BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul ketika satu orang atau lebih (principal) bersepakat dengan orang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul ketika satu orang atau lebih (principal) bersepakat dengan orang"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan Teori keagenanan atau agency theory menjelaskan hubungan keagenan yang timbul ketika satu orang atau lebih (principal) bersepakat dengan orang lain (agent) untuk memberikan jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976: 5). Contoh dari hubungan ini adalah pemberi kerja dengan pekerjanya atau pemilik perusahaan dengan manajemen. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan dalam perusahaan berbentuk kontrak antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengelola penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Kontrak ini mengatur proporsi hak dan kewajiban masing masing pihak dengan tetap memperhitungkan manfaat secara keseluruhan. Pemilik menyetorkan modal untuk mendapatkan bagi hasil laba, lalu manajer mengelola modal agar perusahaan berlaba dan mereka mendapat reward berupa gaji. Menurut Eisenhard (1989: 59), teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi. Asumsi yang pertama yaitu manusia selalu memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan menghindari risiko (risk aversion). Kecenderungan mementingkan diri sendiri ini sering membuat konflik kepentingan antara agent dan principal. Asumsi selanjutnya adalah informasi asimetri, di mana

2 agent memiliki lebih banyak informasi daripada principal karena mereka yang mengelola langsung sumber daya ekonomi. Asumsi yang terakhir adalah informasi dipandang sebagai barang yang bisa diperjualbelikan. Informasi merupakan sesuatu yang bisa mempengaruhi pengambilan keputusan sehingga tidak diungkapkan secara sembarangan. Menurut Jensen dan Meckling (1976), informasi asimetri menyebabkan dua masalah yaitu moral hazard dan adverse selection. Moral hazard adalah permasalahan yang terjadi karena agent tidak melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja. Adverse selection adalah keadaan bahwa principal tidak dapat mengetahui apakah keputusan yang diambil agent didasarkan pada informasi yang diperolehnya, atau terjadi kelalaian dalam tugas. Menurut Mitnick (1973: 2), masalah keagenan dibagi tiga yaitu, masalah principal, masalah agent, dan masalah kebijakan yang mengatur mekanisme pemberian insentif. Masalah principal adalah bagaimana memotivasi agent agar perilaku mereka sesuai dengan tujuan principal. Masalah agent adalah ketika mereka harus mengambil keputusan. Apakah mereka bertindak sesuai kepentingan principal, kepentingan mereka sendiri, atau beberapa alternatif di antaranya ketika tidak ada titik temu. Masalah yang terakhir adalah mekanisme pemberian insentif agent yang bertindak sesuai dengan harapan principal, contohnya kenaikan gaji. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah kepada informasi asimetri atau ketidakseimbangan informasi karena agent memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibanding dengan principal. Konfik kepentingan terjadi ketika manajemen tidak selalu

3 bertindak untuk kepentingan pemilik. Masing masing individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan sendiri sehingga agent yang lebih memiliki banyak informasi akan cenderung menyembunyikan informasi dari principal. Misalnya agent dapat mempengaruhi jumlah saldo akun tertentu dalam laporan keuangan dengan tujuan earning management. Masalah keagenan tentu dapat diatasi namun akan menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang ditanggung oleh principal mau pun agent. Jensen dan Meckling (1976: 5) membagi biaya keagenan menjadi tiga, yaitu monitoring cost, bonding cost, dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya yang ditanggung principal untuk mengawasi perilaku agent, misalnya untuk mengukur, mengamati, dan mengendalikan perilaku agent. Bonding cost merupakan biaya yang ditanggung agent untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agent bertindak sesuai kepentingan principal. Residual loss adalah pengorbanan berupa berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agent dan keputusan principal. Penerapan manajemen risiko dapat meminimalisir biaya keagenan. Hal ini terjadi karena manajemen risiko menciptakan risiko yang lebih baik sehingga antisipasi risiko semakin bagus dan pada akhirnya biaya keagenan bisa ditekan. Perusahaan yang menerapkan manajemen risiko dapat membantu pelaksanaan pengawasan internal sehingga stakeholders dapat terhindar dari informasi asimetris dan perilaku menyimpang oleh manajemen dapat dicegah.

4 2.2 Manajemen Risiko Risiko berasal dari kata riscare (bahasa Italia), yang berarti to dare (bahasa Inggris) yang berarti untuk memberanikan. Risiko merupakan kemungkinan untuk mendapat kerugian dari suatu kondisi. Risiko tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan selalu melekat pada segi operasional maupun finansial di perusahaan manapun (Syifa, 2013: 15). Jenis jenis risiko sangat banyak, ada risiko pasar, risiko likuiditas, risiko reputasi, risiko bisnis, risiko hukum, dan sebagainya. Pedoman RMBG (2012: 67) membagi risiko menjadi tiga kelompok, yaitu high risks, medium risks, dan low risks. High risks adalah kelompok risiko yang berbahaya dan tidak bisa ditolerir, apapun manfaat yang dikandung dalam kegiatan tersebut. Contoh risiko ini adalah bencana alam. Medium risks adalah kelompok risiko di mana perlu ada analisis manfaat-biaya guna mengukur perbandingan antara peluang serta dampak buruknya. Contoh risiko jenis ini adalah risiko kredit. Perusahaan harus memperhitungkan manfaat dari pengambilan kredit untuk bisnisnya serta biaya yang timbul akibat kegiatan tersebut. Low risks adalah kelompok risiko di mana aspek positif atau negatif risiko tersebut sangat sepele atau terlalu kecil sehingga tidak butuh penanganan risiko secara khusus. Contohnya risiko salah catat. Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2012: 21), risiko adalah dampak ketidakpastian pada sasaran (ISO GUIDE 73:2009 definisi 1.1). Risiko secara umum dibagi dua, yaitu pure risk dan insurable risk. Pure risk adalah risiko yang jika terjadi pasti membuat perusahaan merugi, contohnya

5 bencana alam gempa bumi. Insurable risk adalah risiko yang masih bisa diasuransikan, sehingga kerugian masih bisa ditekan. Contohnya persediaan di gudang diasuransikan sehingga jika terjadi kebakaran, kerugian yang ditanggung tidak seluruhnya karena sebagian lagi ditanggung oleh perusahaan asuransi. Asuransi merupakan salah satu tindakan untuk mengelola risiko. Pedomang RMBG (2012: 69) menyebutkan 4 perlakuan risiko, yaitu risk avoidance, risk sharing, mitigation, dan risk acceptance. Risk avoidance berarti tidak melaksanakan kegiatan yang menimbulkan risiko. Risk sharing atau disebut juga risk transfer berarti upaya mengurangi kemungkinan timbulnya risiko atau dampak risiko tersebut. Contohnya asuransi dan outsourcing. Mitigation adalah upaya mengurangi kemungkinan risiko, mengurangi dampak risiko, atau mengurangi keduanya. Risk acceptance berarti tidak melakukan apapun risiko tersebut. Perlakuan risiko ini terintegrasi di dalam sistem manajemen risiko. Manajemen risiko korporat dan perencanaan strategis harus dilihat sebagai aktivitas yang saling melengkapi (Christina, 2012). Manajemen risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur risiko, serta membentuk strategi untuk mencegah terjadinya risiko dalam perusahaan (Syifa, 2013: 15). Manajemen risiko adalah serangkaian sistem, prosedur, kebijakan, serta implementasi dari pengelolaan risiko. Menurut KNKG (2012: 21), manajemen risiko adalah upaya organisasi yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 2.1). Proses penerapan manajemen risiko ini terdiri dari aspek

6 struktural, operasional, dan perawatan. Aspek struktural memastikan bahwa struktur organisasi seperti sumber daya apa saja yang dibutuhkan dan yang dimiliki perusahaan untuk menerapkan manajemen risiko. Lalu aspek operasional yang sudah memasuki tahap implementasi secara sistematis seperti penyusunan pedoman manajemen risiko perusahaan. Aspek yang terakhir adalah aspek perawatan. Pada aspek ini dipastikan adanya upaya evaluasi dan perbaikan yang berkesinambungan penerapan manajemen risiko perusahaan. Di Indonesia penerapan manajemen risiko hanya diwajibkan bagi sektor perbankan. Menurut PBI No.5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha Bank. Pada peraturan ini pula dijelaskan ada empat ruang lingkup manajemen risiko, yaitu: pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi; kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta informasi manajemen risiko; dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Penerapan manajemen risiko ini harus dilakukan dengan efektif. Manajemen risiko yang diterapkan dengan baik akan membantu pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan perusahaan dan meminimalisir hasil negatif sewaktu krisis (Duggan, 2006: 25).

7 yaitu: Menurut Duggan (2006: 26), manfaat penerapan manajemen risiko ada 7, 1. Meningkatkan komunikasi antara dewan komisaris dan dewan direksi 2. Mendorong keefektifan penggunaaan sumber daya 3. Meningkatkan continuous improvement 4. Meningkatkan fokus untuk siklus manajemen lain seperti audit internal dan perencanaan strategi 5. Mengurangi banyak kejutan yang tidak sesuai harapan 6. Menyiapkan reasuransi untuk pemangku kepentingan 7. Membuka kesempatan baru dengan kemungkinan sukses yang lebih tinggi 2.3 Pengungkapan Manajemen Risiko (Enterprise Risk Management) Sarana manajemen risiko adalah laporan tahunan. Dalam Kep-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten Atau Perusahaan Publik yang dikeluarkan Bapepam & LK, perusahaan publik diwajibkan menyampaikan laporan tahunan. Dalam ketentuan umum, laporan tahunan wajib memuat tentang tata kelola perusahaan. Pada huruf (g) Tata Kelola Perusahaan, diatur bahwa perusahaan publik harus mengungkapkan sistem manajemen risiko perusahaan paling kurang mengenai gambaran umum mengenai sistem manajemen risiko mereka, jenis risiko dan cara

8 pengelolaannya, dan reviu atas efektivitas sistem manajemen risiko perusahaan. PSAK 60 (Revisi 2010) mengatur ketentuan instrumen keuangan dengan dua kategori yaitu: informasi mengenai si instrumen keuangan untuk posisi dan kinerja keuangan; dan informasi mengenai sifat dan tingkat risiko yang timbul dari instrumen keuangan. Pengungkapan informasi tentang risiko dibagi dua, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Pengungkapan kualitatif adalah berupa eksposur risiko, bagaimana risiko timbul, tujuan, dan kebijakan dan proses pengelolaan risiko serta metode pengukuran risiko. Sedangkan kuantitatif adalah berupa risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar termasuk membuat analisa sensitivitas untuk setiap jenis risiko pasar. PSAK 60 (Revisi 2010) mewajibkan entitas untuk mengungkapkan informasi tentang risiko sehingga para pemangku kepentingan dapat mengevaluasi jenis dan tingkat risiko yang timbul. Manajemen dalam menyusun strategi dan tujuan perusahaan harus mempertimbangkan risiko-risiko terkait, sehingga manajemen risiko (Enterprise Risk Management/ERM) ini terintegrasi dengan strategi perusahaan dan sejalan dengan tujuannya. Manfaat dari ERM adalah adanya risiko yang memberikan informasi yang lebih tentang profil risiko perusahaan (Syifa, 2013: 5). Enterprise Risk Management, Enterprise Risk Wide-Management, atau Enterprise Risk Governance merupakan istilah

9 yang sering dipakai untuk menyebutkan manajemen risiko perusahaan. Pengertian Enterprise Risk Management dalam COSO (2004: 2) adalah: Enterprise Risk Management is a process, effected by an entity s board of directors, management and other personnel, applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, and manage risk to be within its risk appetite, to provide reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives. COSO ERM Integrated Framework membagi ERM menjadi 8 ruang lingkup, yaitu: a. Internal Environment Lingkungan internal ini menunjukkan corak dari suatu organisasi. Corak organisasi ini termasuk diantaranya filosofi manajemen risiko dan seperangkat pedoman mengenai bagaimana risiko dipandang, nilai etika dan integritas, dan lingkungan di mana perusahaan beroperasi. b. Objective Setting ERM memastikan bahwa manajemen masih dalam jalur yang sesuai untuk mencapai tujuan, mendukung misi perusahaan, dan konsisten pendekatan risiko. c. Event Identification Peristiwa internal dan eksternal yang pencapaian tujuan organisasi harus diidentifikasi, baik peluang maupun risikonya. d. Risk Assessment Risiko dan dampaknya dianalisis agar perusahaan bisa mengetahui bagaimana mengelolanya. e. Risk Response Manajemen menanggapi risiko dengan cara menghindarinya, menerimanya, mengurangi, atau membagi risiko.

10 f. Control Activites Prosedur dan kebijakan ditetapkan dan diterapkan untuk membantu mengukur dan menghilangkan risiko. g. Information & Communication Informasi yang relevan diperoleh, disimpan, dan dikomunikasikan dalam bentuk dan waktu yang tepat sehingga setiap pekerja dapat menjalankan tanggung jawabnya. Informasi yang efektif menyebar ke seluruh jenjang organisasi perusahaan. h. Monitoring Pengawasan terus menerus bisa berlangsung dalam aktivitas manajemen, dipisahkan dari evaluasi, atau keduanya digabungkan. Beasley, et al., (2007) mengatakan bahwa ERM merupakan sarana untuk mempromosikan kinerja operasional perusahaan dan membantu pembuatan keputusan strategis. ERM menciptakan kegiatan manajemen risiko menyatu dengan struktur perusahaan, sehingga ERM dapat mendorong laba menjadi lebih tinggi karena risiko spesifik (misalnya risiko operasional) dapat ditekan. 2.4 Komisaris Independen Dewan komisaris dapat terdiri dari komisaris yang tidak berasal dari pihak yang terafiliasi dan komisaris yang berasal dari pihak yang terafiliasi (KNKG, 2006: 13). Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi disebut komisaris independen. Pihak yang terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi, dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri.

11 Lalu, diharuskan terdapat paling sedikit 1 komisaris independen yang mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan di dalam dewan komisaris. Pengangkatan dan pemberhentian dewan komisaris ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Walaupun direksi yang melaksanakan sistem manajemen risiko perusahaan dalam penerapannya, komisaris independen dan anggota dewan komisaris yang lain juga harus menganalisis sistem manajemen risiko perusahaan serta menilai toleransi risiko yang dapat ditanggung perusahaan. Menurut KNKG (2006: 16), fungsi pengelolaan perusahaan oleh direksi mencakup 5 (lima) tugas utama yang satu diantaranya adalah manajemen risiko. Fungsi pengelolaan lain yaitu pengendalian internal juga mencakup upaya memperbaiki efektifitas pengendalian risiko. Efektifitas pengendalian risiko akan membantu mengingkatkan efektifitas sistem pengendalian internal. Keputusan Direksi PT BEJ No: Kep-305/BEJ/ di dalam Pencatatan Efek No. 1- A: tentang Ketentuan Umum Pencatatan Saham dan Efek yang bersifat ekuitas menjelaskan bahwa jumlah komisaris independen minimal 30% (tiga puluh persen) dari jumlah anggota dewan komisaris keseluruhan. Komisaris independen tidak memiliki kepentingan pribadi dalam perusahaan yang membuat mereka lebih baik dalam menginformasikan risiko kepada pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkena dampak risiko membutuhkan wakil yang independen di dalam dewan untuk melindungi aset mereka yang terwujud melalui kehadiran komisaris independen di dalam perusahaan.

12 2.5 Komite Audit Komite audit adalah anggota dewan komisaris yang tidak melaksanakan tugas eksekutif, independen, serta memiliki tugas utama untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan tentang proses pelaporan keuangan dan pengendalian internal. Kehadiran komite audit menjadi ukuran transparansi yang dapat berdampak potensial pengelolaan manajemen risiko. Komite audit biasanya mempunyai peran untuk menentukan kualitas dari informasi yang dilaporkan dalam laporan keuangan (Zhang, et al., 2013: 344 ). Peran dan tanggungjawab komite audit berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-29/PM/2004 diantaranya adalah mengenai manajemen risiko dan kontrol, yaitu mengawasi proses manajemen risiko dan pengendalian perusahaan. Komite audit harus memiliki pemahaman mengenai risiko dan kontrol serta mengawasinya termasuk mengidentifikasi risiko dan evaluasi kontrol untuk mengecilkan risiko tersebut. KNKG (2002: 5) menyatakan bahwa anggota komite audit harus diangkat dari anggota dewan komisaris yang tidak melaksanakan tugas-tugas eksekutif, paling sedikit tiga anggota, dan mayoritas harus independen. Tujuan dibentuknya komite audit adalah agar pelaporan keuangan yang dihasilkan benar-benar memberikan informasi yang tepat. Pelaporan keuangan ini berkaitan dengan manajemen risiko. Semakin baik pelaporan keuangan, maka manajemen risiko juga semakin baik. Dengan demikian, pemangku kepentingan dapat dengan benar mengambil keputusan dari informasi yang ada. Komite audit harus memiliki pengetahuan di bidang

13 akuntansi dan keuangan. Hal tersebut jika dikaitkan dengan tugas komite audit dalam mengawasi manajemen risiko, satu anggota komite audit harus memiliki suatu keahlian keuangan dan latar belakang pendidikan untuk mengerti dan memahami tentang informasi risiko yang dihadapi oleh perusahaan (Ruwita, 2012: 30). 2.6 Konsentrasi Kepemilikan Menurut Taman dan Nugroho (2012: 7), konsentrasi kepemilikan menggambarkan bagaimana dan siapa saja yang memegang kendali atas keseluruhan atau sebagian besar atas kepemilikan perusahaan serta keseluruhan atau sebagian besar pemegang kendali atas aktivitas bisnis pada suatu perusahaan. Kepemilikan saham bisa disebut terkonsentrasi jika jumlah saham yang dimiliki pemegang saham relatif dominan dibanding jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang lain. Pemegang saham mayoritas bisa mempengaruhi keputusan perusahaan (Yazid, et al., 2012: 83). Pemegang saham mayoritas memegang kendali sebagian besar perusahaan sehingga bisa memberikan tekanan kepada manajemen untuk mengungkapkan informasi tentang risiko lebih luas. Manajemen akan membagi informasi hanya secara internal daripada ke publik jika kepemilikan saham tersebar. Dallas (2004: 21) menyatakan bahwa kepemilikan saham dikatakan menyebar, jika kepemilikan saham secara relatif merata dimiliki publik, tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah sangat besar dibandingkan dengan yang lainnya.

14 2.7 Leverage Leverage adalah rasio untuk mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang (Setyarini, 2011: 27). Leverage juga menunjukkan seberapa mampu perusahaan membayar kewajibannya berupa hutang jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa macam pengukuran leverage yaitu debt to asset ratio, debt to equity ratio, atau long term debt to total equity. Debt to asset membandingkan seberapa besar pemakaian hutang untuk membiayai aset perusahaan. Leverage menggambarkan seberapa banyak aktiva milik perusahaan yang dibiayai dengan utang. Semakin besar rasio leverage maka semakin besar pula pendanaan dari hutang dan semakin tinggi pula ketergantungan kepada kreditur. Ketika perusahaan berhutang dari institusi lain untuk membiayai pembelian aktiva atau operasi, perusahaan harus mengelola risiko gagal bayar. Hal ini semakin berisiko ketika situasi ekonomi memburuk dan perusahaan harus melunasi pokok hutang beserta bunganya. Perusahaan dengan leverage yang tinggi cederung memiliki biaya agensi yang tinggi, sehingga dapat menimbulkan tingginya risiko keuangan yang harus dihadapi (Andarini dan Januarti, 2010: 11). Perusahaan dengan jumlah hutang yang tinggi dalam struktur modalnya membuat kreditur memaksa perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang lebih luas. Perusahaan yang menerapkan ERM mempunyai lebih rendah leverage jika mereka memutuskan untuk meminimalkan kemungkinan financial distress dengan mengurangi risiko keuangan (Altuntas, 2011). Perusahaan dengan biaya tinggi karena financial distress, atau leverage yang tinggi akan mendapatkan manfaat lebih

15 dari menerapkan ERM (Pagach dan Warr, 2011: 2). Hal ini terjadi karena perusahaan yang menerapkan ERM telah terlebih dahulu menghitung kemungkinan timbulnya risiko risiko tertentu. 2.8 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan. Besar perusahaan bisa diukur dengan total aktiva, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Nilai aktiva relatif lebih stabil dibanding jumlah penjualan dan kapitalisasi pasar (Sari, 2013: 166). Aktiva menunjukkan sumber daya ekonomi yang dimiliki perusahaan. Menurut Syifa (2013: 27), perusahaan pada umumnya dibagi menjadi 3 kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Perusahaan besar secara logika akan memiliki lebih banyak stakeholders dibanding perusahaan kecil. Menurut Amran, et al., (2009: 5), perusahaan besar memiliki banyak pemangku kepentingan oleh karena itu semakin besar perusahaan maka semakin luas informasi untuk memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan. Tekanan yang diberikan oleh banyak pemangku kepentingan membuat perusahaan mengungkapkan risiko lebih banyak. Menurut Beasley, et al., (2007), perusahaan besar cenderung memiliki masalah agensi yang lebih besar pula, karena lebih sulit melakukan monitoring. Semakin besar ukuran perusahaan, pengawasannya juga semakin kompleks dan mahal. Hal ini menyebabkan perusahaan yang besar, memiliki agency cost

16 yang besar pula. Agency cost ini bisa ditekan dengan penerapan ERM. Perusahaan besar cenderung lebih banyak mengungkapkan risikonya untuk menjaga resistensi investor. Pooser dan McCullough (2013: 28) menyatakan bahwa perusahaan besar lebih memperhatikan ERM dan perusahaan yang menerapkan ERM, memiliki klaim asuransi lebih rendah dari kebanyakan perusahaan. 2.9 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang Enterprise Risk Management yang akan diteliti terdapat dalam tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan 1 Syifa (2013) Pengaruh Ukuran Perusahaan, Leverage, Konsentrasi Kepemilikan, Reputasi Auditor, dan CRO Terhadap Pengungkapan ERM Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen: 1. Ukuran perusahaan 2. Konsentrasi kepemilikan 3. Reputasi auditor 4. CRO 5. Leverage Ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan, reputasi auditor, dan CRO secara parsial memiliki pengaruh positif ERM. Ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan,

17 No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan reputasi auditor, CRO, dan leverage secara simultan positif ERM. 2 Putri (2013) Pengaruh Komisaris Independen, Komite Manajemen Risiko, Reputasi Auditor, Dan Konsentrasi Kepemilikan Terhadap Pengungkapan ERM Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen: 1. Komisaris independen 2. Komite manajemen risiko 3. Reputasi auditor 4. Konsentrasi kepemilikan Komite manajemen risiko, reputasi auditor, dan konsentrasi kepemilikan secara parsial memiliki pengaruh ERM. Komisaris independen, komite manajemen risiko, reputasi auditor, dan konsentrasi kepemilikan secara simultan ERM. 3 Probohudono, et al., (2013) Risk Disclosure During The Global Financial Crisis Variabel dependen: Pengungkapan risiko Variabel independen: 1. Negara 2. Ukuran Ukuran perusahaan, komisaris independen secara parsial

18 No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan perusahaan 3. Kepemilikan manajerial 4. Komisaris independen 5. Profitabilitas 6. Leverage 7. Umur bisnis positif ERM. Leverage memiliki pengaruh negatif risiko Negara risiko. Kepemilikan manajerial, profitabilitas dan umur bisnis tidak risiko. Negara, ukuran perusahaan, komisaris independen, dan leverage secara simultan mempengaruhi risiko. 4 Sari (2013) Implementasi ERM Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen: 1. Komisaris independen Reputasi auditor, RMC, dan konsentrasi kepemilikan, dan ukuran perusahaan

19 No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan 2. Reputasi auditor 3. RMC 4. Konsentrasi kepemilikan 5. Ukuran perusahaan secara parsial positif ERM. Komisaris independen tidak ERM. Komisaris independen, reputasi auditor, RMC, konsentrasi kepemilikan, dan ukuran perusahaan secara simultan positif ERM. 5 Mokhtar dan Mellett (2013) Competition, Corporate Governance, Ownership Structure, and Risk Reporting Variabel dependen: Pengungkapan risiko Variabel independen: 1. Persaingan usaha 2. Ukuran dewan 3. Rangkap jabatan (CEO/KDK) 4. Konsentrasi kepemilikan 5. Ukuran perusahaan 6. Likuiditas 7. Sektor industri 8. Auditor eksternal Persaingan usaha, ukuran dewan, auditor eksternal secara parsial positif risiko. Rangkap jabatan, konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, likuiditas, jenis

20 No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan industri secara parsial tidak risiko. 6 Husaini, et al., (2013) Corporate Governance and Enterprise Risk Management: An Empirical Evidence from The Unique Two-Tier Borards System of Indonesian Public Listed Companies Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen: 1. Dewan komisaris 2. Komisaris independen 3. Komite audit Variabel dewan komisaris positif ERM. Variabel komisaris independen dan komite audit tidak ERM. 7 Zhang, et al., (2013) Corporate Risk Disclosures: Influence of Institutional Shareholders and Audit Committee Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen: 1. Kepemilikan institusi 2. Komite audit Variabel bebas investor dengan tipe portfolio turnover yang rendah tidak risiko. Sedangkan variabel bebas investor dengan tipe portfolio turnover yang tinggi dan diversifikasi portofolio yang banyak positif

21 No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan risiko. Kemudian komite audit positif manajemen risiko perusahaan. 8 Seamer, et al., (2012) Determinants of the Rigour of ERM Strategies: Evidence from Australia Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen: 1. Komisaris independen 2. Karakteristik komite audit 3. Pemisahan CEO dengan Kepala Dewan Komisaris 4. Ukuran perusahaan 5. Jenis industri 6. Leverage keuangan 7. Kualitas auditor eksternal 8. Pertumbuhan perusahaan 9. Volatilitas harga saham Komisaris independen, karakteristik komite audit, pemisahan CEO, kualitas auditor eksternal, jenis industri, leverage, kualitas auditor eksternal, pertumbuhan perusahaan secara parsial memiliki pengaruh positif ERM. Volatilitas harga saham negatif ERM. Ukuran perusahaan tidak

22 No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan ERM. 9 Elzahar dan Hussainey (2012) Determinants of Narrative Risk Disclosures in UK Interim Reports Variabel dependen: Pengungkapan risiko perusahaan Variabel independen: 1. Jenis industri 2. Ukuran perusahaan 3. Cross listing 4. Profitabilitas 5. Likuiditas 6. Gearing ratio (leverage) 7. Kepemilikan institusi 8. Ukuran dewan 9. Rangkap jabatan 10. Komisaris independen 11. Komite audit Jenis industri, ukuran perusahaan secara parsial positif risiko perusahaan. Cross listing, profitabilitas, likuiditas, gearing ratio tidak memiliki pengaruh dengan risiko perusahaan. Kepemilikan institusi, ukuran dewan, rangkap jabatan, komisaris independen, komite audit risiko perusahaan. 10 Azlan, et al., (2009) Risk Reporting Variabel dependen: Pengungkapan risiko Ukuran perusahaan positif

23 No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan Variabel independen: 1. Diversifikasi Produk 2. Diversifikasi geografis 3. Ukuran perusahaan 4. Jenis industri 5. Leverage risiko. Diversifikasi produk dan diversifikasi geografis, leverage positif tapi tidak risiko. Jenis industri tidak risiko Kerangka Konseptual Berdasarkan telaah pustaka dari beberapa penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan variabel komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen dan manajemen risiko sebagai variabel dependen. Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

24 Komisaris Independen (X 1 ) Komite Audit (X 2 ) Konsentrasi Kepemilikan (X 3 ) Leverage (X 4 ) Pengungkapan Manajemen Risiko (Y) Ukuran Perusahaan (X 5 ) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.11 Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu pernyataan dugaan yang logis mengenai hubungan antara dua atau lebih variabel yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji (Sularso, 2003). Hadi (2006) mendefinisikan hipotesis sebagai sebuah kesimpulan sementara yang masih akan dibuktikan lagi kebenarannya. Hipotesis akan memberikan jawaban terkait rumusan masalah. Pemilihan hipotesis dalam penelitian ini ditentukan setelah melakukan kajian pustaka.

25 Komisaris Independen, Komite Audit, Konsentrasi Kepemilikan, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Secara Parsial Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Hubungan masing masing variabel independen independen secdara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Komisaris Independen Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan dengan perusahaan. Hal ini menyebabkan komisaris independen lebih bebas dalam pengambilan keputusannya. Perusahaan dengan proporsi komisaris independen yang tinggi cenderung lebih memperhatikan risiko (Andarini dan Januarti, 2010: 8). Komisaris independen membantu menjalankan fungsi pengawasan dalam perusahaan. Komisaris independen juga memiliki fungsi penting sebagai penjaga kepentingan pemegang saham dan menjaga keefektifan dewan (Ferrero-Ferrero, et al., 2011: 209). Penelitian yang dilakukan Probohudono, et al., (2013) menemukan bahwa komisaris independen berhubungan positif risiko. Seamer, et al., (2012) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa komisaris

26 independen memiliki hubungan positif ERM. b. Komite Audit Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Komite audit dibentuk dengan tujuan agar pelaporan keuangan yang dihasilkan benar-benar memberikan informasi yang tepat. Pelaporan keuangan ini berkaitan dengan manajemen risiko di dalamnya. Penelitian yang dilakukan Zhang, et al., (2013) menemukan bahwa komite audit positif ERM. Elzahar dan Hussainey (2012) juga menemukan bahwa terdapat pengaruh siginifikan antara ukuran komite audit dengan risiko perusahaan. c. Konsentrasi Kepemilikan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Kepemilikan saham bisa disebut terkonsentrasi jika jumlah saham yang dimiliki pemegang saham relatif dominan dibanding jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang lain. Perusahaan dengan kepemilikan saham yang terkonsentrasi memiliki tingkat ERM yang lebih tinggi pula (Syifa, 2013: 7). Hal ini terjadi karena pemegang saham mayoritas memiliki kemampuan untuk mengendalikan yang lebih kuat sehingga dapat menekan perusahaan untuk

27 mengungkapkan risiko lebih banyak. Penelitian yang dilakukan Putri (2013) dan Syifa (2013) menemukan bahwa konsentrasi kepemilikan positif ERM. d. Leverage Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Leverage adalah rasio untuk mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang (Setyarini, 2011: 27). Leverage menunjukkan kemampuan perusahaan membiayai hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjangnya. Tingkat hutang yang tinggi mencegah manajer untuk berinvestasi pada proyek yang berisiko sehingga mereka lebih memilih proyek yang aman. Bisnis dengan leverage yang tinggi akan lebih fokus kepada manajemen risiko untuk menghindari risiko gagal bayar (Onder dan Ergin, 2012: 22). Seamer, et al., (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa leverage memiliki pengaruh positif ERM. Penelitian yang dilakukan Azlan, et al., (2009) juga menunjukkan hasil yang sama. e. Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Ukuran perusahaan bisa dinilai dari total aktiva, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Pooser dan McCullough (2013: 28) menyatakan bahwa perusahaan besar lebih memperhatikan ERM. Perusahaan berukuran besar cenderung

28 menerapkan ERM karena lingkungan mereka lebih kompleks, menghadapi berbagai macam risiko, dan mereka mempunyai biaya yang cukup untuk menerapkan ERM. Penelitian yang dilakukan Elzahar dan Hussainey (2012) menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif risiko perusahaan. Azlan, et al., (2009) dan Probohudono, et al., (2013) dalam penelitiannya juga menemukan hasil yang sama. berikut: Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai 1: Komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan secara parsial positif manajemen risiko Komisaris Independen, Komite Audit, Konsentrasi Kepemilikan, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Secara Simultan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Pengungkapan manajemen risiko (ERM) dituangkan di dalam laporan tahunan meliputi sistem manajemen risiko perusahaan, jenis risiko dan cara pengelolaannya, dan reviu sistem tersebut. Komisaris independen dengan proporsi yang lebih mendominasi dalam dewan komisaris akan dapat memberikan tekanan perusahaan untuk melakukan manajemen risiko dengan

29 lebih luas. Jumlah anggota komite audit yang sesuai standar dianggap dapat memberikan tekanan perusahaan untuk lebih efektif dalam menerapkan pengendalian internal dan sistem manajemen risiko perusahaan. Konsentrasi kepemilikan yang tinggi membuat kemampuan mengendalikan yang lebih kuat sehingga pemegang saham mayoritas dapat menekan perusahaan untuk mengungkapkan manajemen risiko lebih luas. Leverage yang tinggi membuat kreditur memiliki posisi tawar yang lebih tinggi untuk menekan perusahaan agar mengungkapkan manajemen risiko dengan lebih baik. Ukuran perusahaan yang besar melibatkan semakin banyak stakeholder sehingga tekanan untuk mengungkapkan manajemen risiko menjadi lebih banyak. Syifa (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan, dan leverage secara simultan positif ERM. Penelitian Putri (2013) menyimpulkan bahwa komisaris independen dan konsentrasi kepemilikan secara simultan ERM. Sari (2013) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa komisaris independen, konsentrasi kepemilikan, dan ukuran perusahaan secara simultan positif ERM. Hasil penelitian Probohudono, et al., (2013) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, komisaris independen, dan leverage secara simultan mempengaruhi

30 risiko. Elzahar dan Hussainey (2012) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa komisaris independen dan komite audit risiko perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 2: Komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, ukuran perusahaan secara simultan positif manajemen risiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang bertindak sebagai prinsipal. Agency theory pertama kali dikemukakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang bertindak sebagai prinsipal. Agency theory pertama kali dikemukakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Agency Theory Agency theory (teori keagenan) merupakan teori yang menggambarkan adanya konflik antara manajemen yang bertindak sebagai agen dan pemilik yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan kontrak dimana satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depan dan mendapatkan pengembalian dalam jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. depan dan mendapatkan pengembalian dalam jangka waktu tertentu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam lingkungan bisnis yang tidak pasti, sebuah perusahaan perlu memperhatikan risiko yang melekat pada setiap aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Treadway Commission (COSO) mendefinisikan Enterprise Risk

BAB I PENDAHULUAN. Treadway Commission (COSO) mendefinisikan Enterprise Risk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Risiko merupakan aspek yang sangat penting untuk dikelola oleh perusahaan. Menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memberikan manfaat bagi stakeholdernya.stakeholder yang dimaksud

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memberikan manfaat bagi stakeholdernya.stakeholder yang dimaksud BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Stakeholder Dalam teori stakeholder menjelaskan bahwa perusahaan tidak hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus mampu memberikan manfaat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (principal) yaitu investor dengan manajer (agent). Investor memberikan

BAB II LANDASAN TEORI. (principal) yaitu investor dengan manajer (agent). Investor memberikan 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Agency Theory Teori Agensi merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara pemilik modal (principal) yaitu investor dengan manajer (agent). Investor memberikan wewenang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan maupun nonkeuangan. Bank Indonesia menjelaskan bahwa fungsi

BAB I PENDAHULUAN. keuangan maupun nonkeuangan. Bank Indonesia menjelaskan bahwa fungsi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap perusahaan pasti dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Salah satu risiko tersebut dapat berupa keuangan maupun nonkeuangan.

Lebih terperinci

1. Pengertian Agency Theory

1. Pengertian Agency Theory 1. Pengertian Agency Theory Agency theory (teori keagenan) merupakan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingannya sendiri. Pemegang saham sebagai diasumsikan hanya bertindak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan jasa, perusahaan manufaktur maupun perusahaan perbankan yang telah go public memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana

Lebih terperinci

PERENCANAAN MANAJEMEN RESIKO

PERENCANAAN MANAJEMEN RESIKO PERENCANAAN MANAJEMEN RESIKO 1. Pengertian Manajemen Resiko Menurut Wikipedia bahasa Indonesia menyebutkan bahwa manajemen resiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi. Perusahaan selalu dihadapkan dengan kenyataan high risk bring about

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi. Perusahaan selalu dihadapkan dengan kenyataan high risk bring about BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan dalam aktivitas bisnis tidak akan lepas dari risiko yang dihadapi. Perusahaan selalu dihadapkan dengan kenyataan high risk bring about high return,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Kasus kecurangan pelaporan keuangan yang dilakukan Enron dan Worldcom menunjukkan bahwa perusahaan perlu meningkatkan pemahaman tentang risiko pada kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemisahan antara pengelola perusahaan (pihak manajemen atau

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemisahan antara pengelola perusahaan (pihak manajemen atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini pemisahan antara pengelola perusahaan (pihak manajemen atau agent) dengan pemilik perusahaan (pemegang saham atau principal) seringkali terjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Luas Pengungkapan dalam Laporan Tahunan. informasi keuangan dan bukan keuangan yang membantu stakeholders dalam

BAB II LANDASAN TEORI Luas Pengungkapan dalam Laporan Tahunan. informasi keuangan dan bukan keuangan yang membantu stakeholders dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Luas Pengungkapan dalam Laporan Tahunan Informasi yang diungkap di dalam laporan tahunan berisi pengungkapan informasi keuangan dan bukan keuangan yang membantu stakeholders

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Agensi Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam memahami corporate governance (Aditya, 2012). Hubungan keagenan diartikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Keagenan Dalam rangka memahami good corporate governance maka digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini Indonesia merupakan negara berkembang yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Dengan tingginya pertumbuhan ekonomi di Indonesia membuat para investor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dalam mengelola suatu perusahaan telah lama dikenal suatu istilah yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dalam mengelola suatu perusahaan telah lama dikenal suatu istilah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mengelola suatu perusahaan telah lama dikenal suatu istilah yang disebut agency theory. Agency theory (teori keagenan) seperti yang dikemukakan oleh Jensen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada manajemen menjadi lebih besar sehingga menimbulkan konflik. pembentukan komite audit. Sesuai dengan peraturan BAPEPAM, Kep-

BAB I PENDAHULUAN. pada manajemen menjadi lebih besar sehingga menimbulkan konflik. pembentukan komite audit. Sesuai dengan peraturan BAPEPAM, Kep- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Good corporate governance (GCG) merupakan isu sentral di kalangan masyarakat bisnis terkini. Isu ini mulai muncul dengan adanya krisis ekonomi pada tahun 1997.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penawaran umum kepada publik atau go public diwajibkan untuk menyampaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. penawaran umum kepada publik atau go public diwajibkan untuk menyampaikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pada era persaingan yang semakin ketat serta kondisi ekonomi yang tidak menentu, suatu perusahaan dihadapkan pada kondisi yang mendorong mereka untuk lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Kerangka Teoritis 1. Agency Theory Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori agensi. Jensen and Meckling (1976) menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

COSO ERM (Enterprise Risk Management)

COSO ERM (Enterprise Risk Management) Audit Internal (Pertemuan ke-4) Oleh: Bonny Adhisaputra & Herbayu Nugroho Sumber: Brink's Modern Internal Auditing 7 th Edition COSO ERM (Enterprise Risk Management) COSO Enterprise Risk Management adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah berkembang dengan pesat dan persaingan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah berkembang dengan pesat dan persaingan bisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian dunia telah berkembang dengan pesat dan persaingan bisnis yang ketat pada abad ini mengharuskan perusahaan-perusahaan untuk mengubah cara mereka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik ( principle)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori keagenan Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan yang berfungsi sebagai pendanaan perusahaan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan kali ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. beserta persamaan dan perbedaan, antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan kali ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. beserta persamaan dan perbedaan, antara lain : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pembahasan kali ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan pada penelitian ini beserta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan perusahaan dilakukan oleh dua pihak berbeda, dalam hal ini pihak principal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan perusahaan dilakukan oleh dua pihak berbeda, dalam hal ini pihak principal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Agency Theory Agency theory menjelaskan permasalahan yang mungkin timbul ketika kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dilakukan oleh dua pihak berbeda, dalam hal ini pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan (principal)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis menyebabkan semakin tingginya tantangan untuk mengelola risiko yang harus

BAB I PENDAHULUAN. bisnis menyebabkan semakin tingginya tantangan untuk mengelola risiko yang harus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perubahan teknologi, globalisasi dan transaksi bisnis menyebabkan semakin tingginya tantangan untuk mengelola risiko yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Besar atau kecilnya suatu perusahaan tidak mempengaruhi perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Besar atau kecilnya suatu perusahaan tidak mempengaruhi perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besar atau kecilnya suatu perusahaan tidak mempengaruhi perusahaan terbebas dari permasalahan keuangan (financial distress). Financial distress terjadi bermula ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan risiko tersebut kepada pihak lain. terdiri dari pengungkapan kuantitatif dan kualitatif. Untuk pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan risiko tersebut kepada pihak lain. terdiri dari pengungkapan kuantitatif dan kualitatif. Untuk pengungkapan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam dunia bisnis selalu terdapat risiko yang timbul dari aktivitas bisnis yang dilakukan oleh perusahaan. Risiko perusahaan adalah suatu kondisi dimana

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5626 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 348) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) dalam Muh.

BAB I PENDAHULUAN. memahami corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) dalam Muh. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajemen perusahaan pada dasarnya memiliki kepentingan ganda yaitu untuk memaksimalkan kepentingan pemegang saham dan kepentingan perusahaan itu sendiri. Untuk itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era perdagangan bebas telah dimulai. Berlakunya ACFTA (Asean

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era perdagangan bebas telah dimulai. Berlakunya ACFTA (Asean BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era perdagangan bebas telah dimulai. Berlakunya ACFTA (Asean China Free Trade Area) pada 1 Januari 2010 lalu kemudian berlaku AFTA (Asean Free Trade Area)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab, misalnya saja perusahan mengalami rugi terus-menerus, penjualan yang tidak laku, bencana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manajemen dan auditor. Terkuaknya skandal Enron Corporation dan WorldCom

BAB 1 PENDAHULUAN. manajemen dan auditor. Terkuaknya skandal Enron Corporation dan WorldCom BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan komite audit menjadi perhatian penting dalam menciptakan tata kelola perusahaan yang baik. Komite audit dapat bertindak sebagai penghubung antara manajemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aspek dan implikasi hubungan keagenan dalam praktik bisnis perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aspek dan implikasi hubungan keagenan dalam praktik bisnis perusahaan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan Teori keagenan merupakan sebuah teori yang mendasari atas berbagai aspek dan implikasi hubungan keagenan dalam praktik bisnis perusahaan. Hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agensi (Agency Theory) Teori agensi adalah sebuah teori yang menjelaskan hubungan antara dua belah pihak yang berbeda kepentingan. Pihak pertama berperan

Lebih terperinci

Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan

Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan Tugas S2 matrikulasi: Ekonomi Bisnis & Financial Dosen: Dr. Prihantoro, SE., MM Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak

BAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitiaan. Bagian 1.1 menjelaskan mengenai latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memaksimalkan keuntungan pemegang sahamnya dan menjaga. kelangsungan hidup jangka panjang. Dalam upaya mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memaksimalkan keuntungan pemegang sahamnya dan menjaga. kelangsungan hidup jangka panjang. Dalam upaya mencapai tujuannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan utama sebuah perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan sehingga memaksimalkan keuntungan pemegang sahamnya dan menjaga kelangsungan hidup jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi perusahaan dalam perkembangan bisnis disemua perusahaan. Salah satu tujuan utama didirikannya perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 1. PENDAHULUAN. Pengungkapan sukarela corporate governance merupakan penyampaian informasi

BAB 1 1. PENDAHULUAN. Pengungkapan sukarela corporate governance merupakan penyampaian informasi 1 BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengungkapan sukarela corporate governance merupakan penyampaian informasi yang diberikan secara sukarela oleh perusahaan di luar pengungkapan wajib mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Laporan tahunan mengkomunikasikan informasi keuangan dan informasi lainnya kepada pemegang saham, kreditor dan stakeholders. Laporan tersebut juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pelaku usaha atas usaha yang dijalankannya atau perusahaan yang telah didirikannya pasti memiliki harapan agar perusahaan tersebut dapat mempertahankan

Lebih terperinci

Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk

Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk Kebijakan ini berlaku sejak mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris pada bulan Mei 2018. Manajemen risiko merupakan suatu bagian yang esensial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Variabel proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate governance terhadap manajemen laba di industri perbankan Indonesia. Konsep good corporate

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. principal dengan agent yaitu wewenangan yang diberikan principal kepada agent

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. principal dengan agent yaitu wewenangan yang diberikan principal kepada agent 11 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) merupakan suatu kontrak yang terjadi antara principal dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi Hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara satu orang atau lebih (principal) yang mempekerjakan orang lain

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. tinggi kepemilikan saham manajerial maka financial distress semakin rendah. Jensen

BAB V PENUTUP. tinggi kepemilikan saham manajerial maka financial distress semakin rendah. Jensen BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: Pertama, kepemilikan saham manajerial berpengaruh negatif terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemakai informasi lainnya, maka risk management disclosure haruslah

BAB I PENDAHULUAN. pemakai informasi lainnya, maka risk management disclosure haruslah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pengambilan keputusan, laporan tahunan sangat penting bagi investor sebagai acuan sumber informasi yang ada. Laporan tahunan juga sebagai sarana pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Selain itu, bank juga dikenal

BAB I PENDAHULUAN. menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Selain itu, bank juga dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Selain itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajer dan pemegang saham merupakan dua partisipan terkait dalam sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang saham dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Menurut Jensen dan Mekling (1976) dalam Hanifah (2013) menggambarkan hubungan keagenan (agency

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori. Penelitian ini dilandasi oleh teori-teori yang berkaitan dengan pengungkapan sukarela, teori tersebut meliputi: teori keagenan (agency theory), teori sinyal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik (principal) melimpahkan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik (principal) melimpahkan BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Teori keagenan menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik (principal)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kepentingan antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) tersebut akan. menimbulkan permasalahan keagenan (agency problem).

BAB I PENDAHULUAN. dan kepentingan antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) tersebut akan. menimbulkan permasalahan keagenan (agency problem). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelimpahan kewenangan pengelolaan perusahaan di Indonesia termasuk juga pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari pemilik (shareholders)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan merupakan suatu kontrak

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan merupakan suatu kontrak 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hubungan Keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang memerintah orang lain untuk melakukan suatu jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan go public merupakan istilah yang tidak asing lagi di

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan go public merupakan istilah yang tidak asing lagi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan go public merupakan istilah yang tidak asing lagi di masyarakat. Perusahaan ini menggambarkan perusahaan yang menawarkan sahamnya kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Penelitian ini menggunakan teori keagenan, dimana teori ini sering kali digunakan sebagai landasan dalam penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengungkapan Laporan Keuangan. informasi (the release of information). Apabila dikaitkan dengan laporan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengungkapan Laporan Keuangan. informasi (the release of information). Apabila dikaitkan dengan laporan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengungkapan Laporan Keuangan Pengungkapan secara sederhana dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi (the release of information). Apabila dikaitkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Komite Audit terhadap Manajemen Laba dan Good Corporate Governance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Komite Audit terhadap Manajemen Laba dan Good Corporate Governance BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Dalam Bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai Pengaruh Kualitas Audit dan Komite Audit terhadap Manajemen Laba dan Good Corporate Governance sebagai Moderating

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengungkapan dan penyajian informasi merupakan suatu upaya fundamental untuk menyediakan informasi mengenai laporan keuangan bagi pengguna laporan keuangan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ketatnya persaingan dan perkembangan ekonomi secara global yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ketatnya persaingan dan perkembangan ekonomi secara global yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ketatnya persaingan dan perkembangan ekonomi secara global yang terjadi saat ini membuat perusahaan yang ada di Indonesia harus dapat menunjukkan sikap yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perusahaan go public sering terjadi masalah keagenan yang ditunjukkan dari adanya perbedaan kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham. Manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penawaran umum kepada publik atau go public diwajibkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penawaran umum kepada publik atau go public diwajibkan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era persaingan yang semakin ketat serta kondisi ekonomi yang tidak menentu, suatu perusahaan dihadapkan pada kondisi yang mendorong mereka untuk lebih transparan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu entitas bisnis, sebuah perusahaan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Tujuan tersebut terkadang menyebabkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena bagi para investor dividen merupakan return (tingkat pengembalian) atas

BAB I PENDAHULUAN. karena bagi para investor dividen merupakan return (tingkat pengembalian) atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu daya tarik berinvestasi bagi investor dalam pasar primer maupun pasar sekunder adalah dividen. Dividen merupakan salah satu faktor yang akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan media penyampaian informasi yang penting dan bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai seperti investor dan kreditor dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan mekanisme yang di dalamnya terdiri dari berbagai partisipan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan mekanisme yang di dalamnya terdiri dari berbagai partisipan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan mekanisme yang di dalamnya terdiri dari berbagai partisipan yaitu pihak pemilik dan pengelola, yang berkontribusi dalam modal, keahlian, serta tenaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Adapun teori yang dapat mendukung dengan masalah yang sedang di teliti adalah: 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Teori Keagenan 2.1.1 Pengertian Dan Fungsi Teori Keagenan 1. Pengertian Teori Keagenan Menurut Wibowo dan Aisjah (2013) mendefinisikan hubungan agensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan

Lebih terperinci

1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian ini menggunakan acuan dengan keterkaitan teori dari penelitianpenelitian terdahulu. Berikut ini uraian dari beberapa penelitian terdahulu,

Lebih terperinci

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN Karakteristik Perusahaan Karakteristik perusahaan adalah ciri khas atau sifat yang melekat pada suatu entitas usaha yang dapat dilihat dari beberapa segi di antaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan debt to equity ratio. Rasio ini merupakan rasio hutang yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan debt to equity ratio. Rasio ini merupakan rasio hutang yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal atau bursa efek merupakan suatu obyek penelitian yang menarik untuk diteliti. Hal ini dikarenakan bahwa pasar modal memiliki daya tarik. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk juga di Indonesia. Selama krisis finansial global tersebut, sektor

BAB I PENDAHULUAN. termasuk juga di Indonesia. Selama krisis finansial global tersebut, sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya, bangsa Indonesia mengalami banyak masalah yang disebabkan oleh berbagai macam krisis yang terjadi di dalam maupun dari luar negeri. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. berdampak terhadap nilai perusahaan (Fama dan French, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. berdampak terhadap nilai perusahaan (Fama dan French, 1998). 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Banyaknya perusahaan dalam industri, serta kondisi perekonomian saat ini telah menciptakan suatu persaingan yang ketat antar perusahaan manufaktur. Persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan informasi yang relevan dan tepat waktu dalam setiap pembuatan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan informasi yang relevan dan tepat waktu dalam setiap pembuatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya kegiatan operasi bisnis dan pertumbuhan investasi yang sangat pesat saat ini dengan tingkat persaingan yang sangat ketat, sehingga investor memerlukan

Lebih terperinci

AGENDA GAMBARAN UMUM RISIKO KONSEP MANAJEMEN RISIKO PENILAIAN KEMATANGAN RISIKO

AGENDA GAMBARAN UMUM RISIKO KONSEP MANAJEMEN RISIKO PENILAIAN KEMATANGAN RISIKO MANAJEMEN RISIKO 1 PERKENALAN 2 AGENDA 1 GAMBARAN UMUM RISIKO 2 KONSEP MANAJEMEN RISIKO 3 PENILAIAN KEMATANGAN RISIKO TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Pembelajaran Peserta mampu menjelaskan konsep manajemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan komisaris independen terhadap tax avoidance membutuhkan kajian teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan komisaris independen terhadap tax avoidance membutuhkan kajian teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Penelitian tentang pengaruh profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan dan komisaris independen terhadap tax membutuhkan kajian teori sebagai berikut : 1. Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegagalan lembaga keuangan yang berdampak sistemik serta disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. kegagalan lembaga keuangan yang berdampak sistemik serta disfungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis keuangan global memberikan pelajaran yang sangat berharga tentang pentingnya menjaga sistem keuangan agar tetap tahan terhadap krisis. Krisis yang saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Perusahaan di Indonesia khususnya perusahaan yang sudah go public

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Perusahaan di Indonesia khususnya perusahaan yang sudah go public BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia perekonomian di Indonesia yang sangat pesat, kebutuhan akan informasi yang lengkap, tepat waktu, dan berkualitas tentang suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency

BAB 1 PENDAHULUAN. Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerintah yang digunakan sebagai dasar pertimbangan pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerintah yang digunakan sebagai dasar pertimbangan pengambilan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan disiapkan untuk memberikan informasi yang berguna bagi para pemakai laporan keuangan seperti pemegang saham (investor), kreditor dan pemerintah yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemberian wewenang oleh pemegang saham kepada manajer untuk bekerja demi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemberian wewenang oleh pemegang saham kepada manajer untuk bekerja demi BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) dipopulerkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pemisahan antara kepemilikan saham dan manajemen di perusahaanperusahaan besar sangat diperlukan. Sebagian besar perusahaan itu memiliki ratusan atau ribuan pemegang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Komang Agung Surya Parimana, I Gede Suparta Wisadha (2015)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Komang Agung Surya Parimana, I Gede Suparta Wisadha (2015) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Para peneliti sebelumnya melakukan penelitian tentang kompensasi eksekutif dan ukuran perusahaan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Berikut penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan terhadap good corporate governance semakin meningkat. Banyak. dikarenakan lemahnya corporate governance (Wardhani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan terhadap good corporate governance semakin meningkat. Banyak. dikarenakan lemahnya corporate governance (Wardhani, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian di dunia terus mengalami berbagai perubahan dan hal ini memicu para pengusaha berusaha lebih keras dalam mengembangkan usahanya, apalagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi ekonomi indonesia yang tidak stabil, menyebabkan perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi ekonomi indonesia yang tidak stabil, menyebabkan perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi indonesia yang tidak stabil, menyebabkan perusahaan kesulitan untuk tetap eksis dalam mempertahankan persaingan yang sangat ketat. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada teori

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada teori BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada teori keagenan dimana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur

BAB I PENDAHULUAN. stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomi, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan,

Lebih terperinci

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu No.298, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Syariah. Unit Usaha. Bank Umum. Manajemen Risiko. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kebijakan Hutang Pada dasarnya kebijakan hutang perusahaan merupakan tindakan manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan dengan menggunakan

Lebih terperinci