BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal (Somantri, 2009).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal (Somantri, 2009)."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsilidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal (Somantri, 2009). Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa, dan pada orang usia lanjut (Misnadiarly, 2008) Penyebab Pneumonia 1) Pneumonia Karena Infeksi Bakteri Bakteri yang pada umumnya muncul antara lain : a. Pneumonia karena infeksi Streptococus pneumoniae Streptococus adalah penyebab pneumonia bakteri yang paling sering, terutama pada anak kecil. Streptococus penumoniae sudah ada di kerongkongan manusia yang sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, malnutrisi, bakteri akan segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan (Misnadiarly, 2008). Penyakit ini ditandai dengan gejala akut berupa demam, nyeri dada dan pernapasan cepat yang sering disertai suara mendengkur. Pada pemeriksaan fisik akan 11

2 12 ditemukan konsolidasi segmen atau lobus dan dikonfirmasi dengan rontgen (Hull dan Johnston, 2008). Stadium dari pneumonia karena Pneumococcus adalah sebagai berikut : i. Kongesti (4-12 jam pertama) : eksudat serosa masuk ke dalam alveolus dari pembuluh darah yang bocor. ii. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus. iii. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang. iv. Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali kepada struktur semula (Somantri, 2009). b. Pneumonia karena infeksi Haemophilus Influenza tipe B Di seluruh dunia dilaporkan bahwa infeksi ini merupakan penyebab kedua tersering pada pneumonia bakteri. Rontgen toraks biasanya memperlihatkan pola bronkopneumonia yang menyebar dan tidak memperlihatkan bayangan pada lobus. Umumnya berespon terhadap pengobatan amoksilin oral (Hull dan Johnston, 2008). c. Pneumonia karena Infeksi Stafilokokus aureus Stafilokokus aureus merupakan infeksi sekunder yang sering menyerang pasien rawat inap yang lemah, dan cenderung menyebabkan bronkopneumoni. Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam tinggi dan septikemia, disertai konsolidasi segmen atau lobus yang mungkin akan mengakibatkan komplikasi empisema atau pneumutoraks yang memerlukan drainase (Hull dan Johnston, 2008).

3 13 d. Pneumonia karena infeksi Klebsiella sp Ciri khas dari pneumonia jenis ini adalah sputum kental yang disebut Red Currant Jelly. Kebanyakan pasien klebsiella adalah laki-laki usia pertengahan atau tua yang menjadi peminum alkohol kronik atau yang menderita penyakit kronik lainnya (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006). e. Pneumonia karena Infeksi Pseudomonas sp Pneumonia jenis ini paling sering ditemukan pada pasien yang sakit berat yang dirawat di rumah sakit, atau yang mengalami supresi sistem pertahanan tubuh (misal, pasien dengan leukimia atau transplantasi ginjal yang mendapat obat imunosupresif dosis tinggi. Infeksi Pseudomonas seringkali diakibatkan kontaminasi peralatan ventilasi (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006). 2) Pneumonia karena Infeksi Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak virus yang berhasil diidentifikasi. Sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun apabila infeksi terjadi bersamaan dengan influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008). 3) Pneumonia karena Infeksi Mikoplasma Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan dan sering disebut pneumonia yang tidak tipikal (Atypical Pneumonia). Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan

4 14 tersebar luas. Angka kematian sangat rendah,bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008). 4) Pneumonia Jenis Lain Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur. PCP dan biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS (Misnadiarly, 2008). Pneumonia Carinii belakangan ini menjadi infeksi berat yang fatal bagi penderita AIDS akibat kelemahan sistem kekebalan tubuh mereka. PCP merupakan infeksi oportunistik dan dapat juga terjadi pada pejamu dengan gangguan imunitas seperti pasien yang mendapat terapi imunisupresif untuk pengobatan kanker atau transplantasi organ (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006). Pneumonia lain yang lebih jarang adalah disebabkan oleh masuknya makanan, cairan, gas, debu, maupun jamur. Ricketsia juga masuk golongan antara virus dan bakteri yang menyebakan demam Rocky Mountai, demam Q, Tipus, dan Psittacocis (Misnadiarly, 2008) Klasifikasi Pneumonia Menurut Brunner dan Suddarth (2002) berdasarkan agen penyebab dikategorikan sebagai: a. Pneumonia Bakterialis Pneumonia yang disebabkan oleh, Pneumonia Streptokokus; Pneumonia Stafilokokus; Pneumonia Klebsiella; Pneumonia Pseudomonas; Haemophilus Influenza

5 15 b. Pneumonia Atipikal Pneumonia atipikal beragam gejalanya, tergantung kepada agen penyebab, Penyakit Legionnaires ; Pneumonia Mikoplasma; Pneumonia Virus; Pneumonia Pneumosistis Carinii (PPC); Pneumonia Fungi; Pneumonia Klamidia; Tuberkulosis Gejala dan Tanda Pneumonia a. Gejala Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008). b. Tanda Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain : Batuk nonproduktif ; Ingus (nasal discharge) ; Suara napas lemah ; Penggunaan otot bantu napas ; Demam ; Cyanosis (kebiru-biruan) ; Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar ; Sakit kepala; Kekakuan dan nyeri otot; Sesak napas; Menggigil; Berkeringat ; Lelah ;Terkadang kulit menjadi lembab ; Mual dan muntah Faktor Faktor Resiko Pneumonia Menurut Misnadiarly (2008), Faktor-faktor risiko pneumonia pada balita adalah :

6 16 a. Dikarenakan sang ibu : Menderita ISPA, pecandu alkohol, perokok, menderita penyakit kronik menahun, tingkat pendidikannya rendah, kurang mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai b. Dikarenakan bayi yang dilahirkan:kekurangan nutrisi, umur dibawah 2 bulan, jenis kelamin laki-laki (lebih rentan), gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, terkena polusi udara, tinggal di lingkungan kumuh, tidak mendapatkan imunisasi yang memadai, defisiensi vitamin A Diagnosis dan Tatalaksana Pneumonia a) Pneumonia Ringan Diagnosis Disamping batuk atau sukar bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Napas cepat pada anak umur 2 bulan 11 bulan yaitu 50 kali/menit sedangkan pada anak umur 1 tahun- 5 tahun adalah 40 kali/menit. Tatalaksana i. Anak di rawat jalan ii. Pemberian antibiotik: kontrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau amoksilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari. b) Pneumonia Berat Diagnosis Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini: Kepala terangguk-angguk, Pernapasan cuping hidung, Tarikan dinding dada bagian

7 17 bawah ke dalam, Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dll). Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini: i. Napas cepat : a. Anak umur < 2 bulan : 60 kali/menit b. Anak umur 2-11 bulan : 50 kali/menit c. Anak umur 1-5 tahun : 40 kali/menit d. Anak umur 5 tahun : 30 kali/menit ii. Suara merintih (grunting) pada bayi muda iii. Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun, suara pernapasan bronkial. Bila keadaan yang sangat berat dapat dijumpai : tidak dapat menyusui, kejang, letargis, atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat. Tatalaksana i. Anak dirawat di rumah sakit ii. Terapi antibiotik, seperti amoksilin/ampisilin, kloramfenikol. iii. Terapi oksigen seperti, pulse oximetry, nasal prongs (WHO et al, 2009) Pencegahan Pneumonia I. Menghindarkan bayi/balita dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat keramaian yang berpotensi penularan II. III. Menghindarkan bayi/balita dari kontak dengan penderita ISPA Membiasakan pemberian ASI

8 18 IV. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas, dan adanya tarikan pada otot di antara rusuk (retraksi) V. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan dan segera ke Rumah Sakit jika kondisi anak memburuk VI. Imunisasi Hib untuk memberikan kekebalan terhadap Haemphilus influenza, vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD=Invasive pneumococcal disease) dan vaksinanasi influenza pada anak resiko tinggi, terutama usia 6-23 bulan (Misnadiarly, 2008). 2.2 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Puskesmas adalah salah satu unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kota/Kab (UPTD) yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerjanya. Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Menkes RI, 2004). Puskesmas merupakan suatu kesatuan yang bersifat fungsionil dan langsung berada dalam pengawasan administrasi maupun teknis dari dinas kesehatan kota/kabupaten. Pembentukan puskesmas termasuk dalam program kesehatan nasional, dengan maksud memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-

9 19 tingginya. Dalam wilayah administrasi pemerintahan tempat kedudukan sebuah puskesmas adalah di tingkat kecamatan (Entjang, 2000) Upaya dan Azas Penyelenggaraan Upaya 1. Upaya Kesehatan Wajib Upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tiggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah: a. Upaya Promosi Kesehatan b. Upaya Kesehatan Lingkungan c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular f. Upaya Pengobatan 2. Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni: a. Upaya Kesehatan Sekolah b. Upaya Kesehatan Olahraga c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

10 20 d. Upaya Kesehatan Kerja e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut f. Upaya Kesehatan Jiwa g. Upaya Kesehatan Mata h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Menkes RI, 2004) Azas Penyelenggaraan 1. Azas Pertanggungjawaban Wilayah Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Berbagai kegaiatn yang dilakukan puskesmas adalah: a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga berwawasan kesehatan b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya. 2. Azas Pemberdayaan Masyarakat Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Beberapa kegiatan

11 21 yang harus dilakukan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain: a. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita b. Upaya Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD) c. Upaya Perbaikan Gizi : Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) d. Upaya Kesehatan Sekolah : Dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) e. Upaya Kesehatan Lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL) f. Upaya Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti werda g. Upaya Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK) h. Upaya Kesehatan Jiwa: Posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Mayarakat (TPKJM) i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional : Taman Obat Keluarga (TOGA), Pembinaan Pengobatan Tradisional (Batra) j. Upaya Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (inovatif) : dana sehat, Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), Mobilisasi dana keagamaan.

12 22 3. Azas Keterpaduan a. Keterpaduan Lintas Program Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program : 1) Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) : keterpadua KIA dengan P2M, Gizi, Promosi Kesehatan, pengobatan 2) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) : keterpaduan kesehatan lingkungan dengan Promosi Kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan eksehatan jiwa 3) Puskesmas Keliling : Keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi kesehatan, kesehatan gigi 4) Posyandu : Keterpaduan KIA dengan KB, Gizi, P2M, Kesehatan Jiwa, Promosi Kesehatan b. Keterpaduan Lintas Sektor Upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor: 1) Upaya Kesehatan Sekolah : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama 2) Upaya Promosi Kesehatan : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, agama, dan pertanian

13 23 3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, dan PLKB 4. Azas Rujukan Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni : a. Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam: 1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal operasi) dan lain-lain 2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap 3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di puskesmas b. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam : 1) Rujukan sarana dan logistik 2) Rujukan tenaga

14 24 3) Rujukan operasional (Menkes RI, 2004). 2.3 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau dalam bahasa inggris yaitu Integrated Management Of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan teintegrasi/ terpadu dalam tata laksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi, maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Depkes, 2008). MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/ cara menatalaksana balita sakit. World Health Organization (WHO) telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan di negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita (Prasetyawati, 2012) Sejarah MTBS di Indonesia Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun Modul MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kemenkes RI, WHO, Unicef, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI. Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab,

15 25 diantaranya belum adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih MTBS dan sarana prasarana untuk pelaksanaan kegiatan (Depkes, 2008) Sasaran Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran, yaitu : a. kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (usia < 2 bulan) b. kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun Tujuan Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas Manfaat MTBS MTBS telah digunakan oleh lebih dari 100 negara dan terbukti dapat : a. Menurunkan angka kematian balita b. Memperbaiki status gizi c. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan d. Memperbaiki kinerja tenaga kesehatan e. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah Selain itu, kegiatan MTBS memiliki tiga komponen yang khas yang menguntungkan, yaitu :

16 26 1) Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tata laksana kasus balita sakit (selain dokter, tenaga kesehatan non dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien apabila sudah dilatih) 2) Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS) 3) Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan) Materi MTBS Materi MTBS terdiri atas langkah : 1. Penilaian Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan penilaian oleh MTBS adalah : a. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernafas b. Penilaian dan klasifikasi diare c. Penilaian dan klasifikasi demam (demam untuk malaria, demam untuk DBD, demam untuk campak) d. Penilaian dan klasifikasi masalah telinga e. Memeriksa status gizi f. Memeriksa anemia g. Memeriksa status anemia

17 27 h. Memeriksa pemberian vitamin A i. Menilai masalah/ keluhan lain (Depkes RI, 2008) 2. Klasifkasi Penyakit Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk menggolongkan tingkat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan diagnosis penyakit yang spesifik. Setiap Klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan sesuai dengan klasifikasi tersebut dan mempunyai warna dasar, yaitu : a. Merah : Penanganan segera atau perlu dirujuk b. Kuning : Pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan c. Hijau : Perawatan di rumah 3. Identifikasi Tindakan Dari klasifikasi baru bisa ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan. 4. Pengobatan Bagan pengobatan terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif dengan ibu untuk memberikan obat dan dosis pemberian obat, baik obat yang harus diberikan di klinik maupun obat yang harus diteruskan di rumah. 5. Konseling Alur konseling merupakan nasehat perawatan termasuk pemberian makan dan cairan di rumah dan nasehat kapan harus kembali segera maupun kembali untuk tindak lanjut. 6. Perawatan di rumah dan kapan kembali (Depkes, 2008).

18 Strategi Menuju MTBS a. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan kelaurga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi Posyandu b. Meningkatkan kemampuan tenaga dalam manajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas c. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul vitamin A, MP- ASI, dan makanan tambahan d. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat e. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/ dunia usaha masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang f. Meningkatkan perilaku sadar gizi dengan : 1) Memantau berat badan 2) Memberi ASI ekslusif pada bayi 0 6 bulan 3) Makan beraneka ragam 4) Menggunakan garam beryodium 5) Memberikan suplementasi gizi sesuai anjuran

19 29 g. Intervensi gizi dan kesehatan dalam MTBS 1) Memberikan perawatan / pengobatan di Rumah Sakit dan Puskesmas pada anak balita gizi buruk disertai penyakit penyerta 2) Pendampingan pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6 23 bulan dan PMT pemulihan pada anak bulan kepada balita gizi kurang baik yang memiliki penyakit penyerta ataupun tidak ada penyakit penyerta h. Advokasi dan pendampingan MTBS 1) Menyiapkan materi/ strategi advokasi MTBS 2) Diskusi dan rapat kerja dengan DPRD secara berkala tentang pelaksanaan dan anggaran MTBS 3) Melakukan pendampingan di semua Puskesmas di setiap Kabupaten/Kota (Prasetyawati, 2012) Komponen MTBS Dalam rencana aksi MTBS Kementrian Kesehatan RI menetapkan ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS, yaitu : 1) Komponen I Improving case management skills of first level workers through training and follow up yaitu, meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah diadaptasi (dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan).

20 30 2) Komponen II Ensuring that health facility supports reqired to provide effective IMCI care are in place yaitu memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada balita lebih efektif 3) Komponen III Household and community component, yaitu meningkatkan praktek /peran keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai Manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat ) (Prasetyawati, 2012). 2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Persiapan MTBS di Puskesmas Puskesmas yang akan menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita sakit perlu melakukan : Diseminasi Informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas Kegiatan diseminasi informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh tenaga yang meliputi perawat, bidan, tenaga gizi, tenaga imunisasi, tenaga obat, pengelola SP3, pengelola program P2M, tenaga loket dan lain-lain. Diseminasi informasi dilaksanakan oleh tenaga yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten. Informasi yang harus disampaikan: Konsep umum

21 31 MTBS, Peran dan tanggung jawab tenaga Puskesmas dalam menerapkan MTBS (Depkes, 2008). Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan rencana penerapan MTBS di Puskesmas yang meliputi persiapan logistik, penyusaian alur pelayanan, penerapan MTBS di Puskesmas dan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan MTBS (Depkes, 2008) Rencana persiapan logistik Persiapan sebelum menerapkan MTBS adalah : 1) Persiapan Obat dan Alat a. Obat Obat obat yang digunakan dalam MTBS adalah obat yang sudah lazim ada, kecuali beberapa obat yang belum tersedia di Puskesmas. Obat yang digunakan termasuk dalam Daftar Obat Eesensial (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas. Obat-obat yang diperlukan adalah : Kotrimoksazol tablet dewasa, kotrimoksazol tablet anak, sirup kotimoksazol, sirup amoksilin, tablet amoksilin, kapsul tetrasiklin, tablet asam nalidiksat, tablet metronidazol, tablet primakuin, tablet kina, tablet artesunate, tablet amodiakuin, tablet parasetamol, tablet albendazol, tablet pirantel pamoat, tablet besi, sirup besi, suntikan ampisilin, suntikan gentamisin, suntikan penisilin prokain, suntikan artemeter, suntikan kinin HCL, suntikan fenobarbital, suntikan diazepam, tetrasiklin atau kloramfenikol salep mata, gentian violet 1%, tablet nistatin, gliserin, vitamin A IU, vitamin A IU,

22 32 tablet zinc, aqua bides untuk pelarut, oralit 200 cc, cairan infus Na Cl 0,9%, cairan infus ringer laktat, cairan infus detrose 5%, alkohol, povidone iodine (Depkes RI, 2008). b. Peralatan Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah : i. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik ii. iii. Tensimeter dan manset anak (bila ada) Gelas, sendok, dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok oralit) iv. Infus set dengan wing needles no 23 dan no 25 v. Semprit dan jarum suntik: 1 ml ; 2.5 ml; 5 ml; 10 ml vi. vii. viii. ix. Timbangan bayi Termometer Kasa/ kapas Pipa lambung (nasogastire tube- NGT) x. Alat penumbuk obat xi. xii. xiii. Alat pengisap lendir RDT- Rapid Diagnostic Test untuk malaria Kalau mungkin Mikroskop untuk pemeriksaan malaria 2) Persiapan formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI) Formulir rawat jalan MTBS merupakan logistik pencatatan yang belum ada di puskesmas. Langkah-langkah dalam persiapan formulir MTBS dan KNI :

23 33 a. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitung kunjungan per bulan. Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan formulir MTBS selama satu bulan. Formulir ini adalah untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda, didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas, karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal. b. Untuk pencetakan jumlah KNI sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit dalam sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan. c. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetak formulir pencatatan dan KNI untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama 3) Penyesuaian alur pelayanan Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit, perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan untuk memperlancar pelayanan. Penyesuaian alur pelayanan balita sakit harus disepakati oleh seluruh tenaga kesehatan yang ada di puskesmas, pembahasan dilakukan pada saat diseminasi informasi. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berbeda. Adapun alur pelayanan yang diterima oleh balita sakit : a. Pendaftaran b. Pemeriksaan dan konseling

24 34 c. Pemberian tindakan yang diperlukan d. Pemberian obat e. Rujukan bila diperlukan (Depkes RI, 2008). Datang Pendaftaran + Memberi formulir MTBS + Family Folder 1. Pemeriksaan (Memeriksa dan membuat klasifikasi, identifikasi pengobatan) 2. Konseling (cara pemberian obat di rumah, kapan kembali, pemberian makan 3. Pemberian kode diagnosa dalam SP3 4. Tindakan yang diperlukan (pengobatan pra rujukan dan imunisasi) Petugas 1. di loket : mengisi formulir MTBS (Identitas dan status kunjungan) Petugas 2. di ruang periksa melakukan seluruh langkah sejak Pengukuran suhu badan Penimbangan berat badan hingga konseling Pemberian Obat Petugas 3. di Apotik Rujuk Pulang Gambar 2.1 Alur Pelayanan penatalaksanaan penyakit dengan MTBS yang diberikan oleh 3 orang tenaga kesehatan Penerapan MTBS di Puskesmas Seluruh balita sakit yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus per hari). Akan tetapi bila perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih

25 35 MTBS dan jumlah kunjungan balita sakit per hari cukup besar maka penerapan MTBS di puskesmas dilakukan secara bertahap, hal ini tergantung kepada apakah tenaga tersebut juga dibebani untuk menangani pasien yang bukan balita, kegiatan ke posyandu, dan lain-lain (Depkes RI, 2008). Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut: a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita. b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit orang per hari, memberikan pelayanan kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS. c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit orang per hari, memberikan pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS (Depkes, 2008) Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3). Dengan demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan tidak perlu mengalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah konvensi klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3 sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan.

26 Pencatatan Hasil Pelayanan Pencatatan seluruh hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil pemeriksaan hingga penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan khusus. Pencatatan yang telah ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan. Alat pencatatan yang dapat digunakan adalah : a. Register kunjungan b. Register rawat jalan c. Register kohort bayi d. Register kohort balita e. Register imunisasi f. Register malaria, demam berdarah dengue, diare, ISPA, gizi, dll g. Register Obat Pelaporan Hasil Pelayanan Pelaporan yang digunakan adalah : a. Laporan bulanan 1/ Laporan bulanan data kesakitan (LB1) b. Laporan pemeriksaan dan lembar permintaan obat (LPLPO) c. Laporan bulanan gizi, KIA, Imunisasi dan P2M (LB3) d. Laporan Minggu diare e. Laporan kejadian luar biasa Diperlukan konvensi dari klasifikasi ke dalam bentuk diagnosa dan menggunakan penomoran kode LB1 (Depkes RI, 2008).

27 Penatalaksaan Pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit i. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah anaknya Bagan MTBS tidak digunakan bagi anak sehat yang dibawa untuk imunisasi atau bagi anak dengan keracunan, kecelakaan atau luka bakar. Tentukan apakah kunjungan merupakan kunjungan pertama atau kunjungan ulang ii. Memeriksa tanda bahaya umum Periksa tanda bahaya umum pada anak sakit. Anak dengan tanda bahaya umum memiliki masalah kesehatan serius dan sebagian besar perlu segera dirujuk. Tanda bahaya umum adalah: a. Tidak bisa minum atau menyusui b. Memuntahkan semuanya c. Kejang d. Letargis atau tidak sadar iii. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernapas Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia atau infeksi saluran pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia, paru mereka menjadi kaku, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat, agar tidak terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam.

28 38 a. Menilai batuk atau sukar bernapas Anak yang batuk atau sukar bernapas dinilai untuk: Sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernapas, Napas cepat, Tarikan dinding dada ke dalam, Stridor (Depkes, 2008). b. Klasifikasi batuk atau sukar bernapas Pada umumnya klasifikasi mempunyai tiga lajur : 1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan perhatian dan harus segera dirujuk. Ini adalah klasifikasi yang berat 2. Klasifikasi pada lajur kuning berarti anak memerlukan tindakan khusus, misalnya pemberian antibiotik, antimalaria, cairan dengan pengawasan atau pengobatan lainnya 3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan medis khusus, tenaga kesehatan mengajari ibu cara merawat anak di rumah. Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan batuk atau sekedar bernapas. Tabel 2.1 Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan-5 Tahun Gejala Klasifikasi Ada tanda bahaya umum Pneumonia berat atau penyakit sangat Tarikan dinding dada ke dalam atau berat Stridor Napas cepat Pneumonia Tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat Batuk: bukan Pneumonia

29 39 iv. Memeriksa status gizi v. Memeriksa anemia vi. Memeriksa status imunisasi anak vii. Memeriksa pemberian vitamin A (Depkes, 2008) Menentukan Tindakan dan Memberi Pengobatan Menentukan perlunya dilakukan rujukan segera a) Rujukan untuk anak dengan tanda bahaya umum Anak dengan tanda bahaya umum berarti mempunyai klasifikasi berat, sehingga mereka memerlukan rujukan. b) Rujukan untuk pneumonia berat atau penyakit sangat berat Anak dengan klasifikasi Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, benar-benar menderita sakit yang serius dan membutuhkan rujukan segera untuk tindakan seperti oksigen dan lain-lain. Sebelum anak dirujuk, beri dosis pertama antibiotik yang sesuai untuk membantu mencegah pneumonia berat menjadi lebih parah, serta membantu mengobati infeksi berat seperti sepsis atau meningitis (radang selaput otak) (Depkes, 2008) Menentukan tindakan/ pengobatan pra rujukan Sebelum merujuk biasanya dilakukan tindakan/pengobatan pra rujukan. Tindakan/pengobatan pra rujukan diperlukan untuk menyelamatkan kelangsungan hidup anak. Sebelum melakukan tindakan /pengobatan pra rujukan tenaga meminta persetujuan orang tua (informed consent) (Depkes, 2008).

30 Merujuk anak Hal yang dilakukan tenaga kesehatan sebelum merujuk anak ke rumah sakit, yaitu: i. Menjelaskan tentang pentingnya rujukan dan meminta persetujuan ibu untuk membawa anaknya ke rumah sakit. ii. Menghilangkan kekhawatiran ibu dan membantu untuk mengatasi setiap masalahnya. iii. Menulis surat rujukan untuk dibawa ke rumah sakit. Memberi tahu ibu untuk memberikannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit (Depkes, 2008) Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan rujukan Anak yang tidak memerlukan rujukan dapat ditangani di puskesmas atau klinik. Klasifikasi untuk pneumonia yang dapat ditangani di puskesmas atau klinik yaitu, pneumonia dan batuk bukan pneumonia. Tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan rujukan segera meliputi : i. Memilih obat oral yang sesuai dan menentukan dosis serta jadwal pemberian ii. Memberi cairan tambahan dan tablet zinc untuk diare dan melanjutkan pemberian makan iii. iv. Memberi tindakan dan pengobatan infeksi lokal Memberi imunisasi sesuai kebutuhan v. Memberi suplemen vitamin A (Depkes, 2008).

31 Kunjungan Ulang Kunjungan ulang diperlukan untuk klasifikasi pneumonia yang memerlukan untuk dilihat kembali hasilnya setelah beberapa hari makan obat. Waktu untuk kunjungan ulang dicatat pada tempat yang disediakan di bagian akhir atau kanan bawah formulir pencatatan. Waktu kunjungan ulang disampaikan oleh tenaga kepada ibu balita (Depkes, 2008) Konseling bagi Ibu Adapun yang dilakukan tenaga kesehatan saat memberikan ibu balita konseling yaitu: a. Menggunakan Keterampilan Komunikasi yang Baik Pengobatan di Puskesmas perlu dilanjutkan di rumah. Keberhasilan pengobatan di rumah tergantung keterampilan komunikasi tenaga kesehatan dengan ibu penderita yang meliputi : Menasehati ibu cara pengobatan di rumah (memberi penjelasan, memberi contoh, memberi kesempatan praktek), mengecek pemahaman ibu. b. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah Langkah-langkah dalam mengajari ibu cara memberikan obat oral di rumah kepada balita yang menderita pneumonia seperti, menentukan jenis dan dosis obat yang sesuai untuk umur atau berat badan anak, memberi tahu ibu alasan pemberian obat kepada anak, memperagakan cara mengukur satu dosis, mengamati cara ibu menyiapkan obat satu dosis, menjelaskan cara memberi obat, kemudian bungkus obat diberi tanda, dan lain-lain.

32 42 c. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah. d. Menganjurkan pemberian ASI dan makanan. e. Menasehati ibu tentang masalah pemberian makan pada anak. f. Menasehati ibu kapan harus kembali ke tenaga kesehatan (Depkes, 2008) Tindak Lanjut Setiap anak dengan pneumonia harus kembali ke tenaga kesehatan setelah 2 hari untuk kunjungan ulang dengan syarat: a. Jika frekuensi napas cepat atau nafsu makan tidak membaik, beri antibiotik pilihan kedua untuk pneumonia. Sebelumnya tenaga memastikan bahwa ibu memberikan antibiotik kepada balita nya 2 hari terakhir. i. Jika anak tidak minum antibiotik atau dosis yang diberikan terlalu rendah atau terlalu jarang, obati lagi dengan antibiotik yang sama. Satu dosis diberikan didepan tenaga kesehatan dan memastikan ibu tahu cara memberi obat di rumah. ii. Jika anak telah mendapat antibiotik dengan benar namun tidak membaik, tenaga mengganti dengan antibiotik pilihan kedua untuk pneumonia. Biasanya untuk 3 hari, misalnya bila anak sudah mendapat kotrimoksazol ganti dengan amoksilin. b. Jika anak harus melanjutkan pengobatan antibiotik hingga seluruhnya 3 hari, pastikan ibu mengerti pentingnya menghabiskan obat tersebut walaupun keadaan anak membaik (Depkes, 2008).

33 Fokus Penelitian Pada prinsipnya keberhasilan penatalaksanaan pneumonia dengan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut : Input : 1. Tenaga Kesehatan 2.Pendanaan 3.Sarana, Prasarana dan peralatan Gambar 2.2 Fokus Penelitian Process : Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS Output : Balita Pneumonia ditangani dengan MTBS Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut: 1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS agar dapat berjalan dengan baik, meliputi : Tenaga Kesehatan; Pendanaan; Sarana, Prasarana dan Peralatan. a. Tenaga adalah tenaga kesehatan yang telah mendapat pelatihan MTBS dan menerapkan MTBS dalam penatalaksanaan balita yang menderita pneumonia. b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk pelaksanaan MTBS. c. Sarana, Prasarana dan peralatan termasuk didalamnya yaitu: obat, peralatan untuk pemeriksaan, formulir MTBS, kartu nasehat ibu (KNI), dan ruangan

34 44 khusus untuk MTBS yang mendukung terlaksananya penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS. 2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi : Penilaian dan klasifikasi balita sakit, menetukan tindakan dan memberi pengobatan, konseling bagi ibu, tindak lanjut. 3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu penatalaksanaan pneumonia dengan manajemen terpadu balita sakit (MTBS), diharapkan semua balita yang menderita pneumonia dapat ditangani dengan MTBS.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 7 PEDOMAN PENERAPAN MTBS DI PUSKESMAS

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 7 PEDOMAN PENERAPAN MTBS DI PUSKESMAS MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 7 PEDOMAN PENERAPAN MTBS DI PUSKESMAS Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

UPAYA dan AZAS PENYELENGGARAAN PUSKESMAS ERNAWATY AKK 2011

UPAYA dan AZAS PENYELENGGARAAN PUSKESMAS ERNAWATY AKK 2011 UPAYA dan AZAS PENYELENGGARAAN PUSKESMAS ERNAWATY AKK 2011 UPAYA 1. UPAYA KESEHATAN WAJIB: ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS) 2.1.1 Pengertian MTBS Merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT PENDAHULUAN Ibu telah diberitahu kapan harus kembali untuk kunjungan ulang sesuai dengan klasifikasi (misalnya dalam waktu 2 hari atau 5 hari). Sebagian

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6 MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6 TINDAK LANJUT Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 3 MENENTUKAN TINDAKAN DAN MEMBERI PENGOBATAN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 3 MENENTUKAN TINDAKAN DAN MEMBERI PENGOBATAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 3 MENENTUKAN TINDAKAN DAN MEMBERI PENGOBATAN Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa Indonesia yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 8 Anak menderita HIV/Aids Catatan untuk fasilitator Ringkasan Kasus: Krishna adalah seorang bayi laki-laki berusia 8 bulan yang dibawa ke Rumah Sakit dari sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 1

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 1 MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 1 PENGANTAR Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT A. KONSEP DASAR MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh ISPA, diare,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 1 LATAR BELAKANG Setiap tahun, lebih dari 10 juta anak di dunia meninggal sebelum Latar mencapai Belakang usia 5 tahun Lebih dari setengahnya akibat dari 5 Latar Belakang

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

PUSKESMAS 3 April 2009

PUSKESMAS 3 April 2009 PUSKESMAS 3 April 2009 By Ns. Eka M. HISTORY Thn 1925 Thn 1951 Thn 1956 Thn 1967 Hydrich Patah- Leimena Y. Sulianti Ah.Dipodilogo > Morbiditas & Mortalitas Bandung Plan Yankes kuratif & preventif Proyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Puskesmas yang akan diketengahkan di sini. menunjukan adanya perubahan yang disesuaikan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Puskesmas yang akan diketengahkan di sini. menunjukan adanya perubahan yang disesuaikan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Puskesmas Pengertian Puskesmas yang akan diketengahkan di sini menunjukan adanya perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekalipun berbagai hasil telah banyak dicapai, namun dalam pelaksanaannya puskesmas masih menghadapi berbagai masalah antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. Sekalipun berbagai hasil telah banyak dicapai, namun dalam pelaksanaannya puskesmas masih menghadapi berbagai masalah antara lain: BAB I PENDAHULUAN Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 45 alenia 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

Lebih terperinci

A. Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M)

A. Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M) 0,014. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M) 1. Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M) Manajemen Terpadu Balita Sakit bagi Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi dan anak biasanya rentan terhadap penyakit infeksi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN ORIENTASI PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA ANGKATAN III TAHUN 2016

LAPORAN PELAKSANAAN ORIENTASI PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA ANGKATAN III TAHUN 2016 LAPORAN PELAKSANAAN ORIENTASI PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA ANGKATAN III TAHUN 2016 Nama : dr. Adinda Ferinawati Tanggal Orientasi : 16 Januari 2017-23 Januari 2017 Tempat Orientasi : Puskesmas Sidorejo

Lebih terperinci

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) 1. Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spectrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak umur bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011). Gangguan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan suatu bangsa, sebab anak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period),

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai masa keemasan (golden period), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan dan masa ini sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi, maka masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pneumonia 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. b. Persiapan pasien - c. Pelaksanaan

Pengertian. Tujuan. b. Persiapan pasien - c. Pelaksanaan PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PUSKESMAS SIMAN Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471 PONOROGO STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB Pengertian Tujuan

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan cita-cita UUD 1945. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara penyakit degeneratif juga muncul sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi dibawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB? BAB XXV Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB? Pencegahan TB Berjuang untuk perubahan 502 TB (Tuberkulosis) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam membangun unsur manusia agar memiliki kualitas baik seperti yang diharapkan, dan dapat memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa dan pada kelompok usia lanjut. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika tidak segera diobati.

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

Lebih terperinci

E. BATASAN OPERASIONAL

E. BATASAN OPERASIONAL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infekasi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak.insiden menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0.29 episode per anak/tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia salah satunya di lihat dari angka kematian dan kesakitan balita. Masa balita merupakan kelompok yang rawan akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda

Lebih terperinci

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare.

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare. PENYAKIT CAMPAK Apakah setiap bintik-bintik merah yang muncul di seluruh tubuh pada anak balita merupakan campak? Banyak para orangtua salah mengira gejala campak. Salah perkiraan ini tak jarang menimbulkan

Lebih terperinci

M ENULAR DAN GIZI BU RU K

M ENULAR DAN GIZI BU RU K P ROGRAM PUSKESMAS DALAM P ENANGGULANGAN PENYAKIT M ENULAR DAN GIZI BU RU K E1 SKENARIO 3 Dokter M. baru ditempatkan sebagai kepala Puskesmas di Puskesmas kecamatan T. Dari hasil evaluasi sementara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

INDIKATOR DAN TARGET SPM. 1. Indikator dan Target Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat

INDIKATOR DAN TARGET SPM. 1. Indikator dan Target Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1406 TAHUN 2015 TANGGAL 31-12 - 2015 INDIKATOR DAN TARGET SPM 1. Indikator dan Target Pelayanan Upaya Masyarakat Esensial dan Keperawatan Masyarakat 1 Pelayanan

Lebih terperinci

PELATIHAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

PELATIHAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT PELATIHAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT K ematian ibu, bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesehatan suatu negara. MDG s dalam goals 4 dan 5 mengamanatkan bahwa angka kematian balita

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT UPT. PUSKESMAS SOTEK

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT UPT. PUSKESMAS SOTEK Upt. Puskesmas Waru KERANGKA ACUAN No. Kode : PKM- STK-/V.2015 Terbitan : Mei 2015 No. Revisi : 00 Tgl. Mulai Berlaku : 01/06/2015 Halaman : 1/15 Ditetapkan Oleh Kepala Upt. Puskesmas Sotek H.Sudarman,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai masa depan dimana bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya berperilaku hidup bersih dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka BAB I PENDAHULUAN Pneumonia 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang penting di dunia karena tingginya angka kesakitan dan angka kematiannya, terutama pada anak berumur kurang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pneumonia adalah peradangan yang mengenai jaringan paru-paru yang bisa diklasifikasikan sebagai radang infeksi dan non-infeksi. Penyebab faktor infeksi bisa karena bakteri,

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. seluruh dunia, yaitu sebesar 124 juta kasus kematian anak terjadi akibat pneumonia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. seluruh dunia, yaitu sebesar 124 juta kasus kematian anak terjadi akibat pneumonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pneumonia merupakan penyakit yang mendominasi penyebab kematian pada balita di seluruh dunia, yaitu sebesar 124 juta kasus kematian anak terjadi akibat pneumonia

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Siti Sarifah Sonia Mahdalena Ranny Dwi H Novita Sari CANTIK Wardah Afipah Mitha Nur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal setiap tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah pendidikan, perekonomian, dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.5. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Jaminan kesehatan menurut Soekamto 2006 adalah sebuah sistem yang memungkinkan seseorang terbebas dari beban biaya berobat yang relatif mahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA Infeksi saluran pernapasan akut yang lebih dikenal dengan ISPA biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balita 2.1.1 Definisi Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian anak usia di bawah lima tahun (Muaris

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pneumonia adalah peradangan saluran pernafasan akut yang mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pneumonia adalah peradangan saluran pernafasan akut yang mengenai 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia 2.1.1 Definisi pneumonia Pneumonia adalah peradangan saluran pernafasan akut yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus respiratorius dan alveoli. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12-59 bulan (Kemenkes RI, 2015: 121). Pada usia ini, balita masih sangat rentan terhadap berbagai

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) Topik : Imunisasi Pentavalen Hari / Tanggal : Selasa/ 08 Desember 2014 Tempat : Posyandu Katelia Waktu Pelaksanaan : 08.00 sampai selesai Peserta / Sasaran : Ibu dan Anak

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) Topik : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Sasaran : 1. Umum : Keluarga pasien ISPA 2. Khusus: Pasien ISPA Hari/Tanggal : Jumat, 24 Januari 2014 Waktu : Pukul 9.30 10.00

Lebih terperinci

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN. tahun. Berikut data ketenagaan pegawai di Puskesmas Banguntapan III per 31

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN. tahun. Berikut data ketenagaan pegawai di Puskesmas Banguntapan III per 31 BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN A. KETENAGAAN Situasi ketenagaan di Puskesmas Banguntapan III berubah dari tahun ke tahun. Berikut data ketenagaan pegawai di Puskesmas Banguntapan III per 31 Desember

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumonia 2.1.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri

Lebih terperinci

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Apakah hepatitis? Hepatitis adalah peradangan hati. Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan, penggunaan alkohol, atau kondisi medis tertentu. Tetapi dalam banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2

Lebih terperinci

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 persentase jumlah penduduk berdasarkan usia di pulau Jawa paling banyak adalah

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE

STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE Nama : Margareta Krisantini P.A NIM : 07 8114 025 STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE Streptococcus pneumoniae adalah sel gram possitf berbentuk bulat telur atau seperti bola yang dapat menyebabkan berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE

KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE I. PENDAHULUAN Hingga saat ini penyakit Diare maerupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, hal dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara memelihara kesehatan.upaya kesehatan masyarakat meliputi : peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan Ibu dan Anak. Ibu dan Anak merupakan kelompok yang paling

Lebih terperinci

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR 1. Penilaian Awal Untuk semua bayi baru lahir (BBL), dilakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan: Sebelum bayi lahir: Apakah kehamilan cukup bulan?

Lebih terperinci

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kematian yang tersering pada anak-anak di negara yang sedang berkembang dan negara

Lebih terperinci

HASIL KEGIATAN PUSKESMAS BALARAJA

HASIL KEGIATAN PUSKESMAS BALARAJA HASIL KEGIATAN PUSKESMAS BALARAJA I.Upaya Promosi Kesehatan A. Penyuluhan Prilaku Hidup Bersih dan Sehat 1. Rumah Tangga : Rumah di Periksa : 1050 Target : 75 % x 1050 = 788 2. Institusi Pendidikan sekolah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG BERKUALITAS Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

D. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Petugas P2 Diare (Program Pemberantasan Diare) Puskesmas Payolansek

D. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Petugas P2 Diare (Program Pemberantasan Diare) Puskesmas Payolansek URAIAN TUGAS PENANGGUNG JAWAB PROGRAM A. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Penyuluhan Puskesmas Payolansek a. Sebagai coordinator kegiatan promosi kesehatan, penyukuhan kesehatan (PKM) dan peningkatan

Lebih terperinci