BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang hidup di tengah-tengah masyarakat dan penyebarannya dilakukan secara lisan dari mulut ke mulut. Sastra lisan berfungsi sebagai alat untuk menghibur dan sebagai karya yang mengandung hal yang berguna. Horace (dalam Depdikbud, 7:1996) mengatakan bahwa sastra lisan berfungsi dulce et utile (sweet and useful). Sastra lisan sebagai alat dulce berfungsi menghibur, memberi kenikmatan, kegembiraan, kepuasan atau kelegaan pada hati pendengar. Sastra lisan sebagai utile berfungsi untuk mendidik, memberi nasehat, pengetahuan, membimbing bermoral, memberi gambaran kebiasaan tata cara kehidupan, atau memberi pengetahuan tentang asal-usul, peristiwa atau jasa masyarakat lama. Salah satu contoh cerita rakyat adalah cerita rakyat Kyai Joko Dolog di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar yang dapat digolongkan sebagai jenis folklor sebagian lisan. Dikatakan sebagian lisan karena terdapat cerita rakyat yang penyampaiannya dilakukan secara lisan dari mulut ke mulut. Sedangkan upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan dikatakan folklore bukan lisan, karena dalam upacara tersebut disertai dengan serangkaian perbuatan yang berbentuk upacara tradisional. Menurut Danandjaja (1984:2), Folklore adalah sebagai kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk 1

2 2 lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Definisi ini sebenarnya seperti dikatakan oleh Danandjaja sendiri, merupakan ubahan dari definisi Jan Harold Brunvard (Brunvard 1968:5). Definisi Brunvard berbunyi: Folklore may be defined as those materials in culture that circulate traditionally among members of any group in different versions, whether in oral by means of customary example cerita rakyat dapat didefinisikan sebagai bahan-bahan dalam budaya tradisional yang beredar di antara anggota dari setiap kelompok dalam versi yang berbeda, apakah dalam lisan dengan cara contoh adat. Penggolongan cerita prosa rakyat dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu mite, legenda dan dongeng. Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh empunya cerita dan ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa, legenda yaitu cerita cerita yang oleh masyarakat yang mempunyai cerita tersebut dianggap sebagi peristiwa sejarah. Legenda, berciri dianggap benar benar terjadi, tidak dianggap suci oleh empunya cerita, tokoh manusia kadang dengan sifat luar biasa, setting di dunia, dan waktu belum terlalu lama. Dongeng yaitu prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan tidak terikat oleh waktu dan tempat. Dongeng merupakan kisah atau cerita yang lahir dari hasil imajinasi manusia, dari khayalan manusia, walaupun unsur khayalan tersebut berasal dari apa yang ada dalam kehidupan manusia sehari-hari. Cerita rakyat Kyai Joko Dolog merupakan kisah seorang tokoh yang terkenal sangat sakti dan berjasa dalam awal mula terbentuknya Dusun Dalungan. Cerita ini bermula ketika sebuah dusun kecil yang sangat gersang dan tandus

3 3 didatangi oleh dua orang yang sangat sakti memakai baju dan celana hitam, memakai ikat gadhung melati serta membawa galungan (kendi berisi air) yaitu Kyai Joko Dolog dan saudaranya. Kyai Joko Dolog melakukan semedi di dusun tersebut. Namun ketika pagi hari, penduduk setempat kaget karena ada batu berbentuk yoni dan bentuk yang menyerupai rupa kyai joko dolog. Munculnya batu tersebut bersamaan dengan menghilangnya Kyai Joko Dolog. Sesepuh dusun pertama tersebut pun melakukan ngebleng, lalu ia didatangi oleh sesosok lelaki memakai baju dan celana warna hitam dengan ikat gadhung melati di kepalanya. Ia mengatakan bahwa dirinya lah Joko Dolog penguasa dan penjaga daerah tersebut. Kyai Joko Dolog memberi petunjuk jika penduduk ingin daerah tersebut menjadi subur dan sejahtera berilah nama dusun tersebut menjadi dusun Galungan maka daerah tersebut akan subur dan kaya akan air seperti galungan yang selalu ia bawa. Penduduk pun memberi nama daerah itu dengan nama dusun Galungan dan mempercayai kesaktian dari batu yang dipercaya sebagai jelmaan dari Kyai Joko Dolog. Lambat laun dusun tersebut berubah nama dengan sendirinya menjadi Dalungan karena ucapan dari mulut ke mulut sehingga mengalami perubahan huruf di depannya. Mulai saat itu penduduk masyarakat dusun Dalungan sangat mempercayai bahwa Kyai Joko Dolog merupakan penguasa dan penjaga dusun Dalungan, sehingga penduduk dusun Dalungan memberikan persembahan rasa terima kasih mereka atas kesuburan dan kesejahteraan di dusun Dalungan dengan mengadakan upacara tradisional bersih dusun yang mementaskan seni Tayub yang dianggap kegemaran Kyai Joko Dolog.

4 4 Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan. Upacara tradisional disebarkan secara lisan dan diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara tradisional. Salah satu tradisi lisan yaitu upacara adat bersih desa yang dalam hal ini termasuk folklor sebagian lisan menyangkut kepercayaan masyarakat, sering juga oleh masyarakat modern disebut dengan takhayul (Danandjaja, 1994: 22). Upacara tradisional salah satunya adalah upacara tradisional bersih dusun yang dilaksanakan di dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. Upacara tradisional bersih dusun ini merupakan ritual wujud rasa syukur dan penghormatan kepada Kyai Joko Dolog yang dipercaya sebagai penguasa dan penjaga Dusun Dalungan. Ritual ini merupakan upacara religi yang awalnya dilaksanakan setiap hari Jum at Legi pada bulan Ruwah (dalam kalender Jawa) lebih tepatnya pada bulan agustus, namun saat ini pelaksanaan upacara tradisional bersih dusun disesuaikan dengan musim panen yang jatuh pada tanggal 4 September 2015 hari Jum,at Legi. Ritual upacara tradisional bersih dusun ini diikuti beberapa rangkaian kegiatan, salah satunya ditampilkannya seni Tayub yang dilaksanakan turun-temurun dan tidak boleh diundur waktu pelaksanaannya. Ritual upacara tradisional bersih dusun ini diselenggarakan agar penduduk di wilayah dusun Dalungan selalu mendapatkan berkah dari Allah SWT dan terhindar dari segala hal yang bersifat tidak baik, aman tentram, murah sandang pangan dan sejahtera. Ritual upacara bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karangayar tidak terlepas dari cerita rakyat dan kepercayaan masyarakat setempat. Pelaksanaan upacara harus mementaskan

5 5 pertunjukan seni tayub karena penari tayub dianggap sebagai perantara antara masyarakat desa dengan dewi kesuburan, simbol kesuburan tanaman tersebut dianggap berhasil membuat taraf hidup masyarakat setempat meningkat, selain itu seni tayub juga merupakan tarian kegemaran Kyai Joko Dolog. Kyai Joko Dolog dipercaya oleh masyarakat Dusun Dalungan sebagai penguasa dan penjaga Dusun Dalungan. Tokoh tersebut diyakini berada di sebuah punden berupa batu yoni yang dianggap sebagai penjelmaan Kyai Joko Dolog, hingga saat ini belum diketahui berapa usia batu tersebut. Masyarakat di Dusun Dalungan sangat meyakini apabila mereka tidak melaksanakan pertunjukan seni tayub maka seluruh warga di dusun tersebut akan terkena akibatnya berupa menurunnya hasil panen bahkan merugi. Upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang melibatkan para warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama. Upacara tradisional ini merupakan bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya, dan kelestarian hidup upacara tradisional tersebut dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat pendukungnya, dan dapat mengalami kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali dalam kehidupan masyarakat pendukungnya (Supanto, 1992 : 5). Ritual upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan ini dipersiapkan bersama-sama dengan cara bergotong royong kemudian dilaksanakan sore hari dimulai pukul sore hingga dini hari diawali dengan pembacaan doa serta pemberian berbagai sesajian berupa pisang raja, nasi tumpeng putih, ketan merah dan putih juga lauk pauk seperti ayam ingkung panggang, ikan bandeng, sambal goreng, bakmi, tahu tempe, kerupuk, rengginang

6 6 dan lalapan yang keseluruhan ditempatkan dalam tempat yang terbuat dari pelepah pisang dibentuk persegi empat yang harus dibawa ke punden tempat roh penunggu dusun. Sesaji merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku agar lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya pendekatan diri melalui sesaji sesungguhnya merupakan bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak. Sesaji juga merupakan sarana untuk negosiasi spiritual kepada hal-hal gaib. Hal ini dilakukan agar mahkluk-makhluk halus di atas kekuatan manusia tidak mengganggu. Dengan pemberian makanan secara simbolis kepada ruh halus, diharapkan ruh tersebut akan jinak, dan mau membantu hidup manusia (Suwardi Endraswara, 2006 : 247). Penari tayub didaulat oleh warga dusun dalam rangkaian upacara tradisional bersih dusun untuk menari hingga tiga buah gending/lagu yang pokok di kawasan punden sebagai penghormatan warga Dusun Dalungan kepada roh atau danyang penunggu dusun. Tiga buah gending tersebut terdiri dari tiga buah gending yang diwajibkan. Gending yang diwajibkan yaitu gambir sawit, elingeling dan ladrang wilujeng. Selesai membawakan tiga buah gending pertunjukan seni tayub berpindah dari punden ke jalan utama dusun Dalungan yang tepat berada di depan kawasan punden tersebut setelah istirahat pukul hingga pukul dini hari. Pertunjukan tayub sebagai sarana upacara ritual adalah tayub yang dipertunjukan terkait dengan ritus atau menyangkut dengan upacara keagamaan atau kepercayaan masyarakat. Pertunjukan tayub yang terkait dengan fungsinya sebagai sarana upacara ritual dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu (1) upacara

7 7 bersih desa; (2) sarana pelepasan nazar; (3) upacara dalam hajat perkawinan (Rochana, 2007:149). Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan penulis di atas, dapat diambil beberapa garis besar yang mendorong dilakukannya penelitian ini. Garis besar dari penelitian Cerita Rakyat dalam Upacara Tradisional Bersih Dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karangayar, di antaranya. 1. Mengungkap bentuk dan asal-usul cerita rakyat dalam upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. 2. Mengungkap ritual upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. 3. Mengungkap pertunjukan seni tayub dalam upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. 4. Peneliti juga tertarik dengan makna simbolik dari sesaji dalam pelaksanaan upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. Mengingat bahwa sesuatu dilakukan harus memiliki manfaat, baik secara teoritis maupun praktis, maka manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan atau menambah wawasan kesastraan terkait dengan folklore. Hasil penelitian ini juga diharapkan memiliki manfaat secara praktis untuk (1) mendokumentasikan Cerita Rakyat dalam upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan, Kebakkramat sebagai salah satu aset

8 8 lisan Nusantara. (2) memberikan informasi terkait folklor cerita rakyat dalam upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan, Kecamatan Macanan, Kebakkramat sehingga dapat menambah wawasan bagi masyarakat luas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah bentuk dan asal-usul cerita rakyat dalam upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar? 2. Bagaimanakah ritual upacara tardisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar? 3. Bagaimanakah pertunjukan seni tayub dalam upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar? 4. Apa makna simbolik dari sesaji dalam pelaksanaan upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, karena dengan tujuan itulah dapat diketahui apa yang hendak dicapai atau diharapkan.

9 9 Penulis mengadakan penelitian tentang Cerita rakyat dalam upacara tradisional bersih dusun di dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar memiliki tujuan seperti berikut. 1. Mendeskripsikan bentuk dan asal-usul cerita rakyat dalam upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. 2. Mendeskripsikan ritual upacara tardisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. 3. Mendeskripsikan pertunjukan seni tayub dalam upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. 4. Menjelaskan makna simbolik dari sesaji yang terdapat dalam pelaksanaan upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. D. Batasan Masalah Penelitian akan menimbulkan permasalahan yang sangat komplek dan mengakibatkan hasil penelitian kurang terfokus. Penelitian ini membatasi masalah bentuk dan asal-usul cerita rakyat, fungsi ritual dan pertunjukan seni tayub, serta nilai guna yang terdapat dalam cerita rakyat. Langkah awal yakni dengan mengkaji bentuk cerita rakyat dalam upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan. Langkah kedua yaitu menganalisis ritual upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan serta pertunjukan seni tayub dalam ritual upacara bersih

10 10 dusun ini. Langkah ketiga yakni menganalisis makna simbolik dari sesaji yang terdapat dalam pelaksanaan upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan. E. Landasan Teori 1. Hakikat Folklor Menurut etimologinya, perkataan folklore (diindonesiakan menjadi folklore) berasal dari kata folk dan lore. Menurut Danandjaja (1984:2), definisi folklore adalah sebagai berikut: adalah sebagai kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Definisi ini sebenarnya seperti dikatakan oleh Danandjaja sendiri, merupakan ubahan dari definisi Jan Harold Brunvard (Brunvard 1968:5). Definisi Brunvard berbunyi: Folklore may be defined as those materials in culture that circulate traditionally among members of any group in different versions, whether in oral by means of customary example cerita rakyat dapat didefinisikan sebagai bahan-bahan dalam budaya tradisional yang beredar di antara anggota dari setiap kelompok dalam versi yang berbeda, apakah dalam lisan dengan cara contoh adat. Folklor berasal dari kata folk (kolektif) dan lore (Dananjaya, 1991 : 1-5). Menurut Dundes, folk adalah sekelompok orang yang memiliki cirri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok lain. Sebagai contoh: warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, agama yang sama. Lore merupakan tradisi folk, yaitu suatu

11 11 kebudayaan yang diwariskan secara turun-menurun secara lisan atau suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau pembantu pengingat. Folklor mengandung arti keyakinan atau kisah-kisah lama (tradisional) mengenai rakyat, sekaligus juga bisa dimengerti sebagai studi atas kisah atau keyakinan rakyat itu sendiri. Rakyat di sini bisa suku, masyarakat, atau penduduk suatu wilayah dengan ragam budayanya sendiri. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device) (Danandjaya 1997:2). Endraswara (2009:11) berpendapat bahwa pahit getir hidup itu akan terungkap lewat folklore. Karena folklore adalah cermin diri manusia. Oleh karena itu mengungkapkan folklore sama halnya menyelami misteri indah manusia. Menurut Potter (dalam Endraswara 2009:28) folklore adalah karya agung masa lalu, baik lisan ataupun tertulis yang amat berharga bagi generasi mendatang. Yadnya (dalam Endraswara 2009:28) juga menjelaskan, folklore adalah bagian kebudayaan yang bersifat traditional, tidak resmi, dan nasional. Folklore mencakup semua pengetahuan, nilai, tingkah laku, asumsi, perasaan, dan kepercayaan tersebar dalam bentuk tradisional melalui praktik-praktik kebiasaan. Folklor itu memiliki cirri khusus. Menurut Jan Harold Brunvand di dalam bukunya The Study of American Folklore (1968 : 4 ), folklore mempunyai ciri: It is oral, It is tradisional, It exists in different versions, It is usually anonymous, It tends to become formularized. Ini adalah lisan, Ini adalah tradisional, itu ada

12 12 dalam versi yang berbeda, Hal ini biasanya anonim, ini cenderung menjadi formularized. Meneliti folklore sungguh indah karena yang diteliti adalah hidup manusia yang indah pula. Liku-liku hidup penuh dengan tantangan. Pahit getir hidup itu akan terungkap lewat folklore. Karena folklore adalah cerminan diri manusia. Mengungkap folklore sama halnya menyelami misteri indah manusia. Barnouw ( 1982 : 241 ) juga menyatakan bahwa meneliti folklore akan sampai pada the enjoyment of life. Artinya, sebuah kenikmatan hidup itu salah satunya ada dalam folklore. Folklore memandang life can be beautiful, artinya hidup itu sendiri indah. Hidup adalah seni, diantara seni adalah folklore, sehingga mempelajari folklore juga menikmati hidup dan keindahan. Pengelompokan folklore, dapat berkiblat pada pendapat Brunvard (Hutomo, 1991 : 8) bahwa secara garis besar, folklore dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: Folklor lisan (verbal folklore),folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), Folklor bukan lisan (non verbal folklore). Folklor merupakan sebuah hasil kebudayaan yang memiliki berbagai fungsi. Fungsi folklor menurut Hutomo (1991: 19) antara lain. a. Sebagai sistem proyeksi; b. Sebagai alat pengesahan kebudayaan; c. Sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial dan sebagai alat pengendali sosial; d. Sebagai alat pendidikan anak; e. Untuk memberikan suatu jalan yang dibenarkan oleh masyarakat agar seseorang dapat lebih superior daripada orang lain;

13 13 f. Untuk memberikan seseorang suatu jalan yang diberikan oleh masyarakat agar dia dapat mencela orang lain; dansebagai alat untuk memprotes ketidakadilan dalam masyarakat. 2. Upacara Tradisional Manusia selalu berusaha menyelamatkan atau membebaskan dirinya dari segala ancaman yang datang dari lingkungan hidupnya. Manusia secara perorangan atau berkelompok mengadakan hubungan dengan manusia lain atau dengan kekuatan-kekuatan gaib di luar dirinya melalui upacara (Syamsuddin, 1985 : 1). Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan dan pada dasarnya upacara tradisional disebarkan secara lisan dan diwariskan secara turun temurun dikalangan masyarakat pendukungnya secara tradisional. Selain itu upacara tradisional sebagian besar bersifat anonim, karena pengarangnya tidak diketahui, tidak mempunyai bentuk yang tetap dan cenderung mengarah pada pola yang bersifat rata-rata. Upacara tradisional yang dalam hal ini termasuk dalam folklor sebagian lisan yang menyangkut dengan kepercayaan masayrakat yang sering juga oleh orang modern disebut dengan takhayul itu (Danandjaja, 1986: 22). Menurut Supanto (1992 : 5) upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama. Upacara tradisional ini merupakan bagian integral kebudayaan masyarakat pendukungnya, dan kelestarian hidup upacara tradisional tersebut dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat pendukungnya.

14 14 Upacara tradisional dapat mengalami kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Upacara tradisional penuh dengan simbol-simbol yang berperan sebagai alat komunikasi antar manusia, dan juga menjadi penghubung antara dunia nyata dengan dunia gaib (Boestami, 1985 : 1). Berdasarkan beberapa pendapat, dapat disimpulkan bahwa upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang integral dalam kehidupan kulturalnya untuk mencapai keselamatan bersama.pelaksanaan upacara tradisional mengandung berbagai aturan yang wajib dipatuhi oleh masyarakat pendukungnya. Aturan itu tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat secara turuntemurun untuk melestarikan ketertiban kehidupan bermasyarakat. Biasanya kepatuhan setiap anggota masyarakat terhadap aturan dalam bentuk upacara tradisional itu disertai keseganan atau ketakutan mereka terhadap sanksi yang bersifat sakral magis. Upacara tradisional dapat dianggap sebagai bentuk pranata sosial yang tidak tertulis. Upacara tradisional wajib dikenal dan diketahui oleh masyarakat pendukungnya, untuk mengatur sikap dan perilaku agar tidak melanggar atau menyimpang dari adat kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat. Makna dibalik upacara tradisional adalah. a. Melestarikan budaya dari leluhur yang masih tetap bertahan di tengah arus globalisasi yang berkembang dalam masyarakat. b. Sikap menghargai kepada tokoh pendahulu yang menjadi panutan dan tuntunan hidup dengan mendoakan di makam beliau lewat lantunan bacaan tahlil dan Al-Qur an.

15 15 c. Sifat kerukunan dan kegotong-royongan yang masih terlihat lewat kerja bakti bersama, mempersiapkan makanan, iuran dana dan lain sebagainya yang sekarang sudah mulai terkikis dalam masyarakat perkotaan. d. Bentuk rasa syukur kepada Allah S.W.T yang diujudkan dengan berdoa bersama dan melaksanakan makan secara bersama pada waktu upacara tradisi dilaksanakan. e. Menambah ilmu agama dengan cara mendatangkan mubalig untuk memberikan pengetahuan agama dan kehidupan baik untuk orang tua maupun generasi muda. f. Pelajaran bagi generasi muda supaya tetap menghormati dan mencintai budaya yang ada dalam masyarakat dan tetap mempertahankannya. g. Ajang silaturahim antara warga desa khususnya, pejabat dan partisipan lain yang datang pada acara tersebut. 3. Tayub Tayub merupakan bentuk pertunjukan tari rakyat yang disajikan oleh penari-penari perempuan (ledhek atau joged) diiringi dengan seperangkat gamelan berlaras slendro atau pelog disertai tembang serta dipertunjukkan di tempat tertentu (panggung atau pendapa). Pertunjukan tayub melibatkan penonton terutama laki-laki (pengibing) untuk berpartisipasi langsung menjadi pasangan penari tayub (joged) dalam menari di atas panggung. Tari ini merupakan ekspresi hubungan romantik antara penari dengan pria (pengibing), masyarakat Jawa yang masih melestarikan kebudayaan pra-hindu diperlukan pada pertanian dan perkawinan (Soedarsono, 1991:35).

16 16 Kesenian tayub berkembang subur di Jawa, baik di Jawa Barat, Jawa Tengah, maupun Jawa Timur. Di Jawa Tengah, tayub berkembang sangat baik di Blora, Purwodadi, Demak, Pati, Banyumas, Sragen, Karanganyar, dan Wonogiri. Tayub dilestarikan dan berkembang di pedesaan, karena tayub memiliki berbagai fungsi yang dibutuhkan oleh masyarakat, di antaranya: sarana ritual, hiburan, dan tontonan. Tarian tayub merupakan sarana hiburan yang sangat digemari oleh kalangan rakyat jelata serta para priyayi dan terdapat dimana-mana seluruh penjuru tanah jawa, dari kota-kota besar dan kecil sampai ke desa-desa sunyi di pegunungan (Sudarsono, 1991: 33-34). Makna tayub sendiri sebagai simbol kesuburan itu, melambangkan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Bentuk tari berpasangan tersebut mempunyai sifat erotis, sarat dengan nuansa sensualitas dan seksualitas. Sensualitas dan seksualitas itu tampak pada dominasi gerak tari goyang pinggul yang dilakukan oleh para joged. Pertunjukan tayub itu menyebabkan sensasi seks yang menimbulkan rangsangan nafsu birahi. Oleh karena itu, tayub sering dikonotasikan dengan hal-hal yang tidak etis, tidak bermoral, dan porno, bahkan hal itu mengakibatkan kesan tidak baik terhadap joged yang sering dianggap sebagai perempuan nakal atau pelacur terselubung. Kehidupan para ronggeng atau ledhek atau tandhak itu sangat dilekati dengan kehidupan prostitusi (Suharto, 1999:119). Tayub adalah pertunjukan rakyat yang berwujud tari berpasangan antara penari wanita dan penari pria. Tari ini merupakan ekspresi hubungan romantic antara ledhek dengan pria (pengibing), masyarakat jawa yang masih melestarikan

17 17 kebudayaan pra-hindu diperlukan pada pertanian dan perkawinan (Soedarsono, 1985:2). Pertunjukan tayub sebagai sarana upacara ritual adalah tayub yang dipertunjukan terkait dengan ritus atau menyangkut dengan upacara keagamaan atau kepercayaan masyarakat. Pertunjukan tayub yang terkait dengan fungsinya sebagai sarana upacara ritual dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu (1) upacara bersih desa; (2) sarana pelepasan nazar; (3) upacara dalam hajat perkawinan (Rochana, 2007: 149). Sama halnya yang terjadi di Dusun Dalungan Kelurahan Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karangayar, kesenian tayub khususnya Tayub Sredeg dipakai masyarakat sebagai upacara ritual diantaranya upacara bersih desa, upacara bersih desa dan upacara dalam hajat perkawinan. 4. Pengertian Cerita Rakyat Elli Konggas Maranda (dalam Yus Rusyana, 1981 : 10) berpendapat bahwa cerita rakyat adalah cerita lisan sebagai bagian dari folklor dan merupakan bagian persediaan cerita yang telah mengenal huruf maupun belum. Cerita rakyat dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah folktale adalah sangat inklusif. Secara singkat dikatakan bahwa cerita rakyat merupakan jenis cerita yang hidup di kalangan masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut. Cerita rakyat pada dasarnya disampaikan secara lisan. Tokoh-tokoh cerita atau peristiwa-peristiwa yang diungkapkan dianggap pernah terjadi di masa lalu, atau merupakan suatu hasil rekaman semata yang terdorong oleh keinginan untuk menyampaikan pesan atau amanat tertentu, atau merupakan suatu upaya anggota

18 18 masyarakat untuk memberi atau mendapatkan hiburan atau sebagai pelipur lara (Atar Semi, 1993 : 79). Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang awam dan mereka merasa bahwa cerita rakyat yang ada merupakan warisan yang harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya (Sapardi Joko Darmono 1984:42). 5. Bentuk Cerita Rakyat Menurut William R. Bascom membagi cerita prosa rakyat menjadi 3, yaitu : a. Mite (myth) Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh empunya cerita, mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Mite bercirikan: dianggap benar-benar terjadi, dianggap suci oleh empunya cerita, tokoh para setengah dewa, setting bukan di dunia, waktu sangat lampau. Mitos (mite) berasal dari perkataan Yunanimythosberarti cerita,yakni cerita tentang dewa dewa dan pahlawan yang dipuja puja. Mitos adalah cerita cerita suci yang mendukung sistem kepercayaan atau agama (religi). b. Legenda (legend) Legenda sendiri berarti cerita cerita yang oleh masyarakat yang mempunyai cerita tersebut dianggap sebagi peristiwa peristiwa sejarah. Itulah sebabnya ada orang yang mengatakan bahwa legenda adalah sejarah rakyat. Legenda, berciri dianggap benar benar terjadi, tidak

19 19 dianggap suci oleh empunya cerita, tokoh manusia kadang dengan sifat luar biasa, setting di dunia, dan waktu belum terlalu lama. Legenda merupakan cerita yang mengandung ciri-ciri tokoh dalam legenda disakralkan oleh pendukungnya. Tokohnya merupakan manusia biasa yang mempunyai kekuatan atau kemampuan yang luar biasa, tempat terjadinya di dunia ini. Legenda tidak setua mite. Legenda menceritakan terjadinya tempat seperti pulau, gunung, daerah atau desa, danau atau sungai dan sebagainya serta ditokohi oleh manusia. c. Dongeng Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu dan tempat. Dongeng merupakan kisah atau cerita yang lahir dari hasil imajinasi manusia, dari khayalan manusia, walaupun unsur khayalan tersebut berasal dari apa yang ada dalam kehidupan manusia seharihari. Dongeng inilah khayalan manusia memperoleh kebebasannya yang mutlak, karena disitu ada larangan bagi manusia untuk menciptakan dongeng apa saja. Bisa ditemukan hal-hal yang tidak masuk akal, yang tidak mungkin kita temui dalam kehidupan seharihari. Setiap dongeng adalah produk imajinasi manusia, tentunya merupakan hasil dari mekanisme yang ada dalam nalar manusia itu sendiri. Maka dongeng adalah fenomena budaya yang paling tepat untuk diteliti bilamana kita ingin mengetahui kekangan-kekangan yang ada dalam gerak atau dinamika nalar manusia. Penceritaan dongeng ini hanya dimaksud untuk menghibur atau hanya sebagai pelipur belaka.

20 20 6. Fungsi Cerita Rakyat Menurut Semi (1984:10-14) cerita rakyat memiliki empat fungsi sosial, yaitu. a. Menghibur adalah suatu karya sastra yang diciptakan berdasarkna keinginan melahirkan suatu rangkaian berbahasa yang indah dan bunyi yang merdu saja. b. Mendidik adalah suatu karya sastra yang dapat memberikan pelajaran tentang kehidupan, karena sastra mengekspresikan nila-nilai kemanusiaan seperti yang terdapat dalam agama. Nilai-nilai yang disampaikan dapat lebih fleksibel. Di dalam sebuah karya sastra yang baik kita akan menemukan unsur-unsur dari ilmu filsafat, ilmu kemasyarakatan. c. Mewariskan adalah suatu karya sastra yang dijadikan alat untuk meneruskan tradisi suatu bangsa dalam arti yang positif. Tradisi itu memerlukan alat untuk meneruskannnya kepada masyarakat sejaman dan masyarakat yang akan datang. d. Jati diri adalah suatu karya sastra yang menjadikan dirinya sebagai suatu tempat dimana nilai kemanusiaan mendapat tempat yang sewajarnya, dipertahankan dan disebarluaskan, terutama ditengah-tengah kehidupan modern yang ditandai dengan menggebu-gebunya kemajuan sains dan tekhnologi. Fungsi cerita rakyat ini bergerak dari suatu masa ke masa. Pergeseran nilai-nilai dan perubahan fungsi peranannya selalu terjadi karena pengaruh jaman.

21 21 7. Ciri-Ciri Cerita Rakyat Menurut James Danandjaja (1997:3-4) cerita rakyat senatiasa mengalami perubahan dari masa ke masa, bahkan dari penutur yang satu ke penutur lain saat yang berbeda walaupun dari kelompok-kelompok atau individu yang sama. Ciriciri cerita rakyat sebagai berikut. a. Disebarkan secara lisandari mulut ke mulut, dari orang satu ke orang lain, dan secara alamiah tanpa paksaan. b. Cerita rakyat bersifat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama. c. Cerita rakyat memiliki versi yang berbeda-beda karena penyebarannya secara lisan. d. Cerita rakyat bersifat anonim karena pengarangnya tidak diketahui lagi, maka cerita rakyat telah menjadi milik masyarakat pendukungnya. e. Cerita rakyat selalu menggunakan bentuk beumus atau berpola yaitu menggunakan kata-kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan dan mempunyai pembukuan dan penutupan yang baku. f. Cerita rakyat mempunyai kegunaan dalam kegunaan dalam kehidupan kolektif, yaitu sebagai sarana pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam. g. Cerita rakyat bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.

22 22 h. Cerita rakyat menjadi milik bersama dari suatu kolektif tertentu. Dasar anggapan ini sebagai akibat sifatnya yang anonim. i. Cerita rakyat bersifat polos dan lugu, sehinggga sering kali kelihatan kasar, terlalu spontan. 8. Makna Simbolik Manusia adalah mahkluk budaya, dan budaya manusia penuh dengan simbol, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai dengan unsurunsur simbolik. Kata simbol berasal dari bahasa Yunani, symbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Simbol atau lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan pengantara pemahaman terhadap obyek (Herusatoto,2008 : 18). Simbol-simbol ritual ada juga yang berupa sesaji (dalam penelitian ini). Sesaji merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku agar lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya pendekatan diri melalui sesaji sesungguhnya merupakan bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak. Sesaji juga merupakan sarana untuk negosiasi spiritual kepada hal-hal gaib. Hal ini dilakukan agar mahkluk-makhluk halus di atas kekuatan manusia tidak mengganggu. Dengan pemberian makanan secara simbolis kepada ruh halus, diharapkan ruh tersebut akan jinak, dan mau membantu hidup manusia (Suwardi Endraswara, 2006 : 247). Sesaji disini yang dimaksud diantaranya adalah nasi tumpeng, ayam ingkung, ikan bandeng, rengginang, ketan merah dan putih, pisang raja. Ayam ingkung disini disimbolkan seperti manusia yang hanya bisa berserah diri kepada Sang Pencipta.

23 23 Kegiatan-kegiatan simbolik dalam masyarakat tradisional merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang menciptakan, menurunkan ke dunia, memelihara hidup, dan menentukan kematian manusia. Simbolisme dalam masyarakat tradisional membawakan pesan-pesan kepada generasi berikutnya. Herusatoto (2008: ) juga mengatakan bahwa tindakan simbolis orang Jawa dibagi menjadi tiga jenis anatar lain (1) tindakan simbolis dalam religi, seperti upacara selamatan, peristiwa-peristiwa penting; (2) tindakan simbolis dalam tradisi; (3) tindakan simbolis dalam seni. Tindakan simbolis dalam masyarakat Jawa dominan dalam segala kegiatan. Menggunakan simbol merupakan sebagai sarana atau media dalam menitipkan pesan-pesan yang mempunyai nilai terkandung didalamnya. Budaya simbolis bisa menjadi media didik masyarakat untuk menemukan nilai-nilai dalam budaya alus dan juga budi luhur. 9. Fungsi Mitos Salah satu dari gejala kebudayaan yang paling sulit didekati dengan analisis logis semata-mata adalah mitos. Mitos lebih terjelma dalam tindakan, daripada dalam pikiran atau khayalan (Cassiree, 1987 : 119). Kepercayaan masyarakat terhadap cerita yang mereka ketahui sangat besar, sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku mereka, yaitu taat kepada larangan atau suruhan yang berhubungan erat dengan cerita-cerita itu. Pada dasarnya mitos adalah anggapan atau kepercayaan terhadap suatu hal yag berkaitan dengan kehidupan manusia (Nuraidar Agus, 2010 : 115).

24 24 Mitos adalah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Cerita ini dapat dituturkan, tetapi juga dapat diungkapkan lewat tari-tarian atau pementasan wayang misalnya (Van Peursan, 2007 : 37). Melalui mitos manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian sekitarnya, dan dapat menanggapi daya-daya kekuatan alam. Fungsi mitos menurut Van Peursen, yaitu. a. Mitos menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib. Mitos itu tidak memberikan bahan informan mengenai kekuatankekuatan itu, tetapi membantu menusia agar dapat menghayati dayadaya itu sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan sukunya. b. Mitos memberi jaminan bagi masa kini. Pada musim semi misalnya bila ladang-ladang mulai digarap, diceritakan dongeng. Namun juga dapat diperagakan dalam sebuah tarian, bagaimana pada jaman dulu para dewa juga mulai menggarap sawahnya dan memperoleh hasil yang melimpah. Cerita-cerita itu seolah-olah mementaskan kembali suatu peristiwa yang dulu pernah terjadi. Dengan demikian dijamin keberhasilan usaha serupa dewasa ini. c. Mitos memberikan pengetahuan tentang dunia. Artinya, fungsi ini mirip dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam pikiran modern, misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan bumi (Peursen, 1988 : 37). Berdasarkan pembahasan dan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa mitos adalah suatu kepercayaan yang telah mendarah

25 25 daging bagi masyarakat pemiliknya dan menjadi pedoman dalam bertingkah laku. Tujuan mitos adalah untuk mendidik anak-cucu yang mendengarnya, khususnya tentang kepercayaan kepada kekuatan mutlak (Tuhan), kejujuran, keberanian, sopan santundan lain-lain. Mitos merupakan suatu cerita yang dapat memberikan pedoman bagi masyarakat di tiap daerahnya. F. Sumber Data 1. Sumber Data Sumber data penelitian berbentuk sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer yaitu warga terpilih yang mengetahui cerita tersebut. Sumber data sekunder yaitu referensi maupun buku-buku yang relevan dengan topik penelitian. 2. Data Penelitian Data dalam penelitian ini juga terdapat dua jenis, yaitu data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara tentang cerita rakyat dalam upacara tradisional bersih dusun di dusun Dalungan desa Macanan kecamatan Kebakkramat kabupaten Karanganyar dari hasil pengamatan langsung. Menurut Lofland dan Lofland sumber data primer atau utama dalam penelitian kualitatif adalah kata kata, tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain lain (Loffland dan Lofland dalam Lexy J. Moleong, 2010:157). Data sekunder dalam penelitian ini adalah keterangan-keterangan yang diambil dari referensi maupun buku-buku yang relevan dengan topik penelitian.

26 26 G. Metode dan Teknik 1. Metode Penelitian menggunakan sebuah metode agar penelitian dapat menemukan suatu cara, langkah kerja dan rumusan yang benar dalam memberikan langkah setiap permasalahan, sehingga dapat menghasilkan suatu penelitian yang diinginkan dan tepat sasaran dari awal hingga akhir tujuan (Moleong, 2010: 3). Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Bentuk penelitian kualitatif yaitu bentuk penelitian yang menjelaskan setiap unsur data dengan menggunakan kata-kata atau kalimat-kalimat dan bukan dalam bentuk angka-angka atau mengadakan perhitungan melainkan berdasarkan pada data yang dikumpulkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas, maksudnya peneliti berusaha untuk memaparkan Cerita rakyat dalam Upacara Tradisional Bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karangayar dengan mengutamakan penghayatan terhadap data yang diperoleh sebagai objek penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat Bolgan dan Taylor (dalam Moleong, 2010;4) yang mengemukakan bahwa penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Tujuan penelitian deskriptif kualitatif adalah memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai kualitas dari objek kajian yang berbentuk foklor. Penelitian ini cenderung terjun langsung ke lapangan, dan peneliti secara langsung mendata, menyaksikan prosesi dan menganalisinya.peneliti adalah kunci utama dalam penelitian sehingga peneliti haruslah teliti agar tercapai penelitian yang akurat dan sempurna, data yang diperoleh sesuai fakta yang ada dilapangan.

27 27 2. Teknik Tehnik yang digunakan untuk pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah. a. Observasi Langsung (Tempat dan Peristiwa) Observasi merupakan salah satu cara pengumpulan data dengan cara terjun langsung dan melihat secara langsung fenomena yang terdapat di lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan secara langsung dilokasi kejadian/tempat dilangsungkan suatu peristiwa dan diungkapkan secara tepat.dalam hal ini peneliti langsung datang ke lokasi diadakanya upacara adat bersih dusun di dusun Dalungan desa Macanan kecamatan Kebakkramat kabupaten Karanganyar. b. Wawancara Wawancara dalam penelitian ini bertujuan menyimpulkan keterangan yang ada pada kehidupan dalam suatu masyarakat serta pendirian mereka merupakan suatu alat pembantu metode observasi langsung (Koentjaraningrat,1983:129). Pada metode ini, pertanyaan diajukan secara lisan (pengumpul data bertatap muka dengan narasumber. (Sanapiah Faisal, 2008 : 52). Jenis wawancara ada dua, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur ialah pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaanpertanyaan yang akan diajukan. Untuk itu pertanyaan-pertanyaan

28 28 disusun dengan rapi dan ketat. Jenis ini dilakukan pada situasi jika sejumlah sampel yang representatif ditanyai dengan pertanyaan yang sama dan hal ini penting sekali. Wawancara terstruktur ini bertujuan untuk mencari jawaban terhadap hipotesis kerja. Wawancara tidak terstuktur digunakan dalam pencarian informasi dalam masyarakat untuk mengetahui pemahaman dalam masyarakat. Wawancara ini sangat berbeda dengan wawancara terstruktur dalam hal waktu bertanya dan cara memberikan respons, yaitu jenis ini lebih bebas iramanya. Responden biasanya terdiri atas mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Penelitian ini menggunakan metode wawancara tidak terstruktur, yang dilakukan dengan suasana akrab dan terbuka, pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari (Lexy J. Moleong,2007 : 190). 3. Teknik Analisis Data Hal terpenting setelah data diperoleh pada tahap pengumpulan data adalah mengolahnya pada tekhnik analisis data. Kegiatan memproses pengolahan data dimulai dengan mengelompokan dari data-data yang telah terkumpul dan dicatat sebagai hasil observasi dan wawancara. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode komparatif, yaitu membandingkan antara data yang diperoleh dari wawancara dengan hasil observasi. Catatan yang dianggap menunjang data penelitian, selalu dicatat agar kejadian-kejadian tersebut tidak

29 29 terabaikan. Pada tahap ini data dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab permasalahanpermasalahan dalam penelitian. Cara analisisnya, data yang sudah diperoleh dari hasil wawancara dari informan dan masyarakat pendukung yang berupa kata-kata, penjelasanpenjelasan serta observasi di lokasi penelitian terhadap cerita rakyat dalam upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Kelurahan Macanan kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar kemudian disusun dalam teks yang diperluas dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah pendekatan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta. Data yang telah terkumpul dari wawancara dan observasi berupa catatan lapangan terhadap cerita rakyat dalam upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Desa Macanan Kecamatan Kebakkramat kabupaten Karanganyar ini dilakukan dengan dengan langkah pemilahan data berdasarkan kategori tertentu. Fakta-fakta yang ada dilapangan kemudian digolongkan, diperiksa, membuang data-data yang tidak perlu serta mengorganisasi data. Hasil data kemudian disajikan dalam bentuk penyajian data untuk dapat ditarik dan diverifikasi kesimpulan-kesimpulan finalnya. a. Reduksi Data Reduksi data adalah merampingkan dengan memilih data yang dipandang penting. Menyederhanakan, dan mengabstrasikannya (Sangidu, 2004:73). Analisis data dimulai setelah mengumpulkan datadata dari hasil wawancara dan pengamatan terhadap Cerita Rakya

30 30 dalam upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan Kelurahan Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar yang meliputi kondisi sosial masyarakat, bentuk dan makna cerita rakyat di dusun Dalungan, prosesi, serta macam-macam sesaji yang digunakan. Hasil dari wawancara serta pengamatan tersebut dijadikan sebagai data budaya.setelah semua data diperoleh, selanjutnya dilakukan reduksi data yang sesuai dan tepat. b. Sajian Data Tahap selanjutnya setelah dilaksanakan reduksi data atau pemilahan data, maka data yang sesuai dipilih sesuai dengan penelitian dilakukan penyajian data. Sajian data adalah menyajikan data secara analitis dan sintesis dalam bentuk uraian dari data-data yang terangkat disertai dengan bukti-bukti tekstual yang ada (Sangidu, 2004:74). Sajian data mengenai kondisi sosial budaya masyarakat, prosesi dan bentuk pertunjukan seni Tayub, macam-macam sesaji yang digunakan serta aspek budaya dalam sajian datanya dapat disertai dengan penjelasan dan foto-foto yang didapatkan dari pelaksanaan upacara bersih desa agar data yang disajikan lebih jelas dan rinci. c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Tahap terakhir setelah melakukan proses reduksi data dan sajian data dari data-data yang telah terkumpul, maka sebisa mungkin dilakukan penarikan kesimpulan dari data-data yang telah diperoleh. Kesimpulan yang sudah diperoleh tahap selanjutnya dilakukan verifikasi. Verifikasi dan simpulan adalah mengecek kembali

31 31 (diverifikasi) pada catatan-catatan yang telah dibuat oleh peneliti selanjutnya membuat simpulan-simpulan sementara (Sangidu, 2004:74). Penarikan kesimpulan merumuskan apa yang sudah didapatkan dari reduksi data maupun kegiatan pengumpulan data. Proses penarikan kesimpulan dilakukan setelah data-data pada tahap reduksi data dan sajian data terkumpul dan tersusun. Penarikan kesimpulan tidak bisa sekali jadi, sehingga kemungkinan besar terjadi proses pengulangan misalnya penarikan kesimpulan pada upacara adat bersih dusun dengan menghubungkan antara cerita rakyat yang melatar-belakangi diadakannya upacara bersih dusun dan pementasan tayub, dapat dilihat dari keterkaitan antara kondisi sosial budaya masyarakat, prosesi upacara bersih dusun dan bentuk mitos serta macam-macam sesaji yang digunakan. Apabila dirasa belum cukup memadai dapat dilakukan pengulangan proses agar lebih mantap. H. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan ini meliputi tiga bab. Tiga bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Bab I Pendahuluan. Bab pendahuluan berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan, Teori yang digunakan dalam penelitian, metode penelitian sastra lisan, lokasi penelitian, bentuk penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

32 32 Bab II Pembahasan. Bab ini berisi bentuk dan asal-usul cerita rakyat, upacara tradisional bersih dusun, pertunjukan seni tayub dalam upacara tradisional bersih dusun di dusun Dalungan desa Macanan kecamatan Kebakkramat kabupaten Karangayar, serta makna simbolik dari sesaji yang terdapat dalam pelaksanaan upacara tradisional bersih dusun di Dusun Dalungan. Bab III Penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran. Pada akhir tulisan ini disertakan daftar pustaka dan lampiran penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Bentuk dan Asal-usul Cerita Rakyat di Dusun Dalungan

BAB II PEMBAHASAN. A. Bentuk dan Asal-usul Cerita Rakyat di Dusun Dalungan BAB II PEMBAHASAN A. Bentuk dan Asal-usul Cerita Rakyat di Dusun Dalungan 1. Bentuk Cerita Rakyat di Dusun Dalungan Cerita rakyat memiliki bentuk-bentuk antara lain: mite, legenda, dan dongeng. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, kita mengenal adanya siklus hidup, mulai dari dalam kandungan hingga kepada kematian. Berbagai macam peristiwa yang dilalui merupakan saat-saat

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penyusunan sebuah karya ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan dari berbagai etnik. Warisan kebudayaan yang disampaikan secara turun menurun dari mulut kemulut secara lisan biasa disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

03FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si.

03FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si. Modul ke: Folklore Fakultas 03FDSK Penjelasan mengenai kontrak perkuliahan yang didalamnya dijelaskan mengenai tata tertib, teknis, serta bahan untuk perkuliahan di Universitas Mercu Buana Denta Mandra

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan sebuah karya ilmiah diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka bertujuan untuk mengetahui keauntetikan sebuah karya ilmiah. Kajian yang

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata

BAB II KAJIAN TEORI. Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata 5 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Folklor Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata dasar, yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes (Danandjaja, 2007: 1-2), folk

Lebih terperinci

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Siti Nurfaridah program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa flowersfaragil@yahoo.co.id

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih teratur dan mempunyai prinsip-prinsip yang kuat. Mengingat tentang

BAB I PENDAHULUAN. lebih teratur dan mempunyai prinsip-prinsip yang kuat. Mengingat tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya merupakan cerminan dari suatu bangsa, bangsa yang menjunjung tinggi kebudayaan pastilah akan selalu dihormati oleh negara lainnya. Budaya yang terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang tinjauan pustaka atau kajian teori yang berkaitan dengan judul penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi 1) Repustakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH (Tinjauan Folklor)

CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH (Tinjauan Folklor) digilib.uns.ac.id CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH (Tinjauan Folklor) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda,

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda, 5 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Semiotik Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda, lambang, maupun simbol-simbol. Tanda, lambang, dan simbol-simbol tersebut dapat kita

Lebih terperinci

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception 88 BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN A. Analisis Resepsi 1. Pengertian Resepsi Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris),

Lebih terperinci

MEDIA TRADISIONAL. A. Pengertian Media Tradisional

MEDIA TRADISIONAL. A. Pengertian Media Tradisional MEDIA TRADISIONAL A. Pengertian Media Tradisional Dongeng adalah salah satu media tradisional yang pernah popular di Indonesia. Pada masa silam, kesempatan untuk mendengarkan dongeng tersebut selalu ada,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pemiliknya, sebagai milik bersama, yang isinya mengenai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dina Astrimiati, 2014 MOTIF HUKUMAN PADA LEGENDA GUNUNG PINANG KECAMATAN KRAMATWATU KABUPATEN SERANG, BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Dina Astrimiati, 2014 MOTIF HUKUMAN PADA LEGENDA GUNUNG PINANG KECAMATAN KRAMATWATU KABUPATEN SERANG, BANTEN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Legenda bagian dari folklor merupakan bentuk refleksi dari kehidupan masyarakat yang membesarkan cerita tersebut. Umumnya memiliki kegunaan sebagai alat pendidik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting

Lebih terperinci

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan penelitian (4) mamfaat penelitian. A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang unik pula. Selain itu, di setiap daerah tersebut memiliki suatu cerita atau

BAB I PENDAHULUAN. yang unik pula. Selain itu, di setiap daerah tersebut memiliki suatu cerita atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang luas, beragam suku tersebar di berbagai wilayah, dan memiliki sumber daya manusia yang unik pula.

Lebih terperinci

dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2.

dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2. A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Musik sebagai bagian dari kebudayaan suatu bangsa, merupakan ungkapan serta ekspresi perasaan bagi pemainnya. Kebudayaan juga merupakan cerminan nilai-nilai personal,

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Objek kajian karya sastra dapat berupa karya sastra tulis maupun sastra lisan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Objek kajian karya sastra dapat berupa karya sastra tulis maupun sastra lisan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Objek kajian karya sastra dapat berupa karya sastra tulis maupun sastra lisan. Sastra tulis adalah sastra yang teksnya berisi cerita yang sudah ditulis atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan dan pada dasarnya upacara tradisional disebarkan secara lisan. Upacara

Lebih terperinci

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA Modul ke: 03 Primi Fakultas FTPD ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA Vernakular dalam Arsitektur Tradisional Artiningrum Program Studi Teknik Arsitektur Tradisi berasal dari bahasa Latin: traditio, yang berarti

Lebih terperinci

BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO

BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO Oleh : Dewi Kartikasari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebudayaan antik (antiquarian) Inggris memperkenalkan istilah folklor ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebudayaan antik (antiquarian) Inggris memperkenalkan istilah folklor ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Folklor merupakan khazanah sastra lama. Salah satu jenis folklor adalah cerita rakyat. Awalnya cerita rakyat merupakan cerita lisan yang dapat dikategorikan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN A. PENGANTAR Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan salah satu unsur dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara umum, PkM tidak hanya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah Negara yang memiliki beragam kebudayaan daerah dengan ciri khas masing-masing. Bangsa Indonesia telah memiliki semboyan Bhineka Tunggal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo

Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Oleh : Ahmad Muhlasin program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa a_muhlasin@ymail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian Ziarah merupakan istilah yang tidak asing di masyarakat. Ziarah adalah salah satu bentuk kegiatan berdoa yang identitik dengan hal yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

anggota masyarakat di pedesaan.

anggota masyarakat di pedesaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Blora memiliki banyak memiliki kesenian rakyat, salah satunya kesenian pertunjukan ritual kerakyatan tari tayub. Tari tayub itu sendiri adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan 1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh bagaimana

Lebih terperinci

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Oleh: Heira Febriana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Febrianahera@gmail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT

2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional lahir dari budaya masyarakat terdahulu di suatu daerah tertentu yang terus berkembang secara turun temurun, dan terus dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat Ciamis. Ronggeng gunung sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Untuk mencapai hasil penelitian yang objektif penulis berusaha menjelaskan variabel-variabel atau kata-kata kunci yang berhubungan dengan penelitian ini. Variabel variabel tersebut

Lebih terperinci

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

SENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA

SENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA SENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA Oleh : Desy Dwijayanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Cahyo_desy@yahoo.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Ada beberapa buku yang penulis pakai dalam memahami dan langsung mendukung penelitian ini, diantaranya buku yang berkaitan dengan revitalisasi yang

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL Firdauzia Nur Fatimah, Edy Tri Sulistyo Universitas Sebelas Maret ningfirda15@gmail.com, edytrisulistyo9@gmail.com

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Oleh: Ade Ayu Mawarni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa adeayumawarni@yahoo.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata budaya terdiri dari dua kata yaitu budi dan daya. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu nilai dan pikiran yang hidup pada sebuah masyarakat, dan dalam suatu nilai, dan pikiran ini berkembang sejumlah

Lebih terperinci

TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI)

TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI) TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI) Oleh: Yuli Ernawati program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Yuli.erna13@yahoo.com Abstrak:Rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap suku bangsa di dunia memiliki khazanah cerita prosa rakyat. Menurut Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki beribu-ribu pulau di dalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki beribu-ribu pulau di dalamnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia memiliki beribu-ribu pulau di dalamnya. Banyaknya pulau-pulau di Indonesia menghadirkan suku dan budaya yang memiliki adat istiadat yang berbeda disetiap

Lebih terperinci

Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen

Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen Oleh: Tri Raharjo Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa trie.joejoe@gmail.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

Seminar Nasional dan Launching ADOBSI 463

Seminar Nasional dan Launching ADOBSI 463 SUMBANGAN CERITA RAKYAT DI WILAYAH MADIUN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Eni Winarsih IKIP PGRI Madiun Abstrak Cerita rakyat adalah ragam cerita yang berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat disebarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas

Lebih terperinci

Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen

Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen Oleh: Riana Anggraeni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa rianaanggraeni93@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG 2.1 Cerita Rakyat Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat atau legenda adalah cerita pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah Seni. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk di dalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode keilmuan. Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam perayaan tradisi masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji, mengingat saat ini kehidupan masyarakat sudah dilanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan karya imajinatif yang mempunyai hubungan erat dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut membentuk karya

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Yang Relevan Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

Lebih terperinci

KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI NAGARI GUGUAK SARAI

KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI NAGARI GUGUAK SARAI KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI NAGARI GUGUAK SARAI Oleh: Inda Fahmi Sari 1, Andria Catri Tamsin 2, Hamidin 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesenian yang ada di Jawa Barat terbagi dalam dua kalangan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesenian yang ada di Jawa Barat terbagi dalam dua kalangan yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesenian yang ada di Jawa Barat terbagi dalam dua kalangan yaitu kesenian bangsawan dan kesenian rakyat. Dalam kesenian rakyat terdapat seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang

Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Oleh : Muhamad Arif Susanto Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa MuhamadArif347@yahoo.co.id Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Cerita Rakyat Cerita rakyat merupakan bagian folklore, yang dimaksud adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang dikaji penelitian ini menggunakan pendekatan budaya, yaitu pendekatan dengan cara melihat obyek pengkajian sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negeri yang memiliki aneka ragam budaya yang khas pada setiap suku bangsanya. Tidak hanya bahasa daerah, pakaian adat, rumah adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh setiap negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh setiap negara merupakan kebanggaan yang luar biasa bagi negaranya sendiri. Begitu juga dengan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu warisan leluhur. Karya sastra dibagi menjadi dua yaitu karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra lisan salah

Lebih terperinci