BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2008) puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja. Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh dan meliputi pelayanan kreatif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditunjukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Husni dkk, 2012) Visi dan Misi Puskesmas Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang 9

2 10 bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama, yakni : 1. Lingkungan Sehat 2. Perilaku Sehat 3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, serta 4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan Misi tersebut adalah : 1.) Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya Puskesmas akan selalu menggerakan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan yaitu pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negative terhadap kesehatan, setidaktidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat. 2.) Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat. 3.) Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan

3 11 pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dan sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat 4.) Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatkan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan 2.2 Pengertian ISPA dan Pneumonia Pengertian ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yang masing masing mempunyai arti sebagai berikut : 1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. 2. Saluran pernafasan adalah organ tubuh mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura, sehingga secara anatomis ISPA mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (ternasuk jaringan paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. 3. Akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. 14 hari diambil sebagai infeksi akut

4 12 Dengan demikian yang dimaksud dengan ISPA adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran pernafasan bagian atas, yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Sjenileida, 2002) Pengertian Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli), dengan gejala batuk pilek yang disertai nafas sesak atau nafas cepat. Penyakit ini mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Secara klinis pada anak yang lebih tua selalu disertai batuk dan nafas cepat dan tarikan dinding dada ke dalam. dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Namun pada bayi seringkali tidak disertai batuk (Profil Puskesmas Bandar Khalipah, 2013) Penyebab Pneumonia 1. Pneumonia Karena Infeksi Bakteri Bakteri pada umumnya muncul antara lain : a. Pneumonia karena infeksi Streptococus pneumonia Streptococus adalah penyebab pneumonia bakteri yang paling sering, terutama pada anak kecil. Streptococus pneumonia sudah ada di kerongkongan manusia yang sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, malnutrisi, bakteri akan segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan (Misnadiarly, 2008). Penyakit ini ditandai dengan gejala akut seperti demam, nyeri pada bagian dada dan pernapasan cepat yang sering disertai suara mendengkur. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan konsolidasi segmen atau lobus dan dikonfirmasi dengan rontgen (Hull dan Johston, 2008). Stadium dari pneumonia karena Pneumococcus adalah sebagai berikut :

5 13 i. Kongesti (4-12 jam pertama) : eksudat serosa masuk ke dalam alveolus dari pembuluh darah yang bocor. ii. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus. iii. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang. iv. Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali kepada struktur semula (Husni dkk, 2012). b. Pneumonia karena infeksi Haemophilus Influenza tipe B Di seluruh dunia dilaporkan bahwa infeksi ini merupakan penyebab kedua tersering pada pneumonia bakteri. Rontgen toraks biasanya memperlihatkan pola bronkopneumonia yang menyebar dan tidak memperlihatkan bayangan pada lobus. Umunya berespon terhadap pengobatan amoksilin oral (Hull dan Johnston, 2008). c. Pneumonia karena Infeksi Stafilokokus aurerus Stafilokokus aurrus merupakan infeksi sekunder yang sering menyerang pasien rawat inap yang lemah, dan cenderung menyebabkan bronkopneumoni. Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam yang tinggi dan septicemia, disertai konsolidasi segmen atau lobus yang mungkin akan mengakibatkan komplikasi empisema atau pneumutoraks yang memerlukan drainase (Hull dan Johnston, 2008). d. Pneumonia karena infeksi Klebsiella sp Ciri khas dari pneumonia jenis ini adalah sputum kental yang disebut Red Currant Jelly. Kebanyakan pasien klebsiella adalah laki-laki usia pertengahan atau

6 14 tua yang menjadi peminum alcohol kronik atau yang menderita penyakit kronik lainnya (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006). e. Pneumonia karena Infeksi Pseudomonas sp Pneumonia jenis ini paling sering ditemukan pada pasien yang sakit berat yang dirawat dirumah sakit, atau yang mengalami supresi sistem pertahanan tubuh (misal, pasien dengan leukimia atau transplantasi ginjal yang mendapat obat imunosupresif dosis tinggi. Infeksi Pseudomonas sering kali diakibatkan kontaminasi peralatan ventilasi (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006). 2. Pneumonia karena Infeksi Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak virus yang berhasil diidentifikasi. Sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun apabila infeksi terjadi bersamaan dengan influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008). 3. Pneumonia karena Infeksi Mikoplasma Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan dan sering disebut pneumonia yang tidak tipikal (Atypical Pneumonia). Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. angka tersebar luas. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008). 4. Pneumonia Jenis Lain

7 15 Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carini Pneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur. PCP dan biasanya menjadi tahap awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS (Misnadiarly, 2008). Pneumonia Carini belakangan ini menjadi infeksi berat yang fatal bagi penderita AIDS akibat kelemahan sistem kekebalan tubuh mereka. PCP merupakan infeksi oportunistik dan dapat juga terjadi pada pejamu dengan gangguan imunitas seperti pasien yang mendapat terapi imunisupresif untuk pengobatan kanker atau transplantasi organ (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006). Pneumonia lain yang lebih jarang adalah disebabkan oleh masuknya makanan, cairan, gas, debu, maupun jamur. Ricketsia juga masuk golongan antara virus dan bakteri yang menyebabkan demam Rocky Mountai, demam Q, Tipus dan Psittacocis (Misnadiarly, 2008) Klasifikasi Pneumonia Menurut Brunner dan Suddarth (2002) berdasarkan agen penyebab dikategorikan sebagai : a. Pneumonia Bakterialis Pneumonia yang disebabkan oleh, Pneumonia Streptokokus; Pneumonia Stafilokokus; Pneumonia Klebsiella; Pneumonia Pseudomonas; Haemophilus Influenza. b. Pneumonia Atipikal Pneumonia atipikal beragam gejalanya, tergantung kepada agen penyebab, Penyakit Legionnaires ; Pneumonia Mikoplasma; Pneumonia Virus; Pneumonia Pneumosistis Carinii (PPC); Pneumonia Fungi; Pneumonia Klamidia; Tuberkulosis.

8 Gejala dan Tanda Pneumonia a. Gejala Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat bewarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008). b. Tanda Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain : Batuk nonproduktif ; Ingus (nasal discharge) ; suara napas lemah ; Penggunaan otot bantu napas ; Demam ; Cyanosis (kebiru-biruan) ; Thorax photo menunjukan infiltrasi melebar ; Sakit kepala; Kekauan dan nyeri otot; Sesak napas; Menggigil; Berkeringat; Lelah; Terkadang kulit menjadi lembab ; Mual dan muntah Faktor Resiko Pneumonia Balita Beberapa faktor resiko yang meningkatkan insidens pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, laki-laki, gizi kurang, BBLR, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, membedong anak ( menyelimuti berlebihan) dan defisiensi vitamin A. Sedangkan faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, tingkat sosio ekonomi rendah, gizi kurang, BBLR, tingkat pendidikan ibu yang rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan

9 17 yang rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai dan menderita penyakit kronis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia dibagi menjadi 4 (empat) faktor, yaitu : faktor anak, faktor ibu, faktor sosio ekonomis, faktor lingkungan. a. Faktor Anak 1. Umur Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita. Anak berumur kurang dari 1 tahun mengalami batuk pilek 30% lebih besar dari kelompok anak berumur antara 2 sampai 3 tahun. Mudahnya usia di bawah 1 tahun mendapatkan resiko pneumonia, disebabkan imunitas yang belum sempurna dan lubang saluran pernapasan yang relatif masih sempit. Menurut hasil penelitian oleh Sulaeman dan Endang Sutisna (2011), menyatakan bahwa usia anak berhubungan dengan kejadian pneumonia balita. Anak yang berusia lebih muda, beresiko untuk menderita pneumonia 2,48 kali lebih besar dengan anak yang berusia lebih tua. 2. Status Gizi Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan 3 hal, yaitu antara berat badan terhadap umur, tinggi/panjang badan terhadap umur, dan berat badan terhadap tinggi/panjang badan dengan rujukan standar yang telah ditetapkan. WHO merekomendasikan baku WHO NCHS (National Center of Health Statistic, USA) sebagai referensi penentuan status gizi balita.

10 18 Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan dan kesejahteraan anak. Problem status gizi berupa malnutrisi. Balita dengan keadaan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat, bahkan serangannya lebih lama. Beberapa penelitian prospektif yang pernah dilakukan yang membahas insidens dan keganasan ISPA pada anak-anak bergizi buruk dinegara berkembang secara konsisten menunjukan bahwa anak-anak bergizi buruk di negara berkembang secara konsisten bahwa anak-anak kelompok gizi buruk mengalami peningkatan resiko untuk terjadinya penyakit ISPA. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulaeman dan Endang Sutisna (2011), menyatakan bahwa balita yang status gizinya kurang mempunyai resiko untuk menderita pneumonia 3,19 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang status gizinya baik. 3. Jenis Kelamin Dari penelitian di Indramayu yang dilakukan selama 1,5 tahun didapatkan kesimpulan bahwa pneumonia lebih banyak menyerang balita berjenis kelamin lakilaki (52,9%) dibandingkan perempuan. 4. Status Imunisasi Imunisasi bertujuan memberikan kekebalan kepada anak terhadap penyakit dan menurunkan angka kematian dan kesakitan yang disebabkan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Seperti diketahui 43,1% - 76,6% kematian

11 19 ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, seperti Difteri, Pertusis dan Campak. Bila anak sudah dilengkapi dengan imunisasi DPT dan Campak, dapat diharapkan perkembangan penyakit ISPA tidak akan menjadi berat. Berdasarkan penelitian di Dian Rahayu pada tahun 2007, menunjukan hubungan antara status imunisasi campak dan timbulnya kematian akibat pneumonia, antara lain anak-anak yang belum pernah menderita campak dan belum mendapatkan imunisasi campak mempunyai resiko meninggal yang lebih besar. Selain itu, dari hasil pengamatan selama 58 tahun periode penelitian di Amerika Serikat terhadap kematian karena pneumonia balita yang diamati sejak tahun 1939 sampai 1996 menunjukan vaksinasi campak berperan dalam menurunkan kematian akibat pneumonia. 5. Berat Badan Lahir Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi berat lahir normal. Hal ini terutama terjadi pada bulan-bulan pertama kelahiran, sebagai akibat dari pembentukan zat anti kekebalan yang kurang sempurna sehingga leih mudah terkena penyakit infeksi terutama pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya (WHO, 2011). 6. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif Air susu ibu diketahui memiliki zat yang unik bersifat anti infeksi. ASI juga memberikan proteksi pasif bagi tubuh balita untuk menghadapi pathogen yang masuk ke dalam tubuh. Jenis proteksi pasif berupa anti bacterial dan anti viral yang dapat menghambat kolonisasi oleh spesies gram negative. Pemberian ASI eksklusif terutama pada bulan pertama kehidupan bayi dapat mengurangi insiden dan

12 20 keparahan penyakit infeksi.penelitian Dian Rahayu (2007) menunjukan bahwa ASI menlindungi bayi terhadap berbagai penyakit infeksi dan infeksi usus. 7. Riwayat terserang campak Bayi dan anak balita yang pernah terserang campak dan sembuh akan mendapat kekebalan alami terhadap terjadinya pneumonia sebagai komplikasi campak. 8. Pemberian vitamin A Menurut Dian Rahayu (2007) dikatakan bahwa ada hubungan antara pemberian vitamin A dengan resiko terjadinya ISPA. Penelitian ini mengungkapkan bahwa anak dengan Xerophtalamin ringan memiliki resiko dua kali menderita ISPA, terutama anak-anak yang berusia kurang dari 3 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Herman (2002), dinyatakan bahwa balita yang tidak pernah mendapatkan vitamin A dosis tinggi lengkap mempunyai faktor resiko untuk menderita pneumonia 4 kali dibandingkan dengan balita yang mendapatkan vitamin A dosis tinggi lengkap. b. Faktor Ibu 1. Pendidikan Ibu Pendidikan adalah suatu proses yang unsure - unsurnya terdiri dari masukan yaitu sasaran pendidikan dan keluaran yaitu suatu bentuk perilaku atau kemauan baru. Pendidikan baik formal maupun non formal mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan dan bekerja. Semakin tinggi pendidikan formal seorang ibu, semakin mudah pula ia menerima pesan-pesan kesehatan dan semakin tinggi pula tingkat pemahamannya terhadap pencegahan dan implementasi penyakit pada bayi dan anak balitanya.

13 21 Berdasarkan hasil penelitian oleh Husni dkk (2012), balita yang lahir dari ibu yang berpendidikan rendah mempunyai resiko 2,037 kali lebih besar untuk menderita pneumonia bila dibandingkan dengan balita yang lahir dari ibu berpendidikan tinggi. 2. Pengetahuan Ibu Pengetahuan ibu tentang pneumonia dapat diperoleh baik dari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengetahuan yang mencakup cara mengenal pneumonia dan pengelolaan pneumonia akan berpengaruh menurunkan angka kematian dan angka kesakitan akibat penyakit pneumonia. c. Faktor Lingkungan 1. Pencemaran Udara di Dalam Rumah Udara yang bersih merupakan komponen yang utama didalam rumah yang sangat diperlukan manusia untuk hidup sehat. Sirkulasi udara yang bersih berkaitan dengan ventilasi. Kebanyakan rumah di perkotaan tidak mempunyai jendela dan lubang angin karena kepadatan bangunan sehingga tidak ada sinar matahari yang masuk, sehingga udara terasa pengap. Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dan untuk pernapasan dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga memudahkan timbulnya penyakit ISPA. Hal seperti ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang baik dan dapur terletak di dalam rumah atau bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain. Resiko pada bayi dan balita lebih tinggi karena bayi dan anak balita lebih lama berada dalam rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih meningkat

14 22 2. Kepadatan Hunian Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah. Tempat tinggal yang sempit, penghuni yang banyak, kurang ventilasi, kurang pengertian akan perilaku hidup bersih dan sehat dapat mempermudah terjadinya penularan ISPA/ pneumonia. Ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian dan kematian karena bronchopneumonia pada bayi 3. Jarak ke Fasilitas Kesehatan Bayi atau anak balita yang bertempat tinggal jauh dari fasilitas kesehatan bisa terserang ISPA lebih cenderung menderita pneumonia atau pneumonia berat karena terlambat mendapat pertolongan. Hasil penelitian oleh Hatta (2001) menyatakan jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia balita. Dengan OR=0,436 dikatakan bahwa balita yang dekat dengan sarana kesehatan mempunyai efek perlindungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang lebih jauh dari sarana kesehatan. 4. Wilayah tempat tinggal Orang yang tinggal di perkotaan lebih mudah untuk ke fasilitas pelayanan kesehatan disbanding dengan orang yang tinggal di pedesaan. d. Faktor Sosial Ekonomi Tingkat Pengeluaran Per Kapita Keluarga Keluarga dengan tingkat pengeluaran yang tinggi diperkirakan mempunyai pendapatan yang tinggi, sehingga berpeluang lebih besar untuk mencukupi makanan untuk bayi dan balitanya dengan gizi yang lebih baik agar terhindar dari ISPA/

15 23 pneumonia. Di samping itu, tingkat pendapatan yang tinggi juga akan memberikan peluang yang besar untuk mempunyai rumah yang lebih memenuhi syarat rumah sehat sehingga terhindar dari serangan ISPA. Menurut hasil penelitian Juliastuti (2000), menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sosial ekonomi dengan kejadian pneumonia balita. Balita dari keluarga dengan status ekonomi kurang, mempunyai resiko 3,15 kali terserang pneumonia dibandingkan dengan balita dari keluarga dengan status ekonomi tinggi/baik Diagnosis dan Tatalaksana Pneumonia a. Pneumonia Ringan Diagnosa Disamping batuk atau sukar bernapas, Cuma terdapat napas cepat. Napas cepat yang ada pada anak umur 2 bulan 11 bulan yaitu 50 kali/menit. Sedangkan pada anak umur 1 5 tahun adalah 40 kali/menit. Tatalaksana i. Anak di rawat jalan ii. Pemberian antibiotik: kontrimoksasol (4mg TMP/kg BB/kali) dalam 2 kali sehari selama 3 hari atau amoksilin (25 mg/kg BB/kali) dalam 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari. b. Pneumonia Berat Diagnosa Batuk atau kesulitan dalam bernapas ditambah salah satu yang ada dalam hal berikut ini : Kepala terangguk-angguk, Pernapasan cuping hidung, tarikan dinding

16 24 dada bagian bawah ke dalam, Foto dada menunjukan gambaran pneumonia ( infiltrat luas, konsolidasi, dll). Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini: i. Napas cepat : a. Anak umur < 2 bulan : 60 kali/menit b. Anak umur 2-11 bulan : 50 kali/menit c. Anak umur 1-5 tahun : 40 kali/menit d. Anak umur 5 tahun : 30 kali/menit ii. Suara merintih (grunting) pada bayi muda. iii. Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun, suara pernapasan bronkial. Bila keadaan yang sangat berat dapat dijumpai : tidak dapat menyusui, kejang, letargis, atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat. Tatalaksana i. Anak dirawat di rumah sakit. ii. Terapi antibiotik, seperti amoksilin/ampisilin, kloramfenikol. iii. Terapi oksigen seperti, pulse oximetry, nasal prongs (WHO et al, 2009) Pencegahan Pneumonia I. Hindarkan bayi/balita dari paparan asap rokok, polusi udara, serta tempat keramaian yang berpotensi menghasilkan penularan dan polusi tidak baik. II. Hindarkan bayi/balita dengan pasien yang terkena ISPA. III. Pemberian ASI secara rutin.

17 25 IV. Segera berobat jika anak kita mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas, dan adanya tarikan pada otot di antara rusuk (retraksi). V. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan dan segera ke Rumah Sakit jika kondisi anak memburuk. VI. Imunisasi Hib untuk memberikan kekebalan terhadap Haemphilus influenza, vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD=Invasive pneumococcal disease) dan vaksinasi influenza pada anak dengan resiko tinggi, terutama usia 6-23 bulan (Misnadiarly, 2008) 2.3 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau dalam bahasa inggris yaitu Integrated Management Of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tata laksana balita sakit yang dating di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi, maupun penanganan balita sakit tersebut dengan konseling yang diberikan (Depkes, 2008). MTBS bukanlah merupakan suatu program kesehatan, tetapi suatu standar pelayanan dan tatalaksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. World Health Organization (WHO) memperkenalkan konsep pendekatan MTBS yang merupakan strategi dalam upaya pelayanan kesehatan yang ditunjukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan pada bayi dan anak balita di negara-negara berkembang (Depkes, 2011).

18 Sejarah MTBS di Indonesia Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun Modul MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kemenkes RI, WHO, Unicef, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up to date dalam modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI. Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab, diantaranya belum adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih MTBS dan sarana prasarana untuk pelaksanaan kegiatan (Depkes, 2008) Sasaran Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran, yaitu : a. kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (usia < 2 bulan) b. kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun Tujuan Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditunjukan untuk menurukan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas Manfaat MTBS MTBS telah digunakan oleh lebih dari 100 negara dan terbukti dapat : a. Menurunkan angka kematian balita

19 27 b. Memperbaiki status gizi c. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan d. Memperbaiki kinerja tenaga kesehatan e. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah Selain itu, kegiatan MTBS memiliki tiga komponen yang khas serta menguntungkan,yaitu : 1. Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS). 2. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan). 3. Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tata laksana kasus balita sakit (selain dokter, tenaga kesehatan non dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien apabila sudah dilatihan Materi MTBS Materi MTBS terdiri atas langkah : 1. Penilaian Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan penilaian oleh MTBS adalah : a. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar benafas b. Penilaian dan klasifikasi diare

20 28 c. Penilaian dan klasifikasi demam (demam untuk malaria, demam untuk DBD, demam untuk campak) d. Penilaian dan klasifikasi masalah telinga e. Memeriksa status gizi f. Memeriksa anemia g. Memeriksa status anemia h. Memeriksa pemberian vitamin A i. Menilai masalah/keluhan lain (Depkes RI, 2008). 2. Klasifkasi Penyakit Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk menggolongkan tingkat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan diagnosis penyakit yang spesifik. Setiap Klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan sesuai dengan klasifikasi tersebut dan mempunyai warna dasar, yaitu : a. Merah : Penanganan segera atau perlu dirujuk b. Kuning : Pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan c. Hijau : Perawatan di rumah 3. Identifikasi Tindakan Dari klasifikasi baru bisa ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan. 4. Pengobatan Bagan pengobatan berupa petunjuk cara berkomunikasi dengan baik serta efektif dengan ibu dalam memberikan obat dan dosis pemberian obat, baik obat yang harus diberikan di klinik maupun obat yang harus diteruskan di rumah. 5. Konseling

21 29 Alur konseling merupakan nasehat perawatan termasuk pemberian makan dan cairan di rumah dan nasehat kapan harus kembali segera maupun kembali untuk tindak lanjut. 6. Perawatan di rumah dan kapan kembali (Depkes, 2008) Strategi Menuju MTBS a. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan dalam pertumbuhan melalui revitalisasi Posyandu. b. Peningkatan kemampuan tenaga dalam memanajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi puskesmas. c. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul vitamin A, MP- ASI, dan makanan tambahan. d. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup yang bersih dan sehat. e. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/dunia usaha masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang. f. Meningkatkan perilaku sadar gizi dengan : 1. Memantau berat badan

22 30 2. Memberi ASI eksklusif pada bayi 0 6 bulan 3. Menggunakan garam beryodium 4. Makan beraneka ragam 5. Memberikan suplementasi gizi sesuai anjuran g. Intervensi gizi dan kesehatan dalam MTBS 1. Memberikan pearawatan/pengobatan di Rumah Sakit dan Puskesmas pada anak balita gizi buruk disertai penyakit penyerta. 2. Pendampingan pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6 23 bulan dan PMT pemulihan pada anak bulan kepada balita gizi kurang baik yang memiliki penyakit penyerta ataupun tidak ada penyakit penyerta. h. Advokasi dan pendampingan MTBS 1. Menyiapkan materi/strategi advokasi MTBS. 2. Diskusi dan rapat kerja dengan DPRD secara berkala tentang pelaksanaan dan anggaran MTBS. 3. Melakukan pendampingan di semua Puskesmas di setiap Kabupaten/Kota (Wibowo, 2008) Komponen MTBS Dalam rencana aksi MTBS Kementrian Kesehatan RI menetapkan ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS, yaitu : 1. Komponen I Improving case management skills of first level workers through training and follow up yaitu, meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tatalaksana

23 31 kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah diadaptasi (dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan). 2. Komponen II Ensuring that health facility supports reqired to provide effective IMCI care are in place yaitu memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada balita lebih efektif. 3. Komponen III Household and community component, yaitu meningkatkan praktek /peran keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai Manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat (Prasetyawati, 2012) 2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Persiapan MTBS di Puskesmas Puskesmas yang akan menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita sakit perlu melakukan : Diseminasi Informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas Kegiatan diseminasi informasi MTBS seluruh tenaga puskesmas dilaksanakan dalam satu pertemuan dan dihadiri oleh perawat, bidan, tenaga gizi, tenaga imunisasi, tenaga obat, pengelolaa SP3, pengelola program P2M, tenaga loket dan lain-lain. Apabila dibutuhkan dapat dihadiri oleh supervisor dari Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten. Informasi yang harus disampaikan: Konsep umum MTBS, peran dan tanggung jawab tenaga Puskesmas dalam menerapkan MTBS (Depkes, 2008).

24 32 Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan rencana penerapan MTBS di Puskesmas yang meliputi persiapan logistic, penyesuaian alur pelayanan, penerapan MTBS di Puskesmas dan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan MTBS (Depkes, 2008) Rencana persiapan logistik Persiapan sebelum menerapkan MTBS adalah : 1. Persiapan Obat dan Alat a. Obat Obat obat yang digunakan dalam MTBS adalah obat yang sudah lazim ada, kecuali beberapa obat yang belum tersedia di Puskesmas. Obat yang digunakan termasuk dalam Daftar Obat Esensial (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas. Obat - obat yang diperlukan adalah : Kotrimoksazol tablet dewasa, kotrimoksazol tablet anak, sirup kotrimoksazol, sirup amoksilin, tablet amoksilin, kapsul tetrasiklin, tablet asam nalidiksat, tablet metronidazol, tablet primakuin, tablet kina, tablet artesunate, tablet amodiakuin, tablet parasetamol, tablet albendazol, tablet pirantel pamoat, tablet besi, sirup besi, suntikan ampisilin, suntikan gentamisin, suntikan penisilin prokain, suntikan artemeter, suntikan kinin HCL, suntikan fenobarbital, suntikan diazepam, tetrasiklin atau kloramfenikol salep mata, gentian violet 1%, tablet nistatin, gliserin, vitamin A IU, vitamin A IU, tablet zinc, aqua bides untuk pelarut, oralit 200 cc, cairan infus NaCl 0,9%, cairan infus ringer laktat, cairan infus dextrose 5%, alcohol, povidone iodine (Depkes RI, 2008). b. Peralatan

25 33 Peralatan yang dapat dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah : i. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik ii. Tensimeter dan manset anak iii. Infus set dengan wing needles no 23 dan 25 iv. Gelas sendok, dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok oralit) v. Semprit dan jarum suntik: 1 ml; 2.5 ml; 5 ml; 10 ml vi. Timbangan bayi vii. Kasa/kapas viii. Termometer ix. Alat penumbuk obat x. Alat penghisap lendir xi. Pipa lambung (nasogastire tube- NGT) xii. RDT - Rapid Diagnostic Test untuk malaria xiii. Kalau mungkin Mikroskop untuk pemeriksaan malaria 2. Persiapan formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI) Formulir rawat jalan MTBS merupakan logistik pencatatan yang belum ada di puskesmas. Langkah-langkah dalam persiapan formulir MTBS dan KNI : a. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitung kunjungan per bulan. Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan formulir MTBS selama satu bulan. Formulir digunakan untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda, didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas, karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal.

26 34 b. Untuk pencetakan jumlah KNI sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit dalam sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan. c. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetak formulir pencatatan dan KNI untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama. 3. Penyesuaian alur pelayanan Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit, harus ada penyesuaian alur pelayanan agar memperlancar pelayanan. Penyesuaian alur pelayanan balita sakit harus disepakati oleh seluruh tenaga kesehatan yang ada di puskesmas, pembahasan dilakukan pada saat diseminasi informasi. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berbeda. Adapun alur pelayanan yang diterima oleh balita sakit : a. Pendaftaran b. Pemeriksaan dan konseling c. Pemberian tindakan yang diperlukan d. Pemberian obat e. Rujukan bila diperlukan (Depkes RI, 2008) Penerapan MTBS di Puskesmas Seluruh balita sakit yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus per hari). Akan tetapi bila perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih MTBS dan jumlah kunjungan balita sakit per hari cukup besar maka penerapan

27 35 MTBS di puskesmas dilakukan secara bertahap, hal ini tergantung kepada apakah tenaga tersebut juga dibebani untuk menangani pasien yang bukan balita, kegiatan ke posyandu, dan lain-lain (Depkes RI, 2008). Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut : a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita. b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit balita per hari, memberikan pelayanan 50% kepada kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapatkan pelayanan MTBS. c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit balita per hari, memberikan pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapatkan pelayanan MTBS (Depkes,2008).

28 36 Datang Pendaftaran + Memberi formulir MTBS + Family folder Petugas 1. di loket : Mengisi Datang formulir MTBS (Identitas dan status kunjungan ) Petugas 2. di ruang periksa melakukan seluruh langkah sejak 1. Pemeriksaan (Memeriksa dan membuat klasifikasi, identifikasi pengobatan) 2. Konseling (cara pemberian obat di rumah, kapan kembali, pemberian makan ) 3. Pemberian kode diagnose dalam SP3 4. Tindakan yang diperlukan (pengobatan pra rujukan dan imunisasi) Pengukuran suhu bada Penimbangan berat badan hingga konseling Petugas 3. Di Apotek Pemberian Obat Rujuk Pulang Gambar 2.1 Alur Pelayanan penanganan penyakit dengan MTBS yang diberikan oleh 3 orang tenaga kesehatan Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3). Dengan demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan tidak perlu mengalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah konvensi

29 37 klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3 sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan Pencatatan Hasil Pelayanan Pencatatan hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil pemeriksaan sampai penggunaan obat yang tidak memerlukan catatan khusus. Pencatatan yang telah ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan. Alat pencatatan yang dapat digunakan adalah : a. Register kunjungan b. Register rawat jalan c. Register kohort bayi d. Register kohort balita e. Register imunisasi f. Register malaria, demam berdarah dengue, diare, ISPA, gizi, dll g. Register Obat Pelaporan Hasil Pelayanan Pelaporan yang digunakan adalah : a. Laporan bulanan 1/Laporan bulanan data kesakitan (LB1) b. Laporan pemeriksaan dan lembar permintaan obat (LPLPO) c. Laporan bulanan gizi, KIA, Imunisasi dan P2M (LB3) d. Laporan Minggu Diare e.laporan kejadian luar biasa Diperlukan konvensi dari klasifikasi ke dalam bentuk diagnose dan menggunakan penomoran kode LB1 (Depkes RI, 2008)

30 Penatalaksanaan Pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit Penilaian dam Klasifikasi Anak Sakit i. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah anaknya Bagan MTBS tidak digunakan bagi anak sehat yang dibawa untuk imunisasi atau bagi anak dengan keracunan, kecelakaan atau luka bakar. Tentukan apakah kunjungan merupakan kunjungan pertama atau kunjungan ulang ii. Memeriksa tanda bahaya umum Periksa tanda bahaya umum pada anak sakit. Anak dengan tanda bahaya umum memiliki masalah kesehatan serius dan sebagian besar perlu segera dirujuk. Tanda bahaya umum adalah: a. Tidak bisa minum atau menyusui b. Memuntahkan semuanya c. Kejang d. Letargis atau tidak sadar iii. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernapas Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia atau infeksi saluran pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia, paru mereka menjadi kaku, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat, agar tidak terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam. a. Menilai batuk atau sukar bernapas Anak yang batuk atau sukar bernapas dinilai untuk: Sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernapas, Napas cepat, Tarikan dinding dada ke dalam,

31 39 Stridor (Depkes, 2008). b. Klasifikasi batuk atau sukar bernapas Pada umumnya klasifikasi mempunyai tiga lajur : 1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan perhatian dan harus segera dirujuk. Ini adalah klasifikasi yang berat 2. Klasifikasi pada lajur kuning berarti anak memerlukan tindakan khusus, misalnya pemberian antibiotik, antimalaria, cairan dengan pengawasan atau pengobatan lainnya 3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan medis khusus, tenaga kesehatan mengajari ibu cara merawat anak di rumah. Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan batuk atau sekedar bernapas Tabel 2.1 Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan-5 Tahun GEJALA Ada tanda bahaya umum atau Tarikan dinding dada ke dalam atau Stridor Napas cepat Tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat KLASIFIKASI PNEUMONIA BERAT atau PENYAKIT SANGAT BERAT PNEUMONIA BATUK : BUKAN PNEUMONIA

32 Fokus Penelitian Pada prinsinya keberhasilan implementasi pneumonia dengan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dapat di ukur melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut : Input : 1. Tenaga Kesehatan 2.Pendanaan 3.Sarana, Prasarana dan peralatan Process : Implementasi penanganan Pneumonia dengan MTBS Output : Balita Pneumonia ditangani dengan MTBS Gambar 2.2 Fokus Penelitian Berdasarkan gambaran diatas, dapat dirumuskan bahwa definisi focus penelitian sebagai berikut : 1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam implementasi pneumonia dengan MTBS agar dapat berjalan dengan baik, meliputi : Tenaga Kesehatan; Pendanaan; Sarana, Prasarana dan Peralatan. a. Tenaga adalah ahli kesehatan yang telah mendapat pelatiham dalam MTBS dan menerapkan MTBS dalam implementasi balita yang menderita pneumonia. b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk pelaksanaan MTBS. c. Sarana, Prasarana dan peralatan termasuk didalamnya yaitu: obat, peralatan untuk pemeriksaan, formulir MTBS, kartu nasihat ibu (KNI), dan ruangan

33 41 khusus untuk MTBS yang mendukung terlaksananya implementasi pneumonia dengan MTBS. 2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi : Penilaian dan klasifikasi balita sakit. 3. Keluaran (output) adalah hasil dari sesuatu implementasi pneumonia dengan menggunakan manajemen terpadu balita sakit (MTBS), diharapakan semua balita yang menderita pneumonia dapat ditangani dengan MTBS.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal (Somantri, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal (Somantri, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 7 PEDOMAN PENERAPAN MTBS DI PUSKESMAS

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 7 PEDOMAN PENERAPAN MTBS DI PUSKESMAS MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 7 PEDOMAN PENERAPAN MTBS DI PUSKESMAS Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS) 2.1.1 Pengertian MTBS Merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT PENDAHULUAN Ibu telah diberitahu kapan harus kembali untuk kunjungan ulang sesuai dengan klasifikasi (misalnya dalam waktu 2 hari atau 5 hari). Sebagian

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6 MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6 TINDAK LANJUT Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa Indonesia yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 8 Anak menderita HIV/Aids Catatan untuk fasilitator Ringkasan Kasus: Krishna adalah seorang bayi laki-laki berusia 8 bulan yang dibawa ke Rumah Sakit dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 1

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 1 MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 1 PENGANTAR Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 3 MENENTUKAN TINDAKAN DAN MEMBERI PENGOBATAN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 3 MENENTUKAN TINDAKAN DAN MEMBERI PENGOBATAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 3 MENENTUKAN TINDAKAN DAN MEMBERI PENGOBATAN Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balita 2.1.1 Definisi Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian anak usia di bawah lima tahun (Muaris

Lebih terperinci

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter

Lebih terperinci

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 1 LATAR BELAKANG Setiap tahun, lebih dari 10 juta anak di dunia meninggal sebelum Latar mencapai Belakang usia 5 tahun Lebih dari setengahnya akibat dari 5 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pneumonia 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period),

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai masa keemasan (golden period), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan dan masa ini sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi, maka masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal setiap tahun.

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT A. KONSEP DASAR MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh ISPA, diare,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Puskesmas yang akan diketengahkan di sini. menunjukan adanya perubahan yang disesuaikan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Puskesmas yang akan diketengahkan di sini. menunjukan adanya perubahan yang disesuaikan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Puskesmas Pengertian Puskesmas yang akan diketengahkan di sini menunjukan adanya perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah pendidikan, perekonomian, dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi dan anak biasanya rentan terhadap penyakit infeksi salah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan suatu bangsa, sebab anak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam membangun unsur manusia agar memiliki kualitas baik seperti yang diharapkan, dan dapat memberikan pengaruh

Lebih terperinci

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) 1. Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spectrum

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi dibawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara memelihara kesehatan.upaya kesehatan masyarakat meliputi : peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia salah satunya di lihat dari angka kematian dan kesakitan balita. Masa balita merupakan kelompok yang rawan akan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) Topik : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Sasaran : 1. Umum : Keluarga pasien ISPA 2. Khusus: Pasien ISPA Hari/Tanggal : Jumat, 24 Januari 2014 Waktu : Pukul 9.30 10.00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan peradangan atau infeksi pada bronkiolus dan alveolus di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan Ball,2003). Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut 2.1.1 Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka BAB I PENDAHULUAN Pneumonia 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang penting di dunia karena tingginya angka kesakitan dan angka kematiannya, terutama pada anak berumur kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia masih merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia, berdasarkan perkiraan WHO setiap tahun pneumonia membunuh balita sebanyak 1 juta sebelum ulang tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

PELATIHAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

PELATIHAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT PELATIHAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT K ematian ibu, bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesehatan suatu negara. MDG s dalam goals 4 dan 5 mengamanatkan bahwa angka kematian balita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Imunisasi 1. Definisi Imunisasi Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling sensitif untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan anak, biasanya digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB? BAB XXV Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB? Pencegahan TB Berjuang untuk perubahan 502 TB (Tuberkulosis) merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pneumonia adalah peradangan yang mengenai jaringan paru-paru yang bisa diklasifikasikan sebagai radang infeksi dan non-infeksi. Penyebab faktor infeksi bisa karena bakteri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Pengertian atau

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN ORIENTASI PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA ANGKATAN III TAHUN 2016

LAPORAN PELAKSANAAN ORIENTASI PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA ANGKATAN III TAHUN 2016 LAPORAN PELAKSANAAN ORIENTASI PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA ANGKATAN III TAHUN 2016 Nama : dr. Adinda Ferinawati Tanggal Orientasi : 16 Januari 2017-23 Januari 2017 Tempat Orientasi : Puskesmas Sidorejo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA Infeksi saluran pernapasan akut yang lebih dikenal dengan ISPA biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli,

Lebih terperinci

A. Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M)

A. Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M) 0,014. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M) 1. Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M) Manajemen Terpadu Balita Sakit bagi Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap penyakit. Salah satu penyebab terbesar kematian pada anak usia balita di dunia adalah pneumonia.

Lebih terperinci

E. BATASAN OPERASIONAL

E. BATASAN OPERASIONAL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infekasi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak.insiden menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0.29 episode per anak/tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium Development Goals (MDGs) yang sering disebut Tujuan Pembangunan Milenium berkomitmen mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran umum penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, Saluran Pernafasan dan Akut. Pengertian atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pneumonia adalah peradangan saluran pernafasan akut yang mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pneumonia adalah peradangan saluran pernafasan akut yang mengenai 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia 2.1.1 Definisi pneumonia Pneumonia adalah peradangan saluran pernafasan akut yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus respiratorius dan alveoli. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terciptanya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH PUSKESMAS DTP CIGASONG A. Pendahuluan Infeksi Saluran Pernapasan Akut () merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12-59 bulan (Kemenkes RI, 2015: 121). Pada usia ini, balita masih sangat rentan terhadap berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. seluruh dunia, yaitu sebesar 124 juta kasus kematian anak terjadi akibat pneumonia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. seluruh dunia, yaitu sebesar 124 juta kasus kematian anak terjadi akibat pneumonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pneumonia merupakan penyakit yang mendominasi penyebab kematian pada balita di seluruh dunia, yaitu sebesar 124 juta kasus kematian anak terjadi akibat pneumonia

Lebih terperinci

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan cita-cita UUD 1945. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara penyakit degeneratif juga muncul sebagai

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai

BAB I LATAR BELAKANG. bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai lebih dari sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health

Lebih terperinci

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2) 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA merupakan Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 TEMA 1 : Tuberkulosis (TB) A. Apa itu TB? TB atau Tuberkulosis adalah Penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi ISPA Istilah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengandung 3 unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kematian yang tersering pada anak-anak di negara yang sedang berkembang dan negara

Lebih terperinci

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C) Nama : Ardian Nugraheni (23111307C) Nifariani (23111311C) MACAM-MACAM PENYAKIT A. Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) 1) Pengertian Terjadinya penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan yang ibu peroleh dapat menentukan peran sakit maupun peran sehat bagi anaknya. Banyak ibu yang belum mengerti serta memahami tentang kesehatan anaknya, termasuk

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE

KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE I. PENDAHULUAN Hingga saat ini penyakit Diare maerupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, hal dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa dan pada kelompok usia lanjut. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika tidak segera diobati.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Pneumonia dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat melanda semua usia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari tujuan dan upaya pemerintah dalam memberikan arah pembangunan ke depan bagi bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk. pemberian madu sampai usia 12 bulan.

BAB VI PEMBAHASAN. subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk. pemberian madu sampai usia 12 bulan. BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada subyek berumur 1-5 tahun. Pemilihan subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk pencegahan utama keracunan botulismus pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumonia 1. Pengertian Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paruparu (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya

Lebih terperinci

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh : Eti Rohayati ABSTRAK Angka kejadian pneumonia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli

Lebih terperinci