TINGKAH LAKU AYAM BROILER DI KANDANG TERTUTUP DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA SKRIPSI RIDHO ANDISURO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINGKAH LAKU AYAM BROILER DI KANDANG TERTUTUP DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA SKRIPSI RIDHO ANDISURO"

Transkripsi

1 TINGKAH LAKU AYAM BROILER DI KANDANG TERTUTUP DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA SKRIPSI RIDHO ANDISURO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN Ridho Andisuro. D Tingkah Laku Ayam Broiler di Kandang Tertutup dengan Suhu dan Warna Cahaya Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S. Daging ayam sebagai hasil utama industri peternakan ayam broiler diharapkan mampu memenuhi kebutuhan kuantitas dan kualitas protein bagi masyakat Indonesia. Keberhasilan budidaya dipengaruhi oleh aspek manajemen diantaranya suhu dan pencahayaan di dalam kandang. Suhu lingkungan tinggi dan fluktuatif di Indonesia merupakan kendala dalam keberhasilan budidaya ayam broiler. Pengaturan cahaya yang meliputi intensitas, lama pencahayaan, dan terutama warna masih terbatas digunakan oleh masyarakat peternak karena menggunakan kandang terbuka. Pemeliharaan pada kandang tertutup memungkinkan untuk melakukan pengaturan suhu dan warna cahaya. Suhu dan warna cahaya memiliki pengaruh dalam merangsang tingkah laku dan berakibat kepada performa ayam broiler. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu dan warna cahaya bersumber dari lampu pijar di kandang tertutup terhadap tingkah laku ayam broiler. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi panduan bagi peternak dalam manajemen budidaya ayam broiler. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial 2x2 dengan suhu dan warna lampu sebagai perlakuan. Suhu kandang dibedakan menjadi 23 o C (nyaman) dan 30 o C (cekaman panas) dan warna cahaya yang digunakan adalah putih dan merah. Pengambilan data dilakukan sebanyak empat kali dengan interval waktu pengamatan setiap enam hari dimulai sejak awal perlakuan (hari ke-15) hingga akhir pemeliharaan (hari ke-35). Data dianalisis ragam (ANOVA) dengan rancangan acak faktorial. Peubah yang diamati adalah tingkah laku makan, minum, panting, lokomosi dan istirahat. Interaksi suhu kandang dan warna cahaya tidak menunjukkan interaksi yang nyata terhadap tingkah laku. Suhu berpengaruh sangat nyata terhadap tingkah laku panting pada umur 15 dan 27 hari (P < 0,01), berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap tingkah laku panting pada umur 21 hari, tingkah laku minum pada umur 21 dan 27 hari, dan tingkah laku lokomosi pada umur 21 hari. Lampu sebagai sumber cahaya tidak memiliki intenstias cahaya yang cukup untuk mempengaruhi tingkah laku ayam broiler. Kata Kunci : Tingkah laku, ayam broiler, suhu kandang dan warna cahaya.

3 ABSTRACT Behaviour of Broiler Chickens in Closed House under Different Room Temperatures and Light Colours Andisuro, R., R. Afnan, and H.S. Iman Rahayu Broiler chicken industry as a main meat producer has a huge potency to fulfil the quality and quantity of protein requirement for the human. A good management aspect such as house temperature and light regulation plays an important role in raising broiler. High ambient temperature in Indonesia with its large fluctuation becomes constraint in raising broiler. Light regime includes intensity, duration and colour is still limited applied by the broiler farmer as they apply opened house. Raising broiler in closed house gives an opportunity to regulate temperature and light inside the house. Temperature and light stimulate the broiler behaviours that affect broiler performances. This experiment aimed to study the effect of temperature and light regulation on broiler behaviours. It was designed with a 2x2 factorial complete randomized with different house temperatures and lights. House temperatures were adjusted to 23 o C (normal) and 30 o C (heat stress) whereas light was set to red and white. Data collection was done in 4 times of ages within 6 days interval (15, 21, 27 and 33 days). The variant of data was analyzed (ANOVA) and computed with suitable mathematical model observed. That watched behaviour were eating, drinking, locomoting, panting and resting. The housing temperature significantly affected panting (age of 15, 21 and 27 days) and drinking behaviour (age 21 days) as well as locomotive behaviour (age of 21 days). Light colours and their interaction with housing temperature did not significantly affect the behaviours of broilers (P > 0,05). Presumably, the light intensity did not adequate to influence behaviours of broiler chickens. Keywords: Behaviours, Broiler Chicken, Temperature and Light Colour.

4 TINGKAH LAKU AYAM BROILER DI KANDANG TERTUTUP DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA RIDHO ANDISURO D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PERTENAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 TINGKAH LAKU AYAM BROILER DI KANDANG TERTUTUP DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA Oleh RIDHO ANDISURO D Skripsi ini telah disetujui untuk disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal Juli 2011 Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota (Dr. Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc. Agr.) (Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu HS, M.S.) NIP NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Agustus 1987 di Indramayu, Jawa Barat. Penulis merupakan anak ke tiga dari 3 bersaudara kandung dari pasangan Bapak Suroso dan Ibu Sundarih. Penulis menyelesaikan pendidikan SD hingga SMU di kota yang sama. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SDN Paoman I Indramayu, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 2 Sindang, Indramayu dan Sekolah Menengah Umum diselesaikan pada tahun 2006 di SMAN 1 Sindang, Indramayu. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006 dan terdaftar sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam kegiatan kampus sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (HIMAPROTER) Fakultas Peternakan periode dan Selain itu juga penulis aktif dalam pengurus OMDA periode Penulis juga aktif dalam kegiatan seni yang tergabung dalam komunitas Teater Kandang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Rabb yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan karunia tak terhingga. Atas berkah dan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Tingkah Laku Ayam Broiler di Kandang tertutup dengan Suhu dan Warna Cahaya Berbeda dalam rangka penyelesaian studi di Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil peneltian pada ayam broiler yang diberi perlakuan suhu dan warna cahaya. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan ide alternatif dan solusi bagi peternak dalam manajemen budidaya ayam broiler yang dapat meningkatkan produktivitas ayam broiler. Kesempurnaan hanyalah milik Allah, sedangkan manusia adalah tempat dosa dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2011 Penulis DAFTAR ISI

8 Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv RIWAYAT HIDUP... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Ayam Broiler... 3 Kandang... 3 Suhu dan Homeostasis... 5 Cahaya... 6 Fungsi Cahaya... 6 Mekanisme Rangsangan Cahaya... 6 Intensitas Cahaya... 6 Warna dan Panjang Gelombang Cahaya... 7 Lama Pencahayaan... 8 Respon Tingkah Laku... 9 Panting Makan dan Minum Lokomosi dan Istirahat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Pakan Vitamin dan Vaksin Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan Pemeliharaan Pengumpulan Data Rancangan... 17

9 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan 18 Tingkah Laku Makan Tingkah Laku Minum Tingkah Laku Panting Tingkah Laku Lokomosi Tingkah Laku Istirahat KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 37

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Radiasi Cahaya dalam W/m 2 untuk Setiap Lux Komposisi Zat Makanan PC 100 dan BR Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada hari ke-15 dengan Warna Cahaya dan Suhu Berbeda Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada hari ke-21 dengan Warna Cahaya dan Suhu Berbeda Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada hari ke-27 dengan Warna Cahaya dan Suhu Berbeda Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada hari ke-33 dengan Warna Cahaya dan Suhu Berbeda Konsumsi Pakan Ayam Broiler Strain Ross Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross Selama Lima Minggu DAFTAR GAMBAR

11 Nomor Halaman 1. Tipe Kandang Tertutup Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Makan Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Minum Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Panting Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Lokomosi Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Istirahat 29 DAFTAR LAMPIRAN

12 Nomor Halaman 1. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Makan Ayam Broiler Umur 15 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Minum Ayam Broiler Umur 15 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Panting Ayam Broiler Umur 15 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Lokomosi Ayam Broiler Umur 15 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Istirahat Ayam Broiler Umur 15 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Makan Ayam Broiler Umur 21 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Minum Ayam Broiler Umur 21 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Panting Ayam Broiler Umur 21 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Lokomosi Ayam Broiler Umur 21 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Istirahat Ayam Broiler Umur 21 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Makan Ayam Broiler Umur 27 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Minum Ayam Broiler Umur 27 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Panting Ayam Broiler Umur 27 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Lokomosi Ayam Broiler Umur 27 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Istirahat Ayam Broiler Umur 27 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Makan Ayam Broiler Umur 33 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Minum Ayam Broiler Umur 33 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Panting Ayam Broiler Umur 33 hari Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Lokomosi Ayam Broiler Umur 33 hari.. 42

13 20. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Istirahat Ayam Broiler Umur 33 hari Rataan Suhu dan Kelemaan Selama Penelitian... 43

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara berjumlah penduduk besar dengan laju pertumbuhan tinggi memerlukan protein dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Daging ayam sebagai hasil utama industri peternakan ayam broiler diharapkan mampu memenuhi kebutuhan protein bagi masyakat Indonesia. Sesuai karakteristik pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang rendah, siap potong pada umur relatif muda, menghasilkan daging berserat lunak, dan kandungan protein tinggi (Suyoto, 1984; Hardjosworo, 2000; Saragih, 2000; Prihatman, 2002), ayam broiler merupakan komoditas yang cocok dan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan protein bagi masyakat Indonesia. Keberhasilan budidaya dipengaruhi oleh manajemen di antaranya aspek suhu dan pencahayaan di dalam kandang. Suhu lingkungan yang tinggi dan fluktuatif di Indonesia merupakan kendala dalam keberhasilan budidaya ayam broiler. Suhu berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku ayam broiler. Suhu lingkungan yang tinggi terutama pada siang hari dapat menimbulkan cekaman panas di dalam kandang dan menaikkan suhu tubuh ayam broiler sebesar 1-2 o C yang ditunjukkan dengan laju pernafasan yang cepat (panting). Ayam broiler berupaya mempertahankan suhu tubuh pada kisaran normal dengan menurunkan konsumsi pakan, meningkatkan konsumsi air, mengurangi lokomosi, dan banyak beristirahat sebagai adaptasi dan bagian dari fungsi homeostasis. Ketidakmampuan ayam beradaptasi dengan cara melakukan perubahan tingkah laku dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan bahkan kematian. Di samping suhu kandang, cahaya merupakan aspek lingkungan yang penting diperhatikan dan berpengaruh terhadap pola tingkah laku ayam broiler yang berakibat kepada produktivitas. Dalam manajemen budidaya, cahaya memiliki fungsi untuk merangsang anak ayam agar dekat dengan sumber panas, mengetahui letak pakan, mempengaruhi ayam untuk mengonsumsi pakan, dan memberi kesempatan pada ayam untuk makan pada malam hari. Dalam manajemen budidaya, ayam broiler memerlukan suhu dan pencahayaan kandang yang memadai sesuai umur untuk pertumbuhan yang optimal.

15 Panas kandang (brooder) pada masa pertumbuhan awal (brooding period) dapat diperoleh dari panas lampu pijar yang sekaligus berfungsi sebagai sumber cahaya. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh luas dan kepadatan kandang dan dapat mempengaruhi tingkah laku ayam broiler (Saputro, 2007). Semakin tinggi intensitas cahaya yang diberikan akan meningkatkan aktivitas lokomosi dan makan ayam broiler. Pencahayaan yang meliputi intensitas, lama, dan warna masih terbatas dan sulit dilakukan oleh peternak yang memelihara ayam broiler di kandang terbuka. Pemeliharan pada kandang tertutup memungkinkan peternak melakukan pengaturan suhu kandang dan cahaya lebih efektif. Penelitian yang menggunakan suhu lingkungan kandang yang berbeda dan intensitas cahaya dengan menggunakan warna lampu yang berbeda belum banyak dilakukan, terutama dengan melihat tingkah lakunya yang pada akhirnya akan mempengaruhi performa ayam broiler tersebut. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbedaan suhu (± 30 o C dan ± 23 o C) dan warna cahaya (merah dan putih) kandang terhadap tingkah laku ayam broiler di kandang tertutup.

16 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Aves, ordo Galliformes, family Phasianidae, genus Galllus, species Gallus gallus, dan subspecies Gallus gallus domesticus. Strain ayam broiler berasal dari persilangan antara White Plymouth Rock dan White Cornish. Gordon dan Charles (2002) menyebutkan bahwa ayam pedaging (broiler) adalah strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakkan oleh perusahaan pembibitan khusus. Ayam broiler memiliki tingkat produktivitas tinggi dengan konversi pakan rendah, masa pemeliharaan relatif singkat, dan pada umur 5-6 minggu sudah bisa dipanen (Suyoto, 1984; Saragih, 2000; Prihatman, 2002), daging berserat lunak dan kandungan protein tinggi (Hardjosworo, 2000). Istilah broiler atau ayam pedaging berasal dari kata kerja to broil (sate) yang sering disinonimkan dengan makna bahasa Inggris Amerika yaitu to grill (memanggang). Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa performa ayam broiler dipengaruhi faktor pemeliharaan. Suhu lingkungan kandang yang nyaman (optimum) dapat meningkatkan performa ayam broiler. Ayam broiler dapat berproduksi secara optimum tanpa harus mengalami cekaman panas ataupun cold shock. Penggunaan warna lampu yang baik dalam pemeliharaan ayam broiler dapat meningkatkan performa ayam broiler. Warna lampu yang baik dapat menghindarkan ayam broiler dari kebutaan dan mengurangi agresivitas sehinggga bobot akhir dapat maksimum. Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menambahkan bahwa kualitas DOC yang dipelihara harus yang terbaik, karena performa yang kurang baik bukan saja dipengaruhi oleh faktor pemeliharaan tetapi juga oleh kualitas DOC pada saat diterima. Kandang Temperatur dan kelembaban relatif merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup ternak. Ayam sebagai hewan homeotermis, dapat mengatur suhu tubuhnya relatif konstan, sekalipun temperatur lingkungan berubah-ubah. Kondisi suhu lingkungan yang optimal bagi ayam berkisar o C (Perry, 2004).

17 Tingginya kelembaban relatif akan menghambat penguapan panas melalui panting. Ayam tidak dapat menoleransi suhu lingkungan tinggi. Kejadian ini sering terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban relatif pada udara (Ilyas, 2004). Menurut Cahyono (2004), kandang hendaknya dibangun sesuai dengan kebutuhan dan sesuai bagi kehidupan ayam yang akan dipelihara agar ayam dapat hidup nyaman, tenang, dan terpelihara kesehatannya sehingga produktivitas ayam dalam menghasilkan daging dapat ditingkatkan. Mulyono (2001) menyatakan bahwa syarat-syarat kandang yang baik, yaitu kandang harus cukup mendapat sinar matahari, kandang harus cukup udara segar, posisi kandang terletak pada tanah yang sedikit lebih tinggi dan dilengkapi saluran drainase yang baik, kandang tidak terletak pada lokasi tanah yang sibuk dan gaduh mengingat ayam mudah stres serta ukuran dan luas kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam. Kepadatan kandang yang melebihi batasnya akan berpengaruh negatif terhadap performa unggas, namun biasanya peternak mengabaikan hal ini untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari adanya penghematan areal kandang. Kenyamanan ternak dalam kandang, salah satunya dipengaruhi oleh keseimbangan antara jumlah ternak dan luas kandang. Luasan kandang mempengaruhi tingkat aktivitas ternak (French, 1981). Kandang berfungsi untuk (a) perlindungan dari cuaca buruk; (b) tempat untuk tidur dan beristirahat; (c) perlindungan dari hewan-hewan pemangsa; (d) perlindungan dari pencurian; (e) mencegah hilangnya ternak karena berkeliaran; (f) mempermudah pemeliharaan; (g) mempermudah seleksi; (h) mempermudah panen; (i) membantu pertumbuhan dan perkembangan (Cahyono, 2004). Kandang terbuka untuk pemeliharaan ayam broiler banyak digunakan oleh peternak dalam skala kecil (peternak rakyat). Alasan peternak rakyat menggunakan kandang terbuka adalah karena biaya yang dikeluarkan untuk membangun satu unit kandang terbuka cukup ekonomis. Penggunaan kandang terbuka dalam pemeliharaan ayam broiler memiliki keuntungan lain yaitu cukup mendapat sinar matahari yang baik untuk pertumbuhan ayam broiler dan mengurangi. Pemeliharaan dengan kandang terbuka juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah suhu lingkungan yang

18 fluktuatif tidak dapat dikontrol, sehingga peternak harus dapat menyiasati apabila suhu terlalu dingin ataupun terlalu panas untuk ayam broiler. Kandang tertutup (closed house) digunakan oleh peternak-peternak besar atau industri. Penggunaan kandang tertutup dalam pemeliharaan ayam broiler memungkinkan peternak untuk mengatur suhu dalam kandang yang baik untuk pertumbuhan ayam broiler. Kandang tertutup biasanya menggunakan alat pengatur suhu dan sistem peralatan yang lebih canggih (otomatis). Suhu dan Homeostasis Ayam merupakan hewan homeotermi dan memiliki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuh tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubahubah. Suhu tubuh ayam pedaging berada pada kisaran sempit yang digambarkan oleh batasan rendah atau tinggi ritme circadian di dalam tubuh. Batasan ritme circadian berkisar pada 40,5 ºC (rendah) dan 41,5 ºC (tinggi). Jahja (2000) menyatakan bahwa mekanisme homeostasis berjalan efisien dan normal pada kisaran wilayah suhu netral (thermoneutral zone atau comfort zone). Apabila suhu tubuh ayam broiler lebih rendah daripada suhu lingkungan, maka nutrient yang ada di dalam tubuh sebagian besar digunakan oleh ayam broiler untuk memproduksi panas tubuh (Bruzual et al., 2000). Suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum ayam pedaging berkisar antara ºC dan antara ºC (Charles, 2002). Untuk ayam broiler umur 3-6 minggu, lingkungan yang panas adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap penyebab stres pada ayam broiler. Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi antara suhu udara, kelembaban, sirkulasi panas serta kecepatan udara, dimana suhu lingkungan menjadi faktor yang utama. (European Comission, 2000). Suhu tubuh ayam akan meningkat 1-2 ºC pada lingkungan panas hingga tubuh ayam dapat kembali beradaptasi (Oleyumi dan Robert, 1980). Peningkatan suhu kandang dapat juga disebabkan oleh kepadatan yang tinggi (Jahja, 2000) dan laju kecepatan pertumbuhan (Bonnet et al. 1997). Ayam broiler mengalami seleksi intensif untuk pertumbuhan cepat dengan tingkat konsumsi pakan tinggi yang berimplikasi kepada peningkatan produksi panas tubuh dan peningkatan suhu tubuh

19 (May dan Lott, 2001). Peningkatan suhu yang melebihi batas adaptasi ayam broiler dapat menyebabkan cekaman panas yang berujung pada kematian ayam broiler. Cahaya Cahaya secara fisik merupakan energi berbentuk gelombang yang bergerak lurus ke semua arah, tidak dapat membelok, dan dapat dipantulkan. Cahaya yang paling banyak digunakan dalam kandang tertutup untuk produksi ayam broiler bersumber dari lampu pijar. Fungsi Cahaya Cahaya berfungsi dalam proses penglihatan. Cahaya merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol pertumbuhan, pendewasaan, reproduksi, dan tingkah laku. Cahaya mengatur ritme harian dan beberapa fungsi penting di dalam tubuh seperti suhu tubuh dan beragam tahapan metabolisme yang terkait dengan pemberian pakan dan pencernaan (Olanrewaju et al., 2006). Mekanisme Rangsangan Cahaya Mekanisme proses fisiologis rangsangan cahaya diawali dengan rangsangan mekanis pada syaraf penglihatan dan selanjutnya secara kimiawi melalui rangsangan hormonal dan mempengaruhi organ-organ tubuh. Cahaya yang mengenai mata ayam akan diterima oleh reseptor pada mata ayam, merangsang syaraf mata dan kemudian rangsangan ini diteruskan ke hiphofisa. Hasil kerja selanjutnya menyebabkan pengeluaran hormon pengendali dari hiphofisa anterior yang berfungsi mengatur pengeluaran kelenjar endokrin. Hormon pengendali tersebut terdiri atas hormon stimulasi tiroid yang meningkatkan stimulasi tiroid dan hormon somatotropik yang berfungsi mengatur pertumbuhan dengan mengendalikan metabolisme asam amino dalam pembentukan protein. Hormon pertumbuhan penting dalam pengendalian pertumbuhan dan aspek lainnya dari metabolisme lemak, karbohidrat dan protein dalam tubuh unggas (Card dan Nesheim, 1972). Intensitas Cahaya Intensitas cahaya dapat dinyatakan dalam satuan lux (lx) atau lumen/m 2, footcandle (fc), lumen (lm), dan W/m 2. Lampu pijar dengan daya 1 Watt

20 menghasilkan intensitas cahaya sebesar 12,56 lm. Intensitas cahaya yang diberikan pada ayam broiler menurut rekomendasi Renden et al. (1996) adalah 20 lux hingga ayam broiler berumur tujuh hari dan berikutnya adalah 5,0 lux hingga berumur 49 hari. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh luas dan kepadatan kandang (Saputro, 2007). Program pencahayaan pada tahap pertumbuhan awal anak ayam berumur antara satu sampai tujuh hari menggunakan intensitas cahaya minimum 20 lux yang diberikan secara terus menerus. Pemberian cahaya seperti ini bertujuan untuk memastikan anak ayam dapat beadaptasi dengan baik terhadap lingkungannya serta meningkatkan aktivitas sehingga mengurangi kelainan pada cacat kaki. Intensitas cahaya dapat mempengaruhi tingkah laku ayam broiler. Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas ayam untuk berjalan dan berdiri, mengurangi tingkah laku berkelahi antar sesama ayam, serta menurunkan aktivitas mengepakkan sayap dan kanibalisme. Intensitas cahaya yang sangat rendah (< 5 lux) akan menyebabkan kebutaan pada ayam (Olanrewaju et al., 2006). Faktor konversi dari berbagai sumber cahaya dalam W/m 2 (Canham, 1966) disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Radiasi Cahaya dalam W/m 2 untuk Setiap Lux Sumber cahaya Radiasi energi cahaya dalam W/m 2 untuk setiap lux Matahari 4,00 Lampu pijar 500 W 4,16 Lampu pijar 100 W 4,23 Philips : TL-33 (putih) 3,11 TL-55 (cahaya 3,64 siang hari) TL-15 (merah) 14,68 Osram : Putih 3,11 Cahaya siang hari 3,01 Alami 3,47 Sumber : Canham (1966) Warna dan Panjang Gelombang Cahaya

21 Panjang gelombang yang berbeda-beda diintrepetasikan oleh otak sebagai warna cahaya dan merangsang retina mata yang menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut dengan pandangan. Penglihatan memerlukan mata yang berfungsi baik dan cahaya yang tampak. Cahaya tampak adalah sebagian dari spektrum yang mempunyai panjang gelombang nanometer. Gelombang cahaya di bawah 400 nanometer (ultraviolet) dan di atas 800 nanometer tidak dapat dilihat oleh mata. Indera penglihatan ayam memiliki sensitivitas terhadap warna akibat stimulus warna yang diterima retina mata (Lewis dan Moris, 1998) dan dapat membedakan warna dengan tingkat kepekaan yang berbeda. Cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda mempunyai efek yang berbeda pula pada retina dan dapat mengakibatkan perubahan pada pola tingkah laku yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada ayam (Lewis dan Morris, 2000). Ayam tidak mampu melihat warna yang memiliki panjang gelombang yang pendek, tetapi memiliki kepekaan paling baik terhadap warna kuning dan merah. Cahaya merah akan meningkatkan agresivitas dan aktivitas ayam serta berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi pakan selama periode brooding (Widjaja dan Haerudin, 2006). Penggunaan berbagai macam lampu dengan panjang gelombang yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula dan dapat mempengaruhi tingkah laku yang berdampak pada performa dan produktivitas ayam broiler (Rozenboim et al., 1999a, Rozenboim et al., 1999b, Olanrewaju et. al., 2006). Lama Pencahayaan Cahaya sangat diperlukan oleh ayam broiler terutama pada umur tujuh hari pertama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah total lama pencahayaan bukan merupakan aspek yang penting dalam pengaturan cahaya bagi ayam broiler. Ayam broiler tidak melakukan aktivitas pada Periode gelap (tanpa cahaya) dan memberi kesempatan kepada ayam broiler untuk mencerna makanan secara sempurna (Classen, 1989). Pemberian cahaya pada ayam broiler yang umum dilakukan peternak adalah secara terus-menerus (continous lighting) selama 24 jam dengan intensitas yang semakin menurun pada fase akhir (Classen, 1989). Pencahayaan terus-menerus akan meningkatkan waktu untuk makan, meningkatkan pertambahan bobot badan, dan

22 meningkatkan pembentukan bulu (Lavergne, 2005) tetapi menyebabkan terjadinya gangguan ritme harian (diurnal), kelainan kaki dan tulang (Sanotra et al., 2002) yang mengakibatkan kesulitan pergerakan ayam broiler untuk mendapatkan pakan dan air minum (Wong-Valle et al., 1993). Ayam broiler yang tetap berada pada posisi ritme harian, mampu mengatur pola tingkah laku seperti makan, tidur, bergerak dan istirahat secara normal (Olanrewaju et al., 2006). Pencahayaan secara bergantian (intermitten lighting) akan mengurangi stres pada ayam broiler dibandingkan dengan ayam broiler yang diberikan cahaya secara terus-menerus yang diukur berdasarkan konsentrasi plasma kortikosteron. Plasma kortikosteron akan meningkat pada ayam broiler yang mengalami stres (Puvadolpirod dan Thaxton, 2000). Pemberian lama pencahayaan selama 16 jam dapat menurunkan stres fisiologis, peningkatan respon kekebalan, peningkatan metabolisme tulang, peningkatan aktivitas total, dan peningkatan kesehatan kaki (Classen et al., 2004). Periode gelap harian diperlukan untuk membentuk pola sekresi hormon melatonin secara normal. Hormon melatonin, secara fisiologis yang disintesis dalam kelenjar pineal dan retina pada unggas, disekresikan selama periode gelap sebagai respon terhadap aktivitas enzim serotonin-n-acetyltranspherase. Enzim ini berfungsi mengkatalisis sintesis melatonin baik pada retina maupun kelenjar pineal dan terlibat dalam proses ritme harian suhu tubuh, beberapa fungsi esensial metabolisme tubuh terkait dengan konsumsi pakan dan pencernaan serta sekresi beberapa limphokines yang terkait dengan sistem kekebalan (Apeldorn et al., 1999). Unggas yang diberikan periode gelap yang cukup akan mengurangi mortalitas, gangguan pada kaki, dan sindrom kematian mendadak (sudden death syndrome) (Moore dan Siopes, 2000). Respon Tingkah laku Menurut Prijono dan Handini (1998), tingkah laku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan akibat pengaruh rangsangan. Rangsangan terbagi dua, yaitu rangsangan luar dan rangsangan dalam. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis (cahaya, suhu, dan kelembaban) dan rangsangan kimiawi (hormon dan saraf). Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi (Mukhtar, 1986).

23 Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga terdapat variasi tingkah laku individu dalam satu spesies, meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya berupa tingkah laku dasar. Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behaviour), seperti gerakan menjauh atau mendekat akibat perubahan dari stimulus. Perubahan tingkah laku jantan dan betina saat estrus dan kondisi lingkungan dan mekanisme fisiologis (Stanley dan Andrykovitch, 1984). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969). Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam seperti terbentuknya struktur fisik. Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku, yaitu berkurangnya sifat liar dan agresif, musim kawin yang lebih panjang dan kehilangan sifat berpasangan (Craig, 1981). Tingkah laku merupakan aktivitas yang melibatkan fungsi fisiologis seperti rangsangan melalui pancaindra (mata). Rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf, dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik baik internal maupun eksternal. Kebanyakan tingkah laku untuk tujuan tertentu seperti makan, minum, tidur dan seksual terdiri atas tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. Tiga tahap tersebut adalah tingkah laku apetitif, konsumatoris, dan refraktoris. Tahap apetitif dapat dipelajari dengan sederhana atau kompleks, sering mencakup mencari dari tingkah laku dasar yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung konsisten dan memperlihatkan perbedaan kecil antara individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instinktif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk member respon selalu ada (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985). Pola tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan tipe tingkah laku, sebagai berikut :

24 1. Tingkah laku ingestif, yaitu tingkah laku makan dan minum. 2. Tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking), yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya. 3. Tingkah laku agonistic, yaitu tingkah laku persaingan antara dua hewan yang sejenis, umumnya terjadi selama musim kawin. 4. Tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku peminangan (courtship), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan hewan jantan dan betina satu jenis. 5. Care giving atau epimelitic, yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour). 6. Care soliciting atau et-epimelitic, atau tingkah laku meminta dipelihara yaitu tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa. 7. Tingkah laku eliminative, yaitu tingkah laku membuang kotoran. 8. Tingkah laku allelomimetik, yaitu tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan. 9. Tingkah laku investigative, yaitu tingkah laku memeriksa lingkungannya. Tingkah laku yang ditunjukkan ayam broiler berkaitan erat dengan kebiasaan, habitat, dan lingkungan (suhu, kelembaban, atau cahaya yang masuk ke dalam kandang). Suhu lingkungan yang berbeda mempengaruhi aktivitas tingkah laku ayam broiler seperti makan, minum, panting, lokomosi, dan istirahat (Jahja, 2000). Cahaya juga merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol tingkah laku dan mengatur ritme harian (Olanrewaju et al., 2006). Pada sistem pemeliharaan intensif, ayam broiler lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan. Tingkah laku makan tersebut ditunjukkan ayam broiler karena pada pemeliharaan intensif ayam broiler berada dalam suatu kandang yang membatasi aktivitasnya (Mukhtar, 1986). Panting Keadaan suhu lingkungan yang cukup tinggi pada siang hari di daerah tropis menimbulkan cekaman panas di dalam kandang. Pusat respirasi di otak bekerja lebih aktif selama cekaman panas sehingga kebutuhan oksigen meningkat dan memacu kecepatan laju denyut jantung ayam broiler hingga lebih dari 20 kali per menit

25 (Olanrewaju et al., 2006). Kondisi lingkungan seperti ini dapat menyebabkan perubahan pola tingkah laku ayam broiler. Perubahan pola tingkah laku dengan meningkatnya pelepasan panas melalui evaporasi dari saluran pernafasan (hyperventilation) disebut panting. Tingkah laku panting pada ayam broiler selama pemeliharaan dapat dikurangi dengan cara menurunkan suhu lingkungan kandang pada kandang tertutup atau membuka tirai yang digunakan sebagai penutup di malam hari pada kandang terbuka. Panting biasanya terjadi pada saat suhu lingkungan sekitar 29 ºC atau suhu tubuh mencapai 42 ºC (European Comission, 2000). Makan dan Minum Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat cekaman, suhu lingkungan, dan aktivitas ternak. Pada suhu lingkungan tinggi (cekaman panas) aktivitas tubuh berkurang, konsumsi pakan berkurang, dan konsumsi air minum meningkat (Jahja, 2000). Peredaran darah banyak yang menuju organ pernafasan sementara peredaran darah ke organ pencernaan mengalami penurunan sehingga mengganggu pencernaan dan metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses (Bell dan Weaver, 2002). Suhu lingkungan yang tinggi dapat menurunkan tingkah laku makan pada ayam broiler. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya konsumsi pakan pada ayam broiler yang dipelihara dalam kondisi suhu lingkungan yang tinggi (Austic, 1985; Ain Bazis et al., 1996; Bonnet et al., 1997). Menurunnya konsumsi ransum pada suhu lingkungan tinggi sebagai upaya untuk mengurangi penimbunan panas dalam tubuh dan ditandai dengan berkurangnya bobot badan (Kuczynski, 2002; May dan Lott, 2001) dan laju pertumbuhan (Bonnet et al., 1997). Air merupakan salah satu komponen mendasar dalam kehidupan yang berhubungan erat dengan mekanisme termoregulator dan kemampuan untuk bertahan hidup pada temperatur lingkungan yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum meliputi suhu lingkungan, suhu air, tingkat konsumsi pakan, dan bobot badan ayam (Bailey, 1990; Wandoyo, 1997). Wandoyo (1997) lebih lanjut mengemukakan bahwa konsumsi air minum ayam broiler meningkat pada suhu lingkungan lebih tinggi. Tingkah laku minum yang meningkat pada ayam broiler

26 dalam kondisi suhu lingkungan tinggi bertujuan untuk menurunkan panas tubuhnya agar tidak mengalami stres yang diakibatkan oleh suhu lingkungan yang tinggi. Ayam broiler yang dipelihara dengan sistem intensif akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan. Pemeliharaan dengan sstem intensif mengurangi aktivitas ayam broiler untuk mengekspresikan tingkah laku selain makan dan minum. Tingkah laku makan dan minum pada ayam broiler dalam kondisi pemeliharaan intensif biasanya juga dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan peternak disamping faktor suhu, kelembaban, atau cahaya yang masuk ke dalam kandang. Pemberian cahaya yang terus menerus selama 24 jam akan meningkatkan tingkah laku makan dan minum serta aktivitas lainnya. Ayam broiler adalah makhluk diurnal yang apabila menerima rangsangan cahaya pada malam hari akan memberikan kesempatan ayam broiler untuk makan dan minum. Lokomosi dan Istirahat Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri pada ayam (Renden et al., 1996). Cahaya yang masuk melalui retina mata unggas mempengaruhi intensitas lokomosi yang dilakukan oleh unggas tersebut. Intensitas cahaya yang tinggi seperti cahaya matahari dapat mengurangi tingkah laku istirahat pada unggas. Penggunaan intensitas cahaya yang rendah biasanya diterapkan pada manajemen pemeliharaan ayam untuk mengontrol agresivitas ayam dan mengurangi resiko kanibalisme. Tingkah laku istirahat pada ayam broiler dimanfaatkan oleh peternak dalam manajemen pemeliharaan. Ayam broiler termasuk hewan diurnal yang beraktivitas bila terdapat cahaya yang diterima oleh retina mata. Peternak biasanya mengurangi lama pencahayaan pada umur tertentu di malam hari sehingga ayam broiler lebih banyak melakukan istirahat. Lokomosi yang dilakukan ayam broiler adalah bagian dari ekspresi tingkah laku lainnya seperti saat ayam broiler berada jauh dari tempat pakan maka ayam broiler tersebut akan melakukan tingkah laku lokomosi, yakni berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya, untuk mendapatkan makan ataupun minum. Tingkah laku lokomosi juga dapat dilihat saat ayam broiler bermain dengan ayam broiler lainnya (Pitchard, 1995).

27 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor sejak bulan Juli sampai September Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah 160 ekor DOC (Day Old Chick) broiler Jumbo 747 strain Ross yang diproduksi oleh PT. Cibadak Indah Sari Farm dan tidak dibedakan antara jantan dan betina. Kandang dan Peralatan Dua kandang tertutup masing-masing bersuhu tinggi sekitar 30 o C (cekaman panas) dan nyaman sekitar 23 o C digunakan dalam penelitian ini. Masing-masing kandang terdiri atas empat sekat berukuran 1,15 x 1,15 m 2. Setiap sekat diisi 10 ekor ayam broiler dan dipasang 1 unit lampu pijar berkekuatan 60 watt dengan warna cahaya merah dan putih sesuai perlakuan. Kandang cekaman panas dilengkapi dengan sebuah alat pemanas (heater room) berkekuatan 800W yang menghasilkan suhu kandang berkisar 30 o C. Sementara suhu kandang nyaman berkisar 23 o C dicapai dengan bantuan sebuah pengatur suhu ruangan (AC). Masing-masing kandang dilengkapi dengan exhaust fan untuk sirkulasi udara. Peralatan lain yang digunakan adalah tempat pakan dan minum, timbangan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 20 g, timbangan digital merek Philipp dengan ketelitian 1 g, stop watch, kertas label, kardus, termometer basah kering, dan peralatan tulis. Pakan Pakan yang diberikan adalah PC 100 (umur 0-7 hari) yang diproduksi oleh PT Charoen Phokphand dengan kandungan protein 21,5-23,5% dan energi metabolis kkal/kg dan BR 11 (umur 8-35 hari) dengan kandungan protein 21%-23%

28 dan energi metabolis Kkal/kg. Komposisi zat makanan yang diberikan diperlihatkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan PC 100 dan BR 11 Zat Makanan PC 100 BR 11 Kadar air (%) Maks. 13,0 Maks. 13,0 Protein (%) 21,5-23, Lemak (%) min. 5,0 min. 5,0 Serat (%) maks. 5,0 maks. 5,0 Abu (%) maks. 7,0 maks. 7,0 Kalsium (%) min. 0,9 min. 0,9 Fosfor (%) min. 0,6 min. 0,6 EM (kkal/kg) (%) Sumber : P.T. Charoen Phokphand, (2009) Vaksin dan Vitamin Vaksin ND 1 LD500 diberikan pada hari ke-3 melalui tetes mata, sedangkan vaksin ND La Sota sebagai booster diberikan pada hari ke-22 melalui intra muskuler dengan injeksi. Vaksin Gumboro B produksi PT Medion diberikan pada minggu ke-2 melalui air minum. Vitamin yang digunakan adalah Vita Chicks dan Vita Stress. Vitamin diberikan untuk menghindari stres saat kedatangan ayam dan setelah perlakuan (vaksinasi). Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan Kandang beserta peralatan disiapkan seminggu sebelum penelitian. Lantai kandang dibersihkan dan dilakukan pengapuran serta desinfeksi dengan Bromoquad- 10 dan formalin. Formalin dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 3%. Peralatan yang digunakan dibersihkan dengan menggunakan air campuran desinfektan kemudian dicelupkan ke dalam larutan Biocide. Satu unit lampu pijar berkekuatan 60 watt dengan warna merah dan putih sesuai perlakuan dipasang pada setiap sekat di dalam kandang. Lampu dipasang pada jarak 2,5 m dari litter. Pemeliharaan

29 Sebanyak 10 ekor DOC ditempatkan pada tiap sekat. Bobot badan awal DOC ditimbang sebelum ditempatkan ke dalam petak perlakuan. DOC diberikan larutan air gula 5% pada saat kedatangan sebagai pengganti energi yang hilang selama pengangkutan dan perjalanan. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Vaksinasi ND pertama dilakukan melalui tetes mata pada umur 3 hari, vaksin Gumboro pada minggu kedua melalui air minum, dan vaksin ND ke dua melalui injeksi pada umur 22 hari. Suhu kandang perlakuan nyaman dan cekaman panas mulai umur 15 hari (minggu ketiga) disesuaikan dengan kebutuhan panas DOC, yaitu o C sampai umur 2 minggu. Suhu kandang cekaman panas diatur sekitar 30 o C dengan bantuan alat pemanas (heater room) berkekuatan 800 W dan kandang netral diatur pada suhu sekitar 23 o C menggunakan AC. Penggunaan lampu penerangan dilakukan selama 24 jam pada kedua kandang tersebut. Perlakuan atau penggunaan lampu merah dilakukan setelah pemeliharaan memasuki minggu ke tiga. Ketinggian lampu penerangan disesuaikan dengan kebutuhan panas ayam broiler. Pengumpulan Data Peubah yang diamati adalah tingkah laku makan, minum, istirahat, panting, dan lokomosi. Pengamatan dilakukan mulai umur 15 hari dengan interval pengamatan 6 hari. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pagi hari pukul WIB, siang hari pukul WIB, dan sore hari pukul WIB. Cara pengamatan : 1. Perilaku makan, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang mematuk pakan di tempat pakan. 2. Perilaku minum, diukur dengan jumlah ayam dalam kelompok yang menghisap air dari tempat minum. 3. Perilaku istirahat, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang rebah atau posisi mengeram dengan dada menempel pada litter dengan mata terbuka atau berkedip. 4. Perilaku lokomosi, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang melakukan lokomosi (berpindah tempat) dalam kelompok tersebut.

30 5. Perilaku panting, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang terlihat melakukan panting (terengah-engah atau megap-megap). Rancangan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x2 dengan suhu dan warna cahaya lampu sebagai perlakuan. Taraf suhu yang digunakan adalah 23 o C (suhu nyaman) dan 30 o C (suhu cekaman panas). Taraf warna cahaya lampu adalah warna cahaya putih dan merah. Data dianalisis ragam (ANOVA) dan diolah menggunakan model matematika sebagai berikut (Gasperz, 1991): Y ij = µ + S i + Wj + SWij + ijk Keterangan : Y ijk : nilai pengamatan µ : nilai tengah umum S i W j SW ij : pengaruh suhu kandang ke-i (i= panas, netral) : pengaruh warna cahaya ke-j (j= merah, putih) : pengaruh interaksi antara faktor suhu kandang ke-i dan faktor warna cahaya ke-j. ijk : galat percobaan Peubah yang diamati adalah tingkah laku makan, minum, istirahat, lokomosi dan panting. Pengambilan data dilakukan sebanyak empat kali dengan interval 6 hari yaitu dimulai pada hari ke-15, 21, 27 dan 33.

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengamatan tingkah laku pada ayam broiler di kandang tertutup dengan perlakuan suhu dan warna cahaya yang berbeda dilaksanakan dengan menggunakan metode scan sampling. Tingkah laku yang diamati adalah makan, minum, lokomosi, istirahat dan panting dilakukan dalam empat waktu pengamatan berbeda, yaitu pada umur 15, 21, 27, dan 33 hari. Suhu aktual kandang panas adalah 30±0,15 o C dengan kisaran 29 o C sampai 31 o C dan suhu kandang netral adalah 23±0,06 o C dengan kisaran 22 o C sampai 23 o C. kandang tertutup yang digunakan pada penelitian diperlihatkan pada gambar 1. Gambar 1. Tipe Kandang Tertutup Sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan warna cahaya lampu kandang tidak menunjukkan interaksi terhadap tingkah laku ayam broiler yang diamati (Lampiran 1 20). Proporsi tingkah laku ayam broiler pada warna cahaya dan suhu yang diamati pada hari ke-15 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-15 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda Tingkah laku Suhu Nyaman (23±0,06 o C) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 o C) Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan

32 Makan 10,12 13,23 6,31 3,48 Minum 0,95 1,32 2,14 0,72 Panting 0,00 0,06 0,03 B 14,26 37,21 25,73 A Lokomosi 13,99 14,47 13,57 7,95 Istirahat 74,92 70,92 63,72 50,64 Keterangan : Huruf superskrip menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01) Pengamatan pada hari ke-15 menunjukkan pengaruh suhu berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkah laku panting. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu cekaman panas (sekitar 30 o C) menunjukkan persentase tingkah laku panting lebih tinggi dibandingkan pada suhu nyaman (sekitar 23 o C), yaitu 3,44 vs 0,05. Tingkah laku panting pada ayam broiler menunjukkan keadaan suhu tubuh dan lingkungan yang tinggi. Ayam broiler akan berusaha melepaskan kelebihan suhu tubuh ke lingkungan sebagai mekanisme homeostasis dengan cara sensible heat loss melalui radiasi, konduksi, dan konveksi (Charles, 2002). Pelepasan panas tubuh dilakukan melalui mekanisme panting saat suhu lingkungan melebihi 26 o C. Kebutuhan oksigen meningkat dan kecepatan respirasi meningkat, sehingga terjadi hiperventilasi (panting) yang menyebabkan kehilangan air dari tubuh lewat respirasi. Sesuai sifat fisiologis, ayam broiler sebagai hewan homeotermi, memilki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuhnya tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Pengamatan tingkah laku ayam broiler pada hari ke-21 menunjukkan suhu berpengaruh terhadap tingkah laku minum, panting, dan lokomosi. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada pengamatan hari ke-21 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-21 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda Tingkah laku Suhu Nyaman (23±0,06 o C) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 o C) Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Makan 19,78 14,78 9,43 8,73 Minum 3,04 2,23 2,64 a 1,00 0,04 0,52 b Panting 0,00 0,00 0,00 a 21,03 26,53 23,78 b Lokomosi 13,27 9,23 11,25 a 6,27 6,45 6,36 b Istirahat 63,91 73,76 62,27 58,25 Keterangan : Huruf superskrip menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Pengamatan tingkah laku pada hari ke-21 menunjukkan faktor suhu berbeda nyata (P<0,05) terhadap tingkah laku minum, panting, dan lokomosi. Proporsi

33 tingkah laku minum ayam broiler pada suhu 23 o C lebih tinggi dibandingkan pada suhu 30 o C. Hal ini berkaitan dengan tingkah laku makan ayam broiler pada suhu 23 o C juga lebih tinggi sehingga diimbangi dengan asupan cairan yaitu minum yang dilakukan oleh ayam broiler. Ayam broiler dengan bobot badan tinggi merupakan hasil dan kumulasi dari tingkat konsumsi dan kemampuan atau efisiensi penggunaan pakan yang dapat dilihat dari tingkah laku makan dan minum (ingestive behaviour). Tingkah laku ingestive berkaitan dengan tingkah laku pergerakan (lokomosi) dan istirahat (resting behaviour). Tingkah laku lokomosi memiliki asosiasi dengan pergerakan untuk mencari makan atau minum sementara tingkah laku istirahat banyak ditemukan karena tingkat konsumsi yang terpenuhi atau karena suhu lingkungan yang terlalu tinggi (Pitchard, 1995). Tingkah laku ayam broiler yang diamati pada hari ke-27 menunjukkan bahwa faktor suhu berbeda nyata (P<0,05) terhadap tingkah laku minum dan sangat nyata (P< 0,01) terhadap tingkah laku panting. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada hari ke-27 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-27 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda Tingkah laku Suhu Nyaman (23±0,06 o C) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 o C) Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Makan 17,24 31,02 11,86 14,27 Minum 0,40 0,18 0,29 b 3,01 0,81 1,91 a Panting 1,72 0,00 0,86 B 27,56 33,78 30,67 A Lokomosi 6,83 8,15 6,17 5,01 Istirahat 73,81 60,65 51,40 46,13 Keterangan : Huruf superskrip (a dan b) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Huruf superskrip (A dan B) menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01) Ayam broiler akan mengatur suhu tubuhnya sebagai upaya homeostasis agar dapat beradaptasi dengan suhu lingkungan dengan mengatur tingkat konsumsi pakan dan air minum serta pengaturan pergerakan dan istirahat sebagai proses adaptasi terhadap perubahan suhu tubuh dan suhu lingkungan. Pelepasan panas sensible ke lingkungan tidak dapat berlangsung efektif pada keadaan suhu tubuh yang tinggi dan suhu lingkungan ekstrim tinggi sehingga pelepasan panas tubuh ke lingkungan bergeser ke arah penguapan air dari saluran pernafasan (evaporatif) yang merupakan upaya hyperventialtion melalui proses panting (Olanrewaju et. al, 2006).

34 Tingkah laku panting berkaitan erat dengan perubahan tingkat konsumsi pakan dan minum serta pergerakan (lokomosi) dan istirahat ayam broiler yang berimplikasi kepada bobot badan. Secara sederhana, dapat dilihat dari semakin tingginya tingkah laku minum yang ditunjukkan sebagai akibat dari adanya panting. Tingkah laku panting merupakan upaya yang dilakukan oleh ayam broiler untuk mengatur suhu tubuhnya sesuai dengan suhu lingkungan. Apabila suhu lingkungan terlalu ekstrim atau terlalu tinggi di atas 35 o C maka dapat menyebabkan suhu tubuh ayam naik menjadi sangat tinggi (Jahja, 2000). Suhu tubuh ayam yang terlalu tinggi di atas batas normalnya akan mengakibatkan kematian pada ayam broiler. Panting pada ayam broiler juga dapat disebabkan oleh kepadatan kandang yang terlalu tinggi sehingga ayam broiler mengalami kesulitan dalam bernafas yang berakibat pada kerja jantung yang lebih cepat (Perry, 2004). Pengamatan pada hari ke-33 menunjukkan tidak ada interaksi antara warna cahaya dan suhu serta faktor tunggal suhu dan warna cahaya pada tingkah laku ayam broiler yang diamati. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada hari ke-33 ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-33 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda Tingkah Suhu Nyaman (23±0,06 o C) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 o C) laku Cahaya Putih Cahaya Merah Cahaya Putih Cahaya Merah Makan 22,01 17,12 6,11 21,28 Minum 1,02 1,78 2,53 1,45 Panting 15,34 13,63 26,45 23,07 Lokomosi 4,28 4,67 4,33 3,17 Istirahat 57,35 62,80 60,58 51,03 Ketiadaan pengaruh disebabkan intensitas cahaya yang diterima oleh ayam broiler tidak berbeda dengan intensitas yang biasanya diterima oleh retina mata ayam broiler. Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas ayam untuk berjalan dan berdiri. Pencahayaan secara terus-menerus menyebabkan terjadinya gangguan ritme harian (diurnal) (Sanotra et al., 2002). Pencahayaan terus-menerus pada penelitian ini mengakibatkan ayam broiler tidak menunjukkan respon yang signifikan. Ayam broiler tetap berada pada posisi ritme harian mengatur pola tingkah

35 laku seperti makan, tidur, bergerak, dan istirahat secara normal (Olanrewaju et al., 2006). Intensitas cahaya yang diterima retina mata ayam broiler diduga kurang dari lima lux, sehingga tingkah laku ayam broiler yang diberi warna cahaya merah dan putih tidak menunjukkan perbedaan. Intensitas cahaya yang kurang dari lima lux tidak dapat direspon dengan baik oleh retina mata ayam broiler sehingga secara keseluruhan tidak mempengaruhi tingkah laku ayam broiler. Intensitas cahaya yang diberikan pada ayam broiler menurut rekomendasi Renden et al. (1996) adalah 20 lux hingga ayam broiler berumur tujuh hari dan berikutnya adalah lima lux hingga berumur 49 hari. Penggunaan warna cahaya yang baik dalam pemeliharaan ayam broiler dapat meningkatkan performa ayam broiler. Warna cahaya yang baik dapat menghindarkan ayam broiler dari kebutaan dan mengurangi agresivitas sehinggga bobot akhir dapat maksimum. Pencahayaan secara bergantian (intermitten lighting) akan mengurangi stres pada ayam broiler dibandingkan dengan ayam broiler yang diberikan cahaya secara terus-menerus yang diukur berdasarkan konsentrasi plasma kortikosteron. Plasma kortikosteron akan meningkat pada ayam broiler yang mengalami stres (Puvadolpirod dan Thaxton, 2000). Pemberian lama pencahayaan pada ayam broiler selama 16 jam dapat menurunkan stres fisiologis, peningkatan respon kekebalan, peningkatan metabolisme tulang, peningkatan aktivitas total, dan peningkatan kesehatan kaki (Classen et al., 2004). Produktivitas ayam broiler dapat diukur dari performa produksi seperti tingkat konsumsi pakan, konversi pakan, pertambahan bobot badan, dan bobot badan. Nilai produktivitas tersebut dapat diduga melalui tingkah laku yang terkait dengan hal tersebut. Tingkah laku hewan adalah suatu respon atau ekspresi hewan oleh adanya rangsangan yang mempengaruhinya. Menurut Mukhtar (1986), rangsangan terbagi dua, yaitu rangsangan luar dan rangsangan dalam. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis, dan rangsangan kimiawi. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi (Mukhtar, 1986). Menurut Prijono dan Handini (1998), tingkah laku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan. Tingkah laku sekor hewan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dari dalam (hormon dan sistem saraf) dan faktor dari luar (cahaya, suhu, dan

36 kelembaban). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969). Tingkah Laku Makan Adaptasi yang biasanya dilakukan ayam pada suhu kandang tinggi selain melalui mekanisme panting adalah dengan mengurangi aktivitas makan. Penelitian ini secara statistik tidak menunjukkan perbedaan tingkah laku makan pada ayam broiler yang dipelihara pada suhu dan warna cahaya yang berbeda. Ada kecenderungan yang terilihat dari manifestasi tingkah laku makan. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu cekaman panas (sekitar 30 o C) mengkonsumsi pakan lebih sedikit dibandingkan ayam broiler yang dipelihara pada suhu kandang nyaman (23 o C). Ayam broiler merupakan ayam ras yang diseleksi secara intensif untuk menghasilkan bobot badan yang tinggi dan pertumbuhan cepat. Sesusai dengan karakteristik tersebut, ayam broiler akan berusaha untuk mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pokok (maintenance). Pada masa pertumbuhan, suhu lingkungan broiler diturunkan menjadi 21 o C untuk meningkatkan konsumsi pakannya (Cornetto dan Esteves, 2001). Bobot badan yang tinggi memerlukan input pakan yang lebih banyak, sesuai dengan standar konsumsi pakan pada Tabel 7 dan konversi pakan pada Tabel 8. Tabel 7. Konsumsi Pakan Ayam Broiler Strain Ross Minggu Konsumsi Pakan (g/ekor) Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Sumber : Cibadak Indah Sari Farm (2005) Tabel 8. Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross selama Lima Minggu Minggu Konversi Pakan Minggu 1 0,88 Minggu 2 1,1 Minggu 3 1,3

37 Minggu 4 1,46 Minggu 5 1,6 Sumber : Cibadak Indah Sari Farm (2005) Ayam broiler pada kondisi suhu lingkungan cekaman panas (30 o C) pada penelitian ini mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang banyak walaupun tidak sebanyak ayam broiler yang dipelihara pada suhu kandang nyaman. Berkurangnya aktivitas metabolisme tubuh ayam broiler disebabkan suhu lingkungan yang tinggi, yang terlihat dari penurunan aktivitas makan dan minum (Gunawan dan Sihombing, 2004). Gambar 2 menyajikan tingkah laku makan ayam broiler. Gambar 2. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Makan Tingkah Laku Minum Saat cekaman panas, aktivitas tubuh berkurang, konsumsi pakan menurun, konsumsi air minum meningkat untuk menurunkan suhu tubuh. Hal ini berkaitan dengan terjadinya perubahan-perubahan fisiologik dan biokimiawi dalam tubuh. Saat cekaman panas, peredaran darah banyak yang menuju ke organ pernafasan sedangkan peredaran darah pada organ pencernaan mengalami penurunan sehingga bisa mengganggu pencernaan dan metabolisme (Bell dan Weaver, 2002). Air merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan yang berhubungan erat dengan mekanisme termoregulator dan kemampuan untuk bertahan hidup pada temperatur lingkungan yang tinggi. Ayam dewasa mengonsumsi air minum sebanyk ml setip hari pada suhu normal. Gibson et al, (1998) menyatakan bahwa ayam melakukan tingkah laku minum sebanyak 6% dalam sehari.

38 Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum meliputi suhu lingkungan, suhu air, tingkat konsumsi pakan, dan bobot badan ayam (Bailey, 1990; Wandoyo, 1997). Wandoyo (1997) lebih lanjut mengemukakan bahwa konsumsi air minum ayam broiler meningkat pada suhu lingkungan lebih tinggi. Tingkah laku minum yang meningkat pada ayam broiler dalam kondisi suhu lingkungan tinggi bertujuan untuk menurunkan panas tubuhnya agar tidak mengalami cekaman panas. Pemberian pakan yang terbatas dan air minum yang ad libitum juga dapat menyebabkan peningkatan frekuensi minum pada unggas (Savory et al, 1992). Gambar 3 menyajikan tingkah laku minum ayam broiler saat penelitian. Gambar 3. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Minum Sebagian besar tubuh ayam broiler terdiri dari air. Konsumsi air minum pada kondisi normal adalah dua kali dari jumlah pakan yang dikonsumsi. Selain sebagai salah satu kebutuhan maintenance tubuhnya, ayam broiler mengkonsumsi air minum sebagai salah satu bentuk upaya untuk mengatur suhu tubuhnya agar sesuai dengan suhu lingkungan. Tingkat konsumsi air minum pada ayam broiler tidak sama setiap harinya sesuai dengan kebutuhan tubuh dan suhu lingkungan. Konsumsi air minum akan lebih banyak terjadi pada ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi yang berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh. Penelitian ini menunjukkan konsumsi air minum ayam broiler yang dipelihara pada suhu kandang berbeda pada umur 15 dan 33 hari cenderung tidak menunjukkan perbedaan tetapi berbeda nyata (P<0,05) pada umur 21 dan 27 hari. Pada umur 27 hari, ayam broiler pada suhu tinggi mengonsumsi air lebih sering

39 dibandingkan ayam broiler pada suhu normal. Ayam broiler dengan umur yang lebih dewasa menghasilkan panas tubuh yang lebih tinggi sesuai dengan konsumsi pakan yang juga semakin tinggi. Hasil penelitian menujukkan bahwa tingkah laku minum lebih sering ditemukan pada umur 27 hari pada kandang dengan suhu lingkungan yang tinggi. Air yang lebih banyak diperlukan dalam proses evaporasi yang membawa panas tubuh untuk menurunkan suhu tubuh. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan ayam broiler harus menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan. Bentuk penyesuaian ayam broiler adalah dengan lebih banyak mengkonsumsi air minum, yang dapat dilihat dari tingkah laku minum yang lebih sering dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh. Tingkah Laku Panting Lingkungan yang panas merupakan faktor yang paling berpengaruh menyebabkan stres pada ayam broiler. Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi suhu antara udara, kelembaban, sirkulasi panas, dan kecepatan udara, dimana suhu lingkungan menjadi faktor yang utama. Suhu optimum untuk pertumbuhan ayam broiler setelah brooding period adalah o C (Charles, 2002). Untuk mengurangi panas yang dapat menyebabkan stres, ayam broiler melakukan tingkah laku yang disebut panting (Gambar 4). Gambar 4. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Panting Mekanisme panting pada ayam broiler terjadi pada saat proses pelepasan panas tubuh ke lingkungan melalui radiasi, konduksi, dan konveksi (sensible heat)

40 tidak memadai. Ayam broiler akan mengubah pola pelepasan panas menjadi insensible melalui proses penguapan air dari saluran pernafasan (evaporasi). Mekanisme ini merupakan bagian dari adaptasi ayam broiler terhadap suhu lingkungan tinggi. Seperti yang dinyatakan oleh Oleyumi dan Robert (1980), bahwa pada lingkungan panas suhu tubuh ayam akan meningkat 1-2 ºC hingga tubuh ayam dapat kembali beradaptasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada perlakuan di umur 15 dan 27 hari suhu berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dan pada umur 21 hari suhu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkah laku panting. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi (± 30 o C) menunjukkan tingkah laku panting lebih banyak dibandingkan dengan ayam broiler yang dipelihara pada suhu normal (± 23 o C). Pada umur 33 hari, ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi cenderung telah dapat beradaptasi dengan tingkat cekaman panas sehingga suhu tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkah laku panting. Suhu normal ayam broiler pada umur 15 hari adalah erkisar 23 o C (Charles, 2002). Frekuensi panting meningkat seiring dengan bertambahnya umur ayam broiler. Pada umur 33 hari, sekitar 14-15% ayam broiler pada suhu normal melakukan panting dan masih lebih sedikit dibandingkan ayam broiler pada suhu tinggi. Hal ini menandakan bahwa kecepatan pertumbuhan tinggi yang ditandai dengan bobot badan tinggi akan mengonsumsi pakan lebih banyak untuk kebutuhan maintenance sekaligus menghasilkan panas yang harus dilepaskan ke lingkungan, salah satunya melalui mekanisme panting. Persentase ayam broiler melakukan panting cenderung meningkat dengan pertambahan umur yang berasosiasi dengan pertambahan bobot badan dan produksi panas tubuh. Temperatur dan kelembaban relatif merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup ternak. Ayam sebagai hewan homeotermis dapat mengatur suhu tubuhnya relatif konstan sekalipun temperatur lingkungan berubah-ubah. Tingginya kelembaban relatif akan menghambat penguapan panas melalui panting. Ayam betina akan mulai panting pada suhu lingkungan 29 ºC atau ketika suhu tubuh ayam mencapai 42 ºC. Menurut European Comission (2000), kondisi suhu optimal ayam pedaging berkisar antara ºC untuk ayam pedaging umur 3-

41 6 minggu. Bell and Weaver (2002) menyatakan bahwa suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum ayam pedaging berkisar antara ºC. Ayam tidak dapat menoleransi suhu lingkungan tinggi. Kejadian ini sering terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban relatif pada udara (Ilyas, 2004). Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa performa ayam broiler dipengaruhi aspek pemeliharaan. Suhu lingkungan kandang yang nyaman (optimum) dapat meningkatkan performa ayam broiler. Ayam broiler dapat berproduksi secara optimum tanpa harus mengalami cekaman panas ataupun cekaman dingin (cold shock). Tingkah Laku Lokomosi Lokomosi didefinisikan sebagai pergerakan ayam untuk melakukan aktivitas yang berpindah tempat. Lokomosi yang dilakukan ayam broiler bertujuan untuk menaikkan panas tubuhnya (Jahja, 2000). Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri pada ayam (Renden et al., 1996). Cahaya yang masuk melalui retina mata unggas mempengaruhi intensitas lokomosi yang dilakukan oleh unggas tersebut. Intensitas cahaya yang tinggi seperti cahaya matahari dapat mengurangi tingkah laku istirahat pada unggas. Penggunaan intensitas cahaya yang rendah biasanya diterapkan pada manajemen pemeliharaan ayam untuk mengontrol agresivitas ayam dan dapat mengurangi resiko kanibalisme. Secara keseluruhan, ayam yang dipelihara pada suhu dan warna cahaya yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan persentase lokomosi kecuali ayam broiler yang dipelihara pada umur 21 hari. Lokomosi yang dilakukan ayam broiler adalah bagian dari ekspresi tingkah laku berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya seperti mendapatkan makanan ataupun minuman. Tingkah laku lokomosi juga dapat dilihat saat ayam broiler bermain dengan ayam broiler lainnya (Pitchard, 1995). Intensitas tingkah laku makan dan minum ayam broiler pada suhu tinggi yang lebih sedikit, dapat diasumsikan bahwa ayam lebih sering bergerak melakukan aktivitas lain selain makan dan minum. Aktivitas lainnya tersebut dapat berupa tingkah laku bermain, investigasi, atau bahkan hanya bergerak atau berpindah tempat dari satu sisi kandang ke sisi kandang yang lainnya seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

42 Gambar 5. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Lokomosi Ayam broiler pada suhu tinggi umumnya akan lebih banyak beristirahat untuk mengurangi produksi panas. Tetapi pada umur 21 hari ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi melakukan lokomosi lebih sering dibandingkan ayam broiler pada suhu normal. Hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa lokomosi yang dilakukan oleh ayam broiler berhubungan erat dengan tingkah laku, yaitu tingkah laku makan dan minum. Hal ini dapat diasosiakan dengan pergerakan mencari air minum untuk menurunkan suhu tubuh. Tingkah Laku Istirahat Ayam broiler termasuk ke dalam hewan diurnal. Fase aktif dan istirahat diatur ritme circadian secara hormonal. Ayam broiler melakukan aktivitas pada siang hari dan beristirahat pada malam hari. Ayam broiler termasuk hidup diurnal yang beraktivitas bila adanya cahaya yang diterima oleh retina mata. Hal ini diatur oleh hormon melatonin yang dirangsang oleh keberadaan cahaya. Tingkah laku istirahat pada ayam broiler dimanfaatkan oleh peternak dalam manajemen pemeliharaan. Peternak biasanya mengurangi lama pencahayaan pada umur tertentu di malam hari sehingga ayam broiler lebih banyak melakukan istirahat. Pada keadan lingkungan yang nyaman, broiler lebih banyak melakukan istirahat karena merasa aman dari ancaman musuh (Cornetto dan Esteves, 2001).

43 Gambar 6. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Istirahat Periode gelap harian diperlukan untuk membentuk pola sekresi hormon melatonin secara normal. Melatonin yang disintesis dalam kelenjar pineal dan retina pada unggas, disekresikan selama periode gelap sebagai respon terhadap aktivitas enzim serotonin-n-acetyltranspherase, yaitu enzim yang berfungsi mengkatalisis sintesa melatonin baik pada retina maupun kelenjar pineal. Pencahayaan yang terus-menerus dapat menyebabkan melatonin dikatalisis dengan tidak semestinya, sehingga cahaya yang diterima retina tidak direspon sebagaimana mestinya. Hal inilah yang memungkinkan hasil penelitian ini tidak ada interaksi antara suhu dan warna cahaya terhadap tingkah laku ayam broiler karena pemeliharaan yang dilakukan menggunakan periode pencahayaan selama 24 jam atau terus menerus. Pengamatan tingkah laku istirahat dilakukan selama hari terang, yaitu pagi, siang, dan sore hari. Selama beberapa hari sebelum dilakukan pengambilan data, pengamatan dilakukan pada malam hari dan ayam broiler dominan melakukan istirahat atau tidur. Pada pengamatan di kondisi hari terang, tidak ditemukan adanya perbedaan tingkah laku istirahat pada ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi dan normal. Secara keseluruhan, ayam lebih banyak melakukan aktivitas istirahat dengan poisisi duduk atau berbaring dengan bagian dada menempel pada alas lantai (litter) (Gambar 5). Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan cepat dan bobot badan tinggi yang mengakibatkan kecenderungan untuk malas bergerak dan lebih banyak

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Kandang

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Kandang TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Aves, ordo Galliformes, family Phasianidae, genus Galllus, species Gallus gallus, dan subspecies Gallus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengamatan tingkah laku pada ayam broiler di kandang tertutup dengan perlakuan suhu dan warna cahaya yang berbeda dilaksanakan dengan menggunakan metode scan sampling.

Lebih terperinci

RESPON TINGKAH LAKU AYAM BROILER PADA SUHU KANDANG YANG BERBEDA SKRIPSI ALIF ROKHMAN

RESPON TINGKAH LAKU AYAM BROILER PADA SUHU KANDANG YANG BERBEDA SKRIPSI ALIF ROKHMAN RESPON TINGKAH LAKU AYAM BROILER PADA SUHU KANDANG YANG BERBEDA SKRIPSI ALIF ROKHMAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 RINGKASAN Alif Rokhman.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Super Ayam kampung super merupakan hasil dari proses pemuliaan yang bertujuan untuk peningkatan produksi daging. Dalam jangka pendek metode persilangan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada 7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cahaya Untuk Ayam Broiler Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan ayam, karena cahaya mengontrol banyak proses fisiologi dan tingkah laku ayam (Setianto,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam broiler perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Mikro Suhu dan kelembaban udara merupakan suatu unsur lingkungan mikro yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak homeothermic,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35

Lebih terperinci

PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017

PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017 PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017 FUNGSI DAN MANFAAT Fungsi pencahayaan pada pemeliharaan broiler adalah : o Penerangan : agar anak ayam dapat melihat tempat pakan dan minum serta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

PERFORMA BROILER PADA SUHU KANDANG DAN WARNA CAHAYA YANG BERBEDA SKRIPSI LISTIANI YUNIAR

PERFORMA BROILER PADA SUHU KANDANG DAN WARNA CAHAYA YANG BERBEDA SKRIPSI LISTIANI YUNIAR PERFORMA BROILER PADA SUHU KANDANG DAN WARNA CAHAYA YANG BERBEDA SKRIPSI LISTIANI YUNIAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN LISTIANI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung dikenal sebagai jenis unggas yang mempunyai sifat dwi fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. Wahju (2004) yang menyatakan bahwa Ayam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan ayam hasil budidaya teknologi peternakan dengan menyilangkan sesama jenisnya. Karekteristik ekonomi dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian DOC yang dipelihara pada penelitian ini sebanyak 1000 ekor. DOC memiliki bobot badan yang seragam dengan rataan 37 g/ekor. Kondisi DOC sehat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar

I. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung sudah lama dikenal dan akrab dengan lidah masyarakat Indonesia. Telur dan dagingnya sudah lama digemari orang. Populasinya pun cukup banyak dan menyebar rata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati 18 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati Baru, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang cepat. Tipe ayam pembibit atau parent stock yang ada sekarang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari pada 16 Maret sampai 15 April 2014,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari pada 16 Maret sampai 15 April 2014, 21 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari pada 16 Maret sampai 15 April 2014, di closed house PT. Rama Jaya Farm Lampung, Dusun Sidorejo,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela Terfermentasi) dalam Ransum terhadap Kadar Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok A dan Blok C, serta Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi pemberian pakan dan periode pemberian pakan terhadap performa ayam buras super dilaksanakan pada September 2016 sampai dengan November

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 15 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1. Ternak Penelitian Ternak percobaan yang digunakan adalah ayam broiler yang telah dipelihara selama 2 minggu sebanyak 100 ekor dengan rataan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014, di

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014, di III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014, di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan puyuh dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh lama periode brooding dan level protein ransum periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, mengakibatkan meningkatnya produk peternakan. Broiler merupakan produk peternakan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005). 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam ras merupakan ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di kandang penelitian Fakultas Peternakan Universitas Darul Ulum Islamic Center Sudirman GUPPI (UNDARIS) Ungaran,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh pemberian pakan dengan bahan pakan sumber protein yang berbeda terhadap performans ayam lokal persilangan pada umur 2 10 minggu dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Kapang R. Oryzae atau C.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Kapang R. Oryzae atau C. 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Kapang R. Oryzae atau C. Crassa terhadap Populasi Bakteri dalam Ileum Ayam Broiler yang dipelihara pada Kondisi Panas dilaksanakan

Lebih terperinci

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY Oleh : Suhardi, S.Pt.,MP Pembibitan Ternak Unggas AYAM KURANG TOLERAN TERHADAP PERUBAHAN SUHU LINGKUNGAN, SEHINGGA LEBIH SULIT MELAKUKAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN SUHU

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Tingkat Protein Ransum dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Tingkat Protein Ransum dan 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Tingkat Protein Ransum dan Penambahan lama pencahayaan terhadap Bobot Potong, Persentase Karkas dan Non Karkas Burung Puyuh Jantan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Hal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu dari 12 Februari 29 Maret

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu dari 12 Februari 29 Maret 16 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu dari 12 Februari 29 Maret 2012, di kandang ayam milik PT Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo, Desa Krawang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya manusia yang berkualitas ditentukan oleh pendidikan yang tepat guna dan pemenuhan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Farm,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Farm, III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Farm, Dusun Sidorejo, Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Fase Grower Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras dan tidak boleh disilangkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, menghasilkan produk peternakan seperti telur dan daging yang memiliki kandungan protein hewani

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 10 minggu di Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. Analisis kandungan bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai subtitusi jagung dalam ransum terhadap kecernaan PK, SK dan laju digesta ayam broiler dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil persilangan antara bangsa ayam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil persilangan antara bangsa ayam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Broiler Broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil persilangan antara bangsa ayam Cornish dari Inggris dengan ayam White Play Mounth Rock dari Amerika (Siregar dan Sabrani, 1980).

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di 15 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di Varia Agung Jaya Farm Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih

Lebih terperinci