IMPLEMENTASI ASEAN MARITIME FORUM DALAM SISTEM INDONESIA MARITIME SECURITY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI ASEAN MARITIME FORUM DALAM SISTEM INDONESIA MARITIME SECURITY"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI ASEAN MARITIME FORUM DALAM SISTEM INDONESIA MARITIME SECURITY Dina Sunyowati 1, Masitha Tismananda K 2 1 Dosen Program Pascasarjana Universitas Airlangga di bidang Hukum Laut 2 Mahasiswa Magister Hukum Internasional di Magister Ilmu Hukum Universitas Airlangga Abstrak: Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan kekayaan maritim dan potensi bahari yang luar biasa besar. Luas laut dan perairan yang mencapai 2/3 wilayah Indonesia, yakni sebesar 5,8 juta km2 dan panjang pantai sekitar 97 ribu km, hal ini menggambarkan potensi sektor kelautan yang sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Sebagai upaya menyelamatkan sumberdaya alam laut dan kekayaan maritim tersebut, maka diperlukan jaminan kemanan perairan Indonesia dari gangguan dan ancaman segala bentuk kejahatan di laut. Sumber ancaman dan tantangan keamanan dapat datang dari aktor negara maupun non negara. Ancaman yang berasal dari aktor negara seperti sengketa perbatasan antar negara yang belum terselesaikan, perlombaan senjata Angkatan Laut (naval arms race) dan masalah kebebasan penggunaan laut. Sedangkan ancaman yang muncul dari aktor non negara seperti perompakan, pembajakan, terorisme maritim, proliferasi senjata pemusnah massal, pencurian sumber daya laut dan perdagangan obat-obatan terlarang dan psikotropika. Ancaman dan tantangan keamanan di laut tersebut, tidak saja dialami oleh Indonesia sebagai negara kepulauan, tetapi juga menjadi beban bagi negara-negara ASEAN lainnya. Dalam kerangka keamanan ASEAN Community, maka pada pertemuan di Bali yang kemudian menghasilkan Bali Concord II tahun 2003, para pemimpin ASEAN menyepakati pentingnya kerjasama keamanan maritim antar negara anggota ASEAN untuk menangani berbagai isu kelautan dan lintas-batas, secara regional dan komprehensif. Untuk selanjutnya kesepakatan negara-negara ASEAN ini dikenal dengan ASEAN Maritime Forum (AMF). Ditetapkannya dan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 31 Desember 2015, mengharuskan Indonesia mampu untuk mengantisipasi semua tantangan dan ancaman melalui laut yang semakin kompleks. Sangat perlu untuk dilakukan analisis konsep Indonesia Maritime Security dalam negara kepulauan dan negara maritim yang kemudian dikaitkan dengan prinsip kerjasama AMF dan implementasinya bagi keamanan maritim Indonesia. Kata kunci: ASEAN Community, ASEAN Maritime Forum, Indonesia Security Maritime I. PENDAHULUAN Dalam beberapa tahun mendatang searah dengan berlakunya Economic ASEAN Community (Masyarakt Ekonomi ASEAN/MEA) mendatang, Pemerintah Indonesia akan menghadapi suatu tantangan yang besar pada keamanan maritim baik di kawasan nasional, regional dan internasional. Kebijakan politik dalam pemerintahan saat ini yang mengedepankan Indonesia menjadi poros maritim dunia, mengharuskan Pemerintah harus bekerja keras untuk mewujudkannya. Di era perkembangan teknologi informasi dan globalisasi, maka sarana transportasi dituntut untuk selalu berkembang, mengikuti kebutuhan pasar yang terus berkembang. Selain transportasi A-60 Dina Sunyowati, Masitha Tismananda K: Implementasi Asean Maritime Forum

2 melalui darat dan udara, maka transportasi melalui laut masih menjadi sarana transportasi yang utama di dunia. Dengan kondisi luasnya perairan Indonesia, maka sudah sewajarnya apabila keinginan menjadi negara maritim yang menguasai sumberdaya alam di laut dan mempunyai kekuatan pada keamanan maritimnya menjadi suatu keniscayaan. Dalam sejarah, negara-negara yang mempunyai kekuatan maritim besar diantaranya Inggris, Spanyol, Belanda, Portugis, Turki, Jepang, pernah menjadi adikuasa pada suatu era dengan mengandalkan kekuatan laut, dan mampu bertumpu pada satu aspek yaitu transportasi laut dan keamanannya. Beranjak dari pemikiran cita-cita menjadi negara maritim besar, para pemimpin negara-negara ASEAN menghasilkan kesepakatan di Bali yang kemudian dikenal dengan Bali Concord II (2003). Kesepakatan Bali Concord II berisikan tiga point penting, yaitu rencana pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) sebagai entitas ekonomi terpadu Asia Tenggara, ASEAN Community Security (ASC) sebagai forum keamanan bersama, dan ASEAN Sociocultural Community (ASCC) yang erat dan saling menguatkan untuk tujuan menjamin stabilitas perdamaian dan kemakmuran bersama di kawasan. Pada pembahasan kerjasama keamanan maritim antar negara anggota ASEAN dimaksudkan untuk menangani berbagai isu kelautan dan lintas-batas di tingkat regional. Tindak lanjut dari Bali Concord II, pada KTT ASEAN Ke-10 di Vientiane tahun 2004, disepakati ASEAN Security Community - Plan of Action (ASC- PoA) dan Vientiane Action Program (VAP) dengan program 5 tahunan yang dimulai pada tahun Pada kerjasama VAP hal penting yang disepakati adalah adanya kerjasama keamanan maritim ASEAN, dan menjajaki pembentukan ASEAN Maritime Forum (AMF). Berdasarkan kesepakatan tahun 2003, maka pada ASEAN Security Community Plan of Action Coordinating Conference, 2006, Indonesia mengusulkan untuk menyelenggarakan Workshop tentang pembentukan AMF. Langkah selanjutnya, Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Jepang melalui Japan ASEAN Integration Fund menyelenggarakan Workshop Pembentukan ASEAN Maritime Forum, di Batam, Indonesia (2007). Hasilnya disepakati pentingnya kerjasama ASEAN di bidang maritim. Pada ASEAN SOM di Singapura tahun 2008, Indonesia mengajukan konsep mengenai pembentukan AMF dan kemudian menjadi salah satu poin dalam cetak-biru Komunitas Politik-Keamanan ASEAN yang disepakati pada KTT ASEAN ke-14 di Vietnam (2009). Dokumen Road Map for an Asean Community , pada aspek Komunitas Politik-Keamanan ASEAN, secara khusus membahas AMF dengan empat poin, yaitu: (i) Establish the ASEAN Maritime Forum, (ii) Apply a comprehensive approach that focuses on safety of navigation and security concern in the region that are of common concerns to the ASEAN Community, (iii) Stock take maritime issues and identify maritime cooperation among ASEAN member countries, and (iv) Promote cooperation in maritime safety and search and rescue (SAR) through activities such as information sharing, technological cooperation and exchange of visits of authorities concerned. Tercapainya kesepakatan antar negara-negara anggota ASEAN dalam MEA dimana salah satu pilarnya adalah Komunitas Politik-Keamanan ASEAN serta adanya AMF merupakan suatu kenyataan yang harus dihadapi oleh Indonesia. Terkait dengan keinginan mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim, merupakan peluang bagi Indonesia untuk mewujudkannya. Selain bekerja sama dikawasan ASEAN mengenai keamanan maritim, Indonesia juga melakukan kerjasama bilateral dengan Dina Sunyowati, Masitha Tismananda K: Implementasi Asean Maritime Forum A-61

3 negara-negara lain tentang pentingnya keamanan maritim kedua negara, misalnya RI dengan Australia, dan RI dengan Amerika Serikat. Dengan dibentuknya AMF, perlu diteliti kembali apa sebetulnya prinsip kerjasama AMF. Mengingat dua pertiga wilayah laut Asia Tenggara adalah wilayah yurisdiksi dari Indonesia, maka perlu juga untuk diteliti apa makna prinsip kerjasama AMF bagi Indonesia dan implementasinya terhadap keamanan maritim Indonesia. II. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan dua pendekatan masalah, yaitu pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan perundang undangan (statute approach). Pendekatan konseptual (conceptual approach), beranjak dari pandanganpandangan, doktrin-doktrin dan konsep-konsep yang berkembang dalam ilmu hukum internasional, hukum perjanjian internasional, hukum laut, hukum maritim terutama mengenai keamanan maritim (Maritime Security). Pendekatan perundang undang (statute approach), adalah pendekatan yang dilakukan untuk menelaah perundangundangan, dan ketentuan-ketentuan dalam konvensi internasional, perjanjian internasional yang telah menjadi hukum kebiasaan internasional yang terkait dengan topik yang akan dibahas. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu bahan hukum primer dan sekunder. Bahan Hukum Primer, terdiri dari ketentuan hukum internasional yang berkaitan dengan maritime security. Bahan hukum diperoleh dari Konvensi konvensi Internasional dan Perjanjian Internasional antara lain, The Vienna Convention on the law of Treaties, 1969, United Nations Convention on the Law of The Sea, 1982, ASEAN Declaration (Bangkok Declaration) Bahan Hukum Sekunder, terdiri dari semua referensi yang diperoleh dari buku-buku, jurnal, artikel, serta berbagai pendapat dan pakar hukum yang dimuat diberbagai media internet yang terkait dengan topik yang akan dibahas. Prosedur pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh dari penelusuran kepustakaan dan melakukan wawancara dengan para ahli dan pejabat di Sekretariat ASEAN atau Kementerian Luar Negeri terkait permasalahan yang diteliti. Disamping itu, pengumpulan beberapa artikel elektronik yang berkaitan dengan Indonesia Martime Security. Semua hasil penelusuran tersebut kemudian diaplikasikan dengan pokok permasalahan yang di bahas dalam penelitian ini. III. Pembahasan 3.1. ASEAN Economic Community ASEAN Economic Community (AEC-Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA atau Komunitas ASEAN atau Masyarakat ASEAN) merupakan keberhasilan dari transformasi ASEAN menjadi suatu organisasi yang rules-based dan berorientasi kepada masyarakat melalui kesepakatan Bali Concord II. Melalui Komunitas ASEAN, negara-negara anggota ASEAN akan menunjukkan kepada masyarakat internasional lainnya akan keberhasilan kerjasama mereka dan sekaligus juga sebagai bentuk kemampuan memberikan kontribusi kolektifnya dalam penanganan berbagai isu dan tantangan global. Hal ini menjadi suatu kontribusi positif bagi perkembangan masyarakat internasional dewasa ini. A-62 Dina Sunyowati, Masitha Tismananda K: Implementasi Asean Maritime Forum

4 Diawali dengan KTT ASEAN ke-2 tanggal 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur, disepakati Visi ASEAN 2020, yang dapat dianggap sebagai road map kerjasama ASEAN. Selanjutnya, setelah krisis ekonomi khususnya yang melanda Asia Tenggara, pada KTT ASEAN ke-9 tahun 2003 di Bali, para Kepala Negara/Pemerintahan menyepakati pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community) dalam bidang politik keamanan, ekonomi dan budaya atau dikenal dengan Bali Concord II. Rencana mewujudkan pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2020 terdiri dari tiga pilar yang berbeda, Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC); Komunitas Keamanan ASEAN (ASC) dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASCC). Waktu pencapaian yang semula disepakati pada tahun 2020 berubah menjadi 2015 berdasarkan Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015 yang ditandatangani oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, 13 Januari Dengan ditandatanganinya deklarasi ini, para Pemimpin ASEAN menyepakati percepatan pembentukan Komunitas ASEAN dari tahun 2020 menjadi tahun Komunitas ASEAN adalah salah satu cita-cita yang dicanangkan terwujud oleh ASEAN sebagai sebuah organisasi internasional di kawasan Asia Tenggara. Komunitas ini memiliki semangat menyatukan seluruh warga masyarakat Asia Tenggara dalam suatu suatu wadah komunitas atau masyarakat besar. Hal ini merupakan salah satu konsep kerjasama yang dirancang oleh negaranegara yang tergabung dalam ASEAN yang melibatkan setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, meliputi politik dan keamanan, ekonomi serta sosial kemasyarakatan dan kebudayaan. Komunitas yang pada awalnya direncanakan untuk dapat dicapai pada tahun 2020, namun berdasarkan pemikiran dan pertimbangan setiap negara anggota ASEAN yang menilai pentingnya konsep Komunitas ASEAN dalam memajukan dan mengembangkan kawasan ASEAN itu sendiri, setiap negara anggota ASEAN sepakat untuk mempercepat target terbentuknya Komunitas ASEAN, yaitu di tahun Pilar Komunitas Politik Keamanan ASEAN Persoalan perdamaian dan keamanan dalam hubungan internasional telah menjadi persoalan yang utama dan setua hubungan itu sendiri. Sejarah masyarakat internasional menggambarkan bahwa sepanjang kehidupan manusia, perdamaian dan keamanan senantiasa menjadi persoalan diantara mereka. Salah satu upaya untuk mengatur bidang tersebut dilakukan melalui kerjasama diantara mereka dan lazimnya kerjasama tersebut diwujudkan dalam suatu wadah/lembaga/organisasi internasional. Melalui organisasi internasional inilah negara-negara anggota bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama di berbagai bidang. Aspek pertama yang harus diwujudkan untuk mendukung pelaksanaan kerjasama tersebut adalah aspek perdamaian dan keamanan, yang merupakan wujud bidang politik dan keamanan. Keamanan dan perdamaian/stabilitas regional sangat menentukan keberhasilan suatu kerjasama. Hal inipun sangat disadari oleh para pendiri ASEAN, dengan mencantumkan dalam Deklarasi Bangkok, bahwa maksud dan tujuan ASEAN adalah, pertama untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan budaya di kawasan. Kedua, untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas regional melalui penghormatan terhadap keadilan dan supremasi hukum dalam hubungan antara negara-negara di kawasan dan kepatuhan terhadap prinsipprinsip Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa. Situasi di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya sangat dinamis, baik sebelum dan setelah ASEAN dibentuk, bahkan salah satu faktor lahirnya ASEAN dipicu konflik yang terjadi di Vietnam. Dengan demikian faktor keamanan regional menjadi Dina Sunyowati, Masitha Tismananda K: Implementasi Asean Maritime Forum A-63

5 aspek yang senantiasa mewarnai kerjasama tersebut. Sudah barang tentu dinamika stabilitas keamanan di kawasan/regional serta internasional akan mempengaruhi keberlangsungannya. Dalam perjalanannya, kerjasama ASEAN tidak terlepas juga dari persoalan-persoalan yang terkait dengan aspek politik keamanan. Bahkan seringkali dikatakan keberhasilan kerjasama ASEAN dalam dua puluh tahun kerjasamanya lebih kepada keberhasilan menumbuhkan solidaritas antar negara-negara anggota. Melalui solidaritas yang dibangun maka bibit-bibit konflik dapat diatasi. Diharapkan hal tersebut akan berlangsung tidak hanya saat ini, namun juga seterusnya, karena stabilitas kawasan akan mempengaruhi stabilitas internasional. Sebagai contoh, saat ini di Asia Pasifik ada beberapa situsai yang dapat dikatakan menjadi sumber konflik masa depan dan kemungkinan akan mempengaruhi dunia internasional. Hal yang perlu dipahami, seringkali aspek politik kemananan seringkali tidak menjadi perhatian ataupun kalau disadari pentingnya namun seringkali aspek itu dianggap terlalu sensitif untuk dibicarakan dalam kerangka kerjasama ASEAN, terbukti sampai saat ini bidang ekonomi yang menjadi prioritas utama. Dengan kata lain, meskipun dalam kerjasamanya aspek ekonomi nampak lebih dominan, namun tidak boleh dilupakan bahwa aspek yang satu ini tidak boleh diabaikan. Kawasan yang damai dan pola hubungan yang kondusif akan menentukan terwujudnya berbagai kesepakatan yang ada. Dasar dari pembentukan komunitas ASEAN 2015 ini adalah untuk menghadapi tantangan global yang akan datang kemudian sehingga negara-negara ASEAN siap dalam menjawab atau menghadapi tantangan tersebut. ASEAN Political Security Community diharapkan dapat menjawab tantangan ASEAN dalam perkembangan politik global yang semakin kompleks dan juga kondisi keamanan negara-negara ASEAN baik secara regional atau internasional. Pilar pertama ini ditujukan untuk mewujudkan kondisi politik antar negara ASEAN yang harmonis. Sehingga kedepannya hubungan antar negara akan lebih baik dan juga untuk menangkal ancaman-ancaman dari luar ASEAN. Selain menghadapi ancaman politik dari luar ASEAN juga untuk menghadapi disharmonisasi dari dalam, potensi konflik diharapkan dapat ditekan sehingga negara negara dapat menjalankan kehidupan negaranya secara aman dan tentram. Komunitas Politik Keamanan ASEAN ditujukan untuk mempercepat kerjasama politik keamanan di ASEAN dengan mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk masyarakat internasional. Komunitas Politik Keamanan ASEAN bersifat terbuka, berdasarkan pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri bersama (common foreign policy). Komunitas Politik Keamanan ASEAN juga mengacu kepada berbagai instrumen politik ASEAN yang telah ada sebelumnya, seperti Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN), Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC), dan Treaty on Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone (SEANWFZ). Selain kesepakatan yang ada di ASEAN, yang melandasi komunitas di bidang ini adalah Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional terkait lainnya. Istilah Komunitas Politik Keamanan ASEAN yang dikenal saat ini pada awalnya bernama ASEAN Security Community sebagaimana dicantumkan di dalam Vientiane Action Programme, yang kemudian diubah menjadi ASEAN Political Security Community (APSC) sebagaimana dipakai dalam Piagam ASEAN. Pemilihan istilah baru ini didasari pengertian bahwa kerjasama ASEAN di bidang ini tidak terbatas pada aspek-aspek politik semata namun juga pada aspek-aspek keamanan. Dalam hubungannya dengan pilar politik keamanan, ASEAN Security Community didefinisikan sebagai A Security Community exists when a group of countries have A-64 Dina Sunyowati, Masitha Tismananda K: Implementasi Asean Maritime Forum

6 forged a sense of collective identity, meaning the will settle differences without resorting to force. The mantra here is renunciation of the use or threat of force. In this regard, it is important for ASEAN to develop a higher of confidence and trust, by which members no longer perceive threats as coming from within the community. Melalui pembentukan Komunitas Politik Keamanan ASEAN, negara-negara anggota ASEAN mempunyai harapan terciptanya ketertiban regional sehingga memperkuat ketahanan nasional dan pada saat yang bersamaan mendukung perdamaian dan keamanan dunia. Ketertiban regional akan terwujud dengan berlandaskan pada pelaksanaan prinsip-prinsip hubungan internasional menurut Hukum Internasional. Perwujudan Komunitas Keamanan ASEAN memerlukan komitmen politik yang kuat dari seluruh anggota. Perlu dipahami bahwa pengertian Komunitas Keamanan ASEAN tidak sama dengan komunitas pertahanan yang mengedepankan kerjasama militer, tetapi keamanan dalam arti komprehensif yang menekankan pada kerjasama membangun tata pergaulan antar negara dan mekanisme penyelesaian konflik di kawasan. Konsep komunitas keamanan merupakan upaya untuk membangun rasa kebersamaan ASEAN sebagai satu keluarga yang memiliki norma dan tata berinteraksi yang disepakati bersama. Dengan kata lain,meningkatkan perdamaian, stabilitas, demokrasi dan kesejahteraan di daerah melalui kerja sama politik dan keamanan yang komprehensif merupakan intisari dari pilar ini. Keberhasilan kerjasama ASEAN selama ini dapat dilihat dari situasi hubungan antar negara-negara anggota ASEAN yang harmonis, saling menghormati dan persoalan yang muncul diselesaikan dengan cara damai. Suatu prestasi yang luar biasa dari organisasi internasional regional karena telah berhasil meningkatkan kerjasama antar anggota dan juga di luar negara anggota serta memilih menyelesaikan persoalan melalui cara-cara yang tidak bertentangan dengan Hukum Internasional. Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan Komunitas Politik Keamanan ASEAN, ASEAN telah menyusun draft ASEAN Political Security Community Blueprint untuk dapat disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand, Desember ASEAN SOM Working Group (SOM WG) membahas mengenai draft ASEAN Political Security Community (APSC) Blueprint, telah sepakat membagi menjadi 3 karakteristik yaitu: A) arules-based Community of Shared Values and Norms; (B) a Cohesive, Peaceful, and Resilient Region which Shared Responsibility for Comprehensive Security, dan (C) a Dynamic and Outward Looking Region in a Globalized World. Dalam kaitan ini, berbagai usulan Indonesia telah dapat diterima seperti antara lain: 1. Mendorong voluntary electoral observations; 2. Pembentukan Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak; 3. Memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan prinsip demokrasi; 4. Gagasan pembentukan ASEAN Institute for Peace and Reconciliation; 5. Gagasan tentang pembentukan ASEAN Maritime Forum; 6. Kerjasama penanganan illegal fishing; 7. Penyusunan instrumen ASEAN tentang Hak Pekerja Migran Kerjasama ASEAN Maritime Security Deklarasi ASEAN Concord II (Bali Concord II) yang ditandatangani oleh Pemimpin ASEAN di Bali, Indonesia, 7 Oktober 2003, menegaskan concern para Pemimpin ASEAN terhadap isu-isu kelautan dan lintas-batas, dan karenanya harus ditangani secara regional, holistik, terpadu dan komprehensif. Kerjasama maritim antar dan di antara Negara Anggota ASEAN (ASEAN Members States/AMSs) akan memberikan kontribusi bagi pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC). Dina Sunyowati, Masitha Tismananda K: Implementasi Asean Maritime Forum A-65

7 Guna menindaklanjuti hasil dari Bali Concord II tersebut, KTT ASEAN ke-10, di Vientiane, 29 Nopember 2004, mengadopsi Rencana Aksi Komunitas Keamanan ASEAN (ASC PoA) dan Vientiane Action Program (VAP) yang meliputi kegiatan kongkrit jangka menengah periode Bagian elemen ASC dari VAP adalah mengenai promosi kerjasama keamanan maritim ASEAN. Selanjutnya, bagian dari Program dan Langkah-langkah Kawasan menetapkan bahwa ASEAN akan menjajaki pembentukan ASEAN Maritime Forum (AMF). Konferensi Koordinasi Rencana Aksi Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community Plan of Action Coordinating Conference/ ASCCO) Sekretariat ASEAN, 4-5 September 2006, sepakat untuk mempercepat pelaksanaan PoA ASC dan memobilisasi sumberdaya tambahan. Lebih lanjut ASCCO mencatat usulan Indonesia untuk menyelenggarakan Workshop tentang pembentukan AMF, dan proposal ini telah disetujui ad-referendum oleh ASEAN Standing Committee. ASEAN Summit ke-14 di Cha-am Hua Hin, Viet Nam, 1 Maret 2009, kemudian mengadopsi blueprint Komunitas Politik-Keamanan ASEAN. Dimana paragraph A ayat 2.5 blueprint tersebut mengacu pada pembentukan AMF. AMF akan memberikan kontribusi bagi upaya percepatan integrasi regional yang disetujui oleh para pemimpin ASEAN dalam Deklarasi Cebu tentang Percepatan Komunitas ASEAN tahun Piagam ASEAN yang mulai berlaku pada 15 Desember 2008, antara lain menggarisbawahi kebutuhan untuk memastikan sentralitas ASEAN, khususnya dalam mengembangkan pemahaman dan pendekatan yang sama secara komprehensif terhadap isu-isu kelautan. Pembentukan AMF ini dianggap tepat waktu mengingat kebutuhan untuk menerapkan Deklarasi Pemimpin ASEAN dan blueprints Pernyataan Masyarakat guna meningkatkan hubungan regional melalui saling keterkaitan, sehingga pada akhirnya akan memberikan kontribusi bagi pembinaan pembentukan Komunitas ASEAN pada Forum Regional ASEAN (ARF) membahas mengenai keselamatan maritim, hukum dan ketertiban di laut, serta perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. ARF juga telah melakukan inventarisasi mengenai isu-isu yang berkaitan dengan keamanan laut. Kerjasama Maritim ini sangat penting bagi ASEAN karena sebagian besar negaranegara anggotanya memiliki perbatasan maritim, dan hampir 80% dari wilayah ini terdiri dari domain laut. Sumber daya kelautan yang penting untuk ketahanan pangan dan jalur laut, juga sangat penting untuk meningkatkan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan. Sementara untuk menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan maritim yang ada tentunya diperlukan suatu kolaborasi. Oleh karena itu ada kebutuhan yang besar untuk mengembangkan kerjasama maritim ASEAN ini lebih lanjut dan mengelolanya secara terpadu dan komprehensif. AMF merupakan forum dialog instansi-instansi yang terkait dengan isu-isu maritim dalam kerangka ASEAN dan ARF. AMF ini memiliki tujuan spesifik sebagai berikut : a. Kerjasama maritim melalui dialog dan konsultasi konstruktif mengenai isu-isu maritim yang menjadi kepentingan dan perhatian bersama, sejalan dengan ketentuan Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut (UN Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) dan perjanjian serta konvensi internasional yang relevan. b. Mempromosikan dan mengembangkan pemahaman dan pandangan umum antara Negara-negara Anggota ASEAN (ASEAN Member States/AMSs) mengenai isu-isu maritim regional dan global; A-66 Dina Sunyowati, Masitha Tismananda K: Implementasi Asean Maritime Forum

8 c. Berkontribusi pada upaya-upaya menuju Confidence Building Measures (CBM) dan Preventive Diplomacy (PD); d. Meningkatkan kemampuan Negara Anggota untuk mengelola masalah maritim melalui konsultasi tanpa mengganggu hak-hak, kedaulatan dan integritas teritorial; e. Melakukan penelitian kebijakan yang berorientasi pada masalah-masalah maritim regional yang spesifik serta mempromosikan pembangunan kapasitas, meningkatkan pelatihan dan kerjasama teknis keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan maritim; f. Berkontribusi pada pembentukan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN sebagaimana dimaksud dalam Bali Concord II. Forum ini harus memberikan nilai tambah dalam menangani isu-isu maritim yang berkaitan dengan tiga pilar Komunitas ASEAN. Orientasi dari Forum ini adalah nonsecurity centris, dan dalam hal ini, Forum harus melihat dimensi lain dari masalah maritim, seperti promosi bisnis melalui kerjasama maritim dan pembentukan hubungan maritim untuk mendukung Konektivitas ASEAN. Agenda AMF adalah mencakup : 1. Pertukaran pandangan dan informasi tentang isu-isu lintas sektoral yang menjadi perhatian bersama seperti degradasi lingkungan, keselamatan navigasi, dan keamanan maritim; 2. Mengembangkan perangkat dan prinsip-prinsip nilai sosial-politik dan mempromosikan penyelesaian sengketa melalui cara damai; 3. Memfasilitasi dialog mengenai isu-isu maritim yang berkaitan dengan kejahatan transnasional, seperti perdagangan manusia, penyelundupan, illegal fishing, illegal logging, perampokan bersenjata dan pembajakan; 4. Menjajaki kemungkinan pengembangan model hukum yang berkaitan dengan masalah-masalah maritim dan mengidentifikasi isu-isu regional untuk tunduk pada referensi UNCLOS 1982 pada masa mendatang; 5. Pembangunan Kapasitas seperti pendidikan dan program pelatihan melalui kerjasama dengan Mitra Dialog ASEAN dan organisasi teknis maritim yang relevan, seperti Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization/IMO) yang memiliki sumber daya teknis dan keahlian untuk melakukan program peningkatan kapasitas; f) Mempromosikan kerjasama antar lembaga penegak hukum maritim; 6. Mempromosikan kerjasama pengawasan dan pengendalian maritim; 7. Pertukaran pandangan mengenai langkah-langkah teknis dan operasional; 8. Mempromosikan pemahaman umum tentang isu-isu internasional yang muncul terkait dengan kerjasama maritim, seperti keanekaragaman hayati dan bioprospecting sumber daya hayati; j) Mengidentifikasi platform pelatihan/pendidikan maritim antara AMSs. Prinsip AMF adalah berkontribusi pada diskusi tentang isu-isu yang berhubungan dengan maritim yang dijalankan oleh badan-badan ASEAN yang ada tanpa duplikasi terhadap mekanisme tersebut. Dalam hal ini, formulasi kebijakan dan keputusan pada semua permasalahan yang berada dalam lingkup badan sektoral ASEAN yang sudah ada, akan tetap berada di bawah badan sektoral masing-masing. ASEAN Menghormati prinsip-prinsip kesetaraan kedaulatan, integritas teritorial, dan kemerdekaan. Mengakui bahwa komunitas dan organisasi internasional seperti IMO dan negaranegara yang tergabung didalamnya, memiliki peran dalam menangani ancaman dan Dina Sunyowati, Masitha Tismananda K: Implementasi Asean Maritime Forum A-67

9 tantangan maritim. Dalam hal ini ASEAN melakukan pendekatan yang terpadu dan komprehensif mencakup semua tantangan dan ancaman maritim terkait. Memberikan rekomendasi mekanisme kerjasama maritim yang relevan dalam kerangka ASEAN untuk dipertimbangkan oleh masing-masing anggota. AMF akan melakukan konferensi/seminar tentang kelautan terkait dengan isu-isu yang berkembang dan berpotensi mempengaruhi ASEAN. Dalam hal organisasi dan kesekretariatan AMF, setiap Anggota ASEAN harus menunjuk perwakilan nasionalnya untuk ditempatkan di AMF. Dalam hal ini AMF juga harus melibatkan Track 1, 5 dan 2 yang relevan serta perwakilan sektor bisnis yang sesuai. Disini CMA akan memberikan rekomendasi dan laporan yang relevan kepada Senior Officials Meeting untuk memperoleh pertimbangan. Mengikuti praktek ASEAN yang ada, semua AMSs harus bergiliran memimpin pertemuan tahunan AMF sesuai hosting secara sukarela atau pada interval yang disetujui oleh AMSs. Forum juga dapat diadakan dan diselenggarakan di Sekretariat ASEAN, jika tidak ada satu pun AMSs yang menawarkan diri menjadi tuan rumah pertemuan. AMF juga bisa diadakan sebelum Pertemuan Inter-sesi Keamanan Laut ARF. Sekretariat ASEAN akan membantu Ketua AMF dengan memberikan dukungan teknis dan kesekretariatan, serta bertindak sebagai repositori dokumen AMF. CPR dapat ditunjuk untuk membantu dalam persiapan pembentukan Forum dan membantu mengamankan dukungan dana dan melaksanakan pekerjaan Forum sehari-hari. Setiap Anggota ASEAN akan menunjuk perwakilannya untuk melayani dan fokus di AMF serta mengidentifikasi narasumber mengenai isu-isu yang terkait dengan agenda AMF Kemanan Maritim Di Indonesia Mendatang Bidang kemaritiman menjadi konsentrasi bagi negara-negara anggota ASEAN karena mereka berkepentingan dalam bidang tersebut. Hal tersebut dikarenakan hampir seluruh negara anggota ASEAN memiliki batas maritim dengan sesama negara anggota ASEAN maupun dengan negara bukan negara anggota ASEAN. Bidang kemaritiman juga erat kaitannya dengan sisi ekonomi karena perdagangan di dunia sebagian besar melalui jalur laut. Hal itu pula yang menjadikan bidang kemaritiman sebagai hal yang menjadi konsentrasi bagi negara anggota ASEAN. Permasalahan mengenai keamanan maritim tidaklah sederhana dan scope ancaman terhadap keamanan maritim bersifat global sehingga membutuhkan kerjasama dari negara-negara untuk menghasilkan suatu solusi dan mekanisme baru dalam hal keamanan maritim. AMF diharapkan bisa menjadi sebuah forum dimana negara-negara ASEAN dapat melakukan kerjasama dalam bidang keamanan maritim. Permasalahan yang terkait dengan keamanan maritim tidak hanya mengenai kejahatan-kejahatan di laut seperti human trafficking, peredaran narkoba, illegal fishing, perompakan, maupun pembajakan, namun juga terkait dengan pencegahan dan penanganan pencemaran di laut karena apabila terjadi pencemaran di laut maka lalu lintas laut juga akan terganggu sehingga negara-negara yang berkepentingan di wilayah laut Asia Tengagra juga akan dirugikan. Sejauh ini, AMF telah membicarakan mengenai keamanan maritim dan kerjasama di ASEAN, kebebasan dan keamanan navigasi di laut, perlindungan lingkungan laut, promosi eco tourism, pencarian dan penyelamatan korban dan kapal di laut, dll. AMF diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi lintas sektoral yang nantinya dapat digunakan sebagai referensi bagi ASEAN Sectoral Bodies dalam menangani isu-isu terkait maritim. Indonesia sebagai negara yang mengusulkan adanya AMF seharusnya diuntungkan dengan adanya forum tersebut. Indonesia bisa memiliki peran yang A-68 Dina Sunyowati, Masitha Tismananda K: Implementasi Asean Maritime Forum

10 penting di AMF mengingat sebagian besar wilayah laut yang ada di Asia Tenggara masuk dalam yurisdiksi Indonesia. AMF harus diposisikan sebagai sesuatu yang bisa menunjang keamanan maritim Indonesia dan bukan sebagai ancaman kedaulatan bagi Indonesia. Indonesia dapat bekerjasama dengan negara-negara anggota ASEAN dalam mengamankan wilayah lautnya yang menjadi jalur maritim Internasional. Mengingat bahwa Indonesia juga menjadi jalur pelayaran perdagangan internasional, dimana terdapat kapal per tahun yang melintas di Selat Sunda dan 420 kapal per tahun yang melintas di Selat Lombok dan Selat Makassar, tentu perlu dilakukan kerjasama dengna negara lain khusunya sesama negara anggota ASEAN dalam menjamin keamanan di jalur-jalur pelayaran internasional. Kerjasama dapat dilakukan misalnya dalam hal pencegahan dan penanggulangan pencemaran di laut, pencegahan dan penangan kejahatan di laut, seperti pembajakan, illegal fishing, human trafficking, penyelundupan narkoba, dll. Indonesia telah menandatangani Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Kerjasama di Bidang Pertahanan. Berdasarkan Pasal 2 angka 6, kerjasama dalam keamanan laut masuk dalam scope kerjasama yang diatur di dalam persetujuan tersebut. Tidak ada aturan lebih lanjut yang mengatur mengenai apa bentuk kerjasama dalam keamanan laut yang dapat dilakukan oleh Indonesia dan Thailand. Kiranya memang kerjasama dalam bidang keamanan maritim membutuhkan kesungguhan dari negara-negara anggota ASEAN untuk menjaga keamanan di wilayah laut Asia Tenggara tanpa mengganggu kedaulatan dan kepentingan sesama negara anggota. Tidak hanya dengan Thailand, Indonesia juga memiliki kerjasama dengan Amerika Serikat di bidang keamanan maritim. Melalui Memorandum of Understanding on Maritime Cooperation antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat, kedua negara tersebut bekerjasama dalam hal meningkatkan keamanan maritim, memerangi illegal fishing, meningkatkan keamanan di pelabuhan, dan mempromosikan pertubuhan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan khusunya lingkungan laut. Contoh kerjasama konkritnya adalah pelatihan yang diberikan oleh U.S. Coast Guard dan Program Export Control and Related Border Security Program Departemen Luar Negeri Amerika Serikat untuk petugas penjaga pantai Indonesia. Upaya ini bertujuan untuk mendeteksi serta mencegah ancaman keamanan di sektor transportasi laut, terutama untuk barang-barang yang dikirim antara Amerika Serikat dan Indonesia. Dalam beberapa bulan terakhir, Pemerintah Indonesia sedang mengadakan perjanjian keamanan maritim dengan Pemerintah Malaysia dan Philipina, terkait dengan 2 kali kapal berbendera Indonesia yang dirompak di perairan Philipina. Berdasarkan peristiwa tersebut, maka ke tiga negara telah mengadakan pertemuan dan menghasilkan Deklarasi Keamanan Maritim di tiga negara tersebut. Menindak lanjuti deklarasi kerja sama keamanan maritim antara Indonesia, Malaysia dan Filipina di Yogyakarta, 5 Mei 2016 lalu, dibahas framework (kerangka) kerja sama terkait Standar Operational Procedure (SOP) di Kuala Lumpur, (26/5/16). Dalam kesepakatan tersebut difokuskan untuk menyusun SOP melalui kelompok kerjanya, supaya komitmen dalam menjaga keamanan dalam bidang maritim di wilayah perbatasan ketiga negara tetap terjalin. Dalam pertemuan Yogyakarta, disepakati tiga poin mengenai kerja sama antara lain pertama, meningkatkan koordinasi pemberian bantuan cepat bagi warga dan kapal yang berada dalam keadaan bahaya. Kedua, meningkatkan kerja sama dalam pertukaran informasi dan intelijen, serta memperkuat dan memastikan efektivitas kerja sama dalam keadaan darurat dan ancaman keamanan. Ketiga, membentuk hotline komunikasi antara ketiga negara untuk Dina Sunyowati, Masitha Tismananda K: Implementasi Asean Maritime Forum A-69

11 meningkatkan koordinasi seandainya ditemui keadaan darurat dan ancaman keamanan. IV. KESIMPULAN Pada prinsipnya, AMF merupakan wadah bagi negara-negara anggota ASEAN untuk berdiskusi dan membicarakan mengenai permasalahan maritim yang ada di ASEAN. Prinsip yang mereka gunakan adalah prinsip kerjasama dengan tanpa adanya intervensi dan tetap memperhatikan kepentingan masing-masing negara anggota. Implementasi adanya AMF terhadap Indonesia maritime security adalah Indonesia seharusnya lebih dapat meningkatkan keamanan di zona lautnya karena telah bekerjasama dengan beberapa negara dalam hal keamanan maritim. PERSANTUNAN Artikel ini ditulis Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian yang dilakukan oleh Penulis, dengan Judul Implementasi Asean Maritime Forum Dalam Sistem Indonesia Maritime Security, Biaya dari BOPTN Fakultas Hukum Universitas Airlangga Tahun 2016 DAFTAR PUSTAKA Adolf, Huala, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, Archer, Clive, International Organizations, third ed, London, New York, Routledge, Bhakti, Yudha, Hukum Internasional Bunga Rampai, Alumni, Bandung, Hadjon, Philipus M Tatiek S.Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Bowett s, Laws of International Institutions, Sweets and Maxwell, Cini, Michele. (2003). European Union Politics. New York: Oxford University. Craig, P., & de Burca, G. (2003). EU Law, Text, Cases and Material. New York:Oxford University Press. Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Buku Menuju ASEAN Economic Community Foster, Nigel. (2010). EU Law Directions, 2nd ed. New York: Oxford University Press. Korah, V. (2000). An Introductory Guide to EC Competition Law and Practice. Portland Oregon: Oxford. Hutchinson, Terry, Researching and Writing in Law, Karolina Kocalevski, NSW, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, ASEAN Selayang Pandang, Jakarta,2008. Direktorat Jenderal kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Bahan Materi Sosialisasi Komunitas ASEAN 2015 dan Lokakarya Isu-isu Hukum di ASEAN untuk Dosen Hukum, Jakarta, Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, Suryokusumo, Sumaryo, Organisasi Internasional, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Suryokusumo, Sumaryo, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, A-70 Dina Sunyowati, Masitha Tismananda K: Implementasi Asean Maritime Forum

12 Pease, Kelly-Kate S., International Organizations, Perspective on Governance in the Twenty-First Century, Webster University, Thontowi, Jawahir Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Refika Aditama, Bandung, Schermers, Henry G & Niels M. Blokker, International Institutional Law, Fifth revised edition, Nijhoff, Ngurah Swajaya, Kepemimpinan Indonesia di ASEAN 2011, Presentasi dalam Seminar Nasional kerjasama Kementerian Luar Negeri dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 28 Maret Robert Mangindaan, Indonesia dan Keamanan Maritim, Forum Kajian Pertahanan dan Maritim, 7 Juli 2013 Katinawati, Peran Asean Maritime Forum (AMF) Dalam Keamanan Perairan Di Asia Tenggara., ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2013 Koesrianti, Dina Sunyowati, Oemar Moechtar, Kajian Yuridis kebijakan Pemerintah ;Maritime Policy Dalam kerangka AEC 2015, Laporan penelitian, RKAT Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2015 Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II), diakses pada 3 Maret 2016 United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), 1982 The Vienna Convention on the Law of Treaties, organisasi-internasional.html Dina Sunyowati, Masitha Tismananda K: Implementasi Asean Maritime Forum A-71

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG Negara-negara ASEAN juga bekerja sama dalam bidang ekonomi dan sosial budaya. Dalam bidang ekonomi meliputi : 1. Membuka Pusat Promosi ASEAN untuk perdagangan, investasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE FRAMEWORK FOR

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE MATERI: ASEAN COMMUNITY DAN REALITAS BANGSA

TERM OF REFERENCE MATERI: ASEAN COMMUNITY DAN REALITAS BANGSA Hari, tanggal : TERM OF REFERENCE MATERI: ASEAN COMMUNITY DAN REALITAS BANGSA Tujuan : Mencapai profil poin 1 1. A. Mahasiswa memahami secara umum salah satu aspek; sosial, ekonomi, budaya, teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

BENTUK KERJA SAMA ASEAN BENTUK KERJA SAMA ASEAN Hubungan kerja sama negara-negara anggota ASEAN dilakukan di berbagai bidang, antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan lainlain. Hubungan kerja sama ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir menjadi semakin buruk. Penyebabnya adalah pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) yang semakin

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

PERAN ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM KEAMANAN PERAIRAN DI ASIA TENGGARA

PERAN ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM KEAMANAN PERAIRAN DI ASIA TENGGARA http://labhi.staff.umm.ac.id/2011/05/12/peran-asean-maritime-forum-amf-dalam-keamanan-peraira n-di-asia-tenggara/ PERAN ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM KEAMANAN PERAIRAN DI ASIA TENGGARA Penciptaan keamanan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION ON COUNTER TERRORISM (KONVENSI ASEAN MENGENAI PEMBERANTASAN TERORISME) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

Chalengging Change : Non-Tradional Security, Democracy and Regionalism

Chalengging Change : Non-Tradional Security, Democracy and Regionalism Ma ruf Habibie Siregar TMJ 6 AeU 4811020011 Chalengging Change : Non-Tradional Security, Democracy and Regionalism Rangkuman Pada chapter ini dibahas tentang apa- apa yang akan dilakukan ASEAN menuju ke

Lebih terperinci

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) A. Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) 1. Lahirnya ASEAN (Association of South East Asian Nations) Kerja sama antarbangsa dalam satu kawasan perlu dijalin. Hal itu sangat membantu kelancaran

Lebih terperinci

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA Penyunting Humphrey Wangke Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2011

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. 243 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang :

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1 ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB III DAMPAK HUMAN TRAFFICKING TERHADAP ASEAN

BAB III DAMPAK HUMAN TRAFFICKING TERHADAP ASEAN BAB III DAMPAK HUMAN TRAFFICKING TERHADAP ASEAN 3.1 Dampak Human Trafficking Terhadap Ekonomi ASEAN Lemahnya sektor ekonomi sangat merugikan bagi perekonomian suatu negara, dimana perlu menciptakan lebih

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat itu juga membutuhkan hubungan satu sama lainnya, lainnya untuk memenuhi kebutuhan negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat itu juga membutuhkan hubungan satu sama lainnya, lainnya untuk memenuhi kebutuhan negaranya. 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat itu juga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN TERORISME

Lebih terperinci

PIDATO KETUA DPR-RI Dr. MARZUKI ALI PADA SIDANG PLENO I AIPA GENERAL ASSEMBLY KE-32 PHNOM PENH, THE KINGDOM OF CAMBODIA

PIDATO KETUA DPR-RI Dr. MARZUKI ALI PADA SIDANG PLENO I AIPA GENERAL ASSEMBLY KE-32 PHNOM PENH, THE KINGDOM OF CAMBODIA KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR-RI Dr. MARZUKI ALI PADA SIDANG PLENO I AIPA GENERAL ASSEMBLY KE-32 PHNOM PENH, THE KINGDOM OF CAMBODIA Yang Mulia Presiden ASEAN Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : Pertama, terkait Pengaruh Penerapan ASEAN Community

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia selanjutnya disebut sebagai 'Para Pihak';

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia selanjutnya disebut sebagai 'Para Pihak'; NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH COMMONWEALTH OF AUSTRALIA TENTANG PENANGGULANGAN KEJAHATAN LINTAS NEGARA DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA KEPOLISIAN Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE MEMBER STATES OF ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) AND

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN TERORISME

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus

BAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bedasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, maka penulis mencoba menarik kesimpulan, yaitu: Pertama, telah terjadinya pelanggaran klaim kedaulatan wilayah yang dilakukan

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Senin, 14 Februari 2011 PIDATO DR. R.M MARTY M. NATALEGAWA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN Dewi Triwahyuni International Relation Department, UNIKOM 2013 Backgroud History 1950an 1980an Hubungan internasional di Asia Tenggara pada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan hukum internasional sebagai bagian dari hukum yang sudah tua, yang mengatur hubungan antar negara tak dapat dipisahkan dari keberadaannya yang saat ini

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr.Wb.

Assalamu alaikum Wr.Wb. ASEAN INTER-PARLIAMENTARY ASSEMBLY PRESS RELEASE PENYELENGGARAAN EXCOM dan AIFOCOM MEETING Yogyakarta, 9 10 July 2012 ----------------- Assalamu alaikum Wr.Wb. Terima kasih atas atensi dan kehadiran rekan-rekan

Lebih terperinci

S E L A Y A N G P A N D A N G ASEAN INTER-PARLIAMENTARY ASSEMBLY (AIPA)

S E L A Y A N G P A N D A N G ASEAN INTER-PARLIAMENTARY ASSEMBLY (AIPA) S E L A Y A N G P A N D A N G ASEAN INTER-PARLIAMENTARY ASSEMBLY (AIPA) Pendahuluan ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) dulunya bernama ASEAN Inter-Parliamentary Organization (AIPO). Proses kelahirannya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1. LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASEAN

BAB II PEMBAHASAN 2.1. LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASEAN BAB II PEMBAHASAN 2.1. LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASEAN ASEAN merupakan (singkatan dari Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) adalah organisasi kawasan yang

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTER) BAGI ASEAN SEBAGAI ORGANISASI INTERNASONAL

EFEKTIVITAS PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTER) BAGI ASEAN SEBAGAI ORGANISASI INTERNASONAL EFEKTIVITAS PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTER) BAGI ASEAN SEBAGAI ORGANISASI INTERNASONAL Oleh : Elfia Farida 1 Abstrak Berlakunya Piagam ASEAN, akan merubah ASEAN dari suatu asosiasi longgar menjadi rule-based

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

MEMBANGUN TIM EFEKTIF MATERI PELENGKAP MODUL (MPM) MATA DIKLAT MEMBANGUN TIM EFEKTIF EFEKTIVITAS TIM DAERAH DALAM MEMASUKI ERA ASEAN COMMUNITY 2016 Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) Dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Organisasi Regional di Asia Tenggara dimulai dari inisiatif pemerintah di lima negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION (PERSETUJUAN ASEAN TENTANG PENCEMARAN ASAP LINTAS BATAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21, yang dideklarasikan pada Konferensi PBB tahun 1992 tentang Lingkungan dan Pembangunan, atau KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brasil; merupakan cetak biru

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN

Lebih terperinci

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat

Lebih terperinci

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 STATE Miriam Budiardjo: Negara sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci