ANALISIS EKONOMI USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR SHINTA MARGARETTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EKONOMI USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR SHINTA MARGARETTA"

Transkripsi

1 ANALISIS EKONOMI USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR SHINTA MARGARETTA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2013 Shinta Margaretta H

3 RINGKASAN SHINTA MARGARETTA. Analisis Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan HASTUTI. Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung merupakan daerah penghasil jamur tiram putih terbesar di Kabupaten Bogor (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011). Usahatani jamur tiram putih yang berkembang memiliki perbedaan cara dalam pembuatan media tanam (bag log) dan pembuatan bibit. Perbedaan cara tersebut berdampak pada perbedaan kemampuan memproduksi bag log jamur tiram putih. Bag log sebagai media tumbuh jamur tiram putih hanya dapat digunakan satu kali periode tanam (empat bulan). Limbah bag log tersebut dapat mencemari lingkungan karena mengandung limbah plastik dan serbuk gergaji. Limbah plastik dapat menimbulkan masalah lingkungan karena limbah plastik tidak dapat diuraikan mikroorganisme atau melapuk oleh iklim dan cuaca, sehingga berpotensi sebagai bahan pencemar khususnya terhadap pencemaran tanah (Hazami, 2004), sedangkan serbuk gergaji pada dasarnya tidak perpotensi mencemari lingkungan karena bersifat organik sehingga dapat diuraikan. Namun kedua limbah tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat dan tenaga kerja sehingga ada manfat lain yang dapat diperoleh masyarakat dan tenaga kerja. Manfaat lain yang diperoleh masyarakat dan tenaga kerja selama ini belum dihitung sehingga perlu dihitung manfaat ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat dan tenaga kerja maka perlu dikaji analisis ekonomi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung dengan melakukan analisis pendapatan dan analisis penyerapan tenaga kerja serta analisis ekonomi dan analisis sensitivitas. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah: untuk menganalisis pendapatan dan penyerapan tenaga kerja serta menganalisis kelayakan ekonomi dan sensitivitas pada usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Penelitian ini merupakan penelitian survei yang menggunakan data primer. Responden dalam penelitian ini adalah populasi usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Responden tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu usahatani non plasma A, usahatani non plasma B dan usahatani plasma. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan cara pembuatan media tanam (bag log). Data yang diperoleh berupa kuantitatif dan kualitatif. Pengolahan data secara kuantitatif dengan menggunakan analisis pendapatan dan analisis penyerapan tenaga kerja serta analisis kelayakan ekonomi dan analisis sensitivitas. Analisis pendapatan dan penyerapan tenaga kerja yang dilakukan menunjukkan bahwa usahatani non plasma A memliki pendapatan dan penyerapan tenaga kerja terbesar, sedangkan usahatani plasma tidak layak untuk dijalankan karena dalam menjalankan usahataninya petani mengalami kerugian sebesar Rp /tahun dan diperoleh nilai R/C sebesar Berdasarkan kriteria kelayakan ekonomi ketiga jenis usahatani jamur tiram putih layak untuk dijalankan. Hasil penelitian menunjukakn bahwa nilai NPV, IRR dan Net B/C terbesar didapat oleh usahatani non plasma A, selain itu manfaat ekonomi terbesar

4 dari pengolahan limbah bag log diperolah masyarakat sekitar usahatani non plasma A dan tenaga kerja usahatani non plasma A sebesar Rp /tahun. Analisis sensitivitas yang dilakukan dengan menurunkan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp menunjukakan bahwa usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B layak untuk dilaksanakan jika terjadi penurunan harga jamur tiram segar sebesar Rp 50.00, sedangkan usahatani plasma tidak layak dilaksanakan jika terjadi penurunkan harga jamur tiram segar sebesar Rp Usahatani jamur tiram putih telah dilaksanakan dengan baik, namun ada beberapa hal yang sebaiknya menjadi masukan bagi petani agar dapat mengembangkan usahataninya dengan baik. Petani sebaiknya membuat bag log dan bibit sendiri, karena petani yang membuat yang membuat bag log dan bibit sendiri lebih menguntungkan dan dapat meningkatkan penggunaan tenaga kerja. Petani plasma sebaiknya beralih menjadi petani non plasma A dan non plasma B untuk menghindari kerugian dan agar usahatani yang dijalankan tahan terhadap perubahan harga yang terjadi, karena hasil analisis sensitivitas dengan menurunkan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp 50.00/kg usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B layak untuk dijalankan sedangkan usahatani plasma tidak layak dijalankan. Penelitian lebih lanjut dapat membahas mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan karena adanya usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Kata Kunci: Analisis Ekonomi, analisis sensitivitas jamur tiram putih, pendapatan dan penyerapan tenaga kerja iv

5 ANALISIS EKONOMI USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR SHINTA MARGARETTA H Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6 Judul Skrips Nama NRP : Analisis Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor : Shinta Margaretta : H Disetujui Dr. Meti Ekayani, S Hut, M.Sc Pembimbing I Hastuti, SP, MP, M.Si Pembimbing II Diketahui Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen Tanggal Lulus:

7 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan izin dan ridho-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini tentunya tidak akan dapat diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan moril maupun materil. Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan kepada: 1. Mama (Suharni Puji Astuti S.Pd), Papa (Agus Setyo Budi, SE), Tante (Endah Ambar Wati, S.Si, M.Si), Om (M. Teguh Wijaya, SE), Eyang Kakung (Dibyo Suratmo) dan adik (Puguh Tejo P dan Zahra Salsabila W) yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan yang tiada hentinya. 2. Dr. Meti Ekayani, S Hut, M.Sc, selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan dan perhatian kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan sampai penulis berhasil menyusun skripsi. 3. Hastuti, SP, MP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan dan perhatian kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 4. Novindra SP, M.Si (selaku dosen penguji utama) dan Asti Istiqomah SP M.Si (selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini). 5. Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.

8 6. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor yang telah memberikan data pendukung terkait penelitian ini. 7. Dewi Asrini Fazaria yang telah menemani, memotivasi dan membantu selama penulis melakukan pengambilan data hingga skripsi ini selesai. 8. Om Dede, Teh Heni dan Teh Nina yang telah menyediakan fasilitas selama penulis melakukan pengambilan data. 9. Sahabat-sahabat penulis Agus, Devi, Etika, Gilang, Mayang, Putri, Ratna, Sofi. Sahabat Bisma (Anna, Linda, Maya, Mbk Dian, Rima, Suci), temanteman ESL (Ai, Ajeng, Ayu Fitrianan, As ad, Dea Amanda, Firdaus, Indi, Indri, Iqbal, Kiki, Nanda, Ruben, Vicky, yang tidak dapat disebutkan satu per satu), teman-teman satu bimbingan skripsi (Agung, Dea Tri, Diah, Elok, Erwan, Evi, Kak Ade, Kak Tika, Mirza, Nova, Sausan dan Uun). 10. Seluruh dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL. 11. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Bogor, Februari 2013 Penulis viii

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang bagaimana manfaat adanya usahatani jamur tiram putih di Kabupaten Bogor. Skripsi ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk kalangan akademik sebagai sumber referensi. Berbagai kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini disebabkan karena keterbatasan penulis. Penulis mengucapkan terimakasih atas kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontibusi positif bagi semua pihak. Bogor, Februari 2013 Penulis

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman xxii xxiv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Proyek xxv Pengertian Proyek Perbedaan Analisis Ekonomi dan Analisis Finansial Aspek Proyek Kriteria Kelayakan Investasi Analisis Sensitivitas Kriteria Skala Usaha Karakteristik Jamur Tiram Putih Biaya dan Pendapatan Usahatani Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Data Metode Analisis Data Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Usahatani Jamur Tiram Putih... 36

11 4.4.3 Analisis Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih Penentuan Harga Bayangan Penentuan Harga Limbah Bag log Kriteria Kelayakan Analisis Sensitivitas Asumsi Dasar yang Digunakan V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Cisarua Keadaan Geografis Kecamatan Cisarua Keadaan Demografis Kecamatan Cisarua Kecamatan Megamendung Keadaan Geografis Kecamatan Megamendung Keadaan Demografis Kecamatan Megamendung Gambaran Umum Usahatani Jamur Tiram Putih Usahatani Non Plasma A Usahatani Non Plasma B Usahatani Plasma Karakteristik Responden Karakteristik Geografis Usahatani Jamur Tiram Putih Karakteristik Demografis Usahatani Jamur Tiram Putih VI. ANALISIS PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung xi

12 VII. ANALISIS EKONOMI USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG Aspek Usahatani Jamur Tiram Putih Aspek Pasar Potensi Pasar (Permintaan dan Penawaran) Bauran Pemasaran Aspek Teknis Pemilihan Lokasi Usahatani Jamur Tiram Putih Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan Tata Letak Usahatani Jamur Tiram Putih Aspek Manajemen dan Hukum Aspek Ekonomi dan Sosial Aspek Lingkungan Analisis Kelayakan Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih VIII. ANALISIS SENSITIVITAS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG VIII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP xii

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Perbandingan Kandungan Gizi Jamur Tiram Putih dengan Bahan Makanan Lain Kandungan Gizi Beberapa Jenis Jamur Jumlah Produksi dan Media untuk Membudidayakan Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor pada Tahun Penelitian Terdahulu Jenis, Sumber dan Motode Analisis Data Jumlah Responden Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Cisarua Tahun Jumlah Penduduk, Luas Lahan dan Kepadatannya di Kecamatan Cisarua Tahun Alamat Usahatani Jamur Tiram Putih dan Wilayah Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Megamendung Tahun Jumlah Penduduk, Luas Desa dan Kepadatannya di Kecamatan Megamendung Tahun Alamat Usahatani Jamur Tiram Putih dan Wilayah Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Megamendung Daerah Penghasil Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor Tahun Karakteristik Demografi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung Perhitungan Pendapatan Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamtan Cisarua dan Megamendung Kebutuhan Bahan Baku Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung Hasil Analisis Kelayakan Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung... 81

14 20 Analisis Sensitivitas dengan Menurunkan Harga Jamur Tiram Putih Segar sebesar Rp 50.00/kg di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung xiv

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Alur Pemikiran Penelitian Saluran Distribusi Pemasaran Bibit Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung Saluran Distribusi Pemasaran Jamur Tiram Putih Segar di Kecamatan Cisarua dan Megamendung Struktur Organisasi Usahatani Non Plasma A di Kecamatan Cisarua dan Megamendung Struktur Organisasi Usahatani Non Plasma B di Kecamatan Cisarua dan Megamendung... 78

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Kuesioner penelitian Rincian Kekayaan Usahatani Non Plasma B di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Rincian Kekayaan Usahatani Plasma di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Biaya Usahatani Non Plasma A di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Biaya Usahatani Non Plasma B di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Biaya Usahatani Plasma di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Analisis Ekonomi Usahatani Non Plasma A di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Analisis Ekonomi Usahatani Non Plasma B di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Biaya Investasi Usahatani Non Plasma A di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Analisis Sensitivitas Usahatani Non Plasma A dengan Menurunkan Harga Jamur Tiram Putih Segar Sebesar Rp 50.00/kg di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Analisis Ekonomi Usahatani Plasma di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Analisis Sensitivitas Usahatani Plasma dengan Menurunkan Harga Jamur Tiram Putih Segar Sebesar Rp 50.00/kg di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Analisis Sensitivitas Usahatani Non Plasma B dengan Menurunkan Harga Jamur Tiram Putih Segar Sebesar Rp 50.00/kg di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Proses Penanaman Jamur Tiram Putih

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang mempunyai berbagai jenis komoditas pertanian yang beragam. Komoditas pertanian di Indonesia yang berpotensi dikembangkan adalah komoditas hortikultura (Martawijaya dan Nurjayadi, 2010). Hal ini terkait dengan banyaknya varietas hortikultura yang ada dan nilai ekonomi yang tinggi. Pembangunan pertanian dibidang pangan khususnya hortikultura bertujuan untuk swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan. Menurut Herbowo (2011), salah satu jenis produk hortikultura adalah sayuran. Sayuran di Indonesia dapat dibudidayakan dengan baik dan merupakan sumber pangan yang penting untuk dikonsumsi. Produksi sayuran di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (ribu/ton) Rata-rata Laju No Komoditas Pertumbuhan (%) 1 Bawang Merah Bawang putih Bawang daun Kentang Lobak Kol/Kubis Petsai/Sawi Wortel Kacang Merah Kembang kol Cabe besar Cabe rawit Tomat Terung Buncis Timun Labu siam Bayam Kacang Panjang Jamur Melinjo Kangkung Petai Total Sumber: Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2010

18 Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 2005 produksi sayur di Indonesia sebesar ton dan laju rata-rata produksi sayuran pada tahun 2005 sampai 2009 sebesar 3.85%, sehingga jumlah total produksi sayuran pada tahun 2009 menjadi ton. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2010), salah satu jenis sayuran yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan adalah jamur. Berdasarkan Tabel 1, laju rata-rata produksi jamur pada tahun sebesar 20.74%, hal ini dikarenakan produksi jamur mengalami penurunan pada tahun Di Indonesia sejak tahun ada lima jenis jamur yang diusahakan secara komersial dan dijadikan bahan makanan. Lima jenis jamur ini sudah mulai dibudidayakan hingga skala kategori industri yang berarti memiliki kapasitas produksi cukup besar, yaitu: jamur kancing (Agricus bisporus), jamur kuping (Auricularia spp), jamur shiitake (Lentinula edodes), jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), dan jamur merang (Volvarriella volvaceae) (Pasaribuan et al., 2002). Jamur tiram putih dari kelima jenis jamur yang dibudidayakan merupakan jamur yang sering dikonsumsi masyarakat dan dibudidayakan karena memiliki tekstur daging yang lembut dan rasanya hampir sama daging ayam serta memiliki kandungan gizi yang tinggi dan berbagai macam asam amino essensial, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Jamur tiram memiliki kandungan gizi tertinggi dibandingkan dengan jenis jamur lainnya maupun hewani (Martawijaya dan Nurjayadi, 2011). Perbandingan kandungan gizi jamur tiram putih dengan bahan makanan lain ditunjukkan pada Tabel 2. 2

19 Berdasarkan Tabel 2, jamur tiram putih memiliki kandungan protein 6.00% lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi. Karbohidrat yang terkandung dalam jamur tiram putih 57.50% lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi, meskipun kandungan lemak pada jamur tiram putih jauh lebih rendah 3.90% dibandingkan dengan daging sapi. Tabel 2. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur Tiram Putih dengan Bahan Makanan Lain (%) No Bahan Makanan Protein Lemak Karbohidrat 1 Jamur merang Jamur tiram putih Jamur kuping Daging sapi Bayam Kentang Kubis Seledri Buncis Sumber: Martawijaya dan Nurjayadi, 2011 Jamur tiram putih memiliki kandungan protein tertinggi dari lima jenis jamur yang dibudidayakan di Indonesia. Kandungan gizi jamur tiram putih dengan jamur yang lain dapat dilihat dapat Tabel 3. Tabel 3. Kandungan Gizi Beberapa Jenis Jamur (gram/100 gram) No Jenis Protein Lemak Karbohidrat 1 Jamur tiram putih Jamur kuping Jamur shiitake Jamur kancing Jamur merang Sumber: Dienazzola R dan Rahmat P, 2009 Jamur tiram sebagai salah satu jenis jamur yang dibudidayakan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan jenis jamur lainnya. Beberapa keunggulan jamur tiram adalah: (a) budidaya jamur tiram dapat berlangsung sepanjang tahun, (b) budidaya jamur tiram dapat dilaksanakan dalam areal yang relatif sempit, (c) budidaya jamur tiram menggunakan bahan baku serbuk kayu yang mudah diperoleh, (d) tingkat kesulitan budidaya relatif lebih mudah dibandingkan jenis 3

20 jamur lainnya, (e) jamur tiram memiliki masa produksi hingga masa panen yang paling cepat diantara jamur-jamur lain, dan (f) jamur tiram memiliki tingkat harga jual yang relatif baik dan stabil dibandingkan jamur yang lain (Martawijaya dan Nurjayadi, 2010). Kegunaan jamur tiram putih sebagai obat dan bahan makanan lezat dan bergizi, membuat permintaan konsumen dan pasar terhadap jamur tiram putih di berbagai daerah terus meningkat (Meitasari dan Mursidah, 2011). Sebagian masyarakat mengetahui peluang untuk mengusahakan usahatani jamur tiram putih dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki jamur tiram putih. Peluang usaha ini kemudian menarik minat masyarakat untuk mengembangkan usahatani jamur tiram putih, sehingga berdiri lokasi-lokasi budidaya jamur tiram putih. Wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan daerah penghasil jamur di Indonesia (Martawijawa dan Nurjayadi, 2011). Hal ini dikarenakan daerah tersebut memiliki kondisi alam yang sesuai untuk pertumbuhan jamur tiram putih. Kondisi alam yang sesuai menjadi faktor pendorong bagi petani untuk membudidayakan jamur tiram putih. Tahun 2009 produksi jamur di Propinsi Jawa Barat sebesar ton dan meningkat sebesar % sehingga produksi jamur pada tahun 2010 menjadi ton, Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penghasil jamur di Jawa Barat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Jawa Barat, 2011). Menurut Herbowo (2011), Kabupaten Bogor memiliki kondisi alam yang cocok untuk pertumbuhan jamur. Hal tersebut menjadi faktor pendorong utama bagi petani untuk membudidayakan jamur di Kabupaten Bogor. Hasil produksi 4

21 dan media tanam digunakan untuk membudidayakan jamur tiram putih di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Produksi dan Media untuk Membudidayakan Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor pada Tahun No Tahun Produksi (ton) Laju Produksi (%) Jumlah Media Tanam (log) Jumlah Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011 Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa jumlah produksi jamur tiram putih di Kabupaten Bogor pada tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2007 dan Penurunan produksi diakibatkan adanya serangan hama, sehingga banyak petani yang mengalami kerugian dan petani memilih untuk tidak membudidayakan jamur tiram putih lagi (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2012). Hal ini mengakibatkan meningkatnya jumlah permintaan jamur tiram putih di pasar yang tidak dapat dipenuhi. Melihat peluang pasar beberapa petani mulai membudidayakan jamur tiram putih kembali pada tahun 2010 sehingga jumlah media dan jumlah produksi jamur tiram putih meningkat kembali pada tahun 2010, laju rata-rata media tanam sebesar % dan laju produksi sebesar 76.78%. Wilayah penghasil jamur tiram di Kabupaten Bogor menurut Dinas Pertanian dan Kehutanaan Kabupaten Bogor (2012), yaitu: Megamendung, Cisarua, Cipanas, Dramaga, Leuwiliang dan Ciapus. Hal ini terjadi karena ketersediaan bahan baku seperti serbuk gergaji, dedak, kapur dan tambahan unsur lainnya sebagai bahan baku pembuatan media tanam jamur tiram putih (bag log), juga didukung oleh ketersediaan pasar jamur tiram putih yang cukup besar. 5

22 Petani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung membutuhkan investasi untuk menyediakan komponen-komponen seperti bibit jamur tiram, serbuk gergaji, plastik, dedak, kapur, cincin, karet gelang, koran, dan gas serta lahan yang digunakan untuk kumbung jamur atau tempat produksi jamur. Petani yang membudidayakan jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung tidak semuanya membuat media tanam (bag log) dan bibit jamur tiram putih. Petani yang membuat media tanam (bag log) dan bibit jamur tiram putih disebut non plasma A. Petani jamur tiram putih yang membuat media tanam (bag log) namun membeli bibit disebut non plasma B. Petani yang memilih untuk membeli media tanam (bag log) yang sudah jadi daripada membuat sendiri disebut plasma. Harga bag log yang sudah jadi di Kecamatan Cisarua dan Megamendung berkisar antara Rp 1 500/log - Rp 2 000/log. Petani jamur tiram putih yang membeli bag log sudah jadi hanya menyediakan kumbung untuk growing (ruangan untuk tumbuhnya jamur) dan menunggu waktu panen. Media tanam (bag log) jamur tiram putih yang sudah tidak produktif menjadi limbah, limbah bag log terdiri dari plastik dan sisa serbuk gergaji. Plastik dapat menimbulkan masalah lingkungan karena limbah plastik tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme atau melapuk oleh iklim dan cuaca, sehingga berpotensi sebagai bahan pencemar khususnya terhadap pencemaran tanah (Hazami, 2004). Hal ini mengindikasikan usahatani jamur tiram putih berpotensi mencemari lingkungan melalui sisa media tanam (bag log) yang digunakan dalam usahatani ini, namun limbah serbuk gergaji pada usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung sudah dimanfaatkan oleh masyarakat 6

23 sekitar sebagai bahan pembuatan pupuk organik dan limbah plastik bag log dimanfaatkan oleh para tenaga kerja untuk dijual kepada penampung barang bekas. Hal ini juga mengindikasikan bahwa usahatani jamur tiram putih berpotensi menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar melalui penerimaan dari pupuk organik dan penjualan limbah plastik bag log. Bersarnya penerimaan dari pupuk organik dan limbah plastik bag log selama ini belum dihitung penelitian ini menghitung hal tersebut. Usahatani jamur tiram putih membutuhkan proses yang panjang untuk melakukan produksi seperti: pembuatan bibit, pengadukan, sterilisasi, inokulasi (pemberian bibit pada bag log), inkubasi (bag log yang sudah diberi bibit didiamkan dalam ruangan yang steril sampai keluar spora) dan pertumbuhan (growing). Oleh karena itu usahatani jamur tiram putih membutuhkan jumlah pekerja yang banyak. Pekerja yang bekerja pada usahtani jamur tiram putih adalah warga sekitar usahatani jamur tiram putih sehingga dengan adanya usahatani jamur tiram putih dapat mengurangi penganguran. Besarnya manfaat yang diterima masyarakat berupa penyerapan tenaga kerja juga belum diperhitungkan maka berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan ekonomi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung untuk mengetahui berapa besar manfaat ekonomi yang diperoleh petani, tenaga kerja dan masyarakat sekitar dengan adanya usahatani jamur tiram putih. 1.2 Perumusan Masalah Pada tahun 2010 banyak berkembang usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Megamendung sehingga usahatani jamur tiram putih di Kecamatan 7

24 Megamendung bertambah banyak. Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah produksi jamur tiram putih yang dihasilkan oleh Kecamatan Megamendung sehingga Kecamatan Cisarua sebagai penghasil jamur tiram putih terbesar pada tahun 2010 digantikan oleh Kecamatan Megamendung. Berdirinya usahatani jamur tiram putih selain berdampak pada peningkatan jumlah poduksi jamur tiram putih juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Cisarua dan Megamendung sebab tenaga kerja yang digunakan pada usahatani jamur tiram putih adalah tenaga kerja yang berasal dari Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Bertambahnya jumlah produksi jamur tiram putih berarti semakin banyak jumlah bag log yang diproduksi oleh petani. Hal ini mengkibatkan semakin banyak jumlah limbah bag log yang dihasilkan oleh usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung, semakin banyak jumlah limbah bag log yang dihasilkan berdampak pada jumlah pupuk organik yang dapat dibuat oleh masyarakat sekitar usahatani jamur tiram putih. Usahatani pada setiap unit usaha memiliki perbedaan cara dalam pembuatan media tanam (bag log) dan pembuatan bibit. Perbedaan cara tersebut berdampak pada perbedaan kemampuan memproduksi jamur tiram putih. Kecamatan Cisarua dan Megamendung merupakan dua Kecamatan penghasil jamur tiram putihnya paling besar di Kabupaten Bogor, namun kondisi yang sebenarnya hasil produktivitas jamur tiram putih satu bag log di petani Kecamatan Cisarua dan Megamendung baru mencapai 0.30 kg/bag log. Menurut Dinas Pertanian Kabupaten Bogor (2012), apabila jamur tiram putih dibudidayakan secara optimal dapat menghasilkan produktivitas antara 0.4 sampai 8

25 0.5 kg/bag log. Produktivitas yang masih rendah ini disebabkan oleh perlakuan yang berbeda dalam pembuatan bibit, perbedaan cara dalam pembuatan bag log dan perawatan yang dilakukan petani. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pendapatan dan penyerapan tenaga kerja usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung? 2. Bagaimana kelayakan ekonomi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung? 3. Bagaimana sensitivitas usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung apabila terjadi perubahan harga jamur tiram putih segar? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan: 1. Menganalisis pendapatan dan penyerapan tenaga kerja dengan adanya usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. 2. Menganalisis kelayakan ekonomi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung. 3. Menganalisis sensitivitas usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung apabila terjadi perubahan tingkat kegagalan pembuatan bag log dan harga jamur tiram putih segar. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan dari penelitian di atas, maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi: 9

26 1. Petani jamur tiram putih, sebagai tambahan informasi dan rekomendasi pengambilan keputusan dalam produksi jamur tiram putih. 2. Masyarakat, sebagai informasi bahwa usahatani jamur tiram putih dapat menyerap tenaga kerja. 3. Akademisi, sebagai tambahan informasi untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya yang relevan di masa datang. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka ruang lingkup penelitian ini adalah: 1. Jenis jamur yang dianalisis dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih. Penelitian ini dilakukan di tujuh desa, empat desa di Kecamatan Cisarua yaitu Desa Tugu Utara, Desa Tugu Selatan, Desa Kopo dan Desa Jogjogan dan tiga desa di Kecamatan Megamendung yaitu Desa Cipayung, Desa Sukaresmi dan Desa Sukamaju Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 2. Responden dalam penelitian ini adalah populasi usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Responden tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (1) usahatani non plasma A, (2) usahatani non plasma B dan (3) usahatani plasma. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan cara pembuatan media tanam (bag log). 3. Nilai guna kumbung (rumah produksi jamur) dan bag log dalam penelitian ini tidak diperhitungkan. 4. Harga bayangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga bayangan untuk lahan, tenaga kerja, pupuk urea dan pupuk TSP. 10

27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Proyek Tujuan dilakukan analisis proyek adalah untuk memperbaiki penilaian investasi perlu dilakukan perhitungan untuk mengetahui hasil investasi yang dikeluarkan karena sumber-sumber yang tersedia bagi pembangunan terbatas (Kadariah, 2001) Pengertian Proyek Proyek adalah sebagai suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat atau suatu aktivitas yang memerlukan biaya dengan harapan untuk mendapatkan hasil di masa yang akan datang (Kadariah et al., 1976). Menurut Gray et al. (1997), proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit atau kemanfaatan. Menurut Gittinger (2008), proyek pertanian adalah kegiatan usaha yang menggunakan sumberdaya untuk memperoleh keuntungan atau manfaat, definisi ini dibuat luas karena usaha pertanian bermacam-macam. Kegiatan pertanian dapat dimasukkan dalam kerangka proyek karena kegiatan pertanian mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit (Gittinger, 2008) Perbedaan Analisis Ekonomi dan Analisis Finansial Evaluasi proyek biasanya diadakan dua macam analisis, yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial proyek dilihat dari sudut badan usaha atau orang yang menanam modal atau orang yang berkepentingan dalam

28 proyek (Kadariah, 2001). Menurut Gray et al. (1997), analisis finansial adalah suatu analisis yang mempunyai kepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek adalah individu atau pengusaha. Analisis ekonomi proyek dilihat dari sudut perekonomian sebagai keseluruhan, analisis ekonomi adalah hasil total atau produktivitas atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian sebagian keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut. Ada dua unsur yang berbeda dalam analisis finansial dan analisis ekonomi yaitu: harga dan transfer, transfer terdiri dari: pajak, subsidi dan bunga (Kadariah, 2001). Menurut Gray et al. (1997), analisis ekonomi adalah menghitung benefit dan biaya-biaya proyek dari segi pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan sebagai yang berkepentingan dalam proyek. Dasar perhitungan analisis finansial dan ekonomi berbeda dalam lima hal yaitu dalam hal penggunaan harga, perhitungan pajak, subsidi, biaya investasi dan pelunasan pinjaman dalam hal bunga. 1. Harga Harga dalam analisis finansial menggunakan harga pasar baik untuk sumber-sumber yang dipergunakan untuk produksi maupun untuk hasil-hasil produksi dari proyek, dalam analisis ekonomi menggunakan shadow price yaitu harga yang disesuaikan sedemikian rupa untuk menggambarkan nilai sosial yang sebenarnya dari barang dan jasa tersebut. Shadow price didasarkan pada pengertian opportunity cost, opportunity cost dalam investasi suatu proyek 12

29 tertentu adalah benefit yang dikorbankan dari proyek marjinal karena sumbersumber yang seharusnya dapat dipakai untuk proyek marjinal sekarang dipergunakan dalam proyek tertentu. Penentuan shadow price menurut Gray et al., 1997, yaitu Shadow price modal adalah social opportunity cost tiap-tiap unit modal tersebut yang besarnya sama dengan tingkat suku bunga sosial. Social opportunity cost modal adalah benefit yang dapat diperoleh bila modal tersebut diinvestasikan dalam proyek. Tanah merupakan bagian terpenting dari biaya proyek, misalkan suatu Proyek P, diperkirakan berumur ekonomis n tahun, menggunakan sebidang tanah yang luasnya A hektar dan biasanya dipergunakan untuk menanam tebu. Misalkan selama n tahun nilai bersih tebu atas tanah yang digunakan (penjualan tebu dikurangi biaya-biaya lainnya) adalah Y rupiah. Maka social opportunity cost tanah yang dipergunakan dalam proyek P adalah Y rupiah, yaitu nilai bersih tebu yang diperoleh sebagai hasil tanah tersebut seandainya tanah tetap dipakai untuk menanam tebu dan bukan untuk proyek P. Shadow price tanah tersebut adalah Y/A rupiah/ha. Penentuan shadow price menurut Husnan dan Suwarsono, 1994, yaitu Harga bayangan untuk gaji tenaga kerja adalah berapa banyak sektor lain bersedia membayar untuk tenaga kerja tersebut. Proyek yang menciptakan tenaga kerja, maka harga bayangan tenaga kerja jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar atau harga yang sesungguhnya. Harga bayangan yang digunakan untuk input dan output yang diperdagangkan adalah harga internasional atau border price yang dinyatakan dalam satuan moneter setempat pada kurs pasar. Input dan 13

30 Output yang tidak di perdagangkan diukur sesuai dengan biaya produksi marginalnya. 2. Pajak Pajak dalam analisis finansial adalah bagian dari benefit yang dibayar kepada instansi pemerintah. Analisis ekonomi pajak merupakan transfer, yaitu bagian dari benefit proyek yang diserahkan kepada pemerintah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (Gray et al., 1997). 3. Subsidi Penerimaan subsidi dalam analisis finansial berarti pengurangan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik proyek. Oleh sebab itu subsidi mengurangi biaya sedangkan dalam analisis ekonomi, subsidi dianggap sebagai sumber yang dialihkan dari masyarakat untuk digunakan dalam proyek. Oleh sebab itu subsidi yang diterima proyek adalah beban masyarakat, jadi dari segi perhitungan sosial tidak mengurangi biaya proyek (Gray et al., 1997). 4. Biaya investasi dan pelunasan pinjaman Biaya investasi pada tahap permulaan proyek pada analisis finansial adalah investasi yang dibiayai dengan modal sendiri. Bagian investasi yang dibiayai dari modal pinjaman, baik pinjaman dalam negeri maupun luar negari, tidak dianggap sebagai biaya pada saat dikeluarkan. Analisis ekonomi seluruh biaya investasi baik yang dibiayai dengan modal dalam maupun luar negeri, dengan modal saham atau pinjaman dianggap sebagai biaya proyek pada saat dikeluarkan (Gray et al., 1997). 14

31 5. Bunga Bunga dalam analisis finansial baik bunga atas pinjaman dalam maupun luar negeri merupakan biaya proyek. Analisis ekonomi bunga atas pinjaman dalam negeri tidak dimasukkan sebagai biaya karena modal tersebut dapat dianggap sebagai modal masyarakat dan oleh sebab itu, bunga dianggap bagian dari benefit sosial. Bunga atas pinjaman luar negeri yang dialokasikan ditentukan, sama halnya dengan bunga atas pinjaman dalam negeri tidak dihitung sebagai biaya proyek. Bunga atas pinjaman luar negeri yang terikat dan tersedia hanya untuk satu proyek tertentu diperhitungkan sebagai biaya proyek pada saat (tahun) pembayaran (Gray et al., 1997) Aspek Proyek Menganalisis suatu proyek, harus mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaannya. Kadariah (2001), membagi aspek-aspek analisis kelayakan meliputi aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial, dan aspek ekonomis. Kasmir dan Jafar (2003), menyatakan secara umum prioritas aspek-aspek yang perlu dilakukan untuk mengambil keputusan yaitu: aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek keuangan, aspek teknis, aspek manajemen, aspek ekonomi sosial dan aspek dampak lingkungan. 15

32 1. Aspek Hukum Tujuan aspek hukum adalah untuk meneliti keabsahan, kesempurnaan dan keaslian dari dokumen-dokumen yang dimiliki. Dokumen yang perlu diteliti meliputi badan hukum, izin-izin yang dimiliki, sertifikat tanah atau dokumen lain yang mendukung kegiatan proyek yang dilakukan (Kasmir dan Jafar, 2003). 2. Aspek Pasar Tujuan analisis pasar adalah untuk melihat kondisi permintaan dan penawaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu barang dan jasa adalah: harga barang itu sendiri, harga barang lain yang memiliki hubungan, pendapatan, selera, jumlah penduduk dan faktor khusus. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu barang dan jasa adalah: harga barang itu sendiri, harga barang lain yang memiliki hubungan, teknologi, harga input, tujuan perusahaan dan faktor khusus (Kasmir dan Jafar, 2003). 3. Aspek Teknis Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek teknis adalah: masalah penentuan lokasi, luas produksi, tata letak (lay-out), penyusunan peralatan, pemilihan teknologi dan proses produksi. Aspek teknis penting untuk dilakukan sebelum suatu proyek dijalankan (Kasmir dan Jafar, 2003). 4. Aspek Manajemen Mempertimbangkan pola sosial, budaya dan lembaga yang akan dilayani oleh proyek, struktur kelembagaan disesuaikan dengan negara atau daerah. Pekerjaan-pekerjaan apa yang diperlukan untuk menjalankan operasi tersebut, persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk bisa menjalankan pekerjaan- 16

33 pekerjaan tersebut dan juga struktur organisasi yang akan dipergunakan dalam suatu proyek (Kasmir dan Jafar, 2003). 5. Aspek Ekonomi dan Sosial Setiap proyek yang dijalankan akan memberi dampak positif dan negatif. Dampak positif dan negatif dapat dirasakan oleh berbagai pihak, baik pengusaha, pemerintah maupun masyarakat. Dampak aspek ekonomi dan sosial dampak positif yang diberikan dengan adanya investasi lebih ditekankan kepada masyarakat khususnya dan pemerintah umumnya (Kasmir dan Jafar, 2003). 6. Aspek Lingkungan Aspek lingkungan disamping untuk mengetahui dampak yang akan ditimbulkan, juga mencari jalan keluar untuk mengatasi dampak tersebut. Analisis dampak lingkungan hidup terdapat pada PP nomor 27 tahun 1999 pasal 1 (Kasmir dan Jafar, 2003) Kriteria Kelayakan Investasi Pelaksanaan analisis ekonomi usahatani menggunakan metode-metode atau kriteria-kriteria penilaian investasi. Melalui metode-metode ini dapat diketahui apakah suatu proyek layak untuk dijalankan dilihat dari aspek profitabilitas komersialnya. Beberapa kriteria dalam menilai kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit per Cost Ratio(Net B/C) (Gray et al., 1997). Setiap metode ini menggunakan nilai sekarang yang telah di-discount dari arus manfaat dan arus biaya selama umur usahatani. Kriteria investasi digunakan untuk menentukan layak tidaknya suatu investasi yang ditinjau dari aspek keuangan 17

34 (Gray et al., 1997). Kriteria investasi yang biasa digunakan untuk menentukan kelayakan usahatani antara lain: 1. Net Present Value (NPV) Metode penghitungan Net Present Value (NPV) adalah selisih nilai sekarang arus benefit dengan nilai sekarang arus biaya. Menghitung nilai sekarang harus ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. NPV menghasilkan nilai positif maka investasi tersebut dapat diterima, sedangkan jika NPV tersebut bernilai negatif maka sebaiknya investasi tersebut ditolak (Gray et al., 1997). 2. Internal Rate of Return (IRR) Investasi dikatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto, sedangkan jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak dilaksanakan. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dinyatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku (Gray et al., 1997). 3. Net Benefit per Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit per Cost Ratio (Net B/C) adalah besarnya manfaat tambahan pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Nila Net B/C lebih kecil dari satu, maka hal ini berarti bahwa dengan discount rate yang dipakai, present value dari benefit lebih kecil daripada present value dari cost, hal ini berarti bahwa proyek itu tidak menguntungkan. Kriteria untuk menerima proyek adalah nilai Net B/C sama dengan atau lebih besar dari satu (Gray et al., 1997). 18

35 2.1.5 Analisis Sensitivitas Gittinger (2008), mengungkapkan bahwa analisis sensitivitas merupakan suatu alat yang langsung dalam menganalisis pengaruh-pengaruh resiko yang ditanggung dan ketidakpastian dalam analisa proyek. Menurut Kadariah et al. (1976), tujuan analisis sensitivitas adalah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasardasar perhitungan biaya atau benefit. Perubahan yang mungkin terjadi antara lain: kenaikan dalam biaya konstruksi (cost over run), perubahan dalam harga hasil produksi dan terjadi penurunan produktivitas pekerjaan. Gittinger (2008) juga mengungkapkan bahwa pada bidang pertanian, proyek berubah secara sensitif akibat empat masalah utama, yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya dan hasil Kriteria Skala Usaha Menurut Partomo dan Soejoedono (2004), profil usaha mikro di Indonesia dapat dilihat dari segi manajemen dan keuangan. Profil usaha kecil Indonesia dilihat dari segi manajemen, yaitu sebagai berikut: (1) Pemilik sebagai pengelola, (2) Berkembang dari usaha usaha kecil-kecilan, (3) tidak membuat perencanaan tertulis, (4) kurang membuat catatan/pembukuan, (5) pendelegasian wewenang secara lisan, (6) kurang mampu mempertahankan mutu, (7) sangat tergantung pada pelanggan dan pemasok disekitar usahanya, (8) kurang membina saluran informasi, (9) kurang mampu membina hubungan perbankan. Profil usaha kecil Indonesia dari segi keuangan, yaitu sebagai berikut: (1) memulai usaha kecil-kecilan dengan modal sedikit dana dan keterampilan pemiliknya, (2) terbatasnya sumber dana dari perbankan, (3) kemampuan 19

36 memperoleh pinjaman bank relatif rendah, (4) kurang akurat perencanaan anggaran kas, (5) kurang memiliki catatan harga pokok produksi, (6) kurang memahami tentang pentingnya pencatatan keuangan/akuntansi, (7) kurang paham tentang prinsip-prinsip penyajian laporan keuangan dan kemampuan analisisnya, (8) kurang mampu memilih informasi yang berguna bagi usahanya. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai usaha mikro, kecil dan menengah, usaha mikro merupakan usaha produktif milik orang perorangan dan/atau bahan usaha yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 disebutkan bahwa usaha mikro merupakan usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak sebesar Rp , hal ini tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Penjualan paling banyak dari usaha mikro adalah sebesar Rp / tahun (Gauza, 2008). 2.2 Karakteristik Jamur Tiram Putih Jamur tiram dapat dibedakan jenisnya berdasarkan warna tubuh buahnya, yaitu: Pleurotus ostreat (berwarna putih kekuning-kuningan), Pleurotus flabellatus (berwarna merah jambu), Pleurotus florida (berwarna putih bersih), Pleurotus sajor caju (berwarna kelabu) dan Pleurotus cysididiyosus (berwarna kecoklatan). Mulai tahun 1953 upaya pembudidayaan jamur tiram sudah dilaksanakan di daerah Eropa, di Jawa Barat budidaya jamur tiram daerah sentral utama budidaya jamur tiram adalah Sukabumi, Bogor dan Kabupaten Bandung (Pasaribuan et al., 2002). Tahun 1986 di kawasan Bogor mulai dibudidayakan jamur tiram putih, akan tetapi baru dikenal masyarakat pada tahun 2000 (Nugraha A P, 2006). 20

37 Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2011), sarana dan prasarana yang diperlukan dalam budidaya jamur tiram putih meliputi: lokasi dan lahan, kumbung jamur yang terdiri dari ruang pengadukan bahan dan sterilisasi, ruang pembibitan dan inkubasi dan ruang pertumbuhan. Bahan baku pembuatan media tanam (bag log) diantarannya adalah: serbuk gergaji, dedak, kapur dan tepung tapioka. Tahapan budidaya jamur tiram sebagai berikut: (1) Pembuatan bibit induk, (2) pembuatan bibit produksi, (3) pembuatan media tanam (bag log) yang terdiri dari: pengadukan, pengomposan, pengisian media, sterilisasi, pembibitan (inokulasi), inkubasi dan penempatan di ruangan tumbuh dan (4) panen dan pascapanen. 2.3 Biaya dan Pendapatan Usahatani Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang semula fisik, kemudian diberi nilai rupiah (Hernanto, 1996). Biaya usahatani dibedakan menjadi dua macam yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan peralatan panen serta biaya untuk irigasi atau pengairan. Biaya tidak tunai adalah biaya yang tidak dikeluarkan secara langsung tetapi tetap harus diperhitungkan seperti upah tenaga kerja dalam keluarga serta biaya penyusutan alat-alat pertanian (Hernanto, 1996). Pendapatan adalah selisih antara penerimaan total usaha dengan pengeluaran, penerimaan tersebut bersumber dari hasil pemasaran atau penjualan hasil usaha sedangkan pengeluaran merupakan total biaya yang digunakan selama proses produksi (Kadarsan, 1995). Pendapatan petani meliputi upah tenaga kerja keluarga, upah petani sebagai manajer, bunga modal sendiri dan keuntungan atau 21

38 pendapatan kotor dikurangi biaya alat-alat luar dan bunga modal luar (Suratiyah K, 2008). Menurut Hernanto (1996), pendapatan juga dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan tidak tunai. Pendapatan tunai merupakan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan dan biaya tunai, sedangkan pendapatan tidak tunai merupakan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan dan biaya total. Bentuk pendapatan tunai dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi usahatani dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Besarnya pendapatan tunai atau proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan yang masuk dapat digunakan untuk perbandingan keberhasilan petani satu dengan yang lainnya. 2.4 Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian mengenai jamur tiram putih sudah banyak dilakukan, baik dari segi budidaya maupun ekonominya. Beberapa penelitian yang dapat dijadikan acuan pada penelitian ini antara lain penelitian Hidayat (2011), Herbowo (2011), Khairunisa (2011), Nasution (2010), Tria (2010) dan Nisa (2006). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, perbedaan penelitian ini dengan penelitianpenelitian sebelumnya adalah dalam hal spesifikasi komoditas, lokasi penelitian dan metode pengolahan data. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Hidayat (2011), Herbowo (2011) dan Nasution (2010) adalah dalam hal metode pengolahan data dan lokasi penelitian. 22

39 Tabel 5. Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian 1. Ivan Wahyu Hidayat (2011) 2. Abed Nego Herbowo (2011) Prospek Budidaya Jamur Tiram Putih Studi Kasus: Kecamatan Ciampea dan Ciawi, Kabupaten Bogor. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih (Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). 1. Untuk mengetahui pola dan proses produksi usahatani jamur tiram 2. Mengetahui kelayakan usaha jamur tiram dari aspek finansialnya. 1. Menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi budaya, dan aspek lingkungan. 2. Menganalisis tingkat sensitivitas jika terjadi penurunan harga jual log, penurunan harga jual jamur tiram putih segar. Analisis kelayakan (aspek finansial) dilihat dari sumber biaya, inflow dan outflow, analisis discounted dengan penilaian terhadap NPV (Net Present Value), B/C (Benefit-Cost Ratio), dan IRR (Internal Rate of Return) dan analisis sensitivitas. Analisis kualitatif dilakukan dengan menganalisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan, sedangkan analisis kuantitatif untuk menilai kelayakan pengembangan usaha dengan melakukan perhitungan kriteria investasi yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C, dan payback periode. Berdasarkan hasil penelitian kegiatan budidaya ini layak diusahakan, karena memenuhi kriteria kelayakan investasi. Di Kecamatan Ciampea nilai NPV sebesar Rp , nilai BCR sebesar 1.50, nilai IRR sebesar %, sedangkan di Kecamatan Ciawi nilai NPV sebesar Rp , nilai BCR sebesar 1.40 dan nilai IRR sebesar 1 095%. Budidaya jamur tiram ini memiliki prospek untuk menyediakan lapangan usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan. Berdasarkan hasil penelitian skenario I menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp , nilai, Net B/C sebesar 2.32, nilai IRR 45.00% dan PP selama 3 tahun, 6 bulan, 29 hari. Skenario II menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp , nilai Net B/C sebesar 1.69, nilai IRR 27 %, dan PP selama 4 tahun, 3 bulan, 11 hari. Skenario III menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp , nilai Net B/C sebesar 2.77, nilai IRR 59.00%, dan PP selama 2 tahun, 10 bulan, 6 hari. 23

40 Tabel 5. Lanjutan No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian 3. Vidya Khairun isa (2011) 4. Puspa Herawati Nasution (2010) Analisi Daya Dukung Lingkungan dan Kelayakan Ekonomi Unit Pengelolaan Sampah Mutu Elok di Perumahan Cipinang Elok Jakarta Timur. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor). 1. Memperoleh gambaran pengelolaan samapah 3R masyarakat yang diterapkan di Perumahan Cipiang Elok. 2. Menganalisis daya dukung lingkungan UPS Mutu Elok terhadap daya dukung lingkingan Perumahan Cipinang Elok. 3. Menganalisis kelayakan ekonomi UPS Mutu Elok. 1. Mendiskripsikan usahatani jamur tiram putih di Komunitas Jamur Ikhlas. 2. Menganalisis biaya dan pendapatan usahatani jamur tiram putih di Komunita Petani Jamur Ikhlas. 3. Menganalisis efisisensi usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas. Untuk memperoleh gambaran tentang pengelolaan sampah 3R dan analisis daya dukung menggunakan metode deskriptif. Analisis kelayakan UPS Mutu Elok secara ekonomi menggunakan kriteria kelayakan (NPV, Net B/C, IRR) dan analisis sensitivitas. Analisis kuantitatif menggunakan analisis usahatani yang terdiri terdiri dari analisis Pendapatan (I = R C) dan analisis efisiensi (R/C) dan analisis kualitatif digunakan untuk menguraikan hasil analisis kuantitatif yang diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian tingkat daya dukung lingkungan rendah dengan indeks sebesar 0.60 untuk timbulan dan 0.31 untuk mesin. Secara ekonomi UPS layak untuk dijalankan dengan NPV sebesar Rp , Net B/C sebesar 3.76, IRR sebesar 58.21% dan setelah dilakukan analisis sensitivitas proyek UPS semakin layak untuk dijalankan. Berdasarkan hasil penelitian pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan tunai petani Rp dan pendapatan biaya total Rp Diperoleh nilai R/C atas biaya tunai adalah 1.63 dan R/C atas biaya total sebesar Petani jamur Ikhlas dapat dikatan efisien dan layak diusahakan kerena memiliki nilai R/C>1. 24

41 Tabel 5. Lanjutan No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian 5. Edo Natunas Tria (2010) 6. Khoiru Nisa (2006) Analisis Pendapatan dan Efisiensi Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih Di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Production Frontier. Analisis Ekonomi Usaha Budidaya Udang Galah pada Kelompok Tani Mitra Gemah Ripah di Desa Siyujaya Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut. 1. Menganalisis pendapatan usahatani jamur tiram putih kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. 2. Mengidentifikasi faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi produksi jamur tiram di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis efisensi teknis, alokatif, dan ekonomis dari produksi jamur tiram putih di kawasan puncak, Kabupaten Bogor. 1. Untuk mengetahui dan mempelajari kegiatan usaha budidaya Udang galah pada Kelompok Tani Mitra Gemah Ripah. 2. Mengetahui pemanfaatan sumberdaya lahan sawah dan kolam budidaya ikan campuran untuk usaha pembesaran dan pendederan udang galah dari segi perolehan manfaat dengan analisis ekonomi. Analisis pendapatan usahatani, analisis fungsi produksi stochastic frontier, dan fungsi dual cost. Fungsi produksi stochastic frontier digunakan untuk mengidentifikasi faktorfaktor produksi dan tingkat efisiensi teknis, sedangkan fungsi dual cost digunakan untuk menentukan efisiensi alokatif dan ekonomis. Analisis manfaat langsung dan manfaat tidak langsung, analisis biaya dan manfaat Net Present Value dan Benefit Cost Ratio. Hasil penelitian diperoleh biaya total yang dikeluarkan dalam satu periode produksi sebesar Rp dengan biaya tunai Rp dan tidak tunai Rp Diperoleh R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1.58 dan R/C rasio atas biaya total sebesar Variabel yang berpengaruh nyata pada fungsi produksi jamur tiram model A serta model B adalah serbuk gergaji, tenaga kerja, dan dummy tepung jagung, sedangkan variabel bag log hanya pada model A. Faktor manajemen berpengaruh nyata terhadap efek inefisiensi teknis. Berdasarkan hasil penelitian nilai manfaat tanpa proyek, yaitu keuntungan total yang hilang dari usaha sawah dan budidaya ikan campuran adalah Rp /tahun. Analisis biaya dan manfaat langsungnya adalah nilai manfaat tanpa proyek, yaitu Rp /tahun. Biaya total yang hilang akibat peralihan fungsi lahan adalah Rp /tahun, keuntungan total yang hilang usaha sawah dan budidaya ikan campuran adalah Rp /tahun. NPV Rp

42 Analisis usaha yang dilakukan Hidayat (2011), Herbowo (2011) dan Nasution (2010) adalah analisis finansial usahatani jamur tiram putih sedangkan dalam penelitian ini analisis usahatani yang dilakukan adalah analisis ekonomi. Lokasi penelitian Hidayat (2011) yaitu di Kecamatan Ciampea dan Ciawi, Kabupaten Bogor. Nasution (2010) di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor sedangkan lokasi penelitian ini di Desa Tugu Utara, Desa Tugu Selatan, Desa Kopo dan Desa Jogjogan, Kecamatan Cisarua serta Desa Cipayung, Desa Sukaresmi dan Desa Sukakarya Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, sedangkan penelitian Herbowo (2011) hanya dilakukan di Desa Tugu Selatan. Nasution (2011) dan Tria (2010) melakukan analisis efisiensi usahatani jamur tiram putih sedangkan dalam penelitian ini dilakukan analisis sensitivitas usahatani jamur tiram putih. Perbedaan penelitian ini dengan Nisa (2006) dalam hal komoditas dan analisis maanfaat langsung dan tidak langsung. sedangkan pada penelitian Khairunisa (2011) yang dianalisis adalah UPS Mutu Elok dan penelitian Nisa (2006) komoditas yang digunakan adalah Udang Galah sedangkan dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih. Analisis manfaat langsung dan tidak langsung dalam penelitian Nisa (2006) dihitung dari sumberdaya lahan sawah yang digunakan untuk budidaya ikan campuran untuk usaha pembesaran dan pendederan udang galah sedangkan dalam penelitian ini manfaat langsung dihitung dari pendapatan usahatani dan manfaat tidak langsung dihitung dari penyerapan tenaga kerja karena adanya usahatani jamur tiram putih. 26

43 III. KERANGKA PEMIKIRAN Menurut Nasution (2010), usahatani jamur tiram memiliki peluang pasar yang besar hal tersebut dapat dilihat dari permintaan akan jamur tiram yang cenderung semakin meningkat, meningkatnya permintaan jamur tiram putih sebesar 20% - 25%/tahun. Permintaan yang semakin meningkat tersebut tidak diimbangi dengan produksi atau penawaran yang mencukupi. Jamur tiram putih memiliki harga jual yang stabil di pasar, harga di pasar tradisional berkisar antara Rp 7 000/kg - Rp 9 000/kg dan di supermarket Rp /kg (Sunaryanto, 2010). Harga yang stabil dan peluang pasar jamur tiram yang masih besar seharusnya dapat memberikan motivasi kepada para petani jamur tiram putih untuk terus melakukan usahataninya sehingga lebih produktif. Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentral penghasil jamur tiram putih. Produktivitas yang dihasilkan oleh petani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung selama ini belum maksimal. Produktivitas masih 0.30 kg/bag log, sedangkan menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012), produktivitas jamur tiram putih yang baik berkisar antara kg/bag log. Produktivitas jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung belum maksimal karena dalam pembuatan media tanam (bag log) yang dilakukan oleh setiap unit usaha tidak sama. Petani jamur tiram putih ada yang membuat bag log dan bibit, membuat bag log namun bibitnya membeli dan ada juga petani membeli bag log yang sudah jadi. Teknik budidaya jamur tiram putih yang dilakukan sederhana, misalkan pada proses pengemasan bag log dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia belum menggunakan tenaga

44 mesin. Alat sterilisasi bag log yang digunakan oleh petani berbeda-beda, ada yang menggunakan drum dan ada juga yang menggunakan autokfal. Di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor usahatani jamur tiram putih pada tahun berkembang dengan baik, namun pada tahun 2010 usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua mengalami penurunan jumlah produksi. Tahun 2010 Kecamatan Megamendung mulai menghasilkan jamur tiram putih dan jumlah produksinya lebih besar 510 ton daripada Kecamatan Cisarua yang dikenal sebagai sentral jamur tiram putih (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011). Perbedaan cara membuat bag log serta peralatan yang dibutuhkan dan hasil produktivitas jamur tiram putih yang masih kurang dari standar, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis ekonomi usahatani jamur tiram putih yang dilihat dari manfaat langsung dan tidak langsung serta kelayakan usahatani. Hal ini dilakukan untuk mengetahui usahatani jamur tiram putih, yaitu usahatani non plasma A, usahatani non plasma B dan usahatani plasma di Kecamatan Cisarua dan Megamendung layak atau tidak layak apabila terus dijalankan. Terdapat dua manfaat yang diterima oleh petani dan masyarakat sekitar, yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung dilihat dari pendapatan yang didapat dari usahatani jamur tiram putih dan berapa banyak tenaga kerja yang dapat terserap dalam usahatani jamur tiram putih. Manfaat tidak langsung dilihat dari manfaat yang didapat oleh masyarakat sekitar dari pemanfaatan limbah serbuk gergaji bag log yang dijadikan pupuk organik dan manfaat yang diperoleh tenaga kerja dari hasil penjualan plastik limbah bag log. Analisis kelayakan usahatani dilihat dari aspek usahatani dan aspek kelayakan 28

45 ekonomi. Aspek kelayakan ekonomi akan ditinjau kelayakannya dengan menggunakan kriteria ekonomi. Setelah menganalisis aspek usahatani dan aspek kelayakan ekonomi dilanjutkan dengan menganalisis sensitivitas dari usahatani tersebut. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar usahatani masih bisa dilaksanakan dan masih memberikan keuntungan normal. Kerangka pemikiran operasional penelitian tersebut dapat diringkas seperti yang terlihat pada Gambar 1. Produk pertanian sebagai alternatif pemenuh kebutuhan pangan khususnya tanaman hortikultura Meningkatnya kebutuhan pangan Jamur tiram putih merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai kandungan gizi tinggi Daerah penghasil jamur tiram putih di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Cisarua dan Megamendung Usahatani jamur tiram putih 1. Usahatani non plasma A 2. Usahatani non plasma B 3. Usahatani plasma Analisis ekonomi usahatani jamur tiram putih Manfaat langsung usahatani jamur tiram putih Manfaat tidak langsung usahatani jamur tiram putih Kelayakan usahatani jamur tiram putih pendapatan dan penyerapan tenaga kerja Analisis pendapatan dan penyerapan tenaga kerja penjualan pupuk organik dan penjualan plastik limbah bag log Analisis pendapatan Kelayakan ekonomi Analisis ekonomi sensitivitas Analisis sensitivitas Pengelolaan usahatani jamur tiram putih yang layak secara ekonomi Gambar 1. Alur Pemikiran Penelitian 29

46 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survey yang mengambil data primer di Desa Tugu Utara, Tugu Selatan, Kopo serta Jogjogan, Kecamatan Cisarua dan di Desa Cipayung, Sukaresmi dan Sukakarya, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten Bogor sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Kecamatan Cisarua pada tahun menempati peringkat satu sebagai daerah penghasil jamur tiram putih di Kabupaten Bogor dan pada tahun 2010 Kecamatan Megamendung menempati peringkat pertama sebagai penghasil jamur tiram putih di Kabupaten Bogor (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011). Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan April Februari 2013, dimana pengambilan data dilakukan pada bulan April - Agustus Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara pada petani jamur tiram putih dan pekerja dalam usahatani jamur tiram putih. Data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer hasil wawancara. Wawancara dilakukan dengan panduang kuesioner, kuesioner penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Data sekunder yang digunakan meliputi: hasil produksi jamur di Provinsi Jawa Barat, hasil produksi, jumlah media, produktivitas dan daerah pemasaran jamur tiram putih di Kabupaten Bogor dan data administrasi desa, serta data-data yang relevan lainnya untuk penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari: Dinas Pertanian 30

47 Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung serta hasil-hasil penelitian terdahulu. Jenis, sumber data dan metode analisis data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data No Tujuan Jenis dan Sumber Data Metode Analisis 1 Analisis pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Data penerimaan, biaya usahatani jamur tiram putih dan jumlah tenaga kerja. Data primer dari petani. Analisis pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. 2 Analisis kelayakan ekonomi usahatani jamur tiram putih. 3 Analisis sensitivitas usahatani jamur tiram putih. Sumber: Data primer (diolah), Metode Pengambilan Data Data penerimaan dan biaya usahatani jamur tiram putih dan data penerimaan dari pemanfaatan limbah bag log. Data primer dari petani, tenaga kerja dan masyarakat sekitar. Data penerimaan dan biaya usahatani jamur tiram putih dan data penerimaan dari pemanfaatan limbah bag log. Data primer dari petani, tenaga kerja dan masyarakat sekitar dan data sekunder dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Analisis ekonomi. Analisis sensitivitas. Teknik pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan dengan sensus dimana responden dipilih dari seluruh populasi yang ada. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 20 responden. Tabel 7 menunjukkan jumlah responden dalam penelitian yang dilakukan. Tabel 7. Jumlah Responden Usahatani Non Plasma A Usahatani Non Plasma B Usahatani Plasma Kecamatan Desa Cisarua 1. Tugu Utara Tugu Selatan Kopo Jogjogan Jumlah Megamendung 1. Cipayung Sukaresmi Sukamaju Jumlah Jumlah Total Sumber: Data primer (diolah),

48 Berdasarkan Tabel 7, responden dalam penelitian ini adalah unit usahatani jamur tiram putih yang ada di Desa Tugu Utara, Tugu Selatan, Kopo serta Jogjokan, Kecamatan Cisarua dan Desa Cipayung, Sukaresmi dan Sukamaju, Kecamatan Megamendung. Responden dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan cara memproduksi bag log, yaitu (1) petani non plasma A adalah petani jamur tiram putih yang memproduksi bag log dan bibit jamur tiram putih, (2) petani non plasma B adalah petani jamur tiram putih yang memproduksi bag log dan membeli bibit jamur tiram putih dan (3) usahatani plasma adalah petani jamur tiram putih yang membeli bag log sudah jadi. Pengambilan data dari responden bertujuan untuk memperoleh gambaran aktivitas kegiatan usahatani yang dilakukan, jumlah input dan output yang dihasilkan serta pengaruh usahatani jamur tiram putih tersebut terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat. 4.4 Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel Metode analisis yang digunakan berdasarkan Tabel 6 adalah analisis pendapatan usahatani, analisis penyerapan tenaga kerja, analisis ekonomi dan analisis sensitivitas. Umur usahatani dalam penelitian ini berdasarkan umur teknis bangunan kumbung sebagai investasi yang paling penting dalam usahatani, yaitu selama 5 tahun. Jenis output yang dihasilkan adalah jamur tiram putih segar dan bibit jamur tiram putih. Tingkat diskonto yang digunakan berdasarkan suku bunga deposito rata-rata bank yang ada di Indonesia bulan April-September 2012 sebesar 5.49%. 32

49 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Puti Pendapatan usahatani jamur tiram putih merupakan manfaat langsung dari kegiatan usahatani jamur putih, pada penelitian ini untuk menghitung pendapatan usahatani jamur tiram putih dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) pendapatan usahatani non plasma A, (2) pendapatan usahatani non plasma B dan (3) pendapatan usahatani plasma. Pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani yang merupakan nilai semua input yang dikeluarkan dalam proses produksi (Soekartawi, 2006). Persamaan pendapatan usahatani dinyatakan dalam rumus sebagai berikut: Pd = TR - TC... (1) Keterangan: Pd = pendapatan usahatani (Rp) TR = total penerimaan (Total Revenue) (Rp) TC = total biaya (Total Cost) (Rp) Penerimaan dari usahatani jamur tiram putih diperoleh dari hasil penjualan jamur tiram putih segar dan bibit jamur tiram putih perkalian antara jumlah produksi jamur tiram putih dengan harga jual jamur tiram putih dan perkalian antara jumlah bibit yang diproduksi dengan harga bibit jamur tiram putih. Bibit yang digunakan merupakan bibit jamur tiram putih dalam satuan botol, satu botol bibit jamur tiram putih dapat digunakan untuk 15 bag log. Adapun rumus penerimaan usahatani dalah sebagai berikut : 1. Petani non plasma A TR A = (Q A1.P A1 )+(Q A2.P A2 )... (2) 33

50 2. Petani non plasma B TR B = Q B1.P B1...(3) 3. Petani plasma TR C = Q C1.P C1... (4) Keterangan: 1 = jamur tiram putih segar 2 = bibit jamur tiram putih A B C = usahatani non plasma A = usahatani non plasma B = usahatani plasma TR = total penerimaan (Rp) Q 1 = jumlah jamur tiram putih yang diproduksi (Kg) P 1 = harga jual jamur tiram putih per Kg (Rp /Kg) Q 2 = jumlah bibit jamur tiram putih yang diproduksi (botol) P 2 = harga jual bibit jamur tiram putih (Rp /botol) Biaya total usahatani merupakan penjumlahan biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel untuk petani non plasma A terdiri dari biaya pembuatan bag log dan biaya pembuatan bibit, untuk petani non plasma B biaya variabel adalah biaya pembuatan bag log sedangkan untuk petani plasma biaya variabel adalah biaya pembelian bag log yang sudah jadi. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani non plasma A terdiri dari: gaji tenaga pembuat bibit, gaji tenaga teknisi, gaji tenaga sterilisasi, gaji tenaga inokulasi, gaji tenaga inkubasi, gaji tenaga growing dan paska panen. Petani non plasma B biaya tetap terdiri dari: biaya sewa lahan seluas 2000 m 2, gaji tenaga 34

51 teknisi, gaji tenaga sterilisasi, gaji tenaga inokulasi, gaji tenaga inkubasi, gaji tenaga growing dan paska panen, sedangkan untuk petani plasma biaya tetap terdiri dari: biaya sewa lahan 440 m 2, gaji tenaga growing dan pasca panen. Sehingga rumus biaya total menurut Soekartawi (2006) adalah sebagai berikut: TC = TFC+TVC... (5) Keterangan : TC = biaya total (Rp) TVC = biaya variabel total (Rp) TFC = biaya tetap total (Rp) Analisis struktur biaya usahatani terdapat biaya non tunai berupa biaya penyusutan dari alat-alat investasi dari usahatani. Perhitungan penyusutan alat-alat pertanian dalam penelitian ini menggunakan metode garis lurus (straight line method). Metode ini menggunakan dasar asumsi bahwa benda yang dipergunakan dalam usahatani menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya (Hernanto, 1980). Penyusutan alat pada petani non plasma A terdiri dari: penyusutan alat laboratorium, peralatan produksi, perawatan sterilisasi, peralatan inokulasi, peralatan inkubasi dan peralatan untuk growing, sedangkan pada petani non plasma B penyusutan alat terdiri dari: peralatan produksi, perawatan sterilisasi, peralatan inokulasi, peralatan inkubasi dan peralatan untuk growing karena pada petani non plasma B tidak memiliki peralatan laboratorium. Metode ini menggunakan dasar asumsi bahwa benda yang dipergunakan dalam usaha menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya (Hernanto, 1980): Naks = Nakt Nb t... (6) 35

52 Keterangan: Naks = nilai benda akhir tahun sekarang (Rp) Nakt = nilai benda akhir tahun yang lalu (Rp) Nb t = nilai buat/beli benda pertama kali (Rp) = jumlah tahun daya pakai alat (lima tahun) R/C adalah Return Cost Ratio, atau di kenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2006). R C R C Keterangan: ratio tunai = TR TC1.(7) ratio total = TR TC 1 = biaya tunai (Rp) TC 2 = biaya tidak tunai (Rp) TC1+TC2... (8) R C = penerimaan (Rp) = biaya (Rp) Jika nilai R/C > 1 maka usahatani jamur tiram putih tersebut menguntungkan untuk diusahakan. Jika nilai R/C < 1 maka usahatani jamur tiram putih tersebut tidak menguntungkan untuk diusahakan Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Usahatani Jamur Tiram Putih Penyerapan tenaga kerja merupakan manfaat langsung dari adanya usahatani jamur tiram putih. Tenaga Kerja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu Tenaga Kerja Laki-laki (TKL) dan Tenaga Kerja Perempuan (TKP). Satu Hari Tenaga Kerja Laki-laki (HKL) pada penelitian ini adalah satu HOK dan satu 36

53 Hari Tenaga Kerja Perempuan (HKP) dikonversi menjadi 0.7 HKL (Hernanto, 1996). Kesempatan kerja merupakan berapa banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan pada saat adanya usahatani jamur tiram putih, secara matematis rumus penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut (Mardiyatuljanah, 2009): Δ KK = TKtp - TKdp... (9) Keterangan: Δ KK = perubahan kesempatan kerja (HOK) TKdp = tenaga kerja dengan adanya usahatani jamur tiram putih (HOK) TKtp = tenaga kerja tanpa adanya usahatani jamur tiram putih (HOK) Analisis Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih Analisis ekonomi dilakukan untuk mengetahui manfaat ekonomi denga adanya kegiatan usahatani jamur tiram putih di Desa Tugu Utara, Tugu Selatan, Jogjogan dan Kopo, Kecamatan Cisarua serta Desa Cipayung, Sukaresmi dan Sukakarya, Kecamatan Megamendung. Biaya usahatani yang didiskontokan terjadi proses penentuan nilai dimasa yang akan datang untuk nilai sekarang, umumnya dikenal dengan diskonto (Kadariah, 2001), dalam analisis ekonomi harga yang digunakan adalah harga bayangan. Discount Factor secara matematis menggunakan rumus persamaan sebagai berikut : P = f (1+i) n = F 1 (1+i) Katerangan: P = nilai sekarang F = nilai yang akan datang i = discount rate (5.49%) n = periode waktu (5 tahun) n... (10) 37

54 Penentuan Harga Bayangan Harga yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga bayangan karena dalam penelitian usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Cisarua dan Megamendung akan dianalisis secara ekonomi. Harga bayangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga input yang terdiri dari harga bayangan sewa lahan, harga bayangan gaji tenaga kerja dan harga bayangan pupuk urea dan TPS. Harga output dalam penelitian ini merupakan harga pasar dikarenkan output tidak diperdagangkan secara internasional maka tidak ada harga internasional atau border price. a. Harga Bayangan Sewa Lahan Dalam analisis ekonomi, harga yang digunakan adalah harga bayangan (shadow price) yang merupakan nilai tertinggi suatu produk atau faktor produksi dalam penggunaan alternatif terbaik (social opportunity cost). Hal tersebut juga berlaku pada penentuan harga sewa lahan per hektar per musim tanam di lokasi penelitian. Penggunaan alternatif terbaik lahan di lokasi penelitian adalah apabila lahan tersebut digunakan untuk usahatani bunga kol. Satu musim tanam bunga kol selama tiga bulan, jika lahan digunakan untuk menanam bunga kol dalam satu tahun dapat ditanam selama tiga musim. Pendapatan dari hasil penanaman jenis sayuran tersebut adalah sebesar Rp /ha/musim. Luas lahan yang digunakan usahatani non plasma B rata-rata seluas m 2 dan usahatani plasma rata-rata seluas m 2. Biaya sewa dihitung dalam tahun, karena tidak mencapai 1 ha, maka pendapatan dari penanaman bunga kol dikonversi menjadi m 2 /musim, yaitu sebesar Rp /m 2 /musim. Satu tahun dapat digunakan untuk menanam bunga kol 38

55 sebanyak tiga kali, maka dalam satu tahun luas lahan m 2 menghasilkan penerimaan sebesar Rp /tahun dan luas lahan m 2 menghasilkan penerimaan sebesar Rp /tahun, sehingga harga ekonomi untuk sewa lahan seluas m 2 sebesar Rp /tahun dan lahan seluas 440 m 2 sebesar Rp /tahun. b. Harga Bayangan Tenaga Kerja Tenaga kerja di lokasi penelitian terdiri dari Tenaga Kerja Laki-laki (TKL) dan Tenaga Kerja Perempuan (TKP) dimana dalam menjalankan pekerjaannya terbagi menjadi beberapa pekerjaan. TKP bertugas di bagian inokulasi dengan upah rata-rata setiap TKP sebesar Rp /bulan. TKP pemanenan dan pemeliharaan kumbung dengan upah rata-rata setiap TKP sebesar Rp /bulan. TKL bertugas dalam pengadukan media tanam (bag log), sterilisasi atau perebusan media tanam (bag log) dengan upah rata-rata setiap TKL sebesar Rp /bulan. Upah tenaga kerja yang memindahkan bag log dari ruang inkubasi ke ruangan budidaya serta pemeliharaan dengan upah rata-rata setiap TKL sebesar Rp /bulan. TKL pembuat bibit di lokasi penelitian bertugas di ruang pembibitan sebagai pembuatan bibit, upah rata-rata setiap TKL pembuat bibit sebesar Rp /bulan. TKL teknisi bertugas memonitor semua kegiatan budidaya jamur dengan upah rata-rata setiap TKL sebesar Rp /bulan. Harga bayangan untuk tenaga kerja dalam penelitian ini diambil dari seberapa besar sektor lain bersedia untuk membayar tenaga kerja tersebut. TKP dalam penelitian merupakan tenaga kerja tidak terdidik. Alternatif pekerjaan 39

56 terbaik yang dapat dilakukan oleh tenaga tersebut adalah pembantu rumah tangga yang dalam satu bulan rata-rata pembantu rumah tangga memperoleh pendapatan sebesar Rp /bulan atau Rp /tahun. Harga bayangan untuk TKL, baik TKL pengadukan, sterilisasi dan inkubasi sama karena TKL dalam penelitian merupakan tenaga kerja tidak terdidik. Alternatif pekerjaan terbaik yang dapat dilakukan oleh tenaga kerja tersebut adalah tukang ojek, penjaga penginapan dan buruh tani, dalam satu bulan rata-rata pendapatan tukang ojek, penjaga penginapan dan buruh tani memperoleh pendapatan sebesar Rp /bulan atau Rp /tahun. TKL pembuat bibit dan TKL teknisi mempunyai harga bayangan yang berbeda dengan TKL pengadukan, sterilisasi dan inkubasi karena TKL yang digunakan adalah tenaga kerja terdidik. Harga bayangan TKL pembuat bibit diperoleh berdasarkan pekerjaan lain yang dapat dilakukan oleh TKL pembuat bibit yaitu sebagai pekerja di laboratorium dan LIPI dengan gaji rata-rata sebesar Rp /bulan maka harga bayangan untuk TKL pembuat bibit adalah Rp /bulan atau Rp /tahun. Harga bayangan TKL teknisi didapat berdasarkan pekerjaan lain yang dapat dilakukan oleh TKL teknisi yaitu sebagai pegawai pabrik dan hotel yang berada di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung dengan gaji sebesar Rp /bulan atau Rp /tahun. c. Harga Bayangan Pupuk Urea dan TSP Harga pupuk urea dan pupuk TSP didasarkan bahwa sebagian besar telah diproduksi didalam negeri (Kusumawaty, 2012). Namun masih menggunakan komponen yang bersumberkan dari luar negeri sehingga pupuk urea dan pupuk 40

57 TSP merupakan barang tradeable maka harga yang digunakan adalah harga CIF dan FOB (Pearson S et al., 2004) Harga bayangan pupuk urea setelah disesuaikan dengan CIF dan FOB sebesar Rp dan pupuk TSP sebesar Rp Penentuan Harga Limbah Bag log Limbah bag log berupa serbuk gergaji dan plastik. Serbuk gergaji digunakan untuk bahan campuran pembuatan pupuk organik oleh masyarakat dengan komposisi % serbuk gergaji, % kotoran hewan dan % dedaunan. Harga pupuk organik sebesar Rp karena komposisi serbuk gergaji 33 % maka dalam penelitian ini harga pupuk organik sebagai manfaat tidak langsung adanya usahatani jamur tiram putih sebesar Rp /kg. Limbah bag log berupa plastik dijual kepada pengepul barang bekas dengan harga sebesar Rp /kg. Harga yang digunakan untuk menilai pupuk organik dan plastik bekas adalah harga pasar karena harga pupuk organik dan harga plastik bekas sudah mencerminkan harga sosial (Kusumawaty, 2012) Kriteria Kelayakan a. Net Present Value (NPV) NPV yaitu selisih antara total present value dari manfaat dengan total net present value dari biaya (Gray et al., 1997). Secara matematis menggunakan rumus persamaan sebagai berikut : n Bt Ct (1+i) t NPV = t=1...(11) Keterangan : Bt = benefit sosial kotor pada tahun t, yang terdiri dari segala jenis penerimaan atau keuntungan non finansial yang diterima atau dirasakan oleh petani jamur tiram putih dalam tahun t. 41

58 Ct = biaya sosial kotor pada tahun t, termasuk segala jenis pengeluaran, baik yang bersifat modal (pembelian peralataan, lahan, kumbung dan sebagainya) maupun yang rutin, dalam bentuk uang atau non finansial, yang dibebani kepada petani dalam tahun t (termasuk investasi semula dalam tahun pertama dan seterusnya). n = umur teknis usahatani jamur tiram putih (5 tahun) i = merupakan social opportunity cost of capital Usahatani jamur tiram putih dinyatakan bermanfaat untuk dilaksanakan bila NPV proyek sama atau lebih besar dari nol. NPV sama dengan nol, berarti proyek mengembalikan sama dengan social opportunity cost faktor produksi modal. NPV lebih kecil dari pada nol, berarti usahatani jamur tiram putih tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan sehingga proyek tidak layak dijalankan (Gray et al., 1997). b. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan perbandingan sedemikian rupa, sehingga pembilangnya terdiri atas Present Value (PV) total dari benefit bersih dalam tahun dimana benefit bersih tersebut bersifat positif, sedangkan penyebutnya terdiri atas present value (PV) total dari biaya (cost) bersih dalam tahun-tahun di mana benefit bersih (Bt - Ct) bersifat negatif, yaitu biaya kotor lebih besar dari benefit kotor (Gray et al., 1997). Secara umum rumus perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut: Keterangan: Net B/C = n Bt Ct t=1(1+i) t Ct Bt n t=1(1+i) t... (12) Bt = benefit yang disebabkan adanya investasi pada tahun ke-t 42

59 Ct = biaya tahunan yang disebabkan adanya investasi pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga (5.49%) t = umur teknis usahatani jamur tiram putih (t = 5 tahun) Kriteria untuk menerima usahatani jamur tiram putih adalah Net B/C sama dengan atau lebih lebih besar dari satu. Net B/C lebih kecil dari satu, maka hal ini berarti bahwa dengan discount rate yang dipakai present value dari benefit lebih kecil daripada present value dari cost ini berarti usahatani jamur tiram putih tidak menguntungkan (Gray et al., 1997). c. Internal Rate of Return (IRR) Menurut Kadariah (2001), IRR adalah nilai discount rate (i) yang membuat NPV (Net Present Value) dari suatu proyek sama dengan nol atau dapat membuat B/C sama dengan satu. IRR juga dapat digunakan untuk mendiskonto seluruh net cash flow, sehingga akan menghasilkan jumlah present value yang sama dengan investasi proyek. Nilai IRR yang lebih besar atau sama dengan bunga yang berlaku menunjukkan bahwa usaha layak untuk dilaksanakan. Mula-mula dipakai discount rate yang diperkirakan mendekati besarnya IRR, apabila perhitungan ini memberikan NPV yang positif maka harus dicoba discount rate yang lebih tinggi dan seterusnya sampai NPV yang negatif. Apabila hal ini sudah tercapai, maka diadakan interpolasi antara discount rate yang tertinggi (i ) yang masih memberi nilai NPV positif (NPV ) dan discount rate yang terendah (i ) yang memberi nilai NPV negatif (NPV ), sehingga diperoleh NPV sebesar nol, secara matematis IRR dapat dirumuskan sebagai berikut (Gray et al., 1997): IRR = i + NPV NPV NPV" (i" i )... (13) 43

60 Keterangan i = tingkat suku bunga yang menyebabkan nilai NPV > 0 i = tingkat suku bunga yang menyebabkan nilai NPV < 0 Nilai IRR yang lebih besar atau sama dengan social discount rate, berarti bahwa usahatani jamur tiram putih layak untuk dijalankan. Nilai IRR yang kurang dari social discount rate, berarti bahwa usahatani jamur tiram putih tidak layak untuk dijalankan Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena adanya ketidakpastian dalam menjalankan usahatani ini, banyak kemungkinan yang akan terjadi. Apabila terdapat masalah ketidakpastian dalam aliran kas, maka perlu mencoba mengetahui hal apa lagi yang akan terjadi (Kadariah, 2001). Pada penelitian ini analisis sensitivitas diarahkan kepada perubahan hasil produksi jamur tiram putih segar dan harga jamur tiram putih segar yang dihasilkan dalam usahatani. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2011), bag log yang dibuat dan produksi jamur tiram putih yang dihasilkan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: faktor nutrisi (karbon, nitrogen, vitamin dan mineral) dan faktor lingkungan (suhu, kelembaban, cahaya, sirkulasi udara dan tingkat keasaman bag log). Analisis sensitivitas dalam penelitian dilakukan dengan menurunkan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp 50.00/kg. Hal ini berdasarkan rata-rata perubahan harga yang terjadi di petani di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. 4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan Analisis dasar yang digunakan berdasarkan pada kondisi lapang yang ada. Analisis dasar yang digunakan adalah sebagai berikut: 44

61 1. Sumber modal yang digunakan dalam usahatani jamur tiram putih di Kecamtan Cisarua dan Megamendung merupakan modal pribadi. 2. Tingkat kegagalan produksi bibit jamur tiram putih dan budidaya jamur tiram putih diasumsikan 10%, hal ini didasarkan pada pengalaman pelaku usahatani dalam melakukan budidaya jamur tiram putih tersebut. 3. Produkivitas bag log masih 0.30 kg/bag log 4. Harga jual jamur tiram putih segar ke pedagang pengumpul sama, baik petani non plasma A, petani non plasma B dan petani plasma, harga jamur segar berkisar antara Rp /kg - Rp /kg. Harga jual bibit jamur tiram putih kepada konsumen sebesar Rp /botol. 5. Harga seluruh input dan output yang digunakan dalam analisis merupakan harga rata-rata dari semua usahatani yang ada dan ini bersumber dari hasil wawancara dan survei lapang pada petani dan pekerja usahatani jamur tiram putih. 6. Satu tahun diasumsikan terdiri dari 12 bulan, 51 minggu dan 360 hari, sedangkan satu bulan diasumsikan terdiri dari 30 hari. 7. Eksternalitas yang ditimbulkan dalam usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung adalah eksternalitas positif yang berupa penyerapan tenaga kerja. 45

62 V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dua kecamatan tersebut merupakan kecamatan penghasil jamur tiram putih di Kabupaten Bogor. Karakteristik yang dibahas dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan keadaan geografis dan berdasarkan keadaan demografis Kecamatan Cisarua Kecamatan Cisarua merupakan kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Secara administratif Kecamatan Cisarua dibagi menjadi sembilan desa dan satu kelurahan yaitu: Desa Citeko, Cibeureum, Tugu Selatan, Tugu Utara, Batulayang, Kopo, Leuwimalang, Jogjogan, Cilember dan Kelurahan Cisarua. Kecamatan Cisarua di sebelah utara dan barat berbatasan dengan Kecamatan Megamendung, di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur (BPS Kabupaten Bogor (a), 2011) Keadaan Geografis Kecamatan Cisarua Kecamatan Cisarua memiliki luas sekitar ha. Kecamatan Cisarua terletak pada Lintang Selatan dan Bujur Timur. Topografi Kecamatan Cisarua diklasifikasikan menjadi tiga yaitu perbukitan sampai bergunung 25%, berombak sampai berbukit 40% dan dataran sampai berombak 35%. Ketinggian tempat dari permukaan laut berkisar antara m dengan curah hujan rata-rata ml/tahun dan suhu udara antara C (BPS Kabupaten Bogor (a), 2011). Kecamatan Cisarua merupakan kecamatan yang memiliki wilayah agraris. Hal ini ditunjukan pada Tabel 8 dimana sebagian besar luas lahan yang ada di Kecamatan Cisarua digunakan untuk mengusahakan pertanian (sawah, telaga,

63 empang, kolam, perkebunan dan perhutanan). Sisanya digunakan untuk pekarangan (lahan untuk bangunan dan halaman sekitarnya), pemakaman dan lahan yang sementara tidak diusahakan (BPS Kabupaten Bogor (a), 2011). Tabel 8. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Cisarua Tahun 2010 (ha) Jumlah No Desa Sawah Perumahan& Ladang& Kubu Pekarangan Empang ran Lainnya 1 Citeko Cibeureum Tugu Selatan Tugu Utara Batulayang Cisarua Kopo Leuwimalang Jogjogan Cilember Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Bogor (a), 2011 Berdasarkan Tabel 8, proporsi terluas penggunaan lahan di Kecamatan Cisarua adalah untuk ladang dan empang sebesar ha. Penggunaan ladang terbesar digunakan untuk perkebunan teh baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta. Lahan yang digunakan untuk sawah di Kecamatan Cisarua sebesar Ha. Hasil utama pertanian adalah padi, palawija, sayur-mayur dan buah-buahan (BPS Kabupaten Bogor (a), 2011). Komoditas tanaman buah-buahan yang ada di Kecamatan Cisarua adalah pisang, alpukat, pepaya dan nangka, sedangkan komoditas tanaman sayur-mayur yang diusahakan adalah tanaman wortel, bunga kol, daun bawang, kubis, sawi, kacang panjang, cabai, tomat, seledri, labu siam, petai dan jamur. Produksi palawija yang diusahakan adalah jagung, talas, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kacang kedelai. Produksi tanaman sayur-mayur, buah-buahan dan palawija tersebut mengalami fluktuasi setiap tahun (BPS Kabupaten Bogor (a), 2011). 47

64 Keadaan Demografis Kecamatan Cisarua Jumlah penduduk Kecamatan Cisarua pada tahun 2010 sebanyak jiwa yang tersebar di sembilan desa dan satu kelurahan. Jumlah penduduk, luas desa dan kepadatan penduduk di Kecamatan Cisarua dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Penduduk, Luas Desa dan Kepadatannya di Kecamatan Cisarua Tahun 2010 No Desa Jumlah Penduduk (jiwa) Luas (ha) Kepadatan /km 2 1 Citeko Cibeureum Tugu Selatan Tugu Utara Batulayang Cisarua Kopo Leuwimalang Jogjogan Cilember Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Bogor (a), 2011 Pada Tabel 9 jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Cisarua sebesar jiwa dengan rincian jiwa laki-laki dan jiwa perempuan yang bertempat tinggal di Desa Kopo dengan luas wilayah seluas ha. Lahan di Desa Kopo yang digunakan untuk lahan sawah sebanyak ha, lahan kering ha, perumahan pemukiman penduduk ha, bangunan hotel dan perkantoran ha dan lainnya 7.00 ha. Kepadatan penduduk di Desa Kopo sebanyak orang/km 2 dengan jumlah petani sebanyak orang. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah usahatani jamur tiram putih terbanyak di Kecamatan Cisarua terdapat di Desa Kopo. Jumlah penduduk terbanyak kedua sebesar jiwa dengan rincian jiwa laki-laki dan jiwa perempuan yang bertempat tinggal di Desa Tugu Selatan dengan luas wilayah seluas ha dengan kepadatan 48

65 penduduk jiwa/km 2 dan jumlah petani sebanyak orang. Jumlah penduduk terbanyak ketiga sebesar jiwa yang bertempat tinggal di Desa Tugu Utara dengan luas wilayah seluas ha dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2. Ketiga desa tersebut merupakan desa sentral budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua (BPS Kabupaten Bogor (a), 2011). Lokasi usahatani jamur tiram putih, menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2011) ada sembilan petani yang membudidayakan jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Lokasi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dapat dilihat secara rinci pada Tabel 10. Tabel 10. Alamat Usahatani Jamur Tiram Putih dan Wilayah Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua Tahun 2011 No Nama Alamat Kapasitas Produksi (ton) Pemasaran 1 Taufik Jogjogan Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi 2 Bakar Kopo Bogor 3 Upan Kopo Bogor 4 Dili Kopo Bogor 5 Saragih Kopo Bogor 6 Husen Kopo Bogor Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011 Berdasarkan Tabel 10, ada enam petani jamur tiram putih yang lokasi usahataninya berada di Kecamatan Cisarua yang tersebar di dua desa yaitu Desa Kopo dan Desa Jogjogan. Sebanyak 87% lokasi usahatani jamur tiram putih berada di Desa Kopo dengan total produksi ton/bulan dan 13% lokasi usahatani berada di Desa Jogjogan dengan total produksi ton/bulan. Hasil produksi jamur tiram putih Desa Kopo dipasarkan ke daerah Bogor sedangkan hasil produksi jamur tiram putih yang berasal dari Desa Jogjogan tidak hanya di pasarkan ke wilayah Bogor saja, wilayah pemasaran sampai ke Jakarta, Tangerang dan Bekasi. 49

66 5.1.2 Kecamatan Megamendung Kecamatan Megamendung merupakan salah satu kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Secara administratif Kecamatan Megamendung terdiri dari 11 desa yaitu Desa Sukaresmi, Desa Sukagalih, Desa Kuta, Desa Sukakarya, Desa Sukamanah, Desa Sukamaju, Desa Sukamahi, Desa Gadog, Desa Cipayung, Desa Cipayung Girang dan Desa Megamendung. Sebelas desa di Kecamatan Megamendung terbagi lagi menjadi 27 dusun, 56 Rukun Warga (RW) dan 258 Rukun Tetangga (RT). Kecamatan Megamendung di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, di sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Kecamatan Ciawi dan di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cisarua (BPS Kabupaten Bogor (b), 2011) Keadaan Geografis Kecamatan Megamendung Kecamatan Megamendung memiliki luas sebesar Ha. Topografi Kecamatan Megamendung diklasifikasikan menjadi tiga yaitu wilayah dataran rendah, berbukit, bergunung dengan kemiringan 21. Ketinggian tempat dari permukaan laut berkisar antara m, dengan curah hujan rata-rata ml/tahun dan suhu udara antara C (BPS Kabupaten Bogor (b), 2011). Kecamatan Megamendung merupakan kecamatan yang memiliki wilayah agraris. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya luas lahan yang ada di Kecamatan Megamendung yang digunakan untuk mengusahakan pertanian. Luas lahan menurut penggunanya dapat dilihat secara rinci pada Tabel

67 Tabel 11. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Megamendung Tahun 2010 (ha) No Desa Sawah Perumahan& Kubu Ladang Pekarangan ran Lainnya Jumlah 1 Sukaresmi Sukagalih Kuta Sukakarya Sukamanah Sukamaju Sukamahi Gadog Cipayung Cipayung Girang Megamandung Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Bogor (b), 2011 Berdasarkan Tabel 11 luas wilayah yang digunakan untuk usaha pertanian terdiri dari sawah seluas ha, ladang seluas ha. Sisanya digunakan untuk pekarangan dan perumahan seluas ha, pemakaman dan lahan yang sementara tidak diusahakan seluas ha. Lokasi Kecamatan Megamendung yang berada pada wilayah pegunungan dan beriklim sejuk serta akses jalan yang mudah dari kota-kota lain, membuat kawasan ini menjadi kawasan objek wisata yang paling sering dikunjungi oleh masyarakat tiap akhir minggu (BPS Kabupaten Bogor (b), 2011). Kawasan ini cocok untuk mengusahakan komoditi pertanian yang membutuhkan lingkungan bersuhu rendah termasuk jamur tiram putih. Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012), suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan badan buah sebaiknya tidak lebih dari 25 C. Komoditi pertanian yang banyak ditanam oleh penduduk di wilayah Megamendung adalah komoditi tanaman pangan dan sayuran. Tanaman pangan yang banyak ditanam adalah padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu dan kacang tanah, sedangkan tanaman sayuran yang banyak ditanam adalah wortel, daun bawang, 51

68 sawi, kubis, cabai, jamur dan kedelai edamame. Di Desa Cipayung terdapat budidaya jamur tiram putih terbesar di Kecamatan Megamendung (BPS Kabupaten Bogor (b), 2011) Keadaan Demografis Kecamatan Megamendung Jumlah penduduk Kecamatan Megamendung pada tahun 2010 sebanyak orang, terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan, yang tersebar di sebelas desa dengan kepadatan penduduk juta/km 2. Jumlah penduduk terbesar sebanyak orang orang laki-laki dan orang perempuan yang bertempat tinggal di Desa Cipayung, dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2. Jumlah penduduk di Kecamatan Megamendung dapat dilihat secara rinci pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Penduduk, Luas Desa dan Kepadatannya di Kecamatan Megamendung Tahun 2010 No Desa Jumlah Penduduk Kepadatan Jiwa Luas (ha) (Jiwa) /Km 2 1 Sukaresmi Sukagalih Kuta Sukakarya Sukamanah Sukamaju Sukamahi Gadog Cipayung Cipayung Girang Megamandung Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Bogor (b), 2011 Berdasarkan Tabel 12, penduduk terbanyak di Kecamatan Megamendung bermukim di Desa Cipayung yang merupakan salah satu desa penghasil jamur tiram putih. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebanyak orang yang terdiri dari petani pemilik tanah sebanyak orang, petani penggarap tanah sebanyak orang dan buruh tani sebanyak orang, sedangkan 52

69 penduduk yang bekerja disektor perdagangan sebanyak orang (BPS Kabupaten Bogor (b), 2011). Jumlah petani jamur tiram putih di Kecamatan Megamendung lebih sedikit dibandingkan dengan Kecamatan Cisarua. Sebaran lokasi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Megamendung dapat dilihat secara rinci pada Tabel 13. Tabel 13. Alamat Usahatani Jamur Tiram Putih dan Wilayah Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Megamendung Tahun 2011 No Nama Alamat Kapasitas Produksi (ton) Pemasaran 1 Edi N Cipayung Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi 2 Nurdin Cihangawar Bogor 3 BSM Megamendung Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011 Berdasarkan Tabel 13, bahwa lokasi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Megamendung tersebar di tiga desa yaitu Desa Cipayung, Suka Karya dan Megamendung. Total produksi jamur tiram putih Kecamatan Cisarua, yaitu 900 ton/bulan, meskipun jumlah petani jamur tiram putih di Kecamatan Megamendung sebanyak tiga orang dan petani di Kecamatan Cisarua sebanyak enam orang namun total produksi jamur tiram putih segar Kecamatan Megamendung lebih besar, yaitu sebesar 510 ton dari pada Kecamatan Cisarua. 5.2 Gambaran Umum Usahatani Jamur Tiram Putih Usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung sudah berkembang sejak tahun Salah satu pelopor budidaya jamur tiram putih yaitu almarhum Bapak Badri Ismaya yaitu ketua Kelompok Tani Kaliwungu Kalimuncang yang berada di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua. Pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi mengenai manfaat jamur tiram putih, membuat permintaan jamur tiram putih semakin tinggi. Hal ini telah 53

70 mendorong para petani untuk mencoba berusahatani jamur tiram putih. Hasil produksi jamur tiram putih di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Daerah Penghasil Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor Tahun (ton) No Kecamatan Cigudeg Nanggung Leuwiliang Cibungbulang Pamijahan Luwisadeng Tenjolay Ciseeng Kemang Rancabungur Dramaga Ciomas Tamansari Caringin Cijeruk Ciawi Megamendung Cisarua Sukaraja Citeureup Babakan Madang Cibinong Cigombong Gunung Putri TOTAL Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011 Berdasarkan Tabel 14, Kecamatan Cisarua menempati peringkat pertama sebagai penghasil jamur tiram putih di Kabupaten Bogor dengan jumlah produksi sebesar 540 ton. Hasil produksi jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua pada tahun 2009 sebesar 200 ton dan tahun 2010 produksi jamur tiram putih Kecamatan Megamendung lebih banyak dari pada Kecamatan Cisarua dengan selisih produksi sebesar 265 ton. Sejak tahun1998, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor mulai mengutamakan program-program pertanian untuk komoditi jamur tiram putih seperti aplikasi teknologi dan penyuluhan mengenai tata cara budidaya jamur tiram putih. Bertambahnya pengalaman serta belajar dari kegagalan, para petani 54

71 mulai menemukan teknik budidaya yang tepat dan berhasil meningkatkan produksi jamur tiram putih. Keberhasilan petani dalam budidaya jamur tiram di Kecamatan Cisarua, membuat banyak petani berdatangan ke kawasan ini untuk belajar budidaya jamur tiram putih. Berdasarkan Pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai skala usaha yang didasarkan pada kekayaan yang dimiliki (tidak termasuk tanah dan bangunan) dan hasil penjualan. Usahatani non plasma A berdasarkan kekayaan yang dimiliki (tidak termasuk tanah dan bangunan) termasuk dalam skala usaha kecil dengan kekayaan sebesar Rp Usahatani non plasma A berdasarkan hasil penjualan termasuk kedalam skala usaha menengah dengan hasil penjualan bibit jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar sebesar Rp /tahun Usahatani non plasma B berdasarkan kekayaan yang dimiliki (tidak termasuk tanah dan bangunan) termasuk dalam skala usaha kecil dengan kekayaan sebesar Rp , rincian kekayaan usahatani non plasma B dapat dilihat pada Lampiran 2. Usahatani non plasma B berdasarkan hasil penjualan termasuk kedalam skala usaha kecil dengan besar penjualan jamur tiram putih segar sebesar Rp /tahun. Usahatani plasma berdasarkan kekayaan yang dimiliki (tidak termasuk tanah dan bangunan) termasuk dalam skala usaha kecil dengan kekayaan sebesar Rp , rincian kekayaan usahatani plasma dapat dilihat pada Lampiran 3. Usahatani plasma berdasarkan hasil penjualan termasuk kedalam skala usaha kecil dengan hasil penjualan jamur tiram putih segar sebesar Rp /tahun. 55

72 5.2.1 Usahatani Non Plasma A Usahatani non plasma A adalah usahatani jamur tiram putih yang membuat bag log dan bibit jamur tiram putih. Tahap usahataninya dimulai dari tahap pembuatan bibit, pembuatan bag log, pemeliharaan sampai masa panen. Usahatani jamur tiram putih non plasma A di Kecamatan Cisarua dan Megamendung berjumlah dua unit. Pembuatan bibit terdiri dari tiga tahap yang memerlukan waktu satu bulan sampai bibit siap dipakai. Setiap tahapan pembuatan bibit tidak dapat berjalan dengan sempurna. Tingkat kegagalan dalam pembuatan bibit sebesar 10% untuk setiap tahapan pemecahan bibit mulai dari biang sampai dengan tahap pembuatan bibit. Tahap pertama pembuatan bibit jamur tiram putih yaitu petani membuat biang, pembuatan biang murni sebanyak 100 botol. Tahap kedua adalah pemecahan biang murni. Satu botol biang murni yang sudah dibuat dapat dipecah menjadi 35 botol. Tahap ketiga dimana satu botol biang murni yang sudah di pecah dapat di pecah kembali menjadi 10 botol. Hasil bersih dari tiga tahap pembuatan bibit sebanyak botol Usahatani Non Plasma B Usahatani non plasma B adalah usahatani jamur tiram putih yang membuat bag log namun tidak membuat bibit. Tahap usahataninya dimulai dari tahap pembuatan bag log, pemeliharaan sampai pada tahap panen. Usahatani jamur tiram putih non plasma B di Kecamatan Cisarua dan Megamendung berjumlah sebelas unit. Terdapat dua petani non plasma B yang tergabung dalam kelompok tani, kelompok tani tersebut adalah Kelompok Tani Cijulang Asri yang berada di 56

73 Kecamatan Cisarua dan Kelompok Wanita Tani Asri yang berada di Kecamatan Megamendung. 1. Kelompok Tani Cijulang Asri Kelompok Tani Cijulang Asri berdiri pada 15 Februari 2006 dan dikukuhkan pada 24 Maret 2000 dengan ketua Bapak Zaenal Arifin. Lokasi Kelompok Tani Cijulang Asri, Dusun Cijulang RT 03 RW 05 Desa Kopo, Kecamatan Cisarua. Jumlah anggota kelompok tani sebanyak 25 orang, luas lahan anggota kelompok tani seluas 23 ha yang terdiri dari 11 ha sawah dan 12 ha daratan. Kelompok Tani Cijulang Asri bergerak pada banyak sektor usahatani, diantaranya yaitu: (1) budidaya jamur tiram putih, (2) pengembangan ternak kambing sebanyak 15 ekor dilakukan oleh anggota kelompok tani di kandang milik anggota kelompok tani, (3) produksi pupuk kadang dan kompos dan (4) membuat pembibitan tanaman keras dan buah-buahan. Budidaya jamur tiram putih hanya dilakukan oleh satu orang anggota saja yaitu Bapak Basir. Usahatani jamur tiram putih yang dilakukan oleh Bapak Basir mendapat bantuan dana dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor yang berupa alat-alat untuk produksi bag log dan bahan-bahan untuk membuat bag log. Kumbung yang dimilikinya mempunyai kapasitas bag log log. 2. Kelompok Wanita Tani Asri Kelompok Wanita Tani Asri (KWT Asri) berdiri pada 20 April 2008 dengan ketua Ibu Fatimah. Lokasi KWT Asri di Dusun Cikopo Selatan Kampung Jawa RT 01 RW 03, Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung. KWT Asri mempunyai sebelas orang anggota, di KTW Asri tidak hanya melakukan kegiatan 57

74 di sektor pertanian saja tetapi juga kegiatan pembuatan makanan ringan. Kegiatan KWT Asri dalam sektor pertanian yaitu: (1) budidaya jamur tiram putih, (2) pemanfaatan lahan pekarangan untuk tanaman toga, (3) penyedia sarana produksi pertanian dan di sektor lainnya seperti: (1) pembuatan molen mini, (2) kacang upet dan sale pisang. Di KWT Asri usahatani jamur tiram putih hanya dilakukan oleh satu anggota saja yaitu Ibu Fatimah. Teknik budidaya jamur tiram putih diperoleh Ibu Fatimah dari mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat karena tertarik untuk mengembangkan usahatani jamur tiram putih, selanjutnya Ibu Fatimah mengajukan dana bantuan kepada dinas terkait untuk mengembangkan jamur tiram putih di desanya dan pengajuan dana tersebut mendapat respon positif. Bantuan dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat berupa material untuk pembuatan kumbung jamur, peralatan produksi bag log yaitu drum, kompor semawar, cangkul, sekop, lampu bunsen dan lainya serta bahanbahan untuk pembuatan bag log Usahatani Plasma Usahatani plasma adalah usahatani jamur tiram putih yang tidak membuat bag log melainkan membeli dari para pembuat bag log. Tahap usahatani yang dilakukan hanya tahap pemeliharaan sampai masa panen. Usahatani jamur tiram putih plasma di Kecamatan Cisarua dan Megamendung berjumlah delapan unit. 5.3 Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 20 responden dan merupakan populasi dari usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Petani yang menjadi responden adalah petani yang melakukan 58

75 usahatani jamur tiram putih sebagai usaha sampingan maupun sebagai usaha pokok. Karakteristik petani dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan karakteristik geografis usahatani dan karakteristik demografis petani Karakteristik Geografis Usahatani Jamur Tiram Putih Karakteristik geografis usahatani terdiri dari: daerah usahatani dan lama usahatani. Jumlah petani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua pada tahun 2011 sebanyak enam orang, berdasarkan pengamatan di lapang jumlah petani jamur tiram putih di Kecamata Cisarua pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 53.85% menjadi tiga belas orang. Peningkatan jumlah petani jamur tiram putih juga terjadi di Kecamatan Megamendung. Tahun 2011 jumlah petani sebanyak tiga orang, dan tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah petani sebesar 62.50% yaitu menjadi delapan orang. Lokasi usahatani non plasma A tersebar rata di dua kecamatan. Lokasi usahatani non plasma B terbanyak di Desa Kopo, Kecamatan Cisarua. Hal ini terjadi karena di Desa Kopo memiliki kelompok tani yang sering mendapat pelatihan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Lama usahatani non plasma A rata-rata diatas sepuluh bulan, sedangkan usahatani non plasma B lama usahatani terbanyak yaitu tiga sampai tiga belas bulan dan usahatani plasma satu sampai tiga bulan. Hal ini menunjukkan banyak petani jamur tiram putih baru memulai usahataninya dan masih baru mengetahui teknik-teknik budidaya jamur tiram, disamping itu usahatani jamur tiram putih di daerah penelitian masih dalam tahap perkembangan. 59

76 5.3.2 Karakteristik Demografis Usahatani Jamur Tiram Putih Karakteristik demografis terdiri dari: usia, tingkat pendidikan dan sertaan pelatihan. Karakteristik demografis usahatani dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Karakteristik Demografis Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Karakteristik Usahatani Non Plasma A Usahatani Non Plasma B (%) Usahatani Plasma 1 Usia < 30 tahun tahun > 50 tahun Tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Perguruan Tinggi Keikut sertaan pelatihan Mengikuti Tidak mengikuti Sumber: Data primer (diolah), 2012 Rata-rata usia petani ada pada kisaran usia kurang produktif sehingga kondisi fisik petani sudah tidak cukup kuat untuk mengelola seluruh usahatani jamur tiram putih atau melakukan langsung proses produksi. Oleh karena itu, hampir semua petani responden merupakan petani yang memperkerjakan orang lain untuk mengelola usahatani jamur tiram putih. Seluruh petani responden pernah mengikuti pendidikan formal. Tingkat pendidikan petani jamur tiram putih pada umumnya tergolong tinggi, petani sebagian besar menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi kemampuan petani dalam menyerap informasi mengenai teknik budidaya dan teknologi yang digunakan dalam usahatani jamur tiram putih. Selain memiliki pendidikan tinggi petani jamur tiram putih juga harus memiliki keterampilan dalam membudidayakan jamur tiram putih. Keterampilan ini dapat diperoleh dengan 60

77 mengikuti pelatihan. Semua petani non plasma A mengikuti pelatihan, sedangkan petani non plasma B yang mengikuti pelatihan sebanyak 25% dan petani plasma sebanyak 14%. Hal ini menunjukkan bahwa petani non plasma A lebih antusias dalam mencari informasi dan keterampilan mengenai budidaya jamur tiram putih. 61

78 VI. ANALISIS PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG 6.1 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Pendapatan pada usahatani jamur tiram putih merupakan manfaat langsung dari usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Pendapatan usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung dibedakan menjadi tiga, hal ini sesuai dengan jenis usahatani yang dilakukan yaitu: (1) pendapatan usahatani jamur tiram putih non plasma A, (2) pendapatan usahatani jamur tiram putih non plasma B dan (3) pendapatan usahatani jamur tiram putih plasma. Perhitungan pendapatan rata-rata usahatani jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Perhitungan Pendapatan Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Uraian Usahatani Non Plasma A Usahatani Non Plasma B Usahatani Plasma Penerimaan (ribu rupiah) Biaya tunai (ribu rupiah) Biaya non tunai (ribu rupiah) Total biaya (ribu rupiah) Pendapatan atas biaya tunai (ribu rupiah) Pendapatan atas biaya total (ribu rupiah) R/C (atas biaya tunai) R/C (atas biaya total) Sumber: Data primer (diolah), 2012 Biaya yang dikeluarkan dalam usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung terdiri dari dua komponen yaitu biaya tunai dan biaya non tunai. Total biaya rata-rata dari ketiga jenis usahatani yang ada, usahatani non plasma A memiliki biaya total terbesar, yaitu sebesar Rp /tahun. Hal ini terjadi karena petani non plasma dalam menjalankan usahanya membeli lahan, peralatan untuk memproduksi bibit, bag log dan growing, selain itu bag log yang

79 diproduksi oleh usahatani non plasma A lebih banyak daripada yang diproduksi oleh usahatani non plasma B dan bag log yang dibeli oleh petani plasma, yaitu sebanyak log/hari. Usahatani non plasma A juga mengeluarkan biaya untuk pembuatan bibit. Rincian biaya pada usahatani non plasma A dapat dilihat pada Lampiran 4. Biaya total yang dikeluarkan oleh usahatani non plasma B tidak sebesar yang dikeluarkan oleh usahatani non plasma A karena pada usahatani non plasma B tidak mengeluarkan biaya untuk membeli peralatan pembuatan bibit dan lahan, selain itu bag log yang diproduksi oleh usahatan non plasma B tidak sebanyak petani non plasma A, yaitu sebanyak 900 log/hari. Rincian biaya pada usahatani non plasma B dapat dilihat pada Lampiran 5. Usahatani plasma dari ketiga jenis usahatani yang ada memiliki biaya total terkecil karena pada usahatani plasma peralatan yang dibeli adalah untuk growing dan petani tidak membeli lahan untuk melakukan usahataninya. Rincian biaya pada usahatani plasma dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari ketiga jenis usahatani yang ada, usahatani non plasma A memiliki pendapatan rata-rata atas biaya tunai, pendapatan rata-rata atas biaya total, R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total terbesar. Usahatani plasma memperoleh pendapatan atas biaya total negatif dan R/C atas biaya total kurang dari satu, hal ini berarti bahwa petani plasma mengalami kerugian sebesar Rp /tahun. Kerugian yang dialami usahatani plasma disebabkan karena petani plasma membeli bag log yang sudah jadi, harga bag log yang sudah jadi lebih mahal dari pada bag log yang diproduksi sendiri oleh petani non plasma A disamping harga bag log yang mahal petani plasma mengisi kumbungnya hanya 63

80 satu tahun tiga kali tidak seperti usahatani yang membuat bag log yang dapat mengisi kumbung setiap hari sehingga bag log yang sudah tidak produktif dapat diganti dengan bag log yang baru. Hasil analisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung secara rinci dapat dilihat pada Lampiran Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Analisis penyerapan tenaga kerja dilakukan untuk mengetahui manfaat langsung dari adanya usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Analisis yang dilakukan adalah dengan pendekatan Hari Orang Kerja (HOK). Petani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung dalam melaksanakan usahataninya menggunakan Tenaga Kerja Laki-laki (TKL) dan Tenaga Kerja Perempuan (TKP). Pembayaran gaji tenaga kerja pada usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung dilakukan secara bulanan. Rincian penggunaan tenaga kerja pada usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Aktivitas Usahatani Usahatani Non Plasma A Usahatani Non Plasma B (HOK) Usahatani Plasma Pembuatan bibit (TKL) Pengadukan dan sterilisasi (TKL) Pengemasan Bag log (TKP) Inokulasi (TKP) Inkubasi dan perawatan (TKL) Pemanenan dan pemeliharaan kumbung (TKP) Teknisi (TKL) Jumlah TKP Jumlah TKL Jumlah Sumber: Data primer (diolah),

81 Adanya usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung berpengaruh terhadap peningkatan penggunaan tenaga kerja, sebelum adanya usahatani jamur tiram putih tidak ada penyerapan tenaga kerja di sektor usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Adanya usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung berpengaruh terhadap peningkatan penggunaan Tenaga Kerja Perempuan (TKP) dan Tenaga Kerja Laki-laki (TKL). Sebelum adanya usahatani jamur tiram putih tidak ada penyerapan tenaga kerja di sektor usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Usahatani non plasma A memiki tingkat penyerapan tenaga kerja terbesar baik Tenaga Kerja Perempuan (TKP) maupun Tenaga Kerja Laki-laki (TKL), yaitu Tega Kerja Perempuan (TKP) sebesar HOK dan Tenaga Kerja Lakilaki (TKL) sebesar HOK. Tingkat penyerapan tenaga kerja terbesar pada usahatani non plasma A disebabkan usahatani non plasma A memiliki banyak kegiatan usahatani yang harus dikerjakan, yaitu pembuatan bibit, pembuatan bag log dan growing, selain itu bag log yang di produksi lebih banyak jika dibandingkan dengan usahatani jamur tiram putih yang lainnya. Tenaga kerja yang digunakan pada usahatani plasma hanya Tenaga Kerja Perempuan (TKP), yaitu sebesar HOK. Hal ini terjadi karena pada usahatani plasma kegiatan usahatani yang dilakukan hanya growing, dalam melaksanakan growing tenaga kerja yang diperlukan hanya Tenaga Kerja Perempuan (TKP). 65

82 VII. ANALISIS EKONOMI USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG Analisis ekonomi dalam penelitian ini dilihat dari dua aspek yaitu aspek usahatani jamur tiram putih dan aspek kelayakan usahatani jamur tiram putih. Analisis aspek usahatani yang dilakukan mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek ekonomi dan sosial serta aspek lingkungan. 7.1 Aspek Usahatani Jamur Tiram Putih Aspek Pasar Tersedianya pasar yang baik dalam menyerap jamur tiram putih segar dan bibit jamur tiram putih yang dihasilkan oleh usahatani jamur tiram putih, maka usahatani tersebut dapat berkembang dengan baik. Berikut ini adalah analisis lebih lanjut mengenai komponen-komponen dari aspek pasar Potensi Pasar (Permintaan dan Penawaran) Terdapat dua jenis permintaan yang terjadi pada usahatani jamur putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung, yaitu permintaan bibit jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar. Pasar jamur tiram putih segar yang menjadi sasaran dari usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung adalah pasar di Bogor, Jakarta, Depok, Bekasi dan Tangerang dan pemasaran bibit hanya di sekitar Kecamatan Cisarua dan Megamendung Bauran Pemasaran (a) Produk Usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung menghasilkan output berupa bibit jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar. Bibit yang dihasilkan usahatani non plasma A sebanyak botol/tahun, dimana botol/tahun dijual dan botol/tahun digunakan untuk

83 budidaya sendiri. Jamur tiram putih segar yang dihasilkan oleh usahatani non plasma A, usahatani non plasma B dan usahatani plasma sebesar kg/tahun. (b) Harga Harga jamur tiram putih segar yang diterima oleh usahatani non plasma A, usahatani non plasma B dan usahatani plasma di Kecamatan Cisarua dan Megamendung sebesar Rp /kg dengan sistem jamur diambil ditempat oleh para pedagang pengepul. Harga bibit jamur tiram putih yang dihasilkan oleh usahatani non plasma A sebesar Rp /botol dengan sistem diambil ditempat juga oleh para pembeli. (c) Tempat (Saluran Distribusi) Output yang dihasilkan dalam usahatani non plasma A berupa bibit jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar. Output yang dihasilkan dalam usahatani non plasma B dan usahatani plasma berupa jamur tiram putih segar. Saluran distribusi pemasaran bibit jamur tiram putih dari usahatani non plasma A kepada para konsumen di Kecamatan Cisarua dan Megamendung dapat dilihat pada Gambar 2. Usahatani non plasma A di Kecamatan Cisarua dan Megamendung Konsumen bibit jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung Sumber: Data primer (diolah), 2012 Gambar 2. Saluran Distribusi Pemasaran Bibit Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Pemasaran jamur tiram putih segar berbeda dengan pemasaran bibit jamur tiram putih dimana usahatani non plasma A, usahatani non plasma B dan usahatani plasma tidak menjual langsung jamur tiram putih segar kepada 67

84 konsumen akhir melainkan melalui pedagang pengepul. Saluran distribusi pemasaran jamur tiram putih segar dari usahatani non plasma A, usahatani non plasma B dan usahatani plasma di Kecamatan Cisarua dan Megamendung kepada konsumen dapat dilihat pada Gambar 3. Usahatani non plasma A, usahatani non plasma B dan usahatani plasma Pedagang pengepul Pedagang pengecer 1 1 Konsumen akhir Sumber: Data primer (diolah), 2012 Pedagang pengecer 2 2 Gambar 3. Saluran Distribusi Pemasaran Jamur Tiram Putih Segar di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Saluran pertama, jamur tiram putih segar yang dihasilkan dijual ke pedagang pengepul. Selanjutnya pedagang pengepul menjual jamur tiram putih segar tersebut ke pedagang pengecer pertama yang berjualan di Pasar Cisarua, Bogor, Jakarta, Depok, Bekasi dan Tangerang, dari pedagang pengecer ini kemudian sampai di konsumen akhir. Saluran kedua, petani tetap menjual kepada pedagang pengepul dan pedagang pengepul menjualnya kepada pedagang pengecer pertama. Pedagang pengecer pertama kemudian menjual ke pedagang pengecer kedua seperti pedagang di Pasar Pondok Gede dan Pasar Jatinegara, dari pedagang pengecer kedua kemudian sampai kepada konsumen akhir. (d) Promosi Usahatani non plasma A mempromosikan bibit jamur tiram putih yang dihasilkan dengan cara memberikan contoh bibit jamur tiram putih yang dihasilkan kepada petani jamur tiram putih yang lain. Promosi jamur tiram putih segar yang dilakukan oleh petani non plasma A, petani non plasma B dan petani 68

85 plasma sama halnya dengan mempromosikan bibit jamur tiram putih yaitu dengan cara memberikan contoh jamur tiram putih segar yang dihasilkan kepada konsumen atau pasar. Hal ini dilakukan agar para konsumen dan pasar dapat mengetahui kualitas dari bibit jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar. Promosi dengan cara memberikan contoh bibit dan jamur tiram putih segar dikakukan oleh para petani rata-rata satu bulan ketika usahatani mulai menghasilkan output. Setelah berlangsung satu bulan melakukan promosi dengan memberikan contoh dan para konsumen mengetahui kualitas dari output yang dihasilkan oleh usahatani yang ada maka promosi dilakukan dengan cara word of mouth karena beberapa pasar sudah mengetahui kualitas yang baik dari bibit jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani non plasma A dan jamur tiram putih segar dari petani non plasma A, petani non plasma B dan petani plasma. Berdasarkan aspek pasar maka usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung layak untuk dijalankan Aspek Teknis Aspek teknis dalam usahatani jamur tiram putih yang dikaji berkaitan dengan pemilihan lokasi usahatani jamur tiram putih, pemilih jenis teknologi dan peralatan, proses produksi dan tata letak usahatani jamur tiram putih. Berikut ini adalah analisis lebih lanjut mengenai komponen-komponen dari aspek teknis Pemilihan Lokasi Usahatani Jamur Tiram Putih Petani jamur tiram putih baik petani non plasma A, petani non plasma B dan petani plasma memilih Kecamatan Cisarua dan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai tempat untuk melakukan usahataninya berdasarkan kondisi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan jamur tiram putih, 69

86 ketersediaan bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, letak pasar yang dituju, dan ketersediaan sarana prasarana serta fasilitas transportasi. (a) Kondisi Lingkungan Pembuatan Bag log Usahatani non plasma A, Usahatani non plasma B dan Usahatani plasma yang ada di Kecamatan Cisarua dan Megamendung terletak pada ketinggian dan suhu yang sama yaitu m dari permukaan laut. Suhu rata-rata di Kecamatan Cisarua dan Megamendung yaitu C. Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012), suhu yang baik saat jamur tiram putih membentuk miselium atau pada masa inkubasi adalah berkisar antara C, sedangkan suhu pada pembentukan buah berkisar antara C. Hal ini memperlihatkan bahwa Kecamatan Cisarua dan Megamendung baik dan cocok untuk pertumbuhan jamur tiram putih. (b) Ketersediaan Bahan Baku Dalam pembuatan bag log bahan yang digunakan oleh usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B terbagi menjadi dua yaitu bahan utama dan bahan pelengkap. Bahan utama terdiri dari: serbuk gergaji, dedak, kapur, plastik bag log dan bibit jamur tiram putih, sedangkan bahan pelengkap terdiri dari: tepung jagung, tepung tapioka, gula bubuk, biji jagung pecah, urea dan TSP. Penambahan bahan-bahan pelengkap dilakukan oleh petani dengan tujuan agar hasil produksi jamur tiram putih dapat meningkat, namun masih ada tiga usahatani yang terdiri dari satu unit usahatani non plasma A dan dua unit usahatani non plasma B menggunakan urea. Empat unit usahatani non plasma B menggunakan TPS sebagai bahan pelengkap pembuatan bag log. Hal ini menyebabkan jamur tiram putih menjadi bahan pangan anorganik, serta jamur tiram putih cepat layu 70

87 dan menguning setelah di panen. Sebenarnya penggunaan urea dan TSP sebagai bahan pelengkap bag log pada tahun 2001 sudah dilarang oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor karena Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor ingin mewujudkan jamur tiram putih sebagai bahan pangan organik (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten, 2012). Ketersediaan bahan baku perlu diperhatikan agar kelancaran produksi dapat terjamin. Bahan baku dibeli oleh para petani non plasma A dan petani non plasma B dari pemasok dan dari penjual langsung yang berada di daerah Sukabumi, Cianjur, Bogor, Leuwiliang, Leuwisadeng dan sekitar Cisarua serta Megamendung. Petani plasma membeli bag log jadi dari pembuat bag log yang berada di daerah Gadok, Ciawi. Serbuk gergaji adalah salah satu bahan yang harus diperhatikan kualitasnya oleh petani non plasma A dan petani non plasma B karena bahan ini merupakan produk sisa penggergajian kayu. Hasil sisa penggergajian kayu yang digunakan petani pada umumnya sudah tercampur bahan-bahan kimia lain atau tercampur pasir-pasir sehingga kualitas dari serbuk gergaji itu sendiri menjadi rendah. Serbuk gergaji di Kecamatan Cisarua dan Megamendung sulit didapatkan maka petani membeli serbuk gergaji dari pemasok dan melakukan kerjasama dengan pengusaha penggergajian dari daerah Sukabumi dan Cianjur Selatan serta Leuwiliang dan Leuwisadeng. Terdapat empat orang petani yang terdiri dari dua petani non plasma A dan dua petani non plasma B melakukan inisiatif dengan melakukan kerjasama dengan pengusaha penggergajian agar mendapatkan kualitas serbuk gergaji terjamin kualitasnya. 71

88 Petani memilih membeli ke pemasok dan melakukan inisiatif kerja sama dengan perusahaan penggergajian karena pemasok tidak dapat memenuhi permintaan, di samping itu kualitas serbuk gergaji dari pemasok tidak dapat diketahui secara pasti, berbeda halnya dengan membeli langsung kepada perusahaan gergaji. Namun masih banyak petani di Kecamatan Cisarua dan Megamendung kurang memperhatikan kualitas serbuk gergaji karena kurangnya informasi. Bahan baku berupa dedak diperoleh petani non plasma A dan petani non plasma B dari pemasok dari daerah Cianjur. Bibit diperoleh langsung dari penjual bibit dan petani non plasma A yang berada di daerah Cisarua dan Cianjur. Bahan baku lainnya seperti kapur, bibit jagung, karet dan plastik diperoleh dari pasar di Cisarua, Megamendung dan Bogor. Bahan baku yang digunakan oleh petani jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Kebutuhan Bahan Baku Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung No Jenis Bahan Baku Kebutuhan Satu Bulan Asal Bahan Baku 1 Serbuk gergaji (ton) Cianjur Selatan,Sukabumi, Luwiliang dan Luwisadeng 2 Dedak (ton) Cianjur 3 Kapur (ton) 3.42 Cisarua, Megamendung dan Bogor Bibit jamur tiram putih (botol) Cisarua dan Cianjur 5 Plastik bag log (ton) 0.69 Cisarua, Megamendung dan Bogor Sumber: Data primer (diolah), 2012 (c) Ketersediaan Tenaga Kerja Lokasi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung merupakan lokasi yang memiliki jumlah ketersediaan tenaga kerja cukup banyak. Rata-rata ada 15 orang tenaga kerja perempuan dan 15 orang tenaga kerja laki-laki yang saat ini bekerja pada usahatani non plasma A, pada 72

89 usahatani non plasma B rata-rata ada dua orang tenaga kerja perempuan dan lima orang tenaga kerja laki-laki. Rata-rata tenaga kerja perempuan pada usahatani plasma ada satu orang. Tenaga kerja perempuan melakukan pekerjaan seperti inokulasi, pemanenan, pasca panen dan perawatan kumbung sedangkan tenaga kerja lakilaki melakukan pekerjaan seperti pengadukan, sterilisasi, inkubasi dan perawatan jamur tiram putih. Tenaga kerja tidak diharuskan memiliki keterampilan atau keahlian khusus dalam melakukan budidaya jamur tiram putih, tetapi memiliki keinginan untuk belajar dan bekerja serta disiplin dalam bekerja. Petani akan memberi pelatihan kepada tenaga kerjanya sebelum mereka bekerja. Tenaga kerja berasal dari wilayah sekitar lokasi usahatani jamur tiram putih. Hal ini dapat mengurangi angka pengangguran di lokasi usahatani jamur tiram putih Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan Pemilihan teknologi dan peralatan produksi pada usahatani jamur tiram putih baik petani non plasma A, petani non plasma B dan petani plasma di Kecamatan Cisarua dan Megamendung masih sederhana. Proses pembuatan bibit yang dilakukan oleh petani non plasma A menggunakan peralatan seperti presto, panci, gelas ukur dan lainnya. Proses pengadukan bag log dan pengemasan bag log yang dilakukan oleh petani non plasma A dan petani non plasma B menggunakan peralatan seperti sekop, cangkul, ayakan dan timbangan. Proses sterilisasi atau pengukusan terdapat dua macam alat yang digunakan petani untuk merebus bag log. Alat tersebut yaitu drum dan autoklaf. Sebanyak lima petani non plasma B menggunakan drum yang dilengkapi dengan tungku perapian semawar untuk melakukan proses sterilisasi bag log. Tujuannya 73

90 adalah menekan biaya yang dikeluarkan untuk membeli peralatan karena keterbatasan modal yang dimiliki. Hal ini karena harga autoklaf berkisar antara Rp /unit sampai Rp /unit. Terdapat delapan petani yang terdiri dari dua petani non plasma A dan enam petani non plasma B yang menggunakan autoklaf dalam proses sterilisasi. Penggunaan drum pada saat sterilisasi memiliki kelemahan, yaitu dalam hal keterbatasan kapasitas pematangan bag log. Apabila petani menggunakan gas yang berkapasitas 3 kg maka dilakukan penggantian sebanyak dua tabung pada proses sterilisasi berlangsung, apabila menggunakan tabung gas yang berkapasitas 12 kg dilakukan penggantiaan sebanyak satu tabung. Waktu yang diperlukan untuk perebusan berdasarkan pada habisnya gas dan tanpa bisa diketahui suhu perebusan serta drum hanya memiliki kapasitas sebanyak bag log. Sterilisasi menggunakan autoklaf dilakukan sampai suhu mencapai 90 sampai 100 C. Kapasitas autoklaf sebanyak bag log dengan bahan bakar gas berkapasitas 3 kg dan 12 kg dengan suhu saat sterilisasi berlangsung dapat dilihat pada termometer yang dipasang pada autoklaf sehingga proses sterilisasi dengan autoklaf tidak berdasarkan pada habisnya gas. Proses inokulasi menggunakan peralatan seperti lampu bunsen, piset dan sendok spatula untuk memasukkan bibit dari botol ke bag log. Inkubasi, pemeliharaan dan pemanenan menggunakan cutter, keranjang, timbangan, termometer, selang dan spul selang. Termometer sebaiknya dipasang disetiap kumbung jamur dan ruang inkubasi agar suhu udara dapat terkontrol dengan baik, sehingga pertumbuhan miselium dan pertumbuhan jamur tiram putih menjadi lebih baik. 74

91 Tata Letak Usahatani Jamur Tiram Putih Usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung memiliki lokasi yang berbeda-beda baik petani non plasma A, petani non plasma B dan petani plasma yang tersebar di tujuh desa, empat desa terletak di Kecamatan Cisarua dan tiga desa terletak di Kecamatan Megamendung. Rata-rata luas lahan yang digunakan petani non plasma A seluas m 2, petani non plasma B seluas m 2 dan petani plasma seluas 440 m 2. Rumah produksi jamur atau kumbung jamur juga menjadi salah satu faktor penting dalam usahatani jamur tiram. Kumbung jamur dibuat dengan ukuran tertentu, disesuaikan dengan kapasitas dan biaya produksi usahatani yang mampu dibuat oleh petani. Semua kumbung milik petani dibuat menggunakan bahan bilik bambu yang di dalam setiap kumbung terdapat rak-rak tempat diletakkannya bag log. Rak-rak tersebut juga terbuat dari bambu yang besarnya disesuaikan dengan jumlah bag log yang akan dibuat oleh petani. Bangunan yang dimiliki oleh petani non plasma A yaitu bangunan permanen untuk pembuatan bibit dan bangunan semi permanen untuk kumbung yang terdiri dari ruangan pengadukan dan sterilisasi, ruangan inokulasi, ruang inkubasi dan ruangan untuk growing. Ruangan memiliki ukuran yang berbedabeda disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan petani. Bangunan pada petani non plasma B sama dengan petani non plasma A tetapi petani non plasma B tidak mempunyai bangunan permanen untuk pembuatan bibit. Hal ini disebabkan petani non plasma B tidak membuat bibit sendiri, disamping itu lahan yang digunakan untuk melakukan usahatani merupakan lahan sewa. Petani plasma hanya 75

92 mempunyai bangunan kumbung untuk growing saja sebab petani plasma tidak membuat bag log dan bibit sendiri. Berdasarkan analisis diatas maka secara teknis usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung layak untuk dijalankan karena pada setiap kriteria dari aspek teknis secara keseluruhan tidak terdapat kendala dan permasalahan yang dapat menghambat jalannya usahatani. Pemilihan lokasi, teknologi dan tata letak usahatani mampu menghasilkan output secara optimal Aspek Manajemen dan Hukum (a) Manajemen Aspek manajemen dalam penelitian ini mengkaji mengenai bentuk usahatani, pengadaan tenaga kerja, struktur organisasi dan jumlah tenaga kerja yang akan digunakan. Tenaga kerja yang bekerja di usahatani jamur tiram putih baik petani non plasma A, petani non plasma B dan petani plasma diperoleh melalui proses perekrutan yang sederhana yaitu dengan cara mencari masyarakat sekitar lokasi usahatani yang membutuhkan pekerjaan dan memiliki disiplin dalam bekerja. Struktur organisasi yang baku dan diskripsi yang jelas pada setiap jenis pekerjaan diperlukan dalam menjalankan usahataninya, agar usahatani yang dilakukan dapat berlangsung dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, namun tidak semua usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung memiliki struktur organisasi yang baku. Usahatani yang memiliki struktur organisasi yang baku berjumlah lima unit yang terdiri dari dua unit usahatani non plasma A dan tiga unit usahatani non plasma B, pada usahatani plasma tidak ada struktur organisasi yang baku karena kegiatan usahatani yang 76

93 dilakukan dan jumlah pekerja tidak sebanyak pada usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B. Struktur organisasi usahatani non plasma A terdiri dari pemilik, tenaga teknisi, tenaga pembuat bibit dan pekerja untuk produksi bag log, pekerja inokulasi dan inkubasi serta pekerja untuk budidaya, struktur organisasi usahatani non plasma A dapat dilihat pada Gambar 4. Petani non plasma A Pembuat Bibit Teknisi Bagian produksi bag log (pengadukan, sterilisasi dan pengemasan bag log) Sumber: Data primer (diolah), 2012 Bagian inokulasi dan inokulasi Bagian budidaya (Panen dan pasca panen) Gambar 4. Struktur Organisasi Usahatani Non Plasma A di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Berdasarkan Gambar 4 petani non plasma A memberi kepercayaaan kepada tenaga pembuat bibit dan tenaga teknis, namun kepercayaan tidak di berikan secara penuh sebab petani non plasma A juga ikut dalam proses pengelolaan usahatani yang dilakukan mulai dari pembibitan hingga budidaya. Semua kegiatan pembuatan bibit mulai pembuatan biang hingga menjadi bibit menjadi tanggung jawab tenaga pembuat bibit. Tenaga teknisi yang bekerja mengotrol dan bertanggungjawab dalam jalannya kegiatan usahatani mulai dari tahap pembuatan bag log sampai tahap pemanenan. Tenaga teknisi juga bertangguang jawab dalam komposisi campuran bahan baku pembuatan bag log dan bahan tambahan pembuatan bag log, sesuai dengan komposisi campuran yang dianjurkan oleh petani non plasma A. Struktur organisasi pada usahatani non plasma B tidak ada tenaga pembuat bibit, jadi struktur organisasi terdiri dari 77

94 pemilik, tenaga teknisi dan tenaga kerja. Struktur organisasi usahatani non plasma B dapat dilihat pada Gambar 5. Petani non plasma B Teknisi Bagian pembuat bag log (pengadukan, sterilisasi dan pengemasan bag log) Bagian inokulasi inokulasi dan Bagian budidaya (panen dan pasca panen) Sumber: Data primer (diolah), 2012 Gambar 5. Struktur Organisasi Usahatani Non Plasma B di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Berdasarkan Gambar 5 petani non plasma B memberi kepercayaaan kepada tenaga teknisi untuk menjalankan usahataninya, sama halnya dengan petani non plasma A petani non plasma B juga tidak memberikan kepercayaan secara penuh kepada tenaga teknisi sebab petani non plasma B juga ikut melakukan pengelolaan usahatani mulai dari pembuatan bag log hingga proses budidaya. Teknisi bekerja mengontrol dan bertanggungjawab dalam jalannya kegiatan usahatani mulai dari tahap pembuatan bag log sampai tahap pemanenan. Tenaga teknisi juga bertangguangjawab dalam komposisi campuran bahan baku pembuatan bag log dan bahan tambahan pembuatan bag log sesuai yang dianjurkan oleh petani non plasma B. Pekerja yang bekerja di usahatani jamur tiram putih yang tidak memiliki struktur organisasi yang baku sudah mengetahui pekerjaan yang harus dilakukan dan disiplin dalam bekerja, sehingga kegiatan operasional usahatani jamur tiram putih dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan hal tersebut maka berdasarkan aspek manajemen usahatani jamur tiram putih layak untuk dijalankan. 78

95 (b) Hukum Petani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung tidak semuanya memiliki badan usaha yang resmi dari pemerintah setempat. Ada dua petani yang tergabung dalam kelompok tani, dua petani tersebut adalah petani non plasma B, sedangkan petani non plasma A memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bogor. Petani jamur tiram putih baik petani non plasma A, petani non plasma B dan petani plasma sebelum melakukan usahataninya meminta izin untuk melakukan usahatani kepada kepala pemerintah setempat. Perizinan yang dimiliki oleh petani jamur tiram putih yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Oleh karena itu usahatani non plasma A memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sedangkan usahatani non plasma B dan usahatani plasma hanya memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tetapi usahatani tersebut telah memiliki legalitas dari pemerintah setempat untuk melakukan kegiatan usahatani sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut maka usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung berdasarkan aspek hukum layak untuk dijalankan Aspek Ekonomi dan Sosial Usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung jika dilihat dari aspek sosial memiliki kontribusi dalam memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat disamping itu masyarakat sekitar lokasi usahatani dapat belajar mengenai budidaya jamur tiram putih secara langsung kegiatan produksi yang sedang dilakukan. Hal ini dapat menambah pengetahuan dan kemampuan masyarakat sekitar lokasi usahatani dalam budidaya jamur tiram putih. 79

96 Usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung jika dilihat dari aspek ekonomi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal ini terlihat dari tenaga kerja yang digunakan pada usahatani jamur tiram putih yang berasal dari daerah tersebut. Berdasarkan aspek budaya usahatani jamur tiram putih tidak mengganggu atau merusak kebiasaan masyarakat sekitar lokasi usahatani baik dilihat dari agama, nilai sosial dan norma sosial masyarakat. Petani pendatang juga ikut berbaur dengan masyarakat sekitar yang asli. Berdasarkan hal tersebut maka dari aspek ekonomi dan sosial usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung layak untuk dijalankan Aspek Lingkungan Dampak lingkungan dengan adanya usahatani jamur tiram putih adalah limbah plastik bag log dan limbah serbuk gergaji bag log. Penanggulangan limbah plastik dilakukan oleh para tenaga kerja dengan cara limbah plastik tersebut dijual kepada penampung barang bekas yang berada di sekitar lokasi usahatani. Limbah yang berupa serbuk gergaji dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk dijadikan pupuk organik, sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadi manfaat tambahan bagi masyarakat sekitar usahatani dan para tenaga kerja. 7.2 Analisi Kelayakan Ekonomi Usahatai Jamur Tiram Putih Perhitungan kelayakan ekonomi dilakukan dengan melihat pendapatan bersih tambahan (incremental net benefit) yang merupakan selisih antara pendapatan bersih hasil usahatani dengan pendapatan bersih ketika tidak ada usahatani. Total manfaat dan biaya yang diperoleh dinilai dalam bentuk sekarang 80

97 (present value). Hasil perhitungan analisis ekonomi usahatani jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Analisis Kelayakan Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Kriteria Kelayakan Usahatani Usahatani Uasahatani Non Plasma A Non Plasma B Plasma NPV (ribu rupiah) layak IRR (%) layak Net B/C layak Sumber: Data primer (diolah), 2012 Kelayakan Berdasarkan kriteria ekonomi yang telah dilakukan dengan umur usahatani selama lima tahun, nilai NPV dari ketiga jenis usahatani yang ada menunjukkan nilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga jenis usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung dapat mendatangkan keuntungan bagi petani selama melakukan usahataninya selama lima tahun, sehingga berdasarkan kriteria NPV ketiga usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung layak untuk dijalankan, rincian analisis ekonomi usahatani non plasma A dapat dilihat pada Lampiran 8 dan rincian analisis ekonomi usahatani Non plasma B dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai NPV terbesar dari ketiga jenis usahatani yang ada, yaitu usahatani non plasma A dengan nilai NPV sebesar Rp Hal ini di karenakan usahatani non plasma A memiliki arus masuk dan arus keluar terbesar dari pada usahatani non plasma B dan usahatani plasma. Nilai IRR dari ketiga jenis usahatani yang ada lebih dari discount rate yang berlaku, yaitu 5.49%. Hal ini menunjukkan bahwa berinvestasi pada usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung akan lebih menguntungkan dibandingkan jika dana yang dimiliki ditabung di bank, sehingga 81

98 usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria IRR. Nilai IRR terbesar dari ketiga jenis usahatani yang ada, yaitu usahatani non plasma A sebesar 61.44%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi yang ditanamkan pada usahatani non plasma A sebesar 61.44%. Perhitungan Net B/C dari ketiga jenis usahatani yang ada menghasilkan nilai lebih dari satu. Nilai Net B/C terbesar dari ketiga jenis usahatani yang ada, yaitu usahatani non plasma A sebesar 2.94 Nilai Net B/C dari ketiga jenis usahatani yang ada usahatani non plasma A memiliki nilai Net B/C terbesar, yaitu 2.94 Usahatani non plasma A memiliki nilai NPV, IRR dan Net B/C terbesar karena biaya investasi yang di keluarkan dan pendapatan yang diterima oleh usahatani non plasma A lebih besar dari pada usahatani non plasma B dan usahatani plasma. Rincian biaya investasi usahatani non A plasma dapat dilihat pada Lampiran 10. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung menguntungkan, sehingga berdasarkan kriteria Net B/C usahatani jamur tiram putih layak untuk dilaksanakan. Adanya pemanfaatan limbah bag log oleh masyarakat menyebabkan limbah bag log yang sebelumnya berdampak negatif yaitu menyebabkan pencemaran tanah menjadi berdampak positif bagi lingkungan sekitar yaitu berupa penerimaan dari penjualan pupuk organik dan plastik bekas bag log, sehingga menimbulkan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Perolehan manfaat ekonomi terbesar diterima oleh masyarakat sekitar usahatani non plasma A dan tenaga kerja yang bekerja pada usahatani non plasma A. Masyarakat sekitar 82

99 usahatani non plasma A dalam satu tahun dapat menghasilkan pupuk organik sebesar kg/tahun setara dengan Rp /tahun dan tenaga kerja usahatani non plasma A memperoleh limbah palstik bag log sebesar 15 kg/tahun setara dengan Rp /tahun. Hal ini terjadi karena usahatani non plasma A memproduksi bag log terbesar. Manfaat ekonomi terkecil dari hasil pembuatan pupuk diperoleh masyarakat sekitar usahatani plasma dan hasil limbah palstik bag log terkecil diperoleh tenaga kerja pada usahatani plasma, namun usahatani plasma layak untuk dilaksanakan berdasarkan analisis ekonomi sedangkan berdasarkan analisis pendapatan yang dilakukan tidak layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan pada analisis pendapatan tidak menghitung manfaat yang didapat oleh masyarakat dari hasil pembuatan pupuk organik dan manfaat yang diperoleh tenaga kerja dari penjualan plastik bekas, pada analisis ekonomi hal tersebut diperhitungkan. Manfaat yang diperoleh masyarakat dari hasil pengolahan limbah serbuk gergaji bag log menjadi pupuk organik pada usahatani plasma sebesar 250 kg/tahun setara dengan Rp /tahun dan manfaat yang diperoleh tenaga kerja dari hasil penjualan plastik bekas sebesar 7.5kg/tahun setara dengan Rp 3 150/tahun. 83

100 VIII. ANALISIS SENSITIVITAS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat bagaimana hasil usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung jika terjadi penurunan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp 50.00/kg. Harga jamur tiram putih segar yang semula Rp /kg menjadi Rp /kg. Hal ini mengakibatkan penerimaan dari hasil penjualan jamur tiram putih segar usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung mengalami penurunan. Hasil perhitungan analisis sensitivitas ketika harga jamur tiram putih segar mengalami penurunan sebesar Rp 50.00/kg dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Analisis Sensitivitas dengan Menurunkan Harga Jamur Tiram Putih Segar Sebesar Rp 50.00/kg di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Kriteria Kelayakan Usahatani Non Usahatani Non Plasma A Plasma B Uasahatani Plasma NPV (ribu rupiah) IRR (%) Net B/C Kelayakan Layak layak tidak layak Sumber: Data primer (diolah), 2012 Kriteria kelayakan ekonomi dari ketiga jenis usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Cisarua dan Megamendung, usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B memiliki nilai NPV positif dan lebih kecil dari kondisi awal ketika belum dilakukan analisis sensitivitas dengan menurunkan harga jamur tiram segar sebesar Rp 50.00/kg. Hal ini terjadi dikarenakan arus kas masuk usahatani non plasma A dan non plasma B mengalami penurunan. Berdasarkan kriteria NPV usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B di Kecamatan Cisarua dan Megamendung jika terjadi penurunan harga jamur tiram sebesar Rp 50.00/kg layak untuk dijalankan. Rincian cashflow analisis sensitivitas

101 usahatani non plasma A ketika harga jamur tiram putih diturunkan sebesar Rp dapat dilihat pada Lampiran 11. Usahatani plasma memiliki nilai NPV negatif yaitu sebesar Rp dan mengalami penurunan sebesar Rp yang semula sebelum dilakaukan analisis sensitivitas dengan menurunkan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp 50.00/kg sebesar Rp , hal ini menunjukkan bahwa usahatani plasma tidak layak untuk dijalankan jika terjadi penurunan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp 50.00/kg, apabila usahatani plasma dijalankan petani akan mengalami kerugian sebesar Rp Rincian analisis ekonomi usahatani plasma dapat dilihat pada Lampiran 12. Hal ini disebabkan karena arus kas keluar pada usahatani plasma lebih besar dari pada arus kas yang masuk. Rincian casflow analisis sensitivitas usahatani plasma ketika harga jamur tiram putih diturunkan sebesar Rp dapat dilihat pada Lampiran 13. Nilai IRR dari ketiga jenis usahatani yang ada, usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B memiliki nilai IRR lebih dari discount rate yang berlaku dan nilai IRR mengalami penurunan dari pada kondisi awal ketika belum dilakukan analisis sensitivitas. Hal ini menunjukkan berinvestasi pada usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B jika terjadi penurunan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp 50.00/kg tetap menguntungkan jika dibandingkan jika dana yang dimiliki ditabung di bank, sehingga usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria investasi ini. Penurunan nilai IRR dikarenakan arus kas masuk usahatani non plasma A dan non plasma B mengalami penurunan. Rincian cashflow analisis sensitivitas usahatani 85

102 non plasma B ketika harga jamur tiram putih diturunkan sebesar Rp dapat dilihat pada Lampiran 14. Usahatani plasma memiliki nilai IRR kurang dari discount rate yang berlaku, yaitu sebesar 1.67%, selain itu nilai IRR usahatani plasma mengalami penurunan sebesar 7.50% dari kondisi awal ketika belum dilakukan analisis dengan menurunkan harga jemur tiram putih segar sebesar Rp 50.00/kg sensitivitas IRR sebesar 9.17%. Hal ini menunjukkan bahwa berinvestasi di usahatani plasma jika terjadi penurunan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp 50.00/kg akan mendatangkan kerugian sehingga lebih baik dana ditabung di bank dari pada diinvestasikan pada usahatani plasma. Nilai Net B/C dari ketiga jenis usahatani yang ada, usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B memiliki nilai Net B/C lebih dari satu dan lebih kecil dari pada kondisi awal ketika belum dilakukan analisis sensitivitas dengan menurunkan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp Hal ini terjadi dikarenakan arus kas masuk usahatani non plasma A dan non plasma B mengalami penurunan. Berdasarkan kriteria Net B/C usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B di Kecamatan Cisarua dan Megamendung jika terjadi penurunan harga jamur tiram sebesar Rp /kg akan menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Nilai Net B/C dari ketiga jenis usahatani jamur tiram putih, usahatani non plasma A memiliki nilai terbesar, yaitu 2.88 dan nilai Net B/C usahatani non plasma A mengalami penurunan sebesar 0.06, dari kondisi awal ketika belum dilakukan analisis sensitivitas sebesar Usahatani plasma memiliki nilai Net B/C terkecil dan kurang dari satu, yaitu Nilai Net B/C usahatani plasma 86

103 mengalami penurunan sebesar 0.18 dari kondisi awal ketika belum belum dilakukan analisis sensitivitas dengan menurunkan harga jamur tiram putih sebesar Rp 50.00/kg Net B/C sebesar Riancian cashflow usahatani plasma dapat dilihat pada Lampiran 11. Hal ini berarti jika terjadi penurunan harga jamur tiram putih sebesar Rp 50.00/kg usahatani plasma di Kecamatan Cisarua dan Megamendung tidak menguntungkan, sehingga tidak layak untuk dilaksanakan berdasarkan kriteria Net B/C. 87

104 IX. SIMPULAN DAN SARAN 9.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani non plasma A memliki pendapatan dan penyerapan tenaga kerja terbesar. Pendapatan yang diperoleh sebesar Rp /tahun dan penyerapan tenaga kerja sebesar HOK. Berdasarkan analisis pendapatan, usahatani plasma tidak layak untuk dijalankan karena dalam menjalankan usahataninya petani mengalami kerugian sebesar Rp /tahun dan diperoleh nilai R/C sebesar Berdasarkan kriteria kelayakan ekonomi ketiga jenis usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung layak untuk dijalankan. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai NPV, IRR dan Net B/C terbesar didapat oleh usahatani non plasma A. Nilai NPV usahatani non plasma A sebesar Rp , IRR sebesar 61.44% dan Net B/C sebesar 2.94, selain itu manfaat ekonomi terbesar dari pengolahan limbah serbuk gergaji bag log dan penjualan limbah plastik bag log diperoleh masyarakat sekitar usahatani non plasma A dan tenaga kerja yang bekerja pada usahatani plasma A. 3. Analisis sensitivitas yang dilakukan dengan menurunkan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp menunjukakan bahwa usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B layak untuk dijalankan jika terjadi penurunan harga jamur tiram segar sebesar Rp Usahatani plasma tidak layak

105 dilaksanakan jika terjadi penurunkan harga jamur tiram segar sebesar Rp Saran Berdasarkan simpulan yang diperoleh, saran yang dapat disampaikan antara lain: 1. Petani sebaiknya membuat bag log dan bibit sendiri, karena petani yang membuat yang membuat bag log dan bibit sendiri lebih menguntungkan dan dapat meningkatkan penggunaan tenaga kerja. 2. Petani plasma sebaiknya beralih menjadi petani non plasma A dan non plasma B untuk menghindari kerugian dan agar usahatani yang dijalankan tahan terhadap perubahan harga yang terjadi, karena hasil analisis sensitivitas dengan menurunkan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp 50.00/kg usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B layak untuk dijalankan sedangkan usahatani plasma tidak layak dijalankan. 3. Penelitian lebih lanjut dapat membahas mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan karena adanya usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. 89

106 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (a) Cisarua dalam Angka Tahun Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Bogor. (b) Megamendung dalam Angka Tahun Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Bogor. Dienazzola R dan Rahmat P Bertanam Jamur Konsumsi. Agromedia Pustaka, Jakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Produksi Sayuran di Jawa Barat. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Bandung. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Bogor Budidaya Jamur Kayu (Tiram, Shiitake dan Kuping). Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Bogor. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Produksi Beberapa Tanaman Sayuran di Indonesia. Departemen Pertanian, Jakarta. Gittinger J P Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. Mangiri, Sutomo. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Gray C, Simanjuntak P, Sabur L K, Maspaitella P F L dan Varley R C G Pengantar Evaluasi Proyek. Cetakan Keempat. PT Gramedia, Jakarta. Guza A Undang-Undang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UU RI Nomor 20 Tahun Penerbit Asa Mandiri, Jakarta. Hazami B Pencemaran Limbah Plastik. Jurnal Lingkungan. 4(44) Herbowo A N Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih (Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor). Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hernanto F Usahatani. Institut Pertanian Bogor, Bogor Ilmu Usahatani. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Hidayat I W Prospek Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Studi Kasus: Kecamatan Ciampea dan Ciawi, Kabupaten Bogor. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

107 Husnan S dan Suwarsono Studi Kelayakan Proyek. Edisi Revisi. UPP AMP KYPN, Yogyakarta. Kadaria, Karlina L dan gray C Pengantar Evaluasi Proyek. Jilid 1. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Kadaria Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Edisi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Kadarsan H W Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kasmir dan Jaffar Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Kedua. Cetakan Keenam. Kencana Prenada Media, Jakarta. Khairunisa V Analisis Daya Dukung Lingkungan dan Kelayakan Ekonomi Unit Pengelolaan Sampah Mutu Elok Di Perumahan Cipinang Elok Jakarta Timur. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kusumawaty F Harga Bayangan (shadow price). Diakses 7 Desember Mardiyatuljanah M Studi Kelayakan Ekonomi Proyek Pompanisasi Desa Keboncau Kecamatan Ujungjaya Kabupaten Sumedang. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Martawijaya E dan Nurjayadi Bisnis Jamur Tiram di Rumah Sendiri. IPB Press, Bogor Bisnis Jamur Tiram di Rumah Sendiri. IPB Press, Bogor. Meitasari Y dan Mursidah Studi Tata Niaga Jamur Tiram Putih di Kota Samarinda. Jurnal agrikultutal. 8(2) Nasution P H Analisi Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas Petani Jamur Iklas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor). Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nisa K Analisis Ekonomi Usaha Budidaya Udang Galah pada Kelompok Tani Mitra Gemah Ripah di Desa Siyujaya Kecamatan karangpawitan Kabupaten Garut. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nugraha A P Analisis Efisiensi Jamur Tiram Segar di Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 91

108 Partomo T S dan Soejoedono A R Ekonomi Skala Kecil/Menengah & Koperasi. Ghalia Indonesia, Bogor. Pasaribuan T, Permana D R dan Alda E R Aneka Jamur Unggulan yang Menembus Pasar. PT Grasindo, Jakarta. Pearson S, Gotsch C, Bahri S Applications of The Policy Analysis Matrix in Indonesia Agriculture. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Soekartawi Analisis Usahatani. Universitas Indonesia, Jakarta. Sunaryanto Bertanam Jamur Tiram di Ladang Sempit. Agromedia Pustaka, Jakarta. Suratiyah K Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. Tria E N Analisis Pendapatan dan Efisiensi Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih Di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Production Frontier. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 92

109 LAMPIRAN

110 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN UNTUK MENGETAHUI GAMBARAN UMUM USAHA JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR Oleh Shinta Margaretta (H ), Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor sedang melakukan penyusunan skripsi dengan judul Analisis Ekonomi Jamur Tiram Putih di Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Cisaruan, Kabupaten Bogor. Dimohon kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini secara lengkap. Data yang didapat akan kami jamin tidak untuk disebarluaskan kecuali hanya untuk kebutuhan penelitian sebagai data primer. Atas bantuang dan kerjasamanya saya ucapkan TERIMAKASIH Petunjuk umum: Isilah/Berilah tanda (X) I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Jenis kelamin : (1) Laki-laki : (2) Perempuan 3. Usia :... tahun 4. Pendidikan terakhir : (1) SD/Sederajat : (4) Diploma : (2) SMP/Sederajat : (5) Sarjana : (3) SMA/Sederajat : (6) Desa : Kecamatan : Lama usahatani jamur tiram putih:...tahun 8. Alasan Usahatani Jamur Tiram Putih :.. 9. Manajemen Usahatani Jamur Tiram (Ada/Tidak Ada) 10. Secara singkat gambaran usahatani jamur tiram pada Petani Responden Bersangkutan: I. INVESTASI A. Modal 1. Modal awal : Rp Sumber kepemilikan modal : (1) Pribadi : (3) Kerjasama : (2) Pinjaman : (4) Lainnya Sumber pinjaman : (1) Bank : (3) Lainnya... : (2) Koperasi 4. Bunga pinjaman/lainnya :...%/tahun B. Lahan 1. Luas lahan yang digunakan :...m x...m 2. Status kepemilikan lahan : (1) Milik sendiri : (2) Sewa 94

111 Lampiran 1. Lanjutan (3)Lainnya Besar biaya sewa lahan : Rp.../ bulan C. Kumbung 1. Volume kumbung :...m x...m x...m =...m 3 2.Biaya pembuatan kumbung No Uraian Jumlah Harga Satuan (Rp) 1. Kayu kubik 2. Bambu..buah 3. Paku..kg 4. Asbes..buah 5. Upah tenaga kerja 6. Semen..sak 7. Batu bata..buah 8. Gaji tenaga..orang pembuat kumbung Total (Rp) Umur Ekonomis (tahun) D. Bibit dan Bag Log 1. Bibit F2 : botol; kg; Harga :Rp../(kg) 2. Jumlah bag log yang dibuat : log 3. Biaya pembuatan baglog No Uraian Jumlah Harga Satuan (Rp) 1. Serbuk gergaji..kg 2. Plastik baglog..kg 3. Dedak/Bekatul..kg 4. Gips+Kapur..kg 5. Penambahan..kg Tepung Jagung 6. Kapas..kg 7. Karet..kg 8. Cincin pralon..kg Total (Rp) Umur Ekonomis (tahun) 95

112 Lampiran 1. Lanjutan E. Peralatan No Uraian Jumlah Harga Satuan (Rp) 1. Mesin stimmer...buah 2. Drum...buah 3. Tabung gas...buah 4. Kompor...buah 5. Sekup/cangkul...buah 6. Mesin pompa air...buah 7. Sprayer...buah 8 Timbangan...buah Total (Rp) Umur Ekonomis (tahun) F. Biaya Operasional No Uraian 1. Upah tenaga kerja a. Teknisi b. Buruh c. d. 2. Listrik 3. Air 4. Telpon 5 Biaya trasportasi 6. Biaya pemeliharaan kumbung 7. PBB 8. Plastik/pembungkus 9. Isi tabung gas Nilai (RP)/Bulan III. PENERIMAAN No Uraian 1. Penjualan jamur segar 2. Penjualan baglog bekas 3. Penjuakan peralata bekas 4. Jumlah Panen Per Hari Harga (RP)/Kg Nilai (Rp) 96

113 Lampiran 1. Lanjutan VI. BUDIDAYA JAMUR TIRAM PUTIH 1. Keikut sertaan dalam pelatihan: (ikut/ tidak ikut) 2. Keikut sertaan dalam kelompok tani/ lembaga lain : (ikut/ tidak ikut) 3. Apabila iya, apa nama lembaga tersebut : Apabila tidak, faktor penyebabnya apa: Selama melakukan usahatani jamur tiram pernah tidak anda mengalami kerugian : (1) Pernah (2) Tidak pernah 6. Apabila pernah mengalami kerugian disebabkan karena apa : 7. Selama anda melakukan usahatani jamur tiram putih pernahkah anda mendapat bantuan dari pihak pemerintah : (pernah/ tidak pernah) 8. Apabila pernah mendapat bantuan dari pihak pemerintah bantuan tersebut dalam bentuk apa : 9. Pemberian pestisida :...hari 10. Penyiraman :...hari 11. Penyiangan :...hari 12. Waktu pemanenan :...hari 13. Pemasaran output : (1) Sendiri (2) Tengkulak 14. Wilayah pemasaran : Berapa biaya yang dikeluarkan untuk sekali produksi :Rp Masalah yang sering dihadapi :

114 Lampiran 2. Rincian Kekayaan Usahatani Non Plasma B di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung No Uraian Jumlah Umur Teknis Harga Satuan Nila Investasi Penyusutan (ribu Nilai Sisa (ribu (tahun) (ribu rupiah) (ribu rupiah) rupiah) rupiah) 1 Kumbung Peralatan Produksi a. Sekup (unit) b. Cangkul (unit) c. Ayakan (2x1 m 2 ) (unit) d. Timbangan 50 kg (unit) Peralatan Sterilisasi a. Autoklaf (unit) b. Drum baja besar (unit) c. Drum baja kecil (unit) d. Tabung gas (3 kg) (unit) e. Tabung gas (12 kg) (unit) f. Kompor semawar (unit) Peralatan Inokulasi a. Lampu ultraviolet (unit) b. Lampu bunsen (unit) c. Sendok spatula (unit) d. Sprayer (unit) e. pinset (unit) Peralatan Inkubasi a. Keranjang angkut (ukuran 50 kg) (unit) b. Rolly (unit) Peralatan growing a. Mesin pompa air (unit) b. Selang (unit) c. Stik steam air (unit) d. Spul selang (unit) e. Toren/tandon air (unit) f. Keranjang panen (5 kg) (unit) g. Termometer (unit) h. Timbangan 20 kg (unit) i. Timbangan 15 kg (unit) j.timbangan 10 kg (unit) k. Tangga (unit) Total

115 Lampiran 3. Rincian Kekayaan Usahatani Plasma di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung No Uraian Jumlah Umur Teknis (tahun) Harga Satuan (ribu rupiah) Nila Investasi (ribu rupiah) Penyusutan (ribu rupiah) Nilai Sisa (ribu rupiah) 1 Kumbung Peralatan di Kumbung a. Mesin pompa air (unit) b. Selang (unit) c. Spul selang (unit) d. Keranjang panen (5 kg) (unit) e. Termometer (unit) f. Timbangan 15 kg (unit) Total

116 Lampiran 4. Biaya Usahatani Non Plasma A di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung No Uraian Jumlah Satu Kali Produksi Harga Satuan (ribu rupiah) Harga Total (ribu rupiah/tahun) Biaya Tunai A Pembuatan Bag Log a.1 Cutter (buah) a.2 Masker (pak) a.3 Gas 12 kg (buah) a.4 Spirtus (liter) a.5 Alkohol (liter) a.6 Plastik jamur 60 cmx85 cm (kg) a.7 Telpon a.8 Listrik a.9 BBM (bensin) (liter) a.10 Serbuk gergaji (kg) a.11 Plastik bag log 18 cmx35 cm (kg) a.12 Dedak (kg) a.13 Kapur (kg) a.14 Tepung jagung (kg) a.15 Kapas (kg) a.16 Gula putih bubuk (kg) a.17 Bibit (botol) a.18 Biaya ngelog a.19 Karet (kg) a.20 Tali rapia (gulung) a.21 Cincin (buah) Total Biaya Pembuatan Bag log B Pembuatan Bibit b.1 Kentang (kg) b.2 Gula pasir bubuk (kg) b.3 Agar-agar (bungkung) b.4 Kapas (kg) b.5 Serbuk gergaji (kg) b.6 Dedak (kg) b.7 Biji jagung (kg) b.8 Kapur (kg) b.9 Gips (kg) b.10 Botol (biji) b.11 Gas 12 kg (tabung) b.12 Sepirtus (liter) b.13 Alkohol (liter) b.14 Karet (kg) b.15 Plastik (kg) b.16 Listrik b.17 Telpon Total Biaya Pembuatan Bibit C Gaji Pegawai c.1 Gaji TKL teknisi (orang) c.2 Gaji TKL pembuat bibit (orang) c.3 Gaji TKL sterilisasi (orang) c.4 Gaji TKL inkubasi (orang) c.5 Gaji TKP inokulasi (orang) c.6 Gaji TKP pemanen & pascapanen (orang) Total Gaji Pegawai Total Biaya Tunai Biaya Non Tunai 1 Penyusutan bangunan laboratorium

117 Lampiran 4. Lanjutan No Uraian Jumlah Satu Kali Produksi Harga Satuan (ribu rupiah) Harga Total (ribu rupiah/tahun) 2 Penyusutan kumbung Penyusutan peralatan produksi Penyusutan peralatan sterilisasi Penyusutan peralatan inokulasi Penyusutan peralatan inkubasi Penyusutan peralatan growing Penyusutan lahan Penyusutan mobil Total Biaya Non Tunai Total Biaya

118 Lampiran 5. Biaya Usahatani Non Plasma B di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung No Uraian Jumlah Satu Kali Produksi Harga Satuan (ribu rupiah) Harga Total (ribu rupiah /tahun) Biaya Tunai A Biaya pembuatan Bag log a.1 Cutter (buah) a.2 Masker (pak) a.3 Gas 12 kg (buah) a.4 Gas 3 kg (buah) a.5 Spirtus (liter) a.6 Alkohol (liter) a.7 Plastik jamur 60 cmx85 cm (kg) a.8 Telpon a.9 Listrik a.10 BBM (bensin) (ilter) a.11 Serbuk gergaji (kg) a.12 Plastik bag log 18 cmx35 cm(kg) a.13 Dedak (kg) a.14 Kapur (kg) a.15 Tepung jagung (kg) a.16 Kapas (kg) a.17 Gula putih bubuk (kg) a.18 Bibit (botol) a.19 Biaya ngelog a.20 Karet (kg) a.21 Tali rapia (gulung) a.22 Cincin a.23 Koran (kg) a.24 Tepung Tapioka (kg) a.25 TSP (kg) a.26 Urea (kg) a.27 Gips (kg) Total Biaya Pembuatan Bag Log B Gaji Pegawai b.1 Gaji TKL teknisi (orang) b.2 Gaji TKL sterilisasi (orang) b.3 Gaji TKL inkubasi (orang) b.4 Gaji TKP inokulasi (orang) b.5 Gaji TKP pemanen & pascapanen (orang) Total Gaji Pegawai C Pemelirahaan kumbung D Sewa lahan (m 2 ) Total Biaya Tunai Biaya Non Tunai 1 Penyusutan kumbung Penyusutan peralatan roduksi bag log Penyusutan peralatan sterilisasi Penyusutan peralatan inokulasi Penyusutan peralatan inkubasi Penyusutan peralatan growing Total Biaya Non Tunai Total Biaya

119 Lampiran 6. Biaya Usahatani Plasma di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung No Uraian Jumlah dalam 1 Periode Harga Satuan (ribu rupiah) Harga Total (ribu rupiah /tahun) Biaya Tunai 1 Beli bag log (log) Plastik Jamur 60 cmx85 cm (kg) Cutter (buah) Biaya telpon Biaya listrik Sewa lahan (m 2 ) Gaji pegawai Total Biaya Tunai Biaya Non Tunai 1 Penyusutan kumbung Penyusutan peralatan growing Total Biaya Non Tunai Total Biaya

120 Lampiran 7. Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung No Uraian Usahatani Non Plasma A Usahatani Non Plasma B Usahatani Plasma 1 Penerimaan 1.a Harga rata-rata jamur (ribu rupiah /kg) b Jumlah rata-rata jamur (kg) c Harga rata-rata bibit jamur (ribu rupiah /boto) d Jumlah rata-rata bibit jamur (botol) e TR jamur segar (ribu rupiah) f TR bibit (ribu rupiah) Total Penerimaan (ribu rupiah) Biaya 2.a Biaya Tunai (ribu rupiah) 2.a.1 Biaya pembuatan bag log (ribu rupiah) a.2 Biaya pembuatan bibit (ribu rupiah) a.3 Gaji pegawai (ribu rupiah) a.4 Pemeliharaan kumbung & tempat pembibitan (ribu rupiah) a.5 Biaya sewa lahan a.6 Biaya pembelian bag log & peralatan (ribu rupiah) Total Biaya Tunai (ribu rupiah) b Biaya Non Tunai (ribu rupiah) 2.b.1 Penyusutan bangunan laboratorium (ribu rupiah) b.2 Penyusutan kumbung (ribu rupiah) b.3 Penyusutan peralatan laboratorium (ribu rupiah) b.4 Penyusutan peralatan produksi (ribu rupiah) b.5 Penyusutan peralatan sterilisasi (ribu rupiah) b.6 Penyusutan peralatan inokulasi (ribu rupiah) b.7 Penyusutan peralatan inkubasi (ribu rupiah) b.8 Penyusutan peralatan growing (ribu rupiah) b.9 Penyusutan lahan (ribu rupiah) b.10 Penyusutan mobil Total Biaya Non Tunai (ribu rupiah) Total Biaya (ribu rupiah) Pendapatan Atas Biaya Tunai (ribu rupiah) Pendapatan Atas Biaya Total (ribu rupiah) R/C (Atas Biaya Tunai) R/B (Atas Biaya Total)

121 Lampiran 8. Analisis Ekonomi Usahatani Non Plasma A di Kecamatan Cisaru dan Kecamatan Megamendung (ribu rupiah) No Uraian Tahun A INFLOW 1 Jamur segar Bibit jamur Tenaga Kerja Pupuk Organik Plastik Bekas Nilai sisa Total Inflow B OUTFLOW A Biaya Investasi a.1 Lahan 4000 m a.2 Tempat pembuatan Bibit a.3 Kumbung a.4 Mobil a.5 Peralatan laboratorium a.5.1 Presto a.5.2 Kompor gas dan tabung 12kg a.5.3 Panci a.5.4 Saringan a.5.5 Corong a.5.6 Gelas ukur 2 liter a.5.7 Baskom plastik a.5.8 Tabung reaksi a.5.9 Jas lab a.5.10 Peralatan produksi a.5.11 Sekup a.5.12 Cangkul a.5.13 Ayakan (2x1 m 2 ) a.5.14 Timbangan 50 kg a.6 Peralatan sterilisasi a.6.1 Autoklaf a.6.2 Drum baja kecil a.6.3 Tabung gas (12 kg) a.6.4 Kompor semawar a.7 Peralatan Inokulasi a. 7.1 Lampu ultraviolet a.7.2 Lampu bunsen a.7.3 Sendok spatula a.7.4 Sprayer a.7.5 Pinset a.8 Peralatan Inkubasi Baglog a.8.1 Keranjang angkut (50 kg) a.8.2 Rolly a.9 Peralatan growing a.9.1 Mesin pompa air a.9.2 Selang a.9.3 Toren atau tandon air a.9.4 Keranjang panen (5 kg) a.9.5 Termometer a.9.6 Timbangan 20 kg a.9.7 Timbangan 15 kg a.9.8 Tangga Total Biaya Investasi B b.i Biaya Operasional Biaya Variabel b.i.1 Cutter b.i.2 Masker

122 Lampiran 8. Lanjutan (ribu rupiah) No Uraian Tahun b.i.3 Gas 12 kg b.i.4 Spirtus b.i.5 Alkohol b.i.6 Plastik Jamur b.i.7 Biaya telpon b.i.8 Biaya listrik b.i.9 Bensin b.i.10 Serbuk Gergaji b.i.11 Plastik baglog b.i.12 Dedak b.i.13 Kapur b.i.14 Tepung Jagung b.i.15 Kapas b.i.16 Gula putih bubuk b.i.17 Bibit b.i.18 Biaya ngelog b.i.19 Karet b.i.20 Tali Rapia b.i.21 Cincin b.i.22 Kentang b.i.23 Agar-Agar b.i.24 Biji Jagung b.i.25 Botol b.i.26 Gips Total Biaya Variabel b.ii Biaya Tetap b.ii.1 Gaji TKL Teknisi b.ii.2 Gaji TKL Pembuat bibit b.ii.3 Gaji TKL Sterilisasi b.ii.4 Gaji TKL Inkubasi b.ii.5 Gaji TKP Inokulasi b.ii.6 Gaji TKP Pemanen&pascapanen b.ii.7 Pemeliharaan Kumbung b.ii.8 Pemeliharan tempat pembuatan bibit Total Biaya Tetap Total Outflow Net Benefit Discount Factor 5.49% PV PV Positif PV Negatif NPV IRR (%) Net B/C

123 Lampiran 9. Analisis Ekonomi Usahatani Non Plasma B di Kecamatan Cisarua dan Kecamatn Megamendung (ribu rupiah) No Uraian Tahun A INFLOW 1 TR jamur Gaji Tenaga Kerja Pupuk organik Plastik bekas Nilai sisa Total Inflow B OUTFLOW a Biaya Investasi a.1 Kumbung a.2 Peralatan Produksi a.2.1 Sekup a.2.2 Cangkul a.2.3 Ayakan (2x1m2) a.2.4 Timbangan 50kg a.3 Peralatan Sterilisasi a.3.1 Autoklaf a.3.2 Drum baja besar a.3.3 Drum baja Kecil a.3.4 Tabung gas (3kg) a.3.5 Tabung gas (12kg) a.3.6 Kompor semawar a.4 Peralatan Inokulasi a.4.1 Lampu ultraviolet a.4.2 Lampu bunsen a.4.3 Sendok spatula a.4.4 Sprayer a.4.5 Pinset a.5 Inkubasi Baglog a.5.1 Keranjang angkut (50kg) a.5.2 Rolly a.6 Peralatan di Kumbung a.6.1 Mesin pompa air a.6.2 Selang a.6.3 Stik steam air a.6.4 Spul selang a.6.5 Toren/tandon air a.6.6 Keranjang panen (5kg) a.6.7 Termometer a.6.8 Timbangan 20kg a.6.9 Timbangan 15 kg a.6.10 Timbangan 10 kg a.6.11 Tangga Total Biaya Investasi B Biaya Operasional b.i.1 Cutter (buah) b.i.2 Masker (pak) b.i.3 Gas 3kg (buah) b.i.4 Gas 12kg (buah) b.i.5 Spirtus (liter) b.i.6 Alkohol (liter) b.i.7 Plastik Jamur 60cmx85cm (Kg) b.i.8 Biaya telpon b.i.9 Biaya listrik b.i.10 BBM (bensin) (ilter) b.i.11 Serbuk Gergaji (Kg) b.i.12 Plastik baglog (Kg) b.i.13 Dedak (Kg) b.i.14 Kapur (Kg) b.i.15 Tepung Jagung (Kg)

124 Lampiran 9. Lanjutan (ribu rupiah) No Uraian Tahun b.i.16 Kapas (Kg) b.i.17 Gula putih bubuk (Kg) b.i.18 Bibit F2 (botol) b.i.19 Biaya ngelog b.i.20 Tali Rapia (gulung) b.i.21 Cincin b.i.22 Koran (Kg) b.i.23 Tepung Tapioka (Kg) b.i.24 TSP (Kg) b.i.25 Urea (Kg) b.i.26 Gips (kg) Total Biaya Variabel b.ii Biaya Tetap b.ii.1 Sewa Lahan 2000 m b.ii.2 Gaji TKL Teknisi (orang) b.ii.3 Gaji TKL Sterilisasi (orang) b.ii.4 Gaji TKL Inkubasi (orang) b.ii5 Gaji TKP Inokulasi (orang) b.ii.6 Gaji TKP Pemanen&pascapanen (orang) b.ii.7 Pemeliharaan Kumbung b.iii Subsidi Total Biaya Tetap Total Outflow Net Benefit Discount Factor 5.49% PV PV Positif PV Negatif NPV IRR(%) Net B/C

125 Lampiran 10. Biaya Investasi Usahatani Non Plasma A di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung No Uraian Jumlah Umur Teknis (tahun) Harga Satuan (ribu rupiah) Nila Investasi (ribu rupiah) Penyusutan (ribu rupiah) Nilai Sisa (ribu rupiah) 1 Lahan (4 000 m 2 ) Tempat pembuatan bibit (unit) Kumbung (unit) Mobil (unit) Peralatan Laboratorium a. Presto (unit) b. Kompor gas (unit) c. Panci (unit) d. Saringan (unit) e. Corong (unit) f. Gelas ukur 2 liter (unit) g. Baskom plastik (unit) h. Tabung reaksi (unit) i. Jas lab (unit) Peralatan Produksi a. Sekup (unit) b. Cangkul (unit) c. Ayakan (2x1 m 2 ) (unit) d. Timbangan 50 kg (unit) Peralatan sterilisasi a. autoklaf (unit) b. Drum baja kecil c. Tabung gas 12 kg (unit) d. Kompor semawar (unit) Peralatan Inokulasi a. Lampu ultraviolet (unit) b. Lampu bunsen (unit) c. Sendok spatula (unit) d. Sprayer (unit) e.pinset (unit)

126 Lampiran 10. Lanjutan No Uraian Jumlah Umur Teknis (tahun) Harga Satuan (ribu rupiah) Nila Investasi (ribu rupiah) Penyusutan (ribu rupiah) Nilai Sisa (ribu rupiah) 9 Inkubasi Bag log a. Keranjang angkut (50 kg) (unit) b. Rolly (unit) Peralatan growing a. Mesin pompa air (unit) b. Selang (m) c. Spul selang (unit) d Toren atau tandon air (unit) e. Keranjang panen (5 kg) (unit) f. Termometer (unit) g. Timbangan 20 kg (unit) h. Timbangan 15 kg (unit) i. Tangga (unit) Total

127 Lampiran 11. Analisis Sensitivitas Usahatani Non Plasma A dengan Menurunkan Harga Jamur Tiram Putih Segar Sebesar Rp 50.00/kg di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung (ribu rupiah) No Uraian Tahun A INFLOW 1 TR jamur TR bibit Tenaga Kerja Pupuk Organik Plastik Bekas Nilai sisa Total Inflow B OUTFLOW a Biaya Investasi a.1 Lahan 4000 m a.2 Tempat pembuatan Bibit a.3 Kumbung a.4 Mobil a.5 Peralatan laboratorium a.5.1 Presto a.5.2 Kompor gas dan tabung 12kg a.5.3 Panci a.5.4 Saringan a.5.5 Corong a.5.6 Gelas ukur 2 liter a.5.7 Baskom plastik a.5.8 Tabung reaksi a.5.9 Jas lab a.5.10 Peralatan produksi a.5.11 Sekup a.5.12 Cangkul a.5.13 Ayakan (2x1 m 2 ) a.5.14 Timbangan 50 kg a.6 Peralatan sterilisasi a.6.1 Autoklaf a.6.2 Drum baja kecil a.6.3 Tabung gas (12 kg) a.6.4 Kompor semawar a.7 Peralatan Inokulasi a. 7.1 Lampu ultraviolet a.7.2 Lampu bunsen a.7.3 Sendok spatula a.7.4 Sprayer a.7.5 Pinset a.8 Peralatan Inkubasi Baglog a.8.1 Keranjang angkut (50 kg) a.8.2 Rolly a.9 Peralatan growing a.9.1 Mesin pompa air a.9.2 Selang a.9.4 Toren atau tandon air a.9.5 Keranjang panen (5 kg) a.9.6 Termometer a.9.7 Timbangan 20 kg a.9.8 Timbangan 15 kg a.9.9 Tangga Total Biaya Investasi b Biaya Operasional b.i Biaya Variabel b.i.1 Cutter b.i.2 Masker

128 Lampiran 11. Lanjutan (ribu rupiah)) No Uraian Tahun b.i.3 Gas 12 kg b.i.4 Spirtus b.i.5 Alkohol b.i.6 Plastik Jamur b.i.7 Biaya telpon b.i.8 Biaya listrik b.i.9 Bensin b.i.10 Serbuk Gergaji b.i.16 Bibit b.i.17 Biaya ngelog b.i.18 Karet b.i.19 Tali Rapia b.i.20 Cincin b.i.21 Kentang b.i.22 Agar-Agar b.i.23 Biji Jagung b.i.24 Botol b.i.25 Gips Total Biaya Variabel b.ii Biaya Tetap b.ii.1 Gaji TKL Teknisi b.ii.2 Gaji TKL Pembuat bibit b.ii.3 Gaji TKL Sterilisasi b.ii.4 Gaji TKL Inkubasi b.ii.5 Gaji TKP Inokulasi b.ii.6 Gaji TKP Pemanen&pascapanen b.ii.7 Pemeliharaan Kumbung b.ii.8 Pemeliharan tempat pembuatan bibit Total Biaya Tetap Total Outflow Net Benefit Discount Factor 5.49% PV PV Positif PV Negatif NPV IRR (%) Net B/C

129 Lampiran 12. Analisis Ekonomi Usahatani Plasma di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung No Uraian Tahun A INFLOW 1 TR jamur Gaji tenaga kerja Pupuk organik Plastik bekas Nilai Sisa Total Inflow B OUTFLOW A Biaya Investasi a.1 Kumbung a.2 Peralatan growing dan pemanenan a.2.1 Mesin pompa air a.2.2 Selang a.2.3 Spul selang a.2.4 Keranjang panen (5kg) a.2.5 Termometer a.2.6 Timbangan 15 kg Total Biaya Investasi b Biaya Operasional b.i Biaya Variabel b.i.1 Beli baglog b.i.2 Cutter b.i.3 Plastik Jamur (60cmx85cm) b.i.4 Biaya telpon b.i.5 Biaya listrik Total Biaya Variabel b.ii Biaya Tetap b.ii.1 Sewa Lahan 430m b.ii2 Gaji TKP Pemanen&pascapanen (orang) Total Biaya Tetap Total Outflow Net Benefit Discount Factor 5.49% PV PV Positif PV Negatif NPV IRR ( %) 9.17 Net B/C

130 Lampiran 13. Analisis Sensitivitas Usahatani Plasma dengan Menurunkan Harga Jamur Tiram Putih Segar Sebesar Rp 50.00/kg di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung (ribu rupiah) No Uraian Tahun A INFLOW 1 TR jamur Gaji tenaga kerja Pupuk organik Plastik bekas Nilai Sisa Total Inflow B OUTFLOW A Biaya Investasi a.1 Kumbung a.2 Peralatan growing dan pemanenan a.2.1 Mesin pompa air a.2.2 Selang a.2.3 Spul selang a.2.4 Keranjang panen (5kg) a.2.5 Termometer a.2.6 Timbangan 15 kg Total Biaya Investasi b Biaya Operasional b.i Biaya Variabel b.i.1 Beli baglog b.i.2 Cutter b.i.3 Plastik Jamur (60cmx85cm) b.i.4 Biaya telpon b.i.5 Biaya listrik Total Biaya Variabel b.ii Biaya Tetap b.ii.1 Sewa Lahan 430m b.ii2 Gaji TKP Pemanen&pascapanen (orang) Total Biaya Tetap Total Outflow Net Benefit Discount Factor 5.49% PV PV Positif PV Negatif NPV IRR ( %) 1.67 Net B/C

131 Lampiran 14. Analisis Sensitivitas Usahatani Non Plasma B dengan Menurunkan Harga Jamur Tiram Putih Segar Sebesar Rp 50.00/kg di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung (ribu rupiah) No Uraian Tahun A INFLOW 1 TR jamur Gaji Tenaga Kerja Pupuk organik Plastik bekas Nilai sisa Total Inflow B OUTFLOW a Biaya Investasi a.1 Kumbung a.2 Peralatan Produksi a.2.1 Sekup a.2.2 Cangkul a.2.3 Ayakan (2x1m2) a.2.4 Timbangan 50kg a.3 Peralatan Sterilisasi a.3.1 Autoklaf a.3.2 Drum baja besar a.3.3 Drum baja Kecil a.3.4 Tabung gas (3kg) a.3.5 Tabung gas (12kg) a.3.6 Kompor semawar a.4 Peralatan Inokulasi a.4.1 Lampu ultraviolet a.4.2 Lampu bunsen a.4.3 Sendok spatula a.4.4 Sprayer a.4.5 Pinset a.5 Inkubasi Baglog a.5.1 Keranjang angkut (50kg) a.5.2 Rolly a.6 Peralatan di Kumbung a.6.1 Mesin pompa air a.6.2 Selang a.6.3 Stik steam air a.6.4 Spul selang a.6.5 Toren/tandon air a.6.6 Keranjang panen (5kg) a.6.7 Termometer a.6.8 Timbangan 20kg a.6.9 Timbangan 15 kg a.6.10 Timbangan 10 kg a.6.11 Tangga Total Biaya Investasi B Biaya Operasional b.i.1 Cutter (buah) b.i.2 Masker (pak) b.i.3 Gas 3kg (buah) b.i.4 Gas 12kg (buah) b.i.5 Spirtus (liter) b.i.6 Alkohol (liter) b.i.7 Plastik Jamur 60cmx85cm (Kg) b.i.8 Biaya telpon b.i.9 Biaya listrik b.i.10 BBM (bensin) (ilter) b.i.11 Serbuk Gergaji (Kg)

132 Lampiran 14. Lanjutan (ribu rupiah)a No Uraian Tahun b.i.12 Plastik baglog (Kg) b.i.13 Dedak (Kg) b.i.14 Kapur (Kg) b.i.15 Tepung Jagung (Kg) b.i.16 Gula putih bubuk (Kg) b.i.17 Bibit F2 (botol) b.i.18 Biaya ngelog b.i.19 Tali Rapia (gulung) b.i.20 Cincin b.i.21 Koran (Kg) b.i.22 Tepung Tapioka (Kg) b.i.23 TSP (Kg) b.i.24 Urea (Kg) b.i.25 Gips (kg) Total Biaya Variabel b.ii Biaya Tetap b.ii.1 Sewa Lahan 2000 m b.ii.2 Gaji TKL Teknisi (orang) b.ii.3 Gaji TKL Sterilisasi (orang) b.ii.4 Gaji TKL Inkubasi (orang) b.ii5 Gaji TKP Inokulasi (orang) b.ii.6 Gaji TKP Pemanen&pascapanen (orang) b.ii.7 Pemeliharaan Kumbung b.iii Subsidi Total Biaya Tetap Total Outflow Net Benefit Discount Factor 5.49% PV PV Positif PV Negatif NPV IRR(%) Net B/C

133 Lampiran 15. Proses Penanaman Jamur Tiram Putih 117

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil hutan non kayu sudah sejak lama masuk dalam bagian penting strategi penghidupan penduduk sekitar hutan. Adapun upaya mempromosikan pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah satu sayuran yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian di bidang pangan khususnya hortikultura pada saat ini ditujukan untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperbaiki

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya dengan harapan untuk memperoleh hasil dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang melimpah. Sumberdaya hutan Indonesia sangat bermanfaat bagi kehidupan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Usahatani Bachtiar Rifai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal yang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan peranan yang besar dalam perekonomian Indonesia melalui penyediaan pangan, bahan baku produksi, perolehan devisa negara dalam kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut pengeluaran modal (capital

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura memiliki posisi yang sangat baik di pertanian Indonesia, karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi serta nilai tambah daripada komoditas lainnya.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral serta bernilai ekonomi tinggi. Sayuran memiliki keragaman yang sangat banyak baik

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG SKRIPSI SYAHRA ZULFAH H34050039 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu dan sekelompok orang (organisasi) yang menciptakan nilai (create

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 17 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Proyek adalah suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil yang secara logika merupakan wadah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan dan Investasi Studi kelayakan diadakan untuk menentukan apakah suatu usaha akan dilaksanakan atau tidak. Dengan kata lain

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Manfaat dan Biaya Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat.

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA JAMUR TIRAM PUTIH

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA JAMUR TIRAM PUTIH ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) (Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI ABED NEGO HERBOWO H34070011 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh dunia ada ribuan spesies jamur yang tersebar dari wilayah subtropis yang cenderung dingin sampai kawasan tropis yang hangat. Tradisi mengonsumsi jamur sudah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Bisnis adalah seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung di dalam bidang perniagaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR Afnita Widya Sari A14105504 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

JAMUR KAYU SUMBER PANGAN SEHAT DARI HUTAN. Sihati Suprapti dan Djarwanto

JAMUR KAYU SUMBER PANGAN SEHAT DARI HUTAN. Sihati Suprapti dan Djarwanto JAMUR KAYU SUMBER PANGAN SEHAT DARI HUTAN Sihati Suprapti dan Djarwanto PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor terpenting dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Aneka ragam jenis tanaman sayuran dapat dibudidayakan dan dihasilkan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Aneka ragam jenis tanaman sayuran dapat dibudidayakan dan dihasilkan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aneka ragam jenis tanaman sayuran dapat dibudidayakan dan dihasilkan di Indonesia untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhan serta permintaan masyarakat. Keanekaragaman

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian organik kini mulai menjadi peluang baru dalam usaha pertanian, hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi makanan,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola dengan baik dan benar.

BAB I PENDAHULUAN. penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola dengan baik dan benar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan sebuah bisnis, manajemen merupakan faktor yang paling penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola dengan baik dan benar. Rencana

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Bisnis adalah seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung di dalam bidang perniagaan

Lebih terperinci

BUDIDAYA JAMUR KAYU JENIS JAMUR YANG ADA DI PASARAN 13/12/2013 PENDAHULUAN

BUDIDAYA JAMUR KAYU JENIS JAMUR YANG ADA DI PASARAN 13/12/2013 PENDAHULUAN BUDIDAYA JAMUR KAYU PENDAHULUAN Jamur 12000 jenis + 2000 jenis ===> dapat dimakan + 80 jenis ===> telah diteliti pembudidayaannya + 40 jenis ===> diketahui berprospek ekonomis + 20 jenis ===> dibudidayakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biayabiaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melakukan

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

9. Secara singkat gambaran usaha pembuatan bag log pada Responden Bersangkutan:

9. Secara singkat gambaran usaha pembuatan bag log pada Responden Bersangkutan: LAMPIRAN Hari/Tanggal:.. MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH SERBUK GERGAJI DI KECAMATAN LEUWISADENG DAN KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR Oleh Dewi Asrini Fazaria (H44080032), Mahasiswa Departemen Ekonomi

Lebih terperinci

(Isian dalam Bilangan Bulat) KAB./KOTA : LEBAK 0 2 Tahun 2017 Luas Luas Luas Luas

(Isian dalam Bilangan Bulat) KAB./KOTA : LEBAK 0 2 Tahun 2017 Luas Luas Luas Luas BA PUSAT STATISTIK DEPARTEMEN PERTANIAN LAPORAN TANAMAN SAYURAN BUAH-BUAHAN SEMUSIM RKSPH-SBS (Isian dalam Bilangan Bulat) PROPINSI : BANTEN 3 6 Bulan JANUARI 1 KAB./KOTA : LEBAK 2 Tahun 217 1 7 Luas Luas

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Aspek Non Finansial Analisis aspek aspek non finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilihat dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi Tabel 39., dan Bawang Merah Menurut 6.325 7.884 854.064 7,4 7,4 2 Sumatera 25.43 9.70 3.39 2.628 7,50 7,50 3 Sumatera Barat 8.57 3.873.238.757 6,59 7,90 4 Riau - - - - - - 5 Jambi.466.80 79 89 8,9 6,24

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAN MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis LOUR var) MELALUI TENGKULAK (Studi Kasus Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran Kabupaten

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula (Tandjung, 1982 dalam Suprihatin et al,1999). Dibutuhkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jasmani yang normal membutuhkan pangan yang cukup bergizi. Pangan yang bergizi terdiri dari zat pembakar seperti karbohidrat, zat pembangun misalnya protein,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci