SELEKSI BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT ASI YANG BERPOTENSI MENURUNKAN KOLESTEROL SECARA IN VITRO SKRIPSI SITI WINARTI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SELEKSI BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT ASI YANG BERPOTENSI MENURUNKAN KOLESTEROL SECARA IN VITRO SKRIPSI SITI WINARTI F"

Transkripsi

1 SELEKSI BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT ASI YANG BERPOTENSI MENURUNKAN KOLESTEROL SECARA IN VITRO SKRIPSI SITI WINARTI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 IN VITRO SELECTION OF REDUCING CHOLESTEROL ABILITY OF LACTIC ACID BACTERIA ISOLATED FROM BREAST MILK Siti Winarti, Lilis Nuraida, and Endang Prangdimurti Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor, West Java, Indonesia. ABSTRACT Hypercholesterol is a risk factor for cardiovascular disease, the leading cause of death in many countries. Several studies have shown that the reduction of excessive levels of cholesterol in the blood decreases the risks of cardiovascular disease. It is therefore important to develop ways of reducing serum cholesterol. Based on in vitro and in vivo studies, some of lactic acid bacteria (LAB) have potential probiotic properties can reduce total cholesterol levels. There are several mechanisms of LAB in reducing cholesterol. Some of them are their ability for assimilate cholesterol and deconjugate bile salt. Deconjugation ability correlates with bile salt hydrolase activity (BSH). Earlier researchers have isolated LAB from breast milk. The aim of this study were to obtain LAB that have ability in reducing cholesterol in vitro based on their ability for assimilate cholesterol and to evaluate their BSH activity. Thirty seven of LAB isolated from breast milk were selected for their ability to grow in medium containing 2-propanol; sodium thioglycolate; oxgall; and also medium containing combination of them. There were thirteen isolates that capable to grow at medium containing all tested compounds, and further these isolates were evaluated for their acid and bile resistance, also assimilation and BSH activity. Results showed that most of isolates were capable to grow at medium containing 0.5% oxgall. Total cells of each isolate has decreased after incubated in low ph medium (ph2) with decreasing range about log. Thirteen isolates tested had capability to assimilate cholesterol at varying levels ranging from µg/ml, but BSH activity which tested by indirect method showed that BSH activity were not detected for all isolates. Statistical analysis showed no significant correlation between acid resistance and cholesterol assimilating ability, also bile resistance and cholesterol assimilating ability. Based on their ability to assimilate cholesterol, three isolates i.e. Lactobacillus A38, Lactobacillus B2, and Pediococcus pentosaceus2 A16 were potential for reducing cholesterol. Keywords: LAB, assimilate, deconjugate, BSH, acid, bile salt

3 Siti Winarti. F Seleksi Bakteri Asam Laktat Isolat ASI yang Berpotensi Menurunkan Kolesterol secara in vitro. Di bawah bimbingan Lilis Nuraida dan Endang Prangdimurti RINGKASAN Kardiovaskular merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit kardiovaskular, diantaranya adalah peningkatan kadar kolesterol khususnya LDL yang biasa disebut sebagai hiperkolesterolemia. Hiperkolesterolemia terjadi jika kadar kolesterol melebihi batas normal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa bakteri asam laktat (BAL) yang berpotensi sebagai probiotik dapat menurunkan total kolesterol baik secara in vitro maupun in vivo. Terdapat beberapa mekanisme BAL dalam menurunkan kolesterol, diantaranya adalah kemampuan BAL dalam mengasimilasi kolesterol dan mendekonjugasi garam empedu. Kemampuan mendekonjugasi garam empedu berhubungan dengan aktivitas bile salt hydrolase (BSH) yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Peneliti terdahulu telah berhasil mengisolasi bakteri asam laktat dari air susu ibu (ASI), dan beberapa dari isolat tersebut diketahui berpotensi sebagai probiotik. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan BAL isolat ASI yang berpotensi menurunkan kolesterol. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan BAL isolat ASI terhadap ph rendah dan garam empedu, kemampuan BAL isolat ASI dalam mengasimilasi kolesterol, dan aktivitas BSH dari BAL isolat ASI. Penelitian ini terdiri dari empat tahap yang meliputi uji pertumbuhan BAL dalam media yang mengandung senyawa uji, uji ketahanan BAL terhadap ph rendah dan garam empedu, uji asimilasi kolesterol, dan uji aktivitas BSH. BAL isolat ASI yang diuji dalam penelitian ini berjumlah 37 isolat. Tahap pertama dilakukan dengan menumbuhkan masing-masing isolat dalam MRSB yang mengandung 2-propanol (4% v/v); natrium tioglikolat (0.2% b/v); oxgall (0.2 dan 0.3% b/v); dan MRSB yang mengandung kombinasi ketiganya (4% 2-propanol, 0.2% natrium tioglikolat, dan 0.3% oxgall) pada suhu 37 C. Adanya pertumbuhan ditandai dengan timbulnya kekeruhan pada media. Isolat-isolat yang mampu tumbuh pada media yang mengandung semua senyawa uji, diuji pada tahapan selanjutnya. Uji ketahanan terhadap ph dilakukan dengan menumbuhkan isolat pada MRSB yang memiliki ph 2 selama 5 jam, sedangkan uji ketahanan terhadap garam empedu dilakukan dengan menumbuhkan isolat pada MRSB yang mengandung 0.5% oxgall selama 24 jam. Uji asimilasi dilakukan dengan menumbuhkan isolat pada MRSB yang mengandung kolesterol, natrium tioglikolat dan oxgall kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 20 jam. Sebagai kontrol, media yang sama tidak diinokulasi oleh kultur. Kolesterol terasimilasi merupakan selisih konsentrasi kolesterol yang terdapat dalam media kontrol dengan media uji, yang diukur menggunakan metode o-ftalaldehida. Aktivitas BSH diuji dengan menumbuhkan isolat pada media MRSA yang mengandung 0.5% TDCA (taurodeoxicholic acid) dan 0.37 g/l CaCl 2. Adanya aktivitas BSH diketahui dengan terbentuknya endapan di sekitar koloni. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua isolat mampu tumbuh pada media yang mengandung 2-propanol (4%) maupun natrium tioglikolat (0.2%) dengan tingkat pertumbuhan yang hampir sama dengan kontrol. Dengan demikian, adanya 2-propanol (4%) dan natrium tioglikolat (0.2%) tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri. Semua isolat juga mampu tumbuh pada media yang mengandung oxgall 0.2% dengan derajat pertumbuhan yang berbeda. Pada konsentrasi oxgall 0.3% dan waktu inkubasi 24 jam, dari 37 isolat yang diuji, terdapat 4 isolat yang tidak tumbuh (media tidak keruh). Pada inkubasi 48 jam, semua isolat dapat tumbuh pada konsentrasi oxgall 0.3%. Hal ini menunjukkan bahwa adanya garam empedu telah menghambat pertumbuhan BAL sehingga BAL membutuhkan waktu adaptasi yang lebih lama untuk dapat tumbuh. Dari 37 isolat dipilih 13 isolat untuk diuji pada tahapan selanjutnya, yaitu isolat Lactobacillus A6, A38, B2, B13, dan R3; L. fermentum A20; L. fermentum2 B11; L. acidophilus1 A8 dan A22; L. rhamnosus A23; Pediococcus pentosaceus2 A16; serta Leuconostoc R1 dan R9. Pemilihan ini didasarkan pada kemampuan isolat-isolat tersebut untuk dapat tumbuh pada media yang mengandung 2-propanol, natrium tioglikolat, oxgall, dan kombinasi ketiganya. Hal ini disesuaikan dengan kondisi pada uji asimilasi kolesterol yang dilakukan pada tahapan selanjutnya.

4 Hasil uji ketahanan terhadap ph menunjukkan terjadinya penurunan jumlah sel pada semua isolat yang ditumbuhkan pada media dengan ph 2 selama 5 jam. Dari 13 isolat yang diuji, hanya satu isolat yang mengalami penurunan jumlah sel <1 unit log (paling tahan), yaitu Lactobacillus R3, sedangkan isolat lainnya mengalami penurunan jumlah sel >3 unit log. Uji ketahanan terhadap garam empedu juga menunjukkan adanya perubahan jumlah sel pada masing-masing isolat yang diuji. Dari 13 isolat yang diuji, sebanyak 6 isolat mengalami penambahan jumlah sel setelah inkubasi selama 24 jam dengan kisaran log. Hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan pada isolat-isolat tersebut. Sebaliknya, 7 isolat lainnya mengalami penurunan jumlah sel dengan kisaran log. Semua isolat dapat dikatakan tahan terhadap garam empedu, kecuali isolat Leuconostoc R9 karena jumlahnya sudah menurun saat inkubasi 0 jam. Lactobacillus R3, L. fermentum A20, dan Pediococcus pentosaceus2 A16 merupakan isolat yang mempunyai ketahanan paling tinggi terhadap garam empedu dibandingkan isolat lainnya berdasarkan hasil analisis statistik. Ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu bersifat strain dependent dan dipengaruhi oleh komposisi asam lemak pada membran masing-masing strain yang diuji. Tiga belas isolat yang diuji memiliki kemampuan mengasimilasi kolesterol secara in vitro dengan kisaran µg/ml. Kemampuan mengasimilasi ini bersifat strain dependent dan dipengaruhi oleh sifat kimia dan struktural dari peptidoglikan dinding sel masing-masing strain. Lactobacillus A38, Lactobacillus B2, dan Pediococcus pentosaceus2 A16 merupakan isolat yang memiliki aktivitas asimilasi terbesar dan berpotensi menurunkan kolesterol. Berdasarkan analisis statistik, tidak ada hubungan yang signifikan antara ketahanan terhadap ph, ketahanan terhadap garam empedu, maupun total ketahanan terhadap ph dan garam empedu dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol pada BAL. BAL yang memiliki ketahanan tinggi terhadap ph rendah dan garam empedu belum tentu memiliki kemampuan mengasimilasi kolesterol tinggi. Pengujian aktivitas BSH yang dilakukan dengan menggunakan metode tidak langsung menunjukkan bahwa aktivitas BSH tidak terdeteksi pada semua isolat yang diuji. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya endapan yang terbentuk di sekitar koloni, yang menandakan tidak adanya aktivitas dekonjugasi terhadap garam empedu. Tidak terdeteksinya aktivitas BSH kemungkinan terjadi karena isolat-isolat tersebut tidak dapat menghasilkan BSH atau BSH yang dihasilkan terlalu sedikit sehingga tidak mampu untuk mendekonjugasi garam empedu. Selain itu, tidak terdeteksinya aktivitas BSH mungkin juga terjadi karena metode yang digunakan adalah metode tidak langsung (tidak secara langsung mengukur aktivitas BSH dari bakteri asam laktat).

5 SELEKSI BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT ASI YANG BERPOTENSI MENURUNKAN KOLESTEROL SECARA IN VITRO SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh SITI WINARTI F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

6 Judul Skripsi : Seleksi Bakteri Asam Laktat Isolat ASI yang Berpotensi Menurunkan Kolesterol secara in vitro Nama : Siti Winarti NIM : F Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. NIP Tanggal Ujian Akhir Sarjana : 7 Februari 2011

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Seleksi Bakteri Asam Laktat Isolat ASI yang Berpotensi Menurunkan Kolesterol secara in vitro adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2011 Yang membuat pernyataan Siti Winarti F

8 BIODATA PENULIS Siti Winarti. Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 11 September 1988 sebagai anak kedua dari enam bersaudara, dari pasangan Adna Suharya dan Nengsih. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan di SDN Bojong Kawung Hilir (Sukabumi), SLTPN 1 Cibadak (Sukabumi), dan SMAN 1 Cibadak (Sukabumi). Tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan masuk Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai anggota HIMITEPA ( ), anggota Food Processing Club divisi vegetarian (2008) dan ekstrusi (2009), serta anggota paduan suara Fateta (PSF) ( ). Penulis pernah mengikuti beberapa pelatihan dan seminar, diantaranya Pelatihan Sistem Manajemen Halal (2008) dan Seminar HACCP VI included ISO Selain itu, penulis juga menjadi asisten praktikum Kimia Dasar TPB IPB ( ), asisten praktikum Kimia dan Biokimia Pangan (2008), dan asisten praktikum Teknologi Pengolahan Pangan (2010), serta mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian dan kewirausahaan. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Seleksi Bakteri Asam Laktat Isolat ASI yang Berpotensi Menurunkan Kolesterol secara in vitro, di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si. vi

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas kehendak dan karunia- Nya, penelitian yang berjudul Seleksi Bakteri Asam Laktat Isolat ASI yang Berpotensi Menurunkan Kolesterol secara in vitro dapat diselesaikan. Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dapat diselesaikan atas sumbangan pemikiran dan masukan dari pembimbing serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Orang tua penulis, Adna Suharya dan Nengsih, serta seluruh keluarga tercinta atas doa, dukungan, semangat, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, bantuan dan nasehat yang sangat berharga bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 3. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi kedua yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran bagi kelengkapan skripsi penulis. 4. Dr. Ir. Didah Nur Faridah, M.Si. yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan saran bagi kelengkapan skripsi penulis. 5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan dana melalui Hibah Kompetensi sehingga penelitian dapat dilaksanakan. 6. Tjahja Muhandri, STP, MT. yang selalu memberikan bimbingan, nasehat dan masukan pada penulis. 7. Bapak Usman Pato dan Ibu Netty Kusumawati yang senantiasa memberikan masukan pada penulis saat melakukan penelitian. 8. Teman-teman penelitian, Ivani, Juli, Neng, Ipit, Victor, Yogi, dan Ipan yang selalu memberi bantuan, semangat, dan harapan bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 9. Seluruh mahasiswa ITP 43, terutama Nisa, Rima, Dedes, Angga, Arini, Saida, Ovi, Nadia, dan Tsani yang telah menemani penulis selama perkuliahan. 10. Teman-teman TPB penulis (Mala, Iyus, Esti, dan Nana), Ifat, Lingga, ides, a Ade, kak Pengki, dan juga Refian atas bantuan, semangat, dan doa untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Teknisi laboratorium ITP dan SEAFAST atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini. Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan yang telah dilakukan. Bogor, Februari 2011 Siti Winarti iii

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vi vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 2 C. MANFAAT PENELITIAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. BAKTERI ASAM LAKTAT... 3 B. BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI PROBIOTIK... 3 C. ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL AIR SUSU IBU... 6 D. KOLESTEROL... 7 E. MEKANISME PROBIOTIK DALAM MENURUNKAN KOLESTEROL DARAH.. 9 III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN Pemeliharaan Kultur Uji Pertumbuhan BAL Isolat ASI pada Media yang Mengandung Senyawa Uji Uji Ketahanan terhadap ph Rendah dan Garam Empedu Uji Asimilasi Kolesterol Uji Aktivitas bile salt hydrolase (BSH) C. METODE ANALISIS Analisis Pertumbuhan BAL secara Kualitatif Analisis Total BAL Analisis Konsentrasi Kolesterol Terasimilasi Analisis Zona Presipitasi iv

11 5. Analisis Statistik IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERTUMBUHAN BAL ISOLAT ASI PADA MEDIA YANG MENGANDUNG SENYAWA UJI B. KETAHANAN TERHADAP ph RENDAH DAN GARAM EMPEDU C. ASIMILASI KOLESTEROL D. AKTIVITAS BILE SALT HYDROLASE (BSH) V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kadar kolesterol total orang dewasa... 8 Tabel 2. Metabolisme kolesterol oleh bakteri di dalam usus Tabel 3. Intensitas pertumbuhan BAL isolat ASI pada MRSB (kontrol), MRSB yang mengandung 2-propanol (4%) dan MRSB yang mengandung natrium tioglikolat (0.2%) Tabel 4. Intensitas pertumbuhan BAL isolat ASI pada MRSB yang mengandung 0% (kontrol), 0.2%, dan 0.3% oxgall Tabel 5. Intensitas pertumbuhan BAL isolat ASI pada MRSB (kontrol) dan MRSB yang mengandung 2-propanol (4%), natrium tioglikolat (0.2%), dan oxgall (0.3%). 24 Tabel 6. Beberapa hasil penelitian uji asimilasi kolesterol vi

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur kimia kolesterol... 8 Gambar 2. Mekanisme penurunan kolesterol oleh bakteri asam laktat... 9 Gambar 3. Metabolisme kolesterol oleh bakteri di dalam usus Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian Gambar 5. Diagram alir uji asimilasi kolesterol Gambar 6. Diagram alir pengukuran kadar kolesterol dengan metode o-ftaladehida Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Perubahan jumlah BAL isolat ASI setelah inkubasi pada media yang memiliki ph 2 selama 5 jam Perubahan jumlah BAL isolat ASI setelah inkubasi pada media yang mengandung 0.5% garam empedu selama 24 jam Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh BAL isolat ASI setelah inkubasi 20 jam pada suhu 37 C Gambar 10. Hubungan ketahanan terhadap ph rendah (ph 2) dengan kolesterol yang dapat diasimilasi oleh BAL Gambar 11. Hubungan ketahanan terhadap 0.5 % garam empedu dengan kolesterol yang dapat diasimilasi oleh BAL Gambar 12. Hubungan ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu dengan kolesterol yang dapat diasimilasi oleh BAL Gambar 13. Hasil pengujian aktivitas BSH pada isolat A6, A8, A16, A20,A22, A23, dan A38 yang ditumbuhkan pada MRSA (A) dan MRSA yang mengandung 0.5% TDCA dan 0.37g/L CaCl 2 (B) dengan menggunakan kertas saring Gambar 14. Hasil pengujian aktivitas BSH pada isolat B2, B11, B13, R1, R3,dan R9 yang ditumbuhkan pada MRSA (A) dan MRSA yang mengandung 0.5% TDCA dan 0.37g/L CaCl 2 (B) dengan menggunakan kertas saring Gambar 15. Hasil pengujian aktivitas BSH pada isolat A6, A8, A16, A20, A22, A23, dan A38 yang ditumbuhkan pada MRSA (A) dan MRSA yang mengandung 0.5% TDCA dan 0.37g/L CaCl 2 (B) tanpa menggunakan kertas saring Gambar 16. Hasil pengujian aktivitas BSH pada isolat B2, B11, B13, R1, R3, dan R9 yang ditumbuhkan pada MRSA (A) dan MRSA yang mengandung 0.5% TDCA dan 0.37g/L CaCl 2 (B) tanpa menggunakan kertas saring vii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Ketahanan BAL isolat ASI terhadap ph rendah (ph 2) Lampiran 2. Ketahanan BAL isolat ASI terhadap 0.5% garam empedu Lampiran 3. Data ketahanan isolat A6, A8, dan A16 terhadap ph rendah (ph2) Lampiran 4. Data ketahanan isolat A20, A22, dan A23 terhadap ph rendah (ph2) Lampiran 5. Data ketahanan isolat A38, B2, dan B11 terhadap ph rendah (ph2) Lampiran 6. Data ketahanan isolat B13, R1, dan R3 terhadap ph rendah (ph2) Lampiran 7. Data ketahanan isolat R9 terhadap ph rendah (ph2) Lampiran 8. Data ketahanan isolat A6, A8, dan A16 terhadap 0.5% garam empedu Lampiran 9. Data ketahanan isolat A20, A22, dan A23 terhadap 0.5% garam empedu Lampiran 10. Data ketahanan isolat A38, B2, dan B11 terhadap 0.5% garam empedu Lampiran 11. Data ketahanan isolat B13, R1, dan R3 terhadap 0.5% garam empedu Lampiran 12. Data ketahanan isolat R9 terhadap 0.5% garam empedu Lampiran 13. Tabel dan kurva standar kolesterol Lampiran 14. Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh isolat A16, A22, A38, B2, dan B Lampiran 15. Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh isolat A8, R9, dan R Lampiran 16. Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh isolat A6, A20,A23, B13, dan R Lampiran 17. Hasil analisis statistik ketahanan BAL isolat ASI terhadap ph rendah Lampiran 18. Hasil analisis statistik ketahanan BAL isolat ASI terhadap garam empedu Lampiran 19. Hasil analisis statistik kolesterol yang diasimilasi oleh BAL isolat ASI Lampiran 20. Hasil analisis statistik korelasi antara ketahanan terhadap ph, ketahanan terhadap garam empedu, total ketahanan terhadap ph dan garam empedu, dan kemampuan mengasimilasi kolesterol Lampiran 21. Gambar hasil pewarnaan Gram beberapa isolat bakteri asam laktat isolat ASI 65 viii

15 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kardiovaskular merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Terdapat beberapa bentuk penyakit kardiovaskular, diantaranya adalah penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit vaskular perifer (Gustia 2010). Pada tahun 2004, WHO mencatat sekitar 17.1 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskular (29% dari jumlah kematian secara umum). Dalam kasus ini, sekitar 7.2 juta orang meninggal karena jantung koroner dan 5.7 juta orang karena stroke. WHO juga memperkirakan pada tahun 2030 kardiovaskular masih akan menjadi penyebab kematian utama di dunia (WHO 2009). Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit kardiovaskular, diantaranya adalah peningkatan kadar kolesterol khususnya LDL yang biasa disebut sebagai hiperkolesterolemia (Anonim 2010). Hiperkolesterolemia terjadi jika kadar kolesterol melebihi batas normal. Peningkatan kadar kolesterol dalam tubuh erat kaitannya dengan pola konsumsi yang kurang baik. Menurut Liong dan Shah (2005a), setiap penurunan kadar kolesterol sebesar 1% dapat menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner 2-3%. Bakteri asam laktat (BAL) yang secara umum digunakan dalam industri fermentasi, saat ini banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa bakteri asam laktat dapat menurunkan kolesterol baik secara in vitro maupun in vivo (Usman dan Hosono 1999; Ngatirah et al. 2000; Kusumawati 2002; Liong dan Shah 2005a; Lye et al. 2010a). Pengaruh bakteri asam laktat terhadap penurunan kolesterol diduga karena kemampuannya dalam mengasimilasi kolesterol dan mendekonjugasi garam empedu (Ngatirah et al. 2000). Kemampuan mendekonjugasi garam empedu berhubungan dengan adanya aktivitas enzim bile salt hydrolase (BSH) yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Agar dapat melakukan fungsinya dalam menurunkan kolesterol, bakteri asam laktat harus tahan terhadap garam empedu yang disekresikan ke dalam usus. Dengan demikian BAL tersebut dapat tumbuh dan melakukan efek hipokolesterolemiknya. BAL yang tahan terhadap garam empedu sering dikaitkan dengan BAL yang berpotensi sebagai probiotik. Bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai probiotik umumnya diisolasi dari sampel klinis. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa isolat klinis dapat bertahan pada kondisi saluran pencernaan manusia. Nuraida et al. (2007) telah berhasil mengisolasi bakteri asam laktat dari air susu ibu (ASI). Beberapa dari isolat tersebut berpotensi sebagai probiotik karena memiliki kemampuan tumbuh pada ph rendah (ph 2 selama 5 jam), tahan terhadap garam empedu (selama 5 jam pada konsentrasi 0.5%), serta memiliki daya hambat terhadap bakteri patogen seperti Bacillus cereus, Salmonella typhimurium, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa BAL memiliki kemampuan dalam menurunkan kadar kolesterol. Kemampuan dan sifat yang dimiliki oleh masing-masing strain bervariasi sehingga perlu dilakukan seleksi. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi mengenai kemampuan beberapa bakteri asam laktat isolat ASI dalam menurunkan kolesterol, berdasarkan kemampuannya untuk mengasimilasi kolesterol dan aktivitas BSH yang dimilikinya. 1

16 B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bakteri asam laktat isolat ASI yang berpotensi menurunkan kolesterol. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui ketahanan bakteri asam laktat isolat ASI terhadap ph rendah dan garam empedu 2. Mengetahui kemampuan bakteri asam laktat isolat ASI dalam mengasimilasi kolesterol 3. Mengetahui aktivitas BSH dari bakteri asam laktat isolat ASI. C. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya kultur bakteri asam laktat isolat ASI yang berpotensi sebagai penurun kolesterol. Informasi yang diperoleh dapat dijadikan sebagai dasar untuk dilakukannya uji secara in vivo, yang pada akhirnya diharapkan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kadar kolesterol tinggi melalui aplikasi ke dalam bahan pangan ataupun yang lainnya. 2

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora, tidak mempunyai sitokrom, aerotoleran, anaerobik hingga mikroaerofilik, dan membutuhkan nutrisi yang kompleks. Bakteri asam laktat dapat bertahan dalam saluran pencernaan dan memberikan kontribusi terhadap kesehatan (Surono 2004). Bakteri asam laktat mampu hidup pada berbagai habitat yang cukup luas di alam, seperti pada tanaman, saluran pencernaan, baik saluran pencernaan hewan maupun manusia, juga pada berbagai produk makanan fermentasi. Sifat terpenting dari BAL adalah kemampuannya memfermentasi gula menjadi asam laktat. BAL dapat memproduksi asam laktat dan metabolit lain yang bersifat antibakteri sehingga pertumbuhan mikroorganisme lain dapat dihambat (Savadogo et al. 2000). Bakteri asam laktat dan Bifidobacteria termasuk dalam kelompok bakteri baik bagi manusia dan umumnya memenuhi status GRAS (Generally Recognized as Safe), yaitu aman bagi manusia. Kelompok bakteri ini tidak membusukkan protein, dan dapat memetabolisme berbagai jenis karbohidrat secara fermentatif menjadi asam laktat (Surono 2004). Pada mulanya bakteri asam laktat terdiri dari empat genus, yaitu Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, dan Streptococcus. Namun, klasifikasi terbaru menggolongkan BAL ke dalam 12 genus, yaitu Aerococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vagococcus, dan Weissela (Ray dan Bhunia 2008). Secara fisiologis dan berdasarkan aktivitas metabolismenya, BAL dikelompokkan ke dalam dua sub grup, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam laktat homofermentatif melibatkan jalur Embden Meyerhof, yaitu glikolisis, menghasilkan asam laktat, 2 mol ATP dari 1 molekul glukosa/heksosa dalam kondisi normal, tidak menghasilkan CO 2, dan menghasilkan biomassa sel dua kali lebih banyak dibanding bakteri asam laktat heterofermentatif. Bakteri asam laktat heterofermentatif, melalui jalur 6-fosfoglukonat/fosfoketolase selain menghasilkan asam laktat juga menghasilkan etanol, CO 2, asam asetat, senyawa cita rasa, mannitol, serta 1 mol ATP dari heksosa, dan tidak mempunyai enzim aldolase. BAL heterofermentatif banyak dimanfaatkan dalam industri susu untuk menghasilkan keju dan senyawa flavor, senyawa cita rasa maupun pengental, yaitu eksopolisakarida (Surono 2004). Bakteri asam laktat homofermentatif membentuk 90% atau lebih asam laktat murni, sehingga bakteri ini sering digunakan dalam pengawetan makanan. Produksi asam laktat dalam jumlah tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain yang dapat merusak makanan (Fardiaz 1992). B. BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI PROBIOTIK Probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya (Salminen et al. 2004). FAO/WHO (2006) mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme hidup yang jika diberikan dalam jumlah yang cukup akan memberikan keuntungan kesehatan bagi inangnya. Tidak semua bakteri yang 3

18 menguntungkan dapat digolongkan sebagai probiotik. Menurut Tomasik dan Tomasik (2003), mikroorganisme dapat digolongkan sebagai probiotik bila memenuhi beberapa persyaratan berikut: 1) Dapat melalui saluran pencernaan yang memiliki ph rendah dan bertahan terhadap garam empedu dan tetap hidup 2) Dapat menempel pada sel epitel usus 3) Menstabilkan mikroflora di dalam usus 4) Tidak bersifat patogen terhadap inangnya 5) Bertahan hidup pada produk pangan dan dapat digunakan dalam pembuatan produk farmasi 6) Menggandakan diri dengan cepat, dengan pembentukan koloni temporari atau permanen pada saluran pencernaan 7) Memiliki kekhususan yang dimiliki probiotik lainnya. Bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai probiotik harus tahan terhadap asam lambung. Menurut Wildman dan Medeiros (2000), asam lambung memiliki ph sekitar 2.0. Asam lambung terdiri atas air (97-99%), musin (lendir) serta garam anorganik, dan enzim pencernaan (pepsin, renin, dan lipase). Bakteri asam laktat harus dapat mempertahankan ph intraseluler lebih tinggi dibandingkan ph ekstraseluler agar dapat bertahan di dalam lingkungan asam (Siegumfeldt 2000). Oleh karena itu sel harus mempunyai barier terhadap aliran proton, yang umumnya adalah membran sitoplasma yang terdiri dari dua lapis fosfolipid (lipid bilayer). Pada bagian dalam dan pemukaan lapisan tersebut melekat protein dan glikoprotein. Lipid bilayer bersifat semipermeabel dan merupakan barier yang membatasi pergerakan senyawa yang keluar masuk antara sitoplasma dengan lingkungan luar (Cano dan Colome 1986 diacu dalam Kusumawati 2002). Komposisi asam lemak penyusun membran sitoplasma berbeda diantara spesies bakteri dan keragaman tersebut mempengaruhi karakteristik dan permeabilitasnya. Perbedaan kerentanan membran sitoplasma terhadap kondisi asam menentukan toleransi bakteri terhadap ph rendah. Beberapa protein dalam membran secara spesifik memfasilitasi pergerakan senyawa melewati membran. Komposisi dan struktur protein yang berbeda pada membran sitoplasma juga menentukan karakteristik dan permeabilitas membran tersebut. Keragaman asam lemak dan protein pada membran sitoplasma diduga mempengaruhi keragaman ketahanan bakteri terhadap ph rendah (Kusumawati 20002; Hartanti 2007). Terdapat beberapa mekanisme bagaimana bakteri mengatur ph internalnya. Namun, mekanisme yang paling penting adalah translokasi proton oleh enzim ATP-ase (Hutkins dan Nannen 1993). Enzim ATP-ase melakukan reaksi reversibel dan bertindak sebagai pompa yang memindahkan ion. Enzim tersebut mengkatalisis gerakan proton menyebrangi membran sel sebagai akibat dari hidrolisis atau sintesis ATP. Pada bakteri yang tahan asam, ph optimal enzim tersebut lebih rendah dibandingkan dengan bakteri yang kurang tahan terhadap asam. Parameter lain yang terlibat dalam pengaturan ph internal adalah permeabilitas membran plasma terhadap proton. Faktor-faktor lain seperti kapasitas buffer sitoplasma, mempunyai pengaruh yang kecil terhadap pengaturan ph intraseluler (Bender et al. 1987). Bila sel bakteri terpapar pada kondisi yang sangat asam, membran sel dapat mengalami kerusakan dan menyebabkan kehilangan komponen-komponen intraseluler seperti Mg, K, lemak, dan biasanya kerusakan ini dapat menyebabkan kematian pada sel. Kondisi ini dapat dideteksi dengan cara mengukur konsentrasi komponen intraseluler yang keluar dari dalam sel. Jacobsen et al. (1999) menguji ketahanan bakteri asam laktat terhadap ph rendah. Dari 44 strain Lactobacillus yang diuji, terdapat 29 strain yang tahan terhadap ph rendah (2.5) selama 4 jam dan tidak ada satu pun yang dapat tumbuh setelah itu. Kusumawati (2002) juga melakukan 4

19 penelitian terhadap bakteri asam laktat yang diisolasi dari makanan fermentasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan ketahanan yang cukup tinggi pada 18 isolat yang diuji dengan penurunan log berkisar antara log. Penelitian Zavaglia et al. (1998) menunjukkan bahwa dari 40 isolat Bifidobacterium yang diperoleh dari feses bayi secara umum bersifat kurang tahan terhadap ph rendah. Ngatirah et al. (2000) menguji ketahanan 9 isolat BAL terhadap ph rendah dan hasilnya menunjukkan penurunan jumlah sel yang cukup besar pada ph 2, yaitu berkisar antara unit log. Hartanti (2007) melakukan penelitian terhadap isolat Lactobacillus yang diisolasi dari air susu ibu. Dari 24 isolat yang diuji, terdapat 17 isolat yang mengalami penurunan log kurang dari 1 unit log, sedangkan 7 isolat lainnya mengalami penurunan log >7.0 unit log. Setelah berhasil melalui lambung, probiotik akan memasuki saluran usus bagian atas dimana garam empedu disekresikan. Oleh karena itu, selain harus tahan terhadap asam, bakteri probiotik juga harus tahan terhadap garam empedu. Menurut Jacobsen et al. (1999), semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang ditambahkan 0.3% oxgall, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu. Konsentrasi garam empedu sebesar 0.3% merupakan konsentrasi kritikal, nilai yang cukup tinggi untuk menyeleksi isolat yang tahan terhadap garam empedu. Asam empedu primer disintesis dalam hati dari kolesterol. Asam empedu ini berkonjugasi dengan glisin atau taurin yang kemudian disekresikan ke dalam kantung empedu. Asam empedu tersebut dilepaskan ke dalam lumen duodenum dalam bentuk misel dengan asam lemak dan gliserol. Menurut Corzo dan Gilliland (1999), antara 5500 sampai mg asam empedu terkonjugasi disekresikan ke dalam usus manusia setiap harinya untuk membantu absorpsi lemak makanan, kolesterol, vitamin larut lemak, dan senyawa larut lemak yang lain. Asam empedu terkonjugasi diserap kembali di dalam usus halus (sekitar 97%) dan dikembalikan ke dalam hati melalui sirkulasi hepatik. Sebagian dari asam empedu bebas dikeluarkan melalui feses. Droault et al. (1999) melaporkan bahwa jumlah BAL yang terdapat pada bagian atas usus halus (jejunum) lebih rendah dibanding jumlah BAL yang terdapat di dalam ileum, cecum, dan kolon. Hal ini disebabkan konsentrasi garam empedu pada bagian jejunum lebih tinggi karena lokasinya paling dekat dengan saluran yang mengeluarkan garam empedu ke dalam usus. Oleh karena itu, laktobasili yang paling tahan terhadap garam empedu terdapat pada bagian tersebut. Menurut De Smet et al. (1995), Lactobacillus mempunyai enzim yang dapat menghidrolisis garam empedu (bile salt hydrolase). Enzim ini mampu mengubah kemampuan fisik-kimia yang dimiliki oleh garam empedu sehingga tidak bersifat racun bagi BAL. Semakin tinggi konsentrasi garam empedu, maka jumlah sel Lactobacillus yang mati juga akan meningkat (Ngatirah et al. 2000; Kusumawati 2000). Ngatirah et al. (2000) menguji ketahanan BAL yang diisolasi dari makanan fermentasi dan feses bayi terhadap garam empedu. Pengujian dilakukan pada MRSB yang mengandung garam empedu dengan konsentrasi 0.5%, 1%, 5%, dan 10%, serta diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C. Ketahanan terhadap garam empedu dihitung berdasarkan selisih unit OD (Optical Density) pada panjang gelombang 660 nm yang dicapai setelah inkubasi 24 jam dengan OD pada awal inkubasi yang hasilnya berkisar antara Dari penelitian tersebut terdapat 11 isolat yang mampu tumbuh pada garam empedu sampai konsentrasi 10%. Selain itu, dari penelitian tersebut diketahui bahwa isolat yang diisolasi dari sumber yang sama memiliki ketahanan terhadap garam empedu yang beragam. Dengan kata lain, ketahanan terhadap garam empedu bersifat strain dependent. 5

20 Penelitian yang dilakukan Kusumawati (2002) terhadap BAL yang diisolasi dari makanan fermentasi asal Indonesia menunjukkan adanya perbedaan ketahanan untuk tumbuh pada lingkungan yang mengandung garam empedu 1% dan 5%. Perbedaan tersebut beragam untuk masing-masing isolat. Pada konsentrasi 1%, Lactobacillus acidophilus FNCC 116 mengalami penurunan log sebesar 0.68 unit log/ml dan hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan beberapa isolat lainnya. Hartanti (2007) menguji ketahanan 17 BAL isolat ASI terhadap 0.5% garam empedu selama 5 jam. Terdapat 3 isolat yang mengalami penurunan <1 log, 9 isolat mengalami penurunan log, dan 5 isolat mengalami penurunan >7 log. Produk-produk bakteri asam laktat seperti probiotik memiliki beberapa sifat fungsional yang sangat penting, diantaranya memperbaiki daya cerna laktosa, mengendalikan bakteri patogen dalam saluran pencernaan, menurunkan kolesterol serum, menghambat tumor, antimutagenik dan antikarsinogenik, mestimulasi sistem imun, mencegah sembelit, memproduksi vitamin B dan bakteriosin, serta inaktivasi berbagai senyawa beracun (Surono 2004). C. ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL AIR SUSU IBU Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan putih segar yang keluar dari kelenjar mamae seorang ibu sesaat setelah melahirkan bayi (Siregar 2004). ASI diproduksi karena pengaruh hormon prolaktin dan oksitoksin setelah kelahiran bayi. ASI yang keluar pertama kali dan berwarna kuning kental disebut kolostrum. Kolostrum keluar sejak hari pertama ibu melahirkan sampai hari ke-7 (bisa juga sampai hari ke-10). Kolostrum ini bertanggung jawab terhadap populasi mikrobiota dalam usus bayi karena mengandung faktor bifidus, yaitu sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen dan dapat menunjang pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus (Surono 2004). Kolostrum juga mengandung imunoglobulin, sel imun, asam antimikroba, poliamida, oligosakarida, lisozim, serta glikoprotein seperti laktoferin dan peptida bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen (Isaacs 2005). Menurut Young (1998) ASI mengandung banyak oligosakarida (fruktooligosakarida), yaitu suatu karbohidrat yang tidak dicerna dan merupakan makanan bagi bakteri menguntungkan. Selain itu, ASI juga mengandung laktoferin, yaitu protein yang berikatan dengan zat besi sehingga dapat menunjang pertumbuhan BAL dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen tertentu, seperti Staphylococcus aureus dan E. coli (Salminen et al. 2004). Bayi yang mengonsumsi ASI dengan perkiraan sebanyak 800 ml/hari akan mengonsumsi bakteri komensal sekitar koloni. Komposisi bakteri pada feses bayi merefleksikan komposisi bakteri pada air susu ibu (Martin et al. 2005). Suasana asam yang terbentuk karena ASI merupakan sinyal bagi sistem pertahanan saluran cerna (IgA sekresi) dan pembentukan mukus pada permukaan saluran pencernaaan. Selain dipicu oleh lingkungan asam akibat keberadaan bakteri baik di dalam saluran pencernaan, ASI sendiri mengandung IgA sekresi. IgA sekresi merupakan faktor protektif mukosa saluran pencernaan. Peningkatan kadar IgA sekresi berkorelasi dengan peningkatan sistem pertahanan mukosa saluran cerna terhadap infeksi, sedangkan mukus yang melapisi permukaan sel epitel saluran cerna berfungsi sebagai barier agar mikroorganisme tidak dapat masuk ke dalam aliran darah. Dari beberapa penelitian terbukti bahwa bayi yang mendapat ASI eksklusif mempunyai kadar IgA sekresi yang lebih tinggi dibanding bayi yang mendapat susu formula. Data tersebut dapat menjawab mengapa bayi yang mendapat ASI mempunyai daya tahan tubuh alami yang lebih besar terhadap berbagai infeksi bakteri patogen. Beberapa hasil kajian juga memperlihatkan hubungan antara mikroorganisme (bakteri baik) dan proses stimulasi sistem pertahanan tubuh, baik dengan 6

21 cara menstabilkan keseimbangan mikroorganisme saluran cerna maupun dengan cara meningkatkan respon pertahanan tubuh. ASI terbukti merupakan modulator respons imun yang kuat, dengan terlihatnya kadar antibodi yang tinggi terhadap beberapa imunisasi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif (IDAI 2009). Martin et al. (2005) telah berhasil megisolasi bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai probiotik dari ASI, yaitu Lactobacillus gaserii CECT5714, Lactobacillus gaserii CECT5715, dan Lactobacillus fermentum CECT5716. Ketiga isolat ini diketahui memiliki potensi sebagai probiotik yang tidak berbeda dengan strain bakteri asam laktat yang umumnya digunakan pada produk probiotik seperti Lactobacillus rhamnosus GG, Lactobacillus casei imunitas, dan Lactobacillus johnsonii. Beberapa hasil penelitian mengindikasikan bahwa bakteri asam laktat pada air susu ibu awalnya berasal dari mikroorganisme pada saluran pencernaan ibu menyusui melalui jalur endogenus. Bakteri non invasif dapat menyebar ke lokasi yang lain karena adanya sirkulasi limfosit di antara mukosal yang dihubungkan dengan sel jaringan limfoid. Bakteri yang distimulasi oleh sel dendritik dapat berpindah dari mukosa intestinal untuk berkolonisasi di atas permukaan mukosa seperti pada saluran pernapasan, saluran genitourinari, salivari, kelenjar air mata, dan kelenjar air susu ibu. Selama masa menyusui, kolonisasi bakteri pada kelenjar air susu ibu diseleksi oleh sel sistem imun dengan menggunakan hormon laktogenik. Proses penyeleksian ini memegang peranan penting dan bertanggung jawab terhadap komposisi bakteri pada air susu ibu (Martin et al. 2005). Nuraida et al. (2007) juga telah berhasil mengisolasi bakteri asam laktat dari air susu ibu (ASI). Dari 31 sampel air susu ibu (ASI), diperoleh 87 isolat bakteri asam laktat. Isolat-isolat tersebut diidentifikasi berdasarkan pengamatan morfologi, ciri-ciri fisiologis, dan sifat-sifat biokimia bakteri. Dari penelitian tersebut juga diperoleh beberapa isolat yang berpotensi sebagai probiotik berdasarkan kemampuannya untuk bertahan pada kondisi asam (ph 2 selama 5 jam) dan keberadaan garam empedu (konsentrasi 0.5% selama 5 jam), serta daya hambat terhadap Bacillus cereus, Salmonella typhimurium, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus. Sebanyak 37 BAL isolat ASI yang terdiri atas 34 isolat homofermentatif dan 3 isolat heterofermentatif, diuji kemampuannya dalam menurunkan kolesterol pada penelitian ini. Isolat homofermentatif yang diuji terdiri atas isolat Lactobacillus (A3, A6, A7, A11, A13, A25, A27, A30, A32, A38, B2, B10, B13, B16, R19-a2, R27, dan R32), Lactobacillus fermentum A20, Lactobacillus fermentum2 B11, Lactobacillus acidophilus1 (A8 dan A22), Lactobacillus rhamnosus (A15, A23, A24, A29, R12, R14, R21, R22, R23, R24, R26, dan R34), dan Pediococcus pentosaceus2 A16, sedangkan isolat heterofermentatif terdiri atas Lactobacillus R3 dan Leuconostoc (R1 dan R9). D. KOLESTEROL Kolesterol merupakan kelompok steroid, suatu zat yang termasuk golongan lipid. Metabolisme kolesterol erat hubungannya dengan metabolisme lipid (Girindra 1988). Kolesterol terdapat di dalam semua sel hewan sehingga tersebar luas di seluruh jaringan tubuh (Tillman et al. 1991). Pada mamalia, jaringan-jaringan yang diketahui mampu mensintesis kolesterol antara lain hati, korteks adrenal, kulit, usus, testis, lambung, otot, jaringan adipose, dan otak. Sekitar 17% berat kering otak terdiri dari kolesterol (Tillman et al. 1991). Kolesterol mempunyai rumus molekul C 27 H 45 OH dan dapat dinyatakan sebagai 3 hidroksi- 5,6 kolesten karena mempunyai satu gugus hidroksil pada atom C 3 dan ikatan rangkap pada C 5 dan C 6, serta percabangan pada C 10, C 13, dan C 17 (Ismadi 1993). 7

22 Gambar 1. Struktur kimia kolesterol (Almatsier 2003) Kolesterol tubuh berasal dari dua sumber, yaitu kolesterol endogen yang diproduksi sendiri oleh tubuh dan kolesterol eksogen yang berasal dari makanan (Piliang dan Djojosoebagio 1990). Lebih dari separuh kolesterol tubuh berasal dari sintesis dalam tubuh (sekitar 700 mg per hari) dan sisanya berasal dari makanan sehari-hari. Sebanyak kurang lebih 10% kolesterol endogen dihasilkan oleh hati, 10% dihasilkan oleh usus, dan sisanya dihasilkan oleh jaringan lain. Pada dasarnya semua jaringan yang mengandung sel-sel berinti mampu mensintesis kolesterol. Fraksi mikrosomal (retikulum endoplasma) dan sitosol sel juga bertanggung jawab dalam sintesis kolesterol (Mayes 1996). Kolesterol terdapat dalam jaringan dan lipoprotein plasma dalam bentuk kolesterol bebas atau gabungan dengan asam lemak rantai panjang sebagai ester kolesteril. Kolesterol memegang peranan penting karena merupakan sterol utama di dalam tubuh manusia serta merupakan komponen permukaan sel dan membran intraseluler. Fungsi lain dari kolesterol di dalam tubuh adalah sebagai prekursor pembentuk asam empedu yang dibutuhkan untuk mengemulsikan lemak pada usus halus. Kolesterol juga diperlukan pada sintesis hormonal dan merupakan unsur penting pada dinding sel. Selain itu, kolesterol merupakan prekursor semua senyawa steroid dalam tubuh, seperti kortikosteroid, hormon seks, asam empedu, dan vitamin D (Mayes 1996). Jika jumlah kolesterol dari makanan berkurang, sintesis kolesterol di dalam hati dan usus meningkat untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lainnya. Kolesterol yang telah disintesis secara de novo, diangkut dari hati dan usus menuju jaringan peripheral dalam bentuk lipoprotein. Sebaliknya, jika jumlah kolesterol dari makanan meningkat, sintesis kolesterol di dalam hati dan usus akan menurun. Dengan demikian, laju sintesis kolesterol de novo berhubungan dengan jumlah kolesterol yang berasal dari makanan (Muchtadi et al. 2006). Tabel 1 menunjukkan kadar kolesterol darah pada orang dewasa. Tabel 1. Kadar kolesterol total orang dewasa Kategori Kadar (mg/100 ml) Kadar normal/yang diinginkan <200 Cukup tinggi Tinggi >240 Sumber : Wildman dan Medeiros (2000) Kolesterol tidak larut dalam sistem larutan, oleh karena itu harus diangkut melalui lipoprotein plasma yang terdiri dari lemak polar, lesitin, apoprotein spesifik dan kolesterol bebas, serta lipid nonpolar, termasuk ester kolesterol dan trigliserida. Lipoprotein plasma terdiri atas chylomicrons (kilomikron), very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Susunan tersebut dibuat berdasarkan meningkatnya densitas, konsentrasi protein dan fospolipid, serta menurunnya 8

23 konsentrasi trigliserida. Kilomikron dan VLDL yang terbentuk di dalam mukosa usus diangkut ke dalam saluran limfatik dan disekresikan melalui pembuluh darah. Jalur utama pembuangan kolesterol dari tubuh ( mg/hari) adalah melalui konversi kolesterol oleh hati menjadi asam empedu yang berikatan dengan glisin atau taurin membentuk garam empedu terkonjugasi (Muchtadi et al. 2006). Lebih dari 97% asam empedu diserap kembali di dalam ileum dan dikembalikan ke hati melalui pembuluh darah portal (Macdonald 1983). Asam empedu yang tidak terserap didegradasi di dalam usus besar, kemudian dibuang melalui feses. Jalur minor untuk pembuangan kolesterol dilakukan melalui sintesis hormon steroid (40 mg/hari), dikeluarkan melalui urin (1 mg/hari), dan dikeluarkan melalui keringat atau hilang melalui rambut atau kulit (50 mg/hari) (Muchtadi et al. 2006). E. MEKANISME PROBIOTIK DALAM MENURUNKAN KOLESTEROL DARAH Terdapat beberapa mekanisme bakteri probiotik dalam menurunkan kolesterol darah. Menurut Ngatirah (2000), pengaruh bakteri probiotik dalam menurunkan kolesterol diduga karena kemampuannya dalam mengasimilasi kolesterol dan mendekonjugasi garam empedu. Beberapa peneliti menyebutkann bahwa kemampuan menurunkan kolesterol juga berhubungan dengan pengikatan kolestero oleh sel bakteri, ko-presipitasi kolesterol dengan garam empedu terdekonjugasi, konversi kolesterol menjadi koprostanol oleh bakteri di dalam usus, dan produksi asam lemak rantai pendek hasil fermentasi oleh probiotik yang melibatkan adanya prebiotik (Ooi dan Liong 2010; Lye et al. 2010a; Lye et al. 2010b). Beberapa studi menunjukkan bahwa bakteri asam laktat baik dari jenis Bifidobakteria maupun Lactobacillus memberikan pengaruh pengurangan kolestero secara in vitro maupun in vivo. Gambar 2 menunjukkan mekanisme bakteri asam laktat dalam menurunkan kolesterol. Penurunan kolesterol oleh bakteri asam laktat Pengikatan kolesterol oleh sel bakteri Dekonjugasi garam empedu Asam taurokolat kolesterol Enzim BSH Asam kolat Penurunan kolesterol pada serum darah manusia Gambar 2. Mekanisme penurunan kolesterol oleh bakteri asam laktat (diadaptasi dari Surono 2004) Asimilasi diartikan sebagai pengambilan bahan anorganik di alam untuk diolah tubuh menjadi bahan dengan molekul yang lebih kompleks (Yatim 1999). Menurut Elizabeth (1981), 9

24 asimilasi adalah proses pengambilan molekul-molekul sederhana dari pangan yang telah dicerna, kemudian diserap ke dalam sel hidup serta dikonversi menjadi molekul kompleks yang menyusun suatu organisme. Kemampuan mengasimilasi kolesterol pada bakteri asam laktat pertama kali ditunjukkan oleh beberapa galur L. achidophilus yang diteliti oleh Gilliland et al. (1985). Kemampuan tersebut ditunjukkan dengan terjadinya penurunan konsentrasi kolesterol pada medium pertumbuhan bakteri karena kolesterol tersebut diasimilasi oleh bakteri. Pengambilan kolesterol ini terjadi hanya jika bakteri ditumbuhkan secara anaerob dengan adanya garam empedu pada medium pertumbuhan. Jumlah garam empedu yang dibutuhkan agar bakteri mampu mengambil kolesterol dari medium pertumbuhan setara dengan jumlah yang secara normal terdapat dalam usus. Oleh karena itu, kondisi yang dibutuhkan pada sistem in vitro diperkirakan menyerupai kondisi di dalam saluran usus. Aktivitas bakteri asam laktat dalam mengambil kolesterol pada saluran pencernaan mempunyai pengaruh positif karena kolesterol menjadi tidak tersedia untuk diserap ke dalam tubuh sehingga akan menurunkan konsentrasi kolesterol yang beredar dalam pembuluh darah. Hal tersebut berimplikasi menurunkan terjadinya penyakit degeneratif pada orang-orang yang menderita hiperkolesterolemia. Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan adanya aktivitas asimilasi oleh bakteri asam laktat (Gilliland et al.1985; Buck dan Gilliland 1984; Usman dan Hosono 1999; Ngatirah et al. 2000). Bakteri asam laktat yang digunakan adalah galur-galur dari spesies L. acidophilus (Gilliland et al. 1985; Buck dan Gilliland 1994), L. gasseri (Usman dan Hosono 1999) serta berbagai spesies lain, yaitu L. plantarum, L. sake, Streptococcus sp., dan Enterococcus sp. (Ngatirah et al. 2000). Sumber kolesterol yang digunakan bervariasi, baik berupa kolesterol murni, fraksi serum pleuro-pneumoniae like organism (PPLO), maupun misel kolesterol-fosfatidilkolin. Aktivitas asimilasi diamati dengan membandingkan jumlah kolesterol yang tersisa pada media yang diinokulasi dengan bakteri asam laktat dan kontrol (tidak diinokulasi bakteri). Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur-galur yang diuji mempunyai aktivitas asimilasi kolesterol dengan derajat yang bervariasi dengan kisaran antara µg/ml. Berdasarkan hasil penelitian Noh et al. (1997), pada asimilasi kolesterol oleh L. acidophilus, diduga terjadi penggabungan kolesterol pada membran seluler bakteri tersebut, sebab sel bakteri yang ditumbuhkan dengan adanya oxgall dan misel kolesterol lebih tahan terhadap lisis karena sonikasi. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Purwaningsih dan Yuniastuti (2005), bahwa pada mekanisme asimilasi kolesterol bakteri asam laktat akan mengambil atau mengabsorpsi kolesterol dan lebih lanjut kolesterol akan bergabung dengan membran seluler bakteri sehingga bakteri tahan terhadap lisis. Pengikatan kolesterol oleh sel bakteri membantu menurunkan kolesterol. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, baik sel bakteri yang sedang tumbuh, istirahat, maupun sel bakteri yang sudah mati memiliki kemampuan untuk mengikat kolesterol. Sel yang sedang tumbuh memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam mengikat kolesterol dibanding sel yang sedang istirahat dan sel yang sudah mati (Liong dan Shah 2005a; Lye et al. 2010). Dekonjugasi garam empedu membantu menurunkan kolesterol serum darah karena asam empedu terdekonjugasi memiliki kelarutan yang rendah sehingga sulit diserap kembali di dalam usus dan diekskresikan lebih cepat dibandingkan asam empedu yang terkonjugasi. Akibatnya lebih banyak kolesterol yang dibutuhkan untuk sintesis asam empedu baru untuk menggantikan asam empedu yang hilang. Dengan demikian jumlah kolesterol yang tersedia untuk diserap ke dalam tubuh menjadi berkurang. Asam empedu terdekonjugasi tidak berfungsi sebaik asam empedu terkonjugasi dalam membantu proses penyerapan kolesterol dalam usus. Selain itu, asam empedu terdekonjugasi lebih mudah menempel pada sel bakteri atau serat makanan dibandingkan asam 10

25 empedu terkonjugasi sehingga jumlah asam empedu yang diekskresikan meningkat (Usman dan Hosono 1999). Enzim yang bertanggung jawab dalam proses dekonjugasi garam empedu adalah enzim bile salt hydrolase (BSH) (E.C ). Enzim ini akan memisahkan glisin atau taurin dari garam empedu terkonjugasi sehingga menghasilkan garam empedu bebas atau terdekonjugasi. BSH dimiliki oleh beberapa strain bakteri saluran pencernaan seperti Lactobacillus, Enterococcus, Bifidobacterium, Clostridium, Peptostreptococcus, dan Bacteriodes (Surono 2004). Kolesterol juga dapat dikonversi menjadi koprostanol oleh bakteri di dalam usus, yang akan langsung dibuang melalui feses. Hal ini mengakibatkan turunnya jumlah kolesterol yang dapat diserap, sehingga dapat menurunkan konsentrasi kolesterol di dalam darah (Ooi dan Liong 2010). Gambar 3 dan Tabel 2 menunjukkan metabolisme kolesterol oleh bakteri usus menghasilkan koprostanol. Kemampuan mengkonversi kolesterol menjadi koprostanol telah dievaluasi oleh Chiang et al. (2008). Dalam penelitian tersebut, ditemukan bahwa kolesterol dehidrogenase/isomerase yang dihasilkan oleh bakteri Sterolibacterium denitrificans bertanggung jawab untuk mengkatalisis transformasi kolesterol menjadi cholest-4-en-3-one, yang merupakan kofaktor intermediet dalam konversi kolesterol menjadi koprostanol. Hasil penelitian tersebut menjadi dasar dilakukannya penelitian terhadap bakteri probiotik dalam mengkonversi kolesterol menjadi koprostanol. Lye et al. (2010b) melakukan penelitian mengenai konversi kolesterol menjadi koprostanol oleh strain L. acidophilus, L. bulgaricus, dan L. casei ATCC 393 melalui uji fluorometrik. Pada penelitian tersebut terdeteksi adanya kolesterol reduktase pada semua strain yang diuji. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan konsentrasi kolesterol pada medium karena fermentasi oleh bakteri probiotik yang diikuti oleh meningkatnya konsentrasi koprostanol. Gambar 3. Metabolisme kolesterol oleh bakteri di dalam usus (Macdonald 1983) K 11

26 Transformasi steroid 1. Kolesterol 4- cholesten-3-one Tabel 2. Metabolisme kolesterol oleh bakteri di dalam usus Enzim yang Berperan Kolesterol dehidrogenase Organisme yang terlibat E. coli Eubacterium Keterangan Produk ini merupakan produk intermediet dalam konversi kolesterol menjadi koprostanol 2. 4-cholesten-3-one 5β-cholestan- 3-one 4 -NDH (nuclear dehydrogenase) Eubacterium Bacteroides Clostridium Bifidobacterium 3. Kolesterol Koprostanol 5 -NDH (nuclear dehydrogenase) Eubacterium Konversi langsung kolesterol menjadi koprostanol merupakan jalur yang tidak umum. Kebanyakan organisme memerlukan kolesterol dan plasmalogen sebagai faktor pertumbuhan spesifik 4. 4-cholesten cholesta-1,4- dien-3-one 1 -dehidrogenase E. coli Reaksi ini dapat menghasilkan 4 produk (Gambar 3) 5. Cholesta-1,4- dien-3-one androsta-1,4- dien-3,17-dione Sumber : Macdonald (1983) Desmolase Flora normal pada feses manusia E. coli Prebiotik seperti inulin dan fruktooligosakarida bersifat larut, tidak dapat dicerna, viscous, dan merupakan komponen yang dapat difermentasi. Prebiotik ini berkontribusi terhadap hipokolesterolemia melalui dua mekanisme, yaitu menurunkan tingkat absorpsi kolesterol dengan meningkatkan ekskresi kolesterol melalui feses dan produksi asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid, SCFA). Fermentasi prebiotik melibatkan berbagai proses metabolik oleh mikroba pada kondisi anaerob untuk memecah komponen organik menghasilkan energi untuk pertumbuhan mikroba dan produksi SCFA. Butirat merupakan produk fermentasi utama dari inulin, sedangkan asetat diproduksi dari fruktooligosakarida. Efek hipokolesterolemik pada prebiotik erat kaitannya dengan SCFA yang dihasilkan. Butirat diketahui dapat menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan menyediakan sumber energi bagi sel epitel kolon. Sementara itu, propionat menghambat sintesis asam lemak dalam hati yang menyebabkan turunnya tingkat sekresi triasilgliserol. Propionat juga terlibat dalam kontrol sintesis kolesterol hepatik sehingga dapat menurunkan sintesis kolesterol yang pada akhirnya berpengaruh terhadap turunnya kadar kolesterol dalam plasma (Ooi dan Liong 2010). 12

27 METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kultur bakteri asam laktat isolat ASI yang berasal dari koleksi SEAFAST Center IPB, de Mann Rogosa Sharpe Broth (MRSB) (Oxoid), de Mann Rogosa Sharpe Agar (MRSA) (Oxoid), akuades, natrium tioglikolat (Sigma), kolesterol murni 95% (Sigma), oxgall (Merck), etanol (Merck), 2-propanol (Merck), KOH (Merck), n-hexan (Merck), gas nitrogen, asam asetat glasial (Merck), o-ftalaldehida (Sigma), H 2 SO 4 pekat (Merck), sodium taurodeoksikolat (Sigma), CaCl 2, NaCl (Merck), HCl 37% (Merck), ungu kristal, lugol, dan safranin. Bakteri asam laktat isolat ASI yang digunakan berjumlah 37 isolat, yang terdiri dari 34 isolat homofermentatif dan 3 isolat heterofermentatif. Isolat homofermentatif yang digunakan terdiri atas Lactobacillus (A3, A6, A7, A11, A13, A25, A27, A30, A32, A38, B2, B10, B13, B16, R19-a2, R27, dan R32), Lactobacillus fermentum A20, Lactobacillus fermentum2 B11, Lactobacillus acidophilus1 (A8 dan A22) Lactobacillus rhamnosus (A15, A23, A24, A29, R12, R14, R21, R22, R23, R24, R26, dan R34); Pediococcus pentosaceus2 A16, sedangkan isolat heterofermentatif terdiri atas Lactobacillus R3 dan Leuconostoc (R1 dan R9). Alat-alat yang digunakan terdiri atas peralatan gelas, neraca analitik, rak tabung reaksi, sudip, mikropipet, magnetic stirrer, tip, pipet mohr, bulb, sentrifuse, tabung sentrifuse, alumunium foil, membran filter steril 0.2 µl, autoklaf, bunsen, vortex, inkubator 37ºC, penangas air 60ºC, refrigerator, hot plate, ruang asam, termometer, ph-meter, anoxomat, dan spektrofotometer. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari 4 tahap yang meliputi pengujian pertumbuhan BAL dalam media yang mengandung senyawa uji, pengujian ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu, pengujian kemampuan mengasimilasi kolesterol, serta pengujian aktivitas BSH pada BAL. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar Pemeliharaan Kultur (Dewanti-Hariyadi et al. 2003) Dalam penelitian ini dilakukan pemeliharaan terhadap kultur yang digunakan, yang meliputi penyegaran dan pengawetan kultur. Kultur yang digunakan dalam penelitian ini berupa kultur terimobilisasi pada manik-manik. Oleh karena itu, kultur harus disegarkan terlebih dahulu. Sebanyak kurang lebih 3 buah manik-manik dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 10 ml MRSB steril, kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam. Selanjutnya dari tabung reaksi berisi kultur tersebut diambil sebanyak 0.1 ml dan dimasukan ke dalam tabung reaksi lain yang berisi 10 ml MRSB steril untuk diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. Kultur yang telah diinkubasi siap untuk digunakan. Pengawetan kultur perlu dilakukan untuk menjaga kualitas kultur. Pada penelitian ini pengawetan dilakukan dengan metode penjeratan (imobilisasi) pada manik-manik. Suspensi bakteri asam laktat yang sudah ditumbuhkan selama 24 jam dalam medium MRSB dimasukkan ke dalam tabung yang berisi gliserol steril (perbandingan kultur dan gliserol 4:1), kemudian dikocok merata. Setelah itu, campuran suspensi bakteri dan gliserol tersebut dimasukkan ke 13

28 dalam tabung yang berisi manik-manik, sampai manik-manik terendam. Campuran dikocok dan didiamkan selama 2-3 jam. Sisa cairan dipipet dan dibuang. Kultur yang telah terimobilisasi disimpan pada suhu -20 C. 37 Isolat bakteri asam laktat isolat ASI Tahap 1 Uji pertumbuhan pada media MRSB yang mengandung senyawa uji, antara lain: 1. 2-propanol 2. natrium tioglikolat 3. garam empedu (oxgall) 4. kombinasi 2-propanol, natrium tioglikolat, dan garam empedu. Analisis: Pertumbuhan secara kualitatif BAL Isolat ASI yang mampu tumbuh pada semua media yang mengandung senyawa uji Tahap 2 Uji ketahanan terhadap ph dan garam empedu Analisis: Total BAL pada awal dan akhir inkubasi Tahap 3 Analisis: Konsentrasi kolesterol terasimilasi Uji asimilasi kolesterol Uji aktivitas bile salt hydrolase (BSH) Analisis: Zona presipitasi pada media BAL isolat ASI yang berpotensi menurunkan kolesterol Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian 2. Uji Pertumbuhan BAL pada Media yang Mengandung Senyawa Uji Sebanyak 50 µl kultur bakteri asam laktat dalam MRSB berumur 24 jam dimasukkan ke dalam masing-masing 5 ml media yang mengandung senyawa uji. Media tersebut antara lain : a. MRSB yang mengandung 2-propanol (4% v/v) 14

29 b. MRSB yang mengandung natrium tioglikolat (0.2% b/v) c. MRSB yang mengandung oxgall (0.2% dan 0.3% b/v) d. MRSB yang mengandung 2-propanol (4% v/v), natrium tioglikolat (0.2% b/v), dan oxgall (0.3% b/v). Setelah diinokulasi, media a dan b diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C. Media c diinkubasi selama 24 dan 48 jam, sedangkan media d diinkubasi selama 20 dan 48 jam pada suhu 37 C. Sebagai kontrol, kultur bakteri asam laktat juga diinokulasikan ke dalam media MRSB yang tidak mengandung senyawa uji lalu diinkubasi pada suhu 37 C. 3. Uji Ketahanan terhadap ph Rendah dan Garam Empedu a. Uji Ketahanan terhadap ph Rendah (Ngatirah et al. 2000) Sebanyak 1% ( ) kultur yang telah disegarkan dalam MRSB selama 24 jam masing-masing diinokulasikan ke dalam MRSB yang terlebih dahulu diatur ph-nya sampai ph 2 menggunakan HCl 37%, kemudian diinkubasi selama 5 jam pada suhu 37ºC. Hal ini disesuaikan dengan lamanya makanan berada di dalam lambung, yaitu 2-6 jam (Gropper et al. 2009). Pada awal dan akhir inkubasi (0 dan 5 jam) dilakukan perhitungan jumlah total BAL dengan menggunakan metode hitungan cawan pada media MRSA. b. Uji Ketahanan Terhadap Garam Empedu (Modifikasi Ngatirah et al. 2000) Pengujian ini dilakukan sesuai dengan prosedur yang dilakukan Ngatirah et al. (2000), namun dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran optical density (OD). Jumlah bakteri dihitung menggunakan metode hitungan cawan. Sebanyak 1% ( ) kultur yang telah disegarkan dalam MRSB selama 24 jam ditumbuhkan dalam media MRSB yang mengandung 0.5% oxgall, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Pada awal dan akhir inkubasi (0 dan 24 jam) dilakukan perhitungan jumlah total BAL dengan menggunakan metode hitungan cawan pada media MRSA. 4. Uji Asimilasi Kolesterol secara in vitro (Modifikasi Kimoto et al. 2002) Uji asimilasi kolesterol pada penelitian ini menggunakan metode Kimoto et al. (2002) dengan modifikasi pada jumlah dan pelarut kolesterol yang digunakan. Kimoto et al. (2002) menggunakan etanol sebagai pelarut kolesterol dengan konsentrasi akhir kolesterol dalam broth sebesar 70 µg/ml. Dalam penelitian ini digunakan 2-propanol untuk melarutkan kolesterol. MRSB yang mengandung 0.2% natrium tioglikolat (b/v) dan 0.3% oxgall (b/v) ditambah dengan larutan kolesterol steril (2.5 mg/ml dalam 2-propanol) sehingga konsentrasi akhir kolesterol dalam broth 95 µg/ml. Sebanyak 10 ml campuran tersebut diinokulasi dengan 100 µl kultur bakteri asam laktat, kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 20 jam. Setelah diinkubasi, sel dipisahkan dari larutan dengan sentrifugasi selama 10 menit pada x g dan suhu 4 C. Supernatan yang dihasilkan kemudian diukur kadar kolesterolnya. Diagram alir uji asimilasi ini dapat dilihat pada Gambar 5. 15

30 larutan kolesterol (2.5 mg/ml dalam 2- propanol) disterilisasi dengan membran filter MRSB yang mengandung 0.2% Natrium tioglikolat (b/v) dan 0.3% oxgall (b/v) disterilisasi pada suhu 121 C, 15 menit diambil 10 ml ke dalam tabung reaksi diinokulasi dengan 100 µl kultur diinkubasi pada suhu 37 C, 20 jam disentrifugasi pada x g, suhu 4 C, 10 menit pelet supernatan diukur kadar kolesterolnya Gambar 5. Diagram alir uji asimilasi kolesterol (Modifikasi Kimoto et al. 2002) 5. Uji Aktivitas Bile Salt Hydrolase (BSH) (Modifikasi Surono 2003) Uji aktivitas enzim BSH dilakukan dengan metode Surono (2003) dengan modifikasi pada umur dan jumlah kultur yang digunakan, serta cara inokulasi kultur. Surono (2003) melakukan uji aktivitas BSH dengan mencelupkan kertas saring steril berdiameter 8 mm ke dalam kultur berumur 12 jam, kemudian kertas saring tersebut diletakkan di atas MRSA (kontrol) dan MRSA yang mengandung 0.5% sodium taurodeoksikolat (TDCA) dan 0.37 g/l CaCl 2. Setelah itu dilakukan inkubasi secara anaerob pada suhu 37ºC selama 72 jam. Dalam penelitian ini, kultur yang digunakan berumur 18 jam (kondisi stasioner). Inokulasi kultur pada media kontrol dan media uji dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, kertas saring steril dibasahi dengan kultur sebanyak 10 µl. Setelah ditiriskan, kertas saring tersebut diletakkan di atas media kontrol dan media uji. Cara kedua dilakukan dengan meletakkan satu ose kultur pada media kontrol dan media uji. C. METODE ANALISIS 1. Analisis Pertumbuhan secara Kualitatif Adanya pertumbuhan BAL pada medium yang mengandung senyawa uji (2-propanol, natrium tioglikolat, oxgall, dan campuran ketiganya) diamati berdasarkan kekeruhan (kualitatif) yang terjadi pada media. Pengamatan dilakukan secara subjektif dengan membandingkan tingkat kekeruhan media yang mengandung senyawa uji dengan media kontrol (tidak mengandung senyawa uji). 16

31 2. Analisis Total BAL (BAM 2001) Dalam pengujian ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu perlu dilakukan perhitungan jumlah BAL pada media sebelum dan setelah inkubasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan BAL tersebut terhadap perlakuan yang diberikan. Penentuan total BAL dilakukan dengan menggunakan metode hitungan cawan. Media diencerkan kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Setelah itu, MRSA dituangkan ke dalam cawan petri tersebut, digoyang-goyangkan sampai merata, dibiarkan membeku, dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37ºC selama 48 jam. Total bakteri asam laktat sebelum dan setelah inkubasi dibandingkan. Total BAL dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: N Σ C 1xn1 0.1xn2 xd Keterangan: N = Jumlah koloni per ml atau per gram Σ C = Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung n1 = Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung n2 = Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung d = Pengenceran pada cawan pertama yang dihitung Ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu dilihat berdasarkan perubahan jumlah sel bakteri yang terjadi setelah inkubasi, berdasarkan rumus di bawah ini: a. Ketahanan terhadap ph rendah Perubahan Σ sel = Σ sel setelah inkubasi 5 jam - Σ sel setelah inkubasi 0 jam b. Ketahanan terhadap garam empedu Perubahan Σ sel = Σ sel setelah inkubasi 24 jam - Σ sel setelah inkubasi 0 jam 3. Analisis Konsentrasi Kolesterol Terasimilasi (Modifikasi Gilliland et al. 1985) Konsentrasi kolesterol terasimilasi ditentukan berdasarkan selisih konsentrasi kolesterol yang terdapat pada media kontrol (media yang tidak diinokulasi kultur) dengan media uji (diinokulasi dengan kultur). Konsentrasi kolesterol pada masing-masing media diukur dengan menggunakan reagen o-ftalaldehida (0.5 mg o-ftalaldehida dalam 1 ml asam asetat glasial) menurut Gilliland et al. (1985) dengan modifikasi jumlah supernatan yang dianalisis menjadi dua kali lipat. Metode ini merupakan analisis konsentrasi kolesterol secara kimiawi. Prinsip metode o-ftalaldehida adalah terjadinya reaksi antara kolesterol dengan o-ftalaldehida dan asam sulfat pekat membentuk senyawa kompleks yang berwarna. Warna yang terbentuk diukur pada panjang gelombang 550 nm. Intensitas warna berbanding lurus dengan konsentrasi kolesterol. Sebanyak 1 ml supernatan (yang diperoleh dari uji asimilasi pada Gambar 5) dimasukkan ke dalam tabung reaksi (dibuat duplo untuk masing-masing sampel). Selanjutnya ke dalam tabung tersebut ditambahkan 3 ml etanol 95%, divortex, ditambah 2 ml KOH 50%, lalu divortex kembali. Tabung tersebut dipanaskan di atas penangas air bersuhu 60 C selama 10 menit, lalu dibiarkan sampai suhu kamar dan setelah itu ditambah dengan 5 ml n-hexan. Setelah penambahan hexan, tabung berisi larutan divortex, selanjutnya ditambah 3 ml akuades 17

32 dan divortex kembali. Larutan dibiarkan selama 15 menit pada suhu kamar agar terjadi pemisahan. Sebanyak 2.5 ml lapisan hexan yang terpisah dipindahkan ke dalam tabung reaksi lain, kemudian dievaporasi pada suhu 60 C di bawah aliran gas nitrogen. Setelah evaporasi, ke dalam masing-masing tabung ditambahkan 4 ml reagen o-ftalaldehida. Tabung dibiarkan selama 10 menit pada suhu kamar, kemudian ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat (dipipet secara perlahan). Selanjutnya isi tabung segera divortex dan dibiarkan kembali selama 10 menit pada suhu kamar. Larutan dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Kurva standar dibuat dengan prosedur yang sama menggunakan kolesterol murni (95%) dengan jumlah 0, 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 µg. Selisih konsentrasi kolesterol yang terdeteksi pada sampel yang diinokulasi dengan BAL isolat ASI dan kontrol (yang tidak diinokulasi dengan BAL isolat ASI ) dinyatakan sebagai kolesterol yang diasimilasi oleh BAL dalam µg/ml. Diagram alir pengukuran kadar kolesterol dapat dilihat pada Gambar Analisis Zona Presipitasi (Surono 2003) Adanya aktivitas BSH dalam mendekonjugasi garam empedu ditandai dengan terbentuknya zona presipitasi (endapan) di sekitar koloni pada media agar yang mengandung TDCA dan CaCl 2, karena asam kolat hasil dekonjugasi oleh enzim BSH akan bereaksi dengan CaCl 2 membentuk garam yang mengendap. 5. Analisis Statistik Semua data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan one way ANOVA yang diikuti oleh uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan hasil pengujian di antara masing-masing isolat yang diuji. Selain itu, dilakukan pula analisis korelasi terhadap beberapa variabel yang diuji. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS. 18

33 1 ml supernatan dimasukan ke dalam tabung reaksi (dibuat duplo) 3 ml etanol 95% divortex 2 ml KOH 50% divortex dipanaskan dalam penangas air 60 C selama 10 menit 5 ml n-hexan 3 akuades didinginkan sampai suhu kamar divortex divortex dibiarkan selama 15 menit Lapisan selain hexan Lapisan hexan diambil sebanyak 2.5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi dievaporasi pada suhu 60 C di bawah aliran gas nitrogen 4 ml o-ftaladehida didiamkan 10 menit pada suhu kamar 2 ml H 2 SO 4 pekat divortex didiamkan selama 10 menit pada suhu kamar diukur absorbansinya pada λ 550 nm Gambar 6. Diagram alir pengukuran kadar kolesterol dengan metode o-ftalaldehida (modifikasi Gilliland et al. 1985) 19

34 HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERTUMBUHAN BAL ISOLAT ASI PADA MEDIA YANG MENGANDUNG SENYAWA UJI 1. Pertumbuhan BAL Isolat ASI pada MRSB yang Mengandung 2-propanol dan MRSB yang Mengandung Natrium tioglikolat 2-propanol (isopropil alkohol) merupakan senyawa dengan struktur C 3 H 8 O yang sering digunakan sebagai pelarut, bahan baku industri, dan sebagai desinfektan. Pada tahapan penelitian selanjutnya, senyawa ini digunakan sebagai pelarut kolesterol dalam uji asimilasi kolesterol. Adapun natrium tioglikolat merupakan senyawa yang berfungsi sebagai penangkap oksigen (oxygen scavenger) untuk menciptakan kondisi anaerob pada media (Kimoto et al. 2002). Kondisi anaerob ini diciptakan untuk mencerminkan kondisi di dalam saluran pencernaan. Natrium tioglikolat dapat berikatan dengan oksigen terlarut dan menghilangkan oksigen pada medium. Pengujian pertumbuhan BAL dalam media yang mengandung 2- propanol dan media yang mengandung natrium tioglikolat dilakukan untuk mengetahui seberapa besar keberadaan 2-propanol ataupun natrium tioglikolat dapat mempengaruhi pertumbuhan BAL yang diuji. Hasil pengujian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa secara umum semua isolat dapat tumbuh dengan baik pada media yang mengandung 2-propanol (4% v/v) maupun natrium tioglikolat (0.2% b/v) dengan waktu inkubasi 24 jam. Hal ini ditandai dengan timbulnya kekeruhan pada media setelah masa inkubasi. Secara keseluruhan, tingkat kekeruhan pada media yang mengandung 2-propanol maupun natrium tioglikolat hampir sama dengan tingkat kekeruhan pada media kontrol (tanpa 2-propanol maupun natrium tioglikolat). Ini menunjukkan bahwa keberadaan 2-propanol maupun natrium tioglikolat tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan BAL yang diuji. Kemampuan BAL untuk tumbuh pada media yang mengandung natrium tioglikolat menunjukkan bahwa BAL tersebut mampu hidup pada kondisi anaerob. Hal ini sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh BAL yaitu aerotoleran, anaerobik hingga mikroaerofilik (Surono 2004). 2. Pertumbuhan BAL Isolat ASI pada MRSB yang Mengandung Oxgall Selain diuji kemampuannya untuk tumbuh pada media yang mengandung 2-propanol dan natrium tioglikolat, semua isolat yang digunakan juga diuji kemampuannya untuk tumbuh pada media yang mengandung oxgall (garam empedu). Keberadaan oxgall dalam media dimaksudkan untuk menciptakan kondisi seperti di dalam pencernaan dimana garam empedu diekskresikan ke dalam saluran pencernaan. Pada pengujian ini, semua BAL yang digunakan ditumbuhkan dalam media MRSB yang mengandung 0.2% dan 0.3% oxgall, kemudian diinkubasi selama 24 dan 48 jam. Analisis terhadap pertumbuhan dilakukan secara subjektif dengan melihat tingkat kekeruhan dari media yang diinokulasi dengan kultur bakteri asam laktat setelah diinkubasi dan membandingkannya dengan media kontrol (tanpa oxgall). Hasil yang diperoleh (Tabel 4) menunjukkan bahwa semua isolat yang diuji mampu tumbuh pada konsentrasi garam empedu 0.2% selama 24 dan 48 jam inkubasi dengan derajat pertumbuhan yang berbeda (berdasarkan tingkat kekeruhan). Pada konsentrasi garam empedu 20

35 0.3% dan waktu inkubasi 24 jam, dari 37 isolat yang diuji, terdapat 4 isolat yang tidak tumbuh (media tidak keruh), yaitu isolat Lactobacillus A25, A30, dan A32, serta L. rhamnosus A24. Pada inkubasi 48 jam, semua isolat dapat tumbuh pada konsentrasi garam empedu 0.3%. Hal ini terjadi karena garam empedu bersifat bakterisidal sehingga menghambat pertumbuhan bakteri, dan kemungkinan sebagian dari bakteri yang diinokulasikan mati. Bakteri yang masih bertahan memerlukan waktu adaptasi yang cukup lama sehingga pertumbuhan baru terlihat setelah 48 jam. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Toit et al. (1998) dan Usman & Hosono (1999). Bakteri asam laktat yang ditumbuhkan pada media yang mengandung garam empedu mengalami penundaan pertumbuhan karena memerlukan adaptasi yang lebih lama dibandingkan dengan bakteri yang ditumbuhkan pada media yang tidak mengandung garam empedu. 3. Pertumbuhan BAL Isolat ASI pada MRSB yang Mengandung 2-propanol, Natrium tioglikolat, dan Oxgall Pada uji ini, semua BAL ditumbuhkan dalam media MRSB yang mengandung 2- propanol (4% v/v), natrium tioglikolat (0.2% b/v), dan oxgall (0.3% v/v). Inkubasi dilakukan selama 20 dan 48 jam. Hasil pengujian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 37 isolat yang diuji, hanya 13 isolat yang tumbuh setelah inkubasi 20 jam dan 15 isolat setelah 48 jam. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar isolat yang diuji tidak tahan terhadap kondisi media yang mengandung kombinasi senyawa uji (2-propanol, natrium tioglikolat, dan oxgall). Terdapat beberapa isolat yang mampu tumbuh dalam media yang mengandung 2-propanol maupun natrium tioglikolat (Tabel 3 dan 4), namun dalam media kombinasi ini isolat-isolat tersebut tidak tumbuh. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya sinergisme dari ketiga senyawa uji dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Dari 37 isolat yang diuji, dipilih 13 isolat untuk diuji pada tahap selanjutnya, yaitu isolat Lactobacillus A6, A38, B2, B13, dan R3; Lactobacillus fermentum A20; Lactobacillus fermentum2 B11; Lactobacillus acidophilus1 A8 dan A22; Lactobacillus rhamnosus A23; Pediococcus pentosaceus2 A16; serta Leuconostoc R1 dan R9. Pemilihan ini didasarkan pada kemampuan isolat-isolat tersebut untuk dapat tumbuh pada media yang mengandung semua senyawa uji. Hal ini disesuaikan dengan kondisi pengujian pada tahap selanjutnya. 21

36 Tabel 3. Intensitas pertumbuhan BAL isolat ASI pada MRSB (kontrol), MRSB yang mengandung 2- propanol (4%), dan MRSB yang mengandung natrium tioglikolat (0.2%) Kode Isolat Media MRSB MRSB + 2-propanol MRSB + natrium tioglikolat A A A A A A A A A A A A A A A A A A B B B B B R R R R R R19a R R R R R R R R Keterangan: + menunjukkan adanya kekeruhan, semakin banyak + semakin keruh. 22

37 Tabel 4. Intensitas pertumbuhan BAL isolat ASI pada MRSB yang mengandung 0% (kontrol), 0.2%, dan 0.3% oxgall Kode Isolat 24 jam 48 jam Konsentrasi oxgall Keterangan : + Menunjukkan adanya kekeruhan, semakin banyak + semakin keruh. Tidak keruh Konsentrasi oxgall 0% 0.2 % 0.3% 0% 0.2% 0.3% A A A A A A A A A A A A A A A A A A B B B B B R R R R R R19a R R R R R R R R

38 Tabel 5. Intensitas pertumbuhan BAL isolat ASI pada MRSB (kontrol) dan MRSB yang mengandung 2-propanol (4%), natrium tioglikolat (0.2%), dan oxgall (0.3%) MRSB yang mengandung 2-propanol, natrium MRSB Kode isolat tioglikolat, dan oxgall 20 jam 48 jam 20 jam 48 jam A A A A A A A A A A A A A A A A A A B B B B B R R R R R R19a R R R R R R R R Keterangan : + Menunjukkan kekeruhan, semakin banyak + semakin keruh - Tidak keruh 24

39 B. KETAHANAN BAL ISOLAT ASI TERHADAP ph RENDAH DAN GARAM EMPEDU 1. Ketahanan terhadap ph Rendah Salah satu syarat mikroorganisme dikatakan sebagai probiotik adalah kemampuannya untuk dapat bertahan dalam kondisi saluran pencernaan seperti ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu. Stres yang pertama terjadi pada sel bakteri yang memasuki saluran pencernaan adalah terpapar pada asam lambung, yang menurut Wildman dan Medeiros (2000) memiliki ph sekitar 2. Uji ketahanan terhadap ph rendah diperlukan untuk mengetahui kemampuan kultur bakteri asam laktat isolat ASI untuk dapat bertahan terhadap asam lambung. Gambar 7 menunjukkan perubahan jumlah sel yang terjadi pada 13 bakteri asam laktat yang ditumbuhkan pada media MRSB yang mengandung HCl (ph 2) setelah diinkubasi selama 5 jam pada suhu 37 C. Nilai negatif menunjukkan terjadi penurunan terhadap jumlah sel bakteri setelah diberi perlakuan. Semakin banyak penurunan jumlah sel, semakin tidak tahan bakteri tersebut terhadap ph rendah. Perubahan Σ sel (log ) a A6 A8 A16 A20 A22 A23 A38 B2 B11 B13 R1 R3 R d c c c c c c bc a -6.92a a ab Kode isolat Gambar 7. Perubahan jumlah BAL isolat ASI setelah inkubasi pada media yang memiliki ph 2 selama 5 jam Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf superscript yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan (p>0.05) Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa semua isolat mengalami penurunan jumlah sel setelah diberi perlakuan. Nilai penurunan tersebut berbeda untuk setiap isolat dengan kisaran penurunan sebesar log. Dari 13 isolat BAL yang diuji, hanya isolat Lactobacillus R3 yang mengalami penurunan jumlah sel kurang dari 1 unit log (paling tahan). Nilai ini berbeda nyata (p<0.05) dengan nilai perubahan jumlah sel pada isolat lainnya berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 17), dimana isolat lain mengalami penurunan jumlah sel >3 unit log. Beberapa isolat (isolat L. acidophilus A8, Pediococcus pentosaceus2 A16, L. rhamnosus A22, dan Leuconostoc R9) mati setelah inkubasi 5 jam, yang ditandai dengan tidak adanya koloni yang tumbuh pada MRSA, seperti terlihat pada Lampiran 3, 4, dan 7. Hal ini menunjukkan bahwa keempat isolat tidak tahan terhadap ph rendah. Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 17) nilai perubahan jumlah sel pada keempat isolat tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan isolat L. rhamnosus A23. 25

40 Menurut Jacobsen et al. (1999), semua bakteri yang berhasil bertahan pada kondisi ph rendah dinyatakan bersifat tahan/resisten terhadap asam. Namun, jumlah sel yang nantinya mampu mencapai usus harus dipertimbangkan, mengingat sel bakteri tersebut masih harus melewati rintangan yang lain setelah terpapar asam lambung, yaitu terpapar garam empedu. Pada penelitian ini, semua isolat kecuali isolat Lactobacillus R3 mengalami penurunan jumlah sel yang cukup besar setelah diberi perlakuan ph rendah. Jumlah sel bakteri yang masih hidup dikhawatirkan tidak mampu melawan patogen sehingga tidak dapat melakukan aktivitas spesifik yang dimilikinya. Agar bakteri dapat melaksanakan aktivitas fungsionalnya, jumlah sel mikroba hidup yang umumnya terdapat dalam produk probiotik adalah sebesar (Svensson 1999). Perubahan jumlah sel yang berbeda pada semua isolat yang diuji menunjukkan bahwa kemampuan untuk bertahan pada kondisi asam berbeda untuk setiap isolat. Kemampuan ini bersifat strain dependent. Hal ini kemungkinan terjadi karena komposisi asam lemak dan protein penyusun membran sitoplasma yang berbeda pada setiap bakteri. Keragaman tersebut mempengaruhi karakteristik serta permeabilitas membran. Perbedaan kerentanan membran sitoplasma terhadap kondisi asam menentukan toleransi bakteri terhadap ph rendah (Kusumawati 20002; Hartanti 2007). Penambahan HCl pada media MRSB menciptakan kondisi yang sangat asam pada media dan bersifat merusak terhadap membran sitoplasma bakteri. Membran sitoplasma merupakan pertahanan utama bagi bakteri terhadap lingkungannya. Membran ini terdiri atas struktur lemak dua lapis (lipid bilayer). Terpaparnya sel pada kondisi yang sangat asam dapat mengakibatkan kerusakan membran dan lepasnya komponen intraseluler seperti Mg, K, dan lemak dari sel yang dapat menyebabkan kematian. Bakteri yang tahan terhadap asam, memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kerusakan membran akibat ph rendah dibandingkan bakteri yang tidak tahan asam. Asam menghambat pertumbuhan bakteri melalui efek denaturasi enzim-enzim yang ada di permukaan sel, kerusakan lipopolisakarida dan membran luar, serta penurunan ph sitoplasma melalui peningkatan permeabilitas membran terhadap proton pada gradien ph yang sangat besar. Penelitian yang dilakukan oleh Bender et al. (1987) menunjukkan bahwa pada galur streptococci yang kurang tahan terhadap asam, ion Mg keluar dari dalam sel ketika ph ekstraselular 4.0, sedangkan pada L. casei hal tersebut terjadi pada ph eksternal di bawah 3.0. Perbedaan ketahanan terhadap kerusakan membran yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang asam tampak bervariasi untuk setiap organisme dan derajat toleransi asam. 2. Ketahanan terhadap Garam Empedu Selain harus tahan terhadap asam pada lambung, bakteri probiotik juga harus tahan terhadap garam empedu yang disekresikan ke dalam usus. Derajat toleransi terhadap garam empedu merupakan karakteristik yang penting bagi bakteri asam laktat karena hal tersebut berpengaruh terhadap aktivitasnya dalam saluran pencernaan. Pada penelitian ini semua isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung 0.5% oxgall dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC untuk mengetahui tingkat ketahanannya terhadap garam empedu. Jumlah kultur yang diinokulasikan ke dalam media adalah sebanyak 1% ( ). 26

41 Perubahan Σ sel (log ) 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0-0,05-0,1-0,15-0,2-0, ab a 0.26 d 0.31 d a a a 0.22 bcd 0.24cd 0.22bcd a 0.32 d A6 A8 A16 A20 A22 A23 A38 B2 B11 B13 R1 R3 R abc Kode Isolat Gambar 8. Perubahan jumlah BAL isolat ASI setelah inkubasi pada media yang mengandung 0.5% garam empedu selama 24 jam Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf superscript yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan (p>0.05) Pada jam ke-0 sudah terjadi penurunan yang cukup banyak (sekitar 3 log) Gambar 8 menunjukkan perubahan jumlah sel pada semua bakteri isolat ASI yang ditumbuhkan pada media yang mengandung garam empedu (0.5% oxgall). Perubahan jumlah sel diperoleh berdasarkan selisih antara jumlah sel bakteri yang tumbuh setelah inkubasi 24 jam dengan jumlah sel bakteri yang tumbuh setelah inkubasi 0 jam. Nilai positif menunjukkan adanya pertumbuhan (terjadi penambahan jumlah sel) bakteri setelah inkubasi. Sebaliknya, nilai negatif menunjukkan terjadinya penurunan jumlah sel bakteri setelah inkubasi. Dari 13 isolat yang diuji, sebanyak 6 isolat mengalami penambahan jumlah sel setelah inkubasi selama 24 jam dengan kisaran log. Sebaliknya, 7 isolat lainnya mengalami penurunan jumlah sel dengan kisaran log. Lactobacillus R3, L. fermentum A20, dan Pediococcus pentosaceus2 A16 merupakan isolat yang mempunyai ketahanan paling tinggi jika dibandingkan dengan isolat lainnya berdasarkan analisis statistik. Isolat-isolat ini mampu tumbuh setelah inkubasi 24 jam dengan penambahan jumlah sel masing-masing sebesar 0.26, 0.31, dan 0.32 log. Namun, penambahan jumlah sel yang terjadi tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan penambahan jumlah sel pada isolat L. fermentum2 B11, Lactobacillus B2, dan Lactobacillus B13 berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 18. Isolat Leuconostoc R9 adalah isolat yang paling tidak tahan terhadap garam empedu 0.5% jika dibandingkan dengan isolat lainnya. Meskipun selisih jumlah sel bakteri setelah inkubasi 24 dan 0 jam sangat kecil (-0.01 log ), namun jumlah sel bakteri setelah inkubasi 0 jam sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kultur yang ditambahkan semula (hanya sekitar 3 log). Dengan kata lain, pada saat pertama kali kontak dengan medium yang mengandung garam empedu sudah banyak sel yang mati. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Pada pengujian sebelumnya (Tabel 4), Leuconostoc R9 menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh pada media MRSB yang mengandung 0.2% dan 0.3% oxgall pada inkubasi 24 dan 48 jam dengan derajat pertumbuhan yang tidak berbeda dengan beberapa isolat lain. Hal ini terjadi karena pada pengujian sebelumnya (Tabel 4), konsentrasi garam empedu yang digunakan lebih rendah (0.2 dan 0.3%). Semakin tinggi garam empedu yang digunakan, semakin tidak tahan bakteri tersebut terhadap garam empedu. 27

42 Perbedaan ketahanan pada isolat-isolat yang diuji menunjukkan bahwa ketahanan terhadap garam empedu bersifat strain dependent. Kimoto-Nira et al. (2007) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara komposisi asam lemak setiap bakteri dengan kemampuannya untuk dapat bertahan terhadap garam empedu. Perbedaan komposisi asam lemak pada setiap bakteri inilah yang mungkin menjadi penyebab perbedaan ketahanan pada bakteri-bakteri tersebut. Cairan empedu merupakan campuran dari asam empedu, kolesterol, asam lemak, fosfolipid, pigmen empedu, dan sejumlah xenobiotik terdetoksifikasi. Kombinasi tersebut bersifat bakterisidal bagi mikroorganisme komensal dalam tubuh manusia, kecuali bagi beberapa genus penghuni usus yang tahan terhadap empedu (Hill 1995 diacu dalam Kusumawati 2002). Gilliland et al. (1984) membuktikan bahwa sel yang diinkubasi pada larutan penyangga yang mengandung oxgall mengalami peningkatan kebocoran materi intraseluler yang sangat besar, yang dapat diukur pada panjang gelombang 260 nm. Hal ini menunjukkan adanya perubahan sifat permeabilitas pada membran sel bakteri. Cairan empedu bersifat sebagai senyawa aktif permukaan sehingga dapat menembus dan bereaksi dengan sisi membran sitoplasma yang bersifat lipofilik, menyebabkan perubahan dan kerusakan pada struktur membran (Hill 1995 diacu dalam Kusumawati 2002). Surono (2004) menyatakan bahwa beberapa strain bakteri saluran pencernaan memiliki enzim yang dapat menghidrolisis garam empedu terkonjugasi menjadi garam empedu terdekonjugasi (bile salt hydrolase). De smet et al. (1995) menduga bahwa proses dekonjugasi mungkin menurunkan tingkat toksisitas dari garam empedu terkonjugasi terhadap bakteri. Enzim ini mengubah sifat fisika-kimia yang dimiliki oleh garam empedu sehingga tidak bersifat racun bagi BAL. Hal inilah yang dimungkinkan menjadi penyebab beberapa isolat BAL tahan terhadap garam empedu. C. ASIMILASI KOLESTEROL Kemampuan mengasimilasi kolesterol merupakan salah satu karakteristik bakteri asam laktat yang dapat digunakan untuk melakukan seleksi terhadap kultur yang akan dikembangkan sebagai probiotik penurun kolesterol. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Gilliland et al. (1985), proses asimilasi hanya terjadi jika kultur ditumbuhkan secara anaerobik dengan adanya garam empedu pada media pertumbuhannya. Jumlah garam empedu yang dibutuhkan agar kultur mampu mengambil kolesterol dari medium pertumbuhan setara dengan jumlah garam empedu yang secara normal terdapat di dalam usus. Jadi, kondisi yang dibutuhkan pada sistem in vitro untuk pengambilan kolesterol oleh bakteri asam laktat juga diperkirakan menyerupai kondisi di dalam usus. Dalam penelitian ini, media yang digunakan mengandung 0.3% garam oxgall sebagai garam empedu dan 0.2% natrium tioglikolat untuk menciptakan kondisi anaerob (Kimoto et al. 2002), sehingga mendekati kondisi di dalam usus. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketiga belas kultur bakteri asam laktat isolat ASI yang diuji memiliki kemampuan untuk mengasimilasi kolesterol secara in vitro. Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh setiap kultur berbeda-beda dengan kisaran µg/ml, seperti yang terlihat pada Gambar 9. 28

43 Kolesterol yang diasimilasi (µg/ml) a 3.50ab d 9.92bcd 9.55bcd 0.86 a d d cd 6.82 abc 5.31 ab 5.67 abc A6 A8 A16 A20 A22 A23 A38 B2 B11 B13 R1 R3 R9 Kode isolat 2.26 a Gambar 9. Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh BAL isolat ASI setelah inkubasi 20 jam pada suhu 37 C Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf superscript yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan (p>0.05) Lactobacillus A38, Lactobacillus B2, dan Pediococcus pentosaceus2 A16 merupakan isolat dengan aktivitas asimilasi terbesar, yaitu masing-masing µg/ml, µg/ml, dan µg/ml. Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 19) nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan aktivitas asimilasi yang dimiliki oleh L. fermentum2 B11 (11.92 µg/ml), L. acidophilus1 A22 (9.92 µg/ml), dan L. fermentum A20 (9.55 µg/ml) karena berada pada subset yang sama. Adapun isolat yang memiliki aktivitas asimilasi terendah yaitu L. rhamnosus A23 dengan aktivitas asimilasi sebesar 0.86 µg/ml. Nilai ini tidak berbeda nyata dengan nilai aktivitas asimilasi yang dimiliki Lactobacillus A6, Leuconostoc R9, L. acidophilus1 A8, Leuconostoc R1, Lactobacillus R3, dan Lactobacillus B13 (Lampiran 19). Dilihat dari jenis bakteri berdasarkan aktivitas metabolismenya, baik bakteri homofermentatif maupun heterofermentatif keduanya dapat mengasimilasi kolesterol. Dari hasil penelitian ini juga terlihat bahwa keragaman aktivitas asimilasi kolesterol tidak berhubungan dengan perbedaan spesies tertentu akan tetapi tergantung dari masing-masing strain (strain dependent). Perbedaan dalam pengikatan kolesterol tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh sifat kimia dan struktural dari peptidoglikan dinding sel masing-masing strain yang mengandung asam amino yang mampu mengikat kolesterol (Kimoto-Nira et al. 2007). Dalam penelitian ini, besarnya kolesterol yang diasimilasi oleh masing-masing isolat dihitung berdasarkan selisih jumlah kolesterol yang terdeteksi pada media kontrol (media yang tidak diinokulasi oleh kultur bakteri) dengan jumlah kolesterol yang terdeteksi pada media yang diberi perlakuan (diinokulasi dengan kultur bakteri). Besarnya aktivitas asimilasi pada isolat-isolat yang diuji dalam penelitian ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan aktivitas asimilasi pada bakteri yang telah diuji sebelumnya oleh beberapa peneliti. Tabel 6 menunjukkan hasil uji asimilasi dari beberapa penelitian. 29

44 Tabel 6. Beberapa hasil penelitian uji asimilasi kolesterol Jenis Bakteri Jumlah Kolesterol yang diasimilasi (µg/ml) L. acidophilus dari feses babi a L. acidophilus dari feses manusia b L. acidophilus ATCC c Lactobacillus dari makanan fermentasi BAL yang diisolasi dari dadih, growol, sosis, bayi, gatot, asinan sawi, dan yoghurt Lactococcus lactis d e f L. casei dan L. acidophilus g Sumber: a Gilliland et al. (1985); b Buck dan Gilliland (1994); c Noh et al. (1997); d Kusumawati (2002); e Ngatirah et al. (2000); f Kimoto et al.(2002); g Liong dan Shah (2005a). Perbedaan kemampuan mengasimilasi antara bakteri yang diuji dalam penelitian ini dengan bakteri yang diuji pada penelitian sebelumnya (Tabel 6) terjadi karena strain yang digunakan berbeda. Selain itu, menurut Kusumawati (2002), perbedaan kemampuan mengasimilasi kolesterol mungkin juga disebabkan oleh perbedaan sumber kolesterol yang digunakan dalam pengujian. Gilliland et al. (1985) menggunakan fraksi serum pleuro-pneumonia like organism (PPLO) sebagai sumber kolesterol, Buck & Gilliland (1994) dan Noh et al. (1997) menggunakan misel kolesterol-fosfatidilkolin, sedangkan Liong dan Shah (2005a) menggunakan polioxyethanyl cholesteryl (kolesterol larut air) sehingga memiliki kelarutan yang baik dalam media yang digunakan untuk pengujian (MRSB). Adapun sumber kolesterol yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolesterol murni, seperti pada penelitian yang dilakukan Ngatirah et al. (2000) dan Kusumawati (2002). Menurut Kusumawati (2002), kolesterol murni tidak dapat larut dengan baik pada media MRSB yang merupakan media berbasis air, karena kelarutan kolesterol dalam air sangat rendah. Hal tersebut mungkin berpengaruh terhadap jumlah kolesterol yang dapat diasimilasi oleh bakteri. Pada penelitian ini, jumlah total kolesterol yang terdeteksi pada kontrol dan perlakuan jika dibandingkan dengan jumlah kolesterol yang ditambahkan semula pada media, menghasilkan selisih yang cukup besar. Pada saat sentrifugasi diduga kolesterol yang tidak larut ikut mengendap dan terbuang bersama massa sel sehingga tidak terdeteksi pada saat pengukuran. Namun, karena tahapan dan kondisi pengujian untuk media kontrol dan perlakuan dibuat sama, kolesterol yang terbuang pada keduanya diasumsikan sama, sehingga selisih kolesterol pada kedua media tersebut cukup mencerminkan jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh bakteri asam laktat yang diuji. Pada penelitian ini digunakan 2-propanol untuk membantu melarutkan kolesterol sebelum dimasukkan ke dalam MRSB dengan konsentrasi yang masih bisa ditoleransi oleh bakteri yang diuji. Jika dikaitkan dengan ketahanan masing-masing isolat terhadap ph rendah (Gambar 7) dan garam empedu (Gambar 8), berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 20) tidak ada hubungan yang signifikan (p>0.05) antara ketahanan terhadap ph rendah, ketahanan terhadap garam empedu, maupun total ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol pada isolat-isolat yang diuji. Hubungan yang tidak signifikan ini juga terlihat dari nilai koefisien korelasi linear (r) yang rendah seperti pada Gambar 10 11, dan 12. Koefisien korelasi linear antara ketahanan terhadap ph dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol adalah sebesar 0.08, koefisien korelasi linear antara ketahanan terhadap garam empedu 30

45 dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol adalah 0.466, sedangkan koefisien korelasi linier antara total ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol adalah Hal ini menunjukkan hubungan yang lemah antara ketahanan terhadap ph dan garam empedu dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol. r = Kolesterol yang diasimilsai (µg/ml) Perubahan Σ sel karena ph rendah (log ) 0 Gambar 10. Hubungan ketahanan terhadap ph rendah (ph2) dengan jumlah kolesterol yang dapat diasimilasi oleh BAL Kolesterol yang diasimilsai (µg/ml) r = ,3-0,2-0,1 0 0,1 0,2 0,3 0,4 Perubahan Σ sel karena garam empedu (log ) Gambar 11. Hubungan ketahanan terhadap 0.5% garam empedu dengan kolesterol yang dapat diasimilasi oleh BAL 31

46 r = Total perubahan Σ sel karena pengaruh ph rendah dan garam empedu (log ) Kolesterol yang diasimilasi (µg/ml) Gambar 12. Hubungan ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu dengan kolesterol yang dapat diasimilasi oleh BAL Isolat yang memiliki ketahanan tinggi terhadap ph rendah dan garam empedu belum tentu memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengasimilasi kolesterol. Sebagai contoh, isolat Lactobacillus R3 yang memiliki ketahanan paling tinggi terhadap ph rendah dan garam empedu, memiliki aktivitas asimilasi yang lebih rendah dibanding isolat Lactobacillus A38 yang memiliki ketahanan terhadap ph dan garam empedu lebih rendah. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Usman dan Hosono (1999), dimana tidak ada hubungan yang signifikan antara ketahanan terhadap garam empedu pada Lactobacillus gasseri dengan kemampuannya dalam mengikat kolesterol. Pereira dan Gibson (2002) melaporkan bahwa L. johnsonii memiliki ketahanan tinggi terhadap garam empedu dibanding L. casei shirota, namun L. johnsonii tidak dapat mengasimilasi kolesterol sebanyak yang diasimilasi oleh L. casei shirota. Dalam proses asimilasi, diduga sebagian kolesterol yang diambil oleh sel bakteri bergabung dengan membran seluler bakteri tersebut. Penelitian yang dilakukan Noh et al. (1997) menunjukkan bahwa sel bakteri Lactobacillus acidophilus ATCC yang ditumbuhkan pada media yang mengandung oxgall dan misel kolesterol lebih tahan terhadap lisis oleh sonikasi dibandingkan dengan bakteri yang ditumbuhkan pada media kontrol (media yang tidak diberi oxgall dan kolesterol). Berdasarkan hasil tersebut, diduga bahwa adanya kolesterol telah mengubah dinding sel atau membran seluler lactobacilli sehingga lebih tahan terhadap gangguan sonikasi. Kimoto et al. (2002) juga mengevaluasi penurunan kolesterol oleh beberapa strain bakteri lactococci. Berdasarkan hasil penelitiannya ditemukan perbedaan pola distribusi asam lemak pada sel yang tumbuh pada media yang mengandung kolesterol dan yang tidak mengandung kolesterol. Diduga kolesterol bergabung ke dalam membran sel dan mengubah komposisi asam lemak dalam sel. Adanya penggabungan tersebut meningkatkan total asam lemak pada membran sehingga membran menjadi lebih tahan terhadap lisis. Adanya pengambilan kolesterol oleh bakteri asam laktat menyebabkan jumlah kolesterol yang diserap di dalam usus menjadi berkurang sehingga dapat menurunkan kolesterol dalam darah. Untuk lebih mengetahui potensi BAL isolat ASI dalam menurunkan kolesterol, pengujian terhadap mekanisme lain dalam menurunkan kolesterol perlu dilakukan, mengingat kemampuan isolat-isolat tersebut dalam mengasimilasi kolesterol cukup rendah. 32

47 D. AKTIVITAS BILE SALT HYDROLASE (BSH) Dekonjugasi garam empedu oleh enzim bile salt hidrolase (BSH) yang dihasilkan oleh BAL berhubungan dengan penurunan kolesterol dalam darah. Hal ini terjadi karena garam empedu bebas (terdekonjugasi) lebih sulit untuk diserap kembali di dalam saluran usus dibandingkan dengan garam empedu dalam bentuk terkonjugasi, sehingga lebih cepat dikeluarkan melalui feses. Akibatnya tubuh harus mensintesis lebih banyak asam empedu dari kolesterol untuk menggantikan asam empedu yang hilang. Dengan demikian kolesterol yang tersedia untuk diserap menjadi berkurang (Usman dan Hosono 1999). Dalam penelitian ini, adanya aktivitas BSH diuji dengan menumbuhkan kultur pada media MRSA yang mengandung 0.5% TDCA (taurodeoxicholic acid) sebagai garam empedu terkonjugasi dan 0.37 g/l CaCl 2. Adanya aktivitas BSH dapat diketahui dengan terbentuknya endapan di sekitar koloni, karena asam empedu hasil dekonjugasi oleh enzim BSH akan bereaksi dengan CaCl 2 membentuk garam yang mengendap. Hasil pengujian aktivitas BSH pada 13 isolat dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 13, 14, 15, dan 16. Aktivitas BSH tidak terdeteksi pada semua isolat yang diuji. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya endapan yang terbentuk di sekitar koloni (baik yang menggunakan kertas saring maupun tidak), yang menandakan tidak adanya aktivitas dekonjugasi terhadap garam empedu. Tidak terdeteksinya aktivitas BSH mungkin terjadi karena isolat-isolat tersebut memang tidak dapat menghasilkan BSH atau BSH yang dihasilkan oleh isolat-isolat tersebut terlalu sedikit sehingga tidak mampu melakukan aktivitas dekonjugasi terhadap garam empedu. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Toit et al. (1998), Moser dan Savage (2001), dan Surono (2003) terhadap strain BAL yang berbeda dengan menggunakan metode yang sama. Pada penelitian-penelitian tersebut sebagian besar BAL yang diuji menunjukkan adanya aktivitas BSH yang cukup tinggi, yang ditandai dengan adanya zona presipitasi di sekitar koloni. Menurut Noriega et al. (2006) hasil pengujian yang berbeda kemungkinan terjadi karena perbedaan strain yang diuji atau keakuratan metode yang digunakan. Uji aktivitas BSH pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode tidak langsung. Keakuratan metode ini mungkin juga menjadi penyebab tidak terdeteksinya aktivitas BSH pada isolat-isolat yang diuji. Beberapa peneliti (Liong dan Shah 2005b; Lye et al. 2010) melakukan uji aktivitas BSH secara kuantitatif dengan mengukur kadar asam amino (glisin/taurin) yang dibebaskan dari garam empedu terkonjugasi, dimana 1 unit aktivitas BSH (U ml -1 ) didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat membebaskan 1µmol asam amino per menit dari substrat yang diberi perlakuan. Hasil pengujian tersebut menunjukkan adanya aktivitas BSH pada L. acidophilus, L. casei, dan L. bulgaricus yang berkisar antara U ml -1. Metode kuantitatif lain yang biasa digunakan untuk mengukur aktivitas BSH adalah HPLC (De Smet et al. 1995; Toit et al. 1998). Pada metode HPLC, aktivitas BSH diukur berdasarkan jumlah asam deoksikolat (DCA) yang terbentuk dari hasil dekonjugasi garam empedu. Toit et al. (1998) melakukan pengujian terhadap aktivitas BSH dari L. reuteri dan L. johnsonii dengan metode kualitatif dan kuantiatif. Metode kualitatif yang digunakan sama seperti pada metode dalam penelitian ini, sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan HPLC. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya aktivitas BSH baik pada metode kualitatif maupun metode kuantitatif. Berdasarkan metode kuantitatif diketahui bahwa isolat-isolat yang diuji memiliki aktivitas BSH yang cukup tinggi, dimana DCA yang dibebaskan berkisar nmol DCA (10 log 10 cfu menit)

48 A B Gambar 13. Hasil pengujian aktivitas BSH pada isolat A6, A8, A16, A20, A22, A23, dan A38 yang ditumbuhkan pada MRSA (A) dan MRSA yang mengandung 0.5% TDCA dan 0.37g/L CaCl 2 (B) dengan menggunakan kertas saring A B Gambar 14. Hasil pengujian aktivitas BSH pada isolat B2, B11, B13, R1, R3, dan R9 yang ditumbuhkan pada MRSA (A) dan MRSA yang mengandung 0.5% TDCA dan 0.37g/L CaCl 2 (B) dengan menggunakan kertas saring A B Gambar 15. Hasil pengujian aktivitas BSH pada isolat A6, A8, A16, A20, A22, A23, dan A38 MRSA (A) dan MRSA yang mengandung 0.5% TDCA dan 0.37g/L CaCl 2 (B) tanpa menggunakan kertas saring 34

49 A B Gambar 16. Hasil pengujian aktivitas BSH pada isolat B2, B11, B13, R1, R3, dan R9 yang ditumbuhkan pada MRSA (A) dan MRSA yang mengandung 0.5% TDCA dan 0.37g/L CaCl 2 (B) tanpa menggunakan kertas saring 35

50 V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Terdapat 13 BAL isolat ASI yang mampu tumbuh pada media yang mengandung 2- propanol, natrium tioglikolat, oxgall, dan kombinasi ketiganya, yaitu isolat Lactobacillus A6, A38, B2, B13, dan R3; L. fermentum A20; L. fermentum2 B11; L. acidophilus1 A8 dan A22; L. rhamnosus A23; Pediococcus pentosaceus2 A16; serta Leuconostoc R1 dan R9. Ketiga belas isolat tersebut memiliki ketahanan yang tinggi terhadap garam empedu, namun hanya satu isolat yang memiliki ketahanan tinggi terhadap ph rendah. Isolat yang paling tahan terhadap ph rendah (ph2) adalah isolat Lactobacillus R3, sedangkan isolat yang paling tahan terhadap garam empedu adalah isolat Lactobacillus R3, L. fermentum A20, dan Pediococcus pentosaceus2 A16. Berdasarkan hasil uji asimilasi kolesterol, ketiga belas isolat yang diuji memiliki kemampuan mengasimilasi kolesterol secara in vitro dengan kisaran µg/ml. Kemampuan mengasimilasi ini bersifat strain dependent. Isolat yang memiliki kemampuan mengasimilasi kolesterol paling tinggi adalah isolat Lactobacillus A38 (14.97 µg/ml), Lactobacillus B2 (14.27 µg/ml), dan Pediococcus pentosaceus2 A16 (14.03 µg/ml). Ketiga isolat ini berpotensi untuk menurunkan kolesterol. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara ketahanan bakteri terhadap ph rendah dan garam empedu terhadap kemampuannya dalam mengasimilasi kolesterol. Pengujian aktivitas BSH yang dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan melihat ada/tidaknya endapan di sekitar koloni (hasil reaksi antara asam empedu terdekonjugasi dengan CaCl 2 ) tidak berhasil mendeteksi adanya aktivitas BSH pada semua isolat yang diuji. B. SARAN Pada penelitian ini masih banyak kekurangan yang belum dapat penulis lakukan. Untuk lebih mengetahui kemampuan isolat ASI dalam menurunkan kolesterol, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Isolat kembali diuji dengan mekanisme penurunan kolesterol yang lain seperti ko-presipitasi kolesterol dengan garam empedu terdekonjugasi, konversi kolesterol menjadi koprostanol, dan produksi asam lemak rantai pendek hasil fermentasi oleh probiotik yang melibatkan adanya prebiotik. 2. Penggunaan kontrol positif berupa strain bakteri probiotik yang sudah teruji dapat menurunkan kolesterol untuk dijadikan sebagai pembanding. 3. Pengujian kembali aktivitas BSH pada isolat-isolat yang diuji menggunakan metode langsung. 4. Setelah diperoleh hasil yang cukup, dapat dilakukan uji secara in vivo pada hewan percobaan untuk mengetahui efektivitasnya. 36

51 DAFTAR PUSTAKA Almatsier S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Anonim Degeneratif & kardiovaskuler Pembunuh dan penyebab cacat utama. [15 September 2010]. [BAM] Bacteriological Analytical Manual Arobic plate count. Food and Drug Administration. ualbam/ucm [14 November 2010]. Bender MF, Lievin V, Brassart D, Nesser JR, Servin AL, dan Hudault S Membran ATPase and acid tolerance of Actinomyses viscosus and Lactobacillus casei. Appl Environ Microbiology. 53: Buck ML dan Gilliland SE Comparison of freshly isolated strains of Lactobacillus acidophilus of human intestinal origin for ability to assimilate cholesterol during growth. J Dairy Sci. 77: Cano RJ dan Colome JS Microbiology. New York: West Publishing Company. Chiang YR, Ismail W, Heintz D, Schaeffer C, van Dorssealer A, dan Fuch G Study of anoxic and oxic cholesterol metabolism by Sterolibacterium denitrificans. J Bacteriol. 190: Corzo G dan Gilliland SE Measurement of bile salt hydrolase activity from Lactobacillus acidophilus based on disappearance of conjugated bile salts. J. Dairy Sci. 82: De Smet I, Hoorde LV, Woestyne MV, Christiaens H, dan Verstraete W Significance of bile salt hydrolytic activities of lactobacilli. J App Bacteriol. 79: Dewanti-Hariyadi R, Anjaya N, Suliantari, Nuraida L, dan Satiawihardja B Penuntun Praktikum Teknologi Fermentasi. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Drouault SG, Corthier SD, Erlich, dan Renault P Survival, physiology, and lysis of Lactobacillus lactis in the digestive tract. Appl Environ Microbiol. 65: Elisabeth T Dictionary of Biology. New York: Facts on File Inc. [FAO/WHO] Food and Agriculture Organization/World Health Organization Probiotics in food: Health and nutritional properties and guidelines for evaluation. Roma: FAO/WHO. Fardiaz S Mikrobiologi Pangan 1. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Gilliland SE, Staley TE, dan Bush LJ Importance of bile tolerance of L. Acidophilus used as a dietary adjunct. J Dairy Sci. 67: Gilliland SE, Nelson CR, dan Maxwell Assimilation of cholesterol by Lactobacillus acidophilus. App Environ Microbiol. 49: Girindra A Biokimia I. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Gropper SS, Smith JL, dan Groff JR Advanced Nutrition and Human Metabolism. 5 th ed. USA: Wadsworth. 37

52 Gustia I Menyingkirkan gangguan kardiovaskular. [ 12 November 2010]. Hartanti AW Seleksi bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai probiotik dari isolat air susu ibu [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hill MJ Role of Gur Bacteria in Human Toxicology and Pharmacology. New York: Taylor and Francis. Hutkins RW dan Nannen NL ph homeostatis in lactic acid bacteria. J Dairy Sci. 76: [IDAI] Ikatan Dokter Anak Indonesia Air susu ibu dan kesehatan saluran cerna. [5 Desember 2010]. Isaacs CE Human Milk inactivates pathogen individually, additively and sinergistelly. J Nutr 51 : Ismadi M Biokimia, Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus Jilid 2. Edisi Keempat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Jacobsen CN, Nielsen VR, Hayford AE, Møller PL, Michaelsen KF, Pærregaard A, Sandström B, Tvede M, dan Jakobsen M Screening of probiotics activities of forty-seven strain of Lactobacillus spp. by in vitro techniques and evaluation of the colonization ability of five selected strain in human. J Appl and Environ Microbiol. 65 (11) Kimoto H, Ohmomo S, dan Okamoto T Cholesterol removal from media by Lactococci. J. Dairy Sci. 85: Kimoto-Nira H, Mizumachi K, Nomura M, Kobayashi M, Fujita Y, Okamoto T, et al Lactococcus sp. as potential probiotic lactic acid bacteria. Japan Agricultural Research Quarterly. 41: Kusumawati N Seleksi bakteri asam laktat indigenus sebagai genus probiotik dengan kemampuan mempertahankan keseimbangan mikroflora feses dan mereduksi kolesterol serum darah tikus [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Liong MT dan Shah NP. 2005a. Acid and bile tolerance and cholesterol removal ability of Lactobacilli strains. J Dairy Sci 88: Liong MT dan Shah NP. 2005b. Bile salt deconjugation ability, bile salt hydrolase activity and cholesterol co-presipitation ability of lactobacilli strain. Int Dairy J. 15: Lye HS, Ali GRR, dan Liong MT. 2010a. Mechanisms of cholesterol removal by lactobacilli under conditions that mimic the human gastrointestinal tract. Int Dairy J. 20: Lye HS, Rusul G, dan Liong MT. 2010b. Removal of cholesterol by Lactococci via incorporation of and conversion to coprostanol. J Dairy Sci. 93: Macdonald IA, Bokkenheuser VD, Winter J, McLernon AM, dan Mosbach EH Degradation of steroids in the human gut. J Lipid Res. 24: Martin R, Olivares M, Marin ML, Fernandez L, Xaos J, dan Rodriguez JM Probiotics potencial of 3 lactobacilli strains isolated from breast milk. J. Hum Lact. 21(1):

53 Mayes PA Lipid Transport and Storage. Di dalam: Murry RK, Granner DK, Mayes PA, dan Rodwell VW (eds). Harper Biochemistry. 24 th ed. London: Prentice Hall International, Inc. Moser SA dan Savage DC Bile salt hydrolase activity and resistance to toxicity of conjugated bile salts are unrelated properties in lactobacilli. Appl and Environ Microbiol. 67: Muchtadi D, Astawan M, dan Palupi NS Metabolisme Zat Gizi Pangan. Jakarta: Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan Nasional. Ngatirah, Harmayani E, Rahayu ES, dan Tyas U Seleksi bakteri asam laktat agensia proiotik yang berpotensi menurunkan kolesterol. Seminar Nasional Industri Pangan. PATPI. Surabaya, Oktober Noh DO, Kim SH, dan Gilliland SE Incorporation cholesterol into the celluler membran of Lactobacillus acidophilus ATCC J Dairy Sci 80: Noriega L, Cuevas I, Margolles A, dan Reyes-Gavila CGD Deconjugation and bile salts hydrolase activity by Bifidobacterium strains with acquired resistance to bile. Int Dairy J. 16: Nuraida L, Susanti, dan Hartanti AW Lactic acid bacteria and Bifidobacteria profile of breast milk and their potency as probiotics. 10 th ASEAN Food Conference. Food for Mankind- Contribution of Science and Technology August. Kuala Lumpur, Malaysia. Ooi LG dan Liong MT Review Cholesterol lowering effects of probiotics and prebiotics. Int J Mol Sci. 11: Pereira DIA. dan Gibson GR Cholesterol Assimilation by Lactic Acid Bacteria and Bifidobacteria Isolated from the Human Gut. Appl Environ Microbiol. 68(9): Piliang WG dan Djojosoebagio SA Fisiologi Nutrisi Volume 1. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Purwaningsih E dan Yuniastuti A Pengaruh kombinasi oligosakarida dengan Lactobacillus acidophilus terhadap fraksi lipid serum tikus hiperkolesterolemi. J MIPA. 8 (2): Ray B dan Bhunia A Fundamental Food Microbiology. 4 th ed. Boca Raton: CRC Press. Salminen S, Wright AV, dan Ouwehand A Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspects. 3 rd edition. Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. Savadogo, Outtara CAT, Bassole IHN, dan Traore SA Bacteriocin and lactic acid bacteria-a minireview. African J Biotechnol 5(9): Siegumfeld H, Rechninger BK, dan Jacobsen M Dynamic changes of intracelluler ph in individual lactic acid bacterium cells in response to a rapid drop in extraceluller ph. Applied an Environmental Microbiology. 66: Siregar Air Susu Ibu. [17 November 2009]. Surono IS In vitro probiotic properties of indigenous dadih lactic acid bacteria. Asia-Aust J Anim Sci. 16 (5): Surono IS Probiotik: Susu fermentasi dan kesehatan. Jakarta: PT Tri Cipta Karya. Svensson U Industrial perspectives. Di dalam: Tannock GW. Probiotic: A Critical review. England: Horizon Scientific Press. 39

54 Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prowirokusumo S, dan Lebdosukedjo L Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Toit M du, Franz CMAP, Dicks LMT, Schillinger U, Haberer P, Warlies B, Ahrens F, dan Holzapfel WH Characterisation and selection of probiotic lactobacilli for a preliminary minipig feeding trial and their effect on serum cholesterol levels, faeces ph and faeces moisture content. Int. J Food Microbiol. 40: Tomasik PJ dan Tomasik P Review probiotics and prebiotics. Cereal chem. 80 (2): Usman dan Hosono A Bile tolerance, taurocholate deconjugation, and binding of cholesterol by Lactobacillus gasseri strains. J Dairy Sci. 82: [WHO] World Health Organization Cardiovascular desease. [5 Desember 2010]. Wildman REC dan Medeiros DM Advanced Human Nutrition. Boca Raton : CRC Press LLC. Yatim W Kamus Biologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Young J European market development in prebiotic and probiotic containing foodstuffs. J Nutr. 80: S Zavaglia AG, Kociubinski G, Perez P, dan Antoni GD Isolation and characterization of Bifidobacterium strain for probiotic formulation. J Food Protect. 61 (7) :

55 LAMPIRAN 41

56 Lampiran 1. Ketahanan BAL isolat ASI terhadap ph rendah Kode Isolat Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata log Perlakuan 0 jam Perlakuan 5 jam Perlakuan 0 jam Perlakuan 5 jam log log log log log log A6 7.6x x x x A8 9.1x x A16 1.4x x A20 1.2x x x x A22 7.6x x A23 9.8x x x A38 6.0x x x x B2 9.8 x x x x B11 1.4x x x x B13 1.4x x x x R1 1.1x x x x R3 1.0x x x x R9 1.7x x

57 Lampiran 2. Ketahanan BAL isolat ASI terhadap 0.5% garam empedu Kode Isolat Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata log Perlakuan 0 jam Perlakuan 24 jam Perlakuan 0 jam Perlakuan 24 jam log log log log log log A6 8.0x x x x A8 7.8x x x x A16 1.0x x x x A20 1.1x x x x A22 7.8x x x x A23 1.2x x x x A38 1.2x x x x B2 1.4x x x x B11 1.0x x x x B13 8.8x x x x R1 7.0x x x x R3 2.1x x x x R9 3.0x x x x

58 Lampiran 3. Data ketahanan isolat A6, A8, dan A16 terhadap ph rendah (ph 2) Kode Isolat Waktu Inkubasi Pengenceran Jumlah Koloni/ Cawan Ulangan 1 Ulangan 2 Total BAL log log Pengenceran Jumlah koloni/ cawan 10-3 TBUD TBUD Total BAL log log Rata-rata log 0 jam x x A jam x x jam x x A jam jam x x A jam

59 Lampiran 4. Data ketahanan isolat A20, A22, dan A23 terhadap ph rendah (ph 2) Kode Isolat A20 A22 A23 Waktu Inkubasi 0 jam 5 jam 0 jam 5 jam 0 jam 5 jam Pengenceran Jumlah Koloni/ Cawan Ulangan 1 Ulangan 2 Total BAL log log Pengenceran Jumlah koloni/ cawan x TBUD TBUD 10-0 TBUD TBUD x x x x Total BAL log 2.3 x x x x log Rata-rata log

60 Lampiran 5. Data ketahanan isolat A38, B2, dan B11 terhadap ph rendah (ph 2) Kode Isolat A38 B2 B11 Waktu Inkubasi 0 jam 5 jam 0 jam 5 jam 0 jam 5 jam Pengenceran Jumlah Koloni/ Cawan Ulangan 1 Ulangan 2 Total BAL log log Pengenceran Jumlah koloni/ Cawan x x x TBUD TBUD x x TBUD TBUD x Total BAL log 8.6x x X x x x log Rata-rata log

61 Lampiran 6. Data ketahanan isolat B13, R1, dan R3 terhadap ph rendah (ph 2) Kode Isolat B13 R1 R3 Waktu Inkubasi 0 jam 5 jam 0 jam 5 jam 0 jam 5 jam Pengenceran Jumlah Koloni/ Cawan Ulangan 1 Ulangan 2 Total BAL log log Pengenceran Jumlah koloni/ cawan x TBUD TBUD x x TBUD TBUD x x TBUD TBUD 10-3 TBUD TBUD 5.4x Total BAL log 1.1 x x x x x x log Rata-rata log

62 Lampiran 7. Data ketahanan isolat R9 terhadap ph rendah (ph 2) Kode Isolat R9 Waktu Inkubasi 0 jam 5 jam Pengenceran Jumlah Koloni/ Cawan Ulangan 1 Ulangan 2 Total BAL log log Pengenceran Jumlah koloni/ cawan x Total BAL log 1.8 x log Rata-rata log

63 Lampiran 8. Data ketahanan isolat A6, A8, dan A16 terhadap 0.5% garam empedu Kode Isolat A6 A8 A16 Waktu Inkubasi 0 jam 24 jam 0 jam 24 jam 0 jam 24 jam Pengenceran Jumlah Koloni/ Cawan Ulangan 1 Ulangan 2 Total BAL log log Pengenceran Jumlah koloni/ cawan x x x x x x Total BAL log 5.0x x x x x x log Rata-rata log

64 Lampiran 9. Data ketahanan isolat A20, A22, dan A23 terhadap 0.5% garam empedu Kode Isolat Waktu Inkubasi Pengenceran Jumlah Koloni/ Cawan Ulangan 1 Ulangan 2 Total BAL log log Pengenceran Jumlah koloni/ cawan Total BAL log log Rata-rata log 0 jam x x A jam x TBUD TBUD 2.8x jam x x A TBUD TBUD jam x x jam x x A jam x x

65 Lampiran 10. Data ketahanan isolat A38, B2, dan B11 terhadap 0.5% garam empedu Kode Isolat A38 B2 B11 Waktu Inkubasi 0 jam 24 jam 0 jam 24 jam 0 jam 24 jam Pengenceran Jumlah Koloni/ Cawan Ulangan 1 Ulangan 2 Total BAL log log Pengenceran Jumlah koloni/ cawan x TBUD TBUD x x TBUD TBUD x x x Total BAL log 8.8x x x x x x log Rata-rata log

66 Lampiran 11. Data ketahanan isolat B13, R1, dan R3 terhadap 0.5% garam empedu Kode Isolat B13 R1 R3 Waktu Inkubasi 0 jam 24 jam 0 jam 24 jam 0 jam 24 jam Pengenceran Jumlah Koloni/ Cawan Ulangan 1 Ulangan 2 Total BAL log log Pengenceran Jumlah koloni/ cawan x x x x x x Total BAL log 1.3x x x x x x log Rata-rata log

67 Lampiran 12. Data ketahanan isolat R9 terhadap 0.5% garam empedu Kode Isolat *R9 Waktu Inkubasi 0 jam 24 jam Pengenceran Jumlah Koloni/ Cawan Ulangan 1 Ulangan 2 Total BAL log log Pengenceran Jumlah koloni/ cawan x TBUD TBUD 10 0 TBUD TBUD x * pada jam ke-0. jumlah BAL sudah turun cukup banyak Total BAL log 1.9x x log Rata-rata log

68 Lampiran 13. Tabel dan kurva standar kolesterol Jumlah kolesterol 95% Konsentrasi kolesterol (µg) (µg) Absorbansi Absorbansi 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 Kurva Standar Kolesterol y = x R² = ,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 Konsentrasi Kolesterol (µg/ml) 54

69 Lampiran 14. Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh isolat A16, A22, A38, B2, dan B11 Kode isolat Kontrol A16 A22 A38 B2 B11 Absorbansi Konsentrasi kolesterol (µg/0.5ml) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Kolesterol Kolesterol kolesterol Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Rata-rata yang Rata-rata yang yang kolesterol Absorbansi kolesterol kolesterol (µg/ml) diasimilasi (µg/ml) diasimilasi diasimilasi (µg/ml) (µg/0.5ml) (µg/ml) (µg/ml) (µg/ml) (µg/ml)

70 Lampiran 15. Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh isolat A8, R9, dan R3 Kode isolat Kontrol A8 R9 Absorbansi Konsentrasi kolesterol (µg/0.5ml) Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh isolat A8 dan R9 Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Kolesterol Kolesterol kolesterol Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Rata-rata yang Rata-rata yang yang kolesterol Absorbansi kolesterol kolesterol (µg/ml) diasimilasi (µg/ml) diasimilasi diasimilasi (µg/ml) (µg/0.5ml) (µg/ml) (µg/ml) (µg/ml) (µg/ml) Kode Isolat Kontrol R3 Absorbansi Konsentrasi kolesterol (µg/0.5ml) Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh isolat R3 Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Kolesterol Kolesterol kolesterol Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Rata-rata yang Rata-rata yang yang kolesterol Absorbansi kolesterol kolesterol (µg/ml) diasimilasi (µg/ml) diasimilasi diasimilasi (µg/ml) (µg/0.5ml) (µg/ml) (µg/ml) (µg/ml) (µg/ml)

71 Lampiran 16. Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh isolat A6, A20, A23, B13, dan R1 Kode isolat Kontrol A6 A20 A23 B13 R1 Absorbansi Konsentrasi kolesterol (µg/0.5ml) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Kolesterol Kolesterol kolesterol Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Rata-rata yang Rata-rata yang yang kolesterol Absorbansi kolesterol kolesterol (µg/ml) diasimilasi (µg/ml) diasimilasi diasimilasi (µg/ml) (µg/0.5ml) (µg/ml) (µg/ml) (µg/ml) (µg/ml)

72 Lampiran 17. Hasil analisis statistik ketahanan BAL isolat ASI terhadap ph rendah Oneway Perubahan log terhadap ph rendah Descriptives 95% Confidence Kode Isolat N Mean Std. Deviation Std. Error Interval for Mean Lower Upper Minimum Maximum Bound Bound A A A A A A A B B B R R R Total ANOVA Perubahan_log_terhadap_pH_rendah Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total

73 Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Duncan Perubahan log terhadap ph rendah Kode_isolat N Subset for alpha = R A A A A A B A R A B B R Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. 59

74 Lampiran 18. Hasil analisis statistik ketahanan BAL isolat ASI terhadap garam empedu Oneway Perubahan log_terhadap_garam_empedu Descriptives 95% Confidence Kode Isolat N Mean Std. Deviation Std. Error Interval for Mean Minimum Maximum Lower Upper Bound Bound A A A A A A A B B B R R R Total ANOVA Perubahan_log_terhadap_garam_empedu Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total

75 Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Duncan Perubahan_log_terhadap_garam_empedu Kode_isolat N Subset for alpha = A A A A R A R B B B A A R Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. 61

76 Lampiran 19. Hasil analisis statistik kolesterol yang diasimilasi oleh BAL isolat ASI Oneway Kolesterol_yang_diasimilasi Descriptives 95% Confidence Kode Isolat N Mean Std. Deviation Std. Error Interval for Mean Lower Upper Minimum Maximum Bound Bound A A A A A A A B B B R R R Total ANOVA Kolesterol yang diasimilasi Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total

77 Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Duncan Kolesterol yang diasimilasi Kode_isolat N Subset for alpha = A A R A R R B A A B A B A Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. 63

78 Lampiran 20. Hasil analisis statistik korelasi antara ketahanan terhadap ph, ketahanan terhadap garam empedu, total ketahanan terhadap ph dan garam empedu, dan kemampuan mengasimilasi kolesterol Descriptive Statistics Mean Std. Deviation N Ketahanan_terhadap_pH Ketahanan terhadap garam empedu Total perubahan jumlah sel karena ph dan garam_empedu Kemampuan mengasimilasi kolesterol Correlations Ketahanan terhadap ph Ketahanan terhadap garam empedu Total ketahanan Kemampuan terhadap ph dan mengasimilasi garam empedu kolesterol Ketahanan terhadap ph Ketahanan terhadap garam empedu Total perubahan jumlah sel karena ph dan garam empedu Kemampuan mengasimilasi kolesterol Pearson Correlation *.997 **.080 Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation.584 * *.466 Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation.997 **.649 * Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 64

79 Lampiran 21. Gambar hasil pewarnaan Gram beberapa isolat bakteri asam laktat isolat ASI Isolat A15 Isolat A16 Isolat R1 Isolat R3 Isolat A6 Isolat A8 65

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora, tidak mempunyai sitokrom, aerotoleran, anaerobik hingga mikroaerofilik,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERTUMBUHAN BAL ISOLAT ASI PADA MEDIA YANG MENGANDUNG SENYAWA UJI 1. Pertumbuhan BAL Isolat ASI pada MRSB yang Mengandung 2-propanol dan MRSB yang Mengandung Natrium tioglikolat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan berperan dalam pembentukan hormon-hormon anak ginjal, testis, dan ovarium. Kolesterol merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus

HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus Menurut Havenaar et al. (1992), dalam pengembangan galur probiotik baru, perlu dilakukan seleksi secara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak abad II sebelum Masehi susu kedelai sudah dibuat di negara Cina, dan kemudian berkembang ke Jepang. Setelah Perang Dunia II baru berkembang ke Asia Tenggara.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah daging dan menduduki peringkat teratas sebagai salah satu sumber protein hewani yang paling banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolesterol adalah alkohol steroid di jaringan tubuh yang menjalankan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolesterol adalah alkohol steroid di jaringan tubuh yang menjalankan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah alkohol steroid di jaringan tubuh yang menjalankan fungsi penting, diantaranya adalah sebagai komponen struktural semua sel membran, prekursor dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih (Brassica oleracea) merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dapat dipasarkan tanpa terpengaruh musim. Di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu produk pangan fungsional yang berkembang saat ini dan baik untuk kesehatan usus adalah produk sinbiotik. Produk sinbiotik merupakan produk yang memiliki

Lebih terperinci

PREBIOTIK 2% 2%) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL SECARA

PREBIOTIK 2% 2%) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL SECARA KAJIAN EFEK SINERGISTIK PROBIOTIK (Bakteri Asam Laktat) DAN PREBIOTIK (Maltodextrin 2% dan Fruktooligosakarida 2%) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL SECARA in vitro DAN in vivo Agnes Sri Harti, Opstaria

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK 1. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. drh. Widya Asmara, S.U., Ph.D. 3. Tiyas Tono Taufiq, S.Pt, M.Biotech

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Kubis putih termasuk ke dalam kategori bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan air dalam kubis putih cukup tinggi yaitu mencapai 92%

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam Bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur probiotik umumnya diberikan melalui sistem pangan. Untuk itu bakteri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai pangan fungsional karena kandungan probiotik didalamnya yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai pangan fungsional karena kandungan probiotik didalamnya yang baik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dadih atau dadiah dalam bahasa Minang adalah salah satu jenis susu kerbau fermentasi tradisional Indonesia yang merupakan kearifan lokal dari Sumatera Barat. Dadih

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR SELEKSI DAN PENGUJIAN BAKTERI ASAM LAKTAT KANDIDAT PROBIOTIK HASIL ISOLAT LOKAL SERTA KEMAMPUANNYA DALAM MENGHAMBAT SEKRESI INTERLEUKIN-8 DARI ALUR SEL HCT 116 EKO FARIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Lemak Daging Ayam Broiler yang Diberi Probiotik Berbasis Susu Sapi dan Susu Kedelai Fermentasi. Hasil pengamatan kadar lemak daging ayam broiler pada peneitian dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Salah satu pangan fungsional yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Salah satu pangan fungsional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan pengetahuan tentang pangan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan telah meningkatkan minat masyarakat terhadap pangan fungsional. Pangan fungsional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup PENDAHULUAN Latar Belakang Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup dikenal dan disukai masyarakat Indonesia dari anak-anak sampai orang dewasa pada umumnya. Sosis adalah jenis makanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Susu Sapi, Kedelai Fermentasi dan Kombinasinya Terhadap Kolesterol Daging Ayam Broiler. Hasil pengatamatan kadar kolesterol daging pada ayam broiler pada penelitian

Lebih terperinci

POTENSI BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI NIRA AREN DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI PATOGEN ASAL PANGAN

POTENSI BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI NIRA AREN DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI PATOGEN ASAL PANGAN POTENSI BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI NIRA AREN DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI PATOGEN ASAL PANGAN SKRIPSI Skripsi ini diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO,2001) dengan memperbaiki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah sekelompok bakteri yang dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti asam laktat, H2O2, CO2, disamping itu juga mampu menguraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan kehidupan (living fluid) yang

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan kehidupan (living fluid) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan kehidupan (living fluid) yang mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi dalam enam bulan kehidupannya seperti karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penurunan ini disebabkan proses fermentasi yang dilakukan oleh L. plantarum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penurunan ini disebabkan proses fermentasi yang dilakukan oleh L. plantarum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Soygurt Sari Tempe Medium susu tempe yang dipergunakan mempunyai ph awal 6, setelah diinokulasi dengan bakteri L. plantarum, 10 jam kemudian ph turun menjadi 4. Penurunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan terhadap kultur starter sebelum diolah menjadi suatu produk sangatlah penting. Hal ini bertujuan

Lebih terperinci

PREBIOTIK 2%) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL SECARA

PREBIOTIK 2%) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL SECARA KAJIAN EFEK SINERGISTIK PROBIOTIK (Bakteri Asam Laktat) DAN PREBIOTIK (Maltodextrin 2%) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL SECARA in vitro DAN in vivo Agnes Sri Harti, Nony Puspawati,Devina Arbitria Kinasih

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, berbentuk batang atau bulat, katalase atau oksidase negatif, bersifat anaerob aerotoleran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan dan absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat banyak villi. Pada permukaan

Lebih terperinci

EVALUASI IN VITRO TERHADAP KEMAMPUAN ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL AIR SUSU IBU UNTUK MENGASIMILASI KOLESTEROL DAN MENDEKONJUGASI GARAM EMPEDU

EVALUASI IN VITRO TERHADAP KEMAMPUAN ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL AIR SUSU IBU UNTUK MENGASIMILASI KOLESTEROL DAN MENDEKONJUGASI GARAM EMPEDU EVALUASI IN VITRO TERHADAP KEMAMPUAN ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL AIR SUSU IBU UNTUK MENGASIMILASI KOLESTEROL DAN MENDEKONJUGASI GARAM EMPEDU [In Vitro Evaluation of Cholesterol Assimilation and Bile

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler merupakan ternak yang dapat menghasilkan daging dalam waktu singkat serta dapat mengkonversi ransum yang dikonsumsi untuk memproduksi satu kilogram bobot

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Pengertian lipid Lipid adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa organik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh pemberian berbagai level tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah pada domba Padjadjaran jantan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu adalah cairan yang dihasilkan dari sekresi kelenjar mammae hewan mamalia yang fungsi utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi anak hewan yang baru lahir.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lipid 1. Definisi Lipid Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik (Widman, 1989) Lemak disebut juga lipid,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah

II TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah 5 II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat menjadi asam laktat (Amin dan Leksono, 2001). Karakter fisiologis BAL dikelompokkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Bakteri Asam dan Bakteri Patogen Pemeriksaan terhadap kultur bakteri meliputi Bakteri Asam Laktat (BAL) dan bakteri patogen dilakukan diawal penelitian untuk memastikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al.,

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al., 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan genus terbesar dalam kelompok bakteri asam laktat (BAL) dengan hampir 80 spesies berbeda. Bakteri ini berbentuk batang panjang serta bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protektif bagi sistem pencernaan, probiotik juga diketahui memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. protektif bagi sistem pencernaan, probiotik juga diketahui memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan kesehatan tubuh dan saluran pencernaan (FAO/WHO,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

VIABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL ASI TERHADAP ph ASAM LAMBUNG DAN GARAM EMPEDU Sri Sinto Dewi*, Herlisa Anggraini **

VIABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL ASI TERHADAP ph ASAM LAMBUNG DAN GARAM EMPEDU Sri Sinto Dewi*, Herlisa Anggraini ** VIABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL ASI TERHADAP ph ASAM LAMBUNG DAN GARAM EMPEDU Sri Sinto Dewi*, Herlisa Anggraini ** * Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil penelitian Setiawan (2006),

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A.Tinjauan Pustaka. 1.Tanaman Tebu. tinggi dibanding tanaman lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pemanis (Lutony,

BAB II LANDASAN TEORI. A.Tinjauan Pustaka. 1.Tanaman Tebu. tinggi dibanding tanaman lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pemanis (Lutony, BAB II LANDASAN TEORI A.Tinjauan Pustaka 1.Tanaman Tebu Tanaman tebu merupakan sumber pemanis yang paling populer di dunia. Selain itu tanaman tebu juga diketahui mempunyai tingkat produksi gula yang tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler Berdasarkan hasil penelitian, kadar protein hati broiler yang diberi probiotik selama pemeliharaan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ternak unggas merupakan jenis-jenis yang dibudidayakan untuk tujuan produksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ternak unggas merupakan jenis-jenis yang dibudidayakan untuk tujuan produksi 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Unggas Ternak unggas merupakan jenis-jenis yang dibudidayakan untuk tujuan produksi sebagai penghasil pangan sumber protein hewani bagi masyarakat dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

Penurunan Kadar Kolesterol Oleh Bakteri Asam Laktat Asal Dangke Secara In Vitro

Penurunan Kadar Kolesterol Oleh Bakteri Asam Laktat Asal Dangke Secara In Vitro Penurunan Kadar Kolesterol Oleh Bakteri Asam Laktat Asal Dangke Secara In Vitro ANDI NUR FADHILAH, HAFSAN, FATMAWATI NUR Jl. Sultan Alauddin 6 Samata, Kab. Gowa 92 email: hafsahbio@yahoo.com ABSTRAK Bakteri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memiliki beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini dikarenakan asam - asam organik yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. pentingnya makanan sehat mengalami peningkatan. Hal ini mendorong timbulnya

BABI PENDAHULUAN. pentingnya makanan sehat mengalami peningkatan. Hal ini mendorong timbulnya BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan sehat mengalami peningkatan. Hal ini mendorong timbulnya kecenderungan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Margolles et al. (2009), sumber terbaik untuk isolasi probiotik

I. PENDAHULUAN. Menurut Margolles et al. (2009), sumber terbaik untuk isolasi probiotik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Probiotik pada awalnya dikemukakan oleh ilmuwan Rusia Elie Metchnikoff pada tahun 1907. Perkembangan selanjutnya mulai diperkenalkan konsep probiotik oleh Fuller (1989)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Energi dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktiftasnya. Energi didapatkan dari makanan sehari-hari yang dikonsumsi. Sebagai sumber energi, lemak memberikan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. nutrisi untuk pertumbuhan, perkembangan bayi dan memberikan perlindungan dari

I. TINJAUAN PUSTAKA. nutrisi untuk pertumbuhan, perkembangan bayi dan memberikan perlindungan dari I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Susu Ibu (ASI) Air susu ibu atau ASI merupakan makanan yang ideal bagi pertumbuhan bayi, didalamnya terkandung beberapa komponen gizi yang berfungsi sebagai sumber nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi Rataan volume usus besar ayam broiler pada berbagai perlakuan pasca transportasi disajikan pada Tabel 7. Tabel

Lebih terperinci

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL SELEKSI ISOLAT INDIGENUS BAKTERI PROBIOTIK UNTUK IMUNOMODULATOR DAN APLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN YOGURT SINBIOTIK SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL ANTIDIARE

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari

I. PENDAHULUAN. (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rebung merupakan salah satu bahan makanan yang cukup populer di masyarakat. Rebung pada pemanfaatannya biasa digunakan dalam kuliner atau makanan tradisional masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti

Lebih terperinci

Pencernaan, penyerapan dan transpot lemak -oksidasi asam lemak

Pencernaan, penyerapan dan transpot lemak -oksidasi asam lemak Metabolisme Lipid Metabolisme LIPID Metabolisme LIPID Degradasi Lipid Oksidasi asam lemak Pencernaan, penyerapan dan transpot lemak -oksidasi asam lemak Biosintesis Lipid Biosintesis asam lemak Biosintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan susu hasil sekresi dari payudara setelah ibu melahirkan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan tanpa

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan hasil penelitian pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam air minum terhadap konsumsi air minum dan ransum dan rataan pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 200; FAO/WHO, 2002;

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan rumah tangga sangat penting dalam memantau. rumah tangga yang mengalami masalah kekurangan pangan secara terus

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan rumah tangga sangat penting dalam memantau. rumah tangga yang mengalami masalah kekurangan pangan secara terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketahanan pangan rumah tangga sangat penting dalam memantau rumah tangga yang mengalami masalah kekurangan pangan secara terus menerus. Suryana (2004) menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di dalam industri pangan dalam menghasilkan pangan fungsional. Fungsi ini dikarenakan kemampuan BAL yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup adalah bangsa itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini sering disebut sebagai itik

Lebih terperinci

Pendahuluan kebutuhan energi basal bertahan hidup Lemak sumber energi tertinggi asam lemak esensial Makanan mengandung lemak Pencernaan

Pendahuluan kebutuhan energi basal bertahan hidup Lemak sumber energi tertinggi asam lemak esensial Makanan mengandung lemak Pencernaan Metabolisme lemak Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Unila Pendahuluan Manusia memiliki kebutuhan energi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Fast food BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi fast food Fast food atau dalam bahasa Indonesia disebut makanan cepat saji merupakan makanan yang pertama sekali diciptakan di Amerika. 12 Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyebab kematian kedua pada balita di dunia. Sekitar 9 persen dari semua kematian pada anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia pada tahun 2015

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manfaat bagi proses metabolisme tubuh karena mengandung berbagai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manfaat bagi proses metabolisme tubuh karena mengandung berbagai PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk pangan yang memiliki banyak manfaat bagi proses metabolisme tubuh karena mengandung berbagai nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manusia lanjut usia adalah seorang yang karena usianya mengalami perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manusia lanjut usia adalah seorang yang karena usianya mengalami perubahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lansia Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti dialami oleh semua orang yang dikarunia usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Manusia lanjut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Kefir adalah susu yang difermentasi dengan Kefir Grains yang terdiri dari berbagai jenis bakteri asam laktat dan ragi. Kefir, sejenis susu fermentasi yang terbuat dari bakteri hidup.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh kemudian dibungkus dengan kertas rokok berukuran panjang 70 120 mm dengan diameter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Istilah probiotik pertama kali dicetuskan untuk mendeskripsikan senyawa yang dihasilkan mikroorganisme yang dapat menstimulir pertumbuhan mikroorganisme lain. Definisi probiotik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolesterol terbentuk secara alamiah. Dari segi ilmu kimia, kolesterol merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan oleh tubuh bermacammacam fungsi, lain untuk membuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi. Hampir semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita terdapat dalam susu. Susunan nilai gizi yang sempurna ini

Lebih terperinci

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman, peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan gaya hidup sehat, kebutuhan produk pangan sumber protein terus meningkat. Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan inangnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 2001;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan efek menyehatkan bagi inangnya dengan cara memperbaiki komposisi

I. PENDAHULUAN. memberikan efek menyehatkan bagi inangnya dengan cara memperbaiki komposisi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan konsumen akan produk yang dapat memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan mendorong pengembangan probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme

Lebih terperinci