BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK HAPPY CAFÉ KARYA KOU MATSUZUKI, STUDI MORAL DAN SEMIOTIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK HAPPY CAFÉ KARYA KOU MATSUZUKI, STUDI MORAL DAN SEMIOTIK"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK HAPPY CAFÉ KARYA KOU MATSUZUKI, STUDI MORAL DAN SEMIOTIK 2.1 Defenisi Komik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komik adalah cerita bergambar (di majalah surat kabar,atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna dan lucu. Menurut Scott McCloud dalam buku Understanding Comics bahwa komik merupakangambar-gambar dan lambang-lambang lain yang tersusun dalam urutan tertentu untuk menyampaikan informasi dan atau mencapai tanggapan estetis dari pembaca (McCloud, 2002:9).Hampir seluruh teks komik tersusun dari hubungan antara gambar atau lambang visual dan kata-kata atau lambang verbal. Gambar dalam komik merupakan gambar-gambar statis yang berurutan yang saling berkaitan satu dengan yang lain yang membentuk sebuah cerita dan merupakan sarana komunikasi yang unggul. Sedangkan, fungsi kata-kata dalam komik adalah untuk menjelaskan, melengkapi, dan memperdalam penyampaian gambar dan teks secara keseluruhan.kata-kata biasanya ditampilkan dalam gelembung-gelembung atau balon-balon yang dikreasikan sedemikian rupa sehingga serasi dengan gambar-gambar.balon-balon teks itu dapat berupa ujaran atau pikiran dan perasaan tokoh (teks gelembung bicara dan gelembung pikiran), namun dapat juga berisi deskripsi singkat tentang sesuatu.gelembung-gelembung kata dan katakatanya biasanya juga dikreasikan dengan berbagai model sehingga tampak lebih kreatif dan menarik serta untuk menirukan bunyi-bunyi nonverbal.komik pun 14

2 dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi, sarana untuk menyampaikan cerita, pesan, dan bahkan sampai pada hal-hal yang berbau ilmiah sekalipun. Di Jepang, komik disebut dengan manga, perkembangan manga di Jepang sangatlah pesat, popularitas komik Jepang ini bahkan telah mendunia. Di Jepang komik digolongkan menurut usia dan jenis kelamin pembacanya.misalnya ada Shonen Magazine dan Shonen Jump, kedua-duanya mempunyai eksemplar jutaan dan komik yang paling besar di Jepang. Shonen artinya artinya anak lakilaki, berarti shonen manga artinya komik untuk anak laki-laki usia SD dan SMP. Ada juga Nakayoshi (artinya sahabat) dan Shojo Comic, majalah ini diterbitkan untuk anak perempuan usia SD dan SMP. Untuk para remaja diterbitkan juga majalah Young Comic dan Young Jump. Masih ada penggolongan lainnya yaitu Ladies Comic yaitu komik untuk perempuan yang usianya kira-kira tahun dan ada juga komik dewasa umum, yaitu komik yang diterbitkan khusus dewasa, dan remaja yang usianya di bawah 18 tahun tidak diperbolehkan untuk membelinya. Kebanyakan komik yang memiliki popularitas tinggi dijadikan anime (film animasi) yang mengangkat cerita dan tokoh dari komik tersebut, sehingga meningkatkan penjualan dan promosi kepada masyarakat, antara lain seperti Doraemon, Crayon Shinchan, Black Butler, Naruto, dan lain-lain. 2.2 Latar ( Setting) KomikHappy Cafe 15

3 Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana yang terjadi dalam cerita novel.latar berfungsi sebagai pendukung dan memberi nuansa makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Gambaran situasi yang jelas akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan pengarang (Aminuddin, 2000 : 68) Latar membantu kejelasan jalan cerita, Menurut Abrams dalam Zainuddin (2001 : 99) secara garis besar latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu: 1. Latar Tempat Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempattempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Komik Happy Café ini mengangkat kehidupan seorang remaja SMA yang bekerja part-time di sebuah kafe, sehingga komik ini memiliki latar tempatdi kafe Bonheur, sekolah dan apartemen tempat tinggal. 2. Latar Waktu Latar waktu mengarah pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut.dalam cerita non fiksi, latar waktu merupakan hal yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan kerancuan ceritanya itu sendiri. 16

4 Komik ini memiliki latar belakang cerita tentang keadaan kehidupan anak SMA yang bekerja part-time di jepang pada zaman modern, yaitu ketika tokoh utama Takamura Urubekerja di kafe Bonheur mulai dari musim dingin sewaktu dia kelas 2 SMA. 3. Latar Sosial Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan denganperilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalamkarya fiksi maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapatberupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,cara berpikir dan bersikap, dan lain sebagainya. Latar sosial jugaberhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,menengah atau tinggi.dalam komik ini pengarang banyak menampilkankehidupan sosial masyarakat muda di Jepang khususnya siswa SMA yang bekerja part-time di kafe dan restoran. Awalnya dalam bekerja part-timemereka merasa canggung antara satu sama lain, hal ini di akibatkan karena kurangnya interaksi sosial di antara mereka. Namun seiring berjalannya waktu mereka menjadi kompak karena adanya kerja sama dan penyesuaian diri sewaktu bekerja. 2.3 Studi Moral dan SemiotikSastra Studi Moral Kata moral berasal dari bahasa latinmores. Mores berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan.moral dengan demikian dapat diartikan ajaran kesusilaan. Menurut Suseno (1989: 2-3) moral adalah suatu 17

5 pengukur apa yang baik dan buruk dalam kehidupan suatu masyarakat. Sedangkan etika adalah keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan masyarakat bersangkutan untuk mengetahui bagaimana seharusnya manusia menjalankan kehidupannya. Pesan moral dapat disampaikan melalui beberapa cara antara lain : melalui perbuatan, kata-kata yang secara langsung diungkapkan, khayalan, dan lain-lain. Ada perkataan lain yang mengungkapkan kesusilaan, yaitu etika. Perkataan etika berasal dari bahasa yunani: ethos dan ethikos yang berarti kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dari Salam dalam Reminisere (2011:18), terdapat keterangan bahwa moral adalah ajaran tentang baik-buruk perbuatan dan kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak. Dari beberapa keterangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yaitu memuat ajaran tentang baik-buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan dapat disebut memberikan penilaian etis atau moral. Sasaran dari moral adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan manusia. 18

6 Prinsip-Prinsip Dasar Moral 1. Prinsip Sikap Baik Sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap positif dan baik yaitu bahwa kita harus mengusahakan akibatakibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita dan tentunya kita harus bersikap baik terhadap orang lain. Prinsip moral dasar pertama disebut prinsip sikap baik. Prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip ini mempunyai arti yang amat besar bagi kehidupan manusia.sebagai prinsip dasar etika, prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang harus memahami segala sifat konkret, tindakan dan kelakuannya. Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya, kecuali ada khusus, kita harus mendekati siapa saja dan apa saja yang positif, dengan menghendaki yang baik baginya. Artinya, bukan semata-mata perbuatan baik dalam arti sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan baik terhadapnya.bersikap baik berarti, memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi dirinya, melainkan menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan, dan menunjang perkembangannya (Suseno, 1989:131). Bagaimana sifat baik itu harus dinyatakan secara konkret, tergantung pada apa yang baik dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut suatu pengetahuan tepat tentang realitas, supaya dapat diketahui apa yang masingmasing baik bagi yang bersangkutan. 19

7 2. Prinsip Keadilan Prinsip keadilan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja.tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, tidak hanya berlaku bagi benda-benda materiil, melainkan juga dalam hal perhatian dan cinta kasih.kemampuan hati kita juga terbatas.maka secara logis dibutuhkan prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan itu harus dibagi. Adil, pada hakikinya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja dan apa yang menjadi haknya. Karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntunan paling dasariah keadilan adalah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama (Suseno, 1989:132). Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Secara singkat, keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan, termasuk hal yang baik, dengan tidak melanggar hak seseorang. 3. Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri Prinsip ini menyatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri.prinsip ini berdasarkan paham bahwa manusia adalah person, pusat pengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk yang berakal budi (Suseno, 1989:133). Prinsip ini mempunyai dua arah.pertama, dituntut agar kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, atau diperbudak. Perlakuan tersebut tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka yang diperlukan demikian jangan 20

8 membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia melawan, sebab kita mempunyai harga diri. Kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar. Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti bahwa kewajibannya terhadap orang lain di imbangi oleh perhatian yang wajar terhadap dirinya sendiri. Sebagai kesimpulan, kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada orang lain, perlu di imbangi dengan sikap yang menghormati diri sebagai mahluk yang bernilai. Kita berbaik hati dan bersikap baik terhadap orang lain, dengan tetap memperhatikan diri sendiri Sikap-Sikap Kepribadian Moral 1. Kejujuran Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah kejujuran.tanpa kejujuran, kita sebagai manusia tidak dapat maju karena kita belum berani menjadi diri kita sendiri.tidak jujur berarti tidak se-iya sekata dan itu berarti bahwa kita belum sanggup untuk mengambil sikap lurus. Orang yang tidak lurus, tidak memgambil dirinya sendiri sebagai titik tolak, melainkan apa yang diperkirakan akan diharapkan oleh orang lain. Tanpa kejujuran, keutamaan moral lainnya akan kehilangan nilai. Bersikap baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran, adalah kemunafikan. Menurut Suseno (2010: ), bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua: sikap terbuka dan juga sikap fair (wajar). Dengan terbuka, tidak dimaksud bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita, 21

9 melainkan yang dimaksud ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai dengan keyakinan kita. Selanjutnya, orang yang jujur harus memperlakukan orang lain menurut standart-standart yang diharapkannya akan dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Ia menghormati hak orang lain, ia selalu akan memenuhi janji yang diberikan atau dikatakan, juga terhadap orang yang tidak dalam posisi untuk menuntutnya. Ia tidak pernah akan bertindak bertentangan dengan suara hati atau keyakinannya. 2. Nilai-Nilai Otentik Otentik berarti, kita menjadi diri kita sendiri. Otentik berarti asli.manusia otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya. 3. Kesediaan Untuk Bertanggung Jawab Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi dasar dalam kesediaan untuk bertanggung jawab.bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita, kita merasa terikat untuk menyelesaikannya. Kita akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut pengorbanan atau kurang menguntungkan bagi kita. Tugas itu bukan sekedar masalah dimana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa menimbulkan kesan yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu yang dimulai sekarang harus kita pelihara, kita selesaikan dengan baik. 22

10 Merasa bertanggung jawab berarti, bahwa meskipun orang lain tidak melihat, kita tidak merasa puas sampai pekerjaan itu selesai. Wawasan orang yang bersedia untuk bertanggung jawab secara tidak terbatas.ia tidak membatasi perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan kewajibannya, melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja ia berada. Ia bersedia untuk mengarahkan tenaga dan kemampuan ketika ia ditentang untuk menyelamatkan sesuatu. Ia bersikap positif, kreatif, kritis dan objektif (Suseno, 2010:146). Dan lagi, kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta dan untuk memberikan, pertanggung jawaban atas tindakan, atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Kalau ia ternyata lalai atau melakukan kesalahan, ia bersedia untuk dipersalahkan. Ia tidak pernah akan melempar tanggung jawab atas suatu kesalahan yang dilakukannya terhadap orang lain. Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah tanda kekuatan batin yang sudah matang. 4. Kemandirian Moral Kemandirian moral berarti bahwa kita tidak tentu harus ikut dengan berbagai pandangan moral yang dimiliki oleh lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian atau pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengan moral yang kita yakini. Menurut Suseno (2010:147), kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk mengambil sikap moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya. Mandiri secara moral berarti, bahwa kita tidak dapat dibeli oleh mayoritas, bahwa kita tidak akan pernah rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu 23

11 melanggar keadilan. Sikap mandiri pada hakikatnya merupakan kemampuan untuk selalu membentuk penilaian sendiri terhadap suatu masalah moral. 5. Keberanian Moral Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban, sekalipun tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan. Orang yang memiliki keutamaan itu tidak mundur dari tugas dan tanggung jawab, juga kalau ia mengisolasi diri, merasa malu, dicela, ditentang atau di ancam oleh banyak orang. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 2010:147) Keberanian moral berarti, berpihak pada yang lemah dan melawan yang kuat, yang memperlakukan silemah dengan tidak adil. Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali ia berani mempertahankan sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan lebih berani, dalam arti ia semakin dapat mengatasi perasaan takut dan malu. 6. Kerendahan Hati Keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian yang matang adalah kerendahan hati.kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri, melainkan bahwa kita melihat diri kita seadanya.kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya (Suseno, 2010:148).Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya, melainkan juga melihat kekuatannya. 24

12 Dalam bidang moral, kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan keterbatasan kebaikan kita, melainkan juga kita sadar bahwa kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral itu terbatas. Dengan rendah hati, kita benar-benar bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat lawan, bahkan untuk seperlunya, kita harus mengubah pendapat kita sendiri. Kerendahan hati tidak bertentangan dengan keberanian moral.tanpa kerendahan hati, keberanian moral mudah menjadi kesombongan, kita tidak rela memperhatikan orang lain, atau bahkan sebenarnya kita takut dan tidak berani membuka diri. Orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar, apabila benar-benar diberikan perlawanan.orang yang rendah hati tidak merasa bahwa dirinya terlalu penting Semiotik Sastra Semiotik berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti tanda.semiotik (Semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa fenomena masyarakat sosial dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Dalam pengertian yang lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya dan apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia. Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan perantaraan tanda-tanda manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya.sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun nonverbal.penelitian menggunakan 25

13 teori juga dapat mengarahkan hubungan teks sastra dengan pembaca.tanda yang dapat pada karya sastra menghubungkan antara penulis, karya sastra dan pembaca.dalam hubungan ini teks sastra adalah sarana komunikasi sastra antara pengarang dengan pembacanya. Jika pengarang dalam merefleksikan karya menggunakan kode atau tanda tertentu yang mudah dipahami oleh pembaca, maka karya tersebut akan mudah dipahami, tetapi sebaliknya jika tanda yang digunakan pengarang masih asing bagi pembaca, maka karya sastra tersebut akan sulit dipahami. Pada saat menggunakan kode tertentu kadang-kadang justru timbul makna baru. Menurut Preminger dalam Pradopo (2001:73) bahwa penerangan itu memandang bahwa studi sastra adalah usaha untuk menganalisis sebuah sistem tanda-tanda. Oleh karena itu penelitian harus menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.dalam menganalisis karya sastra, peneliti harus menganalisis tanda itu dan menentukan konvensi apa yang memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda yang menunjukkan sastra itu mempunyai makna. 2.4 Konsep Giri dan Ninjou serta Aplikasinya dalam Kehidupan Masyarakat Jepang Giri Kata girimempunyai bermacam-macam arti. Dilihat dari huruf kanjinya ( 義理 ) giriterdiri dari dua karakter kanji yaitu gi ( 義 ) yang memiliki arti keadilan, kewajiban, atau perasaan terhormat, dan ri ( 理 ) yang memiliki arti logika, atau teori. Apabila digabungkan kata giriberarti rasa tanggung 26

14 jawab atau kehormatan, atau hutang budi.girilebih menekankan kepada hutang budi seseorang terhadap orang lain. Hutang budi yang dimaksud adalah jika seseorang telah menerima sesuatu kebaikan dari orang lain, maka ia harus membalas kebaikan itu dengan memberikan kebaikan kepadanya. Kebaikan yang akan dibalas bisa dalam bentuk jasa, materi, atau bahkan harga diri dan sebagainya. Girimenurut Ruth Benedict (1982:125) adalah utang-utang yang wajib dibayar dalam jumlah yang tepat sama dengan kebaikan yang diterima dan ada batas waktunya. Dengan adanya ketentuan-ketentuan pembayaran ini, maka girimenjadi begitu mengikat orang Jepang sehingga pemberian dengan resiko giriini biasanya sedapat mungkin dihindari oleh orang Jepang.Dalam hal ini, apabila pembayaran ditangguhkan melewati jatuh temponya, maka utang bertambah besar seakan-akan terkena bunga. Giripada dasarnya, dirasakan sebagai beban yang berat bagi orang Jepang, maksudnya girimerupakan suatu tindakan yang terpaksa harus dikerjakannya atau dilakukannya karena ia telah menerima bantuan orang lain. Ruth Benedict (1982:125) menjelaskan bahwa giriberdasarkan tujuan kepada siapa akan diberikan balasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Giriterhadap dunia Yaitu kewajiban seseorang untuk membayar hutang budi kepada orang lain, meliputi kewajiban terhadap tuan pelindung, kewajiban terhadap sanak keluarga, kewajiban terhadap orang-orang yang bukan keluarga karena kebaikan 27

15 yang diterima oleh mereka misalnya hadiah atau uang, kewajiban terhadap keluarga tidak begitu dekat, seperti paman, bibi dan kemanakan. Giriterhadap dunia adalah suatu kewajiban untuk membayar kembali kebaikan-kebaikan.secara umum, girikepada dunia dapat digambarkan dalam hubungan-hubungan yang bersifat kontrak. Pernikahan di Jepang merupakan kontrak antara dua keluarga dan melaksanakan kewajiban-kewajiban kontrak tersebut terhadap keluarga mertua selama hidup seseorang adalah bekerja untuk giri sehingga bagi seorang istri yang tinggal dengan mertuanya maka hal tersebut dirasakan paling berat. Di Jepang sendiri ada istilah bagi keluarga mertua, yaitu bapak giri untuk sebutan bagi bapak mertua, dan ibu giri bagi ibu mertua (Benedict, 1982:141).Dalam hal ini semakin kaya keluarga suami, maka semakin besar pula pelayanan yang harus diberikan istri kepada keluarga suami dalam membalas budi. 2. Giriterhadap nama Yaitu kewajiban seseorang untuk membersihkan reputasinya dari penghinaan, atau tuduhan atas kegagalannya, kewajiban seseorang untuk tidak menunjukkan atau mengakui kegagalan atau ketidaktahuannya dalam melaksanakan jabatannya.kewajiban untuk mengindahkan sopan santun Jepang, misalnya mengekang emosi. Giriterhadap nama seseorang adalah kewajiban untuk menjaga agar reputasinya tidak ternoda. Giriterhadap nama juga menuntut tindakan-tindakan yang menghilangkan noda yang telah mengotori nama seseorang dan itu harus dihilangkan. 28

16 Giriterhadap nama juga mewajibkan seseorang untuk hidup sesuai kedudukan atau tempatnya di dalam bermasyarakat. Jika ada orang gagal dalam giri tersebut maka ia tidak berhak untuk menghormati dirinya sendiri. Dapat dikatakan bahwa konsep harga diri orang Jepang, merupakan salah satu manifestasi dari giriterhadap nama. Giriini banyak mencakup tingkah laku yang tenang dan terkendali. Orang Jepang berusaha untuk tidak memperlihatkan perasaan, pengendalian diri yang diharuskan dari seorang Jepang yang mempunyai hal ini merupakan bagian dari giriterhadap nama. Sebagai contoh, ketika terjadi gempa maka orang Jepang yang mempunyai harga diri ia tidak akan sibuk atau panik, tetapi ia akan berusaha membereskan barang-barang miliknya dengan sikap yang tenang. Benedict (1982: ) mengemukakan bahwa membayar giri seharusnya keluar dari hati dan tidak dinodai dengan ketidaksenangan. Tapi pada kenyataannya, seringkali pemenuhan kewajiban giridipenuhi rasa ketidaksenangan dan keterpaksaan untuk melakukan sesuatu bagi orang lain. Namun orang Jepang akan tetap melakukan girisekalipun itu bertentangan dengan keinginannya, karena jika tidak melakukannya, maka ia akan dicap sebagai orang yang tidak tahu giridan merasa malu dengan masyarakat. Orang Jepang menganggap gagal orang yang tidak membayar kembali giriyang diterimanya, sehingga dengan kata lain orang Jepang harus membayar kembali setiap perbuatan baik, pemberian, atau janji-janjinya kepada orang lain. Pada umumnya nilai pengembalian girisama dengan apa yang telah diterima sebelumnya, tapi terkadang nilai pengembalian giri bisa menjadi lebih besar jika 29

17 waktu pengembalian giri dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan selain itu juga memberikan penghormatan kepada pemberi sebelumnya Ninjou Ninjouterdiri dari dua karakter kanji yaitu nin( 人 ) yang memiliki arti orang atau manusia. Dan jou( 情 ) yang memiliki arti emosi, perasaan, cinta kasih.sehingga ninjou( 人情 ) berarti kebaikan hati manusia.ninjouinitimbul dari hati yang paling dalam karena adanya perasaan kemanusiaan itu sendiri sehingga menyebabkan munculnya suatu kebaikan. Ninjousecara umum merupakan perasaan manusia yang merupakan perasaan kasih sayang, perasaan cinta, perasaan belas kasih, rasa simpati, rasa iba hati yang dirasakan terhadap orang lain seperti hubungan orang tua dengan anaknya atau antara kekasihnya. Ninjouini berlaku bagi setiap orang dalam semua hubungan di berbagai lingkup kehidupan, baik antara ayah dan anaknya, hubungan sepasang kekasih, maupun hubungan antarsesama. Ninjoumerupakan perasaan yang muncul tanpa adanya maksud tertentu dan memperlihatkan adanya ketulusan dari hati manusia itu sendiri.semua orang di belahan bumi mana pun mempunyai perasaan tersebut, hanya istilahnya saja yang berbeda.di Jepang perasaan manusiawi tersebut disebut dengan ninjou. 30

18 2.5 Biografi Pengarang Kou Matsuzuki lahir pada tanggal 3 Oktober, dan tinggal di perfektur Aichi di Jepang.Beliau berprofesi sebagai mangaka (kartunis).beliau mulai aktif membuat komik semenjak tahun 2003 dan masih berlangsung hingga sekarang.komik beliau yang pertama kali dijadikan buku adalah Happy Café, komik ini pertama kali dirilis tanggal 20 Desember 2004, dan berakhir pada tahun Komik ini menjadi salah satu komik terlaris di Jepang dan telah diadaptasi ke dalam anime. Kou Matsuzuki tidak banyak menceritakan tentang kehidupan pribadinya. Selain menulis komik Happy Café, Kou Matsuzuki juga membuat beberapa seri komik lainnya di majalah Hana To Yume seperti Hana to Ageha, Summer, Ouji to Majou to Himegimi to, Ahiru Kakumei, Gokujou Sweet, Happy Honey, Orenji Tenshi, and Ramune Bannouyaku. 31

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Nilai Moral Menurut Suseno (1987: 19) kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Pengertian moral tidak hanya mengacu pada baik buruknya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspekaspek

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspekaspek BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspekaspek yang menyangkut masalah yang akan diteliti sehingga ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB I Tinjauan Umum Etika

BAB I Tinjauan Umum Etika BAB I Tinjauan Umum Etika Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis Pembahasan mengenai: Pengertian etika Hubungan

Lebih terperinci

Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis

Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis Pembahasan mengenai: Pengertian etika Hubungan etika dengan moral Hubungan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Jepang telah banyak memberikan inspirasi

Bab 1. Pendahuluan. Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Jepang telah banyak memberikan inspirasi Bab 1 Pendahuluan 1.1 latar belakang Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Jepang telah banyak memberikan inspirasi kedisiplinan dalam tatanan hidup umat manusia sebagai makhluk sosial secara menyeluruh.

Lebih terperinci

Pengertian Etika. Nur Hidayat TIP FTP UB 2/18/2012

Pengertian Etika. Nur Hidayat  TIP FTP UB 2/18/2012 Nur Hidayat http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id TIP FTP UB Pengertian Etika Berasal dari Yunani -> ethos artinya karakter, watak kesusilaan atau adat. Fungsi etika: Sebagai subjek : Untuk menilai apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan

Lebih terperinci

ETIKA. Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.

ETIKA. Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. PENGERTIAN ETIKA ETIKA Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Fungsi Etika Sebagai subjek : Untuk menilai apakah tindakan-tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini tampaknya komik merupakan bacaan yang digemari oleh para anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun tempat persewaan buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komik dan novel, sering digambarkan masyarakat Jepang mengekspresikan rasa terima

BAB I PENDAHULUAN. komik dan novel, sering digambarkan masyarakat Jepang mengekspresikan rasa terima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Jepang memiliki rasa terima kasih yang tinggi. Dalam beberapa film, drama, komik dan novel, sering digambarkan masyarakat Jepang mengekspresikan rasa terima

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Berdasarkan pustaka yang telah dikumpulkandari penelitiansebelumnya,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Berdasarkan pustaka yang telah dikumpulkandari penelitiansebelumnya, 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan pustaka yang telah dikumpulkandari penelitiansebelumnya, ada beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah suatu hal yang yang tidak bisa lepas dari diri seorang manusia, dalam pribadi setiap manusia pasti memiliki rasa cinta atau rasa ingin tahu terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak adalah karya sastra yang dari segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak. Bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP MORAL, MORAL BUSHIDO DAN KOMIK. Kata moral berasal dari bahasa latin Mores. Mores berasal dari kata mos

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP MORAL, MORAL BUSHIDO DAN KOMIK. Kata moral berasal dari bahasa latin Mores. Mores berasal dari kata mos BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP MORAL, MORAL BUSHIDO DAN KOMIK 2.1 Defenisi Moral Kata moral berasal dari bahasa latin Mores. Mores berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. karakter manusia, melebur dalam masyarakat dan berbaur menjadi satu,

Bab 1. Pendahuluan. karakter manusia, melebur dalam masyarakat dan berbaur menjadi satu, Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masyarakat merupakan ruang lingkup yang luas dalam kehidupan. Bermacammacam karakter manusia, melebur dalam masyarakat dan berbaur menjadi satu, membentuk keragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS S k r i p s i Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah 14 BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Landasan Teori/Metode 4.1.1 Teori membuat Komik Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah Gambar-gambar dan lambing-lambang yang terjukstaposisi dalam turutan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan aspek moral tokoh utama dalam novel Alif karya Taufiqurrahman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu hasil karya manusia baik lisan maupun nonlisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetik (keindahan

Lebih terperinci

BAB I. dalam dialog komik membuat pembaca secara langsung mampu. mengintepretasikan gambaran perasaan yang sedang di alami tokoh.

BAB I. dalam dialog komik membuat pembaca secara langsung mampu. mengintepretasikan gambaran perasaan yang sedang di alami tokoh. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran komik dalam ranah komunikasi dan seni visual sudah bukan menjadi hal yang asing. Komik merupakan bentuk komunikasi visual yang memiliki kekuatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang dituangkan dalam bahasa. Kegiatan sastra merupakan suatu kegiatan yang memiliki unsur-unsur seperti pikiran,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Masyarakat Agraris 2.2 Pekerjaan Tenaga Kerja Tani Padi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Masyarakat Agraris 2.2 Pekerjaan Tenaga Kerja Tani Padi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Masyarakat Agraris Guna meneliti etika ketenagakerjaan yang ada di masyarakat maka diperlukan gambaran masyarakat tersebut. Gambaran masyarakat agraris yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegigihan adalah semangat pantang menyerah yang harus dimiliki untuk mencapai kesuksesan. Setiap manusia harus dapat membiasakan diri melihat setiap masalah yang muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam hidup manusia, pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun non formal. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

PENTINGNYA ETIKA PROFESI

PENTINGNYA ETIKA PROFESI Apakah etika, dan apakah etika profesi itu PENTINGNYA ETIKA PROFESI Muhammad Sholeh Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah sekelompok orang yang menempati suatu wilayah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah sekelompok orang yang menempati suatu wilayah tertentu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekelompok orang yang menempati suatu wilayah tertentu yang secara langsung atau tidak langsung saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhannya

Lebih terperinci

Etika Dan Filsafat Komunikasi

Etika Dan Filsafat Komunikasi MODUL PERKULIAHAN Etika Dan Filsafat Komunikasi PokokBahasan : Etika & Moral Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Fakultas Ilmu Periklanan MK 85009 Komunikasi (Marcomm) 04 Abstract Komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN ETIKA (I)

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN ETIKA (I) PANCASILA SEBAGAI LANDASAN ETIKA (I) Modul ke: 08 Udjiani Fakultas EKONOMI DAN BISNIS A. Pengertian Etika B. Etika Pancasila Hatiningrum, SH.,M Si Program Studi Manajemen A. Pengertian Etika. Pengertian

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN NILAI ETIKA

PENGERTIAN DAN NILAI ETIKA ETIKA PROFESI (di-copy-paste bulat-bulat dari: http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/ ETIKA-PROFESI-PENGERTIAN-ETIKA-PROFESI.ppt Copyright 2011-2015 marnotanahfpub Theme by NeoEase, modified by DataQ.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Giri dan Ninjou Dalam Budaya Masyarakat Jepang

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Giri dan Ninjou Dalam Budaya Masyarakat Jepang Bab 2 Landasan Teori 2.1 Giri dan Ninjou Dalam Budaya Masyarakat Jepang Menurut Kusunoki (1993:6) yang dituntut dari Japanologi adalah studi gejala-gejala budaya yang begitu luas yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi membuat dunia transparan seolah olah tidak mengenal batas antar Negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi membuat dunia transparan seolah olah tidak mengenal batas antar Negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semangat perjuangan bangsa Indonesia merupakan kekuatan mental spiritual yang dapat melahirkan sikap perilaku heroik dan patriotik serta menumbuhkan kekuatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. makhluk lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari pasti mengalami apa itu proses. dalam kehidupan sosial (Soekanto, 1996: 140).

II. KAJIAN PUSTAKA. makhluk lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari pasti mengalami apa itu proses. dalam kehidupan sosial (Soekanto, 1996: 140). II. KAJIAN PUSTAKA 1.1 Interaksi Sosial Manusia merupakan makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia dilahirkan dimuka bumi ini untuk saling bersosialisasi dengan makhluk

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa

Lebih terperinci

Oleh. Salamun Rohman Nudin, S.Kom., M.Kom Etika Profesi/ Teknik Informatika Untag Surabaya

Oleh. Salamun Rohman Nudin, S.Kom., M.Kom Etika Profesi/ Teknik Informatika Untag Surabaya ETIKA, MORAL dan AKHLAK Oleh Salamun Rohman Nudin, S.Kom., M.Kom / Teknik Informatika Untag Surabaya Materi 1. ETIKA 2. MORAL 3.AKHLAK Pengertian Etika Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk tercapainya suatu tujuan dalam hidup bermasyarakat setiap individu mempunyai urusan yang berbeda-beda. Tujuan tersebut bisa tercapai ketika individu mau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian sastra pada hakikatnya merupakan penerapan pendekatan ilmiah terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Psikologi berasal dari kata Yunani, psycheyang berarti jiwa dan logosyang berarti ilmu atau ilmu pengetahuan (Jaenudin, 2012:1). Psikologi terus berkembang seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Akan tetapi, perkembangan teknologi dan industri yang menghasilkan budaya teknokrasi

BAB I PENDAHULUAN. ini. Akan tetapi, perkembangan teknologi dan industri yang menghasilkan budaya teknokrasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah hamba Allah yang termulia yang melebihi makhluk mana pun di dunia ini. Akan tetapi, perkembangan teknologi dan industri yang menghasilkan budaya

Lebih terperinci

BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA. Henry Anggoro Djohan

BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA. Henry Anggoro Djohan BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA Henry Anggoro Djohan Pengertian Etika Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk tentang hak dan kewajiban moral Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak Nilai mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan di mana pun berada. Pendidikan sangat penting artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi kehidupan manusia. Ia tidak

Lebih terperinci

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis MATERI KULIAH ETIKA BISNIS Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis Latar Belakang Di zaman yang serba modern ini, nilai, etika, norma,dan moral seringkali diabaikan oleh rakyat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan psikis seorang manusia. Pada usia tersebut, terjadi pematangan fisik yang siap merespon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keteladanan berasal dari kata teladan yaitu hal - hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Keteladanan mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan pribadi seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah ungkapan jiwa.sastra merupakan wakil jiwa melalui bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya mempunyai berbagai permasalahan yang kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut menyangkut berbagai hal, yakni permasalahan

Lebih terperinci

Pengertian etika = moralitas

Pengertian etika = moralitas Pengertian etika Meet-1 Creat By.Hariyatno.SE,Mmsi 1. Pengertian Etika Etika berasal dari dari kata Yunani Ethos (jamak ta etha), berarti adat istiadat Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata-kata yang indah, gaya bahasa, dan gaya bercerita yang menarik (Zainuddin, 1992:99).

BAB I PENDAHULUAN. kata-kata yang indah, gaya bahasa, dan gaya bercerita yang menarik (Zainuddin, 1992:99). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan, penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa, dan gaya bercerita yang menarik (Zainuddin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memenuhi hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DAN ETIKA PROFESI

KOMUNIKASI DAN ETIKA PROFESI KOMUNIKASI DAN ETIKA PROFESI Modul ke: 01Fakultas Ilmu Komputer Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id Pokok Bahasan : Pengertian etika dasar Metode etika Kebebasan dan tanggung jawab Anggun

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Menurut Davies dan Osamu Ikeno (2002:95), giri merupakan kunci dalam

Bab 2. Landasan Teori. Menurut Davies dan Osamu Ikeno (2002:95), giri merupakan kunci dalam Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Giri( 義理 ) Menurut Davies dan Osamu Ikeno (2002:95), giri merupakan kunci dalam memahami konsep budaya Jepang dan karakteristik tertentu pola perilaku di antara masyarakat

Lebih terperinci

Catatan Kuliah Etika Profesi. 14 Mei 2012

Catatan Kuliah Etika Profesi. 14 Mei 2012 Catatan Kuliah Etika Profesi na 14 Mei 2012 2 Daftar Isi I Pengantar 3 1 Seonggok Sirih 5 1.1 Latar Belakang................................. 5 2 Tinjauan Umum Etika 7 2.1 Pengertian Etika dan Moral..........................

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

PANCASILA. Pancasila Sebagai Sistem Etika. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

PANCASILA. Pancasila Sebagai Sistem Etika. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen PANCASILA Modul ke: Pancasila Sebagai Sistem Etika Fakultas Ekonomi dan Bisnis Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id 1. Pengertian Etika Istilah etika sering pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karya satra merupakan hasil dokumentasi sosial budaya di setiap daerah. Hal ini berdasarkan sebuah pandangan bahwa karya sastra mencatat kenyataan sosial budaya

Lebih terperinci

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi Pertemuan 1 Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi 1.1. Norma Norma (dalam sosiologi) adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui

Lebih terperinci

PANCASILA sebagai SISTEM ETIKA. Modul ke: 09TEKNIK. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur

PANCASILA sebagai SISTEM ETIKA. Modul ke: 09TEKNIK. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur Modul ke: PANCASILA sebagai SISTEM ETIKA Fakultas 09TEKNIK Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur Pokok Bahasan Pendahuluan A. Pengertian Etika B. Aliran-aliran Etika 1) Etika Deontologi 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

ETIKA BISNIS DAN PROFESI PPAK

ETIKA BISNIS DAN PROFESI PPAK ETIKA BISNIS DAN PROFESI 1 PPAK Pengertian Etika Etika bisa berarti sama atau berbeda dengan moralitas. Pengertian 1: Etika = moralitas Etika berasal dari kata Yunani Ethos (jamak: ta etha) yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Chaer (2011: 1) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi, bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Etika kerja pada perusahaan sangat berperan penting dalam menjalankan arus kerja karyawan di dalam kantor. Etika kerja ini bermaksud agar para karyawan menjalankan pekerjaannya secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang yang kemudian lahir sebuah karya

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Bangsa Jepang merupakan bangsa yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai

Bab 5. Ringkasan. Bangsa Jepang merupakan bangsa yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Bab 5 Ringkasan Bangsa Jepang merupakan bangsa yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai tradisionalnya. Walaupun kini bangsa Jepang merupakan bangsa yang sudah sangat modern dan maju, namun mereka tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan cerita dongeng. Dongeng merupakan bentuk sastra lama yang bercerita tentang suatu kejadian yang luar biasa yang penuh khayalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesulitan menuangkan ide-ide dalam bentuk tulisan. Bisa karena terbiasa. terkungkung dalam keterbelakangan dan kebodohan.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesulitan menuangkan ide-ide dalam bentuk tulisan. Bisa karena terbiasa. terkungkung dalam keterbelakangan dan kebodohan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minimnya kebiasaan menulis merupakan salah satu penyebab siswa SMK kesulitan menuangkan ide-ide dalam bentuk tulisan. Bisa karena terbiasa menjadi ungkapan yang cocok

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental dari objek atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental dari objek atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah rancangan atau buram surat; ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

Seni Menata Hati Dalam Bergaul

Seni Menata Hati Dalam Bergaul Seni Menata Hati Dalam Bergaul Oleh : Turmudi Pergaulan yang asli adalah pergaulan dari hati ke hati yang penuh keikhlasan, yang insya Allah akan terasa sangat indah dan menyenangkan. Pergaulan yang penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cerita fiksi merupakan suatu ciptaan imajinatif dari seorang pengarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cerita fiksi merupakan suatu ciptaan imajinatif dari seorang pengarang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerita fiksi merupakan suatu ciptaan imajinatif dari seorang pengarang dengan menggunakan media bahasa untuk menyampaikan sesuatu kepada pembacanya. Melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, prosesnya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, prosesnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, prosesnya dapat dilakukan baik secara formal maupun non formal. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang

Lebih terperinci