BAB III PEMBENTUKAN SIKAP SOSIAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMBENTUKAN SIKAP SOSIAL"

Transkripsi

1 35 BAB III PEMBENTUKAN SIKAP SOSIAL A. Sikap Sosial Sikap merupakan suatu masalah yang penting, karena sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada prilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Seseorang dapat menduga bagaimana respon atau perilaku yang akan diambil oleh orang yang bersangkutan terhadap suatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya, dengan mengetahui sikapnya. Sikap pada manusia tidak terbentuk begitu saja, melainkan terbentuk secara berangsur-angsur, sejalan dengan perkembangan kehidupannya. Sikap (attitude) di dalam kehidupan manusia mempunyai peran besar sebab apabila sikap sudah terbantuk pada diri manusia, maka ia akan turut menentukan tingkah lakunya dalam menghadapi suatu objek. Adanya attitude-attitude menyebabkan bahwa manusia akan bertindak secara khas terhadap objekobjeknya Pengertian Sikap Sosial Sikap atau attitude dapat dibedakan dalam attitude sosial dan attitude individual. Ada beberapa pengertian tentang sikap yang telah dirumuskan oleh para ahli antara lain, yaitu : a. Menurut Dr. W. A. Gerungan bahwa attitude itu lebih tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal. 2 b. Sarlito Wirawan berpendapat bahwa sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. 3 c. Mayor Palok berpendapat bahwa sikap adalah suatu tendensi atau kecenderungan yang agak stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu di dalam situasi yang tertentu. 4 1 W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresto, 1988), Cet. II, hlm Ibid. 3 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1996), hlm. 94.

2 36 d. Menurut Kamus Psikologi sikap diartikan sebagai kecenderungan untuk memberi respon, baik positif maupun negatif terhadap orangorang, banda-banda atau siatuasi-siatuasi tertentu. 5 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kesadaran individu untuk bertindak dalam menanggapi objek dan terbentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman. Sementara sosial merupakan suatu yang berkenaan dengan hubungan antara orang-orang atau kelompok ataupun berkenaan dengan pengaruh orang-orang atau kelompok antara satu sama lain. 6 Jadi yang dimaksud sikap sosial adalah kesadaran individu untuk bertindak secara nyata dan berulang-ulang terhadap objek sosial berdasarkan pengalaman-pengalaman. 2. Ciri-ciri dan Fungsi Sikap Sikap merupakan faktor yang ada pada diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Walaupun demikian sikap mempunyai segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong lain yang ada dalam diri manusia itu. Oleh karena itu untuk membedakan sikap dengan pendorong-pendorong yang lain, ada beberapa ciri atau sifat dan sikap tersebut. Adapun ciri-ciri sikap itu adalah : a. Sikap selalu menggambarkan antara subyek dan objek. Objek ini bisa berupa benda, orang, ideologi, nilai-nilai sosial, lembaga masyarakat dan lain sebagainya. b. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan. c. Karena sikap dapat dipelajari maka sikap dapat berubah-ubah (meskipun untuk merubahnya relatif sulit). d. Sikap tidak akan hilang meskipun kebutuhan sudah terpenuhi. e. Sikap tidak akan hanya satu macam, melainkan sangat beragam sesuai dengan objek yang menjadi perhatian subjek. f. Di dalam sikap terkait juga faktor motivasi dan perasaan. Kedua hal inilah yang membedakannya dengan pengetahuan. 7 4 Mayor Palok, Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru, 1979), Cet. IX, hlm Kartini Kartono dan Dali Gula, Kamus Psikologi, (Bandung:: Pioner Jaya, 1982), hlm Ibid, hlm Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), hlm. 144.

3 37 Adapun fungsi (tugas) sikap dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu : a. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap merupakan sesuatu yang bersifat communicabel, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Justru karena itu sesuatu golongan yang mendasarkan atas kepentingan bersama dan pengalaman bersama biasanya ditandai oleh adanya sikap anggotanya yang sama terhadap sesuatu objek. Sehingga dengan demikian sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan kelompoknya yang lain. b. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil dan binatang pada umumnya merupakan aksiaksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tak ada pertimbangan, tetapi pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan. Akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. c. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua pengalaman yang berasal dari dunia luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidap perlu dilayani. Jadi manusia setiap saat mengadakan pilihan-pilihan dan semua perangsang tidak semuanya dapat dilayani. Sebab kalau tidak demikian akan mengganggu manusia. d. Sikap berfungsi pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh

4 38 karena itu dengan itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut Bentuk-bentuk Sikap Sosial Sebagaimana uraian di atas bahwa manusia itu tidak bisa lepas dari yang lainnya. Ia akan selalu mengadakan hubungan demi kesempurnaan dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu sangat dibutuhkan adanya pelaksanaan bentuk-bentuk sikap sosial yang positif, agar tercipta kehidupan yang harmonis. Banyak bantuk sikap sosial yang positif, diantaranya adalah : a. Tanggung Jawab Manusia merupakan makhluk sosial yang sekaligus individual. Manusia sebagai makhluk sosial akan melahirkan daripadanya tanggung jawab keluar yaitu terhadap keluarga dan sosial (masyarakat). Dan selaku makhluk individu ia bertanggung jawab terhadap diri sendiri yang semua itu berkonotasi pada keharmonisan hidup. b. Gotong-Royong Gotong-royong atau tolong-menolong bisa berarti untuk kebaikan dan bisa untuk keburukan. Islam menegakkan gotong-royong yang bersifat baik dan ia melarang tolong-menolong dalam hal yang buruk. Sebagaimana agama Islam mengharuskan manusia semuanya untuk tolong-menolong satu sama lainnya dalam hal-hal kebajikan, bakti dan takwa. Dalam istilah bertolong-menolong inilah terkandung pengertian dan pengakuan adanya perbedaan keadaan dan prestasi antara manusia. Mereka yang lebih dalam hal-hal kebajikan, hal-hal ketakwaan, dalam hal-hal keimanan dan sebagainya, menolong mereka yang kurang. 8 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), hlm

5 39 Nilai-nilai keagamaanlah yang harus menjadi pedoman pokok dalam hal bertolong-tolongan itu, dengan berpedoman pada nilai-nilai ini, pastilah hubungan kemasyarakatan dan kesusilaan ikut terjamin. 9 Anjuran dan tuntutan bagi manusia untuk berinteraksi sosial kemasyarakatan dengan berpedoman pada nilai-nilai keagamaan ini akan memacu pada kebaikan dan ketakwaan dan menjauhkan diri dari berbuat dosa dan melanggar aturan interaksi sosial, seperti berkhianat, dusta dan sebagainya. Dalam interaksi ini tidak diperkenankan berbau penghinaan kepada orang lain dan menganggap dirinya lebih mulia. c. Kasih Sayang Agama Islam menjelaskan konsep interaksi sosialnya secara sistematis, yang antara lain didalamnya terkandung anjuran untuk bersikap kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah) oleh karenanya hendaknya dalam berhubungan dengan orang lain manusia harus membekali dirinya dengan sikap kasih sayang. Pada dasarnya sikap kasih sayang ini sangat diperlukan dalam berinteraksi sosial, sebagai upaya untuk menumbuhkan keharmonisan dan kerukunan bermasyarakat. Sebab kasih sayang akan dapat menghapus perasaan asing antara yang satu dengan yang lainnya, yang mempunyai tempat yang luhur dalam lubuk hati sanubari manusia. Keberadaan kasih sayang akan meringankan kaki dan tangan untuk berbuat kebajikan, menggembirakan hati, memperbesar minat, kemauan, serta mempengaruhi sikap kita untuk peka terhadap orang lain. Kasih sayang akan menimbulkan rasa simpati yaitu dapat ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain. 10 Dari uaraian tersebut di atas nyatalah dapat diambil pengertian tentang tata krama dan norma-norma berinteraksi sosial yang terkandung dalam ajaran Islam yang tentunya harus dipraktekkan oleh umatnya. Dengan prinsip-prinsip bermasyarakat yang tidak hanya 9 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al Ma arif, 1980), hlm Ibid, hlm. 121.

6 40 tertuju pada satu kelompok saja melainkan meliputi seluruh kehidupan manusia. Islam menganjurkan untuk senantiasa berlaku toleransi dan menjaga perasaan. Sebab dengan toleransi (yang didalamnya terkandung rasa kasih sayang dan gotong royong), dan menjaga perasan (yang didalamnya memuat sikap tanggung jawab) akan menimbulkan rasa aman dan nyaman dalam proses interaksi. Hal ini tentu akan lebih menjamin terwujudnya kehidupan yang harmonis dan sejahtera. 4. Pembentukan dan Perubahan Sikap Sebagaimana diuraian bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir namun begitu sikap juga tidak terbentuk begitu saja tanpa adanya proses. Sikap terbentuk secara berangsur-angsur sejalan dengan perkembangan kehidupannya. Jadi pembentukan sikap merupakan proses yang apabila proses perkembangan ini berlangsung dengan baik maka akan mengakibatkan suatu kepribadian yang harmonis. Sikap seseorang dapat dibentuk atau berubah melalui beberapa cara antara lain, yaitu : a. Adopsi Adopsi merupakan kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap. Misalnya, seorang yang sejak lahir sampai ia dewasa tinggal dilingkungan yang fanatik Islam, ia akan mempunyai sikap negatif terhadap daging babi. b. Diferensiasi Diferensiasi terjadi dengan berkembangnya inteligensi, berubahnya pengalaman sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula. Misalnya, seorang anak kecil mula-mula takut kepada setiap orang dewasa yang bukan ibunya, tetapi lama kelamaan ia dapat

7 41 membeda-bedakan antara ayah, paman, bibi, kakak, yang disukainya dengan orang asing yang tidak disukainya. c. Integrasi Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap. Dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu, sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenal hal tersebut. Misalnya, seorang desa sering mendengar tentang kehidupan kota. Ia pun sering membaca surat kabar yang diterbitkan di kota, kawankawan yang datang dari kota membawa barang-barang yang bagus dari kota dan bercerita tentang keindahan kota. Setelah beberapa waktu maka dalam diri orang dewasa tersebut timbul sikap positif terhadap kota dan hal-hal yang berhubungan dengan kota, sehingga pada akhirnya ia terdorong untuk pergi ke kota. d. Trauma Trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap. Misalnya, orang yang sekali pernah jatuh dari sepeda motor, selamanya tidak suka lagi naik motor. 11 Pembentukan sikap yang senantiasa tumbuh dan berkembang dalam basis sosial tertentu, misalnya : ekonomi, politik agama dan sebagainya. Di dalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma, group. Faktor lainnya yang mempengaruhi kemungkinan perubahan sikap adalah adanya informasi yang berlawanan. Faktor ini semuanya tergantung pada sifat-sifat sikap itu sendiri sebagaimana adanya sebelum diterima informasi baru. 12 Faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap ini ada yang dari luar dirinya dan dari dalam dirinya. Faktor-faktor itu adalah : 11 Sarlito Wirawan, Op. Cit., hlm Abu Ahmadi, Op. Cit., hlm. 171.

8 42 a. Faktor Intern : yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan sendiri, seperti selektivitas. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsang dari luar melalui persepsi kita. Oleh karena itu kita harus memilih rangsang-rangsang mana yang akan kita dekati dan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri kita. Karena harus memilih inilah kita menyusun sikap positif terhadap satu hal dan membentuk sikap negatif terhadap hal lainnya. b. Faktor Ekstern : selain faktor-faktor yang terdapat dalam diri sendiri, maka pembentukan sikap ditentukan pula oleh faktor-faktor yang ada diluar, yaitu : 1) Sikap objek yang dijadikan sasaran sikap 2) Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap 3) Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut 4) Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap 5) Situasi pada saat sikap itu dibentuk. 13 Dalam pembentukan dan perubahan sikap ini lingkungan yang paling dekat dalam kehidupan sehari-hari banyak memiliki peranan. Keluarga yang terdiri dari orang tua, saudara-saudara di rumah memiliki peranan yang penting. Ada tiga hal yang penting dalam pembentukan sikap yang diperhatikan dalam masa adolesen adalah : a. mass media b. kelompok sebaya c. kelompok yang meliputi lembaga sekolah, lembaga keagamaan, organisasi kerja dan sebagainya. Sementara orang berpendapat bahwa mengajarkan sikap merupakan tanggung jawab orang tua atau lembaga-lembaga keagamaan. Tetapi tidak demikian halnya, lembaga-lembaga sekolahpun memiliki tugas pula dalam membina sikap ini Ibid, hlm Abu Ahmadi, Op. Cit., hlm. 172.

9 43 B. Interaksi Sosial 1. Pengertian Salah satu bentuk manifestasi dari kecenderungan naluriah manusia sebagai makhluk sosial dengan adanya yang biasa disebut faktorfaktor psikologi dengan nama interaksi sosial. Oleh para ahli, interaksi sosial diberi batasan sebagai berikut : Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, antara kelompok dengan kelompok lain, ataupun antara individu dengan kelompok. 15 Adapun menurut Bimo Walgito interaksi sosial adalah hubungan antara individu dengan individu yang lain. Individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya. Jadi terdapat adanya hubungan yang timbal balik. 16 Dari pembahasan-pembahasan tersebut jelas terlihat bahwa interaksi sosial adalah kelangsungan timbal balik hubungan antara dua atau lebih manusia yang saling mempengaruhi sehingga individu-individu tersebut dapat menyesuaikan dirinya dengan individu-individu yang lain, menyesuaikan ada yang bersifat pasif dan ada yang bersifat aktif. Interaksi sosial hanya berlangsung apabila terjadi reaksi dari kedua belah pihak. Dengan demikian interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial. Karena tanpa interaksi sosial tidak mungkin terdapat kehidupan bersama. Seorang muslim dalam melaksanakan interaksi sosial hendaknya senantiasa diwarnai dengan kepribadian yang luhur. Akhlak yang mulia yang diajarkan oleh Islam seperti kebenaran kejujuran, ikhlasan, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah, tolong-menolong, setia kawan, menjaga kemashlahatan umum, semua itu merupakan akhlak yang mempunyai nilai sosial yang pantas diterapkan dalam interaksi sosial. 17 Oleh karena itu 15 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakara: Raja Grafindo Persada, 1990), hlm Bimo Walgito, Op. Cit., hlm Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2000), hlm

10 44 hendaknya pada diri seorang muslim atau kelompok muslim, dalam melaksanakan interaksi sosialnya sebaiknya berdasarkan hukum-hukum yang telah diatur oleh ajaran Islam, untuk menunjang terbentuknya suatu sikap sosial yang berdasar kebenaran. Kelangsungan interaksi sosial manusia yang positif sangat penting karena manusia senantiasa mengadakan hubungan dengan lingkungannya dalam rangka menuju kesempurnaan hidup. 2. Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial Sebagaimana diketahui, manusia merupakan makhluk sosial. Yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu tidak dapat dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lain, baik secara fisik, psikis maupun rohani. Karenanya interaksi sosial dapat menggiatkan dan merangsang perkembangan kehidupan serta mampu memberikan sesuatu yang dibutuhkan dalam hidup. Dalam interaksi sosial ada beberapa faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial ini, baik secara tunggal maupun secara bergabung, yaitu : a. Faktor Imitasi Seperti yang dikemukakan oleh G. Tarde faktor yang mendasari interaksi sosial adalah faktor imitasi. Imitasi merupakan dorongan untuk meniru orang lain. Menurut Tarde faktor imitasi merupakan satusatunya faktor yang mendasari atau melandasi interaksi sosial. Terhadap pendapat ini sukarlah orang dapat menerima seluruhnya. Memang faktor imitasi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat dalam interaksi sosial, namun demikian imitasi bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial. Imitasi tidaklah berlangsung dengan sendirinya mengimitasi orang lain, demikian sebaliknya. Untuk mengadakan imitasi atau meniru ada faktor psikologis lain yang berperan. Imitasi tidak berlangsung secara otomatis, tetapi ada faktor lain yang ikut berperan sehingga seseorang mengadakan imitasi.

11 45 Bagaimana orang dapat mengimitasi sesuatu kalau orang yang bersangkutan tidak mempunyai sikap menerima terhadap apa yang diimitasi tersebut. Untuk mengimitasi sesuatu perlu adanya sikap menerima, sikap mengagumi terhadap apa yang diimitasi itu, karena itu imitasi tidak berlangsung dengan sendirinya. Orang meniru orang lain, terutama jika orang lain itu merupakan orang-orang yang kuat dan penting. Salah satu sumber yang terpenting dari pembentukan sikap sosial dasar pada awal kehidupan adalah keluarga. 18 Anak-anak suka meniru sikap sosial dasar pada awal kehidupan adalah keluarga. 19 Anak merupakan peniru yang hebat sebagaimana yang diungkapkan oleh Lester D. Crow, Childern are great imitators of attitudes. They learn many of their attitudes indirectly from their parent, teacher, and peer association. 20 Anak-anak suka meniru sikap orang tuanya. Pada masa remaja mereka suka meniru sikap teman sebayanya. Faktor imitasi memang mempunyai peranan dalam interaksi sosial. Misalnya dalam perkembangan bahasa, akan berlaku faktor ini. Apa yang diucapkan anak, anak akan mengimitasi dari keadaan sekelilingnya. Anak mengimitasi apa yang didengarnya, yang kemudian menyampaikan kepada orang lain. Sehingga dengan demikian berkembanglah bahasa anak itu sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial. Demikian pula dalam perilaku, mode-mode dan sebagainya, imitasi banyak memegang peran. Peranan faktor imitasi dalam interaksi sosial seperti yang digambarkan di atas juga mempunyai segi-segi negatifnya. Yaitu apabila hal-hal yang diimitasi itu mungkinlah salah ataupun secara 18 Bimo Walgito, Op. Cit., hlm Michael Adryanto dan Savitri Soekrisno, Terj. Social Psychology, (PT. Gelors Aksara Pratama, 1999), hlm Lesker D. Crow and Alice Crow, Human Development and Learning, (New York : American Book Company, 1956), hlm. 81.

12 46 yuridis dan moral harus ditolak. Apabila contoh demikian diimitasi orang banyak, proses imitasi itu dapat menimbulkan terjadinya kesalahan kolektif yang meliputi jumlah yang serba besar. Selain itu, adanya proses imitasi dalam interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan dimana orang yang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, dan hal ini dapat menghambat perkembangan kebiasaan berpikir kritis. Dengan kata lain adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia bahkan mematikan pengembangan daya kreasi seseorang. b. Faktor Sugesti Yang dimaksud dengan sugesti ialah pengaruh psikis baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik dari individu yang bersangkutan. Dalam kehidupan sosial banyak individu menerima sesuatu cara, pedoman, pandangan, norma, dan sebagainya dari orang lain tanpa adanya kritik yang terlebih dahulu terhadap apa yang diterima itu. Misal dalam bidang perdagangan orang mempropagandakan dagangannya sedemikian rupa, hingga tanpa berpikir lebih lanjut orang termakan propaganda itu, dan menerima saja apa yang diajukan oleh pedagang yang bersangkutan. Peranan sugesti dan imitasi dalam interaksi sosial hampir sama satu dengan yang lain, namun sebenarnya keduanya berbeda. Dalam hal imitasi orang yang mengimitasi keadaannya aktif sedangkan yang diimitasi adalah pasif dalam arti bahwa yang diimitasi tidak dengan aktif memberikan apa yang diperbuatnya. Hal itu tidak demikian dalam sugesti. Dalam sugesti orang dengan sengaja, dengan secara aktif memberikan pandangan-pandangan, pendapat-pendapat, norma-norma dan sebagainya agar orang lain dapat menerima apa yang diberikan itu. Jadi disini apa yang dituju atau apa yang dikehendaki itu jelas, yaitu

13 47 agar orang lain dapat menerima apa yang diberikannya, hal ini berbeda dengan apa yang terjadi dalam imitasi. Sugesti akan mudah terjadi bila memenuhi syarat-syarat berikut: 1) Sugesti mudah diterima orang lain, bila daya berpikir kritisnya dihambat. Seperti telah dijelaskan dimuka sugesti akan diterima orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu. Karena itu bila orang masih dapat berpikir secara baik, masih dapat berpikir secara kritis, maka ia akan sulit menerima sugesti dari orang lain. Makin kurang daya kemampuannya memberikan kritik, maka akan mudahlah orang itu menerima sugesti dari orang lain. Daya berpikir kritis itu akan terhambat bila orang terkena stimulus yang bersifat emosional, dan juga jika orang dalam keadaan lelah baik fisik maupun psikologisnya. Misalnya orang yang telah berjam-jam rapat ia sudah lelah baik fisik maupun psikologis, adanya keengganan untuk berpikir secara berat, sehingga biasanya dalam keadaan yang demikian orang akan mudah menerima pendapat, pandangan dari pihak lain atau dengan kata lain orang yang bersangkutan akan mudah menerima sugesti dari pihak lain. 2) Sugesti mudah diterima orang lain, bila kemampuan berpikirnya terpecah-pecah (dissosiasi). Orang akan mudah terkena sugesti dari pihak lain apabila kemampuan berpikirnya terpecah belah atau mengalami dissosiasi. Orang mengalami dissosiasi apabila orang itu dalam keadaan kebingungan, karena menghadapi berbagai macam masalah. Orang-orang yang sedang dalam keadaaan kebingungan pada umumnya akan mudah menerima apa yang dikemukakan oleh pihak lain tanpa berpikir lebih jauh terlebih dahulu. Secara psikologis orang yang sedang dalam kebingungan, orang akan mencari pegangan untuk mengakiri rasa kebingungannya tersebut. Apa yang dikemukakan oleh orang lain akan mudah diambil

14 48 sebagai langkah untuk mengakiri kebingungannya, tanpa pemikiran yang lebih jauh. Selama individu dalam kebingungan, selama itu pula keadaan jiwanya tidak tenteram. Karena itu kalau dalam masyarakat terjadi kebingungan, keadaan ini akan memberikan peluang yang menguntungkan bagi pihak-pihak yang akan memberikan sugesti mengenai suatu pandangan, pendapat, norma ataupun hal-hal yang lainnya. 3) Sugesti mudah diterima orang lain, bila materinya mendapatkan dukungan dari orang banyak (sugesti mayoritas) Dalam hal ini orang akan mempunyai kecenderungan untuk menerima sesuatu pandangan, pendapat, norma dan sebagainya, apabila pandangan, pendapat ataupun norma tersebut telah mendapatkan dukungan orang banyak atau mayoritas. Yaitu sebagian besar kelompok atau golongan memberikan sokongan atas pandangan, pendapat atau norma-norma dan sebagainya yang telah mendapat dukungan dari mayoritas. Orang beranggapan oleh karena sebagian besar anggota telah menerimanya, maka orang akan terasing atau tersingkir jika tidak ikut menerimanya. 4) Sugesti mudah diterima orang lain, apabila yang memberikan materi itu orang yang mempunyai otoritas. Walaupun materi yang diberikan itu sama, tetapi kalau yang memberikan itu berbeda, maka akan terdapat perbedaan dalam penerimaan atas materi yang bersangkutan. Dalam hal ini orang mempunyai kecenderungan akan mudah menerima sesuatu yang dikemukakan oleh orang lain apabila yang memberikan itu adalah orang yang memberikan otoritas dalam bidangnya. Hal yang demikian akan menimbulkan rasa percaya bahwa apa yang diberikan itu memang benar, karena memang menjadi bidangnya, sehingga hal itu menimbulkan sikap penerimaan atas pendapat tersebut, dan pendapat yang dikemukakan itu pasti mengandung

15 49 kebaikan-kebaikan dan kebenaran-kebanaran. Misal materi yang dikemukakan sama tetapi bidangnya berbeda (missal, seorang juru tulis) sedangkan yang lain diberikan oleh Bupati Kepala Daerah, maka penerimaan atas materi tersebut jelas berbeda, karena yang memberikan mempunyai otoritas yang berbeda. Karenanya langkah yang praktis apabila akan memberikan sesuatu dengan maksud agar yang diberikan itu dapat mudah diterima oleh orang lain, orang yang memberikan sebaiknya mempunyai otoritas dalam bidang yang diberikan itu. 5) Sugesti mudah diterima orang lain, apabila orang yang bersangkutan telah ada pendapat yang mendahului yang searah. Bila dalam diri individu telah ada pendapat yang mendahului dan pendapat ini masih samar-samar dan pendapat tersebur searah dengan apa yang disugestikan maka pada umumnya orang akan mudah menerima pendapat yang disugestikan tersebut. Karenanya yang disugestikan itu akan lebih meyakinkan tentang pendapat pendahulunya. Orang yang dalam keadaan ragu-ragu akan mudah menerima sugesti yang diberikan oleh pihak lain yang akan menghilangkan rasa keragu-raguannya. Contoh : orang mempunyai pendapat bahwa minyak angin cap PPO merupakan minyak angin yang cukup baik bila dibandingkan dengan minyak angin lainnya. Tetapi pendapat ini masih merupakan pendapat yang samar-samar. Tiap hari orang tersebut mendengarkan iklan di radio bahwa minyak angin cap PPO merupakan minyak angin yang terbaik. Apa yang dikemukakan itu akan mudah diterima oleh orang orang yang bersangkutan, karena yang dikemukakan itu seakan-akan membenarkan pendapatnya dan lebih meyakinkan akan pendapat bahwa minyak angin cap PPO memang minyak angin yang terbaik. Apa yang didengar itu lebih meyakinkan akan pendapatnya yang mendahuluinya. c. Faktor Identifikasi

16 50 Faktor lain yang memegang peranan dalam interaksi sosial ialah faktor identifikasi. Identifikasi merupakan dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. Istilah identifikasi timbul dalam uraian Freud mengenai cara seorang anak belajar norma-norma sosial dari orang tuanya. Hal tersebut mulai kira-kira ketika ia berusia lima tahun. 21 Dalam garis-garis besarnya anak itu belajar menyadari bahwa, dalam kehidupan ini ada norma-norma dan peraturan-peraturan yang hendaknya dipenuhi, dan ia pun mempelajarinya, yaitu dengan dua cara utama. 1) Anak mempelajari dan menerima norma-norma sosial itu karena orang tua dengan sengaja mendidiknya. Orang tua dengan dengan sengaja menanamkan norma-norma sosial kepada anaknya, bahwa ini baik, dan itu tidak baik, ini perlu dikerjakan dan itu tidak perlu dikerjakan, dana mana-mana perbuatan yang perlu ditinggalkan. Dengan jalan demikian akan tertanamlah norma-norma sosial pada anak. 2) Kesadaran akan norma-norma sosial juga dapat diperoleh anak dengan jalan identifikasi. Yaitu anak mengidentifikasikan diri pada orang tua baik pada ibu maupun pada ayah. Karena kedudukan orang tua sangat penting sebagai tempat identifikasi dari anakanaknya. 22 Di dalam identifikasi anak akan mengambil oper sikap-sikap maupun norma-norma dari orang tuanya yang dijadikan tempat identifikasi itu. Dalam proses identifikasi ini seluruh norma-norma, cita-cita, sikap dan sebagainya dari orang tua sedapat mungkin dijadikan norma-norma, sikap-sikap dan sebagainya itu dari anak sendiri, dan anak menggunakan hal tersebut dalam perilaku sehari-hari. Karena itu seperti telah dipaparkan didepan kedudukan orang tua dalam 21 W. A. Gerungan, Op. Cit., hlm Bimo Walgito, Op. Cit., hlm. 63.

17 51 keluarga adalah sangat penting. Karena segala sesuatu yang diperbuat oleh orang tua akan dijadikan tauladan bagi anak-anaknya. Identifikasi ini dilakukan oleh anak kepada orang lain yang dianggap ideal dalam sesuatu segi, baik itu norma-normanya, sikapsikapnya ataupun segi-segi yang lain yang nilainya bersangkutan. Masa perkembangan anakatau individu paling banyak melakukan identifikasi kepada orang lain ialah pada masa remaja. Dalam masa ini individu melepaskan identifikasinya dengan orang tua dan norma-norma sosial sendiri. Karena ini dalam masa remaja banyak anak mencari tempat identifikasi pada orang-orang dalam masyarakat yang dianggap ideal bagi yang bersangkutan. d. Faktor Simpati Selain faktor-faktor tersebut diatas faktor simpati juga memegang peranan dalam interaksi sosial. Simpati merupakan perasaan rasa tertarik kepada orang lain. Oleh karena simpati merupakan perasaan, maka simpati timbul tidak ada dasar logis rasional, melainkan atas dasar perasaan/emosi. Dalam simpati orang merasa tertarik kepada orang lain yang seakan-akan berlangsung dengan sendirinya, apa sebabnya merasa tertarik sering tidak dapat memberikan penjelasan lebih lanjut. Di samping individu mempunyai kecenderungan untuk menolak orang lain, ini yang sering disebut antipati. Jadi kalau simpati itu bersifat positif, maka antipati bersifat negatif. 23 Proses simpati dapat pula berjalan secara perlahan-lahan secara sadar dan cukup nyata dalam hubungan dua orang atau lebih orang. misalnya hubungan cinta kasih antara manusia. Biasanya didahului dengan hubungan simpati. Perbedaannya dengan identifikasi, dorongan utamanya adalah ingin mengikuti jejak, mencontoh dan ingin belajar. Sedangkan pada simpati, dorongan utama adalah ingin mengerti dan ingin kerja sama Ibid, hlm Abu Ahmadi, Op. Cit., hlm. 64.

BAB III SIKAP (ATTITUDE)

BAB III SIKAP (ATTITUDE) BAB III SIKAP (ATTITUDE) A. Pengertian Sikap atau disebut juga dengan attitude pengertiannya adalah sikap terhadap obyek tertentu yang disertai dengan kecenderungan untuk bertidak sesuai dengan sikap terhadap

Lebih terperinci

BAB II INTERAKSI SOSIAL

BAB II INTERAKSI SOSIAL BAB II INTERAKSI SOSIAL A. Pengertian Barangkali sudah menjadi hukum alam yang tidak dapat kita pungkiri, bahwa kehidupan individu tidak akan lepas dari situasi lingkungannya. Tegasnya, individu itu tidak

Lebih terperinci

MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL

MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL 1. Faktor yang Mendasari Terjadinya Interaksi Sosial Enam faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial: sugesti, imitasi, identifikasi, simpati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada konsep al-nas lebih ditekankan pada statusnya sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia dilihat sebagai makhluk yang memiliki dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu istilah yang sering dilontarkan oleh berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap kehidupan suatu masyarakat

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat memahami tentang arti interaksi, kontak dan komunikasi. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Hubungan Latar Belakang Pendidikan Orang Tua (X 1 ) dengan Sikap

BAB V PEMBAHASAN. A. Hubungan Latar Belakang Pendidikan Orang Tua (X 1 ) dengan Sikap BAB V PEMBAHASAN A. Hubungan Latar Belakang Pendidikan Orang Tua (X 1 ) dengan Sikap Keberagamaan Siswa (Y) Data tentang latar belakang pendidikan orang tua diperoleh dari angket yang disebarkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm.5

BAB I PENDAHULUAN. Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm.5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak dikemudian hari. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan waktu kecil

BAB I PENDAHULUAN. anak dikemudian hari. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan waktu kecil BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan secara umum diawali dalam suatu keluarga, orang tua yang bertanggung jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya, karena pengaruh yang diterima

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Dalam bagian ini, akan diuraikan simpulan dan saran berdasarkan hasil analisis temuan dan pembahasan dalam penelitian yang diuraikan berdasarkan fokus pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi masa depannya. Sasaran pendidikan yaitu memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi masa depannya. Sasaran pendidikan yaitu memajukan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Melalui pendidikan manusia akan tumbuh dan berkembang terutama untuk menghadapi masa depannya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2015, hlm Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. 2015, hlm Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Hewan juga belajar tetapi lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara 7 BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Interaksi Sosial A. Interaksi Sosial Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu memiliki penilaian moral yang berbeda-beda. Namun krisis moral

BAB I PENDAHULUAN. individu memiliki penilaian moral yang berbeda-beda. Namun krisis moral 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demensi moral erat hubungannya dengan dimensi watak. Setiap individu memiliki penilaian moral yang berbeda-beda. Namun krisis moral bisa diatasi dengan pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena menarik dalam kehidupan masyarakat saat ini adalah maraknya budaya global yang patut diwaspadai. Fenomena tersebut merupakan akibat dari adanya arus globalisasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT

BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT Pada bab ini, peneliti akan menganalisis kegiatan bimbingan agama Islam anak karyawan PT. Pismatex di desa Sapugarut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Menurut Young dan Mack (dalam Walgito 2003:57) interaksi sosial adalah hubunganhubungan sosial yang dinamis dan menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

HUBUNGAN READINESS BELAJAR DAN PERSEPSI MATA PELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP

HUBUNGAN READINESS BELAJAR DAN PERSEPSI MATA PELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP HUBUNGAN READINESS BELAJAR DAN PERSEPSI MATA PELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP Intan Purnama Sari Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan (field research) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Ajaran Islam dapat berpengaruh bagi umat manusia dalam segala

Lebih terperinci

BAB 1V KONSEP DIRI REMAJA DELINQUEN DI DESA LOBANG KECAMATAN LIMPUNG KABUPATEN BATANG

BAB 1V KONSEP DIRI REMAJA DELINQUEN DI DESA LOBANG KECAMATAN LIMPUNG KABUPATEN BATANG BAB 1V KONSEP DIRI REMAJA DELINQUEN DI DESA LOBANG KECAMATAN LIMPUNG KABUPATEN BATANG A. Analisis Konsep Diri Remaja Delinquen di Desa Lobang Kecamatan Limpung Kabupaten Batang Masa remaja merupakan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami proses pendidikan yang didapat dari orang tua, masyarakat maupun

BAB I PENDAHULUAN. mengalami proses pendidikan yang didapat dari orang tua, masyarakat maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua. Manusia mengalami proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prilaku remaja pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada remaja itu sendiri, prilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara

Lebih terperinci

Interaksi sosial dalah suatu hubungan social yang dinamis antara orang perorangan, antara individu dan kelompok manusia, dan antar kelompok manusia.

Interaksi sosial dalah suatu hubungan social yang dinamis antara orang perorangan, antara individu dan kelompok manusia, dan antar kelompok manusia. 1. Pengertian Interaksi Sosial Interaksi sosial dalah suatu hubungan social yang dinamis antara orang perorangan, antara individu dan kelompok manusia, dan antar kelompok manusia. 2. Proses Interaksi Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di antaranya adalah masalah belajar. Permasalahan belajar dapat dipengaruhi oleh dua faktor,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah karakter merupakan salah satu masalah utama dalam dunia pendidikan. Pertanyaan dalam dunia pendidikan adalah apakah pendidikan saat ini

Lebih terperinci

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida Manusia dilahirkan dalam keadaan yang sepenuhnya tidak berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain. Seorang anak memerlukan waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Pendidikan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tidak bisa menjadi bisa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tidak bisa menjadi bisa. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kebutuhan bagi manusia untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia, sehingga dengan pendidikan itu mengubah manusia dari yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amzah, 2007), hlm. 55. Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 150.

BAB I PENDAHULUAN. Amzah, 2007), hlm. 55. Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 150. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan teknologi yang sangat maju pesat banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merusak keimanan. Ini terjadi disebabkan oleh akhlaq

Lebih terperinci

PENGANTAR PSIKOLOGI (Interaksi Sosial) Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA

PENGANTAR PSIKOLOGI (Interaksi Sosial) Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA PENGANTAR PSIKOLOGI (Interaksi Sosial) Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA Interaksi Sosial Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Proses pendidikan formal adalah suatu proses yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Proses pendidikan formal adalah suatu proses yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses pendidikan formal adalah suatu proses yang kompleks yang memerlukan waktu, dana, dan usaha serta kerjasama berbagai pihak. Berbagai aspek dan faktor terlibat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG STRATEGI BELAJAR GROUP RESUME DAN MINAT BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan konseling adalah suatu hal yang sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Pendidikan yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka merubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yakni Al-Qur`an dan Hadits yang di dalamnya. Akhlak dalam Islam merupakan salah satu aspek yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yakni Al-Qur`an dan Hadits yang di dalamnya. Akhlak dalam Islam merupakan salah satu aspek yang sangat penting. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang memberikan arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Islam memiliki dasar pokok yang menjadi pedoman bagi kehidupan manusia yakni

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Tinjauan tentang Perhatian Orang Tua

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Tinjauan tentang Perhatian Orang Tua BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Tinjauan tentang Perhatian Orang Tua Perhatian merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Wasty Soemanto (2003: 34), mengartikan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mana merupakan wujud cinta kasih sayang kedua orang tua. Orang tua harus membantu merangsang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan potensi anak, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan potensi anak, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kewajiban orang tua sangat komplek, menyangkut segala aspek untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi anak, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan esensial dalam kehidupan manusia, karena pendidikan, manusia dapat di bedakan dengan makhluk lain yang menempati alam ini. Kenyataan

Lebih terperinci

FAKTOR SOSIOLOGIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI DI KELAS X SMA PGRI 1 PADANG

FAKTOR SOSIOLOGIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI DI KELAS X SMA PGRI 1 PADANG FAKTOR SOSIOLOGIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI DI KELAS X SMA PGRI 1 PADANG Desi Kurnia Ningsih 1 Erianjoni, M.Si 2 Erningsih, S.Sos 3 Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP

Lebih terperinci

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA Virgia Ningrum Fatnar, Choirul Anam Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan virgia_nfatnar@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai asal sekolah, kemampuan Bahasa Inggris, serta pengertian belajar dan hasil belajar. A. Asal Sekolah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan Nasional, eksistensinya sangat urgensif dalam rangka mewujudkan pendidikan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa 114 BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Sesuai analisa data penelitian diperoleh bahwa minat belajar siswa mempunyai pengaruh secara parsial sebesar 0.608 atau 60.80%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup

Lebih terperinci

Karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya untuk mendidik, yaitu:

Karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya untuk mendidik, yaitu: II. Faktor Pendidik Pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik. Pendidik meliputi orang dewasa, guru, orang tua, pemimpin masyarakat dan pemimpin agama. Karakteristik yang harus dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia 6 tahun. Secara alamiah perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian dinamika menurut wibowo, ( 1998 : 41) bahwa dinamika adalah

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian dinamika menurut wibowo, ( 1998 : 41) bahwa dinamika adalah BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Dinamika Pengertian dinamika menurut wibowo, ( 1998 : 41) bahwa dinamika adalah masyarakat dapat diartikan melalui asal katanya yaitu, Dinamika dan masyarakat untuk memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang perjalanan kehidupan dan menjadi bagian yang dilalui dalam siklus perkembangan manusia. Dewasa ini disebut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Berdasarkan data yang telah disajikan berkenan dengan persepsi psikolog

BAB IV ANALISIS. Berdasarkan data yang telah disajikan berkenan dengan persepsi psikolog BAB IV ANALISIS Berdasarkan data yang telah disajikan berkenan dengan persepsi psikolog terhadap Praktik Ruqyah Syar iyyah Di Kalimantan Selatan, berikut peneliti memberikan analisis terhadap apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sasaran yang sangat penting untuk. mencapai pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sasaran yang sangat penting untuk. mencapai pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sasaran yang sangat penting untuk mencapai pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional di bidang pendidikan

Lebih terperinci

Sosialisasi sebagai proses belajar seorang individu merupakan salah. satu faktor yang mempengaruhi bagaimana keberlangsungan proses

Sosialisasi sebagai proses belajar seorang individu merupakan salah. satu faktor yang mempengaruhi bagaimana keberlangsungan proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sosialisasi sebagai proses belajar seorang individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bagaimana keberlangsungan proses kehidupan masyarakat, baik

Lebih terperinci

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA Pengertian dan manfaat Psikologi Agama Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa memahami perkembangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dengan demikian, istilah ilmu jiwa merupakan terjemahan harfiah dari

BAB II LANDASAN TEORI. Dengan demikian, istilah ilmu jiwa merupakan terjemahan harfiah dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Psikologi Sosial Kata psikologi mengandung kata psyche yang dalam bahasa Yunani berarti jiwa dan kata logos yang dapat diterjemahkan dengan kata ilmu. Dengan demikian, istilah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG A. Analisis relevansi kurikulum dengan perkembangan sosial Perkembangan sosial

Lebih terperinci

Skripsi. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan. Pendidikan Strata 1. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Skripsi. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan. Pendidikan Strata 1. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 1 Hubungan Terpaan Sosialisasi Tertib Lalu Lintas Kementerian Perhubungan di Televisi dan Interaksi Peer Group dengan Perilaku Tertib Berlalu Lintas Pelajar dan Mahasiswa Semarang Skripsi Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam dari sumber utamanya yaitu Al-Qur an dan Hadits, melalui kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Islam dari sumber utamanya yaitu Al-Qur an dan Hadits, melalui kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cet. 1,hlm 6. (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2012), hlm ), hlm. 48.

BAB I PENDAHULUAN. Cet. 1,hlm 6. (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2012), hlm ), hlm. 48. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menjadikan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif. Oleh karena itu, penelitian ini bersifat penelitian penelitian lapangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kehidupan Masyarakat Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun bahasa sehari-hari adalah masyarakat.

Lebih terperinci

Kemampuan Berfikir Asosiatif Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Oleh Andewi Suhartini 2014

Kemampuan Berfikir Asosiatif Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Oleh Andewi Suhartini 2014 KEMAMPUAN BERPIKIR ASOSIATIF MAHASISWA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Penelitian pada Mahasiswa Semester V Kelas C Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung PADA Mata Kuliah Filsafat

Lebih terperinci

Jurnal PILAR, Vol. 2, No. 2, Juli-Des, INTERAKSI PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK BERPRESTASI Abd. Rahim Razaq

Jurnal PILAR, Vol. 2, No. 2, Juli-Des, INTERAKSI PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK BERPRESTASI Abd. Rahim Razaq INTERAKSI PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK BERPRESTASI Abd. Rahim Razaq Abstrak Rangkaian kegiatan komunikasi antara subjek didik, guru dan peserta didik. Komunikasi antara dua subjek ini dipengaruhi oleh berbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Islam berisi seperangkat ajaran tentang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Penelitian ini membuktikan bahwa keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kedisiplinan anak dalam melaksanakan norma-norma sekolah, dalam hal ini adalah

Lebih terperinci

Menyiapkan Pendidik Yang Melek Hukum Terhadap Perlindungan Anak PERAN KELUARGA DALAM MENCIPTAKAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN YANG KONDUSIF BAGI ANAK

Menyiapkan Pendidik Yang Melek Hukum Terhadap Perlindungan Anak PERAN KELUARGA DALAM MENCIPTAKAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN YANG KONDUSIF BAGI ANAK PERAN KELUARGA DALAM MENCIPTAKAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN YANG KONDUSIF BAGI ANAK Fitria Novita Sarie Prodi Pendidikan Dasar, Fakultas Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang e-mail: sariefitria@yahoo.co.id;

Lebih terperinci

ANALISIS SIKAP SISWA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA DI SDN 023 SEI GERINGGING TAHUN PELAJARAN 2012/2013

ANALISIS SIKAP SISWA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA DI SDN 023 SEI GERINGGING TAHUN PELAJARAN 2012/2013 ANALISIS SIKAP SISWA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA DI SDN 023 SEI GERINGGING TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Yusliana 1) Sardi Yusuf 2) Zulfan Saam 3) ABSTRACT The purpose of this study is to describe students

Lebih terperinci

Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini di PAUD Ceria Desa Sesela Kabupaten Lombok Barat

Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini di PAUD Ceria Desa Sesela Kabupaten Lombok Barat Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini di PAUD Ceria Desa Sesela Kabupaten Lombok Barat Hamimi Asfarina, Made Widnya, & Herlina Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, FIP IKIP Mataram E-mail:

Lebih terperinci

BAB II. 1. Pengertian Kepuasan Hidup Lanjut Usia. pengalaman - pengalaman yang disertai dengan tingkat kegembiraan.

BAB II. 1. Pengertian Kepuasan Hidup Lanjut Usia. pengalaman - pengalaman yang disertai dengan tingkat kegembiraan. 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kepuasan Hidup Lanjut Usia 1. Pengertian Kepuasan Hidup Lanjut Usia Kepuasan merupakan kondisi subyektif dari keadaan pribadi seseorang sehubungan dengan perasaan senang atau

Lebih terperinci

DINAMIKA MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA MANDIRI DI SMPN 10 BANDA ACEH

DINAMIKA MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA MANDIRI DI SMPN 10 BANDA ACEH Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Volume 1 Nomor 2 Tahun 2016 Hal 73 79 Periode Wisuda November 2016 DINAMIKA MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA MANDIRI DI SMPN 10 BANDA ACEH Nurhayati, Nurhasanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki banyak tujuan dalam kehidupan, salah satunya adalah untuk menciptakan manusia yang mandiri. Seperti yang tertera dalam Undang undang Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada Allah SWT. Oleh karena ia memiliki keragaman kebutuhan yang. menghiasi dirinya yaitu pokok ajaran Islam yang meliputi :

BAB I PENDAHULUAN. kepada Allah SWT. Oleh karena ia memiliki keragaman kebutuhan yang. menghiasi dirinya yaitu pokok ajaran Islam yang meliputi : 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan sebagai instituasi sosial mempunyai fungsi yang sangat penting untuk mengembangkan kebudayaan dan memajukan masyarakat dan bangsa. Dalam satu sisi dapatlah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN A. Analisis Tujuan Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga Nelayan di Desa Pecakaran Kec. Wonokerto.

Lebih terperinci

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Prestasi Belajar a. Pengertian prestasi belajar Belajar adalah suatu tingkah laku atau kegiatan dalam rangka mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000) BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG 77 BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh: SISKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat dalam rangka melahirkan manusia beriman dan bertaqwa kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. intelektual, spiritual, dan mandiri sehingga pada akhirnya diharapkan masyarakat kita

I. PENDAHULUAN. intelektual, spiritual, dan mandiri sehingga pada akhirnya diharapkan masyarakat kita 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan tolak ukur kemajuan suatu bangsa, dengan pendidikan maka bangsa Indonesia diharapkan mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas secara intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata Pelajaran Aqidah Akhlak adalah salah satu aspek dalam pembelajaran agama Islam di Madrasah Aliyah. Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah merupakan peningkatan

Lebih terperinci

SOSOK GURU IMPARTIALITY DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

SOSOK GURU IMPARTIALITY DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SOSOK GURU IMPARTIALITY DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Karman Lanani Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan PMIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unveristas Khairun E-mail: karmanlanani@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari bantuan dan mengadakan interaksi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari bantuan dan mengadakan interaksi sosial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makluk sosial yang mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan sosial dengan orang lain. Selain sebagai makhluk individu yang memenuhi kebutuhannya

Lebih terperinci