PRIORITAS PENANGANAN BANJIR KECAMATAN TELANAIPURA KOTA JAMBI TAHUN Skripsi. Oleh: DIAN ADHETYA ARIF NIM K

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRIORITAS PENANGANAN BANJIR KECAMATAN TELANAIPURA KOTA JAMBI TAHUN Skripsi. Oleh: DIAN ADHETYA ARIF NIM K"

Transkripsi

1 PRIORITAS PENANGANAN BANJIR KECAMATAN TELANAIPURA KOTA JAMBI TAHUN 2012 Skripsi Oleh: DIAN ADHETYA ARIF NIM K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

2 PRIORITAS PENANGANAN BANJIR KECAMATAN TELANAIPURA KOTA JAMBI TAHUN 2012 Oleh: DIAN ADHETYA ARIF NIM K Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidik an Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 ii

3 PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk diper tahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas S ebelas Maret. Persetujuan Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Drs. Wakino MS. Pipit Wijayanti S.Si, M.Sc NIP NIP iii

4 PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univer sitas Sebelas Maret dan telah diterima untuk memenuhi sebagai persyaratan mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Hari : Tanggal : Tim Penguji Skripsi Nama Terang Tanda Tangan Ketua : Dra. Inna Prihartini MS Sekretaris : Setya Nugraha S.Si, M.Si 2... Anggota I : Drs. Wakino MS Anggota II : Pipit Wijayanti S.Si, M.Sc Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu P endidikan Universitas Sebelas Maret Dekan, Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP iv

5 ABSTRAK Dian Adhetya Arif. PRIORITAS PENANGANAN BANJIR KECAMATAN TELANAIPURA KOTA JAMBI TAHUN S kripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, September Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui persebaran wilayah rawan banjir di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi tahun 2012, (2) mengetahui persebaran wilayah bahaya banjir di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi tahun 2012, (3) mengetahui prioritas penanganan Banjir di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi tahun 2012 Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan unit analisis berupa satuan medan. Wilayah kajian mencakup seluruh wilayah Kecamatan Telanaipura yang terdiri dari 11 kelurahan. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi, observasi, dan wawancara. Teknik analisis data untuk mengetahui persebaran wilayah rawan banjir adalah pengskoran dan overlay terhadap parameter yaitu : peta penggunaan lahan, peta kerapatan saluran drainase, peta kemiringan lereng. Sebelum proses overlay, terlebih dahulu ditentukan faktor penimbang setiap parameter sesuai dengan pengaruh terhadap kerawanan banjir. Persebaran wilayah bahaya banjir menggunakan teknik skoring dan over lay terhadap parameter yaitu : peta rawan banjir dan peta penggunaan lahan intensif. Wilayah penanganan banjir dianalisis dengan teknik skoring dan overlay terhadap parameter yaitu: peta bahaya banjir dan peta kepadatan penduduk dasimetr ik. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu: (1) Wilayah kerawanan banjir Kecamatan Telanaipura dibagi dalam 5 kelas kerawanan yaitu kelas tidak rawan meliputi sebagian kecil wilayah Kelurahan Legok. Kelas kurang rawan meliputi Kelurahan Legok, Kelurahan Selamat, Kelurahan Telanaipura, Kelurahan Solok Sipin dan Kelurahan Sungai Putri. Kelas rawan sedang tersebar merata di seluruh wilayah Kecamatan Telanaipura. kelas rawan tersebar merata diseluruh wilayah Kecamatan Telanaipura. kelas sangat rawan meliputi Kelurahan Sungai Putri, Kelurahan Penyengat Rendah, Kelurahan Murni dan Kelurahan Legok. (2) Wilayah bahaya banjir Kecamatan Telanaipura dibagi dalam 3 kelas bahaya yaitu kelas tidak bahaya meliputi hampir seluruh wilayah Kecamatan Telanaipura. kelas bahaya sedang meliputi seluruh Kelurahan dalam bagian adm inistrasi Kecamatan Telanaipura, kelas bahaya dengan luas meliputi Kelurahan Legok, Kelurahan Penyengat Rendah, Kelurahan Mur ni, Kelurahan Buluran Kenali, dan Kelurahan Teluk Kenali. (3) Prioritas penanganan banjir Kecamatan Telanaipura terdiri atas 4 kelas prioritas, semakin rendah kelas maka penanganan semakin didahulukan. Kelas prioritas I meliputi Kelurahan Telanaipura, Kelurahan Simpang IV Sipin, Pematang Sulur, sebagian besar Kelurahan Penyengat Rendah, dan Kelurahan Teluk Kenali. Kelas prioritas II meliputi Kelurahan P enyengat Rendah bagian utara, Kelurahan Teluk Kenali bagian utara, Kelurahan Buluran Kenali, Kelurahan Sungai Putri, dan Kelurahan Selamat. Kelas prioritas III meliputi Kelurahan Solok Sipin, Kelurahan Legok, dan sebagian Kelurahan Buluran Kenali. Kelas prioritas IV meliputi Kelurahan Legok tepatnya ditepi Danau Sipin, dan Kelurahan Murni. v

6 ABSTRACT Dian Adhetya Arif. FLOOD MANAGEMENT P RIORITY IN TELANAIPURA SUBDISTRICT OF JAMBI CITY IN Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, October The objectives of research are: (1) to find out the distribution of vulnerable-to-flood area in Telanaipura Subdistrict of Jambi C ity in 2012, (2) to find out the distribution of flood hazard area in Telanaipura Subdistrict of Jambi City in 2012, and (3) to find out the priority of Flood management in Telanaipura Subdistrict of Jambi City in This research used a descriptive qualitative method with terrain unit as the unit analysis. The area of study included entire area of Telanaipura Subdistrict consisted of 11 kelurahans. The data obtained included primar y and secondary data. Techniques of collecting data used were documentation, observation, and interview. Techniques of analyzing data used to find out the distribution of vulnerable-to-flood area were scoring and overlay with the following parameter s: landuse map, drainage channel density map, and slope declivity map. Before overlay process, each parameter weighing factor was deter mined first according to the effect of flood vulnerability. The distribution of flood hazard area was analyzed using scoring and overlay technique with the following parameters: flood vulnerability map and intensively land use map. The flood management area was analyzed using scoring and overlay techniques with the following parameters: flood danger map and dasimetric population density map. The result of research showed that: (1) The flood vulnerability area of Telanaipura Subdistrict was divided into 5 classes: non-vulnerable class including a small part of Kelurahan Legok area. Less vulnerable class included Kelurahans Legok, Selamat, Telanaipura, Solok Sipin and Sungai P utri. The moder ate vulnerable class was distributed evenly throughout Telanaipura Subdistrict ar ea. The vulnerable class was distributed evenly throughout Telanaipura Subdistrict area. The very vulnerable class included Kelurahans S ungai Putri, Penyengat Rendah, Murni, and Legok. (2) The flood hazard area of Telanaipura Subdistrict was divided into 3 hazard class: non-hazard class including nearly all areas of Telanaipura Subdistrict. Moderate hazardous class included all kelurahans in administrative area of Telanaipura. Hazardous class included Kelurahans Legok, Penyengat Rendah, Murni, Buluran Kenali, and Teluk Kenali. (3) The priority of flood management in Telanaipura subdistrict consisted of 3 priority classes, the lower the class is, the more prioritized is the management. Priority class I included Kelurahans Telanaipura, Sim pang IV Sipin, Pematang Sulur, most areas of Kelurahan Penyengat Rendah, and Kelurahan Teluk Kenali. Priority Class II included northern area of Kelurahan Penyengat Rendah, northern area of Kelurahan Teluk Kenali, Kelurahan Buluran Kenali, Kelurahan Sungai Putr i, Kelurahan Legok, Kelurahan Solok Sipin and Kelurahan Selamat. Priority Class II included Kelurahan Solok Sipin, Kelurahan Legok, and a part of Kelurahan Buluran Kenali. Priority Class III included Kelurahan exactly on the edge of Danau Sipin and Kelurahan Murni. vi

7 MOTTO - orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu S ebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta or ang- (Al-Baqarah: 153) Berbakti kepada Orang tua, kunci kesuksesan dunia dan akhirat Berangkat dengan penuh keyakinan, Berjalan dengan penuh keikhlasan, Istiqomah dalam menghadapi cobaan. vii

8 PERSEMBAH AN Allah SWT yang telah memberikan ridho, kemudahan, dan kelancar an selama menjalani skripsi ini sampai selesai. Junjungan Kita Nabi Muhammad SAW. Karya ini ku persembahkan Ayah dan Ibu tercinta terima kasih atas - hentinya diberikan. Terima kasih Adek ku tersayang sudah menjadi tempat berbagi, belajar, cerita, bermain, jalan, dan menjadi teman sahabat. Bapak Drs. Wakino MS. dan Ibu Pipit Wijayanti S.Si, M.Sc yang menjadi Dosen Pembimbing Skripsi saya. Terima kasih atas bimbingan, masukan dan arahannya. Ria Kurniawati, ST. terima kasih sudah meluangkan waktu untuk selalu mengingatkan, mendukung, memberi masukan, perhatian, semangat, dan viii

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Bapak Drs. Syaiful Bachr i, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atas ijin yang diberikan. 3. Bapak Dr. Gamal Rindarjono M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi, Bapak Drs. Djoko S ubandriyo M.Pd selaku Pelaksana Tugas, dan pembimbing akademik atas ijin serta motivasinya yang telah diberikan. 4. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Geografi atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan. 5. Pemerintah Kota Jambi beserta jajaran instansi dibawahnya yang telah bersedia memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. 6. Ibu, Ayah, dan keluarga besar ku atas doa,dukungan,dan kasih sayangnya. 7. Eirlangga, SP atas bimbingan penggunaan Arcgis 8. Arif Andani Hidayat atas atas bantuan penelitiannya 9. Teman-teman pendidikan Geogr afi Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu ix

10 Menyadari banyaknya kekurangan, penulis mengharapkan kritik serta saran agar skripsi ini lebih sempurna. Semoga skr ipsi ini bermanfaat. Surakarta, Oktober 2012 Penulis Dian Adhetya Arif K x

11 DAFTAR ISI JUDUL... i PENGAJUAN... ii PERSETUJUAN... iii PENGES AHAN... iv ABSTRAK v MOTTO... vii PERSEMBAHAN viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL xv DAFTAR PETA... xvii DAFTAR LAMPIRAN xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah... 6 C. Perumusan Masalah... 6 D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian F. Batasan Operasional... 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Konsep Banjir Wilayah Rawan Banjir Bahaya ( Hazard) Lahan dan Penggunaan Lahan Satuan Medan B. Hasil Penelitian yang Relevan C. Kerangka Pemikiran xi

12 BAB III METODOLOGI PENE LITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Waktu Penelitian B. Bentuk dan Strategi Penelitian C. Wilayah Kajian D. Jenis dan Sumber Data E. Teknik Pengumpulan Data Dokumentas i Observasi Wawancara F. Teknik Sampling Populasi Sampel G. Validitas Data H. Teknik Analisis Data Persebar an Wilayah Rawan Banjir Persebaran Wilayah Bahaya Banjir Prioritas Penanganan Banjir I. Prosedur Penelitian Tahap Persiapan Penyusunan Proposal Penyusunan Instrumen Tahap Pengupulan Data Tahap Analisis Data Analisis Peta Tahap Penggambaran Peta Penulisan Laporan Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian xii

13 1. Letak Luas Batas Keadaan Fisik Penggunaan Lahan Keadaan Penduduk B. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan Persebaran Wilayah Rawan Banjir Kecamatan Telanaipura Tahun Wilayah Bahaya Banjir Kecamatan Telanaipura Tahun Prioritas Penanganan Banjir Kecamatan Telanaipura Tahun BAB V KESIMPULAN, IMP LIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan B. Implikasi C. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tipologi Daerah Rawan Banjir Gambar 2. Diagram Kerangka Pemikiran Gambar 3. Diagram alur penelitian Gambar 4. Diagram Persentase Luas Kecamatan Telanaipura Gambar 5. Wilayah dataran banjir di Kelurahan Penyengat Rendah Gambar 6. Proses Terbentuknya Danau Tapal Kuda Gambar 7. Citra Ikonos Danau Tapal Kuda di Kelurahan Legok Gambar 8. Tipe I klim Lokasi Penelitian Menurut Koppen Gambar 9. Tipe Cur ah Hujan Lokasi Penelitian Gambar 10. Foto Daerah Tidak Rawan Banjir (kelas I) Gambar 11. Foto Daerah Kurang Rawan Banjir (kelas II) Gambar 12. Foto Daerah Rawan Sedang (kelas III) Gambar 13. Foto Daerah Rawan Banjir (kelas IV) Gambar 14. Foto Daerah Sangat Rawan Banjir (kelas V) xiv

15 DAFTAR TABEL Tabel 1. Penelitian yang Relevan Tabel 2. Jadwal Penelitian Tabel 3. Data yang Dibutuhkan Tabel 4. Klasif ikasi dan Skoring Kerapatan Saluran Drainase Tabel 5. Klasif ikasi dan Scoring Penggunaan Lahan Kecamatan Telanaipura Kota Jambi Tabel 6. Klasif ikasi Kemiringan Lereng Tabel 7. Klasif ikasi dan Skoring Kemiringan Lereng Tabel 8. Pengharkatan Klasifikasi Kerawanan Banjir Kecamatan Telanaipura Kota Jambi Tabel 9. Kriteria Kerawanan Banjir Tabel 10. Klasif ikasi dan Scoring Kerawanan Banjir Tabel 11. Klasif ikasi dan skor pengunaan lahan Intensif Tabel 12. Kriteria Bahaya Banjir Tabel 13. Klasif ikasi dan Scoring Bahaya Banjir Tabel 14. Klasif ikasi dan Scoring Kepadatan Penduduk Dasimetrik Tabel 15. Kriteria prioritas penanganan Banjir Tabel 16. Rincian Administrasi Kecamatan Telanaipura Tabel 17. Suhu Udara Bulanan Stasiun Klimatologi Sultan Thaha Tahun Tabel 18. Data Curah Hujan Wilayah Penelitian Tabel 19. Tipe Cur ah Hujan Di Indonesia Tabel 20. Penggunaan Lahan Kecamatan Telanaipura Tabel 21. Jumlah dan Penyebaran Penduduk Kecamatan Telanaipura Tahun Tabel 22. Kepadatan Penduduk Kecamatan Telanaipura Tahun Tabel 23. Ketinggian Kecamatan Telanaipur a Tabel 24. Kemiringan Lereng Kecamatan Telanaipura Tabel 25. Satuan Medan Kecamatan Telanaipura xv

16 Tabel 26. Klasif ikasi dan skoring kerapatan saluran drainase Kecamatan Telanaipura Tabel 27. Klasifikasi dan S koring Penggunaan Lahan Kecamatan Kecamatan Telanaipura Tahun Tabel 28. Klasif ikasi dan skoring kemiringan lereng Kecamatan Telanaipura Tabel 29. Skor Tertimbang Param eter Kerawanan Banjir Tabel 30. Luas Wilayah Rawa n Banjir Kecamatan Telanaipura Tabel 31. Klasifikasi dan S koring Rawan Banjir Tabel 32. Skoring Penggunaan Lahan I ntensif Kecamatan Telanaipura Tabel 33. Skor Tertimbang Parameter Bahaya Banjir Tabel 34. Luas Wilayah Bahaya Banjir Kecamatan Telanaipura Tabel 35. Kepadatan Penduduk dasimetrik Tabel 36. Klasifikasi dan Skoring Kepadatan Penduduk Das imetrik Tabel 37. Skor Tertimbang Parameter Prioritas Penanganan Banjir Tabel 38. Luas Wilayah prioritas penanganan banjir Kecamatan Telanaipura Tabel 39. Prioritas penanganan banjir Kecamatan Telanaipura xvi

17 DAFTAR PETA Peta 1. Administrasi Kecam atan Telanaipura Peta 2. Geologi Kecamatan Telanaipura Peta 3. Topografi Kecamatan Telanaipura Peta 4. Kemiringan Lereng Kecamatan Telanaipura Peta 5. Satuan Medan Kecamatan Telanaipura Peta 6. Drainase Kecamatan Telanaipura Peta 7. Kerapatan Saluran Kecamatan Telanaipura Peta 8. Penggunaan Lahan Kecamatan Telanaipura Peta 9. Kerawanan Banjir Kecamatan Telanaipura Peta 10. Penggunaan Lahan Intensif Kecamatan Telanaipura Peta 11. Bahaya Banjir Kecamatan Telanaipura Peta 12. Kepadatan Penduduk Dasimetrik Kecamatan Telanaipura Peta Rekomendasi Prioritas Penanganan Banjir Kecamatan Telanaipura xvii

18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel Skoring Rawan Banjir Kecamatan Telanaipura Tahun 2012 Lampiran 2. Tabel Skoring Bahaya Banjir Kecamatan Telanaipura Tahun 2012 Lampiran 3. Tabel Skoring Prioritas Penanganan Banjir Kecamatan Telanaipura Tahun 2012 Lampiran 4. Pedoman Wawancara xviii

19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ribuan tahun manusia telah hidup berdampingan dengan alam. Pemanfaatan sumberdaya alam sebagai bahan pemenuhan kebutuhan manusia tidak dapat dihindari. Berkembangnya ma nusia dipermukaan bumi menyebabkan semakin tinggi pula permintaan akan sumberdaya alam. Tingginya kebutuhan akan sumberdaya ter sebut menuntun manusia untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumberdaya alam yang dimulai dar i kawasan potensial terutama di daerah yang subur. Pengkonsentrasian permukiman pada kawasan-kawasan potensial mulai terbentuk sejak manusia memiliki pola hidup menetap. Lokasi konsentrasi permukiman didasarkan pada lokasi yang potensial dengan mempertimbangkan lokasi yang subur dan adanya sumber air. Kawasan yang dipilih dapat berupa lembah sungai, pantai, dan dataran aluvial lainnya. Sejalan dengan perkembangan peradaban maka terjadilah pemusatan permukiman yang berkembang menjadi perkotaan. Pemilihan kawasan permukiman diwilayah potensial tersebut akan disertai dengan timbulnya resiko lingkungan yang har us ditanggung manusia yang menetap pada kawasan itu berupa ancaman bencana banjir. Lokasi permukiman yang dekat dengan air merupakan ciri khas perkembangan permukiman yang ada di Indonesia. Sebagai contoh kota-kota yang berkembang dar i keberadaan sebuah sungai yaitu Kota Solo dengan Bengawan Solo, Kota Palembang dengan Sungai Musi, dan Kota Jambi dengan Sungai Batanghari. Perkembangan permukiman yang demikian di wilayah Indonesia sangat rentan untuk timbul bencana. Hal ini disebabkan wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu kemarau dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu, dan arah angin yang ekstrim. Kondisi iklim ini dapat menimbulkan akibat negatif bagi manusia yaitu terjadinya bencana seperti banjir. Seiring dengan berkembangnya 1

20 2 waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadia n dan intensitas bencana banjir yang terjadi di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2010 bencana banjir terjadi di Jakarta, Pati, Brebes, Cilacap, Kota Jambi, Manado, dan beberapa wilayah lainnya. Kejadian banjir tersebut mengakibatkan kerugian seperti wilayah Brebes yang mengalami kerugian kerusakan lahan sebesa r 11 Ha, Kabupaten Cilacap sebesar 518 Ha, serta Kabupaten Pati yang mengalami kerusakan lahan seluas 258 Ha. (sumber: dibi.bnpb.go.id). Banjir adalah masalah umum yang dihadapi negara-negara di dunia, tidak terkecuali negara maju sekalipun. Banjir sebenarnya merupakan fenomena alam yang biasa terjadi pada kawasan dataran banjir (flood plain) sepanjang sungai. Banjir muncul sebagai bencana ketika merugikan manusia yang melakukan kegiatan dan bermukim dikawasan tersebut. Menurut Hasibuan (2004: 1) Banjir adalah aliran permukaan yang tidak dapat ditampung oleh drainase atau sungai, sehingga melebar ke kir i dan kanan serta menimbulkan genangan yang merugikan manusia. Daer ah rawan banjir adalah kawasan potensial timbulnya banjir yang diidentifikasi dengan frekuensi terjadinya banjir. Fenomena banjir yang terjadi secara mer ata di berbagai wilayah di Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya, pada dasarnya, merupakan indikasi yang kuat terjadinya ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang yaitu antara aktivitas manusia dengan kepentingan ekonominya dan alam dengan kelestarian lingkungannya. Dinas Pekerjaan Umum (2003: 2) menyatakan bahwa penyebab terjadinya bencana banjir secara umum dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) hal, yakni: (1) kondisi alam yang bersifat statis, seperti kondisi geografi, topografi, dan kar akteristik sungai, (2) peristiwa alam yang bersifat dinamis, seperti perubahan iklim (pemanasan) global, pasang surut, land subsidence, sedimentasi, dan sebagainya, serta (3) aktivitas sosial-ekonomi manusia yang sangat dinamis, seperti deforestasi (proses penggundulan hutan), konversi lahan pada kawasan lindung, pemanfaatan sempadan sungai/saluran untuk permukiman, pemanfaatan wilayah retensi banjir, perilaku masyarakat, keterbatasan prasarana dan sarana pengendali banjir dan sebagainya. Selain faktor faktor tersebut, pemanasan global (global warming) juga merupakan

21 3 aspek yang perlu mendapatkan perhatian besar karena akan m empengaruhi peningkatan frekuensi dan intensitas banjir dengan pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Banjir di kawasan dataran banjir dan dataran alluvial merupakan permasalahan yang penting, mengingat konsentrasi permukiman penduduk mayoritas berada di wilayah ini. Banjir pada daerah ini akan menimbulkan kerugian yang sangat besar seperti korban jiwa, kerusakan infrastruktur publik, kerusakan materi pribadi penduduk, dan terganggunya roda perekonomian kota yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian dan kesengsaraan bagi penduduk yang terkena bencana. Kota Jambi merupakan kota yang berkembang karena keberadaan Sungai Batanghari. Muncul dan berkembangnya Kota Jambi sebagai pusat permukiman dan kegiatan masyarakat Jambi telah melalui sejarah yang sangat panjang. Bermula dari didirikannya sebuah kerajaan oleh Datuk Orang Kayo Hitam di tepi Sungai Batanghari. Lokasi yang dipilih berkaitan erat dengan fungsi sungai sebagai pemenuhan kebutuhan akan air dan transportasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kota Jambi berkembang di lokasi satuan bentuklahan dataran aluvial yang secara geomorfologi sangat rawan untuk terlanda banjir. Daerah yang sering terlanda banjir di Kota Jambi salah satunya adalah sekitar Danau Sipin yang secara administrasi berada di Kecamatan Telanaipura dan dekat pusat permukiman di Kota Jambi. Danau Sipin adalah sebuah danau tapal kuda yang terbentuk akibat erosi dan pelurusan sungai secara alami. Saat musim hujan datang, kawasan ini sering mengalami banjir dan menggenangi permukiman penduduk sekitarnya. Kecamatan Telanaipura yang merupakan bagian wilayah administrasi Kota Jambi dipilih sebagai lokasi penelitian karena Kecamatan Telanaipura merupakan wilayah yang mengalami banjir dan frekuensinya meningkat dalam satu dekade terakhir. Selain itu, kejadian banjir menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (dibi.bnpb.go.id) pada tahun 2003 banjir terjadi dua kali dalam setahun dan menimbulkan kerugian berupa kerusakan lahan seluas 1044 ha, kerusakan fasilitas pendidikan sebanyak 6 unit sekolah, korban meninggal 5 orang dan menderita sebanyak 1260 orang, serta

22 4 penduduk mengungsi sebanyak orang. Banjir kemba li terjadi pada tahun 2004 dengan menimbulkan kerugian kerusakan lahan seluas 409 ha. Frekuensi kejadian banjir juga mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bencana banjir ter jadi rata-rata dua kali dalam setahun, Namun pada tahun 2010 banjir terjadi lima kali. Pada tahun 2010 banjir telah menggenangi 4 kelurahan yaitu Kelurahan Legok, Kelurahan Buluran, Kelurahan Teluk Kenali, dan Kelurahan Penyengat Rendah. Banjir yang melanda daerah tersebut telah menimbulkan dampak negatif yang merugikan. Kelurahan Legok merupakan wilayah yang mengalami kerugian sebanyak 662 rumah tergenang banjir. Selain itu banjir juga merusak fasilitas pendidikan, serta terganggunya aktifitas sosial dan ekonomi karena ter genangnya beberapa ruas jalan bahkan ter ganggunya kesehatan masyarakat. Agar dampak yang ditimbulkan akibat banjir tidak semakin meluas, sudah semestinya jika analisis bencana banjir di Kecamatan Telanaipura dilakukan. hasil analisis dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan prioritas penanganan banjir dalam usaha penyelamatan jiwa manusia pada lokasi -lokasi tertentu yang dianggap sangat merugikan. Kerugian yang dialami penduduk tersebut menjadikan daerah Kecamatan Telanaipura sebagai daerah yang bahaya jika fenomena banjir melanda. Oleh karena itu diperlukan tindakan penanganan agar kerugian dapat berkurang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu penentuan wilayah rawan banjir dengan menggunakan analisis medan. Kejadian banjir berkaitan dengan kondisi medan di suatu wilayah. Parameter medan yaitu kelerengan dan ketinggian. Banjir akan terjadi dengan kondisi kelerengan yang datar dan ketinggian tempat yang rendah, karena lokasi tersebut merupakan tempat akumulasi air yang datang dari wilayah lebih tinggi. Penggunaan medan sebagai unit analisis dalam mengkaji persebaran wilayah rawan dan bahaya banjir akan memudahkan dalam penyajian informasi banjir, selanjutnya akan mempemudah dalam penengambilan keputusan penanganan banjir. Penyajian informasi mengenai banjir pada saat ini masih sebatas pada data dalam bentuk angka-angka atau tabel yang belum dipetakan oleh Dinas Peker jaan Umum (DPU). Penyajian data dalam bentuk ini dapat mudah dibaca dan digunakan oleh pembaca, namun masih terdapat berbagai kelemahan didalamnya yaitu tidak

23 5 dapat memberikan gambaran mengenai distribusi spasial lokasi banjir. Oleh sebab itu peneliti akan menggunakan peta sebagai output akhir penelitian sehingga akan memudahkan pembaca dalam menginterpretasi dan menyadap informasi yang terekam di dalam peta. Bintarto dan Surastopo (1978) menyatakan bahwa apabila menyajikan data yang menunjukkan distribusi keruangan atau lokasi mengenai sifatsifat penting maka hendaknya informasi tersebut ditunjukkan dalam bentuk peta, karena melalui peta dapat disampaikan informasi keruangan dan lokasi penyebaran, macam serta nilai data secara tepat dan jelas. Penyajian data tentang persebaran wilayah banjir ke dalam bentuk peta tentunya akan sangat membantu dalam perencanaan dan pengambilan keputusan ataupun tindakan lebih lanjut terhadap masalah banjir baik waktu sekarang maupun masa yang akan datang. Karena melalui peta, pemakai peta dapat dengan mudah membaca dan menangkap ide dari data dan informasi yang disajikan. Peta r awan banjir yang dihasilkan merupakan salah satu aspek penting dalam usaha pencegahan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir. Identifikasi daerah rawan banjir akan berguna sebagai bahan analisis untuk mengetahui wilayah yang berbahaya bagi keselamatan jiwa penduduk, selanjutnya dapat ditentukan urutan prioritas penanganan banjir di Kecamatan Telanaipura. kebijakan prioritas penanganan banjir didasarkan pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yaitu upaya penanggulangan didasarkan pada keselamatan jiwa manusia. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik mengadakan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul: Banjir di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi

24 6 B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang telah dikemukakan, ter dapat beberapa permasalahan yang menjadi fokus penelitian, yaitu : 1. Wilayah Kecamatan Telanaipura Kota Jambi merupakan kawasan yang sering dilanda banjir dalam satu dekade terakhir. Kondisi demikian akan sangat mengganggu aktivitas masyarakat Kota Jambi. 2. Wilayah banjir terjadi di sekitar Danau Sipin yang merupakan bagian dari wilayah administrasi Kecamatan Telanaipura. Pusat pemerintahan provinsi Jambi juga berlokasi di wilayah administrasi Kecamatan Telanaipura. Jika terjadi banjir pada lokasi ini maka akan sangat menggangu kegiatan pemerintahan. 3. Banyaknya kerugian yang ditimbulkan akibat banjir seperti korban meninggal, kerusakan infrastruktur publik, dan terganggunya kegiatan perekonomian penduduk. Dampak yang ditimbulkan merupakan efek dari kurangnya kesiapan masyarakat dan pemerintah dalam mengantisipasi banjir. Tindakan mitigasi bencana banjir diperlukan untuk memperkecil ker ugian yang di alami oleh masyarakat. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Dimana persebaran daerah wilayah banjir di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi tahun 2012? 2. Dimana persebaran daerah wilayah banjir di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi tahun 2012? 3. Bagaimana prioritas penanganan Banjir di Kecamatan Telanaipur a Kota J ambi tahun 2012?

25 7 D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui persebaran wilayah rawan banjir di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi tahun Mengetahui per sebaran wilayah bahaya banjir di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi tahun Mengetahui prioritas penanganan Banjir di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi tahun E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan beberapa manfaat antara lain : 1. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian dalam kajian bidang ilmu Geografi khususnya untuk pemetaan banjir, dan prioritas penanganan banjir di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Memberikan manfaat sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan latihan dalam menerapkan teori yang telah dipelajari di bangku perkuliahan. Penelitian juga bermanfaat dalam meraih gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Bagi Pemerintah Kota Output yang dihasilkan adalah peta persebaran wilayah rawan banjir dan peta prioritas penanganan banjir sehingga dapat memberikan gambaran tingkat kerentanan banjir masa kini dan persebarannya di wilayah Kecamatan Telanaipura tahun 2012, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan perencanaan dan pengembangan wilayah, khususnya penentuan skala prioritas penanganan banjir di kawasan ini.

26 8 F. Batasan Operasional Batasan operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). 2. Bencana alam (natural disaster) adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topa n, dan tanah longsor (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). 3. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). 4. Banjir adalah luapan atau genangan dari sungai atau badan air lainnya yang disebabkan oleh curah hujan yang berlebihan atau salju yang mencair atau dapat pula karena gelombang pasang yang membanjiri kebanyakan pada dataran banjir (Schweb, at.al. : 1981 dalam Lili Soemantri 2008: 3). Banjir juga didefenisikan sebagai aliran atau genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi bahkan menyebabkan kehilangan jiwa. Dalam istilah teknis banjir adalah aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas tampung sungai. Dan dengan de mikian, aliran air sungai tersebut akan melewati tebing sungai dan menggenangi daerah sekitar. (Hewlet: 1982 dalam Lili Soemantri 2008: 3). 5. Pemetaan banjir merupakan usaha mempresentasikan data yang berupa angka atau tulisan tentang distribusi banjir ke dalam bentuk peta agar persebaran datanya dapat langsung diketahui dengan mudah dan cepat.

27 9 6. Mitigasi (mitigation) adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). 7. Penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana).

28 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Banjir Banjir adalah luapan atau genangan dari sungai atau badan air lainnya yang disebabkan oleh curah hujan yang berlebihan atau salju yang mencair atau dapat pula karena gelombang pasang yang membanjiri kebanyakan pada dataran banjir (Schweb,at.al.: 1981 dalam Lili Soemantri 2008: 3). Banjir juga didefenisikan sebagai aliran atau genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi bahkan menyebabkan kehilangan jiwa. Dalam istilah teknis banjir adalah aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas tampung sungai. Dan dengan demikian, aliran air sungai tersebut akan melewati tebing sungai dan menggenangi daerah sekitar (Hewlet: 1982 dalam dalam Lili Soeamantri 2008: 3). Menurut Maryono (2005) dalam Agus Joko (2008: 1) Banjir disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor hujan, faktor hancurnya retensi Daerah Aliran Sungai (DAS), faktor kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai, faktor pendangkalan sungai, dan faktor kesalahan tata wilayah dan pembangunan sarana dan prasarana. Banjir adalah peristiwa tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air di tempat tersebut sehingga menimbulkan kerugian baik fisik, sosial, dan ekonomi (Pusat Mitigasi Bencana ITB, 2009: 3). Banjir juga dapat didefinisikan sebagai debit ekstrim dari suatu sungai yang melampaui kapasitas pengalirannya sehingga meluap dan menggenangi daerah disekitarnya atau sempadan sungai (Abdul, 2006: 1). 10

29 11 Banjir bukan merupakan hal yang asing bagi manusia tetapi pengertian banjir sering rancu disamakan dengan genangan. Banjir merupakan fenomena alamiah di dataran banjir (flood plain). Banjir merupakan satu bahaya alam (natural hazard) yang terjadi di alam ini dimana air menggenangi lahan-lahan rendah di sekitar sungai sebagai akibat ketidakmampuan alur sungai menampung dan mengalirkan air, sehingga air meluap keluar alur melampaui tanggul dan menggenangi daerah sekitarnya seperti dataran banjir dan dataran alluvial (Dibyosaputro, 1998). Banjir yaitu genangan yang ditimbulkan oleh meluapnya aliran sungai, sedangkan genangan adalah tertahannya aliran air permukaan akibat tidak berfungsinya drainase. Banjir dan genangan tersebut sama-sama melanda daerah permukiman penduduk sehingga menimbulkan kerugian harta maupun jiwa. Menurut Suripin (2004: 339) Penyebab banjir dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: a. Banjir kiriman Merupakan aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu di luar kawasan yang tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya sehingga terjadi limpasan di daerah sekitar sungai atau sempadan sungai. Banjir jenis ini biasanya terjadi secara tiba tiba dan akan kembali normal apabila intensitas hujan di daerah hulu sudah menurun. b. Banjir lokal Banjir lokal merupakan genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah itu sendiri. Hal ini biasanya disebabkan karena hujan yang terjadi melebihi kapasitas sistem drainase yang ada. Banjir jenis ini banyak ter jadi di daerah perkotaan dengan topografi yang rendah karena selain sistem drainase yang kurang berfungsi juga karena disebabkan banyaknya alih fungsi lahan terbuka menjadi pemukiman atau penggunaan lahan perkotaan (urban landuse) seiring perkembangan kota yang berdampak pada berkurangnya daerah r esapan air sehingga menyebabkan banjir ketika ter jadi hujan yang lebat. Pada banjir lokal, ketinggian genangan air antara 0,2-0,7 m dan lama genangan terjadi secara singkat antara 1-8 jam.

30 12 c. Banjir rob Banjir rob merupakan banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung air pasang dan/atau air balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang. Contoh dari banjir rob adalah banjir yang terjadi di kota kota pesisir pantai seperti Semarang dan Surabaya. Beberapa daerah di Indonesia mengalami peningkatan jumlah populasi manusia karena adanya daya 2 pikat yang dapat mempengaruhi manusia untuk pindah dari desa ke kota. Lahan lahan yang sebenarnya untuk daerah preservasi dan konservasi untuk menjaga keseimbangan lingkungan setempat, diambil alih untuk pemukiman, pabrik-pabrik, industri, dan lainnya (Kodoatie, 2002 dalam Prasetyo 2011: 2) Selain itu, menurut Seyhan ( 1977) dalam Prasetyo (2011: 2) bencana alam banjir yang terjadi juga ditentukan oleh aspek yang lain, yaitu: 1) aspek meteorologis-klimatologis terutama karakteristik curah hujan yang mampu membentuk badai atau hujan maksimum, 2) karakteristik DAS dari aspek biogeofisikal yang mampu memberikan ciri khas tipologi DAS tertentu, 3) aspek sosial ekonomi masyarakat terutama karakteristik budaya yang mampu memicu terjadinya kerusakan lahan DAS, sehingga wilayah DAS ter sebut tidak mampu lagi berfungsi sebagai penampung, penyimpan, dan penyalur air hujan yang baik. Ketiga aspek tersebut secara garis besar yang dapat dipakai sebagai dasar penentuan apakah wilayah DAS ataupun bagian DAS mana (hulu, tengah, hilir) termasuk kritis berat ataupun potensial kritis. Dengan kata lain, apakah wilayah DAS ataupun bagian DAS mana yang sudah termasuk klasifikasi rawan atau sangat rawan banjir. Sehingga sebelum terjadi bencana banjir di wilayah DAS tersebut sudah diketahui terlebih dahulu di wilayah DAS atau di bagian DAS mana yang rawan/sangat rawan banjir atau kritis/sangat kritis, dengan demikian ada waktu untuk mengantisipasi ataupun berbuat sesuatu sebelum banjir itu datang, dan menjadi bencana.

31 13 2. Wilayah Rawan Banjir Wilayah adalah suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu dan bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat diidentifikasi dengan kesamaan cir i tertentu didalamnya. Sedangkan rawan adalah gawat/buruk (keadaan) tidak aman, lemah. Wilayah rawan banjir merupakan suatu kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir. Faktor- faktor yang mempengar uhi daerah rawan banjir adalah daerah dengan topografi yang relatif datar dan daerah yang memiliki tata ruang yang tidak baik, misalnya tidak mempunyai daerah resapan air hujan. Daerah-daerah tersebut banyak diketemukan di bantaran sungai dan kotakota besar. Menurut Isnugroho (2006) dalam Agus Joko (2008: 4), lokasi rawan banjir dapat dikategorikan menjadi empat tipologi sebagai berikut : a. Daerah Pantai Daerah pantai merupakan daerah yang rawan banjir karena daerah tersebut merupakan dataran rendah yang ketinggian permukaan tanahnya lebih rendah atau sama dengan ketinggian muka air laut pasang rata-rata (mean sea level) dan tempat bermuaranya sungai yang biasanya mempunyai permasalahan penyumbatan muara. Daerah pantai sangat rawan banjir rob misalnya kota Semarang di pesisir utara Jawa Tengah b. Daerah Dataran Banjir (Flood Plain Area) Daerah dataran banjir (Flood plain area) adalah daerah di kanan-kiri sungai yang muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat yang mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan lumpur yang sangat subur sehingga merupakan daerah pengembangan seperti perkotaan, pertanian, permukiman dan pusat kegiatan perekonomian, perdagangan, industri, dan lain lain.

32 14 c. Daerah Sempadan Sungai Daerah ini merupakan kawasan rawan banjir, akan tetapi, di daerah perkotaan yang padat penduduk, daerah sempadan sungai sering dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat hunian dan kegiatan usaha sehingga apabila terjadi banjir akan menimbulkan dampak bencana yang membahayakan jiwa dan harta benda. d. Daerah Cekungan Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Apabila penatan kawasan tidak terkendali dan sistem drainase yang kur ang memadai, dapat menjadi daerah rawan banjir. Gambar 1. Tipologi Daerah Rawan Banjir (Isnugroho, 2006) 3. Bahaya ( Hazard) Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan United Nations-International Strategy for Disaster Reduction (UN- SDR), bahaya ini dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu : 1. Bahaya beraspek geologi, antara lain: gempa bumi, tsunami, gunung api, dan longsor. 2. Bahaya beraspek hidrometerologi, antara lain: banjir, kekeringan, angin topan, dan gelombang pasang. 3. Bahaya beraspek biologi, antara lain: wabah penyakit, hama, dan penyakit tanaman.

33 15 4. Bahaya beraspek teknologi, antara lain: kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, dan kegagalan teknologi. 5. Bahaya beraspek lingkungan, antara lain: kebakaran hutan, kerusakan lingkungan, dan pencemaran limbah. (Sumber: Bappenas.go.id) 4. Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan f isik terdiri atas tanah, iklim, relief, hidrologi, vegetasi, dan benda-benda yang ada di atasnya yang se lanjutnya semua faktor-faktor tersebut mempengaruhi penggunaan lahan. Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia, baik masa lampau maupun sekarang (Arsyad, 1989 dalam Anonim 2010: 1). Penggunaan lahan (land use) dapat diartikan sebagai campur tangan manusia terhadap lahan, baik secara menetap maupun berkala untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989, dalam Anonim 2010). Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan lahan yang diusahakan. Berdasarkan hal itu dikenal macam penggunaan lahan seperti sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, lalang, perkebunan, dan hutan. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, dan sebagainya (Arsyad, 2000 dalam A Sofyan 2010: 3). 5. Satuan Medan Satuan medan adalah kelas medan yang menunjukan suatu bentuklahan atau komplek bentuklahan yang sejenis dalam hubungannya dengan karakteristik medan dan komponen-komponen medan yang utama (Van Zuidam 1979). Satuan medan dalam penelitian ini diperoleh dengan menumpangsusunkan (overlay) parameter fisik berupa peta ketinggian dan peta kemiringan lereng. Setiap satuan medan dilakukan pengenalan karakteristik lingkungan fisik dengan menggunakan data primer dan data

34 16 sekunder. Data-data tersebut meliputi ketinggian tempat, kemir ingan lereng, dan luas daer ah pada setiap satuan medan. Penulisan satuan medan dalam penelitian ini sebagai berikut : Satuan Medan A 1 Kemiringan Lereng (0 3%) Ketinggian Tempat (0-20 m) B. Hasil Penelitian yang Relevan Rahratmoko (2005) telah mengadakan penelitian mengenai pemetaan kerentanan banjir pada kawasan permukiman di Kota Yogyakarta menggunakan citra ikonos-2 dan sistem informasi geografis. Tujuan penelitian ini adalah menentukan tingkat kerentanan banjir kota mendasarkan pada parameter fisik lahan yang berupa kemiringan lereng, saluran drainase, penggunaan lahan kota yang diolah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Teknik yang digunakan adalah pengskoran melalui overlay dari peta lereng, peta keteraturan permukiman, peta penggunaan lahan kota, dan peta kerapatan saluran. Hasil dari penelitian adalah Peta Kerentanan Banjir Kota hasil proses SIG didapatkan 5 klas kerentanan yaitu tidak r entan dengan luas 0,76 km 2 (2,35%), kurang rentan dengan luas 1,62 km 2 (5,02%), rentan sedang dengan luas 66,32 km 2 (19,57%), rentan dengan luas 8,92 km 2 (27,62%), dan sangat rentan dengan luas 14,89 km 2 (45,45%). Analisis dilakukan dengan cara membandingkan Peta Kerentanan Banjir Kota dengan Peta Sebaran Banjir Genangan dari Dinas Pr asaranan Kota Yogyakarta, dan dengan data hasil pengamatan lapangan. Analisis dilakukan untuk mendapatkan data kerentanan banjir kota yang lebih akurat. Asriningrum dan Gunawan (1998), dalam penelitiannya yang berjudul akan Sistem Informasi Geografi (Studi menggunakan beberapa peta tematik. Metode yang digunakan adalah pengskoran,

35 17 pembobotan, dan tumpangsusun yang digunakan untuk menentukan zonasi kerentanan banjir di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggunakan teknik Sistem Informasi Geografi (SIG). Data yang digunakan adalah peta kemiringan lereng, peta ketinggian, peta geologi, peta kepadatan penduduk, peta distribusi curah hujan, dan peta penggunaan lahan. Dari hasil penelitian, daerah penelitian dikelompokkan menjadi lima tingkat kerentanan banjir, yaitu tidak rentan, kurang rentan, cukup rentan, rentan, dan sangat rentan. Daerah rentan banjir dijumpai di daerah Wates dan Bantul bagian selatan. Daerah tersebut merupakan dataran alluvial pantai. Hubungan antara daerah rentan dengan peta tematik yang digunakan menunjukkan bahwa kemiringan lereng, ketinggian tempat, dan kondisi geologi mempunyai korelasi erat dengan daerah rentan banjir. Agustinus (2009), melakukan penelitian banjir Kota Sur akarta dengan judul mengetahui penyebab banjir, (3) mengetahui besarnya risiko bencana banjir di Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui persebaran banjir adalah pengskoran dan overlay dari tiga parameter yaitu: peta penggunaan lahan, peta kerapatan saluran drainase, peta kemiringan lereng. Sebelum dilakukan overlay, terlebih dahulu ditentukan faktor penimbang setiap parameter. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Per sebaran Banjir Kota Surakarta dibagi menjadi 5 klas yaitu klas sangat rawan dengan luas 0,5 km 2 (1,14 %), klas rawan dengan luas 3,8 km 2 (8,63 %), klas rawan sedang 3,5 km 2 (7,95 %), klas kurang rawan dengan luas 1,6 km 2 (3,68 %), klas tidak rawan 34,64 km 2 (78,66 %). (2) Penyebab banjir di Kota Surakarta diketahui bahwa saluran drainase, kemiringan lereng dan penggunaan lahan sangat berperan dalam terjadinya banjir yang menyebabkan kota tersebut rawan terhadap banjir. (3) Dari hasil analisis risiko banjir di Kota Surakarta, dapat dibagi menjadi 3, yaitu: Risiko Tinggi dengan luas wilayah 0,7 km 2, Risiko Sedang dengan luas wilayah 2,5 km 2, Risiko Rendah dengan luas wilayah 5,5 km 2.

36 Tabel 1. Penelitian yang Relevan No Peneliti dan Judul P enelitian Tujua p enelitian Metode Hasil 1. Rahratmo ko, Kerentanan Banjir Pad a Kawasan Permu kiman di Kota Yogyakarta Mengun ak an Citra Ikonos-2 Dan Sistem Info rmasi 2. Asrin ingrum d an G unawan, Banjir Menggu na kan Sistem Informasi Geografi (Stu di Kasu s 3. Agustinus, Rawan dan Risiko Bencan a Banjir Di Kota Surakarta Tahun 4. Penu lis, Prioritas Penangan an Banjir Kecamatan T elanaipura Kota Jambi Tahu n 2012 Menentukan ti ngkat kerent anan b anjir k ota mendasarkan pada parameter fisik lahan yang beru pa kemiringan lereng, saluran d rain ase, penggu naan lahan kota yan g diolah d en gan menggunakan Sis tem In formas i Geografis Untu k mempelajari daerah rentan ban jir dengan menggun ak an beberapa peta temati k. 1. lokasi p ersebaran ban jir 2. Mengetahui penyeb ab banjir 3. Serta besarn ya ris iko yang ditim bulkan o leh banjir 4. Mengetahui perseba ran w ilayah rawan banjir di Kecamatan Telanaipura Ko ta Overl ay dan pengsko ran Peng skoran, pemb obotan dan tumpangsusun Metode deskriptif kualit atif Metode deskrip tif kualit atif Peta kerentanan yai tu tidak rentan dengan l uas 0,7 6 km2 (2,35 %), kurang rentan deng an luas 1,62 km2 (5,02 %), ren tan sedan g deng an luas 66,32 k m2 (1 9,57%), rentan dengan l uas 8,92 km 2 (2 7,62%), dan san gat rent an d engan luas 14,8 9 km2 (45,4 5%). Daerah peneli tian dik elompokkan men jadi lima ting kat keren tanan banji r, yait u tidak rentan, kurang rent an, cukup rentan, rentan dan sangat ren tan. Daerah rentan banjir dij ump ai di daerah Wates d an Bantu l bagian s elatan. D aerah tersebut merupakan dataran alluvial pantai. Hubu ngan antara dae rah rentan dengan p eta tematik yang dig unakan menu njukk an bahwa k emiring an leren g, ketin ggian tempat dan kond isi geo logi mempunyai korelas i erat deng an daerah rentan b an jir. (1) Persebaran Banji r Kota Su rak arta d ibagi menjadi 5 klas yaitu klas sangat raw an den gan luas 0,5 km 2 (1,14 % ), k las rawan d engan lu as 3,8 km 2 (8,63 % ), klas ra wan s edang 3,5 km 2 (7,95 % ), klas k urang rawan dengan lu as 1,6 km 2 (3,68 %), klas t idak rawan 34,64 k m 2 (78,6 6 % ). (2) Peny ebab ban jir di Kot a Surakarta diket ahui bah wa salu ran draina se, kemiringan lereng dan pen gg unaan lahan sangat b erperan dalam terjadinya banj ir yan g menyeb abkan kota tersebu t raw an terhadap banjir. (3) D ari has il an alisi s risiko b anjir di Ko ta Surakarta, d apat dib agi menj adi 3, y aitu: Risiko Tinggi deng an luas wilayah 0, 7 km 2, Ris iko Sedang dengan luas wilayah 2,5 km 2, Risiko Ren dah dengan luas wilayah 5,5 km

37 Jambi T ahun Mengetahui persebaran wilayah b ahaya banjir di Kecamatan Telanaipura Ko ta Jambi tahun Mengetahui pri oritas penanganan Banjir di Kecamatan Telan ai pura Kota J ambi tah un

38 20 C. Kerangka Pemikiran Banjir merupakan fenom ena bencana yang selalu terjadi di berbagai kota di Indonesia. Frekuensi terjadinya banjir semakin meningkat dari tahun ke tahun dan selalu terjadi sehingga menimbulkan anggapan bahwa banjir telah menjadi tradisi di Indonesia. Contoh pada awal tahun 2012 telah terjadi peristiwa banjir di berbagai wilayah Indonesia seperti Semarang, Surakarta, dan ibukota Jakarta. Selain itu peristiwa banjir telah mengakibatkan banyak kerugian yang di alami oleh masyarakat baik dalam segi ekonomi dan sosial. Kecamatan Telanaipura Kota Jambi merupakan salah satu wilayah yang selalu mengalami banjir tahunan. Banjir pada kawasan ini selalu dipengaruhi oleh sistem drainase yang buruk. Danau Sipin adalah salah satu drainase alami di Kecamatan Telanaipura yang berupa Danau Tapal Kuda dan saat ini digunakan masyarakat sekitar untuk membangun keramba budidaya ikan tawar. Jumlah keramba yang melebihi batas daya tampung danau mengakibatkan banjir semakin parah. Selain itu kondisi wilayah yang memiliki ketinggia n permukaan tanah lebih rendah daripada wilayah sekitarnya menyebabkan daerah ini menjadi sebuah cekungan tempat terkonsentrasinya air run off. Tambahan debit air juga didapat dari sungai Batanghari yang menambah parah kondisi banjir Kecama tan Telanaipura. Kebutuhan penduduk akan lokasi permukiman yang memaksa terjadinya perkembangan permukiman disekitar danau menyebabkan s emakin sedikitnya daer ah resapan dan akan berakibat pada semakin banyaknya aliran permukaan menuju danau. Kondisi demikian memungkinkan terjadinya penumpukan air dan akhirnya meluap menggenangi daerah sekita r danau dan menyebar ke wilayah Kecamatan Telanaipura lainnya serta menggenangi rumah masyarakat. Data wilayah banjir masih berupa data dalam bentuk angka-angka atau tabel yang belum dipetakan. Data yang masih dalam bentuk angka dan tabel dalam penyajiaannya memang cukup mudah dibaca oleh pembaca akan tetapi data itu mempunyai kelemahan yaitu data tersebut tidak bisa memberikan gambaran mengenai distribusi spasialnya. Peneliti akan mengolah data tersebut ke dalam bentuk peta yang nantinya akan lebih memudahkan pembaca dalam membaca dan memahami hasil penelitian yang telah dilakukan.

39 21 Data persebaran wilayah banjir dapat disajikan dengan menggunakan peta dan membentu serta mempermudah dalam perencanaan maupun mengambil keputusan yang berkaitan dengan penanggulangan banjir baik keputusan untuk jangka pendek bahkan jangka panjang. Agihan wilayah banjir di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi dapat diketahui dari peta wilayah genangan banjir oleh DPU Kota Jambi dan hasil observasi lapangan. Selain itu untuk mengetahui tingkat kerawanan banjir dapat diperoleh dengan cara teknik overlay beberapa peta. Dari masing-masing peta yang berupa peta topografi, peta penggunaan lahan, peta saluran drainase, kemudian dilakukan pengskoran dan pemberian bobot terhadap parameter yang berpengaruh terhadap banjir, semakin besar pengaruhnya terhadap banjir maka akan diberi skor yang lebih besar. Setelah pengskoran dan pemberian bobot kemudian melakukan overlay, hasil akhir yang didapatkan berupa peta rawan banjir. Hasil dari pemetaan akan dilakukan klasifikasi kerentanan banjir. Penentuan prioritas penanganan banjir merupakan tindakan yang diperlukan guna mengur angi kerugian masyarakat. Prioritas dalam hal ini berupa penyelamatan jiwa manusia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang berisi prinsip prioritas, bahwa kegiatan penanggulangan harus mendapatkan prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia. Pr ioritas penanganan banjir dapat diperoleh dengan melakukan teknik overlay beberapa peta. Peta yang digunakan adalah peta kerawanan banjir, peta penggunaan lahan, dan peta kepadatan penduduk. Peta kerawanan banjir dan peta penggunaan lahan di analisis dengan dilakukan pengskoran terhadap parameter yang berpengaruh terhadap bahaya banjir, semakin besar pengaruhnya terhadap bahaya banjir maka akan diberi skor yang lebih besar. Semakin intensif penggunaan lahan akan semakin besar skor. Setelah pengskor an kemudian dilakukan overlay sehingga akan menghasilkan peta bahaya banjir. Selanjutnya peta bahaya banjir di overlay dengan peta kepadatan penduduk sehingga akan menghasilkan peta prioritas penanganan banjir. Peta yang dihasilkan berguna sebagai bahan pertimbangan wilayah yang dapat diprioritaskan penanggulangannya.

40 22

41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi Provinsi Jambi. Secara administrasi wilayah ini terbagi ke dalam 11 kelurahan, yakni: Kelurahan Telanaipura, Kelurahan Solok Sipin, Kelurahan Murni, Kelurahan Simpang IV Sipin, Kelurahan Selamat, Kelurahan Teluk Kenali, Kelurahan Buluran Kenali, Kelurahan Legok, Kelurahan Sungai Putri, Kelurahan Penyengat Rendah, dan Kelurahan Pematang Sulur. Luas Kecamatan Telanaipura adalah 30,39 km 2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah jiwa, kepadatan penduduk jiwa/km 2. Jumlah penduduk laki-laki ( 50,33 %) dan perempuan (49,67 %) dengan sex ratio 101. (Sumber: Kecamatan Telanaipura Dalam Angka 2010). Kecamatan Telanaipura dilalui oleh sungai besar yaitu sungai Batanghari dan danau tapal kuda yakni Danau Sipin. Kondisi demikian membuat Kecamatan Telanaipura sangat rawan banjir karena luapan air sungai dan danau tersebut. 2. Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis banjir dan prioritas penanganan banjir ini dilaksanakan pada Bulan Februari tahun 2012 sampai dengan Bulan September tahun Adapun jadwal penelitian dapa t dilihat pada Tabel 2. 23

42 24 Tabel 2. Jadwal Penelitian Tahun 2012 Jenis Kegiatan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Penyusunan Proposal Penelitian Penyusunan Instrumen Penelitian Pengumpulan Data Analisis Data Penyusunan Laporan Penelitian B. Bentuk dan Strategi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian ini dipilih karena penelitian yang akan dilakukan lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta- fakta yang ada, walaupun kadang-kadang memberikan interpretasi atau analisis. Metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dan penyusunan data, pengolahan data dan selanjutnya dianalisis dan dideskripsikan. Strategi penelitian merupakan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Pemilihan strategi yang salah dapat berdampak terhadap hasil penelitian menjadi kurang relevan dan tidak sesuai dengan keinginan peneliti sehingga dituntut strategi yang sesuai agar penelitian dapat berjalan dengan lancar. Strategi penelitian yang digunakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995: 3). Unit analisa dalam penelitian ini adalah satuan medan yaitu kelas medan yang menunjukan suatu bentuklahan atau komplek bentuklahan yang sejenis dalam hubungannya dengan karakteristik medan dan komponen-komponen medan yang utama (Van Zuidam 1979). Satuan medan dalam penelitian ini diperoleh dengan menumpangsusunkan (overlay) parameter fisik berupa peta ketinggian dan peta kemiringan lereng.

43 25 C. Wilayah Kajian Wilayah yang dikaji dalam penelitian ini adalah seluruh Wilayah Kecamatan Telanaipura Kota Jambi Provinsi Jambi yang terdiri atas 11 kelurahan, yakni: Kelurahan Telanaipura, Kelurahan Solok Sipin, Kelurahan Murni, Kelurahan Simpang IV Sipin, Kelurahan Selamat, Kelurahan Teluk Kenali, Kelurahan Buluran Kenali, Kelurahan Legok, Kelurahan Sungai Putri, Kelurahan Penyengat Rendah, dan Kelurahan Pematang Sulur. D. Jenis dan Sumber Data Sumber data dalam penelitian deskriptif kualitatif dapat ber upa manusia, kejadian atau peristiwa yang terjadi di masyarakat, dokumen, dan benda benda lain. Dalam penelitian yang akan dilakukan, data yang dibutuhkan serta jenis dan sumbernya adalah sebagai berikut: Tabel 3. Data yang Dibutuhkan No Jenis Data Jenis Sumb er Data 1 Data Penduduk Kec. Telanaipura Kota Jambi tahun 2012 DS BPS 2 Data Sejarah Terjadinya Banjir di Kec. Telanaipura Kota Jambi DS Bappeda 3 Administrasi Kecamatan Telanaipura bersumber dari Peta Administrasi Kota Jambi tahun 2012 DS BPN Jambi 4 Data Curah Hujan di Kec. Telanaipura Kota Jambi tahun DS Stasiun klimatologi Lereng Kecamatan Telanaipura bersumber dari Peta Lereng Kota Jambi Skala 1: Penggunaan lahan Kecamatan Telanaipura bersumber dari Peta Pengunaan lahan Kota Jambi Tahun 2012 Skala 1: Kerapatan saluran Kecamatan Telanaipura bersumber dari Peta Kerapatan Saluran Drainase Kota Jambi Skala 1: Karakteristik banjir Kota Jambi, meliputi: Intensitas, Lama Kejadian dan ketinggian air Keterangan : DS = Data Sekunder DP = Data Primer DS DS DS DP Sultan Thaha Jambi Citra SRTM SUmatera BPN, Bappeda DPU Jambi Wawancara dan Observasi lapangan

44 26 E. Teknik Pengumpulan Data 1. Dokumentasi Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang digunaka n untuk mendapatkan data atau informasi secara tertulis atau dalam bentuk gambar atau peta yang didapat dari kantor atau instansi terkait, perpustakaan, ar sip perseorangan yang berkompeten dan dapat menunjang kelancaran penelitian. Dalam penelitian ini sumber data sekunder diperoleh dari kantor Departemen Pekerjaan Umum (DPU) berupa data saluran dr ainase, dari kantor Pertanahan Kota Jambi berupa data penggunaan lahan Kecamatan Telanaipura, dan dari kantor Bappeda berupa data penggunaan lahan Kecamatan Telanaipura serta sejarah banjir Kecam atan Telanaipura. 2. Observasi Observasi merupakan cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang terjadi di lapangan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data primer tentang karakte ristik medan dan daerahdaerah yang sering terjadi banjir di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi. Data observasi yang akan diperoleh merupakan data karakteristik medan berupa kondisi topografi dan penggunaan lahan. Alat bantu yang digunakan yaitu daftar isian dan kamera digital untuk keperluan foto dokumentasi 3. Wawancara Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data berupa komunikasi verbal atau percakapan antara dua pihak, yaitu pewancara dan orang yang diwawancarai, yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai suatu hal atau peristiwa. Kegiatan ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara lisan dengan informan yang berasal dari masyarakat Kecamatan Telanaipura dan berkompeten serta mengetahui peristiwa yang sedang diteliti. Dalam hal ini data hasil wawancara berupa data karakteristik banjir, meliputi: lokasi banjir, batas banjir, intensitas, lama kejadian, dan ketinggian banjir. Pertanyaan yang diajukan kepada informan sesuai dengan isi pertanyaan dalam pedoman wawancara.

45 27 F. Teknik Sampling 1. Populasi Populasi adalah keseluruh elemen, atau unit elementer, atau unit penelitian, atau unit analisis yang memiliki karakteristik tertentu yang dijadikan sebagai objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang bermukim di wilayah administrasi Kecamatan Telanaipura Kota Jambi, dengan jumlah orang. Penelitian ini menggunakan satuan analisis berupa satuan medan, sehingga satuan medan di Kota Kecamatan Telanaipura juga dijadikan populasi. Berdasarkan hasil overlay peta kemiringan lereng dan peta ketinggian, populasi satuan medan dalam penelitian ini ada 13 satuan medan. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari objek atau individu-individu yang mewakili suatu populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini Purposive Sampling. Tujuan penggunaan purposive sampling adalah menangkap kelengkapan dan kedalaman data, sampel mewakili informasi yang mendalam dan generalisasinya mengarah pada generalisasi teoritis. Sampel pada penelitian ini ada dua jenis, yaitu sampel penduduk dan sampel medan. Jumlah sampel penduduk (informan) yaitu sebanyak 35 or ang dan ter sebar di seluruh wilayah genangan banjir, tepatnya di Kelurahan Penyengat Rendah, Kelurahan Legok, Kelurahan Buluran Kenali, Kelurahan Teluk Kenali. Sampel medan yaitu sebanyak 13 satuan medan. G. Validitas Data Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Menggunakan teknik triangulasi data yang dengan cara memanfaatkan sesuatu di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding data tersebut. Triangulasi dilakukan dengan pemeriksaan melalui sumber lain, dalam hal ini melakukan pembandingan antara data yang didapat dari sumber berbeda maupun pengecekan dokumen dengan data hasil observasi. Contohnya adalah menggunakan data banjir dan peta genangan banjir dari DPU untuk mengetahui daerah rawan banjir.

46 28 H. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Persebaran Wilayah Rawan Banjir Persebaran wilayah rawan banjir diketahui dengan melakukan scoring dan overlay dari setiap parameter. Parameter tersebut adalah kerapatan saluran, penggunaan lahan, dan kemiringan lereng. Hasil skoring dianalisis menggunakan satuan medan. Masing-masing parameter dijabarkan sebagai berikut : a. Satuan Medan Daerah Penelitian Satuan medan Merupakan unit analisis dalam penelitian ini. Diperoleh dengan menumpangsusunkan (overlay) parameter fisik berupa peta ketinggian dan peta kemiringan lereng. Setiap satuan medan dilakukan pengenalan karakte ristik lingkungan fisik dengan menggunakan data primer dan data sekunder. b. Kerapatan Saluran Kondisi drainase Kecamatan Telanaipura Kota Jambi belum mengalami pembangunan dan perkembangan yang memadai. Menurut Asdak (1995 : 22) Kerapatan saluran adalah panjang aliran sungai per kilometer persegi luas DAS seperti tercantum dalam rumus: Dimana : Dd = kerapatan saluran (km/km 2 ) L = panjang aliran sungai (km) A = luas DAS (km 2 ) Klasifikasi kerapatan saluran (Dd) mengikuti pedoman Linsley (1994), sebagai berikut: 1) Dd < 1 mil/mile 2, kondisi daerah kurang baik, pengatusan kurang sehingga mengalami genangan.

47 29 2) Dd 1. 5 mil/mile 2, kondisi daerah baik, pengatusan cukup sehingga tidak pernah tergenang terlalu lama. 3) Dd > 5 mile/mile 2, kondisi daerah kurang baik, pengatusan kuat sekali sehingga mengalami kekeringan. Menyesuaikan dengan kondisi pada daerah penelitian, maka dilakukan perubahan berdasarkan klasifikasi Rahman (2002) sebagai berikut: 1) Dd< 0,62 km/km 2, daerah tersebut sangat kurang baik, pengatusan sangat kurang baik, sering terjadi genangan yang lama. 2) Dd 0,62 1,44 km/km 2, daerah tersebut sangat kurang baik, pengatusan sangat kurang baik, sering terjadi genangan yang lama. 3) Dd 1,45 2,27 km/km 2, termasuk daerah tergenang yang agak lama 4) Dd 2,28 3,10 km/km 2, termasuk daerah yang tidak pernah tergenang terlalu lama. 5) Dd > 3,10 km/km 2, termasuk daerah yang mempunyai pengaliran sangat cepat sehingga sering mengalami kekeringan. Kondisi kerapatan saluran Kecamatan Telanaipura dihitung dengan membagi panjang sungai per luas wilayah pengaliran sistem drainase kota yang diperoleh dari peta saluran drainase. Berdasarkan hasil perhitungan, maka dapat dilakukan skoring seperti pada Tabel 4. berikut ini. Tabel 4. Klasifikasi dan Skoring Kerapatan Saluran Drainase No Kerapatan Saluran Dd (km/km 2 ) Skor 1 Sangat Rapat > 3, Rapat 2,28 3, Sedang 1,45 2, Jarang 0,62 1, Sangat jarang < 0,62 5 Sumber: Agustinus (2009: 38) c. Penggunaan Lahan Data Penggunaan lahan Kecamatan Telanaipura diperoleh dari Bappeda Kota jambi dan diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi oleh Sutanto dkk dalam Rahratmoko (2005 : 27). Klasifikasi penggunaan lahan kota sebagai berikut:

48 30 1) Pemukiman, dibagi menjadi 4 kelas keteraturan, yaitu: a) Pemukiman teratur, dicirikan dengan pola jaringan jalan teratur, bentuk dan ukuran rumah seragam, letak rumah teratur, jarak antar rumah sedang, dan masing-masing mempunyai jalan terhubung ke jalan yang langsung terletak di depan setiap rumah, dengan kata lain semua rumah menghadap ke jalan. b) Pemukiman sedang atau agak teratur, pola jaringan jalan tidak teratur, tata letak rumah agak teratur, bentuk dan ukuran rumah tidak seragam, arah dan jarak rumah tidak teratur, tidak semua rumah menghadap ke jalan. c) Pemukiman tidak teratur, pola jaringan jalan tidak teratur, jalan penghubung ke tiap rumah tidak memadai (jumlah dan lebarnya), tata letak rumah tidak teratur, bentuk, ukuran dan arah rumah tidak teratur/seragam, tidak semua rumah menghadap ke jalan, bahan atap beraneka (ada atap genteng atau seng), cukup padat. d) Pemukiman khusus, dalam kategori dapat dimasukkan sebagai jenis rumah mukim khusus yang dipandang penting, misalnya rumah bangsawan, asrama, rumah penampungan kelompok penduduk tertentu, pola jaringan jalan teratur, bentuk umumnya persegi panjang untuk beberapa rumah (kopel). Beberapa pemukiman khusus biasanya terletak disekitar perkantoran, daerah industri atau kantor khusus, ada fasilitas tersendiri misalnya: masjid, gereja, lapangan olah raga atau sekolah. 2) Perdagangan Perdagangan dapat dibedakan menjadi pasar, pusat perbelanjaan, pertokoan, rumah makan, dan apotik. 3) Pertanian Pertanian dapat dibedakan menjadi sawah, tegal, kebun, dan sebagainya yang secara administrative termasuk kota. 4) Industri Dibedakan menjadi pabrik dan pembangkit tenaga listrik. 5) Transportasi Dibedakan menjadi jalan raya, rel kereta api, stasiun kereta api, lapangan terbang, dan terminal bus.

49 31 6) Jasa Meliputi: perkantoran, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas peribadatan. 7) Rekreasi Meliputi: lapangan olah raga, gedung olah raga, stadion, kebun binatang, kolam renang, dan gedung pertunjukkan. 8) Lain-lain Meliputi: kuburan, lahan kosong, dan lahan sedang dibangun. Pemberian skor pada masing- masing tipe penggunaan lahan berdasarkan pada penilaian terhadap kemampuan penggunaan lahan dalam meloloskan air. Nilai skor terdiri atas skor 1 hingga skor 5. Semakin besar nilai skor maka kemampuan penggunaan lahan dalam meresapkan air semakin rendah. Berikut skoring penggunaan lahan Kecamatan Telanaipura pada Tabel 5. Tabel 5. Klasifikasi dan Skoring Penggunaan Lahan No. Jenis penggunaan Lahan Skor 1 Belukar 1 2 Hutan 1 3 Industri 5 4 Kebun 2 5 Tegalan 2 6 Makam 2 7 Permukiman Teratur 3 8 Permukiman Tidak Teratur 5 9 Sawah 4 10 Taman 1 11 Tanah kosong 1 12 Lain-lain - Sumber: Agustinus (2009: 36) d. Peta Kemiringan Lereng Data kontur yang digunakan adalah data kontur dari pengolahan citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission). SRTM adalah data elevasi resolusi tinggi merepresentasikan topografi bumi. Data SRTM dihasilkan oleh satelit yang diluncurkan oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration).

50 32 Pengolahan citra SRTM untuk ekstrak data kontur menggunakan software Global Mapper. Data kontur yang telah diperoleh dari hasil pengolahan tersebut diproses untuk menghasilkan data kemiringan lereng dengan menggunakan software ArcGIS, pengolahan menggunakan menu 3D Analyst. Data yang diperoleh kemudian diklasifikasikan berdasarkan metode dari Bakosurtanal (1999), yaitu : Tabel 6. Klasifikasi Kemiringan Lereng. No Klasifikasi Kemiringan Lereng (%) 1 Datar Landai Miring Agak Curam Curam >12 Sumber: Bakosurtanal (1999) Peta kemiringan lereng yang telah diperoleh dari proses tersebut diberikan skor sesuai dengan hubungannya terhadap genangan/banjir. Asumsi yang digunakan adalah wilayah dengan kemiringan lereng yang datar akan memiliki per gerakan air limpasan yang lambat untuk menuju drainase terdekat sehingga memungkinkan menimbulkan genangan dibandingkan wilayah dengan kemiringan lereng yang lebih curam karena air limpasan akan bergerak cepat menuju drainase. Klasifikasi dan skoring kemiringan lereng dapat dilihat di bawah ini: Tabel 7. Klasifikasi dan Skoring Kemiringan Lereng No Klasifikasi Kemiringan Lereng (%) Skor 1 Datar Landai Miring Agak curam Curam > 12 1 Sumber: Agustinus (2009: 36) Menentukan nilai kerawanan banjir dilakukan dengan menggunakan metode pengharkatan (scoring), yaitu memberikan nilai/harkat pada setiap satuan pemetaan suatu parameter banjir. Setiap parameter kerawanan banjir mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap kerawanan banjir sehingga nilai faktor penimbang/bobot

51 33 akan berbeda. Pemberian bobot pada masing-masing parameter atau variabel dilakukan dengan memperhatikan seberapa besar pengaruh parameter-parameter tersebut terhadap ter jadinya banjir. Semakin besar pengaruh parameter tersebut terhadap banjir maka nilai bobotnya juga besar, sebaliknya jika pengaruhnya kecil maka nilai bobotnya juga kecil. Pemberian faktor penimbang untuk klasifikasi Kerawanan Banjir Kecamatan Telanaipura Kota Jambi adalah sebagai berikut: Tabel 8. Pengharkatan Klasifikasi Kerawanan Banjir Kecamatan Telanaipura Kota Jambi. No Paramet er Skor Skor Faktor minimum maksimum Penimbang 1 Kerapatan Saluran Penggunaan Lahan Kemiringan Lereng Sumber: Agustinus (2009: 36) Nilai ker awanan banjir didapatkan dengan cara menjumlahkan skor/harkat tiap parameter kerentanan banjir yang sebelumnya telah dikalikan dengan faktor pembobotnya terlebih dahulu. Rumus yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan banjir tiap satuan pemetaan adalah sebagai berikut: Kerawanan Banjir = 4*(PL) + 3*(KS) + 5*(KL) Dimana : PL = Penggunaan Lahan KS = Kerapatan Saluran KL = Kemiringan Lereng 4,3,5 = Faktor Penimbang/Bobot Faktor pembobot paling tinggi yaitu kemiringan lereng sebesar 5 dengan alasan parameter fisik lahan ini mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap kerawanan banjir. Asumsinya adalah semakin curam suatu lereng maka kemungkinan banjir akan semakin kecil karena air permukaannya akan selalu mengalir untuk mencari permukaan yang rendah hingga ditemukan tempat yang landai. Penggunaan lahan diberi bobot 4, asumsinya yaitu penggunaan lahan kota pada umumnya berisi bermacam-macam bangunan dengan kontruksi beton dan aspal untuk jalan yang mengurangi lahan-lahan terbuka sehingga kemampuan permukaan

52 34 untuk menyerap air semakin berkurang karena tertutup oleh beton dan aspal. Dampaknya adalah terjadinya limpasan yang besar sehingga menyebabkan banjir. Kerapatan saluran diberi bobot 3 karena faktor ini mempunyai pengaruh yang lebih kecil sumbangannya terhadap kerawan banjir dibanding dua parameter lainnya. Di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi mempunyai kerapatan saluran drainase yang tidak begitu baik. Sehingga menyebabkan Kecamatan Telanaipura Kota Jambi sering dilanda banjir. Masing-masing parameter kerawanan banjir dianalisis berdasarkan satuan medan. Nilai skor kerapatan saluran tertimbang, skor penggunaan lahan tertimbang dan skor kemiringan tertimbang diperoleh dengan menggunakan rumus : Jumlah kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima kelas dengan alasan untuk lebih jelas dan memudahkan dalam melihat sebaran tingkat kerawanan. Skor kerawanan yang dihasilkan adalah penjumlahan dari tiap parameter fisik lahan yang telah dikalikan dengan faktor penimbangnya. Masing-masing kelas kerawanan memiliki rentang skor yang ditentukan dengan menggunakan rumus nilai interval. Nilai interval ditentukan dengan pendekatan relatif yaitu dengan cara melihat nilai maksimum dan nilai minimum tiap satuan pemetaan, kelas interval didapatkan dengan cara mencar i selisih antara data tertinggi dengan data terendah dan dibagi dengan jumlah kelas yang diinginkan. Rumus yang digunakan untuk menentukan kelas interval adalah: Kriteria nilai skor kerawanan banjir hasil perhitungan tiap-tiap parameter dapat dilihat pada Tabel 9.

53 35 Tabel 9. Kriteria Kerawanan Banjir No. Tingkat Kerawanan Banjir Skor Keterangan 1 I Tidak Rawan 2 II Kurang Rawan 3 III Rawan Sedang 4 IV Rawan 5 V Sangat Rawan Sumber: Agustinus (2009: 34) 2. Persebaran Wilayah Bahaya Banjir Bahaya banjir diperoleh dengan cara overlay peta kerawanan banjir dan peta penggunaan lahan intensif di analisis dengan dilakukan pengskor an dan pemberian bobot terhadap parameter yang berpengaruh terhadap bahaya banjir, semakin besar pengaruhnya terhadap bahaya banjir maka akan diberi skor yang lebih besar. Semakin intensif penggunaan lahan akan semakin besar skor. Berdasarkan parameter bahaya banjir (rawan banjir dan penggunaan lahan) maka dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Rawan banjir Data yang digunakan adalah data r awan banjir Kecamatan Telanaipura Kota Jambi. Data rawan banjir merupakan hasil perhitungan scoring terhadap parameter penggunaan lahan, drainase, dan kemiringan lereng. Data yang telah diperoleh di klasifikasikan kedalam lima kelas dan diberikan bobot skor. Semakin tinggi pengaruhnya terhadap bahaya banjir maka ma ka diberi skor yang lebih besar. Tabel 10. Klasifikasi dan Scoring Kerawanan Banjir Tingkat Kerawanan Banjir Skor Keterangan I 1 Tidak Rawan II 2 Kurang Rawan III 3 Rawan Sedang IV 4 Rawan V 5 Sangat Rawan Sumber : Hasil Perhitungan

54 36 b. Penggunaan Lahan Intensif Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan yaitu klasifikasi lahan kota menurut Sutanto dkk (1981) dalam Agustinus (2009 : 34). Pemberian skor didasarkan pada tingkat keberadaan manusia didalamnya. Semakin tinggi tingkat keberadaan manusia maka semakin tinggi skor.pada dasar nya penggunaan lahan perkotaan berisi bermacam-macam bangunan yang mengurangi daerah resapan air. Selain itu pengunaan lahan demikian merupakan tempat konsentrasi penduduk melakukan berbagai kegiatan. Oleh sebab itu semakin intensif penggunaan lahan dan semakin rawan lokasi tersebut terhadap banjir, maka semakin tinggi pula tingkat bahaya banjir kawasan tersebut. Berikut klasifikasi dan skor penggunaan lahan : Tabel 11. Klasifikasi dan skor pengunaan lahan Intensif No Penggunaan lahan Skor 1 Permukiman 5 2 Sawah 3 3 Tegalan/ladang 3 4 Industri 4 5 Taman kota 2 6 Kuburan / makam 1 7 Lahan Kosong/lapangan 1 8 Kebun 2 9 Belukar 1 10 Hutan 1 Sumber : Hasil Perhitungan Masing-masing parameter kerawanan banjir dianalisis berdasarkan satuan medan. Nilai skor penggunaan lahan intensif tertimbang diperoleh dengan menggunakan rumus : Bahaya banjir di analisis dengan metode overlay dan skoring. Nilai skor bahaya banjir diperoleh dengan menjumlahkan skor tiap parameter bahaya banjir, kemudian diklasifikasikan kedalam 3 kelas tingkat bahaya banjir. Rentang nilai dalam kelas bahaya banjir ditentukan menggunakan rumus nilai interval.

55 37 Rumus yang digunakan untuk menentukan kelas interval adalah: Kriteria nilai skor kerawanan banjir hasil perhitungan tiap-tiap parameter dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Kriteria Bahaya Banjir No. Tingkat Bahaya Banjir Skor Bahaya Banjir Keterangan 1 I 2-5 Tidak Bahaya 2 II 6-9 Bahaya Sedang 3 III 10 Bahaya Sumber : Hasil Perhitungan 3. Prioritas Penanganan Banjir Berdasarkan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, prioritas penanganan banjir didasarkan pada keselamatan jiwa manusia. Analisis prioritas penanganan banjir dilakukan dengan teknik skoring dan overlay parameter berupa peta bahaya banjir dan peta kepadatan penduduk. Berdasarkan parameter prioritas penanganan banjir (bahaya banjir dan kepadatan penduduk) maka dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Bahaya Banjir Data yang digunakan adalah data Bahaya banjir Kecamatan Telanaipura Kota Jambi. Data rawan banjir merupakan hasil perhitungan scoring terhadap parameter rawan banjir dan penggunaan lahan intensif. Data yang telah diperoleh di klasifikasikan kedalam tiga kelas dan diberikan bobot skor. Semakin tinggi pengar uhnya terhadap kemungkinan penanganan maka diberi skor yang lebih besar.

56 38 Tabel 13. Klasifikasi dan Scoring Bahaya Banjir No. Tingkat Bahaya Banjir Skor Keterangan 1 I 1 Tidak Bahaya 2 II 2 Bahaya Sedang 3 III 3 Bahaya Sumber : Hasil Perhitungan b. Kepadatan Penduduk Data yang digunakan adalah data kepadatan penduduk dasimetrik Kecamatan Telanaipura. Data kepadatan penduduk diperoleh dengan membandingkan jumlah penduduk dengan luas permukiman. Tingkat kepadatan penduduk dasimetrik diklasifikasikan ke dalam tiga kelas dengan rentang nilai per kelas dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Rumus yang digunakan untuk menentukan kelas interval adalah: Telanaipura : Berikut klasifikasi dan skoring kepadatan penduduk Kecamatan Tabel 14. Klasifikasi dan Scoring Kepadatan Penduduk Dasimetrik Tingkat Kepadat an Skor Keterangan Penduduk I 1 Rendah II 2 Sedang III 3 Tinggi Sumber : Hasil Perhitungan Masing-masing parameter kerawanan banjir dianalisis berdasarkan satuan medan. Nilai skor kepadatan penduduk dasimetrik tertimbang diperoleh dengan menggunakan rumus : Langkah dalam menentukan prioritas penanganan banjir adalah parameter diberikan skor berdasarkan besar pengaruhnya terhadap kemungkinan timbulnya korban jiwa. Semakin besar pengar uh yang ditimbulkan maka semakin besar skor.

57 39 Setelah itu dilakukan overlay. Nilai skor prioritas penanganan banjir diperoleh dengan menjumlahkan skor tiap parameter, kemudian diklasifikasikan kedalam 3 kelas tingkat prioritas penanganan banjir. Rentang nilai dalam kelas prioritas penanganan banjir dihitung menggunakan rumus nilai interval. Rumus yang digunakan untuk menentukan kelas interval adalah: Peta yang dihasilkan berguna sebagai bahan pertimbangan wilayah yang dapat diprioritaskan penanganannya. Kriteria skor prioritas penanganan banjir adalah sebagai berikut : Tabel 15. Kriteria prioritas penanganan Banjir No. Tingkat Prioritas Skor Prioritas Penanganan Banjir Penanganan Banjir Keterangan 1 I 6 Prioritas I 2 II 4-5 Prioritas II 3 III 2-3 Prioritas III Sumber : Hasil Perhitungan I. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Kegiatan pada tahap ini meliputi: a. Studi literatur, yaitu mempelajari literatur, hasil-hasil penelitian sebelumnya, laporan-laporan, majalah yang berkaitan dengan masalah penelitian. b. Orientasi lapangan, yaitu mengetahui jenis dan kelengkapan data lainnya yang diperlukan dalam penelitian, dengan jalan mendatangi atau menghubungi instansi yang berkaitan dengan penelitian. 2. Penyusunan Proposal Penelitian Penyusunan proposal yaitu semua rencana penelitian yang akan dilakukan meliputi pendahuluan, landasan teori serta metodologi penelitian.

58 40 3. Penyusunan Instrumen Membuat rancangan tabulasi tentang data yang berupa peta agar lebih mudah dalam melakukan pencatatan atau penyalinan data yang diperlukan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Peta genangan banjir untuk menentukan sampel, yaitu memperoleh inf ormasi pada wilayah-wilayah genangan banjir melalui wawancara b. Pedoman wawancara berupa pertanyaan untuk mengetahui karakteristik banjir c. GPS (Global Positioning S ystem) digunakan untuk mengetahui koordinat dalam lokasi penelitian 4. Tahap Pengumpulan Data Kegiatan dalam tahap ini adalah mengumpulkan data di lapangan yaitu kantor atau instansi pemerintah yang berkaitan dengan penelitian, dengan c ara mencatat, mengutip, memfotocopy arsip yang diperlukan. a. Data Pokok 1) Peta Topografi diperoleh dar i citra SRTM Sumatera 2) Peta Saluran Drainase diperoleh dar i DPU Kota Jambi 3) Peta Penggunaan Lahan diperoleh dari Bappeda Kota Jambi b. Data Bantu 1) Peta Administrasi Kecamatan Telanaipura Kota Jambi dari BPN 2) Peta Rupa Bumi Kecamatan Telanaipura Kota Jambi diperoleh dari Bakosurtanal. 5. Tahap Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan yaitu skoring dan overlay dan pemetaan dengan Sistem Inf ormasi Geografi (SIG), klasifikasi dan perhitungan dengan menggunakan microsoft excel, dan pembahasan secara deskriptif. 6. Analisis Peta Analisis peta dilakukan secara deskriptif kualitatif yaitu menjelaskan, menguraikan serta mencari kenampakan-kenampakan yang terdapat di dalam peta.

59 41 7. Tahap Penggambaran Peta Pada tahap penggambaran peta ini meliputi kegiatan mendesaian tata letak, desain peta dasar dan desain isi peta berdasarkan pada kaidah-kaidah kartografi. 8. Penulisan Laporan Penelitian Merupakan tahap akhir setelah tahap-tahap terdahulu selasai dilakukan, kemudian disusun dalam bentuk skripsi.

60 42

61 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian 1. Letak Kecamatan Telanaipura merupakan bagian dari wilayah administrasi Kota Jambi dengan letak astronomis berada diantara 1 o 103 o 103 o mt dan mU. Berdasarkan posisi astronomis tersebut Kecamatan Telanaipura berada pada wilayah iklim tropis. 1 o 2. Luas Kecamatan Telanaipura memiliki luas 30,39 km 2 yang terbagi dalam 11 kelurahan yaitu: Kelurahan Telanaipura, Kelurahan Solok Sipin, Kelurahan Murni, Kelurahan Simpang IV Sipin, Kelurahan Selamat, Kelurahan Teluk Kenali, Kelurahan Buluran Kenali, Kelurahan Legok, Kelurahan Sungai putri, Kelurahan Penyengat Rendah, dan Kelurahan Pematang Sulur. Terbagi dalam 266 rukun tetangga. Berikut disajikan tabel rincian administrasi Kecamatan Telanaipura. Tabel 16. Rincian Administrasi Kecamatan Telanaipura No. Kelurahan Luas (km 2 ) RT 1 Telanaipura 1, Simpang IV Sipin 1, Selamat 1, Sungai Putri 1, Legok 3, Murni 0, Solok Sipin 1, Buluran Kenali 2, Teluk Kenali 2, Penyengat Rendah 12, Pematang Sulur 2,98 24 Jumlah 30, Sumber. Kecamatan Telanaipura dalam Angka Tahun

62 44 Gambar 4. Diagram Persentase Luas Kecamatan Telanaipura 3. Batas Secara administratif Kecamatan Telanaipura berbatasan dengan : a. Sebelah utara dengan Kecamatan Danau Teluk b. Sebelah selatan dengan Kecamatan Kota Baru c. Sebelah barat dengan Kabupaten Muaro Jambi d. Sebelah timur dengan Kecamatan Pasar Jambi Letak administrasi Kecamatan Telanaipura dipresentasikan dalam peta 1.

63 45

64 46 4. Keadaan Fisik a. Geologi Berdasarkan peta geologi lembar 1014 Jambi, satuan batuan dilokasi penelitian yaitu : Aluvium (Qa) Satuan batuan ini merupakan satuan terluas yang berada di Kecamatan Telanaipura. Terdapat di sebagian besar wilayah Kecamatan Telanaipura bagian utara disepanjang Sungai Batanghari yaitu berada di Kelurahan Teluk Kenali, Kelurahan Buluran Kenali, Kelurahan Legok, sebagian wilayah Kelurahan Penyengat Rendah bagian timur hingga ke utara, dan Kelurahan Pematang Sulur bagian barat. Secara astronomis batuan aluvium berada pada mt dan mu. Luas satuan batuan ini adalah 1475,76 ha. Terdiri dari kerikil, kerakal, pasir, lanau dan lempung. Formasi Muaraenim (Tmpm) Terdapat di bagian tengah Kecamatan Telanaipura yaitu berada di Kelurahan Telanaipura, Kelurahan Solok Sipin, Kelurahan Sungai Putri, Kelurahan Selamat, Kelurahan Simpang IV Sipin, Kelurahan Pematang Sulur bagian barat dan Kelurahan Penyengat Rendah bagian timur. Secara astronomis batuan ini terletak pada mt dan mu. Luas satuan batuan ini adalah 1472,45 ha. Terdiri atas perselingan antara batupasir tufan dan batulempung tufan, per selingan batupasir kuarsa dengan batulempung kuarsa, bersisipan batubara dan oksida besi. Formasi Kasai (Qtk) Terdapat dibagian timur Kecamatan Telanaipura yaitu berada di Kelurahan Murni dan Kelurahan Solok Sipin bagian timur laut secara astronomis berada diantara mt dan mu. Luas satuan batuan ini adalah 68,32 ha. Terdiri dari perselingan batupasir tufan dengan batulempung tufan.

65 47

66 48 b. Geomorfologi Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi serta proses-proses yang berlangsung terhadap permukaan bumi sejak bumi terbentuk sampai sekarang. Secara umum kondisi geomorfologi lokasi penelitian merupakan bentuklahan asal proses fluvial yang pembentukannya berkaitan dengan proses fluvial. Proses fluvial adalah semua proses yang terjadi di alam baik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh air permukaan. Proses fluvial akan menghasilkan suatu bentangalam yang khas sebagai akibat tingkah laku air yang mengalir di permukaan. Proses yang berlangsung dalam oleh air permukaan dapat berupa proses erosi, transportasi maupun proses sedimentasi yang erat kaitannya satu sama lain. Proses fluvial dimulai dengan proses erosi (pengikisan material), kemudian mater ial terangkut oleh air dan akhirnya diendapkan ditempat lain yang lebih rendah baik itu berupa dataran rendah ataupun cekungan. Proses sedimentasi ini terjadi karena lereng atau aliran permukaan menjadi kecil sehingga kecepatan dan ener gi aliran semakin berkurang. Akibatnya, tenaga mengangkut material menjadi berkurang sehingga material tersebut mengendap. Pengendapan di lokasi penelitian terjadi di bagian utara, tepatnya ditepi Sungai Batanghari. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya daya transport air permukaan akibat perubahan gradien sungai yang besar dibagian hulu tepatnya di Pegunungan Bukit Barisan ke gradien kecil di Kecamatan Telanaipura. Selain itu, meander Sungai Batanghari juga menyebabkan kecepatan aliran berkurang dan meterial diendapkan pada kiri kanan sungai saat banjir. Berdasarkan interpretasi citra ikonos lokasi penelitian, satuan bentuklahan lokasi penelitian diidentifikasi sebagai berikut : a. Dataran Banjir Dataran banjir merupakan satuan bentuklahan yang berada pada kiri kanan sungai dan terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir sungai tersebut. Satuan bentuklahan ini memiliki topografi datar yaitu sebesar 0-2%.

67 49 Material pada satuan bentuklahan ini berupa pasir, lanau, dan lumpur. Secara periodik tergenang oleh air ketika musim hujan. Lokasi dataran banjir ini terdapat di Kelurahan Penyengat Rendah. Gambar 5. Wilayah datar an banjir di Kelurahan Penyengat Rendah b. Danau Tapal Kuda Danau tapal kuda merupakan bentuklahan yang terdapat pada bagian utara Kecamatan Telanaipura. danau ini merupakan perkembangan dari sungai meander. Danau tapal kuda terbentuk bila sungai yang berkelok-kelok atau sungai meander melintasi daratan mengambil jalan pintas dan meninggalkan potongan-potongan yang akhirnya membentuk danau tapal kuda. Oxbow lake terbentuk dar i waktu ke waktu sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi dari tanah disekitar sungai meander. Gambar 6. Proses Terbentuknya Danau Tapal Kuda

68 50 Proses terbentuknya danau tapal kuda : 1. Sungai meander yang terbentuk aliran airnya relatif datar karena liku-liku yang ada belum terlalu melengkung, sehingga arus air sungai masih pelan. Air mulai mengalir dengan kecepatan yang berbeda, ketika mengalir pada lekukan pada suatu sungai kelok-kelok. 2. Air yang melewati lekukan yang menjorok keluar menyebabkan terjadinya erosi terus sehingga menyebabkan lekukan tergerus semakin melebar. Sementara itu, di sisi lekukan yang lain akan terjadi pengendapan. 3. proses erosi dan pengendapan lekukan sungai yang terus terjadi akan membentuk lekukan yang semakin tajam dan akan terhubung dengan ujung lekukan yang lain. Jika terjadi hujan, air akan mampu mengerosi lekukan tepi sungai yang kemudian akan mampu membentuk aliran sungai baru yang lebih lurus dan aliran sungai yang lama ditinggalkan. Danau tapal kuda lokasi penelitian berada pada bagian utara Kecamatan Telanaipura, tepatnya berada di Kelurahan Legok. Nama lokal danau tersebut yaitu Danau Dipin dengan luas 90,24 ha. Gambar 7. Citra Ikonos danau tapal kuda di Kelurahan Legok Kondisi geomorfologi Kecamatan Telanaipura yang berupa bentuklahan asal proses fluvial juga dapat diidentifikasi dari kondisi reliefnya. Dilihat dari topografinya, Kecamatan Telanaipura relatif datar dengan ketinggian antara 2-40 m diatas permukaan laut. Aliran Sungai Batanghari sebagai sungai utama terdapat dibagian utara Kecamatan Telanaipura.

69 51 c. Hidrologi 1) Air Tanah Air tanah merupakan sumber daya alam yang ketersediannya mencakup kuantitas maupun kualitasnya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat proses penimbunan, pengaliran, dan pelepasan air tanah tersebut berlangsung pada suatu wadah yang disebut cekungan air tanah (groundwater basin). Batas cekungan air tanah, yang mencakup batas horizontal dan vertikal, ditentukan oleh sifat hidraulik air tanah dan dikontrol oleh tataan hidrogeologinya. Keberadaan cekungan air tanah tidak dibatasi oleh batas administrasi suatu daerah. Suatu cekungan air tanah dapat berada pada satu wilayah kabupaten/kota, lintas batas kabupaten/kota, lintas batas provinsi, bahkan lintas batas negara. Kondisi air tanah bebas pada sumur-sumur gali yang dijumpai pada jarak 1-2 km di sisi kiri dan kanan Sungai Batanghari, muka air tanah bebasnya relatif dangkal (berkisar 1 5 m). Hal tersebut disebabkan karena sumur-sumur tersebut terletak pada dataran banjir atau bekas dataran banjir yang terdiri atas endapan alluvial. Berdasarkan kondisi geologinya, jenis batuan wilayah ini berupa batuan aluvium yang terdir i atas kerikil, kerakal, pasir, lanau dan lempung. Umumnya jenis batuan ini memiliki porositas dan permeabilitas tinggi. Hal ini memungkinkan terdapatnya air tanah cukup besar yang berasal dari air sungai dan danau. (Sumber: masterplan saluran drainase Kota Jambi tahun 2006) 2) Air Permukaan Sungai Batanghari merupakan air permukaan utama dan mengalir di bagian utara Kecamatan Telanaipura. Sungai Batanghari memiliki panjang total 775 km, hulu sungai terletak di pegunungan bukit barisan di provinsi Sumatera barat dan hilir di Selat Berhala. Sungai Batanghari mengalir dari barat ke timur, memper lihatkan morfologi pegunungan disebelah barat dan dataran serta rawa disebelah timur. S ecara umum 60% morfologi DAS Batanghari memperlihatkan bentuk perbukitan bergelombang.

70 52 Bagian utara Kecamatan Telanaipura merupakan Sungai Batanghari bagian hilir dengan morfologi berupa dataran. Lebar Sungai Batanghari pada bagian ini mencapai 450 m dengan elevasi yaitu 10 mdpl. Tinggi muka air ratarata pada tahun 2010 adalah 11,75 m. Tinggi muka air ekstrim yang pernah tercatat adalah 15,15 m pada tahun 2003, dan debit terkecil yaitu 6,11 m pada tahun ( Sumber : DPU Kota Jambi) Kecamatan Telanaipura juga memiliki air permukaan berupa danau yaitu Danau Kenali yang luasnya 38,01 ha terletak di Kelurahan Teluk Kenali, dan menerima aliran air dari Sungai Kenali Besar dan Kenali Kecil. Selain itu juga terdapat danau tapal kuda yaitu Danau Sipin yang merupakan danau terbesar di kota Jambi, dengan panjang 4,5 km, lebar 250 m, seluas 90,24 ha. Pada bagian tengah Danau Sipin terdapat perkampungan penduduk yang bermukim di tanah daratan yang oleh penduduk setempat sering disebut dengan ulau Pandan Pulau Pandan merupakan daratan yang dulunya berada di dekat lekukan meander Sungai Batanghari. Akibat proses fluviatil meander terputus, terbentuk aliran sungai yang baru, dan aliran meander yang lama ditinggalkan sehingga terbentuk danau tapal kuda. Secara administrasi, Danau Sipin yang menjadi muara beberapa sungai di wilayah Kota Jambi ini termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Legok. Danau Sipin menerima aliran air dar i beberapa aliran yakni dari Danau Kenali, Sungai Kambang, Sugai Sri Sudewi, dan Sungai Telanai. Pada kondisi dimana Sungai Batanghari meluap, maka air Danau Sipin turut naik, sehingga menggenangi pulau yang ada ditengahnya. Kondisi Danau Sipin yang selalu berair sepanjang tahunnya juga difungsikan masyarakat untuk budidaya perikanan air tawar.

71 53 d. Iklim 1) Tipe Iklim Tipe iklim lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan Metode Koppen. Metode Koppen mer upakan metode yang membagi tipe iklim berdasarkan rata-rata curah hujan dan temparaturnya. Metode ini membagi permukaan bumi ini menjadi 5 tipe iklim yaitu: iklim hujan tropika (A), iklim kering (B), iklim sedang (C), iklim dingin (D), dan iklim kutub (E). Sebagian besar wilayah Indonesia termasuk kedalam tipe iklim A karena telah memenuhi syarat suhu udara/temparatur lebih dari 18 o C. Dalam klasifikasi Koppen, tipe iklim A terbagi atas : a) Tropika Basah (Af) Wilayah iklim ini memiliki cir i-ciri yaitu pada saat bulan terkering masih memiliki hujan rata- rata lebih besar dari 60 mm. b) Tropika Lembab (Am) Wilayah ini memiliki ciri-ciri yaitu pada bulan-bulan basah dapat mengimbangi kekurangan hujan pada bulan kering. Tipe ini memiliki bulan basah dan bulan kering, tetapi bulan-bulan kering masih dapat diimbangi oleh bulan-bulan basah, sehingga pada wilayah ini masih terdapat hutan yang cukup lebat. c) Tropika Kering (Aw) Jumlah hujan pada bulan-bulan basah tidak dapat mengimbangi kekurangan hujan pada bulan-bulan kering, sehingga vegetasi yang ada adalah padang rumput dengan pepohonan yang jarang. (Wisnubroto, 1983: 70). Temparatur bulanan wilayah penelitian disajikan pada Tabel 17.

72 54 Tabel 17. Suhu Udara Bulanan Stasiun Klimatologi Sultan Thaha Tahun 2010 No. Bulan Suhu Udara/Temparatur ( o C) 1 Januari 26,8 2 Februari 27 3 Maret 27 4 April 27,7 5 Mei 28 6 Juni 27,2 7 Juli 26,7 8 Agustus 26,9 9 September 26,7 10 Oktober 26,9 11 November 26,8 12 Desember 26,9 Rata-rata 27,1 Sumber. Stasiun Klimatologi Sultan Thaha Tahun 2010 Data di atas menunjukkan bahwa wilayah penelitian memiliki nilai suhu udara rata-rata bulanan sebesar 27,1 o C dengan suhu udara tertinggi yaitu sebesar 28 o C yang terjadi pada Bulan mei dan suhu udar a terendah sebesar 26,7 o C yang terjadi pada Bulan Juli dan September. Dengan demikian nilai suhu udara rata-rata wilayah penelitian lebih besar dari 18 o C sehingga dapat disimpulkan bahwa wilayah tersebut berada pada tipe iklim A. Data curah hujan wilayah penelitian disajikan pada Tabel 18.

73 55 No. Tabel 18. Data Curah Hujan Wilayah Penelitian. ratarata Curah Hujan ( mm) Bulan jumlah ( mm ) 1 Januari ,6 358,7 124,5 124, ,9 156,4 2 Februari , ,3 300,9 149,1 239, ,5 3 Maret ,1 149,6 199,1 131,3 150,9 68, ,8 155,3 4 April ,8 68,1 206,8 226,5 233,9 230, ,2 198,2 5 Mei ,1 263,9 138,5 151,4 40,8 33, ,8 6 Juni ,9 254,9 95,9 8 58, ,2 132,6 7 Juli ,2 174,2 101,6 44,1 73,7 152, ,9 128,8 8 Agustus ,4 12,9 86,5 169,3 78, ,8 143,9 9 September ,8 468,7 91,9 59,5 142,3 72, ,4 146,8 10 Oktober ,2 290,8 29, , ,4 196,8 11 November , ,5 245,2 221, ,9 207,23 12 Desember , ,4 190,1 135,8 314, ,4 255,1 Jumlah ,9 4105,2 Jumlah bulan basah Jumlah bulan lembab , ,8 Jumlah bulan ,2 kering Sumber. Stasiun Klimatologi Sultan Thaha Kota Jambi Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa rata-rata curah hujan bulan terkering sebesar 128,8 mm yang terajadi pada Bulan Agustus. Rata-rata jumlah hujan tahunan adalah sebesar 4105,2 mm. Data rata-rata curah hujan tahunan dan curah hujan bulanan terkering digunakan untuk menentukan tipe iklim Af, Am, atau Aw. Data ini dimasukkan dalam grafik Koppen yang menunjukkan garis batas Tipe Iklim Af, Am, dan Aw. Analisis tipe iklim lokasi penelitian disajikan pada gambar 8.

74 56 Rata-rata Curah Hujan Bulan Terkering (mm) Rata-rata Curah Hujan Tahunan (mm) Gambar 8. Tipe Iklim Lokasi Penelitian Menurut Koppen Berdasarkan hasil diatas, lokasi penelitian memiliki tipe iklim Af. Hal ini diperkuat dengan besarnya hujan yang turun tiap tahun dan jujmlah bulan basah dapat menutupi jumlah bulan kering. 2. Tipe Curah Hujan Penentuan tipe curah hujan di lokasi penelitian berdasarkan metode Schmidt dan Ferguson. Klasifikasi tipe cur ah hujan berdasarkan metode ini adalah dengan berdasarkan pada perbandingan rata-rata jumlah bulan basah dan rata-rata jumlah Bulan kering. Kriteria untuk menentukan bulan basah dan kering berdasarkan klasif ikasi dari Mohr yaitu : a) Bulan basah yaitu suatu bulan yang curah hujannya lebih dari 100 mm. Pada bulan basah, curah hujan lebih besar dari penguapan yang terjadi. b) Bulan lembab yaitu suatu bulan yang curah hujannya lebih besar dari 60 mm tetapi kurang dari 100 mm. Pada bulan ini, curah hujan kur ang lebih sama dengan penguapan yang terjadi. c) Bulan kering yaitu suatu bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm. Pada bulan basah, curah hujan lebih kecil dari penguapan yang terjadi. (Wisnubroto dalam Agustinus 1983: 61)

75 57 Penggolongan tipe curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson berdasarkan pada nilai Q yaitu : Berdasarkan besarnya nilai Q, tipe curah hujan di Indonesia dibagi menjadi 8 golongan yaitu : Tabel 19. Tipe Curah Hujan Di Indonesia No. Tipe Nilai Sifat 1 A Sangat basah (very wet) 2 B Basah (wet) 3 C Agak basah (fairly wet) 4 D Sedang (fair) 5 E Agak kering (fairly dry ) 6 F Kering (dry) 7 G Sangat kering ( very dry) 8 H ~ Luar biasa kering (extremely dry) Sumber : Wisnubroto dalam Agustimus (2009: 62) Data curah hujan yang digunakan untuk mewakili kondisi curah hujan lokasi penelitian adalah data dari Stasiun Meteorologi Sultan Thaha Jambi. Data Tabel menunjukkan bahwa jumlah curah hujan tertinggi terdapat pada tahun 2010 sebesar 5217 mm. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Desember yaitu sebesar 255,14 mm. Rata-rata curah hujan terendah terjadi pada Bulan Juli yaitu sebesar 128,79 mm. Jumlah bulan basah paling banyak berada pada tahun 2010 yaitu sebanyak 12 bulan. Jumlah bulan kering paling banyak terjadi pada tahun 2004 yaitu sebanyak 7 bulan. Nilai rata-rata bulan kering dalam r entang tahun adalah sebesar 2,2 dan nilai rata-rata bulan basah dalam rentang tahun adalah sebesar 8,1. Penentuan tipe curah hujan menurut metode Schmidt-Ferguson yaitu sebagai berikut :

76 58 Rata-rata Bulan Kering Rata-rata Bulan Basah Gambar 9. Tipe Curah Hujan Lokasi Penelitian Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tipe curah hujan lokasi penelitian menurut Schmidt dan Ferguson yaitu termasuk curah hujan tipe B yang bersifat basah karena berada pada kisar an nilai 5. Penggunaan lahan Jenis penggunaan lahan Kecamatan Telanaipura bervariasi dan masingmasing jenis penggunaan lahan memiliki luasan areal yang beragam pula. Namun areal terbangun menempati luasan wilayah terbesar. Informasi Penggunaan lahan Kecamatan Telanaipura disajikan pada tabel 20.

77 59 Tabel 20. Penggunaan Lahan Kecamatan Telanaipura Tahun 2012 No. Jenis penggunaan Lahan Km 2 Luas % 1 Belukar Hutan Industri Kebun Ladang Makam Permukiman Teratur Permukiman Tidak Teratur Sawah Taman Tanah kosong Lain-lain Jumlah Sumber : Bappeda Kota jambi Penggunaan lahan Kecamatan Telanaipura terbesar adalah permukiman dengan menempati areal seluas 7,12 km 2 (23,42%). Dibandingkan dengan jenis penggunaan lainnya seperti penggunaan lahan kebun seluas 5,57 km 2 (18,33%) dan Belukar seluas 4,19 km 2 (13,77%) yang merupakan wilayah non terbangun, kondisi ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak lahan yang dapat digunakan apabila terjadi peningkatan jumlah penduduk sehingga kebutuhan akan lahan untuk permukiman semakin meningkat dan perubahan penggunaan lahan dari lahan non terbangun menjadi lahan terbangun tidak terhindarkan. 6. Keadaan Penduduk a. Jumlah dan Penyebaran Penduduk Jumlah penduduk Kecamatan Telanaipura pada tahun 2010 adalah sejumlah juwa dengan rincian jiwa laki-laki (50,33%) dan jiwa perempuan (49,67%), menempati wilayah administrasi seluas 30,39 km 2. Data jumlah dan persebaran penduduk Kecamatan Telanaipura secara rinci disajikan pada tabel 22.

78 60 Tabel 21. Jumlah dan Penyebaran Penduduk Kecamatan Telanaipura Tahun 2010 No. Kelurahan Luas Wilayah km² Jumlah Penduduk Jiwa % 1 Penyengat Rendah Teluk Kenali Legok Telanaipura Sungai Putri Selamat Solok Sipin Murni Simpang IV Sipin Pematang Sulur Buluran Kenali Jumlah Sumber : Kecamatan Telanaipura dalam Angka 2010 Tabel 21. menunjukkan jumlah penduduk tertinggi berada pada Kelurahan Simpang IV Sipin dengan jumlah penduduk Jiwa atau 15,25% dan jumlah penduduk terendah ber ada pada Kelurahan Teluk Kenali dengan jumlah penduduk atau 1,50%. b. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk merupakan perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah yang ditempati. Pada umumnya kepadatan penduduk di suatu kota mengalami peningkatan yang dicirikan dengan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk di kota tersebut. Kepadatan penduduk Kecamatan Telanaipur a dihitung dengan metode aritmatik yaitu dengan menghitung jumlah penduduk rata-rata per kilometer persegi daerah tanpa memperhitungkan kualitas daerah maupun kualitas penduduk. Kepadatan penduduk Kecamatan Telanaipura dihitung menggunakan rumus : Data kepadatan penduduk Kecamatan Telanaipura disajikan pada tabel 22.

79 61 Tabel 22. Kepadatan Penduduk Kecamatan Telanaipura Tahun 2010 Jumlah Luas Wilayah Kelurahan Penduduk Kepadat an Km 2 ( Jiwa ) (jiwa/km²) Penyengat Rendah Teluk Kenali Legok Telanaipura Sungai Putri Selamat Solok Sipin Murni Simpang IV Sipin Pematang Sulur Buluran Kenali Jumlah Sumber. Kecamatan Telanaipura Dalam Angka 2010 Tabel 22. menunjukkan jumlah kepadatan penduduk Kecamatan Telanaipura adalah sebesar 2540 jiwa/km². W ilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi yaitu Kelurahan Murni sebesar jiwa/km². Kondisi ini ter jadi karena luas Kelurahan Murni cukup sempit dibandingkan jumlah penduduk yang bermukim. Wilayah dengan kepadatan penduduk terendah yaitu Kelurahan Penyengat Rendah sebesar 485 jiwa/km². Wirosuhardjo dalam Agustinus (2009: 67), mengklasifikasikan kepadatan penduduk menjadi enam golongan: 1. Sangat rendah, jika kepadatan penduduk kurang dari 101 jiwa/km². 2. Rendah, jika kepadatan penduduk mencapai jiwa/km². 3. Sedang, jika kepadatan penduduk mencapai jiwa/km². 4. Tinggi, jika kepadatan penduduk mencapai jiwa/km². 5. Tinggi sekali, jika kepadatan penduduk mencapai jiwa/km². 6. Sangat tinggi, jika kepadatan penduduk lebih dari 3000 jiwa/km². Berdasarkan klasifikasi tersebut, Kepadatan penduduk Kecamatan Telanaipura adalah tinggi sekali yaitu kepadatan dengan nilai jiwa/km²

80 62 B. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Persebaran Wilayah Rawan Banjir Kecamatan Telanaipura Tahun 2012 Persebaran wilayah rawan banjir Kecamatan Telanaipura diperoleh dengan melakukan scoring dan overlay terhadap parameter yang berpengaruh terhadap banjir yaitu kemiringan lereng, penggunaan lahan dan kerapatan saluran. Penentuan nilai kerawanan banjir dilakukan dengan scoring, yaitu memberikan skor terhadap satuan pemetaan parameter suatu parameter banjir. Masing-masing parameter memiliki pengaruh yang berbeda terhadap banjir sehingga akan ada pembobot untuk masingmasing parameter. Semakin besar nilai bobot maka semakin besar pengaruhnya terhadap banjir. Hasil overlay dan skoring dianalisis berdasarkan satuan medan. Berikut deskripsi dan parameter dan unit analisis yang digunakan dalam penentuan nilai kerawanan banjir Kecamatan Telanaipura tahun 2012 : a. Satuan Medan Daerah Penelitian Satuan medan adalah kelas medan yang menunjukan suatu bentuklahan atau komplek bentuklahan yang sejenis dalam hubungannya dengan karakteristik medan dan komponen-komponen medan yang utama (Van Zuidam 1979 dalam UPI 2006: 7). Satuan medan dalam penelitian ini diperoleh dengan menumpangsusunkan (overlay) parameter fisik berupa peta ketinggian dan peta kemiringan lereng. Satuan medan dipilih sebagai satuan pemetaan karena setiap satuan medan mencerminkan adanya pengaruh ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap wilayah rawan banjir. Parameter penyusun satuan satuan medan Kecamatan Telanaipura disajikan pada penjelasan berikut : 1) Parameter Penyusun Satuan Medan a) Ketinggian Ketinggian tempat merupakan faktor fisik yang sangat berpengaruh terhadap kerawanan banjir. Wilayah dengan ketinggian yang rendah mudah untuk terjadi banjir. Sifat dasar air yang mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah akan mengakibatkan terjadinya akumulasi air diwilayah yang lebih rendah. Akumulasi air yang tidak dapat dialirkan oleh saluran drainase akan menjadi air genangan. Dibandingkan dengan wilayah

81 63 lainnya yang lebih tinggi, maka wilayah ini akan lebih dulu mengalami banjir, lalu perlahan-lahan banjir meningkat ke tempat yang lebih tinggi jika debit banjir besar. Informasi ketinggian Kecamatan Telanaipura dapat disajikan pada Tabel berikut : Tabel 23. Ketinggian Kecamatan Telanaipura No. Wilayah Ketinggian (dpl) km 2 Luas % m 8,5 27, m 11,74 38, m 6,75 22, m 3,4 11,67 Jumlah 30, Sumber : Peta Ketinggian Kecamatan Telanaipura, DPU Kota Jambi Tabel 23 menunjukkan bahwa wilayah dengan ketinggian 2-10 mdpl dan mdpl dengan luas masing-masing yaitu 8,5 km2 (27,96%) dan 11,74 km2 (38,64%) lebih dominan dibandingkan daerah ketinggian lainnya. Wilayah ketinggian ini memungkinkan untuk tergenang banjir karena merupakan wilayah dengan ketinggian yang paling rendah di lokasi penelitian. Peta Ketinggian Kecamatan Telanaipura disajikan pada Peta 3. b) Kemiringan Lereng Kemiringan lereng berkaitan erat dengan laju peresapan air kedalam tanah dan perger akan aliran permukaan. Semakin curam suatu lereng maka laju peres apan air akan semakin rendah karena air limpasan akan mengalir menuju tempat yang lebih rendah, sedangkan semakin landai suatu lereng maka laju peresapan akan semakin tinggi karena pergerakan air limpasan akan lambat bahkan cenderung diam dan lama kelamaan akan menimbulkan genangan jika wilayah tersebut. klasifikasi yang digunakan yaitu metode bakosurtanal (1999). Informasi kemiringan lereng lokasi penelitian disajikan pada Tabel berikut :

82 64 Tabel 24. Kemiringan Lereng Kecamatan Telanaipura No. Klasifikasi Kemiringan Lereng Luas (%) Km 2 % 1 Datar ,42 2 Landai ,79 3 Miring ,72 4 Agak Curam ,07 5 Curam >12 Jumlah Sumber : Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Telanaipura Skala 1: Klasifikasi dan sebaran kemiringan Lereng Kecamatan Telanaipura disajikan pada Peta 4.

83 65

84 66

85 67 2) Satuan Medan Satuan medan diperoleh dengan teknik overlay peta ketinggian dan kemiringan lereng. Berdasarkan hasil analisis overlay atau tumpangsusun peta ketinggian dan kemiringan lereng dihasilkan 13 satuan medan yang tersebar di daerah penelitian. Satuan medan digunakan sebagai satuan analisis sehingga setiap satuan medan yang ada dilakukan pengamatan di lapangan. Sifat dan karakteristik setiap satuan medan dijelaskan secara singkat pada uraian berikut : a) Ketinggian Tempat 2-10 mdpl Kemiringan Lereng 0%-3% (A-1) Satuan medan ini terbentuk sebagai hasil dari proses f luvial dengan bukti berupa ditemukannya dataran banjir di bagian utara satuan medan ini. Wilayah ini merupakan dataran rendah yang datar dengan ketinggian 2-10 mdpl dan kemiringan lereng 0%-3%. Penggunaan lahan di satuan medan ini adalah permukiman, belukar, industri, kebun, hutan, ladang, sawah dan tanah kosong. Satuan medan ini meliputi sebagian Kelurahan Telanaipura, Kelurahan Legok, Kelurahan Buluran Kenali, Kelurahan T eluk Kenali, Kelurahan Penyengat Rendah dan Kelurahan Sungai Putri. Luas satuan medan ini secara keseluruhan adalah 11,67 km 2 (38,41%). b) Ketinggian Tempat 2-10 mdpl Kemiringan Lereng 3%-6% (A-2) Satuan medan ini memiliki luas 0,03 km 2 (0,11%) dan berada di bagian selatan Danau Sipin. Satuan medan ini merupakan dataran aluvial dengan ketinggian tempat mdpl dan kemiringan lereng 3%-6%. Penggunaan Lahan di satuan medan ini adalah belukar, kebun, ladang, permukiman, sawah dan tanah kosong. Satuan medan ini meliputi sebagian Kelurahan Legok, Kelurahan Sungai Putri, Kelurahan Buluran Kenali dan Kelurahan Telanaipura. c) Ketinggian Tempat 2-10 mdpl Kemiringan Lereng 6%-9% (A-3) Satuan medan ini berada di bagian selatan Danau Sipin, memiliki ketinggian tempat mdpl dan kemiringan lereng 6%-9%. Penggunaan Lahan di satuan medan ini adalah belukar. Satuan medan ini meliputi sebagian Kelurahan Telanaipura.

86 68 d) Ketinggian Tempat mdpl Kemiringan Lereng 0%-3% (B-1) Satuan medan ini memiliki luas 8,51 km 2 (34,88%) dan berada di bagian selatan Danau Sipin. Satuan medan ini merupakan dataran aluvial dengan ketinggian tempat mdpl dan kemiringan lereng 0%-3%. Penggunaan Lahan di satuan medan ini adalah belukar, hutan, industri, kebun, ladang, makam, permukiman, sawah, tama n dan tanah kosong. Satuan medan ini meliputi sebagian Kelurahan P enyengat rendah, Kelurahan Simpang IV Sipin, Kelurahan Legok, Kelurahan Solok Sipin, Kelurahan Pematang Sulur, Kelurahan Teluk Kenali, Kelurahan Sungai Putri, Kelur ahan Buluran Kenali, Kelurahan Murni dan Kelurahan Telanaipura. e) Ketinggian Tempat mdpl Kemiringan Lereng 3%-6% (B-2) Satuan medan ini memiliki luas 1,30 km 2 (4,26%). Satuan medan ini memiliki ketinggian tempat mdpl dan kemiringan lereng 3%-6%. Penggunaan Lahan di satuan medan ini adalah belukar, hutan, kebun, ladang, makam, permukiman, sawah, taman dan tanah kosong. Satuan medan ini meliputi sebagian Kelurahan Penyengat rendah, Kelurahan Legok, Kelur ahan Solok Sipin, dan Kelurahan Murni. f) Ketinggian Tempat mdpl Kemiringan Lereng 6%-9% (B-3) Satuan medan ini memiliki luas 0,14 km 2 (0,46%). Satuan medan ini memiliki ketinggian tempat mdpl dan kemiringan lereng 06%-9%. Penggunaan Lahan di satuan medan ini adalah belukar, kebun, ladang, makam, permukiman,taman dan tanah kosong. Kelurahan Legok, Kelurahan Solok Sipin, Kelurahan Sungai Putri, dan Kelurahan Telanaipura. g) Ketinggian Tempat mdpl Kemiringan Lereng 9%-12% (B-4) Satuan medan ini memiliki luas 0,01 km 2 (0,03%) dan berada di bagian selatan Danau Sipin. Satuan medan ini memiliki ketinggian tempat mdpl dan kemiringan lereng curam yaitu sebesar 9%-12%. Penggunaan Lahan di satuan medan ini adalah belukar, kebun, permukiman, taman dan tanah kosong. Satuan medan ini meliputi sebagian Kelurahan Legok, dan Kelurahan Solok Sipin.

87 69 h) Ketinggian Tempat mdpl Kemiringan Lereng 0%-3% (C-1) Satuan medan ini memiliki luas 5,50 km 2 (18,10%) Satuan medan ini merupakan dataran aluvial dengan ketinggian tempat mdpl dan kemiringan ler eng 0%-3%. Penggunaan Lahan di satuan medan ini adalah belukar, hutan, industri, kebun, ladang, makam, permukiman, sawah, taman dan tanah kosong. Satuan medan ini meliputi sebagian Kelurahan Penyengat rendah, Kelurahan Selamat, Kelurahan Simpang IV S ipin, Kelurahan Legok, Kelurahan Solok Sipin, Kelurahan Pematang Sulur, Kelurahan Sungai Putri, Kelurahan Murni dan Kelurahan Telanaipura. i) Ketinggian Tempat mdpl Kemiringan Lereng 3%-6% (C-2) Satuan medan ini memiliki luas 1,01 km 2 (3,33%). Satuan medan ini memiliki ketinggian tempat mdpl dan kemiringan lereng yang landai yaitu 0%-3%. Penggunaan Lahan di satuan medan ini adalah belukar, hutan, industri, kebun, ladang, makam, permukiman, taman dan tanah kosong. Satuan medan ini meliputi sebagian Kelurahan Penyengat rendah, Kelurahan Simpang IV Sipin, Kelurahan Legok, Kelurahan Solok Sipin, Kelurahan Pematang Sulur, Kelurahan Sungai Putr i, Kelurahan Selamat, dan Kelurahan Telanaipura. j) Ketinggian Tempat mdpl Kemiringan Lereng 6%-9% (C-3) Satuan medan ini memiliki luas 8,51 km 2 (34,88%) dan berada di bagian selatan Danau Sipin. Satuan medan ini merupakan dataran aluvial dengan ketinggian tempat mdpl dan kemiringan lereng 6%-9%. Penggunaan Lahan di satuan medan ini adalah belukar, kebun, permukiman, taman dan tanah kosong. Satuan medan ini meliputi sebagian Kelurahan Legok, Kelurahan Solok Sipin, Kelurahan Sungai Putri, dan Kelurahan Telanaipura. k) Ketinggian Tempat mdpl Kemiringan Lereng 9%-12% (C-4) Satuan medan ini memiliki luas 0,07 km 2 (0,24%). Satuan medan ini memiliki ketinggian tempat mdpl dan kemiringan lereng curam yaitu sebesar 9%-12%. Penggunaan Lahan di satuan medan ini adalah

88 70 belukar, kebun, permukiman, taman dan tanah kosong. Satuan medan ini meliputi sebagian Kelurahan Legok, dan Kelurahan Solok Sipin. l) Ketinggian Tempat mdpl Kemiringan Lereng 0%-3% (D-1) Satuan medan ini memiliki luas 1,88 km 2 (6,18%). Satuan medan ini merupakan dataran aluvial dengan ketinggian tempat mdpl dan kemiringan ler eng 0%-3%. Penggunaan Lahan di satuan medan ini adalah belukar, industri, kebun, ladang, makam, permukiman, taman dan tanah kosong. Satuan medan ini meliputi sebagian Kelurahan Selamat, Kelurahan Simpang IV Sipin, Sungai Putri, Kelurahan Buluran Kenali, dan Kelurahan Telanaipura. m) Ketinggian Tempat mdpl Kemiringan Lereng 3%-6% (D-2) Satuan medan ini memiliki luas 0,25 km 2 (0,84%). Satuan medan ini merupakan dataran aluvial dengan ketinggian tempat mdpl dan kemiringan ler eng 0%-3%. Penggunaan Lahan di satuan medan ini adalah belukar, industri, kebun, ladang, permukiman, taman dan tanah kosong. Satuan medan ini meliputi sebagian Kelurahan Selamat, Kelurahan Simpang IV Sipin, Kelurahan Solok Sipin, dan Kelurahan Sungai Putri. Macam, simbol, dan luas dar i masing-masing satuan medan di daerah penelitian disajikan pada Tabel, Sedangkan sebaran satuan medan disajikan pada Peta 5.

89 71 Tabel 25. Satuan Medan Kecamatan Telanaipura No. Satuan Medan Simbol Luas km 2 % 1 Ketinggian Tempat 2-10 mdpl-kemiringan Lereng 0%-3% A-1 11,67 38,41 2 Ketinggian Tempat 2-10 mdpl-kemiringan Lereng 3%-6% A-2 0,03 0,11 3 Ketinggian Tempat 2-10 mdpl-kemiringan Lereng 6%-9% A-3 0,00 0,00 4 Ketinggian Tempat mdpl-kemiringan Lereng 0%-3% B-1 8,51 27,99 5 Ketinggian Tempat mdpl-kemiringan Lereng 3%-6% B-2 1,30 4,26 6 Ketinggian Tempat mdpl-kemiringan Lereng 6%-9% B-3 0,14 0,46 7 Ketinggian Tempat mdpl-kemiringan Lereng 9%-12% B-4 0,01 0,03 8 Ketinggian Tempat mdpl-kemiringan Lereng 0%-3% C-1 5,50 18,10 9 Ketinggian Tempat mdpl Kemiringan Lereng 3%-6% C-2 1,01 3,33 10 Ketinggian Tempat mdpl-kemiringan Lereng 6%-9% C-3 0,07 0,24 11 Ketinggian Tempat mdpl-kemiringan Lereng 9%-12% C-4 0,01 0,03 12 Ketinggian Tempat mdpl-kemiringan Lereng 0%-3% D-1 1,88 6,18 Ketinggian Tempat mdpl-kemiringan 13 Lereng 3%-6% D-2 0,25 0,84 Jumlah 30,39 100,00 Sumber : Analisis Peta Satuan Medan Kecamatan Telanaipura

90 72

91 73 b. Identifikasi Saluran Drainase Drainase merupakan ulitilitas perkotaan s ebagai media penyalur air hujan sehingga wilayah kota terhindar dari acaman banjir. Kondisi eksisting drainase Kecamatan Telanaipura terdiri atas sungai-sungai yang berperan sebagai saluran drainase primer. Saluran tersier di sepanjang jalan berfungsi menampung aliran buangan daerah sekitarnya dan sistem sekunder menampung alir an dari saluran system tersier dan daerah sekitarnya. Saluran drainase eksisting Kecamatan Telanaipura digunakan sebagai bahan analisis untuk menghitung nilai kerapatan salurannya. Hasil analisis akan di sajikan dalam bentuk peta dan berfungsi sebagai parameter untuk menghitung nilai kerawanan banjir Kecamatan Telanaipura. Menurut Asdak (1995 : 22) nilai kerapatan saluran adalah panjang aliran sungai per kilometer persegi DAS. dapat diketahui dengan menggunakan rumus : Dd : Kerapatan Saluran (km/km 2 ) L : Panjang Sungai (km) A : Luas DAS (Km 2 ) Klasifikasi kerapatan saluran (Dd) mengikuti pedoman Linsley (1994), sebagai berikut: 1) Dd < 1 mil/mile 2, kondisi daerah kurang baik, pengatusan kurang sehingga mengalami genangan. 2) Dd 1 5 mil/mile 2, kondisi daerah baik, pengatusan cukup sehingga tidak pernah tergenang terlalu lama. 3) Dd > 5 mile/mile 2, kondisi daerah kurang baik, pengatusan kuat sekali sehingga mengalami kekeringan. Menyesuaikan dengan kondisi pada daerah penelitian, maka dilakukan perubahan berdasarkan klasifikasi Rahman (2002) sebagai berikut: 1) Dd< 0,62 km/km 2, daerah tersebut sangat kurang baik, pengatusan sangat kurang baik, sering terjadi genangan yang lama.

92 74 2) Dd 0,62 1,44 km/km 2, daerah tersebut sangat kurang baik, pengatusan sangat kurang baik, sering terjadi genangan yang lama. 3) Dd 1,45 2,27 km/km 2, termasuk daerah tergenang yang agak lama. 4) Dd 2,28 3,10 km/km 2, termasuk daerah yang tidak pernah tergenang terlalu lama. 5) Dd > 3,10 km/km 2, termasuk daerah yang mempunyai pengaliran sangat cepat sehingga sering mengalami kekeringan. Kerapatan saluran Kecamatan Telanaipura diklasifikasikan berdasarkan kerapatan saluran (drainage density) menurut Linsley (1949) dengan perubahan. Peta kerapatan saluran digunakan sebagai parameter kerawanan banjir. Tiap unit kerapatan saluran diberikan skor sesuai dengan besaran pengaruhnya terhadap banjir. Asumsi yang digunakan yaitu kerapatan saluran berpengaruh terhadap tingkat pengaliran dan penampungan air permukaan disuatu wilayah DAS. Wilayah dengan nilai kerapatan tinggi akan lebih cepat mengalirkan dan menampung air permukaan sehingga kemungkinan terjadinya banjir sangat kecil. Sedangkan wilayah dengan nilai kerapatan saluran yang rendah, tidak memiliki cukup saluran untuk mngalirkan dan menampung air permukaan sehingga kondisi ini rentan menimbulkan banjir. Berdasarkan asumsi tersebut, maka semakin besar nilai skor (semakin jar ang tingkat kerapatan saluran) maka semakin tinggi pegaruhnya terhadap banjir. Klasifikasi dan scoring kerapatan saluran Kecamatan Telanaipura dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Klasifikasi dan skoring kerapatan saluran drainase Kecamatan Telanaipura No. Kerapatan Saluran Km 2 Luas % Skor 1 Sangat Rapat Rapat Sedang Jarang Sangat Jarang Jumlah Sumber : Hasil Perhitungan

93 75 Tabel 26. diatas menunjukkan bahwa kondisi drainase Kecamatan Telanaipura tidak cukup baik. Kondisi drainase yang masih jarang dengan luas wilayah 51.20% berada pada bagian Utara wilayah Kecamatan Telanaipura dimana terdapat Sungai Batanghari sebagai muara dari sungai-sungai saluran drainase primer kota. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah genangan yang parah, sebab kerapatan saluran yang jarang tidak cukup memiliki drainase untuk dapat mengalirkan dan menampung air permukaan. Selain itu keberadaan Sungai Batanghari akan menambah parah genangan apabila Sungai Batanghari mengalami peningkatan debit sehingga akan terjadi backwater. Wilayah bagian selatan Kecamatan Telanaipura memiliki kondisi drainase yang sangat rapat hingga sedang dengan luas wilayah 26,85% dan 21,95%. Aliran permukaan pada wilayah ini dapat disalurkan dengan baik pada saluran drainase yang ada sehingga kemungkinan terjadinya banjir sangat kecil. Informasi drainase dan kerapatan saluran Kecamatan Telanaipura disajikan pada peta 6 dan 7.

94 76

95 77

96 78 c. Penggunaan Lahan Kecamatan Telanaipura Jenis penggunaan Lahan Kecamatan Telanaipura bervariasi antara penggunaan lahan yang terbangun dan non terbangun. Pemanf aatan r uang di Kecamatan Telanaipura umumnya masih merupakan lahan non terbangun, sehingga masih memadai untuk memenuhi kebutuhan lahan permukiman di masa yang akan datang. Pada dasarnya jenis penggunaan lahan tertentu dapat mempengaruhi kejadian banjir di suatu wilayah. Kondisi ini disebabkan oleh kemampuan suatu lahan untuk meloloskan air. Semakin besar kemampuan lahan untuk meloloskan air maka semakin kecil kemungkinan terakumulasinya air limpasan di lahan tersebut. Data Penggunaan lahan Kecamatan Telanaipura diperoleh dari Bappeda Kota Jambi dan diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi oleh Sutanto dkk dalam Rahratmoko (2005 : 27). Selanjutnya diberikan skor terhadap masing-masing jenis penggunaan lahan sesuai dengan besar pengaruhnya terhadap banjir. Klasifikasi penggunaan lahan dan scoring dapat dilihat pada tabel 27. Tabel 27. Klasifikasi dan Skoring Penggunaan Lahan Kecamatan Telanaipura Tahun 2012 No. Jenis penggunaan Lahan Luas Ha % Skor 1 Belukar Hutan Industri Kebun Tegalan Makam Permukiman Teratur Permukiman Tidak Teratur Sawah Taman Tanah kosong Lain-lain Jumlah Sumber : Hasil Pengolahan

97 79 Tabel 27 menunjukkan bahwa jenis penggunaan lahan dengan skor tinggi memiliki pengaruh yang besar terhadap banjir. Sebaliknya, penggunaan lahan dengan nilai skor kecil memiliki pengaruh yang kecil pula terhadap banjir. pengskor an klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan pada asumsi berikut : Permukiman merupakan tipe penggunaan lahan yang memiliki landcover berupa bangunan. Kondisi demikian berpotensi menimbulkan banyaknya air limpasan karena tidak terinfiltrasi maksimal kedalam tanah. Air limpasan s ulit untuk bergerak menuju daerah yang lebih rendah atau drainase terdekat karena terhambat oleh bangunan sehingga akan mengakibatkan genangan. Pemberian Skor permukiman teratur sebesar 3, permukiman agak teratur sebesar 4 dan permukiman tidak teratur 5 berdasarkan pada tingkat keteraturan, jarak rumah, dan kepadatan bangunan. Semakin padat dan rapat jarak rumah maka semakin kecil wilayah infiltrasi dan semakin sulit air limpasan mengalir, sehingga skor akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin jarang jarak rumah dan teratur maka wilayah infiltrasi air semakin besar sehingga skor yang diberikan kecil. Sawah merupakan penggunaan lahan yang tanahnya imper meabel terhadap air sehingga air hujan tidak dapat terinfiltrasi karena tanah telah jenuh oleh air. Air hujan akan terakumulasi dalam petak sawah dan jika air telah melebihi batas tinggi petakan maka akan menjadi air limpasan. Penentuan skor untuk kebun, dan tegalan/ladang didasarkan bahwa tanah bervegetasi memiliki air limpasan yang kecil sebab air lebih banyak terinfiltrasi ke dalam tanah. Penggunaan lahan hutan dan belukar sebesar 1 didasarkan bahwa limpasan pada wilayah hutan kecil sekali karena banyaknya penahan permukaan seperti penahan oleh vegetasi dan laju infiltrasi yang besar. Tanah-tanah hutan cenderung memiliki tingkat infiltrasi yang tinggi, karena timbunan dan serasah pada lantai hutan, penetr asi akar, ke dalam sistem tanah, aktivitas organisme tanah yang tinggi dan jarang terjadi suhu beku. Semakin lebat hutan maka semakin tinggi laju infiltrasi dan kapasitas serapan serasah sehingga semakin sedikit air limpasan. Apabila terjadi limpasan pada kawasan hutan, maka aliran akan sangatr lambat sehingga pengakumulasian limpasan di drainase menjadi lambat pula.

98 80 Lahan kosong merupakan jenis penggunaan lahan yang pemanfaatannya tidak maksimal. Tipe penggunaan lahan ini akan lebih cepat mengalirkan air ke saluran drainase terdekat setelah diinfiltrasi karena tidak adanya hambatan diatasnya. Informasi penggunaan lahan Kecamatan Telanaipura dapat dilihat pada peta 8.

99 81

100 82 d. Kemiringan Lereng Data kontur sebagai data utama dalam membuat peta kemiringan lereng diperoleh memlalui data raster SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission). Proses analisis kemiringan lereng menggunakan software GlobalMapper 11 dan ArcGIS 9.3 sehingga analisis lebih cepat dan mudah. Klasifikasi kemiringan lereng menggunakan metode bakosurtanal (1999) yaitu aplikasi untuk tata ruang yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi dilapangan. Metode ini dipilih karena kondisi lereng Kecamatan Telanaipura yang umumnya landai, sehingga sedikit perbedan kemiringan lereng dapat berpengaruh terhadap terjadinya genangan. Klasifikasi dan scoring kemiringan lereng Kecamatan Telanaipura disajikan pada tabel 28. Tabel 28. Klasifikasi dan skoring kemiringan lereng Kecamatan Telanaipura No. Klasifikasi Kemiringan Luas Lereng (%) Km 2 % Skor 1 Datar , Landai , Miring , Agak Curam , Curam >12 1 Jumlah Sumber : Hasil Perhitungan Tabel 2 8 menunjukkan bahwa kondisi kelerengan Kecamatan Telanaipura sebagian besar berupa datar dengan luas 27,48 km 2 (90,42%) yang menempati hampir seluruh wilayah Kecamatan Telanaipura. Wilayah lereng landai seluas 2,67 km 2 (8,79%) terdapat pada bagian barat daya Kecamatan Telanaipura. wilayah lereng miring dengan luas 0,22 km 2 (0,72%) dan agak curam dengan luas 0,02 km 2 (0,07%) berada dibagian selatan Danau Sipin. Kondisi ini memungkinkan untuk timbul terjadinya banjir karena kelerengan yang lebih dominan yaitu datar. Informasi kemiringan lereng Kecamatan Telanaipura mengacu pada Peta 4

101 83 e. Pengolahan data persebaran wilayah rawan banjir Kecamatan Telanaipura. Wilayah rawan banjir Kecamatan Telanaipura diperoleh dengan melakukan scoring dan overlay terhadap parameter-parameter banjir yaitu kemiringan lereng, penggunaan lahan dan kerapatan salur an. Proses pengolahan data menggunakan software ArcGIS 9.3. langkah-langkah dalam pengolahan data yaitu sebagai berikut : 1) Input data scoring parameter-parameter yang digunakan dalam penentuan kerawanan banjir. Parameter kerawanan banjir dianalisis berdasarkan satuan medan. Skor diperoleh dengan menghitung skor tertimbang tiap parameter menggunakan rumus : Skor tertimbang tiap parameter dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 29. Skor Tertimbang Parameter Kerawanan Banjir Skor Tertimbang No. Satuan Medan Kerapatan Saluran Penggunaan Lahan Kemiringan Lereng 1 A A A B B B B C C C C D D Sumber : Hasil Perhitungan 2) Melakukan proses overlay terhadap parameter kerapatan saluran, penggunaan lahan, dan banjir.

102 84 3) Menghitung luasan dan menganalisa sebaran wilayah r awan banjir Kecamatan Telanaipura. Informasi luasan wilayah rawan banjir Kecamatan Telanaipura Kota Jambi disajikan dalam tabel 30. Tabel 30. Luas Wilayah Rawan Banjir Kecamatan Telanaipura No. Kriteria Tingkat Kerawanan Luas Banjir km 2 % 1 Tidak Rawan 0,09 0,31 2 Kurang Rawan 3,29 10,81 3 Rawan Sedang 6,83 22,47 4 Rawan 8,51 27,99 5 Sangat Rawan 11,67 38,41 Jumlah Sumber : Hasil Perhitungan Tabel 30. menunjukkan bahwa menurut kriteria tingkat kerawanan banjir wilayah Kecamatan Telanaipura sebagian besar termasuk dalam kategori sangat rawan sebesar 38,41%, rawan hingga rawan sedang dengan luasan masing-masing sebesar 27,99% dan 22,47% diikuti dengan wilayah kurang rawan sebesar 10,81%, dan tidak rawan sebesar 0,31%. Kriteria kerawanan banjir Kelas I (tidak rawan) merupakan wilayah yang paling kecil di Kecamatan Telanaipura dengan hanya menempati wilayah seluas 0,09 km 2. Wilayah ini berada di Kelurahan Legok dan Solok Sipin dengan penggunaan lahan berupa lahan kosong, kebun dan belukar. Wilayah ini merupakan kawasan non terbangun sehingga memiliki kesempatan lebih besar bagi air untuk infiltrasi ke dalam tanah. Selain itu, tingkat kerapatan saluran di wilayah ini sangat rapat dan berada pada lereng kelas 5 sehingga air permukaan yang tidak sempat terinfiltrasi akan langsung dialirkan menuju drainase. meliputi sebagian kecil wilayah Kelurahan Solok Sipin dan Kelurahan Sungai Putri.

103 85 Gambar 10. Foto Daerah Tidak Rawan Banjir (Kelas I) di Kelurahan Solok Sipin Kriteria kerawanan banjir Kelas II (kurang rawan) merupakan wilayah yang penggunaan lahannya berupa tanah kosong, belukar dan kebun di sebagian daerah Kelurahan Simpang IV Sipin, Kelurahan Selamat, Kelurahan Telanaipura, Kelurahan Solok Sipin dan Kelurahan sungai putri. Luas wilayah kriteria kerawanan ini adalah 3,29 km 2. Kondisi kemiringan lereng diwilayah ini yaitu datar hingga landai yang berpotensi menimbulkan genangan. Namun, drainase yang sangat r apat dapat mengantisipasi terjadinya kondisi tersebut. Gambar 11. Foto Daerah Kurang Rawan Banjir (Kelas II) di Kelurahan Telanaipura

104 86 Kriteria kerawanan banjir Kelas III (rawan sedang) memiliki luas 6,83 km 2. wilayah ini tersebar di sebagian Kelurahan Simpang IV Sipin, Kelurahan Selamat, Kelurahan Telanaipura, Kelurahan Solok Sipin, Kelurahan sungai putri, Kelurahan Murni, Kelurahan Buluran Kenali, Kelurahan Pematang Sulur, dan Kelurahan Penyengat Rendah. Jenis penggunaan lahan di wilayah kerawanan banjir ini yaitu berupa lahan kosong, kebun, ladang, permukiman dan belukar. Tingkat kemiringan lereng yang datar memungkinkan wilayah ini untuk tergenang cukup lama. namun kondisi kerapatan saluran yang sangat rapat, sedang dan jarang, air permukaan akan cepat dialirkan. Selain itu air permukaan juga dapat diinfiltrasi kedalam tanah karena masih terdapat kawasan non terbangun. Gambar 12. Foto Daerah Rawan Sedang ( Kelas III) di Kelurahan Sungai Putri Kriteria kerawan banjir Kelas IV ( Rawan ) merupakan wilayah kerawanan banjir dengan luas 8,51 km 2 yang tersebar di sebagian wilayah Kelurahan Penyengat Rendah, Kelurahan, Legok, Kelurahan Murni, Kelurahan Buluran Kenali, Kelurahan Pematang Sulur, dan Kelurahan Teluk Kenali. Dicirikan dengan jenis penggunaan lahan ber upa permukiman, industry dan kebun. Kondisi kerapatn saluran yang jarang hingga sedang dan kondisi kemiringan lereng yang datar memungkinkan wilayah ini untuk terjadi genangan air atau banjir.

105 87 Gambar 13. Foto Daerah Rawan Banjir (Kelas IV) di Kelurahan Telanaipura Kriteria kerawanan banjir Kelas V (sangat rawan) merupakan wilayah kerawanan banjir paling luas yaitu 11,67 km 2. Terdapat di sebagian daerah Kelurahan Penyengat Rendah, Kelurahan Murni, Kelurahan Telanaipura, Kelurahan Teluk Kenali, Kelurahan Buluran Kenali dan Kelurahan Legok. Penggunaan lahan pada wilayah kerawanan banjir ini berupa per mukiman dan industry. Kondisi kemiringan lereng yang datar dan tingkat kerapatan saluran yang jarang sangat berpotensi menimbulkan banjir. Gambar 14. Foto Daerah Sangat Rawan Banjir (Kelas V) di Kelurahan Murni f. Menyusun Layout Peta dalam peta 9. Informasi sebaran wilayah rawan banjir Kecamatan Telanaipura disajikan

PRIORITAS PENANGANAN BANJIR KECAMATAN TELANAIPURA KOTA JAMBI TAHUN 2012

PRIORITAS PENANGANAN BANJIR KECAMATAN TELANAIPURA KOTA JAMBI TAHUN 2012 PRIORITAS PENANGANAN BANJIR KECAMATAN TELANAIPURA KOTA JAMBI TAHUN 2012 Dian Adhetya Arif 1 *, Wakino Notokusumo 2, Pipit Wijayanti 2 1 Program Pendidikan Geografi PIPS, FKIP, UNS Surakarta, Indonesia

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana telah mengakibatkan suatu penderitaan yang mendalam bagi korban serta orang yang berada di sekitarnya. Kerugian tidak hanya dialami masyarakat yang terkena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan kesatuan hidrologi yang kompleks dan terdiri dari berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut terdiri atas manusia, iklim, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana banjir termasuk bencana alam yang hampir pasti terjadi pada setiap datangnya musim penghujan. Seperti yang terjadi di Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian bencana mewarnai penelitian geografi sejak tsunami Aceh 2004. Sejak itu, terjadi booming penelitian geografi, baik terkait bencana gempabumi, banjir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di

Lebih terperinci

ANALISIS SUHU UDARA DAN CURAH HUJAN UNTUK DETEKSI PERUBAHAN IKLIM KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN SKRIPSI

ANALISIS SUHU UDARA DAN CURAH HUJAN UNTUK DETEKSI PERUBAHAN IKLIM KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN SKRIPSI ANALISIS SUHU UDARA DAN CURAH HUJAN UNTUK DETEKSI PERUBAHAN IKLIM KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 1988-2011 SKRIPSI Oleh : Dian Muthia Dwi Putri K5408027 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun 1989, Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena Geosfer dengan sudut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (2006) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (2006) menyebutkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (2006) menyebutkan Kota Surakarta memiliki pengalaman banjir pada Tahun 2009 yang tersebar di wilayah Solo utara. Cakupan banjir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB VI PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA BANJIR[13]

BAB VI PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA BANJIR[13] Kuliah ke 7 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB VI PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA BANJIR[13] Bencana banjir dapat dikatagorikan sebagai proses alamiah

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN BAHAYA DAN KERENTANAN BANJIR DI YOGYAKARTA

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN BAHAYA DAN KERENTANAN BANJIR DI YOGYAKARTA NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN BAHAYA DAN KERENTANAN BANJIR DI YOGYAKARTA (Studi Kasus: DAS Code) 1 Andhika Prayudhatama 2, Nursetiawan 3, Restu Faizah 4 ABSTRAK Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Banjir

Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Banjir TINJAUAN PUSTAKA Banjir Sunaryo et al (2004) mengemukakan bahwa banjir terjadi ketika volume air tidak lagi tertampung dalam wadah yang seharusnya, sehingga menggenangi daerah atau kawasan lain. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan oleh: Disusun oleh : Gani Ahmad Pratama NIM :E

SKRIPSI. Diajukan oleh: Disusun oleh : Gani Ahmad Pratama NIM :E PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD UNTUK PEMETAAN ZONASI DAERAH RAWAN KEBAKARAN KECAMATAN DEPOK, KABUPATEN SLEMAN DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI Diajukan oleh: Disusun oleh : Gani

Lebih terperinci

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 Balai Penelitian Kehutanan Solo. Jl. A. Yani PO Box 295

Lebih terperinci

Menghitung Debit Aliran Permukaan Di Kecamatan Serengan Tahun 2008

Menghitung Debit Aliran Permukaan Di Kecamatan Serengan Tahun 2008 Menghitung Debit Aliran Permukaan Di Kecamatan Serengan Tahun 2008 Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geohidrologi Dosen Pengampu : Setya Nugraha, S.Si, M.Si Disusun Oleh Kelompok 5 : 1. Achmad Mashfufi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 163 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat enam terrain

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods is one of the natural phenomenon which happened in jawa island. Physical characteristic

Lebih terperinci

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 83 4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 4.17.1. UMUM Perencanaan garis sempadan Kali Sememi untuk melindungi dan menjaga kelestarian sungai dengan menciptakan Kali Sememi yang bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kejadian Bencana Alam di Asia Tahun (Anggraini, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kejadian Bencana Alam di Asia Tahun (Anggraini, 2007) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pulau Jawa merupakan pulau yang mempunyai penduduk paling padat di Indoensia. Kepadatan penduduk ini dipengaruhi oleh kondisi pulau Jawa yang subur dan keindahan alamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana sebagai peristiwa/kejadian potensial yang merupakan ancaman terhadap kesehatan, keamanan, atau kesejahteraan masyarakat atau fungsi ekonomi masyarakat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan air memungkinkan terjadinya bencana kekeringan.

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan air memungkinkan terjadinya bencana kekeringan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air adalah salah satu sumberdaya alam yang sangat berharga bagimanusia dan semua makhluk hidup. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi.

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Hal ini terungkap mengingat bahwa negara indonesia adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Hal ini terungkap mengingat bahwa negara indonesia adalah salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara kesatuan republik indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan lahan saat ini semakin meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk tidak hanya dari dalam daerah, namun juga luar daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL DAN KINERJA PELAYANAN KANTOR POS DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2012

ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL DAN KINERJA PELAYANAN KANTOR POS DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2012 ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL DAN KINERJA PELAYANAN KANTOR POS DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2012 SKRIPSI Oleh: Anggraini Putri Permata Dewi K5407011 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan kemudian mengalirkan

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara ini baik bencana geologi (gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api)

BAB I PENDAHULUAN. negara ini baik bencana geologi (gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia banyak dilanda bencana mulai dari bencana alam sampai bencana sosial. Terutama bencana alam, hampir semua bencana alam melanda negara ini baik bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO

TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Jumlah Bencana Terkait Iklim di Seluruh Dunia (ISDR, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Jumlah Bencana Terkait Iklim di Seluruh Dunia (ISDR, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air di bumi ini sebagian besar terdapat di laut dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), air juga hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu yang berusaha menemukan dan memahami persamaan-persamaan dan perbedaan yang ada dalam ruang muka bumi (Sandy, 1988: 6). Persamaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing :

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing : ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A008036 Dosen Pembimbing : Drs. Herbasuki Nurcahyanto, MT & Dra. Maryam Musawa, MSi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara maritim dimana sebagian besar wilayahnya terdiri dari wilayah perairan kurang lebih 70,8 % dari luas permukaan bumi yang luasnya

Lebih terperinci

BANJIR (PENGERTIAN PENYEBAB, DAMPAK DAN USAHA PENANGGULANGANNYA)

BANJIR (PENGERTIAN PENYEBAB, DAMPAK DAN USAHA PENANGGULANGANNYA) BANJIR (PENGERTIAN PENYEBAB, DAMPAK DAN USAHA PENANGGULANGANNYA) Delapan kecamatan di Kota Cilegon dilanda banjir, Rabu (25/4). Banjir kali ini merupakan yang terparah karena merata di seluruh kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH: SITI NURHAYATI K JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SKRIPSI OLEH: SITI NURHAYATI K JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET PENGARUH ANTARA PENDIDIKAN PENDAPATAN DAN PENGETAHUAN TENTANG KONSERVASI LAHAN TERHADAP PARTISIPASI PETANI DALAM KONSERVASI LAHAN DI KECAMATAN BULUKERTO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2013 SKRIPSI OLEH: SITI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana BAB II DISASTER MAP 2.1 Pengertian bencana Menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, yang dimaksud dengan bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki potensi bencana alam yang tinggi. Jika dilihat secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang berada pada pertemuan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk kedalam pertumbuhunan yang tinggi. Jumlah penduduk semakin tinggi menyebabkan Indonesia menjadi negara ke empat dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu peristiwa alam yang seringkali terjadi. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA

HUBUNGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA HUBUNGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA TERHADAP KUALITAS PERMUKIMAN DI SEKITAR PASAR, TERMINAL, DAN STASIUN GEMOLONG KECAMATAN GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2013 (Sebagai Suplemen Bahan Ajar Dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

SKRIPSI Oleh : Aisa Mayang Purnamasari K

SKRIPSI Oleh : Aisa Mayang Purnamasari K HUBUNGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA TERHADAP KUALITAS PERMUKIMAN DI SEKITAR PASAR, TERMINAL, DAN STASIUN GEMOLONG KECAMATAN GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2013 (Sebagai Suplemen Bahan Ajar Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda maupun korban jiwa manusia. Hal ini mendorong masyarakat disekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang rawan akan bencana dapat dilihat dari aspek geografis, klimatologis, dan demografis. Letak geografis Indonesia di antara dua Benua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun oleh: RENDI NIRM : E

SKRIPSI. Disusun oleh: RENDI NIRM : E ANALISIS ZONASI DAERAH RAWAN BENCANA KEBAKARAN DI KECAMATAN DANUREJAN KOTA YOGYAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI SKRIPSI Disusun oleh: RENDI NIRM : E 100120037

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materiil dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB atau Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci