HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERTUMBUHAN BAL ISOLAT ASI PADA MEDIA YANG MENGANDUNG SENYAWA UJI 1. Pertumbuhan BAL Isolat ASI pada MRSB yang Mengandung 2-propanol dan MRSB yang Mengandung Natrium tioglikolat 2-propanol (isopropil alkohol) merupakan senyawa dengan struktur C 3 H 8 O yang sering digunakan sebagai pelarut, bahan baku industri, dan sebagai desinfektan. Pada tahapan penelitian selanjutnya, senyawa ini digunakan sebagai pelarut kolesterol dalam uji asimilasi kolesterol. Adapun natrium tioglikolat merupakan senyawa yang berfungsi sebagai penangkap oksigen (oxygen scavenger) untuk menciptakan kondisi anaerob pada media (Kimoto et al. 2002). Kondisi anaerob ini diciptakan untuk mencerminkan kondisi di dalam saluran pencernaan. Natrium tioglikolat dapat berikatan dengan oksigen terlarut dan menghilangkan oksigen pada medium. Pengujian pertumbuhan BAL dalam media yang mengandung 2- propanol dan media yang mengandung natrium tioglikolat dilakukan untuk mengetahui seberapa besar keberadaan 2-propanol ataupun natrium tioglikolat dapat mempengaruhi pertumbuhan BAL yang diuji. Hasil pengujian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa secara umum semua isolat dapat tumbuh dengan baik pada media yang mengandung 2-propanol (4% v/v) maupun natrium tioglikolat (0.2% b/v) dengan waktu inkubasi 24 jam. Hal ini ditandai dengan timbulnya kekeruhan pada media setelah masa inkubasi. Secara keseluruhan, tingkat kekeruhan pada media yang mengandung 2-propanol maupun natrium tioglikolat hampir sama dengan tingkat kekeruhan pada media kontrol (tanpa 2-propanol maupun natrium tioglikolat). Ini menunjukkan bahwa keberadaan 2-propanol maupun natrium tioglikolat tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan BAL yang diuji. Kemampuan BAL untuk tumbuh pada media yang mengandung natrium tioglikolat menunjukkan bahwa BAL tersebut mampu hidup pada kondisi anaerob. Hal ini sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh BAL yaitu aerotoleran, anaerobik hingga mikroaerofilik (Surono 2004). 2. Pertumbuhan BAL Isolat ASI pada MRSB yang Mengandung Oxgall Selain diuji kemampuannya untuk tumbuh pada media yang mengandung 2-propanol dan natrium tioglikolat, semua isolat yang digunakan juga diuji kemampuannya untuk tumbuh pada media yang mengandung oxgall (garam empedu). Keberadaan oxgall dalam media dimaksudkan untuk menciptakan kondisi seperti di dalam pencernaan dimana garam empedu diekskresikan ke dalam saluran pencernaan. Pada pengujian ini, semua BAL yang digunakan ditumbuhkan dalam media MRSB yang mengandung 0.2% dan 0.3% oxgall, kemudian diinkubasi selama 24 dan 48 jam. Analisis terhadap pertumbuhan dilakukan secara subjektif dengan melihat tingkat kekeruhan dari media yang diinokulasi dengan kultur bakteri asam laktat setelah diinkubasi dan membandingkannya dengan media kontrol (tanpa oxgall). Hasil yang diperoleh (Tabel 4) menunjukkan bahwa semua isolat yang diuji mampu tumbuh pada konsentrasi garam empedu 0.2% selama 24 dan 48 jam inkubasi dengan derajat pertumbuhan yang berbeda (berdasarkan tingkat kekeruhan). Pada konsentrasi garam empedu 20

2 0.3% dan waktu inkubasi 24 jam, dari 37 isolat yang diuji, terdapat 4 isolat yang tidak tumbuh (media tidak keruh), yaitu isolat Lactobacillus A25, A30, dan A32, serta L. rhamnosus A24. Pada inkubasi 48 jam, semua isolat dapat tumbuh pada konsentrasi garam empedu 0.3%. Hal ini terjadi karena garam empedu bersifat bakterisidal sehingga menghambat pertumbuhan bakteri, dan kemungkinan sebagian dari bakteri yang diinokulasikan mati. Bakteri yang masih bertahan memerlukan waktu adaptasi yang cukup lama sehingga pertumbuhan baru terlihat setelah 48 jam. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Toit et al. (1998) dan Usman & Hosono (1999). Bakteri asam laktat yang ditumbuhkan pada media yang mengandung garam empedu mengalami penundaan pertumbuhan karena memerlukan adaptasi yang lebih lama dibandingkan dengan bakteri yang ditumbuhkan pada media yang tidak mengandung garam empedu. 3. Pertumbuhan BAL Isolat ASI pada MRSB yang Mengandung 2-propanol, Natrium tioglikolat, dan Oxgall Pada uji ini, semua BAL ditumbuhkan dalam media MRSB yang mengandung 2- propanol (4% v/v), natrium tioglikolat (0.2% b/v), dan oxgall (0.3% v/v). Inkubasi dilakukan selama 20 dan 48 jam. Hasil pengujian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 37 isolat yang diuji, hanya 13 isolat yang tumbuh setelah inkubasi 20 jam dan 15 isolat setelah 48 jam. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar isolat yang diuji tidak tahan terhadap kondisi media yang mengandung kombinasi senyawa uji (2-propanol, natrium tioglikolat, dan oxgall). Terdapat beberapa isolat yang mampu tumbuh dalam media yang mengandung 2-propanol maupun natrium tioglikolat (Tabel 3 dan 4), namun dalam media kombinasi ini isolat-isolat tersebut tidak tumbuh. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya sinergisme dari ketiga senyawa uji dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Dari 37 isolat yang diuji, dipilih 13 isolat untuk diuji pada tahap selanjutnya, yaitu isolat Lactobacillus A6, A38, B2, B13, dan R3; Lactobacillus fermentum A20; Lactobacillus fermentum2 B11; Lactobacillus acidophilus1 A8 dan A22; Lactobacillus rhamnosus A23; Pediococcus pentosaceus2 A16; serta Leuconostoc R1 dan R9. Pemilihan ini didasarkan pada kemampuan isolat-isolat tersebut untuk dapat tumbuh pada media yang mengandung semua senyawa uji. Hal ini disesuaikan dengan kondisi pengujian pada tahap selanjutnya. 21

3 Tabel 3. Intensitas pertumbuhan BAL isolat ASI pada MRSB (kontrol), MRSB yang mengandung 2- propanol (4%), dan MRSB yang mengandung natrium tioglikolat (0.2%) Kode Isolat Media MRSB MRSB + 2-propanol MRSB + natrium tioglikolat A A A A A A A A A A A A A A A A A A B B B B B R R R R R R19a R R R R R R R R Keterangan: + menunjukkan adanya kekeruhan, semakin banyak + semakin keruh. 22

4 Tabel 4. Intensitas pertumbuhan BAL isolat ASI pada MRSB yang mengandung 0% (kontrol), 0.2%, dan 0.3% oxgall Kode Isolat 24 jam 48 jam Konsentrasi oxgall Keterangan : + Menunjukkan adanya kekeruhan, semakin banyak + semakin keruh. Tidak keruh Konsentrasi oxgall 0% 0.2 % 0.3% 0% 0.2% 0.3% A A A A A A A A A A A A A A A A A A B B B B B R R R R R R19a R R R R R R R R

5 Tabel 5. Intensitas pertumbuhan BAL isolat ASI pada MRSB (kontrol) dan MRSB yang mengandung 2-propanol (4%), natrium tioglikolat (0.2%), dan oxgall (0.3%) MRSB yang mengandung 2-propanol, natrium MRSB Kode isolat tioglikolat, dan oxgall 20 jam 48 jam 20 jam 48 jam A A A A A A A A A A A A A A A A A A B B B B B R R R R R R19a R R R R R R R R Keterangan : + Menunjukkan kekeruhan, semakin banyak + semakin keruh - Tidak keruh 24

6 B. KETAHANAN BAL ISOLAT ASI TERHADAP ph RENDAH DAN GARAM EMPEDU 1. Ketahanan terhadap ph Rendah Salah satu syarat mikroorganisme dikatakan sebagai probiotik adalah kemampuannya untuk dapat bertahan dalam kondisi saluran pencernaan seperti ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu. Stres yang pertama terjadi pada sel bakteri yang memasuki saluran pencernaan adalah terpapar pada asam lambung, yang menurut Wildman dan Medeiros (2000) memiliki ph sekitar 2. Uji ketahanan terhadap ph rendah diperlukan untuk mengetahui kemampuan kultur bakteri asam laktat isolat ASI untuk dapat bertahan terhadap asam lambung. Gambar 7 menunjukkan perubahan jumlah sel yang terjadi pada 13 bakteri asam laktat yang ditumbuhkan pada media MRSB yang mengandung HCl (ph 2) setelah diinkubasi selama 5 jam pada suhu 37 C. Nilai negatif menunjukkan terjadi penurunan terhadap jumlah sel bakteri setelah diberi perlakuan. Semakin banyak penurunan jumlah sel, semakin tidak tahan bakteri tersebut terhadap ph rendah. Perubahan Σ sel (log cfu/ml) a A6 A8 A16 A20 A22 A23 A38 B2 B11 B13 R1 R3 R d c c c c c c bc a -6.92a a ab Kode isolat Gambar 7. Perubahan jumlah BAL isolat ASI setelah inkubasi pada media yang memiliki ph 2 selama 5 jam Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf superscript yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan (p>0.05) Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa semua isolat mengalami penurunan jumlah sel setelah diberi perlakuan. Nilai penurunan tersebut berbeda untuk setiap isolat dengan kisaran penurunan sebesar log cfu/ml. Dari 13 isolat BAL yang diuji, hanya isolat Lactobacillus R3 yang mengalami penurunan jumlah sel kurang dari 1 unit log (paling tahan). Nilai ini berbeda nyata (p<0.05) dengan nilai perubahan jumlah sel pada isolat lainnya berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 17), dimana isolat lain mengalami penurunan jumlah sel >3 unit log cfu/ml. Beberapa isolat (isolat L. acidophilus A8, Pediococcus pentosaceus2 A16, L. rhamnosus A22, dan Leuconostoc R9) mati setelah inkubasi 5 jam, yang ditandai dengan tidak adanya koloni yang tumbuh pada MRSA, seperti terlihat pada Lampiran 3, 4, dan 7. Hal ini menunjukkan bahwa keempat isolat tidak tahan terhadap ph rendah. Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 17) nilai perubahan jumlah sel pada keempat isolat tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan isolat L. rhamnosus A23. 25

7 Menurut Jacobsen et al. (1999), semua bakteri yang berhasil bertahan pada kondisi ph rendah dinyatakan bersifat tahan/resisten terhadap asam. Namun, jumlah sel yang nantinya mampu mencapai usus harus dipertimbangkan, mengingat sel bakteri tersebut masih harus melewati rintangan yang lain setelah terpapar asam lambung, yaitu terpapar garam empedu. Pada penelitian ini, semua isolat kecuali isolat Lactobacillus R3 mengalami penurunan jumlah sel yang cukup besar setelah diberi perlakuan ph rendah. Jumlah sel bakteri yang masih hidup dikhawatirkan tidak mampu melawan patogen sehingga tidak dapat melakukan aktivitas spesifik yang dimilikinya. Agar bakteri dapat melaksanakan aktivitas fungsionalnya, jumlah sel mikroba hidup yang umumnya terdapat dalam produk probiotik adalah sebesar cfu/ml (Svensson 1999). Perubahan jumlah sel yang berbeda pada semua isolat yang diuji menunjukkan bahwa kemampuan untuk bertahan pada kondisi asam berbeda untuk setiap isolat. Kemampuan ini bersifat strain dependent. Hal ini kemungkinan terjadi karena komposisi asam lemak dan protein penyusun membran sitoplasma yang berbeda pada setiap bakteri. Keragaman tersebut mempengaruhi karakteristik serta permeabilitas membran. Perbedaan kerentanan membran sitoplasma terhadap kondisi asam menentukan toleransi bakteri terhadap ph rendah (Kusumawati 20002; Hartanti 2007). Penambahan HCl pada media MRSB menciptakan kondisi yang sangat asam pada media dan bersifat merusak terhadap membran sitoplasma bakteri. Membran sitoplasma merupakan pertahanan utama bagi bakteri terhadap lingkungannya. Membran ini terdiri atas struktur lemak dua lapis (lipid bilayer). Terpaparnya sel pada kondisi yang sangat asam dapat mengakibatkan kerusakan membran dan lepasnya komponen intraseluler seperti Mg, K, dan lemak dari sel yang dapat menyebabkan kematian. Bakteri yang tahan terhadap asam, memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kerusakan membran akibat ph rendah dibandingkan bakteri yang tidak tahan asam. Asam menghambat pertumbuhan bakteri melalui efek denaturasi enzim-enzim yang ada di permukaan sel, kerusakan lipopolisakarida dan membran luar, serta penurunan ph sitoplasma melalui peningkatan permeabilitas membran terhadap proton pada gradien ph yang sangat besar. Penelitian yang dilakukan oleh Bender et al. (1987) menunjukkan bahwa pada galur streptococci yang kurang tahan terhadap asam, ion Mg keluar dari dalam sel ketika ph ekstraselular 4.0, sedangkan pada L. casei hal tersebut terjadi pada ph eksternal di bawah 3.0. Perbedaan ketahanan terhadap kerusakan membran yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang asam tampak bervariasi untuk setiap organisme dan derajat toleransi asam. 2. Ketahanan terhadap Garam Empedu Selain harus tahan terhadap asam pada lambung, bakteri probiotik juga harus tahan terhadap garam empedu yang disekresikan ke dalam usus. Derajat toleransi terhadap garam empedu merupakan karakteristik yang penting bagi bakteri asam laktat karena hal tersebut berpengaruh terhadap aktivitasnya dalam saluran pencernaan. Pada penelitian ini semua isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung 0.5% oxgall dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC untuk mengetahui tingkat ketahanannya terhadap garam empedu. Jumlah kultur yang diinokulasikan ke dalam media adalah sebanyak 1% ( cfu/ml). 26

8 Perubahan Σ sel (log cfu/ml) 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0-0,05-0,1-0,15-0,2-0, ab a 0.26 d 0.31 d a a a 0.22 bcd 0.24cd 0.22bcd a 0.32 d A6 A8 A16 A20 A22 A23 A38 B2 B11 B13 R1 R3 R abc Kode Isolat Gambar 8. Perubahan jumlah BAL isolat ASI setelah inkubasi pada media yang mengandung 0.5% garam empedu selama 24 jam Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf superscript yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan (p>0.05) Pada jam ke-0 sudah terjadi penurunan yang cukup banyak (sekitar 3 log) Gambar 8 menunjukkan perubahan jumlah sel pada semua bakteri isolat ASI yang ditumbuhkan pada media yang mengandung garam empedu (0.5% oxgall). Perubahan jumlah sel diperoleh berdasarkan selisih antara jumlah sel bakteri yang tumbuh setelah inkubasi 24 jam dengan jumlah sel bakteri yang tumbuh setelah inkubasi 0 jam. Nilai positif menunjukkan adanya pertumbuhan (terjadi penambahan jumlah sel) bakteri setelah inkubasi. Sebaliknya, nilai negatif menunjukkan terjadinya penurunan jumlah sel bakteri setelah inkubasi. Dari 13 isolat yang diuji, sebanyak 6 isolat mengalami penambahan jumlah sel setelah inkubasi selama 24 jam dengan kisaran log cfu/ml. Sebaliknya, 7 isolat lainnya mengalami penurunan jumlah sel dengan kisaran log cfu/ml. Lactobacillus R3, L. fermentum A20, dan Pediococcus pentosaceus2 A16 merupakan isolat yang mempunyai ketahanan paling tinggi jika dibandingkan dengan isolat lainnya berdasarkan analisis statistik. Isolat-isolat ini mampu tumbuh setelah inkubasi 24 jam dengan penambahan jumlah sel masing-masing sebesar 0.26, 0.31, dan 0.32 log cfu/ml. Namun, penambahan jumlah sel yang terjadi tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan penambahan jumlah sel pada isolat L. fermentum2 B11, Lactobacillus B2, dan Lactobacillus B13 berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 18. Isolat Leuconostoc R9 adalah isolat yang paling tidak tahan terhadap garam empedu 0.5% jika dibandingkan dengan isolat lainnya. Meskipun selisih jumlah sel bakteri setelah inkubasi 24 dan 0 jam sangat kecil (-0.01 log cfu/ml), namun jumlah sel bakteri setelah inkubasi 0 jam sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kultur yang ditambahkan semula (hanya sekitar 3 log). Dengan kata lain, pada saat pertama kali kontak dengan medium yang mengandung garam empedu sudah banyak sel yang mati. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Pada pengujian sebelumnya (Tabel 4), Leuconostoc R9 menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh pada media MRSB yang mengandung 0.2% dan 0.3% oxgall pada inkubasi 24 dan 48 jam dengan derajat pertumbuhan yang tidak berbeda dengan beberapa isolat lain. Hal ini terjadi karena pada pengujian sebelumnya (Tabel 4), konsentrasi garam empedu yang digunakan lebih rendah (0.2 dan 0.3%). Semakin tinggi garam empedu yang digunakan, semakin tidak tahan bakteri tersebut terhadap garam empedu. 27

9 Perbedaan ketahanan pada isolat-isolat yang diuji menunjukkan bahwa ketahanan terhadap garam empedu bersifat strain dependent. Kimoto-Nira et al. (2007) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara komposisi asam lemak setiap bakteri dengan kemampuannya untuk dapat bertahan terhadap garam empedu. Perbedaan komposisi asam lemak pada setiap bakteri inilah yang mungkin menjadi penyebab perbedaan ketahanan pada bakteri-bakteri tersebut. Cairan empedu merupakan campuran dari asam empedu, kolesterol, asam lemak, fosfolipid, pigmen empedu, dan sejumlah xenobiotik terdetoksifikasi. Kombinasi tersebut bersifat bakterisidal bagi mikroorganisme komensal dalam tubuh manusia, kecuali bagi beberapa genus penghuni usus yang tahan terhadap empedu (Hill 1995 diacu dalam Kusumawati 2002). Gilliland et al. (1984) membuktikan bahwa sel yang diinkubasi pada larutan penyangga yang mengandung oxgall mengalami peningkatan kebocoran materi intraseluler yang sangat besar, yang dapat diukur pada panjang gelombang 260 nm. Hal ini menunjukkan adanya perubahan sifat permeabilitas pada membran sel bakteri. Cairan empedu bersifat sebagai senyawa aktif permukaan sehingga dapat menembus dan bereaksi dengan sisi membran sitoplasma yang bersifat lipofilik, menyebabkan perubahan dan kerusakan pada struktur membran (Hill 1995 diacu dalam Kusumawati 2002). Surono (2004) menyatakan bahwa beberapa strain bakteri saluran pencernaan memiliki enzim yang dapat menghidrolisis garam empedu terkonjugasi menjadi garam empedu terdekonjugasi (bile salt hydrolase). De smet et al. (1995) menduga bahwa proses dekonjugasi mungkin menurunkan tingkat toksisitas dari garam empedu terkonjugasi terhadap bakteri. Enzim ini mengubah sifat fisika-kimia yang dimiliki oleh garam empedu sehingga tidak bersifat racun bagi BAL. Hal inilah yang dimungkinkan menjadi penyebab beberapa isolat BAL tahan terhadap garam empedu. C. ASIMILASI KOLESTEROL Kemampuan mengasimilasi kolesterol merupakan salah satu karakteristik bakteri asam laktat yang dapat digunakan untuk melakukan seleksi terhadap kultur yang akan dikembangkan sebagai probiotik penurun kolesterol. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Gilliland et al. (1985), proses asimilasi hanya terjadi jika kultur ditumbuhkan secara anaerobik dengan adanya garam empedu pada media pertumbuhannya. Jumlah garam empedu yang dibutuhkan agar kultur mampu mengambil kolesterol dari medium pertumbuhan setara dengan jumlah garam empedu yang secara normal terdapat di dalam usus. Jadi, kondisi yang dibutuhkan pada sistem in vitro untuk pengambilan kolesterol oleh bakteri asam laktat juga diperkirakan menyerupai kondisi di dalam usus. Dalam penelitian ini, media yang digunakan mengandung 0.3% garam oxgall sebagai garam empedu dan 0.2% natrium tioglikolat untuk menciptakan kondisi anaerob (Kimoto et al. 2002), sehingga mendekati kondisi di dalam usus. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketiga belas kultur bakteri asam laktat isolat ASI yang diuji memiliki kemampuan untuk mengasimilasi kolesterol secara in vitro. Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh setiap kultur berbeda-beda dengan kisaran µg/ml, seperti yang terlihat pada Gambar 9. 28

10 Kolesterol yang diasimilasi (µg/ml) a 3.50ab d 9.92bcd 9.55bcd 0.86 a d d cd 6.82 abc 5.31 ab 5.67 abc A6 A8 A16 A20 A22 A23 A38 B2 B11 B13 R1 R3 R9 Kode isolat 2.26 a Gambar 9. Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh BAL isolat ASI setelah inkubasi 20 jam pada suhu 37 C Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf superscript yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan (p>0.05) Lactobacillus A38, Lactobacillus B2, dan Pediococcus pentosaceus2 A16 merupakan isolat dengan aktivitas asimilasi terbesar, yaitu masing-masing µg/ml, µg/ml, dan µg/ml. Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 19) nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan aktivitas asimilasi yang dimiliki oleh L. fermentum2 B11 (11.92 µg/ml), L. acidophilus1 A22 (9.92 µg/ml), dan L. fermentum A20 (9.55 µg/ml) karena berada pada subset yang sama. Adapun isolat yang memiliki aktivitas asimilasi terendah yaitu L. rhamnosus A23 dengan aktivitas asimilasi sebesar 0.86 µg/ml. Nilai ini tidak berbeda nyata dengan nilai aktivitas asimilasi yang dimiliki Lactobacillus A6, Leuconostoc R9, L. acidophilus1 A8, Leuconostoc R1, Lactobacillus R3, dan Lactobacillus B13 (Lampiran 19). Dilihat dari jenis bakteri berdasarkan aktivitas metabolismenya, baik bakteri homofermentatif maupun heterofermentatif keduanya dapat mengasimilasi kolesterol. Dari hasil penelitian ini juga terlihat bahwa keragaman aktivitas asimilasi kolesterol tidak berhubungan dengan perbedaan spesies tertentu akan tetapi tergantung dari masing-masing strain (strain dependent). Perbedaan dalam pengikatan kolesterol tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh sifat kimia dan struktural dari peptidoglikan dinding sel masing-masing strain yang mengandung asam amino yang mampu mengikat kolesterol (Kimoto-Nira et al. 2007). Dalam penelitian ini, besarnya kolesterol yang diasimilasi oleh masing-masing isolat dihitung berdasarkan selisih jumlah kolesterol yang terdeteksi pada media kontrol (media yang tidak diinokulasi oleh kultur bakteri) dengan jumlah kolesterol yang terdeteksi pada media yang diberi perlakuan (diinokulasi dengan kultur bakteri). Besarnya aktivitas asimilasi pada isolat-isolat yang diuji dalam penelitian ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan aktivitas asimilasi pada bakteri yang telah diuji sebelumnya oleh beberapa peneliti. Tabel 6 menunjukkan hasil uji asimilasi dari beberapa penelitian. 29

11 Tabel 6. Beberapa hasil penelitian uji asimilasi kolesterol Jenis Bakteri Jumlah Kolesterol yang diasimilasi (µg/ml) L. acidophilus dari feses babi a L. acidophilus dari feses manusia b L. acidophilus ATCC c Lactobacillus dari makanan fermentasi BAL yang diisolasi dari dadih, growol, sosis, bayi, gatot, asinan sawi, dan yoghurt Lactococcus lactis d e f L. casei dan L. acidophilus g Sumber: a Gilliland et al. (1985); b Buck dan Gilliland (1994); c Noh et al. (1997); d Kusumawati (2002); e Ngatirah et al. (2000); f Kimoto et al.(2002); g Liong dan Shah (2005a). Perbedaan kemampuan mengasimilasi antara bakteri yang diuji dalam penelitian ini dengan bakteri yang diuji pada penelitian sebelumnya (Tabel 6) terjadi karena strain yang digunakan berbeda. Selain itu, menurut Kusumawati (2002), perbedaan kemampuan mengasimilasi kolesterol mungkin juga disebabkan oleh perbedaan sumber kolesterol yang digunakan dalam pengujian. Gilliland et al. (1985) menggunakan fraksi serum pleuro-pneumonia like organism (PPLO) sebagai sumber kolesterol, Buck & Gilliland (1994) dan Noh et al. (1997) menggunakan misel kolesterol-fosfatidilkolin, sedangkan Liong dan Shah (2005a) menggunakan polioxyethanyl cholesteryl (kolesterol larut air) sehingga memiliki kelarutan yang baik dalam media yang digunakan untuk pengujian (MRSB). Adapun sumber kolesterol yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolesterol murni, seperti pada penelitian yang dilakukan Ngatirah et al. (2000) dan Kusumawati (2002). Menurut Kusumawati (2002), kolesterol murni tidak dapat larut dengan baik pada media MRSB yang merupakan media berbasis air, karena kelarutan kolesterol dalam air sangat rendah. Hal tersebut mungkin berpengaruh terhadap jumlah kolesterol yang dapat diasimilasi oleh bakteri. Pada penelitian ini, jumlah total kolesterol yang terdeteksi pada kontrol dan perlakuan jika dibandingkan dengan jumlah kolesterol yang ditambahkan semula pada media, menghasilkan selisih yang cukup besar. Pada saat sentrifugasi diduga kolesterol yang tidak larut ikut mengendap dan terbuang bersama massa sel sehingga tidak terdeteksi pada saat pengukuran. Namun, karena tahapan dan kondisi pengujian untuk media kontrol dan perlakuan dibuat sama, kolesterol yang terbuang pada keduanya diasumsikan sama, sehingga selisih kolesterol pada kedua media tersebut cukup mencerminkan jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh bakteri asam laktat yang diuji. Pada penelitian ini digunakan 2-propanol untuk membantu melarutkan kolesterol sebelum dimasukkan ke dalam MRSB dengan konsentrasi yang masih bisa ditoleransi oleh bakteri yang diuji. Jika dikaitkan dengan ketahanan masing-masing isolat terhadap ph rendah (Gambar 7) dan garam empedu (Gambar 8), berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 20) tidak ada hubungan yang signifikan (p>0.05) antara ketahanan terhadap ph rendah, ketahanan terhadap garam empedu, maupun total ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol pada isolat-isolat yang diuji. Hubungan yang tidak signifikan ini juga terlihat dari nilai koefisien korelasi linear (r) yang rendah seperti pada Gambar 10 11, dan 12. Koefisien korelasi linear antara ketahanan terhadap ph dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol adalah sebesar 0.08, koefisien korelasi linear antara ketahanan terhadap garam empedu 30

12 dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol adalah 0.466, sedangkan koefisien korelasi linier antara total ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol adalah Hal ini menunjukkan hubungan yang lemah antara ketahanan terhadap ph dan garam empedu dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol. r = Kolesterol yang diasimilsai (µg/ml) Perubahan Σ sel karena ph rendah (log cfu/ml) 0 Gambar 10. Hubungan ketahanan terhadap ph rendah (ph2) dengan jumlah kolesterol yang dapat diasimilasi oleh BAL Kolesterol yang diasimilsai (µg/ml) r = ,3-0,2-0,1 0 0,1 0,2 0,3 0,4 Perubahan Σ sel karena garam empedu (log cfu/ml) Gambar 11. Hubungan ketahanan terhadap 0.5% garam empedu dengan kolesterol yang dapat diasimilasi oleh BAL 31

13 r = Total perubahan Σ sel karena pengaruh ph rendah dan garam empedu (log cfu/ml) Kolesterol yang diasimilasi (µg/ml) Gambar 12. Hubungan ketahanan terhadap ph rendah dan garam empedu dengan kolesterol yang dapat diasimilasi oleh BAL Isolat yang memiliki ketahanan tinggi terhadap ph rendah dan garam empedu belum tentu memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengasimilasi kolesterol. Sebagai contoh, isolat Lactobacillus R3 yang memiliki ketahanan paling tinggi terhadap ph rendah dan garam empedu, memiliki aktivitas asimilasi yang lebih rendah dibanding isolat Lactobacillus A38 yang memiliki ketahanan terhadap ph dan garam empedu lebih rendah. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Usman dan Hosono (1999), dimana tidak ada hubungan yang signifikan antara ketahanan terhadap garam empedu pada Lactobacillus gasseri dengan kemampuannya dalam mengikat kolesterol. Pereira dan Gibson (2002) melaporkan bahwa L. johnsonii memiliki ketahanan tinggi terhadap garam empedu dibanding L. casei shirota, namun L. johnsonii tidak dapat mengasimilasi kolesterol sebanyak yang diasimilasi oleh L. casei shirota. Dalam proses asimilasi, diduga sebagian kolesterol yang diambil oleh sel bakteri bergabung dengan membran seluler bakteri tersebut. Penelitian yang dilakukan Noh et al. (1997) menunjukkan bahwa sel bakteri Lactobacillus acidophilus ATCC yang ditumbuhkan pada media yang mengandung oxgall dan misel kolesterol lebih tahan terhadap lisis oleh sonikasi dibandingkan dengan bakteri yang ditumbuhkan pada media kontrol (media yang tidak diberi oxgall dan kolesterol). Berdasarkan hasil tersebut, diduga bahwa adanya kolesterol telah mengubah dinding sel atau membran seluler lactobacilli sehingga lebih tahan terhadap gangguan sonikasi. Kimoto et al. (2002) juga mengevaluasi penurunan kolesterol oleh beberapa strain bakteri lactococci. Berdasarkan hasil penelitiannya ditemukan perbedaan pola distribusi asam lemak pada sel yang tumbuh pada media yang mengandung kolesterol dan yang tidak mengandung kolesterol. Diduga kolesterol bergabung ke dalam membran sel dan mengubah komposisi asam lemak dalam sel. Adanya penggabungan tersebut meningkatkan total asam lemak pada membran sehingga membran menjadi lebih tahan terhadap lisis. Adanya pengambilan kolesterol oleh bakteri asam laktat menyebabkan jumlah kolesterol yang diserap di dalam usus menjadi berkurang sehingga dapat menurunkan kolesterol dalam darah. Untuk lebih mengetahui potensi BAL isolat ASI dalam menurunkan kolesterol, pengujian terhadap mekanisme lain dalam menurunkan kolesterol perlu dilakukan, mengingat kemampuan isolat-isolat tersebut dalam mengasimilasi kolesterol cukup rendah. 32

14 D. AKTIVITAS BILE SALT HYDROLASE (BSH) Dekonjugasi garam empedu oleh enzim bile salt hidrolase (BSH) yang dihasilkan oleh BAL berhubungan dengan penurunan kolesterol dalam darah. Hal ini terjadi karena garam empedu bebas (terdekonjugasi) lebih sulit untuk diserap kembali di dalam saluran usus dibandingkan dengan garam empedu dalam bentuk terkonjugasi, sehingga lebih cepat dikeluarkan melalui feses. Akibatnya tubuh harus mensintesis lebih banyak asam empedu dari kolesterol untuk menggantikan asam empedu yang hilang. Dengan demikian kolesterol yang tersedia untuk diserap menjadi berkurang (Usman dan Hosono 1999). Dalam penelitian ini, adanya aktivitas BSH diuji dengan menumbuhkan kultur pada media MRSA yang mengandung 0.5% TDCA (taurodeoxicholic acid) sebagai garam empedu terkonjugasi dan 0.37 g/l CaCl 2. Adanya aktivitas BSH dapat diketahui dengan terbentuknya endapan di sekitar koloni, karena asam empedu hasil dekonjugasi oleh enzim BSH akan bereaksi dengan CaCl 2 membentuk garam yang mengendap. Hasil pengujian aktivitas BSH pada 13 isolat dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 13, 14, 15, dan 16. Aktivitas BSH tidak terdeteksi pada semua isolat yang diuji. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya endapan yang terbentuk di sekitar koloni (baik yang menggunakan kertas saring maupun tidak), yang menandakan tidak adanya aktivitas dekonjugasi terhadap garam empedu. Tidak terdeteksinya aktivitas BSH mungkin terjadi karena isolat-isolat tersebut memang tidak dapat menghasilkan BSH atau BSH yang dihasilkan oleh isolat-isolat tersebut terlalu sedikit sehingga tidak mampu melakukan aktivitas dekonjugasi terhadap garam empedu. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Toit et al. (1998), Moser dan Savage (2001), dan Surono (2003) terhadap strain BAL yang berbeda dengan menggunakan metode yang sama. Pada penelitian-penelitian tersebut sebagian besar BAL yang diuji menunjukkan adanya aktivitas BSH yang cukup tinggi, yang ditandai dengan adanya zona presipitasi di sekitar koloni. Menurut Noriega et al. (2006) hasil pengujian yang berbeda kemungkinan terjadi karena perbedaan strain yang diuji atau keakuratan metode yang digunakan. Uji aktivitas BSH pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode tidak langsung. Keakuratan metode ini mungkin juga menjadi penyebab tidak terdeteksinya aktivitas BSH pada isolat-isolat yang diuji. Beberapa peneliti (Liong dan Shah 2005b; Lye et al. 2010) melakukan uji aktivitas BSH secara kuantitatif dengan mengukur kadar asam amino (glisin/taurin) yang dibebaskan dari garam empedu terkonjugasi, dimana 1 unit aktivitas BSH (U ml -1 ) didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat membebaskan 1µmol asam amino per menit dari substrat yang diberi perlakuan. Hasil pengujian tersebut menunjukkan adanya aktivitas BSH pada L. acidophilus, L. casei, dan L. bulgaricus yang berkisar antara U ml -1. Metode kuantitatif lain yang biasa digunakan untuk mengukur aktivitas BSH adalah HPLC (De Smet et al. 1995; Toit et al. 1998). Pada metode HPLC, aktivitas BSH diukur berdasarkan jumlah asam deoksikolat (DCA) yang terbentuk dari hasil dekonjugasi garam empedu. Toit et al. (1998) melakukan pengujian terhadap aktivitas BSH dari L. reuteri dan L. johnsonii dengan metode kualitatif dan kuantiatif. Metode kualitatif yang digunakan sama seperti pada metode dalam penelitian ini, sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan HPLC. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya aktivitas BSH baik pada metode kualitatif maupun metode kuantitatif. Berdasarkan metode kuantitatif diketahui bahwa isolat-isolat yang diuji memiliki aktivitas BSH yang cukup tinggi, dimana DCA yang dibebaskan berkisar nmol DCA (10 log 10 cfu menit)

15 A B Gambar 13. Hasil pengujian aktivitas BSH pada isolat A6, A8, A16, A20, A22, A23, dan A38 yang ditumbuhkan pada MRSA (A) dan MRSA yang mengandung 0.5% TDCA dan 0.37g/L CaCl 2 (B) dengan menggunakan kertas saring A B Gambar 14. Hasil pengujian aktivitas BSH pada isolat B2, B11, B13, R1, R3, dan R9 yang ditumbuhkan pada MRSA (A) dan MRSA yang mengandung 0.5% TDCA dan 0.37g/L CaCl 2 (B) dengan menggunakan kertas saring A B Gambar 15. Hasil pengujian aktivitas BSH pada isolat A6, A8, A16, A20, A22, A23, dan A38 MRSA (A) dan MRSA yang mengandung 0.5% TDCA dan 0.37g/L CaCl 2 (B) tanpa menggunakan kertas saring 34

16 A B Gambar 16. Hasil pengujian aktivitas BSH pada isolat B2, B11, B13, R1, R3, dan R9 yang ditumbuhkan pada MRSA (A) dan MRSA yang mengandung 0.5% TDCA dan 0.37g/L CaCl 2 (B) tanpa menggunakan kertas saring 35

HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus

HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus Menurut Havenaar et al. (1992), dalam pengembangan galur probiotik baru, perlu dilakukan seleksi secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam Bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur probiotik umumnya diberikan melalui sistem pangan. Untuk itu bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu produk pangan fungsional yang berkembang saat ini dan baik untuk kesehatan usus adalah produk sinbiotik. Produk sinbiotik merupakan produk yang memiliki

Lebih terperinci

EVALUASI IN VITRO TERHADAP KEMAMPUAN ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL AIR SUSU IBU UNTUK MENGASIMILASI KOLESTEROL DAN MENDEKONJUGASI GARAM EMPEDU

EVALUASI IN VITRO TERHADAP KEMAMPUAN ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL AIR SUSU IBU UNTUK MENGASIMILASI KOLESTEROL DAN MENDEKONJUGASI GARAM EMPEDU EVALUASI IN VITRO TERHADAP KEMAMPUAN ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL AIR SUSU IBU UNTUK MENGASIMILASI KOLESTEROL DAN MENDEKONJUGASI GARAM EMPEDU [In Vitro Evaluation of Cholesterol Assimilation and Bile

Lebih terperinci

SELEKSI BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT ASI YANG BERPOTENSI MENURUNKAN KOLESTEROL SECARA IN VITRO SKRIPSI SITI WINARTI F

SELEKSI BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT ASI YANG BERPOTENSI MENURUNKAN KOLESTEROL SECARA IN VITRO SKRIPSI SITI WINARTI F SELEKSI BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT ASI YANG BERPOTENSI MENURUNKAN KOLESTEROL SECARA IN VITRO SKRIPSI SITI WINARTI F24061660 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 IN VITRO SELECTION

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora, tidak mempunyai sitokrom, aerotoleran, anaerobik hingga mikroaerofilik,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Kubis putih termasuk ke dalam kategori bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan air dalam kubis putih cukup tinggi yaitu mencapai 92%

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan terhadap kultur starter sebelum diolah menjadi suatu produk sangatlah penting. Hal ini bertujuan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih (Brassica oleracea) merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dapat dipasarkan tanpa terpengaruh musim. Di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Lemak Daging Ayam Broiler yang Diberi Probiotik Berbasis Susu Sapi dan Susu Kedelai Fermentasi. Hasil pengamatan kadar lemak daging ayam broiler pada peneitian dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penurunan ini disebabkan proses fermentasi yang dilakukan oleh L. plantarum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penurunan ini disebabkan proses fermentasi yang dilakukan oleh L. plantarum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Soygurt Sari Tempe Medium susu tempe yang dipergunakan mempunyai ph awal 6, setelah diinokulasi dengan bakteri L. plantarum, 10 jam kemudian ph turun menjadi 4. Penurunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Bakteri Asam dan Bakteri Patogen Pemeriksaan terhadap kultur bakteri meliputi Bakteri Asam Laktat (BAL) dan bakteri patogen dilakukan diawal penelitian untuk memastikan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK 1. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. drh. Widya Asmara, S.U., Ph.D. 3. Tiyas Tono Taufiq, S.Pt, M.Biotech

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

PREBIOTIK 2%) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL SECARA

PREBIOTIK 2%) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL SECARA KAJIAN EFEK SINERGISTIK PROBIOTIK (Bakteri Asam Laktat) DAN PREBIOTIK (Maltodextrin 2%) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL SECARA in vitro DAN in vivo Agnes Sri Harti, Nony Puspawati,Devina Arbitria Kinasih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO,2001) dengan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak abad II sebelum Masehi susu kedelai sudah dibuat di negara Cina, dan kemudian berkembang ke Jepang. Setelah Perang Dunia II baru berkembang ke Asia Tenggara.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteri asam laktat yang digunakan merupakan hasil isolasi dari susu sapi segar dan produk olahannya. Bakteri asam laktat indigenous susu sapi segar dan produk olahannya ini berpotensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Susu Sapi, Kedelai Fermentasi dan Kombinasinya Terhadap Kolesterol Daging Ayam Broiler. Hasil pengatamatan kadar kolesterol daging pada ayam broiler pada penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah daging dan menduduki peringkat teratas sebagai salah satu sumber protein hewani yang paling banyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup PENDAHULUAN Latar Belakang Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup dikenal dan disukai masyarakat Indonesia dari anak-anak sampai orang dewasa pada umumnya. Sosis adalah jenis makanan

Lebih terperinci

PREBIOTIK 2% 2%) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL SECARA

PREBIOTIK 2% 2%) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL SECARA KAJIAN EFEK SINERGISTIK PROBIOTIK (Bakteri Asam Laktat) DAN PREBIOTIK (Maltodextrin 2% dan Fruktooligosakarida 2%) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL SECARA in vitro DAN in vivo Agnes Sri Harti, Opstaria

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan berperan dalam pembentukan hormon-hormon anak ginjal, testis, dan ovarium. Kolesterol merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan efek menyehatkan bagi inangnya dengan cara memperbaiki komposisi

I. PENDAHULUAN. memberikan efek menyehatkan bagi inangnya dengan cara memperbaiki komposisi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan konsumen akan produk yang dapat memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan mendorong pengembangan probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. pentingnya makanan sehat mengalami peningkatan. Hal ini mendorong timbulnya

BABI PENDAHULUAN. pentingnya makanan sehat mengalami peningkatan. Hal ini mendorong timbulnya BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan sehat mengalami peningkatan. Hal ini mendorong timbulnya kecenderungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al.,

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al., 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan genus terbesar dalam kelompok bakteri asam laktat (BAL) dengan hampir 80 spesies berbeda. Bakteri ini berbentuk batang panjang serta bersifat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

VIABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL ASI TERHADAP ph ASAM LAMBUNG DAN GARAM EMPEDU Sri Sinto Dewi*, Herlisa Anggraini **

VIABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL ASI TERHADAP ph ASAM LAMBUNG DAN GARAM EMPEDU Sri Sinto Dewi*, Herlisa Anggraini ** VIABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL ASI TERHADAP ph ASAM LAMBUNG DAN GARAM EMPEDU Sri Sinto Dewi*, Herlisa Anggraini ** * Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogurt merupakan produk semi solid yang dibuat dari susu standarisasi dengan penambahan aktivitas simbiosis bakteri asam laktat (BAL), yaitu Streptococcous thermophilus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KULTUR UJI 4.1.1 Kemurnian kultur Kemurnian kultur uji merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi metode analisis karena dapat mempengaruhi hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari

I. PENDAHULUAN. (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rebung merupakan salah satu bahan makanan yang cukup populer di masyarakat. Rebung pada pemanfaatannya biasa digunakan dalam kuliner atau makanan tradisional masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan kehidupan (living fluid) yang

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan kehidupan (living fluid) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan kehidupan (living fluid) yang mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi dalam enam bulan kehidupannya seperti karbohidrat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Margolles et al. (2009), sumber terbaik untuk isolasi probiotik

I. PENDAHULUAN. Menurut Margolles et al. (2009), sumber terbaik untuk isolasi probiotik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Probiotik pada awalnya dikemukakan oleh ilmuwan Rusia Elie Metchnikoff pada tahun 1907. Perkembangan selanjutnya mulai diperkenalkan konsep probiotik oleh Fuller (1989)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Salah satu pangan fungsional yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Salah satu pangan fungsional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan pengetahuan tentang pangan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan telah meningkatkan minat masyarakat terhadap pangan fungsional. Pangan fungsional

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI STARTER TERHADAP KUALITAS KEFIR SUSU SAPI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PENURUN KADAR KOLESTEROL DARAH MENCIT (Mus musculus)

PENGARUH KONSENTRASI STARTER TERHADAP KUALITAS KEFIR SUSU SAPI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PENURUN KADAR KOLESTEROL DARAH MENCIT (Mus musculus) PENGARUH KONSENTRASI STARTER TERHADAP KUALITAS KEFIR SUSU SAPI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PENURUN KADAR KOLESTEROL DARAH MENCIT (Mus musculus) Irfatun Nihayah Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoghurt adalah poduk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat Lactobacillus bulgaricus dan Strepcoccus thermophilus, dengan atau tanpa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai pangan fungsional karena kandungan probiotik didalamnya yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai pangan fungsional karena kandungan probiotik didalamnya yang baik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dadih atau dadiah dalam bahasa Minang adalah salah satu jenis susu kerbau fermentasi tradisional Indonesia yang merupakan kearifan lokal dari Sumatera Barat. Dadih

Lebih terperinci

III.METODOLOGI PENELITIAN

III.METODOLOGI PENELITIAN III.METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN 1. Kultur Kultur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Enterococcus faecium IS-27526 (Genebank accession no. EF068251) dan Lactobacillus plantarum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, berbentuk batang atau bulat, katalase atau oksidase negatif, bersifat anaerob aerotoleran,

Lebih terperinci

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL SELEKSI ISOLAT INDIGENUS BAKTERI PROBIOTIK UNTUK IMUNOMODULATOR DAN APLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN YOGURT SINBIOTIK SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL ANTIDIARE

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen secara deskriptif yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang potensi probiotik dari Lactobacillus

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian obat kumur ekstrak etanol tanaman sarang semut (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus acidophilus secara in vitro merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya

Lebih terperinci

Penurunan Kadar Kolesterol Oleh Bakteri Asam Laktat Asal Dangke Secara In Vitro

Penurunan Kadar Kolesterol Oleh Bakteri Asam Laktat Asal Dangke Secara In Vitro Penurunan Kadar Kolesterol Oleh Bakteri Asam Laktat Asal Dangke Secara In Vitro ANDI NUR FADHILAH, HAFSAN, FATMAWATI NUR Jl. Sultan Alauddin 6 Samata, Kab. Gowa 92 email: hafsahbio@yahoo.com ABSTRAK Bakteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah

II TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah 5 II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat menjadi asam laktat (Amin dan Leksono, 2001). Karakter fisiologis BAL dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi data merupakan pemaparan dan penggambaran data yang dihasilkan selama proses penelitian. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan

Lebih terperinci

UJI POTENSI PROBIOTIK Lactobacillus plantarium SECARA IN-VITRO. Anik Maunatin 1, Khanifa 2

UJI POTENSI PROBIOTIK Lactobacillus plantarium SECARA IN-VITRO. Anik Maunatin 1, Khanifa 2 UJI POTENSI PROBIOTIK Lactobacillus plantarium SECARA IN-VITRO Anik Maunatin 1, Khanifa 2 1 Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2 Jurusan Biologi Fakultas Sains

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolesterol adalah alkohol steroid di jaringan tubuh yang menjalankan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolesterol adalah alkohol steroid di jaringan tubuh yang menjalankan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah alkohol steroid di jaringan tubuh yang menjalankan fungsi penting, diantaranya adalah sebagai komponen struktural semua sel membran, prekursor dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bakteri asam laktat di dunia pangan dan kesehatan sudah banyak diaplikasikan. Dalam pengolahan pangan, bakteri ini telah lama dikenal dan digunakan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu adalah cairan yang dihasilkan dari sekresi kelenjar mammae hewan mamalia yang fungsi utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi anak hewan yang baru lahir.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN KULIT CEMPEDAK DALAM PEMBUATAN MANDAI STUDY ON MAKING USE OF SKIN CEMPEDAK MANDAI

STUDI PEMANFAATAN KULIT CEMPEDAK DALAM PEMBUATAN MANDAI STUDY ON MAKING USE OF SKIN CEMPEDAK MANDAI STUDI PEMANFAATAN KULIT CEMPEDAK DALAM PEMBUATAN MANDAI STUDY ON MAKING USE OF SKIN CEMPEDAK MANDAI Dewi Arianti (0806121082) Yusmarini and Usman Pato arianti07.dewi@gmail.com ABSTRACT This study aims

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan inangnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 2001;

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 6. NUTRISI DAN MEDIA Kebutuhan dan syarat untuk pertumbuhan, ada 2 macam: fisik suhu, ph, dan tekanan osmosis. kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu jenis makanan atau mmuman fungsional yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu jenis makanan atau mmuman fungsional yang banyak BABI PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu jenis makanan atau mmuman fungsional yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini adalah produk probiotik. Makanan atau minuman probiotik merupakan

Lebih terperinci

Pembuatan Minuman Probiotik dari Susu Kedelai dengan Inokulum Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum, dan Lactobacillus acidophilus

Pembuatan Minuman Probiotik dari Susu Kedelai dengan Inokulum Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum, dan Lactobacillus acidophilus Bioteknologi 1 (1): 1-6, Mei 2004, ISSN: 0216-6887, DOI: 10.13057/biotek/c010101 Pembuatan Minuman Probiotik dari Susu Kedelai dengan Inokulum Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum, dan Lactobacillus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio.

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Durian Lay (Durio kutejensis) atau dikenal juga dengan sebutan Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio. Buah durian lay tergolong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen Penelitian diawali dengan tahap persiapan dan pemurnian kembali dari keempat kultur bakteri asam laktat (BAL) yaitu Lactobacillus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat atau batang serta memiliki kemampuan mengubah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri gram positif berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat anaerob, pada umumnya tidak motil, katalase negatif

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin Isolat bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan adalah Lactobacillus fermentum 2B2 yang berasal dari daging sapi. Bakteri L. fermentum 2B2 ini berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 200; FAO/WHO, 2002;

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : 1. Jumlah total bakteri pada berbagai perlakuan variasi konsorsium bakteri dan waktu inkubasi. 2. Nilai

Lebih terperinci

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan salah satu penentu kualitas kesehatan manusia. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2007

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kefir merupakan salah satu jenis susu fermentasi yang berasal dari Kaukasian Utara, Rusia dan dibuat dengan menginokulasikan starter granula kefir (kefir grain) ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan dalam melakukan kolonisasi

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan dalam melakukan kolonisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat tetap hidup dan

Lebih terperinci

Fermentasi Susu. Nur Hidayat Mikrobiologi Industri. Susu sapi sesuai untuk fermentasi mikrobia

Fermentasi Susu. Nur Hidayat Mikrobiologi Industri. Susu sapi sesuai untuk fermentasi mikrobia Fermentasi Susu Nur Hidayat Mikrobiologi Industri Produk Fermentasi Susu Susu sapi sesuai untuk fermentasi mikrobia mengandung 5% laktosa, 3,3% protein, ph 6,6-6,7, a w ~1.0 1 2 Produk Fermentasi Susu

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Kefir adalah susu yang difermentasi dengan Kefir Grains yang terdiri dari berbagai jenis bakteri asam laktat dan ragi. Kefir, sejenis susu fermentasi yang terbuat dari bakteri hidup.

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogurt adalah pangan fungsional yang menarik minat banyak masyarakat untuk mengkonsumsi dan mengembangkannya. Yogurt yang saat ini banyak dikembangkan berbahan dasar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. dengan cara menyadap tangkai bunga tanaman siwalan yang dipotong. Nira

BABI PENDAHULUAN. dengan cara menyadap tangkai bunga tanaman siwalan yang dipotong. Nira BAB PENDAHULUAN ' I BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Nira siwalan (Borassus jlabell~fer) merupakan carran yang diperoleh dengan cara menyadap tangkai bunga tanaman siwalan yang dipotong. Nira

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah sekelompok bakteri yang dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti asam laktat, H2O2, CO2, disamping itu juga mampu menguraikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu awal hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing (mamae) yang berasal dari pemerahan pada mamalia dan mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai jenis vitamin (Susilorini,

Lebih terperinci