasan Terjadinya penurunan Spermatogonium A, Spermatosit Pakhiten, Spermatid 7, dan Spermatid 16 setelah mencit mengalami aktivitas fisik maksimal disebabkan karena aktivitas dengan intensitas tinggi dan durasi lama dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan sel. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sutarina dan Edward (2004) yang menyatakan bahwa olah raga dengan intensitas tinggi dan durasi lama terbukti dapat menimbulkan kerusakan sel. Di samping itu, penelitian yang dilakukan pada tikus yang diberikan beban kerja aktivitas fisik (swimming stress) dengan beban ekor 2% dari berat badan tikus menunjukkan adanya peningkatan kadar Malondialdehide (MDA) yang bermakna dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan beban kerja aktivitas fisik 8. Senyawa MDA menyebabkan kerusakan membran spermatozoa dan penurunan integritas membran spermatozoa sehingga akan terjadi penurunan kualitas spermatozoa 9 Radikal bebas menyebabkan kerusakan selsel spermatogenik melalui mekanisme peroksidasi komponen lipid dari membran sel. Kerentanan spermatozoa dari proses lipid peroksidasi karena struktur dari membran sel spermatozoa sangat tinggi kandungan asam lemak tak jenuh khususnya Docosahexaenoic yang penting dalam mengatur proses spermatogenesis dan fluiditas membran. Peroksidasi dari asam lemak tak jenuh yang terjadi pada membran sel spermatozoa adalah reaksi self-propagation, yang dapat meningkatkan disfungsi sel akibat hilangnya fungsi dan integritas membran (10). Penurunan sel-sel spermatogenik ini disebabkan oleh degenerasi maupun kerusakan sel-sel spermatogenik yang disebabkan oleh adanya radikal bebas yang terbentuk dari aktivitas fisik maksimal yang dialami oleh hewan coba 11. Stres oksidatif akibat aktivitas fisik maksimal pada spermatozoa akan menyebabkan gangguan pada proses oksidasi fosforilasi sehingga terjadi peningkatan produksi ROS spermatozoa. Peningkatan ROS ini dapat juga disebabkan karena antioksidan yang tersedia dalam sperma tidak mampu lagi mengubah oksigen reaktif menjadi senyawa yang netral 9. Rerata jumlah sel spermatogenik sesudah perlakuan dengan pemberian Astaxanthin oral 0,01 mg setiap hari pada mencit yang mengalami aktivitas fisik maksimal, 19

22 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : menunjukkan tidak ada perbedaan secara bermakna dengan nilai p>0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa, pemberian Astaxanthin oral dapat mempertahankan jumlah sel spermatogenik mencit yang mengalami aktivitas fisik maksimal. Hal tersebut disebabkan karena Astaxhantin merupakan salah satu pigmen karotenoid (seperti beta karotin) yang memiliki gugus radikal yang mampu melindungi tubuh terhadap proses peroksidasi lipid dan kerusakan sel yang diakibatkan oleh proses-proses oksidasi pada membran sel dalam jaringan tubuh (12). Astaxanthin menunjukkan aktivitas kuat dalam mencerna radikal bebas dan memberikan perlindungan melawan peroksidasi lemak dan mencegah kerusakan membran sel dan jaringan (13,14). Astaxanthin menetralkan singlet oksigen melalui mekanisme fisik, dimana energi yang berlebihan dari singlet oksigen tersebut ditransfer ke struktur karotenoid yang kaya akan elektron dan mengubah energinya menjadi panas, sehingga tidak terbentuk singlet oksigen lagi serta bereaksi dengan radikal lain untuk mencegah dan menghentikan reaksi rantai. Astaxanthin memiliki potensi menghambat terjadinya singlet oksigen yang merupakan radikal bebas, lebih besar dibandingkan karotenoid lain dan vitamin E. Astaxanthin seperti vitamin E merupakan antioksidan yang larut dalam lemak, sehingga memungkinkan melewati membran sel yang kaya lemak (12). Kesimpulan dan saran Pemberian Astaxanthin oral 0,01 mg setiap hari selama 35 hari dapat mempertahankan jumlah sel spermatogonium A, spermatosit pakhiten, spermatid 7 dan spermatid 16 mencit yang mengalami aktivitas fisik maksimal. Hal yang dapat disarankan dari hasil penelitian ini adalah; perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh Astaxanthin terhadap proses spermatogenesis mencit yang terpapar oleh radikal bebas lain dan terhadap kadar hormon LH, dan testosteron. 20 Meskipun pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian Astaxanthin oral dapat mempertahankan sel spermatogenik mencit, namun perlu mempertimbangkan penggunaanya pada manusia. Daftar Pustaka 1. Sadller, T.W. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi 10. Alih Bahasa: Brahm U Pendit; Editor: Andita Novariani. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. p: Huhtaniemi, I.T.Endocrine Regulation Of Male Reproduction. University of Turku. Finland Sutarina, N., Edward, T. Pemberian Suplemen pada Olahraga Majalah GizMindo. Vol.3 No.9 September Safarinejad, M.R., Amza, K., Kolahi, AA. The Effect of Intensive Long-Term Treadmill Running on Reproductive Hormones, Hypothalamus-Pituitary-Testis Axis, and Semen Quality: A Randomized Controlled Study Available at: / Accessed : Januari Wood, V., Yamashita, E. Antioxidant Symposium 2009: An Update on Clinical Research. Jakarta Available at: Accessed Januari Comhaire, F.H., Garem, YR., Mahmoud., Eertmans., Schoonjans. Combined Conventional/antiokxidant Astaxanthin Treatment fopr Male Infertility: a double blind, Randomized Trial. Asian Journal Andrology(2005) 7, ;doi: /j x Available at: journal/v7/n3/abs/aja200549a.html. accessed: Januari Pocock, S.J. The Size of A Clinical Trial, Clinical Trials, A Practical Approach, p

23 Somoyani (Astaxanthin oral mempertahankan...) 8. Maslachah. Pengaruh Antioksidan Probucal Terhadap kadar Malondi aldehide (MDA) dalam Darah dan Jumlah Circulating Endotel pada Tikus Putih Yang menerima Stressor Available from: go.php?id=jiptunar-gld-res maslachah2c-435-probucal. Accessed: Desember Hayati, A., Mangkoewidjojo,S., Hinting, A., and Moeljopawiro,S. Hubungan Kadar MDA Sperma dengan Integritas Membran Spermatozoa Tiklus Setelah Pemaparan 2-Methoxyethanol Available from: berk.penel.hayati/11. Accessed: April Saleh, A. Oxidative Stress and Male Infertility : From Research Bench to Clinical Practice Available at: andrologyjournal. org/ci/content/full/23/6/ 737. Accessed: April Maneesh, M and Jayaleshmi, H. Role of Reactive Oxygen Species and Antioxidant on Pathophisiology of Male Reproduction Indian Journal of Clinical Biochemistry, 21 (2) Winarsi, H.. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Potensi dan Aplikasinya dalam Kesehatan. Penerbit Kanisius. Jakarta Goto, S., Kogure,K., Abe,K., Kitahama,K., Yamasitha, E., Terada,H.. Efficient Radical Trapping at Surface and Inside The Phospholipid Membrane is Responsible for Highly Potent Antiperoxidative Activity of The Carotenoid Astaxanthin Biochemica et Biophysica Acta. Vol 1512: Suseela, M.R.., Toppo, K. Haemoto coccus pluvialis-a Green Algae, Richest Natural Source of Astaxanthin. Current Science Vol 90 (12):

24 22 KEBIASAAN BURUK YANG DAPAT MERUBAH BENTUK WAJAH Asep Arifin Senjaya 1 Most children now seen to had teeth that grew irregularly. Thus causing the position of the teeth become crowded. In medical terms this situation was called malocclusion. Maloclusion is not fit relationship when the teeth at upper jaw and lower jaw where meet. The prevalence of malocclusion in Indonesia was still high, around 80%. There are various factors that caused the occurrence of malocclusion, such as bad habits. The bad habits such as: mouth breathing, tongue thrusting, bites fingers or an object, fingers sucking, lip sucking, bruxism, chin resting or sleeping on one side. Mouth breathing caused: narrow face, protrusive, open bite, open lip. Thumb sucking caused: deciduous and permanent teeth malocclusion, abnormal fingers, psychological effects, a decline in self confidence of the children, unintentional poisoning. Tongue thrusting caused protrusive incisors and open bite. The bite objects habit: pencils, nails, fingers, or other objects could result in shape of the jaw. Sleep habits of one side caused facial asymmetry. Interventions that could the parents who had a children with bad habits where: 1) Determinate the cause before treatment. 2) Strengthening the child, in this case the child should be involved to be interested to stop these bad habits. Keywords: bad habit, facial disformed Gigi merupakan satu kesatuan dengan struktur disekitarnya seperti jaringan otot pengunyah, tulang rahang, serta wajah yang memiliki hubungan erat dan saling timbal balik. Jadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada struktur tersebut dapat mempengaruhi susunan gigi, demikian juga sebaliknya. Beberapa di antara kita mungkin memiliki susunan gigi yang tidak beraturan. Ada yang tumpang tindih, berjejal, gigi depan yang maju, atau gigitan silang antara rahang atas dan bawah (gigi.klikdokter.com). Orang tua manapun pasti menginginkan buah hatinya tumbuh menjadi seorang anak yang baik, pintar dan berpenampilan menggemaskan serta memiliki senyuman menarik dengan barisan giginya yang putih nan rapih. Namun bagaimana bila kondisi yang terjadi sebaliknya? Supaya gigi anak tampak rapi, gigi harus tumbuh di tempat yang tepat. Tetapi, tidak jarang, kebanyakan anak-anak kini ditemui memiliki gigi yang tumbuh tidak teratur. Sehingga, menyebabkan posisi gigi - 1 Dosen Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Denpasar gigi tersebut menjadi berjejal. Dalam istilah medisnya situasi seperti ini disebut dengan maloklusi (malocclusion) 1. Prevalensi maloklusi di Indonesia masih tinggi, yaitu sekitar 80% 2. Apabila anak Anda mengalami maloklusi, sebaiknya Anda tidak menganggapnya sepele, karena jika tidak ditanggulangi sejak dini akan mengakibatkan maloklusi. Maloklusi mampu menurunkan kemampuan gigi anak untuk mengigit. Akibatnya anak tidak terbiasa memakan makanan yang sedikit keras. Sehingga pada tahap selanjutnya, otomatis dapat terjadi gangguan makan, karena gigi tidak dalam posisi yang benar sehingga kekuatannya menjadi berkurang. Maloklusi parah menyebabkan anak menjadi susah berbicara. Kondisi rahang dan gigi yang berantakan tersebut menyebabkan anak sulit mengucapkan beberapa huruf atau kata - kata tertentu. Terdapat berbagai faktor penyebab terjadinya maloklusi, diantaranya kebiasaan buruk.

25 Asep Arifin Senjaya (Kebiasan buruk yang dapat...) Kebiasaan buruk yang dimaksud diantaranya: mengedot, menghisap jari atau bibir, menyikat gigi dengan gerakan dan arah yang salah 1. Prevalensi menghisap ibu jari yang dilakukan anak anak, berkisar 13-45% 2. Sekitar 80% bayi menghisap jempol sampai usia sekitar 18 bulan, tetapi kebiasaan ini masih dijumpai pada anak prasekolah, bahkan sampai usia 6 tahun 3. Kebiasaan dalam rongga mulut dapat berpengaruh pada jaringan keras (gigi, tulang alveolar), jaringan pendukung gigi (gusi, ligamen periodontal), maupun mukosa mulut lainnya (lidah, bibir, pipi, palatum, dan lain lain) 4. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang kebiasaan buruk pada anak anak yang dapat berakibat maloklusi yang akhirnya pada kondisi tertentu dapat merubah bentuk wajah. Pembahasan Fungsi utama rongga mulut adalah: 1) Menerima dan mengunyah makanan, berupa: menghisap, mengecap, mengunyah, menelan. 2) Sebagai jalan masuk udara. 3) Sebagai bagian proses bicara dan ekspresi. Faktor yang berhubungan penting dengan fungsi rongga mulut tersebut adalah: posisi gigi dan oklusi gigi. Oklusi yang keliru bisa menimbulkan masalah. Misalnya: penyakit jaringan periodontal atau gangguan pada sendi temporomandibula 5. Oklusi statis adalah kondisi gigi gigi atas dan bawah saling berkontak 5. Terdapat empat syarat oklusi ideal, yaitu: 1) Gigi harus terletak pada sudut yang tepat di dalam jaringan tulangnya. 2) Gigi gigi harus berkontak satu dengan yang lainnya pada titik kontak yang tepat. 3) Gigi - gigi atas yang lebih lebar daripada gigi bawah harus menutup gigi gigi bawah dengan tepat. 4) Gigi gigi dalam lengkung atas harus berinterdigitasi (mengatup seperti gigi gigi mesin) dengan gigi gigi dalam lengkung bawah 6. Selain itu, terdapat enam kunci oklusi normal, yaitu: 1) Hubungan yang tepat dari gigi tetap gigi tetap geraham pertama pada bidang sagital. 2) Angulasi mahkota gigi seri gigi seri yang tepat pada bidang transversal. 3) Inklinasi mahkota gigi seri gigi seri yang tepat pada bidang sagital. 4) Tidak adanya rotasi gigi gigi individual. 5) Kontak yang akurat dari gigi gigi individual dalam masing masing lengkung gigi, tanpa celah maupun berjejal jejal. 6) Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung 5. Dalam kedokteran gigi, susunan gigi yang tidak beraturan dan hubungan gigi antara rahang atas dan bawah tidak ideal disebut maloklusi (gigi.klikdokter.com). Menurut Heriyanto E, maloklusi adalah terjadinya hubungan yang tidak sesuai atau tidak pas pada gigi geligi di saat rahang atas dan rahang bawah bertemu. Penyimpangan satu gigi manapun di dalam mulut menyebabkan maloklusi 6. Maloklusi terjadi pada kondisi kondisi berikut ini: 1) Ketika ada kebutuhan bagi subyek untuk melakukan posisi postural adaptif dari mandibula. 2) Jika ada gerak menutup translokasi dari mandibula, dari posisi istirahat atau dari posisi postural adaptif ke posisi interkuspal. 3) Jika posisi gigi sedemikian rupa hingga terbentuk mekanisme refleks yang merugikan selama fungsi pengunyahan dari mandibula. 4) Jika gigi gigi menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak mulut. 5) Jika ada gigi yang berjejal atau tidak teratur, yang bisa merupakan pemicu bagi terjadinya penyakit periodontal dan gigi. 6) Jika ada penampilan pribadi yang kurang baik akibat posisi gigi. 7) Jika ada posisi gigi gigi yang menghalangi bicara yang normal 5. Terdapat tiga tipe maloklusi, yaitu: 1) Maloklusi tipe dental, terjadi jika perkembangan rahang atas dan rahang bawah terhadap tulang kepala normal, tetapi gigi geliginya mengalami penyimpangan; 2) Maloklusi tipe skeletal, terjadi karena hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap tulang kepala tidak harmonis, karena ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan rahang. 3) Maloklusi fungsional, terjadi karena adanya kelainan otot otot, sehingga timbul gangguan saat 23

26 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : dipakai untuk mengunyah 7. Orang tua perlu mengetahui gejala awal dari gangguan ini, diantaranya adalah gigi sering tumbuh di tempat yang salah, akibatnya gigi atas dan gigi bawah tidak bertemu dengan semestinya. Bila Anda menemukan gejala seperti tersebut di atas, secepatnya segera membawa anak Anda ke dokter gigi langganan keluarga. Ini bertujuan untuk mengetahui lebih detil kondisi gigi anak Anda serta rencana perawatannya 1. Penyebab maloklusi pada anak, sebagai berikut: 1) Kebiasaan buruk (bad habit). Kebiasaan buruk yang dimaksud adalah mengedot, menghisap jari/ bibir, menyikat gigi dengan gerakan dan arah yang salah, sehingga terjadi pembusukan pada gigi yang akhirnya menyebabkan gigi berlubang. 2) Gigi berjejal (crowded teeth). Gigi yang tumbuh dengan kondisi dempet dan tidak teratur susunannya. Hal ini disebabkan bila gigi seorang anak dicabut sebelum waktunya dan menyebabkan keompongan dan akhirnya rahang tidak berkembang. Kondisi ini menyebabkan tempat tumbuhnya gigi tetap menjadi berkurang untuk mendapatkan posisi yang cukup. 3) Genetika (keturunan), misalnya, ibu yang memiliki rahang yang kecil dan bapak yang memiliki gigi yang besar, cenderung akan memiliki anak dengan rahang kecil dan giginya besar, otomatis menyebabkan gigi berjejal. 4) Trauma. Benturan keras pada mulut dan mencenderai rahang serta gigi, juga penyebab maloklusi 1. Beberapa hal yang menyebabkan maloklusi, seperti dikutip dari gigi.klikdokter.com, di antaranya: 1) Gangguan perkembangan janin, yang dapat disebabkan oleh kelainan genetik atau faktor lingkungan saat ibu sedang hamil. Contohnya: obat-obatan yang dikonsumsi ibu saat hamil mempengaruhi proses tumbuh kembang janin, termasuk bagian gigi dan mulut. Namun presentasi maloklusi yang disebabkan oleh hal ini relatif kecil. 2) Gangguan pertumbuhan skeletal (tengkorak kepala) yang dapat disebabkan karena cedera yang dialami janin saat kelahiran, atau proses kelahiran yang sulit sehingga 24 menyebabkan trauma pada kepala janin. 3) Gangguan pertumbuhan gigi, yang dapat disebabkan oleh jumlah gigi yang kurang (anodontia / oligodontia) atau jumlah gigi lebih (supernumerary teeth). Bisa juga terjadi akibat kehilangan gigi susu secara dini. 4) Kebiasaan buruk, seperti mengisap jempol atau benda lain. Tidak semua kebiasaan buruk ini menyebabkan maloklusi, tergantung sampai berapa lama kebiasaan buruk tersebut bertahan. Bila anak masih memiliki kebiasaan ini hingga gigi tetapnya mulai tumbuh, besar kemungkinan ia mengalami maloklusi. Keparaha maloklusi bergantung pada seberapa besar tekanan yang diberikan saat ia menghisap jari, posisi jari saat penghisapan, frekuensi dan durasi penghisapan. Penyebab maloklusi adalah: 1) Etiologi lokal, yaitu faktor gigi: variasi ukuran, variasi bentuk, variasi jumlah dan posisi gigi. 2) Etiologi umum, terdiri daai: a) herediter. b) kebiasaan buruk, berupa: bernafas melalui mulut, menjulur julurkan lidah, menggigit gigit jari atau benda, menghisap jari, menghisap bibir, bruxism yaitu mengesek gesekan gigi di rahang atas dengan gigi di rahang bawah, menopang dagu yang dapat berakibat rahang menjadi tidak simetris. Kebiasaan buruk ini bisa berdiri sendiri atau beberapa kebiasan buruk terjadi secara bersamaan. Wajah dengan estetik baik atau menyenangkan adalah wajah yang mempunyai keseimbangan dan keserasian bentuk, hubungan, serta proporsi komponen wajah yang baik 8. Klasifikasi kebiasaan buruk menurut Viken (1971) sebagai berikut: 1) Bernafas melalui mulut, dikarenakan: a) obstruksi, yaitu: adanya sumbatan atau gangguan saat menghirup udara, b) habitual, yaitu: kebiasaan bernafas melalui mulut, c) anatomi, yaitu: bibir atas dan bibir bawah pendek sehingga mulut tidak dapat menutup sempurna. 2) Kebiasaan menghisap ibu jari. 3) Kebiasaan mendorong lidah. 4) kebiasaan menggigit gigit benda: pinsil, kuku, jari atau benda lainnya.

27 Asep Arifin Senjaya (Kebiasan buruk yang dapat...) Akibat kebiasaan bernafas melalui mulut yaitu: wajah sempit, gigi depan maju ke depan (merongos). Gigitan terbuka, bibir terbuka. Kebiasaan bernafas melalui mulut dapat diamati pada orang orang yang juga melakukan kebiasaan tongue thrusting (mendorong gigi gigi dengan lidah), sehingga menyebabkan terjadinya gigitan terbuka di anterior. Kebiasaan ini oleh adanya gangguan pada jalan nafas atau hidung yang berupa sumbatan, misalnya: polip hidung dan pembesaran tonsil di belakang hidung. Pada beberapa orang, kebiasaan ini disertai lemahnya tonus bibir atas 4. Gambar 1 Anak dengan kebiasaan menghisap jari (sumber: klikdokter.com) Menghisap ibu jari pada bayi kurang dari 6 bulan merupakan salah satu ekspresi bayi untuk kebutuhan menghisap, terutama kalau sedang lapar. Tetapi setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan, menghisap jari memberikan arti lain. Setelah lewat 6 bulan, bayi tetap membutuhkan ketentraman dan kenikmatan, mereka akan menghisap jarinya kalau sedang lelah atau mengantuk. Ibu jari disini berfungsi sebagai alat penghibur. Menghisap ibu jari, dot, maupun minum susu botol dalam usia kurang dari 2 tahun adalah suatu hal yang normal. Namun bila kebiasaan ini berlanjut hingga melewati usia 6 tahun dan dilakukan intensif, maka akan menyebabkan kelainan,rahang atas maju ke depan, rahang bawah terdorong ke belakang, serta gigi gigi menjadi berjejal 7. Menurut Budiyanti E A, kebiasaan menghisap ibu jari pada anak diakibatkan gangguan emosi anak, misalnya kesepian, kecewa, marah, stress. Untuk itu kualitas hubungan keluarga, khususnya hubungan ibu dengan anak harus dijaga baik, karena mempengaruhi emosi kejiwaan anak. Menurut Ade, akibat menghisap ibu jari, yaitu: 1) Gigi bermasalah bila kebiasaan dilakukan sampai usia 4 tahun, berupa maloklusi gigi susu dan gigi tetap. 2) Jari abnormal, berupa jari memanjang, iritasi, eksim, kuku berjamur (paronikia). 3) Efek psikologis, berupa menurunnya kepercayaan diri anak. 4) Keracunan yang tidak disengaja, bila jarinya terkontaminasi bahan beracun, misalnya timah hitam. Akibat kebiasan menghisap jempol antara lain: palatum tinggi, perkembangan rahang kearah lateral (samping) terganggu, gigi gigi rahang atas protusif, dan dapat disertai gigitan terbuka di anterior 4. Kebiasaan menghisap ibu jari atau benda benda lainya dalam waktu berkepanjangan dengan durasi sedikitnya 6 jam sehari dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan menghisap ibu jari tidak perlu dirisaukan selama kebiasaan itu dilakukan sewaktu waktu. Kebiasaan menghisap ibu jari atau benda lainnya biasanya dilakukan sampai anak berusia 3 atau 4 tahun, setelah itu biasanya berhenti sama sekali 10. Kebiasaan menghisap ibu jari akan memberikan efek yang berbeda dengan kebiasaan menghisap jari. Kebiasaan mengisap ibu jari atau jari hanya akan benar benar merupakan masalah, jika kebiasaan ini berlanjut sampai periode gigi gigi tetap. Gambar 2 Gigitan terbuka (open bite) serta gigi merongos akibat kebiasaan menghisap ibu jari. (sumber: klikdokter.com) 25

28 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : Tongue thrusting adalah kebiasaan menjulurkan lidah ke depan dan menekan gigi geligi pada waktu istirahat, selama berbicara atau menelan. Kebiasaan ini bisa timbul antara lain karena adanya pembesaran amandel atau tonsil, bernafas melalui mulut, lengkung gigi atas yang menyempit, lidah yang besar atau karena faktor psikologis. Tongue thrusting menyebabkan ketidakseimbangan otot- otot mulut yang akhirnya berakibat pada maloklusi, yaitu berupa: gigi gigi seri terdorong ke depan dan open bite. Penanganan tongue thrusting dilakukan dengan menggunakan alat alat khusus yang diberikan dokter gigi, serta myotherapy, yaitu: latihan otot- otot lidah dan mulut. Berdasarkan data yang ada terdapat penurunan jumlah tongue thrusting pada anak di atas usia 8 tahun, ini menunjukan bahwa, kebiasaan ini dapat hilang dengan sendirinya 7. Kebiasaan menggigit gigit benda: pinsil, kuku, jari, atau benda lainnya dapat berakibat maloklusi, yaitu berubahnya bentuk rahang 11. Kebiasaan buruk lainnya yang berpengaruh pada bayi atau anak anak, yaitu: kebiasaaan tidur pada salah satu sisi wajah atau tidur menggunakan lengan sebagai bantal. Kebiasaan ini pada bayi atau anak yang sedang mengalami pertumbuhan aktif dapat menyebabkan asimetri wajah, yaitu: tidak seimbangnya sisi wajah sebelah kiri dengan sisi wajah sebelah kanan (Maulani C, 2005 dan Moyers R E, 1980). Asimetri wajah pada akhirnya akan berakibat pada estetika wajah anak dan ini permanen sampai dewasa apabila kebiasaan tersebut tidak dihentikan 7. Menurut gigi.klikdokter.com, alasan perlunya perawatan maloklusi sebagai berikut: 1) Gigi depan yang maju, memiliki gigitan silang, atau berjejal dapat mempengaruhi profil wajah. Bila dilihat dari samping, profil wajah seseorang bisa cembung, datar atau rata. Hal ini tentu mempengaruhi estetika. 2) Susunan gigi tidak teratur atau wajah asimetris dapat mempengaruhi estetis dan menimbulkan masalah psikososial bagi penderita. Gigi yang berjajar rapi dengan senyum yang menarik 26 biasanya dihubungkan dengan status sosial yang positif, dan hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. 3) Gigi tertanam dalam tulang rahang yang pergerakannya melibatkan otot-otot pengunyahan dan gerakan sendi rahang. Gigi yang susunannya tidak/ kurang ideal dapat menyebabkan gangguan fungsi kunyah atau masalah sendi rahang. Selain itu juga dapat mengganggu penelanan atau bicara. 4) Gigi yang berjejal dan tumpang tindih lebih sulit dibersihkan, sehingga lebih rentan terhadap karies (lubang gigi), penyakit periodontal (jaringan pendukung gigi), atau trauma. Intervensi yang dapat dilakukan orang tua terhadap anak yang memiliki kebiasaan buruk adalah: 1) Mengetahui penyebabnya sebelum pengobatan. 2) Menguatkan anak, dalam hal ini anak harus dilibatkan hingga tertarik untuk menghentikan kebiasaan buruknya 3. Menurut Foster T D (1997), untuk menghentikan kebiasaan menghisap ibu jari atau jari biasanya gagal, kecuali jika si anak sendirilah yang ingin menghentikannya. Pada umunya anak berusia 9 tahun ke atas berhenti menghisap ibu jari atau jari setelah satu tahun dirawat dengan baik dengan dorongan verbal serta pemasangan alat di dalam mulutnya. Ade, menyarankan cara pendekatan untuk menghentikan kebiasan menghisap ibu jari, sebagai berikut: 1) Mengingatkan anak untuk tidak melakukan kebiasaannya itu. 2) Memberikan hadiah kepada anak bila anak tidak melakukan kebiasaanya. 3) Menghargai anak dengan memberi pujian, bila anak tidak melakukan kebiasaannya itu. 4) Memberi zat pahit pada jari atau jempol anak. Kesimpulan dan Saran Simpulan: terdapat berbagai kebiasaan buruk pada anak yang dapat menyebabkan maloklusi hingga merubah bentuk wajah. Saran: orang tua harus memiliki hubungan yang harmonis dengan anaknya. Orang tua wajib memperhatikan anaknya, khususnya dalam hal kebiasaan buruk. Bila kebiasaan buruk berlanjut, orang tua harus segera

29 Asep Arifin Senjaya (Kebiasan buruk yang dapat...) berupaya menghentikan kebiasaan buruk tersebut dengan terlebih dahulu mengetahui penyebabnya, dan berkonsultasi ke dokter gigi. Daftar Pustaka 1. Heriyanto E, 2008, Maloklusi Pada Anak, tersedia di: fkgunhas.blogspot.com/2008/01/ maloklusi-pada-anak.html, diakses tanggal: Budiyanti E A, Pengaruh Perilaku Ibu dan Pola Keluarga Pada Kebiasaan Menghisap Jari Pada Anak, Dikaitkan Dengan Status Oklusi Gigi Sulung: Studi Epiodemiologi pada anak TK di DKI Jakarta, tersedia di: garuda.dikti.go.id/ jounal/detil/id, Diakses tanggal Ade, Masalah Akibat Kebiasaan Menghisap Jempol Bayi, tersedia di: mediabangsa.com, diakses tangal Putri M H, dkk, 2011, Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi, Jakarta, EGC. 5. Foster T D, 1997, Buku Ajar Ortodonti (alih bahasa: drg. Lilian Yuwono), Jakarta, EGC. 6. Anonim, 1988, Praktek Ortodonti Alat Cekat (alih bahasa: Budi Susetyo), Jakarta, Binarupa Aksara. 7. Maulani C, 2005, Kiat Merawat Gigi Anak, Jakarta, PT Elex Media Komputindo. 8. Wiwekowati, dkk, 2011, Analisis Fotometrik Frontal Wajah Mahasiswi Suku Bali, Interdental-Jurnal Kedokteran Gigi, Vol.8: Erwayani R, 2008, Kebiasaan Menghisap Jari Salah Satu Penyebab Maloklusi Kelas I Tipe 3, tersedia di: repository.usu.ac.id... Dentistry SP - Pendidikan Dokter GigiTem bolok, diakses tanggal: KLIKDOKTER.MENUJU INDONESIA SEHAT, Apa itu perawatan ortodonti? tersedia di: gigi.klik dokter.com/subpage, diakses tanggal Moyers R E, 1988, Hand book of Orthodontics for student ang general practitioners third ed, Chicago London, Year Book Medical Publishers Incorporation. 27

30 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : DOSE RESPONSE AND PROTECTION EFFECT OF LYCOPENE TO REACTIVE OXYGEN SPECIES ON HUMAN CELLS 28 Badrut Tamam 1 dan Suratiah 2 Abstrak. Lycopene adalah jenis karotenoid yang memiliki 40 atom karbon sebagai rantai hidrokarbon terbuka yang mengandung ikatan ganda 11 terkonjugasi dan 2 non terkonjugasi dalam struktur linear. Sumber utama lycopene adalah buah-buah warna merah dan sayuran. Lycopene dilaporkan berkontribusi mencegah kerusakan oksidatif dan mengurangi resiko kanker dan penyakit jantung koroner. Jenis penelitian ini adalah in vitro experimental. Dua jensi uji yang digunakan yaitu uji trypan blue exclusion dan MTT. Penelitian ini menggunakan sel limphoblastoid manusia (WIL2NS) sedangkan lycopene dari Sigma, USA. Pada konsentrasi rendah (0-10 µm) selama paparan 1 jam, lycopene tidak beracun terhadap WIL-2NS. Hal ini didukung oleh dosis aman pada kisaran 0 4 µm selama 2 jam paparan. Penambahan berbagai konsentrasi lycopene (2 dan 4 µm) selama 2 jam paparan dapat menurunkan sel hidup dari sel WIL-2NS pada konsentrasi berbeda dari t- BHP (0, 1 dan 7.5 µg/ml) kecuali konsentrasi lycopene 2 µm pada konsentrasi 1 µg/ ml dari t-bhp dengan 98.5% cell hidup. Kata kunci: Lycopene, Spesies Oxygen Reaktif, Efek Proteksi Lycopene which has molecular formula C 40 H 56 is a lipophilic compound and is insoluble in water. Lycopene is a carotenoid which has 40 carbon atoms as open chain hydrocarbon containing 11 conjugated and 2 nonconjugated double bonds in a linear structure 7. Figure 1 The chemical structure of lycopene 7 The most common sources of lycopene are red fruits and vegetables. In addition to tomatoes, other foods rich in lycopene are watermelon, pink grapefruit, apricot, pink guava and papaya, as illustrated in Table 1. Cooking or food processing does not influence the loss of lycopene content significantly, and even appears to increase the content of lycopene based on total weight, as described in Table 2. Lycopene has been reported to contribute in protecting against oxidative damage and 1 Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Denpasar 2 Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Denpasar reducing the risk of cancer and coronary heart disease 7. Table 1 Locopene contents of common fruits/vegetables products 7 Fruits/Vegetables Lycopene (mg/g wet weight) Tomatoes Water melon Pink guava 54.0 Pink grapefruit 33.6 Papaya Apricot < 0.1 In addition to protecting against oxidative damage, lycopene may play an important role against carcinogenesis. The mechanisms of protecting against cancer attacks are by, firstly, functioning as a natural antioxidant, secondly, increasing cellular gap junction communications, thirdly, stimulating phase II enzymes involved in the activation of the antioxidant response element transcription systems, fourthly, blocking out insulin-like growth

31 Badrut Tamam (Dose response and...) factor-1(igf1)-stimulated cell proliferation by generating IGF binding protein 10. Table 2 Locopene contents of common tomato products 7 Tomato products Lycopene (mg/g weight) Fresh tomatoes Cooked tomatoes 37.0 Tomato sauce 62.0 Tomato paste Tomato soup 79.9 Tomato powder Tomato juice Pizza sauce Ketchup Epidemiological evidence suggests that lycopene may provide protection against cancer and other degenerative diseases such as cardiovascular disease. It was reported by Giovannucci et al. 4 that high intake of tomato products can reduce prostate cancer risk, which was confirmed in US Health Professional Follow-up Study from 1986 to Moreover, Giovannucci et al. 4 revealed there was almost 35% risk reduction of prostate cancer with more than 10 servings of tomato products per week and it was found that the protective effects was stronger when the analysis was focused on more advanced and aggressive prostate cancer. In vitro studies have indicated that lycopene is an effective antioxidant and radical scavenger 7. Lin et al. 5 reported that lycopene has ability to inactivate hydrogen peroxide and nitrogen dioxide. Furthermore, Giovannucci et al. 4 revealed the ability of lycopene to significantly decrease the level of TBARS (thiobarbituric acid reactive substances) and DNA damage. A fully randomized and cross over study conducted by Rao and Shen, 7 of twelve healthy human subjects revealed a significant increase in serum lycopene level for both ketchup and capsules intake. Subsequently, based on the results of the study, an intake of 5 to 10 mg lycopene per day is recommended. Methods The type of this research was in vitro experimental. There were two assays used in this research including the trypan blue exclusion assay which was used to monitor the growth of the cell population and the MTT assay which was used to measure the acute cell survival (cytotoxicity). This research employed a human limphoblastoid cell line (WIL2-NS) while lycopene was from Sigma, USA. Result and discussion Lycopene Dose Response Figure 2 indicates the survival of WIL2-NS cells after exposure to various doses of lycopene for 1 hour. Increasing dose of lycopene decreased the cell survival of WIL2- NS cells. The dramatic decrease of the cell survival occurred at the concentration more than 10 µm of lycopene. Meanwhile at below lycopene concentration of 10 µm the cell survival still was maintained around %. At the concentration of 20 µm lycopene, most of the cells were dead, just only approximately 5% of the cell survived. Moreover, at the concentration of 40 µm lycopene or more there were no cells found alive. This condition was likely influenced by the presence of solvent used (benzene). It was revealed that the solvent at the same volume used as the highest dose of lycopene (160 µm) killed the cells. Figure 2 Cell survival following lycopene treatment for 1 hour to WIL2-NS. Cell survival was measured using the MTT assay as outlined in the Materials and Methods. Data was from single observation. 29

32 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : Lycopene is recognized as an effective antioxidant and radical scavenger 7. At low concentrations (0-10 µm) for a 1 hour exposure, lycopene was non-toxic to WIL- 2NS (Figure 3.4). This was supported by safe doses of lycopene in the range of 0 4 µm for a 2 hour exposure (Figure 2). Meanwhile, at higher concentrations (more than 10 µm), a dramatic decrease of the WIL-2NS cell viability occurred. This is probably due to the increasing concentration of solvent used (benzene), which was used to carry lycopene to enter the cells, and the increasing of lycopene concentration. This research revealed that the presence of benzene in low concentration of lycopene did not affect the toxicity of cells. However, benzene at concentration of 0.13% (v/v) or more was toxic to WIL-2NS. According to Rana and Verma 6 benzene is a carcinogenic agent which is metabolized mainly into benzene oxide and epoxide that initiate DNA strand breaks, chromosomal damage, sister chromatid exchange and damage to mitotic spindle. In addition to the solvent interference, lycopene may have become prooxidant at high concentrations. Lin et al. 5 revealed that lycopene protect HT29 cells against DNA damage at relatively low levels (1-3 µm) but may have enhanced such damage at higher concentrations (4-10 µm) using the comet assay. Yeh and Hu 12 also reported that lycopene behaved as prooxidant in Hs68 cells treated with 2,2 -azobis[2,4-dimethyl valeronitrile (AMVN) at a concentration of 20 µm. Figure 3 illustrates various doses of lycopene (0 8 µm) used to treat WIL2-NS cells for 2 hours against its cell survival. The figure indicates that the safe doses of lycopene for 2 hours exposure were achieved at 4 µm (90.17% ) and lower. The dose of 6 and 8 µm of lycopene were considered unsafe for WIL2-NS cells, since those resulted in the cell survival lower than 90 %. Dilution with the growth medium then was conducted to deliver lycopene into the cells. Figure 3 Cell survival following lycopene treatment for 2 hours to WIL2-NS. Cell survival was measured using the MTT assay as outlined in the Materials and Methods. Bars represent means- + Standard Error from 3 independent experiments Protection Effect of Lycopene Figure 4 shows the protection effect of lycopene against t-bhp as ROS generator to WIL2-NS cells. The addition of various concentration of lycopene (2 and 4 µm) for 2 hours exposure was likely to decrease the cell survival of WIL2-NS cells at different concentration of t-bhp (0, 1 and 7.5 µg/ml respectively), except the concentration of 2 µm of lycopene at 1 µg/ml of t-bhp with 98.5% cell survival. Even though there was no statistically significant difference (P>0.05), a trend to a protection effect of lycopene is shown by the differences between lycopene at 4 µm and t-bhp at 7.5 µg/ml exposure alone and the observed combination between both of them. As can be seen in Figure 3.9 the cell killing of t-bhp alone (7.5 µg/ml) was 24.5% + 2.4, while the cell killing of lycopene (4 µm) for 2 hour was 17.4% Following this result, it was predicted that the cell killing of combination between lycopene and t-bhp would be approximately 42%. However, the observed cell killing by the combination of lycopene and t-bhp was 34.9% which was lower than the predicted combination cell killing. 30

33 Badrut Tamam (Dose response and...) Figure 4 Protection effect of lycopene for 2 h treatment to WIL2-NS cells. Bars represent means- + standard error from 3 independent experiments Lycopene has been shown to have higher antioxidant activity than β-carotene 10. Because of its high number of conjugated double bonds, lycopene becomes a most potent radical scavenger 4. The participation of lycopene in reactions with free radicals is probably intimately linked with disruption and breakdown of the primary structure of lycopene 3. Pre-incubation of lycopene was conducted for 1 hour to allow the cells to take up and accumulate lycopene within cell membrane against oxidative insult. Due to extreme hydrophobicity properties, lycopene may react with reactive oxygen species in the hydrophobicity inner core of the membrane 3. Moreover, co-incubation of lycopene for 1 hour, followed by t-bhp exposure, was expected to stabilize ROS induced by t-bhp by lycopene chain breaking. This research found an antioxidant potential of lycopene with a 7% cell killing difference between exposure of lycopene and t-bhp alone and observed combination of both. That there was no significant protection of lycopene may be due to low lycopene concentration uptake of cells and the type of oxidative agent used. This research used benzene as a vehicle to deliver lycopene into the cells. The high toxicity of benzene could have influenced the amount of lycopene transfered into the cells, eventually resulting in low lycopene accumulation within the membrane of cells and hence not protecting the cells from t-bhp oxidation. It was found in this research that the safe concentrations of benzene to WIL2- NS cells is 0.13% (v/v) and lower (data not shown). It means the amount of lycopene which was delivered into the cells was limited to those doses. It was not optimal to obtain a sufficient amount of lycopene which could be delivered to protect the cells. Lin et al. 5 demonstrated that the use of fetal bovine serum (FBS), as a vehicle, improved the uptake and stability of lycopene into two prostate cancer cell lines, compared to the use of tetrahydrofuran (THF), THF containing butylated hydroxytoluen (BHT), methyl-β-cyclodextrin (M-β-CD) and micelles. The use of different oxidative agents may generate different protection effects of lycopene. In this research, lycopene did not significant protect (P>0.05) WIL2-NS from t-bhp-induced damage. It was reported by Yeh and Hu 11 that lycopene did not significantly protect Hs68 cells from DNA damage induced by three radical generators, 2,2 -azobis[2,4-dimethylvaleronitrile] (AMVN); 2,2 -azobis[2-amidinopropane] dihydrochloride (AAPH) and ferric nitrilotriacetate (Fe/NTA). However, lycopene protected cultured rat hepatocytes against carbon tetrachloride injury and death 10). The probable reason was polarity discrepancy between the oxidative agents and lycopene to interact each other. Conclusion Lycopene has been shown to have high antioxidant activity, because of its high number of conjugated double bonds, lycopene becomes a most potent radical scavenger. The participation of lycopene in reactions with free radicals is probably intimately linked with disruption and breakdown of the primary structure of lycopene. There was no significant protection of lycopene may be due to low lycopene concentration uptake of cells and the type of oxidative agent used 31

34 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : Reference 1. ATCC Catalogue of Cell Lines and Hybridomas. A.T.C. Collection, editor Bohm, F., J.H. Tinkler, and T.G. Truscott Carotenoids protect against cell membrane damage by the nitrogen dioxide radical. Nature Medicine. 1: Clinton, S.K Lycopene: chemistry, biology, and implications for human health and disease. Nutr Rev. 56: Giovannucci, E., A. Ascherio, E.B. Rimm, M.J. Stampfer, G.A. Colditz, and W.C. Willett Intake of Carotenoids and Retino in Relation to Risk of Prostate Cancer. jnci. 87: Lin, C.Y., C.S. Huang, and M.L. Hu The use of fetal bovine serum as delivery vehicle to improve the uptake and stability of lycopene in cell culture studies. British Journal of Nutrition. 98: Rana, S.V., and Y. Verma Biochemical toxicity of benzene. J Environ Biol. 26: Rao, A.V., and S. Agarwal Role of lycopene as antioxidant carotenoid in the prevention of chronic diseases: A review. Nutrition Research. 19: Rao, A.V., and H. Shen Effect of low dose lycopene intake on lycopene bioavailability and oxidative stress. Nutrition Research. 22: Tinkler, J.H., F. Bohm, W. Schalch, and T.G. Truscott Dietary carotenoids protect human cells from damage. J Photochem Photobiol B. 26: Wang, X.D Can Smoke- Exposed Ferrets Be Utilized to Unravel the Mechanisms of Action of Lycopene? Journal of Nutrition. 135: Yeh, S.L., and M.L. Hu Antioxidant and pro-oxidant effects of lycopene in comparison with ß-carotene on oxidant-induced damage in Hs68 cells. The Journal of Nutritional Biochemistry. 11:

35 DEVELOPMENTAL DISPLACEMENT OF THE HIP Ida Ayu Ratna Dewi Arrisna Artha Abstract. The term of developmental displacement of the hip back to the time of Hippocrates. This condition, also known as hip dysplasia or Developmental Displacement of the hip (including subluxation, dislocation, and dysplasia), has been diagnosed and treated for several hundred years. And reported the association between apparent shortening of the flexed femur and hip dislocation. A broader definition of DDH is simply abnormal growth of the hip. Abnormal development of the hip includes the osseous structures, such as the acetabulum and the proximal femur, and the labrum, capsule, and other soft tissues. This condition may occur at any time, from conception to skeletal maturity, and related to the custom of maintaining the hips of newborn infants, in extension and adduction by tightly wrapped blanket. Since then, significant progress has been made in the evaluation and treatment of Developmental Displacement of the hip. Numerous radiographic measurements have been used to assist in the evaluation of developmental dysplasia of the hip (a typical radiographic evaluation is described in this image) Keywords : hip, Displacement, development Salah satu kelainan kongenital dari sistem muskuloskeletal adalah dislokasi kongenital pada panggul, meliputi subluksasi dari panggul, dan displasia dari panggul. Meskipun istilah Dislokasi kongenital pada panggul telah luas dipakai selama beberapa abad, istilah yang lebih diterima saat ini adalah Developmental Displacement pada panggul, Klisic pada tahun 1989 merekomendasikan istilah ini karena karena menggambarkan suatu kelainan yang dinamis, sesuai dengan perkembangan bayi. Istilah baru ini mencerminkan fakta, bahwa persentase kecil dari panggul yang saat lahir terlihat normal, dan menjadi subluksasi atau dislokasi paling lambat saat usia 6 10 bulan. Berdasarkan hal tersebut, maka disokasi dan subluksasi tidak benar benar merupakan proses kongenital. 1 Developmental Displacement pada panggul mencakup subluksasi, dislokasi, dan displasia (kegagalan pertumbuhan tulang acetabulum dan proximal femur). Merupakan fase spectrum dari ketidakstabilan panggul pada bayi. Dalam keadaan normal, panggul bayi 1 Bagian Bedah RSUD Wangaya baru lahir dalam keadaan stabil dan sedikit fleksi. Suatu kelainan yang tidak mudah terlihat saat lahir, dan memerlukan pemeriksaan dengan metode spesifik saat bayi baru lahir untuk mendeteksi kelainan ini. Tetapi masih belum dapat mengenali penyakit ini sedini mungkin, bahkan baru dapat dilihat saat anak mulai belajar berjalan. Abnormalitas ini, jika tidak ditangani dengan baik sejak awal, akan menyebabkan peradangan pada panggul saat dewasa. Paling sedikit satu per tiga dari peradangan sendi panggul pada dewasa disebabkan oleh Developmental Displacement pada panggul. 2 Dislokasi panggul adalah femoral head berada diluar dari acetabulum tetapi masih di dalam kapsul. Subluksasi panggul adalah femoral head bergeser ke samping juga atas dan masih bersentuhan dengan bagian dari acetabulum. Panggul stabil pada posisi fleksi dan abduksi, pada subluksasi posisi panggul akstensi dan adduksi. Saat panggul mengalami dislokasi atau subluksasi, perkembangan tulang femoral head dan acetabulum menjadi tidak normal, yang akan menyebabkan displasia. 3 33

36 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : Insiden Insidensi dari Developmental Displacement pada panggul, adalah satu dalam seribu kelahiran. Lebih dari setengahnya mengalami kelainan bilateral. Pada bayi perempuan delapan kali lebih sering ditemukan mengalami kelainan ini dari pada bayi laki-laki. Lebih sering ditemukan pada bayi dengan riwayat keluarga positif dan riwayat kelahiran sungsang. Insiden meningkat pada kebiasaan membedong bayi yang menyebabkan panggul dalam posisi ekstensi dan aduksi, mendekati garis tengah tubuh. Barlow melakukan studi bahwa lebih dari 60% dari instabilitas panggul menjadi stabil dlm waktu satu minggu, 88% menjadi stabil pada usia dua bulan, dan 12 % dengan instabilitas menetap 4 Etiologi Berbeda dari kelainan kongenital lainnya, Developmental Displacement pada panggul merupakan hasil akhir kombinasi dari pengaruh faktor genetik dan lingkungan. Etiologi dari abnormalitas ini masih kontroversial karena data yang kurang adekuat. Keadaan ini dihubungkan dengan beberapa faktor. Diantaranya faktor ras, banyak ditemukan pada orang amerika asli, dan jarang pada orang tionghoa dan orang berkulit hitam. Faktor genetik, dengan ditemukannya data bahwa abnormalitas ini lebih sering pada bayi yang memiliki riwayat keluarga dengan Developmental Displacement pada panggul. Faktor lainnya adalah posisi janin di dalam rahim dan riwayat kelahiran sungsang 5 Kelainan muskuloskeletal lainnya seperti metatarsus adductus dan torticollis juga dilaporkan berhubungan dengan Developmental Displacement pada panggul. Oligo-hidramnion juga dihubungkan dengan kejadian abnormalitas ini. Panggul kiri lebih sering terkena, diduga karena posisi di dalam rahim, panggul kiri berhadapan dengan sakrum dari ibu, dan menyebabkan posisi aduksi. 6 Patofisiologi Sendi panggul berkembang baik di dalam rahim, dalam posisi fleksi tetap. Saat lahir, ditemukan 1 dari 80 anak yang mengalami kelemahan panggul, dan ini kemungkinan besar disebabkan faktor genetik. Apabila saat lahir atau dalam usia satu minggu, dilakukan ekstensi panggul secara pasif, ini merupakan tanda kelemahan panggul, femoral head kemungkinan mengalami dislokasi. Sebagai akibatnya, menggantungkan bayi baru lahir dengan memegang pergelangan kakinya sudah tidak boleh dilakukan. 7 Dislokasi panggul saat lahir bersifat sementara, dan spontan menjadi stabil dalam dua bulan pertama. Dislokasi dan subluksasi panggul yang persisten menyebabkan perubahan sekunder di dalam dan di sekitar sendi panggul, terjadi perkembangan abnormal dari acetabulum, peningkatan anteversi femoral neck, hipertrofi dari kapsul, kontraktur dari otot yang melewati sendi panggul terutama otot iliopsoas dan otot aduktor. Terjadinya perubahan sekunder pada panggul menyebabkan kesulitan untuk mengembalikan panggul ke keadaan normal. Maka dari itu sangat penting untuk dapat mendiagnosis secara dini, untuk menghindari terjadinya perubahan sekunder dari panggul. Jika panggul pada bayi baru lahir tidak pernah di ekstensikan secara pasif, dan tidak pernah dipertahankan pada posisi ekstensi pada bulan pertama kelahiran, dislokasi dan subluksasi dari panggul dapat dihindari. 8 Diagnosis dan terapi Diagnosis klinis, diagnosis radiografi, dan terapi orthopaedi bervariasi sesuai kelompok umur. Akan tetapi, sangat penting untuk diagnosis dan terapi lebih dini. Prinsip umum terapi adalah mengembalikan panggul ke posisi semula dan mempertahankan posisi stabil hingga komponen dari panggul membaik dan panggul stabil dalam posisi menopang berat tubuh. Periode Lahir hingga usia tiga bulan : Periode 34

37 IA Ratna Dewi AA (Developmental displacement of the...) terpenting dengan peluang kesembuhan yang besar bila di diagnosa pada periode ini. Karena pada periode ini sulit terlihat, diperlukan pemeriksaan spesifik pada bayi baru lahir. Diantaranya, Uji Provokasi dari Barlow, yaitu mengaduksikan panggul yang fleksi dengan menarik paha ke bawah, dan mengabdusikan panggul dengan menaikkan paha kembali. Apabila terdapat ketidak stabilan panggul, akan merasakan dan melihat panggul dislokasi ke arah posterior saat di adduksi, dan kembali ke posisi semula saat abduksi. Uji ini positif menandakan dislokasi yang belum permanen. Apabila dislokasi permanen, femoral head berada di posterior saat panggul dalam posisi fleksi, dan bisa dikembalikan ke posisi semula dengan cara mengabdusikan panggul saat mengangkat paha ke depan, ini disebut Tanda Ortholani. Tambahan lipatan kulit di sisi dalam dari paha dan rotasi keluar dari ektremitas bawah, kita dapat mencurigai adanya Developmental Displacement pada panggul, meskipun tanda ini juga bisa didapatkan pada bayi normal. Tredwell& Bell memperlihatkan kemampuan yang mengesankan pada pemeriksaan neonatal sebagai metode skrining. Karena keterbatasan, pemeriksaan ulang dilakukan saat usia empat bulan. Tanda penting setelah usia satu bulan adalah keterbatasan abduksi pasif dari panggul yang fleksi, karena kontraktur dari otot aduktor. Keterbatasan abduksi tidak selalu menunjukkan dislokasi, tetapi menunjukkan abnormalitas dari panggul, maka diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu radiografi. Periode usia 3 6 bulan: Atap dari acetabulum dan femoral head masih menyerupai tulang rawan, dimana pada gambaran foto polos terlihat radiolusen dan sulit untuk di identifikasi, pemeriksaan ultrasonografi pada sendi panggul lebih dipilih. Pemeriksaan ultrasonografi ini dilakukan pada bayi kurang dari 6 bulan, dengan temuan klinis yang mengarah ke dan dengan resiko tinggi Developmental Displacement pada panggul. Yang termasuk risiko tinggi adalah riwayat keluarga positif, kelahiran sungsang dan kelemahan ligament secara umum. Usia lebih dari 6 bulan, foto polos lebih dipilih karena sudah mengalami penulangan pada acetabulum dan femoral head. Terapi pada usia tiga bulan pertama adalah reduksi panggul (mengembalikan panggul ke posisi semula ), kemudian mempertahankan panggul pada posisi stabil, yaitu fleksi dan abduksi. Contohnya dengan menggunakan Bidai Frejka pillow. Cara lain dapat untuk usia 3-4 bulan, adalah dengan menggunakan palvik Harness, panggul dipertahankan fleksi dan memungkinkan untuk melakukan pergerakan ke arah lainnya, cara ini sangat efektif dan dengan komplikasi yang sedikit. Terkadang setelah tiga minggu terapi, panggul masih belum stabil, maka setelah reduksi dengan splint, diikuti menggunakan plester hip spica cast. Periode usia 3-18 bulan : periode ini terjadi kontraktur adduksi, pada pemeriksaan fisik didapatkan keterbatasan abduksi secara pasif, pemendekan yang nyata dari ekstremitas bawah, dan penonjolan dari panggul menjadi lebih terlihat. Pada dislokasi unilateral, pemendekan dari femur, terlihat perbedaan tinggi lutut pada posisi fleksi panggul, ini disebut tanda dari galeazzi. Adanya dislokasi panggul juga bisa dirasakan panggul masuk dan keluar dari sendinya, disebut Uji Ortholani. Pada uji Ortholani, ibu jari pemeriksa memegang paha bayi di sebelah medial dan jari jari lainnya pada trokanter mayor. Sendi panggul di fleksikan 90æ% kemudian diabduksikan secara hati hati, pada bayi normal abduksi sebesar 65-80æ% dapat dengan mudah dilakukan dan bila abduksi kurang dari 60æ% maka harus dicurigai adanya dislokasi dari panggul, biasanya terdengar bunyi klik ketika trokanter mayor di tekan maka ini akan menandakan adanya reduksi dislokasi dan uji Ortholani positif. Pada dislokasi total, manuver dorongtarik akan menyebabkan femur mendekati pelvis, ini disebut fenomena telescoping. 35

38 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : Radiografi terlihat daerah miring yang berlebihan pada bagian acetabulum yang mengalami penulangan, ini merupakan indikasi dari dysplasia pada acetabulum, terlambatnya penulangan pada femoral head, pergeseran ke atas dan ke samping dari femoral head. Terapi pada periode ini adalah pemanjangan dari otot aduktor dan otot hamstring yang dilanjutkan dengan traksi plester selama beberapa minggu. Dan juga tenotomy pada subkutan dari aduktor, diikuti reduksi tertutup dari panggul melalui anestesi umum. Setelah panggul mengalami reduksi sempurna (yang dilihat dari pemeriksaan radiografi), kemudian panggul dipertahankan pada posisi stabil, yaitu fleksi dan sedikit abduksi, disebut juga posisi manusia oleh hip spica cast. Posisi abduksi atau rotasi internal yang dipaksa (posisi katak), harus dihindari, karena dapat menyebabkan avascular necrosis pada femoral head, yang merupakan komplikasi serius dari terapi. Setelah terpasang cast dengan menggunakan computed tomography akan mudah menginterpretasi hubungan antara femoral head dengan acetabulum. Hip spica cast diganti setiap dua bulan hingga radiografi menunjukkan perkembangan yang memuaskan dari femoral head dan acetabular. Imobilisasi dari panggul yang telah direduksi diperlukan untuk memperbaiki perubahan sekunder yang terjadi, waktu yang diperlukan bervariasi tergantung lamanya dislokasi panggul sebelum di terapi, biasanya 5 8 bulan. Proteksi yang baik dari reduksi ini biasanya dipertahankan oleh bidai frejka pillow, atau dengan menggunakan dua papan panjang pada kaki dan dipisahkan oleh abduction bar, cara ini memungkinkan panggul dalam keadaan yang aman, dan untuk perkembangan dari femoral head dan acetabulum. Sekitar 80 % penderita usia tiga 18 bulan akan membaik dengan terapi in. Perlu diingat, presentasi hasil yang baik lebih tinggi pada usia tiga bulan disbanding usia 18 bulan. Apabila metode ini gagal, dilakukan reduksi terbuka, pengeluaran otot iliopsoas, dan 36 perbaikan kapsul dengan pendekatan dari depan. Pada usia kurang dari satu tahun memungkinkan dilakukan pendekatan medial. Periode usia 18 bulan 5 tahun : Pada usia ini, perubahan sekunder memberat dan kurang reversible. Anak sudah dapat berjalan, temuan pemeriksaan fisik lebih terlihat jelas. Saat anak disuruh berdiri dengan satu kaki, pada sisi dislokasi panggul, otot abduktor panggul tidak memiliki tumpuan, tidak dapat menopang setinggi pelvis, dan menurun pada sisi yang berlawanan. Usaha anak untuk menjaga keseimbangan adalah dengan membebankan tubuhnya ke sisi yang sakit. Hal ini mengindikasikan tanda Trendlenburg positif. Manifestasi lainnya adalah berjalan pincang, pada dislokasi unilateral anak berjalan dengan salah satu tungkai lebih pendek, sehingga berat tubuh dibebankan pada tungkai yang sakit. Pada dislokasi bilateral, anak berjalan dengan membebankan tubuh ke kedua tungkai secara bergantian seperti cara jalan bebek. Pada subluksasi, terlihat jelas setelah berjalan dalam waktu yang lama. Terapi pada periode ini dihubungkan dengan kesulitan, bahaya, dan kekecewaan meski dilakukan oleh yang paling berpengalaman. Kontraktur dari otot yang semakin menetap, diatasi dengan penggunaan traksi plester dalam waktu yang lama, juga dengan tenotomy subkutan dari aduktor. Untuk anak usia diatas tiga tahun, pemenekan femur adalah alternatif untuk traksi sebelum operasi. Anak usia lebih dari 18 bulan, kemungkinan untuk mencapai reduksi tertutup yang sempurna sangat sedikit, maka itu indikasi untuk reduksi terbuka. Masalah utama pada periode ini adalah mempertahankan hasil reduksi. Pertama kali dilaporkan tahun 1961, untuk menangani ketidakstabilan dari reduksi dilakukan osteotomi. Hanya 30% menunjukkan hasil yang baik dari reduksi tertutup pada periode usia ini, dengan melakukan reduksi terbuka yang baik, dan menjaga kestabilan dengan osteotomi, 87 % menunjukkan respon yang baik dari terapi, tetapi masih tidak sebaik apabila dilakukan

39 IA Ratna Dewi AA (Developmental displacement of the...) terapi pada usia tiga bulan pertama. Ini membuktikan betapa pentingnya untuk diagnosis dan terapi secara dini. Periode Usia lebih dari 5 tahun : Sedikit anak yang ditemukan pada usia ini dalam keadaan yang belum di terapi. Pada periode ini perubahan sekunder pada dislokasi komplit sangat jelas dan untuk kebali ke normal sangat terbatas, bahkan prosedur operasi tidak dapat diharapkan untuk berhasil, terutama pada dislokasi bilateral anak usia lebih dari 6-7 tahun dan pada usia ini tidak baik untuk mencoba melakukan reduksi. Subluksasi masih lebih mudah untuk ditangani daripada dislokasi pada periode ini, dengan osteotomi sampai usia pertumbuhan. Kontraindikasi relative dari tindakan operasi pada kelainan ini adalah usia lebih dari 8 tahun, adanya kelainan neuromuscular seperti kelainan neuromuscular, yaitu myelomeningocele atau trauma spinal cord, atau cerebral palsy pada penderita yang mengalami Developmental Displacement pada panggul lebih dari 1 tahun. Diagnosis dan terapi secara dini merupakan aspek yang paling penting pada kelainan ini. Skrining neonatus saat baru lahir efektif untuk melakukan terapi lebih awal. Karena apabila kelainan ini tidak dapat penanganan yang baik, akan mengganggu kualitas hidup individu. 9 Bedong Bayi Membedong merupakan istilah di Indonesia untuk membungkus bayi, manfaat membedong bayi diantaranya agar bayi tidak terganggu dengan gerakan kejut yang biasa dikenal dengan reflex Moro, membantu bayi agar tetap hangat. Tetapi apabila membedong bayi terlalu kencang, dengan memaksakan kaki bayi menjadi lurus yang dapat menyebabkan Developmental Displacement pada panggul. Berikut adalah langkah langkah membedong bayi dengan benar: 1) Rentangkan selimut bedong di permukaan rata, membentuk segitiga (lipat sudut bagian atasnya ke bawah, sebanyak cm); 2) Letakkan kepala bayi tepat di tengah lipatan; 3) Turunkan tangan kanan bayi aga berada di samping tubuhnya; 4) Ambil sisi kiri kain, angkat lengan kanan bayi, dan selipkan ujung kain di tubuh kanannya; 5) Lipat bagian bawah kain untuk membungkus kakinya; 6) Tarik perlahan sisi lainnya, bungkus tubuhnya, dan selipkan ujung kain di balik punggung kiri; 7) Pelintir atau lipat ujung kain bedong bagian bawah, lalu selipkan ke bawah tubuhnya, biarkan tetap longgar,agar lutut bias dilipat dan panggul dan kaki dapat bergerak. 10 Kesimpulan dan Saran Developmental Displacement pada panggul merupakan salah satu kelainan sistem muskuloskeletal yang meliputi dislokasi, subluksasi dan displasia. Insiden kelainan ini satu dari seribu kelahiran. Penyebabnya adalah faktor genetik dan lingkungan. Diagnosa dan terapi bervariasi sesuai kelompok umur. Diagnosa secara dini dilakukan dari pemeriksaan fisik dan foto radiologis, walaupun sulit, tetapi diagnosa dini mempengaruhi prognosis penyakit ini. Salah satu etiologi kelainan ini adalah tindakan membedong bayi dengan tidak benar, yaitu dengan memaksakan kaki bayi untuk lurus. Dengan mengetahui cara membedong bayi dengan benar, kita dapat mengurangi faktor risiko kelainan ini. 37

40 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : Daftar Pustaka 1. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. Lippincott Williams & Wilkins. 1999; 8: Apley AG, Solomon L. Genetic Disorders, Dysplasia and Malformation. System of Orthopaedics and Fractures, 7 th edition, ELBS with Butterworth- Heinemann, British Government. 1993; Duckworth T. Congenital Malformation. Orthopaedic and Fractures. 3 rd edition. Alden Press Ltd. Great Britain. 1995; Ferguson AB. Orthopaedic Treatment of Childhood Disability. Orthopaedic Surgery in infancy and Childhood, 3 rd edition. Igaku Shoin Ltd. Tokyo. 1968; Salter RB. Congenital Abnormalities. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. Asian edition. Igaku Shoin. Tokyo. 1970; Adams JC, Hamblen DL. Outline of Orthopaedics. 11 th edition. Churchill Livingstone.British.1992; Swanson AB. Congenital Limb Defects, Classification and Treatment. Ciba Pharmaceutical Company. America. 1981; Turek SL. Congenital Deformities. Orthopaedics Principles and Their Application. Pitman Medical Publishin Co.Ltd.London.1959; http// 10. Simon SR. Orthopaedic Basic Science.American Academy of Orthopaedics Surgeon.USA.1994:

41 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN SARINGAN CADAS AON UNTUK MENYARING AIR PDAM DI DESA SUKAWATI DAN GUWANG KECAMATAN SUKAWATI TAHUN 2010 I Wayan Suarta A 1, I Nyoman Sujaya 2, I Nyoman Purna 3 Abstract. Increasing social economic status clean water use will increase as well. Various ways to use the community to meet the needs of clean water, among others, from dug wells, boreholes, springs, or from the Municipal Water Company (Perusahaan Daerah Air Minum/PDAM). Communities in Sukawati village and Guwang village still doing the processing of clean water from PDAM like a sieve Cadas Aon, because the water from PDAM people complain about the smell of chlorine. Cadas Aon filter in Sukawati village found as many as 1272 units and in the Village Guwang many as 876 units (a total of 2148.units). This study is qualitative phenomenology is to explain or reveal the meaning of the concept / phenomena of experience are constituted by the consciousness that occurs in some individuals on situations that naturally so there is no restriction in meaning or understanding the phenomena in society who use filters CadasAon. The results obtained by interview to use a list of questions to find the factors affecting the use of Cadas Aon filter to filter water from PDAM such as turbidity, chlorine smell, taste, and bacteriological factors. Chlorine smell factor that most affects the use of filters Cadas Aon is 35.2%. Also why use a filter that causes Cadas Aon is continuing the tradition, since the water from the topo taste fresher. The results of laboratory examination of water samples taken at the filter Cadas Aon Coli form bacteria indicate the average over 50 / 100 ml of water. Conclusions factor turbidity, chlorine smell, taste and bacteriological not be the main reason for using a sieve Cadas Aon,but ather continue the previus tradtion. Keywords: clean water factors, Cadas Aon. Penggunaan air yang semakin meningkat menggunakan saringan cadas aon, karena air seiring dengan peningkatan kesejahteraan PDAM dikeluhkan masyarakat mangandung masyarakat karena majunya teknologi bau kaporit. Saringan Cadas Aon di temukan menyebabkan keadaan menjadi kritis, di Desa Sukawati sebanyak 1272 unit dan sehingga berbagai cara yang digunakan di Desa Guwang sebanyak 876 unit. Dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air laporan penelitian risbinakes tahun 2000 yang untuk kehidupan antara lain, dari sumur gali, berjudul Efektifitas saringan Cadas Aon sumur bor, mata air, maupun dari PDAM terhadap penurunan warna air limbah industri (Perusahan Daerah Air Minum). Kecamatan pencelupan tekstil pada ketebalan Cadas Sukawati dengan jumlah penduduk Aon 15 cm dapat menurunkan warna sebasar jiwa, dimana salah satu sumber air untuk 73,42 % 3. Tujuan penelitian untuk mengetahui rumah tangga berasal dari PDAM 1. Akan Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan saringan Cadas Aon untuk menyaring tetapi air yang berasal dari PDAM yang seharusnya bisa digunakan langsung sebagai air PDAM di Desa Sukawati dan Desa air bersih yang memenuhi persyaratan air Guwang. minum yaitu memenuhi syarat fisik, kimia dan bakteriologis 2 ternyata masih diolah/disaring 1,2,3 Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Denpasar 39

42 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : Metode Penelitian ini bersifat Kualitatif Fenomenologi yaitu mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep / fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu 4. Penelitian dilakukan pada situasi yang alami sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji pada masyarakat yang menggunakan saringan Cadas Aon untuk menyaring air PDAM di Desa Sukawati dan Desa Guwang Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar Provinsi Bali. Alokasi waktu penelitian mulai bulan Juni sampai Oktober Populasi pada penelitian ini adalah 2148 KK yang mengguanakan saringan Cadas Aon untuk menyaring air PDAM di Desa Sukawati dan Desa Guwang. Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 10 % dari total populasi. Dalam penentuan sampel dengan populasi yang diasumsikan berdistribusi normal maka dapat digunakan tabel penentuan sampel pada tingkat kesalahan 10 %. Sesuai dengan tabel jumlah populasi 2148 KK didapat jumlah sampel 215 KK (responden) dengan tingkat kesalahan 10 % 5. Untuk pemeriksaan kualitas bakteriologis diambil 20 % dari responden = 40 sampel air yang mewakili masyarakat yang menggunakan saringan Cadas Aon di Desa Sukawati dan Desa Guwang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini ádalah random sampling, yaitu dengan melakukan pengundian nomor register KK di masing-masing Banjar Dinas untuk dua Desa, dengan cara menjatuhkan uang logam sebanyak 5 (lima) kali dimana 3 kali didapat nomor ganjil, maka setiap nomor ganjil dimasing-masing banjar dinas di jadikan sampel sampai mendapatkan 215 sampel. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner), wawancara mendalam (indepth intervew) 6 dan pengambilan sampel air sebelum dan setelah penggunaan saringan cadas aon. Data akan diperoleh dari kuisioner ádalah nama, umur, jenis kelamin, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan saringan Cadas Aon serta data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber asli selannjutnya dikumpulkan secara khusus sebagi jawaban respon. Data yang sudah terkumpul ditabulasi dan diedit, lalu diolah dicari presentase masing-masing factor. Teknik analisis menggunakan pendekatan fenomenologi yaitu : mengorganisasikan, memberi catatan khusus, mengelompokan semua data tentang fenomena yang dikumpulkan. Hasil dan Pembahasan Luas wilayah Desa Sukawati adalah 735 Ha, dengan kemiringan 0 20 % (relatif landai), curah hujan pada musim kemarau paling rendah 100 mm dan pada musim hujan paling tinggi 3200 mm yang memiliki ketinggian dari muka laut m. Dengan temperatur minimum rata-rata 27 o C 33 o C Desa Sukawati dan Desa Guwang didukung oleh sarana kesehatan seperti di desa Sukawati anatara lain; Pukesmas Pembantu 1 (satu) buah, 13 buah posyandu dan Puskesmas Sukawati I dan di Desa Guwang 1(satu) buah Puskesmas Pembantu, dan 7 (tujuh) buah posyandu. Penyakit diare ada 720 kasus dan penyakit kulit 713 kasus 7 tingginya kasus diare merupakan indikasi kebersihan lingkungan dan penyediaan air bersih perlu ditingkatkan. Penyediaan air bersih seperti Topo/Jempeng untuk desa Sukawati sebanyak 1272 buah dan desa Guwang sebanyak 876 buah. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin 178 orang laki-laki dan 37 orang perempuan jadi responden yang berjenis laki-laki lebih tanggap atau koopertif dalam memberikan respon dan ionformasi dibandingkan dengan responden berjenis perempuan. Sedangkan berdasarkan umur, umur responden yang paling banyak antara umur tahun 187 orang. 40

43 Suarta A., Sujaya, dan Purna (Faktor-faktor yang...) Menurut tingkat pendidikan responden yang paling banyak SLTP dan SLTA sebanyak 167 orang selebihnya SD dan Sarjana. Faktor yang mempengaruhi peng-gunaan saringan Cadas Aon/Topo seperti ; Faktor kekeruhan walaupun tidak besar prosentasenya yaitu sebesar 28 % tetapi kekeruhan yang tinggi memungkinkan lebih banyak bakteri yang dikandung dan kemungkinan kontak antara desinfektan dengan bakteri lebih kecil, selain itu juga disebabkan oleh zat-zat organik yang terlarut atau tersuspensi di dalam air akan dapat dikurangi dengan cara menyaring air tersebut, dengan saringan pasir cepat, saringan pasir lambat, bahkan dapat dikurangi dengan saringan Cadas Aon.. Bau kaporit, dari 215 responden yang menjawab ya sebanyak 76 responden sekitar 35,2 %, faktor bau kaporit termasuk yang paling banyak untuk mempengaruhi masyarakat menggunakakan saringan Cadas Aon untuk menyaring air dari PDAM di Desa Sukawati dan Desa Guwang. Penggunaan chlor yang berlebih dapat menyebabkan rasa tidak enak pada air bersih. Pengolahan air bersih dengan menggunakan chlor (kaporit) sangat diperlukan untuk membunuh kuman/ bakteri phatogen yang terdapat di dalam air. Sebagai pedoman untuk menentukan dosis chlor = DPC + Sisa chlor (Mohammad Razif Diktat Pengolahan Air minum TP-FTSP ITS, 1985) DPC adalah singkatan dari daya pengikat chlor (chlorine demand) mg/l, chlor yang diperlukan untuk mengoksidir reduktor dan membunuh bakteri dalam air, nilai ini dapat ditentukan di laboraturim 8. Besarnya sisa chlor tergantung dari jarak yang ditempuh oleh air di dalam pipa sampai di konsumen. Untuk jarak yang tidak terlalu jauh sisa chlor cukup 0,2 0,4 mg/l. Hal ini sangat baik digunakan dalam desifeksi air pada topo yang volume airnya relati dapat ditentukan. Misalnya DPC = 1,4 mg/l, sisa chlor diinginkan 0,4 mg/l, dengan demikian dosis chlor = 1,8 mg/l. jika menggunakan kaporit yang mengandung 60% chlor, maka dosis kaporit = 100/60 x 1,8 mg/l = 3 mg/l atau 3 cc yang artinya setiap 1(satu) liter air diperlukan 3 mg kaporit. Penggunaan pasir karbon/arang batok kelapa dapat juga mengurangi bau yang tidak enak di dalam air bersih. I Ketut Aryana, hasil penelitian mengunakan arang batok kelapa untuk menurunkan bau limah potong ayam di Banjar Pande Renon Denpasar tahun , dikatakan arang batok kelapa dapat menurunkan bau sampai 60 %. Rasa air PDAM tidak terlalu berpengaruh terhadap penggunaan saringan Cadas Aon, dimana responden yang menjawab ya sebanyak 15 responden yang berarti hanya sebesar 7 % responden yang mengatakan bahwa rasa dapat dapat mempengaruhi penggunaan saringan Cadas Aon di Desa Sukawati dan Desa Guwang, selain dosis chlor yang berlebih, juga tingkat pencemaran air yang tinggi dapat juga menyebabkan air bersih menjadi berasa 10. Pengambilan air saringan Cadas Aon oleh petugas kesehatan untuk diperiksa di laboraturium sangat jarang hal ini disebabkan karena kekurangan biaya dari pemerintah. Pengambilan sample air oleh petugas kesehatan biasannya kalau ada kasus diare yang meningkat secara tiba-tiba. Masyarakat di Desa Sukawati dan Desa Guwang sebagian besar tidak merebus lagi air dari Topo, dimana masyarakat yang merebus air sebelum diminum sebayak 78 orang dari 215 responden atau sekitar 36,3%. Faktor biologi, hal ini dapat diketahui melalui pemeriksaan air dilaboraturium, Hasil pemeriksaan air yang telah disaring dengan cadas aon di Desa Sukawati dan Desa Guwang seperti pada tabel 1. Tabel 1 Hasil pemeriksaan coliform air cadas aon di Desa Sukawati dan Guwang Jml. Kuman/100 ml Jumlah Coliform Resp. Ket Baik >50 12 Kurang baik Total 40 41

44 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : Dari hasil pemeriksaan laboratorim secara bakteriologis 40 sampel yang diperiksa masih ditemukan adanya bakteri coli form yang artinya air dari Cadas Aon perlu dilakukan desinfeksi sebelum air tersebut diminum misalnya air tersebut harus direbus sebelum diminum. Sedangkan mengenai E. Coli semua sample dinyatakan negatip. Topo sebagai saringan Cadas Aon yang digunakan untuk menyaring air PDAM oleh masyarakat di Desa Sukawati dan di Desa Guwang sebagian besar berbentuk slinder dengan dengan ketebalan berpariasi dari 5 10 cm, dengan volume rata-rata 20 liter. Cara kerja saringan Cadas Aon : Topo/ Jempeng sebelum digunakan terlebih dahulu dicuci bersih, setelah dicuci lalu dikeringkan 11. Topo/Jempeng akan ditempatkan pada bak segi empat panjang yang sebelumnya telah diisi air PDAM. Air PDAM akan masuk atau tersaring melalui pori-pori cadas aon. Air yang telah tersaring akan diambil dengan menggunakan centong yang terbuat dari pelastik. Masalah yang peneliti temukan pengguanan alat untuk mengambil air sering digunakan untuk keperluan lain seperti untuk minum, menyikat gigi, dan penenpatan centong pelastik kurang baik. Air yang tertampung di bak atau air yang akan disaring belum dilengkapi dengan tutup, sehingga nyamuk memiliki kesempatan untuk bertelur dan telurnya menetas menjadi jentik. Fenomena yang peneliti temukan kenapa masyarakat di Desa Sukawati dan Desa Guwang menggunakan saringan Cadas Aon karena rasa airnya lebih segar dan sebagian besar tidak dilakukan pengolahan lagi seperti didesifeksi maupun direbus sebelum diminum. Hal lain sebelum masuknya air dari PDAM masyarakat terlebih dahulu menggunakan air dari sungai yang disaring dengan menggunakan saringan Cadas Aon. Oleh karena bak yang sudah ada sebelumnya tetap dimanfaatkan untuk menyaring air PDAM sebelum diminum. Keterangan dari responden sebagian besar melanjutkan tradisi yang sudah ada sebelumnya, Model saringan 42 Cadas Aon yang dapat di kembangkan atau digunakan untuk menyaring air perlu dimodifikasi agar kualitas air yang disaring menjadi bebas dari bau, maupun kuman pathogen, dan perlu ditambahkan saluran yang dilengkapi dengan kran, agar tidak menggunakan ciduk/centong untuk mengambil air di dalam Topo. Dapat juga dimasukan arang batok kelapa dalam bak sebelum air tersebut disaring dengan topo, karena arang batok kelapa dapat menyerap bau yang tidak diinginkan 12. Kecepatan penyaringan atau filter dari Cadas Aon sangat tergantung dari ketebalan dinding, dan porositas atau diameter pori dari topo tersebut. Istilah jumlah air yang tersaring sering disebut dengan debit. Perhitungan untuk menghitung debit saringan Cadas Aon yang ada di Desa Sukawati dan Desa Guwang dapat dilakukan dengan cara ; a. hitung volume dari pada topo, misalnya 10 liter air. b. hitung waktu yang diperlukan untuk memenuhi volume topo tersebut, misal 2 jam (120 menit). Jadi debit saringan Cadas Aon tersebut = 10 liter : 120 menit = 0,08 liter/ menit. Kecepatan penyaringan dari topo/jempeng di Desa Sukawati dan Desa Guwang dapat dilakukan penelitian lebih lanjut, agar keperluan air minum setiap harinya dapat terpenuhi. Kesimpulan dan Saran Secara umum air PDAM kualitasnya cukup jernih, tapi kadang-kadang saja agak keruh, faktor kekeruhan 28 %, bau 35,2%, rasa 7 % dan melanjutkan tradisi 39,8 %. Kebersihan peralatan untuk mengambil air, seperti centong pelastik perlu diperhatikan kebersihannya, agar air bisa bebas dari pengotoran, karena hasil pemeriksaan air Topo di laboratorium dari 40 sampel air yang diperiksa 12 sampel masih ditemukan Coli form. Fenomena penggunaan saringan Cadas Aon lebih banyak meneruskan tradisi, karena Cadas Aon dan bak penampungan air telah ada sebelumnya. Saran kepada Pemerintah dalam hal ini petugas kesehatan di Puskesmas mengambil sampel air secara berkala, setiap

45 Suarta A., Sujaya, dan Purna (Faktor-faktor yang...) 3 (tiga) bulan sekali atau 6 (enam) bulan sekali. Bak air sebagai penampungan air sebelum disaring dengan Cadas Aon sebaiknya dilengkapi dengan tutup agar tidak menjadi tempat untuk berkembangbiaknya nyamuk aedes Aegypti Saringan Cadas Aon sebaiknya dilengkapi dengan saluran dan kran untuk mengambil air agar terbebas dari pencemaran. Daftar Pustaka , Profil Desa Sukawati Depkes RI,1990, Permenkes 416/Menkes/Per/1990 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum 3. Aryana, I Ketut, 2000, Efektivitas Ketebalan Cadas Aon Terhadap Penurunan Warna Air Limbah Industri Pencelupan Tekstil di Banjar Pemogan Desa Pemogan Kecamatan Denpasar Barat Kota Denpasar. 4. Supranto,J,MA, 1997, Metode Riset, Aplikasi Dalam Pemasaran, Jakarta Rineka Cipta. 5. Sugiyono, 2002, Metodelogi Penelitian Bisnis, Cetakan pertama, Bandung Alpha Beta. 6. Arikunto, Suharsini, 2006, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, edisi RevisiV, Cetakan Kedua belas, Jakarta, Rineka Cipta , Laporan Puskesmas Sukawati I 8. Rasif M, 1985, Pengolahan Air Minum, Teknik Penyehatan, Fakultas Teknik Sipil ITS. 9. Aryana, I Ketut, 2007, Efektivitas Arang Batok Kelapa terhadap penurunan bau limbah potong ayam di Bajar Pande Renon Denpasar Kecamatan Denpasar Selatan.r. 10. Sanropie, Djasio,dkk, 1984, Pedoman Bidang Studi Penyehatan Air Bersih Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APK-TS) Proyek Pengembangan Tenaga Sanitasi Pusat, Jakarta. 11. Adnyana Enteg I Made, 1979, Daya kerja Jempeng Saringan Batu Cadas Sebagai Saringan Sederhana Untuk Menyaring Air Minum di Desa Kerobokan Kecamatan Kuta Kabupaten Badung. 12. Djoko Sasongko, 1986, Teknik Sumber Daya Air, Edisi ke tiga, Jakarta Erlangga. 43

46 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : INDEKS GLIKEMIK MENU MAKANAN RUMAH SAKIT DAN PENGENDALIAN GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT INAP DI RSUP SANGLAH DENPASAR Ni Komang Wiardani 1, Ni Nyoman Sariasih 2, Yusi Swandari 3 Abstract. Diabetes mellitus was a chronic disease caused by disturbances in the metabolism of carbohydrates, fats and proteins in the body werw charactaristed by high blood glucose level. The study conducted to know Glycemic Index of Hospital menu and blood glucosa control of diabetes melitus patients in RSUP Sanglah Denpasar. The study was observational descriptive with cross sectional study. Subject of the study were tipe 2 Diabetes Mellitus inpatient in RSUP Sanglah Denpasar. The sampling technique is determined by non random sampling method by which each patient s DM consecutive technique inpatients who met the criteria were taken as subject, to obtain the required number of samples. In this study, 43 samples were obtained that fulfille Collected data were subject identity, glycemic index of food, 2 jpp blood glucose. The study showed that 72,27% the meal had low glicemic index and 27,73 % had high glicemic index. If glycemic index related by glycemic control, in the morning, a part of sample consumption high GI it s 53.65% with good control blood glucose. In the day and night a part of samples consumption medium, there were 15 samples (53.65%) and 25 samples (92.9%) with bad control blood glucose Results obtained Chi Square p> 0.05, it can be concluded there was no significant relationship between Glycemic index diet and hospital blood glucose control in patients with diabetes mellitus. Keywords : Diabetes melitus, Glycemic index, Blood glucose control. Sejalan dengan kemajuan dalam bidang sosial ekonomi dan perubahan gaya hidup khususnya di daerah perkotaan di Indonesia, jumlah penyakit degeneratif semakin meningkat. Salah satunya adalah penyakit Diabetes Melitus (DM) yang ditandai peningkatan kadar glukosa dalam darah sebagai akibat kurangnya produksi atau resistensi sel-sel tubuh terhadap insulin 1. Menurut survei yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita DM dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk setelah India, Cina dan Amerika Serikat 2. Pada tahun 2003, WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5.1% dari 3.8 miliyar penduduk dunia usia tahun menderita DM dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa (30). Data epiodemiologi menunjukkan, bahwa jumlah penderita DM di dunia dari juta pada tahun 1994 akan meningkat 1.5 kali lipat (175.4 juta) pada tahun 2000, dan akan meningkat dua kali lipat (293.3 juta) pada tahun Hasil survei Departemen Kesehatan RI tahun 2005 menunjukkan prevalensi penyakit DM di propinsi Bali mencapai 7,5%. Data laporan tahunan RSUP Sanglah Denpasar menunjukan jumlah penderita DM di RSUP sanglah juga mengalami peningkatan setiap tahun yaitu orang (2006), orang (2007) dan data dari Januari sampai dengan Juli 2008 sebanyak orang atau 1 Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Denpasar 2 Instalasi Gizi RSUP Sanglah Denpasar 3 Alumni Jurusan Gizi Poltekkes Denpasar 44

47 Wiardani, Sariasih dan Yusi S. (Indeks glikemik menu...) prevalensinya sekitar 29,59% (2006), 29,45% (2007), serta 31,95% pada Januari sampai Juli Diabetes Melitus merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan negara sedang berkembang. Penyakit ini sangat terkait dengan pola perilaku, termasuk pola makan dan aktifitas fisik. Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan yang tidak seimbang, kaya lemak dan energi, tetapi rendah vitamin, mineral, dan serat diketahui merupakan salah satu penyebabnya. Pola hidup santai (sedentary life style) dan aktifitas fisik rendah yang bertolak belakang dengan asupan pangan berlemak dan berenergi tinggi, turut memperburuk kerentanan seseorang menderita penyakit degeneratif 6. Salah satu upaya yang dilakukan dalam pengendalian DM adalah dengan melakukan kontrol glukosa darah melalui empat pilar pengelolaan DM yaitu pengaturan makan, edukasi, latihan fisik dan obat. Pengaturan makan merupakan pilar utama pengelolaan DM. Anjuran makan pada penderita DM sama dengan anjuran makanan orang sehat umumnya, yaitu makanan menu seimbang dan sesuai dengan kebutuhan energi. Tujuan makan yang sesuai dengan kebutuhan energi adalah agar dapat mencapai dan mempertahankan berat badan yang normal dan kadar gula darah terkendali dengan baik 4. Penelitian yang dilakukan oleh Jenkins dalam Rimbawan (2004) menunjukkan bahwa kenaikan kadar glukosa darah dalam tubuh tergantung dari jenis makanan yang dikonsumsi yaitu karbohidrat, bentuk makanan, dan cara pengolahan mempunyai pengaruh terhadap glukosa darah dan ini berarti mempengaruhi nilai Indeks Glikemik dari suatu makanan. Kelompok yang mengkonsumsi karbohidrat dengan Indeks Glikemik tinggi menghasilkan retensi insulin lebih tinggi daripada kelompok yang mengkonsumsi karbohidrat dengan Indeks Glikemik rendah 8. Peran utama Indeks Glikemik dalam penatalaksanaan diet pada penderita DM adalah memudahkan pemilihan bahan makanan sehingga mampu mengendalikan kadar gula darah. Dengan diketahuinya Indeks Glikemik pangan tunggal, campuran dan pangan olahan maka penderita DM secara mandiri dapat memilih makanan dengan Indeks Glikemik rendah. Mengingat pentingnya peran Indeks Glikemik makanan perlu dibuat suatu standar menu atau standar diet DM yang memiliki indeks glikemik sebagai upaya pengendalian atau kontrol gula darah 6. Pemberian makanan pada Penderita DM di rumah di RSUP Sanglah Denpasar telah menggunakan standar diet DM seperti yang tercantum dalam penuntun Diet tetapi belum pernah dihitung nilai Indeks Glikemik dari menu dalam standar diet tersebut. Untuk itulah penulis tertarik untuk menganalisis Indeks Glikemik menu makanan rumah sakit dan pengendalian kadar glukosa darah penderita DM rawat inap di RSUP Sanglah Denpasar. Dalam hal ini menu yang akan dinilai Indeks Glikemiknya adalah siklus menu 10 hari yang digunakan di RSUP Sanglah Denpasar. Metode Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di RSUP Sanglah Denpasar yaitu pada Mei 2010 sampai dengan Juni Populasi penelitian adalah semua penderita yang didiagnosis memiliki penyakit DM yang dirawat inap di RSUP Sanglah Denpasar. Sedangkan sampel adalah sebagian populasi dengan kriteria ; Pasien DM Tipe 2 yang di rawat inap pada saat dilakukan penelitian, mendapat terapi dengan standar diet DM selama dirawat inap, tidak menggunakan insulin secara rutin, jenis kelamin laki- laki atau perempuan, berusia 20 tahun dan bersedia untuk diteliti. Penentuan besar sampel dihitung berdasarkan rumus perhitungan sampel rancangan cross sectional dengan sampel tunggal (9), pada tingkat kesalahan 15% (d = 0.15). Berdasarkan perhitungan tersebut, 45

48 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : besar sampel minimal adalah sebanyak 43 orang. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode Non Random Sampling yaitu dengan teknik Konsekutif yaitu setiap pasien DM rawat inap yang memenuhi kriteria diambil sebagai sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang diperlukan. Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer (identitas sampel, indeks glikemik menu, kadar gula darah 2 JPP. Data sekunder meliputi standar menu Diet DM, siklus menus 10 hari, gambaran umum RSUP dan catatan medis penderita selama dirawat. Data identitas sampel dikumpulkan melalui wawancara dengan form identitas sampel. Indeks Glikemik dikumpulkan dengan mencatat dan menimbang menu yang disajikan secara langsung melalui siklus menu ke 1 sampai dengan siklus menu ke 10, kadar gula darah 2 JPP dikumpulkan dengan cara mengecek secara langsung dengan menggunakan alat biosensor glukosa metode glukooksidase dan dilakukan 2 jam setelah pasien mengkonsumsi makanan (pagi, siang dan malam) yang diberikan oleh rumah sakit. Data Sekunder meliputi siklus menus 10 hari dan catatan medis melalui pencatatan. Data yang telah terkumpul dicek kembali kelengkapannya sebelum diolah lebih lanjut. Data Identitas sampel, standar diet DM yang diberikan selama pengamatan ditabulasi dan disajikan secara deskriptif. Indeks Glikemik standar diet RS adalah menu makanan yang disajikan secara riil kepada pasien DM yang disusun berdasarkan siklus menu 10 hari yang dihitung dengan menggunakan rumus Indeks Glikemik pangan menyeluruh, dikategorikan menjadi Indeks Glikemik rendah/sedang jika nilai dan Indeks Glikemik tinggi jika >70 (6). Kadar gula darah pasien DM tipe 2 yang diperoleh dari hasil pengecekan gula darah 2 JPP secara langsung dengan menggunakan biosensor glukosa dikatagorikan menjadi terkendali apabila kadar gula darah < 179 mg/dl, tidak terkendali apabila kadar gula darah 179 mg/ dl. 46 Hubungan antara Indeks Glikemik menu makanan rumah sakit dan pengendalian kadar gula darah, dianalisis dengan uji statistik Chi- Square. Hasil dan Pembahasan Karateristik Sampel Berdasarkan hasil penelitian terhadap 43 orang sampel, diketahui sebaran sampel menurut umur yaitu kategori umur terbanyak adalah umur tahun yaitu 21 orang sampel (48.8%) dan umur terendah adalah < 40 tahun sebanyak 4 orang sampel (9.3%). Dilihat dari jenis kelamin, sebagian besar sampel berjenis kelamin laki-laki yaitu 24 orang (55.8%). Tingkat pendidikan sampel terbanyak adalah SMA yaitu 19 orang (44.2%). Proporsi pekerjaan sampel paling banyak adalah Pegawai Swasta yaitu 16 orang (37.2%). Tabel 1 Distribusi Karakteristik Sampel Karateristik Kategori f % Jenis Kelamin Laki laki Perempuan Kategori Umur < > Pendidikan Tidak Tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi Pekerjaan IRT Petani Supir Pedagang Pegawai Swasta PNS Status Gizi Kurang Normal Gemuk Obesitas Total Dilihat dari jenis kelamin, proporsi sampel laki-laki lebih besar dari perempuan. Hal ini didukung oleh teori yang menyatakan bahwa pola pewarisan genetik DM tipe 2 lebih kuat

49 Wiardani, Sariasih dan Yusi S. (Indeks glikemik menu...) pada laki-laki dibandingkan perempuan, demikian juga insiden DM tipe 2 pada dewasa mengalami peningkatan setiap tahun dan peningkatan lebih tinggi pada laki-laki 10. Berdasarkan status gizi, sebagian besar sampel memiliki status gizi normal sebanyak 36 orang (83.7%) dan hanya satu orang sampel memiliki status gizi gemuk dan obesitas (2.3%). Data ini sedikit bertentangan dengan penelitian yang dilakukan pada penderita DM rawat jalan di RSUP sanglah 2006 dimana pasien DM rawat jalan yang baru terdiagnosa DM sebagian besar berstatus gizi lebih 11. Tetapi secara teoritis, penderita DM yang sudah menderita penyakit cukup lama cenderung mengalami penurunan BB karena terjadi proses katabolisme endogen sebagai salah satu ciri pada penderita DM tahap lanjut. Standar Menu dan Nilai Gizinya di RSUP Sanglah Denpasar Standar menu yang digunakan di RSUP Sanglah adalah standar diet DM A yang berpedoman pada diet RSCM dan standar diet DM B yang berpedoman pada standar menu DM Dr. Soetomo Surabaya. Diet DM A terdiri dari diet penyakit nefrofati diabetik dengan protein 40 gram dan diet DM A untuk penyakit nefrofati diabetik dengan protein 50 gram. Diet DM A mempunyai kandungan Karbohidrat sebesar 60%, Protein 15% dan Lemak 25%. Diet DM B dengan kandungan Karbohidrat 60%, protein 20%, dan lemak 20%. Diet DM B terdiri dari diet DM B1, diet DM B1 tanpa susu dengan susunan Karbohidrat 60%, protein 20%, dan lemak 20%, diet DM B2 untuk nefrofati diabetik stadium 2 dengan 60 gr protein, diet DM B3 untuk nefrofati diabetik stadium lanjut dengan kandungan protein sebesar 40 gram. Selama dilakukan penelitian, sebagian besar sampel mendapatkan menu DM dengan 1900 kkal, dimana kondisi sampel mengalami Diabetes dengan komplikasi DF (Diabetik Foot). Sisanya diberikan menu Diabetes dengan diet DM B kkal dengan kondisi pasien mengalami diabetes dengan komplikasi ginjal. Cara pengolahan dari masing-masing siklus menu baik menu ke-1 sampai dengan menu ke-11 sangat bervariasi yaitu dengan cara direbus, dikukus, ditumis, diungkep serta dioreng. Adapun nilai gizi menu dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Rerata kandungan zat gizi pada siklus menu RSUP Sanglah Denpasar Kandungan Zat Gizi Menu Energi Protein Lemak Karbohidrat (Kal) (g) (g) (g) I II III IV V VI VII VIII IX X Rata-Rata Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa kandungan zat gizi menu yang diberikan kepada pasien mempunyai kandungan zat gizi dengan rerata, yaitu Energi Kal, protein 67.88g, lemak 27.90g dan karbohidrat g. Menu ke IX mempunyai kandungan energi dan karbohidrat paling tinggi yaitu 2636 Kal dan 518g. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada suatu bahan pangan dapat menunjukkan besar kandungan Indeks Glikemik yang dikandungnya. Semakin tinggi kandungan karbohidrat, maka semakin tinggi indeks glikemik makanan yang dikonsumsi. Hal ini dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar gula darah 8. Indeks Glikemik Indeks Glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah. Pangan yang baik diberikan bagi penderita DM adalah pangan yang memiliki nilai Indeks Glikemik rendah 8. 47

50 Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012 : Indeks Glikemik pada penelitian ini ditentukan dengan cara menilai Indeks Glikemik pangan menyeluruh, berdasarkan atas menu makanan rumah sakit yang disusun berdasarkan siklus menu 10 hari dan menu makanan yang disajikan kepada pasien DM. Kandungan Indeks Glikemik standar menu rumah sakit yang disusun berdasarkan siklus menu 10 hari dapat dilihat pada gambar 1. Berdasarkan kategori Indeks Glikemik standar menu yang disusun rumah sakit baik pagi, siang dan malam sebagian besar mempunyai kandungan Indeks Glikemik rendah/sedang (72.73%) dan sebesar (27.27%) mempunyai kandungan Indeks Glikemik tinggi (gambar 2). Gambar 2 Persentase Kelompok Indeks Glikemik Siklus menu 10 Hari Gambar 1 Indeks Glikemik Makanan Penderita DM pada siklus menu 10 Hari Gambar 1 memperlihatkan bahwa indeks glikemik tertinggi terdapat pada siklus menu yang ke IX ( IG 72,16) dan terendah pada siklus menu ke III dengan rata rata indeks glikemik pada seluruh siklus menu adalah 65,63. Menu makanan yang baik diberikan kepada penderita DM adalah menu makanan yang mempunyai kandungan Indeks Glikemik rendah. Berdasarkan hasil penelitian, menu yang baik diberikan kepada pasien DM adalah menu pada siklus menu ke-3 karena mempunyai rerata Indeks Glikemik paling rendah (65,63) jika dibandingkan dengan menu yang lainnya. Kandungan Indeks Glikemik yang tinggi pada suatu bahan pangan akan memberikan pengaruh terhadap pengendalian kadar gula darah. Kadar gula darah yang tinggi pada penderita DM dapat menyebabkan komplikasi akut seperti koma, hiperglikemia, stroke, infark miokard atau gangguan pencernaan 12. Jika dilihat dari menu yang dikonsumsi oleh sampel selama rawat inap maka, maka sebaran sampel berdasarkan rata-rata indeks glikemik menu yang dikonsumsi tersaji pada tabel 3. Tabel 3 Sebaran kategori indeks glikemik menu yang dikonsumsi sampel Kategori Indeks Glikemik Menu Rendah/ Makanan % Tinggi % sedang Pagi Siang Malam Total Hasil penelitian yang telah dilakukan di RSCM Jakarta tentang Indeks Glikemik Menu Makan Siang Menurut Komposisi Zat Gizi Standar Diet Diabetes Melitus yang dilakukan kepada penderita DM, juga menunjukkan rerata Indeks Glikemik pangan pada siklus menu memiliki nilai sedang atau tinggi. Hanya pada siklus (< 50) dengan bahan makanan yang terdiri dari: nasi, ikan tenggiri goreng, tempe becem, sayur asep, lalap ketimun dan apel. Menu ke-5 mempunyai kandungan zat gizi yaitu Karbohidrat 64.8%, Protein 15.1% dan Lemak sebesar 21.4%, sehingga menu ke-5 dapat diberikan kepada penyandang DM. 48

1,2,3 Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Denpasar 1

1,2,3 Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Denpasar 1 PENGARUH PEMBERIAN TERAPI TERTAWA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PSTW WANA SERAYA DENPASAR I Dewa Made Ruspawan 1, Ni Made Desi Wulandari 2 Abstract. Aging is a natural process in which

Lebih terperinci

PENGARUH PELAKSANAAN KELAS ANTENATAL TERHADAP PERILAKU IBU HAMIL

PENGARUH PELAKSANAAN KELAS ANTENATAL TERHADAP PERILAKU IBU HAMIL 10 PENGARUH PELAKSANAAN KELAS ANTENATAL TERHADAP PERILAKU IBU HAMIL NW Ariyani 1, NN Suindri 2, NN Budiani 3 Abstract. Every pregnancy is a life event that has great significance. The Body changes that

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERAWATAN KEHAMILAN MELALUI KELAS IBU HAMIL DI PUSKESMAS LAMONGAN

PENINGKATAN PERAWATAN KEHAMILAN MELALUI KELAS IBU HAMIL DI PUSKESMAS LAMONGAN PENINGKATAN PERAWATAN KEHAMILAN MELALUI KELAS IBU HAMIL DI PUSKESMAS LAMONGAN Faizatul Ummah.......ABSTRAK....... Perawatan kehamilan yang baik dapat mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan

Lebih terperinci

ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 2013

ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 2013 ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 03 I Dewa Ayu Aninda Vikhanti, I Gusti Ayu Indah Ardani Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahterahaan lanjut

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP TINGKAT STRES LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA JARA MARA PATI SINGARAJA. Abstrak

PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP TINGKAT STRES LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA JARA MARA PATI SINGARAJA. Abstrak PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP TINGKAT STRES LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA JARA MARA PATI SINGARAJA 1 Ni Putu Aniek Ratna Sari, 2* Putu Ayu Sani Utami, 3 I Ketut Suarnata 1,2 Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AUDIOVISUAL ANTENATAL CARE EDUCATION TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU PRIMIGRAVIDA UNTUK MENGHADAPI PERSALINAN

PENGARUH PEMBERIAN AUDIOVISUAL ANTENATAL CARE EDUCATION TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU PRIMIGRAVIDA UNTUK MENGHADAPI PERSALINAN PENGARUH PEMBERIAN AUDIOVISUAL ANTENATAL CARE EDUCATION TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU PRIMIGRAVIDA UNTUK MENGHADAPI PERSALINAN Studi dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Denpasar Selatan II Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Gumarang Malau, 2 Johannes 1 Akademi Keperawatan Prima Jambi 2 STIKes

Lebih terperinci

PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS DENPASAR TIMUR II TAHUN 2014

PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS DENPASAR TIMUR II TAHUN 2014 PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS DENPASAR TIMUR II TAHUN 2014 Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan OLEH : I KETUT ERI DARMAWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya

BAB I PENDAHULUAN. wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua di dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rahim ibu. Lamanya hamil adalah 280 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir

BAB 1 PENDAHULUAN. rahim ibu. Lamanya hamil adalah 280 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan yang terjadi secara alami, menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim ibu.

Lebih terperinci

EVALUASI PROSES PELAKSANAAAN KELAS IBU HAMIL DI KABUPATEN BANYUMAS

EVALUASI PROSES PELAKSANAAAN KELAS IBU HAMIL DI KABUPATEN BANYUMAS EVALUASI PROSES PELAKSANAAAN KELAS IBU HAMIL DI KABUPATEN BANYUMAS Septerina P.W., Puji Hastuti, Fitria Z. Universitas Muhammadiyah Purwokerto Email: rienu@rocketmail.com ABSTRACT: THE IMPLEMENTATION PROCESS

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016 PENGARUH TERAPI RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI POSYANDU DUSUN JELAPAN SINDUMARTANI NGEMPLAK SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: INDAH RESTIANI

Lebih terperinci

PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUMAH SINGGAH KANKER DENPASAR

PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUMAH SINGGAH KANKER DENPASAR SKRIPSI PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUMAH SINGGAH KANKER DENPASAR OLEH : KADEK DIAN PRAPTINI NIM. 1002105029 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH KELAS HYPNOBIRTHING TERHADAP KECEMASAN IBU HAMIL DI PUSKESMAS RAWAT INAP KOTA YOGYAKARTA

PENGARUH KELAS HYPNOBIRTHING TERHADAP KECEMASAN IBU HAMIL DI PUSKESMAS RAWAT INAP KOTA YOGYAKARTA PENGARUH KELAS HYPNOBIRTHING TERHADAP KECEMASAN IBU HAMIL DI PUSKESMAS RAWAT INAP KOTA YOGYAKARTA Ari Andriyani Jusuf Sulaeman Effendi Dewi Marhaeni Diah Herawati Program Studi Magister Kebidanan Alamat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lansia di Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,56%. Gorontalo

BAB 1 PENDAHULUAN. lansia di Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,56%. Gorontalo BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data badan pusat statistik RI (2012), prevalensi jumlah penduduk lansia di Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,56%. Gorontalo merupakan provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisilogis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010). Banyak kelainan atau penyakit

BAB I PENDAHULUAN. fisilogis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010). Banyak kelainan atau penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara urutan ke-4 dengan jumlah lansia paling banyak sesudah Cina, India dan USA. Peningkatan jumlah lansia di negara maju relatif lebih cepat

Lebih terperinci

PENELITIAN TINGKAT KECEMASAN MASYARAKAT YANG MENGALAMI PROSES PENUAAN. Di Dusun Besar Desa Prayungan Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo

PENELITIAN TINGKAT KECEMASAN MASYARAKAT YANG MENGALAMI PROSES PENUAAN. Di Dusun Besar Desa Prayungan Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo PENELITIAN TINGKAT KECEMASAN MASYARAKAT YANG MENGALAMI PROSES PENUAAN Di Dusun Besar Desa Prayungan Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo Oleh: NURUL KALIFAH 11611992 PROGRAM STUDI D IIII KEPERAWATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa untuk meningkatkan kesadaran,

Lebih terperinci

Ibnu Sutomo 1, Ir. Rahayu Astuti, M.Kes 2, H. Edy Soesanto, S.Kp, M.Kes 3

Ibnu Sutomo 1, Ir. Rahayu Astuti, M.Kes 2, H. Edy Soesanto, S.Kp, M.Kes 3 PENGARUH TERAPI BERMAIN MEWARNAI GAMBAR TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA PRA SEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN. Ibnu Sutomo 1, Ir. Rahayu Astuti, M.Kes 2, H.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Kerangka konsep pada penelitian ini menggambarkan perbedaan pengaruh musik klasik Mozart dan instrumental modern Kitaro terhadap tingkat kecemasan ibu hamil

Lebih terperinci

Priyoto Dosen S1 Keperawatan STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK

Priyoto Dosen S1 Keperawatan STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK PERBEDAAN TINGKAT STRES PADA LANSIA YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA DI DESA TEBON KECAMATAN BARAT KABUPATEN MAGETAN DAN DI UPT PSLU (PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA) KECAMATAN SELOSARI KABUPATEN MAGETAN Priyoto

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI PERSALINAN DI POLI KIA PUSKESMAS TUMINTING

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI PERSALINAN DI POLI KIA PUSKESMAS TUMINTING HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI PERSALINAN DI POLI KIA PUSKESMAS TUMINTING Asri Wanda K Hendro Bidjuni Vandri Kallo Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara geografis terletak di wilayah yang rawan bencana. Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi setiap saat, di mana saja, dan kapan saja,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Partisipan Penelitian Partisipan pada penelitian ini yaitu para lanjut usia (lansia) yang ada di Panti Wredha Salib Putih Salatiga sebagai kelompok

Lebih terperinci

Arifal Aris Dosen Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

Arifal Aris Dosen Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)-STIMULASI SENSORI TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA PASURUAN BERLOKASI DI BABAT KABUPATEN LAMONGAN Arifal Aris Dosen Prodi

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA USIA TAHUN DI RW 08 KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA USIA TAHUN DI RW 08 KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA USIA 60-74 TAHUN DI RW 08 KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG Catharina Galuh Suryondari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendedes, Jalan

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PRAKTIK IBU HAMIL DALAM UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI POST PARTUM

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PRAKTIK IBU HAMIL DALAM UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI POST PARTUM Sekolah JurnalKeperawatanVolume9No Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal 1, Hal 1-5, Maret2017 ISSN : Cetak 2085-1049 Online 2549-8118 PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PRAKTIK IBU HAMIL DALAM UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI

Lebih terperinci

Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Merokok di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta

Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Merokok di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta The Relationship Between the Counseling of Smoking Dangers and the Adolescent Knowledge and Attitude Towards the Smoking Dangers in SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya (Padila, 2013). Pada tahun 2012, UHH penduduk dunia rata rata

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya (Padila, 2013). Pada tahun 2012, UHH penduduk dunia rata rata BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Usia lanjut atau lanjut usia merupakan kelompok usia yang mengalami peningkatan paling cepat dibanding kelompok usia lainnya. Dalam bidang kesehatan, hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KONSELING INDIVIDU SEBELUM MELAHIRKAN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA IBU POSTPARRTUM

PENGARUH PEMBERIAN KONSELING INDIVIDU SEBELUM MELAHIRKAN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA IBU POSTPARRTUM Volume 6, Nomor, April 7 Online : http://ejournal-s.undip.ac.id/index.php/medico ISSN Online : 54-8844 PENGARUH PEMBERIAN KONSELING INDIVIDU SEBELUM MELAHIRKAN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA IBU POSTPARRTUM

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH SENAM LANSIA TERA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS TIDUR LANSIA DI YAYASAN WERDA SEJAHTERA DESA KAWAN KECAMATAN BANGLI

SKRIPSI PENGARUH SENAM LANSIA TERA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS TIDUR LANSIA DI YAYASAN WERDA SEJAHTERA DESA KAWAN KECAMATAN BANGLI SKRIPSI PENGARUH SENAM LANSIA TERA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS TIDUR LANSIA DI YAYASAN WERDA SEJAHTERA DESA KAWAN KECAMATAN BANGLI Oleh : IKOMANG RAI DARMABUDI NIM: 1202115030 KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Restu Yuliani 1, Evawany Y Aritonang 2, Syarifah 2. Alumni Program Pascasarjana IKM FKM-USU, Medan 2. Staf Pengajar IKM FKM-USU, Medan.

Restu Yuliani 1, Evawany Y Aritonang 2, Syarifah 2. Alumni Program Pascasarjana IKM FKM-USU, Medan 2. Staf Pengajar IKM FKM-USU, Medan. PENGARUH PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE CERAMAH DAN METODE CERAMAH DENGAN MEDIA VIDEO TERHADAP PERILAKU IBU HAMIL TENTANG PERSALINAN AMAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATUNADUA PADANGSIDEMPUAN TAHUN 2015

Lebih terperinci

Aji Galih Nur Pratomo, Sahuri Teguh, S.Kep, Ns *)

Aji Galih Nur Pratomo, Sahuri Teguh, S.Kep, Ns *) Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ilmu Kesehatan ISSN 2460-4143 PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI DESA NGUTER KABUPATEN

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN MANFAAT POSYANDU TERHADAP SIKAP IBU BALITA TENTANG POSYANDU DI DUSUN NGANGKRIK SLEMAN TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENYULUHAN MANFAAT POSYANDU TERHADAP SIKAP IBU BALITA TENTANG POSYANDU DI DUSUN NGANGKRIK SLEMAN TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENYULUHAN MANFAAT POSYANDU TERHADAP SIKAP IBU BALITA TENTANG POSYANDU DI DUSUN NGANGKRIK SLEMAN TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Sheila Anggri Aswari 201410104073 PROGRAM STUDI BIDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan merupakan hal yang diharapkan dari setiap pasangan suami istri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan merupakan hal yang diharapkan dari setiap pasangan suami istri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan hal yang diharapkan dari setiap pasangan suami istri. Kehamilan merupakan sebuah peristiwa besar bagi wanita dan keluarga. Kehamilan yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua pada manusia pada hakekatnya merupakan proses yang alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi maupun psikologi. Kemunduran

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Asti Listyani PROGRAM

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Asti Listyani PROGRAM PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PEMBINAAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI DUSUN KEMOROSARI I DAN II PIYAMAN WONOSARI GUNUNGKIDUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : Asti Listyani

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH KAMPANYE AKU BANGGA AKU TAHU TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS DI SMA DHARMA PRAJA DENPASAR

SKRIPSI PENGARUH KAMPANYE AKU BANGGA AKU TAHU TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS DI SMA DHARMA PRAJA DENPASAR SKRIPSI PENGARUH KAMPANYE AKU BANGGA AKU TAHU TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS DI SMA DHARMA PRAJA DENPASAR OLEH : NI WAYAN AYU ANGGRENI PANJI NIM. 1202115007 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI TRI NURIKA Disusun Oleh:

NASKAH PUBLIKASI TRI NURIKA Disusun Oleh: PENGARUH PENYULUHAN TENTANG MANFAAT POSYANDU TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG POSYANDU PADA IBU BALITA DI DESA AMBARKETAWANG GAMPING TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: TRI NURIKA 201110104288

Lebih terperinci

PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Starta I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Starta I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan PENGARUH MEDIA LEAFLET TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN WUS (WANITA USIA SUBUR) DALAM PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD (INTRA UTERINE DEVICE) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI PUBLIKASI ILMIAH

Lebih terperinci

PERBEDAAN NORMALITAS TEKANAN DARAH PADA WANITA MIDDLE AGE YANG MENGIKUTI SENAM DAN TIDAK SENAM DI KELURAHAN BANDUNGREJOSARI MALANG ABSTRAK

PERBEDAAN NORMALITAS TEKANAN DARAH PADA WANITA MIDDLE AGE YANG MENGIKUTI SENAM DAN TIDAK SENAM DI KELURAHAN BANDUNGREJOSARI MALANG ABSTRAK PERBEDAAN NORMALITAS TEKANAN DARAH PADA WANITA MIDDLE AGE YANG MENGIKUTI SENAM DAN TIDAK SENAM DI KELURAHAN BANDUNGREJOSARI MALANG Syifa Fauziyah 1), Tanto Hariyanto 2), Wahidyanti Rahayu S 3) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH PELAKSANAAN SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA DI PUSKESMAS KALUKU BODOA MAKASSAR TAHUN 2015

ABSTRAK PENGARUH PELAKSANAAN SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA DI PUSKESMAS KALUKU BODOA MAKASSAR TAHUN 2015 ABSTRAK PENGARUH PELAKSANAAN SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA DI PUSKESMAS KALUKU BODOA MAKASSAR TAHUN 2015 Fatma Abd Manaf 1, Andi ayumar 1, Suradi Efendi 1 1 School od Health

Lebih terperinci

TERAPI HYPNOBIRTHING MENURUNKAN EMESIS GRAVIDARUM PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DI RSU GANESHA GIANYAR

TERAPI HYPNOBIRTHING MENURUNKAN EMESIS GRAVIDARUM PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DI RSU GANESHA GIANYAR TESIS TERAPI HYPNOBIRTHING MENURUNKAN EMESIS GRAVIDARUM PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DI RSU GANESHA GIANYAR I GUSTI AYU RATIH AGUSTINI, S.Kep.,Ns NIM 1092161015 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL SEBELUM DAN SESUDAH MENGIKUTI PROGRAM KELAS IBU DI WILAYAH BANGSRI JEPARA NASKAH PUBLIKASI

PERBANDINGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL SEBELUM DAN SESUDAH MENGIKUTI PROGRAM KELAS IBU DI WILAYAH BANGSRI JEPARA NASKAH PUBLIKASI PERBANDINGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL SEBELUM DAN SESUDAH MENGIKUTI PROGRAM KELAS IBU DI WILAYAH BANGSRI JEPARA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan desain penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK BIRTHBALL TERHADAP LAMANYA PERSALINAN KALA I DI BPS HERANOVITA KABUPATEN ACEH UTARA

PENGARUH TEKNIK BIRTHBALL TERHADAP LAMANYA PERSALINAN KALA I DI BPS HERANOVITA KABUPATEN ACEH UTARA PENGARUH TEKNIK BIRTHBALL TERHADAP LAMANYA PERSALINAN KALA I DI BPS HERANOVITA KABUPATEN ACEH UTARA Sinopsis Rencana Tesis Oleh : Husna Maulida, SST BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS FISIK SENAM AEROBIK LOW IMPACT TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI LINGKUNGAN KELURAHAN TONJA

PENGARUH AKTIVITAS FISIK SENAM AEROBIK LOW IMPACT TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI LINGKUNGAN KELURAHAN TONJA SKRIPSI PENGARUH AKTIVITAS FISIK SENAM AEROBIK LOW IMPACT TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI LINGKUNGAN KELURAHAN TONJA Oleh: NI PUTU DESY TRISNASARI NIM. 1102105006 KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Siti Amallia 1, Rahmalia Afriyani 2, Yuni Permata Sari 3 1,2,3 STIK Siti Khadijah Palembang.

Siti Amallia 1, Rahmalia Afriyani 2, Yuni Permata Sari 3 1,2,3 STIK Siti Khadijah Palembang. PENGARUH KONSELING KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA PASCA PERSALINAN DI WILAYAH KERJA BIDAN PRAKTIK MANDIRI LISMARINI PALEMBANG Siti Amallia 1, Rahmalia Afriyani

Lebih terperinci

SKRIPSI SENAM HAMIL MENURUNKAN GANGGUAN TIDUR PADA IBU HAMIL TRIMESTER KETIGA DI RUMAH SEHAT MADANI LARAS SURYA SORE RIANITA

SKRIPSI SENAM HAMIL MENURUNKAN GANGGUAN TIDUR PADA IBU HAMIL TRIMESTER KETIGA DI RUMAH SEHAT MADANI LARAS SURYA SORE RIANITA SKRIPSI SENAM HAMIL MENURUNKAN GANGGUAN TIDUR PADA IBU HAMIL TRIMESTER KETIGA DI RUMAH SEHAT MADANI LARAS SURYA SORE RIANITA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

TRIMESTER III DI PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA

TRIMESTER III DI PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA HUBUNGAN PARITAS DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA PARITY RELATIONSHIP WITH ANXIETY LEVEL TRIMESTER PREGNANT WOMEN AT III IN HEALTH TEGALREJO YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Tasnim 1) JIK Vol. I No.16 Mei 2014: e-issn:

Tasnim 1) JIK Vol. I No.16 Mei 2014: e-issn: Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Daerah Temporalis dengan Kompres Hangat Daerah Vena Besar Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam di Ruang Perawatan Anak BPK RSUD Poso Tasnim 1) Abstrak: Kompres

Lebih terperinci

Patria Asda, A., Perbedaan Persepsi Pasien...

Patria Asda, A., Perbedaan Persepsi Pasien... 9 PERBEDAAN PERSEPSI PASIEN TERHADAP PEMBERIAN TERAPI ORAL DAN INJEKSI DENGAN TERAPI INJEKSI SAJA Differences in Perception Of Patients on Giving Oral Treatment And Injection With Injection Therapy Only

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH TERAPI REMINISCENCE TERHADAP STRES LANSIA DI BANJAR LUWUS BATURITI TABANAN

SKRIPSI PENGARUH TERAPI REMINISCENCE TERHADAP STRES LANSIA DI BANJAR LUWUS BATURITI TABANAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI REMINISCENCE TERHADAP STRES LANSIA DI BANJAR LUWUS BATURITI TABANAN OLEH: NI PUTU NARISKA RAHAYUNI NIM. 1102105030 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition) adalah perilaku atau sindrom psikologis klinis

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG BALITA (DTKB) TERHADAP MOTIVASI DAN KETRAMPILAN KADER DI DUSUN SORAGAN NGESTIHARJO KASIHAN BANTUL

PENGARUH PELATIHAN DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG BALITA (DTKB) TERHADAP MOTIVASI DAN KETRAMPILAN KADER DI DUSUN SORAGAN NGESTIHARJO KASIHAN BANTUL PENGARUH PELATIHAN DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG BALITA (DTKB) TERHADAP MOTIVASI DAN KETRAMPILAN KADER DI DUSUN SORAGAN NGESTIHARJO KASIHAN BANTUL SKRIPSI Disusun oleh: Dani Agus Triana Putriningtyas 201510104379

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SENAM LANSIA TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA YANG MENDERITA HIPERTENSI DI PSTW BUDHI LUHUR YOGYAKARTA

EFEKTIFITAS SENAM LANSIA TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA YANG MENDERITA HIPERTENSI DI PSTW BUDHI LUHUR YOGYAKARTA EFEKTIFITAS SENAM LANSIA TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA YANG MENDERITA HIPERTENSI DI PSTW BUDHI LUHUR YOGYAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG POSYANDU LANSIA TERHADAP KEAKTIFAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG POSYANDU LANSIA TERHADAP KEAKTIFAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA 45 PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG POSYANDU LANSIA TERHADAP KEAKTIFAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA (Studi Eksperimental di Dusun Paron II, Wilayah Kerja Puskesmas Ngasem) Widhi Sumirat Dosen Akper Pamenang,

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SRAYA DENPASAR

SKRIPSI PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SRAYA DENPASAR SKRIPSI PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SRAYA DENPASAR OLEH : NI MADE GITA ANINDITA NIRMALA PUTRI NIM. 1102105038 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI MUSIK DANGDUT RITME CEPAT TERHADAP PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN DEPRESI DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

PENGARUH TERAPI MUSIK DANGDUT RITME CEPAT TERHADAP PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN DEPRESI DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA PENGARUH TERAPI MUSIK DANGDUT RITME CEPAT TERHADAP PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN DEPRESI DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Erika Dewi Noorratri 1, Wahyuni 2 1,2 Stikes Aisyiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP SKALA NYERI ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) SELAMA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP SKALA NYERI ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) SELAMA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP SKALA NYERI ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) SELAMA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG Dewi Winahyu. *) Dera Alfiyanti **), Achmad Solekhan ***)

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-PASIEN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI IRNA C RSUP SANGLAH DENPASAR

SKRIPSI HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-PASIEN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI IRNA C RSUP SANGLAH DENPASAR SKRIPSI HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-PASIEN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI IRNA C RSUP SANGLAH DENPASAR OLEH: NI MADE ARTINI NIM. 1302115010 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN YANG HOSPITALISASI. Nugrahaeni Firdausi

TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN YANG HOSPITALISASI. Nugrahaeni Firdausi TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN YANG HOSPITALISASI Nugrahaeni Firdausi Abstrak Permasalahan yang sering dijumpai saat ini banyak pasien mengalami kecemasan saat baru pertama kali mengalami rawat inap. Cemas

Lebih terperinci

PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PERNAFASAN PADA TERAPI LATIHAN PASIF MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN LUKA BAKAR DERAJAT II DI RSUP SANGLAH DENPASAR

PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PERNAFASAN PADA TERAPI LATIHAN PASIF MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN LUKA BAKAR DERAJAT II DI RSUP SANGLAH DENPASAR PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PERNAFASAN PADA TERAPI LATIHAN PASIF MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN LUKA BAKAR DERAJAT II DI RSUP SANGLAH DENPASAR Kadek Agustini Aryani RSUP Sanglah Denpasar Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja atau young people adalah anak yang berusia tahun (World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja atau young people adalah anak yang berusia tahun (World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja atau young people adalah anak yang berusia 10-19 tahun (World Health Organization, 2011). Pada periode ini manusia mengalami masa transisi dengan kebutuhan kesehatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS UDAYANA. Oleh: Ni Putu Dewi Tata Arini NIM : PROGRAM STUDI KESEHATANMASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

UNIVERSITAS UDAYANA. Oleh: Ni Putu Dewi Tata Arini NIM : PROGRAM STUDI KESEHATANMASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA UNIVERSITAS UDAYANA EFEKTIVITAS PELATIHAN MENGGUNAKAN MEDIA CETAK (BOOKLET DAN LEAFLET) UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER POSYANDUTENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI DESAGULINGAN KECAMATANMENGWI

Lebih terperinci

PENGARUH DEEP BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI PERSALINAN. Liva Maita STIKes Hangtuah Pekanbaru, Indonesia

PENGARUH DEEP BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI PERSALINAN. Liva Maita STIKes Hangtuah Pekanbaru, Indonesia PENGARUH DEEP BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI PERSALINAN Liva Maita STIKes Hangtuah Pekanbaru, Indonesia email : livamaita@gmail.com Abstract: Labor pain occurs because of the contraction, if not

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP HOSPITALISASI ANAK DI RSUD Dr. MOEWARDI

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP HOSPITALISASI ANAK DI RSUD Dr. MOEWARDI GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP HOSPITALISASI ANAK DI RSUD Dr. MOEWARDI THE OVERVIEW OF THE PARENTS ANXIETY LEVEL OF CHILDREN HOSPITALIZATION AT Dr. MOEWARDI HOSPITAL Sugihartiningsih STIKES

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan menggunakan rancangan two group pretest-posttest with control group design. Observasi dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR PADA IBU NIFAS PRIMIPARA TERHADAP KETRAMPILAN DALAM MENYUSUI

PENGARUH PELATIHAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR PADA IBU NIFAS PRIMIPARA TERHADAP KETRAMPILAN DALAM MENYUSUI PENGARUH PELATIHAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR PADA IBU NIFAS PRIMIPARA TERHADAP KETRAMPILAN DALAM MENYUSUI Triwik Sri Mulati, Dewi Susilowati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Menggosok gigi, perilaku, pendidikan kesehatan.

ABSTRAK. Kata kunci: Menggosok gigi, perilaku, pendidikan kesehatan. ABSTRAK Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat. Adanya gangguan kesehatan pada gigi dan mulut menyebabkan penurunan fungsi kesehatan individu. Gangguan kesehatan gigi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. experimental dengan pendekatan pretest and posttest with control group

BAB III METODE PENELITIAN. experimental dengan pendekatan pretest and posttest with control group BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat quasy experimental dengan pendekatan pretest and posttest with control group design. Penelitian

Lebih terperinci

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta * ABSTRAK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta *  ABSTRAK Hubungan Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Berdasarkan Skor Pittsburgh Sleep Quality Index di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Luhur Bantul Yogyakarta RELATIONSHIP BETWEEN ELDERLY GYMNASTIC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian. A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan upaya

Lebih terperinci

KELAS IBU HAMIL MEMPUNYAI PENGARUH POSITIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU PRIMIGRAVIDA MENGHADAPI PERSALINAN

KELAS IBU HAMIL MEMPUNYAI PENGARUH POSITIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU PRIMIGRAVIDA MENGHADAPI PERSALINAN KELAS IBU HAMIL MEMPUNYAI PENGARUH POSITIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU PRIMIGRAVIDA MENGHADAPI PERSALINAN ABSTRACT ABSTRAK Theresia Eugenie, Delmaifanis, Meriam Napitupulu Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian preeksperimental, pendekatan one group pretest posttest. B. Variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Proyeksi dan data-data

Lebih terperinci

ABSTRAK UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

ABSTRAK UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui peranan pelatihan Learning and Study Strategies (LASSI) yang berfokus pada will terhadap peningkatan will pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

: tingkat pengetahuan, kecemasan PENDAHULUAN

: tingkat pengetahuan, kecemasan PENDAHULUAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TENTANG HUBUNGAN SEKSUAL SELAMA KEHAMILAN DI PUSKESMAS KECAMATAN JATIBARANG KABUPATEN BREBES LAELATUL MUBASYIROH INTISARI Kehamilan

Lebih terperinci

Siti Haniyah 1), Pramesti Dewi 2), Iis Setiawan 3)

Siti Haniyah 1), Pramesti Dewi 2), Iis Setiawan 3) EFEKTIVITAS TEKNIK HYPNOBIRTHING TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA DALAM MENGHADAPI PERSALINAN DI KELURAHAN TELUK PURWOKERTO SELATAN Siti Haniyah ), Pramesti Dewi ), Iis Setiawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap keterbatasannya akan dialami oleh seseorang bila berumur panjang. Di Indonesia istilah untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERAWATAN PAYUDARA TERHADAP PENGETAHUAN IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRISEMESTER III DI RSUD SURAKARTA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERAWATAN PAYUDARA TERHADAP PENGETAHUAN IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRISEMESTER III DI RSUD SURAKARTA PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERAWATAN PAYUDARA TERHADAP PENGETAHUAN IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRISEMESTER III DI RSUD SURAKARTA Yeti Nurhayati 1) 1 Prodi S-1 Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN SKRINING PERKEMBANGAN BALITA DENGAN KPSP TERHADAP KETRAMPILAN KADER KESEHATAN UNTUK DETEKSI DINI PENYIMPANGAN PERKEMBANGAN BALITA DI RW 06 KELURAHAN TANDANG Manuscript Oleh : Elisa Andreana

Lebih terperinci

HUBUNGAN PELAYANAN POSYANDU X DENGAN TINGKAT KEPUASAN LANSIA

HUBUNGAN PELAYANAN POSYANDU X DENGAN TINGKAT KEPUASAN LANSIA 29 HUBUNGAN PELAYANAN POSYANDU X DENGAN TINGKAT KEPUASAN LANSIA CORRELATION BETWEEN POSYANDU X S SERVICE WITH ELDERLY SATISFACTION LEVEL ENDAH RETNANI WISMANINGSIH Info Artikel Sejarah Artikel Diterima

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM PERAWATAN PAYUDARA PADA IBU POST PARTUM DI RS Dr.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM PERAWATAN PAYUDARA PADA IBU POST PARTUM DI RS Dr. PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM PERAWATAN PAYUDARA PADA IBU POST PARTUM DI RS Dr. OEN SURAKARTA Oleh : Sri Aminingsih Warsini, Umi Padmiati 3 Abstract Background.

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA SAAT MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL DENGAN PERUBAHAN POLA SEKSUAL SELAMA KEHAMILAN

ANALISIS TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA SAAT MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL DENGAN PERUBAHAN POLA SEKSUAL SELAMA KEHAMILAN ANALISIS TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA SAAT MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL DENGAN PERUBAHAN POLA SEKSUAL SELAMA KEHAMILAN (Studi Penelitian di Klinik Kesehatan Ibu dan Anak Rumah Sakit Panti Wilasa

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG MENOPAUSE

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG MENOPAUSE PENGARUH PENYULUHAN TENTANG MENOPAUSE TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU MENGHADAPI MENOPAUSE DI PEDUKUHAN DAGARAN PALBAPANG BANTUL KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: Wulandari

Lebih terperinci

INTERVENSI FOUR SQUARE STEP

INTERVENSI FOUR SQUARE STEP SKRIPSI INTERVENSI FOUR SQUARE STEP LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS DARIPADA BALANCE STRATEGY EXERCISE PADA LANSIA DI KELURAHAN TONJA, DENPASAR TIMUR, BALI PUTU AYUNIA LAKSMITA KEMENTRIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis. Maslow (1970) mengatakan

Lebih terperinci

PENGARUH LATIHAN HATHA YOGA TERHADAP TINGKAT STRES PADA WANITA DI DUSUN KARANG TENGAH SLEMAN YOGYAKARTA

PENGARUH LATIHAN HATHA YOGA TERHADAP TINGKAT STRES PADA WANITA DI DUSUN KARANG TENGAH SLEMAN YOGYAKARTA PENGARUH LATIHAN HATHA YOGA TERHADAP TINGKAT STRES PADA WANITA DI DUSUN KARANG TENGAH SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: TITIS PUSPITA WARDANI 201110201136 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 6 Nomor 1, Februari 2018

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 6 Nomor 1, Februari 2018 HUBUNGAN TINGKAT DEMENSIA DENGAN KONSEP DIRI PADA LANJUT USIA DI BPLU SENJA CERAH PROVINSI SULAWESI UTARA Meiske Gusa Hendro Bidjuni Ferdinand Wowiling Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH SLOW-STROKE BACK MASSAGE

SKRIPSI PENGARUH SLOW-STROKE BACK MASSAGE SKRIPSI PENGARUH SLOW-STROKE BACK MASSAGE DENGAN MINYAK ESENSIAL YLANG-YLANG (Cananga odorata) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI Studi Ini Dilakukan di PSTW Jara Mara Pati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap wanita.

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap wanita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap wanita. Kehamilan terjadi karena adanya proses pembuahan yaitu bertemunya sel telur wanita dengan sel spermatozoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercatat paling pesat di dunia dalam kurun waktu Pada tahun 1980

BAB I PENDAHULUAN. tercatat paling pesat di dunia dalam kurun waktu Pada tahun 1980 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat paling pesat di dunia dalam kurun waktu 1980-2025. Pada tahun 1980 penduduk lansia di Indonesia

Lebih terperinci

SKRIPSI PELATIHAN TARI GALANG BULAN MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK PADA PELAJAR SMP DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN DENPASAR

SKRIPSI PELATIHAN TARI GALANG BULAN MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK PADA PELAJAR SMP DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN DENPASAR SKRIPSI PELATIHAN TARI GALANG BULAN MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK PADA PELAJAR SMP DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN DENPASAR A.A NGURAH WISNU PRAYANA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: RITA SUNDARI

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: RITA SUNDARI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PROSES PENUAAN TERHADAP TINGKAT KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT LANSIA DENGAN GANGGUAN ELIMINASI DI KELURAHAN SEWUKAN MAGELANG NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: RITA

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MENGENAI MENARCHE TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN SISWI SMP KELAS VII MENJELANG MENARCHE DI SMP NEGERI 1 SEMARAPURA.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MENGENAI MENARCHE TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN SISWI SMP KELAS VII MENJELANG MENARCHE DI SMP NEGERI 1 SEMARAPURA. PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MENGENAI MENARCHE TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN SISWI SMP KELAS VII MENJELANG MENARCHE DI SMP NEGERI 1 SEMARAPURA. Trya Aryaputri Sudjana, Ni Komang Ari Sawitri, I.G.A Triyani

Lebih terperinci