SUPLEMENTASI DAUN BANGUN-BANGUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SUPLEMENTASI DAUN BANGUN-BANGUN"

Transkripsi

1 SUPLEMENTASI DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour) DAN ZINC-VITAMIN E DALAM RANSUM UNTUK MEMPERBAIKI METABOLISME DAN PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH SIENTJE DAISY RUMETOR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Suplementasi Daun Bangun- Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam Ransum untuk memperbaiki Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini. Bogor, Juli 2008 Sientje Daisy Rumetor NIM D

3 ABSTRAK SIENTJE DAISY RUMETOR. Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam ransum untuk memperbaiki Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah. Dibimbing oleh JAJAT JACHJA, REVIANY WIDJAJAKUSUMA, IDAT GALIH PERMANA dan I KETUT SUTAMA. Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam ransum untuk memperbaiki metabolisme dan produksi susu pada kambing peranakan etawah. Penelitian dilaksanakan dalam dua percobaan, yang diawali dengan penanaman daun bangun-bangun. Pada percobaan pertama, 6 perlakuan dievaluasi melalui percobaan in vitro, yang dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) meningkatkan kecernaan bahan kering ( %), bahan organik ( %) dan produksi VFA total ( %), dengan keeratan hubungan positif, tetapi tidak ada interaksi di antara kedua suplemen. Penambahan daun bangun-bangun dalam ransum menurunkan produksi NH 3 ( %), ph rumen ( poin) dan jumlah mikroba sebesar (1 4 (x 10 5 )) cfu/ml dalam rumen kambing PE in vitro, atau memiliki keeratan hubungan negatif, tetapi di antara level daun bangun-bangun tidak terdapat perbedaan (P>0.01). Pada percobaan kedua, 8 perlakuan diuji melalui percobaan in vivo terhadap 24 ekor kambing PE. Percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa interaksi pengaruh di antara suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) meningkatkan konsumsi zat gizi ( %), kadar komponen kimia dalam darah ( %), kadar Hb dan RBC darah ( g/dl dan (x10 5 ml)), produksi dan komposisi susu ( % dan 0.87 % %), serta tetap mempertahankan kadar ph darah pada dan menghasilkan bobot badan anak lebih tinggi yaitu berkisar antara kg pada umur 16 minggu. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam ransum, dapat digunakan untuk memperbaiki metabolisme dan meningkatkan produksi dan kualitas susu kambing PE. Kata kunci : coleus amboinicus, zn-vitamin E, metabolisme rumen, produksi susu, kambing PE

4 ABSTRACT SIENTJE DAISY RUMETOR. Supplementation of Bangun-Bangun Leaf (Coleus amboinicus Lour) and Zinc-Vitamin E in ration to improve Metabolism and Milk Production of Etawah Grade Goats. Under supervision of JAJAT JACHJA, REVIANY WIDJAJAKUSUMA, IDAT GALIH PERMANA and I KETUT SUTAMA. The main objective of this study was to investigated the effects of bangunbangun leaf (Coleus amboinicus Lour) and zinc-vitamin E supplementation in basal ration to improve rumen metabolism and milk production of etawah grade goats. This study was conducted in two experiments. In the first experiment, 6 treatments were evaluated using in vitro batch cultures, with a factorial randomized block design. It was found that bangun-bangun leaf and Zn-vitamin E supplementation significantly (P<0.01) increased dry matter (DM) and organic matter (OM) digestibility and Volatile Fatty Acid (VFA) concentrations %, % and % respectively, in positive correlations. Supplementation of bangun-bangun leaf was decreased amonia (NH 3 ) concentration ( %), rumen ph ( point) and total microbe (1-4 (x 10 5 ) cfu/ml) in vitro rumen fluid of etawah grade goats, or has negative correlations, but between bangun-bangun leaf levels, not significant (P>0.01). In the second experiment, 8 treatments were evaluated by in vivo experiment using 24 etawah goats, with factorial randomized block design. There were significant (P<0.01) interaction effect between bangun bangun leaf and Zn-vitamin E supplementation on some parameters measured. Treatments were increased nutrient consumption ( %), blood component ( %), Hb and RBC blood ( g/dl and (x10 5 ml)), milk production and composition ( % and %), but blood ph was not influenced and also body weight of weaning is kg at 16 weeks was higher compared to control. In conclusion, bangun-bangun leaf and Zn-vitamin E suplementation could be use to improve metabolism and milk yield and quality in etawah goat. Keyword : coleus amboinicus, zn-vitamin E, rumen metabolism, milk production, etawah grade goat

5 RINGKASAN SIENTJE DAISY RUMETOR. Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam ransum untuk memperbaiki Metabolisme Rumen dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah. Dibimbing oleh JAJAT JACHJA, REVIANY WIDJAJAKUSUMA, IDAT GALIH PERMANA dan I KETUT SUTAMA. Tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia belum memenuhi standar kecukupan protein yang ditetapkan pemerintah Indonesia. Kecukupan gizi ini seharusnya dipenuhi dengan mengkonsumsi pangan asal hewan di antaranya susu. Namun pola konsumsi susu, hanya terfokus pada satu jenis yaitu susu asal sapi perah, yang hanya tersedia di beberapa daerah tertentu saja. Kambing perah dari jenis PE sekarang ini telah mulai dikembangkan terutama di daerah-daerah yang kurang cocok untuk sapi perah. Namun produksi susu ternak ini masih rendah. Selain rendahnya mutu pakan, optimalisasi metabolisme rumen juga sangat mempengaruhi produksi susu. Perbaikan mutu pakan dapat dilakukan melalui suplementasi atau fortifikasi, di antaranya dengan suplementasi daun bangunbangun (Coleus amboinicus Lour). Tanaman ini telah diuji dapat membantu menstimulasi produksi susu pada manusia dan tikus. Selain itu, proses metabolisme yang berlangsung dalam rumen, penyerapan zat gizi dan ketersediaan zat gizi dalam darah untuk proses pembentukan air susu, harus optimal. Suplementasi Zn-vitamin E dapat membantu proses tersebut. Berdasarkan asumsi di atas, penelitian ini dirancang dalam dua percobaan, yang dimulai dengan percobaan pendahuluan, yaitu percobaan untuk memahami terlebih dahulu karakteristik dan kandungan gizi tanaman. Percobaan pertama adalah percobaan in vitro, untuk menguji efek suplementasi daun bangun-bangun dan Znvitamin E terhadap metabolisme rumen in vitro dan percobaan kedua adalah percobaan in vivo, untuk mengaplikasikan suplementasi daun bangun-bangun dan Znvitamin E dalam ransum kambing PE dan mengkaji efeknya terhadap produksi susu. Selama persiapan dan penanaman daun bangun-bangun (percobaan pendahuluan), diketahui beberapa karakter tanaman yaitu mudah dibiakkan dengan stek. Tanaman ini tidak tahan terhadap curah hujan dan penyinaran yang berlebihan (mudah busuk atau layu), dapat tumbuh lebih baik apabila terdapat tanaman pelindung dan dapat dipanen pada umur 3 bulan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa zat gizi yang terkandung dalam daun bangun-bangun cukup baik. Kandungan gizi yang cukup tinggi dalam daun bangun-bangun, mempengaruhi kandungan gizi ransum secara keseluruhan. Pada percobaan in vitro, didapatkan bahwa akibat suplementasi daun bangunbangun ada perbaikan metabolisme rumen in vitro, melalui perubahan beberapa peubah yaitu KCBK, KCBO dan produksi VFA, yang masing-masing meningkat

6 %, % dan %. Adanya peningkatan kecernaan terjadi karena aktivitas senyawa carvacrol yang dapat mereduksi kecepatan deaminasi asam amino dan degradasi dan juga dapat mengurangi kecepatan peptidolisis, serta fungsi katalitik Zn-vitamin E. Hasil penelitian juga memperlihatkan penurunan produksi N-NH 3 in vitro sebesar %. Penurunan kadar NH3 yang signifikan, terjadi karena reaksi senyawa aktif thymol dalam daun bangun-bangun. Senyawa ini adalah isomer senyawa carvacrol yang memiliki efek terbalik dengan carvacrol. Selain itu, diduga terjadi perubahan populasi mikroba yaitu populasi mikroba proteolitik menurun, sedangkan populasi mikroba selulolitik meningkat, sehingga produksi NH 3, mengalami penurunan. Nilai ph dan jumlah mikroba rumen in vitro dalam penelitian ini juga menurun, berturut-turut sebesar poin dan 1 4 (x 10 5 ) cfu/ml, namun masih berada dalam kisaran normal. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kadar VFA, sehingga kadar ph menurun dan penurunan ini mempengaruhi jumlah mikroba. Peningkatan produksi VFA dan penurunan produksi N-NH 3 menggambarkan adanya perubahan populasi mikroba yaitu menurunnya populasi mikroba proteolitik dan meningkatnya populasi mikroba selulolitik. Pada percobaan in vivo, diperoleh bahwa interaksi pengaruh di antara suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) meningkatkan konsumsi zat gizi ( %), kadar komponen kimia dalam darah ( %), kadar Hb dan RBC darah/dl ( g/dl dan (x10 5 ml)), produksi dan komposisi susu ( % dan 0.87 % %), serta tetap mempertahankan kadar ph darah pada dan menghasilkan bobot badan anak lebih tinggi yaitu berkisar antara kg pada umur 16 minggu. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan tersebut adalah palatabilitas pakan, dalam hal ini daun bangun-bangun dengan kandungan gizinya yang cukup tinggi. Selain itu, senyawa aktif dalam daun bangun-bangun yang bersifat buffer dan penstabil, dapat mempertahankan kadar ph darah. Meningkatnya kadar Hb dan RBC dalam darah disebabkan karena ketersediaan Fe dalam daun bangun-bangun yang cukup baik serta adanya suplementasi Zn-vitamin E dan ketersediaan mineral lain dalam darah yang mengalami peningkatan, sehingga proses sintesis Hb menjadi lebih baik. Kadar RBC darah erat kaitannya dengan kadar Hb darah. Interaksi pengaruh di antara suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) terhadap produksi susu dan semakin tinggi level penggunaan daun bangun-bangun, semakin meningkat produksi susu. Peningkatan ini cukup tinggi, yaitu berturut-turut sebesar %, % dan %, untuk setiap level penggunaan daun bangun- bangun 3, 6 dan 9 g/kg BB dan Zn-vitamin E, sedangkan komposisi susu meningkat sebesar %. Meningkatnya kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan seekor ternak, sangat tergantung dari berbagai aspek yang terlibat dalam proses laktasi. Aspek tersebut adalah aspek nutrisi, fisiologi dan biokimiawi. Aspek lainnya yang terlibat dalam proses produksi susu adalah senyawa aktif dalam daun bangun-bangun yang bersifat laktagogue. Ketersediaan precursor dan dibantu senyawa aktif yang bersifat laktagogue, proses sintesis susu distimulir. Adanya interaksi dengan Zn-vitamin E, juga meningkatkan

7 proses metabolisme rumen, sehingga ketersediaan precursor dalam darah semakin meningkat. Terdapat korelasi positif antara metabolit darah dengan komposisi susu. Semakin meningkat kadar metabolit darah, semakin meningkat komposisi zat gizi susu. yang dihasilkan akan berbeda. Bobot badan anak yang menyusu pada induk yang diberi ransum dengan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E, lebih tinggi dibandingkan bobot badan anak yang menyusu pada induk yang diberi ransum tanpa suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Bobot badan ini juga mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya level suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dapat digunakan sebagai suplemen dalam ransum kambing PE untuk memperbaiki metabolisme, produksi dan kualitas susu. Kata kunci : coleus amboinicus, zn-vitamin E, metabolisme rumen, produksi susu, kambing PE

8 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun, tanpa izin IPB

9 SUPLEMENTASI DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour) DAN ZINC-VITAMIN E DALAM RANSUM UNTUK MEMPERBAIKI METABOLISME DAN PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH SIENTJE DAISY RUMETOR Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ternak SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

10 Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Suryahadi DEA Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Drh. Sjamsul Bahri, MS 2. Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.AgrSc

11 Judul Disertasi : Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam Ransum untuk memperbaiki Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah Nama : Sientje Daisy Rumetor NIM : D Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Jajat Jachja, M.Agr Ketua Prof. Drh. Reviany Widjajakusuma, PhD, M.Sc Anggota Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc Anggota Dr. Ir. I Ketut Sutama, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Departemen INTP Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 29 Juli 2008 Tanggal Lulus :

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah Bapa melalui puteranya Jesus Kristus, atas limpahan kasih, berkat dan anugerahnya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juli 2005 sampai dengan Maret 2007 ini adalah meningkatkan produktivitas kambing peranakan etawah, dengan judul Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam Ransum untuk memperbaiki Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir. Jajat Jachja, Prof.Drh. Reviany Widjajakusuma, M.Sc, PhD, Dr.Ir. Idat Galih Permana, M.Sc dan Dr.Ir. I Ketut Sutama, M.Sc selaku pembimbing, yang telah banyak memberi arahan dan koreksi selama proses penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada almarhum Prof. Dr. Toha Sutardi, M.Sc, yang sempat menjadi pembimbing akademik dan banyak memberikan kontribusi pemikiran yang bermanfaat. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Pascasarjana IPB, Dekan Fapet IPB dan seluruh Staf Dosen Fapet IPB, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk studi di IPB. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi dan Staf, atas bantuan fasilitas penelitian, Rektor Universitas Negeri Papua (UNIPA) dan Dekan Fakultas Peternakan, Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPPK) UNIPA, atas kesempatan tugas belajar dan bantuan dana untuk penyelesaian studi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Departemen pendidikan Nasional melalui DITJEN DIKTI, atas beasiswa yang diberikan sehingga memungkinkan penulis mengikuti Program Pascasarjana di IPB. Kepada PEMDA Provinsi Papua Barat dan PEMDA Kabupaten Manokwari, penulis juga menyampaikan terima kasih atas bantuan dana penelitian. Ungkapan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas sumbangan pemikiran, dukungan moril bahkan bantuan materil, selama penulis studi di IPB. Kepada Papa, Mama, Bapak Mertua dan Almarhumah Ibu Mertua, Kakak-Kakak dan Adik-Adik di Girian-Bitung

13 dan Semarang, hormat dan terima kasih atas dukungan doa dan bantuan materil. Dengan segala hormat dan kasih penulis persembahkan karya ini untuk suami tercinta Irba Unggul Warsono dan anak-anak tersayang Arbitta Arum Sientiasari dan Rinaldi Amanda Magista, yang juga sedang berjuang dalam studi mereka. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat Bogor, Mei 2008 Sientje Daisy Rumetor

14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bitung, Sulawesi Utara, pada tanggal 22 November 1962, sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari ayah Jan Gerson Rumetor dan Ibu Joe Po Tjoe. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus tahun Pada tahun 1991 penulis diterima di program magister pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, dan menamatkannya pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, penulis peroleh pada tahun Saat ini penulis bekerja sebagai Lektor Kepala di Fakultas Peternakan dan Ilmu Kelautan (FPPK) Universitas Negeri Papua Manokwari, sejak tahun 1987, dalam bidang Nutrisi Ternak. Selama mengikuti program S3, penulis menjadi anggota Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia. Karya ilmiah berjudul Karakteristik Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan efek sinergisnya bersama Zinc-Vitamin E untuk memperbaiki Produksi Susu Kambing Pearanakan Etawah akan diterbitkan dalam Jurnal Beccariana 2008 dan karya ilmiah berjudul Suplementasi Daun Bangun- Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam Ransum untuk memperbaiki Metabolisme in vitro dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah, akan diterbitkan dalam Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

15 DAFTAR ISI Halaman PRAKATA... DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR.... DAFTAR LAMPIRAN. PENDAHULUAN... Latar Belakang. Tujuan Penelitian.... Hipotesis.. Manfaat Penelitian... TINJAUAN PUSTAKA... Kambing Peranakan Etawah - Potensi.. - Pakan.. Daun Bangun-Bangun. Mineral Zn.. Vitamin E..... Pencernaan dan Metabolisme Pada Ternak Ruminansia... - Tingkat Konsumsi... - Proses Pencernaan. - Metabolisme Karbohidrat. - Metabolisme Lemak. - Metabolisme Protein. - Metabolisme Mineral Zn.. - Metabolisme Vitamin E. Laktasi Biosintesis dan Sekresi Susu Faktor yang mempengaruhi Produksi Susu... - Komposisi Zat Gizi Susu..... PERSIAPAN TANAMAN DAUN BANGUN-BANGUN UNTUK PERCOBAAN IN VITRO DAN IN VIVO Pendahuluan Bahan dan Metode... - Waktu dan Tempat Bahan Penelitian... - Metode Penelitian.. - Analsis Statistik.. xii xviii xx xxii

16 Hasil dan Pembahasan.. - Karakteristik Tanaman... - Komposisi Gizi - Produksi.. Simpulan SUPLEMENTASI DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour) DAN Zn-VITAMIN E DALAM RANSUM TERHADAP METABOLISME RUMEN IN VITRO KAMBING PE Pendahuluan.. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Bahan Penelitian.. - Metode Penelitian. - Analsis Statistik Hasil dan Pembahasan - Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik. - Produksi VFA Total. - Produksi N-NH ph Cairan Rumen. - Mikroba Cairan Rumen Simpulan SUPLEMENTASI DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour) DAN Zn-VITAMIN E DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI SUSU KAMBING PE Pendahuluan.. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Bahan Penelitian.. - Metode Penelitian. - Analisis Statistik Hasil dan Pembahasan - Performa Kambing Penelitian. - Metabolisme Rumen - Konsumsi Bahan Kering dan Zat Gizi Ransum. - Komponen Kimia dalam Darah.. - Kadar ph, Hb dan RBC Darah - Produksi Susu - Produksi Susu Selama Laktasi dan FCM (Fat Corrected Milk).. - Komposisi Zat Gizi Susu - Bobot Badan Anak Kambing PE Simpulan

17 PEMBAHASAN UMUM... SIMPULAN DAN SARAN Simpulan.. - Saran DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN

18 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Rekomendasi Kebutuhan Zat Gizi Kambing Perah. 8 2 Beberapa variasi nama Coleus amboinicus Lour Kandungan senyawa aktif dalam Coleus amboinicus Lour.. 4 Beberapa Senyawa Penting lainnya dalam Daun Bangun- Bangun (Coleus amboinicus Lour.) dan Efek farmakologis nya 5 Komponen utama dan proporsinya dalam Daun Bangun- Bangun (Coleus amboinicus Lour.) 6 Perbandingan beberapa komponen susu dengan precursor (material serupa) dalam darah ternak sapi 7 Variasi komposisi susu beberapa species ternak dan manusia 8 Hasil analisis komposisi susu kambing dari beberapa peneliti. 9 Perbedaan komposisi susu kambing PE pada waktu pemerahan pagi dan sore hari.. 10 Syarat fisik dan kimia minimal yang harus dipenuhi susu menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) susu. 11 Komposisi zat gizi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour.) Komposisi bahan penyusun ransum Komposisi zat gizi ransum perlakuan Perlakuan yang diuji dalam penelitian in vitro 52

19 15 Kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro dari ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan Znvitamin E 16 Produksi VFA total in vitro dari ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E.. 17 Produksi N-NH 3 in vitro dari ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E Kadar ph cairan rumen in vitro Jumlah mikroba cairan rumen in vitro Komposisi zat gizi ransum basal (R0) dan ransum basal + Zn-vitamin E (R1) serta daun bangun-bangun yang digunakan. 21 Perlakuan yang dikenakan terhadap kambing PE dalam penelitian Kelompok bobot badan, lama bunting dan bobot lahir anak kambing PE Konsumsi bahan kering dan zat gizi makro kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. 24 Konsumsi zat gizi mikro kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E.. 25 Kadar komponen kimia makro dalam darah kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. 26 Kadar komponen kimia mikro dalam darah kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. 27 Kadar ph, Hb dan RBC dalam darah kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Znvitamin E Produksi susu kambing PE yang diberi pakan suplementasi 94

20 daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E Komposisi zat gizi makro susu kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E 30 Komposisi zat gizi susu mikro kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E

21 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Jenis kambing peranakan etawah. 7 2 Jenis tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour.) Struktur vitamin E Vitamin E dalam membrane sel Metabolisme karbohidrat pada ruminansia 24 6 Metabolisme lemak pada ruminansia Metabolisme protein pada ruminansia Kelenjar susu ternak perah Mekanisme pelepasan hormon dan ekskresi susu Kurva produksi susu, konsumsi energi dan keseimbangan energi pada kambing laktasi pertama Karakteristik tanaman daun bangun-bangun Keeratan hubungan di antara variabel penentu metabolisme rumen in vitro Kambing PE yang digunakan dalam penelitian Model pengacakan perlakuan dan penempatan dalam setiap unit kandang Penempatan ternak dalam unit kandang percobaan Pengaruh suplementasi daun bangun-bangun terhadap produksi susu kambing PE selama laktasi 17 Interaksi pengaruh suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E terhadap produksi susu kambing PE selama laktasi 98 99

22 18 Bobot badan anak kambing yang menyusu pada induk dengan ransum suplementasi daun bangun-bangun 19 Bobot badan anak kambing yang menyusu pada induk dengan ransum suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E

23 DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1 Hasil pembibitan dan penanaman daun bangun-bangun di lapangan.. 2 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap koefisien cerna bahan kering in vitro. 3 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap koefisien cerna bahan organik in vitro 4 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi VFA total in vitro.. 5 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi N-NH 3 in vitro.. 6 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap ph cairan rumen in vitro 7 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah mikroba cairan rumen in vitro.. 8 Rata-rata konsumsi bahan kering hijauan induk kambing PE selama penelitian.. 9 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi bahan kering ransum kambing PE 10 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi protein ransum kambing PE. 11 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi lemak ransum kambing PE Hasil analisis ragam dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap konsumsi serat kasar ransum kambing PE 13 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi TDN ransum kambing PE Halaman

24 14 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi Ca ransum kambing PE 15 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi P ransum kambing PE.. 16 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi Zn ransum kambing PE 17 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi vitamin E ransum kambing PE. 18 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar protein darah kambing PE. 19 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar lemak darah kambing PE.. 20 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar glukosa darah kambing PE. 21 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar Ca darah kambing PE. 22 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar P darah kambing PE 23 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar Zn darah kambing PE. 24 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar vitamin E darah kambing PE 25 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap ph darah kambing PE. 26 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap Hb darah kambing PE Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap RBC darah kambing PE. 28 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi susu dan FCM kambing PE

25 29 Data bobot badan induk kambing PE setelah partus dan selama menyusui. 30 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar protein susu kambing PE 31 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar lemak susu kambing PE 32 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar laktosa susu kambing PE. 33 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar Ca susu kambing PE. 34 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar P susu kambing PE 35 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar Zn susu kambing PE Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar vitamin E susu kambing PE

26 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu misi pembangunan peternakan adalah membangun sumberdaya manusia (SDM) berkualitas, melalui penyediaan pangan asal hewan (PAH) berupa ikan, daging, telur dan susu, yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH), untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein (Wasito 2005). Berdasarkan National Socio Economic Survey (2007), yang dilaporkan oleh BPS (2008), konsumsi energi masyarakat Indonesia baru mencapai kkal/kapita/hari di tahun 2005, bahkan menurun menjadi kkal/kapita/hari di tahun Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan standar kebutuhan energi yaitu kkal/kapita/hari. Demikian halnya konsumsi protein hewani asal ternak hanya sebesar 4.46 g/kapita/hari, dibandingkan dengan standar kebutuhan nasional, sebesar 6 g/kapita/hari. Jumlah konsumsi tersebut terdiri dari konsumsi protein asal daging 1.95 g/kapita/hari, telur 2.00 g/kapita/hari dan susu 0.51 g/kapita per hari atau setara dengan 2.94 kg susu /kapita/tahun. Pada Tahun 2001 konsumsi susu mencapai 4.0 kg/kapita/tahun, dan sampai dengan tahun 2005 mengalami peningkatan cukup signifikan yaitu %, tetapi pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 7.38 %. Kondisi ini disebabkan banyak faktor, terutama akibat keterpurukan ekonomi (Siswono 2006). Perkembangan konsumsi dan permintaan susu ini, diikuti dengan peningkatan produksi susu asal sapi perah sebesar 7.78 % atau mencapai 34.1 juta liter pada tahun Namun demikian, jumlah ini belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, sehingga masih dilakukan impor susu dari Australia dan Selandia Baru, rata-rata 30.5 ton/tahun (BPS 2008). Saat ini, selain sapi perah, sedang digalakkan pula pengembangan ternak perah lainnya, yang memiliki potensi dan prospek sangat baik sebagai penghasil susu di antaranya kambing Peranakan Etawah (PE). Keunggulan kambing PE telah banyak dipublikasikan, di antaranya dapat beradaptasi di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk tipe dwiguna, memiliki sifat reproduksi yang baik (Sodiq et al. 2002) dan

27 susu kambing bernilai gizi tinggi, serta berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit di antaranya asma dan TBC (Moeljanto and Wiryanta 2002). Kelebihan lain susu kambing ditengarai memiliki kandungan fluorine cukup tinggi, yang bermanfaat sebagai antiseptik alami dan diduga dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam tubuh. Selain itu, efek laksatif proteinnya rendah, sehingga tidak menyebabkan diare dan globula lemaknya kecil, sehingga mudah diserap (Damayanti 2002). Namun, realita yang ada menunjukkan bahwa perkembang-biakan kambing PE masih mengalami kendala, dalam hal kuantitas produksi susu yang masih terbilang rendah, yaitu liter/ekor/hari (Balitnak 2004, Afandi 2007) dan tingkat mortalitas anak yang cukup tinggi dari lahir sampai disapih yaitu % (Devendra and Burns 1994). Rendahnya produksi susu erat kaitannya dengan rendahnya mutu pakan dan kurang optimalnya metabolisme rumen. Menurut Haenlein (2008), nilai heritability produksi susu adalah 0.25, sehingga diindikasikan bahwa produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik sebesar 25 %, sedangkan 75 % lainnya ditentukan oleh faktor lingkungan di antaranya pakan. Hal ini menunjukkan bahwa produksi susu pada kambing PE masih dapat dioptimalkan melalui perbaikan mutu pakan. Dengan kata lain, melalui perbaikan pakan, produksi susu kambing PE di Indonesia dapat ditingkatkan mendekati produksi susu kambing etawah yaitu 3.5 liter/ekor/hari (Devendra and Burns 1994). Perbaikan pakan dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya dengan fortifikasi, suplementasi maupun dengan pemanfaatan jenis pakan yang berpotensi meningkatkan produksi susu. Dari berbagai informasi diketahui bahwa selain daun katuk, jenis tanaman lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi susu adalah daun bangun-bangun (Depkes 2005). Lawrence et al. (2005) menyatakan bahwa dalam tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) ditemukan tiga komponen utama yang berkhasiat, yaitu komponen yang bersifat laktagogue, komponen zat gizi, dan komponen farmakoseutika. Hal ini telah dibuktikan melalui beberapa penelitian, di antaranya Silitonga (1993) yang mendapatkan bahwa terjadi peningkatan produksi susu sampai 30 % pada tikus putih dan pertumbuhan anak lebih

28 baik. Demikian halnya penelitian yang dilakukan Santosa (2001), memperlihatkan peningkatan produksi air susu ibu (ASI) sampai 47.4 % pada ibu menyusui dan pertambahan bobot badan bayi lebih tinggi. Penelitian lain yang dilakukan Damanik et al. (2001), menunjukkan bahwa pada ibu melahirkan, konsumsi daun bangunbangun membantu mengontrol postpartum bleeding dan berperan sebagai uterine cleansing agent, sedangkan pada ibu menyusui, konsumsi daun bangun-bangun dapat menstimulir produksi susu, tanpa efek merugikan. Tinggi rendahnya produksi susu juga tergantung dari proses metabolisme yang berlangsung dalam tubuh ternak. Kondisi ini adalah kenyataan yang dihadapi peternak akibat model pemberian pakan, yang hanya dititik beratkan pada pemenuhan kebutuhan protein dan energi semata (zat gizi makro), sedangkan zat gizi mikronya kurang diperhatikan. Keseimbangan protein dan energi memang sangat diperlukan untuk produktivitas optimal dari ternak ruminansia, namun tidak jarang terlihat secara visual produksi dan reproduksi ternak masih tidak normal, bahkan sering timbul simptom klinis, walaupun bahan makanan yang diberikan pada ternak cukup banyak. Pada kondisi seperti ini, praduga dapat diarahkan kepada ketidakseimbangan zat gizi mikro yaitu mineral dan vitamin. Menurut Ziegler (1996), banyak mineral berperan penting dalam metabolisme, di antaranya mineral Zn yang berfungsi sebagai kofaktor dari banyak enzim metabolisme. Piliang (2000) menyatakan bahwa melalui beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa mineral Zn kurang tersedia dalam pakan hijauan. Hasil analisis Hartadi et al. (1995) mendapatkan bahwa kandungan Zn dalam hijauan pakan ruminansia di Indonesia hanya berkisar antara mg/kg bahan kering, sehingga menurut Adiati et al. (2001), apabila mengacu pada rata-rata konsumsi bahan kering sebesar 3% dari bobot badan per hari, maka kambing PE hanya mendapatkan asupan Zn sebesar mg/kg bahan kering per hari. Padahal NRC (1981), merekomendasikan kebutuhan Zn kambing perah seharusnya di atas 40 mg/kg BK ransum per hari dan secara kontinyu harus disuplai, sebab hanya sedikit Zn yang disimpan tubuh dalam bentuk tersedia siap pakai. Namun, kebutuhan ini sangat

29 tergantung dari beberapa faktor seperti umur, bobot badan, jenis kelamin dan status fisiologi (Cousins 1996). Pentingnya ketersediaan Zn, menjadi dasar perlunya suplementasi Zn dalam pakan ruminansia. Mineral Zn merupakan faktor penting dalam proses metabolisme, karena Zn sebagai kofaktor lebih dari 30 macam enzim yang berfungsi dalam proses metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat (Riis 1983). Selain itu, Zn berperan dalam pemeliharaan fungsi sistem imun, untuk pembentukan antibodi yang menjaga daya tahan tubuh ternak (Frandson 1992). Rendahnya ketersediaan Zn dapat menyebabkan gangguan metabolisme, sehingga ketersediaan zat gizi dalam darah, yang dibutuhkan baik untuk daya tahan tubuh maupun proses produksi menjadi berkurang. Meskipun demikian, menurut Cousins (1996), Zn dalam ransum tidak sepenuhnya dapat dimetabolisme dan dimanfaatkan oleh ternak. Zn hanya mampu diserap sebesar ± 33%. Untuk membantu penyerapan Zn, ada komponen lain yang terlibat dalam mekanisme biokimia ini. Komponen yang dimaksud adalah vitamin, salah satunya vitamin E. Menurut Lonnerdal (1988), vitamin E bersama-sama Zn, sangat penting untuk menjaga kesehatan dan memelihara performans. Mekanisme interaksi Zn-vitamin E terjadi pada level membran. Zn dapat memperbaiki integritas membran, sedangkan vitamin E memelihara struktur membran dan melindungi dari stress peroksidasi. Dengan demikian, Zn-vitamin E secara sinergis mempertahankan integritas membran sel. Hasil penelitian Hurley et al. (1983), mendapatkan bahwa transport Zn atau vitamin E melewati membran sel tergantung pada level Zn atau vitamin E dalam membran. Vitamin E juga memiliki fungsi penting lain yaitu mempertahankan produksi optimal, pertumbuhan normal, melindungi sel darah dari hemolisis, dan terlibat dalam metabolisme terutama metabolisme lemak yaitu dengan membantu penyerapan lemak dan mencegah oksidasi asam lemak (Sokol 1996). Selain itu, dapat meningkatkan hipersensitivitas lambat dari sistem imun, yaitu suatu respons imunologis untuk melawan kanker, parasit dan infeksi kronis (Vitahealth, 2004).

30 Peran vitamin E dalam membantu penyerapan Zn diharapkan dapat memperbaiki metabolisme dan memicu peran daun bangun-bangun dalam meningkatkan produksi susu. Selain itu, sebagai antioksidan, vitamin E dapat menghambat proses oksidasi lemak susu, sehingga dapat mendukung upaya peningkatan preferensi konsumen terhadap susu kambing yang masih rendah karena bau susu yang menjadi faktor pembatas. Padahal dari segi komposisi kimia, susu kambing lebih tinggi dibanding susu sapi (Walstra et al. 1999), bahkan setara dengan air susu ibu (Akers 2002). Berdasarkan informasi di atas diketahui bahwa sampai saat ini penelitian yang menjadi landasan bagi aplikasi pemanfaatan daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zn-vitamin E dalam ransum, untuk mengetahui peranannya dalam memperbaiki metabolisme rumen dan meningkatkan produksi susu kambing PE belum pernah dikaji, sehingga penelitian ini perlu dilakukan. Tujuan Penelitian Berdasarkan pembahasan terhadap masalah-masalah yang dikemukakan di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk : 1. Mengkaji pengaruh suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum terhadap metabolisme in vitro dan produksi susu. 2. Mengkaji mekanisme fisiologis interaksi pengaruh suplementasi daun bangunbangun dan Zn-vitamin E dalam ransum terhadap metabolisme in vitro dan produksi susu. 3. Mengkaji respon peningkatan pertumbuhan anak selama menyusu pada induk yang mendapat ransum mengandung daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum memberikan pengaruh positif terhadap perbaikan metabolisme in vitro dan produksi susu.

31 2. Terdapat suatu mekanisme fisiologis spesifik dan interaksi pengaruh yang positif di antara daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam memperbaiki metabolisme in vitro dan produksi susu. 3. Suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E menghasilkan pertumbuhan anak yang lebih baik. Manfaat Penelitian Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat : 1. Menambah informasi mengenai manfaat daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam memperbaiki metabolisme dan meningkatkan produksi susu, sehingga dapat membantu upaya peningkatan produktivitas kambing PE melalui perbaikan pakan. 2. Menghasilkan anak kambing PE yang berbobot badan lebih tinggi. 3. Meningkatkan nilai tambah tanaman tradisional dan memasyarakatkan penggunaannya baik terhadap ternak maupun manusia.

32 TINJAUAN PUSTAKA Kambing Peranakan Etawah Potensi Kambing perah sering dianggap miniatur atau bentuk kecil dari sapi perah. Meskipun banyak persamaan, tetapi perbedaan di antara kedua ternak ini sangat nyata, baik dari sifat produksi maupun reproduksinya. Dengan meningkatnya permintaan susu kambing, maka populasi kambing perah juga mengalami peningkatan. Saat ini, populasi kambing di Indonesia mencapai ekor, yang mengalami peningkatan 3.14 % dibanding tahun sebelumnya (Ditjennak 2006). Salah satu jenis kambing perah yang sekarang ini mulai mendapat perhatian serius adalah kambing peranakan etawah (PE) (Gambar 1). Pemeliharaan kambing ini memberikan pengaruh besar terhadap sistem pertanian pedesaan, karena telah beradaptasi baik di sebagian besar wilayah Indonesia. Kambing PE adalah hasil persilangan kambing etawah (jamnapari) dan kambing kacang, dengan proporsi genotipe yang tidak jelas. Jenis kambing ini memiliki cirri bentuk muka cembung, telinga panjang menggantung, postur tubuh tinggi, panjang dan agak ramping (Balitnak 2004). Gambar 1 Jenis kambing peranakan etawah (PE)

33 Perkembangbiakan kambing PE relatif cepat, karena dapat beradaptasi dengan berbagai jenis hijauan pakan (Tomaszewska et al. 1993), dan memiliki keunggulan reproduksi seperti mencapai pubertas pada umur bulan, siklus birahi hari, lama birahi jam dan lama bunting berkisar antara hari (Sutama et al. 1996). Selain itu, kambing ini memiliki jumlah anak sekelahiran berkisar 1 3 ekor, bobot lahir anak berkisar kg, berat sapih kg. Keuntungan lain dari kambing PE adalah termasuk tipe dwiguna, yaitu dapat menghasilkan daging dan susu. Produksi susunya berkisar liter/ekor/hari, sepanjang masa laktasi antara 5 6 bulan, dengan masa kering 2 3 bulan (Balitnak 2004). Saat ini produksi susu kambing telah memberikan kontribusi sebesar 35 % terhadap total produksi susu dunia, atau mengalami peningkatan cukup berarti dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 9 % (Weinstein 2005). Susu kambing juga memiliki harga jual yang cukup tinggi yaitu berikisar Rp Rp per liter (Afandi 2007). Pakan Pakan untuk ternak perah menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas susu, bahkan dapat mempengaruhi kesehatan sapi baik fisik maupun reproduksi. Itulah sebabnya pemberian pakan pada ternak perah harus sesuai dengan kebutuhan. Rekomendasi kebutuhan nutrisi kambing perah (NRC 1981) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rekomendasi kebutuhan zat gizi kambing perah STATUS BB 30 Kg, Produksi Susu 1 liter, kadar Lemak 4 % KEBUTUHAN BAHAN KERING PROTEIN KASAR TDN (kg) (kg) (kg)

34 Kebutuhan zat gizi ternak perah sangat erat hubungannya dengan bobot hidup dan tingkat produksi. Bahkan pada setiap bulan dalam masa laktasi selera makan ternak dapat berubah. Oleh karena itu, perlu pengaturan pemberian pakan pada awal dan akhir laktasi. Pada awal laktasi biasanya akan terjadi neraca negatif, karena zat makanan lebih banyak dikeluarkan ke dalam air susu, feces serta urine dan jumlahnya melebihi jumlah yang diperoleh dari makanan. Dengan demikian, kekurangan zat makanan akan diambil dari tubuh, sehingga ternak akan kehilangan bobot badan. Hal ini tidak dapat dicegah, meskipun dengan meningkatkan jumlah pemberian pakan, karena pada saat berproduksi dan setelah beranak, pakan diperlukan untuk pemulihan kondisi tubuh ternak dan pertumbuhan anak. Sebaliknya, pada akhir laktasi diperlukan penambahan jumlah pakan, untuk mengantisipasi kehilangan bobot badan (Sutardi 1981). Pakan ternak perah secara umum terbagi atas dua kategori yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan yang biasa diberikan biasanya yang bersifat bulky, tinggi serat dan relatif rendah kandungan energinya, seperti rumput pastura, hay, silase, daundaunan dan hijauan lainnya, sedangkan konsentrat dapat tersusun dari jagung, gandum dan bahan lainnya yang merupakan sumber protein atau energi, tetapi rendah serat kasar (Sudono et al. 2003). Rumput raja adalah satu di antara sekian banyak jenis hijauan pakan, yang biasa digunakan sebagai pakan kambing PE. Hijauan ini memiliki kandungan gizi baik dan mudah ditanam, sehingga menjadi pilihan dalam penyediaan hijauan (Balitnak 2004). Selain jenis tanaman konvensional yang sudah dikenal, beberapa jenis tanaman lain mulai mendapat perhatian untuk digunakan sebagai pakan, seperti tanaman herba. Dipilihnya jenis tanaman ini berkaitan dengan ditemukannya manfaat tanaman tersebut, baik dalam memperbaiki gizi ransum, maupun efek fisiologis dan farmakologisnya. Jenis tanaman herba yang mulai dicobakan pada ternak di antaranya daun katuk dan daun bangun-bangun (Depkes 2005).

35 Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) Daun bangun-bangun (Gambar 2) atau Coleus amboinicus Lour adalah jenis tanaman herba, yang telah lama dikenal di beberapa daerah di Indonesia, terutama daerah Sumatera, khususnya masyarakat Batak (Depkes 2005) dan bahkan telah tersebar luas diberbagai negara terutama negara-negara Asia (NHEI 2005). Gambar 2 Jenis tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) Tanaman ini memiliki beberapa sinonim nama seperti Coleus aromaticus Benth, Coleus carnosus Hassk., Coleus suborbiculata Zoll. & Mor., Plectranthus aromaticus Roxb. (Heyne 1987), Coleus suganda Blanco (Depkes 2005) atau Plectranthus amboinicus (Menendez and Gonzales 1999, EEBC 2005, NHEI 2005). Di Indonesia dan berbagai negara lain, daun bangun-bangun dikenal dengan banyak variasi nama, seperti pada Tabel 2. Selain memiliki banyak sinonim nama,

36 ternyata jenis tanaman coleus memiliki banyak varietas di antaranya Compact Grey (Hamilton 2006), Mexicant Mint dan Hortela Gorda (Kress 2007). Setiap varietas memiliki fungsi farmakologis yang berbeda. Tabel 2 Beberapa variasi nama Coleus amboinicus Lour. Nama Negara Daerah Di Nama Indonesia 1 Lain 2 Batak Bangun-bangun, Australia Five in one Torbangun Madura Daun kambing India Ajma paan, Karpooravalli Patharchur, Pashanbandha, Sunda Aceran East Timor Soldar Flores Majha nereng Philipine Suganda Jawa Daun jinten, Malaysia Daun bangun-bangun daun hati-hati, daun kucing Bali Iwak Portugal Oregano, Cuban oregano, Puerto Rican oregano Timor Kumuetu Vietnam Can day la, Rau cang, Rau thom lun Melayu Sukan Negara lainnya Mother of Herbs, Spanish Thyme, Indian Borage atau Broadleaf Thyme 1 Heyne (1987), BPPT (2002), Depkes (2005) 2 Iyer (2004), Shipard (2005), Allen (2006) Berdasarkan sistematika klasifikasi tanaman (Heyne 1987, USDA 2005), daun bangun-bangun termasuk dalam : Kingdom : Plantae Sub Kingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Sub Divisi : Angiospermae Class : Dicothyledonae (Magnoliopsida)

37 Sub Class : Asteridae Order : Solanales Family : Labiatae (Lamiales) Sub Family : Lamiaceae Genus : Coleus (Plectranthus) Species : Coleus amboinicus Lour. Tanaman daun bangun-bangun adalah sejenis terna (Heyne 1987) atau tumbuhan dengan batang lunak, tidak berkayu atau hanya mengandung jaringan kayu sedikit sekali, sehingga pada akhir masa tumbuhnya mati sampai ke pangkalnya tanpa ada bagian batang yang tertinggal di atas tanah (DEPDIKNAS 2003). Tanaman ini termasuk tanaman annual (setahun) dan perennial (tahunan) (Heyne 1987), biasanya tumbuh liar baik di pekarangan, kebun, bahkan sampai daerah pegunungan, dengan ketinggian 1000 m atau 1100 m dpl dan banyak juga yang memanfaatkan sebagai tanaman rempah-rempahan (BPPT 2002). Ciri tanaman daun bangun-bangun adalah berbatang bulat, sedikit berbulu dan lunak ; daunnya berbentuk bulat lonjong seperti bed pingpong, tebal dan bergerigi ; jarang berbunga, tetapi mudah dibiakkan dengan stek, pada tempat yang cukup air dan sinar matahari (BPPT 2002). Tanaman ini dapat mencapai tinggi Cm dengan jarak tanam Cm (ARCBC 2004). Di negara-negara yang memiliki 4 musim, tanaman ini dapat menghasilkan tiga variasi bunga yaitu merah (Rose; Mauve), Ungu (Violet; Lavender) atau putih (White; Near White) (NHEI 2005). Banyak khasiat daun bangun-bangun yang telah dilaporkan, informasi lisan disampaikan oleh beberapa masyarakat Batak yang mengembangkan dan menggunakan daun bangun-bangun di antaranya Sihombing (2005), yang mengatakan bahwa daun bangun-bangun biasa digunakan masyarakat Batak untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuh, juga untuk meningkatkan jumlah air susu ibu menyusui. Penggunaannya adalah dengan cara dimasak seperti halnya memasak sayuran pada umumnya. Pendapat ini didukung Depkes (2005), yang menyatakan bahwa daun bangun-bangun memiliki berbagai khasiat seperti mengatasi

38 demam, influenza, batuk, sembelit, radang, kembung, sariawan, sakit kepala, luka/borok, alergi, diare dan meningkatkan sekresi air susu. Secara ilmiah, khasiat daun bangun-bangun telah dikemukakan beberapa peneliti. Silitonga (1993) melaporkan bahwa penggunaan daun bangun-bangun dapat meningkatkan produksi susu induk tikus putih laktasi sampai 30 %. Penelitian lain yang dilakukan Santosa (2001) mendapatkan bahwa 4 jam setelah pemberian daun bangun-bangun volume air susu ibu menyusui meningkat sebesar 47.4 % dan lebih tinggi dibandingkan kontrol, atau penggunaan lancar ASI maupun moloco + B12, yang berturut-turut hanya meningkat sebesar 14.3 % dan 8.0 %. Demikian halnya, Damanik et al. (2006) melaporkan bahwa ibu-ibu yang mengkonsumsi daun bangunbangun berada dalam keadaan segar, tidak merasa lelah dan lebih sehat. Selain itu, pada ibu melahirkan, konsumsi daun bangun-bangun membantu mengontrol postpartum bleeding dan berperan sebagai uterine cleansing agent. Pada ibu menyusui, konsumsi daun bangun-bangun meningkatkan produksi ASI sebesar 65 % dan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol maupun ibu menyusui yang mengkonsumsi fenugreek capsule, yang hanya meningkatkan produksi ASI sebesar 20 %. Manfaat lain daun bangun-bangun telah diteliti oleh Sihombing (2000) yang melaporkan bahwa penggunaan daun bangun-bangun dikombinasikan dengan hati ikan dan vitamin C maupun tanpa vitamin C, dapat meningkatkan ketersediaan Fe, yang direfleksikan dengan peningkatan kadar Hb dan Ferritin darah. Namun, dari hasil penelitian Subanu et al. (1982) terungkap bahwa Coleus amboinicus memiliki sifat oksitoksik, yang dapat meningkatkan tonus uterus, sehingga dapat menyebabkan abortus pada marmut. Hal ini diprediksi dapat terjadi pula pada manusia dan ternak lainnya. Hasil penelitian lain yang dilakukan di Thailand dan dilaporkan oleh Choochoat et al. (2005) memperlihatkan bahwa Coleus amboinicus L. dan 9 species tanaman lain yang tergolong Thai Lamiaceous, memiliki kandungan lemak esensial, dengan efek antimikrobial terhadap beberapa mikroba seperti Staphylococcus aureus (ATCC29213) dan Bacillus subtilis (ATCC6633), tetapi tidak aktif terhadap Candida

39 albicans (ATCC10231) dan Microsporum gypseum (clinical isolated). Beberapa peneliti yang telah melakukan analisis terhadap senyawa dalam daun bangun-bangun (Menendez and Gonzales 1999, Burfield 2001, Depkes 2005), juga menemukan bahwa dalam beberapa jenis tanaman herba, termasuk daun bangun-bangun terdapat komponen senyawa aktif seperti thymol dan carvacrol, serta minyak atsiri. Senyawa ini memiliki efek fisiologis dan farmakologis, di antaranya dapat menghambat pertumbuhan Eschericia coli dan Aspergillus flavus yaitu mikroba yang memberikan efek negatif terhadap ternak dan manusia. Namun hasil penelitian ini berbeda untuk setiap individu dan dosis senyawa aktif yang digunakan. Analisis menggunakan GC dan GC-MS oleh Laboratorium Department of Chemistry Gorakhpur University pada tahun 2006, menemukan kandungan senyawa penting yang berperan aktif dalam metabolisme sel dan merangsang produksi susu dalam Coleus amboinicus Lour. Senyawa tersebut disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Kandungan senyawa aktif dalam Coleus amboinicus Lour Senyawa Aktif Jumlah (%) * Thymol 94.3 Forskholin 1.5 Carvacrol 1.2 Sumber : Laboratorium Department of Chemistry Gorakhpur University, India (2006) * 97% dari total kandungan asam lemak Ketiga senyawa tersebut telah diuji manfaat dan efektivitasnya terhadap ternak dan hasil pengujian menunjukkan bahwa : Thymol merupakan antibiotik alternatif yang menjanjikan dan dapat digunakan untuk ternak tanpa memberikan efek negatif terhadap daging atau susu yang diproduksi (Acamovic and Brooker 2005). Namun demikian, penggunaan thymol dosis tinggi dapat mengurangi jumlah bakteri coliform dalam digesta ayam (Cross et al. 2004), mengurangi fermentasi oleh mikroorganisme dalam saluran pencernaan ayam (Shanmugavelu et al. 2004) dan mengurangi kecepatan deaminasi asam amino dan degradasi protein oleh mikroba (Castillejos et al. 2005).

40 Senyawa carvacrol dikenal sebagai senyawa antiinfeksi dan antiinflamasi (Burfield 2001), tetapi dari penelitian Ilsley et al. (2004) terungkap bahwa penggunaan carvacrol dalam suatu campuran ekstrak tanaman sebagai suplemen dalam ransum babi laktasi menghasilkan litter size, bobot lahir, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, dan kecernaan protein lebih tinggi dibanding babi laktasi yang diberi ransum tanpa suplementasi. Sahelian (2006), melaporkan bahwa senyawa forskolin bersifat membakar lemak menjadi energi. Selain ketiga senyawa tersebut, dalam daun bangun-bangun juga telah ditemukan beberapa senyawa lain, yang memiliki efek farmakologis, seperti pada Tabel 4. Dari berbagai hasil penelitian dan analisis, Lawrence et al. (2005), Tabel 4 Beberapa senyawa penting lainnya dalam daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dan efek farmakologisnya Senyawa Aktif Efek Farmakologis Komposisi (%) 1,8-Cineole 1) Efektif terhadap alergi, expectorant 8.72 p-cyminene (α-p dimethyl Analgesic, anti flu 45.7 styrene) 2) p-cymene 2) Analgesic, anti flu 11.8 α-terpinene 2) Antioksidan 4.6 γ-terpinene 2) Antioksidan 9.3 Limonene 2) Anti bacterial, anti kanker 3.6 Phytosterol 3) Bersifat steroid - 1) Menendez and Gonzales (1999) 2) Burfield (2001) 3) Depkes (2005) mengemukakan bahwa secara umum dalam daun bangun-bangun telah ditemukan tiga komponen utama. Komponen pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogue, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua adalah komponenzat gizi dan komponen ketiga adalah komponen farmakoseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibacterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna dan penstabil. Jenis dan

41 proporsi ketiga komponen tersebut disenaraikan dalam Tabel 5. Dosis penggunaan berkisar 0.25 sampai 10 g/kg bobot badan/hari, yang bervariasi menurut umur dan status fisiologis ibu atau induk ternak. Tabel 5 Komponen utama dan proporsinya dalam daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) Komponen Utama Senyawa Lactagogue Jenis Komponen 3-ethyl-3-hydroxy-5-alpha andostran-17-one, 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid, monomethyl succinate, phenylmalonic acid, cyclopentanol, 2-methyl acetate dan methylpyro glutamate, senyawa sterol, steroid, asam lemak, asam organik. Proporsi (%) Nutrient Protein, vitamin dan mineral 5 25 Senyawa Farmakoseutika Senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibacterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna dan penstabil Sumber : Lawrence et al. (2005) Mineral Zn Sampai saat ini, pemberian pakan pada ruminansia khususnya kambing perah, masih dititik beratkan pada pemenuhan kebutuhan protein dan energi untuk ternak yang bersangkutan. Padahal zat gizi lain, fungsinya tidak kalah pentingnya. Zat gizi yang dimaksud adalah mikronutrien atau mineral. Banyak hasil penelitian telah memperlihatkan peran penting mineral, sebagai mikronutrien, dalam berbagai proses fisiologis, metabolisme, produksi dan reproduksi. Salah satu mineral yang cukup penting peranannya adalah seng (Underwood and Suttle 1999). Seng (Zn) adalah salah satu trace elemen yang secara biologis mempunyai fungsi structural, regulasi dan katalitik (Cousins 1996). Zn dapat meregulasi calmodulin, protein kinase C, pengikat hormon tiroid. Zn juga merupakan faktor

42 penting dalam pemeliharaan functional immune system. Zn sebagai komponen hormon timosin penghasil sel thymic, yang meregulasi cell mediated immunity (NRC 2001). Fungsi katalitik Zn terlihat dari banyaknya enzim yang mengandung Zn. Lebih dari 50 enzim telah diketahui mengandung Zn, seperti RNA nukleotida transferase (RNA polymerase I, II dan III), alkalin fosfatase, karbonik anhidrase (Cousins 1996), superoksida dismutase, alcohol dehidrogenase, karboksi peptidase, (NRC 2001), aldolase, timidin kinase, piridoksil fosfokinase, fosfoglukomutase, fosfolipase, piruvat karboksilase, ornitin karbamil transferase, alfa amylase dan kolagenase (Piliang 2001), yang berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat. Menurut Goff and Stabel (1990), seng bersama-sama dengan vitamin A (retinol) dan vitamin E (α-tokoferol), esensial untuk kesehatan dan performans optimal. Defisiensi seng dapat menyebabkan terjadinya atrofi thymic, kehilangan fungsi T-sel, mengurangi konsentrasi hormone thymic dan stress. Hal ini dapat menyebabkan penyakit infeksi dan klinis terutama pada sapi perah yang mudah menderita mastitis dan enteritis dua minggu sebelum dan sesudah partus akibat kehilangan fungsi sel imun. Jenkins and Kramer (1992), menyatakan bahwa mineral Zn berfungsi mencegah perubahan lipid jaringan yang disebabkan oleh kelebihan Cu. Penambahan seng (500 atau ppm) memberikan efek: (1) pengurangan konsentrasi dan perubahan komposisi asam lemak khususnya ester kolesterol plasma, yang berpengaruh terhadap penghambatan aktivitas lesitin kolesterol asil transferase ; (2) perubahan desaturasi dan elongasi asam lemak esensial dan konsentrasi fosfolipid jaringan; dan (3) perubahan struktur dan fungsi membran sel serta produksi dan aktivitas prostanoid dan leukotrien. Zn ditemukan diseluruh bagian tubuh seperti kelenjar prostat, sel darah, terutama sum-sum tulang dan ginjal. Konsentrasi Zn lebih besar terdapat dalam kolostrum dibanding dalam susu. Tingginya Zn kolostral direfleksikan dengan tingginya konsentrasi Zn dalam kasein dan whey (Miller et al. 2003).

43 Pada kambing perah, Zn harus disuplai secara kontinyu sebab hanya sedikit yang dapat disimpan dalam tubuh dalam bentuk tersedia atau siap pakai. Defisiensi Zn dapat menyebabkan parakeratosis, pengeluaran saliva berlebihan, testikel kecil, pertumbuhan tanduk berlebihan, libido rendah, konsumsi menurun dan kehilangan bobot badan pada kambing. Kebutuhan minimum Zn per hari untuk kambing belum ditetapkan, namun dosis 10 ppm merupakan batas paling minimum dan level 1000 ppm menyebabkan toksik (NRC 1981). Hasil penelitian Toharmat et al. (2007), mendapatkan bahwa status Zn plasma kambing PE muda yang mendapat berbagai jenis pakan sumber serat masih belum optimum ( ppm), yang menggambarkan kebutuhan Zn belum terpenuhi, sehingga kambing masih toleran terhadap peningkatan konsumsi Zn atau tingginya kadar Zn ransum yang mencapai ppm. Kebutuhan Zn ini sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : (1) adanya interaksi dengan komponen lain seperti asam folat yang dapat menghambat penyerapan Zn (Lonnerdal 1988), atau Cu dimana Zn dapat menyebabkan defisiensi Cu (NRC 2001). (2) adanya chelat organik dalam diet, seperti asam fitat, yang dapat membentuk kompleks Zn-asam fitat, sehingga menurunkan absorpsi Zn (Piliang 2001). Keadaan ini dapat menyebabkan defisiensi Zn dan mengakibatkan anoreksia, kecepatan pertumbuhan menurun, rambut atau bulu kasar dan jarang, hyperkeratosis dan parakeratosis pada kulit (Cousins 1996), juga aktivitas enzim karboksi peptidase dalam pankreas dapat menurun sampai 50 % (Piliang 2001). Menurut Jinderpal and Kaushal (1993), konsentrasi yang tinggi dari Zn dan beberapa ion metal seperti Cu, Co, Cd dan Mn, dapat menghambat pelepasan dan akumulasi ammonia akibat suplementasi urea. Demikian halnya, suplementasi seng dan mineral lainnya seperti Cu, Co dan Mn di atas level kebutuhan, meningkatkan jumlah sapi yang tidak bunting (Olson et al. 1999). Arelovich et al. (2000) melaporkan bahwa suplementasi Zn pada konsentrasi rendah (10-15 ppm) menghambat hidrolisis urea dan retardasi akumulasi ammonia rumen (in vitro) pada sapi. Ketika dosis harian suplemen Zn ditingkatkan menjadi 250 ppm, proporsi propionate meningkat dan ratio asetat : propionat menurun, dan berpotensi menurunkan keracunan urea serta merubah pola VFA dalam rumen,

44 sedangkan penambahan 470 ppm Zn cenderung menekan daya cerna. Penelitian lainnya yang dilakukan Arrayet et al. (2002) mendapatkan bahwa kadar Zn sampai 100 mg/kg diet tidak memperlihatkan hasil yang berarti terhadap pertumbuhan anak sapi Holstein. Menurut Wedekind and Baker (1990), Zn yang biasa digunakan sebagai suplemen dalam industri makanan ternak beragam jenisnya, salah satunya ZnO, dengan kadar zinc 72 %. Hasil pengujian Wedekind et al. (1992), terhadap ketersediaan secara biologis mineral zinc, mendapatkan bahwa sumber zinc dalam bentuk Zn-methionine lebih baik dibanding ZnO, namun secara teknis ZnO lebih banyak digunakan dan mudah diperoleh. Vitamin E Vitamin adalah komponen organik yang esensial untuk menjalankan fungsi normal tubuh, namun tidak dapat disintesis dalam jumlah cukup oleh jaringan tubuh. Dalam jumlah yang sangat sedikit, vitamin dibutuhkan sebagai mediator, koenzim atau senyawa yang terlibat langsung dalam proses metabolisme (McDonald et al. 2002). Vitamin E (Gambar 3) digunakan sebagai pendeskripsi generic untuk semua turunan senyawa tocol dan tocotrienol, yang mempunyai aktivitas biologi α-tocoferol. Sedikitnya telah ditemukan 8 bentuk tokoferol yang dibuat oleh tanaman. Bentuk ini dibedakan atas letak gugus metal pada cincin fenil dari rantai cabang molekul. Produk tersebut terdiri dari 4 metiltokol (tokoferol) dan 4 tocotrienol (Hennekens et al. 2005).

45 Gambar 3 Struktur vitamin E Vitamin E adalah antioksidan yang larut dalam lemak, ditemukan dalam membran sel (Gambar 4), pada bagian hidrofilik interior, bersama komponen lainnya seperti molekul protein, kolesterol dan fosfolipid (Hopkins 2007). Vitamin ini memiliki peran utama mencegah kerusakan asam lemak tidak jenuh akibat radikal bebas dan perubahan akibat polutan, serta memelihara integritas membran sel melalui penghambatan peroksidasi lemak (Hughes 2003). Gambar 4 Vitamin E dalam membran sel (Sumber : Hopkins 2007) Vitamin E, sebagai antioksidan intraseluler yang kuat, juga berperan melindungi limfosit dan monosit dari gangguan radikal bebas pada DNA, sehingga bermanfaat dalam memperlambat kerusakan sel, yang menyebabkan penuaan dini. Di samping itu, vitamin ini memberikan efek protektif terhadap penyakit jantung dan perawatan kulit, memberikan efek perlindungan terhadap vitamin A dari oksidasi di dalam saluran pencernaan dan yang terpenting adalah keterlibatannya dalam total sistem imun, yaitu meningkatkan reaksi hipersensitivitas lambat dari sistem imun.

46 Reaksi ini memberikan respons imunologis untuk melawan kanker, parasit dan infeksi kronis (Vitahealth 2004). Kebutuhan vitamin E sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam makanan diantaranya interaksi dengan beberapa mineral seperti Se, Zn dan Cu, asam lemak tidak jenuh dan asam amino yang mengandung sulfur. Vitamin E tidak disimpan dalam jumlah besar dalam jaringan tubuh. Dengan demikian, defisiensi vitamin E sering terjadi. Defisiensi vitamin E dapat menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, degenerasi saraf perifer dan hemolisis sel darah merah (Hennekens et al. 2005). Penelitian Danikowski et al. (2002) mendapatkan bahwa pemberian vitamin E dosis tinggi, sampai taraf IU/Kg ransum, meningkatkan volume dan densitas semen serta total spermatozoa, berat testis dan bobot badan ayam jantan. Demikian halnya, hasil penelitian Papageorgiou et al. (2003) mendapatkan bahwa suplementasi vitamin E dalam bentuk α-tokoferil asetat, meningkatkan kadar vitamin E dalam bagian tubuh yaitu dada, paha, hati dan jantung. Menurut Lonnerdal (1988), vitamin E bersama-sama Zn, sangat penting untuk menjaga kesehatan dan memelihara performans. Mekanisme interaksi Zn-vitamin E terjadi pada level membran. Zn dapat memperbaiki integritas membran, sedangkan vitamin E memelihara struktur membran dan melindungi dari stress peroksidasi. Dengan demikian, Zn-vitamin E secara sinergis mempertahankan integritas membran sel. Hasil penelitian Hurley et al. (1983), mendapatkan bahwa transport Zn atau vitamin E melewati membran sel tergantung pada level Zn atau vitamin E dalam membran. Pencernaan dan Metabolisme Pada Ternak Ruminansia Pada ternak perah, optimalisasi bioproses dalam rumen diketahui dari proses metabolisme, yang dapat diukur dari tingkat konsumsi dan ketersediaan zat gizi dalam darah untuk sintesis air susu. Zat gizi yang dimaksud adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Metabolisme terjadi setelah melalui proses

47 pencernaan dan penyerapan dalam saluran pencernaan, yang melibatkan kerja organ pencernaan, mikroba, enzym dan hormon (Cronje 2003). Tingkat Konsumsi Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake/VFI) adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh ternak bila makanan diberikan ad libitum. Dalam dunia peternakan VFI mungkin dapat disamakan dengan palatabilitas. Tingkat konsumsi sebenarnya adalah bagian dari konsumsi potensi (P), yang ditentukan oleh sifat fisik atau kimia pakan. Konsumsi potensi adalah jumlah makanan yang dapat dimakan bila jumlah pemberian makanan didasarkan pada tingkat kecernaan tertentu dan minimal 0.8 bagian dapat diseleksi. Konsumsi potensi erat kaitannya dengan bobot badan dan status fisiologis ternak. Tingkat konsumsi seekor ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks, yang terdiri dari faktor ternak, makanan dan lingkungan (Parakkasi 1999). Pada ternak ruminansia, salah satu variabel ternak yang mempengaruhi konsumsi adalah kapasitas rumen. Kapasitas rumen merupakan faktor yang menentukan tingkat konsumsi ternak ruminansia. Kapasitas rumen erat kaitannya dengan bobot badan metabolik (BB 0.75 ), sehingga jumlah konsumsi ditentukan oleh bobot badan tersebut. Ternak yang memiliki bobot badan metabolik lebih besar (kapasitas rumen besar), mengkonsumsi pakan lebih banyak dibanding ternak yang bobot badan metaboliknya lebih kecil (kapasitas rumen kecil). Pada ternak bunting, ada dua hal berlawanan yang mempengaruhi konsumsi. Pertama, kebutuhan fetus meningkatkan konsumsi dan kedua, kebuntingan menurunkan kapasitas rumen induk, sehingga terjadi penurunan konsumsi (Despal et al. 2007). Faktor makanan yang dapat mempengaruhi konsumsi di antaranya kualitas/ komposisi pakan, kecernaan, sifat bulky pakan dan hasil fermentasi pakan dalam rumen. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi konsumsi di antaranya suhu dan kelembaban (Cronje 2003). Proses Pencernaan

48 Ternak ruminansia dengan sistem pencernaan yang unik, mampu mencerna pakan berserat dan mengubahnya menjadi senyawa organik untuk kebutuhan energinya. Selain itu, mampu menggunakan non protein nitrogen (NPN) untuk mencukupi kebutuhan mikroba rumen dan kebutuhan tubuhnya sendiri, juga sangat efisien dalam memanfaatkan protein dan lemak untuk tujuan produksi (Preston and Leng 1987). Proses tersebut terjadi karena adanya interaksi antara pakan, mikroorgaisme rumen dan aktivitas enzim serta hormo dalam saluran pencernaan. Hal ini terlihat dari proses pencernaan yang terjadi secara mekanis (di mulut), fermentatif (oleh enzim mikroba rumen) dan hidrolisis (oleh enzim dalam tubuh ternak/induk semang) (Sutardi 1981). Metabolisme Karbohidrat Karbohidrat adalah komponen terbesar dalam pakan ruminansia yang mencapai % dari bahan kering ransum. Fungsi utamanya untuk menyediakan energi bagi ternak, dan fungsi lainnya adalah menyediakan bahan bersifat bulky untuk memelihara kelancaran proses pencernaan (Sutardi 1981). Dalam proses pencernaan dan metabolisme karbohidrat pada ruminansia (Gambar 5), komponen serat dan pati yang berasal dari pakan hijauan dan konsentrat, dalam rumen mengalami fermentasi oleh mikroba, menghasilkan glukosa, energi untuk pertumbuhan bakteri dan volatile fatty acid (VFA) (Bio-Tech Research 2007) Proses ini merupakan proses fermentasi karbohidrat pakan yang sangat kompleks. Perombakan dimulai dengan pemecahan polisakarida menjadi mono-sakarida, seperti heksosa (glukosa), pentosa, maltosa, sukrosa, glukosa, dan selubiosa. Selanjutnya berlangsung hidrolisis monosakarida menjadi piruvat. Pada akhirnya, melalui beberapa lintasan, piruvat diubah menjadi VFA, yang merupakan target akhir. Orskov and Ryle (1990), mengemukakan stoikiometri reaksi fermentasi satu molekul heksosa (monosakarida beratom karbon 6) menjadi tiga komponen utama VFA, yaitu : C 6 H 12 O H 2 O 2 CH 3 COOH + 2 CO 2 + 4

49 C 6 H 12 O H 2 2 CH 3 CH 2 COOH + 2 H 2 O H 2

50 Gambar 5 Metabolisme karbohidrat pada ruminansia (Sumber : Bio-Tec Research 2007) C 6 H 12 O 6 CH 3 CH 2 CH 2 COOH +

51 2 CO H 2 4 H 2 + CO 2 CH H 2 O Setiap reaksi tersebut menghasilkan ATP, yaitu 2 ATP dihasilkan dari setiap molekul asetat, 3 ATP dari satu molekul propionat, 3 ATP dari satu molekul butirat dan 1 ATP dari satu molekul metan. Preston and Leng (1987), menyatakan bahwa sepertiga bagian dari bahan organik yang difermentasi dikonversi menjadi sel mikroba dan sisanya VFA, CO 2, dan CH 4. Produk akhir fermentasi dari pakan kaya serat dalam rumen adalah asetat, sedangkan pakan kaya pati akan dihasilkan propionat relatif lebih banyak (Arora 1995). Pada sapi perah, laju produksi asam asetat mencapai mol per hari, asam propionate berkisar 1/3 laju produksi asam asetat, sedangkan produksi asam butirat sekitar 10 % dari total VFA. Selain itu, diproduksi juga asam valerat dan isovalerat, dengan laju produksi masing-masing sekitar 1 % (Forbes and France 1993). VFA hasil pencernaan selanjutnya akan diserap melalui dinding rumen, sedangkan monosakarida seperti glukosa, akan diserap melalui dinding usus halus, kemudian masuk peredaran darah. Melalui sirkulasi darah, senyawa-senyawa tersebut akan dibawa ke organ target yaitu hati, otot, jaringan adiposa dan kelenjar susu. Dalam proses tersebut, asam propionat diubah menjadi glukosa untuk cadangan glukosa hati dan untuk keperluan pembentukan glikogen otot, lemak jaringan adipose serta lemak dan laktosa susu. Asam butirat sebagian kecil akan dimetabolisis menjadi keton untuk keperluan otot, jaringan adiposa dan kelenjar susu, sedangkan asetat dibutuhkan untuk pembentukan lemak otot, jaringan adiposa dan lemak susu (Bio-Tech Research 2007). Metabolisme Lemak Proses pencernaan dan metabolisme lemak pakan (Gambar 6) diawali dengan perombakan dalam rumen menjadi trigliserida, fosfolipid dan glikolipid. Selanjutnya, selama dalam rumen, senyawa tersebut akan mengalami lipolisis dan hidrogenasi,

52 Gambar 6 Metabolisme lemak pada ruminansia (Sumber : Bio-Tec Research 2007)

53 sehingga menyebabkan pelepasan asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA) (Bio- Tech Research 2007). Selanjutnya FFA dimanfaatkan oleh bakteri fosfolipid untuk membentuk asam lemak jenuh atau langsung mengalami hidrogenasi menjadi asam lemak jenuh (Scott and Ashes 1993). Moir (1991), menyatakan bahwa dalam proses hidrogenasi terjadi perubahan asam oleat, linoleat, dan linolenat menjadi asam stearat dan sejumlah kecil asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap trans. Asam lemak tidak jenuh ini resisten terhadap mikroba yang berperan dalam proses hidrogenasi, tetapi dapat mensuplai betakaroten untuk ternak. Hasil akhir lipolisis dan hidrogenasi, berupa asam lemak rantai pendek, akan diserap oleh dinding rumen dan asam lemak rantai panjang masuk ke abomasum, kemudian bercampur dengan digesta dan mengalir ke usus halus. Dalam usus halus terjadi emulsi lemak dengan bantuan garam empedu dan enzim lipase dan menghasilkan lemak tercerna berupa misel yang stabil. Misel ini berdifusi melalui sel mukosa usus halus untuk diserap. Dalam mukosa, asam lemak diubah menjadi trigliserida dan membentuk kilomikron, kemudian dilepas ke system portal untuk ditransport ke seluruh jaringan yang membutuhkan (Drackley 1999). Dalam rumen, sebagian asam lemak bebas akan diubah menjadi glukosa untuk pembentukan VFA, yang kemudian diserap masuk ke dalam darah, sedangkan asam lemak jenuh yang terbentuk akan diubah kembali menjadi trigliserida dan diserap melalui dinding usus. Proses metabolisme terus berlanjut dalam hati, jaringan adiposa dan kelenjar susu yaitu dengan perombakan kembali trigliserida menjadi asam lemak untuk menghasilkan energi dan membentuk lemak jaringan dan lemak susu (Bio- Tech Research 2007). Metabolisme Protein Semua protein dan NPN yang dikonsumsi, dihidrolisis dalam rumen. Hidrolisis terjadi dengan bantuan enzim protease untuk menghasilkan peptida dan asam amino. Selanjutnya, diikuti dengan proses deaminasi untuk membebaskan ammonia (NH 3 ) (Gambar 7). Kecepatan deaminasi lebih lambat dari proteolisis, sedangkan tingkat hidrolisis tergantung dari daya larut protein, yang berkaitan dengan kenaikan kadar

54 Gambar 7 Metabolisme protein pada Ruminansia (Sumber : Bio-Tec Research 2007)

55 ammonia (Arora 1995). Asam amino dan ammonia yang dihasilkan akan dimanfaatkan menjadi protein bakteri, kemudian akan mengalami perombakan dalam usus halus menjadi asam amino. Menurut Sutardi (1977), sebanyak 82 % dari mikroba rumen membutuhkan N-NH 3 untuk mensintesis protein tubuhnya. Ditambahkan oleh Preston and Leng (1987) bahwa kisaran optimum untuk sintesis protein mikroba adalah mg/liter ammonia ( mm). Sintesis protein mikroba juga membutuhkan asam α-keto sebagai kerangka karbon dan VFA sebagai sumber energi. Menurut Arora (1995), sintesis protein mikroba tergantung pada kecepatan pemecahan nitrogen pakan, kecepatan absorbsi ammonia dan asam amino, kecepatan alir bahan keluar dari rumen, kebutuhan mikroba rumen akan asam amino dan jenis fermentasi rumen berdasarkan jenis makanan. Manalu (1999), menyatakan bahwa ada syarat supaya ammonia yang terbentuk dalam rumen efisien untuk sintesis protein mikroba. Syarat yang harus dipenuhi adalah : (1) konsentrasi ammonia awal harus di bawah optimum dan (2) mikro-organisme rumen harus mempunyai sumber energi yang mudah tersedia untuk sintesis protein. Menurut Preston and Leng (1987), protein yang difermentasi dalam rumen sebagian besar terbuang, sebab protein yang dimakan difermentasi dan asam amino esensial dideaminasi. Fermentasi 1 gram protein menghasilkan hanya ½ ATP dari yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat. Ini berarti bahwa hanya gram protein mikroba yang tersedia untuk dicerna dari setiap kg protein yang dimakan dan difermentasi dalam rumen. Tahap metabolisme berikutnya adalah sebagian ammonia yang dihasilkan dalam rumen akan diserap melalui dinding rumen dan bersama asam amino yang diserap dari usus halus, akan memasuki aliran darah untuk selanjutnya dibawa ke hati, ginjal, otot dan kelenjar susu (Bio-Tech Research 2007). Epitelium rumen dapat mengangkut sejumlah asam amino dari rumen ke dalam darah. Jika konsumsi N makanan rendah, maka sejumlah N akan dikeluarkan dari darah ke rumen dalam bentuk urea, melalui epithelium rumen dan saliva. Hal ini membantu ruminansia mempertahankan diri terhadap kondisi buruk (Arora 1995). Urea akan mengalami perombakan dalam ginjal dan dikeluarkan melalui urine atau sebagai urea air susu, sedangkan asam

56 amino akan digunakan untuk pembentukan protein otot dan susu (Bio-Tech Research 2007). Metabolisme mineral Zn Ketersediaan suatu mineral adalah jumlah mineral yang dapat digunakan oleh tubuh dalam bentuk komponen mineral yang terdapat dalam saluran pencernaan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak factor baik yang bersifat meningkatkan maupun menurunkan (Pilliang 2001). Salah satu factor yang penting adalah proses pencernaan dan penyerapan mineral tersebut dalam tubuh. Proses pencernaan mineral mengikuti pola pencernaan zat makanan lainnya, tetapi mekanisme absorpsi dan ekskresi agak berbeda untuk setiap jenis mineral (Buckley 2000). Pada non ruminansia, mineral Zn diabsorpsi dengan bantuan proses difusi dalam usus halus, khususnya pada duodenum dan jejunum bagian atas, sedangkan pada ruminansia, absorpsi terjadi diabomasum dengan sekresi yang banyak dalam duodenum dan penyerapan terus-menerus dalam usus halus selama istirahat (Riis 1983). Peristiwa absorpsi dan transfer seng adalah melalui satu protein ke protein lain dan mungkin juga dalam satu ikatan metal kompleks dengan asam amino atau EDTA sebagai ikatan non protein (Cousins 1996, NRC 2001). Zat-zat lain yang membantu absorpsi mineral ini antara lain asam amino terutama histidin dan sistein, asam sitrat, asam pikolenat (Underwood and Suttle 1999). Kontrol homeostasis metabolisme Zn dapat dilihat dari keseimbangan diantara absorpsi Zn yang dikonsumsi dan sekresi endogen, melalui adaptif regulasi yang diprogram oleh suplai Zn ransum. Dalam kondisi defisiensi, konsentrasi mineral ini dalam urine akan menurun dan kejadian ini merupakan indikasi adanya penyimpangan mineral Zn dalam ginjal (Cousins 1996). Mekanisme absorpsi bukan merupakan satu-satunya tahap yang mempengaruhi pemanfaatan mineral. Mekanisme ini dipengaruhi oleh status fisiologi. Dengan kata lain, tubuh yang membutuhkan satu mineral dalam jumlah banyak akan berusaha mengabsorpsi mineral tersebut dalam jumlah banyak pula (Piliang 2001).

57 Mineral di dalam tubuh selain dibutuhkan untuk tubuh ternak, juga dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk komponen sel, enzim dan sebagai kofaktor. Hal ini menggambarkan bahwa defisiensi mineral dapat mengganggu aktivitas mikroba, sehingga mempengaruhi fermentabilitas pakan (Buckley 2000). Metabolisme Vitamin E Vitamin E dalam penyerapannya membutuhkan lemak dan aktivitas asam empedu. Distribusinya keseluruh tubuh mengikuti trigliserida dan lipid lainnya melalui lipoprotein. Distribusi vitamin E dalam tubuh lebih baik dibanding vitamin larut lemak lainnya dan konsentrasi tertinggi terdapat dalam plasma, hati dan jaringan lemak (Linder 1992). Metabolisme vitamin E belum banyak diketahui, tetapi rendahnya absorpsi vitamin E dapat mengakibatkan malabsorpsi lemak, yang memacu terjadinya cholestatic liver disease. Selain itu, vitamin E dapat mengalami oksidasi lebih lanjut menjadi kuinon dan diekskresikan bersama metabolit lain melalui urin (Traber 1998). Vitamin E juga ditemukan dalam susu dengan level rendah. Level yang lebih tinggi dapat ditemukan dalam susu yang disuplementasi lemak tanaman. Seperti vitamin larut lemak lainnya, konsentrasi vitamin E dalam susu akan meningkat sejalan dengan peningkatan kadar lemak susu. Ransum yang disuplementasi vitamin E dapat meningkatkan kestabilan susu terhadap oksidasi (Fox and McSweeney 1998). Laktasi Susu adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar susu dari species mamalia selama masa laktasi (Sandholm and Saarela 2003), yaitu saat dimana dimana kelenjar susu mensekresikan air susu. Kelenjar susu (Gambar 8) adalah suatu kompleks organ yang tersusun atas membran basal, kapiler darah, lumen, sel mioeiptel dan sel sekretoris. Sel-sel ini tergabung dalam lobula alveoli, yang merespon dan bekerja

58 harmonis selama laktasi (Delaval 2008). Hurley et al. (2007) merangkum mekanisme tahapan proses laktasi, sebagai berikut : Gambar 8 Kelenjar susu ternak perah (Sumber : Delaval 2008)

59 Mammogenesis Masa terjadinya pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu yaitu bertambahnya ukuran dan berat dari kelenjar susu. Laktogenesis Permulaan dari laktasi, terdiri dari dua tahap : Tahap 1: Terjadi pada akhir kebuntingan yaitu sel epitel alveolar dipisahkan dari sel sekresi Tahap 2: Terjadi 2 sampai 8 hari sesudah kelahiran. Sekresi susu dimulai dan kontrol endokrin diganti ke kontrol autokrin. Galaktopoiesis Setelah 9 hari kelahiran kestabilan sekresi dipertahankan. Kontrol autokrin berlanjut. Mekanisme tersebut melibatkan banyak faktor seperti faktor fisiologi, endokrinologi dan biokimia. Faktor fisiologis meliputi frekuensi dan lamanya waktu pemerahan atau anak menyusu, faktor endokrinologi meliputi hormon-hormon yang terlibat selama proses laktasi di antaranya prolaktin dan oksitosin, sedangkan faktor biokimia meliputi proses metabolisme zat gizi selama laktasi (Akers 2002). Selain itu, faktor psikologis dan nutrisi, turut mempengaruhi produksi susu. Faktor psikologis meliputi gangguan akibat stress dan kondisi induk saat menyusui, sedangkan faktor nutrisi adalah asupan gizi induk selama menyusui (Delaval 2008). Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dalam mempengaruhi kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Biosintesis dan Sekresi Susu Proses sintesis dan sekresi susu sangat tergantung dari suplai prekursor ke sel susu, untuk dikonversi menjadi air susu dan dikeluarkan dari kelenjar. Susu dibentuk dari material yang datang secara langsung dari darah, yang kemudian

60 menghasilkan susu dengan perubahan konsentrasi material (Tabel 6). Perubahan ini membuktikan bahwa ada suatu proses yang unik dalam kelenjar susu, sehingga ada prekursor yang sebelumnya tidak terdapat dalam darah, dapat ditemukan dalam susu atau sebaliknya (Larson 1985). Tabel 6 Perbandingan beberapa komponen susu dengan prekursor (material serupa) dalam darah ternak sapi. Darah Susu Komponen % (g/100 ml) Air Glukosa 0.05 Jarang Laktosa Kasein β-lactoglobulin α-lactalbumin Immunoglobulin Serum Albumin Triasilglyserol Fosfolipid Orotic Acid Calcium Fosfor Sodium Potassium Sumber : Larson (1985) Pembentukan susu dan kebutuhan nutrisi untuk metabolisme keseluruhan dari sel sekresi, didapat dari makanan yang dikonsumsi ternak dan diekstrak ke dalam darah (Walstra et al. 1999). Substrat utama yang diekstraksi dari darah oleh kelenjar susu ternak laktasi adalah glukosa, asam amino, asam lemak dan mineral. Pada ruminansia, asetat dan β-hydroxybutyrate (BHBA), juga merupakan komponen substrat utama (Larson 1985). Menurut Sadikin (2001), darah berfungsi sebagai alat transportasi, homeostasis dan pertahanan. Dengan demikian, untuk menjalankan fungsi optimal, darah harus dalam keadaan sehat, yang terlihat dari sifat fisiko-kimia darah. Darah yang sehat dihasilkan oleh sel darah ternak yang sehat pula dan

61 dialirkan melalui pembuluh darah, ke seluruh sel, kelenjar dan organ tubuh, untuk proses metabolisme dan produksi susu. Larson (1985) menyatakan bahwa pada sapi, untuk menghasilkan satu liter susu dibutuhkan 500 liter darah yang mengalir dalam kelenjar susu. Menurut Larson (1985), biosintesis komponen susu berlangsung pada tempat yang berbeda dalam sel. Biosintesis laktosa ditentukan oleh enzim lactose synthetase dan dibantu oleh dua protein yang harus bersama-sama dalam menampilkan tahap kritikal dalam sintesis laktosa. Tempat sintesis laktosa adalah dalam membrane golgi. Protein disintesis dalam sel sekresi kelenjar susu yang mengandung mitokondria, mengikuti pengkodean genetik. Biosintesis beberapa prekursor asam lemak terjadi dalam mitokondria, khususnya pada non ruminansia. Pada ruminansia biosintesis asam lemak, gliserol dan komponen intermediet lainnya terjadi di sitosol, sedangkan biosintesis triasilgliserol mengambil tempat dalam atau dekat dengan reticulum endoplasmik. Akers (2002) mengemukakan bahwa material lain yang datang dari darah dan masuk ke dalam susu di antaranya adalah mineral dan vitamin. Mekanisme transport material tersebut belum banyak diketahui. Beberapa material melibatkan proses transport yang pasif sederhana dengan difusi. Material lain, khususnya yang berukuran besar melalui suatu perjalanan lintasan intraseluler (transseluler), dan melibatkan proses transport aktif yang membutuhkan energi. Di antara sel sekresi terdapat kompleks tight junction dan leaky tight junction, yang merupakan kompleks sambungan lintasan yang sangat ketat. Kompleks ini terdapat dalam epitel sel sekresi dan dapat menghambat transport material. Dengan tekanan infra mamari yang tinggi, dapat terjadi pemecahan kompleks tersebut, sehingga material (terutama laktosa dan protein), dapat didorong kembali ke aliran darah pada saat itu juga. Dalam membran sel sekresi, beroperasi juga pompa Na +, K +, yang berkaitan erat dengan sintesis laktosa dan regulasi air ke dalam golgi dan vesikel sekretoris. Mineral masuk ke dalam sel melalui transport pasif dan aktif. Material yang terdapat dalam susu, ditransport dari suatu proses yang melibatkan banyak aspek, seperti proses metabolik sel, enzim, beberapa trace mineral yang berperan dalam beberapa

62 fungsi metabolik, lintasan intermediet dan struktur komponen organel seluler. Dalam proses biosintesis dan transport material ke dalam susu, ada banyak lintasan metabolik yang terlibat. Selama proses biosintesis susu, keterlibatan faktor hormon sangat penting. Hormon prolaktin adalah hormone yang berperan pada saat inisiasi laktasi atau sintesis air susu. Setelah induk partus, sekresi estrogen dan progesteron oleh plasenta hilang dengan tiba-tiba, sehingga akan terjadi pelepasan prolaktin oleh pituitary anterior untuk mengambil peran dalam memproduksi susu. Setelah proses biosintesis susu berlangsung, susu akan tersimpan dalam kelenjar susu. Pada kondisi ini, terlihat tanda-tanda pada bagian luar kelenjar susu di antaranya kelenjar susu (ambing dan puting) membesar, sehingga susu harus segera dikeluarkan baik melalui proses menyusui atau pemerahan. Selama pemerahan dan menyusui reseptor saraf pada kulit dan puting, sensitif terhadap rangsangan. Melalui kedua proses ini, akan terjadi rangsangan yang akan mengaktivasi neurohormonal secara refleks, bersamaan dengan pelepasan hormon oxytocin oleh pituitary posterior, yang merangsang sel mioepitel alveola mamae untuk kontraksi, sehingga terjadi pengeluaran susu (Gambar 9). Faktor yang mempengaruhi produksi susu Produktivitas ternak atau kemampuan untuk menghasilkan produk berupa susu pada ternak perah, dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya genetic (species, bangsa, individu), masa laktasi, kesehatan ternak dan faktor lingkungan (makanan, iklim, teknik pemerahan) (Walstra et al. 1999). Selain itu, produksi susu juga dipengaruhi oleh selang beranak (Calving Interval), masa kering dan frekuensi pemerahan (Sudono et al. 2003). Delaval (2008) mengemukakan bahwa selama masa laktasi produksi susu pada kambing mengikuti pola kurva seperti pada Gambar 10. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa produksi susu pada kambing akan mengalami peningkatan cukup tinggi pada minggu keempat dan bervariasi sampai minggu kedelapan, kemudian memasuki minggu keduabelas mulai menurun dan berlanjut pada minggu-minggu berikutnya. Produksi susu ini erat kaitannya dengan konsumsi energi dan cenderung mengikuti pola kurva produksi, tetapi konsumsi

63 Gambar 9 Mekanisme pelepasan hormon dan ekskresi air susu (Sumber : Neville 2007)

64 Gambar 10 Kurva produksi susu, konsumsi energi dan keseimbangan energi pada kambing laktasi pertama (Sumber : Delaval 2008) energi dan cenderung mengikuti pola kurva produksi, tetapi keseimbangan energi pola kurvanya berbanding terbalik dengan kurva produksi susu. Dengan kata lain, pada saat produksi susu meningkat, keseimbangan energi mengalami penurunan dan pada saat produksi susu menurun, keseimbangan energi megalami peningkatan dan cenderung stabil, meskipun produksi susu terus mengalami penurunan. Komposisi zat gizi susu Kualitas susu ditentukan terutama oleh komposisi zat gizi yang terdapat dalam susu, di antaranya kadar laktosa, lemak, protein, vitamin dan mineral. Selain itu juga, ditentukan oleh struktur dan beberapa sifat fisik, seperti densitas, keasaman dan potensial redoks (Walstra et al. 1999). Kualitas susu yang dihasilkan ternak perah sangat bervariasi tergantung berbagai faktor di antaranya individu ternak, bangsa, kesehatan, status nutrisi, tahap laktasi, umur dan interval pemerahan (Fox and McSweeney 1998). Kambing memiliki komposisi susu yang cukup baik dibandingkan komposisi susu sapi, bahkan setara dengan komposisi susu manusia. Hasil analisis komposisi

65 susu dari beberapa species ternak dan manusia memperlihatkan bahwa ada perbedaan komposisi di antara species (Tabel 7), dan setiap species memiliki keunggulan tersendiri dalam setiap komponen susu. Tabel 7 Variasi komposisi susu beberapa species ternak dan manusia SPECIES LEMAK PROTEIN LAKTOSA TOTAL BAHAN PADAT Manusia Sapi Kambing Domba Kuda (%) Kerbau Eddleman (2007) Bremel (2008) Selain perbedaan di antara species, perbedaan komposisi susu juga terlihat di antara individu ternak kambing PE. Menurut Bremel (2008), variasi dalam komposisi susu dapat terjadi di antara individu dari satu species ternak, karena komposisi susu juga dipengaruhi oleh umur, bobot badan, pakan, lingkungan dan kesehatan individu ternak. Beberapa peneliti mengemukakan komposisi susu kambing perah, yang cukup bervariasi, seperti pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil analisis komposisi susu kambing dari beberapa peneliti KOMPONEN (100 ml) Damayanti (2002) Afandi (2007) Eddleman (2007) Mateljan (2008) Protein (%) Laktosa (%) Lemak (%) Total bahan padat (%) Energi/100ml Kalsium (%) Besi (%) Fosfor (%)

66 Selain faktor individu ternak, komposisi nutrisi susu kambing PE juga berbeda di antara waktu pemerahan pagi hari dan sore hari, seperti disenaraikan dalam Tabel 9 (Sutama et al. 1995). Tabel 9 Perbedaan komposisi susu kambing PE pada waktu pemerahan pagi dan sore hari. KOMPONEN PEMERAHAN NUTRISI PAGI HARI SORE HARI Kadar Air (%) Protein (%) Lemak (%) Bahan Padat Bukan Lemak (%) Energi (kal/g) Kalsium (%) Fosfor (%) Sumber : Sutama et al. (1995) Susu kambing memiliki berbagai manfaat dan khasiat bagi kesehatan manusia dan telah teruji mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh United States Department of Agriculture (USDA), ditemukan bahwa susu kambing baik dikonsumsi untuk berbagai keadaan terutama pencegahan terhadap penyakit, dan dianjurkan pada penderita TBC, asma, anemia, hepatitis, kram otot dan tukak lambung. Manfaat lain juga dilaporkan bahwa susu kambing aman bagi tubuh, mampu menetralisir asam lambung, menambah vitalitas dan daya tahan tubuh, mengatasi masalah impotensi dan mengoptimalkan pertumbuhan pada anak (Afandi 2007). Susu kambing adalah sumber Ca dan asam amino triptofan dan zat gizi lain yang sangat baik. Selain itu, susu kambing baik dikonsumsi oleh individu yang tidak toleran terhadap susu sapi, karena beberapa jenis protein susu yang dapat menyebabkan alergi dan ditemukan dalam susu sapi, tidak ditemukan dalam susu kambing. Selain itu, beberapa anti-inflamasi seperti oligosakarida ditemukan dalam susu kambing (Mateljan 2008).

67 Tinggi rendahnya komposisi zat gizi dalam susu, dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya genetic (species, bangsa, individu). Menurut Haenlein (2002), nilai heritability komposisi susu adalah 0.50 atau 50 % tinggi rendahnya komposisi susu dipengaruhi oleh genetik. Selain itu, masa laktasi, kesehatan ternak dan faktor lingkungan (makanan, iklim, teknik pemerahan) juga turut mempengaruhi komposisi susu (Walstra et al. 1999). Komposisi susu juga sangat tergantung dari musim, frekuensi dan interval pemerahan (Delaval 2008). Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1998), susu yang dihasilkan ternak menyusui dan dapat digunakan sebagai bahan makanan yang sehat, secara kontinyu dan sekaligus, harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang syarat susu segar. Syarat yang harus dipenuhi meliputi sifat fisik dan kimia, seperti pada Tabel 10. Tabel 10 Syarat fisik dan kimia minimal yang harus dipenuhi susu menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) susu. KOMPONEN FISIK DAN KIMIA SATUAN NILAI Bobot Jenis, pada suhu 27.5 o C g/cm Titik Beku o C ph Total Mikroba Juta/ml Maksimum 3 Kadar Lemak % Minimal 3.0 Kadar Protein % Minimal 2.7 Kadar Laktosa % 4.2 Bahan Kering Tanpa Lemak % Minimal 8.0 Timbal (Pb) ppm Maksimum 0.3 Merkuri (Hg) ppm Maksimum 0.5 Seng (Zn) ppm Maksimum 0.5 Saat ini, susu kambing memiliki nilai jual tinggi, dengan harga per liter susu berkisar Rp Rp dan telah banyak tersedia baik dalam bentuk segar, pasteurisasi maupun olahan, serta telah digunakan untuk berbagai produk kosmetik (Afandi 2007).

68 PERSIAPAN TANAMAN DAUN BANGUN-BANGUN UNTUK PERCOBAAN IN VITRO DAN IN VIVO (Percobaan Pendahuluan) Pendahuluan Pakan adalah bahan makanan ternak yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan ternak, baik untuk hidup pokok, maupun untuk proses pertumbuhan, produksi dan reproduksi. Seperti ternak ruminan lainnya, pakan utama kambing PE terdiri dari hijauan dan konsentrat. Pemberian hijauan sangat diutamakan, yang disarankan dalam bentuk segar dan bervariasi. Namun pemberian konsentrat juga penting, sebagai sumber protein, karena hijauan pakan belum mampu mencukupi kebutuhan ternak kambing PE, terutama untuk produksi susu. Selain hijauan dan konsentrat sebagai pakan basal, saat ini penggunaan tanaman herba sudah mulai diterapkan. Penggunaan tanaman ini ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan produksi ternak. Salah satu jenis tanaman herba yang dapat digunakan adalah tanaman daun bangun-bangun. Daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) adalah jenis tanaman yang memiliki efek fisiologis dan farmakologis penting. Tanaman ini telah lama dikenal masyarakat Batak, sebagai tanaman yang berkhasiat memperlancar sekresi air susu pada ibu menyusui (Sihombing 2005), karena dalam tanaman ini terkandung senyawa-senyawa yang bersifat laktagogue yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada masa laktasi (Lawrence et al. 2005). Sejauh ini, informasi mengenai sifat fisik dan kimia tanaman daun bangun-bangun sudah banyak dipublikasikan. Meskipun demikian, informasi yang tersedia sangat beragam dan apabila ditelusuri dari karakteristik tanaman, sifat-sifat yang dikemukakan berasal dari varietas berbeda. Untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai tanaman daun bangunbangun, yang nantinya akan digunakan dalam percobaan in vitro dan in vivo, maka perlu dilakukan percobaan penanaman. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik agronomi, komposisi gizi dan produksi tanaman. Diharapkan hasil

69 percobaan ini dapat memberikan informasi yang lebih akurat sejauh mana tanaman daun bangun-bangun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di dua lokasi yaitu Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi dan Bantar Kemang Bogor. Lama penelitian 17 bulan yaitu mulai Juli 2005 sampai Desember Bahan Penelitian Dalam percobaan ini, bahan yang dibutuhkan terdiri dari : - Bibit tanaman daun bangun-bangun, diperoleh dari daerah Cilendek dan Cimanggu. - Pupuk langsung pakai (PLP) daun, untuk memacu pertumbuhan tanaman, yang diberikan 2 kali seminggu selama 4 minggu, dengan cara penyemprotan. - Diazinon untuk anti serangga, dengan dosis penggunaan 2 ml/liter air, yang diberikan 2 minggu sekali selama 3 kali berturut-turut. Metode Penelitian Percobaan pendahuluan ini dilaksanakan secara deskripsi, dengan melakukan penanaman tanaman pada beberapa petak percobaan dan pot/polibag. Penanaman dilakukan pada tiga areal lahan masing-masing seluas 600, 300 dan 300 m 2, dengan jarak tanam 30 cm. Perbanyakan tanaman dimulai dengan pembibitan dalam pot dan polibag, menggunakan stek tanaman. Setelah berumur 2 minggu, tanaman dikembangkan pada lahan yang sudah disiapkan. Tanaman dipanen setelah berumur 3 bulan untuk digunakan dalam percobaan in vitro dan in vivo. Selama penanaman, dilakukan perawatan tanaman seperti penyiraman, penyiangan, penyemprotan pupuk dan anti serangga. Pengamatan terhadap tanaman dilakukan sejak pembibitan sampai pemanenan hasil, terhadap :

70 Karakteristik tanaman meliputi cara tanam, tinggi tanaman, lebar daun, bentuk daun, bentuk batang, umur berbunga, warna bunga, hama tanaman. Kandungan gizi tanaman. Produksi tanaman per areal lahan. Pengukuran beberapa karakteristik dan produksi tanaman dilakukan secara manual dengan menggunakan alat ukur, sedangkan analisis kandungan gizi menggunakan analisis proksimat (Apriyantono et al. 1989) untuk komponen nutrien, analisis Van Soest (Van Soest 1967) untuk komponen serat, AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) mengikuti prosedur AOAC (1995) untuk komponen mineral dan HPLC (High Performance Liquid Chromatography), mengikuti prosedur AOAC (1995) untuk vitamin E. Analisis ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Cimanggu. Analisis Statistik Analisis data yang digunakan adalah tabulasi dan hasil analisis laboratorium terhadap kandungan gizi di konversi atas dasar bahan kering. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Tanaman Karakteristik tanaman adalah ciri atau sifat dari tanaman, yang dapat diamati melalui bentuk, ukuran, warna dan karakter lainnya. Selama percobaan penanaman daun bangun-bangun, telah diamati beberapa karakteristik tanaman, seperti pada Gambar 11. Beberapa karakter tanaman pada Gambar 11 tersebut sesuai dengan ciri tanaman daun bangun-bangun yang dikemukakan BPPT (2002), yaitu mudah dibiakkan dengan stek ; berbatang bulat, sedikit berbulu dan lunak ; daunnya berbentuk bulat lonjong seperti bed pingpong dan bergerigi. Tanaman ini, memiliki

71 lebar daun 8-10 cm dan dapat mencapai tinggi cm. Tinggi tanaman hasil percobaan ini lebih tinggi dari tinggi tanaman yang dikemukakan oleh ARCBC (2004) yaitu cm, sedangkan warna bunga hanya ditemukan satu warna yaitu ungu muda, sedangkan di negara-negara yang Daun Batang Bunga Bulat lonjong, Bulat, sedikit berbulu, Ungu muda Pinggiran bergerigi tekstur lunak Gambar 11 Karakteristik Tanaman Daun Bangun-Bangun memiliki 4 musim, tanaman ini dapat menghasilkan tiga variasi bunga yaitu merah, ungu atau putih (NHEI 2005). Tinggi tanaman ini dihasilkan dari penanaman yang mendapatkan naungan sebesar %, karena lahan yang tersedia adalah lahan yang telah ditanami tanaman kaliandra. Hasil ini lebih baik dibandingkan tinggi tanaman pada areal yang tidak mendapat naungan, yaitu hanya ± 30 cm. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Urnemi (2002), yang mendapatkan bahwa pada penanaman Coleus amboinicus dengan naungan 50 % menghasilkan tinggi tanaman cm dan naungan 75 % menghasilkan tinggi daun cm, dan lebih tinggi dibandingkan tanaman tanpa naungan, yang hanya mencapai cm. Pada awal tanam, bagian stek yang digunakan setinggi ± 6 cm dan 4 7 hari setelah tanam, mulai tumbuh akar. Pada umur dua bulan, mulai muncul anakan pada ketiak daun, dengan jumlah anakan Pada keadaan ini, tanaman dapat distek untuk pembibitan baru. Tanaman induk akan tumbuh lagi lebih cepat dari sebelumnya dan setelah muncul anakan pada ketiak daun, dapat distek kembali, tetapi sesudah itu, tanaman induk akan mati. Itu berarti tanaman ini termasuk tanaman annual (setahun). Hasil ini kurang sesuai dengan pendapat Heyne (1978), yang menyatakan bahwa

72 tanaman daun bangun-bangun termasuk tanaman annual (setahun) dan perenial (tahunan). Pada umur tiga bulan, batang tanaman mulai berubah warna dari hijau menjadi merah, sedangkan mulai bulan keempat sampai keenam, tanaman mencapai tinggi dan lebar daun maksimal, batang tanaman berwarna merah dengan tekstur lebih keras dan mulai berbunga. Tanaman yang terlalu tinggi, mudah rebah ke tanah dan cenderung mengalami pembusukan. Selama percobaan penanaman daun bangun-bangun, ditemukan juga beberapa hama tanaman, yang merusak tanaman pada kondisi tertentu. Belalang adalah hama tanaman yang ditemukan paling sering, menyerang daun sehingga daun berlubang dan rusak. Bekicot banyak ditemukan pada musim hujan atau areal lahan yang terlalu basah dan dapat menghabiskan tanaman hingga tertinggal akar saja. Semut adalah jenis hama yang ditemukan pada areal lahan yang menggunakan pupuk kandang, sedangkan bekicot dan ulat, hanya ditemukan pada areal yang berdekatan dengan areal penanaman tanaman hortikultura. Tanaman daun bangun-bangun tidak tahan terhadap curah hujan dan penyinaran yang berlebihan (mudah busuk atau layu). Tanaman akan tumbuh lebih baik apabila terdapat tanaman pelindung. Tanaman dapat dipanen paling cepat umur 2 bulan, yang pada kondisi tanah dan iklim yang sesuai. Hasil percobaan penanaman daun bangun-bangun dapat dilihat pada Lampiran 1. Komposisi gizi Berdasarkan hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Ternak (2006) dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (2006), diketahui komposisi zat gizi daun bangun-bangun seperti pada Tabel 11. Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa zat gizi yang terkandung dalam daun bangun-bangun cukup baik. Meskipun kadar lignin terlihat cukup tinggi. namun tanaman yang tergolong herba memiliki kandungan dinding sel lebih rendah dibanding rumput (Benmoon Pharma Research 2006). Dengan demikian. tidak mempengaruhi proses pencernaan. karena lignin dapat mempengaruhi proses

73 pencernaan hanya jika berada dalam dinding sel seperti pada tanaman rumput (Arora 1995). Produksi Hasil pengamatan selama percobaan penanaman diperoleh produksi segar per rumpun tanaman berkisar gram. sedangkan produksi per petak tanam (4 x 7 m) Tabel 11 Komposisi zat gizi daun bangun-bangun Komponen Zat Gizi Satuan Jumlah Bahan Kering * % Protein Kasar * % Serat Kasar * % Lemak * % 3.20 Beta-N * % Abu * % Ca * % 2.39 P * % 0.57 Zn ** ppm 3.90 Fe ** ppm 9.03 Mn ** ppm Mg ** % 0.14 Vitamin E ** ppm 0.24 TDN *** % NDF * % ADF * % Hemiselulosa * % Selulosa * % Lignin * % * Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak (2006) ** Hasil analisis Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (2006) *** Hasil perhitungan berdasarkan rumus Sutardi (1981) Komposisi zat gizi dihitung atas dasar bahan kering berkisar kg atau rata-rata 21.5 kg. Dari 20 petak tanam. dengan luas areal 560 m 2, didapat produksi segar 420 kg, dari umur panen tiga bulan. Dari total panenan tanaman daun bangun-bangun segar memiliki proporsi % batang dan %

74 daun. Apabila dikonversikan ke dalam produksi segar/ha, maka diperkirakan produksi yang akan diperoleh sebesar: X 420 kg = kg segar/ha 560

75 Simpulan 1. Tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) memiliki karakteristik yang khas dan mudah diperbanyak dengan menggunakan stek, namun tidak tahan pada penyinaran dan curah hujan yang berlebihan. 2. Tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) memiliki kandungan gizi cukup baik, di antaranya kadar protein, kalsium (Ca) dan zat besi (Fe), yang relatif tinggi, sehingga diharapkan mampu meningkatkan suplai kebutuhan gizi ternak, terutama pada masa laktasi. 3. Produksi tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) cukup tinggi, dengan umur panen yang relatif singkat, sehingga dapat menjamin ketersediaannya jika digunakan sebagai suplemen pakan untuk ternak.

76 SUPLEMENTASI DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour) DAN ZINC-VITAMIN E DALAM RANSUM TERHADAP METABOLISME RUMEN IN VITRO KAMBING PERANAKAN ETAWAH Pendahuluan Pakan adalah bahan makanan ternak yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan ternak, baik untuk hidup pokok, maupun untuk proses pertumbuhan, produksi dan reproduksi. Seperti ternak ruminan lainnya, pakan utama kambing PE terdiri dari hijauan dan konsentrat. Pemberian hijauan sangat diutamakan dan disarankan dalam bentuk segar serta bervariasi. Namun pemberian konsentrat juga penting, sebagai sumber protein, karena hijauan pakan belum mampu mencukupi kebutuhan ternak kambing PE, terutama untuk produksi susu. Selain itu, meningkatkan mutu pakan dapat juga dilakukan dengan suplementasi atau fortifikasi. Hal ini bertujuan memperbaiki kualitas ransum dan meningkatkan ketersediaan gizi sehingga dapat menunjang optimalisasi produksi susu. Saat ini penggunaan tanaman herba sebagai suplemen sudah mulai digalakkan. Penggunaan tanaman ini ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan produksi ternak. Salah satu jenis tanaman herba yang dapat digunakan adalah tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) yaitu tanaman yang memiliki efek fisiologis dan farmakologis penting. Tanaman ini telah lama dikenal masyarakat Batak, sebagai tanaman yang berkhasiat memperlancar sekresi air susu pada ibu menyusui (Sihombing 2005). Lawrence et al. (2005) menyatakan bahwa dalam daun bangun-bangun terdapat tiga komponen utama yaitu komponen yang bersifat lactagogue, komponen zat gizi dan komponen farmakoseutika. Damanik et al. (2006) melaporkan bahwa senyawa lactagogue dalam daun bangun-bangun dapat menstimulir sintesis dan ekskresi air susu. Namun, proses sintesis air susu tidak terlepas dari proses metabolisme rumen. Proses ini melibatkan banyak komponen di antaranya mineral dan vitamin, seperti Zn-vitamin E. Komponen ini, selain berfungsi memperkaya ketersediaan zat gizi mikro, juga dapat membantu memperbaiki

77 metabolisme. Menurut Lonnerdal (1988), interaksi Zn dan vitamin E, terjadi dalam sel, karena Zn sebagai kofaktor multi enzim dan vitamin E dapat membantu penyerapan Zn. Traber (1998) menambahkan bahwa vitamin E juga berperan aktif dalam menjaga integritas membran, membantu proses metabolisme, penyerapan dan transportasi dalam sel. Meskipun demikian, penggunaan suatu bahan sebagai suplemen, sebaiknya perlu diketahui pengaruh yang ditimbulkannya. Hal ini dimaksudkan agar pakan tersebut selain dapat memenuhi kebutuhan gizi ternak yang mengkonsumsi, juga menjaga agar ternak tetap sehat, produktif dan efisien. Dalam bidang nutrisi ruminansia, pengujian dampak pemberian pakan sudah sering dilakukan melalui percobaan in vitro. Percobaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi awal mengenai pengaruh pakan terhadap bioproses rumen, melalui bath culture. Selain itu, pengujian ini juga dapat memprediksi respon produktivitas ternak, apabila mendapatkan ransum dengan komposisi pakan tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari bioproses rumen in vitro, dengan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam ransum, melalui pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik, produksi Volatile Fatty Acid (VFA), produksi amoniak (N-NH 3 ), ph dan jumlah mikroba cairan rumen. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Percobaan in vitro dan analisis variabel dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor, selama satu bulan yaitu pada Februari Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan terdiri atas 60 gram ransum basal (75 % rumput raja dan 25 % konsentrat), 6 gram daun bangun-bangun dalam bentuk kering (tepung), dan 120 ml cairan rumen kambing PE.

78 Konsentrat disusun dari lima bahan pakan dengan proporsi seperti pada Tabel 12. Hijauan yang digunakan adalah rumput raja (Pennisetum purpureophoides), yang diperoleh dari kebun agrostologi milik Balitnak, sedangkan daun bangun-bangun diperoleh dari penanaman selama penelitian berlangsung. Komposisi ransum percobaan disajikan dalam Tabel 13. Tabel 12 Komposisi bahan penyusun ransum Bahan Jumlah (%) Dedak padi 30 Pollard 20 Bungkil kelapa 16 Bungkil kedele 18 Onggok 16 Tabel 13 Komposisi zat gizi ransum perlakuan Zat Gizi R0 R0B3 R0B9 R1 R1B3 R1B9 Bahan Kering (%) Protein Kasar (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Ca (%) P (%) Zn (ppm) Vitamin E (ppm) TDN (%) Ransum perlakuan R0B3 dan R0B9 diramu dari ransum basal (R0), kemudian disuplementasi dengan daun bangun-bangun sebanyak 3 % dan 9 % /kg ransum basal. Ransum perlakuan R1 diramu dari ransum basal (R0), kemudian disuplementasi dengan Zn-vitamin E, sedangkan ransum perlakuan R1B3 dan R1B9 diramu dari R1, kemudian disuplementasi dengan daun bangun-bangun sebanyak 3 % dan 9 % /kg ransum basal. Suplementasi Zn sebanyak 20 ppm menggunakan ZnO

79 (kadar Zn 72 %), sehingga penggunaan menjadi mg/kg ransum, sedangkan vitamin E sebanyak 10 ppm menggunakan Natur E kapsul (kadar 100 IU/kapsul), sehingga penggunaannya menjadi 11 kapsul/10 kg ransum (1 100 IU = mg). Cairan rumen yang digunakan dalam percobaan ini diambil dari rumen kambing PE, dengan cara disedot langsung dari rumen menggunakan selang, kemudian disaring dan disimpan dalam termos. Pengambilan cairan rumen dilakukan sebanyak dua kali pada ternak yang sama, dengan selisih waktu pengambilan adalah 2 minggu, untuk 2 periode pengujian. Metode Penelitian Percobaan in vitro dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Perlakuan yang diberikan adalah ransum basal yang disuplementasi daun bangunbangun (0, 3, 9 %/kg ransum) dan Zn-vitamin E (0 dan 20 ppm:10 ppm), yang dilakukan dua kali yaitu pada dua periode pengambilan cairan rumen dan masingmasing periode dibuat duplo. Kombinasi perlakuan yang diuji dalam penelitian ini, seperti pada Tabel 14. Tabel 14 Perlakuan yang diuji dalam penelitian in vitro Level Daun Bangun-Bangun (B) Ransum Basal (R0) Ransum Basal + Zn-Vitamin E (R1) 0 R0B0 R1B0 3 R0B3 R1B3 9 R0B9 R1B9 Ransum basal (hijauan dan konsentrat) dan daun bangun-bangun yang digunakan terlebih dahulu dianalisis kandungan gizinya menggunakan analisis proksimat (Apriyantono et al. 1989) untuk komponen nutrien, analisis Van Soest (Van Soest 1967) untuk komponen serat, AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) mengikuti prosedur AOAC (1995) untuk komponen mineral dan HPLC (High Performance Liquid Chromatography), mengikuti prosedur AOAC

80 (1995) untuk vitamin E. Analisis ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Cimanggu. Percobaan in vitro dikerjakan berpedoman pada prosedur analisis Tilley and Terry (1963), sebagai berikut : Satu gram sampel ransum (kering oven 60 o C) dimasukkan dalam tabung fermentor polietilen. Sementara itu, cairan rumen difiltrasi pada suhu C. Demikian halnya, larutan McDougall disiapkan. Selanjutnya 8 ml cairan rumen dan 12 ml larutan McDougall ditambahkan ke dalam sampel ransum, kemudian dijenuhkan dengan gas CO 2 selama 30 detik, dan ditutup dengan tutup karet berventilasi. Tahap berikutnya adalah inkubasi selama 48 jam pada suhu C. Sesudah itu dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 15 menit. Tahap selanjutnya adalah penambahan pepsin dan kemudian diinkubasi kembali pada suhu C, selama 48 jam. Untuk mengakhiri proses fermentasi, ditambahkan HgCl 2 dengan tujuan untuk membunuh mikroba dan kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Bagian supernatant digunakan untuk analisis VFA dan NH 3. Dalam percobaan ini dilakukan pengamatan terhadap bioproses rumen, yang didasarkan atas peubah: Koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik (KCBO) Volatile Fatty Acid (VFA) total N-NH 3 menggunakan prosedur Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (2005)

81 ph menggunakan ph meter (Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor 2005). Mikroba (Total Plate Count=TPC). mengunakan prosedur Suryahadi (1990).

82 Analisis Statistik Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah dengan Microsoft Office Excel 2003 dan selanjutnya dianalisis menggunakan sidik ragam General Linear Model (GLM) dan uji lanjut Tukey dalam program Minitab 13.0 Release Hasil dan Pembahasan Kecernaan bahan kering dan bahan organik Kualitas ransum ditentukan oleh tingkat kecernaan zat makanan yaitu banyaknya zat makanan yang dapat diserap dalam saluran pencernaan ternak. Percobaan in vitro adalah salah satu cara untuk menguji kualitas ransum yang akan digunakan sebagai pakan. Dari hasil percobaan in vitro diperoleh kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) ransum percobaan, seperti pada Tabel 15. Tabel 15 Kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro dari ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E Level DB (%/kg ransum) RO R1 Rataan ± ± ± 1.64 Kecernaan Bahan Kering (%) ± ± ± 0.86 Rataan ± 6.09 a ± 5.87 b Kecernaan Bahan Organik (%) ± ± ± ± ± ± ± 1.94 a ± 1.42 b ± 2.03 c ± 2.15 a ± 1.38 b ± 2.40 c Rataan ± 6.01 a ± 6.14 b a-c Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) a-b Superskrip huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Data kecernaan bahan organik dihitung atas dasar bahan kering

83 Hasil analisis ragam (Lampiran 2 dan 3) memperlihatkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) meningkatkan KCBK dan KCBO in vitro dan semakin tinggi level suplementasi daun bangun-bangun, semakin tinggi pula KCBK dan KCBO. Demikian halnya suplementasi Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) meningkatkan KCBK dan KCBO in vitro, namun tidak ada interaksi di antara kedua suplemen tersebut dalam mempengaruhi KCBK dan KCBO. Besarnya peningkatan KCBK dan KCBO berkorelasi positif dengan suplementasi daun bangun-bangun (r = 0.65 ; r = 0.66), tetapi di antara KCBK dan KCBO dengan suplementasi Zn-vitamin E, keeratan hubungannya tidak nyata (r = 0.12; r = 0.15). Adanya suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum meningkatkan KCBK dan KCBO berturut-turut sebesar % dan %. Hal ini diduga karena adanya pengaruh senyawa aktif carvacrol dalam daun bangun-bangun. Kadar carvacrol yang ada dalam daun bangun-bangun yang digunakan dalam penelitian ini diperkirakan sebesar 18 gram. Dengan demikian, peningkatan KCBK dan KCBO hasil penelitian ini masih lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Ilsley et al. (2004), yang menggunakan carvacrol yang berasal dari campuran ekstrak tanaman sebanyak 100 gram, sebagai suplemen dalam ransum babi laktasi, yang hanya meningkatkan kecernaan bahan kering dari 82.0 % menjadi 84.2 % dan kecernaan bahan organik dari 84.6 % menjadi 86.8 % atau hanya meningkat masing-masing sebesar 2.2 %. Hal tersebut sangat mungkin terjadi karena carvacrol merupakan senyawa yang dapat mereduksi kecepatan deaminasi asam amino dan degradasi protein (Castillejos et al. 2005), juga dapat mengurangi kecepatan peptidolisis (Calsamiglia et al b ). Penghambatan atau pengurangan kecepatan deaminasi asam amino, degradasi protein dan peptidolisis tersebut, praktis berimplikasi terhadap lepasnya perombakan protein (Busquet et al. 2006). Pengurangan degradasi protein dilaporkan oleh Garcia et al. (2007) bahwa penggunaan carvacrol sebesar 250 mg/l dan 500 mg/l, mengurangi degradasi protein masing-masing sebesar 51.5 % dan 72.8 %. Dengan demikian, jumlah protein yang lolos degradasi dan diserap akan meningkat, sehingga secara

84 langsung berpengaruh terhadap meningkatnya kecernaan bahan organik. Hal ini berdampak pada peningkatan kecernaan bahan kering secara keseluruhan, yang terlihat dari adanya korelasi positif yang sangat nyata di antara kedua variabel tersebut (r = 0.98). Meningkatnya kecernaan protein ini juga nyata terlihat pada hasil penelitian Ilsley et al. (2004) yaitu dari 86.2 % menjadi 89.2 %. Gusman (2005) mengemukakan bahwa senyawa-senyawa phytophenol atau photogenic dalam ekstrak tanaman, seperti carvacrol dapat digunakan sebagai feed additive. Senyawa ini dapat membantu proses pencernaan, baik untuk memperlancar pencernaan atau mengatasi konstipasi (laxative), maupun untuk mengurangi mikroba patogen sehingga sistem pencernaan lebih sehat. Cross et al. (2007) dalam penelitiannya pada ayam mulai umur 7 28 hari, telah membuktikan bahwa penggunaan herba seperti oregano dan thyme, yang mengandung carvacrol, menghasilkan performans ayam lebih baik berdasarkan pengamatan terhadap kecernaan zat makanan, pertambahan bobot badan dan jumlah mikroflora pathogen dalam saluran pencernaan. Peningkatan kecernaan juga dipengaruhi oleh suplementasi Zn-vitamin E. Suplementasi Zn-vitamin E dalam ransum meningkatkan KCBK dan KCBO berturutturut sebesar 6.16 % dan 6.46 %. Hal ini diduga karena peran katalitik Zn dan fungsi vitamin E dalam melindungi oksidasi lemak dan kerusakan sel. Zn dengan fungsi katalitiknya, mengaktivasi enzim yang terlibat dalam metabolisme (NRC 2001) dan vitamin E melindungi lemak dari peroksidasi (Vitahealth 2004), sehingga dapat berdampak positif terhadap kecernaan lemak dan juga memberikan kontribusi terhadap kecernaan bahan organik dan bahan kering secara keseluruhan. Adanya suplementasi Zn-vitamin E dapat memacu peningkatan KCBK dan KCBO, yang lebih tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan suplementasi Zn-vitamin E dengan dosis yang lebih kecil, KCBK dan KCBO yang dihasilkan masih lebih baik, dibandingkan hasil penelitian Hadjipanayiotou dan Economides (1997), yang mendapatkan peningkatan KCBK dan KCBO in vitro masing-masing sebesar 6.1 % dan 6.5 %, dengan penggunaan 850 IU/kg vitamin E dan 45 ppm Zn atau dengan dosis yang lebih tinggi dari yang digunakan dalam penelitian ini. Namun melihat

85 keeratan hubungan di antara kecernaan dan suplementasi Zn-vitamin E yang tidak nyata, maka diduga pada kondisi tertentu, suplementasi Zn-vitamin E tidak akan memberikan pengaruh terhadap kecernaan. Produksi VFA Total Produksi VFA merupakan hasil metabolisme pakan dalam rumen, terutama dari komponen karbohidrat pakan, melalui proses enzimatik dan fermentatif. VFA adalah sumber energi utama ternak ruminansia. Hasil pengukuran produksi VFA total in vitro ditampilkan dalam Tabel 16. Tabel 16 Produksi VFA total in vitro dari ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E Level DB RO R1 Rataan (%/kg ransum) VFA Total (mm) ± ± ± ± ± ± ± 6.50 a ± 6.14 b ± 5.89 c Rataan ± a ± b a-c Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) a-b Superskrip huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Rataan nilai VFA total in vitro hasil penelitian ini berkisar mm, dan cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya level daun bangunbangun dan adanya suplementasi Zn-vitamin E. Menurut Sutardi (1981), produksi VFA total yang layak bagi kelangsungan hidup normal ternak ruminansia adalah mm. Itu berarti produksi VFA hasil penelitian ini masih termasuk normal, bahkan cenderung lebih tinggi. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 4) terlihat bahwa produksi VFA mengalami peningkatan yang sangat nyata (P<0.01) dengan adanya suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Produksi VFA total berkorelasi positif

86 dengan suplementasi daun bangun-bangun (r = 0.66), sedangkan antara produksi VFA total dan suplementasi Zn-Vitamin E keeratan hubungannya tidak nyata (r = 0.09). Adanya suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum meningkatkan produksi VFA total sebesar %. Hasil penelitian ini masih lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Benchaar et al. (2007), dengan menggunakan ekstrak tanaman oregano, yang menghasilkan VFA sebesar mm, atau meningkat sebesar 7.77 % dibandingkan dengan kontrol (94.0 mm). Namun hasil ini berlawanan dengan hasil penelitian Busquet et al. (2006), yang mendapatkan bahwa penggunaan carvacrol sebesar 300 mg/l menurunkan produksi VFA sebesar 16.8 % dan penggunaan ekstrak tanaman oregano sebesar 300 mg/l juga menurunkan produksi VFA sebesar 4.3 %. Perbedaan ini diduga terjadi karena perbedaan penggunaan dosis dari ekstrak tanaman dan adanya senyawa pembatas lain, seperti thymol. Menurut Dorman and Deans (2000), dalam ekstrak tanaman terdapat berbagai komponen dan masing-masing memiliki sifat yang berbeda bahkan satu senyawa dapat menjadi inhibitor senyawa lain, seperti thymol dan carvacrol, karena thymol adalah bentuk isomer dari carvacrol. Demikian halnya Davidson and Naidu (2000) menyatakan bahwa senyawa-senyawa yang tergolong phytophenol yang diperoleh dari ekstrak tanaman, memiliki spektrum efek yang berbeda, sehingga dosis penggunaan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula. Castillejos et al. (2006), menyatakan bahwa senyawa seperti thymol, memiliki sifat antibakterial. Senyawa ini selain berpengaruh terhadap mikroba, juga dapat menghambat aktivitas senyawa lain seperti carvacrol, sehingga Calsamiglia et al. (2007 a ) menganjurkan penggunaan senyawa aktif dari ekstrak tanaman, sebagai modifikasi fermentasi mikroba rumen, harus dalam dosis terkontrol dan dalam kombinasi terseleksi. Peningkatan produksi VFA dengan penggunaan carvacrol juga dilaporkan oleh Hadjipanayiotou and Economides (1997), yang mendapatkan produksi VFA sebesar 150 mm/l atau lebih tinggi dari hasil penelitian ini. Produksi VFA total yang meningkat cukup tinggi, juga diduga karena meningkatnya KCBK dan KCBO, sehingga ketersediaan substrat lebih banyak, untuk bakteri dalam memproduksi VFA. Hal ini terlihat dari adanya keeratan hubungan

87 yang positif di antara produksi VFA dengan KCBK dan KCBO (r = 0.98 ; r = 0.98). Menurut Hobson and Stewart (1997), ketersediaan substrat sangat penting baik bagi kehidupan mikroba rumen, maupun dalam proses fermentatif dan metabolisme untuk menyediakan energi bagi induk semang (ternak). Adanya penghambatan degradasi dan deaminasi protein, diduga mengakibatkan substrat yang tersedia adalah komponen serat seperti selulosa dan hemiselulosa, sehingga produksi VFA mengalami peningkatan. Kondisi ini mengindikasikan adanya peningkatan jumlah populasi mikroba dari jenis selulolitik. Menurut Clarke and Bauchop (1977), bakteri selulolitik membutuhkan substrat selulosa dan hemiselulosa untuk menghasilkan energi bagi ternak ruminansia dalam bentuk VFA. Peningkatan produksi VFA total in vitro juga disebabkan oleh adanya suplementasi Zn-vitamin E, yang meningkatkan produksi VFA total sebesar 9.13 %. Hasil penelitian ini relevan dengan hasil penelitian Berzaghi et al. (1996) yang mendapatkan bahwa penggunaan vitamin E (550 IU/kg) dan Zn (1325 ppm) sebagai suatu suplemen campuran vitamin-mineral (5%) dalam pakan, menghasilkan VFA total 150 mm/l, lebih tinggi dari pakan tanpa suplemen vitamin-mineral yang menghasilkan VFA total 148 mm/l. Produksi N-NH 3 Produksi N-NH 3 merupakan produk utama dari proses deaminasi asam amino dan ketersediaannya dalam rumen untuk pertumbuhan mikroba merupakan prioritas utama dalam mengoptimalkan fermentasi hijauan. Dari hasil percobaan in vitro diperoleh produksi N-NH 3 ransum percobaan seperti pada Tabel 17. Tabel 17 Produksi N-NH 3 in vitro dari ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E Level DB (%/kg ransum) 0 3 RO R1 Rataan ± ± 0.19 N-NH 3 (mm) ± ± ± 0.07 a 9.35 ± 0.17 b

88 ± ± ± 0.16 b Rataan 9.41 ± ± 0.74 a-b Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Produksi N-NH 3 in vitro pada penelitian ini menurun sangat nyata (P<0.01), dengan adanya suplementasi daun bangun-bangun (Lampiran 5), tetapi di antara level suplementasi daun bangun-bangun, penurunan N-NH 3 tidak nyata (P>0.01), sedangkan suplementasi Zn-vitamin E tidak nyata (P>0.01) mempengaruhi produksi N-NH 3. Produksi N-NH 3 berkorelasi negatif dengan suplementasi daun bangunbangun ( r = ), sedangkan di antara produksi N-NH 3 dengan suplementasi Zn- vitamin E tidak ada hubungan (r = ). Penurunan kadar NH 3 yang disebabkan suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum berkisar antara %. Namun demikian, kadar N-NH 3 hasil penelitian ini, yang berkisar antara mm, masih berada dalam kisaran normal, sesuai rekomendasi Preston and Leng (1987), yaitu kadar NH 3 yang mendukung pertumbuhan mikroba dalam rumen adalah 4-14 mm. Kadar N-NH 3 kurang dari batas minimum kisaran normal dapat mengganggu proses fermentasi. Terjadinya penurunan kadar NH3 yang signifikan, diduga karena adanya reaksi senyawa aktif dalam daun bangun-bangun. Menurut Calsamiglia et al. (2007 b ), senyawa phytophenol seperti carvacrol, thymol dan eugenol dalam tanaman dapat mereduksi kecepatan proteolisis, peptidolisis dan deaminasi protein oleh mikroba, sehingga lebih banyak protein yang lolos degradasi atau menjadi protein bypass. Dengan demikian, produksi NH 3 sebagai bagian dari metabolisme nitrogen (degradasi dan deaminasi) mengalami penurunan. Kondisi ini juga menggambarkan bahwa ketersediaan substrat protein untuk mikroba semakin menurun, sehingga jumlah populasi mikroba proteolitik juga mengalami penurunan. Hal ini berbanding terbalik dengan produksi VFA, yang terlihat dari adanya korelasi negatif di antara kedua variabel tersebut (r = 0.94). Clarke and Bauchop (1977), menyatakan bahwa bakteri proteolitik membutuhkan substrat protein untuk membentuk protein mikroba dan

89 memproduksi NH 3, yang juga dapat digunakan sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia. Selanjutnya, Leng (1990) mengemukakan bahwa apabila ketersediaan substrat berkurang, maka jumlah populasi mikroba yang memanfaatkan substrat tersebut akan berkurang, sehingga produk akhir jenis mikroba ini juga akan menurun. Penurunan produksi N-NH 3 dalam penelitian ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Cardozo et al. (2004), yang mendapatkan penurunan produksi N-NH 3 dari 14.5 mm menjadi 7.5 mm, atau sebesar %, dengan penggunaan ekstrak tanaman yang mengandung 64 % carvacrol dan 16 % thymol. Hal ini diduga karena perbedaan kadar senyawa aktif yang ada dalam tanaman. Benchaar et al. (2007) melaporkan bahwa perbedaan jumlah dan jenis senyawa aktif dalam ekstrak tanaman menghasilkan perbedaan pengaruh terhadap fermentasi mikrobial rumen in vitro. Hasil penelitian dengan menggunakan senyawa carvacrol 400 mg/l menurunkan produksi N-NH 3 dari 11.7 mm menjadi 10.1 mm atau menurun sebesar %, sedangkan penggunaan thymol 200 mg/l meningkatkan produksi N-NH 3 menjadi 12.0 mm atau meningkat sebesar 2.56 % dan penggunaan ekstrak tanaman oregano yang mengandung 85 % carvacrol dan 7 % thymol, meningkatkan produksi N-NH 3 dari 11.8 mm menjadi 13.2 mm atau meningkat sebesar %. Suplementasi Zn-vitamin E tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap produksi N-NH 3. Hal ini diduga karena adanya penurunan aktivitas enzim untuk proses pencernaan protein (degradasi dan deaminasi), yang dapat menghasilkan N- NH 3, sehingga peran Zn-vitamin E untuk meningkatkan kerja enzim tersebut dalam metabolisme menjadi berkurang. Menurut Cousins (1996), zn berperan sebagai komponen maupun kofaktor enzim, sehingga aktivitas enzim dapat ditingkatkan dengan adanya Zn, yang ketersediaannya ditingkatkan dengan adanya vitamin E. Dengan demikian, apabila ketersediaan enzim berkurang, maka peran Zn juga akan berkurang. Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Bargo dan Muller (2005) yang mendapatkan bahwa penggunaan mg/kg Zn dan mg/kg vitamin E, yang merupakan jumlah penggunaan di atas batas optimum, dalam campuran konsentrat sapi laktasi, tidak berpengaruh terhadap produksi N-NH 3.

90 ph Cairan Rumen Nilai ph cairan rumen penting untuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen dan mengatur proses fermentasi dalam rumen. Dari hasil percobaan in vitro diperoleh ph cairan rumen seperti pada Tabel 18. Pada Tabel 18 terlihat bahwa ph cairan rumen in vitro berkisar antara 6.14 sampai Nilai ph ini masih termasuk nilai ph normal untuk kehidupan mikroba dan berlangsungnya proses fermentasi dalam rumen, yaitu pada kisaran 5.5 sampai 7 (Leng 1990). Nilai ph yang tetap dipertahankan berada dalam kisaran normal, tidak terlepas dari fungsi Zn dan vitamin E yaitu berperan dalam homeostasis asam basa (Piliang 2001) dan menjaga integritas membran sel (Hughes 2003). Selain itu, dalam daun bangun-bangun juga terdapat senyawa yang bersifat buffer. Menurut Lawrence et al. (2005), senyawa yang bersifat buffer dalam daun bangun-bangun tergolong dalam kelompok Tabel 18 Kadar ph cairan rumen in vitro Level DB RO R1 Rataan (%/kg ransum) ph ± ± ± ± ± ± ± 0.02 a 6.16 ± 0.04 b 6.15 ± 0.04 b Rataan 6.19 ± ± 0.05 a-b Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) senyawa farmakoseutika, yang jumlahnya berkisar %. Senyawa tersebut dapat berperan dalam menjaga keseimbangan asam-basa. Hasil analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun sangat nyata (P<0.01) menurunkan kadar ph cairan rumen, tetapi di antara level suplementasi daun bangun-bangun penurunan kadar ph tidak nyata (P>0.01). Demikian halnya dengan suplementasi Zn-vitamin E dalam ransum yang mengadung daun bangun- bangun, pengaruhnya tidak nyata (P>0.01) terhadap kadar

91 ph cairan rumen. Kadar ph cairan rumen berkorelasi negatif dengan suplementasi daun bangun-bangun (r = ), sedangkan kadar ph cairan rumen dan suplementasi Zn-vitamin E tidak memiliki keeratan hubungan (r = ). Penurunan ph yang disebabkan oleh suplementasi daun bangun-bangun berkisar antara poin, diduga berkaitan erat dengan meningkatnya produksi VFA. Semakin meningkat produksi VFA, semakin meningkat pula kadar keasaman cairan rumen. Hasil pengujian menunjukkan adanya korelasi negatif di antara ph rumen dengan VFA (r = -0.67). Dengan kata lain, semakin meningkat produksi VFA, semakin meningkat pula keasaman cairan rumen. Penelitian yang dilaporkan Benchaar et al. (2007), juga mendapatkan hasil yang sama yaitu penggunaan ekstrak tanaman oregano dapat meningkatkan produksi VFA dari 94.0 mm menjadi mm dan ph rumen mengalami penurunan 0.08 poin. Penurunan ph diduga akan mempengaruhi jumlah dan jenis populasi mikroba. Clarke and Bauchop (1977), menyatakan bahwa perubahan ph ke arah basa akan menghambat pertumbuhan mikroba dari jenis ciliata, sebaliknya perubahan ph yang menjadi semakin asam akan merubah pola pencernaan ke arah pemanfaatan substrat dari golongan karbohidrat. Mikroba Cairan Rumen Jumlah mikroba cairan rumen didapat dengan metode inokulasi langsung dan di analisis secara total plate count (TPC) menggunakan satuan coloni forming unit (cfu/ml). Jumlah mikroba cairan rumen hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 7) diperoleh bahwa suplementasi daun bangun-bangun sangat nyata (P<0.01) menurunkan jumlah mikroba, sedangkan suplementasi Zn-vitamin E tidak nyata mempengaruhi (P>0.01) jumlah mikroba cairan Tabel 19 Jumlah mikroba cairan rumen in vitro. Level DB (%/kg ransum) RO R1 Rataan

92 Jumlah Mikroba (x10 5 cfu/ml) ± ± ± ± ± ± ± 1.69 a ± 1.77 b ± 1.85 b Rataan ± ± 3.65 a-b Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) rumen. Demikian halnya di antara level suplementasi daun bangun-bangun, penurunan jumlah mikroba tidak nyata (P>0.01). Jumlah mikroba rumen berkorelasi negatif dengan suplementasi daun bangun-bangun (r = ), sedangkan jumlah mikroba cairan rumen dengan suplementasi Zn-vitamin E, korelasinya tidak nyata (r = 0.11). Meskipun mengalami penurunan 1 6 (x 10 5 ) cfu/ml, jumlah mikroba hasil penelitian ini, yang berkisar antara 46 x 10 5 sampai 54 x 10 5 cfu/ml, masih termasuk dalam jumlah normal untuk berlangsungnya proses fermentasi dalam rumen, berdasarkan rekomendasi Leng (1990), yaitu pada kisaran 46 x 10 5 sampai 52 x Hal ini diduga karena level penggunaan daun bangun-bangun yang mengandung senyawa antimikrobial, masih dalam batas toleransi kondisi rumen dan adanya senyawa-senyawa yang bersifat penstabil dalam daun bangun-bangun. Menurut Clarke and Bauchop (1977), kondisi rumen sangat mempengaruhi populasi dan aktivitas mikroba. Apabila kondisi stabil, maka populasi dan aktivitas mikroba tetap dipertahankan pada keadaan normal. Salah satu faktor yang menentukan kondisi rumen adalah ph. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun nyata menurunkan kadar ph rumen, meskipun nilai tersebut masih berada pada kisaran normal yaitu 6.15 sampai Jumlah mikroba juga memperlihatkan korelasi positif dengan kadar ph (r = 0.54). Dengan kata lain, semakin menurun kadar ph, maka jumlah mikroba juga semakin menurun, tetapi senyawa yang bersifat buffer atau penstabil, seperti yang ditemukan dalam daun bangun-bangun (Lawrence et al. 2005), membantu menjaga kestabilan kondisi rumen, sehingga populasi dan aktivitas mikroba dapat dipertahankan (Chavez et al. 2007). Namun demikian,diduga terjadi perubahan jenis mikroba dan pola pencernaan dalam rumen, karena penurunan ph yang terjadi berkorelasi dengan peningkatan

93 produksi VFA (r = -0.67) dan N-NH 3 (r = 0.72). Penurunan kadar N-NH 3 menunjukkan adanya penurunan pencernaan protein, sedangkan peningkatan kadar VFA menggambarkan adanya peningkatan pencernaan karbohidrat. Mekanisme ini memperlihatkan adanya perubahan jenis mikroba yaitu berkurangnya jenis mikroba proteolitik dan meningkatnya jenis mikroba selulolitik. Menurut Clarke and Bauchop (1977), jenis mikroba akan sangat tergantung dari ketersediaan substrat. Dalam hal ini, substrat protein lebih banyak lolos degradasi, sehingga ketersediaan substrat protein menurun. Dengan demikian jenis mikroba proteolitik juga berkurang. Hal ini tentunya memerlukan pengujian lebih lanjut, karena dalam penelitian ini, hanya mengukur jumlah mikroba total. Tendensi penurunan jumlah mikroba cairan rumen, dengan adanya suplementasi daun bangun-bangun diduga karena adanya senyawa aktif golongan farmakoseutika dalam daun bangun-bangun, di antaranya thymol yang bersifat antimikrobial (Lawrence et al. 2005). Penurunan jumlah mikroba untuk ternak ruminansia tentunya perlu dikuatirkan. Namun beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa jenis mikroba yang dipengaruhi oleh senyawa aktif daun bangun-bangun adalah jenis mikroba patogen. Hammer et al. (1999) melaporkan bahwa dari 52 ekstrak tanaman termasuk jenis coleus dan oregano, ditemukan efek antimikrobial yang kuat terhadap mikroba Candida albicans, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Serratia marcescens dan Staphylococcus aureus, bahkan Dorman and Deans (2000), telah menemukan bahwa dalam tanaman dari genus Lamiaceae, seperti oregano dan coleus, ditemukan senyawa yang bersifat antibakteri atau bakterisidal yang dapat menghambat aktivitas mikroba jenis Bacillus subtilis, Escherichia coli, Flavobacterium suaveolens dan Serratia marcescens. Hasil penelitian lain yang dilaporkan oleh Evans and Martin (2000), mendapatkan bahwa penggunaan thymol dengan dosis 45 g/ml dan 90.7 g/ml dapat menghambat pertumbuhan bakteri, khususnya bakteri dari jenis streptococcus, sehingga dapat mempengaruhi jumlah mikroba keseluruhan. Demikian halnya beberapa peneliti lain telah menemukan bahwa thymol dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran

94 pencernaan, seperti jenis Basillus (Delgado et al. 2004, Periago et al. 2004) dan Eschericia (Kisko and Roller 2005). Menurut Calsamiglia et al. (2007 b ), senyawa antimikrobial adalah esensial oil, dengan situs aktif utama membran sel. Pada kondisi hidrofobik senyawa ini aktif terhadap bakteri gram positif dan senyawa dengan berat molekul kecil aktif terhadap bakteri gram negatif. Penelitian yang dilakukan terhadap esensial oil dari ekstrak tanaman, yang mengandung antimikrobial monensin mendapatkan bahwa pada level ppm, senyawa monensin aktif terhadap bakteri gram positif B. fibrisolvens dan R. albus serta bakteri gram negatif F. Succinogenes, P. ruminicola dan S.ruminantium. Bakteri tersebut berperan penting dalam aktivitas metabolisme rumen pada ternak ruminansia, namun sampai saat ini belum ditemukan pengaruh nyata dari suplementasi daun bangun-bangun, dengan senyawa aktif yang terkandung di dalamnya, terhadap jenis mikroba rumen penting, sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan hasil penelitian, dapat digambarkan korelasi di antara beberapa variabel, yang menggambarkan keeratan hubungan variabel tersebut dalam menentukan berlangsungnya proses metabolisme dalam rumen. Hubungan tersebut diperlihatkan dalam Gambar 12.

95 DAUN BANGUN-BANGUN Zn-VITAMIN E KECERNAAN BK & BO ph PRODUKSI VFA PRODUKSI N-NH JUMLAH MIKROBA Gambar 12 Keeratan hubungan di antara variabel penentu metabolisme rumen in vitro

96 Simpulan 1. Suplementasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dalam ransum dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik serta produksi VFA total in vitro, berturut-turut sebesar %, % dan %, dengan keeratan hubungan yang positif, sebaliknya memiliki keeratan hubungan negatif terhadap produksi N-NH3, kadar ph dan jumlah mikroba, yang terlihat mengalami penurunan berturut-turut sebesar %, poin dan 1-6 (x 10 5 ) cfu/ml. 2. Suplementasi Zn-vitamin E dalam ransum yang mengandung daun bangunbangun, berdampak positif terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik dan produksi VFA total in vitro, yang terlihat dari adanya peningkatan berturut-turut sebesar %, % dan %, tetapi masing-masing memiliki keeratan hubungan tidak nyata. 3. Ditemukan bahwa semakin tinggi level suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum bertendensi menurunkan kadar ph dan jumlah mikroba rumen, yang perlu diteliti lebih lanjut, karena untuk ternak ruminansia hal ini dikuatirkan mengganggu, meskipun dalam penelitian ini kadar ph dan jumlah mikroba masih berada dalam kisaran normal untuk berlangsungnya proses fermentasi dalam rumen.

97 SUPLEMENTASI DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour) DAN ZINC-VITAMIN E DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH Pendahuluan Susu adalah salah satu produk hewani yang dianjurkan untuk dikonsumsi, karena banyaknya nutrisi penting yang terkandung di dalamnya. Susu dihasilkan oleh ternak perah, di antaranya kambing perah dari jenis peranakan etawah (PE). Kambing ini adalah hasil persilangan dari jenis kambing etawah (jamnapari) dan kambing kacang, yang memiliki beberapa keunggulan seperti perkembang-biakannya relatif cepat, karena dapat beradaptasi dengan berbagai jenis hijauan pakan (Tomaszewska et al. 1993), dan dapat mencapai pubertas pada umur bulan, dengan lama bunting berkisar antara hari (Sutama et al. 1996) dan memiliki jumlah anak sekelahiran berkisar antara 1 3 ekor, dengan produksi susu berkisar antara liter/ekor/hari, sepanjang masa laktasi antara 5 8 bulan (Balitnak 2004). Produksi susu tersebut masih terbilang rendah dan masih menjadi kendala dalam perkembangbiakan kambing. Namun demikian, produksi susu kambing secara keseluruhan telah memberikan kontribusi sebesar 35 % terhadap total produksi susu dunia (Weinstein 2005) dan memiliki harga jual cukup tinggi yaitu berkisar antara Rp Rp per liter (Afandi 2007). Rendahnya produksi, erat kaitannya dengan rendahnya mutu pakan. Perbaikan mutu pakan, baik dengan suplementasi maupun fortifikasi pada ternak kambing PE dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi susu. Dari berbagai informasi diketahui bahwa tanaman daun bangun-bangun dapat digunakan untuk meningkatkan produksi susu (Depkes 2005). Daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) adalah jenis tanaman yang memiliki efek fisiologis dan farmakologis penting. Tanaman ini telah lama dikenal masyarakat Batak, sebagai tanaman yang berkhasiat memperlancar sekresi air susu pada ibu menyusui (Sihombing 2005). Beberapa penelitian telah membuktikan hal ini, di antaranya produksi susu pada tikus putih laktasi meningkat

98 sebesar 30 % (Silitonga 1993), pada ibu menyusui sebesar 47.4 % (Santosa 2001) dan 65 % (Damanik et al. 2006). Selain itu, di banyak negara lain di dunia, khususnya negara-negara Asia, tanaman ini telah banyak diteliti dan diketahui memiliki senyawa aktif lain dengan manfaat medis penting, seperti membantu mengontrol postpartum bleeding dan berperan sebagai uterine cleansing agent pada ibu melahirkan (Damanik et al. 2006), antibakteri, analgesik dan antiinflamasi (Feria, 2007). Selain mutu pakan, proses produksi susu juga dipengaruhi oleh proses metabolisme. Proses metabolisme ini berhubungan erat dengan ketersediaan zat gizi untuk aktivitas enzim dan mikroba rumen. Zat gizi yang erat kaitannya dengan hal ini selain zat gizi makro, juga zat gizi mikro di antaranya Zn. Pada ruminansia, ketersediaan Zn sangat rendah, karena pakan hijauan umumnya rendah kandungan Zn (McDonald et al. 2002). Rendahnya ketersediaan Zn dapat menyebabkan gangguan metabolisme, sehingga ketersediaan zat gizi dalam darah, yang dibutuhkan dalam proses produksi menjadi berkurang. NRC (2001) menyatakan bahwa mineral Zn merupakan faktor penting dalam pemeliharaan sistem kekebalan tubuh. Zn juga berperan dalam memperbaiki proses metabolisme dalam tubuh, karena Zn berperan sebagai metaloenzim (kofaktor multienzim), yang aktif dalam metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat. Selain itu, ketersediaan mineral Zn sangat diperlukan untuk pembentukan antibodi yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh ternak Prasad (2003). Namun, selain ketersediaan, tingkat penyerapan Zn juga rendah, karena Zn dalam ransum tidak sepenuhnya dapat di metabolisme. Menurut Cousins (1996), Zn hanya mampu diserap sebesar ± 33%, sehingga untuk membantu penyerapan Zn, diperlukan senyawa lain seperti vitamin E. Menurut Traber (1998), Vitamin E membantu penyerapan mineral mikro di antaranya Zn, juga berperan dalam mempertahankan produksi optimal, pertumbuhan normal dan fungsi kekebalan tubuh, serta mencegah kerusakan komponen asam lemak tidak jenuh akibat radikal bebas dan perubahan akibat polutan yang berasal dari lingkungan. Adanya suplementasi daun bangun-bangun diharapkan dapat berinteraksi positif dengan suplementasi Zn-vitamin E dalam memperbaiki metabolisme dan produksi susu, sehingga dapat diaplikasikan sebagai suatu bentuk teknologi dibidang

99 pakan. Landasan ini menjadi tujuan dalam penelitian yaitu untuk menguji pengaruh suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dan mengkaji mekanisme fisiologisnya, dalam memperbaiki metabolisme rumen dan produksi susu pada kambing PE. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dengan persiapan induk laktasi ( mulai dari perkawinan ternak sampai partus), kemudian dilanjutkan dengan percobaan ransum (setelah partus dan selama menyusui) dan analisis laboratorium (analisis darah dan susu). Kegiatan ini dilaksanakan di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor. Lama penelitian 15 bulan yaitu pada Januari 2006 sampai Maret Bahan Penelitian Bahan penelitian dalam percobaan in vivo terdiri atas 24 ekor kambing PE (Gambar 13) laktasi pertama, 24 unit kandang individu berukuran 1 x 1 x 1 m, yang dilengkapi tempat makan dan air minum melalui kran otomatis. Bahan penelitian lainnya adalah ransum perlakuan yang terdiri dari ransum basal (hijauan dan

100 Gambar 13 Kambing PE yang digunakan dalam penelitian konsentrat) dan suplemen berupa daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Konsentrat disusun dari lima jenis bahan, dengan proporsi seperti pada Tabel 11. Hijauan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput raja (Pennisetum purpureophoides), diperoleh dari kebun agrostologi milik balitnak. Daun bangun-bangun yang disuplementasi dalam pakan basal, diperoleh dari penanaman sebelum dan selama penelitian berlangsung, pada umur panen 3 bulan. Penggunaan daun bangun-bangun dalam bentuk segar dan ditetapkan sebanyak 0, 3, 6, 9 g/kg BB. Suplementasi Zincvitamin E dikombinasikan dan penggunaannya ditetapkan yaitu zinc sebanyak 20 mg/kg ransum (NRC 1981) dan vitamin E sebanyak 10 mg/kg ransum (Sokol 1996). Komposisi ransum basal (R0) dan ransum basal+zn-vitamin E (R1) serta daun bangun-bangun yang digunakan, disajikan dalam Tabel 20. Tabel 20 Komposisi zat gizi ransum ransum basal (R0) dan ransum basal+zn-vitamin E (R1) serta daun bangun-bangun yang digunakan Zat Gizi R0 * R1 ** Daun Bangun- Bangun Bahan Kering (%) Protein Kasar (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Ca (%) P (%) Zn (ppm) Vitamin E (ppm) TDN (%) * Ransum basal, berdasarkan rekomendasi kandungan gizi NRC (1981) dengan proporsi 25 % hijauan dan 75 % konsentrat, menggunakan Microsoft office excel (2003). ** Ransum basal + Zn-vitamin E Metode Penelitian Percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial, menggunakan empat taraf suplementasi daun bangun-bangun (0, 3, 6, dan 9 g/kg BB), dua taraf suplementasi Zn dan vitamin E (tidak ada suplementasi dan ada

101 suplementasi) dan tiga kelompok (ulangan) berdasarkan bobot badan. Dengan demikian terdapat 24 unit percobaan. Persiapan 24 ekor ternak laktasi dimulai dengan perkawinan, yang dilakukan secara alami, menggunakan 4 pejantan. Selama persiapan proses perkawinan dan masa bunting, kambing PE ditempatkan dalam 4 unit kandang kelompok, dengan luasan kandang 3 x 4 x 1 m, masing-masing unit berisi 6 ekor betina dan 1 ekor jantan. Kandang-kandang tersebut berada dalam satu bangunan kandang sistem panggung berukuran 27 x 8 m. Dua bulan menjelang beranak, kambing dipindahkan dalam kandang percobaan, terletak dalam dua jalur, yang masing-masing jalur terdiri dari 12 unit kandang individu. Penempatan ternak dan pemberian perlakuan dilakukan secara acak. Model pengacakan perlakuan disajikan dalam Gambar 14 dan penempatan ternak dalam unit kandang percobaan ditampilkan dalam Gambar 15. JALUR I JALUR 2 12 R0 B6 (2) R1 B0 (3) R1 B9 (2) R1 B6 (1) R1 B6 (2) R1 B6 (3) 15 9 R0 B3 (1) R0 B9 (2) 16 8 R0 B0 (1) R1 B0 (2) 17 7 R1B3 (2) R0 B0 (3) 18 6 R1 B3 (1) R1 B9 (3) 19 5 R0 B6 (1) R1 B9 (1) 20 4 R0 B0 (2) R1 B3 (3) 21 3 R0 B3 (2) R1 B0 (1) 22 2 R0 B6 (3) R0 B9 (1) 23 1 R0 B9 (1) R0 B3 (3) 24 Gambar 14 Model pengacakan perlakuan dan penempatan dalam setiap unit kandang

102 Gambar 15 Penempatan ternak dalam unit kandang percobaan Perlakuan yang dikenakan terhadap kambing PE dalam penelitian ini adalah level suplementasi daun bangun-bangun (0, 3, 6 dan 9 g/kg BB) dan Zn-vitamin E (20 ppm : 10 ppm), dengan kombinasi seperti pada Tabel 21. Tabel 21 Perlakuan yang dikenakan terhadap kambing PE dalam penelitian Level Daun Bangun-Bangun (B) Ransum Basal (R0) Ransum Basal + Zn-Vitamin E (R1) 0 R0B0 R1B0 3 R0B3 R1B3 6 R0B6 R1B6 9 R0B9 R1B9 Perlakuan terdiri dari ransum basal (hijauan dan konsentrat) dan ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan zinc-vitamin E. Pemberian hijauan sebanyak 10% dari bobot badan ternak dan sebelumnya telah dipotong-potong ± 5 cm, menggunakan mesin chopper. Konsentrat diberikan sebanyak gram/ekor/hari (20 % dari jumlah pemberian hijauan atau 2 % dari BB) dan ditambah

103 100 gram/ekor/hari untuk setiap ekor anak yang disusui. Pemberian ransum percobaan dimulai hari pertama setelah ternak partus. Pemberian ransum dilakukan dalam dua tahap yaitu pagi hari jam dan siang hari jam Pada pagi hari diberikan konsentrat dan daun bangun-bangun, dan siang hari diberikan hijauan. Jumlah ransum yang diberikan, ditimbang setiap kali pemberian sedangkan sisa ransum ditimbang keesokan harinya. Penimbangan dilakukan terpisah untuk masing-masing sisa hijauan, konsentrat dan daun bangun-bangun. Air minum diberikan ad libitum melalui kran air otomatis pada setiap kandang. Selama penelitian berlangsung dilakukan pemerahan susu untuk mendapatkan data produksi susu. Pemerahan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi hari jam dan sore hari jam Teknik pemerahan menggunakan metode whole hand (seluruh jari tangan). Pemerahan mulai dilakukan 4 hari setelah partus dan dilanjutkan setiap selang 4 hari, dengan cara memisahkan anak dari induk. Pada pemerahan pagi, anak kambing dipisah sore hari sebelumnya dan untuk pemerahan sore anak kambing dipisah pagi hari pada hari yang sama. Susu hasil pemerahan sebagian diambil untuk kepentingan analisis dan sebagian diberikan pada anak dari induk yang diperah, dengan menggunakan botol susu. Pada kambing yang anaknya mati, pemerahan dilakukan setiap hari pagi dan sore. Pengambilan darah juga dilakukan untuk mendapatkan data kadar komponen kimia dalam darah. Sebanyak 8 ml sampel darah diambil dari vena jugularis, setelah dua minggu partus (setelah pemberian ransum percobaan), menggunakan syrinx, kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diberi heparin, untuk mencegah koagulasi darah. Tabung reaksi disimpan dalam termos berisi es batu, kemudian dibawa ke laboratorium untuk analisis. Selain itu, dilakukan penimbangan bobot badan kambing dua minggu sekali untuk induk kambing dan seminggu sekali untuk anak kambing. Penimbangan kambing menggunakan timbangan alramana produksi Pettersons Scale Industries Pty. LTD, Brisbane Australia, yang berkapasitas 112 kg dan tingkat ketelitian 200 g.

104 Variabel yang diamati dan diukur dalam penelitian ini adalah variabel yang menggambarkan metabolisme rumen dan produksi susu, sebagai berikut : 1. Metabolisme rumen Penentuan metabolisme rumen didasarkan atas peubah : Konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum Penentuan konsumsi ransum terdiri dari penentuan konsumsi bahan kering (KBK) dan zat gizi ransum (KZG), diperoleh dengan perhitungan menggunakan formula : KBK/KZG = (BK/ZG hasil analisis /100) x konsumsi ransom Analisis kandungan zat gizi makro serta Ca dan P menggunakan analisis proksimat (Apriyantono et al. 1989, Laboratorium INTP 2005), AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) mengikuti prosedur AOAC (1995) untuk Zn dan HPLC (High Performance Liquid Chromatography), mengikuti prosedur AOAC (1995) untuk vitamin E. Hasil analisis zat gizi dikonversi atas dasar bahan kering. Analisis tersebut dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Cimanggu. Hasil analisis zat gizi dikonversi atas dasar bahan kering. Komponen dalam darah Komponen dalam darah diukur sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Penentuan komponen darah didasarkan pada asumsi bahwa apabila terjadi penurunan atau perubahan komponen darah, maka diduga ada gangguan metabolisme. Pengambilan darah mengikuti teknik yang direkomendasikan Suprayogi (2004). Penentuan komponen darah terdiri dari : komponen makro (protein, lemak, glukosa), kadar haemoglobin dan jumlah Red Blood Cell darah ditentukan

105 menggunakan metode Supariasa et al. (2002), komponen mikro darah (Ca, P dan Zn) ditentukan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), vitamin E darah ditentukan menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography), mengikuti prosedur AOAC (1995), dan ph darah diukur menggunakan ph meter. 2. Produksi susu Penentuan produksi susu didasarkan atas beberapa peubah sebagai berikut : Produksi susu induk selama laktasi Produksi susu (PS) selama laktasi diukur setiap selang empat hari selama 3 bulan, dimulai pada hari keempat setelah partus. PS (kg) = Produksi susu pada pemerahan pagi + Produksi susu pada pemerahan sore Produksi susu dalam FCM selama laktasi Produksi susu dalam FCM (Fat Coreected Milk) adalah produksi susu yang telah dikoreksi ke dalam 4 % kadar lemak (NRC 1981), sebagai berikut : FCM = (0,4 x Produksi Susu (kg) ) + (Produksi Susu (kg) x Lemak (kg)) Produksi Komposisi zat gizi susu Komposisi zat gizi susu diperoleh dengan menganalisis zat gizi yang terkandung dalam susu, sebagai berikut : - Protein susu dianalisis menggunakan metode Hadiwiyoto (1982) - Lemak susu dianalisis menggunakan metode Gerber menurut Sudono et al. (1999). - Laktosa susu dianalisis menggunakan metode kalorimetri menurut Apriyantono et al. (1989).

106 - Mineral susu, terdiri dari Ca, P, Zn, ditentukan dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), mengikuti prosedur AOAC (1995). - Vitamin E, ditentukan menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography), mengikuti prosedur AOAC (1995). Seluruh kegiatan analisis laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Cimanggu. Analisis Statistik Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah dengan Microsoft Office Excel 2003 dan selanjutnya dianalisis menggunakan sidik ragam General Linear Model (GLM) dan uji lanjut Tukey dalam program Minitab 13.0 Release Hasil dan Pembahasan Percobaan in vivo dilakukan untuk mengaplikasikan dan menguji sejauh mana pengaruh suplementasi daun bangun-bangun dan Zinc-vitamin E pada kambing PE laktasi melalui pengamatan terhadap metabolisme rumen dan produksi susu. Performa kambing penelitian Kambing peranakan etawah (PE) yang digunakan dalam percobaan in vivo memiliki kisaran umur tahun, dikawinkan dengan empat pejantan secara alami. Dari 24 ekor induk yang dikawinkan, % (22 ekor) berhasil bunting pada perkawinan pertama dan 8.33 % (2 ekor) berhasil bunting setelah dikawinkan kedua kali. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Sutama et al. (1996), yang mendapatkan 66.7 %, 60.0 % dan 73.3 % ternak bunting pada perkawinan pertama, masing-masing untuk induk dengan produksi susu rendah, sedang dan tinggi Kambing PE yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam 3 kelompok berdasarkan bobot badan. Hasil pengamatan terhadap lama bunting dan

107 bobot lahir anak berdasarkan kelompok bobot badan induk, ditampilkan dalam Tabel 22. Secara umum, dari 24 ekor kambing yang digunakan, didapat lama bunting induk berkisar antara hari atau rata-rata ± 3.72 hari. Hasil Tabel 22 Kelompok bobot badan, lama bunting dan bobot lahir anak kambing PE Kelompok Bobot Badan Induk (kg) Lama Bunting Induk (hari) Bobot Lahir Anak (kg) I ± ± ± 0.80 II ± ± ± 0.44 III ± ± ± 0.54 pengamatan ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Sutama et al. (1996), yang mendapatkan lama bunting induk kambing PE berkisar antara hari atau rata-rata 149 hari. Hasil pengamatan juga memperlihatkan bahwa induk kambing PE yang digunakan dalam penelitian ini berpotensi beranak kembar % atau memiliki jumlah anak per kelahiran 1 2 ekor atau rata-rata 1.17, dengan prosentase kelahiran anak jantan ( ) dan betina ( ) masing-masing 50 %. Hasil ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Sodiq et al. (2002), yang mendapatkan jumlah anak per kelahiran berkisar antara 1 3 ekor dengan rata-rata Bobot lahir anak secara keseluruhan berkisar antara kg atau rata-rata 2.68 ± 0.59 kg. Rata-rata bobot lahir ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Sodiq et al. (2002) dan Sutama (2005), yang mendapatkan rata-rata bobot lahir berturut-turut 3,4 kg dan 3.68 kg. Selain itu, tingkat mortalitas dari anak kambing PE sampai disapih mencapai %. Hasil ini lebih tinggi dari hasil penelitian Sodiq et al. (2002), yang mendapatkan tingkat mortalitas hanya 8 % sampai anak disapih. Namun menurut Adiati et al. (2003), tingkat mortalitas anak kambing PE pra sapih memang cukup tinggi yaitu sekitar %.

108 Selama penelitian berlangsung, satu ekor induk mati setelah partus karena sakit. Selanjutnya dalam tabulasi dan analisis data, dihitung sebagai data hilang menggunakan rumus perhitungan data hilang (Steel and Torrie 1995). Metabolisme Rumen Proses metabolisme dalam rumen ternak ruminansia, khususnya kambing PE sangat penting untuk menyediakan energi, baik untuk hidup pokok maupun untuk produksi susu. Status metabolisme rumen dapat diketahui dengan mengukur konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum serta komponen dalam darah. Konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum Konsumsi adalah jumlah makanan yang dimakan oleh ternak dan erat kaitannya dengan sifat fisik atau kimiawi makanan, bobot badan dan sifat fisiologis ternak. Tingkat konsumsi ini dapat menggambarkan kualitas makanan dan menentukan tingkat produksi ternak. Hasil pengukuran konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum disajikan dalam Tabel 23 dan 24. Terdapat interaksi pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) di antara suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam meningkatkan konsumsi Zn dan vitamin E, sedangkan terhadap konsumsi bahan kering dan zat gizi lainnya factor tunggal suplementasi daun bangun-bangun sangat nyata (P<0.01) meningkatkan konsumsi, tetapi suplementasi Zn-vitamin E pengaruhnya tidak nyata (P>0.01). Demikian halnya, peningkatan konsumsi bahan kering, protein, lemak, serta kasar, TDN dan vitamin E, tidak berbeda nyata (P<0.01) di antara level suplementasi daun, tetapi konsumsi Ca dan P di antara level suplementasi daun bangun-bangun 3, 6 dan 9 mg/kg BB, terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) (Lampiran 9 sampai Lampiran 17). Dilihat dari komposisi ransum, suplementasi daun bangun-bangun meningkatkan kandungan gizi ransum (Tabel 13) dan konsumsi hijauan (Lampiran

109 8), sehingga secara langsung mempengaruhi jumlah konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum. Konsumsi bahan kering dan zat gizi makro meningkat berkisar % dan zat gizi mikro meningkat sebesar %. Peningkatan konsumsi tertinggi terjadi pada konsumsi Ca yaitu berkisar %, sejalan dengan meningkatnya level suplementasi daun bangun-bangun. Jumlah konsumsi tersebut, dipengaruhi banyak faktor yang saling berinteraksi, di antaranya aspek anatomi, status fisiologi, bobot badan, tingkat produksi, Tabel 23 Konsumsi bahan kering dan zat gizi makro kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Znvitamin E. Level DB (g/kg Bobot Badan) RO R1 Rataan Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari) ± ± ± ± ± ± ± ± Rataan ± ± Konsumsi Protein (g/ekor/hari) ± ± ± ± ± ± ± ± 1.18 Rataan ± ± 7.33 Konsumsi Lemak (g/ekor/hari) ± ± ± ± ± ± ± ± 0.30 Rataan ± ± 1.38 Konsumsi Serat Kasar (g/ekor/hari) ± ± ± ± ± ± ± ± 4.28 Rataan ± ± Konsumsi TDN (g/ekor/hari) ± ± ± ± ± a ± b ± b ± b ± 1.65 a ± 3.27 b ± 1.82 b ± 1.47 b ± 0.42 a ± 0.83 b ± 0.46 b ± 0.37 b ± 6.01 a ± b ± 6.62 b ± 5.33 b ± 9.80 a ± b

110 a-b ± ± ± ± ± b ± 8.70 b Rataan ± ± Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) kandungan nutrisi dan palatabilitas. Fisher (2002) menyatakan bahwa pada ruminansia sistem pencernaan dan tingkah laku makan dapat menjadi faktor penentu jumlah konsumsi ransum. Dalam beberapa kasus variasi ransum, kandungan gizi terutama protein dan energi, serta palatabilitas ransum, dapat meningkatkan jumlah Tabel 24 Konsumsi zat gizi mikro kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Level DB (g/kg Bobot Badan) RO R1 Rataan 1.11 ± ± ± ± 0.03 Konsumsi Ca (g/ekor/hari) 1.13 ± ± ± ± 0.02 Rataan 2.14 ± ± 0.78 Konsumsi P (g/ekor/hari) ± ± ± ± ± ± ± ± 0.02 Rataan 4.83 ± ± 0.21 Konsumsi Zn (ppm/ekor/hari) ± 0.00 a ± 0.00 a ± 0.00 a ± 0.43 b ± 0.38 c ± 0.16 d 1.12 ± 0.02 a 1.84 ± 0.04 b 2.48 ± 0.02 c 3.15 ± 0.02 d 4.58 ± 0.03 a 4.75 ± 0.06 b 4.93 ± 0.04 c 5.12 ± 0.03 d ± ± ± ± ± 0.00 a ± 0.26 e Rataan ± ± 2.19 Konsumsi Vitamin E (ppm/ekor/hari) ± 0.10 a ± 0.35 b ± 0.30 a ± 0.31 c ± 0.17 a ± 0.13 c ± 0.25 a ± 0.66 c ± ± ± ± 4.29 Rataan ± ± 0.66 a-d Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom dan satu baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

111 konsumsi pada ruminansia. Hasil pengujian menunjukkan adanya korelasi positif di antara suplementasi daun bangun-bangun dengan konsumsi bahan kering (r = 0.90), protein (r = 0.96), lemak (r = 0.93), serat kasar (r = 0.80), TDN (r = 0.92), Ca (r = 0.90) dan P (r = 0.99), tetapi dengan suplementasi Zn-vitamin E, korelasi tersebut tidak nyata. Sebaliknya suplementasi Zn-vitamin E berkorelasi positif dengan konsumsi Zn (r = 0.98) dan vitamin E (r = 0.99), tetapi dengan suplementasi daun bangun-bangun, korelasinya tidak nyata. Hal ini diduga karena kandungan nutrient yang cukup tinggi dalam daun bangun-bangun, meningkatkan kandungan gizi ransum secara keseluruhan. Mertens (1987) mengemukakan bahwa konsumsi adalah faktor esensial yang perlu diperhatikan, sebagai dasar untuk hidup dan berproduksi. Konsumsi berhubungan erat dengan karakteristik ternak, seperti bobot badan, level produksi dan karakteristik pakan, seperti kandungan nutrisi. Dengan demikian, semakin meningkat bobot badan dan produksi ternak serta nilai nutrisi dari pakan yang diberikan pada ternak, relatif akan meningkatkan konsumsi. Demikian halnya menurut Min et al. (2005), meningkatnya kualitas ransum dengan penambahan bahan lain yang dapat meningkatkan jumlah zat gizi mudah dicerna, secara linier akan meningkatkan konsumsi ransum. Selain kandungan nutrisi, diduga ada senyawa lain dalam daun bangun-bangun yang berperan dalam meningkatkan selera makan ternak. Hal ini terlihat juga selama penelitian, dengan penggunaan daun bangun-bangun, konsumsi hijauan meningkat (Lampiran 8) dan konsumsi daun bangun-bangun serta konsentrat tidak pernah tersisa. Secara pasti faktor tersebut belum diketahui, namun menurut Sahelian (2006), dalam beberapa tanaman herba terdapat senyawa yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dalam hal pengaturan rasa lapar. Senyawa tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan selera makan. Namun jenis senyawa tersebut belum teridentifikasi. Lawrence et al. (2002) menambahkan bahwa dalam daun bangunbangun terdapat golongan senyawa farmakoseutika yang perannya bervariasi di antaranya berhubungan dengan palatabilitas. Lebih lanjut Haenlein (2002)

112 menyatakan bahwa pada ternak kambing palatabilitas akan mendorong ternak mengkonsumsi pakan lebih banyak. Faktor palatabilitas ini saling berkaitan dengan kandungan gizi, kecernaan dan konsumsi, yang menurut Despal et al. (2007), intake atau konsumsi pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh banyaknya zat gizi atau bahan tidak dapat dicerna dalam rumen, yang menentukan kapasitas rumen. Semakin banyak jumlah bahan tersebut, kapasitas rumen semakin menurun. Dengan demikian, reseptor dinding rumen akan menyampaikan sinyal ke otak untuk menurunkan konsumsi. Pernyataan ini menjelaskan bahwa apabila jumlah bahan yang dapat dicerna meningkat, kapasitas rumen juga meningkat, maka konsumsi secara langsung akan meningkat. Tinggi-rendahnya konsumsi juga dipengaruhi oleh status fisiologi ternak seperti menyusui atau laktasi dan tingkat produksi susu. Semakin meningkat produksi susu, konsumsi pakan semakin meningkat (Min et al. 2005), meskipun kondisi ini memberikan dampak neraca balance negatif terhadap pertambahan bobot badan induk laktasi. Hal ini terjadi karena adanya kompensasi penggunaan nutrient, tidak untuk pertambahan bobot badan, melainkan untuk produksi susu (Sutardi, 1981). Tidak adanya perbedaan konsumsi bahan kering, protein, lemak, serta kasar, TDN dan vitamin E, di antara level suplementasi daun bangun-bangun diduga karena kandungan gizi ransum dan konsumsi hijauan, di antara level suplementasi daun bangun-bangun tersebut tidak jauh berbeda. Hal ini terlihat dari perubahan kadar zat gizi yang hanya sebesar % dan peningkatan jumlah konsumsi hijauan sebesar %, di antara level suplementasi daun bangun-bangun, apabila dibandingkan dengan tanpa suplementasi daun bangun-bangun. Suplementasi Zn-vitamin E tidak memperlihatkan pengaruh yang berarti terhadap konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum dari kambing PE, kecuali terhadap konsumsi Zn dan vitamin E. Namun demikian, ada kecenderungan penggunaan zinc-vitamin E, menghasilkan konsumsi bahan kering dan zat gizi lebih tinggi dibanding tanpa penggunaan zinc-vitamin E. Menurut Lonnerdal (1988), mekanisme interaksi Zn-vitamin E tidak terlihat pada perubahan konsumsi ternak,

113 namun berada pada level membran. Dengan kata lain, ada tidaknya pengaruh dari suplementasi Zn-vitamin E, akan terlihat setelah proses metabolisme berlangsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi Zn dan vitamin E dipengaruhi oleh suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Dari penelitian Jenkins and Kramer (1992) diketahui bahwa penambahan Zn akan meningkatkan kadar Zn dalam ransum. Demikian halnya Bell et al. (2006) menyatakan bahwa penambahan vitamin E dalam ransum, hanya berpengaruh terhadap kandungan vitamin E ransum, kadar lemak susu dan melindungi kerusakan lemak. Meskipun peranan Zn dan vitamin E tidak nampak terhadap konsunsi, namun defisiensi Zn (Goff and Stabel 1990) dan vitamin E (Traber 1998), dapat menyebabkan penurunan konsumsi secara keseluruhan dan kesehatan ternak akan terganggu. Komponen kimia dalam darah Pengukuran kadar komponen kimia dalam darah sangat penting dalam menentukan status gizi ternak dan metabolisme yang berlangsung dalam tubuh ternak, dalam hal ini ketersediaan zat gizi untuk keperluan produksi susu. Hasil pengukuran kadar komponen kimia dalam darah disenaraikan dalam Tabel 25 dan 26. Tabel 25 Kadar komponen kimia makro dalam darah kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Level DB RO R1 Rataan (g/kg Bobot Badan) Kadar Protein (g/dl) ± ± ± ± ± ± ± ± ±0.11 a 7.01±0.08 b 7.19±0.08 c 7.38±0.11 d Rataan 7.02±0.22 a 7.18±0.23 b Kadar Lemak (%) ±0.01 a 1.06±0.01 a 1.05±0.01 a 1.04±0.01 a 1.19±0.01 b 1.20±0.03 b 1.48±0.01 c 1.52±0.01 c 1.12± ± ± ±0.26 Rataan 1.05± ±0.16 Kadar Glukosa (g/dl)

114 a-d ±1.53 a 73.67±3.22 b 72.00±1.00 b 73.00±1.00 b 69.88±0.83 b 80.00±2.00 c 81.67±2.52 c 84.67±1.53 c 66.77± ± ± ±6.49 Rataan 70.58± ±6.01 Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom dan satu baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Pada Tabel tersebut terlihat bahwa suplementasi daun bangun-bangun dan Znvitamin E dalam ransum dapat meningkatkan kadar komponen dalam darah. Kedua suplemen berinteraksi secara signifikan (P<0.01) dalam meningkatkan ketersediaan lemak, glukosa, Ca dan Zn dalam darah, sedangkan terhadap kadar protein, P dan vitamin E, hanya dipengaruhi oleh masing-masing faktor tunggal suplemen yang Tabel 26 Kadar komponen kimia mikro dalam darah kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Znvitamin E. Level DB RO R1 Rataan (g/kg Bobot Badan) Kadar Ca (%) ± 0.01 a 9.23 ± 0.12 b 9.27 ± 0.06 b 9.27 ± 0.06 b 9.33 ± 0.15 b 9.37 ± 0.25 b 9.77 ± 0.12 b ± 0.20 b 9.12 ± ± ± ± 0.48 Rataan 9.17 ± ± 0.37 Kadar P (%) ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.27 a 4.72 ± 0.17 b 4.83 ± 0.20 b 4.78± 0.23 b Rataan 4.40 ± 0.39 a 4.77 ± 0.34 b Kadar Zn (ppm) ± 0.07 a 2.27 ± 0.06 b 2.28 ± 0.06 b 2.30 ± 0.01 b 2.48 ± 0.04 bc 2.77 ± 0.12 cd 3.04 ± 0.06 d 3.08 ± 0.07 d 2.37 ± ± ± ± 0.42 Rataan 2.28 ± ± 0.26 Kadar Vitamin E (ppm) ± ± ± 0.01 a

115 a-d ± ± ± ± ± ± ± 0.01 b 0.13 ± 0.02 b 0.13 ± 0.02 b Rataan 0.11 ± 0.01 a 0.14 ± 0.02 b Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) diberikan dan pengaruhnya signifikan (P<0.01). Demikian halnya, kadar protein darah di antara level suplementasi daun bangun-bangun berbeda sangat nyata (P<0.01), sedangkan kadar P dan vitamin E darah di antara level suplementasi daun bangun-bangun perbedaannya tidak nyata (P<0.01) (Lampiran 18 sampai Lampiran 24). Hasil penelitian memperlihatkan adanya korelasi positif di antara kadar protein (r = 0.93), glukosa (r = 0.61), Ca (r = 0.59) dan P (r = 0.70) dalam darah dengan suplementasi daun bangun-bangun, tetapi terhadap komponen lainnya, korelasinya tidak nyata, sedangkan komponen lemak (r = 0.81), glukosa (r = 0.64), Ca (r = 0.66), Zn (r = 0.84) dan Vitamin E (r = 0.70) dalam darah berkorelasi positif dengan suplementasi Zn-vitamin E. Hasil ini menunjukkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun berperan dalam meningkatkan kadar protein, glukosa, Ca dan P dalam darah, yang diduga karena meningkatnya jumlah konsumsi protein, lemak, Ca dan P. Bio-Tech Research (2008), mengemukakan bahwa pada ruminansia kadar protein, lemak dan glukosa dalam darah, tergantung dari asupan, metabolisme dalam rumen, penyerapan dalam usus dan transport komponen tersebut ke dalam darah. Apabila konsumsi protein, lemak dan glukosa tinggi dan metabolisme dalam rumen berlangsung optimal, maka absorpsi komponen tersebut akan lebih baik, sehingga transport komponen tersebut ke dalam darah menjadi lebih banyak. Demikian halnya, suplementasi Zn-vitamin E dapat meningkatkan kadar lemak, Zn dan vitamin E, serta bersama suplementasi daun bangun-bangun, dapat lebih meningkatkan kadar glukosa dan Ca dalam darah. Hal ini diduga erat kaitannya dengan konsumsi dan peran Zn dalam metabolisme serta vitamin E untuk mempertahankan integritas membran dan proteksi sel darah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E membantu meningkatkan produksi komponen

116 darah oleh sel atau organ tubuh. Berdasarkan hasil uji, diketahui bahwa terdapat korelasi positif di antara konsumsi zat gizi dan kadar komponen dalam darah. Dalam hal ini, kadar protein darah dengan konsumsi protein (r = 0.93), kadar lemak darah dengan konsumsi lemak (r = 0.43), kadar glukosa darah dengan konsumsi serat kasar (r = 0.62), kadar Ca darah dengan konsumsi Ca (r = 0.59), kadar P darah dengan konsumsi P (r = 0.71), kadar Zn darah dengan konsumsi Zn (r = 0.91) dan kadar vitamin E darah dengan konsumsi vitamin E (r = 0.73). Menurut Sadikin (2001), pengukuran konsentrasi zat gizi dalam darah merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat penting, yang dapat memberikan gambaran kesehatan individu ternak maupun manusia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa seluruh komponen darah, baik dalam plasma maupun serum disintesis dan dikeluarkan oleh organ tertentu yang juga dalam keadaan sehat atau proses metabolisme tubuh berlangsung baik dan normal. Supariasa et al. (2002) menambahkan bahwa apabila terjadi penurunan atau peningkatan kadar komponen dalam darah melampaui batas kisaran normal, maka hal ini dapat menggambarkan adanya penurunan produksi komponen darah oleh sel atau organ tubuh atau terjadi gangguan metabolisme tubuh untuk mensintesis komponen darah. Interaksi pengaruh di antara daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E, mampu meningkatkan lemak darah sebesar % % dan glukosa darah sebesar 25.65% %, sedangkan pengaruh masing-masing faktor tunggal daun bangunbangun dan Zn-vitamin E dapat meningkatkan kadar protein darah berturut-turut sebesar 2.83 % dan %. Menurut Lazzaro (2005), kadar total protein dalam darah untuk kambing dewasa berkisar antara g/dl dan glukosa berkisar antara g/dl. Total protein darah hasil penelitian ini berkisar g/dl dan glukosa g/dl, dan masih berada dalam kisaran normal. Kadar lemak darah normal belum dikemukakan secara pasti, karena status lemak umumnya ditentukan atas dasar beberapa komponen lemak, di antaranya kolesterol. Meskipun demikian, menurut Linder (1992), lemak memasuki aliran darah secara perlahan sebagai kilomikron melalui ductus thoracicus. Hal ini untuk mencegah perubahan besar kadar lemak darah. Dengan demikian, lemak tetap dipertahankan

117 agar stabil atau akan segera digunakan untuk energi dan diinkorporasikan kembali menjadi trigliserida untuk digunakan kemudian. Pada percobaan in vitro terlihat bahwa kecernaan bahan kering dan bahan organik mengalami peningkatan, dengan adanya suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Peningkatan kecernaan protein dan bahan organik ini mengindikasikan adanya peningkatan penyerapan zat gizi organik yaitu protein, lemak dan glukosa, sehingga ketersediaannya dalam darah mengalami peningkatan. Senyawa-senyawa esensial oil dalam tanaman herba seperti carvacrol, menurut Castillejos et al. (2005), dapat membantu meningkatkan proses penyerapan zat gizi melalui pengurangan kecepatan deaminasi asam amino dan degradasi protein. Penghambatan atau pengurangan kecepatan deaminasi asam amino dan degradasi protein ini, berdampak positif terhadap protein, yaitu semakin meningkat jumlah protein bypass (Busquet et a.l 2006) Dengan demikian, jumlah protein yang dapat diserap masuk ke dalam darah semakin meningkat. Pada lemak makanan, setelah mengalami metabolisme akan diserap masuk dalam darah dan berlangsung secara perlahan-lahan, dengan bantuan senyawa lain, supaya mudah diserap dan tidak terjadi perubahan besar dari kadar lemak darah permukaan (Bio-Tech Research 2007). Lemak yang merupakan senyawa tidak larut air, harus terikat dengan senyawa lain yang mudah larut seperti protein atau vitamin larut lemak seperti vitamin E, agar mudah diserap masuk ke dalam darah (Sadikin 2001). Dengan demikian, meningkatnya jumlah protein yang dapat diserap dan vitamin E, cenderung meningkatkan jumlah lemak yang dapat diserap ke dalam darah. Zat gizi tersebut menurut Patel (2007), masuk ke dalam darah setelah terjadi proses metabolisme, melalui beberapa lintasan reaksi seperti glikolisis, krebs cycle, glikogenesis-glikogenolisis dan glukoneogenesis. Senyawa lain yang ada dalam daun bangun-bangun dan memberikan dampak positif terhadap metabolisme adalah forskolin. Menurut Litosch et al. (1982), senyawa forskolin dapat mempengaruhi ketersediaan dan mengaktifkan camp dalam tubuh. Lebih lanjut Lehninger (1994) menjelaskan bahwa mekanisme kerja camp adalah mengaktifkan beberapa enzim metabolisme seperti protein kinase dan

118 fosforilase, yang berperan dalam proses metabolisme. Selain itu, menurut Collier (1985), camp juga berperan sebagai pembawa pesan intraseluler untuk sekresi banyak hormon seperti thyroxine, triidothyronine, yang berperan dalam metabolisme protein, yaitu menstimulasi lipoprotein lipase untuk metabolisme lemak, glutamil transpeptidase untuk metabolisme protein dan mengurangi insulin untuk perombakan glukosa, yang dibutuhkan untuk sintesis laktosa selama produksi susu (laktasi). Mekanisme ini menjelaskan bahwa terjadi optimalisasi metabolisme karena pengaruh senyawa aktif dalam daun bangun-bangun, melalui aktivasi enzim dan penghambatan degradasi, sehingga zat gizi menjadi lebih tersedia. Peningkatan kadar protein, lemak dan glukosa juga terjadi akibat pengaruh suplementasi Zn dan vitamin E. Secara biologis, Zn mempunyai fungsi structural, regulasi dan katalitik (Cousins 1996). Fungsi katalitik ini terlihat dari banyaknya enzim yang mengandung Zn atau sekresinya distimulir oleh adanya Zn, di antaranya protease (Linder 1992), fosfolipase (Piliang 2000), dan amilase (NRC 2001), yang berperan dalam metabolisme protein, lemak dan glukosa. Meningkatnya jumlah zat gizi makro dalam darah menggambarkan bahwa optimalisasi kerja enzim terjadi dengan adanya suplementasi Zn. Demikian halnya, menurut Lonnerdal (1988), mekanisme kerja interaksi Zn dan vitamin E adalah mecegah terjadinya peroksidasi lemak, terutama asam lemak esensial. Selanjutnya menurut Hughes (2003), vitamin E sebagai antioksidan intraseluler yang kuat, berperan menjaga integritas membrane sel, dan melindungi limfosit dan monosit dari gangguan radikal bebas yang dapat mengganggu proses metabolisme, termasuk penyerapan mineral Zn, yang sangat dibutuhkan untuk berfungsinya banyak enzim yang berperan dalam metabolisme. Tabel 26 memperlihatkan kadar Ca, dan P darah hasil penelitian ini berkisar % dan % dan masih berada dalam kisaran normal berdasarkan rekomendasi Lazzaro (2005) yaitu kadar normal Ca dan P darah untuk kambing dewasa masing-masing berkisar % dan %, sedangkan kadar Zn berkisar ppm, sedikit lebih tinggi dari standar yaitu ppm. Kadar vitamin E sampai saat ini belum ada rekomendasi yang pasti, tetapi

119 menurut Hennekens et al. (2005), kadar vitamin E dalam darah selalu dipertahankan pada kondisi normal, karena peran vitamin E terbesar adalah menjaga integritas membran sel dan melindungi sel dari pengaruh radikal bebas, terutama melindungi sel darah dari hemolisis. Kadar zat gizi mikro khususnya Ca dan P dalam darah yang meningkat disebabkan adanya penggunaan daun bangun-bangun, dengan adanya senyawa aktif dalam daun bangun-bangun yang dapat menurunkan kadar ph rumen, seperti yang diperlihatkan pada penelitian in vitro dan juga seperti hasil penelitian yang dilaporkan Cardozo (2004), Anglada et al. (2005), Chaves et al. (2005), Noirot and Bayourthe (2005), yang mendapatkan penurunan ph rumen in vitro, karena pengaruh senyawa aktif dari ekstrak tanaman. Menurut Piliang (2000), penyerapan Ca dan P dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya derajat keasaman (ph) saluran pencernaan. Meningkatnya derajat keasaman atau menurunnya nilai ph dalam saluran pencernaan dapat meningkatkan penyerapan Ca dan P, sehingga ketersediaan Ca dan P dalam darah meningkat. Ketersediaan mineral Zn banyak dipengaruhi oleh asam amino dan monosakarida (Piliang 2000). Itu berarti, meningkatnya jumlah Zn dalam darah pada penelitian ini disebabkan adanya peningkatan jumlah protein dan glukosa yang diserap, yang merupakan dampak positif dari adanya senyawa aktif dalam daun bangun-bangun terhadap metabolisme. Demikian halnya dengan vitamin E, menurut Linder (1992), penyerapannya dipengaruhi oleh adanya asam lemak dan gliserida, sehingga meningkatnya penyerapan lemak, cenderung akan meningkatkan penyerapan vitamin E. Bertambahnya kadar Ca, P, Zn dan vitamin E dalam darah juga terjadi akibat pengaruh suplementasi Zn dan vitamin E. Hal ini terjadi karena suplementasi Zn dan vitamin E menambah ketersediaan kedua zat gizi tersebut. Menurut Linder (1992), kondisi ini akan membantu optimalisasi kerja enzim yang terlibat dalam metabolisme zat gizi makro, yaitu protein, lemak dan glukosa. Dengan meningkatnya jumlah zat gizi makro yang dapat diserap, menurut Patel (2007) dapat meningkatkan jumlah mineral dan vitamin yang dapat diserap, karena penyerapan mineral dan vitamin

120 sangat tergantung dari ketersediaan protein (asam amino), lemak (asam lemak dan gliserida) dan glukosa (monosakarida). Hal lain yang turut mempengaruhi kadar komponen makro dan mikro dalam darah adalah senyawa aktif forskolin dalam daun bangun-bangun. Menurut Valla (2006), senyawa aktif dalam daun bangun-bangun seperti forskolin lebih banyak mempengaruhi kerja camp yang penting peranannya dalam metabolisme zat gizi. Hasil metabolisme akan saling berintegrasi dalam proses penyerapan dan distribusinya dalam tubuh melalui aliran darah. Kadar ph, Hb dan RBC darah Sifat fisiko-kimia dan hematologis darah, sangat penting diketahui karena fungsi darah sebagai alat transport antar sel dan jaringan baik untuk mengedarkan zat gizi yang telah diserap ke seluruh tubuh, maupun untuk pengeluaran bahan buangan ke luar melalui alat ekskresi. Menurut Sadikin (2001), perubahan sifat fisikokimia darah seperti ph dan hematologis darah, dapat mengindikasikan adanya gangguan kesehatan terhadap individu ternak maupun manusia. Nilai ph dan hematologis darah kambing PE laktasi yang diberi ransum suplementasi daun bangun-bangun dan kombinasi Zn dan vitamin E disajikan dalam Tabel 27. Tabel 27 Kadar ph, Hb dan RBC dalam darah kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E Level DB (g/kg Bobot Badan) RO R1 Rataan 7.37 ± ± ± ± 0.03 Kadar ph 7.40 ± ± ± ± 0.03 Rataan 7.39 ± ± 0.08 Kadar Hb (g/dl) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.28 a ± 0.55b ± 0.69 b ± 0.39 b

121 Rataan ± 1.00 a ± 1.35 b Kadar RBC (x10 5 ml) ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.20 a ± 0.84 b ± 0.18 b ± 0.19 b Rataan ± ± 1.18 a-b superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom dan atau satu baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Pada Tabel 27 terlihat bahwa suplementasi daun bangun-bangun dan Znvitamin E dalam ransum menghasilkan kisaran ph, Hb, dan RBC darah masingmasing , (g/dl), dan (x10 5 ml). Kisaran nilai ini termasuk dalam kisaran normal seperti yang dikemukakan oleh Lazzaro (2005) yaitu kisaran normal ph, Hb dan RBC darah kambing dewasa adalah ph , Hb (g/dl), dan RBC (x10 5 ml). Suplementasi daun bangun-bangun sangat nyata (P<0.01) meningkatkan kadar Hb dan RBC darah, tetapi tidak mempengaruhi kadar ph darah. Suplementasi Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) meningkatkan kadar Hb darah, tetapi tidak mempengaruhi kadar RBC dan ph darah serta tidak saling berinteraksi (P>0.01) (Lampiran 25 sampai 27). Hasil pengujian memperlihatkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun berkorelasi positif dengan peningkatan kadar Hb (r = 0.86) dan RBC (r = 0.85) darah, sedangkan suplementasi daun bangun-bangun dengan kadar ph dan suplementasi Zn-vitamin E dengan kadar Hb, keeratan hubungannya tidak nyata. Demikian halnya di antara kadar Hb dan RBC, terdapat korelasi positif (r = 0.88), sedangkan di antara kadar Hb dan ph maupun kadar RBC dan ph, tidak ada hubungan. Hasil ini memperlihatkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun sangat menentukan perubahan kadar Hb dan RBC, serta mempertahankan kadar ph Dalam kondisi apapun pada penelitian ini, kadar ph tetap dipertahankan dalam kondisi normal. Hal ini diduga karena pengaruh komponen senyawa dalam daun bangun-bangun yang bersifat buffer. Hal ini juga dikemukakan Lawrence et al. (2005) bahwa dalam daun bangun-bangun terdapat senyawa yang bersifat buffer dan dikelompokkan ke dalam kelompok senyawa farmakoseutika. Selain itu, menurut

122 Sadikin (2001), nilai ph dan sifat fisikokimia darah lainnya tidak mudah berubah meskipun ada senyawa lain yang masuk ke dalam darah, kecuali jika individu dalam keadaan sakit. Lazzaro (2005) menambahkan bahwa ternak kambing yang menderita mastitis akan mengalami perubahan fisiologis tubuh. terutama perubahan status hematologis darah dan sifat fisikokimia darah khususnya ph yaitu sedikit mengalami peningkatan. Kondisi ini terlihat pada perlakuan penggunaan daun bangun-bangun 3 g/kg BB dan 6 g/kg BB, yang memperlihatkan kecenderungan peningkatan nilai ph, disebabkan karena adanya ternak dalam kelompok perlakuan yang sempat menderita mastitis. Meskipun demikian, kondisi ini tidak mempengaruhi nilai ph secara keseluruhan. Menurut Khaled et al. (1999), nilai ph darah dapat menjadi indikator berlangsungnya proses metabolisme dalam tubuh ternak perah dan berdampak pada produksi dan kualitas susu. Pada kambing perah yang diberikan ransum yang terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan kadar protein % dan TDN %, kadar ph darah rata-rata Kadar ph ini memberikan korelasi positif terhadap kadar protein susu. Meningkatnya kadar Hb darah diduga karena ketersediaan Fe dalam daun bangun-bangun yang cukup baik yaitu 9.03 ppm (Tabel 11), serta adanya suplementasi Zn-vitamin E dan ketersediaan mineral lain dalam darah yang mengalami peningkatan, sehingga proses sintesis Hb menjadi lebih baik. Menurut Sadikin (2001), sintesis haemoglobin berlangsung bersamaan dengan sintesis sel darah merah baru, untuk menggantikan sel yang tua dan mati. Haemoglobin berperan untuk mengangkut oksigen yang dibutuhkan tubuh, sedangkan oksigen ini harus diikat oleh Fe. Kadar haemoglobin sangat ditentukan oleh ketersediaan Fe dan mineral lain seperti Zn dan Mg, juga ketersediaan vitamin C dan vitamin E sebagai antioksidan intraseluler. Khaled et al. (1999) menyatakan bahwa selain ph, kadar Hb darah juga menjadi indikator berlangsungnya proses metabolisme dalam tubuh ternak perah, yang selanjutnya dapat mempengaruhi produksi dan kualitas susu yang dihasilkan. Pada kambing perah yang diberikan ransum yang terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan kadar protein % dan TDN %, kadar Hb darah rata-rata Jumlah RBC darah erat kaitannya dengan kadar Hb darah. Sadikin

123 (2001), menyatakan bahwa Hb terkurung di dalam RBC, meningkatnya jumlah RBC cenderung akan diikuti dengan peningkatan kadar Hb, sehingga pasokan oksigen keberbagai tempat diseluruh tubuh akan terjamin. Suplementasi Zn-vitamin E juga mempengaruhi kadar Hb darah. Keterkaitan Zn-vitamin E dengan kadar Hb adalah melalui metabolisme secara keseluruhan, karena Fe yang membantu pembentukan Hb, terlibat dalam sistem enzim yang berperan dalam metabolisme (Underwood and Suttle 1999). Produksi Susu Pengukuran produksi dan komposisi zat gizi susu dilakukan untuk melihat sejauh mana pemanfaatan zat gizi oleh tubuh ternak. Tinggi rendahnya produksi dan komposisi zat gizi susu ini dapat menggambarkan jumlah zat gizi yang tersedia dalam tubuh, yang tidak terlepas dari banyaknya zat gizi yang dikonsumsi. Produksi Susu Selama Laktasi dan FCM (Fat Corrected Milk) Produksi susu selama laktasi diukur setiap selang empat hari selama 3 bulan, dimulai pada hari keempat setelah partus. Produksi susu diperoleh dari jumlah susu hasil pemerahan pagi hari dan pemerahan sore hari, sedangkan FCM (Fat Corrected Milk) adalah jumlah produksi susu selama laktasi yang telah dikoreksi ke dalam 4% kadar lemak. Produksi susu kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan kombinasi Zn-vitamin E, ditampilkan dalam Tabel 28. Tabel 28 Produksi Susu kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Level DB (g/kg Bobot Badan) RO R1 Rataan 0.42 ± 0.01 a 0.60 ± 0.02 b 0.75 ± 0.01 c 0.80 ± 0.01 d Produksi Susu (kg/ekor/hari) 0.44 ± 0.01 a 0.70 ± 0.02 c 0.79 ± 0.01 d 0.83 ± 0.01 d Rataan 0.64 ± ± 0.16 FCM 0.43 ± ± ± ± 0.02

124 ± 0.01 a 0.25 ± 0.02 b 0.31 ± 0.01 cd 0.34 ± 0.01 d 0.18 ± 0.01 a 0.29 ± 0.01 c 0.34 ± 0.01 d 0.36 ± 0.01 d 0.18 ± ± ± ± 0.01 Rataan 0.27 ± ± 0.07 a-d Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom dan satu baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Terdapat interaksi pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) di antara suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E terhadap produksi susu (Lampiran 28). Semakin tinggi level penggunaan daun bangun-bangun, semakin meningkat produksi susu. Peningkatan ini sangat tinggi, yaitu berturut-turut sebesar %, % dan %, untuk setiap level penggunaan daun bangun- bangun 3, 6 dan 9 g/kg BB dan Zn-vitamin E. Apabila efek Zn-vitamin E dihilangkan maka pengaruh tunggal suplementasi daun bangun-bangun dapat meningkatkan produksi susu sebesar %, 78.68% dan %, sedangkan pengaruh tunggal suplementasi Zn-vitamin hanya meningkatkan produksi susu sebesar 5.09 %. Hasil penelitian ini jauh lebih baik dibanding hasil penelitian yang dilakukan pada tikus putih (Silitonga 1993) dan ibu menyusui (Santosa 2001, Damanik et al. 2006), yang hanya mendapatkan peningkatan produksi susu berturut-turut sebesar 30 %, 47.4 % dan 65 %. Peningkatan produksi susu berkorelasi positif dengan suplementasi daun bangunbangun (r = 0.94), sedangkan terhadap suplementasi Zn-vitamin E, tidak ada hubungan (r = 0.16). Berdasarkan hasil ini, diduga bahwa peran Zn-vitamin E hanyalah memacu aktivitas enzim yang berfungsi dalam metabolisme dan sintesis air susu, sehingga pada kondisi tertentu suplementasi Zn-vitamin E ini, kemungkinan tidak memberikan pengaruh terhadap produksi susu. Peningkatan produksi susu yang sangat tinggi karena adanya suplementasi daun bangun-bangun, diduga karena komponen senyawa aktif dalam daun bangun-bangun. Daun bangun-bangun dengan kandungan senyawa aktif yang bersifat laktagogue, menjadi faktor utama yang mempengaruhi produksi susu. Lawrence et al. (2005) melalui penelitiannya telah menemukan bahwa dalam daun bangun-bangun ada komponen yang bersifat laktagogue, yaitu komponen yang dapat menstimulir

125 produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Kadar komponen ini cukup besar yaitu berkisar antara 10-50%. Adanya senyawa aktif yang bersifat laktagogue ini diduga dapat menstimulasi kelenjar susu dan metabolisme tubuh, sehingga proses sintesis susu dapat berlangsung optimal. Menurut Damanik et al. (2006), meningkatnya produksi susu diduga karena pengaruh senyawa laktagogue dalam daun bangunbangun yang berperan dalam proliferasi sel sekresi mamari. Hal ini mendukung hasil penelitian Silitonga (1993) yaitu meningkatnya kadar DNA dan RNA kelenjar mamari tikus dengan pemberian daun bangun-bangun. Faktor lain yang diduga mempengaruhi peningkatan produksi susu adalah sifat oksitoksik dari daun bangun-bangun. Hasil penelitian Subanu et al. (1982) memperlihatkan bahwa senyawa yang terkandung dalam daun bangun-bangun secara in vitro menunjukkan daya oksitoksik, yang setara dengan oxytocin, yaitu hormone yang berfungsi dalam pelepasan air susu. Menurut Neville (2007), pada induk menyusui, oxytocin berfungsi dalam ekskresi air susu. Hormon ini disekresikan karena adanya rangsangan melalui pemerahan atau anak yang menyusu, yang mengaktivasi sistem neurohormonal secara refleks, sehingga pituitary posterior akan melepas oxytocin. Menurut Delaval (2008), organ target hormon oxytocin adalah otot uterus dan kelenjar susu. Dengan demikian, pada induk menyusui, pelepasan oxytocin akan membantu ekskresi air susu, sedangkan pada induk bunting, dapat menyebabkan abortus. Produksi susu juga dipengaruhi oleh ketersediaan zat gizi untuk metabolisme dan sintesis susu. Dalam percobaan ini telah dibuktikan dengan suplementasi daun bangun-bangun kecernaan bahan kering dan bahan organik (in vitro) mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Demikian pula, konsumsi bahan kering dan zat gizi, serta kadar komponen dalam darah (in vivo) yang akan menjadi precursor dalam metabolisme dan sintesis air susu, mengalami peningkatan yang sangat nyata. Itu berarti, nutrisi yang berasal dari pakan yang diberikan selama laktasi, dalam hal ini ransom basal dan suplementasi daun bangun-bangun, sangat berperan dalam mengoptimalkan produksi susu. Kondisi ini dipertegas oleh Haenlein (2002), yang

126 menyatakan bahwa pengaruh genetik terhadap produksi susu memiliki nilai heritabiliti Dengan kata lain, 25 % tinggi rendahnya produksi susu, ditentukan oleh faktor genetik, sedangkan 75 % ditentukan oleh faktor lingkungan yaitu makanan dan tatalaksana. Apabila makanan dan tatalaksana yang diberikan pada kambing perah baik, maka produksi susu akan lebih baik. Demikian halnya Akers (2002) menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan seekor ternak, sangat tergantung dari berbagai aspek yang terlibat dalam proses laktasi. Aspek tersebut adalah aspek nutrisi, fisiologi dan biokimiawi, yang meliputi kandungan gizi makanan yang diberikan, proses metabolisme zat gizi, ketersediaan prekursor dalam darah dan mekanisme sintesis susu. Collier (1985), mendukung pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa tinggi rendahnya produksi susu sangat tergantung dari ketersediaan zat gizi, yang bersama aliran darah memasuki kelenjar susu untuk sintesis air susu. Kondisi ini terjadi apabila metabolisme zat gizi berjalan baik atau jumlah zat gizi yang diserap masuk dalam darah dapat memenuhi kebutuhan untuk produksi susu. Sadikin (2001) menambahkan bahwa, darah yang berfungsi sebagai alat transport, harus dalam keadaan sehat yaitu memiliki sifat fisikokimia dan status hematologis yang normal, agar dapat mengangkut zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Hal ini ditunjukkan dengan kadar beberapa komponen darah di antaranya ph, Hb dan RBC yang mendapatkan perlakuan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E (Tabel 26), berada dalam kisaran normal atau dalam kategori sehat (Lazzaro 2005), bahkan kadar Hb dan RBC, meningkat dengan adanya suplementasi daun bangun-bangun. Meningkatnya kadar Hb dan RBC, menggambarkan semakin banyak oksigen yang dapat diikat dan dibawa oleh darah, ke berbagai tempat diseluruh tubuh. Kondisi ini memberikan dampak positif terhadap kerja sel, yaitu sel dapat melaksanakan fungsinya secara sempurna (Sadikin 2001). Khaled et al. (1999) menyatakan bahwa, terdapat interaksi positif antara metabolisme zat gizi dengan metabolit darah sebagai prekursor untuk produksi susu. Apabila dibandingkan dengan jumlah konsumsi (Tabel 22 dan Tabel 23), yang masih termasuk normal, peningkatan produksi susu ini sangat tinggi. Pada induk

127 menyusui, zat gizi yang dikonsumsi dibutuhkan untuk hidup pokok dan produksi susu. Induk yang produksinya tinggi, membutuhkan jumlah zat gizi yang tinggi pula. Apabila tidak terpenuhi maka, kebutuhan ini akan diambil dari depot zat gizi dalam tubuh. Kondisi ini dapat menyebabkan induk kehilangan bobot badan. Hal ini menurut Sutardi (1981) sebagai kompensasi induk agar tetap berproduksi secara maksimal. Lebih lanjut Hurley et al. (2007) menyatakan bahwa pada kondisi tersebut, induk menyusui harus mendapat suplemen gizi yang mencukupi, agar kesehatan induk tetap terjaga. Dalam penelitian ini (Lampiran 29), juga terjadi penurunan bobot badan induk setelah partus, namun penurunan bobot badan ini tidak terlalu besar dan terjadi pada semua ternak percobaan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa gizi yang diberikan cukup tersedia untuk produksi susu. Jika dibandingkan dengan tingginya produksi susu pada induk yang diberi ransum mengandung daun bangun-bangun, seharusnya terjadi kehilangan bobot badan lebih besar, karena kompensasi kebutuhan induk untuk produksi susu yang tinggi. Namun hal ini tidak terjadi, karena diduga dalam daun bangun-bangun terkandung senyawa farmakoseutika (Lawrence et al. 2005), di antaranya yang bersifat analgesik. Senyawa ini membantu induk menyusui merasa tenang, relaks dan dapat mempertahankan kesehatannya (Menendez and Gonzalez 1999), sehingga memperlancar pengeluaran air susu. Pengaruh lain dari peningkatan produksi susu adalah efek senyawa aktif dalam daun bangun-bangun yaitu forskolin, yang bersifat membakar lemak menjadi energi. Senyawa ini tergolong kelompok senyawa farmakoseutika (Lawrence et al. 2005). Dengan efektivitas senyawa ini, energi menjadi lebih tersedia untuk produksi susu. Menurut Sahelian (2006), energi sangat penting untuk individu yang berada dalam status fisiologis tertentu seperti menyusui. Demikian halnya menurut Haenlein (2002), untuk memproduksi susu, kambing perah membutuhkan sejumlah besar energi. Semakin tinggi produksi, semakin tinggi pula energi yang dibutuhkan. Hasil penelitian (in vitro) juga menunjukkan adanya peningkatan jumlah produksi VFA (Tabel 14), yang dihasilkan dari metabolisme rumen, sebagai sumber energi bagi ternak, sehingga energi yang dibutuhkan untuk produksi susu sangat tersedia.

128 Adanya interaksi dengan Zn-vitamin E, juga meningkatkan proses metabolisme rumen, sehingga ketersediaan precursor dalam darah semakin meningkat. Menjelaskan hal ini Bell et al. (2006) berpendapat bahwa vitamin E bersama mineral seperti Zn dan Se, berperan aktif dalam metabolisme dan dapat melindungi sel darah dari hemolisis, sebab sel darah penting sebagai alat transportasi zat gizi, sehingga ketersediaan zat gizi dalam darah tidak terganggu. Interaksi ini menunjukkan bahwa suplementasi Zn-vitamin E membantu mengoptimalkan metabolisme tubuh, sehingga ketersediaan precursor untuk sintesis air susu lebih optimal dan bersama daun bangun-bangun dengan senyawa laktagoguenya, produksi susu dapat ditingkatkan. Interaksi pengaruh tersebut terhadap produksi susu selama laktasi diperlihatkan dalam Gambar 16 dan 17. PRODUKSI SUSU (KG) R0B0 R0B3 R0B6 R0B9 HARI Gambar 16 Pengaruh suplementasi daun bangun-bangun terhadap produksi susu kambing PE selama laktasi

129 PRODUKSI SUSU (KG) HARI R0B0 R1B0 R1B3 R1B6 R1B9 Gambar 17 Interaksi pengaruh daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E terhadap produksi susu kambing PE selama laktasi. Gambar tersebut memperlihatkan adanya variasi produksi susu selama laktasi. Namun suplementasi daun bangun-bangun baik sebagai factor tunggal maupun berinteraksi dengan Zn-vitamin E, menghasilkan produksi susu tertinggi. Jika dibandingkan dengan produksi susu kambing PE lainnya, produksi susu hasil penelitian ini masih lebih rendah yaitu kg/ekor/hari dibandingkan produksi susu menurut Balitnak (2004), yang rata-rata 1.25 liter/ekor/hari atau setara dengan ± 1.5 kg/ekor/hari. Faktor yang mempengaruhi kondisi ini diduga adalah perbedaan masa laktasi dan interval pemerahan. Menurut Bremel (2008), produksi susu pada laktasi I, biasanya lebih rendah dibandingkan dengan laktasi berikutnya. Demikian halnya dengan interval pemerahan, pada interval pemerahan 12 jam dan 12 jam, produksi susu lebih tinggi dan lebih stabil dibandingkan interval pemerahan 9 jam dan 15 yang produksi susunya lebih rendah 1.8%, sedangkan interval pemerahan 8 jam dan 16 jam, produksi susunya lebih redah 3.4%. Dalam penelitian ini, interval pemerahan adalah 9 jam dan 15 jam (jam 7.00 pada pagi hari dan jam pada sore hari). Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya produksi susu dalam penelitian ini juga kemungkinan disebabkan karena musim panas yang berkepanjangan selama

130 penelitian berlangsung. Kondisi ini mempengaruhi kualitas hijauan yang diberikan, meskipun penurunan komposisi gizi hijauan tidak terlalu jauh, yaitu berkisar %. Menurut Whitlock et al. (2003), jumlah dan kualitas hijauan yang diberikan menentukan produksi dan komposisi susu yang dihasilkan. Hijauan yang diberikan dalam jumlah banyak, lebih berpengaruh terhadap kadar lemak susu dibandingkan terhadap produksi susu, tetapi kualitas hijauan berpengaruh terhadap produksi dan komposisi susu. Hasil penelitian Min et al. (2005) juga mendapatkan bahwa ransum kualitas rendah menghasilkan produksi dan komposisi susu yang rendah pula. Komposisi Zat Gizi Susu Tinggi rendahnya kadar zat gizi dalam susu, menggambarkan tinggi rendahnya kualitas susu yang dihasilkan. Hasil analisis komposisi zat gizi makro dan mikro susu kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan kombinasi Zn dan vitamin E, ditampilkan dalam Tabel 29 dan 30. Berdasarkan uji keragaman (Lampiran 30 sampai Lampiran 36), diperoleh bahwa suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam ransum dapat meningkatkan kadar zat gizi makro dan mikro dalam susu kambing peranakan etawah dan ada interaksi pengaruh di antara daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E terhadap kadar protein dan lemak. Interaksi pengaruh di antara daun bangun- bangun dan Zn-vitamin E meningkatkan kandungan protein sebesar %, lemak %, laktosa %, Ca %, P %, Zn % dan vitamin E %. Kandungan zat gizi dalam susu, erat kaitannya dengan ketersediaan komponen dalam darah untuk sintesis susu. Ketersediaan energi dan zat gizi lainnya dalam darah (Tabel 24 dan 25), yang mengalami peningkatan dengan adanya suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E, menghasilkan susu dengan komposisi zat gizi yang lebih baik dibandingkan komposisi susu tanpa suplementasi. Terdapat korelasi positif di antara komponen makro dalam darah (protein, lemak dan glukosa) dengan kadar zat gizi makro dalam susu (protein, lemak dan laktosa), dengan nilai

131 korelasi berturut-turut r = 0.75, r = 0.95 dan r = Demikian halnya dengan komponen mikro dalam darah (Ca, P, Zn dan vitamin E) dengan kadar zat gizi Tabel 29 Komposisi zat gizi makro dalam susu kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Level DB RO R1 Rataan (g/kg Bobot Badan) Protein (%) ± 0.05 a 3.51 ± 0.02 b 3.51 ± 0.02 b 3.52 ± 0.02 b 3.48 ± 0.02 b 3.53 ± 0.01 b 4.53 ± 0.12 c 5.27 ± 0.12 d 3.47 ± ± ± ± 0.96 Rataan 3.50 ± ± 0.78 Lemak (%) ± 0.06 a 3.40 ± 0.01 b 3.57 ± 0.06 b 3.67 ± 0.06 b 3.57 ± 0.06 b 3.77 ± 0.06 b 4.50 ± 0.10 c 4.70 ± 0.10 c 3.42 ± ± ± ± 0.57 Rataan 3.48 ± ± 0.50 a-d ± 0.06 a 4.42 ± 0.03 c 4.37 ± 0.06 c 4.37 ± 0.06 c Laktosa (%) 4.35± 0.05 b 4.57± 0.06 b 4.57 ± 0.06 b 4.65 ± 0.05 b 4.26 ± ± ± ± 0.16 Rataan 4.33 ± ± 0.12 Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom dan atau satu baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) mikro dalam susu (Ca, P, Zn dan vitamin E), dengan nilai korelasi berturut-turut r = 0.76, r = 0.69, r = 0.64 dan r = Hasil ini memperkuat argumen Khaled et al. (1999) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara metabolit darah dengan komposisi susu. Semakin meningkat kadar metabolit darah, semakin meningkat komposisi zat gizi susu. Hal ini juga menjadi indikator tingkat metabolisme dalam sistem pencernaan. Apabila dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian yang dilakukan Damayanti (2002), Afandi (2007), Eddleman (2007) dan Mateljan (2008) terhadap komposisi susu kambing pada umumnya (Tabel 8) dan hasil penelitian Sutama et al. (1995) terhadap komposisi susu kambing PE (Tabel 9), maka kandungan zat gizi

132 makro hasil penelitian ini sedikit lebih rendah, sedangkan zat gizi mikro hampir sama. Faktor yang menjadi penyebab perbedaan ini di antaranya faktor ternak yaitu jenis kambing, umur, tahap laktasi dan interval pemerahan. Fox and McSweeney Tabel 30 Komposisi zat gizi mikro dalam susu kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Level DB RO R1 Rataan (g/kg Bobot Badan) Ca (%) ± 0.01 a 0.09 ± 0.01 c 0.09 ± 0.01 c 0.09 ± 0.01 c 0.07 ± 0.01 b 0.16 ± 0.01 d 0.16 ± 0.01 d 0.16 ± 0.01 d 0.07 ± ± ± ± 0.04 Rataan 0.08 ± ± 0.04 P (%) ± 0.01 a 0.12 ± 0.01 b 0.12 ± 0.01 b 0.12± 0.01 b 0.11 ± 0.01 b 0.12 ± 0.01 b 0.13 ± 0.01 b 0.13 ± 0.01 b 0.11 ± ± ± ± 0.01 Rataan 0.12 ± ± ± ± ± ± 0.01 Zn (ppm) 0.13 ± ± ± ± 0.01 Rataan 0.13 ± 0.01 a 0.14 ± 0.01 b Vitamin E (ppm) ± 0.01 a 0.10 ± 0.01 c 0.10 ± 0.01 c 0.10 ± 0.01 c 0.10 ± 0.01 bc 0.12 ± 0.01 d 0.12 ± 0.01 d 0.12 ± 0.01 d 0.13 ± 0.01 a 0.14 ± 0.01 b 0.14 ± 0.01 b 0.14 ± 0.01 b 0.09 ± ± ± ± 0.02 Rataan 0.09± ± 0.01 a-d Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) (1998), menyatakan bahwa kualitas susu yang dihasilkan ternak perah sangat bervariasi tergantung berbagai faktor di antaranya individu ternak, bangsa, kesehatan, status nutrisi, tahap laktasi, umur dan interval pemerahan. Berdasarkan pernyataan ini dapat dijelaskan bahwa hasil penelitian oleh beberapa peneliti tersebut kemungkinan

133 dilakukan pada jenis kambing lain atau bukan kambing PE, pada umur yang lebih dewasa, dengan interval waktu pemerahan yang lebih singkat atau lebih lama dan pada masa laktasi kedua dan berikutnya. Jika demikian, maka komposisi gizi susu yang dihasilkan akan berbeda. Selain faktor ternak, faktor pakan juga turut berpengaruh terhadap komposisi gizi. Menurut Haenlein (2002), pengaruh genetik terhadap komposisi gizi susu memiliki nilai heritability 50 %. Dengan kata lain, 50 % tinggi rendahnya komposisi gizi susu, ditentukan oleh faktor makanan dan tatalaksana. Apabila makanan dan tatalaksana yang diberikan pada kambing perah baik, maka komposisi gizi susu akan lebih baik. Demikian halnya Bruhn (2006), menyatakan bahwa pakan sangat mempengaruhi komposisi gizi susu yang dihasilkan kambing perah, karena kualitas pakan mempengaruhi metabolisme dalam tubuh ternak dan selanjutnya berpengaruh terhadap ketersediaan energi dan zat gizi untuk sintesis komponen susu. Komponen susu yang cukup baik dari penelitian ini adalah Ca susu yang dihasilkan dari induk yang mendapat suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Namun menurut Afandi (2007), susu kambing dapat mengandung Ca cukup tinggi yaitu mencapai 0.34 %, tergantung dari makanan yang diberikan pada induk menyusui. Pakan seperti lamtoro atau pakan lain yang mengandung Ca tinggi, pada kondisi individu ternak dan lingkungan yang baik, dapat menghasilkan susu dengan kandungan Ca yang tinggi pula. Rendahnya kadar lemak, protein dan laktosa diduga juga dipengaruhi oleh waktu pengambilan sample untuk analisis komposisi susu. Dalam penelitian ini, sampel yang dianalisis adalah hasil pemerahan dua minggu setelah partus. Selain itu, interval pemerahan 9 jam dan 15 jam, juga turut berpengaruh terhadap rendahnya kadar lemak dna protein susu. Menurut Bremel (2008), dua minggu setelah partus, produksi susu akan mengalami peningkatan, tetapi kandungan zat gizi makro terutama protein dan lemak akan mengalami penurunan, tetapi pada bulan kedua dan ketiga kandungan zat gizi ini akan mengalami peningkatan. Demikian halnya interval pemerahan 12 jam dan 12 jam, akan menghasilkan susu dengan komposisi gizi

134 terutama protein dan lemak lebih baik, dibandingkan interval pemerahan 9 dan 15 jam maupun 8 dan 16 jam. Kandungan gizi susu, terutama kadar lemak dipengaruhi juga oleh musim. Pada saat penelitian berlangsung, terjadi musim panas yang berkepanjangan. Menurut Bremel (2008), selama musim panas (kemarau), temperatur lingkungan akan meningkat dan dapat menyebabkan penurunan produksi susu dan kandungan gizi susu terutama kadar lemak dan protein. Pada sapi perah penurunan produksi susu dapat mencapai 50 %, kadar lemak susu menurun 0.4 % dan kadar protein susu menurun 0.2 %. Bobot Badan Anak Kambing PE Kuantitas dan kualitas susu induk, dapat tergambar dari bobot anak selama menyusu. Hasil pengukuran bobot badan anak kambing PE yang menyusu pada induk dengan ransum suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E, ditampilkan dalam gambar 18 dan 19. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa bobot badan anak yang menyusu pada induk yang diberi ransum dengan suplementasi daun bangunbangun dan Zn-vitamin E, lebih tinggi dibandingkan bobot badan anak yang menyusu pada induk yang diberi ransum control. Bobot badan ini juga mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya level suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum. Perbedaan bobot badan juga terlihat pada perlakuan tunggal suplementasi Zn-vitamin E (Gambar 18). Bobot badan anak yang menyusu pada induk dengan ransum suplementasi Zn-vitamin E mengalami peningkatan setelah umur 8 minggu, meskipun bobot lahir lebih rendah dari anak yang menyusu pada induk dengan ransum tanpa suplementasi Zn-vitamin E. Perbedaan bobot badan anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya bobot lahir, jenis kelamin dan status nutrisi. Bobot lahir anak dari setiap individu ternak dalam penelitian ini cukup bervariasi dan berhubungan erat dengan bobot badan induk pada saat melahirkan (Lampiran 35). Namun demikian, dalam setiap perlakuan mendapatkan penempatan ternak dari ketiga kelompok bobot badan dan dari pengamatan diperoleh bobot lahir di antara ketiga kelompok ternak cukup

135 seragam, yaitu 2.75 kg untuk kelompok I, 2.70 kg untuk kelompok II dan 2.58 kg untuk kelompok III. Demikian halnya, jenis kelamin anak yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki ratio 50 : 50, dengan rata-rata bobot lahir janta 2.74 kg dan betina 2.75 kg. Hal ini menggambarkan bahwa bobot lahir dan jenis kelamin bukanlah faktor utama yang mempengaruhi bobot badan anak kambing PE dalam penelitian ini. Pengaruh utama adalah nutrisi yang diperoleh anak selama menyusu. Itu berarti, susu dari induk yang mendapatkan ransum dengan 12 Bobot Badan (kg) R0B0 R0B3 R0B6 R0B Minggu Gambar 18 Bobot badan anak kambing yang menyusu pada induk dengan ransum suplementasi daun bangun-bangun.

136 12 Bobot Badan (kg) R0B0 R1B0 R1B3 R1B6 R1B Minggu Gambar 19 Bobot badan anak kambing yang menyusu pada induk dengan ransum suplementasi daun bangun-bangun dan Znvitamin E. suplementasi daun bangun-bangun, memiliki komposisi zat gizi lebih baik disbanding induk yang mendapat ransum kontrol (Tabel 28 dan 29), sehingga asupan gizi anaknya lebih baik dan bobot badan yang dihasilkan lebih tinggi. Coffey et al. (2004), menyatakan bahwa anak kambing harus mendapatkan colostrum semaksimal mungkin dan tetap dibiarkan menyusu pada induknya sampai waktu disapih. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak, karena pada masa ini tingkat kematian anak cukup tinggi yaitu berkisar % (Sutama, 2005). Selain itu juga, agar pertambahan bobot badan anak dapat lebih optimal. Kuantitas dan kualitas nutrisi dalam susu yang dikonsumsi anak, menentukan tinggi-rendahnya pertambahan bobot badan yang dicapai. The Goat Dairy Library (2006), menjelaskan bahwa melalui proses menyusu, anak kambing akan mendapatkan immunoglobulin untuk kekebalan tubuh dan nutrisi untuk pertumbuhan. Kualitas susu yang baik, dapat memacu pertumbuhan anak lebih cepat. Hal ini dapat diperoleh dari induk yang mendapatkan asupan nutrisi yang baik pula. Dari berbagai sumber diketahui pula bahwa pertumbuhan anak, dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain komponen zat gizi utama, faktor yang turut terlibat dalam

137 memacu pertumbuhan anak adalah growth hormone (GH) dan Immunoglobulin. Diduga, kedua komponen tersebut juga meningkat dalam air susu yang dihasilkan induk yang mendapat ransum dengan suplementasi daun bangun-bangun. Berdasarkan hasil penelitian, diduga terdapat mekanisme reaksi spesifik dari daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam memperbaiki metabolisme dan produksi susu. Mekanisme tersebut menggambarkan bahwa senyawa-senyawa yang terdapat dalam daun bangun-bangun, yaitu senyawa lactagogue, komponen nutrisi dan senyawa farmakoseutika, secara aktif mempengaruhi konsumsi ternak dan proses metabolisme dalam rumen, sehingga asupan zat gizi meningkat dan metabolisme rumen berlangsung baik dan kelenjar susu distimulasi. Pada kondisi ini, Zn-vitamin E turut berperan menstimulir kerja enzim. Dengan demikian, zat gizi yang tersedia dan diserap masuk peredaran darah meningkat. Hasil kerja senyawa-senyawa tersebut terlihat dari adanya korelasi positif di antara suplementasi daun bangun-bangun dengan peningkatan konsumsi zat gizi, kadar komponen kimia dalam darah, produksi dan komposisi zat gizi susu serta dampak positif terhadap bobot badan anak yang menyusu. Simpulan 1. Interaksi pengaruh di antara suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dapat meningkatkan konsumsi zat gizi berkisar %, komponen kimia dalam darah berkisar %, serta meningkatkan Hb dan RBC darah berturut-turut g/dl dan (x10 5 ml), serta tetap mempertahankan ph darah, yang menggambarkan terjadi perbaikan metabolisme rumen. 2. Suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dapat meningkatkan produksi susu kambing PE sebesar %, % dan %, untuk setiap level penggunaan daun bangun-bangun 3, 6 dan 9 g/kg BB dan

138 meningkatkan kualitas susu, terutama kadar Ca susu, yang diduga melalui suatu mekanisme reaksi senyawa aktif dalam daun bangun-bangun. 3. Bobot badan anak yang menyusu pada induk yang mendapat ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun meningkat %, yang lebih tinggi dibandingkan anak dari induk yang mendapat ransum suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E (44.35 %) maupun kontrol (27.48 %).

139 PEMBAHASAN UMUM Pemenuhan kebutuhan protein hewani tidak mudah dicapai apabila hanya mengandalkan produksi dari ternak-ternak tertentu saja. Demikian halnya produksi susu, tidak harus bergantung pada sapi perah saja, tetapi dapat memaksimalkan potensi ternak penghasil susu lainnya. Kambing peranakan etawah (PE) adalah salah satu jenis ternak yang memiliki prospek cukup baik sebagai ternak perah. Namun sampai saat ini, produksi susunya relatif masih rendah. Rendahnya produksi susu ini berkaitan erat dengan penyediaan pakan. Perbaikan mutu pakan melalui suplementasi atau fortifikasi, sangat mendukung optimalisasi produksi. Dari berbagai sumber, diketahui bahwa daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour), dapat membantu menstimulir produksi susu. Lawrence et al. (2005) menyatakan bahwa dalam tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) ditemukan komponen utama yang bersifat lactagogue. Hal ini telah dibuktikan melalui beberapa penelitian, di antaranya Santosa (2001), yang mendapatkan peningkatan produksi air susu ibu (ASI) sampai 47.4 % pada ibu menyusui dan pertambahan bobot badan bayi lebih tinggi. Penelitian lain yang dilakukan Damanik et al. (2001), menunjukkan bahwa pada ibu melahirkan, konsumsi daun bangun-bangun membantu mengontrol postpartum bleeding dan berperan sebagai uterine cleansing agent, sedangkan pada ibu menyusui, konsumsi daun bangun-bangun dapat menstimulir produksi susu, tanpa efek merugikan. Produksi susu pada ternak perah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pakan, tetapi juga oleh proses metabolisme yang berlangsung dalam rumen, penyerapan zat gizi dan ketersediaan zat gizi dalam darah untuk proses pembentukan air susu. Proses ini melibatkan banyak faktor seperti enzim dan hormon. Aktivitas kedua faktor tersebut bergantung pada senyawa mikro seperti mineral dan vitamin. Zn adalah mineral yang terlibat dalam berbagai aktivitas enzim metabolisme, tetapi ketersediaan Zn pada ternak ruminansia rendah. Hal ini disebabkan karena pakan ternak ruminansia khususnya hijauan, rendah kandungan Zn dan penyerapannya dalam tubuh rendah. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan suplementasi Zn dalam ransum

140 dan vitamin E untuk membantu penyerapan Zn, karena untuk meningkatkan penyerapan Zn membutuhkan bantuan senyawa lain seperti vitamin E. Dalam mengatasi masalah produksi susu, perlu dipahami terlebih dahulu bagaimana karakteristik dan kandungan gizi tanaman daun bangun-bangun, apakah suplementasi tanaman tersebut dapat memperbaiki produksi susu, adakah pengaruh terhadap metabolisme rumen dan apakah ada efek sinergis di antara suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E terhadap metabolisme rumen dan produksi susu kambing PE. Untuk menjawab permasalahan ini, dilakukan percobaan pendahuluan yaitu percobaan penanaman daun bangun-bangun untuk mengetahui karakteristik dan kandungan gizi tanaman dan dilanjutkan dengan dua percobaan utama yaitu percobaan in vitro untuk menguji efek suplementasi daun bangunbangun dan Zn-vitamin E terhadap metabolisme rumen in vitro dan percobaan in vivo untuk mengaplikasikan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam ransum kambing PE dan mengkaji efeknya terhadap produksi susu. Melalui penanaman daun bangun-bangun, diketahui beberapa karakter tanaman yaitu mudah dibiakkan dengan stek ; berbatang bulat, sedikit berbulu dan lunak ; daunnya berbentuk bulat lonjong seperti bed pingpong dan bergerigi. Tanaman dapat mencapai tinggi cm dan memiliki warna bunga ungu muda. Tanaman mulai tumbuh akar 4 7 hari setelah tanam dan pada umur dua bulan, mulai muncul anakan pada ketiak daun, dengan jumlah anakan Pada umur tiga bulan, batang tanaman mulai berubah warna dari hijau menjadi merah, sedangkan mulai bulan keempat sampai keenam, tanaman mencapai tinggi dan lebar daun maksimal, batang tanaman berwarna merah, bertambah keras dan mulai berbunga. Tanaman yang terlalu tinggi, mudah rebah ke tanah dan cenderung mengalami pembusukan. Selama penanaman diketahui hama tanaman seperti belalang, bekicot, semut, kepik dan ulat. Tanaman daun bangun-bangun tidak tahan terhadap curah hujan dan penyinaran yang berlebihan (mudah busuk atau layu), dapat tumbuh lebih baik apabila terdapat tanaman pelindung dan dapat dipanen paling cepat umur 2 bulan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa zat gizi yang terkandung dalam daun bangun-bangun cukup baik. Kandungan gizi yang cukup tinggi dalam daun bangun-bangun, mempengaruhi

141 kandungan gizi ransum secara keseluruhan. Hal ini menjelaskan bahwa apabila ternak mengkonsumsi ransum basal dan daun bangun-bangun, maka konsumsi zat gizi juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan ternak yang hanya mengkonsumsi ransum basal. Demikian, pula, semakin tinggi konsumsi daun bangunbangun, semakin bertambah pula asupan gizi. Berdasarkan hasil pengamatan selama percobaan penanaman, dapat diprediksi produksi tanaman sebesar kg/ha. Pada percobaan in vitro, didapatkan bahwa akibat suplementasi daun bangunbangun ada perubahan terhadap metabolisme rumen in vitro, melalui perubahan beberapa peubah yaitu KCBK meningkat sebesar % dan KCBO meningkat sebesar %. Besarnya peningkatan KCBK dan KCBO berkorelasi positif dengan suplementasi daun bangun-bangun (r = 0.65 ; r = 0.66), tetapi di antara KCBK dan KCBO dengan suplementasi Zn-vitamin E, keeratan hubungannya tidak nyata (r = 0.12; r = 0.15). Suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum meningkatkan KCBK dan KCBO berturut-turut sebesar % dan %. Adanya peningkatan kecernaan sangat mungkin terjadi karena carvacrol merupakan senyawa yang dapat mereduksi kecepatan deaminasi asam amino dan degradasi protein (Castillejos et al. 2005), juga dapat mengurangi kecepatan peptidolisis (Calsamiglia et al b ). Penghambatan atau pengurangan kecepatan deaminasi asam amino, degradasi protein dan peptidolisis tersebut, praktis berimplikasi terhadap lepasnya perombakan protein (Busquet et al. 2006). Dengan demikian, jumlah protein yang dicerna dan diserap akan meningkat, sehingga secara langsung juga berpengaruh terhadap meningkatnya kecernaan bahan kering dan bahan organik. Peningkatan kecernaan juga dipengaruhi oleh suplementasi Znvitamin E. Hal ini disebabkan selain karena senyawa carvacrol dalam daun bangunbangun, juga karena fungsi katalitik Zn dan fungsi vitamin E dalam melindungi oksidasi lemak dan kerusakan sel. Namun melihat keeratan hubungan di antara kecernaan dan suplementasi Zn-vitamin E yang tidak nyata, maka diduga pada kondisi tertentu, suplementasi Zn-vitamin E tidak akan memberikan pengaruh terhadap kecernaan.

142 Produksi VFA merupakan hasil metabolisme pakan dalam rumen. Dalam penelitian ini diperoleh rataan nilai VFA total in vitro berkisar antara mm, dan cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya level daun bangunbangun dan adanya suplementasi Zn-vitamin E. Menurut Sutardi (1981), produksi VFA total yang layak bagi kelangsungan hidup normal ternak ruminansia adalah mm. Itu berarti produksi VFA hasil penelitian ini masih termasuk normal, bahkan cenderung lebih tinggi. Produksi VFA mengalami peningkatan yang sangat nyata (P<0.01) dengan adanya suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Produksi VFA total berkorelasi positif dengan suplementasi daun bangun-bangun (r = 0.66), sedangkan antara produksi VFA total dan suplementasi Zn-Vitamin E keeratan hubungannya tidak nyata (r = 0.09). Suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum meningkatkan produksi VFA total sebesar %. Hasil penelitian ini masih lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Benchaar et al. (2007), dengan menggunakan ekstrak tanaman oregano, yang menghasilkan VFA sebesar mm, atau meningkat sebesar 7.77 % dibandingkan dengan kontrol (94.0 mm). Produksi VFA total yang meningkat cukup tinggi, juga diduga karena meningkatnya KCBK dan KCBO, sehingga ketersediaan substrat lebih banyak, untuk bakteri dalam memproduksi VFA. Hal ini terlihat dari adanya keeratan hubungan yang positif di antara produksi VFA dengan KCBK dan KCBO (r = 0.98 ; r = 0.98). Menurut Hobson and Stewart (1997), ketersediaan substrat sangat penting baik bagi kehidupan mikroba rumen, maupun dalam proses fermentatif dan metabolisme untuk menyediakan energi bagi induk semang (ternak). Peningkatan produksi VFA total in vitro juga disebabkan oleh adanya suplementasi Zn-vitamin E, yang meningkatkan produksi VFA total sebesar 9.13 %. Hasil penelitian ini relevan dengan hasil penelitian Berzaghi et al. (1996) yang mendapatkan bahwa penggunaan vitamin E (550 IU/kg) dan Zn (1325 ppm) sebagai suatu suplemen campuran vitamin-mineral (5%) dalam pakan, menghasilkan VFA total 150 mm/l, lebih tinggi dari pakan tanpa suplemen vitamin-mineral yang menghasilkan VFA total 148 mm/l. Produksi N-NH 3 merupakan produk utama dari proses deaminasi asam amino. Produksi N-NH 3 in vitro pada penelitian ini menurun sangat nyata (P<0.01), dengan

143 adanya suplementasi daun bangun-bangun, tetapi di antara level suplementasi daun bangun-bangun, penurunan N-NH 3 tidak nyata (P>0.01), sedangkan suplementasi Znvitamin E tidak nyata (P>0.01) mempengaruhi produksi N-NH 3. Produksi N-NH 3 berkorelasi negatif dengan suplementasi daun bangun-bangun ( r = ), sedangkan di antara produksi N-NH 3 dengan suplementasi Zn- vitamin E tidak ada hubungan (r = ). Penurunan kadar NH 3 yang disebabkan suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum berkisar antara %. Namun demikian, kadar N-NH 3 hasil penelitian ini, yang berkisar antara mm, masih berada dalam kisaran normal, sesuai rekomendasi Preston and Leng (1987), yaitu kadar NH 3 yang mendukung pertumbuhan mikroba dalam rumen adalah 4-14 mm. Kadar N-NH 3 kurang dari batas minimum kisaran normal dapat mengganggu proses fermentasi. Terjadinya penurunan kadar NH3 yang signifikan, diduga karena adanya reaksi senyawa aktif dalam daun bangun-bangun. Menurut Calsamiglia et al. (2007 b ), senyawa phytophenol seperti carvacrol, thymol dan eugenol dalam tanaman dapat mereduksi kecepatan proteolisis, peptidolisis dan deaminasi protein oleh mikroba, sehingga lebih banyak protein yang lolos degradasi atau menjadi protein bypass. Dengan demikian, produksi NH 3 sebagai bagian dari metabolisme nitrogen (degradasi dan deaminasi) mengalami penurunan. Kondisi ini juga menggambarkan bahwa ketersediaan substrat protein untuk mikroba semakin menurun, sehingga jumlah populasi mikroba proteolitik juga mengalami penurunan. Hal ini berbanding terbalik dengan produksi VFA, yang terlihat dari adanya korelasi negatif di antara kedua variabel tersebut (r = 0.94). Clarke and Bauchop (1977), menyatakan bahwa bakteri proteolitik membutuhkan substrat protein untuk membentuk protein mikroba dan memproduksi NH 3, yang juga dapat digunakan sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia. Selanjutnya, Leng (1990) mengemukakan bahwa apabila ketersediaan substrat berkurang, maka jumlah populasi mikroba yang memanfaatkan substrat tersebut akan berkurang, sehingga produk akhir jenis mikroba ini juga akan menurun. Suplementasi Zn-vitamin E tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap produksi N-NH 3. Hal ini diduga karena adanya penurunan aktivitas enzim untuk proses pencernaan protein (degradasi dan deaminasi), yang dapat menghasilkan N-

144 NH 3, sehingga peran Zn-vitamin E untuk meningkatkan kerja enzim tersebut dalam metabolisme menjadi berkurang. Menurut Cousins (1996), zn berperan sebagai komponen maupun kofaktor enzim, sehingga aktivitas enzim dapat ditingkatkan dengan adanya Zn, yang ketersediaannya ditingkatkan dengan adanya vitamin E. Dengan demikian, apabila ketersediaan enzim berkurang, maka peran Zn juga akan berkurang. Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Bargo dan Muller (2005) yang mendapatkan bahwa penggunaan 58,59 mg/kg Zn dan 1363 mg/kg vitamin E, yang merupakan jumlah penggunaan di atas batas optimum, dalam campuran konsentrat sapi laktasi, tidak berpengaruh terhadap produksi N-NH 3. Nilai ph cairan rumen penting untuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen dan mengatur proses fermentasi dalam rumen. Dari hasil percobaan in vitro diperoleh ph cairan rumen in vitro berkisar antara 6.14 sampai Nilai ph ini masih termasuk nilai ph normal untuk kehidupan mikroba dan berlangsungnya proses fermentasi dalam rumen, yaitu pada kisaran 5.5 sampai 7 (Leng 1990). Nilai ph yang tetap dipertahankan berada dalam kisaran normal, tidak terlepas dari fungsi Zn dan vitamin E yaitu berperan dalam homeostasis asam basa (Piliang 2001) dan menjaga integritas membran sel (Hughes 2003). Selain itu, dalam daun bangun-bangun juga terdapat senyawa yang bersifat buffer. Menurut Lawrence et al. (2005), senyawa yang bersifat buffer dalam daun bangun-bangun tergolong dalam kelompok senyawa farmakoseutika, yang jumlahnya berkisar %. Senyawa tersebut dapat berperan dalam menjaga keseimbangan asam-basa. Kadar ph cairan rumen berkorelasi negatif dengan suplementasi daun bangunbangun (r = ), sedangkan kadar ph cairan rumen dan suplementasi Zn-vitamin E tidak memiliki keeratan hubungan. Penurunan ph yang disebabkan oleh suplementasi daun bangun-bangun berkisar antara poin, diduga berkaitan erat dengan meningkatnya produksi VFA. Semakin meningkat produksi VFA, semakin meningkat pula kadar keasaman cairan rumen. Hasil pengujian menunjukkan adanya korelasi negatif di antara ph rumen dengan VFA (r = -0.67). Dengan kata lain, semakin meningkat produksi VFA, semakin meningkat pula keasaman cairan rumen. Penelitian yang dilaporkan Benchaar et al. (2007), juga mendapatkan hasil

145 yang sama yaitu penggunaan ekstrak tanaman oregano dapat meningkatkan produksi VFA dari 94.0 mm menjadi mm dan ph rumen mengalami penurunan 0.08 poin. Penurunan ph diduga akan mempengaruhi jumlah dan jenis populasi mikroba. Clarke and Bauchop (1977), menyatakan bahwa perubahan ph ke arah basa akan menghambat pertumbuhan mikroba dari jenis ciliata, sebaliknya perubahan ph yang menjadi semakin asam akan merubah pola pencernaan ke arah pemanfaatan substrat dari golongan karbohidrat. Suplementasi daun bangun-bangun sangat nyata (P<0.01) menurunkan jumlah mikroba, sedangkan suplementasi Zn-vitamin E tidak nyata mempengaruhi (P>0.01) jumlah mikroba cairan rumen. Demikian halnya di antara level suplementasi daun bangun-bangun, penurunan jumlah mikroba tidak nyata (P>0.01). Jumlah mikroba rumen berkorelasi negatif dengan suplementasi daun bangun-bangun (r = ), sedangkan jumlah mikroba cairan rumen dengan suplementasi Zn-vitamin E, korelasinya tidak nyata (r = 0.11). Meskipun mengalami penurunan 1 6 (x 10 5 ) cfu/ml, jumlah mikroba hasil penelitian ini, yang berkisar antara 46 x 10 5 sampai 54 x 10 5 cfu/ml, masih termasuk dalam jumlah normal untuk berlangsungnya proses fermentasi dalam rumen, berdasarkan rekomendasi Leng (1990), yaitu pada kisaran 46 x 10 5 sampai 52 x Hal ini diduga karena level penggunaan daun bangun-bangun yang mengandung senyawa antimikrobial, masih dalam batas toleransi kondisi rumen dan adanya senyawa-senyawa yang bersifat penstabil dalam daun bangun-bangun. Menurut Clarke and Bauchop (1977), kondisi rumen sangat mempengaruhi populasi dan aktivitas mikroba. Apabila kondisi stabil, maka populasi dan aktivitas mikroba tetap dipertahankan pada keadaan normal. Salah satu faktor yang menentukan kondisi rumen adalah ph. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun nyata menurunkan kadar ph rumen, meskipun nilai tersebut masih berada pada kisaran normal yaitu 6.15 sampai Jumlah mikroba juga memperlihatkan korelasi positif dengan kadar ph (r = 0.54). Dengan kata lain, semakin menurun kadar ph, maka jumlah mikroba juga semakin menurun, tetapi senyawa yang bersifat buffer atau penstabil, seperti yang ditemukan dalam daun bangun-bangun (Lawrence et al. 2005), membantu menjaga kestabilan kondisi

146 rumen, sehingga populasi dan aktivitas mikroba dapat dipertahankan (Chavez et al. 2007). Namun demikian,diduga terjadi perubahan jenis mikroba dan pola pencernaan dalam rumen, karena penurunan ph yang terjadi berkorelasi dengan peningkatan produksi VFA (r = -0.67) dan N-NH 3 (r = 0.72). Penurunan kadar N-NH 3 menunjukkan adanya penurunan pencernaan protein, sedangkan peningkatan kadar VFA menggambarkan adanya peningkatan pencernaan karbohidrat. Mekanisme ini memperlihatkan adanya perubahan jenis mikroba yaitu berkurangnya jenis mikroba proteolitik dan meningkatnya jenis mikroba selulolitik. Menurut Clarke and Bauchop (1977), jenis mikroba akan sangat tergantung dari ketersediaan substrat. Dalam hal ini, substrat protein lebih banyak lolos degradasi, sehingga ketersediaan substrat protein menurun. Dengan demikian jenis mikroba proteolitik juga berkurang. Hal ini tentunya memerlukan pengujian lebih lanjut, karena dalam penelitian ini, hanya mengukur jumlah mikroba total. Tendensi penurunan jumlah mikroba cairan rumen, dengan adanya suplementasi daun bangun-bangun diduga karena adanya senyawa aktif golongan farmakoseutika dalam daun bangun-bangun, di antaranya thymol yang bersifat antimikrobial (Lawrence et al. 2005). Penurunan jumlah mikroba untuk ternak ruminansia tentunya perlu dikuatirkan. Namun beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa jenis mikroba yang dipengaruhi oleh senyawa aktif daun bangun-bangun adalah jenis mikroba patogen. Hasil penelitian lain yang dilaporkan oleh Evans and Martin (2000), mendapatkan bahwa penggunaan thymol dengan dosis 45 g/ml dan 90.7 g/ml dapat menghambat pertumbuhan bakteri, khususnya bakteri dari jenis streptococcus, sehingga dapat mempengaruhi jumlah mikroba keseluruhan. Demikian halnya beberapa peneliti lain telah menemukan bahwa thymol dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan, seperti jenis Basillus (Delgado et al. 2004, Periago et al. 2004) dan Eschericia (Kisko and Roller 2005). Pada percobaan in vivo, diperoleh bahwa suplementasi daun bangun-bangun meningkatkan kandungan gizi ransum dan konsumsi ransum, yang secara langsung mempengaruhi jumlah konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum. Konsumsi zat gizi makro meningkat sekitar % dan zat gizi mikro meningkat

147 sekitar %. Jumlah konsumsi dipengaruhi banyak faktor yang saling berinteraksi, di antaranya aspek anatomi, status fisiologi, bobot badan, tingkat produksi, kandungan nutrisi dan palatabilitas. Fisher (2002) menyatakan bahwa pada ruminansia sistem pencernaan dan tingkah laku makan dapat menjadi faktor penentu jumlah konsumsi pakan. Dalam beberapa kasus variasi pakan, kandungan gizi terutama protein dan energi, serta palatabilitas pakan, dapat meningkatkan jumlah konsumsi pada ruminansia. Hal ini terlihat juga selama penelitian, dengan penggunaan daun bangun-bangun, konsumsi pakan ini tidak pernah tersisa. Menurut Haenlein (2002), pada ternak kambing pakan yang disukai atau palatabel, akan dikonsumsi lebih banyak dan faktor palatabilitas ini saling berkaitan dengan kandungan gizi, kecernaan dan konsumsi. Hasil pengujian menunjukkan adanya korelasi positif di antara suplementasi daun bangun-bangun dengan konsumsi bahan kering (r = 0.90), protein (r = 0.96), lemak (r = 0.93), serat kasar (r = 0.80), TDN (r = 0.92), Ca (r = 0.90) dan P (r = 0.99), tetapi dengan suplementasi Zn-vitamin E, korelasi tersebut tidak nyata. Sebaliknya suplementasi Zn-vitamin E berkorelasi positif dengan konsumsi Zn (r = 0.98) dan vitamin E (r = 0.99), tetapi dengan suplementasi daun bangun-bangun, korelasinya tidak nyata. Hal ini diduga karena kandungan nutrient yang cukup tinggi dalam daun bangun-bangun, meningkatkan kandungan gizi ransum secara keseluruhan. Mertens (1987) mengemukakan bahwa konsumsi adalah faktor esensial yang perlu diperhatikan, sebagai dasar untuk hidup dan berproduksi. Konsumsi berhubungan erat dengan karakteristik ternak, seperti bobot badan, level produksi dan karakteristik pakan, seperti kandungan nutrisi. Dengan demikian, semakin meningkat bobot badan dan produksi ternak serta nilai nutrisi dari pakan yang diberikan pada ternak, relatif akan meningkatkan konsumsi. Demikian halnya menurut Min et al. (2005), meningkatnya kualitas ransum dengan penambahan bahan lain yang dapat meningkatkan jumlah zat gizi mudah dicerna, secara linier akan meningkatkan konsumsi ransum. Selain kandungan nutrisi, diduga ada senyawa lain dalam daun bangun-bangun yang berperan dalam meningkatkan selera makan ternak. Hal ini terlihat juga selama penelitian, dengan penggunaan daun bangun-bangun,

148 konsumsi hijauan meningkat dan konsumsi daun bangun-bangun serta konsentrat tidak pernah tersisa. Secara pasti faktor tersebut belum diketahui, namun menurut Sahelian (2006), dalam beberapa tanaman herba terdapat senyawa yang diduga dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dalam hal pengaturan rasa lapar. Senyawa tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan selera makan. Namun jenis senyawa tersebut belum teridentifikasi. Lawrence et al. (2002) menambahkan bahwa dalam daun bangun-bangun terdapat golongan senyawa farmakoseutika yang perannya bervariasi di antaranya berhubungan dengan palatabilitas. Tidak adanya perbedaan konsumsi bahan kering, protein, lemak, serta kasar, TDN dan vitamin E, di antara level suplementasi daun bangun-bangun diduga karena kandungan gizi ransum dan konsumsi hijauan, di antara level suplementasi daun bangun-bangun tersebut tidak jauh berbeda. Hal ini terlihat dari perubahan kadar zat gizi yang hanya sebesar % dan peningkatan jumlah konsumsi hijauan sebesar %, di antara level suplementasi daun bangun-bangun, apabila dibandingkan dengan tanpa suplementasi daun bangun-bangun. Suplementasi Zn-vitamin E tidak memperlihatkan pengaruh yang berarti terhadap konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum dari kambing PE, kecuali terhadap konsumsi Zn dan vitamin E. Namun demikian, ada kecenderungan penggunaan zinc-vitamin E, menghasilkan konsumsi bahan kering dan zat gizi lebih tinggi dibanding tanpa penggunaan zinc-vitamin E. Menurut Lonnerdal (1988), mekanisme interaksi Zn-vitamin E tidak terlihat pada perubahan konsumsi ternak, namun berada pada level membran. Dengan kata lain, ada tidaknya pengaruh dari suplementasi Zn-vitamin E, akan terlihat setelah proses metabolisme berlangsung. Pengukuran kadar komponen kimia dalam darah sangat penting dalam menentukan status gizi ternak dan metabolisme yang berlangsung dalam tubuh ternak. Suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam ransum dapat meningkatkan kadar komponen dalam darah. Kedua suplemen berinteraksi secara signifikan (P<0.01) dalam meningkatkan ketersediaan lemak, glukosa, Ca dan Zn dalam darah, sedangkan terhadap kadar protein, P dan vitamin E, hanya dipengaruhi oleh masing-masing faktor tunggal suplemen yang diberikan dan

149 pengaruhnya signifikan (P<0.01). Hasil penelitian memperlihatkan adanya korelasi positif di antara kadar protein (r = 0.93), glukosa (r = 0.61), Ca (r = 0.59) dan P (r = 0.70) dalam darah dengan suplementasi daun bangun-bangun, tetapi terhadap komponen lainnya, korelasinya tidak nyata, sedangkan komponen lemak (r = 0.81), glukosa (r = 0.64), Ca (r = 0.66), Zn (r = 0.84) dan Vitamin E (r = 0.70) dalam darah berkorelasi positif dengan suplementasi Zn-vitamin E. Hasil ini menunjukkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun berperan dalam meningkatkan kadar protein, glukosa, Ca dan P dalam darah, yang diduga karena meningkatnya jumlah konsumsi protein, lemak, Ca dan P. Bio-Tech Research (2008), mengemukakan bahwa pada ruminansia kadar protein, lemak dan glukosa dalam darah, tergantung dari asupan, metabolisme dalam rumen, penyerapan dalam usus dan transport komponen tersebut ke dalam darah. Apabila konsumsi protein, lemak dan glukosa tinggi dan metabolisme dalam rumen berlangsung optimal, maka absorpsi komponen tersebut akan lebih baik, sehingga transport komponen tersebut ke dalam darah menjadi lebih banyak. Demikian halnya, suplementasi Zn-vitamin E dapat meningkatkan kadar lemak, Zn dan vitamin E, serta bersama suplementasi daun bangun-bangun, dapat lebih meningkatkan kadar glukosa dan Ca dalam darah. Hal ini diduga erat kaitannya dengan konsumsi dan peran Zn dalam metabolisme serta vitamin E untuk mempertahankan integritas membran dan proteksi sel darah. Interaksi pengaruh di antara daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E, mampu meningkatkan lemak darah sebesar % % dan glukosa darah sebesar 25.65% %, sedangkan pengaruh masing-masing faktor tunggal daun bangunbangun dan Zn-vitamin E dapat meningkatkan kadar protein darah berturut-turut sebesar 2.83 % dan %. Menurut Lazzaro (2005), kadar total protein dalam darah untuk kambing dewasa berkisar antara g/dl dan glukosa berkisar antara g/dl. Total protein darah hasil penelitian ini berkisar g/dl dan glukosa g/dl, dan masih berada dalam kisaran normal. Kadar lemak darah normal belum dikemukakan secara pasti, karena status lemak umumnya ditentukan atas dasar beberapa komponen lemak, di antaranya kolesterol. Meskipun demikian, menurut Linder (1992), lemak memasuki aliran darah secara

150 perlahan sebagai kilomikron melalui ductus thoracicus. Hal ini untuk mencegah perubahan besar kadar lemak darah. Dengan demikian, lemak tetap dipertahankan agar stabil atau akan segera digunakan untuk energi dan diinkorporasikan kembali menjadi trigliserida untuk digunakan kemudian. Senyawa lain yang ada dalam daun bangun-bangun dan memberikan dampak positif terhadap metabolisme adalah forskolin. Menurut Litosch et al. (1982), senyawa forskolin dapat mempengaruhi ketersediaan dan mengaktifkan camp dalam tubuh. Lebih lanjut Lehninger (1994) menjelaskan bahwa mekanisme kerja camp adalah mengaktifkan beberapa enzim metabolisme seperti protein kinase dan fosforilase, yang berperan dalam proses metabolisme. Selain itu, menurut Collier (1985), camp juga berperan sebagai pembawa pesan intraseluler untuk sekresi banyak hormon seperti thyroxine, triidothyronine, yang berperan dalam metabolisme protein, yaitu menstimulasi lipoprotein lipase untuk metabolisme lemak, glutamil transpeptidase untuk metabolisme protein dan mengurangi insulin untuk perombakan glukosa, yang dibutuhkan untuk sintesis laktosa selama produksi susu (laktasi). Mekanisme ini menjelaskan bahwa terjadi optimalisasi metabolisme karena pengaruh senyawa aktif dalam daun bangun-bangun, melalui aktivasi enzim dan penghambatan degradasi, sehingga zat gizi menjadi lebih tersedia. Peningkatan kadar protein, lemak dan glukosa juga terjadi akibat pengaruh suplementasi Zn-vitamin E. Secara biologis, Zn mempunyai fungsi structural, regulasi dan katalitik (Cousins 1996). Fungsi katalitik ini terlihat dari banyaknya enzim yang mengandung Zn atau sekresinya distimulir oleh adanya Zn, di antaranya protease (Linder 1992), fosfolipase (Piliang 2000), dan amilase (NRC 2001), yang berperan dalam metabolisme protein, lemak dan glukosa. Meningkatnya jumlah zat gizi makro dalam darah menggambarkan bahwa optimalisasi kerja enzim terjadi dengan adanya suplementasi Zn. Selanjutnya menurut Hughes (2003), vitamin E sebagai antioksidan intraseluler yang kuat, berperan menjaga integritas membrane sel, dan melindungi limfosit dan monosit dari gangguan radikal bebas yang dapat mengganggu proses metabolisme, termasuk penyerapan mineral Zn, yang

151 sangat dibutuhkan untuk berfungsinya banyak enzim yang berperan dalam metabolisme. Kadar Ca, dan P darah hasil penelitian ini berkisar % dan % dan masih berada dalam kisaran normal berdasarkan rekomendasi Lazzaro (2005) yaitu kadar normal Ca dan P darah untuk kambing dewasa masing-masing berkisar % dan %, sedangkan kadar Zn berkisar ppm, sedikit lebih tinggi dari standar yaitu ppm. Kadar vitamin E sampai saat ini belum ada rekomendasi yang pasti, tetapi menurut Hennekens et al. (2005), kadar vitamin E dalam darah selalu dipertahankan pada kondisi normal, karena peran vitamin E terbesar adalah menjaga integritas membran sel dan melindungi sel dari pengaruh radikal bebas, terutama melindungi sel darah dari hemolisis. Kadar zat gizi mikro khususnya Ca dan P dalam darah yang meningkat disebabkan adanya penggunaan daun bangun-bangun, dengan adanya senyawa aktif dalam daun bangun-bangun yang dapat menurunkan kadar ph rumen. Menurut Piliang (2000), penyerapan Ca dan P dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya derajat keasaman (ph) saluran pencernaan. Meningkatnya derajat keasaman atau menurunnya nilai ph dalam saluran pencernaan dapat meningkatkan penyerapan Ca dan P, sehingga ketersediaan Ca dan P dalam darah meningkat. Ketersediaan mineral Zn banyak dipengaruhi oleh asam amino dan monosakarida (Piliang 2000). Itu berarti, meningkatnya jumlah Zn dalam darah pada penelitian ini disebabkan adanya peningkatan jumlah protein dan glukosa yang diserap, yang merupakan dampak positif dari adanya senyawa aktif dalam daun bangun-bangun terhadap metabolisme. Demikian halnya dengan vitamin E, menurut Linder (1992), penyerapannya dipengaruhi oleh adanya asam lemak dan gliserida, sehingga meningkatnya penyerapan lemak, cenderung akan meningkatkan penyerapan vitamin E. Bertambahnya kadar Ca, P, Zn dan vitamin E dalam darah juga terjadi akibat pengaruh suplementasi Zn dan vitamin E. Hal ini terjadi karena suplementasi Zn dan vitamin E menambah ketersediaan kedua zat gizi tersebut. Menurut Linder (1992), kondisi ini akan membantu optimalisasi kerja enzim yang terlibat dalam metabolisme zat gizi makro, yaitu protein, lemak dan glukosa. Dengan meningkatnya jumlah zat

152 gizi makro yang dapat diserap, menurut Patel (2007) dapat meningkatkan jumlah mineral dan vitamin yang dapat diserap, karena penyerapan mineral dan vitamin sangat tergantung dari ketersediaan protein (asam amino), lemak (asam lemak dan gliserida) dan glukosa (monosakarida). Sifat fisiko-kimia dan hematologis darah, sangat penting diketahui karena fungsi darah sebagai alat transport antar sel dan jaringan baik untuk mengedarkan zat gizi yang telah diserap ke seluruh tubuh, maupun untuk pengeluaran bahan buangan ke luar melalui alat ekskresi. Suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam ransum menghasilkan kisaran ph, Hb, dan RBC darah masing-masing , (g/dl), dan (x10 5 ml). Kisaran nilai ini termasuk dalam kisaran normal seperti yang dikemukakan oleh Lazzaro (2005) yaitu kisaran normal ph, Hb dan RBC darah kambing dewasa adalah ph , Hb (g/dl), dan RBC (x10 5 ml). Suplementasi daun bangun-bangun sangat nyata (P<0.01) meningkatkan kadar Hb dan RBC darah, tetapi tidak mempengaruhi kadar ph darah. Suplementasi Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) meningkatkan kadar Hb darah, tetapi tidak mempengaruhi kadar RBC dan ph darah serta tidak saling berinteraksi (P>0.01) (Lampiran 25 sampai 27). Hasil pengujian memperlihatkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun berkorelasi positif dengan peningkatan kadar Hb (r = 0.86) dan RBC (r = 0.85) darah, sedangkan suplementasi daun bangun-bangun dengan kadar ph dan suplementasi Zn-vitamin E dengan kadar Hb, keeratan hubungannya tidak nyata. Demikian halnya di antara kadar Hb dan RBC, terdapat korelasi positif (r = 0.88), sedangkan di antara kadar Hb dan ph maupun kadar RBC dan ph, tidak ada hubungan. Dalam kondisi apapun pada penelitian ini, kadar ph tetap dipertahankan dalam kondisi normal. Hal ini diduga karena pengaruh komponen senyawa dalam daun bangun-bangun yang bersifat buffer. Hal ini juga dikemukakan Lawrence et al. (2005) bahwa dalam daun bangun-bangun terdapat senyawa yang bersifat buffer dan dikelompokkan ke dalam kelompok senyawa farmakoseutika. Selain itu, menurut Sadikin (2001), nilai ph dan sifat fisikokimia darah lainnya tidak mudah berubah meskipun ada senyawa lain yang masuk ke dalam darah, kecuali jika individu dalam

153 keadaan sakit. Menurut Khaled et al. (1999), nilai ph darah dapat menjadi indikator berlangsungnya proses metabolisme dalam tubuh ternak perah dan berdampak pada produksi dan kualitas susu. Pada kambing perah yang diberikan ransum yang terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan kadar protein % dan TDN %, kadar ph darah rata-rata Kadar ph ini memberikan korelasi positif terhadap kadar protein susu. Meningkatnya kadar Hb darah diduga karena ketersediaan Fe dalam daun bangun-bangun yang cukup baik yaitu 9.03 ppm, serta adanya suplementasi Znvitamin E dan ketersediaan mineral lain dalam darah yang mengalami peningkatan, sehingga proses sintesis Hb menjadi lebih baik. Menurut Sadikin (2001), sintesis haemoglobin berlangsung bersamaan dengan sintesis sel darah merah baru, untuk menggantikan sel yang tua dan mati. Haemoglobin berperan untuk mengangkut oksigen yang dibutuhkan tubuh, sedangkan oksigen ini harus diikat oleh Fe. Kadar haemoglobin sangat ditentukan oleh ketersediaan Fe dan mineral lain seperti Zn dan Mg, juga ketersediaan vitamin C dan vitamin E sebagai antioksidan intraseluler. Khaled et al. (1999) menyatakan bahwa selain ph, kadar Hb darah juga menjadi indikator berlangsungnya proses metabolisme dalam tubuh ternak perah, yang selanjutnya dapat mempengaruhi produksi dan kualitas susu yang dihasilkan. Kadar RBC darah erat kaitannya dengan kadar Hb darah. Sadikin (2001), menyatakan bahwa Hb terkurung di dalam RBC, meningkatnya kadar RBC cenderung akan diikuti dengan peningkatan kadar Hb, sehingga pasokan oksigen keberbagai tempat diseluruh tubuh akan terjamin. Suplementasi Zn-vitamin E juga mempengaruhi kadar Hb darah. Keterkaitan Zn-vitamin E dengan kadar Hb adalah melalui metabolisme secara keseluruhan, karena Fe yang membantu pembentukan Hb, terlibat dalam sistem enzim yang berperan dalam metabolisme (Underwood and Suttle 1999). Pengukuran produksi dan komposisi zat gizi susu dilakukan untuk melihat sejauh mana pemanfaatan zat gizi oleh tubuh ternak. Tinggi rendahnya produksi dan komposisi zat gizi susu ini dapat menggambarkan jumlah zat gizi yang tersedia dalam tubuh, yang tidak terlepas dari banyaknya zat gizi yang dikonsumsi. Terdapat interaksi pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) di antara suplementasi daun bangun-

154 bangun dan Zn-vitamin E terhadap produksi susu. Semakin tinggi level penggunaan daun bangun-bangun, semakin meningkat produksi susu. Peningkatan ini sangat tinggi, yaitu berturut-turut sebesar %, % dan %, untuk setiap level penggunaan daun bangun- bangun 3, 6 dan 9 g/kg BB dan Zn-vitamin E. Apabila efek Zn-vitamin E dihilangkan maka pengaruh tunggal suplementasi daun bangun-bangun dapat meningkatkan produksi susu sebesar %, 78.68% dan %, sedangkan pengaruh tunggal suplementasi Zn-vitamin hanya meningkatkan produksi susu sebesar 5.09 %. Hasil penelitian ini jauh lebih baik dibanding hasil penelitian yang dilakukan pada tikus putih (Silitonga 1993) dan ibu menyusui (Santosa 2001, Damanik et al. 2006), yang hanya mendapatkan peningkatan produksi susu berturut-turut sebesar 30 %, 47.4 % dan 65 %. Peningkatan produksi susu berkorelasi positif dengan suplementasi daun bangun-bangun (r = 0.94), sedangkan terhadap suplementasi Zn-vitamin E, tidak ada hubungan (r = 0.16). Berdasarkan hasil ini, diduga bahwa peran Zn-vitamin E hanyalah memacu aktivitas enzim yang berfungsi dalam metabolisme dan sintesis air susu, sehingga pada kondisi tertentu suplementasi Zn-vitamin E ini, kemungkinan tidak memberikan pengaruh terhadap produksi susu. Peningkatan produksi susu yang sangat tinggi karena adanya suplementasi daun bangun-bangun, diduga karena komponen senyawa aktif dalam daun bangun-bangun. Daun bangun-bangun dengan kandungan senyawa aktif yang bersifat laktagogue, menjadi faktor utama yang mempengaruhi produksi susu. Lawrence et al. (2005) melalui penelitiannya telah menemukan bahwa dalam daun bangun-bangun ada komponen yang bersifat lactagogue, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Kadar komponen ini cukup besar yaitu berkisar antara 10-50%. Adanya senyawa aktif yang bersifat laktagogue ini diduga dapat menstimulasi kelenjar susu dan metabolisme tubuh, sehingga proses sintesis susu dapat berlangsung optimal. Menurut Damanik et al. (2006), meningkatnya produksi susu diduga karena pengaruh senyawa laktagogue dalam daun bangunbangun yang berperan dalam proliferasi sel sekresi mamari. Hal ini didukung pula

155 dengan hasil penelitian Silitonga (1993) yaitu meningkatnya kadar DNA dan RNA kelenjar mamari tikus dengan pemberian daun bangun-bangun. Faktor lain yang diduga mempengaruhi peningkatan produksi susu adalah sifat oksitoksik dari daun bangun-bangun. Hasil penelitian Subanu et al. (1982) memperlihatkan bahwa senyawa yang terkandung dalam daun bangun-bangun secara in vitro menunjukkan daya oksitoksik, yang setara dengan oxytocin, yaitu hormone yang berfungsi dalam pelepasan air susu. Menurut Neville (2007), pada induk menyusui, oxytocin berfungsi dalam ekskresi air susu. Hormon ini disekresikan karena adanya rangsangan melalui pemerahan atau anak yang menyusu, yang mengaktivasi neurohormonal secara refleks, sehingga hypothalamus (posterior pituitary) akan melepas oxytocin. Menurut Delaval (2008), organ target hormon oxytocin adalah otot uterus dan kelenjar susu. Dengan demikian, pada induk menyusui, pelepasan oxytocin akan membantu sekresi air susu, sedangkan pada induk bunting, dapat menyebabkan abortus. Produksi susu juga dipengaruhi oleh ketersediaan zat gizi untuk metabolisme dan sintesis susu. Akers (2002) menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan seekor ternak, sangat tergantung dari berbagai aspek yang terlibat dalam proses laktasi. Aspek tersebut adalah aspek nutrisi, fisiologi dan biokimiawi, yang meliputi kandungan gizi makanan yang diberikan, proses metabolisme zat gizi, ketersediaan prekursor dalam darah dan mekanisme sintesis susu. Collier (1985), mendukung pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa tinggi rendahnya produksi susu sangat tergantung dari ketersediaan zat gizi, yang bersama aliran darah memasuki kelenjar susu untuk sintesis air susu. Kondisi ini terjadi apabila metabolisme zat gizi berjalan baik atau jumlah zat gizi yang diserap masuk dalam darah dapat memenuhi kebutuhan untuk produksi susu. Khaled et al. (1999) menyatakan bahwa, terdapat interaksi positif antara metabolisme zat gizi dengan metabolit darah sebagai precursor untuk produksi susu. Pengaruh lain dari peningkatan produksi susu adalah efek senyawa aktif dalam daun bangun-bangun yaitu forskolin, yang bersifat membakar lemak menjadi energi. Senyawa ini tergolong kelompok senyawa farmakoseutika (Lawrence et al. 2005). Dengan

156 efektivitas senyawa ini, energi menjadi lebih tersedia untuk produksi susu. Menurut Sahelian (2006), energi sangat penting untuk individu yang berada dalam status fisiologi tertentu seperti menyusui. Demikian halnya menurut Haenlein (2002), untuk memproduksi susu, kambing perah membutuhkan sejumlah besar energi. Semakin tinggi produksi, semakin tinggi pula energi yang dibutuhkan. Adanya interaksi dengan Zn-vitamin E, juga meningkatkan proses metabolisme rumen, sehingga ketersediaan precursor dalam darah semakin meningkat. Menjelaskan hal ini Bell et al. (2006) berpendapat bahwa vitamin E bersama mineral seperti Zn dan Se, berperan aktif dalam metabolisme dan dapat melindungi sel darah dari hemolisis, sebab sel darah penting sebagai alat transportasi zat gizi, sehingga ketersediaan zat gizi dalam darah tidak terganggu. Interaksi ini menunjukkan bahwa suplementasi Zn-vitamin E membantu mengoptimalkan metabolisme tubuh, sehingga ketersediaan precursor untuk sintesis air susu lebih optimal dan bersama daun bangun-bangun dengan senyawa laktagoguenya, produksi susu dapat ditingkatkan. Tinggi rendahnya kadar zat gizi dalam susu, menggambarkan tinggi rendahnya kualitas susu yang dihasilkan. Interaksi pengaruh di antara daun bangun- bangun dan Zn-vitamin E meningkatkan kandungan protein sebesar %, lemak %, laktosa %, Ca %, P %, Zn % dan vitamin E %. Kandungan zat gizi dalam susu ini, erat kaitannya dengan ketersediaan komponen dalam darah untuk sintesis susu. Terdapat korelasi positif di antara komponen makro dalam darah (protein, lemak dan glukosa) dengan kadar zat gizi makro dalam susu (protein, lemak dan laktosa), dengan nilai korelasi berturut-turut r = 0.75, r = 0.95 dan r = Demikian halnya dengan komponen mikro dalam darah (Ca, P, Zn dan vitamin E) dengan kadar zat gizi mikro dalam susu (Ca, P, Zn dan vitamin E), dengan nilai korelasi berturut-turut r = 0.76, r = 0.69, r = 0.64 dan r = Hasil ini memperkuat argumen Khaled et al. (1999) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara metabolit darah dengan komposisi susu. Semakin meningkat kadar metabolit darah, semakin meningkat komposisi zat gizi susu. Hal ini juga menjadi indikator tingkat metabolisme dalam sistem pencernaan.

157 Kuantitas dan kualitas susu induk, dapat tergambar dari bobot anak selama menyusu. Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa bobot badan pra sapih anak yang menyusu pada induk yang diberi ransum dengan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E, lebih tinggi dibandingkan bobot badan anak yang menyusu pada induk yang diberi ransum kontrol. Bobot badan ini juga mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya level suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum. Itu berarti, susu dari induk yang mendapatkan ransum dengan suplementasi daun bangun-bangun, memiliki komposisi zat gizi lebih baik dibandingkan induk yang mendapat ransum control, sehingga asupan gizi anaknya lebih baik dan bobot badan yang dihasilkan lebih tinggi. Kuantitas dan kualitas nutrisi dalam susu yang dikonsumsi anak, menentukan tinggi-rendahnya pertambahan bobot badan yang dicapai. The Goat Dairy Library (2006), menjelaskan bahwa melalui proses menyusu, anak kambing akan mendapatkan immunoglobulin untuk kekebalan tubuh dan nutrisi untuk pertumbuhan. Kualitas susu yang baik, dapat memacu pertumbuhan anak lebih cepat. Hal ini dapat diperoleh dari induk yang mendapatkan asupan nutrisi yang baik pula.

158 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan tanaman laktagogue potensial yang dapat dikembangkan menjadi suplemen pakan, yang bergizi tinggi terutama pada masa laktasi. 2. Suplementasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dalam ransum sampai level 9 g/kg bobot badan pada kambing PE, dapat memperbaiki metabolisme dan meningkatkan produksi susu sampai %, tetapi level suplementasi daun bangun-bangun 6 g/kg bobot badan dan Zn-vitamin E (20 : 10 ppm), yang paling efisien, karena pada level di atasnya kenaikan produksi susu tidak signifikan (P>0.01), tetapi bertendensi menurunkan kadar ph dan jumlah mikroba rumen. 3. Suplementasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) 3, 6 dan 9 g/kg bobot badan dan Zn-vitamin E, dapat meningkatkan produksi susu berturutturut %, % dan % dan kualitas susu terutama kadar Ca dan Fe nya. Peningkatan produksi susu yang dahsyat ini pada kambing PE, dengan suplementasi daun bangun dan Zn-vitamin E, baru pertama kali dilaporkan. 4. Bobot badan anak yang menyusu pada induk yang mendapat ransum suplementasi daun bangun-bangun sampai 9 g/kg bobot badan meningkat %, dibandingkan dengan yang mendapatkan suplementasi Zn-vitamin E (44.35 %) maupun kontrol (27.48 %). 5. Mekanisme meningkatnya produksi susu disebabkan selain karena optimalisasi metabolisme dan tersedianya bahan-bahan untuk sintesis air susu, juga diduga karena meningkatnya jumlah sel-sel sekretori kelenjar mamari yang dirangsang oleh progesteron dan prolaktin. Namun untuk membuktikannya harus dikaji kadar progesteron, prolaktin dan oksitosin serta hematologis jumlah sel sekretori epitel alveola mamae.

159 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap sifat antibakterial dari daun bangun-bangun, karena ditemukan penurunan jumlah mikroba rumen pada dosisi penggunaan daun bangun-bangun yang semakin tinggi dan dikuatirkan dapat mengganggu populasi dan aktivitas mikroba rumen. 2. Masih perlu dikaji peran berbagai senyawa aktif dalam daun bangun-bangun seperti senyawa laktagogue, carvacrol, thymol, forskolin dan senyawa lainnya yang bersifat farmakoseutika, terhadap metabolisme dan produksi susu, baik untuk ternak maupun manusia.

160 DAFTAR PUSTAKA Acamovic T, Brooker JD Biochemistry of plant secondary metabolites and their effects in animals. Cambridge Journals 64: Adiati U, Sutama IK, Yulistiani D, Budiarsana IGM Different level of protein content in concentrate offered to Etawah Cross Bred does during late pregnancy and lactation period. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor 30 September 1 Oktober. Bogor: Balitnak, Puslitbang Deptan. hlm Afandi I Susu Kambing Etawah. Jakarta: FF. Farm. [terhubung berkala]. ff-farm.com [4 Maret 2008]. Akers RM Lactation and The Mamary Gland. Iowa : Iowa State Press. Allen G Cuban Oregano (Plectranthus amboinicus). Chicago: The herbalist Association. [terhubung berkala]. [4 Maret 2008]. Anglada A, Devant M, Bach A Effect of plant extract supplementation on rumen fermentation and metabolism in young Holstein Bulls receiving a high concentrate diet. Journal Dairy Science 89 Supl 1: [AOAC] Association of Official Analytical Chemists Official Methods of Analysis. USA: Arlington Press. Apriyantono A et al Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas IPB. [ARCBC] Asean Regional Centre of Biodiversity Conservation Checklist of Medicinal Plants in Southeast Asia. Philippine: Philippine Alternative Medicine Organization. [terhubung berkala]. [5 April 2005]. Arelovich HM, Owens FN, Horn GW, Vizcarra JA Effects of supplemental zinc and manganese on ruminal fermentation, forage intake and digestion by cattle fed prairie hay and urea. Journal Animal Science 78 : Arora SP Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

161 Arrayet JL et al Growth of Holstein calves from birth to 90 days : the influence of dietary zinc and BLAD status. Journal Animal Science. 80 : [Balitnak] Balai Penelitian Ternak Kambing Peranakan Etawah: Kambing Perah Indonesia. Bogor : Puslitbang Deptan. [terhubung berkala]. litbang.deptan.go.id [20 April 2007]. Bargo F, Muller LD Grazing behavior affects daily ruminal ph and NH 3 oscillations of dairy cows on pasture. Journal Dairy Science. 88: Bell JA, Griinari JM, Kennelly JJ Effect of Safflower Oil, Flaxseed Oil, Monensin, and Vitamin E on Concentration of Conjugated Linoleic Acid in Bovine Milk Fat. Journal Dairy Science 79(9): 1 8. Benchaar C et al Effects of essential oil and their components on in vitro rumen microbial fermentation. Canadian Journal of Animal Science 123: Benmoon Pharma Research Essential oils products. India: Benmoon Pharma Research. [terhubung berkala]. [9 April 2005]. Berzaghi P, Herbein JH, Polan CE Intake, site, and extent of nutrient digestion of lactating cows grazing pasture. Journal Dairy Science 79 (9): Bio-Tec Researc Deer Biology. Wisconsin: Bio-Tech Research Inc. [terhubung berkala]. deerfood.com/deer_biology.php [6 Januari 2008]. [BPS] Biro Pusat Statistik Statistik Indonesia. Jakarta: BPS. [terhubung berkala]. bps.go.id/sector [6 Januari 2008]. [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Technology Jintan (Coleus amboinicus). Jakarta: Cakrawala IPTEK. [terhubung berkala]. [9 April 2005]. Bremel RD Biology of Lactation. London: WH. Freeman and Co. classes.ansci.uiuc.edu/ansc438/milkcom psynth [25 Maret 2008]. Bruhn JC Dairy Goat Milk Composition. Colorado: Agricultural Research Service, Department of Agricultural. [terhubung berkala]. goatworld.com [25 Maret 2008].

162 Buckley WT Trace Element Dynamics. Di dalam: D Mello JPF Editor. Farm Animal Metabolism and Nutrition. New York: CABI Publishing. Burfield T The Seychelles : Aromatic Journey Notes. India: Printed Press Holdings. [terhubung berkala]. users. globalnet.co.uk [5 April 2005]. Busquet M, Calsamiglia S, Ferret A, Kamel C Plant extracts affect in vitro rumen microbial fermentation. Journal Dairy Science 89: Calsamiglia S, Busquet M, Cardozo PW, Castillejos L, Ferret A a. Essential oils as modifiers of rumen microbial fermentation. Journal Dairy Science 90: Calsamiglia S, Busquet M, Cardozo PW, Castillejos L, Ferret A b. Essential oils for modifying rumen fermentation. Spain: Department Ciencia Animal I dels Aliments Universitat Autonoma de Barcelona. Cardozo PW, Calsamiglia S, Ferret A, Kamel C Effects of natural plant extracts on ruminal protein degradation and fermentation profiles in continuous culture. Journal Animal Science 82: Castillejos L, Calsamiglia S, Ferret A Effect of essential oil active compounds on rumen microbial fermentation and nutrient flow in in vitro systems. Journal Dairy Science 89: Chaves AV et al Effects of essential oils on proteolytic, deaminative and methanogenic activities of mixied ruminal bacteria. Journal Animal Science 88 : Choochoat D, Sriubolmas N, De-Eknamkulc W, Ruangrungsi N Antimicrobial activities of the essential oils from Thai Lamiaceous plants. Journal Applied Microbiology 88: [terhubung berkala]. Lamiaceous [5 April 2005]. Clarke RTJ, Bauchop T Microbial Ecology of The Gut : The gut and its microorganisms. London: Academic Press. Coffey L, Hale M, Williams P Dairy Goats : Sustainable Production. USA: Goat Connection. [terhubung berkala]. [10 April 2008]. Collier RJ Nutritional, Metabolic and Environmental Aspects of Lactation. Di dalam: Larson BL Editor. Lactation. Iowa: Iowa State Press.

163 Correa JE Nutritional Management of Meat Goats. USA: Goat Connection. [terhubung berkala]. [5 Maret 2008]. Cousins RJ Zinc. Di dalam: Ziegler EE, Filer LJ Editor. Present Knowledge in Nutrition. Washington DC: ILSI Press. Cronje P Ruminant Physiology : Digestion, Metabolism, Growth and Reproduction. New York: CABI Publishing. Cross DE et al Antibacterial properties of phytochemicals in aromatic plants in poultry diets. Di dalam: Acamovic T, Stewart CS, Pennycott TW Editor. Poisonous plants and related toxins. Wallingford Oxon: CABI Publishing. Cross DE, McDevitt RM, Hillman K, Acamovic T The effect of herbs and their associated essential oils on performance, dietary digestibility and gut microflora in chickens from 7 to 28 days of age. British Poultry Science 48 (4) : Damanik R, Wahlqvist ML, Wattanapenpaiboon N Lactagogue effects of torbangun, a Bataknese traditional cuisine. Asia Pacific Journal Clinical of Nutrition 15(2): Damayanti R Susu Kambing Etawah. Bogor: Balitvet Puslitbang Deptan. Danikowski S, Sallmann HP, Halle I, Plachowsky G Influence of high levels of Vitamin E on semen parameters of cocks. Journal Animal Physiology and Nutrition 86 : Davidson PM, Naidu AS Phytophenols. Di dalam: Naidu AS Editor. Natural food antimicrobial systems. Florida: CRC Press. [DEPDIKNAS] Departemen Pendidikan Nasional Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. DeLaval Milking Technology. Di dalam: DeLaval Editor. The Lactating Dairy Cow. USA: DeLaval Publishing. [terhubung berkala]. com/library [5 Maret 2008]. [Depkes] Departemen Kesehatan, Botani, Sinonim Nama Umum dan Nama Dagang Daun Bangun-Bangun. Jakarta: Depkes. [terhubung berkala]. [5 April 2005]. Despal et al Pengantar Ilmu Nutrisi. Bogor: Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB.

164 Devendra C, Burns M Produksi Kambing Di Daerah Tropis. Harya Putra IDK, penerjemah; Bandung: ITB. Terjemahan dari : Goat Production in the Tropics. Dewan Standarisasi Nasional Standar Susu Segar: SNI Jakarta: Ditjennak. [terhubung berkala]. susu segar [11 Juni 2008]. [Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan Data Statistik Peternakan. Jakarta: Deptan. [terhubung berkala]. [8 Desember 2007]. Dorman HJD, Deans SG Antimicrobial agents from plants: Antibacterial activity of plant volatile oils. Journal Applied Microbiology 88: Drackley JK Farm Animal Metabolism and Nutrition : Lipid Metabolism. New York: CAB International. Eddleman H Composition of Human, Cow and Goat Milks. St.Palmyra Indiana: Indiana Biolab. [terhubung berkala]. disknet.com [14 Februari 2007]. [EEBC] Ecology and Evolutionary Biology Conservatory, Coleus amboinicus. Connecticut: University of Connecticut. [terhubung berkala]. uconn.edu [5 April 2005]. Evans JD, Martin SA Effects of thymol on ruminal microrganism. Journal of Biomedical and Life Science 41 (5): Feria M Coleus amboinicus Lour (Oregano). Philippine: Philippine Alternative Medicine Organization. [terhubung berkala]. Oregano. [14 Februari 2008]. Forbes JM, France J Quantitative Aspects of Ruminant Digestion and metabolism. New York: CAB International. Fox PF, McSweeney PLH Dairy Chemistry and Biochemistry. London: Department of Food Chemistry University College Cork. Frandson RD Anatomi dan Fisiologi Ternak. Srigandono B, Praseno K, Soedarsono penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Anatomy and Physiology of Farm Animals. Garcia V et al Potential of carvacrol to modify in vitro rumen fermentation as compared with monensin. Cambridge Journals 1 :

165 Goff JP, Stabel JR Decrease plasma retinol, α-tokoferol and zinc concentration during the periparturient period : effect of milk fever. Journal Dairy Science 73 : Gusman JM Phytogenic feed additives-a new tool for nutrition of weaning pigs. Proceedings of International Seminar IV de Aves e Suinos Avesui Mei, Florianopolis. Florianapolis: Mexican de Aves e Suinos-Avesui Society. hlm Hadiwiyoto S Teknik Uji Mutu Susu. Yogyakarta: Liberty. Hadjipanayiotou M, Economides S Assesment of various treatment conditions affecting the ammoniation of long straw by urea. Journal Livestock Research for Rural Development 9(5): Haenlein GFW Composition of Goat Milk and Factors Affecting It. Di dalam: Haenlein GFW Editor. Feeding Goats for Improved Mlk and Meat Production. USA: Department of Animal and Food Sciences University of Delaware. [terhubung berkala]. [6 April 2008]. Haenlein GFW Factor Influencing Production Improvement. Di dalam: Haenlein GFW Editor. Feeding Goats for Improved Mlk and Meat Production. USA: Department of Animal and Food Sciences University of Delaware. [terhubung berkala]. [6 April 2008]. Hamilton CJ Mexican Mint. Cuba: Infomed. [terhubung berkala]. scienceviews.com/photo/library [9 Desember 2006]. Hammer KA, Carson CF, Riley TV Antimicrobial activity of essential oils and other plant extracts. Journal of Applied Microbiology 86 (6): Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Tillman AD Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hennekens Ch, LaChance P, Traber M Vitamin E. Maryland USA: Office of Dietary Supplements, National Institutes of Health Bethesda. [terhubung berkala]. [9 Desember 2006]. Heyne K Tumbuhan Berguna Indonesia. Volume ke-3. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Hopkins AJ The Hidden Truths About Vitamin E. Petaluma: Smart Publications. [terhubung berkala]. [4 April 2008].

166 Hughes DA Antioxidant Vitamins and Immune Function. Di dalam: Calder PC Editor. Nutrition and Immune Function. New York: CABI Publishing. Hurley WL Lactation Biology. Urbana-Champaign: Department of Animal Sciences University of Illinois. [terhubung berkala]. ansci.uiuc.edu/ansc438 [4 April 2008]. Hurley LS, Dungan DD, Keen CL, Lonnerdal B The effects of vitamin E on zinc deficiency teratogenicity in rats. Journal of Nutrition 113 : Isley SE, Miller HM, Kamel Ch The use of plant extracts in sow diets has revealed novel applications for the improvement of sow and litter performance. Journal of Feedmix 12(4): Iyer R Oregano. India: Bhavan Publishing. [terhubung berkala]. dimdima.com/ecology [4 April 2005]. Jenkins KJ, Kramer JKG Change in lipid composition of calf tissues by excess dietary zinc. Journal Dairy Science 75 : Jinderpal S, Kaushal JR Stability of starea and uromolurea carbohydrate complexes in the ruminant stomach. Indian Journal of Animal Nutrition 10 : Khaled NF, Illek J, Gajdoek S Interactions between nutrition, blood metabolic profile and milk composition in dairy goats. Actavet 68 : Kisko G, Roller S Carvacrol and p-cymene inactivate E. coli 0157.A7 in apple juice. Biomedical Clinic Microbiologi 5(36): Kress H Plectranthus amboinicus (Lour) Spreng Lamiaceae. Cuba: Infomed. [terhubung berkala]. henriettesherbal.com [9 Januari 2008]. Laboratorium Department of Chemistry Analysis Coleus amboinicus Lour component with GC and GCMS technique. India: Gorakhpur University. [terhubung berkala]. baanmaha.com [9 Desember 2006] Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah Prosedur Analisis in vitro. Bogor: Fapet IPB. Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Prosedur Analisis Laboratorium. Bogor: Balitbang Pertanian.

167 Larson BL Biosynthesis and Cellular Secretion of Milk. Di dalam: Larson BL Editor. Lactation. Iowa: Iowa State Press. Lawrence M, Naiyana, Damanik MRM, Modified Nutraceutical Composition. Australia: Freehills patent and trademark Attorneys Melbourne. [terhubung berkala]. [10 Desember 2007]. Lazzaro J, Normal Blood Chemistry Values for Adult Goats. Melbourne Australia: Freehills patent and trademark Attorneys. [terhubung berkala]. saanendoah.dairygoat [26 Agustus 2006]. Lehninger AL Dasar-Dasar Biokimia. Volume ke-3. M. Thenawidjaya penerjemah. Jakarta: Erlangga, Terjemahan dari : Biochemistry. Leng RA Factor affecting the utilization of poor quality forage by ruminants particulary under tropical condition. Di dalam: Smith RH Editor. Nutrition Research Review. Volume ke-3. USA: Cambridge University Press. Linder MC Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Lonnerdal B Vitamin Mineral Interactions. Di dalam: Bodwell CE, Erdman JW Editor. Nutrient Interactions. New York: Marcel Dekker, Inc. Manalu W Pengantar Nutrisi Hewan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Mateljan G Milk Goat. USA: The GM Foundation. dairygoat.com [6 Januari 2008]. McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA Animal Nutrition. London: Prentice Hall Inc. Menendez RA, Gonzalez VP Plectranthus amboinicus (Lour) Spreng. Revistas Cubana Plant Medicine 3 (3) : [terhubung berkala]. bvs.sld.cu/revistas [4 April 2005]. Mertens DR Predicting Intake and Digestibility Using Mathematical Models of Ruminal Function. Journal Animal Science 64: Midland AD Ruminant Feeds Microbes : A symbiotic relationship enables ruminants to utilize fiber and NPN. Australia: Alliance Nutrition Beef. [terhubung berkala]. admani.com/alliancebeef/technicaledge/rum. [6 Januari 2008].

168 Miller GD, Jarvis JK, McBean LD Functional Dairy Products. London: CRC Press. Min BR, Hart SP, Sahlu T, Satter LD The effect of diets on milk production and composition, and on lactation curves in pastured dairy goats. Journal Dairy Science 88: Moeljanto RD, Wiryanta BTW Khasiat dan Manfaat Susu Kambing. Jakarta: Agromedia Pustaka. Moir RJ The Role of Microbes in Digestion. Di dalam: Woolcock JB Editor. Microbiology of Animals and Animal Product. New York: Elsevier Science Publishing Company Inc. Neville MC Milk Secretion. Di dalam: Neville MC Editor. Lactation. Colorado: Department of Physiology and Biophysics School of Medicine, University of Colorado. [terhubung berkala]. uchsc. edu/physiology [4 Maret 2008]. [NHEI] Native Habitat Ethnobotanicals Inc Coleus amboinicus. London: NHEI. [terhubung berkala]. habitat.com /coleus [4 April 2005]. Noirot V, Bayourthe C Effects of carvacrol on ruminal fermentation in vitro. Journal Animal Sience 77 : [terhubung berkala]. habitat.com /coleus [4 April 2005]. [NRC] National Research Council Washington DC: National Academy Press. Nutrient Requirements of Goat. [NRC] National Research Council Nutrient Requirements of Dairy Cattle. Washington DC: National Academy Press. Olson PA et al Effects of suplplementation of organic and inorganic combination of copper, cobalt, manganese and zinc above nutrient requirement levels on postpartum two-year-old cows. Journal Animal Sience 77 : Orskov ER, Ryle M Energy Nutrition in Ruminants. New York: Elsevier Science Publishing Company Inc. Papageorgiou G et al Effect of dietary oregano oil and α-tocopheryl acetate supplementation on iron-induced lipid oxidation of turkey breast, thigh, liver and heart tissues. Journal Animal Physiology and Animal Nutrition 87 :

169 Parakkasi A Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI Press. Patel G Metabolism. Ohio: The Ohio State University. [terhubung berkala]. org/nutrition/met-obe/metabolism.html. [25 Maret 2008]. Periago PM, Conesa R, Delgado B, Fernandez PS, Palop A B. megaterium spore germination and growth inhibition by a treatment combining heat with natural antimicrobials. Food Biotechnology 44: Piliang WG Nutrisi Mineral. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Prasad AS Zinc, Infection and Immune Function. Di dalam: Calder PC Editor. Nutrition and Immune Function. New York: CABI Publishing. Preston TR, Leng RA Matching Ruminant Production Systems With Available Resources In The Tropics and Sub Tropics. Armidale Australia: Penambul Books. Riis PM Dynamic Biochemistry of Animal Production. New York: Elsevier Science Publishing Company Inc. Sadikin M Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika. Sahelian R Forskolin Mechanism of Action. Bulletin Planta Natural Products 20 : 1-8. [terhubung berkala]. [17 September 2007]. Santosa ChM Khasiat konsumsi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus L) sebagai pelancar sekresi air susu ibu menyusui dan pemacu pertumbuhan bayi [tesis]. Bogor: Pogram Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Saxelin M, Korpela R, Mayra-Makinen A, Finland VL Classifying Functional Dairy Products. Di dalam: TM Sandholm, Saarela M Editor. Functional Dairy Products. England: CRC Press. Scott TW, Ashes JR Dietary lipid for ruminants : protection, utilization and effects remodeling of skeletal muscle phospholipids. Australian Journal of Agriculture Research 44 : Shandolm TM, Saarela M Functional Dairy Products. England: CRC Press. Shipard I Mother of Herbs. China: Discovery Gardens. discoverygardens [4 April 2005]. Sihombing M Pengaruh hati ikan terhadap absorbsi berasal dari daun bangun-bangun (Coleus amboinicus) pada tikus albino strain Wistar Derived-

170 LMR. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes. [terhubung berkala]. litbang.depkes.go.id [11 April 2005]. Silitonga M Efek laktagogum daun jinten (Coleus amboinicus Lour) pada tikus laktasi [tesis]. Bogor : Pogram Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Siswono Kesadaran akan manfaat susu masih kurang. Jakarta: Indonesia Nutrition Network. [terhubung berkala]. [15 Desember 2007]. Sodiq A, Adjisoedarmo S, Tawfik ES Doe productivity of Kacang and Peranakan Etawah goats in Indonesia and factor affecting them. Proceedings Natural Resource Management and Rural Development Gottingen 8 10 October Gottingen: International Research on Food Security. [terhubung berkala]. tropentag.de/2003/abstracts/full/143.pdf. [23 April 2005]. Steel RGD, Torrie JH Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Subanu NP, Pudjiastuti, Adji rni Pengaruh beberapa tanaman obat pada uterus marmut terisolasi. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Sudono A, Abdulgani IUK, Najib H, Ratih R Penuntun Praktikum Ilmu Produksi Ternak Perah. Bogor: Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan IPB. Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Jakarta: Agromedia Pustaka. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Suprayogi A Teknik pengambilan sample dan aplikasi perlakuan pada hewan percobaan. Prosiding Pelatihan Singkat Teknik Laboratorium Hewan Percobaan Bidang Biologi Dasar; Bogor Agustus Bogor : Pusat Antara Universitas Ilmu Hayati IPB. Hlm Suryahadi Penuntun Praktikum Ilmu Nutrisi Ruminansia. Bogor: PAU Ilmu Hayati IPB. Sutama IK, Tantangan dan peluang peningkatan produktivitas kambing melalui inovasi teknologi reproduksi. Prosiding Lokakarya Nasional Kambing Potong Bogor Agustus [terhubung berkala] deptan.go.id /download /infoteknis /kambingpotong/prokpo04-6.pdf [24 Maret 2008]. hlm

171 Sutama IK, Budiarsana IGM, Setiyanto H, Priyanti A Productive and reproductive performances of young Etawah Cross does. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 1(2) : Sutama IK et al Pemurnian Bibit Kambing Peranakan Etawah untuk Produksi Anak dan Susu. Bogor: Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan. Sutardi T Ikhtisar Ruminologi. Prosiding Penataran Kursus Peternakan Sapi Perah di Kayu Ambon Lembang. Lembang: BPPLP-Direktorat Jenderal Peternakan-FAO. hlm Sutardi T Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Bogor: Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. The Goat Dairy Library Nutrition of Goats. London: Goat Library Organization. [terhubung berkala]. goatdairylibrary.org [25 Maret 2008]. Tilley JMA, Terry RA A two stage technique for the in vitro digestion of forage crops. Journal of British Grassland Society 18 : Toharmat T et al Status Ca, Mg dan Zn pada kambing peranakan etawah muda yang diberi ransum bentuk mash dengan pakan sumber serat berbeda. Media Peternakan 30 (2): Tomaszewska MW et al Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Traber MG The Biological Activity of Vitamin E. London: The Linus Pauling Institute. [terhubung berkala]. lpi.oregonstate.edu/spsu98/vitamine-html [25 Maret 2008]. Underwood EJ, Suttle NF The Mineral Nutrition of Livestock. New York: CABI publishing. Urnemi Pengaruh pupuk fosfor dan pupuk herbal pada tiga taraf naungan terhadap pertumbuhan dan kadar metabolit sekunder tanaman daun jinten (Coleus amboinicus Lour) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. [USDA] United State Department of Agriculture Plant Profile : Plectranthus amboinicus Lour. USA: Natural Resources Conservation Services.[terhubung berkala]. [11 April 2005].

172 Van Soest PJ Development of a comprehensive system of feed analysis and its application to forages. Journal Animal Science 26: Vitahealth Seluk Beluk Food Supplement. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Walstra P et al Dairy Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Wasito HR Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan Berbasis Produk Peternakan. Prosiding Seminar Nasional Sistem Jaminan mutu dan Keamanan Pangan Berbasis Produk Perikanan dan Peternakan; Bogor 26 April Bogor : Institut Pertanian Bogor. Hlm Wedekind KJ, Baker DH Zinc bioavailability in feed-grade sources of zinc. Journal Animal Science 68 : Wedekind KJ, Hortin AE, Baker DH Methodology for assessing zinc bioavailability: Efficacy estimates for zinc-methionine, zinc sulfate, and zinc oxide. Journal Animal Science 70 : Weinsten M Contribution of Wild and Domestic Large Mammals over Time on the Great Hungarian Plain: introduced sheep and goat, local domesticated cattle and pigs, and large wild animals (aurochs, wild pigs, red deer) by cultural period. Ohio: Ohio State University. [terhubung berkala]. [25 April 2005].

173 Lampiran 1 Hasil pembibitan dan penanaman daun bangun-bangun di lapangan.

dan vitamin E untuk membantu penyerapan Zn, karena untuk meningkatkan penyerapan Zn membutuhkan bantuan senyawa lain seperti vitamin E.

dan vitamin E untuk membantu penyerapan Zn, karena untuk meningkatkan penyerapan Zn membutuhkan bantuan senyawa lain seperti vitamin E. PEMBAHASAN UMUM Pemenuhan kebutuhan protein hewani tidak mudah dicapai apabila hanya mengandalkan produksi dari ternak-ternak tertentu saja. Demikian halnya produksi susu, tidak harus bergantung pada sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

Suplementasi Daun Bangun Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc- Vitamin E untuk Memperbaiki Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah

Suplementasi Daun Bangun Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc- Vitamin E untuk Memperbaiki Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah RUMETOR et al. Suplementasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zn-vitamin E Suplementasi Daun Bangun Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc- Vitamin E untuk Memperbaiki Metabolisme dan Produksi

Lebih terperinci

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO EVALUASI SUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO SKRIPSI ARISMA KURNIAWATI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing Kacang dengan kambing Ettawa sehingga mempunyai sifat diantara keduanya (Atabany,

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan

Lebih terperinci

PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.)

PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) SAEPAN JISMI D14104087 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA KUALITAS SEMEN DOMBA GARUT DENGAN RANSUM YANG BERNILAI NERACA KATION ANION BERBEDA DIAH ANGGREINI

KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA KUALITAS SEMEN DOMBA GARUT DENGAN RANSUM YANG BERNILAI NERACA KATION ANION BERBEDA DIAH ANGGREINI KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA KUALITAS SEMEN DOMBA GARUT DENGAN RANSUM YANG BERNILAI NERACA KATION ANION BERBEDA DIAH ANGGREINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA VOLUME AMBING, LAMA MASSAGE DAN LAMA PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA SKRIPSI.

HUBUNGAN ANTARA VOLUME AMBING, LAMA MASSAGE DAN LAMA PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA SKRIPSI. HUBUNGAN ANTARA VOLUME AMBING, LAMA MASSAGE DAN LAMA PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA SKRIPSI Oleh: ILHAM HABIB FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN

FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN SKRIPSI HERDI ARIESTANIA PUTRI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Kambing Peranakan Etawah (LAPORAN Hibah Bersaing Tahun-1) Dr. Despal, SPt. MSc.Agr Dr. Idat G.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KHARISMA ANINDYA PUTRI H

KHARISMA ANINDYA PUTRI H TAMPILAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN DAN KADAR UREA DARAH PADA KAMBING PERAH DARA PERANAKAN ETTAWA AKIBAT PEMBERIAN RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI UREA YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh KHARISMA ANINDYA PUTRI H

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH (Camellia sinensis) DAN DAUN KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa-sinensis L) PADA KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN PRODUKSI GAS IN VITRO SKRIPSI NUR HIDAYAH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang memiliki tingkat pemeliharaan lebih efesien dibandingkan domba dan sapi. Kambing dapat mengkomsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi dan Kualitas Susu Sapi 2.1.1. Produksi susu Produksi susu merupakan faktor esensial dalam menentukan keberhasilan usaha sapi perah, karena jumlah susu yang dihasilkan

Lebih terperinci

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK Dian Agustina (dianfapetunhalu@yahoo.co.id) Jurusan Peternakan,

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang dengan kambing Peranakan Etawa (PE). Kambing jenis ini mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT

KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT SKRIPSI DIETA PUSPITASARI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

PENAMBAHAN DAUN KATUK

PENAMBAHAN DAUN KATUK PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) DALAM RANSUM PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT REPRODUKSI DAN PRODUKSI AIR SUSU MENCIT PUTIH (Mus musculus albinus) ARINDHINI D14103016 Skripsi ini merupakan

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales. 1 Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi) Untuk Produksi Ternak Ruminansia Oleh Djoni Prawira Rahardja Dosen Fakultas Peternakan Unhas I. Pendahuluan Ternak menggunakan komponen zat-zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

KOMPOSISI TUBUH KAMBING KACANG AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh ALEXANDER GALIH PRAKOSO

KOMPOSISI TUBUH KAMBING KACANG AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh ALEXANDER GALIH PRAKOSO KOMPOSISI TUBUH KAMBING KACANG AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh ALEXANDER GALIH PRAKOSO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik

I. PENDAHULUAN. pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam budidaya ternak untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pakan berguna untuk kebutuhan pokok, produksi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian pemanfaatan limbah agroindustri yang ada di Lampung sudah banyak dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam ransum ruminansia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi kambing di Indonesia berjumlah 18 juta ekor. Jumlah ini sangat besar dibandingkan dengan jenis ternak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

KOMBINASI PENGGUNAAN PROBIOTIK MIKROBA RUMEN DENGAN SUPLEMEN KATALITIK PADA PAKAN DOMBA RANTAN KRISNAN

KOMBINASI PENGGUNAAN PROBIOTIK MIKROBA RUMEN DENGAN SUPLEMEN KATALITIK PADA PAKAN DOMBA RANTAN KRISNAN KOMBINASI PENGGUNAAN PROBIOTIK MIKROBA RUMEN DENGAN SUPLEMEN KATALITIK PADA PAKAN DOMBA RANTAN KRISNAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman Bangun-bangun

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman Bangun-bangun TINJAUAN PUSTAKA Bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) Bangun-bangun merupakan tanaman dengan batang lunak, tidak berkayu atau hanya mengandung jaringan kayu sedikit sekali, sehingga pada akhir masa tumbuhnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB

PRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB EFEK PAKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS AIR SUSU Suryahadi dan Despal Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB PENDAHULUAN U Perkembangan sapi perah lambat Populasi tidak merata, 98% di P. Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

THE EFFECT OF PROBIOTIC FEED SUPPLEMENT ON MILK YIELD, PROTEIN AND FAT CONTENT OF FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED

THE EFFECT OF PROBIOTIC FEED SUPPLEMENT ON MILK YIELD, PROTEIN AND FAT CONTENT OF FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED THE EFFECT OF PROBIOTIC FEED SUPPLEMENT ON MILK YIELD, PROTEIN AND FAT CONTENT OF FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED Wahyu Andry Novianto, Sarwiyono, and Endang Setyowati Faculty of Animal Husbandry, University

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha peternakan adalah ketersediaan pakan ternak secara kontinyu. Saat ini sangat dirasakan produksi hijauan makanan ternak

Lebih terperinci

PENGGUNAAN RANSUM KOMPLIT BERBASIS SAMPAH SAYURAN PASAR UNTUK PRODUKSI DAN KOMPOSISI SUSU KAMBING PERAH NUR SANTY ASMINAYA

PENGGUNAAN RANSUM KOMPLIT BERBASIS SAMPAH SAYURAN PASAR UNTUK PRODUKSI DAN KOMPOSISI SUSU KAMBING PERAH NUR SANTY ASMINAYA PENGGUNAAN RANSUM KOMPLIT BERBASIS SAMPAH SAYURAN PASAR UNTUK PRODUKSI DAN KOMPOSISI SUSU KAMBING PERAH NUR SANTY ASMINAYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 i PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam Ransum Terhadap Metabolisme Rumen In Vitro Kambing Peranakan Etawah

Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam Ransum Terhadap Metabolisme Rumen In Vitro Kambing Peranakan Etawah Jurnal Ilmu Peternakan, Desember 2, hal. 74 82 ISSN 17 2821 Vol. 4 No.2 Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam Ransum Terhadap Metabolisme Rumen In Vitro Kambing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENTS PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA BETINA LEPAS SAPIH SKRIPSI.

NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENTS PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA BETINA LEPAS SAPIH SKRIPSI. NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENTS PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA BETINA LEPAS SAPIH SKRIPSI Oleh LAILY ISMATUL FAIZAH PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH SUPLEMENTASI UREA DAN IMBANGAN HIJAUAN DENGAN KONSENTRAT YANG BERBEDA TERHADAP TOTAL PROTEIN DARAH, UREA DARAH, DAN MILK UREA NITROGEN

PENGARUH SUPLEMENTASI UREA DAN IMBANGAN HIJAUAN DENGAN KONSENTRAT YANG BERBEDA TERHADAP TOTAL PROTEIN DARAH, UREA DARAH, DAN MILK UREA NITROGEN PENGARUH SUPLEMENTASI UREA DAN IMBANGAN HIJAUAN DENGAN KONSENTRAT YANG BERBEDA TERHADAP TOTAL PROTEIN DARAH, UREA DARAH, DAN MILK UREA NITROGEN (MUN) SAPI FH SKRIPSI Oleh: ANTONI PRANATA SIRAIT PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci