AKSELERASI PEMBANGUNAN DAN RESIDU PERUBAHAN DI JAWA BARAT

Transkripsi

1 AKSELERASI PEMBANGUNAN DAN RESIDU PERUBAHAN DI JAWA BARAT Rully Indrawan Pendahuluan Memperbincangkan akselerasi di tengah pelambatan ekonomi dunia terkesan sangat naïf, absurd dan terlampau optimistik. Sebagaimana diketahui pelambatan ekonomi global telah berlangsung sejak tahun 2013 lalu. Dunia menyaksikan selama tahun 2015 sejumlah negara emerging market, mengalami guncangan kurs mata uang, utang publik yang tinggi, ketegangan geopolitik dan risiko pasar. IMF pun meramalkan pertumbuhan potensial rata-rata ekonomi negara maju untuk periode hanya berkisar 1,6%. Belum pulihnya kondisi ekonomi eropa dan terjadinya normalisasi kebijakan moneter AS dan kenaikan suku bunga The Fed, menjadi penyebab semua itu; khususnya ekonomi Indonesia pelambatan ekonomi juga disebakan kontraksi ekonomi Cina. Pelambatan ini diduga akan berlanjut sampai tahun 2016, diprediksi pertumbuhan ekonomi tahun depan berada pada rentang 4%-5%, sama dengan prediksi ekonomi Indonesia tahun ini. Asumsi pertumbuhan ekonomi 5,8% terkesan jumawa bagi lawan politik Jokowi. Namun tidak demikian bila kita saksikan, bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2016 tercatat 4,92% (yoy). Walaupun lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 5,04% (yoy), namun Jika dibandingkan dengan masa yang sama di tahun lalu, pertumbuhan ekonomi saat ini lebih baik; kala itu hanya mencapai 4,73%. Situasi politik nasional yang semakin kondusif, dengan diiringi kepercayaan pasar yang semakin baik, memperkuat dampak paket kebijakan ekonomi yang telah diambil bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat. Persoalannya, bagaimana pertumbuhan ekonomi ini berdampak pada pengurangan angka kemiskinan dan tingkat kesenjangan yang anda (menurunkan angka gini indeks). Tentu kita tidak ingin asumsi Deininger dan Squire (1995, 1996) terjadi; mereka menyatakan justru korelasi positif antara

2 pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan peningkatan angka kemiskinan. Salah satu pekerjaan rumah tangga bagi Jawa Barat adalah, bagaimana pertumbuhan ekonomi sebagai dampak ungkit dari peningkatan infrastruktur mampu memberi manfaat bagi wilayah dan rakyat Jawa Barat. Hal ini bisa dilakukan bilamana ada upaya kolektif untuk mengatasi residu perubahan. Jawa Barat di tengah Perubahan Jawa Barat merupakan wilayah yang sejak lama telah menjadi incaran para perencana pembangunan di Bappenas. proyek-proyek infrastruktur besar segera hadir, mulai dari bandara Kertajati, jalan tol, kereta api melayang sampai kereta super cepat (High Speed Railways/HSR). Kehadiran berbagai proyek infrastruktur yang mendapat fasilitas jaminan politik, perizinan, dan finansial. Berpotensi memiliki daya ungkit terhadap ekonomi nasional dan daerah. Pembangunan infrastruktur yang masif di wilayah ini menjanjikan potensi derasnya investasi masuk dan terbukanya peluang kesempatan kerja di bidang industri, beserta aktivitas turunannya. Sebanyak 60% industri pengolahan nasional berlokasi di Jawa Barat, sehingga perekonomian nasional sangat dipengaruhi oleh kinerja industri di daerah ini. Namun jangan lupa, hal itu meninggalkan pula ragam persoalan, yang saya sebut sebagai residu perubahan. Seperti masalah lingkungan, masifnya alih fungsi lahan, transformasi pekerjaan, perubahan budaya, dan tersisihnya rasa masyarakat lokal. Pemerintah dan komponen masyarakat sipil, mempunyai peranan vital dalam upaya melindungi kelompok yang di rugikan oleh perubahan, dan memiliki potensi kerentanan ekonominya akibat dampak perubahan yang terjadi. Setidak-tidaknya sampai mereka sanggup beradaftasi melalui partisipasi produktif di tengah perubahan yang terjadi. Bentuk umum perlindungan kepada kelompok ini dilakukan melalui program pemberdayaan dan pemberantasan kemiskinan. Pemerintah perlu menyusun perencanaan dan mengevaluasi hasil pembangunan yang berpihak kepada kelompok miskin (pro-poor). Program untuk ini dikerjakan bersamasama dengan sektor privat (swasta) dengan mengupayakan perluasan

3 kesempatan kerja (pro-job). Agar terlaksananya pembangunan yang mertata namun dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang layak (pro-growth). Melawan Residu Perubahan Banyak hal yang bisa dilakukan untuk melawan residu perubahan. Dilihat dari perspektif ekonomi budaya antara lain dapat dilakukan, dengan pendekatan KARASA (Karsa, Karya, dan Rasa), yakni (a) membangun modal sosial dengan mengembangkan program pemberdayaan, (b) mengulirkan kebijakan fiskal yang berfihak pada pengembangan usaha rakyat (UMKM), dan (c) penguatan karakter dan pendidikan dalam berekonomi. Pertama. Pemberdayaan yang terjadi, harus disiapkan sebagai perpanjangan dari kekuatan sosial (akses ke basis kekayaan produktif), kekuasaan politik (akses dan pengaruh atas proses keputusan yang dibuat) dan kekuatan psikologis (rasa potensi pribadi dan kepercayaan diri) orang miskin dan pemilik rumah kumuh. Dengan demikian pemberdayaan bukan semata memberi peluang memperoleh pendapatan dari kegiatan yang direncanakan dengan padat karya semata, namun pemberdayaan lebih luas dari itu, yakni terciptanya partisipasi publik untuk terbangunnya kembali reruntuhan modal sosial sebagai modal pembangunan. Kedua. kontribusi UMKM terhadap penyediaan kesempatan kerja sangat tinggi yakni 97,2%. Dengan memberikan kontribusi terhadap PDB termasuk yang paling tinggi dibanding negara-negara lain di Asia, yakni 57,8%. Walaupun kecenderungan UMKM Indonesia masih melayani pasar lokal, hal ini dibuktikan oleh rendahnya nilai ekspor yang hanya 15% di bawah Philipina, Thailand, maupun Malaysia. Hal ini sebenarnya cukup wajar, karena luasnya pasar dalam negeri di samping pemahaman pelaku usaha terhadap kegiatan ekspor masih terbatas. Jumlah UMKM mendominasi perekonomian Indonesia, berdasarkan data Bank Indonesia (2012) sebanyak 99.99% unit dari keseluruhan pelaku bisnis nasional; atau sebanyak 56,5 juta unit. Dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja sebanyak 107,7 juta orang atau 97.2%. Dan memberikan kontribusi pada PDB sebesar 57.9% dan ekspor non-migas sebasar 14%. Namun harus diakui

4 bahwa potensi UMKM belum seluruhnya dapat dioptimalkan karena memiliki beberapa masalah yang dihadapi baik secara internal maupun eksternal. Data selama ini membuktikan bahwa perkembangan UMKM dengan pertumbuhan ekonomi memiliki gerak yang searah. Penambahan jumlah unit UMKM juga diikuti dengan pertumbuhan kesempatan kerja yang naik pula. Maka sangat wajar bila pemerintah proaktif ikut memecahkan masalah, internal dan ekseternal, yang dihadapi oleh UMKM. Upaya untuk memperkuat UMKM melalui kebijakan publik, khususnya kebijakan fiskal, dapat dilihat pada lampiran 1. Ketiga. Fenomena pembangunan sumberdaya manusia, yang dirangsang oleh kapitalisasi pada berbagai bidang yang semakin menggurita, telah mengubah cara pandang atau mindset bekerja pada sebagian besar anak muda. Kapitalisasi itu pula yang memindahkan asset dari banyak tangan menjadi satu tangan pemodal kuat. Peralihan kepemilikan asset yang tidak didukung oleh kesiapan sistem migrasi mata pencaharian yang memadai, ternyata hanya menghasilkan fenomena beralihnya mata pencaharian dari kelompok owner menjadi tukang dan penjaga. Guliran kapitalisasi yang diikuti oleh skill dan attitude pekerja, serta didukung oleh keluarnya kebijakan jalan pintas, telah memberi ruang untuk terjadinya penguasaan sumberdaya alam oleh pihak asing. Fasilitasi pendidikan sejauh ini belum mampu mentransfer teknologi sebagai konsekwensi kehadiran asing di dalam negeri, namun baru sebatas transfer knowledge saja. Sehingga ketergantungan teknologi dan modal berjalan dalam waktu yang lama. Sementara jenis pekerjaan yang dipilih oleh sebagian besar penduduk adalah kelompok pekerjaan dengan produktivitas rendah dan bercirikan 3D yakni dark, danger, and dirty. Mengatasi residu perubahan melalui penguatan karakter bangsa, bisa dilakukan dengan berbagai cara dan strategi. Melibatkan berbagai komponen bangsa dalam pembangunan manusia, baik melalui jalur persekolahan maupun kemasyarakatan. Dalam konteks pembangunan ekonomi nasional, upaya penguatan karakter harus dimulai dari landasan yang paling pokok yakni konstitusi. Harus diakui amandemen UUD Negera Republik Indonesia menghasilkan

5 berbagai persoalan, dan mengisyaratkan pentingnya evaluasi ulang sehingga landasan yuridis yang dimiliki kembali memuat karakter kuat dalam membangun ekonomi nasional yang berazaskan gotong royong dan kekeluargaan. Kepustakaan Rully Indrawan dkk (2014), Pengembangan UMKM di Kabupaten Majalengka, Litbang Paguyuban Pasundan. Rully Indrawan (2015), Memerangi Kemiskinan dan Kebodohan, Litbang Paguyuban Pasundan; Rully Indrawan, ed. (2016), Strategi dan Kebijakan Pengembangan UMKM, PT Rafika Utama, Bandung;