BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP HAK ASASI MANUSIA. lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP HAK ASASI MANUSIA. lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP HAK ASASI MANUSIA A. Latar belakang lahirnya Hak Asasi Manusia Umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka. Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih konkret, dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan

2 demokrasi. Bill of rights melahirkan asas persamaan. Para pejuang HAM dahulu sudah berketatapan bahwa hak persamaan harus diwujudkan betapapun beratnya resiko yang dihadapi karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan. Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu dengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani, John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham JJ.Roesseau dan Montesqueu. Jadi, walaupun di Perancis sendiri belum dirinci apa HAM itu, tetapi di Amerika Serikat lebih dahulu mencanangkan secara lebih rinci. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu. Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakan tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orang yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property

3 (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya. Jadi, dalam French Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin tumbuhnyademokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya sudah dicanangkan sebelumnya. Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654 tersebut di bawah ini : "The first is freedom of speech and expression everywhere in the world. The second is freedom of every person to worship God in his own way-every where in the world. The third is freedom from want which, translated into world terms, means economic understandings which will secure to every nation a healthy peacetime life for its inhabitants-every where in the world. The fourth is freedom from fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of armaments to such a point and in such a through fashion that no nation will be in a position to commit an act of physical agression against any neighbor-anywhere in the world". Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun B. Prinsip-prinsip di dalam Hak Asasi Manusia 5

4 Hak asasi manusia bersifat universal dan tak dapat dicabut; tidak bisa dibagi; saling berkaitan dan tak bisa dipisah-pisahkan. Hak asasi bersifat universal karena setiap orang terlahir dengan hak yang sama, tanpa memandang di mana mereka tinggal, jenis kelamin atau ras, agama, latar belakang budaya atau etnisnya. Tak bisa dicabut karena hak-hak setiap orang itu tidak akan pernah bisa ditanggalkan dan direbut. Saling bergantung satu sama lain dan tak bisa dipisahpisahkan karena semua hak itu baik hak sipil, politik, sosial, ekonomi, maupun budaya kedudukannya setara dan tidak akan bisa dinikmati sepenuhnya tanpa adanya pemenuhan hak-hak lainnya. Setiap orang diperlakukan secara setara, dan diberi hak pula untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang akan berpengaruh pada hidupnya. Mereka menegakkannya dengan peraturan hukum dan dikuatkan dengan adanya jaminan penuntutan terhadap para pengemban tanggung jawab (negara) untuk mempertanggungjawabkannya dengan standar internasional Bersifat universal dan tak dapat dicabut (universality and inalienability) Hak asasi merupakan hak yang melekat, dan seluruh umat manusia di dunia memikinya. Hak-hak tersebut tidak bisa diserahkan secara sukarela atau dicabut. Hal ini selaras dengan pernyataan yang tercantum dalam pasal 1 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia: Setiap umat manusa dilahirkan merdeka dan sederajat dalam harkat dan martabatnya. 6

5 2. Tidak bisa dibagi (indivisibility) Hak asasi manusia baik hak sipil, politik, sosial, budaya, dan ekomoni semuanya inheren, menyatu dalam harkat- martabat umat manusia. Konsekuensinya, semua orang memiliki status hak yang sama dan sederajat, dan tidak bisa digolong-golongkan berdasarkan tingkatan hirarkis. Pengabaian pada satu hak akan berdampak pada pengabaian hak-hak lainnya. Hak setiap orang untuk bisa memperoleh penghidupan yang layak adalah hak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi: hak tersebut merupakan modal dasar agar setiap orang bisa menikmati hak-hak lainnya, seperti hak atas kesehatan atau hak atas pendidikan. 3. Saling bergantung dan berkaitan satu sama lain (interdependence and interrelatedness) Pemenuhan dari satu hak seringkali bergantung kepada pemenuhan hak lainnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Sebagai contoh, dalam situasi tertentu, hak untuk mendapatkan pendidikan atau hak untuk memperoleh informasi adalah hak yang saling bergantung satu sama lain. 4. Sederajat dan tanpa diskriminasi (equality and non-discrimination) Setiap individu sederajat sebagai umat manusia dan memiliki kebaikan yang inheren dalam harkat-martabatnya masing-masing. Setiap umat manusia berhak sepenuhnya atas hak-haknya tanpa ada pembedaan dengan alasan apapun,

6 seperti yang didasarkan atas perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, etnis, usia, bahasa, agama, pandangan politik dan pandangan lainnya, kewarganegaraan dan latar belakang sosial, cacat dan kekurangan, tingkat kesejahteraan, kelahiran atau status lainnya sebagaimana yang telah dijelaskan oleh badan pelaksana hak asasi manusia. 5. Turut berpartisipasi dan berperan aktif (participation and inclusion) Setiap orang dan seluruh masyarakat berhak untuk turut berperan aktif secara bebas dan berarti dalam partisipasi dan berkontribusi untuk menikmati kehidupan pembangunan, baik kehidupan sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya demi terwujudnya hak asasi dan kebebasan dasar. 6. Ada pertanggungjawaban dan penegakkan hukum (accountability and rule of law). Negara dan para pemangku kewajiban lainnya bertanggung jawab untuk menaati hak asasi. Dalam hal ini, mereka harus tunduk pada norma-norma hukum dan standar yang tercantum di dalam instrumen-instrumen hak asasi manusia. Seandainya mereka gagal dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pihak-pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan tuntutan secara layak, sebelum tuntutan itu diserahkan pada sebuah pengadilan yang kompeten atau ajudikator (penuntut) lain yang sesuai dengan aturan dan prosedur hukum yang berlaku.

7 C. Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional Hak asasi manusia harus dianggap sebagai salah satu dari beberapa pencapaian utama filsafat modern. Pesona moral dan kekuatan revolusionernya telah menjadi penentu jalan sejarah sepanjang 250 tahun terakhir melalui banyak cara yang masih berlangsung. Pernyataannya yang cukup beralasan adalah bahwa HAM merupakan satusatunya sistem nilai yang diakui secara universal, meskipun sistem nilai tersebut, tidak seperti ideologi atau agama, bukan merupakan suatu sitem nilai yang sudah tertutup. Sistem tersebut tidak menawarkan jawaban-jawaban yang sudah siap untuk berbagai pertanyaan tentang kehidupan yang tak terhingga jumlahnya, tetapi sebaliknya, sistem tersebut menawarkan seperangkat standar minimum dan aturan prosedural yang terjalin secara longgar untuk hubungan antar manusia, yang seluruhnya dapat diaplikasikan bukan hanya untuk pemerintahan, badan-badan penegak hukum ataupun militer, tetapi juga pada prinsipnya untuk berbagai badan usaha/bisnis, organisasi internasional ataupun perorangan 7. Fokus HAM adalah tentang kehidupan dan martabat manusia. Martabat seseorang dilanggar ketika mereka menjadi subyek penyiksaan, terpaksa hidup dalam perbudakan dan kemiskinan, seperti tanpa adanya pangan, pakaian, dan perumahan yang minimum. Hak ekonomi, sosial dan budaya lainnya seperti akses terhadap pendidikan, pelayanan kesehatan dan keamanan sosial minimum yang pada dasarnya penting bagi kehidupan bermartabat sebagai penghormatan atas kehidupan pribadi dan keluarga ataupun kebebasan pribadi. 7 Manfred Nowak, Pengantar pada Rezim HAM Internasional, Pustaka HAM Raoul Wallenberg Institute, 2003, hlm 1

8 Hak-hak yang menekankan bahwa manusia bebas memilih tindakan mereka, yang pada dasarnya merupakan manifestasi dari martabat manusia, membentuk inti yang mendasari pembentukan sejumlah hak-hak lainnya, seperti hak-hak kebebasan, hak-hak kesetaraan, hak-hak politik, hak-hak untuk kehidupan ekonomi, hak-hak kolektif, hak-hak prosedural (khususnya untuk pelaksanan hukum pidana), atau hak-hak khusus untuk anak, lanjut usia, orang sakit, orang cacat, orang asing, pencari suaka, dan kelompok-kelompok rentan lainnya. Seluruh hak-hak tersebut diatas memberikan hak hukum kepada seluruh umat manusia untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip kebebasan, kesetaraan dan martabat manusia. Abad pencerahan, yang mengakui hak-hak individu dalam komunitas mereka masing-masing, telah berhasil membebaskan umat manusia dari berbagai pandangan dunia yang lazim pada abad pertengahan, yang ditentukan berdasarkan kewajiban saja. Manusia diciptakan untuk menjadi subyek sistem hukum dan bukan sebagai obyeknya, mereka dibebaskan dari kehidupan yang bersifat pasrah/menyerah dan diberikan hakhak sebagai warga negara. Ini merupakan hal esensial yang membedakan HAM dengan sistem-sistem nilai lainnya, khususnya agama. Proses emansipasi, proses pemberdayaan inilah yang telah membentuk esensi revolusioner dari HAM. HAM merupakan seperangkat standar normatif universal yang tersusun dengan baik dan sah menurut hukum. Adalah elemen universal dan normatif ini yang secara mendasar membedakan HAM dari berbagai pandangan atau sistem nilai dunia lainnya. Beberapa pemerintahan secara bertahap menerima HAM sebagai kewajiban hukum, dan saat Konferensi Dunia tentang HAM di Wina tahun 1993, menyingkirkan pemikiran bahwa HAM hanya merupakan masalah kedaulatan negara. Setidaknya, dalam kasuskasus pelanggaran HAM yang berat ataupun sistematik, komunitas internasional

9 diberikan legitimasi dan bahkan diminta untuk melakukan intervensi, demi kebaikan para korban, untuk melawan pemerintahan atau kekuatan non-pemerintah yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut. Prinsip Universalitas dalam bentuk apapun tidak dapat menghapuskan perbedaan dan kekhususan regional atau nasional. Sesuatu yang valid secara universal adalah prinsip hak-hak yang tidak dapat dicabut, berdasarkan pada martabat manusia, sama dengan berbagai standar minimal lainnya yang diakui oleh hukum kebiasaan internasional ataupun hukum perjanjian internasinal;ini termasuk larangan penyiksaan penyiksaan dan perbudakan, larangan diskriminasi ras dan apartheid, hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasib sendiri atau hak-hak minimal dari anak-anak. Diluar itu tentunya, setiap negara atau organisasi regional bebas menetapkan sendiri HAM mereka, standar yang lebih tinggi atau tambahan lainnya 8. Hukum internasional secara tradisional hubungan antara negara-negara yang berdaulat dan karenanya belum dianggap bertanggung jawab untuk mengatur hubungan antara negara-negara itu dengan para warganegaranya ataupun antar warganegara. Jenis hubungan yang terakhir ini merupakan bagian dari masing-masing negara berdaulat tersebut dan, karena statusnya yang demikian, diatur oleh hukum negara (hukum konstitusi, administratif, pidana dan sipil). Sebagai reaksi atas kekejaman-kekejaman Sosialisme Nasional, hukum internasional baru mulai mengatur hak-hak individual dalam hubungannya dengan pemerintah masing-masing, meskipun masih banyak negara yang menolak menyerahkan bagian yang telah menjadi tradisi dari kedaulatan nasionalnya ini kepada hukum internasional. Itulah sebabnya mengapa 8 Ibid, hlm 4

10 perkembangan perlindungan HAM internasional merupakan suatu pertarungan yang berlangsung melawan kedaulatan nasional. Perkembangan HAM, landasan-landasan filosofisnya serta perwujudan nyata dan legalnya, telah menjadi suatu dialektika dan hampir sepenuhnya merupakan proses yang bersifat revolusioner. Pada tahun 1970an, Karel Vasak, pakar HAM Cekoslovakia, menciptakan ungkapan generasi HAM untuk menggambarkan proses yang terputusputus ini. Asalkan istilah ini tidak digunakan untuk mengimplikasikan bahwa masingmasing generasi pengganti digantikan oleh generasi sebelumnya, istilah ini seringkali digunakan untuk memberikan ilustrasi bagi debat tentang ideologi HAM semasa Perang Dingin. Para pakar lainnya memilih untuk menggunakan istilah dimensi HAM. Tentu saja, terlalu sederhana apabila mencoba dan mengklasifikasikan semua hak-hak asasi manusia ke dalam tiga generasi atau dimensi, tetapi hal tersebut merupakan cerminan jernih dari diskusi-diskusis grafis tentang HAM yang terjadi antara Barat, Timur dan Selatan. Negara-negara di Barat suka menekankan, dan sebagian sangat yakin hingga hari ini, bahwa hak sipil dan politik merupakan generasi pertama, yaitu hak-hak liberal untuk dicampuri dan hak partisipasi demokratik yang terkandung dalam konsep HAM klasik, merupakan hak-hak asasi yang sesungguhnya dalam arti hakhak individu yang dapat ditegakkan oleh hukum terhadap negara. Pandangan yang terbatas ini tercermin dalam beberapa konstitusi Barat, serta dalam teori konstitusi liberal tentang hak-hak dasar dan jurusprudensi dari banyak institusi pengadilan di Eropa, AS dan negara-negara lainnya. Pandangan tersebut membatasi HAM pada hubungan vertikal antara negara dengan individu dan pada pengaduan individual terhadap campur tangan negara.

11 Konsep sosialis tentang generasi kedua adalah sama sempitnya karena konsep tersebut mengklaim bahwa hak-hak sipil dan politik hanya akan membantu dan mendukung kepentingan-kepentingan kapitalis untuk memisahkan negara dan masyarakat. Akibatnya, satu-satunya HAM adalah yang didasarkan pada harmonisasi kepentingan-kepentingan individu dan kolektif dalam masyarakat sosialis, dengan kata lain, hak ekonomi, sosial dan budaya sudah dengan sendirinya dipahami. Oleh karena itu, tugas negara adalah menjamin hak-hak atas pekerjaan, jaminan sosial, pangan, perumahan, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya melalui pemberian manfaatmanfaat yang positif. Generasi ketiga dari hak kolektif masyarakat (dari kelompok selatan) mencoba menambahkan dimensi ketiga pada HAM, yang mendekat pada konsep universalisme. Mengingat kerapuhan HAM di Selatan, dan di Afrika khususnya, yang sebagian penyebabnya adalah berabad-abad sejarah kolonialisme dan imperialisme, mengemukakan bahwa hak-hak individu pada tataran nasional tidak akan memecahkan masalah. Perlindungan HAM internasional, daripada dibatasi pada pemantauan internasional oleh negara-negara pengamat HAM, harus dapat menjamin bahwa bangsabangsa di Selatan diberikan hak-hak solidaritas kolektif seperti bangsa-bangsa di utara. Pasal 28 dari Deklarasi Universal HAM pada tahun 1948 memberikan landasan untuk konsep generasi ketiga ini, menyatakan bahwa setiap orang berhak atas ketertiban sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang dikemukakan dalam Deklarasi ini dapat diwujudkan sepenuhnya. Hak-hak pokok dari generasi ketiga adalah hak untuk menentukan nasib sendiri, yang pada pokoknya ditafsirkan sebagai hak-hak terjajah atas kemerdekaan politik dari kekuasaan-kekuasaan kolonial Eropa dan kebebasan mengatur sumber daya alam, serta hak atas pembangunan yang ditentukan sendiri, yang sangat erat berhubungan dengan hak-hak yang disebutkan sebelumnya.

12 Konsep tiga generasi ini mendapatkan rumusan normatifnya dalam Kovenan Internasional PBB tahun 1966 (Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, termasuk didalamnya hak untuk menentukan nasib sendiri seperti tertuang dalam ayat satu dari kedua Piagam tersebut), dan dalam Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Bangsa, Subyek hukum hak asasi manusia internasional adalah sebuah entitas (seorang individu secara fisik, sekelompok orang, sebuah perusahaan atau organisasi) yang memiliki hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada prinsipnya, suatu subjek hukum internasional dapat menerapkan haknya atau mengajukan perkara ke hadapan pengadilan internasional, ia juga dapat mengikatkan dirinya dengan subyek hukum lainnya melalui perjanjian, dan subyek hukum lainnya dapat melakukan kontrol (dalam konteks dan tingkatan tertentu) terhadap bagaimana sebuah subyek hukum melaksanakan wewenang dan tanggung jawabnya. Negara merupakan fokus utama hukum internasional. Organisasi internasional seperti PBB dan juga individu dapat menjadi subjek hukum internasional. Peraturan yang sama juga berlaku bagi hukum hak asasi manusia internasional, karena dasar dari hukum hak asasi manusia internasional adalah hukum internasional. Pada masa-masa awal diasumsikan, sesuai dengan teori status dari Georg Jellinek ( status negativus = hak-hak liberal untuk tidak dicampuri-tangani, status activus = hak-hak partisipasi demokrasi, status positivus = hak-hak social yang 9 Ibid, hlm 26.

13 menuntut aksi positif dari negara ) dan teori tiga generasi HAM ) bahwa berkaitan dengan hak-hak sipil negara berkewajiban untuk tidak melakukan intervensi, sedangkan berkaitan dengan hak-hak ekonomi dan sosial negara berkewajiban memberikan layanan-layanan positif saja. Sejak ketakterpisahan dan saling bergantung HAM telah dibuat menjadi sangat jelas maka secara bertahap dapat diterima bahwa pada prinsipnya negara berkewajiban untuk menghormati, memenuhi dan melindungi seluruh HAM. Kewajiban untuk menghormati HAM mengacu pada kewajiban untuk menghindari tindakan intervensi oleh negara, mempersyaratkan bahwa yang disebutkan terakhir tadi tidak dapat diterima berdasarkan klausul-klausul tentang keterbatasan dan kondisi hokum yang relevan. Intervensi-intervensi yang tidak dapat dijustifikasi dianggap sebagai pelanggaran terhadap HAM terkait. Oleh karena itu hak untuk hidup berkorespondensi dengan kewajiban negara untuk tidak melakukan pembunuha; hak atas integritas fisik dan mental berkorespondensi dengan kewajiban negara untuk tidak melakukan penyiksaan; hak untuk memilih berkorespondensi kewajiban negara untuk tidak menyingkirkan orang dari pemilihan umum demokratis secara sewenang-wenang; sementara hak untuk mendapatkan pekerjaan, kesehatan dan pendidikan berkorespondensi dengan kewajiban negara untuk tidak menyingkirkan orang secara sewenang-wenang dari sistem pasar tenaga kerja, layanan kesehatan dan pendidikan.

14 Kewajiban untuk memenuhi HAM mengacu pada kewajiban negara untuk mengambil tindakan-tindakan legislatif, administratif, peradilan dan praktis yang diperlukan untuk memastikan bahwa hak-hak yang diperhatikan dilaksanakan sebesar mungkin. Tekanan khusus dalam konteks ini ditempatkan pada konsep pencegahan. Kewajiban untuk melindungi HAM juga menuntut aksi negara yang positif, namun berbeda dari kewajiban-kewajiban untuk memenuhi yang disebutkan diatas tadi yang ditujukan untuk menghindari pelanggaran HAM oleh orang sebagai pribadi. Meskipun pada prinsipnya diakui, cakupan sesungguhnya dari perlindungan negara terhadap orang-orang sebagai pribadi sangatlah controversial dan tidak jelas baik dalam teori maupun praktiknya. D. Perjanjian-perjanjian Internasional yang mengatur tentang hak-hak asasi manusia Dalam masyarakat internasional dewasa ini, perjanjian internasional memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar negara. Melalui perjanjian internasional, tiap negara menggariskan dasar kerjasama mereka, mengatur berbagai kegiatan, menyelesaikan berbagai masalah demi kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri. Dalam dunia yang ditandai saling ketergantungan dewasa ini, tidak ada satu negara yang tidak mempunyai perjanjian dengan negara lain dan tidak ada satu negara yang tidak diatur oleh perjanjian dalam kehidupan internasionalnya.

15 Perjanjian internasional yang pada hakekatnya merupakan sumber hukum internasional yang utama adalah instrumen-instrumen yuridik yang menampung kehendak dan persetujuan negara atau subjek hukum internasional lainnya untuk mencapai tujuan bersama. Persetujuan bersama yang dirumuskan dalam perjanjian tersebut merupakan dasar hukum internasional untuk mengatur kegiatan negara-negara atau subjek hukum internasional lainnya di dunia ini. Oleh karena pembuatan perjanjian merupakan perbuatan hukum maka ia akan mengikat pihak-pihak pada perjanjian tersebut. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa ciri-ciri suatu perjanjian internasional ialah bahwa ia dibuat oleh subjek hukum internasional, pembuatannya diatur oleh hukum internasional dan akibatnya mengikat subjek-subjek yang menjadi pihak. Sampai tahun 1969, pembuatan perjanjian-perjanjian internasional hanya diatur oleh hukum kebiasaan. Berdasarkan draft pasal-pasal yang disiapkan oleh Komisi Hukum Internasional, diselenggarakan suatu Konferensi Internasional di Wina dari tanggal 26 Maret s/d 24 Mei 1968 dan dari tanggal 9 April s/d 22 Mei 1969 untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut. Konferensi kemudian melahirkan Vienna Convention on the Law of Treaties yang ditandatangani tanggal 23 Mei Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal 27 Januari 1980 dan telah merupakan hukum

16 internasional positif. Sampai Desember 1999, sudah 90 negara menjadi pihak pada Konvensi tersebut 10. Praktek pembuatan perjanjian di antara negara-negara selama ini telah melahirkan berbagai bentuk terminologi perjanjian internasional yang kadang kala berbeda pemakaiannya menurut negara, wilayah maupun jenis perangkat internasionalnya. Terminologi yang digunakan atas perangkat internasional tersebut umumnya tidak meengurangi hak dan kewajiban yang terkandung didalamnya. Suatu terminologi perjanjian internasional digunakan berdasarkan permasalahan yang diatur dan dengan memperhatikan keinginan para pihak pada perjanjian tersebut dan dampak politisnya terhadap mereka. Walaupun judul suatu perjanjian internasional dapat beragam, namun apabila ditelaah lebih lanjut, pengelompokan suatu perjanjian dalam judul tertentu dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kesamaan materi yang diatur. Selain itu, penggunaan judul tertentu pada suatu perjanjian internasional juga dilakukan untuk menunjukkan bahwa materi tersebut memiliki bobot kerjasama yang berbeda tingkatannya dengan perjanjian internasional lainnya, atau untuk menunjukkan hubungan antara perjanjian internasional tersebut dengan perjanjian-perjanjian internasional lainnya yang telah dibuat sebelumnya. 10 DR, Boer Mauna, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Alumni, Edisi ke , hlm 83

17 Konvensi Wina tahun 1969 mengenai Hukum Perjanjian dan Konvensi Wina tahun 1986 mengenai Hukum Perjanjian antara Negara dan Organisasi Internasional atau antara Organisasi-organisasi Internasional tidak melakukan pembedaan atas berbagai bentuk perjanjian internasional. Selain itu, Pasal 102 Piagam PBB hanya membedakan perjanjian internasional menurut terminologi treaty dan international agreement, yang hingga saat ini pun tidak ada defenisi yang tegas antara kedua terminologi tersebut 11. PBB mempunyai kontribusi yang sangat penting dalam pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi diseluruh dunia. Tiga tahun setelah PBB berdiri, Majelis Umum mencanangkan Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights ) pada tanggal 10 Desember dapat dikatakan bahwa Deklarasi tersebut merupakan tonggak sejarah bagi perkembangan hak-hak asasi manusia, sebagai standar umum untuk mencapai keberhasilan bagi semua rakyat dan semua bangsa 12. Deklarasi tersebut terdiri dari 30 pasal yang mengumandangkan seruan agar rakyat menggalakkan dan menjamin pengakuan yang efektif dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan yang telah ditetapkan dalam Deklarasi. Deklarasi Universal tersebut diterima oleh 49 negara, tidak ada yang menentang, 9 abstein dan berisikan hak-hak sipil dan politik tradisional beserta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak yang diuraikan dalam Deklarasi tersebut dapat dikatakan sebagai sintesa antara konsepsi liberal Barat dan konsepsi sosialis. Dalam 11 Ibid, hlm Basic facts about the United Nations, hlm 218.

18 Deklarasi Universal tersebut belum ada ketentuan mengenai hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri 13. Setelah diterimanya Deklarasi Universal pada tahun 1948, timbullah pemikiran uintuk mengukuhkan pemajuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi dalam dokumen-dokumen yuridik yang mengikat negara-negara yang menjadi pihak. Bila Deklarasi Universal hanya bersifat himbauan betapapun nilai politis dan historisnya, dokumen-dokumen yuridik hak-hak asasi mengingat sifatnya yang mengikat akan dapat mengawasi pelaksanaan yang efektif hak-hak asasi tersebut. Sejalan dengan itu maka pada tanggal 16 Desember 1966, Majelis Umum menerima dua perjanjian mengenai hak-hak asasi manusia yaitu International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights dan International Covenant on Civil and Political Rights. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam kedua perjanjian tersebut adalah hasil dari upaya yang lama dan matang, berisikan hak-hak yang telah menjadi klasik dan dirumuskan secara rinci sebagai pencerminan dari kompromi antara negara-negara anggota. Yang baru dalam kedua perjanjian tersebut adalah disebutkannya hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri termasuk hak untuk mengatur kekayaan dan sumber-sumber nasional secara bebas seperti tercantum pada Pasal 1 masing-masing Perjanjian. Perjanjian Internasional mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mulai berlaku sepuluh tahun kemudian yaitu tanggal 3 Januari 1976 dan sampai bulan 13 Ibid, hlm 681

19 Desember 2003 sudah diratifikasi oleh 148 negara 14. Perjanjian Internasional ini berupaya meningkatkan dan melindungi 3 kategori hak yaitu: 1. hak untuk bekerja dalam kondisi yang adil dan menguntungkan; 2. hak atas perlindungan sosial, standar hidup yang pantas, standar kesejahteraan fisik dan mental tertinggi yang bisa dicapai; 3. hak atas pendidikan dan hak untuk menikmati manfaat kebebasan kebudayaan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Perjanjian tentang Hak-hak Sipil dan Politik dengan Protokol Opsional Pertamanya mulai berlaku pada bulan Maret Sampai bulan Desember 2003 Perjanjian tersebut telah diratifikasi oleh 151 negara dan Protokol Opsional Pertamanya telah diratifikasi oleh 104 negara. Protokol Opsional Pertama ini merupakan instrumen prosedural yang memberikan hak petisi kepada individu-individu yang memenuhi semua persyaratan untuk melakukannya. Pada tanggal 15 Desember 1989, PBB mengesahkan Protokol Opsional Kedua yang secara khusus mengatur upaya-upaya yang ditujukan untuk menghapuskan hukuman mati. Protokol kedua ini mulai berlaku tanggal 11 Juli 1991 sesuai dengan Pasal 8 (1) nya. Perjanjian tersebut mencakup hak-hak seperti kebebasan bergerak, persamaan di depan hukum, praduga tidak bersalah, kebebasan berpikir, berkesadaran dan beragama, kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat, kebebasan berserikat, berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan dan pemilihan umum dan perlindungan terhadap kelompok-kelompok minoritas. Perjanjian itu juga melarang perampasan secara sewenang-wenang atas kehidupan;penyiksaan, perlakuan, atau hukuman yang kejam atau merendahkan martabat;perbudakan, kerja 14 Basic facts, 2004, op.cit, hlm 228

20 paksa;penangkapan atau penahanan secara sewenang-wenang dan lain-lainnya. Deklarasi Universal bersama dengan Perjanjian mengenai hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya beserta Perjanjian tentang hak-hak Sipil dan Politik bersama Protokol Opsionalnya dinamakan International Bill of Human Rights. Deklarasi Universal telah memberikan inspirasi terhadap sekitar 80 konvensi, deklarasi atau dokumen lainnya mengenai hak-hak asasi manusia antara lain: 1. konvensi tentang Pencegahan dari penghukuman terhadap Kejahatan Pemusnahan Ras ( Convention on the Protection and Punishment of the Crime of Genocide ) tahun konvensi ini merupakan jawaban terhadap kekejamankekejaman yang terjadi selama Perang Dunia II dan mengkategorikan kejahatan pemusnahan ras sebagai perbuatan untuk menghancurkan kelompok-kelompok nasional etnis atau agama serta meminta negara-negara untuk mengadili para pelaku kejahatan tersebut. 2. Konvensi tentang status para pengungsi ( Convention Relating to the Status of Refugees ) tahun Konvensi ini menjelaskan hak-hak dan kewajiban para pengungsi, terutama hak mereka untuk tidak dipaksa kembali ke negeri mereka dan membuat ketentuan-ketentuan untuk mengatur berbagai aspek kehidupan mereka sehari-hari termasuk hak untuk bekerja, pendidikan, bantuan publik dan jaminan sosial. Protokol yang berkaitan dengan status pengungsi ini diterima SMU PBB pada tanggal 16 Desember 1966 dan mulai berlaku pada tanggal 4 Oktober 1967 sesuai dengan pasal VIII Konvensi tersebut.

21 3. Konvensi internasional mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination) tahun Konvensi ini sampai bulan Desember 2003 telah diratifikasi oleh dari 169 negara.. Konvensi ini mengutuk segala macam bentuk diskriminasi rasial dan meminta negara-negara mengambil tindakan-tindakan untuk menghapuskan diskriminasi tersebut baik dari segi hukum maupun dalam praktiknya. Konvensi ini juga mempunyai badan pemantau (monitoring body) yaitu Komite Untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial yang bertugas untuk mempelajari laporan dari negara-negara pihak dan dalam hal-hal tertentu menerima petisi dari individu-individu atas pelanggaran hak-hak mereka yang dilindungi oleh Konvensi. 4. Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination against Women) Sampai bulan Desember 2003, Konvensi ini telah diratifikasi oleh 175 negara 15. Konvensi ini memberikan jaminan hak yang sama di depan hukum antara wanita dan pria dan menjelaskan tindakan-tindakan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap wanita sehubungan dengan kehidupan politik dan publik, kewarganegaran, pendidikan, lapangan kerja, kesehatan, perkawinan, dan keluarga. Konvensi juga mendirikan Komite tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita sebagai badan yang memantau implementasi ketentuan-ketentuan Konvensi dan membahas laporan dari negara-negara pihak. Perundingan-perundingan telah dilakukan semenjak tahun 1996 untuk membuat suatu protokol dari Konvensi yang akan memungkinkan 15 Ibid, hlm 684

22 individu-individu untuk menyampaikan pengaduan mereka atas pelanggaranpelanggaran yang dilakukan terhadap Konvensi. 5. Konvensi menentang Penyiksaaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam dan tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) tahun Sampai pada bulan Desember 2003 Konvensi tersebut sudah diratifikasi oleh 134 negara 16. Konvensi ini mengkategorikan penyiksaan sebagai kejahatan internasional dan meminta negara bertanggungjawab untuk mencegah penyiksaan dan menghukum para pelakunya. Juga dibentuk Komite menentang Penyiksaan yang bertugas bukan saja mempelajari laporan negara-negara mengenai pelaksanaan Konvensi tetapi juga dapat melakukan investigasi di negara-negara yang diperkirakan mempraktikan penyiksaan secara sistematik. Bahkan, juga sudah ada seorang pelapor khusus (Special Rapporteur on the Question of Torture) yang diangkat oleh Komisi Hak-hak Asasi Manusia (KHAM) untuk membuat laporan tahunan mengenai praktik penyiksaan di seluruh dunia dan membuat rekomendasi kepada pemerintah negara-negara pihak untuk menghentikan praktik tersebut. 6. Konvensi mengenai Hak-hak Anak (Convention on the Rights of Child) tahun1989. Konvensi ini menegaskan hak-hak anak-anak untuk memperoleh perlindungan dan kesempatan serta fasilitas khusus bagi kesehatan dan 16 Ibid, hlm 684

23 pertumbuhan mereka secara normal. Konvensi ini paling banyak diratifikasi dengan jumlah 192 negara pada bulan Desember Konvensi ini juga membentuk Komite tentang Hak-hak Anak yang mengawasi implementasi ketentuan-ketentuan Konvensi dan membahas laporan-laporan yang disampaikan negara-negara anggota. Enam Konvensi inti yang disebutkan di atas merupakan perjanjian-perjanjian HAM PBB yang didukung oleh mekanisme pemantauan independen sekarang ini. Pada 1 Juli 2003, Konvensi Internasional Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan anggota Keluarganya tahun 1990 mulai berlaku, yang juga mengatur pembentukan Komite Pekerja Migran tersendiri dengan 10 pakar (setelah pengesahan ke-41 oleh suatu negara, komite itu akan meningkat menjadi 14 anggota yang berwenang untuk memeriksa laporan negara, komunikasi antar negara dan individu. Perjanjian HAM inti ketujuh ini berisi daftar keseluruhan hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya pekerja migran dan keluarganya, tetapi sebagian besar negara industri, tempat sebenarnya para pekerja migran tinggal (sering di bawah kondisi yang tidak bisa diterima), menolak kewajiban perjanjian ini. Sesaat setelah 31 Mei 2003, 21 negara meratifikasi Konvensi Pekerja Migran, di antara mereka hanya Azerbaijan dan Bosnia dan Herzegovina yang merupakan anggota Dewan Eropa. Perjanjian utama HAM PBB lainnya adalah sebagai berikut (menunjukkan tahun diadopsinya dan mulai pemberlakuannya) : Konvensi Perbudakan (1926/27) Protokol mengamandemen Konvensi Perbudakan tahun 1926 (1953/53)

24 Konvensi Suplementer tentang Penghapusan Perbudakan, Perdagangan Budak, serta Lembaga dan Praktik yang menyerupai Perbudakan (1926/57) Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida (1948/51) Empat Konvensi Jenewa tentang Hukum Humaniter (1949/50) Dua protokol tambahan pada Konvensi Jenewa (1977/78) Konvensi yang Berkaitan dengan Status Pengungsi (1951/54) Protokol yang berkaitan dengan status pengungsi (1967/67) Konvensi yang berkaitan dengan Status Orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan (1954/60) Konvensi Pengurangan Ketiadaan Kewarganegaraan (1961/75) Konvensi Persetujuan Atas Pernikahan, Usia minimal Pernikahan dan Pendaftaran Pernikahan (1962/64) Konvensi Internasional Pengendalian dan Penghukuman Kejahatan Apartheid (1973/76) Konvensi Internasional Perlindungan Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (1990/2003) 17. Dengan instrumen-instrumen internasional ini, PBB telah menciptakan kerangka kerja standar minimum universal normatif. Meskipun proses kodifikasi HAM bisa dianggap selesai, Komisi HAM terus menetapkan standarnya untuk menjawab tantangan baru atau meningkatkan mekanisme pemantauan internasional. 17 Manfred Nowak, Pengantar Pada Rezim HAM Internasional, hlm 101

25 Hampir semua Konvensi tersebut dilengkapi dengan mekanisme pengawasan atau badan pemantau untuk mengawasi apakah negara-negara pihak telah melaksanakan dengan baik ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi disamping terbukanya pula kemungkinan bagi individu-individu untuk menyampaikan pengaduan bila terjadi pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Walaupun pada umumnya tidak mempunyai kekuatan represif, pembentukan badan-badan pemantau tersebut telah merupakan suatu kemajuan penting dalam upaya perlindungan internasional atas hak-hak asasi manusia di berbagai negara.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on

Lebih terperinci

Sambutan Dirjen HAM dalam acara peluncuran buku ajar Hukum Hak Asasi Manusia Pusham UII, Yogyakarta, 14 Maret 2009

Sambutan Dirjen HAM dalam acara peluncuran buku ajar Hukum Hak Asasi Manusia Pusham UII, Yogyakarta, 14 Maret 2009 Sambutan Dirjen HAM dalam acara peluncuran buku ajar Hukum Hak Asasi Manusia Pusham UII, Yogyakarta, 14 Maret 2009 Assalamualaikum warahmatullah hiwabarakatuh, salam sejahtera untuk kita semua. Yth, Rektor

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri Latar Historis dan Filosofis (1) Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN

Lebih terperinci

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA HAM MERUPAKAN BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL SUMBER HUKUM INTERNASIONAL: (Pasal 38.1 Statuta Mahkamah Internasional) Konvensi internasional; Kebiasaan internasional

Lebih terperinci

Negara Hukum. Manusia

Negara Hukum. Manusia Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia Negara hukum / Rule of Law / Rechtsstaat yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di Eropa Negara demokrasi adalah negara hukum, namun negara hukum belum

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 09 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Hak Asasi Manusia : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA PASAL 1

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA PASAL 1 PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang tersebut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

Dikdik Baehaqi Arif

Dikdik Baehaqi Arif Dikdik Baehaqi Arif dik2baehaqi@yahoo.com PENGERTIAN HAM HAM adalah hak- hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia Idak dapat hidup sebagai manusia (Jan Materson) PENGERTIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN A. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1. Sejarah Convention on the Elimination of All Discrimination Against

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA. Pengertian HAM

HAK ASASI MANUSIA. Pengertian HAM HAK ASASI MANUSIA Pengertian HAM HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati yang fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap

Lebih terperinci

INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 24, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM

HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM Oleh : ANI PURWANTI, SH.M.Hum. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 PENGERTIAN HAM HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat

Lebih terperinci

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Pengantar Memahami Hak Ekosob M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Manusia dan Perjuangan Pemajuan Hak Asasinya Semua manusia memperjuangkan hak hidup layak. Agama menginspirasi perjuangan manusia itu. Berbagai

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999 6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan Hak mendapatkan pengajaran Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat C. Konsep

Lebih terperinci

PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekua

PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekua Hak Azazi Manusia 2012 PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekuasaan atau wewenang yang dimiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP INDEKS KEMAJUAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP INDEKS KEMAJUAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Aji Wibowo - Tinjauan Yuridis Terhadap Indeks Kemajuan Hak Asasi Manusia di Indonesia TINJAUAN YURIDIS TERHADAP INDEKS KEMAJUAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh: AJI WIBOWO Dosen di Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI

Lebih terperinci

MAKALAH. Mengenal Konvensi-konvensi. Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H.

MAKALAH. Mengenal Konvensi-konvensi. Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H. Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH Mengenal Konvensi-konvensi Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H. TRAINING

Lebih terperinci

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap manusia dan bersifat Universal B. Jenis jenis HAM -Menurut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan 1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Lebih terperinci

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2013 PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ANAK Hak Asasi Manusia atau yang dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Santika Makassar, 30 Mei 2 Juni 2011 MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta Ifdhal Kasim

Lebih terperinci

Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir RINA KURNIAWATI, SHI, MH

Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir RINA KURNIAWATI, SHI, MH Modul ke: HAK ASASI MANUSIA Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir Fakultas FAKULTAS www.mercubuana.ac.id RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi DEFINISI Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah

Lebih terperinci

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum

Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum Indonesia merupakan negara yang ikut dalam Deklarasi HAM, berimplikasi terhadap revisi Hukum melalui amandemen UUD 1945 dengan ditambahkannya Bab XA tentang HAM yang

Lebih terperinci

MENGELUARKAN PENDAPAT BERLANDASKAN PANCASILA

MENGELUARKAN PENDAPAT BERLANDASKAN PANCASILA MENGELUARKAN PENDAPAT BERLANDASKAN PANCASILA Kebebasan berpendapat di muka umum adalah salah satu bentuk demokrasi dan bagian dari Hak Asasi Manusi serta keberadaannya pun dilindungi oleh undang-undang.

Lebih terperinci

PANCASILA HAK ASASI MANUSIA

PANCASILA HAK ASASI MANUSIA PANCASILA HAK ASASI MANUSIA Nama : Benny Priyo Hartanto NIM : 11.01.2855 Program Studi Dosen : D3-TI : Irton, SE., M.Si STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Tahun 2011 / 2012 ABSTRAK Hak asasi manusia adalah hak-hak

Lebih terperinci

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) KONSEP DASAR HAM Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Kompetensi Dasar : 3.1 Menganalisis upaya pemajuan, Penghormatan,

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Mukadimah Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB III HAK ASASI MANUSIA DAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Dra.Hj.Rosdiah Salam, M.Pd. Dra. Nurfaizah, M.Hum. Drs. Latri S,

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender

Lebih terperinci

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA MUKADIMAH Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

HAM KEWARGANEGARAAN. Hak Asasi Manusia FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

HAM KEWARGANEGARAAN. Hak Asasi Manusia FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KEWARGANEGARAAN HAM Hak Asasi Manusia Disusun oleh : Lanny Ariani (125100601111013) Khanza Jasmine (125100601111015) Budi Satriyo (125100601111017) Avia Intan Rafiqa (125100601111019) FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

HAM, PEREMPUAN DAN HAK KONSTITUSIONAL 1. Oleh Dian Kartikasari 2

HAM, PEREMPUAN DAN HAK KONSTITUSIONAL 1. Oleh Dian Kartikasari 2 HAM, PEREMPUAN DAN HAK KONSTITUSIONAL 1 Oleh Dian Kartikasari 2 1. Hak Asasi Manusia Dalam Kamus Bersar Bahasa Indonesia (KBBI), hak adalah milik, kepunyaan, kewenangan atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu

Lebih terperinci

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

perkebunan kelapa sawit di Indonesia Problem HAM perkebunan kelapa sawit di Indonesia Disampaikan oleh : Abdul Haris Semendawai, SH, LL.M Dalam Workshop : Penyusunan Manual Investigasi Sawit Diselenggaran oleh : Sawit Watch 18 Desember 2004,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA DOSEN PENGAMPU : HARI SUDIBYO S.KOM UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA NAMA: HERI SANTOSO NIM: 11.11.5151

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd HAK AZASI MANUSIA Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd Hak Asasi Manusia (HAM) Universal Declaration of Human Right UU RI No. 39 Tahun 1999 Landasan Hukum HAM di Indonesia Universal Declaration of Human

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

KEWARGANEGARAAN NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika KEWARGANEGARAAN Modul ke: NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan Pengertian dan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNASIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHT (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun 1945 Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA NASIONAL INTERNASIONAL LOKAL / DAERAH INTERNASIONAL dalam konteks pergaulan antar bangsa (Internasional) Penghargaan dan

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108

Lebih terperinci

RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA INDONFSIA BARU. Oleh: Dr Hafid Abbas Dirjen Perlindungan HAM

RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA INDONFSIA BARU. Oleh: Dr Hafid Abbas Dirjen Perlindungan HAM RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA INDONFSIA BARU Oleh: Dr Hafid Abbas Dirjen Perlindungan HAM RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin Tujuan Instruksional Khusus 1. Menyebutkan definisi dan pengertian rule of law 2.

Lebih terperinci

BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia;

BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia; BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA A. Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat: 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: HAK ASASI MANUSIA. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: HAK ASASI MANUSIA. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN. KEWARGANEGARAAN Modul ke: HAK ASASI MANUSIA by Fakultas FEB Syahlan A. Sume Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id HAK ASASI MANUSIA Pokok Bahasan: 1.Pengertian Hak Asasi Manusia. 2. Tujuan Hak Asasi

Lebih terperinci

Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA. Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia

Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA. Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA Yogyakarta, 10 11 Maret 2009 Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia Oleh: Miranda Risang Ayu, SH, LLM, PHD WORKSHOP SILABUS

Lebih terperinci

Mengakui di satu pihak, bahwa hak-hak dasar manusia berasal dari sifat-sifat umat manusia,

Mengakui di satu pihak, bahwa hak-hak dasar manusia berasal dari sifat-sifat umat manusia, Piagam (Banjul) Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Penduduk (1982) Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk CAB/LEG/67/3 rev. 5, 21 I.L.M.58 (Nairobi, Kenya, 1982).Berlaku pada 21 Oktober

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III)

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

MAKALAH. Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa. Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI)

MAKALAH. Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa. Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI) PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Jogjakarta Plaza Hotel, 26-30 September 2011 MAKALAH Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI) Ifdhal Kasim Komisi Nasional

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI Antonio Prajasto Roichatul Aswidah Indonesia telah mengalami proses demokrasi lebih dari satu dekade terhitung sejak mundurnya Soeharto pada 1998. Kebebasan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

A. Instrumen Perlindungan Hukum PLRT

A. Instrumen Perlindungan Hukum PLRT A. Instrumen Perlindungan Hukum PLRT Perlindungan hukum merupakan perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap warga negaranya dengan menggunakan sarana hukum atau berlandaskan pada hukum dan aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human

BAB I PENDAHULUAN. Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul Hak-hak individu lebih sering dilekatkan dengan kata Hak Asasi Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human Rights. Pada saat ini hak-hak asasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk CAB/LEG/67/3 rev. 5, 21 I.L.M.58 (Nairobi, Kenya, 1982) Berlaku pada 21 Oktober 1986.

Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk CAB/LEG/67/3 rev. 5, 21 I.L.M.58 (Nairobi, Kenya, 1982) Berlaku pada 21 Oktober 1986. S.3. Region Afrika S.3.1. Piagam (Banjul) Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Penduduk (1982) Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk CAB/LEG/67/3 rev. 5, 21 I.L.M.58 (Nairobi, Kenya,

Lebih terperinci

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 19 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN PBB terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mencapai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

Lebih terperinci