BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) adalah hasil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) adalah hasil"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Pengertian Perilaku Perilaku menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) adalah hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon). Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) adalah sebagai berikut : a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk. b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud. c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuantujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau penguat untuk masingmasing komponen tersebut. 12

2 13 Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka penguatnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua, diberi penguat (komponen pertama tidak memerlukan penguat lagi), demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk. Ada dua jenis respons, yaitu: perilaku pasif dan aktif. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Sedangkan perilaku atau respons aktif yang secara langsung dapat diamati. Maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang bersifat terselubung dan disebut covert behavior. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt behavior Domain Perilaku Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkut an. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons

3 14 tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni: (1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. (2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010). Dari uraian diatas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah, atau kawasan, yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: (Notoatmodjo, 2010) Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu dalam hal perawatan kehamilan. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan

4 15 domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: (1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. (2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. (3) Evaluation, (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. (4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. (5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuia dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: (1) Tahu (know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. (2) Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintrepretasikannya materi tersebut secara benar. (3) Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. (4) Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. (5) Sintesis (synthesis), sintesis

5 16 menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. (6) Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek dalam hal perawatan kehamilan. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok: (1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. (2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. (3) Kecenderungan untuk bertindak. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan: (1) Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dam memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). (2) Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugasyang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. (3) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap ketiga. (4) Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

6 Tindakan (Practice) Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan dalam hal perawatan kehamilan. Praktik mempunyai beberapa tingkatan: 1. Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. 2. Respons terpimpin (guided respose), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator praktik tingkat dua. 3. Mekanisme (mecanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. 4. Adopsi (adoption), adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang mudah berkembang dengan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang antara lain: 1. Imitasi Tindakan manusia untuk meniru tingkah pekerti orang lain yang berada di sekitarnya. 2. Sugesti Seseorang menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingka laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Faktor-faktor yang mempengaruhi sugesti yaitu :

7 18 a) Hambatan berfikir orang yang memberikan sugesti bersikap over pandangan,pihak penerima tidak diberi pertimbangan-pertimbangan atau berfikir kritis. b) Keadaan pikiran yang terpecah-pecah seseorang pikirannya mengalami kelelahan/kebingungan karena mengahadapi kesulitan-kesulitan sehingga ia tidak bisa berfikir. c) Otoritas kecenderungan seseorang atau sekelompok orang untuk menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu dari orang yang dianggap ahli. d) Mayoritas seseorang menerima saja suatu sikap atau pandangan karena di dukung atau di sokong oleh orang banyak (mayoritas). e) Will of believe, yaitu sikap menerima pandangan atau sikap orang lain karena sebelummnya di dalam dirinya telah ada sikap atau pandangan yang sama. 3. Identifikasi Seseorang ketika ia mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada peraturanperaturan yang harus di penuhi,di pelajari atau di taatinya. 4. Simpati Faktor tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau kelompok orang lain (Notoatmodjo. 2010) Faktor-faktor yang Memengaruhi Perubahan Perilaku Menurut WHO yang dikutip dalam Notoatmodjo (2010), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

8 19 1. Perubahan Alamiah (Natural Change) Perilaku manusia selalu berubah sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggotaanggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan. 2. Perubahan Terencana (Planned Change) Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut. 3. Kesediaan untuk Berubah (Readiness to change) Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat,maka yang sering terjadi adalah sebagian orang yang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya),dan sebagian orang lain sangat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut.hal ini di sebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda-beda Teori Perubahan Perilaku Banyak teori tentang determinan perilaku salah satunya adalah Social Learning Theory (SLT). Social Learning Theory (SLT) adalah suatu teori pembelajaran yang berfokus pada lingkungan atau faktor eksternal. Social Learning

9 20 Theory (SLT) di perkenalkan pertama kali oleh Bandura pada tahun Social Learning Theory (SLT) merupakan suatu kombinasi antara perilaku dan kognitif teori dimana individu tersebut mempelajari perilaku melalui observasi dan kemudian mengimitasi atau mengadopsi perilaku tersebut. Dalam SLT ini, lingkungan mempengaruhi perilaku individu, sehingga individu tersebut berperilaku seperti apa yang ada di lingkungan. Pada saat suatu perilaku baru di perkenalkan hanya melalui kegiatan observasi, maka berdasarkan teori social learning, hal tersebut dapat dikatakan proses pembelajaran dan penambahan pengetahuan kognitif seseorang. Teori Social Learning yang di kemukakan oleh Bandura menekankan bahwa kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar perilaku individu diperoleh dari hasil belajar melalui observasi atas perilaku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model (Notoatmodjo, 2010). Konsep penting yang dikemukakakn Bandura adalah reciprocal determinism, yaitu seseorang atau individu akan bertingkah laku dalam suatu situasi yang ia pilih secara aktif. Dalam menganalisa perilaku seseorang terdapat 3 komponen yaitu individu sendiri, lingkungan, serta perilaku individu tersebut, yang dapat dilihat pada gambar berikut :

10 21 Gambar 2.1 Skema Mengenai Reciprocal Determinism Berdasarkan Skema konsep Reciprocal Determinism di atas dapat dijabarkan bahwa dalam Social Learning Theory menekankan pada hubungan antara individu tersebut, perilaku, dan lingkungan. Pada aspek individu, hal yang mempengaruhi adalah kepribadian, karakteristik seseorang, proses kognisi, self regulation atau kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi adalah nature atau alamiah, frekuensi, dan intensitas. Pada aspek lingkungan, hal yang mempengaruhi adalah rangsangan atau stimulus, baik secara sosial maupun secara fisik. Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang sama meskipun pada lingkungan yang serupa, namun individu akan bertindak setelah ada proses kognisi atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan ditindaklanjuti. Menurut Bandura (1977) dalam Notoatmodjo (2010), dalam melakukan proses modeling kegiatan observasi dalam pembentukan perilaku terdapat empat langkah yaitu :

11 22 1. Attention (Perhatian) Dalam belajar menimbulkan suatu perhatian. Apapun yang mengganggu perhatian seseorang terhadap apa yang sedang di observasi, maka hal tersebut akan berdampak negatif bagi pembelajarannya. Sebaliknya, apapun yang dapat menjadikan seseorang tersebut tertarik pada suatu situasi, maka seluruh perhatian akan tertuju pada sesuatu hal yang sedang di pelajari. 2. Retention (daya ingat) Kemampuan untuk menyimpan informasi adalah proses yang sangat penting dalam pembelajaran melalui observasi, Retensi di pengaruhi oleh beberapa faktor, tetapi kemampuan untuk menyimpan informasi selanjutnya dan berperilaku menjadi sangat penting bagi pembelajaran melalui observasi. 3. Reproduction (Perkembangan) Pada saat seseorang telah memberikan perhatian pada model dan menyimpan segala bentuk perilaku, maka pada tahap ini adalah menampilkan perilaku baru yang telah di observasinya. 4. Motivation (motivasi) Agar pembelajaran melalui observasi tersebut berhasil, maka seseorang tersebut harus termotivasi untuk mengadopsi dan meniru perilaku yang menjadi model tersebut. Penguatan (Reinforcement) dan hukuman (Panishment) memainkan peranan yang penting dalam menimbulkan motivasi. Menurut Notoatmodjo (2010), faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai

12 23 faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Dari berbagai determinan perilaku manusia, banyak ahli telah merumuskan model-model terbentuknya perilaku. Berdasarkan pengalaman empiris di lapangan, disimpulkan bahwa garis besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek, yakni aspek fisik, psikis, dan sosial. Salah satu model yang terkenal tentang terbentuknya perilaku adalah Model Precede-Procede (1991), yaitu model yang dikembangkan oleh Lawrence Green, yang dirintis sejak tahun Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (nonbehaviour causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam akronim PRECEDE : Predisposing, Enabling, dan Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede adalah merupakan fase diagnosis masalah. Sedangkan PROCEDE : Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational and Environmental Development, adalah merupakan arahan dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi pendidikan (promosi) kesehatan. Apabila Precede merupakan fase diagnosis masalah, maka Proceed adalah merupakan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Model PRECEDE dan PROCEDE dapat dilihat pada gmbar 2.2 berikut:

13 24 Gambar 2.2 Model PRECEDE-PROCEDE Framework L.Green Berdasarkan teori Health Belief Model berkembangnya pelayanan kesehatan masyarakat akibat kegagalan dari orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan atau penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider (Edberg, 2009). Ada 6 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati penyakitnya: 1. Persepsi Kerentanan (Perceived Susceptibility) Persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan kalau ia rentan terhadap penyakit tersebut. 2. Persepsi Keparahan/Keseriusan (Perceived Seriousness) Tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahan penyakit dapat disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang dirasakan misalnya

14 25 dapat menimbulkan kecacatan, kematian, atau kelumpuhan, dan juga dampak sosial seperti dampak terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial. 3. Persepsi Manfaat (Perceived Benefits) Penerimaan seseorang terhadap pengobatan penyakit dapat disebabkan karena keefektifan dari tindakan yang dilakukan untuk mengurangi penyakit. Faktor lainnya termasuk yang tidak termasuk dengan perawatan seperti, berhenti merokok dapat menghemat uang. 4. Persepsi Hambatan (Perceived Barriers) Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan pencegahan penyakit akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan atau hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan tindakan tersebut. 5. Petunjuk untuk Bertindak (Cues to Action) Kesiapan seseorang akibat kerentanan atau manfaat yang dirasakan dapat menjadi faktor yang potensial untuk melakukan tindakan pengobatan. Selain faktor lainnya seperti faktor lingkungan, media massa atau anjuran dari keluarga, temanteman dan sebagainya. 6. Efikasi Diri (Self Efficacy) Efikasi diri adalah kepercayaaan seseorang terhadap kemampuannya dalam pengambilan tindakan. Health Belief Model (HBM) mengasumsikan proses internal dan rasional, yakni seseorang menilai derajat resiko mereka dan membuat perhitungan untung rugi jika mereka tidak ikut dalam perilaku kesehatan preventif

15 26 atau kegiatan berorientasi kesehatan. Namun perhitungan tersebut bervariasi berdasarkan informasi dan interpretasi yang dibuat. 2.2 Perilaku Seksual Pranikah Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Dalam kamus bahasa Indonesia, kata seks berarti jenis kelamin dan segala sesuatu yang berperilaku dengan seksualitas. Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang sering disebut jenis kelamin yaitu penis untuk laki-laki dan vagina untuk perempuan. Seksualitas berkaitan dengan organ reproduksi dan alat kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal organ reproduksi dan dorongan seksual (BKKBN, 2007). Perilaku seksual adalah suatu hal yang sakral dan bertujuan untuk mengembangkan keturunan. Kenikmatan yang diperoleh dari perilaku tersebut merupakan karunia Tuhan kepada manusia dalam melaksanakan fungsinya meneruskan keturunan. Oleh karena itu perilaku seksual harus dilakukan dalam ikatan yang sah, dimana pasangan terikat komitmen dan tanggung jawab moral (Jernih, 2010). Perilaku seks adalah perilaku yang dilakukan sepasang individu karena adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis kedalam vagina. Perilaku ini disebut koitus, tetapi ada juga penetrasi ke mulut (oral) atau ke anus (anal). Koitus secara moralitas hanya dilakukan oleh sepasang individu yang telah menikah. Tidak ada satu agama pun yang berperilaku seks diluar ikatan pernikahan.

16 27 Perilaku seks pranikah sangat merugikan remaja yang melakukan baik dari segi kesehatan fisik maupun mental (Aryani, 2010). Perilaku seksual pranikah merupakan tindakan seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Suatu masalah muncul dalam kehidupan remaja karena mereka ingin mencoba-coba segala hal yang termasuk yang berperilaku dengan fungsi organ (alat kelamin) yang melibatkan pasangannnya. Namun dibalik itu semua, faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual remaja yang mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah organ seksual (Juvida, 2012). Menurut BKKBN (2007) perilaku seksual pranikah remaja adalah perilaku seksual yang dilakukan remaja sebelum menikah. Perilaku seksual adalah segala sesuatu tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beranekaragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku kencan, bercumbu dan senggama. Objek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Mu tadin, 2012). Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan perilaku seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai (Sumiati, 2009) : 1. Mastrubasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk

17 28 pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi. 2. Berpacaran dengan sebagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual. 3. Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya dapat menunjukan dorongan yang sebenarnya masih dapat dikerjakan. Contoh menonton dan membaca buku pornografi. Dorongan atau hasrat untuk melakukan perilaku seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyalur sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberikan pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut (Gunarsa, dkk 2010) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah di Tempat Kost Faktor-faktor yang mempengaruhi seks pranikah di tempat kost adalah sebagai berikut : 1. Teman Sebaya Pada masa remaja, kedekatannya dengan kelompok sebayanya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group mengantikan ikatan keluarga, maka tidak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dapat dipercaya. Informasi

18 29 dari teman-temannya tersebut, dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima, mereka cenderung melakukan dan mengalami seks pranikah itu sendiri (Tempo, 2012). Tekanan kelompok sebaya adalah desakan kuat dari seseorang atau beberapa orang teman untuk menyesuaikan diri dan mau berperilaku seperti yang mereka inginkan. Jenis-jenis tekanan kelompok sebaya ada dua macam yaitu : (Anonim, 2005) a. Tekanan kelompok sebaya positif yaitu desakan yang kuat dari seseorang atau beberapa orang untuk menyetujui dan berperilaku seperti yang mereka inginkan, tetapi dalam kegiatan yang baik atau positif. b. Tekanan kelompok sebaya negatif yaitu desakan yang kuat dari seseorang atau beberapa orang untuk menyetujui atau berbuat seperti yang mereka inginkan, namun keinginannya negative (Anonim, 2005). 2. Kondisi Rumah Kost Sangat lemahnya pengawasan orang tua dalam membangun komunikasi dengan sang anak, orang tua hanya berpikiran bagaimana mengirimkan uang untuk keperluan akademis kepada anaknya yang kost. Biasanya remaja yang kost memasukan pacarnya pada pagi hari dan keluar pada sekitar jam 9 malam hari, hal itu agar tidak diketahui masyarakat sekitar atau pemilik rumah kost. Hal ini didukung dengan adanya rumah kost campur, pria dan

19 30 wanita. Kost campur memang bukan hal baru, sebagian besar teman-teman kost mendukung perilaku seks bebas dan bersikap apatis dengan apa yang dilakukan teman satu kosnya. Ada penjaga kost yang mengizinkan tamu laki dibolehkan masuk dan sebagian ibu kost tidak mengetahuinya. Dari segi biaya dan citra, salah satu anak kost mengatakan seks bebas di kamar kost tidak membutuhkan biaya. Perilaku seks bebas di kamar kost juga meminimalkan image atau pandangan orang lain terhadap sebutan cewek nakal (Kompas, 2014). Anak-anak kost merupakan komunitas yang rentan terhadap hal ini, karena mereka memiliki kebebasan penuh dalam mengatur hidupnya tanpa ada larangan dan pengawasan dari orang tua atau siapapun. Sehingga mereka bebas bergaul dengan siapa saja dan di lingkungan manapun termasuk lingkungan negatif yang lambat laun akan mempengaruhi perilaku mereka menjadi negatif pula. Pada umumnya perilaku negatif anak kost dipengaruhi oleh tidak adanya pengawasan dari orang tua, lingkungan pergaulan yang negatif dan kebebasan hidup ditempat kost (Natalia, dkk, 2008). Mereka semakin merasa aman dengan pergaulan seks bebas dan tanpa kompromi dengan dosa, walaupun hanya sebatas ciuman bhkan sampai hubungan kelamin, bahwa remaja melakukan seks di tempat kost karena beberapa faktor yang menguntungkan yaitu sebagian besar teman-teman kost mendukung perilaku bebas tersebut, dan bahkan ada penjaga kost yang mengijinkan atau mengambil keuntungan dari perilaku seks tersebut. Contohnya dengan menarik iuran penghuni kost apabila ada teman lawan

20 31 jenis yang menginap. Seks bebas di kamar kost tidak membutuhkan biaya, tetapi bila dilakukan di hotel atau tempat umum akan membutuhkan biaya, sehingga para remaja lebih memiliki melakukan hubungan seks di kamar kost (Sugiyanto, 2008). Perilaku seks bebas di kamar kost juga meminimalkan image orang lain terhadap sebutan cewek nakal atau cowok nakal. Semakin banyak mengerti atau punya pengalaman seks bebas, mereka semakin merasa dirinya modern atau gaul. Hal ini didukung dengan adanya rumah kost campur, pria dan wanita, karena kost campur bukan hal yang baru lagi. Berbeda dengan rumah kost yang diawasi oleh pengelola atau ibu kost, rumah kost yang diawasi kecil kemungkinan untuk dapat melakukan seks bebas, karena adanya peraturanperaturan yang dibuat oleh ibu kost seperti jam berkunjung yang dibatasi, tidak boleh ada teman yang menginap bahkan apabila bepergian tidak boleh terlalu malam (hanya sampai jam WIB). Remaja kost yang tidak diawasi adalah tidak ada pemilik kost tinggal bersama anak-anak kostnya, mereka hanya bersama-sama temannya untuk kost dalam satu rumah baik itu perempuan atau laki-laki, dan rumah tersebut dibuat dengan banyak kamar-kamar oleh pemiliknya, sehingga tidak ada peraturan-peraturan dan mereka dapat berbuat sesuka hatinya, sedangkan rumah kost yang diawasi adalah anak-anak kost yang tinggal satu rumah (bersama) dengan pemilik atau ibu kost, dan pemilik atau ibu kost tersebut membuat peraturan-peraturan dan dibuat tempat khusus untuk mernerima tamu (Simanjorang, 20011).

21 Akibat Terjadinya Perilaku Seksual Pranikah Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja tak mampu mengendalikan rangsangan seksualnya, sehingga tergoda untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Hal ini akan menimbulkan akibat yang dapat dirasakan bukan saja oleh pasangan, khususnya remaja putri, tetapi orang tua, keluarga bahkan masyarakat. Akibat buruk dari perilaku seksual pranikah berpengaruh bukan saja bagi pasangan khususnya remaja putri, tetapi juga orang tua, keluaga, bahkan masyarakat. 1. Akibat Bagi Remaja a. Gangguan kesehatan reproduksi akibat infeksi penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS. b. Meningkatkan resiko terhadap penyakit menular seksual (PMS) seperti gonore (kencing nanah), sifilis, herpes pada alat kelamin dan klamida. c. Remaja perempuan terancam kehamilan yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan pengguguran kandungan yang tidak aman infeksi organ reproduksi, kemandulan dan kematian akibat perdarahan, dan keracunan hamil. d. Trauma kejiwaan (rendah diri, depresi, rasa berdosa, hilang harapan masa depan), remaja perempuan tidak perawan dan remaja laki-laki tidak perjaka. e. Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk melajutkan pendidikan dan kesempatan kerja, terutama bagi remaja perempuan. f. Melahirkan bayi yang kurang atau tidak sehat.

22 33 2. Akibat Bagi Keluarga a. Menimbulkan aib bagi keluarga b. Beban ekonomi keluarga bertambah c. Pengaruh kejiwaan bagi anak yang dilahirkan (ejekan masyarakat disekitarnya). 3. Akibat Bagi Masyarakat a. Meningkatnya remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat menurun. b. Meningkatnya angka kematian ibu dan bayi, sehingga derajat kesehatan reproduksi menurun. c. Menambah beban ekonomi masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat menurun (Saroha, 2009). Sementara sifat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil diluar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, halini disebabkan rasa malu dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks (Mutadin, 2012).

23 Remaja Pengertian Remaja Remaja adalah fase perkembangan anak menjadi dewasa (Khomsan, 2008). Menurut Saraswati (2006) yang mengutip data WHO, remaja adalah masa peralihan, dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yang ditandai dengan adanya perkembangan fisik yang cepat, mental, emosi, dan sosial. Umumnya usia remaja berkisar antara tahun. Masa remaja merupakan saat terjadinya perubahan-perubahan cepat dalam proses pertumbuhan fisik, kognitif dan psikologi/tingkah laku. Khusus pada remaja puteri, masa ini juga merupakan masa persiapan menjadi calon ibu. Keadaan gizi pada masa masa remaja puteri dapat berpengaruh terhadap kehamilannya kelak, juga terhadap keadaan bayi yang akan dilahirkannya (Sayogo, 2006). Pada masa remaja terjadi kematangan seksual dan tercapainya bentuk dewasa karena pematangan fungsi endokrin. Ovarium/indung telur menghasilkan hormon estrogen dan progresteron dan sejumlah kecil androgen. Pubertas merupakan satu titik dalam masa remaja yaitu pada saat seorang anak perempuan mampu mengalami pembuahan/konsepsi yaitu dengan terjadinya haid pertama. Pada masa tersebut terjadi perkembangan seks sekunder, dan berlangsung antara 2 sampai 3 tahun. Hormon- hormon steroid adrenal, estrogen dan androgen mempunyai peran penting dalam perubahan-perubahan yang terjadi dalam masa tersebut. Estrogen dan progesteron menyokong tersedianya deposisi lemak. Dalam proses pematangan fisik, juga terjadi perubahan komposisi tubuh. Dalam periode prepubertas, proporsi lemak dan otot pada anak perempuan cenderung serupa

24 35 dengan anak laki-laki, yaitu lemak tubuh sekitar 19% dari berat badan total pada anak perempuan dan 15% pada anak laki-laki. Selama masa pubertas, terjadi penambahan lemak lebih banyak pada remaja puteri, yaitu lemak tubuh kurang lebih 22% dibanding 15% pada laki-laki (Sayogo, 2006) Pembagian Masa Remaja Menurut Monks (2011) batasan usia remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Monks (2011) membagi batasan usia ini dalam tiga fase, yaitu : 1. Fase remaja awal : usia 12 tahun sampai 15 tahun 2. Fase remaja pertengahan : usia 15 tahun sampai 18 tahun 3. Fase remaja Akhir : usia 18 tahun sampai 21 tahun Menurut Sumiati (2013) disebutkan perkembangan remaja dengan batasanbatasan usia dikelompokkan menjadi : 1. Fase remaja awal usia tahun yang ditandai dengan : - Lebih dekat dengan teman sebaya. - Ingin bebas. - Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak. 2. Fase remaja pertengahan usia tahun yang ditandai dengan : - Mencari identitas sendiri. - Timbul keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis. - Timbul perasaan cinta yang mendalam. - Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang. - Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual.

25 36 3. Fase remaja akhir usia tahun yang ditandai dengan : - Menampakkan pengungkapan kebebasan diri. - Dalam mencari teman sebaya lebih selektif. - Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya. - Dapat mewujudkan perasaan cinta. - Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak. Batasan usia remaja untuk masyarakat Indonesia sendiri adalah antara usia 11 tahun sampai usia 24 tahun. Hal ini dengan pertimbangan bahwa usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal individu yang belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis. Individu yang sudah menikah dianggap dan diperlukan sebagai individu dewasa penuh sehingga tidak lagi digolongkan sebagai remaja (Sarwono, 2003). World Health Organization (WHO) memiliki batasan yang tidak jauh berbeda. Batasan usia remaja menurut WHO adalah individu yang berusia pada rentang tahun. Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata batasan usia remaja berkisar antara 10 tahun sampai 24 tahun, dengan pembagian fase remaja awal berkisar tahun, fase remaja tengah berkisar tahun dan fase remaja akhir berkisar tahun Karakteristik Perkembangan Remaja 1. Karakteristik Perkembangan Fisik Selama masa remaja terjadi perubahan fisik yang diakibatkan pengaruh hormonal. Pertumbuhan ditinjau dari tinggi dan berat badan bersifat akselerasi

26 37 tinggi mendahului masa pubertas dan kemudian menjadi semakin lambat sampai berhentinya pertumbuhan tulang. Fase pertumbuhan yang tercepat pada masa remaja ini dikenal sebagai growth spurs dan titik tertinggi dari growth spurs disebut masa puncak/peak. Pada masa tersebut proporsi dan ukuran tubuh menyerupai dewasa muda serta peningkatan tinggi badan (Sayogo, 2006). Tumbuh kembang remaja dibagi 3 tahap yaitu masa remaja awal, menengah, dan lanjut. Masa remaja awal pada anak perempuan terjadi pada usia tahun, berlangsung 6 bulan sampai 1 tahun. Masa remaja menengah terjadi pada usia tahun dan berlangsung antara 2-3 tahun, sedangkan masa remaja lanjut perempuan rata-rata tercapai pada usia antara tahun (Sayogo, 2006). 2. Perkembangan Perkembangan Psikososial dan Kognitif Pada masa remaja juga terjadi perubahan psikososial/tingkah laku, terjadi perubahan dalam hubungan dengan ayah dan ibu yaitu timbulnya konflik-konflik, mudah tersinggung, merasa kurang bahagia, ketidak tergantungan dalam proses pengambilan keputusan. Perkembangan kognitif juga menunjukkan kemajuan berupa kemampuan berfikir dalam arti dapat memahami akibat dari perbuatan/ tingkah laku, serta dapat melakukan beberapa tindakan secara serentak (Sayogo, 2006). Tahap remaja awal memiliki karakteristik antara lain mempercayai dan menghargai orang dewasa, kekhawatiran tentang teman sebaya, dan sebagainya. Tahap remaja menengah memiliki beberapa karakteristik yaitu sangat dipengaruhi oleh teman sebaya, kehilangan kepercayaan pada orang dewasa, mencoba mandiri dan sebagainya. Pada masa ini remaja lebih mendengarkan teman sebayanya

27 38 daripada orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Keinginan untuk mandiri sering tampak dalam bentuk penolakan terhadap pola makan keluarga. Pada masa remaja lanjut karakteristik yang tampak antara lain merencanakan masa depan dan bersifat lebih mandiri. (Sayogo,2006). 2.4 Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir dalam penelitian ini di gambarkan sebagai berikut : Karakteristik Informan 1) Umur 2) Jenis Kelamin 3) Tingkat Pendidikan 4) Lama Kost 5) Jenis Kost (Dijaga/Tidak Dijaga Pengelola) Predisposing Factors 1) Pengetahuan 2) Sikap Tindakan Remaja Kost yang Dijaga dan Tidak Dijaga Pengelola terhadap Perilaku Seksual Pranikah Enabling Factors Jenis Kost (Dijaga/Tidak Dijaga Pengelola) Reinforcing Factors 1) Dukungan keluarga 2) Dukungan tenaga kesehatan Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian

28 39 Pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010) yang menjelasksan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factor) dan factor penguat (reinforcing factors). Faktor predisposisi (predisposing factors) dalam penelitian ini ialah berupa pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude). Pengetahuan (knowledge) atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan sangat berperan dalam menentukan sikap seseorang. Sikap (attitude) merupakan kecenderungan untuk berespon baik secara positif ataupun negatif dari konsep di atas dapat kita lihat bahwa terbentuknya suatu perilaku baru dimulai dari domain kognitif, subjek tahu terlebih dahulu tentang stimulus/objek tertentu, kemudian menimbulkan pengetahuan baru dan selanjutnya menimbulkan respons dalam bentuk sikap. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulan respon yang lebih jauh lagi yaitu tindakan terhadap orang, objek ataupun situasi tertentu. Suatu sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Demikian juga dengan remaja, pengetahuan mereka tentang perilaku seksual pranikah akan memengaruhi sikap mereka terhadap pelaksanaan perilaku seksual pranikah, kemudian akan memengaruhi tindakan remaja dalam perilaku seksual pranikah ditambah dengan danya faktor pemungkin (enabling factors) yakni kost yang dijag dan tidak dijaga oleh pengelola menjadi pilihan remaja untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Sehingga pengetahuan, sikap, dan tindakan ini menjadi variabel yang diamati dalam

29 40 penelitian mengenai perilaku seksual pranikah remaja kost dirumah kost yang dijaga dan tidak dijaga pengelola (studi kasus di kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang tahun 2017).

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja Menurut Mohammad yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), mengemukakan bahwa remaja adalah anak berusia 13-25 tahun, di mana usia 13 tahun merupakan batas usia pubertas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Seksual pra nikah 2.1.1. Pengertian Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara hubungan intim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Batasan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Definisi Perilaku Menurut Kwick dalam Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan Definisi Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan konsepnya berupaya agar masyarakat menyadari atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Imunisasi 2.1.1. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pernikahan Usia Dini/ Usia Muda a. Pengertian Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan pada wanita dengan usia kurang dari 16 tahun dan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Reproduksi Remaja Remaja merupakan harapan dari suatu bangsa, sehingga dapat dikatakan bahwa keadaan remaja saat ini merupakan hal penentu pada masa depan bangsa yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku menurut Skinner (1938) seorang ahli psikologi adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Seks Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran orang tua yang sangat dituntut lebih dominan untuk memperkenalkan sesuai dengan usia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Perilaku seksual dapat diwujudkan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, remaja dan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi antara usia 12 sampai dengan 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi antara usia 12 sampai dengan 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang terjadi antara usia 12 sampai dengan 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa,

Lebih terperinci

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 I. Identitas Responden No.Responden : Jenis kelamin : Umur : Alamat rumah : Uang saku/bulan : II.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis, maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Perilaku (Practice) Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. A. Pengertian Perilaku Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik yang dapat diamati langsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode sekolah dimulai saat anak berusia kurang lebih 6 tahun. Periode tersebut meliputi periode pra-remaja atau pra-pubertas. Periode ini berakhir saat anak berusia

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KEHAMILAN RISIKO TINGGI 2.1.1 Defenisi Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes KESEHATAN REPRODUKSI Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes Introduction Kespro keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan

Lebih terperinci

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Konsep Perilaku Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

Lebih terperinci

Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Drg. Novitasari RA,MPH

Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Drg. Novitasari RA,MPH Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan Drg. Novitasari RA,MPH Pendahuluan Aspek Biologis Batasan Perilaku (Behavior) S-O-R Situmulus-Organisme-Respons Dua Jenis Respons (Skiner, 1938) 1. Respondent Respons

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post

Lebih terperinci

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Banyak orang mengatakan masa-masa sekolah adalah masa yang paling menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan pembahasan mengenai masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Perilaku Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam perkembangan kehidupan individu. Masa remaja adalah masa peralihan dari anakanak ke dewasa. Menurut

Lebih terperinci

Menurut Manuaba (2010), terdapat beberapa teori pada dismenorea primer, yaitu: a) Obstruksi Servikal

Menurut Manuaba (2010), terdapat beberapa teori pada dismenorea primer, yaitu: a) Obstruksi Servikal 4 2.1 Dismenorea 2.1.1 Definisi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dismenorea atau nyeri haid merupakan nyeri berupa kram yang terjadi beberapa jam sebelum perdarahan yang dapat terjadi dalam beberapa jam sampai hari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Perilaku 1. Defenisi Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja usia (13-21 tahun) sebagai masa ketika perubahan fisik, mental, dan sosial-ekonomi terjadi. Secara fisik, terjadi perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. konsumen/pasien. Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. konsumen/pasien. Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kunjungan Kembali Kunjungan kembali pasien merupakan pengambilan keputusan oleh konsumen/pasien. Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah proses pengintegrasian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Persepsi Mengenai PHBS 2.1.1. Pengertian Persepsi Individu satu dengan yang lainnya, tentu memiliki perbedaan dalam melihat serta memaknai sesuatu yang dilihatnya. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja Menurut World Health Organization (WHO) (2014) remaja atau dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah kematangan.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pengasuhan anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perubahan fisiologis pada manusia terjadi pada masa pubertas. Masa Pubertas adalah suatu keadaan terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia remaja merupakan dunia yang penuh dengan perubahan. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari penjelasan usianya yang terus bertambah, tentu saja karena remaja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja Remaja adalah masa di mana individu mengalami perkembangan semua aspek dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Peralihan dari masa

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan aset sumber daya manusia yang merupakan penerus generasi bangsa di masa mendatang. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) remaja adalah suatu fase

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Merangin adalah salah satu kabupaten yang berada di Propinsi Jambi dengan ibukota berkedudukan di Bangko. Daerah merangin terdiri dari beragam suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerus bangsa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat sesuai dengan Visi Indonesia Sehat

BAB I PENDAHULUAN. penerus bangsa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat sesuai dengan Visi Indonesia Sehat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah meningkatkan perilaku masyarakat agar bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh. BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja keadaan fisik, psikologis, dan seksualitas akan mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Rois Husnur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi kehidupan masa depan mereka selanjutnya.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

TEORI PERILAKU PERTEMUAN 4 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT

TEORI PERILAKU PERTEMUAN 4 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT TEORI PERILAKU PERTEMUAN 4 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT Adalah teori-teori terbentuknya atau terjadinya perilaku. Dengan adanya bermacam-macam teori ini akan mengarahkan intervensi kita

Lebih terperinci