BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak mengalami proses tumbuh kembang yang di mulai sejak dari dalam kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Setiap tahapan proses tumbuh kembang anak mempunyai ciri khas tersendiri, sehingga jika terjadi masalah pada salah satu tahapan tumbuh kembang tersebut akan berdampak pada kehidupan selanjutnya. Tidak semua anak mengalami proses tumbuh kembang secara wajar sehingga terdapat anak yang memerlukan penanganan secara khusus. Cerebral Palsy adalah kerusakan susunan syaraf pusat yang terjadi pada masa pertumbuhan, bersifat permanen dan nonprogresif. Artinya, kerusakan yang terjadi pada otak akan menetap pada lokasi yang sama. Kerusakan itu tidak akan berpindah ataupun menyebar ke tempat lain. CP tidak menular dan bukan penyakit keturunan. CP dapat terjadi selama proses kehamilan, dalam proses kelahiran ataupun setelah bayi lahir (pascakelahiran). Cerebral Palsy Merupakan sekelompok gangguan gerak atau postur yang disebabkan oleh lesi yang tidak progresif yang menyerang otak yang sedang berkembang atau immature. Lesi yang terjadi sifatnya menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai akibat proses pertumbuhan dan maturasi otak. Kerusakan jaringan saraf yang tidak progresif pada saat prenatal dan sampai 2 tahun post natal termasuk dalam kelompok Cerebral Palsy (Hinchcliffe, 2007). Pada umumnya permasalahan pada kondisi CP spastik diplegi adalah terjadi peningkatan tonus otot-otot postur karena adanya spastisitas yang kemudian akan mempengaruhi kontrol gerak. Adanya spastisitas akan berakibat pada gangguan postur, kontrol gerak, keseimbangan, dan koordinasi yang pada akhirnya akan mengganggu aktifitas fungsional anak penderita CP. Apabila keadaan tersebut tidak segera memperoleh penanganan yang tepat maka akan berpotensi terjadinya permasalahan baru, sehingga akan semakin memperburuk postur tubuh, keseimbangan dan pola jalan yang benar. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, penanganan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik, mekanik), pelatihan fungsi komunikasi.

2 Berdasarkan definisi diatas, maka fisioterapis sebagai tenaga kesehatan yang professional mempunyai kemampuan dan keterampilan yang sangat besar untuk mengembangkan, mencegah, mengobati dan mengembalikan gerak dan fungsi seseorang dalam seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Anak yang mengalami cerebral palsy akan memiliki banyak permasalahan pada gerak dan fungsi tubuhnya, diantaranya adalah keseimbangan berdiri disebabkan oleh tonus postural yang abnormal. Fisioterapi pada kasus cerebral palsy berperan dalam memperbaiki postur, Treatment yang digunakan fisioterapi dalam meningkatkan kemampuan fungsional berdiri sangat beragam salah satunya dengan menggunakan tehnik berdiri di standing frame dan trunk control exercise yang bertujuan untuk memperbaiki postur dan melatih otot-otot pada saat berdiri terutama pada otot tungkai bagian bawah. Trunk Control Exercise merupakan latihan yang diberikan baik pasif maupun aktif ke seluruh luas gerak tubuh dengan tujuan untuk memperbaiki co-contraksi otot-otot trunk dan untuk memperoleh fleksibilitas dari trunk yang diharapkan dapat memperbaiki postur pada kondisi CP diplegi spastik yang cenderung kifosis. Pada akhir gerakan pasif dapat disertai dengan pemberian stretching ( penguluran jaringan ) dan elongasi (pemanjangan trunk ke arah atas). Standing frame adalah alat untuk latihan berdiri dengan posisi yang benar. Standing frame juga berguna untuk meregangkan otot-otot dan merangsang saraf-saraf di bagian persendian. Dengan berlatih menggunakan standing frame, anak dapat merasakan posisi menumpu berat badannya. B. Identifikasi Masalah Masalah yang paling utama pada Cerebral Palsy adalah gangguan gerak dan fungsi yang disebabkan oleh tonus postural yang abnormal. Cerebral Palsy dapat di klasifikasikan menjadi 4 bagian berdasarkan tonus posturalnya yaitu Cerebral Palsy tipe Spastic, Athetoid, Ataxia dan Hypotonia. Perbedaan tonus postural pada Cerebral Palsy tergantung kepada bagian otak yang memiliki kerusakan. Karena adanya tonus postural yang abnormal, menyebabkan anak dengan Cerebral Palsy memiliki keterlambatan perkembangan motorik kasar. Adanya abnormalitas tonus postural ( spastisitas ) menyebabkan kontrol gerak yang tidak terkendali sehingga mempengaruhi postur tubuh. Apabila tidak segera ditangani maka

3 akan terjadi permasalahan lain berupa deformitas yaitu kontrakur otot, kekakuan sendi, skoliosis. Tipe yang sering di jumpai adalah cerebral palsy spastic. Cerebral palsy spastic adalah kondisi dimana tonus otot meningkat, sehingga menyebabkan kekakuan dan kesulitan bergerak. Permasalahan yg biasa terjadi pada kondisi Cerebral Palsy spastic diplegi adalah derajat peningkatan tonus otot-otot postur karena adanya spastisitas yang akan berpengaruh pada kontrol gerak, keseimbangan berdiri dan koordinasi gerak yang akan berpotensi terganggunya aktifitas fungsional sehari-hari. Oleh karena itu tujuan fisioterapi dalam hal ini adalah untuk membandingkan efek penambahan intervensi Trunk Control Exercise pada intervensi Standing Frame dengan intervensi Standing Frame saja dapat meningkatkan kemampuan fungsional Postural pada anak Cerebral Palsy tipe spastik diplegia. C. Perumusan Masalah 1. Apakah Standing Frame dapat meningkatkan kemampuan fungsional postural pada anak Cerebral Palsy tipe spastic diplegia di klinik Kitty Centre? 2. Apakah penambahan Trunk Control Exercise pada intervensi Standing Frame dapat meningkatkan kemampuan fungsional postural pada anak Cerebral Palsy tipe spastic diplegia di klinik Kitty Centre? 3. Apakah penambahan Trunk Control Exercise pada intervensi Standing Frame lebih baik dalam meningkatkan kemampuan fungsional postural pada anak Cerebral Palsy tipe spastic diplegia di klinik Kitty Centre? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan fungsional postural antara pemberian penambahan Trunk Control Exercise pada intervensi Standing Frame dengan Standing Frame pada anak Cerebral Palsy tipe spastic diplegia di klinik Kitty Centre 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan fungsional postural pada anak Cerebral Palsy tipe spastic diplegia di klinik Kitty Centre pada pemberian Standing Frame.

4 b. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan fungsional postural pada anak Cerebral Palsy tipe spastic diplegia di klinik Kitty Centre dengan penambahan Trunk Control Exercise pada intervensi Standing Frame. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada institusi mengenai pengaruh intervensi Standing Frame dan Trunk Control Exercise terhadap kemampuan fungsional Postural anak Cerebral Palsy tipe spastic diplegia. 2. Bagi Pendidikan Hasil penelitian ini diharakan dapat digunakan sebagai referensi tambahan peningkatan kemampun fungsional postural pada anak Cerebral Palsy tipe spastic diplegia dan diharapkan menjadi bahan kajian untuk diteliti lebih lanjut. 3. Bagi Peneliti Adanya penelitian ini, membuat peneliti dapat mengetahui sejauh mana pengaruh intervensi yang diberikan pada anak Cerebral Palsy tipe spastic diplegia.

5 BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS 2.1. Deskripsi Teoritis Cerebral Palsy Secara definisi, Brunner dan Suddarth mengartikan kata cerebral itu sendiri adalah otak, sedangkan palsy adalah kelumpuhan, kelemahan, atau kurangnya pengendalian otot dalam setiap pergerakan atau bahkan tidak terkontrol. Kerusakan otak tersebut mempengaruhi sistem dan penyebab anak mempunyai koordinasi yang buruk, keseimbangan yang buruk, pola-pola gerakan yang abnormal atau kombinasi dari karakter-karakter tersebut (Hidayat, 2010). Menurut Dag Moster pada tahun 2010, Cerebral Palsy merupakan sebagian besar penyebab umum kecacatan fisik di masa kecil, dengan keterbatasan yang menetap pada seluruh kehidupan. Cerebral palsy ditandai dengan gangguan gerakan nonprogressif dan postur tubuh, dianggap hasil dari penyimpangan terhadap otak selama masa perkembangan janin atau awal kehidupan anak. Sarah Mcintyre pada tahun 2012, mengatakan bahwa Cerebral palsy merupakan cacat fisik yang paling umum terjadi pada masa kanak-kanak. Cerebral palsy menggambarkan sekelompok gangguan gerakan dan postur yang juga sering disertai dengan gangguan dan masalah muskuloskeletal sekunder. Insiden anak-anak yang mengalami kelainan cerebral palsy mencapai 50-65%. United Cerebral Palsy Association merumuskan Cerebral Palsy sebagai suatu kumpulan keadaan, biasanya pada masa kanak-kanak, yang ditandai dengan kelumpuhan, kelemahan, tidak adanya koordinasi atau penyimpangan fungsi motorik yang disebabkan gangguan pada pusat kontrol motorik di otak. Sedangkan menurut Kuban, pada anak-anak hubungan antara lesi pada sistem saraf pusat dan gangguan fungsi yang dapat berubah. Abnormalitas pada tonus motorik atau gerakan yang terjadi pada beberapa minggu atau beberapa bulan pertama kelahiran, secara teratur akan meningkat selama tahun pertama kehidupan. Namun setelah anak berusia lebih dari satu tahun, tonus motorik menjadi berkurang, dimana kondisi ini terus berlanjut hingga akhirnya ia didiagnosa menderita cerebral palsy. Cerebral palsy merupakan kondisi neuromuskuler nonprogresif terdiri dari serangkaian sindrom yang dihasilkan dari kerusakan otak. Insiden cerebral palsy sekitar orang di Amerika Serikat memiliki beberapa derajat cerebral palsy, 2 sampai 3 dari

6 1.000 bayi lahir dengan cerebral palsy, 40% sampai 50% anak lahir dengan cerebral palsy yang prematur, lahir dengan berat badan rendah antara 1500g dan 2499g dikelahiran, dan 63,5 per 1000 kelahiran anak hidup dengan berat badan kurang dari 1500g, atau anak lahir cerebral palsy prematur disertai dengan berat badan yang rendah. Cerebral palsy bukanlah suatu penyakit tertentu melainkan gangguan atau kelainan disebabkan oleh kerusakan permanen otak pada periode prenatal dan perinatal. ini mungkin melibatkan kelemahan otot, kekakuan, atau kelumpuhan, keseimbangan berkurang, gerakan tidak teratur, dan tidak terkoordinasi. Berdasarkan definisi tentang cerebral palsy di atas, penulis menyimpulkan bahwa cerebral palsy merupakan suatu kelainan yang didapat sejak masa kanak-kanak, membuat menjadi lemah, mengalami kelumpuhan, terganggunya gerakan dan postur tubuh, tidak ada keseimbangan tubuh yang disebabkan karena adanya gangguan sistem saraf motorik ETIOLOGI CEREBRAL PALSY Etiologi cerebral palsy: a. Prenatal: Genetik atau kongenital (misalnya, anoxia, infeksi, alkohol atau penyalahgunaan obat, ketidakcocokan Rh, dan gangguan metabolisme, kurangnya asam folat) b. Natal: Anoksia, perdarahan. c. Postnatal: cedera kepala, infeksi, neoplasma, anoksia. Berdasarkan penelitian di Pakistan tahun 2014, faktor risiko paling umum yang menyebabkan terjadinya cerebral palsy yaitu adanya hubungan atau pertalian darah, kejang neonatal, infeksi selama kehamilan dan kurangya perawatan antenatal. Penyebab prenatal adalah trauma ibu, kekurangan gizi, infeksi selama kehamilan dan kelahiran ganda. Di antara semua ini faktor, adanya infeksi atau demam selama kehamilan lebih menonjol dalam masyarakat. Data yang dikumpulkan oleh National Institutes of Health Collaborative Perinatal Project (NCPP) mengungkapkan bahwa infiltrat inflamasi yang sedang sampai yang parah hadir dalam plasenta meningkatkan risiko mengembangkan cerebral palsy baik bagi bayi prematur dan bayi cukup bulan. Selain itu, hubungan yang signifikan antara berat badan lahir rendah dan cerebral palsy telah terlihat dalam berbagai penelitian Western. Persalinan yang tidak dilakukan di rumah sakit juga menimbulkan risiko yang berhubungan dengan cerebral palsy seperti asfiksia pada saat lahir. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,

7 umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. Peran asfiksia pada saat lahir dalam penyebab cerebral palsy telah sangat dibahas dan menentang seluruh literatur yang ada. Studi Western menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan, sedangkan negara-negara berkembang terutama India Utara, Nigeria dan Malta menemukan sangat sugestif sejarah asfiksia pada anak-anak saat lahir KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK CEREBRAL PALSY Cerebral palsy tipe Spastic Tipe spastic adalah yang paling umum dari kasus cerebral palsy. Presentase kejadiannya yaitu 50% sampai 70%. Ada berbagai tingkat cerebral palsy tipe spastic. Penyebabnya bervariasi ada yang ringan mempengaruhi beberapa gerakan sedangkan penyebab yang lebih parah dapat menyebabkan pengaruh bagi seluruh tubuh. Spastic berarti kekakuan atau keketatan otot-otot. Otot-otot ini menjadi kaku karena pesan pada otot disampaikan secara tidak benar oleh bagian otak yang rusak. Pada orang normal ketika akan melakukan suatu gerakan, maka terjadi kesepakatan dari dua kelompok otot, yaitu ketika satu kelompok melakukan suatu gerakan maka kelompok otot yang lain akan melakukan pengenduran. Namun pada penderita cerebral palsy tipe spastic kedua kelompok otot ini melakukan secara bersama-sama sehingga membuat gerakan menjadi sulit. Anak yang termasuk dalam cerebral palsy tipe spastic mempunyai ciri hipertabilitas yang melibatkan otot sehingga bila diberikan sedikit rangsangan akan menimbulkan kontraksi berlebihan, lengan, kaki dan kepala seakan tertekuk, terbatasnya otot leher sehingga menimbulkan gerakan berputar pada kepala, sulitnya mempertahankan postur tegak, kurangnya koordinasi intraoral, perioral, dan otot pengunyahan; memungkinan gangguan pengunyahan dan menelan, drooling berlebihan, lidah seakan terdorong keluar dan gangguan bicara. Tipe spastic terbagi menjadi: a. Monoplegia Pada monoplegia, hanya satu ekstrimitas saja yang mengalami spastic, umumnya hal ini terjadi pada salah satu lengan/ekstrimitas atas. b. Diplegia

8 Spastic diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas. Hal ini disebabkan oleh spastic yang menyerang traktus kortikospinal bilateral. Dapat terjadi pada kedua lengan atau kedua kaki pada tubuh. Sedangkan sistem-sistem lain normal. c. Hemiplegia Spastic yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang biasanya menyerang ekstrimitas atas/ektremitas bawah, menyerang lengan dan kaki pada salah satu sisi tubuh. 12 d. Triplegia Spastic pada triplegia menyerang tiga buah ekstrimitas, umumnya menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki. e. Quadriplegia Spastic yang tidak hanya menyerang ekstrimitas atas, tetapi juga ekstrimitas bawah dan juga terjadi keterbatasan (paucity) pada tungkai Cerebral Palsy tipe Athetosis Tipe athetosis adalah kelainan yang disebabkan oleh luka pada sistem ekstra piramida yang terletak pada otak depan maupun tengah. Tipe ini terjadi sekitar 15% sampai 20% dari orang yang terkena. Diskinesia atau palsy athetoshis ditandai dengan ciri hipotonia dan pergerakan lambat pada ekstremitas, bahu, otot wajah, dan gerakan menggeliat tak terkendali. Orang dengan tipe ini sering mengalami perubahan dalam otot di semua anggota tubuh mereka, otot menjadi kaku saat melakukan aktivitas dan normal saat tidur. Berbicara juga bisa sulit untuk dipahami karena kesulitan dalam mengendalikan lidah, pernapasan dan penggunaan pita suara. Masalah pendengaran juga dapat terkait dengan athethosis. Selain itu, gerakan involunter seperti menyeringai, menggeliat dan menyentak secara tiba-tiba akan mengganggu gerakan volunter. Selain itu anak-anak dengan cerebral palsy tipe athetosis memiliki insiden drooling lebih rendah dibandingkan dengan tipe cerebral palsy spasticity Ataxia Kondisi ataxia tidak begitu umum dibandingkan dengan spasticity dan athetosis. Kondisi ini disebabkan oleh luka pada otak kecil yang terletak dibagian belakang kepala (cerebellum) yang bekerja sebagai pengontrol keseimbangan dan koordinasi pada kerja otot. Angka kejadian tipe ini yakni 5% hingga 10%.

9 Anak yang termasuk dalam cerebral palsy ataxia memiliki ciri keseimbangan terganggu, pergerakan mengulang, refleks hipoaktif, terjadinya nistagmus yaitu gerakan ritmik pada mata yang tidak terkontrol sering menyebabkan penurunan ketajaman visual, gerakan involunter, terutama pada inisiasi dan penghentian gerak, sehingga terjadi lintasan gerak yang tidak teratur (dysynergia) atau berjalan tidak secara garis lurus, tremor terminal, dan melampaui tungkai (dysmetria). Ketika berbicara bisa menjadi dysrhythmic (scanning dysarthria) dan artikulasi tidak jelas, dengan pengontrolan napas yang tidak teratur. Sulit menelan atau tersedak juga mungkin terjadi. Otot menunjukkan penurunan tonus, sehingga pemeliharaan postur tubuh buruk dan mengurangi kemampuan untuk memeriksa gerakan yang berlebihan (pulih atau bergoyang) Cerebral palsy tipe Campuran Cerebral palsy tipe ini memiliki frekuensi kejadian 5% sampai 10%. Dua atau lebih jenis yang muncul pada orang yang sama. Kombinasi karakteristiknya misalnya campuran spasticathetoid quadriplegia. Kekakuan otot berada dalam keadaan kontraksi konstan. Kondisi ini ditandai dengan jangka waktu yang lama di mana otot-otot ekstremitas atau batang tubuh tetap kaku, menolak setiap upaya untuk memindahkan mereka TINGKAT KERUSAKAN CEREBRAL PALSY Menurut Mangunsong (2011), tingkat kerusakan atau berat ringannya kerusakan cerebral palsy bisa dibagi menjadi: a. Tingkat ringan, dengan gejala: 1. Anak dapat berjalan dan berbicara 2. Anak dapat menjalankan fungsi-fungsi tubuh dalam aktivitas sehari-hari 3. Gangguan gerakan yang dialami anak tidak banyak b. Tingkat sedang, dengan ciri-ciri: 1. Anak memerlukan pengobatan untuk gangguan bicara, memerlukan latihan gerak motorik, dan latihan perawatan diri sendiri 2. Biasanya mempergunakan alat bantu gerak (brace atau tongk c. Tingkat berat, dengan karakteristik: 1. Anak memerlukan pengobatan dan perawatan dalam alat gerak motoriknya 2. Anak kurang mampu menjalankan aktivitas sehari-hari 3. Anak tidak mampu berjalan dan berbicara (kelumpuhan) 4. Prognosanya buruk

10 MANIFESTASI UMUM Karena keterlibatan sistem motorik pada cerebral palsy, hasil dari kerusakan permanen berkembang pada otak, gejala lain dari kerusakan otak organik juga dapat terjadi. Berikut ini adalah beberapa manifestasi umum pada cerebral palsy: a. Keterbelakangan mental. Sekitar 60% dari orang-orang dengan cerebral palsy menunjukkan beberapa derajat keterbelakangan mental. b. Gangguan kejang. Kejang biasa menyertai cerebral palsy pada 30% sampai 50% kasus, yang terjadi terutama selama masa bayi dan anak usia dini. Kejang dapat dikontrol dengan obat antikonvulsan. c. Defisit sensorik atau disfungsi. Pendengaran yang menurun lebih umum terdapat pada cerebral palsy dari pada populasi normal lainnya, dan gangguan mata mempengaruhi sekitar 35% dari orang dengan cerebral palsy. Cacat visual yang paling umum adalah strabismus. d. Gangguan bicara. Lebih dari separuh pasien dengan cerebral palsy memiliki beberapa masalah-ucapan, biasanya dysarthria yaitu ketidakmampuan untuk mengartikulasikan kata-kata dengan baik karena kurangnya kontrol dari otot-otot bicara. e. Kontraktur yang bersamaan. Orang dengan kelenturan dan kekakuan menunjukkan postur tungkai yang abnormal dan kontraktur selama pertumbuhan, terutama karena tidak berfungsinya otot Kontrol Postural Pengertian Secara terminologi kontrol postural dapat diartikan mekanisme tubuh untuk mempertahankan dirinya agar tetap seimbang dan tidak jatuh, sedangkan kontrol antigravitasi adalah kemampuan tubuh untuk menjaga tubuh tetap tegak dalam posisi tertentu. Kontrol postural mempunyai hubungan yang erat dengan kontrol motor karena pada perkembangan motor, gerakan tubuh yang tidak bermakna lebih dulu ada sebelum munculnya kestabilan gerak, baru kemudian muncul mobilitas gerak yang terkontrol (Odunaiya, 2009). Kontrol postural merupakan prasyarat performa motor yang efisien. Postur tergantung pada kapabilitas daya tahan kontraksi otot, sedangkan gerakan sering memerlukan kecepatan dan kekuatan otot. Selama tubuh berdiri tegak, subjek normal mengontrol postur tegaknya dengan gerakan-gerakan yang kecil yang terbentuk di bagian-bagian tubuh yang berbeda. Posisi yang optimal selama berdiri dengan seimbang memerlukan pengaturan letak center of

11 gravity (COG), misalnya untuk mengatasi agar tidak terjadi goyahan tubuh kearah lateral, kaki diposisikan sedikit membuka. Dalam berdiri dengan seimbang pun diperlukan kemampuan untuk berpindah dari posisi berdiri seimbang tanpa menggunakan bantuan lengan. Hal ini termasuk dalam kemampuan untuk menggeser berat badan kearah lateral dan anterioposterior dan untuk membuat gerakan kearah vertikal lebih fleksibel. Aktivitas postural spesifik untuk tugas-tugas keseimbangan, dan selama berdiri tegak, tidak memerlukan aktivasi otot secara volunter (Kejonen, 2009). Respon motor yang pertama adalah reflek spinal. Peran dari Stretch reflek adalah untuk mendapatkan kembali stabilitas postural dengan respon otot yang cepat. Gerakangerakan yang mengancam keseimbangan badan dideteksi oleh propioseptor pada tendon dan otot, yang mengawali aksi otot yang pertama dengan mengkontraksikan otot-otot tertentu pada seluruh tubuh. Reflek tidak berkontribusi secara langsung pada perbaikan keseimbangan. Respon yang pertama untuk menahan agar tubuh tidak jatuh merupakan reaksi otomatis. Reaksi-reaksi ini dikoordinir dan disampaikan melalui reflek-reflek vestibulospinal dan mempengaruhi semua otot pada kedua tungkai, trunk, dan leher (Kejonen, 2009). Reaksi gerak refleksif dan gerak otomatis mempunyai mekanisme yang kontras, sedangkan gerak volunter merupakan gerakan yang disadari dan geraknya sangat bervariasi. Penyesuaian postur memindahkan posisi COG secara volunter. Contohnya, abduksi lengan kanan menyebabkan COG bergeser kearah kanan Susunan saraf Sistem sensoris Gagasan dasar dari sistem sensoris adalah untuk menyediakan informasi ke sistem mengenai statusnya dan begitu juga lingkungan sekitarnya. Informasi yang didapatkan ditransfer dari reseptor menuju SSP melalui serabut aferen (Campbell, 2008) Vestibular Di telinga terdapat saluran yang berbentuk setengah lingkaran dengan sensitif merespon perubahan percepatan gerak pada frekuensi antara 0,2-10 Hz, maka dari itu sistem ini haruslah aktif pada waktu dimulainya gerakan hingga gerakan berakhir, sedangkan otholiths beroperasi pada frekuensi rendah yakni kurang dari 5 Hz dan menyediakan informasi yang mempunyai percepatan liniar, contohnya gravitasi. Informasi dari otholit dan saluran

12 setengah lingkaran tersebut disampaikan ke nukleus vestibular di batang otak yang juga menerima informasi dari sumber lain. Reflek vestibulo-ocular menstabilkan penglihatan dengan menghasilkan gerakan mata pada arah yang berlawanan pada saat rotasi kepala, dan tujuan utama reflek tersebut adalah untuk menstabilisasi kepala dan tubuh. Mekipun sistem vestibular berkontribusi terhadap persepsi dari orientasi tubuh dan berpengaruh pula terhadap kontrol postur, beberapa studi menunjukkan bahwa sistem vestibular tidak memainkan peranan penting pada persepsi terhadap goyahan selama dalam posisi berdiri statis yang normal (Kejonen, 2009) Visual Informasi visual dikirim dari retina setidaknya ke dua tempat yang berbeda di otak dan dengan tujuan yang berbeda pula yakni, sistem fokal untuk identifikasi obyek dan ambientsystem untuk kontrol gerak. Pada kemudiannya juga menunjukkan bahwa hal tersebut mempengaruhi kestabilan dan keseimbangan tubuh. Penglihatan sangat penting untuk kontrol postur dan berpengaruh terhadap keseimbangan dengan bereaksi untuk bergerak sejalan dengan pergeseran gambaran relatif pada retina, dan juga memicu aktivasi otot yang diperlukan untuk mengkoreksi postur. Efisiensi visual terhadap kontrol postural tergantung pada ketajaman visual dan jarak benda, yang mana paling baik adalah benda dengan jarak kurang dari 2m, dan kualitas penerangan. Hal ini telah dilaporkan bahwa ketika horison dimanipulasi, maka isyarat visual dan vestibular saling bertentangan, lansia lebih menaruh kepercayaannya pada isyarat penglihatan daripada orang yang lebih muda (Kejonen, 2009) Proprioseptif Sistem somatosensoris memberikan informasi yang berhubungan dengan posisi tubuh oleh proprioseptor dan reseptor eksteroseptif. Reseptor proprioseptif terletak di otot, tendon, dan sendi, dan mereka memberikan informasi tentang posisi ekstrimitas dan tubuh serta peningkatan tensi pada masing-masing otot. Proprioseptor terdapat pada perut otot (tipe Ia dan II), golgi tendon (Ib), dan reseptor sendi. Informasi eksteroreseptif diperoleh dari tipe reseptor tepi yang berbeda di telapak kaki. Reseptor eksteroreseptif terletak di jaringan kutan dan subkutan. Reseptor kulit yang paling utama adalah Meissner corpuscles dan 24 Merkel disks, yang terletak paling dekat dengan permukaan kulit, serta Ruffini-ending dan Pacinian corpuscles, yang letaknya lebih dalam (Kejonen, 2009). Reseptor pada kapsul sendi memberikan informasi tentang gerak dan posisi relatif dari sendi tersebut. Sedangkan pada perut otot memberikan informasi tentang perubahan panjang

13 dan tensi otot (penguluran dinamis), serta dapat pula diaktivasi dengan mengulur otot yang bersangkutan secara pasif. Sebagai tambahan pada sistem aferen, serabut intrafusal di perut otot juga menerima input eferen via γ-motoneuron. Reseptor tepi mendeteksi ayunan tubuh, sedangkan mekanoreseptor dapat membedakan lokasi dan kecepatan perlekukkan kulit, seperti halnya percepatan dan perubahan tekanan (Kejonen, 2009). Ada beberapa input penting untuk kontrol postural selama berdiri yang dihasilkan oleh proprioseptor. Pertama, informasi dari sendi pergelangan kaki harus dikenali, sebagaimana hal tersebut diakibatkan oleh gerakan pusat gravitasi, menghasilkan torsi disekitar sendi pergelangan kaki. Kedua, informasi dari otot leher memberikan acuan penting mengenai gerakan kepala dalam hubungannya dengan tubuh. Dan ketiga, otot-otot mata menggambarkan posisi mata dalam hubungannya dengan kepala (Kejonen, 2009) Sistem motoris Beberapa bagian dari SSP yang terdiri dari medula spinalis dan otak turut ambil bagian dalam mengontrol postur. Stimulus ke neuron kortikal sebagian besar datang dari nuklei di thalamus yang mentransmisikan informasi dari medula spinalis, bangsal ganglia, dan cerebellum, serta dari area korteks frontal dan parietal. Respon yang paling pertama dan paling cepat untuk merubah posisi ketika berdiri dipicu oleh reflek-reflek spinal. Gerak volunter yang diperlukan untuk menyeimbangkan postur direncanakan oleh otak. Perintah dari otak dikirim ke otot melalui sistem piramidal dan ekstrapiramidal. Stimulus yang keluar dari area korteks motor juga diproyeksikan ke bangsal ganglia, cerebrum, dan nukleus berwarna merah. Bangsal ganglia mengambil peran dalam fasilitasi dan perencanaan gerak reflek dan volunter selama mengontrol postur. Cerebellum dan koneksinya beranggung jawab terhadap koordinasi dan kehalusan gerak reflek, dan regulasi dari gerakan volunter (Kejonen, 2009) Sistem muskuloskeletal Meskipun otot-otot betis lebih dahulu teraktivasi untuk memberikan kontrol postural selama tubuh bergerak, ko-aktivasi dari otot postural yang paling utama seperti otot leher, hamstring, soleus, dan otot-otot supraspinalis terdapat dalam kebutuhan ini. Terlepas dari masalah ini, bagaimanapun beberapa otot lain juga berpartisipasi dalam dihasilkannya gerakan-gerakan reflektif dengan waktu laten yang berbeda dan gerakan-gerakan volunter untuk menyeimbangkan posisi tubuh. Kapanpun otot terulur, reseptor proprioseptif dalam

14 otot dan tendon memberikan sinyal mengenai perubahan panjang otot ke mekanisme sentral dari sistem kontrol postural (Kejonen, 2009). Kontrol postural memerlukan koordinasi dari kontraksi otot. Sebagaimana otot bekerja terhadap sendi dalam menyeimbangkan tubuh, khususnya peran sendi pergelangan kaki, lutut, dan panggul sangatlah penting. Bagaimanapun, peneliti-peneliti lain telah menunjukkan mekanisme aktif dari stabilisasi postural pada waktu berdiri dengan seimbang, dimana otot dan reseptor kulit memainkan peran yang penting (Kejonen, 2009) Integrasi Komponen-Komponen Berbeda Pada Sistem Kontrol Postural Untuk lebih memastikan bahwa kontrol postural telah memadai, stimulus sensoris harus diintegrasikan di SSP untuk menghasilkan output yang adekuat. Informasi sensoris dari visual, vestibular, serta proprioseptif dan sistem eksteroreseptif digunakan sebagai input. Jean (2006) mendemonstrasikan bahwa meskipun tidak ada feedback dari perifer, serabut aferen memicu stretch refleks, sedangkan pada level yang lebih tinggi di SSP, hubungan antar neuron menjembatani respon gerak yang lebih rumit. Pada efektor, prasyarat yang penting untuk menyeimbangkan tubuh adalah kemampuan untuk memilih respon yang lebih tepat, untuk memodifikas respon-respon tersebut pada basis dari input sensoris, dan akhirnya untuk menghasilkan kebutuhan akan kontraksi otot untuk menjaga postur. Mobilisasi trunk merupakan suatu teknik penguluran jaringan sekitar persendian lumbal untuk mempermudah gerakan yang maksimal (Thelen et al, 1993 dikutip oleh Waluyo, 2008). Gerakan mobilisasi trunk diberikan secara pasif ke seluruh luas gerak tubuh (fleksi, ekstensi, side fleksi dan rotasi trunk). Tujuan dari mobilisasi trunk adalah untuk memperbaiki co-contraksi otot-otot trunk dan untuk memperoleh fleksibilitas dari trunk. Pada akhir gerakan pasif dapat disertai dengan pemberian stretching (penguluran jaringan lunak) dan elongasi (pemanjangan trunk ke arah atas). Dengan penguluran yang dilakukan secara pasif akan dapat memanjangkan jaringan lunak sehingga menurunkan kekakuan atau spastisitas (Kisner dan Colby, 2007). Penguluran secara pasif diharapkan dapat memberikan efek rileksasi pada grup otot yang mengalami spastik. B. Kerangka Berpikir Cerebral palsy dapat disebabkan oleh berbagai faktor resiko diantaranya yang umum terjadi dalam medis adalah gangguan pembuluh darah otak yang mengganggu

15 sirkulasi darah ke otak, abnormalitasnya perkembangan otak dikarenakan oleh premature atau operasi kelahiran yang dibuat lebih cepat dari masa normalnya, abrupsi plasenta atau pecahnya plasenta, fetomaternal hemorragik atau pendarahan pada masa perkembangan fetus, infark palsenta atau perdarahan plasenta, paparan virus oleh lingkungan yang banyak mengandung mikroorganisme sehingga merusak sel-sel otak, infeksi susunan saraf pusat oleh berbagai hal, tenggelam yang secara tidak sengaja masuknya air ke dalam otak, hipoksia atau kekurangan oksigen, serta gangguan metabolisme tubuh. Apabila salah satu atau gabungan dari beberapa hal tersebut terjadi pada masa maturasi sisitem saraf pusat maka seorang anak kemungkinan besar akan mengalami cerebral palsy.

16 - gangguan pembuluh darah otak - abnormalitas perkembangan otak - abrupsi plasenta - fetomaternal hemoragik - infark placenta - paparan virus - infeksi susunan saraf pusat - tenggelam, hipoksia - gangguan metabolisme Gangguan maturasi susunan saraf pusat Cerebral Palsy Gangguan pada postur Gangguan keseimbangan berdiri Penambahan Latihan berdiri di standing frame dan latihan trunk control Trunk Control Exercise Peningkatan kemampuan trunk control

17 C. Kerangka Konsep Cerebral palsy merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidaknormalan dari fungsi otak yang disebabkan gangguan pada area motoriknya sehingga mengakibatkan distribusi permasalahan dari lokalisasi area otak yang yang mempengaruhi segala sistem gerak dan fungsi tubuh. Gangguan pembuluh darah otak, abnormalitas perkembangan otak, abrupsi plasenta, fetomaternal hemoragik, infark placenta, dan terpapar virus di lingkungan pada masa maternal juga dapat menyebabkan terjadinya cerebral palsy. Anak dengan cerebral palsy memiliki permasalahan hampir disemua sistem tubuh, terutama pada sistem persarafan, sistem muskuloskeletal, sistem kardiorespirasi, dan sistem pencernaan. Dikarenakan banyaknya permasalahan yang menyertai anak dengan cerebral palsy, pada penelitian ini hanya dibatasi pada gangguan keseimbangan berdiri saja. Trunk Control Exercise merupakan latihan yang diberikan baik pasif maupun aktif ke seluruh luas gerak tubuh dengan tujuan untuk memperbaiki co-contraksi otot-otot trunk dan untuk memperoleh fleksibilitas dari trunk yang diharapkan dapat memperbaiki postur pada kondisi CP diplegi spastik yang cenderung kifosis. Pada akhir gerakan pasif dapat disertai dengan pemberian stretching ( penguluran jaringan ) dan elongasi (pemanjangan trunk ke arah atas). Standing frame adalah alat untuk latihan berdiri dengan posisi yang benar. Standing frame juga berguna untuk meregangkan otot-otot dan merangsang saraf-saraf di bagian persendian. Dengan berlatih menggunakan standing frame, anak dapat merasakan posisi menumpu berat badannya. Perpaduan intervensi latihan berdiri di standing frame dan trunk control exercise pada kasus gangguan keseimbangan berdiri pada anak dengan cerebral palsy diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam meningkatkan kemampuan trunk control.

18 D. Hipotesis 1. Penambahan trunk control exercise pada latihan berdiri di standing frame meningkatkan keseimbangan berdiri pada anak cerebral palsy. 2. Latihan berdiri di standing frame meningkatkan keseimbangan berdiri pada anak cerebral palsy. 3. Penambahan trunk control exercise pada latihan berdiri di standing frame lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan berdiri pada anak cerebral palsy.

19 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian ini akan dilakukan di Klinik Kitty Centre Jakarta. 2. Waktu Waktu penelitian direncanakan akan berlangsung selama 2 bulan, yakni pada Desember 2015 sampai dengan Februari B. Metode Penelitian ini bersifat pre-test, post-test, eksperimental control group desain. Kelompok perlakuan pertama : penambahan trunk control exercise pada latihan berdiri di standing frame. Kelompok perlakuan kedua : pemberian latihan berdiri di standing frame. Keterangan: P R S : Populasi : Random : Sampel RA : Random Alokasi O1 : Observasi 1 (anak CP sebelum diberikan perlakuan 1) O2 : Observasi 2 (anak CP setelah diberikan perlakuan 1)

20 O3 : Observasi 3 (anak CP sebelum diberikan perlakuan 2) O4 : Observasi 4 (anak CP sesudah diberikan perlakuan 2) P1 : Perlakuan 1 (Penambahan trunk control exercise pada latihan berdiri di standing frame) P2 : Perlakuan 2 (latihan berdiri di standing frame) C. Populasi dan Sampel Pengambilan sample dengan menggunakan perhitungan rumus Pocock (2008): n = 2δ 2 (μ2-μ1) 2 x ʃ(α,β) Keterangan: n = Jumlah sample. δ = Simpangan baku/ standar deviasi. α = Tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05) Interval kepercayaan (1- α) = 0,95. β = Tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,20). Tingkat kekuatan uji/ power of test 0,80. ʃ(α,β) = Interval kepercayaan 7,9. μ2 = Rerata nilai pada kelompok kontrol. = Rerata nilai pada kelompok perlakuan. μ1 1. Kriteria Inklusi a). Anak dengan cerebral palsy tipe spastik diplegia. b). Usia 2 tahun sampai dengan 10 tahun. c). Mengalami gangguan keseimbangan berdiri. d). Orang tua mau dan dapat diajak bekerja sama dalam penelitian. 2. Kriteria Eksklusi a). Mengidap gangguan neurologis lain selain cerebral palsy seperti Down Syndrome, Autisme, Hydrochepalus. b). Memiliki riwayat kanker atau tumor atau penyakit menular.

21 3. Kriteria Drop Out a). Sampel yang tidak menjalani perlakuan sebanyak 6 kali terapi akan digugurkan sebagai sampel penelitian. b). Orang tua sampel menyatakan berhenti atas kemauan diri sendiri. c). Sampel mendapat perlakuan atau tindakan lain diluar perlakuan terapi, seperti pengobatan tradisional. D. Instrument Penelitian 1. Variabel Penelitian a). Variabel Independent : (1) Penambahan trunk control exercise pada latihan berdiri di standing frame. (2) latihan berdiri di standing frame. b). Variabel Dependen : (1) Keseimbangan berdiri pada anak cerebral palsy. Defenisi Konseptual Sarah Mcintyre pada tahun 2012, mengatakan bahwa Cerebral palsy merupakan cacat fisik yang paling umum terjadi pada masa kanak-kanak. Cerebral palsy menggambarkan sekelompok gangguan gerakan dan postur yang juga sering disertai dengan gangguan dan masalah muskuloskeletal sekunder. Insiden anak-anak yang mengalami kelainan cerebral palsy mencapai 50-65%. United Cerebral Palsy Association merumuskan Cerebral Palsy sebagai suatu kumpulan keadaan, biasanya pada masa kanak-kanak, yang ditandai dengan kelumpuhan, kelemahan, tidak adanya koordinasi atau penyimpangan fungsi motorik yang disebabkan gangguan pada pusat kontrol motorik di otak. Sedangkan menurut Kuban, pada anak-anak hubungan antara lesi pada sistem saraf pusat dan gangguan fungsi yang dapat berubah. Abnormalitas pada tonus motorik atau gerakan yang terjadi pada beberapa minggu atau beberapa bulan pertama kelahiran, secara teratur akan meningkat selama tahun pertama kehidupan. Namun setelah anak berusia lebih dari satu tahun, tonus motorik menjadi berkurang, dimana kondisi ini terus berlanjut hingga akhirnya ia didiagnosa menderita cerebral palsy.

22 2. Definisi Operasional Dalam penelitian ini intervensi akan diterapkan sesuai dengan waktu dan kemampuan pasien dalam menjalani terapi. Penerapan intervensi trunk control exercise akan dilakukan sebanyak 6 kali pada setiap sampel dengan durasi 30 menit per sesi latihan ditambah 30 menit selanjutnya dengan latihan berdiri di standing frame sebanyak 6 kali sesi intervensi. Intervensi bisa dilakukan berturut-turut setiap hari ataupun sesuai jadwal kedatangan sample asalkan jumlahnya mencukupi 6 kali dan tiak melebihi batas waktu penelitian yang diterapkan yakni 2 bulan. 3. Instrument Penelitian Pemeriksaan Aktifitas Fungsional Pemeriksaan aktifitas fungsional disesuaikan dengan kemampuan anak dan dilakukan untuk menilai seberapa besar tingkat kemandirian anak, apakah anak dapat melakukan aktifitas sehari-hari nya secara mandiri, dibantu sebagian atau sepenuhnya. Untuk melakukan pemeriksaan ini dapat digunakan Gross Motor Function Measurement (GMFM). GMFM adalah suatu jenis pengukuran klinis untuk mengevaluasi perubahan fungsi gross motor pada penderita CP. Terdiri dari 88 item pemeriksaan, aktifitas pada posisi berbaring dan berguling (17 item), duduk (20 item), berlari dan melompat (12 item). Penilaian GMFM terdiri dari 4 skor yaitu 0, 1, 2 dan 3 yang masing-masing mepunyai arti yang sama meskipun deskripsinya berbeda tergantung item kemampuan yang dinilai. Keterangan nilai GMFM, sebagai berikut: 0: tidak memiliki inisiatif; 1: ada inisiatif; 2: sebagian dilengkapi; 3: dilengkapi; NT: Not Tested (tidak di tes). Teknik Analis Data Dalam menganalisa data yang didapat dari hasil pengukuran peningkatan keseimbangan berdiri dengan menggunakan GMFCS & GMFCS yang selanjutnya akan terlihat perubahan tingkat kemampuan keseimbangan berdiri. Dalam menganalisa data yang telah diperoleh, maka peneliti menggunakan beberapa uji statistik, antara lain : 1. Uji Hipotesis I Untuk menguji signifikasi dua sample yang saling berpasangan (related) pada kelompok perlakuan I dengan menggunakan Paired Sample T-test jika data berdistribusi normal. Jika data tidak berdistribusi normal dengan Wilcocxon Signed

23 Rank Test. Dengan pengujian hipotesis Ho diterima bila nilai p > nilai α (0,05), sedangkan Ho ditolak bila p < nilai α (0,05). Ho : Tidak ada peningkatan fungsi menelan pada penerapan trunk control exercise dan latihan berdiri di standing frame Ha : Ada peningkatan fungsi menelan pada penerapan trunk control exercise dan latihan berdiri di standing frame. 2. Uji Hipotesis II Untuk menguji signifikasi dua sample yang saling berpasangan (related) pada kelompok perlakuan II dengan menggunakan Paired Sample T-test jika data berdistribusi normal dan homogen. Jika data tidak berdistribusi normal dengan Wilcocxon Signed Rank Test. Dengan pengujian hipotesis Ho diterima bila nilai p > nilai α (0,05), sedangkan Ho ditolak bila p < nilai α (0,05). Ho : Tidak ada peningkatan keseimbangan berdiri pada pemberian latihan berdiri di standing frame. Ha : Ada peningkatan keseimbangan berdiri pada pemberian latihan berdiri di standing frame. 3. Uji Hipotesis III Untuk menguji signifikasi dua sample yang saling berpasangan pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II dengan T-test Independent jika data berdistribusi normal dan homogen. Jika data tidak terdistribusi normal dengan Mann- Whitney U Test. Dengan penguji hipotesis Ho diterima bila nilai p > nilai α (0,05), sedangkan Ho ditolak bila p < nilai α (0,05). Ho : Tidak lebih baik peningkatan fungsi menelan pada penambahan trunk control exercise terhadap latihan berdiri di standing frame. Ha : Lebih baik peningkatan fungsi menelan pada penambahan trunk control exercise terhadap latihan berdiri di standing frame.

24

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cerebral palsy (CP). CP merupakan gangguan kontrol terhadap fungsi motorik

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cerebral palsy (CP). CP merupakan gangguan kontrol terhadap fungsi motorik BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa tumbuh kembang anak adalah masa yang sangat beresiko bagi setiap kehidupan anak,maka sangat penting untuk memperhatikan semua aspek yang mendukung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai akibat. dalam kelompok CP (Hinchcliffe, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai akibat. dalam kelompok CP (Hinchcliffe, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak jenis kecacatan yang terjadi pada anak, diantaranya adalah Cerebral Palsy (CP). CP merupakan sekelompok gangguan gerak atau postur yang disebabkan oleh lesi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan masyarakat merupakan persoalan bersama yang harus menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Salah satu bagian dari program kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Data akurat tentang jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor

BAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi keberhasilan tumbuh kembang anak. Salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH MOBILISASI TRUNK TERHADAP PENURUNAN SPASTISITAS PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI

PENGARUH MOBILISASI TRUNK TERHADAP PENURUNAN SPASTISITAS PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI PENGARUH MOBILISASI TRUNK TERHADAP PENURUNAN SPASTISITAS PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah terindah dalam keluarga. Setiap orang tua mengharapkan memiliki anak yang normal, namun sering hidup tidak berjalan seperti yang kita inginkan.

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DI YPAC SURAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DI YPAC SURAKARTA 1 KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DI YPAC SURAKARTA Diajukan Guna Melengkapi Tugas- Tugas Dan Memenuhi Syarat-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara hakikat sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan khusus karena anak-anak tersebut sama dengan anak-anak pada umumnya yang memiliki kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan tumpuan masa depan dan generasi selanjutnya bagi kehidupan dunia dimasa yang akan datang. Dalam hal ini kesehatan bagi anak merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

BAHASAN SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN

BAHASAN SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN HAMBATAN MOTORIK BAHASAN 1. SISTEM OTOT TULANG, SENDI DAN OTOT SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK 2. SISTEM OTOT SARAF : MENGENDALIKAN FUNGSI DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG 3. SISTEM OTOT, TULANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerebral palsy (CP) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan kata cerebral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Cerebral Palsy (CP) adalah suatu kelainan gerak dan. kerusakan atau gangguan disel-sel motorik pada susunan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Cerebral Palsy (CP) adalah suatu kelainan gerak dan. kerusakan atau gangguan disel-sel motorik pada susunan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Definisi Cerebral Palsy (CP) Cerebral Palsy (CP) adalah suatu kelainan gerak dan postur tubuh yang tidak progresif, dan disebabkan oleh karena kerusakan

Lebih terperinci

SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009

SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009 SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009 TUNA DAKSA Tuna Daksa(cacat tubuh) adalah kelainan pada tulang, otot atau sendi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan setiap perkembangan dan pertumbuhan bayi atau anak mereka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah cerebral palsy (CP). CP merupakan kelainan atau

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah cerebral palsy (CP). CP merupakan kelainan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa tumbuh kembang anak adalah masa yang sangat riskan bagi setiap kehidupan anak, maka sangat penting untuk memperhatikan semua aspek yang mendukung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rutinitas yang padat dan sangat jarang melakukan aktifitas olahraga akan. penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit stroke.

BAB I PENDAHULUAN. rutinitas yang padat dan sangat jarang melakukan aktifitas olahraga akan. penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit stroke. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bertambahnya usia, kondisi lingkungan yang tidak sehat, baik karena polusi udara serta pola konsumsi yang serba instan ditambah lagi dengan pola rutinitas yang padat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh ideal merupakan impian semua orang di dunia ini, tidak termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu mereka tidak segan- segan melakukan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat non progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. CP

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat non progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. CP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cerebral palsy merupakan suatu kelainan atau kerusakan pada otak yang bersifat non progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. CP terjadi akibat kerusakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak adalah kondisi Cerebral Palsy (Rosenbaum, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak adalah kondisi Cerebral Palsy (Rosenbaum, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum tujuan pembangunan bangsa Indonesia yaitu memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi palsi serebral Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan. pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan. pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB I PENDAHULUAN Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap individu agar terwujud derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun pada anak dengan hambatan tumbuh kembang. Pembangunan. tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi

BAB I PENDAHULUAN. maupun pada anak dengan hambatan tumbuh kembang. Pembangunan. tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis dikenalkan pada anak. menyikapi fenomena perilaku anak ( Gleen doman, 2005 )

BAB I PENDAHULUAN. mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis dikenalkan pada anak. menyikapi fenomena perilaku anak ( Gleen doman, 2005 ) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia balita merupakan usia perkembangan pesat sel otak anak. Pada masa usia emas seperti ini, kemampuan otak menangkap informasi sangatlah cepat. Pada usia emas ini

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental murni. Dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental murni. Dengan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental murni. Dengan menggunakan rancangan penelitian pre and post test control group design, dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan di mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak dan berpindah tempat dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan baik secara volunter

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA Oleh : Nugroho Budhi Apriliono J100070018 Diajukan guna

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) DI YPAC SURAKARTA

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) DI YPAC SURAKARTA PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) DI YPAC SURAKARTA DisusunOleh: Agus Maryanto J 100 070 047 PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan tumbuh kembang pada anak merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi dan informasi dalam ilmu kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke kini telah menjadi perhatian dunia, menurut World Stroke

BAB I PENDAHULUAN. Stroke kini telah menjadi perhatian dunia, menurut World Stroke 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke kini telah menjadi perhatian dunia, menurut World Stroke Organization (WSO) telah menetapkan stroke sebagai wabah dunia. Angka kejadian stroke dunia saat ini

Lebih terperinci

Topografi: Letak gangguan di otak Etiologi: Penyebab dan saat terjadinya gangguan

Topografi: Letak gangguan di otak Etiologi: Penyebab dan saat terjadinya gangguan Cerebral Palsy Assessment Assessment Cerebral Palsy Gangguan motorik UMN atau LMN? Keterlambatan perkembangan motorik atau CP? Fungsional: Kemampuan dan keterbatasan fungsi motorik Topografi: Letak gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak penyandang disabilitas, sering dibahasakan dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 %

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global angka pertumbuhan lansia semakin hari semakin meningkat dan sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, atau 58 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga,

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat. maturasi serebral (Mahdalena, Shella. 2012).

BAB I PENDAHULUAN. progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat. maturasi serebral (Mahdalena, Shella. 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerebral Palsy adalah gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak,di dalam susunan syaraf pusat, bersifat kronik dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang. merokok dan minum-minuman keras. Mereka lebih memilih sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang. merokok dan minum-minuman keras. Mereka lebih memilih sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang sangat penting bagi manusia. kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori 1. Stroke Non Hemoragik Menurut kriteria WHO, stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial, dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan

Lebih terperinci

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Pedologi Cedera Otak dan Penyakit Kronis Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Apakah yang Dimaksudkan dengan Kelumpuhan Otak itu? Kelumpuhan

Lebih terperinci

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya tingkat sosial dalam kehidupan masyarakat dan ditunjang pula oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak pada peningkatan usia harapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian. usia minimal 60 tahun yang telah memenuhi kriteria inklusi dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian. usia minimal 60 tahun yang telah memenuhi kriteria inklusi dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini berjumlah 26 orang lansia dengan usia minimal 60 tahun yang telah memenuhi kriteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi sampai lanjut usia (lansia). Lanjut usia (lansia) merupakan kejadian yang pasti akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas, kepribadian,

Lebih terperinci

DETEKSI DINI KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK

DETEKSI DINI KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK 177 DETEKSI DINI KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK Oleh: B. Suhartini Dosen Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY Abstrak Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kondisi kebugaran jasmani dan rohani. Dengan. sakit atau cidera pada saat beraktifitas. Maka dari itu untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kondisi kebugaran jasmani dan rohani. Dengan. sakit atau cidera pada saat beraktifitas. Maka dari itu untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia di masa yang modern dan berkembang seperti saat ini banyak memiliki aktivitas yang beragam dan berbeda-beda, tentunya harus memiliki energi yang

Lebih terperinci

Gangguan Neuromuskular

Gangguan Neuromuskular Bab 9 Gangguan Neuromuskular Oleh: Dr. dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K)., M.M., FISC. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan bab ini, pembaca/peserta didik diharapkan mampu: mendeskripsikan konsep palsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis.

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting, banyak faktor internal maupun external yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, salah satunya adalah kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keseimbangan merupakan salah satu hal penting dalam proses pertumbuhan anak usia 10-12 tahun karena pada usia tersebut anak mulai mengalami perubahan baru, baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk biopsikososial membutuhkan kondisi yang optimal untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat mengakibatkan kematian atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga orang tua menyukai olahraga ini, cabang olahraga yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. hingga orang tua menyukai olahraga ini, cabang olahraga yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas olahraga sudah dikenal sejak jaman dulu kala. Olahraga memiliki sekumpulan peraturan, kebiasaan, sampai aktifitas tubuh yang sudah diatur sedemikian rupa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Pergerakan yang dilakukan baik secara volunter maupun

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Pergerakan yang dilakukan baik secara volunter maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk yang memerlukan gerak dan berpindah tempat. Aktivitas pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang kegiatan sehari-hari. Pergerakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala bidang salah satunya dalam bidang kesehatan. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) manusia Indonesia. Hampir setiap tahunnya negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, modernisasi merupakan kata yang dapat. dimulai dari kehidupan sosial, ekonomi, pola pikir, ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, modernisasi merupakan kata yang dapat. dimulai dari kehidupan sosial, ekonomi, pola pikir, ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini, modernisasi merupakan kata yang dapat mendefinisikan adanya sebuah perubahan pola kehidupan manusia, dimulai dari kehidupan sosial, ekonomi, pola pikir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah tujuan semua orang. Salah satu yang mempengaruhi kualitas hidup individu adalah kondisi fisiknya sendiri. Sehingga manusia yang sehat sudah tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates. pengobatannya (Waluyo, 2013). Di Indonesia stroke

BAB I PENDAHULUAN tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates. pengobatannya (Waluyo, 2013). Di Indonesia stroke 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit sudah sejak zaman dahulu yaitu sekitar 2400 tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates yaitu ditemukannya gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang drastis pada pertumbuhannya, baik pertumbuhan fisik, mental dan psikis. Pertumbuhan fisik yang cepat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah randomized pre test and post

BAB IV METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah randomized pre test and post BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian metode kuantitatif jenis eksperimental, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah randomized pre test and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang, namun banyak orang dalam hidupnya tidak ingin menghabiskan kegiatan yang bersangkutan dengan nilai kesehatan. Kesehatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang melakukan aktifitas fisik untuk menunjang hidup sehat, karena Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan yang terjadi dalam bidang kesehatan, meningkatnya kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan yang terjadi dalam bidang kesehatan, meningkatnya kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan yang terjadi dalam bidang kesehatan, meningkatnya kondisi sosial dan perekonomian masyarakat, semakin meningkatknya wawasan masyarakat yang bersamaan

Lebih terperinci

Rehabilitasi pada perdarahan otak

Rehabilitasi pada perdarahan otak Rehabilitasi pada perdarahan otak Hal-hal yang timbul akibat perdarahan otak menyebabkan gangguan fungsi dan menjadi masalah pokok pada rehabilitasi medik, adalah : lokomotor, ketrampilan tangan, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan penyebab kecacatan yang utama. Laporan WSO (World Stroke Organization, 2009) memperlihatkan bahwa stroke adalah penyebab utama hilangnya hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang abnormal, gerakan tak terkendali, dan kegoyangan saat. dengan sifat dari gangguan gerakan yaitu spastic, athetoid,

BAB I PENDAHULUAN. yang abnormal, gerakan tak terkendali, dan kegoyangan saat. dengan sifat dari gangguan gerakan yaitu spastic, athetoid, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cerebral Palsy (CP) merupakan salah satu kelainan yang dialami anak karena adanya hambatan pada bagian otak yang berhubungan dengan pengendalian aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan.setiap manusia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan masalah utama dalam pelayanan kesehatan dan sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit yang ditakuti karena menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini semakin banyak ditemukan berbagai penyakit berbahaya yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini tidak mengancam jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mobilisasi yang baik, tidak ada keluhan dan keterbatasan gerak terutama

BAB I PENDAHULUAN. dan mobilisasi yang baik, tidak ada keluhan dan keterbatasan gerak terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG WHO menyatakan Health is a state of complete physical, mental and social well being and not merely the absence of deaseas or infirmity. Sehat adalah suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan dan pelayanan kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 1980 penduduk lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma sehat merupakan modal pembangunan kesehatan, yang dalam jangka panjang mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan melalui upaya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASPEK MOTORIK

PERKEMBANGAN ASPEK MOTORIK HAMBATAN MOTORIK Oleh : dr. Euis Heryati M.Kes MK. HAMBATAN KONSENTRASI, ATENSI, PERSEPSI, DAN MOTORIK; JURUSAN PLB PERKEMBANGAN ASPEK MOTORIK PRINSIP PERKEMBANGANNYA: - Proksimal distal - Fleksi ekstensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih 1 BAB I PENDAHULUAN Pada tahun 1948 Prof. Dr. Soeharso mendidik tenaga kesehatan dalam rangka kerja besarnya memulihkan korban perang, dibangun Sekolah Perawat Fisioterapi. Semakin berkembangnya pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan saat ini merupakan hal yang sangat penting dikarenakan meningkatnya jumlah pasien di rumah sakit dan meningkat juga pengguna jasa asuransi kesehatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 23/19912 bahwa pembangunan nasional akan terwujud bila terjadi derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan

Lebih terperinci

Ada beberapa bentuk metode atau tipe latihan yang dapat diaplikasikan oleh pasien stroke diantaranya adalah :

Ada beberapa bentuk metode atau tipe latihan yang dapat diaplikasikan oleh pasien stroke diantaranya adalah : FISIOTERAPI Penanganan fisioterapi pasca stroke adalah kebutuhan yang mutlak bagi pasien untuk dapat meningkatkan kemampuan gerak dan fungsinya. Berbagai metode intervensi fisioterapi seperti pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap mahluk hidup secara sosial dan ekonomi. Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit baik

Lebih terperinci

I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA

I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA OLEH: SRI WIDATI I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA GERAK MANUSIA ADALAH SUATU PROSES YANG MELIBATKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH BAGIAN TUBUH DALAM SATU KESATUAN YANG MENGHASILKAN SUATU GERAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh Allah subhanahuwata aladalam Al-Qur an sesuai. firmannya pada surat Al-Mu min ayat 67 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh Allah subhanahuwata aladalam Al-Qur an sesuai. firmannya pada surat Al-Mu min ayat 67 sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak mengalami proses tumbuh kembang yang dimulai sejak dari dalam kandungan, masa bayi, dan balita. Setiap tahapan proses tumbuh kembang anak mempunyai ciri khas tersendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bebas tanpa Stroke merupakan dambaan bagi semua orang. Tak heran

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bebas tanpa Stroke merupakan dambaan bagi semua orang. Tak heran 1 BAB I PENDAHULUAN Hidup bebas tanpa Stroke merupakan dambaan bagi semua orang. Tak heran semua orang selalu berupaya untuk mencegah Stroke atau mengurangi faktor risiko dengan menerapkan pola hidup sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu dari negara dengan jumlah penduduk terbesar didunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari. Pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas seharihari

BAB I PENDAHULUAN. hari. Pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas seharihari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melakukan gerak dan berpindah tempat dalam aktivitas sehari hari. Pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas seharihari tersebut.

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelincahan merupakan salah satu komponen fisik yang banyak dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik motorik, kognitif, dan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik motorik, kognitif, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak usia sekolah dasar disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir anak yang merupakan kelanjutan dari masa awal anak. Permulaan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi derajat kesehatan di suatu wilayah digambarkan dalam berbagai indikator derajat kesehatan. Indikator yang dinilai dan telah disepakati secara nasional sebagai

Lebih terperinci